BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi pasca infeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi pertusis. Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella. (Muttaqin. 2008) 1.2 Rumusan Masalah 1.Bagaimana konsep penyakit pada pasien dengan encephalitis 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan encephalitis. 1.3 Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum :
Penyusunan makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar dengan bahan ajar asuhan keperawatan pada klien Ensefalitis. 2. Tujuan Khusus : Untuk mengetahui konsep dasar dari limfedema seperti : 1. Defenisi dari ensefalitis 2. Etiologi dari ensefalitis 3. Patofisiologi dari ensefalitis 4. Tanda dan gejala ensefalitis 5. Komplikasi dari ensefalitis 6. Pemeriksaan Diagnostik dari ensefalitis 7. Penatalaksanaan Medis dari ensefalitis 8. Asuhan keperawatan pada penyakit ensefalitis
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi dari ensefalitis Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2010). Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis. (Arif Mansur : 2010). Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis . Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi 2.2 Etiologi dari ensefalitis Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis, misalnya bakteri protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling sering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. (Muttaqin Arif. 2008) Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin : a. Infeksi virus yang bersifat epidemic b. Infeksi virus yang bersifat sporadic c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela 2.3 Patofisiologi dari ensefalitis Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
2
organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan tersebut dan menyebar melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan. Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi klinis ensefalitis, Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan afasia.
3
2.4 Tanda dan gejala ensefalitis Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah : a. Panas badan meningkat. b. Sakit kepala. c. Muntah-muntah lethargi. d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. 2.5 Komplikasi dari ensefalitis Komplikasi pada ensefalitis berupa : a. Retardasi mental b. Iritabel c. Gangguan motorik d. Epilepsi e. Emosi tidak stabil f. Sulit tidur g. Halusinasi h. Enuresis i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain. 2.6 Pemeriksaan Diagnostik dari ensefalitis Pemeriksaan Diagnostik yaitu : a. Biakan : a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
4
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit. d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadangkadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002). f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat
hasil
seperti Ensefalitis herpes
edema simplex,
diffuse, ada
dan
kerusakan
pada
kasus
selektif
pada
khusus lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal 2.7 Penatalaksanaan Medis dari ensefalitis Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut antara lain : a.
Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
b.
Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a)
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. c.
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d.
Untuk
kemungkinan
infeksi
sekunder
diberikan
antibiotika
secara
polifragmasi. e.
Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
f.
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
5
g.
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
h.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
i.
Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k.
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
l.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit). n.
Penatalaksanaan shock septik.
o.
Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p.
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
2.8 Asuhan keperawatan pada penyakit ensefalitis 1.
Pengkajian
a. Identitas Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. b. Keluhan utama Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun. c. Riwayat penyakit sekarang Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala. d. Riwayat penyakit dahulu
6
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan. e. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll. f. Imunisasi Kapan terakhir diberi imunisasi DTP g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat 1) Kebiasaan Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh) 2) Status Ekonomi Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah. 3) Pola Nutrisi dan Metabolisme Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi 4) Pola Eliminasi Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi. 5) Pola tidur dan istirahat Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma. 6) Pola Aktivitas a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan. b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan 7) Pola Hubungan Dengan Peran
7
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma. h.) Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-Tanda Vital (TTV) Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 3941°. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi nafas sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK. 2)
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis karena akumulasi sekret dari penurunan kesadaran. 3)
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovelemik) yang sering terjadi pada klien ensefalitis yang telah mengganggu autoregulasi dari sistem kardiovaskuler. 4)
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. ·
Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan. ·
Pengkajian fungsi serebral
8
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. ·
Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII Saraf I
: biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan. Saraf II
: tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK. Saraf III, IV dan VI
: pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V
: pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X
: kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral. Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. ·
Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan. ·
Pengkajian refleks
9
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma. -
Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. ·
Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan suhu yang normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan tubuh, sensasi propriosefsi dan diskriminatif normal. Inflamasi pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. 5)
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume urine output, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 6)
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. 7)
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial. 2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
10
3. Resiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik. 4. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Intervensi Keperawatan a. Gangguan
perfusi
jaringan
serebri
yang
berhubungan
dengan
peningkatan tekanan intracranial. Tujuan
: perfusi jaringan otak meningkat
Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat lebih sadar, disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda tanda vital dalam batas normal dan syok dapat dihindari. Intervensi : Intervensi
Rasional
1. Monitor klien dengan ketat
1. Untuk mencegah nyeri
terutama setelah lumbal pungsi.
kepala yang menyertai
Anjurkan klien berbaring
perubahan tekanan
minimal 4- 6 jam setelah lumbal
intrakranial
pungsi.
2. Untuk mendeteksi tanda-
2. Monitor tanda-tanda
tanda syok, yang harus
peningkatan intrakranial selama
dilaporkan ke dokter
perjalanan penyakit (nadi
untuk intervensi awal
lambat, tekanan darah
3. Perubahan-perubahan ini
meningkat, kesadaran menurun,
menandakan ada
napas irreguler, refleks pupil
perubahan tekanan
menurun, kelemahan)
intrakranial dan penting
3. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit.
untuk intervensi awal 4. Untuk mencegah
Catat dan laporkan segera
peningkatan tekanan
perubahan-perubahan tekanan
intrakranial
intrakranial ke dokter.
11
5. Untuk mengurangi
4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring. 5. Tinggikan sedikit kepala klien
tekanan intrakranial 6. Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan
dengan hati-hati, cegah gerakan
peningkatan tekanan
yang tiba-tiba dan tidak perlu
intrakranial
dari kepala dan leher, hindari fleksi leher
7. Untuk mengurangi disoreintasi dan untuk
6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. 7. Beri penjelasan keadaan lingkungan pada klien
klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu 8. Untuk merujuk ke rehabilitasi
9. Untuk 8. Evaluasi selama masa
menurunkan
tekanan intrakranial.
penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual
9. Kolaborasi pemberian steroid osmotik.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran. Tujuan
: jalan napas kembali efektif
Kriteria Hasil : sesak napas negatif, frekuensi napas 16-20x/menit tidak menggunakan otot bantu napas, dapat mendemontrasikan cara batuk efektif.
12
Intervensi
Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya
1. Memantau dan mengatasi
bunyi napas tambahan,
komplikasi potensial.
perubahan irama dan
Pengkajian fungsi
kedalaman, penggunaan otot-
pernapasan dengan interval
otot aksesori, warna dan
yang teratur adalah penting
kekentalan sputum.
karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat 2. Peninggian kepala tempat
2. Atur posisi fowler dan semifowler
tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, meningkatkan batuk lebih efektif 3. Klien berada pada resiko
3. Ajarkan cara batuk efektif
tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetus gagal napas akut 4. Terapi fisik dada membantu
4. Lakukan fisioterapi dada: vibrasi dada
meningkatkan batuk lebih efektif
13
5. Pemenuhan cairan dapat 5. Penuhi hidrasi cairan via oral
mengencerkan mukus yang
seperti minum air putih dan
kental, dan dapat membantu
pertahankan asupan cairan
pemenuhan cairan yang
2500 ml/hari
banyak keluar dari tubuh 6. Pengisapan mungkin
6. Lakukan pengisapan lendir
diperlukan untuk
dijalan napas
mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih
c. Resiko
tinggi
berhubungan
gangguan
nutrisi:
kurang
dengan
ketidakmampuan
dari
kebutuhan
menelan,
yang
keadaan
hipermetabolik. Tujuan
: kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5x24
jam.
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal. Intervensi
Rasional
1. Observasi tekstur dan turgo kulit.
1. Mengetahui status nutrisi klien
2. Lakukan oral hygene
2. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
3. Observasi asupan dan pengeluaran.
3. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
4. Observasi posisi dan
4. Untuk menghindari resiko
keberhasilan sonde
infeksi/ iritasi
5. Tentukan kemampuan klien
5. Untuk menetapkan jenis
dalam mengunyah, menelan,
makanan yang akan
dan refleks batuk.
diberikan pada klien.
14
6. Kaji kememuan klien dalam
6. Dengan mengkaji faktor-
menelan, batuk, dan adanya
faktor dapat menentukan
sekret.
kemampuan menelan klien dan mencegah resiko aspirasi.
7. Auskultrasi bising usus,
7. Fungsi gastrointestinal
amati penurunan atau
bergantung pada kerusakan
hiperaktivitas bising usus.
otak. Bising usus menentukan respon pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus.
8. Timbang berat badan sesuai indikasi.
8. Untuk menevaluasi efektivitas dari asupan makanan.
9. Beri makan dengan cara meninggikan kepala. 10.
9. Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi
Letakkan posis kepala
10.
Untuk klien lebih
lebih tinggi pada waktu,
mudah untuk menelan
selama dan sesudah makan
karena gaya gravitasi.
11.
Stimulasi bibir untuk
11.
Membantu dalam
menutup dan membuka mulut
melatih kembali sensorik
secara manual dengan
dan meningkatkan kontrol
menekan ringan di atas bibir/
muskular.
di bawah dagu jika dibutuhkan. 12.
12.
Letakkan makanan pada
Memberi stimulus
sensorik (termasuk rasa
area mulut tang tidak
kecap) yang dapat
terganggu.
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan. 13.
15
Klien dapat
13.
Beri makan dengan
berkonsentrasi pada
perlahan pada lingkungan
mekanisme makan tanpa
yang tenang.
adanya distraksi dari luar. 14.
Makan lunak/ cair
mudah untuk dikendalikan 14.
Mulailah untuk memberi
di dalam mulut dan
makan per oral setengah cair
menurunkan terjadinya
dan makanan lunak ketika
aspirasi.
klien dapat menelan air. 15.
15.
Anjurkan klien
Menguatkan otot fasial
dan otot menelan dan
menggunakan sedotan untuk
menurunkan resiko
minum.
terjadinya terdesak. 16.
Dapat meningkatkan
pelesan endofin dalam otak 16.
Anjurkan klien untuk
yang meningkatkan nafsu
berpatisipasi dalam program latihan/ kegiatan 17.
makan. 17.
Kolaborasi dengan tim
Mungkin diperlukan
untuk memberikan cairan
dokter untuk memberikan
pengganti dan juga makan
cairan melalui IV atau
jika klien tidak mampu
makanan melalui slang.
untuk memasukan segala sesuatu melalui mulut.
d. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran. Tujuan
: dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran. Kriteri hasil
: klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang. Intervensi
Rasional
1. Monitor kejang pada tangan,
1. Gambaran iritabilitas sistem
16
kaki, mulut, dan otot-otot
saraf pusat memerlukan
muka lainnya.
evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadi nya komplikasi
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang,
2. Melindungi klien bila kejang terjadi
papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien 3. Pertahankan bedrest total selama fase akut
3. Mengurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia
4. Kolaborasi pemberian terapi: diazepam, fenobarbital
4. Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan: fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi.
e. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi lapisan otak Tujuan
: keluahan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenaang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit Intervensi
Rasional
1. Usahakan membuat
1. Menurunkan reaksi
lingkungan yang aman dan
terhadap rangsangan
tenang.
eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat
17
2. Kompres dingin (es) pada kepala
2. Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
3. Lakukan penatalaksanaan
darah otak
nyeri dengan metode distraksi 3. Membantu menurunkan dan relaksasi napas dalam 4. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
(memutuskan) stimulasi sensasi nyeri 4. Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan
5. Kolaborasi pemberian analgesik
nyeri/rasa tidak nyaman 5. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan. 5. Evaluasi Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil dari intervensi keperawatan.
18
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Ensefalitis adalah
infeksi
jaringan
otak
oleh
berbagai
macam
mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. Etiologi : Virus, Bakteri, dan Jamur. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah. Patofisiologi : Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh. Manifestasi klinis : Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Komplikasi pada ensefalitis berupa : Retardasi mental, Iritabel, Gangguan motorik, Epilepsi, Emosi tidak stabil, Sulit tidur dan Halusinasi. 3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1.
Untuk Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan enchepalitis, serta meningkatkan pengetahuan dengan membaca bukubuku dan mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi. 2.
Untuk Mahasiswa
19
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terapeutik dalam melakukan pengupulan data maupun dalam melakukan setiap tindakan keperawatan agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik. 3.
Untuk Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat menjaga gaya hidup yang bersih / kebiasaan agar tidak terkena komplikasi dan jika ada keluhan-keluhan segera menghubungi petugas kesehatan, puskesmas maupun rumah sakit terdekat. 4.
Untuk Institusi
Diharapkan kepada institusi khususnya keperawatan, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita sebagai tenaga perawat dan sebagai tambahan informasi bagi kita semua.
20
DAFTAR PUSTAKA Arif, Mansur. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika Asuhan
Keperawatan
Pada
Pasien
Ensefalitis.
https://www.academia.edu/10981650/asuhan_keperawatan_ensefalitis tanggal 14 Februari April 2014 pukul 14.00.
21
(online). diakses