Perebutan Lahan.docx

  • Uploaded by: Ginting Sinisuka
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perebutan Lahan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,125
  • Pages: 15
KONFLIK ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA MENGENAI PULAU SIPADAN DAN PULAU LIGITAN

Dosen Pengampu: Agung Iranda, S.Psi., M.A. Amin Akbar, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh : 1. Tyas Nawang Wulan (G1C117039) 2. Gideon Tunas Karunia Ginting (G1C117027) 3. Hanum Widya Sani (G1C117029) 4. Fueqana Wahyuni (G1C117033) 5. Hendi Ridho Rindana (G1C117035) 6. Nurul Annissa (G1C117037)

PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI Daftar Isi Daftar isi ………………………………………………………………………………… 1 Kata pengantar ........................................................................... 2

A. BAB I (pendahuluan) 1. Latar belakang ………………..…………………………………………….. 3 2. Rumusan masalah …..…………………………………………………….. 4 B. BAB II (pembahasan) 1. Awal Permasalahan Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan............................................................................... 5 2. Proses Penyelesaian Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan................................................................................ 6 3. Putusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan................................................................................ 8 4. Kekalahan dan Letak Kesalahan Indonesia Mengenai Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan.............................................................................. 10 C. BAB III (Penutup) 1. Kesimpulan ………………………………………………………………………. 13 2. Saran ……………………………………………………………………………….. 14

1

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Jambi, 20 September 2018

penulis

2 BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status-status quo. Akan tetapi, pihak Malaysia membangun resortparawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia. Karena, Malaysia memahami statuquo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, Malaysia membuat penginapan hampir 20 buah untuk dijadikan tempat pariwisata. Pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan disana dihentikan. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya. Pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati “SpecialAgreementforthesubmissiontothe International CourtofJusticethedisputebetween Indonesia and Malaysia concerningthesoverignty over Pulau Sipadanand Pulau Ligitan”. SpecialAgreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui Notifikasi Bersama (JointLetter).

3 Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam SpecialAgreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapa yang berdaulat terhadap Pulau Sipadan dan Pulai Ligitan

berdasarkan perjanjian, bukti dan dokumen dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. Dan pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Dalam hal ini Mahkamah Hukum Internasional tidak terlalu tertarik dengan argumentasi Indonesia tentang kepemilikannya. Dengan ditolaknya perjanjian ini maka tidak ada lagi yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Semua fakta sejarah ini cukup meyakinkan bahwa Malaysia telah menunjukkan kegiatan berdaulatannya atas kedua pulau tersebut dan sudah cukup membuktikan adanya keefektifan untuk syarat kedaulatan suatu negara atas kedua pulau itu. Maka dalam makalah ini, akan dibahas bagaimana penyelesaian sengketa Konflik antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. 2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana awal permasalahan perebutan wilayah pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia? 2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia? 3. Apa penyebab Indonesia kalah dalam sengketa perebutan wilayah pulau Sipadan dan Pulau Ligitan?

4 BAB II PEMBAHASAN

A. Awal Permasalahan Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia bermula dari pertemuan kedua delegasi dalam penetapan batas landas kontinen antara Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur pada tanggal 22 September 1969. Pada waktu pembicaraan landas kontinen di laut Sulawesi, kedua delegasi sama-sama mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya. Pulau Sipadan terletak 15 mil laut sekitar 24 kilometer dari pantai daratan Sabah Malaysia dan 40 mil laut sekitar 64 kilometer dari pantai timur Pulau Sebatik dimana bagian utara merupakan wilayah Malaysia dan bagian timur selatan merupakan wilayah Indonesia. Posisi Pulau Ligitan terletak 21 mil laut sekitar 34 kilometer dari pantai daratan Sabah Malaysia dan 57,6 mil laut sekitar 93 kilometer dari pantai timur Pulau Sebatik. Luas Pulau Sipadan adalah 10,4 hektar dan Pulau Ligitan adalah 7,9 hektar. Disinilah titik sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Titik awal klaim pemerintah Indonesia tampaknya lemah dan tidak mencantumkan kedua pulau tersebut dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yakni, Perpu No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Di pihak lain, kelemahan Malaysia tampak pada peta yang diterbitkan hingga tahun 1970an tidak pernah mencantumkan kedua pulau tersebut. Dalam meja perundingan kedua belah pihak baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia sepakat untuk menetapkan sebagai status quo atas kedua pulau tersebut. Sehubungan dengan masalah ini, kedua negara pada tanggal 22 September 1969 menyetujui Memorandum ofUnderstanding (MOU) yang menetapkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dalam status quo yang berarti tidak boleh ditempati, diduduki maupun dimanfaatkan baik oleh Indonesia maupun Malaysia.

5 Namun, mulai tahun 1979 Malaysia berubah sikap dan mengambil langkah-langkah secara unilateral dengan menerbitkan peta-peta yang menunjukkan kedua pulau sebagai bagian dari Malaysia, memberikan sejumlah izin kepada sejumlah perusahaan swastanya untuk menyelenggarakan kegiatan pariwisata di Pulau Sipadan dan mendirikan instalansi-instalansi listrik di pulau tersebut. Indonesia menganggap bahwa kegiatan-kegiatan tersebut melanggar kesepakatan yang telah dicapai dalam status quo.

B. Proses Penyelesaian Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia mengadakan perundingan-perundingan pada berbagai tingkat seperti Senior OfficialMeetings, JointWorking Group Meetings dan JointCommisionMeetings, namun tidak berhasil mencapai penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak. Selanjutnya pada tahun 1996, Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad sepakat untuk mengangkat utusan khusus dari masing-masing negara untuk mencari solusi alternatif. Setelah melakukan empat kali pertemuan JakartaKuala Lumpur secara bergantian, kedua wakil dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia berhasil menemukan solusi, yakni merekomendasikan agar perlu adanya penyelesaian masalah ini lewat Mahkamah Hukum Internasional (ICJ). Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati SpecialAgreementforthesubmissiontothe International CourtofJusticethedisputebetween Indonesia and Malaysia concerningthesoverignty over Pulau Sipadanand Pulau Ligitan. Naskah tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Desember 1997 melalui Keputusan Presiden Nomor 49 tahun 1997 dan oleh pemerintah Malaysia pada tanggal 19 November 1997. SpecialAgreement ini merupakan syarat prosedural yang memungkinkan ICJ memiliki kewenangan juridiksi atas perkara ini. SpecialAgreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui suatu JointLetter atau Notifikasi Bersama. 6 Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam SpecialAgreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapa yang berdaulat atas kepemilikan Pulai Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan perjanjian,bukti dan dokumen yang tersedia dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. SpecialAgreement ini juga mencantumkan putusan Mahkamah Hukum Internasional sebagai bersifat akhir dan mengikat (final and binding). Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah mendengarkan argumentasi lisan dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorialdispute) Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.

Dan pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Dalam hal ini Mahkamah Hukum Internasional tidak terlalu tertarik dengan argumentasi Indonesia tentang akar kepemilikannya yang didasarkan pada Perjanjian Belanda-Inggris tahun 1891, yang pada Pasal IV menyebutkan bahwa garis batas kedua negara adalah garis lintang 4o10’ di pantai timur Pulau Kalimantan terus ke Timur memotong Pulau Sebatik dan menempatkan kedua pulau itu di bawah garis lintang tersebut yang berart i milik Belanda. Menurut Mahkamah, perjanjian itu adalah perjanjian darat dan sulit diinterpretasikan sebagai perjanjian wilayah laut. Dengan ditolaknya perjanjian ini sebagai perjanjian alokasi laut, maka tidak ada lagi yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Berbeda dengan Indonesia, bukti efektif Malaysia atas kedua pulau tersebut dan dalam periode yang cukup lama, antara lain, bahwa Malaysia sejak tahun 1917 telah melakukan fungsi legislatif atas kedua pulau tersebut misalnya dengan dikeluarkannya Peraturan Perlindungan Penyu, serta mengeluarkan Perizinan untuk menangkap telur penyu. Malaysia juga telah membangun mercusuar di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada tahun 1962 dan 1963 yang terus dipelihara sejak kemerdekaan Malaysia. Kegiatan kedaulatan Malaysia ini menurut pengamatan Mahkamah tidak pernah diprotes oleh Indonesia. Semua fakta sejarah ini cukup meyakinkan bahwa Malaysia telah menunjukkan kegiatan berdaulatannya atas kedua pulau tersebut dan sudah cukup membuktikan adanya keefektifan untuk syarat kedaulatan suatu negara atas kedua pulau itu. 7 Dalam hal ini, apa pun yang dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1969 seperti halnya menduduki kedua pulau tersebut, tetap tidak akan dapat menghapus keefektifan Malaysia.

C. Putusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim

merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chainoftitle (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. Berikut ini ada tiga butir Pokok-pokok Putusan Mahkamah Internasional dari sengketa pulau sipadanligitan ,yaitu : 1. Menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau sengketa pernah menjadi bagian dari wilayah yang diperoleh Malaysia berdasarkan kontrak pengelolaan privat Sultan Sulu dengan SenOverbeck/BNBC/Inggris/Malaysia. Mahkamah juga menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau termasuk dalam wilayah Sulu/Spanyol/AS/Inggris yang kemudian diserahkan kepada Malaysia berdasarkan terori rantai kepemilikan (ChainofTitleTheory). 8 Menurut Mahkamah tidak satupun dokumen hukum atau pembuktian yang diajukan Malaysia berdasarkan dalil penyerahan kedaulatan secara estafet ini memuat referensi yang secara tegas merujuk kedua pulau sengketa. 2. Menolak argumentasi Indonesia bahwa kedua pulau sengketa merupakan wilayah berada di bawah kekuasaan Belanda berdasarkan penafsiran atas pasal IV Konvensi 1891. Penafsiran Indonesia terhadap garis batas 4° 10′ LU yang memotong Pulau Sebatik sebagai allocationline dan berlanjut terus ke arah timur hingga menyentuh kedua pulau sengketa juga tidak dapat di terima Mahkamah. Kejelasan perihal status kepemilikan kedua pulau tersebut juga tidak terdapat dalam Memori vanToelichting. Peta Memori vanToelichting yang memberikan ilustrasi sebagaimana penafsiran Indonesia atas pasal IV tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak menjadi bagian dari konvensi 1891. Mahkamah juga menolak dalil alternatif Indonesia mengingat kedua pulau sengketa tidak disebutkan di dalam

perjanjian kontrak 1850 dan 1878 sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Bulungan yang diserahkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda. 3. Penguasaan efektif dipertimbangkan sebagai masalah yang berdiri sendiri dengan tahun 1969 sebagai criticaldate mengingat argumentasi hukum RI maupun argumentasi hukum Malaysia tidak dapat membuktikan klaim kepemilikan masing-masing atas kedua pulau yang bersengketa Penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (Malaysia-Indonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara tetangganya.

9 Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN, sebagai satu forum kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri sudah merancang terbentuknya sebuah Dewan Tinggi (HighCouncil) untuk menyelesaikan masalah-masalah regional. Dewan ini bertugas untuk memutuskan persoalan-persoalan kawasan termasuk masalah klaim teritorial. Namun keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian kedaulatannya merupakan hambatan utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini. Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, yaitu hilangnya salah satu pulau berharga milik Indonesia dan banyak komentar maupun anggapan dari masyarakat bahwa Departemen Luar Negeri-lah penyebab utama lepasnya SipadanLigitan mengingat seharusnya Departemen Luar Negeri dibawahkepemiminan Menteri Luar Negeri.

D. Kekalahan dan Letak Kesalahan Indonesia Mengenai Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan Kekalahan Indonesia di Sipadan dan Ligitan adalah karena Indonesia tidak bisa menunjukkan bukti bahwa Belanda (penjajah Indonesia) telah memiliki kedua pulau itu, sementara Malaysia bisa menunjukkan bukti bahwa Inggris (penjajah Malaysia) memiliki dan mengelola kedua pulau itu. Dalam Hukum Internasional dikenal istilah “Uti Possidetis Juris” yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau batas wilayah yang sama dengan bekas penjajahnya. Dalam sengketa Sipadan-Ligitan, Indonesia dan Malaysia bersepakat istilah “warisan penjajah” itu berlaku untuk wilayah-wilayah yang dikuasai sebelum tahun 1969. Jadi Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia saat itu bukan karena Malaysia pada tahun 1990-an telah membangun resort di kedua pulau itu tetapi karena Inggris sebelum tahun 1969 telah menununjukkan penguasaan yang efektif atas kedua pulau itu berupa pungutan pajak atas pemungutan telur penyu, operasi mercu suar, dan aturan perlindngan satwa.

10 Sebenarnya pemerintah Indonesia dengan para diplomatnya telah berusaha untuk mendapatkan hak atas kedua pulau itu. Dengan segala cara mereka kerahkan,mulai dari Diplomasi dan perundingan setiap tahunnya,tetapi Indonesia dan Malaysia juga tidak dapat mencari titik temu dan kesepakatan dalam Sipadan dan Ligitan.sesuai dengan Piagam ASEAN,di mana negara-negara anggota ASEAN dalam menyelesaikan suatu permasalahan harus di tempuh nya itikad baik dan damai (Perjanjian ASEAN 24 februari 1976 di BALI). Apabila tidak menemukan kesepakatan, setiap anggota ASEAN wajib membawa kasus mereka ke PBB dan putusan Mahkamah Internasional adalah final dan tidak dapat di ganggu gugat. Lebih dari itu,sebenarnya Mahkamah Internasional sudah mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu dahulunya. Tetapi, belanda tidak pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di Pulau itu. Justru sebaliknya Inggris-lah yang banyak melakukan pembangunan dan invasi di kedua pulau itu. Kemudian, Mahkamah Internasional menolak pembelaan dan argumen Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891. Argumen ini hanya mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak di perairan. Jauh dari pada itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau sekarang 12 mil) dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan.

Dan terakhir Indonesia kalah di Faktor Occupation (pendudukan). Intinya masyarakat yang tinggal di pulau tersebut banyak bergantung pada transpotasi dan bantuan ekonomi dari Malaysia bertahun-tahun. Sarana hiburan seperti pemancar radio, telepon, dan televisi juga berasal dari Malaysia selama bertahu-tahun). Dari pernyataan diatas yang menjadi penyebab utama kekalahan Indonesia adalah Indonesia kurang memiliki data dan bukti historis yang dapat menunjukan bahwa Belanda juga memiliki kehendak dan tindakan menjalankan fungsi negara yang lebih kuat dari Inggris pada masanya. Lebih dari itu, Mahkamah Internasional sudah mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu dahulunya. Tetapi, Belanda tidak pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di Pulau itu. Justru sebaliknya Inggris-lah yang banyak melakukan pembangunan dan invasi di kedua pulau itu.

11 Kemudian, Mahkamah Internasional menolak pembelaan dan argumen Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891. Argumen ini hanya mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak di perairan. Jauh dari pada itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau sekarang 12 mil) dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan. Dengan memperhatikan posisi dan letak Sipadan dan Ligitan serta ambisi strategis atau ekonomis Belanda, sulit dibayangkan kalau Belanda tidak melakukan kegiatan pengawasan dan pemanfaatan kedua pulau tersebut pada waktu itu. Disamping itu, nampaknya Indonesia memang agak mengabaikan Sipadan dan Ligitan. Sesudah tahun 1969 pada saat mulai muncul sengketa klaim, meskipun disepakati status quoatasSipadan dan Ligitan, justru Malaysia tetap melanjutkan kegiatannya berupa penangkapan ikan, pariwisata, dan kehadiran penduduk yang terus meningkat. E. Resolusi Konflik Konflik antara Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh masing – masing negara yang mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan berada di bawah kekuasaan negara mereka masing-masing. Diplomasi dan Perundingan pun diajukan kedua negara untuk mencapai titik temu dan kesepakatan mengenai pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, tetapi tidak berhasil. Sesuai dengan piagam ASEAN, di mana negara-negara anggota ASEAN dalam

menyelesaikan suatu permasalahan harus di tempuh nya itikad baik dan damai (Perjanjian ASEAN 24 februari 1976 di BALI). Apabila tidak menemukan kesepakatan, setiap anggota ASEAN wajib membawa kasus mereka ke PBB dan putusan Mahkamah Internasional adalah final dan tidak dapat di ganggu gugat. Dalam keputusan Mahkamah Internasional, Malaysia dinyatakan berhak atas kepemiliknnya terhadap Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan karena Indonesia tidak mempunyai bukti yang kuat atas ke-otoritasannya terhadap pulau terrsebut. Penyelesaian konflik tersebut dibantu oleh pihak ketiga (Arbitrasi) Malaysia

: Contending

Indonesia

: Yielding 12 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan mengenai sengketa antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Awal permasalahan sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan bermula dari pertemuan kedua delegasi dalam penetapan batas landas kontinen antara Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur pada tanggal 22 September 1969. Pada waktu pembicaraan landas kontinen di laut Sulawesi, kedua negara sama-sama mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya. 2. Permasalahan selanjutnya berawal setelah disepakatinya status quoterhadap wilayah tersebut kemudian Malaysia melakukan kegiatan pemerintahan dan membangun tempat wisata. Indonesia menganggap bahwa kegiatankegiatan tersebut melanggar kesepakatan yang telah dicapai dalam status quo.

3. Indonesia dan Malaysia sepakat bahwa untuk menyelesaikan masalah sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diselesaikan melalui Mahkamah Internasional (International CourtofJustice) 4. Malaysia memenangkan kasus sengketa wilayah tersebut, maka Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan jatuh kepada daerah kekuasaan Malaysia 5. Penyebab kalahnya Indonesia adalah Indonesia kurang memiliki data dan bukti historis yang dapat menunjukan bahwa Belanda juga memiliki kehendak dan tindakan untuk menjadikan Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai warisan penjajah 6. Penyebab lainnya adalah faktor kependudukan. Selama bertahun-tahun, fasilitas-fasilitas yang ada di pulau tersebut adalah milik Malaysia. Indonesia tidak memiliki andil apapun terhadap proses pembangunan yang terjadi di pulau tersebut.

13 B. Saran Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah. Keberadaan pulau-pulau kecil ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulaupulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Pemerintah juga perlu mengembangkan pengelolaan pulau-pulau di wilayah di perbatasan, antara lain sebagai wilayah konservasi dan objek wisata bahari. Pembangunan sarana pengamanan, antara lain membangun Pos Pengamatan TNI-AL dengan personil yang memadai jumlahnya dan sarana pendukungnya.

14

Related Documents


More Documents from ""

Teori Altruisme.docx
April 2020 0
Perebutan Lahan.docx
April 2020 0
Level1.docx
June 2020 23
Bab Iii.docx
June 2020 23