Laporan Ekskursi Geologi Regional 2019 KELOMPOK 1
IDENTIFIKASI JEJAK GUNUNG API PURBA DAN PEMBAGIAN FASIESNYA Di Daerah Tawang sari, Sukoharjo - Jawa Tengah RAFI´I (12292),ARBINO (13084), M.RUDI (13152), BHOMAS (14090), DOLI (14106), SULIS (14120),YUSUF (14164), WINDI (15138) Departemen Teknik Geologi, ITNY, Jl. Babarsari, Sleman, Yogyakarta
SARI Berdasarkan bentuk bentang alam dan asosiasi batuan penyusun, suatu kerucut gunung api komposit dapat dibagi menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal. Secara bentang alam, pembagian tersebut dimulai dari pusat erupsi di bagian puncak, menurun ke arah lereng, kaki, serta dataran di sekelilingnya. Fasies sentral gunung api dicirikan oleh asosiasi batuan beku intrusi dangkal, kubah lava, dan batuan ubahan hidrotermal. Makalah ini membahas morfologi gunung api dan batuan gunung api yang mengindikasikan keberadaan gunung api purba bawah laut di daerah Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri, Jawa Tengah. Secara umum, batuan gunung api ini diidentifikasi sebagai breksi andesit yang dikelompokkan ke dalam Formasi Mandalika berumur Oligosen-Miosen (Surono et al., 1992). Asal mula Formasi Mandalika kaitannya dengan proses sedimentasi klastik dan proses vulkanisme masih perlu dievaluasi. Penelitian ini didasarkan pada deskripsi terperinci di lapangan. Breksi basal otoklastika yang tersingkap menunjukkan ciri-ciri komponen fragmen batuan beku tertanam dalam massa dasar berkomposisi sama, yaitu batuan beku, warna hitam hingga abu-abu gelap; tekstur porfiritik, permukaan kasar, membreksi; struktur bantal, masif, vesikuler halus, amigdaloidal kalsit, dan kekar radier; komposisi andesit. Kata kunci: gunung api, lava , fasies
ABSTRACT Based on the shape of the landscape and the association of rock composer, a cone of a composite volcano can be divided into facies, central facies of the proximal, facies medial, and facies of the distal. In landscape, the division is started from the center of eruption at the peak, declining to the direction of the slope, legs, as well as the plains around her. Facies of the central volcano is characterized by the association of igneous intrusion shallow, lava domes, and rock hydrothermal alteration. This paper discusses the morphology of the volcanic rocks and the mountain of fire that indicate the existence of an ancient volcano under the sea in the area of Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri, Central Java. In general, the rocks of this volcano are identified as breccia andesite, which are grouped into Formations Mandalika was the Oligocene-Miocene (Surono et al., 1992). The origin of the Formation Mandalika relation to the process of sedimentation of clastic and processes volcanism still need to be evaluated. This research is based on the detailed descriptions in the field. Breccia basalt otoklastika uncovered shows the characteristics of the component fragments of igneous rock embedded in the mass of the base composition is the same, namely igneous rocks, black to dark grey; the texture is porphyritic, coarse surface, membreksi; the structure of the pillow, massive, vesicular smooth, amigdaloidal calcite, and burly radier; the composition of the andesitic. Keywords: volcano, lava , facies
pada kemudahan pencapaian lokasi, serta singkapan geologi yang cukup mewakili dan
PENDAHULUAN
Di
Indonesia,
gunung
api
dan
hasil
kegiatannya yang berupa batuan gunung api tersebar melimpah baik di darat maupun di laut. Berdasarkan umur geologi, kegiatan gunung api
keberadaannya
belum
dikaji
secara
komprehensif. Selain hal tersebut, daerah ini penting untuk studi magmatisme-vulkanisme, dan implikasinya terhadap sumber daya energi.
di Indonesia paling tidak sudah dimulai sejak METODOLOGI
Zaman Kapur Atas (Martodjojo, 2003) atau sekitar 76 juta tahun yang lalu (Ngkoimani,
Metode penelitian yang digunakan adalah
2005) hingga masa kini. Namun demikian,
pengkajian data sekunder yang berhubungan
sejauh ini para ahli kebumian masih sangat
dengan lokasi dan tema yang dibahas dari hasil
sedikit yang tertarik untuk mempelajari ilmu
pendeskripsian dilapangan dan mengenai data
vulkanologi. Makalah ini ditujukan untuk
penelitian geologi terdahulu serta beberapa dari
menunjukkan betapa pentingnya pemahaman
studi pustaka berupa data sekunder dari
terhadap geologi gunung api, khususnya fasies
beberapa literatur yang berkaitan gunung api
gunung api dan berbagai aplikasinya, baik
purba. DASAR TEORI
untuk kepentingan praktis di bidang sumber daya dan mitigasi bencana, maupun dalam pengembangan
konsep-konsep
geologi
Fisiografi
daerah
penelitian
termasuk
di
kedalam wilayah zona Pegunungan Selatan
Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar penelitian
yang tersusun oleh batuan gunung api produk
geologi gunung api semakin berkembang pada
erupsi letusan maupun erupsi lelehan, selain
masa mendatang.
batuan
sedimen
klastika
dan
karbonat.
Pegunungan Selatan, Jawa Tengah, merupakan MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penelitian adalah mendapatkan
wilayah
yang
vulkanisme,
terpengaruh yang
oleh
ditunjukkan
kegiatan oleh
suatu gambaran dari data-data geologi berupa,
keterdapatan banyak batuan hasil kegiatan
petrologi dan geomorfologi serta struktur
gunung
geologi terutama yang berkaitan vulkanisme.
melakukan penelitian batuan gunung api Tersier
Tujuan penelitian untuk mengetahui fasies
di Pulau Jawa dan menyimpulkan keberadaan
gunungapi masa lampau (tersier) yang ada
dua buah busur magma berumur Eosen-Miosen
didaerah Tawangsari-Jomboran-Sukoharjo dan
Awal dan Miosen Akhir-Pliosen. Sementara itu,
daerah ini termasuk kedalam Zona Fisiografi
kegiatan vulkanisme secara jelas dapat diamati
Pegunungan Selatan. Penelitian ini menekankan
sejak Kala Oligosen, yaitu saat pembentukan
pada deskripsi terperinci di lapangan dan
Formasi Kebo-Butak hingga Kala Miosen dan
sedangkan pemilihan daerah studi didasarkan
pembentukan Formasi Oyo. Di pihak lain,
api.
Soeria-Atmadja
drr.
(1994)
Surono drr. (1992) menyatakan stratigrafi
Surono drr. (1992) yang telah melakukan
Pegunungan Selatan diawali dari pengendapan
pemetaan geologi, mengelompokkan batuan
Batuan Malihan (KTm), Formasi Gamping-
gunung
Wungkal (Tew) yang secara tidak selaras
Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Wuni,
ditindih Formasi Kebo-Butak (Tomk), dan
dan Formasi Nglanggran (Gambar 3). Formasi
Formasi Mandalika (Tomm). Selaras di atasnya
Mandalika umumnya tersusun oleh material
berkembang Formasi Semilir (Tms), Formasi
masif berupa lava Dasit – Andesit, Tuf dasit,
Nglanggran (Tmng), dan Formasi Sambipitu
dan batuan intrusi Diorit. Formasi Semilir
(Tmss). Ketiga formasi tersebut berhubungan
tersusun oleh material fragmental berupa tuf
secara menjemari. Selanjutnya, secara tidak
berukuran pasir dan lempung, dan breksi pumis
selaras diendapkan Formasi Oyo (Tmo) yang
dasit. Hubungan stratigrafi antara formasi
menjemari dengan Formasi Wonosari (Tmwl).
batuan yang ada
Kemudian formasi-formasi tersebut diterobos
selaras, menjemari, dan hubungan tidak selaras.
batuan beku Diorit (Tpdi).
Struktur geologi yang berkembang pada formasi
Penarikhan umur radiometri (K-Ar) dari be-
batuan gunung api ditunjukkan oleh sesar
berapa penelitian (Soeria-Atmadja, drr., 1994;
normal berarah tenggara – barat laut. Pada
Hartono, 2000; Bronto, drr., 2005; Ngkoimani,
formasi
2005; Priadi & Mubandi, 2005; Akmaluddin,
berkembang struktur geologi berupa sinklin
drr., 2005) menunjukkan umur absolut batuan
yang terletak di sebelah selatan formasi batuan
gunung api yang dikelompokkan ke dalam
gunung api (Gambar 1).
api
tersebut
batuan
ke
dalam
Formasi
menunjukkan hubungan
bukan
asal
gunung
api
Formasi Andesit Tua berkisar antara 59,00 ± 1,94 jtl. hingga 11,88 ± 0,71 jtl. Hal ini menunjukkan adanya vulkanisme yang terjadi secara menerus dan berulang kali. Hartono (2000)
dan
Hartono
dan
Syafri
(2007)
menyatakan bahwa batuan gunung api yang menyusun Zona Pegunungan Selatan Yogyakarta dan sekitarnya paling sedikit dihasilkan oleh lima pusat erupsi purba. Di pihak lain, Bronto (2007) membagi keberadaan fosil gunung api menjadi empat kelompok, yaitu (1) Kelompok
Gambar 1. Peta geologi daerah Wonogiri dan
Gunung Api purba Parangtritis - Sudimoro, (2)
sekitarnya (disederhanakan dari Surono drr.,
Kelompok Gunung Api purba Baturagung –
1992).
Bayat, (3) Kelompok Gunung Api purba Wonogiri – Wediombo, dan (4) Kelompok Gunung Api purba Karangtengah – Pacitan.
Umumnya, batuan gunung api adalah batuan
kubah lava. Aglomerat merupakan batuan
yang terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung
piroklastika (Fisher & Schmincke, 1984; Cas &
api, baik secara langsung maupun tidak
Wright, 1987; Lorenz & Haneke, 2004), se-
langsung. Secara langsung di sini mempunyai
dangkan Breksi gunung api dan Tuf sebagai
arti sebagai hasil erupsi gunung api yang
batuan
membatu secara in situ, sedangkan secara tidak
sedimen
langsung berarti telah mengalami perombakan
petrologis
atau
batuan
(subvolcanic intrusions) mempunyai banyak
klastika gunung api menyangkut bentuk butir,
persamaan dengan batuan beku luar dan batuan
ukuran butir, dan kemas. Karena efek abrasi
klastika gunung api di sekitarnya, antara lain
selama proses transportasi, bentuk butir berubah
bertekstur kaca, afanit dan hipokristalin porfiri,
mulai dari sangat meruncing-meruncing sampai
mengandung kaca gunung api, serta dalam
dengan membundar-sangat membundar. Ukuran
banyak hal mempunyai afinitas dan komposisi
butir juga berubah dari fraksi sangat kasar -
yang sama. Dengan demikian pengertian batuan
kasar, sedang sampai dengan halus - sangat
gunung api meliputi batuan beku intrusi
halus. Hubungan antara butir fraksi kasar di
dangkal, batuan beku luar (aliran lava dan
daerah
umumnya
kubah lava), Breksi gunung api, Aglomerat, dan
membentuk kemas tertutup, tetapi kemudian
Tuf. Pembangunan suatu kerucut gunung api
berubah menjadi kemas terbuka sejalan dengan
melibatkan fase konstruktif dan fase destruktif
menjauhnya dari daerah sumber. Di samping itu
atau
juga membentuk struktur sedimen, seperti
Pembentukan
struktur imbrikasi, silang-siur, antidunes, dan
berselingan dengan Breksi, Andesit piroklastika
gores-garis sebagai akibat terlanda hembusan
dan Tuf andesit mengindikasikan tahap kegiatan
piroklastika.
vulkanisme
yang
(konstruktif)
kerucut
deformasi.
dekat
Simkin
Pemerian
sumber
drr.
tekstur
pada
(1981)
dan
Gill
(1981)
piroklastika
(primer)
epiklastika batuan
dikenal
atau
batuan
(sekunder).
beku,
Secara
intrusi
dangkal
sebagai
siklus
vulkanisme.
batuan
beku
luar
bersifat gunung
yang
membangun api
strato,
menyatakan bahwa gunung api masa kini yang
sedangkan tahap kegiatan vulkanisme bersifat
berkembang
merusak (destruktif) ditandai oleh melimpahnya
di
daerah
tumbukan
pada
umumnya berkomposisi Andesit, mempunyai
Breksi
bentuk kerucut komposit atau strato, tersusun
berkomposisi Andesit (Gambar 2).
oleh perlapisan batuan beku luar, Aglomerat, Breksi gunung api dan Tuf, kadang-kadang diintrusi oleh batuan beku terobosan berbentuk retas,
sill,
kubah
bawah
permukaan
(cryptodome), dan leher gunung api. Batuan beku luar merupakan magma yang keluar ke permukaan bumi membentuk aliran lava atau
pumis,
Lapili
pumis
dan
Tuf
dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) untuk membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3 zone, yakni Central Zone, Proximal Zone, dan Distal Zone. Central Zone disetarakan dengan daerah puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah lereng gunung api, dan Distal Zone sama Gambar 2. Diagram pembentukan batuan
gunung api. Namun dalam uraiannya, kedua
gunungapi. Secara umum, lokasi daerah penelitian disusun oleh material batuan beku, yaitu berupa lava dan menjadi batuan Breksi autoklastika dan
beberapa
tempat
disusun
baruan
piroklastika. Hal ini karena secara vulkanologis Formasi Mandalika menunjukkan ciri-ciri fase pembangunan
suatu
tubuh
gunung
api
komposit, adanya perulangan pengendapan produk erupsi lelehan dan erupsi letusan. Di sisi lain, formasi yang lebih muda (Formasi Semilir) yang kaya pumis dan berkomposisi andesit – dasit menunjukkan ciri-ciri fase perusakan suatu tubuh
dengan daerah kaki serta dataran di sekeliling
gunung
api.
menggambarkan
adanya
Pemikiran
tersebut,
perubahan
sistem
sedimentasi dari lingkungan arus tenang yang
penulis tersebut sering me-nyebut zone dengan facies, sehingga menjadi Cen-tral Facies, Proximal Facies, dan Distal Facies. Pembagian fasies gunung api tersebut dikem-bangkan oleh Vessel dan Davies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, Yaitu Central/Vent Facies, Proximal Facies, Medial Facies, dan Distal Facies (Gambar 3). Sesuai de-ngan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan data: 1. inderaja dan geomorfologi,
ditunjukkan oleh pengendapan fraksi halus dan
2. petrologi,
terbentuknya batugamping, menjadi sistem
3. vulkanologi fisik,
sedimentasi yang dihasilkan oleh mekanisme letusan gunung api yang ditunjukkan oleh pengendapan material gunung api fraksi halus – kasar, dan aliran lava. PEMBAGIAN FASIES GUNUNG API
Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dapat dibagi menjadi daerah puncak,
lereng,
sekelilingnya.
kaki,
dan
Pemahaman
ini
dataran
di
kemudian
4. struktur geologi.
afanitik dan mempunyai tingkat keseragaman butir mineral
inequigranular, piroksen,
memiliki
komposisi
hornblenda,
plagioklas,
felsdfar dan kuarsa.
Gambar 3. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie, 1998). Gambar 4. Sketsa dari lokasi pengamatan
PEMBAHASAN
Lokasi ini merupakan singkapan lava andesit Formasi Mandalika yang ekuivalen dengan
Kenampakan singkapan batuan beku berupa lava andesit-basal yang mempunyai perubahan
Formasi Kebobutak di Pegunungan Baturagung,
bentuk ke breksi autoklastik.
Secara Fisiografi termasuk kedalam zona Pegunungan tektonik
Selatan,
dan
merupakan
secara
tatanan
merupakan
busur
kepulauan gunung api yang berumur OligosenMiosen.
Lava
secara
umum
mempunyai
kenampakan struktur autoklastik dan beberapa menunjukkan Sheeting Joint, Terdapat juga struktur lubang-lubang gas (Vesikuler) yang menunjukkan jenis batuan beku luar (Ekstrusi).
Gambar 5. Foto singkapan batuan beku (Lava) berstruktur Sheeting Joint.
Warna yang teramati abu-abu dan sebagian
Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa
kehijauan, memiliki viskositas lava menengah
dari lokasi penelitian yang berupa singkapan
genesa dari daerah pengamatan lava terbentuk
batuan beku berupa lava yang memungkinkan
akibat lelehan magmatisme yang tidak jauh dari
bahwa pada fase erupsi dan letusan mengalami
kawah gunung api. Interpretasi merupakan
tipe erupsi lelehan yang berdasarkan karateristik
bagian dari gunung api Gajahmungkur yang
komposisi batuan, struktur batuan dan zona
termasuk pada area zona proksimal, Derajat
jangkauan lelehan yang terbentuk tidak jauh
kristalisasi
hipokristalin,
struktur
porfiro-
dari pusat erupsinya yang dapat di bedakan ke
makalah ini bermanfaat dan dapat membatu
daerah zona sentral ke zona proksimal.
dalam acuan belajar bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian termasuk daerah jalur Magmatisme busur gunung api tersier yang berumur oligosenmiosen yang termasuk kedalam wilayah daerah fisiografi
zona
pegunungan
selatan
yang
memiliki karakteristik dan litologinya tersusun oleh batuan gunung api produk lelehan dan letusan serta beberapa produk dari batuan sedimen klastika. Dari lokasi penelitian yang terletak disekitar daerah Tawangsari, Jomboran, Sukoharjo, Wonogiri yang memiliki batuan yang dominan berupa batuan beku yang termasuk ke formasi mandalika yang memiliki genesa
terbentuknya
wilayah
penelitian
dicirikan adanya singkapan batuan beku berupa lava andesit basal yang menyusun dan dari hasil peninjauan dari klasifikasi fasies dan ciri-ciri yang didapat dari data lapangan dan jejak yang ditemui dapat di tentukan bahwa lokasi penelitian
termasuk
kedalam
area
gunung api. Ucapan Terima Kasih- Penulis mengucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah sehingga
makalah
ini
Hartono, G., 2000. Studi Gunung api Tersier: Sebaran Pusat erupsi dan Petrologi di Pegunungan Selatan Yogyakarta. Tesis S2, ITB, 168 p, tidak diterbitkan. Surono, Sudarno, I. dan Toha, B., 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro, Jawa, skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Van Bemmelen, RW., 1949. The Geology of Indonesia, Vol IA. Government Printing Office, The Hague, 732 h. Walker, G.P.L., 1993. Basaltic-Volcano Systems, Magmatic Processes and Plate Tectonic. Dalam: Prichard, H.M., Alabaster, T., Harris, N.B.W. dan Neary, C.R. (Eds), Geol. Society Sp ecial Publication, 76, h. 3-38. Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis: A Global Tectonic Approach. Unwin Hyman, London, 1st. pub., 465 h.
zona
proksimal dari hasil penentuan klasifikasi fasies
membantu,
Bronto, S., Misdiyanta, P., Hartono, G., dan Sayudi, S., 1994. Penyelidikan Awal Lava Bantal Watuadeg, Bayat dan Karangsambung, Jawa Tengah, Kumpulan Makalah Seminar: Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, Sejak Akhir Mesozoik Hingga Kuarter. Jur. Tek. Geologi, F. Teknik, UGM, Yogyakarta, h. 123-130.
dapat
Yuwono, Y.S., 1994. Gunungapi Bawah Laut “Dakah” di Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Abstrak. Kumpulan Makalah Seminar: Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, Sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter. Jur. Tek. Geologi, F. Teknik, UGM, Yogyakarta, h. 121. Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H.,
terselesaikan. Kepada para Bapak/Ibu Dosen
Pringgoprawiro, H., Polve, M., dan Priadi, B.,
Pendamping Ekskursi Geologi Regional 2019
1994. The Tertiary Magmatic Belts in Java.
atas diskusinya yang menarik, dan para teman-
Journal of SE-Asian Earth Sciences, 9, (1/2), h
teman kelompok (1) atas kerjasama dan diskusi
13-27.
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
Hartono, G., Sudradjat, A., dan Syafri, I., 2008. Gumuk Gunung Api Purba Bawah Laut Di
Tawangsari – Jomboran, Sukoharjo – Wonogiri,
Kecamatan Bayat, Klaten Jawa Tengah. Majalah
Jawa Tengah. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (1), h.
Geologi Indonesia, 19, h.147-163.
37-48.
Bronto, S., 2003c. Gunungapi Tersier Jawa Barat:
Bronto, S., 2007. Fosil gunung api di Pegunungan Selatan Jawa Tengah. Seminar dan Workshop
Identifikasi dan Implikasinya. Majalah Geologi Indonesia, 18, h.111-135.
“Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam
Akmaluddin, D.L. Setijadji, Watanabe, K., dan Itaya,
Pengembangan Wilayah”, Kerja sama PSG,
T., 2005. New interpretation on magmatic belts
UGM, UPN “Veteran”, STTNAS dan ISTA,
evolution
Yogyakarta, 27-29 Nov.
periods as revealed from newly collected K-Ar
during
the
Neogene-Quaternary
Bronto, S., Bijaksana, S., Sanyoto, P., Ngkoimani,
ages from Central-East Java – Indonesia. Joint
L.O., Hartono, G., dan Mulyaningsih, S., 2005.
Convention IAGI-HAGI-PERHAPI, Nov. 28-30,
Tinjauan Vulkanisme Paleogen Jawa. Majalah
2005, Surabaya.
Geologi Indonesia, 20, (4), h.195-204.
Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The
Cas, R.A.F. dan Wright, J.V., 1987. Volcanic
application of a volcanic facies models to an
Successions, Modern and Ancient, Allen &
andesitic stratovolcano hosted geothermal system
Unwin, London, 528 h.
at Wayang Windu, Java, Indonesia. Proceedings
Fisher, R. V. dan Schmincke, H. M., 1984. Pyroclastic Rocks. Springer-Verlag, Berlin, 472 h. Fisher, R. V. dan Smith, G. A., 1991. Volcanism, Tectonics and Sedimentation; Sedimentation In Volcanic Settings. Dalam: Fisher, R. V. dan Smith, G. A., (Eds.), SEPM Special Edition, (45), Tusla, Oklahoma, USA, h.1-5. Gill, J.B., 1981. Orogenic Andesites and Plate Tectonics, Springer – Verlag, 390 h. Hartono, G. dan Syafri, I., 2007. Peranan Merapi Untuk Mengidentifikasi Fosil Gunung Api Pada “Formasi Andesit Tua”: Studi Kasus Di Daerah Wonogiri. Geologi Indonesia: Dinamika dan Produknya, Publikasi Khusus, 2 (33), Pusat Survei Geologi, Bandung, h. 63-80. Hartono, G., 2000. Studi Gunung api Tersier: Sebaran
Pusat
Erupsi
dan
Petrologi
di
Pegunungan Selatan Yogyakarta. Tesis S2, ITB, 168 h. Tidak diterbitkan. Bronto, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2004b. Hubungan genesa antara batuan beku intrusi dan batuan
beku
ekstrusi
di
Perbukitan
Jiwo,
of 20th NZ Geothermal Workshop, h.265-276.