Presus_dkp.docx

  • Uploaded by: Khaulah Syifa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presus_dkp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,819
  • Pages: 22
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

A. IDENTITAS Nama lengkap

: Ny. S

Umur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Alamat

: Jalan H. Agus Salim 44B, Yogyakarta

Masuk RS tanggal

: 27 September 2016

Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2016 Bangsal

: Kenanga

Pembimbing

: dr. Alfun D.A., M.Kes, Sp. OG

Dokter yang merawat : dr. Alfun D.A., Sp. OG

Ko-asisten: Almira Dyah Puspitarini

B. SUBYEKTIF AUTOANAMNESA (tanggal: 27 September 2016) Keluhan Utama

: Kenceng – kenceng

Keluhan Tambahan

: Nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli RSUD Kota Jogja pada pukul 11.00 dengan keluhan kencengkenceng dan disertai nyeri. Pasien hamil 40+3 minggu, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan sejak 12 jam SMRS, lendir darah sudah dirasakan keluar, air ketuban belum dirasakan keluar. Riwayat hipertensi, jantung, asma, alergi, diabetes disangkal pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya pusing, pandangan mata kabur, nyeri ulu hati, mual dan muntah Riwayat Penyakit dahulu Riwayat penyakit darah tinggi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit kencing manis

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat penyakit kuning

: disangkal 1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS Riwayat penyakit alergi

: disangkal

Riwayat penyakit operasi

: disangkal

Riwayat penyakit serupa

: disangkal

NO. RM: 690455

Riwayat Penyakit keluarga yang diturunkan Riwayat penyakit darah tinggi

: disangkal

Riwayat penyakit kencing manis

: disangkal

Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat Haid Menarche

: 14 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lamannya

: 7 hari

Banyaknya

: < 1 gelas belimbing, encer

Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali pada usia 28 tahun, selama 1 tahun Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Tidak Ada Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana) Kontrasepsi terakhir: Akseptor sejak: C. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal: 27 September 2016 Pukul: 11.00 WIB Kesan umum KU

: Sedang, CM

Kesadaran

: GCS → E4 V5 M6

Kesan Gizi

: cukup

2

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Vital sign Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi

: 82x/ menit, isi tegangan cukup, reguler

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 360C, aksilla

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan kulit

: hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ikterik (-), ruam

makulopapular (-), ulkus (-) 2. Pemeriksaan kepala - Bentuk kepala

: mesocephal

- Rambut

: hitam, distribusi merata

3. Pemeriksaan mata - Palpebra

: edema (-/-), ptosis (-/-)

- Konjungtiva

: anemis (-/-), hiperemis (-/-)

- Sklera

: ikterik (-/-)

- Pupil

: reflek cahaya (+/+), isokor

- Bola Mata

: eksoftalmus (-/-)

4. Pemeriksaan telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-), discharge (-/-), serumen (-/-) 5. Pemeriksaan hidung : nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), rhinorrea (-/-) 6. Pemeriksaan mulut tenggorokan : trismus (-) 7. Pemeriksaan leher - Kelenjar tiroid

: tidak membesar (-)

- Kelenjar lnn

: tidak membesar, nyeri (-)

- JVP

: tidak meningkat

8. Pemeriksaan Dada

:

a. Paru Depan 

Inspeksi : Statis

: bentuk dada normochest, simetris, ketinggalan gerak (-)

Dinamis

: simetris, hemithoraks kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)

3

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-), subcostal (-), suprasternal (-) 

Palpasi

: vokal fremitus kanan sama dengan vokal fremitus kiri pergerakan hemithorak kanan sama dengan hemithorak kiri

 

Perkusi : sonor (+/+) Auskultasi : suara dasar : vesikular (+/+) suara tambahan : RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

b. Paru Belakang 

Inspeksi

: Statis : simetris, ketinggalan gerak (-) Dinamis : hemithoraks kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)

  

Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan vokal fremitus kiri Perkusi : sonor (+/+) Auskultasi : suara dasar : vesikular (+/+) suara tambahan : RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

c. Jantung 

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.



Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI



Perkusi : Batas jantung Kanan atas

: SIC II linea parasternalis dextra

Kanan bawah

: SIC IV linea parasternalis dextra

Kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

Kiri bawah

: SIC VI linea mid-klavikularis sinistra

 Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-) 9. Pemeriksaan Abdomen  Inspeksi : striae gravidarum (+)  Auskultasi : peristaltik usus (+) normal.  Perkusi : pekak alih (-)  Palpasi : Teraba 3 bagian besar, Tinggi Fundus Uteri setinggi processus xyphoideus, bagian terendah dari janin kesan masuk panggul, . 10. Pemeriksaan ekstremitas : edema (+/+), tremor (-), akral hangat (+), nadi kuat (+), gerakan bebas (-) 11. Pemeriksaan Genitalia 

Vaginal Touche: Vulva Urethra tenang, dinding vagina dbn, portio lunak mendatar, ditengah, pembukaan 3 cm, eff 50 %, presentasi kepala, Kulit ketuban 4

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

(+) penunjuk belum dapat dinilai, Air ketuban (-), kepala turun di Hodge II, Sarung Tangan Lendir Darah (+) Follow Up Pasien di Kana Pukul 14.00 : DJJ (+) 145x/menit, His 3x10’ 40” Pukul 15.00 : DJJ (+) 140x/menit, His 2x10’ 30” Pukul 16.30 : DJJ (+) 141x/menit, His 2x10’ 20”, TD 120/90, VT pembukaan 3 cm Terapi : pemberian induksi oksitosin 5 IU mulai 8 tpm Pukul 17.30 : DJJ (+) 138x/menit, His 2x10’ 20” Pukul 17.45 : DJJ (+) 142x/menit, His 2x10’ 25” Pukul 18.00 : DJJ (+) 135x/menit, His 3x10’ 30”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 16 tpm Pukul 18.15 : DJJ (+) 129x/menit, His 4x10’ 35”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 20 tpm Pukul 18.30 : DJJ (+) 142x/menit, His 4x10’ 30” Pukul 19.00 : DJJ (+) 132x/menit, His 4x10’ 30” Pukul 19.30 : DJJ (+) 158x/menit, His 4x10’ 30” Pukul 20.00 : DJJ (+) 142x/menit, His 2x10’ 30” Pukul 21.00 : DJJ (+) 148x/menit, His 2x10’ 25”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 24 tpm Pukul 21.15 : DJJ (+) 146x/menit, His 2x10’ 25”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 28 tpm Pukul 21.30 : DJJ (+) 144x/menit, His 2x10’ 30”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 32 tpm Pukul 21.45 : DJJ (+) 157x/menit, His 3x10’ 30”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 36 tpm Pukul 22.00 : DJJ (+) 148x/menit, His 3x10’ 30”, induksi oksitosin 5 IU dinaikkan 40 tpm Pukul 22.15 : DJJ (+) 144x/menit, His 3x10’ 30”, VT pembukaan 4 cm, induksi oksitosin dihentikan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Patohematologi tanggal 27 September 2016 PARAMETE HASIL NILAI SATUAN R RUJUKAN

METODE

5

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Hematologi Leukosit

22,0

4,0-10,6

10e3/ul

Automatic Analyzer

Eritrosit

4,78

4,5-6,0

10e3/ul

Automatic Analyzer

Hemoglobin

13,1

14,0-18,0

gr/dl

Automatic Analyzer

Hematokrit

40,3

42,0-52,0

%

Automatic Analyzer

MCV

84,4

80,0-97,0

Fl

Automatic Analyzer

MCH

27,4

27,0-32,0

Pg

Automatic Analyzer

MCHC

32,5

32,0-38,0

gr/dl

Automatic Analyzer

Trombosit

196

150-450

10e3/ul

Automatic Analyzer

Neutrofil%

93,4

50,0-70,0

%

Limfosit%

2,9

25,0-40,0

%

Automatic Analyzer

Monosit%

2,4

3,0-9,0

%

Automatic Analyzer

Eosinofil%

1,3

0,5-5,0

%

Automatic Analyzer

Basofil%

0,0

0,0-1,0

%

Automatic Analyzer

Neutrofil#

20,56

2,0-7,0

10^3/uL

Automatic Analyzer

Limfosit#

0,63

1,25-4,0

10^3/uL

Automatic Analyzer

Monosit

0,53

0,30-1,00

10^3/uL

Automatic Analyzer

Eosinofil#

0,29

0,02-0,50

10^3/uL

Automatic Analyzer

Basofil#

0,01

0,0-10,0

10^3/uL

Automatic Analyzer

Hitung Jenis

2. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 27 September 2016 Parameter Hasil Nilai Rujukan

Satuan

IMUNO SEROLOGI HbsAg

Non Reaktif

Non Reaktif

HITUNG JENIS Gula Darah Sewaktu

159

L

70 – 140

Mg/dl

E. ASSESSMENT Diagnosis Kerja Awal 6

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

1. Primigravida hamil aterm, janin tunggal, presentasi kepala, punggung kanan, kala I fase laten, pembukaan 3 cm dengan suspek DKP ringan Diagnosis Setelah Follow Up 1. Induksi gagal e.c. kala 1 lama e.c. inertia uteri sekunder pada primigravida hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase aktif dengan suspek DKP ringan F. 1. 2. 3. 4.

SIKAP Observasi vital sign Infus diganti dengan infus biasa Malam istirahat Observasi DJJ ketat, evaluasi setelah induksi, jika persalinan tidak maju, Cito Sectio

Caesarea 5. Dilakukan Cito Sectio Caesarea G. 1. 2. 3. 4. 5.

LAPORAN PERSALINAN: SECTIO CAESAREA Pasien ditidurkan pada meja operasi dalam stadium narkose Dilakukan toilet medan operasi dan sekitar Dilakukan irisan secara perabdominal Irisan diperdalam lapis demi lapis, sampai dengan peritoneum parietale Lahir bayi perempuan, berat 3.350 gram, AS 8/9/10 Anus (+), kelainan kongenital (-)

6. Bloody angle diklem, SBR jahit, dilanjut lapis demi lapis, kontrol perdarahan (-) 7. Operasi selesai, keadaan ibu s/s/s baik H. ASSESSMENT PASCA OPERASI P1A0, 29 tahun, Post SCTP atas indikasi induksi gagal dengan DKP

TINJAUAN PUSTAKA I.

Inersia Uteri Sekunder 1. Definisi Kontraksi uterus yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi 2 yaitu : inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah kelainan his yang timbul sejak permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahuluan yang lemah dan kadang-kadang

7

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

menjadi hilang. Inersia uteri sekunder adalah kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan dalam waktu yang lama. 2. Etiologi Hingga saat ini masih belum diketahui. akan tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi : a.

Faktor umum 1. Primigravida terutama pada usia tua 2. Anemia dan asthenia 3. Perasaan tegang dan emosional 4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin 5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik

b.

Faktor lokal 1. Overdistensi uterus 2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia 3. Mioma uterus 4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik 5. Kandung kemih dan rektum penuh 3. Gambaran klinis 1. Waktu persalinan memanjang 2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek 3. Dilatasi serviks lambat 4. Membran biasanya masih utuh 5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan karena inersia persisten 6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek 4. Penatalaksanaan a.

Pemeriksaan umum : 1.

Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malpresentasi atau malposisi dan

tatalaksana sesuai dengan kasus 2.

Penatalaksaan kala 1 yang baik

3.

Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada

kasus dengan membrane plasenta telah pecah 8

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS b.

NO. RM: 690455

Amniotomi 1.

Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm

2.

Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus

3.

Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi

kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus. c.

Oksitosin 5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai dari 8 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x dalam 10 menit.

d.

Metode persalinan 1.

Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi.

Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap. 2.

Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode tersebut,

(2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical. II. Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Disproportion) 1. Definisi Mekanisme kelahiran adalah suatu proses penyesuaian bayi terhadap jalan lahir yang harus dilalui. Karena itu ukuran dan bentuk pelvis teramat penting dalam obstetrik. Pada wanita maupun pria, pelvis merupakan rangkaian tulang ekstremitas bawah, akan tetapi pada Wanita mempunyai bentuk khusus yang disesuaikan pada proses persalinan. Disproporsi Kepala Panggul adalah ukuran pelvis yang tidak proporsional dengan ukuran besar kepala bayi untuk dilalui bayi pada proses persalinan. Disproporsi bisa terjadi akibat pelvis sempit dengan kepala bayi normal, atau pelvis normal dengan bayi besar, atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit. 2. Anatomi Pelvis Pelvis dibentuk oleh 4 (empat) buah tulang : Os coxae kiri dan kanan, membentuk dinding lateral dan anterior rongga pelvis. Os coccygis dan os sacrum, bagian dari columna vertebralis,

9

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

membentuk dinding posterior rongga pelvis. Os coxae sendiri masing-masing sebenarnya terdiri dari 3 tulang kecil yang bersatu, yaitu os ilium, os ischium dan 0s pubis. 3. Jenis — jenis Penyempitan Pada Rongga Dalam Pelvis. Pelvis disebut sempit yaitu apabila ukurannya 1 — 2 cm kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan pelvis bisa pada: i. INLET ( pintu atas pelvis = pap), yaitu apabila diameter antero posterior kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal terbesar kurang dari 12 cm. Diameter muka belakang pintu atas pelvis biasanya diperkirakan dengan pengukuran secara manual conjugata diagonalisnya yang kurang lebih 1,5 cm lebih panjang. Oleh karena itu kesempitan pintu atas pelvis juga dinyatakan bila conjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm.Pembagian tingkatan pelvis yang sempit : a. Tingkat I : Conjugata Vera = 9 - 10 cm = borderline b. Tingkat II : Conjugata Vera = 9 - 8 cm = relatif c. Tingkat III : Conjugata Vera = 6 - 8 cm = ekstrim d. Tingkat IV : Conjugata Vera = 6 cm = mutlak

Gambar 1. Pintu atas pelvis dengan Konjugata Vera, diameter Transversa, dan diameter oblikus

ii. OUTLET (p.b.p atau dasar pelvis), yakni terdiri atas 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan. Ukuran—ukuran yang penting ialah: Diameter Transversa (diameter antar tuberum) = 11 cm, Diameter anteroposterior = 11,5 cm dan diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum = 7,5 cm. Pintu bawah pelvis disebut sempit jika jumlah ukuran antar tuberu dan diameter sagitalis posterior < 15 cm (normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5)

10

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Gambar 2. Pintu bawah pelvis iii. MIDPELVIC ( ruang tengah pelvis = r.t.p), yakni jika diameter interspinarum 9 cm dan jumlah diameter interspinalis ditambah diameter sagitalis posterior pelvis tengah kurang dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis klinik, hanya dapat dipastikan dengan Rontgent Pelvis. Tetapi jika pintu bawah pelvis sempit biasanya bidang tengah pelvis juga sempit. iv. Dan kombinasi dari INLET, MIDPELVIC, atau OUTLET. Sedangkan ukuran—ukuran pelvis luar yang dapat dijadikan perkiraan adanya resiko terjadi DKP pada saat melahirkan , dan yang tercatat di kartu status , yakni: a. Distantia spinarum, yakni jarak antar spina iliaca anterior superior kiri dan kanan yang ukuran normalnya ≥ 25 cm. b. Distantia Cristarum, yakni jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan dan kiri, yang ukuram normalnya ≥ 28 cm. c. Conjugata Externa, yakni jarak antara bagian atas symphysis ke ujung processus spinosus ruas tulang lumbal yang ukuran normalnya ≥ 20 cm d. Lingkaran Panggul, yakni lingkaran melalui pinggir atas symphisis ke pertengahan spina anterior superior dengan trochanter mayor timbal balik. Ukuran panggul luar tidak begitu tepat, karena dipengaruhi dengan gemuk kurus. 4. Penggolongan Berat Badan Bayi. Selain ukuran pelvis yang kurang dari normal, ukuran berat janin juga sangat mempengaruhi terjadinya DKP, karena bisa saja ukuran pelvis normal tetapi bayi yang 11

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

dikandung ukurannya sangat besar atau diatas 4000 gram. Untuk ukuran berat badan normal anak yang dilahirkan seorang ibu adalah antara 2500 — 4000 gram. Bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram disebut Makrosomia, bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram disebut bayi berat lahir rendah. Ukuran umum terhadap pembagian berat badan bayi normal: a. Antara 3501 - 4000 gram digolongkan bayi besar. b. Antara 3001 - 3500 gram termasuk sedang dan, c. Antara 2500 - 3000 gram tergolong kecil. Dengan demikian pelvis disebut luas bila dapat dilewati oleh anak yang beratnya rata-rata 3501 - 4000 gram, disebut sedang bila dapat dilewati anak 3001 - 3500 gram, sempit bila hanya dapat dilewati anak sampai 2500 - 3000 gram. Oleh karena ukuran berat badan bayi yang besar, maka ukuran lingkar kepala bayi juga menjadi luas, diukur dalam satuan centimeter. Ukuran — ukuran kepala yang berperan pada saat persalinan: a. Diameter oksipitomentalis, yang ukuran normalnya = ± 13,0 cm b. Diameter biparietalis, yang ukuran normalnya = ± 9,5 cm c. Diameter bitemporalis, yang ukuran normalnya = ± 8 cm 5. Prognosis Pada DKP menyebabkan kepala janin terhalang masuk ke pintu atas panggul, maka jalan persalinan akan berlangsung lama dan sering tidak timbul persalinan spontan yang efektif. Pelvis yang ukurannya tidak proporsional dapat mengakibatkan terjadi ketuban pecah dini serta infeksi intrauterin pada saat proses persalinan, maka resiko terhadap bayi meningkat demikian juga terhadap ibu. Kompikasi lain yang sering terjadi adalah presentasi janin yang abnormal, hal ini dapat mengakibatkan robekan jalan lahir yang lebih luas pada saat proses persalinan, sedangkan pada bayi dapat mengakibatkan angka mortalitas agak tinggi. Jika terjadi amnionitis, maka bayi yang dilahirkan dapat mempunyai resiko mengalami pneumonia dan kemudian septicemia. Partus lama dan traumatis, pada bayi dapat mengakibatkan perdarahan pada intracranial dan memberi resiko yang tinggi terjadi defisit syaraf pada otak.Apabila persalinan dengan DKP dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin. a. Bahaya pada ibu i. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum. 12

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

ii. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik. Keadaan ini dikenal dengan nama Ruptura uteri mengancam apalagi jika tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan. iii. Dengan persalinan tidak maju karena DKP, jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang pelvis. b. Bahaya pada janin. i. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah dengan infeksi intrapartum. ii. Prolapsus funukuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila janin masih hidup. iii. Dapat terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intrakarnia, bila janin lahir dengan mengadakan Moulage. iv. Tekanan pada pelvis yang picak menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis 6. Diagnosis Disproporsi Kepala Panggul Anamnesis tentang persalinan—persalinan terdahulu pada Ibu dapat memberi petunjuk tentang keadaan pelvis, apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan bahwa Wanita yang bersangkutan mengalami DKP. Pengukuran dengan pelvimetri rnerupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan keterangan lebih banyak tentang keadaan pelvis. Pelvimetri luar belum dapat menunjukkan keadaan rongga pelvis yang sebenarnya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah pelvis, dan dalam beberapa hal yang khusus seperti pelvis miring. Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas pelvis serta pelvis tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah pelvis. Dengan pelvimetri roentgenologik diperoleh garnbaran yang jelas tentang bentuk pelvis dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran ketiga bidang pelvis, akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya, khususnya bagi janin. Oleh sebab itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk menjalankan pelvimetri roentgenologik secara rutin pada masa kehamilan melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam masa antenatal maupun dalam persalinan 13

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

7. Faktor - faktor Disproporsi Kepala Panggul. Faktor determinan adalah faktor—faktor yang memberikan resiko untuk terjadinya DKP pada Ibu melahirkan. Terjadinya distosia pada jalan lahir oleh karena DKP agak sulit didefenisikan penyebabnya oleh karena variasi defenisi, beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor resiko: i. Tinggi Badan. Tinggi badan bisa dipengaruhi oleh faklor keturunan, scbagaimana pengaruh genetik dari poliposisi familial, namun faktor makanan dan kekurangan zat—zat gizi yang dibutuhkan oleh tulang juga mempengaruhi pertumbuhan tulang menjadi lebih panjang. Seorang wanita yang bertubuh kecil, atau wanita yang memiliki ukuran tinggi badan yang lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya, kemungkinan memiliki pelvis berukuran kecil. Umumnya jika wanita tersebut mempunyai ukuran tinggi badan ≤ 145 cm. Akan tetapi tidak dapat diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk badan normal tidak dapat memiliki ukuran-ukuran pelvis yang kurang dari normal, jika ditinjau dari satu atau beberapa segi bidang pelvis. ii. Berat Badan Bayi. Pada umumnya, pada ibu—ibu yang hamil dengan kondisi kesehatan yang baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak sering menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil, akan menghasilkan bayi yang lebih besar. Konsumsi makanan yang mengandung energi, protein, zat besi, seng dan asam folat selama masa kehamilan dapat dapat mengoptimalkan pertumbuhan bayi. Bayi yang terlalu besar dapat mempengaruhi jalannya persalinan, karena ukuran berat badan bayi berpengaruh pada besar ukuran lingkar kepala bayi, jika ukuran bayi besar maka ukuran diameter lingkar kepala bayi juga akan lebar. Pada penelitian sebelumnya di Amerika Serikat, berat badan janin lebih besar dari 4000 gram meningkatkan resiko pada saat partus sebesar 10,2 kali. Pada penelitian di Yogyakarta menunjukkan berat badan bayi ≥ 3500 gram meningkatkan resiko 4,19 kali. Resiko untuk mengalami komplikasi persalinan 4,5 kali lebih besar pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram, dibandingkan dengan ibu yang berat badan bayinya ≤4000 gram. iii. Ukuran Pelvis Ibu. Pada pelvis dengan ukuran normal, dengan berat badan janin yang normal juga tidak akan mengalami mengalami kesukaran dalam persalinan pervaginam. Akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal—hal yang lain, ukuran—ukuran pelvis dapat menjadi lebih kecil dari 14

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

standard normal, sehingga dapat terjadi kesulitan dalam persalinan per vaginam. Selain itu kesempitan pada pelvis juga dapat disebabkan oleh kelainan pada tulang pelvis, yakni : a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan, yakni: Pelvis sempit seluruh (semua ukuran pelvis kecil), Pelvis picak (ukuran muka belakang sempit), Pelvis sempit picak (semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakang), Pelvis Corong (pintu atas pelvis biasa tetapi pintu bawah pelvis sempit). b. Kelainan karena penyakit tulang pelvis atau sendi-sendinya, yakni: Pelvic Rachitis, Pelvic Osteomalaci dan radang articulation sacroiliaca. c. Kelainan pelvis disebabkan kelainan tulang belakang, yakni : Kyphose di daerah tulang pinggang menyebabkan pelvis corong dan Scoliose di daerah tulang punggung menyebabkan pelvis sempit miring. d. Kelainan pelvis disebabkan kelainan anggota tulang bawah tubuh, yakni: Coxitis,Luxalio dan Atrofia. Dan dapat juga dipengaruhi oleh bentuk jenis pelvis yang sudah terbentuk secara genetik. Jenis Pelvis wanita Indonesia yakni : Ginekoid = 64,2 % Antropoid = 16,3 %, Platipeloid = 13,6 %, Android = 2,2%, Pelvis patologik = 3%.“; Dari jenis—jenis pelvis diatas, pelvis yang normal untuk seorang wanita agar dapat melahirkan dengan normal adalah Ginekoid, sedangkan untuk jenis pelvis anthropoid, Platipeloid Android dan pelvis patologik adalah jenis pelvis kurang dari ukuran nonnal yang terdapat kesempitan—kescmpitan pada sisi-sisi rongganya.” iv. Ukuran Lingkar Kepala Bayi. Dari seluruh bagian badan bayi, kepala merupakan bagian terpenting dalam proses persalinan, jika kepala bayi dapat melewati pelvis ibu, bagian badan lainnya pada umunmya akan dapat lewat pula tanpa kesulitan. Kepala janin terdiri atas tulang—tulang tengkotak (kranium) dan tulang-tulang dasar tengkorak (basis kranii) serta muka. Kepala janin berbentuk ovoid yang lebih sempit di bagian depan dan lebar di belakang. Ukuran-ukuran kepala yang berperan pada waktu persalinan yang tercatat di kartu status, seperti: diameter biparietalis yang merupakan ukuran lintang terbesar yang disebut parietalis kiri dan kanan, ukuran diameter bitemporalis yang merupakan ukuran lintang terkecil antara kedua os temporalis dan ukuran sirkumférensia mentooksipitalis. 8. Cara Penanggulangan Persalinan. 15

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Cara penanggulangan persalinan adalah cara atau tehnik yang dipergunakan pada saat proses persalinan pada pasien yang mengalami DKP untuk membantu proses persalinan. Sekarang ada 2 cara yang dikenal yang merupakan cara tindakan utama untuk menangani persalinan pada DKP, yakni seksio sesarea dan partus percobaan pervaginam 1. Partus percobaan pervaginam Pada pelvis yang sempit berdasarkan pemeriksaan yang diteliti pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran—ukuran pelvis dan hubungan antara kepala janin dengan pelvis, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan Partus percobaan pervaginam. Terdapat beberapa kemungkinan hasil dari Partus percobaan, yakni: Partus percobaan berhasil, dapat lahir secara pervaginam, dan partus percobaan gagal, maka dilanjutkan dengan seksio sesarea. 2. Seksio Sesarea Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. III.

Induksi Oksitosin 1. Mekanisme Kerja Reseptor oksitosin (OTR) mengirim sinyal di miometrium agar mengaktivasi pelepasan

Ca2+ dari intraseluler melalui proses pengikatan antara oksitosin dengan reseptor. Peningkatan Ca2+ akan membentuk kompleks Ca2+- colmodulin yang akan mengaktivasi Myosin Light-Chain Kinase (MLCK) yang nantinya akan meningkatkan kontraksi miometrium.

16

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Gambar 3. Mekanisme kerja oksitosin 2. Penyebab Induksi Gagal Prognosis persalinan terdiri dari 3 faktor, yaitu power, passage dan passanger. Pada kasus ini tidak terdapat masalah baik di passage atau jalan lahir maupun passanger yaitu bayi. Persalinan tidak maju di sebabkan oleh power/ his yang tidak adekuat bahkan setelah pemberian induksi oksitosin. Penyebabnya mungkin karena reseptor oksitosin ibu yang tidak sensitif sehingga tidak mampu mengirim sinyal yang adekuat untuk timbulnya kontraksi.

17

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

PEMBAHASAN 1.

Pada kasus ini, pasien didiagnosis G 1P0A0, 29 tahun, umur kehamilan 40+3 minggu, janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan inpartu kala I fase laten dengan inersia uteri sekunder atas dasar : a. G1P0A0 Pasien hamil yang pertama kalinya b. Hamil aterm Usia kehamilan pada pasien ini adalah 40+3 minggu berdasarkan rumus Neagle dengan HPMT 17 Desember 2015. c. Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan. Teraba satu bagian lunak Leopold I, Teraba tahanan memanjang di sebelah kanan ibu pada Leopold II, Teraba satu bagian bulat keras belum masuk PAP pada Leopold III. Leopold IV tidak dilakukan karena belum masuk PAP d. Inpartu Sudah terdapat tanda-tanda persalinan yaitu his adekuat/efektif, pembukaan serviks, serta pasien mengeluhkan keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir (bloody show). e. Kala I fase laten Pemeriksaan vaginal toucher didapat pembukaan serviks 3 cm, kulit ketuban (-), efficement 50%, lunak, kepala H II, caput (+) f. Inersia uteri sekunder Frekuensi his < 3 kali dalam 10 menit. His yang normal memiliki frekuensi 3-5 kali dalam 10 menit dengan durasi ≥ 40 detik fundal dominan dan kuat.

2. Pasien menyangkal memiliki penyakit jantung, paru, diabetes mellitus dan hipertensi yang merupakan penyulit saat kehamilan dan persalinan. 3. Kemudian pasien dirawat di ruang VK (Kana). Saat di VK pukul 14.00, DJJ 145, his 3x10’ 30” (+). 2 ½ jam kemudian, dilakukan pemeriksaan vaginal toucher pembukaan masih 3 cm, kulit ketuban (-), his (+) jarang. Seharusnya pemeriksaan vaginal toucher dilakukan 1 ½ jam lebih awal, agar diagnosis kala I lama bisa segera di tegakkan dan dapat dilakukan pemilihan tindakan yang lebih cepat.  Terjadi Distosia (Kelainan his (power))

18

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

Maksut pemberian oksitosin adalah untuk memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka. Oksitosin bekerja dalam waktu 1 menit setelah pemberian intravena. Peningkatan kontraksi uterus dimulai hampir seketika, kemudian menjadi stabil selama 15 – 60 menit dan setelah penghentian infus tersebut, kontraksi uterus masih berlangsung selama 20 menit (Wiknjosastro, 2005). Namun, pada pasien ini tidak langsung diberikan augmentasi ketika pertama kali datang padahal frekuensi his jarang (inersia uteri sekunder). Bila infus oksitosin diberikan, pasien harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung janin harus diperhatikan. Infus harus dihentikan jika kontraksi uterus berlangsung > 60 detik dan denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Efek samping pemberian oksitosin : ruptur uteri akibat kontraksi uterus hipertonik dan bradikardi pada janin serta asfiksia akibat berkurangnya perfusi plasenta (Gambar 4). Dosis pemberian oksitosin  diberikan 5 IU dalam 500 cc Ringer Laktat mulai 8 tpm dinaikkan 4 tpm tiap 15 menit sampai maksimal 40 tpm.

Gambar 3. Kontraksi Uterus Hipertonik 4. Setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 5 ½ jam, dilakukan pemeriksaan vaginal toucher pada pukul 22.15, didapatkan pembukaan menjadi 4 cm. Pada waktu ini seharusnya pembukaan pasien telah mencapai pembukaan lengkap, karena kemajuan persalinan tidak bertambah secara signifikan dengan pemberian oksitosin dosis maksimal, maka induksi di anggap gagal. Pasien di istirahatkan dan dilakukan operasi seksio sesarea esok paginya.

19

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

5. Pada tanggal 28 September 2016, dilakukan SCTP (Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda) dan bayi lahir pukul 09.05 dengan jenis kelamin perempuan, Berat lahir 3350 gram, Panjang badan 48 cm, APGAR score 8-9-10. Keuntungan SCTP : -

Penyembuhan jaringan parut lebih baik (karena tidak di daerah kontraktil dan tidak

-

dipengaruhi involusi) Perdarahan sedikit Risiko infeksi lebih sedikit Perlengketan lebih sedikit

Diagnosis akhir  P1A0, 29 Tahun, Post Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda (SCTP) atas indikasi induksi gagal dengan disproporsi kepala panggul.

20

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

DAFTAR PUSTAKA 1. Benson, R.C. dan Pernoll, M.L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. 220, 456-66. 2. Cunningham, FG et.al. 2014. Williams Obstetrics, 24th ed. Prentice

Hall

International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 3. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Indonesia 2010. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. 4. Oxorn, Harry dan Forte, W.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica. 150, 634-8. 5. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka 6. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 861-70

Yogyakarta, 27 September 2016 Dokter Pembimbing,

21

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

NO. RM: 690455

dr. Alfun D. A., M.Kes, Sp. OG

22

More Documents from "Khaulah Syifa"