Makalah Etika dan Tata Kelola Institusi Keuangan Islam
ijk
PRAKTIK PENYUAPAN DAN KORUPSI DALAM INSTITUSI SYARIAH Bisakah Dihindarkan?
Oleh: Rhesa Yogaswara 207000377
Magister Bisnis dan Keuangan Islam Universitas Paramadina Jakarta 2008
I.
PENDAHULUAN Dalam berbagai instansi/perusahaan, tata kelola perusahaan yang baik sudah menjadi hal yang sangat diperhatikan. Tata kelola perusahaan ini lebih dikenal dengan nama Good Corporate Governance (GCG). Walaupun sudah banyak instansi/perusahaan yang telah memelopori pelaksanaan GCG, masih banyak instansi/perusahaan yang belum melakukan pengukuran mengenai tingkat keberhasilan praktek-praktek GCG yang telah mereka laksanakan. Keberhasilan GCG tidak bisa dilihat dalam jangka waktu yang pendek. Apabila GCG diterapkan secara konsisten, maka hasilnya akan diperoleh. Bahkan penerapan praktek-praktek GCG pada jangka waktu yang panjang akan mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh stakeholder. Sehingga bila dalam sebuah institusi yang menerapkan sistem Islam yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah, pencapaian keberhasilan jangka panjang, menjadi lebih berat targetnya. Karena dalam Islam, ada target moral yang harus diraih tanpa mengesampingkan target duniawi yang memang harus dicapai. Bagi setiap individu, dalam mengejar target duniawi, pencapaian materi sesuai dengan yang diinginkan bisaa dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara yang benar, etis, kurang etis, tidak benar, dilarang, sampai haram pun menjadi semakin dianggap maklum. Salah satunya yang dianggap bisaa di Indonesia adalah cara memperoleh uang dengan cara yang kurang etis dan bahkan dianggap tidak etis dalam sebuah lingkungan pekerjaan. Hal ini lebih dikenal dengan nama korupsi dan suap menyuap. Hal tersebut saat ini telah menjadi suatu penyakit yang sudah mendarah daging di Indonesia. Tidak hanya dalam institusi keuangan, tetapi juga seluruh instansi/perusahaan milik swasta maupun pemerintah. Sebelum mengkaji mengenai suap menyuap dan korupsi dalam institusi keuangan Islam, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi dari suap menyuap dan korupsi, latar belakang, serta ruang lingkup atau cakupan dari masing-masing kasus. Sehingga diharapkan kita bisa mengetahui bagaimana strategi dan target untuk jangka pendeknya dalam mencapai sebuah organisasi/institusi/perusahaan yang berlandaskan Islam. Terlebih sebuah institusi keuangan Islam yang mutlak harus menjadi institusi keuangan yang sesuai dengan syariah.
II.
DEFINISI Secara definisi suap menyuap adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh beberapa pihak dengan memberikan sejumlah imbalan kepada pihak yang lain agar pihak yang lain tersebut bisa memenuhi keinginan dari si pemberi imbalan, dimana pemenuhan keinginan tersebut seringkali tidak sesuai dengan prosedur/ketentuan yang seharusnya. Namun ada pula penyuapan yang dilakukan dimana pemenuhan keinginan yang sesuai dengan prosedur/ketentuan, tetapi motivasi untuk kasus ini lebih kepada permintaan akan prioritas dan waktu pengerjaan. Berbeda dengan korupsi, definisi korupsi adalah usaha untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan yang diinginkan untuk kepentingan pribadi/golongan, tetapi laporannya untuk kepentingan kantor. Korupsi bisa bermacam-macam jenisnya,
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
2
dimana korupsi bisa korupsi uang, korupsi waktu, korupsi fasilitas kantor lainnya. Namun, korupsi yang paling menjadi sorotan pada saat ini adalah korupsi uang. Dimana kucuran dana yang dikeluarkan oleh pemilik/pengelola modal dikonsumsi oleh satu atau beberapa orang untuk kepentingannya sendiri diluar dari kepentingan perusahaan. Tetapi dalam laporan keuangannya, dana tersebut digunakan untuk keperluan perusahaan.
III.
LATAR BELAKANG Ada beberapa hal yang menjadi dasar individu melakukan suatu aktifitas suap menyuap atau tindakan korupsi. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena jajaran manajemen bisa menetapkan sebuah rencana strategis serta target jangka pendek dan target jangka panjangnya. Dalam sebuah kegiatan operasional usaha sebuah institusi keuangan Islam, waktu yang cepat dan biaya yang rendah menjadi sebuah indikator keberhasilan bahwa sebuah perusahaan telah memiliki sistem operasional yang efisien. Karena adanya tuntutan waktu yang cepat ini, maka petugas yang berada di tingkat pelaksana menjadi semakin tertekan bila aktifitas operasionalnya menjadi lambat. Tentunya indikator waktu yang lambat ini menjadikan penilaian terhadap performa (Key Performance Indikator/KPI) petugas yang berada di tingkat pelaksana lebih rendah. Sehingga nilai KPI ini akan sangat berpengaruh kepada jabatan, gaji, bonus, fasilitas, dan hal-hal lain yang menjadi upah dari institusi keuangan Islam kepada pegawai yang mana kesemuanya ini berdampak kepada kesejahteraan keluarga para pegawai. Karena tuntutan itu pula, ada individu-individu yang memaksa untuk melakukan kegiatan yang tidak etis. Salah satunya adalah tindakan suap menyuap hanya demi mengejar suatu target pekerjaan agar bisa selesai tepat pada waktunya. Dan banyak pula kasus penyuapan agar ada pihak lain untuk melakukan sesuatu yang kurang etis bahkan tidak sesuai dengan peraturan. Pada prinsipnya, aktifitas korupsi pun dilatarbelakangi dengan adanya tuntutan dalam sebuah pencapaian sebuah kesejahtereaan para pegawai. Aktifitas manupulasi laporan keuangan pun menjadi salah satu kasuss yang sering terjadi, dimana aktifitas fiktif dilaporkan dalam sebuah pelaporan, dan dana yang dialirkan masuk ke dalam kantong pribadi. Lemahnya moral para pelaku suap menyuap dan korupsi ini merupakan latar belakang utama yang mendasari individu untuk tetap dan terus melakukan tindakan suap menyuap dan korupsi. Latar belakang yang berikutnya dari sebuah tindakan suap menyuap dan korupsi selain latar belakang setiap individu adalah latar belakang sebuah institusi keuangan Islam. Dimana institusi keuangan Islam di Indonesia saat ini banyak yang berasal dari institusi keuangan konvensional. Sehingga bisa diamati bahwa sistem sebuah institusi keuangan pun turut melatarbelakangi sebuah aktifitas suap menyuap dan korupsi. Dalam sebuah sistem perusahaan, sumber daya manusia (SDM), struktur organisasi, proses operasional, dan sistem pengawasan adalah hal-hal yang melatarbelakangi aktifitas-aktifitas suap menyuap dan aktifitas korupsi.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
3
Untuk latar belakang SDM, banyak institusi keuangan Islam yang memiliki aset SDM yang berasal dari institusi keuangan konvensional, dimana aspek moral untuk setip individu tidak pernah diperhatikan dalam sebuah perekrutan dan pengembangan SDM. Institusi konvensional di Indonesia lebih banyak yang berklibat kepada sebuah sistem kapitalisme dimana aspek moral atau aturan agama untuk mengejar akhirat merupakan hal yang terpisah dengan aturan dunia untuk mengejar tujuan duniawi. Sehingga tindakan suap menyuap dan korupsi dianggap tidak akan ada balasannya di alam sesudah alam dunia. Tentunya doktrin dari sistem kapitalisme ini berbeda dengan sistem Islam dimana aturan untuk mengejar tujuan akhirat dan dunia adalah sama, yaitu aturan AlQuran dan As-Sunnah. Hal ini akan membatasi aktifitas setiap individu, dimana setiap tindakan kita pasti akan ada balasannya nanti. Dari sisi struktur organisasi, sebuah struktur organiasi yang tidak tepat bisa menyebabkan begitu banyak celah untuk melakukan tindakan suap menyuap dan korupsi. Hal ini dikarenakan struktur yang tidak tepat akan berdampak kepada prosedur dan ketentuan dalam proses pengambilan keputusan. Dimana proses eskalasi dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang timbul dari aktifitas operasional sehari-hari akan timbul ketidaktepatan pengambilan keputusan. Kesalahan inilah yang akan menjadi celah bagi para pelaku korupsi atau suap menyuap untuk terus melakukan kegitannya. Dari segi operasional, Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Dimana SOP berperan sebagai pagar bagi setiap aktifitas operasional sehari-hari serinci mungkin, untuk seluruh bagian, dan dari tingkat yang paling atas sampai paling bawah dalam sebuah institusi. Bila SOP yang disusun tidak tepat, lengkap, dan rinci, maka akan terdapat banyak aktifitasaktifitas yang tidak tercakup dalam pagu-pagu yang dapat membuat seluruh aktifitas operasional berjalan lancar, tepat, dan tidak menghasilkan dampak yang tidak baik bagi seluruh stakeholder. Dan hal terakhir yang melatarbelakangi kegiatan suap menyuap dan korupsi adalah sistem pengawasan dari sebuah institusi. Sistem pengawasan adalah sebuah sistem yang memantau seluruh aktifitas yang dilakukan sehari-hari agar sesuai dengan SOP. Ada kemungkinan dimana sistem pengawasan belum menjadi fokus perusahaan untuk dikembangkan dengan belum terbentuknya sebuah unit yang mengawasi seluruh aktifitas perusahaan atau belum ada pihak yang independen untuk mengawasi seluruh aktifitas perusahaan. Dan ada pula perusahaan yang sudah memiliki unit atau pihak ketiga yang independen untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas perusahaan, tetapi sistem pengawasannya belum dijalankan secara konsisten. Dengan tidak berjalannya sistem pengawasan dalam sebuah institusi, segala kegiatan suap menyuap dan korupsi akan dengan mudah terjadi dalam setiap aktifitas perusahaan.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
4
Bila kita rangkum latar belakang tersebut, akar permasalahan dari tindakan suap menyuap dan korupsi bisa kita gambarkan kedalam Gambar berikut:
Gambar 1. Gambar Latar Belakang terjadinya Tindakan Suap Menyuap dan Korupsi
Gambar tersebut menandakan bahwa kunci akar permasalahannya adalah berasal dari SDM yang ada di perusahaan dilatarbelaknagi dengan adanya tuntutan kehidupan. Dan didukung dengan lemahnya sistem perusahaan yang banyak memberikan celah untuk melakukan tindakan suap menyuap dan korupsi.
IV.
RUANG LINGKUP Dengan mempelajari definisi dan latar belakang dari korupsi dan suap menyuap, tentu kita perlu mengetahui lebih lanjut ruang lingkup atau cakupan dari tindakan korupsi dan suap menyuap. Kita perlu mengetahui batasan mana yang sudah termasuk suap menyuap atau korupsi, dan mana yang tiak termasuk tetapi kurang etis, dan mana yang memang bukan suap menyuap dan korupsi, dan memang etis untuk dilakukan. Beberapa contoh-contoh kegiatan yang masuk ke dalam cakupan kegiatan suap menyuap adalah seperti memberikan uang atau fasilitas yang sebenarnya bukan merupakan suatu biaya resmi yang telah diatur dalam standar operasional prosedur. Ada yang berdalih bahwa memberikan sesuatu merupakan tanda penghargaan, perhatian, atau penghormatan. Dan pemberian ini pun terkadang dilakukan bukan dalam rangka mempercepat atau menginginkan suatu kelancaran akan suatu tujuan. Tetapi terlebih dalam rangka untuk menjalin hubungan jangka panjang. Maksudnya adalah dimana pada saat si pemberi hadiah membutuhkan pertolongan, maka si penerima hadiah tidak bisa menolak. Secara runtutan kejadian, pemberian sesuatu dengan harapan jangka panjang tersebut sulit untuk dilacak atau ditemui sebagai pelanggaran standar operasional prosedur, peraturan, serta hukum. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
5
kegiatan yang seperti itu belum bisa dianggap sebagai kegiatan suap menyuap dan masih dianggap sebagai kegiatan yang kurang etis. Untuk tindakan korupsi, kegiatan memalsukan informasi dalam suatu laporan karena adanya kepentingan pribadi atau golongan yang berdampak pada kerugian bagi perusahaan, sudah sangat jelas masuk ke dalam cakupan korupsi. Apalagi jika kegiatan tersebut, tidak sesuai dengan standar operasional prosedur, peraturan, serta aspek hukum. Untuk kegiatan korupsi, sekecil apapun yang dilakukan tetap tidaklah etis. Cakupan ini agak berbeda dengan cakupan dalam kegiatan suap menyuap.
V.
PEMBAHASAN Memasuki bidang institusi keuangan, tindakan suap menyuap dan korupsi merupakan tindakan yang diincar bagi orang-orang yang berniat untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan dalam institusi keuangan mereka bisa melakukan manipulasi prosedur, laporan, serta membujuk orang-orang yang memiliki akses kepada pembuat kebijakan dan keputusan untuk mengucurkan sejumlah dana untuk kepentingan pribadi atau golongan. Banyak contoh yang sudah terjadi dalam institusi keuangan konvensional dimana hanya karena ulah segilintir orang saja, bank bisa bangkrut bahkan pemerintah Negara Indonesia turut bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut. Bagaimana dengan institusi keuangan Islam, tentunya banyak hal yang harus dikaji, dianalisa, diterapkan, dan dievaluasi untuk terus meningkatkan integritas sebuah institusi keuangan Islam. Sebuah etika dan tata kelola institusi keuangan Islam (Islamic GCG) perlu diterapkan secara memyeluruh dalam sebuah bank syariah. Mulai dari SDM yang ada saat ini dimana dalam sebuah institusi keuangan Islam, mayoritas SDMnya berasal dari bank konvensional, institusi pendidikan konvensional, dan asas sebuah Negara yang terkadang belum Islami secara sempurna. Kendala ini bisa diminimalisasi dengan adanya sistem perektrutan SDM, dimana dalam Islam Spiritual Quotient (SQ) adalah hal penting lain yang menjadi tambahan bagi SDM sebuah institusi keuangan Islam. Sehingga perlu ditambahkan sebuah metode penyaringan calon pegawai dengan sebuah metode yang menguji SQ para calon pegawai tersebut. Tidak hanya dalam sistem perekrutan, pengembangan SDM perusahaan pun harus terus dilakukan secara konsisten. Karen keimanan seseorang itu kadang naik dan kadang turun. Sehingga aktifitas rutin untuk beribadah merupakan hal yang perlu diutamakan. Perusahaan dirasa perlu untuk memberikan jam istirahat pada saat jam-jam shalat. Sehingga setiap orang diberikan waktu untuk shalat berjamaah. Jam Shalat Jum’at bagi laki-laki pun merupakan waktu yang diberikan oleh perusahaan. Tidak hanya shalat, kegiatan pengajian rutin pun perlu diadakan satu kali seminggu. Dalam satu minggu, pengajian bisa dijadwalkan untuk setiap unit bergantian melakukan pengajian. Kegiatan ini tentu saja dapat dijadwalkan secara rutin tanpa mengganggu kegiatan operasional perusahaan.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
6
Kegiatan-kegiatan yang bersifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT ini dapat mencegah terjadinya tindakan suap menyuap dan korupsi bila dilihat dari aspek individu, yang selalu memperoleh tekanan akan sebuah kebutuhan hidup dan adanya sisi tamak dari setiap manusia. Apalagi bila terjadi kolaborasi antara Emotional Quotient (EQ) dengan SQ, akan ada kekuatan yang dapat menahan hawa nafsu dan ketamakan manusia untuk mendapatkan kenikmatan duniawi semata. Bila ESQ telah dimiliki dalam setiap individu, maka aspek moral telah menjadi suatu budaya dalam perusahaan yang akan sulit untuk dirubah. Dengan melihat struktur organisasi, masih terdapat kontroversi dimana banyaknya celah-celah yang dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk melakukan kegiatan suap menyuap dan korupsi. Struktur organisasi sangatlah berpengaruh terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya korupsi dan kemudahan dalam melakukan kegiatan suap-menyuap. Struktur organisasi seperti halnya pengawas syariah, internal auditor, eksternal auditor, dan juga struktur kantor cabang yang secara geografi jauh dari kantor pusat menjadikan celah-celah bisa dimanfaatkan untuk melakukan tindakan korupsi. Untuk unit internal auditor, strukturnya memang perlu ada di setiap unit yang ada dalam sebuah institusi keuangan Islam. Hal ini dikarenakan internal auditor diharapkan dapat berperan untuk mendeteksi lebih dini terhadap hal-hal yang mencurigakan. Dan secara struktur, internal auditor langsung dibawah Direksi yang dikoordinir oleh Direktur Kepatuhan. Dalam institusi keuangan Islam, tugas dari internal auditor tidak hanya melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan. Struktur Badan Pengawas Syariah (BPS) adalah struktur yang menjadi perhatian kedua. Dimana BPS harus bisa memantau seluruh aktifitas operasional perusahaan dari hulu sampai hilir agar sesuai dengan syariah. Dengan ini struktur BPS berada diluar manajemen, direksi, dan seharusnya berada langsung dibawah pemegang saham. Dan keberadaan BPS ini sebetulnya bisa membuka semacam layanan bagi semua pihak untuk mengadukan permasalah yang berkaitan dengan korupsi, suap menyuap, dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan syariah. Yang ketiga adalah struktur eksternal auditor, dimana terjadi dilematis karena eksternal auditor mendapat upah dari manajemen untuk mengaudit manajemen. Hal ini menjadi kurang independen. Seharusnya secara struktur, Eksternal Auditor berada dibawah pemegang saham dan melaporkan aktifitasnya kepada pemegang saham, dan upahnya pun didapat dari para pemegang saham. Kemudian yang terakhir adalah struktur para internal auditor untuk cabang-cabang yang secara geografis jauh dari kantor pusat. Dengan adanya untusan internal auditor dari kantor pusat untuk ditugaskan di cabang-cabang. Maka meskipun secara struktur para internal auditor yang diutus ke daerah ini berada dibawah internal auditor pusat, namun tetap saja secara aktifitas seharihari seperti kedisiplinan, kebisaaan, dan hal-hal yang bersifat teknis, para internal auditor melaporkan kepada kepala cabang. Apalagi jika terjadi kedekatan batin yang mana yang seharusnya pekerjaan internal auditor independen menjadi tidak independen.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
7
Kita bisa melihat contoh struktur organisasi dari Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) pada Gambar.2, dimana terjadi struktur yang kurang tegas untuk BPS. BPS yang seharusnya berada diluar dari manajemen, BSMI meletakkan BPS didalam manajemen. Dengan bentuk seperti ini, tentu saja akan banyak terjadi selah-selah untuk tindakan suap menyuap dan korupsi.
Gambar 2. Struktur Organisasi Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI)
Terlebih jika ada sebuah bank yang mengeluarkan produk syariah namun secara manajemen masih berupa Unit Usaha Syariah (UUS), tentunya letak BPS pun semakin tidak jelas. Sebagai contoh, kita bisa melihat struktur Bank Negara Indonesia (BNI), dimana produk syariah masih dikeluarkan oleh UUS BNI. Tentunya struktur BPS pun masih dipertanyakan letak, dan perannya. Sehingga dengan adanya ketidakjelasan ini, tindakan suap menyuap dan korupsi dalam UUS pun berpotensi lebih besar terjadi. Bisa dilihat
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
8
Gambar 3. Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia (BNI)
Dan kita bisa melihat sebuah struktur yang memang sudah cukup baik dari Bank Syariah Mandiri (BSM) dimana struktur BPS berada diluar manajemen, Auditor Eksternal bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris. Namun struktur dari unit Desk Sisdur dan Pengawasan masih perlu untuk dijabarkan lagi untuk struktur yang secara geografis jauh dari Kantor pusat.
Gambar 4. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri (BSM)
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
9
Yang melatarbelakangi tindakan suap menyuap dan korupsi berikutnya adalah dari sisi proses operasional. Dimana proses operasional yang ditetapkan tidak tepat, kurang rinci, tepat kurang efisien, dan yang berikutnya adalah tepat dan efisien. Untuk mengatasi masalah ini, SOP perlu dibuat sangat rinci. Dengan mengutamakan hal-hal yang tepat untuk mencegah adanya peluang untuk melakukan korupsi dan suap-menyuap. Contoh teknis dalam proses operasional adalah dengan diterapkannya sistem dual control untuk pengambilan sebuah keputusan. Dimana maksudnya adalah suatu keputusan ini perlu diketahui oleh orang ketiga yang satu tingkat untuk menghindari adanya aktifitas yang tidak transparan. Konsep dual control ini perlu disesuaikan untuk setiap tingkatannya. Untuk tingkatan pelaksana, konsep dual control lebih bersifat teknis seperti halnya penandatanganan formulir, pembukaan brankas, akses terhadap suatu perangkat sistem database perbankan, adanya konsep maker and checker, dll. Dan untuk tingkatan yang lebih tinggi konsep dual kontrol akan lebih mengarah kepada kepoutusan-keputusan strategis. Dan apa yang sudah dirumuskan ini perlu datuangkan kedalam satu SOP yang memang mencakup seluruhnya secara rinci. Kemudian yang terakhir adalah latar belakang sistem pengawasan. Sistem pengawasan pun perlu memiliki SOP yang jelas dimana korupsi sangat kental terjadi bagi para pengawas, auditor, maupun internal auditor. Untuk yang sifatnya teknis, tentu saja auditor perlu ada pengecekan rutin untuk seluruh aktifitas perusahaan untuk setiap tingkatan. Dalam hal ini, metode statistik pengambilan sample secara acak untuk melakukan audit perlu dilakukan. Dan dalam SOP pun perlu diatur sebuah konsep dual kontrol dalam metode pengambilan secara acak tersebut, karena metode acak ini sangat rentan terjadi tindakan suap menyuap. Langkah-langkah yang telah dijelaskan diatas merupakan langkah-langkah yang bersifat jangka pendek dan berupa solusi terdekat yang dapat dilakukan bagi sebuah perusahaan. Gambaran tersebut dituangkan secara umum dalam Gambar berikut ini:
Gambar 5. Gambar Langkah strategis untuk memberikan solusi jangka pendek
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
10
Namun secara jangka panjang, perlu ada strategis yang bisa menyelesaikan permasalahan korupsi ini. Strategi tersebut adalah strategi membudayakan Islamic GCG. Prinsip-prinsip GCG yang dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) meliputi lima hal yaitu perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan, keterbukaan dan Transparansi, akuntabilitas Dewan Komisaris/Direksi. Sementara terdapat pula prinsip-prinsip penerapan GCG yang sesuai dengan pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 adalah transparansi, dimana keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Kemudian yang kedua adalah pengungkapan (disclosure), maksudnya adalah penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Yang ketiga adalah kemandirian (independence), dimana suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Yang keempat adalah akuntabilitas, dalam hal ini harus ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Yang kelima adalah pertanggungjawaban (responsibility) yang mengarahkan perusahaan agar ada kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dan yang terakhir adalah kewajaran (fairness), dimana keadilan dan kesetaraan perlu ditegakkan didalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Gerakan moral yang bersih transparan dan professional sebagai implementasi GCG adalah salah satu langkah awal yang dapat dilakukan oleh institusi keuangan Islam dalam menerapkan Islamic GCG. Islamic GCG perlu dilakukan dengan penuh kesadaran serta konsisten, sehingga diharapkan dapat mendorong kemajuan bank syariah dengan langkah yang memenuhi etika bisnis. Nilai dasar yang terkandung dalam Islamic GCG adalah Bersih, yang terdiri dari nilai integritas, kredibilitas, jujur, anti Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Nilai berikutnya adalalah transparan, yang terdiri dari nilai akuntabilitas, bertanggungjawab, keterbukaan serta auditable. Dan nilai yang terakhir adalah professional, yang terdiri dari nilai kepatuhan, kapabilitas, serta kemampuan.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
11
Dalam sistem ekonomi islam yang telah diterapkan pada beberapa negara muslim antara lain menggunakan prinsip syariah yang lebih menekankan pada aspek harmoni.1) Prinsip syariah erat sekali hubungannya dengan prinsip GCG, karena lebih menekankan pada bagi hasil, yang berarti lebih menonjolkan aspek win-win solution, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam berbisnis. Penerapan GCG di lembaga keuangan Islam perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-nilai GCG yang berlaku umum di dalam menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan penerapan GCG dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain atau satu negara dengan negara lain mengingat standar dan prinsip-prinsip GCG sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan standar etika yang ada pada negara tersebut, seperti budaya, ketentuan hukum, business practices, dan kebijakan-kebijakan pemerintah serta nilai-nilai lainnya.2) Selain itu pemahaman terhadap nilai-nilai GCG yang bernilai Islami oleh industri jasa keuangan Islam akan berdampak pada tercapainya tiga tujuan, yaitu semakin meningkatnya kepercayaan publik kepada lembaga keuangan Islam, bertumbuhnya industri jasa keuangan Islam dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan akan senantiasa terpelihara, serta menjadikan institusi keuangan Islam berada pada level of playing field yang sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya.3) Agar pemberantasan korupsi berhasil, diperlukan perubahan struktur insentif dan kelembagaan agar korupsi yang terjadi tidak lagi optimal. Teori kompetisi politik menekankan pentingnya menurunkan insentif guna melakukan korupsi sekaligus insentif politik dan membiarkan korupsi terjadi. Kita bisa bicara gaji, hukuman lebih berat, atau pengawasan ketat. Namun, semua bergantung pada kemauan politik. Korupsi akan lebih bertahan lama jika terjadi oligarki atau tingkat persaingan politik yang kecil. Jika hal-hal ini dilakukan, titik optimal korupsi akan bergeser dari yang ada kini ke titik nol, atau setidaknya ke tingkat korupsi yang lebih bisa ditoleransi.4) Peranan Dewan Syariah Nasional (DSN) sangat penting agar pelaksanaan GCG di lembaga keuangan Islam dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, DSN perlu melakukan sosialisasi akan pentingnya prinsip GCG untuk meningkatkan kinerja bisnis di lembaga keuangan Islam. Selain itu DSN perlu melakukan kerja sama dengan pihak Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) serta Lembaga yang memiliki concern terhadap implementasi GCG di bank syariah, misalnya Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan The Indonesian Intitute for Corporate Governance (IICG).
_______________________________________________________________________ 1) 2) 3) 4)
Chapra, M Umer. Islam and Economic Chalenge (2002) yang dipublikasikan melalui Islamic economic series no. 17 oleh The International Institution of Islamic Thougt Burhanuddin Abdullah. 2nd Islamic Financial Services Board (IFSB) International Summit di Doha, Qatar, tanggal 24 – 25 Mei 2005 Kesepakatan dalam Forum IFSB Perdana, Ari A. Mungkinkah Korupsi Optimal. Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta http://www.kpk.go.id/modules/wflinks/singlelink.php?cid=2&lid=33 (akses tanggal 5 Januari 2009)
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
12
Adanya kerjasama yang erat antara DSN, lembaga keuangan Islam serta Lembaga yang concern terhadap implementasi GCG tersebut, diharapkan agar keberadaan bank syariah di Indonesia dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, sehingga Islam sebagai rahmatan lil alamin dapat segera terwujud. Sehingga bisa kita gambarkan solusi secara umum Islamic GCG dalam rangka menghilangkan tindakan suap menyuap dan korupsi dalam bentuk Gambar sebagai berikut:
Gambar 6. Gambar Islamic GCG dalam bank syariah untuk menghilangkan suap menyuap dan korupsi
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN Tindakan suap menyuap dan korupsi sebagai salah satu tindakan yang tidak etis bahkan tidak benar sudah menjadi kegiatan yang dianggap bisaa dan membudaya dalam menjalankan praktik-praktik bisnis di Indonesia. Dengan dilator belakangi faktor pribadi dan sistem perusahaan, tindakan suap menyuap dan korupsi bisa dengan bebas berjalan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang lumrah. Dengan diterapkannya Islamic GCG, factor moral menjadi sebuah faktor yang bisa menggerakkan individu untuk menghindari tindakan suap menyuap dan korupsi. Dengan membudayanya factor moral tersebut dalam bank syariah, maka implementasi GCG bisa menjadi sebuah sistem dalam bank syariah. Langkah strategis yang bersifat jangka pendek adalah dengan melakukan beberapa hal. Yang pertama itu dari sisi individu adalah dengan membisaakan aktifitas rutin keagamaan untuk meningkatkan Emotional dan Spriritual Quotient (ESQ). Yang selanjutnya adalah pembenahan dari sisi perusahaan, dimana sistem perekrutan untuk mengetahui Spiritual Quotient (SQ) calon pegawai. Kemudian struktur organisasi dimana para pengawas kegiatan perusahaan bisa berdiri sendiri secara independen agar tidak terdapat celah-celah untuk melakukan tindakan suap menyuap dan korupsi. SOP menjadi hal yang perlu diperbaiki berikutnya, dimana sistem dual control perlu diterapkan dan dilegalisasikan dalam SOP. Dan terakhir adalah pengawasan yang konsisten memang mutlak harus dilakukan dan diatur didalam SOP bagi para auditor, baik internal maupun eksternal.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
13
Dengan adanya tambahan nilai Islam dalam GCG, akan terdapat hal-hal yang bisa menjadi sebuah indikator keberhasilan penerapan Islamic GCG oleh bank syariah akan berdampak pada tercapainya tiga tujuan, yaitu semakin meningkatnya kepercayaan publik kepada lembaga keuangan Islam, bertumbuhnya industri jasa keuangan Islam dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan akan senantiasa terpelihara, serta menjadikan institusi keuangan Islam berada pada level of playing field yang sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya. Hal ini pun perlu adanya dukungan dari DSN dan lembaga-lembaga yang turut serta berperan dalam memberantas korupsi. Tanpa adanya kekuatan legalisasi dari lembaga-lembaga yang mendukung pemberantasan korupsi, korupsi dalam bank syariah pun niscaya akan sulit untuk dihindari.
VII.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Burhanuddin. 2nd Islamic Financial Services Board (IFSB) International Summit , Doha, Qatar, 24 – 25 Mei 2005 Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan , Arga, Jakarta, 2004. Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Arga, Jakarta, 2004. Chapra, Umar M. Islam and Economic Chalenge, Islamic economic series no. 17 , The International Institution of Islamic Thougt, 2002 Chapra, Umar M dan Habib Ahmed. Corporate Governance in Islamic Financial Institutions, Islamic Research and Training Institute. Jeddah. 2002. Effendi, Muh. Arief. Peranan Etika Bisnis dan Moralitas Agama dalam Implementasi Good Corporate Governance. Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN : 1829-9865 Fujinuma, Tsuguoki, Enhancing Corporate Governance –IFAC’s Initiatives and the Role of the Accountancy Profession, makalah Konvensi Nasional Akuntansi IV, 2000. Hardjapamekas, Erry Riyana. Dimensi Perubahan dalam Implementasi Good Corporate Governance, Makalah Seminar Nasional Akuntan Indonesia & Rapat Anggota Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik & Akuntan Manajemen, Surabaya, 19-21 April 2001. Herwidayatmo. Implementasi Good Corporate Governance untuk Perusahaan Publik Indonesia, Majalah Usahawan No. 10 Th XXIX, Oktober 2000.
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
14
http://www.bni.co.id/Portals/0/Document/Struktur%20Organisasi%202008.pdf (akese tanggal 5 Januari 2009) http://www.bsmi.co.id/Profil-StrukturOrganisasi.php (akses tanggal 5 Januari 2009) http://www.syariahmandiri.co.id/manajemen/struktur-organisasi.html tanggal 5 Januari 2009)
(akses
Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN. Perdana, Ari A. Mungkinkah Korupsi Optimal. Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta. (akses tanggal 5 Januari 2009). http://www.kpk.go.id/modules/wflinks/singlelink.php?cid=2&lid=33 Raka, Gede. Manajemen Perubahan untuk penerapan Good Corporate Governance, anggota panel ahli dari The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) , Makalah Seminar Nasional Akuntan Indonesia & Rapat Anggota Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik & Akuntan Manajemen, Surabaya, 19-21 April 2001. Tjager, I Nyoman dkk. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, Cetakan I, 2003. Zulaiha, Aida Ratna dan Niken Ariati. Mengukur keberhasilan kabupaten Solok dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik. Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006
______________________________________________________________________________________________________ Praktik Penyuapan dan Korupsi dalam Institusi Syariah. Bisakah dihindarkan? – Rhesa Yogaswara
15