Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur"[1]. Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini dilaporkan penemuannya oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya. Orang pertama yang menganalisis prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. George Coedes-lah yang kemudian berjasa mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera pada abad ke-7 Masehi, suatu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian selatan. Hingga tahun 2012, prasasti Kota Kapur berada di Rijksmuseum (Museum Kerajaan) Amsterdam, negeri Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia[1].
Isi prasasti[sunting | sunting sumber] Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh Dapunta Hyang, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya. Inilah isi lengkap dari Prasasti Kota Kapur, seperti yang ditranskripsikan dan ditejemahkan oleh Coedes:
Terjemahan[sunting | sunting sumber] 1. Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya) 2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah ! 3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak; 4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka 5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,
6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang 7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut 8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya 9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah 10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak.
Arti penting[sunting | sunting sumber] Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan di Palembang pada tanggal 29 November 1920, dan Prasasti Talang Tuwo yang ditemukan beberapa hari sebelumnya yaitu pada tanggal 17 November 1920. Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatera, Pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak berbakti (tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi lainnya di daerah tersebut, merupakan peninggalan masaSriwijaya dan membuka wawasan baru tentang masa-masa HinduBudha di masa itu. Prasasti ini juga membuka gambaran tentang corak masyarakat yang hidup pada abad ke-6 dan abad ke-7 dengan latar belakang agama Buddha.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Kota_Kapur
Home » Sejarah Indonesia » Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur
Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur Bayu Kuncoro
Sejarah Indonesia
Kali ini saya akan berbagi mengenai sejarah singkat Kerajaan Kota Kapur. Jika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur
Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di antaranya yaitu dua buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan - peninggalan lain yaitu di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalanpeninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak HinduWaisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan, sehingga telah dapat melaksanakan tugas Makalah Kerajaan kota kapur dengan selamat dan berhasil baik. Hasil yang telah kami laksanakan, kami sampaikan dalam bentuk laporan tertulis, dengan mengharap agar mendapatkan nilai yang semaksimal mungkin, agar lebih dapat meningkatkan pengetahuan kami. Dalam menyusun tugas ini kami sangat mengharapkan adanya kritik dan perbaikan yang bersifat membangun, serta saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika sekitarnya terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam tugas ini.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada Bpk. Hendra guru pembimbing Sejarah kami yang telah memberikan tugas ini kepada kami semoga agar kami dapat mengingat kembali pelajaran Sejarah ini dan sehingga dapat selesai tanpa hambatan yang berarti. Demikianlah tugas ini yang telah kami susun untuk menjadi masukan dalam pembelajaran dimasa yang akan datang.
24 Febuari 2015
DAFTAR ISI Kata pengantar ............................................................................ ii Daftar isi ........................................................................................ iii Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang kerajaan kota kapur ........................................... 4 Bab II PEMBAHASAN A. Letak geografis kerajaan kota kapur ................................................... 5 B. sejarah terbentuknya kerajaan majapahit .......................................... 5 C. peninggalan kerajaan kota kapur ............................................................ 7 D. Isi prasasti kota kapur ............................................................................... 8 Bab III KESIMPULAN ....................................................................................................... 11
BAB 1
A. latar belakang keraajaan kota kapur
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti Śrīwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh sebelum Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan di Palembang pada tanggal 29 November 1920, dan Prasasti Talang Tuwo yang ditemukan beberapa hari sebelumnya yaitu pada tanggal 17 November 1920. Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatera, Pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak berbakti (tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi lainnya di daerah tersebut, merupakan peninggalan masa Sriwijaya dan membuka wawasan baru tentang masa-masa Hindu-Budha di masa itu. Prasasti ini juga membuka gambaran tentang corak masyarakat yang hidup pada abad ke6 dan abad ke-7 dengan latar belakang agama Buddha.
Prasasti tersebut ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892 . Selanjutnya, prasasti ini pertama kali dianalisis oleh H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja padaBataviaasch Genootschap di Batavia. Replika prasasti dapat dilihat di Museum Timah Indonesia. Situs ini terletak di Desa Kota Kapur, Kec. Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Sebelum Sriwijaya, kelompok masyarakat yang menghuni pemukiman di dalam lingkungan benteng tanah adalah penganut ajaran Hindu Waisnawa seperti yang berkembang di Asia tenggara daratan dan Pantai Utara Jawa. Dari pemukiman itu dipasarkan Kapur Sirih.
.BAB 2 PEMBAHASAN A. Letak geografis kerajaan kota kapur Terletak di Desa Kota Kapur Kecamatan Mendo, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Situs ini terletak di pinggir Sungai Mendo yang bermuara di selat Bangka. Untuk mencapai lokasi, dapat mengambil transportasi umum dari jantung Kabupaten Bangka Barat - Kecamatan Mendo . Sayangnya, akses ke Desa Kota Kapur melalui Kecamatan Mendo sulit dijangkau. Oleh karena itu, lebih efisiens jika mengendarai mobil pribadi sendiri untuk mencapai lokasi tersebut Read more: http://warnainfo.blogspot.com/2012/06/candi-kota-kapur-bangka-belitung.html#ixzz3Ifub8bvS
B. Sejarah terbentuknya kerajaan kota kapur Jika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur
Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu, di antaranya yaitu dua buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang ditemukan di daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi. Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan - peninggalan lain yaitu di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalanpeninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka. C. PENINGGALAN KERAJAAN KOTA KAPUR Di daerah ini meninggalkan temuan temuan arkeologiberupa sisa sisa sebuah bangunan candi hindu (wisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca arca batu, diantaranya dua buah arca wisnu dengan gaya gaya seperti arca arca wisnu yang ditemukan di lembah mekhing, semenanjung malaka, dan cibuaya, jawa barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi. Sebelumnya di situs kota kapur selain telah ditemukan sebuah inkripsi batu dari kerajaan sriwijaya yang berangka tahun 608 saka (=686 masehi), telah ditemukan pula peninggalan peninggalan yang lain diantaranya sebuah arca wisnu dan sebuah arca durga mahisasuramardhini. Dari peninggalan peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di pulau bangka pada waktu itubercorak hindu-waisnawa, seperti hal nya di kerajaan tarumanegara di jawa barat. Temuan lain dari situs kota kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masing masing panjangnya sekitar 350 m dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukan masa antara tahun 530 m sampai 870 m. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi sriwijaya ke pulau bangka menjelang akhir abad ke-7.
D. ISI PRASASTI KOTA KAPUR
Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh Dapunta Hyang, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya. Inilah isi lengkap dari Prasasti Kota Kapur, seperti yang ditranskripsikan dan ditejemahkan oleh Coedes: 1.
2.
3. 4.
5.
Naskah Asli Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwijaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
6. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu7. ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua8. tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana. 9. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. tatkalana 10. Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya. 1. 2.
3.
4.
5.
6.
Terjemahan Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya) Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah ! Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak; yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang
7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut 8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya 9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah 10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak. Bab III KESIMPULAN Prasasti Kota Kapur adalah temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat penemuannya iaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kota kapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuno, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892.