Pemasangan Infus Fix.docx

  • Uploaded by: Ayu Arii
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemasangan Infus Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,387
  • Pages: 38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit,darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006). Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar cairan tubuh yang hilang. Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian cairan melalui infuse adalah pemberian cairan yang diberikan pada pasien yang mengalami pengeluran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini membutuhkan kesteril-an mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan kedalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika basal ikadan median akubiti), pada tungkai (vena safena) atau vena yang ada dikepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan Pada pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.Dalam penulisan makalah ini akan di jelaskan pengertian pemberian cairan infuse, jenisjenis cairan intravena, indikasi dan kontraindikasi, dan prosedur pemberian cairan infuse.

B. Rumusan Masalah a. Apa pengertian pemberian cairan intravena (infus) ? b. Apa saja jenis – jenis cairan intravena ? c. Apa saja macam – macam ukuran jarum intravena (infus) ? d. Apa saja komposisi cairan pada infus ? e. Apa saja jenis dan kegunaan selang infus ? f. Dimana saja tempat penentuan area infus ? g. Apa saja patofisiologi pemasangan infus ? 1

h. Apa saja implikasi keperawatan pada pemasanga infus ? i. Apa tujuan pemasangan infus ? j. Apa saja indikasi pada pemasangan infus ? k. Apa saja kontra indikasi pada pemasangan infus ? l. Apa saja persiapan lingkungan pada pemasangan infus ? m. Apa saja persiapan pasien pada pemasangan infus ? n. Apa saja persiapan alat pada pemasangan infus ? o. Bagaimana prosedur pelaksanaan pemasangan pada infus ?

C. Tujuan a. Untuk mengetahui pengertian pemberian cairan intravena (infus). b. Untuk mengetahui apa saja jenis – jenis cairan intravena. c. Untuk mengetahui apa saja macam – macam ukuran jarum intravena (infus). d. Untuk mengetahui apa saja komposisi pada infus. e. Untuk mengetahui apa saja jenis dan kegunaan selang infus. f. Untuk mengetahui dimana saja tempat penentuan area infus. g. Untuk mengetahui apa saja patofisiologi pemasangan infus. h. Untuk mengetahui apa saja implikasi keperawatan pada pemasangan infus. i. Untuk mengetahui tujuan pemasangan infus. j. Untuk mengetahui apa saja indikasi pada pemasangan infus. k. Untuk mengetahui apa saja kontra indikasi pada pemasangan infus. l. Untuk mengetahui apa saja persiapan lingkungan pada pemasangan infus. m. Untuk mengetahui apa saja persiapan pasien pada pemasangan infus. n. Untuk mengethui apa saja persiapan alat pada pemasangan infus. o. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana prosedur pelaksanaan pemasangan pada infus.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemberian Cairan Intravena (Infus) Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter,2005). Teknik yang penusukan vena melalui transkutan dengan stilet yang kaku, seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. B. Jenis – Jenis Cairan Intravena Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). 2. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas 16 tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah

3

perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. 3. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam

pembuluh

darah.

Mampu

menstabilkan

tekanan

darah,

meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.

C. Komposisi Cairan Infus 1. ASERING  Indikasi Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: Gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.  Komposisi Setiap liter asering mengandung :  Na+ ……………….. 130 mEq  K+ …………………….4 mEq  Cl- ………………….109 mEq  Ca++ …………………..3 mEq  Asetat (garam) ………28 mEq  Keunggulan a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran d. Mempunyai efek vasodilator e. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20% sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

4

2. KA-EN 1B  Indikasi a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam) b. < 24 jam pasca operasi c. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara intravena. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam (anak-anak). d. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam.  Direkomendasikan untuk usia ≥ 3 tahun atau berat badan ≥ 15 kg. 3. KA-EN 3A & KA-EN 3B  Indikasi a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas. b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam). c. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A. d. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B  Direkomendasikan untuk usia ≥ 3 tahun atau berat badan ≥ 15 kg. 4. KA-EN MG3  Indikasi a. Mengandung Kalium dalam adar tepat untuk memelihara homeostasis tubuh (20 mEq/L). b. Mengandung Natrium dalam kadar moderat untuk menghindari resiko hepernatremia (50 mEq/L). c. Mensuplai kalori yang sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mencegah katabolisme protein (1,5 liter KA-EN MGE = 600 kcal). d. Tersedia dalam 2 bentuk kemasan yang sangat memudahkan untuk dikombinasikan dengan sediaan asam amino (AMPIRAMEN atau PAN-AMIN G). 5. KA-EN 4A  Indikasi a. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak. b. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal.

5

c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik. d. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan kondisi, usia dan berat badan pasien.  Komposisi (per 1000 ml):  Na+ ……………… 30 mEq/L  K+ ……………........ 0 mEq/L  Cl- ………………. 20 mEq/L  Laktat ……………10 mEq/L  Glukosa …………..40 gr/L  Direkomendasikan untuk usia < 3 tahun atau berat badan < 15 kg. 6. KA-EN 4B  Indikasi a. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun b. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik d. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan kondisi, usia dan berat badan pasien  Komposisi (per 1000 ml)  Na+ ……………………..30 mEq/L  K+ ……………………… 8 mEq/L  Cl- ……………………. 28 mEq/L  Laktat …………………10 mEq/L  Glukosa ……………….37,5 gr/L  Direkomendasikan untuk usia < 3 tahun atau berat badan < 15 kg 7. Otsu-NS  Indikasi a. Untuk resusitasi b. Kehilangan Cl >>, misalnya muntah-muntah c. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium : asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar. 8. Otsu-RL  Indikasi a. Resusitasi b. Suplai ion bikarbonat c. Asidosis metabolik 6

9. MARTOS-10  Indikasi a. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik b. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein c. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam d. Mengandung 400 kcal/L 10. AMIPAREN  Keunggulan  Mengandung asam amino 10% dan BCAA 30 %  Suplai aam amino pada stres metabolik berat.  Memperbaiki imbang nitrogen.  Indikasi a. Stres metabolik berat b. Luka bakar c. Infeksi berat d. Kwashiorkor e. Pasca operasi f. Total Parenteral Nutrition g. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit h. Informasi : kecepatan pemberian asam amino adalah 10 gr/jam. 11. AMINOVEL-600  Indikasi  Mengandung asam amino 5% dan BCAA 8,8%  Mengandung sorbitol sebesar 5% sebagai sumber kalori  Suplai asam amino, kalori, elektrolit dan vitamin dalam kombinasi praktis  Keunggulan a. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran gastrointestinal, misalnya short bowel syndrome, anoreksia, dan kelainan gastro-intestianal berat. b. Penderita gastrointestinal yang dipuasakan, misalnya fistula enterokutan c. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misalnya luka bakar, trauma dan pasca operasi) d. Stres metabolik sedang e. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tetes per menit)

7

12. PAN-AMIN G  Indikasi  Tifoid  Suplai asam amino pada : hipoproteinemia dan stress metabolik ringan  Nutrisi dini pasca operatif  Katabolik ringan  Dosis dewasa: 500 ml selama 60-100 menit  Batasan dosis D-Sorbitol = 100 gr/hari  Keunggulan  Mengandung asam amino sebesar 2,72% untuk mencukupi kebutuhan basal  Mengandung sorbitol sebesar 5%  Suplai asam amino dan kalori secara praktis 13. RINGER LAKTAT/RINGER ASETAT  Indikasi a. Mengatasi kehilangan cairan ekstraseliler abnormal yang akut. b. Dosis lazim NS, RL, RA: 500-1000 ml dengan kecepatan 300-500 ml per jam (kira-kira 75-125 tetes/menit) c. Pada syok, dehidrasi , dan DSS bias diguyur (20 ml/kg BB/jam) 14. DEXTRAN  Indikasi a. Resusitasi b. Pengganti plasma, pada luka bakar c. Peningkatan sirkulasi kapiler, misalnya Infark miokardial akut, syok kardiogenik, hemoragik atau septic.  Dosis pemberian Dextran a. Pada syok: 1000 ml Dextran 40, dapat diberikan bersamaan dengan larutan Kristaloid b. Untuk menghindari pendarahan yang berlebihan, dosis maksimal:  Dextran 40: <15 ml/kg BB/hari  Dextran 70: 20 ml/kg BB/hari 15. TRIPAREN  Indikasi  Suplai air, elektrolit, kalori melalui vena sentral dimana intake oral maupun enteral tidak cukup atau tidak dimungkinkan.  Diberikan sebagai nutrisi parenteral total

8

    

Infus kombinasi GFX dalam perbandingan ideal 4-2-1 Optimal diberikan sebagai cairan dasar untuk sistem TPN pada pasien karena mengandung elektrolit dan trace element yang lengkap Memudahkan pengontrolan terhadap hiperglikemia pada pasien post operasi Efektif diberikan pada pasien diabetes mellitus Dosis : 1800 ml/24 jam melalui vena sentral.

16. MANITOL  Indikasi  Gagal ginjal akut: diperlukan test dose 0.2 g/kg, diberikan dalam 3-5 menit.  Respon memadai jika volume urin 40 ml/jam (diukur dalam 2-3 jam).  Jika ada respon dosis dilanjutkan 100 g, diberikan dalam 90 menit sampai beberapa jam. Jika tidak, ada respon, pemberian tidak dilanjutkan.  Peningkatan tekanan intraokuler, edema otak: digunakan larutan 20%.  Dosis total 0,25-2 g/kg BB diberikan dalam 30-60 menit.  Osmolaritas serum tidak boleh melebihi 320 mOsm/L untuk mencegah dehidrasi intraseluler. 17. MEYLON  Indikasi a. Asidosis, karena defisit bikarbonat. b. Penyakit Meniere dan “Motion Sickness”. c. Dosis : BE x 30% x BB. Biasanya diberikan 50% dari jumlah yang dihitung. 18. MgSO4 - 20% MgSO4 - 40%  Indikasi Mengontrol dan mencegah kejang pada pre-eklampsia dan eklampsia  Dosis:  Pre-eklampsia: 10 ml (4 g) MgSO4, IM, dapat diulang 4 g tiap 6 jam.  Eklampsia: dosis initial 8 g dalam larutan 40% IM, selanjutnya 4 g/6 jam.

9

19. OTSUTRAN-L  Pengganti plasma, pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler, misalnya infark miokard akut, syok kardiogenik, hemoragik atau septik. 20. Otsu-NS 100 ml Otsu-D5 100 ml  Indikasi  Sebagai pelarut obat-obatan yang digunakan secara intermitten IV drip  Dosis pemberian 100 ml untuk sekali pemberian sesuai dengan petunjuk dari obat yang diberikan  Kadar plasma dan lama kerja obat yang sesuai dapat dicapai dalam waktu bersamaan  Dosis yang sama tapi mampu memberikan kadar plasma yang lebih baik  Dosis yang lebih tinggi dapat diberikan dengan resiko toksisitas lebih rendah terutama pada obat dengan indeks terapeutik sempit  Lebih mudah mengatur laju pemberian obat  Lebih sedikit resiko mengiritasi vena  Infus dapat segera dihentikan bila menimbulkan efek samping  Mudah digunakan oleh perawatan D. Macam-Macam Ukuran Jarum Intravena (Infus) Macam-macam Ukuran Abocath Menurut Potter (1999) ukuran jarum infuse yang biasa digunakan adalah : 1. Ukuran 16G warna abu-abu untuk dewasa, bedah mayor, trauma. Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan. Pertimbangan perawat : Sakit pada insersi, butuh vena besar 2. Ukuran 18G warna hijau untuk anak dan dewasa, untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya. Pertimbangan Perawat : Sakit pada insersi, butuh vena besar 3. Ukuran 20G warna merah muda untuk anak dan dewasa. Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya. Pertimbangan Perawat : Umum dipakai 4. Ukuran 22G warna biru untuk bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut). Cocok untuk sebagian besar cairan infus. Pertimbangan Perawat :

10

Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh, Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, Sulit insersi melalui kulit yang keras. 5. Ukuran 24G warna kuning, 26 Warna putih untuk nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut). Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat. Pertimbangan Perawat : Untuk vena yang sangat kecil, Sulit insersi melalui kulit yang keras.

E. Jenis dan Kegunaan Selang Infus 1. Ukuran Macrodrip yang setiap 1 ml nya terdiri dari 15 tetes dan biasanya digunakan untuk pasien dewasa. 2. Ukuran Microdrip yang setiap 1 ml nya terdiri dari 60 tetes dan biasanya digunakan untuk pasien yang masih anak-anak.

F. Penentuan Area Infus Lokasi pemasangan infus biasanya pada vena yang terdapat di lengan antara lain: 1. Vena digitalis mengalir sepanjang sisi lateral jari tangan dan dihubungkan ke vena dorsalis oleh cabang-cabang penyambung. -

Keuntungan : kadang-kadang hanya vena yang tersedia, yang dengan mudah difiksasi dengan spatel lidah yang dibalut dengan perban.

-

Kerugian : hanya kateter yang berukuran kecil dapat digunakan, mudah terjadi infiltrasi, tidak cocok untuk terapi jangka panjang.

2. Vena dorsalis superfisialis (metakarpal atau tangan) berasal dari gabungan vena digitalis. -

Keuntungan : memungkinkan pergerakan lengan, mudah dilihat dan di palpasi, tulang-tulang dengan membelat kateter.

-

Kerugian : pasien-pasien yang aktif dapat mengeser kateter, balutan menjadi mudah basah dengan mencuci tangan, tempat penusukan IV akan macet jika penahan pergelangan tangan di pasang.

3. Vena sefalika terletak di lengan bagian bawah pada posisi radial lengan (ibu jari). Vena ini berjalan ke atas sepanjang bagian luar dari lengan 11

bawah dalam region antekubiti. Vena sefalika lebih kecil dan biasanya lebih melengkung dari vena basilika. -

Keuntungan : dapat menggunakan kateter ukuran bsar untuk infus yang cepat, dibelat oleh tulang-tulang lengan, pilihan yang baik untuk infus larutan yang mengiritasi.

-

Kerugian : lebih melengkung daripada vena basilika; ini biasanya merupakan kerugian hanya bila memasang kateter yang lebih panjang.

4. Vena basilika ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah, berjalan ke atas pada bagian posterior atau belakang lengan dan kemudian melengkung ke arah permukaan anterior atau region antekubiti. Vena ini kemudian berjalan lurus ke atas dan memasuki jaringan yang lebih dalam. -

Keuntungan : sama seperti vena sefalika, biasanya lebih lurus dari vena sefalika

-

Kerugian : cenderung berputar; posisi pasien mungkin aak kikuk selama pungsi vena.

5. Vena mediana/antekubiti berasal dari vena lengan bawah dan umumnya terbagi dalam dua pembuluh darah, satu berhubungan dengan vena basilika dan yang lainnya berhubungan dengan vena sefalika. Vena ini biasanya digunakan untuk pengambilan sampel darah. -

Keuntungan : mudah dilakukan penusukan, besar, cenderung stabil.

-

Kerugian : dapat membatasi gerakanlengan pasien, sering diperlukan untuk pengambilan sampel darah.

G. Implikasi Keperawatan Selama terapi intravena, perawat harus: 1. Mempertahankan kepatenan infus intravena 2. Memenuhi kebutuhan rasa nyaman klien dalam melakukan

aktivitas

sehari-hari dengan memenuhi kebutuhan higine personal klien dan membantu mobilisasi (mis, turun dari tempat tidur, berjalan, makan, minum, dll).

12

3. Melakukan observasi terhaparu dap komplikasi yang mungkin muncul, seperti: 

Infiltasi, yaitu masukanya cairan ke jaringan subkutan yang ditandai dengan bengkak,dingin, nyeri, dan terhambatnya tetesan infuse.



Flebitis, yaitu trauma mekanik atau iritasi kimiawi pada vena yang ditandai dengan nyeri, panas, dan kemerahan pada vena tempat pemasangan infuse.



Kelebihan cairan akibat tetesan infuse yang terlalu cepat, yang ditandai dengan perasaan kedinginan, adanya cairan pada foto toraks, dan lain-lain.

4. Mengatur tetesan infus secara cepat. Hal-hal yang harus diperhatikan perawat antara lain: 

Tetesan yang terlalu cepat dapat menyebabkan masalah pada fungsi paru dan jantung



Tetesan yang terlalu lambat menyebabkan asupan cairan dan elektrolit yang tidak adekuat

5. Mengganti botol infus. Penggantian botol dilakukan apabila cairan sudah dilakukan selama 24 jam intuk mencegah flebitis dan pembentukan thrombus. Seacara umum, prosedur penggantian botol infuse adalah sebagai berikut: 

Siapkan botol baru yang akan digunakan.



Klem selang infus agar tidak terjadi pengantian tetesan atau pembuntuan darah.



Tarik jarum dari botol lama dan segaera tusukkan pada botol baru yang sebelumnya sudah didesinfektan dengan kapas alcohol 70%.



Gantungkan botol kembali.



Buka klem dan hitung kembali tetesan secara benar.



Catat tindakan yang dilakukan pada lembar observasi atau prosedur tindakan

13

6. Menganti slang infus. Prosedur ini dilakukan paling lambat setelah 3x24 jam, dan centers for disease control (CDC) mengattur agar tidak lebih dari 2x24 jam. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. 

Siapkan set infus yang baru, termasuk botol cairan infus yang diresepkan.



Aliran cairan sepanjang slang, gantungkan botol cairan, dan tutup lem pada standar infuse.



Pegang poros jarum dengan satu tangan dan tangan yang satu melepaskan slang.



Smbungkan slang yang baru ke poros jarum.



Langkah selanjutnya dengan prosedur infus baru

7. Menghentikan terapi intravena. Prosedur ini dilakukan apabila program terapi sudah selesai jika hendak dilakukan oenusukan yang baru. Langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: 

Tutup klem infuse



Buka slang pada area penusukan sambil memegang jarum.



Tarik jarum secepatnya dan beri penekanan pada area bekas tusukan dengan kapas alkohol selam 2-3 menit untukmencegah pendarahan.



Tutup area bekas tusukan dengan menggunakan kasa steril.



Catat waktu penghentian infus dan jumlah cairan yang masuk dan yang tersisa di botol.

H. Komplikasi Pemasangan Infus Komplikasi Pada Pemasangan Infus a. Komplikasi lokal 1. Flebitis Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis 14

meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme saat penusukan). Intervensi : -

Tinggikan ekstremitas

-

Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena

-

Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain

Pencegahan : -

Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan

-

Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena

-

Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih area

insersi -

Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi

apapun setiap jam -

Menempatkan kateter atau jarum dengan baik

-

Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin

2. Infiltrasi Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.

15

Intervensi: - Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan) - Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan (meningkatkan drainase vena dan membantu mengurangi edema) - Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri) Pencegahan: - Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu - Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena - Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area pemasangan infus

3. Iritasi vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin) Intervensi: - Turunkan aliran infus Pencegahan: - Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka waktu lama, sarankan dokter untuk memasang central IV. - Encerkan obat sebelum diberikan

4. Hematoma Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

16

Intervensi: - Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril - Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah - Mengkaji tempat penusukan - Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan Pencegahan: - Memasukkan jarum secara hati-hati - Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil

5.Tromboflebitis Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Intervensi: -

Menghentikan IV

-

Memberikan kompres hangat

-

Meninggikan ekstremitas

-

Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan

Pencegahan: - Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan - Mengobservasi area insersi tiap jam - Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas

6.Trombosis Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

17

Intervensi: -

Menghentikan IV

-

Memberikan kompres hangat

-

Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan dengan infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang istimewa/baik untuk pertumbuhan bakteri)

Pencegahan: - Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena

7.Occlusion Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama. Intervensi: - Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses Pencegahan: - Pemeliharaan aliran IV - Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko aliran darah balik) - Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat

8.Spasme vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat. Intervensi: - Berikan kompres hangat di sekitar area insersi - Turunkan kecepatan aliran

18

Pencegahan: - Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih dahuilu.

9.Reaksi vasovagal Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan Intervensi : - Turunkan kepala tempat tidur - Anjurkan klien untuk nafas dalam - Cek tanda-tanda vital (vital sign) Pencegahan: - Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang tidak tahan terhadap nyeri) - Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi kecemasan yang dialami

10.Kerusakan syaraf, tendon dan ligament Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament. Intervensi: -

Hentikan pemasangan infus

Pencegahan: -

Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari lokasi vena

-

Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama

19

b. Komplikasi sistemik 1.Septikemia / bacteremia Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian tehnik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan imun. Intervensi: -

Monitor tanda vital

-

Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.

-

Berikan medikasi jika diresepkan

Pencegahan: -

Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan

-

Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku

2.Reaksi alergi Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal karena medikasi. Intervensi : -

Jika reaksi terjadi, segera hentikan infus

-

Pelihara jalan nafas

-

Berikan

antihistamin steroid,

antiinflamatori

dan antipiretik jika

diresepkan. Pencegahan: -

Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru

20

-

Kaji riwayat alergi klien

3.Overload sirkulasi Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadi pada pasien dengan gangguan jantung yang disebut denga kelebihan beban sirkulasi. Intervensi: -

Tinggikan kepala tempat tidur

-

Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali

-

Jika diperlukan berikan oksigen

-

Mengkaji bunyi nafas

-

Jika diresepkan berikan furosemide

Pencegahan: -

Sering memantau tanda-tanda vital

-

Menggunakan pompa IV untuk menginfus

-

Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infus

4.Embolisme udara Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral. Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis, hipotensi, nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada, bahu, dan punggung bawah. Intervensi : -

Klem atau hentikan infus

-

Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg

-

Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas

-

Memberikan oksigen

Pencegahan:

21

-

Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai menyambungkan infus

-

Pastikan semua konektor tersambung dengan baik

I. Keadaan yang Memerlukan Pemberian Infus 1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah). 2. Trauma abdomen (perut)berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah). 3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha). 4. Serangan panas (heat stroke). 5. Diare dan demam. 6. Luka bakar luas. 7. Semua trauma kepala,dada,dan tulang punggung.

J. Patofisiologi Pemasangan Infus a. Diare Pada dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan sebagai berikut : 1. Diare Osmotik Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan : b. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus. c. Waktu pengosongan lambung yang cepat. Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya

22

akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal. d. Defisiensi enzim Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya orang Eropa senang minum susu. e. Laksan osmotic Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut: -

Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.

-

Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.

-

Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan intravena.

23

2. Diare sekretorik Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif. Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.

3. Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.

4. Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik) Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh hiperperistaltik.

5. Diare eksudatif Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.

24

b. Thypoid Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Semula disangka demam dan

gejala toksemia pada typhoid

disebabkan oleh

endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

25

K. Tujuan 1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien. 2. Menggantikan cairan yang hilang dalam jumlah besar. 3. Mempercepat pemenuhan cairan dan elektrolit. 4. Untuk tindakan pengobatan dan pemenuhan nutrisi 5. Memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum

L. Indikasi 1.

Pendarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cair tubuh dan komponen darah)

2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 4. “serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) 5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi) 6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) 7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

M. Kontra Indikasi 1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. 2. Daerah lengan pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). 3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

26

N. Persiapan Lingkungan 1. Pasang sampiran O. Persiapan Pasien 1. Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan (meliputi proses fungsi vena, informasi tentang lamanya infuse dan pembatasan darah) 2. Jika pasien akan menggunakan anestesi lokal pada area insersi, tanyakan adanya alergi terhadap anestesi yang digunakan 3. Jika pasien tidak menggunakan anestesi, jelaskan bahwa nanti akan muncul nyeri ketika jarum dimasukkan, tapi akan hilang ketika kateter sudah masuk 4. Jelaskan bahwa cairan yang masuk awalnya akan terasa dingin, tapi sensasi itu hanya akan terasa pada beberapa menit saja 5. Jelaskan pada pasien bahwa jika ada keluhan/ketidaknyamanan selama pemasangan. Supaya menghubungi perawat.

P. Persiapan Alat Bak instrumen berisi : 1. Perlak pengalas 2. Larutan yang benar 3. Jarum yang sesuai (abbocath, wing needle/butterfly) 4. Set infuse 5. Selang intravena 6. Alkohol dan swab pembersih yodium (povidon) 7. Torniket 8. Sarung tangan sekali pakai 9. Kasa atau balutan transparan dan larutan atau salep yodium (povidon) 10. Plester dan gunting plester 11. Handuk/pengalas tangan 12. Tiang penyangga IV

27

13. Bengkok (tempat pembuangan jarum)

Q. Prosedur Pelaksanaan 1. Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label larutan dan identifikasi pasien. 2. Jelaskan prosedur pada pasien. 3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai. 4. Pasang turniket dan identifikasi vena yang sesuai. 5. Pilih letak insersi. 6. Pilih kanula IV. 7. Hubungkan kantong infus dengan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. 8. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman, atur pencahayaan. Posisikan lengan pasien di bawah ketinggian jantung untuk meningkatkan pangisian kapiler. Letakkan bantalan pelindung di atas tempat tidur di bawah lengan pasien. 9. Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1 % (tanpa epinephrine) 0.1-0.2 cc mungkin disuntikkan secara lokal ke tempat IV. 10. Pasang turniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal turniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantung lengan pasien untuk melebarkan vena. 11. Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan membersihkan menggunakan tiga swab betadibe selama 2-3 menit dalam gerakan memutar, bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian bersihkan dengan alcohol 70% untuk melihat dengan jelas vena profunda. a. Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut. (periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini) b. Jika pasien alergi dengan povidone-yodium, maka dapat digunakan alkohol 70% saja.

28

12. Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas pembuluh darah. 13. Pegang jarum dengan bagian bevel ke atas dan pada sudut 25-45 derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena. 14. Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas dari samping dengan satu gerakan cepat. 15. Jika tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum. Langkah-langkah tambahan untuk pemasangan kateter yang membungkus jarum. a. Dorong jarum 0.6 cm setelang pungsi vena yang berhasil. b. Tahan hub jarum, dan dorong kateter yang membungkus jarum ke dalam kateter plastik atau menarik kateter kembali ke jarum. c. Lepaskan jarum, sambil menekan perlahan kulit di atas ujung kateter tahan hub kateter di tempatnya. 16. Lepaskan turniket, dan sambungkan selang infus, buka klem sehingga memungkinkan tetesan. 17. Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi di bawah ujung kateter. 18. Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester. 19. Tempat penusukan kemudian ditutup dengan bandaid atau kasa steril, rekatkan dengan plester nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstermitas. 20. Plesterkan sedikit lengkungan selang IV ke atas balutan. 21. Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Balutan kasa atau transparan mungkin digunakan. 22. Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal, dan inisial. 23. Hitung kecepatan infus, dan atur aliran infus. 24. Rapikan alat dan pasien. 25. Cuci tangan.

29

CHECKLIST PEMASANGAN INFUS Nama : ……………………………….............. NIM : ………………………….....................

Aspek yang dinilai

Nilai 0

1

2

Definisi : Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set Tujuan : 1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien. 2. Menggantikan cairan yang hilang dalam jumlah besar. 3. Mempercepat pemenuhan cairan dan elektrolit. 4. Untuk tindakan pengobatan dan pemenuhan nutrisi 5. Memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum Indikasi : 1. Pendarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cair tubuh dan komponen darah) 2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 4. “serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) 5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi) 6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) 7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

30

Kontraindikasi : 1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. 2. Daerah lengan pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (AV shunt) pada tindakan hemodialisis ( cuci darah). 3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki). A. Persiapan alat dan bahan : Alat : Bak instrumen berisi : 1. Perlak pengalas 2. Larutan yang benar 3. Jarum yang sesuai (abbocath, wing needle/butterfly) 4. Set infuse 5. Selang intravena 6. Alkohol dan swab pembersih yodium (povidon) 7. Torniket 8. Sarung tangan sekali pakai 9. Kasa atau balutan transparan dan larutan atau salep yodium (povidon) 10. Plester dan gunting plester 11. Handuk/pengalas tangan 12. Tiang penyangga IV 13. Bengkok (tempat pembuangan jarum)

Persiapan pasien 1. Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan (meliputi proses fungsi vena, informasi tentang lamanya

31

infuse dan pembatasan darah) 2. Jika pasien akan menggunakan anestesi lokal pada area insersi, tanyakan adanya alergi terhadap anestesi yang digunakan 3. Jika pasien tidak menggunakan anestesi, jelaskan bahwa nanti akan muncul nyeri ketika jarum dimasukkan, tapi akan hilang ketika kateter sudah masuk 4. Jelaskan bahwa cairan yang masuk awalnya akan terasa dingin, tapi sensasi itu hanya akan terasa pada beberapa menit saja 5. Jelaskan

pada

pasien

bahwa

jika

ada

keluhan/ketidaknyamanan selama pemasangan. Supaya menghubungi perawat.

Persiapan Lingkungan Pasang sampiran Tahap Pra Interaksi 1. Cuci tangan 2. Siapkan alat-alat Tahap Orientasi 1. Member salam, panggil klien dengan panggilan yang disenangi 2. Memperkenalkan nama perawat 3. Jelaskan prosedur dan tujuan pada klien atau keluarga 4. Menjelaskan tentang kerahasian

32

Tahap Kerja 1. Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label larutan dan identifikasi pasien. 2. Jelaskan prosedur pada pasien. 3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai. 4. Pasang turniket dan identifikasi vena yang sesuai. 5. Pilih letak insersi. 6. Pilih kanula IV. 7. Hubungkan kantong infus dengan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. 8. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman, atur pencahayaan. Posisikan lengan pasien di bawah ketinggian jantung untuk meningkatkan pangisian kapiler. Letakkan bantalan pelindung di atas tempat tidur di bawah lengan pasien. 9. Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1 % (tanpa epinephrine) 0.1-0.2 cc mungkin disuntikkan secara lokal ke tempat IV. 10. Pasang turniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal turniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantung lengan pasien untuk melebarkan vena. 11. Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan membersihkan menggunakan tiga swab betadibe selama 2-3 menit dalam gerakan memutar, bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian bersihkan dengan alcohol 70% untuk melihat dengan jelas vena profunda. a. Jika tempat yang dipilih sangat berambut,

33

gunting rambut. (periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini) b. Jika pasien alergi dengan povidone-yodium, maka dapat digunakan alkohol 70% saja. 26. Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas pembuluh darah. 27. Pegang jarum dengan bagian bevel ke atas dan pada sudut 25-45 derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena. 28. Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas dari samping dengan satu gerakan cepat. 29. Jika tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum. Langkah-langkah tambahan untuk pemasangan kateter yang membungkus jarum. a. Dorong jarum 0.6 cm setelang pungsi vena yang berhasil. b. Tahan hub jarum, dan dorong kateter yang membungkus jarum ke dalam kateter plastik atau menarik kateter kembali ke jarum. c. Lepaskan jarum, sambil menekan perlahan kulit di atas ujung kateter tahan hub kateter di tempatnya. d. Lepaskan turniket, dan sambungkan selang infus, buka klem sehingga memungkinkan tetesan. e. Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi di bawah ujung kateter. f. Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester.

34

g. Tempat penusukan kemudian ditutup dengan bandaid atau kasa steril, rekatkan dengan plester nonalergenik

tetapi

jangan

melingkari

ekstermitas. h. Plesterkan sedikit lengkungan selang IV ke atas balutan. i. Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Balutan

kasa

atau

transparan

mungkin

digunakan. j. Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal, dan inisial. k. Hitung kecepatan infus, dan atur aliran infus. l. Rapikan alat dan pasien. m. Cuci tangan. Tahap Terminasi 1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan. 2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya. 3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien. Tahap Evaluasi Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan. Tahap Dokumentasi Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan. Keterangan : 0 = tidak dikerjakan 1 = di kerjakan tapi tidak lengkap/todak sempurna 2 = di kerjakan dengan sempurn

35

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. Pemasangan infus merupakan teknik yang mencakup penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan. Dalam memberikan infus pada pasien tentunya memiliki prosedur (cara kerja) yang harus diperhatikan. Oleh karena itu seorang tenaga kesehatan diwajibkan mempelajari hal ini dengan benar dan serius. Prosedur dari tahap ke tahap memiliki rasionalisasi yang memberikan alasan mendasar mengapa harus dilakukan prosedur tersebut.

B. Saran 1. Bagi Perawat : a. Melakukan prosedur kerja dengan serius dan benar sesuai dengan ketentuan; b. Memperlakukan pasien dengan baik tanpa menyebarkan privasi pasien; c. Menggunakan alat-alat sekecil apapun guna menghindari infeksi pada pasien, seperti handscoon, perlak, kapas dan lain-lain.

2. Bagi Pasien : 1. Melakukan apa yang diinstruksikan oleh perawat guna melancarkan perlakuan; 2. Mempercayakan pada perawat untuk menghindari adanya kesalahan teknis akibat ketakutan dan kekhawatiran pasien.

36

3. Bagi Pembaca : Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. .

37

DAFTAR PUSTAKA Murwani, Arita. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan. Yogyakarta : Fitramaya. Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher. Potter, Patricia A & Anne Griffan Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sigalingging, Ganda. 2013. Buku Panduan Labiratorium Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mubarak, Wahit Ibal & Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta Selatan : Salemba Medika. Riyadi, Sujono & H.Harmoko. 2012. Standar Operating Produce Dalam Praktik Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

38

Related Documents


More Documents from "Intan Matra P"