Partisipasi Masyarakat Media Menanggulangi Kemiskinan (sebuah Ide)

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Partisipasi Masyarakat Media Menanggulangi Kemiskinan (sebuah Ide) as PDF for free.

More details

  • Words: 1,016
  • Pages: 3
Salam,

Sebenarnya terus terang saya tidak tahu harus kemana menyuarakan ide ini. Entah nantinya disebut salah alamat, tapi yang jelas ibarat sebuah kepundan saya telah memuntahkannya, masalah nantinya ada respon atau tidak urusan nanti. Sebelumnya inilah saya yang menulis uneg-uneg ini. Orang tua menyematkan nama pada diriku Santosa, dilahirkan di Pati – sebuah kota kecil di pesisir utara pulau Jawa – Jawa Tengah, lebih dari seperempat abad yang lalu. Teman-teman akrabku lebih senang memanggilku dengan sebutan Ucok, maka keduanya kemudian aku gabung dan menjadi alamat bagi surat elektronikku di ymail jua. Akhir-akhir ini di media televisi banyak disajikan acara reality show yang berorientasi membantu saudara-saudara kita yang kekurangan. Saya tidak tahu banyak tentang seluk-beluk media, oleh karenanya di sisni saya tidak berhak mengomentari apalagi menghakimi acara tersebut baik atau tidak (berbaik sangka sajalah, semua ini tentu demi mengetuk hati kita untuk lebih peduli pada orang-orang di sekeliling kita, tanpa harus merepotkan diri menganalisa rating dan tingginya sponsor dalam tayangan ini). Tanpa harus saya sebutkan satu persatu tentu kita semua tahu acara apa yang saya maksud (maklum acara-acara yang hampir serupa ditayangkan oleh stasiun televisi yang berbeda). Sekali lagi acara ini sangat bagus dan sangat membantu sekali. Dalam sebuah kesempatan saya bersama-sama teman-teman satu base camp di Koordinator Kabupaten di PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Pati (he…he…. Sebenarnya saya malu ngakuinnya, soalnya saya hanya tukang sapu). Setelah melihat tayangan tersebut kami rame-rame komentar karena sebenarnya apa yang ditayangkan TV tersebut juga hampir sama dengan tugas kami (Pemberdayaan Masyarakat yang ujung-ujungnya adalah pengentasan kemiskinan di wilayah kami) – wah… sok pahlawan banget sih…. Begini kira-kira hasil rembugan kami saat itu :

1. Peran media terutama media elektronik (TV) sangat strategis untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial, sebab menurut hemat kami, mereka punya jaringan yang sangat luas dari sudut sponsorship (Chanelling) yang mau mendanai kegiatan tersebut. Hal ini sangat berbeda sekali dengan instansi atau badan-badan yang lain, misalnya lembaga bentukan kami; LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang diantara fungsinya selain merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi kegiatan dan memeliharanya yang sumber dana utamanya adalah dari APBD dan APBN, juga diharapkan mampu menggalang kemitraan dengan kelompok peduli. Nah tugas terakhir yang saya sebutkan inilah yang teramat sulit dilakukan oleh mereka. Karena mungkin sifatnya yang lokal dan tidak banyak diekspos, sehingga (mohon maaf tanpa mengurangi terima kasih dan meragukan keikhlasan para donatur) mereka yang mau membantu (baik perorangan atau sebuah badan usaha -CSR- tidak melihat ada imbal balik yang cukup berarti bagi mereka.

2. Media juga -dalam kaca mata kami- lebih obyektif dalam menentukan pihak yang berhak mendapatkan bantuan, dalam hal ini kalau boleh saya menilai kemampuan insan-insan media dalam menentukan kelompok pemanfaat bantuan lebih bisa dipercaya dibanding –sekali lagi maaf- survey-survey yang dilakukan oleh aparatur negara misalnya bahkan BPS hampir tidak punya data valid tentang jumlah masyarakat miskin (bukan berarti saya meremehkan mereka, tapi dalam praktek dilapangan yang telah dilakukan oleh team-team fasilitator kami dalam mendampingi dan mengawal siklus yang harus dilakukan oleh desa / kelurahan yang menyatakan

diri siap menerima bantuan, salah satu agenda yang harus mereka lalui adalah melakukan Pemetaan Swadaya (PS). Dalam PS inilah mereka masyarakat itu melakukan rembug untuk menentukan sendiri kriteria miskin menurut mereka sesuai dengan kondisi riil dilapangan, sehingga nanti diharapkan mereka-mereka inilah yang mendapatkan prioritas utama dalam kegiatan, baik infrastruktur, ekonomi maupun sosial (kami menyebutnya tridaya). Namun sayang data kami yang sebenarnya lebih valid dibanding data-data yang lain ini cenderung tidak begitu dipakai padahal dalam pelaporan kami, data ini telah juga masuk ke World Bank – salah satu badan yang dari pinjamannya kita dapat melaksanakan program-. Eitt… tunggu dulu yang merasa dipuji jangan keburu besar kepala ya???... sebenarnya ketika saya tadi membandingkan hasil survery kalian yang lebih valid ketimbang aparatur negara tentu bukan perbandingan yang adil melihat coverage area yang kalian lakukan tidak seluas mereka. But it’s ok lah…. (kan emang tugas mereka juga ya harus melayani rakyat…. Wah mulai bodoh juga ini….he…he… sorry!!!)

3. Nah, yang ketiga dan inilah yang paling penting menurut kami, adalah bagaimana kegiatan-kegiatan sosial tersebut kita lakukan berkelanjutan, sebab apa yang telah dilakukan tersebut untuk saat itu tentu sangat membahagiakan, tapi kita meski ingat bahwa esok mereka juga harus hidup, apa yang telah teman-teman lakukan kali ini harus juga bisa meringankan beban kehidupan mereka untuk hari-hari berikutnya (orang sering bilang lebih baik memberi kail daripada ikan) dengan tidak membuat mereka menjadi makhluk yang tergantung atas bantuan kita (charity) dan lebih dari itu bagaimana seharusnya kita bisa menyatukan ide-ide sektoral yang bertujuan sama ini menjadi sebuah game bersama yang kita tangani bersama-sama pula sesuai dengan porsi kita dengan media sebagai, tentu saja mediator dan juga motor penggeraknya? Diluar segala kebijakan pemerintah yang telah dilakukan. Dengan jaringan yang begitu luas yang dapat diakses oleh media diharapkan media dapat lebih berkontribusi, berintegrasi dengan badan-badan penyedia layanan sosial seperti misalnya BAZIS dan dinas-dinas resmi pemerintah. Media memang punya potensi besar untuk menyebarkan virus peduli sesama, sehingga mampu menjadikan menolong orang lain sebagai sebuah trend dan hobi. Melihat banyaknya kalayak mapan yang terjerumus kedalam hedonisme sebab memang sedang menikmati segala kemudahan fasilitas, tidak semata-mata karena keinginan mereka semata mungkin juga karena kurangnya tantangan dan jalur penyaluran atas kelebihan mereka itu, contoh saja Bill Gates umpama yang menghibur dirinya dengan mendirikan yayasan dan menolong orang-orang yang kekurangan. Ketika ambisi seseorang sudah tercapai, dia telah sampai pada titik puncak prestasinya dan telah mampu mengalahkan segala tantangan yang ada, singkat kata dunia dalam genggaman dia maka wajar jika kemudian penyakit jenuh itu datang menghampiri, menjadi merasa terasing, itu adalah siksaan bathin yang tak terperi, akhirnya jalan pintas, pelampiasan negatif adalah pilihan mereka. Mungkin mereka bingung harus kemana? Tokoh-tokoh dunia telah membuktikannya. Ide gila ini mungkin basi, mungkin biasa saja dan mungkin tidak pantas direspon. Api siapa tahu masalah-masalah yang terus membelit bangsa ini dari hal-hal kecil ini sampai yang menyangkut kedaulatan butuh perhatian dari kita, sebisa kita berbuat dan tidak harus jadi pahlawan.

Dalam sebuah mimpi, aku melihat ksatria-ksatria Nusantara ini memimpin perdaban manusia menuju puncak kemanusiaannya, mimpi yang menguap dari sampah kemiskinan yang telalu lama mengonggok dalam tong kesadaran saya. Entahlah …… Semoga……… esok lebih baik dan terus menuju yang lebih baik sampai kelak kita menghadap Yang Maha Baik.

Salam, Cok Tosapati

Related Documents