Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

  • Uploaded by: Eka L. Koncara
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama as PDF for free.

More details

  • Words: 2,576
  • Pages: 14
MAKALAH PROBLEMA KEIMANAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI AGAMA Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama Dosen: Iqbalul Ulum, S.Psi.

Disusun Oleh: Eka Lusiandani Koncara

Semester 6 Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN - PURWAKARTA 2007/2008

KATA PENGANTAR Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya. Guna meningkatkan kemampuan penulis dalam menyusun suatu karya tulis ilmiah, serta demi memperluas wawasan kami tentang Psikologi Agama, penulis pada makalah ini akan berusaha mengulas tentang apa dan bagaimana problematika keimanan menurut perspektif psikologi agama. Karena itu, semoga makalah yang berjudul “PROBLEMA KEIMANAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI AGAMA” ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Purwakarta, Juni 2008 Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................

i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN........................................................................................ 3 A. PSIKOLOGI AGAMA .......................................................................... 3 B. TUHAN/GOD/ALLAH ........................................................................ 5 C. KEIMANAN ....................................................................................... 8

BAB III

KESIMPULAN.......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 11

ii

BAB I PENDAHULUAN “Psikologi” secara etimologi berasal dari kata “phsyco” dan “logy” berarti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Dalam Bahasa Arab psikologi disebut “ulumun-nafs” atau “ulumur-ruh”. Menurut Plato dan Aristoteles, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Sedangkan menurut Wilhem Wundt, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalamanpengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti pengunaan panca indera, pikiran, perasaan, dan kehendak. Sumadi Suryabrata menyatakan bahwa psikologi mempersoalkan aktifitas manusia, baik yang dapat diamati maupun yang tidak. “Agama” berarti “kewajiban”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah kepercayaan kepada tuhan/dewa dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban

yang

bertalian

dengan

kepercayaan

itu.

Dalam

Encyclopedia of Philosophy, James Martineau menyebutkan bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia. Agama adalah pengalaman dunia seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan kepribadian. Agama bersifat batiniah, subyektif, dan individualistis. Bozman menyatakan bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari pada kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Terdapat 4 ciri agama yang dapat kita kemukakan yaitu: 1. Adanya kepercayaan terhadap yang ghaib, kudus dan Maha Agung dan pencipta alam semesta (Tuhan). 2. Melakukan hubungan dengan berbagai cara seperti dengan mengadakan upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan do'a.

1

3. Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. 4. Ajaran Islam ada Rasul dan kitab suci yang merupakan ciri khas daripada agama. 5. Agama tidak hanya untuk agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Psikologi Agama merupakan bagian dari ilmu psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan beragama. Psikologi agama meneliti seberapa besar pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya. Hampir semua ahli jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil riset dan observasi mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhankebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan, dan itulah yang dinamakan agama.

2

BAB II PEMBAHASAN A. PSIKOLOGI AGAMA Psikologi Agama sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sudah barang tentu memiliki lapangan garapannya sendiri yang menjadi objek penelitiannya. Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum tapi juga masalah-masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the Religious Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan. Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita. Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek- aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang. Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala-gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduanya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah

3

Daradjat, psikologi agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Kehidupan beragama adalah bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan pribadinya yang bertumbuh dan berkembang sejak lahir, bahkan telah mulai sejak dalam kandungan, mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi, bahkan diantara ahli jiwa ada yang berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain dari kumpulan pengalaman pada umur-umur pertumbuhan (dari nol sampai dengan masa remaja terakhir), terutama pengalaman pada tahun-tahun pertama dari pertumbuhan, pengalaman yang didapat melalui pendengaran, penglihatan atau perlakuan yang diterima sejak lahir. Perkembangan kehidupan beragama pada manusia sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama. Manusia memiliki beberapa kebutuhan mendasar, yaitu: 1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang 2. Kebutuhan akan rasa aman 3. Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain 4. Kebutuhan akan rasa bebas 5. Kebutuhan akan rasa sukses 6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal), kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik, maka kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan para ahli yang beraliran teori fakulti (Faculty Theory) yang dikutip oleh Jalaludin (2001: 56-58) bahwa

4

tungkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal, tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah, Fungsi Cipta (Reason), Rasa (Emotion) dan Karsa (Will). Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditemukan oleh tiga fungsi tersebut. Dalam hal ini Aunur Rahim Fakih (2001: 57) mengemukakan bahwa setiap orang menurut ajaran Islam, pada dasarnya telah dikarunia kecenderungan bertauhid, mengesakan Tuhan, dalam hal ini Allah swt.

B. TUHAN/GOD/ALLAH Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung: Very personal nature and an irresistible influence, I call it God. Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir, manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama. Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan. Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan Sudah Mati. Paul Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche (theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar, anda tidak

5

percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agama itu hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alasan rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri. Kematian ayahnya di usia 36 tahun membawa kesedihan yang mendalam pada diri Niersche. Tidak berbeda dengan Nietsche, maka Freud menulis dalam Future Of An Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang seperti ayahnya, untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan, tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra manusia. Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide

6

membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh. Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan. Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa. Seperti Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang menyimpang, Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan. Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendirisendiri: 1. Id, adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. 2. Ego (pribadi), tugasnya menghindari ketidaksenangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lainlain. Ego mulai terbentuk ketika anak berumur 1 tahun. 3. SuperEgo, ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral, hati nurani, dan rasa salah.

7

C. KEIMANAN Dalam iman, seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. Maka dari itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap kepercayaan itu. Lain dengan iman yang bersikap dinamis, kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga mengandung kesetiaan, kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin. Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit. W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4 level: 1.

Stimulus response verbalism, pada level ini keimanan hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak

8

dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan hidup. 2.

Intelectual

comprehension,

terlihat

pada

masa

remaja,

lebih

memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kompleks dari pada respons bersyarat saja, pikiran dan logika berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan. 3.

Behavioral demonstration, pada level ini sebagai akibat kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar ucapan-ucapan

saja,

behavior

demonstration

contohnya

pada

sufi/mistikus yang teguh imannya. 4.

Comprehensive integration, hal-hal yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu. KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti pada

kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama.

9

BAB III KESIMPULAN Demikian, dari pembahasan di atas penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.Lain dengan iman yang bersikap dinamis, kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4 level: 1. Stimulus response verbalism, 2. Intelectual comprehension, 3. Behavioral demonstration, 4. Comprehensive integration,

10

DAFTAR PUSTAKA Suryabrata, Sumadi, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada Tim Penyusun P3B, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, DEPDIKBUD: Balai Pustaka Penyusun, Tim, 2004. Pengantar Studi Islam, Surabaya : IAIN Sunan Ampel Surabaya Fauzi, Ahmad, 2004, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia Rahmat, Jalaludin, 2004, Psikologi Agama Sebuah Pengantar, Bandung: Mizan Ahmadi, Abu, 1991, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta Sujanto, Agus, 1991, Psikologi Umum, Jakarta: Aksara Baru Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling

Dalam Islam,

Jogjakarta: LPPAI, Pusat Penerbitan UII Press Mapiare, Andie, 1982, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional B. Harlock, Elizabeth, 1991,

Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan

sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga E. Usman Effendi & Juhaya S. Praja, 1993, Pengantar Psikologi, Bandung: Angkasa Jalaludin, 2001, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada W.S Winkel, 1987, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: FKIP Sanata Darma Daradjat, Zakiah, 1970, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang Daradjat, Zakiah, Dkk, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Manshur, Faiz, Manusia dan Kebutuhan Agama, 15 Oktober 2006 Zada, Khamami, Orientasi Studi Islam di Indonesia, 27 Oktober 2006 Sholhu, Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu, , 15 Januari 2008

11

Related Documents


More Documents from "Eka L. Koncara"