Makalah Pemecahan Masalah.docx

  • Uploaded by: Fira Fauziah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pemecahan Masalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,448
  • Pages: 57
MAKALAH PEMECAHAN MASALAH & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

MAKALAH PEMECAHAN MASALAH & PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Ketua : Adithya Nugraha (10214223)

1. 2. 3. 4.

Anggota : Anggi Puspita (11214232) Muhammad Irfan (17214359) Vani Rahayu Dewi (1A214971) Yopih Sri Yuzanah (1C214462) Kelas : 1EA46

Universitas Gunadarma Manajemen 2015

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi dan melengkapi tugas pengantar manajemen. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penuliasan maupun materi, mengingat

kemampuan akan penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaian makalah ini, khususnya kepada : 1.

Ibu Sariyati selaku dosen mata kuliah yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka menyelesaikan penyusunan makalah ini. 2. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Dengan demikian, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca mengenai pemecahan masalah & mengambil keputusan dalam kehidupan kita.dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ’Alamiin.

Tangerang, 23 April 2015

I. a. b. II. a. b. III. a. b. IV. a. b. V. a. b. c. d.

Daftar isi Kata pengantar …………………………………………………………………. 2 Pendahuluan…………………………………………………………………….. 4 Rumusan Masalah & Tujuan……………………………………………………. 5 Pengertian Pengambilan Keputusan ………………………………… Pengertian Keputusan…………………………………………… 6 Pengertian Pengambilan Keputusan…………………………….. 7 Proses Pengambilan Keputusan……………………………………... Proses Pengambilan Keputusan…………………………………. 8 Pendapat Para Ahli tentang Proses Pengambilan Keputusan…… 9 Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan………………………………… Pengambilan Keputusan Individu………………………………. 13 Pengambilan Keputusan Kelompok…………………………….. 18 Model-Model Pengambilan Keputusan……………………………... 16 Rasional Analistis……………………………………………….. 20 Intiutif Emosional……………………………………………….. 20 Metode-Metode Analisa Pengambilan Keputusan………………….. Kewenangan Tanpa Diskusi…………………………………….. 22 Pendapat Ahli…………………………………………………… 22 Kewenangan Setelah Diskusi…………………………………… 23 Kesepakatan…………………………………………………….. 24

VI. a. b. c.

Pemecahan Masalah………………………………………………… 25 Mendefinisikan Masalah………………………………………... 27 Penentuan Alternatif……………………………………………. 27 Penentuan Pilihan yang Terbaik………………………………... 28 Daftar Pustaka………………………………………………………………… 29 Soal Latihan……………………………………………………………………. 30 Kunci Jawaban………………………………………………………………….. 33 Pendahuluan A. Latar belakang Para ilmuwan perilaku organisasi, ahli penelitian operasional dan manajer berpendapat bahwa dalam suatu organisasi, sebagian besar para bawahan menginginkan kesempatan untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Mereka berpendapat bahwa peran serta yang meningkat dalam keputusan memiliki dampak meningkatnya keterkaitan mereka dalam organisasi, kepuasan pekerjaan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi, serta peneriman inovasi. Cara manajer mempengaruhi para bawahan lebih berdasarkan tukar pikiran dan kerja sama daripada berdasarkan otoritas. Selain menyebabkan kepuasan yang lebih besar dari bawahan dan sebagai dampaknya adalah usaha yang lebih besar, produktivitas kerja, serta efektivitas yang lebih tinggi. Para pendukung pandangan tersebut memiliki alasan tambahan atas keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan. Ditunjukan bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi oleh organisasi makin bertambah kompleks, memerlukan pengetahuan dalam bidang yang canggih dan merupakan bentuk permasalahan yang tidak pernah dihadapi organisasi sebelumnya, baik teknologi, sosial maupun manusiawi. Pengambialan keputusan merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap permasalahan yang dihadapi. Pendekatan tersebut menyangkut pengetahuan mengenai esensi atas permasalahan yang dihadapi, pengumpulan fakta dan data yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, analisis permasalahan dengan menggunakan fakta dan data, mencari alternatif pemecahan, menganalisis setiap alternatif sehingga ditemukan alternatif yang paling rasional dan penilaian atas keluaran yang dicapai.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah definisi pengambilan keputusan? 2. Bagaimana proses pengambilan keputusan? 3. Bagaimana gaya pengambilan keputusan manajemen? 4. Bagaimana kerangka kerja dan konsep untuk pengambilan keputusan? 5. Bagaimana pengambilan keputusan dalam organisasi sederhana?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengambilan keputusan 2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan kepustusan 3. Untuk mengetahui bagaimana gaya pengambilan keputusan manajemen 4. Untuk mengetahui bagaimana kerangka kerja dan konsep untuk pengambilan keputusan 5. Untuk mengetahui bagaimana pengambilan keputusan dalam organisasi sederhana

I. a.

· ·

Pengertian Pengambilan Keputusan Pengertian Keputusan Terdapat beberapa pengertian keputusan yang telah disampaikan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut : (1).Menurut Ralp C. Davis Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula. (2).Menurut Mary Follet Keputusan adalah suatu hukum atau sebagai hukum situasi. Apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semua yang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewengan dari hukum situasi. (3).Menurut James A.F. Stoner Keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu : Ada pilihan dasar logika atau pertimbangan Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik

·

Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut. (4).Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudirjo,SH. Keputusan adalah suatu pengakhiran dari proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif. Dari pengertian-pengertian keputusan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa: keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif

b.

Pengertian Pengambilan Keputusan Terdapat beberapa pengertian pengambilan keputusan yang telah disampaikan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut : (1).Menurut George R. Terry Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. (2).Menurut S.P. Siagian Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. (3).Menurut James A.F. Stoner Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa : Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.

II. Proses Pengambilan Keputusan a. Proses Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan merupakan tahap-tahap yang harus dilalui atau digunakan untuk membuat keputusan. Tahap-tahap ini merupakan kerangka dasar, sehingga setiap tahap dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa sub tahap (disebut langkah) yang lebih khusus/spesifik dan lebih operasional. Secara umum, proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut : (1).Penemuan Masalah

· ·

· ·

b.

Tahap ini merupakan tahap untuk mendefinisikan masalah dengan jelas, sehingga perbedaan antara masalah dan bukan masalah (misalnya isu) menjadi jelas. (2).Pemecahan Masalah Tahap ini merupakan tahap penyelesaian terhadap masalah yang sudah ada atau sudah jelas. Langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut : Identifikasi alterntif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah Perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia, identifikasi peristiwa-peristiwa di masa datang (state of nature) Pembuatan alat (sarana) untuk mengevaluasi atau mengukur hasil, biasanya berbentuk tabel hasil (pay off table). Pemilihan dan penggunaan model pengambilan keputusan (3).Pengambilan Keputusan Keputusan yang diambil adalah berdasarkan pada keadaan lingkungan atau kondisi yang ada, seperti kondisi pasti, kondisi beresiko, kondisi tidak pasti, dan kondisi konflik. Pendapat Para Ahli tentang Proses Pengambilan Keputusan (1).Menurut Simon (1960) Simon (1960) mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri atas tiga fase, yaitu : 1. Intelligence Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah. 2. Design Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi. 3. Choice Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan. Ketiga langkah proses pengambilan keputusan yang telah disampaikan oleh Simon (1960) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Fase Proses Pengambilan Keputusan Meskipun implementasi termasuk tahap ketiga, namun ada beberapa pihak berpendapat bahwa tahap ini perlu dipandang sebagai bagian yang terpisah guna menggambarkan hubungan antar fase secara lebih komprehensif. Dalam hal ini, Model Simon juga menggambarkan kontribusi Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Ilmu Manajemen/Operations Research (IM/OR) terhadap proses pengambilan keputusan. Dari gambar dan deskripsi di atas, jelas bahwa Pengolahan Data Elektronik (PDE) dan SIM mempunyai kontribusi dalam fase Intelligence, sedangkan IM/OR berperan penting dalam fase Choice. Tidak tampak pendukung yang berarti pada tahap design. (2).Menurut Richard I. Levin, dkk Menurut Richard, et., all. Proses Pengambilan Keputusan terdiri atas 6 tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Observasi Tahap ini berupa (aktivitas proses) kunjungan lapangan, konprensi, observasi, dan riset yang dapat menjadi informasi dan data penunjang. 2. Analisis dan Pengenalan Masalah Tahap ini dapat berupa (aktivitas proses) penentuan penggunaan, penentuan tujuan, dan penentuan batasan-batasan yang dapat menjadi pedoman atau petunjuk yang jelas untuk mencari pemecahan yang dibutuhkan. 3. Pengembangan Model Tahap ini dapat berupa (aktivitas proses) peralatan pengambilan keputusan antar hubungan model matematik, riset yang dapat menjadi (output proses) model yang berfungsi di bawah batasan lingkungan yang telah ditetapkan. 4. Memilih Data Masukan yang Sesuai Tahap ini dapat berupa data internal dan eksternal, kenyataan, pendapat, serta data bank komputer yang dapat menjadi (output process) input yang memadai untuk mengerjakan dan menguji model yang digunakan. 5. Perumusan dan Pengujian Tahap ini berupa pengujian, batasan, dan pembuktian yang dapat menjadi pemecahan yang membantu pencapaian tujuan. 6. Penerapan Pemecahan

Tahap ini berupa pembahasan perilaku, pelontaran ide, pelibatan manajemen, serta penjelasan yang menjadi pemahaman manajemen untuk menunjang model operasi dalam jangka yang lebih panjang. (3).Menurut Sir Francis Bacon Menurut Sir Francis Bacon Proses Pengambilan Keputusan terdiri atas 6 tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Merumuskan/Mendefiniskan Masalah Tahap ini merupakan usaha untuk mencari permasalahan yang sebenarnya 2. Pengumpulan Informasi yang Relevan Tahap ini merupakan pencarian faktor-faktor yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui penyebab timbulnya masalah 3. Mencari Alternatif Tindakan Tahap ini merupakan pencarian kemungkinan yang dapat ditempuh berdasarkan data dan permasalahan yang ada 4. Analisis Alternatif Tahap ini merupakan analisis terhadap setiap alternatif menurut kriteria tertentu yang sifatnya kualitatif atau kuantitatif 5. Memilih Alternatif Terbaik Tahap ini merupakan pemilihan alternatif terbaik yang dilakukan atas kriteria dan skala prioritas tertentu

1.

2. 3. 4.

5.

6. Melaksanakan Keputusan dan Evaluasi Hasil Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dan pengambilan tindakan. Umumnya tindakan ini dituangkan ke dalam rencana tindakan. Evaluasi hasil memberikan masukan/umpan balik yang bergunan untuk memperbaiki suatu keputusan atau mengubah tujuan semula karena telah terjadi perubahan-perubahan. (4).Menurut Prof.Dr.S.Prajudi Atmosudirjo Menurut Prof.Dr.S.Prajudi Atmosudirjo Proses Pengambilan Keputusan terdiri atas 5 tahap, yaitu sebagai berikut : Seseorang mula-mula harus menyadari dan menempatkan diri sebagai pimpinan dalam organisai dan bertanggung jawab sebagai pimpinan organisasi serta harus memutuskan sesuatu jika dalam organisasi tersebut muncul masalah. Masalah yang dihadapi, terlebih dahulu harus ditelaah, mengingat masalah tersebut memiliki macam-macam sifat, bentuk dan kompleksitasnya. Setelah ditelaah, kemudian harus dianalisis situasi yang mempengaruhi organisasi dan masalahnya. Menelaah keputusan yang dibuatnya, terutama yang ditelaah adalah alternatifalternatif yang dikemukakan dengan konsekuensi masing-masing untuk kemudia dipilih satu di antara alternatif-alternatif tersebut yang dianggap paling tepat Setelah keputusan diambil, kemudian keputusan itu dilaksanakan. Keberhasilannya tergantung pada jiwa dan manajemen dari kepemimpinan.

III. Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan a. Pengambilan Keputusan Individu Robin (1991) mengemukakan model-model pengambilan keputusan individual, dengan pendekatan contongency (model pengambilan keputusan yang dipilih dan diguanakan sesuai dengan situasi tertentu, antara lain sebagai berikut : (1).The Satisficing Model Esensi dari the satisficing model, pada saat dihadapkan pada masalah kompleks, pengambil keputusan berusaha menyederhanakan masalah-masalah pelik sampai pada tingkat dimana dia siap untuk memahaminya. Dalam model ini pembatasan proses pemikiran diarahkan pada pengambilan keputusan dengan bounded rationality (rasionalitas terbatas), yaitu proses penyederhanaan model dengan mengambil inti masalah yang paling esensial tanpa melibatkan seluruh permasalahan yang konkrit Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatasi pandangan mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas, karena pikiran manusia tidak memiliki kemampuan untuk memisahkan dan mengolah informasi yang bertumpuk. Bagi para pengambil keputusan, daripada mempertimbangkan enam atau delapan alternatif, lebih baik cukup bekerja dengan dua atau tiga alternatif untuk mencegah kekacauan. Pada dasarnya, manusia sudah berpikir logis dan rasional, tetapi dalam batas-batas yang sempit. Langkah-langkah model pengambilan keputusan ini (the satisficing model) adalah sebagai berikut : · Penetapan tujuan pengambilan keputusan berkaitan dengan adanya masalah tertentu. · Menyederhanakan masalah · Penetapan standar minimum dari serangkaian kriteria keputusan · Mengidentifikasi serangkaian alternatif yang dibatasi · Menganalisis dan membandingkan setiap alternatif, apakah memenuhi kendala, lebih besar atau sama dengan standar minimum dari serangkaian keputusan · Apakah alternatif yang memenuhi syarat itu ada ? · Jika ya, pilih salah satu alternatif yang dianggap terbaik · Jika tidak, dilakukan kembali pencarian alternatif seperti pada langkah kelima

Gambar 1.2 The Satisficing Model (Robbins, 1991) (2).The Optimizing Decision Making Model Dalam model ini, decesion maker yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Setelah itu, diperkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kerjadian di kemudian hari, mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-alternatif yang telah dirumuskan, dan menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai prioritas. Barulah dibuat keputusan yang dianggap sudah optimal karena telah memperhitungkan semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.

· · · · · ·

Model ini menggambarkan bagaimana individu harus memaksimalkan hasil dari keputusan yang diambilnya. Lima tahap/langkah yang harus diikuti, baik secara implisit maupun eksplisit dalam proses keputusan menurut model ini, yaitu : Tegaskan kebutuhan untuk suatu keputusan Identifikasi kriteria keputusan Alokasi bobot nilai pada kriteria Kembangkan berbagai alternatif Evaluasi alternatif-alternatif tersebut di atas Pilih alternatif terbaik

(3).The Implicit Favorite Model Model ini dirancang dalam kaitan dengan keputusan kompleks dan tidak rutin. Model ini menyangkut proses penyederhanaan masalah yang kompleks oleh individu pembuat keputusan. Bedanya dengan satisficing model, bahwa model ini tidak memasuki tahap pengambilan keputusan melalui pengevaluasian alternatif yang cukup sulit karena perlu rasional dan obyektif.

· · · ·

·

·

Gambar 1.3 The Implicit Favorite Model (Robbins, 1991) Dari gambar di atas, dapat dijelaskan langkah-langkah dari model ini, yaitu sebagai berikut : Menentukan kebutuhan untuk mengambil keputusan karena ada masalah Mengidentifikasi alternatif dan langsung menetapkan pilihan satu alternatif menurut preferensinya Mengidentifikasi alternatif lain, kemudian dipilih lagi satu alternatif lain sebagai pembanding untuk mengukuhkan alternatif favorit. Memilih alternatif yang menjadi idaman pengambil keputusan. (4).The Intuitive Model The intuitive decesion making didefinisikan sebagai suatu proses bawah sadar/tidak sadar yang timbul atau tercipta akibat pengalaman yang terseleksi. Model ini tidak berarti sama sekali dilaksanakan tanpa analisis rasional. Irasional dan rasional saling melengkapi dalam proses keputusan. Terdapat dua pendekatan dalam menggunakan model ini, yaitu : A front end approach Pengambil keputusan mencoba untuk menghindari menganalisis masalah secara sistematis. Di sini intuisi diberi kekuasaan penuh untuk mengembangkan suatu gagasan yang mencoba untuk memunculkan kemungkinan-kemungkinan yang luar biasa. Jadi keputusan tidak dibangun dari data yang lalu. A back end approach

Pengambilan keputusan menggunakan intuisi dengan bersandar pad analisis, rasional, untuk mengidentifikan dan mengalikasi bobot nilai kriteria. Seperti halnya untuk mengambang dan mengevalusi berbagai alterantif. Pada saat tahap ini sudah dilaksanakan, si pengambil keputusan beristirahat satu atau dua hari dari kegiatan keputusan ini, sebelum menentukan pilihan keputusan akhir (final). b.

Pengambilan Keputusan Kelompok Menurut Bodily (1985) model pengambilan keputusan kelompok dimulai dari bentuk metode yang sederhana berlanjut ke bentuk lebih canggih, yang paling baik dilaksanakan adalah dengan bantuan komputer. Bodily ingin menggambarkan bahwa apapun metodenya, pada dasarnya harus dapat memasukkan preferensi individu dan selanjutnya dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan kelompok. Beberapa metode pengambilan keputusan kelompok yang dikemukakan oleh Bodily, anatara lain sebagai berikut : (1).Pareto Optimality Perangkat optimal pareto memilih satu alternatif yang tidak didominasi oleh alternatif lainnya. Kekurangan dari Pareto adalah adanya peringkat alternatifalternatif yang lengkap yang belum diidentifikasi sehingga setiap individu memperoleh keuntungan dengan beralih dari alternatif non-Pareto ke alternatif optimal pareto, karena pilihan kelompok dimulai jika perangkat pareto telah diidentifikasi. Pendekatan yang lebih baik adalah terlebih dahulu mengidentifikasi alternatif optimal pareto. Jika ada beberapa alternatif pareto, dibutuhkan metode lain untuk memilih satu alternatif. (2).The Nash Bargaining Solution Salah satu cara memandang masalah keputusan kelompok adalah tawar menawar (bargaining). Nash merumuskan masalah tawar menawar ini sampai kepada solusinya. Hasilnya adalah para pelaku harus meningkatkan produk yang bermanfaat bagi mereka masing-masing (product individual utilities). Peranan solusi Nash tersebut adalah menghitung sejauh mana keuntungan relatif dari suatu tawar menawar dengan nilai dasar yang akan berlaku, bila tidak ada kesepakatan. Pendekatan Nash didasarkan pada pengertian bersaing dari pembuat keputusan kelompok dan solusi equilibrium terhadap masalah tawar menawar. Dampak ancaman dari masing-masing pelaku ikut dipertimbangkan. Masing-masing individu mencari kebaikan untuk kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya.

IV. Model-Model Pengambilan Keputusan a. Rasional Analitis Pengambil keputusan rasional analitis mempertimbangkan semua alternatif dengan segala akibat dari pilihan yang diambilnya, menyusun segala akibat dan memperlihatkan dan memperhatikan skala pilihan (scale of preference) yang pasti, dan memilih alternatif yang memberikan hasil maksimum. Pengambilan

keputusan secara rasional analitis menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.4 Diagram Pengambilan Keputusan dengan Rational Analysis b.

Intuitif Emosional Pengambil keputusan dengan intuitif emosional menyukai kebiasaan dan pengalaman, perasaan yang mendalam, pemikiran yang reflektif dan naluri dengan menggunakan proses alam bawah sadar. Proses ini dapat didorong oleh naluri, orientasi kreatif, dan konfrontasi kreatif. Mereka yang menentang pendekatan ini mengemukakan bahwa cara ini tidak secara efektif menggunakan semua sarana yang ada bagi keputusan modern. Model pengambil keputusan yang menggunakan intuisinya seringkali dikritik sebagi immoral. Kritik yang sering dilontarkan terhadap pengambilan keputusan dengan intuisi adalah karena kurang mengadakan analisis yang terkendali maka perhatian hanya ditujukan pada beberapa fakta dan melupakan banyak elemen penting. Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan intuisi tidak banyak tergantung pada fakta yang lengkap. Model pengambilan keputusan dengan intuisi menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.5 Diagram Pengambilan Keputusan dengan Intuitif Emosional V. Metode-Metode Analisa Pengambilan Keputusan A. Kewenangan Tanpa Diskusi Metode pengambilan keputusan ini seringkali digunakan oleh pemimpin otoratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika organisasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu metode ini cukup sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya. Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak kepercayaan para anggota organisasi terhadap keputusan yang ditentukan pemimpinnya, karena mereka kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan memiliki keputusan yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, dari pada keputusan yang diambil secara individual. B.

Penadapat Ahli Kadang-kadang seorang anggota organisasi oleh anggota lainnya di beri predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkikannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik, apabila seorang anggota organisasi yang diangap ahli tersebut memang benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota lainnya. Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sukit menentukan indicator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik untuk membuat

keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli dalam persoalan yang rumit. C.

Kewenangan Setelah Diskusi Sifat otoratik dalam pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingakn dengan metode yang pertama . Karena metode rule after discussion ini pertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota organisasi dalam peroses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan meningkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat anggota organisasi sangat diperhatikan dalam proses pembutan keputusan, namun perilaku otoratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh. Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu pada anggota organisasi akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan. Artinya bagaimana para anggota organisasi yang mengemukakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.

D. Kesepakatan Kesepakatan atau consensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu organisasi mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki keuntungan, yakni partisipasi penuh dari seluruh anggota organisasi akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu metode konsensus sangat penting khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks. Namun demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepaktan ini, tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangannya. Yang paling menonjol adalah dibutuhkannnya waktu yang relative lebih baik dan lebih lama, sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat. Keempat metode pengambilan keputusan diatas, menurut Alder dan Rodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu metode ilmiah unggul dibandingankan metode pengambilan keputusan lainnya. Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dala situasi tertentu, bergantung pada factor-faktor : Jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan. Tingkat pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan

-

Kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut.

VI. Pemecahan masalah Prinsip utama untuk menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta, kemudian memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta objektif dan menentukan luasnya masalah tersebut. Manajer membutuhkan kemampuan untuk menetapkan prioritas pemecahan masalah. Umumnya untuk pemecahan masalah selalu menggunakan metoda coba-coba dan salah, eksperimen, dan atau tidak berbuat apa-apa (“do nothing”). Pembuatan keputusan dapat dipandang sebagai proses yang menjembatani hal yang lalu dan hal yang akan datang pada saat manajer hendak mengadakan suatu perubahan. Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seperti pada gambar di bawah ini : Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diatas adalah salah satu penyelesaian yang dinamis. Penyebab umum gagalnya penyelesaian masalah adalah kurang tepat mengidentifikasi masalah. Oleh karena itu identifikasi masalah adalah langkah yang paling penting. Kualitas hasil tergantung pada keakuratan dalam mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan pengalaman pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah. Terutama waktu yang cukup untuk mengumpulkan dan mengorganisir data. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah : 1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi. 2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan. 3. Mengolah fakta dan data. 4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah. 5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih. 6. Memutuskan tindakan yang akan diambil A.

Mendefinisikan Masalah Untuk mengetahui hakekat suatu masalah tidaklah mudah, karena masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dan tidak terlihat jelas. Oleh karena itu diperlukan keahlian, pendidikan dan pengalaman untuk membuat diagnosa yang tepat. Untuk itu manajer perawat dan bidan agar selalu mengembangkan kemampuannya dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk mempelajari perubahan yang terjadi. Pengumpulan Data

Pengumpulan data atau informasi dikerjakan secara berkesinambungan melalui proses yang sistematis B.

Penentuan Alternatif Baik buruknya sesuatu keputusan yang diambil sangat tergantung atas kemampuan menganalisa kekuatan dan kelemahan alternatif-alternatif yang dihadapi. Dalam usaha menganalisa alternatif yang ada seseorang perlu memperhitungkan : 1. Siapa yang terlibat/dipengaruhi setiap alternatif ? 2. Tindakan apa yang diperlukan ? 3. Reaksi apa yang mungkin timbul ? 4. Dimana sumber reaksi tersebut ? 5. Interaksi apa yang diperlukan ?

C.

Penentuan Pilihan yang Terbaik Pada setiap pengambilan keputusan selalu disertai dengan pengambilan resiko. Pada umumnya pilihan diambil dari beberapa alternatif jika diduga bahwa pilihan itu akan memberikan manfaat yang paling besar baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Namun demkian perlu dipertimbang juga bahwa resiko yang menyertai bersifat moderat. Evaluasi Untuk mengadakan penilaian yang baik, diperlukan obyektivitas dalam melakukan penilaian atau evaluasi. Biasanya suatu hal yang sangat sukar bagi seseorang untuk menilai dirinya sendiri secara obyektif. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian dapat diserahkan kepada pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh tingkat obyektivitas setinggi mungkin. Untuk proses evaluasi perlu diperhatikan mengenai tempat dan siapa yang bertanggung jawab serta kapan hal tersebut dilaksanakan, contoh; sebelumnya manajer menetapkan suatu kebijakan baru dalam merespon keluhan pengunjung. Untuk menjamin bahwa kegiatan itu efektif perlu kerja sama dengan semua staf terkait. Kemudian bagaimana penemuan itu akan dikomunikasikan kepada personal lainnya.

DAFTAR PUSTAKA http://hutantropis.com/metode-pengambilan-keputusan-dalam-organisasi http://juliadi.wikispaces.com http://mesaenimerosis.blogspot.com/2014/11/pengambilan-keputusan-danmanajemen.html#more Amirullah & rindyah hanati , 2002.pengantar manajemen.graha ilmu, yogyakarta.

Soal Latihan 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. d. 3. a. b. c. d. 4.

Keputusan merupakan suatu hukum apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semua yang terlibat yaitu menurut pendapat… Ralph C. Davis Marry Follet James A. F Stoner Prof Dr.Prajudi Atmosudirjo.SH Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternative perilaku tertentu dari dua atau lebih alternative yaitu menurut pendapat… Goerge R. Terry S. P Siagian James A.F Stones Simon Aktivitas proses kunjungan lapangan, konprensi, observasi, dan riset yang dapat menjadi informasi dan data merupakan perngetian dari… Analisis dan pengenalan masalah Pengembangan Model Perumusan dan pengujian Model Proses pengambilan keputusan menurut Sir Francis Bacon berikut ini yang benar, kecuali…

a. b. c. d. 5.

Pengumpulan informasi yang relevan Analisis alternative Penerapan pemecahan Semua jawaban benar Proses penulusuran dan pendeteksian dari lingkup serta proses pengenalan masalah adalah pengertian dari… a. Design b. Intelligence c. Choice d. Implementation 6. Pengertian tujuan pengambilan keputusan, menyederhanakan masalah, dan mengidentifikasi serangkaian alternative merupakan bagian dari… a. The Satisficing Model b. The Optimizing Decision Making Model c. The Implicit Favorite Model d. The Intuitive Model 7. Tahap akhir dalam pemecahan masalah dan menjadi solusi dalam suatu permasalahan disebut… a. Keputusan b. Pengambulan keputusan c. Teori pengambilan keputusan d. Proses pengambilan keputusan 8. Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pernyataan yaitu merupakan pendapat… a. Ralph C. Davis b. James A.F Stones c. Menurut Prof Dr.Prajudi Atmosudirjo.SH d. George R. Terry 9. Ilmu yang mempelajari tentang cara memilih alternative yang tepat yang akan dijadikan sebuah keputusan pengertian dari… a. Pengambilan keputusan b. Keputusan c. Teori pengambilan keputusan d. Pemecahan masalah 10. Pilihan dasar logika atau pertimbangan ada bebrapa elternatif yang harus dipilih salah satu yang terbaik dan ada tujuan yang ingin dicapai merupakan pendapat… a. S. P Siagian b. George R. Terry c. Ralph C. Davis d. James A.F Stoner 11. Analisis terhadap setiap alternative menurut kriteria tertentu yang sifatnya kualitatif atau kuantitatif merupakan pengertian dari… a. Memlilih alternative terbaik b. Analisis alternative

c. Pengembangan Model d. Observasi 12. Salah satu dibawah ini merupakan proses pengambilan keputusan menurut Richard I. Levin yang benar dibawah ini adalah… a. Pengembangan model b. Memilih data masukan yang sesuai c. Analaisis dan pengendalian masalah d. Semua jawaban benar 13. Dibawah ini adalah jenis-jenis pengambilan keputusan individu, kecuali… a. The Satisficing Model b. The Optimizing Decision Making Model c. A front end approach d. Intuitive Model 14. Pengambilan keputusan mencoba untuk menghindari menganalisis masalah secara sistematis adalah pengertian dari… a. A front end approach b. A back and approach c. The Implict Favorite Model d. The Satisficing Model 15. Jenis-jenis pengambilan keputusan dibawah ini adalah… a. Pengambilan keputusan individu b. Pengambilan keputusan bersama c. Pengambilan keputusan mandiri d. Pengambilan keputusan masing-masing Kunci Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

B A D C B A A A C D B A C A A

engambilan Keputusan, Pemecahan Masalah, dan Berpikir Kritis: Syarat untuk Kepemimpinan dan Manajemen Sukses.

Pengambilan Keputusan, Pemecahan Masalah, dan Berpikir Kritis: Syarat untuk Kepemimpinan dan Manajemen Sukses.

Pengambilan keputusan adalah proses yang kompleks, kognitif sering didefinisikan sebagai memilih kursus tertentu action.Webster 's definisi-untuk "menghakimi atau menetap"-merupakan pandangan pengambilan keputusan. Pemecahan masalah merupakan bagian dari pengambilan keputusan. Sebuah proses yang sistematis yang berfokus pada menganalisis situasi yang sulit, pemecahan masalah selalu mencakup pengambilan keputusan langkah. Banyak pendidik menggunakan istilah pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sinonim, namun ada perbedaan kecil namun penting antara keduanya. Berpikir kritis, kadang-kadang disebut sebagai pemikiran reflektif, berkaitan dengan evaluasi dan memilikilingkup yang lebih luas daripada pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. "Kritis berpikir adalah tujuan,hasildiarahkan pemikiran yang didasarkan pada tubuh pengetahuan yang berasal dari penelitian dan sumber-sumber bukti lainnya.

Ada 7 langkah tradisional dalam pemecahan masalah. Model pemecahan masalah tradisional secara luas digunakan dan mungkin yang paling terkenal dari berbagai model. Tujuh langkah di anataranya: 1.Mengidentifikasi masalah. 2. Mengumpulkan data untuk menganalisis penyebab dan akibat dari masalah. 3. Jelajahi solusi alternatif. 4. Mengevaluasi alternatif. 5. Pilih solusi yang tepat. 6. Mengimplementasikan solusi. 7. Mengevaluasi hasil. Meskipun proses pemecahan masalah tradisional merupakan model yang efektif namaun kelemahan terletak pada jumlah waktu yang diperlukan untuk implementasi yang tepat.

Ada 6 langkah manejerial dalam pemecahan masalah 1. Tetapkan tujuan. 2. Mencari alternatif. 3. Evaluasi alternatif. 4. Pilih. 5. Menerapkan. 6. Menindaklanjuti dan mengendalikan. Proses pengambilan keputusan manajerial mengalir dalam banyak cara yang sama seperti proses keperawatan.

Tahap – tahap proses perawatan: 1.

Pengkajian, tahap ini termasuk mendefinisikan asumsi dan konteksnya, melakukan pendataan, dan memutuskan pada tindakan atau kegiatan.

2.

Implementasi, tahap ini melakukan setiap tindakan atau rencana yang telah dibuat.

3.

Evaluasi, yaitu mengevaluasi hasil dari setiap tindakan yang telah dilakukan. Tipe pada keputusan

1.

Keputusan rutin, dapat digunakan untuk menanggapi sesuatu yang sering terjadi, dan cukup baik untuk mengidentifikasi masalah. Kebijakan dan prosedur serta aturan dapat digunakan untuk memandu proses pengambilan keputusan. Tingkat personil yang membuat keputusan rutin dapat berkisar dari staf perawat untuk administrator.

2.

Keputusan inovatif, dibuat ketika situasi atau masalah yang tidak biasa terjadi dan aturan sertapanduannya tidak jelas untuk mendefinisikan atau menentukan suatu tindakan.

Organizational Communication

Komunikasi yang efektif adalah penting untuk kesejahteraan organisasi. Komunikasi ini sangat penting untuk proses perencanaan strategis dari setiap organisasi, dan sangat penting untuk pencapaian jangka. Jenis Organisasi komunikasi

Komunikasi organisasi termasuk lisan dan nonverbal sarana komunikasi seluruh organisasi. Besar, kompleks organisasi menggunakan berbagai saluran komunikasi, termasuk vertikal, horisontal, diagonal, dan grapevine (Marquis dan Huston, 2003).

a.

Komunikasi verbal Komunikasi ini terjadi antara dua orang atau beberapa orang yang berkomunikasi secara langsung, atau tatap muka secara langsung.

b.

Isyarat nonverbal ■ Postur ■ Kiprah ■ Facial ekspresi ■ Gestures ■ Bahasa tubuh ■ Nada, pitch, dan volume suara

c.

Vertikal Komunikasi Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan. Komunikasi vertikal meliputi komunikasi ke bawah, di mana informasi dan jenis lainnya komunikasi yang dikirim oleh atasan kepada bawahan. Misalnya, berita yang akan menyenangkan bawahan, seperti bonus, akan disampaikan berbeda dari berita yang mungkin menyedihkan bagi mereka, seperti mendatang PHK(Barnum dan Kerfoot, 1995).

d.

Horizontal Komunikasi Komunikasi horisontal terjadi ketika manajer dan lain-lain berkomunikasi dengan orang-orang di sama tingkat dalam struktur organisasi. Staf perawat berkomunikasi dengan perawat staf lain, atau perawat manajer berkomunikasi dengan manajer lain.

e.

Diagonal Komunikasi Dalam komunikasi diagonal, manajer berinteraksi denganmanajer, dokter, dan kelompok-kelompokorang di lain departemen dalam organisasi yang tidak pada Tingkat yang sama dalam hirarki (Marquis dan Huston,2003). Jenis interaksi adalah penting bagiberfungsi organisasi dan biasanya tidak tidak terjadi melalui cara formal.

Referensi 1.

Thomas R. Clancy. (2000). Decision Making, Problem Solving, and Critical Thinking: Requisites for Successful Leadership and Management. Chapter 1. F. A. Davis Company. Philadelphia.

2.

Carla G. Philips, PHD, RN (2007) Nursing Leadership and Management: theories, processes and practice :organisational communication. Chapter 8. F. A. Davis Company. Philadelphia.

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui peran manajer dalam mengelolaan konflik organisasi, (2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang

dihadapi manajer dalam organisasi, (3) Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh manajer untuk mangatasi konflik organisasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif bentuk penelitian kualitatif dengan strategi tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan terdiri dari informanI, lokasi penelitian, arsip dan dokumen. Teknik dalam penelitian ini adalah penelitian perpustakaan dan hasil pengamatan. Dalam mengumpulkan data menggunakan teknik observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif mengalir. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Peran manajer dalam mengelola konflik organisasi: a. Sebagai pembuat keputusan, dengan adanya hal yang dilakukan dalam memecahkan konflik yang terjadi maka organisasi melalui manajer dapat mengambil keputusan untuk memberikan hal yang perlu dilakukan; b. Sebagai motivator, manajer dapat mempengaruhi motivasi kerja yang dimiliki oleh karyawan dengan memberikan dorongan, bimbingan, dan pengarahan kepada karyawan; c. Sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik di dalam organisasi. (2) Hambatan-hambatan yang dihadapi manajer dalam organisasinya: a. Kurang adanya keterbukaan dari karyawan, b. Kurangnya kedisiplinan karyawan. (3) Upaya-upaya yang dilakukan oleh manajer untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan adalah: a. Mendiskusikan setiap permasalahan kerja yang terjadi dalam organisasi b. Mengadakan pengawasan untuk mencegah tindakan indisipliner Kata Kunci: Peran Manajer dan Mengelola Konflik Organisasi Kata Pengantar Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah Allah SWT, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini yang menjadi pokok pembahasan adalah “Peran Manajer Dalam Mengelola Konflik Organisasi”, suatu penelitian yang menitik beratkan pada peranan manajer terutama dalam mengelola konflik baik itu konflik vertikal maupun konflik horizontal. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang peranan manajer dalam mengelola konflik organisasi sehingga hasilnya dapat menjadi masukan serta pengetahuan yang dapat dipelajari. Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat baik khususnya untuk diri saya probadi, serta masyarakat luas. Bandung, Januari 2010 Penyusun Rahman Faisal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan manajer dalam suatu organisasi itu sangatlah penting karena keberadaan manajer yaitu menjadi palang pintu atau menjadi salah satu ujung tombak dari keberhasilan dalam berorganisasi. Salah satu tugas atau peran majaner yaitu harus bisa mengelola konflik dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga setiap konflik itu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak ada yang merasa dirugikan. Manajer adalah Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Posisi manajer menjadi sangat krusial bila Direktur atau Deputy dan diharapkan

mempunyai peranan dalam meningkatkan serta menjaga keseimbangan dalam organisasi. Bak panglima perang di era global yang sarat kompetisi, seorang manajer mengemban tugas menjamin ketersediaan, keakuratan, ketepatan, dan keamanan informasi serta pengaturan organisasi yang baik serta yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sekaligus meningkatkan eksistensi organisasi di tengah-tengah lingkungannya. Keberhasilan menjalankan tugas ini mensyaratkan manajer mempunyai kemampuan multidisiplin, antara lain: teknologi, bisnis, dan manajemen, serta kepemimpinan. Berbagai kemampuan tersebut memang harus dimiliki oleh seorang manajer. Apalagi, tantangan sebagai manajer tidaklah ringan. Pertama, implemetansi organisasi memerlukan proses transformasi baik proses perkembangan suatu organisasi. Di sini informasi adalah hasil pengolahan data yang relevansinya sangat tergantung kepada waktu. Kedua, kesiapan SDM untuk dapat memanfaatkan peluang yang memerlukan pengembangan kompetensi baru dan disiplin. Ketiga, pengelolaan perubahan (change management) baik yang sifatnya sistemik maupun ad hoc. Selain itu manajer harus mencari solusi menyusul dampak dari perubahan. Empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni : (1) Kecerdasan, artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya. (2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain. (3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya. (4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya. Selain itu seorang manajer harus mampu mengelola konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dan dapat mencari win-win solution sehingga kerjasama tim bisa berjalan dengan baik, Pemimpin harus memiliki tiga kemampuan khusus yakni :  



Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas. Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi. Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.

Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang manajer, sebab seorang manajer harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315). Peran pertama meliputi meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader (berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi).

Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran juga yakni monitor (memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator (menyampaikan infiormasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada bawahan) serta spokesman (juru bicara atau memberikan informasi kepada orang-orang diluar organisasinya). Adapun peran ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance handler (mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menururn), resources allocator (mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadualan, memprogram tugas-tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan perundingan dan tawar menawar). Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (1996 : 156) mengemukakan tiga macam peran pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya), aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama), serta allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara mereka bekerja). Manager:Seseorang yang bekerjadengan dan melaluiorang lain,mengkoordinir aktifitaskerja mereka untukmencapai suatu tujuanorganisasi. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi yaitu: 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yang didapat yaitu untuk mengetahui bagaimana dan juga mengetahui lebih jauh mengenai peranan Manajer dalam mengelola konflik organisasi. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan kepada manajer agar dapat meningkatkan kualitas para manajernya. 2. Tujuan Untuk Penulis Bagi penulis sendiri tujuan dari melakukan atau melaksanakan penelitian yaitu untuk mengetahui sikap dan tindakan serta untuk mengetahui bagaimana kebijakan serta proses pengambilan keputusan dari Manajer. Sehingga dapat menjadi ilmu dan pengetahuan labih dari apa yang sudah didapat. C. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi “Bagaimana Peranan Manajer Dalam Megelola Konflik Organisasi”. D. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu membahas; 1. Untuk mengetahui peranan manajer terhadap pengelolaan konflik organisasi 2. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan dan kebijakan manajer terhadap pengelolaan konflik organisasi. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam makalah penelitian ini yaitu; Bab I berisikan latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah dan sistematika penulisan

Bab II berisikan tinjauan teoritis, pengertian manajer, peran manajer, etika manajerial, pengertian konflik organisasi, teknik atau keahlian untuk mengelola konflik, strategi dalam menyiasati konflik, petunjuk pendekatan pituasi ponflik Bab III berisikan metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, variabel penelitian, populasi dan pampel, analisis data Bab IV berisikan peranan manajer dalam pengelolaan konflik dalam organisasi, peran manajer dalam manajemen konflik, pandangan manajer mengenai konflik, peran manajer Bab V berisikan kesimpulan dan saran Bab VI berisikan keperpustakaan BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Manajer Manajer adalah seorang yang memiliki tanggung jawab seluruh bagian pada suatu perusahaan atau organisasi. Manajer memimpin beberapa unit bidang fungsi pekerjaan yang mengepalai beberapa. Pada perusahaan yang berskala kecil mungkin cukup diperlukan satu orang manajer umum, sedangkan pada perusahaan atau organisasi yang berkaliber besar biasanya memiliki beberapa orang manajer umum yang bertanggung-jawab pada area tugas yang berbeda-beda. Tingkatan manajer Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas: 





Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman). Manajemen tingkat menengah (middle management), mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi. Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).

Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.

2. Etika manajerial Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Ada tiga kategori klasifikasi menurut Ricky W. Griffin:   

Perilaku terhadap karyawan Perilaku terhadap organisasi Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya

3. Pengertian Konflik Organisasi Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik: a) Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir. b) Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran. c) Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang tepat. d) Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas. 4.

Faktor penyebab konflik 

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.



Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. 

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaanyang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohonpohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka. 

Perubahan-perubahan nilai yang masyarakat.

cepat

dan

mendadak

dalam

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,

bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada. Penyebab Konflik Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab, antara lain sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Batasan pekerjaan yang tidak jelas Hambatan komunikasi Tekanan waktu Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal Pertikaian antar pribadi Perbedaan status Harapan yang tidak terwujud Pengelolaan Konflik Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan : 







Disiplin : Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan : Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya : perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Komunikasi : Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup. Mendengarkan secara aktif : Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Teknik Atau Keahlian Untuk Mengelola Konflik Ada beberapa pendekatan dalam resolusi konflik yaitu tergantung pada : 1. 2. 3. 4. 5.

Konflik itu sendiri Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik Pentingnya isu yang menimbulkan konflik Ketersediaan waktu dan tenaga Strategi Dalam Menyiasati Konflik a) Menghindar

Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi” b) Mengakomodasi Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama. c) Kompetisi Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan. d) Kompromi atau Negosiasi Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. e) Memecahkan Masalah atau Kolaborasi 1. Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. 2. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik Ada beberapa pendekatan situasi konflik, diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Diawali melalui penilaian diri sendiri Analisa isu-isu seputar konflik Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat Mengembangkan dan menguraikan solusi Memilih solusi dan melakukan tindakan Merencanakan pelaksanaannya BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pola penelitian berupa pengumpulan data yang ada di keperpustakaan dan berupa teori serta hasil

observasi dilapangan yang ada tentang peranan manajer dalam pengelolaan konflik dalam suatu organisasi. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berada dimana satuan unit kerja ini bergerak dalan program pendidikan berkelanjutan. Sedangkan waktu penelitian ini dilaksanakan mulai 11 Januari sampai dengan 20 Januari 2010 selama jam kerja berlangsung. C. Variabel Penelitian Variable yang digunakan yaitu: 1. Variabel bebas 2. Variabel terikat

: Peranan Manajer : Pengelolaan Konflik Organisasi

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. 2. Sampel Penelitian Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. H. Analisis Data Dari hasil penelitian yaitu berupa pengumpulan data yang ada baik yang dari perpustakaan, data yang dari pengamatan peneliti serta data pendukung lainya maka metode analisis datanya berupa semua hal yang ada berupa analisis berdasarkan kualitatifnya. Selain itu peneliti juga menggunakan analisis deskriptif yang menggambarkan keadaan yang ada. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4. Peranan manajer dalam pengelolaan konflik dalam organisasi 4.1 Peran Manajer Dalam Manajemen Konflik Dalam upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat. Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu: merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah: 1) minta bantuan orang luar 2) menyimpang dari peraturan (going against the book) 3) menata kembali struktur organisasi 4) menggalakkan kompetisi

5) memilih manajer yang cocok 1. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontraproduktif 2. menyelesaikan konflik metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah: 1) dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak. 2) kompromi 3) pemecahan masalah secara menyeluruh Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara : a. pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian b. keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional c. belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain d. mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan. f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara : a. bersaing b. kolaborasi c. mengelak d. akomodatif e. kompromi

Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara : a. menghindari konflik b. mengaburkan konflik c. Mengatasi konflik dengan cara: 1). Dengan kekuatan (win lose solution) 2). Dengan perundingan 4.2 Pandangan Manajer Mengenai Konflik Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut : · Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. · Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. · Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (selfcritical), dan kreatif. 4.3 Peran manajer Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Peran antar pribadi Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. 1. Peran informasional Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. 1. Peran pengambilan keputusan

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan manajer Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah: 1. Keterampilan konseptual (conceptional skill). Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja. 2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill). Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. 3. Keterampilan teknis (technical skill). Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain. Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu: 

Keterampilan manajemen waktu

Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.



Keterampilan membuat keputusan

Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran manajer dalam mengelola konflik dalam suatu organisasi itu sangan penting diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5.

Manajer sebagai mediator dalam memecahkan masalah Manajer sebagai konsultan terhadap bawahan Manajer sebagai motivator terhadap organisasinya Manajer mempunyai peran penting dalam pengambil keputusan Seorang manajer diharuskan bisa menguasai semua permasalahan dan dapat diselesaikan dengan musyawarah dan pemikiran yang baik sebelum memutuskannya. Selain itu seorang manajer juga diharapkan bisa menjadi teman sekaligus sebagai orang tua dalam organisasi sehingga dengan keadaan seperti itu perkembangan organisasi bisa diciptakan dengan baik dan dapat mewujudkan apa yang menjadi visi dan misi dalam organisasinya. B. Saran Selama penelitian yang dilakukan oleh peneliti ada beberapa saran yang bisa menjadi masukan yaitu:

1. Manajer seharusnya bisa mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anggota lainnya sehingga dengan begitu manajer secara langsung dapat mengetahui perkembangan yang terjadi dan tidak dilepas begitu saja. 2. Manajer seharusnya bisa membimbing dan mengarahkan dengan baik sehingga organisasi yang dipimpinnya bisa berkembang dan menjadi lebih baik sesuai yang diharapkan. 3. Jika salah seorang dalam organisasi melakukan kesalahan maka segera ditindak dan diarahkan untuk tidak melakukannya sampai terulang kembali. 4. Manajer bisa memberikan solusi yang terbaik untuk organisasinya. BAB VI KEPUSTAKAAN 

Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.

       

Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall. M. Herujito, Yayat. 2006. Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: PT. Grasindo. K. Rampersad. Hubert, 2006. Total Performance Scorecard. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. Prilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Yayasan Obor Indonesia, 2004. Metode Penelitian Keperpustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Santana, Septiawan, 2007. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia. Peran manajer from: www.wikipedia.org Tugas dan wewenang manajer from: www.google.com

MAKALAH MANAJEMEN DAN TUGAS MANAGER KONFLIK DAN MANAJEMEN PERUBAHAN Diposting oleh hasrul diechie di 23.14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul ” Manajemen dan Manajer, Konflik dan Manajemen Perubahan ”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Manajemen Umum. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................

i

DAFTAR ISI....................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................

1

A.

Latar Belakang Masalah............................................

1

B.

Rumusan Masalah 1.................................................

1

C.

Rumusan Masalah 2.................................................

1

D. Manfaat Penulisan Makalah......................................

1

BAB II PEMBAHASAN 1 (Manajemen dan Tugas Manager) A.

Landasan Teori..................................................................

2

B.

Tingkatan Manajemen ......................................................

C.

Manajer-Manajer Fungsional Dan Umum..........................

2 3

D. Fungsi-Fungsi Yang Dilaksanakan Manajer.........................

3

PEMBAHASAN 2 (Konflik dan Manajemen Perubahan) A.

Landasan Teori..............................................................

4

B.

Teori-teori Konflik.........................................................

5

C.

Definisi Konflik..............................................................

7

D. Pandangan Mengenai Konflik.........................................

8

E.

Sumber Konflik..............................................................

8

F.

Jenis Konflik..................................................................

9

G. Kekuatan-kekuatan yang Mendorong Perubahan.............. 11 H. Pendekatan-pendekatan Mengelola Perubahan.................

13

I.

Sasaran Perubahan Organisasi...........................................

J.

Penolakan Terhadap Perubahan.......................................... 15

K. Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan............................

14

17

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................

19

B. Saran........................................................................

19

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Manajemen merupakan suatu hal yang mungkin tiap hari kita dengar dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam ruang lingkup organisasi, yang menjadi pertanyaanya kemudian apakah yang dimaksud dengan manajemen itu, apa sih fungsi dari manajemen, mengapa kita perlu mengetahui manajemen itu dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang kan timbul jika kita berbicara tentang manajemen. Dalam hal manajemen ternyata banyak sekali hal penting yang terdapat didalamnya,

B.

RUMUSAN MASALAH 1 Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka kami merumuskan;

1.

Bagaimanakah tingkatan manajemen ?

2.

Apakah yang dimaksud dengan manajer-manajer fungsional dan umum ?

3.

Bagaimanakah fungsi-fungsi yang dilakasanakan oleh manajer ?

C.

RUMUSAN MASALAH 2

1.

Definisi konflik ?

2.

Pandangan Mengenai Konflik ?

3.

Sumber Konflik ?

4.

Jenis-jenis Konflik ?

5.

Kekuatan-kekuatan yang Mendorong Perubahan ?

6.

Pendekatan-pendekatan Mengelola Perubahan ?

7.

Penolakan Terhadap Perubahan ?

8.

Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan ?

D.

MANFAAT PENULISAN MAKALAH Makalah ini dibuat dengan tujuan agar kita sedikit banyaknya dapat mengetahui apa itu manajeman dan manajer, apa itu konflik dan managemen perubahan sebagai bahan evaluasi dan sebagai bentuk refersensi yang akan kita implementasikan kedepanya di dunia kerja.

BAB II PEMBAHASAN 1 (Managemen Dan Tugas Manager)

A.

LANDASAN TEORI Defenisi manajemen Berbicara tentang manajemen kita tidak akan lepas dari manusia karna semua manusia pasrinya membutuhkan ilmu manajemen. Yang menjadi pertnyaan awalnya kemudian adalah apakakah defenisi dari manajemen itu? sebenarnya itu menjawab pertanyaan ini sepertnya agak sulit karna ada banyak filosof yang mengemukakan teorinya tentang manajemen. Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Stoner lebih memenemukan defenisi yang lebih kompleks manajeman adalah proses perencanaan, pengorganisasian,pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi sumber daya-sumberdaya organisasi lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. pengertian manajer Dari defenisi manajemen diatas maka dapat di ambil sebuah acuan untuk , mendefenisikan manajer. Manajer adalah perencana, pengorganisasi, pemimpin (pengarah) dan pengawas. Dalam kenyataanya, manajer mengambil peranan yang lebih luas untuk menggerakan organisasi menuju sasaran-sasaran yang telah di tetapkan.

B.

TINGKATAN MANAJEMEN Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi manajer menjadi tiga golongan :

1.

Manajer lini – pertama. Tingkatan paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional, disebut manajemen lini.

2.

Manajer menengah. manajer menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatankegiatan manajer lainnya dan juga dapat langsung mengawasi karyawan operasional.

3.

Manajer puncak. klasifikasi manajer tertinggi ini terdiri dari sekelompok kecil eksekutif. Manajemen puncak bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi. Perbedaan tingkatan manajemen akan membedakan pula fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan. Ada dua fungsi utama manajemen, yaitu manajemen administratif dan manajemen operatif. manajemen administratif lebih berurusan dengan penetapan tujuan dan kemuduian perncanaan, penyususunan kepegawaian, dan pengawasan kegiatan-kegiatan yang terkordinasi untuk mencapai tujuan. Sedangkan manajemen operatif lebih mencakup memotivasi, dan komunikasi dengan karyawan untuk mengarahkan mereka mencapai hasil yang efektif.

C.

MANAJER-MANAJER FUNGSIONAL DAN UMUM Dengan asumsi ruang lingkup kegitan yang dikelola, para manajer dapat pula diklasifikasikan sebagi manajer fungsional dan manajer umum. Manajer fungsional mempunyai tanggung jawab hanya atas satu kegiatan organisasi, seperti produksi, pemesaran, keungan, kepegawaian (personalia) atau akuntansi. Pada tingkatan yang lebih tinggi lagi, manajer umum mengatur, mengawasi, dan bertanggung jawab atas satuan kerja keseluruhan atau divisi operasi yang mencakup semua atu beberapa kegiatan-kegiatan fungsional satuan kerja.

D. FUNGSI-FUNGSI YANG DILAKSANAKAN MANAJER Berbicara tentang fungsi dari seorang manajer sebenarnya tidak banyak asumsi yang dapat dijadikan sebuah bahan referensi untuk mengetahui fungsi-fungsi yang dilakasanakan manajer. Salah satu ahli ekonomi Henry Fayol menyatakan bahwa

fungsi-fungsi manajemn itu adalah perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah dan pengawasan adalah fungsi yang paling utama.

PEMBAHASAN 2 (Konflik dan Manajemen Perubahan)

A.

LANDASAN TEORI Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para

pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan. Ø Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras. Ø Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai. Ø Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Ø Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan. Ø Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik. Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga. B.

TEORI-TEORI KONFLIK Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:

Ø Teori hubungan masyarakat

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran : meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya. Ø Teori kebutuhan manusia Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu. Ø Teori negosiasi prinsip Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran : membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak. Ø Teori identitas Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran : melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka. Ø Teori kesalahpahaman antarbudaya Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya. Ø Teori transformasi konflik Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran : mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C.

DEFINISI KONFLIK Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut: Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan . Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya . Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak . Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang tidak cocok . Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.

D.

PANDANGAN MENGENAI KONFLIK Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar

atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut : 1.

Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.

2.

Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.

E.

SUMBER KONFLIK

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu: a.

Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi

b.

Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang

c.

Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan

d.

Masalah wewenang dan tanggung jawab

e.

Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama

f.

Kurangnya kerja sama

g.

Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada

h.

Ada usaha untuk menguasai dan merugikan

i.

Pelecehan pribadi dan kedudukan

j.

Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya. Stoner menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :

a.

Pembagian sumber daya (shared resources)

b.

Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)

c.

Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)

d.

Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)

e.

Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities). Robbins membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis. Untuk itulahRobbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:

a.

Saling ketergantungan pekerjaan

b.

Ketergantungan pekerjaan satu arah

c.

Diferensiasi horizontal yang tinggi

d.

Formalisasi yang rendah

e.

Ketergantungan pada sumber bersama yang langka

f.

Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan

g.

Pengambilan keputusan partisipatif

h.

Keanekaragaman anggota

i.

Ketidaksesuaian status

j.

Ketakpuasan peran

k.

Distorsi komunikasi

F.

JENIS KONFLIK

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.

a.

Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :

Ø Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan. Ø Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat. Ø Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi. Ø Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. b.

Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:

Ø Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan . Ø Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain. Ø Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja. Ø Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan . Ø Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama. c.

Konflik Dilihat dari Fungsi Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:

Ø konflik fungsional (Functional Conflict) Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Ø konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .

G.

KEKUATAN-KEKUATAN YANG MENDORONG PERUBAHAN Perubahan organisasi/ organizational change mengacu pada perubahan yang tidak terencana maupun perubahan terencana dalam struktur organisasi, teknologi dan orang-orang. Sebagian organisasi menganggap perubahan sebagai kejadian yang kebetulan. Perubahan terencana mengacu pada aktivitas-aktivitas perubahan yang disengaja dan terarah pada tujuan tertentu. Tujuan perubahan terencana, yaitu meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan mengubah perilaku karyawan. Dewasa ini, pemimpin organisasi tidak hanya dituntut untuk luwes dan mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang begitu cepat, tetapi juga mampu untuk mengantisipasi berbagai bentuk perubahan serta secara proaktif menyusun program perubahan yang diperlukan. Organisasi berhadapan dengan banyak kekuatan yang mendorong perlunya perubahan. Kekuatan-kekuatan untuk melakukan perubahan dapat berasal dari dua sumber, yakni sumber internal dan sumber eksternal (Kreitner dan Kinicki, 2005).

1.

Kekuatan internal. Kekuatan ini berasal dari dalam organisasi. kekuatankekuatan internal untuk melakukan perubahan dapat berasal dari masalah sumber daya manusia dan perilaku/ keputusan manajerial. Masalah-masalah sumber daya manusia meliputi kebutuhan karyawan yang tidak terpenuhi, ketidakpuasan kerja, absensi, dan perputaran karyawan yang tinggi, rendahnya produktivitas, serta partisipasi/ saran. Masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku atau keputusan manajerial mencakup munculnya konflik, kepemimpinan, sistem penghargaan, dan reorganisasi struktural.

2.

Kekuatan eksternal. Kekuatan eksternal berasal dari luar organisasi. Kekuatan eksternal yang memiliki pengaruh untuk melakukan perubahan meliputi:

Ø Karakteristik demografi, antara lain perubahan tenaga kerja yang lebih beragam dan adanya kepentingan bisnis untuk mengelola keragaman secara efektif. Ø Kemajuan teknologi, yaitu adanya pengembangan dan penggunaan teknologi informasi merupakan salah satu faktor yang mendorong perubahan pada berbagai organisasi diseluruh dunia. Ø Perubahan pasar, yaitu munculnya perubahan ekonomi global menuntut setiap perusahaan untuk mengubah strategi bisnis mereka. Ø Tekanan sosial dan politik, yaitu tekanan-tekanan yang diciptakan oleh peristiwa sosial dan politik.

H.

PENDEKATAN-PENDEKATAN MENGELOLA PERUBAHAN.

Perubahan dalam organisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa pendekatan dapat digunakan oleh pimpinan organisasi untuk mengelola perubahan yang terencana. Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola perubahan terdiri dari: 1.

Mengelola perubahan melalui penggunaan kekuasaan. Dalam pendekatan ini pimpinan atau manajer organisasi dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anggota organisasi melakukan perubahan. Melalui kekuasaan tersebut, para manajer dapat menggunakan pengaruh mereka yang begitu besar dalam suatu organisasi.

2.

Mengelola perubahan melalui alasan. Penggunaan alasan untuk melakukan perubahan didasarkan pada penyebaran informasi sebelum perubahan didasarkan pada penyebaran informasi sebelum perubahan yang diinginkan dilakukan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa alasan akan menang dan individu-individu atau kelompok akan membuat pilihan yang rasional untuk melakukan perubahan.

3.

Mengelola perubahan melalui pendidikan kembali. Secara tidak langsung, pendidikan kembali dapat diartikan sebagai suatu sekumpulan kegiatan yang mengakui bahwa bukan kekuasaan dan bukan pula alasan yang dapat menghasilkan perubahan. Sekumpulan kegiatan ini merupakan esensi dari pengembangan organisasi. secara tidak langsung, pengembangan organisasi dapat diartikan sebagai strategi pendidikan kembali, yang normatif, dengan maksud untuk memberikan dampak pada keyakinan, nilai dan sikap di dalam organisasi, sehingga dapat beradaptasi secara lebih baik terhadap percepatan perubahan teknologi, lingkungan industri, dan masyarakat secara umum. Disamping itu, pengembangan organisasi dapat mencakup restrukturisasi organisasi formal, yang sering dimulai, difasilitasi dan didorong oleh perubahan-perubahan normatif dan perilaku.

Selain pendapat di atas, ada juga pendapat lain mengenai pengelolaan perubahan. 1.

Proses perubahan reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.

2.

Program perubahan yang direncanakan (planned change), disebut sebagaiproses proaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk menguibah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan. Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”. Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi. Leavitt (1964), menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pendekatan struktur, pendekatan teknologi, dan pendekatan orang-orangnya. Pendekatan struktur adalah yang menyangkut aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi yang misalnya: desentralisasi, tanggung jawab jabatan, garis wewenang yang tepat, penciptaan pembagian kerja dan lain-lain. Pendekatan teknologi berkaitan dengan diubahnya teknik-teknik yang dipakai denga teknologi baru; perubahan ini dapat membawa konsekuesi pula pada perubahan struktur organisasi (menjadi pendekatan tekno-struktur). Bila pendekatan struktural dan teknik bermaksud untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja yang tepat, maka pendekatan-pendekatan orang dimaksudkan untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan dan ketrampilan, sikap, persepsi dan pengharapan mereka sehingga diharapkan akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif.

I.

SASARAN PERUBAHAN ORGANISASI Sasaran utama perubahan dalam organisasi terdiri dari perubahan sikap dan keterampilan kerja, perubahan peran kerja, teknologi dan strategi kompetitif.

1.

Perubahan sikap dan keterampilan kerja. Pendekatan yang fokus pada sikap melibatkan perubahan sikap dan nilai-nilai dengan daya tarik persuasif, program pelatihan, pembentukan team, dan program perubahan budaya. Pendekatan pada perubahan keterampilan teknis atau antar pribadi dapat dilakukan dengan

program pelatihan. Melalui perubahan sikap dan keterampilan teknis atau antar pribadi dapat dilakukan dengan program pelatihan. Melalui perubahan sikap dan keterampilan ini, diharapkan akan terjadi perubahan perilaku dengan cara yang lebih menguntungkan dan individu yang berubah tersebut dapat menjadi agen, serta memindahkan visi kepada individu lain di dalam organisasi. 2.

Perubahan peran kerja. Pendekatan pada perubahan peran kerja dapat dilakukan antara lain dengan cara merancang kembali pekerjaan karyawan dengan aktivitas dan tanggung jawab berbeda, reorganisasi arus kerja, memodifikasi hubungan otoritas, mengubah kriteria dan prosedur evaluasi kerja serta mengubah sistem penghargaan. Melalui perubahan peran kerja ini diharapkan individu akan mengubah cara bertindak dan sikap mereka sesuai dengan cara baru, serta berperilaku lebih efektif sesuai dengan tuntutan peran baru, yang dikuatkan dengan sistem evaluasi dan penghargaan.

3.

Teknologi. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan peralatan baru dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, merancang kembali fasilitas fisik, serta sistem informasi dan pendukung keputusan baru.

4.

Strategi kompetitif. Perubahan strategi ini biasanya menuntut perubahan secara konsisten terhadap individu-individu, peran kerja dan teknologi. Pendekatan yang fokus pada perubahan strategi ini misalnya perusahaan meluncurkan produk baru, memasuki pasar baru, pemasaran melalui internet, membentuk joint venture dan memodifikasi kerjasama dengan pemasok.

J.

PENOLAKAN TERHADAP PERUBAHAN. Temuan salah satu pakar perilaku organisasi menyatakan bahwa organisasi dan para anggotanya cenderung menolak perubahan. Penolakan terhadap perubahan ini tidak selamanya bersifat merugikan, tetapi juga menguntungkan. Keuntungan dari penolakan terhadap perubahan antara lain stabilitas organisasi terjamin sehingga perilaku anggota organisasi lebih mudah diramalkan dan diarahkan, sedangkan kerugiannya adalah organisasi tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang selalu dinamis. Penolakan terhadap perubahan dapat bersifat terbuka, dapat bersifat implisit, dapat tampak dengan segera dan dapat pula tidak tampak. Penolakan terhadap perubahan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penolakan individu dan penolakan organisasi. individu menolak karena:

Ø Takut kehilangan posisi, status, kekuasaan, kewenangan, dan kualitas hidup. Ø Ancaman ekonomi, yaitu hilangnya pendapatan dan pekerjaan. Ø Ancaman terjadinya perubahan hubungan pertemanan, interaksi dan rutinitas. Ø Ketakutan terhadap ketidaktahuan yang didatangkan oleh perusahaan. Ketidakmampuan meramalkan secara pasti mengenai desain organisasi, manajer, atau sistem kompensasi yang baru dapat menimbulkan penolakan alamiah.

Ø Gagal untuk mengakui atau diinformasikan mengenai kebutuhan untuk berubah Ø Disonansi kognitif atau ketidaksesuaian muncul karena individu dihadapakan dengan orang, proses, sistem, teknologi atau pengharapan baru. Ø Individu takut karena mereka kurang kompeten untuk berubah. Pada tingkat organisasi, sumber-sumber penolakan biasanya terletak di dalam susunan struktural organisasi itu sendiri. Penolakan pada tingkat organisasi umumnya karena faktor-faktor berikut: Ø Inersia struktural. Organisasi biasanya memiliki mekanisme tertentu seperti proses seleksi dan aturan-aturan formal untuk menciptakan stabilitas. Ketika organisasi dihadapkan pada suatu perubahan, maka inersia struktural ini bertindak sebagai kekuatan untuk menjaga keseimbangan yang mencoba mempertahankan stabilitas. Ø Fokus perubahan yang terbatas. Organisasi terdiri dari sub sistem-sub sistem yang saling tergantung satu sama lain. Satu sub tidak mungkin diubah tanpa memperngaruhi yang lain. Ketika perubahan hanya terbatas pada beberapa sub sistem saja, maka cenderung diingkari oleh sistem yang lebih besar. Ø Inersia kelompok. Ketika individu-individu ingin mengubah perilaku mereka, norma-norma kelompok sering menjadi penghambat. Ø Ancaman terhadap keahlian. Perubahan yang terjadi dalam organisasi sering mengancam posisi istimewa suatu kelompok yang memiliki keahlian tertentu. Ø Ancaman terhadap relasi kekuasaan yang sudah mapan. Setiap redistribusi wewenang pengambilan keputusan sering mengancam relasi kekuasaan yang sudah lama ada didalam organisasi. Ø Ancaman terhadap alokasi sumber daya. Kelompok-kelompok dalam suatu organisasi yang memiliki kendali atau wewenang untuk mengalokasikan sumber daya dalam proporsi yang lebih sering menganggap perubahan sebagai suatu ancaman sehingga mereka cenderung melakukan penolakan.

K.

MENGATASI PENOLAKAN TERHADAP PERUBAHAN.

Ada suatu anggapan bahwa individu cenderung menolak perubahan jika perubahan tersebut tidak menguntungkan bagi dirinya. Mereka lebih suka situasi aman yang lebih menguntungkan dirinya. Individu menolak perubahan dikarenakan berbagai faktor. Oleh sebab itu kecenderungan menolak perubahan ini perlu dikurangi atau dihilangkan. Ada sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu: 1.

Pendidikan dan komunikasi. Pendidikan merupakan penyebaran pengetahuan kepada para anggota organisasi. pendidikan dan pelatihan merupakan strategi paling dasar untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan. Apabila penolakan terhadap perubahan itu terjadi karena lemahnya komunikasi dan kesalahan informasi, maka perlu dikembangkan strategi komunikasi yang efektif kepada

seluruh anggota organisasi, sehingga mereka dapat memahami perlunya perubahan. 2.

Partisipasi dan keterlibatan. Strategi ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota organisasi untuk terlibat sejak awal dalam proses perencanaan perubahan, khususnya kepada individu yang berpotensi menolak perubahan. Asumsi dari strategi ini adalah bahwa para anggota organisasi memiliki keahlian yang diperlukan untuk memberikan kontribusi kepada proses perubahan organisasi dan bertindak secara jujur.

3.

Dukungan dan kemudahan. Pemberian berbagai jenis keterampilan yang bersifat mempermudah dan mendukung proses perubahan merupakan strategi lain untuk mengurangi penolakan perubahan. Strategi ini tepat jika penolakan perubahan disebabkan oleh rasa ketakutan dan kekawatiran. Penolakan terhadap perubahan dapat dicegah dengan memberikan dukungan dan bantuan, melalui programprogram bimbingan, pemberian waktu setelah periode sulit, dan dukungan emosional.

4.

Negosiasi dan persetujuan. Strategi ini menyarankan agar pengambilan inisiatif perubahan menyesuaikan perubahan dengan kebutuhan atau kepentingan para individu yang menolak perubahan. Oleh sebab itu perlu dilakukan negosiasi dan persetujuan dengan para individu yang menolak perubahan, misalnya dengan serikat pekerja.

5.

Manipulasi dan kooptasi. Manipulasi adalah upaya terselubung untuk mempengaruhi orang lain. Manipulasi sering dilakukan dengan cara-cara yang melanggar etika, dengan memutarbalikan fakta sehingga yang terjadi digambarkan sedemikian rupa agar menarik, tidak menyampaikan informasi yang tidak diinginkan pihak lain, dan menyebarkan desas-desus sedemikian rupa sehingga para anggota organisasi bersedia menerima perubahan. Misalnya para manajer mengancam akan melakukan pemutusan hubungan kerja jika karyawan tidak bersedia menerima kebijakan kompensasi perusahaan. Apabila ancaman PHK ini ternyata tidak benar, maka yang terjadi adalah manipulasi. Kooptasi merupakan strategi gabungan antara manipulasi dan partisipasi. Kooptasi dilakukan dengan cara melibatkan kelompok “pembangkang” dakam proses penambilan keputusan untuk mendapatkan dukungan.

6.

Menciptakan organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran merupakan organisasi yang memiliki kapasitas, ketangguhan, dan fleksibilitas untuk berubah. Dalam organisasi pembelajaran ini, para anggota organisasi membagi ide, membuat rekomendasi, dan berpartisipasi secara sukarela di dalam perubahan dari awal.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Ø Dari pembahasan di atas mengenai manajemen dan manajer maka dapat disimpulakan bahwa manajemen dan manajer itu saling bersingkronisasi satu sama lain. Karena tak dapat di pungkiri bahwa jika kita membasan manajemen maka kiata juga pasti akan membahas menegenai manajer. Nah sebagai Ending dari pembahasan ini maka kita dapat mengambil sebuah asumsi yang dapat di jadikan refesensi bersama untuk di jadikan bahan manivestasi di dunia kerja nantinya. Ø Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatanhambatan yang menciptakan terjadinya konflik. Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi. Ø Manajemen Perubahan yaitu meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan mengubah perilaku karyawan

B.

SARAN Kita sebagai pemuda calon penerus bangsa harus memiliki jiwa kepemimpinan yang berkualitas untuk bersaing di dunia kerja yang semakin ketat ini. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri kita dari sekarang, kita harus memperluas jaringan, memperbayak refensi dan tentunya yang paling itama ada modal etika.

Related Documents


More Documents from "Puan Maharani"

Makalah.docx
June 2020 3
Kpsp 0-72 Bulan.docx
June 2020 2
Kata Pengantar.docx
June 2020 2
Bab I.docx
June 2020 3