1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya peradaban manusia, semakin tinggi pula keinginan dan kebutuhan dari manusia. Dengan didorong oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang cukup pesat, saat ini memberikan pengaruh dengan berkembangnya dunia industri di Indonesia yang bergerak di bidang perindustrian. Disamping itu, dengan berkembangnya peradaban tersebut menuntut lulusan-lulusan baru untuk mengembangkan diri di dunia kerja. Untuk itu lulusan tidak hanya dibekali teori-teori yang telah diberikan dosen di bangku perkuliahan, tetapi juga butuh aplikasi dari teori yang sudah didapatkan. Perusahaan yang berwawasan ke depan memang telah mendirikan divisi atau departemen khusus yang bertugas mengadakan training atau diklat, baik bagi karyawan baru maupun karyawan lama. Beberapa perusahaan yang lain meskipun tidak membentuk divisi/departemen khusus juga telah menerapkan training bagi para karyawannya. Namun demikian, apabila setiap perusahaan harus mendidik sendiri calon karyawan maupun karyawannya, tentu saja sangat membebani perusahaan-perusahaan tersebut. Disisi lain, pendidikan tinggi yang diharapkan melahirkan tenagatenaga professional di bidangnya masih belum mempunyai korelasi yang jelas dengan dunia industri. Ilmu yang didapatkan mahasiswa di kampus berbasis industri negara-negara maju di Eropa, Amerika, maupun Asia semisal Jepang. Untuk menjebatani adanya jurang pemisah itulah kemudian dalam kurikulum pendidikan tinggi, khususnya pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Negeri Yogyakarta diselenggarakan mata kuliah Praktik Industri yang wajib ditempuh oleh semua mahasiswa dan menjadi syarat kelulusan seorang mahasiswa yang hendak menempuh ujian akhir. PT Krakatau Steel adalah salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Tahun demi tahun
2
operasionalnya telah mengalami berbagai kemajuan disamping tentu saja mengalami pasang surut sebagaimana lazimnya sebuah usaha. Penulis memilih untuk melaksanakan Praktik Industri di PT Krakatau Steel Cilegon, Banten disamping untuk menimba ilmu keteknikan industri secara praktis dari perusahaan, juga untuk mencoba menerapkan idealisme ilmu yang di dapat di bangku kuliah untuk mencoba mengidentifikasi berbagai permasalahan perusahaan dan memberikan saran rekomendasi perbaikan. B. Tujuan Praktik Industri 1. Tujuan Umum a. Memperluas
wawasan
ilmu
mahasiswa
tentang
orientasi
pengembangan teknologi di masa sekarang dan mendatang, sehingga diharapkan mahasiswa dapat memahami teori dan kenyataan yang dihadapi dilapangan. b. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai prinsip yang dipelajari selama kuliah dengan aplikasinya di industri. c. Mengukur sejauh mana kemampuan analisa perbandingan secara teori dengan kondisi nyata di lapangan. d. Menumbuhkan jiwa engineer yang tanggap terhadap aplikasi yang ada di dunia industri kepada para mahasiswa. e. Sebagai media untuk memperoleh ilmu, pengalaman berpikir kritis dan praktis, melatih keterampilan serta bertindak dalam lingkungan masyarakat industri yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari mahasiswa. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam Praktik Industri adalah agar praktikan mampu : a. Menumbuhkan sikap dan rasa tanggung jawab atas tugas atau pekerjaan yang diberikan.
3
b. Menjelaskan manajemen industri dan kompetensi tenaga kerja yang dipersyaratkan industri. c. Membantu melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan proses produksi di industri. d.
Menambah pengetahuan dan pengalaman lapangan dalam praktik industri khususnya yang berhubungan dengan praktik keteknikan seperti Design & Perencanaan Mesin/Pabrik, Manajemen produksi, Perakitan,
Perbaikan,
Pengawasan/Inspeksi
dan
Perawatan
(Maintenance) suatu mesin. e. Mengetahui gambaran umum proses kegiatan dalam industri tersebut. f. Mengetahui proses produksi dan kerja mesin-mesin yang belum pernah diketahui sebelumnya. C. Manfaat Praktik Industri Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan PI adalah sebagai berikut : 1.
Bagi Mahasiswa Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
a.
untuk mengaplikasi ilmunya di dunia industri. Mengetahui kondisi nyata suatu perusahaan
b.
baik dari segi manajemen yang diterapkan, kondisi fisik, teknologi yang digunakan, kinerja para karyawan, dan proses produksi di industri. Memperoleh
c.
pengalaman
untuk
meningkatkan keterampilan teknik yang relevan dengan jurusan yang kami tekuni. d.
Mengetahui perkembangan
dan
dapat
mengikuti
ilmu dan teknologi sesuai dengan tuntunan
perkembangan industri. e.
Dapat membina hubungan baik dengan industri sehingga memungkinkan untuk dapat bekerja di industri tempat plaksanaan Praktik Industri tersebut setelah lulus dari kuliah.
4
Melatih kepekaan mahasiswa untuk mencari
f.
solusi masalah yang dihadapi dalam dunia industri. Meningkatkan,
g.
mengembangkan,
dan
memantapkan ilmu keterampilan mahsiswa yang didapat di bangku kuliah sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja. 2.
Bagi Lembaga Pendidikan a. Sebagai tolak ukur sejauh mana pemahaman mahasiswa di saat kuliah. b. Sarana mengevaluasi keberhasilan di bidang akademia. c. Terjalinnya hubungan baik antara Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta dengan PT Krakatau Steel, sehingga memungkinkan kerjasama ketenagakerjaan dan kerjasama lainnya. d. Mendapat umpan balik untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga selalu sesuai dengan perkembangan dunia industri.
3.
Bagi Perusahaan a. Sebagai langkah yang nyata dari pihak industri dalam mendukung kemajuan pendidikan di Indonesia b. Tidak menutup kemungkinan mendapat ide untuk menyempurnakan sistem yang ada dari mahasiswa. c. Dapat menjalin hubungan baik dengan lembaga pendidikan khususnya Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, sehingga semakin dikenal oleh lembaga pendidkan sebagai pemasok tenaga kerja dan masyarakat sebagai konsumen.
D. Ruang Lingkup Penulisan Pada pelaksanaan Praktik Industri ini, penulisan laporan dibatasi sesuai dengan peermasalahan yang ada di perusahaan. Penulis mempelajari tentang “PERAWATAN WIRE ROPE PADA BRIDGE CRANE DIVISI PERAWATAN PABRIK PENGOLAHAN BAJA (P3B) SLAB STEEL
5
PLANT (SSP I) PT KRAKATAU STEEL”, yang merupakan permasalahan yang menarik untuk dibahas oleh penulis. E. Batasan Masalah Sesuai dengan judul Laporan Praktik Industri, penulis membatasi permaslahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1.
Apakah yang dimaksud dengan Bridge Crane?
2.
Wire rope (Sling) yang bagaimana yang digunakan pada Bridge
Crane? 3.
Bagaimana perawatan pada Wire Rope (Sling)?
4.
Bagaimana cara penggantian Wire Rope (sling)?
F. Waktu dan Tempat Praktik Industri Waktu dan tempat Praktik Industri yang dilaksanakan oleh penulis adalah: Lokasi
: Divisi Perawatan Pabrik Pengolahan Baja (P3B), SSP I, PT Krakatau Steel, Cilegon, Banten.
Waktu
: 6 Juli s.d 24 Agustus 2009
Hari Kerja : •
Senin s.d. Kamis pukul 08.00 s.d 16.30 WIB (Istirahat pukul 12.00 s.d 13.00 WIB)
•
Jumat pukul 08.00 s.d 17.00 WIB (Istirahat pukul 11.30 s.d 13.30 WIB)
G. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Observasi Metode ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap suatu objek pengambilan data. 2. Metode Wawancara Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada narasumber dalam mendapatkan data. 3.
Metode Studi Pustaka (Studi Literatur)
6
Metode ini dilakukan dengan mencari buku-buku referensi sebagai dasar analisis dan pembuatan laporan. H. Sistematika Penulisan Laporan Untuk memberikan gambaran dan mempermudah mempelajari isi laporan maka pada penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab, secara garis besar kami uraikan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Praktik Industri C. Manfaat Praktik Industri D. Ruang Lingkup Penulisan E. Batasan Masalah F. Waktu dan Tempat Praktik Industri G. Metode Pengumpulan Data H. Sistematika Penulisan Laporan
BAB II
: TINJAUAN UMUM PT KRAKATAU STEEL A. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. Krakatau Steel B. Visi dan Misi Perusahan C. Pembagian Plant PT. Krakatau Steel D. Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel E. Diagram Struktur Produksi F. Tenaga Kerja PT. Krakatau Steel G. Sistem Pengolahan Lingkungan H. Penerapan 5R I. Tata Letak Pabrik J. Struktur Organisasi Perusahaan K. Sistem Pemasaran L. Strategi Pemasaran M.
Fasilitas Keselamatan Kerja dan Kecelakaan
N. Program Sanitasi dan Keselamatan Kerja
7
BAB III : PROSES PEMBUATAN SLAB BAJA DI SSP I A. Peleburan Baja di EAF B. Proses Pemurnian Sekunder di Ladle Furnace C. Proses Pengecoran Continous Casting Machine (CCM) D. Material Handling BAB IV : SISTEM MAINTENANCE SLAB STEEL PLANT I A. Perawatan (Maintenance) B. Program Maintenance C. Maintenance Standard D. Maintenance Planning E. Program Maintenance Rutin BAB V
: PERAWATAN WIRE ROPE PADA BRIDGE CRANE DIVISI PERAWATAN PABRIK PENGOLAHAN BAJA (P3B) SLAB STEEL PLANT (SSP I) PT KRAKATAU STEEL A. Bridge Crane B. Kapasitas Crane C. D. E. F. G. H. I.
Overhead Travelling Crane Jenis dan Fungsi Crane di SSP I Steel Wire Rope Persamaan Dasar Data – data Lapangan Perawatan pada Steel Wire Rope Crane Prosedur Penggantian Steel Wire Rope
BAB VI : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
8
A.
Sejarah Singkat dan Perkembangan PT Krakatau Steel (Persero)
Gambar 2.1 Logo PT Krakatau Steel PT. Krakatau Steel (Persero) yang berlokasi di Cilegon merupakan industri pengolah baja terbesar di Indonesia. Pabrik ini merupakan permulaan proyek baja dari pemerintah yang mulai berdiri pada bulan Mei 1962. Pada mulanya proyek tersebut dikenal dengan nama proyek pabrik baja “TRIKORA“ yang mendapat bantuan dari pemerintah Rusia. Akibat adanya pemberontakan G30S PKI, proyek pembangunan dari tahun 1966 sampai sekitar tahun 1972 dapat dikatakan berhenti sama sekali, kesulitan utamanya adalah pembiayaan pembangunan pabrik. Akhirnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1970 proyek pabrik baja ”TRIKORA“
menjadi
PT.
Krakatau
Steel
yang
disahkan
dengan
ditandatangani akte notaris No. 35 pada tanggal 23 Oktober 1971. Pembangunan proyek PT. Krakatau Steel pada akhir tahun 1976, yaitu pabrik Besi Beton telah dapat diselesaikan dan dapat mulai dioperasikan secara komersil sejak tahun 1977. Pabrik Besi Siku yang berada di dalam satu gedung dengan pabrik Besi Beton, selesai pembangunannya pada bulan Juli 1977. Dengan selesainya pabrik besi siku tersebut, maka seluruh pembangunan pabrik baja yang mulanya merupakan proyek bantuan Rusia sudah dapat diselesaikan. Selanjutnya PT Krakatau Steel melaksanakan pembangunan pabrikpabrik baru sebagai perluasan usaha. Sebagai tujuan pendirian PT Krakatau
9
Steel, maka pabrik-pabrik yang dibangun adalah yang terpadu yaitu dapat mengolah biji besi sampai dengan produk-produk jadi dari baja. B. Visi dan Misi Perusahaan Sebagai acuan dalam proses pengembangan kualitas dan kuantitas produksi, PT Krakatau Steel (Persero) memiliki visi dan misi sebagai berikut: 1.
Visi
“An integrated steel company with competitive edge to grow continously toward a leading global enterprise”. Perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk tumbuh dan
berkembang
secara
berkesinambungan
menjadi
perusahaan
terkemuka di dunia. 2.
Misi
“Providing the best-quality steel products and related services for the prosperty of the nation”. Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait bagi kemakmuran bangsa. 3.
Values
Keterbukaan, disiplin, saling menghargai, dan bekerjasama. C.
Pembagian Plant PT Krakatau Steel (Persero) PT Krakatau Steel (Persero) merupakan pabrik baja terbesar di Indonesia yang banyak menghasilkan baja setengah jadi dengan berbagai macam jenis dan ukuran dengan proses pengolahan yang berbeda. Terdapat enam pabrik yang terintegrasi yang menjadi satu kesatuan dalam menghasilkan produk. Adapun keenam pabrik di lingkungan PT Krakatau Steel (Persero) sebagai berikut:
10
Gambar 2.2 Flowchart proses produksi PT Krakatau Steel Pabrik Besi Spons (Direct Reduction
1.
Plant)
• FLOW
Unit ini merupakan suatu pabrik yang menangani proses pengolahan
biji besi/pellet menjadi besi spons. Besi spons merupakan bahan baku mentah untuk membuat baja, bentuk dari biji besi spons tersebut seperti
butiran-butiran kelereng, dimana butiran atau biji besi tersebut di proses reduksi secara langsung (Direct Reduction).
Pabrik Besi Spons terbagi menjadi tiga buah pabrik yaitu: Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Iron Plant) yang baru dirancang dengan teknologi HYL (Hojolata Y Lamina) III, dan Pabrik Besi Spons yang lama dengan teknologi HYL I dan teknologi HYL II. Pabrik Besi Spons dengan teknologi HYL I yang berjumlah 4 modul. Masing-masing modul terdiri dari satu reformer, empat reaktor fixed bed dan fasilitas bantu: • Sistem penangan material untuk bahan baku dan hasil
11
• Plant penangan air • Sistem air pendingin •
Sistem untuk gas inert serta udara instrumen
• Fasilitas pembangkitan uap Sedangkan untuk Pabrik Besi Spons dengan teknologi HYL III mempunyai komponen-komponen pokok berikut ini: •
Peralatan penghasil gas reduksi (reducing gas generation equipment)
•
Peralatan reduksi (reduction equipment)
•
Sistem penyerap CO2
• Sirkuit gas reduksi dan sirkuit pendingin •
Sistem penanganan material untuk bahan atau pellet
• Sistem penanganan material hasil (besi spons) •
Peralatan bantu (auxiliary equipment)
Gambar 2.3 Proses produksi pabrik besi spons Modul I dan II dikelompokkan ke plant 1 dan modul III dan IV dikelompokkan ke plant 2. Masing-masing plant berbagi fasilitas bantu. Dengan keempat modul ini, maka PT. Krakatau Steel dapat menghasilkan besi spons sebanyak 500.000 ton per tahun. Dengan digantikannya
12
teknologi HYL I dengan teknologi HYL III, maka produksi besi spons dapat ditingkatkan menjadi 1.350.000 ton per tahun dengan adanya tingkat metalisasi lebih dari 92% dengan dua reaktor yang beroperasi. Konsumsi gas alam juga menurun, karena adanya loop daur ulang gas reduksi. Pengoperasian pabrik juga lebih mudah karena teknologi kendali yang digunakan sudah maju, yaitu dengan sistem Distributed Control System (DCS). Pabrik Slab Baja (Slab Steel Plant/
2.
SSP) Pabrik Slab Baja merupakan pabrik untuk tempat peleburan besi dimana pabrik Slab Baja ini terdiri dari 2 buah pabrik: •
Slab Steel Plant I Bagian pabrik yang mencetak masih dalam bentuk baja batangan.
•
Slab Steel Plant II Bagian pabrik yang mencetak masih dalam bentuk baja lembaran.
Gambar 2.4 Proses produksi slab steel plant
13
Besi spons diisikan dalam dapur listrik dengan menggunakan continous feeding, selain spons dapur listrik juga diisi dengan scrap atau besi tua dan batu kapur secukupnya kemudian semua bahan tersebut dilebur menjadi baja cair yang masih berbentuk batangan/lembaranlembaran besi yang belum diolah dengan membutuhkan panas yang sangat tinggi mencapai titik didih 1650oC. Sumber panasnya berasal dari energi listrik yang dialirkan melalui elektroda listrik yang membara. Kapasitas produksi terpasang yaitu sekitar 1.000.000 ton/tahun. Perlengkapan utama pada pabrik slab baja ini yaitu: 4 buah dapur listrik (EAF) yang , masing-masing berkapasitas 120 ton baja cair, dan dua buah mesin kontinyu (CCM) dengan masing-masing satu jalur percetakan slab (mould).
Gambar 2.5 Produk Slab Baja Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant/
3.
BSP) Billet Steel Plant (BSP) merupakan pabrik yang menghasilkan lempengan baja dengan bahan baku utamanya yaitu scrap, besi spons dan batu kapur. Semua bahan baku tersebut dimasukkan dalam ruangan dapur listrik untuk pengolahan dan kemudian dicetak menjadi baja lempengan. Dengan kapasitas produksi 500.000 ton/tahun. Ukuran hasil dari billet baja tersebut yaitu: Panjang: 6 m, 10 m, & 12 m. dengan Penampang: 100x100 mm, 110x110 mm, dan 120x120 mm.
14
Gambar 2.6 Proses produksi billet steel plant Proses pembuatan baja pada pabrik ini hampir sama dengan proses Pabrik Slab Steel Plant perbedaannya hanya terletak pada bentuk hasil cetakan. Hasil produk ini juga dapat digunakan oleh pabrik Wire Rood sebagai bahan baku. Sedangkan untuk perlengkapan utama dari pabrik ini yaitu: Tersedia 4 buah dapur listrik (EAF), dan 4 buah mesin tuang kontinyu.
Gambar 2.7 Produk billet baja
15
Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot
4.
Strip Mill/HSM) Pabrik Hot Strip Mill (HSM) merupakan bagian pabrik untuk mengukur ketebalan dari lembaran-lembaran baja. Dengan menggunakan alat Overhead Crane, slab dibersihkan terlebih dahulu dengan roller table dan siap untuk dimasukkan Furnace dengan menggunakan slab pusher. Didalam Frunace dipanaskan dengan temperature mencapai sekitar 1300oC. Setelah itu slab tersebut dikirim ke routhing stand diroll untuk menipiskan ketebalan ± 200 mm menjadi ± 20-40 mm. Pada finishing stand diroll kembali untuk mendapatkan ketebalan ukuran yang direncanakan tergantung dari permintaan konsumen.
Gambar 2.8 Proses produksi HSM Perlengkapan utama dari pabrik HSM (Hot Strip Mill) antara lain: a.
Lima buah finishing stand yang dilengkapi dengan alat ukur untuk mengontrol secara otomatis yaitu mengukur lebar, tebal dan temperatur strip.
b.
Sebuah for high finishing stand yang dilengkapi dengan ukur flange edger roll dan water desclaler dengan tekanan air 400 bar.
16
c. Sebuah dapur pemanas yang berkapasitas 300 ton /jam dengan bahan bakar gas alam. d.
Sebuah down coiler lengkap dengan conveyer.
e. Dua jalur mesin pemotong yang digunakan untuk : 1)
Pemotong stiling atau recoiling untuk strip tebalnya ±10 mm yang pengoperasiannya dikendalikan oleh komputer.
2)
Pemotong dan triming plat dengan tebal 4-25 mm.
Gambar 2.9 Hasil produksi HSM
Pabrik Baja Dingin (Cold Rolled Mill
5.
CRM) Cold Rolling Mill (CRM) merupakan suatu pabrik yang mengolah lembaran baja dari hasil yang telah ditipiskan sebelumnya oleh pabrik Hot Strip Mill (HSM). Kemudian hasil dari pabrik Hot Strip Mill (HSM) ditipiskan kembali melalui proses pendinginan pada Tandem Cold Reduction Mill sampai 92% dari hasil ketebalan semula. Sebelum
17
melakukan penipisan lembaran baja tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu kedalam tangki yang berisi HCl. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan dengan sistem BAF dan CAL, hasil lembaran baja tersebut diratakan dengan temper mill sesuai dengan permintaan konsumen.
Gambar 2.10 Proses produksi pabrik CRM Pabrik Cold Rolling Mill (CRM) juga memiliki fasilitas-fasilitas sbb : a. Baja Slab hasil HSM b.
Pembersihan (Continous Picking Line)
c. Tandem Cold Mill d. Electrolitic Cleaning Line e.
Pemanas (Anealing)
f.
Temper Pass Mill
g.
Finishing (Recoilling Line, Slitting Line)
18
Gambar 2.11 Produk Cold Rolling Coil Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill/
6.
WRM) Pabrik Wire Rood Mill (WRM) adalah sebuah pabrik yang memproses batangan kawat baja. Produk-produk pabrik batang kawat juga merupakan bahan baku dari pabrik-pabrik seperti pabrik mur dan baud, kawat las, kawat paku, tali baja, dan lain sebagainya. Dengan melakukan penimbangan, pencatatan, dan pemeriksaan secara visual serta pengaturan posisi billet, siap dimasukkan ke dalam furnace dimana billet tersebut dipanaskan dengan temperatur 12000C. Pengeluaran billet didorong dengan alat yang disebut billet injektor. Kemudian setelah billet didinginkan dengan air, maka billet siap untuk digulung loop plyer. Peralatan utama dalam pabrik Wire Rood Plant (WRP) adalah : a.
Sebuah furnace dengan kapasitas 60 ton/jam.
b. Dua buah konveyor pendingin. c. Dua buah mesin untuk merapikan atau mengompakkan gulungan dan mengikatnya
19
Gambar. 2.12 Proses produksi WRP Kapasitas produksi pabrik ini mencapai 200.000 ton/tahun batang kawat. Diameter kawat yang dihasilkan adalah 5,5 mm, 8 mm, 10 mm, dan 12 mm. Ukuran yang dihasilkan: Panjang 10.000 mm, Berat 900 Kg, Penampang 110x110 mm. Untuk variasi batang kawat yang dihasilkan terdiri dari: a. Batang kawat karbon rendah b. Batang kawat untuk elektroda las c.
Batang kawat untuk cold healding
Gambar 2.13 Produk Wire Rod Selain itu PT Krakatau Steel (Persero) juga memiliki beberapa sarana yang mendukung unit-unit produksi diatas yaitu: a.
Pelabuhan Cigading yang menampung kapal-kapal dengan bobot 1500 ton/jam dan alat pembuat besi spons (conveyor) dengan kapasitas 2000 ton.
b.
Ban berjalan (conveyor belt) dari pelabuhan ke pabrik sejauh 6 Km guna membawa bahan baku pellet dari pelabuhan Cigading.
c.
Pusat penjernihan air dari waduk krenceng yang mampu menyediakan air untuk keperluan industri dengan kapasitas 2000 ltr/dtk.
20
d.
Gas alam yang keluar dari dua sumber melalui sambungan pipa yaitu gas alam parini dan arjuno di lepas pantai Cilamoya dan sumber gas di Muridu.
e. PLTU yang berkapasitas 400 MW yang terdiri dari 5 unit, dengan masing-masing berkapasitas 80 MW dengan dilengkapi komputer sebagai penyimpan dokumentasi variabel-variabel proses operasi. f.
Telekomunikasi yang menghubungkan semua unit-unit dikawasan industri dan kawasan perumahan dinas dengan kapasitas ± 1340 set pesawat telepon.
g.
Daerah perkotaan yang terdiri dari perumahan pemimpin dan karyawan sebanyak ± 1400 rumah. Selain itu juga terdapat sekolah dari TK-SD-SMP-SMK, Rumah Sakit, serta sarana Olah Raga.
h.
Bus antar jemput untuk karyawan dan juga mobil-mobil dinas PT Krakatau Steel (Persero).
Anak Perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) PT Krakatau Steel (Persero) juga memiliki sepuluh anak perusahaan yaitu: 1. PT KHI Pipe Industri PT KHI didirikan pada bulan Januari 1973 dan bertujuan untuk memproduksi pipa kualitas tinggi yang akan memenuhi tuntutan industri minyak dan gas yang terus meningkat dan proyek konstruksi besar lainnya. 2.
PT Plat Timah Nusantara PT Latinusa adalah Perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel, PT Tambang Timah, PT Nusantara Ampera Bhakti yang didirikan pada tanggal 10 Agustus 1982 dengan tujuan: a. Membangun dan mengoperasikan pabrik pelat baja tipis berlapis timah untuk bahan baku pembuatan kaleng di kawasan industri cilegon. b. Memasarkan hasil produksinya ke dalam ke keluar negeri. Kapasitas produksinya adalah 130.000 ton/tahun (dalam Lembaran dan Gulungan).
21
3.
PT Krakatau Wajatama Didirikan pada tahun 1992, memproduksi berbagai produk Baja Batangan yang berkualitas tinggi, seperti : INP, IWF, H-Beam, U-Channel dan L-Angles, Baja Tulangan (Deformed dan Plain Bars) serta Kawat Baja. Perusahaan ini memiliki tiga fasilitas terbaik yang menerapkan pedoman kualitas untuk menjamin bahwa PT Krakatau Wajatama hanya memproduksi yang terbaik untuk kepuasan pelanggan. Fasilitas produksi tersebut adalah section will, bar will dan cold wire drawing.
4.
PT Krakatau Enginering (PT KE) Didirikan pada tanggal 12 Oktober 1988 yang bertugas melayani dan mengerjakan pekerjaan dari pemerintah maupun swasta berupa EPC Contractor (Engineering, Procurement, Construction) dan Konsultan (Studi, manajemen proyek dan perawatan industri). Gedung operasional berada di wilayah Cilegon dengan luas 3.330 m² sedangkan kantor pusatnya berada di lantai 7 Gedung Wisma Baja Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 54 Jakarta. Kepuasan pelanggan adalah target PT Krakatau Engineering dan telah diwujudkan dengan keberhasilan mendapatkan pengakuan internasional yang berupa sertifikasi ISO 19001 tahun 1996 dan selalu berpedoman pada motto yang berbunyi “Better, Faster and Cost Effective”.
5.
PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) PT Krakatau Industrial Estate Cilegon didirikan pada tanggal 16 Juni 1982 dengan misi menjadi pusat lokasi Industri hulu dan hilir Industri Baja, Kimia dan Petrokimia serta telah mengikuti urutan logis pengembangan dan pembangunan, khususnya sehubungan dengan daya tariknya dari segi lokasi yang strategis dan fasilitas infrastruktur yang tersedia. PT Krakatau Industrial Estate Cilegon telah sukses membangun jalur bisnis yaitu: Properti Industri, Properti Komersial, Properti Rumah tinggal, Investasi dan Perdagangan.
6. PT Krakatau Information Technology (KIT)
22
KI Tech hadir dalam dunia teknologi informasi sejak tahun 1993 dengan basis tenaga IT professional, PT Krakatau Steel mengembangkan teknologi informasi untuk mendukung proses bisnis dan pengambilan keputusan di PT Krakatau steel. Tumbuh dengan satu “Corporate Vision” yang berorientasi kedepan sebagai “Pusat Keunggulan Teknologi Informasi bidang Industri dan Komunikasi Kelas Dunia”, KI Tech memberikan solusi bisnis berbasis teknologi informasi yang terintegrasi untuk mengoptimalkan proses bisnis dan memberikan manfaat ekonomi pada pelanggan. KIT memberikan jasa konsultasi, perencanaan, pengembangan instalasi, implementasi dan jasa pendukung termasuk komunikasi dan perangkat lunak teknologi informasi 7.
PT Krakatau Daya Listrik Merupakan perusahaan pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 400 MW yang digunakan untuk mensuplai kebutuhan listrik PT Krakatau Steel. Sahamnya 100% dimiliki oleh PT Krakatau Steel. PT Krakatau Daya Listrik didirikan tanggal 1 Maret 1996. Penjualan PT Krakatau Daya Listrik sebagaian besar ditujukan kepada PT Krakatau Steel dan saat ini sedang dijajaki kemungkinan untuk menjual listrik kepada PLN.
8.
PT Krakatau Medika PT Krakatau Medika mengoperasikan rumah sakit dan memberikan jasa pelayanan kesehatan lainnya kepada karyawan PT Krakatau Steel dan masyarakat sekitarnya. Hal ini dilakukan guna mendukung kinerja yang optimal kepada karyawan dan menciptakan lingkungan yang sehat.
9.
PT Krakatau Bandar Samudra PT Krakatau Bandar Samudera terletak di Pelabuhan Cigading yang memiliki kedalaman pelabuhan yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain di Indonesia dimana berbagai jenis kapal bisa dengan mudah bersandar. Untuk mendukung kelancaran operasinya, PT Krakatau Bandar Samudera dilengkapi dengan 3 buah gudang tertutup yang masing-masing berukuran
23
30 x 130 m, open storage dan masih tersedia kurang lebih 240 Ha lahan untuk investasi. Penunjang lainnya yaitu dermaga luar sepanjang 855 m, dermaga dalam sepanjang 243 m, dermaga Tongkang 75 m serta dermaga ekspor dan standar yang mampu melayani 10 kapal dalam waktu yang bersamaan. Secara umum jasa yang diberikan oleh PT Krakatau Bandar Samudera meliputi: jasa dermaga, bongkar muat, jasa pengarungan dan jasa kawasan. 10.
PT Krakatau Tirta Industri Didirikan pada tanggal 1 Maret 1996, merupakan anak perusahaan
yang sahamnya 100% dimiliki PT Krakatau Steel. Perusahaan ini sebelumnya merupakan unit penunjang kegiatan operasional PT Krakatau Steel dalam bidang penyediaan air bersih yang mulai beroperasi sejak tahun 1979. Perusahaan mengolah air baku yang diambil dari sungai Cidanau berasal dari danau alam Rawa Dano dan diolah menjadi air bersih melalui Water Treatment Plant. Sebagian besar dari air bersih yang dihasilkan digunakan untuk kebuthan industri dan sebagian lagi untuk kebutuhan kota Cilegon. Kapasitas terpasang unit pengolahan air adalah 2 liter/detik dengan utilisasi saat ini 50% dari kapasitas terpasang. D. Diagram Struktrur Produksi
24
Pellet dari Brazil, Swedia, India Gas alam Cilamaya
Cigading
DR Plant PBS
Billet Steel Plant
Slab Steel Plant
baja billet Wire Rood Plant
baja slab Hot Strip Plant
Besi batang kawat Market
baja lembaran panas Cold Rolling Plant
Market
Bagan 2.1 Struktur Produksi PT Krakatau Steel E. Kepegawaian 1.
Status Kepegawaian Pada perusahaan industri PT Krakatau Steel status tenaga kerja atau
karyawan di bagi menjadi dua, yaitu: •
Tenaga kerja tetap
•
Mitra kerja
2.
Waktu Kerja Karyawan
Peraturan jam kerja yang berlaku yaitu : a.
Karyawan Non Shift 1)
Waktu kerja 8 jam sehari, baik untuk karyawan yang
bekerja di Cilegon maupun Jakarta 2)
Jam kerja dmulai dari pukul 08.00 s.d 16.00 WIB
3)
Istirahat mulai dari pukul 12.00 s.d pukul 12.30
4)
Khusus untuk hari Jum’at: a) Jam kerja mulai dari pukul 08.00 s.d. pukul 17.00
25
b) Istirahat mulai dari pukul 11.30 Hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur karyawan non
5)
shift b.
Karyawan Shift Waktu karyawan shift diatur secara bergiliran dalam waktu 24 jam kerja dengan pembagian 3 waktu kerja (3 shift) yang masing-masing shift bekerja selama 8 jam, dengan pembagian kelompok/grup bekerja sebanyak 4 kelompok/grup dengan pengaturan 3 kelompok/grup bekerja dengan 1 kelompok/grup libur. Pembagian shift kerja antara lain sebagai berikut :
Shift I :
22.00 s.d 06.00 WIB
Shift II :
14.00 s.d 22.00 WIB
Shift III
:
06.00 s.d 14.00 WIB
Sistem Pengolahan Lingkungan Sistem pengolahan lingkungan ini sangat berperan baik terhadap masyarakat dan alam di sekitar pabrik PT Krakatau Steel, sehingga terciptanya lingkungan yang harmonis dan dinamis. Diantara sistem-sistem tersebut diatas adalah: 1.
Pemantauan Melakukan pemantauan ke lokasi pabrik dan di luar pabrik dengan landasan atau mengacu kepada Nilai Ambang Batas (NAB) dan agenda perencanaan pemantauan yang telah disusun. Karena banyak dampak dari kelangsungan produksi pabrik (limbah), sehingga perlu diadakan pemantauan yang rutin. Dampak-dampak dari kelangsungan pabrik adalah: a. Debu Partikel • Dust
26
Keluarnya dust dari proses produksi spons yang terbawa oleh udara disekitar pabrik. •
Ambien Debu yang berterbangan atau melayang-layang di udara
b. Gas •
Gas toksit Gas yang sangat berbahaya, karena gas ini mengandung gas beracun yang keluar melalui cerobong-cerobong asap bekas pembakaran.
•
Eksplosif Gas yang dapat mengakibatkan terbakar dan ledakan. Pada umumnya gas ini mudah terbakar.
c. Air Buangan Hubungan air buangan identik dengan air limbah produksi. Untuk menjaga lingkungan, baik masyarakat dan alam PT Krakatau Steel melakukan upaya meminimalisasi dari pembuangan limbah produksi
dengan
mengkaji
dampak-dampak
sehingga
tidak
menjadikan permasalahan. Adapun sebagian besar dari limbah industri yang masuk kategori beracun dan berbahaya (limbah B3) dikirim atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kawasan Bogor. d. Suara Kondisi noise di PT Krakatau Steel mencapai 90 DBA adalah sangat mengganggu terhadap kesehatan pada karyawan di pabrik yang bekerja. Penanggulangannya dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri (Ear Protector) untuk mengatasi suara yang ditimbulkan oleh alat-alat pabrik seperti mesin-mesin produksi pabrik, kendaraan pengangkut dan yang lain-lain, sehingga apabila tidak menggunakan alat pelindung diri dapat menyebabkan; gangguan pada indra pendengar dan gangguan pada mental dan emosional pekerja.
27
2.
Penelitian Meneliti dan mengkaji segala sumber pabrik untuk dapat menemukan bahan-bahan yang dapat menggantikan sebagai bahan alternatif.
3.
Pengendalian Ada beberapa masalah dalam hal ini, yakni : a.
Udara dan gas.
b.
Air limbah.
c.
Limbah pelumas.
d.
Limbah Padat.
e.
Limbah Chemical ( Limbah B3).
Itulah gambaran umum tentang PT Krakatau Steel yang menjadi salah satu perusahaan besar di Indonesia dan Asia Tenggara. Tentu akan menjadi kebanggan bangsa dan akan menjadi sebuah cerminan bagi industri lain dalam upaya pengembangan baik secara sarana dan prasarana maupun peningkatan dalam hal kualitas dan kuantitas produksi.
F.
Penerapan 5R 5R adalah suatu penataan tempat kerja dalam upaya membangun nilai Budaya, Displin, Kerja sama, Keterbukaan, dan Saling menghargai melalui proses Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Sedangkan tujuan dari 5R adalah untuk membangun budaya perusahaan dengan berfikir secara Sistemic By Design, sehingga secara berangsur-angsur dapat meningkatkan Baldrige Score dari 400 poin menuju 600 poin kemudian 800 poin, dan terakhir mencapai excellence (1000 poin). Memperbaiki sistem manajemen kinerja PT Krakatau Steel (Persero) didasarkan atas lintasan yang telah ditanamkan oleh Foulding Father sehingga terjadinya proses berkesinambugan. G. Tata Letak Pabrik
28
PT Krakatau Steel terletak sekitar 110 Km dari Jakarta dengan luas keseluruhannya 350 Ha. PT. Krakatau Steel terletak dikawasan industri Krakatau tepatnya di jalan Industri No. 5 PO BOX 14 Cilegon 42435. Kantor pusat PT Krakatau Steel terletak di Wisma Baja, dan Gatot Subroto Kav 54 Jakarta.
Gambar. 2.14 Letak geografis PT. Krakatau Steel Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi pabrik adalah : •
Dekat dengan laut, sehingga dapat memudahkan pengangkutan bahan
• LOKAS
baku dan produk menggunakan kapal. •
Dekat dengan daerah pemasaran (Ibukota).
•
Tanah yang tesedia untuk pabrik cukup luas.
•
Sumber air cukup memadai.
29
•
Adanya jaringan rel kereta api dan jalan raya yang memadai untuk pengangkutan.
Sedangkan adanya tata letak pabrik bertujuan sebagai berikut : •
Memudahkan jalur transportasi dalam pabrik untuk menunjang proses produksi dan pengangkutan bahan baku serta produk.
•
Memudahkan
pengendalian
proses
produksi,
karena
adanya
pengelompokkan peralatan dan bangunan selektif berdasarkan proses masing-masing. •
Adanya bengkel dalam kawaan pabrik sehingga memudahkan perbaikan perawatan dan pembersihan alat.
•
Jalan yang cukup luas sehingga memudahkan pekerja bergerak dan menjamin keselamatan kerja karyawan
H. Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi PT Krakatau Steel ini berdasarkan fungsional berbentuk garis dan staf secara terbatas Dalam struktur organisasi PT Krakatau Steel, jabatan direktur utama tidak termasuk dalam struktur kepegawaian karena diangkat langsung oleh Menteri Perindustrian. Dalam pelaksanaannya direktur utama dibantu oleh lima direktorat, yaitu : 1.
Direktorat Perencanaan dan teknologi Bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mengevaluasi usaha, pengolahan data, pengadaan prasarana penunjang kawasan industri dan masalah konstruksi, dan menangani masalahmasalah yang berkaitan dengan teknologi yang besifat jangka panjang.
2.
Direktorat Produksi Bertugas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan kebijakan di bidang pengoprasian dan perawatan sarana produksi, metallurgi, dan koordinasi produksi.
3.
Direktorat Sumber Daya Manusia & Umum
30
Bertugas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan di bidang personalia, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan dan pelatihan kerja serta merencanakan organisasi, hubungan masyarakat dan administrasi pegelolaan kawasan serta keselamatan kerja. 4.
Direktorat Keuangan Bertugas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan
kebijaksanaan dibidang pemasaran produk. 5.
Direktorat Pemasaran Bertugas untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan
kebijaksanaan di bidang pemasaran produk I.
Sistem Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertaruhkan peroduk yang bernilai (Product Of Valus ) dengan orang atau kelompok atau pihak lain. Pemasaran mencakup semua kegiatan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan secara kreatif dan menguntungkan. Untuk itu PT Krakatau Steel mempunyai sistem pemasaran yaitu: 1.
Sistem pemasaran dan pemesanan, biasanya pemesanan ini
dilakukan untuk permintaan dalam jumlah besar dan dari pemesanan tersebut pemesanan produk kemudian diangkut menggunakan alat angkut truk atau trailer sampai ke pelabuhan kemudian menggunakan kapal laut. 2.
Sistem pemesanan barang dilakukan secara langsung maupun
secara tidak langsung dari produsen ke konsumen. 3.
Sistem pemasaran yang dilakukan dengan memasarkan produk ke
industri-industri manufaktur maupun industri otomotif dalam negeri misalnya Toyota, Astra Honda Motor dll. Selain itu produk hasil dari CRM juga diekspor
ke Negara luar antara lain: Australia, Jerman,
Kanada, Jepang, Thailand, USA, China, Malaysia dan Filiphina.
31
J.
Strategi Pemasaran PT Krakatau Steel dalam meningkatkan penjualan dan mempertahankan pertumbuhan pasar yang semakin meningkat dan persaingan yang sangat ketat, maka perusahaan menggunakan beberapa strategi pemasaran dalam bersaing dengan perusahaan lain yaitu: 1.
Produk yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria calon pembeli
atau konsumen tertentu dengan mutu yang digunakan. 2.
Permintaan pasar yang semakin meningkat maka perusahaan harus
mempertahankan kualitas. 3.
Munculnya produk saingan merupakan tantangan bagi perusahaan.
4.
Memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada pelanggan seperti
tentang mutu dan kualitas produk serta ketepatan waktu pengiriman. 5.
Kesemuanya merupakan kerja sama antara karyawan, tenaga ahli,
serta tenaga staf yang terampil. K. Fasilitasi Keselamatan Kerja dan Kecelakaan Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya. Landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Upaya keselamatan kerja dan kesehatan ini tidak lain untuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan ditempat kerja, sehingga tenaga kerja selalu dalam keadaan sehat, selamat dan dapat meningkatkan produktifitas kerjanya. Selain itu orang yang berada disekitar akan terjamin keselamatan dan kesehatan sehingga sumber produksi yang ada dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien. PT Krakatau Steel senantiasa menjaga komitmennya untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan terhadap kinerja lingkungan melalui penjabaran dan pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 14001. Pengelolaan lingkungan PT Krakatau Steel telah dilakukan secara konsisten melalui pelaksanaan program-program perbaikan ligkungan. Hasil-hasil perbaikan lingkungan tersebut selalu ditinjau dan dievaluasi progresnya secara rutin,
32
baik melalui audit intern oleh Komite Lingkungan Hidup dan Divisi K3LH setiap tiga bulan sekali, maupun melalui audit eksternal oleh Surveilance atau badan sertifikasi SGS-ICS Indonesia setiap enam bulan sekali. Kegiatan pemantauan lingkungan PT Krakatau Steel meliputi: 1.
Emisi Cerobong.
2.
Kualitas Udara Ambien.
3.
Kualitas Air Buangan.
4.
Lingkungan di Area Kerja.
5.
Kebisingan.
6.
Tekanan Panas, dsb. Upaya-upaya menjaga keselamatan kerja di PT Krakatau Steel antara
lain: 1.
Menjelaskan kondisi bahaya yang timbul dalam lingkungan kerja. Upaya ini tidak lepas dari pengawasan yang dilakukan oleh Divisi Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup.
2.
Pengadaan alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja khususnya dilingkungan pabrik antara lain: a.
Wajib menggunakan helm dan sepatu safety bagi tenaga kerja.
b. Penggunakan masker untuk melindungi pekerja dari debu-debu yang ada. c. Penggunaan sarung tangan. d. Adanya poster himbauan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. e. Adanya alat pemadam kebakaran. f. Tersedianya kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). L. Program Sanitasi dan Keselamatan Kerja Program sanitasi dan keselamatan kerja di PT Krakatau Steel dikerjakan oleh Departemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) yang tugasnya menjaga agar tidak terjadi kecelakaan kerja dalam kegiatan produksi dan mencatat apabila terjadi kecelakaan serta memberikan
33
pertolongan dan pengobatan pertama. Adapun program K3LH antara lain sebagai berikut: 1.
Penyelenggaraan asuransi kesehatan.
2.
Penyuluhan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
3.
Laporan ke Disnakertrans.
4.
Pembuatan daftar kecelakaan kerja
5.
Pembuatan spanduk tema atau slogan Keselamatan Kesehatan
Kerja.
BAB III PROSES PEMBUATAN SLAB BAJA
34
Gambar 3.1 Route Proses Pembuatan Slab Baja A. Peleburan Baja di EAF
SPON Gambar 3.2 Electric arc furnace
BUR
1. Bahan Baku Pada proses peleburan di dapur Electric Arc Furnace (EAF) bahan baku yang digunakan adalah:
35
a. Besi Spons Besi spons yang digunakan berasal dari pabrik besi spons dengan proses reduksi langsung. b. Scrap Scrap merupakan besi-besi tua yang komposisinya sebagian besar dari Fe, scrap dikelompokan atas beberapa sumber: 1)
Home Scrap Home scrap merupakan sisa hasil produk dari pabrik PT Krakatau Steel sendiri, yaitu bahan yang terbuang selama operasi karena tidak memenuhi spesifikasi, misalnya potongan billet, slab, coil, dan lainlain.
Home
scrap
merupakan
jenis
scrap
terbaik
karena
komposisinya sudah diatur terlebih dahulu. 2)
Scrap Lokal Scrap lokal merupakan sisa hasil dari industri logam atau bahanbahan bekas logam yang berasal dari dalam negeri tetapi diluar PT Krakatau Steel.
3)
Scrap Import Scrap impor merupakan scrap yang diimpor dari luar negeri. c. Kapur bakar (CaO) CaO berfungsi sebagai fluks pembentuk slag (pengotor) dan mengikat unsur-unsur pengotor. Alasan penggunaan CaO adalah karena kandungan air dari kapur bakar sudah berkurang dibanding batu kapur.
2.
Bagian-bagian dari Dapur Secara garis besar dapur terdiri dari beberapa bagian meliputi: a. Peralatan Utama 1)
Badan Dapur Bagian Luar (Furnace Shell) Furnace shell, terluar dari dapur yang berbentuk silinder dan terbuat dari plat baja yang disambung dengan pengelasan (welding). Pada furnace shell ini terdapat bagian slag door tempat keluarnya slag yang kemudian ditampung dalam slag pot dan tap
36
hole tempat mengeluarkan baja cair yang mengalir yang melalui saluran penuangan (tapping spot). Posisi kedua bagian tersebut diatas yakni slag door dan tap hole adalah berlawanan arah. 2)
Roof
Roof adalah tutup dapur bagian luar yang terbuat dari plat baja, bisa dibuka dan ditutup dengan cara menggeser kesamping. Pada roof ini terdapat beberapa lubang untuk electrode, off-gas main ducting dan material feeding. 3)
Gear (gigi penggerak)
Gear berfungsi untuk menggerakan atau menunggingkan badan dapur sehingga dapur bisa melakukan aktivitas untuk membuang slag dan menuang baja cair ke ladle. Tenaga untuk menggerakan sistem tersebut berasal dari hidrolik sehingga dapat dihasilkan pergerakan yang halus. 4)
Elektroda karbon dan penyangga elektroda
Elektroda karbon terbuat dari grafit dan dapat menghsilkan arus listrik yang dapat dikonversikan menjadi energi panas yang tinggi. Ukuran dari elektroda tergantung dari kapasitas dapur. Elektroda dapat disambung satu dengan yang lain melalui nipple pada ujungujungnya. Penyangga elektroda terdiri dari tiang-tiang penyangga dan lengan penyangga. Diujung lengannya terdapat penjepit untuk menjepit elektroda. Tiang dan lengan penyangga tersebut dapat bergerak naik dan turun serta kesamping secara mekanik. 5)
Bata Tahan Api (Refraktori)
Bata tahan api yang digunakan pada dapur di SSP adalah bata tahan api basa, yang sebagian besar terdiri dari MgO. b. Peralatan Pendukung Peralatan pendukung berfungsi sebagai penunjang dalam operasi. Peralatan pendukung ini
terlibat langsung dalam proses
peleburan baja. Peralatan ini terdiri atas:
37
1)
Ladle
Ladle merupakan tempat penampungan baja cair juga sebagai tempat
dilakukannya
rinsing
(pengadukan)
dan
alloying
(pemaduan). Kapasitas ladle adalah 130 ton.
Gambar 3.3 Ladle
2)
Slag pot
Slag pot merupakan tempat penampungan slag yang dikeluarkan dari dapur. 3)
Bunker Spons
Bunker spons merupakan suatu tempat penampungan sementara besi spons yang kemudian juga di transfer melalui conveyor belt menuju dapur. 4)
Bunker CaO (Kapur Bakar)
Bunker CaO merupakan suatu tempat penampungan sementara kapur bakar yang akan diangkut dengan conveyor belt menuju dapur. 5)
Gunning Machine
Gunning Machine berfungsi untuk menyemprotkan material refraktori (gunning material) selama preparasi dinding dapur. 6)
Sistem Dedusting
Sistem dedusting adalah suatu sistem yang berfungsi untuk membuang debu agar aman terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan
program
pemerintah
yaitu
program
hijau
yang
38
mengharuskan suatu pabrik aman terhadap lingkungan sekitarnya. Ada beberapa bagian dari sistem dedusting yaitu : a) Water Elbow Merupakan alat untuk mengekstraksi atau mengambil gas dan debu dari dalam furnace. Alat ini berbentuk pipa dengan sudut belokan 90o yang dindingnya terbuat dari tube-tube untuk sirkulasi air pendingin untuk mendinginkan suhu gas tersebut. b) Water Cooled Duct Merupakan lanjutan dari water elbow, mempunyai fungsi yang sama yaitu menyalurkan gas dan debu dari furnace ke sistem pengolahan limbah serta menurunkan suhu dari gas tersebut. c) Unjacket Hot Gas Duct Pipa yang terbuat dari baja dimana pada dindingnya tidak terdapat tube-tube untuk sirkulasi pendinginan air berfungsi menyalurkan gas dan debu dari water cooled duct menuju Force draught cooler. d) Force Draught Cooler Alat ini berfungsi untuk mengalirkan udara dari atmosfer ke dalam saluran Dedusting apabila temperatur gas masih diatas batas yang diperbolehkan untuk memasuki bag house filter. Pada alat ini terdapat fan yang disusun bersamaan dengan sensor temperatur. e) Fan Utama Fan utama ini berfungsi sebagai penghisap utama gas dan debu buangan pada setiap furnace. Fan ini terletak diluar bangunan pabrik agar tidak menganggu kinerja dari furnace itu sendiri. Fan ini digerakkan oleh motor, karena bekerja pada putaran tinggi alat ini juga dilengkapi sistem sirkulasi pendingin oli pada bearing. f) Baghouse Filter
39
Merupakan
susunan
dari
beberapa
filter-filter
sehingga
berbentuk rumah. Baghouse ini terdiri dari 6 kompartemen tersusun atas satu baris masing-masing kompartemen terdiri dari 264 kantong filter dengan diameter 300 mm dan tinggi 10360 mm. Sistem pembersihan debu yang menempel di filter dengan reverse air fan yaitu penembakan dengan pneumatic (udara bertekanan) kemudian jatuh pada dust hopper. Temperatur udara masuk filter tidak boleh melebihi 50o C karena filter yang terbuat dari polyester akan terbakar. c. Peralatan Transportasi Peralatan transportasi berfungsi untuk pengangkut material baik baja cair, besi spons, scrap, ladle, dan alat lainnya. Peralatan transportasi terdiri atas: 1)
Crane
Crane adalah angkut yang bergerak melalui suatu rel diatas konstruksi pabrik. 2)
Bucket scrap
Bucket scrap merupakan suatu wadah untuk mengangkut scrap kedalam furnace dengan menggunakan crane. 3)
Bucket Sponge
Bucket sponge berfungsi mengangkut besi sponge yang kemudian diumpankan ke dalam dapur. 4)
Slag Pot Carrier
Slag pot carrier merupakan truk yang berfungsi mengangkut slag pot.
3. Prosedur Operasi Peleburan Tahap-tahap yang dilakukan di dapur EAF adalah sebagai berikut: a.
Preparasi
40
Preparasi merupakan proses persiapan sebelum dilakukan peleburan. Preparasi ini mutlak harus dilakukan karena sangat menentukan jalannya operasi peleburan dan produk peleburan itu sendiri. Adapun tujuan preparasi adalah: 1)
Mempersiapkan dapur pada kondisi prima untuk proses dari heat ke heat.
2)
Menghindari waktu delay karena peralatan tidak berfungsi baik saat proses berlangsung.
3)
Meningkatkan faktor keamanan seluruh peralatan.
4)
Meningkatan keselamatan kerja. Adapun preparasi ini meliputi:
1)
Memeriksa seluruh peralatan dan menunjang operasi bersamasama pihak maintenance.
2)
Memeriksa kondisi dapur.
3)
Membongkar bendungan slag dan buat bendungan slag maksimum 300 mm diatas elektroda apron dengan bata hancuran faine slag.
4)
Tekan tombol signal bahwa slag pot dapat diangkat dan pasang kembali.
5)
Putar ujung retakan elektroda kebagian dalam dan seting jarak antara ujung elektroda kedasar bottom kurang lebih 500 mm.
6)
Dapur siap dioperasikan. Pemeriksaan kondisi dapur :
1)
Periksa kondisi tapping EBT.
2)
Periksa kondisi elektroda.
3)
Untuk melindungi dapur yang terkikis maka semprot dengan gunning material.
b.
Charging Charging adalah pemasukan bahan bakar untuk peleburan ke dalam dapur listrik. Ada dua tahap charging yang dilakukan di SSP,
41
PT Krakatau Steel, yaitu convensional feeding dan continuous feeding. Convensional feeding adalah proses pengumpanan dengan menggunakan bucket dimana pengumpanan ini bisa untuk scrap maupun besi spons. Continuous feeding, dilakukan melalui belt conveyor untuk material seperti besi spons, kapur bakar yang dilewatkan melalui lubang pada tutup dapur. Continuous feeding dimulai setelah 40% material pada waktu pemasukan pertama melebur. Untuk proses pengumpanannya adalah sebagai berikut: 1)
Charging tahap I Naikan roof kemudian “di slewing out” untuk memasukan: a)
Kapur bakar 1-3 ton dengan speed 20-40 ton/jam.
b)
Dolomite lime 1-4 bag (tergantung kondisi bottom).
c)
Carbon raiser 1-4 bag (tergantung eff metalisasi).
d)
Masukan bahan baku 15-45 ton memakai bucket scrap:
e)
•0-12
ton scrap ringan
•0-12
ton skull atau tundish
•0-12
ton scrap lokal berat
•0-25
ton scrap import
•0-10
ton pig iron
•0-15
ton HBI/CBI
Jika kondisi dinding dapur tipis lakukan conventional charge DRI dengan bucket (10-15 ton) di sekitar dinding.
f)
Tutup permukaan charge bahan baku dengan DRI (3-5 T) secara manual melalui continous feeding.
2)
g)
Kemudian roof di tutup kembali.
h)
Slag door posisi tertutup.
Charging tahap II Dilakukan secara continuous feeding setelah tahap I melebur sekitar 40%. Charge tahap ke II ini hanya besi spons dan
42
kapur bakar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mendapatkan baja cair yang diinginkan. c.
Melting Melting
adalah
proses
melebur
bahan
baku
dengan
menggunakan radiasi busur listrik dari ujung-ujung 3 elektroda. Pada tahap ini terjadi dua proses yaitu penetrasi dan melting down. 1)
Tahap Penetrasi Tahap penetrasi adalah proses penembusan elektroda kedalam muatan atau pada bahan baku dengan potensial arc pendek. Hal ini dilakukan sebab dimulai dari tap rendah maka radiasi elektroda akan rendah dan tidak dapat menembus muatan. Bila dimulai dari tap tinggi, radiasi elektroda akan tinggi bisa mengakibatkan patahnya elektroda karena material disekitarnya akan jatuh kedaerah yang melebur. Untuk mempercepat penembusan, tap dilakukan secara bertahap.
2)
Tahap Melting Down Pada tahap ini di pakai arc yang panjang dan prosesnya terjadi pada temperatur ± 1.5300 C sampai 1.5500 C. Pada tahap ini besi sponge dan kapur dimasukan secara kontinyu dengan memakai conveyor saat muatan telah melebur 40%.
d.
Refining Tahap ini merupakan proses pengaturan komposisi cairan baja sesuai dengan komposisi baja yang diinginkan. Refining dilakukan pada saat muatan telah melebur kurang lebih 90%. Pada saat ini terjadi proses penghilangan elemen-elemen yang tidak perlu dan menambahkan material yang diperlukannya. Misalnya pembuangan slag, penambahan grafit, dan injeksi oksigen.
e.
Pouring (penuangan)/Tapping Pouring adalah proses penuangan baja cair ke ladle. Sebelum penuangan ladle harus dipanaskan terlebih dahulu untuk mencegah
43
terjandinya penurunan temperatur secara drastis. Nozzle pada ladle disumbat dengan pasir silika dan campuran oksida lainnya agar pada saat slide guide ladle terbuka, baja cair bisa langsung keluar. Cara penuangan baja cair adalah dengan memiringkan dapur ke arah ladle dan sumbat pada top hole dibuka. Untuk dapur SSP I, sudut kemiringan untuk penuangan baja cair sebesar 40o dan untuk pengeluaran slag sebesar 15o, sedangkan untuk dapur SSP II, sudut penuangan dan sudut pengeluaran slag lebih kecil, yaitu 15o dan 12o. Hal ini karena lubang pengeluaran pada SSP I terletak pada bagian atas, sedangkan pada dapur SSP II, lubang pengeluaran terletak pada bagian samping. Biasanya tidak semua baja cair dituang ke ladle, tetapi disisakan sedikit di dalam dapur sebagai sisa untuk mempermudah proses peleburan selanjutnya. B. 1.
Proses Pemurnian Sekunder di Ladle Furnace (LF) Proses di ladle furnace bertujuan untuk: a.
Homogenitas temperatur dan komposisi kimia baja cair.
b.
Koreksi akhir komposisi kimia untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan.
c.
Pengaturan temperatur target sebelum dikirim ke Continous Casting Machine (CCM).
d.
Mendapatkan komposisi slag yang baik untuk menunjang kebersihan baja.
2.
Langkah-langkah Ladle Furnace Treatment a.
Persiapan operasi 1)
Informasikan ke operator crane untuk memindahkan ladle
yang akan ditreatment ke Ledle Furnace. 2)
Setelah ledle di LF lakukan identifikasi baja cair pada level
2, sehingga nomor heat dan plant sudah benar. 3)
Hubungkan quik coupling argon dengan benar.
44
4)
Jalankan bubbling sebesar-besarnya 300 NL/menit, jika
sudah yakin bubbling bekerja flow dapat diatur sesuai kebuthan.
b.
5)
Gerakan ledle ke posisi treatment.
6)
Turunkan cover LF hingga duduk di ladle.
7)
Perhitungkan waktu yang tersedia untuk proses.
Langkah Treatment 1)
Jika memungkinkan (slag cair) cek temperaturnya. Jika
tidak memungkinkan (slag keras) heating dulu selama 3 menit, baru cek temperaturnya. Jika tidak berfungsi lakukan pengadukan dengan top stering setelah 3 menit kemudian cek temperaturnya. 2)
Setelah pengadukan (pakai top stering) dilakukan 3 menit
dan temperaturnya lebih dari 1560o C, ambil sample. Jika temperatur kurang dari 1560o C lakukan heating sampai temperaturnya diatas 1560o C lakukan pengambilan sample. 3)
Lakukan lagi heating sampai temperaturnya 1600o C
(estimasi kenaikan temperatur dapat dilihat di layar monitor komputer level 2 atau dapat diestimasikan kenaikan temperatur per menit dengan tap 4 dan 125 ton. Tanpa aloyying adalah ± 4,5o C/menit atau ± 4o C/menit untuk tap 3. 4)
Lakukan penambahan CaO minimal 200 kg bersamaan saat
heating. 5)
Tambahkan slag sintetis sesuai kebutuhan.
6)
Analisa datang tambahkan unsur yang belum sesuai dengan
grade. (Al dan Mn). 7)
Cek temperatur setelah penambahan alloying terakhir
dilakukan > 1 menit. 8)
Jaga temperatur ± 10o C diatas temperatur target.
9)
Ambil sample setelah alloying terakhir di lakukan >4
menit. 10)
Lakukan koreksi alloying lagi berdasarkan sample 2 jika di
perlukan.
45
Lakukan soft bubling minimal 5 menit sebelum baja
11)
dikirim ke CCM (flow argon untuk soft bubbling 50 N/menit atau lihat secara visual baja bergejolak tetapi slag tidak terbuka terlalu besar). 12)
Ambil sample terakhir dan cek temperaturnya.
13)
Kirim baja ke CCM, permukaan baja ditaburi dengan abu
skam padi. 14)
Jika baja harus proses ke RH Vacum naikkan temperatur
sesuai dengan permintaan di RH lalu kirim ke RH (RH terdapat di SSP II). 15)
3.
Input ke level 2 bahwa treatment telah selesai.
Proses Pengadukan Tujuannya yaitu: a.
Melarutkan alloy aditif, deoksidasi, dan flux untuk slag sintesis sehingga larut sempurna dan didapat komposisi kimia yang homogen.
b.
Homogenisasi temperatur dan kebersihan baja.
c.
Meningkatkan kontak (kinetik) antara slag dan baja untuk tujuan disulfurisasi.
C. Proses Pengecoran di Continous Casting Machine
Gambar 3.4 Skema continues casting machine
46
Continous casting adalah proses pengecoran logam kedalam mould dari ladle sehingga terbentuk slab baja secara kontinyu dimana proses pencetakan baja cair berlangsung secara terus menerus sampai baja cair habis.. Dengan menggunakan metode ini akan mendapatkan tingkat produktifitas yang tinggi juga ditujukan untuk mendapatkan kualitas baja yang baik, khususnya untuk baja dengan karbon rendah. Dalam proses casting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya mendapatkan kualitas bentuk slab sesuai keinginan dengan kualitas permukaan dan internal yang baik. Proses pencetakan baja cair menjadi batang baja yang dikenal dengan slab baja. Mesin continous casting terdiri atas beberapa bagian yaitu: 1.
Mould, yaitu alat untuk membentuk atau mencetak baja cair menjadi slab yang lebarnya bervariasi (800-1400 mm) dan tebalnya tetap (200 mm). pada bagian dalam mould (narrow side, loose side maupun fixed side) terdapat sistem pendingin tertutup (primary cooling). 2. Cooling chamber atau daerah pendingin stand, merupakan ruang pendingin tertutup yang terdiri atas zone-zone 1 sampai 7 dimana: - Zone 1: Lateral strand guide dan foot roll - Zone 2: Bender bagian atas - Zone 3: Bender bagian bawah Bender zone terdiri dari 25 roll fixed side, 15 roll side dengan masing-masing diameternya adalah 150 mm dan roll pitch 181 mm yang berfungsi untuk menahan dan mengarahkan strand dari posisi vertikal ketika keluar dari mould ke posisi radius dibawah segmen. - Zone 4: Casting bow segmen 1 - Zone 5: Casting bow segmen 2 - Zone 6: Casting bow segmen 3 dan 4 Casting bow segmen terdiri atas 4 segmen masing-masing segmen terdiri atas 8 roll fixed side, 8 roll loose side dan 1 driven roll pada sisi loose side yang berfungsi untuk menahan, mengarahkan dan menarik strand antara bending dan straightening zone dan
47
untuk mendapatkan juga memasukkan DBH (Dummy Bar Head) pada saat preparasi casting. - Zone 7: Straightener dan horizontal segmen Straightener zone segmen terdiri atas 2 segmen masing-masing terdiri atas 6 roll fixed side, 6 roll loose side, dan masing-masing mempunyai 1 driven roll di fixed side dan loose side yang berfungsi untuk menahan, mengarahkan, dan menarik strand dari posisi radius horizontal dengan seminimal mungkin terjadi strand interface dan memasukkan DBH pada saat preparasi casting. Horizontal strand guide segmen terdiri atas 5 segmen, masing-masing terdiri atas 6 roll fixed side, 6 roll loose side, dan masingmasing 1 driven roll di fixed side dan loose side yang berfungsi untuk menahan dan mengarahkan dan menarik strand membeku sempurna, dan juga memasukkan DBH pada saat preparasi casting. Sistem pendingin yang dipakai adalah system air mist (campuran dengan rasio tertentu antara air dan udara) yang disemprotkan melalui nozzle langsung ke permukaan strand. 3.
Ladle, untuk menampung baja cair dari LF. Ladle mempunyai
kapasitas 130 ton. 4.
Nozzle Ladle slide gate, untuk mengatur aliran baja cair dari ladle
ke tundish. 5.
Ladle turret, untuk mentransfer atau memutar ladle dari posisi
casting stanbay ke posisi casting. 6.
Tundish, untuk menampung baja cair dari ladle sebelum baja cair
mengalir kedalam mould melalui pouring tube. Tundish mempunyai kapasitas 20 ton. 7.
Tundish car, yaitu dudukan tundish yang digunakan untuk
mentransfer tundish dari posisi preheating ke posisi casting dan
48
sebaliknya, juga mengatur posisi tundish sehingga posisi pouring tube dapat diatur kelurusan dan kedalamannya di mould. 8.
Pemanas tundish, untuk memanaskan tundish sampai 900-1000o C
bahan bakar yang digunakan adalah gas alam dan udara. Komponen utama alat ini adalah burner dan blower udara. 9.
Pemanas pouring tube, digunakan untuk memanaskan pouring
tube. Terdiri dari pipa baja dengan diameter 200 mm dilapis refraktori pada bagian dalamnya dengan panjang sekitar 700 mm terbagi menjadi dua bagian sama besar, dilengkapi engsel pada salah satu sisinya sehingga bisa dibuka dan ditutup. Bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan adalah gas alam. 10.
Slag box/emergency box, untuk menampung overflow baja cair dari
tundish pada saat casting. 11.
Runner, untuk menampung baja cair dari ladle bila terjadi nozzle
ladle bocor dan diputar dari posisi casting ke posisi emergency. 12.
Crop box, untuk menampung first crop dan end crop.
13.
Unit dummy bar, terdiri atas rantai yang digunakan untuk
menyumbat mould pada awal casting dan juga untuk menaruh strand baja panas keluar dari mould sampai keluar dari cooling chamber. 14.
Dummy bar storage, alat ini merupakan dudukan dummy bar
setelah terlepas dari hot strand dan alat ini disimpan selama proses casting atau apabila tidak ada casting. 15.
Crane, alat untuk handling.
16.
Oksigen injector, untuk menginjeksi nozzle ladle jika baja cair
tidak mengalir dari ladle. 17.
Emergency cutter, untuk memotong strand secara manual. Jika
mesin potong tidak bekerja maka mesin ini yang digunakan, bahan bakar yang digunakan adalah gas alam dan oksigen. Alat ini ditempatkan di area mesin potong terdiri atas torch sepanjang 3,9 m, selang oksigen dengan diameter 0,75 inchi dan selang gas alam dengan diameter 0,5 inchi dan panjang 24 m.
49
18.
Blender potong, untuk persiapan casting seperti memotong pipa ¼
inchi fishing slag rod dan membersihkan rug ladle shroud. 19.
Emergency ladle, untuk menampung baja cair pada keadaan
emergency misal slide gate ladle tidak bisa ditutup/bocor dan ladle bocor.
Gambar 3.5 Pemotongan slab di continues casting machine
D. Material Handling Untuk menunjang proses produksi yang ada di Slab Steel Plant I maka diperlukan suatu peralatan untuk memindahkan seluruh material ataupun peralatan-peralatan . Dibagi menjadi dua bagian yaitu crane dan conveyor. 1. Conveyor Ada beberapa jenis conveyor yang sering digunakan dalam dunia industri, diantara chain conveyor, belt conveyor, dan screw conveyor. Jenis conveyor yang digunakan untuk memindahkan material dari gudang penyimpanan ke dapur peleburan di SSP I adalah jenis belt conveyor. Material yang dipindahkan oleh conveyor ini adalah sponge iron dan batu kapur. 2. Bridge Crane Fungsi dari bridge crane adalah mengangkat dan memindahkan seluruh peralatan ataupun material yang digunakan untuk keperluan produksi maupun perawatan di dalam suatu pabrik. Peranan dari alat ini sangat penting dikarenakan kemampuannya untuk mengangkat dan memindahkan benda yang mempunyai massa sangat besar.
50
BAB IV SISTEM MAINTENANCE SLAB STEEL PLANT I A.
Perawatan (Maintenance) Mengamati
perkembangan
teknologi
semenjak
maintenance
engineering menunjukkan kemajuan, maka maintenance management harus menyesuaikan dengan perkembangan tersebut dengan teknologi baru guna meningkatkan keadaan alat. Dengan alasan tersebut maka industri-industri mulai berkonsentrasi usahanya dalam merencanakan dan mengatur fungsi maintenance. Dari berbagai sistem maintenance yang telah dikembangkan salah satunya adalah preventive maintenance. Sebagai konsep dasar preventive maintenance adalah upaya perawatan untuk mencegah kerusakan, serta upaya untuk mengetahui kerusakan sedini mungkin sabelum terjadinya kerusakan tersebut, yang bertujuan untuk mempertahankan efisiensi suatu equipment sampai umur maximum. Tujuan pemeliharaan yang utama didefinisikan sebagai berikut: 1.
Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari
suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini terutama penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian. Di negara-negara maju kadang-kadang lebih menguntungkan untuk ”mengganti” daripada ”memelihara”. 2.
Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang
untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin. 3.
Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. 4.
Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana
tersebut.
51
B.
Program Maintenance Standarisasi mengenai bentuk kegiatan maintenance adalah sebagai
berikut: Normal Operation
Correct Operation Cleaning
Maintenance activity
To Prevent Failure
Oiling
Daily Maintenance
Periodical Maintenance
Re - tightening Adjusment Daily Inspection Minor repair Periodical Inspection Periodical testing Overhouling Periodical repair
Predictive Maintenance To Repair Failure
Breakdown Maintenance
Trend inspection Irregular repair Emergency repair
Bagan 4.1 Program Maintenance Dari berbagai kegiatan maintenance tersebut diklasifikasikan dalam skala besar bahwa kegiatan terdiri dari dua program yaitu program rutin/ preventive maintenance dan program non rutin. 1.
Program rutin atau programmable adalah kegiatan perawatan yang dapat direncanakan pelaksanaannya dari awal dan dijadwalkan.
2.
Jenis kegiatan program rutin adalah: a. Corective maintenance saat operasi dengan melihat dan mendengar b. Daily maintenance saat operasi dalam pembersihan, oiling, dan readjustment. c. Periodical maintenance saat tidak beroperasi yaitu checking/ inspection, testing, dan overhauling. d. Predictive maintenance saat tidak beroperasi yaitu trend inspection dan irregular repair.
52
Untuk mengetahui sejauh mana program rutin dapat dilaksanakan dengan efektif baik oleh programmer maupun plant maintenance maka dibuatlah suatu kartu kerja perawatan atau working program maintenance routine. Program maintenance routine pada umumnya dilaksanakan pada saat equipment berhenti mingguan dan telah dijadwalkan sebelumnya. Pembuatan program maintenance routine dilaksanakan oleh seksi Perencanaan dan Pengendalian Perawatan Pabrik seperti struktur organisasi dibawah ini:
Suprt PPP. SSP 1 &2
Supv Adm Tech SSP 1
Supv SSP 1 & 2 Foreman M + E SSP 1 Programmer E, M EAF E, M CCM BC, AUX
Foreman M + E SSP 2
Foreman WTP 1 & 2
Programmer E, M EAF E, M CCM BC, AUX Computer
Programmer E, M WTP SSP 1 & 2
Tech Mech Electric Pet Adm W. Order Pel.Mat DOC J.gambar
Supv Adm Tech SSP 2 Tech Mech Electric Pet Adm W. Order Pel.Mat DOC J.gambar
Bagan 4.2 Struktur organisasi peraawatan pabrik Tugas Perencanaan dan Pengendalian Perawatan Pabrik secara garis besar adalah: 1.
Scheduling Pembuatan jadwal perawatan peralatan pabrik
2.
Programming a. Pembuatan working program (kartu kerja) b. Pembuatan numbering system equipment c. Pembuatan numbering system section d. Pembuatan numbering system s.sec & comp e. Program maintenance rutin (mingguan) f. Program breakdown (non rutin)
53
g. Program shutdown (bulanan) h. Program overhaul (tahunan) i. Program tenaga kerja maintenance intern j. Program tenaga kerja maintenance extern / WO 3.
Recording a. History card b. Live card c. Working program
4.
Analizing Analisa sebatas standar
5.
Reporting a. MTTR b. MTBF c. Plant availability d. Delay dominant e. Freq. Delay f. Realisasi program Merencanakan dan membuat working program dapat dilihat flowchart dibawah ini:
MANUAL BOOK
FUNGSI PERALATAN
JENIS PROGRAM DAN INTERVAL
SYSTEM OPERASI
EVALUASI HASIL PELAKSANAAN PEKERJAAN (LAP SHIFT, HISTORY CARD, LIVE CARD)
PROGRAM MAINTENANCE
Catalog – catalog Standard
PEMBUATAN PROCEDURE WORKING PROGRAM / KK. MAINT (TOOLS, SAFETY, SPARE)
Bagan 4.3 Perencanaan working program
JENIS PERAWATAN – LUBRIKASI – CHECKING – ADJUSTMENT – PENGGANTIAN – CALIBRASI – VIBRASI - REPAIR
54
Untuk mengalokasikan jumlah dan jenis working program pada setiap area dibuat suatu sistem penomoran atas area, equipment, section serta jenis pekerjaan. Untuk selanjutnya merupakan pengembangan sistem dari jenis program sampai dengan evaluasi hasil pekerjaan termasuk dampak atas kerusakan tesebut. C. Maintenance Standard Standar perlakuan maintenance atau maint standard dapat diambil dari: 1. Manual book 2.
Catalog-catalog
3. History update 4. Reability engineering 5.
Pengalaman-pengalaman Sedangkan maintenance standard terdiri dari:
1. Equipment maintenance standard 2. Maintenance work standard Maintenance standard tidak selalu terpaku dari awal namun dapat diadakan revisi sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mengendalikan waktu yang diinginkan serta mengukur efisiensi pekerjaan dan untuk menetapkan program menggunakan maintenance work standard D. Maintenance Planning Semua equipment membutuhkan perlakuan perawatan yang sifatnya berlainan satu sama lainnya dan dapat dibedakan menurut jenis periode dan intensitas. Dalam membuat working program pada prinsip awalnya diambil dari manual book, dan dari manual book dapat di peroleh informasi tentang: 1. Jenis alat 2. Fungsi alat 3. Sistem dan proses operasionalnya 4. Sistem perawatan dan periodiknya
55
5.
Catalog-catalog
E.
Program Maintenance Rutin Metode dalam pembuatan program kegiatan maintenance pada
umumnya dilaksanakan dan disesuaikan dengan program produksi atau production planning control sehingga waktu yang digunakan efektif. Dalam pembuatan program perawatan pabrik terutama di Slab Steel Plant (SSP) pada tiap-tiap area dan job-nya sedang pelaksanaannya rutin setiap minggu. 1. Area a.
Material handling/conveyor system
b.
Electric arc funace
c.
Dedusting plant
d.
Countinous casting machine
2. Job a. Electric b. Mechanic c. Hydraulic & pneumatic d. Instrument e. Computer Dari program mingguan atau stop total dapat dilihat tentang: 1. Jenis dan jumlah pekerjaan yang dialokasikan dengan pemakaian tenaga kerjanya. 2.
Mengalokasikan jenis dan jumlah pekerjaan dalam area yang berdekatan dan pada kelompok kerjanya (grup pelaksana).
3.
Terinformasi juga pada setiap jenis pekerjaan atau intervalnya.
4.
Bila pada program minggu tersebut memerlukan tenaga ekstra maka pada kolom keterangan dicantumkan No. WO-nya. Semua informasi yang kembali dari plant maintenance (pelaksana)
merupakan bahan untuk evaluasi atau keandalan equipment tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi kerusakan alat atau equipment untuk menampilkan keandalannya adalah:
56
1.
Jumlah kerusakan yang memberhentikan produksi (delay)
2.
Jumlah kerusakan yang tidak memberhentikan produksi (non delay)
3.
Frekuensi kerusakan (delay/non delay)
4.
Realisasi pemakaian tenaga kerja program maintenance: routine, breakdown, dan shutdown.
5. Jenis kerusakan yang disebabkan oleh dampak dari proses manajemen.
57
BAB V PERAWATAN STEEL WIRE ROPE BRIDGE CRANE DIVISI PERAWATAN PABRIK PENGOLAHAN BAJA (P3B) SLAB STEEL PLANT (SSP I) PT KRAKATAU STEEL A. Bridge Crane Bridge crane adalah alat untuk mengangkat dan memindahkan seluruh peralatan ataupun material yang digunakan untuk keperluan produksi maupun perawatan di dalam suatu pabrik. Peranan dari alat ini sangat penting dikarenakan kemampuannya untuk mengangkat dan memindahkan benda yang mempunyai massa sangat besar. Pada umumnya suatu crane memiliki tiga gerak operasi (gerak naikturun, memanjang, dan melintang). Melihat suatu fungsi yang dimiliki suatu crane, maka peralatan ini banyak dijumpai pada pabrik baja baik dimanfaatkan sebagai crane produksi, crane maintenance, atau crane produksi maintenance. B.
Kapasitas Crane Untuk mendapatkan kondisi crane yang selalu siap pakai serta umur yang lebih panjang maka selain perencanaan dan pembuatan crane yang benar (yang telah disesuaikan dengan besar beban, frekwensi pemakaian, dan lingkungan operasinya), harus ditunjang pula dengan perawatan yang teratur, cermat, dan pengoperasian crane dengan benar (baik arah pengangkatan, kecepatan gerak pengoperasian, maupun jumlah beban yang diangkat). Perlu digaris bawahi bahwa untuk menghindari terjadinya kecelakaan maupun kerusakan yang lebih awal (umur pendek) pada bagian-bagian crane, maka jumlah beban yang diangkat merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam mengoperasikan crane. Oleh karena itu, pada setiap crane selalu tertulis kapasitas maksimum yang boleh diangkat oleh crane tersebut. Adapun yang dimaksud dengan kapasitas maksimum adalah beban
58
maksimum dibawah/yang terkait hook yang boleh diangkat. Jadi tegasnya didalam operasi crane hanya boleh dibebani sampai dengan kapasitas maksimumnya saja. Kapasitas maksimum ini boleh/dapat dilewati hanya untuk keperluan tes beban lebih (overload test), dimana tes ini hanya bila crane mengalami modifikasi yang berat atau tes yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. C.
Overhead Travelling Crane Crane yang banyak digunakan di PT Krakatau Steel adalah jenis over head travelling crane karena frequensi pemakaian tinggi. Setiap bridge crane dari SSP I pada umumnya terdiri dari:
1.
Long travel mekanisme Long travel mekanisme merupakan bagian dari crane yang memungkinkan dapat bergerak sesuai jalur yang ditentukan. Long travel berfungsi mengantarkan beban yang diangkat untuk berjalan secara horizontal searah dari panjang pabrik. Peralatan penggerak (drive wheel) yang terdapat dalam long travel mekanisme ini adalah motor listrik sebagai penggerak, kopling gesek, brake mekanis, gearbox, cardan shaft, guide roll, dan roda. Setiap crane terdiri dari dua buah peralatan penggerak dan dua buah peralatan non penggerak (non drive wheel) 2. Trolley travel mekanisme Trolley travel merupakan bagian dari crane yang dapat bergerak diantara dua jembatan crane. Jembatan crane ini melintang tegak lurus terhadap panjang pabrik. Jembatan crane ini terdapat rails yang memungkinkan trolley travel dapat melintasinya. Trolley travel ini terdapat empat buah roda dengan dua buah roda penggerak dan dua buah roda non gerak (non drive wheeel). Peralatan penggerak yang terdapat dalam trolley travel mekanisme ini hampir sama dengan penggerak long travel yaitu motor listrik, kopling, brake mekanis, gearbox, universal (cardan) shaft, dan roda. Roda pada trolley travel tidak membutuhkan guide roll karena semua roda trolley travel memakai roda dengan flange.
59
3. Main Host Main host merupakan peralatan dalam crane yang berfungsi untuk mengangkat beban secara vertikal. Beban yang dapat diangkat pada masing-masing crane berbeda kapasitasnya. Mekanisme yang digunakan adalah dengan menggunakan drum. Drum yang terpasang dikopel dengan motor listrik dengan perantara kopling dan gearbox sehingga dapat berputar searah putaran motor. Dalam drum dililiti oleh sling (wire rope) yang berfungsi sebagai tali penarik beban. Mekanisme pulley juga digunakan dalam pemasangan sling sehingga mempermudah daya angkat dari beban sendiri. D.
Jenis dan Fungsi Crane di SSP I Di SSP1 terdapat 12 buah crane yang mempunyai daya angkat dan fungsi yang berbeda-beda. 1. Crane 901 ( Scrap Crane) Digunakan untuk mengangkut scrap dari scrap field satu ke yang lain dan juga untuk mengisi scrap dari scrap field ke scrap bucket, mekanisme pengangkatan scrap menggunakan magnet, dapat mengangkut beban sampai 12 ton.
Gambar 5.1 Scrap crane
2. Crane 902 dan 903 (Charging Crane) Berfungsi untuk mengangkut scrap bucket ke EAF yang akan digunakan untuk proses peleburan. Mekanisme pengangkatan material
60
menggunkan hook serta memiliki dua hoist yaitu 80 ton, 16 ton dan satu monorails 5 ton. 3. Crane 904 dan 905 (Casting Crane) Crane ini berfungsi untuk mengangkut ladle yang berisi baja cair hasil peleburan yang selanjutnya akan diproses pada ladle furnace melalui ladle transfer car. Sama seperti crane 902 dan 903 yang menggunakan hook untuk mengangkat benda. Memiliki dua hoist yaitu 220 ton, 55 ton, dan monorails 5 ton. 4. Crane 906 dan 907 Crane ini digunakan pada ladle turret dan continous casting untuk mengangkut ladle yang telah kosong dan juga untuk mengangkut ladle yang akan di-preheating sebelum penuangan dari EAF. Memiliki dua hoist yaitu 10 ton dan 25 ton. 5. Crane 908 Digunakan untuk perawatan pabrik SSP I, berbeda dengan yang lain crane ini tidak terdapat kabin untuk operator. Dapat mengangkat beban hingga 25 ton. 6. Crane 909, 910, 911, 912 ( Slab Hadling Crane) Crane ini berfungsi mengangkat baja slab yang dihasilkan mesin continous casting untuk dipindahkan ke tempat penyimpanan. Untuk hoist 50 ton memakai mekanisme grape untuk mengangkat beban, magnet digunakan pada hoist 36 ton dan hook digunakan untuk hoist 20 ton. Crane ini juga dilengkapi dengan batrai cadangan.
Gambar 5.2 Slab hadling crane
61
E.
Steel Wire Rope Steel wire rope (tali kawat baja). Tali kawat baja atau sering disebut dengan sling adalah bagian dari lifting equipment yang umurnya relatif paling pendek karena selain faktor lingkungan juga dikarenakan bagian ini sering mengalami gesekan, tarikan serta bengkokan sekaligus. Jadi selain gesekan antara sling dengan equipment lainnya terjadi juga gesekan antar kawat dalam sling terutama pada bengkokan-bengkokan. Oleh karena itu pengamatan terhadap sling merupakan salah satu prioritas utama. Mengingat kondisi tersebut maka untuk mendapatkan umur pakai tali kawat baja yang optimal, sangat ditentukan oleh parameter-parameter seperti pemilihan dan perawatan tali kawat baja yang disesuaikan dengan kondisi serta cara pengoprsiannya. Untuk mendapatkan gambaran yang luas sehhubungan dengan tali kawat baja, maka dapat diuraikan oleh hal-hal berikut: 1. Detail Tali kawat baja tersusun atas sejumlah strand atau spiral rope yang dipilin dengan arah alur tertentu pada suatu core baik dari bahan steel maupun fiber, dengan susunan sperti strand atau pilinan beberapa strand. Sedangkan strand atau spiral rope tersusun atas sejumlah kawat baja yang dipiln dengan arah alur tertentu pada suatu center wire. 2. Design Mencermati komponen-komponen yang menyusun tali kawat baja seperti gambar diatas, maka design tali kawat baja dapat mencakup elemen-elemen seperti berikut: a. Material Material wire tentu saja dari jenis baja dengan ductility yang cukup tinggi sehingga mampu dibentuk menjadi wire dengan diameter yang relative sangat kecil melalui proces cold drawing. Salah satu faktor yang paling penting dalam material adalah kekuatan tariknya (dalam bentuk wire), dimana dalam tali kawat baja dibentuk oleh wire dengan
62
kekuatan tarik minimal 1570 N/mm2 atau 1770 N/mm2 atau 1960 N/mm2. b. Konstruksi Jumlah dan susunan “wire dalam strand” maupun “strand dalam rope” mempunyai
variasi
yang
sangat
luas
dengan
masing-masing
keuntungan dan kerugiannya. Diantara sekian banyak variasi (jumlah dan susunan) wire dalam strand dapat dicatat beberapa bentuk seperti berikut: 1)
2)
3)
Berdasarkan jumlah lapisan lilitan wire dalam strand a)
Single layer (7 wire)
b)
Multi layer (≥ 19 wire)
Berdasarkan jumlah wire dalam satu strand a)
7 wire
b)
19 wire
c)
35 wire
d)
36 wire
e)
37 wire
Berdasarkan susunan diameter wire dalam strand a)
Standar, yaitu seluruh diameter wire sama
b)
Filler, yaitu rongga diantara wire berdiameter besar diisi dengan wire yang berdiameter lebih kecil
c)
Seale, yaitu diameter wire antar layer berbeda
d)
Warington, yaitu diameter wire berselang-seling kecil besar
e)
Warington seale, yaitu selain diameter wire berselang-seling kecil besar, diameter antar layer juga berbeda
f)
Filler seale, yaitu selain diameter wire berbeda antar layer, rongga antar wire diisi dengan wire berdiameter lebih kecil Sedangkan jumlah dan susunan strand dalam rope dapat
dikelompokkan berdasar: a)
Jumlah lapisan lilitan strand dalam rope (1)
Single layer (6 atau 8 strand)
63
(2) b)
multi layer (> 8 strand)
Jumlah strand dalam rope (1)
6 strand
(2)
8 strand
(3)
> 8 strand
c. Arah Lilitan Pada strand lilitan wire pada center wire dapat memiliki arah kanan atau arah kiri, dengan demikian juga pada tali kawat baja arah lilitan strand pada core dapat memiliki arah alur kanan atau kiri. Dengan demikian tali kawat baja dapat tersusun oleh arah alur strand kiri atau kanan dengan arah alur wire kiri atau kanan. Pada tali kawat baja dengan arah alur (strand kanan dan wire kanan) atau (strand kiri dan wire kiri) disebut langs lay rope, sedangkan pada tali kawat baja dengan arah alur (strand kanan dan wire kiri) atau (strand kiri dan wire kanan) disebut ordinary lay rope.
Gambar 5.3 Konstruksi lilitan sling d. Preforming Adalah suatu proses pada saat pembuatan rope yang diberikan pada finished rope untuk menahan posisi wire dan strand dalam rope, sehingga sifat wire atau strand yang cenderung lurus hilang. Dengan demikian meskipun tanpa diikat, pemotong rope tidak akan menyebabkan lilitan wire dan strand menjadi kendor. Sebagai konsekuensinya individual wire yang putus tidak akan keluar dari pilinan rope, hal demikian menuntut inspeksi terhadap kawat putus harus cermat karena relatif tidak kelihatan.
64
e.
Tipe core 1)
2)
Berdasarkan material core dalam rope a)
Fibre core
b)
Steel core
Berdasarkan bentuk core dalam rope (untuk steel core) a)
Berbentuk strand
b)
Berbentuk Independent Wire Rope Core (IWRC)
3. Pemilihan Tali Kawat Baja Dalam memilih rope harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi operasi, syarat-syarat untuk memilih rope yang baik adalah sebagai berikut: a.
Rope harus kuat, tahan terhadap beban maksimum yang ditentukan oleh:
b.
1)
Ukuran rope (semakin besar diameter semakin kuat)
2)
Grade wire (makin tinggi tegangan tarik wire rope makin kuat)
3)
Tipe core (steel core lebih kuat dari fibre core)
Rope harus fleksibel, tahan terhadap bending fatigue yang ditentukan oleh: 1)
Ukuran wire (semakin kecil diameter semakin fleksibel)
2)
Kombinasi arah lilitan (lang lay lebih fleksibel dari pada ordinary lay)
3)
Proses pembuatan (performed lebih fleksibel dibandingkan dengan non preformed rope)
c.
Rope harus tahan abrasi yang ditentukan oleh: 1)
Ukuran wire pada layer terluar dalam strand (semakin besar diameter wire semakin tahan abrasi)
2)
Kombinasi arah lilitan (lang lay lebih tahan abrasi daripada ordinary lay)
d.
Rope harus tahan distorsi dan perubahan bentuk yang ditentukan oleh: 1)
Tipe core (IWRC lebih tahan distorsi daripada tipe core lainnya)
2)
Konstruksi rope yang lebih kasar lebih tahan daripada yang halus
65
e.
Rope harus tahan puntiran atau putaran yang ditentukan oleh: 1)
Arah lilitan ordinary lay lebih tahan puntiran daripada lang lay
2)
Konstruksi non rotating lebih tahan puntiran daripada konstruksi lainnya
3) f.
Tipe core IWRC lebih tahan puntiran daripada tipe core yang lain
Rope harus tahan korosi yang ditentukan oleh: 1)
Galvanis wire lebih tahan korosi daripada bright wire
2) Mutu pelumas juga dapat mencegah terjadinya korosi g.
Diameter rope, pengukuran rope diukur antara poin terlebar pada penampang rope, dengan demikian untuk rope dengan 6 strand dapat diukur dari 3 tempat terpisah.
h.
Kekuatan rope, untuk perhitungan kasar yang cukup aman. Kekuatan tali kawat baja dapat dihitung dengan rumus: T = 8 x D2 Dimana
: T = Kekuatan tarik rope dalam ton D = Diameter rope dalam inchi
Sedang kekuatan yang sebenarnya dari tali kawat baja ditentukan oleh manufaktur, seperti ditunjukan pada sertifikat yang menyertai tali kawat baja tersebut. i.
Diameter wire, semakin kecil diameter wire semakin kuat dan fleksibel, tetapi semakin kurang tahan terhadap abrasi. Dengan demikian rope dengan diameter wire yang besar lebih tahan terhadap abrasi, distorsi, serta crushing sedangkan rope dengan diameter wire yang kecil relatif lebih tahan terhadap bending fatigue.
Gambar 5.4 Tali Kawat Baja
66
F. Persamaan Dasar Sistem katrol terdiri dari sejumlah katrol tetap dan katrol bergerak. Katrol tetap berada di sisi atas dan katrol bergerak berada di sisi bawah. Katrol tetap gunanya untuk mengubah arah gaya, sedangkan katrol bergerak gunanya untuk meningkatkan keuntungan mekanik. Keuntungan mekanik sistem katrol bergantung pada jumlah ruas tali antara katrol tetap dan katrol bergerak. Makin banyak jumlah katrol bergerak makin banyak jumlah ruas tali, yang berarti keuntungan mekanik makin besar. Keuntungan mekanik katrol dapat dihitung dengan rumus:
Dimana: Km = Keuntungan mekanik Lb = Lengan beban n
= Jumlah ruas tali yang mengangkat beban
Permukaan pulley dianggap licin sempurna sehingga tidak ada gaya gesek dan massa tali sangat ringan sehinga diabaikan. Berdasarkan Hukum Newton III (hukum aksi-reaksi), benda 1 ditarik oleh tali denga gaya sebesar T1 yang arahnya ke atas dan tali sendiri ditarik ke bawah oleh benda 1 dengan gaya sebesar T1 yang arahnya ke bawah. Demikian juga dengan benda 2.
.
T1
T2
T1
T2 m1
w = m1.g
m2 w = m2.g
Gambar 5.5 Persamaan tegangan tali pada katrol
67
Sehingga tegangan yang terjadi pada setiap ruas tali dapat dihitung dengan rumus: ∑F
= m.a
T – W = m.a T
= m.a + W
T
= m.a + m.g
Dimana T = Tegangan tali (N) m = Massa benda yang diangkat setiap ruas tali (Kg) g
= Percepatan gravitasi (m/s2)
a
= Percepatan (m/s2)
G. Data-data Lapangan Di SSP I sling yang digunakan berbeda-beda tergantung dari fungsi crane, adapun macam macam sling yang digunakan: 1.
Bridge crane 901 yang dapat memngangkut beban maksimal 12 ton menggunakan sling yang memiliki Ø 22 mm dan panjang sling 42 m.
2.
Bridge crane 902 & 903 memiliki hoist 80 ton, 16 ton, dan 5 ton. Masingmasing hoist menggunakan sling yang berbeda, hoist 80 ton menggunakan sling yang memiliki Ø 32 mm dan panjang 177 m, hoist 16 ton menggunakan sling memiliki Ø 20 mm dan panjang 61 m, dan hoist 5 ton menggunakan sling yang memiliki Ø 10 mm.
3.
Bridge crane 904 & 905 memiliki hoist 220 ton, 55 ton, dan 5 ton. Pada hoist 220 ton sling yang digunakan yaitu sling Ø 36 mm dan panjang 165 m, hoist 55 ton menggunakan sling Ø 28 dan panjang 124, sedangkan hoist 5 ton sling yang digunakan sama dengan bridge crane 902/903.
4.
Bridge crane 906 & 907 memiliki hoist 25 ton dan 10 ton. Hoist 25 ton menggunakan sling Ø 26 mm dan panjang 58 m, sedangkan hoist 10 ton menggunakan sling Ø 16 dan panjang 54 m.
5.
Bridge crane 909-912 memiliki hoist 50 ton, 36 ton, dan 20 ton (kecuali bridge crane 912). Pada hoist 50 ton sling yang digunakan yaitu sling Ø
68
26 mm dan panjang 98,5 m, hoist 36 ton menggunakan sling Ø 26 dan panjang 62,5 m. Pada bridge crane ini ada tambahan pada tong opration, tong opration menggunakan sling Ø 12 dan panjang 78 m. Rope yang digunakan memiliki standar Jerman, karena crane yang ada di SSP I buatan dari Jerman. Standar rope yang digunakan adalah DIN 3064.
Gambar 5.6 Rope standar DIN 3064 Data-data yang ada: Jenis kontruksi rope
= 6 x 36 Warrington Seale
Jenis core rope
= Fibre
Kekuatan tarik wire
= 1770 N/mm2
Percepatan gravitasi
= 9,8 m/s2
Kita ambil contoh crane 904 yang memiliki hoist 220 ton. Keuntungan mekanik sistem katrol pada hoist tersebut adalah:
Keuntungan mekanik sistem katrol pada crane 904 hoist 220 ton adalah 24, jadi setiap rope mengangkat 1/24 dari beban yang diangkat Sehingga beban maksimal yang mampu diterima setiap rope sesuai kapasitas crane (hoist 220 ton) adalah: Kapasitas maks. crane (hoist 220 ton)
69
B maks.
= Keuntungan mekanik 220 ton
B maks.
= 24
B maks.
= 9,167 ton Jadi tegangan maksimal pada setiap tali tersebut adalah:
Tmaks
=mxg = 9,167 ton x 9,8 m/s2 = 9167 kg x 9,8 m/s2 = 89836,6 N Perhitungan diatas benda dalam keadaan diam, jika benda bergerak ke
atas maka akan terjadi percepatan. Percepatan yang terjadi diasumsikan 2 m/s2. Jadi tegangan tali maksimal yang mampu diterima sesuai kapasitas crane (hoist 220 ton) adalah: Tmaks.
= (m x a) + (m x g) = (9167 kg x 2 m/s2) + (9167 kg x 9,8 m/s2) = 18334 N + 89836,6 N = 108170,6 N Untuk mendapatkan umur steel wire rope yang panjang, sling jangan
terlalu
sering
mendapatkan
pembebanan
maksimal.
Apabila
terjadi
pembebanan maksimal tali kawat baja akan mendapatkan tegangan lebih dari tegangan maksimal. Hal tersebut akan menyebabkan steel wire rope mudah putus. H.
Perawatan pada Steel Wire Rope Crane Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan dalam perawatan steel wire
rope crane adalah : 1.
Pemasangan sedapat mungkin dihindari adanya puntiran-puntiran.
70
Gambar 5.7 Perbaikan bagian sling yang tertekuk
Gambar 5.8 Cara penarikan steel wire rope 2.
Kekencangan baut penjepit pada ujung sling sesuai dengan keperluan, serta harus diikat dengan kawat penjamin.
3.
Ujung bebas dari sling (diluar klem) minimum sepanjang 10 kali Ø sling.
4.
Pada posisi hook paling bawah sisa lilitan di rope drum minimum 3 lilitan.
5.
Sling harus diganti bila terjadi aus (pengurangan diameter) maksimum 10% dari diameter sling.
71
Gambar 5.9 Pengukuran diameter sling 6.
Sling harus diganti bila pada sling sepanjang 6 x Ø terjadi putus: a.
Kontruksi zZ atau sS
: 9 kawat
b.
Kontruksi zS atau sZ
: 18 kawat
Atau bila sepanjang 30 x Ø terjadi putus:
7.
a.
Kontruksi zZ atau sS
: 18 kawat
b.
Kontruksi zS atau sZ
: 35 kawat
Pemberian pelumaasan secukupnya dengan catatan kondisi lingkungan memungkinkan untuk hal tersebut.
8. Hal yang tidak kurang penting dari perawatan sling adalah rope drum. Rope drum adalah bagian dari lifting equipment yang berfungsi menggulung sling. Dengan demikian rope drum merupakan tempat bertumpu beban.
Gambar 5.10 Rope Drum Melihat proses penggulungan sling pada rope drum maka kemungkinan kerusakan yang mungkin terjadi adalah crack pada las-lasan maupun pada
72
profil alur. Crack atau retak yang mungkin terjadi dapat dukur dengan ultrasonik sedangkan keausan profil dapat diukur menggunakan mal (dibuat sendiri) atau diukur menggunakan jangka kedalaman dengan toleransi ukuran 50% dari kedalaman semula. Keausan profil dapat menjadi bahaya bila ujung-ujungnya menjadi tajam sehingga dapat menyebabkan putusnya kawat sling. Rope drum tidak mempunyai toleransi terhadap adanya crack, sedang keausan yang berhubungan dengan tebal drum (t) maksimum 0.5 t atau 50% tebal ukuran awal atau apabila dihubungkan dengan diameter sling keausan maksimum kira-kira 0.4d. Sedang keausan profil maksimum jangan sampai ujung profil runcing/tajam.
Gambar 5.11 Kerusakan steel wire rope I.
Prosedur Penggantian Steel Wire Rope 1.
Hal-hal yang perlu diperhatikan a.
Spare parts wire rope
b.
Persiapan Penggantian steel wire rope
2.
Tindakan keamanan a. Danger tag b.
Tanda pengerjaan crane
73
3.
Peralatan yang digunakan a. Wire rope grabe puller b. Tali kawat c. Alat komunikasi d.
Kunci-kunci (ring/pas)
e. Palu f. Pasak g. Mesin gerenda tangan h.
4.
Standar roll Langkah pengerjaan
a.
Turunkan hoist sampai mendekati limit switch bawah
b.
Lepas kedua limit switch
c.
Dudukan lifting beam dengan aman
d.
Lepas axle rope timble dan turunkan ujung wire rope satu-satu
e.
Potong keempat wire timble
f.
Sambungkan dengan ujung wire rope yang baru
g. Ikat dengan tali kawat pada ujung bagianya h.
Beri aba-aba hoist naik hingga ujung wire rope baru sampai ke
rope drum i.
Lepaskan sambungan gram puller dan ujung wire rope yang baru
diikat dengan mantap j.
Beri aba-aba hoist turun sampai wire rope lama habis
k.
Buka slamp wire rope pada rope drum dam lepas rope yang lama
l.
Pasang ujung-ujung rope baru pada rope drum dan kencangkan
m.
Pasang keempat rope table pada rope anchorage
n.
Beri aba-aba hoist naik samapi hook pada posisi limit switch bawah
o. Setel bila perlu p.
Pasang limit switch
q.
Pasang kawat segel pada clamp wire rope
r.
Ambil danger tag
s.
Crane siap dioperasikan
74
Untuk penggantian wire rope crane yang ada di SSP I pada umumnya telah melebihi standar yang telah ditentukan. Tetapi untuk steel wire rope hoist 220 ton pada crane 904 menurut data yang ada selalu kurang dari standar mulai dari tahun 2007. Umur wire rope crane 904 (hoist 220 ton) standarnya 2 tahun, tetapi pada kenyataannya umur steel wire rope hoist 220 ton hanya bisa bertahan sekitar 1 tahun mulai dari tahun 2007.
75
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari Praktik Industri yang dilakukan di PT Krakatau Steel (Persero) dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Produksi PT Krakatau Steel dapat digolongkan dalam perusahaan yang menggunakan proses produksi terus menerus (continuous process).
2.
Secara umum manajemen produksi PT Krakatau Steel terdiri dari tiga proses yaitu input yang meliputi order dari pemasaran, proses yang meliputi produksi baja dari besi sponge, dan terakhir output yang meliputi baja slab, billet, coil, dan wire rod.
3.
Bridge crane merupakan alat angkat dan angkut yang sangat vital didalam produksi baja di PT Krakatau Steel, oleh karenanya perlu dilakukan inspeksi demi menjaga performanya.
4.
Penentuan jumlah ruas wire rope yang mengangkat beban pada mekanisme angkat crane dilakukan untuk mengetahui beban dan tegangan maksimal yang mampu diterima wire rope.
5.
Penentuan tegangan maksimal yang mampu diterima wire rope berfungsi sebagai acuan operator crane dalam melakukan pengangkatan beban, sehingga pengoprasian crane dapat berjalan aman dan umur tali kawat baja bisa lebih panjang.
6. Kegiatan inspeksi adalah suatu aktivitas dalam rangka melaksanakan preventif maintenance dengan cara survei, penelahaan secara visual, pendeteksian,
pengukuran,
penelitian,
pencatatan/pendataan,
dan
percobaan. 7. Kerusakan/putus wire rope banyak sekali penyebabnya, terutama human error, perawatan yang tidak terkontrol, pengangkatan beban yang tidak sesuai dengan kapasitas maksimum dari hoist, lingkungan sekitar (suhu yang terlalu panas pada crane 904 & 905), pengangkatan barang/beban
76
yang tidak vertikal akibatnya terjadi pembebanan samping, pengangkatan dan penurunan dan jalan yang dilakukan secara mendadak sehingga terjadi beban kejut. B. Saran 1. Pengangkatan barang/beban diusahakan pada posisi yang seimbang supaya tidak terjadi pembebanan samping. 2.
Steel wire rope merupakan bagian dari mekanisme angkat crane yang paling rawan terjadi kerusakan, oleh karena itu harus selalu dilakukan tindakan pencegahan dan pemeliharaan yang terencana.
3.
Dalam hal keselamatan kerja, gunakanlah selalu alat keselamatan kerja. Disiplin terhadap pemakaian APD serta mengikuti SOP yang telah dibuat. Hal ini selain memberikan kenyamanan bagi operator selama bekerja, juga untuk menghindari adanya kecelakaan.
4.
Dalam hal perawatan, sebaiknya lakukan perawatan yang didasarkan atas kondisi aktual mesin sendiri. Lakukanlah pemantauan atau pemeriksaan secara rutin, dan jika hasil pemantauan menunjukan gejala kerusakan lebih lanjut, jangan menunggu sampai mesin rusak karena hal ini akan menyebabkan berhentinya proses produksi dan juga akan menyababkan biaya perbaikan yang lebih mahal.
5.
Tersedianya suku cadang (spare part) siap pakai, baik yang baru maupun yang
bekas
rekondisi
dalam
bentuk
unit.
Sehingga
waktu
perbaikan/penggatian suku cadang dapat dikurangi, dan alat tersebut dapat dicegah kerusakannya agar tidak lebih parah lagi. 6. Berikan penghargaan bagi karyawan yang telah bekerja lama.
77
DAFTAR PUSTAKA ___________, (1992). Manual Book Bridge Crane 901-912. Cilegon: PT Krakatau Steel. ___________, Crane. Cilegon: PT Krakatau Steel ___________, Gambar Wire Rope. Diambil tanggal 20 Agustus 2009 dari http://www.lni.wa.gov/.../images/WireRope.JPG ___________, Gambar Wire Rope. Diambil tanggal 20 Agustus 2009 dari www.metizi-co.com/1ropes.htm ___________, Sejarah PT Krakatau Steel. Diambil tanggal 30 Januari 2009 dari http://www.krakatausteel.com. Alexander San Lohat, Hukum Newton Pada Benda-Benda yang Dihubungkan dengan Tali Katrol. Diambil tanggal 21 Agustus 2009 dari http://www.GuruMuda.com. Irawan Wicaksono dan Muhammad Yunas Amran, (2009). Laporan Praktek Lapangan Analisa Tali Kawat Baja Pada Bridge Crane 919 dan 920. Cilegon: PT Krakatau Steel.