Pengantar Psikologi

  • Uploaded by: Helmi Adam
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengantar Psikologi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,088
  • Pages: 17
BAB I PENDAHULUAN

Gambaran tentang siapa sesungguhnya manusia telah dijelaskan oleh Allah SWT melalui kitab suci Al-Quran dan di kembangkan lebih lanjut melalui sunnah Nabi Muhammad SAW. Manusia telah dibekali oleh Allah dengan akal dan potensi terpendam yang dapat dibina dan dikembangkan semaksimal mungkin melalui proses belajar mengajar. Potensi alamiah manusia untuk beragama menjadi bagian dari komponen fitrah, bersama potensi intelektual yang menjadi dasar berfikir kreatif dan potensi untuk hidup bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan realitas sehari-hari yang memperlihatkan ketika anak baru dilahirkan maka ia belum memiliki kesadaran beragama, kesadaran beragamanya muncul setapak demi tapak bergerak maju menuju kematangan tanpa menafikan adanya tantangan dan gangguan yang dapat mengubah warna dan menyimpang dari dasar keagamaan tersebut. Menurut perspektif psikologi agama, jiwa keagamaan manusia akan berkembang dengan menyesuaikan tingkat kematangan usia biologisnya, secra lebih khusus tahap perkembangan ini dikemukakan oleh Ronald Goldman yang mengategorikan kesadaran beragama menjadi tiga tingkat, yakni : pre-religious stage ( umur 6-10 tahun), sub religious stage (umur 10-4 tahun), dan personal religious phase (umur 14-18 tahun keatas). Proses perkembangan kehidupan beragama manusia dikatakan cukup unik dibandingkan dengan perkembangam aspek-aspek biologis maupun psikis dalam diri manusia yang lain. Kondisi berbeda terjadi dalam perkembangan keberagamaan, yang diyakini oleh beberapa ahli psikologi agama akan berkecenderungan terus meningkat, semakin tua seseorang ternyata kecenderungan keberagamaan seseorang semakin matang. Menurut Robert H. Thoules dia menyatakan bahwa ada dua factor manusia yang berkecenderungan religious, faktor pertama ketidak berdayaan manusia dalam memenuhi segala kebutuhannya antara lain : kebutuhan akan keselamatan, ketenangan, perlindungan, dan sejenisnya. Faktor kedua yaitu keterbatasan kekuatan rasio. Kekuatan rasio yang dimiliki manusia dalam kenyataanya tidak mampu memahami dan menaklukan alam semesta dengan sempurna.

Naluri beragama bagi setiap individu itu telah tertanam jauh-jauh hari, tepatnya sebelum kelahiran didunia, informasi ini berdasarkan Al-qur’an ar-ruum ( 30 ); ayat 30 ayat ini menjelaskan bahwa manusia menurut fitrahnya adalah mahluk beragama dengan istilah lainnya homo religion. Kemudian dalam Al-qur-an ini diabadikan melalui dialoq atau perjanjian antara roh manusia dengan Allah, seperti yang tercantum dalam surah al-al’A raaf (7 ) ayat 172 : Dan ingat lah Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam darisulbi mereke dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka ( seraya berfirman ) Bukankah Aku ini tuhanmu ? mereka menjawab betul ( Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi ‘, ( Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat tidak mengatakan : “ Sesungguhnya kami ( Bnai Adam ) adalah orang-orang yang lemah terhadap ini ( keesaan Tuhan). Melatarbelakangi hai diatas mensiratkan adanya perbedaan point of view ( sudut pandang )tinjuan psikologis agama barat dan psikologis keberagaman manusia . Sebab itu, focus kajian ini diarahkan untuk menelaah aspek-aspek perkembangan keberagamaan yang dikembangkan oleh dua kutub psikologis tersebut dengan cara komparasin . Psikologis agama bersumber dari barat dimaknai sebagai ilmu yang meneliti dan menelaah dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikapn , tigkah laku dan keadaan hidup manusia pada umumnya disamping itu psikologis agama mempelajari pula petumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorng dan faktorfaktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut di antara pelopor kelahiran psikologis agama adalah R.H.Thouless, Rudolf Otto dan lain-lainnya sebenarnya aliran –aliran psikologis memiliki paradigm bermacam-macam seperti strukturalisme mengunakan paradigm kesadaran dll. Menurut para ahli barat suatu studi dikatakan ilmiah apabila memilki sifat objektif dan rasional. M. Usman Najati membantah pernyataan dari para ahli barat tentangn konsepan tersebut menurut Usman, paradigm islam mengajarkan dunia objektif atau bersifat semu dan menghimbau umat islam agar perkembangan pemikiran tentang kajian kejiwaan yang dilakukan oelh para pemikir muslim terdahulu dikarenakan sifat keberagamaan inibisa bersifat kasat mata ( lahiriah ) maupun aktifitas

yang tidak kasat mata (batiniah) dan

kemudian keberagamaan secara kategorikal meliputi :

dimensi keyakinan , dimensi

peribadatan, ( ritualistic ) dimensi penghayatan ( experimensial ) dimensi pengalaman ( konsekuensial dan dimensi pengetahuan agama ( intelektual )

Ada dua aspek yang menjadi objek sorotan sumvber jiwa keberagamaan

dalam karya ini. Pertama, sumber

termasuk motivasi keberagaman . Kedua, periodisasi

perkembangan keberagamaan manusia. Kemduaian isu-isu ini menarik untuk diperdebatkan karena tiga pertimbangan pertama fenomena keberagaman secara umum dialami oleh manusia

dikarena keberagamaan cukup melekat

pada kehidupan masayralat primitive

mauapun modern atau masayrkatv pedesaan rural society ) dan perkotaan( urban society ), masyarakt barat dan masyarakat timur. Kedua komparasi anatara paradigama barat dan islam . Psikologi barat berparadigma antroposentris, yakni menempatkan manusia sebagai penentu

perubahan manusia adapun psikologis

islam berparadigma teosentris yanki

menempatkan tuhan sebagai pengendali dan penentu perubahan kehidupan.

BAB II Perkembangan Keberagamaan Menurut Paradigma Psikologi Pada bagian ini akan dibahas sumber-sumber jiwa keberagamaan manusia. Pembahasan didasarkan pendapat para ahli yang memiliki reputasi akademik karena berpijak pada teori-teori yang dapat dipertanggung jawabkan. A. TEORI TENTANG SUMBER JIWA KEBERAGAMAAN 1. Teori Monistik Teori monistik ini berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah sumber psikologis. Thomas van Aquino mengatakan bahwa sumber jiwa beragama adalah berfikir, adapun Fredrick Schleimacher mengatakan bahwa rasa ketergantungan yang mutlak (sene of depend) adalah sumber pokok jiwa beragama. Rudolf Otto menegaskan, bahwa rasa kagum yang berasal dari sesuatu yang lain (the wolly others) dianggap sebagai sumber jiwa beragamaan. Jika seseorang dipengaruhi oleh rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggap lain atau berada dalam keadaan numineous disaat itulah jiwa berhadapan dengan tuhan. Pendapat

yang berbeda

dating dari William

Mac Douggal (1909). Dia

mengungkapkan bahwa tidak ada insting khusus yang menjadi sumber beragama. Adapun yang menjadi sumbernya adalah berasal dari kumpulan dari beberapa insting diantaranya rasa takut, rasa kagum, dan rasa hormat. Psikologi modern dalam perkembanganya memberi tempat khusus bagi kajian tentang perilaku-perilaku keagamaan. Kajian-kajian itu dapat ditemukan dalam buku psikologi agama, karena itu dalam menelaah sumber-sumber jiwa keberagamaan , relavan kiranya kalau peneliti memberi ruang pembahasan khusus tentang bagaimana pandangan psikologi modern (psikoanalisis, behavioristic, humanistic, dan transpersonal) tentang perilaku beragama untuk melengkapi pendapat para psikolog diatas. a. Psikoanalisis Dalam kaitannya dengan perilaku beragama, penggagas psikoanalisis, Sigmund Freud, melihat bahwa agama sebagai realisasi manusia atas kekuatanya sendiri. Maka wajar jika Freud berpendapat bahwa unsur kejiwaan yang menjadi sumber jiwa beragama adalah

libido seksual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini, timbullah ide tentang ketuhanan dan ucapan keagamaan. Freud menemukan persamaan antara perbuatan was-was dengan upacara-upacara agama, maka seseorang yang menderita gangguan jiwa akan menampakan gejala compulsive behavior, misalnya terpaksa mengulangi perbuatan atau kata-kata tertentu yang tidak ada gunanya. Jadi agama adalah gangguan jiwa dan kemunduran kembali kepada hidup yang berdasarkan kelezatan. b. Behaviorisme Aliran psikologi modern yang kedua yaitu behaviorisme (aliran perilaku) yang diilhami Jonh Broadus Watson dan digerakan B.F Skinner tidak banyak memberi perhatian kepada agama atau perilaku beragama. Lebih jauh Skinner melihat bahwa kegiatan keagamaan diulangi seseorang karena menjadi faktor penguat yang bisa meredakan ketegangan, bahkan secara esktrem kegiatan keagamaan disebutnya sebagai “mitos primitif yang telah lama kehilangan manfaatnya”. Dengan substansi pemikiran yang sama, Skinner menandai kelembagaan agama sebagai “isme” sosial yang lahir dari penguat lembaga agama dan bertugas menjaga. Keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara ritual untuk mengagungkan tuhan merupakan tingkah laku takhayul dan menyerupai burung dara yang kelaparan. c. Humanistik Aliran humanistic dipandang sebagai “kekuatan ketiga”, karena berkembang sebagai reaksi atas adanya aliran psikolanalisis dan behaviourisme. Aliran humanistic dianggap memiliki pertalian yang erat dengan aliran eksistensialisme, psikologi humanistic dan eksistensialisme mementtingkan keunikan-keunikan individu, usahanya mencari nilai-nilai, dan kebebasanya memuaskan diri. Tema-tema ini dapat dilihat dari paparan Viktor Frankl, merupakan salah seorang psikiater yang berorientasi eksistensialisme yang sangat menonjol. Untk menstimulasi pencarian arti dalam dalam diri pasien-pasienya, Frankl bertanya kepada mereka yang putus asa, landasan teori kepribadian logoterapi bercorak eksistensial-humanistik. Artinya, logoterapi mengakui manusia sebagai makhluk yang memiliki kebiasaan berkehendak, sadar diri dan mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sesuai julukan kehormatan bagi manusia sebagai the self determining being.

Salah satu psikologi aliran humanistic, Abraham Maslow mempunyai pendapat berbeda tentang agama, Maslow tampaknya kurang akrab dengan istilah agama, namun lebih suka menyebut mystical atau transenden. Dalam pandanganya manusia memiliki lima kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan memiliki cinta, dan kebutuhan akan penghargaan serta kebutuhan aktualisasi diri. Pada kondisi ini manusia dapat merasakan adanya pengalaman keagamaan yang sangat dalam. Pribadi lepas dari relitas fisik dan menyatu dengan kekuatan trancendantul (self is lost and transcendental). Di lingkungan psikologi kotemporer seakan-akan terdapat kesepakatan bahwa yang menentukan kepribadian dan tingkah laku manusia pada umumnya adalah unsur-unsur ragawi, kejiwaan, dan lingkungan sosial budaya. Dengan demikian manusia dapat digambarkan secara ringkas dan komprehensif sebagai unitas dimensi-dimensi biopsikososiokultural. Mungkin alasannya dimensi keberagamaan atau religiolitas secara implisit sudah tercakup dalam dimensi kejiwaan atau terlalu abstrak dan sulit diukur atau dianggap termasuk bidang teologi dan bukan telaah psikologi. Logoterapi menggambarkan manusia sebagai kesatuan yang terdiri dari dimensidimensi somatic (ragawi), psikis (kejiwaan), dan spiritual (kerohanian). Diduga unsur ini dianggap secara implisit terangkum dalam dimensi kejiwaan, mengingat besarnya pengaruh kondisi lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya pada perkembangan kepribadian manusia, dalam bahasan ini penulis secara eksplisit menggambarkan manusia sebagai kesatuan utuh dari dimensi-dimensi bio-psiko-sosiokultural yang tak terpisahkan selama manuisa hidup. Kerangka piker teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadianya dapat digambarkan secara ringkas sebagai berikut: setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya, dalam pandangan logoterapi kebahagiaan tersebut ternyata tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan akibat dari sampingan keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya. Dalam kehidupan manusia mungkin saja hasrat untuk hidup secara bermakna ini tidak terpenuhi, antara lain karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan itu sendiri dan pengalaman masing-masing orang terkandung makna hidup yang potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan. d. Psikologi Transpersonal Psikologi transpersonal, yang sekarang diperkenalkan sebagai mazhab keempat dalam lapangan psikologi, mulai berkembang di universitas, dan kemudian menjalar pada dunia pendidikan yang lain. Tahun 1969, jurnal psikologi transpersonal diterbitkan tahun 1973.

Pada tahun yang sama juga diadakan konfrensi psikologi transpersonal dan pendidikan, di universitas Northerm, Illionis, banyak para pendidik tertarik tentang psikologi transpersonal, yang berasal dari beberapa Negara. Sutich (dalam Noesjirwan, 2000) mengartikan psiologi transpersonal adalah nama yang diberikan kepada kekuatan yang baru timbul dalam bidang psikologi, ahli-ahli pria dan wanita dari bidang lain yang mempunyai perhatian terhadap kemampuan dan kesanggupan tertinggi manusia yang selama ini tidak dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisis yang klasik maupun yang oleh psikologi humanistik. Psikologi transpersonal secara khusus memberikan perhatian kepada studi ilmiah yang empiris dan kepada implementasi yang bertanggungjawab dari penemuan-penemuan yang relevan bagi pengaktualisasian diri, transendentasi diri, kesaran kosmis, fenomenafenomena transcendental yang terjadi pada (atau dialami oleh) perorangan atau sekelompok orang 2. Teori Fakulti (Faculty Theori) Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu bersumber dari beberapa unsur atau suatu faktor, bukan bersumber dari unsur atau faktor yang tunggal. Tokoh-tokoh yang berada dalam kelompok penganut teori ini adalah: a. G.M. Straton mengemukakan teori konflik. Ia mengatakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adanya konflik dalam kejiwaan manusia. Jika konflik itu sudah sangat mencengkam manusia dan mempengaruhi kehidupan kejiwaanya, maka manusia itu mencari pertolongan kepada suatu kekuasaan yang tertinggi (Tuhan) b. W.H. Thomas Masih dalam kategori penganut teori fakulti, Thomas mengemukakan bahwa faktorfaktor yang menjadi sumber jiwa agama mencangkup empat macam keinginan dasar yang melekat dalam jiwa manusia, yaitu: 1. Keinginan untuk keslamatan (security). 2. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition). 3. Keinginan untuk ditanggapi (response).

4. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).

c.

Numa denis fustel de coulanges numa denis fustel de coulanges dalam karya pionir klasiknya yang berjudul the ancient city mengungkapkan adanya dua sumber yang mendorong seseorang beragama. Pertama sumber internal yang lahir dari proyeksi psikologis manusia dan dari pengungkapan berbagai endapan pengalaman subyektif. Kedua, sumber eksternal yaitu dari reaksi manusia, terhadap kekuatan alam.

B. Motivasi Beragama Motivasi beragama diartikan sebagai usaha dari dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan perilaku keagamaan dengan tujuan tertentu, atau suatu usaha yang menyebabkan seseorang beragama. Menurut perspektif psikologi, terdapat empat motivasi yang mendurong munculnya perilaku beragama: 1. Keinginan untuk mengatasi yang frustasi yang didapat dalam kehidupan. Apakah itu rasa frusatasi yang didapat karena factor kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi sosial karena adanya konflik antara individu dan masyarakat, ataufrustasi moral karena berdosa dan bersalah. 2. Rasa keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat. Kebutuhan manusia akan hadirnya institusi atau pranata sosial kemasyarakatan yang menjamin berlangsungnya kesusilaan dan ketertiban. Hal ini dapat dipahami mengingat dapat diabdikan kepada tujuan yang bersifat moral dan sosial. 3. Keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu (curiosity) manusia atau memenuhi

kebutuhan intelektualitas manusia. Semua persoalan mendasar yang ada dalam kehidupan manusia itu ditemukan jawabanya dalam agama. Fakta inilah yang mendorong manusia untuk beragama 4. Keinginan untuk menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan. Ketakutan sebagai factor kejiwaan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan tingkah laku religiositas. Factor ketakutan yang dimaksud disini adalah ketakutan yang tidak jelas sebab dan sumbernya seperti takut mati, dan takut yang tak jelas sumbernya

C. periodisasi perkembangan keberagamaan manusia Salah satu yang terjadi sepanjang sejarah umat manusia adalah sejarah keberagamaan (Religiousity) keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama mencangkup aktivitas yang tampak maupun tidak tampak. Keberagamaan itu mengalami perkembangan perkembangan, meminjam terma psikologi. Perkembangan keberagamaan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi pada keberagamaan seseorang sebagai akibat dan proses kematangan dan pengamalan. Perkembangan keberagamaan itu bersifat kualitatif, yang dihasilkan dari proses intregrasi dari struktur dan system yang kompleks. Lain halnya dengan pengertian perkembangan fisik yang merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif dan evolutif, yang dimulai dari pembuaian dan diakhiri dengan kematian.

BAB III Perkembangan keberagamaan manusia menurut psikologi islam Allah menciptakan manusia dalam struktur kebribadian yang paling baik dibandingkan makhluk ciptaan-Nya yang lain. Struktur kepribadiaan manusia sangat komplit yang mengintegrasikan atas unsur jasmaniah atau fisiologis dan rohaniah atau psikologis. Struktur kepribadian pertlu di potret secara utuh, yang diawali dangan mengkaji substansi manusia. Sebab dengan mengkaji substansi ini akan terungkap dengan hakikat manusia dan dinamika proses yang akan dialaminya. A.

Tinjauan tentang struktur kepribadian manusia

1. Struktur Jasmani (Jisim) Jasad adalam aspek diri manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriah memiliki unsur material yang sama, yaitu api, air, tanah , dan udara. Manusia dikatakan makhluk biotik yang sempurna karena unsurunsur pembentukan material yang bersifat proporsional antara keempat unsur tersebut.

Daya hidup manuisa itu memilik batas, dan batas tersebut disebut ajal. Apabila energy tersebut telah habis tanpa sebab apapun manusia akan mengalami kematian, maka daya hidup itu akan lepas dari tubuh manusia dan terjadilah dengan apa yang disebut kematian, walaupun daya hidup itu belum habis waktunya. Ada tiga term yang digunakan Al-Quran untuk menunjukan arti manusia. Pertama, menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, seperti: insan, ins, nas, atau unas. Kedua menggunakan term basyar. Ketiga menggunakan term bani atau zuriyat adam. Ibnu Manzur dalam Lisan ‘Arab-nya sebagai dikutip dalam Tafsir Tematik Departemen Agama jilid 4 tahun 2010 menyebutkan, bahwa term insan mempunyai tiga kata. Pertama, ansa yang mempunyai arti absara (melihat), ‘alima (mengetahui), isti’zan (minta izin). Menurut Quraish Shihab, istilah insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Istilah insan ini lebih tepat dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan bahwa insan terambil dari kata nasiya yang berarti lupa atau nasa yang berarti guncang. Dalam Al-Quran kata insan juga sering didampingkan dengan kata jin/jan, yaitu makhluk yang tidak tampak. Dalam Al-Quran digunakan untuk menujukan manusia sebagai totalitas (jiwa dan raga). Sementara itu, term basyar disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 26 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk dual (tasniyah), yakni dalam surah alMu’minun[23] ayat 47. Pemakaian term basyar dalam Al-Quran menunjukan beberapa makna. Pertama, untuk menyebutkan organ manusia, menyebutkan kulit (al-Muddatstsir [74]:29). Kedua, menunjukan sosok yang nyata secara umum (QS. Maryam [19]:17, dan alMudatstsir [19]:25). Ketiga, menjelaskan manusia akan mengalami kematian (alAnbiyaa’ [21]: 34-35). Keempat, menggambarkan substansi dasar awal penciptaan manusia, misalnya: QS. Shad [38]: 71, dan al-Furqaan [25]: 54. Kelima, persentuhan biologis, misalnya: QS. Ali Imraan [3]: 47 dan Maryam [19]: 20. Keenam, berkaitan dengan kenabian, misalnya: QS. Ali Imraan [3]: 79, dan Hud [11]: 27. 2. Struktur Rohaniah

Roh merupakan substansi psikologi manusia yang menjadi esensi kehidupanya, roh yang menjadi substansi yang esensial membutuhkan jasad untuk aktualisasi diri. Roh menurut sebagian ahli sebagai badan halus (jism latif) ada yang menyebut substansi sederhana (jauhar basith) da nada juga substansi rohani (jauhar rohani). Roh lah yang membedakan antara eksistensi manusia dengan makhluk lainya. Dalam bahasa Arab, kata roh mempunyai banyak arti, roh dalam bahasa Arab juga digunakan untuk menyebutkan jiwa, nyawa, napas, wahyu, perintah, dan rahmat. Roh digunakan juga untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin. Dalam Al-Quran, roh digunakan bukan hanya satu arti. Roh adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transcendental. Bersifat spiritual karena ia memiliki potensi luhur batiniah manusia. Potensi luhur ini menjadi sifat dasar dalam diri manusia. Dimensi al-roh atau spiritual adalah jiwa dengan sifatsifat ilahiyah yang memiliki daya Tarik dan mendorong dimensi-dimensi lainya dalam mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam dirinya. 3. Struktur Nafs Nafs dalam khazanah islam memiliki banyak pengertian. Nafs dapat berarti jiwa (soul), nyawa, roh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadab, kepribadian dan substansi psikofisik manusia. Aspek ini merupakan persentuhan antara aspek rohaniah dan jismiah. Telah dikatan sebelumnya bahwa keduanya saling membutuhkan dimana keduanya saling berlawanan satu sama lain, disisi lain nafs juga dipersiapkan untuk dapat menampug dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik dan buruk. Ibnu miskawaihi mengemukakan bahwa manusia memiliki tiga macam kekuatan. Pertama, quwwatun natiqah (daya piker) dinamai juga quwwatun malakiyah merupakan fungsi tertinggi, kekuatan berfikir, melihat fakta. Alat yang digunakanya dari dalam badan adalah otak. Kedua, quwwatun ghodabiyah (daya marah), yakni keberanian menghadapi resiko, ambisi pada kekuasaan, kedudukan dan kehormatan. Kekuatan ini disebut juga quwwatun sabiyah (daya kebuasan). Alat yang digunakan dalam badan adalah hati. Ketiga quwwatun syahwiyah (nafsu) disebut juga quwwatun bahimiyyah (daya hewani), yakni dorongan nafsu makan, keinginan pada kelezatan makanan/minuman/seksualitas dan segala macam kenikmatan indrawi (allazzat alihissyah). Alat yang digunakanya dari dalam diri manusia ”perut”.

Nafs memiliki potensi ghazirah (insting, naluri, tabiat, perangai, kejadian laten, ciptaan, sifat bawaan). Nafs secara terminology dapat dikelompokan menjadi tiga bagian. Pertama, orientasinya pada semua spesies biotik. Kedua, orientasinya kepada manusia tapi mengarah pada gejala somatic. Dalam terminology Freud, isting merupakan bagian dari Id dari perwujudan dari suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan somatisnya adalah hasrat, sedangkan dari nama hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Ketiga, orientasinya pada manusia tetapi mengarah kepada kejiwaan. Menurut pandangan Mac Dauggal, insting merupakan keaadan pembawan yang menjadi pendorong atau sebab timbulnya perbuatan. Mengacu pada insting yang ketiga dimana gharizah merupakan potensi laten yang ada pada psikofisik manusia yang dibawa sejak lahir dan menjadi pendorong serta penentu tingkah lau manusia. Nafs mempunyai dua makna. Petama, makna universal yang merupakan perpaduan dari potensi marah (fakulti emotif) dan hasrat ego (syahwah) dalam diri manusia. Kedua, sebagai lathifah, yakni sesuatu yang hakiki, spirit, dan identitas seseorang, tetapi dideskripsikan dengan sifat-sifat yang berbeda-beda sesuai situasi dan kondisi. Nafs sebagai elemen dasar psikis manusia mengandung arti sebagai satu elemen yang memiliki fungsi dasar dalam susunan organisasi jiwa manusia. Secara esensial nafs mewadahi potensi dari masing-masing dimensi psikis berupa potensi takwa (baik atau positif) maupun potensi fujur (buruk atau negatif). A.

Keberagaman berdasarkan fitrah

1.

Fitrah dalam Al-Quran Kata fitrah dalam Al-Quran disebut sebanyak 20 kali. Masing-masing ayat memiliki

arti tersendiri. Secara etimologi kata fitrah merupakan bentuk masdar dan kata fathara. Dengan segala perubahan bentuknya, ia terulang dalam Al-Quran sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17 surah. Semua ayat yang didalamnya memuat kata fitrah (dengan segala perubahan bentuknya) diturunkan di Mekkah, sehingga surat ini dinamakan surat Makkiyah. Isi pokok surat Makkiyah adalah masalah keimanan dan penyembahan, bukan masalah muamalah. Dengan demikian, setiap penciptaan yang menggunakan kata fitrah selalu dikaitkan dengan potensi iman.

Menurut pandangan islam, setiap manusia yang dilahirkan pasti memiliki potensi keimanan, baik potensi itu teraktualkan menjadi Mukmin atau sebaliknya menyimpang atau terdeviasi menjadi musyrik (polities). Konsep keimanan yang bersemai didalam fitrah masih bersifat universal dan potensial, belum berbentuk spesifik dan aktual.

2.

Tinjauan Makna Fitrah

Kata fitrah bersal dari kata fathara, yang berarti sebenarnya adalah membuka atau membelah. Secara etimologi, fitrah berarti suci, potensi berislam, semula jadi, sifat dan kejadian. Atas pemahaman suci ini berarti setiap manusia lahir membawa potensi suci, suci bukan berarti kosong atau netral, tetapi suci adalah bersihnya jiwa manusia dari segala dosa warisan atau dosa asal. Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman, dan tauhid serta perilaku suci. Sebagai bentuk potensi, fitrah dengan sendirinya memerlukan aktualisasi atau pengembangan lebih lanjut. Karena itu fitrah bisa yazid wa yanqush atau bisa bertambah dan berkurang, fitrah dapat brtambah karena factor pembinaan dan pendidikan yang kondusif, dan bisa berkurang dikarenakan factor-faktor negatif yang memengaruhinya. Menurut Mustafa al-Maraghy, fitrah bisa juga diartikan sebagai kesanggupan atau predisposisi untuk menerima kebenaran. Manusia secara fitri dilahirkan dengan kecenderungan berusaha mencari dan menerima kebenaran walaupun masih tersembunyi didalam suara hati kecilnya. Adakalanya manusia telah menemukan kebenaran namun karena faktor eksternal yang memengaruhinya maka ia berpaling dari suatu kebenaran itu. 3.

Fitrah Sebagai Dasar Teori Beragama

Manusia tidak bisa dilepaskan dari dimensi keagamaan. Bahkan dikatakan, bahwa manusia memiliki kebutuhan beragama. Kebutuhan beragama ini muncul ini dikarenakan manusia sebagai makhluk tuhan telah dibekali dengan berbagai potensi yang dibawa sejak lahir. Menurut Hasan Langgulung, salah satu fitrah ini adalah kecenderungan manusia untuk mengimani bahwa Allah sebagai Tuhan. Dengan penjelasan lain, manusia dari asalnya berkecenderungan untuk beragama, sebab agama itu sebagian dari fitrahnya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa fitrah adalah suatu kempuan dasar manusia dalam berkembang yang dianugrahkan Allah kepadanya. Didalamnya terdapat berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi kehidupan manusia.

A.

Motivasi Beragama Menurut Psikologi Islam

Al-Quran mendorong umat manusia untuk beragama berpijak kepada Al-Quran, ada beberapa fakta yang mendorong manusia berama, diantaranya yaitu: 1. Keinginan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT Banyak ayat Al-Quran yang mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah. Kata ibadah yang berakar a-b-d ternyata cukup banyak disebut didalam Al-Quran secara keseluruhan berjumlah 275 kali. Secara lebih rinci frekuensi penyebutan kata itu dapat diperinci sebagai berikut: 

Abada sebanyak 4 kali.



Ya’budu sebanyak 80 kali.



U’bud sebanyak 37 kali.



Ya’badu sebanyak1 kali.



‘Ibadah sebanyak 9 kali.



‘Abid sebanyak 12 kali.



A’bid sebanyak 131 kali.



‘Abbada sebanyak 1 kali

Secara terminology ibadah menurut al-Jurjani didefisinikan sebagai: perbuatan seorang mukalaf atas dasar menyalahi atau keinginan hawa nafsu, untuk menggunakan Tuhan-Nya. Ualama lain berpendapat bahwa ibadah diartikan sebagai suatu nama yang mencangkip segala aspek yang disukai Allah dan yang diridhaiNya, baik berupa perbuatan maupun perkataan, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.

1. Keinginan untuk mendapatkan keridhaan dan kecintaan Allah Motivasi beragama demi mendapatkan keridhaan dan kecintaan dari Allah terungkap dalam surah al-Fajr [89] ayat 27-30: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam Jemaah hamba-hamba ku. Dan masuklah kedalam surgaku. Setiap mukmin akan menempatkan ridha Allah lebih bernilai dan lebih mahal daripada setiap nikmat. Nabi sendir dalam berdoa mendahulukan permohonan atas ridha Allah daripada permohonan untuk mendapatkan surge. Salah satu cara mendapatkan ridha Allah adalah dengan memeluk agama Islam, yang direalisasikan dengan pelaksanaan perintah Allah supaya benar-benar dicintai Allah. 2. Keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagian hidup Kesejahteraan, kebahagiaan maupun ketenangan hidup hanya dapat dicapai dengan selalu berpegangan teguh pada ajaran agama, menunaikan perintah Allah dengan penuh keikhlasan, dan selalu mengikuti aturan nilai-nilai yang digariskan Allah. Agama menjanjikan kepada orang-orang bertakwa dengan kemudahan segala urusan (QS. At-Talaaq [65]: 4-5), terbebas dari sentuhan azab dan duka cita (QS. Az-Zumar [39]: 61), diberikan jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS. AtTalaaq [65]: 2-3) serta akan diberi limpahan berkah dari langit dan bumi (QS. Al-A’raaf [7]: 96). A.

Teori perkembangan keberagamaan menurut psikologi islam

Terdapat beberapa ayat yang menyebutkan secara eksplisit tentang perkembangan manusia yang bisa dijadikan dasar uraian tentang topik ini. Diantara ayat-ayat yang berbicara perkembangan manusia adalah QS. surah al-Mu’minuun [23] ayat 12-14, QS. al-Hajj [22] ayat 5, QS. at-Taariq [86] ayat 5-7, QS. as-Sajadah. Berpijak pada ayat-ayat ini terungkap bahwa tahapan atau rentang perkembangan manusia berlangsung terbagi menjadi tiga periode. Pertama, masa embrio. Kedua, masa kanak-kanak. Ketiga, masa dewasa, tua sampai meninggal.

Tahapan perkembangan kehidupan yang dimulai dari masa kandungan (prenatal) dengan mendasarkan pada perspektif Qur’ani, yang dikonfirmasi oleh Hadari Nawawi. Menurut pandangan Hadari Nawawi, perkembangan saat prenatal hanya bersifat fisik. Ciri-ciri dan jenis-jenis perkembangan yang terjadi pada masing-masing periode dapat dipaparkan sebagai berikut: 1.

Masa Embrio Yang dimaksud masa embrio (prenatal) adalah saat pembuahan sampai terbentuk

menjadi janin bayi didalam kandungan. Pada saat prenatal ini, calon bayi telah mengalami perkembangan keberagamaan. Hanya saja, perkembanganya bersifat responsive terhadap stimulant. Ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa pemberian stimulan edukatif dari luar terhadap janin terbukti memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan psikis janin. Untuk itu, semenjak sang ibu positif mengandung, terutama setelah ia merasakan bayinya bergerak-gerak sebagai tanda mendapatkan roh atau nyawa maka perlu memberikan rangsangan edukatif kepada sang janin. Pemberian stimulant lenih efektif bila kehamilan sudah menginjak usia empat bulan, perkembangan embrio pada bulan keempat telah sempurna,, dan sejak inilah embrio sudah bisa mendengar suara yang berada diluar dan juga mampu mendengar gemuruh isi perut ibunya.

Related Documents

Pengantar Psikologi
October 2019 29
Psikologi
May 2020 39
Psikologi
April 2020 48
Psikologi
May 2020 36

More Documents from "Wadi Rinantai"