Polarisasi Karena Pembiasan Ganda

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Polarisasi Karena Pembiasan Ganda as PDF for free.

More details

  • Words: 2,109
  • Pages: 7
Polarisasi Karena Pembiasan Ganda Efek polarisasi ganda/kembar/rangkap yang terjadi ketika cahaya/sinar dilewatkan melalui kristal Iceland spar (yang sekarang kita kenal sebagai kristal kalsit) pertama kali ditemukan oleh Bartholinus pada tahun1669. Lalu, kemudian pada tahun 1690, Christian Huygens menemukan fenomena polarisasi cahaya dengan melewatkan cahaya melalui dua buah kristal kalsit yang disusun secara seri. Huygens memdapatkan bahwa jika sebuah sinar masuk ke dalam kristal kalsit dalam berbagai sudut masuk, maka sinar itu akan terpecah menjadi dua buah sinar yang keluar dari kristal kalsit, yakni sinar biasa (sinar o) dan sinar luar biasa (sinar e). Pembelokan rangkap/ganda/rangkap dari sebuah sinar yang ditransmisikan melalui kalsit dinamakan refraksi ganda/kembar/rangkap. Keterangan: unpolarized light : cahaya yang tak terpolarisasi ordinary ray : sinar biasa extraordinary ray : sinar luar biasa Eksperimen membuktikan bahwa gelombang/sinar biasa (gelombang/sinar o) dan gelombang/sinar luar biasa (gelombang/sinar e) dalam kristal pembias ganda/kembar/rangkap terpolarisasi linier dalam arah yang saling tegak lurus dengan cara memisahkan jenis gelombang yang satu dengan gelombang yang lainnya untuk memperoleh cahaya yang terpolarisasi linier. Ada beberapa cara agar pemisahan cahaya tersebut dapat dilakukan, yaitu: 1. Salah satu jenis sinar itu dibuat mengalami pemantulan internal dan menjadi menyimpang ke samping, sehingga jenis sinar yang satu lagi berjalan terus tanpa menyimpang. 2. Kedua jenis sinar itu dipisahkan sedikit saja, sehingga pada jarak yang cukup jauh dari prisma pemisah hanya satu jenis sinar yang terhalang. 3. Jenis sinar yang satu mungkin terserap, sedangkan yang satu lagi tidak. Jika eksperimen dilakukan pada berbagai sudut masuk, maka salah satu sinar, yakni sinar biasa (sinar o) akan menuruti Hukum Refraksi Snellius. Sedangkan sinar yang lainnya, yakni sinar luar biasa (sinar e) tidak akan menuruti Hukum Refraksi Snellius. Misalkan sudut masuk untuk cahaya masuk adalah nol, tetapi sudut refraksi dari sinar e, bertentangan dengan ramalan Hukum Snellius, tidaklah sama dengan nol. Pada umumnya. sinar e tersebut malah tidak terletak di bidang masuk. Eksperimen juga membuktikan bahwa jika arah sinar datangnya miring, maka keadaan polarisasinya agak lebih rumit secara geometris, tetapi hasil fisisnya sama. Ini artinya bahwa untuk sinar datang tertentu, terdapat dua gelombang bias yang berbeda yang merambat dalam arah berbeda dan terpolarisasi tegak lurus satu terhadap yang lain. Perbedaan ini di antara gelombang-gelombang yang dinyatakan oleh sinar o dari sinar e terhadap Hukum Snellius dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Gelombang o merambat di dalam kristal dengan laju v0 yang sama pada semua arah. Dengan kata lain, untuk gelombang ini pada kristal kalsit tersebut mempunyai satu indeks refrasi tunggal n0, persis menyerupai sebuah benda padat yang isotropik. 2. Gelombang e mermbat di dalam

kristal dengan laju v0 yang berubah dengan arah mulai dari v0 ke suatu nilai yang lebih besar (untuk kalsit) vc. Dengan kata lain, indeks refraksi yang didefinisikan sebagai c/v, berubah dengan arqah mulai dari n0 ke suatu nilai yang lebih kecil (untuk kalsit) nc. Kuantitas-kuantitas n0 dan nc dinamakan indeks refraksi utama (principal indices of refraction) untuk kristal tearsebut. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan nilai indeksindeks ini untuk enam kristal yang merefraksi ganda/rangkap: Tabel indeks–indeks referaksi utama dari beberapa kristal yang merefraksi rangkap (untuk cahaya natrium λ = 589 nm = 5890 Å). Kristal Es Kuarsa Wursit Kalsit Dolmit Siderit Rumus H20 SiO2 ZnS CaCO3 CaO.Mg.2CO2 FeO.CO2 n0 1.309 1.541 2.356 1.658 1.681 1.875 ne 1.313 1.553 2.378 1.486 1.5 1.635 ne-n0 +0.004 +0.012 +0.022 -0.172 -0.181 -0.240 Beberapa kristal yang merefraksi rangkap seperti mika, ratna, topaz, dan lain sebagainya adalah lebih kompleks secara optik daripada kalsit dan memerlukan tiga indeks refraksi utama untuk menjelaskan sifat-sifat optiknya untuk menjelaskan sifat-sifat optiknya secara lengkap. Kristal-kristal yang struktur kristal dasarnya berbentuk kubus adalah isotropik secara optik dan hanya memerlukan satu indeks refraksi. Sumbu optik Permukaan gelombang o a S :Permukaan gelombang e Gambar 1 Permukaan-permukaan gelombang Huygens yang dihasilkan oleh sebuah sumber titik S yang ditanamkan di dalam kalsit. Sifat untuk laju-laju kedua gelombang yang berjalan di dalam kalsit diiktisarkan oleh Gambar 1 di atas yang memperlihatkan dua permukaan gelombang yang menyebar keluar dari sebuah sumber cahaya titik khayal S yang ditanamkan dalam kristal tersebut. Permukaan gelombang o adalah sebuah permukaan, bola seperti yang akan kita harapkan seandainya medium tersebut isotropik. Permukaan gelombang e adalah sebuah elipsoida putaran mengelilingi sebauh arah karakterikstik dio dalam kristal yang dinamakan sumbu optik (optic axis). Kedua permukaan gelombang tersebut menyatakan cahaya yang dua keadaan polarisasi yang berbeda. Jika untuk sekarang kita hanya meninjau sinar-sinar yang terletak di dalam bidang dari Gambar 1, maka (a) bidang polarisasi untuk sinarsinar o adalah tegak lurus kepada gambar, seperti yang disarankan oleh titik-titik, dan (b) bahwa untuk sinar-sinar e maka bidang polarisasi berimpit dengan bidang gambar, seperti yang disarankan oleh garis putus-putus. Kita dapat menggunakan prinsip Huygens untuk mempelajari penjalaran gelombang cahaya di dalam kristal-kristal yang merefraksi rangkap. Gambar 2 memperlihatkan kasus

khusus di mana cahaya yang tak terpolarisasi jauth dalam arah normal lemping kalsit yang dipotong dari sebuah kristal sedemikian rupa sehingga sumbu optik adalah normal ke permukaan. Tinjaulah sebuah fron gelombang pada waktu t = 0, berimpit dengan permukaan kristal. Dengan mengikuti prinsip Huygens, maka kita dapat memisahkan setiap titik pada permukaan ini untuk berperan sebagai pusat yang meradiasikan sebuah himpunan rangkap gelombang Huygens, seperti gelombang-gelombang di dalam Gambar 1. Bidang yang menyinggung gelombang-gelombang ini menyatakan kedudukan baru dari fron gelombang ini pada suatu waktu t kemudian. Sinar masuk di dalam Gambar 2 dijalarkan melalui kristal tanpa penyimpangan dengan laju v0. Sinar yang muncul keluar dari lemping akan mempunyai sifat polarisasi yang sama seperti sinar masuk. Lemping kalsit tersebut, di dalam keadaan khusus sperti ini saja, berperilaku sebagai bahan isotropik, dan gelombang o dan gelombang e tidak dapat dibedakan satu sama lain. Fron gelombang o dan e berturut-turut Sumbu optik Gambar 2 Cahaya tidak mengalami refraksi rangkap atau perbedaan laju Gambar 3 memperlihatkan dua pandangan yang berbeda dari sebuah kasus khusus yang lain, yakni cahaya masuk yang tak terpolarisasi yang jatuh dalam arah tegak lurus pada sebuah lemping yang dipotong sedemikian rupa sehingga sumbu optiknya sejajar dengan permukaannya. Di dalam kasus ini pun sinar masuk tersebut dijalarkan tanpa penyimpangan. Akan tetapi, kita sekarang dapat mengidentifikasi gelombang o dan gelombang e yang berjalan melalui kristal tersebut berturut-turut dengan laju yang berbeda, v0 dan ve. Gelombang-gelombang ini terpolarisasi dengan arah polarisasi yang tegak lurus terhadap satu sama lain. Fron gelombang e berturut-turut Fron gelombang o berturutturut Fron gelombang e berturut-turut Gambar 3 Cahaya tidak mengalami refraksi, tetapi terdapat perbedaan laju Gambar 4 memperlihatkan cahaya yang tak terpolarisasi yang jatuh dalam arah normal pada sebuah potongan lemping kalsit sehingga sumbu optiknya membuat sumbu sembarang dengan permukaan kristal tersebut. Sinar tersebut berjalan melalui kristal dengan laju yang berbeda-beda, di mana laju gelombang o adalah vo dan laju gelombang e adalah ve . Dari gambar terlihat bahwa sinar xa menyatakan jarak terpendek untuk pemindahan energi cahaya dari titik x ke fron gelombang e .Energi yang dipindahkan sepanjang setiap sinar lain, khususnya sepanjang sinar xb, akan mempunyai waktu pengangkutan yang lebih lama, yang merupakan sebuah konsekuensi dari kenyataan bahwa laju gelombang e berubah dengan arah. Sinar-sinar yang muncul keluar dari lemping sesuai dengan kasus Gambar 4 akan terpolarisasi dengan arah polarisasi yang

tegak lurus satu sama lain, yakni sinar-sinar tersebut terpolarisasi silang (cross-polarized). x Fron gelombang o berturut-turut Fron gelombang e berturut-turut Sumbu optik Gambar 4 Keadaan yang cahaya yang terpolarisasi dan sinar-sinar yang muncul keluar Cahaya tersebut terpolarisasi silang karena cahaya tersebut dijalarkan melalui sebuah kristal oleh aksi vector gelombang E yang bergetar pada elektron-elektron di dalam kristal tersebut. Elektron-elektron ini, yang mengalami gaya pemulih elektrostatik jika elektron5 elektron tersebut berpindah dari kedudukan-kedudukan kesetimbangannya, dibuat berosilasi periodic yang dipaksakan di sekitar kedudukan ini dan lewat sepanjang gangguan gelombang transversal yang membentuk gelombang cahaya tersebut. Kekuatan gaya pemulih ini dapat diukur oleh sebuah konstanta gaya k. Di dalam bahan yang isotropik secara optik maka konstanta gaya k adalah sama untuk semua arah pergeseran elektron dari kedudukan kesetimbangannya. Akan tetapi, di dalam kristal yang merefraksi rangkap, maka nilai berubah dengan arah. Untuk pergeseran elektron yang terletak di dalam sebuah bidang yang tegak lurus pada sumbu optik, maka k mempunyai nilai k0 yang konstan, tak peduli bagaimana pergeseran tersebut diarahkan dalam bidang ini. Untuk pergeseran yang sejajar dengan sumbu optik, maka k mempunyai nilai yang lebih besar (untuk kalsit) ke. Laju sebuah gelombang di dalam sebuah kristal ditentukan oleh arah getaran vektor E dan bukan ditentukan oleh arah penjalarannya. Getaran-getaran gelombang vektor E transversallah yang menyebabkan timbulnya gaya pemulih yang akan menentukan laju gelombang. Semakin kuat gaya pemulih, semakin cepat gelombang tersebut. Untuk permukaan gelombang o, maka getaran-getaran vektor E di mana-mana haruslah tegak lurus kepada sumbu optik. Jika demikian halnya, maka konstanta gaya yang sama ko akan selalu berlaku, dan gelombang-gelombang o tersebut akan berjalan dengan laju yang sama di dalam semua arah penjalaran. Untuk permukaan gelombang e, maka umumnya getaran vektor E mempunyai sebuah komponen yang sejajar dengan sumbu optik. Jadi, jika sebuah konstanta gaya ke (di dalam kalsit) yang relative kuat beroperasi di sini, maka laju gelombang ve akan relatif tinggi. Prisma Nicol Peristiwa pembiasan ganda/rangkap/kembar banyak yang diaplikasikan ke dalam alat instrumentasi, misalnya pada prisma pembiasan yang berguna sebagai alat polarisasi/polariser cahaya. Di antara banyak prisma pembiasan yang telah ditemukan selama beratus-ratus tahun oleh berbagai macam ilmuwan dari berbagai negara, prisma

Nicol merupakan prisma pembiasan yang paling dikenal. Prisma Nicol hampir dipakai selama satu abad. Prisma Nicol adalah sebuah polariser yang digunakan untuk menghasilkan sinar cahaya yang terpolarisasi. Prisma Nicol merupakan jenis prisma polarisasi yang pertama kali ditemukan. Prisma Nicol ditemukan pada tahun 1828 oleh seorang ahli fisika Skotlandia yang bernama William Nicol (1770-1851) dari Edinburgh. Untuk membuat prisma Nicol, sebuah kristal kalsit natural yang panjangnya empat kali lebarnya dipotong di ujung-ujung mukanya seperti yang ditunjukkan oleh garis putus-putus ab’ dan cd’ pada Gambar 1. Kemudian kristal itu dipotong secara diagonal sepanjang garis b’d’ dan kedua belahan kristal kalsit ini yang berbentuk segitiga ini direkatkan lagi dengan balsam Kanada. Balsam Kanada digunakan sebagai perekat karena balsam Kanada merupakan bahan yang bersih transparan dengan indeks bias berada di tengah-tengah indeks bias sinar o dan sinar e. Cahaya yang tak terpolarisasi ini masuk melalui salah satu ujung permukaan kristal dan kemudian sinar ini dibagi menjadi dua cahaya yang terpolarisasi. Salah satu sinar/cahaya ini (sinar ordinary atau sinar o) mengalami pembiasan dengan indeks bias no = 1.658 dan pada lapisan balsam Kanada yang memiliki indeks bias n = 1.55 mengalami pemantulan internal total pada permukaan tengahnya dan dipantulkan ke sisi prisma. Sinar lainnya (sinar extraordinary atau sinar e) mengalami pembiasan dengan indeks pembiasan yang lebih kecil (ne = 1.486), tidak dipantulkan pada bagian tengahnya, dan meninggalkan setengah bagian prisma sebagai sinar bidang yang terpolarisasi. Prisma Nicol secara luas digunakan pada mikroskopi dan polarimetri. Namun, karena prisma Nicol sangat rumit dan sulit untuk dibuat, memerlukan banyak sekali kalsit untuk membuatnya, menimbulkan pergeseran lateral berkas sinar yang memancar, menyebabkan gambar yang distarsi, dan menghasilkan cahaya yang kurang dari 100% polarisasi liniernya, maka penggunaan prisma Nicol pada kebanyakan alat-alat instrumentasi mulai digantikan oleh jenis polariser lain seperti lembaran polaroid dan prisma Glan-Thompson. Gambar 1 Kristal kalsit natural yang disebut Iceland spar Gambar 2 Prisma Nicol Daftar Pustaka Halliday dan Resnick. Fisika jilid 2. 1987.Jakarta: Penerbit Erlangga. Alonso dan Finn. Dasar-Dasar Fisika Unversitas jilid 2. 1992. Jakarta: Penerbit Erlangga. Jenkin dan White. Fundamental of Optics. 1987. USA: John Wiley and Son. Born dan Wolf. Principles of Optics. 1997. England: Cambrigde University Press. http://en.wikipedia.org/wiki/Nicol_prism (diakses hari Sabtu, 15 Maret 2008 jam 21.14).

Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Polarisasi dapat diakibatkan oleh pemantulan (Hukum Brewster)

tg ip = n2/n1 ip + r = 90º ip = sudut polarisasi Gbr. Polarisasi Pemantulan

Polarisator karena penyerapan selektif

I = ½ Io cos² θ θ = sudut antara analisator dan polarisator Io = Intensitas yang datang I = Intensitas yang diamati Gbr. Polarisasi Penyerapani

Polarisasi karena pembiasan ganda, terjadi pada hablur kolkspat (CaCO3), kuarsa, mike, kristal gula,topaz, dan es. Contoh: 1. Pada interferensi Young dipergunakan sinar dengan panjang gelombang 5000 Angstrom. Jarak kedua celah 1 mm, jarak layar ke celah 1 m. Berapakah jarak antara pita terang pertama den pita terang keenam? Jawab: Selisih pita terang keenam (m6) dan pertama (m1) : m = m6 - m1 = 5 P.d / 1 = (2m) ½ λ = p . 10-3/1 = (2.5) . ½ . 5000 . 10-10 → p = 25 . 10-4 m = 2,5 mm 2. Cahaya putih diarahkan ke kisi yang memiliki 5000 goresan/cm. Hitunglah sudut difraksi orde ke-2 untuk cahaya merah yang panjang gelombangnya 800 nm! Jawab:

Konstanta kisi (jarak antara dua celah) → d = 1/5000 cm = 2.10-6 m Rumus kisi difraksi : m λ = d sin θ 2 . 800 . 10-9 = 2.10-6 . Sin θ → Sin θ = 0.8 → θ = 53

Related Documents

Ganda
October 2019 31
Karena Cinta.docx
December 2019 11
Karena Cintamu.docx
May 2020 13
Karena Cinta.docx
June 2020 17