Preskas Neuro Snh.docx

  • Uploaded by: salma romnalia ashshofa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Preskas Neuro Snh.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,634
  • Pages: 46
PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 70 TAHUN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH: Elga Zuherli

G99172066

Muhammad Irfan

G99181045

Salma Romnalia Ashshofa

G99171040

Periode : 24 Desember 2018 – 20 Januari 2019

Pembimbing

dr. Agus Soedomo, Sp.S (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2019

1

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul:

SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 70 TAHUN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

Telah dipresentasikan pada Hari, tanggal:

Januari 2019__ Mei 2018

Oleh: Elga Zuherli

G99172066

Muhammad Irfan

G99181045

Salma Romnalia Ashshofa

G99171040

Mengetahui dan menyetujui, Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Agus Soedomo, Sp.S (K) NIP 19490516 197603 1 002

2

BAB I STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien Nama

: Tn. M

Umur

: 70 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Karangpandan, Karanganyar

Nomor Rekam Medis : 01445xxx Status

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Masuk Bangsal

: 4 Januari 2019

Tanggal Pemeriksaan : 5 Januari 2019

B. Data Dasar 1. Keluhan Utama Lemah anggota gerak kanan 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak kanan sejak ± 10 jam SMRS. Lemah dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang istirahat sepulang bertani. Pasien juga mengeluhkan bicara sedikit pelo dan bibir perot. Tidak didapatkan nyeri kepala maupun muntah, riwayat trauma (-), demam (-), kejang (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa

: (-)

Riwayat tekanan darah tinggi : (+) tidak terkontrol Riwayat diabetes mellitus

: (-)

Riwayat penyakit jantung

: (-)

Riwayat penyakit ginjal

: (-)

3

Riwayat alergi obat

: (-)

Riwayat stroke

: (-)

Riwayat Trauma

: (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa

: Disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal Riwayat diabetes mellitus

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal

Riwayat alergi obat

: Disangkal

Riwayat stroke

: Disangkal

5. Riwayat Kebiasaan Riwayat makan

: Makan 3 kali sehari

Riwayat minum jamu

: Disangkal

Riwayat minum alkohol

: Disangkal

Riwayat merokok

: Disangkal

Riwayat olahraga

: Jarang

6. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang laki-laki umur 70 tahun yang bekerja sebagai petani. Di rumah, pasien tinggal bersama dengan keluarganya. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan kelas III.

C. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 Januari 2019 1. Status Generalis a. Kondisi umum: Sakit sedang, GCS E4V5M6, kesan gizi cukup b. Tanda vital Tekanan darah

: 210/100 mmHg

4

Denyut nadi

: 70 kali/menit

Frekuensi napas

: 20 kali/menit

Suhu tubuh

: 36.5 °C

c. Kepala dan Leher Bentuk kepala

: Mesocephalus, atrofi m. temporalis (-/-), rambut rontok (-), massa (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera icterus (-/-) eksoftalmus

(-/-),

ptosis

(-/-),

pendarahan

subkonjunctiva (-/-), edema palpebrae (-/-), strabismus (-/-) Bibir

: Pucat (-), sianosis (-)

Telinga

: Gangguan pendengaran (-), tinnitus (-), otorrhea ()

Tenggorokan

: Sulit dievaluasi

Wajah

: Edema (-)

Leher

: Struma (-), distensi v. jugularis (-), limfadenopati (-), trakea di tengah, JVP R + 2 cm

d. Thoraks Bentuk thoraks

: Normochest, simetris, retraksi intercostae (-), sela iga melebar (-), limfadenopati

axilla (-/-),

limfadenopati supraclavicula (-/-), limfadenopati infraclavicula (-/-) e. Cor Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas kanan atas di SIC II linea sternalis dextra Batas kanan bawah di SIC IV linea parasternalis dextra Batas kiri atas di SIC II linea sternalis sinistra

5

Batas kiri bawah di SIC V linea miclavicularis sinistra Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II normal, regular, bising (-)

f. Pulmo Inspeksi

: Pengembangan dada kanan-kiri simetris

Palpasi

: Fremitus taktil dada kanan-kiri normal Pengembangan dada kanan-kiri simetris

Perkusi

: Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar di SIC VI

Auskulasi

: Suara dasar vesikular (+/+), suara tambahan wheezing (-/-), ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)

g. Abdomen Inspeksi

: Dinding perut sejajar dengan dinding dada, striae (-), ascites (-), luka (-), massa (-)

Auskultasi

: Bising usus 10 kali/menit, suara tambahan (-)

Palpasi

: Timpani, ascites (-)

h. Ekstremitas Warna kulit

: Warna kulit kuning langsat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), petechiae (-), icterus (-)

Akral dingin

Edema

Eritema

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2. Pemeriksaan Neurologi a. Kesadaran dan Fungsi Luhur Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: dalam batas normal

6

b. Pemeriksaan Rangsang Meningeal Kaku kuduk

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinski II

: (-)

Brudzinski IV

: (-)

Kernig

: (-)

c. Pemeriksaan Nervi Craniales 1) N. I

: dalam batas normal

2) N. II

: Visus 6/60

3) N. III, IV, VI Kanan

Kiri

Ptosis

:

(-)

(-)

Strabismus

:

(-)

(-)

Ukuran pupil

:

3 mm

3 mm

Refleks cahaya langsung

:

(+)

(+)

Refleks cahaya tidak langsung :

(+)

(+)

Gerakan bola mata

:

Dbn

4) N. V Kanan Sensorik V1 – V3

Kiri

:

Dbn

M. masseter dan m. temporalis :

Dbn

Refleks kornea

:

(+)

(+)

Kanan

Kiri

Ada

Ada

5) N. VII

Kerutan dahi

:

Tinggi alis

:

Memejamkan mata

:

Normal

Normal

Lipatan nasolabial

:

Dangkal

Normal

Meringis

:

Deviasi ke kiri

Simpulan

:

Parese N. VII dextra tipe UMN

Simetris

7

6) N. VIII Fungsi pendengaran masih baik 7) N. IX dan N. X Refleks muntah (+) 8) N. XI Dalam batas normal 9) N. XII Kanan

Kiri

Atrofi lidah

:

Tidak ada

Tidak ada

Fasikulasi

:

Tidak ada

Tidak ada

Posisi lidah saat diam

:

Deviasi ke kiri

Posisi lidah saat dijulurkan

:

Deviasi ke kanan

Simpulan

:

Paresis N. XII dextra UMN

d. Pemeriksaan Fungsi Motorik Kekuatan 1/ 1 / 1

Tonus

5/ 5 / 5

Normal Normal

1/1/1 5/5/5

Normal Normal

Reflek Fisiologis

Reflek Patologis

+2 / +2 +2 / +2

-

-

+2 / +2 +2 / +2

+ Babinski

-

e. Pemeriksaan Fungsi Sensorik Hemihipoestesi dextra f. Pemeriksaan Fungsi Otonom Miksi dan defekasi semuanya dalam batas normal g. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi Sulit dievaluasi

8

h. Pemeriksaan Fungsi Columna Vertebralis Laseque

: (-)

Contra Laseque : (-) Patrick

: (-)

Kontra Patrick

: (-)

i. Skor Siriraj = (2,5  Kesadaran) + (2  Muntah) + (2  Nyeri kepala) + (0,1  Diastole) – (3  Atheroma) – 12 = (2,5  0) + (2  0) + (2  0) + (0,1 100) – (3 0) – 12 = 0 + 0 + 0 + 10 – 0 – 12 = -2 (Stroke Non hemorrhagic)

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Darah a. Tanggal 4 Januari 2019 Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Rujukan

Hematologi Rutin Hemoglobin

13,7

gram/dL

12,0 – 15,6

Hematokrit

41

%

33 – 45

Leukosit

6,2

ribu/L

4,5 – 11,0

Trombosit

269

ribu/L

150 – 450

Eritrosit

4,73

juta/L

4,10 – 5,10

Hemostasis PT

12,2

detik

10,0 – 15,0

APTT

26,5

detik

20,0 – 40,0

INR

0,920

-

Kimia Klinik Gula darah sewaktu

151

mg/dL

60 – 140

SGOT

20

/L

< 31

9

SGPT

19

/L

< 34

Kreatinin

1,7

mg/dL

0,6 – 1,2

Ureum

43

mg/dL

< 50

Serologi HBsAg rapid

Nonreactive

Nonreactive

2. EKG (5 Januari 2019)

10

3. Pemeriksaan Radiologi MSCT Scan Kepala tanpa Kontras (5 Januari 2019)

1) Tampak lesi hipodens sub cm di thalamus kanan 2) Tak tampak midline shifting 3) Sistem ventrikel dan sisterna normal 4) Sulci dangkal dan gyri dalam 5) Pons, cerebellum, dan cerebellopontine angle tak tampak kelainan 6) Orbita, mastoid, dan sinus paranasalis kanan kiri tidak tampak kelainan 7) Craniocerebral space tak tampak kelainan 8) Calvaria intak Kesimpulan 1) Lacunar infark di thalamus kanan 2) Brain atrophy 11

4. Foto Thoraks AP (5 Januari 2019)

Kesimpulan: Cor dan pulmo tak tampak kelainan

E. Assessment Klinis

: Hemiparese dextra, parese n VII dan XII dextra UMN, hemihipoestesi dextra

Topis

: Capsula interna crus posterior sinistra

Etiologis

: Suspek stroke non hemoragik dd stroke hemoragik

F. Plan 1. Head up 300 2. Oksigen 3 lpm nasal canul 3. Diet tim rendah garam 1700 kkal 4. Infus NaCl 0,9% 20 tpm

12

5. Inj Ranitidin 50mg/12 jam 6. Inj Neurobion 1 amp/24 jam 7. Aspilet loading dose 320 mg po 8. Cek lab lengkap 9. Cek lab puasa 10. Foto CT scan kepala tanpa kontras 11. Edukasi keluarga 12. Mondok unit stroke, jika penuh bangsal biasa

G. Prognosis Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad sanam

: Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

13

BAB II FOLLOW UP 5 Januari

S:

Kelemahan anggota gerak kanan

2019

RPD : lemah anggota gerak kanan sejak ± 10 jam SMRS yang

04.30

dirasakan mendadak. Pasien juga mengeluhkan bicara sedikit pelo

DPH 1

dan bibir perot. Tidak didapatkan nyeri kepala maupun muntah, riwayat trauma (-), demam (-), kejang (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. RPD : HT (+) tidak terkontrol, DM (-), penyakit jantung (-), stroke (-), trauma (-) O : GCS E4V5M6

RR : 20 kali/menit

TD : 207/108 mmHg

T : 36,70C

HR : 90 kali/menit

SpO2 : 99%

Fungsi luhur dalam batas normal Meningeal sign (-) Nervi Craniales N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RC (+/+) N. III, IV, VI : Gerak bola mata normal N. V : Refleks kornea (+/+) N. VII : Paresis dextra UMN N. XII : Paresis dextra UMN Fungsi Motorik Kekuatan

Tonus

111

555

Normal Normal

222

555

Normal Normal

Lateralisasi dextra Refleks Fisiologis +2 / +2

+2 / +2

+2 / +2

+2/ +2

Refleks Patologis -

+ Babinski Fungsi koordinasi : Sulit dievaluasi

-

14

Fungsi sensorik : Hemihipoestesia dextra Fungsi otonom : BAB dan BAK dalam batas normal Fungsi columna vertebralis : Dalam batas normal

A : Klinis

: Hemiparese dextra, parese n VII dan XII dextra UMN, hemihipoestesi dextra

P:

Topis

: Capsula interna sinistra

Etiologi

: Stroke non hemoragik

1. Head up 300 2. Diet tim 1700 kkal rendah garam 3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm 4. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam 5. Injeksi neurobion 1 amp/24 jam 6. Aspilet loading 320 mg, kemudian 80 mg/24 jam

Plan

: Cek lab puasa Konsul RM

6 Januari

S:

Kelemahan anggota gerak kanan

2019

O : GCS E4V5M6

RR : 20 kali/menit

05.00

TD : 180/100 mmHg

T : 36,70C

DPH 2

HR : 63 kali/menit

SpO2 : 99%

Fungsi luhur dalam batas normal Meningeal sign (-) Nervi Craniales N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+) N. III, IV, VI : Gerak bola mata normal N. V : Refleks kornea (+/+) N. VII : Paresis dextra UMN

15

N. IX : Paresis dextra UMN Fungsi Motorik Kekuatan

Tonus

111

555

Normal

Normal

111

555

Normal

Normal

Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis

Refleks Patologis

+2 / +2

+2 / +2

-

-

+2 / +2

+2/ +2

+ Babinski

-

Fungsi koordinasi : Sulit dievaluasi Fungsi sensorik : Hemihipoestesia dextra Fungsi otonom : BAB dan BAK dalam batas normal Fungsi columna vertebralis : Dalam batas normal

A : Klinis

: Hemiparese dextra, parese n VII dan XII dextra UMN, hemihipoestesi dextra

P:

Topis

: Capsula interna sinistra

Etiologi

: Stroke non hemoragik

1. Head up 300 2. Diet rendah garam 1700 kkal 3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm 4. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam 5. Injeksi neurobion 1amp/24 jam 6. Aspilet 80 mg/24 jam

16

Plan

: Cek lab puasa Konsul RM Monitoring kondisi umum dan tanda vital per 6 jam

7 Januari

S:

Kelemahan anggota gerak kanan

2019

O : GCS E4V5M6

RR : 20 kali/menit

05.00

TD : 170/97 mmHg

T : 36,70C

DPH 3

HR : 60 kali/menit

SpO2 : 99%

Fungsi luhur dalam batas normal Meningeal sign (-) Nervi Craniales N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RC (+/+) N. III, IV, VI : Gerak bola mata normal N. V : Refleks kornea (+/+) N. VII : Paresis dextra UMN N. IX : Paresis dextra UMN Fungsi Motorik Kekuatan

Tonus

111

555

Normal

Normal

111

555

Normal

Normal

Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis

Refleks Patologis

+2 / +2

+2 / +2

-

-

+2 / +2

+2/ +2

+ Babinski

-

Fungsi koordinasi : Sulit dievaluasi Fungsi sensorik : Hemihipoestesia dextra Fungsi otonom : BAB dan BAK dalam batas normal Fungsi columna vertebralis : Dalam batas normal

17

A : Klinis

: Hemiparese dextra, parese n VII dan XII dextra UMN, hemihipoestesi dextra

P:

Topis

: Capsula interna sinistra

Etiologi

: Stroke non hemoragik

1. Head up 300 2. Diet rendah garam 1700 kkal 3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm 4. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam 5. Injeksi neurobion 1amp/24 jam 6. Aspilet 80 mg/24 jam

Plan

: Monitoring kondisi umum dan tanda vital per 6 jam Kendalikan faktor risiko DM Hasil Lab Kimia Klinik (7 Januari 2019) Kimia Klinik Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Rujukan

HbA1c

8,9

%

4,8-5,9

GDP

136

mg/dl

70-110

GD2PP

174

mg/dl

80-140

Asam urat

5,1

mg/dl

2,4-6,1

190

mg/dl

50-200

149

mg/dl

88-186

34

mg/dl

31-75

126

mg/dl

<150

Kolesterol total Kolesterol LDL Kolesterol HDL Trigliserida

18

8 Januari

S:

Kelemahan anggota gerak kanan

2019

O : GCS E4V5M6

RR : 20 kali/menit

05.00

TD : 160/100 mmHg

T : 36,70C

DPH 4

HR : 60 kali/menit

SpO2 : 99%

Fungsi luhur dalam batas normal Meningeal sign (-) Nervi Craniales N. II, III : Pupil isokor 3 mm/3 mm, RC (+/+) N. III, IV, VI : Gerak bola mata normal N. V : Refleks kornea (+/+) N. VII : Paresis dextra UMN N. IX : Paresis dextra UMN

Fungsi Motorik Kekuatan

Tonus

111

555

Normal

Normal

222

555

Normal

Normal

Lateralisasi dextra

Refleks Fisiologis

Refleks Patologis

+2 / +2

+2 / +2

-

-

+2 / +2

+2/ +2

+ Babinski

+

Fungsi koordinasi : Sulit dievaluasi Fungsi sensorik : Hemihipestesia dextra Fungsi otonom : BAB dan BAK dalam batas normal Fungsi columna vertebralis : Dalam batas normal A : Klinis

: Hemiparese dextra, parese n VII dan XII dextra UMN, hemihipoestesi dextra

19

P:

Topis

: Capsula interna sinistra

Etiologi

: Stroke non hemoragik

1. Head up 300 2. Diet nasi 1500 kkal 3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm 4. Injeksi ranitidine 50 gram/12 jam 5. Injeksi neurobion 1amp/24 jam 6. Aspilet 80 mg/24 jam 7. Amlodipin 10 mg/ 24 jam

Plan

: Monitoring kondisi umum dan tanda vital per 6 jam Kontrol tekanan darah dan glukosa darah

20

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

B. Epidemiologi Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10% kematian di dunia. Sama halnya dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Pada tahun 2004, stroke merupakan penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke. Dari jumlah tersebut sepertiga dapat pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan berat hingga mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.

21

Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun. 95% penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke berumur di atas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita, namun 60% kematian terjadi pada wanita. Hal ini terjadi karena wanita hidup lebih lama daripada pria, sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang sudah tua dan banyak menyebabkan kematian pada wanita.

C. Anatomi Vaskularisasi Otak Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem vertebral. 1. Sistem karotis Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis komunis dextra dan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis dextra berasal dari percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis komunis sinistra berasal dari arkus aorta. Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan A. opthalmika untuk nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : A. serebri anterior dan A. serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. 2. Sistem vertebralis Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang A. serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi A. basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, A. basilaris

22

berakhir sebagai sepasang cabang A. serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, dan A. serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil menembus ke dalam

jaringan otak dan juga saling

berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vetebral, yaitu: 1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri media kanan dan kiri, a. komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a. serebri anterior), sepasang a. serebri posterior, dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a. serebri media dan posterior) kanan dan kiri. 2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melaui a.optalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris eksterna. 3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a. karotis eksterna.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus,

23

dan kelompok vena eksterna yang yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.2

D. Klasifikasi Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Stroke Hemoragik 2. Stroke Non Hemoragik

Stroke Hemoragik Merupakan stroke karena perdarahan. Dapat dibagi : a. Perdarahan intraserebral ( PIS ) Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim atau hematoma intrakranial yang bukan disebabkan oleh trauma. Stroke jenis ini terjadi karena pecahnya arteri otak. Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak dan menekan bangunan-bangunan di otak. Peningkatan tekanan secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan sel-sel otak di sekitar genangan darah. Jika jumlah darah yang bocor meningkat dengan cepat, maka tekanan otak meningkat drastis. Hal ini menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyebab perdarahan intraserebral yang paling sering adalah hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif yang disebabkan oleh penyakit ini biasanya dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah. b. Perdarahan subarakhnoid (PSA) Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di luar otak mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan subarachoid. Hal ini menyebabkan daerah di antara tulang tengkorak dan otak dengan cepat terisi darah. Seorang dengan perdarahan dapat mengalami nyeri kepala yang muncul secara tiba-tiba dan berat, sakit pada leher, serta mual dan

24

muntah. Peningkatan tekanan yang mendadak di luar otak dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dengan cepat bahkan kematian.

Stroke Non Hemoragik Stroke karena penyumbatan, dapat disebabkan karena : a. Trombosis serebri Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak cenderung terbentuk pada percabangan dan tempat yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna dan arteri vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang mengawali proses koagulasi. Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan makrofag dan kerusakan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga melepaskan growth factors yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos dan juga berperan pada pembentukan lesi fibrointimal pada subendotelial.

b. Emboli serebri

25

Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli, tempat yang paling sering adalah arteri serebri media bagian atas. Berdasarkan gejala klinis yang tampak stroke non hemoragik terbagi menjadi : 1.

Transient Ischemic Attack (TIA) Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24 jam, dapat hanya beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang reversibel dan penderita pulih seperti semula dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi TIA adalah emboli atau trombosis dan plak pada arteria karotis interna dan arteria vertebrabasalis.

2.

Stroke In Evolution (SIE) Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat.

3.

Reversibel Ischemic Neurology Deficit (RIND) Gejala yang muncul bertahap, akan hilang dalam waktu lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih dari 3 minggu, tetapi pasien dapat mengalami pemulihan sempurna.

4.

Complete Stroke Ischemic Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak : -

Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus/ embolus.

-

Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat; anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.

26

-

Tekanan darah yang sistemik memegang tekanan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik dari pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi.

-

Kelainan jantung; menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain fibrilasi dan lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

E. Etiologi Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. 1. Emboli Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik. a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: 1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; 2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis; 3) Fibralisi atrium; 4) Infarksio kordis akut; 5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;

27

6) Kadang-kadang

pada

kardiomiopati,

fibrosis

endrokardial, jantung miksomatosus sistemik; c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: 1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau 2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru bronkiektasis. 3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.

2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan

28

akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

F. Klasifikasi Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi dalam: 1.

Stroke non hemoragik yang mencakup a. TIA (Transient Ischemic Attack) b. Stroke in-evolution c. Stroke trombotik d. Stroke embolik e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma.

2.

Berdasarkan subtipe penyebab a. Stroke lakunar b. Stroke trombotik pembuluh besar c. Stroke embolik d. Stroke kriptogenik

G. Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni: 1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade) 2. Hipertensi 3. Merokok 4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri) 5. Hiperkolesterolemia 6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler H. Patofisiologi

29

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis dekstra dan sinistra, yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai

sirkulasi

arteri

serebrum

anterior,

yang

kedua

adalah

vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi. Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteriarteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya dapat berupa: 1.

Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis.

2.

Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.

3.

Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

30

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainan-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di sistem motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

I. Gejala Klinis Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu : Buka mata (E) 1. Tidak ada respons

Respon motorik (M) 1. Tidak ada gerakan

Respon verbal (V) 1. Tidak ada suara

2.

Respons dengan rangsangan nyeri

2.

Ekstensi abnormal

2.

Mengerang

3.

Buka mata dengan perintah

3.

Fleksi abnormal

3.

Bicara kacau

4.

Buka mata spontan

4.

Menghindari nyeri

4.

Disorientasi tempat dan waktu

5.

Melokalisir nyeri

5.

Orientasi baik dan sesuai

6.

Mengikuti perintah

Tabel 1. Skala koma Glasgow

Penilaian skor skala koma Glasgow: a. Koma (GCS = 3-8)

31

b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14) c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15) Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan motorik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sindrom serebelar) : 1.

Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

2.

Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak bisa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.

3.

Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan

4.

Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

Nervus kranial

Fungsi

I: Olfaktorius

Penciuman

II: Optikus III: Okulomotorius

Penglihatan Gerak mata; kontriksi pupil; akomodasi

Penemuan klinis dengan lesi Anosmia (hilangnya daya penghidu) Amaurosis Diplopia (penglihatan kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi

32

IV: Troklearis V: Trigeminus

VI: Abdusen VII: Fasialis

VIII: Vestibulokoklearis IX: Glosofaringeus

X: Vagus

XI: Asesorius Spinal XII: Hipoglosus

Gerak mata Sensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak mengunyah Gerak mata Pengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga luar; sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah Pendengaran; keseimbangan

Pengecapan; sensasi umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotis Pengecapan; sensasi umum pada farings, laring dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu Gerak lidah

Diplopia ”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang Diplopia Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo; nitagmus Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings; mulut kering sebagian Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis palatum

Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu Kelemahan dan pelayuan lidah

Tabel 2. Gangguan nervus kranial Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :

1.

Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral) a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis

33

b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca. 2.

Arteri serebri media (tersering). a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan) b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi d. Disfasia

3.

Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama) a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai b. Defisit sensorik kontralateral c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis

4.

Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral) a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas b. Meningkatnya reflek tendon c. Ataksia d. Tanda Babinski bilateral e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo f. Disfagia g. Disartria h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi j. Gangguan penglihatan dan pendengaran

5.

Arteri serebri posterior

34

a. Koma b. Hemiparese kontralateral c. Afasia visual atau buta kata (aleksia) d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis. J. Diagnosis 1. Anamnesis Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti: 1.

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

2.

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.

3.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.

2. Pemeriksaan Fisik

35

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan membutuhkan

terhadap

faktor

pemeriksaan

kardiovaskuler

fundus

okuler

penyebab

(retinopati,

stroke emboli,

perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.

3. Pemeriksaan Neurologi Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.

4. Gambaran Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor risiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.

36

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan

koagulasi

dapat

menunjukkan

kemungkinan

koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.

5. Gambaran Radiologi a. CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. b. CT perfussion

37

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi

daerah

awal

terjadinya

iskemik.

Dengan

melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut. c. CT angiografi (CTA) Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. d. MR angiografi (MRA) MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussionweighted imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan

38

pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.

K. Penatalaksanaan Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. 1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap. b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu : i. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik. ii. Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.

39

iii. Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi. c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.

2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam waktu 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas. b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 510 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam. c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas

infrak

dan

perburukan

neurologis.

Pedoman

penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut : i. Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta. ii. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg. iii. Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

40

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus dinaikkan dengan dopamin atau debutamin drips. d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi. e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas. f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan. g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi: i.

Kemungkinan besar stroke kardioemboli

ii.

TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

iii.

Stroke dalam evolusi

iv.

Diseksi arteri

v.

Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.

41

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus dinilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan

penyakit

serebrovaskular,

obat-obatan

ini

dapat

dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika: 1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin. 2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel. 3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.

L. Komplikasi Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang. 1.

Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik 42ntr terjadi meskipun agak jarang (10-20%)

2.

Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah 42ntracran independen untuk potensi pembengkakan dan

42

kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan 43ntracranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi. 3.

Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

M. Pencegahan Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur. Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat anti dislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.

43

44

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Terdapat beberapa faktor risiko stroke non hemoragik, yakni: usia lanjut, hipertensi, merokok, penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri), hiperkolesterolemia, dan riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler. Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan. Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang diperlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.

45

DAFTAR PUSTAKA 1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press, 2007; hal: 81-115. 2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007; hal: 1-13

3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006. 4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta kedokteran fkui jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000; hal. 17-18. 5. Widjaja AC. Uji diagnostik pemeriksaan kadar d-dimer plasma pada diagnosis stroke

iskemik.

UNDIP.

Semarang.

2010.

http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf 6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 2. Jakarta: EGC, 2006; hal. 1110-19. 7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2010; hal 270, 287, 290-93. 9. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC, 2002; hal. 359-98. 10. Januar R. Karakteristik penderita stroke non hemorage yang di rawat inap di rsu

herna

medan

tahun

2002.

FKM

USU.

Medan.

2002.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569 11. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis 12. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005; hal. 98-99. 13. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2013 Sept 01. available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup

46

Related Documents

Preskas Neuro Snh.docx
April 2020 6
Neuro
November 2019 50
Neuro
April 2020 31
Neuro
June 2020 29
Neuro
May 2020 39
Neuro
June 2020 24

More Documents from "seabrix"

Indeks Barthel.docx
April 2020 5
Preskas Neuro Snh.docx
April 2020 6
Psoriasis Vulgaris.docx
October 2019 25
Glossary.doc
December 2019 42
Gambar Anatomi 2.1 (1).pdf
November 2019 40