Rapat Paripurna DPR FPBB: Setuju Memorandum II, Tapi Itu Bukan Vonis DPR Jakarta, 30 April 2001 18:03 FRAKSI Partai Bulan Bintang (FPBB) DPR menyatakan memorandum DPR untuk presiden bukan sebuah penghakiman dan vonis dari DPR, melainkan sebuah peringatan dari tugas pengawasan yang dilakukan DPR terhadap presiden. Dalam rapat paripurna DPR tentang pendapat akhir fraksi-fraksi DPR terhadap Jawaban Presiden atas Memorandum I, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno itu, Fraksi Partai Bulan Bintang menyetujui dikeluarkannya Memorandum II. Melalui juru bicaranya HM Kastolani, FPBB menilai pendapat yang menyebutkan memorandum tersebut merupakan sebuah vonis memang ada benarnya jika dilihat dari hukum pidana. Namun, katanya, jika dilihat dari hukum tata negara memorandum tersebut bukan sebuah final judgement karena yang berhak memberikan keputusan akhir itu adalah MPR. Berdasar penjelasan umum UUD 1945 dan Tap MPR III/MPR/1978, FPBB menegaskan bahwa DPR mengeluarkan memorandum jika DPR menganggap presiden telah melanggar haluan negara. Disebutkan, hanya dengan memorandum DPR, tidak pernah terjadi seorang presiden diberhentikan jabatannya tanpa Sidang Istimewa (SI) MPR. Lain halnya jika setelah dikeluarkan memorandum, presiden dengan jiwa besar mengundurkan diri dari jabatannya. Mengungkit Kesalahan Presiden FPBB juga menyebutkan berbagai kesalahan presiden. Bahkan, lanjut Kastolani, presiden telah menyalahkan DPR sebagai biang kerok. FPBB juga menganggap presiden tidak menunjukkan iktiar signifikan memberantas KKN. Hal-hal itu menunjukkan presiden tidak memperhatikan memorandum DPR, bahkan melakukan perlawanan terhadap DPR. "Ini pelanggaran yang sungguh-sungguh terhadap UUD 45 dan haluan negara," kata Kastolani. Terlepas dari berbagai alasan yang dikemukakan presiden, FPBB menilai ada sebuah kenyataan perbedaan pendapat antara presiden dan DPR dalam menafsirkan ketentuanketentuan yang diatur dalam Tap MPR III/MPR/1978. Perselisihan itu tidak dapat diselesaikan melalui pertemuan sejumlah tokoh nasional, tidak juga dengan mengerahkan massa secara besar-besaran, tidak ada mekanisme yang dapat menyelesaikan perselisihan itu kecuali MPR sebagai lembaga tertinggi negara. FPBB juga meminta agar semua pihak memelihara sifat-sifat kenegarawanan yang memiliki jiwa besar dan lebih mementingkan bangsa dan negara. FPBB menilai tidak ada kesungguhan presiden untuk memperbaiki kinerjanya. Presiden dianggap telah mengabaikan DPR yang seharusnya dalam penyelenggaraan pemerintah negara bekerja sama. Disebutkan juga setelah memorandum I presiden tidak secara sungguh-sungguh memperhatikan dan bahkan melakukan pelanggaran yang membahayakan eksistensi bangsa dan negara.
Tentang memorandum I, FPBB menilai peristiwa dikeluarkannya memorandum itu adalah sesuatu yang langka dan mustahil akan terjadi jika tidak ada hal yang sungguhsungguh serius dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. FPBB juga menilai presiden telah melupakan pelanggaran haluan negara, karena presiden dalam jawaban tertulisnya lebih menitikberatkan ke masalah Yanatera dan bantuan dari Sultan Brunei. FPBB berpendapat dalam sistem penyelenggaraan negara, presiden sama sekali tidak punya kewenangan untuk mengawasi atau menilai yang dilakukan DPR, sebaliknya justru DPR yang diberi wewenang pengawasan dan bisa menilai Presiden. [DH, Ant]
Presiden Datangi DPR Dalam kesempatan itu, Presiden melakukan klarifikasi atas berita yang berkembang yang seolah-olah ada larangan bagi menteri untuk datang memenuhi undangan DPR. JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Selasa kemarin, mendatangi Gedung DPR RI Senayan Jakarta. Kedatangannya dimaksudkan untuk konsultasi antara eksekutif dan legislatif guna mencari solusi atas konflik di tubuh DPR. ''Kami berharap masalah intern di DPR segera dapat diselesaikan sehingga pemerintah dapat dengan cepat menjalin kerja sama dengan legislatif, terutama di komisi dengan menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Pemerintah memerlukan pengawasan dari DPR. Saya sebagai presiden tentu memerlukan kontribusi dari DPR agar kebijakan publik bisa tepat sesuai dengan harapan rakyat,'' katanya usai konsultasi dengan pimpinan DPR. Kedatangan Presiden didampingi Menko Politik, Hankam, dan Hukum Widodo AS, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan juru bicara Andi Mallarangeng. Mereka disambut Ketua DPR Agung Laksono bersama Wakil Ketua Soetardjo Soerjoguritno, Muhaimin Iskandar, dan Zaenal Maarif. ''Dengan niat baik mencari jalan keluar atas masalah ini, kami berkonsultasi dengan pimpinan DPR. Dalam waktu dekat, Dewan akan menyelesaikan masalah ini dan itu patut didukung,'' kata SBY. Dalam kesempatan itu, Presiden melakukan klarifikasi atas berita yang berkembang yang seolah-olah ada larangan bagi menteri untuk datang memenuhi undangan DPR. ''Yang betul, karena pimpinan Dewan sedang menuntaskan permasalahan yang insya Allah akan segera selesai, maka kami memberikan kesempatan dan menunggu proses itu rampung. Setelah itu menteri menjalankan kewajiban memenuhi undangan pihak DPR dalam rapatrapatnya,'' tandas Presiden. Hal senada dikemukakan Ketua DPR Agung Laksono. Dia mengatakan, pihaknya terus berusaha sesuai dengan keinginan pemerintah untuk menyelesaikan masalah di DPR dengan secepat-cepatnya, sehingga DPR berfungsi secara sempurna. Dalam kaitan ini pimpinan akan melakukan komunikasi yang intensif dengan fraksi-fraksi. Sementara itu, konflik antara Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan yang berebut kursi komisi di DPR masih terus berlanjut. Gapoksi (Gabungan Kelompok Fraksi) yang dibentuk oleh Koalisi Kerakyatan telah melakukan rapat-rapat untuk memilih pimpinan. Rapat dilakukan di ruang-ruang fraksi, bukan di ruang komisi. Di sisi lain, komisi-komisi yang dibentuk Koalisi Kebangsaan juga terus melanjutkan acaranya, seperti yang dilakukan oleh Komisi I DPR dan Komisi III. Timbulkan Ketegangan Di tempat terpisah, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assidiqie mengatakan, bila konflik internal di DPR meluas, akan menimbulkan ketegangan yang berujung pada konflik parlemen dengan pemerintah. Karena itu, masalah tersebut hendaknya tidak ditarik keluar untuk menghindari ketegangan di antara lembaga negara. ''Yang terpenting saat ini adalah mengurangi ketegangan,'' katanya usai bertemu Ketua DPR di Gedung DPR kemarin. Dia mengakui, masalah internal di DPR merupakan masalah yang baru pertama kali terjadi. Karena itu, pimpinan partai politik dan lembaga tinggi negara hendaknya tidak memperuncing masalah. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita mengatakan, DPD tidak mencampuri konflik internal di DPR dan hanya berharap masalah itu dapat teratasi
sehingga DPR dapat melaksanakan tugasnya. ''DPD tidak berwenang untuk campur tangan dalam konflik di DPR,'' katanya. Reaksi terus bermunculan atas kemelut di dalam tubuh wakil rakyat tersebut. Forum Indonesia Maju (FIM) sangat menyayangkan perkembangan politik nasional belakangan ini, menyusul perseteruan antara kelompok Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan. Bahkan, keadaan itu diperkeruh dengan keluarnya instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengimbau para anggota kabinet, pejabat tinggi negara nondepartemen, serta Panglima TNI dan Kapolri untuk tidak menghadiri undangan DPR RI. ''Benar-benar keadaan ini sangat menyedihkan. Belum pernah ada dalam sejarah, parlemen Indonesia mengalami kebuntuan politik hingga berlarut-larut begini tanpa merasa berdosa pada rakyat yang telah memilih mereka. Kami para mantan anggota DPR merasa malu melihat kenyataan di lembaga yang terhormat itu,'' kata Ketua FIM, Anwar Adnan Shaleh. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menegaskan, tidak ada maksud pemerintah melarang menteri menghadiri undangan DPR. Sebetulnya, kata dia, pemerintah hanya memberikan kesempatan kepada DPR untuk menyelesaikan masalah internalnya, sebelum memulai kemitraan antara Dewan dan pemerintah. ''Bukan dilarang. Sekarang kami memberikan kesempatan dulu kepada DPR untuk menyelesaikan masalah internalnya. Setelah itu, nanti kemitraan tetap berjalan. Nggak ada hal-hal yang kontroversi.'' Dia mengesampingkan peringatan kalangan DPR tentang adanya ketentuan yang menyebut DPR berhak melakukan penyanderaan kepada siapa saja yang menolak dipanggil Dewan, karena pemerintah bergerak atas dasar rambu-rambu ketentuan perundang-undangan. ''Semua yang kita lakukan sesuai rambu-rambu aturan. Presiden tidak mengatakan melarang. Tolong diluruskan, tidak ada kata-kata melarang. Itu sama sekali tidak ada,'' tegasnya. Menurutnya, pemerintah hanya memberikan kesempatan dan berkeyakinan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama DPR akan segera bisa menyelesaikan masalah internalnya. Jika itu terjadi, kemitraan antara eksekutif dan legislatif tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah pun menilai kemitraan sangat diperlukan dalam rangka mekanisme kerja DPR dengan pemerintah. (nas, A20-69-87t)
Konflik Presiden - DPR Akan Berkepanjangan
Jakarta, 28 Maret 2001 14:41 Pengamat politik Universitas Gadjahmada (UGM), Riswandha Himawan nampak hadir sebagai pengamat di Gedung DPR, mengikuti sidang jawaban Presiden atas memorandum. Kesimpulan Riswanda, jawaban Presiden Gus Dur atas Memorandum I DPR hanya akan memperpanjang konflik Presiden dengan DPR. "Jawaban Gus Dur atas Memorandum I hanya akan menyulut Memorandum II DPR, karena jawaban Pemerintah hanya basa-basi saja dengan menawarkan rekonsiliasi untuk merebut simpati masyarakat," katanya. Riswandha berpendapat, jawaban Gus Dur atas Memorandum I lebih banyak menyentuh kasus Bruneigate dan kurang mengungkap kasus Buloggate, terutama pada bagian kemana saja uang Yayasan Yanatera Bulog didistribusikan kepada orang-orang dekatnya. Jawaban Gus Dur bahwa sumbangan dari Sultan Brunei sebagai masalah pribadi, menurut Riswanda sama sekali tidak benar. "Sebagai seorang yang sudah menjabat sudah sewajarnya menghilangkan hak-hak pribadinya. Jika saya menjadi menjadi pejabat publik otomatis saya harus menghilangkan hak pribadi atau ditekan sekecil mungkin," katanya. Lebih gawat lagi, lanjut Riswanda, pernyataan Gus Dur itu malah menegaskan bahwa dia telah melakukan KKN. "KKN itu definisinya domain publik dimainkan di ranah privat. Inilah yang didemontrasikan dalam pidato ini," katanya. "Sehingga, saya kira, nggak bisa nggak ini akan menyulut pada memorandum kedua," katanya. Ia mengatakan, gaya kepemimpinan Presiden yang dipertanyakan Memorandum I, juga tidak mendapat jawaban secara substansial. Namun lebih dari itu, jawaban Presiden terhadap Memorandum I DPR merupakan proses yang salah. "Jujur saja, proses ini salah, mestinya Memorandum itu tidak usah dijawab secara riil, melainkan dalam tindakan, in action. Maka, tidak ada relevansinya jika Presiden memberikan jawaban terhadap Memorandum I DPR," ujarnya. Karenanya, Riswandha mengatakan, konflik Presiden-DPR masih berkepanjangan, sebab fraksi-fraksi Dewan akan memberikan tanggapan atas jawaban Presiden, baru kemudian dipertimbangkan adanya Memorandum II dan terakhir digelar atau tidaknya Sidang Istimewa (SI) MPR. "Jika ada pendapat Presiden mempunyai hak jawab atas Memorandum I DPR, itu tidak tepat," ucapnya. Presiden, mestinya, tidak cukup dengan memberikan jawaban atas Memorandum DPR, tapi lebih dari itu harus melakukan tindakan substansial. Tentang solusi konflik ini, Riswandha berpendapat, usul Dewan Pertimbangan Agung (DPA) merupakan solusi terbaik, yakni memposisikan Presiden sebagai kepala negara saja, sedangkan pemerintahan sehari-hari dikendalikan oleh Wapres. [Rohmat Haryadi]
Presiden dan DPR Bertemu Selesaikan Konflik Selasa, 02 November 2004 | 14:03 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap persoalan antara pemerintah dengan DPR dapat diselesaikan secara demokratis melalui pembicaraan siang ini dengan pimpinan DPR. Sekitar pukul 13.00 WIB Presiden Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan pimpinan DPR di Gedung MPD/DPR. Pertemuan ini dimaksudkan untuk membicarakan berbagai persoalan yang menyangkut hubungan pemerintah dengan DPR akhir-akhir ini. Agenda pertemuan ini dijadwalkan secara mendadak diluar agenda resmi presiden maupun wakil presiden. "Selelah kemarin bertemu ketua mahkamah konstitusi, ketua mahkamah agung, dan pagi ini bertemu ketua dewan perwakilan daerah, saya harapkan dalam pertemuan dengan pimpinan DPR siang ini dapat menyelesaikan semua persoalan secara demokratis," kata Presiden Yudhoyono dalam pidato tanpa teksnya dimuka puluhan diplomat asing di Istana Negara Jakarta, Selasa (2/11). Menurut presiden, persoalan yang terjadi antar pemerintah dengan DPR lebih disebabkan proses penyelesaian dalam melaksanakan hasil amandemen UUD 1945. Akibat amandemen, terjadi perubahan sistem pemerintahan mulai dari pemilihan presiden secara langsung dan penerapan sistem dua kamar (bikameral) di parlemen. Dengan perubahan sistem ini rakyat perlu waktu untuk membiasakan diri. Menurut Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, pemerintah tidak menghendaki terjadinya kontroversi akibat persoalan diinternal DPR maupun persoalan hubungan pemerintah dengan DPR. "Presiden Yudhoyono, hanya berharap DPR secepat mungkin menyelesaikan masalah internalnya. Sehingga, mekanisme kemitraan pemerintah dengan DPR dapat segera berjalan,"kata Sudi. Soal instruksi presiden yang meminta semua menteri dan pejabat negara untuk tidak menghadiri semua undangan DPR, menurut Sudi, presiden hanya berniat menunda sementara waktu hingga masalah internal DPR dapat selesai. "Kita tidak ingin ada kontroversi di DPR, karena kalau misalnya ada menteri yang dipanggil, kemudian ada kontroversi di DPR kita tidak ingin menteri kita di ping-pong kesana kemari," kata Sudi beralasan.