“POLA GRATIS BEROBAT PERLU PERUBAHAN" Kebijakan kesehatan pemerintahan tentang pengobatan gratis perlu kiranya perlu mendapat tinjauan dan sebaiknya berubah. Sebenarnya pemerintah tidak keliru dalam membebaskan masyarakat dalam system pengobatan gratis, hanya sasaran dan tatalaksana di lapangan sangat jauh dari harapan, contoh : pasien yang berobat ke puskesmas dan Rumah sakit menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dan yang datang bukan hanya masyarakat miskin atau tidak mampu yang harusnya mendapat layanan ini, tapi mereka yang mampupun mendapat sarana dan prasarana sama dengan masyarakat tidak mampu (gratis) idealnya yang mampu harus mensubsidi mereka yang tidak mampu, dengan ini sudah mendapat fasilitas penanganan kesehatan yang sama dengan pasien VIP yang membedakan mereka hanya ruangan tempat mereka di rawat, standar pelayanan profesi oleh dokter-dokter yang bersangkutan sifatnya sama. Menurut IDI Paser pengobatan gratis masih bisa ditolerir bila pengobatan tersebut tepat pada sasarannnya dan ini tidak masuk akal bila semua masyarakat digratiskan. "Karena pelayanan kesehatan yang baik butuh beaya yang banyak. Kalau ini tidak dicover dalam jangka waktu yang lama maka pelayanannya akan hancur." Tanggung Jawab Untuk memberi pelayanan, dinas kesehatan dan rumah sakit membutuhkan peralatan dan obatobatan. Di samping itu bahwa pemikiran gratis itu tidak mendidik sama sekali. Karena barang yang dilabeli gratis membuat orang jadi take it for granted, terima mentah-mentah dan malas memelihara dirinya sendiri.Kami khawatir kalau orang yang mendapat pelayanan gratis, dia kehilangan tanggung jawab atas pembiayaan kesehatan. "Ini bisa membuat orang jadi berpikiran bahwa urusan kesehatan badan saya adalah tanggungjawab pemerintah. Dia bisa kehilangan rasa tanggungjawab pribadinya." Dan mendukung kalau masyarakat juga dimintai kontribusi walau sifatnya simbolis. "Misalnya lima ribu rupiah untuk satu paket pelayanan. Atau cara lain, dengan memakai uang pajak untuk kesehatan. Dan yang jelas punya pendapatan diwajibkan membayar lewat pajak pendapatan. Kalau pengumpulannya benar, uang ini bisa dipakai untuk menyubsidi biaya kesehatan sehingga pelayanan bisa sama di setiap kantor pemberi jasa kesehatan." Perlu menjadi contoh beberapa daerah yang memberikan subsidi kepada masyarakatnya dan ini diberikan pada kelompok yang mempunyai tingkat ekonomi rendah. Miskin ini ada dua macam : miskin murni dan tidak murni, miskin murni inilah yang jadi sasaran jamkesmas atau full gratis berobat dimana saja di negeri ini, sementara miskin tidak murni ini hanya disubsidi bukan digratiskan seluruhnya. Seharusnya dana yang benar dan tepat sasaran dan tidak hanya menggratiskan pengobatan saja. Anggaran yang dialokasikan di bidang-bidang pencegahan dan penyuluhan, porsinya cukup besar malah yang sakit makin banyak pasien di ruma sakit penuh sampai lorong dan rujukan makin banyak yang kelirunya dimana? Kami kira menjadi tugas kita semua, bukan hanya instansi terkait melainkan semua komponen yang peduli dengan kesehatan yang menjadi hak dasar dari setiap manusia dan perlu dilakukan analisa, seharusnya pembiayaan kesehatan dari tahun-ketahun seharusnya terjadinya penurunan bukan tambah naik. Bom Waktu Siapapun yang akan memberikan kebijakan ini akan menghadapi dilemma. Dari sisi ekonomisasi kesehatan dia akan melihat bahwa gratis atau Jamkesmas adalah bom waktu. "Kalau keuangan daerah tidak membaik, dan masyarakat tidak diikutsertakan dalam pembiayaan kesehatan, dana untuk berobat gratis akan terus membengkak dari tahun ke tahun dan jelas menjadi bom waktu," dan ini akan dihadapkan pada masalah dana untuk meneruskan pengobatan
gratis. "Kalau mau mengubah kebijakan, akan makan buah simalakama. Kalau diteruskan, beban terhadap anggaran kesehatan cukup besar. Kalau diubah menghadapi risiko tidak popular. Ada beberapa model yang bisa dicontoh Melirik sarana kesehatan di Belanda, menunjuk pada asuransi kesehatan Belanda yang diambil dari pajak. "Orang mendapatkan service tapi sadar bahwa dia juga ikut membayar iuaran itu, meskipun tidak secara langsung. Iuran itu dipotong langsung dari gaji atau saat membayar pajak bumi dan bangunan yang diambil pertahun. Belanda menggunakan sistem yang sudah mapan dan memberikan pelayanan baik yang merata. Tidak pilih kasih antara orang yang mampu atau tidak. " Dan ini menurutnya bisa ditiru