Proposal Tak.docx

  • Uploaded by: Nancy Madjid
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Tak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,902
  • Pages: 21
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PHCU KRESNA WANITA RS Dr. MARZOEKI MAHDI BOGOR SESI 2: Mencegah Perilaku Kekerasan secara Fisik

DISUSUN OLEH: NANCY MONICA MADJID

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat membuat proposal TAK Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan secara Fisik. Tidak lupa juga kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu demi kelancaran tugas ini, terkhususkan kepada CI dan teman kelompok yang sudah bersusah payah membantu dalam pembuatan proposal ini. Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan tugas ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Demikianlah proposal ini dibuat, semoga dapat diterima. Terima kasih.

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam hidup bersama, manusia merupakan makhluk sosial, yang mana terjadi hubungan antar manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan untuk mencapai keinginan itu perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan melalui hubungan timbal balik. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu. Sehingga mungkin terjadi suatu gangguan kemampuan individu untuk interaksi dengan orang lain. Salah satu gangguannya yaitu dengan berperilaku kasar atau berinteraksi yang membahayakan secara fisik, baik orang lain maupun orang lain, tindakan tersebut biasanya dikenal dengan perilaku kekerasan (Yosep, 2009). Pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Dan perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Keliat, 2005) Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Sebagian besar dari pasien yang masuk di ruang PHCU Kresna Wanita, RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor memiliki tanda dan gejala perilaku kekerasan, misalnya berteriak-teriak, marah, wajah tegang, merusak barang bahkan sampai memukul orang disekitarnya. Dengan melihat kondisi tersebut, maka perlu dilakukannya terapi aktivitas kelompok (TAK) sesi :2 yang akan dilakukan agar pasien tahu cara mengontrol kemarahannya sehingga mencegah terjadinya perilaku kekerasan

BAB II LANDASAN TEORITIS A. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama (Stuart & Sudden, 1991). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar (sharing) tujuan, umpamanya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi, dan memberikan alternatif untuk membantu mengubah perilaku destruktif menjadi konstruktif (Yalom, 1995). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdikusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis (Yoseph, 2009). Sosialisasi adalah memfasilitasi psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan teerhadap orang lain, mengekpresikan ide dan tukar persepsi dan menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan. Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain (Stuart, 2007). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. B. PERILAKU KEKERASAN 1. Definisi Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau

amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000) 1) Faktor Predisposisi Ada

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

terjadinya

perilaku

kekerasan yaitu : a. Faktor psikologis Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas. Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau

pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut: 1)

Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.

2)

Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.

3)

Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor soosial budaya Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif. c. Faktor biologis Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai dasar biologis. Penelitian

neurobiologi

mendapatkan

bahwa

adanya

pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan

terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal. Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang mendukung: 1) Masa kanak-kanak yang mendukung 2) Sering mengalami kegagalan 3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif 4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

2) Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009): a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. d. Ketidaksiapan

seorang

ibu

dalam

merawat

anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

3) Tanda dan Gejala Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : a.

Fisik 1) Muka merah dan tegang 2) Mata melotot/ pandangan tajam 3) Tangan mengepal 4) Rahang mengatup 5) Postur tubuh kaku 6) Jalan mondar-mandir

b.

Verbal 1) Bicara kasar 2) Suara tinggi, membentak atau berteriak 3) Mengancam secara verbal atau fisik 4) Mengumpat dengan kata-kata kotor 5) Suara keras 6) Ketus

c.

Perilaku 1) Melempar atau memukul benda/orang lain 2) Menyerang orang lain 3) Melukai diri sendiri/orang lain 4) Merusak lingkungan 5) Amuk/agresif

d.

Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. e.

Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

f.

Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g.

Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h.

Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

4) Rentang Respon Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif

Asertif

Respon Maladaptif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Asertif

: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan ketenangan.

orang

lain

dan

memberikan

b. Frustasi

: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.

c. Pasif

: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif

: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan

: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti

atau

diremehkan.”

Rentang

respon

kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).

5) Mekanisme Koping Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah: a.

Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

b.

Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.

c.

Represif,

yaitu mencegah keinginan

yang berbahaya bila

diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan. d.

Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.

e.

Displecement,

yaitu

melepaskan

perasaan

bermusuhan pada objek yang berbahaya.

tertekan

dengan

f.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. berdampak

pada keselamatan

Hal ini data

dirinya dan orang lain (resiko

mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

BAB III RENCANA PELAKSANAAN Terapi Aktivitas Kelompok Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan secara Fisik

Tujuan: 1. Klien dapat menyebut kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien 2. Klien dapat menyebut kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan 3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan Waktu dan Tempat 1. Hari/ tanggal

: Sabtu, 23 Maret 2019

2. Jam

: 10.00 WIB

3. Tempat

: Ruang PHCU

Setting : 1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran 2. Ruangan nyaman dan tenang Alat : 1. Bantal 2. Buku catatan dan pulpen 3. Jadwal kegiatan harian Metode :

1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran/simulasi Kriteria Pasien : 1. Klien dengan riwayat perilakukekerasan. 2. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk, dalam keadaan tenang. 3. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative) Pengorganisasian a. Leader, bertugas: 1)

Mengkoordinasiseluruhkegiatan.

2)

Memimpinjalannyaterapikelompok

3)

Memimpindiskusi.

b. Co-Leader, bertugas : 1) Membantu leader mengkoordinasiseluruhkegiatan. 2) Mengingatkan leader jikaadakegiatan yang menyimpang. 3) Membantu memimpin jalannya kegiatan. 4) Menggantikan leader jika terhalang tugas. c.

Fasilitator, bertugas: 1) Memotivasi peserta dalama ktivitas kelompok. 2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan. 3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi. 4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan. 5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.

d. Observer, bertugas : 1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir. 2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok. 3) Mengobservasi perilaku pasien

Setting tempat

Keterangan : : Leader : Co-leader : Fasilitator : Klien : Observer

Peserta Peserta yang akan dihadirkan diantaranya adalah: a) b) c) d) Tata Tertib dan antisipasi masalah tata tertib Tata Tertib Kegiatan TAK sbb: a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK. b) Peserta wajib hadir 10 menit sebelum acara dimulai. c) Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi. d) Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan (TAK) berlangsung.

e) Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin. f) Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan. g) Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai. h) Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun Tak belum selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK kepada anggota.

Antisipasi a) Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok  Memanggil klien  Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat atau klien yang lain b) Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:  Panggil nama klien  Tanya alasan klien meninggalkan permainan  Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh kembali lagi c) Bila ada klien lain ingin ikut  Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah dipilih  Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat diikuti oleh klien tersebut  Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran pada permainan tersebut.

Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan A. Tujuan : 1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya. 2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala marah). 3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan). 4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

B. Waktu dan Tempat 4. Hari/ tanggal

:

5. Jam

:

6. Tempat

:

C. Setting : 1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran 2. Ruangan nyaman dan tenang

D. Alat : 1. LCD Projektor 2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard. 3. Buku catatan dan pulpen 4. Jadwal kegiatan klien 5. Bola / benda lain

E. Pengorganisasian : 1. Leader

:.

2. Co-leader

:

3. Observer

:

4. Fasilitator

:

F. Metode : 1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran/ simulasi

PROSES PELAKSANAAN : 1. Persiapan a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif b. Membuat kontak dengan klien c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis kepada klien 2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama). 3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama) b. Evaluasi 1) Menanyakan perasaan klien saat ini 2) Menanyakan masalah yang dirasakan c. Kontrak 1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 2) Menjelaskan aturan main berikut 

Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.



Lama kegiatan 30 menit



Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien 

Tanyakan kegiatan: rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakuka.n klien



Tulis dipapan tulis/flipchart/whiteboard

b. Menjelaskan kegiatan fisik

yang dapat

digunakan untuk

menyalurkan kemarahan secara sehat: tarik napas dalam, menjemur, memukul kasur/bantal, main bola, senam. Meredakan marah dengan napas dalam : Jika merasakan tanda-tanda marah, lakukan: 1. Duduk tegak, boleh juga berbaring 2. Tarik napas melalui hidung. Tahan sambil menghitung dalam hati 1, 2, 3 3. Hembuskan napas melalui mulut sambil dalam hati menghitung mundur dari angka 10 sampai 0 4. Ulangi nomor 1-3 sebanyak 5x

Meredakan marah dengan pukul bantal/ kasur/ karung pasir/ gendang: Saat ada tanda-tanda marah yang dirasakan lakukan pukul bantal/ kasur/ karung pasir/ gendang berulang-ulang sampai marah mereda

c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan d. Bersama klien mempraktekkan dua kegiatan yang dipilih 

Terapis mempraktikkan (mendemonstrasikan)



Klien mendemonstrasikan ulang

e. Menanyakan

perasaan

klien

setelah

menyalurkan kemarahan f. Memberikan pujian pada peran aktif

mempraktikkan

cara

4. Tahap Terminasi a. Evaluasi 

Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK



Menanyakan ulang cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan

b. Tindak lanjut 

Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika menghadapi (lagi) stimulus penyebab perilaku kekerasan



Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari



Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien

c. Kontrak yang akan datang 

Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang asertif



Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya

Evaluasi dan Dokumentasi Evaluasi Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang diharapkan adalah 2 kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 2: TAK Simulasi persepsi perilaku kekerasan Kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik No

Nama Klien

Mempraktikkan cara fisik yang

Mempraktikkan cara fisik yang

pertama

kedua

1 2 3 4 5 6 7 Petunjuk: 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien 2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilakuk kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 2. TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu mempraktikkan cara fisik yang pertama dan yang kedua. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.Jakarta:EGC Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC Stuar, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5 . Jakarta: EGC. Yosep, Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""