ANAK JALANAN
Nama NPM Dosen Mata Kuliah
: SUPRIYADI : 08330050115 : Ma’ruf Cahyono, SH,MH : Pengantar Hukum Indonesia
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SATYAGAMA JAKARTA 2009
Kata pengantar Assalamu’alaikum Wr.Wb.,
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ ANAK JALANAN ” yang merupakan salah satu syarat untuk menentukan dan memperoleh nilai ujian akhir semester Mata Kuliah PENGANTAR HUKUM INDONESIA di Fakultas Hukum Universitas Satyagama Jakarta. Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai penyempurnaan makalah ini, sehingga dikemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa/i di Universitas Satyagama Jakarta. Seiring dengan itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang memberikan Mata
kuliah ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan kesehatan serta rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Wasalamu’alaikum Wr .Wb.,
Jakarta, Januari 2009
SUPRYADI
BAB I PENDAHULUAN Sebagai manusia lndonesia, anak jalanan (anjal) adalah anak telantar yang wajib dipelihara oleh negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Dari sisi lain, anjal juga mestinya terikat dengan program kegiatan mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Almarhum Harry Roesli dan beberapa LSM telah berhasil menggali potensi seni atau kreativitas anjal sehingga sebagian dari mereka menjadi seniman atau anak yang berprestasi. Mungkin saja ada bakat lain yang ada pada anjal yang perlu terus digali agar mampu menghapus stigma buruk yang melekat di dalamnya. Tidak dapat dimungkiri kehidupan anjal hampir identik dengan label miring. Ngelem sebagai kegiatan teler dengan cara menghisap Aibon dan sebangsanya hampir menjadi label khusus anjal. Belum lagi tindakan kriminal seperti pencurian, pemalakan, atau gangguan kamtibmas lain sering kali label lain yang sulit dihindari. Labelisasi ini mungkin penyebab apriorinya banyak pihak terhadap anjal sehingga yang paling patut dilakukan adalah pegusiran dan penertiban, bukan pembinaan dan perlindungan.
Produk gagal Menjadi anjal pastilah tidak dikehendaki oleh siapa pun termasuk anjal itu sendiri.
Kemiskinan sering kali menyebabkan kelahiran kelompok pinggiran seperti itu. Oleh sebab itu UNICEF menekankan faktor pemberantasan kemiskinan dan menanamkan investasi pada anak merupakan salah satu prinsip dan tujuan yang ingin dicapai Hampir pasti
dapat
diasumsikan
bahwa
anjal
identik
dengan
kemiskinan
sehingga
bertambahnya populasi anjal dapat menjadi indikator bertambahnya keluarga miskin. Kemiskinan memunculkan gelandangan dan pengemis (gepeng) di perkotaan yang menjadikan tempat apapun sebagai arena hidup, termasuk stopan, kolong jembatan, trotoar, ataupun ruang terbuka yang ada.
Kegagalan keluarga bukan mustahil menjadi penyebab lain munculnya anjal. Banyak anjal muncul akibat kelahiran yang tidak dikehendaki. Bisa juga akibat dendam kepada bapak/ibunya kemudian menelantarkan anaknya. Atau ada anak melarikan diri dari rumah akibat disharmonisasi ibu-bapaknya. Kegagalan ini bisa mendorong berkumpulnya anjal dengan keragaman problematika yang dialami untuk kemudian saling mengisi dan mendidik satu sama lain. Dampaknya anjal akan menjadi kaya dengan persepsi buruk terhadap pihak lain di luar anjal sebagai penyebab dirinya demikian. Oleh sebab itu anjal menjadi rentan dengan penyakit sosial, termasuk kriminalitas, penyimpangan seksual, dan trafficking.
Pembinaan dan perlindungan Menggusur anjal sebenarnya dapat memperburuk persepsi anjal terhadap petugas
penertiban dan pemerintah sebagai musuh bersama anjal. Yang perlu dilakukan justru mengurai kekuatan buruk anjal dengan upaya penampungan dan pembinaan. Ketika ada upaya pengembalian kepada keluarganya, mungkin perlu pemilahan dan pemilihan agar tidak kembali ke dalam kehidupan bebas sebagai anjal. Oleh sebab itu, upaya penanganan anjal tampaknya perlu sinergi dengan upaya pemberdayaan masyarakat miskin serta pembinaan usaha kecil dan menengah atau pembinaan kehidupan remaja agar tidak terjerumus dalam kegagalan hidup. Tanpa sinergitas berkecenderungan kepada pemborosan energi dan biaya yang tersedia. Membina anjal tentu perlu ditempatkan sebagai pembinaan generasi penerus yang memiliki cita-cita, kreasi dan panutan. Membangun cita-cita merupakan langkah penting agar termotivasi untuk mengubah kebiasaan yang dipandang buruk banyak pihak. Demikian juga kreasi yang terpendam perlu media yang memadai untuk ditumbuhkembangkan. Ketika banyak pihak NGO mampu berkorban untuk menggali kreasi anjal, mestinya hal demikian lebih memacu pemerintah dengan instansi terkait untuk meningkatkan kinerja dalam pembinaan anjal.
Dalam UU 23/02 tentang Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab
memberikan
dukungan
sarana
dan
prasarana
dalam
penyelenggaraan perlindungan anak ( pasal 22). Demikian juga masyarakat yang diwujudkan melalui kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 25). Sedangkan orang tua bertanggung jawab mengasuh memelihara, mendidik dan melindungi anak, menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (pasal 26). Pemerintah tampaknya dipandang sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menangani anjal karena orangtua mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya (pasal 45 ayat 2 UU 23/02). Depsos dalam buku pedoman Perlindungan Anak (2002), menyusun kebijakan yang dapat dijalankan dengan memperkuat sistem pelayanan, bantuan, dan rehabilitasi anak yang menekankan pada upaya preventif berbasis masyarakat, integratif, komprehensif dan akuntabel. Untuk merealisasikannya diupayakan dengan merevitalisasi institusi terkait dengan penanganan masalah anak serta peningkatan kesadaran dan peran aktif masyarakat, baik lokal maupun lembagalembaga yang ada pada komunitas dalam upaya perlindungan anak. Strategi di atas perlu disikapi dengan asumsi bahwa pemerintah merupakan leading and commanding dalam menangani anjal yang tidak berhenti ataupun mengendur ketika gerakan masyarakat menguat. Tidak juga tanggung jawab tersebut dilimpahkan semua kepada masyarakat. Kemauan berkorban aparat terkait dalam membina anjal perlu terus ditanamkan sehingga pembinaan itu tidak harus dilakukan dengan membawa anjal ke tempat rehabilitasi sosial. Tindakan ini berisiko sosialpsikologis karena anjal akan memandang buruk instansi tersebut sebagai pihak yang perlu dihindari. Pandangan semacam itu akan menjadi ganjalan dalam upaya perlindungan anak yang diprogramkannya sendiri. Perlindungan anak bertumpu pada lima komponen sesuai dengan UU tersebut di atas. Komponen pertama, anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut
agamanya. Dalam kehidupan anjal, komponen ini menjadi penting untuk ditumbuhkan agar dengan dasar keagamaan yang baik penyimpangan prilaku yang cenderung muncul menjadi berkurang. Komponen kesehatan menuntut pemerintah menyediakan fasilitas secara komprehensif yang didukung oleh peran serta masyarakat. Komponen ini sering menjadi persoalan dalam kehidupan anjal mengingat pola hidup yang tidak sehat menyebabkan gangguan kesehatan sering mengancam anjal. Berbagai penyakit sangat mudah hinggap sehingga pelayanan kesehatan terhadap kelompok anak pinggiran ini perlu dilakukan secara agresif. Mengenai komponen pendidikan, anjal tidak dapat diperlakukan sama dengan anak yang mengikuti pendidikan formal. Unsur formal sangat melekat dalam sekolah sehingga keharusan berseragam, datang pada waktu dan tempat tertentu akan memberatkan anjal. Belajar sambil bermain tampaknya lebih cocok dilakukan pada pendidikan non formal melalui sanggar yang ada. Bahkan sebaiknya sanggar tersebut berada pada lokasi aktivitas anjal. Ketersediaan sanggar tentu menjadi perlu disediakan pemerintah dan kalau perlu menjadi tempat singgah para anjal untuk memudahkan pelaksanaan belajar sekaligus media pembinaan dan perlindungannya. Keempat komponen sosial. Komponen ini mewajibkan pemerintah untuk merawat dan memelihara anak telantar agar dapat berpartisipasi, bebas menyatakan pendapat dan menerima informasi, bebas berserikat dan berkumpul, beristirahat dan bermain serta memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan. Komponen ini menuntut penyediaan peluang dan fasilitas yang menjadi lebih sulit seiring dengan mahalnya ruang terbuka yang ada di perkotaan. Yang lebih menungkinkan untuk dilakukan adalah membangun dan memfungsikan sanggar yang dapat digunakan juga untuk kegiatan sosial anjal. Dalam sanggar yang diperbanyak keberadaannya,
sukarelawan
yang
direkrut
NGO
dan
aparat
Depsos-Dinsos
memadukan program dan kegiatannya menjadi lebih terpadu. Komponen perlindungan khusus diperuntukkan bagi anak dalam situasi darurat,
terjerat kasus hukum, minoritas, trafficking, korban napza, korban kekerasan fisik dan/atau mental, dan juga korban penelantaran. Kesemua hal sangat mungkin menimpa anjal sehingga dalam konteks ini anjal memerlukan perlindungan khusus. Dengan perlindungan semacam ini diharapkan anjal terbebas dari berbagai hal yang berkonotasi buruk. Ngelem, kriminal dan sebangsa napza yang selama ini melekat erat sebagai predikat anjal sepatutnya mulai dikikis dengan menguatnya perlindungan khusus. Sebaliknya, dengan menguatnya predikat tersebut menunjukkan bahwa perlindungan khusus masih jauh dari harapan. Hanya ada yang perlu diingat bahwa setiap orang yang mengetahui dan membiarkan anak dalam situasi darurat tersebut di atas (pasal 78 UU23/02) dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000- Untuk itu, pembinaan dan perlindungan anjal khususnya, menjadi pekerjaan rumah untuk semua. Kehadiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di daerah semakin penting untuk menyosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tanpa sinergi dan kerja sama dengan pihak terkait lainnya, KPAI pun tidak mungkin bisa bekerja dengan maksimal. Masih ada waktu dan kesempatan.
BAB II PEMBAHASAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK DAN STABILITAS Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya anjal) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja. Disisi lain stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ditanganinya dengan baik masalah anak jalanan akan memperkuat sendisendi kesejahteraan social serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.
BAB III SOLUSI I. RUMAH SINGGAH SEBAGAI TEMPAT ALTERNATIF PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN Salah satu bentuk penanganan anjal adalah melalui pembentukan rumah singgah, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anjal dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anjal terhadap system nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anjal mengatasi
masalah-masalahnya
dan
menemukan
alternatif
untuk
pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah : a. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. b. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan. c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anjal sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain : a. Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anjal. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara
anjal dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan. b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anjal serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anjal. c. Fasilitator atau sebagai perantara anjal dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya. d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya. e. Pusat informasi tentang anjal f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak. g. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anjal dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan social. h. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anjal. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan,
tanggung
jawab dan
upaya
warga
masyarakat
terhadap
penanganan masalah anak jalanan.
Bentuk upaya pemberdayaan anjal selain melalui rumah singgah dapat juga dilakukan melalui program-program :
a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang bersifat tidak permanen. b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat anak jalanan berada atau langsung ke jalanan. c. Community based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala munculnya anjal baik keluarga maupun lingkungannya. Dalam
kaitannya
dengan
model
pembinaan anjal di rumah Singgah, ada berbagai hal yang ingin di ketahui. Misalnya tahap-tahap pemberdayaan anjal. Apakah pembinaan tersebut dilakukan dengan cara model
penjangkauan
kunjungan
pendahuluan dan persahabatan dengan mereka ?. Apakah dilakukan dengan cara identifikasi masalah (problem assessment) sebagi langkah dalam menginventarisir identitas anjal. Ataukah dilakukan dengan cara memberikan pendidikan alternatif ( Pendidikan luar sekolah) sebagai kegiatan untuk mencegah munculnya masalah social anjal, seperti pelatihan dan peningkatan keterampilan.