1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di indonesia. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke, diikuti hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Diabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan kronik ditandai dengan naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin (IDF, 2015) Insidensi penyakit DM tipe 2 terus meningkat setiap tahun. Di Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035 (Perkeni, 2015). Pada tahun 2015 menurut IDF Atlas, Indonesia menempati peringkat ke tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta. IDF juga memperkirakan adanya kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 9.1 juta pada tahun 2014 menjadi 14.1 juta pada tahun 2035. Penderita diabetes di Kalimantan Timur tertinggi kedua setelah DKI Jakarta pada Riskesdas Tahun 2018. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, jumlah penderita Diabetes
2
Mellitus (DM) menurut kelompok umur terbanyak pada kelompok umur 55-64 tahun yang artinya kelompok usia tersebut masih tergolong pada kelompok usia yang produktif.
Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, menyebutkan jumlah absolut penderita DM di Indonesia sekitar 12 juta jiwa, sedangkan untuk jumlah penderita DM di Provinsi Kaltim pada tahun 2013 adalah sebanyak 2,7 % sebanyak 63.330 orang (Pusdatin Kemenkes RI, 2013). Pengendalian kadar gula darah merupakan hal yang penting dalam penanganan DM. Pasien diabetes perlu memahami faktorfaktor yang berpengaruhi untuk mengendalikan kadar gula darah, yaitu diet, aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, dan pengetahuan. Keberhasilan pengelolaan DM untuk mencegah komplikasi dapat dicapai salah satunya melalui kepatuhan dalam terapi farmakologi. Kepatuhan merupakan perubahan perilaku sesuai perintah yang diberikan dalam bentuk terapi latihan, diet, pengobatan, maupun kontrol penyakit kepada dokter. Berdasarkan RISKESDAS 2018 terdapat sebanyak 9% penderita DM yang tidak rutin mengonsumsi OAD maupun insulin dengan alasan merasa sudah sehat 50,4%, tidak rutin berobat ke faskes 30,2%, minum obat tradisional 25,3%, sering lupa 18,8%. Peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penderita DM tidak rutin mengonsumsi OAD. Menurut
Kozier,
2010
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepatuhan berobat adalah motivasi klien untuk sembuh, tingkat
3
perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah kesehatan, nilai upaya mengurangi ancaman penyakit, kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian program terapi, keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak membantu, kerumitan, efek samping yang diajukan, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan, tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan layanan kesehatan. Menurut
Niven
2012,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengobatan adalah pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, isolasi dan keluarga, keyakinan, sikap dan keluarga. Penelitian dari Yulia (2015): meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Dalam Menjalankan Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak
ada
hubungan
antara
usia
dengan
kepatuhan
menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara persepsi dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara motivasi diri dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kepatuhan dalam mejalankan diet DM,
4
terdapat hubungan antara lama menderita DM dengan kepatuhan menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara keikutsertaan dalam penyuluhan gizi dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, dan hasil analisis multivariate menunjukkan dukungan keluarga adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penderita dalam menjalankan diet diabetes mellitus. Berdasarkan uraian fenomena di atas tingkat kejadian diabetes mellitus di Kalimantan Timur masih tinggi dan mengalami peningkatan, dalam penanganan diabetes mellitus tipe II membutuhkan kepatuhan pengobatan supaya bisa mengontrol kadar gula darah dengan baik. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian “Faktorfaktor
yang mempengaruhi kepatuhan penderita Diabetes Mellitus
tipe II dalam menajalani pengobatan di Puskesmas XX Kota Samarinda”.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II? 2. Apakah ada pengaruh motivasi terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II?
5
3. Apakah ada pengaruh kepercayaan diri terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II? 4. Apakah ada pengaruh ekspektasi terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II? 5. Apakah ada pengaruh kepercayaan terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Berobat pada penderita DM Tipe II di Samarinda. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui angka kejadian DM Tipe 2 di Samarinda. b. Mengetahui
pengaruh
tingkat
pengetahuan
terhadap
kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II di Samarinda. c. Mengetahui pengaruh motivasi terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II di Samarinda. d. Mengetahui pengaruh kepercayaan diri terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II di Samarinda. e. Mengetahui pengaruh ekspektasi terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II di Samarinda. f. Mengetahui pengaruh kepercayaan terhadap kepatuhan berobat pada penderita DM tipe II di Samarinda.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan. 2. Bagi Tempat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi XX agar dapat menambah wawasan pengetahuan terhadap prestasi belajar, agar tidak salah digunakan, berpikir positif, dan lebih mengkontrol diri. 3. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah bahan bacaan bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang
sama
dilakukan
penulis
saat
ini,
namun
berdasarkan
penelusuran pustaka didapat penelitian serupa anatara lain dilakukan oleh: Table 1.1 Keaslian Penelitaian NO
JUDUL
METODE
HASIL
Persamaan/Perbed aan
1.
“Hubungan
Penelitian ini
Hasil penelitian
Persamaan:
7
Dukungan
merupakan
menunjukkan bahwa
-Variabel penelitian
Keluarga Dengan
penelitian Cross
ada hubungan yang
dependentnya yaitu
Ketaatan Pola
sectional,
positif dan bermakna
“Ketaatan Pola
Makan Penderita
instrument yang
antara dukungan
Makan Penderita
Diabetes Mellitus”
digunakan
keluarga dengan
Diabetes Mellitusa”
Di Wilayah Kerja
adalah daftar
ketaatan pola makan
peneliti juga berupa
Puskesmas Sei
pertanyaan
penderita Diabetes
kepatuhan
Besar Banjarbaru
tertutup, teknik
Mellitus yang
pengobatan
pengambilan
ditunjukkan dengan
-Tema penelitiannya
sample adalah
hasil uji Spearman’s
yaitu Hubungan
accidental
rho didapat nilai p =
Dukungan Keluarga
sampling, data
0,003 lebih kecil dari
Dengan Ketaatan
dianalisis
nilai α = 0,05, dan
Pola Makan.
dengan Uji
pada tabel 4.11 yang
-Desain penelitian
Spearman Rank
menunjukkan bahwa
adalah desain
semakin baik
dengan pendekatan
dukungan keluarga
scross sectional,
maka semakin taat
-instrument yang
pola makan penderita
digunakan
Diabetes Mellitus dan
pertanyaan tertutup,
sebaliknya.
teknik pengambilan sample adalah accidental sampling, Perbedaan: -Variabel penelitian independent yaitu “Hubungan
8
Dukungan Keluarga Dengan Ketaatan Pola Makan Penderita Diabetes Mellitus ” sedangkan peneliti “faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pada pasien penderita DM” -teknik pengambilan peneliti terdahulu adalah accidental sampling sedangkan peneliti saat ini adalah total sampling -Lokasi Penelitian peneliti terdahulu Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Besar Banjarbaru Peneleitian ini di ........ 2.
“Kepatuhan
Desain
Pada penelitian ini,
Persamaan:
Pasien Rawat
penelitian adalah
menunjukan bahwa
-Variabel penelitian
9
Inap Diet
desain analitik
tidak ada pengaruh
dependentnya yaitu
Diabetes Mellitus
observasional
yang signifikan (p =
“Kepatuhan Pasien
Berdasarkan
dengan
0,155 ) antar
Rawat Inap Diet
Teori Kepatuhan
pendekatan
dukungan keluarga
Diabetes Mellitus”
Niven” di RSUD
cross sectional,
terhadap kepatuhan
sedangkan peneliti
dr. Mohamad
instrument yang
pasien dalam
“kepatuhan
Soewandhie
digunakan
menjalani diet
pengobatan”
Surabaya
kuisioner, teknik
-Tema
pengambilan
penelitiannya yaitu
sample adalah
Kepatuhan Pasien
simple random
Rawat Inap Diet
sampling
-Desain penelitian
dianalisis
adalah desain
dengan Uji
analitik
Regrasi linear
observasional dengan pendekatan cross sectional, -instrument yang digunakan kuisioner, teknik pengambilan simple random sampling data dianalisis denganUji Regrasi linear Perbedaan: -Variabel penelitian independent
10
yaitu“Kepatuhan Pasien Rawat Inap Diet Diabetes Mellitus Berdasarkan Teori Kepatuhan Niven” ” sedangkan peneliti “faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pada pasien penderita DM” -Lokasi Penelitian peneliti terdahulu di di RSUD dr. Mohamad Soewandhie Surabaya Penelitian ini di Puskesmas xxxxx samarinda 3.
“Hubungan
Jenis penelitian
Dari hasil analasisi
Persamaan:
Dukungan
ini adalah
bivariate
Variabel penelitian,
Keluarga Dengan
penelitian
menggunakan uji Chi-
“Hubungan
Kepatuhan
Deksriptif
square didapatkan p
Dukungan Keluarga
Latihan Fisik
Korelatif dengan
< ,05, maka dapat
Dengan Kepatuhan
11
Pada Pasien
pendekatan
disimpulkan bahwa
Latihan Fisik Pada
Diabetes Mellitus”
CrossSectional
terdapat hubungan
Pasien Diabetes
Tipe 2 Di
instrument yang
antara dukungan
Mellitus”
Puskesmas
digunakan
keluarga dengan
-Tema penelitiannya
Pancoran
kuisioner, teknik
latihan fisik pada
yaitu Dukungan
Jakarta”
pengambilan
pasien DM tipe 2 di
Keluarga Pada
sampel random
wilayah kerja
Pasien Diabetes
sampling yaitu
Puskesmas Pancoran
Mellitus
purposive
Jakarta.
-Desain penelitian
sampling
adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan scross sectional -instrument yang digunakan kuisioner, teknik pengambilan pendekatan Cross sectional, Perbedaan: -teknik pengambilan peneliti terdahulu adalah sampel purposive sampling sedangkan peneliti saat ini adalah total sampling -Lokasi Penelitian
12
peneliti terdahulu di Puskesmas Pancoran Jakarta penelitian ini di xxxxxx
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kepatuhan 1. Kepatuhan Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pembeli pelayanan kesehatan (WHO, 2003). Menurut Niven (2012), kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti disiplin dan taat. Kepatuhan terapi merupakan kondisi yang kompleks sehingga sering kali hasil penelitian tidak konsisten antara satu dan yang lain. Sarafino (2011) menyatakan bahwa kepatuhan minum obat atau medication adherence adalah kata yang merujuk tentang derajat pasien melakukan perilaku dan mengikuti pengobatan yang telah direkomendasikan oleh petugas medis. Kepatuhan merupakan kualitas pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan (Suhadi, 2014). Dalam Bahasa Inggris, kepatuhan menggunakan
istilah
seperti
compliance,
adherence,
dan
concordance dimana makna filosofisnya memiliki perbedaan. Menurut National Council on Patient Informations & Educations, perbedaan terminologi ini didasarkan pada perbedaan sudut pandang dalam hal hubungan antara pasien dan penyedia jasa kesehatan. Compliance dan adherence pada awalnya diartikan
14
sebagai perilaku pasien yang mengikuti perintah/instruksi secara pasif dalam menggunakan obat yang diberikan oleh pemberi resep. Hal ini bertentangan dengan prinsip bahwa terapi adalah keputusan dua pihak antara pasien dan dokter. Horne
(2006,
dalam
Lailatushifah,
2012)
mendefinisikan
adherence sebagai perilaku mengkonsumsi obat yang merupakan kesepakatan antara pasien dengan pemberi resep. Pengertian adherence yang lain adalah tingkatan pasien dalam menggunakan obat
sesuai
dengan
yang
diresepkan
oleh
penyedia
jasa
kesehatannya. Lutfey & Wishner (1999, dalam Lailatushifah, 2012) menjelaskan bahwa dalam pengertian adherence lebih tinggi kompleksitasnya dalam medical care, yang dicirikan oleh adanya kebebasan, oenggunaan intelegensi, kemandirian oleh pasien yang bertindak lebih aktif dan perannya lebih bersifat suka rela dalam menjelaskan dan menentukan sasaran-sasaran dari pengobatan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam pengertian adherence pasien menjadi lebih kontinyu dalam proses pengobatan. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, pengertian kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dalam penelitian ini juga mengacu pada istilah adherence, yang dapat disimpulkan sebagai perilaku untuk mentaati saran-saran atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan/atau keluarga pasien sebagai
15
orang kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah: 1) Motivasi klien untuk sembuh 2) Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan 3) Persepsi keparahan masalah kesehatan 4) Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit 5) Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus 6) Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi 7) Keyakinan
bahwa
terapi yang diprogramkan akan
membantu atau tidak membantu 8) Kerumitan, efek samping yang diajukan 9) Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan 10) Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan layanan kesehatan
Sementara itu Niven (2012), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian: 1) Pemahaman tentang instruksi
16
Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Terkadang, hal ini disebabkan oleh tenaga kesehatan yang gagal dalam menyampaikan informasi yang lengkap, menggunakan istilah medis, dan terlalu banyak instruksi. 2) Kualitas interaksi Penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan antara tingkat kepuasan dengan seberapa jauh pasien akan mematuhi nasihat dokter, dan tidak ada hubungan antara lama konsultasi dengan kepuasan. 3) Isolasi sosial dan keluarga Kelurga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu, serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang diterima. 4) Keyakinan, sikap dan keluarga Becker (dalam Niven, 2012) membuat usulan bahwa model keyakinan
kesehatan
berguna
untuk
memperkirakan
adanya ketidakpatuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Brunner & Suddarth (2010): 1) Demografi
17
Seperti usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi dan Pendidikan. 2) Penyakit Seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi. 3) Program terapeutik Seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan.
WHO menyatakan ada 5 dimensi yang saling berinteraksi yang mempengaruhi kepatuhan: 1) Faktor sosial ekonomi Meskipun status sosial-ekonomi tidak secara konsisten ditemukan sebagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan, tetapi di negara berkembang dengan status sosial-ekonomi yang rendah dapat menempatkan pasien pada posisi dimana ia harus memilih prioritas. Faktor-faktor yang memiliki dampak signifikan pada kepatuhan antara lain: rendahnya status sosial-ekonomi, kemiskinan, buta huruf, tingkat pendidikan yang rendah, pengangguran, dukungan sosial yang kurang, ketidakstabilan kondisi hidup, jarak yang jauh dari
pusat
kesehatan,
tingginya
biaya
transportasi,
pengobatan yang mahal, perubahan situasi lingkungan,
18
budaya
dan
kepercayaan
mengenai
kesehatan
dan
pengobatan, serta disfungsi keluarga 2) Faktor tenaga dan sistem kesehatan Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dampak dari tenaga dan sistem kesehatan berhubungan dengan kepatuhan, dimana hubungan yang baik antara pasien dan pemberi layanan dapat meningkatkan kepatuhan. Faktor negatif
yang
kurangnya
dapat
mempengaruhi
layanan
kepatuhan
peningkatan
adalah
kesehatan,
ketidakadekuatan atau tidak adanya pengembalian dari asuransi, gagalnya distribusi obat, kurang pengetahuan dan pelatihan
untuk
penyedia
layanan
kesehatan
untuk
menangani penyakit kronis, tenaga kesehatan yang bekerja berlebihan, kurangnya insentif dan timbal-balik setelah tindakan, konsultasi yang sebentar, kurangnya kapasitas dari sistem untuk mengedukasi pasien dan melakukan follow-up, ketidakmampuan untuk mendirikan komunitas pendukung dan kapasitas merawat diri sendiri, kurangnya pengetahuan mengenai ketaatan dan ketidakefektifan intevensi untuk meningkatkannya. 3) Faktor kondisi
19
Determinan yang kuat mempengaruhi tingkat kepatuhan antara lain keparahan gejala, tingkat disabilitas, dan ketersediaan dari treatmen yang efektif. 4) Faktor terapi Banyak faktor terapi yang mempengaruhi kepatuhan, yang paling penting ialah kerumitan regimen pengobatan, durasi pengobatan, kegagalan pengobatan sebelumnya, seringnya pergantian
pengobatan,
kecepatan
efek
yang
menguntungkan, efek samping dan ketersediaan dukungan medis untuk mengatasinya. 5) Faktor pasien Faktor
pasien
kepercayaan,
mewakili persepsi
sumber, dan
pengetahuan,
ekspektasi
dari
sikap, pasien.
Pengetahuan dan kepercayaan mengenai penyakitnya, motivasi, kepercayaan pada diri sendiri untuk melaksanakan perilaku merawat kesehatan, dan ekspektasi terkait hasil dari pengobatan pasien.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).
20
Menurut
Notoatmodjo
(2010)
Pengetahuan
seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbedabeda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : a. Tahu (know) Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya
setelah
mengamati
sesuatu.
Untuk
mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. d. Analisa (analisys) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
21
e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut
Notoatmodjo (2010), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu: a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. b. Media masa / sumber informasi Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan
lain-lain
mempunyai
pengaruh
pembentukan opini dan kepercayaan orang. c. Sosial budaya dan ekonomi
besar
terhadap
22
Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
Kategori pengetahuan Menurut Notoatmodjo Pengukuran pengetahuan penulis menggunakan pengkategorian menurut Machfoedz (2009) yaitu: a. Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pernyataan. b. Cukup, bila subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pernyataan. c. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh pernyataan.
23
2. Kepercayaan Health
belief
model
merupakan
suatu
konsep
yang
mengungkapkan alasan dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker,1984).Health belief model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner, 2005). Health belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan.Health belief model ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.Namun akhir-akhir ini teori Health belief model digunakan sebagai prediksi berbagai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Dari pengertian-pengertian mengenai health belief model yang sudah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa health belief model adalah model yang menspesifikasikan bagaimana individu secara kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan suatu penyakit. Health belief model ini didasari oleh keyakinan atau kepercayaan individu
24
tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu tersebut sehat ataupun sembuh. Gambaran Health belief model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya: a. Perceived
susceptibility
dirasakankonstruk
atau
tentang
kerentanan
resiko
atau
yang
kerentanan
(susceptibility) personal, Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa,
perkiraan
resusceptibilily susceptibilily
pribadi
(timbul
terhadap
kepekaan
(kepekaan)
terhadap
adanya
kembali), penyakit
dan secara
umum. b. Perceived severity atau kesriuasan yang dirasa.Perasaan mengenai
keseriusan
terhadap
suatu
penyakit,
meliputikegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial).
Banyak
komponen
diatas
(perceived threat).
ahli
yang
sebagai
menggabungkan ancaman
kedua
yangdirasakan
25
c. Perceived
benefitsm,
manfaat
yang
dirasakan.Penerimaan susceptibility sesorang terhadap suatu
kondisi
yang
dipercaya
dapat
menimbulkan
keseriusan (perceived threat) adalah mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia dalammengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan-keuntungan benefit)
dalam
tersebut.
Ketika
yangdirasakan
mengambil seorang
upaya-upaya
(perceived kesehatan
memperlihatkan
suatu
kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerim
apapun
upaya
kesehatan
yang
direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa manjur dan cocok. d. Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk berubah, atau apabila individu menghadapi rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Sebagai tambahan untuk empat keyakinan (belief) atau persepsi. Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan (seperti:
26
khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin
berperan
sebagai
halangan
untuk
merekomendasikan suatu perilaku. e. Health motivation dimana konstruk ini terkait dengan motivasi individu untuk selalu hidup sehat. Terdiri atas kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health value (Conner, 2005). f. Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. (Becker dkk, 1997 dalam Conner & Norman, 2003). Isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya pesanpesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, self-efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu.
27
3. Kepercayaan Diri Menurut
Maslow
kepercayaan
diri itu
diawali
oleh
konsep diri. Menurut Centi, konsep diri adalah gagasan seseorang tentang dirinya sendiri, yang memberikan gambaran
kepada
seseorang mengenai kepada dirinya sendiri. Sullivan mengatakan bahwa ada dua macam konsep diri, konsep diri Positif dan konsep diri Negatif. Konsep diri yang positif terbentuk karena seseorang secara terus menerus sejak lama menerima umpan balik yang positif berupa pujian dan penghargaan. Sedangkan konsep diri yang negatif dikaitkan dengan umpan
balik
negative
seperti
ejekan dan perendahan (Bastaman, 1995 Hal. 123) Kepercayaan diri dalam bahasa Inggris disebut juga self confidence. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, percaya diri merupakan percaya pada kemampuan, kekuatan, dan penilaian diri sendiri (Depdikbud, 2008). Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab (Ghufron dan Risnawati, 2010). Kepercayaan diri merupakan salah satu syarat yang esensial bagi individu untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas sebagai upaya dalam mencapai prestasi. Namun demikian kepercayaan diri tidak tumbuh dengan sendirinya. Kepercayaan diri
28
tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial individu dan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses
tertentu
didalam
pribadinya
sehingga
terjadilah
pembentukan rasa percaya diri (Hakim, 2002). Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Terbentuknya kemampuan percaya diri adalah suatu proses belajar bagaimana merespon berbagai rangsangan
dari
luar
dirinya
melalui
interaksi
dengan
lingkungannya. 4. Motivasi Penderita
Diabetes
mellitus
(DM) penting
untuk
berkonsultasi secara berkala dengan dokter, selain itu sangat dianjurkan untuk
patuh
dan
disiplin
dalam menjalani terapi
obat yang diberikan (Salistiyaningsih 2011). (2006)
Menurut
Asti
umumnya penderita DM patuh berobat kepada dokter
selama masih menderita gejala yang subjektif dan mengganggu hidup rutinnya sehari-hari, begitu bebas dari berbagai keluhan
29
tersebut, maka kepatuhannya untuk berobat berkurang (Pratiwi 2007 dalam Aini 2011). 5. Ekspektasi Ekspektasi, berasal dari Bahasa Inggris, “expectation”, dimana kata dasarnya adalah expect yang artinya mengharapkan atau menduga atau menyangka. Pada dasarnya, ekspektasi adalah harapan atau sesuatu yang diinginkan terjadi. Menurut Fleming dan Levie (1981, dalam Maxmanroe) arti ekspektasi adalah segenap keinginan, harapan, dan cita-cita terhadap sesuatu hal yang ingin diraih dengan tingkah laku dan tindakan yang nyata. Sutisna (2001, dalam
Maxmanroe)
kepercayaan atau
menyatakan keyakinan
bahwa
ekspektasi
adalah
individual sebelumnya
tentang
berbagai hal yang seharusnya terjadi pada situasi tertentu.
30
C. Konsep Diabetes Mellitus Tipe II 1. Definisi Menurut WHO (2008), diabetes melitus merupakan keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun
keturunan
secara
bersama-sama
dan
mempunyai
karakteristik hiperglikemia kronis yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol. Menurut American Diabetes Association (ADA, 2011), Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang membutuhkan perawatan dan self management yang kontinu serta dukungan yang adekuat untuk mencegah komplikasi (ADA, 2011). 2. Patofisiologi Dm Tipe II Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas
(defek
sekresi
insulin),
yaitu
sebagai
berikut
:
(Tjokroprawiro, 2007) a. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai. b. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.00030.000) pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
31
c. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu). d. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler terganggu. e. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. 3. Manifestasi Klinis Menurut PERKENI 2015: a. Keluhan
klasik
DM:
poliuria,
polidipsia,
polifagia
dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. 4. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Umum (PERKENI,2015) Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. b. Penatalaksanaan Khusus (PERKENI,2015) Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada
32
keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolic berat, misalnya: ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau tersier. 1) Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan
bagian
yang
sangat
penting
dari
pengelolaan DM secara holistic. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. 2) Terapi Nutrisi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan
kalori,
terutama
pada
mereka
yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri 3) Olahraga/Jasmani
33
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan
jasmani
sehari-hari
dan
latihan
jasmani
dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. 4) Terapi Farmakologis Obat Antihiperglikemia Oral biasanya diberikan pada penderita DM Tipe II. 5. Komplikasi Klasifikasi komplikasi DM dibagi menjadi : (Aryono, 2008 ) a. Komplikasi Akut 1) Krisis Hiperglikemia Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml),
34
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat. 2) Hipoglikemi Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom. b. Komplikasi Kronis 1) Makroangiopati 2) Mikroangiopati
D. Penelitian Terkait 1. Penelitian dari Muflihatun dan Audia (2018): meneliti tentang “Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Juanda Samarinda”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas Juanda Samarinda, dengan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang. Teknik pengambilan sampel dengan teknik accidental sampling. Analisa data menggunakan uji chi-square. Dari hasil uki statistic dengan menggunakan uji ChiSquare dengan taraf signifikan α 5% didapatkan nilai P Value 0.017
35
< 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Juanda Samarinda. 2. Penelitian dari Alqarni et al (2019): meneliti tentang “Adherence to Diabetes Medication Among Diabetic Patients in Bisha Governorate of Saudi Arabia – A Cross-Sectional Survey”. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien DM tipe 1 maupun tipe 2 yang berobat di 6 sektor Bisha Health Affairs PHCC dengan jumlah sampel sebanyak 375 orang. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan dalam pengobatan diabetes secara signifikan berhubungan dengan glycated hemoglobin <7 (P<0.001) dan
tidak
ada
hubungan
dengan
komorbiditas
(P=0.003)
dibandingkan dengan tingkat kepatuhan rendah atau sedang dalam pengobatan diabetes. 3. Penelitian dari Risnasari (2014): meneliti tentang “Hubungan Tingkat
Kepatuhan
Diet
Pasien
Diabetes
Mellitus
Dengan
Munculnya Komplikasi Di Puskesmas Pesantren II Kota Kediri”. Desain penelitian ini adalah corelation dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Pesantren II Kota Kediri sejumlah 566 orang dengan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 57
36
orang dengan teknik pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepatuhan diet pasien DM dengan munculnya komplikasi. 4. Penelitian dari Yulia (2015): meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan
Dalam
Menjalankan
Diet
Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2”. Jenis penelitian ini adalah analitik obersavional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 158 penderita Diabetes Mellitus tipe 2 usia ≥ 20 tahun yang sedang melakukan rawat jalan di Puskesmas Kedungmundu selama periode penelitian, dengan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 60 orang. Teknik pengambilan sampel dengan teknik non probability sampling – accidental sampling. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariate, bivariate (chi square test dan uji Fisher) dan multivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kepatuhan menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara persepsi dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara motivasi diri dengan kepatuhan dalam
37
menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kepatuhan dalam mejalankan diet DM, terdapat hubungan antara lama menderita DM dengan kepatuhan menjalankan diet DM, tidak ada hubungan antara keikutsertaan dalam penyuluhan gizi dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet DM, dan hasil analisis multivariate menunjukkan dukungan keluarga adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penderita
dalam
menjalankan
diet
diabetes
mellitus.
38
E. Kerangka Teori Gambar 2.1 Kerangka Teori 1.Motivasi klien untuk sembuh 2.Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan 3.Persepsi keparahan masalah kesehatan 4.Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit 5.Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus 6.Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian program terapi 7.Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak membantu 8.Kerumitan, efek samping yang diajukan 9.Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan 10. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan layanan kesehatan
1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Sosial dan ekonomi Faktor Tenaga dan sistem kesehatan Faktor Kondisi Faktor Terapi Faktor Pasien a. Pengetahuan b. Kepercayaan mengenai penyakitnya c. Motivasi d. Kepercayaan pada diri e. Ekspektasi WHO, 2003.
Kepatuhan Pengobatan
1. Demografi 2. Penyakit 3. Program terapeutik
Kozier, 2010.
1.Pemahaman tentang instruksi 2.Kualitas interaksi 3.Isolasi dan keluarga 4.Keyakinan, sikap dan keluarga Niven, 2012. Sumber: Kozier, 2010; WHO 2003; Niven, 2012; Brunner & Suddarth, 2010.
Brunner & Suddarth, 2010.
39
F. Kerangka Konsep Menurut Notoatmodjo (2012), kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.
VARIABEL INDEPENDEN
PENGETAHUAN
VARIABEL DEPENDEN
KEPERCAYAAN
Kepatuhan Pengobatan penderita Diabetes Mellitus Tipe II
MOTIVASI
KEPERCAYAAN DIRI
EKSPEKTASI
G. Hipotesis Menurut arikunto (2010), Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dan penelitian patokan dugaan, dalil sementara yang sebenarnya akan dibuktikan dalam penelitian. Berdasarkan
bentuk
rumusannya,
hipotesis
digolongkan
menjadi dua dua yakni hipotesa alternative (Ha) yang menyatakan ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dan
40
hipotesa nol(Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan varibel terikat. Berdasarkan kerangka konsep yang telah diajukan diatas, maka hipotesia penelitian ini adalah : 1. Hipotesa Alternatif (Ha) Ada
hubungan
pengetahuan,
kepercayaan,
motivasi,
kepercayaan diri dan ekspektasi terhadap ketaatan pengobatan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II. 2. Hipotesa Nol (Ho) Tidak ada hubungan pengetahuan, kepercayaan, motivasi, kepercayaan diri dan ekspektasi terhadap ketaatan pengobtan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II.
41
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan
pendekatan
cross
sectional,
untuk
mengetahui
atau
memperoleh penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di puskesmas XX di Samarinda. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti (Priyono, 2016). Populasi dari penelitian ini adalah penderita Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas XX Kota Samarinda 2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti (Priyono, 2016). Sampel dalam penelitian ini harus memenuhi syarat inklusi dan eksklusi sebagai berikut: a. Kriteria inklusi i. Menderita Diabetes Mellitus tipe II. ii. Usia 36-55 tahun. iii. Mengetahui dideritanya.
tentang
penyakit
Diabetes
Mellitus
yang
42
iv. Mengkonsumsi obat antidiabetik. v. Bisa baca tulis. vi. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent. b. Kriteria eksklusi i. Menderita Diabetes Mellitus Gestasional. ii. Menderita Diabetes Mellitus Juvenile. iii. Menderita penyakit lain yang dapat menghalangi jalannya penelitian. iv. Tidak menjalani pemeriksaan GDS v. Data wawancara tidak lengkap. C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah non probability sampling. Non probability sampling merupakan teknik pengambilan
sampel
yang
tidak
memberikan
peluang
atau
kesampatan yang sama kepada setiap populasi untuk menjadi sampel (Sugiyono, 2010). Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling.
Purposive
sampling
adalah
sampel non-
probabilitas yang dipilih berdasarkan karakteristik sebuah populasi dari penelitian objektif. Tujuan utama dari cara pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling ialah untuk berfokus pada karakteristik suatu populasi yang menjadi subjek/objek penelitian, yang nantinya dapat menjawab pertanyaan penelitian.
43
D. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu penelitian. Lokasi penelitian ada di Puskesmas XX Kelurahan X Kecamatan Y, Kota Z. Lokasi tersebut dipilih karena menurut data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Z, wilayah Puskesmas XX memiliki angka penderita Diabetes Mellitus Tipe II terbanyak di Kota Z. 2. Waktu penelitian Penelitian ini direncakanan akan dilaksanakan mulai bulan Mei 2019 sampai Desember 2019, dimulai dari kegiatan persiapan sampai pelaksanaan tindakan dan analisis data. E. Definisi Operasional Menurut
Sugiyono
(2014),
definisi
operasional
adalah
merupakan kontruksi dengan kata - kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang diamati, dapat diuji kebenarannya oleh orang lain. Definisi operasional dalam penelitian ini diuraikan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Definisi operasional NO
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Operasional 1.
Independent
faktor
(bebas)
mendorong
Ukur yang
Kuesioner, butir
13
1.
Baik
motivasi
jika
Ordinal
44
Faktor Motivasi
seseorang
pertanyaan
tinggi.
melakukan suatu
dengan
jika
aktivitas tertentu,
likert
motivasi
untuk
skala
Buruk motivasi
rendah
sering
kali diartikan pula sebagai
faktor
pendorong perilaku seseorang Faktor
Hasil
Kuesioner,
18
Baik
Pengetahuan
penginderaan
butir
pengetahuan
manusia,
atau
pertanyaan
tinggi.
hasil
tahu
dengan
jika
seseorang terhadap melalui
skala
likert
jika
Ordinal
Buruk
pengetahuan
objek
rendah
indera
yang dimilikinya Faktor
Keyakinan
Kepercayaan
mengungkapkan
butir
kepercayaan
alasan
pertanyaan
tinggi.
dengan
jika
dari
individu mau mau
yang
untuk
atau
tidak
Kuesioner,
13
skala
likert
Baik
jika
Ordinal
Buruk
kepercayaan
melakukan
rendah
perilaku sehat Faktor
Keyakinan
Kepercayaan
melakukan
diri
sesuatu
untuk
pada
Kuesioner,
13
Baik
jika
butir
kepercayaan
pertanyaan
diri
tinggi.
Ordinal
45
diri
subjek
sebagai
dengan
skala
likert
jika
kepercayaan
karakteristik
diri rendah
pribadi
yang
meyakini
akan
kemampuan optimis,
Buruk
diri,
objektif,
bertanggung jawab,
rasional,
dan realistis Faktor
Keinginan,
Kuesioner,
Ekspetasi
harapan, dan cita-
butir
ekspetasi diri
cita
pertanyaan
tinggi.
sesuatu hal yang
dengan
jika ekspetasi
ingin
likert
terhadap
dengan
diraih
13
skala
Baik
jika
Ordinal
Buruk
rendah
tingkah
laku dan tindakan yang nyata. 2.
Dependent
tingkatan perilaku
Kuesioner,
(terikat)
seseorang
butir
kepatuhan
kepatuhan
mendapatkan
pertanyaan,
dilakukan
berobat
pengobatan,
dengan
buruk
mengikuti
yang
diet,
dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan
likert.
5
skala
Baik
tidak sekali
jika
, jika
sama
Ordinal
46
rekomendasi pembeli pelayanan kesehatan.
F. Instrument Penelitian Instrumen
penelitian
adalah
alat
yang
digunakan
untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2012). Pengumpulan
data
dengan
kuesioner
berisi
pertanyaan-
pertanyaan terkait dengan penelitian, dimana pertanyaan tersebut mengacu pada konsep atau teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu sebagai berikut : 1. Instrumen A Instrument A berupa kueisioner untuk pengumpulan data demografi, yang berisikan responden yaitu nama umur dan kelas 2. Instrument B Intrumen B berupa kuesioner tentang kepatuhan pengobatan dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 5 pertanyaan.
47
Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable (benar) yang berjumlah 5 soal (1,2,3,4,5) yang jika jawabanya tidak pernah= 5, jarang= 4, kadang-kadang= 3, sering= 2, dan selalu= 1, sedangkan unfavourable tidak ada yang jika jawabanya tidak pernah= 1, jarang= 2, kadang-kadang= 3, sering= 4, dan selalu= 5. 3. Instrumen C Instrumen C berupa kuesioner tentang tingkat pengetahuan tentang penyakit diabetes meatus yang terdiri dari 18 pertanyaan. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable (benar) yang berjumlah 13 soal (1,2,4,6,7,8,9,10,11,13,14,16,17) yang jika jawabanya benar sekali= 5, benar= 4, kurang benar= 3, salah= 2, dan tidak tau= 1, sedangkan unfavourable terdiri dari 5 soal (3,5,12,15,18) yang jika jawabanya benar sekali benar sekali= 1, benar= 2. Kurang benar= 3, salah= 4, dan tidak tau= 5. Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrument No
1.
Kuisioner
Indikator
Kuesioner B
waktu
dan
Kepatuhan
dosis minum
pengobatan
obat
Pertanyaan /pernyataan Favourable
Unfavourable
1,2,3,4,5
-
Kisi – kisi soal Tingkat Pengetahuan penyakit Diabetes Melitus
48
N
Jumlah Pertanyaan
No item
Keterangan
O 1
soal Pengertian Item 1 dan 2 penyakit Diabetes
1,2
2 Favorable
Mellitus 2
Faktor-faktor penyebab
Item Item 3 dan 5
penyakit Diabetes
3,4,5,6,7,8
6
4,6,7,dan
8 Unfavorable
3
Mellitus.
Favorable
Gejala-gejala
Item
penyakit Diabetes
9,10,11
3
Melllitus 4
9,10,dan
11
Favorable
Akibat yang ditimbulkan penyakit Diabetes
12,13,17
Item 13 dan
Item
12
17 Favorable
Unfavorable
3
Melllitus 5
Cara
mencegah
Item 15 dan Item 14 dan
penyakit Diabetes
14,15,16,18
4
18 16 Favorable
Melllitus.
Unfavorable
Jumlah
18
13
5
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat
kevalidan
atau
kesahihan
suatu
instrumen.
Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010).
49
Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dikarenakan kuesioner yang digunakan telah di lakukan uji validitas pada penelitian Riza Alfian dan Aditya Maulana Perdana Putra dengan hasil nilai valid variabel dependent (Kepatuhan Pengobatan) adalah >0,361 dari 5 soal keseleruhan sehingga 5 soal tersebut bisa digunakan. 2. Uji Reliabilitas Reabilitas
adalah
kesamaan
hasil
pengukuran
atau
pengalaman bila fakta atau kenyataan hidup diukur berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten, bila dilakukan pengkuran data dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan memaka alat ukur yang sama (Notoadmojho, 2012) reabilitas dapat menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen untuk bisa dipercaya sebagai alat pengumpulan data ( Riyanto,2011). Variabel kepatuhan pengobatan telah dilakukan uji reliabilitas pada peneliti Riza Alfian dan Aditya Maulana Perdana Putra dengan dengan skala likert menggunakan rumus koefisien realiabilitas Alfa Cronbach (Sugiono, 2010) yaitu: 𝑟11 = [
Keterangan:
∑ 𝑆𝑏2 𝑘 ] [1 ] (𝑘 − 1) 𝑠𝑡2
50
r 11 : Realibilitas Instrumen k : mean kuadrat antara subyek st2 : varian skor total ∑
: mean kuadrat keselahan
Maka nilai tersebut dibandingkan dengan konstanta (0.6), jika nilai r ≥ konstanta (0.6) maka instrument reliable, r ≤ konstanta (0.6) maka instrument tidak reliable. Pada kuisioner kepatuhan pengobatan bahwa seluruh pertanyaan pada kuesioner tersebut reliable karena lebih besar dibanding nilai konstanta (0.6). H. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2011). Data adalah komponen terpenting sebagai penentu terhadap berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Oleh sebab itu teknik pengumpulan data harus dilakukan dengan teliti dan secermat mungkin. Metode dalam pengumpulan data ini meliputi data primer dan data sekunder: 1. Data primer
51
Adapun data primer dalam pengumpulan data
antara lain
menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode observasi Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan dan terjun langsung tehadap yang tampak pada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk memperoleh Informasi terkait dengan keadaan lokasi dan kondisi objek penelitian serta untuk mengetahui upaya pengendaliannya dan perilaku subyek penelitian. b. Kuesioner Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sebuah form yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi (data). Sebagai sebuah metode pengumpulan data, kuesioner dapat dilakukan melalui face to face interview, telephone, mail, email, dan website (Mazhindu dan Scott, 2005 dalam Swarjana, 2015). Dalam metode kuesioner juga terdapat self-completed questionnaire yaitu metode pengumpulan data dimana responden mengisi sendiri kuesioner yang diberikan. 2. Data sekunder Data sekunder di dapat dari data di Puskesmas di XX dan Dinas Kesehatan di Samarinda.
52
I. Teknik Analisa Data Menurut Notoamodjo (2010), memberikan tanda pada data yang telah lengkap dengan langkah sebagai berikut: 1. Editing (pemeriksaaan data) Pengecekan kembali data yang sudah terkumpul, apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Dalam melakukan editing ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni : memeriksa kelengkapan data, memeriksa keseragaman data. 2. Coding (pemberian kode) Data yang telah terkumpul diberikan kode dalam bentuk angka sehingga memudahkan dalam proses pengelolaan data pada soal yang dianggap benar maka berikan kode angka satu (1) dan jawaban yang salah diberi kode angka Nol (0). 3. Entri (Masukan data) Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode yang sesuai dengan jawaban masing-masing. 4. Cleaning (Pembersih data) Apabila semua data dari responden selesai dimasukan kemudian
dilakukan
kemungkinan
adanya
pengecekan kesalahan
kemudida dilakukan koreksi.
kembali kode,
untuk
ketidak
melihat
lengkapan,
53
5. Tabulating (pemasukan data dalam tabel) Data yang telah lengkap dihitung sesuai dengan variabel yang dibutuhkan kemudian data dimasukan kedalam distribusi frekuensi. Analisis Univariat dan Bivariat 1. Analisis Univariat Tujuan
Analisis ini adalah
untuk menjelasakan
atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variable yang diteliti. Bentuk tergantung pada jenis datanya (Notoatmojo, 2010). Setiap variabel independen dan variabel dependen pada penelitian ini dianalisis dengan statistik deskriptif untuk memberikan gambaran persentase terhadap total skor jawaban masing-masing responden. Pada penelitian ini variable dengan skala data katagorik adalah usia, ketaatan pengobatan pada pasien Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas X, menggunakan rumus distribusi frekuensi sebagai berikut (Arikunto, 2011):
p=
𝑓 x 100% 𝑛
keterangan: p = persentase yang dicari f = Frekuensi untuk setiap pertanyaan
54
n = jumlah sampel Variabel
dengan
skala
data
numerik
adalah
umur
menggunakan mean median a. Rata-rata hitung (mean) Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Ratarata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut (Hasan, 2008) seperti berikut :
x
x n
Keterangan : x
= mean (rata-rata)
x
= wakil data
n
= jumlah data
b. Median Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang terbesar sampai terkecil (Hasan, 2008) sebagai berikut :
55
a) Jika jumlah data ganjil (n=ganjil) mediannya adalah data yang berada paling tengah. Me X 2n
b) Jika jumlah data genap (n=genap) mediannya adalah hasil pembagian dua data yang ada ditengah.
Me
X 2n X 2n 2 2
2. Analisa Bivariat Apabila telah dilakukan analisa univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisa bivariate. Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan dan berkorelasi yang dibuat dalam bentuk distribusi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel dalam penelitian ini variabel bebas/ independent hubungan ketaatan pengobatan dan variabel terikat/ dependent kejadian Diabetes Mellitus Tipe II pada pasien di Puskesmas X. Jika masing-masing variabel berjenis data katagorik dan populasinya berdistribusi normal maka analisis data yang digunakan uji chi square, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya hubungan yang bermakna secara statistic dengan
56
menggunakan program computer dan derajat kemaknaan 95% (Riyanto, 2010). rumus uji chi-square adalah sebagai berikut: Rumus :
X 2
fo fh2 fh
Keterangan : X2
: Chi kuadrat
fo
: frekuensi yang diobservasi
fh
: frekuensi yang diharapkan.
J. Etika Penelitian Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting, mengingat penelitan keperawatan berhubungan dengan manusia, maka segi etika penelitian harus dipertahatikan (Hidayat, 2008) Adapun prinsip etika penelitian menurut Milton (1999 dalam Bondan Palestina dan salam Notoatmodjo, 2012) yang meliputi: 1. Menghargai harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Subyek yang bersedia diteliti, diberikan lembaran persetujuan menjadi responden dengan terlebih dahulu diberi kesempatan membaca isi lembar tersebut, selanjutnya harus menandatangani sebagi bukti kesediaan menjadi subyek penelitan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak
57
akan memaksa dan akan tetap menghormati hak subyek. Sebagian
ungkapan,
penelitian
menghormati
harkat
dan
martabat subyek penelitian, peneliti sebaiknya mencantumkan formulir persetujuan subyek (Informed concent) yang mencakup: a. Penjelasan manfaat penelitian b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan. c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan. d. Persetujuan subyek dapat menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan subyek berkaitan dengan prosedur penelitian yang akan dilakukan. e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri sebagian obyek penelitian kapan saja. f. Jaminan anominitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh reponden. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality). Untuk menjaga kerahasiaan subyek, responden tidak perlu mencantumkan nama dalam kuesioner. Pada lembar pengumpulan data peneliti hanya menuliskan atau memberi kode pengumpulan data peneliti hanya menuliskan atau atau memberi kode tertentu pada setiap lembaran. Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti.
58
3. Keadilan dan inklusivitas /keterbukaan (respect for justice an inclusiveness). sehnigga
Lingkungan
memenuhi
prinsip
penelitian
perlu
keterbukaan,
dikondisikan
yakni
dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Serta menjamin bahwa semau subyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa ada perbedaan jender, agama, etnis, dan sebagainya. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (blancing harms and benefits). Apabila infomasi yang diberikan membawa dampak terhadap keamanan atau keselamatan bagi subyek maka peneliti dapat mencegah atau paling tidak mengurangi kerugian yang akan ditimbulkan.
K. Jalannya Penelitian Rencana jalannya penelitian yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Peneliti mempersiapkan kuesioner penelitian yang telah disusun oleh peneliti. Kemudian peneliti mengajukan surat izin uji validitas instrumen penelitian dan surat izin penelitian kepada institusi Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur, setelah
mendapatkan izin dari institusi perguruan tinggi peneliti mengurus perizinan di tempat penelitian yang akan dilakukan. Setelah
59
mendapatkan izin ditempat penelitian kemudian peneliti meminta kesediaan responden atas partisipasinya dalam penelitian yang dilakukan. Peneliti melakukan uji coba kuesioner atau uji validitas kepada responden yang tidak termasuk sebagai sampel dalam pelaksanaan penelitian. Setelah melakukan uji validitas dan mendapatkan instrumen yang valid peneliti melakukan pemilihan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam kriteria inklusi dan kriteria eksklusi di Puskesmas Sempaja 2. Pelaksanaan Penelitian Peneliti memberikan kuesioner kepada penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas X penelitian yang hadir saat penelitian berlangsung. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan bila responden setuju maka menandatangani surat persetujuan untuk menjadi responden penelitian dan kemudian mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. 3. Penyelesaian Penelitian Penyelesaian penelitian dilakukan dengan pengolahan dan analisa data yang telah didapatkan dengan bantuan komputerisasi perangkat lunak spss 16.0. Sebagai kegiatan akhir dari penelitian ini adalah penyusunan naskah publikasi. Naskah publikasi ini akan digunakan untuk mempublikasikan hasil penelitian secara singkat dan jelas.
60
L. Jadwal Penelitian Tabel 3.2 Jadwal Penelitian No
1.
Kegiatan
Pengajuan judul
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
penelitian
2
Studi pendahuluan
3
Proses pembuatan
proposal
4
Seminar proposal
5
Perbaikan proposal
61
DAFTAR PUSTAKA Alqarni, et al. (2019). Adherence to Diabetes Medication Among Diabetic Patients in the Bisha Governorate of Saudi Arabia – A Crosssectional Survey. Patient Preference and Adherence. 13. 6371. IDF. (2015). Idf diabetes atlas sixth edition. Diakses pada tanggal 15 Februari 2019 Dari https://www.idf.org/sites/default/files/Atlas poster-2015_EN.pdf. Kozier.
Erb,
Berman.
Synder.
(2010).
Buku
Ajar
Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik, Volume: 1 Edisi: 7. Jakarta: EGC. Lailatushifah, S. N. Fatmah. (2012) Kepatuhan Pasien Yang Menderita Penyakit Kronis Dalam Mengkonsumsi Obat Harian. Muflihatun, S. K., Audia, Y. (2018) Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Juanda Samarinda. Jurnal Ilmu Kesehatan. 6. 78-83 Niven, Neil. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC Notoadmojo, S. (2010). Metodelogi Peneltian Kesehatan Edisi Revisi. Yogyakarta: Rineka Cipta Priyono. (2016) Metodologi Penelitian Kuantitatif. Sidoarjo: Zifatama.
62
PERKENI. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta. PERKENI. (2015). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
RISKESDAS. (2013). Laporan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013.Jakarta. RISKESDAS. (2018). Laporan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018.Jakarta. Smeltzer, S. Bare, B. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China: LWW Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhadi, Rita. Pengaruh Kepatuhan Terapi Pasien pada Luaran Penyakit Terkait Kardiovaskular. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 3(4): 114-126. DOI:10.15416/ijcp.2014.3.4.114 World Health Organization. 2003. Adherence Long-Term Therapies, USA. .