Proposal Ta Mahd (isi).docx

  • Uploaded by: MahdyAribZ
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Ta Mahd (isi).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,122
  • Pages: 28
BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Penelitian

Salah satu contoh kebutuhan manusia sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah diantaranya mengenai semen. Manusia membutuhkan bangunan yang memiliki kekuatan untuk menahan tekanan dan dapat dibuat sesuai selera baik sebagai tempat untuk beristirahat maupun tempat untuk beraktifitas lainya. Untuk memenuhi hal ini maka dari itu dibutuhkan bahan perekat, dalam hal ini adalah semen. Semen merupakan suatu perekat anorganik yang dapat merekatkan bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan massa yang kokoh dan dap membentuk suatu bangunan berbagai macam model. Kemampuan semen sebagai perekat ini merupakan contoh konkrit perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan perlakuan tertentu bahanbahan dari alam (tanah liat dan batu serta bahan-bahan pembantu lainya) dicampur dengan komposisi tertentu sehingga membentuk semen. Dari sinilah penulis ingin membahan tentang kualitas utama bahan baku utama semen terutama batugamping atau batugamping dilihat dari komposisi kimia dan jenis batugamping seperti apa yang baik untuk bahan baku semen. PT.Cemindo Gemilang (Bayah Plant) merupakan perusahan penghasil semen berkapasitas 4 juta ton semen pertahun yang menarik untuk dipelajari kualitas batugampingnya untuk bahan baku semen. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai geologi dan keberadaan serta potensi batugamping, maka mahasiswa mengambil studi khusus mengenai kualitas batugamping sebagai arahan eksplorasi bahan baku semen.

2.

Rumusan Masalah

Adanya rumusan masalah ini diharapkan menjadi suatu batasan masalah dan acuan dari penelitian supaya kegiatan Tugas Akhir dapat berjalan dengan efisien dan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Adapun Rumusan masalah pada Tugas Akhir ini yaitu: 1.

Bagaimana bentuk geomorfologi daerah penelitian?

2.

Apa saja satuan batuan, umur, dan lingkungan pengendapan yang ada di daerah penelitian?

3.

Apa saja gejala struktur geologi daerah penelitian?

4.

Bagaimana fasies dari batugamping Formasi Citarete pada daerah penelitian?

5.

Bagaimana arahan eksplorasi batugamping sesuai kualitas sebagai bahan baku semen?

1. Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakuakan untuk mengetahui kualitas batugamping didaerah penelitian sebagai bahan baku utama semen.

Maksud dari penelitian ini adalah : 1.

Untuk mengetahui geologi daerah telitian.

2.

Menghimpun data batugamping daerah penelitian.

3.

Memenuhi salah satu syarat akademis untuk mendapatkan gelar Strata 1 pada Program Studi Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah : 1.

Mengetahui bentukan geomorfologi dari daerah penelitian.

2.

Mengetahui sebaran satuan batuan, umur, dan lingkungan pengendapan daerah penelitian.

3.

Mengetahui gejala struktur geologi pada daerah penelitian.

4.

Mengetahui fasies pengendapan Formasi Citarete.

5.

Menentukan arah eksplorasi sesuai kualitas bahan baku semen yang dibutuhkan.

1. Lokasi Waktu Penelitian Pada lokasi penelitian berada diwilayah provinsi banten, Desa Pamubulan. PT CEMINDO GEMILANG (BAYAH PLANT) yang berada pada Desa Pamubulan Kecamatan Bayah Kabupaten Bayah dengan jangkauan waktu tempuh dari rumah ke lokasi penelitian kurang lebih 5 jam waktu yang dibutuhkan. Waktu penelitian direncanakan selama dua bulan dimulai dari minggu ke 1 Bulan September. Adapun agenda penelitian kami sajikan pada tabel berikut : Bulan 1

Bulan 2 Minggu

Jenis Kegiatan 1

2

3

4

5

6

7

8

Studi Literatur Pengumpulan Data Analisis Data Interpretasi data dan Diskusi Tabel 1.1 Tabel Rencana Penelitian

2. Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari melakukan suatu tugas akhir adalah peneliti mampu menentukan karakteristik dari Batugamping pada daerah penelitian dan menentukan arahan eksplorasi Batugamping sesuai kualitas yang dibutuhkan untuk dijadikan bahan baku semen Portland.

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN II.1

Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu dengan mengintegrasikan data

yang diperoleh dilapangan dengan data yang diperoleh dari perusahaan.Berikut ini adalah penjelasan jalannya penelitian yang dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

II.2

Tahap Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan persiapan berupa kelengkapan administrasi, pemilihan

judul skripsi, studi pustaka dan diskusi dengan dosen pembimbing. Tahap ini dilakukan di Kampus Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. II.2.1

Studi Pustaka Tahap ini dilakukan untuk menunjang penelitian dengan mengetahui keadaan

daerah telitian melalui berbagai pustaka. Studi pustaka ini meliputi studi mengenai geologi regional daerah konsentrasi penelitian, studi mengenai fasies lingkungan pengendapan, stratigrafi daerah telitian, maupun teori-teori geologi lainnya yang akan menunjang dalam penelitian ini. II.2.2 Penyusunan Proposal Penelitian Tahap ini dilakukan sebelum melakukan penelitian dilapangan berkoordinasi dengan dosen pembimbing mengenai tema/judul penelitian yang akan diambil sesuai dengan keinginan dan keadaan di lapangan.

II.3

Interpretasi Awal Setelah melakukan studi pustaka, selanjutnya mahasiswa melakukan interpretasi

awal yang diperoleh dari tahapan studi pustaka. Tujuan interpretasi awal akan mempermudah pekerjaan lapangan mahasiswa.

II.4

Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun data

sekunder dari perusahan dengan tujuan untuk membantu melancarkan pada pelaksanaan penelitian. Data yang dibutuhkan dan diambil dilapangan untuk analisa adalah sebagai berikut :

1.

Data Primer : 1.

Kedudukan lapisan batuan

5.

II.5

2.

Sample batuan saat kerja lapangan (MS,Profil dan Observasi)

3.

Rekaman data lapangan (foto atau sketsa singkapan)

4.

Struktur sedimen pada lapisan batuan

Data Sekunder : 6.

Peta Geologi

7.

Data Kimia dan Fisika batugamping daerah penelitian.

Pengolahan Data Tahapan selanjutnya setelah mendapatkan data yaitu porcessing. processing data

merupakan suatu proses mengolah data untuk mendapatkan hasil yang sesuai tujuan tugas akhir yang dapat dilakukan dengan komputer maupun manual.. Diharapkan menghasilkan beberapa data yaitu : 1.

Peta Geologi

2.

Peta Geomorfologi

3.

Analisa Struktur Geologi

4.

Penampang Stratigrafi Terukur : satuan batuan, lingkungan pengendapan, umur

5.

Peta Fasies Batugamping

6.

Peta Arahan Eksplorasi

II.6

Penyusunan Laporan Tahapan dari penyusunan laporan meliputi proses penyusunan laporan meliputi

pembuatan peta geologi, penampang geologi, penampang terukur dan melakukan konsultasi pada pembimbing. Tahapan ini meupakan proses akhir dari pemetan geologi yang di lakukan oleh mahasiswa.

II.7

Diagram Alir Penelitian

Studi Pendahuluan : 1.

Studi Literatur

2.

Pembuatan Proposal

Interpretasi Awal

Pengumpulan Data

Data Primer :

Data Sekunder :

1.

Pengeplotan LP

1.

Peta Topografi

2.

Pengukuran Lapisan Batuan

2.

Peta Geologi Regional

3.

Deskripsi Litologi

3.

4.

Pengambilan sample batuan

Data kimia Batugamping

4.

Data Borlog

5.

Pengukuran Struktur

Pengolahan Data: 1.

Peta Geologi

2.

Peta Geomorfologi

Penyusunan Laporan

Gambar 2.1 Bagan Alir Penelitian

BAB III

GEOLOGI REGIONAL

III.1

Fisiografi Menurut pembagian zona berdasarkan van Bemmelen (1949), secara fisiografi

Banten selatan masuk ke dalam Zona Depresi Tengah Jawa Barat, Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Zona Bogor. Zona ini tersusun oleh batuan yang berumur Tersier, endapan gunung api muda dan endapan sungai.

Daerah ini umumnya mempunyai bentuk kubah, pematang dan beberapa gunungapi strato. Morfologi daerah ini dapat dibedakan dalam tiga satuan, yaitu: pegunungan, perbukitan, dan dataran rendah. Sungai dan alurnya ada yang bersifat tetap sementara dan berkala.

III.2

Stratigrafi Regional Berdasarkan lembar Leuwidamar (Sujatmiko dan Santosa, 1992), batuan yang

tersingkap berumur Eosen hingga Resen, terbagi atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan batuan metamorf (Gambar 3.1 dan Gambar 3.2). Koolhoven, (1933) op. cit. Katili dan Koesoemadinata, (1962) membagi stratigrafi Banten selatan menjadi 3 jalur sedimentasi, yaitu :

1.

Jalur sedimentasi utara yang terdiri dari batuan sedimen Formasi Cimapag, Formasi Sareweh dan Formasi Badui berumur Miosen Bawah hingga Tengah. Jalur ini mengalami perlipatan lemah dan diterobos oleh intrusi berkomposisi dioritik.

2.

Jalur erupsi tengah di dominasi oleh Formasi Cikotok yang berinterkalasi dengan Formasi Bayah, Formasi Cijengkol, dan Formasi Citarate.

3.

Jalur sedimentasi selatan dicirikan oleh kehadiran endapan sedimen Formasi Bayah, Formasi Cijengkol, dan Formasi Citarate berumur Eosen sampai Miosen. Daerah ini mengalami perlipatan kuat yang diikuti oleh pembentukkan sesarsesar naik dan mendatar. Satuan batuan tertua adalah Formasi Bayah yang berumur Eosen sampai Resen. Formasi ini terbagi atas tiga anggota satuan batuan yaitu Anggota Konglomerat yang terendapkan pada lingkungan paralik dengan ciri sedimen klastika kasar kemudian Anggota Batulempung yang terendapkan pada lingkungan neritik yang umumnya berupa berupa batulempung-napal, dan Anggota Batugamping yang menjemari dengan Anggota Batulempung. Diatas Formasi Bayah terendapkan secara selaras Formasi Cicarucup berumur Eosen Akhir di lingkungan paralik sampai litoral berupa endapan vulkanik dengan perselingan batugamping. Formasi ini menjemari dengan Formasi Cikotok yang tersusun oleh batuan gunungapi andesit-basalt pada lingkungan laut dangkal dan bersama dengan Formasi Bayah tertindih tak selaras oleh Formasi Cijengkol yang tersusun oleh batupasir. Formasi ini

terdiri dari Anggota Batupasir, Anggota Batugamping dan Anggota Napal. Pada bagian atas Formasi Cijengkol diendapkan secara selaras Formasi Citarate yang berumur Miosen Awal. Formasi ini terdiri dari batugamping yang diendapkan di lingkungan laut dan batuan klastik tufaan di lingkungan laut dangkal-darat. Pada umur Oligosen Awal terjadi intrusi batuan beku yang berlangsung hingga Miosen Awal berupa Andesit Tua yang mengintrusi Formasi Cijengkol dan Formasi Citarate. Di atas Formasi Citarate diendapkan secara selaras Formasi Cimapag, terdiri dari batupasir, batulempung, yang mencirikan laut dangkal. Di atas Formasi Cimapag terdapat Formasi Sareweh berumur Miosen Tengah. Bagian bawah Formasi Sareweh berupa Anggota Batugamping yang terendapkan pada lingkungan laut dan Anggota Batulempung di bagian atas. Seluruh Formasi ini tersingkap di daerah Banten Selatan. Endapan Neogen tersingkap di utara Blok Banten yang terdiri dari endapan-endapan laut dangkal, peralihan, dan darat yang berumur Miosen hingga Resen. Endapan ini dimulai dari Formasi Badui dan pada bagian atasnya diendapkan secara berturut-turut Formasi Bojongmanik, Formasi Genteng, Formasi Cipacar, dan Formasi Cilegong (Martodjojo, 1984).

Gambar 3.1 Stratigrafi Daerah Banten Selatan ( Katili dan Koesoemadinata, 1962).

Gambar 3.2 Stratigrafi Daerah Banten Selatan menurut beberapa penulis (Sujatmiko dan Santosa,1992).

III.3

Struktur Geologi dan Tektonik Di daerah yang termasuk dalam lembar Leuwidamar (Sujatmiko dan Santosa,1992)

tektonik dan struktur yang terbentuk terbagi dalam tiga wilayah, yaitu: utara, tengah dan selatan. Secara umum struktur yang ada pada daerah ini berarah barat-timur, utara-selatan dan timur laut-barat daya (Gambar 2.6). Pada beberapa tempat terdapat intrusi batuan beku seperti diorit, dasit dan andesit.

Pada Kala Eosen, daerah bagian Selatan diduga merupakan cekungan laut dan sebagian darat, yang didalam cekungan tersebut diendapkan Formasi Bayah. Evolusi tektonik dan struktur diperkirakan dimulai dari Oligo-Miosen hingga Plistosen Tengah. Struktur yang terbentuk terdiri dari berbagai jenis sesar dan lipatan. Sumbu lipatan dan lipatan busur berarah timur-barat, barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya. Jurus sesar berarah utara-selatan, barat-timur, tenggara-barat laut dan timur laut-barat daya. Pada Zaman Pliosen Akhir hingga Plistosen Tengah, setempat terjadi orogenesa yang menyebabkan terjadinya perlipatan dengan arah Timur-Barat dan Timur Laut-Barat Daya, sesar turun, sesar geser dengan arah Utara- Selatan, Timur Laut-Barat Daya.

Gambar 3.3 Sketsa peta struktur daerah Bayah (Katili dan Koesoemadinata, 1962).

BAB IV

KAJIAN PUSTAKA

IV.1

Tinjauan Umum Tentang Batuan Karbonat Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang berkomposisi mineral karbonatnya

sangat dominan yaitu lebih dari 50%. Proses pembentukannya bias terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia, dimana dalam proses tersebut organisame laut berperan dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik yang kemudian diendapkan pada tempat lain. Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses dari batuan karbonat yang lain, sebagai contoh yang sangat umum adalah dolomitisasi dimana kalsit berubah menjadi dolomite. Proses pembentukan batuan karbonat ini terjadi pada lingkungan laut yang dipengaruhi oleh beberapa factor penting antara lain pengaruh sedimen klastik asal darat, pengaruh iklim, dan suhu serta pengaruh kedalaman atau factor mekanik.

IV.1.1 Klasifikasi Batuan Karbonat Untuk menunjang penelitian penulis menggunakan klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962). Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) adalah dengan berdasarkan pada tekstur pengendapannya. a.Butiran didukung oleh lumpur - Jika jumlah butiran kurang dari 10% : Mudstone - Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10% : Wackstone b.Butiran saling menyangga - Dengan matriks : Packstone - Sedikit atau tanpa matriks : Grainstone c.Komponen yang saling terikat pada waktu pengendapan, dicirikan dengan adanya struktur tumbuh : Boundstone d.Tekstur pengendapan yang tidak teramati dengan jelas karena rekristalisasi sangat lanjut : Batugamping kristalin

Gambar 4.1 Klasifikasi Batugamping menurut (Dunham, 1962)

IV.1.2 Fasies Karbonat Wilson (1975) dalam M.E. Tucker (1982), terumbu adalah suatu tubuh sedimen karbonat terbentuk lokal, terbatas secara lateral, dan memperlihatkan suatu relief topografi. Dunham (1962), terumbu adalah suatu bangunan naik yang terbentuk sebagian oleh suatu kerangka yang tahan gelombang yang dibangun oleh organisme. Henson (1950) dalam Boggs ( 1987 ), kompleks terumbu adalah inti terumbu beserta hasil rombakan yang mengelilinginya. Hasil rombakan berupa material lepas, fragmen pecahan dari tubuh reef, pecahan cangkang dan material-material rombakan yang lain. Menurut pertumbuhannya terumbu dibedakan menjadi: Fringing reef yaitu bentuk pertumbuhan linier sejajar dengan garis pantai, tidak dijumpai adanya lagoon antara terumbu dan garis pantai. Barrier reef, yaitu bentuk pertumbuhan terumbu linier, akan tetapi dipisahkan dari daerah pantai oleh adanya lagoon yang dalam. Atool Reef, yaitu bentuk tumbuh terumbu yang melingkar mengelilingi suatu lagoon dan memisahkannya secara terbuka dengan laut terbuka .

M.E. Tucker (1982) menjelaskan bahwa endapan-endapan karbonat laut dangkal (shallow marine) dapat terbentuk pada tiga macam lokasi pengendapan (fasies), yaitu pada Platform, Shelves dan Ramps.

Fasies karbonat ramp merupakan suatu tubuh karbonat yang sangat besar yang dibangun di sepanjang daerah yang positif (positive areas) hingga ke daerah paleoslope, mempunyai kemiringan yang tidak berarti, mempunyai penyebaran yang luas dan sama. Merupakan suatu zona yang mempunyai energi yang paling besar dan dibatasi pantai ataupun intertidal. Fasies Karbonat Platform nerupakan suatu tubuh karbonat yang sangat besar dengan bagian top yang horisontal dan berbatasan langsung dengan shelf margin. Sedimen-sedimen terbentuk dengan energi yang tinggi. Karbonat shelf merupakan suatu daerah yang hampir datar (semiflat) pada bagian top dari karbonat ramp atau karbonat platform.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik fasies karbonat adalah lingkungan pengendapan dan diagenesa batuan (Reeckmen dan Friedman, 1982). Lingkungan pengendapan mempengaruhi distribusi dan ukuran pada pori inisial serta geometri dari fasies pengendapan individual. Pada Formasi Punung model fasies pengendapan menggunakan model fasies karbonat menurut Friedman dan Reeckmen,1982. Pembagian lingkungan pengendapan karbonat menurut Friedman dan Reeckmen, 1982 antara lain : peritidal, paparan dangkal, kompleks tepian paparan, slope, basin.

IV.1.3 Lingkungan Pengandapan Karbonat menurut Reeckmen dan Friedman (1982)

1.

Peritidal (tidal flat) Peritidal dibagi menjadi 3 sub lingkungan antara lain supratidal, intertidal dan subtidal. 1.

Supra tidal 1.

Merupakan lngkungan yang terletak di atas batas pasang tertinggi .

2.

Merupakan lingkungan yang berkembang diatas pengaruh laut normal yang

jarang terairi. Terdiri atas sub lingkungan : sabkha, salt marsh, brind pond, coastal pond. 3.

Sifat endapan tergantung pada iklim.

4.

Peloidal wackestone biasa dijumpai.

5.

Fauna terbatas seperti gastropoda, alga, foram dan ostracoda.

6.

Adanya air asin dan air tawar menjadikan supertidal zona penting untuk terjadinya alterasi diagenetik awal .

7. 2.

Energi rendah. Inter tidal 1. Merupakan lingkungan terletak antara pasang rata -rata tertinggi dan terendah dimana perubahan yang teratur antara surut dan pasang terjadi. 2. Proses sedimentasi terjadi secara ritmik yang mencerminkan proses pasang surut periodik - Kehidupan cukup melimpah tetapi dengan kondisi ekstrim karena biota harus beradaptasi dengan pasang surut, suhu, ph, satinitas dan kimia air yang bervariasi. 3. Iklim mempunyai pengaruh penting, sebagai conto algal mats hanya dapat terbentuk di daerah arid. 4. Terdiri dari sublingkungan : fore shore, bach, tidal channel, levee, mangrove, swamp dan beach ridge. 5. Merupakan zona untuk terjadinya altrasi diagenetik awal termasuk pembentukan dolomit dan evaporit. 6. Litologi yang dijumpai : oolitic grainstone, bioclast grainstone, interclast storm deposit. 7. Merupakan zona dengan tingkat energi tinggi, tergantung ter hadap pengaruh pasang surut, arah angin, arus, ada tidaknya barrier. 8. Porositas biasanya lebih baik dibandingkan pada supratidal. c. Subtidal

9. Merupakan daerah yang terletak pada pasang terendah. 10.

Umumnya merupakan zona dengan energi rendah, terhadap pada daerah

dengan aktifitas arus dan gelombang yang tinggi tingkat energi masih tinggi dan sedimen yang dijumpai sama dengan zona intertidal. 11.

Merupakan zona dimana koral tumbuh, ooid terbentuk, pembentukan

channel, delta dan bioclastic shoal.

14. 2.

12.

Merupakan lingkungan penting untuk pengendapan karbonat.

13.

Mikrofauna beraneka ragam tergantung pada salinitas air. Litologi yang dijumpai : wack stone, pack stone hingga grainstone.

Kompleks tepian paparan (shelf margin) 1. Dicirikan dijumpa pasir karbonat dan terumbu. 2. Terumbu dijumpai ditepian paparan dimana krangkanya yang rigid mampu menahan aksi gelombang dan bahkan dengan adanya aksi gelombang, biota tersebut mendapat nutrisi dari laut dalam. 3. Ada 3 tipe organik build up : Tipe I – downslope lime-mud accumulation

1. 1.

Terbentuk oleh akumulasi lumpur karbonat dan rombakan organik yang bergerak menuruni lereng.

2.

Membentuk endapan lumpur bioklastik atau mounds belt yang linier pada lereng depan daari tepian paparan (sejajar sumbu gawir). Tipe II – knoll reefs sepanjang profil

1. dengan lereng landai

1. Tepian paparan tersusun oleh mound, organik frame building dan kelompok terpisah atau organisme yang berkembang diatas wave base dan akumulasi rombakan 1.

Tipe III – frame built organic reefs. 1. Tepian paparan berupa frame – constructed reefs rims seperti kumpulan koral – alga dengan kehidupan sessile yang

berkembang diatas wave base. 2. Tepian paparan biasanya mempunyai lereng curam dan talus debris. 3. Pasir karbonat berasal dari terumbu atau hewan dan tumbuhan yang hidup di tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah di tepian paparan dan terakumulasi sepanjang daerah antar tepian paparan dan slope. 4.

Lereng (slope) 1. Terletak diatas batas bawah air yang teroksigen dan diatas sampai dibawah wave base 2. Kemiringan lereng sekitar 40o dan biasanya tidak stabil 3. Proses deposisi : didominasi oleh transportasi sedimen dari tepian paparan kearah laut oleh proximalturbidity atau high density sediment gravity flow dan slide / slump 4. Partikel berbutir halus terendapkan secara suspensi membentuk lapisan tipis

mudstone sementara slump, debris flow dan arus turbidit

mengendapkan sedimen berbutir kasar, seperti breksi, konglomerat, atau pasir karbonat 5. Pola fasies dipengaruhi oleh relief tepian paparan 6.

Basin 1.

Kedalaman mencapai ratusan meter dan berada dibawah wave base

2.

Kolom air teroksigensi, salinitas air laut normal dan sirkulasi arus baik tetap lemah

3.

Didominasi oleh partikel yang berbutir sangat halus yang berasal dari cangkang mikroorganisme planktonik yang akan mem bentuk chalk pada saat terlitifikasi. Fauna bentos laut dalam hadir dan terawetkan dalam bentuk fosil utuh atau pecah. Burrow melimpah dan perlapisan nodular umumnya dijumpai.

Gambar 4.2 Penampang ideal fasies karbonat (Reeckmen dan Friedman, 1982)

IV.2

Jenis-Jenis Semen Sesuai dengan kebutuhan pemakai , maka para pengusaha industry semen berusaha

untuk memenuhinya dengan berbagai penelitian, sehingga ditemukan berbagai jenis semen. 1. Semen Portland 2. Water Proofed Cement 3. Semen putih 4. High Alumina Cement 5. Semen Anti Bakteri 6. Oil Well Cement (OWC) 7. Semen Campur IV.2.1 Semen Portland Semen portland menurut ASTM (Sukandarrumidi 1998) diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu: 1. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain.Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran. 2. Tipe II (Moderate sulfat resistance) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu

agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi Srinkege(penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama. 3. Tipe III (High Early Strength) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari. 4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I. 5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb.

IV.2.2 Water Proofed Cement Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil seperti : Calcium, Aluminium, atau

logam stearat lainnya.Semen ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi menahan tekanan hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan cairan kimia.

IV.2.3 White Cement (Semen Putih) Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif. Pembuatan semen ini membutuhkan persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti misalnya bahan mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang sangat rendah (dibawah 1 %).

IV.2.4 High Alumina Cement High Alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan pengersan yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat, asam akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen tahan api juga dibuat dari High Alumina Cement, semen ini juga mempunyai kecepatan pengerasan awal yang lebih baik dari semen Portland tipe III. Bahan baku semen ini terbuat dari batu kapur dan bauxite, sedangkan penggunaannya adalah antara lain : •

Rafractory Concrette



Heat resistance concrete



Corrosion resistance concrete

IV.2.5 Semen Antibakteri Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “anti bacterial agent” seperti germicide. Bahan tersebut ditambahkan pada semen Portland untuk “Self Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang tumbuh. Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama dengan semen Portland tipe I. Penggunaan semen anti bakteri antara lain : •

Kamar mandi



Lantai industri makanan



Keramik

IV.2.6 Oil Well Cement

Oil well cement adalah semen Portland semen yang dicampur dengan bahan retarder khusus seperti asam borat, casein, lignin, gula atau organic hidroxid acid. Fungsi dari retarder disini adalah untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman 1800 sampai dengan 4900 meter tekanan dan suhu didasar sumur minyak atau adalah tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan semen itu dipercepat oleh kenaikan temperature dan tekanan, maka semen yang mengental dan mengeras secara normal tidak dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam. Semen ini masih dibedakan lagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan API Spesification 10 1986, yaitu :

1.

KELAS A Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila sifat-sifat khusus tidak dipersyaratkan.

2.

KELAS B Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila kondisi membutuhkan tahan terhadap sulfat sedang.

3.

KELAS C Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 meter, apabila kondisi membutuhkan sifat kekuatan tekan awal yang tinggi.

4.

KELAS D Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830 sampai 3050 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang sedang.

5.

KELAS E Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050 sampai 4270 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.

6.

KELAS F Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050 sampai 4880 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.

7.

KELAS G Digunakan untuk cementing mulai surface casing sampai dengan kedalaman 2440 meter, akan tetapi dengan penambahan accelerator atau retarder. Dapat digunakan untuk semua range pemakaian, mulai dari kelas A sampai kelas E.

IV.2.7 Blended Cement (Semen Campur) Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan sifat khusus tersebut diperlukan material lain sebagai pencampur. Jenis semen campur :



Semen Portland Pozzolan (SPP)



Portland Pozzolan Cement (PPC)



Portland Blast Furnace Slag Cement



Semen Mosonry



Semen Portland Campur (SPC)



Portland Composite Cement (PCC)

IV.3 Bahan Baku Semen Pada prinsipnya bahan baku pembuatan semen hanya ada 2 yaitu batugamping dan tanah liat sebab semua senyawa – senyawa utama dalam semen berasal dari kedua bahan tersebut. Bila digunakan bahan lainnya, maka bahan tersebut hanya sebagai bahan pengoreksi komposisi saja.

IV.3.1 Batugamping Batugamping atau batu kapur adalah salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri salah satunya dalam industri semen, yang mana merupakan bahan baku utama, Untuk satu ton semen diperlukan tidak kurang dari 1 ton batu kapur. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan semen adalah :

1.

Kadar CaO 50-55%

2.

MgO maksimum 2%

3.

Kekentalan luluhan 3200 centipoise (40% H2O)

4.

Kadar Fe2O3 2,47% dan Al2O3 0,95%

IV.3.2 Gipsum Gipsum dengan rumus CaSO42H2O mempunyai kekerasan 2 dan dipakai sebagai salah satu standar kekerasan Mohs. Dilapangan gips didapatkan dalam bentuk lembaran pipih,

kristalin, serabut didaerah batugamping dan fumarole.Dalam penggunaanya gypsum dibagi menjadi 2 salah satunya adalah gypsum yang belum dikalsinasi dan dapat dimanfaatkan untuk industri semen dengan persyaratan :

1.

SO3

: minimum 35%

2.

CaO

: minimum 2/3 berat SO3

3.

Garam Na dan Mg

: maksimum 0,1%

4.

Hilang Pijar

: Maksimum 9%

5.

Ukuran Partikel

: 95% (-14 mesh)

IV.3.3 Pasir Kuarsa Pasir kuarsa terdaoat sebagai endapan sedimen, berasal dari rombakan batuan yang mengandung silikon dioksida (kuarsa – SiO2) seperti granit, riolit, granodiorit. Salah satu pemanfaatan pasir kuarsa yaitu sebagai industri semen Portland dimana pasir kuarsa merupakan bahan baku penolong untuk pembuatn semen Portland yaitu sebagai pengontrol kandungan silika (didalam semen untuk keperluan umum kadar sekitar 21,3% SiO2). Untuk 1 ton semen diperlukan 66,5 kg pasir kursa.

BAB V

PENUTUP

Demikan Proposal Tugas Akhir

telah selesai dibuat dan diharapkan membantu

kelancaran kegiatan tugas akhir. Selain itu dengan diberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan studi tentang batugamping sebagai bahan baku semen, maka mahasiswa akan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mendapatkan pengalaman dan ilmu baru saat pelaksanaan tugas akhir.

Related Documents


More Documents from "Arradex Novian"