Pemeriksaan Urinalisis.docx

  • Uploaded by: Chloe14
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemeriksaan Urinalisis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,945
  • Pages: 9
Pemeriksaan Urinalisis A. Hasil

Gbr 2. Menunggu 1-2 menit sebelum pembahasan hasil

Gbr 1. Menghilangkan sisa urin pada strip dengan menyentuhkan satu sisi strip pada tissue

Gbr 3. Membaca hasil dengan membandingkan strip dengan skala rujukan pada botol strip urinalisis

Setelah 1-2 menit pasca pencelupan strip ke dalam urin, hasil diperoleh dengan membandingkan warna pada strip dengan warna pada skala rujukan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut. 1. Glukosa Hasil

: biru muda (negatif glukosa)

Interpretasi : normal 2. Bilirubin Hasil

: putih cream (negatif bilirubin)

Interpretasi

: normal

3. Urobilinogen Hasil

: jingga muda (0,2 mg/2 hours)

Interpretasi

: normal

4. Keton Hasil

: putih ke-pink-an (negatif keton)

Interpretasi

: normal

5. Protein Hasil

:kuning muda (negatif protein)

Interpretasi

: normal

6. Nitrit Hasil

: putih (negatif nitrit)

Interpretasi

: normal

7. Leukosit Hasil

: putih (negatif leukosit)

Interpretasi

: normal

8. pH Hasil

: kuning kehijauan (6,5)

Interpretasi

: normal

9. Blood Hasil

: kuning (negatif blood)

Interpretasi

: normal

10. Berat jenis Hasil

: hijau tua(1,010)

Interpretasi

: berat jenis rendah

B. Pembahasan 1. Glukosa Pemeriksaan glukosa pada urin penting dalam mendeteksi dan monitoring kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus. Dalam keadaan normal hampir semua glukosa difiltrasi glomerulus dan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Pada reagen strip untuk glukosa terdiri dari dua enzim yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika teroksidasi atau bisanya juga ada reagen yang menggunakan iodida yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi. GOD akan mempecepat reaksi antara glukosa dan udara untuk memproduksi asam glukonil dan peroksidase, selanjutnya peroksidase akan mempercepat reaksi antara peroksidase dan kromogen sehingga terbentuk warna yang menunjukkan tingkat kadar glukosa urin.

Pada pemeriksaan ini didapatkan glukosa negatif artinya tidak ada glukosuria. 2. Bilirubin Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkim (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), dan penyakit hati kronis disertai ikterik. Kadar bilirubin akan menurun karena penyimpanan yang lama pada suhu ruangan dapat mengaktifkan photooxidasi dan hidrolisis. Uji dipstik untuk bilirubin urin adalah dengan menggunakan reaksi diazo. Bilirubin akan bereaksi dengan garam diazonium (2,6-diklorobenzen-diazoniumtetrafluorobonate) pada suasana asam dan menghasilkan azodye yang akan memperlihatkan perubahan warna dari reagen strip dari warna merah muda sampai ungu (Hohenberger dan Kimling, 2004). Hasil pemeriksaan bilirubin dapat dilaporkan sebagai negatif, +1, +2, atau +3.

Bilirubin stabil pada urin yang sudah disimpan selama dua jam pada suhu ruangan. Pada uji bilirubin dengan reaksi Diazo, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan bilirubin yaitu : a. Reaksi negatif palsu terjadi jika urin mengandung banyak asam askorbat (vitamin C), kadar nitrit dalam urin meningkat, asam urat tinggi, dan bila bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin akibat spesimen urin terpajan sinar matahari (ultraviolet) langsung. b. Hasil positif palsu dapat dijumpai pada pemakaian obat yang menyebabkan urin menjadi berwarna merah Pada pemeriksaan ini diperoleh bilirubin negatif, artinya tidak ada bilirubinuria. 3. Urobilinogen Bilirubin terkonjugasi yang masuk kedalam saluran cerna akan berubah menjadi urobilogen dan sterkobilin dengan bantuan bakteri yang ada di saluran cerna.

Sebagian besar urobilinogen akan berkurang di feses dan sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urin oleh. Nilai rujukan kadar urobilinogen kurang dari 1 mg/dl yang terdapat dalam urin masih terbilang normal. Peningkatan urobilinogen diatas 1 mg/dl memperlihatkan adanya penyakit hepar dan kelainan hemolitik. Nilai urobilinogen dapat menurun karena oksidasi pada penyimpanan suhu ruangan yang lebih dari dua jam. Pemeriksaan urobilinogen ini menggunakan reagen Multistix, yakni menggunakan reaksi Aldehid Ehrlich, dimana reagen Ehrlich (p-dimethyl aminobenzaldehyde) akan bereaksi dengan urobilinogen dan menghasilkan perubahan warna dari merah muda yang cerah sampai pekat. Hasilnya dinyatakan dalam Ehrlich Units (EU) yang setara dengan mg/dl. Kadar urobilinogen normal dalam urin adalah 0.2 sampai 1 EU.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan urobilinogen urin : a. Reaksi positif palsu dapat disebabkan oleh pengaruh obat (fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid (Diamox), kaskara, metenamin mandelat (Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat, dan pemakaian pengawet formaldehid), makanan tinggi karbohidrat dan urin yang bersifat basa kuat. Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan. Urin yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen. b. Reaksi negatif palsu dapat disebabkan oleh konsumsi antibiotik (ammonium klorida dan vitamin C), paparan sinar matahari langsung (oksidasi langsung), dan urin yang bersifat asam kuat. Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi urobilinogen. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil urobilinogen 0,2 EU yang ada dalam rentang normal. 4. Keton

Benda keton yang dapat dijumpai di urin adalah aseton, asam asetoasetat, dan beta-hidroksibutirat. Pada urin normal tidak ditemukan keton karena semua metabolisme lemak menjadi karbondiaoksida dan air. Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan atau saat asupan karbohidrat kurang. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urin, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Biasanya ketonemia terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1, sehingga kadar keton dalam urin dapat digunakan untuk monitoring penyakit ini. Prinsip dari pemeriksaan keton dalam urin adalah dengan prinsip tes Legal yaitu menggunakan sodium nitroprusid (nitroferrisianida) yang akan bereaksi dengan keton. Pada reaksi ini, asam asetoasetat pada suasana basa akan bereaksi dan menghasilkan warna ungu.

Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil keton negatif artinya tidak ada ketonuria. 5. Protein Proteinuria dapat menjadi tanda awal kerusakan pada ginjal dan muncul sebelum gelaja klinis terlihat. Sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen. Prinsip uji dipstik ini yaitu mendeteksi protein dengan indikator warna bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein karena albumin menyerap ion hidrogen dari indikator. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat pencemaran urin oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), dan urin yang sangat basa (pH > 8). Sedangkan hasil negatif palsu dapat dipengaruhi oleh urin yang sangat encer atau urin sangat asam (pH < 3).

Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil protein negatif, artinya tidak ada proteinuria. 6. Nitrit

Di dalam urin orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, nitrat dapat mengalami reduksi jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). Contoh bakteri yang biasa terdapat dalam urin adalah Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, dan Proteus. Bakteri-bakteri tersebut megandung enzim reduktase sehingga mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urin pagi yang diperiksa dalam keadaan segar, karena penundaan pemeriksaan dapat mengakibatkan bakteri berkembangbiak di luar saluran kemih, sehingga nitrit yang dihasilkan lebih banyak dan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Dasar dari reagen strip adalah kemampuan bakteri dalam mereduksi nitrat menjadi nitrit yang keberadaannya dalam urin adalah tidak normal. Nitrit dideteksi oleh reaksi Greiss yang pada suasana asam akan bereaksi dengan amine aromatic (para-arsanilic acid or sulfanilamide) menjadi garam diazonium. Selanjutnya garam

diazonium

akan

bereaksi

dengan

tetrahydrobenzoquinolin

dan

menghasilkan azodye berwarna merah muda. Derajat warna merah muda yang bagaimanapun tercipta diartikan sebagai adanya nitrit pada urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006). Tes ini tidak mengukur jumlah bakteri yang ada dan warna merah muda yang terlihat tidak berkorelasi dengan banyaknya jumlah bakteri yang ada. Pada pemeriksaan ini didapatkan nitrit negatif artinya tidak ada bakteriuria. 7. Leukosit Leukosit normal jika dilihat dengan mikroskop adalah sebanyak 0-5 per lapangan pandang luas. Pada wanita jumlah leukosit bisa lebih tinggi dibanding laki-laki karena adanya kontaminasi dari vagina. Peningkatan temuan leukosit di urin mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih. Tes ini dapat mendeteksi esterase yang terdapat dalam sel darah putih granulosit. Leukosit neutrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes leukosit esterase positif mengindikasikan adanya sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini

memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup. Prinsip pada pemeriksaan LE adalah asam karbonat ester yang berasal dari granulosit akan membentuk indoxyl. Indoxyl akan teroksidasi jika bereaksi dengan garam diazonium dan membentuk warna ungu.

Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil leukosit negatif artinya tidak terdapat leukosit dalam sampel urin. 8. pH Prinsip dari pengukuran pH pada uji dipstik ini adalah kombinasi indikator methyl red dan bromthymol blue yang terkandung pada strip memungkinkan perubahan warna strip dari jingga hingga kuning sesuai dengan pH urin. pH urin bersifat tidak stabil jika dibiarkan lebih dari dua jam baik pada suhu ruangan maupun suhu refrigerator. Ketidakstabilan ini ditandai dengan peningkatan kadar ammonium sehingga data mempengaruhi nilai pH urin. Pada penyimpanan urin yang sangat lama di suhu ruangan akan menyebabkan lebih basa karena pembusukan urea oleh bakteri.

Selain itu pH urin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih, terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, dan spesimen basi. b. pH asam : ketosis seperti pada diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak; asidosis sistemik kecuali pada gangguan fungsi tubulus; asidosis respiratorik atau metabolik memicu pengasaman urin dan meningkatkan ekskresi NH4+ dan terapi pengasaman. Pada pemeriksaan ini diperoleh pH 6,5 yang masih dalam rentang normal pH urin. 9. Blood Darah dapat ditemukan dalam urin yang terdiri dari sel darah merah yang disebut hematuria atau produk dari sel darah merah yang hancur seperti hemoglogin yang disebut hemoglobinuria. Darah dalam urin dapat dilihat dengan tanpa alat bantu jika kadarnya tinggi, biasanya hematuria akan tampak seperti urin merah berawan

dan hemoglobinuria tampak seperti merah jenih. Pemeriksaan urin dengan carik celup akan memberi hasil positif jika terjadi hematuria, hemoglobinuria, dan mioglobinuria. Prinsip

pemeriksaan

darah

dalam

urin

adalah

dengan

menggunakan

pseudoperoksidase dari hemoglobin untuk mempercepat reaksi antara hidrogen peroksidase dan kromogen tetramethylbenzidine untuk menghasilkan kromogen teroksidasi yang berwarna hijau kebiruan (Mundt dan Shanahan, 2011). Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam samar-samar , +1, +2, dan +3.

Pada pemeriksaan ini didapatkan blood negatif artinya tidak terdapat hematuria 10. Berat jenis BJ (berat jenis) adalah pengukur kepadatan air seni sehingga dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Nilai BJ urin 1,005- 1.035 masih dianggap normal pada urin sewaktu dengan fungsi gijal normal. Nilai rujukan untuk urin pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022 dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Nilai BJ yang tidak normal menandakan kerusakan tubulus dalam memekatkan urin. Nilai BJ urin yang rendah dan persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Pemeriksaan BJ urin didasarkan pada perubahan pKa (konstanta disosiasi) dari polielektrolit pada medium yang bersuasana basa. Polielektrolit yang terdapat dalam reagen strip akan mengalami ionisasi sehingga menghasilkan ion hidrogen (H+). Jumlah ion hidrogen (H+) yang dihasilkan bergantung pada jumlah ion yang terdapat di urin. Jika ion hidrogen dalam urin sedikit maka berat jenis dari urin tersebut rendah sehingga pH urin akan cenderung bersifat basa. Pada pemeriksaan ini digunakan urin sewaktu dan didapatkan hasil 1,010 yang artinya berat jenis urin normal. C. Kesimpulan Dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya kelainan pada urin pasien atau sampel urin yang digunakan adalan urin normal.

Referensi 1. Tarigan, Olivia Natania. 2018. Perbedaan Hasil Urinalisis Metode Dipstik pada Urin Segar, Urin Simpan 4 Jam Suhu Ruangan, dan Urin Simpan 4 Jam Suhu 20C-80C. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2. Jamil APA, Pertiwi D, Elvira D. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan Urine pada Pasien dengan Pembesaran Prostat Jinak di RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(1).

3. Frida E, Badji A, Hardjoeno. Urinalisis dan Interpretasi. Makassar : Bagian Patologi klinik FK Unhas – RS dr Wahidin Sudirohusodo.

Related Documents

Pemeriksaan Bta
October 2019 29
Pemeriksaan Luar.docx
December 2019 27
Pemeriksaan Feses.docx
June 2020 13
Pemeriksaan Feses
October 2019 30
Pemeriksaan Penunjang.docx
December 2019 25
Pemeriksaan Fisik.docx
April 2020 16

More Documents from "Dinda Faullya Zein"