Jurnal Hortikultura, Tahun 1999, Volume 9, Nomor (3): 266-274.
PERILAKU KONSUMEN RUMAH TANGGA DALAM MEMBELI PRODUK KERIPIK KENTANG Witono Adiyoga, Ali Asgar dan Rachman Suherman Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391
ABSTRAK. Adiyoga, W., A. Asgar dan R. Suherman. 1998. Perilaku konsumen rumah tangga dalam membeli produk keripik kentang. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi menyangkut perilaku konsumen rumah tangga dalam membeli keripik kentang. Produk olahan keripik kentang yang digunakan sebagai obyek penelitian meliputi keripik kentang Karya Umbi - rasa asli dan Karya Umbi - rasa keju (produk industri skala kecil), Chitato (produk industri skala besar) serta Lay’s dan Pringle (produk impor). Kegiatan penelitian berupa survai konsumen dan panel konsumen secara bertahap dilaksanakan pada bulan Januari 1996 sampai dengan bulan April 1996 di Kecamatan Lembang dan Kotamadya Bandung. Hasil survai konsumen menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih untuk membeli keripik kentang dibandingkan dengan makanan kecil lain yang hampir sejenis (misalnya, keripik singkong), karena konsumen cenderung mempersepsi keripik kentang memiliki citra produk yang lebih baik atau bergengsi. Frekuensi pembelian keripik kentang yang paling dominan dilakukan konsumen adalah 1-2 kali/bulan, dalam bentuk digoreng-dikemas (siap santap). Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin sering konsumen membeli keripik kentang dalam kemasan > 200 g, serta semakin jarang konsumen memperoleh keripik kentang dari pasar umum. Berkaitan dengan kandungan gizi, keputusan konsumen untuk membeli keripik kentang seringkali didasarkan pada suatu persepsi, bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya. Sementara itu, analisis petunjuk kualitas yang dilakukan pada panel konsumen memberikan gambaran umum bahwa Chitato (produk skala besar) adalah jenis keripik kentang yang paling disukai dibandingkan dengan Karya Umbi - asli dan keju, Lay’s dan Pringle. Aspek rasa merupakan petunjuk kualitas utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih/membeli keripik kentang. Penelitian ini mengimplikasikan perlunya perhatian pengolah terhadap pemahaman persepsi dan pengembangan citra produk, khususnya untuk produk keripik kentang skala kecil. Kata kunci: Keripik kentang; Perilaku konsumen; Survai konsumen; Panel konsumen; Citra produk; Petunjuk kualitas.
ABSTRACT. Adiyoga, W., A. Asgar and R. Suherman. 1998. Household consumer behavior in purchasing potato chip products. The objective of this study was to obtain information regarding household consumer behavior in purchasing potato chips. Potato chips included in this study were Karya Umbi - original flavor, Karya Umbi - cheese flavor (representing small-scale produce), Chitato (representing large-scale produce), and Lay’s and Pringle (representing imported produce). Consumer survey and consumer panel were sequentially conducted in January through April 1996 in Kecamatan Lembang and Kotamadya Bandung. Results from consumer survey show that consumers prefer to purchase potato chips as compared to other chip-products that have similar characteristics (e.g. cassava chips), because consumers tend to perceive that potato chips have a better product image. Consumer purchasing frequency of potato chips is mostly 1-2 times/month, in the form of fried-packed potato chips. The higher the income, the more frequent consumers purchase potato chips in a package that weighs greater than 200 g, and the less frequent consumers buy potato chips directly from public market. With regard to its nutritional value, consumer’s decision to purchase potato chips is frequently based on what they perceive to be reality, not on the basis of objective reality. Meanwhile, consumer panel indicates that Chitato is considered to be the most preferred potato chips as compared to Karya Umbi - original and cheese, Lay’s and Pringle. Taste is the main quality cue considered by consumers in choosing/buying potato chips. This study implies the importance of processors to put more attention in understanding the whole notion of perception and carefully developing product image, especially for small-scale produce. Key words: Potato chips; Consumer behavior; Consumer survey; Consumer panel; Product image; Quality cues.
1
Proses pengolahan kentang merupakan salah satu metode untuk mengurangi kehilangan hasil lepas panen produk segar. Pengolahan kentang juga merupakan tahapan lepas panen yang ditempuh untuk pengembangan diversifikasi produk dan peningkatan nilai tambah (Hampson, 1972). Beberapa contoh produk olahan kentang yang jenisnya cukup beragam diantaranya adalah tepung kentang (potato flour), kentang goreng (french fries), bubur kentang (mashed potato) dan keripik kentang (potato chips). Di Indonesia, dua jenis produk olahan yang menunjukkan kecenderungan semakin populer dalam pola konsumsi masyarakat adalah kentang goreng dan keripik kentang. Kendala ketersediaan bahan mentah (varietas) yang cocok untuk kentang goreng menyebabkan sebagian besar produk tersebut masih diimpor dalam bentuk frozen french fries (Ameriana et al., 1998). Sedangkan untuk keripik kentang, bahan baku yang digunakan masih mungkin disubstitusi oleh varietas (Granola) yang dominan diusahakan petani, sehingga industri keripik kentang, baik skala rumah tangga maupun skala besar, mulai berkembang sejak sepuluh tahun terakhir. Berkembangnya industri tersebut mengakibatkan semakin beragamnya jenis keripik kentang yang beredar di pasar, yaitu (a) keripik kentang industri skala kecil/rumah tangga, (b) keripik kentang industri skala besar, dan (c) keripik kentang asal impor. Hal ini memberikan indikasi bahwa pasar keripik kentang cukup kompetitif, sehingga pengembangan atau perluasan usaha harus memperhatikan dengan seksama berbagai faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian. Sementara itu, informasi hasil penelitian menyangkut perilaku konsumen, khususnya dalam pembelian produk olahan secara umum relatif masih terbatas ketersediaannya. Perilaku konsumen pada dasarnya merupakan keputusan yang diambil oleh konsumen dalam mengalokasikan sumberdaya (uang, waktu, usaha) untuk mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi barang atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya (Bayton, 1978). Secara implisit, pengambilan keputusan tersebut akan menyangkut apa, mengapa, bagaimana, kapan, dimana dan seberapa sering konsumen membeli barang atau jasa. Konsumen adalah pengambil keputusan yang sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan pengembangan produk (product development). Keberhasilan komersial dari suatu industri pengolahan lebih ditentukan oleh produk apa yang akan dibeli konsumen dan bagaimana produk tersebut akan digunakan, dibandingkan dengan apakah suatu produk dapat diproduksi atau tidak. Dengan kata lain, pemecahan masalah teknis produksi bukan merupakan prioritas yang tepat jika tidak diimbangi dengan antisipasi menyangkut kendala, peluang dan potensi aspek pasar/konsumen (Blaylock & Smallwood, 1986). Penelitian konsumen terdahulu, walaupun dilakukan untuk berbagai segmen pasar (konsumen rumah tangga, lembaga dan industri), pada umumnya diarahkan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap produk sayuran segar (Ameriana dkk., 1991; Soetiarso dkk., 1993; Soetiarso dan Ameriana, 1996; Ameriana dkk., 1998). Kerangka pendekatan yang digunakan berkaitan dengan usaha pemahaman perilaku konsumen, pada dasarnya dapat pula diberlakukan untuk pengkajian terhadap produk olahan. Secara ringkas, pendekatan penelitian konsumen untuk produk olahan melibatkan dua kajian pokok yang bersifat saling melengkapi, yaitu: (a) inventarisasi produk-produk olahan yang telah tersedia di pasar, dan (b) pengkajian/assessment sikap konsumen terhadap produk-produk tersebut (Best et al., 1991). Sesuai dengan konteks penelitian ini, analisis dan pembahasan lebih dititik-beratkan pada pengkajian konsumen. Target sasaran penelitian konsumen adalah untuk memperoleh informasi menyangkut: (a) tingkat kepedulian konsumen terhadap produk olahan tertentu, (b) frekuensi konsumen dalam membeli, (c) respon konsumen, baik positif maupun negatif, terhadap produk olahan tertentu, dan (d) masukan saran konsumen untuk perbaikan produk olahan tertentu (Hoyer, 1984). Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa perilaku konsumen bersifat spesifik, berbeda dari satu individu ke individu lainnya. Perilaku konsumen bahkan berbeda untuk setiap merek (brand) dari jenis produk olahan yang sama. Informasi mengenai perilaku konsumen dapat digunakan oleh pengolah (processor) untuk mengidentifikasi atribut produk (misalnya, rasa dan penampakan) yang disenangi atau tidak disenangi konsumen, sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan produk lebih lanjut.
2
Keputusan positif yang diambil konsumen dalam pembelian produk keripik kentang akan direalisasikan dalam bentuk permintaan konsumen. Permintaan konsumen tersebut merupakan hasil akhir dari interaksi antara berbagai rangsangan (stimuli) sosiologis, psikologis dan ekonomis yang menerpa konsumen bersangkutan (Myers, 1987). Keberhasilan finansial dari sistem pengolahan ditentukan oleh permintaan konsumen dan kemampuan sistem tersebut dalam mengantisipasi dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan permintaan. Oleh karena itu, informasi mengenai perilaku konsumen dalam pembelian keripik kentang merupakan salah satu kebutuhan penting untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran agar strategi pengembangan produk yang paling efisien dapat dirancang.
BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian berupa survai konsumen (consumer survey) dan panel konsumen (consumer panel) secara bertahap dilaksanakan pada bulan Januari - April 1996 di Kecamatan Lembang dan Kotamadya Bandung. Dalam penelitian ini, kedua metode di atas digunakan sebagai pendekatan yang bersifat saling melengkapi. Keragaman produk keripik kentang yang tersedia di pasar diwakili oleh: (a) keripik kentang Karya Umbi rasa orijinal dan keju -- produk industri skala kecil/rumah tangga, (b) Chitato -- rasa orijinal, produk industri skala besar, dan (c) Lay’s dan Pringle -rasa orijinal, produk impor. Kegiatan survai diarahkan untuk memperoleh informasi mengenai tingkat kepedulian konsumen (consumer awareness) terutama berkaitan dengan bagaimana konsumen mengkarakterisasi dan mengambil keputusan untuk membeli produk keripik kentang (apa, mengapa, bagaimana, kapan, dimana dan seberapa sering konsumen membeli produk olahan tersebut). Responden kegiatan survai ini adalah ibu rumah tangga yang berdomisili di Kecamatan Lembang dan dipilih secara acak berlapis berdasarkan strata pendapatan bulanan. Ibu rumah tangga dipilih sebagai responden berdasarkan pertimbangan peranannya yang dominan dalam mengambil keputusan menyangkut pengeluaran konsumsi. Kecamatan Lembang dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan kemudahan untuk mengidentifikasi stratifikasi pendapatan responden. Jumlah responden secara keseluruhan adalah sebanyak 30 orang yang dipilih dari strata rendah (Rp. 130 000 - Rp. 310 000 per bulan), strata menengah (Rp. 320 000 - Rp. 620 000 per bulan) dan strata tinggi (Rp. 630 000 - Rp. 1 140 000 per bulan), masing-masing 10 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Agar fokus survai tetap terjaga, maka pada saat wawancara, contoh kelima jenis produk keripik kentang di atas juga diperlihatkan kepada responden. Kegiatan panel konsumen ditujukan untuk mempelajari tingkat penerimaan konsumen (consumer acceptance) menyangkut produk keripik kentang serta mengevaluasi persepsi konsumen menyangkut parameter kualitas dan penampakan produk keripik kentang. Panel konsumen terdiri dari dari 15 orang mahasiswa/mahasiswi Teknologi Makanan Universitas Pasundan Bandung yang dipilih berdasarkan pertimbangan familiaritasnya terhadap metodologi evaluasi yang digunakan, yaitu uji organoleptik. Parameter yang dievaluasi terdiri dari: warna, rasa, kerenyahan, aroma, penampakan dan kemasan. Skor lima-skala digunakan untuk setiap parameter yang diukur, yaitu: 1 = dapat diterima, 2 = agak dapat diterima, 3 = biasa saja/tidak ada pendapat, 4 = agak tidak dapat diterima, dan 5 = tidak dapat diterima (Best et al., 1991). Data yang diperoleh dari survai konsumen rumah tangga dianalisis secara deskriptif, sedangkan data yang dihimpun dari panel konsumen dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistika parametrik.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Survai Konsumen Frekuensi pembelian keripik kentang yang secara umum paling sering dilakukan konsumen adalah 1-2 kali/bulan. Konsumen dengan tingkat pendapatan tinggi ternyata sebagian besar mengikuti pola umum di atas. Responden pada umumnya menyatakan bahwa harga keripik kentang di pasar sedikit lebih murah dibandingkan dengan di toserba. Tabel 1 memberikan indikasi bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin jarang konsumen membeli keripik kentang dari pasar umum. Hal tersebut sekaligus mengimplikasikan bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin sering konsumen membeli keripik kentang di toserba. Walaupun harus membeli dengan harga sedikit lebih mahal, terdapat kecenderungan bahwa konsumen yang masuk ke dalam golongan pendapatan tinggi memilih membeli keripik kentang di toserba, karena (a) telah terbiasa berbelanja di toserba, atau (b) dianggap lebih bergengsi (disamping adanya faktor-faktor kemudahan lain yang diberikan oleh toserba). Tabel 1 Frekuensi dan sumber pembelian keripik kentang berdasarkan tingkat pendapatan (Frequency and source of potato chips purchasing based on income levels) Frekuensi dan Sumber Pembelian (Frequency and Source of Purchasing)
Frekuensi pembelian (Frequency of purchasing) 1 - 2 kali/bulan (times/month) 3 - 4 kali/bulan (times/month) > 5 kali/bulan (times/month) Sumber pembelian (Source of purchasing) toko/warung (shop/kiosk) pasar umum (public market) toserba (super-market)
Rendah (Low) %
Tingkat Pendapatan (Income Levels) Menengah (Middle) %
Tinggi (High) %
60 30 10
40 40 20
90 10
30 40 30
40 20 40
30 10 60
Tabel 2 menunjukkan bahwa keripik kentang yang telah digoreng dan dikemas (siap konsumsi) merupakan bentuk produk yang paling banyak dibeli oleh responden dari semua golongan pendapatan. Lebih lanjut, hasil wawancara juga mengindikasikan bahwa keripik kentang rasa asli ternyata paling diminati oleh konsumen. Rasa keripik kentang yang dibeli oleh konsumen dengan pendapatan lebih rendah ternyata lebih beragam dibandingkan dengan konsumen dari golongan pendapatan menengah dan tinggi. Sementara itu, separuh lebih (> 50%) responden dari setiap golongan pendapatan menganggap bahwa keripik kentang memiliki nilai gizi cukup tinggi. Secara implisit terdapat kecenderungan bahwa persepsi konsumen menyangkut nilai gizi keripik kentang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Pengamatan selanjutnya bahkan mengindikasikan bahwa nilai gizi cenderung tidak berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam membeli keripik kentang (tercermin dari kenyataan bahwa hanya sebagian kecil konsumen yang membaca label kandungan nutrisi pada kemasan keripik kentang). Secara umum, hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumen dapat bertindak atau bereaksi semata-mata mengikuti persepsinya mengenai petunjuk kualitas suatu produk, bukan berdasarkan tujuan yang realistis. Dengan kata lain, keputusan konsumen untuk membeli produk keripik kentang seringkali lebih didasarkan pada suatu persepsi (misalnya keripik kentang dianggap cukup memiliki nilai gizi), bukan dari kenyataan yang sebenarnya bahwa keripik kentang tersebut terbukti memang bernilai gizi cukup. Fenomena ini memberikan gambaran bagi pengolah mengenai pentingnya pemahaman konsep persepsi dalam rangka menyusun strategi agar konsumen bersedia membeli produk olahan yang dihasilkan.
4
Tabel 2 Preferensi dan persepsi konsumen menyangkut beberapa petunjuk kualitas keripik kentang berdasarkan tingkat pendapatan (Preference and consumer’s perception with re gard to some quality cues of potato chips based on income levels) Bentuk, Rasa, Nilai Gizi dan Label (Forms, flavors, nutritional value and label)
Bentuk keripik (Chips form) siap goreng (ready-fried) digoreng- tidak dikemas (fried-unpacked) digoreng-dikemas (fried-packed) Rasa keripik (Chips flavor) asli (original) keju (cheese) pedas (hot) lainnya (others) Persepsi terhadap nilai gizi keripik (Perceived nutritional value of the chips) mempunyai (it has) tidak mempunyai (it has not) tidah tahu (do not know)
Tingkat Pendapatan (Income Levels) Rendah Menengah Tinggi (Low) (Middle) (High) % % % 100
10 20 70
10 10 80
60 10 20 10
70 20 10 -
90 10 -
60 40
70 10 20
60 20 20
10 90
30 70
10 90
Membaca label nutrisi sblm membeli (Reading nutritional label prior to purchasing) ya (yes) tidak (no)
Sebagian besar responden, terutama dari golongan pendapatan rendah dan tinggi (Tabel 3), menganggap keripik kentang lebih penting dibandingkan dengan jenis makanan kecil sejenis lainnya (misalnya, keripik singkong, ubi jalar atau talas). Diduga pasar makanan kecil sebenarnya sudah cukup jenuh, sehingga keputusan konsumen untuk membeli sangat dipengaruhi oleh citra suatu produk (product image). Pada kasus ini, konsumen tampaknya mempersepsi keripik kentang memiliki citra produk yang lebih baik (membeli/mengkonsumsi produk ini memberikan kesan lebih bergengsi dan lebih mengikuti trend) dibandingkan dengan produk makanan kecil lainnya. Tabel 3 Tingkat kepentingan, waktu konsumsi dan konsumen keripik kentang utama dalam keluarga berdasarkan tingkat pendapatan (Importance, time of consumption, and main consumer in the family based on income levels) Kepentingan, waktu dan konsumen utama (Importance, time and main consumer)
Tingkat Pendapatan (Income Levels) Rendah Menengah Tinggi (Low) (Medium) (High) % % %
Dibandingkan dengan makanan kecil lainnya, keripik kentang dianggap (Compared to other snacks, potato chips are considered) lebih penting (more important) sama (similar) kurang penting (less important) Waktu konsumsi keripik kentang (Times of chips consumption) dikonsumsi segera (immediate) disimpan dahulu (stored) Konsumen utama dalam keluarga (Main consumer in the family) anak-anak (children) seluruh keluarga (whole family) lainnya (others)
5
70 30
30 10 60
60 40 -
80 20
100 -
80 20
30 70 -
20 70 10
30 60 10
Tabel 4 mengindikasikan adanya korelasi negatif antara tingkat pendapatan dengan frekuensi pembelian keripik kentang kemasan 20-60 g. Sebaliknya, hubungan positif antara tingkat pendapatan dengan frekuensi pembelian terjadi untuk kemasan > 200 g. Hal ini mengimplikasikan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin sering konsumen membeli keripik kentang kemasan besar. Sebagian besar konsumen dari tingkat pendapatan rendah dan menengah memilih membeli keripik kentang dengan kemasan plastik, sedangkan konsumen berpendapatan tinggi cenderung memilih keripik kentang yang dikemas dengan aluminium foil. Dari tiga kisaran penggolongan pendapatan, ternyata hanya konsumen golongan pendapatan tinggi yang membeli keripik kentang impor dengan kemasan kaleng. Tabel 4 Preferensi konsumen terhadap berat satuan dan tipe kemasan keripik kentang berdasarkan tingkat pendapatan (Consumer preference regarding weight per pack and types of package of potato chips based on income levels) Berat dan Kemasan (Weight and Package)
Berat satuan yang lebih disukai (Weight per pack preferred) 20 - 60 g 60 - 100 g 110 - 200 g > 200 g Tipe kemasan yang lebih disukai (Type of package preferred) plastik (plastic) alumunium foil (aluminum foil) kaleng (can) lainnya (others)
Rendah (Low) %
Tingkat Pendapatan (Income Levels) Menengah (Medium) %
Tinggi (High) %
60 20 20
40 10 50
10 10 20 60
50 40 10
70 30 -
30 50 20 -
Informasi yang dihimpun pada Tabel 5 menunjukkan bahwa responden dari semua golongan pendapatan lebih menyukai keripik kentang yang diproduksi oleh industri pengolah skala kecil/rumah tangga dibandingkan dengan keripik kentang industri skala besar. Data juga mengindikasikan adanya Tabel 5 Preferensi konsumen thd jenis keripik (skala rumah tangga vs. skala besar) berdasarkan tingkat pendapatan (Consumer preference regarding the types (small-scale vs. large-scale produce) of chips based on income levels) Jenis dan Alasan (Type and Reason)
Tingkat Pendapatan (Income Levels) Rendah Menengah Tinggi (Low) (Medium) (High) % % %
Jenis keripik kentang yang lebih disukai (Type of chips preferred) produk skala kecil (small-scale produce) produk skala besar/impor (large-scale/imported produce) tidak berbeda (indifferent) Alasan memilih salah satu jenis di atas (Main reason for choosing either one) nilai gizi (nutritional value) harga (price) taste (rasa) penampakan (appearance) Jenis produk yang harganya lebih terjangkau (Type of product which is more affordable) produk skala kecil (small-scale produce) produk skala besar/impor (large-scale/imported produce) keduanya sama (both are about the same)
6
60 20 20
70 20 10
90 10 -
70 30
10 80 10
80 20
20 10 70
10 10 80
10 30 60
korelasi positif antara tingkat pendapatan dengan preferensi konsumen terhadap keripik kentang yang berasal dari industri skala kecil. Faktor utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memutuskan pemilihan jenis keripik kentang yang dibeli adalah rasa. Dikaitkan dengan informasi terdahulu, hal ini secara implisit memberikan gambaran bahwa konsumen mempersepsi keripik kentang industri skala kecil memiliki rasa yang lebih disukai dibandingkan dengan keripik kentang produksi skala besar. Sebagian besar responden dari semua golongan pendapatan tampaknya setuju bahwa rasa merupakan faktor penentu yang lebih penting dibandingkan dengan penampakan, dalam mengambil keputusan untuk membeli keripik kentang. Sementara itu, ditinjau dari harga produk, sebagian besar responden (> 60%) menganggap bahwa tingkat keterjangkauan (affordability) terhadap kedua jenis keripik kentang tersebut tidak berbeda. Panel Konsumen Persepsi konsumen adalah suatu proses pada saat seorang individu memilih, menata dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan (stimuli) menjadi sesuatu yang berarti dan mendasari tindakan selanjutnya (Hawkins, 1970). Contoh dari rangsangan meliputi produk itu sendiri (warna, aroma, rasa), bentuk/jenis kemasan, merek, iklan dan promosi. Rangsangan tersebut diterima oleh alat indra manusia yang kemudian melakukan fungsinya (sensory function) dalam mengevaluasi kegunaan suatu produk. Tabel 6 menunjukkan bahwa panel menganggap warna keripik kentang Karya Umbi - keju, memiliki tingkat penerimaan terendah. Analisis statistik warna keripik memberikan indikasi bahwa tingkat penerimaan keripik kentang Karya Umbi - asli, tidak berbeda nyata dengan Chitato, Lay’s dan Pringle (produk skala besar dan impor). Persepsi panel konsumen menunjukkan bahwa keripik kentang Lay’s, Chitato dan Pringle memiliki rasa yang berbeda nyata dengan keripik kentang Karya Umbi - asli dan keju. Dengan kata lain, rasa keripik kentang produksi industri skala besar/impor lebih dapat diterima dibandingkan dengan keripik kentang produksi industri kecil. Temuan ini ternyata berbeda dengan kajian serupa pada survai konsumen yang mengindikasikan kebalikannya. Diduga faktor gaya hidup - lifestyle responden yang berbeda pada survai konsumen dan panel konsumen (ibu rumah tangga vs mahasiswa) berpengaruh terhadap terjadinya perbedaan persepsi rasa keripik kentang. Tabel 6 Persepsi panel konsumen mengenai beberapa petunjuk kualitas keripik kentang (Consumer’s perception regarding some quality cues of potato chips) Jenis Produk (Type of Product) Lay’s
Warna (Color) 1,93 a
Rasa (Taste) 1,60 a
Kerenyahan (Crispness) 1,53 a
Aroma (Aroma) 2,47 b
Chitato
1,67 a
1,40 a
1,27 a
1,67 a
Karya Umbi - asli (original)
2,13 a
2,60 bc
2,67 b
3,33 c
Karya Umbi - keju (cheese)
4,00 b
2,93 c
2,53 b
3,40 c
Pringle
2,20 a
2,00 ab
1,40 a
2,87 bc
Catatan (Notes) : • 1=dapat diterima (acceptable), 2=agak dapat diterima (slightly acceptable), 3=tidak ada perbedaan (indifferent), 4= agak tidak diterima (slightly unacceptable), 5=tidak diterima (unacceptable). • Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf sama, tidak menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan 0,05 (Means followed by the same letter are not significantly different at 0.05 level)
7
Ketebalan irisan merupakan salah satu faktor yang menentukan kerenyahan keripik kentang. Ukuran tebal dari setiap jenis keripik kentang yang diteliti adalah: Lay’s (1,07 mm), Chitato (1,36 mm), Karya Umbi - asli (2,10 mm), Karya Umbi - keju (1,51 mm) dan Pringle (1,05 mm). Tabel 6 menunjukkan bahwa kerenyahan Chitato secara nyata lebih dapat diterima dibandingkan dengan Karya Umbi - asli dan keju. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan nyata antara kerenyahan Chitato dengan produk asal impor (Lay’s dan Pringle). Panel konsumen menilai Chitato sebagai keripik kentang yang memiliki aroma dengan tingkat penerimaan tertinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tersedianya produk keripik kentang Chitato dengan berbagai rasa (flavor), sehingga konsumen mendapatkan pilihan aroma yang lebih beragam. Sementara itu, walaupun tidak berbeda nyata dengan produk impor Pringle, aroma keripik kentang produksi industri skala kecil dinilai memiliki tingkat penerimaan terendah. Dari segi penampakan, keripik kentang Chitato dinilai paling dapat diterima dibandingkan dengan keripik kentang produksi industri kecil maupun impor. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa penampakan keripik kentang Karya Umbi asli dan keju ternyata dinilai tidak berbeda dengan Lay’s dan Pringle. Dari segi kemasan, panel konsumen menilai bahwa keripik kentang asal impor (Lay’s dan Pringle) memiliki tingkat penerimaan tertinggi dan secara statistik berbeda nyata dengan jenis keripik kentang lainnya. Sedangkan, keripik kentang yang dianggap memiliki tingkat penerimaan terendah ditinjau dari aspek kemasannya adalah Karya Umbi (asli dan keju). Tabel 7 Persepsi konsumen mengenai penampakan dan kemasan keripik kentang (Consumer’s perception regarding the appearance and packaging of potato chips) Jenis Produk (Type of Product)
Penampakan (Appearance) 2,27 b
Kemasan (Packaging) 1,67 a
Chitato
1,40 a
2,27 b
Karya Umbi - asli (original)
2,07 b
3,00 c
Karya Umbi - keju (cheese)
4,00 c
3,73 d
Pringle
2,07 b
1,53 a
Lay’s
Catatan (Notes) : • 1=dapat diterima (acceptable), 2=agak dapat diterima (slightly acceptable), 3=tidak ada perbedaan (indifferent), 4= agak tidak diterima (slightly unacceptable), 5=tidak diterima (unacceptable). • Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf sama, tidak menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan 0,05 (Means followed by the same letter are not significantly different at 0.05 level)
KESIMPULAN 1. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari survai konsumen -- kajian kepedulian konsumen (consumer awareness assessment): •
Sebagian besar konsumen, terutama dari golongan pendapatan rendah dan tinggi lebih memilih untuk membeli keripik kentang dibandingkan dengan makanan kecil sejenis lainnya (misalnya, keripik singkong, ubi jalar atau talas), karena konsumen cenderung mempersepsi keripik kentang memiliki citra produk (product image) yang lebih baik.
•
Frekuensi pembelian keripik kentang yang paling dominan dilakukan konsumen adalah 1-2 kali/bulan, dalam bentuk digoreng-dikemas (siap santap). Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin sering konsumen membeli keripik kentang dalam kemasan > 200 g, serta semakin jarang konsumen memperoleh keripik kentang dari pasar umum/tradisional. 8
•
Sebagian besar konsumen menganggap bahwa keripik kentang memiliki nilai gizi cukup tinggi. Secara implisit terdapat kecenderungan bahwa persepsi konsumen menyangkut nilai gizi tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Walaupun demikian, nilai gizi tampaknya tidak menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli keripik kentang. Hal ini tercermin dari kenyataan bahwa hanya sebagian kecil konsumen yang membaca label nutrisi pada kemasan.
2. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari panel konsumen -- kajian penerimaan konsumen (consumer acceptance assessment): •
Keripik kentang Chitato dinilai paling dapat diterima dari segi penampakan dibandingkan dengan keripik kentang produksi industri kecil maupun impor. Sementara itu, panel konsumen menilai bahwa kemasan keripik kentang asal impor (Lay’s dan Pringle) memiliki tingkat penerimaan tertinggi dibandingkan dengan keripik kentang produk dalam negeri.
•
Secara umum, analisis petunjuk kualitas menunjukkan bahwa Chitato (produk industri skala besar) adalah jenis keripik kentang yang paling disukai dibandingkan dengan Karya Umbi - asli dan keju, Lay’s dan Pringle. Aspek rasa merupakan petunjuk kualitas utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih/membeli keripik kentang.
PUSTAKA Ameriana, M., R. Majawisastra dan R. Sinung-Basuki. 1991. Preferensi konsumen rumah tangga terhadap kualitas bawang merah. Bul. Penel. Hort., Edisi Khusus, 20(1): 55-66. Ameriana, M., W. Adiyoga, L. Sulistyowati dan D. Ma’mun. 1998. Perilaku konsumen rumah tangga dalam menilai kualitas kentang. J. Hort., 7(4): 944-951. Bayton, J. A. 1978. Motivation, cognition, learning - Basic factors in consumer behavior. J. of Marketing, 53: 282-289. Best, R., G. J. Scott, and C. Wheatley. 1991. Research in support of product and process development. In Scott, G., S. Wiersema and P. I. Ferguson (eds.). Product development for root and tuber crops. Proceeding of the International Workshop on Root and Tuber Crop Processing, Marketing, and Utilization in Asia. April 22-May 1, 1991, Philippines. Blaylock, J. R. and D. M. Smallwood. 1986. U.S. demand for food: Household expenditures, demographics and projections. Econ. Res. Tech. Bull., 1713: 2-24. Hampson, C. P. 1972. Potato processing trends, problems and research. J. of Royal Agr. Soc., 133: 19-26. Hawkins, D. 1970. The effects of subliminal stimulation on drive level and brand preference. J. of Marketing Res., 7: 322-326. Hoyer, W. D. 1984. An examination of consumer decision making for a common repeat purchase. J. of Consumer Res., 11: 822-829. Myers, L. H. 1987. Consumer behavior: Implications for food demand and agricultural marketing. J. of Agribusiness, 5(1): 14-22. Soetiarso, T. A., R. Suherman dan R. Majawisastra. 1993. Preferensi konsumen hotel terhadap kualitas kentang. Bul. Penel. Hort., 25(2): 30-37. Soetiarso, T. A. dan M. Ameriana. 1996. Kajian sistem pemenuhan kebutuhan bahan baku cabai pada industri pengolahan makanan di Propinsi Jawa Barat. J. Hort., 6(4): 402-410.
9