Proposal Stm-berpikir Kritis

  • Uploaded by: MahariPartawirya
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Stm-berpikir Kritis as PDF for free.

More details

  • Words: 4,615
  • Pages: 25
A. JUDUL PENELITIAN Judul penelitian yang akan diambil adalah “Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pokok Bahasan Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”. B. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian kelas menunjukkan bahwa makin tinggi jenjang pendidikan pada tingkat pra-universitas, sains makin tidak menyenangkan bagi siswa. Akibatnya, karena setiap siswa tidak harus mengambil semua mata pelajaran sains, makin sedikit yang mengambil kelas sains khususnya kelas fisika dan kimia. Kelas biologi dan kelas sains terintegrasi banyak diminati siswa. (Poedjiadi Anna, 2005). Dalam

Standards

for

Science

Teacher

Preparation

yang

diselenggarakan oleh National Science Teachers Association (NSTA) pada tahun 1988 dan bekerja sama dengan The Association for The Education of Teacher in Science, dinyatakan bahwa satu aspek yang harus diperhatikan oleh guru sains adalah konteks sosial. NSTA menyatakan bahwa guru sains harus dapat mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber dari luar sekolah. Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa, partisipasi orangtua dan masyarakat di lingkungan sekolah tertentu. (Poedjiadi Anna, 2005). Dalam KTSP Fisika untuk SMA/MA dijelaskan bahwa fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang dipicu oleh

temuan

di

bidang

fisika

material

melalui

penemuan

piranti

mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

1

serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran Fisika harus dikaitkan dengan perkembangan teknologi di masyarakat karena pada dasarnya siswa sendiri akan berkiprah di dalam dunia sosial bersama masyarakat dan tentu akan langsung berhubungan dengan permasalahan lingkungan dan teknologi. Namun pada kenyataanya, kemampuan siswa untuk mengaplikasikan ilmu fisika dalam kehidupan masih kurang. Telah dikemukakan beberapa pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara suatu bidang yang dikaji dengan masalah aktual dalam kehidupan, agar pengetahuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian diharapkan konsep-konsep akan lebih mudah dikonstruk oleh siswa dan memiliki retensi yang lama. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran dalam konteks masyarakat adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Pendekatan STM dalam pembelajaran sains telah diperkenalkan sejak tahun 1985 di Bandung. Setelah melalui penelitianpenelitian yang cukup lama diperoleh kesimpulan bahwa pendekatan STM dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih menarik, nyata dan aplikatif. (Poedjiadi Anna, 2005). Dari analisis terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan, tampak adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajarannya. (Poedjiadi Anna, 2005). Maka STM yang tadinya berupa pendekatan sekarang bergeser menjadi model. Untuk dapat memecahkan persoalan dalam kehidupan sering kali kita dituntut untuk membuat keputusan berdasarkan pilihan-pilihan yang ada. Maka selain memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep sains siswa juga harus memiliki keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis ini merupakan hal yang penting dalam pembelajaran modern. Semua guru

2

diharapkan tertarik untuk memberikan keterampilan berpikir kritis ini kepada siswanya. (Schafersman, 1991). Tujuan khusus dari mengajar berpikir kritis dalam sains atau disiplin ilmu lain adalah untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan mempersiapkan mereka untuk menjadi sumberdaya manusia yang bermutu. Clement dan Lochhead (Schafersman, 1991) mengatakan “We should be teaching the students how to think. Instead, we are teaching them what to think”. Dari kalimat tersebut kita mendapatkan dua hal penting yaitu bahwa biasanya guru mengajarkan kepada muridnya what to think (apa yang harus dipikirkan), artinya guru hanya menyampaikan materi subjek saja atau biasa disebut dengan transfer pengetahuan. Tetapi di jaman sekarang guru harus mengajarkan pada siswa how to think (bagaimana cara berpikir) atau berpikir kritis, sehingga siswa bukan lagi hanya menerima materi subjek tetapi juga anak mampu menggali pengetahuan untuk dirinya. (Schafersman, 1991). Seperti pepatah cina mengatakan “Berilah ikan dan kau akan memberinya makan untuk satu hari, atau berikan kail dan kau akan memberinya makan seumur hidupnya” Selama kita mengajarkan what to think kemampuan siswa untuk memcahkan masalah tidak akan pernah meningkat. Ini dikarenakan siswa akan memusatkan sebagian besar perhatian dan waktunya untuk menerima sebanyak mungkin pengetahuan dasar yang guru berikan tanpa tahu bagaimana menerapkannya. Padahal, siswa dapat memahami materi tersebut dengan membaca sendiri saja. Tetapi dengan mengajarkan how to think anak memperoleh keterampilan bagaimana cara mengolah informasi dan kemudian menjadikannya

bahan

referensi

dalam

membuat

keputusan

untuk

memecahkan permasalahan.

3

C. RUMUSAN MASALAH a. Apakah pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran STM dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa? b. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran Sains Tekonologi Masyarakat? D. BATASAN MASALAH Agar penelitian lebih optimal dan tidak terlalu melebar kemana-mana maka peneliti membatasi masalah dalam peneltian pada hal-hal berikut: a. Penelitian ini akan dilaksanakan pada siswa SMA kelas X semester 2 pokok bahasan Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan. b. Kemampuan berpikir kritis yang akan diukur hanya 12 dari indikatorindikator yang diberikan oleh Ennis (1996) yang secara rinci akan dijelaskan pada metode penelitian. E. TUJUAN PENELITIAN a. Menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa setelah menggunakan

model pemebelajaran STM. b. Menganalisis tanggapan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan model STM. c. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam

pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran STM. F. MANFAAT PENELITIAN a. Mendapat informasi tentang hubungan pembelajaran Fisika dengan Model

STM dengan keterampilan berpikir kritis siswa. b. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pebelajaran Fisika

dengan Model STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa maka diharapkan guru yang menggunakan model ini dapat lebih yakin dan percaya diri dalam melaksanakan pembelajarannya. c. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk peneliti lain sebagai acuan

untuk penelitian selanjutnya.

4

G. DEFINISI OPERASIONAL Keterampilan berpikir kritis Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud adalah proses, dalam membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang harus diyakini dan dilakukan. Keputusan diambil secara hati-hati berdasarkan kriteria tertentu, dengan memilih alternatif yang paling tepat dari beberapa alternatif ada. Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah yang akan diteliti. Pada model konvensional biasanya pembelajaran berpusat pada guru dan guru lebih banyak ceramah. Model Pembelajaran STM Model pembelajaran STM adalah suatu strategi pembelajaran yang mengangkat isu-isu yang ditemui siswa di masyarakat ke dalam pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada, topik-topik yang dipelajari kemudian dihubungkan dengan isu-isu yang sedang berkembang dengan ini diharapkan pembelajaran akan lebih menarik minat siswa. H. HIPOTESIS H1  Model pembelajaran STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa H0  Model pembelajaran STM tidak dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa I. RINGKASAN TINJAUAN TEORITIS MODEL PEMBELAJARAN STM. STM sebagai pendekatan Suatu pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan berbagai usaha untuk mendekati tujuan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.

5

Poedjiadi (2005) mencontohkan dengan pendekatan pendaratan yang dilakukan seorang pilot ketika cuaca tidak memungkin untuk saat itu mendarat, pilot akan berusaha mencari jalan lain atau bila perlu berkeliling terlebih dahulu untuk mencari celah agar dapat mendarat dengan aman. Ada

banyak

pendekatan

diantaranya

pendekatan

lingkungan,

pendekatan inquiry, pendekatan masalah, pendekatan interaktif, keterampilan proses, pendekatan nilai dan lain-lain. Suatu pendekatan dapat menggunakan lebih dari satu metode atau bahkan lebih dari satu pendekatan dapat dilakukan bersama-sama dalam satu pembelajaran. Sains, teknologi dan masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dan selalu saling mempengaruhi. Teknologi lahir karena kebutuhan dan sains berawal dari sifat ingin tahu manusia. Tapi penemuan-penemuan di bidang sains kemudian memicu perkembangan teknologi sabagai contoh penemuan dalam bidang kelistrikan tadinya hanya dari sifat keingin tahuan tentang gejala-gejala yang ditimbulkan misalnya listrik statis sampai tercipta alat-alat canggih yang menggunakan listrik. Tetapi perkembangan teknologi misalnya dibuatnya mikroskop elektron memicu perkembangan sains yang lain. Sedangkan masyarakat yang selalu memiliki kebutuhan dan banyak rasa ingin tahu siap menggunakan teknologi dan menjelajahi sains. Adapun pendekatan STM telah diperkenalkan di Bandung sejak tahun 1985 sebagai salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran

dalam

konteks

masyarakat.

Pendekatan

STM

dalam

pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran sains atau pun sosial, dilaksanakan oleh guru melalui topic yang dibahas dengan menghubungkan antara sains dan teknologi yang terkait dengan kegunaannya di masyarakat. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar di samping memperluas wawasan siswa. Dari wawancara terhadap guru di lapangan diketahui bahwa pada umumnya guru merasa telah melaksanakan tugasnya dengan baik, apabila telah dapat mengantarkan peserta didik menguasai konsep-konsep dalam studi yang diajarkannya meskipun belum

6

tentu ia telah mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan kepentingan masyarakat. (Poedjiadi Anna, 2005). Tujuan yang ingin dicapai dari pendekatan STM dalam pembelajaran adalah pendekatan interdisiplin ilmu dalam pembelajaran sains, memberikan siswa pengetahuan tentang keadaan dunia yang sebenarnya, memberikan kesempatan siswa untuk membentuk pemahaman yang kritis tentang hubungan sains, teknologi dan masyarakat, dan mengembangkan kapasitas dan kepercayaan diri siswa untuk mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-harinya. (wikipedia article, 2008). Menurut Yager (dalam Sugianti,2001) karakteristik pendekatan STM adalah sebagai berikut: 1. Adanya masalah yang diidentifikasi 2. Penggunaan sumber daya masyarakat dan lingkungan sebagai bahan pemecahan masalah. 3. Siswa aktif turut serta dalam pemecahan masalah. 4. Belajar dapat dilakukan di luar kelas, tidak harus selalu di dalam kelas. 5. Terfokus pada dampak sains dan teknologi yang dirasakan siswa. 6. Sains tidak hanya berisi konsep-konsep saja, malainkan juga proses baik proses penemuan, pengembangan dan pengendalian. 7. Penekanan pada keterampilan proses. 8. Penekanan pada kesadaran karier yang berkaitan dengan Sains dan Teknologi. 9. Turut serta sebagai warga negara dalam pemecahan masalah yang ada di masyarakat 10. Siswa memiliki kebebasan dalam proses belajar. STM sebagai Model Pembelajaran Suatu model pembelajaran merupakan rencana, pola atau pengaturan kegiatan guru dan siswa yang menunjukkan adanya interaksi antara unsurunsur yang terkait dalam pembelajaran yakni guru, peserta didik dan media termasuk bahan ajar atau materi subjek. Terdapat berbagai macam model pembelajaran diantaranya yang disebutkan dalam Models of Teaching

7

karangan Bruche Joyce dan Marsha Weil dan dikelompokkan menjadi empat rumpun besar yaitu model pemrosesan informasi, pribadi, interaksi sosial dan tingkah laku. Disamping model-model yang diperkenalkan oleh Bruche Joyce dan Marsha Weil, dalam buku karangan Anna Poedjiadi diperkenalkan model pembelajaran STM. Pada awalnya STM merupakan pendekatan sebelum akhirnya menjadi model setelah melalui proses yang lama melalui hasil-hasil penelitian, skripis, tesis dan disertasi diperoleh kesimpulan bahwa STM sebagai pendekatan dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih menarik, nyata dan aplikatif. Dari analisis terhadap penelitian-penelitian tersebut tampak adanya pola-pola tertentu dari langkah-langakah yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, suatu hal yang tidak boleh diabaikan adalah adanya pemantapan konsep yang menuntut kejelian guru, untuk mencegah terjadinya miskonsepsi. Dengan demikian pendekatan STM layak di sebut sebagai model. Langkah-langkah dalam model pembelajaran STM dapat dilihat dari bagan pada gambar 1.

8

Tahap 1

Pendahuluan: Inisiasi/invitasi/apersepsi/ eksplorasi thd siswa

Isu/masalah

Tahap 2

Pembentukan/ pengembangan konsep

Pemantapan konsep

Tahap 3

Analisis konsep dalam kehidupan: penyelesaian masalah atau analisis isu

Pemantapan konsep

Tahap 4

Pemantapan konsep

Tahap 5

Penilaian

Gambar 1. Bagan model pembelajaran STM Tahap 1. Kekahsan model ini adalah dikemukakannya isu-isu yang ada dimasyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi apabila guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa dapat saja dikemukakan oleh guru sendiri. Isu yang dikemukakan dapat bermasah atau tidak bermasalah merupakan pernyataan yang mengundan pro dan kontra sehingga mengharuskan siswa berpikir untuk menganalisis isu tersebut. Tahap 2. Proses pembentukan konsep dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, misalnya ceramah, demonstrasi atau diskusi kelompok. Pada akhir tahap ini diharapkankonstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para ilmuan. Tahap 3. Berbekal pemahaman konsep siswa melakukan analisis terhadap isu tersebut yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan. Pada

9

tahap ini anak harus mengambil contoh tindakan atas isu atau masalah yang dikemukakan di awal tetapi harus bisa menjelaskan alasan mengapa tindakan tersebut diambil. Tahap 4. Pada pemantapan konsep ini guru perlu meluruskan jika ada miskonsepsi yang dialami siswa pada saat pembelajaran. Bila tidak ada miskonsepsi pada saat siswa melakukan pembelajaran guru cukup memberi penekanan pada konsep-konsep yang harus siswa pahami. Tahap 5. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan tes untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran. Ada enam ranah yang terlibat dalam model pembelajaran STM ini yaitu sebagai berikut 1) Konsep, fakta, generalisasi, diambil dari bidang ilmu tertentu dan merupakan kekhasan masing-masing bidang ilmu 2) Proses diartikan dengan bagaimana cara memperoleh konsep-konsep dalam bidang ilmu tertentu 3) Kreativitas mencakup kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas 4) Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari (aplikasi yang lebih luas dari C3 taksonomi Bloom) 5) Sikap, diantaranya menyadari kebesaran Tuhan, mengargai penemuan para ilmuan dan produk teknologi,

peduli

terhadap

masyarakat,

dan

memelihara

kelestarian

lingkungan 6) Cenderung untuk melakukan tindakan nyata apabila terjadi sesuatu dalam lingkunganya. Kekurangan menggunakan model pembelajaran STM diantaranya apabila dirancang dengan baik, memakan waktu lebih lama bila dibandingkan model-model lain. Bagi guru tidak mudah untuk mencari isu-isu yang terkait topik yang akan dibahas. Untuk itu diperlukan kreativitas yang tinggi dari guru jika ingin pembelajaran ini optimal. KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS Berpikir merupakan aktivitas psikis yang intensional, dan terjadi apabila seseorang menjumpai problema atau masalah yang harus dipecahkan (Ahmadi, 2003). Seperti yang kita rasakan bahwa dalam kehidupan semua orang tidak akan pernah lepas dari permasalahan sehingga selama dalam

10

keadaan sadar kita tidak akan pernah berhenti berpikir. Dalam berpikir kita dituntut untuk menghubungkan satu pengertian dengan pengertian yang lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan masalah. Kita juga harus dapat mengklasifikasikan, mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaanpertanyaan yang muncul. (Ahmadi, 2003). Berpikir pada umumnya diasumsikan sebagai salah satu proses kognitif yang tidak dapat dilihat secara fisik, yaitu berupa suatu tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan. (Presseisen dalam Rustini, 2005). Sehingga berpikir dipengaruhi oleh tingkat perkembangan intelektual. Piaget (Dahar, 1989) membagi empat tingkatan perkembangan intelektual, diantaranya: sensori-motori (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional kongkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun keatas). Fraenkel (Rustini, 2005) mengungkapkan bahwa sejak tingkat operasional konkret hingga tingkat operasional formal terdapat empat tahapan berpikir. Pertama tahap berpikir konvergen (logis/deduktif), pada saat ini pengambilan keputusan

dilakukan

setelah

memperoleh

berbagai

informasi

lalu

mengorganisasi informasi tersebut sehingga menghasilkan keputusan yang tepat. Kedua tahap berpikir divergen (induktif), pada tahap ini dalam memecahkan masalah sebelumnya sudah ada alternatif jawaban tetapi tidak mengandung kebenaran seratus persen, kemudian keputusan diambil berdasarkan tingkat representative jawaban yang mewakili. Ketiga tahap berpikir kritis, pemilihan keputusan dari beberapa alternatif pilihan berdasarkan kriteria tertentu. Dan keempat tahap berpikir kreatif, pengambilan keputusan dengan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta-fakta. Menurut Beyer (1985) proses berpikir terbagi menjadi dua, yaitu berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses rasional yang mempunyai sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks. Selanjutnya Cohen (Beyer, 1985) menyatakan bahwa setidaknya ada empat proses berpikir kompleks, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

11

Keterampilan berpikir kompleks ini kemudian disebut juga keterampilan berpikir konseptual tingkat tinggi yang merupakan proses berpikir yang dilandasi oleh keterampilan-keterampilan dasar untuk tujuan lebih spesifik. Berpikir kritis termasuk di dalam kemampuan berpikir kompleks atau bisa juga disebut sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus didasarkan pada keterampilan dasar untuk tujuan lebih spesifik. Ennis mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses, dalam membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang harus diyakini dan dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis fakta, menghasilkan dan mengorganisasi ide, mempertahankan pendapat, membuat kesimpulan, mengevaluasi pendapat, menyelesaikan masalah, dan self-regulation (pengaturan pribadi). Pendidikan jaman sekarang dituntut untuk mengembangkan cara berpikir tingkat tinggi dan salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis. Dengan berpikir kritis seseoarang menggunakan proses berpikir kompleks untuk menganalisis argumen dan menghasilkan pengertian dan interpretasi tertentu.

Selain

itu

dengan

berpikir

kritis

seseorang

juga

dapat

mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis dalam memahami asumsi-asumsi, menintikberatkan pada posisi-posisi khusus yang mendasar, mendapatkan gaya presentasi yang mantap. Pada intinya definisi berpikir kritis menintik beratkan pada beberapa aspek, yaitu pemahaman, analisis, evaluasi, dan sintesis (Rustini, 2005). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis ternyata mampu mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik. (Liliasari dalam Kurniati, 2001). Kemampuan berpikir kritis tidak dapat diperoleh begitu saja, melainkan harus melalui proses pembiasaan dan pelatihan untuk mengasah kemampuannya sehingga seseorang terbiasa dengan berpikir tersebut dan kemudian jika sewaktu-waktu menemukan masalah ia dengan cepat dapat menemukan alternatif pemecahan masalah yang tepat.

12

Dalam Ennis (2000) dijelaskan bahwa orang yang berpikir kritis idealnya memiliki kecenderungan sebagai berikut: 1. Peduli pada kebenaran dari apa yang mereka yakini, dan dapat memberikan alasan mengapa ia meyakini hal tersebut. Mereka selalu ingin memahami secara benar. Dalam kecendungan ini termasuk diantaranya: a.

Mencari alternatif hipotesis, penjelasan-penjelasan, kesimpulan, perencanaan, sumber-sumber, dan sebagainya.

b.

Mendukung pengembangan hal-hal diatas, tetapi hanya hal yang dapat dijelaskan oleh informasi-informasi yang ada.

c.

Menyampaikan dengan baik

d.

Memperhatikan dengan serius sudut pandang yang lain.

2. Peduli

pada

kejujuran

dan

kejelasan

dalam

berbicara.

Dalam

kecenderungan ini termasuk diantaranya: a.

Jelas dalam menyampaikan maksud dalam berbicara, menulis, atau berkomunikasi, mencari dengan sangat teliti situasi-situasi yang dibutuhkan.

b.

Tekun dan tetap fokus pada permasalahan (pada kesimpulan atau pertanyaan).

c.

Mencari dan mengajukan alasan-alasan.

d.

Dapat masuk kedalam situasi keseluruhan

e.

Reflektif terhadap keyakinan dasar yang ia miliki.

3. Peduli untuk menghormati dan menghargai setiap orang. Dalam kecenderungan ini termasuk diantaranya: a. Mengetahui dan mendengarkan alasan dan pandangan orang lain b. Menghindari agar tidak menyinggung atau membingungkan orang lain dengan keberanian mereka dalam berpikir kritis, dapat membuat orang lain untuk ikut merasakan dan memahamimi. c. Peduli terhadap kepuasan orang lain

13

Kemudian orang yang berpikir kritis juga idealnya memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat dilihat dengan indikator-indikator sebagai berikut: a. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) Memfokuskan pertanyaan: 1. Mengidentifikasi atau merumuskan masalah. 2. Mengidentifikasi/merumuskan kriteria untuk jawaban yang mungkin. 3. Menjaga kondisi pikiran. Menganalisis argument: 4. Mengidentifikasi kesimpulan 5. Mengidentifikasi alasan yang dikemukakan. 6. Mengidentifikasi alasan yang tidak dikemukakan. 7. Mencari persamaan dan perbedaan. 8. Mengidentifikasi dan menangani kerelevanan dan ketidakrelevanan. 9. Mencari sruktur dari suatu argumen. 10. Merangkum. Bertanya dan menjawab suatu pertanyaan tantangan, contohnya: 11. Mengapa? 12. Apa intinya? 13. Apa yang dimaksud dengan …? 14. Apa saja contohnya dan apa saja yang bukan contohnya? 15. Mengapa terjadi perbedaan? 16. Apa faktanya? b. Membangun keterampilan dasar (basic support) Menyesuaikan dengan sumber: 17. Sumber ahli 18. Tidak ada konflik interes 19. Kesesuaian diantara beberapa sumber 20. Reputasi 21. Menggunakan prosedur yang diakui 22. Mengetahui resiko berdasarkan reputasi

14

23. Kemampuan memberikan alasan 24. Teliti Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi: 25. Terlibat dalam menyimpulkan. 26. Interval waktu yang singkat antara observasi dan pembuatan laporan. 27. Laporan dibuat oleh pengamat itu sendiri. 28. Merekam hal yang sangat penting. 29. Bukti-bukti yang kuat. c. Menyimpulkan (inference) Mendeduksi dan mempertimbangakan hasil deduksi: 30. Kondisi logis 31. Kelompok logis 32. Menafsirkan suatu pernyataan Menginduksin dan mempertimbangkan hasil induksi: 33. Membuat generalisasi 34. Membuat kesimpulan dan hipotesis Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan: 35. Latar belakang fakta 36. Konsekuensi 37. Penerapan prinsip-prinsip 38. Mempertimbangkan alternatif 39. Menyesuaikan, menimbang, dan memutuskan. d. Membuat penjelasan lebih lanjut (advaced clarification) Membuat defines dari suatu istilah dan mempertimbangkannya: 40. Bentuk: sinonim, klasifikasi, jarak, kesamaan pernyataan, operasional, contoh dan bukan contoh. 41. Definisi strategi: tindakan dan mengidentifikasi serta menangani kebohongan. Mengidentifikasi asumsi: 42. Alasan-alasan yang tidak dikemukakan implisit 43. Asumsi yang diperlukan; membangun argumen

15

e. Menyusun taktik dan strategi (strategy and tactic) Menentukan tindakan: 44. Mendefinisikan maslah 45. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi 46. Merumuskan alternatif tindakan yang mungkin 47. Menentukan hal-hal yang dapat dilakukan sementara 48. Mereview 49. Memantau pelaksanaan Berinteraksi dengan orang lain: 50. Memeberikan label 51. Strategi logika 52. Retorika logika 53. Presentasi posisi, lisan, atau tulisan. APLIKASI LISTRIK AC DAN DC DALAM KEHIDUPAN Dari semua materi fisika SMA salah satu yang cocok menggunakan model STM dalam pembelajarannya adalah Aplikasi Listrik AC dan DC dalam kehidupan. Materi tersebut terdapat pada KTSP SMA kelas X semester 2 pada standar kompetensi 5 dan kompentensi dasar 5.2. Standar kompetensi 5 yaitu: “Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah dan

berbagai

produk

teknologi”.

Kompetensi

dasar

5.2

yaitu:

“Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari”. Model STM sangat cocok untuk standar kompetensi dan kompentesi dasar tersebut diatas. Listrik AC dan DC sangat akrab dengan kehidupan siswa dan mudah sekali ditemui, sehingga diharapkan dapat memperoleh perhatian siswa. J. METODE PENELITIAN Penelitian akan dilaksanakan ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Randomized Pretest-Postest Control-Group Design yaitu dengan menggunakan 2 kelas dengan perlakuan berbeda yang dapat

16

dilihat pada gambar 1 (Pangabean, 1996). Dua kelas tersebut yaitu kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen dengan pembelajaran model STM. Pemilihan desain ini adalah untuk mendapatkan pembading (kelas kontrol) sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran dengan model STM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kelas Kontrol Eksperimen Dengan T1 : pretes

Pretest T1 T1

T2 : postes

Perlakuan Pos Test X1 T2 X2 T2 X1 : pembelajaran konvensional X2 : model STM

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Kelas X dengan penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik sampling acak (random sampling). Variabel Penelitian Variabel bebas: Model pembelajaran STM. Variabel terikat: Hasil belajar siswa berupa hasil tes keterampilan berpikir. Instrument Penelitian Instrument penelitian yang akan digunakan ada dua jenis yaitu soal tes (pretes dan postes) untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dan angket untuk mengetahui tanggapan siswa serta kesulitan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Soal tes berupa soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dalam materi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan. Berikut ini adalah daftar Indikator kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.

Tabel 1.

17

Daftar indikator kemampuan berpikir kritis yang akan diukur dalam penelitian ini Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) -

Memfokuskan pertanyaan 1. Mengidentifikasi atau merumuskan masalah 2. Mengidentifikasi/merumuskan kriteria untuk jawaban yang mungkin

-

Menganalisis argumen 3. Mengidentifikasi alasan yang dikemukakan 4. Mengidentifikasi dan menangani kerelevanan dan ketidakrelevanan.

Membangun keterampilan dasar (basic support) -

Menyesuaikan dengan sumber 5. Kesesuaian diantara beberapa sumber 6. Kemampuan memberikan alasan

Menyimpulkan (inference) -

Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan 7. Penerapan prinsip-prinsip 8. Mempertimbangkan alternatif

Membuat penjelasan lebih lanjut (advaced clarification) -

Mengidentifikasi asumsi. 9. Asumsi yang diperlukan; membangun argumen

Menyusun taktik dan strategi (strategy and tactic) -

Menentukan tindakan 10. Merumuskan alternatif tindakan yang mungkin Instrument yang lain yang akan digunakan adalah berupa angket.

Angket diberikan setelah postes. Angket berisi pertanyaan dan pernyataan siswa tentang penerapan model STM dalam pembelajaran. Pengolahan data Pengolahan data pada hasil penelitian akan dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:

18

1. Untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kontrol maka digunakan gain ternormalisasi (Hake dalam Mertzel, 2003) dengan rumus g =

Skor Postes − Skor Pretes Skor Maksimum − Skor Pretes

dan kriteria gain ternormalisasi (Hake, …) seperti pada tabel berikut. Tabel 2 Kriteria Gain Ternormalisasi Indeks 0,00 – 0,30 0,31 – 0,70 0,71 – 1,00

Interpretasi Rendah Sedang Tinggi

Kemudian pada indeks gain didapat dilakukan pengolahan data. 2. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Uji prasyarat berupa uji normalitas dan homogenitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan salah satunya dengan cara menghitung Chi-square (χ2). Jika χ2hitung < χ2tabel maka populasi normal dan jika χ2hitung > χ2tabel tidak terdistribusi. Uji homogenitas dua varians dilakukan dengan menentukan varians data penelitian dan menghitung homogenitas (F) dengan mengunakan rumus berikut S 2b F= 2 Sk 2 dengan S b : varians terbesar dan S2k : varians terkecil.

Jika F

hit


tabel

, maka varians homogen dan jika F

hit

>F

,

tabel

maka varians tidak homogen. 2) Uji hipotesis Jika pada uji prasyarat data terdistribusi normal dan homogen maka uji hipotesis dilakukan dengan uji paramtrik.

19

Namun jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka digunakan uji nonparametrik. Untuk pengujian parametrik dapat dilakukan dengan menghitung z-score (Z) menggunakan rumus Z=

x1 − x 2  S12   n1

  S 22  −    n2

  

dengan x1 : mean skor kelas ekperimen, x 2 : mean skor kelas kontrol, S12 : varians kelompok eksperimen, S 22 : varians kelompok kontrol, n1 : jumlah sampel kelompok ekperimen, dan n2 : jumlah sampel kelompok kontrol. Jika nilai Zhitung < Ztabel maka terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan rata-rata skor keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan uji non parametrik berupa ujin Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji apakah dua grup sample (bertipe interval, rasio) yang berpasangan (dependent) berasal dari populasi yang sama. Statistik uji dari Wilcoxon Test menggunakan pendekatan peringkat dan tanda dari selisih pasangan data. (Winner Statistik, 2008). Apabila sampel berpasangan besar (n ≥ 25), digunakan pendekatan distribisi normal pada statistic ujinya (Santosa,2004). Uji hipotesis huji rank bertanda Wilcoxon untuk n ≥ 25 adalah: -

Uji hipotesis a. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kiri atau ke kanan dari D2 b. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kanan dari D2 c. H0: D1 dan D2 identik Vs H1: D1 lebih ke kiri dari D2

-

Tingkat siginifikansi α

20

-

Statistik uji

zh =

-

( T + ) −  n( n + 1)   4  n( n + 1)( 2n + 1) 24

Daerah penolakan a. H0 ditolak jika z h > z α

2

b. H0 ditolak jika z h > zα c. H0 ditolak jika z h < − zα 3. Menganalisis tanggapan siswa pada angket untuk bagaimana minat siswa pada pembelajaran dengan model STM ini

21

Analisis Penelitian yang relevan

Identifikasi Masalah

Menentukan variabel penelitian Analisis materi subjek

Menentukan subjek penelitian

Penyusunan instrument penelitian Uji coba instrumen

Menentukan isu pada pembelajaran Tahap Persiapan

Analisis hasil uji coba

Menyusun Silabus, RPP dan skenario Mempersiapkan media pembelajaran

Pretest Perlakuan: Penerapan model pembelajaran STM di dalam kelas

Tahap Pelaksanaan

Post test

Analisis data Tahap Refleksi Kesimpulan Gambar 2. Bagan alur penelitian penerapan Model Pembelajaran STM

22

K. JADWAL PENELITIAN Secara garis besar jadwal kegiatan penelitian yang akan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3 Jadwal Penelitian No

1 2 3 4 5 6 7 8

Tahap Pelaksanaan

I

II

III

IV

BULAN V VI

VII

VIII

IX

X

Persiapan Analisis Penelitian yang relevan Identivikasi Masalah Menentukan Variabel penelitian Analisis materi subjek Menentukan subjek penelitian Menentukan Topik Pembelajaran Menyusun silabus RPP dan scenario Menyiapkan media

9

Penyusunan Instrumen

10

Uji coba instrument

11

Analisis hasil uji coba instrument

23

No

12 13

14

Tahap Pelaksanaan

I

II

III

IV

BULAN V VI

VII

VIII

IX

X

Pelaksanaan Pretest Perlakuan: penerapan Model Pembelajaran STM dalam kelas Post test Finishing

15 16

Analisis data Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA Beyer, B.K. (1985). Practical strategies for the direct teaching of thinking skills, dalam Costa, A.L. (1985), Developing minds: a resource book for teaching thinking. Virginia, USA: ASCD. Dahar, R.W. (1989). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga. Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Ennis RH. 2000. An outline of goals for a critical thinking curriculum and its assessment. [online]. Tersedia dari URL: http://www.criticalthinking.net/goals.html [3 Desember 2008] Hake RR. ___ . Analyzing change/gain scores. [online]. Tersedia dari URL: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [3 Desember 2008] Kurniati, T. (2001). Pembelajaran pendekatan keterampilan proses saians untuk meningkatakan kemampuan berpikir kritis siswa. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Mertzel, D. (2003). The relationship between mathematics preparation and conceptual gain in physics a possible hidden variable in diagnostic. [online]. Tersedia dari URL: http://jps.aip.org/ajp. [31 Oktober 2008] Pangabean, Luhut. 1996. Penelitian Pendidikan. Bandung: FPMIPA IKIP

24

Poedjiadi, Anna. (2005). Sains Teknologi Masyarakat model pembelajaran bermutu nilai. Bandung: Rosda. Rustini, Intang. (2005). Keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Squaredalam kegiatan praktikum materi penceramaran air. Skripsi Sarjana Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung (tidak diterbitkan). Santonsa, R Gunawan. (2004). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi Schafersman, S.D. (1991). An introduction to critical thinking. Tersedia di URL: http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html [23 September 2008] Sugiatni, Yatni. (2001). Peningkatan hasil belajar siswa dalam respirasi anaerob dan aerob dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Utomo, Pristiadi. Pembelajaran dengan pendekatan SETS. Tersedia dari URL: http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pembelajaran-fisika-denganpendekatan-sets/ [1 September 2008] Wikipedia Article. Science, technology, society and environment education. Tersedia dari URL: http://www.powerset.com/explore/semhtml/Science,_technology,_society_ and_environment_education?query=Science%2C+technology%2C+societ y+and+environment+education [23 September 2008] Winner Statistik: Significant test non paramtrik. [online]. Tersedia di URL: ___ [31 Oktober 2008]

25

Related Documents

Kritis
October 2019 58
Berpikir Kritis
June 2020 26
Kajian Kritis Artikel.docx
November 2019 27
Berpikir Kritis- Nando
June 2020 24

More Documents from ""