Proposal Pemeriksaan Abi.docx

  • Uploaded by: FO
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Pemeriksaan Abi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,546
  • Pages: 20
PROPOSAL PENDIDIKAN KESEHATAN PEMERIKSAAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI)

Oleh:

Nurul Fitria Oktaviani NIM. PO.62.20.1.16.155

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN KELAS REGULER III TAHUN 2019

0

PROPOSAL PENDIDIKAN KESEHATAN PEMERIKSAAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI)

Oleh:

Nurul Fitria Oktaviani NIM. PO.62.20.1.16.155

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN KELAS REGULER III TAHUN 2019

1

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Pendidikan Kesehatan Pemeriksaan Ankle brachial Index (ABI) disahkan di Palangka Raya tanggal 26 Februari 2019

Pembimbing,

Ns. Ester Inung Sylvia, M.Kep., Sp.MB NIP. 197102082001122001

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas proposal ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Proposal Pemeriksaan Ankle brachial Index ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan Diabetes Melitus. Dan tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih, terutama kepada Dosen pembimbing, yang telah membantu saya menyelesaikan proposal ini. Pada kesempatan ini juga saya berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah memberi saya bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan proposal ini, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Saya menyadari isi proposal ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat saya harapkan demi kesempurnaan proposal ini dan proposal-proposal selanjutnya.

Palangka Raya, 26 Februari 2019

Nurul Fitria Oktaviani

3

DAFTAR ISI Halaman

Halaman Sampul depan ....................................................................................................................... 0 Halaman Sampul dalam ....................................................................................................................... 1 Lembar Pengesahan.............................................................................................................................. 2 Kata Pengantar ..................................................................................................................................... 3 Daftar Isi ................................................................................................................................................ 4 DESKRIPSI KEGIATAN .................................................................................................................... 5 A. Nama Kegiatan ......................................................................................................................... 5 B. Tema Kegiatan ......................................................................................................................... 5 C. Sasaran Kegiatan ...................................................................................................................... 5 D. Pelaksanaan .............................................................................................................................. 5 E. Edukator ................................................................................................................................... 5 F. Materi ....................................................................................................................................... 5 G. Sumber Belajar ......................................................................................................................... 5 H. Langkah-Langkah Kegiatan ..................................................................................................... 7 I.

Evaluasi .................................................................................................................................... 8

J. Lampiran Materi ....................................................................................................................... 9

4

DESKRIPSI KEGIATAN

A. Nama Kegiatan Kegiatan ini dinamakan “Pemeriksaan Lengan dan Kaki”

B. Tema Kegiatan Mengenal apa itu Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)

C. Sasaran Kegiatan Peserta yang akan mengikuti kegiatan ini yaitu pada pasien dengan penyakit diabetes melitus.

D. Pelaksanaan Hari/Tanggal

: Selasa, 19 Februari 2019

Jam

: 08.30 WIB

Tempat Kegiatan

: Kampus C Poltekkes palangka raya

E. Edukator Nurul Fitria Oktaviani

F. Materi Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)

G. Sumber Belajar 1. American Disbetes Association, 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus : Diabetes Care Volume 3 2. Antono dan Hamonanganl. 2014. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI Editor: Siti Setiati dkk Hal.1516. Jakarta: InternaPublishing 3. Chesbro,S.,Asongwed,E.,Brown,J.,& John,E. (2013). Reliability of doppler and stethoscope methods of determining systolic blood pressure: consideration for calculating an ankle brachial index. J Natl Med Assoc.103;863-869. 4. Desak Made, Widyanthari, Yulia. Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI) Post Exercise Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan Peripheral Arterial Disease Jurnal Tahun 2016 http://download.garuda.ristekdikti.go.id/ 5

5. Dwi Listiono, Agus Santosa. Prediksi Score Ankle Brachial Index (ABI) Ditinjau Dari Tanda Gejala Peripheal Arterial Disease (PAD) Jurnal Tahun 2017 http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/medisains/article/view/1649 6. Migliacci, R., Nasorri, R., Ricciarini, P.,& Gresele, P. (2015). Ankle-brachial index measured by palpation for the diagnosis of peripheral arterial disease. Fam Pract. 25:228-232 7. Singh, S., Pai, D.R., & Yuhhui, C. (2014). Diabetes Foot Ulcer-Diagnosis and Management. Clinical Research on Foot and Ankle, vol. I 8. Standford

Medicine,

2016,

ankle

brachial

index

http://stanfordmedicine25.stanford.edu/the25/ankle.html 9. Williams, L., & Wilkins. (2014). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih Bahasa Paramita. Jakarta : PT. Indeks http://eprints.ums.ac.id/41954/26/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf 10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49928/Chapter%20II. pdf 11. https://docplayer.info/43090259-Pengukuran-ankle-brachial-index-abi.html

6

H. Langkah-langkah Kegiatan

NO

TAHAP

KEGIATAN BELAJAR

1. Pendahuluan Pembukaan - Mengucapkan salam - Memperkenalkan diri - Menjelaskan tujuan penyuluhan 2. Penyajian Penyajian - Menjelaskan pengertian ABI - Menjelaskan Manfaat Pemeriksaan ABI - Menjelaskan Faktor resiko yang mempengaruhi nilai ABI - Menjelaskan Indikasi Pemeriksaan ABI - Menjelaskan Kontraindikasi Pemeriksaan ABI - Menjelaskan Interpretasi Hasil Pemeriksaan ABI - Menjelaskan dan mendemonstrasikan Langkah-langkah pengukuran ABI Penutup 3. Penutup - Membuat kesimpulan - Memberi sesi tanya jawab - Memberi pujian atas jawaban yang telah disampaikan - Mengucapkan salam

METODE

MEDIA

SUMBER

ALOKASI

BELAJAR

WAKTU 5 menit

Ceramah,

Powerpoint,

Buku dan

tanya jawab

Poster, dan

jurnal

Leaflet. Ceramah,

Powerpoint,

Demonstrasi Poster, dan

Buku dan

30 menit

jurnal

Leaflet.

Ceramah,

Powerpoint,

Buku dan

tanya jawab

Poster, dan

jurnal

10 menit

Leaflet.

7

I. Evaluasi Peserta penyuluhan mampu memahami dan menyebutkan kembali : 1. Pengertian ABI 2. Manfaat Pemeriksaan ABI 3. Faktor resiko yang mempengaruhi nilai ABI 4. Indikasi Pemeriksaan ABI 5. Kontraindikasi Pemeriksaan ABI 6. Interpretasi Hasil Pemeriksaan ABI 7. Keadaan yang berkaitan dengan pengukuran ABI 8. Langkah-langkah pengukuran ABI

Nurul Fitria Oktaviani (PO.62.20.1.16.155)

8

J. Lampiran Materi

PEMERIKSAAN ANKEL BRACHIAL INDEX (ABI)

1. Pengertian Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes noninvasif untuk mengidentifikasi insufisiensi arteri dengan cara membandingkan rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dan tekanan darah sistolik lengan (brachial) (Lippincott Williams and Wilkins, 2014). Ankle Brachial Index (ABI) merupakan rasio atau perbandingan antara tekanan darah sistolik yang diukur pada pergelangan kaki dengan arteri brachialis. Pertama kali diperkenalkan oleh Winsor pada tahun 1950 yang kemudian diusulkan sebagai metode diagnosis PAD yang bersifat non-invasif. Kemudian dari studi-studi yang terus dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir telah berhasil membuktikan bahwa ABI bukan hanya sekedar metode diagnostik, namun juga sebagai salah satu indikator atherosklerotik sistemik dan juga sebagai penanda prognostik untuk kejadian kardiovaskular dan gangguan fungsional walaupun tanpa disertai gejala klinis PAD (Aboyans, 2013) Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan kondisi yang ditandai adanya penyempitan arteri perifer akibat proses aterosklerosis dan umumnya terjadi pada arteri di kaki (Chesbro et al, 2011). Pasien dengan PAD berisiko tiga sampai empat kali terkena penyakit kardiovaskuler dibandingkan pasien tanpa PAD. Gejala klasik dari PAD ini yaitu klaudikasio intermiten, pasien umumnya mengeluh nyeri saat beraktifitas dan nyeri berkurang jika beristirahat. Salah satu cara yang dilakukan untuk mendeteksi adanya PAD yaitu melalui pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI). Pengukuran ABI merupakan lini pertama penyaringan dan diagnosis PAD yang bersifat noninvasif, memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Nyeri klaudikasio yang muncul pada pasien DM diakibatkan oleh adanya penurunan suplai darah ke bagian distal pada arteri yang mengalami penyempitan akibat sumbatan aterosklerosis. Karakteristik klaudikasio adalah nyeri otot pada betis, paha, pantat diperberat saat beraktifitas dan berkurang jika istirahat.

9

Terdapat hubungan yang kuat antara lama menderita DM dan gangguan sirkulasi perifer, kadar gula di dalam darah yang tinggi secara terus menerus dapat merubah dan merusak jaringan pembuluh darah. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan pada kecurigaan adanya PAD adalah pengukuran Ankle brachial index (ABI) yang merupakan rasio tekanan darah pada ankle dan lengan. Nilai ABI dianggap normal apabila ≥1.0 sedangkan nilai ABI ≤ 0.9 dapat membantu menegakkan diagnosis PAD (Williams & Wilkins, 2014). Semakin rendah nilai ABI maka akan meningkatkan risiko tinggi penyakit vaskular. Pada kondisi tersebut pasien seringkali mengeluhkan klaudikasio (nyeri pada ekstremitas), sementara itu jika indeks sudah mencapai <0.5, penderita biasanya sudah mengalami klaudikasio pada saat istirahat (Williams & Wilkins, 2014). Peningkatan enzim seperti reduktase aldose dan sorbitol redehidrogenase yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah, mengakibatkan perubahan glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa sehingga gula menumpuk pada pembuluh darah (Singh, Pai, & Yuhhui, 2014). Kondisi tersebut akan menyebabkan pembuluh darah perifer menjadi lebih mudah mengalami penebalan dan sklerotik yang memicu terjadinya penyakit pembuluh darah perifer. Hal tersebut dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan nilai ankle brachial index (ABI).

2. Manfaat Pemeriksaan ABI merupakan gold standard pengukuran noninvasive untuk deteksi PAD dan direkomendasikan sebagai bagian dari pengkajian individu yang berisiko terhadap penyakit tersebut (Migliacci, 2015). Pemeriksaan non invasif ini digunakan untuk menskirining pasien yang mengalami insufisiensi arteri untuk mengetahui status sirkulasi ekstremitas bawah dan resiko luka vaskuler serta mengidentifikasi tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dianjurkan pada penderita diabetes melitus tipe 2 terutama yang memiliki faktor resiko seperti, merokok, obesitas, dan tingginya kadar trigliserida dalam darah berdasarkan hasil laboratorium. ABI dapat mendeteksi lesi stenosis minimal 50% pada pembuluh darah tungkai. Pemeriksaan ABI memiliki sensitivitas 79% dan spesifisitas 96% dalam mendiagnosis penyakit arteri perifer Berikut ini beberapa manfaat lain dari pemeriksaan ankle brachial index (ABI) (Antono dan Hamonanganl, 2014) :

10

a. Nilai ABI sebagai penanda progresivitas PAD Perjalanan alami PAD mencakup penurunan nilai ABI seiring perjalanan waktu. Dari serangkaian pemeriksaan pasien yang dilakukan di laboratorium vaskular, nilai ABI mengalami penurunan rata-rata 0,06 tiap 4,6 tahun. Tingkatan ABI juga dapat digunakan untuk memprediksi kejadian yang mengenai ekstremitas bawah dimana tekanan darah sistolik di bawah atau sama dengan 50 mmHg sering dihubungkan dengan angka amputasi yang tinggi. Pasien PAD memiliki ketahanan untuk latihan berjalan dan tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dibandingkan kelompok pasien tanpa PAD. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa nilai ABI yang rendah dikaitkan dengan gangguan fungsional dan penurunan kapasitas latihan fisik yang lebih besar dibandingkan populasi dengan nilai ABI yang tinggi.

b. ABI sebagai penanda resiko kardiovaskular. Pengukuran ABI dapat memberikan nilai yang melambangkan kejadian atherosklerosis sistemik dan dikaitkan dengan faktor-faktor resiko atherosklerotik dan prevalensi penyakit kardiovaskular pada bantalan pembuluh darah yang lain. Nilai ABI yang rendah telah lama dihubungkan dengan banyak faktor resiko tradisional kardiovaskular seperti hipertensi, DM tipe 2, dislipidemia, riwayat merokok dan faktor resiko kardiovaskular yang baru dikembangkan seperti C-Reactive Protein, homosistein, interleukin-6 dan penyakit ginjal kronik. Hubungan yang kuat dan konsisten antara nilai ABI yang rendah dengan prevalensi CAD dan CVD telah dibuktikan pada beberapa populasi studi prospektif yang melibatkan individu dengan keterlibatan penyakit kardiovaskular. Prevalensi kejadian CAD diantara pasien-pasien PAD berkisar antara 10,5 sampai 71% dibandingkan dengan 5,3 sampai 45,4% pada populasi tanpa PAD. Disamping korelasinya dengan nilai ABI yang rendah beberapa penelitian juga telah mengevaluasi hubungan antara nilai ABI yang tinggi, sebagai indikator kalsifikasi pembuluh darah, dengan faktor-faktor resiko tradisional kardiovaskular. Nilai ABI > 1,4 dihubungkan dengan kejadian 11

stroke dan gagal jantung kongestif namun tidak dengan kejadian angina maupun infark miokard.

c. Peranan ABI sebagai prediktor kejadian kardiovaskular Walaupun ABI merupakan pengukuran yang menggambarkan derajat keparahan atherosklerotik pada ekstremitas bawah, namun dapat juga digunakan sebagai indikator atherosklerotik di bagian lain sistem pembuluh darah. Sehingga nilai ABI telah diinvestigasi menjadi salah satu alat predictor pada beberapa kelompok studi di Eropa dan Amerika Utara. Hasil dari studistudi ini telah menunjukkan bahwa nilai ABI yang rendah berkaitan erat dengan meningkatnya resiko infark miokard, stroke dan penyebab kematian kardiovaskular. Disini terlihat bahwa nilai ABI yang rendah, sebagai indikator atherosklerotik, dapat mempertajam tingkat akurasi prediktor resiko bila dikombinasikan dengan sistem penilaian stratifikasi resiko yang telah ada. Sebuah meta analisis yang membandingkan 16 populasi studi prospektif menelusuri bahwa nilai ABI memberikan informasi tentang resiko kejadian kardiovaskular dan mortalitas terlebih bila dikombinasikan dengan Framingham Risk Score (FRS). Nilai ABI ≤ 0,9 dikaitkan dengan peningkatan dua kali lipat angka total kematian, kematian akibat kejadian kardiovaskular dan infark miokard dibandingkan dengan menggunakan FRS sendiri. Penambahan nilai ABI menyebabkan diberlakukan klasifikasi ulang pada tiap kategori resiko baik pada pria maupun wanita. Sebagai contoh wanita dengan resiko rendah (FRS< 10%) atau resiko menengah ( FRS 1019%), namun dengan nilai ABI yang abnormal, menyebabkan wanita tersebut dikelompokkan menjadi resiko tinggi. Penderita dengan diagnosa penyakit kardiovaskular yang telah ditegakkan namun memiliki nilai ABI yang rendah, memiliki resiko kejadian kardiovaskular dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan nilai ABI normal. Pada studi HOPE ( Heart Outcomes Prevention Evaluation) yang melibatkan pasien dengan CAD, stroke dan DM tipe 2, ABI dengan nilai pada kisaran 0,6 sampai 0,9 dihubungkan pada resiko infark miokard (RR 1,4), dan kematian akibat penyakit kardiovaskular (RR 1,6) dibandingkan dengan kelompok nilai ABI normal. Studi yang lain yaitu Cardiovascular Heart 12

Study membuktikan bahwa pasien dengan nilai ABI ≤ 0,9 memiliki peningkatan resiko kejadian gagal jantung kongestif ( RR 1,3) dan moralitas akibat penyakit kardiovaskular (RR 1,5). Lebih lanjut pada pasien PAD, penurunan nilai ABI > 0,15 dihubungkan dengan peningkatan 2 kali lipat angka mortalitas. Nilai ABI paska latihan juga memiliki nilai prediktor yang kuat, dimana pada pasien dengan nilai ABI normal saat istirahat namun dengan nilai ABI abnormal setelah latihan dikaitkan dengan peningkatan angka mortalitas.

3. Faktor resiko yang mempengaruhi nilai ABI Beberapa faktor resiko yang dapat dimodifikasi yang telah lama dihubungkan dengan proses artherosklerosis pada koroner ternyata juga memberikan kontribusi terhadap kejadian artherosklerosis pada sirkulasi perifer. Faktor – faktor resiko yang mempengaruhi ABI menurut American Diabetes Association (2014) antara lain sebagai berikut : a. Merokok Data yang diambil dari studi observasional membuktikan peningkatan resiko PAD sebesar dua hingga tiga kali lipat pada perokok. Merokok bisa merusak dan mengencangkan pembuluh darah, meningkatkan kadar kolesterol dan meningkatkan tekanan darah, merokok juga tidak memungkinkan oksigen yang cukup untuk mencapai jaringan tubuh. Merokok bahkan terbukti meningkatkan resiko terkena PAD lebih besar dari penyakit jantung koroner (PJK). b. Diabetes melitus Pasien dengan diabetes melitus sering memiliki obstruksi PAD yang luas dan berat serta kecenderungan yang tinggi untuk mengalami kalsifikasi arteri terutama di daerah distal seperti arteri peroneal dan tibialis. Resiko PAD meningkat dua hingga empat kali pada penderita diabetes melitus dengan kecenderungan amputasi yang lebih tinggi. c. Hipertensi Hipertensi merusak arteri dalam dengan cara yang sama seperti asap rokok, arteri dirancang untuk memompa darah pada tekanan tertentu jika tekanan berlebihan, dinding arteri akan rusak. 13

d. Dislipidemia Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama, perubahan gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid. Penurunan kadar kolesterol sebesar 1% akan menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 2%.

4. Indikasi a. Menegakkan diagnosis arterial disease pada pasien dengan suspect Lower Extremity Arterial Disease (LEAD) b. Mengesampingkan LEAD pada pasien dengan luka pada ekstremitas bawah c. Klaudikasi intermiten d. Usia lebih dari 65 tahun e. Usia lebih dari 50 tahun dengan riwayat merokok atau diabetes f. Menentukan aliran darah arterial yang adekuat pada ekstremitas bawah sebelum dilakukan terapi kompresi atau debridement luka g. Jika ABI <0,8 kompersi tinggi berkelanjutan (misal 30-40 mmHg pada kaki) tidak direkomendasikan h. Pada kasus campuran antara penyakit vena/arterial (misal ABI antara ˃ 0.5 s.d < 0.8), dianjurkan untuk menurunkan level kompresi (23-30 mmHg). Jika ABI < 0,5 maka kompresi harus dihindari dan pasien harus dirujuk ke dokter bedah vaskuler untuk dilakukan evaluasi atau pemeriksaan lanjutan. i. Mengkaji potensi penyembuhan luka

5. Kontraindikasi a. Nyeri yang luar biasa pada tungkai bawah/kaki b. Deep vein thrombosis, yang dapat menyebabkan dislodgement thrombosis c. Nyeri berat yang berhubungan dengan luka pada ekstremitas bawah

6. Interpretasi Hasil Pemeriksaan ABI (Standford, 2016) a. Batas Normal ABI dengan nilai lebih dari 0,9 dinilai sebagai nilai normal atau terbebas dari keadaan PAD karena darah masih bersirkulasi dengan baik tanpa adanya obstruksi yang bermakna pada pembuluh perifer, sehingga kebutuhan 14

nutrisi dan oksigen pada ekstremitas bawah dapat terpenuhi dengan baik. Penderita diabetes melitus yang tergolong usia pertengahan/middleage (45–49 tahun), keadaan pembuluh darah relatif masih baik, namun perlu pemantauan untuk mengantisipasi terjadinya PAD. b. Ischemia ringan ABI dalam rentang 0,6 sampai 0,8 merupakan border line perfusion / batasan perfusi / iskemia ringna. Gejala primer PAD berupa nyeri pada pantat / betis ketika berjalan (klaudikasio intermiten) mulai terasa. Rasa nyeri timbul karena adanya oklusi pembuluh darah yang mengakibatkan ketidak mampuan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi terutama pada ekstremitas bawah saat metabolisme meningkat. Oklusi yang terjadi masih dalam rentang sedang, sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan terapi fisikseperti senam kaki. Proses penuaan yang mengakibatkan perubahan dinding pembuluh darah sehingga mempengaruhi transportasi oksigen dan nutrisi kejaringan. Lapisan intima menebal sebagai akibat proliferasi seluler dan fibrosis. Serabut dilapisan media mengalami kalsifikasi, tipis dan terpotong, serta kolagen yang menumpuk dilapisan intima dan media. Perubahan tersebut menyebabkan kekakuan pembuluh darah, yang mengakibatkan peningkatan tekanan pembuluh perifer, ganguan aliran darah, dan peningkatan kerja ventrikel kiri. Prevalensi PAD pada penderita diabetes melitus tipe 2 dilaporkan terjadi sebesar 20,5% pada usia 40 - 59 tahun, 48,3% pada usia 60 69 tahun, dan 31,2% pada usia 70-79 tahun c. Iskemia Berat Kondisi iskemia berat dengan interpretasi ABI sebesar < 0,5 terjadi akibat buruknya perfusi perifer karena oklusi yang mulai memanjang sehingga denyut jantung dan tekanan arteri menurun. Keadaan ini menyebabkan hipoksia jaringan sehingga mengakibatkan iskemia pada kaki dan bila terdapat luka, maka penyembuhan luka sulit kecuali dilakukan revaskularisasi (Sudoyo, 2007). Iskemia berat dapat diklasifikasikan dengan “6P”, yaitu: pulselessness, pain, pallor, poikilothermy (coldness), parastesia, paralysis. d. Iskemia kiritis Nilai ABI < 0,4 mengartikan bahwa telah terjadi iskemia pada kaki yang kiritis. Hal ini merupakan kondisi klimaks dari iskemia berat yang dimanifestasikan dengan terjadinya aulserasi dan gangren. Gangren yang 15

terjadi menunjukkan adanya kematian jaringan atau nekrosis. Gangren dibedakan menjadi 2 yaitu gangren kering yang disebabkan berhenti totalnya aliran darah dengan nekrosis pada seluruh bagian dangan ganggren basah jika obstruksinya tidak total sehingga daerah nekrosis bercampur baur dengan daerah edema / peradangan.

7. Keadaan yang berkaitan dengan pengukuran ABI a. Kondisi pasien Posisi tubuh dan kondisi lutut atau pinggang yang tertekuk ternyata mempengaruhi hasil pengukuran ABI. Penelitian yang dilakukan oleh Gornik dan kawan-kawan membuktikan bahwa tekanan pada lengan tidak berbeda pada saat pasien dalam keadaan berbaring atau duduk selama lengan berada pada posisi sejajar dengan jantung. Perbedaan posisi lebih mempengaruhi tekanan pada pergelangan kaki karena bila pasien berada pada posisi duduk maka tekanan di pergelangan kaki akan menjadi lebih tinggi karena posisi pergelangan kaki yang lebih rendah dari pada jantung. Nilai ABI pada posisi duduk rata-rata lebih tinggi 0,35 dibandingkan pada posisi berbaring. Sebelum pemeriksaan ABI dilakukan, pasien hendaknya diistirahatkan selama 5 hingga 10 menit. Masa rehat yang lebih lama tidak dianjurkan pada pengaturan klinis pemeriksaan ABI. Walaupun setelah masa istirahat, pengukuran pada anggota gerak yang pertama cenderung memberikan tekanan sistolik yang lebih tinggi dibandingkan anggota gerak selanjutnya. Selain posisi pasien dan jeda istirahat, merokok juga mempengaruhi hasil pengukuran ABI, dimana bila pasien merokok 10 menit sebelum pemeriksaan dapat menurunkan nilai ABI dibandingkan bila nilai ABI diukur setelah 12 jam tidak merokok. b. Ukuran manset Penelitian tentang pengukuran tekanan darah di arteri brachialis menyoroti pentingnya ukuran manset yang memadai untuk mencegah ketidakakuratan pemeriksaan. Namun informasi tentang ukuran manset yang tepat untuk pengukuran tekanan sistolik pada pergelangan kaki masih belum tersedia. Jika mengacu pada konsep yang sama dimana manset pada lengan juga digunakan pada pergelangan kaki, maka lebar dari manset harus setidaknya 40% dari lingkar pergelangan kaki. Manset harus berada dalam 16

keadaan beersih dan kering. Cara melilit manset ( spiral atau parallel ) juga mempengaruhi tekanan darah sistolik pergelangan kaki dimana cara melilit secara spiral memberikan hasil yang lebih rendah (Mundt dkk, 2013) Meskipun pemeriksaan ABI merupakan metode yang bersifat non invasif, aman dan dapat ditolerir oleh sebagian besar pasien, namun penekanan akibat manset yang dikembangkan harus dihentikan bila pasien merasa nyeri. Selain itu, pengembangan manset harus dihindari pada bekas luka graft karena berpotensi meningkatkan resiko thrombosis pada graft.

8. Langkah-langkah pengukuran ABI ( Aboyans dkk, 2013 ) 1) Tanyakan

kepada pasien tentang aktifitas

yang dilakukan sebelum

pemeriksaan yaitu merokok, meminum caffeine, alcohol, aktivitas berat dan adanya nyeri (jika dimungkinkan, saranan kepada pasien untuk menghindari stimulant atau laatihan berat 1 jam sebelum pengukuran) 2) Lakukan pengukuran ABI dalam kondisi lingkungan yang nyaman unutk

mencegah terjadinya vasokonstriksi arteri 3) Hasil ABI terbaik didapatkan ketika pasien rileks, nyaman dan kandung

kencing kosong 4) Jelaskan prosedur kepada pasien 5) Lepaskan kaos kaki, sepatu dan pakaian yang ketat agar memungkinkan

pemasangan manset dan akses nadi dengan Doppler 6) Anjurkan pasien bebaring terlentang (supine), dengan posisi lengan dan kaki

sama tinggi dengan jantung minimum selama5-10 menit sebelum pengukuran. 7) Pilihlah ukuran manset tekanan darah yang sesuai baik untuk lengan maupun

kaki. Lebar manet minimal 40% dali lingkar tungkai 8) Sebelum pemasangan manset, pasang pelindung misalkan plastic wrap pada

ekstremitas jika terdapat luka atau perubahan pada intergitas kulit 9) Pasang manset di lengan kanan atas dan jangan sampai menutupi arteri

kemudian palpasi nadi brachialis 10) Tandai nadi brachialis hasil palpasi dengan gel ultrasound 11) Tempatkan probe vascular doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan

sudut 45-60 derajat dan ubahlah posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Lalu pompa manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanana darah sistolik. Kempiskan manset perlahan perhatikan suara pertama yang 17

dideteksi1oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah sistolik brechialis. Setelah itu bersihkan gel dari kulit pasien 12) Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan pastikan ukurannya sesuai.

Palpasi nadi dorsalis pedis 13) Tandai nadi pedis dorsalis hasil palpasi dengan gel ultrasound 14) Tempatkan probe vascular doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis

dengan sudut 45-60 derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Lalu pompa manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanana darah sistolik. Kempiskan manset perlahan perhatikan suara pertama yang dideteksi1oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah sistolik dorsalis pedis. Setelah itu bersihkan gel dari kulit pasien 15) Palpasi nadi posterior tibial dan tandai nadi hasil palpasi dengan gel ultrasound 16) Tempatkan probe vascular doppler ultrasound diatas arteri posterior tibia

dengan sudut 45-60 derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Lalu pompa manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanana darah sistolik. Kempiskan manset perlahan perhatikan suara pertama yang dideteksi1oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah sistolik posterior tibia. Setelah itu bersihkan gel dari kulit pasien 17) Lakukan pengukuran selanjutnya di posterior tibial kiri, dorsalis pedis kiri, dan

lengan kiri 18) Ulangi pengukuran pada diakhir urutan dan kedua hasil pengukuran pada

lengan kanan harus dirata-rata terkecuali bila perbedaan antara kedua pengukuran pada lengan kanan melebihi 10 mmHg. Dalam kasus ini, hanya pengukuran lengan kanan kedua yang digunakan. 19) Lalu hitunglah nilai ABI dari hasil pemeriksaan tersebut. Dengan rumus

sebagai berikut :

ABI kanan

=

Tekanan tertinggi pada kaki kanan Tekanan tertinggi pada kedua lengan

ABI kiri

=

Tekanan tertinggi pada kaki kiri Tekanan tertinggi pada kedua lengan

18

19

Related Documents

Pemeriksaan Bta
October 2019 29
Pemeriksaan Luar.docx
December 2019 27
Pemeriksaan Feses.docx
June 2020 13
Pemeriksaan Feses
October 2019 30

More Documents from "Mas Toyo"

Pembahasan 2.docx
June 2020 9
Bab Ivvvvv.docx
December 2019 13
Bab V.docx
June 2020 4
Proposal Wira.docx
June 2020 11