Skripsi.docx

  • Uploaded by: irianti ubleeuw
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,754
  • Pages: 73
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah Negara berkembang dengan jumlah peningkatan penduduk yang tinggi. Hasil sensus menurut publikasi BPS menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia yang makin meningkat

tentu

dapat

berimplikasi

secara

signifikan

terhadap

perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014) Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar 255.461.666 jiwa, jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2010 yang berjumlah 237,641,326 jiwa, dari tahun 2010-2014 pertumbuhan penduduk per tahun terus meningkat 3,54 juta per tahun menjadi 3,70 juta per tahun (BPS dalam Kemenkes RI, 2016) . Target dari Millenium Development Goals (MDGs) 2015, salah satunya yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi atau Balita (AKB), serta meningkatkan kesehatan ibu. Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi, dan untuk menciptakan keluarga yang sehat. Kementerian Koordinator Kesejahteraan

Rakyat

menyelenggarakan

Rakornas

penguat

sistem

kesehatan, kependudukan, dan keluarga berencana dalam pencapaian target MDGs 2015 (Depkes RI, 2013).

1

2

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan

dan

pembangunan

keluarga

menyatakan

bahwa

pembangunan keluarga adalah upaya mewujutkan keluarga yang berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan membantu sesuai hak reproduksi untuk mewujutkan keluarga berkualitas. Undang-undang ini mendukung program KB sebagai salah satu upaya untuk mewujutkan keluarga sehat dan berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN, 2014). Keluarga berencana (KB) adalah mengatur jumlah anak sesuai dengan keinginan dan menentukan kapan ingin hamil. Jadi, KB (family planning, planned parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk mewujutkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. (Marmi, 2016) Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya. Pengetahuan merupakan kemampuan kognitif paling rendah namun sangat penting karena dapat membentuk perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2007 dalam jurnal Cynthia, 2017). Pengetahuan yang rendah menyebabkan wanita takut menggunakan alat kontrasepsi tersebut karena sebelumnya rumor kontrasepsi yang beredar di

3

masyarakat. Akibat dari kurangnya pengetahuan Perempuan Usia Subur (PUS) dalam memilih kontrasepsi yang baik dapat berdampak negatif pada sikap dan perilaku seseorang dalam menentukan atau merencanakan kehamilan berikutnya, baik kehamilan yang di inginkan ataupun kehamilan yang tidak di inginkan (Yanti & Handayani, 2014 dalam jurnal Cynthia, 2017). Penggunaan

video

atau

film

mendorong

dan

memotivasi,

menanamkan sikap dan segi-segi efektif lainnya, penggunaan media video juga dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsepkonsep, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sifat. (Arsyat, 2017) Menurut hasil penelitian yang dilakukan Chyntia (2017) menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan ibu sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan nilai mean sebelum diberikan 61,4± 12,0 dan sesudah diberikan menjadi 89,7 ± 8,35. Nilai p value sebesar 0,000 < α = 0.05, sehingga terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui media video terhadap pengetahuan ibu primigravida tentang kontrasepsi IUD post plasenta di Puskesmas Piyungan. Data

dari

Family

Planning

Worldwide

(2008)

(gambar1.1)

menyatakan penggunaan KB di Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN seperti Kamboja (79%) dari total PUS, Vietnam (78%) dari total PUS dan Thailand (80%) dari total PUS. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan penggunaan KB di Indonesia yang hanya (61%) dari total

4

PUS (Inti Mujiati dalam Buletin jendela data dan informasi Kesehatan, 2013).

Gambar 1.1 data ASEAN tentang pemakaian KB

Menurut data BKKBN, presentase peserta KB baru terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 13,4%. Angka ini lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun 2014 yang sebesar 16,5% , peserta KB baru dan KB aktif menunjukan pola yang sama dalam pemilihan alat kontrasepsi, sebagian peserta KB baru maupun KB aktif memilih suntikan (49,9%), pil (26,3%), implant (9,6), IUD (6,8%), kondom (5,4%), MOW (1,6%), POW (0,16%) (BKKBN dalam Kemenkes RI, 2016). Menurut Badan statistik Nasional 2016 di Sulawesi Selatan dari 1.416,867 Pasangan Usia Subur. peserta KB Baru sebanyak 197.997 (13,9%) dan peserta KB Aktif sebanyak 1.024.418 (72,3%), presentase penggunaan KB menurut Metode Kontrasepsi dari 1.069.086 Pasangan Usia Subur, peseta KB baru sebanyak 134.294 (12,5%). Peserta KB baru yang memakai Kondom 7.780 (5,7%), Pil 49.266 (36,6%), Suntik 100,775

5

(75,0%), IUD 7.486 (5,5%), Implan 29.009 (21,6%), MOW 3.373 (2,5%), POW 308 (0,2%) (Kemenkes RI, 2016). Menurut data

BKKBN kota Makassar 27,8% dari total WUS

sebanyak 43,0% wanita yang sudah menikah memakai alat kontrasepsi terbanyak yaitu kontrasepsi suntikan sebanyak 44,3%, kontrasepsi pil sebanyak 26,8%, IUD sebanyak 13,2%, pemakaian kondom pria 9,4%, MOW 4,2% dan implant sebanyak 1,9% (PMA, 2015) Data pencapaian pengguna KB baru dan KB aktif bulan januarifebruari 2018 di Puskesmas Tamalanrea, Kota Makassar dari 6167 Pasangan Usia Subur dan 3083 ibu akseptor, dengan total kunjungan ibu Akseptor setiap bulannya yaitu 257 ibu. Dengan yang menggunakan KB sebanyak 56 orang, Peserta KB baru sebanyak 28 orang (50%) dan KB Aktif 28 orang (50%) diantaranya yang memakai Suntik 10 ibu, Pil 5 ibu , IUD 8 ibu, MOW 5 ibu. Berdasarkan latar belakang diatas saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Media Video Terhadap Pengetahuan Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas tentang rendahnya prevalensi penggunaan KB pada ibu akseptor KB maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada

6

pengaruh media video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB di wilayah kerja puskesmas Tamalanrea Kota Makassar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui pengaruh media video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB di wilayah kerja puskesmas Tamalanrea Kota Makassar 2. Tujuan Khusus a. Diketahui pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB di Wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea b. Diketahui pengaruh media video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB di Wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea D. Manfaat Penelitian 1. Ilmiah Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang KB 2. Praktisi a. Sebagai masukan dan informasi bagi kampus tentang pengetahuan KB b. Sebagai informasi tambahan bagi Masyarakat khususnya ibu akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar c. Dapat sebagai informasi tambahan untuk mempergunakaan semua media pembelajaran guna kepentingan pendidikan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar

7

3. Bagi Peneliti Dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Keluarga Berencana 1. Pengertian Keluarga berencana menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pengembangan keluarga sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Setiyaningrum dan Aziz, 2014). Menurut WHO (Expert Commite, 1970), tindakan yang membantu individu/pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga berencana (KB) adalah mengatur jumlah anak sesuai dengan keinginan dan menentukan kapan ingin hamil. Jadi, KB (family planning, planned parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk mewujutkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. (Marmi, 2016)

9

Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang artinya mencegah atau menghalangi dan Konsepsi yang artinya pembuahan atau pertemuan sel telur dengan sperma. Jadi, Konrtasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dan sperma (Marmi, 2016). Kontrasepsi adalah usaha atau upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Irianto, 2014). 2. Jenis-Jenis Kontrasepsi a. Metode Barier 1) Kondom Kondom adalah salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis sewaktu melakukan koitus, dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Bentuk kondom silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka, sedang ujung yang buntu sebagai penampung sperma dengan diameter berkisar 31-36,5 mm dan panjang lebih kurang 19 mm. kondom dilapisi dengan pelican yang mempunyai sifat spermatisid (Marmi, 2016).

10

Kondom adalah suatu alat kontrasepsi berupa sarung dari karet yang diselubungkan ke organ intim pria, yang bekerja dengan cara mencegah sperma bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan. Menurut

penelitian

kondom

terbukti

memiliki

kemungkinan kegagalan sebesar 2-3%. Berarti dari 100 wanita yang pasangan

yang menggunakan kondom saat bercinta, 2-3

wanitanya terbukti hamil (Irianto, 2014). 2) Senggama Terputus ( Coitus Interuptus ) Cointus Interuptus atau Senggama terputus atau Ekspulsi pra ejakulasi atau pancaran extra vaginal atau withdrawal methods adalah metode keluarga berencana tradisional atau alamiah, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (Penis) dari vagina sebelum mencapai ejakulasi (Marmi, 2016 dan Irianto, 2014). Metode cointus interuptus akan efektif apabila dilakukan dengan benar dan konsisten. Angka kegagalan 4-27 kehamilan per 100

perempuan

per

tahun.

Pasangan

yang

mempunyai

pengendalian diri yang besar, pengalaman dan kepercayaan dapat menggunakan metode ini menjadi lebih efektif (Marmi, 2016). 3) KB Alamiah KB

alamiah

adalah

metode-metode

yang

tidak

membutuhkan alat ataupun bahan kimia dan juga tidak memerlukan obat-obatan. Kontrasepsi alamiah adalah suatu upaya

11

mencegah dan menghalangi pembuahan atau pertemuan antara sel telur dan sel sperma dengan 3 cara yaitu : Metode Kalender, Suhu Basal, Metode Lendir serviks (Marmi, 2016). a. Metode Kalender Metode Kalender atau Pantang berkala merupakan metode-metode keluarga berencana alamiah (KBA) yang paling tua, metode kalender ini berdasarkan pada siklus haid atau menstruasi wanita (Marmi, 2016). Metode kalender merupakan salah satu cara atau metode kontrasespsi sederhana yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan senggama pada masa subur yang biasanya 12-16 hari sebelum hari hari pertama masa menstruasi berikutnya. Sebenarnya metode ini tidak dapat diandalkan jika digunakan secara tunggal, tetapi dapat dikombinasikan dengan pemakaian metode yang lain secara bersamaan. (Setiyaningrum, 2015). Metode ini akan lebih efektif bila dilakukan dengan baik dan benar. Sebelum menggunakan metode kalender ini, pasangan suami istri harus mengetahui masa subur. Padahal, masa subur setiap wanita tidaklah sama. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan minimal enam kali siklus menstruasi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1930-an telah membuahkan metode terkini keluarga berencana alami, yakni

12

metode “ritmik“, yang dikenal sebagai metode kalender, yang berdasarkan penemuan tersebut bahwa ovulasi terjadi pada suatu hari tertentu, kira-kira 14 hari sebelum periode menstruasi. Menurut Kyusaku Ogino (Jepang) dan Herman Knaus (Austria) Ovulasi umumnya terjadi pada hari ke 15 sebelum haid berikutnya, tetapi dapat pula terjadi 12-16 hari sebelum haid yang akan datang (Irianto, 2014). b. Metode Suhu Basal Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya (Marmi, 2016). Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36°C. Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 3738° kemudian tidak akan kembali pada suhu 35°C. Pada saat itulah terjadi masa subur (ovulasi). Metode suhu tubuh dilakukan dengan wanita mengukur suhu tubuhnya setiap hari untuk mengetahui suhu tubuh basalnya. Setelah ovulasi

suhu

basal

(BBt/Basal

body

temperature) akan sedikit turun dan akan naik sebesar (0,20,4°C) dan menetap sampai ovulasi berikutnya. Hal ini terjadi

13

karena setelah ovulasi hormone progesteron disekresi oleh korpus luteum yang menyebabkan suhu tubuh basal wanita naik. Daya guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita pertahun. Daya guna pemakaian adalah 20-30 kehamilan per 100 tahun-wanita. Daya guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pula cara rintangan, misalnya kondom atau obat spermitisida di samping pantang berkala (Setiyaningrum, 2015). Metode suhu basal lebih efektif bila dilakukan dengan benar dan konsisten. Suhu basal dipantau dan dicatat selama beberapa bulan berturut-turut dan dianggap akurat bila terdeteksi pada saat ovulasi. Tingkat keefektifannya metode suhu basal sekitar 80% atau 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun (Irianto, 2014). c. Metode lendir serviks. Metode ovulasi didasarkan pada pengenalan terhadap perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi, yang menggambarkan masa subur dalam siklus dan waktu fertilitas maksimal dalam masa subur. Perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi merupakan akibat pengaruh estrogen. Saat kedua ovarium berada dalam keadaan diam, akan terlihat jumlah estrogen dan progesteron menurun, hasilnya adalah ketiadaan sensasi lendir pada vulva. Pada metode lendir serviks, mengenali masa subur

14

dengan memantau lendir serviks yang keluar dari vagina, pengamatan sepanjang hari dan ambil kesimpulan pada malam hari. Periksa lendir dengan jari atau tissue di luar vagina dan perhatikan perubahan perasaan kering-basah. Tidak dianjurkan untuk periksa di dalam vagina. Untuk menggunakan metode ini, seorang wanita harus belajar mengenali pola dasar kesuburan. Untuk menghindari kekeliruan dan menjamin keberhasilan pada awal masa belajar, pasangan diminta secara penuh tidak bersenggama pada satu siklus haid, untuk mengenali pola kesuburan dan pola ketidaksuburan. Pola kesuburan adalah pola yang terus berubah dan pula dasar ketidaksuburan adalah pola yang sama sekali tidak berubah dari hari ke hari. Kedua pola ini mengikuti kegiatan hormon-hormon (khususnya estrogen dan progesteron) yang mengontrol daya tahan hidup sperma dan pembuahan (Irianto, 2014). Angka kegagalan 0,4-39,7 kehamilan pada 100 wanita per tahun disamping abstinens pada saat yang diperlukan, masih ada tiga sebab lain terjadi kegagalan/kehamilan adalah karena pengeluaran lendir mulainya terlambat, gejala puncak (peak symptom) timbul terlalu awal atau dini, dan lendir tidak

15

dirasakan

oleh

wanita

atau

dinilai/interpretasi

salah

(Setiyaningrum, 2015). 4) Diafragma Alat kontarsepsi diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung seperti topi yang menutupi mulut rahim, terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutupi serviks. Diafragma tidak boleh dikeluarkan selama 6-8 jam setelah senggama selesai, pembilasan (douching) tidak diperkenankan, diafragma dapat dibiarkan selama 24 jam setelah senggama selesai, lebih lama dari itu kemungkinan dapat timbul infeksi. Ukuran diafragma vaginal yang beredar di pasaran mempunyai diameter antara 55 sampai 100 mm. Tiap ukuran mempunyau perbedaan diameter masing-masing 5 mm. besarnya ukuran diafragma yang dipakai akseptor ditentukan secara individual (Marmi, 2016). Efektifitas sedang (bila digunakan spermisida angka kegagalan 6-18 kehamilan per wanita per tahun pertama dengan keberhasilannya sebagai kontasepsi tergantung pada kepatuhan mengikuti

cara

penggunaan.

Motivasi

diperlukan

berkesinambungan dengan menggunakan setiap berhubungan seksual (Irianto,2014).

16

5) Spermisida Lebih akrab dengan nama tissue KB. Kontrasepsi yang dapat melumpuhkan sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet atau aerosol (spray). Sebelum melakukan hubungan, alat ini dimasukan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Cara kerjanya

menyebabkan

sel

membrane

sperma

terpecah,

memperlambat gerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuaahan sel telur. Keefektivitas kontasepsi ini kurang yaitu 3-21 kehamilan per 100 wanita per tahun pertama dan keefektivitas kontrasepsi ini bergantung pada kepatuhan mengikuti cara penggunaan dan pengguna harus menunggu 10-15 menit setelah aplikasi sebelum melakukan hubungan seksual (Irianto, 2014). 6) Metode hormonal a) Pil KB Pil kontrasepsi dipergunakan oleh kurang lebih 50 juta akseptor di seluruh dunia. Kenaikan jumlah akseptor terlihat terutama dalam 20 tahun terakhir ini. Di Indonesia diperkirakan kira-kira 60% akseptor menggunakan metode pil kontrasepsi (Irianto, 2014). Pil KB atau oral contraceptives pill merupakan alat kontasepsi hormonal yang berupa obat bentuk pil yang dimasukan

17

melalui

mulut

(diminum),

berisi

hormone

estrogen

dan

progesteron. Pil KB atau oral contraceptives pill secara umum tidak sepenuhnya melindungi wanita dari infeksi penyakit menular seksual dan akan aman apabila digunakan secara benar dan konsisten (Marmi, 2016). Efektivitas pil kombinasi lebih dari 99%, apabila digunakan dengan benar dan konsisten. Ini berarti, kurang dari 1 orang dari 100 wanita yang menggunakan pil kombinasi akan hamil setiap tahunnya. Namun pada pemakaian yang kurang seksama, efektivitasnya masih mencapai 93%. Menurut Hartanto (2004), angka kegagalan teoritis POK sebesar 0,1%, sedangkan angka kegagalan POK secara teoritis adalah 0,07-7%. Metode ini juga merupakan metode yang paling reversible, artinya bila pengguna ingin hamil bisa langsung henti minum pil dan biasanya bisa langsung hamil dalam jangka waktu 3 bulan. Pil kombinasi atau combination oral contraceptive adalah pil KB yang mengandung sintetis hormon estrogen dan progesterone yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi melalui penekanan hormon LH dan FSH, mempertebal

lendir

mukosa

serviks,

dan

menghalangi

pertumbuhan lapisan endometrium. Pil mini atau pil progesteron adalah pil KB yang hanya mengandung progesterone saja dan diminum sehari sekali (Irianto,

18

2014). Pil mini adalah pil KB yang hanya mengandung hormon progesteron dalam dosis rendah dan diminum sehari sekali. Dosis progestin yang digunakan adalah 0,03-0,05 mg per tablet. Karena dosisnya kecil maka pil mini harus diminum setiap hari pada waktu yang sama selama siklus haid bahkan selama haid. Pil progestin atau mini pil sangat efektif (98,5%). Penggunaan yang benar dan konsisten

sangat

mempengaruhi

tingkat

keefektivitasnya.

keefektivitas penggunaan mini pil akan berkurang pada saat mengkonsumsi obat anti konvulsan (fenitoin), carbenzemide, barbiturate, obat anti tuberculosis (firampisin), dan obat mukolitik asetilsistein (Marmi, 2016). b) Suntikan KB Alat kontrasepsi berupa cairan yang berisi hormon progesteron yang disuntikan ke dalam tubuh wanita secara periodik (1 bulan sekali atau 3 bulan sekali). Keuntungan dari menggunakan KB suntik adalah praktis, efektif dan aman dengan tingkat keberhasilan lebih dari 99%. Tidak membatasi usia dan obat KB suntik yang 3 bulan sekali tidak mempengaruhi ASI dan cocok untuk ibu menyusui (Irianto, 2014). Suntik KB ada dua jenis yaitu : kontrasepsi suntik progestin yang mempunyai efek progestin asli dari tubuh wanita dan merupakan suspense steril medroxy progestine asetate dalam air, yang mengandung progesterone asetate 150 mg. Cara kerjanya:

19

mencegah ovulasi. Bekerja dengan cara menghalangi pengeluaran FSH dan LH, sehingga tidak terjadi pelepasan ovum, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, karena sperma sulit menembus kanalis servikal, perubahan pada endometrium sehingga implantasi tidak terjadi dan menghambat transportasi gamet karena terjadi perubahan paristaltik tuba falopi. Kontrasepsi suntik progestin memiliki keefektivitas tinggi yaitu 0,3 kehamilan per 100 wanita per tahun, asalkan penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya kontrasepsi suntik kombinasi, tersedia 2 jenis kontrasepsi suntikan yang mengandung kombinasi antara progestin dan estrogen yaitu : cyclofem berisi 25 mg DMPA dan Estradio sipionat yang diberikan setiap bulan dengan cara disuntik intramuscular, kombinasi 50 mg Noretridone enantat dan 5 mg Estradiol valerat yang diberikan setiap bulan dengan cara intramuscular. Cara kerjanya : menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu, perubahan pada endometrium sehingga implantasi terganggu, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba valopi. Kontrasepsi ini sangat efektif yaitu 0,1-0,4 kehamilan per 100 wanita per tahun. Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja seperti pil. Untuk suntikan yang diberikan 3 bulan sekali, memiliki

20

keuntungan mengurangi resiko lupa minum pil dan dapat bekerja efektif selama 3 bulan (Marmi, 2016). c) Implant Implant adalah metode kontrasepsi yang dipakai di lengan atas bagian sebelah dalam. Berbentuk silastik (lentur). Waktu pemakaian implant ini bervariasi tergantung dari jenisnya. Ada yang efektif untuk jangka waktu lima tahun, tiga tahun, bahkan ada yang hanya satu tahun (Irianto, 2014). Profil dari kontrasepsi implant adalah berbentuk dua kapsul tipis yang fleksibel berisi levonorgestrel (LNG) yang disisipkan dibawah lengan atas seorang wanita, efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk jedena indoplant atau implanon, dapat dipakai semua ibu dalamusia reproduksi, dan kesuburan segera kembali setelah implant dicabut (Setiyaningrum, 2015). implan adalah metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dengan masa kerja panjang, dosis rendah, reversibel untuk wanita. Obat yang terdapat dalam setiap batang itu akan berdifusi secara teratur masuk ke dalam pembuluh darah. Efek samping dari kontrasepsi susuk pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatnya jumlah haid, serta amenorea.

21

Efektifitas dalam mencegah kehamilan angka kegagalan norplan < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD, dan metode barrier, efektifitas norplan berkurang sediki setelah 5 tahun dan pada tahun ke 6 kira-kira 2,5-3% akseptor hamil (Marmi, 2016). 7) Metode alat kontrasepsi dalam Rahim (AKRD) Alat konrasepsi dalam Rahim (AKRD/IUD) merupakan alat kontrasepsi yang terpasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan metode pil, suntik, dan kondom. Efektivitas IUD antara lain ditujukan dengan angka kelangsungan pemakaian yang tertinggi bila dibandingkan dengan metode yang tersebut diatas. Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga, atau campuran tembaga dengan perak (Setiyaningrum, 2015). Mekanisme kerja AKRD ialah menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebutan leokosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian AKRD yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam uterus. Walaupun sebelumnya terjadi nidasi, penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKRD yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh

22

meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus (Wiknjoastro dalam Marmi, 2016). Spiral atau IUD harus digunakan secara rutin untuk menyediakan kontrasepsi darurat. Ketika IUD digunakan sebagai kontrasepsi darurat pemasangannya harus dilakukan dalam waktu sekitar lima hari sejak hubungan seksual tanpa kondom. Jangka waktu maksimum dalam review saat ini berkisar antara dua dan sepuluh hari atau lebih. Namun, sebagian besar penelitian (74%) penyisipan terjadi dalam lima hari (Irianto, 2014). 8) Metode kontrasepsi Mantap Bedah sterilisasi tersedia dalam bentuk tubektomi untuk wanita dan vasektomi bagi pria. Metode kontrasepsi ini biasa disebut juga sebagai kontrasepsi mantap atau permanen. Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal), sehingga hanya diperuntukan bagi mereka yang memang tidak ingin atau tidak boleh mempunyai anak. Sedangkan tindakannya, metode ini dapat disebut juga kontrasepsi dengan metode operatif (Marmi, 2016). a) MOW (Tubektomi) Kontrasepsi mantap adalah sutu metode yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua

23

tuba falopi wanita yang mengakibatkan seseorang tidak dapat hamil atau menyebabkan kehamilan lagi. MOW (Metode operasi wanita) atau tubektomi adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan atau kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan. Keuntungan dari memakai MOW atau Tubektomi adalah sangat efektif 0,2-4 kehamilan per 100 perempuan per tahun (Setiyaningrum,

2015).

Dapat

mencegah

kehamilan

99%,

permanen dan efektif, tidak ada efek samping jangka panjang dan tidak mengganggu hubungan seksual. (Irianto 2014). b) MOP (Vasektomi) Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Marmi, 2016). Vasektomi merupakan operasi kecil dimana vas deferens yang berfungsi sebagai saluran transportasi spermatozoa dipotong dan disumbat. Karena vasektomi tidak mempengaruhi fungsi dari kelenjar aksesoris maka produksi cairan semen tetap berlangsung dan pria yang divasektomi tetap berejakulasi dan ejakulatnya tanpa mengandung sperma. Vasektomi adalah kontrasepsi paling efektif,

24

yang angka kegagalannya biasanya kurang dari 0,1%-0,15% pada tahun pertama pemakaian (Setiyaningrum, 2015). B. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan 1. Pengertian Notoatmodjo, (2003) mengatakan pengetahuan adalah hasil “Tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba

dengan

sendiri.

Pada

waktu

pengindraan

sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Lestari, 2015). Soekanto (2002) mengatakan pengetahuan merupakan hasil dari ‘Tahu’, merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Proses kognitif meliputi ingatan, pikiran, persepsi, simbol-simbol, penalaran dan pemecahan persoalan. 2. Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang dapat menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian sepeti sebagaimana manusia menyelesaikan masalah tentang konsepkonsep baru dan kemampuan belajar (Lestari, 2015)

25

a.

Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

b.

Memahami (Comprehention) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materiterus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.

c.

Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya).

d.

Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen tetapi masih di

26

dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e.

Sintesis (Syntesis) Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.

f.

Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan a. Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

dalam

memecahkan

masalah

dan

apabila

kemugkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. b. Cara Kekuasaan atau Otoritas Cara ini dapat berupa pemimpin pimpinan masyarakat baik formal atau informal dan berbagai prinsip orang lain yang menerima yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

27

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang

pernah

diperoleh

dalam

memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu. 4. Proses Perilaku “Tahu” a.

Awarenes (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b.

Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.

c.

Evaluation

(menimbang



nimbang)

individu

akan

mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a. Tingkat pendidikan, yakni upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. b. Informasi, seseorang yang mendapat informasi lebih banyak akan menambah pengetahuan lebih luas. c. Pengalaman, yakni sesuatu yang pernah dilakukan seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.

28

d. Sosial

ekonomi

yakni

kemampuan

seseorang

memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Maliono dkk, (2007) adalah : a. Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan akan tinggi pula. b. Kultur (budaya dan agama) Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru disaring sesuai atau tidaknya dengan budaya yang ada, apapun agama yang dianut. c. Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. d. Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan yang tinggi, maka pengalaman akan lebih luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalamannya semakin banyak (Lestari, 2015).

29

6. Sumber pengetahuan Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan. Upaya-upaya serta cara-cara tersebut yang dipergunakan dalam memperoleh pengetahuan, yaitu; a. Orang yang memiliki otoritas Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau dianggap lebih tahu (Lestari, 2015). b. Indra Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan

bahwa

pengetahuan

pada

dasarnya

hanyalah

pengalaman-pengalaman konkrit yang terbentuk karena persepsi indra, seperti persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencicipan oleh lidah. c. Akal Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bias dibangun

oleh

manusia

tanpa

harus

atau

tidak

bias

mempersepsinya dengan indra terlebih dahulu. Pengetahuan dapat diketahui dengan pasti dan dengan sendirinya karena potensi akal. d. Intuisi Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang

30

tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau prestasi rasa yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan. 7. Pengukuran pengetahuan Dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas (Lestari, 2015). C. Tinjauan Umum Tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harfiah berarti ‘ tengah’, ‘perantara’, atau pengantar’. Media apabila dipahami secara garis besar adalah Manusia, Materi, atau Kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap ( Gerlach dan Ely dalam Arsyad, 2017 ). AECT

(Association

of

education

and

communication

technology) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Adapun National Education Association (NEA) mengartikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan berserta instrument yang digunakan untuk kegiatan (Zainiyati, 2017).

31

Media Pendidikan digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1996) dimana hubungan komunikasi akan berjalan lancer dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi (Arsyad, 2017) sementara itu menurut Gagne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai) foto, grafik, televisi, dan computer. Media pembelajaran yang dipandang sebagai segala bentuk peralatan fisik komunikasi berupa hardware dan sofeware merupakan bagian kecil dari metode pembelajaran yang harus diciptakan (didesain dan dikembangkan), digunakan dan dikelola (dievalusi) untuk kebutuhan pembelajaran dengan maksud untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran (Arsyad, 2017). Media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan para siswa. (Zainiyati, 2017). 2. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran Pemeroleh Pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut

32

Brunner (1966; 10-11) ada tiga tingkatan utama Modus Belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman Abstrak (symbolic). Tingkatan

pengalaman

pemeroleh

hasil

belajar

seperti

digambarkan Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut pesan. Guru sebagai sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke simbol-simbol tertentu (encording) dan siswa sebagai penerima, menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding) (Arsyad, 2017). Livie

& Livie (1975) yang membaca kembali hasil-hasil

penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubungkan faktafakta dan konsep. Di lain pihak stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pelajaran yang melibatkan ingatan yang berturutturut (sekuesial). Hal ini merupakan suatu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis dari Paivio (1971). Konsep itu mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbolsimbol verbal kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang lainnya untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal.

33

Belajar dengan menggunakan indra pandang dan indra dengar berdasarkan konsep diatas akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa akan belajar lebih banyak dari pada jika materi pembelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar. Para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan pemeroleh hasil belajar melalui indra pandang dan indra dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang, dan hanya 5% diperoleh melalui indra dengar dan 5% lagi dengan indra lainnya (Baugh dalam achsin, 1986). Sementara itu, Dale (1969) memperkirakan bahwa pemeroleh hasil belajar melalui indra pandang berkisar 75%, melalui indra denga sekitar 13%, dan indra lainnya sekitar 12%. Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (kerucut pengalaman Dale) (Dale 1969). Kerucut ini (gambar 1.2) merupakan kolaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin diatas dipuncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu.

34

Dasar pengembangan kerucut dibawah bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karna ia melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Yang kesemuanya itu memberikan dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Gambar 1.2 Kerucut pengalaman Edgar Dale

Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indra

35

yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas yakni indra penglihatan atau indra pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak yang dialami silih berganti; hasil pelajaran dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung. (Arsyad, 2017 dan Zainiyati, 2017). 3. Ciri-Ciri Media Pendidikan a. Ciri Fiksatif ( Fixative Property ) Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket computer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat diproduksi. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada suatu waktu tertentu dan di transportasikan tanpa mengenal waktu. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada digunakan setiap saat (Arsyad, 2017).

36

b. Ciri Manipulatif ( Manipulative Property ) Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran yang tentu saja akan membingungkan dan bahkan menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka kearah yang tidak diinginkan. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu. c. Ciri Distributif (Distributive Property) Ciri distributive dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian di transportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif

sama mengenai kejadian itu.

Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam satu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket computer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang di inginkan kapan saja.

37

Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat di reproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan dijamin sama atau hampir sama dengan aslinya. 4. Jenis-Jenis Media Pembelajaran Media pembelajaran dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi dan komputer. Teknologi

cetak adalah cara untuk menghasilkan atau

menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto, atau representasi fotografik dan reproduksi. Materi cetak dan visual merupakan dasar pengembangan dan penggunaan kebanyakan materi pengajaran lainnya. Teknologi audio-visual cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape, recorder, dan proyektor visual yang melebar. Jadi, pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui

38

pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Kelebihan teknologi audio-visual, yaitu dalam media ini mencakup segala aspek indra pendengaran, penglihatan, dan peraba. Sehingga kemampuan semua indra dapat terasah dengan baik karena digunakan dengan seimbang. Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro prosesor. Perbedaan antara media yang dihasilkan oleh teknologi berbasis computer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya adalah karena informasi atau materi disimpan di dalam bentuk digital bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Pada dasarnya, teknologi

berbasis

komputer

menggunakan

layar

kaca

untuk

menyampaikan informasi. Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. Perpaduan beberapa jenis teknologi ini dianggap teknik yang paling canggih apabila dikendalikan oleh komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random access memori yang besar, hard disk yang besar, dan monitor yang berevolusi tinggi ditambah pariperal (alat-alat tambahan seperti video disc player perangkat keras untuk bergabung dalam satu jaringan dan sistem audio).

39

Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels & Glasgow (1990; 181-183) dibagi kedalam dua kategori luas, yaitu: pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir. a. Pilihan media tradisional 1) Visual diam yang diproyeksikan a) Proyeksi opaque (tak-tembus pandang) b) Proyeksi overhead c) Slides d) Filmstips 2) Visual yang tak di proyeksi a) Gambar, poster b) Foto c) Charts, grafik, diagram d) Pameran, papan info, papan-bulu 3) Audio a) Rekaman piringan b) Pita, kaset, reel, cartridge 4) Penyajian multimedia a) Slide plus suara (tape) b) Multi-image

40

5) Visual dinamis yang diproyeksi a) Film b) Televisi c) Video 6) Cetak a) Buku teks b) Modul, teks terprogram c) Workbook d) Majalah ilmiah, berkala e) Lembar lepas (hand-out) 7) Permainan a) Teka-teki b) Stimulasi c) Permainan papan 8) Realia a) Model b) Specimen (contoh) c) Manipulasi (peta, boneka) b. Pilihan media teknologi mutakhir 1) Media berbasis telekomunikasi a) Teleconverene b) Kuliah jarak jauh

41

2) Media berbasis mikroprosesor a) Computer-assisted instruction b) Permainan computer c) Sistem tutor intelejen d) Pembelajaran aktif e) Hypermedia f) Compact (video) disc (Zainiyati, 2017) 5. Media video dan film Film dan video atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi freme diproyeksi melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinu. Sama halnya dengan film, video dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak

bersama-sama dengan

suara alamiah atau suara yang sesuai. Kemampuan film dan video melukiskan gambaran hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsepkonsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyikat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

42

Keuntungan film dan video a) Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari para siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. b) Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. c) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sikap dan segi-segi efektif lainnya. Misalnya film kesehatan yang menyajikan proses terjangkitnya penyakit diare dapat membuat siswa sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan. d) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa, bahkan film dan video, seperti slogan yang sering didengar, dapat membawa dunia kedalam kelas. e) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas. f) Film dan video dapat ditunjukan kepada kelompok besar atau kelompok perorangan.

kecil,

kelompok

yang

heterogen,

maupun

43

g) Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Keterbatasan a) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang banyak. b) Pada saat film dan video ditunjukan, gambar-gambar bergerak terus menerus sehingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film dan video tersebut. c) Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan. Kecuali film dan video itu dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri. Interactive video adalah suatu sistem penyampaian pengajaran dimana materi video rekaman disajikan dengan pengendalian computer kepada penonton yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara tetapi juga memberikan respon yang aktif, dan respon yang menentukan kecepatan dan frekuensi penyajian. Compact video disc adalah sistem penyampaian rekaman video dimana signal audio-visual direkam pada disket plastik bukan pada pita magneti (Arsyat, 2017)

44

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel 1. Media Video Media Video dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Jenis media ini umumnya digunakan untuk tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan konsepkonsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap. 2. Pengetahuan pengetahuan adalah hasil “Tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. B. Hubungan Antar Variabel Hubungan antara variabel serta teori yang menjadi landasan utama dalam pembuatan kerangka konsep yang akan diuraikan sebagai berikut : Variabel Independen

Media Video

Variabel Dependen

Pengetahuan Ibu

45

Keterangan : :

: Variabel Independen : Variabel Dependen : Hubungan antar variabel

C. Indentifikasi Variabel 1. Variabel Independen (Bebas) Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2016). Yang menjadi variabel Independen dalam penelitian ini adalah Media video. 2. Variabel Dependen (Terikat) Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel (Nursalam, 2016). Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pengetahuan Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB. D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Media Video Suatu tindakan yang memberikan tontonan bagi ibu akseptor yang bertujuan untuk menambah informasi, keterampilan, dan pengetahuan, khususnya tentang KB

46

Kriteria Objektif : 1 : Tidak diberikan 2 : Diberikan 2. Pengetahuan ( Pre-Post test ) pengetahuan adalah hasil “Tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pengetahuan adalah segala sesuatu tentang KB yang diketahui oleh Ibu Akseptor KB setelah menonton video tentang pentingnya KB. M= M= M= M=

(𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑥 ∑ 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛)+(𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑥 ∑ 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 (2 𝑥 15)+(1𝑥15) 2 30+15 2 45 2

= 22,5

Kriteria Objektif : 2 : Cukup

: Apabila skor rata-rata responden ≥ 22

1 : Kurang

: Apabila skor rata-rata responden < 22

E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih variabel. Hubungan, perbedaan, dan

47

pengaruh tersebut dapat sederhana atau kompleks, dan bersifat sebab-akibat (Nursalam, 2016). α = 0,05. Bila ᵖ ≤ α Ha diterima dan Ho di tolak. Artinya adanya pengaruh Media Video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentinya KB 2. Hipotesis Nol (H0) Hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau kompleks dan bersifat sebab atau akibat. (Nursalam, 2016). α = 0,05. Bila ᵖ > α maka Ha ditolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya pengaruh Media Video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentinya

48

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan Experimental design yaitu praexperimental design dengan pendekatan rancangan One-group pretestposttest design Gambar 3.1. Pre test and Post test control grup design

O1 ----------------- X ----------------- O1

Keterangan : O1

: Kelompok perlakuan

X

: Intervensi

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan 21 Mei – 24 Juni.

49

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakter tertentu yang telah ditentukan peneliti untuk ditarik kesimpulan (Sugiono, 2002 dalam Donsu,2016). Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu akseptor yang berjumlah 257 ibu dari 3083 ibu akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. 2. Sampel Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi ( Donsu, 2016). 1) Besar sampel dalam penelitian ini 𝑁

𝑛 = 1+𝑁(𝑑2 ) Keterangan : N : Besar populasi n

: Besar Sampel

d

: Tingkat signifikasi (p) (0,1) 𝑁

𝑛 = 1+𝑁(𝑑2 ) 257

𝑛 = 1+257(0,12 ) 257

𝑛 = 1+257(0,01) 257

𝑛 = 1+2,57 257

𝑛 = 3,57

50

𝑛 = 71,9

= 72

Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 72 ibu akseptor KB. b. Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi, teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. (Sastroasmoro dan Ismail dalam Nursalam, 2016). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Convenience Sampling atau Sampling Accidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemukan itu cocok sebagai sumber data ( sugiyono dalam Siswanto, susila, Suyanto, 2017). c. Kriteria Sampel 1) Kriteria Inklusi a) Ibu akseptor yang bersedia untuk diteliti hingga penelitian ini selesai b) Ibu akseptor berumur 15-49 tahun c) Ibu akseptor yang bisa melihat

51

2) Kriteria Eksklusi a)

Ibu akseptor yang menolak untuk melanjutkan penelitian

b)

Ibu akseptor yang tidak kooperatif

c)

Ibu akseptor berumur < 15 tahun dan > 49 tahun

d)

Ibu akseptor yang tidak bisa melihat

e)

Ibu akseptor yang masuk kelompok kontrol

D. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data menunjukan cara-cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ( sugiyono dalam Siswanto, susila, Suyanto, 2017). 1. Jenis Data a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam penelitian data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitian (Siswanto, Susila, Suyanto, 2017). Data sekunder dalam penelitian diperoleh dari Kepala Puskesmas Tamalanrea, Kota Makassar.

52

2. Instrumen Penelitian Menggunakan pengukuran kuesioner.

Pada jenis pengukuran

kuesioner ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan yang diajukan dapat juga dibedakan menjadi pertanyaan terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan ditetapkan dan tidak terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan dan tidak terstruktur, yaitu subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara terbuka oleh peneliti (Nursalam, 2016). di ukur dengan kuesioner mengunakan skala guttman. Didasarkan atas jumlah pertanyaan yaitu sebanyak 15 pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup. Setiap pertanyaan terdiri dari 2 alternatif jawaban yaitu Benar dengan skor 2 dan Salah dengan skor 1. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian,

Selama

proses

pengumpulan

data,

peneliti

memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih tenaga pengumpulan data (jika diperlukan), memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu : kuesioner dan wawancara (Nursalam, 2016).

53

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini sebelumnya dimulai dari calon peneliti melakukan observasi tempat penelitian, mewawancarai petugas kesehatan yaitu kepala tata usaha Puskesmas Tamalanrea dan bidan yang bertugas di ruangan KIA Puskesmas Tamalanrea. Setelah mendapat data yang diinginkan calon peneliti kemudian memasukannya ke dalam latar belakang sebagai data awal, kemudian saat penelitian nantinya calon peneliti akan menentukan sampel kelompok perlakuan kemudian peneliti akan membagikan kuesioner yang nantinya akan digunakan untuk mengukur pengetahuan responden sebelum diberikan perlakuan. Setelah itu pada kelompok perlakuan diberikan video untuk ditonton, video ini berisikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya penggunaan KB. Setelah itu dibagikan kembali kuesioner untuk mengukur pengetahuan setelah diberikan perlakuan. Data dari kuesioner inilah yang akan diolah oleh peneliti dengan menggunakan uji statistik. B. Langkah Pengolahan Data 1.

Pengolahan Data Setelah data terkumpul data akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi program SPSS. Adapun tahaptahap dalam pengumpulan data sebagai berikut : a. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan

54

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. (Hidayat. A 2014) b. Coding sheet Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam penelitian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. c. Data entry Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau atau data base komputer, kemudian membuat distribusi (frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi ( Hidayat. A, 2014). d. Tabulasi Membuat tabel- tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti . 2.

Analisa Data Analisa data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputerisasi SPSS (Statistic Program for Social Science), yaitu analisis deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel.

55

a. Analisa Univariat Analisa univariat digunakan untuk menguji hipotesis. Menurut Notoadmodjo (2005) anallisis ini berfungsi untuk meringkas hasil pengukuran menjadi informasi yang bermanfaat (Donsu, 2016). b. Analisa Bivariat Analisis Bivariat yaitu analisa data yang menganalisis dua variabel. Analisa jenis ini sering digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh x dan y antar variabel satu dengan lainnya (Donsu, 2016).

Nantinya pada penelitian ini terlebih dulu akan

dilakukan uji normalitas dari data yang di dapatkan kemudian diuji secara statistik dengan uji t berpasangan atau Paired T-Test (apabila datanya memenuhi syarat normalitas dan homoskedastisitas) atau McNemar (Siswanto,Susila,suyanto, 2017) C. Pengujian Hipotesis Statistic juga digunakan untuk menentukan signifikan hubungan antar variabel yang diteliti (kekuatan dan arah hubungan, prediksi perubahan yang terjadi pada variabel dependen juka variabel independen berubah) atau membandingkan data pada variabel dependen berdasarkan kelompok pada variabel independen. Dengan kata lain jika peneliti mengemukakan hipotesis, maka akan dilakukan uji statistik untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak (Dharma, 2017). Dalam penelitian ini pengujian hipotesis variabel menggunakan skala nominal dimana skala nominal adalah skala yang paling sederhana di

56

susun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan hanya sebagai simbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik lainnya. (Jika nilai p lebih besar dari α (p value > α ), maka Ho diterima. Artinya Media Video tidak mempengaruhi Pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB, sebaliknya jika nilai p ≤ α maka Ho ditolak yang artinya Media Video mempengaruhi Pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB, dengan nilai α sebesar 0,05. D. Etika Penelitian Masalah etika adalah penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. (Nursalam, 2016). Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : 1.

Prinsip Manfaat a. Bebas dari Penderitaan Penelitian

harus

dilaksanakan

tanpa

mengakibatkan

penderitaan kepada objek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus b. Bebas dari Eksploitas Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah

57

diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun. c. Resiko (Benefits ratio) Penetilian harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. 2.

Prinsip menghargai Hak Asasi Manusia (respect human dignity) a.

Hak untuk ikut atau tidak ikut menjadi responden (right to self determination). Subjek

harus

diperlukan

secara

manusiawi.

Subjek

mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan bar akibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien. b.

Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) . Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c.

Infomed Consent Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada

58

informed konsent juga perlu dicantumkan bahwa data diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu. 3.

Prinsip Keadilan a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (Right to fair treatment). Subjek harus diperlukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah

keikutsertaannya

diskriminasi

apalagi

dalam

ternyata

penelitian

mereka

tidak

tanpa

adanya

bersedia

atau

dikeluarkan dari penelitian. b. Hak dijaga kerahasiaannya (Right to privacy) Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (Anonymiti) dan rahasia (Confidentiality) (Nursalam. 2016).

59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan dikemukakan hasil dan pembahasan tentang Pengaruh Media Video Terhadap Pengetahuan Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan Rancangan penelitian pra experiment dengan pendekatan Pre test and Post test (Pengaruh) dengan melibatkan satu kelompok sampel yaitu kelompok perlakuan dengan teknik Sampling Aksidental. Pada kelompok perlakuan diberikan suatu intervensi dengan analisa data menggunakan uji statistic uji t berpasangan atau Paired T-Test (apabila datanya memenuhi syarat normalitas dan homoskedastisitas) atau McNemar Penelitian ini dilaksanakan dengan memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui Media Video tentang pentingnya KB. Namun, sebelumnya dilakukan intervensi peneliti terlebih dahulu menjelaskan mengapa peneliti memilih Media Video sebagai instrument penelitian. Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 24 mei-21 juni 2018 di Puskesmas Tamalanrea. Pada saat penelitian peneliti mendapatkan 36 sampel kelompok intervensi karna keseluruhan kelompok kontrol dieksklusikan oleh peneliti.

60

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik Umum Responden a. Usia Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Usia Responden Frekuensi (n) Presentase (%) 15-20 Tahun 1 2,8 20-25 Tahun 2 5,6 26-30 Tahun 20 55,6 31-35 Tahun 12 33,3 36-40 Tahun 1 2,8 Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.1 diatas, dari 36 Responden (100%) yang diteliti. Maka dapat diketahui bahwa kelompok usia responden paling banyak adalah kelompok usia 20-30 tahun dengan jumlah responden sebanyak 20 responden (55,6%) dan kelompok usia responden paling sedikit 15-20 dan 36-40 masing-masing 1 responden (2,8%). b. Jumlah Anak Hidup Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Hidup Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Jumlah Anak Hidup Frekuensi (n) Presentase (%) 1 Anak 6 16,7 2 Anak 8 22, 2 ≥ 3 Anak 22 61, 1 Total 36 100

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas, dari 36 Responden (100%) yang diteliti. Diketahui ibu Akseptor dengan Jumlah Anak Hidup paling banyak

61

yaitu ≥ 3 Anak dengan jumlah Responden 22 responden (61,1%), 2 Anak dengan jumlah 8 responden (22,2%), sedangkan 1 Anak dengan jumlah 6 Responden (16,7%) c. Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Pendidikan Frekuensi (n) Presentase (%) SD 21 58,3 SMA 9 25,0 S1 6 16,7 Total 36 100

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas, dari 36 Responden (100%) yang diteliti. Diketahui ibu Akseptor dengan pendidikan paling banyak yaitu SD dengan jumlah 21 responden (58%), SMA dengan jumlah 9 responden (25,0%), dan Strata1 berjumlah 6 responden (16,7%) 2. Hasil Analisa Univariat Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pegetahuan Pre Test ibu Akseptor KB tentang pentingnya KB Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Kriteria Kelompok Presentase (%) perlakuan Cukup 34 94,4 Kurang 2 5,6 Total 36 100 %

Berdasarkan Tabel 5.4 diatas, dari 36 responden (100%) yang diteliti. Diketahui pengetahuan Pre test Responden tentang KB sebanyak

62

34 (94,4%) responden dengan pengetahuan cukup, dan Responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (5,6) Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pegetahuan Post Test ibu Akseptor KB tentang pentingnya KB Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Kriteria Kelompok Presentase (%) perlakuan Cukup 36 100 Kurang 0 0 Total 36 100 %

Berdasarkan Tabel 5.5 diatas, dari 36 responden (100%) yang diteliti. Diketahui keseluruhan distribusi frekuensi pengetahuan Ibu akseptor yang diukur setelah diberikan Media Video dengan pengetahuan cukup sebanyak 36 responden (100%). 3. Hasil Analisis Bivariat a. Gambaran uji normalitas tabel Tabel 5.6 Gambaran uji Normalitas Tabel pengaruh Media Video Terhaadap Pengetahuan Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB Di puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Kolmogorof-Smirno𝑟 2 Statistic

Frekuensi

Sig

Pre test

235

36

.000

Post test

144

36

.058

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas, dari 36 responden (100%) yang diteliti. Output untuk uji normalitas Kolmogorof-Smirno𝑟 2 diperoleh nilai p untuk pengetahuan Pre Test dan Post Test = 0,058 ini lebih besar dari

63

pada nilai α 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi Normal b. Gambaran Pengetahuan pre test dan post test Tabel 5.7 Tabel pengaruh Media Video Terhaadap pengetahuan pre dan post Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB Di puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Pengetahuan Cukup Kurang Kelompok intervensi (n) (%) (n) (%) Mean α p Pre 34 94, 4 % 2 5,6 25, 19 0,05 0,000 Post 36 100 % 36 36 27, 00 Total 100 %

Berdasarkan Tabel 5.7 diatas, memberikan gambaran pengetahuan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi. Diperoleh nilai rata-rata pengetahuan pre test 25,19 (0.000), sedangkan nilai ratarata pengetahuan post test 27,00 (0,000). ibu Akseptor dengan pengetahuan cukup sebelum diberikan Media video sebanyak 34 responden (94,4%) dan pengetahuan kurang berjumlah 2 responden (5,6%), sedangkan ibu Akseptor dengan pengetahuan cukup setelah diberikan Media video sebanyak 36 orang (100%). Dan setelah diuji Paired Samples Test didapatkan nilai p untuk kelompok perlakuan 0,000 yang berarti nilai p<α=0,05. B. Pembahasan Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut :

64

1. Karakteristik Umum Responden a. Usia Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukan bahwa dari 36 responden dengan usia terbanyak yaitu usia 20-30 tahun. Usia responden termasuk masa produktif dan resiko kecil kehamilan serta kelahiran sehingga berpotensi besar untuk hamil kembali, sehingga wanita dengan umur reproduktif akan menggunakan KB untuk merencanakan kelahiran anak.

Factor umur sangat

berpengaruh terhadap aspek reproduksi seseorang terutama dalam mengatur jumlah anak dan waktu bersalin yang kelak akan berpengaruh pada kesehatan ibu. Menurut Hartanto (2014), umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat beresiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Undang-Undang perkembangan menyatakan

Nomor

kependudukan bahwa

25 dan

pembangunan

tahun

2009

pembangunan keluarga

tentang keluarga

adalah

upaya

mewujutkan keluarga yang berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan

melalui

promosi,

perlindungan,

dan

membantu sesuai hak reproduksi untuk mewujutkan keluarga berkualitas. Usia merupakan salah satu variabel penting dalam

65

penerimaan informasi tentang kontrasepsi. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Lestari, 2015). Hasil penelitian Farahan (2016) menjelaskan sebagian besar respoden adalah ibu yang berumur risiko rendah dalam penelitian tentang tingkat pengetahuan penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anita, dkk (2014) yang menyatakan ada hubungan antara usia dengan pemilihan jenis kontrasepsi. b. Jumlah Anak Hidup Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukan bahwa dari 36 responden dengan Jumlah Anak Hidup paling banyak yaitu ≥ 3 Anak dengan jumlah Responden 22 orang (61,1%), 2 Anak dengan jumlah responden 8 orang (22,2%), sedangkan 1 Anak dengan jumlah Responden 6 orang (16,7%) Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak yang masih hidup maka persentase pengguna metode kontrasepsi juga mengalami peningkatan, nilai uji pearson chi square secara statistic p 0,004 < a=0,05 yang berarti terdapat hubungan jumlah anak dengan pengetahuan tentang pentingnya KB. Saiffudin (2006) dalam (Ayu, Astrida & adibah, 2017) Jumlah anak ini selalu diasumsikan dengan penggunaan alat kontrasepsi. Banyaknya anak merupakan salah satu faktor

66

pasangan suami istri tersebut memilih menggunakan alat kontrasepsi. Menurut penelitian yang dilakukan Ayu, dkk (2017) terdapat hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan penggunaan alat kontrasepsi pada akseptor KB di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek Surabaya. Dan juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Resky dan Titik (2017). bahwa pengguna metode kontrasepsi tertinggi berada pada pasangan dengan jumlah anak masih hidup sebanyak lebih dari atau sama dengan tiga orang dan di urutan kedua adalah pasangan yang memiliki anak masih hidup sebanyak dua orang. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Purwoko dalam Fienalia (2012) yang menyatakan bahwa jumah anak hidup mempengaruhi PUS dalam menentukan metode kontrasepsi pada pasangan dengan jumlah anak sedikit cenderung memilih kontrasepsi dengan efektifitas yang rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup yang banyak akan memilih kontrasepsi dengan efektifitas tinggi. c. Pendidikan Berdasarkan Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukan bahwa dari 36 responden (100%)

dengan tingkat pendidikan

terbanyak yaitu SD sebanyak 21 orang (58,3%) dan terendah yaitu 6 orang (16,7). Pendidikan tidak berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang

67

dijelaskan Maliono dalam Lestari, 2015 bahwa Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan yang dilakukan mahasiswa program studi DIII Kebidanan STIKES Hang Tuah pekanbaru yang menjelaskan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah beresiko 23 kali tidak menggunakan

kontrasepsi

dibandingkan

dengan

ibu

yang

berpengetahuan tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan teori oleh Barrett, J (2007) yang berjudul contreined contraceptive choice : IUD prevalence in uzbekiztan yang menyatakan bahwa hampir semua wanita aktif seksual mempunyai pengetahuan tentang kontrasepsi. 2. Analisis Univariat a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pegetahuan Pre-post Test ibu Akseptor KB Berdasarkan tabel 5.4 tentang frekuensi pengetahuan pre test ibu akseptor, didapatkan bahwa dari 36 responden yang di teliti keseluruhannya belum diberikan Media video. Menunjukan bahwa terdapat 2 orang (5,6%) yang mempunyai pengetahuan kurang tentang KB. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan dari 36 reponden (100%) setelah diberikan Media video didapatkan hasil bahwa keseluruhan responden berpengetahuan dengan kategori cukup. Ditinjau dari

68

nilai rata-rata pre test 25,19 dan nilai rata-rata post test 27,00 Data nilai yang diperoleh responden tersebut mencerminkan responden mampu menerima informasi yang diterima melalui pendidikan kesehatan. Media video merupakan media yang cukup efektif untuk membantu responden dalam memahami materi pendidikan kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Cynthia (2017) Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan ibu sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan nilai mean sebelum diberikan 61,4± 12,0 dan sesudah diberikan menjadi 89,7 ± 8,35. Nilai p value sebesar 0,000 < α = 0.05, sehingga terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui media video terhadap pengetahuan ibu primigravida tentang kontrasepsi IUD post plasenta di Puskesmas Piyungan. 3. Analisis Bivariat a. Gambaran pengaruh Media Video Terhaadap Pengetahuan Ibu Akseptor KB Tentang Pentingnya KB Di puskesmas Tamalanrea Kota Makassar Berdasarkan Tabel 5.6 diatas, dari 36 responden (100%) yang diteliti. Output untuk uji normalitas Kolmogorof-Smirno𝑟 2 diperoleh nilai p untuk pengetahuan Pre Test dan Post Test = 0,058 ini lebih besar dari pada nilai α 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi Normal. Sehingga untuk

69

mengetahui ada tidaknya perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan video digunakan uji Paired T-Test. Berdasarkan tabel 5.7 tentang gambaran pengaruh media video terhadap pengetahuan ibu akseptor KB tentang pentingnya KB diperoleh interpretasi output SPSS signifikansi nilai rata-rata pre test 25, 19 dan rata-rata post test 27,00 dengan hasil korelasi kedua variabel yaitu 0,622 dengan nilai probabilitas (sig) 0,000. Hal ini meyatakan bahwa korelasi antara pengetahuan pre dan pengetahuan post. Dan menggunakan uji T-Test dan di dapatkan nilai p= 0,000 yang berarti p
Terhadap

Pengetahuan

Ibu

Akseptor

KB

Tentang

Pentingnya KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cynthia (2017) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui

Media Video

Terhadap Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Kontrasepsi IUD Post Plasenta Di Puskesmas Piyungan menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifinan. Nilai p value sebesar 0,000 < α = 0.05, sehingga terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui media video terhadap pengetahuan ibu primigravida tentang kontrasepsi IUD post plasenta di Puskesmas Piyungan. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Thomas (2005) yang menyatakan penelitian menyatakan bahwa

70

terdapat pengaruh penggunaan media video pembelajaran terhadap keterampilan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil tersebut diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa media video merupakan salah satu media pendidikan yang efektif untuk memberikan pengetahuan untuk membantu

dan

mempermudah

penyaluran

informasi

dan

pendidikan kesehatan. Menurut

asumsi

peneliti

bahwa

memang

terdapat

peningkatan pengetahuan sebelum dengan sesudah hanya saja peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan kemudian ada beberapa sampel yang menetap pengetahuannya. Kemudian dari hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa responden diketahui

bahwa

pengalaman

serta

social

ekonomi

yang

menyebabkan beberapa responden takut serta berfikir kembali untuk memakai KB. Disamping itu ada beberapa factor lain yang menyebabkan masyarakat tidak berminat untuk memakai KB, Yaitu: Pendidikan, Agama, Sosial Ekonomi, Status Wanita, Budaya

71

C. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti ini memiliki keterbatasan penelitian mencakup: 1. Metode penelitian Dalam pengambilan data membutuhkan waktu yang cukup lama, kemudian waktu pemberian tontonan video yang harus diatur sedemikian rupa agar seluruh responden kelompok perlakuan dapat diberikan perlakuan yang sama. kemudian diatur sedemikian rupa jga untuk peneliti dapat mendapingi semua responden saat pengisian lembar kuesioner. 2. Keterbatasan instrumen penelitian Lembar kuesioner yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen yang dibuat oleh peneliti sehingga masih terdapat kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki

72

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sebelum diberikan tontonan video. Menunjukan bahwa terdapat 2 orang (5,6%) yang mempunyai pengetahuan kurang tentang KB, Setelah diberikan tontonan video didapatkan hasil bahwa keseluruhan responden berpengetahuan dengan kategori cukup. 2. Output untuk uji normalitas Kolmogorof-Smirno𝑟 2 diperoleh nilai p untuk pengetahuan Pre Test dan Post Test = 0,058 ini lebih besar dari pada nilai α 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi Normal 3. diperoleh nilai rata-rata pre test 25, 19 dan rata-rata post test 27,00 dengan menggunakan uji T-Test dan di dapatkan nilai p= 0,000 yang berarti p
73

More Documents from "irianti ubleeuw"