Pergerakan Islam Di Indonesia Dan Lembaga Masyarakat Berbasis Islam Sahdannnnn.docx

  • Uploaded by: Haady
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pergerakan Islam Di Indonesia Dan Lembaga Masyarakat Berbasis Islam Sahdannnnn.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,165
  • Pages: 13
BAB II PEMBAHASAN

A. Pergerakan Islam

Islam

di

Indonesia

dan

Lembaga

Masyarakat

Berbasis

1. Hizbut Tahrir Hizbut tahrir adalah organisasi yang didirikan oleh Syaikh Taqiyudin An Nabhani tahun 1953 di Palestina. Visi utama gerakannya adalah berdirinya kembali Khilafah Islamiyah yang hilang pasca keruntuhan Turki Utsmani tahun 1924. Keberadaan Khilafah dalam ideologi Hizbut Tahrir sangat vital karena merupakan syarat tegaknya Islam yang kaffah. Islam tidak bisa diterapkan secara kaffah kecuali Khilafah tegak di muka bumi. Oleh karena itu dalam gerakannya, dakwah Hizbut Tahrir selalu mengedepankan seruan penegakan syariat Islam dalam bingkai khilafah. Hizbut Tahrir kini menjadi salah satu organisasi yang cukup giat melakukan aktivitasnya di Indonesia, terutama kaderisasi pada para pemuda dan mahasiswa. Hizbut Tahrir menjangkau beberapa kampus di Indonesia melalui organisasi keislaman kampus yang memang berafiliasi secara ideologis dengannya. Orang awam banyak yang mengidentifikasi ciri-ciri fisik kader Hizbut Tahrir, khususnya wanita, dengan pakaian gamis yang selalu dikenakan. Sebabnya, dalam fiqh Hizbut Tahrir, jilbab yang wajib dikenakan wanita memang ditafsirkan sebagai baju kurung (gamis), sehingga bentuk pakaian tersebut menjadi pakaian yang paling sesuai dengan syariat Islam. - kesimpulanya adalah Hizbut tahrir adalah organisasi yang didirikan oleh Syaikh Taqiyudin An Nabhani tahun 1953 di Palestina. Hizbut Tahrir kini menjadi salah satu organisasi yang cukup giat melakukan aktivitasnya di Indonesia, terutama kaderisasi pada para pemuda dan mahasiswa.

2. Ikhwanul Muslimin dan PKS (Gerakan Tarbiyah) Ikhwanul Muslimin adalah organisasi yang didirikan oleh Imam Hasan al Banna di Mesir pada tahun 1928. Visi utamanya adalah penegakan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, yang dinaungi oleh institusi negara. Oleh karena itu, di samping program-program lainnya, Ikhwanul Muslimin selalu mengedepankan sisi politik dalam gerakannya. Meski demikian, Ikhwanul Muslimin sedikit berbeda dengan Hizbut Tahrir karena tidak memberikan titik tekan pada institusi Khilafah. Ikhwanul Muslimin juga menerima sistem demokrasi sebagai bagian dari perjuangannya, berbeda dengan Hizbut Tahrir yang menolak demokrasi. PKS di Indonesia adalah representasi ideologis dari Ikhwanul Muslimin, meski secara struktural PKS keduanya adalah entitas yang berbeda. PKS banyak menyerap ide, gagasan, metode gerakan, hingga referensi dari Ikhwanul Muslimin. Seperti halnya Ikhwanul Muslimin di Mesir, PKS hendak menciptakan negeri yang dinaungi syariat Islam secara substantif dalam kehidupan bernegara. Saat ini, PKS termasuk organisasi yang sistem kaderisasinya sangat rapi dan baik. Pembinaan yang mereka lakukan sudah mencakup sisi yang sangat luas. PKS sudah mampu menjangkau tidak hanya kampus-kampus strategis melalui Lembaga Dakwah Kampusnya, tetapi juga sekolah-sekolah lewat kegiatan mentoringnya. PKS cukup banyak diminati generasi muda karena pendekatannya yang friendly, persuasif, tidak memaksa, bertahap, perlahan, serta kontinyu. Sehingga generasi muda yang terbina pada umumnya tidak mengalami pergulatan pemikiran yang berat saat ditarik masuk ke dalamnya. Masyarakat awam mengidentifikasi kader PKS dengan jilbab lebar yang dikenakan kaum wanitanya. Pada umumnya, jilbab yang mereka kenakan panjang, menutupi dada, serta bahu. Selain itu, eksistensi mereka juga ditandai dengan kegiatan mentoring/liqo, berupa pengajian pekanan kelompok-kelompok kecil peserta 5-12 orang.

- kesimpulanya adalah Ikhwanul Muslimin adalah organisasi yang didirikan oleh Imam Hasan al Banna di Mesir pada tahun 1928. Seperti halnya Ikhwanul Muslimin di Mesir, PKS hendak menciptakan negeri yang dinaungi syariat Islam secara substantif dalam kehidupan bernegara.

3. Nahdhatul Ulama Nahdhatul Ulama ( Kebangkitan Ulama / Cendekiawan ) adalah organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari pada tahun 1926 di Indonesia. Visi NU yang tertuang dalam Anggaran Dasarnya adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut Faham Ahlusunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.Normatif sifatnya. Oleh karena itu NU bergerak hampir di segala lini, seperti keagamaan, pendidikan, dan sosial serta tidak memberikan titik tekan pada aspek tertentu. NU dikenal sebagai ormas yang bermadzhab Syafi'i yang ditandai dengan penerapan praktek keagamaan anggotanya yang menggunakan fiqh ulama-ulama Syafi'iyah. NU juga dikenal sebagai ormas yang toleran pada kultur atau budaya lokal, bahkan menjadikan kultur tersebut sebagai sarana dakwahnya. Pesantren, lembaga pendidikan, serta majlis ta'lim NU bertebaran di Indonesia. Meski tidak secara struktural berada di bawah koordinasi NU, secara pemikiran mereka mengusung ide yang sama dengan yang dibawa NU. Mungkin itu sebabnya, meski tidak memiliki acuan yang jelas berupa kartu anggota, NU diklaim sebagai ormas yang memiliki jumlah anggota terbesar di Indonesia. Ciri-ciri fisik warga NU tidak muslim kebanyakan. Mereka adalah kaum muslimin Indonesia. -

berbeda dengan masyarakat representasi mayoritas dari

kesimpulanya adalah Nahdhatul Ulama ( Kebangkitan Ulama / Cendekiawan ) adalah organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari pada tahun 1926 di Indonesia. NU dikenal sebagai

ormas yang bermadzhab Syafi'i yang ditandai dengan penerapan praktek keagamaan anggotanya yang menggunakan fiqh ulamaulama Syafi'iyah. NU juga dikenal sebagai ormas yang toleran pada kultur atau budaya lokal, bahkan menjadikan kultur tersebut sebagai sarana dakwahnya.

4. Muhammadiyah Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta.Pada awalnya visi Muhammadiyah adalah memajukan pendidikan dan sisi sosial masyarakat muslim yang pada masa itu cukup terbelakang. Namun seiring perjalanannya, visi Muhammadiyah pun berkembang ke berbagai aspek lainnya, seperti gerakan pemurnian (purifikasi) paham agama, pemberdayaan ekonomi, hingga politik. Tujuan Muhammadiyah yang tertuang dalam Anggaran Dasarnya adalah mewujudkan masyarakat islam yang sebenarbenarnya. Normatif, mirip tujuan NU. Namun masyarakat melihat beberapa perbedaan yang cukup mencolok dengan NU, khususnya di permasalahan fiqh sehari-hari. Muhammadiyah tegas menolak beberapa kebiasaan masyarakat yang dianggap sebagai bagian dari TBC (Takhayul, bid'ah, dan khurafat) seperti tahlilan, tingkepan, ruwatan, dzikr berjamaah, penggunaan rukyat secara mutlak, dan sebagainya. Muhammadiyah merupakan ormas non-madzhab sehingga praktik fiqhnya tidak merefer ke pendapat ulama-ulama madzhab, namun langsung merujuk ke sumber orisinil keagamaan (Al qur'an dan Sunnah). Saat ini Muhammadiyah dikenal luas lewat institusi pendidikannya yang bertaburan di Indonesia, dari mulai TK, SD/MI, SMP/Mts, SMA/MA, hingga Perguruan Tinggi. Muhammadiyah juga banyak mendirikan panti asuhan, masjid, lembaga ekonomi, dan lembaga lainnya sebagai pengejewantahan ideologi tajdid (pembaharuan) yang dimilikinya.

Sebagaimana NU, kader maupun warga Muhammadiyah di Indonesia pun tidak memiliki ciri-ciri khusus. Penampilan mereka seperti juga penampilan masyarakat muslim mayoritas di negeri ini. kesimpulanya adalah Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta. Tujuan Muhammadiyah yang tertuang dalam Anggaran Dasarnya adalah mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Normatif, mirip tujuan NU. Namun masyarakat melihat beberapa perbedaan yang cukup mencolok dengan NU, khususnya di permasalahan fiqh sehari-hari. Muhammadiyah tegas menolak beberapa kebiasaan masyarakat yang dianggap sebagai bagian dari TBC (Takhayul, bid'ah, dan khurafat) seperti tahlilan, tingkepan, ruwatan, dzikr berjamaah, penggunaan rukyat secara mutlak, dan sebagainya. 5. Jamaah Tabligh Jamaah Tabligh adalah sebuah perkumpulan yang didirikan oleh Muhammad Ilyas di India pada tahun 1926. Nama Jamaah Tabligh hanyalah sebutan yang disematkan pada perkumpulan ini, karena pada awalnya Muhammad Ilyas tidak memberikan nama apa pun pada perkumpulan yang didirikannya. Visi utama dari Jamaah Tabligh adalah mengajak kaum muslimin untuk kembali pada Islam serta memurnikan tauhid mereka. Secara praktik, gerakan yang mereka lakukan adalah melalui pendekatan personal, face to face, direct selling, mengetuk rumah demi rumah untuk beribadah di masjid, dan seterusnya. Jamaah Tabligh tidak menggunakan pendekatan ekonomi, sosial, maupun politik seperti halnya gerakan lainnya. Hal paling signifikan dari Jamaah Tabligh adalah aktivitas yang mereka sebut khuruj, yakni keluar daerah untuk berdakwah selama beberapa waktu. Mereka menggunakan masjid sebagai basis gerakannya. Saat khuruj mereka mengunjungi masjid demi masjid. Seseorang bisa merantau ke luar daerah selama 3 hari, 30 hari, 4 bulan, dan seterusnya tergantung kesiapannya untuk melakukannya. Selain mengajak warga yang mereka kunjungi untuk belajar dan

beribadah, mereka juga rutin melakukan rutin secara berkala ketika khuruj tersebut.

mudzakaroh

atau

pengajian

Masyarakat awam mengidentifikasi anggota jamaah tabligh melalui penampilan mereka, dengan sorban, janggut panjang, celana gantung, serta gamis, ataupun rompi. Kaum wanita pada umumnya jarang yang ambil bagian sehingga representasi mereka dinilai dari kaum prianya. kesimpulanya adalah Nama Jamaah Tabligh hanyalah sebutan yang disematkan pada perkumpulan ini, karena pada awalnya Muhammad Ilyas tidak memberikan nama apa pun pada perkumpulan yang didirikannya. 6. 'Salafi' Berbeda dengan gerakan Islam yang lain, 'Salafi' bukanlah organisasi. Salafi adalah konsep pemikiran yang menisbatkan dirinya pada perilaku Rosululloh, para sahabat, tabi'in, serta ulamaulama terdahulu (Salaf). Pada dasarnya, kaum muslimin yang meniru praktek keagamaan Rosululloh dan para sahabatnya berhak menisbatkan dirinya Salafi. Namun Salafi yang dimaksud di sini adalah Salafi dalam pengertian eksklusif. Banyak anggota masyarakat yang menisbatkan kaum 'Salafi' kepada orang-orang yang memiliki konsep fiqh yang khas. Fiqh kaum 'Salafi' dalam banyak aspek (terutama persoalam akidah dan ibadah) mirip dengan Muhammadiyah, namun dalam beberapa aspek yang lain berbeda. Kaum 'Salafi' misalnya, menganggap isbal (pakaian yang dijulurkan di bawah mata kaki) haram, alat musik haram, gambar-gambar haram, demokrasi haram, dan sebagainya. Oleh karena pandangan fiqh yang demikian, banyak orang awam yang memandang Salafi berhaluan 'keras', meski pada hekekatnya itu dikarenakan kaum Salafi sangat berhati-hati terhadap perkara yang diharamkan Alloh. Dalam aktivitas dakwahnya, mereka pendidikan, media informasi, dan sosial. umumnya menolak ikut serta dalam gerakan politik.

menggunakan lembaga Kaum 'Salafi' pada

Ciri-ciri fisik kaum 'Salafi' pada umumnya mirip dengan Jamaah Tabligh, berjanggut panjang dan bercelana gantung. Namun sebenarnya keduanya adalah entitas berbeda. Kaum Salafi menolak praktek khuruj Jamaah Tabligh serta penggunaan hadits-hadits yang mereka anggap dhoif namun tetap digunakan Jamaah Tabligh untuk menyemangati masyarakat awam untuk beribadah. Kaum Salafi pun berkeyakinan bahwa cadar merupakan bagian dari Sunnah Nabi, sehingga tidak sedikit kaum wanita mereka yang menggunakan cadar. Kaum wanita mereka saat keluar rumah selalu mengenakan jilbab panjang. Sedikit berbeda dengan kaum wanita PKS yang lebih dinamis, kaum wanita Salafi cederung lebih konservatif dalam hal pakaian. Mereka tidak berkenan memakai gaun/jilbab dengan warna mencolok apalagi ditambah hiasan-hiasan corak, bunga, dan sebagainya. -

Kesimpulanya adalah Salafi adalah konsep pemikiran menisbatkan dirinya pada perilaku Rosululloh, sahabat, tabi'in, serta ulama-ulama terdahulu (Salaf).

yang para

B. Perkembangan Dunia Islam Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki penduduk ratusan juta jiwa. Indonesia juga adalah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Menurut sebuah perhitungan manusia Muslim Indonesia adalah jumlah pemeluk agam Islam terbesar di dunia. Jika dibanding dengan negara-negara Muslim lainnya, maka penduduk Muslim Indonesia dari segi jumlah tidak ada yang menandingi. Jumlah yang besar tersebut sebenarnya merupakan sumber daya manusia dan kekuatan yang sangat besar, bila mampu dioptimalkan peran dan kualitasnya. Jumah yang sangat besar tersebut juga mampu menjadi kekuatan sumber ekonomi yang luar biasa. Jumlah yang besar di atas juga akan menjadi kekuatan politik yang cukup signifikan dalam percaturan nasional. Sayangnya, jumlah manusia Muslim yang besar tersebut ternyata tidak memiliki kekuatan sebagaimana seharusnya yang dimiliki. Jumlah yang sangat besar di atas belum didukung oleh kualitas dan kekompakan serta loyalitas manusia Muslim terhadap

sesama, agama, dan para fakir miskin yang sebagian besar (untuk tidak mengatakan semuanya) adalah kaum Muslimin juga. Kualitas manusia Muslim belum teroptimalkan secara individual apalagi secara massal. Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah, surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia. Pendidikan ketiga institusi di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang sama baik secara fungsional, substansial, operasional, dan mekanikal. Sebelum masuknya penjajah Belanda triilogi sistem pendidikan pribumi tersebut berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam yang berlangsung secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan sesuainya model pendidikan Islam dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia saat itu. “Ahmad Dahlan membangun pendidikan Islam saat itu untuk mencounter kristenisasi. Modelnya masih tradisional jelas, sesuai dengan lingkungannya,” ungkap Zainal Abidin, Humas Pengurus Pusat Muhamadiyyah. Waktu berlalu semestinya pendidikan Islam sudah menapaki kemapanan dalam membangun masyarakat. Namun, pesimisme terkadang tetap timbul. Banyak aspek yang membuat percepatan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia berjalan lamban. Kurikulum yang bercampur dengan pendidikan umum di tengarai menjadi salah satu penyebabnya. DR. Soeprijanto, M.Pd berpendapat bahwa pendidikan Islam saat ini sudah mengalami bias bila dibandingkan dengan pendidikan umum. Hal ini menurutnya dikarenakan adanya interksi antara pendidikan Islam dan umum saat ini. “Seharusnya kekahasan yang dimiliki pendidikan Islam tidaklah turut tereduksi didalam aktivitas yang terdapat didalam lembaga pendidikannya,” ungkap pria yang sehariharinya menjabat sebagai Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Jakarta tersebut. Nilai khas yang ada di pesantren adalah orientasi pendidikannya yang Islami. “Pembeda Pendidikan Islam dengan

pendidikan umum yakni tujuannya dan landasannya. Tujuannya untuk meningkatkan ketauhidan sedang landasannya sendiri mencontoh apa yang dicontohkan Rasulullah,” tambah Soeprijanto. Endin Soefihara, Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai bahwa sistem pendidikan Islam tradisional ala pesantren memiliki nilai budaya sendiri. “Seharusnya pendidikan Islam dalam hal ini pesantren mendapatkan penghargaan dan penghormatan dari pemerintah. Karena cikal bakal pendidikan di Indonesia yang punya nilai kekhasan sendiri,” paparnya. Dunia pesantren merupakan fenomena yang sangat menarik. Lembaga yang dikatakan ‘Tradisional’ ini memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi yang tidak banyak disadari dan diperhatikan oleh dunia pendidikan formal pada umumnya. Keberhasilan pendidikan bukan hanya ditentukan oleh komunikasi formal antara pendidikan dan anak didik, akan tetapi komunikasi informal dan komunikasi non formal justru merupakan faktor penting penentu keberhasilan pendidikan. Dalam pesantren bangunan komunikasi terjadi secara formal, non formal dan informal. Selama dua puluh empat jam komunikasi dan interaksi terbangun di antara warga pesantren, baik antara kyaisantri, santri-santri, santri-keluarga kyai dan santri-masyarakat pesantren. Dalam interaksi tersebut, nilai-nilai pendidikan yang dibentuk oleh pesantren mempunyai andil besar dalam menentukan keberhasilan belajar santri. Hubungan santri-kyai-keluarga kyai-sesama santri terbentuk secara sosialogis, ideologios dan informal. Berbeda dengan komuniasi ‘modern’, pola komunikasi dan interaksi lebih didasarkan kepada kepentingan dan formalitas. Kehampaan komunikasi ‘modern’ antara lain karena hanya didasarkan pada bentuk komunikasi formal, sedangkan komunikasi informal dan non formal yang lebih humanis kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Nilai filosofis harus terus dikembanbkan dalam proses pembelajaran pada pendidikan Islam. “Harusnya ada keseimbangan antara nalar dengan hati (aqidah-red) jangan saling menghambat. Kalau sudah sesuai maka akan lahir pemikir Islam yang sesuai dengan zaman,” kata Soeprijanto. “Sebenarnya pendidikan Islam akan sangat maju dan berkembang, banyak TPA-TPA yang berkembang. Asal dikelola

baik bisa menjadi cikal bakal pemikir Islam dari Indonesia di masa depan,” ungkap Zainal. Dari sejarah dapat diambil suatu pelajaran bahwa semakin besar tantangan dunia pesantren yang dihadapi, semakin resistan dan piawai dunia pesantren dalam merespons tantangan tersebut. Di saat Belanda semakin mempersempit kehidupan sosial religius-kultural bangsa paruh ketiga abad 19, justru muncul ulama’-ulama’ pesantren kaliber internasional seperti Nawawi al Bantani (meninggal 1997) dan Mahfud Termaz (1868-1919) yang dikenal sebagai Imam alHaramain, guru besar di Mekkah dan Madinah dengan karya-karya tulis mereka semuanya dalam bahasa Arab. Ulama-ulama produktif ini merupakan fenomena pesantren yang jarang disentuh sekaligus menghapuskan kesan bahwa dunia pesantren adalah dunia pidato, lisan dan podium. Dengan demikian kesan tersebut merupakan kesan yang tidak diimbangi dengan pembacaan sejarah secara utuh, atau dalam istilah ilmiah disebut ovesimplification atau bahkan stereotyping. Di saat tantangan Belanda semakin membabi buta ini pulalah, mucul pesantren induk, “the mother of pesantrens”, seperti Pesantren Termas yang merupakan tempat lahir dan besarnya dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Republik Indonesia dilahirkan dan dibesarkan. Termas diakui telah banyak membidani lahirnya kiaikiai Indonesia saat ini. Selain itu, ada pula Tebuireng di penghujuang abad 19. Jelas sekali bahwa tumbuh dan berkembangnya pesantrenpesantren ini tidak lepas dari ikatan ideologis kultural dan edukasional. Namun, telah lama Indonesia tidak memiliki ulama sekaliber Albantani maupun Mahfud Termaz. Kurikulum pendidikan Islam yang tereduksi tersebut dianggap Soeprijanto menjadi pangkal masalahnya. Senada dengan hal tersebut Endin pun mengomentari kebijakan pemerintah yang menyamakan kebijakan yang diberlakukan untuk pendidikan umum yang juga diterapkan pada pendidika Islam. “Pemerintah memang perlu juga mengatur pendidikan Islam tetapi hanya sekedar menjadi fasilitator saja. Memberi dana dan memenuhi kebutuhan itu perlu akan tetapi untuk masalah teknis dan kurikulum

saya rasa pesantren memang harus dibebaskan sesuai tipikal budayanya,” jelasnya. Nilai tradisional maupun modern seharusnya bisa berkolaborasi dengan baik pada proses pembelajaran, baik pendidikan umum maupun pendidikan islam. Kesadaran akan kekurangan dan kelebihan yang ada pada masing-masing lembaga selayaknya menjadi kritik yang membangun satu sama lain. Hal tersebut agar bisa mewujudkan pendidikan yang sesuai dan bisa melahirkan ilmuwan kelas dunia seperti yang ada pada masa kejayaan pendidikan Islam di masa lalu. - Kesimpulanya adalah Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah, surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia. Sebelum masuknya penjajah Belanda triilogi sistem pendidikan pribumi tersebut berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam yang berlangsung secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan sesuainya model pendidikan Islam dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia saat itu. C. Gerakan Islam Dalam Politik dan Pemerintahan Gerakan Sosial Islam Dan Perubahan Skenario Politik Di Sebuah Negara Islam, kata Dr. Yusuf Qaradhawiii, tidak akan membiarkan umatnya tertidur seperti tidurnya para ashabul kahfi sebab Islam adalah agama yang bersifat dinamis dan hidup. Allah SWT sentiasa mengutus pribadi, kelompok, institusi, atau gerakan yang akan membangunkan umat dari tidurnya dan menghidupkan gerakan sosial ke-Islaman. Selain dari itu, “Kebangkitan merupakan naluri umat Islam,” ujar Qaradhawi. Barangkali itulah yang menjadi salah satu dari rahasia dan alasan tetap eksis serta berkembangnya agama dan umat Islam sampai masa sekarang dan hari kiamat. Meskipun sejak awal mula kelahirannya selalu menghadapi berbagai tantangan, permusuhan dan penentangan. Perang salib menjadi perang yang begitu sentral, karena dari situlah gerakan penentangan terhadap Islam secara nyata mulai di munculkan oleh kaum Barat (Eropa, yang boleh diidentikkan dengan Kristen). Terlebih lagi

dengan adanya usaha dari Barat untuk mengaburkan dan menyesatkan ajaran Islam sebagai sebuah ketakutan yang besar. Inilah yang disebut dengan istilah “Demonologi Islam”.iii Bahkan lebih kasar lagi Barat sudah mengistiharkan dengan jelas bahwa Islam sudah menjadi “the Green Manace”iv setelah “the Red Manace” Soviet Union jatuh. Umat Islam semenjak abad XV H telah mengproklamirkan program dan gerakan “Abad Kebangkitan Islam”. Hal ini bisa dilihat, dengan semakin meningkatnya seminar, diskusi, serta kuliah-kuliah keIslaman, kebangkitan dunia kampus terhadap niali-nilai Islam hingga meningkatnya aktiviti gerakan (politik) Islam di sejumlah negara. Sebahagian diantaranya bahkan berhasil mencapai matlumatnya (kekuasaan) dan “mengislamkan” sistem pemerintahan, yakni kaum Mullah di Iran, NIF di Sudan, Taliban di Afghanistan, dan PAS di Kelantan. Gerakan Islam (Harakah Islamiyyah)v menjadi pionir dan berada pada garis hadapan menuju kebangkitan Islam. Gerakan yang dimaksud adalah gerakan pembaharuan (tajdid) atau gerakan salafiyyah dan gerakangerakan politik Islam, seperti gerakan Wahabiyah Saudi Arabiyah, Ikhwanul Muslimin Mesir, Gerakan revolusi Islam (syi’ah) Iran, FIS Algeria, NIF Sudan, Hamas di Palestina dan lain-lainnya. Gerakan (politik) Islam pada dekad ini tampak semakin meningkat aktivitasnya, khususnya di “jantung dunia Islam” yang menjadi sebab kepentingan vital oleh Barat, baik dari segi ekonomi, politik, militer, maupun ideologi dan keagamaan, yakni kawasan Timur Tengah dan dunia Arab. Walau bagaimanapun, banyaknya gerakan Islam di berbagai belahan dunia yang beralamatkan pembentukan sistem pemerintahan negara dengan syari’at Islam, namun oleh para pemikir yang bersifat sekuler, anti Islam serta pandangan dari dunia Barat, mereka dengan sengaja memberikan sebutan terhadap perjuangan Islam tersebut dengan nama gerakan ekstrimis Islam, Fundamentalisme Islam, Islam Kirivi dan Kanan, Islam ortodoks, Islam Radikal, bom Islam dan lain seterusnya. Maka dalam aspek inilah sehingga dalam umat Islam itu sendiri telah terjadi usaha membeda-bedakan kelompok gerakan Islam yang pada akhirnya semua istilah tersebut oleh dunia Barat (sekuler) telah dicap sebagai faham atau gerakan negatif atau

bahkan sebagai gerakan pengganas Inilah yang menurut penulis dinamai usaha bad Stigmasisasi terhadap Islam. 1 -

1

dunia dengan

sekalipun (terorism). faham atau gerakan

Kesimpulanya adalah Walau bagaimanapun, banyaknya gerakan Islam di berbagai belahan dunia yang beralamatkan pembentukan sistem pemerintahan negara dengan syari’at Islam, namun oleh para pemikir yang bersifat sekuler, anti Islam serta pandangan dari dunia Barat, mereka dengan sengaja memberikan sebutan terhadap perjuangan Islam tersebut dengan nama gerakan ekstrimis Islam, Fundamentalisme Islam, Islam Kirivi dan Kanan, Islam ortodoks, Islam Radikal, bom Islam dan lain seterusnya.

Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 1 Januari-Juli 2012

Related Documents


More Documents from "Irfan Noor, M.Hum"