I.
Latar Belakang Perkembangan teknologi pada era digital ini, membawa banyak pengaruh
dalam aktivitas sehari-hari kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut menyebabkan perubahan baik di bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang berlangsung dengan cepat. Salah satu perubahan yang paling terasa di era digital ini adalah perkembangan di bidang perekonomian yang kini mengalami perubahan pesat kearah modern. Salah satu bidang perekonomian yang paling berdampak adalah keuangan atau finansial. Perkembangan tersebut nampak dari adanya kegiatan ekonomi Indonesia yang selalu bergerak dinamis mengikuti perkembangan pasar Internasional yang mulai mengembangkan kegiatan ekonomi dengan teknologi. Hal tersebut membuat sistem pembayaran di era digital ini mengalami perubahan yang pesat. Masyarakat masa digital kini membutuhkan adanya revolusi sistem pembayaran yang berinovasi dengan teknologi didalamnya agar dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat agar menjadi lebih efektif dan efisien. Perubahan yang demikian di butuhkan karena kondisi perekonomian masyarakat di era digital dengan masyarakat pada masa reformasi mengalami aktifitas ekonomi yang jauh berbeda dalam menggunakan sistem pembayaran. Jika melihat keadaan masa lampau, sejarah perkembangan sistem pembayaran di Indonesia pada mulanya dilakukan dengan cara barter (tukar menukar barang yang dibutuhkan para pihak). Kemudian mulai beralih menggunakan uang kertas dan uang logam (paper based payment) digunakan untuk melakukan transaksi. Seiring dengan perkembangan zaman, uang kertas dan uang logam kurang memberi kemudahan dalam bertransaksi di era digital. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang mulai mengandalkan teknologi dalam melakukan berbagai macam transaksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga muncul perpaduan antara financial dan technology yang selanjutnya disebut Fintech. Fintech ini pun termasuk mendukung perubahan dalam sistem pembayaran yang ada. Fintech memunculkan inovasi baru dalam
1
penyelenggaraan transaksi pembayaran secara elektronik, guna memaksimalkan penggunaan alat pembayaran non tunai (less cash), yang kini mulai ditinggalkan masyarakat di era digital. Fintech di Indonesia saat ini, sedang mengalami pertumbuhan dinamis, apalagi ditopang dengan perkembangan teknologi terutama gawai yang sangat pesat. Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis Fintech kian digemari masyarakat Indonesia karena karakteristiknya yang sangat mudah, praktis, efisien dan menjangkau masyarakat luas. Tak heran jika banyak pelaku usaha baik dari pihak perbankan maupun lembaga selain bank mulai berlomba-lomba untuk menciptakan Fintech, agar mempermudah masyarakat untuk melakukan pembayaran dengan non tunai. Awal perkembangannya, Fintech telah ada sejak tahun 1990-an hingga kini muncul kecenderungan masyarakat untuk menggunakan Financial Technology seperti internet banking, kartu debit (debit cards), dan Anjungan Tunai Mandiri (automatic teller machine cards), evolusi uang tidak berhenti disini. Uang elektronik (electronic money) juga muncul dalam bentuk Kartu Pintar (smart cards), yaitu penggunaa chips pada sebuah kartu. Penggunaan smart cards sangat praktis, yaitu dengan “mengisi” chips dengan sejumlah uang tertentu yang dikehendaki, dan selanjutnya menggunakannya untuk melakukan transaksi.1 Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis technology di Indonesia, menimbulkan munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran yang diharapkan
dapat
memberikan
kemudahan,
fleksibilitas,
efisiensi
dan
kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia dan juga lembaga selain bank saling berlomba-lomba untuk mengembangkan suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek tersebut, yang kemudian dikenal dengan uang elektronik atau electronic money. Penggunaan uang elektronik
1
Mintarsih, Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money) Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,Vol. 29, Januari 2013,hlm.896.
2
atau electronic money dalam bidang pembayaran mikro dianggap paling cocok untuk digunakan.2 Uang elektronik atau electronic money di Indonesia mulai resmi berlaku sejak Bank Indonesia pertama kali menerbitkan izin e-money, kemudian mulai berlaku sejak tahun 2009 melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (e-money).3 Perkembangan electronic money di Indonesia pada masa sekarang terus mengalami peningkatan seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang menyediakan transaksi non tunai sebagai sarana pembayaran. Kemunculan electronic money merupakan jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah, karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses secara cepat secara luring (offline), aman dan murah.4 Landasan hukum yang mengatur mengenai Electronic money sebagaimana disebutkan di atas yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (e-money), telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama yaitu Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Selanjutnya perubahan kedua Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik. Kemudian ketiga peraturan tersebut telah dinyatakan tidak berlaku lagi, karena peraturan yang sekarang berlaku adalah perubahan ketiga yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik yang selanjutnya akan di singkat PBI Nomor 20 Tahun 2018. Electronic money pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada fisik (cashless money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara elektronik dalam suatu 2
Ibid. Pranoto, Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (E-Money) Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah, Privat Law Vol. 6, Januari 2018, hlm. 29. 4 Rachmadi Usman, Karakteristik Uang Elektronik, Vol.32 NO.1, Januari 2017, hlm.135 3
3
media elektronik berupa server (hard drive) atau kartu chip, yang berfungsi sebagai alat pembayaran non tunai kepada pedagang yang bukan penerbit uang elektronik yang bersangkutan.5 Electronic money saat ini tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media lainnya berbasis chip (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitu suatu media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit (server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat satu kegunaan (single purpose) namun sudah banyak kegunaan (multi purpose) sehingga dapat diterima di banyak merchant yang berbeda.6 Selain itu sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaannya pun cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik (electronic money). Untuk berbasis (chip based), pemegang dapat bertransaksi secara luring (off-line) melalui electronic money (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses akun virtual (virtual account) melalui telepon seluler (handphone), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara daring (on-line).7 Kemunculan uang elektronik merupakan jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah, karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses secara cepat secara luring (off-line), aman dan murah.8 Mengenai definisi Electronic money (e-money) telah tertuang di pasal 1 angka 3 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 menyebutkan 5
Ibid. Bank Indonesia, Laporan sistem pembayaran dan pengedaran uang tahu 2008, hlm. 15 7 Ibid. 8 Ahmad Hidayat, (et.al.), Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, (Jakarta: Bank Indonesia 2006), hlm.7 6
4
bahwa e-money adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit, nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip, dan nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan. Penyelenggaran uang elektronik sendiri diawasi oleh Bank Indonesia, yang memiliki tugas utama untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, menerapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan. Selain itu pula Otoritas jasa keuangan mempunyai kewenangan dalam mengawasi penyelenggaran uang elektronik, karena sebagaimana tugas utamanya adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri keuangan Non Bank (IKNB). Maka dapat dilihat bahwa penyelenggaran uang elektronik mendapat pengawasan langsung dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengingat tugas utama kedua otoritas tersebut mencakup pula uang elektronik. Munculnya PBI 20 Tahun 2018 tentang electronic money ini adalah untuk mendukung penguatan pengaturan terhadap penyelenggaran electronic money seperti penguatan terhadap aspek kelembagaan penyelenggara dan lain-lain. Sehingga melalui penguatan aspek kelembagaan penyelenggara tersebut, dapat diseleksi penyelenggara yang kredibel yang kemudian membuat Industri electronic money akan semakin berkembang dengan baik dan kuat serta terciptanya persaingan usaha yang sehat. Dalam kegiatan penyeleggara uang elektronik dikenal tiga pihak utama yaitu pengawas, pengguna, dan penerbit. Mengenai pengawas telah dijelaskan dibagian sebelumnya bahwa Bank Indonesia yang bersama-sama dengan Otoritas Jasa keuangan memiliki tugas dalam pengawasan penyelenggaran uang elektronik. Selain itu pula terkait dengan pengguna berdasarkan pasal 1 angka 14 PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik (Electronic money) merupakan pihak yang menggunakan uang elektronik. 5
Biasanya para pengguna tersebut mempergunakan uang elektronik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti misalnya untuk melakukan pembayaran tol, pembayaran tiket kereta api, bus, kereta, makan, SPBU dan tempat hiburan lainnya yang dapat dilakukan dengan pembayaran uang elektronik. Sedangkan penerbit berdasarkan pasal 1 angka 5 PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik (Electronic money) merupakan pihak yang menerbitkan uang elektronik. Pihak ini yang nantinya yang dapat melakukan penyelenggaran terhadap yang uang elektronik Selain itu, penyelenggaran Electronic money sebagaimana dimaksud diatas merupakan para pihak yang melakukakn penyelenggaran terhadap Electronic money, yang telah diklasifikasikan oleh bank Indonesia ke dalam berberapa bentuk seperti yang tertuang dalam PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik yaitu Pasal 5 ayat (1) adalah sebagai berikut: a)
“kelompok penyelenggara front end, terdiri atas izin sebagai penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana;
b)
b. kelompok penyelenggara back end, terdiri atas izin sebagai prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesaian akhir.”
Mengenai penyelenggara sistem keuangan sebagaimana telah dijelaskan di atas, nantinya peneliti hanya akan berfokus pada penyelenggara sistem keuangan payment gateway, penyelenggara dompet elektronik dan penyelenggara transfer dana. Yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Peraturan Bank Indoneisa Nomor 19 tahun 2017 Tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway), Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik. Selain itu perkembangan mengenai penyelenggara sistem keuangan berupa payment gateway, penyelenggara dompet elektronik dan penyelenggara transfer dana pada saat ini mulai diminati para pelaku usaha. Pelaku usaha pun
6
berlomba-lomba untuk menciptakan dan mengembangkan sistem keuangan tersebut seperti misalnya kartuku, ovo, go-pay, firtspay, midtrans, E-Money mandiri, Flazz BCA dan lain-lain. Namun tidak semua para pelaku usaha dapat menjadi peyelenggara sistem keuangan tersebut. Para pelaku usaha ini pun harus lembaga yang telah di berikan izin dan telah di tentukan oleh pemerintah untuk melakukan penyelenggaran tersebut. Berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 6 angka (1) dan angka (2) dalam PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik (Electronic money) pihak yang hendak mengajukan izin menjadi penyelenggara harus berupa bank atau lembaga selain bank. Yang di maksud bank dalam pasal di atas berdasarkan pasal 1 ketentuan umum angka (1) dalam PBI Nomor 20 Tahun 2018 bahwa bank adalah bank umum yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. Sedangkan lembaga selain bank yang dimaksud dalam pasal di atas berdasarkan pasal 6 angka (2) menyebutkan bahwa lembaga selain bank harus berbentuk perseroan terbatas, yang tentunya tunduk pula pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal
ini
kajian pembahasan
akan
difokuskan mengenai
penyelenggara payment gateway, dompet elektronik dan transfer dan yang diselenggarakan oleh lembaga selain bank. Mengenai pihak penyelenggara tersebut, berdasarkan pasal 1 angka 1 ketentuan umum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selajuntnya akan di singkat dengan UU PT, yang dimaksud pasal 6 angka (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik lembaga selain bank merupakan perseroan Terbatas atau yang disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
7
Pada dasarnya apabila kita mengacu pada ketentuan yang telah di jelaskan di atas, mengenai tata cara pendirian lembaga selain bank yang nantinya hendak menjadi pihak penyelenggara uang elektronik, maka berdasarkan pasal 7, pasal 29 dan pasal 30 UUPT Nomor 40 tahun 2007 yang merupakan syarat formal tata cara pendirian sebuah Perseroan yang akan dijelaskan secara singkat bahwa sebuah persero didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia, setiap pendiri wajib mengambil bagian sahamnya pada saat peseroan didirkan dan kemudian akta pendirian tersebut disahkan oleh Mentri Hukum dan HAM RI. Selanjutnya pendaftaran akta pendirian dalam daftar perusahaan diselenggarakan oleh Menteri setalah didaftarkan pengumuman akta pendirian dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Seperti penjelasan sebelumnya, penyelenggara keuangan selain bank yang berbentuk perseroan terbatas ini tentu juga memiliki organ persero yang sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 angka 2 UUPT Nomor 40 tahun 2007 terdiri dari Rapat umum pemegang saham yang merupakan representasi badan hukum Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris yang bertugas untuk mengawasi dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan sebuah perseroan, Direksi yang bertugas untuk mewakili sebuah perseroan dalam menjalankan kegiatan sebuah sebuah perseroan. Mengenai modal dalam lembaga selain bank yang berbentuk sebuah perseroan, jika melihat ketentuan yang tertuang dalam pasal 8 dan pasal 9 ayat (1) PBI Nomor 20 tahun 2018 bahwa terkait dengan modal disetor paling sedikit sebesar Rp. 3.000.000.000 (tiga miliyar rupiah) dan pemenuhan modal disetor pun mengikuti ketentuan dalam pasal 50 ayat 1 bahwa modal disetor akan disesuaikan dengan peningkatan dana float, berbeda hal nya dengan ketentuan modal disetor yang ada dalam UUPT 40 Tahun 2007 pasal 33 ayat 1 bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) harus ditempatkan dan disetor penuh. Pada dasarnya perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum artinya bisa dapat mengikatkan diri dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti orang pribadi dan dapat mempunyai kekayaan atau hutang. Dari rumusan tersebut
8
dapat disimpulkan kata kunci badan hukum adalah badan hukum itu sendiri dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga.9 Selain itu suatu perseroan dapat melakukan perbuatan hukum layaknya manusia dan setiap perbuatan hukum yang dilakukan tunduk pula pada peraturan perundang-undangan. Beberapa bentuk perbuatan hukum yang umumnnya dilakukan oleh suatu perseroan berdasarkan UU PT Nomor 40 Tahun 2007 di dalam pasal 1 angka (9), (10), (11) dan (12) adalah berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan. Dari ke empat perbuatan hukum tersebut, yang hendak dikaji adalah perbuatan hukum berupa pengambilalihan yang dapat dilakukan oleh suatu perseroan atau lembaga selain bank dan juga mengkaji mengenai kriteria pemegang saham pengendali sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 60 PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik (Electronic money). Selain itu pula, dalam pasal tersebut telah dikatakan bahwa penyelenggara berupa lembaga selain bank dilarang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pemegang saham pengendali penyelenggara selama 5 (lima) tahun sejak izin pertama kali diberikan kecuali dalam kondisi tertentu dan memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Jika melihat ketentuan yang ada dalam pasal tersebut, terlihat bahwa pasal 60 PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik memberikan larangan bagi lembaga selain bank untuk melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pemegang saham pengendali penyelenggara selama 5 tahun, yang arti nya melarang lembaga selain bank untuk melakukan perbuatan hukum berupa pengambilalihan atau akuisisi sebuah saham, yang pada dasarnya hal tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 125 jo pasal 89 UU PT Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Sehingga terjadi tumpang tindih antara aturan yang berlaku pada ketentuan sebagaimana disebutkan di atas. Pada dasar nya seperti yang telah disebutkan dalam pasal 6 angka (2) bahwa lembaga selain bank yang dimaksud dalam PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik harus berbentuk perseroan terbatas. Hal ini 9
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseoran Terbatas, (Bandung: CV. Nuansa Aulia 2006), hlm. 22.
9
menunjukan bahwa lembaga selain bank yang dimaksudkan dalam pasal tersebut tentunya harus tunduk pula pada UU PT Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas sebagai payung hukum utama yang menaungi sebuah lembaga selain bank yang dimaksud dalam pasal tersebut. Larangan tersebut pun tidak sesuai dengan syarat-syarat perbuatan hukum berupa pengambilalihan atau akuisisi yang telah ditentukan dalam pasal 125 jo pasal 89 UU PT Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang seharusnya menjadi acuan utama bagi lembaga selain bank untuk dapat bertindak atau melakukan perbuatan hukumnya. Selain itu mengenai batas waktu yang di tentukan dalam jangka waktu 5 tahun untuk dapat melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pemegang saham pengendali penyelenggara oleh lembaga selain bank, juga telah mencederai kebebasan suatu lembaga selain bank untuk dapat melakukan perbuatan hukum yang harusnya menjadi hak nya sebagai badan hukum. Jika melihat ketentuan mengenai pemegang saham pengendali yang di maksud dalam pasal 60 PBI Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik tidak dijelaskan secara jelas terkait dengan kriteria pemegang saham pengendali yang dimaksud itu seperti apa. Karena apabila merujuk pada Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya terkait dengan pemegang saham pengendali UUPT tidak mengenal istilah tersebut. Mengenai pemegang saham pengendali hanya dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 Tahun 2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), PBI 12/2010 dan juga dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/ PJOK 03/ 2017 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Namun dalam kedua pengaturan tersebut tidak di jelaskan secara rinci apakah makna pemegang saham pengendali yang dimaksud di ketentuan itu, dan mengenai permasalahan demikian menjadi sebuah pertanyaan besar apakah hal tersebut mempunyai makna yang sama dengan pemegang saham pengendali yang dimaksud dalam pasal 60 Nomor 20 tahun 2018 tentang Uang Elektronik. Karena jika melihat kembali ketentuan pasal 60 pemegangan saham pengendali yang
10
dimaksud merupakan pemegang saham pengendali lembaga selain bank yang bergerak dalam penyedia jasa uang elektronik. Sehingga hal ini menjadi tidak jelas akan kriteria pemegang saham pengendali yang dilarang untuk melakukan aksi korporasi dalam pasal tersebut. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik membahas mengenai larangan aksi korporasi lembaga selain bank dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, Serta mengenai kriteria pemegang saham pengendali yang dimaksud dalam pasal tersebut.
II.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, untuk membatasi permasalahan maka
rumusan masalah yang akan dikaji lebih rinci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan mengenai larangan aksi korporasi Lembaga Selain Bank berdasarkan perundang-undangan di Indonesia? 2. Bagaimana kriteria pemegang saham pengendali yang dimaksud dalam pasal 60 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik?
III.
Maksud dan Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
penulisan ini bertujuan untuk: 1. Memenuhi Tujuan Teoritis Tujuan Teoritis merupakan tujuan penelitian dilihat dari teori-teori yang sudah ada, yaitu: a. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum kali ini adalah untuk mengetahui, bagaimana pengaturan mengenai larangan aksi korporasi lembaga selain bank berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang ada dalam
11
pasal 60 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik telah sesuai dengan pasal 125 jo 98 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. b. Selain itu, tujuan dari penulisan hukum ini juga untuk mengetahui kriteria pemegang saham seperti apa yang dimaksud dalam pasal 60 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik.
IV.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode yuridis
normatif yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji, mempelajari, meneliti data sekunder untuk mengkaji peraturan. Data sekunder adalah sumber, bahan, atau data tentang topik/isu/hal yang ditulis atau dibahas berdasarkan data primer.10 Data primer yang akan digunakan adalah ketentuan perundang-undangan yang sekiranya dapat dikaitkan dengan pembahasan di atas yaitu : Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2017 tentang Perseroan Terbatas, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Data sekunder yang akan digunakan adalah buku dan jurnal (termasuk yang berbentuk elektronik). Sementara data tersier yang akan digunakan adalah kamus dan ensiklopedia.
V.
Sistematika Penulisan Kajian penulisan ini terbagi menjadi lima bab yang merupakan bagian dari
penjelasan dari kajian sebagaimana diuraikan dalam rangkaian sebagai berikut: 1. Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembahasan, tujuan dan manfaat
penulisan, ruang lingkup
pembahasan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
10
Elly Erawati, Kemahiran Umum Untuk Studi Ilmu Hukum: Membaca-Mencatat-Menulis Esai Akademik, (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2011), hlm 9.
12
2. Bab kedua merupakan uraian mengenai landasan teori terkait pengertian financial and technology (Fintech), pengertian uang elektronik (Electronic money), pengertian penyelenggara sistem keuangan payment gateway, penyelenggara dompet elektronik dan penyelenggara transfer dana, pengertian Lembaga Keuangan, pengertian Perseroan Terbatas, macam-macam pengertian perbuatan hukum yang dapat di lakukan persero berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan, dan Arti Pemegangan saham pengendali berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 Tahun 2010 tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) (“PBI 12/2010”) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/ PJOK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. 3. Bab ketiga merupakan pembahasan mengenai bagaimana pengaturan mengenai larangan aksi korporasi Lembaga Selain Bank dalam hukum positif di Indonesia dan kriteria pemegang saham pengendali berdasarkan hukum positif Indonesia 4. Bab keempat merupakan uraian hasil penelitian dari pengaturan larangan aksi korporasi lembaga selain bank berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indoensia dan mengenai kriteria pemegang saham pengendali yang dimaksud dalam pasal 60 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang uang elektronik. 5. Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi serta merupakan jawaban dari pokok permasalahan kajian.
VI.
Studi Pustaka 1. Pengertian financial and technology (Fintech) Menurut definisi yang dijabarkan oleh National Digital Research Centre
(NDRC), financial and technology (Fintech) adalah istilah yang digunakan untuk
13
menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial, di mana istilah tersebut berasal dari kata “financial” dan “technology” (FinTech) yang mengacu pada inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern.11 Sehingga fintech tersebut lahir sebagai alat pembayaran dalam bertransaksi masa kini yang banyak digunakan oleh masyarakat di era digital saat ini. 2. Pengertian Uang Elektronik (Electronic money) Pada umunya pengertian uang elektronik atau electronic money menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik dalam pasal 1 angka (3) ketentuan umum yaitu sebagai berikut : Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut: a. “Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit; b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan c. Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.”
Sedangkan pengertian uang elektronik atau electronic moneymenurut The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) sebagai lembaga supervisi di bawah Bank Dunia, e-money diartikan sebagai berikut: “While there are slight variations across countries, e-money is typically defined as a type of “stored value” instrument or product that (i) is issued on receipt of funds, (ii) consists of electronically recorded value stored on a device (i.e., a computer system, mobile phone, prepaid card, or chip), (iii) is accepted as a means of payment by parties other than the issuer, and (iv ) is convertible into cash”.12
11
Imanuel Adhitya Wulanata Chrismastianto, Analisis Swot Implementasi Teknologi Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, Volume 20 No. 1, April 2017, hlm. 2
12
Kate Lauer dan Michael Tarazi, Supervising Nonbank E-Money Issuers (CGAP, 2010) <www.cgap.org/.../CGAP-Brief-Supervising-Nonbank-Emoney->>, [diakses pada 8/10/2018]
14
3.
Pengertian
penyelenggara
sistem
keuangan
payment
gateway,
penyelenggara dompet elektronik dan penyelenggara transfer dana. Pengertian
penyelenggara
sistem
keuangan
payment
gateway,
penyelenggara dompet elektronik dan penyelenggara transfer dana menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran di dalam pasal 1 angka (6), (7), dan (11) sebagai berikut: a. “Penyelenggara payment gateway adalah layanan elektronik yang memungkinkan pedagang untuk memproses transaksi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, uang elektronik, dan/atau Proprietary Channel. b. Penyelenggara dompet elektronik adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan Dompet Elektronik. c. Penyelenggara transfer dana adalah penyelenggara transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transfer dana.”
4. Pengertian Lembaga Keuangan Definisi Lembaga Keuangan Secara umum lembaga keuangan dapat diartikan sebagai suatu badan yang bergerak dalam dunia keuangan untuk menyediakan jasa bagi nasabah atau masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya.13 Selain itu lembaga keuangan terdiri dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Pada dasarnya sebuah lembaga keuangan adalah sebagai lembaga perantara dari pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, yang dengan kata lain dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan ini sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary). Tetapi meskipun demikian dari kedua lembaga tersebut tetap terdapat perbedaan, dalam fungsi dan kelembagaannya, juga mempunyai derivasi-derivasi masing-masing menurut fungsi dan tujuannya.14
13
Jamal Wiwoho, Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Dalam Memberikan Distribusi Keadilan Bagi Masyarakat, No. 1, Januari 2014, hlm. 3 14 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 67-74.
15
Mengenai pengertian Lembaga Bank bahwa bank merupakan suatu usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan, yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dan menyalurkan kembali ke masyarakat melalui pranata hukum perkreditan.15 Selain itu pengertian Bank menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik dalam pasal 1 angka (1) menyebutkan bahwa Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. Selanjutnya mengenai lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank disebut non depository financial institutions.16 Lembaga keuangan bukan bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa Lembaga Selain Bank adalah badan usaha bukan bank yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang tentunya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 6. Pengertian Perseroan Terbatas Pengertian perseroan terbatas dalam pasal 1Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan definisi sebagai berikut Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
15
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2012), Hlm. 2 Rudy Bahrudin, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1997), hlm. 4 16
16
7. Macam-macam pengertian perbuatan hukum yang dapat di lakukan persero
berupa
penggabungan,
peleburan,
pengambilalihan
dan
pemisahan. Pengertian penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan telah tertuang dalam perseroan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 di dalam pasal 1 angka (9), (10), (11) dan (12) a. “Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. b. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. c. Pengambilalihan atau akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. d. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.”
8.
Arti Pemegangan saham pengendali berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 Tahun 2010 tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) (“PBI 12/2010”) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/ PJOK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia Dalam PBI 12/2010, yang dimaksud Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: a. “Memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau b. Memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan
17
pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.”
Dalam PJOK 39/2017 yaitu pada pasal 1 angka (3), yang dimaksud Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: a.
b.
“Memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau Memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.”
18
Daftar Pustaka Sementara I.
Buku
Ahmad Hidayat,(et.,al.), Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, (Jakarta: Bank Indonesia 2006) Elly Erawati, Kemahiran Umum Untuk Studi Ilmu Hukum: Membaca-MencatatMenulis Esai Akademik, (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2011) Muhamad Djumhana, “Hukum Perbankan Di Indonesia”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993) Rudy Bahrudin, "Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya", (Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1997), hlm. 4 Sentosa Sembiring, “Hukum Perbankan”, (Bandung: Mandar Maju, 2012) Sentosa Sembiring, “Hukum Perusahaan tentang Perseoran Terbatas”, (Bandung: CV. Nuansa Aulia 2006) II. Jurnal Imanuel Adhitya Wulanata Chrismastianto, "Analisis Swot Implementasi Teknologi Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia", Volume 20 No. 1, April 2017 Jamal Wiwoho, "Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Dalam Memberikan Distribusi Keadilan Bagi Masyarakat", No. 1, Januari 2014 Mintarsih, ‘Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money) Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’Vol. 29, Januari 2013 Pranoto, "Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (E-Money) Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah", Privat Law Vol. 6, Januari 2018
19
Rachmadi Usman, "Karakteristik Uang Elektronik", Vol.32 NO.1 , Januari 2017 III.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Peraturan Bank Indonesia Nomor Nomor 19 2017 Tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway), Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 Tentang Uang Elektronik
20