Etika Bisnis Bab 11 & 12
Sunnita Sungkar (2005-21-196)
Universitas Katolik Atma Jaya Jl. Jendral Sudirman 51 Jakarta 12930, Indonesia
Etika Dalam bisnis Internasional
Etika dalam bisnis Internasional berkaitan dengan beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional. I.
Norma-norma moral yang umum pada taraf internasional Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika filosofis
adalah
relatif
tidaknya
norma-norma
moral.
Richard
De
George
membicarakan tiga jawaban atas pertanyaan tersebut, yang kesemuanya ada benar maupun salahnya. Jawaban-jawaban tersebut adalah : I.A. Menyesuaikan Diri Jawaban ini mengatakan bahwa dalam bisnis internasional kita harus menyesuaikan diri beitu saja dengan norma-norma etis yang berlaku di Negara lain di mana kita mempraktekkan bisnis.Tetapi bila diteliti secara kritis, relativisme moral itu tidak bisa diterima. Norma-norma penting berlaku sama di seluruh dunia. Sedangkan norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di berbagai tempat. I.B. Rigorisme Moral Pendangan
kedua memilih
arah terbalik,
dimana pandangan
ini
mau
mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri. Perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang dilakukan di Negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Namun pandanagan ini sulit dipertahankan karena situasi setempat bisa saja berbeda dan tentu akan mempengaruhi pandangan moral kita. I.C. Immoralisme Naif Sedangkan menurut pandangan ketiga, dalam bisnis internasional kita tidak perlu berpegang pada norma-norma etis. Mereka berpendapat kita harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, tetapi selain itu, kita tidak perlu
mematuhi norma-norma moral . Perusahaa yang terlalu memperhatikan etika akan dirugikan, karena daya saingnya terganggu. Setelah mempelajari ketiganya, terlihat tidak ada satupun yang dapat dibenarkan. Tentu saja pandangan ketiga harus ditoak, namun kedua pandangan pertama mengandung kebenaran. Pada bisnis internasional harus berpegang pada norma moral, dimana kita harus pandai menyesuaikan diri dalam situasi tertentu. Namun kita juga tidak dapat sepenuhnya meninggalkan norma etis yang kita miliki. Situasi yang berbeda akan mempengaruhi kualitas etis suatu perbuatan.
II. Politik Dumping Pada Bisnis Internasional Yang jelas termasuk pada etika bisnis internasional adalah politik ‘dmping’ karena diangap kurang etis dan berlangsung dalam hubungan dengan Negara lain. Politik dumping dapat dilakukan dengan berbagai motif. Salah satu motif adalah jumlah produksi yang berlebih sehingga penjual akan memilih lebih baik menjual dengan merugi daripada tidak terjual. Sedangkan motif lebih negative adalah menjual dengan murah demi merebut monopoli pasar, dan setelah tercapai Ia akan bebas menentukan harga pasar. Politik dumping dianggap tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Kelompok bisnis yang ingin terjun ke dalam bisnis internasional, dengan sendirinya melibatkan diri untuk menghormati keutuhan sistem pasar bebas. Kompetisi yang adil merupakan satu prinsip dasar dari etika pasar bebas. Sebaliknya tidak etis bila satu Negara menuduh Negara lain melakukan dumping padahal maksudnya adalah melindungi pasar dalam negeri. Maka dapat dikategorikan beberapa tindakan yang termasuk dumping dan tidak baik. Adapun tindakan tersebut adalah menekan arga ekspor dengan memberikan upah yang tidak adil. Untuk itu, standar upah buruh harus memiliki batas minimum, tidak boleh menekan upah buruh serendah mungkin. Tindakan lain adalah
penyusutan aktiva sepenuhnya dibebankan pada harga produk dalam negeri, sedangkan factor tersebut tidak diperhitungkan pada harga jual ke Negara lain.
III. Aspek-aspek Etis dari Korporasi Multinasional Korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung dalam dua Negara atau lebih. Perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, belum termasuk kategori ini. Namun perusahaan yang memiliki pabrik di lebih dari satu Negara termasuk berstatus korporasi multinasional. Dan karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar, mereka menimbulkan masalah etis sendiri Masalah yang timbul adalah : •
Korporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung.
•
Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi Negara di mana mereka beroperasi.
•
Dengan kegiatannya korporasi multinasional harus memberi kontribusi kepada pembangunan Negara di mana Ia beroperasi.
•
Korporasi multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua karyawannya, di Negara manapun Ia beroperasi.
•
Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggaar norma-norma etis, korporasi multinasional harus menghormati kebudayaan local tersebut dan bekerja sama dengannya (bukan menentang budaya tersebut).
•
Korporasi multinasional harus membayar pajak dengan benar, sesuai ketentuan yang berlaku di Negara tersebut kecuali ada ‘Tax Treaty’/perjanjian pajak antar Negara dengan Negara asal perusahaan.
•
Korporasi multinasinal harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam mengembangkan dan menegakkan kebijakan yang berkaitan dengan lembaga pendukun dan yang mengatur perekonomian.
•
Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
•
Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang beresiko tinggi, Ia wajib menjaga supaya pabriknya itu aman, dioperasikan dengan aman, dan tidak membahayakan lingkungan.
•
Dalam mengalihkan teknologi beresiko tinggi kepada Negara berkembang, korporasi
multinasional
wajib
merancang
kembali
sebuah
teknologi
sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam Negara baru yang belum berpengalaman. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang dapat timbul di Negara tersebut dan membahayakan lingkungan internal maupun eksternal.
IV. Masalah Korupsi/Suap Korupsi dapat menimbulkan masalah besar bagi bisnis internasional karena di satu negara dapat saja dipraktekkan sesuatu yang tidak dapat diterima negara lain. Dan di sini timbul pertanyaan, tidakkah orang harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan negara tertentu untuk mencapai kesuksesas – yang termasuk budaya suap? Uang suap tidak dapat dibenarkan, dengan beberapa alasan berikut : •
Praktek suap melanggar etika pasar. Kalau seseorang terjun dalam bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi pasar, maka Ia harus berpegangn pada aturan main yang berlaku.
•
Dalam system ekonomi, orang akan mendapat bayaran bila Ia bekerja. Maka tidak etis bila seseorang yang tidak berhak, menerima imbalan pula.
•
Uang suap demi memonopoli alokasi persediaan yang terbatas, akan mengacaukan system pasar dan keseimbangan pasar. Dengan sendirinya juga melanggar etika pasar bebas yang seharusnya dianut dalam bisnis internasional.
•
Praktek suap juga mengundang perbutatan tidak etis serta pelanggaran yang bersifat illegal lain.
BAB 12 – Menjawab Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud bila Richard De George berbicara tentang myth of amoral business? Ada alasan apa untuk membenarkannya? The myth of amoral business adalah pendanang bahwa bisnis adalah suatu kegiatan yang tidak bermoral karena mengabaikan etika dalam prakteknya. Richard De George mengatakan bahwa mitos tersebut telah sirna, terlihat dari tiga gejala dalam masyarakat sekarang. Gejala tersebut adalah berbagai liputan dari media massa mengenai skandal bisnis yang disorot tajam, bisnis semakin banyak diamati oleh berbagai LSM terutama LSM konsumen dan pecinta lingkungan, dan bisnis itu sendiri mulai prihatin dengan dimensi etis dalam kegiatannya. Dengan banyaknya sorotan, maka mau tidak mau bisnis harus memperhatikan etika untuk dapat bertahan hidup. 2. Mengapa bisnis harus berlaku etis? Pada dasarnya, setiap manusia harus berlaku etis dan memperhatikan norma moral dengan berbagai alasan, terutama alasan filosofis. Bisnis yang pada dasarnya adalah kegiatan manusia dan berhubungan dengan manusia lain, dengan alasan yang sama, sebagai manusia maka harus berlaku etis dalam setiap kegiatnnya termasuk pula dalam berbisnis. 3. Sebutkan beberapa macam kode etis perusahaan ? Dan apakah keberatan yang sering dikemukakan ? Ada tiga macam kode etis, yaitu pernyataan nilai yang terlihat dari misi perusahaan, kredo perusahaan yang merumuskan tangung jwab perusahaan kepada berbagai pihak (stakeholder, konsumen, karyawan, pemilik saham, masyarakat umum, dan lingkungan hidup), dank ode etik yang menyangkut kebijakan perusahaan dengan berbagai kesulitan yang dapat timbul di masa akan datang.
Adapun keberatan yang sering dikemukakan adalah kode etik perusahaan seringkali hanya formalitas untuk membuat pandangan pihak luar baik; kode etik seringkali dirumuskan terlalu umum sehingga tidak menunjukkan jalan keluar bai masalah moral konkret yang dihadapi perusahaan; dan jarang sekali tersedia sanksi untuk pelanggaran yang terjadi sehingga kode etik tidak efektif.
4. Apa yang dimaksud dengan ethical auditing? Ethical auditing adalah pemeriksaan atas kinerja etis suatu perusahaan yang didasarkan pada standar tertentu (meskipun belum baku) dan jika perusahaan memiliki kode etik sendiri, pemeriksaan dilakukan sesuai kode etik yang mereka miliki.