Pemanfaatan Getah Pulp Lidah Buaya Sebagai Ida Dan Bio Regulator

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemanfaatan Getah Pulp Lidah Buaya Sebagai Ida Dan Bio Regulator as PDF for free.

More details

  • Words: 4,814
  • Pages: 24
PEMANFAATAN GETAH PULP LIDAH BUAYA SEBAGAI BIOREGULATOR DAN BIOPESTISIDA PADA PERTUMBUHAN AWAL UBI JALAR (Ipomoea batatas)

Diusulkan Oleh:

ANUGRAH WIDHI PUTRANTO (051510101134) BERNET AGUNG SAPUTRA

(051510101046)

RENY FAJARWATI

(051510101160)

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2007

PEMANFAATAN GETAH PULP LIDAH BUAYA SEBAGAI BIOREGULATOR DAN BIOPESTISIDA PADA PERTUMBUHAN AWAL STEK UBI JALAR (Ipomaea batatas L.) Disusun oleh : 1. Nama

: ANUGERAH WIDHI PUTRANTO

NIM

: 051510101134

Jurusan

: Budidaya Pertanian

Prodi

: Agronomi

Fakultas

: Pertanian

2. Nama

: BERNET AGUNG SAPUTRA

NIM

: 051510101046

Jurusan

: Budidaya Pertanian

Prodi

: Agronomi

Fakultas

: Pertanian

3. Nama

: RENY FAJARWATI

NIM

: 051510101160

Jurusan

: Budidaya Pertanian

Prodi

: Agronomi

Fakultas

: Pertanian

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama

: Anugrah Widhi P

Nim

: 051510101134

Tempat/Tanggal Lahir

: Jember, 08 Desember 1986

Pengalaman Organisasi

: PANJALU

2. Nama

: Bernet Agung Saputra

Nim

: 051510101046

Tempat/tanggal Lahir

: Lampung, 07 Agustus 1987

Pengalaman Organisasi

:-

3. Nama

: Reny Fajarwati

Nim

: 051510101160

Tempat/tanggal Lahir

: Banyuwangi, 28 Maret 1987

Pengalaman Organisasi

: PANJALU

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, Indonesia mengimpor tidak kurang dari 2 juta ton beras pertahun (Adiratma, 2004). Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia. Kondisi ini sebenarnya sangat ironis karena Indonesia sebagai negara agraris. Semestinya, Indonesia dapat berswasembada beras (Dandy, 1990). Impor beras pada dasarnya menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, baik dari masalah anggaran negara maupun masalah psikologis yang harus dihadapi oleh petani, yaitu dampak pada kemandirian atau kedaulatan pangan bangsa. Untuk mengurangi impor beras, ubi jalar dapat digunakan sebagai makanan pangan pengganti/tambahan. Ubi jalar pada saat ini dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai makanan subtitusi, mengingat kebijakan pemerintah yang melakukan impor beras. Seperti halnya Jepang sebagai salah satu negara maju, merupakan importir umbi jalar dari Indonesia. Jadi tidak ada masalah bila warga masyarakat Indonesia mengkonsumsi tiwul (pangan dari umbi-umbian) sebagai makanan alternatif. Apalagi harga beras akhir-akhir ini daat mencapai Rp 6000.-/kg. Potensi ubi jalar juga cukup baik digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan gula cair (fruktosa) ataupun alkohol. Kandungan gizi ubi jalar meliputi vitamin A, C, karbohidrat, betakaroten, dan oligosakarida. Penggunaan ubi jalar saat ini masih harus menghadapi tantangan dalam masalah luas/areal penanaman, karena sejak dulu umumnya hanya berupa kebun sela setelah padi atau tanaman palawija lainnya, sehingga permintaan dalam jumlah besar akan sukar dapat dipenuhi. Oleh karena itu, pembudidayaan dan pengembangan ubi jalar dalam bidang industri dan pertanian perlu ditingkatkan. Pembiakan tanaman tersebut secara vegetatif yaitu dengan cara stek. Keuntungan utama stek adalah dapat menghasilkan tanaman yang sempurna dengan akar, batang dan daun yang serupa dengan induknya, dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, pembiakan vegetatif dengan cara stek tidak memerlukan teknik yang rumit. Untuk

mempercepat pertumbuhan stek ubi jalar ini maka dapat diberikan bantuan rangsangan pertumbuhan dari pulp lidah buaya. Getah pulp lidah buaya berperan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) alami pada tanaman stek. Zat pengatur tumbuh dapat berupa zat pengatur tumbuh sintesis maupun zat pngatur tumbuh alami. Zat pengatur tumbuh sintetis misalnya IBA, IAA, NAA, dan Rootone-F. Dalam penggunaan zat pengatur tumbuh sintetis memerlukan biaya yang mahal dan ZPT sintetis sulit didapatkan dipasaran. Oleh karena itu sebagai solusinya dapat menggunakan pulp lidah buaya sebagai zat pengatur tumbuh alami. Zat pengatur tumbuh alami, utamanya auksin, banyak terkandung dalam gel lidah buaya. Selain pulp lidah buaya dimanfaatkan sebagai ZPT, lidah buaya juga dapat digunakan sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan. Di antaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, antiperadangan, antipenuaan, serta tabir surya alami. Daging daun lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya berpotensi sebagai makanan dan minuman kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non-gizi yang memiliki khasiat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Lidah buaya yang mempunyai nama Latin Aloe vera L. tergolong ke dalam suku Liliaceae. Aloe berarti “senyawa pahit yang bersinar”. Eksudat (getah) tanaman ini pahit rasanya, tetapi dapat digunakan sebagai obat penyembuh pada berbagai penyakit kulit. Belakangan ini lidah buaya dibudidayakan secara besarbesaran untuk tujuan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Cara menanamnya pun cukup mudah. Hanya dengan memisahkan tunas dari batang daun induknya. Lidah buaya dapat tumbuh subur hampir di semua benua, terutama di daerah beriklim panas, seperti Indonesia. Diperkirakan lebih dari 350 spesies lidah buaya yang tersebar luas di seluruh penjuru dunia (Soeseno, 1993). Sejak tahun 1522 SM, di Mesir lidah buaya sudah digunakan untuk meredakan gangguan

kemerahan pada kulit maupun sebagai penyembuh luka yang terinfeksi. Demikian pula di Indonesia, pemanfaatan lidah buaya sudah dilakukan sejak puluhan bahkan ratusan tahun lampau, terutama untuk menyuburkan rambut, mengatasi kerontokan sekaligus melebatkan dan menghitamkan rambut. Hampir seluruh bagian dari tanaman lidah buaya ini bermanfaat. Cara menggunakannya cukup mudah. Cukup dengan memotong lidah buaya dari pohonnya lalu belah untuk mengeluarkan lendirnya. 

Bagian pelapis daun dapat digunakan langsung untuk pemeliharaan kulit, baik secara manual maupun setelah diolah dalam bentuk ekstrak.



Eksudat atau getah daun yang keluar bila daun dipotong bisa digunakan untuk pemeliharaan rambut dan penyembuhan luka. Keluhan bisul, sariawan, ruam, gigitan serangga, bahkan jerawat dan noda hitam di wajah dapat diobati cukup dengan mengoleskan lendir lidah buaya. Hal ini juga berpotensi sebagai biopestisida bagi tanaman.



Gel atau bagian berlendir yang diperoleh dengan menyayat bagian dalam daun

setelah

eksudat

dikeluarkan,

bersifat

mendinginkan

dan

menyamankan. 

Getah pulp lidah buaya juga berperan sebagai ZPT, karena kandungan auksinnya cukup tinggi (Sundahri, 1994) Dewasa ini tanaman lidah buaya menjadi salah satu komoditas pertanian

yang punya peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagal usaha agribisnis. Beberapa daerah terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan telah membuktikan keberhasilan produksi lidah buaya. Mengingat banyaknya kegunaan dari lidah buaya, maka pengembangan pembudidayaan lidah buaya perlu ditingkatkan.

1.2 Kendala Pemanfaatan Lidah Buaya Pemanfaatan lidah buaya selama ini hanya menitikberatkan pada pemanfaatan daun daging saja. Pada dasarnya getah pulp sisa pengolahan lidah buaya yang menjadi limbah dalam memproduksi makanan dan minuman dapat dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT), terutama pada pembiakan

vegetatif stek. Getah pulp (gel) lidah buaya ini mengandung polisaksakarida (terutama glukuomanan), asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzim-enzim pemecah protein (enzim protease). Selain itu masih pula ditemukan asam krisorfan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) dan mineral (kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom).

1.3 Perumusan Masalah Pemanfaatan lidah buaya yang ada pada saat ini hanya difokuskan pada kegunaan dan keuntungannya di bidang kesehatan saja, yaitu sebagai obat luar. Masyarakat umum hanya mengetahui beberapa bagian dan manfaat dari daun lidah buaya, padahal potensi pengembangan lidah buaya di bidang pertanian mempunyai peluang yang cukup besar. Selain itu sisa pengolahan lidah buaya yang menjadi limbah dalam produksi industri makanan dan minuman dapat dimanfaatkan lebih lanjut yaitu sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan sebagai penyembuh luka pada stek. Oleh karena itu maka perlu diketahui: (a) apa saja yang dapat dimanfaatkan dari daun lidah buaya, (b) apakah kandungan pulp lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan bio pestisida, atau bioregulator (c) bagaimana pengaruh kandungan pulp lidah buaya terhadap pertumbuhan akar pada stek ubi jalar.

1.4 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui pemanfaatan pulp lidah buaya sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT) dan bio pestisida pada bahan stek. 2. Mengetahui pengaruh tingkat kedewasaan pulp lidah buaya terhadap kepekatan gel yang berpengaruh pada kandungan pulp lidah buaya.

1.5. Manfaat Manfaat penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk memanfaatkan lidah buaya sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan pestisida alami, sehingga dapat mengurangi penggunaan ZPT dan pestisida

sintetik karena harganya mahal dan susah didapatkan serta dapat mencemari lingkungan sekaligus untuk mendukung pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif guna mendukung ketahanan pangan nasional. 3. Memanfaatkan limbah prosessing industri makanan, minuman nata de aloe vera sebagai ZPT alami.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Ubi Jalar. Ubi jalar atau telo rambat (Jawa), hui boled (Sunda), serta sederet nama daerah lainnya, satu keluarga dengan kangkung. Ubi jalar bukan tanaman asli Indonesia, karena menurut sejarahnya merupakan "pendatang" dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Penyebaran ubi jalar dari kawasan Amerika Tengah ke Filipina, Indonesia, India, Malaysia, Jepang, dan sekitarnya, dibawa oleh para pengembara bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, serta sekarang ubi jalar cepat menyebar karena memiliki cita rasa yang diterima oleh semua bangsa, juga penanamannya tidak memerlukan persyaratan khusus (www.nganjukwarintek.com). Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditas pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan (Suriawiria, 2002). Sebagai makanan pokok sebagian masyarakat Irian Jaya, ubi jalar biasanya dipanen hanya apabila diperlukan untuk kebutuhan makan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilakukan karena selama ini ubi jalar ditanam secara tradisional dalam skala kecil yang bersifat subsistem dan berpindah-pindah. Seiring dengan makin berkembangnya masyarakat Irian Jaya serta dengan adanya teknologi budidaya yang berorientasi pasar, akan tersedia umbi dalam jumlah besar. Karena sifat umbi yang relatif tidak tahan lama, maka diperlukan alternatif hasil olahan ubi jalar setengah jadi (instan) yang dapat disimpan lama, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan sepanjang tahun. Rasanya sama dengan rasa ubi jalar segar yang dikukus atau direbus (Anonim, 1999). Ubi rebus yang berwarna kuning mengandung betakaroten 5400 mikrogram; angka ini sudah mencakup lebih kebutuhan akan vitamin A. Peran vitamin A adalah untuk proses pertumbuhan, reproduksi, penglihatan, pemeliharaan sel

epitel mata, meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh. Fungsi lainnya adalah untuk antioksidan yang gunanya untuk menetralisir ganasnya radikal bebas. Kandungan betakaroten pada ubi jalar yang berwarna kuning adalah paling tinggi di antara padi-padian yang ada. Proses penggorengan ubi jalar akan meningkatkan bioavailability retensi betakaroten, karena minyak membantu pelarutan senyawa itu (Robby, 2003).

2.2 Perkembangbiakan Ubi Jalar Penyetekan adalah suatu perlakuan/pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar organ-organ tersebut membentuk akar yang selanjutnya menjadi tanaman baru yang sempurna dalam waktu yang relatif singkat dan sifat-sifatnya serupa dengan induknya. Pembiakan stek dengan cara stek ini pada umumnya dipergunakan untuk mengekalkan klon tanaman unggul dan juga untuk memudahkan serta mempercepat perbanyakan tanaman. Stek yang menggunakan batang sebagai material sangat menguntungkan karena mempunyai persediaan makanan yang cukup dan terdapat tunas-tunas akar dan tunas-tunas batang (Koesriningrum, 1973). Bagian tanaman (akar, batang, daun, pucuk) yang digunakan untuk bahan pembiakan dimana bagian tanaman tersebut diharapkan membentuk akar dinamakan stek (Siagian, 1996). Cara stek banyak dipilih orang, apalagi bagi pengebun buah-buahan dan tanaman hias. Alasannya, karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tetapi dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya. Selain itu, dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah mempunyai akar, batang, dan daun dalam waktu yang relatif singkat. Alasan lain kenapa stek ini banyak dipilih orang karena caranya sangat sederhana, tidak memerlukan teknik yang rumit, sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja (Wudianto, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bibit ubi jalar antara lain adalah penyimpanan yang kurang baik, kemarau yang terlalu lama sehingga bibit menjadi

kering, sumber bibit, hama dan penyakit, umur tanaman, dan panjang stek. Pada kondisi persediaan bibit bermutu terbatas, perlu dilakukan penghematan bibit. Penggunaan stek secara konvensional dengan panjang 15-20 cm dilakukan untuk mendapatkan teknik perbanyakan bibit ubi jalar secara mudah dan murah (Wargiono, 1987). Batang ubi jalar sebagai bahan stek mengandung bahan makanan cadangan berupa karbohidrat, air, dan lain-lain untuk keperluan metabolisme tumbuh. Bahan makanan tersebut akan menurun sejalan dengan waktu karena digunakan untuk pertumbuhan. Penurunan kadar bahan makanan stek selama di persemaian akan berpengaruh terhadap persentase kemampuan tumbuh. Stek yang pendek mempunyai persentase kemampuan tumbuh yang lebih kecil dibanding stek yang panjang, karena semakin pendek stek, semakin sedikit kandungan cadangan makanan. Terbatasnya cadangan bahan makanan akibat ukuran stek yang pendek berpengaruh terhadap bobot bahan makanan berupa karbohidrat, air, dan lemak. Stek berukuran pendek kurang mampu bertahan di lapangan. Dengan demikian, ukuran stek berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan kemampuan untuk bertahan hidup. Penggunaan stek ini berpeluang untuk dikembangkan dalam program perbanyakan bibit ubi jalar karena mampu menghasilkan bibit lebih cepat dan lebih efisien (Efendi, 2002).

2.3 Pemanfaatan Lidah Buaya Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Mula-mula lidah buaya hanya dikenal sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan. Di antaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, anti peradangan, anti penuaan, serta tabir surya alami (Santoso, 2005). Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) dicirikan dengan batang yang pendek sekali, sekitar 10 cm. Batang lidah buaya dikeliligi daun-daun tebal berbentuk roset dengan ujung-ujung runcing mengarah ke atas. Tanaman lidah buaya termasuk sukulen (berdaging dan bergetah) dari suku Liliaceae

Daging daun lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman, berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de aloe, dawet, dodol, selai, dan lain-lain. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non-gizi yang memiliki khasiat untuk menjaga/meningkatkan kesehatan (Atherton,1997). Daun lidah buaya sebagian besar berisi pulp atau daging daun yang mengandung getang bening dan lekat. Getah yang masih segar mempunyai khasiat, seperti untuk mengobati luka akibat peperangan, sehingga sejak tahun 2000 SM lidah buaya telah digunakan oleh orang Mesir. Hasil pengamatan mereka, tanaman asal Kepulauan Canary di sebelah barat Afrika Utara tersebut mampu menutup setiap lukanya sendiri dengan cepat, jika bagian tubuh (tanaman itu) terlanda binatang buas atau diterjang kaki unta. Kemampuan menutup luka tersebut diduga berkaitan erat dengan kandungan getah beningnya (Soeseno, 1993). Lebih lanjut Soeseno

(1993) menyatakan bahwa daun lidah buaya

diketahui mengandung aloin (cairan daun) dan getah pulp. Getah pulp (gel) mengandung polisaksakarida (terutama glukuomanan), asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzim-enzim pemecah protein (enzim protease). Selain itu masih pula ditemukan asam krisorfan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) dan mineral (kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom). Vitamin, enzim, dan zat-zat lain pada lidah buaya diproduksi oleh ekstraksi dingin pada daun yang disebut filet. Tidak hanya daun, gelatin juga digunakan. Bagian luar kulit memiliki banyak aloin, yang sangat respon terhadap efek laxative dari lidah buaya. Pengolahan lidah buaya sebaiknya langsung dilakukan setelah panen untuk mencegah oksidasi. Pengolahan lidah buaya harus dilakukan dalam keadaan dingin, tidak dipanaskan atau dengan penambahan bahan-bahan kimia. Pengolahan yang dingin menghasilkan gel yang sama pentingnya dengan daun lidah buaya yang masih segar (Anon, 1996). Hasil penelitian Sundahri (1994) menyimpulkan bahwa aplikasi gel lidah buaya pada stek kumis kucing secara linier cenderung meningkatkan pertumbuhan

akar stek pada konsentrasi gel lidah buaya antara 0% hingga 12%, dengan perendaman bahan stek selama 10 jam. Hal ini diduga karena getah pulp lidah buaya mengandung zat pengatur tumbuh alami, terutama auksin yang relatif tinggi di samping senyawa-senyawa penyembuh luka. Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient) yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan merubah proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh tersebut mengawali reaksi-reaksi biokimia dan mengubah komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat pengubahan komposisi kimia terjadilah pembentukan organ-organ tanaman seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisik; dimana masing-masing zat pengatur tumbuh mempunyai cirri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis (Abidin, 1989).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat Penelusuran Data Penelusuran informasi dalam karya tulis ilmiah ini dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Jember, Perpustakaan Fakultas Pertanian, Perpustakaan Budidaya Pertanian, Universitas Jember dan Perpustakaan Pribadi dosen pembimbing melalui studi pustaka secara langsung, searching melalui internet, dan konsultasi dengan dosen pembimbing.

3.2 Waktu Karya tulis ilmiah ini disusun mulai tanggal 1 Maret 2007 sampai 5 Maret 2007.

3.3 Metode Penulisan Penulisan didukung informasi yang diperoleh dari internet dan telaah pustaka. Selanjutnya, tulisan ini disusun dari seluruh informasi yang diperoleh, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan lidah buaya sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT) pada stek ubi jalar (Ipomoea batatas). Penulisan judul berdasarkan beberapa pertimbangan manfaat, efisiensi, dan efektivitas yang akan diperoleh melalui informasi yang akan dikaji. Data dan informasi yang telah terkumpul dianalisis dan telaah untuk menjawab permasalahan yang ada. Berdasarkan permasalahan yang ada, selanjutnya dikembangkan secara kronologis menjadi kerangka pemikiran dalam bentuk tulisan ilmiah. Pada akhir pembahasan, penulis mencoba untuk memberikan suatu alternatif dalam penggunaan zat perangsang tumbuh (ZPT) yang ramah terhadap lingkungan. Pada akhirnya, hasil pembahasan disimpulkan dengan menyertakan saran dengan satu harapan adanya tindakan lebih lanjut dari penyampaian informasi ini.

BAB 4. PEMBAHASAN

Dewasa ini tanaman lidah buaya menjadi salah satu komoditas pertanian yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis. Beberapa daerah terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan telah membuktikan keberhasilannya dalam memproduksi lidah buaya. Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Seluruh bagian dari tanaman lidah buaya mengandung unsur-unsur penting yang dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman lidah buaya yang umum dimanfaatkan adalah: (a) daun, yang dapat digunakan langsung, baik secara tradisional maupun dalam bentuk ekstrak, (b) eksudat (getah daun yang keluar bila dipotong, berasa pahit dan kental), secara tradisional biasanya digunakan langsung untuk pemeliharaan

rambut,

penyembuhan

luka,

dan

sebagainya.

Proses

pemotongan/pemisahan daging lidah buaya dan kulit bagian luar tertera pada gambar berikut.

Kulit Lidah Buaya

Pulp Lidah Buaya

Getah Pulp Lidah Buaya

Gambar Pemisahan Daging Lidah Buaya dengan Kulit Luar

Lidah buaya pada awalnya hanya dikenal dalam bidang kesehatan yaitu sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan lainnya. Manfaat tersebut diantaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air

panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, antiperadangan, antipenuaan, serta tabir surya alami. Potensi sebagai penyembuh luka dapat pula dimanfaatkan sebagai biopestisida pada stek ubi jalar untuk mengendalikan serangan penyakit. Hal ini disebabkan getah pulp mengandung enzim pemecah protein. Belakangan ini, lidah buaya dibudidayakan secara besar-besaran untuk tujuan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Daging daun lidah buaya dapat diolah menjadi berbagai produk makanan/minuman kesehatan, berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de aloe, dan lain-lain. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman. Hal tersebut dikarenakan kandungan zat gizi dan non-gizi yang memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan. Yang menjadi titik permasalahan saat ini adalah masalah pengolahan lidah buaya yang kurang optimal. Selama ini bagian yang dimanfaatkan dari lidah buaya hanya terfokus pada bagian daging lidah buaya saja, sehingga pemanfaatan bagian-bagian lain dari lidah buaya belum optimal. Dalam bidang industri makanan dan minuman limbah daging lidah buaya tidak dimanfaatkan lebih lanjut. Bagian daging lidah buaaya tersebut dibuang dan menjadi limbah yang berpotensi menjadi bahan pencemar lingkungan. Salah satu bagian dari lidah buaya yang dibuang sebagai limbah industri adalah getah pulp daun lidah buaya. Padahal kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam getah pulp lidah buaya merupakan unsur-unsur penting yang memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi. Selain itu, daun lidah buaya diketahui mengandung aloin (cairan daun) dan getah pulp yang mengandung asam krisofan, berfungsi dalam mendorong penyembuhan sel yang rusak. Asam amino membantu menyusun protein pengganti sel-sel yang rusak. Kandungan yang lain adalah vitamin dan mineral yang dapat menjadi pemicu rangkaian proses biokimia yang diperlukan dalam penyembuhan luka. Selain itu, glukomanan yang terdapat dalam getah pulp lidah buaya dapat bekerjasama dengan enzim protease memecah bakteri penganggu sehingga dapat bertindak sebagai biopestisida.

Getah pulp (gel) mengandung polisaksakarida (terutama glukomanan), asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzimenzim pemecah protein (enzim protease). Selain itu masih pula ditemukan asam krisofan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) dan mineral (kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom). Sebagian besar senyawa dan unsur-unsur tersebut merupakan unsur essensial yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan getah pulp di bidang pertanian masih jarang sekali dilakukan. Penelitian tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 1994. Hasil penelitian Sundahri (1994) menyimpulkan bahwa aplikasi gel lidah buaya pada stek kumis kucing secara linier cenderung meningkatkan pertumbuhan akar stek pada konsentrasi gel lidah buaya antara 0% hingga 12%, dengan perendaman bahan stek selama 10 jam. Hal ini diduga karena gel lidah buaya mengandung zat pengatur tumbuh alami, terutama auksin, yang relatif tinggi di samping senyawasenyawa penyembuh luka. Penelitian selanjutnya Tri Hartatik dan Sundahri (1995) melanjutkan bahwa dalam pengaplikasiaanya getah pulp lidah buaya tidak diperlukan pengolahan lebih lanjut, karena bentuknya yang cair memudahkan pemanfaatannya sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT), hanya yang perlu mendapat perhatian adalah penentuan konsentrasinya. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 10% dengan perendaman bahan stek selama 10 jam. Bahan stek sebaiknya dipotong menjadi satu ruas untuk menghemat pemakaian bahan tanam. Kendala yang dihadapi pada stek satu ruas yaitu kandungan cadangan zat pengatur tumbuh yang lebih sedikit dibandingkan dengan stek yang berukuran panjang. Oleh karena itu diperlukan penambahan cadangan dengan ZPT eksogen. Penambahan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan getah pulp lidah buaya. Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan merubah proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh tersebut mengawali reaksi-reaksi biokimia dan mengubah komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat pengubahan komposisi kimia maka terjadi pembentukan dan pertumbuhan organ-organ tanaman seperti akar, tunas, daun, bunga.

Ubi jalar memiliki kemungkinan sangat besar bila dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif jika dibandingkan dengan ubi kayu atau singkong. Pertama, ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan kering seperti halnya ubi kayu. Kedua, ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan sawah seperti umumnya yang banyak dilakukan oleh para petani. Ketiga, kalau di dalam ubi kayu terdapat senyawa cyanida yang bersifat racun atau dikenal dengan istilah weureu sampeu (keracunan singkong) pada manusia dan hewan ternak seperti domba, kambing, sapi, dan sebagainya, sedangkan pada ubi jalar tidak mengandung senyawa tersebut. Keempat, daun ubi jalar mengandung vitamin C paling tinggi di antara daun-daunan lainnya, sehingga layak untuk dijadikan bahan makanan, seperti umumnya dilakukan oleh masyarakat tani di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Vitamin C pada daun ubi jalar sekitar 45-62 mg, sedang pada daun/pucuk singkong hanya sekitar 23 mg saja. Salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk perbanyakan ubi jalar adalah dengan pembiakan vegetatif yaitu stek. Dalam pembiakan vegetatif dengan stek, auksin berperan mendorong pembesaran sel, penghambatan mata tunas samping, absisi (pengguguran daun), pembelahan sel-sel di daerah kambium dan pertumbuhan akar (Sukmadjaja, 2003). Pertumbuhan akar stek pada ubi jalar dirangsang oleh ZPT endogen (dari dalam) yang berasal dari tunas, yaitu auksin dan dapat lebih dirangsang dengan pemberian ZPT eksogen (dari luar) yaitu dengan pemberian getah pulp lidah buaya yang berfungsi sebagai ZPT. Zat pengatur tumbuh dapat merangsang pertumbuhan akar stek pada kadar tertentu, karena pada kadar yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar dan tunas, sedang pada kadar yang terlalu rendah kurang berdayaguna (efektif) (Kusumo, 1990). Zat pengatur tumbuh yang banyak terkandung dalam getah pulp lidah buaya adalah auksin. Auksin dapat merangsang dan mempercepat pembentukan akar, serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar pada ubi jalar. Auksin berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan akar stek ubi jalar. Auksin berfungsi dalam differensiasi sel daun dan batang maupun sel akar di dasar stek ubi jalar. Auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air,

menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, dan dapat meningkatkan plastisitas dan pengembangan dinding sel (Thimann, 1969). Asam krisofan yang terkandung dalam getah pulp lidah buaya berfungsi mendorong penyembuhan sel-sel yang rusak akibat sayatan/luka pada stek. Asam amino membantu menyusun protein pengganti sel-sel yang rusak akibat sayatan stek ubi jalar. Vitamin dan mineral menjadi pemicu pendorong rangkaian proses biokimia yang diperlukan dalam penyembuhan luka dan pembentukan sel-sel baru. Glukomanan bekerjasama dengan enzim pemecah protein (enzim protease) memecah patogen yang menyerang luka, sehingga stek ubi jalar lebih aman dari gangguan penyakit. Pengaruh sinergetik zat-zat tersebut menyebabkan getah pulp lidah buaya mampu bertindak sebagai pendorong koagulasi yang kuat, pendorong perbaikan sel-sel yang rusak akibat luka sayatan, yang dapat merangsang tumbuhnya siatem perakaran pada stek umbi jalar. Tingkat kedewasaan pulp juga mempengaruhi hasil stekan ubi jalar. Pengaruh tingkat kedewasaan pulp lidah buaya erat hubungannya dengan kepekatan gel, sedang kepekatan gel erat kaitannya dengan zat-zat yang terkandung di dalam pulp daun lidah buaya. Pulp daun bagian bawah memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan pulp daun bagian pucuk. Hal ini dikarenakan semakin dewasa daun lidah buaya, kepekatan gelnya akan semakin tinggi. Penggunaan gel dari pulp daun bagian pucuk memberikan hasil yang rendah karena pulp daun yang muda kepekatan gelnya masih rendah, sehingga zat-zat yang terkandung dalam gel tidak berada pada kondisi yang optimal. Mengingat cara dalam mengaplikasikan penggunaan getah pulp lidah buaya sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat mudah dan tidak diperlukan pengolahan lebih lanjut, dikarenakan bentuknya yang cair, maka cara ini dapat digunakan sebagai inovasi baru dalam mengurangi pengunaan ZPT dan pestisida sintetis menjadi penggunaan ZPT alami yang lebih aman, ramah lingkungan dan tentunya dapat dijangkau oleh masyarakat karena sangat mudah untuk memperolehnya.

Pada akhirnya penggunaan getah pulp lidah buaya pada stek ubi jalar dapat memecahkan dua persoalan utama dalam penyetekan yaitu : a) Gel lidah buaya dapat menjadi alternatif dalam mendorong pertumbuhan stek karena dapat berfungsi sebagai bioregulator pertumbuhan stek. Hal ini disebabkan karena gel tersebut mengandung auksin, vitamin, protein/asam amino dan nutrisi yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan stek ubi jalar. b) Gel lidah buaya dapat berfungsi sebagai biopestisida pada stek ubi jalar karena didalam gel tersebut mengandung enzim protease yang dapat memecah protein jasad pengganggu sehingga prosentase kematian stek dapat ditekan. Seluruh upaya diatas diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi pengembangan ubi jalar di tanah air sehingga pada akhirnya diharapkan pula ubi jalar memberi kontribusi signifikan terhadap pemenuhan gizi masyarakat untuk mendukung ketahanan pangan nasional

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari

pembahasan

rumusan

masalah

yang

telah

dilakukan,

dapat

disimpulkan: a) Limbah industri makanan dan minuman yang berupa getah (gel) pulp lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai bioregulator pada stek ubi jalar karena mengandung zat pengatur tumbuh alami auksin. b) Pulp lidah buaya mengandung polisaksakarida (terutama glukuomanan), asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzim-enzim pemecah protein (enzim protease) yang dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida. Selain itu masih pula ditemukan asam krisorfan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) , mineral (kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom) dan sumber nutrisi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman. c) Penggunaan gel lidah buaya berpotensi untuk merangsang dan mempercepat pembentukan akar, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas akar pada ubi jalar. d) Daun lidah buaya yang sudah dewasa/tua mempunyai perbedaan kadar nutrisi dengan daun lidah buaya yang masih muda. Daun lidah buaya yang sudah dewasa mempunyai kepekatan gel lebih tinggi dibanding daun lidah buaya yang masih muda. Kepekatan gel yang tinggi menandakan kandungan nutrisi yang lebih besar. e) Ubi jalar memiliki kemungkinan sangat besar bila dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif karena kandungan gizi ubi jalar cukup banyak, meliputi vitamin A, C, karbohidrat, betakaroten, dan oligosakarida. Selain itu ubi jalar aman untuk dikonsumsi dan ubi jalar dapat ditanam pada lahan kering.

5.2 Saran Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman serbaguna, seluruh bagian tanaman terutama bagian daun sangat banyak kegunaannya.. Pemanfaatan lidah buaya hendaknya dilakukan secara optimal, baik dari pemanfaatan daging maupun limbah lidah buaya yang berupa getah pulp yang dapat untuk digunakan sebagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Untuk menghindari oksidasi, setelah dipanen, daun lidah buaya harus segera diolah, tidak melalui pengawetan dengan pemanasan atau bahan kimia

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1989. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. Adiratma, E.R. 2004. Stop Tanaman Padi?. Penebar Swadaya. Jakarta. Anon. 1996. Cold Extaction Process For Aloe Vera. http://www.aloevera11.com/aloe_vera_sitemap.htm. Diakses tanggal 2 Maret 2007. Asnawi. 1989. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Stek Panili. Pemberitaan Penellitian Tanaman Industri vol. XV. Atherton. 1997. Aloe Vera, Myth Or Medicine?. http://www.medicinemegazine.com/aloe_atherton.htm. Diakses tanggal 2 Maret 2007 Dandy. 1990. Penghargaan FAO: Saat Mencapai Swasembada Pangan. (online). http://www.soehartocenter.com/opini/review/data/swasembada.shtml. Diakses tanggal 3 Maret 2007. Efendi, S. 2002. teknik perbanyakan bibit ubi jalar secara mudah dan murah. http:// www.pustaka.deptan.go.idpublicationbt072028.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2007 Koesriningrum, R. 1973. Pembiakan Vegetatif, Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Kusumo, R. (1990). Zat Pengatur Tumbuh-Tumbuhan. Yasaguna. Bogor. Robby. 2003. Buta Dapat Dicegah Dengan Ubi Jalar. http://posmetrobalikpapan.com/ubi_jalar_index.asp.htm. Diakses tanggal 3 Maret 2007. Santoso, J. B. 2005. Percayalah Pada Lidah Buaya. http://www.merapi.com/lidah_buaya_article.php.htm. Diakses tanggal 2 Maret 2007 Sasmita, K. R. dan S. S. Harjadi. (1973). Pembiakan Vegetatif. Department Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeseno, S. 1993. Lidah Buaya Penyembuh Luka di Amerika. Trubus Volume XXIV (228).

Sukmadjaja, D. 2003. Stek Tanaman Pertanian. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/pdf/Buku_%20Jati.pdf. Diakses tanggal 2 Maret 2007 Suprijadji, G. 1985. Pengaruh Berbagai Macam Hormon Tumbuhan Terhadap Perakaran Stek Coffea arabica. Menara perkebunan volume LIII. Suriawiria, U. 2002. Ubi Jalar. http://www.kompas.com/ubij_index.asp.htm. Diakses tanggal 3 Maret 2007. Sundahri. 1994. Efektifitas Gel Lidah Buaya Terhadap Perakaran Stek Kumis Kucing. Laporan Penelitian Fakulatas Pertanian Universitas Jember. Jember. Thimann, K.V. (tth). The Auxins In Wilkins, M.B. (Ed. 1969). The Physiology of Plant Growth and Development. Tata Mc. Graw-Hill, Londom. Wargiono, J. 1987. Agronomic practiecs in major cassava growing areas of Indonesia. Proc. Regional Workshop, Thailand. p. 186-205 . Wattimena, G.A. 1998. Mari Menanam Panili. C.V. Simplex. Lembaga Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wudianto, R. 1991. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Jakarta. _____________. 1999. Membuat Nasi Instan Ubi Jalar. www.pustakadeptan.go.idagritechppua0113.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2007 _____________. 1993. Lidah Buaya Memperbaiki Kinerja Tubuh. Intisari September 1993

Related Documents