KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyu sun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Mranggen III. Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapatmemberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat,khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu perlu ditingkatkan pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas. Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi seluruh petugas, buku ini juga
sangat penting bagi pasien, keluarga pasien,
orang yang berkunjung, dan lingkungan Puskesmas. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infe ksi di Puskesmas Mranggen III.
Demak,
1
Maret 2018
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
.....................................
3
B.
Tujuan
.....................................
4
C.
Ruang Lingkup
.....................................
5
D.
BatasanOperasional
.....................................
5
E.
Dasar Hukum
.....................................
5
STANDART KETENAGAAN A.
Kualifikasi SDM
.....................................
7
B.
Distribusi Ketenagaan
.....................................
7
C.
Kegiatan Pokok dan Rincian
.....................................
7
Kegiatan BAB III
PRINSIP DASAR PPI A.
Hand Hygiene / Kebersihan Tangan
.....................................
3
B.
Alat Pelindung Diri
.....................................
19
C.
Pengelolaan Peralatan Kesehatan
.....................................
37
D.
Pengelolaan Linen
.....................................
47
E.
Pengendalian Lingkungan
.....................................
49
F.
Manajemen Pengolahan Limbah
.....................................
51
G.
Hygiene Respiratory / Etika Batuk
.....................................
67
H.
Praktek Penyuntikan Yang Aman
.....................................
68
I.
Kesehatan dan Keselamatan
.....................................
68
Petugas BAB IV
TATALAKSANA PPI
BAB V
PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal.Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motorik yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Mranggen III. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
merupakan
tuntutan
kualitas
sekaligus
persyaratan
administrasi
Puskesmas menuju akreditasi. Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selamadirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang membantu. Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bagi
masyarakat
umum,
sarana
kesehatan
merupakan
tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi. Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (
3
PPI). Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen, 2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas yaitu : 1. Cuci tangan yang tidak benar 2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat 3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman 4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat 5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai. Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung virus. . B. Tujuan Pedoman 1. Tujuan Umum Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusiatentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas 2. Tujuan Khusus a) Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanankesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan. b) Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic diPuskesmas. c) Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi dalam pekerjaannya. d) Menjadi
bahan
acuan
petugas
4
kesehatan
dalam
memberikan
penyuluhan
kepada pasien/
keluarga
pasien
tentang
tindakan
pencegahan infeksi C. Ruang Lingkup Pedoman Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak langsung, droplet dan udara.
D. Batasan Operasional Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang yangdatang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC, Australia). Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada pasienyang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat dikesampingkan.(Gardner and HICPAC 1996). Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
E. Landasan Hukum 1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) 2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125) 3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang StandartPelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
5
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang KebijakanDasar Pusat Kesehatan Masyarakat 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang SistemKesehatan Nasional
6
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Mranggen
III
dipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan
Anggota Tim PPI disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-masing.
TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PUSKEMAS MRANGGEN III KABUPATEN DEMAK NO KEDUDUKAN DALAM TIM 1 Ketua
NAMA Sri Mulyati, S.Kep, Ns
2
Sekretaris
Sugiharti, AMK
3
Anggota
Arie Ernawati, AMKeb Dwi Hadi Utomo, AMAK Siti Kholifah, AMKg Dwi Kartini, SKM Mulyani, AMKeb Ela Hermawati
B. Distribusi Ketenagaan Tim PPI berjumlah 7 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI te rdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan 1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan 7
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat handuk kotor. - Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster,leaflet dan stiker Kebersihan Tangan. - Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan formula yang direkomendasikan oleh WHO. - Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua masyarakat Puskesmas 2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan sosialisasicara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya - Bekerja sama dengan bagian umum dan farmasi dalam pengadaan APD - Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat sampai tenaga cleaning service - Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD. 3. Sosialisasi perawatan
peralatan pasien
dengan
mengetahui cara
pembersihan alat nonkritikal, semi kritikal dan kritikal. - PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat nonkritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI. 4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis tajam/ nontajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien. - Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempatsampah
medis
dan
umum
di
seluruh area
Puskesmas - Bekerja
sama dengan
Instalasi Sanitasi
dan
Lingkungan untuk
pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas 5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih, pengadaan troli linen kotor dan bersih.
8
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah antara jalurlinen kotor dan linen bersih. - Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan trolilinen kotor dan linen bersih. - Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara ruang laundry linen kotor dan linen bersih. 6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan - Bekerja
sama dengan
pemeriksaan secara
berkala
Tim K3 karyawan
dalam melaksanakan Puskesmas,
terutama
karyawan yang bekerja dengan resiko. - Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan 7. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk - Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika batuk 8. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping. Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikan yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan. 9. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi. - Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan Spill kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien. 10. Surveilans oleh seluruh Tim PPI. 11. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di Puskesmas - Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk mixing obat intra vena. - Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi suhu rendah
9
BAB III PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Dl PUSKESMAS MRANGGEN III Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Puskesmas yang berfokus
pada
keselamatan pasien,
petugas dan
lingkungan puskesmas.Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas Puskesmas, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis, pekarya, petugas kebersihan, sampai dengan petugas parkir dan satpam maupun seluruh masyarakat di puskesmas seperti pengunjung, mitra kerja puskesmas (Bank, asuransi, rekanan penyedia barang, dll). Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas, mencakup seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh Puskesmas. Upaya pokok
PPI
mendasarkan
pada
upaya
rantai penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar
memutus (Standart
Precautions) yang merupakan gabungan Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation),serta Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi Puskesmas dirancang untuk memutus rantai penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas keseh atan, pengunjung dan masyarakat. Komponen Kewaspadaan Standar : 1. Kebersihan tangan 2. Alat
pelindung
diri
(APD)
:
sarung
tangan,
masker,goggle/kacamata
pelindung,face shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki. 3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien 4. Pengendalian lingkungan 5. Penatalaksanaan linen 6. Pengelolaan limbah dan benda tajam 7. Higiene respirasi/etika batuk 10
8. Praktik menyuntik yang aman 9. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasiendi puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan atau pun tanpa penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus. Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di puskesmas adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan
penyakit infeksi
Kewaspadaan
isolasi
yang
sesuai
sudah
cara
dapat
penularan
diduga infeksi
atau
diidentifikasi.
diterapkan
sebagai
komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang khususnya mikrobiologi klinik.Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan kewaspadaan transmisi airborne/udara. Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan terjadi kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya dilakukan lebih dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu penyakit yang belum dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali cara
penularannya,
maka
direkomendasikan
untuk
menerapkan
prinsip
kewaspadaan yang tertinggi, yaitu kewaspadaan transmisi airborne.
Pertimbangan Praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai
KEWASPADAAN STANDAR
penilaian risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien
11
A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di puskesmas/fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan petugas merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa penularan infeksi Puskesmas sebagian besar terjadi melalui transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak melalui peralatan/tindakan invasive. Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti P.aeruginosa), jamur dan patogen lain. Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan tidak memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama bertugas.
Ada tiga cara kebersihan tangan : 1. 1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh 2. Alternatif antiseptik
cuci
tangan
(alcuta)
dengan
handrub antiseptik :
handrub
juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau
sorbitol yang melindungi dan melembutkan kulit. - Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris. - Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol 70% 12
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas. 3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum melakukan tindakan bedah : a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril : - Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin). - Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%. - Tangan dibasahi sampai siku. - Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku. - Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x), punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x), hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang lima sampai sepuluh menit. - Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari tangan lebih tinggi dan posisi siku. - Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di sekitarnya b. Secara aseptik menggunakan antiseptic handrub berbasis alkohol: - Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin). - Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa sikat - Keringkan dengan tisu pengering dengan baik. - Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser. - Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di bawah kuku (5 detik) - Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering sempurna (15 detik)
13
- Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5 detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan kering sempurna (15 detik) - Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah prosedur handrub rutin (15-20 detik) Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara kuku panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena menghalangi efektivitas kebersihan tangan.
Indikator Kebersihan Tangan Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah : 1. Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien 2. Memakai dan melepas sarung tangan 3. Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan 4. Pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi: a) Memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi b) Menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau ekskresi) 5. Masuk dan meninggalkan ruang isolasi Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar pasien, antara
petugas dan pasien, antara petugas dan
lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan, direkomendasikan melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat pelayanan kesehatan, sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari kamar kecil dan sebelum meninggalkan puskesmas.
14
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting wajib menjalankan kebePuskesmasihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan sebagai “Five moments for hand hygiene”. Lima saat penting wajib menjalankan higiene tangan (WHO) : 1. Sebelum kontak pasien 2. Sebelum
melakukan
prosedur
tindakan/aseptic 3. Setelah kontak cairan tubuh 4. Setelah kontak pasien 5. Setelah
menyentuh
lingkungan
sekitar pasien
1. Saat kebersihan tangan untuk pasien Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan atau
melakukan
tindakan
kepada
dirinya
pemindahan patogen penyebab infeksi antar
agar
meminimkan
risiko
pasien, petugas-pasien,
maupun melalui peralatan. Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan kamar mandi/WC. 2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas, melalui media leflet - poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan menemui lingkungan
sekitar
pasien,
pasien, setelah menemui pasien/kontak setelah
kontak
cairan
tubuh,
sebelum
meninggalkan puskesmas, sebelum dan setelah makan. 3. Rekomendasi Mencuci Tangan -
Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
-
Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. 15
-
Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
-
Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan penggunaan produk perawatan
tangan (losion
pelembab/krem). Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor. 4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik (handrub berbasis alkohol) a. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. b. Antiseptik
yang
bereaksi
cepat
menghilangkan
sementara
atau
mengurangi mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki anti residual. c. Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin d. Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya
tingkat
kepatuhan
dan
mengakibatkan
rekomendasi
kebersihan tangan menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian, 16
handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor 5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol : a. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1 cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc) b. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci tangan,hingga kering dalam waktu 20-30 detik Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :
17
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol :
Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
18
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD) Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada
pada petugas kesehatan. Namun dengan
munculnya AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien maupun petugas. 1. Penggunaan Sarung Tangan Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan 19
terkontaminasi, membran mukosa dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah. Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu a. Sarung tangan bersih Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani bahan-bahan bekas
pakai yang terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar serta melakukan tindakan prosedur medis. b. Sarung tangan steril: Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan pabrikan dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik / invasif. c. Sarung tangan rumah tangga: Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci besih. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan Sarung
tangan
tidak
perlu
dikenakan
untuk
tindakan
tanpa
kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien, membantu minum obat, membantu jalan, dll. Pada
waktu
sebelum
menggunakan
sarung
tangan,
lakukan
kebersihan tangan terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan petugas menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung tangan bedah karena dapat menganggu ketrampilan/teknik operasi dan memudahkan robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien, segera lepas sarung tangan apabla telah selesai digunakan atau sebelum beralih ke pasien lain atau aktivitas yang lain. 20
Hindari kontak pada benda- benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan (misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan, menulis, rnengangkat telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar- banar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba) Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain : 1. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit; 2. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak Persalinan, dll.; 3. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat sitostatika, dll). Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan
peralatan,
pencucian
linen,
membePuskesmasihkan ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung. BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN
21
2. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata
selama
melakukan
tindakan
atau
perawatan
pasien
yang
memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan aerosol. Pemakaian pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan. Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot). Masker
disposable
dan
bahan
sintetik
dapat
memberikan
perlindungan dan tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang tePuskesmasebar melalui batuk atau bePuskesmasin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan adalah respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N95, perlu dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.
Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi) Petugas kesehatan harus: -
Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacat;
-
Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik sambungan;
-
Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
22
Fit test untuk respirator partikulat Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini : -
Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang kacamata
-
Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah
-
Klip
hidung
(logam)
dipencet/dijepit
menyebabkan
kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator. -
Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai respirator partikulat.
Cara fit test respirator partikulat
23
Langkah 5.a : Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar- benar tertutup rapat. Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
24
Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat : 1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne 2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan pasien dengan infeksi airborne / sejenis 3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas. 3. Penggunaan Topi Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot. 4. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena percikan darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur medis/keperawatan. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus cairan. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi. Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung a
Saat membersihkan luka
b
Melakukan irigasi
c
Tindakan drainase
d
Menuang cairan terkontaminasi 25
e
Menangani pasien dengan perdarahan masif
f
Tindakan perawatan gigi Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan
setiap kali dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi berdasarkan identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh. Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung memasuki
ruang
tertentu
di
Puskesmas
kecuali
sebagaimana
direkomendasikan berdasarkan risiko transmisi infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur penggunaan baju khusus untuk pengunjung. direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan secara tepat untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi melalui media baju tersebut, yaitu a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci; b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah linen infeksius; c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam wadah linen non infeksius (kotor ringan) 5. Penggunaan Apron Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas. 6. Penggunaan Pelindung Kaki Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit
26
tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
27
ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD DI PUSKESMAS MRANGGEN III
Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan -
APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dan penyimpan barang dengan sistem paket buffer floor stock.
-
APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara Barang Puskesmas Mranggen III;
-
Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floor stock direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
-
Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim PPI
-
Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
-
Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi, dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan difeedback-kan kepada yang terkait;
-
Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
Penyimpanan APD di Ruangan Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan spesifik setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer, tersendiri dalam almari kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada almari khusus, direkomendasikan diletakkan dalam almari linen ditempatkan dengan penempatan yang rapi, bersih dan kering, diberikan label identitas.
28
Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri 1. Kenakan baju sebagai pertama pelindung
operasi pakaian
2. Kenakan sepatu bot karet
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
4. Kenakan gaun luar
5. Kenakan celemek plastik
6. Kenaikan sepasang sarung tangan kedua
7. Kenakan masker
29
8. Kenakan penutup kepala
9. Kenakan alat pelindung mata
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri ⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan ⁻ Lakukan kebersihan tangan ⁻ Lepaskan apron ⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle) ⁻ Lepaskan gaun bagian luar ⁻ Lepaskan penutup kepala ⁻ Lepaskan masker ⁻ Lepaskan pelindung kaki 1. Melepas sarung tangan Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, kemudian lepaskan. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan. 30
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama. Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.
2. Melepas Goggle atau Perisai Wajah Ingatlah
bahwa
bagian
luar
goggle
atau
perisai
wajah
telah
terkontaminasi. Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat limbah infeksius.
3. Melepas Gaun Pelindung Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi Lepas tali pengikat gaun. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja.
31
Balik gaun pelindung. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah di sediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.
4. Melepas Masker Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi- JANGAN SENTUH. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali/karet bagian atas. Buang ke tempat limbah infeksius.
32
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan Jenis pajanan
Contoh
Pilihan alat pelindung
Risiko rendah 1. Kontak dengan kulit 2. Tidak terpajan darah langsung
Injeksi Perawatan ringan
Risiko sedang 1. Kemungkinan terpajan darah namun tidak ada cipratan
Pemeriksaan pelvis InsePuskesmasi IUD Melepas IUD
-
Risiko tinggi 1. Kemungkinan terpajan darah dan kemungkinan terciprat 2. Perdarahan masif
-
Sarung tangan tidak esensial
-
Sarung tangan Mungkin perlu apron atau gaun pelindung
-
Sarung tangan ganda Apron Baju Pelindung Kaca mata pelindung Masker Sepatu boot
luka
Pemasangan kateter intra vena Penanganan spesimen laboratorium Perawatan luka berat Ceceran darah Pertolongan Persalinan vaginam
per -
33
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri Alat pelindung
Terhadap pasien
Terhadap petugas kesehatan
Sarung tangan
Mencegah kontak mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas kesehatan kepada pasien
Mencegah kontak tangan petugas dengan darah/ cairan tubuh penderita, selaput lendir, kulit tidak utuh atau alat kesehatan/permukaan terkontaminasi
Masker
Mencegah kontak droplet dan mulut/hidung petugas kesehatan yg mengandung mikroorganisme dan terpercik saat bernafas, bicara atau batuk kepada pasien
Mencegah membran mukosa petugas kesehatan (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita
Kacamata Pelindung
Tutup Kepala
Mencegah membran mukosa petugas kesehatan kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita Mencegah jatuhnya mikroorganisme dan rambut dan kulit kepala petugas ke daerah steril
Jas dan celemek Mencegah kontak plastic mikroorganisme dan tangan, tubuh dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien
Mencegah kulit petugas kesehatan kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita
Sepatu Pelindung
Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi atau terjepit benda berat (contoh, mencegah luka karena menginjak benda tajam/kejatuhan alkes) ; mencegah kontak dengan darah / cairan tubuh lainnya
Sepatu yang bePuskesmasih mengurangi kemungkinan terbawanya mikroorganisme dan ruangan lain atau luar ruangan
34
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien Sarung tangan
Jenis tindakan
Masker
Gaun/ Celemek
Kacamata / penutup wajah
Topi
Memandikan pasien
Tidak, kecuali Tidak kulit tidak utuh
Tidak
Tidak
Tidak
Vulva / penis hygiene
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Menolong BAB
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Menolong BAK
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Oral Hygiene
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Mengambil darah arteri
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Mengambil darah vena
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Perawatan luka mayor
Ya (steril)
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Perawatan luka minor
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Perawatan infeksius
luka Ya (steril)
Mengukur TTV
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Melakukan penyuntikan
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Memasang infus
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Memasang catheter
dawer Ya (steril)
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Membersihkan perawatan
ruang Ya (sarung Tidak tangan RT)
Tidak
Tidak
Tidak
Membersihkan peralatan habis pakai
Ya (sarung Ya tangan RT)
Ya
Ya
Tidak
Transportasi pasien
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Melakukan EKG
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Mengganti infus
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
per Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Mengantar spesimen Tidak ke laboratorium
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Mengganti linen tidak Tidak terkontaminasi
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Memberikan oral
diit
35
Sarung tangan
Jenis tindakan Mengganti terkontaminasi
linen Ya
Masker
Gaun/ Celemek
Kacamata / penutup wajah
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Topi
Memasang NGT
Ya
ya
Tidak
Tidak
Tidak
Memberi tetes mata
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Irigasi mata
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
36
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat, efektif dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti /dipahami oleh seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan
kesehatan
sampai
ke
petugas
pembePuskesmasihan
dan
pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari alat/instrumen, setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan
kemungkinan
terjadinya
infeksi,
Dr.
E.H.Spaulding
mengelompokkan alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu NO. 1.
TINGKAT RISIKO
PENGELOLAAN ALAT
Risiko Tinggi (critical) adalah alat Sterilisasi atau menggunakan yang digunakan menembus kulit alat
steril
sekali
pakai
atau rongga tubuh atau pembuluh (disposable) darah 2.
Risiko
sedang
(semi
critical) Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
adalah alat yang digunakan pada mukosa atau kulit yang tidak utuh 3.
Risiko
rendah
(non
critical) Disinfeksi tingkat rendah atau
adalah alat yang digunakan pada cuci bersih kulit yang utuh/ pada permukaan kulit
Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen organik dan mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga aman
untuk
pengelolaan
selanjutnya.
Proses
dekontaminasi
meliputi
perendaman,pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis,
37
konsentrasi dan lama perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan. Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah : -
Sebagai pemutus mata rantai infeksi
-
Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
-
Merupakan langkah awal (first step) universal precaution yang perlu dilaksanakan Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
-
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri, dengan sistem panas (termal) atau kimia. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang sesuai. Disinfektan
adalah
bahan/zat
kimia
yang
digunakan
untuk
menghambat/membunuh virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa. Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di Puskesmas disediakan oleh gudang obat. Berdasarkan daya hambat/bunuh
terhadap mikroorganisme, disinfektan
dikelompokkan yaitu: NO. 1.
KLAS
KETERANGAN
HLD (High Level
Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan)
membunuh semua bakteri bentuk vegetatif; myco-bacteria, jamur; virus ukuran kecil dan sedang, lipid dan non lipid, kecuali sejumlah spora bakteri. 38
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5; H2O2 6%; Formaldehide 8% dalam alkohol 70%; 2.
ILD (Intermediate
Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Level Disinfectan )
membunuh semua bakteri bentuk vegetatif; mycobacteria, jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid dan non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap spora bakteri. Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine; Formaldehide 4-8% dalam air
3.
LLD (Low Level
Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan)
membunuh semua bakteri bentuk vegetatif; beberapa jamur; virus (lipid) seperti Hepatitis B; C dan HIV, tetapi tidak sensitif untuk mycobacteria atau spora bakteri. Contoh : Formaldehide konsetrasi <4% dalam air, disinfektan golongan amonium kwartenair.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah: 1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat keasaman atau kebasaan) 2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif lebih tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif) 3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat menyebabkan masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas disinfektan.
39
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan sehingga menurunkan aktivitasnya. Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Puskesmas adalah : 1. Menurunkan angka kejadian infeksi 2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial. 3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya (SDM, peralatan, sarana prasarana lain). Metode sterilisasi : Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Puskesmas yaitu: 1.
Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)
2.
Sterilisasi panas kering
3.
Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4.
Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau
dengan larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan panas tinggi (autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas tidak dapat dilakukan. Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap prevakum)
untuk
alat
kesehatan/instrumen/bahan
yang
tahan
panas
(termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.
40
Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi : SPESIFIKASI
METODE STERILISASI
1. Alat/Instrumen tahan Sterilisasi Uap (Autoclave Steam): panas (termostabil)
Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara selama 5 menit; Total proses pre-post = ± 60 menit (logam; linen; kapas; kassa)
2. Alat/Instrumen tidak Sterilisasi
dengan
cairan
tahan panas (termo- glutaraldehid 2% selama 1 jam labil)
Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai: Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu : 1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai. 2. Pre-cleaning dan pencucian: a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dengan larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama 5 menit. b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat. c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan d.
Apabila
alat/instrumen
pasca
alat/instrumen dengan : 41
pakai
segera
digunakan,
untuk
-
Kategori semi critical dilakukan DTT dengan: •
Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama 15 menit.
- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut : •
Tuang
larutan
secukupnya
ke
dalam
wadah
tertutup
(alat/instrumen dapat terendam seluruhnya). •
Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.
•
Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua) kali
•
Keringkan/ dilap dengan lap steril
•
Alat yang telah diproses harus segera digunakan Catatan a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar. b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan digunakan.
3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai (BHP) Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta dikemas sesuai ketentuan. Prinsip pengemasan : -
Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
-
Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
-
Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
42
-
Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan pengemas, minimal harus rangkap 2 (dua).
Sterilisasi Metode
sterilisasi
yang
dipilih,
berdasarkan
jenis
bahan
dasar
alat/instrumen/bahan yang akan disterilkan. ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI
METODE STERILISASI
Logam ; linen, kassa, kapas
Streilisasi uap P1 (suhu 134oC)
Sensitif
terhadap
panas Streilisasi
dengan
cairan
kimia glutaraldehide
(termolabil)
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan dilaksanakan di unit pelayanan. 4. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi: a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi b. Indikator
eksternal
dilakukan/diberikan
pada
setiap
kemasan
(perubahan warna) c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan selama proses. d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin autoclave dengan vakum e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin autoclave steam,
43
5. Penyimpanan: Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi. 6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi: Kadaluarsa Satu minggu
Cara sterilisasi dengan bahan pengemas Sterilisasi
dengan
metode
(autoclave
steam)dengan
panas
basah
pengemas
kertas
perkamen rangkap 2; linen rangkap 2 atau ditempatkan dalam tromol. Satu bulan
Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang penyimpanan sesuai standar (suhu 180 – 220C kelembaban 35 -75 %)
Satu 3 bulan
Sterilisasi
dengan
metode
panas
basah
(autoclave steam) pengemas pouches 7. Penggunaan : Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa : -
Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used
BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya diperuntukkan single used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah atau rekomendasi Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan aspek finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak terjangkau oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
44
Pengelolaan BHP re-used di Puskesmas dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Puskesmas tentang Pengelolaan Peralatan Re-used. BHP di-reused melalui proses sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
BHP yang dapat di-reused di Puskesmas adalah BHP sesuai daftar lampiran Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas
maksimal
jumlah
reused
ditetapkan
Puskesmas
melalui
pembahasan.
Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan oleh unit terkait. Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna tidak diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah tidak layak di-reused berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketepatan sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas maksimal penggunaan reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut segera diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses reused.
Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu Puskesmas.
45
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS MRANGGEN III NO NAMA
ISI
KEGUNAAN
KETERANGAN
1.
Ethanol
Antiseptik kulit
70%
Alkohol
Disinfeksi instrument
non
kritis Disinfeksi peralatan non medis Pengawet preparat PA 2.
Betadin
Povidon Iodida
Antiseptik kulit
3.
Bayclin
Natrium Hipoklorit
Tumpahan darah 1% Disinfeksi Disinfeksi
air
bersih
linen dan instrumen
Dekontaminasi
0,5%
tumpahan/percik Disinfeksi an darah/cairan Disinfeksi
linen
putih 4.
5.
Hibiscrub
Lysol
peralatan non
medis
0,05%
Klorheksidin glukonat
Antiseptik kulit
Trikresolum
Disinfeksi
kamar 22 ml dalam 1 lt
mandi, WC, Lantai 6.
Perhydrol
Antiseptik luka
Hydrogen peroksida
46
3% - 6%
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE NO
NAMA ALAT MEDIS
ALASAN
1
Sarung tangan ( bersih/steril )
Biaya re-use lebih tinggi
2
Endotracheal tube ( ETT )
Kontaminasi,
Biaya
re-use
lebih
Biaya
re-use
lebih
Biaya
re-use
lebih
tinggi 3
NGT (Stomach Tube)
Kontaminasi, tinggi
4
Feeding tube
Kontaminasi, tinggi
D. PENGELOLAAN LINEN Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan, meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian sampai distribusi linen bePuskesmasih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan petugas. Pengelolaan linen di Puskesmas Mranggen III meliputi kegiatan, penerimaan dan pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan pemusnahan linen rusak. Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal untuk menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun petugas dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan petugas sesuai prosedur. Jenis linen di Puskesmas Mranggen III dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat dan linen kotor ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. 47
Linen kotor infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV, dll yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas ataupun mencemari lingkungan;. a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan 1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerakgerakkan untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas. 2) Linen
infeksius
dan
non
infeksius
dipisahkan
dalam
tempat
penampungan tersenditi Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian tengah yang paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat linen infeksius sebelum dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi kontaminasi. 3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
Sarung tangan rumah tangga
Masker
Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru untuk non infeksius. c. Penanganan Linen Kotor di laundry 1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa: topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot. 2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran linen ( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan), menghitung dan mencatatnya.
48
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian bePuskesmasama
linen
kotor
berat,
tidak
perlu
dilakukan
penghitungan ulang d. Pengambilan Linen bersih a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas pengeluaran linen bersih b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran linen c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di loket pengeluaran d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti pengambilan linen e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada hari itu di buku pengeluaran linen bersih g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly / kantong linen bersih
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN Kebersihan Ruang di Lingkungan PUSKESMAS Kebersihan
Ruang
di
lingkungan
PUSKESMAS
merupakan
tindakan
pembersihan secara seksama yang dilakukan teratur meliputi : -
disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien masuk dengan disinfektan standar PUSKESMAS;
-
Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar PUSKESMAS setiap hari mimimal 2 kali/hari
49
-
Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3 bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
-
Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan: a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di PUSKESMAS b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar PUSKESMAS c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius Kebersihan Ambulans Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien.
50
F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Puskesmas, dimana secara umum di Puskesmas Mranggen III dapat dikategorikan dalam limbah infeksius dan limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Puskesmas. Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang dihasilkan dari aktivitas dalam Puskesmas menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung bahanbahan infeksius atau mengandung bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan tubuh dan spesimen di laboratorium, Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik merupakan sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan bukan dari ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak terkontaminasi dan semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari Puskesmas memerlukan
adanya
insinerator
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius pada sampah padat. 1. LIMBAH PADAT MEDIS Limbah padat / sampah Puskesmas adalah campuran heterogen yang kompleks yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain dari Instalasi gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan, laboratorium. Limbah padat tesebut memiliki bahan campuran yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di Puskesmas harus dikelola dengan baik.
51
Sampah yang bersumber dari lingkungan Puskesmas mempunyai pengelolaan sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya karena kemungkinan mengandung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan sampah Puskesmas bersifat khusus. Mengingat akan pentingnya
hal
tersebutt
maka,
penanganan
sampah
Puskesmas
merupakan bagian dari upaya penyehatan lingkungan Puskesmas. Limbah padat dari Puskesmas mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular. Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di Puskesmas Mranggen III, sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah Non Medis / Domestik. a. Sampah Medis Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang
dihasilkan
Puskesmas
pada
saat
dilakukan
perawatan,
pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani limbah. Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis digolongkan sebagai berikut:
Limbah benda tajam
Limbah infeksius
Limbah jaringan tubuh
Limbah farmasi
Limbah kimia
Limbah plastik
52
Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan sampah yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya untuk itu di Puskesmas Mranggen III untuk Sampah Medis dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
Sampah medis Tajam
Sampah medis Non Tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa diantaranya dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan, penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan yang menjadikan limbah Puskesmas berbahaya adalah:
Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau mengganggu kesehatan masyarakat. Sampah
medis
dalam
pengelolaan
sampah
Puskesmas
merupakan limbah klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah limbah padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan lain-lain. Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas adalah sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned termasuk placenta, serta sampah laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan dari laboratorium diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau media sample spinal, bangkai binatang. Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka Sampah Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang didalamnya telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah
53
disediakan Puskesmas Mranggen III. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk dilakukan proses pembakaran. b. Sampah Non-Medis Sampah
non-medis
adalah
timbunan
limbah
padat
pada
Puskesmas yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya (sampah umum / domestik). Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di Puskemas Mranggen III untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2 besar, yaitu : Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll. Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik, dll. Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum / Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Puskesmas Mranggen III . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH 1. Limbah RT atau limbah non medis Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan cara : a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya; b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa ke tempat penampungan akhir;
54
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung; d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai bekerja. 2. Pengelolaan limbah padat medis Di Puskesmas Mranggen III, metoda yang digunakan untuk mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah (medical waste): Insenerasi (incineration) Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.Pemusnahan Limbah padatini bekerjasama dengan Pihak ketiga. Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving) Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu dan bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada kondisi uap jenuh besuhu 121oC. Metoda ini dipakai untuk alat – alat kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau stainless.
55
Tahapan Pengolahan Limbah Pemilahan Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan non medis (basah dan kering). Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang diberi tanda dibedakan warnanya : -
Warna kuning untuk limbah padat infeksius.
-
Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.
Tempat limbah di ruangan ada dua macam: -
Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan sejenisnya yang berukuran kecil);
-
Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m 3) dengan pesyaratan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan, ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat dan kedap air terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
-
Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.
Pembuangan Limbah -
Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai. Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna kuning dan diberi tanda “infeksius” Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan tusukan disposable
56
-
Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.
-
Petugas
yang
bertanggungjawab
atas
pembuangan
limbah
harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah. -
Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
-
Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾ penuh.
Pengelolaan Benda Tajam Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya. Upaya untuk mencegah perlukaan : 1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai, tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan; 2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan sendiri; 3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain; 4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan, membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang; 5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan (single handed recapping method);
57
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi. Pecahan kaca Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah,
sehingga
perlu
diperlakukan
secara
hati-hati
dengan
cara
pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan kaca : 1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan; 2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan gulung pecahan kaca dalam kertas tadi; 3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berikan label “hati-hati pecahan kaca”
Pengendalian
terhadap
serangga
dan
binatang
pengganggu
di
Puskesmas Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk mengurangi populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang meliputi pengendalian jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing. Semua ruangan di puskesmas harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di puskesmas tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup (core) puskesmas. Lingkungan puskesmas harus bebas kucing dan anjing.
58
2. LIMBAH CAIR MEDIS a. Sumber Limbah Secara umum
limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah dari kegiatan operasional Puskesmas antara lain: - Air Limbah dari kamar mandi dan cuci. Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal dari unit – unit Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan ke Septik Tank.
Parameter pencemar dalam limbah ini
adalah zat padat, BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis. - Air Limbah Laundry Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara 800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l - Air Limbah laboratorium Air
limbah
laboratorium
berasal
dari
pencucian
peralatan
laboratorium dan bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan lain – lain. Air limbah ini umumnya mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan lain.
Air limbah laboratorium mengandung bahan antiseptik dan
antibiotik sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan perlakukan khusus dalam pengelolaannya.
59
b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas. Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau tanah. Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan dan sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari air dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik. Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat, minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 . 1. Karakteristik Fisik. Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam karakteristik fisik antara lain, : a. Total Solid. Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid. b. Temperatur Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air. memberikan pengaruh pada : - Kehidupan air 60
Temperatur pada air buangan
- Kelarutan gas - Aktivitas bakteri - Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi c. Warna Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik. d. Bau Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik. 2. Karateristik Kimia Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga) golongan utama, yaitu : a. Senyawa Organik Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk.
Senyawa – senyawa organik ini,
umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
dinyatakan
dalam
parameter
BOD
dan
COD.
Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract). b. Senyawa Anorganik Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses 61
penguapan alami pada permukaan air.
Adapun komponen –
komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain : - alkalinitas - khlorida - sulfat - besi - zeng - dll. c. Gas – gas Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan. 3. Karakteristik Biologis Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Kelompok protista 2. Kelompok tumbuh – tumbuhan 3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen.
Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter
kandungan E. Coli , MPN (Most Problably Number) / 100 Ml.
E. Coli
merupakan bakteri yang terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri dan Cholera). 62
c. Pengolahan Limbah Cair Limbah
Puskesmas berdasarkan
pada
sumbernya
merupakan
campuran antara limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat infeksius. Tujuan pengolahan air limbah : 1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah 2. Penghilangan
atau
pengurangan
bahan
organik
biodegradable,
(mengurangi kandungan BOD sekaligus COD) 3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal) 4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen 5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik. Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : -
Pengolahan secara individual (On-site treatment). Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung dalam saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”. Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan pemampatan pada tanah itu sendiri. Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Untuk memisahkan benda padat (tinja) Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan secara gravitasi. b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis. Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya. c. Sebagai penampung lumpur dan busa. Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. 63
Keduanya dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen, gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan secara berkala.
- Pengolahan Secara Komunal. Pengolahan secara komunal di Puskesmas seperti yang dilakukan Puskesmas dilakukan untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air limbah dari mandi, cuci dan laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan pengolahan secara biologi.
a. Pengolahan pendahuluan Pengolahan pendahuluan Puskesmas Mranggen III dilakukan utamanya pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion.
Sedangkan
pengolahan pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia antibusa.
b. Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua) Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan
sebagai
pengolahan
tahap
kedua
(secondary
treatment), melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable, berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.
64
Dalam
memilih
teknologi
yang
akan
digunakan,
perlu
dipertimbangkan beberapa hal -
Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.
Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan. Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal ini adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya; fisik, kimiawi ataukah biologis. Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan kualitas
sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu : 1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas limbah yang dihasilkan. 2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk mengurangi kualitas pencemaran. Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada : - Derajat pengolahan yang dikehendaki - Jenis air limbah yang akan diolah - Konsentrasi air limbah - Variasi aliran - Volume limbah - Biaya operasi dan Pemeliharaan.
65
Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara lain : 1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil 2. Mudah dalam pengoperasian 3. Biaya Operasi tidak mahal 4. Kebutuhan Lahan Minimal 5. Higienis dan tidak mengganggu estetika 6. Peralatan instrument IPAL awet. 7. Investasi cukup terjangkau 8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.
4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran) a. Pasang tanda peringatan; b. Siapkan spill kit; c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki (bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron); d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan penjepit dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius); e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama 10’ f.
Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis i.
APD dilepas, dikelola sesuai standar
j.
Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai 66
G. PENEMPATAN PASIEN Untuk
mencegah
transmisi
silang
agen
patogen
penyebab
infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi. Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien non
infeksi
dan
khususnya
terpisah
dan
pasien
dengan
kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal 12 ACH. Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
H. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuclei). Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas. Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus : 1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin; 2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat limbah infeksius; 67
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk, 4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol; 5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu. Penyuluhan
Kesehatan
dilakukan
untuk
memperkenalkan
hygiene
respirasi/etika batuk: -
Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan infeksi saluran napas;
-
Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan infeksi saluran napas;
Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan
I.
PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN 1. Tidak memakai ulang jarum suntik; 2. Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose; 3. Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi; 4. Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam; 5. Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
J. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi : a. Pemeriksaan berkala b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada : - Resiko ekspos petugas - Kontak petugas dengan pasien 68
- Karakteristik pasien Puskesmas - Dana Puskesmas c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum) d. Pengobatan dan atau konseling.
69
KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui
atau
diduga
terinfeksi
atau
terkolonisasi
patogen
yang
dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Kewaspadaan
ini
diterapkan
sebagai
tambahan
terhadap
kewaspadaan standar. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi : a. Kontak •
Kontak langsung
•
Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
•
Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet c. Udara 1. Kewaspadaan transmisi kontak Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering penyebab HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh : perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung tesering adalah kontak tangan. Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak
70
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien. Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa gejaia klinis infeksi) yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Pada saat petugas masih memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan, hidung dan mulut, dan hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu, telepon. Kunci Kewaspadaan Kontak : 1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien 2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak. 3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas sarung tangan. 4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak dan selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable sebelum digunakan pasien lain. 5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan 6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak) 7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan 8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar puskesmas 71
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak. 2. Kewaspadaan Transmisi Droplet Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat ditransmisikan melalui droplet, percikan partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet terjadi melaiui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan/tanpa pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk, bePuskesmasin dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien (< 1 meter). Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di permukaan lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Transmisi droplet dapat secara langsung, dimana droplet mencapai membrana mukosa karena terinhalasi. Transmisi droplet juga sering terjadi secara kombinasi dengan transmisi kontak yaitu partikel droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan tubuh atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke membran mukosa. Transmisi droplet dapat
terjadi
saat
pasien
bicara,
batuk
(spontan/akibat
induksi),
bePuskesmasin, berbagai prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi, suction, nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner. Kunci Kewaspadaan Droplet: 1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas alat pelindung diri 2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
72
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal 1 meter 4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan 5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun 6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar PUSKESMAS 3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne) Kewaspadaan
transmisi
udara
diterapkan
sebagai
tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara seperti misalnya transmisi artikel terinhalasi langsung melalui udara (mis. varicella zoster). Kewaspadaan ini ditujukan ntuk menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab infeksi melalui udara baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi dan droplet yang mengandung mikroba dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Partikel kecil yang mengandung mikroba tePuskesmasebut akan melayang/menetap di udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan (sistem ventilasi). Beberapa contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air, influenza, .Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan diterapkan pada setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien infeksi udara Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
73
Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne): 1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas alat pelindung diri 2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan pakai (fit test) 3. Pasien
ditempatkan
dalam
ruang
perawatan
dengan
ventilasi
memadai/ruang dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip kohorting besama pasien dengan infeksi udara sejenis 4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat 5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron (bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak) 6. Pengendalian Lingkungan a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural) c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC harus dengan filter HEPA d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan bendabenda terkontaminasi sebagai komplemen pembePuskesmasihan udara (HEPA filter, ozon, fogging atau sinar UV). Isolasi Perlindungan Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi medis/status kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi
74
sehingga perlu dilindungi dari risiko transmisinya di PUSKESMAS. Kondisikondisi pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara lain: 1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit) 2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain 3. Pasien dengan kemoterapi 4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll Prinsip
kewaspadaan
isolasi
perlindungan
didasarkan
pada
penerapan kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain : 1. Ditempatkan
dalam
ruang
khusus
yang
menerapkan
prinsip
kewaspadaan standar secara maksimal 2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien (untuk petugas/pengunjung) 3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang) 4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa pasien 5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.
KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI Kontak
Droplet
Udara / Airborne
Penempatan
Tempatkan di
Tempatkan
Tempatkan pasien
pasien
ruang rawat
pasien
di ruang terpisah
terpisah / secara
diruang
dengan:
kohorting. Bila
terpisah
1. Tekanan negatif
tidak mungkin,
/secara
2. Aliran udara
pertimbangkan
kohorting,
epidemiologi 75
12xJam
Kontak
Droplet
Udara / Airborne
mikrobanya dan
dengan jarak
populasi pasien,
1 meter antara
udara terfiltrasi
konsultasikan
TT dan dgn
sebelum udara
dengan petugas
pengunjung.
mengalir ke
PPI (kategonIB)
Pertahankan
lingkungan.
Tempatkan
pintu terbuka,
dengan jarak antar
tidak perlu
menggunakan
TT 1 meter, jaga
penanganan
kohorting
tidak ada
khusus thd
(mikroba sama)
kontaminasi silang
udara dan
dengan ventilasi
ke lingkungan dan
ventilasi
natural, buka
pasien lain
(kategori IB)
jendela
(kategori IB)
3. Pengeluaran
4. Bila
maksimal agar aliran udara memadai dari udara bePuskesmasih ke kurang bePuskesmasih 5. Pintu ruang pasien/kohorting tertutup. Jarak antar pasien >1 meter.Konsultasika n dengan petugas PPI untuk menempatkan pasien bila ruang isolasi/kohorting tidak memungkinkan. 76
Kontak
Droplet
Udara / Airborne (kategori IB)
Transport
Batasi kontak
Batasi
Batasi
pasien
antar pasien,
gerak/transport
gerak/transportasi
transport pasien
asi
pasien hanya bila
hanya bila perlu.
pasien b/p
perlu, pasien
b/p pasien keluar
transport,
mengenakan
ruangan terapkan
pasien
masker bedah dan
prinsip
mengenakan
menerapkan
kewaspadaan
masker bedah
hygiene
kontak untuk
(kategon IB)
respirasi/etika
meminimalkan
dan
batuk (kategori IB)
penularan
menerapakan
(kategori IB)
hygiene respirasi ketika batuk.
APD petugas
Sarung tangan
Masker,
Respirator
non
dipakai
partikulat (N95/
steril, ganti sarung
(melindungi
Kategori-N pada
tangan setelah
hidung dan
efisiensi 95%)
kontak cairan
mulut) bila
dikenakan saat
tubuh/pindah
bekerja dalam
masuk ruang
pasien.
radius 1 meter
pasien.
Lepaskan sarung
dan
Orang yang rentan
tangan sebelum
pasien/saat
direkomendasikan
keluar dari ruang
kontak erat
tidak masuk ruang
pasien ; cuci
(kategori 1B)
pasien Orang yang
tangan dengan
imun/telah pernah
sabun antiseptik
sakit campak/
(kategort IB).
cacar air tidak perlu
Gaun
masker (kategori
bePuskesmasih
IB)
77
Kontak
Droplet
Udara / Airborne
non steril saat masuk ruang pasien Untuk melindungi
Masker
kontak langsung
bedah/medikal
pasien, peralatan
untuk pasien
/permukaan
Sarung tangan
lingkungan sekitar
Gaun
pasien, cairan
Goggle, saat
tubuh, luka
melakukan
terbuka, dll.
tindakan yang
Lepaskan gaun
menimbulkan
sebelum ke luar
aerosol
ruangan, jaga tidak mengkontaminasi lingkungan/pasien lain (kategori IB) Apron, digunakan bila gaun permeable untuk mengurangi penetrasi cairan. Peralatan
Dedikasikan 1
untuk
peralatan untuk
perawatan
setiap pasien.
pasien
Bila digunakan
Idem
bePuskesmasama, terapkan prinsip pembePuskesmasi han dan disinfeksi
78
Idem
Kontak
Droplet
Udara / Airborne
secara tepat sebelum digunakan untuk pasien lain. Peralatan semi kritikal dilakukan DTT, peralatan kritikal dilakukan sterilisasi. (kategori IB)
Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi 1.
Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak minimal;
2.
Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dan seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;
3.
Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;
4.
Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien);
5.
Gunakan
teknik
tanpa
menyentuh
bila
memungkinkan
untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius; 6.
Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7.
Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan, urineal, dan kontainer pasien yang lain;
8.
Tangani bahan infeksius sesuai prosedur; 79
9.
Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan didisineksi dengan benar antar pasien;
10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal; 11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk ke ruang isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan penggunaan APD yang sesuai. PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke petugas pelayanan kesehatan atau orang lain. Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan, sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia. Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi, petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut : Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi -
Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan pada pintu
-
Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar
80
catatan tesebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tesedia data yang dibutuhkan. -
Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan memakai APD yang lengkap.
-
Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah, baik di dalam maupun sekelilingnya.
-
Kumpulkan linen seperlunya.
-
Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
-
Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan oleh kaki dalam ruangan.
-
Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
-
Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada dalam jangkauan pasien.
-
Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien seperti stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketesediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibesihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan besama.
-
Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly, lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tesedia.
-
Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut dibesihkan dan didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim
-
Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan di dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik/terpisah
-
Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI telah dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan sebagai disinfektan.
81
-
Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
-
Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan. Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
-
Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain
-
Hindari penggunaan disinfektan semprotan
-
Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci dengan air panas
-
Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara (tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA, pintu tertutup rapat)
-
Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
-
Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan -
Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
-
Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
-
Pakai APD
-
Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan -
Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang benar
-
Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
-
Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
-
Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
-
Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
-
Tinggalkan ruangan
-
Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan memegang bagian depan masker 82
-
Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
-
Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah
PANDUAN PPI TB Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang terintegrasi dengan pengendalian infeksi PUSKESMAS secara umum dan secara khusus ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara khusus MDR-TB) di PUSKESMAS (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne)
melalui
tatalaksana
administratif,
pengendalian
lingkungan
dan
penggunaan alat pelindung diri (APD). Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting), edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja (surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan alat pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas). Pengendalian Administratif 1.
Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2.
Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3.
Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis cepat: a.
Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
83
4.
b.
Akses pelayanan laboratorium khusus
c.
Alur rujukan khusus
Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan PUSKESMAS melalui mekanisme:
5.
a.
Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b.
Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c.
Pasien telah menggunakan masker
Waktu kontak di PUSKESMAS dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan khusus yang dipisahkan dari pasien umum.
Pengendalian Lingkungan 1.
Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian transmisi udara;
2.
Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
3.
Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit Sanitasi.
4.
Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang infeksi airborne.
Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja 1.
Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
2.
Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI Puskesmas dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung tangan bersih, masker, gaun/apron.
3.
Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi 84
profilaksis maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas serta rotasi tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3. Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
85
BAB IV TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL
Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.
A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih: Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine. 1. Tenaga Pelaksana: a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I) b) PePuskesmasonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II) 2. Teknik Pemasangan Kateter: a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II) 86
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II) c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III). d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I) e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II) 3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup: a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II) b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit dibuang secara aseptik (kategori I) c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II) d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II) 4. Pengambilan Bahan Urine: a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I) 87
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong penampung secara aseptik (kategori I) c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium 5. Kelancaran Aliran Urine: a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II) b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan: - Pipa jangan tertekuk (kinking). - Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung. - Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai standar prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru. - Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I). 6. Perawatan Meatus Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran kemih (kategori II). 7. Penggantian Kateter Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin (kategori II)
88
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI: 1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter, mencegah iritasi. 2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks. 3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag 4. Observasi tanda-tanda infeksi 5. Strick hand hygiene. 6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan Plebitis Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter vena sentral dan kateter vena perifer. 1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu dilakukan secara periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual yang efektif. 2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi (kategori I). 3. Pemilihan kanula untuk infus primer: - Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi.
89
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72 jam (kategori II). - Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan. 4. Kebesihan tangan a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, insePuskesmasi, melepaskan atau dressing IV device (kategori I). b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik (kategori I). 5. Pesiapan Pemasangan kateter IV a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV: - Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi untuk pencegahan kontaminasi blood pathogen. - Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing. b. Jangan
menyingkat
prosedur
pemasangan
kateter
yang
sudah
ditentukan (lihat SPO pemasangan kateter IV). c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I) d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I). e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan aseptik.
90
6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I) b) Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I) c) Cantumkan
tanggal,
jam
pemasangan
kateter
di
dekat
lokasi
insePuskesmasi pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I) 7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi (kategori I). b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril (kategori II) c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%
8. Penggantian Set Infus a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang
melalui
insisi),
bila
tidak
ada
komplikasi
yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini. b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I). c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau emulsi lemak (kategori III). 91
d) Cairan parenteral - Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam - Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12 jam 9. Kanula Sentral a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori I). b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan. c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter. d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru (kategori I). e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori I). f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter pada daerah insermasi yang sama g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II). 92
10. Panduan Khusus a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, cairan hiperalimentasi secara bersamaan. b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II). c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tandatanda infeksi. d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter. e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak direkomendasikan. (kategori II) 11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis : Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I). 12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut: a) Kulit tempat insePuskesmasi dibePuskesmasihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan sampai kering; b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II); c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral, maka cairan tePuskesmasebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan (kategori I); 93
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV, cairan harus dibiakkan (kategori II); e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai; f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination), maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.
Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral - Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II). - Tenaga
pelaksana
harus
mencuci
tangan
sesuai
standar
sebelum
mencampur cairan parenteral (kategori I). - Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta tanggal kadaluaPuskesmasa. Bila didapatkan keadaan tePuskesmasebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi
Farmasi.
Instalasi
Farmasi
memastikan
bahwa
produk
tePuskesmasebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I). - Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar (Laminar flow hood)(kategori II). - Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan. - Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar atau dalam refrigerator)
94
Central Line Bundle 1. Kebesihan tangan 2. Maximal barrier precaution 3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin 4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral pada pasien dewasa 5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak dibutuhkan Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).
D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia 1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2. Memberikan perubahan posisi pada pasien a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45° b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian 3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari alkohol (khlorheksidin 0,2%) 4. Laksanakan kewaspadaan standar a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah: •
Menyentuh pasien
95
•
Menyentuh darah/cairan tubuh
•
Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan besih •
kontak dengan mukosa mulut dan kering
•
tindakan pengisapan lendir
•
kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan. d. Pakai masker saat: •
intubasi,
•
pengisapan lendir,
•
pembePuskesmasihan mulut dan hidung.
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan. f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi •
Lakukan
dekontaminasi
semua
peralatan
sebelum
disinfeksi
/sterilisasi •
Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam kebijakan PUSKESMAS tentang pengelolaan alat medis reused
•
Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
•
Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.
g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali atas indikasi
96
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit) i.
Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
j.
Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water trap)
k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier. l.
Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap pasien. n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan dibePuskesmasihkan. o. Intubasi •
Lakukan dengan tehnik aseptik
VAP Bundle a. Kebesihan tangan b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%) d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed System h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer i.
Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing
97
E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi Pencegahan dekubitus: - Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan, - Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun pergerakan secara bebas; - Mengurangi tekanan pada tumit; - Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit; - Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit. Penatalaksanaan dekubitus: - Kaji derajat dekubitus; - Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya; - Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveilans nosokomial dan entry data infeksi RL 6
98
BAB IV TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL
Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan. A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih: Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine. 1. Tenaga Pelaksana: a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I) b) PePuskesmasonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II) 2. Teknik Pemasangan Kateter: a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II) b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
99
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III). d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I) e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II) 3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup: a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II) b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit dibuang secara aseptik (kategori I) c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II) d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II) 4. Pengambilan Bahan Urine: a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I) b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong penampung secara aseptik (kategori I)
100
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium 5. Kelancaran Aliran Urine: a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II) b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan: - Pipa jangan tertekuk (kinking). - Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung. - Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai standar prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru. - Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I). 6. Perawatan Meatus Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran kemih (kategori II). 7. Penggantian Kateter Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin (kategori II)
101
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI: 1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter, mencegah iritasi. 2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks. 3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag 4. Observasi tanda-tanda infeksi 5. Strick hand hygiene. 6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari. B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan Plebitis Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter vena sentral dan kateter vena perifer. 1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu dilakukan secara periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual yang efektif. 2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi (kategori I). 3. Pemilihan kanula untuk infus primer: - Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi. - Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72 jam (kategori II).
102
- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan. 4. Kebesihan tangan a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, inspeksi, melepaskan atau dressing IV device (kategori I). b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik (kategori I). 5. Pesiapan Pemasangan kateter IV a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV: - Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi untuk pencegahan kontaminasi blood pathogen. - Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing. b. Jangan
menyingkat
prosedur
pemasangan
kateter
yang
sudah
ditentukan (lihat SPO pemasangan kateter IV). c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I) d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I). e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan aseptik. 6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I) 103
b) Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I) c) Cantumkan
tanggal,
jam
pemasangan
kateter
di
dekat
lokasi
insePuskesmasi pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I) 7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi (kategori I). b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril (kategori II) c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70% 8. Penggantian Set Infus a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang
melalui
insisi),
bila
tidak
ada
komplikasi
yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini. b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I). c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau emulsi lemak (kategori III). d) Cairan parenteral - Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam
104
- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12 jam 9. Kanula Sentral a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori I). b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril). InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan. c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter. d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru (kategori I). e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori I). f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter pada daerah insermasi yang sama g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II).
105
10. Panduan Khusus a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, cairan hiperalimentasi secara bersamaan. b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II). c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tandatanda infeksi. d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter. e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak direkomendasikan. (kategori II) 11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis: Jika dari tempat infus keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I). 12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut: a) Kulit tempat insesi dibersihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan sampai kering; b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II); c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral, maka cairan tePuskesmasebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan (kategori I); 106
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV, cairan harus dibiakkan (kategori II); e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai; f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination), maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan. Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral - Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II). - Tenaga
pelaksana
harus
mencuci
tangan
sesuai
standar
sebelum
mencampur cairan parenteral (kategori I). - Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta tanggal kadaluarsa. Bila didapatkan keadaan tePuskesmasebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi
Farmasi.
Instalasi
Farmasi
memastikan
bahwa
produk
tePuskesmasebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I). - Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar (Laminar flow hood)(kategori II). - Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan. - Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar atau dalam refrigerator)
107
Central Line Bundle 1. Kebesihan tangan 2. Maximal barrier precaution 3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin 4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral pada pasien dewasa 5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak dibutuhkan Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).
C. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia 1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2. Memberikan perubahan posisi pada pasien a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45° b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian 3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari alkohol (khlorheksidin 0,2%) 4. Laksanakan kewaspadaan standar a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah: •
Menyentuh pasien
•
Menyentuh darah/cairan tubuh
108
•
Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan besih •
kontak dengan mukosa mulut dan kering
•
tindakan pengisapan lendir
•
kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan. d. Pakai masker saat: •
intubasi,
•
pengisapan lendir,
•
pembePuskesmasihan mulut dan hidung.
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan. f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi •
Lakukan
dekontaminasi
semua
peralatan
sebelum
disinfeksi
/sterilisasi •
Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam kebijakan PUSKESMAS tentang pengelolaan alat medis reused
•
Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
•
Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.
g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali atas indikasi h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit) 109
i.
Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
j.
Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water trap)
k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier. l.
Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap pasien. n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan dibePuskesmasihkan. o. Intubasi •
Lakukan dengan tehnik aseptik
VAP Bundle a. Kebesihan tangan b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%) d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed System h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer i.
Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing
110
D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi Pencegahan dekubitus: - Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan, - Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun pergerakan secara bebas; - Mengurangi tekanan pada tumit; - Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit; - Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit. Penatalaksanaan dekubitus: - Kaji derajat dekubitus; - Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya; - Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveilans nosokomial dan entry data infeksi RL 6
111
BAB V PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG
Panduan PPI untuk Pasien Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi. Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam berkunjung. Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam rekam medis. Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poliklinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat PUSKESMAS yang dikoordinasikan Tim PPI PUSKESMAS melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh pengunjung PUSKESMAS dan di area tunggu pasien/pengunjung.
Panduan PPI untuk Pengunjung Di Rawat Jalan 1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan
112
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan 3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang lainnya saat menunggu pemeriksaan 4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk 5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebePuskesmasihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan. Di Rawat inap 1. Pengunjung setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebesihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan, sebelum masuk ruang perawatan 2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan sebaiknya tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa, direkomendasikan menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan pasien 3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Puskesmas 4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara bergantian (khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)
Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara 1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang perawatan pasien 2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit
113
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien 4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius
Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan 1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang perawatan pasien 2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang 3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien 4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius, gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi: - Kebersihan tangan; - Etika batuk dan higiene respirasi; - Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk; - Kebersihan lingkungan - Ketertiban membuang sampah - Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan
114
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas yang dikoordinasikan Tim PPI puskesmas.
KEPALA PUSKESMAS MRANGGEN III KABUPATEN DEMAK
Dr Haerudin NIP. 19740110 200312 1 004
115