People Control Agung Praptapa

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View People Control Agung Praptapa as PDF for free.

More details

  • Words: 2,354
  • Pages: 7
PEOPLE CONTROL Oleh: Agung Praptapa Universitas Jenderal Soedirman

Bila result control menekankan pada hasil akhir pekerjaan seseorang, dan action control menekankan pada apa yang sedang dilakukan oleh seseorang, people control menekankan pada tipe orang yang dipilih untuk melakukan pekerjaan. People control (pengendalian orang) adalah suatu strategi pengendalikan yang memfokuskan pada tipe-tipe orang yang dipilih, yang dapat dipercaya untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan. People control biasanya dilakukan bila manager atau pihak-pihak yang melakukan pengendalian tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang bagaimana suatu pekerjaan seharusnya dilakukan. Misalnya, seorang pengusaha rumah makan memilih koki yang dia yakini bisa memasak dan mengetahui apa dan bagaimana membuat masakan yang enak dan disukai konsumen. Disini sang pengusaha tidak bisa memasak, dan tidak memiliki pengetahuan tentang produk-produk masakan yang terkini. Namun dia menguasasi prinsip-prinsip bisnisnya. Contoh lain adalah pekerjaan-pekerjaan riset dan seni. Disini apabila manajer bukan periset, ia akan memilih mengendalikan dengan people control, dengan memilih periset yang ia percaya. Pekerjaan seni juga demikian, bila manajer bukan seniman, maka ia akan memilih seniman yang ia percaya. Perlu diingat, pemilihan tipe orang yang dimaksud disini bukan dibatasi pada tipe profesi tertentu. Secara umum yang dimaksud tipe orang disini adalah orangorang yang memenuhi kualifikasi tertentu. Jadi disini termasuk tipe kepribadian tertentu, tingkat kecerdasan tertentu, pengalaman kerja tertentu, dan kriteria tipe lainnya yang dianggap penting untuk tercapainya tujuan organisasi. People control dipilih untuk meyakinkan organisasi bahwa orang dapat mengendalikan perilaku diri sendiri maupun saling mengendalikan perilaku antar orang-orang yang ada didalam organisasi. Jadi diharapkan terjadi apa yang disebut sebagai self monitoring (memonitor diri sendiri) dan mutual monitoring (saling memonitor). Dua pendekatan tersebut disebut sebagai pengendalian personal (personnel control) dan pengendalian kultural (cultural control). Pengendalian Personal Pengendalian personal mendasarkan pada suatu pandangan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mengendalikan diri sendiri. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang memiliki kesadaran untuk mengerjakan sesuatu yang benar dan mereka akan mendapatkan kepuasan apabila berhasil melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar, dan juga kepuasan bila organisasi dimana ia berada mendapatkan suatu keberhasilan.

Pengendalian personal dalam buku-buku manajemen sering dibahas dengan terminologi yang berbeda seperti pengendalian diri, motivasi dari dalam diri sendiri, etika dan moralitas, saling percaya dan suasana kerja, serta loyalitas. Meskipun tidak sama persis namun demikian pokok-pokok bahasannya kurang lebih berdekatan. Terdapat tiga cara untuk menerapkan pengendalian personal, yaitu melalui seleksi dan penempatan kerja, pelatihan, dan perancangan kerja.

Seleksi dan penempatan kerja Suatu organisasi melakukan seleksi dan penempatan yang tepat untuk mendapatkan orang yang tepat untuk melakukan suatu pekerjaan dan kemudian memberikan lingkungan kerja yang baik serta menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian bahwa pekerjaan akan dapat berjalan secara baik dan benar. Terdapat berbagai cara untuk mendapatkan orang yang tepat. Organisasi dapat melakukan sendiri proses rekruitmen tersebut, menyerahkan kepada professional atau perusahaan rekruitmen melalui outsourcing, dan kombinasi antara keduanya. Training Training (pelatihan) adalah kegiatan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi karyawan maupun manager agar mereka dapat melakukan pekerjaan dengan produktivitas dan kualitas yang lebih baik. Seperti halnya seleksi kerja, training juga dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan, dilakukan oleh pihak ketiga, atau kombinasi antara keduanya. Training yang dilakukan sendiri oleh perusahaan (in house training) dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal. Cara-cara formal adalah melalui pelatihan klasikal (didalam kelas seperti kuliah) dan training melalui kerja dengan pendampingan (on the job training). Sedangkan training yang tidak formal adalah dengan memberi kesempatan bagi karyawan untuk saling belajar. Karyawan dapat mengamati pekerjaan karyawan lain bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan kemudian karyawan yang mengemati tersebut mempraktekan apa yang diamati untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan tugasnya. Beberapa perusahaan untuk menjamin kelangsungan informal training mengadakan suatu kegiatan yang disebut pelajaran satu titik (one point lesson). Di one point lesson, semua karyawan dibagi menjadi kelompok kecil yang berjumlah sekitar 5 orang. Anggota kelompok setiap hari mengadakan pertemuan sebelum masuk kerja. Pertemuan pagi hari ini dapat digabung dengan acara minum teh pagi (morning tea) dimana seluruh karyawan berkumpul bersama dalam suatu ruangan sambil minum teh. Dalam morning tea ini karyawan dapat saling berkomunikasi dan dapat juga digunakan untuk memberikan informasi dari manajemen. Jadi seperti apel pagi. Yang membedakan one point lesson dengan morning tea adalah pola berkomunikasinya. Kalau di morning tea karyawan bisa berkomunikasi secara bebas dan acak dengan topik yang tidak diatur, dalam one point lesson salah

satu anggota kelompok harus memberikan informasi kepada anggota kelompok lainnya tentang pekerjaan yang sehari-hari ditangani. Gunanya adalah agar anggota lainnya mendapatkan pengetahuan tentang pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain dalam perusahaan, baik yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya maupun yang tidak berkaitan langsung. Hal ini akan berakibat pada pemahaman yang lebih baik antar karyawan tentang pekerjaan orang lain sehingga kegiatan perusahaan secara keseluruhan juga dapat dimengerti lebih baik. Setiap hari hanya satu orang yang memberikan pelajaran (lesson) kepada anggota kelompoknya, yang berlangsung hanya sekitar 5 menit. Mereka bergantian setiap hari, hingga dalam setiap putaran semua anggota kelompok sudah pernah memberikan pelajaran. Kelompok ini setiap satu bulan sekali akan diacak lagi, sehingga diharapkan setiap orang didalam perusahaan tersebut sudah pernah bertemu dalam satu kelompok. Perancangan Kerja Pekerjaan seluruh elemen organisasi harus dirancang sebaik-baiknya agar karyawan termotivasi untuk bekerja yang terbaik untuk organisasi. Di dalam perancangan kerja yang baik, karyawan yang lebih berkualitas akan memiliki kesempatan yang lebih pula didalam mencapai sukses organisasi maupun karir. Perancangan kerja yang baik akan menunjukkan jalur karir (carrier path) yang jelas dan terbuka bagi semua orang sehingga semua orang memiliki informasi yang cukup tentang bagaimana mereka dapat meniti karir di organisasi tersebut. Pengendalian Kultural Pengendalian kultural terjadi saat orang-orang di dalam suatu organisasi saling melakukan pengamatan dan pengawasan sehingga di antara mereka terjadi suatu ikatan emosional, dan kemudian muncul suatu norma serta nilai bersama (group norm and value).Pengendalian kulturan akan meningkatkan rasa kebersamaan yang berkenaan dengan tradisi, norma, kepercayaan, idiologi, sikap, dan perilaku. Bagaimana agar pengendalian kultural dapat dibangun? Setidak-tidaknya bisa dilakukan dengan lima cara, yaitu melalui tata laksana (codes of conduct), penghargaan kelompok (group based reward), transfer internal (intra organizational transfer), penataan fisik dan social (physical arrangement), dan contoh dari atasan (tone at the top). Tata Laksana Tata laksana suatu organisasi tidak bisa lepas dari filosofi, visi, dan misi organisasi tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut maka pernyataan tentang tiga hal tersebut akan menjadi acuan dalam operasional organisasi. Filosofi organisasi pada umumnya merupakan pemikiran dari para pendiri organisasi. Filosofi pendiri akan mewarnai filosofi organisasi, dan selanjutnya filosofi organisasi akan mewarnai visi organisasi. Visi adalah pernyataan mengenai cita-cita organisasi. Dengan kata lain, visi adalah pernyataan untuk menjawab pertanyaan “mau menjadi apa kita nanti?” Misi yang baik harus berpandangan jauh ke depan (far reading), menantang (challenging), dan merangsang orang untuk bergerak menuju kesana

(stimulating). Mengapa visi menjadi penting untuk pengendalian kultural? Karena visi bisa menjadi ‘impian bersama’ bagi orang-orang yang ada di dalam organisasi. Orang akan bergerak ke ‘arah’ yang sama dan ini kekuatan yang luar biasa! Orang akan tidak mudah bergerak ke arah yang berbeda karena terbawa arus orang lain yang sedang bergerak menuju arah yang sama. Bila visi berbicara mengenai cita-cita dan arah, misi berbicara mengenai apa yang harus kita lakukan untuk mencapai cita-cita tersebut. Menurut Thompson & Strickland (2003) pernyataan misi seharusnya mengandung unsur what, who, dan how. Yang dimaksud what disini adalah pernyataan yang jelas tentang apa sebenarnya yang diperlukan oleh kustomer. Who adalah pernyataan tentang siapa-siapa yang harus kita berikan kepuasan, sedangkan how berbicara mengenai bagaimana menciptakan nilai dan memuaskan kustomer kita. Misi akan mendorong pengendalian kultural karena dengan adanya pernyataan misi yang jelas maka orang-orang dalam suatu organisasi akan memiliki kesamaan difinisi tentang siapa mereka dan bagaimana mereka akan mencapai citacitanya. Kalau orang-orang sudah merasa memiliki kesamaan identitas dan keunikan yang sama, maka akan terdapat kesamaan langkah bagi mereka untuk mencapai cita-citanya. Dengan demikian, akan menjadi jelas mana yang dianggap benar dan tepat bagi organisasi tersebut. Setelah memiliki visi dan misi yang jelas, suatu organisasi harus mampu mendayagunakan orang-orang yang ada didalamnya untuk menjalankan misinya munuju visi yang telah ditetapkan. Agar orang orang di dalam organisasi serta elemen-lemen organisasi bekerja optimal, disamping pernyataan visi dan misi, diperlukan pula suatu pernyataan organisasi mengenai nilai dan komitmen oganisasi dalam bentuk kode etik, standard operating procedures (SOP), dan bisa pula diwujudkan memalui suatu moto. Penghargaan Kelompok Penghargaan adalah insentif positif yang diberikan kepada mereka-mereka yang berprestasi. Untuk itu maka sudah sewajarnya karyawan suatu organisasi bersaing untuk berprestasi. Sayangnya, kompetisi antar karyawan bisa merusak kebersamaan. Untuk itu maka perlu dipertimbangkan adanya penghargaan untuk kelompok (group based reward). Penghargaan kelompok akan mendorong orang untuk perprestasi bersama. Orang memiliki kesempatan untuk saling mengisi dan saling menutup kekurangan satu dan lainnya. Penghargaan kelompok dapat berbentuk bonus dan bentuk penghargaan lain yang membanggakan kelompok yang berprestasi. Bonus dapat berupa uang maupun bentuk lain yang bisa dinilai dengan uang seperti kesempatan untuk wisata ke luar negeri untuk kelompok yang berprestasi misalnya. Disamping bonus, penghargaan yang bersifat pengakuan (recognation) juga penting. Ini bisa berupa piagam penghargaan, pengumuman di depan publik, atau cara-cara lain yang unik, yang dapat membanggakan kelompok. Sebagai contoh, ada perusahaan yang mengibarkan bendera kelompok (team flag) bagi kelompokkelompok atau tim yang mencapai target. Walaupun penghargaan ini tidak berupa materi, tetapi penghargaan tersebut sangat membanggakan tim. Suatu

tim akan berusaha supaya benderanya berkibar setiap hari, dan tim yang benderanya belum berkibar akan bekerja keras agar bendera timnya dapat berkibar. Transfer Internal Transfer internal adalah memindahkan posisi seseorang ke posisi lain di dalam suatu organisasi. Dengan mutasi internal ini diharapkan orang akan saling memberikan pengaruh positif dan memberikan energi baru ditempat baru. Memang ada resiko terjadinya penyebaran pengaruh negatif, namun setidaktidaknya mutasi internal memberikan kesempatan seseorang untuk memulai sesuatu yang baru dan memperbaiki diri. Transfer internal akan membuka wawasan seseorang tentang organisasi secara keseluruhan, sehingga mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang organisasi tersebut. Dengan adanya transfer internal, seseorang memiliki kesempatan yang lebih luas untuk membandingkan kinerja dirinya dengan kinerja orang lain. Dikatakan dalam teori ekuitas (equity theory) bahwa seseorang akan membandingkan pekerjaan dan hasilnya dengan orang lain dan akan berusaha untuk menghilangkan perbedaan yang ada (Robbins, 2003). Jadi, menurut teori ekuitas, seseorang akan selalu membandingkan seberapa keras saya bekerja dan seberapa keras pula orang lain bekerja. Setelah itu orang cenderung akan membandingkan antara apa yang ia peroleh dan apa yang diperoleh oleh orang lain. Transfer internal akan memberikan pemahaman yang baik bagi semua karyawan tentang seberapa jauh ia telah memberikan kontribusi kepada organisasi dibanding dengan orang lain dalam organisasi tersebut. Seseorang yang terlampau lama disuatu posisi tertentu akan membuat yang bersangkutan memiliki ‘rasa memiliki’ yang berlebihan terhadap unit tertentu. Rasa memiliki (self belonging) memang sangat diperlukan, namun rasa memiliki yang ‘berlebihan’ terhadap suatu ‘unit’ tertentu bisa mengaburkan rasa memiliki organisasi secara ‘keseluruhan’. Disamping itu, dari aspek pengendalian, membiarkan seseorang disuatu posisi akan membuka peluang kolusi. Padahal, kolusi adalah musuh utama dari suatu sistem pengendalian. Maksudnya disini adalah, sebaik apapun suatu sistem akan menjadi tidak berarti apabila terjadi kolusi diantara orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut. Penataan Fisik Mengendalikan orang dapat dilakukan melalui penataan fisik seperti susunan ruang kerja, dekorasi interior, dan pengaturan busana. Ruang kerja yang menyediakan satu ruang untuk satu orang akan membuat orang lebih individualis dari pada bila terdapat beberapa orang dalam satu ruang kerja. Bila dalam satu ruang kerja terdapat beberapa orang, setidak-tidaknya masingmasing bisa melihat apa yang sedang dilakukan orang lain dalam satu ruang tersebut. Orang akan terbawa irama kerja orang lain. Bila irama kerjanya cepat dan produktif maka orang akan tidak nyaman untuk bersantai-santai dalam ruang kerja tersebut. Sehingga pilihan agar nyaman bekerja adalah dengan mengikuti kecepatan kerja dan produktivitas orang lain dalam ruang tersebut. Namun sebaliknya, bila kebanyakan orang dalam ruang tersebit bekerja santai

dan tidak produktif, hal tersebut akan mempengaruhi irama kerja orang lain pula. Mereka bisa saja ikut-ikutan santai. Tapi perlu diingat, bahwa hal tersebut bukan merupakan rumus yang pasti. Dalam beberapa kasus, tetap saja orang tidak terpengaruh oleh irama kerja orang lain di dalam satu ruang yang sama. Namun ini jarang terjadi. Rancangan interior juga mempengaruhi bagaimana orang saling mengendalikan orang lain. Ruangan yang dirancang transparan, dengan menggunakan kaca yang tembus pandang, dimana saat bekerja bisa dilihat orang lain, akan berbeda pengaruhnya terhadap terjadinya saling memonitor dengan apabila ruang tertutup rapat sehingga orang di luar ruangan tidak bisa melihat apa yang terjadi didalam ruangan tersebut. Disamping ruang kerja, pakaian kerja juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya saling memonitor antara satu orang dengan lainnya. Pada suatu rumah sakit, karyawan rumah sakit yang mengenakan busana serba putih dengan tanda pengenal tertentu, dan pasien yang menggunakan busana tertentu, akan memudahkan orang untuk mengidentifikasi, siapa yang karyawan, siapa pasien, dan siapa yang pengunjung. Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan seragam tertentu pada hari-hari tertentu akan memiliki perasaan tidak nyaman apabila pada jam kantor mereka berada di komplek pertokoan untuk melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Pakaian seragan suatu perusahaan juga akan meningkatkan rasa kebersamaan antar orang-orang yang berseragam sama. Contoh atasan Pernyataan pimpinan harus konsisten dengan kultur organisasi yang sedang dibangun. Yang lebih penting lagi, perilaku pimpinan harus konsisten dengan apa yang dikatakan. Konsistensi pimpinan, antara yang dikatakan dan yang dilakukan, akan sangat penting di dalam pemupukan rasa saling percaya (trust) antar karyawan. Kalau kata-kata pimpinan saja tidak bisa dipercaya, bagaimana kita bisa percaya dengan kata-kata sesama teman kerja? Jadi, iklim saling percaya (trust atmosphere)sangat ditentukan seberapa jauh karyawan mempercayai atasannya, dan ini dipengaruhi oleh konsistensi perkataan dan perilaku pimpinan. Kelebihan dan Kekurangan People Control People control konsisten dengan kecenderungan orang untuk memiliki kendali pada diri sendiri dan juga saling mengendalikan antar orang-orang yang berada dalam suatu organisasi. Dengan demikian people control merupakan bentuk pengendalian yang bersifat natural. People control juga tidak memerlukan suatu sistem yang rumit untuk menerapkannya sehingga tidak memerlukan biaya besar. Kebanyakan organisasi didominasi oleh people control dari pada bentuk kontrol yang lain. Kelebihan lain dari people control adalah dari aspek efek samping. People control tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan. Namun demikian, people control sangat dipengaruhi oleh keseriusan pimpinan di dalam membentuk kultur organisasi. Kata-kata dan perilaku pimpinan sangat

penting disini. Ini bisa dianggap kelebihan people control apabila dalam organisasi tersebut memiliki pimpinan dengan karakter yang kuat, namun apabila tidak, hal tersebut akan mempengaruhi keberhasilan pembentukan kultur organisasi. Jadi dengan kata lain, salah satu kelemahan people control adalah sangat bergantungnya pada karakter pimpinan. Meskipun people control dapat dibantu dengan adanya sistem kerja yang baik, namun tetap saja keseriusan pimpinan menjadi kunci.

Diselesaikan pertama kali : 25 Maret 2009.

Related Documents