MAKALAH INTE RAKS I DAN MO TIVA SI BELAJARMENGAJAR DALAM M ENDUKUNG PER ANAN P ROFESION ALIS ME S EORA NG GURU
OLEH: ANDI A SR IFAN 20 3 110 463
FAKULTAS KE GURUA N DAN ILM U PE NDIDI KAN (FKIP) UNIV ERSITAS MUHAM MADIYAH PARE PARE
(UMPA R) 2005 BAB I PENDAHULUAN “Genggamkan tangan pada setiap langkah, tautkan pena pada setiap carik kertas, kenakan kacamata pada setiap kondisi, adukan argument pada setiap topic, satukan visi pada setiap perjuangan, karena manusia adalah insan berfikir akan kondisi sekitarnya”.
Manusia adalah mahluk individu dan mahluk social. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai mahluk social, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak sengaja.
Dari berbagai bentuk intraksi, khususnya mengenai interaksi yang sengaja, ada suatu istilah yakni interaksi educatif. Interaksi educatif ini adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu interaksi educatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. Dalam arti yang lebih spesifik
pada bidang pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain apa yang dinamakan interaksi educatif, secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar.
Interaksi belajar-mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melakukan tugas mengajar di suatu pihak, dengan warga belajar (siswa, anak didik/subjek belajar) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain. Interaksi antara pengajar dengan warga belajar, diharapkan merupakan proses motivasi. Maksudnya, bagaiman dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada pihak warga belajar agar dapat melakukan belajar secara optimal. Dalam proses interaksi educatif sendiri paling tidak mengandung ciri ciri seperti:
1. Ada tujuan yang ingin dicapai. 2. Ada bahan/pesan yang menjadi isi interaksi. 3. Ada pelajar yang aktif mengalami. 4. Ada guru yang melaksanakan. 5. Ada metode untuk mencapai tujuan. 6. Ada situasi yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik. 7. Ada penilaian terhadap hasil interaksi.
BAB II PERMASALAHAN Sehubungan dengan hal itu, perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi kegiatan belajar. Sehingga sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar subjek belajar/siswa. Dengan pertimbangan ini ada beberapa pokok permasalahan yang timbul yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam kaitannya dengan INTERAKSI SERTA MOTIVASI
BELAJAR-MENGAJAR
DALAM
MENDUKUNG
PERANAN
PROFESIONALISME SEORANG GURU yakni:
1. Bagaimana guru harus dapat membimbing atau mengarahkan belajar siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. 2. Bagaimana bentuk bimbingan/pengarahan tersebut, terutama untuk menangani jumlah siswa yang berkapasitas besar 3. Dapatkah guru menyediakan waktu yang cukup 4. Apakah setiap lembaga pendidikan mampu menyediakan tenaga guru yang lebih memadai 5. Apakah proses belajar mengajar itu sudah didukung oleh fasilitas yang komplit.
6. Apakah nilai kesejahteraan guru sudah cukup. Hal ini masih saja dikeluhkan seorang guru, yang pada dasarnya hal ini akan mendukung peranan profesionalisme guru itu sendiri.
BAB III PEMBAHASAN Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi. Sehubungan dengan itu maka seorang pengajar harus dapat memberikan pengertian kepada siswa, bahwa belajar memiliki beberapa maksud seperti:
1. Mengetahui suatu kepandaian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui. 2. Dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat berbuat, baik tingkah laku maupun keterampilan. 3. Mampu mengkombinasikan dua pengetahuan (atau lebih) ke dalam satu pengertian baru, baik keterampilan, pengetahuan, konsep maupun sikap/tingkah laku. 4. Dapat memehami dan/atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.
Dalam rangka membina, membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicita citakan, maka hubungan guru dan siswa harus bersifat educatif. Interaksi educatif ini adalah sebagai suatu proses hubungan timbal balik yang memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mendewasakan anak didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara utuh. Hal ini bukan sesuatu pekerjaan yang mudah, tetapi memerlukan usaha yang serius. Guru sebagai Pembina dan pembimbing harus mau dan dapat menempatkan siswa sebagai anak didiknya di atas kepentingan yang lain. Ibarat seorang dokter, maka keselamatan dokter harus diutamakan. Guru harus dapat mengembangkan motivasi dari setiap kegiatan interaksi dengan siswanya. Hal ini sekaligus dalam rangka menerjemahkan siapa guru secara profesional. Dengan ini guru perlu menyadari dirinya sebagai pemikul tanggung jawab untuk membawa anak didik kepada tingkat keberhasilannya. Jadi untuk memahami pengetahuan interaksi educatif atau dalam kegiatan pengajaran secara khusus diperlukan suatu “interaksi belajar mengajar” yang titik penekanannya pada unsur motivasi. Maka terlebih dahulu perlu dipahami hal hal yang mendasarinya. Sekurang kurangnya harus memahami kapan suatu interaksi itu dikatakan sebagai interaksi educatif, termaksud pemahaman terhadap konsep belajar dan mengajar. Kemudian setelah itu perlu dikaji tujuan pendidikan dan pengajaran sebagai dasar motivasi dengan segala jenisnya serta apa pula yang dimaksud dengan motivasi dan kegiatan dalam belajar. Dan persoalan mendasar yang tidak dapat ditinggalkan dalam pembicaraan interaksi belajar-mengajar ini, adalah pemahaman terhadap siapa guru yang dikatakan sebagai tenaga profesional kependidikan itu dan siapa pula siswa yang dikatakan sebagai subjek belajar itu. Tentu bagi guru yang memahami akan
keprofesionalismenya dan mengerti tentang diri anak didiknya, maka dapat melakukan kegiatan interaksi dan motivasi secara mantap. Kemudian operasionalisasinya, guru harus juga memehami dan melaksanakan pengelolaan interaksi belajar-mengajar. Peningkatan profesi guru minimal mengandung makna peningkatan keahlian, tanggung jawab dan kesejawatannya. Kalau perasaan tanggung jawab guru dalam upaya memberikan layanan sebaik baiknya terhadap peserta didik, maka mereka akan berusaha menambah kemampuan dan keahliannya. Realisasi perasaan tanggung jawab demikian yang didukung oleh kemampuan yang makin meningkat, akan secara otomatis meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah. Proses mengajar dan bimbingan guru yang lebih aktif akan memungkinkan siswa lebih aktif belajar, dan terakhir siswa akan menampilkan prestasi belajar yang lebih tinggi, sebagai salah satu rambu rambu mutu pendidikan yang meningkat.
Sehubungan dengan profesionalisme seseorang, Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan itu baru dikatakan sebagai suatu profesi, apabila memenuhi kriteri atau ukuran ukuran sebagai berikut:
1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksutnya: a. Memiliki pengetahuan umum yang luas. b. Memiliki keahlian khusus yang mendalam. 2. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksutnya: a. Adanya keterikatan dalam suatu organisasi profesional. b. Memiliki otonomi jabatan.
c. Memiliki kode etik jabatan. d. Merupakan karya bakti seumur hidup. 3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksutnya: a. Memperoleh dukungan masyarakat. b. Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum. c. Memiliki pensyaratan kerja yang sehat. d. Memiliki jaminan hidup yang layak.
Bagi guru yang merupakan tenaga profesional di bidang kependidikan dalam kaitannya dengan accountability, bukan berarti tugasnya menjadi ringan, tapi justru lebih berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang memadai. Secara garis besar ada tiga tingkat kualifikasi profesional guru sebagai tenaga profesional kependidikan. Yang pertama adalah tingkat capable personal, dimana diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memedai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif. Tingkat kedua adalah guru sebagai innovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Para guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaharuan dan sekaligus merupakan penyebar ide pembaharuan yang efektif. Berikutnya yaitu guru sebagai developer. Selain menghayati kualifikasi di atas, dalam tingkatannya sebgai developer, guru harus memiliki visi keguruan yang matap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat
jauh ke depan dalam menjawab tantangan tantangan yang dihadapi oleh sector pendidikan sebagai suatu sistem. Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal hal yang bersifat teknis. Hal hal yang bersifat teknis. Hal hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan intraksi belajar mengajar. Guru paling tidak, harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan design program dan keterampilan merealisasikan program tersebut kepada peserta didik.
Dalam pendidikan guru dikenal adanya “Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi”. Mengenai kompetensi guru ada berbagai model cara mengklasifikasikannya. Untuk program S1 salah satunya dikenal adanya “sepuluh kompetensi guru” yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Sepuluh kompetensi itu meliputi:
1. Menguasai bahan 2. Mengelola program belajar mengajar 3. Mengelola kelas 4. Menggunakan media/sumber. 5. Menguasai landasan kependidikan 6. Mengelola intraksi belajar mengajar 7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran 8. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah 9. Mengenal mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.Memahami prinsip prisip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran Karena untuk kepentingan analisis, kemampuan seseorang dalam hubungannya dengan usaha meningkatkan kualitas proses dan mutu hasil belajar diguguskan kedalam empat kemampuan yakni:
1. Merencanakan program belajar mengajar 2. Melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar 3. Menilai kemajuan proses belajar mengajar 4. Menafsirkan dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
Keempat gugus tersebut dianggap sebagai kemampuan profesional, tidak lain karena di samping memerlukan cara bekerja yang tidak mekanistik, juga karena untuk dapat melakukannya dengan memadai diperlukan penguasaan atas dasar dasar pengetahuan yang kuat, pengetahuan tentang relasi dasar dasar pengetahuan dengan praktek pekerjaan, dan cara bekerja yang memerlukan dukungan cara berfikir yang imaginative dan kreatif. Lain halnya menyangkut factor factor yang berperan dalam mewujudkan prestasi belajar, yang mana Para pengamat dan ahli pendidikan sepakat dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan satu sistem yang mempunyai sejumlah komponen yang yang memainkan peranan yang berbeda tapi berkaitan dan berintraksi sesamanya dalam rangka mencapai sesuatu tujuan yang diinginkan. Kegiatan
mencapai tujuan itu pada dasarnya adalah proses transpormasi, yakni mengubah peserta didik yang belum memiliki kecakapan, kemampuan dan tingkah laku tertentu menjadi peserta didik yang telah memiliki kecakapan, kemampuan dan tingkah laku dimaksud dengan kualitas dan kuantitas tertentu. Komponen komponen yang terlibat dalam proses atau kegiatan transformasi ini dapat diklasifikasikan atas tiga jenis mesukan sebagaimana tergambar berikut ini:
Environmental Input
Raw Input
Transformation Process
Output
Instrument Input
Komponen yang berupa sarana, seperti kurikulum dan syllabus, guru, metoda, bahan pelajaran, alat prosedur evaluasi, dan fasilitas fasilitas lainnya seperti alat dan perlengkapan gedung, alat dan perlengkapan pelajaran dan lain lain, merupakan instrumental input terhadap proses transpormasi tersebut. Sedangkan anak didik dengan segala karakteristik dan latar belakannyamerupakan raw input, sesuatu yang akan mengalami proses transpormasi. Di samping itu, proses transformasi ini tidak akan mungkin terjadi dalam keadaan vakum, yakni bebas dan terisolasi dari lingkungan fisik maupun social peserta didik. Ke dalam lingkungan social ini termaksud lingkungan dan pergaulan di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat. Lingkungan peserta didik itu fisik
maupun social atau kultur merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya yang akan memberikan input termaksud proses transformasi ini. Input yang diberikan ini lazim disebut environment input. Ketiga input ini akan mewarnai dan bahkan menentukan bentuk serta intensitas kegiatan atau proses transformasi yang akan dilaksanakan, yang pada gilirannya akan menentukan prestasi belajar masing masing peserta didik.
Harnischfeger dan Wiley (1976), yang dikutip Pratt (1980: 298), berpendapat bahwa prestasi belajar seorang peserta didik akan banyak ditentukan oleh peserta didik itu sendiri. Selain itu juga terlihat relasi relasinya dari factor tersebut di atas dalam skema berikut: Curriculum and Institutional Factors
Pupil Background
Pupil Achievement
Teacher Background
Teacher Activities
Pupil Pursuits
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi komponen komponen belajar-mengajar. Sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasikan materi, metode yang ditetapkan, media yang dipergunakan, dan lain lain. Tetapi disamping komponen pokok yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar, ada factor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dan siswa sebagaimana dijelaskan di atas.
BAB IV PENUTUP Dari beberapa aspek uraian di atas tentang Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar Dalam Mendukung Peranan Profesionalisme Seorang Guru maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Peranan guru akan maju tidaknya mutu peserta didik dapat digambarkan sebagai berikut: a. Sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbingna dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan. b. Sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasan, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua. c. Menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencara dan mempersipkan pelajaran sehari hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa. d. Sebagai transformator dan katalisator dari nilai dan sikap. e. Informator, organisator, mativator, pengarah/director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator serta evaluator.
2. Untuk mendukung hal tersebut di atas diperlukan beberapa kompetensi yang meliputi: a. Menguasai bahan b. Mengelola program belajar mengajar c. Mengelola kelas d. Menggunakan media/sumber. e. Menguasai landasan kependidikan f. Mengelola intraksi belajar mengajar g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran h. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah i. Mengenal mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah j. Memahami prinsip prisip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran 3.
Kedua hal tersebut di atas mustahil dapat terwujudkan tanpa adanya kerjasama serta dukungan yang dari beberapa pihak termaksud pemerintah sendiri dalam kaitannya meningkatkan taraf kesejahteraan guru serta merealisasikan reformasi pendidikan yang selama ini masih menjadi wacana dari masyarakat.
4.
berikut ini merupakan kemampuan kemampuan profesional seorang guru:
Gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar 1.
Gugus kemampuan
perofesional profesional Pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan 1. Merencanakan sebagai sumber bahan studi.
2. Pengetahuan materi bidan gstudi sebagai objek belajar;
3. Pengetahuan tentang berbagai teori belajar;
program mengajar.
belajar-
Kegiatan kegiatan
1.1
profesional Merumuskan tujuan instruksional
1.2 Menguraikan deskripsi
satuan
satuan bahasa
4. Pengetahuan dan penguasaan berbagai model proses
1.3 Merancang
belajar;
kegiatan mengajar
5. Pengetahuan tentang karakteristik dan kondisi social, ekonomi, budaya, politik sebagai latar belakang dan konteks berlangsungnya proses belajar.
6. Pengetahuan tentang proses sosialisasi.
2. Melaksanakan dan memimpin proses 2.1
Memimpin
belajar mengajar.
membimbing
2.2 Mengatur
8. Pengetahuandan penguasaan berbagai media sumber
belajar-mengajar
9. Pengetahuan tentang berbagai jenis informasi
2.3 Menetapkan
kependidikan dan manfaatnya
mengubah
10. Penguasaan teknik mengamati proses belajar3. Menilai kemajuan
3.1
3.2
4. Menafsirkan dan
bahan bagian terpadu dari sistem social negarabangsa
skor
skor
menjadi
nilai
berbagai
3.3
informasi
hasi
penilaian
dan
penelitian
untuk
memecahkan
Mentransformasika n
memanfaatkan
15. Pengetahuan tentang sistem pendidikan sebagai
Memberikan
atas hasil evaluasi
program belajar-mengajar
mengajar
urutan
kegiatan belajar.
kemajuan belajar
antara manusia, terutama dalam proses belajar-
dan
belajar
12. Penguasaan teknik menyusun instrument penilaian
14. Pengetahuan tentang dinamika hubungan interaksi
dan
mengubah suasana
belajar
13. Penguasaan teknik perencanaan dan pengembangan
belajar-
mengajar
pandangan hidup bangsa;
11. Penguasaan berbagai metode mengajar
dan
proses
7. Pengetahuan dan penghayatan pancasila sebagai
mengajar
belajar-
Menetapkan ranking
16. Penguasaan teknik memperoleh informasi yang
masalah
diperlukan untuk kepentingan proses pengambilan
profesional
keputusan
kependidikan
BAB V KEPUSTAKAAN Sardiman A.M. Motivasi Dalam Pendidikan. Rajawali, Jakarta, 1986.
DR. Soedijarto, M.A. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Balai Pustaka, Jakarta, 1993.
Harold G. Shane. Arti Pendidikan Bagi Masa Depan. Pustekkom Dikbud dan Rajawali dalam rangka ECD Project (USAID), Jakarta, 1984.
__________Suara Guru. Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Jilid 0126, Jakarta, 1998.
H. Moeftie Wiriadihardja, SH. Dimensi Kepemimpinan Dalam Manajemen. Balai Pustaka, Jakarta, 1987.
Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc. Profesi Keguruan. Pusat Perbukuan DEPDIKNAS dan Rineka Cipta, Jakarta, 2003.