PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPUSTAKAAN DAN UPAYA MERANCANG MODEL PERPUSTAKAAN MASA DEPAN Oleh: Agus Saputera
Perpustakaan adalah sebuah institusi budaya yang merefleksikan tinggi rendahnya tingkat kebudayaan dan peradaban suatu bangsa. Bangsa yang maju (peradaban dan kebudayaannya) adalah bangsa yang tinggi tingkat ilmu pengetahuannya yang tercermin dari banyaknya karya tulis yang dihasilkan para ilmuwan. Karya tulis tersebut diabadikan dalam bentuk buku dan tersimpan di dalam perpustakaan. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan perpustakaan senantiasa mengiringi dan sekaligus mencerminkan perkembangan peradaban dan budaya suatu bangsa. Itulah sebabnya perpustakaan disebut juga sebagai produk kebudayaan. Di sisi lain perpustakaan itu sendiri juga menfasilitasi proses peningkatan kebudayaan suatu bangsa. Melalui perpustakaan diperkenalkan dan digali berbagai macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan sehingga timbul dan tertanam dalam diri pribadi (yang pada gilirannya dalam masyarakat) sikap untuk terus menerus belajar, mencari informasi sepanjang hayat. Sebab misi utama perpustakaan adalah menyediakan dan melayani kebutuhan informasi agar rakyat menjadi cerdas. Apabila rakyat/bangsa cerdas maka peradaban dan kebudayaaanya juga akan maju. Rompas (1998) menyatakan bahwa apabila suatu bangsa ingin dinilai tinggi budayanya, maka mereka harus memiliki perpustakaan yang berkualitas tinggi pula sebagai wujud dari perkembangan budaya mereka. Oleh karena itu, secara tegas dapat
1
dikatakan bahwa keberadaan perpustakaan menjadi keniscayaan dalam masyarakat yang berbudaya. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk memajukan perpustakaan. Tidak kurang dari pemimpin atau mantan pemimpin negara kita sendiri seperti Presiden Soeharto mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca 14 September 1996 , Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Gerakan Membaca Nasional 12 Nopember 2003, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakaan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat 17 Mei 2006. Tidak hanya sebatas pencanangan, slogan, motto, atribut, dan sebagainya, berbagai peraturan perundang-undangan tentang perpustakaan juga sudah dibuat. Mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Penetapan Presiden, Keputusan Presiden, SK Menteri, Instruksi Menteri, sampai kepada yang terakhir sekali disahkan – meskipun dianggap sudah terlambat keberadaannya, yaitu Undang-undang Perpustakaan (UU no. 43/2007). Dalam Peraturan Presiden no. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, salah satu program pembangunan yang hendak dicapai adalah program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan. Sedangkan di dalam Undang-undang Perpustakaan yang merupakan landasan hukum tertinggi perpustakaan di Indonesia diatur tentang penyelenggaraan, pembinaan, dan pengembangan serta pendayagunaan berbagai jenis perpustakaan dalam menunjang
2
terbentuknya pemeratan layanan informasi kepada masyarakat menuju pendidikan seumur hidup yang diselenggarakan secara terprogram dan berkelanjutan. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan perpustakaan harus dilakukan serempak terhadap semua komponen – tidak hanya peraturan perundangan sebagai payung hukum penyelenggaraannya, tetapi juga terhadap pengelola perpustakaan/pustakawan dan lembaga itu sendiri sebagai wujud fisik perpustakaan. Peraturan perundangan (tentang perpustakaan) adalah landasan hukum yang isinya adalah gagasan, konsep, nilai dan ide dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perpustakaan. Peraturan perundangan tersebut dibuat dan disahkan oleh lembaga yang berwenang yaitu DPR. Diantara peraturan perundangan yang sangat menentukan kemajuan dan pemberdayaan perpustakaan di Indonesia dan baru saja disahkan adalah Undang-undang Perpustakaan (UU no. 43/2007). Undang-undang Perpustakaan berfungsi sebagai payung hukum yang mengikat baik pemerintah maupun warga negara dalam menatalaksana perpustakaan di seluruh wilayah negara sebagai suatu sistem nasional. Sistem nasional perpustakaan juga berfungsi sebagai prasarana atau infrastruktur untuk memperluas cakrawala pengetahuan, serta melestarikan warisan budaya tulis bangsa. Semuanya itu dikembangkan dalam kerangka demokrasi yang menekankan pada upaya berbagi pengetahuan untuk mengangkat beban nasional secara bersama-sama. Sedangkan
bagi
tenaga
perpustakaan/pustakawan
sebagai
komponen
penyelenggara disyaratkan agar memiliki keahlian, ketrampilan, profesional dan berkompeten di bidangnya sehingga visi, misi, dan tujuan perpustakaan sebagai pelayan kebutuhan informasi masyarakat bisa tercapai.
3
Disamping itu kondisi fisik perpustakaan adalah salah satu faktor yang sangat penting karena merupakan daya tarik terhadap pengunjung, membuat mereka merasa nyaman, dan betah untuk berlama-lama di dalamnya. Menurut Rimbarawa (2006) ada beberapa ciri fisik yang perlu diperhatikan dalam mendirikan sebuah perpustakaan, yaitu: (1). Gedung dan bangunan yang megah atau mewah dengan sejumlah ruang yang memadai. (2). Pegawai/pustakawan yang bersemangat, berintegritas, berdisiplin, dan menjiwai serta loyal kepada pekerjaan. (3). Lokasi yang strategis, mudah diketahui masyarakat, dan mudah dijangkau disertai sejumlah papan penunjuk. (4). Sarana dan prasarana yang memadai, perlengkapan kantor yang baik dan standar. (5). Koleksi bahan pustaka yang lengkap, bervariasi, bermutu, yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (6). Tersedia dan dilengkapi penerapan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi. (7). Sistem, prosedur, dan mekanisme kerja yang baik. Ciri-ciri fisik perpustakaan seperti di atas dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam merancang sebuah model perpustakaan. Berikut ini adalah salah satu contoh dari model perpustakaan umum yang memuat koleksi (bahan bacaan), fasilitas, dan pelayanan: A. Koleksi-koleksi. 1. Koleksi Umum. Koleksi umum menempati porsi terbesar koleksi perpustakaan. Koleksi ini meliputi buku-buku text (monographic text), hasil penelitian, dan bahan bacaan tambahan dari berbagai macam disiplin ilmu.
4
2. Koleksi referensi. Koleksi ini terdiri dari kamus, ensiklopedia, direktori, biografi, kumpulan data numerik, handbooks, manual, bibliografi, yearbook, gazetter, atlas, index dan abstrak. 3. Koleksi dengan akses terbatas (Controlled Acces Collection). Koleksi ini terdiri dari materi yang sering digunakan pemakai seperti tesis, laporan penelitian, pictorial works, kumpulan soal-soal, publikasi resmi pemerintah (official publication), brosur-brosur instansi/lembaga. 4. Koleksi serial/jurnal. Koleksi ini terdiri dari jurnal, surat kabar, buletin dan majalah populer baik yang sudah lama maupun baru terbit. 5. Koleksi multimedia dan elektronik. Koleksi ini terdiri dari audio dan video kaset, mikrofilm, mikrofiche, slides, tranparancies, CD, VCD, dan DVD. Termasuk di dalamnya CD-Rom database, ejournal, website, dan pangkalan data terpasang (online database) yang dapat juga diakses di luar perpustakaan dengan internet. 6. Koleksi spesial. Koleksi ini adalah material yang dianggap ”unik”, bertopik khusus, dan dianggap ”bernilai tinggi.” Contohnya seperti koleksi sastra Melayu, sastra Jawa, sastra nusantara, seni tari, seni suara, dan sebagainya. B. Fasilitas dan sarana. Fasilitas dan sarana adalah penunjang proses pelayanan dan penyediaan kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Diantara fasilitas dan sarana tersebut adalah:
5
-
Pintu pemeriksaan keluar masuk pengunjung.
-
Ruang membaca terbuka.
-
Ruang diskusi.
-
Ruang riset.
-
Ruang akses komputer, internet, dan wifi hotspot.
-
Pelayanan photo copy, scan, fax, dan printer.
-
Mini teater.
-
Ruang/kotak penitipan buku.
-
WC, toilet, dan gudang yang memadai.
-
Seluruh ruang yang ber-AC.
-
Penerangan dan pencahayaan yang cukup, serta sirkulasi udara yang lancar.
-
Tempat parkir yang luas.
-
Lokasi yang strategis, bebas banjir, mudah dikenal dan dicapai alat ransportasi.
C. Pelayanan. 1. Peminjaman antar pustaka (inter-library loan). Adalah pelayanan peminjaman bahan pustaka yang tidak terdapat dalam koleksi perpustakaan bersangkutan sehingga meminjamnya dari perpustakaan lain yang mempunyai/berada dalam kelompok kerjasama antar perpustakaan. 2. Pelatihan bagi pengguna (user education). Perpustakaan
menyediakan
pelatihan
bagi
para
pengguna
agar
dapat
memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada dalam perpustakaan secara optimal. Jenis pelatihan tersebut seperti pencarian informasi yang terdapat di dalam abstrak, indeks, database, internet, mesin pencari (search engine), dan sumber-sumber informasi lain.
6
3. Pemesanan peminjaman buku (reservation). Yaitu pelayanan pemesanan buku yang sedang dalam peminjaman orang lain, dimana pengguna dapat segera meminjam buku tersebut segera setelah buku dikembalikan. 4. Referensi cepat (quick reference). Pustakawan yang berkompeten siap sedia membantu pengguna mencari informasi yang mereka butuhkan. Mereka ditempatkan di meja informasi tertentu sesuai dengan jenis koleksi. 5. Pencarian literatur (literature search). Perpustakaan berlangganan beberapa CD-ROM dan online database yang berisikan indeks, abstrak, atau full articles tentang berbagai macam topik untuk melayani kebutuhan pecarian literatur/rujukan. 6. Bantuan pencarian. Apabila buku yang dicari tidak ada di raknya, pengguna dapat meminta petugas yang berada di kaunter sirkulasi untuk menolong mencarikannya. 7. Mesin peminjaman sendiri (self-service machine). Self-service machine tersedia di beberapa tempat tertentu yang gunanya adalah untuk
membantu
pengguna
meminjam
buku
dan
memperpanjang
masa
peminjamannya tanpa harus berhubungan dengan petugas. 8. Pelayanan pencarian database (database search service). Pengguna dapat memanfaatkan sejumlah CD-ROM dan online database yang memuat indeks, abstrak, dan full-text article dengan berbagai macam subjek. 9. Pelayanan pengembalian buku langsung (bookdrop service).
7
Bookdrop terdapat di beberapa tempat menempel di dinding luar gedung perpustakaan dan terbuka selama 24 jam penuh. Pengguna dapat langsung mengembalikan buku yang dipinjam tanpa harus berhubungan dengan petugas di kaunter sirkulasi. Menurut Sutarno (2006), sebuah perpustakaan masa depan idealnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1). Dikenal luas oleh masyarakat pemakainya. (2). Dibutuhkan oleh masyarakat, karena masyarakat merasakan ada manfaat yang dapat diperoleh atas keberadaan perpustakaan. (3). Mempunyai citra atau image yang baik dan positif di tengah masyarakat pemakainya. (4). Dekat dengan pemakainya, dalam pengertian saling membutuhkan dan saling melengkapi. (5). Sebagai lembaga yang berfungsi melayani, harus memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan, mempelajari kecenderungan konsumen, dan mengamati tren perubahan kebutuhan pemakai. Lebih spesifik lagi Saeteren (2000) menegaskan bahwa perpustakaan masa depan selayaknya memenuhi kriteria sebagai berikut (1). Memberikan cukup kemungkinan bagi pengumpulan dan pengolahan informasi dan pengetahuan. (2). Menyediakan fasilitas, sumberdaya dan informasi yang dapat diakses oleh kelompok maupun perorangan, dan bertindak sebagai gerbang menuju jasa dan sumberdaya pihak lain. (3). Menyediakan sarana untuk bertemu, bekerja dan belajar. (4). Berfungsi sebagai tempat bertemu bagi interaksi dari keanekaragaman pribadi, dan merupakan pusat bagi kota besar. (5). Merupakan salah satu simpul jaringan budaya dan pengetahuan dari kehidupan kota. Akhirnya dengan disahkannya Undang-undang Perpustakaan (UU no. 43/2007) sebagai payung hukum penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia akan membangkitkan lagi kesadaran kita untuk lebih memperhatikan kelangsungan perpustakaan dan
8
pemberdayaannya. Pemberdayaan perpustakaan harus dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan akses yang sebesar-besarnya terhadap informasi dan pengetahuan. Untuk itu ke depan perlu dirancang suatu model perpustakaan masa depan yang benar-benar memenuhi kriteria seperti diuraikan di atas.
9