REVIEW PAPER “APLIKASI KONSEP POLARISASI CAHAYA UNTUK MENENTUKAN KUALITAS MINYAK GORENG”
Nama Kelompok : 1. Sitti Nadia Umakaapa 2. Gabriela Gasperzs 3. Lilian CR 4. Yulen Binalole 5. Serina Mahakena 6. Karlin Seilatu 7. Maryo Patty 8. Evan Berryds Sinay 9. Ralda Isabella 10.Aldrian Salamor
270110177008 270110177012 270110177014 270110177026 270110177027 270110177030 270110177032 270110177033 270110177042 270110177049
1. PENDAHULUAN Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahanbahan makanan. Biasanya Minyak goreng yang banyak beredar dipasaran bersumber dari tanaman yaitu kelapa dan kelapa sawit. Parameter kualitas minyak meliputi sifat fisika dan sifat kimia. Sifat fisika meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api ( Ketaren, 2008). Penggunaan minyak goreng yang terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya perubahan warna, bau dan sifat-sifat fisika maupun kimia lainnya dari minyak goreng itu sendiri yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap nilai gizi yang terkandung di dalam minyak goreng itu sendiri. Polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang. Jika seberkas cahaya dilewatkan pada dua buah polarisator deng arah sejajar maka intensitas cahaya yang ditransmisikan akan mencapai nilai maksimum dan sebaliknya. Apabila di antara kedua polarisator ini diberikan suatu medium transparan yang terkena medan listrik luar maka dimungkinkan arah sudut polarisasi mengalami perubahan. Jika medium transparan yang diletakkan di antara ke-dua polarisator mengalami perubahan sifat-sifat fisik, maka sifat optiknya dan sudut polarisasi cahayanya juga mengalami perubahan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka kami akan membahas makalah tentang kualitas minyak tersebut diberi judul “Aplikasi Konsep Polarisasi Cahaya Untuk Menentukan Kualitas Minyak Goreng “.
2. METODE PENELITIAN A. Mutu Minyak Goreng Minya goreng merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan sehar-hari. Banyak sekali jenis makanan yang diolah dengan cara di goreng sehingga harus lebih berhatihati dalam memilih minyak goreng yang akan digunakan. Warna minyak goreng merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan sebelum membeli minyak goreng, yaitu berwarna bening dan jernih. Komposisi minyak goreng yang bertandar baik, menurut Ketaren (2008) yaitu memiliki kadar air <0,01%, kadar kotoran <0,01%, kandungan asam lemak bebas <0,30%, bilangan peroksida <1 mg O2/g, mempunyai warna, bau, dan rasa yang normal, dan mempunyai kandungan logam berat serendah mungkin. B. Faktor-faktor Pemanasan yang Dapat Menyebabkan Kerusakan Minyak Goreng Faktor pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan minyak adalah sebagai berikut : A. Lamanya minyak kontak dengan panas Pemanasan pertama terhadap minyak goreng dilakukan selama 10-12 jam. Dalam proses pemanasan, bilangan iod akan berkurang dan jumlah oksigen pada lemak bertambah namun setelah pemanasan kedua sekitar 4 jam, oksigen pun akan berkurang yang diikuti dengan bertambahnya persenyawaan karbonil.
B. Suhu Minyak yang dipanaskan pada suhu >160⁰C akan mengalami oksidasi dan hidrolisis. Reaksi oksidasi akan menimbulkan kerusakan pada minyak dengan ketidakjenuhan yang tinggi sedangkan proses hidrolisis ini akan menghasilkan asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, C. Akselerator Oksidasi Kecepatan aerasi salah satu peran penting dalam menentukan perubahan selama oksidasi thermal. Kecepatan aerasi merupakan kontak suatu zat dengan udara. Dalam proses aerasi akan berkurang jumlah karbon dioksida dan bertambahnya kandungan oksigen. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator (pemercepat) pada proses oksidasi.
C.Parameter A. Pengertian Polarisasi Cahaya Cahaya memiliki sifat gelombang yang dapat merambat tanpa memerlukan medium. Berdasarkan arah getar, cahaya termasuk ke dalam gelombang transversal yang dapat mengalami proses polarisasi. Polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang (Alonso dan Finn, 1992). Gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang dilewatkan pada celah, ketika tali digetarkan searah dengan celah maka gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut, begitupun sebaliknya (Tjia, 1993).
Seberkas sinar terdiri atas banyak gelombang yang dipancarkan oleh atom-atom dari sumber cahaya yang menghasilkan gelombang yang memiliki orientasi tertentu dari
vektor medan listrik E. Arah polarisasi setiap gelombang merupakan arah medan listrik bervibrasi.
Arah medan listrik terletak sepanjang sumbu y dan gelombang elektromagnetik dapat memiliki vektor E yang terletak pada bidang yz membentuk sudut yang memungkinkan dengan sumbu y (Gambar 2). Oleh karena itu arah vibrasi dari suatu sumber gelombang semuanya mungkin dan resultan gelombang elektromagnetiknya adalah suatu superposisi dari gelombang yang bervibrasi kea rah yang berlainan dan hasilnya adalah sinar cahaya yang tidak berpolarisasi.
Sebuah gelombang dikatakan terpolarisasi linier jika resultan medan listriknya bervibrasi kea rah yang sama disetiap waktu pada titik tertentu. Bidang yang dibentuk oleh E dan arah rambatnya disebut bidang polarisasi gelombang (Gambar 3). Cahaya dapat mengalami gejala polarisasi dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan, pembias ganda, absorbs selektif dan hamburan ; seperti sinar matahari (sinar alami).
B. Macam Polarisasi Cahaya Ketika seberkas sinar yang tidak terpolarisasi dipantulkan dari sebuah permukaan, maka cahaya yang dipantulkan mungkin seluruhnya terpolarisasi, setengahnya terpolarisasi, atau tidak terpolarisasi sama sekali bergantung pada sudutnya.
Gambar. Cahaya yang Tidak Terpolarisasi Datang pada Bidang Pantul (Serway,2010).
sebuah sinar yang tidak terpolarisasi datang pada permukaan, seperti pada gambar diatas, setiap vektor medan listrik masing-masing dapat diuraikan menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah yang sejajar permukaan (ditunjukkan oleh titik) dan komponen kedua adalah yang tegak lurus dengan komponen pertama dan dengan arah rambatnya (ditunjukkan dengan panah). Pada keadaan ini komponen sejajarnya memantulkan lebih kuat daripada komponen tegak lurus dan menghasilkan sinar pantul yang terpolarisasi sebagian dan sinar bias juga terpolarisasi sebagian (Serway,2010). Jika sudut θ1 berubah hingga sudut antara sinar pantul dan sinar bias adalah 90 , maka sinar pantul terpolarisasi seluruhnya (medan listrik tegak lurus bidang datar) dan sinar bias akan tetap terpolarisasi sebagian. Sudut dimana sudut antara sinar pantul dan sinar bias saling tegak lurus disebut sudut polarisasi yang dinotasikan θp.
Gambar. Sinar Pantul Terpolarisasi Seluruhnya (Serway,2010). Hubungan antara sudut polarisasi dan indeks bias medium dapat dijelaskan menggunakan hukum Snellius. Pada Gambar 5 terlihat bahwa P + 90°+ 2 = 180° oleh karena itu, 2 = 90°- P Dengan menggunkan hukum Snellius tentang pembiasan maka: n1 sin P n2 sin 2 n1 sin P = n2 sin (90 - p ) n1 sin P = n2 cos P n
tan P = n2 1
(2.1)
Persamaan 2.1 diatas dikenal sebagai hukum Brewter. Dimana n1 adalah indeks bias medium pertama, n2 adalah indeks bias medium kedua, dan θ2 adalah sudut bias (Tipler, 2001). Cahaya matahari yang dipantulkan dari air, gelas, dan salju mengalami polarisasi sebagian. Jika permukaan horizontal, maka vektor medan listrik pada sinar pantul akan mempunyai komponen horizontal yang kuat. Kacamata yang terbuat dari material polarisasi menjadi sangat efektif untuk mengurangi kilauan cahaya. Sumbu transmisi pada lensa diorientasikan secara vertikal sehingga dapat menyerap komponen horizontal yang kuat dari cahaya yang dipantulkan. Suatu sinar cahaya setelah melewati suatu kristal dapat terpecah menjadi dua berkas akibat adanya dua arah pembiasan sekaligus yang disebut dengan pembias ganda (Soedojo, 1992). Pembias ganda dapat terjadi pada bahan kalsit (calcite) dan plastik yang
ditegangkan seperti selofen (cellophone). Pada kebanyakan material, laju cahaya adalah sama kesemua arah. Material seperti ini disebut isotropik. Disebabkan struktur atomnya, bahan birefringence adalah anisotropik yaitu laju cahaya tidak sama untuk semua arah. Saat seberkas cahaya masuk pada material birefringence seperti kalsium karbonat, cahaya yang tidak terpolarisasi terurai menjadi dua berkas cahaya dengan bidang polarisasi yang melaju dengan kecepatan yang berbeda. Kedua berkas cahaya dipolarisasikan kearah yang saling tegak lurus. Kedua berkas tersebut adalah sinar biasa (ordinary ray) dan sinar luar biasa (extraordinari ray). Ada arah tertentu pada bahan birefringence dimana kedua sinar merambat dengan kecepatan yang sama. Arah ini disebut dengan sumbu optik (Tipler, 2001). Arah rambat cahaya pada material birefringence dijelaskan pada Gambar berikut:
Gambar. Cahaya yang Tidak Terpolarisasi Datang Ke Dalam Kristal Kalsium Karbonat (Tipler,2001). Sinar biasa (sinar O) dikarakteristikkan oleh suatu indeks bias nO yang sama kesegala arah. Hal ini berarti jika ada sebuah titik sumber cahaya di dalam kristal maka gelombang biasa akan menyebar dari sumber cahaya seperti bola-bola. Sedangkan, sinar kedua yaitu sinar luar biasa (sinar E) yang bergerak dengan kelajuan beragam dan karena itu dikarakteristikkan oleh indeks bias nE yang berubah sesuai arah rambatnya. Hal ini berarti jika ada sebuah titik sumber cahaya di dalam kristal maka gelombang luar biasa menyebar dari sumber cahaya dengan berbentuk elips. Penjelasan dapat dilihat pada Gambar berikut
Gambar. Sebuah Sumber Titik S Di Dalam Kristal Pembias Ganda (Serway,2010). Di arah sumbu optik, sinar biasa dan sinar luar biasa mempunyai kelajuan yang sama, yang bersesuaian dengan arah yang membuat nO= nE. Beda kelajuan antara sinar tersebut maksimum pada arah tegak lurus sumbu optik. Nilai untuk nO dan nE untuk berbagai kristal pembias ganda ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Bias Kristal Pembias Ganda untuk Panjang Gelombang 589,3 nm (Serway,2010).
Kristal
nO
nE
nO/nE
Kalsium karbonat (CaCO3)
1,658
1,486
1,116
Kuarsa (SiO2)
1,544
1,553
0,994
Natrium nitrat (NaNO3)
1,587
1,336
1,188
Natrium sulfit (NaSO3)
1,565
1,515
1,033
Seng klorida (ZnCl2)
1,713
1,713
0,985
Seng sulfida (ZnS)
2,378
2,378
0,911
Polarisasi akibat absorbsi selektif terjadi jika cahaya melalui zat yang dapat memutar bidang polarisasi gelombang cahaya. Zat semacam ini disebut zat optis aktif. Pada tahun 1938, E.H.Land (1909-1991) menemukan sebuah bahan yang disebutnya sebagai polaroid yang memolarisasikan cahaya dengan cara absorbsi selektif melalui molekulmolekul yang terorientasi. Bahan tersebut dibuat dalam bentuk bahan lembaran tipis dari rantai hidrokarbon yang panjang. Lembaran ini diregangkan selama pembuatannya sehingga molekul panjangnya menjadi lurus. Setelah lembaran dicelupkan ke dalam cairan yang mengandung iodin, maka molekul-molekul menjadi konduktor listrik yang baik. Kebanyakan konduksi terjadi di sepanjang rantai-rantai hidrokarbon karena elektron dapat dengan mudah bergerak hanya pada rantai-rantai tersebut. Saat cahaya masuk dengan vektor medan listriknya sejajar dengan rantai-rantai tersebut, arus listrik akan mengalir disepanjang rantai, sehingga energi cahaya akan diserap. Jika medan listrik tegak lurus rantai maka cahaya akan ditransmisikan. Arah tegak lurus rantai-rantai tersebut disebut dengan sumbu transmisi.
Gambar Sinar Yang Mengalami Polarisasi Absorbsi Selektif (Serway,2010).
Jika seberkas sinar yang tidak terpolarisasi datang pada lembaran polarisasi pertama yang disebut dengan polarisator dengan sumbu transmisi berorientasi vertikal, maka cahaya yang dihantarkan melalui lembaran ini akan dipolarisasikan secara vertikal. Lembar polarisasi kedua yang disebut dengan analisator akan memotong berkas tersebut. Sumbu transmisi analisator dibuat bersudut θ terhadap sumbu transmisi polarisator, sehingga komponen E0 yang sejajar sumbu analisator yang diloloskan melewati analisator adalah E0 cos
Gambar Hamburan Cahaya Matahari yang Tidak Terpolarisasi Oleh Molekul Udara (Serway,2010).
Gambar diatas mengambarkan cahaya matahari yang tidak terpolarisasi mengalami polarisasi ketika dihamburkan. Berkas sinar matahari yang tidak terpolarisasi yang melewati arah horizontal (sejajar tanah) mengenai sebuah molekul dari salah satu gas yang ada di udara, sehingga membuat molekul-molekulnya bergerak. Komponen horizontal dari vektor medan listrik dalam gelombang muncul pada arah horizontal dari vibrasi muatannya, dan komponen vertikal vektor tersebut muncul pada arah vertikal dari vibrasinya. Jadi, ketika cahaya matahari dihamburkan oleh molekul gas di udara, maka radiasi berpanjang gelombang kecil (biru) akan dihamburkan dengan lebih kuat daripada radiasi berpanjang gelombang besar (merah), inilah alasan mengapa langit berwarna biru.
C. Aktivitas Optik Banyak aplikasi penting dari cahaya terpolarisasi melibatkan bahan-bahan yang menunjukkan aktivitas optik. Aktivitas optik adalah gejala pemutaran bidang polarisasi Soedojo (1992). Apabila cahaya terpolarisasi secara linier diteruskan melalui jenis kristal dan cairan tertentu, arah getaran cahaya terpolarisasi linier yang keluar tidak sama dengan arah awal. Kejadian ini disebut dengan pemutaran bidang polarisasi, dan zat yang memperlihatkan efek ini yang disebut zat optis aktif. Rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu bahan bergantung pada jumlah senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan atau bahan yang dilalui cahaya, temperatur pengukuran, panjang gelombang cahaya, kekentalan bahan, dan warna bahan yang ada di dalam tabung sampel. Sudut polarisasi semkin besar apabila temperatur naik. Perubahan sudut polarisasi juga semakin bertambah seiring berkurangnya kekentalan atau viskositas bahan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Jadi, dalam mengetahui kualitas minyak goreng, dapat dilakukan dengan mengamati perubahan pada sudut polarisasi cahaya pada minyak goreng dimana dengan cara memvariasikan jumlah pemanasan yang diberikan. Dimana, pengujian ini digunakan minyak goreng dengan jenis yang berbeda yaitu minyak goreng kelapa sawit dan minyak goreng kelapa di dalam kemasan. Minyak goreng dengan jenis yang berbeda ini dipanaskan dengan suhu 200ºC lalu didinginkan mengikuti suhu ruang. Pemanasan dengan suhu seperti ini dilakukan karena biasanya pemanasam minyak goreng berkisar pada suhi ini, dan pada suhu tinggi juga senyawa dalam minyak goreng ini mulai mengalami proses kimia. Kemudian, saat minyak goreng telah dingin, sudut polarisasi pada minyak goreng diukur dengan menggunakan alat semiautomatic polarymeter diamati dan dicatat nilai sudut polarisasi yang tertera pada alat polarimeter. Perlakuan seperti ini diulangi hingga lima kali pemanasan pada minyak goreng. Polarimeter merupakan suatu alat yang tersusun atas polarisator dan analisator. Polarisator adalah polaroid yang dapat mempolarisasikan cahaya, sedangkan analisator adalah polaroid yang dapat menganalisa cahaya yang telah dipolarisasikan oleh polarisator. Peristiwa polarisasi merupakan suatu peristiwa penyearahan arah getar suatu gelombang menjadi sama dengan arah getar polaroid dengan cara menyerap gelombang yang memiliki arah getar berbeda dan meneruskan gelombang dengan arah yang sama dengan polaroid. Gambar 10. menunjukkan salah satu jenis polarimeter yang digunakan untuk menentukan perubahan sudut polarisasi pada minyak goreng. Didapatkan perubahan sudut polarisasi pada minyak goreng kelapa sawit seperti pada tabel berikut: Minyak Kelapa Sawit Pemanasan (Kali)
Sudut Polarisasi
0 1 2 3 4 5
33,38⁰ 34,39⁰ 34,98⁰ 35,05⁰ 37,08⁰ 37,51⁰
Berdasarkan perubahan diatas, dapat dilihat bahwa sudut polarisasinya akan semakin besar bila semakin sering minyak goreng dipanaskan, yang dimana sifat-sifat fisik maupun kimia dari minyak goreng tersebut berubah akibat adanya proses pemanasan itu sendiri.
Gambar : Sample Minyak Goreng Kelapa Sawit (a) 1 Kali Pemanasan (b) 2 Kali Pemanasan (c) 3 Kali Pemanasan (d) 4 Kali Pemanasan (e) 5 Kali Pemanasan
Pada Gambar ini terlihat bahwa tidak ada perubahan warna pada sampel minyak, tingkat kejernihan minyak goreng antara 1 kali pemanasan bahkan lebih kali pemanasan, semua pemanasan adalah sama. Hal ini disebabkan karena minyak hanya dipanaskan sampai suhu 200⁰C saja, tidak dicampur atau ditambah dengan bahan makanan apapun, sehingga tidak mengubah warna minyak goreng, namun setelah melalui pemanasan dengan suhu tinggi yang dilakukan secara berulang-ulang kualitas minyak goreng dan sifat-sifat fisika maupun kimia pada minyak goreng akan mengalami perubahan, sehingga mempengaruhi nilai sudut polarisasi yang diperoleh.
Minyak Kelapa Pemanasan (Kali)
Sudut Polarisasi
0 1 2 3 4 5
26,83⁰ 27,14⁰ 28,54⁰ 28,88⁰ 29,12⁰ 29,55⁰
Gambar tabel perubahan sudut polarisasi pemanasan minyak kelapa kemasan Pada minyak kelapa juga terjadi perubahan sudut polarisasi setelah minyak dipanaskan. Semakin sering minyak goreng dipanaskan sudut polarisasinya juga semakin besar. Sama halnya dengan minyak kelapa sawit, minyak setelah mengalami pemanasan, jarak antar molekulnya akan semakin renggang dan minyak akan mengalami perubahan tingkat kekentalan, selain itu akibat pemanasan dimungkinkan terbentuknya molekul-molekul bebas dalam minyak goreng yang dimana disebabkan karena dalam pemanasan dengan suhu tinggi akan terjadi reaksi kimia dalam minyak diantaranya adalah hidrolisis dan oksidasi. Sama halnya dengan tingkat kejernihan minyak goreng kelapa sawit, tingkat kejernihan sampel minyak goreng antara satu kali pemanasan sampai lima kali pemanasan tetap sama. Dari hasil perubahan polarisasi cahaya seperti yang dijelaskan diatas, maka kualitas minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang kali akan semakin turun kualitasnya, hal ini diindikasikan dengan semakin besarnya sudut polarisasi cahaya. Perubahan sudut polarisasi ini disebabkan karena proses pemanasan telah mengubah sifat-sifat fisik dan kimia
dari minyak goreng itu sendiri sehingga sifat optis pada minyak goreng akan berubah sehingga sudut polarisasi pada minyak juga mengalami perubahan.
4. KESIMPULAN : Minyak goreng yang baik yaitu minyak goreng yang mempunyai warna, bau dan rasa yang normal, dan mempunyai kandungan logam berat serendah mungkin. Minyak goreng yang dipanaskan terlalu lama menyebabkan sudut polarisasi akan semakin besar, hal ini pun karena proses pemanasan yang mengakibatkan sifat-sifat kimia atau fisika dari minyak goreng berubah. Setelah mengalami proses pemanasan tadi, jarak antar molekulnya akan semakin renggang dan minyak akan mengalami peubahan tingkat kekentalan, semakin sering minyak dipanaskan maka tingkat kekentalannya akan menurun. Nah, jadi kekentalan dari minyak goreng ini sangat berpengaruh terhadap sudut polarisasi minyak goreng.