POTENSI SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT ACEH (PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN) *Husna Diah (2019)
1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki pulau-pulau besar dan kecil yang sangat strategis. Indonesia memiliki panjang garis pantai kedua terpanjang didunia setelah Kanada. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi Indonesia dalam mengembangkan potensi sumber daya laut baik berupa perikanan atau mineral. Sektor perikanan memegang peranan penting dalam membangkitkan perekonomian masyarakat baik dalam upaya memenuhi kebutuhan domestik maupun kegiatan ekspor. Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang sangat berpotensi dalam bidang perikanan terutama perikanan hasil tangkapan laut. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menjadikan sektor ini sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat Aceh, yang dapat mendukung sektor perindustrian dan perdagangan. Meningkatnya status implementasi perikanan dan kelautan di Aceh, diharapkan dapat menggerakkan daerah ini menjadi wilayah industri perikanan tangkap yang sejalan dengan pembangunan kelautan dan perikanan Aceh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik. Seiring dengan tujuan tersebut, maka kemampuan pertahanan dan keamanan harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dibangun. Pemanfaatan sumber daya kelautan secara berlebih dan tak terkendali dapat merusak dan mempercepat berkurangnya sumber daya, baik secara lokal maupun nasional. Pesatnya perkembangan teknologi dan tututan penyediaan sumber daya semakin meningkat yang mengakibatkan laut sangat penting bagi pembangunan daerah dan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan Nasional ke arah pendekatan bahari merupakan suatu keniscayaan. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional, serta senantiasa diarahkan kepada kepentingan asasi bangsa Indonesia di laut.
1
2. Tujuan Tujuan penulisan esai ini ialah untuk mengetahui potensi sumber daya perikanan yang ada di Aceh, mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan/pengelolaan sumber daya perikanan dan mengetahui kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan. 3. Potensi Sumber Daya Perikanan di Aceh Aceh merupakan sebuah provinsi yang terletak paling ujung pulau Sumatera yang memiliki panjang garis pantai 2.666,27 km dengan luas perairannya mencapai 295.370 km2, yang terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan 56.563 km2, serta perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 km2. Potensi tangkapan ikan diperkirakan mencapai 272,7 ribu ton/tahun, jumlah kapal penangkap ikan 16.701 unit dan jumlah nelayan 64.466 orang. Selain itu memiliki tambak dengan luas diperkirakan mencapai 53.000 Ha (Raihanah, 2014). Produksi perikanan tangkapan ikan laut tahun 2015 disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkapan Ikan Laut Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2014-2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa
Produksi Perikanan Tangkap (Ton) 2014 2015 4235.2 6630.9 6420.6 9506.8 12828 18479.4 0 16018.9 10027.4 0 12767.1 9310.3 7901.3 9390.1 11536.1 9400.9 9511.6 16494.3 11526.2 9309.3 10570 8072.2 0 4357.5 4593.3 5469.1 4617.4 4567.7 9042.1 0 6967.8 6973.5 6620.9 9313.2 7338.7 5150 11902 14195.3
22 23
Lhokseumawe Subulussalam Jumlah Sumber: BPS, Aceh Dalam Angka 2016.
7405 157943.7
5272.4 0 165778.8
Berdasarkan Tabel 1. penangkapan ikan terbanyak terdapat di Kabupaten Aceh Selatan, Bireun dan Kota Langsa. Jenis tangkapan ikan antara lain jenis Cakalang, tongkol, tuna, udang, kepiting, teri dan lainnya. Sedangkan hasil produksi dari tambak antara lain udang, bandeng, nila dan lainnya. Produksi lobster yang terkenal berasal di Kepulauan Banyak, sedangkan kepiting mangrove lebih banyak terdapat di wilayah Aceh Besar, Pidie, Langsa. Hasil tangkapan ikan sebagian besar didistribusikan untuk pemenuhan kebutuhan daerah yang cukup besar, sebagiannya lagi didistribusikan ke Provinsi Sumatera Utara. Mengingat Aceh belum memiliki pelabuhan yang representatif, maka satu program yang dilakukan pemerintah Aceh adalah membangun 180 titik pelabuhan di seluruh Aceh. Dari jumlah ini, tiga di antaranya berfungsi sebagai pelabuhan induk perikanan tangkap, yaitu Pelabuhan perikanan Idi di wilayah Timur, Pelabuhan Labuhan Haji di wilayah BaratSelatan, dan Pelabuhan perikanan Lampulo Banda Aceh untuk wilayah Utara Aceh.
Gambar 1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo Pelabuhan perikanan Lampulo yang mulai dibangun pada 2006, kini sedang dipersiapkan menjadi pelabuhan utama bertaraf Internasional. Pelabuhan ini memiliki kolam labuh 80 Ha, di mana 10 Ha di antaranya sedang dalam penyelesaian dan baru dapat menampung lebih kurang 200 kapal penangkap ikan berukuran di bawah 40 Gt. Sedangkan kapal yang nantinya melakukan aktivitas dan merapat di pelabuhan perikanan Lampulo
diperkirakan mencapai 400 unit lebih. Kolam labuh yang belum terbangun diharapkan segera dibangun agar pelabuhan ini kelak bisa menjadi pelabuhan ekspor.
4. Permasalahan yang dihadapi dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Aceh antara lain: Sedimentasi yang cukup tinggi Sedimentasi yang terjadi dimuara sungai menyebabkan matinya terumbu karang karena terhalangnya cahaya matahari yang dibutuhkan untuk berfotosintesis. Hal ini menyebabkan ikan yang biasanya hidup di terumbu karang bermigrasi ketempat yang lain sehingga nelayan harus mencari ikan di lokasi yang lebih jauh. Sedimentasi yang cukup tinggi berada di muara sungai Krueng Aceh (Banda Aceh) dan sungai-sungai yang bermuara di Meulaboh, Aceh Utara, Aceh timur. Kerusakan mangrove Kerusakan mangrove terjadi karena ulah manusia yang mengambil mangrove secara tidak terkendali, faktor lainnya terjadi karena bencana tsunami yang pernah menimpa Aceh pada tahun 2004. Kerusakan mangrove menyebabkan berkurangnya fungsi ekologis dan biologisnya sehingga mangrove tidak mampu lagi menahan sedimentasi dan berkurangnya produksi molusca seperti kepiting dan kerang. Namun dibeberapa wilayah telah dilakukan konservasi mangrove seperti di Aceh besar dan Langsa. Ancaman tsunami sewaktu-waktu yang dapat terulang kembali Kejadian tsunami pada tahun 2004 lalu meninggalkan kerusakan fisik dan trauma yang mendalam. Ancaman tsunami dimasa mendatang juga sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat sehingga banyak nelayan yang berpindah tempat tinggal menjauhi kawasan pesisir dan beralih mata pencaharian. Hal ini menyebabkan turunnya produksi tangkapan ikan dibeberapa wilayah. Penggunaan pukat harimau dan dinamit dalam penangkapan ikan Penangkapan ikan menggunakan pukat harimau dan dinamit masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi namun telah berkurang kuantitasnya karena telah ada peraturan dan sanksi yang berlaku.
Sampah yang mencemari laut Pengembangan pariwisata dikawasan pesisir dan pantai menyebabkan efek samping yang sangat merusak lingkungan yaitu sampah. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan laut dan menyebabkan ikan-ikan menjadi berkurang. Pencemaran laut oleh sampah di Aceh masih belum separah wilayah lain di Indonesia, namun kawasan yang cukup mengkhawatirkan berada di Langsa karena dikawasan ini terdapat permukiman kumuh disekitar area tambak. Daerah lain yang juga mengkhawatirkan adalah Pulau Weh karena pulau ini dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Kurangnya galangan kapal Aceh masih kekurangan galangan kapal, sehingga apabila ada kapal yang rusak harus dibawa ke Medan untuk diperbaiki, tentunya ini menjadi kendala dalam peningkatan produksi tangkapan ikan. Kurangnya pengelolaan produk perikanan Apabila tangkapan ikannya melimpah maka harga ikan akan turun secara drastis yang berdampak pada kerugian bagi nelayan karena kurangnya pengelolaan produk perikanan. Pengelolaan hasil tangkapan ikan menjadi ikan asin hanya berkembang di beberapa wilayah diantaranya Aceh Besar (Leupung dan Krueng Raya), Langsa, Aceh Utara (Lapang) dan Aceh Selatan. Kurang maksimalnya tempat pelelangan ikan Tempat pelelangan ikan masih kurang maksimal, dibeberapa kabupaten/kota tempat pelelangan dilakukan langsung di atas perahu nelayan karena tidak tersedianya TPI.
5. Kebijakan Pemerintah Pemerintah telah berupaya untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap melindungi kelestarian lingkungan hidup. Pemanfaatan sumber daya perikanan telah diatur dalam berbagai peraturan yang telah diterbitkan mulai dari undang-undang, peraturan menteri dan peraturan daerah. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi sumber daya perikanan Indonesia melalui kementerian kelautan dan perikanan diantaranya membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan illegal fishing yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015, pemberdayaan pulau-pulau kecil dan terluar,
membuat peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 35 Tahun 2015 yaitu aturan perlindungan hak asasi manusia (HAM) pekerja di sektor kelautan dan perikanan, penenggelaman kapal-kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia (Suryowati, 2018). Undang-undang yang mengatur tentang perikanan di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Kedua peraturan tersebut dikontrol oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Aceh merupakan daerah yang istimewa yang mempunyai peraturan daerah yang disebut dengan qanun. Qanun yang berkenaan dengan perikanan diantaranya Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 tahun 2002 tentang pengelolaan sumber daya alam, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 16 tahun 2002 tentang pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 19 tahun 2002 tentang retribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 tahun 2002 tentang konservasi sumber daya alam dan qanun-qanun lainnya yang diatur berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Aceh. Selain itu perikanan di Aceh dipengaruhi oleh adat istiadat (local wisdom) yang dikelola oleh Panglima Laot yang merupakan suatu lembaga yang memimpin adat istiadat, kebisaaan-kebisaaan yang berlaku dibidang penangkapan ikan, dan penyelesaian sengketa di Provinsi Aceh. Secara umum Panglima Laot memiliki kewenangan yaitu bidang pengembangan dan penegakan adat laut, peraturan-peraturan di laut, dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan peradilan adat laut. Panglima Laot telah mendapatkan pengakuan undang-undang No. 11 tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh (pasal 9899 dan pasal 164 ayat (2) huruf e), kemudian undang-undang tersebut dijabarkan kedalam Qanun Aceh No. 9, tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Itiadat dan Qanun Aceh No. 10, tahun 2008 tentang Lembaga Adat. Pada tahun yang sama Panglima Laot diterima sebagai anggota World Fisher Forum People/WFFP (lembaga masyarakat nelayan dunia) pada tahun 2008 (Nasution, 2018).
6. Kesimpulan Perairan Aceh memiliki potensi perikanan yang dapat menunjang peningkatan perekonomian masyarakat/nelayan, namun dibeberapa kabupaten/kota masih belum dikelola dengan optimal sehingga masih banyak ditemui nelayan yang hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu perlu adanya bantuan pemerintah dalam mensosialisasikan tata cara penangkapan ikan secara lestari dan memberikan bantuan kapal kepada nelayan yang tidak memiliki kapal sehingga akan dapat mendongkrak perekonomian masyarakat.
Referensi BPS. 2016. Aceh dalam Angka 2016 (Produksi Perikanan Tangkap). (Online). https://aceh.bps.go.id/dynamictable/2017/06/07/162/produksi-perikanan-tangkapmenurut-kabupaten-kota-ton-2014-2015.html, diakses pada 11 Maret 2019. Nasution, Miftah. 2018. Panglima Laot, Lembaga yang Mengatur Adat Melaut di Aceh. (Online). https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/panglima-laot-lembagayang-mengatur-adat-melaut-di-aceh/, diakses pada 11 Maret 2019. Raihanah.
2014.
Potensi
Kelautan
http://aceh.tribunnews.com/
dan
Perikanan
Aceh.
(online).
2014/11/04/potensi-kelautan-dan-perikanan-aceh,
diakses pada 11 Maret 2019. Suryowati, Estu. 2018. 5 Gebrakan Susi Pudjiastuti. (Online). https://money.kompas.com/ read/2015/12/30/141400426/5.Gebrakan.Susi.Pudjiastuti, diakses pada 12 Maret 2019.