Laporan Seminar Medikal-dm Tipe 2.docx

  • Uploaded by: Indah Triayu Irianti
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Seminar Medikal-dm Tipe 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,979
  • Pages: 27
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S (52 th) DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT TENTARA Dr ASMIR SALATIGA Disusun untuk Memenuhi Penugasan Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners 9

Oleh : 1. Desi

(SN181037)

2. Dwi Iryanto

(SN181050)

3. Fadhila Ulfa

(SN181060)

4. Josivena Naomi

(SN181083)

5. Rosiana Eva

(SN181137)

6. Shiren Junet

(SN181157)

7. Sri Endang

(SN181162)

8. Tri Winarno

(SN181174)

9. Tunjung W

(SN181175)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang berfungsi mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya,

terjadi

peningkatan

konsentrasi

glukoda

salam

darah

(hiperglikemia) (Feliasari, 2014). Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes. Berarti ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuh di dunia. Sekarang angka ini meningkat menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau urutan kelima di dunia (Hans Tandra, 2008). Data dari Dinkes Jateng menunjukkan bahwa dari tahun 2007-2009, DM tipe II menempati urutan kedua dari lima belas besar Penyakit Tidak Menular di Jawa Tengah.

B. Tujuan Penuisan 1. Tujuan Umum Mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui konsep teori diabetes mellitus meliputi: definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan (medis dan keperawatan), dan asuhan keperawatan sesuai teori.

b. Mampu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan pada Tn. S dengan diabetes mellitus. c. Mampu menganalisa kasus pasien (Tn. S) yang mengalami diabetes mellitus dibandingkan dengan teori yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Smeltzer & Bare (2014), mendefenisikan diabetes mellitus sebagai sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam

darah

atau

hiperglikemia. Hiperglikemia kronik

pada

DM

berhubungan dengan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah. Sementara menurut American Diabetes Assosiation (ADA), DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,

saraf dan

pembuluh darah (Hastuti, 2008). Pada penderita DM, komplikasi buruk yang dapat terjadi ialah luka (ulkus) gangren. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes (Andyagreeni, 2010). Menurut Smeltzer & Bare (2014) terdapat empat jenis utama DM, terdiri dari : a. DM tipe I Terjadi sebanyak 5 – 10% dari semua DM. Sel beta pankreas yang menghasilkan insulin

dirusak oleh proses

autoimun, sehingga

pasien memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada dan memerlukan terapi insulin untuk mengontrol kadar gula darah pasien. DM tipe I dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada usia < 30 tahun.

b. DM tipe II DM tipe 2 mengenai 90 – 95% pasien dengan DM. Pada DM tipe ini, individu mengalami penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) , sehingga pada dasarnya, jumlah insulin cukup namun tidak berfungsi dengan baik untuk mengontrol gula darah. Kehilangan fungsi insulin lambat laun akan menyebabkan kegagalan sel beta pankreas. Insidensi terjadi lebih umum pada usia >30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. c. DM tipe lain DM dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain. Kelainan genetik dalam sel beta dapat memacu berkembangnya DM. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon dan epinephrine bersifat antagonis atau melawan kerja insulin.

Kelebihan

jumlah hormon-hormon

tersebut

dapat

menyebabkan terjadinya DM. Tipe ini terjadi sebanyak 1 – 2% dari semua DM (Black & Hawks, 2009). d. DM gestasional DM yang timbul selama kehamilan akibat sekresi hormonhormon plasenta yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa. Terjadi pada 2 – 5% wanita yang hamil, tetapi hilang saat

melahirkan.

Resiko

terjadi

pada

wanita dengan anggota

keluarga riwayat DM dan obesitas. Pada tulisan ini, akan membahas secara spesifik tentang DM Tipe 2 (DMT2). B. Etiologi Gagalnya produksi insulin oleh pankreas atau tidak berfungsinya dengan baik insulin dalam tubuh individu dapat terjadi karena beberapa faktor gen dan faktor resiko lainnya. Faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah antara lain riwayat keluarga, ras atau latar belakang etnis, riwayat DM pada kehamilan dan usia.

Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yaitu pola makan, gaya hidup (kurang olahraga), obesitas, hipertensi dan dislipidemia (Feliasari, 2014). C. Manifestasi Klinik Corwin (2009) menyatakan bahwa

tanda dan gejala yang khas

muncul pada diabetes melitus, antara lain : a. Poliuria (peningkatan urine) karena air mengikuti glukosa yang dikeluarkan melalui urine. b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel menstimulasi

pengeluaran

hormon

anti

deuretik

(ADH)

dan

menimbulkan rasa haus. c. Rasa lelah dan kelemahan otot diakibatkan katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorbtif yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel. e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. f. Peningkatan angka infeksi g. Kelainan kulit berupa gatal-gatal, h. Kelainan ginekologis, i. Kesemutan atau rasa baal, j. Luka atau bisul yang sulit sembuh. Luka yang dimaksud dikenal juga dengan ulkus gangren. Wagner dalam Smeltzer (2014) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu: Derajat 0

:Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I

: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II

:Ulkusdalam menembus tendon dan tulang

Derajat III

: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV

:Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V

: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

D. Komplikasi Menurut Soegondo (2009), diabetes melitus dapat mengalami komplikasi seperti berikut : 1. Komplikasi akut a. Keoasidosis diabetik adalah keadaan yang disebabkan karena tidak adanya insulin atau ketidakcukupan jumlah insulin, yang menyebabkan kekacauan metabolism karbohidrat, protein, lemak. Ada tiga gambaran klinis ketoasidosis diabetik yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. b. Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, asupan karbohidrat kurang atau aktivitas fisik yang berlebihan. c. Hiperglikemia/hyperosmolar non ketotik adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan neurologis. 2. Komplikasi kronis a. Mikroangiopati (1) Retinopati diabetikum

disebabkan karena kerusakan pembuluh

darah retina. Faktor terjadinya

retinopati diabetikum

adalah

lamanya menderita diabetes, umur penderita, control gula darah, faktor sistematik (hipertensi, kehamilan). (2) Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan

pada glomerulus, nefropati diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik. (3) Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks. Selain ini juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada suatu atau lebih akar syaraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6 – 12 bulan. b. Makroangiopati (1) Penyakit jantung koroner ditandai dengan diawali dari berbagai bentuk dyslipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM sangat bersifat atherogemi karena mudah mengalami glikolisasi dan oksidasi. (2) Penyakit serebro vaskuler, pembuluh

aterosklerotik

dalam

pembuluh darah serebral atau pembentuk emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga

terjepit

dalam

pembuluh

darah

serebral

yang

mengakibatkan serangan iskemik dan stroke. (3) Penyakit vaskuler perifer perubah aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremis bawah menyebabkan okulasi arteri ekstremitas

bawah. Tanda dan gejalanya meliputi penurunan

denyut nadi perifer dan klaudikatio intermiten (nyeri pada betis pada saat berjalan). c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. d. Ulkus/gangren

E. Patofisiologi Pada awalnya, saliva dan zat kimia di dalam perut mengubah makanan menjadi glukosa yang merupakan sumber utama energi bagi sel tubuh. Sementara liver, menyimpan sejumlah gula dalam bentuk glikogen. Apabila asupan makanan berkurang, glikogen akan dihancurkan dan berubah menjadi glukosa. Selanjutnya, aliran darah menyerap gula dan membawanya ke sel yang membutuhkan seperti otot, tetapi sel tidak dapat menggunakan energi ini tanpa bantuan insulin, yaitu hormon yang diproduksi oleh pankreas. Pankreas akan menerima sinyal bahwa glukosa berada di dalam darah sehingga memproduksi insulin lebih banyak. Dengan membiarkan glukosa memasuki sel tubuh, insulin akan mengurangi jumlah gula darah dan otomatis produksi insulin di dalam pankreas pun menurun. Jika sel tidak dapat mengenali insulin, hormon ini tidak dapat membantu sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Akibatnya, glukosa akan terus berdiam di dalam darah dan menumpuk. Sementara pankreas akan menghasilkan insulin lebih banyak karena ada glukosa yang tinggi di dalam darah, sedangkan sel tubuh tidak dapat menggunakannya untuk menyerap glukosa. Kondisi ini dapat menyebabkan sel β-pankreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolismeglukosa berupa glukosa puasa terganggu, gangguan toleransi glukosa dan akhirnya menjadi DM tipe 2. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2011), jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali

semua

glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa haus (polidipsia) (Smeltzer & Bare, 2014). mengganggu penurunan

metabolisme berat

badan.

protein Jika

dan

terjadi

Defisiensi lemak

insulin

juga

yang menyebabkan

defisiensi insulin, protein yang

berlebihan di dalam sirkulasi darah tidak dapat disimpan dalam jaringan. Semua aspek metabolisme lemak sangat meningkat bila tidak ada insulin. Normalnya ini terjadi antara waktu makan sewaktu sekresi insulin minimum, tetapi metabolisme lemak meningkat hebat pada DM sewaktu sekresi insulin hampir nol (Guyton & Hall, 2014). Pasien dapat mengalami

peningkatan

selera

makan (polifagia)

akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Smeltzer & Bare, 2014). Menurut Guyton & Hall (2014). Insulin mengendalikan glikogenesis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan

terjadi

tanpa hambatan

hiperglikemia serta

terjadi

dan

lebih

pemecahan

lanjut

lemak

turut yang

menimbulkan mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan (Guyton & Hall, 2014). Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. (Smeltzer & Bare, 2014).

Pathway Gaya hidup: jarang berolahraga

Pola Makan: Konsumsi tinggi gula, lemak

Metabolisme turun: Pembakaran Glukosa menjadi Energi Turun

Hiperglikemia

Penurunan fungsi pankreas

Kerusakan Vaskuler Glikogenesis

Glukosa diubah menjadi Glikogen

Penurunan massa otot

Disimpan di hati dan otot menumpuk

Obesitas

Lemak bebas dan gula darah meningkat

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Penurunan kualitas dan kuantitas insulin

Sel tubuh kekurangan Glukosa

Kadar Gula (dan lemak) darah meningkat

Faktor usia, gen/keturunan, riwayat DM saat hamil

Resiko Cidera

Tubuh produksi Sorbitol Cadangan lemak dan protein turun

BB Turun

Resistensi Insulin

Memblokir kerja insulin

Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh

Luka Sorbitol tidak dapat diserap tubuh Mudah lelah/letih

Intoleransi Aktivitas

Tidak mendapat oksigen / hipoksia jarngan

kerusakan & kematian jaringan

Resiko Infeksi

Ulkus DM

Gangren

Hambatan Mobilitas Fisik Glycosuria

Osmotik Diuresis

Kerusakan Integritas Kulit

Poliurea

Ketidakseimbangan Volume Carian

(Smeltzer & Bare (2014); Soegondo (2009); Sjamsuhidajat & Jong (2011); dan Guyton & Hall (2014)

Nyeri

F. Pemeriksaan penunjang 1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa. 2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok. 3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I 5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal ataupeningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun. 6.

Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7.

Trombosit

darah:

Ht

meningkat

(dehidrasi),

leukositosis

dan

hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8.

Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9.

Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)

10. Urine: gula dan aseton positif 11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G. Penatalaksanaan Menurut

Herlambang

(2013),

penatalaksanaan

pengobatan

dan

penanganan fokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet dan berolah raga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat akan diperlukan bahkan pemberian suntikan insulin diperlukan bila obat tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah. Menurut Sari (2012), terdapat 4 pilar pengendalian diabetes melitus yaitu: 1) Edukasi Melakukan pendidikan kesehatan menjadi kewajiban bagi seluruh tenaga medis untuk membuka mata dan pengetahuan masyarakat mengenai

semua

hal

yang

berkaitan

dengan

diabetes

mellitus.

Pendidikan kesehatan bisa dilakkan lewat media apapun, secara langsung face to face dengan melakukan seminar atau penyuluhan, membagi bulletin khususnya kesehatan. 2) Pengaturan makan Sudah menjadi kewajiban bagi pasien untuk mengontrol setiap asupan makanan yang akan dikonsumsi. Mengontrol disini bukanlah melarang tetapi harus lebih cermat memilih setiap kandungan gizi yang

terdapat

dalam

makanan

agar

pankreas

yang mengalami

gangguan. Mulailah berkonsultasi pada dokter atau ahli kesehatan untuk menyusun pola diet. 3) Olah raga Olah raga sangat baik ntuk membantu pengendalian gula darah dan berat badan. Prinsip olah raga bagi penderita DM yaitu terusmenerus, berirama, berselang, meningkat dan daya tahan. 4) Obat Pemberian obat dilakukan untuk mengatasi kekurangan produksi insulin serta menurunkan resistensi insulin. Obat-obatan di sini dibagi menjadi dua yakni oral dan injeksi/suntikan sesuai dengan tipe diabetes melitus yang diderita.

Soegondo (2009) menjelaskan bahwa perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain: 1) Perawatan luka Mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. 2) Antibiotika atau kemoterapi. Tujuan dari pemberian obat antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.

3) Pendidikan kesehatan Tujuan dari pendidikan kesehatan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri. 4) Kontrol nutrisi dan metabolic Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan

luka.

Adanya

anemia

dan

hipoalbuminemia

akan

berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu

mengontrol

gula

darah.

Sebaliknya

penderita

dengan

hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total. 5) Stres Mekanik Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka. 6) Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut: 1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada. 2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

H. Asuhan Keperawatan Sesuai Teori 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : a. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh

melalui

anamnese,

pemeriksaan

fisik

pemerikasaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 1) Anamnese a) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b) Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. c) Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. d) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. 2) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 3) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 2. Pemeriksaan fisik 1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. 2) Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. 3) Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. 4) Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, nafas bau keton, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. 5) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. 6) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. 7) Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. 8) Sistem musculoskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 9) Sistem neurologis Terjadi

penurunan

sensoris,

parasthesia,

anastesia,

letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. 3. Pengkajian Pola Fungsi Gordon 1) Pola persepsi management kesehatan Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat

atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. 3) Pola eliminasi Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. 4) Pola tidur dan istirahat Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. 5) Pola aktivitas dan latihan Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari6) Pola kognitif perceptual Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir, pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren cenderung

mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. 7) Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ). 8) Pola hubungan dan peran Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. 9) Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan

gangguan

potensi

sek,

gangguan

kualitas

maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. 10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan Diabetes Melitus secara teori menurut Wilkinson (2012) adalah :

a. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis osmotic) b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktir biologis c. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. d. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan agen cedera biologis e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipoksia jaringan

3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan pada pasien ulkus diabetes menurut Wilkinson (2012) antara lain: a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis osmotic) Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam homeostasis dapat dipertahankan kriteria evaluasi: 1. Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, 2. Nadi perifer dapat diraba

3. Turgor kulit dan pengisian kapiler baik 4. Haluaran urin tepat secara individu 5. Kadar elektrolit dalam batas normal Rencana Tindakan: 1. Pantau tanda vital,catat

perubahan tekanan

darah

pada

kusmaul

atau

perubahan posisi, kekuatan nadi perifer 2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan pernafasan yang berbau keton 3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa 4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine 5. Dapatkan

riwayat

dari

pasien

atau

orang terdekat

berhubungan dengan lama dan intensitas muncul seperti contoh:

muntah,

yang

dari gejala yang

pengeluaran

urine yang

berebihan 6. Pertahankan ml/hari

untuk memberikan cairan paling

dalam

sedikit

batas yang dapat ditoleransi

2500

jantung jika

pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan 7. Berikan terapi

cairan sesuai indikasi (normal salin atau dengan

tanpa dekstrosa) b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktir biologis Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 2x24 jam nutrisi kembali seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh Kriteria Hasil: 1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat 2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya 3. Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium dengan batas normal. Rencana Tindakan:

1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. 2. Auskultasi

bising

usus,

catat

adanya

nyeri abdomen/perut

kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. 3. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti

perubahan

tingkat

kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. 4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine 5. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien 6. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan

elektrolit dengan

segera

jika

pasien

sudah

dapat

mentoleransinya melalui oral. 7. Libatkan keluarga

pasien pada pencernaan makan ini sesuai

dengan indikasi. 8. Kolaborasi

melakukan

pemeriksaan gula

c. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : 1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler 2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis. 3) Kulit sekitar luka teraba hangat. 4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. 5) Sensorik dan motorik membaik Rencana tindakan : 1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi 2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

3) Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. 4) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : 5) Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. 6) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). d. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : 1) Berkurangnya oedema sekitar luka. 2) Pus dan jaringan berkurang 3) Adanya jaringan granulasi. 4) Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. 2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. 3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

e. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan agen cedera biologis. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil :

1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang. 2) Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri. 3) Elspresi wajah klien rileks. 4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36– 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18–20 x /menit). Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. 2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. 3) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. 4) Lakukan massage saat rawat luka. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. f. Resiko infeksi berhubungan dengan hipoksia jaringan Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil :

1) Tanda-tanda infeksi tidak ada. 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C ) 3) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Rencana tindakan :

1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. 2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan. 3) Lakukan perawatan luka secara aseptik. 4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

6. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. 7. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi pada klien dengan DM yaitu : a. Gangguan perfusi jaringan mengalami perbaikan b. Tidak ada Gangguan integritas jaringan c. Tidak ada gangguan rasa nyaman (nyeri) d. Tidak terjadi infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV.Trans Info Media. Bulecheck, Gloria M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC), Sixth Edition. Missouri: Elsevier Mosby. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC Feliasari, Astrid.,dkk., (2014). Profil penderita diabetes melitus tipe 2 dengan terapi insuin di poli rawat jalan RSUD dr.Soedarso Pontianak. Manuskrip. Diakses pada 6 Desember 2018 di https://media.neliti.com/media/publications/194624-ID-profil-penderitadiabetes-melitus-tipe-2.pdf Gong F., Li F., Zhang L., Li J., Zhang Z., Wang G. (2009). Hypoglycemic effects of crude polysaccharide from Purslane. Int. J. Mol. Sci. 10:880-8. Guyton,

A.C., & Hall, J.E. (2014). 12th ed. Textbook Physiology. St. Louis. Missouri: Elsevier Saunders. St.

of

Medical

Hastuti, Rini Tri. (2008). “Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta)”. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. Hans Tandra. 2008. Segala Sesuiatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.Jakarta: Gramedia Herdman, T. Heather. (2015). Nursing Diagnoses Definition and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell. Herlambang. (2013). Menakhlukkan hipertensi dan diabetes melitus. Mendeteksi, mencegah dan mengobati dengan cara medis dan herbal. Yogyakarta: Tugu. Moorhead, Sue et.al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. Missouri: Elsevier Mosby. Sari, R. N, (2012). Diabetes Melitus (Dilengkapi Dengan Senam DM). Yogyakarta: Medika Book. Sjamsuhidayat, R. dan Jong, W.D. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th ed. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., and Cheever, K.H. (2014). Texbook of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia: Lipincott Williams &Wilkins. Soegondo, S., Soewondo, P., dan Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. 2th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan :Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta : EGC

Related Documents


More Documents from "indah laily"