Politik Bisnis Internasional

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Politik Bisnis Internasional as PDF for free.

More details

  • Words: 2,787
  • Pages: 14
TUGAS PAPER POLITIK BISNIS INTERNASIONAL

Hambatan dan Tantangan Fair Trade di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

NAMA

:

AMANDA AFIANTARI KUSWANDI

NPM

:

2006330015

KELAS

:

C

DOSEN

:

Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A.

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 2008

Hambatan dan Tantangan Fair Trade di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Logo-logo Fair Trade "Perdagangan yang Adil" kini marak ditemui di banyak produk di pasar swalayan berbagai negara Eropa termasuk Belanda. Para konsumen nampak juga sudah akrab dengan label baru tersebut. Tapi sekalipun akrab, masih banyak yang tidak tahu lebih jauh soal perdagangan yang adil itu. Beberapa orang mendasari konsep Fair Trade terbatas pada tidak mempekerjakan buruh anak, beberapanya lagi merasa patut membeli produk kopi dari petani yang mendapatkan harga yang pantas. Di luar itu masih ada orang yang memusatkan perhatiannya pada produk ramah lingkungan. Paper ini dibuat dengan tujuan mengetahui makna dari konsep Fair Trade serta menganalisis hambatan dan tantangan yang dialami oleh negara-negara berkembang, dalam hal ini Indonesia, di dalam menerapkan prinsip-prinsip Fair Trade.

A. Definisi Fair Trade Fair Trade adalah perdagangan yang berdasarkan pada dialog, keterbukaan dan saling menghormati, yang bertujuan menciptakan keadilan, serta pembangunan berkesinambungan. Melalui penciptaan kondisi perdagangan yang lebih fair dan memihak pada hak-hak kelompok produsen yang terpinggirkan, terutama di negara-negara miskin akibat praktek kebijakan perdagangan internasional1 Fair trade bertujuan untuk perbaikan penghidupan produsen melalui hubungan dagang yang sejajar, mempromosikan peluang usaha dan kesempatan bagi produsen lemah atau termarjinalisir

meningkatkan

kesadaran

konsumen

melalui

kampanye

fair

trade,

mempromosikan model kemitraan dalam perdagangan yang adil, mengkampanyekan perubahan dalam perdagangan konvensional yang tidak adil, melindungi HAM, pendidikan

1

http://www.ffti.info/about-fair-trade, diakses pada 8 Desember 2008

konsumen dan melakukan advokasi bagi terciptanya kondisi yang lebih baik, khususnya yang berpihak kepada produsen kecil sehingga mereka dapat berpartisipasi di pasar.2

B. Sejarah Fair Trade Bibit-bibit gerakan fair trade lahir di dunia barat akhir tahun ’40-an. Gerakan dilandasi semangat solidaritas dunia barat terhadap negara dunia ketiga. Perintisnya adalah kelompok keagamaan dan LSM. Ten Thousand Villages dan SERRV International adalah dua LSM yang memulai pengembangan rantai perdagangan fair trade di negara berkembang. Produknya—anyaman dan rajutan—dijual di gereja atau bazar di Amerika. Saat itu, gerakan ini dipandang sebagai donasi dunia barat bagi penduduk miskin negara berkembang3 Inisiatif ini terus berkembang, bahkan konsep dasarnya mengalami pergeseran. Tak hanya sebagai donasi, ketika sebagian kecil masyarakat dunia barat menilai telah terjadi eksploitasi harga dalam perdagangan antara negara mereka dan negara dunia ketiga, mereka ingin memperbaikinya dengan memberi harga lebih adil. Sekitar tahun ’70-an, sejumlah petani kopi skala kecil di Meksiko yang sangat bergantung pada pihak lain (pengumpul, pedagang, dan pengolah) dalam rantai perdagangan kopi mengembangkan label/sertifikasi fair trade untuk kopi mereka. Nama yang diberikan adalah Max Havelaar. Dalam percobaan awal ini, dibuka hubungan langsung antara pengolah kopi dan pengecer di Belanda dengan koperasi petani kopi di Meksiko. Kini selain sebagai sebuah gerakan, fair trade populer sebagai label/sertifikat yang disematkan pada produk yang dijual. Ini menjadi semacam jaminan dan transparansi lebih bagi konsumen bahwa produsen skala kecil mendapatkan harga yang adil. Dari sisi produsen, sertifikasi memperbesar akses mereka terhadap pasar ekspor. Sejak pertengahan ‘80-an, gerakan fair trade telah berkembang secara signifikan di dunia barat yang menjadi pasar utamanya. Tahun 2005, penjualan produk fair trade di tingkat global mencapai 1,1 milyar euro4. Ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 30 persen lebih selama tahun 2004. Saat ini, produk-produk berlabel fair trade tak hanya dijual di toko khusus tetapi mulai juga dipajang di rak supermarket. Jenis produknya pun makin beragam. Meski permintaan untuk produk-produk berlabel fair trade lebih banyak tumbuh di dunia barat, saat 2

http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/konsumen/9_dagang_prod_organis.pdf, diakses pada 8 Desember 2008 3 http://www.oxfamamerica.org, diakses pada 8 Desember 2008 4 http://www.fairtrade.net/, diakses pada 8 Desember 2008

ini kita bisa melihat bahwa pada pasar lokal di seluruh dunia sudah mulai ada upaya menciptakan perdagangan yang lebih adil bagi produsen. Pada periode yang sama, pasar produk organik juga mengalami pertumbuhan yang stabil. Perdagangan barang-barang organik dengan label fair trade sering disebut sebagai fair and green trade.

C. Prinsip-prinsip Fair Trade Fair trade sebagai sebuah alternatif menawarkan kondisi perdagangan yang lebih baik bagi produsen kecil dan melindungi hak mereka yang selama ini terpinggirkan. Fair trade membantu produsen kecil untuk memperoleh kehidupan yang layak melalui peningkatan pendapatan, melindungi hak produsen kecil atas akses ke pasar, menyalurkan aspirasi & pendapat mereka, tidak diskriminatif terhadap perempuan yang selama ini menjadi warga kelas dua dan korban langsung atas perdagangan yang tidak adil, juga melindungi lingkungan dari kerusakan karena minimnya penggunaan bahan-bahan kimiawi. Dengan mekanisme fair trade, konsumen bersedia menghargai jerih payah produsen yang selama ini tidak pernah diperhitungkan (misal: pemeliharaan tanaman, mengusir burung, menjemur padi, dsb) sebagai komponen biaya produksi dalam sistem perdagangan konvensional. Sebagai salah satu bentuk apresiasi konsumen atas jerih payah produsen, mereka tidak keberatan untuk membeli harga premium (yang meliputi biaya produksi ditambah biaya untuk reinvestasi) yang ditawarkan oleh produsen. Sebaliknya, produsen juga menghargai kepedulian & kepercayaan yang diberikan oleh konsumen dengan selalu memberikan informasi sebenarnya mengenai produk mereka (kondisi, waktu panen, varietas) dan menjaga kualitas/kuantitas produknya. Produsen juga melakukan pertemuan rutin untuk membahas dan mencari jalan keluar tentang masalah yang mereka hadapi, khususnya yang berkaitan dengan pola perdagangan yang adil. Diperlukan sebuah kemitraan perdagangan yang dilandaskan pada dialog, transparansi dan respek yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan yang seimbang (bagi Dunia Ketiga) di dalam perdagangan internasional. Fair trade memberikan sumbangan bagi pembangunan yang berkelanjutan dengan menawarkan kondisi perdagangan yang lebih baik dan melindungi hak dari produser dan buruh yang terpinggirkan, terutama di Selatan.

Sebagai gerakan, fair trade terwujud dalam bentuk organisasi International Federation of Alternative Trade (IFAT). Organisasi payung gerakan fair trade sedunia ini bermain di advokasi kebijakan internasional. Pada pertemuan tahunan World Trade Organisation (WTO), IFAT selalu muncul. Sejak di Cancun Mexico hingga di Hongkong tahun lalu mereka hadir sebagai suara alternatif untuk mewujudkan perdagangan yang lebih adil. Dalam halaman situs International Fair Trade Association, Asosiasi Internasional Perdagangan yang Adil menyebut sembilan syarat5 agar sebuah perdagangan dapat disebut adil. 1. Membuka peluang bagi produsen dari kalangan ekonomi lemah 2. Transparan dan dapat dipertanggungjawabkan 3. Meningkatkan keahlian produsen 4. Mendorong terbentuknya perdagangan yang adil dan merata 5. Pembayaran dengan harga yang pantas melalui dialog dan prinsip partisipasi sesuai dengan perkembangan pasar 6. Menghormati kesetaraan gender 7. Membentuk situasi dan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja dan masyarakat 8. Tidak melibatkan pekerja anak 9. Tidak merusak lingkungan hidup dan memberikan dampak bagi pembangunan lokal, secara berkala mengurangi tingkat ketergantungan impor dan membudidayakan produk lokal.

D. Aplikasi Fair Trade di Indonesia Meski lahir di dunia barat, konsep fair trade bukan sesuatu yang mengawang-awang. Fair trade juga sesuai diterapkan di Indonesia karena tujuannya adalah memperbaiki taraf hidup produsen skala kecil, dalam hal ini petani. Inisiatif menciptakan fair trade atau perdagangan 5

http://www.ranesi.nl/tema/jendelaantarbangsa/tema_fairtrade/, diakses pada 8 Desember 2008

adil atau perdagangan berkeadilan di tingkat lokal sangat perlu dilakukan. Ini mengingat, banyak lembaga pengatur harga bentukan pemerintah—seperti BULOG—gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Saat ini, ketika harga pangan di dunia mengalami kenaikan sangat signifikan, harga beli gabah di tingkat petani kebanyakan masih jauh di bawah harga pasar yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Saat ini di Indonesia, istilah fair trade mungkin baru dikenal oleh kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), eksportir, dan produsen komoditas ekspor saja. Fair trade, yang sering diterjemahkan menjadi perdagangan adil atau perdagangan berkeadilan, adalah gerakan sosial dengan pendekatan berbasis pasar yang bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat global dan mempromosikan sistem perdagangan berkelanjutan. Fair trade memperjuangkan adanya jaminan harga pembelian yang adil, sekaligus memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan bagi komunitas produsen. Gerakan ini umumnya berfokus membuka pasar ekspor dari negara dunia ketiga/negara berkembang ke dunia barat. Contoh produk yang diperdagangkan adalah kerajinan, kopi, coklat, gula, teh, pisang, madu, dan kapas. Pengembangan fair trade di tingkat lokal membantu petani. Mengingat prosedur dan proses sertifikasi fair trade untuk pasar ekspor biasanya rumit dan perlu biaya besar, penerapan fair trade di tingkat lokal bisa dilakukan dengan menyederhanakan prosedur, walau tak berarti mengorbankan kualitas. Jadi, petani tak perlu menganggarkan dana besar untuk

memperoleh

sertifikasi

atau

menyediakan

fasilitas

baru

guna

memenuhi

standar/volume produksi yang disyaratkan. Yang lebih dibutuhkan untuk mengembangkan fair trade di Indonesia adalah transparansi dan kesadaran tiap pihak dalam rantai perdagangan untuk menempatkan produsen sebagai mitra sejajar dalam proses jual beli. Selain itu, petani juga perlu berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang pemasaran dan pascapanen. Gerakan Fair Trade sudah dimulai di Indonesia di tahun 1980-an. diawali dengan perdagangan diantara para produsen kerajinan tangan. Dalam pertumbuhannya, mekanisme Fair Trade meluas ke perdagangan produk-produk yang lain seperti pertanian organik dan produk pakaian.6 Inisiatif memperjuangkan perdagangan yang adil sebaiknya lebih banyak dilakukan oleh komunitas petani atas dasar kebutuhan bersama. Karena inisiatif yang digalang “dari bawah” oleh mereka yang membutuhkan biasanya lebih solid dan lebih bisa bertahan ketimbang 6

http://www.ffti.info/about-ffti, diakses pada 8 Desember 2008

inisiatif yang diperkenalkan orang dari luar komunitas. Tumbuhkan semangat bahwa petani kecil pun mampu memulai upaya untuk menolong dirinya sendiri tanpa harus menunggu datangnya bantuan dari pihak lain. Di sisi lain, konsumen pun harus mulai dididik agar lebih memikirkan produk yang mereka konsumsi. Dari mana produk itu berasal, bagaimana produk tersebut dihasilkan, dan apakah produsennya memperoleh harga yang layak. Lebih baik lagi jika konsumen bersedia menanggung sebagian biaya produksi di muka karena petani umumnya mengalami kesulitan permodalan. Inisiatif yang disebut “Pertanian dengan Dukungan Komunitas” (Community Supported Agriculture).



Yayasan Mitra Bali7 Didirikan pada tahun 1993 oleh Agung Alit, seorang Sekretaris Jenderal Forum Fair Trade Indonesia Bermodal Rp 7 juta, pemberian dari orang Jepang yang simpati dengan idenya, Gung Alit mendirikan yayasan pendampingan perajin tersebut. Dua tahun kemudian dia mendirikan PT Teduh Mitra Utama sebagai badan usaha di bawah Yayasan Mitra Bali agar lebih mudah melakukan perdagangan kerajinan. Usahanya sempat megap-megap antara hidup dan mati. Hingga 1997, Gung Alit hanya mendapat kerajinan dari lima perajin. Ketika terjadi krisis ekonomi pada 1997, Mitra Bali justru mendapat banyak keuntungan. Sebab pembayaran dari pembeli dalam bentuk dolar. Kurs rupiah yang melemah justru jadi berkah. Tujuan ekspornya pun tidak hanya Jepang, tapi meluas ke Inggris, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Spanyol, Austria, dan Kanada. Luasnya pasar itu didukung oleh jaringan Gung Alit di bidang gerakan fair trade. Pada awalnya, Gung Alit yang pada tahun 1991 bekerja sebagai pekerja lapangan Yayasan Pekerti Jakarta di Bali sering bertemu perajin dan tahu masalah yang mereka hadapi. Gung Alit melihat praktik tidak adil itu terjadi pada perajin-perajin Bali. Perajin hanya menghasilkan produk dan dijual pada pengusaha yang menjualnya lagi pada konsumen. Perajin tidak pernah tahu berapa kerajinan mereka dihargai pembeli. Di sisi lain pembayaran pun sering terlambat. Namun praktik paling menyedihkan

7

http://www.mitrabali.com/, diakses pada 8 Desember 2008

bagi Gung Alit adalah potongan harga hingga 40 persen bagi pemandu wisata yang membawa tamu untuk membeli kerajinan tersebut.

– Forum Fair Trade Indonesia8 Di Tahun 2002, Forum Fair Trade Indonesia didirikan sebagai payung untuk Organisasi-Organisasi Fair Trade di Indonesia. Sasaran utamanya adalah untuk berpartisipasi secara aktif dalam mempromosikan praktek-praktek Fair Trade yang bertujuan sebagai berikut: 1. Sebagai media koordinasi untuk jaringan Fair Trade di Indonesia 2. Untuk mengkampanyekan Fair Trade ke seluruh dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya 3. Untuk meningkatkan taraf hidup produsen-produsen kecil

Sebagai organisasi Fair Trade di yang di support oleh Oxfam, tentunya FFTI telah mempunyai program kerja yang telah di rencanakan seperti kampanye dan advokasi di tingkat nasional, pendidikan Fair trade kepada publik, sebagai pusat informasi Fair Trade yang terpercaya, dan lain sebagainya. Serta fokus kegiatan seperti kampanye Fair Trade di Indonesia, koordinasi di tingkat nasional antar organisasi Fair Trade, dan dokumentasi dan Penyebaran Informasi fair Trade yang tersistematis FFTI yang memiliki motto Akan menjadi klise bicara Fair Trade bila tidak diawali dengan empati pada ketertindasan ini berusaha mencapai sasaran dan tujuan melalui organisasi anggota, rekan-rekan jaringan, dan individu dengan cara: 1. Mendukung, menstimulasi dan berpegang teguh pada kerjasama dan pertukaran informasi diantara para anggota terkait perihal pemasaran, riset pasar, dan pengembangan produk. 2. Koordinasi kampanye dan advokasi di tingkat nasional. 3. Menjalin Kerjasama dengan pihak luar.

8

http://www.ffti.info, diakses pada 8 Desember 2008

Fair Trade Outlet

Fair Trade Outlet adalah sebuah Galery dan outlet yang menampilkan produkproduk Fair Trade dari member FFTI, anda bisa mendapatkan koleksi dari produkproduk Fair Trade terbaik yang diproduksi oleh produsen-produsen yang selama ini menjadi bagian dan tumbuh bersama Organisasi Fair Trade di Indonesia. Berlokasi di daerah strategis yang mudah dijangkau, di daerah Sanur yang terkenal sebagi daerah pariwisata, tepat di pinggir jalan utama By Pass Ngurah Rai, sangat dekat dengan pantai Sanur (Bali Beach) dan pertokoan yang akan memudahkan anda mengakses tempat ini. E. Hambatan dan Tantangan Fair Trade di Indonesia

Tantangan gagasan pemasaran berkeadilan adalah untuk menterjemahkan idaman sosial menjadi tujuan, aktifitas yang dapat dicapai dengan metode terapan yang seimbang dengan kelayakan komersial dalam menjalankan bisnis. Gagasan ini ditunjukkan melalui: (a) Mensosialisasikan gagasan fair trade ke publik, (b) Jenis dan ketersediaan produk organis yang dipasarkan, (c) Proyek sosial kemasyarakatan yang petani laksanakan, (d) Jenis skema berbagi keuntungan atau tata cata pelaksanaan bisnis. Memastikan bahwa petani kecil mendapatkan harga yang 'fair' bagi usahanya. Bila memasarkan produk/jasa, satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kualitas dan nilai produk/jasa. Agar menumbuhkan dukungan konsumen, setiap tambahan nilai perlu diterjemahkan sebagai penambahan kualitas/nilai yang berhubungan dengan produk/jasa. Menambahkan nilai pada produk/jasa untuk menawarkan manfaat dan bentuk yang lebih baik. Biasanya digunakan untuk menunjukkan penambahan keuntungan langsung kepada konsumen. Dalam hal prioritas dan kualitas alternatif, manfaat mungkin tidak dialami langsung

oleh

konsumen,

seperti

"tambahan"

bagi

pengelolaan

lingkungan

dan

tanggungjawab sosial yang ingin diemban.Nilai-nilai baru harus membuktikan diri sendiri untuk dapat menerima nilai-nilai aliran besar yang biasanya disertai dengan perubahan dalam peraturan dan norma baru yang berhubungan dengan pasar. Artinya, tujuan gagasan alternatif tidak tinggal sebagai sebuah alternatif, tetapi akan menjadi aliran utama mengenai nilai-nilai pasar. Kualitas dan nilai menjadi identitas produk yang nyata. Bagaimana penambahan nilai tersebut menjadi nyata dan menjadi identitas dari produk organis yang berkeadilan. Produk pertanian organis menetapkan perbedaan dibandingkan produk konvensional dalam kategori yang berhubungan dengan proses dan dampaknya. Tergantung dari metode produksi dan sistem sosial yang bekerja, produk pertanian organis berhubungan dengan: (a) hasil dari metode produksi yang lebih aman, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (b) hasil dari sistem ketenagakerjaan yang tidak ekploitatif dan adil secara sosial, (c) hasil dari pertanian sebagai cara hidup dan jasa. Produk dalam hal ini tidak dijual tetapi ditukarkan untuk pembayaran yang disetujui demi mendukung kehidupan produsen.

Berhubungan dengan kualitas produk terlihat pada produk, proses dan dampak yang berhubungan dengan kualitas pada umumnya dan tidak mudah terlihat. Cara sederhana untuk menciptakan identitas produk dan menjadi bukti bahwa produk tersebut memenuhi criteria fair trade adalah pelabelan. Maka perlu dibuat standard fair trade yang sesuai dengan kondisi lokal.9 •

Konsumen Tantangan terbesar untuk memperkenalkan fair trade kepada konsumen Indonesia adalah fakta bahwa mereka masih sangat peka terhadap harga, sementara gerakan fair trade bertujuan memberikan harga yang lebih adil/lebih tinggi bagi produsen. Namun dengan pendidikan konsumen yang tepat dan upaya membuka relasi yang dekat antara produsen dan konsumen, tantangan ini niscaya bisa dihadapi. Kunjungan konsumen ke lahan petani adalah contoh upaya menciptakan relasi yang lebih dekat antara produsen dan konsumen. Dengan melihat secara langsung, selain menumbuhkan kepercayaan konsumen, mereka juga belajar menghargai proses produksi yang dilakukan petani.10

9

http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/konsumen/9_dagang_prod_organis.pdf, diakses pada 8 Desember 2008 10 http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=210002&a_id=211&a_seq=0, diakses pada 8 Desember 2008

KESIMPULAN

Fair Trade adalah perdagangan yang berdasarkan pada dialog, keterbukaan dan saling menghormati, yang bertujuan menciptakan keadilan, serta pembangunan berkesinambungan. Melalui penciptaan kondisi perdagangan yang lebih fair dan memihak pada hak-hak kelompok produsen yang terpinggirkan, terutama di negara-negara miskin akibat praktek kebijakan perdagangan internasional Meski lahir di dunia barat, konsep fair trade bukan sesuatu yang mengawang-awang. Fair trade juga sesuai diterapkan di Indonesia karena tujuannya adalah memperbaiki taraf hidup produsen skala kecil, dalam hal ini petani. Inisiatif menciptakan fair trade atau perdagangan adil atau perdagangan berkeadilan di tingkat lokal sangat perlu dilakukan. Ini mengingat, banyak lembaga pengatur harga bentukan pemerintah—seperti BULOG—gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Saat ini, ketika harga pangan di dunia mengalami kenaikan sangat

signifikan, harga beli gabah di tingkat petani kebanyakan masih jauh di bawah harga pasar yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Gerakan Fair Trade sudah dimulai di Indonesia di tahun 1980-an. diawali dengan perdagangan diantara para produsen kerajinan tangan. Dalam pertumbuhannya, mekanisme Fair Trade meluas ke perdagangan produk-produk yang lain seperti pertanian organik dan produk pakaian Tantangan terbesar untuk memperkenalkan fair trade kepada konsumen Indonesia adalah fakta bahwa mereka masih sangat peka terhadap harga, sementara gerakan fair trade bertujuan memberikan harga yang lebih adil/lebih tinggi bagi produsen. Namun dengan pendidikan konsumen yang tepat dan upaya membuka relasi yang dekat antara produsen dan konsumen, tantangan ini niscaya bisa dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA



http://www.ffti.info/about-fair-trade, diakses pada 8 Desember 2008



http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/konsumen/9_dagang_prod_organis.pdf, diakses pada 8 Desember 2008



http://www.oxfamamerica.org, diakses pada 8 Desember 2008



http://www.fairtrade.net/, diakses pada 8 Desember 2008



http://www.ranesi.nl/tema/jendelaantarbangsa/tema_fairtrade/, diakses pada 8 Desember 2008



http://www.mitrabali.com/, diakses pada 8 Desember 2008



http://www.ffti.info, diakses pada 8 Desember 2008



http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=210002&a_id=211&a_seq=0, pada 8 Desember 2008

diakses

Related Documents