Judul Jurnal: Identifikasi Penyakit Jati (Tectona grandis) dan Akasia (Acacia auriculiformis) di Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah Penulis: Burhan Ismail dan Illa Anggraeni Penyakit layu bakteri tersebut disebabkan oleh Bakteri Pseudomonas tectonae. Gejala kelayuan pada jati diawali dengan timbulnya kelayuan, kelayuan ini bisa secara temporer atau permanen. Kelayuan temporer yaitu kelayuan yang hanya tampak pada siang hari dan sore harinya tanaman kembali segar, sedangkan kelayuan permanen yaitu tanaman menampakkan gejala layu seterusnya. Layunya bagian daun dapat serentak ataupun perlahan-lahan, dimulai dari bagian daun atau pucuk daun yang lama kelamaan seluruh daun akan layu dan berwarna kuning kecokelat-cokelatan dan menghitam seperti terbakar, daun luruh yang diikuti dengan kematian tanaman dalam waktu yang relative singkat. Dalam waktu yang relative singkat bibit maupun tanaman muda mati kering. Kelayuan dan kekeringan tanaman diakibatkan oleh bakteri yang merusak dan menyumbat jaringan pembuluh angkut sehingga penyaluran bahan makanan dan air tanah terhambat (Mitchell, 1962 dalam Suharti dan Intari, 1974). Infeksi bakteri ke dalam tanaman melalui akar yang terluka atau melalui tanaman inang perantara yang ada di sekitarnya. Penyebaran bakteri dapat melalui air dan alat-alat pertanian yang digunakan. Bakteri dapat bertahan di dalam tanah pada suhu 30,5 ⁰ C – 36,1 ⁰ C dan suhu optimum untuk perkembangannya adalah 25 ⁰ C – 30 ⁰ C (Rahayu, 1999). Penyakit layu bakteri tersebut disebabkan oleh Bakteri Pseudomonas tectonae. Untuk pengendalian penyakit layu bakteri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara biologi, cara kimiawi, dan cara silvikultur. Untuk serangan pada masa persemaian, cocok dilakukan pengendalian dengan cara biologi dan kimiawi. Adapun untuk kasus serangan pada tanaman yang sudah ada di lapangan, maka cara silvikultur lebih efektif dan aman. -
Cara biologi, dilakukan dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dengan konsentrasi 108 cfu/ml dengan dosis 15-25 ml/pot semai, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. Hasil uji coba Pseudomonas fluorescens efektif menekan bakteri patogen P. Tectonae, dengan meningkatnya persen tumbuh bibit dari 70% menjadi 100%.
-
Cara kimiawi, menggunakan bakterisida, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran.
-
Cara silvikultur, dilakukan dengan menyediakan lingkungan tempat tumbuh tanaman hutan sehingga dapat diperoleh tanaman sehat dengan produktivitas tinggi. Aplikasi silvikultur untuk penanganan penyakit layu bakteri adalah dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan jenis tumpang sari pada tanaman pokok jati. Kedua langkah tersebut perlu dilakukan agar dapat diperoleh zona perakaran jati yang sarang, tidak jenuh air, sebuah persyaratan yang dibutuhkan bagi budidaya jati yang sehat. Perbaikan drainase lahan dilakukan dengan pembuatan parit-parit drainase khususnya di daerah-daerah dengan topografi datar. Jenis tumpangsari jati dengan padi cenderung menciptakan lingkungan tempat tumbuh yang buruk bagi tanaman pokok jati.