Proposal Home Visit Apatya.docx

  • Uploaded by: Puterinugraha Wanca Apatya
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Home Visit Apatya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,917
  • Pages: 20
PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI

DISUSUN OLEH : PUTRINUGRAHA WANCA APATYA NIM: G1B219009

Pembimbing Akademik : Ns. Yuliana, S.Kep., M.Kep

Pembimbing Klinik : Ns. Dermanto S, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian. Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005) Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom, pola psikologis, perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan. Prevalensi gangguan jiwa di dunia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 516 juta jiwa.2 Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2013) bahwa gangguan jiwa berat sebanyak 1.728 orang. Prevalensi psikosis tertinggi di Yogyakarta dan Aceh dengan masing-masing 2,7%, sedangkan yang terendah di daerah Kalimantan Barat 0,7% dan gangguan jiwa berat yang ada di provinsi Jambi sebesar 0.9%.3 Salah satu bentuk dari gangguan jiwa yang sering terjadi adalah Skizofrenia, Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang jumlahnya selalu meningkat setiap tahun.2 Dimana Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari. Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa yang ada.4 Angka

prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia 0,3-1% biasanya terjadi pada usia 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka di perkirakan sekitar 2 juta jiwa yang menderita skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di rumah sakit jiwa yang ada di Indonesia adalah penderita Skizofrenia.6 Salah satu tindakan keperawatan jiwa yang dapat dilakukan pada pasien dengan halusinasi, perilaku kekerasan dan yaitu berupa penerapan strategi pelaksanaan. Strategi pelaksanaan merupakan tindakan rangkaian percakapan perawat dengan klien pada saat melaksanakan tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk melatih kemampuan intelektual tentang pola komunikasi (damayanti, 2012; setyoadi 2011) Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati dan Hartono). Kunjungan rumah atau home visit adalah salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam rangka memenuhi kebutuhan klien yang harus dipenuhi oleh keluarga dalam proses penyembuhan klien (anggota keluarga yang sakit). Kunjungan rumah perlu dilakukan terutama pada keluarga yang belum mengetahui masalah yang dihadapi klien dan jarang mengunjungi pasien di rumah sakit. Selain itu kunjungan rumah juga dilakukan kepada keluarga yang belum menerima keadaan dan dampak terhadap keluarga akibat dari masalah yang dialami oleh klien. Sehingga perawat perlu memberikan intervensi kepada keluarga berupa pendidikan kesehatan tentang gangguan jiwa, masalah yang dialami klien yaitu resiko perilaku kekerasan dan cara perawatan klien dirumah, karena keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien.

2. Tujuan 2.1 Tujuan Umum Setelah dilakukan kunjungan rumah maka keluarga dapat mengetahui masalah halusinasi dan memberikan pengetahuan pada keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa khususnya yang dihadapi klien. 2.2 Tujuan Khusus 1) Mengklasifikasi riwayat kesehatan klien, yaitu: a) Riwayat penyakit yang diderita klien baik sebelum maupun sesudah dirawat di RSJ. b) Mengidentifikasi riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang menderita gangguan jiwa c) Mengidentifikasi tentang klien, apakah klien mempunyai masalah dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan tempat kerja. 2) Mengklasifikasi data yang didapat dari klien dan keluarga a) Melakukan intervensi (penkes) kepada keluarga tentang perawatan klien. b) Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit yang dialami klien dan cara mengatasinya. c) Mengajukan kepada keluarga untuk siap dan dapat diterima klien sebagai anggota keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan klien. d) Menganjurkan keluarga untuk memberikan kesempatan kepada klien mencurahkan perasaannya e) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan aktifitas atau kesibukan sesuai dengan kemampuan klien f) Menganjurkan kepada klien agar terus berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga (mengunjungi klien)

BAB II PRE PLANNING HOME VISIT A. Identitas Klien a. Nama Pasien

: Tn. N

b. Usia

: 44 tahun

c. No. Reg

: 000569

d. Ruang Rawat

: Epsilon

e. Status

: Sudah menikah

f. Tanggal Masuk

: 28 Januari 2019

g. Alamat

: Jl. Jendral Sudirman RT 28 Tambak Sari, Jambi Selatan

h. Tanggal Kunjungan

: 09 Februari 2019

Identittas penanggung jawab: a. Nama

: Ny.B

b. Umur

: 61 Tahun

c. Jenis Kelamin

: Perempuan

d. Hubungan Keluarga

: Saudara kandung

e. Alamat

: Jl. Jendral Sudirman RT 28 Tambak Sari, Jambi Selatan

Pengkajian dilakukan pada tanggal 05 Februari 2019 dengan nama klien Tn. N berusia 44 Tahun. Klien masuk RSJ pada tanggal 28 Januari 2019 No. RM 000569 di Ruang Epsilon. Klien dibawa oleh keluarga dengan keluhan gelisah, mengamuk, marah-marah tidak jelas, dan keluyuran. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, riwayat pengobatan sebelumnya kurang berhasil dikarenakan klien putus obat sudah beberapa bulan. Klien merupakan anak bungsu dari 9 bersaudara. Klien mengatakan bahwa ia menyukai semua yang ada ditubuhnya, klien sudah menikah sekitar 18 tahun yang lalu dan sudah bercerai 6 tahun yang lalu serta dikaruniai anak perempuan yang berusia 10 tahun. Sebelumnya klien sudah pernah menjalani pengobatan dan berhasil tetapi akhir-akhir ini semenjak klien kambuh dari penyakitnya klien karna tidak bekerja dan tidak punya uang untuk merokok, minum kopi dan main togela. Klien mengatakan yang berarti dalam hidupnya ialah anak, istri dan juga linda yang merupakan kakaknya.

Dari observasi yang didapat, ditemukan data penampilan klien cukup rapi dan sesuai cara pengunaannya serta klien sering sekali menyukur jenggotnya dan ketika mencukur ia tidak bia mencukur dengan bersih. Saat klien diajak bebicara jawaban klien sesuai dengan yang ditanyakan, saat ditanya klien tinggal dengan siapa klien mengatakan ia tinggal dengan kakaknya bernama Beti. Klien tampak semangat, tertawa sendiri, ngomong sendiri, sering meminjam pena dan kertas untuk menggambar dan menulis tapi tidak jelas apa yang digambarnya. Saat pengkajian dan berinteraksi klien cukup kooperatif terkadang klien memulai pembicaraan terlebih dahulu, kontak mata (+). Klien mengaku dan tahu bahwa dirinya sakit, klien makan 3 kali sehari sesuai jadwal yang ditentukan ruangan. Klien dapat makan secara mandiri. Klien menghabiskan satu porsi setiap kali makan. Klien mengatakan mandi 2 kali sehari secara mandiri, BAB dan BAK secara mandiri, klien mengganti pakaian secara mandiri setelah mandi pagi dan sore. Klien tidak memiliki masalah dengan tidurnya, klien tidur +_ 8 jam. Klien minum obat dibantu sebagian oleh perawat. Obat yang didapatkan Risperidone 2 mg, Trihexypenidyl 2 mg, Clozapine 25 mg. A. Pelaksanaan Kegiatan Hari

: Sabtu, 09 Februari 2019

Pukul

: 12.00 WIB s/d selesai

Tempat

: Jl. Jendral Sudirman RT 28 Tambak Sari, Jambi Selatan

Petugas

: Petugas yang melakukan home visit adalah mahasiswa Program

Profesi Ners Universitas Jambi 2019 yang sedang praktik klinik di RSUD jiwa Provinsi Jambi, yaitu Putrinugrawa Wanca Apatya, S.Kep

B. Strategi Pelaksanaan 1. Perkenalan a. Menyebutkan nama, asal, pendidikan, dan tujuan b. Menanyakan identitas keluarga

2. Intervensi a. Mengidentifikasi riwayat kesehatan klien yaitu: 1)

Riwayat penyakit yang diderita klien baik sebelum maupun sesudah dirawat di RSJ.

2)

Mengidentifikasi riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang menderita gangguan jiwa

3)

Mengidentifikasi tentang klien, apakah klien mempunyai masalah dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan tempat kerja.

b. Mengklasifikasi data yang didapat dari klien dan keluarga 1)

Melakukan intervensi (penkes) kepada keluarga tentang perawatan klien.

2)

Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit yang dialami klien dan cara mengatasinya.

3)

Mengajukan kepada keluarga untuk siap dan dapat diterima klien sebagai anggota keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan klien.

4)

Menganjurkan keluarga untuk memberikan kesempatan kepada klien mencurahkan perasaannya

5)

Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan aktifitas atau kesibukan sesuai dengan kemampuan klien.

6)

Menganjurkan kepada klien agar terus berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga (mengunjungi klien)

3. Evaluasi Keluarga dapat menyebutkan kembali definisi, penyebab, tanda, dan gejala halusinasi terhadap klien di rumah. a.

Keluarga dapat menerima klien apa adanya.

b.

Keluarga dapat membina hubungan baik dengan klien

c.

Keluarga dapat mengenal tentang halusinasi yang terjadi pada anggota keluarganya

d.

Keluarga dapat membantu anggota keluarga dalam mengontrol halusinasinya

e.

Keluarga dapat memanfaatkan obat dengan baik.

SATUAN PEMBELAJARAN

Pokok Bahasan

: Halusinasi pendengaran

Sasaran

: Keluarga Tn. N

Hari/ Tanggal

: Sabtu, 09 Februari 2019

Waktu

: 12.00 WIB s/d selesai

Tempat

: Jl. Jendral Sudirman RT 28 Tambak Sari, Jambi Selatan

A.

Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti penkes kurang lebih selama 60 menit, keluarga klien dapat menegtahui dan memahami tentang halusinasi 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti penkes keluarga klien dapat:

B.

a.

Mengerti tentang pengertian halusinasi dengan benar

b.

Mengerti tentang penyebab halusinasi dengan benar

c.

Mengerti tentang tanda gejala halusinasi dengan benar

d.

Mengerti cara mengontrol Halusinasi dengan Benar

Metode 1. Ceramah 2. Diskusi

C.

Media 1. Leaflet 2. Lembar Balik

Tahap Pendahuluan

Kegiatan Pemberi Materi 1. Memberikan

Kegiatan Sasaran

Media

salam, Menjelaskan salam

memperkenalkan

diri

dan

kontrak waktu 2. Menjelaskan materi yang akan Memperhatikan disampaikan

Balik

3. Menjelaskan Penyajian

pengertian

halusinasi

Memperhatikan

4. Menjelaskan tanda gejala dan rentang respon halusinasi

Memperhatikan Lembar

keluarga mengenai pengertian Menjawab halusinasi

Balik

pertanyaan pujian

atas

Lembar

jawaban dari keluarga tersebut serta

Lembar Balik

5. Menanyakan kembali kepada

6. Memberikan

Lembar

menyebutkan

menyimpulkan

Balik

serta Memperhatikan kembali

jawaban dari keluarga 7. Menjelaskan

akibat

dan

Lembar

penyebab halusinasi

Balik

8. Menjelaskan cara perawatan di Memperhatikan rumah Memperhatikan 9. Melakukan evaluasi:  Memberikan

Lembar

kesempatan

keluarga untuk bertanya

Bertanya

Balik

 Menjawab pertanyaan keluarga Penutup

10. Menyimpulkan materi yang Memperhatikan

Balik

diberikan 11. Mengucapkan salam

Lembar

Memperhatikan

Menjawab salam

D.

E.

Evaluasi 1.

Keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi

2.

Keluarga dapat mengetahui penyebab halusinasi

3.

Keluarga dapat mengetahui tanda dan gejala dari halusinasi

4.

Keluarga dapat mengetahui cara mengontrol halusinasi

Rencana Tindakan Keperawatan 1. Fase Orientasi a.

Salam dan perkenalan Mahasiswa memperkenalkan diri dengan terlebih dahulu memberi salam dan menjelaskan bahwa perawat merupakan mahasiswa/i dari Program Studi Profesi Ners Universitas Jambi yang sedang menjalani praktek profesi keperawatan di RSUD Jiwa Provinsi Jambi.

b.

Validasi data klien Mengkaji perasaan keluarga tentang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

c.

Kontrak Mahasiswa dan keluarga membuat kesepakatan tentang topik yang akan dibicarakan terkait dengan masalah keperawatan dan perkembangan kondisi klien dan waktu yang diperlukan untuk membicarakan masalah klien serta memilih tempat yang nyaman bagi keluarga dan perawat untuk berbincang – bincang dan berdiskusi, waktu yang digunakan untuk berbincang-bincang yaitu 15 menit.

2. Fase Kerja Tindakan keperawatan untuk keluarga Diagnosa keperawatan Sp 1 keluarga

: Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran.

1.

Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien

2.

Jelaskan pengertian,dan tanda dan gejala, dan proses terjadinya halusinasi (gunakan lembar balik)

3.

Jelaskan cara merawat halusinasi: menghardik

4.

Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian

Sp 2 keluarga 1.

Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik . beri pujian.

2.

Jelaskan 6 benar cara pemberian obat.

3.

Latih cara memberikan/membimbing minum obat.

4.

Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.

Sp 3 keluarga 1.

Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik dan memberikan obat, beri pujian.

2.

Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi.

3.

Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutamas saat halusinasi.

4.

Anjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian.

Sp 4 keluarga 1.

Evalusai

kegiatan

keluarga

dalam

merawat/melatih

apsien

menghardik,

memberikan obat dan bercakap-cakap, beri pujian. 2.

Jelaskan follow up ke RSJ dan Puskesmas, tanda kambuh, rujukan.

3.

Anjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.

3. Fase Terminasi a.

Evaluasi respon keluarga terhadap kunjungan rumah (subyektif) : Menanyakan perasaan keluarga setelah berbicara dan berdiskusi dengan perawat.

b.

Evaluasi kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien (obyektif) : - Observasi ekspresi keluarga selama interaksi dan respon perilaku terhadap kunjungan. - Meminta keluarga untuk menjelaskan pengertian, tanda, gejala, proses terjadinya halusinasi, dan tata cara penggunaan obat. - Keluarga

mampu

mendemostrasikan

cara-cara

mengontrol/mencegah

halusinasi. c.

Rencana tindak lanjut: -

Kesepakatan keluarga untuk terlibat dalam asuhan (dirumah sakit atau dirumah sendiri).

-

Meminta keluarga untuk melibatkan klien dalam aktivitas-aktivitas yang akan dilakukannya saat di rumah.

-

Menyarankan kepada keluarga untuk mempelajari kembali materi penyuluhan kesehatan yang diberikan tentang gangguan persepsi sensori : halusinasi (pendengaran).

-

Menyarankan kepada keluarga untuk belajar cara-cara mengontrol halusinasi di rumah dan mempraktekkannya ketika klien sudah pulang ke rumah.

-

Menyarankan keluarga untuk kontrol ke RSUDJ Provinsi Jambi ketika klien sudah pulang ke rumah.

d.

Kontrak Menganjurkan keluarga untuk datang ke RSUDJ Provinsi Jambi bila masih ada yang kurang paham tentang cara perawatan dirumah dan dapat meminta penjelasan dari RSUDJ Provinsi Jambi

BAB III MATERI

3.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005). Halusinasi didefinisikan sebagai “hallucinations are defined as false sensory impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera. (Sundeen, 2004). Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus (Yosep, 2009). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

3.2 Jenis-Jenis Halusinasi Menurut Maramis, (1995) terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya: a. Halusinasi penglihatan (visual, optik) : Tak berbentuk (sinar, kalipan atau pola cahaya) atau berbentuk (orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) : Suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik c. Halusinasi pencium (olfaktorik) : Mencium sesuatu bau d. Halusinasi pengecap (gustatorik) : Merasa/mengecap sesuatu e.

Halusinasi peraba (taktil) : Merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya

f. Halusinasi kinestetik : Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom limb”). g. Halusinasi viseral : Perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya h. Halusinasi hipnagogik : Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah i. Halusinasi hipnopompik : Seperti hipnagogik, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal. j. Halusinasi histerik : Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.

3.3 Faktor-Faktor Penyebab Halusinasi a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : 1) Faktor Perkembangan Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan 2) Faktor Sosiokultural Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarknya. 3) Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).

4) Faktor Psikologis Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanay peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas 5) Faktor Genetik/Gen Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

3.4 Tanda dan Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), dan Menurut Keliat (1999) dikutip oleh Syahbana (2009) perilaku klien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut : a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri. b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat. c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain. d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata. e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.

g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut. h. Sulit berhubungan dengan orang lain. i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah. j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku

3.5 Tahap-Tahap Halusinasi Menurut kusumawati, farida, 2011 a. Fase pertama Disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. b. Fase kedua Disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tandatanda system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas. c. Fase ketiga Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tandatanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase ke empat Disebut juga fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. 3.6 Akibat a.

Seseorang yang berhalusinasi dapat melaukan kekerasan (mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan).

b.

Keputusasaan

c.

KetidakberdayaanIntoleransi aktivitas sehingga perawatan diri menjadi berkurang.

3.7 Penatalaksanaan Halusinasi Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi : a. Menghardik halusinasi. Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi. Klien dilatih untuk mengatakan, ”Pergi-pergi kamu suara/bayangan palsu.. tidak mau dengar…, tidak

mau lihat.. jangan ganggu saya”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. b. Menggunakan obat. Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur. Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan

keluarga. Hal ini penting

dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. c. Berinteraksi dengan orang lain. Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. d. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus

selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

3.8 Cara Perawatan Pasien dengan Halusinasi di Rumah Sp 1 keluarga 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelaskan pengertian,dan tanda dan gejala, dan proses terjadinya halusinasi(gunakan booklet) 3. Jelaskan cara merawat halusinasi:hardik 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian Sp 2 keluarga 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik . beri pujian. 2. Jelaskan 6 benar cara pemberian obat. 3. Latih cara memberikan/membimbing minum obat. 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian. Sp 3 keluarga 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik dan memberikan obat, beri pujian. 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi. 3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutamas saat halusinasi. 4. Anjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian. Sp 4 keluarga 1. Evalusai kegiatan keluarga dalam merawat/melatih apsien menghardik, memberikan obat dan bercakap-cakap, beri pujian. 2. Jelaskan follow up ke RSJ dan Puskesmas, tanda kambuh, rujukan. 3. Anjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap (gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi viseral. Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi: a.

Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola asuh)

b.

Faktor Presipitasi

Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi, harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.

4.2 Saran Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti sediakala.

Related Documents


More Documents from "Oka Kurniawan Ponda"