Politik Perkotaan Judul
: Terpinggirkannya Warga Asli Kota
Anggota
: Friadi Hagiri Remigius M. Kawe Aba
( 07/250065/SP/21884) (07/257009/SP/22430)
Latar belakang Sebuah kota terbentuk ketika sebuah daerah mulai kedatangan masyarakat yang berasal dari luar kota kemudian menetap di dalam kota tersebut. Kedatangan masyarakat dari luar kota atau yang berasal dari daerah lain akan dengan sendirinya mempertemukan dan memadukan kebudayaan social, aktivitas-aktivitas social dan yang lainnya antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang. Seiring perkembangan zaman yang semakin modern di mana kota diletakkan sebagai symbol dari kemajuan dari perdaban, muncullah masalah yang sulit untuk dikontrol lagi yakni urbanisasi. Kota terbentuk ketika sebuah daerah mulai kedatangan masyarakat yang berasal luar kota yang menetap di dalam kota. Sehingga akan terjadi pertemuan dan perpaduan baik itu kebudayaan sosial maupun yang lainnya antara warga asli dengan pendatang. Semakin lama jumlah pendatang semakin bertambah seiring dengan kemajuan yang dicapai oleh daerah tersebut sehingga yang terjadi jumlah warga asli akan semakin berkurang dibandingkan dengan warga pendatang. Kasus yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia di mana warga asli akan semakin terpinggirkan dengan proses urbanisasi yang terjadi. Contoh jelasnya dilihat kasus masyarakat Betawi yang menjadi masyarakat asli Jakarta. Jumlahnya semakin berkurang dan sekarang keberadaannya sudah tidak jelas. Tetapi bukan hal tersebut yang akan kami bahas. Masalah yang akan diangkat adalah, bagaimana akses masyarakat asli terhadap ruang publik yang ada di kota. Ruang publik yang dimaksud antara lain seperti pendidikan, lapangan pekerjaan. Apakah masyarakat asli tetap mendapatkan akses dan kesempatan yang memadai dalam hal tersebut. Ketika pemukiman saja mereka terpinggirkan jangan-jangan mereka juga mengalami kesulitan untuk mengakses ruang publik karena gencarnya arus pendatang yang menguasai wilayahnya. Sebagai contoh kasus di daerah Bekasi, di sana merupakan kota industri besar. Tetapi yang mendapatkan kesempatan kerja kebanyakan merupakan pendatang dari luar kota. Setelah melihat situasi demikian kami mencoba melihat bagaimana dengan kasus yang terjadi di kota Jogjakarta. Apakah akan sama dengan kasus di dua kota sebelumnya. Kami akan mengkhususkan bagaimana akses masyarakat terhadap pendidikan. Mengingat Jogjakarta dikenal sebagai kota pelajar, yang menarik banyak pelajar luar kota untuk datang kekota ini.
Kami mencoba melihat bagaimana masyarakat Jogjakarta asli, khususnya warga sekitar kampus UGM ( karena yang paling besar ) bisa mengakses pendidikan di kampus ini. Untuk mengetahui hal tersebut kami akan terjun langsung ke lapangan, dan mewawancarai narasumber warga asli kota yang saat ini kebanyakan tinggal dipinggiran sungai, dan beberapa kampung di sekitar kampus UGM. Kami mencoba melihat hal tersebut dari sudut pandang phenomenology, di mana terjadi fenomena urbanisasi pendatang secara besar-besaran. Dan juga environmentalism yang memungkinkan kami untuk terjun dan mengamati secara langsung keseharian warga asli kota.