MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO
PRODUK PERORANGAN
PRODUK PERORANGAN
PENGAMPU : DEPARTEMEN MASALAH STRATEGIS BIDANG STUDI : STRATEGI DAN KONFLIK BERSENJATA SUB BIDANG STUDI : KERJASAMA KEAMANAN ASIA TENGGARA (PRAKTEK)
NAMA
: ERLAN WIJATMOKO,S.H,
PANGKAT/KORPS
: MAYOR ARM
NRP
: 11050050350883
NOSIS
: 57001
KELOMPOK
: I (KORESPONDEN)
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO
LEMBAR KEHORMATAN Yang bertanda tangan di bawah ini : NAMA
: ERLAN WIJATMOKO,S.H.
PANGKAT/KORP
: MAYOR / ARM
NRP
: 11050050350883
NOSIS
: 57001
Menyatakan dengan benar bahwa
:
1.
Produk ini adalah benar hasil karya sendiri.
2.
Materi hasil karya ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan ide murni penulis.
3.
Materi hasil karya ini bukan menyalin, menyadur, mencontoh, mengkopi dan
plagiat dari hasil karya Pasis lain atau Pasis sebelumnya atau karya orang lain. 4.
Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bukti-bukti yang benar dan sah
mengandung unsur plagiat atau pelanggaran lainnya (seperti yang diatur dalam Juklak tentang produk Pasis), maka saya bersedia dan sanggup menerima sanksi dari lembaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Bandung, 10 Maret 2019 Perwira Siswa
Erlan Wijatmoko, S.H. Mayor Arm Nosis 57001
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO
JENIS PENDIDIKAN
: DIKREG LVII SESKOAD
BIDANG STUDI
: STRATEGI DAN KONFLIK BERSENJATA
SUB BIDANG STUDI
: KERJASAMA KEAMANAN ASIA TENGGARA (PRAKTEK)
PERAN ASEAN DALAM MENANGANI DAN MENANGGULANGI ANCAMAN TERORISME DI KAWASAN ASIA TENGGARA
Pendahuluan Globalisasi merupakan sebuah kata yang dapat menyatukan dunia dalam aspek ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Adanya globalisasi ini tidak dapat dihindari pengaruhnya karena tentunya sebagai sesuatu yang baru dan menandakan terjadinya suatu perubahan di dunia ini. Globalisasi biasanya secara ringkas didefinisikan sebagai “the extension of social relations over the globe” oleh Scholte1 dan juga dikutip Aleksius Jemadu berupa suatu proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non-negara pada skala global sehingga hubungan sosial dalam suatu masyarakat secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial. Dari pernyataan tersebut maka jelas adanya globalisasi dapat juga mempengaruhi aktor internasional sejak hadirnya, atau bahkan aktor tersebut yang menciptakan suasana globalisasi itu sendiri. Globalisasi memberikan manfaat positif bagi kehidupan sosial masyarakat dunia, dan disisi lain, tidak sedikit pula efek negatif yang diberikannya. Dinamika perkembangan era globalisasi dengan kemajuan pesat Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) telah membawa lompatan kuantum babak baru peradaban dunia (the new world order). Dinamika tersebut mengakibatkan perkembangan lingkungan strategis menjadi unpredictable, dengan bentuk ancaman (shifting the nature of threat) berkarakteristik existential threat yang lebih bersifat unik (blurring and blending). Ancaman ini melibatkan pihak yang tidak linear dengan negara namun dapat berupa kelompok kecil menimbulkan konflik internal suatu negara. Mempengaruhi segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ancaman global tersebut juga mempengaruhi perkembangan lingkungan strategis dari kawasan. Karena ancaman global tidak pernah diskriminatif sifatnya, akan menyasar ke 1
Muhammad Darmawan, Muhammad Chasif, Muhammad Fahri akbar, Globalisasi dalam perspektif Regional dan Global serta dampaknya bagi HI, Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013 melalui https://www.academia.edu/24939047/Globalisasi_dalam_Perspektif_Regional_Global_dan_Nation_Stat e_serta_Dampaknya_bagi_Hubungan_Internasional_Oleh_Muhammad_Darmawan_Ardiansyah_11121 13000007_Muchammad_Chasif_1112113000058_Muhammad_Fahri_Akbar_11121130000 pada 18 Feb 2019
2 seluruh kawasan di dunia ini. Kawasan Asia Pasifik sebagai salah satu dari beberapa kawasan di dunia yang tidak dapat menghindar dari efek globalisasi tersebut. Selain masih menyimpan sisa-sisa perang Dingin, khususnya sumber ancaman yang berasal dari bidang militer, kawasan Asia Pasifik ini juga menyaksikan munculnya isu-isu baru yang sangat potensial memberi dampak terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. Asia tenggara sebagai bagian dari Asia Pasifik selain Asia Timur dan Oceania, tentunya akan mudah untuk terdampak dari ancaman global yang ada. Isu keamanan yang bergejolak saat ini di kawasan Asia Tenggara dimulai dari isu keamanan Laut China Selatan, Isu Konflik Semenanjung Korea, pesatnya jaringan terorisme khususnya FTF (Foreign Terroris Fighters), keamanan perbatasan, penyelundupan senjata, People Smuggling, dan bahkan Cyber Crime. Konflik tersebut dapat berasal dari faktor eksternal negara Kawasan maupun internal negara kawasan. Akan menjadi berbeda apabila isu konflik keamanan ini membenturkan antar negara kawasan Asia Tenggara. Prosesnya akan sangat berbeda dalam penyelesaian. Isu konflik dari pengaruh eksternal salah satunya adalah perkembangan konflik Indochina2 yang semakin hari semakin mengancam negara kawasan Asia Tenggara. Negara Asia Tenggara yang berkonflik dengan negeri tirai bambu tersebut adalah Filipina. Klaim sepihak China membuat geram negara lain termasuk Filipina. Hal tersebut menyebabkan ketidak stabilan domestik politik di setiap negara kawasan. Melihat fenomena hal tersebut, ASEAN sebagai organisasi kerjasama negara Asia Tenggara membaca isu keamanan kawasan menjadi suatu isu yang membahayakan bagi stabilitas kepentingan regional, yang berimbas pada kacaunya stabilitas kepentingan nasional masing-masing negara. Sedangkan isu ancaman keamanan internal3 negara Asia Tenggara bukan hal yang dapat dikesampingkan, mulai dari konflik Rohingya di Rakhine State Mayanmar, Konflik Thailand selatan hingga aksi kelompok radikal Maute afiliasi dengan ISIS di Marawi menjadi catatan buruk keamanan kawasan Asia Tenggara. Gesekan konflik perbatasan juga masih sering ditemukan dalam internal negara kawasan ini. Dengan adanya dilema ancaman yang memunculkan isu-isu keamanan kawasan di atas mengubah haluan ASEAN untuk lebih intens dalam menangani isu keamanan tersebut. Dasar awal pembentukan kerjasama Negara kawasan ASEAN ini menggunakan prinsip Non-interference, namun bergulirnya waktu prinsip tersebut terlalu kaku sehingga sulit untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan keamanan negara bahkan
2
3
Jurnal tentang Persepsi Ancaman di kawasan Asia tenggara : Peran ASEAN sebagai primary driving force,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4f7fb269725bac1851b5b8b48c5c7c39.pdf oada 12 Mar 2019 Zackary Abusa, 2017 : Tahun yang penuh gejola keamanan di Asia Tenggara. Berita Benar, 2017 diakses melalui https://www.benarnews.org/indonesian/opini/opini-2017-12262017180743.html pada 12 Maret 2019
3 Hal ini dikarenakan ASEAN menghindari konflik antar negara. Padahal kerjasama keamanan bilateral dianggap tidak cukup untuk menangani perningkatan interdependensi regional dan lingkup ketidak pastian keamanan di Asia Tenggara. Hal ini lah yang mendorong terbentuknya ASEAN Political Security Community untuk mempercepat kerjasama politik dan keamanan di kawasan ASEAN. Dan untuk memperlancar dialog antar negara dalam APSC memiliki badan sektoral berupa ASEAN Forum Regional4 sebagai forum dialog Isu-isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi dan pembangunan masyarakat politik dan keamanan ASEAN. ARF merupakan salah satu badan sektroal yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community) yang merupakan forum dialog isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi dan pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN. Harapannya dengan adanya ARF permasalahan keamanan kawasan dapat terwujud, melalui dialog dan komunikasi antara anggota dapat menumbuhkan kesepakatan damai yang mampu mencegah terjadinya konflik. Dan harapan lain pun muncul dengan stabilitas keamanan yang tinggi, negara-negara ASEAN mampu mewujudkan ASEAN Security Community yang menyaingi negara kawasan lain. Namun dihadapkan pada salah satu ancaman yang saat ini semakin memberikan mimpi buruk pada negara Kawasan Asia Tenggara yakni adanya pengaruh radikalisme dan terorisme, perlu untuk dianalisa lebih dalam tentang peran apa saja yang telah dilakukan dan memberikan hasil positif bagi keamanan kawasan. Fenomena Global ISIS yang mengganggu stabilitas global tentunya berpengaruh signifikan pada stabilitas negara-negara kawasan dan juga mengganggu keamanan nasional negara-negara tersebut. JIka dihadapkan dengan apa yang terjadi di lapangan, peran ARF masih dirasa belum optimal. Nama besar negara Mitra Wicara ASEAN Amerika Serikat, Uni Eropa dan China masih mampu memberikan pengaruh besar pada ARF. Peran mereka masih cukup sentral mengatur pencapaian tujuan dari forum dialog ini. Sehingga banyak kalangan yang menilai peran ASEAN hanya sebagai fasilisator pelaksanaan Forum Dialog tersebut. Belum lagi kewenangan ARF yang terbatas hanya dijadikan sebagai sarana dialog menjadikan perannya tidak optimal dalam menjaga perdamaian dan kedamaian di kawasan. Sehingga wajar bila beberapa kalangan masih meragukan sumbangsih ARF dalam menjadi media terciptanya perdamaian kawasan yang muaranya adalah perdamaian dunia yang berdasarkan rasa percaya masing-masing anggota. Belum lagi wacana untuk menyatukan ASEAN dengan mewujudkan adanya
4
ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas ASEAN, Jakarta, diakses melalui http://setnas-asean.id/asean-regional-forum-arf pada 20 Feb 2019
4 ASEAN Community 2015 yang di dalamnya akan ada ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community menjadi suatu pertanyaan besar, sudah siapkah negara-negara Asia Tenggara untuk mengikutinya dengan fluktuatif ancaman yang semakin pelik. Dengan adanya latar belakang tersebut maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah untuk dapat dikaji lebih teliti dalam tulisan ini. Adapun identifikasi masalah yang penulis temui antara lain satu Bagaimana Sikap dan Solusi negara-negara anggota ASEAN + (ARF) mengatasi ancaman terorisme kawasan. Dua Faktor-faktor penghambat terbentuknya masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN security Community). Kedua permasalahan tersebut menitikberatkan pada peran ASEAN dalam menghadapi ancaman di kawasan. Dengan demikian maka penulis mencoba merumuskan masalahnya menjadi bagaimana Peran ASEAN (ARF) dalam menangani dan menanggulangi ancaman terorisme di kawasan Asia Tenggara ? Dihadapkan dengan fluktuatif nya ancaman di kawasan menjadi penting membahas dan mengkaji lebih dalam mengenai peran ASEAN dalam ARF untuk menanganinya. Selain itu juga penting membahas tentang kesiapan negara-negara Asia Tenggara dalam menjalan ASEAN Community. Agar cara berpikir penulis melalui tulisan dapat dipahami secara baik oleh pembaca, maka penulis mencoba memberikan gambaran dan lukisan secara sistematis, faktual dan akurat melalui data dan fakta serta hubungan fenomenal diantara permasalahan yang dibahas. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan studi kepustakaan. Tulisan ini mengandung nilai guna bagi seluruh pembaca untuk dapat mengetahui peran ASEAN melalui ARF dalam menjaga keamanan kawasan. Maksud dari tulisan ini adalah memberikan gambaran kepada pembaca tentang peran ASEAN melalui ARF dalam menjaga keamanan kawasan. Sedangkan tujuan dari tulisan ini sebagai sumbang saran dan masukan kepada pemerintah khususnya dalam menentukan kebijakan dalam kerjasamanya dalam ASEAN. Seperti yang diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki previllege tersendiri dalam organisasi tersebut. Ruang lingkup tulisan ini terdiri atas pendahuluan, pembahasan dan penutup dimana tulisan ini dibatasi dengan pembahasan peran ASEAN pada ARF dan terbentuknya ASC.
Pembahasan ASEAN Regional Forum yang lebih dikenal dengan ARF bukanlah suatu bentuk Aliansi dalam bidang keamanan, forum ini merupakan forum dialog antar negara anggota untuk membahas dan memecahkan isu-isu keamanan di kawasan. Sedangkan aliansi merupakan kerjasama keamanan yang bersifat formal atau bahkan Informal dari dua atau
5 lebih negara anggota. Munculnya ARF karena ketidakpastian lingkungan strategis pasca perang Dingin. Kemudian setelah mengetahui identifikasi permasalahan maka langkah selanjutnya dalam Metode Pemecahan Persoalan adalah mempersempit permasalahan agar mudah untuk dianalisa lebih dalam oleh penulis. Proses penyempitan permasalahan ini penulis menggunakan teori Kerlingher (1986) guna menghilangkan kerawanankerawanan yang mungkin timbul. Teori ini digunakan untuk menganalisa dua poko permasalahan yang telah diidentifikasi yaitu satu Sikap dan Solusi negara-negara anggota ASEAN + (ARF) mengatasi ancaman kawasan dan dua Faktor-faktor penghambat terbentuknya masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN security Community.
Sikap dan Solusi Negara-Negara Anggota ASEAN + (ARF) mengatasi ancaman terorisme di kawasan.
Pembahasan pertama adalah mencari bentuk sikap dan solusi ARF dalam mengatasi ancaman keamanan kawasan khususnya pada ancaman terorisme. Berbicara mengenai solusi maka akan identik dengan mencari terlebih dahulu ancaman nyata pada Terorisme bagi keamanan kawasan Asia Tenggara. Kemudian menghadapkannya pada hasil dialog atau upaya ARF dalam memberikan kesadaran pada negara yang terancam oleh aksi tersebut Untuk membahas lebih dalam, adapun data dan fakta yang telah ditemukan oleh penulis antara lain adanya beberapa ancaman yaitu satu Aksi Terorisme Indonesia. Peristiwa 9/11 bisa dianggap sebagai peristiwa yang mengubah sejarah. Sejak 9/11, pandangan dunia berubah terhadap terorisme, yang diidentikkan dengan dengan salah satu agama, yaitu Islam. Hal itu disebabkan karena dalang dari 9/11 adalah kelompok Islam Al Qaeda, pimpinan Osama Bin Laden. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, menjadi salah satu sasaran muncul paham teror yang berdasarkan agama ini. Sejak setahun peristiwa 9/11 tersebut, berbagai aksi teror terjadi di Indonesia mulai dari Bom bunuh diri di di Sari Club dan Paddy’s Cafe di Jalan Legian, Kuta, Bali yang mengakibatkan 202 orang tewas, 164 orang warga asing dari 24 negara, dan 38 orang lainnya warga Indonesia, serta 209 orang mengalami luka-luka hingga terakhir terjadi serangan teroris di Mapolda Riau, 16 Mei 2018 menandakan aksi ini masih tumbuh dan berkembang dengan subur di salah satu negara Asia Tenggara yakni Indonesia. Bahkan dari beberapa analisa pakar, terlah terjadi perubahan dan pengembangankelompok dan jaringan terorisme yang ada di Indonesia. Hal ini terlihat pada medio 2002-2009 Rangkaian aksi pengeboman di atas dilakukan oleh satu jaringan yang sama, yakni alumni jihad Afghanistan dan anggota Jamaah Islamiyah. Fathur Rahman Al Ghozi, Zulkarnaen, Hambali, Mukhlas, Ali Imron, Imam Samudra, dan Dr. Azahari adalah alumni perang
6 Afghanistan yang telah mendapatkan pendidikan militer dan strategi perang. Aksi-aksi teroris JI selalu menargetkan target-target yang menjadi simbol Barat dan karena memiliki pengalaman bertempur di berbagai negara, serangan JI sangat mematikan karena mampu merakit bom dengan daya ledak yang luar biasa tinggi. Aksi tersebut mulai meredup ketika para dedengkot jaringan tertangkap dan mati ditangan para penegak hukum. Melemahnya aksi bukan berarti mengakhiri aksi terorisme di Indonesia. Tercatat sepanjang tahun 2011 saja terjadi tiga serangan teroris di berbagai daerah, antara lain di Jakarta, Cirebon dan Solo serta Poso. Namun, terorisme yang terjadi pada tahun 2010 hingga 2018 berbeda dari aksi-aksi terorisme pada tahun 2000 hingga 20095. Perbedaan ini dilihat dari sasaransasaran terorisme yang terjadi tahun 2010 hingga 2018 yang merupakan masyarakat sipil dan aparat penegak hukum khususnya Polisi tentunya sasaran teror pada medio ini berbeda dengan medio sebelumnya yang mengarah pada aksi ke sasaran bersimbol barat. Hal inilah yang menunjukkan adanya pergeseran orientasi pada gerakan terorisme dengan tetap mengusung justifikasi agama dengan cara pandang makna “Jihad” yang salah. Pergeseran yang dimaksud adalah mulai ditinggalkannya tanzhim atau organisasi sebagai wadah gerakan dengan mulai munculnya terorisme individu atau Lone Wolf Terrorism. Merebaknya paham takfiri (mengkafirkan orang lain) yang didukung dengan munculnya simpatisan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia, justru tidak membuat gerakan teror mendapat banyak dukungan dari kalangan kelompok pergerakan Islam (NU dan Muhammadiyah misalnya) di Indonesia. Akibatnya, aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia mengalami perubahan menjadi sporadis, tidak jelas, dan berbeda dari periode sebelumnya dari segi jumlah dan intensitas serangan teror, modus operandi, sasaran aksi teror, dan pelaku-pelaku yang terlibat dalam kancah gerakan terorisme. Dengan demikian melalui peran ASEAN tentunya dapat bersama-sama menyelesaikan isu keamanan ini, karena ancaman terorisme di salah satu negara maka akan mengancama pada negara anggota kawasan yang lain. Dua Paham Radikalisme dan Terorisme di Filipina. Filipina sebagai negarai kawasan Asia Tenggara serta masuk ke dalam Indo-Pasifik merupakan negara kepulauan yang terletak di barat Samudera Pasifik, berpenduduk 90 juta jiwa dimana 12 juta jiwa penduduknya adalah beragama Islam. Medio 1450-1515, di Filipina memiliki 2 basis daerah berpenduduk muslim yakni P. Sulu dan Mindanao. Timbulnya konflik sudah hampir 6
5
Irsad Ade Irawan, Pergeseran orientasi terorisme di Indonesia 2000-2018, Kumparan, 2018 diakses melalui https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/pergeseran-orientasi-terorisme-di-indonesia2000-2018 pada 12 Maret 2019.
7 dekade ini membuat perseteruan pemerintah dan Suku Moro6 di Mindanau menjadi konflik yang berkepanjangan sejak merdekanya Filipina dari Amerika Serikat. Sebelum adanya kelompok Maute yang berafiliasi ISIS, berdasarkan sejarah, organisasi Islam radikal di Moro atau Mindanau Filipina Selatan sudah ada 3 organisasi, MNLF (Moro National Liberation Front) adalah organisasi Islam yang bertujuan untuk kemerdekaan sendiri (selfdetermination), MILF sebagai kelompok pecahan dari MNLF yang memisahkan diri dari MNLF pada tahun 1977 akan tetapi baru resmi didirikan pada tahun 1984 dan terakhir adalah kelompok Abu Sayef yang didirikan pada tahun 1991. Initinya ketiga organisasi yang berada di Mindanao Filipina Selatan bertujuan untuk membebaskan masyarakat Moro dari pemerintah pusat Filipina. Setelah Presiden Rodrigo Duete dilantik menjadi Presiden Filipina, adanya konflik berkepanjangan ini ditambah dengan adanya satu kelompok lain yang menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan Filipina. Kelompok radikal islam baru tersebut menamai dirinya sebagai Khilafah Islamiyah Movement (KIM) atau dikenal dengan Dawla Al Islamiyah, yang lebih populer dengan sebutan kelompok Maute. Adanya hal ini menunjukkan konflik kelompok radikal ini belum berakhir di Filipina bahkan lebih parah dengan beafiliasi kelompok Maute pada gerakan Radikal ISIS di Suriah. Dengan jelas pertempuran merebutkan Marawi berkecamuk sejak 23 Mei 2017, Kelompok Maute bekerjasama dengan Isnilon Hapilon, tokoh pimpinan kelompok Abu Sayyaf yang dipercaya sebagai pimpinan utama ISIS di Filipina. Hal ini menjadi hambatan bagi militer Filipina untuk menciptakan kedamaian dan stabilitas keamanan di Filipina Selatan, belum lagi adanya jaring kelompok terorisme ini akan menjadi ancaman keamanan regional. Ancaman kelompok maute ini telah menguras militer Filipina karena serangannya di Marawi selama lima bulan membuat ribuan orang mengungsi, lebih dari 520 anggota kelompok Maute yang tewas dan tercatat 122 prajurit Filipina yang gugur di medan pertempuran. Upaya-upaya represif dan menekan dari pihak militer Filipina ini dibantu dengan dukungan dari AS 7 berhasil menghancurkan kepemimpinan Maute, namun belum mampu menghancurkan paham yang keliru dalam menelanjangi makna Jihad sesungguhnya. Ancaman terorisme ini tidak hanya menyerang Filipina. Ini dapat menyerang juga ke negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, sehingga perlu adanya pertimbangan bagi ASEAN dalam menangani konflik tersebut.
6
7
Hanna Azrya Samosir, Mengurai Akar Konflik Filipina, dari separatis hingga ISIS, CNN Indonesia, 2016 diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160112104302-106-103678/menguraiakar-konflik-filipina-dari-separatis-hingga-isis 19 Feb 2019 Rita Uli Hutapea, atas permintaan Filipina, Pasukan AS bantu rebut Marawi, detiksnews, 2017 diakses melalui https://news.detik.com/internasional/d-3526381/atas-permintaan-filipina-pasukan-as-banturebut-kembali-marawi 19 Feb 2019
8 Tiga Kelompok separatis dan terorisme Thailand. Kelompok Ekstrimis Islam di Thailand lahir dari adanya penindasan hak-hak populasi Muslim Melayu yang terutama berada di daerah Pattani. kelompok ini dapat tumbuh dikarenakan tiga faktor. Yang pertama adalah adanya kepercayaan yang dianut oleh kelompok Islam mengenai romantisme kerajaan Islam, Pattani Darussalam. Yang kedua, adalah adanya hubungan lintas batas negara dengan kelompok Islam di Kelantan, Malaysia, yang mendukung gerakan kelompok Islam Pattani. Berikutnya, adalah adanya ajarah untuk ‘hijrah’ yaitu beralih ke sesuatu yang lebih baik yang diwujudkan dalam melepaskan semua ‘penyiksaan’ pemeritah untuk unifikasi agama, suku, dan etnis. Selain itu, erosi kebudayaan Melayu yang merupakan kebudayaan asli masyarakat Moro juga menjadi salah satu pemicunya. Kemudian seperti halnya kelompok sejenis yang lahir di Filipina ataupun Indonesia, masalah ketimpangan ekonomi juga menjadi salah satu penyebab timbulnya semangat separasi. Kelompok ekstrimis Islam Thailand berada di bawah PULO (Pattani United Liberation Army) dan NewPULO yang didirikan oleh Kabir Abdul Rahman pada tahun 1960-an. Kelompok ini ditunggangi oleh militan di Malaysia Utara. Selain itu kelompok ini juga memiliki kerjasama dengan ekstrimis Islam di Timur Tengah dan Asia Selatan (Hisbullah). Kerjasama juga dalam bentuk pelatihan, yaitu dengan kelompok radikal Iran, Irak, dan Pakistan. Menurut Andrew Tan (2003), terdapat tiga faktor yang merupakan kekuatan eksternal dari kelompok ini, pertama, adanya simpati dari tetangga Malaysia dengan partainya PAS. Kemudian yang kedua, adanya hubungan saling tolong-menolong dengan organisasi muslim yang lain di kawasan, misalnya saja dengan GAM. Ketiga, adanya potensi hubungan dengan organisasi militan Islam internasional, seperti halnya di Afghanistan. Dari beberapa isu terorisme yang mengganggu keamanan menyeruak di permukaan dan mengganggu stabilitas keamanan negara-negara ASEAN. Setelah mengetahui adanya isu keamanan di kawasan Asia Tenggara, dengan data dan fakta yang ada, maka langkah selanjutnya adalah menemukan referensi dan teori untuk dihadapkan pada kenyataan yang ada di lapangan. Referensi yang pertama adalah dengan mengkilas balik terbentuknya kerjasama ASEAN. Sejarah telah menorehkan bahwa ASEAN terbentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand karena adanya persamaan letak geografis, persamaan budaya, persamaan nasib dan persamaan kepentingan. Negara-negara di kawasan ini memiliki kebulatan tekad dan untuk sama-sama berkontribusi dalam hal pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, perkembangan budaya serta hal-hal yang erat kaitannya dengan keamanan dan stabilitas politik di kawasan. Awalnya Organisasi belum mengusung politik dan keamanan sebagai sasaran dan tujuannya. Namun dinamika perkembangan keamanan regional membuat organisasi ini mengadakan berbagai agenda yang signifikan
9 di bidang politik8 seperti Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration/ ZOPFAN) yang ditandatangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/ TAC) yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Cita-cita tersebut kemudian dipertegas dengan kesepakatan Bali Concord I tahun 1976. Dalam Bali Concord I itu, para Pemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan penerangan, keamanan, dan peningkatan mekanisme ASEAN. Kesepakatan tersebut menandai tahapan penting bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya keras ASEAN dengan payung Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta peningkatan kesejahteraan di kawasan. Adanya hal tersebut yang menjadi dasar terebentuknya forum dialog yang dapat memfasilitasi penyelesaian konflik dan isu keamanan lainnya. Forum ini dikenal dengan ASEAN Regional Forum. ASEAN Regional Forum (ARF)9 merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community). ARF adalah forum dialog isu-isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi dan pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN. Tujuan dari ARF antara lain Mendorong dialog dan konsultasi yang konstruktif atas isu-isu politik dan keamanan yang menjadi perhatian bersama di kawasan; emberikan kontribusi nyata bagi upaya-upaya pembangunan rasa saling percaya (confidence-building) dan diplomasi preventif (preventive diplomacy) di kawasan Asia Pasifik; dan mendorong kerjasama yang dapat menumbuhkembangkan budaya damai, toleransi, saling memahami dan beradab. ARF diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan yang berkelanjutan dan bagi kemajuan lainnya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Saat ini Peserta ARF berasal dari 26 negara dan 1 entitas Uni Eropa (total 27), terdiri dari sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam), sepuluh Mitra Wicara ASEAN (Amerika Serikat, Australia, Kanada, RRT, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, Korea Selatan, dan Uni Eropa), dan 7 negara lain di kawasan (Bangladesh,
8
9
Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan ASEAN, Kemlu, 2015 diakses melalui https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Sejarah-dan-Latar-Pembentukan-ASEAN.aspx pada 13 Maret 2019 ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas ASEAN Indonesia diakses melalui http://setnas-asean.id/asean-regional-forum-arf pada 13 Maret 2019.
10 Korea Utara, Mongolia, Pakistan, Papua Nugini, Sri Lanka, Timor Leste). Penyebutan keanggotaan dalam ARF adalah peserta (participant). Disebut sebagai Participant karena forum ini sekedar forum dialog guna memecahkan permasalahan atau isu keamanan kawasan. Tidak ada upaya lebih untuk mencampuri urusan keamanan dengan kekuatan bersenjata lebih ke arah penyelesaian damai untuk menghadapi isu tersebut. Jika dihadapkan kembali dengan isu keamanan yang masih terus berkembang dimana solusi forum dialog telah dilaksanakan, maka hal tersebut mengidentikkan belum optimalnya hasil dialog yang dilakukan. Bahkan ilustrasi adanya negara besar di belakang ARF memunculkan anggapan negara lain di luar ARF bahwa ASEAN tidak akan bekerja secara mandiri. Pengaruh Poltik kedua negara akan terus membayangi dan mempengaruhi. Hal ini yang menimbulkan permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam, guna mencari solusi utamanya anggapan negara-negara tersebut tentang peran sentral ARF dalam penyelesaian isu keamanan kawasan. Sebelum mengetahui langkah ARF secara spesifik tentunya akan berkaca pada peran ASEAN dalam fokus penyelesaian aksi terorisme secara keseluruhan. Pertama Sejarah ASEAN Regional Forum (ARF). Pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF). Dasar awal pembentukan kerjasama Negara kawasan ASEAN ini menggunakan prinsip Non-interference, namun bergulirnya waktu prinsip tersebut terlalu kaku sehingga sulit untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan keamanan negara bahkan Hal ini dikarenakan ASEAN menghindari konflik antar negara. Padahal kerjasama keamanan bilateral dianggap tidak cukup untuk menangani perningkatan interdependensi regional dan lingkup ketidak pastian keamanan di Asia Tenggara. Adanya kondisi tersebutlah yang menjadi cikal bakal terwujudnya ARF sebagai bentuk kerjasama multilateral beberapa motivasi keamanan. Kemudian motivasi lain yag menguatkan ASEAN dalam membentuk
ARF adalah keinginan anggotanya untuk lepas dari ikatan
ketergantungan terhadap negara China, Jepang dan Amerika. ARF merupakan salah satu badan sektroal yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community)10 yang merupakan forum dialog isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi dan pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN. Dan saat ini forum ini terdiri atas 26 Negara dan 1 Entitas Eropa dimana negara tersebut berasal dari Negara anggota ASEAN, Mitra Wicara ASEAN dan negara lain yang berada di kawasan Asia Pasifik. Adapun Area prioritas kerjasama ARF dibahas dalam 4 bidang besar yaitu
satu
Penanggulangan bencana (disaster relief); dua Kontra-terorisme dan kejahatan lintas
10
Ibid
11 negara (counter-terrorism and transnational crime); tiga Keamanan Maritim (maritime security); empat
Non-proliferasi
dan
perlucutan
senjata
(non-proliferation
and
disarmament); dan lima Teknologi Informasi dan Komunikasi (information and communication technologies). Dengan demikian telah jelas bahwasannya adanya ARF ini mencoba mengatasi salah satunya adalah adanya ancaman terorisme, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara namun Indo-Pasifik atau bahkan secara global. Karena dapat dilihat adanya beberapa negara Non ASEAN yang ikut bergabung dalam kerjasama ini. Kedua Kegiatan yang dilaksanakan ARF. Kegiatan pertama adalah adanya kesepakatan antar menteri dalam negara anggota ASEAN tentang kejahatan lintas negara yakni terorisme salah satunya. Kesepakatan tersebut dibentuk di Manila Filipina 1997 dan dikenal sebagai ASEAN Declaration on transnasional Crime. Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan tingkat tinggi ASEAN ke 8 di Pnom Penh 2002 yang mengutuk keras serangan biadab Bom Bali dan Filipina. Deklarasi menyatakan “ASEAN cannot accept the use of terror in many places around the world for whatever cause in the name of whatever religious or ethnic aspirations”. Pada saat itu Brunei Darussalam mengusulkan pembentukan kelompok Inter-Sesi mengenai terorisme internasional dan kejahatan lintas negara. Sementara itu Jepang sebagai anggota ARF menambahkan usulan untuk ada lokakarya kedua yang khusus membahas penanganan aksi terorisme tersebut. Lokakarya lanjutan ini bisa terlaksana dan menyepakati beberapa daftar kegiatan yang dilakukan oleh negaranegara anggota ARF dalam menghadapi ancaman terorisme (dossier on counter terrorism measures). Hal ini mendapat dukungan dari Australia, mengingat negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia dijadikan zona penyangga (buffer zone) bagi Australia. ARF menyadari bahwa pergerakan teroris dalam menjalankan aksinya sangat bergantung dari seberapa kuat aspek pendanaan yang mendukung kegiatan teroris di kawasan. Oleh karenanya, negara anggota ARF akan mengimplementasikan secara cermat dan tepat semua cara guna menghambat akses pendanaan bagi teroris, sebagaimana yang telah diidentifikasikan oleh PBB. Hal tersebutlah yang menginspirasi adalnya ide untuk memnebtuk unit intelijen finansial oleh pada anggota ARF yang bertugas menghambat aliran dana kelompok terorisme tersebut. Dan kegiatan selanjutnya terselenggaranya ASEAN Regional Forum InterSessional Counter Terrorism – Transnational Crime Counter Terorism. ARF the Inter-Sessional pada Rapat Counter Terrorism dan Transnational Crime (ISM CT - TC) digelar di Sabah pada bulan Maret 2003. Penyalahgunaan difokuskan pada gerakan rakyat; pergerakan barang dan dokumen keamanan. Beberapa anggota kunci ARF tabled mereka prioritas daerah di counter-tindakan terorisme. Dalam hal ini, Amerika Serikat saat ini menyediakan dukungan teknis ARF ke beberapa negara di berbagai bidang
12 terorisme yang terkait dengan hal-hal seperti pasca ledakan forensik dan investigasi, pelatihan cepat tanggap tim, keamanan perbatasan perangkat lunak, deteksi dari penipuan dan dokumentasi teroris pemegatan program. Dengan penjelasan di atas maka tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini ASEAN sedang concern terhadap isu keamanan terorisme yang menggerogoti kestabilan suatu keamanan baik keamanan regional atau bahkan global. Sehingga upaya-upaya ASEAN sebagai bentuk inisiasi penanganannya karena seperti diketahui jaringan internasional terorisme saat ini sudah menyebar hingga ke kawasan Asia Tenggara. Salah satu forum kerjasama ASEAN yang saat ini fokus menangani hal tersebut adalah ARF. Dengan adanya penjelasan tersebut maka telah menjawab bahwa peran ARF sebagai forum diskusi multilateral antara negara ASEAN dan negara yang berkompeten lainnya sudah optimal dalam menjawab permasalahan yang ada. Namun dengan masih maraknya aksi terorisme hingga saat ini maka proses penyelesaian ini ARF dirasa masih belum optimal dari sisi action. Planning dan dialog bukan solusi yang berperan signifikan dari penyelesaian suatu konflik. Batasan peran ARF ini lah yang menjadi kendala, karena ARF saat ini masih menggunakan prinsip Non Interference dalam membahas suatu penyelesaian konflik. Sehingga menurut analisa penulis sangat perlu untuk mengubah prinsip Non-interference menjadi pendekatan proactive engagement11 guna lebih mengoptimalkan penyelesaian suatu konflik keamanan kawasan. Hal tersebut hingga saat ini masih dipertimbangkan oleh ASEAN sebagai organisasi induk dari ARF demi mengoptimalkan peran ASEAN di forum dunia.
Faktor-faktor penghambat terbentuknya masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN security Community). ASEAN Security Community merupakan salah satu dari Pilar utama ASEAN yang menopang pembangunan ASEAN ke depannya. ASC ini mempromosikan bentuk kerja sama yang lebih luas di dalam bidang politik serta keamanan di kawasan Asia Tenggara yang tiak hanya terpaku aliansi militer, pakta kesepakatan atas keamanan, ataupun perjanjian politik mapun keamanan semata. ASC juga berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Didalam usaha mewujudkan hal tersebut ASC memiliki 6 aspek untuk mengeksplorasi yaitu Pembangunan politik, membentuk dan membagi norma, pencegahan konflik, resolusi
11
Dinar Rizki Muliatama, Peran ASEAN dalam LCS : ARF menangani LCS, Univ AL Azhar, 2016 melalui ihttps://www.academia.edu/28296124/Peran_ASEAN_dalam_Laut_China_Selatan_ARF_dalam_menan gani_LCS pada 15 Maret 2019.
13 konflik, penciptaan perdamaian pasca konflik dan mekanisme penerapannya. ASC ini sebagai sempalan dari ASEAN Community yang mendukung tercapainya tujuan para pendiri ASEAN yaitu peningkatan taraf hidup rakyat ASEAN yang tercermin dari perkembangan social ekonomi ASEAN, terciptanya perdamaian dan keamanan di ASEAN dan meningkatnya standar kehidupan penduduk ASEAN. Namun pencapaian ASEAN Community sebagai tujuan akhir dari ASEAN Security Communty mengalami kendala dan hambatan. Ada mosi tidak percaya dari para pengamat hal tersebut dapat terwujud khususnya pada bidang penyelesaian isu keamanan di kawasan tentunya hubungannya pada kondisi negara-negara anggota. Melihat kondisi tersebut, penulis mencoba mencari data dan fakta yang memberatkan terwujudnya cita-cita ASEAN menjadi salah satu negara kawasan yang mampu menandingi Uni Eropa. Satu masih adanya krisis dan konflik internal negara-negara Anggota ASEAN12. Karena adanya prinsi Non-interference maka kecenderungan untuk mendiamkan konflik atau tidak ingin mencampuri konflik antar negara anggota menjadi tinggi. Seperti yang kita ketahui bahwa di antara negara-negara kawasan ini masih ditemukan konflik internal yang bertaraf internasional dan membutuhkan peran ASEAN dalam penanganannya. Sebagai contoh adanya krisis Muslim Rohingya di Rakhine State Myanmar, sampai sejahu ini ASEAN tidak berupaya membangun opini atau tindakan dalam menyelesaikan konflik. Anggaran dasar ASEAN tersebut yang memberlakukan prinsip Noninterference membuat langkah ASEAN praktis terganggu karena tidak adanya kemampuan dalam menyikapi isu tersebut. Kegagalan dalam mengurus konflik internal meragukan pencapaian ASEAN Community yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Security Communty. Dua Negara-negara anggota ASEAN memiliki sistem politik yang tidak selaras, kontradiksi dan keragaman agama, etnis, Bahasa serta sejarah yang selalu membayangi consensus anggota terkait isu. ASEAN yang terdiri dari sepuluh anggota ada pemerintahan dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Malaysia dan Indonesia, pemerintahan Budha seperti Myanmar, junta militer seperti Vietman, pemerintahan kapitalis seperti Singapura, pemerintahan yang sepenuhnya bergantuh dan berafiliasi dengan pihak luar seperti Filipina serta pemerintahan monarki dan republik. Oleh karena itu, setiap sistem pemeritnahan ini mengejar keragaman hubungan luar negeri dan regionalnya demi kelanggengannya. Sementara itu, Singapura sangat dekat dengan Amerika Serikat, namun Malaysia dan Indonesia menekankan kerja sama regional khususnya untuk menjamin keamanan Selat Malaka. Perbedaan cara pandang ini membuat terkadang keputusan yang diambil masih sangat mudah dipengaruhi oleh negara-negara di luar ASEAN. Hai ini mempertanyakan 12
Asia Jakarta, Krisis internal dan kegagalan ASEAN, Pars Today, 2018 diakses melalui http://parstoday.com/id/radio/world-i54426-krisis_internal_dan_kegagalan_asean pada 12 Maret 2019
14 kemandirian ASEAN jika kelak menyatu menjadi satu bentuk kerjasama yang kuat. Tiga penyelesaian konflik dari isu keamanan yang masih rendah jauh dari sempurna. Menurut mantan diplomat senior Indonesia Wiryono Sastrohandoyo13 menyatakan bahwa konsepkonsep ASEAN sudah cukup baik, namun lemah dalam implementasi. Dalam implementasi penyelesaian konflik, ASEAN cenderung avoidance the conflict (menghindari konflik) tidak solving the conflict (memecahkan permasalahan). Prinsip menghindari konflik ini dikaitkan pada prinsip ASEAN yang tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri anggotanya. Sehingga dialog yang dilakukan hanya bersifat saran untuk sama-sama menghargai satu dengan yang lain agar meletusnya konflik dapat dicegah. Kondisi ini hanya menyimpan konflik tanpa upaya pemecahannya, ibarat api dalam sekam suatu saat akan membakar sekam hingga habis. Setelah mengetahui kondisi data dan fakta di atas, selanjutnya penulis akan mencoba menghadapkannya pada beberapa teori dan konsep yang sesuai. Satu konsep National Interest. National Interest atau kepentingan nasional adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara bangsa atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Yang paling utama kepentingan atau kebutuhan masing-masing negara adalah adanya keamanan di dalam wilayah negaranya yang mencakup kelangsungan hidup rakyat dan keutuhan wilayah negaranya. Oleh Rudy (2002 : 116) menjelaskan bahwa kepentingan nasional diidentikkan pada tujuan nasional. Sedangkan menurut Morgenthau Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik dan kultur dari gangguan negara lain. Hal ini lah yang menginisiasi berdirinya ASEAN Community untuk bersama-sama membangun kawasan yang aman bagi seluruh negara anggota ASEAN. Namun yang terjadi, dengan beragamnya politik negara anggota, membedakan pula kepentingan nasional masing-masing negara kawasan. Dua Konsep Security dillema. Secara konseptual, konsep ini menunjukkan adanya upaya untuk memelihara keamanan negara sendiri dengan mengambil langkah yang berdampak pada pengurangan keamanan negara lainnya. Definisi seurty dilemma dijelaskan oleh Robert Jarvis “many of the means by which a state trie to increas its security decrease the security of others”. Konsep ini menunjukkan adanya kecurigaan yang tinggi pada pihak lain, sehingga lebih mengutamakan keamanan sendiri. Hal ini lah yang menggambarkan bahwa dalam kerjasama antar negara tidaklah murni mendukung kesepakatan
kerjasama.
Kepentingan
pribadi
akan
lebih
diunggulkan
dalam
pelaksanaannya. Pengaruh konsep ini bagi melemahnya pencapaian ASC terlihat adanya
13
Masihkah ASEAN memiliki efektifitas, BBC News Indonesia, 2011 diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/05/110505_asean_efektivitas pada 12 Maret 2019
15 upaya masing-masing negara dalam menjalan politik negaranya tanpa menghiraukan kesepakatan bersama. Dihadapkan dengan konsep atau teori tersebut, dan data fakta yang ada maka dapat disimpulkan adanya hambatan dan kendala dalam pencapaian cita-cita ASEAN Security Community sebagai pilar utama ASEAN Community. Hasil analisa adanya beberapa hambatan antara lain; satu masih besarnya konflik internal negara-negara ASEAN yang belum terselesaikan oleh ASEAN. Hal ini dapat mengganggu kepercayaan masyarakat Dunia terhadap pencapaian cita-cita luhur ASEAN. Dua adanya prinsip Non-interference yang menghambat penyelesaia konflik internal negara-negara ASEAN. Perlu adanya perubahan prinsip yang lebih konkrit dalam proses penyelesaiannya. Tiga perbedaan yang mencolok antara negara anggota mulai dari sistem politik hingga kondisi ekonomi negara ASEAN. Sehingga memunculkan ego sektoral negara dalam pembahasan di forum kerjasama ASEAN. Empat proses penyelesaian konflik yang mengedepankan azaz avoidance the conflict, membuat penyelesaian konflik tidak tuntas dan cenderung memperbesar masalah di kemudian hari. Hal ini juga mempengaruhi kepercayaan dunia kepada ASEAN dalam membantu penyelesaian isu global yang ada.
Penutup
Dari penjelasan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai pembahasan tulisan ini dirangkum berdasarkan rumusan masalah yang ada satu peran ARF dalam penanganan isu teorisme yang mengganggu keamanan sudah menunjukkan itikad positif dari negara-negara kawasan dan negara peserta lainnya tentang penanganan konflik. Beberapa pertemuan yang membahas penyelesaian dan penanganan konflik atau isu terorisme terus dikembangkan. Namun pelaksanaannya masih terhambat dengan adanya prinsip non-interference sehingga dengan hanya menggunakan dialog untuk memberikan solusi penyelesaian menjadi tidak efektif. Butuh adanya proactive engagement agar proses penyelesaian lebih efektif lagi. Dua saat ini mimpi terwujudnya ASC masih jauh dari pada harapan, adanya beberapa kendala yang menyebabkan ASC hingga saat ini sulit untuk dicapai. Kendala tersebut mulai dari adanya konflik internal negara ASEAN yang masih cukup banyak, prinisp Non-interference bukan solusi tepat penyelesaian, perbedaan sistem politik dan ekonomi negara ASEAN yang sangat mencolok serta asas Avoidance the conflict bukan penyelesaian masalah yang tepat dalam forum ini. Kendala tersebut yang meragukan beberapa pakar dan ahli tentang pencapaian ASEAN community tersebut. Dilatar belakangi dengan pembahasan di atas, kami mencoba memerikan saran kepada pembaca umumnya dan pemerintah pada khusunya sebagai bagian dari organisasi
16 ASEAN. Saran yang kami ajukan kepada pemerintah melalui kementerian luar negeri mampu memberikan pengaruh pada ASEAN untuk mengubah prinsip Non Interference tentunya dengan tetap berdasar pada sikap saling menghargai antar anggota ASEAN. Karena dihadapkan dengan isu keamanan regional saat ini, peran ASEAN dalam penyelesaian konflik akan dipandang sebelah mata. Pengaruh negara maju akan selalu membayangi ASEAN sebagai kerjasama negara kawasan yang sudah lama berdiri. Peran previllege Indonesia harus mampu memberi warna positif bagi ASEAN demi tercapainya cita-cita yang sesuai dengan anggaran dasar berdirinya ASEAN. Akhir kata tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dituangkan dalam naskah tulisan ini. Sehingga masukan dan saran dari para pembaca sangatlah berarti bagi penulis dalam menyempurnakan naskah berjudul PERAN ASEAN DALAM MENANGANI DAN MENANGGULANGI ANCAMAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA demi terwujudnya nilai guna serta maksud dan tujuan yang diharapkan.
Bandung, 10 Maret 2019 Perwira Siswa
Erlan Wijatmoko, S.H. Mayor Arm Nosis 57001
Referensi
:
1. Naskah Departemen Masalah Strategi BS Strategi dan Konflik Bersenjata SBS Strategi militer dalam operasi KEP Dikreg LVII Seskoad TA 2019. 2. Jurnal tentang Persepsi Ancaman di kawasan Asia tenggara : Peran ASEAN sebagai primary driving force 3. Zackary Abusa, 2017 : Tahun yang penuh gejola keamanan di Asia Tenggara. Berita Benar, 2017 4. ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas ASEAN, Jakarta 5. Irsad Ade Irawan, Pergeseran orientasi terorisme di Indonesia 20002018, Kumparan, 2018
17 6. Hanna Azrya Samosir, Mengurai Akar Konflik Filipina, dari separatis hingga ISIS, CNN Indonesia, 2016 7. Rita Uli Hutapea, atas permintaan Filipina, Pasukan AS bantu rebut Marawi, detiksnews, 2017 8. Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan ASEAN, Kemlu, 2015. 9. ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas ASEAN Indonesia 10. Dinar Rizki Muliatama, Peran ASEAN dalam LCS : ARF menangani LCS, Univ AL Azhar, 2016 11. Asia Jakarta, Krisis internal dan kegagalan ASEAN, Pars Today, 2018 12. Masihkah ASEAN memiliki efektifitas, BBC News Indonesia, 2011