Pengobatan Medis Pandangan Islam

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengobatan Medis Pandangan Islam as PDF for free.

More details

  • Words: 2,313
  • Pages: 10
PENGOBATAN MEDIS : PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DAN MODEREN1 Oleh : Dr. Dirwan Suryo Soularto2

Pendahuluan Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali Allah SWT dengan akal, disamping dengan instink (garizah) yang mendorong manusia untuk mencari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melestarikan hidupnya seperti makan, minum dan tempat berlindung. Dalam mencari tersebut, manusia akan mendapat pengalaman yang baik, dan tidak kurang pula pengalaman yang membahayakan, maka akallah yang mengolah,

meningkatkan

serta

mengembangkan

pengalaman

tersebut

untuk

memperoleh hasil yang lebih baik. Karena itu, manusia selalu dalam proses mencari dan menyempurnakan, hingga selalu progresif.

Berbeda dengan binatang yang hanya

dibekali dengan instink saja, hingga hidup mereka sudah terarah dan bersifat statis. Akallah yang membentuk serta membina kebudanyaan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya termasuk dalam bidang pengobatan. Pengobatan Medis Pengobatan ialah suatu kebudanyaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh kepercanyaan dan kenyakinan, karena manusia telah merasa di dalam alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia. Baik yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupun yang tidak dirasakannya yang mereka bersifat ghaib. Pengobatan inipun tidak lepas dari pengaruh kepercanyaan atau agama yang di anut manusia. Mengenai pengobatan, terdapat dua hadis yang terkenal, yakni mewajibkan berobat bila sakit dan melarang berobat dengan yang haram.

1 2

Bahan E-learning Blok XVI Fakultas Kedokteran UMY, Maret 2007 Pusat Studi Kedokteran Islam, Fakultas Kedokteran UMY.

Usumah bin Syarik berkata, “Di waktu saya beserta Nabi Muhammad SAW., datanglah beberapa orang badui, lalu mereka bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti berobat?”, Jawab beliau, “Ya, wahai hamba Allah, berobatlah kamu, karena Allah tidak mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya, kecuali satu penyakit”. Tanya mereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau menjawab, “Tua”. (HR. Ahmad).

Abu Darda’ berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnyqa Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan-Nya bagi tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Daud). Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan nonmedis. Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis menjadi tiga pendapat, yakni : 1. Pendapat pertama : Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dinisbatkan kepada para dokter klasik dan Ibnu Rusyd-Al-Hafidz. 2. Pendapat kedua : Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit. Pendapat ini dinisbatkan kepada Galinus dan dipilih oleh Dawud Al Antoky dalam bukunya Tadzkirah Ulil Albab. 3. Pendapat ketiga : Ilmu yang diketahui dengannya kondisi-kondisi tubuh manusia dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina.

Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi arti dan kandungannya saling berdekatan, meskipun definisi ketigalah yang memiliki keistimewaan karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditunjukkan oleh definisi pertama dan kedua.

Sehingga

istilah

pengobatan

medis

dapat

disimpulkan

sebagai

suatu

kebudanyaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup didasarkan pada ilmu yang diketahui dengannya kondisi-kondisi tubuh manusia dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia merupakan hasil proses panjang yang diawali secara tradisional hingga menjadi moderen seperti sekarang. Apa peran dan pandangan Islam terhadap hal tersebut, akan dibahas pada tulisan berikut.

Pengobatan Tradisional dalam pandangan Islam Sebelum Islam diturunkan, manusia sudah mempunyai pengetahuan dan cara pengobatan yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman. Hal ini dinamai pengobatan tradisional yang banyak berdasarkan pada kegelapan mistik. Mereka percaya bahwa dunia ini dikuasai oleh mahkluk ghaib yang baik dan yang jahat terhadap manusia. Makhluk inilah yang menyebabkan datangnya bencana dan penyakit. Dukun-dukun atau orang-orang tua merekalah yang berhubungan dengan makhluk ghaib tersebut. Dukundukun inilah yang nanti menjadi orang yang mengobati. Tiap dukun mempunyai cara tersendiri dalam memperoleh ilmu pengobatan dan dalam membuat diagnosa penyakit serta mengenai pengobatannya, yang kesemuanya dipengaruhi juga oleh kebudanyaan suku-suku dan agama mereka. Dukun di Jawa berbeda dari dukun di Bali dan Sumatera. Dukun suku Batak akan berbeda dari dukun suku Minang dan sebagainya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengobatan tradisional ini di manapun (termasuk Indonesia), adalah pengobatan yang primitif, jadi tidak ilmiah dan spekulatif, mistik, magik dan statis serta tidak dapat diajarkan. Jampi-jampi dan rajah serta azimat dilarang oleh Islam, karena semua itu membawa manusia kepada sikap syirik yang mempercanyai bahwa azimat, huruf-huruf dan tulisan-tulisan, walaupun ayat Al Qur’an, dapat menyembuhkan atau mencegah penyakit. Ada pengobatan tradisional dalam bentuk lain yang tidak menghubungkan diri dengan ruh halus sebagai penyebabnya, yaitu hanya berdasarlan gejala/keluhan penatpenat, lemah badan, atau pusing-pusing dan obatnya ialah berupa daun-daunan yang dinamai jamu, dalam berbagai nama yang sesesuai dengan penyakitnya seperti sembelit, kurang nafsu makan atau penyakit kencing manis dan sebagainya. Jamu-jamu juga termasuk jenis obat-obatan yang primitif, karena belum sempat diteliti secara ilmiah, seperti mengenai ikatan-ikatan kimia apa saja yang memberikan khasiat

pengobatan. Meskipun akhir-akhir ini beberapa jamu mulai diteliti, dikemas dan dikelola secara lebih baik hingga muncul istilah fitofarmaka, namun sebagian besar jamu (terutama di Indonesia) masih bersifat spekulatif dan intuitif. Jamu bukan mistik dan bukan pula magik, tetapi masih bersifat statis dan belum ilmiah. Ada pengobatan tradisional macam lain, yakni pijat (massage) bagi yang patah tulang atau akupressure dengan menekan beberapa bagian tubuh tertentu. Pengobatan tradisional asing seperti dari Cina yang dikenal dengan akupuntur/akupressur dan Pa Hou Kuan (bekam; hijamah) dan dari India berupa obat tabib. Pada dasarnya obat tradisional seperti ini diperbolehkan dalam Islam selama tidak merusak diri sendiri dan orang lain. Dan lebih penting lagi adalah pengobatan tradisional diperbolehkan oleh Islam selama tidak membawa kepada syirik seperti jampijampi, berdoa kepada ruh halus atau azimat, karena Islam berarti keselamatan, sebagai agama tauhid yang rasional dan tidak mistik. Pengobatan tradisional ini akan tetap subur di Indonesia, selama umatnya masih percaya kepada hal-hal mistik, supranatural, ruh halus dan ruh jahat, serta selama derajat pendidikan masih rendah dan terutama karena pengertian mengenai Islam belum mendalam hingga belum mengerti serta menghanyati arti dan makna tauhid. Pengobatan tradisional “Jahiliyah Arab”, mulai di-Islamkan oleh Rasulullah waktu beliau telah hijrah ke Madinah. Saat itu beliau mempunyai masyarakat Islam, sedangkan Makkah masyarakat Islam belum ada. Sebenarnya pengobatan Islam telah dimulai sewaktu beliau mewajibkan pengikutnya melakukan shalat, sebagai suatu kewajiban yang beliau terima sewaktu mi’raj. Shalat dimulai dengan wudlu. Wudlu merupakan bagian dari thaharah, dengan menggunakan air suci dan mensucikan. Thaharah berarti higiene (kebersihan), sedangkan kebersihan adalah pangkal kesehatan. Beliau juga memberikan garis-garis besar mengenai kesehatan dan pengobatan seperti mengatur makanan, pakaian dan tidur. Tentang makan beliau bersabda :

“Kami adalah kaum yang tidak makan hingga lapar dan bila kami makan, kami tidak sampai kenyang”. Garis-garis besar pengobatan tradisional yang diberikan rasul diantaranya melarang “kai”, yakni meletakkan besi panas pada bagian tubuh yang sakit, melarang

jampi-jampi atau mantera-mantera yang membawa kepada syirik. Beliau banyak mengajarkan untuk minum madu. Pengobatan Moderen dalam Pandangan Islam Pengobatan moderen berasal dari pengobatan tradisional. Dia merupakan perkembangan hasil kerja akal manusia yang diberi kesempatan untuk aktif memikirkan dan merenungkan kehidupan ini. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT, untuk menuntun manusia dalam mengembangkan dan mengamalkan akal pikirannya, guna kebaikan manusia dan alam sekitarnya, hingga dia dapat melaksanakan tugasnya sebagai “khalifah” yang diperintahkan untuk mengelola segala di bumi ini dengan baik. Simaklah firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 29-30 :

“Dialah yang menjadikan apa yang berada di bumi semuanya buatmu. Kemudian Dia menghadap ke langit, kemudian Dia jadikan atas tujuh langit dan Dia terhadap tiap-tiap sesuatu Maha Tahu”.

“Dan ingatlah tatkala Tuhan engkau berkata kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah....” dan seterusnya. Islam diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kebodohan kepada cahaya yang terang benderang. Di antara mahluk yang berakal (malaikat, jin dan manusia), maka manusialah yang tertinggi dan terpintar karena ilmu yang diberikan Allah kepadanya, sehingga malaikat dan jin pun diperintahkan Allah untuk sujud kepadanya. Simak firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 35 :

“Dan ingtalah tatkala Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali iblis, enggan dia dan dia menyombong karena adalah dia dari mahluk yang kafir”. Islam menjelaskan kepada manusia, bahwa mereka harus menyembah dan patuh hanyalah Allah yang tunggal, bukan setan atau mahluk lainnya. Manusia harus menyesuaiakan hidupnya dalam segala aspek dengan petunjuk Alah, termasuk dalam aspek pengobatan. Islam menjelaskan

bahwa

penyakit

apapun macamnya,

Allahlah

yang

menjadikannya dan Allah pula yang menyediakan obatnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW.

“Sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan penyakit, melainkan Dia telah menurunkan buat penyakit itu penyembuhannya, maka berobatlah kamu”. (HR Nasai dan Hakim) Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang terdiri dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca AL Qur’an dan untuk sakit fisik adalah materi, diantaranya adalah madu. Dalam salah satu hadis riwayat Wailah bin Al Asqa’ disebutkan bahwa ketika seorang sahabat mengeluh sakit kerongkongan kepada rasulullah, maka beliau bersabda :

“Bacalah Al-Qur’an dan minumlah madu, karena membaca Al-Qur’an merupakan obat untuk penyakit yang berada di dalam dada dn madu adalah obat untuk tiap penyakit”. Hadist tersebut juga mengajarkan bahwa bila mengobati manusia yang sakit haruslah bersifat holistik (menyeluruh), yakni mengobati fisik dan jiwanya sekaligus. Pada jaman moderen dewasa ini sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para dokter, mereka lebih banyak mengobati penyakitnya saja, bukan mengobati manusianya yang sakit.

Perlu diketahui bahwa Allah menurunkan segala penyakitnya tanpa menjelaskan secara terperinci mengenai jenis penyakitnya dan Alah menurunkan obatnya tanpa menyebutkan detail apa obatnya dan bagaimana memakainya. Masalah ini haruslah dikerjakan oleh manusia dengan akal, ilmu dan penyelidikan yang sekarang dinamai “science” bersama teknologinya. Apabila manusia mau mencari, maka Allah akan memberikan ilham-Nya kepada siapa saja yang mau mencari dan mengembangkan akalnya terlepas dari agama yang dianutnya, apakah dia Islam, ateis, Kristen, Hindu ataupun lainnya, sebagaimana ang terjadi di jaman ini. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Surat AL-‘Alaq ayat 1-5 :

“Bacalah dengan asma Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari ‘alaq (nidation). Bacalah. Dan Tuhanmu itu adalah Maha Mulia. Dia yang mengajarkan dengan qalam. Mengajari manusia apa yang ia tidak tahu”. Islam telah berjasa besar dalam membebaskan manusia dari kungkungan gereja yang tidak memperbolehkan manusia berpikir lain dari yang diajarkan gereja, seperti peristiwa dibunuhnya Galileo oleh gereja karena mengajukan pikiran yang berbeda dengan ajaran gereja. Ini masa yang dinamai masa kegelapan, saat orangorang dilarang berpikir bebas. Islam ikut membebaskan manusia dari kungkungan gereja tersebut. Islam justru menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya, berpikir luas hingga mendorong “masa pencerahan” di Eropa. Sebagai khalifah yang ditugaskan oleh Alah, maka manusia harus menguasai segala sesuatu yang berada di bumi ini, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan mengenai manusia. Simaklah firman rasulullah SAW. :

“Pikirkanlah mengenai ciptaan Allah dan janganlah pikirkan zat Alah, maka kamu akan tersesat”.

“Tuntutlah ilmu sejak lahir sampai ke liang lahat”.

“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina”

“Barang siapa yang menghendaki dunia, maka ia harus berilmu dan barang siapa yang menghendaki akhirat, maka ia harus berilmu dan barang siapa menghendaki keduamnya, maka ia harus berilmu”.

“Agama itu akal dan tidak ada agama bagi mereka yang tidak berakal”. Inilah dorongan untuk membangun ilmu pengetahuan (science), termasuk pengetahun pengobatan (medical science). Sewaktu Islam keluar dari jazirah Arab, umat Islam bertemu dengan pengobatan Persia, Yunani dan Hindia. Mereka menyerap segala macam pengobatan itu serta menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Mereka menterjemahkan buku kesehatan Yunani dan Mesir ke dalam bahasa Arab. Perkembangan yang pesat terjadi pada masa khalifah Abbasyiyah, setelah dimulai pada masa Khalifah Umayyah. Lebih pesat lagi pada masa keemasan Islam, disaat ekonominya maju dan keadaan negara makmur. Cordova dan Granada di Spanyol merupakan pusat ilmu yang di datangi oleh ahli-ahli barat. Pada saat itu muncullah doker-dokter muslim dengan kaliber

internasional seperti Ibnu Uthal dan Walid Abdul Malik, yang mendirikan perumahan untuk merawat penderita kusta; Ibnu Al Baytan yang menyibukkan dirinya dengan mengumpulkan tanaman-tanaman berkhasiat bagi pengobatan dan sebagainya, disamping menulis buku-buku mengenai kedokteran, bedah serta diet, Pada periode Abbassiyah, mereka mendirikan rumah sakit moderen di Baghdad. Jundihaspur di Iran merupakan pusat kesehatan dan pengobatan serta pendidikan kedokteran yang menarik dokter-dokter dari Mesir, Siria, India, Yinani dan Persia.

Baghdad

bertambah

terkenal

dengan

didirikannya

“Baitul

Hikmah”

(Perpustakaan Kerajaan) yang merupakan suatu pusat penterjemahan dari ilmu kedokteran dalam berbagai bahasa. Disini muncul dokter-dokter kenamaan seperti Muhammad inbu Zakaria Al-Razi yang lahir di Persia dengan salah satu bukunya “AlHawi”, tentang penyakit dalam. Dokter lain yang sangat terkenal saai itu adalah Abu Ali Ibnu Sina, sebagai bapak dokter muslim. Dia menulis buku yang terkenal, “Al-Qanun fil Thib” (Hukum-hukum Kedokteran). Dia dilahirkan di Persia Bukhara. Baghdad

menjadi kurang terkenal sesudah dihancurkan oleh Haluku, cucu

Jenghis Khan dari Mongolia. Dan Cordova sebagai pusat ilmu hilang namanya sesudah spanyol direbut kembali oleh raja Katolik. Dapat disimpulkan, bahwa Islam bersama dokter-dokternya telah menyumbang bagi dunia kedokteran moderen barat sebagaimana yang kita lihat sekarang. Hal penting yang harus selalu kita jaga dalah bahwa ilmu pengetahuan Islam, termasuk ilmu kedokteran, dalam pengembangannya harus selalu dikaitkan dengan mengingat Allah dan pemakaiannya disesuaikan dengan ajaran Islama sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran, ayat 191 :

“Mereka yang mengingat (zikir) kepada Allah sewaktu berdiri, duduk atau berbaring dam mereka pikirkan hal kejadian langit dan bumi. “Ya, Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ini sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kiranya kami dari azab neraka”. Perhatikanlah kedahsyatan Islam yang dapat mengubah manusia jahiliyyah penyembah berhala menjadi orang ilmiah yang selalu ingat kepada kemahabesaran Allah. Mereka merubah pengobatan mistik dan spekulatif-magik menjadi pengobatan

ilmiah yang tepat, objektif dan Islami. Pengobatan statis yang non-ilmiah menjadi pengobatan ilmiah yang progresip. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa Islam menghargai dan menyetujui pengobatan moderen, asal pemakaiannya disesuaikan dengan ajaran Islam dan tidak akan membawa ke jalan syirik serta dapat dipahami akal dan sesuai sunatullah.

Pustaka 1. Ali Akbar, 1988, Etika Kedokteran dalm Islam, Pustaka Antara, Jakarta 2. Ahmad Taha, 1992, Kedoktoran Islam, Percetakan Dewan Bahas dan Pustaka, Selangor, Malaysia 3. Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqithy, 1414 H, Hukum-hukum Pembedahan dalam Syariat Islam, Jurusan Fikih, Universitas Islam Madinah

Related Documents