Perforasi Gaster Bab Iv.docx

  • Uploaded by: mwa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perforasi Gaster Bab Iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 811
  • Pages: 3
BAB IV ANALISIS KASUS

Dari anamnesis, ± 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku sering mengalami nyeri ulu hati yang dirasakan terus menerus. Nyeri masih dapat ditahan oleh pasien. Nyeri makin dirasakan memberat saat pasien makan atau minum yang bersifat asam, pedas, maupun santan. Nyeri disertai mual namun tidak disertai muntah. Nyeri dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengaku sering minum promag untuk meredakan nyeri perut. Sebelum keluhan tersebut dirasakan, pasien mengaku selama ini rutin meminum obat obatan herbal selama lebih kurang 6 bulan. Demam disangkal, nafsu makan baik, BAB dan BAK normal. Pada kasus ini dicurigai telah terjadi ulkus peptikum yang berlangsung kronis dimana etiologi yang mendasarinya adalah penggunaan obat – obatan NSAID oleh pasien dalam jangka waktu yang lama. Pasien mengaku meminum obat herbal secara rutin dimana dicurigai terdapat kandungan NSAID pada obat herbal tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa perforasi dari gaster dan duodenum terjadi pada 60% dan 40% dari penyakit ulkus peptikum. Sepertiganya berhubungan dengan penggunaan NSAIDs dan terjadi pada pasien usia tua. Aspirin dosis rendah meningkatkan resiko komplikasi gastrointestinal oleh NSAIDs dan Cox-2 inhibitor selektif. Hubungan antara perforasi ulkus dan infeksi H-pylori masih kontroversial dimana beberapa penelitian mndapatkan korelasi positif sedangkan yang lain tidak terdapat korelasi. NSAIDs, aspirin, merokok, alkohol, stress emosional, dan faktor-faktor psychososial meningkatkan resiko terkena ulkus peptikum dan komplikasinya meskipun pada orang dengan H.Pylori yang negatif.

9,12

± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku BAB bercampur darah, terkadang BAB berwarna hitam. Frekuensi BAB bercampur darah dan berwarna hitam dirasakan hampir setiap hari. Keluhan nyeri ulu hati masih dirasakan, keluhan disertai mual namun muntah tidak ada, nafsu makan pasien menurun. Pasien masih rutin minum promag namun keluhan tidak berkurang.

Pasien masih sering mengkonsumsi obat obatan herbal. Pada saat ini kondisi saluran pencernaan pasien semakin memburuk, tukak lambung akibat penipisan lapisan lambung yang berlangsung kronis dapat bermanifestasi berupa BAB hitam dikarenakan asam lambung yang tercampur darah sehingga feses menjadi berwarna hitam . Pada pasien juga dicurigai telah adanya tukak pada duodenum dimana darah segar dapat bercampur dengan feses. ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku nyeri perut di semua bagian, nyeri awalnya biasa saja namun lama-kelamaan memberat, nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk. Nyeri tidak diperberat oleh gerakan. Keluhan nyeri tidak dapat ditahan oleh pasien. Demam ada, mual ada, muntah tidak ada, nafsu makan menurun, pasien sudah tidak BAB sejak 1 hari yang lalu. Pasien kemudian berobat ke klinik di Sungai Lilin lalu dirujuk ke IGD RS Bari Palembang. Saat ini pada pasien telah terjadi komplikasi berupa perforasi gaster, penyebab utama perforasi diperkirakan disebabkan oleh berlebihnya sekresi asam dan seringkali terjadi akibat menelan obat anti inflamasi nonsteroid, yang mengurangi jumlah sel adenosin trifosfat(ATP), menyebabkan rentan terhadap stress oksidan. Perbaikan sel yang tertunda ini menyebabkan terjadinya perforasi8 Gejala klinis pada pasien saat masuk rumah sakit diantaranya adalah nyeri perut pada semua kuadran yang sangat hebat seperti ditusuk tusuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, nyeri tekan pada semua kuadran, hipertimpani dan bising usus menurun. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa peritonitis akut yang terjadi akibat perforasi gaster dapat menyebabkan pasien tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan enzim pankreas. Cairan lambung dan duodenum akan mengalir ke parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu meunjukkan adanya rangsang peritoneum di permukaan bawah diafragma. Rekasi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.7

Pemeriksaan penunjang yang harus segera dilakukan terhadap pasien adalah pemeriksaan radiologi dimana gambaran pneumoperitoneum pada pemeriksaan foto polos abdomen merupakan temuan penting untuk penegakan diagnosis dan rencana tatalaksana pasien. Tehnik yang paling sering digunakan adalah foto rongent abdomen posisi tegak dan left lateral decubitus (LLD). Selain itu pemeriksaan laboratorium darah rutin juga perlu dilakukan terutama untuk menilai adanya infeksi dan bakterimia. Penatalaksanaan pasien ini berupa tindakan bedah dikarenakan telah terjadi perforasi gaster.

Pada pasien dengan perdarahan atau perforasi ulkus

gaster tipe II dan III ditatalaksana dengan antrectomy ditambah truncal vagotomy dan rekontruksi Billroth I atau II. Antrectomy dengan Billroth I atau II dan terapi medis dengan proton pump inhibitor juga dapat dilakukan. Perdarahan pada perforasi ulkus gaster tipe I ditatalaksana dengan gastrektomi distal dan rekontruksi Billroth I atau II. Tidak dibutuhkan vagotomy. Pada perdarahan atau perforasi ulkus gaster tipe IV ditatalaksana dengan gastrostomy ditambah penjahitan dari ulkus. Jika terjadi rekurensi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi antrum gaster dan rekontruksi dengan Rouxen-Y.10 Tatalaksana farmakologi yang diberikan pada pasien diantaranya pemberian antibiotik ceftriaxone dan metronidazole untuk mencegah terjadinya bakterimia akibat peritonitis. Pemberian

omeprazole sebagai proton pump

inhibitor untuk mengurangi produksi asam lambung. Serta diberikan pula ketorolac sebagai analgesik post operasi. Pasien dipuasakan selama 4 hari untuk pemulihan serta regenerasi sel saluran cerna setelah operasi.

Related Documents


More Documents from "azaliatz"