Pok 1 Jawaban Lt Diskusi Manajemen Konflik.docx

  • Uploaded by: erlan dewi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pok 1 Jawaban Lt Diskusi Manajemen Konflik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 18,545
  • Pages: 64
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

PRODUK PERORANGAN PRODUK KELOMPOK PENGAMPU BIDANG STUDI SUB BIDANG STUDI

: DEPARTEMEN MASALAH STRATEGIS : STRATEGI DAN KONFLIK BERSENJATA : MANAJEMEN KONFLIK

1.

Erlan Wijatmoko, S.H

Nosis 57001

2.

Andreas Prabowo P,S.I.Pem.

Nosis 57145

3.

Bendi Wibisono

Nosis 57083

4.

Boby

Nosis 57041

5.

Karimudin Rangkuti

Nosis 57175

6.

Suhardi, S.T.

Nosis 57298

7.

Jabal Nur, S.E.

Nosis 57055

8.

Fictor Juradi Situmorang

Nosis 57110

9.

Doni Fransisko

Nosis 57205

10.

M. Syaifuddin Fanany

Nosis 57290

11.

Miftakhul Khoir

Nosis 57038

12.

Andi Azis

Nosis 57248

13.

Saeri, S.E.

Nosis 57069

14.

Arif Noviyanto

Nosis 57094

15.

Nanang Agung W.

Nosis 57269

16.

Ildefonso Aklis Do Carmo, S.I.P

Nosis 57260

17.

Gavin Vougue

Nosis 57111

18.

Melanio E. Somera

Nosis 57236

MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

LEMBAR KEHORMATAN KELOMPOK Yang bertanda tangan di bawah ini atas nama Kelompok I: 1.

2.

Penyaji Kelompok I. NAMA

: JABAL NUR, S.E.

PANGKAT/KORP

: MAYOR INF

NOSIS

: 57055

Ketua Kelompok I. NAMA

: ERLAN WIJATMOKO, S.H.

PANGKAT/KORP

: MAYOR ARM

NOSIS

: 57001

Menyatakan dengan benar bahwa

:

1. Produk ini adalah benar hasil karya kelompok sebagai penyempurnaan dari hasil diskusi. 2. Materi hasil karya ini merupakan hasil pemikiran penyaji yang dipaparkan dalam forum diskusi kelompok dan sudah disempurnakan sesuai hasil diskusi kelompok. 3. Materi hasil karya ini bukan menyalin, menyadur, mencontoh, mengkopi dan plagiat dari hasil karya kelompok lain. 4. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bukti-bukti yang benar dan sah mengandung unsur plagiat atau pelanggaran lainnya (seperti yang diatur dalam Juklak tentang produk Pasis), maka kami atas nama kelompok bersedia dan sanggup menerima sanksi dari lembaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bandung, 19 Maret 2019 Penyaji Kelompok I,

Ketua Kelompok I,

Jabal Nur, S.E. Mayor Inf Nosis 57055

Erlan Wijatmoko, S.H. Mayor Arm Nosis. 57001

MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

JENIS PENDIDIKAN

:

DIKREG LVII SESKOAD

BIDANG STUDI

:

STRATEGI DAN KONFLIK BERSENJATA

SUB BIDANG STUDI

:

MANAJEMEN KONFLIK

STUDI KESIAPAN SATUAN TNI AD DALAM MENGHADAPI PESTA DEMOKRASI 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.

Umum.

a.

Pasca Reformasi 1998 Indonesia mengalami perubahan signifikan dan cukup

besar dari dalam sistem perpolitika Indonesia. Aspek perubahan ini akibat kebencian yang timbul dalam sistem politik Indonesia merujuk pada sistem kepemimpinan Soeharto1 dengan rezim Orde Baru selama 32 tahun berkuasa 1966-1998. Kekuatan politik zaman tersebut identik pada kekuasaan rezim Soeharto dimana kekuatan partai politik Glongan Karya didukung sepenuhnya oleh ABRI (TNI saat ini) yang masih memiliki peran Dwi Fungsi yang memudahkan ABRI iut campur sistem perpolitikan negara. Pemerintah otoriter selama 32 tahun menutup akses demokrasi bagi rakyat sehingga jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto disambut gembira oleh sebagian besar kalangan rakyat Indonesia. Pada saat itu sistem Poitik Indonesia berganti dari otoriter menuju orde reformasi yang bercirikan liberalisme politik dan ekonomi. Sejak lengsernya kekuasaan Soeharto, hak-hak rakyat menjadi lebih aktif terlihat adanya partisipasi politik yang tinggi dari rakyat diidentikkan pada banyaknya jumlah partai politik peserta Pemilu tahun 1999 setelah reformasi lahir. Partai politik merupakan suatu wadah bagi sekelompok warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya sekaligus sebagai suatu kendaraan atau alat bantu orang atau warga negara untuk mendapatkan kekuasaan dan ikut serta di dalam pemerintahan serta memperjuangkan kepentingan anggotanya, bangsa, dan negara. Pemilihan umum merupakan suatu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mana melalui pemilu setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih. Sistem multi partai yang ada di 1

Hanny Kurnia, Perubahan Sitem Politik Indonesia Pasca Reformasi dan Netralitas Birokrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univ 17 Agustus 1945 Jakarta diakses melaui https://www.academia.edu/37182049/PERUBAHAN_SISTEM_POLITIK_INDONESIA_PASCA_REFOR MASI_DAN_NETRALITAS_BIROKRASI pada 19 MAR 2019

2 Indonesia merupakan suatu tuntutan kebebasan di Indonesia akibat dikekangnya pertumbuhan partai politik pada masa orde baru, selain itu sejalan pula dengan masyarakat Indonesia yang plural. Dalam demokrasi di Indonesia2, Partai Politik merupakan pilar utama dalam pelaksanaan demokrasi oleh karena kendali roda pemerintahan berada di tangan presiden dan wakil presiden yang mana presiden dan wakil presiden sendiri berasal dan dicalonkan oleh Partai Politik sebagaimana yang tertera dalam pasal 6 A ayat 2 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta – peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Karena itulah semua Demokrasi akan membutuhkan Partai Politik yang kuat dan mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demi kemaslahatan umum serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sangat rasional argumentasinya jika upaya penguatan partai politik dibangun oleh kesadaran bahwa partai politik merupakan pilar yang perlu dan bahkan sangat penting untuk pembangunan demokrasi suatu bangsa. Jadi derajat pelembagaan partai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan poltik suatu Negara. b.

Pada dasarnya sistem Multipartai sudah pernah dianut oleh bangsa ini ketika

negara ini menganut sistem Demokrasi Liberal di Pemilu 1955. Sistem Multipartai sangat mendukung terciptanya kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak berperan penting dalam kelancaran proses demokratisasi. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik, sangat berperan penting

dalam

penyaluran

kepentingan

ini

terhadap

pemerintah.

Namun

kenyataannya di lapangan peranan setiap partai sebagai penyalur aspirasi pendukung masing-masing terdegradasi dengan pilihan lain, bagai diambang dua pilihan Partai Politik berupaya untuk menggabungkan kepentingan rakyat dan kepentingan kepartaian yang berkonsekuensi akan timbulnya konflik antar partai. Ketika multipartai di tahun 1955, pengaruh perbedaan ideologi cukup kental sehingga sangat mempengaruhi dinamika konflik yang terjadi di masa itu. Konflikkonflik tersebut membuat situasi poltik menjadi tidak stabil dan menjadi konsekuensi dari banyak partai kala itu. Sejarah adanya multipartai berulang sejak bergulirnya Reformasi, dengan harapan refromasi ini mampu diarahkan pada usaha pemberdayaan suprastruktur dan infrasturktur politik agar benar-benar menjadi

2

Daniel Sitorus, Jurnal SIstem Multipartai dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi, USU 2013 melalui https://jurnal.usu.ac.id/index.php/HukumNegara/article/viewFile/4898/8272 pada 19 Mar 2019

3 wahana perjuangan mewujdukan dan melaksanakan tatanan demokrasi. Hadirnya UU No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik yang menggantikan UU No 31 tahun 2002 memperkuat sistem multipartai ini3. Pergantian UU tersebut sebagai akibat kurang optimalnya dalam mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal yang paling substansi dari UU No 2 tahun 2008 ini adalah adanya ketentuan yang mengatur pembentukan

Partai

Politik

yang

mengidentikkan

pada

semangat

untuk

memperkokoh kembali sistem Multipartai di era reformasi ini. Sama halnya dengan multipartai di era demokrasi liberal tahun 1955, adanya konflik akan mudah menghantui adanya sistem politik seperti ini. Pandangan beberapa ahli ilmu poltik sudah pernah mengingatkan bahwa sistem politik multipartai ini selain dampak positik memodernisasi masyarakat di negara berkembang namun juga berdampak negatif pada instabilitas keamanan negara yang menganut sistem ini dibandingkan dengan negara yang menganut dua partai saja. Hal ini dikarenakan benturan kepentingan politik anggota, rakyat bahkan bangsa dan negara ini. Sistem ini disniyalir menimbulkan persaingan tidak sehat baik antar atau bahkan inter partai itu sendiri. Saling menjatuhkan antara partai politik menjadi hal biasa dalam pergolakan politik. Hal ini apabila kita hadapkan pada pesta Demokrasi 2019 yang pertama kali diselenggarakan secara serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dua konstelasi politik ini akan menambah panas situasi perpolitikan bangsa ini. Dari sejak para kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden ditetapan begitu banyak fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat. Gesekangesekan kepentingan mewarnai sistem perpolitkan kita. Kita sama-sama ketahui kedua pasangan calon Presiden pernah berkompetisi pada perhelatan pemilihan sebelumnya. Hal ini menambah panas perseteruan kedua pihak dalam merebut kursi Presiden RI. Sehingga konstelasi konflik lebih mudah tersulut dengan kondisi saat ini. Sebagai contoh penyeberan berita Hoax yang diserang oleh buzzer masingmaing pihak memberikan bukti bahwa adanya konflik sangat rawan terjadi apabila salah dalam penanganannya. Sehingga perlu keseriusan pemerintah dalam penanganan keamanan pada persiapan pesta demokrasi lima tahunan ini. c.

Sejak reformasi juga, peran keamanan menjadi tugas utama dari pihak

kepolisian RI yang fokus pada keamanan negara (Internal Secutiy). Sedangkan TNI berperan aktif pada pertahanan negara (State Defence). Hal ini terjadi sejak keluarnya Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Polri yang 3

Emilia Apriliani, Makalah Sistem Multipartai, Univ Kristen Maranatha, 2017 diakses melalui https://www.academia.edu/8858212/Sistem_Multipartai_-_Tugas_Etika pada 19 Mar 2019

4 dijabarkan lebih dalam pada Undang-Undang yang mengatur keduanya. Namun dalam penanganan keamanan ini tentunya Polri belum mampu mengaplikasikan tugas secara optimal sehingga tetap membutuhkan dukungan dan bantuan dari TNI tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Meskipun perbedaan pendapat tetap muncul dalam proses pelaksanaannya. Persoalan perbantuan TNI kepada Polri khususnya dalam menangani permasalahan keamanan negara, tentunya terjadi perbedaan cara pandang penyelesaian permasalahan. Polri akan lebih mengedepankan konteks yuridis dengan senjata utamanya KUHP dan tentunya bertindak setelah kejadian. Sedangkan TNI dengan kemampuan Intelijen dan Terirorialnya mampu melakukan upaya pencegahan atai preventif guna menjaga situasi negara selalu kondusif. Sehingga sering terjadi permasalahan dalam penanganan keamanan yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau institusi ini. Dihadapkan dengan konstelasi politik pada pesta demokrasi 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 di Jakarta, Selasa (25/9/2018). Seperti tahun-tahun sebelumnya, IKP ini adalah upaya untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini berbagai potensi pelanggaran pemilu. Kerawanan di dalam IKP 2019 didefinisikan sebagai segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilu yang inklusif dan benar. Adapun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 di 34 povinsi 4 di Indonesia adalah sebagai berikut : Aceh : 50,5, Sumatera Utara : 48,14, Sumatera Barat : 51,21, Riau : 47,32, Kepulauan Riau : 48,85, Jambi : 49,3, Bengkulu : 47,67 Sumatera Selatan : 44,75, Bangka Belitung : 44,18, Lampung : 49,56, Banten : 47,88, Jawa Barat : 47,27, DKI Jakarta : 44,78, Jawa Tengah : 48,51, DI Yogyakarta : 52,14, Jawa Timur : 49,17, Kalimatan Utara : 49,24, Kalimatan Barat : 47,31, Kalimatan Tengah : 47,66, Kalimatan Selatan : 47,94, Kalimatan Timur : 49,27, Bali : 46,71, Nusa Tenggara Barat : 49,59, Nusa Tenggara Timur : 50,52, Gorontalo : 49,21, Sulawesi Utara : 50,2, Sulawesi Barat : 47,87, Sulawesi Tengah : 50,5, Sulawesi Selatan : 50,26, Sulawesi Tenggara : 50,86, Maluku Utara : 49,89, Maluku : 51,02, Papua Barat : 52,83, Papua : 49,86. Dari data tersebut maka sebagian besar wilayah Indonesia berada pada skor IKP 49 sehingga masuk ke dalam katagori kerawanan sedang. Adanya hal tersebut perlu untuk diwaspadai oleh pemerintah. Guna mengantisipasi hal tersebut maka perlu adanya kesinergitasan tugas antara TNI dan Polri dalam pengamanan Pemilu 2019. Kemendagri Selenggarakan Rakornas Kepala Satuan

4

Yoga Sukmana, Ini Daftar Indeks Kerawanan Pemilu 2019 di 34 Propinsi, Kompas.com 2018 diakses melalui https://nasional.kompas.com/read/2018/09/25/11233281/ini-daftar-indeks-kerawanan-pemilu2019-di-34-provinsi pada 20 Mar 2019

5 Polisi

Pamong

Praja

(Satpol

PP)

Provinsi

Seluruh

Indonesia,

terkait

Penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat di daerah dalam rangka menghadapi agenda nasional Pileg dan Pilpres Tahun 2019, di Jakarta (5/12/2018)5. Dan Salah satu narasumber yang dihadirkan dalam Rakornas tersebut, perwakilan dari Mabes TNI, yaitu Harfuddin Daeng Paban III/Tahwil Ster TNI. Beliau menyampaikan peran dan dukungan TNI pada pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2019. Dalam menghadapi kerawanan tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal yakni Pertama, kerawanan terkait Tensi politik dalam negeri yang tidak menentu sepanjang 2018-2019, Ketidakdewasaan dalam berpolitik, Konflik horisontal (antar kelompok pendukung partai), Keamanan perbatasan (masuknya infiltrator), pengaruh regional dan global. Dan kedua, Kewaspadaan Terhadah Radikalisme, Ekstrimisme, Populisme yang cenderung menampilkan cara berpolitik identitas yang kebablasan. Dalam antisipasi keamanan setiap tahapan kampanye, beliau juga menyampaikan bahwa TNI akan selalu bersinergi dengan Polri dalam setiap aktivitasnya. Mendagri juga menyampaikan bahwa peran TNI dalam membantu Polri untuk penanganan keamanan Pemilu sangat strategis demi tetap tegaknya stabilitas keamanan negeri ini. Kemudian TNI AD sebagai bagian dari TNI memiliki peran yang lebih utama karena TNI AD memiliki satuan kewilayahan yang mampu berperan dalam kemampuan Pembinaan Teritorialnya sehingga memudahkan dalam proses penanganan konflik yang ditimbulkan dari ekses Pemilu 2019 tersebut. Dari latar belakang tersebut dihadapkan pada tugas perbantuan TNI kepada Polri maka penulis menemukan beberapa rumusan masalah yaitu satu Bagaimana kesiapan satuan yang ideal/standar/sesuai ketentuan dalam menghadapi Pemilu 2019 dihadapkan dengan kemungkinan potensi AGHT yang dapat terjadi sebelum, selama dan setelah Pemilu 2019. Dua Pola pengamanan seperti apa yang dilakukan pada Pemilu 2019 dihadapkan pada Tipologi Wilayah (khususnya daerah perkotaan) dan tiga Bagaimana sistem Komando dan Pengendalian dalam menghadapi situasi yang berkembang selama tahapan Pemilu 2019. Tentunya dalam menganalisa tersebut dihadapkan pada atuaran perundangan yang mengatr serta kondisi satua jajaran TNI AD yang nyata di lapangan. Setelah serluh permasalahan diidentifikasi maka angkah selanjutnya menentukan rumusan masalah yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang memerlukan analisa dan pengkajian lebih dalam adalah tentang

5

Puspen Kemendagri, Peran strategis TNI dukung Pengamanan Pemilu Serentak 2019, Kemendagri.go.id, 2018 diakses melalui https://www.kemendagri.go.id/blog/28780-Peran-Strategis-TNI-DukungPengamanan-Pemilu-Serentak-2019 pada 19 Mar 2019

6 Bagaimana kesiapan satuan jajaran TNI AD dalam menghadapi kemunginan ancaman yang timbul sebagai ekses dari Pemilu 2019 ?

2.

Maksud dan Tujuan. a.

Maksud. Maksud dari tulisan ini adalah memberikan gambaran tentang

kesiapan Satuan jajaran TNI AD dalam tugas pengamanan untuk menghadapi Pemilu 2019. b.

Tujuan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah sebagai bahan masukan dan

pertimbangan bagi pembaca dan Pimpinan TNI AD dalam menentukan kebijakan selanjutnya dalam mendukung pelaksanaan tugas satuan TNI AD dalam menghadapi Pemilu 2019.

3.

Ruang Lingkup dan Tata Urut. a.

Ruang Lingkup. Ruang Lingkup tulisan ini dibatasi pada permasalahan

kesiapan tugas satuan TNI AD dalam menghadapi Pemilu 2019 pada tugas perbantuan TNI kepada Polri bidang pengamanan. b.

4.

Tata Urut. Adapun Tata Urut dari tulisan ini adalah sebagai berikut : 1)

Pendahuluan.

2)

Latar belakang pemikiran.

3)

Data dan Fakta.

4)

Analisa

5)

Penutup

Metode dan Pendekatan. a.

Metode. Penulisan kajian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan

study kepustakaan. b.

Pendekatan.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah dengan

menggunakan pendekatan teori dan empiris berdasarkan fakta serta fenomena yang ada di lapangan.

5.

Pengertian-pengertian. a.

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi

untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik.

7 b.

Indeks kerawanan pemilu adalah penelitian ilmiah yang memerhatikan

aspek metodologi, teori, tehnik analisis, hingga perumusan kesimpulan dan rekomendasi dengan metode kuantitaif untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan dan pelanggaran pemilu. c.

Konflik adalah suatu proses sosial antara dua individu atau kelompok sosial

dimana masing-masing pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain demi mencapai tujuannya dengan cara memberikan perlawanan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. d.

Buzzer dalam sosial media adalah orang yang memanfaatkan akun sosial

media miliknya guna menyebar luaskan info atau dengan kata lain untuk melakukan promosi maupun iklan dari suatu produk maupun jasa pada perusahaan tertentu. e.

Hoax adalah berita bohong, berita tidak bersumber, rangkaian informasi yang

memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran dan berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. f.

Keamanan negara (Internal Security) adalah kebijakan publik untuk

memastikan keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan kuasa ekonomi dan militer dan penjalanan diplomasi, baik dalam damai dan perang g.

Pertahanan Negara (State Defence). Adalah segala usaha untuk

mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

BAB II LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

6.

Umum. Berbicara mengenai tugas pengamanan yang merupakan tugas perbantuan

TNI kepada Polri menarik untuk dibahas. Dilema dalam pelaksanaan tugas dihadapkan pada tuntutan peran dalam fungsi pengamanan Pemilu 2019 yang memiliki ekskalasi konflik yang dinamis perlu untuk dibahas. Karena pada dasarnya dalam aturan perundangundangan yang berlaku sudah mengaturnya agar timbul kesinergitasan antara kedua Institusi tersebut. Dalam pelaksanaan tugas pengamanan Pemilu ini, maka tuntutan kesiapan satuan jajaran TNI AD cukup tinggi. Sebelum mengkaji lebih dalam tentang kondisi kesiapan satuan jajaran TNI AD perlu untuk memflashback adanya landasan yang membuat peran pengamanan tugas ini dapat terdukung dari segi aturan dan norma hukum

8 yang berlaku. Tentunya tetap dihadapkan pada landasan pemikiran dan dasar pemikiran yang mengatur peran dan tugas TNI AD dalam pengamanan Pemilu 2019.

7.

Landasan pemikiran a.

Landasan Filosofis. 1)

Landasan idiil. Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) merupakan landasan idiil Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi. Sebagai ideologi negara, Pancasila merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai moral, etika, dan cita-cita luhur, serta tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum nasional. Pengejawantahan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berupa nilai-nilai keselarasan, keseimbangan dan keserasian, persatuan dan kesatuan, serta kekeluargaan dan kebersamaan yang senantiasa menjadi landasan filosofis bagi TNI dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka penyelenggaraan pelaksanaan tugas baik OMP ataupun OMSP yang bermuara pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2)

Landasan konstitusional. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara, berupa hal-hal yang sangat fundamental. Dalam alinea II juga diamanahkan cita-cita Bangsa Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Yang menandakan bahwa tujuan nasional Indonesia adalah menjaga keamanan dan kedaulatan Negara Indonesia. Kemudian di dalam batang tubuh UUD 1945 pada pasal 30 ayat (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Menggambarkan bahwa peran TNI dan Polri mutlak dalam upaya pertahanan dan keamanan rakyat semesta demi kedaulatan bangsa dan negara ini.

b.

Landasan Konseptual 1)

Landasan Visional. Konsepsi wawasan nusantara sebagai landasan

visional merupakan nilai ajaran untuk mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan (daerah, suku, agama, bahasa, adat, budaya

9 dan lainnya) untuk bertahan dalam dinamika perubahan serta menumbuhkan sikap kepedulian untuk mewujudkan daya perekat dan pengendalian diri yang kuat. Wawasan nusantara adalah pandangan geopolitik bangsa Indonesia dalam mengartikan Tanah Air Indonesia sebagai satu kesatuan wadah beserta isinya secara utuh dan bulat, yang meliputi seluruh wilayah geografi nasional beserta segenap potensi ataupun kekuatan yang terkandung didalamnya, baik berupa potensi dan kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan 2)

Landasan Konsepsional. Ketahanan Nasional Indonesia merupakan

kondisi dinamik bangsa Indonesia, meliputi segala aspek kehidupan nasional, mempunyai keuletan dan ketangguhan agar mampu mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan nasional, guna menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, menjamin identitas, integritas, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam perjuangan mencapai tujuan nasional. Seluruh wilayah NKRI ini harus menjadi tameng dengan kuatnya Ketahanan Nasional demi tetap berkibarnya benerada merah putih di bumi Nusantara ini

c.

Landasan Operasional. Landasan operasional pelaksanaan Peran TNI

dalam tugas pengamanan Pemilu 2019 identik pada tugas perbantuan kepada Polri, antara lain : a.

Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri,

dijelaskan dalam pasal 2 terdiri atas : a)

TNI adalah alat negara yang berperan dalam Pertahanan

negara. b)

Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan,

dan

ketertiban

masyarakat,

menegakkan

hukum,

memberikan perlindumgan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat. c)

Adannya keterkaitan kegiatan pertahanan

dan kegiatan

keamanan, maka TNI dan Polri harus bekerja sama dan saling membantu.

10 b.

Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang pemisahan peran TNI dan

Polri, dijelaskan pada pasal 4 ayat (1) TNI membantu meyelenggarakan kegiatan kemanusiaan (Civic Mission) dan ayat (2) TNI memberikan bantuan kepada Polri dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam undang-undang.

c.

UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri. Dijelaskan pada Pasal 41 (1),

dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (PP sampai saat ini belum ada). d.

UU No 34 tahun 2004 tentang TNI. Dijelaskan pada pasal 7 ayat (2)

yang salah satu tugas pokok TNI dalam OMSP adalah membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang. (sampai saat ini belum ada UU yang mengatur proses perbantuan TNI kepada Polri). Juga pada ayat (3) dijelaskan bahwa Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Dengan demikian maka proses perbantuan TNI kepada Polri menunggu kebijakan dan keputusan politik negara. e.

KUHP Pasal 413, dijelaskan Komandan Angkatan Bersenjata yang

menolak atau dengan sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawahnya ketika diminta oleh penguasa sipil yang berwenang menurut undang undang, diancam dengan pidana paling lama empat tahun. f.

Keppres RI Nomor 89 tahun 2000 tentang kedudukan Kepolisian

Negara RI, dijelaskan pada Pasal 1: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok menegakkan hukum, ketentuan hukum dan memelihara keamanan dalam negeri. g.

PP No 16 tahun 1960 tentang peraturan permintaan Bantuan Militer,

dijelaskan pada Bab II tentang keadaan Biasa. menyebutkan bahwa dalam keadaan biasa atau tertib sipil Kepala Daerah sebagai alat pemerintah memegang kekuasaan tertinggi dalam urusan ketertiban dan keamanan di daerahnya, untuk itu Kepala Daerah yang berhak menggunakan Polisi Negara dan meminta bantuan militer.

11

h.

Perppu No 23 Tahun 1956 tentang Keadaan Bahaya, dijelaskan pada

pasal 1 ayat (1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia keadaan bahaya

dengan tingkatan keadaan darurat

dalam

sipil atau keadaan

darurat militer atau keadaan perang, apabila : a)

Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau di

sebagian wilayah negara Republik Indonesia

terancam oleh

pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa. b)

Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan

perkosaan wilayah negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga. c)

Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari

keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau di khawatirkan

ada

gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara. Dan dalam keadaan darurat sipil dan militer ini peran TNI sebagai Koopslihkam membantu proses penyelesaian konflik yang terjadi. Komandan Militer miliki peran sebagai Pangkoopslihkam dalam darurat sipil.

8.

Dasar pemikiran. Selain peraturan dan perundangan yang mengatur proses

perbantuan TNI dan Polri adan beberapa dasar lain yang menjadikan landasan dalam proses penganalisaan tugas perbantuan TNI pada Pori khususnya pada pengamanan Pemilu 2019. Adapun dasar pemikiran tersebut antara lain : a.

Parameter Pelibatan TNI. Sesuai dengan Naskah Sementara Juklak Bantuan

Perkuatan Unsur TNI kepada Polri (Skep Panglima TNI Nomor Skep/586/V/2000, 26 Mei 2000). Pelibatan bantuan TNI kepada POLRI diatur sesuai dengan parameter sebagai berikut : 1)

Operasi bantuan kepada POLRI yang dilaksanakan oleh satuan satuan

TNI pada situasi negara dalam “keadaan biasa” dilandasi aturan perundang undangan dan kebijakan pemerintah dalam menilai gangguan keamanan. 2)

Pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan perwakilan pemerintah

pusat di daerah dalam hal ini Gubernur, pemerintah dalam hal ini Bupati dan Walikota

berwenang mengajukan

permintaan

bantuan

militer,

yang

12 direalisasikan

dengan

melaksanakan

operasi

bantuan

pada

POLRI

didaerahnya. 3)

Dalam keadaan memaksa, Polisi Pamong Praja lainnya dalam hal ini

selain pejabat kepala daerah berwenang minta bantuan militer, bila pejabat daerah berhalangan. Disamping itu Camat dan kepala Desa dibenarkan minta bantuan militer bila situasi dan waktu sangat mendesak. Permintaan bantuan militer dalam keadaan memaksa segera dilaporkan kepada kepala daerah. 4)

Komandan militer daerah dalam hal ini Panglima Daerah Militer,

Komandan Komando Resort Militer, Komandan Pangkalan TNI AL, Komandan Pangkalan TNI AU, di daerah berwenang memberikan bantuan militer dengan melaksanakan, operasi bantuan kepada Polri atas persetujuan Panglima TNI. Pelaksanaan Operasi bantuan kepada POLRI unsur daerah sesuai direktif Panglima TNI. 5)

Satuan TNI yang ditugaskan untuk melaksanakan operasi bantuan

kepada Polri maupun perorangan prajurit yang sedang melaksanakan tugas, dibenarkan untuk melakukan pembelaan darurat atau pembelaan darurat yang melampaui batas, bila terdapat suatu kondisi yang memaksa sesuai aturan yang berlaku.

b.

Memorandum of Understanding (MoU)6 terbaru antara Polri dan TNI Nomor

B/2/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018 yang ditanda tangani Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tanggal 23 januari 2018 yang berisi kerjasama dalam menghadapi unjuk rasa, mogok kerja, kerusuhan, penanganan konflik sosial, amankan kegiatan masyarakat atau pemerintah yang berpotensi ricuh.

c.

Problematika Hubungan TNI dan Polri dalam menangani konfli komunal

(Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo)7. Konstitusi mengamanatkan fungsi pertahanan untuk dilaksanakan oleh TNI dan fungsi pertahanan merupakan fungsi dan tanggung jawab pemerintah pusat yang tidak pernah didelegasikan kepada pemerintah daerah.

6

7

Fungsi pertahanan merupakan upaya mempertahankan kelangsungan

Asfinawati (ketua YLBHI), MOU Perbantuan TNI kepada Polri melanggar UU TNI, LBH Jakarta, 2018 diakses melalui https://www.bantuanhukum.or.id/web/mou-perbantuan-tni-kepada-polri-melanggar-uutni/ pada 9 Maret 2019 Adang Daradjatun, dkk, TNI POLRI di Masa Perubahan Politik, Program Magister Studi Pertahanan ITB, 2008 hal 46.

13 hidup bangsa ketika menghadapi ancaman militer dari luar negeri. Ketika terjadi adanya ancaman dari luar negeri maka pertahanan bersifat nasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Penyelenggaraan fungsi pertahanan di daerah merupakan pelaksanaan fungsi pertahanan yang merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya pertahanan nasional. Sebaliknya Polri merupakan bagian dari fungsi penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang memiliki bentuk dan ciri berbeda dari daerah ke daerah serta merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Polri tetap merupakan institusi kepolisian negara yang bersifat nasional. Pelaksanaan fungsi penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, karena fungsi penegakan hukum serta keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, karena fungsi penegakan hukum serta keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

Cara ini juga dilaksanakan oleh Polisi Nasional Jepang yang dikenal

sebagai polisi nasional yang sangat bercirikan lokal dan mampu menampilkan kinerja yang dapat menekan tingkat kriminalitas pada salah satu tingkat terendah di dunia. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tata cara pelaksanaan tugas TNI dan Polri

seperti

tersebut

di

atas

tercermin

dalam

berbagai

peraturan

perundangundangan yang ada? Bila jawabnya ‘tidak’ maka mengapa perbedaan tersebut terjadi? Dan bagaimana kita menentukan seharusnya? Jawaban atas pertanyaan tersebut di atas, adalah, bahwa peraturan perundang-undangan yang ada merupakan produk sebuah masa transisi, yang terkadang juga merupakan ceriminan dari keadaan reformasi yang kebablasan sehingga dapat dikatakan bahwa proses transisi dan transformasi dari interaksi TNI dan Polri dari bentuk ABRI (dimana Polri merupakan bagian dari ABRI) menjadi bentuk Polri yang sepenuhnya menjadi institusi kepolisian sipil, dan merupakan bagian dari instrumen penegak hukum dan penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, belum secara tuntas tercapai. Apakah ketentuan yang tertuang dalam berbagai peraturan perundangundangan tidak dapat dilaksanakan dan apakah terkandung resiko bila dilaksanakan fungsi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada? Kelemahan yang paling fundamental dari ketentuan yang ada sekarang adalah (1) karena Polri tidak berada di bawah salah seorang menteri ditingkat pusat dan tidak dikaitkan dengan pemerintah daerah, tidak ada pejabat politik (yang dipilih oleh rakyat) yang memegang akuntabilitas politik atas Polri baik dipusat maupun daerah (2) Polri praktis

menentukan

dan

melaksanakan

keputusan

politik,

kebijakan

dan

14 anggarannya sendiri sehingga praktis mengingkari sistem kontrol dan check and balances dari kaidah demokrasi. Dengan demikian Polri praktis telah menjadikan dirinya sebagai ‘TNI kedua’ dengan dosa lebih besar, karena dibandingkan dengan TNI yang merupakan institusi pemerintah pusat dan tidak berhubungan langsung dengan masyarakat kecuali dalam masa keadaan darurat militer dan perang, Polri yang merupakan institusi pemerintah yang langsung memberi pelayanan kepada publik, jauh tersentuh oleh kontrol publik.

BAB III DATA DAN FAKTA

9.

Umum. Dalam menghadapi adanya perhelatan pesta demokrasi 2019 berupa

pelaksanaan Pemliu yang serentak, maka kemungkinan adanya gesekan konflik telah dirasa cukup menggoyahkan keamanan negara. Dari jauh hari TNI dan Polri berupaya menyusun strategi dalam menghadapi kemungkinan ancaman konflik yang terjadi. Dengan adanya landasan peraturan perundangan serta hasil MoU antara TNI dan Polri seharusnya mampu menjadikan pegangan dan pedoman dalam pelaksanaan tugas tersebut. Sehingga melalui tulisan ini mampu memberikan kajian akademis yang mengarah pada kesiapan satuan jajaran TNI AD untuk membantu Polri dalam rangka tugas pengamanan Pemilu 2019. Guna dapat mengkaji lebih dalam maka perlu adanya beberapa data dan fakta yang dihadapkan pada rumusan masalah yang ada, baik tentang kesiapan satuan jajaran TNI AD, pola pengamanan TNI AD dan sistem Kodal yang efektif jika konflik sosial tersebut terjadi sebagai ekses pelaksanaan Pemliu 2019.

10.

Kesiapan satuan jajaran TNI AD yang ideal/standar/sesuai ketentuan dalam

menghadapi Pemilu 2019 dalam menghadapi ancaman akibat Pemilu 2019.

Jika

berbicara tentang kesiapan, maka hal terpenting adalah keterpaduan seluruh aspek kemampuan, kekuatan dan gelar TNI AD untuk dihadapkan kepada hakekat ancaman dalam pelaksanaan Pemilu 2019. keterpaduan tersebut disiapkan untuk menghadapi kemungkinan ancaman baik sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara dan keselamatan segenap bangsa Indonesia. Untuk mengetahui tiga komponen tersebut tentunya menjadi penting karena akan menjadi kekuatan TNI AD dalam menghadapi ancaman dan konflik di daerah. Adapun kondisi kekuatan TNI AD saat ini antara lain :

15 a.

Kekuatan. Berbicara mengenai kekuatan satuan TNI AD saat ini maka akan

dijabarkan dalam beberapa point yang menjelaskan kondisi kekuatan TNI AD saat ini, yaitu : 1)

Organisasi. Membahas organisasi maka erat hubungan pada susunan

kekuatan satuan jajaran TNI AD yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan Postur TNI AD Tahun 2010-2029 yang saat ini sedang disusun revisi ketiganya, sejak tahun 2010 telah mengalami perkembangan organisasi yang cukup signifikan guna memperkuat satuan TNI AD. Penataan tersebut dilakukan melalui pengembangan organisasi yang terdiri dari pembentukan satuan baru sebanyak 151 satuan, validasi organisasi dan tugas sebanyak 29 satuan dan pengembangan satuan sebanyak 5 satuan. Hal itu semata untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan TNI AD dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok satuan TNI AD. Jika dihadapakan pada kekuatan maka tentunya organisasi TNI AD dibagi atas kekuatan terpusat dan kewilayahan, dengan perincian sebagai berikut : a)

Kekuatan Terpusat. (1)

Kostrad. Hasil dari pengembangan organisasi dan

satuan saat ini Kostrad diawaki oleh beberapa satuan yang terdiri atas Makostrad, 3 Madivif, 3 Brigif Para Raider, 2 Brigif Raider, 1 Brigif Mekanis, 1 Yon Mandala Yudha, 9 Yonif Para Raider, 6 Yonif Raider, 3 Yonif Mekanis, 2 Menarmed, 6 Yonarmed, 2 Yonkav, 2 Yonarhanud, 2 Yonzipur, 2 Yonkes, 2 Yonbekang, 2 Kitaipur, 1 Yonintel, 2 Kikavtai, 2 Denpom, 2 Denpal, 2 Denhub, 1 Denharrahlat dan 2 Satajen merupakan pasukan cadangan terpusat yang sewaktu-waktu dapat digunakan sehingga harus memiliki mobilitas yang tinggi guna mendukung kegiatan satuan kewilayahan dalam melaksanakan OMP maupun OMSP di seluruh wilayah NKRI. (2)

Kopassus. Hasil dari pengembangan organisasi saat ini

Kopassua terdiri atas 1 Makopassus, 1 Grup Parako, 2 Grup Sandi Yudha, 1 Sat Gultor, 1 Pusdiklatpassus, 4 Yon Parako, 6 Yon Sandha, 1 Yon 811, 1 Yon 812 dan 1 Denban. Spesifikasi tugas satuan ini adalah mengatasi tugas-tugas ancaman yang memiliki nilai yang bersifat strategis. Ditinjau dari organisasi maka satuan ini sebenarnya telah cukup untuk diproyeksikan kepada tugas-tugas strategis di dalam maupun luar negeri.

16

b)

Kekuatan Kewilayahan. Terdiri atas 15 Makodam, 44 Makorem,

307 Makodim, 3.528 Koramil, 9 Brigif, 2 Brigif Mekanis, 39 Yonif, 13 Yonif Raider, 8 Yonif Raider Khusus, 7 Yonif Mekanis, 11 Yonif Diperkuat, 11 Yonkav, 2 Denkav, 6 Kikav, 12 Yonarmed, 1 Menarhanud, 10 Yonarhanud, 4 Denarhanud, 9 Yonzipur, 9 Denzipur, 15 Deninteldam, 44 Timintelrem, 303 Unitinteldim, 13 Rindam dan 225 Balakdam.

c)

Kekuatan Pendukung. Kodiklat TNI AD terdiri dari 4 Pussen

(Pussenif, Pussenkav, Pussenarmed dan Pussenarhanud) dan 18 Lemdik (Pusdikif, Pusdikkav, Pusdikarmed, Pusdikarhanud, Pusdikzi, Pusdikhub, Pusdikpal, Pusdikpom, Pusdikbekang, Pusdikku, Pusdikkum,

Pusdiktop,

Pusdikajen,

Pusdikkes,

Pusdikintel,

Pusdikjasad, Pusdikkowad dan Pusdikpengmilum) serta 1 Puslatpur, 1 Pussimpur dan 1 Lemjiantek.

2)

Personel. Dari Renstra TNI AD tahu 2015-2019 revisi III melanjutkan

pengembangan personel dengan tetap memperhatikan kebijakan zero growth sehingga Kekuatan personel TNI AD saat ini sebanyak 355.039 orang dengan rincian Prajurit sebanyak 317.487 orang dan PNS sebanyak 37.552 orang. Dan untuk pengamanan Pemilu Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyiapkan 43 ribu personel untuk dikerahkan dalam pengamanan Pemilu Serentak 2019. Pasukan TNI ini akan menambah kekuatan 9.000 personel Polri yang sudah dikerahkan saat ini, Personel TNI-AD kurang lebih sekitar 27.000 personel mengambil jumlah personel terbanyak dalam pelaksanaan pengamanan tersebut. Salah satu daerah yang menjadi perhatian pengamanan Pemilu Serentak 2019 adalah Papua. Hal itu muncul karena Papua masih menggunakan sistem noken untuk pemilihan. Selain itu, di daerah pegunungan Papua masih terdapat kelompok bersenjata yang dapat mengganggu Pemilu Serentak 2019. Pengamanan di beberapa daerah pemilihan mengingat banyaknya kandidat yang bertarung di satu daerah pemilihan.

Kondisi

ini

merupakan

imbas

Pemilu

Serentak

yang

menggabungkan Pilpres, Pileg DPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II. Belum lagi, pertarungan dilakukan bukan hanya antarpartai, namun juga kandidat dari partai yang sama. Polri dan TNI akan terus memutakhirkan

17 perkembangan situasi politik di berbagai daerah pemilihan sebelum membuat rencana pengamanan lebih lanjut

3)

Latihan. TNI AD bersama BNPT dan Polri melakukan Kegiatan

Pelatihan Mitigasi aksi terorisme Integratif yang sudah berlangsung selama 3 hari sejak Senin 4 Maret 2019 dengan rangkaian kegiatan persiapan dengan metode Practical Exercise dan Full Mission Profile8. Latihan mitigasi aksi terorisme itu dilaksanakan di Lapangan Silang Monas dan di Stasiun Gambir. Latihan diikuti oleh Pasukan Elit Sat-81 Gultor Kopassus AD, Denjaka AL, Bravo 90 AU dan Gegana Polri. Tingkat latihan TNI-AD dalam pengamanan Pemilu tahun 2019 sudah hampir dilaksanakan diseluruh satuan dengan bersinergi bersama Polri dalam pelaksanaan latihan. Payung hukum yang saat ini baru disepakati yaitu MoU atau Nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Panglima TNI dan Kapolri. 4)

Materiil. Dari

kondisi

awal

tahun

2010

telah

dilaksanakan

pengembangan materiil yang diarahkan untuk mengganti Alutsista yang kritis maupun

yang

usia

pakainya

pengadaan/penggantian

sudah

Alutsista

yang

habis

dengan

melaksanakan

sesuai dengan perkembangan

teknologi militer. Namun untuk menghadapi konflik yang timbul dari imbas Pemilu 2019 data materiil kesiapan satuan TNI AD dihadapkan pada tugas pengamanan tersebut, antara lain : a)

Senjata ringan sebanyak 306.064 pucuk (B = 272.104 pucuk,

RR = 15.619 pucuk dan RB = 18.341 pucuk), kondisi siap operasional 89%. b)

Munisi

kaliber

kecil

sebanyak

224.720.233

butir,

siap

operasional 100 % c)

Ranmor sebanyak 61.510 unit terdiri dari: (1)

Ranmin sebanyak 46.560 (B = 37.867 unit, RR = 4.807

unit dan RB = 4.886 unit) kondisi siap operasional 81% (2)

Rantis sebanyak 10.732 (B = 8.689 unit, RR = 1.010

unit dan RB = 1.033 unit) kondisi siap operasional 81% (3)

Ransus sebanyak 4.218 (B = 2.627 unit, RR = 1.329 unit

dan RB = 262 unit) kondisi siap operasional 62%

8

https://www.bnpt.go.id/antisipasi-pemilu-2019-

18 d)

Matsus Intel sebanyak 4.582 unit (B = 3.596 unit. RR = 442 unit

dan RB = 544 unit), kondisi siap operasional 78% e)

Materiil Zeni sebanyak 6.114 unit, terdiri dari: (1)

Alat Utama Zeni sebanyak 1.980 unit (B = 1.318 unit,

RR = 216 unit dan RB = 446 unit), kondisi siap operasional 67% (2)

Alat Khusus Jihandak sebanyak 1.066 unit (B = 679

Bunit, RR = 149 unit dan RB = 238 unit), kondisi siap operasional 64% (3)

Alat Khusus Nubika sebanyak 1.247 unit (B = 1.050

unit, RR = 130 unit dan RB = 67 unit), kondisi siap operasional 84% (4)

Alat Pendukung Zeni sebanyak 1.821 unit (B = 1.250 unit,

RR = 273 unit dan RB = 298 unit), kondisi siap operasional 69%. f)

Alhub sebanyak 110.590 unit (B = 83.890 unit, RR = 10.316 unit

dan RB = 16.384 unit) kondisi siap operasional 76%. g)

Pesawat sebanyak 87 unit (B = 49 unit, RR = 26 unit dan RB =

10 unit), kondisi siap operasional 56%. (terdiri atas fixed wings dan Helikopter)

5)

Peranti Lunak. Dalam pelaksanaan tugas pengamanan Pemilu 2019,

TNI AD berdasarkan pada peraturan perundangan yang mengatur tugas perbantuan TNI AD kepada Polri antara lain UU No 34 tahun 2004 tentang TNI khususnya pada pelaksanaan tugas OMSP perbantuan TNI kepada Polri, PP No 16 tahun 1960 tentang peraturan permintaan Bantuan Militer, Perppu No 23 Tahun 1956 tentang Keadaan Bahaya, Naskah Sementara Juklak Bantuan Perkuatan Unsur TNI kepada Polri (Skep Panglima TNI Nomor Skep/586/V/2000, 26 Mei 2000) dan Memorandum of Understanding (MoU)9 terbaru antara Polri dan TNI Nomor B/2/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018 tanggal 23 Januari 2018 tentang Kerjasama TNI dan Polri untuk penanganan unjuk rasa dan konflik yang disebabkan oleh hal tersebut. Kemudian setelah adanya aturan perundangan yang menjadi dasar bertindak satuan TNI AD, terdapat juga referensi buku Doktrin TNI AD KEP dan Buku Petunjuk yang

9

Asfinawati (ketua YLBHI), MOU Perbantuan TNI kepada Polri melanggar UU TNI, LBH Jakarta, 2018 diakses melalui https://www.bantuanhukum.or.id/web/mou-perbantuan-tni-kepada-polri-melanggar-uutni/ pada 9 Maret 2019

19 telah dimiliki satuan TNI AD sebagai dasar pelaksanaan tugas perbantuan tersebut.

b.

Kemampuan. TNI AD mempunyai 4 (empat) kemampuan pokok yang

tertuang dalam Doktrin Kartika Eka Paksi. Dan kondisi kemampuan pokok TNI AD saat ini antara lain : 1)

Kemampuan Intelijen. Merupakan

manifestasi

fungsi

intelijen

secara terpadu diimbangi oleh kemampuan administrasi/produk intelijen melalui

kegiatan/operasi

Intelter, Intelpur, Intelstrat (terbatas) yang

didukung kemampuan humman intelligence

(HUMIT), open source

Intelligence (OSINT) dan tehcnic intelligence (TECHINT) antara lain : a)

Kemampuan penyelidikan.

Kemampuan

penyelidikan

dilakukan oleh satuan intelijen pusat maupun daerah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia untuk mencari keterangan secara optimal oleh human ntelligence, open source Intelligence dan tehcnic intelligence secara terus menerus melalui kegiatan/operasi intelijen teritorial, intelijen tempur dan intelijen strategis (terbatas) secara terpadu b)

Kemampuan

pengamanan.

Kemampuan

pengamanan

diselenggarakan oleh seluruh aparat satuan intelijen pusat/daerah fokus pada pengamanan tubuh TNI AD antara lain: pengamanan personel,

pengamanan

materiil,

pengamanan

kegiatan,

berita/dokumen secara aktif, pasif dan deseftif untuk memberikan proteksi maksimal terhadap tindakan pihak lawan/musuh yang akan melaksanakan kegiatan spionase, sabotase dan penggalangan c)

Kemampuan penggalangan.

oleh

satuan

intelijen

Kemampuan

pusat/daerah

secara

penggalangan

terbatas

melalui

pendekatan soft dan smart power intelijen dan kegiatan teritorial terintegrasi didukung oleh peralatan intelijen yang canggih untuk menciptakan situasi kondusif (menguntungkan) melalui prosedur mengubah ESTOM pihak lain secara terbuka dan tertutup. d)

Kemampuan Administrasi intelijen. Kemampuan administrasi

intelijen satuan pusat/daerah menyusun hasil kegiatan fungsi intelijen melalui proses analisa secara komprehensif dengan cepat dan akurat dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan benar.

20

2)

Kemampuan Tempur. Pembinaan kemampuan tempur merupakan

reaktualisasi fungsi pertempuran agar memiliki totalitas aspek fungsi pertempuran sebagai bagian strategi penangkalan yang dijalankan oleh kekuatan, pertahanan matra darat, dengan menggunakan berbagai kemampuan, di antaranya: a)

Intelijen.

Intelijen menjalankan fungsi-fungsinya baik dalam

OMP maupun OMSP; b)

Manuver. Ditujukan pada terwujudnya kemampuan pergerakan

pasukan darat yang terintegrasi dengan tembakan dalam upaya merebut,

menduduki,

dan

menguasai

medan

tertentu

dalam

pertempuran, baik dalam OMP maupun OMSP; c)

Tembakan. Ditujukan pada terwujudnya kemampuan tembakan

di darat yang menggunakan daya tembak dengan tujuan dan metode tertentu agar dapat memengaruhi jalannya pertempuran baik, dalam OMP maupun OMSP; d)

Perlindungan. Ditujukan pada kemampuan perlindungan baik

aktif maupun pasif yang ditujukan pada kemungkinan peninjauan, penafsiran, penghancuran, perusakan, gangguan, dan hambatan fungsi-fungsi pertempuran lainnya; e)

Dukungan.

Kemampuan dukungan khususnya dalam

pertempuran dilaksanakan agar berdaya guna dan berhasil guna dengan tujuan tercapainya tugas pokok satuan; dan f)

Komando Pengendalian dan Informasi. Kodal dan informasi

sebagai kemampuan pengomandoan, pengendalian, pengolahan, dan penggunaan pengetahuan, ditujukan pada kemampuan kerja sama komandan dan staf dalam mengolah data, informasi, dan pengetahuan yang ditujukan pada kepentingan pencapaian tugas pokok, baik dalam OMP maupun OMSP.

3)

Kemampuan Dukungan. Kemampuan dukungan adalah berbagai

kemampuan yang akan mendukung sebelum, selama, dan sesudah penggunaan kekuatan TNI AD sebagai kekuatan pertahanan matra darat yang meliputi kemampuan Dukungan Diplomasi Militer, kemampuan Dukungan Penguasaan Teknologi dan Industri Militer,

kemampuan

21 Dukungan Manajemen dan kemampuan Komando Kendali Komunikasi Komputerisasi Informasi Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP).

4)

Kemapuan Pembinaan teritorial. Pembinaan kemampuan binter

merupakan strategi pemberdayaan wilayah pertahanan di darat, dengan fungsi utama binter TNI AD sebagai perwujudan perjuangan dan intropeksi pelaksanaan binter masa lalu.

c.

Gelar Kekuatan TNI AD. Gelar kekuatan TNI AD terdiri atas kekuatan

terpusat, kekuatan kewilayahan dan kekuatan pendukung, meliputi: 1)

Kekuatan Terpusat. a)

Kostrad. (1)

Di wilayah Provinsi Jabar, Banten dan DKI Jakarta

terdapat 1 Madivif, 1 Mabrigif Linud, 1 Mabrigif, 3 Yonif Linud, 2 Yonif Raider, 1 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikavtai, 1 Mamenarmed, 3 Yonarmed, 1 Yonarhanud, 1 Yonzipur, 1 Yonbekang, 1 Yonkes, 1 Denhub, 1 Denpal, 1 Satajen, 1 Denpom, 1 Yonintel dan 1 Denharrahlat (2)

Di wilayah Provinsi Jawa Tengah terdapat 1 Mabrigif,

2 Yonif Raider, 1 Yonif dan 1 Yonarmed (3)

Di wilayah Provinsi Jawa Timur terdapat 1 Madivif, 1

Mabrigif Linud, 1 Mabrigif, 3 Yonif Linud, 2 Yonif Raider, 1 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikavtai, 1 Mamenarmed, 2 Yonarmed, 1 Yonarhanud, 1 Yonzipur, 1 Yonbekang, 1 Yonkes, 1 Denhub, 1 Denpal, 1 Satajen dan 1 Denpom dan (4)

Di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 1

Mabrigif Linud dan 3 Yonif Linud. b)

Kopassus. Gelar Kopassus seluruhnya berada di Pulau Jawa.

Di wilayah DKI terdapat 1 Grup Sandha, 1 Sat 81/Gultor Satgultor, 3 Yon Sandha, 2 Yon Gultor, 1 Denban, di Jawa Barat terdapat 1 Grup Parako, 1 Pusdiklatpasus, 4 Yon Parako sedangkan Jawa Tengah terdapat 1 Grup Sandha, 3 Yon Sandha.

2)

Kekuatan Kewilayahan. a)

Kodam-I/Bukit Barisan tergelar di wilayah Provinsi Sumut,

22 Sumbar, Riau

dan Kepulauan Riau, terdiri atas 5 Makorem, 32

Makodim, 362 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider, 1 Yonif Diperkuat, 8 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikav, 1 Yonarmed, 2 Yonarhanudse, 1 Denarhanud, 1 Yonzipur, 1 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam b)

Kodam-II/Sriwijaya tergelar di wilayah Provinsi Jambi,

Sumsel, Bengkulu, Lampung dan Babel, terdiri atas 5 Makorem, 27 Makodim, 247

Koramil,

1 Yonif Raider, 4 Yonif, 1 Yonkav, 1

Yonarmed, 1 Raiarhanudri,

1

Yonzipur,

1

Deninteldam,

15

Balakdam dan 1 Rindam c)

Kodam-III/Siliwangi tergelar di wilayah Provinsi Banten dan

Jawa Barat, terdiri atas 4 Makorem, 23 Makodim, 366 Koramil, 1 Mabrigif, 1 Yonif Raider, 5 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikav, 2 Yonarmed, 1 Yonarhanudri, 1 Yonarhanudse, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam d)

Kodam-IV/Diponegoro tergelar di wilayah Provinsi Jateng,

terdiri atas 4 Makorem, 36 Makodim, 585 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider, 6 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikav, 1 Yonarmed, 1 Yonarhanudse, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam e)

Kodam-V/Brawijaya tergelar di wilayah Provinsi Jatim, terdiri

atas 4 Makorem, 33 Makodim, 588 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider, 4 Yonif, 1 Yonif Mekanis,1 Yonkav, 1 Kikav, 1 Yonarmed, 1 Yonarhanudse, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam f)

Kodam-VI/Mulawarman tergelar di wilayah Provinsi Kaltim,

Kalsel dan Kalut terdiri atas 2 Makorem, 24 Kodim, 178 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider, 1 Yonif Diperkuat, 4 Yonif, 1 Yonkav, 1 Yonarmed, 1 Denarhanud, 1 Yonzipur, 1 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam g)

Kodam-VII/Wirabuana tergelar di wilayah Provinsi Sulsel,

Sultra, Sulteng, Sulbar, Sulut dan Gorontalo terdiri atas 5 Makorem, 37 Makodim, 358 Koramil, 1 Brigif, 2 Yonif Raider, 1 Yonif Diperkuat, 2 Yonif, 1 Yonkav, 1 Kikav, 2 Yonarmed, 1 Yonarhanudse, 1 Yonzipur, 1 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam h)

Kodam-IX/Udayana tergelar di wilayah Provinsi Bali, NTT dan

NTB, terdiri atas 3 Makorem, 27 Makodim, 181 Koramil, 1 Brigif, 1

23 Yonif Raider, 1 Yonif Mekanis, 1 Yonif Diperkuat, 2 Yonif, 1 Kikav, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam i)

Kodam-XII/Tanjungpura tergelar di wilayah Provinsi Kalbar

dan Kalteng, terdiri atas 2 Makorem, 13 Kodim, 195 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider, 1 Yonif Diperkuat, 3 Yonif, 1 Denkav, 1 Yonarmed, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam j)

Kodam-XVI/Pattimura tergelar di wilayah Provinsi Maluku dan

Malut, terdiri atas 2 Makorem, 9 Makodim, 64 Koramil, 1 Yonif Raider, 3 Yonif Diperkuat, 1 Denkav, 1 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam k)

Kodam-XVII/Cendrawasih tergelar di wilayah Provinsi Papua

dan Papua Barat, terdiri atas 4 Makorem, 14 Makodim, 113 Koramil, 1 Brigif, 1 Yonif Raider diperkuat, 5 Yonif Diperkuat, 1 Denkav, 4 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam l)

Kodam Jaya tergelar di wilayah Provinsi DKI Jakarta serta

wilayah Provinsi Jabar dan Banten yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, terdiri atas 2 Makorem, 9 Makodim, 83 Koramil, 1 Mabrig, 3 Yonif Mekanis, 2 Yonkav, 1 Yonarmed, 1 Menarhanud, 2 Yonarhanudse, 1 Denarhanud, 1 Denzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam dan m)

Kodam Iskandar Muda tergelar di wilayah Provinsi NAD, terdiri

atas 2 Makorem, 16 Makodim, 202 Koramil, 1 Yonif Raider, 1 Yonif Raider Diperkuat, 4 Yonif Diperkuat, 1 Yonkav, 1 Yonarmed, 1 Denarhanud, 1 Yonzipur, 1 Deninteldam, 15 Balakdam dan 1 Rindam.

3)

Kekuatan Pendukung. (1)

Di wilayah Provinsi DKI Jakarta tergelar satuan Balakpus yang

meliputi 1 Pusterad, 1 Puspomad, 1 Pusintelad, 1 Puspenerbad, 1 Ditziad, 1 Dithubad, 1 Ditpalad, 1 Ditbekangad, 1 Ditkesad, 1 Dittopad, 1 Ditkuad, 1 Ditkumad, 1 Dispenad, 1 Disbintalad, 1 Dislitbangad, 1 Disinfolahtad, 1 Menzikon, 3 Yonzikon, 1 Yonhub, 3 Yonbekang, 1 Yonpom, 1 Kizijihandak, 1 Kizinubika serta Pusdikkes dan Pusdikkum (2)

Di wilayah Provinsi Jabar dan Banten tergelar satuan

Balakpus yang meliputi 1 Makodiklat TNI AD, 1 Pussenif, 1

24 Pussenkav, 1 Pussenarmed, 1 Pussenarhanud, 1 Ditajenad, 1 Dispsiad, 1 Disjasad, 1 Disjarahad, 1 Skadron Penerbad, 1 Seskoad, 1 Secapaad, 1 Pusdikif, 1 Pusdikkav, 1 Pusdikarmed, 1 Pusdikzi, 1 Pusdikhub, 1 Pusdikpal, 1 Pusdikpom, 1 Pusdikbekang, 1 Pusdikku, 1 Pusdiktop, 1 Pusdikajen, 1 Pusdikintel, 1 Pusdikjas, 1 Pusdikkowad, 1 Pusdikpengmilum, 1 Pusdikter, 1 Pussimpur dan 1 Denkavkud (3)

Di wilayah Provinsi Jateng tergelar satuan Balakpus yang

meliputi

Akmil,

2

Skadron

Penerbad,

1

Lanudad

dan

Pusdikpenerbad (4)

Di wilayah Provinsi Jatim tergelar satuan Balakpus yang

meliputi Pusdikarhanud dan Lemjiantek dan (5)

Di wilayah Provinsi Sumsel dan Lampung tergelar satuan

Balakpus yang meliputi Puslatpur, 1 Yonzikon, 1 Skadron Penerbad dan 1 Lanudad.

11.

Konsep Pola Pengamanan TNI AD dalam rangka menghadapi Pemilu 2019.

Kondisi sosial masyarakat Indonesia secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain euforia reformasi, pemahaman demokrasi yang keliru dari masyarakat, euforia otonomi daerah, heterogenitas masyarakat Indonesia dalam suku, agama, ras, antar golongan di berbagai daerah. Apabila hal ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi sumber konflik horizontal maupun vertikal dan tidak jarang berujung pada aksi anarkis yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan dan roda perekonomian di daerah. Mencermati kondisi wilayah Indonesia secara umum terdapat beberapa permasalahan yang pada eskalasi dan kondisi tertentu dapat mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan stabilitas nasional. Permasalahan dimaksud antara lain menyangkut penanganan terhadap aksi pemogokan dan konflik komunal, termasuk kerusuhan sebagai dampak Pemilu 2019. Pada kondisi biasa penanganan isu-isu tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan instrumen reguler baik yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun unsur pemerintahan di daerah. TNI AD sebagai bagian dari sistem pengamanan pemilu dalam tugas perbantuan kepada Polri, sering menerima opini yang berlawanan dari lingkungan social karena peranannya yang tidak sesuai pada tugas pertahanan negara. Namun kebutuhan adanya satuan TNI AD sebagai unsur perbantuan Polri dalam hadapi ancaman ekses menjadi tinggi karena indikasi adanya konflik yang cukup tinggi memberatkan pelaksanaan tugas Polri.

25 Sehingga berikut kondisi pola pengamanan TNI AD dalam rangka menghadapi Pemilu 2019.

a.

Pola Pengamanan TNI dalam tugas perbantuan kepada Polri. Sejalan

dengan dinamika reformasi tersebut, berbagai pemikiran yang berkembang terkait dengan penataan institusi Polri dan TNI bermuara pada amandemen kedua UUD 1945 yang memisahkan kelembagaan, tugas, fungsi dan peranan masing-masing dan dijabarkan dalam UU No. 2/2002 tentang Polri, UU No. 3/2002 tentang pertahanan dan UU No. 34/2004 tentang TNI. Walaupun telah diadakan penataan melalui UU, bukan berarti permasalahan di bidang Pertahanan dan Keamanan telah selesai, karena masih menyisakan masalah-masalah yang berkaitan dengan perbantuan TNI di bidang keamanan dan perbantuan Polri dalam keadaan darurat militer dan perang. Dalam menghadapi Pengamanan Kegiatan Pemerintah dari masyarakat, penenggung jawab adalah Polri dan atas permintaan dibantu oleh TNI seperti: Pemilu, Pilkada, Pam Lebaran, Natal dan Tahun Baru, dan lain lain. Dalam pemilu 2019 TNI khususnya TNI AD akan bekerja sama dengan Polri dalam menjalankan pengamanan Pemilu 2019 sesuai dengan Undang-undang, seperti yang telah disampaikan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. yang diwakili Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI Tatang Sulaiman, dalam pembekalannya kepada 364 peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengamanan Pemilu (Pam Pemilu) Tahun 2019 Dalam Rangka Mewujudkan Keamanan Dalam Negeri, bertempat di Auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jl. Tirtayasa Raya No. 6 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2018) bahwa netralitas TNI-Polri dalam menghadapi Pemilu tahun 2019 adalah salah satu kunci yang akan menentukan keberhasilan Pemilu, khususnya di bidang pengamanan. Untuk itu, TNIPolri harus mampu menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun dan mewujudkan sinergitas TNI-Polri, agar dalam pelaksanaan tugas pengamanan dapat dicapai kesuksesan, sehingga keamanan dan keutuhan NKRI dapat terjaga. Ditegaskan Panglima TNI, selama pelaksanaan Pemilu 2019, TNI-Polri harus tetap mewujudkan

terpeliharanya

Kamtibmas,

mencegah

terjadinya

anarkisme,

kerusuhan sosial, baik vertikal maupun horisontal, dan mencegah terjadinya kerawanan lanjutan yang berpotensi mengancam eksistensi negara. Panglima TNI juga menyampaikan bahwa untuk mengantisipasi pengamanan Pemilu 2019, TNI akan mengerahkan personel sampai dengan dua pertiga dari kekuatan Polri yang terlibat operasi, dan kekuatan itu akan digelar di wilayah-wilayah yang memang

26 dianggap rawan.

Dalam pelaksanaan pentahapan Pemilu 2019, TNI selalu

berkoordinasi dengan Polri tentang rencana pengamanan sesuai dengan pentahapan, dimulai dari tahap pendaftaran dan penetapan calon, masa kampanye, distribusi logistik, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, serta pengamanan objek vital, termasuk pengamanan pejabat penyelenggara Pemilu sampai dengan pelantikan anggota DPR, DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden. aat ini TNI-Polri sudah melakukan latihan-latihan parsial bersama tentang prosedur pengamanan bersama di setiap wilayah, dengan melakukan koordinasi antara Polda dan Kodam.

b.

Kedudukan TNI dalam tugas perbantuan kepada Polri sesuai Regulasi.

Merujuk kepada produk hukum sebagai implementasi UUD 1945 amandemen kedua bab XII adalah terdapat 2 produk hukum yang saling menguatkan pertama adalah tentang Polri seperti diatur dalam UU RI no 2 tahun 2002 dan UU RI No 34 tahun 2004 tentang TNI. Sebagai sebuah pointer adalah pada pasal 7 UU No 34 tahun 2004 khususnya pada nomer ke 10 yang menyebutkan tentang tugas TNI dalam membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang. Tugas perbantuan TNI kepada Polri sebagaimana diatur dalam pasal 7 tersebut membutuhkan aturan penjelas/pendukung seperti undang-undang atau aturan lain. Konsep pengamanan Pemilu yang dilakukan oleh TNI AD akan berpijak pada Undang-undang tersebut, dimana pengerahan kekuatan TNI AD disesuaikan dengan permintaan Polri serta eskalasi ancaman. Sesuai prinsip pemberian bantuan, yaitu : 1)

Situasional. Yaitu berdasarkan pertimbangan perkembangan situasi

keamanan yang mengharuskan jajaran Polri untuk meminta bantuan perkuatan TNI AD, dalam keadaan tertib sipil atau darurat sipil, 2)

Percepatan. Yaitu untuk mempercepat penanggulangan, pemulihan

atau mengisolasi situasi gangguan keamanan agar tidak meluas ke wilayah lain dan atau membahayakan stabilitas nasional, 3)

Keterbatasan. Yaitu faktor geografi dan keterbatasan peralatan yang

tidak memungkinkan aparat kepolisian untuk bertindak secara profesional dan tidak proposional sehingga membutuhkan dukungan unsur TNI untuk mengatasi gangguan Kamtibmas. Seperti dijelaskan oleh Asisten Operasi Panglima TNI Mayjen L Pusung bahwa TNI sudah memiliki standard operating procedure (SOP) untuk membantu Kepolisian dalam mengamankan Pilkada. Dengan demikian posisi tugas sesuai

27 dengan UU perbantuan TNI, keberadaan TNI AD bersifat siap operasional sesuai perkembangan situasi di lapangan.

c.

Pola pengamanan TNI sesuai kenyataan di lapangan. Dalam Undang-

Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga, yaitu ; pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pada pelaksanaan tugas OMSP berdasarkan undang-undang tersebut harus melalui kebijakan dan keputusan politik negara. Namun dihadapkan pada kondisi nyata dan perkembangan situasi di lapangan khususnya menghadapi pemilu tahun 2019 para pimpinan kedua institusi telah membuat kesepakatan untuk menjaga kedaulatan negara melalui Harkamtibmas. Berdasarkan pada undang-undang yang mengatur masing-masing institusi dan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas masing-masing, Polri akan tetap berpedoman pada keharusan untuk membedakan sumber ancaman (eksternal dan internal) yang memberi kewenangan pada Polri untuk memutuskan apakah akan meminta bantuan kepada TNI atau tidak. Sementara itu Kemenhan dan TNI pada umumnya menggunakan istilah tingkatan eskalasi (aman, rawan, gawat) atau keadaan (tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang) sebagai kriteria utama sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Meski begitu pemberian bantuan kekuatan TNI selama ini dilakukan sesuai mekanisme "bawah kendali operasi" (BKO), istilah untuk pengerahan personel TNI dalam tugas sipil, sudah berjalan dengan baik. Sebagai kekuatan yang memiliki satuan intelijen, wilayah-wilayah yang rawan konflik sudah diantisipasi. Bahkan TNI siap mengerahkan alutsista seperti kapal perang, helikopter dan lainnya. TNI siap BKO prajurit berapapun yang diminta.

d.

Pola penanganan konflik berdasarkan regulasi Polri. Merujuk kepada

Perkap No. 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan Kepolisian secara tegas digariskan bahwa penggunaan kekuatan haruslah bersifat sangat limitative. Upaya–upaya yang sifatnya humanis haruslah dikedepankan dan dioptimalkan, dimulai dari tindakan yang sifatnya pre emptive dan preventif. berupa kehadiran petugas, pemberian himbauan/somasi, penggunaan teknik mendorong tangan kosong secara lunak, tangan kosong lebih keras sampai pada fase terakhir

28 adalah dengan menggunakan kekuatan keras maksimal kepada peralatan yang tidak mematikan atau non lethal weapon seperti gas air mata, semprotan cabe, semburan meriam air / water canon. Tahapan-tahapan yang dilakukan ini merupakan bagian dari prosedur penggunaan kekuatan polri sebagai kumulasi dari pengedalian massa (dalmas awal, dalmas lanjut Sabhara Polri sampai PHH Brimob). Dalam situasi anarkhis yang timbul dimana terjadi aksi penjarahan, pembunuhan, pembakaran dan tindakan melawan hukum lainnya dimana secara nyata-nyata terdapat ancaman terhadap keselamatan jiwa raga dan harta benda masyarakat serta petugas maka Kasatwil dapat menugaskan unit anti anarkhis Brimob. Konteks pelibatan unit anti anarkhis Brimob adalah semata-mata demi upaya penegakkan hukum diluar penindakan huru hara dalam penanganan unjuk rasa, walaupun demikian unit anti anarkhis tetap diwajibkan mematuhi prosedur penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seperti adanya pertimbangan profesionalisme, penggunaan kekuatan secara proporsional, tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan / akuntabel, dilakukan secara transparan dan masyarakat berhak menguji secara hukum, mengedepankan aspek humanis, serta bersih dari adanya rekayasa.

e.

Kondisi nyata ancaman lain di lapangan yang berpengaruh pada

pengamanan Pemilu 2019. Menjelang pelaksanaan Pemilu serentak 2019, terjadi aksi terorisme di wilayah Sumatera Utara, tepatnya di Sibolga pada 12 Maret 2019. Terduga teroris adalah Husain alias Abu Hamzah yang berafiliasi dengan kelompok teror kurang lebih selama enam tahun. Penangkapan terduga teroris tersebut merupakan pengembangan dari tertangkapnya seorang terduga teroris di Lampung10. Tidak berapa lama, terjadi aksi terorisme juga di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru. Aksi teror tersebut menewaskan lebih dari 40 orang dan aksi tersebut dilakukan secara terbuka dan sangat keji. Walaupun terjadi di luar negeri, hal tersebut menunjukan ancaman yang nyata dari aksi teror yang bisa terjadi kapan saja bahkan dapat memicu sel-sel terorisme yang ada di Indonesia untuk ikut bangkit dan bahkan melakukan upaya balas dendam baik mengatasnamakan keluarga korban yang tewas atau mengatasnamakan agama. Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto memerintahkan satuan-satuan tempur TNI untuk mengembangkan kemampuan

10

Ngasiman Djoyonegoro, Benarkah Aksi Terorisme untuk mengaburkan Pemilu 2019, NU 2019 diakses melalui www.nu.or.id/post/read/103670/benarkah-aksi-terorisme-untuk-mengaburkan-pemilu-2019, diakses pada tanggal 18 Mar 219

29 perang kota untuk mengantisipasi ancaman terorisme menjelang pelaksanaan Pemilu serentak 2019. Strategi perang kota diperlukan mengingat ancaman terorisme saat ini telah memasuki skala menengah. Pernyataan Panglima TNI tersebut telah disampaikan langsung ke berbagai kesatuan TNI, seperti Korps Pasukan Khusus (Kopassus), Korps Marinir, hingga Komando Cadangan Strategis (Kostrad). Taktik perang kota berbeda dengan pertempuran di hutan sehingga memerlukan persiapan dan perlengkapan khusus. Motivasi pelaku terorisme di seluruh wilayah adalah sama. Yaitu mendirikan negara Islam dan menentang keberadaan demokrasi. Untuk itu, pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019 nanti, dapat dijadikan sebagai pesta “jihad” bagi para anggota kelompok teror. Untuk itu, antisipasi aparat keamanan harus terus ditingkatkan mengingat tingkat antisipasi mereka (kelompok terror) terhadap aparat semakin tinggi. Sinergi antar instansi pemerintah harus solid untuk bersama-sama memberantas terorisme11.

12.

Sistem Komando dan Pengendalian dalam menghadapi situasi yang

berkembang selama tahapan Pemilu 2019. a.

Relevansi Tugas Perbantuan TNI dihadapkan pada Kodal. Pada bagian

kelima pasal 33 UU Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial disebutkan mengenai Bantuan Penggunaan dan Pengerahan Kekuatan TNI kepada pemerintah yang meminta dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pada pasal selanjutnya diterangkan bahwa Pelaksanaan bantuan penggunaan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dikoordinasikan oleh Polri. Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan penggunaan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1960 tentang Permintaan dan Pelaksanaan Bantuan Militer, merupakan dasar dalam permintaan bantuan kepada TNI guna mengatasi suatu masalah yang timbul di daerah. Kepala Daerah sebagai pemegang otoritas politik di daerah hingga saat ini kurang memanfaatkan keberadaan TNI yang memiliki tugas untuk membantu pemerintahan di daerah. Agar dapat dilibatkan dalam mengatasi permasalahan di wilayahnya, pemerintahan di daerah harus mempunyai kemampuan untuk menilai situasi dan kondisi daerah yang membutuhkan peran dan keterlibatan TNI, agar tepat sasaran, tepat guna dan sesuai

11

Ngasiman Djoyonegoro, Pengamat Intelejen. Artikel “Benarkah Aksi Terorisme untuk Mengaburkan Pemilu 2019?”, diakses pada Sabtu tgl 16 Maret 2019.

30 peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berkait pada status perbantuan TNI tersebut. Terkait dengan pesta demokrasi tahun 2019 ini pengetahuan dan kemampuan masing-masing pemerintah daerah diuji kembali untuk peka terhadap permasalahan pemilu yang berkembang di masyarakat. TNI senantiasa siap membantu Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kepolisian dalam penanganan kerusuhan atau kekerasan yang terjadi di wilayah Indonesia, termasuk potensi kerusuhan dan kekerasan akibat Pemilu. Berdasarkan UU penanganan konflik social/Bantuan Militer ini juga pola pengamanan pemilu yang dilakukan oleh TNI AD masih siap operasional.

b.

Susunan Organisai dan perlengkapan dalam pelaksanaan tugas.

Peranan TNI dalam penanganan permasalahan Konflik Pilkada 2019 ini sangat penting, mengingat sistem organisasi yang dimiliki TNI terstruktur dengan baik, namun masyarakat masih menilai TNI lamban dalam bergerak. Sebenarnya yang terjadi adalah TNI sebagai alat negara dalam setiap melaksanakan tugasnya harus melalui prosedur yang berlaku. Hal ini tentu saja berbeda dengan elemen masyarakat umum yang spontanitas dapat langsung turun ke lapangan sesaat setelah Konflik Sosial terjadi. TNI adalah salah satu contoh penanganan secara formal, sedangkan Ormas, LSM, Parpol dan masyarakat umum adalah contoh penanganan konflik secara spontan. Namun demikian, memang dirasakan masih perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan kesiapan TNI dalam penanganan dan upaya yg lebih optimal dalam konflik pilkada khususnya aspek organisasi, personel dan materiil sehingga semakin mendekatkan diri dan menciptakan citra yang positif terhadap setiap masyarakat Indonesia.

c.

Mekanisme Hubungan Kerja sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi. Dari

hasil rapat Koordinasi Kapolri dan TNI terdapat ketentuan pelibatan yang terdiri atas kekuatan Polri, TNI dan Linmas dari pemerintah. Jumlah kekuatan Polri yang terdiri atas kekuatan Mabes Polri dan Polda jajarannya berkekuatan 271.880 personel. Bertugas tersebar di seluruh TPS dan lokasi perhitungan suara baik terpusat dan tersebar di daerah. Kemudian kekuatan TNI yang terlibat disesuaikan dengan situasi kerawanan wilayah. Satgas perbantuan TNI maksimal berjumlah 2/3 dari kekuatan Polri berstatus BKO/Bawah Kendali Operasi. Batasan tindakan dari TNI hanya sebatas tindakan polisionil. Dengan Komando pengendalian dipegang oleh pimpinan Polri. Adapun satgas pelibatan TNI dalam pengamanan Obvit, mengawal logistik Pemilu, Pengamanan Unjuk Rasa dan tugas tambahan lain sesuai dengan

31 perkembangan situasi di wilayah. Kemudian pihak ketiga adalah Linmas dari pemerintahan daerah. Perkuatan LInmas diselaraskan dengan jumlah TPS dari KPU. Komposisi pengerahan Linmas 2 orang per TPS. Penunjukkan Linmas di bawah komando Kemendagri. LInmas yang ditunjuk melaksanakan tugas sebagai Pengamanan dan Pengendalian di lingkungan TPS.

d.

Pengalaman di lapangan pada saat pengamanan Pilkada. TNI-Polri sama-

sama memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kedua institusi ini akan sering dipertemukan di lapangan yang menuntut interoperabilitas demi optimalnya pelaksanaan tugas tersebut. Interoperabilitas TNI-Polri tersebut harus dapat secara nyata diimplementasikan dengan baik khususnya dalam agenda terdekat yang sangat penting bagi negara ini yaitu Pemilu 2019. Dalam mengimplementasikan interoperabilitas, kedua institusi ini masih dihadapkan pada beberapa persoalan yang merupakan kondisi faktual yaitu bentuk koordinasi antara TNI-Polri di lapangan yang masih kurang optimal dan masih berkembangnya ego sektoral di kalangan anggota TNI-Polri.

1)

Koordinasi TNI-Polri dalam pelaksanaan pengamanan Pilkada

dinilai belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan seperti terjadinya pembakaran kantor KPU dan Panwaslu di Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua, pada tanggal 18 April 2018. Peristiwa tersebut dipicu karena ada kekecewaan pendukung salah satu Paslon yang dieliminasi. Pada saat itu jumlah anggota Polri tidak dapat mengatasi konflik tersebut sedangkan di wilayah tersebut ada institusi TNI yang belum dilibatkan dalam pengamanan.12 Fakta lain, masih sering ditemukan keterlambatan penanganan potensi konflik yang berakibat pada timbulnya konflik tersebut di permukaan. Ekskalasi akan semakin meningkat ketika penanganan dilapangan oleh TNI-Polri kurang koordinatif. Berdasarkan beberapa fakta tersebut menandakan kurang optimalnya koordinasi TNI-Polri di lapangan. Dalam penanganan suatu konflik diperlukan koordinasi yang ketat antara dua institusi tersebut. Tanpa adanya suatu koordinasi yang baik maka berbagai dampak negatif sangat dimungkinkan

12

Tim Viva, Kantor KPU dan Panwas Membramo Tengah dibakar massa, Viva.co.id, 2018, diakses melalui https://www.viva.co.id/berita/nasional/1027949-kantor-kpu-dan-panwas-memberamo-tengah-dibakarmassa. pada 20 Maret 2019.

32 dapat timbul. Kondisi aktual yang ada menunjukkan bahwa pola koordinasi TNI-Polri di lapangan perlu dilakukan optimalisasi.

2)

Ego sektoral menjadi penyebab dalam pengendalian pengamanan

Pemilu. Dalam pelaksanaan kegiatan dan koordinasi antara personel TNIPolri masih ditemui adanya sikap yang lebih mengedepankan ego sektoral yang cukup tinggi sehingga menjadi salah satu hambatan terciptanya sinergi dan soliditas personel TNI-Polri di lapangan, khususnya dalam pelaksanaan pengamanan tahapan Pemilu. Hal ini telah menjadi perhatian utama dari para petinggi TNI-Polri untuk segera dicarikan solusi terbaik. Dalam menjaga keamanan daerah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta

semua

pihak,

khususnya

TNI

dan

Polri

untuk

mengesampingkan ego sektoral. TNI-Polri harus bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah saat mengamankan pilkada di daerahnya masing-masing. "Agar penyelenggaraan Kambtibmas bisa berjalan sinergi, tidak memiliki ego sektoral yang kuat. TNI harus mengkomunikasikan antara pemerintah daerah dengan polisi sehingga terjadi risiko politik tidak akan ada.13 Hal senada juga disampaikan oleh Nasrullah, Komisioner Hubungan Antar Masyarakat dan Lembaga Bawaslu, yang menyatakan bahwa Aparat memiliki paradigma berbeda sehingga Sentra Gakkumdu tidak berjalan efektif dalam penegakan aturan Pemilu. Mereka memiliki cara pandang berbeda sehingga tidak akan ketemu. Adanya ego sektoral dalam Sentra Gakkumdu14 Berdasarkan pernyataan di atas, maka ego sektoral antara personel TNI-Polri harus dieliminir karena merupakan suatu hambatan dalam membangun sinergi dan soliditas dalam pelaksanaan pengamanan tahapan pemilu. Dihadapkan dengan pelaksanaan pengamanan tahapan Pemilu 2019, maka perlu segera diambil langkah-langkah untuk meminimalisir ego sektoral antara personel TNI-Polri tersebut sehingga pelaksanaan pengamanan tahapan Pemilu 2019 oleh TNI-Polri dapat berjalan dengan baik, aman dan lancar.

13

14

Ilham Safutra, Perintah Moeldoko untuk TNI/Polri selama Pilkada serentak 2018, Jawa Pos.com, 2018 diakses melalui https://www.jawapos.com/pemilihan/21/02/2018/perintah-moeldoko-untuk-tnipolriselama-pilkada-serentak-2018. pada 21 Maret 2019. Rochmanudin, Bawaslu : penegakkan aturan Pemilu lemah karena ego sektoral, Liputan 6, 2014 diakses melalui https://www.liputan6.com/news/read/2140645/bawaslu-penegakan-aturan-pemilu-lemah-karenaego-sektoral pada 21 Maret 2019.

33

e.

Potensi Kerawanan. Harus dicermati terkait risiko yang potensi muncul

dalam pada tahapan kampanye yaitu terkait protes parpol kepada KPU, kemungkinan terjadinya bentrok atau kerusuhan massa. Perusakan pembakaran alat peraga. Kampanye yang bersifat ujaran kebencian, SARA, hingga merusak persatuan dan kesatuan. Di masa tenang, risiko politik uang ataukampanye hitam, sabotase, ancaman penculikan, boikot pilkada dan kampanye golput. Saat pemungutan suara, risiko yang harus diantisipasi adalah politik uang dan sembako menjelang pencoblosan. Proses pemungutan yang diikuti dengan keributan atau kerusuhan

di

tempat

pemungutan

suara.

Ancaman

terorisme,

sabotase,

pengrusakan dan pembakaran. Pada tahap penghitungan dan rekap, protes dan kerusuhan, manipulasi, dan penggelembungan hasil, mengulur-ulur waktu penghitungan suara. Hingga pada penetapan hasil juga berpotensi menyebabkan sengketa hasil pemilu. Satu upaya penting dalam menyelenggarakan pemilu agar berjalan aman dan lancar. Dalam menyukseskan pelaksanaan Pemilu 2019 tersebut dibutuhkan

peran

semua

komponen

bangsa

khususnya

dalam

rangka

mengantisipasi kerawanan atau potensi gangguan keamanan dan ketertiban umum yang kemungkinan akan timbul. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah persiapan dan koordinasi yang intensif antara aparat Komando Kewilayahan dengan pihak Pemerintah Daerah, Kepolisian serta pihak-pihak terkait lainnya sebagai antisipasi terhadap berbagai kemungkinan ancaman yang akan menggagalkan penyelenggaraan Pemilu TA 2019.

BAB IV ANALISA

13.

Umum. Dari data dan fakta yang ada, sebagai satuan yang menjalankan tugas

OMSP perbantuannya kepada Polri, pada dasarnya TNI AD telah mendapatkan beberapa ketentuan dan aturan perundangan serta hal lain yang mendukung pelaksanaan tugas pengamanannya. Baik berasal dari eksternal melalui peran pemerintah maupun dari internal institusi TNI AD dalam mempersiapkan dukungan pelaksanaan tugas tersebut. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, hal tersebut masih sering ditemukan kendala, karena dari penyiapan instansi TNI AD sebagai armada pertahanan negara dilibatkan dalam fungsi pengamanan dihadapkan pada pelaksanaan Pemilu 2019. Adanya hal tersebut perlu adanya analisa dan kajian lebih dalam yang mampu mengantar

34 penyempurnaan sistem dan metode dari satuan TNI AD dalam membantu melaksanaan fungsi pengamanan Pemilu 2019.

14.

Kesiapan satuan jajaran TNI AD yang ideal/standar/sesuai ketentuan dalam

menghadapi Pemilu 2019 dalam menghadapi ancaman akibat Pemilu 2019. Setelah mengetahui kondisi nyata kesiapan satuan jajaran TNI AD pada Bab sebelumnya, maka selanjutnya adalah menganalisa lebih dalam tentang kesiapan satuan jajaran TNI AD dihadapkan dalam pelaksanaan tugas perbantuan Polri khusus pada pengamanan Pemilu 2019. Dalam mengkajinya tentunya perlu dibahas kesiapan satuan dengan melihat kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan satuan TNI AD tersebut.

a.

Kekuatan. 1)

Organisasi. a)

Kekuatan Terpusat (1)

Kostrad. Pembangunan Kostrad yang diarahkan pada

pengembangan organisasi dari 2 Divisi Infanteri menjadi 3 Divisi Infanteri yang dihadapkan untuk mengatasi empat trouble spot di seluruh wilayah NKRI secara bersamaan dalam kapasitasnya sebagai unsur darat Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (Striking Force) dan sekaligus sebagai Pasukan Siaga (Standby Force). Namun dihadapkan dengan penanganan konflik imbas Pemliu 2019, peran Satuan jajaran kostrad tentunya harus mampu menjadi unsur

back up

dari satuan

jajaran

komando

kewilayahan. Perlu adanya menanisme hubungan kerja yang optimal dalam proses back up satuan jajaran kostrad tersebut. (2)

Kopassus. Kemampuan Sandi Yudha Kopassus dapat

digunakan untuk melaksanakan Operasi Psikologi di Wilayah Strategis Terpilih terutama diwilayah Konflik seperti Papua dan Poso. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan Stabilitas Keamanan di Wilayah Papua dan Poso Selain Itu Sat-81 Gultor dapat distandby kan untuk mengantisipasi terjadinya aksi Teror yang

dilakukan

Pok

teroris

Indonesia

yang

mencoba

mengacaukan Pelaksanaan Pemilu 2019. Satuan Parako kopassus

disiapkan

untuk

menghadapi

apabila

terjadi

Penculikan saat pelaksanaan Sebelum, selama dan sesudah

35 Pemilu

2019

dengan

menggunakan

Kemampuan

Raid

Penculikan yang dimiliki Satuan Parako Kopassus.

b)

Kekuatan Kewilayahan. Dalam menghadapi

Pemilu 2019,

Langkah TNI AD membentuk 2 Komando Daerah Militer (Kodam) baru.yaitu Kodam XIII/Merdeka di Sulawesi Utara dan Kodam XVIII/Kasuari di Papua Barat dapat meningkatkan terhadap terhadap kemungkinan ancaman sesudah Pemilu 2019

daya

tangkal

Sebelum, selama dan

diwilayah Merauke dan Manado. Dimana

diwilayah merauke sendiri merupakan salah satu wilayah Konflik sehingga memungkinkan terjadinya gangguan Keamanan saat Pelaksanaan Pemilu. Pada satuan setingkat Korem

yang sudah

mampu melaksanakan operasi berdiri sendiri, saat ini satuan setingkat Korem hanya dilengkapi satuan tim intel yang memiliki kemampuan intel dasar, sehingga informasi yang diberikan kepada komandan Korem selalu data awal yang belum dianalisa. Seyogyanya satuan tingkat Korem telah memiliki personel perwira

yang

mempunyai

pengetahuan intelijen lanjutan. Dihadapkan dengan perkembangan Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019

yang semakin dinamis

dan agresif maka Babinsa yang mempunyai wilayah tanggung jawab sangat luas perlu dipertimbangkan dan ditata kembali, khususnya Babinsa

yang semula mempunyai tanggung jawab lebih dari 1 desa

bahkan ada yang sampai 3 desa perlu diadakan reorganisasi. Seyogyanya 1 Babinsa cukup menguasai 1 desa dengan tugas dan tanggung jawab sebagai informan, pembina desa dan sebagai Bapul.

c)

Kekuatan Pendukung. Kekuatan ini terdiri dari Kodiklat TNI-AD

dan Balakpus dapat disiagakan untuk membantu Kekuatan di Wilayah jika membutuhkan bantuan Perkuatan.

2)

Personel. Secara umum personel satuan tempur, satuan bantuan

tempur dan satuan bantuan administrasi serta satuan teritorial yang ada di jajaran TNI AD saat ini telah mencapai rata-rata 90 % dengan kualitas mempunyai kemampuan

untuk

menghadapi ATHG yang dapat terjadi

selama Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019

Mengingat kebijakan

tentang personel tidak ada perubahan dari jumlah yang

ada secara

36 keseluruhan di jajaran TNI AD maka untuk memenuhi kebutuhan MEF (minimum essential force) perlu adanya strategi pemenuhan personel Satpur dan Satbanpur agar mencapai 100% TOP/DSPP, sedangkan untuk Satbanmin dilakukan kebijakan padat teknologi. Personel yang ideal adalah kualitas dan kuantitas personel yang memiliki jumlah yang cukup dengan luas wilayah dan jumlah masyarakat Indonesia secara umum dimana saat ini jumlah TNI-AD masih tergolong sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah masyarakat dan luas wilayah, kemudian kualitas yaitu kemampuan personel yang dapat melaksanakan tugas ppengamana pemilu secara professional. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan personel di satuan jajaran TNI AD khususnya untuk memelihara kesiapan operasional dalam menghadapi Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 perlu diikuti dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan prajurit sesuai bidang.

3)

Materiil. Materiil yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengamanan

pemilu sesuai dengan karakteristik wilayah yang berdasarkan indeks kerawanan daerah. a)

Peran partai politik yang sangat kuat dalam lembaga eksekutif,

legislatif dan yudikatif berdampak pada efektifitas pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Perbedaan latar belakang politik dalam kehidupan pemerintahan yang berujung kepada upaya untuk menjatuhkan lawan politik satu sama lain akan berakibat pada instabilitas politik nasional. Pesta demokrasi pada ajang Pilkada maupun Pemilu berpotensi menimbulkan konflik antar konstituen pendukung. Sebagai negara yang demokratis, dinamika politik nasional masih akan terus mewarnai tata kelola pemerintahan baik di tingkat

Pusat,

Provinsi

maupun

Kabupaten/Kota.

Beberapa

kemungkinan yang dapat terjadi dalam pesta politik diantaranya money politik, black mail, black campaign dan penyebaran berita-berita hoax yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. b)

Pada umumnya satuan-satuan jajaran TNI AD sudah

dilengkapi dengan materiil sesuai dengan TOP/DSPP, namun materiil tersebut rata-rata sudah melampaui batas usia pakai. Dihadapkan pada Ancaman Konflik Sosial, Black Campaign dan Penyebaran Berita Hoax yang mungkin timbul Pemilu 2019. kekurangan akan materiil satuan semakin menjadi masalah yang urgen untuk diatasi, terutama

37 kebutuhan akan materiil khusus pada satuan intelijen dan satuan kewilayahan.

Satuan intelijen dan satuan kewilayahan idealnya

dilengkapi dengan matsus Intel berbasis Internet agar dapat mengcounter penyebaran Hoax di Kalangan Masyarakat. c)

Pada satuan intelijen, alat peralatan terutama material khusus

(matsus)

dan

alat

komunikasi

khusus (alkomsus)

merupakan

perlengkapan utama aparat intelijen didalam melaksanakan tugastugasnya. Matsus dan alkomsus yang dimiliki satuan intelijen satuan Kowil saat ini merupakan hasil pengadaan tahun 1990 yang kondisinya sudah ketinggalan teknologi. Apalagi bila dioperasionalkan sering mengalami kerusakan dan bahkan tidak dapan digunakan lagi. Matsus dan alkomsus tersebut masih

belum

memadai

bila

dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang semakin modern dan ancaman Peredaran Berita Hoax. (1)

Alat penyadap yang dapat menangkap pemancar radio

dan alat jeming. (2)

Alat perekam gambar (visual optik) seperti kamera

digital misi yang dapat digunakan untuk merekam secara tersembunyi. (3)

Alat komunikasi yang diantaranya peralatan GSM

Intercept dapat digunakan sebagai Sarana Netralisir Peredaran Berita Hoax. (4)

Sarana komputer dan internet untuk dapat mengakses

informasi baik dari dalam maupun luar negeri secara cepat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan informasi tambahan. (5)

Alkomsus berbasis satelit yang dapat mendukung

terselenggaranya komunikasi diseluruh wilayah Indonesia. (6)

Kendaraan (mobil dan motor) guna mempercepat

mobilitas pasukan. (7)

Alat komunikasi khusus yang dapat digunakan antar

personel yang melaksanakan Pengamanan Pemilu.

d)

Pada satuan pengamanan terhadap bahaya serangan Nubika

saat ini masih terbatas pada satuan kompi Nubika yang berada di Ditziad, berada di wilayah agar dapat menjangkau wilayah yang jauh dari jangkauan satuan Kompi Nubika yang berada di pusat.

38

4)

Peranti Lunak. Sistem dan metoda yang memberikan perlindungan

hukum pada pelaksanaan operasi perbantuan kepada Pemda dan Polri dalam rangka Pengamanan Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 perlu dipertajam dan diatur secara jelas. Peraturan pelaksanaan pelibatan TNI AD dalam menghadapi Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 haruslah diperjelas, apakah memerlukan keputusan politik ataukah cukup mengikuti aturan-aturan regular yang merupakan prosedur tetap yang berlaku dilingkungan TNI AD. Mabesad telah mengeluarkan berbagai buku petunjuk yang dapat dipedomani dalam pelaksanaan berbagai tugas, namun beberapa bujuk tersebut masih ada yang perlu dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan

di

lapangan

sehingga menimbulkan

keraguan

dalam

bertindak di lapangan serta direvisi agar tetap selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b.

Kemampuan. 1)

Kemampuan Intelijen. Dari kemampuan tersebut di atas, personel

intelijen secara umum sudah memadai, namun masih menghadapi keterbatasan alat perlengkapan Intelijen yang berteknologi tinggi. Kondisi kemantapan dan kesiapsiagaan operasional satuan intelijen saat ini berada pada tingkat mantap-III/siap tugas (76,82 %). Kemampuan intelijen dalam operasi perbantuan kepada Pemda dan Polri dalam rangka Pengamanan Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019

dirasakan

masih

kurang

memadai terutama kemampuan intelijen dalam bidang Pengamanan, hal tersebut diakibatkan kurangnya pelatihan, peralatan dan dukungan dana kegiatan intelijen. Kurangnya pelatihan terlihat dari kemampuan standar insan intelijen yang seharusnya dimiliki oleh setiap satuan ternyata saat ini belum merata pada satuan-satuan kewilayahan.

Kemampuan intelijen yang

memadai akan mempermudah mendapatkan informasi atau mencegah kejadian-kejadian yang akan timbul. Keterbatasan Alkapsus intelijen (terkait dengan intelijen teknologi, perangkat-perangkat teknologi yang mutakhir, sehingga tidak tertinggal dari sisi penguasaan) yang dimiliki oleh satuan kewilayahan menghambat upaya guna memperoleh informasi secara cepat dan akurat. Keterbatasan dukungan dana kegiatan intelijen mengakibatkan banyak satuan bawah yang tidak menindaklanjuti informasi awal yang diterima, namun hanya sekedar

melanjutkan informasi kepada komando

39 atas. Secara umum kualitas personel intelijen yang ada di satuan TNI AD (Kodam, Korem dan Kodim) belum ideal karena tidak semuanya memiliki kualifikasi intelijen baik tingkat dasar maupun tingkat lanjutan. Idealnya satuan setingkat Korem telah

memiliki

personel

intelijen

yang

mempunyai

kemampuan analisis, sehingga intelijen yang diberikan kepada komandan setingkat Korem yang telah mempunyai kemampuan menjadi Komandan Komando Operasi menerima informasi dan data intelijen yang telah masak. Kondisi saat ini ketika Korem dihadapkan dengan tuntutan tugas yang besar, wilayah penugasan yang luas dan personel yang terbatas, mau tidak mau personel yang ada pasti akan dilibatkan dalam tugas tersebut tanpa melihat kualitasnya. Selain itu petugas intelijen di daerah kurang memiliki pengetahuan tentang Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 sehingga belum dapat berimprovisasi dihadapkan dengan tuntutan tugas di lapangan. Menghadapi kondisi tersebut maka perlu adanya rekrutmen dan penempatan personel militer yang berkualifikasi intelijen pada satuan-satuan TNI AD. Selain itu untuk menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi di tanah air, maka perlu juga pembekalan pengetahuan tentang ancaman asimetris baik yang berbasis agama maupun kedaerahan. Apabila untuk menyiapkan satuan intelijen maupun kemampuan intelijen maka operasional kegiatan intelijen akan mendapatkan hasil yang maksimal untuk mengatasi baik informasi maupun menganalisa situasi yang berkembang untuk dijadikan saran bagi unsur pimpinan untuk mengambil keputusan maka diperlukan menambah kekuatan dan kemampuan serta operasional intelijen.

2)

Kemampuan Tempur. a)

Intelijen. Aparat intelijen perlu mewaspadai daerah dengan

karakteristik tertentu yang cenderung berpotensi konflik. Daerah dengan potensi konflik yang patut diwaspadai adalah daerah dengan karakteristik di bawah ini. Pertama adalah daerah yang pada pemilu sebelumnya pernah terjadi konflik. Karakteristik sumbu pendek, atau mudah meledak jika terjadi gesekan, biasanya akan terjadi berulang. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada daerah yang masyarakatnya pernah mengalami konflik pemilu/pilkada. Selain karena karakteristik sumbu pendek, maka bibit-bibit dendam atas konflik lama bisa terjadi dilampiaskan pada Pilpres dan Wapres 2019 kali ini. Kedua adalah daerah yang terdapat calon kepala daerah dari

40 kaum minoritas atau bukan dari penduduk asli. Kepala daerah dari kaum minoritas atau penduduk asli jika menang bisa menyulut kebencian atau sentimen kelompok yang merasa sebagai mayoritas atau putra daerah. Isu minoritas dan pendatang akan mudah dihembuskan menjadi kebencian dan konflik. Ketiga adalah daerah yang kemungkinan calon petahananya kalah. Calon kepala daerah petahanan mempunyai kekuatan dalam struktural pemerintah dan loyalis di masyarakat. Jika kalah maka dengan mudah calon kepala daerah akan menggerakkan kekuatan untuk melakukan aksi sebagai wujud kekecewaannya. b)

Manuver. Dalam rangka meningkatkan kemampuan personel,

Strategi perang kota merupakan cara khusus yang dilakukan dalam perang pada tipologi perkotaan15. Perang kota bukan perang yang mudah karena ada beberapa kesulitan dalam melakukan perang kota. Pertama, di perkotaan itu terdapat jumlah penduduk yang banyak, dan militer di mana pun selalu berusaha untuk menghindari jatuhnya korban dari masyarakat sipil. Kedua, banyaknya bangunan-bangunan akan menjadi hambatan bagi peninjauan. Ketiga, sulit meninjau musuh secara lebih detail karena ruangan-ruangan yang ada di gedung bisa menjadi persembunyian bagi musuh. Keempat, kebebasan untuk menembak sangat terbatas. c)

Tembakan. Dalam tugas pengamanan ini, TNI AD menjalankan

tugas perbantuan khususnya kepada Polri dalam mengamankan Pemilu 2019. Hal ini dikarenakan indikasi kerawanan konflik dapat terjadi setiap saat sebagai ekses dari gelaran Pemilu 2019, baik sebelum, selama bahkan sesudah gelaran. Dalam kemampuan menembak prajurit satuan TNI AD tidak dapat diragukan lagi. Kemampuan ini diperlukan dalam kondisi terakhir apabila situasi dan kondisi masuk ke kondisi darurat. Mekanisme dan prosedur penggunaannya pun diatur sehingga tidak menimbulkan pelanggaran HAM seperti peristiwa kerusuhan yang terjadi di tahun 1998. Saat ini instansi TNI AD sebagai bagian dari TNI sudah berbenah diri menghindari adanya pelanggaran hukum dalam setiap operasi yang

15

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanganan Terorisme

41 dilakukannya. Hal ini menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas perbantuan pengamanan Pemilu 2019. d) tugas

Perlindungan. Kemampuan perlindungan dihadapkan pada perbantuan

pengamanan

Pemilu

2019

tidak

dapat

dikesampingkan. Kemampuan melindungi objek vital strategis tetap harus dipertahankan. Dengan kondisi rusuh dan tidak terkendali, objek vital strategis akan menjadi sasaran dalam aksi anarkis tersebut. Hal ini juga sudah menjadi salah satu kemampuan satuan TNI AD. Sehingga perlu untuk dilatihkan dan disiapkan dengan segala kemungkinan yang terjadi. e)

Dukungan. Pola pengamanan merupakan segenap upaya

dalam membangun pertahanan negara. Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional serta disiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan

segenap bangsa dari segala

ancaman. Dengan demikian tanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas bangsa merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia yang mana penyiapannya dilakukan secara terpadu bersama-sama masyarakat dengan pemerintah. f)

Komando dan pengendalian. Selama tahapan pemilu komando

dan pengendalian pasukan yang melaksanakan pengaamanan pemilu berada di tangan kepolisian, sehingga system tersebut harus dipahami oleh setiap personel yang terlibat. Dalam Status Keadaan Konflik skala kabupaten/kota, bupati/wali kota dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada Pemerintah. Dalam Status Keadaan Konflik skala provinsi, gubernur dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada Pemerintah. Dalam Status Keadaan Konflik skala nasional, Presiden berwenang mengerahkan kekuatan TNI setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR. Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pelaksanaan bantuan penggunaan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh Polri16.

16

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial

42

3)

Kemampuan Pembinaan Teritorial. Ditinjau dari kemampuan yang

dimiliki oleh satuan komando kewilayahan dan satuan non komando kewilayahan. a)

Kemampuan personel satuan komando kewilayahan. Masih

banyak personel satuan komando kewilayahan yang belum memiliki kemampuan sesuai dengan jabatan yang diembannya. Dengan kurangnya kemampuan tersebut mengakibatkan kurang maksimalnya dalam mendukung pelaksanaan tugas. Adapun kekurangan tersebut antara lain

pendidikan

yang

belum

sesuai

dengan

tingkat

jabatannya, penugasan yang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan pola pembinaan karier/ jabatan.

Pola yang

dilakukan dalam bidang pendidikan, penugasan maupun pembinaan secara

bertahap

akan

meningkatkan

kemampuannya

dalam

melaksanakan tugas. Personel intelijen dilapangan masih sangat lemah dalam mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi serta data yang dapat dalam memperoleh data kerawanan ancaman baik Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019

sebagai data

intelijen Satuan kewilayahan yang disiapkan untuk mendukung kegitan

operasi

di wilayahnya

diharapkan

sejak

dini

dapat

mengantisipasi kemungkinan ancaman baik Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 sesuai fungsinya dengan menyediakan data kewilayahan baik Geo, Demo dan Konsos melalui kegiatan Binter sehingga setiap aparat kewilayahan berupaya aktif mendorong tokoh

masyarakat dan tokoh warga untuk menjaga stabilitas

keamanan baik sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019. b)

Kemampuan pembinaan satuan komando kewilayahan.

Kemampuan personel satuan komando kewilayahan dihadapkan pada ancaman Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 yang menuntut adanya kemampuan pembinaan teritorial dinilai perlu adanya peningkatan khususnya kemampuan manajemen teritorial, komunikasi sosial dan kemampuan perlawanan wilayah.

Hal

ini

disebabkan kurang optimalnya kemampuan tersebut oleh personel satuan kewilayahan. c)

Kemampuan

personel

non

komando

kewilayahan.

Sebagaimana diketahui bahwa satuan non komando kewilayahanan

43 hanya memiliki kemampuan Binter secara terbatas. Oleh karena itu jika dihadapkan pada Ancaman Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 maka kemampuan Binter terbatas yang dimiliki memang perlu ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut bisa dilakukan melalui pelatihan terus-menerus terkait perkembangan ancaman Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 saat akan muncul.

yang setiap

Dengan demikian satuan non komando

kewilayahan akan siap menghadapi kapan saja baik Sebelum, selama dan sesudah Pemilu 2019 muncul diwilayahnya.

4)

Kemampuan

Dukungan.

Ditinjau

dari

kemampuan

dukungan

dihadapkan pada pelaksanaan tugas perbantuan Polri dalam pengamanan yang menjadi sorotan adalah kemampuan dukungan manajemen dan kemampuan Kodal Komunikasi Komputerisasi Informasi Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP). Dengan posisi TNI AD yang berperan membantu Kepolisian ini akan menimbulkan grey area dalam komando dan pengendaliannya. Dalam penanganan keamanan Pemilu dijelaskan dalam UU No 34 tahun 2004 pasal 14 tugas TNI dalam OMSP salah satunya adalah membantu pemerintah dan Polri. Dan tugas tersebut berdasarkan keputusan politik negara. Sedangkan dalam Perppu No 23 tahun 1956 tentang keadaanya Bahaya di setiap tingkatan ekskalasi konflik, peran TNI lah yang utama sebagai pimpinan operasi pemulihan keamanan. Masih banyak kontradiksi lainnya yang menyebabkan komando dan pengendalian yang sulit dalam penerapan tugas perbantuan untuk pengamanan Pemilu 2019. Dukungan manajemen Kodal berupa K4IPP masih terkendala dengan hal tersebut. Belum lagi kemampuan kodal yang komputerisasi, yang saat ini telah digelar di seluruh Kotama dan Balakpus tentang ketersediaan jaringan video conference masih dirasa belum optimal. Perlu adanya peningkata kemampuan baik jaringan ataupun peranti keras berupa Hardware dengan tingkat keamananan yang tinggi.

c.

Gelar Kekuatan TNI AD. Ditinjau dari gelar terpusat, satuan Kostrad dan

Kopassus serta gelar satuan kewilayahan Kodam-kodam dengan perkuatannya memiliki kemampuan dalam menghadapi Pemilu 2019. Namun demikian gelar tersebut efektivitasnya perlu dipertimbangkan dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 di 34 provinsi di Indonesia adalah sbb : Aceh : 50,5, Sumatera Utara :

44 48,14, Sumatera Barat : 51,21, Riau : 47,32, Kepulauan Riau : 48,85, Jambi : 49,3, Bengkulu : 47,67 Sumatera Selatan : 44,75, Bangka Belitung : 44,18, Lampung : 49,56, Banten : 47,88, Jawa Barat : 47,27, DKI Jakarta : 44,78, Jawa Tengah : 48,51, DI Yogyakarta : 52,14, Jawa Timur : 49,17, Kalimatan Utara : 49,24, Kalimatan Barat : 47,31, Kalimatan Tengah : 47,66, Kalimatan Selatan : 47,94, Kalimatan Timur : 49,27, Bali : 46,71, Nusa Tenggara Barat : 49,59, Nusa Tenggara Timur : 50,52, Gorontalo : 49,21, Sulawesi Utara : 50,2, Sulawesi Barat : 47,87, Sulawesi Tengah : 50,5, Sulawesi Selatan : 50,26, Sulawesi Tenggara : 50,86, Maluku Utara : 49,89, Maluku : 51,02, Papua Barat : 52,83, Papua : 49,86. Dikaitkan dengan mekanisme pemberian bantuan yang terjadi selama ini, maka eskalasi konflik sudah jauh meningkat di luar batas kemampuan Polri pada saat permintaan bantuan atau perintah membantu diterima TNI AD. Dengan gelar satuan TNI AD yang merata di seluruh wilayah NKRI maka tentunya mobilisasi pasukan TNI AD dalam tugas pengamanan dapat mudah untuk dilaksanakan. Saat ini gelar satuan TNI AD masih terpusat di Pulau Jawa (Javasentris). Padahal dilihat dari data IKP wilayah Sumatera, Sulawesi dan Papua, beberapa daerahnya memiliki indikator IKP yang cukup tinggi. Hal ini seharusnya didukung dengan gelar kekuatan TNI AD yang merata. Dengan kondisi tersebut, tentunya peran dukungan mobilisasi pasukan dengan kendaraan juga perlu diperhatikan. Dihadapkan dengan tugas tersebut, dan gelar kekuatan TNI AD, khususnya di luar jawa belum merata sehingga perlu adanya pertimbangan lebih lanjut untuk memenuhi keberadaan satuan TNI AD di beberapa wilayah di tanah air sebagai bagian dari kekuatan pertahanan negara wilayah tersebut. 15.

Konsep Pola Pengamanan TNI AD dalam rangka menghadapi Pemilu 2019.

Dalam UUD 1945 amandemen 2, pada bab XII tentang pertahanan dan keamanan negara secara tegas pada pasal 4 disebutkan tentang Polri sebagai alat negara yang ditugaskan secara spesifik dalam urusan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Tujuan terwujudnya kondisi keamanan nasional yang mendukung kelancaran pembangunan nasional sesuai yang dicita-citakan rakyat yaitu tercapainya ketentraman dan kesejahteraan dengan doktrin tata tentrem kerta raharja.

a.

Pola Pengamanan TNI dalam tugas perbantuan kepada Polri. Dari data

dan fakta di atas maka pengamanan Pemilu 2019 sudah memiliki gambaran yang baik dan siap di hadapkan dengan tugas TNI dan regulasi yang ada. TNI AD siap membantu pemerintah daerah dan Kepolisian dalam menghadapi Pemilu 2019

45 dengan menyiapkan seluruh kekuatan yang ada dan melaksanakan pengamanan di seluruh wilayah di Indonesia. Seluruh anggota TNI AD di jajaran satuan kewilayahan akan melaksanakan pengamanan Pemilu 2019 baik sebelum, pada saat pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan Pemilu. Dengan menggelar kekuatan dua pertiga dari kekuatan Polri di wilayah-wilayah rawan maka TNI telah siap untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang terjadi, konsep pola pengamanan yang dijalankan dengan selalu berkoordinasi ketat dengan Pemda da Polri sesuai dengan wilayahnya akan mempermudah dalam pengamanan Pemilu selain itu juga TNI AD akan melaksanakan pendekatan secara persuasive dan selalu bersikap netral dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2019. Hal tersebut akan mempermudah dalam pengamanan Pemilu 2019, dengan konsep tersebut diharapkan terwujud kesamaan persepsi terkait dislokasi personel, kekuatan personel, tahapan dan cara bertindak serta sarana prasarana yang akan digunakan oleh masing-masing unsur dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya potensi konflik selama pelaksanaan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Hal-hal yang perlu di antisipasi adanya politik uang (Money Politic), yang kedua netralitas TNI-Polri serta Penyelenggara Pemilu, kemudian yang ketiga adalah adanya Isu SARA, yang keempat adalah Pendistribusian Logistik Pemilu.

b.

Kedudukan TNI dalam tugas perbantuan kepada Polri sesuai Regulasi.

Penjelasan terhadap kriteria permintaan bantuan adalah dengan melihat kepada gambaran aspek asta gatra indonesia yang sedemikian luar biasa dipertemukan dengan aspek managerial kekuatan Polri seperti rasio Polri dan masyarakat atau police employe rate yang belum ideal seperti standar PBB yakni 1 Polisi melayani 500 masyarakat, kecukupan dukungan sarpras dan keterbatasan mobilitas dan manuver akibat kondisi geografis yang tidak memungkinkan Polri dapat secara cepat memberikan respon terhadap setiap gejolak dari dinamika masyarakat. Pada kondisi khusus dimana instrumen reguler memiliki keterbatasan kemampuan dan permasalahan yang dihadapi di luar kapasitas instrument yang ada, dan dalam rangka mencegah kerugian lebih besar yang dapat menimpa masyarakat, diperlukan instrumen khusus yang memiliki kapasitas tertentu yang dapat digerakkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Instrumen khusus dimaksud juga diperlukan dalam membantu fungsi pemerintahan di daerah pada wilayah wilayah tertentu seperti yang letaknya jauh dari pusat pertumbuhan dengan akses yang sulit atau wilayah yang dilanda konflik atau sering mengalami gangguan kriminal bersenjata. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah alat negara yang memiliki

46 kemampuan dan tergelar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, kemampuan TNI dapat didayagunakan untuk membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam kondisi dan situasi yang memerlukan sarana, alat dan kemampuan TNI. Kedua UU tersebut memunculkan perbedaan dalam penjabarannya. UU RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian menjelaskan penjabarannya melalui Peratuan Pemerintah (PP), sementara UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menjelaskan penjabarannya melalui Undang-Undang yang sampai saat ini belum ada, padahal keduanya adalah keperluan yang sama, yaitu bantuan TNI kepada Polri dalam rangka tugas Kamtibmas. Perbedaan yang lain adalah UU TNI, menjelaskan bantuan TNI kepada Polri hanya dapat dilakukan setelah adanya “keputusan politik“ pemerintah, sebagaimana dijelaskan UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (3) bahwa ketentuan pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) didasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara. Sedangkan dalam UU Kepolisian, Polisi dapat meminta bantuan kepada TNI tanpa suatu syarat, dengan kata lain dapat meminta batuan secara langsung. Berarti terdapat perbedaan antara UU RI tentang TNI dengan UU RI tentang Kepolisian tersebut.

c.

Pola pengamanan TNI sesuai kenyataan di lapangan. Status perbantuan

TNI maupun POLRI harus jelas untuk menghindari keragu-raguan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Operasi bantuan TNI AD kepada Polri selalu di landasi oleh kalimat “Atas permintaan”. Kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu bahwa pihak Polri hingga saat ini belum pernah mengajukan permintaan bantuan TNI AD/bantuan militer. Bagi institusi Polri ada suatu prestise yang harus di jaga yang berkaitan dengan profesionalisme Kepolisian. Oleh sebab itu muncul anggapan yang keliru bahwa apablia Polri mengajukan permintaan bantuan militer kepada TNI AD di khawatirkan akan timbul stigma tentang pelaksanaan tugas Polri tidak professional. Pernyataan kesanggupan mengatasi konflik sosial ataupun pernyataan bahwa konflik yang terjadi di suatu wilayah masih dikategorikan tidak terlalu berbahaya selama ini dikeluarkan oleh pihak POLRI. Pada beberapa contoh kasus di mana berlangsung konflik di suatu wilayah terjadi eskalasi yang tidak terduga sehingga penanganan oleh POLRI menjadi tidak terkendali. TNI yang mengemban tanggung jawab moral sebagai alat Negara yang memiliki tugas pokok melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan

47 terhadap keutuhan bangsa dan Negara, seringkali tampil menyelesaikan persoalan konflik di wilayah tersebut. Hal seperti ini bukan lah baru pertama kali sehingga patut dipertanyakan ke arah mana perhatian dan daya pikir para pembuat kebijakan. Hubungan kerja sama latihan yang dilaksanakan dan dipublikasikan selama ini hanya sebatas latihan penanggulangan terorisme, latihan pembebasan sandera dan latihan pengendalian huru-hara akibat pemilu. Dari semua latihan yang dilaksanakan berkesan hanya untuk wahana penyerapan ilmu dan ketangkasan oleh pihak POLRI. Di sisi lain pihak TNI tidak menyadari upaya pengkerdilan tugas dan kewenangan secara konstitusi oleh DPR maupun POLRI. Perbedaan doktrin antara TNI AD dan Polri menunjukkan adanya perbedaan persepsi dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Belum ada aturan perundang-undangan yang mengatur tentang klasifikasi konflik yang harus di selesaikan oleh Polri atau pun konflik yang harus di selesaikan oleh TNI AD-Polri. Aturan semacam ini sangat diperlukan guna memperjelas langkah tindakan secara nyata di lapangan menurut eskalasi konflik. Roh dari pernyataan diatas adalah bagaimana membahas pedoman kerjasama antara TNI dan Polri, ketika Polri sebagai alat negara yang dikedepankan dalam urusan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka merupakan suatu keharusan adanya kerjamasama antara Polri dengan TNI sebagai salah satu komponen kekuatan bangsa Indonesia. Konsepsi operasi militer selain perang atau military operation other than war haruslah menjadi penyemangat TNI dalam koridor masyarakat demokrasi yang menginginkan adanya penegakkan hukum sebagai suatu kepastian dalam segenap peri kehidupan. Landasan hukum sebagai pedoman kerjasama TNI-Polri telah diatur sebagaimana dalam nota kesepahaman / MoU Nomor B/1/I/2014 dan B/61/I/2014 tentang perbantuan TNI kepada Polri dalam rangka harkamtibmas dalam rangka pemilu. Aplikasi di lapangan yang harus dipahami oleh Kasatwil Polri dan Komandan satuan TNI adalah : 1)

Tentang kriteria permintaan bantuan tersebut dapat dilakukan;

2)

Bagaimana kriteria kemampuan yang harus disiapkan;

3)

Adanya tanggung jawab baik yang sifatnya tanggung jawab

administrasi, tanggung jawab teknis dan tanggung jawab taktis di lapangan. Koridor hak asasi manusia sesungguhnya merupakan faktor kekuatan dalam setiap tindakan polisionil yang dilakukan, asalkan dilakukan dengan pertimbangan penggunaan kekuatan secara profesional, proporsional, akuntabel, transparan, humanis dan tanpa rekayasa, ketentuan ini merupakan landasan yang menunjuk kepada kriteria kemampuan yang dibutuhkan dari TNI dalam konteks kerja sama dengan Polri guna harkamtibmas.

48 Kondisi tertib sipil membutuhkan pola–pola pendekatan yang sifatnya pencegahan dan persuasif, sedangkan penggunaan kekuatan keras dengan alasan apapun memiliki konsekuensi adanya pertanggungjawaban secara pribadi dan satuan, sehingga senjata api sesungguhnya adalah pilihan terakhir bilamana caracara lain tidak dapat dihindari atau tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pedoman kerjasama TNI-Polri dalam perbantuan perkuatan mengandung tanggung jawab administrasi sebagai berikut bahwa kedua belah pihak haruslah terlebih dahulu memiliki persepsi yang sama terhadap perkembangan situasi yang dihadapi, diawali dengan prosedur permintaan, kemudian dilanjutkan dengan gambaran umum perkembangan situasi serta prediksi yang mungkin terjadi. Langkah berikutnya adalah dengan menyesuaikan antara kekuatan, kemampuan, peralatan, sasaran serta konsignes apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan oleh kedua belah pihak. Wujud nyata adanya tanggung jawab administrasi adalah mekanisme pengawasan dan pengendalian yang optimal secara berjenjang dari TNI kepada Polri. Tanggung jawab taktis dalam perbantuan kekuatan TNI kepada Polri adalah berada Kasatwil Polri, hal ini perlu ditekankan adalah setiap perbantuan TNI kepada Polri adalah merupakan tindakan polisional yang dilakukan TNI diluar tugas tempur ( OMSP ) untuk membantu polri dalam rangka harkamtibmas sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku serta menghormati HAM. terdapat 2 status perbantuan TNI kepada Polri yang harus dipahami oleh para Kasatwil Polri dan Komandan Satuan TNI, yaitu : Bawah Komando Operasi (Bakoops) dan bawah kendali operasi (BKO). sebagai implementasi adalah apabila yang dibutuhkan berupa personil TNI dan senjata organik maka statusnya adalah Bawah Komando Operasi (Bakoops) sedangkan apabila yang dibutuhkan adalah perbantuan alutsista TNI (seperti ranpur, pesawat udara, dan kapal laut) beserta awak dan personelnya maka statusnya adalah Bawah Kendali Operasi (BKO). tentang tupoksi Brimob dan kemampuan Brimob dimana hal ini terkait dengan peran Brimob untuk berperan membantu, melengkapi, melindungi, memperkuat, dan menggantikan tugas kepolisian pada satuan kewilayahan adalah apabila situasi atau sasaran tugas sudah mengarah pada kejahatan yang berintesitas tinggi menyebabkan adanya gangguan kamtibmas secara meluas di tengah masyarakat.

d.

Pola penanganan konflik berdasarkan regulasi Polri. Peaturan Kepala

Polisi (Perkap) No.1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan Kepolisian sebenarnya telah mengindikasikan adanya kekuatan yang akan

49 digunakan oleh Polri dalam pengamanan Pemilu. Namun adanya keterbatasan yang telah disebutkan diatas, membuat Polri merasa membutuhkan kehadiran TNI dalam pengamanan pemilu. Adanya pertimbangan profesionalisme, penggunaan kekuatan secara proporsional, tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan / akuntabel yang dilakukan oleh TNI merupakan hal lain yang dianggap dapat ditiru dan diadopsi oleh Polri. Untuk itu kehadiran TNI dalam pengamanan Pemilu dalam beberapa hal masih dianggap perlu, meski pun status yang diperlukan masih siap operasional sesuai perkembangan situasi dan kondisi di lapangan.

e.

Kondisi nyata ancaman lain di lapangan yang berpengaruh pada

pengamanan Pemilu 2019. Peran TNI dalam penanganan terorisme disebutkan terdapat dua operasi militer yaitu (a) operasi militer untuk perang, dan (b) operasi militer selain perang. Pada poin b disebutkan bahwa operasi militer selain peran adalah (3) mengatasi aksi terorisme. Dalam poin lain juga disebutkan (1) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang17. Koordinasi dengan Polri diperlukan guna memperkuat pertahanan dan keamanan menjelang pelaksanaan pemilu 2019. Pelaksanaan intelejen menjadi salah satu cara untuk mengoptimalkan peran mitigasi resiko aksi terorisme, sehingga harapannya aksis terorisme dapat digagalkan sebelum aksi tersebut muncul dan terlihat oleh masyarakat. Efektivitas mitigasi aksi Terorisme oleh Satuan Kopassus dihadapkan dengan Pemilu Serentak 2019 ditinjau dari sudut pandang efektivitas menggunakan beberapa poin di bawah ini : 1)

Ketepatan waktu. Ketepatan waktu pelaksanaan mitigasi aksi

terorisme dilakuakan secara intensif mulai dari sebelum, selama dan sesudah penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Waktu yang tepat untuk Satuan Kopassus beraksi dapat menjadikan upaya mitigasi aksi terorisme menjadi efektif. 2)

Ketepatan dalam pengukuran. Ukuran keberhasilan dari mitigasi aksi

terorisme tentunya adalah dapat mengawal penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 dengan kondusif dan tidak terjadi aksi terorisme. 3)

Ketepatan berpikir. Sangat penting bagi Satuan Kopassus dalam

beraksi melakukan mitigasi aksi terorisme pada pemilu serentak 2019. Sesuai tugasnya dalam OMSP, Satuan Kopassus dapat melakukan intelijen dan

17

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 7

50 penanggulangan teror. Kemampuan tersebut perlu dioptimalkan, terutama menjelang pemilu yang semakin dekat dengan hari pemilihan, guna menangkal berbagai ancaman pihak luar. 4)

Ketepatan melakukan perintah. KODAL merupakan singkatan dari

Komando dan Pengendalian. Kemampuan pemimpin memberikan perintah akan menjadi arahan bagi prajurit dalam melakukan aksinya, sehingga ketepatan perintah diperlukan dalam upaya mencapai efektivitas mitigasi aksi terorisme. 5)

Ketepatan menentukan sasaran. Sasaran keberhasilan kegiatan

mitigasi aksi terorisme dilihat berdasarkan kesiapan ideal satuan jajaran. Sasaran dibagi menjadi dua : pertama sasaran bagi individu dan kedua sasaran bagi organisasi. Perlu ditentukan terlebih dahulu secara operasional, sasaran bagi individu dalam Satuan Kopassus dan juga sasaran bagi organisasi Satuan Kopassus itu sendiri Pola pengamanan dengan strategi perang kota perlu ditingkatkan sesuai dengan arahan dari Panglima TNI. Ancaman dari terorisme berkembang saat ini dengan menyerang tempat-tempat ibadah umat beragama. Pola pengamanan sesuai dengan tupoksi satuan berfokus pada mendukung terlaksananya peran fungsi TNI AD sebagai alat pertahanan negara matra darat. Berkembangnya bentuk terorisme saaat ini perlu ditanggapi dengan cara penanganan yang lebih adaptif terhadap perubahan tersebut. Seperti melakukan deteksi dini melalui jejaring sosial di internet dan melakukan intelejen pada aspek-aspek yang memungkinkan untuk disusupi oleh terorisme. Pola pengamanan dengan tingkat waspada dilakukan pada sebelum, selama dan setelah belangsungnya pemilihan umum serentak 2019. Pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang pada Satuan Kopassus salah satunya ditujukan untuk mitigasi aksi terorisme dengan cara memaksimalkan intelijen.

16.

Sistem Komando dan Pengendalian dalam menghadapi situasi yang

berkembang selama tahapan Pemilu 2019.

a.

Relevansi Tugas Perbantuan TNI dihadapkan pada Kodal. Salah satu

dimensi tugas yang akan dihadapi oleh TNI dalam penanganan konflik sosial adalah penanggulangan huru hara dan anti anarkhis, hal ini untuk menjelaskan bahwa Brimob tidak serta merta diturunkan untuk melakukan penanggulangan gangguan kamtibmas terdapat pertimbangan tersendiri manakala Brimob dilibatkan, antara lain adalah ketika upaya penanganan gangguan kamtibmas seperti unjuk rasa

51 mengalami perubahan eskalasi dari unjuk rasa damai ke unjuk rasa menyimpang bahkan terjadi tindakan anarkhisme. Dari kondisi antara TNI dan POLRI, baik mengenai karakteristik organisasi, sifat, struktur organisasi maupun tugasnya, maka pelaksanaan perbantuan TNI kepada POLRI pada penanganan konflik sosial masih belum sesuai. Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam setiap penanganan konflik sosial yang melibatkan pasukan TNI, dalam artian eskalasi konflik sosial telah menjurus kepada keamanan nasional, maka penanganan konflik sosial tersebut menjadi domain TNI. Akan tetapi apabila eskalasi konflik sosial hanya dalam skala ancaman gangguan keamanan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), maka konsep perbantuan TNI kepada POLRI maupun kepada Pemda dilaksanakan dengan alih kodal. Mekanisme pelibatan TNI menjadi urgent agar mengandung tingkat kepastian yang tinggi tentang peran dan posisi TNI. Berdasarkan perbedaan ciri, sifat dan unsur organisasi TNI dengan POLRI, dimana kebiasaan, bidang profesionalitas maupun cara bertindak yang sama sekali berbeda maka kedua institusi/satuan tidak memungkinkan untuk berada dalam satu komando. Dengan demikian tidaklah tepat apabila perbantuan TNI dilaksanakan dengan BP, BKO maupun Bakoops. Hal ini juga berkaitan dengan anggaran dimana pertanggung jawaban anggaran budgeter maupun non budgeter harus jelas dan tidak boleh ada kesimpangsiuran, walaupun menghadapi situasi konflik yang berkepanjangan. Oleh sebab itu dengan pernyataan ketidakmampuan POLRI dalam menghadapi eskalasi konflik sosial dengan segala macam dinamikanya, tugas tersebut akan diserahkan penanganannya kepada TNI dengan status alih kodal, dengan Komando dibawah seorang Perwira TNI yang ditunjuk. Adapun keputusan peralihan tersebut berdasarkan keputusan Presiden RI. Dengan demikian maka perbantuan TNI kepada POLRI lebih menitikberatkan pada objek yang harus diselesaikan, sedangkan subjeknya hanya mengalami pergantian dari POLRI kepada TNI. Dalam beberapa kebijakan yang ditetapkan telah disebutkan bahwa pelibatan TNI dilaksanakan apabila terjadi eskalasi konflik. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang “eskalasi” tersebut tidak pernah dideskripsikan secara terperinci. Pembatasan logis yang seyogyanya diterapkan adalah dengan penilaian yang cermat terhadap kualitas ataupun kuantitas konflik. Beberapa sudut pandang bisa dijadikan dasar dalam menilai kualitas konflik, contohnya yaitu bahwa dalam suatu wilayah konflik sudah terjadi kualitas kejahatan yang cukup tinggi seperti makar, separatisme dan kejahatan lain yang merongrong kedaulatan Negara. Sudut

52 pandang lain yang bisa dijadikan dasar dalam menilai kuantitas konflik contohnya yaitu bahwa dalam suatu wilayah konflik sudah terjadi kuantitas kejahatan yang cukup tinggi dalam hal jumlah massa/pengikut lebih dari 5.000 orang, atau jumlah senjata ringan 20 pucuk. Penentuan eskalasi tersebut diatas ditetapkan berdasarkan keputusan Presiden. Baik pimpinan TNI maupun POLRI tidak diberikan kewenangan untuk penetapan hal tersebut mengingat bahwa institusi TNI dan POLRI adalah merupakan alat Negara. Demikian pula pihak pengambil keputusan tidak perlu mempertanyakan kesanggupan satuan-satuan dilapangan dalam menghadapi konflik. Apabila kita bercermin dari Negara-negara maju maka dapat kita sadari bahwa hingga saat ini produk konstitusi yang berkaitan dengan tugas TNI di bidang OMSP adalah setengah hati, khususnya dalam penanganan konflik sosial. Pemberlakuan kebijakan di Negara-negara maju sudah jelas, di mana Parlemen maupun pemerintah lah yang melahirkan pernyataan apakah konflik di suatu wilayah masih di tangani oleh Kepolisian atau berkembang menjadi pengerahan kekuatan militer. Kebijakan seperti ini tidak kita adopsi sepenuhnya di mana baik DPR maupun Pemerintah bertanya kepada pihak POLRI tentang level konflik termasuk perkembangannya, sehingga jawaban dari pihak POLRI tersebut seolah-olah dipedomani sebagai keputusan Pemerintah.

b.

Susunan Organisai dan perlengkapan dalam pelaksanaan tugas. TNI

harus memaksimalkan perannya dalam hal melakukan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait agar didapat kesamaan tujuan dan tindakan dalam penanganan Konflik sosial di daerah. Koordinasi lintas sektoral yang dilakukan meliputi hal-hal yang berhubungan dalam kegiatan konflik pilkada di wilayah antara lain: 1)

Validitas organisasi di pusat maupun di daerah.

2)

Kesiapan anggaran penanggulangan Konflik Sosial pada saat Pemilu

dengan mengkoordinasikan dengan pemerintah daerah. 3)

Penyiapan sarana dan prasarana Penanganan Konflik Sosial Pemilu

dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya. 4)

Kesiapan prosedur tetap penanganan Konflik Pemilu di seluruh wilayah

5)

Pelaksanaan latihan dan uji siap penanganan dan upaya mengatasi

Konflik Pemilu di seluruh Wilayah.

53 c.

Mekanisme Hubungan Kerja sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi. Dari

data dan fakta hasil Rapat Koordinasi yang membahas pelibatan kekuatan dalam mendukung pengamanan Pemilu 2019, dilihat dari sisi pelibatan TNI untuk pembagian tugas yang diberikan sesuai dengan tugas yang sering dilakukan oleh TNI dalam pelaksanaan operasi. Didalam penjelasan kedudukan perbantuannya tidak ditekankan, yang ada adalah pembagian sektor pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian maka ketentuan Kodal yang di bawah Pimpinan Polri perlu mendapatkan pertimbangan lebih lanjut. Karena pelibatan TNI dalam mengatasi konflik selalu menempatkan peran TNI sebagai Peran utama dalam penanganannya, baik dalam kondisi keadaan biasa, darurat sipil maupun darurat militer. Sehingga perlua adanya pembagian Kodal sesuai dengan tugas yang diberikan, hal ini akan mempermudah pengendalian pasukan karena masing-masing instansi memiliki SOP yang berbeda. Kemudian pengendalian seluruh Satgas yang terlibat dapat diberikan kepada Pimpinan Daerah atau Komandan Militer setempat sesuai dengan ketentuan yang ada dari bantuan militer.

d.

Pengalaman di lapangan pada saat pengamanan Pilkada. Dalam

menjawab beberapa permasalahan dari pengalaman yang terjadi diharapkan dapat memberikan jalan keluar atau solusi maka diperlukan upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan sebagai berikut : 1)

Koordinasi TNI-Polri dalam pelaksanaan pengamanan Pilkada dinilai

belum maksimal. a)

TNI-Polri

harus dapat

berkoordinasi dengan baik dengan

melakukan pemetaan potensi konflik di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui suatu Prosedur dan ketetapan (Protap) yang disepakati bersama. Kondisi ideal yang diharapkan adalah bahwa koordinasi TNI-Polri di lapangan berjalan dengan lancar sehingga setiap hal yang harus ditangani secara cepat dan integral dapat dilaksanakan secara tepat dan cepat, karena keterlambatan hanya akan menimbulkan kerugian bagi berbagai pihak. Dengan demikian, melaui ukuran tingkat kerawanan dapat diambil langkah-langkah antisipasi bersama TNI-Polri mulai dari langkah persuasif

sampai

dengan langkah represif secara terkoordinasi. b)

Soliditas

TNI-Polri harus dapat dilakukan mulai dari tingkat

pusat hingga tingkat bawah. Tidak hanya koordinasi dan hunungan kerja internal TNI-Polri saja melainkan dengan seluruh komponen

54 masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merangkul semua elemen masyarakat mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat tanpa mengeksklusifkan diri.

Hal ini dilakukan untuk

mendinginkan suasana situasi politik yang cenderung akan memanas akibat meningkatnya konstelasi perpolitikan menjelang Pemilu 2019.

2)

Ego sektoral menjadi penyebab dalam pengendalian pengamanan

Pemilu. a)

Guna wewujudkan sinergi dan soliditas antara TNI-Polri

diperlukan kerjasama yang dilandasi pada kepentingan bersama. Kerjasama antara TNI-Polri sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan semua tahapan Pemilu 2019. Untuk mencapai kerjasama yang ideal, antara TNI-Polri harus menghilangkan ego sektoral dari masingmasing institusi. b)

Kondisi ideal yang diharapkan adalah kerjasama dalam setiap

kegiatan

dalam

pengamanan

tahapan

pemilu

2019

dengan

mengesampingkan ego dari masing-masing institusi baik TNI maupun Polri. Hal ini juga dapat menjadi sarana untuk memberikan efek tangkal terhadap berbagai upaya oknum TNI-Polri yang tidak netral dalam pengamanan tahapan pemilu

d.

Potensi kerawanan. Dalam mewujudkan peran TNI dalam penanganan

potensi kerawanan konflik sosial yang kemungkinan terjadi pada saat Pemilu melakukan tahapan sesuai dengan posisinya berdasarkan koordinasi dalam komando dan pengendalian terutama dengan Pemerintah Daerah setempat. Adapun langkah tersebut sebagai berikut :

1)

Tahap Pra-Konflik Sosial. a)

Pembentukan

Satuan

Tugas

Pasukan

Reaksi

Cepat

Penanganan Konflik Pilkada (PRCKP) daerah ditindaklanjuti dengan pembekalan/sosialisasi kepada seluruh personel satgas dilanjutkan latihan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut tentang prosedur tetap penanganan Konflik Pilkada. b)

Validasi data-data daerah/peta rawan Konflik sesuai situasi dan

kondisi terakhir wilayah. c)

Penyiapan rute evakuasi.

55 d)

Penyiapan sarana dan prasarana Penanganan Konflik Sosial

Pilkada berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya. e)

Mengkoordinasikan

dengan

pemerintah

daerah

tentang

kebutuhan anggaran dalam pelaksanaan Penanganan Konflik Sosial Pilkada alam. f)

Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk antisipasi

terjadinya Konflik Pilkada.

2)

Tahap tanggap darurat saat terjadinya Konflik Sosial. a)

Membantu pemerintah daerah dalam mengarahkan Pasukan

Reaksi Cepat Penanganan Konflik Sosial Pilkada agar segera bergerak ke lokasi terjadinya Konflik Sosial. b)

Membantu Pemerintah Daerah dalam penentuan titik bekal dan

titik distribusi di wilayah saat terjadinya Konflik Sosial. c)

Membantu pemerintah daerah dalam gelar seluruh sistem

komunikasi pada saat terjadinya Konflik Sosial. d)

Membantu pemerintah daerah dalam menentukan titik bekal

dan titik distribusi. e)

Menentukan kedudukan pos komando utama dan pos komando

taktis disekitar lokasi terjadinya Konflik Sosial. f)

Membantu pemerintah daerah dalam penyaluran bantuan

logistik baik makanan, baju, dan obat-obatan kepada korban Konflik Sosial. h)

Membantu pemerintah daerah dalam pendataan kerugian baik

personel maupun materil serta infrastruktur daerah sebagai data yang valid. i)

Membantu pemerintah daerah dalam pelaksanaan evakuasi

dan relokasi pengungsi ke tempat atau tenda-tenda darurat yang telah disiapkan. j)

Membantu pemerintah daerah melakukan pencarian korban

Konflik Sosial alam di sekitar lokasi terjadinya Konflik Sosial. k)

Mengerahkan seluruh potensi wilayah dan seluruh komponen

masyarakat untuk ambil bagian ikut membantu dalam kegiatan tanggap darurat saat terjadinya Konflik Sosial alam.

56 l)

Melakukan pengamanan terhadap kemungkinan-kemungkinan

penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran bantuan bagi korban Konflik Sosial.

3)

Tahap Pemulihan. Konflik massa sering kali menimbulkan korban jiwa

dan kerugian harta benda. Jika hal ini terjadi maka akan muncul kekecewaan, sakit hati, dan kebencian bagi pihak yang menjadi korban dan mengalami kerugian. Skenario pemulihan korban dan keluarganya termasuk orang yang mengalami kerugian harus disiapkan untuk mencegah konflik lanjutan sebagai balas dendam. Fase pemulihan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan aparat keamanan, tetapi juga menjadi tanggung jawab calon kepala daerah dan partai politik pengusungnya, baik yang menang maupun yang kalah. Pemulihan konflik juga harus melibatkan segenap lapisan masyarakat sehingga tidak ada yang merasa ditinggalkan atau diabaikan.

BAB V PENUTUP

19.

Kesimpulan. Dari analisa dan studi kajian yang membahas kesiapan satuan TNI AD

untuk tugas perbantuan Polri dalam rangka pengamanan Pemilu 2019 dengan beberapa rumusan permasalahan, ditemukan beberapa kesimpulan yaitu :

a.

Kesiapan satuan jajaran TNI AD yang ideal/standar/sesuai ketentuan dalam

menghadapi Pemilu 2019 mengantisipasi ancaman akibat Pemilu 2019. 1)

Dari segi kekuatan, hasil kajian mengenai kekuatan satuan jajaran TNI

AD antara lain : a)

Kondisi organisasi satuan TNI AD dengan pelaksanaan

tugasnya cukup baik ditambah adanya rencana pengembangan organisasi dan pembentukan satuan secara berkelanjutan dan terwadahi dalam Rencana Strategi TNI AD yang sinergis dengan rencana pembangunan nasional. b)

Kondisi jumlah personel, dari hasil mengkaji dan menganalisa

kondisi personel satuan TNI AD dihadapkan pada tugas pengamanan Pemilu 2019, ditemukan adanya ketidak seimbangan antara kuantitas

57 dan

kualitas

personel

dalam

menjalankan

tugas

tersebut.

Dibandingkan dengan kondisi jumlah penduduk Indonesia beleum ditemukan adanya keseimbangan dengan kondisi kuantitas dan kualitas personel satuan TNI AD. c)

Dari segi materiil terdapat permasalahan ketersediaan materiil

pendukung khususnya dalam kelengkapan materiil khusus Intelijen berbasis cyber guna mengantisipasi berita propagan, hoax, provokasi bahkan agitasi yang membahayakan di dalam derasnya gejolak Pemilu 2019. Kemudian terbatas dalam materiil Nubika yang tidak menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Perlu untuk menjadi perhatian dalam pemenuhan materiil pendukung tugas pengamanan tersebut. d)

Dari segi peranti lunak atau dasar referensi atau payung hukum

pelaksanaan tugas perbantuan pengamanan Pemliu 2019, masih perlu untuk dipertajam dalam peraturan perundangan yang legal dan berpengaruh signifikan dalam pelaksanaan tugas pengamanan. Dengan adanya aturan perundangan tersebut maka akan memperjelas kedudukan TNI dalam tugas pengamanan Pemilu 2019.

2)

Dari segi kemampuan, hasil dari analisa dan kajian yang dibuat

terdapat beberapa hal yang ditemukan dari kemampuan satuan TNI AD antara lain : a)

Dari kemampuan Intelijen, terdapat beberapa hal yang belum

optimal dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Kelemahan kemampuan intelijen disebabkan karena minimlanya latihan intelijen di satuanm keterbatasan Matsus Intelijen serta dukungan dana terhadap kegiatan intelijen yang dilaksanakan. b)

Dari kemampuan tempur yang meliputi kemampuan intelijen,

manuver, tembakan, perlindungan dan dukungan, pada dasarnya sudah cukup optimal, karena prajurit dan satuan TNI AD sudah dilatih dalam menangani segala bentuk ancaman baik eksternal maupun internal. Dengan berbagai pendekatan antara soft dan hard approaching Satuan TNI AD sudah dinilai mumpuni menanganinya. c)

Dari kemampuan Binter, dari hasil analisa masih belum

optimalnya peran aparat Kowil dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan para personel Kowil dalam kemampuan Pembinaan teritorialnya. Rendahnya kemampuan Binter

58 Aparat Kowil dilihat dari minimnya atau kurang lengkapnya data teritorial yang disajikan sebagai pelengkap dari data Intelijen yang ada. Kemampuan deteksi dini dan cegah dini terhadap munculnya suatu konflik

dirasa

masih

sangat

kurang

sehingga

membutuhkan

peningkatan kemampuan melalui pendidikan maupun pelatihan atau pembekalan. d)

Dari kemampuan dukungan, hasil dari analisa dihadapkan dala

tugas perbantuan TNI AD kepada Polri dalam pengamanan Pemilu masih belum optimal pada manajemen dan kemampuan Kodal Komunikasi Komputerisasi Informasi Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP). Hal ini dikarenakan ketentuan perundangan yang mengatur tugas perbantuan tersebut yang belum sinergis antara peraturan yang satu dengan yang lain. Kemudian keberadaan teknologi komputerisasi Kodal dalam bentuk Video Conference masih beum optimal sehingga perlu adanya jaringan dan peranti keras (Hardware) yang mumpuni dengan tingkat keamanan yang tinggi dalam mendukung pelaksanaan tugas TNI AD.

3)

Dari segi gelar kekuatan. Pada dasarnya satuan TNI AD saat ini telah

mengalami pengembangan dan pembangunan gelar yang komperhensif dalam mendukung pelaksanaan tugas TNI AD. Namun dihadapkan pada tugas pengamanan dalam hubungan perbantuan Polri, saat ini gelar kekuatan TNI AD masih belum merata dan terpusat di Pulau Jawa. Padahal apabila dibandingkan dengan indikator kerawanan pemilu, daerah Sumatera, Sulawesi dan Papua memiliki derajat kerawanan yang cukup tinggi. Sedangkan satuan di daerah tersebut belum merata. Hal tersebut akan menjadi kendala dalam kelancaran bantuan TNI AD kepada Polri dalam tugas pengamanan.

b.

Konsep Pola Pengamanan TNI AD dalam rangka menghadapi Pemilu 2019. 1)

Dari Pola Pengamanan TNI dalam tugas Perbantuan kepada Polri, hal

yang perlu diperhatikan adalah dengan mengantisipasi beberapa hal antara lain adanya politik uang (Money Politic), netralitas TNI POLRI dan penyelenggara Pemilu, adanya kemungkinan isu SARA serta pendistribusian logistik Pemliu. Pola pengamanan ini perlu untuk disinergiskan dengan apa

59 yang menjadi ketentuan dalam pelaksanaan pengamanan Polri dan Pemda. Sehingga antisipasi dari beberapa isu tadi dapat dicegah sedini mungkin. 2)

Dalam kedudukan TNI dalam tugas Perbantuan kepada Polri sesuai

Regulasi, masih ditemukan adanya perbedaan antara UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Dalam UU TNI pelaksanaan tugas perbantuan berdasarkan keputusan politik sedangkan dalam UU Polri, Polisi dapat meminta bantuan secara langsung kepada TNI. Pola ini akan mempengaruhi pola pengamanan TNI AD dalam menghadapi Pemliu 2019. 3)

Dari Pola pengamanan TNI AD sesuai dengan kenyataan di lapangan,

masih rancunya permintaan bantuan Polri kepada TNI AD dalam tugas pengamanan Pemilu 2019, karena hingga saat ini belum ada permintaan secara resmi dari Pihak Polri sehingga status perbantuan akan menimbulkan keraguan berimbas pada bentuk pola pengamanan yang dilakukan TNI AD. 4)

Pola penanganan konflik berdasarkan regulasi Polri tercantum pada

Perkap No 01 tahun 2009 yang telah menentukkan kekuatan polisi dalam menangani

tugas

pengamanannya.

Namun

dihadapkan

dengan

kenyataannya di lapangan kemampuan Polri dirasa masih sangatlah kurang sehingga memerlukan peran TNI khususnya TNI AD dalam penanganan kemungkinan konflik akibat ekses Pemilu 2019. 5)

Dari kemungkinan ancaman lain akibat ekses pemilu bisa terlihat

adanya indikasi sabotase atau aksi terorisme terhadap perhelatan demokrasi 2019. Sehinga perlu adanya perhatian dalam mengatasi kemungkinan ancaman tersebut dengan kemampuan mitigasi aksi terorisme pasukan Khsusus dengan menerapkan kefektifan waktu, pengukuran, ketepatan berpikir, ketepatan melakukan perintah dan menentukan sasaran. Strategi pertempuran Kota sangat efisien dalam mencegah asi teror sebagai akibat dari Pemilu 2019.

c.

Sistem Komando dan pengendalian dalam menghadapi situasi yang

berkembang selama tahapan Pemilu 2019. 1)

Relevansi tugas perbantuan TNI dihadapkan pada Kodal. Dalam

proses pelibatan TNI khususnya TNI AD kepada pengamanan Pemilu 2019 yang bermuara pada perbantuan Polri, jika dilihat dari ciri, sifat dan unsur organisasi TNI maka tentunya berbeda dengan yang dimiliki Polri. SOP, bidang profesionalitas maupun cara bertindak sama sekali berbeda, sehingga

60 tentunya akan sulit dalam pengendaliannya jika Kodal dalam satu titik yaitu Polri dengan sistem BP, BKO maupun Bakoops. Sehingga perlu adanya pertimbangan dalam penentuan Kodal satuan jajaran TNI AD yang terlibat dalam tugas pengamanan Pemilu 2019. 2)

Mekanisme Hubungan Kejra sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi.

Dari hasil analisa ditemukan bahwa pembagian tugas pengamanan Pemilu 2019 pelibatan TNI digunakan dalam beberapa tugas yang sudah sering dilakukan oleh TNI, sehingga secara profesional maka memerlukan Kodal yang selaras dengan satuan yang melaksanakan tugas. Sehingga Kodal tugas TNI tetap harus berada di tangan TNI atau bila disesuaikan dengan prossdur bantuan militer maka kodal tertinggi berada di tangan Pimpinan Daerah dan Komandan Militer di wilayah tersebut. 3)

Pengalaman di lapangan pada saat Pilkada permasalahan terletak

pada lemahnya koordinasi TNI Polri dalam tugas pengamanan. Di samping itu tingginya ego sektoral institusi masih sering ditemukan. Sehingga menjadi penting untuk menyelesaikan permasalahan di lapangan dengan adanya suatu peraturan perundangan yang sinergis dan menghubungkan operasi terpadu antara kedua instansi. 4)

Potensi kerawanan dihadapkan dengan kodal dibagi dalam beberapa

ekskalasi ancaman mulai dari tahap Pra Konflik, tanggap darurat dan taha pemulihan. Masing-masing kodal pada tahap ekskalasi perlu dipertimbangkan sehingga dapat mengefektifkan pelaksanaan tugas.

20.

Saran. Dari kesimpulan yang didapat di atas, dalam permasalahan yang membahas

studi kesiapan satuan TNI dalam mendukung pengamanan Pemilu 2019 sebagai bagian dari perbantuan kepada Polri. Adapun saran yang kami sampaikan antara lain : a.

Perlu adanya peraturan yang diakui secara hukum dan berlaku bersama TNI

Polri dalam pelibatan TNI untuk melaksanakan Pengamanan khususnya pada perbantuan kepada Polri. b.

Perlu adanya perincian Pola Pengamanan pada kedua Instansi sehingga

masih tetap efektif dan sesuai dengan peranannnya dalam segi hukum c.

Perlu adanya perubahan mekanisme Kodal yang efektif dan mampu

mengendalikan pasukan yang terlibat dalam tugas pengamanan.

61 Akhir kata tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dituangkan dalam naskah tulisan ini. Sehingga masukan dan saran dari para pembaca sangatlah berarti bagi penulis dalam menyempurnakan naskah berjudul STUDI KESIAPAN SATUAN TNI AD DALAM MENGHADAPI PESTA DEMOKRASI 2019.

Penyaji Kelompok 1,

Bandung, 19 Maret 2019 Ketua Kelompok 1

Jabal Nur Mayor Inf Nosis 57055

Erlan Wijatmoko, S.H. Mayor Arm Nosis 57001

Referensi

:

1. Hanny Kurnia, Perubahan Sitem Politik Indonesia Pasca Reformasi dan Netralitas.Birokrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univ 17 Agustus 1945 Jakarta 2. Daniel Sitorus, Jurnal SIstem Multipartai dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi, USU 2013 3. Emilia Apriliani, Makalah Sistem Multipartai, Univ Kristen Maranatha, 2017 4. Yoga Sukmana, Ini Daftar Indeks Kerawanan Pemilu 2019 di 34 Propinsi, Kompas.com 2018 5. Puspen Kemendagri, Peran strategis TNI dukung Pengamanan Pemilu Serentak 2019, Kemendagri.go.id, 2018 6. Asfinawati (ketua YLBHI), MOU Perbantuan TNI kepada Polri melanggar UU TNI, LBH Jakarta, 2018 7. Adang Daradjatun, dkk, TNI POLRI di Masa Perubahan Politik, Program Magister Studi Pertahanan ITB, 2008 8. Ngasiman Djoyonegoro, Benarkah Aksi Terorisme untuk mengaburkan Pemilu 2019, NU 2019 9. Tim Viva, Kantor KPU dan Panwas Membramo Tengah dibakar massa, Viva.co.id, 2018, 10. Ilham Safutra, Perintah Moeldoko untuk TNI/Polri selama Pilkada serentak 2018, Jawa Pos.com, 2018

62 11. Rochmanudin, Bawaslu : penegakkan aturan Pemilu lemah karena ego sektoral, Liputan 6, 2014 12. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanganan Terorisme 13. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial 14. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Related Documents


More Documents from "Mutiara Utami"