POTENSI PERIKANAN UNTUK KEMAKMURAN DAN KEMAJUAN BANGSA Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dari Sabang sampai Merauke. Luas daratan Indonesia tidak lebih dari 50 persen dari total luas wilayah yang dimilikinya, di mana hanya 2,01 juta kilometer persegi luas daratan yang tersebar dengan lokasi yang sangat berbedabeda. Pada dasarnya, luas lautan Indonesia mencakup kurang lebih 75 persen dari total luas wilayahnya. Dengan 2,55 juta kilometer persegi yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan 3,25 juta kilometer persegi lautan kekuasaan Republik Indonesia. Keindahan bahari dan hasil laut yang dimiliki Indonesia tentu tidak perlu diragukan lagi. Pulau yang cantik akan isi lautnya, seperti terumbu karang dan tumbuhan laut, lengkap ada di negara ini. Luas terumbu karang di Indonesia sendiri mencapai 50.875 kilometer persegi, ekosistem ini menyumbang 18 persen luas total terumbu karang dunia dan kurang lebih 65 persen luas total di coral triangle. Beberapa tahun lalu, mungkin banyak dari kita yang mengetahui bahwa perkembangan ekosistem dan industri perikanan yang terjadi tidaklah sepesat sekarang. Banyak kerugian akibat pencurian ikan dan pengembangan arah teknologi yang tidak membuat ekosistem ikan tersebut dapat terus tumbuh dan berkembang. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan bahwa kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) pernah dihitung oleh World Bank dan FAO, di mana kerugian tersebut kurang lebih sebesar USD 20 miliar atau setara Rp 280 triliun per tahun (asumsi Rp 14.000 per USD 1).
Nelayan Pulau Untung Jawa (Foto: R. Rekotomo/Antara) Satu kapal pencuri ikan dengan kapasitas 100 Gross Ton (GT) diketahui mampu mendapatkan untung USD 2-2,5 juta per tahun dari hasil memanen ladang yang bukan pada tempat mereka sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (sekarang BRSDM) bekerja sama dengan Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, Insitut Pertanian Bogor, University of Hawai’i dan University of California Santa Barbara (UCSB) Amerika Serikat pada 2016, menunjukan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing) berdampak langsung pada 20 juta masyarakat yang terlibat dalam aktivitas usaha perikanan. Dalam rangka memerangi IUU Fishing tersebut, kolaborasi teknologi sains dan peraturan pemerintah sangat di kedepankan guna membuat dampak lebih besar yang membuat semua kalangan dapat menikmati perikanan yang ada di Indonesia. Hal ini ternyata terealisasi dalam modernisasi teknologi pada bidang budidaya laut, yaitu budidaya laut lepas pantai atau lebih dikenal dengan Karamba Jaring Apung (KJA) offshore. Dengan teknologi KJA yang direkomendasikan oleh FAO ini diharapkan mampu menggenjot produksi ikan yang ada di Indonesia secara signifkan. Teknologi ini juga merupakan teknologi berbasis sains yang diadopsi dari Norwegia. Di sisi lain, peraturan undang-undang juga dikaji dan diterapkan secara tepat terhadap teknologi yang bisa merusak ekosistem ikan itu sendiri, termasuk kepada para perusak atau pemburu ikan yang dilakukan secara illegal.
Fish and Wildlife Service worker on boat checking gill net full of fish | wikimedia.org Wujud nyata hal ini dapat dilihat dari meningkatnya beberapa hal pada sektor perikanan di mana luas lawasan konservasi meningkat pesat dari tahun 2014 yang hanya sebesar 16,4 juta hektare menjadi 19,14 juta hektare pada 2016. Peningkatan ini bergerak linear dengan total produksi perikanan nasional yang mencapai 23,51 juta ton, dengan sumbangan dari perikanan tangkap sebesar 6,83 juta ton, dan perikanan budidaya sebesar 16,68 juta ton. Angka ini naik lebih dari 40% dari tahun 2011 yang hanya sebesar 16,64 juta ton ikan. Sisi positif perkembangan dunia perikanan di Indonesia diimbangi juga dengan konsumsi ikan per kapita yang meningkat. Diketahui pada 2014, rata-rata konsumsi ikan masyarakat Indonesia adalah 38,14 kg per kapita per tahun, sedangkan pada 2017 angka ini naik sampai lebih dari 20% di angka 46,49 kg per kapita per tahun.
Konsumsi ikan yang lebih tinggi ini didominasi oleh masyarakat luar Jawa dengan wilayah-wilayah seperti pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, dan Wilayah Timur lainnya. Masyarakat Pulau Jawa sendiri tergolong kelompok dengan konsumsi ikan yang sedang dengan angka yang hanya berkisar 20-31,4 kg per kapita per tahun. Kemajuan ekosistem perikanan Indonesia ini tidak lain merupakan kolaborasi antara peraturan yang diterapkan dengan tegas dan teknologi berbasis sains yang diaplikasikan secara benar. Dampak positif lain yang terkena, tentu tidak hanya sebatas konservasi laut dan konsumsi ikan, namun lebih kepada stok ikan yang meningkat secara drastis. Hampir dua kali lipat dari tahun 2011, menjadi 12,54 juta ton/tahun pada 2016. Hal yang tidak pernah kita dapatkan sejak 1997, di mana nilainya stabil di sekitar angka 6 juta ton/tahun.