PENGALAMAN SUAMI DALAM MEMBERIKAN DUKUNGAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KOTA PALEMBANG
Kelompok 1
Reguler 2016 A
Rifqoh Alfalih
(04021181621015)
Vianti Nandeswari
(04021281621020)
Kiki Elviani
(04021381621030)
Ameinabilla Pasa TP
(04021381621032)
Billa Yuliati
(04021381621039)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA (INDRALAYA, 2018)
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
1
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………….
2
A. Latar Belakang…………………………………………………………….
2
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………
2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….
4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………..
4
E. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………………
4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………
6
A. Asi Eksklusif……………………………………………………………...
6
B. Ibu Bekerja dan Pemberian Asi Eksklusif………………………………..
11
C. Dukungan Sosial Suami…………………………………………………..
12
D. Kerangka Pemikiran………………………………………………………
16
BAB III : METODE PENELIATIAN………………………………………………
17
A. Pendekatan Penelitian……………………………………………………
17
B. Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………………………….
17
C. Penentuan Informan……………………………………………………..
17
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………
18
E. Pengolahan dan Teknik Analisa Data…………………………………..
20
F. Keabsahan Data…………………………………………………………
22
G. Etika Penelitian…………………………………………………………
23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
24
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi (Wulandari & Handayani, 2011). Komposisi ASI sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi yaitu berisi energi, protein, lemak dan laktosa. Ramaiah (2007) mengatakan bahwa setelah bayi lahir, nutrisi memainkan peran terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi bayi. Menurut WHO (2011), ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan, kecuali obat atau vitamin. ASI eksklusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga bayi berumur enam bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Depkes, 2005). ASI merupakan makanan bayi yang terbaik dan setiap bayi berhak untuk mendapatkan ASI, maka itu surat keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/ SK/IV/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia (DEPKES RI, 2004). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengungkapkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya mencapai 42%. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif dalam Data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2014 menunjukkan penurunan sebesar 0,33%. Turun menjadi 63,44% yang sebelumnya 63,77% pada tahun 2013 dan angka tersebut belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014 sebesar 80% (Profil Kesehatan Sumsel, 2014). Namun, hal tersebut masih jauh dari target keberhasilan ibu menyusui eksklusif di Indonesia yaitu sebesar 80% (Kemenkes RI, 2014). Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2013 menyatakan bahwa dalam kenyataannya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi memiliki banyak kendala seperti ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar, ibu bekerja, dan produksi ASI yang kurang. Utari (2015) dalam temuannya di Mojosongo Surakarta mengungkapkan alasan ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif pada anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu, dukungan eksternal, tanggung 2
jawab terhadap pekerjaan serta keterbatasan sarana dan prasarana. Dukungan eksternal digambarkan dengan dukungan lingkungan seperti tim kesehatan dan rekan kerja, serta dukungan keluarga yaitu dungkan suami. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2015, tingkat partisipasi perempuan di Indonesia dalam dunia kerja berkisar antara 50% sampai 55% selama lima tahun terakhir. Dijelaskan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 82, bahwa waktu cuti yang diberikan bagi pekerja perempuan yang akan melahirkan yaitu selama 12 minggu dengan rincian 6 minggu (satu setengah bulan) sebelum melahirkan dan 6 minggu berikutnya setelah proses melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Berdasarkan database Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2014, Palembang menduduki posisi pertama yang mencatat tingginya kontribusi perempuan dalam dunia kerja sejak tahun 2012-2014, berturut-turut 259,422,264.509,239.424. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan berkurangnya produksi ASI, yaitu faktor menyusui, faktor psikologis ibu, faktor fisik ibu, dan faktor bayi. Faktor psikologis dipengaruhi oleh dukungan keluarga termasuk dukungan suami yang sangat berperan dalam menyukseskan pemberian ASI eksklusif (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2013). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) di Rumah Sakit Muhammadiyah Pekalongan bahwa keberhasilan ASI eksklusif dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor sosiodemografik, pre/postnatal, dan psikososial. Faktor psikososial digambarkan dengan keinginan dan keyakinan ibu yang kuat untuk memberikan ASI eksklusif. Keinginan dan keyakinan ibu tersebut dipengaruhi juga oleh social support system seperti dukungan suami dan orang tua. Menurut hasil penelitian Handayani, SL, Putri ST dan Soemantri, B (2015) gambaran dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif mencakup 4 yaitu, emosional, informasi, fisik dan penilaian. Dukungan emosional dapat berupa rasa kasih sayang, mencintai dan memberi perhatian. Dukungan informasi digambarkan dengan cara memberikan informasi yang berguna dengan masalah yang dihadapi oleh ibu yang memberikan ASI eksklusif, namun jumlah ibu menyusui yang mendapatkan dukungan informasi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ibu yang mendapatkan dukungan lainnya. Dukungan aspek fisik yaitu dukungan yang diberikan suami dengan memberikan pertolongan secara langsung dengan hasil penelitian bahwa 17 dari 30 responden ibu menyusui (56,7) mendapatkan dukungan yang baik. Sedangkan, 3
Dukungan aspek penilaian merupakan dukungan suami yang diberikan dalam membantu ibu melaksanakan perannya dalam memberikan ASI eksklusif.
B. Rumusan Masalah ASI merupakan asupan makanan yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi, dibandingkan dengan makanan lainnya termasuk susu formula. Akan tetapi pemberian ASI eksklusif memiliki banyak kendala, terutama pada ibu yang bekerja. Ibu yang bekerja dan juga harus memenuhi kewajibannya memberikan ASI eksklusif kepada anak memiliki tekanan atau stressor yang tinggi. Banyak ibu bekerja yang gagal memenuhi ASI eksklusif dan lebih memilih berganti ke susu formula. Namun, hal tersebut dapat diatasi jika ibu yang bekerja juga mendapatkan dukungan dari orang terdekatnya. Salah satu support system bagi ibu adalah suaminya. Suami juga berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif. Berdasarkan uraian diatas, terlihat peran suami dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif apalagi pada ibu bekerja yang memiliki stressor yang lebih. Maka dari itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja di kota Palembang.
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja di kota Palembang.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah a. Memberikan informasi dan data dasar bagi peneliti selanjutnya mengenai pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja. b. Menjadi evidance based keperawatan yang dapat digunakan sebagai literatur bagi perkembangan ilmu keperawatan terkhusus mata kuliah yang bersentuhan langsung dengan Keschatan Ibu dan Anak (KIA).
4
2. Manfaat Praktis a. Bagi institusi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literature yang dapat digunakan sebagai dasar pembelajaran dan peningkatan kompetensi dalam hal mengidetifikasi serta mengesplorasi pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja. b. Bagi pelayanan kesehatan Dapat digunakan sebagai evidance based dalam hal meningkatkan kesehatan ibu dan bayi melalui promosi kesehatan kepada ibu dan orang terdekat ibu yaitu suami dalam meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif pada ibu bekerja. c. Bagi masyarakat Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya para suami, mengenai ASI eksklusif dan pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif sehingga membuat masyarakat, khususnya para suami, semakin menyadari dan termotivasi untuk mendukung istrinya mencapai kerberhasilan dalam memberikan
ASI
eksklusif
sebagai
makanan
terbaik
untuk
perkembangan bayinya.
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Faktultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman suami dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja di Kota Palembang Sumatera Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Informan kunci pada penelitian ini adalah suami yang memiliki istri bekerja dan memberikan ASI eksklusif pada anaknya di wilayah Kota Palembang Sumatera Selatan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asi Eksklusif 1. Definisi Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. Air Susu Ibu eksklusif yang selanjutnya disebut ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya (Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Pasal 1 Pasal 2 dan Pasal 6, 2012). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi. Sejak masa kehamilan, janin menerima nutrisi dari ibu melalui plasenta. Pada masa bayi di dalam tubuh ibu secara alami telah disediakan makanan yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya berupa ASI (Kristiyansari, 2009). American Academy of Pediatrics Section on Breasfeeding tahun 2012 merekomendasikan pemberian ASI eksklusif paling tidak sampai usia 6 bulan yang dilanjutkan dengan tetap memberikan ASI sampai usia 1 tahun. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI yang sekarang berubah nama menjadi Kemkes RI) melalui SK Menkes No.450/Men. Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, yang menjelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Selanjutnya, demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) dan ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif dapat mempercepat penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan status gizi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui 6
bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Bahkan ibu yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat (Utami, 2007).
2. Proses Terbentuknya ASI Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong perkembangan duktus, sementara progesteron kadar tinggi merangsang pembentukan alveolus-lobulus. Peningkatan konsentrasi prolaktin dan human chorionic somatomammotropin juga ikut berperan dalam perkembangan kelenjar mamalia dengan menginduksi enzim-enzim yang dibutuhkan (Sherwood, 2011). Sebagian besar perubahan di payudara terjadi pada paruh pertama kehamilan, sehingga pada pertengahan kehamilan kelenjar mamalia telah mampu menghasilkan susu. Akan tetapi, sekresi susu tidak terjadi sampai persalinan. Konsentrasi estrogen dan progesteron yang tinggi pada akhir kehamilan mencegah laktasi dengan menghambat efek stimulatorik prolaktin pada sekresi susu. Estrogen dan progesteron akan turun secara drastis ketika plasenta keluar, sehingga memicu terjadinya laktasi (Sherwood, 2011). Setelah produksi susu dimulai pasca persalinan, hormon prolaktin dan oksitosin berperan penting dalam mempertahankan laktasi. Prolaktin berguna untuk meningkatkan sekresi susu, sedangkan oksitosin berperan dalam penyemprotan (ejeksi) susu. Pelepasan kedua hormon ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin yang dipicu oleh penghisapan puting payudara oleh bayi (Sherwood, 2011 dan Bobak, 2005). Menurut Kristiyanasari (2011), dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, yaitu: 1) Refleks Prolaktin Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut aferen dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam darah. Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi susu. Jumlah prolaktin yang disekresi
7
dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulasi isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap. 2) Refleks Aliran (Let Down Refleks) Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofisis anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga mempengaruhi hipofis posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas ke dalam darah akan mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu. Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain dari let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh psikologis ibu.
3. Kandungan di Dalam ASI a) Lemak Lemak dalam ASI berbentuk gumpalan yang terdiri dari trigliserida dengan campuran fosfolipid, kolesterol, vitamin A, dan karotenoid (Hidajati, 2012). b) Karbohidrat Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktose, ASI mempunyai kadar laktose paling tinggi dibanding susu mamalia lain (7%). Laktose mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus (Hidajati, 2012). c) Protein Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna sedangkan pada susu sapi kebalikannya (Rahmawati, 2010). d) Garam dan Mineral ASI Mengandung garam dan mineral lebih rendah dibanding susu sapi, bayi yang mendapatkan sussapi yang tidak dimodifikasi dapat menderita tetani karena hipokalsemia (Hidajati, 2012).
8
e) Vitamin ASI mengandung vitamin yang diperlukan bayi, vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator pada proses pembentukan darah dengan jumlah yang cukup dan mudah diserap, dalam ASI juga terdapat vitamin D dan E terutama dalam kolostrum (Hidajati, 2012).
1. Manfaat ASI ASI eksklusif memberikan manfaat dan keuntungan tidak hanya bagi bayi, tetapi bagi banyak pihak seperti ibu, keluarga, lingkungan, bahkan negara. a) Manfaat bagi bayi ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya (Roesli, 2009). Nutrisi ASI diantaranya adalah lemak, laktosa, protein, garam mineral dan vitamin. Protein ASI terdiri dari whey protein yang dapat lebih mudah dicerna, sehingga pengosongan lambung lebih cepat (Wong, 2008). Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengandung Omega 3 untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-sel saraf otak (Kristiyanasari, 2011). ASI juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan jalinan kasih sayang (Roesli, 2009). b) Manfaat bagi ibu Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan dikarenakan
adanya
isapan
pada
puting
susu
merangsang
dikeluarkannya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim. Selain itu wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih atau turun berat badannya ke berat badan sebelum kehamilan. Pemberian ASI juga merupakan cara yang penting untuk ibu 9
mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa nyaman (Bahiyatun, 2009). Menurut Hegar (2008), menyusui secara eksklusif juga dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL). c) Manfaat bagi keluarga ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat. Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain. Selain itu, kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang sehingga suasana psikologis ibu baik dan dapat mendapatkan hubungan bayi dengan keluarga (Kristiyanasari, 2011). d) Manfaat bagi lingkungan Pemberian ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia. Pemberian ASI tidak memerlukan kaleng susu, karton, kertas pembungkus, botol plastik dan dot karet. ASI tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak memerlukan pabrik yang mengeluarkan asap serta alat kontrasepsi yang juga mengeluarkan asap (Roesli, 2009). e) Manfaat bagi negara Pemberian ASI dapat menghemat devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu; menghemat untuk biaya sakit karena muntah dan mencret serta infeksi saluran napas; menghemat obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan; menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara; langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia (Roesli, 2009).
10
B. Ibu Bekerja dan Pemberian ASI Eksklusif Motivasi dan dukungan dari berbagai pihak sangat penting untuk mendukung ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif. Mengingat ibu bekerja memiliki tanggung jawab yang lebih besar yaitu tanggung jawab menjadi seorang ibu dan tanggung jawab pekerjaan. Ibu bekerja sangat rentan untuk ketidak berhasilan dalam pemberian ASI eksklusif. Utari (2015) menungkapkan bahwa keinginan untuk memberikan ASI sangat kuat namun tuntutan pekerjaan dan waktu yang sedikit membuat ibu gagal ASI secara eksklusif jam kerja yang tidak sebentar juga menjadi alasan bagi para ibu untuk bisa memberikan ASI secara eksklusif ditambah lagi dengan waktu istirahat yang tidak lama dan tidak dibedakan dengan yang lainya dalam arti tidak diistimewakan selayaknya ibu menyusui yang membutuhkan waktu untuk memerah ASI dan memberikannya pada anak. Faktor-faktor yang menghambat keberhasilanmenyusui pada ibu bekerja adalah pendeknya waktu cuti kerja, kurangnyadukungan tempat kerja, pendeknya waktu istirahat saat bekerja (tidak cukup waktu untuk memerah ASI), tidak adanya ruangan untuk memerah ASI, pertentangan keinginan ibu antara mempertahankan prestasi kerja dan produksi ASI. Hasil penelitian kualitatif Wijayanti. K, Prawitasari. S, &Nisman. WA (2016) menyatakan bahwa pengalaman tidak menyenangkan ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif meliputi produksi ASI mulai berkurang saat ibu bekerja kembali, fasilitas memerah ASI belum tersedia di tempat kerja dan memerah di kamar mandi terpaksa dilakukan. Sementara temuan lain oleh Rejeki, S (2008) mendapatkan semua ibu bekerja menginginkan dapat menyusui dengan baik pada bayinya, namun karena kondisi bekerja dimana ibu harus meninggalkan rumah dalam waktu yang cukup lama 7 sampai 10 jam menyebabkan ibu tidak dapat menyusui dengan langsung. Hal ini seperti yang dipaparkan sebagian partisipan mengatakan tidak tega, kasihan pada bayinya, perasaan tidak tenang dan perasaan berat meninggalkan bayinya untuk bekerja. Hasil penelitian Rizkiyanti A, et al (2014) memperlihatkan bahwa informan yang gagal ASI eksklusif mengatakan pemberian prelakteal seperti susu formula, dan MP-ASI hanya dimaksudkan untuk membantu agar bayi cepat kenyang. Mereka juga mengaku karena sibuk bekerja maka pemberian prelakteal dan MP-ASI dirasa sangat bermanfaat ketika mereka tidak ada di rumah. Mereka merasa kuantitas ASI yang
11
keluar juga sedikit, sehingga mereka cemas tidak akan membuat anak menjadi kenyang. Anggraeni, et al (2015) mengungkapkan bahwa keberhasilan ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif adalah intense atau memiliki sikap positif terhadap ASI eksklusif. Sikap positif yang dilandasi keyakinan terhadap manfaat ASI yaitu hemat biaya, praktis, dan membuat anak tidak mudah sakit mendorong intensi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Selain itu dipengaruhi juga oleh keterampilan manajemen laktasi seperti melakukan persiapan dengan merawat payudara yaitu dengan membersihkan, menarik puting, dan memijat payudara agar ASI segera keluar setelah melahirkan. Ibu lain mengonsumsi sayuran seperti daun katuk dan air rebusan kacang hijau yang dipercaya dapat memperbanyak ASI serta menyiapkan alat pemerah ASI. Hasil temuan dari Sari, DP (2017) mengungkapkan bahwa hal yang mendasari ibu bekerja tetap memberikan ASI ekskluaif adalah tanggung jawab dan kepercayaan. Tanggung jawab dimaksudkan adalah informan mengungkapkan bahwa pemberian ASI merupakan kewajiban bagi seorang ibu. Rejeki, S (2015) dalam temuannya mengungkapkan usaha yang dilakukan ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya secara Eksklusif dengan cara memerah ASI dan menyimpannya di kulkas. Dari hasil wawancara mendalam didapatkan seluruh partisipan mengatakan bahwa ASI yang dikeluarkan untuk persiapan bayi menyusu selama ditinggal ibu bekerja dilakukan dengan cara diperah di tempat kerja dan di simpan didalam kulkas.
C. Dukungan Sosial Suami Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Sme, 1996 dalam Harnilawati, 2013). Gottlieb (1983 dalam Sofiyani, 2014) mendefinisikan sumber dukungan sosial berasal dari pasangan, keluarga, teman, tetangga, teman kerja, dan orang-orang lainnya. Hasil temuan Wijayanti. K, Prawitasari. S, &Nisman. WA (2016) keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu berkerja sangat tergantung dari lingkungan, terutama dukungan dari suami, anggota keluarga lain, rekan sekerja
12
dan komunitas sehingga ibu dapat dengan nyaman memberikan ASI eksklusif serta mengasuh anaknya sambil bekerja. Sari, DP (2017) mengungkapkan bahwa motivasi dari berbagai pihak sangat penting untuk member dukungan terhadap ibu dan sebagai salah satu wujud untuk mencapai
keberhasilan
dalam
memberikan
ASI
eksklusif,
salah
satunya
adalahdukungandari suami. Dalam penelitian ini dukungan suami yang dimaksud berupa memberikan informasi dan dukungan instrumental lain seperti pelayanan antar jemput ASI pada waktu-waktu tertentu saat ibu bekerja, membantu memberikan botol ASI dan membantu pekerjaan rumah. Suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, di mana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah, akan tetapi sebagai pemberi motivasi atau dukungan dalam berbagai kebijakan yang akan diputuskan termasuk merencanakan keluarga. Secara psikologis, seorang ibu yang didukung suami atau keluarga akan lebih termotivasi salah satunya dalam hal memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Prasetyono dalam Sari, 2011). Kusumayanti, N & Nindya, TS (2017) mengungkapkan bahwa proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih tinggi pada ibu yang mendapatkan dukungan dari suami dibandingkan yang tidak mendapat dukungan dari suami. Keberhasilan menyusui sangat ditentukan oleh peran suami karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Suami dapat berperan aktif dengan memberikan dukungan-dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok, menyendawakan bayi, menggendong dan menenangkan bayi yang gelisah, memandikan bayi, memberikan ASI perah, membawa bayi jalanjalan di taman dan memijat bayi. Pengertian tentang perannya yang penting ini merupakan langkah pertama bagi seorang suami untuk mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif (Roesli, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sari, YP & Putri, NI (2009) yang menyatakan suami berperan aktif dalam keberhasilan ASI eksklusifdengan cara memberikan dukungan emosional dan praktis seperti informasi, nasehat, petunjuk penyelesaian masalah, member perhatian, mendampingi dan menemani istri. Proses menyusui menjadi terhambat bila kondisi ayah dan ibu tidak harmonis, ibu tidak mendapat dukungan dari suami, tidak bisa berkomunikasi dengan baik, dan 13
perasaan ibu yang tidak aman dan nyaman (Hartono, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian Rukmana, NM & Mufdillah (2015) bahwa dukungan suami dapat mempengaruhi keberhasilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Bentuk dukungan suami
menurut Caplan (1976 dalam Friedman, 2010),
dukungan suami terbagi menjadi empat bentuk, yaitu dukungan informasional, penilaian, fisik, dan emosional. Hal ini juga diungkapkan Handayani, SL, Putri ST dan Soemantri, B (2015) pada penelitiannya di Kota Bandung bahwa gambaran dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif mencakup 4 yaitu, emosional, informasi, fisik dan penilaian.
a) Dukungan Informasional Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbang aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, Browden & Jones, 2010). Peran suami dalam memberikan dukungan informasional ini dapat dimulai sejak masa kehamilan. Suami dapat mencari informasi segala hal yang berhubungan dengan ASI khususnya ASI eksklusif, seperti pentingnya pemberian ASI eksklusif, tata laksana laktasi yang benar, promosi iklan susu formula, hingga mitos-mitos terkait ASI (Gunawan, et al., 2012). Handayani, SL, Putri ST dan Soemantri, B (2015) mengungkapkan aspek dukungan informasional yaitu dengan cara memberikan informasi yang berguna dengan masalah yang dihadapi oleh sesorang, namun jumlah ibu yang mendapat dukungan informasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan dukungan yang lain.
b) Dukungan Penilaian Menurut House (dalam Setiadi, 2008), menyatakan bahwa dukungan penilaian merupakan bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada individu sesuai dengan kondisinya. Dukungan ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang positif dengan orang-orang sekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Dukungan ini membuat seseorang merasa 14
berharga, kompeten, dan dihargai. Dukungan penghargaan lebih melibatkan adanya penilaian positif dari orang lain terhadap individu. Bentuk dukungan penghargaan ini muncul dari pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan dan prestasi yang dimiliki seseorang. Dukungan ini muncul dari penerimaan dan penghargaan terhadap keberadaan seseorang secara total meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Pratami, PR (2016) dalam temuannya mengungkapkan dukungan penilaian suami tidak hanya berupa pujian melainkan dengan ucapan terimakasih. Pujian dengan ucapan terimakasih ini diungkapkan suami karena istrinya sudah berhasil memberikan ASI eksklusif pada anak.
c) Dukungan Fisik Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti uang, barang, makanan, serta pelayanan. Wills (dalam Setiadi, 2008) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitasaktivitas seperti penyediaan benda-benda. Contoh dukungan ini misalnya suami menyediakan makanan atau minuman untuk menunjang kebutuhan nutrisi ibu selama menyusui, menyiapkan uang untuk memeriksakan istri apabila sakit selama menyusui bayi, mengganti popok, menyendawakan bayi, menggendong dan menenangkan bayi yang gelisah, memandikan bayi, memberikan ASI perah, membawa bayi jalan-jalan di taman dan memijat bayi (Roesli, 2009). Handayani, SL, Putri ST dan Soemantri, B (2015) mengungkapkan aspek dukungan fisik yaitu dukungan yang diberikan suami dengan memberikan pertolongan secara langsung. Pratami, PR (2016) mengungkapkan bahwa bentuk dukungan fisik yang diberikan suami seperti nutrisi untuk ibu menyusui dan peralatan untuk ASI perah, suami ikut terlibat dalam menjaga dan merawat bayi, sertasuami juga ikut membantu pekerjaan rumah tangga.
d) Dukungan Emosional Dukungan emosional adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut hasil penelitian Pratami, PR (2016) mengungkapkan bahwa bentuk dukungan emosional yang diberikan selama proses menyusui secara eksklusif seperti suami menemani istri ketika menyusui di malam hari, mendengarkan keluhan istri, 15
memberikan semangat dan motivasi kepada istri, serta memberikan perhatian. Hal ini serupa dengan temuan Handayani, SL, Putri ST dan Soemantri, B (2015) yang menyetakan dukungan emosional yang diberikan suami untuk mendukung ASI eksklusif meliputi rasa kasih saying, mencintai dan memberikan perhatian.
D. Kerangka Pemikiran Dukungan sosial suami 1. Dukungan informasional 2. Dukungan penilaian 3. Dukungan fisik 4. Dukungan emosional
Keberhasilan Ibu bekerja memberikan ASI eksklusif
16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendektan Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Fenomenologi merupakan pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert & Carpenter, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yaitu penelitian yang secara langsung untuk mendeskripsikan persepsi pengalaman hidup mereka luas dan mendalam (Holloway, 2008).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang pada bulan Januari-Februari 2019. Kota Palembang dipilih menajdi lokasi penelitian karena tingginya cakupan pemberian ASI secara eksklusif, partisipasi perempuan dalam dunia kerja serta penurunan angka ASI eksklusif di Kota Palembang dari tahun sebelumnya.
C. Penentuan Informan Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi peneliti (Sutopo, 2006). Informan utama dalam penelitian ini adalah suami yang memiliki istri seorang pekerja yang memberikan ASI secara Eksklusif kepada bayinya. Adapun kriteria yang ditetapkan bertujuan untuk memperoleh informasi sesuai permasalahan penelitian yaitu: suami dari ibu bekerja yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya, mampu berkomunikasi dengan baik, bertempat tinggal di Kota Palembang.
17
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh alat perekam (handphone), pedoman wawancara dan catatan lapangan (field note). Wawancara mendalam dilakukan pada informan dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. 2. Tahap Pengumpulan Data a) Tahap Persiapan 1) Sebelum melakukan pengumpulan data dan penelitian, peneliti menyelesaikan ujian proposaldan diperbolehkan melakukan kegiatan penelitian. 2) Peneliti mengurus perizinan penelitian sesuai dengan etika penelitan. 3) Sebelum memulai penelitian, peneliti telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis sebagai acuan peneliti dalam melakukanwawancara. 4) Peneliti mendata informan yang sesuai dengan kriteria, dan mengadakan pertemuan dengan informan untuk menjelaskan tujuanserta manfaat dari penelitian dan melakukan informed consent. 5) Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada informan kemudian membuat transkip data hasil wawancara. b) Tahap Pelaksanaan Peneliti interview)
menggunakan yaitu
teknik
wawancara
yang
wawancara dilakukan
mendalam untuk
(in-depth
menemukan
permasalahan secara lebih terbuka dimana informan yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya, peneliti mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono 2013). Penelti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur dan dalam situasi yang bebas, namun masih berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dibuat. Peneliti menggunakan alat perekam untuk mengetahui semua percakapan
dalam
wawancara
tentang
pengalaman
suami
dalam
memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja. Peneliti sebelumnya
18
memberitahukan alasan penggunaan alat perekam dan memohon izin kepada informan. Selama wawancara mendalam peneliti juga membuat catatan lapangan (field note) yang merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Moleong, 2010). Peneliti membuat catatan lapangan yang berisi deskripsi tentang tanggal, waktu dan informasi dasar tentang suasana saat wawancara seperti tatanan lingkungan, interaksi sosial dan aktivitas yang berlangsung saat wawancara dilakukan. Teknik ini diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik secara langsung, terbuka, fleksibel dan terarah, sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan luas. Waktu yang dibutuhkan selama wawancara sekitar 45-90 menit (Holloway, 2008). Peneliti melakukan wawancara dalam beberapa kali pertemuan, rata-rata peneliti melakukan sebanayk 2-3 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti mengajukan surat permohonan menjadi informan dan informed consent serta melakukan kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan kedua, peneliti melakukan wawancara mandalam dilanjtkan dengan pertemuan ketiga, peneliti melakukan validasi dari hasil wawancara. Tugas
peneliti
dalam
melakukan
wawancara
meliputi
aktif
mendengarkan, empati, fleksibel dan tanggap, merekam dan mencatat, lebih banyak mendengarkan dan menindaklanjuti jawaban partisipan serta wawancara dilakukan dengan face to face. Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai partisipan adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal (Saryono dan Anggraeni, 2010). Kemampuan yang dipersiapkan di atas dapat membuat partisipan lebih terbuka dan meningkatkan kepercayaannya kepada peneliti untuk menceritakan pengalamannya dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu bekerja.
19
3. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu pedoman wawancara mendalam (in depth interview) dalam bentuk pertanyaan, alat bantu perekam (perekam suara dari handphone), alat pencatat dan catatan lapangan (fieldnote).
E. Pengolahan dan Teknik Analisa Data 1) Pengolahan Data Data
yang
diperoleh
harus
dikelola
sedemikian
rupa
agar
tidak
membingungkan peneliti sendiri. Pengolahan data pada penelitian kualitatif Menggunakan sistem pengodean, penyimpanan, dan pengaksesan data hasil penelitian. Pengolahan data menggunakan sebuah sistem pengodean bertujuan yaitu untuk mempermudah Analisa data. Kode yang digunakan berfungsi sebagai label pada data yang relevan, sedangkan mekanisme penyimpanan dan pengaksesan data adalah sistem yang terdiri dari sarana fisik (hardware) dan software seperti program komputer, hard disc, atau flash disc , dll yang dapat membantu mempermudh peneliti dalam proses penyimpanan, pengolahan, dan pengaksesan data Pengolahan data dimulai dari pemrosesan dokumentasi. Hasil rekaman wawancara mendalam dengan alat perekam atau telepon genggam, kemudian didengarkan secara berulang, lalu dituangkan dalam bentuk naskah atau transkip dan digabungkan dengan catatan lapangan. Selanjutnya hasil transkip dibaca berulang-ullang dan disesuaikan kembali dengan hasil rekam untuk memastikan keakuratannya. Data yang telah terhimpun, dipindah ke dalam file khusus dikomputer dan alat penyimpanan lain seperti flash disc untuk menghindari kehilangan data.
2) Analisa Data Bogdan & Biklen (dalam irawan,2006) mendefinisikan Analisis Data sebagai suatu proses mencari dn mengatur secara sistematis sebuah transkip interview, catatan lapangan, dan bahan lainnya yang diperoleh peneliti dalam meningkatkan pemehaman terhadap suatu kejadian atau peristiwa dan membantu peneliti dalam mempersentasikan hasil temuan kepada orang lain.
20
Pengumpulan Data
Transkrip
Mentah
Data
Triangulasi
Penyimpanan
Kategorisasi
Data
Sementara
Data
Pengodean
Penyimpulan Akhir
Skema 3.1 Menurut Irawan ( 2006), proses Analisa Data. Peneliti mengumpulkan data mentah yang di dapat dari hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi dlam proses Analisis Data. Alat yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu telepon genggam dan kamera. Data atau informasi yang didapat, dituangkan dalam bentuk transkip, ditulis apa adanya sesuai dengan hasil rekaman. Selanjutnya transkip dibaca secara berulang dan teliti. Temukan kata kunci untuk dibut pengodean, kemudian kata kunci yang telah di dapatkan disederhanakan dengan mengaitkannya pada tema penelitian. Coding dilakukan dengan memberikan label angka 1, 2, 3, dan seterusnya. Kata kunci kode I1 diberlakukan pada informan 1, I2 paada inform 2, I3 pada informan 3 dan pada informan berikutnya. Setelah pengodean peneliti dapat membuat penyimpulan sementara terkait pengalaman pemberian ASI ekslusif oleh ibu bekerja . Jika data dianggap sudah tersaturasi dan setiap penambahan data baru tidak bermakna, maka peneliti bisa membuat penyimpulan akhir dari hasil penelitinya.
21
F. Keabsahan Data Data yang peneliti peroleh dalam penelitian kualitatif perlu diuji validitas dan realibilitas untuk mengukur keabsahan data. Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan reabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya (Sugiyono, 2013). Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif, meliputi: 1) Kredibilitas (Credibility) Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif, pengecekan anggota (member check), dan pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks)(Saryono & Anggraeni,2010). Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data, peneliti akan membuat transkrip data. Transkrip data yang dibuat peneliti akan dibicarakan dan didiskusikan ke pembimbing tentang hal-hal yang dialami informan. Peneliti juga melakukan member check, yaitu proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check ini untuk mengetahui sejauh mana data yang diperoleh sesuai apa yang diberikan pemberi data. Dalam melakukan member check ini, peneliti kembali ke lapangan dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi terhadap data yang sudah diperoleh dengan menanyakan kembali kepada partisipan. 2) Transferabilitas (Transferability) Uji ini mengandung arti bahwa data yang dilaporkan dapat diterapkan atau diberlakukan di tempat yang lain. Tempat lain tersebutjuga harus memiliki karakter yang hampir sama dengan obyek penelitian sebelumnya (Lapau, 2012). Peneliti
dalam
melakukan
uji
transferabilitas
harus
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian
pembaca
dapat
memutuskan
dapat
atau
tidaknya
untuk
mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. 3) Dependabilitas (Dependability) Pengujian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Tata cara itu dilakukan oleh auditor atau pembimbing yang sudah ahli di bidangnya untuk mengaudit keseluruhan aktivitas penelitian dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2013). 22
4) Konfirmabilitas (Confirmability) Pengujian ini disebut juga uji obyektivitas penelitian. Hasil penelitian dikatakan obyektif bila disepakati oleh banyak orang. Uji konfirmabilitas ini berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2013).
G. Etika Penelitian Pilihan diberikan kepada calon informan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini, artinya tidak ada unsur keterpaksaan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan menggali penggalaman informan dalam memberikan dukungan ASI ekslusif kepada istrinya. Kerahasiaan atas pernyataan yang informan berikan menjadi prioritas, maka dari itu informan mengisi formulir persetujuan ( informed consent) sebagai bentuk legalitas dalam penelitian ini. Moleong (2007), berkata dalam teorinya terait beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam penelitian kualitatif, agar penelitian ilmiah besar-besar terjadi dan tidak mendapatkan permasalahan terkait masalah etik. 1. Meminta izin pada pemerintah setempat sekaligus memberikan penjelasan terkait maksud dan tujuan penelitian. 2. Menempatkan informan sebagai objek yang sama kedudukannya dengan peneliti. 3. Menghormati, menghargai, dan penuh terhadap segala bentuk peraturan, norma, nilai yang ada dimasyarakat, kepercayaan, adat-istiadat, serta kebudayaan yang tertanam di masyarakat tempat penelitian dilakukan. 4. Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan informan. 5. Informasi tentang informan tidak dipublikasikan, termasuk nama informan. 6. Memberikan surat peryataan ketersediaan menjdi informan sebelum dilakukan penelitian. 7. Semua informan diperlakukan sama. 8. Membuat kondisi yang nyaman bagi informan saat dilangsungkan proses pengambilan data. 9. Penggunaan alat perekam dalam proses wawancara dilakukan atas persetujuan dari inform dan penjelasan terkait pengguanaan alat perekam tersebut.
23
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, et al (2015). Keberhasilan ibu bekerja memberikan ASI eksklusif. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia Vol. 3, No. 2 : 69-76 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta. Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC, 2009 Departemen Kesehatan RI. (2010). Hidup ASI eksklusif [edisi 2005]. Diunduh dari: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional vol.4, No.6, juni 2010. DEPKES RI. (2004). KEPMENKES No.450/MENKES/ SK/IV/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Jakarta : DEPKES RI Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Palembang. Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori Dan Praktik, Ed. 5. Jakarta : EGC. Friedman, M. M., Bowden, F. R., Jones, E. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi & Volume 2. Jakarta: EGC. Gunawan, P., dkk. (2012) Catatan Ayah ASI. Jakarta: Buah Hati. Handayani, S.L., Putri, S.T., Soemantri, B. (2015). Gambaran Dukungan Suami Dalam Pemberian Asi Eksklusif Di Posyandu Padasuka Kota Bandung. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia 1(2) : 116-124 (2015) Harnilawati. (2013). Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Sulawesi Selatan: : Pustaka As Salam. Hartono, A. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC Hegar Badriul. (2008). Bedah ASI. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Hidajati A. (2012). Mengapa seorang ibu harus menyusui?. Yogyakarta: Flashbook. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2013). Kendala Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta : Public Articles Klinik ASI IDAI, 13 November 2013. International Labour Organization (ILO). (2015). Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2014-2015 : Memperkuan Daya Saing dan Produktivitas Melalui Pekerjaan Layak. Jakarta : Kantor ILO untuk Indonesia. Kristiyanasari, W. (2011). ASI, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika. 24
Kurniawan, B. (2013). Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 4. Kusumayanti, N., Nindya, TS. (2017). Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif di Daerah Pedesaan. Jurnal media gizi indonesia vol 12 no.2. Pratami, PR. (2016). Pengalaman Suami dalam Memberikan Dukungan ASI Eksklusif pada Ibu Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Semplak Kelurahan Curug Mekar Kota Bogor. Jakarta : PSIK UIN Syarif Hidayatullah. Rahmawati, R. (2010). Hubungan Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dengan Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Besar Porsi MPASI pada Anak Balita Keluarga Miskin di Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Ramaiah, S. (2007) ASI dan Menyusui: Panduan Praktis bagi Ibu Setelah Melahirkan. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Rejeki, S. (2008) Studi Fenomenologi: Pengalaman Menyusui Eksklusif Ibu Bekerja di Wilayah Kendal Jawa Tengah. Jurnal Media Ners, Volume 2, Nomor 1, hlm 1 – 44. Rejeki, S (2015). Manajemen ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja di BPM Ernah Kebon Kopi Kelurahan Cibereum Kecamatan Cimahi Selatan. Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2. Rizkiyanti A, et al (2014). Analisis Faktor Keberhasilan Praktik Pemberian ASI Eksklusif di Tempat Kerja Pada Buruh Industri Tekstil di Jakarta. Jurnal Peneliti Kesehat, Vol. 42, No. 4, 237-24. Roesli, U. (2009). Seri 1 Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. Rukmana, NM & Mufdillah (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Bangunjiwo Bantul Yogyakarta. STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. Sari, D.P. (2017). Pengalaman Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Bekerja di Kota Palembang Sumatera Selatan. Indralaya : PSIK FK Universitas Sriwijaya. Sari, R. R. (2011). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Ayah Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Kabupaten Solok. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sari, YP & Putri, NI (2009). Hubungan Dukungan Suami terhadap Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Gulai Bancah Bukit Tinggi. Jurnal Kesehatan Prima Vol 2 No 2. Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta: EGC.
25
Sofiyani, L. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial (Suami) dengan Motivasi Memberikan ASI Eksklusif pada Ibu-Ibu di Kabupaten Klaten. Naskah Publikasi Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah. Utari. (2015). Pengalaman Ibu Pekerja Yang Tidak Memberikan Asi Eksklusif Pada Anak. Stikes Kusuma Husada Surakarta. Wijayanti. K, Prawitasari. S, &Nisman. WA. (2016) Pengalaman Ibu Bekerja Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Lingkungan Universitas Muhammadiyah Magelang. Jurnal Kesehatan Reproduksi: 41 – 49 Vol. 3 No. 1. Wong, D. L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, edisi 6. Jakarta: EGC World Health Organization (WHO). (2011). Pengertian ASI Eksklusif. Jakarta Wulandari, S., Handayani, S. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: : Gosyen Publishing.
26
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN PENGALAMAN SUAMI DALAM MEMBERIKAN DUKUNGAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI KOTA PALEMBANG
-
-
Identitas Informan 1. Nama
:
2. Usia
:
3. Tingkat Pendidikan
:
4. Pekerjaan
:
5. Alamat
:
6. No. Hp
:
Pertanyaan 1. Apa yang menjadi alasan atau motivasi Bapak mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi bapak ? 2. Apa saja dukungan yang sudah Bapak berikan pada ibu selama proses menyusui secara eksklusif ? 3. Informasi apa saja yang sudah Bapak berikan pada ibu terkait ASI eksklusif ? 4. Dari mana Bapak mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif ? 5. Bentuk apresiasi/penilaian seperti apa yang Bapak berikan pada ibu ketika ibu selesai menyusui ? 6. Apakah Bapak ikut membantu ibu dalam menjaga dan merawat bayi ? 7. Apa saja yang Bapak lakukan dalam merawat bayi ? 8. Apakah Bapak ikut membantu ibu dalam pekerjaan rumah tangga ketika ibu sedang sibuk menyusui eksklusif dan sibuk dalam pekerjaannya ? Apa saja yang Bapak lakukan ? 9. Apa saja yang Bapak lakukan untuk membuat ibu semangat memberikan ASI eksklusif pada bayi bapak ? 10. Kendala atau hambatan apa saja yang Bapak alami dan rasakan selama memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu ?
27