ATS (Anti Tetanus Serum)
Oleh : Khairani Gultom 133307010084
Pembimbing : Dr. dr. Adrian Khu, Sp.OT, FICS
KKS ILMU BEDAH ORTHOPAEDIC FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA MEDAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan Karunia – Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan refarat berjudul “ATS (Anti Tetanus Serum)” ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, Dr. dr. Adrian Khu, Sp.OT, FICS dan semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan laporan tugas ini sejak awal sampai selesai. Tujuan penulisan laopran kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Bedah Orthopaedic di RS Royal Prima Medan. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan saran dan partisipasi teman sejawat untuk memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan tugas laporan ini di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungannya, semoga penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua.
Medan, Oktober 2018
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal : ____________________
Nilai:
_________________________________
Pembimbing
dr. Adrian Khu, Sp.OT
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
1
1.1 ATS dan Tetanus Toksoid .......................................................
1
1.1.1. Pemberian ATS dan Tetanus Toksoid .................................
1
1.1.2. Imunisasi Tetanus Toksoid ..................................................
2
2.2. Komposisi Anti Tetanus Serum ..............................................
4
2.2.1. Dekripsi ................................................................................
4
2.2.2. komposisi .............................................................................
4
2.2.3. indikasi .................................................................................
4
2.2.4. cara kerja obat ......................................................................
5
2.2.5. Pasologi ................................................................................
5
2.2.6. Pemberian ............................................................................
5
2.2.7. Efek Samping .......................................................................
5
2.2.8. Interaksi Obat .......................................................................
6
2.2.9. Kontraindikasi ......................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
14
iii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1. ATS Dan Tetanus Toksoid 1.1.1. Pemberian ATS dan Tetanus Toksoid
a. Pemberian Anti Tetanus Serum Suntikan tetanus ada 2 macam, yaitu anti tetanus serum (ATS) dan vaksin tetanus toxoid. ATS sebanyak 1500 IU merupakan serum yang dapat langsung mencegah timbulnya tetanus. Sementara itu, vaksin tetanus toxoid 0,5 ml tidak untuk mencegah tetanus saat itu, namun untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap tetanus, sehingga mencegah terjadinya tetanus di kemudian hari bila ternyata luka tersebut masih mengandung kuman, juga mencegah tetanus pada kejadian lain dalam jangka waktu kira-kira 6 bulan bila tanpa booster. Indikasi suntikan ATS (Anti Tetanus Serum)
Luka cukup besar (dalam lebih dari 1 cm)
Luka berbentuk bintang
Luka berasal dari benda yang kotor dan berkarat
Luka gigitan hewan dan manusia
Luka tembak dan luka bakar
Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang dari 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka tembak atau terjepit mesin)
Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak mendapat booster selama 5tahun atau lebih
1
b. Pemberian Tetanus Toksiod (Profilaksis the american college of surgeon committee on Trauma:
Imunisasi pasif dengan human immune globulin tidak diindikasikan jika pasien tersebut sudah mendapat suntikan toksoid minimal 2 kali sebelumnya.
Pasien dengan imunisasi lengkap yaitu, pasien yang sudah mendapat booster dalam 10 tahun terakhir, tidak memerlukan penatalaksanaan tambahan untuk luka-luka non tetanus biasa. Jika luka dicurigai mengandung tetanus, injeksi 0,5 ml toksoid tetanus booster yang dapat diabsorbsi harus diberikan jika pemberian terakhir telah lebih dari 5 tahun yang lalu.
Pasien dengan riwayat imunisasi lengkap tetapi booster yang didapat sudah melewati masa 10 tahun harus mendapat toksoid tetanus untuk semua luka tembus.
Pasien dengan riwayat imunisasi pernah mendapat sekali injeksi atau kurang, atau riwyatnya tidak diketahui harus mendapat toksoid tetanus untuk luka nontetanus. Untuk luka yang dicurigai tetanus dapat diberikan ATS.
1.1.2. Imunisasi tetanus toxoid (TT) Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).
2
Imunisasi
Luka kecil dan basah
Luka-luka lainnya
Toksoid
TIG
Toksoid
TIG
Tidak jelas
Td
-
Td
Ya
0-1
Td
-
Td
Ya
2
Td
-
Td
-(x)
3-lebih
-(xx)
-
-(xx)
-
tetanus sebelum nya (dosis)
Keterangan; TIG
: Tetanus Imun Globulin (manusia)
Td
: Tetanus difteri toksoid
-
: Tidak diberikan
Ya
: Diberikan
x
: Kecuali luka lebih dari 24 jam
xx
: Kecuali telah lebih dari 10 tahun pemberian toksoid yang terakhir
xxx
: Kecuali telah lebih dari 5 tahun pemberian toksoid yang terakhir tetanus toksoid
Gambar 1.1. Serum Anti Tetanus
3
2.2. Komposisi Anti Tetanus Serum 2.2.1. Deskripsi Serum Anti Tetanus adalah antisera yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap tetanus, serta mengandung fenol sebagai pengawet, berupa cairan bening kekuningan. 2.2.2. Komposisi
Serum Anti Tetanus 1.500 IU Tiap mL mengandung: Zat aktif : • Antitoksin tetanus 1.500 IU Zat tambahan: • Fenol 2,5 mg
Serum Anti Tetanus 20.000 IU Tiap mL mengandung: Zat aktif: • Antitoksin tetanus 5.000 IU Zat tambahan: • Fenol 2,5 mg
2.2.3. Indikasi
Serum Anti Tetanus Untuk pencegahan tetanus pada luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu jalan atau bahan lain yang dapat menyebabkan infeksi Clostridium tetani, pada seseorang yang tidak yakin sudah diimunisasi atau yang belum diimunisasi lengkap dengan vaksin tetanus.
Serum Anti Tetanus 20.000 IU : Untuk pengobatan terhadap tetanus
2.2.4 Cara Kerja Obat Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasukkan serum anti tetanus yang mampulu untuk menetralisir toksin tetanus yang beredar dalam darah penderita.
4
2.2.5. Posologi
Pencegahan tetanus : 1 dosis profilaktik (1.500 IU) atau lebih, diberikan secara intramuskular.
Pengobatan tetanus : Berikan 10.000 IU atau lebih, secara intramuskular atau intravena tergan- tung keadaan penderita
Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.
2.2.6. Pemberian A. Secara intramuskular :
Hasil uji kepekaan harus negatif
Penyuntikan harus dilakukan se- cara perlahan
Penderita harus diamati paling sedikit selama 30 menit
B. Secara Intravena
Lakukan penyuntikan secara intra- muskular terlebih dahulu
Bila tidak ada gejala alergi, lakukan penyuntikan intravena
Penyuntikan harus dilakukan se- cara perlahan
Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam
2.2.7. Efek Samping
Syok anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada, timbulnya dapat segera atau beberapa jam setelah penyuntikan.
Penyakit serum; dapat terjadi antara 7 – 10 hari setelah penyuntikan dengan gejalagejala seperti demam, gatal, sesak nafas dan reaksi alergi lainnya.
Demam; demam yang disertai menggigil dapat terjadi setelah penyuntikan secara intravena.
Rasa nyeri di lokasi suntikan; biasanya terjadi 24 jam setelah penyuntikan antisera dalam jumlah dosis besar.
5
2.2.8. Interaksi Obat Tidak ada interaksi obat. 2.2.9. Kontraindikasi Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda Peringatan & Perhatian 1. Hal yang Harus Diperhatikan pada Penyuntikan Antisera
Alat suntik berisi adrenalin (1 : 1.000) harus tersedia sebelum melakukan penyuntikan antisera. Kemungkinan kortikosteroid dan Antihistamin H1 juga diperlukan.
Jangan menyuntikkan antisera yang baru dikeluarkan dari lemari es, terutama antisera dalam jumlah besar. Suhunya harus dinaikkan lebih dahulu agar sama dengan suhu badan (tapi jangan dipanaskan menggunakan api).
Waktu disuntik penderita harus dalam keadaan tidak tegang (rileks)
2. Uji Kepekaan
0,02 mL antisera diencerkan 1 : 1.000 dalam larutan NaCl fisiologis (salin), diberikan secara intradermal.
Bila hasil tes negatif, lanjutkan dengan uji kepekaan ulang dengan pengenceran antisera 1 : 100
Pada orang tanpa riwayat alergi, uji kepekaan dapat dilakukan langsung mulai dari pengenceran 1 : 100 Lakukan kontrol negatif dengan larutan NaCl fisiologis dan kontrol positif dengan histamin.
Gambaran hasil tes positif : Uji kepekaan dinyatakan positif jika terjadi indurasi dan eritema dengan ukuran ≥ 3 mm setelah 15 – 20 menit, dibandingkan dengan kontrol negatif. Bila hasil tes positif lakukan desensitisasi.
3. Tindakan terhadap Efek Samping
Reaksi Anafilaktik (Anaphylactic Shock)
1. Jika terjadi, pemberian antisera dihentikan segera.
6
2. Suntikkan 0,3-0,5 mL adrenalin 1 : 1.000 secara intramuskular. Pada anak, 0,01 mL/kg berat badan atau maksimal 0,3 mL. 3. Periksa tekanan darah secara teratur, bila tekanan darahnya tetap rendah, berikan lagi 0,5 mL adrenalin 1 : 1.000. Jika perlu suntikkan kortikosteroid secara intramuskular. 4. Bila keadaan syok belum teratasi, segera bawa penderita ke rumah sakit.
Penyakit Serum (Serum Sickness) Beri antihistamin selama beberapa hari dan penderita sebaiknya istirahat. Bila perlu dapat diberi sediaan kortikosteroid.
Demam disertai menggigil tidak memerlukan tindakan apapun, karena akan cepat menghilang (dalam 24 jam). Cukup diberi selimut atau botol berisi air panas.
Rasa nyeri pada tempat suntikan, keadaan ini tidak memerlukan tindakan apapun karena akan hilang dengan sendirinya.
4. Beritahu penderita
Penderita harus diberitahu bahwa mereka telah disuntik dengan antisera yang berasal dari hewan, informasi tersebut harus diteruskan kepada dokter yang akan memberi dosis antisera selanjutnya.
PENYIMPANAN
Serum anti tetanus harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
JANGAN DIBEKUKAN.
Masa daluarsa 2 tahun.
Kemasan
Dus : 10 Ampul @ 1 mL (1.500 IU)
Dus : 10 Vial @ 4 mL (20.000 IU)
Biosat 1.5
Dus : 10 ampul @ 1 mL (1.500 IU)
Biosat 20
Dus : 1 vial @ 4 mL 7
Beberapa pertimbangan: Pengobatan dengan ATS hingga saat ini belum jelas hasilnya, karena itu ada ahli yang menggunakan dan ada yang tidak menggunakannya. Bila digunakan, keberatannya adalah mengenai harga, tetapi bila digunakanpun tidak berbahaya kecuali pada penderita yang hipersensitif. Kemampuan perlindungan ATS ini hanya berlangsung selama 2 – 3 minggu saja. 1. Tes Sinsitivitas terhadap ATS Dilakukan untuk mengetahui apakah seorang penderita tahan terhadap ATS hewan atau tidak. Untuk melakukan tes tersebut ada dua cara yaitu tes kulit (skin test dan tes mata / eye test). 2. Tes kulit. Sering dilakukan (lebih disukai dari pada tes mata). Caranya yaitu 0,1 cc serum diencerkan dengan akuades atau cairan NaC1 0,9 % menjadi 1 cc. Suntikkan 0,1 cc dari larutan yang telah diencerkan tadi pada lengan bawah sebelah voler secara intrakutan, tunggulah selama 15 menit. Reaksi positif (penderita hipersensitif terhadap serum) bila terjadi infiltrat / indurasi dengan diameter lebih besar dari 10 mm (1 cm), yang dapat disertai rasa panas dan gatal. 3. Tes mata. Caranya yaitu dengan meneteskan 1 tetes cairan serum pada mata, tunggulah 15 menit. Reaksi positif bila mata merah dan bengkak. Penderita yang hipersensitif terhadap ATS Hewan. Pada penderita ini terdapat 3 kemungkinan, yaitu : (1) pemberian hypertet (HTIG), (2) pemberian ATS hewan secara desensitisasi (cara Bedreska), (3) ATS tidak diberikan. Desensitisasi cara Bedreskad Adalah pemberian ATS pada penderita yang hipersensitif terhadap penyuntikan langsung, tetapi tidak dapat diberi HTIG karena suatu hal. Dalam hal ini wajib memberikan ATS dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya tetanus pada luka besar. Pada cara Bedreska 8
ini, pengawasan dilakukan bertahap. Bila timbul reaksi hebat, pemberian tidak boleh diteruskan. Cara pemberiannya sebagai berikut : 1. 0,1 cc serum + 0,9 cc akuades atau NaC1 0,9 % disuntikkan secara subkutanm tunggulah selama 30 menit. 2. Sesudahnya, suntikkan 0,5 cc serum + 0,5 cc serum +0,5 cc akuades atau NaC1 0,9 % secara subkutan, tunggulah 30 menit. Perhatikan reaksi. Bila tampak tanda – tanda penderita hipersensitif (tanda profromalsyok anafilaktik), hentikan pemberian, dan berikan antihistamin serta kortikosteroid. Rawat penderita sesuai keadaannya. 3. Bila tidak ada reaksi berarti setelah 30 menit sisa serum dapat disuntikkan secara intramuskuler. Desensitisasi ini bertahan selama 2 – 3 minggu, jadi bila keesokan harinya atau hari – hari berikutnya (dalam masa 2 – 3 minggu tersebut) perlu dilakukan suntikan ulangan, maka cara Bersredka tak perlu diiulangi. Pada cara Besredka, sebaiknya perlengkapan P3K yaitu obat yag diperlukan untuk menanggulangi syok anafilaktik tetap tersedia. A. Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang Yang dimaksud dengan semua orang di sini mulai dari bayi sampai orang tua berumur puluhan tahun, bahkan bayi sebelum lahirpun sudah harus diberi kekebalan melalui ibu yang sedang hamil. Pokoknya semua penduduk haruslah sudah mempunyai kekebalan terhadap tetanus. Caranya dengan menyuntikkan toksoid tetanus (dimurnikan) = vaccin serap tetanus = tetanus toxoidum punficatum sebanyak 0,5 cc intra muskuler. Untuk immunisasi dasar 3 kali berturut – turut dengan interval antara suntikan pertama dengan kedua 4 – 6 minggu, antara kedua dengan ketiga 6 bulan. Immunisasi dasar sudah boleh dimulai waktu anak berumur sekitar 4 bulan yang dapat diberikan bersama vaksin diphteri, pertusis dalam bentuk vaksin DTP atau DT atau diberikan terpisah – pisah. Kalau seseorang belum pernah mendapatkannya maka imunisasi dasar
9
dapat dilakukan kapan saja sepanjang hidupnya, dengan dosis dan interval yang sama seperti di atas. Seseorang yang telah mendapat immunisasi dasar lengkap (3 kali suntikan) maka dalam jangka waktu 10 tahun setelah suntikan terakhir, kandungan antitoksin tetanus dalam serum darahnya berada di atas garis perlindungan minimal (=minimum protective level) yaitu garis 0,01 i.u/ml, jadi orang itu dianggap sudah terlindung terhadap tetanus. Setelah suntikan pertama kali timbul rangsangan terhadap tubuh untuk membentuk antitoksin tetanus. Dia terdapat dalam serum setelah 7 hari suntikan pertama, kemudian titernya menarik dan pada hari ke-28. Kalau pada hari ke-28 itu diberikan suntikan kedua, titernya akan menanjak terus dan akan mencapai 1,0 i.u pada hari ke 60 yaitu jauh di atas garis proteksi minimal walau kemudian ada penurunan, diperkirakan titer itu akan tetap berada di atas garis proteksi minimal selama 5 tahun. Bila suntikan ketiga diberikan 6 bulan sesudah suntikan kedua, titernya jauh lebih tinggi, walau kemudian akan ada penurunan, tetapi tetap berada di atas garis proteksi minimal sampai 10 tahun, bahkan 15 – 20 tahun yang didapatkan pada 85 – 95 % personil perang dunia kedua. Walau demikian untuk proteksi terhadap penyakit perlu dilakukan suntikan booster setiap 5 tahun paling lambat 10 tahun atau setiap seseorang luka di mana diperkirakan titer antitoksin tetanus dalam serumnya sudah mulai menurun walau masih di atas garis proteksi minimal terutama untuk luka yang disebut “ tetanus prona wound ”. Pemberian booster akan menaikkan titer antitoksin berlipat ganda jumlahnya. (lihat Gambar 2) Ada istilah proteksi persial terhadap tetanus, maksudnya ialah : a. Orang – orang yang telah mendapat suntikan vaksin tetanus sebanyak 3 kali, tetapi suntikan terakhir sudah lebih dari 10 tahun. b. Orang – orang yang telah mendapat vaksin tetanus 2 kali dan waktunya telah lebih dari 5 tahun. c. Orang – orang yang mendapat suntikan hanya 1 kali saja. Perlu dijelaskan bahwa toksin tetanus (dimumikan) tidak akan menimbulkan reaksi hipersensitif terhadap orang yang disuntik, karena itu dapat diberikan berulang kali, sangat jarang ada reaksi allergi, kalaupun ada reaksinya ringan saja. 10
Kepada semua dokter dan petugas kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan vaksinasi tetanus terhadap anggota masyarakat yang berada di bawah salah seorang anggotanya menderita tetanus maka pertama – tama salah dalam hal ini adalah dokter perusahaan tersebut, mengapa dia lalai memberikan kekebalan aktif terhadap anggota yang menjadi tanggung jawabnya. B. Melakukan profilaksi tetanus terhadap orang yang luka secara benar dan tepat Ada 4 faktor yang perlu diperhatikan : 1. Pemberian vaksin tetanus 2. Perawatan luka secara bedah yang benar 3. Pemberian antitoksin tetanus 4. Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergency 1. Pemberian vaksin tetanus Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien yang luka yang telah mendapat vaksinasi tetanus sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin dan akan memberikan perlindungan yang efektif dalam jangka waktu yang lama. Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap pasien yang sama sekali belum pernah divaksinasi terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin perlindungan terhadap tetanus, karena untuk mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis proteksi minimal dibutuhkan waktu 2 – 3 minggu, sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih cepat. Dalam hal inilah diperlukan pemberian antitoksin (immunisasi pasif) bersamaan dengan pemberian toksodi tetanus tadi. 2.
Perawatan luka secaa bedah yang benar Pencegahan secara bedah ini bertujuan untuk membuang clostridium tetani yang
berkontak dengan luka, membuang jaringan yang tidak vital lagi untuk mencegah suasana anaerob, dan sebaik mungkin melakukan rekonstruksi luka sehingga terjadi suasana aerob. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan : 11
1.
Luka dirawat secepat mungkin
2. Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril, mencuci kulit sekitar luka dengan cairan yang cukup sebelum tindakan bedah. 3. Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi. 4. Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi jaringan yang vital seperti saraf dan pembuluh darah. 5. Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan jaringan secara halus untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih besar. 6. Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan benang yang cukup kecil agar jaringan nekrotik minimum yang tinggal di dalam luka. 7. Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah jaringan nekrotik dalam luka. 8. Diberikan secara komplit dengan memakai pisau untuk meratakan pinggir luka yang compang – camping, mengangkat jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya, mengangkat benda asing sampai tidak ada yang tertinggal. 3. Pemberian antitoksin tetanus Antitoksin tetanus pada dasarnya ada 2 a. Heterologous antitoksin b. Tetanus immun Globulin (human) Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya. Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan seterusnya menimbulkan reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik shock. Oleh sebab itu sebelum pemberian perlu ditest lebih dahulu.
12
Tetanus Immun Globulin (human) Diambil dari serum manusia. Dalam perdagangan bermacam – macam nama seperti Hu-Tet, Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya. Jenis ini jarang sekali menimbulkan reaksi hipersensitivity, kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang jelas. Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah : 1. Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum pernah mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus persial. 2. Pengobatan pasien dengan tetanus. Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah : –
Orang dewasa
:
250 u – 500 u
–
Anak di atas 10 tahun
:
250 u
–
Anak 5 – 10 tahun
:
125 u
–
Anak di bawh\ag 5 tahun
:
75 u
Tetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan. Untuk pengobatan penderita tetanus diberikan dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot gluteus, sebagian diinfitrasikan sekitar luka. Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang dewasa, anak – anak sesuai umur. ATS bertahan dalam darah 7 – 14 hari. Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah 20.000 – 40.000 unit. Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin tetanus tetapi dengan spuit dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda, gunanya agar jaringan terjadi aglutinasi antara keduanya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar; Bedah Minor, edisi 2,J akarta : Hipokrates,1995 smael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah : UNPAD, 2000 Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001, 49- 51. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322. http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview BUKU Ajar Ilmu Bedah . De Jong dkk. Ed 2 , Jakarta, 2004
14