Pahlawan Dan Kaisar 01-136

  • Uploaded by: Dicky Wizanajani r
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pahlawan Dan Kaisar 01-136 as PDF for free.

More details

  • Words: 359,387
  • Pages: 1,118
Pahlawan Dan Kaisar Karya : Zhang Fu Disadur : SHinimatsu

Prolog : Sebelum China disatukan kembali oleh Zhao kuangyin. China terbagi menjadi 5 Dinasti dan 10 kerajaan.Di antara kelima dinasti yaitu : Liang akhir, Tang Akhir, Jin Akhir, Zhou Akhir, dan Han Akhir. 10 Kerajaan lainnya adalah : Wuyue, Min(Yin), Jing Nan (Nan Ping), Chu, Wu, Han Selatan,Tang selatan, Han Utara, QianShu, Shu Akhir. Selain itu, masih terdapat Kerajaan Liao. Masa ini adalah masa yang paling banyak kerajaan muncul. Kerajaan ini saling bergumul satu sama lainnya dengan periode waktu sekitar tahun 907-960 Masehi. **********************************************************************

BAB I : Gadis cantik nan cerdas Tahun 962 Masehi. Atau 2 tahun setelah Zhao kuangyin mendirikan Dinasti Sung. Di sebuah Wisma mewah keluarga Yuan, tampak beberapa pemuda yang mengenakan pakaian kebangsawanan duduk di ruang tamu untuk menunggu. Diantaranya adalah pangeran Zheng, Huang, Lie dan Xia. Serta beberapa bangsawan dari keluarga Zhao, Wang, Lu, dan Han. Semua pemuda ini dilayani dengan sangat cermat oleh pelayan keluarga Yuan. Dan semuanya seperti duduk dengan tidak sabaran lagi kecuali

seorang pemuda yang dengan tinggi badan hampir 6 kaki,berusia sekitar 20 tahun. Pemuda ini asik minum teh yang disuguhkan sambil tersenyum, dengan wajah putih dan pakaian bangsawan, dia makin mirip dewa saja. Setelah menunggu beberapa saat, nampak muncul seorang setengah baya yang tegap dan berkata," Kepada semua pangeran dan bangsawan yang terhormat, Maaf telah membiarkan anda menunggu lama. Tetapi puteri Yuan Xufen tidak bersedia menerima para tamu. Jadi mohon untuk meninggalkan tempat ini dengan sesegera mungkin." Pangeran yang berada di sana tentu sangat emosi mendengar apa yang barusan dikatakan oleh pelayan tadi. Sebagian bahkan berteriak dengan marah, "Apa yang dipikirkan puteri sombong itu? Apa mentang mentang karena dia cantik luar biasa, kita para pria ini dibodohin?" Pria yang lain dari belakang pria ini juga berteriak hal yang sama. Namun mereka tidak berani bertindak macam-macam. Setelah mengumpat, mereka kemudian meninggalkan ruang tamu. Pria yang berjalan paling belakang dengan santai dan senyum penuh arti sampai para pelayan dibuatnya bingung. Semua pangeran dan bangsawan langsung meninggalkan tempat. Sementara pria ini malah tidak meninggalkan tempat itu sesegera. Lalu dia berkata,"Bisakah anda menunjukkan dimana kamar kecil? karena saya sendiri tadi terlalu banyak minum teh." Pelayan tegap tadi segera menunjukkan tempat. Pria itu langsung menuju ke kamar kecil. Sambil berjalan pelan dia berpikir," Ah, kakak I selalu

membawa masalah seperti ini kepadaku. Kenapa harus aku? Sementara kakak malah mengerjakan tugas kenegaraan untuk meminta bersekutu dengan Han utara. Saya sendiri malah disuruh melamar Puteri Xufen itu. Ini adalah kedatanganku yang ke tiga kalinya, tiap hari juga diusir. Tetapi setelah melihat wajah para pangeran lainnya, Aku merasa sangat geli..Ha Ha.. Padahal sudah pasti puteri itu bukan secantik yang diduga. Lagian mentang-mentang keluarga Yuan adalah keluarga yang banyak melepas budi pada kaisar, maka mereka juga bersikap agung-agungan begitu." Setelah berjalan beberapa blok, pemuda ini berniat pamitan dengan pelayan yang tadi. Tiba di ruang tamu, ternyata pelayan yang tadi sudah tidak ada ditempat lagi. Melainkan seorang wanita seakan jongkok di bawah kursi tamu tadi. "Nona kecil, sedang apa nona disana?" tanya pemuda tadi. Tidak kalah terkejutnya, si nona berpaling. Rupanya nona rumah ini cantiknya sangat luar biasa,kalau pada zaman dulu Tufu membuat puisi bunga nan indah. Semua puisi itu seakan tidak ada bandingnya dengan kecantikan si nona. Seakan marah dan terkejut nona ini berkata,"Anda sendiri siapa?Kenapa ada di ruangan ini? Bukankah anda sudah disuruh untuk meninggalkan tempat ini?" Pemuda itu menjawab,"Saya bernama JieJi, saya berasal dari Keluarga Xia yang hari ini datang untuk melamar." Si nona tadi menjawab,"Keluarga Xia yang melamar seharusnya bernama

WenLun. Kenapa malah jadi JieJi? Saya rasa anda ingin menipu, bukan begitu? Atau Wenlun tidak datang, dan menyuruh anda sebagai adiknya yang menggantikannya?" Jieji terkejut mendengar pernyataan nona cantik ini. Dan berkata,"Banyak orang mengatakan, di kota ChangSha yang paling sempurna baik kepintaran, kecantikan dan ilmu kungfu adalah nona yang bernama Yuan Xufen. Maaf Nona, tetapi apa yang ingin saya katakan sudah tertebak olehmu." Nona tadi tersenyum manis, kali ini Jieji dibikin terkejut, karena nona yang tadi dalam perawakan marah saja sudah luar biasa cantiknya. Apalagi nona ini tersenyum kepadanya. Mungkin tanpa terasa seperti Jieji sudah jatuh cinta kepada nona cantik tersebut. "Aku tahu, Wenlun adalah tipe orang yang bagaimana. Jadi bisa kupastikan kamu bukanlah dia. Wenlun juga anak I dari Keluarga Xia. Jadi bisa kupastikan anda adalah adiknya." Rinci Xufen dengan penuh kepastian. "Betul, saya bernama Xia Jieji. Saya adalah adik ke 5-nya. Sekarang kakak sedang melakukan tugas kenegaraan untuk pergi ke Han utara." kata Jie ji. Oya, boleh saya tahu kenapa nona tadi jongkok di bawah kursi tamu?" "Aku sedang memeriksa kesabaran tiap pria yang melamarku. Hanya itu saja."jawab Xufen. Jieji dibikin bingung oleh nona nan cerdas ini, namun dia sangat tertarik.Lantas dia berkata,"Apa hubungan dengan kursi dibawah ini dan

kesabaran yah kalau boleh saya tahu." Si nona tersenyum kembali dan berkata,"Baiklah, karena saya rasa kamu bukan orang tipe serius yang melamarku. Akan kukatakan. Lihat jejak kaki dibawah kursi ini. Semua orang memakai jenis sepatu yang berbeda khan. Kebetulan tadi siang sebelum kalian datang, masih hujan deras. Sehingga jejak kaki kalian jelas disana. Hanya 1 jejak kaki yang setelah masuk dan duduk dan tidak berpindah. Tentu itu jejak kaki anda sendiri." Baru si nona ingin melanjutkan kata-katanya. Jieji menyela,"Oh,jadi begitu yah? Ha Ha... Jejak kaki yang tertinggal banyak di tempat duduknya adalah jenis orang tidak sabar. Sedang dari tadi setelah sampai tujuan ku cuman diusir. Pantas nona berusaha menahan kita dengan sengaja berlama-lama, dengan tujuan supaya ketika kita keluar,sepatu sudah kering, begitu kan?" "Pintar..." kata si nona dengan senyuman manis. "Apa nona sendiri tidak tertarik dijodohkan seperti ini?"Tanya Jieji. "Bukan begitu, ini karena saya harus memilih dengan betul dan cocok. Aku sendiri tentu sangat mendengar perkataan orang tua untuk memilih salah satu diantara semua yang disini. Ini dikarena kan usia ku untuk seorang perempuan tidak begitu muda lagi." Kata Xufen. "Emang usia nona sendiri berapa tahun?" "25 tahun. Usia seorang wanita menikah kan 17 tahun, orangtua ku sudah memaksaku untuk memilih." "Wah.. Berarti anda lebih tua dariku sekitar 5 tahun. Lain kali kalau

ketemu, saya mesti panggil kakak ya." kata Jieji. "Tidak perlu kok, panggil Xufen saja." "Tidak bisa begitu, cemana pun kata kakak lebih sopan dari nama." "Jadi anda sendiri adalah detektif yang telah memecahkan beberapa kasus dalam 2 tahun terakhir ini?" kembali Xufen bertanya. Baru selesai si nona bertanya pada Jieji, Seorang tua yang setengah baya masuk ke ruang tamu tadi. Dengan agak kasar dia mengusir Jieji. Setelah pamitan dengan cepat dengan Nona tadi dan orang tua tersebut. Dia berjalan keluar dan meninggalkan Wisma. Jieji dari Wisma Yuan langsung menuju pulang ke rumahnya. Dari jauh dia melihat lumayan banyak orang berkerumunan di depan rumahnya. Dengan agak tergesa gesa Jieji langsung menuju kerumunan ini.

BAB II : Munculnya jago silat Diantara beberapa orang, terdapat orang berpakaian biksu, serta yang lainnya pakaian yang merupakan pakaian para kaum persilatan. Semua rata rata mengganjalkan pedang, golok di pinggangnya. Mgereka kelihatan cukup angker. Terdengar pulak mereka berteriak," Dimana Raja Xia? Cepat keluar? Serahkan kitab Ilmu pemusnah Raga. Atau kuhancurkan bangunan ini." Raja Xia yang dimaksud adalah Xia RuJian, atau adalah ayahnya Jieji. Rujian mendapat gelar raja setelah menjadi penasehat Zhao kuangyin untuk menyatukan China di bawah bendera Zhou pada mulanya. Di antara banyak orang berjasa, Xia Rujian juga mendapat balas jasa yang setimpal. Dia bukan hanya seorang penasehat yang hebat, dia juga

berasal dari Dunia JiangHu. Jurus kungfunya yang paling terkenal adalah 7 Jurus pedang Ayunan dewa. Sedang Rujian sendiri hanya menguasai 4 jurus, namun namanya sudah sangat kesohor di Jianghu. Dan menempati 5 besar kungfu terhebat saat itu menurut si kamus kungfu Yan Jiao. Ada juga pernak pernik serta gosip dunia persilatan yang menyatakan kalau jurus kungfu ini sebenarnya berasal dari Ilmu pemusnah raga. Ilmu pemusnah raga sendiri adalah ilmu yang sangat aneh dan tidak pernah ada orang yang pernah menyaksikannya. Namun 15 tahun lalu, sebagian gosip menyatakan bahwa adanya ilmu nomor 1 di jagad persilatan. Dan entah atas dasar apa para kaum persilatan ini menyatakan kalau jurus pedang Ayunan dewa adalah salah satu ilmu dari Kitab pemusnah raga. Melihat hal begitu, Jieji sendiri juga kebingungan. Soalnya dia bukanlah tipe pesilat. Semenjak kecil, Jieji cuman belajar beberapa dasar dari ilmu silat. Menurutnya kekerasan tidak dapat menyelesaikan sebuah masalah, malah akan menimbulkan masalah baru. Keluarga Xia memiliki 6 orang putera dan 1 orang puteri. Ayahnya Xia Rujian selalu mendidik 6 puteranya untuk belajar silat untuk kelak sebagai pegangan diri. Di antara 4 kakak, dan 1 adiknya semuanya termasuk jago ilmu pedang. Hanya adik perempuannya yang terakhirlah yang belum belajar silat karena umurnya baru 2 tahun saja. Melainkan Jieji, yang cuman belajar teori ilmu pedang, tetapi tidak pernah sekalipun dia mempraktekkannya. Namun diantara putera puteranya, Rujian paling menyayanginya. Disebabkan diantara para puteranya, Jieji adalah yang paling pintar, dan jago mengingat. Dia

menurunkan semua teori silat pedang ayunan dewa lengkap 7 jurus kepada Jieji,meskipun Rujian hanya menguasai 4 jurus. Tetapi jurus jurus ini tidak pernah dilatihankan Jieji. Karena situasi di depan kediaman raja Xia sedang kacau. Jieji mencoba menghampiri para pesilat tersebut. "Tuan-tuan, ada apa kalian berada di sini?" Pesilat yang nampak berotot besar dan tingginya 6 kaki lebih bertanya," Siapa kau? Kenapa ikut campur urusan kita?" "Saya cuma orang yang lewat di sini. Numpang tanya, ada apa anda sekalian berdiri dan berteriak di depan kediaman raja Xia?" "Amitabha.Kami disini ingin menuntut dikembalikannya Buku ilmu pemusnah raga yang sudah membahayakan dunia persilatan bertahun-tahun.." Kata seorang Biksu. "Buku Ilmu pemusnah raga? Apa hubungannya dengan Raja Xia?" Tanya Jieji kembali. "Ada masalah yang engkau tidak tahu, nak.. Dalam buku ilmu ini, terdapat ilmu racun yang ganas luar biasa.. Kedua Siau Di-ku pernah dibunuh dengan racun ini sekitar 15 tahun yang lalu. Ketika berada di Kaifeng, saya mendengar kalau ilmu pedang ayunan dewa sebenarnya adalah salah satu jurus mematikan dari Ilmu pemusnah raga." Jawab Biksu tadi. "Mohon maaf biksu tua, Bole saya tahu nama anda? Dan dari mana anda berasal?" "Amitabha.Nama biksu saya adalah Ru Chen. Saya adalah biksu dari Kuil

Quan An di Xuchang." "Oh, rupanya biksu Ruchen. Mohon maaf saya lancang. Tetapi setahuku, ilmu pedang ayunan dewa sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ilmu pemusnah raga. Karena ilmu ini adalah ilmu turunan dari keluarga Xia." kata Jieji. Pernyataan Jieji sungguh tidak menggembirakan para pesilat lainnya. "Kau cuman seorang anak kecil, kau tahu apa? Semua orang disini sangat tidak puas dengan adanya ilmu ini beredar lagi di dunia persilatan" Kata seorang pesilat yang memakai ikat kepala hijau dengan umur setengah baya. "Saya memang anak kecil, tetapi banyak hal yang saya tahu. Menurut gosip yang beredar di dunia persilatan, Ada 2 jenis pedang yang merupakan harta luar biasa berharga yang tercatat dalam kitab pemusnah raga. Jangan-jangan tuan tuan sekalian datang untuk pedang itu?"Tanya Jieji langsung tanpa basa basi lagi. "Keparat kau anak kecil, kau sudah bosan hidup? Sekalipun Xia Rujian tidak akan berani mengucapkan hal seperti ini." Kata pemuda setengah baya tadi dengan sangat gusar. Sebenarnya diantara para pesilat dan pejabat hampir tidak ada hubungannya. Jika seorang pesilat menjadi seorang pejabat. Maka dia harus mempertanggung jawabkan hal mengenai rimba persilatan dengan khalayak JiangHu. Dan urusan pejabatnya dengan para Menteri yang berpangkat lebih tinggi darinya. Xia Rujian termasuk ke kalangan seorang pesilat, disamping dia adalah

seorang raja. Oleh karena semua tindaknya di dunia persilatan, harus dipertanggung jawabkan kepada JiangHu. "Xia rujian itu seorang penipu besar, dengan ilmu pedang ayunan dewa dia terkenal di dunia persilatan, menurutku dia menjiplak ilmu orang lain saja dan dijadikan ilmu keluarganya." kata seorang pesilat yang rambutnya diikat dan mirip dengan bajak laut. Jieji gusar juga mendengar kata kata yang tidak beralasan tersebut.Namun dia masih bisa menahan dirinya. "Kalian semua mengaku dari bangsa pesilat, kenapa tidak sedikitpun memakai otak kalian?" tiba tiba muncul sebuah suara. Semua orang berpaling menengok, ternyata orang yang berteriak adalah seorang pemuda berumur sekitar 16 tahun. Romannya cakap dan gagah. "Memalukan, kalian semua berteriak di depan rumah keluarga orang. Seperti anak anak kalian ditangkap dan disandera. Menurutku, kalian lebih pantas jadi penjaga kandang kuda dan kandang babi di rumahku. Bagaimana? Ha Ha..." Pemuda yang tadi berkata dengan kata-kata yang cukup kasar. Mendengar hal ini Jieji malah terasa geli. Namun sedikit banyak dia juga mengkhawatirkan pemuda ini. "Siapa kau wahai anak kecil?" tanya pesilat yang mirip bajak laut tadi. Pemuda 1/2 baya tadi sudah tidak tahan. Dia berteriak sambil mengayunkan goloknya ke pemuda kecil tadi. " Aku Wen Puxia, ingat namaku, biar matimu tidak akan penasaran." Golok sudah dilayangkan dengan cepat. Jieji sangat mencemaskannya

ketika melihatnya. Namun apa daya, dia sendiri pun bukanlah seorang pesilat. Namun di luar dugaan, golok tadi yang seharusnya mengenai batok kepala anak tadi, malah melenceng dan membentur tanah. Wen Puxia merasa sangat aneh. Namun, kepalanya terasa sangat berat. Rupa-rupanya pemuda yang tadi sudah berdiri 1 kaki di atas kepalanya. Teman Wen Puxia, seorang pesilat yang mirip bajak laut langsung memotong gerakan tadi. Dia menggunakan senjata tombak pendek dan menusuk ke arah kaki pemuda muda tadi. Dengan 1 gerakan yang teramat cepat, tombaknya telah dibikin patah dua. Semua orang melihat dengan keheranan, bagaimana bisa seorang pemuda yang sangat muda itu mengalahkan 2 pesilat sekaligus dengan mudah, dan tidak nampak oleh mata biasa. Dan yang anehnya, Jieji yang bukan seorang pesilat mampu melihat semua gerakan pemuda tadi. Gerakan golok yang pertama dilihatnya jelas, pemuda tadi melompat dengan tenang menginjak bahu Wen Puxia. Dan dengan sebelah kaki terlihat dia mematahkan tombak tadi menjadi 2 bagian. Disini cuman 2 orang yang mampu melihat dengan pasti gerakan pemuda ini. Yaitu Jieji dan biksu Ruchen. "Amitabha, gerakan Si cu luar biasa hebatnya. Ini adalah jurus memetik daun dari wilayah barat. Boleh saya tanya, apakah guru anda adalah Wang Cou Di?" tanya Biksu Ruchen. "Betul Sefu( panggilan untuk guru dalam agama buddha). Saya pernah belajar dengannya sekitar 6 bulan."

"Amitabha, jurus anda sudah demikian mahir meski belajar cuman 6 bulan. Lauchen ingin mencoba kungfu anda. Mohon diberi petunjuk. Boleh Sicu memberitahu nama anda?" "Mohon maaf atas kelancanganku guru.Namaku Wei JinDu. Mari. " kata pemuda tadi. Guru Ruchen mulai mengambil ancang-ancang. Pesilat pesilat tadi langsung menyingkir agak jauh dan memberi ruang. Desiran angin seketika terasa menusuk, Biksu Ruchen mengeluarkan jurus cakar. Dengan cepat jurus tersebut telah tiba di muka JinDu. Dengan sebelah tangan JinDu menahan jurus tersebut, sebelah tangannya membalas mengincar tulang rusuk sang biksu. Namun kecepatan tangan Biksu Ruchen berhasil menepis tapak terbalik itu. Kali ini biksu Ruchen mengubah serangan dari cakar ke tinju. Gerakan tadi yang tertahan langsung ditarik, dan diarahkan ke dada JinDu. Dengan gesit JinDu menahan tinju dengan tapak. Kali ini desiran tenaga dalam keluar dengan cepat. Dan sekonyong konyong biksu Ruchen terpental beberapa langkah. "Amitabha. Saya mengaku kalah, Ilmu Sicu jauh diatas hamba." Kata Ruchen yang mengaku kalah. "Tidak berani... Anda mengalah terlalu banyak kepadaku." Kata pemuda tadi dengan sangat sopan. Melihat kalau guru besar Ruchen saja kalah di tangan pemuda tak ternama itu, semua pesilat lain segera mengundurkan diri karena lumayan takut.

Sesaat setelah pesilat bubar. Jieji mendekati pemuda tadi. Jieji kagum kepadanya. Selain tampan dan muda, pemuda ini pun berjiwa satria. "Tuan Wei, terima kasih. Anda telah membantuku." kata Jieji dengan penuh sopan santun. JinDu membalas hormat dan berkata,"Tidak, saya cuman tidak suka orang segerombolan datang mencari masalah saja." Jieji merasa lumayan berhutang padanya, disebabkan masalah hari ini pasti susah diselesaikan. Mengingat saat ini di rumah, cuman ada ibunya dan dia. Kakak kakaknya semua sedang tugas negara. Xia Rujian bersama 4 puteranya pergi menghadap kaisar. Sedang kakak I nya sedang berunding di markas Han utara. "Namaku Xia Jieji. Saya adalah putera kelima dari keluarga Raja Xia." Mendengar bahwa dia adalah Xia Jieji. Pemuda tampan ini lumayan terkejut.

BAB III : Detektif Lihai "Ternyata anda adalah seorang pemuda yang membantu petugas polisi untuk memecahkan kasus yang sulit. Maaf saya sendiri tidak mengenali anda." Jieji tersenyum sipu-sipu, "Kepandaianku mana bisa dibandingkan dengan kepandaian anda." JinDu cukup kagum mendengar sepak terjang Jieji dalam memecahkan beberapa kasus yang lumayan sulit. Dia sangat menyukai pemuda ini. Keduanya cepat akrab, lantas mereka langsung menuju ke kedai minum Hua Ping.

Setelah sama sama duduk dan minum beberapa cawan serta menceritakan pengalaman masing masing. JinDu menceritakan riwayat hidupnya. Keluarganya terpencar gara gara perang sekitar 10 tahun lalu, lantas dia dibawa pergi seorang biksu dari barat. Dalam 10 tahun dia belajar banyak ilmu silat. Salah satu ilmu silat yang paling hebat di jagad persilatan yaitu Tapak Buddha Ru Lai. Namun JinDu mengaku dia baru menguasai 3 jurus saja. Jieji malah kebalikan, dia menceritakan bahwa dia sendiri tidak menyukai ilmu silat, dia belajar banyak sastra dan ilmu teknologi yang unik. Tanpa terasa, mereka kemudian dikejutkan seorang pemuda. Sinar mata pemuda ini sangat mengagumkan, wajahnya agung seperti dewa. Dia memegang kipas dan berpakaian seperti seorang sastrawan. Masuknya pemuda di kedai minum ini, mengundang perhatian orang banyak. Karena tidak ada satu pun yang tidak kagum menyaksikan pemuda yang mempunyai tinggi 6 kaki lebih ini. Pemuda tadi langsung duduk di meja Jieji dan JinDu. Jieji seraya tidak percaya langsung berkata," Kakak.. Apa kabarnya? Semenjak 2 tahun lalu kita berpisah, kita tidak pernah ketemu lagi." JinDu justru jauh lebih kaget dari Jieji. Karena dia terkejut kenapa Jieji malah memanggil orang tersebut kakak. " Adik-adikku, maafkan kakak yang telah lama berpisah dengan kalian.. Ha Ha.. Hari ini kita harus minum sampai puas dan tidak mabuk maka kita tidak pulang, bagaimana? " Kata pemuda tadi dengan sangat gembira.

JinDu meyakinkan pemuda tadi," Kak, sejak kapan anda bersaudara dengan Sdr. Jieji? Jadi sewaktu kita angkat saudara setahun lalu, kakak pernah mengungkit masalah kakak kedua ku, jadi orang ini adalah Xia Jieji?" "Betul, dia adalah Xia Jieji, loh bukannya kalian sudah kenalan?" Jieji menjawab," Saya bertemu dengan pemuda ini, saya rasa dia sangat cocok dengan ku makanya saya mengajaknya minum minum disini, ternyata malah kakak datang. Tentu saya sangat gembira punya saudara seperti adik JinDu." Ketiganya menghabiskan ratusan cawan di kedai minum ini. Sampai pagi lohor mereka baru pulang. Ketiganya yang mabuk berat terlihat sinting sinting. Mereka bertiga memasuki Biara Guan Di, dan disini kemudian mereka mengambil hio untuk sembahyang mengikat persaudaraan. Setelah itu mereka tidur di rumah Jie ji. Matahari telah terbit. Jieji bertiga masih tidur di ranjang yang sama. Namun mereka dikejutkan oleh suara berisik luar biasa. JinDu pertama bangun dan melihat keadaan. Seorang pelayan terburu buru mengetuk pintu. "Pangeran ke 5, ada berita gawat." "Ada apa?" tanya Jieji. "Kabarnya puteri Xufen hilang dari rumahnya..Kepala polisi Han Yin ingin anda datang dengan sesegera." Secepatnya Jieji meloncat bangun dari tempat tidurnya, dengan bergegas ganti pakaian dan cuci muka. Dia berlari ke Wisma Yuan diikuti 2 saudaranya.

Sesampainya di Wisma Yuan,mereka disambut oleh Yuan Fei. Pemilik wisma Yuan. Namun begitu Jieji masuk ke ruangan, diikuti oleh 2 saudaranya. Wajah Yuan Fei langsung pucat seperti ketemu hantu. Keringat dingin bermunculan di wajahnya. Tangan dan kakinya terasa gemetar. Ada apa gerangan? Jieji yang melihat reaksi tuan rumah langsung memapahnya dan membisikkan sesuatu padanya. Baru sekarang Yuan Fei terasa lebih tenang. "Bawa aku ke kamar puteri dimana dia hilang." Kata Jie ji kepada Yuan Fei. "Jadi anda adalah pangeran ke 5 keluarga Xia, Maafkan kelancangan hamba yang mengusir anda kemarin." Kata Yuan Fei dengan sopan. "Tidak masalah, saya tidak pernah menganggapnya penting di hati. Sekarang bawa saya pergi ke kamar nona besar." Yuan Fei memiliki 3 puteri; Yuan Xufen, Yuan Lifen, dan Yuan SiaoSe. Di antara ke tiga puterinya, Yuan Fei sangat menyayangi puteri sulungnya. Maka ketika dia tahu puterinya sudah tidak ada di rumah begitu pagi. Dia sangat cemas luar biasa. Sesampainya di kamar si nona besar. Jiejie bertanya pada Han Yin. " Apa ada orang yang telah memasuki ruangan dan mengubah posisi kamar ini?" "Tidak ada. Semua orang saya larang masuk sebelum anda tiba." Setelah mengamati sebentar ruangan puteri Xufen. Jieji langsung

memeriksa semua jendela. Dan nampak pada jendela terujung ada bekas ditusuk sesuatu. Lalu diambilnya bambu kecil di taman dan mencocokkannya. Ternyata sama persis. Setelah itu Jieji berjalan di dalam. Dan dilihatnya ranjang nona tersebut. Lalu dibongkar selimutnya. Dan ternyata, di dalam selimut tersimpan giok yang patah menjadi dua. Lalu dia kembali memeriksa bagian dari ruangan. Dan tampak ada goresan kecil di ujung jendela yang terbuka tersebut. Setelah dibersihkan dan dilihat dengan jelas. Disana ada sebuah aksara "Bu" = "Tidak". Setelah itu Jieji berjalan di depan taman,kemudian menyelidikinya sebentar dan terlihat 3 buah garis aneh di tanah yang agak basah itu. Begitu melihatnya, Jieji menghampiri kedua saudaranya dan berkata, " Kak, dan adik. Boleh saya minta bantuan anda berdua?" Tentu keduanya dengan senang hati mengiyakannya.

BAB IV : Penculik yang tertangkap dengan mudah Han Yin bergegas membawa pasukan atas perintah Jieji. Dia membawa 50 orang pengawal. Dan bergegas ke rumah keluarga Wang. Keluarga Wang juga salah satu keluarga terkenal di Changsha. Wang Jiaxin adalah salah satu menteri pengawal suplai makanan pada saat perang menyatukan China sekitar 5 tahun lalu. Kaisar memberinya pangkat Menteri keamanan, namun karena usianya yang telah lanjut. Dia mengundurkan diri dan diberi gelar kebangsawanan. Han Yin dan 50 puluh serdadu disuruh berjaga di depan Wisma Wang. Di dalam ruang tamu keluarga Wang, tampak seorang nona diikat dengan rantai besi di kursi. Seorang pemuda umur 30 tahunan sedang girang

mendapati si nona di rumahnya. Belum sempat pemuda ini melakukan tindakan yang fatal. Tiba tiba dia sudah dijatuhkan oleh desiran angin yang deras. Dia terjerembab dan jatuh di tanah. Rupanya pemuda tadi terpental oleh jurus aneh yang membuatnya terlempar dari ruang tamu menuju ke lapangan datar depan ruang tamu. Pemuda yang lain bergegas menolong wanita yang diikat itu. "Tranggg..." rantai besi itu putus seketika. Di saat itu, Han Yin dan pasukannya telah menyerbu ke dalam, meski banyak anak buah keluarga Wang yang menghalangi. Namun bagaimana pun pesilat biasa tidak akan sanggup bertarung melawan serdadu dari kepolisian. "Anda ditangkap karena melakukan penculikan dan hampir melakukan tindakan senonoh." kata Jieji yang seraya ikut masuk ke dalam dengan kepala polisi Han Yin. Pemuda yang tadi roboh rupanya sanggup berdiri meski sempoyongan. Rupanya tadi jurus yang menghempaskannya adalah dari Kakak I Jieji. "Siapa kau? Beraninya kalian masuk dan menerobos ke rumahku. Akan kulaporkan pada ayahanda dan supaya ayahanda melaporkannya pada kaisar." "Nama saya Yang Ying. Sudah lama saya ingin dilaporkan kejahatanku pada kaisar. Ha Ha... Ayahmu sedang berada di tempat yang jauhnya ribuan li, Anda malah main gilak di rumahmu." "Tangkap!!" Teriak kepala polisi Han Yin. Dengan cepat Wang FeiYu tertangkap dan telah dibelenggu. "Apa hukuman buat Wang FeiYu ini ?" tanya Jieji kepada kepala polisi

HanYin. "Karena dia tidak melecehkan puteri, dan jika puteri tidak menuntutnya maka orang ini akan dipenjara selama 10 tahun saja paling lama." Dengan sesegera dia diringkus ke pengadilan Changsha. Namun teriakan penasaran , dampratannya juga ikut dengannya menuju pengadilan. "Dik, Bagaimana kau tahu kalau pelakunya berasal dari keluarga Wang?" "Kalau ini seharusnya tanyalah kepada puteri kita yang didalam itu." Kata Jieji dengan tersenyum. Sesaat kemudian JinDu keluar bersama puteri Xufen yang di dalam. Lantas Yang Ying menanyai puteri tersebut. Namun begitu Xufen keluar dari ruang tamu keluarga Wang. Dia juga terkejut sekali melihat Yang Ying ini. Namun Yang Ying memberi kode dengan kedipan mata. Dan mulai menanyainya," Nona, Bagaimana caranya kamu tahu kalau pencuri ini berasal dari keluarga Wang?" "Itu mudah saja tuan Yang, Aku pernah mendengar kabar bahwa obat bius keluarga Wang sangat hebat luar biasa. Ini disebabkan istri Wang Jiaxin adalah seorang nona yang berasal dari Yunnan. Sedang obat bius yang mampu membiusku sudah sangat sedikit." kata Xufen dengan tersenyum. "Lalu bagaimana anda memberi petunjuk di kamarmu sehingga kita bisa mengetahuinya?" "Giok, giok yang pecah menjadi dua itu." Dan tulisan Bu/ Tidak." Sambung Jieji. Si nona yang sedari tadi terpana melihat Yang Ying tidak menyadari kehadiran Jieji disana. "Pantas, anda juga datang. Kalau tidak, mungkin susah bagiku untuk

lolos dari sini. Terima kasih." Kata Xufen kepada Jieji. "Tidak apa nona.. Untung anda memberikan petunjuk yang mudah dimengerti, Giok yang terpecah 2 maksudnya ada 2 orang yang menculiknya. Tulisan Bu di jendela adalah menyatakan bahwa dia diculik oleh 2 orang melalui jendela. "Bu" artinya tidak.Giok yang patah menjadi dua berarti menjadi "tidak ada gunanya". Jadi jika dihubungkan dengan tulisan giok. Maka menjadi...." " "Wang"( Kata Giok(Yu) adalah kata Wang yang ditambah garis di bawah), saya rasa saya semakin hari makin kagum pada anda ." "Ditambah goresan sepatu anda di taman, maka semua cocok. Karena sepatunya tergores sebuah kata Wang yang tidak jadi, karena itu saya tahu anda diculik oleh keluarga Wang. Dan keluarga Wang yang sedikit banyak punya hubungan dengan anda belakangan ini tentu adalah keluarga yang datang melamar anda." Kata Jieji dengan percaya diri yang tinggi. Khalayak yang tertinggal disana tidak ada satu pun yang tidak kagum mendengar uraian Jieji. Semua orang baik petugas dan 2 orang saudara Jieji sangat kagum akan penyelidikannya yang cuma sesaat itu.

BAB V : Naga di bawah Langit Setelah menyelesaikan kasus penculikan, Jie ji dan dua saudara angkatnya langsung menuju ke Wisma Yuan dengan membawa serta Xufen. Terlihat di depan pintu, sang ayah sudah tidak sabar menunggu putri kesayangannya pulang. Tiba-tiba wajah sang ayah cerah luar biasa kembali melihat puterinya kembali selamat tanpa kurang sesuatu apapun. Ketiga bersaudara segera diajak menuju ke ruang baca tuan rumah. Setelah menutup pintu dan

menyingkirkan semua pelayannya. Yuan Fei berlutut dan menjurah ke arah tiga bersaudara tadi. "Maafkan kelancangan hamba. Hamba cuma budak tidak berguna, tidak memberi hormat kepada anda, Yang Mulia. Hamba juga tidak tahu diri, membuat Yang Mulia terlibat dalam masalah rumah tanggaku. Mohon ampun .." Dengan segera, Yang Ying membimbing orang tua ini bangun dan berkata. "Anda sama sekali tidak bersalah, Anda adalah guru-ku sewaktu muda. Tidak perlu hormat berlebihan segala." Kata Yang Ying yang membimbing Yuan Fei dengan penuh rasa hormat kepadanya. Segera kemudian, Yang Ying memperkenalkan kedua saudara angkatnya kepada Yuan Fei. Yuan Fei memperlakukan mereka dengan sangat sopan. Setelah perkenalan, beberapa saat kemudian Yang Ying dan kedua saudaranya segera mohon pamit. Sampai di taman Wisma Yuan. Terdengar suara seorang nona. "Maafkan hamba Yang Mulia." Rupanya Xufen sedari tadi berlutut menunggu ketiga orang tersebut keluar dari ruang baca ayahnya. Dengan segera Yang Ying mempersilahkannya berdiri untuk berbicara. "Hamba sekeluarga telah merepotkan Yang Mulia, untuk masalah ini, hamba mohon maaf sebesar besarnya." "Tidak perlu, Sebenarnya saya sendiri keluar dari istana. Tujuanku untuk melihat keadaan masyarakat umumnya. Itu tujuan ku yang utama. Yang kedua, tentu saya sendiri sangat tidak senang dengan kehidupan

yang berlebihan di dalam istana. Oleh karena itu, di luar istana. Anda cuman cukup memanggil namaku Yang Ying." "Ini adalah dosa yang sungguh luar biasa besar." Kata Xufen dengan penuh penyesalan. Wei JinDu sebenarnya sangat terpesona melihat gadis nan ayu ini. Namun karena JinDu jelas jauh lebih muda daripada nona ini. Dia mengurungkan niatnya, dia cuman bisa melihatnya dengan diam-diam saja. Sementara, Jieji malah jalan-jalan di sekitar taman untuk melihat bunga mawar, dan tidak mengacuhkannya. Setelah pembicaraan singkat tersebut, Yang Ying memanggil adik ke II dan ke IIInya. "Saya harus kembali ke Kaifeng sesegera mungkin. Soalnya semua menteri dan raja harus menemuiku pada tgl 30 bulan ini. Sekarang kita harus berpisah kembali, entah kapan bisa bertemu.Saudara ku jaga diri kalian baik-baik. Setelah urusan mulai longgar, saya akan kembali menjumpai anda berdua." Sebenarnya Jieji merasa cukup sayang. Sebab pertemuan kali ini mungkin bakal terulang paling tidak beberapa tahun kemudian. Namun JinDu juga mengucapkan hal yang sama, Dia harus pergi ke barat. Sebab gurunya cuman memberinya waktu 1/2 tahun untuk mengunjungi makam Ayahnya yang tewas dalam perang sekitar 10 tahun lalu,serta satu-satunya keluarganya adalah kakak perempuannya. Sementara kakak perempuannya adalah istri seorang pejabat di Kota GuiYang. Tidak disangka, ketiganya bakal berpisah di Wisma keluarga Yuan.

Beberapa saat kemudian, Jieji juga minta pamit pada Xufen, si nona cantik ini. Tapi baru berjalan beberapa tindak. Xufen kembali menyapanya,"Tuan Xia Jieji, Saya ingin berterima kasih kepada anda. Jika tidak ada anda, mungkin saya sendiri tidak tahu bakal menjadi apa nantinya." Jieji melihatnya sebentar kemudian tersenyum dan berkata,"Nona, saya tidak menolong anda. Anda sendiri sudah sadar sepenuhnya ketika kami tiba khan?" "Wah,ternyata kecerdasan anda jauh diatasku. Tuan benar, Bius itu cuman bereaksi kepadaku sekitar 2 jam saja. Setelah itu, saya telah sadar. Sebenarnya saya ingin meringkusnya sendiri. Namun, anda sekalian datang terlebih dahulu." Xufen segera menyilakan Jieji duduk di bangku tamannya. Xufen sebenarnya seorang jago kungfu hebat, kungfunya di Changsha mungkin sudah nomor 1. Selain Xia Rujian, mungkin jarang orang yang bisa menandinginya. Xufen pernah diajari seorang tua, ilmunya yang paling hebat adalah Jari dewi pemusnah. Ilmu ini adalah asli salah satu ilmu dari Kitab Ilmu pemusnah Raga. Ilmu pemusnah raga kabarnya adalah ilmu yang sangat aneh, dan diciptakan tidak hanya satu orang. Semua jurus tangan kosong baik tapak, jari, tinju dan jurus senjata seperti pedang, golok, tombak nya tanpa tanding. Namun kesemuanya tidak menyatu dan terbagi menjadi beberapa bagian. Oleh karena itu, insan dunia persilatan sangat menginginkan buku ilmu tersebut. Namun setelah mempelajari jurus jari dewi pemusnah, Xufen tidak pernah

mengatakannya kepada orang lain, meskipun orang itu adalah ayahnya sendiri. "Ternyata anda adalah saudara angkat Zhao Kuangyin, Kaisar Sung. Maaf, saya sendiri tidak pernah mengetahuinya." Kata Xufen. "Saya dan kakak Zhao pernah mengangkat saudara. saat itu umurku cuman 15 tahun, dan kakak sendiri malah umurnya jauh lebih tua dariku. Namun, saat tersebut kakak belum menjadi Kaisar." "Wah, berarti sudah lengkap tuh. Matahari di langit, Emas di tanah. Dan orang sakti Di bumi." "Ha Ha.. Mana bisa hamba ini dikatakan sebagai orang sakti di bumi." Tertawa geli Jieji mendengar kata-kata Nona ini. Matahari di langit adalah nama Kaisar yang jika dihubungkan akan menjadi Kuang-Yin( diubah menjadi Cahaya ), Sedang Emas di tanah adalah nama Wei JinDu. Kata "orang sakti" ini maksudnya "Jie Ji" yang berarti pemikiran yang cemerlang. Namun Xufen sengaja menggantinya menjadi "orang sakti". "Sepertinya kita sangat cocok yah. Soalnya apa pun yang kita bicarakan mungkin tidak ada orang yang mampu mengerti mudah. Namun setiap kali anda melontarkan kata kata aneh itu, saya sudah tahu maksudnya." Kata Jieji dengan gembira. "Betul, baru kali ini saya bertemu dengan orang yang mampu mengerti diriku." Jawab Xufen. Namun perbincangan mereka terasa sangat akrab. Dan tanpa terasa hari sudah mulai gelap. Oleh karena itu, Jieji segera memohon pamit kepada nona tersebut.

Kedua insan berbeda jenis ini, mungkin tidak merasa dalam hati mereka sebenarnya bukan rasa kekaguman saja yang tertinggal. Keduanya telah terlibat dalam rasa cinta. Dan tanpa disadari, akan terjadi masalah yang luar biasa peliknya.

BAB VI : Perjalanan ke utara Sudah dua bulan berlalu sejak terjadinya penculikan di Wisma Yuan. Semua anggota keluarga Xia sudah pulang dari tugas kenegaraannya. Pada suatu pagi hari di musim dingin. Terlihat dari jauh seorang pemuda yang tergesa gesa melarikan kudanya ke Wisma Keluarga Xia. Sesampainya di pintu depan, dia dihalangi oleh pengawal. Pemuda tadi menyampaikan pesannya untuk bertemu pangeran ke-5 dari keluarga Xia, karena ada urusan yang sangat penting yang harus dibicarakan dengannya. Setelah menyampaikan pesannya, Pengawal bergegas menuju ke dalam mencari Jieji. Namun karena Jieji tadi pagi-pagi sudah berangkat. Yang menggantikannya untuk menemui utusan tadi adalah Xia Rujian/ Ayahnya Jieji. Di ruang tamu, Pemuda tadi segera melihat Xia Rujian masuk. "Maafkan kelancangan hamba, telah tergesa-gesa masuk ke kediaman keluarga Xia." "Tujuan anda datang sendiri kemari untuk apa?" tanya Xia Rujian. "Hamba diperintah oleh Da Jiangjin(Jenderal Besar) Ma Han untuk menemui pangeran ke-5 keluarga Xia." "Oh? Da Jiangjin pasti punya masalah tersendiri untuk menemui putera ke 5-ku. Namun tadi pagi lohor, Jieji sudah keluar dari rumah." kata Rujian.

"Sayang sekali... Yang Mulia tahu dimana keberadaannya sekarang? Hamba mempunyai surat yang sangat penting dan menyangkut hidup matinya Da jiangjin sendiri. Mohon maaf saya sendiri yang kelihatan terlalu mendesak." "Hidup mati? Ini bukan soal kecil. Karena surat ini tidak diperuntukkan bagiku. Maka saya akan menunjukkan beberapa lokasi yang mungkin di kunjungi oleh puteraku. Anda carilah dia sendiri. Hati-hati selama perjalanan." Setelah menjelaskan beberapa tempat yang kemungkinan disinggah JieJi. Rujian juga bergegas masuk ke belakang. Namun dia dihentikan suara istrinya. "Kenapa tidak anda sendiri saja yang mencarinya? Mungkin Jie dalam masalah." "Tidak bisa, jika Da jiangjin menyuruh orang mencari putera kita. Sebagai orang-tua kita tidak bisa terlalu protektif." "Namun bisa saja Jie dicelakai olehnya. Kenapa tidak tanya permasalahannya dengan jelas?" tanya Sang Istri. "Istriku, anda terlalu banyak berhati-hati. Meski Jie tidak bisa kungfu, namun disampingnya sekarang seharusnya ada orang yang lebih hebat dariku yang bisa menjaganya dengan selamat." Jelas Rujian. "Oh? Maksudnya puteri dari keluarga Yuan itu? Apa dia sehebat itu?" "Saat ini, Di Changsha. Orang yang bisa menandingi ke 4 jurus pedangku mungkin cuma dia saja. Istriku, tidak usah terlalu berkhawatir segala." "Tapi... Sebenarnya saya sendiri sangat takut terjadi sesuatu pada putera ke 5 kita. Meski kepintarannya luar biasa dalam memecahkan

kasus, tetapi saya sendiri takut jika ada pihak keluarga tertuduh yang tidak puas atas hasil pengadilan. Bisa saja khan mereka mencelakai putera kita." "Benar, tetapi ini adalah kebenaran dalam hati seorang pemuda. Kita tidak bisa dan tidak berhak sama sekali melarangnya." Di sebuah warung penjual Mie di sudut kota Changsha. Terlihat 2 orang yang duduk santai disana. Meski musim dingin. Mereka asik duduk dan sedang mengunyah mie. Namun mereka dikejutkan oleh suara ringkikan kuda, sesaat kemudian. Seorang pemuda berlutut di tanah bersalju dekat dengan keuda orang yang sedang menikmati mienya. "Hamba Jiang Wen dari ChangAn memberi hormat kepada pangeran ke 5 Xia. Hamba diperintah oleh Da JiangJin Ma Han menyampaikan surat yang sangat penting! Mohon diterima, Pangeran ke 5 .." "Sepertinya, untukmu tidak ada waktu istirahat... " kata seorang wanita di samping Jie ji dengan tersenyum. Dengan segera, Jieji membuka surat yang bertuliskan diperuntukkan namanya sendiri. Setelah membaca beberapa saat, Jieji berpikir sebentar. Kemudian menjawab," Anda datang dari jauh dan bercape lelah hanya untuk mencari diriku yang tidak ternama ini.. Maaf, tetapi silakanlah anda bermalam di rumahku. Besok pagi saya akan berangkat bersama anda." Kata kata Jieji yang sopan cukup menyenangkan si utusan tadi. Namun dengan sangat halus si utusan menolak ajakan Jieji. "Hamba cuma seorang budak, tidak pantas hamba berjalan berdampingan

dengan anda.. Maaf tuan, saya tidak bisa menerimanya.." "Manusia semua hakikatnya sama, tidak ada perbedaan budak dan tuannya. Harap anda kali lain jangan mengucapkan hal serendah ini lagi." Kata Jieji. "Terima kasih Tuan. Tetapi karena anda sudah menyetujuinya. Hamba harus cepat melapor ke Da JiangJin. Maaf jika hamba tidak bisa tinggal." Dengan cepat, si utusan mohon pamit dan bergegas menuju pintu utara Kota Changsha untuk menuju kembali ke ChangAn. "Bagaimana? Kamu tertarik akan isi suratnya?" Tanya Xufen.. "Hm..." Jie Ji tersenyum mendengar pertanyaan Xufen. sambil memandangnya. Jie ji berkata," Kamu bisa menebak apa isi suratnya?" "Sebagian saja." Sambil tersenyum penuh arti Xufen menjawab pertanyaan Jieji. "Coba jelaskan, saya ingin mengetahuinya." "Yang pasti surat itu bukan berisi kalau puterinya akan dinikahkan dengan kamu." Kata Xufen. Jie Ji tersenyum geli mendengar pernyataan tadi. "Kamu ini selain pandai merayu orang, kemampuanmu yang lain cuman memecahkan kasus-kasus. Jadi bisa dipastikan, kedatangan kamu ke sana adalah untuk menyelidiki sesuatu atas permintaan Ma Han khan?" "Betul, tetapi jika suatu hari kamu menjadi istriku, Jadi susah aku ini ingin menyeleweng.. Thienn... Alangkah celakanya aku ini.. Ha Ha.." Kata Jieji seraya bercanda. "Dasar kurang kerjaan. Ayok!! Sudah saatnya kamu pulang. Beresin

pakaianmu untuk dibawa Ke ChangAn." Kata Xufen seraya malu-malu dan berusaha mencari topik pembicaraan lain. Kedua orang ini berjalan bersama menuju ke tengah kota kembali. Jieji yang mengantarkan Xufen pulang terlebih dahulu. Langsung menuju rumahnya. Jie ji tahu benar akan perangai Ibunya. Jika ibunya tahu dia bakal menuju ChangAn, apalagi sendiri. Pasti tidak akan diizinkan. Maka daripada itu, dia mencari ayahnya. Sesampainya di ruang baca, Ayahnya melihat putera ke 5 ini sebentar. Jieji belum sempat berbicara. Ayahnya langsung mengatakan. "Lakukanlah apa yang harus kamu lakukan." Setelah mengiyakan, Jieji bergegas menuju ke kamarnya untuk memberesi baju bajunya untuk keperluan keberangkatan besok. Namun belum selesai Jieji membereskan bajunya. Ibunya sudah mengetuk pintu untuk masuk. "Nak, apa yang kau lakukan?" Tanya Ibunya. Setelah menyapa semestinya. Jieji berkata. "Ada urusan gawat di Kota ChangAn. Da JiangJin Ma Han ingin saya menyelidiki sesuatu. Kabarnya dia diancam untuk dibunuh pada hari Imlek mendatang. Oleh karena itu, saya berniat untuk menyelidiki siapa yang mengirim surat ancaman ini." "Nak, cukuplah. Jangan terlalu terbawa perasaan hati. Ibu sangat mencemaskanmu." kata Nyonya Xia. "Bu, anda paling mengerti diriku. Saya tidak akan berhenti dengan cara begitu. Maafkan ananda tidak berbakti." Kata Jieji sambil berlutut pada ibunya itu.

sang Ibu sebenarnya sangat mengkhawatirkan puteranya ini. Namun apa daya, Jieji tidak bisa dilarang hanya dengan hal hal seperti itu. Terakhir sang Ibu juga mengizinkannya, walaupun dengan berat hati. Dia meminta Qian Lang dan Bai Hu (nama asli Bai Hu adalah Ma Han, tetapi Ma Han Disini tentu tidak sama dengan Ma Han Da JiangJin. Sedang Bai Hu adalah julukannya yang berarti Harimau Putih). Dua pengawal ayahnya untuk ikut bersama dengannya. Keesokan harinya, pagi pagi sekali. Jieji sudah siap berangkat, setelah berpamitan dengan Ayah ibunya, dia juga sempat berpamitan dengan seluruh kakak dan adik adiknya. Dia meminjam kuda QianLi milik ayahnya. Bersama dua pengawalnya dia bergegas menuju ke kediaman Yuan. Namun setelah mencari Xufen di rumahnya, pengawal mengatakan pagi pagi sekali si Nona telah keluar. Segera dia menuju ke utara kota Changsha. Namun di sana sudah ada seorang wanita cantik yang menunggunya di atas kuda. "Jangan bilang kalau kamu ingin ikut denganku ?" tanya Jieji. Ini disebakan karena di sela bahunya nampak buntelan kain yang terikat. "Tentu, saya sudah lama tidak masuk ke kota tua ChangAn. Tentu kali ini saya bermaksud melihat pemandangan disana." Kata Xufen seraya tertawa kecil. "Tetapi, guru besar Yuan tidak mungkin mengizinkanmu pergi di saat musim dingin seperti ini. Lalu bagaimana kamu bisa keluar dari rumah?"Tanya Jie ji kembali. "Lalu bagaimana kamu bisa diizinkan ibumu pergi?" Kata Xufen. "Ha Ha.. Baiklah.. Kita berangkat." Ke empat orang ini mengambil kota bagian utara untuk segera menuju ke

utara. Hanya dalam beberapa jam mereka telah sampai di Jiang Ling. Ke empat orang ini beristirahat sebentar. Lalu mereka mulai berangkat lagi. Setelah melewati beberapa hutan dan bukit kecil, mereka sampai di Sungai terluas di China, sungai ZhangJiang(Yang TzeKiang). Saat itu musim dingin, air disana hampir membeku. Namun hal ini tidak menghalangi niat ke empat orang tersebut untuk menyeberanginya. Setelah menyeberang beberapa jam, tiba tiba nahkoda kapal berteriak kengerian. Jieji berempat segera menuju ke tempat nahkoda tersebut. Mereka memandang ke arah sungai di bawah perahunya. Di sana, terdapat mayat yang sudah terapung. Segera Jieji memerintahkan Ma Han Dan Qian Lang mengangkat mayat tersebut dari sungai. Setelah melihatnya, Xufen dan Jieji sangat terkejut...

BAB VII : Ilmu jari Dewi pemusnah Rupa-rupanya mayat orang tersebut adalah utusan Da JiangJin Ma Han sendiri. Jieji yang melihatnya sungguh sangat marah. "Biadab, terkutuk. Seorang utusan saja tidak diampuninya." "Dia mati tenggelam. Karena tidak ada bekas luka apapun di tubuhnya." kata Ma Han yang sudah menyelidiki tubuh si utusan. "Betul, dia meninggalkan Changsha sekitar jam 9 pagi. Perjalanan yang ditempuhnya adalah sendiri, mungkin lebih cepat dari kita. Seharusnya dia sampai di sungai ini sekitar sore jam 3-an."Kata Xufen. "Dia telah tenggelam selama 24 jam, jadi wajar mayatnya terapung kembali." kata Qian Lang.

Segera Jieji menyuruh nahkodanya untuk bergegas menuju daratan. Dalam 1 jam, perahu sudah menyandar di pinggir. Jie ji berempat kemudian turun. Dengan uang 1 tael emas, Jieji meminta nahkoda kapal untuk menguburkan utusan Jiang Wen dengan baik. Mereka terus melanjutkan perjalanan. Dan akhirnya sekitar jam 9 malam. Mereka telah sampai di kota Xiangyang. Segera mereka memesan 3 buah kamar. Pada waktu tengah malam, terlihat kamar pintu yang dihuni Ma Han dan Qian Lang terbuka perlahan. Keadaan di dalam kamar sudah sangat gelap. Terdengar beberapa langkah kaki yang agak pelan menuju ranjang tempat kedua pengawal ini tidur. Dengan sekali menggerakkan pedang. Para penyerang menusuk ke arah ranjang ini berkali kali. Terdengar suara pisau yang seakan masuk ke perut. Namun sebelum mereka ingin meninggalkan kamar Ma Han dan Qian Lang. Mereka dikejutkan oleh lampu yang telah terang benderang. "Jika taktik seperti ini bisa menipu orang, maka orang yang mati di dunia ini sudah sangat banyak." Kata suara seorang pria. Penyusup ini segera menyadari kalau mereka terjebak. Dan yang tadi ditusuk mereka secara ramai ramai ternyata adalah bantal yang telah disusun sedemikian rupa. "Tangkap!! Jangan biarkan lolos!! Suara teriakan seorang wanita menyusul. Penyusup terdiri dari 5 orang. Ma Han dan Qian Lang segera bertarung melawan mereka berlima sekaligus. Pengawal Ma Han dan Qian Lang sebenarnya adalah pesilat yang lumayan hebat. Dan Xia Rujian juga

menurunkan mereka ilmu pedang ayunan dewa tingkat pertama. Dengan segera, Pedang Ma Han sudah menusuk salah satu penyusup itu. Qian Lang juga melakukan hal yang sama, penyusup yang lain juga kena bacok di arah kepalanya. Sekarang yang tertinggal hanay 3 orang penyusup. "Tidak usah membunuh lagi."kata Jieji memberitahukan kedua pengawalnya. Tujuan Jieji tentu untuk mengetahui siapa orang di belakang penyerang ini. "Menyerahlah, katakan siapa kalian. Maka semua akan diampuni." Sambung Xufen. Namun ke 3 penyerang justru tidak berhenti. Salah seorang yang lain berteriak,"Kita bekerja untuk majikan, sekarang sudah saatnya hidup-mati. Ayok!! Bertarung yang benar." Ajakan penyerang ini, membuat 2 orang lainnya bersemangat. 2 orang melayani Ma Han dan Qian Lang. Sedang penyerang lainnya menyerang ke arah Xufen. Mungkin penyerang berpikir, kalaupun ada seorang wanita. Ilmu silat pasti jarang tinggi. Dia tidak menyerang Jieji yang tidak bisa kungfu sama sekali. Melainkan menyerang Xufen yang dikiranya orang biasa. Ini adalah hari sial baginya. Belum sempat pedangnya sampai, sekilas berkelebat sinar tajam, Penyerang itu jatuh terjungkal. Inilah jurus Jari Dewi pemusnah. Hawa pedang tajam yang keluar dari jari jarinya sudah lebih dulu menyerang kedua bahu penyerangnya. Tujuan Xufen mengarahkan jurus ke bahu penyerang tentu mencegahnya bunuh diri.

Sekarang kedua tangan penyerang sudah tidak berkutik. Pedang yang di pegangnya telah terlempar jauh. Sementara Ma Han dan Qian Lang kelihatan agak kepayahan melawan dua orang penyerang yang sangat bersemangat. Dengan mencuri waktu untuk lari, Keduanya segera menggunakan ilmu meringankan tubuh meninggalkan kamar. Namun belum sempat mereka sampai di muka pintu. Keduanya juga jatuh terjerembab. Kali ini Xufen mengeluarkan jurus yang sama. Semua jurusnya di arahkan ke bahu kedua penyerang ini. "Jurus yang hebat, Nona. Boleh saya tahu apa nama jurus ini? Biar matipun aku tidak penasaran." kata seorang penyerang yang terlebih dahulu terjungkal tadi. "Ini cuma jurus biasa yang tidak usah dibikin terkejut." Kata Xufen. Jieji memaksa penyerang mengatakan siapa orang yang menyuruh mereka. Mereka bertiga menjawab kalau penyuruhnya adalah Bao SanYe. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang mengenalinya kecuali Xufen. "Maksud mereka mungkin adalah Tuan Bao ke 3. Tuan Bao Ke 3 memang terkenal licin dan kejam. Kungfunya sungguh tinggi. Dia adalah adik seperguruan Pei NanYang." Rinci Xufen. Mendengar nama Pei NanYang disebut sebut. Ma Han dan Qian Lang gemetar juga. Dalam Kamus kungfu, jurus Tapak Mayapada miliknya adalah yang paling kesohor dan menempati urutan pertama di dunia persilatan. Namun Jieji yang tidak tahu seluk beluk dunia persilatan kelihatan biasa biasa saja. Ke 3 penyerang ini diikat dengan tali bersamaan. Setelah menunggu fajar. Jieji meminta Qian lang dan Ma Han membawa ke tiga orang ini ke

pengadilan XiangYang dan menjelaskan kejadian pagi tadi. Jieji dan Xufen memutuskan berangkat terlebih dahulu. Mereka berdua menuju ke kota WanShia. Di perjalanan, meski capek mereka berdua menikmati pemandangan bersalju yang sudah mulai cair di wilayah Nan Yang. "Dulu Zhuge KungMing (Maksudnya Zhuge Liang dari Zaman San Guo) memilih tempat ini untuk menyepi sungguh sebuah pemikiran yang luar biasa." Kata Jieji sambil menghela nafas. "Oleh karena itu, sajak kuno sering mengatakan kalau di wilayah NanYang paling banyak orang pintar luar biasa yang hidup.Ini tidak bisa dipungkiri melihat keadaan alam disini sangat mirip dengan surga di kolong langit." Sambung Xufen. Mereka menempuh perjalanan dengan lumayan santai dan sekitar tengah hari. Mereka telah sampai di WanShia. WanShia juga sebuah kota yang menarik. Keramaian kota ini sangat khas. Banyak orang berjualan di pinggir jalan. Sehingga kota ini dijuluki "kota pasar". "Sekarang, kita cari penginapan. Kamu harus tidur, karena tadi malam kamu sudah begadang menunggu penyusup penyusup itu." kata Xufen. "Bagusan kamu sendiri tidur dulu, saya yang menjaga-mu." Kata Jie ji. "Tidak, saya tidak lelah. Kamu lupa.. Tenaga dalamku tinggi. Untuk masalah ngantuk,masih bisa diatasi. Sedang kamu tidak khan?" "Baiklah kalau begitu." Mereka cuman memesan sebuah kamar. Jieji tidur di ranjang sementara Xufen berjaga di kursi.

Namun belum sampai 3 jam, Jieji telah bangun dan menyuruh Xufen untuk bergantian dengannya. Xufen mengiyakan. Sesaat setelah Xufen tidur. Jieji datang melihat puteri nan cantik ini. Dalam hatinya, dia berkata Alangkah cantiknya bidadari ini. Desiran panas tubuhnya membuatnya cukup canggung melihat Xufen yang tidur tersebut. Wajahnya yang nan polos , alis matanya yang begitu indah telah membuatnya mabuk kepayang. Namun sebelum mata Jieji meninggalkan wajah Xufen. Xufen telah membuka matanya. Ini membuat Jieji sungguh salah kaprah. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat itu. Memikirkannya mungkin akan semakin membuatnya salah paham. Namun sedikitpun Xufen tidak marah, dia bahkan berkata,"Jika mau lihat, bilang dulu. Kalau tidak, kamu saya tangkap sebagai pencuri." Kata Xufen seraya tidak peduli dan menutup matanya kembali. sampai saat itu, Jieji langsung menuju ke tempat duduk. Dan tidak berani lagi dia memandang ke arah ranjang. Xufen yang sesekali memandang Jieji dari tempat tidurnya, tersenyum dengan puas. Setelah tidur sekitar 3 jam. Ada orang yang mengetuk pintu mereka. Rupanya Ma Han dan Qian lang telah kembali. Mereka menemukan kuda Qian Li milik Jieji dan tahu kalau mereka menginap di penginapan tersebut. Xufen juga telah bangun dan segera dia bergegas untuk membersihkan mukanya apa adanya. "Saya rasa hari ini kita bisa tidur dengan tenang, namun tidak hari esok." Kata Jieji sambil berbisik.

Kedua pengawalnya segera mengiyakannya. Mereka segera memesan makanan dari penginapan. Sebelum mencicipinya, kedua pengawal ingin memeriksa apakah ada racun atau tidak. Tetapi Jieji mengatakan,"Tidak usah, tujuan mereka sebenarnya bukanlah kematian saya. Biar saya duluan yang mencicipi masakannya terlebih dahulu." Dan memang ternyata tidak terjadi reaksi apapun. "Mengapa mereka ingin membunuh kalian berdua terlebih dahulu? Tujuan mereka tentu menangkap saya untuk diserahkan ke Bao San Ye. Dan hari ini kita bisa tidur dengan tenang karena mereka justru berpikir kita akan was-was lagi. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan di malam ini." Kedua pengawalnya kagum akan kata-kata Jieji, mereka mengiyakannya. Kemudian mereka memesan kembali sebuah kamar tidur yang lebih besar. Jieji dan 2 pengawal tidur di ruangan yang sama.

BAB VIII : Terbunuhnya Jenderal Besar Ma Han di kediamannya Di puncak Dai Shan (Gunung Tai).. Tampak dua orang tua yang rambutnya telah memutih. Walaupun mereka telah berusia sangat lanjut, namun wajah mereka tidak muncul kerutan, bahkan wajah mereka nampak seperti pualam yang putih. Bagaikan dewa-dewi, kedua pasangan ini mengamati langit dengan tenang. Tetapi, mereka dikejutkan ketika Bintang Ungu telah muncul 2 biji. Bintang ungu adalah bintang Kaisar sejati. Jika bintang ungu telah muncul, berarti adalah pertanda kaisar. Namun mereka cukup heran, sebab

tidak adanya hal aneh yang bisa mempengaruhi Kaisar untuk turun tahta. Mengapa di atas langit nampak dua buah bintang berwarna ungu? Sebuah bintang yang berada di timur laut seakan menuju ke barat nampak memancarkan sinar yang sangat gemilang. Inilah bintang Zhao kuangyin / Kaisar Sung Taizu. Melainkan sebuah bintang ungu yang lainnya muncul ini berada di tengah-tengah langit. Orang tua yang berjenis kelamin perempuan ini segera melempar 7 biji koin dari sakunya ke atas. Setelah turun, koin ini menggambarkan tanda "Yang" kesemuanya. Setelah itu, dia memandang ke langit dan berkomat kamit sebentar. Tampak bintang ungu di tengah ini memancarkan sinar ungu keperakan dan sebentar kelipnya makin memudar. Lalu wanita tua itu tampak menghela napas. "Ini adalah pertanda munculnya seorang pahlawan." Kata yang laki-laki. "Tetapi, ini adalah masa susah orang tersebut. Tidak lama lagi akan terjadi kegemparan.. Takdir.. Takdir..." Kembali wanita itu menghela napas panjang." Kembali ke WanShia. Jieji berempat langsung berangkat dari wilayah WanShia menuju ke utara. 100 Lie sebelum memasuki kota yang lainnya. Mereka dikejutkan oleh suara langkah kuda yang banyak sekali jumlahnya. Setelah menunggu beberapa saat, Seorang penunggang kuda segera turun dan memberi hormat. "Hamba Lie Gai,Kepala pasukan Da Jiangjin Ma Han datang menyambut Pangeran ke 5 dari keluarga Xia. Setelah Jenderal mendengar anda menjumpai masalah di Xiangyang. Dengan segera dia mengutusku bersama

500 orang pasukan menyambut anda. Mohon maaf sebesar besarnya jika ada perlakuan yang kurang menyenangkan selama perjalanan." "Tidak masalah, Saya sendiri harus berterima-kasih pada Da Jiangjin, meminta anda jauh jauh mengutus orang yang tidak ternama seperti aku ini." Kata Jieji dengan sopan. Setelah bergabung bersama pasukan pimpinan Lie Gai. Mereka menuju ke kota tua Luo Yang untuk terus ke barat menuju ke ChangAn. Di ibukota, Yang Ying atau Kaisar Taizu Zhao Kuangyin bermimpi tentang adik keduanya, Jieji. Dia bermimpi Jieji bersama puteri Xufen mengarungi daerah selatan dari Sungai dengan perahu. Dalam mimpi Zhao, Kapal yang ditumpangi tenggelam ke Sungai. Tiba-tiba Zhao lekas bangun dan terjaga. Keesokan harinya dia meminta peramal istana untuk meramalkan apa alamat mimpinya itu. Peramal segera memasukkan 7 buah koin di mangkuk. Menggoyangnya sebentar, sambil berkomat kamit. Tidak lama kemudian, peramal berkata. "Selatan juga adalah alamat yang buruk sekali. Kata "selatan" atau "Nan" juga bisa di artikan beda. "Nan" yang lain dari pelafalan lain berarti kesulitan. Sedang Jiang / "Sungai" mungkin berarti Jiang Hu / Dunia persilatan atau bisa diartikan begini, ChangJiang artinya sungai panjang nan luas, bisa dikatakan Kesulitan yang sangat luas dan besar. Berarti maksudnya adalah Jieji akan mengalami kesusahan luar biasa. Zhao yang sangat menyayangi adik keduanya segera mengutus orang meminta Jieji berhati hati. Namun utusannya kembali dengan tangan kosong. Sebab

katanya, Jieji sekitar seminggu lalu telah menuju ChangAn. Tanpa berpikir lagi, Zhao mendandani dirinya sedemikian rupa dan segera berangkat menuju ChangAn. Kali ini dia meminta 10 orang jago silat yang pernah berperang bersamanya ikut. Tujuannya tak lain tentu, melindungi adik angkatnya. Dalam seminggu, Jieji sudah sampai di kota Changan. Kota tua Changan mengandung nilai budaya dan seni yang tinggi. Tembok kota Changan juga sangat tinggi dan kokoh. Sebab Kota ini pernah menjadi ibukota Dinasti Qin, Han barat, dan Tang. Segera mereka menuju ke kediaman Da Jiangjin Ma Han. Saat mereka tiba di taman. Mereka disambut oleh Da Jiangjin. 4 orang tersebut memperkenalkan diri masing-masing. Jamuan pun segera diadakan. Setelah semua selesai, Jieji dan Xufen diajak ke kamar baca sang jenderal. Kamar baca Jenderal sangat aneh.. Karena dalam 1 ruangan dia sengaja membuat 2 pintu yang memisahkan ruangan ini. Kemudian dengan seraya mengeluarkan surat ancaman asli dia berkata. "Ini adalah surat yang ketiga. Saya sama sekali tidak mengerti siapa yang mengincar nyawaku. Namun ada gosip yang menyatakan ketika saya menyerang ke utara sekitar 7 tahun lalu, saya mendapatkan pedang ekor Api. Saya diminta untuk mengeluarkan pedang itu sampai tiba hari Imlek. Jika saya tidak menanggapinya, maka akan dibunuh." Pedang ekor Api adalah salah satu pedang yang pernah di ungkit Jieji ketika para pesilat itu ribut di depan rumahnya. Kabar dunia persilatan mengatakan, Pedang Ekor Api dan Pedang Es Rembulan adalah sepasang.

Pedang Ekor Api mengandung hawa panas luar biasa, sedang Pedang Es Rembulan mengandung Es nan dingin. Inipun cuma gosip dari dunia persilatan yang muncul. Tidak ada seorang pun yang bisa mengklaim bahwa 2 pedang itu benar berada di dunia. "Boleh saya tahu surat ini ada dimana ketika pertama kali anda menerimanya?" tanya Jie Ji. Seraya menunjukkan, Jenderal berkata. "Surat ini ada di samping ku ketika aku tidur, karena saya sering tidur di ruang baca. Maka ketika bangun, saya mendapati 3 surat ini dengan masing masing waktu seminggu dikirim dan telah berada di meja tempat aku tidur." "Kalau bole tahu, tanggal berapa saja surat ini dikirim?" "Yang pertama bulan 11 tanggal 15, yang kedua bulan 11 tanggal 30, yang ketiga adalah..." "Tanggal 15 bulan dua belas ini khan? Sekarang ini sudah tanggal 27 bulan 12. Jadi 3 hari lagi mungkin dia akan datang membunuh." Kata Xufen. Setelah itu mereka memohon pamit. Setelah mengajak Xufen keluar, Jieji membisikinya. "Dajiang jin ini aneh, dia tahu kalau surat itu selalu di letakkan di mejanya. Kenapa dia tidak berusaha menyuruh orang untuk menunggu kapan lagi surat selanjutnya dikirim?" "Ini mungkin karena dia tidak menyadari tanggal seperti yang kusebutkan tadi. Tapi cukup aneh, kenapa dia sendiri tidak menyuruh orang lain berjaga di ruang bacanya. Atau..." kata Xufen kembali.

"Pedang ekor api maksudnya?" "Hm..." Kata Xufen seraya mengangguk. Malam ini mereka semua kembali beristirahat di kamar masing-masing. Pagi-paginya, semua orang diterkejutkan dengan suara yang ribut luar biasa. Jieji segera beranjak keluar dari kamar tidurnya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Di depan kediaman Da Jiangjin, banyak orang-orang tak dikenal dan sebagian memakai pakaian aneh telah muncul. Mereka mengaku dari kaum Jianghu. Disana juga hadir ketua Dunia persilatan, Yue Fuyan. Yue Fuyan adalah seorang yang ambisius, semua jenis kungfu pernah dipelajarinya. Dia sangat terobsesi dengan kungfu hebat, mendengar kabar kembalinya Ilmu pemusnah raga tentu dia orang pertama yang ingin memilikinya. Sebagai seorang pesilat kelas tinggi, Yue fuyan juga melakukan hal hal yang berbau kebenaran, tujuannya supaya posisinya bisa aman saja. Dalam rincian Kamus Kungfu Yan Jiao ilmu tertinggi adalah Tapak mayapada, di bawah tapak mayapada adalah tapak penghancur jagad milik Yue Fuyan. Jadi dia termasuk jago kelas atas. Semua pesilat ini meminta untuk masuk ke kediaman Jenderal. Tentu tujuan mereka adalah Pedang pusaka tersebut. Namun dengan kelicikan Fuyan dia mengatakan kalau para pesilat harus diberi pertanggung jawaban setimpal. Jenderal tidak mampu menahan mereka. Diantaranya adalah Biksu Kuil Shaolin yang sangat terkenal, bahkan yang datang kali ini adalah Biksu Wu Jiang, pemimpin kuil Shaolin saat sekarang. Jenderal mempersilahkan mereka masuk dan menyediakan 12 kamar untuk

para pesilat ini. Jenderal berpikir mungkin mereka bisa diminta bantuan untuk keselamatan nyawa-nya sendiri dalam 2 hari ini... Hari I tidak terjadi masalah yang serius atau sesuatu apapun. Hari Ke II atau hari malam Imlek. Jenderal Ma Han menjamu para pesilat di ruangan tamunya yang besar. Sekitar 20 orang pesilat serta Jieji,Xufen, dan 2 pengawalnya juga ikut didalamnya. Setelah lewat jam 12 malam, hari Imlek telah tiba. Jenderal sendiri sangat bersyukur, kalaupun ada yang mau membunuhnya, tidak mungkin pada saat sekarang. Ketika para pesilat lihai semua berkumpul. Jenderal yang merasa gerah daritadi bergegas menuju kamar bacanya sendiri. Jieji yang melihatnya langsung berkata pada Xufen, bahwa dia akan pergi ke kamar kecil. Setelah sampai di depan ruang baca. Jenderal segera masuk di dalam. Sedang Jieji cuma berani mengintip dari luar. Adanya lampu kecil mempermudahnya melihat bayangan jenderal itu. Namun sesaat, lampu di ruangan itu tiba-tiba mati. Jieji merasa mungkin saat ini dia akan keluar ruangan. Namun, setelah ditunggu tunggu. Jenderal tidak keluar. Hampir berbarengan itu, terlihat pelayan yang segera menegurnya. "Ada apa tuan berada disini?" Jieji cukup terkejut. Namun dia tidak menjawab apapun. Pelayan yang membawa sup ayam ke dalam itu merasa heran. Karena kamar dalam keadaan terkunci. Beberapa kali dipanggil juga tidak disahuti. Jieji mengambil inisiatif segera mendobrak pintu kamarnya.

Dan, begitu kamar terbuka mereka tidak melihat Jenderal, namun disamping kamar tersebut ada kamar lain. Pelayan tadi langsung bergegas mencari Majikannya. Tetapi baru berjalan beberapa tindak. Sup yang dipegang pelayan itu tumpah. Dan terdengar teriakan keras luar biasa darinya. Jieji segera melihatnya, ternyata Jenderal telah gantung diri. Di bawah kakinya terdapat kursi yang jatuh.

BAB IX : Detektif yang terluka Sesaat setelah terdengar teriakan. Para pesilat dari ruang tamu segera datang untuk melihat apa yang terjadi. Posisi Jenderal yang tergantung segera di angkat Jieji ke bawah, dengan tujuan melihat apakah dia masih hidup. Namun sia-sia, tulang lehernya telah patah. Orang pertama yang sampai setelah teriakan adalah Yue Fuyan. Namun Jieji menyuruhnya untuk tidak masuk terlebih dahulu. Namun karena rasa sok hebatnya, dia tidak menghiraukannya. Pesilat yang lain langsung bersama-sama masuk ke dalam ruang baca. Mereka membawa obor dan lilin yang berfungsi sebagai penerangan. Tampak putera dari Jenderal yang masuk. Dan langsung menyuruh pelayannya yang tadi untuk segera memanggil petugas polisi. Jieji sedang memikirkan bagaimana cara Jenderal ini dibunuh. Ruangan ini dalam keadaan tertutup. Kalau tidak pintu tadi yang didobraknya masuk. Maka pintu yang disebelahnya juga bisa memungkinkan pembunuh itu masuk. Namun setelah diteliti, ternyata pintu sebelah juga dalam

keadaan terkunci. Setelah itu dia berjalan ke arah jendela, mengeceknya sebentar. Ternyata jendela semua juga terkunci dari dalam. "Anak kecil, saya ingin bertanya kepadamu. Dimana lukisan itu? Kamu menyimpannya khan?" Jieji melihat orang itu sebentar. Orang ini tak lain adalah Yue Fuyan. "Saya tidak pernah melihat adanya lukisan apa-apa di ruang ini." jawab Jieji dan segera menuju ke kamar sebelah, kamar dimana pintu masuk yang didobraknya. Semua peralatan rapi, tidak ada bekas perlawanan sama sekali disini. Semua jendela juga tertutup dengan rapi. Hanya 1 jendela yang membuatnya agak curiga. Yang terletak di sudut ruangan. Jendela ini tertutup kain yang cukup tebal. Bahkan kain disini dua lapis. Ini sangat mengherankan Jieji. Beberapa hari yang lalu, ketika dia masuk ruang baca,dia tidak pernah melihat adanya kain seperti itu. "Emang ada masalah dengan kain ini?" Xufen yang sedari tadi mengamati tingkah Jieji, kemudian menanyainya. "Aku sudah tahu kira-kira siapa pembunuhnya." kata Jieji. "Tetapi kamu tidak punya bukti yang kuat untuk menangkapnya kan?" "Betul.. Sekarang saya harus mencari buktinya. Maukah kamu membantuku?" "Tentu.. " jawab Xufen. Petugas polisi segera datang. Begitu tiba, mereka kemudian menyuruh semua orang keluar. Setelah memeriksanya dengan seksama, kepala polisi/ inspektur Lu Ming menyatakan ini adalah bunuh diri. Sebab kondisi ruangan yang tertutup, dan cuma didobrak oleh Jieji. Jadi ruangan ini sepenuhnya tertutup.

Jieji segera keluar mencari pelayan tadi yang masuk dengannya waktu kejadian. Terlihat pelayan tadi keluar untuk pergi ke kamar kecil setelah ditanyai oleh inspektur Lu Ming. Jie ji mengikutinya sampai dekat taman. "Hei, bisa saya bertanya sesuatu kepadamu?" tanya Jieji. "Ya, tuan..." "Siapa tadi yang memesan sup ayam untuk Jenderal?" tanyanya lagi. Pelayan itu memberitahukan kepada Jieji. Dengan girang, Jieji bergegas kembali. Karena dia sudah tahu siapa yang membunuh Jenderal,juga telah mendapatkan bukti yang pasti. Saat itu terdengar suara aneh dari arah belakangnya dan langkah Jieji terhenti sesaat, ketika dia berpaling ke belakang. Pelayan yang tadi kelihatan telah tewas. Tulang lehernya telah patah. Dan dalam keadaan sekejap itu. Pedang penyerang sudah menusuk ke dada Jieji. Xufen yang menunggu Jieji demikian lama tidak kembali mulai merasa cemas. Dia telusuri kira kira dimana tempat yang akan dikunjungi Jieji. Setelah sampai di taman, dia merasa aneh. Yang paling aneh adalah dia melihat adanya tetesan darah di lantai yang terang karena disinari bintang yang banyak. Setelah mencoba menyentuhnya, Xufen sangat terkejut. Sebab darah ini masih terasa hangat, dan belum membeku. Dengan kebingungan Xufen berpikir. Jika terjadi sesuatu pada Jieji, Bagaimana caranya dia dipindahkan sampai tidak nampak dirinya disini, sementara tetesan darah ini cuma berakhir sampai posisinya sekarang? Dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya sementara kediaman ini

pasti banyak polisi. Setelah berpikir sesaat, Xufen sadar. Pelaku pembunuhan Jenderal dan pelaku yang mungkin mencelakai Jieji adalah orang dalam yang tahu benar posisi rumah tersebut. Dia segera kembali ke ruang baca. Mengamati seluruh ruangan dengan jelas sekali lagi. Lalu mencari Inspektur Lu Ming, dikeluarkannya plat emas tanda status sebagai putri. Inspektur Lu Ming cukup terkejut. Dia tidak pernah menyangka kalau ada seorang putri disini. Dan putri ini adalah anak perempuan guru Kaisar sendiri. Xufen menyuruh semua petugas polisi dan Inspektur meninggalkan ruangan ini.Sesaat setelah ruangan kosong. Xufen loncat ke tiang atap. Dan memeriksa, ternyata disana ada gulungan lukisan. Dengan berbekal lilin dia membuka lukisan tersebut. Lukisan ini menggambarkan keadaan padang pasir. Disana terlihat 5 orang menunggang Onta. Sedang di bagian atas lukisan ini terdapat puisi singkat. "Angin keras menerpa Kehidupan bagaikan kuburan Air jernih susah dicari Tidak ada beda Dunia dan Akhirat" Puisi ini gampang di hapalnya. Lantas setelah itu, dia turun. Kembali ke ruangan sebelah, memeriksa kain tebal yang dua lapis tadi. Setelah sesaat, Xufen menyadarinya. Jieji kemungkinan dibunuh karena melihat ini. Tiba-tiba air matanya menetes. Namun dia berusaha menegarkan dirinya. Prinsipnya, sebelum melihat mayatnya. Dia harus tetap menganggapnya hidup.

Setelah itu, Xufen memanggil Inspektur Lu masuk ke ruangan. "Saya ingin anda menanyakan alibi tiap orang yang merupakan anggota keluarga Jenderal besar pada saat waktu kejadian. Bisakah anda membantuku?" "Tentu.."jawab Lu Ming. Setiap anggota keluarga yang tidak mempunyai alibi sekarang tinggal 5 orang. Yaitu putera satu-satunya Jenderal (Ma Yu), Tukang masak, Istri Jenderal, Kepala Pengurus keluarga, Dan Lie Gai, bawahan jenderal. Putera Jenderal mengatakan dia tidak keluar dari kamarnya sampai terdengar suara teriakan. Tukang masak mengatakan dirinya cukup capek karena telah memasak masakan yang lumayan banyak di hari ini, dia sendiri tertidur di kamarnya.Istri Jenderal juga sudah tidur karena hari ini tidak enak badan. Kepala pengurus mengatakan dia terus berada di kamarnya. Dan Lie Gai mengatakan dia tidak berada dalam rumah. "Ini bukanlah kasus bunuh diri semata, melainkan kasus sederhana yaitu pembunuhan." Kata Xufen. "Jadi siapa pelakunya nona?" tanya Yue fuyan yang sedari tadi menyaksikan interogasi tersebut. "Yang pasti diantara kelima orang tersebut, sekarang saya meminta anda melepas semua sepatu anda."kata Xufen kepada 5 orang yang tidak punya alibi tersebut. Sepatu telah terlepas, Xufen membisikkan sesuatu di telinga Lu Ming. Setelah itu, Lu Ming memberi perintah untuk menangkap putera jenderal. Kedua pengawal segera memegang kedua tangannya. Tetapi Putera jenderal yang bernama Ma Yu ini berontak.

"Kau sembarang tuduh...Apa buktinya kalau aku adalah pembunuh ayahku?" "Sekarang, dengarkanlah baik-baik. Ini berawal dari kisah 7 tahun lalu. Ayahmu pernah menyerang ke utara. Dia pernah mendapatkan sesuatu benda yang cukup berharga. Namun insan dunia persilatan menganggapnya itu adalah pedang ekor Api. Sebenarnya, itu cuma lukisan yang tidak bermanfaat." Baru berbicara. Petugas sudah menurunkan lukisan ini. Semua sangat tertarik melihatnya. Terutama Yue fuyan, dia menilik lukisan ini beberapa kali. Namun tidak menemukan hal yang janggal daripadanya. "Lalu apa hubungannya dengan ayahku? Dan kenapa harus aku? Para insan persilatan ini juga bisa melakukannya." "Kalau masalah ini, saya sendiri tidak tahu pasti. Tetapi saya tahu alasan kenapa ayahmu dibunuh." kata Xufen dengan pasti. "Lalu apa alasannya?" tanya Fuyan. "Semua insan dunia persilatan menerima gosip kalau Jenderal meninggalkan sedikit petunjuk tentang Ilmu pemusnah raga. Tentu para kaum pesilat ini tidak akan membunuhnya. Karena mungkin mereka bisa mendapat petunjuk darinya." Jawab Xufen. Kemudian Xufen melanjutkan kata-katanya,"Dengarkanlah baik-baik, Pertama-tama kamu sengaja meninggalkan pesan bahwa ayahmu akan dibunuh. Tujuannya supaya kamu bisa mengamati tingkah laku ayahmu yang sebenarnya. Jika dia tidak punya sesuatu yang bisa membahayakan dirinya, maka kamu pasti tidak akan membunuhnya khan?"

"Sembarang kau!!.. Ngomong tanpa bukti jelas.." Ujar Ma Yu dengan marah. "Setelah kamu mengamati tingkah ayahmu, kamu tahu. Dia mempunyai sebuah rahasia yang tidak ingin diketahui orang. Untuk merebutnya, kamu bukan tidak ada kemampuan. Namun jika merebut lukisan itu dari tangannya sebelum pembunuhan terjadi. Maka kamu adalah orang yang pantas dicurigai." Pesilat pesilat tadi yang melihat lukisan tersebut tidak merasa janggal akan adanya sesuatu di dalamnya. Sebagian besar sudah tidak tertarik melihatnya. Lagipula, puisi yang terdapat dalam lukisan itu sangat mudah dihapal. "Lalu bagaimana cara saya jika saya yang membunuhnya???" kata Ma Yu. "Ini mudah sekali, begini.. Setelah mengajak semua tamu makan malam, dan setelah menantikan hari Imlek. Ayahmu sebenarnya gelisah, dia takut kalau lukisan satu-satunya dicuri. Oleh karena itu dia segera kembali ke kamarnya. Namun ..." Kata Xufen dengan pelan. "Kau tidak tahu yah? kalau begitu aku tentu aman saja. Soalnya saya tidak ikut di belakang ayahku. Pemuda yang dari tadi disini juga bisa membuktikannya." "Loh? Kenapa kamu tahu kalau pemuda tadi bisa menjadi saksinya?" Tanya Xufen. "Kamu ini pembunuh tapi otakmu masih kurang jauh berpikirnya. Sekarang kamu sudah mengaku kalau kamu pembunuh ayahmu sendiri kan?" Tanya Xufen dengan penuh kepastian.

"Emangnya ada yang salah dengan kata-kataku? Pemuda itu kan..." Baru mengatakannya, Ma Yu terkejut. Tiba tiba suara seorang mengejutkan semuanya," Yah, itu dikarenakan kamu mengintipnya. Kamu mengintip dari jendela yang dipasangi Kain tebal itu. Kamu tahu kalau ada seorang pemuda yang datang mengikuti ayahmu dari belakang. Sebab, sedari awal. Kamu tetap di dalam kamar ini. Bukan begitu, Tuan Ma Yu?" Khalayak yang ramai berpindah mata ke arah orang ini. Orang yang muncul ini mempunyai ketinggian 6 kaki, memegang kipas di tangannya. Di belakangnya terdapat 10 orang yang berbaris rapi. Xufen cukup girang melihatnya, Dan ternyata orang yang muncul ini adalah Yang Ying Atau Zhao Kuangyin. "Betul, setelah ayahmu masuk. dia langsung menuju ke arah lukisan disimpan, yaitu tiang atap ruang baca ini." jelas Xufen. Kemudian terdengar suara lemah mengatakan. "Lalu dengan berpura-pura baru masuk, kamu berjalan ke arah ayahmu. Tentu setelah kamu meniup lilin itu terlebih dahulu. Dari belakang kamu mencekiknya sampai mati. Menarik tali sehingga ayahmu tergantung dan menyiapkan kursi dalam posisi jatuh di bawahnya. Sehingga kelihatan seperti bunuh diri. Sebelumnya tentu rencana ini tidak akan sempurna jika tanpa bantuan asisten, kamu sengaja memanggil pelayanmu menyiapkan sup ayam buat ayahmu, ini untuk membiarkan dia menemukan mayatnya. Lalu setelah gempar, kamu keluar dari kain tebal itu dengan muka tanpa dosa. Tetapi rencanamu tidak berjalan mulus, karena ada diriku yang mengikuti

Jenderal dari belakang. Selain itu, setelah melihat ayahmu yang terlentang di lantai, kamu bukannya memanggil dokter atau setidaknya kamu kebingungan melihat ayahmu. Tetapi kamu memanggil polisi, dengan begitu sudah jelas. Selain pembunuh, dia tidak akan tahu apakah korban sudah meninggal atau tidak." Betapa girangnya Xufen menyaksikan orang yang bersuara tersebut. Didekatinya pemuda ini, namun terlihat pemuda ini sedang memegang dadanya. Darah sudah tidak mengalir deras lagi. Namun pemuda ini masih kepayahan, dia tidak lain adalah JieJi. "Aku sudah melihat wajahmu. Ketika anda menusukku, anda kira saya telah tewas. Sehingga dengan gampang, membopongku untuk di masukkin ke lubang yang telah disiapkan. Namun saya sendiri sudah meninggalkan sesuatu di bagian atas punggungmu." Kata Jieji. Dan benar, di atas punggung Ma Yu terdapat sesuatu bercak darah. Meski dia telah berganti pakaian, namun karena kecerdikan Jieji. Jieji meninggalkan pesan darah itu di kerah baju dalamnya Ma Yu. Dan pada posisi belakang, tentu Ma Yu tidak pernah menyadarinya. Ma Yu diam tidak mampu berbicara. Lalu Yang Ying kembali mengatakan, "Kamu mengatakan tidak pernah keluar dari ruang tidur-mu. Sekarang bisa kamu jelaskan kenapa di tapak sepatumu ini ada rumput dari taman itu?" "Sekarang jelaskanlah kenapa kamu membunuh ayahmu?"tanya Xufen. "Ini mungkin disebabkan Bao kura-kura itu." kata Jieji. Ma Yu cukup terkejut. Karena dia tidak menyangka Jieji tahu hal ini sampai sedemikian rupa.

"Lukisan tersebut ?" Tanya Xufen. "Betul, di XiangYang. Tujuan mereka adalah menangkapku bersamamu. Supaya kita berdua bisa memecahkan arti lukisan itu. Namun setelah ditilik, lukisan ini cuma lukisan biasa saja. Tapi lukisan ini adalah karangan Tufu dari zaman Tang. Selain nilai sejarahnya, lukisan ini tidak ada manfaatnya." Terang Jieji. Setelah itu, Jieji memesankan sesuatu pada Yang Ying. Betapa gusarnya Ma Yu setelah dia tahu usahanya cuma sia-sia saja. Yang ying segera menotok jalan darah Ma Yu. Dan petugas polisi segera membopongnya keluar dari Kediaman Jenderal.

BAB X : Takdir... Namun berjalan beberapa lama. Tiba tiba ada bayangan yang secepat kilat muncul. Sasarannya adalah Ma Yu yang di tengah tadi. Pesilat yang jago melihat dengan jelas, seorang bertopeng menyerang Ma Yu. Namun sebelum tapak itu mendarat di kening Ma. Sebuah tapak menahannya. Terdengar suara yang cukup keras. Penyerang itu berpindah dan bermaksud lari. Rupanya orang yang menahan tapak itu adalah Yang Ying. Para pesilat bermaksud mengejarnya. Namun ditahan oleh Jieji. "Tidak perlu, dia adalah Bao si Kura-kura itu." Jelas jieji. "Apa? Jadi dia adalah Bao Sanye? Tenaga dalamnya cukup tinggi. Dia bukan orang yang bisa dipandang enteng. Dik, cemana kamu tahu kalau dia adalah Bao Sanye?" Kata Yang Ying. "Bao kura-kura itu mudah ditebak kapan kepalanya bakal keluar dari cangkangnya.. Ha Ha....Uhukkk... " Jieji mengalami luka dalam, namun

karena dia berusaha ketawa malah luka lamanya kambuh. Khalayak ramai semua tertawa mendengar pernyataan Jieji. Namun sesaat kemudian terlihat Jieji jatuh pingsan. Paginya. Di salah satu penginapan di ChangAn. Jieji yang pingsan sudah kembali bangun. Lukanya telah diolesi obat. Dia berdiri merengganggkan tubuhnya. Dan membasuh mukanya. Setelah itu dia berjalan keluar. Pagi itu sekitar jam 9-an terdengar kota telah ramai. "Dik, kamu baru beristirahat sebentar. Kenapa bangun?" Yang Ying menyapanya. "Oh, Terima kasih kak. Tetapi saya sudah sembuh sepenuhnya kok. Tidak terasa sakit lagi." "Ha? Apa mungkin obat ini semujarab obat dewa?" Kata Yang keheranan. "Oh, mengenai ini. Kakak tidak usah keheranan. Setiap kali aku sakit, setiap kali juga cepat sembuhnya." Kata Jieji. "Iyah, seperti anak beruang saja. Baru diobati sudah mampu berjalan." Kata Xufen menyindirnya. "Heii... Masak aku dibilang anak beruang sih.." Kata Jieji. "Oyah, saya pengen pergi ke suatu tempat. Kalian tunggu aku disini saja yah.." kata Xufen. "Baik.." Keduanya mengiyakan. Setelah Xufen pergi jauh. Yang Ying menanyainya. "Bagaimana hubunganmu dengannya dik? Mungkin setelah pulang dari sini, kamu sudah boleh melamarnya ." "Ha? Nggak kok, mungkin kita tidak begitu cocok. Soalnya Nona itu lebih tua dari ku 5 tahun.

"Usia tidak menentukan segala hal. Jangan terlalu kolot. Selain itu, jika bukan dia yang berpasangan denganmu. Siapa lagi yang bisa?" Kata Yang. "Ini tergantung jodoh saja. Saya tidak berani berharap banyak." kata Jie ji kemudian. "Dik, saya sudah memerintahkan 1000 pasukan untuk menuju ChangAn. Saya ingin kamu ketika pulang dikawal oleh 1000 pasukan. Biar si Bao kura-kura itu tidak berani bertindak macam-macam terhadapmu." Jelas Yang lagi. "Terima kasih kak. Saya berhutang budi sungguh banyak kepadamu." "Ini wajar saja. Sesekali belajarlah kungfu. Setidaknya bisa mempertahankan dirimu dari ancaman-ancaman yang tidak diinginkan." Kata Yang. "Saya akan memikirkan lagi masalah ini lebih lanjut." Tidak berapa lama, Xufen telah kembali. Mereka bertiga kumpul makan dan minum di satu meja. Keesokan harinya, Yang minta pamit pulang ke Ibukota. Sedang 10 pengawalnya mengikutinya. Sementara 1000 pasukan Sung sudah siap menanti ke 4 orang ini di timur kota ChangAn. Di perjalanan Xufen dan Jieji berbicara banyak hal. Terutama mengenai masalah kungfu. Sebenarnya Xufen ingin sekali Jieji mempelajari beberapa jenis kungfu supaya setidaknya dia bisa menjaga diri, mengingat profesinya sebagai seorang detektif. Tentu profesi semacam ini akan mengundang bahaya bagi sendiri. Jie ji selalu mengatakan kepadanya akan mempertimbangkannya

demi wanita tersebut. Perjalanan terasa mulus dan tidak terjadi hal apapun lagi. Selang waktu 20 hari. Mereka telah kembali ke ChangSha. Sedang 1000 pasukan ini bergerak pulang kembali ke Ibukota. Begitu pulang di rumahnya. Jieji langsung menemui ayahnya. Namun sang Ayah tidak di rumah lagi. Ibu Jieji mengatakan, setelah mendapatkan surat yang tidak diketahui isinya. Ayahnya berangkat sendiri ke arah Barat. Jieji menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan dan ketika dia sampai di ChangAn, serta kasus terbunuhnya Da Jiangjin Ma Han. Ibunya merasa cemas, namun melihatnya pulang tanpa kurang suatu apapun. Ibunya merasa sangat senang. Ketika diberitahu bagaimana dia memecahkan kasus di kediaman Jenderal. Ibunya sangat senang dan kagum pada putera ke 5-nya ini. Jieji juga mengatakan niatnya untuk melamar puteri Xufen. Karena merasa dia cukup cocok untuk dirinya ini kepada Ibunya. Ibunya segera menyetujuinya, namun karena mereka berasal dari keluarga kerajaan. Tentu lamaran harus secara terbuka. Mereka hanya bisa menunggu kepulangan Xia Rujian untuk membahas masalah ini lebih lanjut. Kembali Ke puncak Dai Shan(Gunung Tai). Dua orang ini tidak henti-hentinya mengamati bintang di langit. Bintang yang bercahaya ungu yang muncul tempo hari. Sekarang telah bergerang kembali ke selatan. Wanita itu kemudian berkata," Masalah satu sudah terbebas, masalah kali ini akan luar biasa beratnya. Takdir ternyata tidak semudah ini yah.." "Betul. Orang kokoh adalah orang yang mampu menahan badai yang seberapa

dahsyatnya. Kasihan, dalam beberapa bulan ini akan terjadi hal yang menggemparkan. Ketika bintang ini bergerak ke arah timur laut. Maka bahaya besar segera terjadi." Kata Pria tua itu. "Aku berniat menantikannya di Xuzhou." kata yang wanita. "Tidak, kamu tidak bisa pergi. Takdir susah dilawan." "Tapi... Dia itu termasuk murid kita kan? Setidaknya kita harus membantunya." Kata yang wanita kembali. Kali ini sambil berurai air mata. "Sejak kita mengajarinya kungfu itu, kita sudah tahu suatu saat kita bakal kehilangannya. Meskipun kamu pergi, takdir tidak akan berubah. Kamu juga tahu kan?" Sampai saat itu, keduanya pasrah. Dan terdengar hela napas yang panjang tidak terhenti. *********************************************************************** 10 Tahun kemudian. Sebuah sore di Kota Hefei, timur dari China. Di jalan tampak seorang pemuda dengan wajah yang penuh kepahitan, Kumisnya yang tidak dicukur, serta memelihara sedikit jenggot. Pakaian pemuda ini terlihat lusuh.Sendiri berjalan menelusuri jalan besar kota Hefei. Di pinggang pemuda ini tampak sebuah kendi arak yang cukup besar. Sebentar sebentar dia meneguk minuman keras ini. Kadang jalannya agak sempoyongan. Kadang dia membaca beberapa puisi zaman Tang. Setelah itu kadang dia tertawa sendiri. Rupanya pemuda ini sedang mabuk, dia meneguk minuman yang cukup banyak itu sendiri.

Setelah melewati simpang, Dia tidak mampu berdiri lagi. Dia tidur di jalan dengan sangat nyenyak. Sesaat setelah tidur, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara kuda. Dan dengan sangat marah. Seorang nona keluar dari kereta kudanya. Dan menegur pemuda ini,"Hei, pengemis. Minggir.. " "Siapa pengemis? Dimana dia?" Kata pemuda yang mabuk ini. "Pengawal!! lekas singkirkan orang ini." Teriak si nona. Pengawal secara kasar berusaha menyingkirkan pengemis ini. Namun sepertinya tidak ada orang yang mampu mengangkatnya. Karena penasaran, Nona ini memanggil ayahnya. Sebelum ayahnya sampai, pemuda ini telah berdiri kembali. Dan melihat papan nama di atas Wisma. Tertulis 3 buah huruf Wu Jia Zhuang / Wisma keluarga Wu. Tanpa sepatah kata, pemuda ini beranjak pergi. Sampai dia dikejutkan suara seorang nona yang merdu. "Ada apa Ayah?" Segera Pemuda ini berpaling dengan cepat. Di lihatnya nona tersebut yang berdiri di belakang orang paruh baya. Nona ini mirip sekali dengan seseorang. Seorang yang telah memanjakan hatinya selama ini. Tanpa disadari melalui bibir pemuda ini, dia mengatakan.. " Xufen.. Kamu masih hidup? Kenapa kamu tinggalkan aku yang merana ini di dunia.." Suaranya lumayan pelan. Namun orang tua ini mampu mendengarnya dengan cukup jelas. Begitu mendengarnya, orang tua ini berjalan beberapa tindak mendekatinya. Namun, Pemuda ini sepertinya telah mabuk arak. Dan akhirnya dia jatuh.

Setelah keesokan harinya, Pemuda ini bangun. Dia melihat dirinya telah tidur di sebuah kamar yang tidak begitu luas. Sambil memegang kepalanya dia berjalan ke depan. Namun, sesampainya dia di pintu. Dia melihat orang paruh baya yang memakai pakaian pelayan masuk ke dalam. "Tuan, anda sudah bangun? Lekaslah cuci muka. Tuan Besar ingin menemui anda." "Tuan besar? Apa yang terjadi denganku?" Tanya pemuda ini. "Anda minum terlalu banyak. Sehingga anda jatuh tidak sadarkan diri di kediaman Wu Jia Zhuang. Boleh tahu, tuan mengalami masalah apa sehingga menjadi begini." Lantas pemuda ini melayangkan pikirannya. Teringat 10 tahun yang lalu pada hari kemarin. Dia menyaksikan istrinya meninggal, demi menyelamatkan nyawanya. Tanpa terasa pemuda ini menitikkan air matanya. Namun dia dikejutkan suara orang tua ini,"Laki-laki pantang menangis, hidup ini milik Thien/Langit. Janganlah sesekali Tuan pasrah menghadapinya." Pemuda ini melihat sekilas ke mata orang paruh baya tersebut. Tetapi orang tua ini sungguh terkejut. Karena sinar matanya sangat tidak asing baginya. Meski sinar mata pemuda ini melambangkan kepahitan yang sangat. Namun bisa diingatnya dengan tidak asing tatapan itu. "Terima kasih pak tua. Tetapi untuk hari kemarin saja saya menjadi orang sinting. Setelah itu, saya akan menunggu tahun depan lagi." kata pemuda ini dengan senyuman pahit. "Baiklah, sekarang tuan mandilah. Setelah bersiap-siap beres, anda

boleh menemui Tuan besar." Selang sejam kemudian, Pemuda ini keluar. Dia berjalan ke ruang tamu pemilik Wisma ini. Pemilik Wisma ternyata sudah menunggunya sedari tadi. "Hormat saya kepada Tuan besar." Kata Pemuda ini. "Tidak perlu sungkan. Boleh saya tahu siapa nama anda?" Tanya Pemilik Wisma. "Hamba bermarga Zhang. Namaku Jieji." Kata pemuda ini. "Nama anda kebetulan mirip dengan putera seorang temanku." Kata pemilik wisma. "Nama yang sama di dunia sangat banyak sekali. Mungkin putera teman tuan besar adalah orang yang jauh beruntung daripadaku." Kata Jieji. "Tidak juga, 10 tahun yang lalu dia dikejar untuk dibunuh, demi kitab kungfu. Sekarang dia tidak tahu kemana rimbanya. Banyak orang mengatakan kalau dia sudah terbunuh oleh racun pemusnah raga." Kata Pemilik wisma. "Ini adalah urusan dunia persilatan. 10 Tahun yang lalu saya hidup sebagai pengemis di pinggiran kota Kaifeng. Untuk masalah ini saya sendiri tidak tahu menahu." Kata Jieji. Jieji bisa menebak apa yang ada dalam isi tuan rumah. Namun dia sanggup pura-pura tidak mengetahui maksudnya. Selain itu, dia juga tidak akan memberitahukan identitasnya lagi kepada siapapun. Kecuali orang yang pernah mengenalnya. 10 Tahun lalu para pesilat dunia persilatan menfitnahnya bahwa dia

memiliki Kitab ilmu pemusnah raga. Sehingga tidak ada satupun pesilat yang tidak mengincarnya. Pelarian 10 tahun lalu, membawa akibat yang sungguh fatal. Tetapi hal ini dilakukan Jieji untuk melindungi keluarganya, karena sampai saat itu, Ayahnya tidak kunjung pulang. "Jieji, boleh saya tahu. Siapa nona yang anda maksud tadi sewaktu kamu mabuk?" "Sungguh malu, sebenarnya saya sudah lupa apa yang telah saya ucapkan ini." "Xufen... Anda menggumam kata Xufen.." "Oh.. Itu adalah salah satu nama di karya puisi terkenal Hui Zhong pada zaman dinasti Tang. Saya cuma sembarang mengucapkannya." kata Jieji. "Oh.. Begitu yah.. " "Tuan besar, saya ingin bekerja disini. Apakah ada tempat yang masih kosong untuk kutempati?" tanya Jie ji. "Jika anda tertarik kerja di rumahku. Bagaimana kalau anda di tempatkan di posisi pelayan tamu?" "Baik. Saya menerimanya. Saya mohon pamit, Tuan besar." Keluarga Wu, adalah sebuah keluarga yang juga pernah membantu Kaisar Sung yang sekarang menyatukan seluruh China daratan. Karena Wu Quan / Pemilik Wisma Wu tidak tertarik akan kekuasaan. Dia menyepi di pinggiran timur China dan menetap di Kota Hefei. Sesaat itu, Jieji berjalan keluar dari ruangan. Dan di tengah taman, dia berjumpa dengan nona yang berteriak padanya untuk minggir. Nona ini terlihat galak. Dan matanya yang tajam sedang memandangnya. Jieji tidak ambil peduli. Setelah berjalan melewati taman, dia bergegas menuju ke

kamarnya.

BAB XI : Keanehan di Wisma Wu Setelah sampai di kamarnya, Jieji meminta pisau kecil pada pelayan setengah baya tersebut. Pelayan ini segera mengambilnya. Jieji menanyai nama pelayan ini. "Hamba bernama Zhou Rui, berasal dari Changshan." "Pak tua, anda tidak boleh mengatakan hamba. Kata hamba itu cuma dipakai ketika kita berbicara dengan orang yang lebih mulia dari kita. Saya cuma seorang pengemis yang tidak berguna. Mana pantas anda memanggil begitu kepadaku." "Oh.. Iya.." kata pak Zhou seraya mengiyakannya. Terlihat Jieji mengambil pisau kecil itu untuk mencukur jenggotnya, serta kumisnya yang telah memanjang. Setelah selesai, orang tua ini melihatnya. Dan cukup terkejut dia melihat wajah dan penampilan pemuda tersebut. "Ada apa pak tua?" tanya JieJi. "Tidak apa, ketika di Changshan aku pernah menjumpai orang yang mirip denganmu. Tetapi saya sendiri kurang ingat lagi." "Pak tua, namaku Jieji. Lain kali panggillah nama saya saja jika ada keperluan." "Baik..." Orang tua ini berlanjut keluar. Setelah sebentar di kamarnya, Jieji juga beranjak keluar. Dia berjalan mengitari rumah yang tidak kalah luasnya dengan rumahnya sendiri. Namun samar-samar dia mendengar percakapan dua orang, suara yang terdengar

adalah suara wanita dan pria. Dia mengikuti arah suara tersebut, namun suara ini masih lumayan jauh. Dia berjalan beberapa ratus langkah. Akhirnya dia sampai ke taman. Disini tampak seorang pemuda tampan dan wanita. Pemuda ini menghadap ke arahnya. Sedang wanita, membelakanginya. Semenjak tewasnya Xufen, Jieji hidup cuma untuk 3 hal. Hal yang pertama adalah Mengungkapkan serta menghancurkan isi kitab dari Pemusnah raga, terutama racun pemusnah raga yang telah merenggut nyawa istri kesayangannya. Yang kedua Mencari orang tua asli dari Xufen. Yang Ketiga, menemukan jati dirinya yang asli. Jieji adalah putera yang dipungut oleh Xia Rujian ketika dia memimpin pasukan ke BeiHai. Saat itu secara kebetulan, Nyonya Xia keguguran puteranya yang seharusnya adalah putera ke 5 nya. Oleh karena itu, Jieji diangkat sebagai anak aslinya. Pemuda tadi memandang Jieji dengan rasa kurang senang dan menegurnya, "Bagaimana seorang budak berani mengintip disini?" Nona yang sedari tadi membelakangi ini, segera menghadap kepadanya. Alangkah terkejutnya Jieji ketika melihatnya. Wanita ini adalah wanita yang dilihatnya ketika dia mabuk kemarin. Wanita ini sungguh mirip dengan Xufen. Selain dandanannya, serta pembawaannya, semuanya mirip sekali. "Maafkan saya tuan muda. Saya tidak bermaksud begitu." Kata Jieji dengan merendah. "Pergi kau .. Disini tidak ada urusannya denganmu." Kata pemuda itu dengan kasar.

Setelah itu Jieji beranjak pergi dengan berpamitan. Sampai di sebuah simpang paviliun, dia bertemu dengan pak tua Zhou. "Anda dimarahi pemuda itu?" "Begitulah.." "Pemuda itu adalah sanak dari keluarga Zhao. Dia adalah anak dari sepupunya kaisar yang sekarang. Namun karena status semacam ini, dia suka sekali berbuat onar. Para pelayan paling tidak suka melihatnya." kata Pak Zhou. "Anak muda zaman sekarang sudah biasa begitu pak. Jangan dimasukkin ke hati." "Terima kasih." Kata pak tua zhou. Pak tua Zhou merasa sangat akrab dengan pemuda yang jauh lebih muda darinya ini. Seperti ada suatu ikatan batin antara mereka. "Boleh saya tahu, berapa umur anda yang sebenarnya?" tanya Pak tua zhou lagi. "Tahun ini saya genap berusia 30 tahun." "Tetapi dari wajah dan penampilan anda, sepertinya anda sudah umur 40 tahunan." "Betul. Manusia tidak terluput sama sekali dengan yang namanya Tua. Yang parahnya adalah manusia tua, tetapi tidak dewasa." 10 tahun ini, Jieji telah mendengar pesan pesan Xufen sebelum ajalnya. Dia rajin berlatih kungfunya. Setelah kematian Xufen. Jieji tinggal di kuburannya selama 1 tahun. Dia menguburkan istrinya yang tercinta itu di DongYang(Jepang). Wilayah

China sudah tidak ada tempat bagi mereka berdua. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk pindah ke DongYang. Namun keduanya memang sampai di DongYang. Tragisnya Xufen yang sampai disana cuma mayatnya saja. Malam telah tiba, Semua pelayan telah tidur. Namun Jieji masih terjaga. Saban-saban dia mendengar suara langkah kaki di atas genteng. Dengan cepat dia bergegas menuju pintu, dan membukanya perlahan. Terlihat orang berpakaian gelap di atas genteng. Sepertinya orang ini sedang mengamati ke dalam ruangan Tuan besar Wu. Di pinggang orang, tergantung pedang. Karena situasi mungkin termasuk gawat. Jieji sebenarnya ingin menghalanginya namun dia juga tidak ingin ketahuan. Dengan tiba-tiba dia mendapatkan ide bagus. Dia segera menuju ke jendela kamarnya. Membuka perlahan dan mematahkan rantingnya. Kembali dia menuju ke pintu kamarnya, dengan kekuatan tenaga dalam dia melemparkannya menembus ke pintu kamar Wu Quan, dan ranting itu terakhir menancap pas ke ranjang bagian atas Wu Quan. Tuan besar yang belum tidur ini terkejut. Dengan cepat dia keluar dari kamarnya. Sementara penyusup tadi langsung meninggalkan tempatnya untuk lari. Sekilas Wu Quan melihat orang berpakaian hitam yang lari. Dan sekembalinya ke kamar, dia melihat ranting yang menancap dalam di ranjang kayunya. Mau tidak mau dia juga merasa heran. Keesokan harinya, Wu memanggil putrinya yang paling jago silat. Nama putrinya adalah Wu Yun Ying. Nona ini juga yang kelihatannya mirip

dengan Xufen. "Ying, kamu lihat. Ranting ini menembus cukup dalam. Jika kamu, jarak berapa kaki kamu mampu melakukannya?" "Kalau saya berada di depan kamar, mungkin saya sanggup melakukannya." jawab si Nona. "Bagaimana kalau di tanah lapang depan?" "Tentu tidak bisa." Setelah ngobrol sebentar, Wu Quan meneliti lapangan depan. Lapangan depan ini mempunyai jarak sekitar 100 kaki. Seberang kamar tidurnya adalah kamar tempat tinggal pelayan. Disana terdapat banyak pohon-pohon. Dengan membawa ranting yang sudah dicabutnya. Wu Quan dan si nona mencocokkannya dengan pohon disana. Dan ternyata ada sebatang pohon yang memiliki ranting yang patahannya cocok. Setelah dilihat, dan diteliti. Mereka merasa tidak mungkin. Mana mungkin ada orang yang sanggup melempar ranting yang beratnya tidak seberapa itu sehingga menembus kamar tidurnya dan menancap kuat di ranjang kayu miliknya. Sampai saat ini, Wu Quan dan puterinya kembali ke kamar masing-masing. Jieji sedang melihat tingkah mereka di atap kamar Tn. besar. Setelah dirasanya aman. Dia turun menuju ke belakang. Kemudian berjalan santai ke kamarnya sendiri. "Nak Jieji, Semalam kamu melakukan hal yang besar." Tiba-tiba suara orang tua menyapanya. "Pak tua, apakah hal yang kulakukan itu tepat?"

"Tentu Nak, Penyusup itu sudah datang 2 hari yang lalu. Saya juga mengamatinya dari kamar ini." Kata pak tua Zhou. "Semenjak pertama kali bertemu, saya sudah tahu. Kungfu anda tidak dibawah Wu Quan. Kenapa anda bekerja sebagai kepala pelayan disini?" Tanya Jieji. "Dengan keluarga Wu, saya sangat berhutang budi. Meski Tn.besar tidak mengenalku. Tapi saya sangat mengenalnya. Dia pernah menyelamatkan hidupku. Juga menyelamatkan Nyawa anak majikanku. Meski hal ini tidak disadarinya." Kata pak tua Zhou mengenang. "Iya, saya rasa banyak hal misteri yang tersembunyi disini." "Anda datang juga untuk hal ini kan?" "Betul, saya tidak akan menyembunyikannya. Seumur hidupku ini, saya bersumpah. Atas kehilangan orang yang telah saya cintai. Saya harus mengungkapkan semuanya. Dengan begini meski kepala hancur. Saya sudah sangat puas." Kata Jieji dengan ketegasan yang tinggi. "Akan saya ceritakan,sekitar 10 tahun yang lalu. Istri Wu Quan juga hilang dari rumah ini. Kabarnya dia mempunyai buku itu, dan dengan berkuda sendiri. Dia menuju ke arah barat." rinci Pak Zhou. "Hm.. Ini sangat aneh. Yang hilang sebenarnya bukan cuma dia. Xia Rujian juga hilang sejak 10 tahun yang lalu. Dan kabarnya sampai sekarang dia tidak pulang." "Saya rasa anda tidak bermaksud jahat, makanya saya menceritakan semua hal ini kepada anda." Kata Pak Zhou. Pak Zhou semasa mudanya pernah menjadi pelayan sebuah keluarga di

Dongyang. Namun tidak sekalipun dia pernah menceritakannya kepada orang lain. Majikannya di Dongyang adalah orang yang sangat peduli terhadap sesama. Tidak sekalipun majikannya menganggap rendah orang, meski orang itu adalah pelayannya sekalipun. Dia mengajari semua pelayannya Kungfu, akhlak budi, dan pengetahuan yang didapatnya sendiri. Pak tua zhou tentu termasuk di antaranya. Sehingga sampai sekarang kungfunya juga tidak bisa dipandang enteng. Kembali ke kamar, Jieji duduk santai. Dia mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Sebuah lukisan pendek. Di lukisan ini menggambarkan seorang wanita nan cantik. Namun lukisan ini tampaknya agak lusuh. Bekas basah yang tersisa masih ada disana. Dipandangnya lukisan ini beberapa kali tanpa mengedipkan mata. Pikirannya saat itu telah menerawang entah kemana. Diingatnya kembali, saat terakhir dengan wanita itu. Keduanya terluka parah saat mereka sampai di kota Xiapi. Sesampainya di kota itu, mereka beristirahat. Wanita itu telah cepat pulih. Sehingga diajaknya dia segera menyingkir mencari perahu untuk berlayar ke timur. Sambil memapahnya, wanita ini melanjutkan perjalanan. Namun setelah sampai di sebuah lembah terakhir menuju laut. Muncul seorang jago silat yang bertopeng aneh. Wanita ini melayaninya beberapa jurus. Namun keadaan tampak seimbang. Sampai orang bertopeng ini melemparkan jarum senjata rahasia yang mengenai ke bahu pria tadi. Setelah itu, orang bertopeng segera lenyap dari pandangan. Wanita itu yang kaget segera mengoyak baju yang menutupi bahu pria ini. Dengan

segera dia menempelkan bibirnya ke arah bahu pria itu. Menghisapnya beberapa kali dan memuntahkan darah yang telah berwarna hitam kebiruan. Saat dalam kondisi menerawang, dia dikejutkan oleh suara yang tiba-tiba telah berada di belakangnya. "Hei, pemuda tolol. Kenapa kamu memandang lukisan itu berkali-kali?" Sesaat Jieji melihat orang yang menegurnya. Lalu tanpa berkata banyak, dia menggulung kembali lukisannya dan memasukkan ke dalam bajunya. "Itu adalah potret adik ke tigaku. Bagaimana kamu ini berani menyimpannya, budak..." Teriak wanita ini geram. Ternyata orang yang meneriakinya adalah Puteri tertua keluarga Wu. Dan juga wanita inilah yang memandangnya dengan sorot tajam kemarin di taman. Jieji tidak menjawab, menghiraukan dia saja tidak. Lantas berdiri, dan berjalan ke luar seakan tidak melihat apa-apa. "Budak sombong, akan kulaporkan ke ayahku tingkah mu hari ini." Jieji kali ini berpaling pun tidak, berjalan dengan santai dia keluar kamar.

BAB XII : Si kamus Kungfu, Yan Jiao Setelah keluar, Jie ji segera berjalan ke arah taman kembali. Kali ini Jieji ditegur seorang. "Jieji, apa yang kamu lakukan disini? Besok kita akan kedatangan tamu luar biasa dari dunia persilatan. Kamu harus menyiapkan diri baik-baik supaya tidak memalukan keluarga Wu." Yang menyapanya adalah Tn.besar Wu Quan.

"Baik, Tuan besar. Untuk kali ini, hamba tidak akan mengecewakan anda. Mohon untuk tidak mengkhawatirkannya terlalu banyak." "Baik. Sekarang kamu pergilah ke ruang masak. Disana kamu lihat dan pelajari masakannya. Jika ada tamu yang menanyaimu, kamu harus menjawab dengan pas apa hidangan kita besok." "Baik tuan besar.Terima kasih.." Kata Jieji seraya beranjak dari tempatnya. Jieji langsung menuju dapur. Disana selama beberapa jam dia menilik dan mempelajari semua daftar masakan yang akan dibuat besoknya. Setelah keluar dari ruang masak, dia menuju ke kamarnya sendiri. Pak tua telah menunggunya disana. "Nona besar sangat keterlaluan. Dia memberitahukan pada adik ke 3nya kalau anda menyimpan lukisannya." Jieji segera mengeluarkan lukisan pendeknya, dan memperlihatkannya pada pak tua Zhou. Setelah di teliti, wanita disini memang agak mirip dengan puteri ke 3 keluarga Wu. Selain penampilan dan gaya rambutnya. Semuanya mirip dengan puteri ke 3 keluarga Wu. "Ini bisa menjadi bahaya yang lumayan besar. Takutnya tuan besar akan menyita lukisan ini dari anda." kata Pak tua. "Lukisan ini bukanlah lukisan puterinya, ini adalah lukisan potret seorang temanku." "Apakah dia adalah kekasih anda?" tanya pak tua kembali. "Lebih dari itu, setiap sebulan sekali saya menulis surat untuknya.

Meski dia tidak pernah dapat menerimanya lagi." "Hayah...." Terlihat orang tua ini menghela nafas panjang. Maksud Jieji bisa ditebak mudah oleh pak tua Zhou. Kata Lebih dari itu maksudnya adalah istrinya, Sedang kalimat dia tidak pernah dapat menerimanya lagi berarti orang yang tertuju sudah tidak ada lagi di dunia. Oleh karena itu, laki-laki tua ini menghela napas yang panjang. Malam telah tiba, semua masakan kering telah mulai dibuat untuk menyambut pesilat yang datang keesokan harinya. Jieji juga dengan lugas dan cekatan menyiapkan masakan bersama para pelayan yang lainnya. Setelah semua terasa beres. Dia berjalan ke arah taman untuk menikmati bulan yang nan indah pada malam ini. Namun sesaat dia menikmati bulan, tiba-tiba dari arah belakang sebuah tapak melesat tepat di punggungnya. Tapak yang penuh tenaga ini langsung menyerangnya. Jieji yang terkena tapak, langsung terjerembab ke depan. Dari mulutnya mengalir darah segar. Penyerangnya kali ini adalah pria yang bersama gadis yang mirip dengan Xufen. Dengan marah dia berkata,"Budak tidak tahu diri, Kau pikir bahwa kau ini pantas untuk puteri ke 3 Wu. Berkacalah baik-baik sebelum kamu masuk disini. Phueiiii" Pemuda ini lantas meludah ke arah Jieji. Bukan saja Jieji tidak membalasnya. Setelah berdiri, dia berjalan agak kepayahan tidak menghiraukannya.

"Sudahlah kak Liang." terdengar suara wanita yang lembut di belakangnya. "Sudah?? Dia telah kurang ajar. Menggambar potret dirimu, setiap hari memandang potret itu. Sekarang saya akan mengambil potret itu. Dan kumusnahkan lukisan itu." Dengan gerakan cepat dia menotok peredaran darah Jieji. Dan merogoh ke balik bajunya. Namun anehnya. Potret ini tidak didapat di bajunya. Merasa aneh dia meminta pelayan lainnya untuk menggeledah kamar. Namun di kamar juga tidak didapati lukisan. YunYing yang kasihan melihat pria ini segera melepaskan totokannya. Sementara Liangxu telah pergi mencari potret itu di kamarnya. Dengan sopan Jieji berkata,"Terima kasih nona." "Apa benar lukisan itu adalah lukisan diriku?" tanya nona ini kembali. "Bukan, melainkan seorang yang mirip dengan mu." "Kalau begitu, tidak masalah. Oya, pemuda tadi yang kasar adalah kakak seperguruanku. Namanya Liangxu. Bermarga Yue. Sebagai adik seperguruannya, saya meminta maaf." Setelah berpikir sebentar, Jieji tahu. Orang itu adalah puteranya Yue Fuyan, Ketua dunia persilatan. Juga dia termasuk sanak dari keluarga Zhao (keluarga Zhao disini adalah keluarga kaisar, Zhao kuangying). Yue Fuyan adalah ketua Dunia persilatan. Ayah Fuyan dan Kakek Zhao Kuangyin, Zhao Ting adalah saudara angkat). Jadi Yue Fuyan termasuk paman dari Kaisar. Selain jago persilatan. Yue juga punya nama yang lumayan tinggi derajatnya dalam kerajaan. Dengan begitu, pantas saja

puteranya ini sangat kurang ajar. Liangxu yang keluar dari kamar pelayan segera marah. Dengan gusar dia ingin menghukum Jieji. Melihat totokannya telah lepas, Liangxu makin gusar. Dia berpikir, mana ada yang berani melepaskan totokan Jieji. Namun sebelum dia mencari masalah lebih jauh dengan Jieji. Yunying menegurnya. "Kakak telah melakukan kesalahan, potret wanita itu bukanlah saya. Melainkan orang lain. Cie-cie (maksudnya kakak perempuan yunying) telah salah paham akan kejadian ini. Dan totokannya kulepaskan sendiri." Kata Yunying seraya membela Jieji. Yunying termasuk wanita yang lumayan cerdas, walau dibanding dengan Xufen dia tidak apa-apanya. "Kalau begitu, pergi kau pelayan busuk. Jangan sesekali memandang Yunying lagi, atau kukorek biji matamu itu." Damprat Liangxu dengan gusar. Jieji yang sedari tadi berdiri segera memohon pamit untuk kembali ke kamarnya. "Kenapa anda tidak membalasnya?" tanya Pak tua Zhou yang juga tahu kejadiannya. "Membalasnya tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah baru. Lagipula, hal seperti ini tidak pernah kumasukkan ke dalam hati." kata Jieji dengan penuh pengertian. "Anda adalah orang yang berjiwa besar. Bahkan dihina seperti ini pun anda tidak marah. Sementara para pelayan lain marah luar biasa meski mereka tidak berani bertindak."

Sampai di saat itu, Jieji telah membasuh mukanya dan beranjak ke tempat tidur. Keesokan harinya. Sekitar tengah hari, para pesilat sudah berkumpul di dalam ruang tamu yang cukup luas ini. Wu Quan selain adalah pejabat yang telah mengundurkan diri. Dia juga termasuk seorang pesilat yang lumayan tangguh. Julukannya di dunia persilatan adalah " Dong Dao " atau "Golok timur". Golok keluarga Wu termasuk hebat di kalangan persilatan. Jurus goloknya bernama Ilmu golok belibis jatuh, kesemua jurus goloknya terkesan aneh dan terkadang malah terasa lembut. Semua putera-puterinya mempelajari beberapa jurus golok ini. Meski tidak semuanya mampu mempelajari lebih dari 3 jurus. Yunying adalah orang yang sanggup mempelajarinya sampai jurus ke 4. Sementara Wu Quan sendiri sudah berada dalam tahap ke 5 dari total 6 jurus golok. Wu Quan memiliki 3 orang putera dan 3 orang puteri. Puteranya yang sulung bernama Wu Lang, Yang kedua bernama Wu Tze, Yang ketiga bernama Wu DianYa. Ketiga puterinya dari sulung bernama Wu Linying, Wu Jiaying dan Wu YunYing. Suasana di Wisma ini segera ramai. Disana terlihat para pesilat kelas tinggi duduk dengan santai menikmati hidangan teh. Sementara para pesilat kelas bawah, berdiri di belakang mereka.

Jieji yang berdiri di depan menyambut tamu-tamunya. Ketika seorang tua berjenggot putih panjang datang. Dia terkesima melihat pemuda ini, dipandangnya wajah Jieji berkali-kali. Namun Jieji bereaksi menganggukkan kepalanya. Baru berjalan beberapa tindak, orang tua ini seperti melihat hantu. Dengan cepat dia berbalik menegur Jieji. Jieji yang sedari tahu mengapa orang ini begitu terkejut, segera menariknya. Setelah agak jauh ke taman. Dia berkata,"Tuan tidak usah takut, yang anda lihat bukanlah hantu atau semacamnya. Dia cuman mirip dengan orang yang anda temui 10 tahun yang lalu bersamaku." Setelah dijelaskan sedemikian rupa. Tamu tua ini baru lega. Dia berjalan kembali ke dalam ruangan. Tanpa membuat tamunya menunggu. Wu Quan segera keluar. Para pesilat yang menyaksikan tuan rumah ini, semuanya beranjak berdiri dari tempat duduk dan memberi hormat. Lantas Wu Quan mengatakan. "Tuan-tuan, anda datang dari jauh untuk mengunjungi orang tua ini. Sungguh sebuah kehormatan yang berlebihan." "Tidak perlu sungkan, Tuan besar Wu." Jawab seorang pemuda paruh baya yang tidak lain adalah Ketua dunia persilatan. Setelah mempersilahkan mereka semua duduk kembali. Wu Quan meminta para pelayannya segera menyiapkan hidangan. Namun sebelum hidangan di keluarkan. Terdengar suara gempar di luar. Seorang pemuda berlumuran darah mendatangi ke dalam,"Hati-hati kesemuanya. Baru berkata pemuda ini langsung jatuh terkulai."

Banyak pesilat ingin mendekati pemuda ini. Namun di cegah oleh seseorang yang berjangkut tipis. Orang ini mempunyai sepasang mata seperti elang. Pemuda yang telah terkulai ini memiliki ciri ciri, baik kedua mata, telinga, hidung,dan mulut mengeluarkan cairan aneh.Dahinya telah hitam kebiruan. Mulutnya mengeluarkan busa berwarna hijau, Telinganya mengeluarkan cairan bening, Hidungnya mengeluarkan darah berwarna merah jernih. Seluruh kukunya telah membiru. "Hentikan, tidak ada yang boleh mendekatinya." Semua orang berpaling ke arah suara itu. Ternyata dialah Si Kamus kungfu, Yan Jiao. Yan Jiao sebenarnya adalah seorang peneliti ilmu silat di bawah kolong langit. Dia membuat buku yang mengurut kungfu nomor 1 yang pernah dilihatnya secara langsung. Mengenai kondisi orang ini, dia sudah memastikan apa yang sedang terjadi. "Segera kalian cari sarung tangan, angkat kedua tangan dan kaki orang ini. Dan bakarlah mayatnya. Perintah ini harus segera dilakukan." Beberapa pesilat kelas bawah mengangsurkan mayat pemuda tadi. "Ada apa? Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya tuan rumah. "Ini adalah racun terdahsyat di zaman ini." Kata Yan Jiao. Semua khalayak terkejut melihatnya. Sementara Jieji yang semenjak tadi berada di ruangan ini sudah tidak nampak.

BAB XIII : Pertarungan pertama setelah sekian lama

Sesaat setelah melihat kondisi pemuda itu, Jieji sudah tahu apa yang terjadi. Dengan segera dia mengejar ke depan. Tidak ada satupun yang melihat tingkah Jieji sebab semua orang disini sedang terpaku melihat kondisi pemuda yang tewas itu. Adalah kecuali seorang yang memandang tindakannya terus. Setelah berlari beberapa saat, Jieji meloncat ke atap. Disana masih terdapat jejak darah. Dengan segera dia menyusul. Begitu sampai di utara kota, dia menanyai penjaga pintu disana. Memang benar, ada seorang pria aneh yang memakai sorban hitam di atas kepalanya. Penjaga bermaksud menahannya, namun dengan sekali berkelebat. Entah dia hilang kemana. Dengan segera Jieji menyusulnya. Pemuda aneh bersorban hitam itu sedang berlari dengan ilmu ringan tubuhnya, dan sesekali dia meloncat di tengah rimba. Namun dengan tiba-tiba dan tanpa diketahuinya. Ada seorang pria disana yang sedang menunggu pas di depannya. "Kenapa? Sepertinya anda sedang takut dan merasa sedang dikejar?" "Minggir, atau kau tidak dapat menginjak tanah dengan benar lagi." Kata pemuda bersorban hitam di kepalanya. "Sorban hitam di kepalamu itu tujuannya adalah menutup wajah ketika melakukan aksimu. Namun, aksimu ketahuan olehku. Kamu juga tahu, yang sanggup mengejarmu mungkin cuma Yue Fuyan. Namun dia tidak akan mengambil urusan mudah dan tidak berhubungan dengannya. Karena itu mungkin kamu merasa akan aman-aman saja. Bukan begitu?" Tanya pemuda ini.

"Siapa kau?" Tanya pemuda bersorban hitam. "Kamu sudah melupakanku, tapi tidak denganku. Kamu kan Tuan Bao kura-kura itu?" Terkejut juga Bao melihatnya. Orang yang pernah terkena racun pemusnah raga itu masih hidup. Bao, terlihat terkesima seakan melihat setan. 10 tahun lalu, Bao memang mengejar Xufen dan Jieji dan sampai di sebuah lembah. Ketika berada di DongYang, Jieji pernah berpikir tentang masalah ini. Setelah beberapa tahun, dia makin sadar. Orang yang mau dibunuh seharusnya adalah dia. Sebaliknya, mungkin Xufen adalah orang yang ingin diculiknya 10 tahun yang lalu. Mengingat orang yang mempunyai hubungan dengan Ilmu pemusnah raga telah hilang satu-persatu. Di depan bukit, nampak seorang wanita berumur 50-an sedang menyaksikan dengan asyik percakapan dua orang ini. "Ha Ha.... Kamu ternyata tidak mati. Tapi ada yang perlu saya beritahukan. Orang yang mengejarmu itu memang aku. Namun orang yang melemparkan racun ke bahumu bukanlah diriku. Ini kuberitahu supaya kamu tidak mati penasaran." Kata Bao Sanye. Hal ini membuat Jieji lumayan terkejut. "Lalu siapa yang melemparkan jarum itu ke aku?" tanya Jieji. "Itu kamu pasti tahu, jika sudah berada di dunia lain sana. Selamat tinggal pemuda bodoh. Selamat bergabung dengan istrimu di surga sana." Kata Bao Sanye dengan angkuh. "Bodoh, 10 tahun yang lalu saja saya tidak menganggapmu sebagai seorang

pendekar. Apalagi sekarang. Kepandaianmu itu tidak berkembang sedikitpun. Pantas muridmu yang berasal dari keluarga Ma itu bisa bodoh seperti mu." Kata-kata Jieji sungguh membuat amarah Bao itu meluap. Jika bukan karena dia, maka Ma Yu , muridnya itu tidak perlu di bawa ke pengadilan dan dijatuhi hukuman mati. "Kamu tahu, anda berada jauh di depanku saat terjadinya pembunuhan dengan racun Pemusnah raga itu. Lantas bagaimana anda terkejar olehku? Dasar bodoh!" Kata Jieji seraya senyum kecil. Tanpa basa-basi, Bao mengeluarkan pedang dari pinggangnya. Dengan cepat dia menusuk ke arah Jieji. Sasarannya kali ini adalah sedikit lebih kebawah daripada yang pernah dilakukan Ma Yu. Dia langsung mengincar titik jantung Jieji. Pedang sekitar 2 inchi telah sampai di depannya. Dengan sedikit gerakan kaki, Jieji menghindarinya. Pedang yang menusuk itu membentur wilayah kosong. Jurus pertama sanggup di hindarinya dengan mudah, namun ketika jurus ke dua datang. Betapa terkejutnya Jieji, Sebab jurus ini dikenalnya. Ini adalah jurus memenggal iblis, jurus kedua dari jurus pedang ayunan dewa milik keluarganya. Karena sudah terbiasa melatih jurus ini, jurus ini juga mudah dihindari Jieji. Berangsur jurus ke 3, Pedang yang menyabet segera diubah menjadi tusukan setelah berputar penuh. Pedang tusukan ini sekilas terlihat banyak titik lemah. Jieji tidak mengincar titik lemah lawan, Karena dia tahu pasti. Ini adalah jurus ke 4 dari Ayunan dewa. Begitu diserang,

pedang yang menusuk itu akan berbalik arah menyerang titik vitalnya. Ini juga dipelajari Jieji beberapa kali. Sehingga dia menunggu dengan diam saja. Setelah jurus itu sampai, kembali dia menghindarinya. "Kamu cuma menghindari setiap jurusku. Dengan begitu kamu pasti mati. Karena tidak berupaya melawan." Kata Bao Sanye seraya mengejek. Ini juga adalah taktiknya. Dia menginginkan Jieji mengeluarkan jurus untuk bergebrak dengannya. Jurus pedang ayunan dewa adalah jurus yang sangat aktif. Tidak terkondisi. Jurus ini sanggup mematahkan setiap jurus yang ada. Dan berbalik. Sementara, Jieji cuma diam dan hanya menghindar. Hal ini membuat Bao salah langkah. Namun karena kondisi emosinya masih lumayan tinggi, dengan segera dia menghujam kan pedangnya. Kali ini Jurus pedangnya aneh, ditambah sebuah tangannya dalam kondisi siap mengeluarkan tapak. Jieji sadar dengan posisi seperti itu. Tujuannya adalah jika Jieji menghindari serangan pedang, berikutnya tapaknya yang akan sampai. Dengan mengikuti gerakannya Jie berputar sedikit menghindari Ujung pedang. Bao segera mengeluarkan tapaknya untuk di hujamkan ke dada lawannya. Dengan gerakan mundur sedikit, Jieji mengeluarkan tapaknya. Kedua tapak segera beradu. Bao yang berada dalam posisi melayang segera terdorong mundur cukup jauh. Ketika mendarat, dia tidak sanggup mendarat dengan benar. Dia jatuh ke belakang. "Mustahil, itu adalah jurus tapak Mayapada tingkat ke 3. Kenapa dengan

mudah kamu bisa mengeliminasinya?" Tanpa menjawab,Jie ji kali ini mengeluarkan serangannya. Setelah berlari agak cepat ke arah Bao. Tangan kanannya mematahkan ranting bambu yang cukup panjang. Dengan segera Bao bangkit. Tusukan ranting itu ditahan dengan sabetan pedangnya. Bao mengira ranting itu akan patah menjadi dua, namun perkiraannya meleset sama sekali. Ranting yang sempat beradu sebentar langsung memutar perlahan. Pedang yang dipegang Bao tanpa sadar mengikuti arah ranting panjang Jieji. Dan mengarah ke lehernya. Sebelum sempat terkejut. Bao telah kehilangan kepalanya. "Inilah pertama kali saya melakukan pembunuhan. Namun segalanya belum berakhir. Ini cuma permulaan saja. Dengan merogoh kantung baju Bao. Jieji menemukan sebuah botol keramik. Dibukanya sebentar. Ternyata disana terdapat beberapa jarum panjang. Jarum yang sama yang pernah dilempar seseorang kepadanya 10 tahun lalu. Namun anehnya jarum ini tidak keras,melainkan lunak sekali. Setelah menutup botolnya, Jieji berteriak keras. "Jika anda mengenal orang ini, kuburkanlah dia!!!" Wanita tua yang sedari tadi memandang pertarungan itu cukup terkejut. Namun dia tidak keluar dari sana. Dengan beranjak meninggalkan tempat itu, Jieji berjalan ke arah tadi dia datang. Setelah beberapa ratus langkah. Dia menegur, " Kenapa harus bersembunyi? Keluar lah." Dari samping rumput yang cukup tinggi. Berdiri seorang wanita muda, yang tak lain adalah Wu YunYing. "Anda mengikuti dari belakang semenjak di Wisma Wu. Mana mungkin saya

tidak tahu?" "Tidak, bukan begitu. Saya cuma merasa heran kenapa saat kegemparan, kamu malah meninggalkan ruangan." "Mungkin kamu berpikir, saya terlibat dalam masalah ini, atau jangan-jangan engkau mengira akulah pelakunya ?" Tanya Jieji. "Tidak....Maksudku.. bukan begitu..." Jawab Yunying dengan terbata-bata. "Iya,tidak apa-apa, sekarang mari kita kembali,"kata Jieji. Setelah berjalan pelan selama 1 jam, mereka sampai kembali di Wisma Wu di Hefei. Liangxu adalah orang pertama yang melihat Yunying pulang. Lalu ketika dia melihat di belakang Yunying ada Jieji. Langsung dia gusar. Namun karena disini masih banyak pesilat, dia tidak berani menunjukkan aksinya. Dengan segera, Jieji mencari Orang yang yang tadi ditemuinya di depan pintu Wisma Wu, saat Jieji melayani tamu untuk masuk. "Tuan, lihat ini.. saya menemukan sesuatu." Kata Jieji. Dari balik bajunya Jieji mengeluarkan botol kendi kecil yang terbuat dari keramik ini. Orang tua ini segera menyiapkan sapu tangan. Setelah mengeluarkan isinya, sambil terkejut dia berkata. "Inilah.... akhirnyaaa...." katanya sambil girang. "Coba tuan cari apa jenis racun yang terkandung di dalamnya. Jika racun ini bisa di tawarkan, maka dunia tidak perlu takut lagi. Namun, setelah anda membuat penawarnya. Berjanjilah kepadaku, segeralah musnahkan semua jarum racun ini." kata Jieji kembali.

Orang tua inilah Tabib Dewa, Chen Shou. Dialah satu-satunya orang yang bersama Jieji 10 tahun lalu saat menyaksikan Xufen menutup mata.

BAB XIV : Perjalanan kembali setelah 10 tahun Setelah memberikan jarum racun itu. Jieji bergegas menuju ruang tamu tadi. Dari sana nampak banyak petugas polisi yang menanyai kematian pemuda dari kalangan pesilat itu. Kamus kungfu Yan Jiao yang menjawab semua pertanyaan polisi. Mayat orang mati itu telah dibakar di luar kota bagian selatan kota Hefei. Jieji yang kembali kesana memandang sekelilingnya. Di tempat mayat tergeletak itu, seorang pemuda berusia sekitar 40 tahunan sedang jongkok mengamati. Dengan segera, Jieji menyapanya. Begitu pemuda itu menoleh, betapa terkejutnya dia melihat Jieji. Namun segera Jieji menariknya keluar untuk bicara. Beberapa pesilat heran, kenapa seorang pelayan bisa mengenal kepala polisi wilayah ini. Orang ini tak lain adalah Han Yin. Kepala kepolisian yang pernah bertugas di Changsha. Kepala polisi yang dulunya sangat mengandalkan Jieji dalam memecahkan kasus. Setelah sampai di depan, Jieji berkata kepadanya. "Ini adalah mutlak perbuatan orang JiangHu. Jadi tidak perlu diselidiki lebih lanjut lagi." "Tuan Jieji, apa kabarnya anda dalam sepuluh tahun terakhir ini? Saya sangat sedih ketika mendengar kabar bahwa anda telah tewas. Syukurlah, anda masih hidup dengan selamat." Kata Kepala Polisi itu. "Tidak ada yang baik dalam 10 tahun terakhir ini. Tetapi, dalam kasus

ini saya telah menyelesaikannya. Pembunuhnya adalah Bao Sanye. Di daerah utara, sekitar 10 li dari sini. Aku membunuhnya. Bisakah anda membantuku?" "Tentu, tidak pernah saya menolak anda kan?" Tanya polisi ini dengan gembira. "Kamu tunggulah sebentar". Seraya masuk ke dalam, dalam jangka waktu pendek. Jieji keluar kembali. Dia mengeluarkan surat dari tangannya. Surat yang baru ditulisnya untuk diangsurkan kepadanya. "Bawalah ini ke ibukota. Carilah Perdana menteri Yuan. Serahkan surat ini kepada orang yang bernama Yang ying." "Baik, tuan. Pesan anda akan saya laksanakan sebaik-baiknya." kata kepala polisi Han Yin. "Oya, kenapa anda tidak pulang ke Changsha? Ibu anda sangat merindukanmu..." Tanya kepala polisi ini. Setelah pertanyaan ini, Pikiran Jieji segera melayang. Dipikirkan ibunya yang telah lanjut usia itu. Tanpa sadar air matanya meleleh. Dia menjawab. "Saya akan pulang. Tapi tidak sekarang. Jika ada yang menanyaiku. Mohon anggap kalau anda tidak pernah bertemu denganku. Tetapi jika anda ditanyai ibuku, bilang kepadanya kalau aku masih hidup, ini untuk menyenangkan hatinya. Dan tidak membuatnya cemas." Seraya mengeluarkan giok kecil dari bajunya. Jieji mengangsurkannya ke kepala polisi Han Yin. "Terima kasih sebesar-besarnya kepada anda." Jieji memberi hormat

kepadanya. Setelah itu, semua perwira polisi meninggalkan Wisma Wu. Jieji segera berjalan ke kamarnya. "Anda akan pergi? Bukan begitu?" tanya Pak tua Zhou kepadanya. "Betul, saya akan menuju ke Kaifeng terlebih dahulu. Ada hal yang mendesak luar biasa disana." "Lalu kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya pak tua itu kembali. "Entahlah," jawab Jieji sambil tersenyum. Setelah membungkus semua barang bawaannya. Dia menuju ke depan pintu depan wisma Wu. Dia berjalan dengan lumayan pelan ke arah tengah kota.Setelah itu terdengar Jieji bersuara,"Kenapa kamu ikuti aku lagi?" Di belakangnya nampak seorang perempuan muda, tak lain adalah YunYing. "Anda sudah mendapatkan sedikit petunjuk kan? Saya juga sedari 10 tahun lalu sangat heran. Kenapa ibuku meninggalkan wisma dan sampai sekarang tidak kunjung pulang." "Mengenai hal ini, saya akan berterus terang. Saya memasuki wisma Wu dengan tujuan untuk mengetahui apakah orang di Wisma Wu ini terlibat dengan ilmu pemusnah raga atau tidak. Sekarang saya telah mengerti, kalau yang terlibat seharusnya adalah ibumu. Jadi saya bermaksud meninggalkan wisma Wu." "Kalau begitu, bawalah serta diriku. Siang malam aku merindukan ibuku yang tidak kunjung pulang itu. Daripada diam di rumah, saya ingin ikut denganmu untuk mencari ibuku."

Jieji menatapnya sebentar. Teringat akan Xufen yang menunggunya di pintu Utara Kota Changsha lebih dari 10 tahun yang lalu,hatinya terasa sakit. Dan tanpa menghiraukan wanita muda ini. Jieji segera berpaling dan melanjutkan perjalanan. Sementara wanita ini mengikutinya dari belakang. Seminggu setelah terjadinya pembunuhan dengan racun di Wisma wu. Di Kaifeng, seorang pemuda yang berumur 40-an berjalan dengan langkah pelan. Di tangannya terpegang kipas, pemuda dengan tinggi 6 kaki ini terlihat berkharisma luar biasa. Sambil berjalan, dia berpikir sebentar. Begitulah hal yang dilakukannya berulang-ulang. Namun sampai di sebuah sudut kota Kaifeng, seorang yang berkuda segera melihatnya dan turun. Sambil berposisi berlutut. Pemuda ini memberi hormat. "Yang Mulia, ada surat penting dari kota Hefei." Pemuda yang memegang kipas tadi tak lain adalah Yang Ying / Zhao Kuangyin. Setelah membuka sampul surat itu dan membacanya. Wajah pemuda ini segera bersinar dan girang. Ini adalah surat dari Jieji. Isinya selain mengatakan kalau kabarnya baik-baik saja, Jieji juga memperingatkan adanya sesuatu hal yang cukup berbahaya yang pernah diselidikinya. Zhao diminta waspada. Dalam surat itu, juga mengatakan bahwa Jieji akan tiba dalam waktu 1 bulan ini. Yang ying segera menuju ke istananya. Dia memanggil pesilat pesilat yang pernah ikut dengannya ketika masih berada di ChangAn, pada kasus pembunuhan Jenderal besar Ma Han. "Coba kalian selidiki....." sambil berbisik Zhao kuangyin mengatakan sesuatu pada 10 pesilat itu.

Dengan segera, ke 10 orang ini meninggalkan ruangan utama Kaisar. Dan segera menyiapkan kuda untuk seterusnya dipacu ke selatan kota Kaifeng. Sementara dari Utara kota Hefei. Jieji langsung menuju JiangXia. Dia tidak menempuh jalan ke utara. Tidak menempuh jalan menuju Xiapi melainkan ke arah barat. Jieji kali ini diikuti seorang nona yang mirip istrinya. Perjalanan kali ini mirip dengan perjalanannya 10 tahun lalu. Tetapi, dalam perjalanan ini Jieji yakin tidak ada orang yang mengejarnya seperti perjalanan 10 tahun yang lalu. Setelah berjalan cukup lama, Yunying mengeluarkan suaranya. "Hei, kenapa kita tidak mencari kuda saja? Kenapa harus berjalan kaki?" Pertanyaan ini belum habis dikeluarkan. Yunying telah sadar. Jalanan di gunung sangat licin. dan Jalanan juga tidak besar seperti yang diperkirakan. Jieji tenang saja dan tidak segera menjawabnya. Setelah melewati tiga tanjakan. Mereka turun di sebuah lembah. Di Lembah itu, Jieji terus berjalan. Sementara Yunying sepertinya telah capai. Dia berjalan dengan pelan dan sesekali dia kepayahan. Jieji yang menoleh ke belakang, langsung tahu. Mereka telah berjalan lebih dari 4 jam. Jieji berkata, "Sekitar 3 Li dari sini. Ada sebuah rumah kecil. Disana bisa kita beristirahat. Tetapi mungkin anda sudah kepayahan. Kita istirahat saja disini sebentar. Jika terlalu lama, sore akan datang." Yunying yang merasa seakan diejek itu kesal. "Tidak perlu, kita jalan kaki saja. Orang toh 3 Li lagi kan?" "Betul.. Kalau begitu kita lanjutkan saja." Kata Jieji Yunying memang telah kepayahan. Meski dia tergolong pesilat, namun dia

sangat jarang keluar dari rumah. Dia tidak tahu bagaimana sesungguhnya kehidupan para pesilat. Namun karena sifatnya, dia tidak mau mengakuinya di depan Jieji. Sambil berjalan pelan, Jieji menanyainya," Bagaimana caramu keluar dari rumahmu? Seharusnya kamu tidak menanyai orang tua mu terlebih dahulu kan?" "Iya, Saya cuma meninggalkan sepucuk surat. Dalam surat saya mengatakan akan mencari ibu. Hanya sesederhana ini kok." Jawab YunYing. "Kalau begitu, pasti gempar nantinya." kata Jieji pendek. Yunying tidak mengerti, tetapi tanpa peduli dia melanjutkan perjalanan bersama Jieji. Dan benar setelah 3 Li, nampak sebuah rumah yang sederhana. Rumah ini cukup untuk ditinggali paling banyak 5 tamu. Mempunyai 5 kamar yang selayaknya. Setelah membereskan semuanya, Jieji memesan makanan pada pak tua pemilik kedai. Kelihatan Yunying segera keluar menyantap makanannya dengan sangat lahap. Jieji cuma tertawa geli melihatnya. Setelah semua selesai. Yunying penasaran pada Jieji lantas menanyainya," Oya, tadi mengapa kamu bilang akan terjadi kegemparan?" Jieji memandangnya sekilas dan berkata," Kamu masih ingat kakak seperguruanmu? Jika dia tahu kamu tidak ada ditempat. Pasti memerintahkan banyak orang mencarimu. Ayahnya Yue fuyan adalah ketua dunia persilatan. Dia punya banyak mata-mata sepanjang jalan,jika dia

menemukanmu. Masalahnya akan jadi sulit." "Benar juga. Lalu bagaimana?" tanya Yunying. "Kalau begitu, pulang saja. Besok kuantarkan kamu balik ke Hefei. Bagaimana?" "Tidakkk.. Mana bisa aku pulang dengan cara begitu sih?" jawab Yunying dengan lantang. "Iya, betul juga. Hilang gengsi dong kalau kamu segera pulang seperti itu." Jieji tertawa geli juga. Nona ini meski romannya mirip dengan Xufen, tetapi tingkah lakunya sama sekali tidak. Nona ini sangat polos dan keras kepala. "Oiya, boleh tahu tahun ini nona berumur berapa?" tanya Jieji. "Tahun ini aku berumur 17 tahun." Jieji memandangnya lagi dan berkata,"Kamu baru berusia 17 tahun, tetapi berani sekali kamu mengikutiku yang tidak jelas seluk-beluknya, Apa kamu tidak takut kalau saya adalah seorang penyamun?" Kata-kata Jieji ini sengaja dilontarkan untuk membuat nona ini takut. Memang reaksinya terlihat jelas, sepertinya dia cicing juga mendengar kata Jieji ini. Setelah melihat jelas wajah Yunying. Jieji tertawa besar. "Tidak mungkin pak Zhou salah menilaimu." kata Yunying. "Oh? Jadi pak Zhou orang yang minta kamu ikut denganku?" HaHa.. pantas saja... Sekarang kamu boleh pergi tidur. Kamu sudah kecapekan kan? Tidak perlu menyembunyikannya dariku. Terus terang saja." Yunying mengangguk. Dia berjalan menuju ke kamarnya. Sesaat setelah Yunying masuk ke kamar, Jieji keluar dari ruangan itu dan menuju ke

depan. Memesan 2 botol arak, sendirian dia duduk di meja depan. Baru beberapa teguk dia minum araknya. Terlihat dari jauh 4 pria masuk ke kedai dan memesan 4 kamar. Namun, pemilik penginapan mengatakan kalau dia cuma mempunyai 3 kamar kosong. Nampak 4 pria ini kurang senang. Dia menuju ke tempat Jieji minum dan berkata. "Hei, bisakah kamu memberikan ruangan kamarmu kepadaku?" Jieji memandangnya sekilas. Orang ini sangat pendek, tingginya mungkin 4 kaki lebih saja. "Boleh, silahkan saja." Kata Jieji pendek. Malam itu Jieji tidak masuk ke kamar. Melainkan dia duduk di depan Kedai, memesan 3 botol arak lagi. Dan duduk disana sambil menikmati rembulan. Setelah menghabiskan sebotol arak itu, dia berjalan ke depan. Di depan kedai ini terdapat air terjun kecil. Dia berjalan beberapa langkah ke depan. Setelah sampai, Jieji mengeluarkan sesuatu di balik bajunya. Ini adalah lukisannya Xufen. Sambil meneguk arak sisa itu Jieji memandangnya kembali dengan rasa kesepian yang dalam. Setelah menatapnya di bawah sinar rembulan dengan puas. Jieji tertidur, dia tertidur di salah sebuah batu besar di bawah pohon rindang dekat air terjun. Keesokan harinya, Teriakan seorang wanita membuat Jieji yang tidur di batu itu segera bangun. Dia lari kecil ke arah kedai itu. Setelah melihat keadaan, dia cukup terkejut juga. Dari deretan kamar 5 pintu itu. Salah satu yang terujung, dari bawah pintu keluar darah yang banyak.

BAB XV : Pedang Ekor Api Dengan cepat Jieji langsung mendobrak pintu ke 5 ini, ternyata pintu tidak dikunci. Pemandangan di dalam jelas tidak sedap dipandang mata. Pemuda pendek itu telah tewas. Dia terduduk di ranjangnya. Sebuah lubang jelas terlihat di daerah jantungnya. Ke 3 orang lainnya yang merupakan teman yang sama-sama datang dengannya ini lumayan terkejut melihat salah satu temannya tewas dalam kondisi yang menakutkan. "Pak tua, segera panggil polisi. 2 Li sebelah barat dari sini. Ada istal kuda. Carilah orang yang bernama Wen Zhou. Berikan ini kepadanya". Kata Jieji yang segera memberikan sesuatu di balik bajunya. Ini adalah sebuah plat kecil. "Setelah itu paculah kuda ke kota San chou, carilah petugas polisi untuk datang kemari menyelidiki kematiannya." Tanpa menunggu,pak tua itu segera berangkat. 3 Orang teman dari korban berniat masuk. Namun dicegah Jieji. Ke 3 nya jelas kurang senang. Lantas mereka mengatakan akan pergi ke depan, ke air terjun itu untuk mandi. Namun Jieji juga mencegahnya. Ini membuat ke 3nya gusar. Salah satu temannya segera menyerang Jieji dengan tinju. Tetapi begitu tinju mengenai dada Jieji. Penyerang itu terpental. Ketiganya sadar, orang yang didepannya ini bukan orang sembarangan. Sehingga mereka cuma duduk saja dan tidak berani lagi meninggalkan tempatnya.

Dengan memberi pesan kepada Yunying. Jieji seraya masuk ke dalam kamar. Dilihatnya keadaan kamar. Darah di ranjang tidak banyak namun terlihat seakan mengalir ke pintu.Jendela terlihat terbuka dengan paksa. Jieji memeriksa keadaan jendela, disana sama sekali tidak terdapat jejak darah. Dia melihat keluar. Di sana cuma tanah lapang. Segera Jieji meloncat keluar. Diperiksanya sesuatu di tanah sambil jongkok. Setelah bangun, Dia beranjak ke samping, disana didapati sesuatu barang yang menarik. Namun baru berjalan beberapa tindak. Para polisi telah tiba, ini mengejutkan Jieji. Rupanya orang tua tadi memang telah sampai di istal kuda yang diceritakannya. Namun, baru dia memesan kuda. Dari jauh tampak segerombolan orang yang memakai pakaian kepolisian. Orang tua ini mengajak para polisi itu segera menuju ke lokasi kejadian. Jieji langsung masuk ke dalam. Dipesannya kuah panas dari nyonya tua itu. Ketiga orang itu masih duduk di satu meja. Sementara Yunying duduk di meja lain. Jieji masuk diikuti oleh petugas polisi. Setelah memesan kuah panas itu, Jieji segera menuju ke tempat 3 orang itu duduk. Dan dengan berpura-pura jatuh dia menumpahkan kuahnya ke kaki 3 orang ini. "Aduuh.. Maaf, maaf." Ketiganya gusar, mereka segera melepas sepatu mereka yang telah basah oleh sup. Begitu mereka membuka sepatunya. Jieji langsung dengan cepat mencuri ketiga sepatu ini. Dilihatnya tapak kaki sepatu masing-masing, setelah itu wajah tersenyumnya nampak.

Para petugas polisi itu terkejut juga melihat kematian tragis si pendek itu. Namun petugas senior itu keluar dari kamar dan berkata,"Pelakunya mungkin orang luar yang dendam terhadapnya. Lihatlah jendela itu, terbuka dengan paksa bukan?" "Bukan, ini bukan pembunuhan orang luar. Tetapi pembunuhan orang di dalam rumah ini." Sambung Jieji. "Siapa kamu?" "Saya juga sama seperti mereka, saya menyewa kamar ini kemarin." "Kalau begitu, kamu juga bisa dijadikan tersangka." "Jika anda datang sebelum aku masuk kesana, dan melihat keadaan kamar dengan seksama. Tentu orang yang pantas anda curigai itu saya." Kata Jieji. Setelah berbicara, Jieji menatap ke pemuda yang lumayan tinggi yang duduk bersama 2 orang lainnya. "Anda adalah pembunuhnya." Kata Jieji singkat. Pemuda dengan tinggi 6 kaki lebih ini sangat tidak puas. Sebelum dia beranjak dari tempatnya. Jieji mengeluarkan sepatunya yang telah di ambil tadi. "Lihatlah tapak dari Sepatumu ini, ada jejak darah bukan? Bisa kamu jelaskan. Bagaimana jejak darah ini ada?" Tanya Jieji. "Ini mungkin saya dapat dari wilayah Huiji." "Huiji? Kalian berdua. Saya tanyain kalian, Apa ketika kalian berada di Huiji. kalian melihat darah yang banyak sehingga tanpa sengaja kalian menginjaknya?" "Tidak ada,"keduanya jawab dengan pasti.

"Apa karena jejak darah itu saja kamu menuduhku?" Kata pemuda tadi yang sudah lumayan gusar. "Tentu saja tidak, Dengan jejak darah itu. Kita tidak mampu menuduhmu begitu." Kata Jieji. "Namun ada sebuah kesalahan besar dari dirimu. Sesuatu yang masih kamubawa sampai sekarang. Anehnya, setiap pembunuh merasa lebih aman membawa-bawa senjata pembunuhnya daripada membuangnya." Jieji meminta petugas polisi memeriksa bagian belakang rumah. Dan disana terdapat selimut yang lumayan besar yang bercipratkan darah. Merasa tidak ada angin, orang yang lumayan tinggi ini segera berlari. Karena semenjak tadi, setelah membunuhnya. Dia masih membawa pisau kecil dari balik bajunya. Dia berlari ke belakang dan menuju pintu belakang rumah kecil ini. Namun baru sampai ke daun pintu, dia terjerembab. Dia ditotok oleh Jieji yang jauh di belakangnya. Ini adalah jurus yang pernah dikeluarkan Xufen ketika terjadinya penyusup di Kota Xiangyang. Petugas segera meringkusnya. Mencari pisau itu dari dalam bajunya. Petugas senior segera menanyai Jieji. "Bagaimana kamu bisa tahu dia masih menyembunyikan pisau itu?" Seraya membawa selimut itu, Jieji membentangkannya. "Orang itu dibunuh dengan cara begini, setelah menyelimutinya. Pisau ditusuk pas ke jantung. Itu dilakukannya sekitar 1/2 jam sebelum kami belum menemukan mayatnya. Namun dia kembali datang. Kembali datang untuk mencabut pisaunya, pada saat dia rasa pas supaya orang mampu

menemukan darah yang keluar dari pintu. Cipratan darah yang belum membeku itu menembak ke selimut. Lalu seiring mencabutnya, dia keluar dari pintu. Tetapi tidak jendela. Berjalan melalui pintu belakang, dan membuang selimut ini. Juga berjalan ke arah jendela paling ujung ini. Dan merusaknya seakan pembunuh adalah orang luar. Setelah itu dia kembali ke kamar. Tinggal menunggu siapa yang menyadari adanya darah yang keluar dari pintu. "Lalu bagaimana bisa darah itu mengalir sedemikian rupa?"Tanya polisi itu lagi. "Ini bukan mengalir. Sebenarnya setelah menusuknya dia memindahkan korban ke lantai. Dan kembali mencabut pisaunya. Darah akan perlahan mengalir. Setelah dia tunggu beberapa saat, pelan-pelan mayatnya dipindahkan ke ranjang dan membuatnya dalam posisi duduk ini dilakukan supaya darah mengalir itu lebih wajar di banding orang ini dalam posisi tertidur. Sehingga seakan akan dia dibunuh di ranjang. Tanah dekat pintu tidak mengarah ke bawah. Jadi sangat sulit darah bisa mengalir seperti air. Dia menggunakan cara ini, karena dia tidak pernah menyangka. Darah orang ini begitu banyak. Jika darahnya keburu mengalir dan ada yang menyadarinya. Maka dia tidak akan sempat mencabut pisau yang menusuk ke jantung korban. Pisau itu miliknya, tentu dia pasti dicurigai." "Huh.. Darah yah... Memang, aku tidak menyangka darah orang ini begitu banyak. Sehingga mau tidak mau harus saya pindahkan ke ranjang. Dan gara-gara darahnya saya ditangkap." Kata pemuda tinggi yang terlentang di tanah ini.

"Tidak, sebenarnya juga ada sesuatu yang lebih menguatkan kalau kamu adalah pembunuhnya." "Apa itu? " Tanya petugas polisi. "Lihat lah kembali dengan seksama selimut itu." Petugas segera membalikkannya. Disana terlihat jelas, bekas darah yang dihapus di selimut itu. Bekas memanjang dan terukir dengan jelas oleh darah. "Jika pisau kecil itu dicocokkan, maka jelaslah." Kata Jieji. "Hebat, anda mirip dengan Xia Jieji, detektif terkenal itu." Kata polisi senior ini dengan girang. Jieji memberi hormat kecil sambil tersenyum, "Kepandaianku mana bisa dibandingkan dengannya." Dengan cepat petugas polisi ini membawa pergi tersangka pembunuh. Sesaat setelah memberesi bajunya. Jieji keluar dan memberikan sedikit uang kepada Pak Tua dan segera berangkat bersama YunYing. Jieji meminta Yunying untuk menduduki kuda yang dibawa pulang oleh Pak tua pemilik kedai. Kuda yang diambil dari Istal kuda Wen Zhou ini aneh, Warna bulunya merah kebiruan. Tinggi punggung kuda ini hampir 6 kaki. Otot kuda ini gagah lebih daripada biasanya. Yunying yang naik diatas kuda segera mengatakan. "Ini adalah kuda dalam legenda. Kuda Bintang biru, kabarnya kuda ini bisa berlari kencang dan menempuh ribuan li dalam sehari. Apa benar?" "Benar, inilah kuda Bintang biru. Tentu kuda ini bukan kuda dalam legenda itu. Mungkin kuda ini masih termasuk turunannya." Jawab Jieji.

Mereka berjalan pelan. Dan tidak berapa lama telah sampai di Istal kuda milik Wen Zhou. Jieji membeli kuda yang lain untuk dirinya sendiri. Siang itu mereka segera memacu kudanya ke Jiang Xia. Beberapa Li sebelum memasuki kota. Jieji menuju ke salah satu bukit. Turun dari kudanya dia berjalan perlahan. Yunying juga melakukan hal yang sama. "Ada apa?" tanyanya. "Saya akan mengambil sesuatu yang tertinggal disini. Tunggulah sebentar." "Baik." Yunying duduk bersandar di bawah pohon. Tidak berapa lama, Jieji sudah muncul. Di tangannya terpegang sebuah pedang aneh. Pedang yang memiliki genggaman warna perak. Sarung dari pedang ini juga lumayan aneh. Sepertinya dibalut oleh kertas, atau kain. Tidak jelas. Seraya mengangsurkan pedang ini kepada Yunying dia berkata. "Peganglah pedang ini. Jika kesulitan, kamu bisa menggunakannya." Yunying menerima pedang aneh ini. Panjangnya sekitar 2 kaki beberapa inchi saja. Pedang ini termasuk pendek. Lalu perlahan dibukanya sarung pedang ini. Namun sedikitpun sarung ini tidak mampu bergerak. Merasa dikerjain, Yunying kesal juga. "Tidak, membuka sarung pedang bukan begitu. Saya tidak sedang mengerjaimu. Coba tutup matamu, konsentrasilah. Setelah itu baru buka perlahan sarungnya." Yunying menuruti kata-kata Jieji. Dia menutup matanya,sebentar dia

langsung merasa pergerakan sarung itu melorot. Setelah terbuka semuanya, Yunying membuka matanya. Begitu terkejutnya dia melihat pedang ini. Pedang ini bersinar kemerahan. Terasa hawa hangat mengalir ke seluruh tubuhnya. Inilah pedang Ekor Api yang termashyur di dunia persilatan. "Ini pasti pedang pusaka yah?" tanya Yunying. "Inilah pedang Ekor api, mungkin di dunia ini tidak ada orang yang mengenal pedang ini lagi. Namun pedang ini sangat tajam luar biasa. Kamu menguasai beberapa jurus keluarga Wu. Jika pedang ini dipakai. Kamu juga telah termasuk jago silat kelas atas." "Terima kasih... Tidak disangka kamu juga lumayan peduli kepadaku yah." Kata Yunying dengan girang. "Bukan begitu, kali ini bencana seperti apa yang akan muncul tidak kita ketahui. Memegang pedang ini mungkin akan berguna kelak. Tetapi berjanjilah, jika tidak terdesak. Jangan sekalipun mengeluarkan pedang ini dari sarungnya. Dengan begitu keadaan mungkin akan aman." Kata Jieji kemudian. "mmm.. " Yunying mengangguk. Perjalanan terus dilanjutkan.

BAB XVI : Pertemuan kembali Dengan menaiki kuda, Jieji dan Yunying menuju ke Kota Perairan JiangXia, kota ini letaknya tidak jauh dari Sungai Changjiang. Selama perjalanan, Yunying banyak menanyai Jieji. Tentang asal usulnya, identitas, ataupun yang lainnya. Namun semua dijawabnya dengan seadanya

saja. Setelah itu, Yunying bermaksud menanyainya. Kenapa dia bisa memiliki pedang Ekor api itu? Bukankah pedang ini juga hanya ada dalam gosip? Mengenai masalah ini, Jieji sebenarnya enggan bercerita kepadanya. Disebabkan pedang ini bakal membawa bencana kepadanya jika ia tahu terlalu banyak. Tetapi karena Yunying memaksanya, akhirnya dia bercerita juga. Sekitar 9 tahun lalu. Saat dia berada di Dongyang. Setelah menjaga kuburan Xufen selama setahun. Jieji bergegas kembali ke China. Karena dipikir inilah saatnya untuk kembali. Jieji juga merasa kungfunya sudah termasuk mahir dan kelas atas. Orang yang mampu mencelakainya pun tidak banyak lagi. Setelah mempersiapkan segalanya, dia hendak berangkat. Namun, tiba-tiba daerah sana terjadi gempa kecil. Wajar saja, Jieji mengubur Xufen dekat dengan pegunungan Fuji di Dongyang. Kadang terjadi gempa-gempa setiap dia menjaga kuburannya. Namun gempa kali ini aneh. Setelah gempa mulai surut, terlihat cahaya hijau dari arah utara. karena penasaran,diikutinya cahaya ini sampai ke puncak gunung, cahaya tersebut masuk di sebuah kawah. Dengan pelan pelan dia turun ke bawah. Mengikuti dan menelusuri lorong yang agak panjang. Namun sinar itu masih sekilas nampak. Sampai pada ujungnya, terdapat pintu dari batu. Digesernya pintu ini, dari dalam dia menemukan sebuah ruangan yang luas. Sinar hijau itu masih nampak di sebelah kanan ruangan ini. Jieji mencoba melihat dari mana sesungguhnya sinar muncul, ternyata dari sebuah rak buku yang

cukup besar. Di rak buku ini, terdapat 2 kitab di kanan dan kirinya. Kitab yang sebelah kiri adalah Kitab kungfu Ilmu tendangan Mayapada. Sedang kitab yang sebelah kanan adalah Kitab Ilmu dewa Penyembuh tenaga dalam. Dicobanya untuk dilihat kedua kitab ini. Saat dia mengangkat buku Kitab Ilmu dewa penyembuh. Lalu muncul sinar yang terang. Bagian tengah dari ruangan itu muncul sebuah benda yang tertancap. Jieji yang melihatnya segera beranjak ke tempat benda tertancap itu. Di bawah benda tertancap tertulis,"Ekor Matahari berkobar, Menguasai dunia persilatan." Tentu Jieji cukup terkejut. Dicabutnya benda itu dari tempatnya berasal. Rupanya benda tertancap ini panjangnya kurang dari 4 kaki. Gagangnya berwarna perak. Dengan melihat sebentar, Jieji sudah tahu kalau ini adalah pedang Ekor Api, pedang yang terkenal di dunia persilatan, namun pedang ini hanya ada dalam gosip. Sebab tidak seorangpun yang pernah melihatnya. Setelah mengambil ke 3 benda pusaka ini, Jieji segera berlutut di tengah ruangan. Jieji menyatakan akan mengembalikan benda ini ke tempat semula, jika benda-benda tersebut telah tidak diperlukannya lagi. Setelah itu, Jieji tidak meninggalkan Dongyang dengan segera. Tetapi kembali ke gubuk kecil di kuburan Xufen. Disana dia mempelajari 2 jenis kungfu baru ini. Namun tidak sampai 2 bulan. Jieji sudah mampu menghapalnya. Walaupun belum semua ilmu ini mampu diterapkannya dengan baik. Jieji merasa urusannya sudah mendesak, dia kembali ke goa tadi.

Mengembalikan kedua kitab pusaka ke tempatnya, namun tidak Pedang pusaka itu, karena pedang ini menyangkut akan masalah Ilmu pemusnah raga. Dan dengan segera menuju ke China daratan. Yunying yang mendengar dengan asyik. Sesekali dia heran, sepertinya Jieji sedang mengarang cerita klasik untuk menghiburnya. Namun dia senyum-senyum saja. Perjalanan berjalan cukup mulus. Mereka telah sampai di JiangXia. "Ohya, ada suatu hal lagi yang pengen kutanyakan. Sebenarnya kita ini mau menuju kemana sih?" Tanya Yunying. "Kaifeng." Jawab Jieji. "Mengapa tidak mengambil jalan dari utara kota menuju Xiapi saja? Kan lebih dekat?" tanya Yunying. Jieji memandangnya sebentar. Lalu hendak berkata. Namun sudah dipotong Yunying. "Oh... Saya tahu. Kamu ingin mengambil pedang ini." "Betul." Yunying sangat senang, dia tidak menyangka pemuda dingin ini ternyata memiliki hati yang sangat hangat. Sedikit banyak mungkin Jieji memikirkan keselamatannya. Sehingga dia beranjak keluar dari kota barat menuju ke JiangXia, tetapi bukan dari utara menuju ke Xiapi. Setelah keesokan harinya mereka mulai berangkat. Dari Jiangxia mereka langsung menuju ke arah utara. "Kita harus cepat. Saya pernah berjanji dengan seseorang di ibukota. Dalam 1 bulan, saya harus sampai kesana. Sekarang tinggal 18 hari lagi."

"Mmm.. " Angguk Yunying. Perjalanan memakan waktu hanya sekitar 12 hari. Mereka telah sampai di ibukota China, Kaifeng. Ibukota Negeri Sung ini sangat Luas. Banyak orang lalu-lalang. Aktivitas di kota ini luar biasa padat. Dengan segera, Jieji mengajak Yunying ke kediaman Perdana menteri. Sesampainya di depan pintu, Jieji memberitahukan kalau dia ingin bertemu dengan Perdana menteri Yuan. Penjaga di depan pintu segera menyampaikan pesannya. Tidak berapa lama, Perdana menteri ini telah keluar menyambutnya. "Siapa anda tuan? Apa kepentingan anda disini?" Tanya Yuan. "Hamba Jieji, datang dari Hefei." "Oh.. Anda datang mencari saudara anda, Yang Ying?" tanya Yuan. Dengan cepat Yuan mempersilahkan kedua tamu ini masuk. Menyediakan 2 buah kamar yang cukup besar kepada dua tamunya. Yunying yang telah sampai segera berberes. Mandi dan mengganti bajunya. Sementara Jieji sedang menunggu di kamarnya sendiri. Tidak berapa lama,seseorang mengetuk pintunya. Jieji membuka pintunya, rupanya dia adalah Perdana menteri sendiri. "Tuan Yang sudah menunggumu di ruang tamu." Jieji bergegas memanggil Yunying. Yunying keluar dari kamar, harum semerbak wangi tercium dari dirinya. Ini dikarenakan Yunying baru mandi. "Tuan Jieji dan nona Xufen, sudah lama saya mendengar nama besar anda berdua. Hamba datang memberi hormat." Tiba-tiba suara orang yang muncul

dari belakang Perdana menteri. Pemuda yang menyapa mereka berdua ini, adalah puteranya Yuan. Umurnya sekitar 20 tahun. Beroman cakap dan sopan. "Hamba mana ada sesuatu yang pantas dibanggakan. Dan nona ini bukanlah Nona Xufen. Dia bernama Yunying." Jelas Jieji. "Ha? Tidak mungkin, tuan Yang yang disana mengatakan nama nona ini adalah Xufen khan? Ketika saya menceritakan kalau anda datang dengan seorang wanita nan elok." Kata Perdana Menteri. Jieji tidak segera menjawabnya. Namun, mengalihkan pembicaraan. "Ayok, kita segera bertemu dengannya. Tidak mungkin anda ingin Tuan Yang menunggu terlalu lama kan?" Kata Jieji. "Iya." Mereka berempat segera menuju ke ruang tamu. Begitu sampai di daun pintu. Terdengar suara seorang pria. "Adikku... Sudah lama saya tidak berjumpa denganmu. Semenjak kejadian 10 tahun lalu, setiap hari saya memikirkanmu. Mendengar gosip yang menyatakan kau sudah tewas membuatku hidup selama 10 tahun ini tidak tenang lagi." Kata Yang Ying yang berurai air mata. Dipeluknya adiknya ini. Sekilas nampak wajah adik ke 2 nya. Terlihat makin tua, makin dewasa. Sinar matanya telah berbeda dengan sinar matanya yang terdahulu. Sinar matanya mengandung kepahitan yang dalam. "Kakak. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepadamu. Bukannya aku memberitahukan diriku telah selamat kepadamu dulu. Melainkan malah

tidak ada kabar, untuk masalah ini saya memohon maaf." Kata Jieji seraya berlutut. Namun dengan segera Yang ying membantunya berdiri. "Adikku. Kamu tampak tua. Apa hal yang berlaku setelah 10 tahun yang lalu?" Mendengar percakapan dua orang ini, Yunying yang sedari tadi berada di belakang merasa geli juga. Dilihatnya kedua orang lelaki ini berpelukan sambil menangis. Suara tertawa kecil segera didengar Yang ying. Namun begitu terkejutnya dia melihat nona ini. Yang mengiranya adalah Xufen. Segera dia menegurnya. "Nona , lama tidak jumpa. Anda justru berbeda dengan adikku ini. Anda malah kelihatan jauh lebih muda dari saudaraku. Mengapa bisa begitu?" tanya Yang Ying. "Ha? Memangnya kita pernah bertemu?" tanya Yunying agak keheranan. Dengan segera Jieji memotong pembicaraannya,"kak, nona ini bukanlah Xufen." "Mustahil, ini mustahil. Lalu dimana Xufen berada sekarang?"tanya Yang ying. Jieji meminta semua orang disini mengundurkan diri. Di dalam ruangan kecuali Yang Ying, Jieji yang tinggal cuma Yunying. Dia mengatakan bahwa Xufen telah tewas. Dia menceritakan bagaimana dia terkena racun pemusnah raga. Dan Xufen dengan nekad menghisap darahnya semua. Sehingga terakhir, Jieji selamat. Sedang Xufen harus membayar

dengan nyawanya. Begitu mendengar kejadiannya, Yang Ying meneteskan air mata. Begitu pula Yunying yang disana. Mereka terharu akan pengorbanan wanita itu. Sementara Jieji kembali terkenang masa susahnya. Sampai disitu, Jieji mengenalkan Yunying pada Yang Ying, dan berkata bahwa dia adalah puteri ketiga dari Wu Quan. "Wah, pantas saja. Beberapa hari yang lalu. Saya menerima surat dari Yue fuyan. Yang menyatakan puteri Wu Quan hilang, ternyata kamu diculik adik angkatku ini." kata Yang Ying seraya bercanda untuk menghangatkan kembali suasana yang dingin tadi. "Diculik? Memangnya dalam surat guruku mengatakan kalau aku ini diculik?" Tanya Yunying. "Tidak juga sih, saya cuma bercanda. Oya, dik. Bisa saya tahu mengapa kamu mencurigai Jenderal besar He Shen?" "Iya kak, sekitar setengah tahun lalu saya berada di Wuwei. Menyelidiki Ilmu pemusnah raga. Namun tanpa sengaja saya mendengar gosip, Setelah kuselidiki. bisa kupastikan kebenarannya." Kata Jieji. Jenderal besar He Shen adalah panglima yang bertugas menjaga perbatasan barat laut China. Dia dikabarkan Jieji akan berontak. Jenderal He shen terkenal jago dalam ilmu perang. 5 Tahun lalu dia pernah ditugaskan menghadapi pasukan Liao di timur laut China. Keberhasilannya membuat Zhao mengangkatnya menjadi raja muda yang memimpin pasukan menjaga perbatasan di sebelah barat laut. Jabatannya adalah panglima besar penumpas daerah barat.

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Zhao. zhao merasa bimbang juga. Jika dia yang berontak, maka sangat sulit untuk dipadamkan. Mengingat letak daerah yang sangat jauh, maka sangat beresiko. Selama belum ada tanda pasti dia berontak. Dia tidak dapat berbuat apa-apa. Jikapun Kaisar mengutus seorang untuk mencabut jabatannya, takutnya malah akan membawa masalah yang lebih besar. "Tidak usah takut, kak. Anda bisa berpura-pura menaikkan pangkatnya terlebih dahulu. Ini untuk mencegah dia segera berontak. Sementara pasukan dari Wilayah Chengdu, Hanzhong, Changan bisa dikumpul dahulu. Utus salah seorang Jenderal tidak ternama, dan jago dalam berperang dari sini untuk memegang jabatan disana." Kata Jieji. Yang ying cukup kagum mendengar penjelasan Jieji. Tetapi untuk mengutus Jenderal seperti yang dikatakan Jieji sangat sulit. Karena tidak ada orang yang benar bisa dipercayai yang sanggup mengatasi He Shen.

BAB XVII : Meneliti Lukisan 7 Bidadari "Ini memang masalah yang tidak gampang. Dengan mengatasnamakan Chai Zongxun (Putera Chai Rong, yang merupakan Raja dari salah satu diantara 5 Dinasti terdahulu. Dinasti Zhou), He Shen berontak." Kata Jieji. Setelah berpikir Yang ying berkata,"Memang salahku, seharusnya dia kukirim ke kota raja saja biar gampang diawasi, atau lebih baik dulu saya tidak merebut tampuk kekuasaannya dan mendukung putera satu-satunya Chai Rong." Sebenarnya Zhao kuangyin adalah salah satu Jenderal pasukan Dinasti Zhou. Seiring kematian Chai Rong, Dia dianjurkan mengkudeta Dinasti Zhou, banyak Jenderal dan para menteri yang berpihak padanya. Ini disebabkan Chai Rong bukanlah orang yang pandai memakai orang. Kelemahan utamanya adalah Emosinya yang labil. Sering anak buahnya yang di jatuhi hukuman mati, meski hanya karena hal kecil. Para Jenderal

dan Menteri tidak begitu suka padanya. Namun karena dia adalah kaisar Zhou, maka semua harus tunduk padanya. Setelah wafat, Chai rong digantikan puteranya yang baru berumur 6 tahun. Para menteri dan jenderal segera meminta Zhao Kuangyin melakukan kudeta. Zhao adalah Jenderal yang sangat sukses. Sejak kecil dia menguasai ilmu silat, dan ilmu perang. Kemampuannya memimpin pasukan membuatnya terpilih dan terfavorit diantara para jenderal maupun menterinya. Sifat Zhao juga sangat terbuka, tidak pernah dia menolak kritikan dari para bawahannya. Setiap kritikan dan saran yang sampai, semua dipelajarinya dengan benar. Zhao kelahiran kota Hebei. Di kota ini dia pernah menjadi seorang pengemis, sampai terakhir dia bertemu dengan gurunya. Seorang Daoist yang memiliki kungfu yang hebat. Selama 2 tahun lebih dia belajar ilmu silat dari guru Dao ini. Setelah benar-benar mahir, dia dilepas gurunya. Gurunya berpesan kepadanya untuk segera menuju ke utara. Tempat terjadinya peperangan. Dengan segera dia berangkat, dan meminta pekerjaan pada Guo Wei atau Kaisar pertama Zhou. Guo Wei wafat digantikan putera angkatnya, Chai Rong. "Tidak kak, jika anda tidak merebut kekuasaan Zhou. Mungkin sampai sekarang perang saudara masih berlanjut. Dalam perang ini, rakyat sangat kesusahan. Selama 53 tahun perang berlangsung terus-menerus. Banyak anak menjadi yatim piatu, orang tua bersedih hati menantikan puteranya pulang dari medan perang." Kata Jieji. Yunying yang sedari tadi mendengarkan cukup terkejut juga. Dia baru sadar orang yang bermarga Yang ini ternyata adalah Kaisar Sung, Zhao kuangyin. Namun reaksinya tidak diperhatikan oleh Jieji dan Yang Ying yang asyik berpikir tentang masalah pemberontakan barat laut China ini. Sebenarnya masalah pemberontakan semacam ini bukan hal yang perlu dikhawatirkan jika pemberontakan dilakukan di dekat atau di tengah China. Namun pemberontakan ini berada di propinsi Xi Liang. Propinsi sebelah barat laut yang terujung. Setelah menyatukan China, Zhao memutuskan untuk memberhentikan banyak prajurit, tujuannya kepada prajurit adalah supaya mereka dapat menikmati hasil perjuangannya. Supaya mereka dapat pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga mereka kembali. Seiring kekacauan pertempuran yang hebat, banyak anggota keluarga prajurit yang hilang, atau mati terbunuh. Oleh karena itu, pasukannya yang sekarang kebanyakan adalah orang yang sudah tidak punya rumah dan keluarga.

Diantara para prajuritnya, sekitar 70 persen sudah pulang ke rumah keluarganya. Dan 30 persen yang lain di tempatkan masing-masing di kotaraja, sisanya di tempatkan di kediaman Raja muda,Jenderal besar serta Menteri yang berkedudukan di tempat lain. Jikapun ada diantara mereka yang memberontak, pasti jumlah pasukan mereka tidak banyak. Dan jika mereka mengumpulkan pasukan, pasti akan ketahuan. Maka daripada itu, Zhao merasa akan aman dengan tindakan seperti ini. Tetapi adapun kelemahannya adalah Jenderal besar wilayah perbatasan. Jenderal besar wilayah perbatasan jika mengumpulkan pasukan dari wilayah lain di luar China, ataupun yang bersekutu sangat membahayakan kelangsungan Dinasti. He Shen adalah seorang Jenderal kelahiran Propinsi Xiliang. Propinsi ini berbatasan dengan barat laut China. Pasukan nomaden yang menamakan dirinya Pasukan Qiang sangat berbahaya. Selain pasukan ini ganas, mereka juga menciptakan banyak alat perang yang hebat. Oleh karena kesemua hal ini, Zhao juga merasa khawatir. "Hanya 1 orang yang pantas menurutku untuk dikirim kesana. Mengenai hal ini, mungkin sangat susah baginya." Kata Yang selanjutnya. "Maksudnya?" tanya Jieji. "Menurut mu siapa lagi?" Tanya Yang dengan wajah senyum penuh arti. Segera Jieji memberi hormat. "Saya bukanlah seorang Jenderal, mengenai ilmu perang, saya juga tidak begitu tahu. Saya membaca semua ilmu perang cuma dari buku. Tentu ini tidak bisa dijadikan patokan untuk melawan He Shen, seorang Jenderal besar yang tenar." "Adikku, tidak perlu terlalu rendah hati. Anda ini seorang detektif yang punya pemikiran cemerlang. Saya rasa kamu pasti sanggup mengatasinya." Balas sang kakak. "Tidak bisa.. " Kata Jieji. "Adikku, tidak usah menolak terlalu jauh lagi. Saya akan memilihmu menjadi Jenderal besar untuk menjaga Wilayah dari kota Changan ke arah barat." Kata Yang kemudian. "Tentu, saya akan mengirim utusan ke WuWei untuk menyenangkan hati He Shen terlebih dahulu. Lantas kamu bawa pasukan sekitar 5000 orang dari sini untuk segera ke Changan. Mengenai pasukan disana, akan saya kumpulkan terlebih dahulu." Kata Yang.

"Kalau kakak terlalu memaksaku, Adik mau tidak mau harus menerimanya lagi. Tetapi dari ibukota, saya tidak perlu membawa pasukan yang begitu banyak. Cukup 500 orang saja." kata Jieji. "Oh, betul juga. Jika terlalu banyak pasukan yang kamu bawa, malah akan terjadi kekacuan dan mungkin He Shen itu segera berontak, begitu maksudnya dik?" "Betul, saya rasa tidak perlu banyak membawa pasukan dari sini. Saya punya akal yang lumayan bagus." Kata Jieji menimpali. "Baiklah, jika begitu. Kamu hadirlah ke persidangan besok." Kata Yang. Setelah perbincangan ini, Yang meminta pamit pada adiknya. Namun sebelum mencapai pintu, Yang segera berbalik dan menanyai Jieji. "Dik, apa yang membunuh Bao Sanye itu kamu?" "Betul kak." kata Jieji. "Berarti kemajuan kungfumu sangat luar biasa, dalam 10 tahun ini kamu sudah melampaui kungfu Bao Sanye." Kata Yang lagi. "Tidak juga, saya cuma mujur kak." Kata Jieji sambil tersenyum. "Oya, ada hal yang mau saya sampaikan kepadamu. Beberapa tahun yang lalu, sering saya melihat seorang berpakaian hitam yang menuju ke ruang penyimpanan harta istana, namun dia cuma mengawasi dari atas atap, kakakmu ini juga ingin mengejarnya, namun anehnya dia cuma berada di atas atap. Entah, apa maksud kedatangannya." Kata Yang kembali. "Itu pasti Bao Sanye. Kenapa harus ke ruang penyimpanan harta istana?" Jieji berkata. "Inilah anehnya, ketika saya mengetahuinya. Lantas kuutus orang lebih banyak menjaga disana. Tetapi hal yang sama juga dilakukannya. Dia tidak beranjak dari atap." Kata Yang kembali. "Kak, boleh saya masuk melihatnya?" Tanya Jieji kembali. "Tentu, ayok kita berangkat sekarang." Kata Yang. "Aku juga pengen ikut." Wanita ini yang sedari tadi diam lantas bersuara juga. Jieji melihat ke arah Yang, Yang cuma mengangguk.

Tidak sampai setengah jam mereka telah sampai ke istana dan segera menuju ke ruangan penyimpanan harta. Ketiga orang ini masuk ke dalam. Ruangan ini lumayan luas. Jieji memandang sekitarnya, ruangan ini memiliki 3 kamar utama. Di kamar yang pertama lantas Jieji melihat ke seluruh ruangan. Ruangan ini menyimpan benda pusaka tak ternilai. Setelah melihatnya sebentar, Jieji menuju ke ruangan yang sebelah. Ruangan ini menyimpan banyak senjata pusaka terdahulu. Ruangan ini juga dilihat Jieji dengan seksama. Disana banyak senjata pedang, pisau, golok, serta yang lainnya yang merupakan peninggalan Kaisar terdahulu. Senjata disini tidak ternilai harga sejarahnya. Setelah itu, Jieji beranjak ke kamar sebelah. Ruangan ini berisi banyak Lukisan dan tulisan-tulisan karya pengarang terdahulu. Diantaranya banyak terdapat puisi dan lukisan Tang TuFu, Seorang sastrawan terbesar yang pernah hidup di masa Dinasti Tang. Semua tulisan disini sangat dikagumi Jieji, namun tidak ada sesuatu yang aneh dibaliknya. Sampai dia mendapati sebuah lukisan. Lukisan tujuh bidadari yang sedang mandi. Dia lihat lukisan ini dengan seksama. Di lukisan ini tertulis sajak pendek. "Sepuluh hari turun ke dunia Bidadari bermandikan cahaya Surga dunia demikian menggoda Kesenangan tiada taranya." Yunying yang melihatnya meneliti lukisan itu lantas berkata. "Emang ada yang aneh dari lukisan itu? Padahal semua dewi itu kan telanjang. Sebagai seorang lelaki yang belum menikah sepuluh dan tiga puluh tahun,kamu cukup tidak tahu malu." Jieji memandangnya sebentar. Sesaat setelah itu, Jieji loncat kegirangan. Langsung didekatinya Yunying. Dengan memegang bahunya dia berkata," Terima kasih, kamu sungguh bidadariku...." Yang Ying cukup heran melihat tingkah adik ke duanya ini. Lantas menanyainya. "Apakah adik mengerti maksud dari lukisan itu?" "Tidak, tetapi jika digabungkan ini pasti jelas." kata Jieji seraya mengeluarkan sesuatu di balik bajunya. Benda itu tak lain adalah lukisan pendeknya. Di depan tergambar Wajah Xufen. Tetapi yang akan dilihatnya kali ini bukanlah wajah Xufen, namun lukisan di belakangnya. Lukisan ini sama persis dengan lukisan yang pernah dilihat Xufen ketika terjadinya Kasus pada Keluarga Ma di Changan.

"Lukisan ini kan??" Tanya Yang ying. "Betul, ini lukisan yang sama persis dengan lukisan yang terdapat di rumah keluarga Ma di Changan. Kak, coba lihatlah dan cocokkan keduanya. Xufen tertarik melihat lukisan ini. Hanya berdasarkan ingatannya, dia menggambarnya kembali." Kata Jieji. Yang meneliti dengan cermat lukisan tersebut yang bergambarkan 5 orang menunggang Onta. Puisi disini adalah, "Angin keras menerpa Kehidupan bagaikan kuburan Air jernih susah dicari Tidak ada beda Dunia dan Akhirat" Kedua puisi ini sangat kontras. Yang 1 melambangkan surga dunia, yang lainnya melambangkan neraka dunia. Lantas dengan meminjam pedang yang terdapat pada pinggang Yunying. Jieji mengeluarkan sarungnya. Yang ying cukup terpesona melihat pedang pendek ini. Cahayanya merah menyala. "Jadi ini..." Kata Yang. "Inilah pedang Ekor Api yang terkenal di dunia persilatan. Aku menemukannya di gunung Fuji di Dongyang." Kata Jieji. Setelah itu Yang ying kembali meneliti kedua lukisan ini. Dan dia juga telah mendapatkan petunjuknya. Jieji yang melihatnya tersenyum langsung berkata. "Kata "sepuluh" bisa jadi petunjuk. Karena kedua lukisan ini sangat kontras. Maka cobalah balikkan huruf "Sepuluh"." Sepuluh disini menyatakan 5 orang ditambah 5 onta jadi jumlahnya adalah sepuluh. Huruf sepuluh jika di balikkan akan muncul sebuah simbol. Simbol itulah yang menggambarkan pedang. Sementara dari puisi yang terdapat pada lukisan Gurun adalah bersifat kebalikannya yang menggambarkan kondisi Gunung Fuji yang nan asri.Yaitu dimana terdapatnya Pedang Ekor Api. Jieji yang tinggal di Dongyang cukup lama tentu mengetahui keadaannya. Penduduk Dongyang sering mengatakan bahwa di Gunung Fuji hidup para Dewa-dewi karena tingginya gunung ini, hampir mencapai ke cakrawala.

Sedang penggambar dan pencipta puisi itu sengaja membalikkan keadaan yang sesungguhnya. Jika tidak salah satu lokasi pedang itu ditemukan terlebih dahulu. Maka puisi dan lukisan ini sangat samar dan beberapa orang menganggapnya tidak berguna. "Jadi lukisan Bidadari inilah petunjuk untuk mencari Pedang Es rembulan?" Tanya Yang. "Betul, dan saya sudah mendapatkan kira-kira dimana posisi pedang berada." Kata Jieji. "Berarti keberadaan pedang ini juga di salah satu gunung di China? Ataupun bisa ditempat yang sangat panas yang merupakan kebalikan dari gambar 7 bidadari ini" Tanya Yang. "Iya, malah keberadaan pedang ini mungkin juga di salah satu gunung tinggi China. Namun mengenai hal ini saya belum berpikir sejauh itu." Kata Jieji kemudian. "Oya kak, jika sudah kudapatkan pedang Es Rembulan. Akan kuserahkan ke kakak saja." Kata Jieji. "Tidak bisa, Pedang itu lebih baik bersamamu. Kamu ingin mencari petunjuk Pemusnah raga. Seharusnya pedang ini dipegang olehmu." Kata Yang Ying dengan penuh pengertian.

BAB XVIII : Perjalanan kilat menuju ChangAn Setelah membahas kedua lukisan itu, Jieji bertiga meninggalkan ruangan Penyimpanan harta. Pedang Ekor api telah dimasukkan ke dalam sarung dan dipinjamkan kembali kepada Yunying. "Dik, besok pagi hadirlah ke persidangan. Saya akan mengumumkan pengangkatan Jenderal besar." Kata Yang. "Baik kak. Adik mohon pamit." Kata Jieji. "Hamba juga mohon pamit, Yang Mulia." kata Yunying. Segera Jieji dan Yunying meninggalkan Istana. Dari kejauhan, Yang masih menatap Adiknya. Namun, dia tersenyum sangat puas. 10 tahun yang lalu, begitu tahu kalau adiknya minggat bersama Xufen. Yang tidak dapat tidur dengan tenang. Beberapa kali dia bermimpi sangat buruk tentang adik ke 2 nya ini. Karena tidak kunjung ketemu, Yang dalam

10 tahun terakhir menyelidiki keberadaan adik ke 2 nya ini sendiri. Sering ditinggalkannya istana, dan menyerahkan tugas kenegaraan pada adik kandungnya, Zhao Kuangyi. Namun sepuluh tahun ini, batang hidung adiknya tidak juga nampak. Sekarang adiknya pulang dengan selamat. Dia merasa sangat lega sekali. Jieji dan Yunying segera menuju kediaman Perdana Menteri Yuan. Setelah sampai, mereka berdua berjalan menuju kamar masing-masing. Tetapi, sebelum sampai ke kamarnya. Yunying menegurnya. "Boleh saya pinjam lihat lukisan yang ada dalam balik bajumu gak?" "Boleh." Dikeluarkannya Lukisan dari balik bajunya. Yunying membentangkan lukisan pendek itu. Namun yang dilihatnya bukanlah Lukisan gurun. Tetapi lukisan di belakangnya, Lukisan Xufen. Setelah mengamatinya sebentar. Yunying mengatakan. "Apa saya ini sungguh mirip dengan perempuan cantik di lukisan ini?" "Banyak yang salah mengira mu adalah Dia. Tidak mungkin mata orang lain salah kan?" Kata Jieji. "Apa mungkin saya dengan wanita di lukisan ini berhubungan?" tanya Yunying kembali. Jieji cuma memandangnya, namun tidak menjawabnya. Karena penasaran, Yunying berkata,"Pasti sedikit banyak kamu tahu sesuatu kan?" "Tidak, hal ini baru bisa dijelaskan jika kita sudah bertemu dengan ibumu." Kata Jieji. Sampai disini, Yunying juga tidak menanyainya lebih lanjut lagi. Dan setelah sampai di kamar. Mereka pun masing-masing tidur. Keesokan harinya, Di Balairung istana, nampak banyak sekali pejabat yang datang. Semua berkumpul, berbaris dan berdiri menurut pangkat mereka masing masing. Tidak berapa lama, muncullah Kaisar. "Yang Mulia, Panjang umur. Panjang Umur. Panjang Umur."

"Berdiri. Hari ini saya mempunyai informasi yang cukup penting. Saya akan mengangkat seorang Jenderal untuk ditempatkan di perbatasan untuk membantu He Shen." Di antara para Jenderal yang hadir disana, semua merasa was-was. Jangan jangan merekalah yang terpilih. Ini berarti kenaikan pangkat yang cukup tinggi. Sesaat itu, Yang Mulia mempersilahkan seorang masuk. "Kepada Tuan Oda dari Dongyang dipersilahkan masuk." Terdengar suara kasim memanggil dengan suara cukup keras. Seorang pemuda masuk dengan santai. Setelah sampai, dia berlutut sambil memberi hormat. "Hari ini saya mengangkat Tuan Oda yang berasal dari Dongyang ini sebagai Jenderal besar dengan gelar Panglima pendamai wilayah Barat. Untuk itu, segeralah berangkat menuju ke pos baru. Bersamamu akan diberi 500 pasukan pengawal supaya selamat tiba di Changan." Kata Kaisar. "Terima kasih Yang Mulia. Yang Mulia panjang umur, panjang umur dan panjang umur."kata pria tadi. Mendengar bahwa seorang pria dari Dongyang diangkat menjadi Jenderal besar. Para Jenderal yang lain tentu tidak puas. Mereka tidak menyangka yang akan menjadi jenderal besar ini adalah seorang yang tidak ternama dari Dongyang. Selain itu, pemuda ini juga tidak pernah terdengar keberadaannya, dan tidak punya latar belakang yang jelas. Setelah mengangkat Jieji menjadi Jenderal. Kaisar menanyai para menteri, apakah masih ada urusan yang perlu didamaikan dengannya atau tidak. Para Menteri senior mengatakan tidak ada masalah yang serius yang perlu meminta pendapat kaisar lagi. Oleh karena itu sidang segera dibubarkan. Jieji yang sudah keluar sedari tadi, langsung menuju ke kediaman Perdana Menteri, lalu menyiapkan segala benda yang perlu dibawanya kesana. Setelah berkemas, dia beranjak keluar. Namun dia telah disambut oleh 5 pengawal. Semua pengawal ini berpakaian dinas, Dan ke 5 orang inilah yang akan menjadi pengawalnya menuju ke Changan. Setelah segala dirasa siap, Jieji segera meninggalkan kediaman Perdana Menteri. Sebelum sampai ke pintu depan dia ditegur seseorang. "Hei... Kenapa tidak membawaku serta?" Jieji berpaling. Dan mengatakan.

"Menjadi jenderal perang tidak bisa dijadikan barang main-main. Kamu tetaplah disini saja." "Tidak, jika kamu tidak mau aku ikut. Maka dengan diam-diam aku akan mengikutimu." Jieji tahu perangai wanita kecil ini bagaimana. Oleh karena itu, dia tidak melarang dia lebih jauh lagi. Perjalanan cepat pun segera dilakukan. Jieji menaiki kuda bintang birunya, dengan pakaian seorang Jenderal dia terlihat sangat gagah. Di Wu Wei, He Shen yang menerima gelar dan pangkat barunya ini cukup merasa heran. Dia bertanya pada puteranya, He Yan. "Kenapa tiba-tiba kaisar memberiku gelar baru? Gelar kali ini sangat bergengsi. Ini cukup aneh." "Iya, mungkin juga. Anehnya, kabarnya di ibukota telah diangkat Jenderal baru untuk membantu ayah." "Ha? Lalu siapa Jenderal tersebut?" tanya He Shen. "Dia adalah seorang yang berasal dari Dongyang. Umurnya hanya sekitar 30 an. Namanya kalau tidak salah Kawashima Oda." Kata He Yan. "Oda? Ha Ha... " Tertawa besar He Shen mendengarnya. "Kalau begitu, tidak usah khawatir. Kabarnya dia cuma membawa 500 pasukan menuju ke Changan." Kata He Yan. "Ha Ha Ha... Si kaisar tolol itu kali ini bisa juga melakukan kesalahan besar. Pasukan Qiang kita itu sudah mencapai hampir 100 ribu orang. Dengan 500 pasukan si tolol itu mana bisa bentrok dengan kita." Tertawa geli dan keras He Shen mendengar pernyataan puteranya. Sampai disini, mereka tidak membahas lebih jauh masalah ini lagi. Dan tidak disangkanya, hal ini sudah dipersiapkan Jieji terlebih dahulu. Perjalanan Jieji sungguh cepat. Pada malam hari mereka beristirahat, dan paginya langsung berangkat dengan cepat. Mereka sampai dalam Luo yang dengan tempo 1 1/2 hari saja. Di bagian timur tembok kota Luoyang. Jieji dan Yunying serta pasukan yang datang terlihat gagah. Sesampainya di depan kota, mereka mulai jalan perlahan.

"Nona ke tiga....." teriak seorang pemuda yang berpakaian pengemis. Yunying segera berpaling, karena dia biasa di panggil begitu. "Ada apa? Siapa kamu?" seru Yunying. "Saya adalah pengawal dari tuan Yue, begitu melihat kamu mau masuk ke kota,saya langsung mengenali anda. "Ada apa anda mencariku?" tanya Yunying lagi. "Saya diperintahkan Tuan muda untuk menjemputmu pulang. Disana ada kereta yang sudah dipersiapkan." Kata pengemis ini lagi. "Tidak, saya tidak akan pulang. Bilanglah pada kakak seperguruanku, jika nantinya urusan disini telah selesai. Saya akan pulang dengan sendirinya." Kata Yunying. "Tetapi, dalam jangka waktu setengah tahun lagi anda akan bertunangan kan? Bagaimana nantinya saya mempertanggung jawabkan hal ini pada Tuan Muda?" "Ini tidak usah kamu khawatirkan. Saya bisa pulang sendiri. Enyahlah dari sini." kata Yunying. Pengemis ini merasa tidak mampu menjemput nona ke 3 ini pulang. Lantas ditengoknya ke sekitar. Dilihatnya orang yang berpakaian perang, duduk di atas kuda yang sangat gagah. Pemuda ini sedari tadi tidak memandangnya. Lantas setelah mohon pamit, pengemis ini pergi. "Benar kan? Dunia sebentar lagi akan kalut." kata Jieji mengejek Yunying. "Ahh.. Kamu ini ada saja." Kata Yunying. "Kamu lari dari nikahmu. Tidak takut nantinya tidak bisa mendapat jodoh lagi?" Kata Jieji kembali mengejeknya. "Dasar.. Huh... Males aku meladenimu." Yunying kesal, namun sekilas dia tampak malu juga. Seraya tidak menghiraukannya, Yunying segera memacu kudanya pelan ke depan. Malamnya, Setelah berberes beres dan siap beristirahat. Tiba-tiba pintunya diketuk dengan cukup kasar oleh beberapa orang. Jieji segera keluar. Di pelataran Penginapan, dia melihat ada lima orang disana.

Dandanan orang-orang ini cukup aneh. Selain itu, roman mereka juga lumayan jelek. Mereka menegurnya. "Apa kamu orang yang sekitar bulan lalu tinggal di Hefei kediaman Wu?" tanya salah satu orang yang berjenggot pendek, dan matanya buta sebelah. "Benar." kata Jieji pendek. Barusan mengucapkan kata-katanya. Terdengar dampratan orang yang lain. "Perintah tuan muda, Jika ada yang melihat pemuda ini. Hajar dulu sampai babak belur, baru bawa ke hadapannya." Segera senjata mereka dikeluarkan. Di antara 5 orang ini, masing-masing memakai senjata yang berbeda. Orang pertama yang menyerang adalah yang memakai golok. Dengan mudah, Jieji menghindarinya. Begitu pula yang kedua. Orang ini menggunakan toya. Toya yang menyambar dengan cepat, namun tidak ada satu pun gerakannya yang mengenai Jieji. Orang ke 3 segera maju mengeroyoknya. Kali ini dia memakai pedang pendek, segera dengan cepat dia menusuk. Namun, tusukannya sia-sia belaka. Orang ke 4 dan ke 5 juga melakukan hal yang sama. Salah seorang diantara mereka memakai tombak pendek. Semua jurus mematikan, namun tidak ada satupun yang mengenai Jieji. Jieji mengeluarkan Langkah Dao-nya menghindari serbuan para pendekar ini. Barusan berganti jurus, kelimanya kembali mengeroyok Jieji, namun belum sempat jurus itu sampai. Tiba-tiba terdengar teriakan seorang wanita. "Hentikan. Kalian lima singa dari Wu ling. Kenapa begitu tidak sopan?" Rupanya suara ini berasal dari Yunying. Kelimanya sempat melihat Yunying sebentar. Langsung salah satu bersuara. "Perintah tuan muda tidak dapat ditolak." Mereka berlima segera melancarkan aksi jurusnya. Namun sebelum sampai, kelimanya langsung terpental. Dan parahnya, semuanya tertotok nadi geraknya. Mereka sangat heran, kenapa dari jarak lebih 10 kaki nadi geraknya sanggup ditotok orang ini. Sampai disitu, Jieji memerintahkan 5 pengawalnya. "Ringkus mereka, tidak usah membawa mereka kemana-mana. Biarkan mereka berlima tidur berpelukan saja. Besoknya lepaskan semua."

Segera ke 5 pengawalnya melakukan hal yang diminta. Yunying yang melihat posisi lima orang ini juga tertawa geli. Bagaimana Jieji bisa punya ide yang konyol seperti ini. Setelah membereskan mereka berlima, Jieji dan kawan-kawannya mulai tidur. Keesokan harinya, memang benar ke 5 orang ini tidur sambil berpelukan. Jieji memerintahkan segera melepaskannya. Setelah selesai, segera dia berangkat bersama pasukannya. Namun 5 singa ini tidak puas. Mereka ingin mencoba menyerangnya sekali lagi. Jieji yang tahu gelagat, langsung berpaling. Kelimanya tidak berani bertindak duluan. "Kalian lihat tiang di ujung jalan itu." Kata Jieji seraya menunjuk. Mereka mendapatkan sebuah tiang yang cukup tinggi. Dengan mengambil ancang-ancang jari, Jieji segera mengeluarkan jurusnya. Samar-samar terdengar suara, setelahnya tiang itu roboh. "Jika kalian berani mengikutiku lagi, maka selanjutnya nasib kalian seperti tiang itu."

BAB XIX : Munculnya Dewa sakti dan Dewi Peramal Jieji bersama pasukannya segera berangkat ke arah barat. "Jika kalian berani mengikutiku lagi, maka selanjutnya nasib kalian seperti tiang itu." Kata Yunying seraya meniru ucapan Jieji untuk mengejeknya. "Sudah, sudah..." kata Jieji pendek. Perjalanan cepat, kembali dilakukan. Kira-kira 100 Li sebelum sampai ke Changan. Mereka melewati lembah dari Gunung Hua yang nan asri. Kecepatan perjalanan diubah Jieji menjadi lambat. Dia ingin menikmati pemandangan tersebut. Sambil berjalan dengan pelan dia menghirup udara nan segar ini. Namun, tanpa disadarinya. Ada 2 orang tua yang telah muncul di depannya. Begitu melihatnya, Jieji terkejut luar biasa. Jieji adalah seorang jago kungfu yang hebat. Mungkin dirasa, di dunia ini tidak ada orang lain yang mampu menandinginya lagi. Namun munculnya 2 orang tua ini sama sekali tidak dirasakannya.

2 Orang tua ini berjalan cukup pelan ke depan. Yang satu laki-laki dan seorang lagi wanita. Setelah dekat, Jieji terkejut. Sebab wajah kedua orang ini luar biasa. Jika dilihat dari rambut mereka yang telah memutih semua, mungkin usia mereka sudah diatas 70 tahun. Namun wajah kedua orang ini tidak berkeriput. Apalagi wajah si wanita tua ini, masih sangat mulus dan jika dibandingkan dengan Yunying. Kehalusan wajah mereka seimbang. "Tuan Jenderal. Apa kabarnya?" Tanya yang laki-laki. Jieji segera turun dari kudanya. Dan membalas memberi hormat. "Saya sendiri sangat baik. Boleh tahu nama besar anda berdua?" tanya Jieji. "Hamba cuma orang pegunungan. Datang untuk menikmati pemandangan nan indah ini bersama istriku." katanya kembali. Sementara yang wanita sedari tadi memandang ke arah Yunying. Tanpa berkedip dia memandanginya dengan penuh perasaan. Yunying merasa cukup risih dipandangi begitu juga. Dia segera turun dari kuda. Maksudnya, untuk menanyai orang tua ini. Mengapa dia memandanginya dengan begini. Tak disangkanya, wanita tua ini segera beranjak ke depan. Dengan kecepatan luar biasa. Dia memeluk Yunying. Yunying serba bingung diperlakukan begitu. Orang tua wanita ini terlihat menangis memeluknya. Setelah itu, wanita tua ini memandang wajahnya dengan penuh welas asih. Air matanya masih mengalir deras. Jieji yang berpaling ke belakang merasa sangat aneh. Setelah membisikinya, wanita tua ini segera meninggalkan Yunying yang serba heran. Pria tua itu juga dengan sopan memohon pamit dengan Jieji. Jieji membalasnya dengan penuh hormat. Jieji merasakan ada yang janggal dengan hal yang aneh ini. Berpaling dia menanyai pria tua itu. "Senior, mohon katakan nama besar anda." teriak Jieji. Sepasang orang tua ini telah cukup jauh. Namun yang lelaki segera berpaling. Dari jauh Jieji melihatnya. Orang tua ini mengambil ancangancang jari. Jieji yang melihatnya sangat terkejut. Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa hawa pedang telah mengarah kepadanya.

Dengan kedua tangan yang tidak siap, Jieji memutarnya penuh lingkaran. Hawa pedang itu langsung melesat melewati samping bahunya dan mengenai pohon yang jauhnya hampir 80 kaki di belakangnya. Pohon yang terkena hawa pedang itu langsung terbelah dua di tengahnya. Lalu terdengar orang tua ini bersuara. "Tapak berantai memang tiada tandingannya di dunia ini. Ha Ha Ha Ha...." Seraya tertawa, ke 2 orang tua itu lenyap. Para pasukan yang dibawa Jieji ini sangat heran. Namun mereka kagum pada atasannya. Dalam jarak yang sedikit itu, mampu membelokkan jurus jari yang berbahaya itu. Jieji cukup bengong akan kejadian barusan. Setelah terpaku cukup lama, Jieji segera melanjutkan perjalanannya. Dalam jangka waktu yang pendek mereka telah sampai di Changan. Jieji segera menempati kantor barunya yang lumayan luas. Yunying yang sedari mengikutinya segera mengeluarkan sebuah buku. "Siapa yang memberikan buku ini kepadamu?" Tanya Jieji. "Orang tua wanita yang tadi memelukku, Kamu tahu siapa mereka?" Kata Yunying. "Hm.. " Jieji mengangguk. "Lantas siapa mereka?" Tanya Yunying. "Mereka adalah Dewa sakti dan Dewi peramal dari gunung Dai." Kata Jieji. "Kenapa kamu bisa tahu?" "Mereka adalah guru Xufen. Mungkin dia memelukmu karena sangat rindu kepada Xufen yang merupakan muridnya." "Jadi begitu? Aku jadi heran dibuatnya. Tetapi buku apa yang diberikannya kepadaku ?" "Inilah kitab ilmu Memindah semesta. Dia memberikannya kepadamu supaya kamu mampu mempelajarinya." kata Jieji. "Wah, apa ilmu ini hebat?" tanya Yunying yang agak girang. "Tentu, Lihatlah jurus jari pak tua itu. Jurusnya mungkin 2 kali lipat lebih hebat dari jurus yang mampu kukeluarkan." kata Jieji.

"Tapi mengapa dia mengatakan Tapak berantai memang tapak yang tiada tandingan di dunia ini." tanya Yunying kembali "Jurus yang tadi kukeluarkan tidak lain adalah tapak berantai." kata Jieji. "Tapak berantai? kenapa tidak pernah kudengar?" tanya Yunying. "Karena ini adalah jurus ciptaanku." kata Jieji. "Ha Ha.. Yunying tertawa. Kenapa jurus ini jelek kali namanya?" kata Yunying. "Sebenarnya jurus ini bukanlah jurus yang mengada-ada. Jurus ini kugabungkan dari 5 jurus yang pernah kupelajari. Dan kesemuanya itu kugantikan ke tapak. Maka kunamakan tapak berantai. Tapak ini memiliki 5 tingkat. Yang tadi adalah jurus yang pertama." kata Jieji menerangkan. Dari kesemua Ilmu kungfu yang pernah dipelajari Jieji yaitu Pedang Ayunan dewa, Langkah Dao, Ilmu jari Dewi Pemusnah, Ilmu dewa Penyembuh tenaga dalam dan Tendangan Mayapada. Tidak ada satupun yang merupakan Jurus tapak. Jieji mendalami ke 5 ilmu ini dengan sempurna. Dan menciptakan jurus tapak Berantai. Ilmu ini diciptakannya sekitar 6 tahun yang lalu. Ilmu ini pernah dikeluarkannya saat menghadapi Bao Sanye. Jurus tapak mayapada tingkat ke 3 langsung sanggup dipatahkan oleh tapak berantai tingkat 1 nya. "Kamu sungguh beruntung, Ying. Pelajarilah ilmu ini baik-baik. Ini juga untuk dirimu." Kata Jieji. "Yah.. Saya akan berusaha." Kata Yunying sambil tersenyum. Setelah beristirahat, Esoknya Jieji segera mengumpulkan pasukannya dari 5 wilayah. Yaitu, Changan, Hanzhong, Wudu, Anding, dan ChengDu. Dengan berpura-pura mengucapkan selamat. Para Jenderal wilayah membawa pasukan ke Changan. Sebenarnya ini juga bertujuan menghilangkan kecurigaan He Shen. Dihitungnya sesegera, pasukan yang terkumpul dari 5 wilayah ini berjumlah sekitar 50 ribu orang. "Bawalah 20 ribu orang masing masing dibagikan, dan kembalilah ke tempat masing masing." Kata Jieji. Para Jenderal heran, karena setelah mereka mengumpulkan pasukan. Mereka disuruh pulang kembali. Tanpa bertanya terlalu banyak, Jenderal maupun menteri segera pulang ke daerah masing masing. Mereka membagi pasukannya masing-masing 4 ribu. Namun mereka dititip pesan

supaya berhati-hati, jika terjadi sesuatu. Mereka dilarang untuk keluar kota. Untuk ini, Jieji mengancam akan dihukum mati. Setelah itu dari antara 30 ribu pasukan, 3000 orang ditempatkan ke Changan. Masing-masing diantara 5 pengawal membawa pasukan sebanyak 5000 orang menuju ke pos masing masing. Jieji menetapkan pos pertamanya adalah Gunung Qi. Kedua ditempatkan di kota YinPing. Ketiga ditempatkan di Wu Zhang. Ke empat di tempatkan di Chen cang. Dan yang kelima di tempatkan di Gunung Jie Ding. Sementara itu Jieji segera membawa pasukannya 2000 prajurit ke HanZhong utara. Dia mendirikan perkemahannya disana. Semua pengawal juga mendapat pesan,dilarang bertempur meski mereka mendapat dampratan atau hujatan yang sangat tidak enak didengar. Untuk ini. Mereka juga di ancam hukuman mati. Sesampainya di kemahnya, Jieji membuka peta wilayah Xi Liang. Dilihat dan ditiliknya sebentar. Yunying dari tadi asik memperhatikannya. Lantas menanyainya. "Apa ada hal yang aneh? Kenapa kamu cepat sekali menetapkan pos penjagaan ? Padahal Si tua He itu tidak bergerak. Oya, kota DianShui, mengapa kamu tidak menempatkan pasukan disana?" "Sebentar lagi, Si tua itu tidak akan sabar lagi. Lihatlah beberapa hari lagi. Dianshui jauh hari sudah menjadi milik pemberontak." "Ha? Tidak mungkin." Yunying terkejut mendengarnya. "Dian Shui adalah perbatasan semua kota dari Xi Liang. Si tua itu tidak mungkin begitu bodoh. Jika kita menempatkan pasukan di Dian Shui. Si tua itu susah lari. Pasukan depan dan belakangnya akan susah menolong 1 sama lain, ini tidak mungkin tidak dipikirkannya." "Hebat.... Kamu sepertinya membaca pikiran si tua itu seperti membaca buku saja." Kata Yunying yang kagum padanya. "Malam ini aku akan melakukan penyelidikan ke DianShui. Kamu tetap di kemah yah." kata Jieji. "Tidak..." Kata Yunying. Jieji tahu wanita ini sulit dilarang. Dia mengiyakannya pergi. Namun dia ingin Yunying berjanji. Tanpa banyak macam, Yunying langsung mengiyakannya. Malam hari, Rembulan tidak terang. Sepasang bayangan hitam segera menuju ke atap kantor utama pejabat di kota DianShui.

Dengan pelan, Jieji membuka atap untuk dapat melihat ke dalam. Dari sini nampak seorang tua yang sedang berbicara dengan seorang yang berpakaian dinas. Suara mereka terdengar cukup jelas. "Sepertinya Kaisar sudah mencium bau pemberontakan kita." kata Pejabat DianShui itu. "Tidak usah takut, meski dia mengirimkan pasukan yang banyak, kita tidak akan kalah." Kata seorang pemuda. "Jangan memandang enteng Zhao Kuangyin, dia bukan orang sembarangan. Masih ingatkah anda saat menjadi Jenderal perang di bawah Zhou, dia sangat hebat." Kata Orang tua tadi. Jieji mengenali orang ini, yang tak lain adalah He Shen. "Kita punya pasukan Qiang sekitar 100 ribu orang, ditambah anak buahku dan prajuritmu semuanya jumlahnya hampir 200 ribu orang. Selain itu kita juga mempunyai Wen Dun. Sepertinya pemberontakan ini akan berhasil." Kata Seorang pemuda. "Bagaimana pun kita harus berhati-hati dahulu". Suara mereka agak pelan. Dengan tiba-tiba Jieji menyuruh YunYing untuk tunduk. Seorang pemuda segera masuk ke dalam. Setelah pemuda ini masuk, hal yang dibicarakan tadi telah diganti ke topik lain, topik yang dibicarakan sekarang adalah mengenai puisi dan sastra. Jieji berpikir mungkin 3 orang tadi tidak ingin pemuda yang baru masuk ini mengetahui apa yang sedang direncanakan. Setelah mendapat beberapa bukti, Jieji berniat meninggalkan atap. Tetapi......

BAB XX : Tapak berantai Yunying yang tanpa sengaja menginjak atap terlalu keras. Sebenarnya suara ini tidak dapat diketahui jika didengar oleh ketiga orang yang sudah berada di dalam sebelumnya. Tetapi dari dalam langsung terdengar teriakan. "Siapa itu?" Pemuda yang baru masuk tadi segera beranjak keluar dari ruangan.

Jieji segera turun ke bawah. Dengan langkah Dao segera dia meninggalkan atap dan menuju Tanah lapang di depan kamar. Sesampainya dia dibawah. Pemuda tadi sudah keluar dari ruangan. Melihat gelagat yang tidak baik. Dengan tenaga dalam, dia melemparkan Yunying ke belakang. Dan segera beranjak untuk meninggalkan tempat ini. Namun belum sampai dia di atap yang tingginya hanya 10 kaki. Desiran tenaga dalam terasa sangat jelas dipunggungnya. Sambil berputar, dia mengeluarkan tapaknya. Sebelum kedua tapak beradu, telah terdengar dentuman suara yang keras. Jieji melayang keluar bagai layang-layang yang talinya putus. "Kejar!!!" Teriak He Shen. Saat itu semua prajurit yang menjaga,segera berlari keluar menuju ke rumah sebelah. "Tidak Usah!!!" Teriak pemuda yang mengeluarkan jurus ini. Namun penjaga yang keburu mengejar tidak mendengarkan suara pemuda ini lagi. "Kenapa? Mungkin orang itu bukan orang baik-baik. Di tengah malam memakai cadar hitam. Mungkin dia bermaksud mencelakaiku." Kata He Shen. "Ayah angkat tidak perlu khawatir." Pemuda ini tahu. Bagaimana mungkin sanggup mengejar orang itu. Dia menggunakan jurus tapak buddha Ru lai tingkat ketiga untuk menghalangi penyusup itu. Namun saat benturan terjadi, tangannya terasa sangat kesemutan. Ini membuktikan kungfu orang bercadar itu mungkin sudah diatasnya. Jieji yang melempar Yunying keluar segera mengejar ke arah lemparannya tadi. Tanpa disangka Yunying, dirinya melayang melesat itu bisa terpaut sampai 100 kaki lebih. Jurus tapak buddha Ru lai benar menghantam keras, Jieji yang berputar itu mengeluarkan jurus tapak berantai tingkat 1 nya untuk meminjam tenaga itu dan segera melayang keluar. Di depan kota Dian Shui, dekat dengan rimba An-lim, Jieji segera menaiki kudanya bersama kuda Yunying yang sengaja ditambatkan disana. Tidak sampai 2 jam, mereka telah kembali ke tangsi. "Wah, hebat. Lemparan kamu luar biasa sekali yah." Kata Yunying. "Tidak, Aku bahkan bisa melemparnya lebih jauh." Kata Jieji. "Apakah pemuda tadi yang menghalangimu hebat?" tanya Yunying.

"Itu jurus tapak Buddha Rulai. Jurus yang kukenal dengan baik sekali." kata Jieji. Jieji berpikir sebentar, mungkin orang yang bertarung dengannya adalah Wei JinDu atau adik ketiganya. "Kenal baik? Emang siapa yang pernah mengeluarkan jurus ini lagi?" tanya Yunying kembali. "Saudara ketigaku. Selain itu sekitar 3 tahun lalu, di dekat kota ChengDu saya pernah bertarung dengan seorang biksu tua dari India." Kata Jieji menjelaskan. "Lalu bolehkah saya minta sesuatu?" tanya Yunying dengan tersenyum. "Kamu ingin saya menceritakannya kan?" tanya Jieji kembali. Yunying mengiyakan. Sekitar 3 tahun yang lalu. Di timur ChengDu. Jieji sedang dalam perjalanannya menuju kota itu. Namun di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang biksu tua yang cukup aneh penampilannya. Di tengah jalan pegunungan itu, biksu tua ini menyapanya. "Tuan Muda, ada apa anda menuju ke kota Chengdu." "Sedikit urusan, tapi tidak terlalu penting kok." jawab Jieji. "Anda sedang berbohong." Jawab biksu itu singkat. "Tidak, terserah apa pikiran anda. Tetapi saya harus cepat." kata Jieji kembali. "3 tahun yang akan datang. Datanglah ke kota Hefei, disana pasti ada sedikit petunjuk tentang hal yang ingin dicarimu bertahun-tahun." kata Biksu. Jieji cukup terkejut mendengarnya. Namun, dia tidak menunjukkannya sedikitpun di wajahnya. Namun tanpa banyak berbicara,biksu itu segera mengambil ancang-ancang menyerangnya. Biksu itu melesit cepat, hanya selang beberapa saat dia telah sampai. Biksu mengeluarkan tapak, sekilas tampak sinar yang cukup terang. Jieji melayaninya. Tapak dilayani dengan Tapak. Karena dalam posisi yang kurang menguntungkan, Jieji terdesak mundur beberapa langkah. Dia pernah melihat jurus seperti ini, namun sudah terlupa, dia sama sekali merasa tidak asing akan jurus tersebut.

Setelah itu, Kembali mengambil posisi yang lebih bagus. Jieji mulai melancarkan serangannya. Mereka bertarung dalam 100 jurus lebih dalam waktu yang sangat singkat, beberapa kali terdengar tapak beradu namun keadaan masih tampak seimbang. Setelah itu, biksu tua segera merapal jurus baru. Dan seraya memperingatinya. "Tuan muda, anda harus serius kali ini." Jieji yang melihat gaya bertarung itu segera sadar. Itulah jurus tapak Buddha Rulai. Tapak yang pernah diceritakan adik angkatnya, Wei JinDu. Dengan mengambil kuda-kuda pas, Jieji membuka tapaknya dengan santai dan memutarnya satu lingkaran penuh. Hawa pertempuran disekitar terasa sangat menusuk. Kedua tenaga dalam ini telah beradu satu sama lainnya. Dengan teriakan ringan,keduanya segera melesat. Tapak keduanya kembali beradu. Namun kekuatannya sangat luar biasa. Pohon disekitar langsung tumbang akan desakan tenaga dalam nan dahsyat. Setelah tapak keduanya menyatu beberapa lama. Hasilnya nampak juga, Biksu terpental beberapa langkah ke belakang. Sementara Jieji tetap berdiri tegak. Sambil memberi hormat biksu itu mengatakan," Tuan Muda, kungfumu ini telah no 1 sejagad. Yang mampu menandingimu di dunia ini mungkin semuanya sudah tidak ada lagi." Seraya memberi hormat, Jieji juga membalas dengan sopan. "Adalah biksu yang mengalah kepadaku. Kepandaian ku tidak bisa dibuat terkejut." "Jurus ku tadi adalah jurus tingkat ke 7 dari Tapak Buddha Rulai. Namun tetap bukan tandingan Tapak tuan." Sampai disini, Biksu itu segera memohon diri. Namun dia tetap memesankan kepadanya untuk mencari sesuatu di Kota Hefei 3 tahun kemudian. Jieji berjanji akan menuruti pesan ini dengan baik. Setelah itu dia menuju ke ChengDu. Yunying mendengarkan dengan asyik apa yang sedang dibicarakannya. Kembali dia bertanya.

"Lalu, tapak berantai tingkat berapa saat itu kamu keluarkan?" tanya Yunying. "Tingkat 3." Jawab Jieji singkat. Yunying yang mendengarnya juga sangat terkejut. Dia tidak menyangka tapak berantai itu sangat lihai. Dia sangat mengagumi orang ini. "Satu pertanyaan lagi. Apakah benar ketika di Hefei kamu yang melempar ranting pohon itu?" "Benar." kata Jieji. "Hebat, luar biasa hebat. Kamu melemparnya dari kamar pelayan kan?" Tanya Yunying kembali. "Iyah. Saat itu,di atap kamar ayahmu. Bao Sanye sedang meneliti sesuatu. Makanya saya cuma mengejutkan ayahmu, untuk segera keluar dari kamarnya untuk memergoki pengintip itu." Jieji menjelaskan. Yunying tersenyum puas mendengar pernyataan Jieji. "Ying, besok adalah saatnya untuk mengatur pasukanku menuju utara. Saya ingin kamu tidak banyak menayaiku saat itu. Karena dalam peperangan, terlalu banyak berbicara kadang sangat tidak baik terhadap moral pasukan." "Baik, akan kuturuti. Selama dalam pasukan, saya akan menjadi patung." "Tidak bisa juga, bagaimana jika pasukan pemberontak itu mengejarmu?" "Iya, betul juga. Saya akan mencoba tidak berbicara." kata Yunying seraya tertawa kecil. Keesokan harinya. Jieji memajukan pasukannya sebanyak 500 orang menuju ke selatan DianShui. Tinggal 2 Li lagi sampai di Gerbang selatan kota itu. Disana telah siap semua pasukan, He Shen nampak dari atas kota bersama Chai Zongxun serta panglima dan pejabat kota Dian Shui. "Ada apa Jenderal baru datang?" tanya He Shen dari atas tembok kota. "Hamba datang memberi selamat atas penganugerahan pangkat anda yang baru, Selain itu, hamba juga diminta Kaisar untuk membantu anda mengusir pemberontak Qiang." kata Jieji.

"Tidak perlu! Pasukan Qiang sudah mundur kembali ke daerahnya. Anda bisa tenang dan pulang menempati pos barumu itu." Kata He Shen. "Yang mulia juga mengatakan, Jenderal besar He Shen telah membasmi semua pemberontak yang ada dengan baik sekali. Sehingga pejabat kota Dian Shui sendiri juga sudah merasa tenang dan aman." Kata Jieji. He Shen di atas kota yang menerima kata-kata aneh ini tidak tahu apa maksud Jenderal baru itu. Tetapi jika dia dilarang langsung memasuki kota, maka "CAP" Pemberontak pasti langsung ketahuan. Oleh karena itu, Setelah berbisik dengan pria di belakangnya. Dia mempersilahkan Jieji membawa pasukannya untuk menuju ke gerbang kota. Jieji bisa menebak apa yang dalam pikiran Jenderal He Shen. Segera dia memacu kudanya dengan agak lambat menuju gerbang. Semua prajuritnya dilarang bergerak dari posisi awal sedikitpun. Setelah 1/2 Li sebelum mendekati kota. Pemuda berumur sekitar 30 an lebih dari atas kota terlihat mentereng. Di tariknya busur panah dengan kuat. Lalu dengan kecepatan yang luar biasa cepatnya, Panah telah terlepas menuju ke dada Jieji. Sesaat setelah itu, Jieji terlihat jatuh dari kudanya telungkup membelakangi He Shen. "Ha Ha Ha... Para pasukan disana dengarkan baik-baik. Sebaiknya semua menyerah kepadaku. Semua akan diberi ganjaran setimpal. Jika tidak maka semuanya akan kubasmi." Teriak He Shen yang kegirangan.

BAB XXI : Adu Strategi He Shen kegirangan, mengira Jenderal yang roboh tadi telah tewas. Tetapi, kegirangan ini tidak kembali berlanjut ketika dia melihat Jenderal ini bangkit. "Hebat anak muda, kamu lah orang pertama yang tidak mati setelah dipanah oleh Dewa panah, Wen Dun." Teriak He Shen. Panah sempat tergores sedikit di baju perang Jieji. Namun sebelum menembus, Jieji sempat menangkapnya. "Ha Ha.. Kenapa anda pura-pura jatuh?" Teriak seorang pemuda disamping He Shen, yang ternyata adalah puteranya sendiri, He Yan.

He Shen yang disebelahnya berbisik,"Dia menunggu kata-kata yang baru kuucapkan tadinya, pemuda ini tidak bisa dipandang remeh." "Semua pasukan... Serang!! Tangkap hidup-hidup orang yang jatuh ini." Teriak He Shen. Jieji yang sudah bangkit segera menaiki kudanya dan mundur dengan cepat. "Siiiuuuttt..." Suara panah kembali terdengar. Namun dengan gesit, kuda bintang biru mengelak terus sambil membawa majikannya. "Itu kuda langka, saya harus mendapatkannya." kata He Yan. Pasukan dari kota Dianshui segera keluar. Jieji yang terpaut tidak jauh dengan 500 pasukannya segera mengambil langkah lari. "Kamu tidak akan jadi boneka khan?" tanya Jieji seraya lewat di sebelah Yunying. Dengan berputar, 500 orang pasukan segera kabur. Pengejaran seru pun di lakukan, setelah 20 Li. Pasukan yang mengejar Jieji ini cukup bingung. Disana terdapat jalan bercabang 5. Jieji dan pasukannya berpencar 5 ke arah tadi. Sementara Jieji dan Yunying berdua menuju ke Wu Du. Sesampainya di kota Wu Du. Jieji segera memerintahkan semua pasukannya untuk bersiap-siap. Karena malam ini, mereka akan menggebrak. Pasukan yang sengaja dipisahkan dari jalan tersebut menuju ke 5 pos penjagaan lainnya. Mereka memberikan surat tertanda Jieji kepada para

Hu Jiang yang sudah ada di pos penjagaan sebelumnya. Surat Jieji kepada mereka dirasa sangatlah aneh. Mereka diminta untuk membawa tiga ribu pasukan dari pos masing-masing. Dan harus sampai ke kota DianShui sebelum tengah malam. Jika salah satu pasukan mereka bertemu musuh, harus segera kembali ke pos. Dan mereka dilarang untuk bentrok lebih lanjut dengan pasukan musuh. Sementara 2000 pasukan lain harus tetap pada posisi pos masing-masing. Jieji mengancam bagi pasukan yang meninggalkan pos selangkah selain 3000 pasukan, sekeluarga harus dihukum mati. Mereka diminta hanya menjaga pos, dan tidak boleh keluar sampai dapat perintah lebih lanjut. Di kemahnya Jieji telah selesai mengatur persiapannya, hanya menunggu sampai malam tiba. Sebelum malam, Jieji mendapat tamu dari ibukota. Tamunya tidak lain adalah putera Perdana menteri Yuan, dan 2 Jenderal berpangkat menengah. "Bagus, kalian cepat juga sampai disini," kata Jieji. Putera Perdana menteri Yuan, Yuan FeiDian. Semenjak 10 tahun lalu, sangat mengagumi Jieji. Setiap kasus yang dipecahkan Jieji, selalu dibacanya berulang-ulang. Yuan FeiDian juga termasuk orang yang ahli dalam ilmu perang. Sebab ayahnya, Perdana Menteri Yuan ShangPen adalah seorang ahli militer terkenal dari Kekaisaran Sung. Kali ini dia datang untuk meminta pengajarannya. Jieji menerimanya dengan baik. "Kalian bertiga, saya ingin kalian tetap di kota Wudu. Salah satu dari kalian setelah malam tiba, harus segera mengangsurkan penduduk Wudu ke Hanzhong. Lewat tengah malam menuju pagi, jika pasukan pemberontak

tiba. Segera lepaskan kota ini dan menuju ke HanZhong. Jika 1 hari setelahnya kalian melihat tanda api dari kota Wudu, segera bawa pasukan untuk mengepung kota Wudu dari gerbang selatan." kata Jieji menjelaskan lebih lanjut. Mereka bertiga segera mengiyakan, meski tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Setelah rapat selesai, Jieji segera menuju ke kantornya. "Apa kita harus tengah malam bergerak?" tanya Yunying. "Tentu, kali ini saya akan memancing ikan yang besar sekali." Kata Jieji seraya tersenyum. "Bisa tolong beritahu tidak rencana mu?" tanya Yunying kembali. "Tidak bisa... Kamu ikut denganku saja. Nanti akan kupertunjukkan sulap yang hebat." kata Jieji dengan tersenyum. Pasukan He Shen yang mengejar Jieji, tidak berani berbuat lebih lanjut. dan mendirikan kemah di tengah jalan bercabang 5 itu. He Shen bersama panglimanya segera sampai di kemahnya. "Malam ini kita akan menyerang kota Wudu. Saya rasa dengan 1 gebrakan kita akan mampu merebut kota." Kata He Shen menjelaskan. "Jenderal He, Izinkan saya menjadi Xian Fung (Pasukan pelopor)." kata seorang pemuda yang berlogat agak kasar. Dia bernama Qian Long, berpangkat Jenderal keamanan saat dia memimpin pasukan Qiang. "Baik. Bawalah pasukan sebanyak 5 laksa ( 50 ribu ). Malam ini segera mengepung kota Wudu." Kata He Shen mengiyakan. "Penjagaan dari gunung Qi harus diwaspadai." kata putera He Shen, He Yan.

"Mustahil aku tidak tahu akan hal semacam ini. Saya sudah menempatkan 10 ribu pasukan disana. Tenang saja Nak." Kata He Shen dengan yakin. Lewat tengah malam, rembulan sama sekali tidak terang. Pasukan pemberontak telah sampai di utara kota Wudu. Dengan sekali gebrak, pasukan dalam kota segera menyingkir dari pintu kota timur. Dengan gampang, Qian Long masuk ke kota. Segera dia melaporkan keadaan kota yang sudah kosong itu kepada He Shen. He Shen yang menerima kabar itu cukup terkejut. Namun puteranya tidak merasa heran. "Gawat, PASUKAN... Segera bongkar perkemahan. Kita segera menuju ke kota DianShui." teriak He Shen. Tidak ada orang yang mengetahui apa yang dipikirkan He Shen saat ini, puteranya juga lumayan bingung dibuat sang Ayah. Dengan gerak cepat, He Shen menuju ke Kota DianShui. Sekitar 10 Li sebelum mendekati tembok kota. Dia memeriksa keadaan sekitar, tetap tampak sunyi senyap. Karena sunyinya, dia sendiri cukup merinding. Baru hendak berangkat. Dia mendapati luar biasa banyaknya obor di sekeliling pasukannya. Dari arah timur, tenggara, barat daya, dan barat. Seiring itu, terdengar dentuman meriam yang dahsyat sekali. Suara pasukan yang berteriak terdengar sangat jelas. Tanah disana seakan gempa seketika. Pasukan yang dipimpin Jieji langsung menggebrak. He Shen yang belum sempat memberi komando lebih lanjut, segera ambil langkah seribu. Di tujunya kota Dian Shui. Sampai di bawah kota, segera disuruhnya gerbang dibuka. Namun terlambat, pasukan Jieji menyusul

dengan luar biasa cepat. He Shen cuma bisa lari ke arah barat laut dan melepaskan kota DianShui di tangan lawannya. Setelah memasuki kota, Jieji langsung menghibur rakyat disana. ke 5 pengawalnya segera bertanya kepadanya. "Jenderal, posisi kita sangat mencil. Ini adalah posisi yang sangat berbahaya. Kenapa anda memilih untuk mengambil kota DianShui ini terlebih dahulu?" Memang, posisi DianShui ini adalah tepat berada antara WuWei, Xiping di utara dan Wudu di sebelah selatan. Wudu tadinya masih milik Sung, tapi kota itu dilepas oleh Jieji. Ke 5 pengawal ini semakin tidak mengerti. "Tidak usah terlalu banyak bertanya dahulu. Kalian berdua, segera pimpin pasukan 500 orang. Masing-masing harus bersembunyi 5 Li di utara kota Dian Shui ini. Sebelah kiri dan kanan dekat pegunungan adalah tempat yang bagus untuk menempatkan pasukan. Ingat, besok adalah hari yang sangat penting. Jadi, kalian tidak boleh lalai. Jika nampak ada orang berkuda lewat, segera sergap dan bawa kepadaku." Perintah ini juga diperuntukkan untuk 2 pengawal lainnya. Sedang 1 lagi pengawal harus tetap di kota untuk meronda. Keesokan harinya.... He Shen yang di Wuwei merasa sangat masgul. Pasukan yang dipimpinnya,1/2 telah rusak berat akibat terjangan pasukan Sung semalam. Salah satu hal yang membikinnya cemas adalah pasukan Qian Long yang telah putus kontaknya. "Siapa yang berani menerobos Dian Shui? Ada sesuatu yang perlu saya

kabarin ke Qian long." Kata He Shen. "Ananda dan Wen Dun akan melakukannya. Berikan kami pengawal 20 orang sudah cukup." kata He Yan. "Kita harus segera memberitahu Qian Long. Aku ingin pasukan kita disini dan pasukan Qian Long menyerang Dian Shui dari utara dan selatan. Kita harus berhasil menangkap Jenderal Kawashima Oda itu." kata He Shen. Dengan segera, Wen Dun dan He Yan berangkat. Namun setelah beberapa Li mendekati kota DianShui. Mereka dengan mudah dikepung, dan akhirnya mereka di tangkap hidup-hidup dan diangsurkan ke Jieji. "Kamu puteranya He Shen, namamu He Yan kan?" tanya Jieji. "Mau bunuh, bunuh saja. Tidak perlu banyak bicara." kata He Yan. "Ha Ha Ha..." Jieji tertawa mendengarnya. "Pengawal, segera siapkan kamar yang bagus untuk melayani tamu kita ini." Kata Jieji. Wen Dun dan He Yan tidak di masukkin ke penjara. Mereka malah ditempatkan di kamar pejabat DianShui. Namun ruangan ini sudah dikepung lebih dari 50 prajurit. He Shen yang di kota Wuwei menanti dengan tidak sabar, telah 3 hari berlanjut. Akhirnya, Beberapa pasukan pulang ke WuWei. Mereka mengabari kalau puternya telah sampai ke WuDu, dan tidak pulang sebab mereka sedang bersama dengan QianLong disana. "Saya tidak membawa surat, karena sangat berbahaya jika melewati kota DianShui sekali lagi. Kata QianLong, tanda api-lah yang akan menjadi

petunjuk. Saat di sebelah selatan kota DianShui kebakaran, Jenderal diminta segera mengepung Utara kota Dianshui." He Shen cukup girang mendengar kabar utusan ini. Sedikitpun dia tidak merasa curiga. Pada tengah malam hari keesokan harinya. He Shen telah memimpin pasukan sekitar 30 Li mendekati kota DianShui. Dan benar saja, dari kejauhan nampak api berkobar dengan terang. Segera pulak, dia memimpin pasukannya menerjang utara DianShui. Tampak kota sangat kalut akan kebakaran di pintu selatan. Dengan membawa pasukannya, He Shen masuk ke dalam kota. Maksudnya untuk membasmi pasukan Jieji. Namun sesampainya di dalam kota. Dia sangat terkejut, disini tidak nampak pasukan. Melainkan hanya para warga sipil yang berusaha memadamkan kebakaran itu. Sesegera itu, dia tahu telah terjebak. Warga sipil yang memadamkam api ini sebenarnya adalah Prajurit Jieji yang menyamar. Sedang penduduk kota kembali diungsikan 5 Li dari kota Dianshui. Karena kota DianShui ini lumayan kecil dan populasinya tidak banyak, maka tidak susah untuk diungsikan sementara waktu. Di samping kiri dan kanan tembok kota, para pemanah muncul. Jieji dan Yunying berada di atas tembok kota, ditegurnya He Shen. "Kura-kura tua, jika kamu bisa keluar, maka anakmu akan kukembalikan dengan selamat. Kita bertaruh, bagaimana?" kata Jieji sambil tertawa besar. He Shen segera memimpin pasukan keluar dari pintu dimana tadi dia masuk. Namun dari pintu itu, masuk lumayan banyak prajurit. Dengan

memimpin pasukannya dia berusaha menerjang. Setelah pertempuran kalut selama 1 jam, He Shen berhasil meloloskan diri. Namun pasukannya kali ini benar-benar hancur. Dia cuma kembali dengan 1000 orang saja. Itupun semuanya dalam kondisi terluka. He Shen terkena panah di lengan kirinya. Memasuki kota WuWei, dia sangat merasa masgul. Dia terus berpikir bagaimana seorang Jenderal muda sanggup mengalahkannya dengan begitu mudah.

BAB XXII: Orang hebat membunuh dengan pena Pasukan He Shen yang mendapat perintah untuk menuju Gunung Qi, sejak awal sudah dibereskan Jieji. Yuan Fei Dian melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebanyak 10 ribu pasukan yang berjalan di lereng dicegat oleh pasukan Yuan dari arah samping dua bukit. Pasukan panah yang tidak terhitung banyaknya mengancam, jika mereka tidak menyerah. Maka panah akan dilepaskan segera. Sementara dengan keadaan di Wudu . Di antara pasukan dari Gunung Qi yang menyerah kepada Jieji. Jieji memberikan tugas kepada mereka, juga menyusupkan beberapa orang dari pasukannya sendiri. Sehingga tanpa sadar, Qian Long ditipu keluar kota dengan mudah. Pasukan Qian Long yang keluar hendak menyerang selatan kota Dianshui, Langsung disergap di tengah jalan. Ketika ia melewati rimba An-Lim, 2 Jenderal lain telah siap di jalan ini dengan 10,000 pasukan pemanah

api. Qian Long menyerah tanpa syarat. Sesuai dengan janjinya, Jieji melepaskan puteranya. He Yan dilepaskan pulang sendiri dengan kedua tangan terborgol besi, tertotok nadi Dan dinaikkan ke kuda. Di wajahnya, tercoreng arang. Gambar pipi kanannya adalah Kura-kura sedang di pipi kirinya tulisan "HE" yang tak lain adalah marga He Shen. Betapa gusarnya He Shen melihat keadaan puteranya. Dia memaki Jieji dan mendampratnya habis-habisan. Namun, karena usia He Shen lanjut, serta luka di lengannya. Sesaat itu, dia muntah darah dan pingsan. Di Kota Dian Shui. Semua Jenderal, pengawal telah berkumpul di ruangan pejabat DianShui. Sementara pejabat sebelumnya dikirim ke ibukota untuk diadili. Pasukan Qiang yang menyerah semua segera dilepaskan kembali ke kampung mereka. Tidak ada satupun di antara mereka yang tidak bersyukur akan keputusan Jieji ini. Jieji meminta mereka berjanji untuk tidak membantu pemberontakan lagi. Hanya 2 orang yang tertinggal dan diawasi oleh Jieji yaitu Wen Dun dan Qian Long. "Inilah saatnya, kita akan merebut kota WuWei dan Xiping." kata Yuan. "Tidak, tidak perlu. Kota WuWei dan Xiping tidak perlu kita rebut. Mereka akan kembali dengan sendirinya." kata Jieji. Orang yang berkumpul disana sangat heran. "Beberapa hari yang lalu anda merasa tenang ketika kita dikepung dari 2 arah. Sekarang apa yang sedang anda pikirkan?" tanya 2 Jenderal itu serentak. "Saat itu, saya tahu keadaan pasukan QianLong. Mereka tidak akan

membawa banyak perbekalan. Karena merasa bahwa kita tidak akan menyerangnya, saya tahu dengan pasti bahwa setelah mereka mendapat Wudu yang kosong itu, pasti mereka dengan cepat akan menerjang kemari. Dengan sedikit tipu, aku mendapatkan kembali kota Wudu." Wudu setelah diungsikan penduduknya telah kosong. Sementara Qian Long dan pasukannya sekitar 50 ribu orang. Dengan perbekalan sendiri, paling mereka bisa bertahan kurang dari 10 hari. Oleh karena itu, mereka harus merebut jalan yang terputus itu sesegera mungkin. Untuk itu, mereka harus mengadakan kontak. Jieji sudah menyadarinya dari awal. Dan segera meminta 2 pengawal menjaga utara dan 2 pengawal lainnya menjaga selatan. Supaya para pembawa surat ini bisa tertangkap. Setelah tertangkap, maka Jieji meminta anak buah kepercayaannya untuk ke Wudu menyampaikan informasi kepada QianLong, tentu dengan memakai surat asli dari He Shen. Sedang saat menyampaikan informasi kembali ke WuWei, Jieji memakai semua anak buahnya yang menyamar sebagai anak buah QianLong. Jieji memesan kepada Jenderalnya, apabila nampak tanda api mereka harus segera mengepung WuDu yang sudah tidak ada panglima perangnya. Maka dengan mudah, Wudu dirampas kembali. Setelah mengingat kembali kejadiannya, Para jenderalnya dan pengawalnya sangat mengagumi Jieji. "Anda benar seorang malaikat hidup." Kata mereka serentak. "Aku akan membebaskan Wen Dun, tetapi dia harus dibekali surat.

setelah He Shen melihat suratnya. Maka WuWei dan XiPing akan aman." Para Jenderalnya bingung mendengar apa yang dikatakan Jieji. Namun mereka juga tidak bertanya lebih lanjut,karena tidak mungkin di jelaskan olehnya. Jieji segera memberi perintah rahasia kepada 5 Pengawalnya untuk segera menuju ke perbatasan Di Dao. "Apa malam ini kita harus bersiaga?" tanya Jenderalnya kembali. "Tidak perlu, cukup 500 orang saja yang menjaga di dalam kota. Sedang yang lainnya tidur. Dengan bergiliran masing-masing 4 jam." Kata Jieji. Qian Long yang tertinggal di dalam kota, segera dipersilahkan ke ruangan pejabat. Di sini Jieji menjamunya dengan luar biasa mewah. Jieji berbicara sangat sopan terhadapnya. Dia, yang diperlakukan begitu tentu sangat senang luar biasa. "Junjunganku dari Dinasti Sung yang besar selalu ingin bersahabat dengan pasukan Qiang. Mohon Jenderal bisa mengabulkan permintaannya." Kata Jieji "Maaf, ini kesalahan saya membawa pasukan sehingga merepotkan Tuan Jenderal. Setelah kembali ke Qiang, hamba akan mati-matian mengusulkan untuk mengikat persahabatan dengan Dinasti Sung, Ini adalah janji saya untuk membalas kebaikan Anda." kata Qian Long yang sangat bersyukur akan kemurahan hati Jieji. "Baik, saya sangat berterima kasih atas niat anda Tuan." kata Jieji kemudian. "Oya, ada yang mau saya tanyakan. Dimana pemuda bernama Wei JinDu itu

berada sekarang?" tanya Jieji. Qian Long merasa aneh kenapa dia bisa menanyai putera angkat dari He Shen. Namun dia tetap menjawabnya, "Sehari sebelum anda datang ke kota DianShui. Malam-malamnya atas perintah He Shen, dia segera berangkat ke ibukota." Jieji berpikir sebentar, dia sudah tahu maksud kedatangan JinDu ke ibukota. Lantas Yuan yang sedari tadi berdiri menanyainya. "Jenderal, kenapa anda membiarkannya pulang?" Jieji hanya tersenyum dan tidak menjawabnya lebih lanjut. Setelah itu Qian Long dipulangkan bersama prajuritnya yang masih tertinggal di Dianshui. Tengah malam ... Di depan kamar pejabat, Nampak Jieji sendiri duduk di tangga. Sambil meneguk sebotol arak. Dia sedang mengamati Lukisan Xufen. Lukisan wanita ini yang sedang tersenyum selalu menggoda hatinya. Dalam keadaan setengah mabuk dia menggumam,"Xufen.. Kenapa kamu tinggalkan aku sendiri?? Ingin rasanya aku ikut denganmu.. Kamu tidak tahu, betapa aku kehilangan dirimu.. " Seorang wanita kecil sedang memperhatikannya. Dia terpaku tanpa gerak memandang ke pria yang sudah berlaku sinting ini. Setelah beberapa lama, dia datang menyapanya juga, sambil duduk berduaan di tangga. "Kamu rindu sama Xufen lagi yah?" tanya wanita kecil itu tak lain adalah Yunying.

Jieji menatapnya. Sesekali dia menggoyang kepala, untuk menghentikan rasa mabuk yang sudah menjalarinya. "Kalau kamu rindu kepadanya, tidak usah pandangi lukisan itu. Pandangilah aku. Kan sama saja .. " kata Yunying dengan tersenyum. Jieji segera berpaling ke wajah Yunying, melihatnya dengan penuh perasaan, matanya mengandung rasa kepahitan dalam. Yunying tidak pernah tahu, kata-katanya malah jadi bumerang bagi dirinya. Dia tampak tertunduk malu. Jieji segera sadar. Dia meminta maaf terhadap kelakuannya yang kurang sopan. "Ohya? Boleh tau, dengan cara apa kamu mengambil kembali Wu Wei dan Xi Ping?" tanya Yunying kembali setelah suasana kembali cair. "Kamu tahu, orang hebat membunuh orang dengan cara bagaimana?" tanya Jieji dengan tersenyum. Yunying mengingat kata-kata ini sebentar. Setelah itu dia menjawabnya, "Saya tahu, dalam riwayat KungFu Tzu, pernah dikatakannya sekali. Ketika muridnya menanyainya. Dia menjawab "orang hebat membunuh orang dengan penanya. Orang biasa membunuh dengan lidahnya. Dan orang rendah membunuh orang dengan batu"." "Betul... " kata Jieji sambil tertawa. "Jangan-jangan Wen Dun yang membawa surat itu...." kata Yunying kembali. "SSStttt... " kata Jieji.

Percakapan mereka ditutup dengan tawa mereka berdua. Di Kota Wu Wei... He Shen yang sudah bangun akibat pingsannya tadi sore,segera meminta pengawalnya melakukan penjagaan ketat. Dia mengirim mata mata ke perbatasan Di Dao untuk mengetahui apa yang dilakukan pasukan Jieji. Selang waktu 2 jam, dia mendapat informasi. Pasukan Jieji terdiri dari 5 kelompok. Pasukan pertama menggali sumur dekat Di Dao, pasukan ke 2 berpencar di atas gunung untuk menebang kayu. pasukan ke 3 membakar rimba kecil di sebelah barat Di Dao. Pasukan ke 4 berlatih cara memukul genderang. Pasukan ke 5 tidak berbuat apa-apa selain berteriak "AKU CINTA PADAMU". He Shen yang mendapat informasi ini,sungguh luar biasa bingung. Dia sangat mencurigai apa yang dilakukan oleh musuhnya. Dia tidak bisa tidur dengan baik. Justru saat dia berpikir keras, Wen Dun dikabarkan telah kembali. "Kamu tidak apa-apa?" tanya He Shen. "Tidak, tuan. Ini ada surat dari Jenderal Oda itu." kata Wen Dun kemudian. Setelah membuka sampul suratnya, He Shen membacanya. "Kepada Panglima Besar Pemberantasan Wilayah barat, atau Raja muda- Xi Liang dengan gelar He Wang. Saya seorang jenderal dari negara Dongyang ingin memberikan beberapa usul. Mengingat akan jasa besar anda ketika berperang hebat melawan Liao. Anda layak diberi gelar Raja Dinasti He. Namun seiring daripada itu,

gelar anda yang akan mensejarah juga harus ditambahkan di setiap keturunan anda, tentu maksud saya disini adalah Raja Kura-kura. Anda tidak mempelajari ilmu perang dengan benar. Anda tertawa besar dan mengira berhasil, padahal cuma kupancing dengan sedikit ilmu. Anda datang ke Dian Shui, dan merebut Wudu. Anda pikir bahwa anda tanpa tanding. Ternyata, cuma katak dalam tempurung. Semua keluarga anda malu di Xi liang. Dimana anda dapat meletakkan kepala dan merasa bangga? Oleh karena itu, seperti yang kukatakan tadi. Anda tidak lebih baik dari seekor kura-kura. Umur anda sebenarnya tidak muda lagi, untuk ukuran Jenderal seharusnya anda pulang ke kampung dan menikmati kemerdekaan. Namun disini anda melakukan pemberontakan, seperti yang kukatakan kembali. Kura-kura tidak pernah akan berjaya. Anda memimpin pasukan istimewa untuk sampai di DianShui, tidak di sangka dengan mudah anda terjebak. Ini tidak lain karena, anda tidak tahu ilmu perang. Anda bagaikan seekor kunang-kunang yang bangga akan cahayanya. Padahal ketika matahari terbit, dimana anda? Untuk kepala kura-kura, anda pantas diberikan gelar baru. Saya sendiri sudah mengirimkan usulan gelar baru bagi anda ke Raja dinasti Sung, Zhao kuangyin yang bergelar Sung Taizu. Gelar baru bagi anda adalah : "Raja muda Xi Liang merangkap penjaga kura-kura dari pantai Bei Hai" Saya memikirkan gelar ini bermalam-malam, seperti saya merindukan istri saya yang jauh di alam sana.

Oleh karena semua hal semacam ini, mohon anda pertimbangkan dahulu secara masak-masak. Saya menantang anda untuk berperang keesokan harinya jika anda masih sanggup keluar dari benteng Wu Wei. Tertanda, Panglima pembantu He Kura-kura dengan gelar Panglima pendamai wilayah barat Kawashima Oda. Setelah membacanya, luar biasa gusarnya He Shen. Untuk sesaat tiba-tiba kepalanya terasa sangat berat. Dia segera jatuh di tanah. Para pengawalnya terkejut, dan segera mendapati bahwa dia telah tewas.

BAB XXIII : PAHLAWAN Putera He Shen yang tidak disana dikabari, bahwa ayahnya meninggal dengan kekecewaan yang sangat mendalam. He Yan, yang segera membaca surat yang dipersembahkan Jieji kepadanya langsung gusar. Dengan marah besar, dia bermaksud keluar kota untuk berperang mati-matian dengannya. Namun dia dicegah pengawalnya. "Tuan, anda tidak boleh sembarang bergerak. Jika anda bergerak sekarang, musuh pasti sudah menyiapkan perangkap untuk anda, mengingat Jenderal itu pasti ingin anda yang marah besar ini segera menerjangnya, sementara mereka telah mempersiapkan perangkap bagi anda." kata mereka seraya memperingatinya. He Yan bisa sadar akan situasi dan keadaan sebenarnya. Mengingat, beberapa kali mereka terpancing oleh Jieji dengan mudah. Maka daripada

itu, dia mengurungkan niatnya. Justru saat itu, Qian Long kembali dalam keadaan selamat. He Yan sangat heran, pasukan Qiang kembali semua. Tidak ada seorang pun yang di tahan di DianShui. Oleh karena ini, Qian Long dicurigai oleh He Yan. Dia memerintahkan pasukannya yang berjumlah sekitar 2000 orang saja untuk terus berjaga,tetapi tidak pasukan Qiang yang baru pulang. karena menurutnya mungkin musuh akan menerjang tidak lama lagi. Selain itu, dia membuat tanda perkabungan. Semua pejabat, Jenderal harus memakai pakaian berkabung. Semua keadaan pasukan Wu Wei sudah diketahui oleh Jieji sejak dia melepaskan Wen Dun. Padahal sama sekali dia tidak mempersiapkan perangkap baginya, juga semua pasukannya diperintahkan olehnya untuk beristirahat. Jika He Yan menerjang malam ini, kemungkinan berhasilnya lebih banyak. Tetapi pengalaman membuatnya jerih, dan terakhir pengalamanlah yang membuatnya tertipu mentah-mentah. Keesokan harinya... Jieji memimpin pasukannya sekitar 500 orang untuk menuju ke kota WuWei. "He Shen sudah mati. Sebentar lagi kota WuWei juga akan kembali." Kata Jieji singkat. Para Jenderalnya heran mendengar apa yang diucapkan Jieji. "Kenapa anda bisa berpikiran seperti itu?" tanya Jenderalnya. "Jika tidak, bukan kita yang harus ke WuWei. Tapi pasukan WuWei yang harus kemari. Pasukan Qiang yang kita bebaskan semalam, akan menjadi

malapetaka bagi Pasukan He. Lihat saja nanti." Kata Jieji. 1 Li di depan kota Wuwei. Jieji berteriak,"Saya jenderal di bawah pimpinan He Shen akan melayat jenazah Tuan He sebagai tanda perkabungan." He Yan keluar dan muncul dari atap kota. "Keparat! Hari ini aku akan mencincang tubuhmu. Pasukan!!! Dengarkan perintah, tangkap hidup-hidup orang yang memakai kuda biru itu." teriak He Yan. Pasukan Qiang yang dipimpinnya tidak ada seorang pun yang menaatinya. Semua diam membisu. Hal ini malah membuatnya makin gusar. Dia semakin curiga pada Qian Long, pasti Qian Long yang mengirim berita tewasnya ayahnya, He Shen pada Jenderal ini. "Pengawal.... Lekas tangkap Qian Long. Dan bunuh di tempat."teriak He Yan. Pasukan Qiang yang mendengar pemimpinnya akan dibunuh, dengan segera mengepung pasukan He Shen yang tinggal sekitar 2000 orang saja. Pasukan Qiang di dalam kota ini adalah pasukan yang pernah dilepaskan oleh Jieji, jumlahnya tidak kurang dari 5 laksa serdadu. Sekarang posisi He Yan mencil, dia telah terkepung. Sisa pasukannya semua menyerah, yang tinggal hanyalah dirinya dan 10 pengawalnya. Hingga akhirnya, mereka juga tertangkap dan diikat dengan tali dalam keadaan berlutut. Qian Long dari dalam segera membuka kota WuWei. Pasukan Qiang yang di dalam segera berlutut.

Jieji bersama 500 pasukannya berjalan pelan masuk. Dengan segera, Jieji turun dari kudanya karena melihat pemandangan yang sangat luar biasa ini. Semua pasukan Qiang yang jumlahnya 5 laksa ini sedang berlutut menantikannya masuk ke kota. "Kalian semua, Berdirilah..." kata Jieji kemudian. Namun mereka tidak beranjak dari sikap ini. Dan terdengar teriakan kecil dari ujung. Kemudian merambat ke depan. Sesaat kemudian, teriakan telah membahana. Para Pasukan Qiang ini cuma menyebut dua buah kata yaitu " ING SIUNG.../ PAHLAWAN.." Teriakan berulang ulang ini sangat membahanakan seluruh kota. Yunying dan para Jenderal yang berada di belakang merasa sangat senang luar biasa. Kegembiraannya tiada tara, lebih senang perasaan semacam ini daripada ketika mereka menang perang. Setelah teriakan membahana ini berhenti, Qian Long datang menyambutnya dengan segera berlutut. Namun dengan cepat, Jieji memintanya berdiri. Pasukan disamping juga segera diperintahkan bangkit. "Saya seorang tidak berguna dari Dinasti Sung, cuma mempunyai sedikit kepandaian yang tidak perlu dibuat terkejut. Kata "Pahlawan" terlalu berat untuk diterima olehku. Mohon maaf saudaraku sekalian." Teriak Jieji yang didengar oleh semua pasukan Qiang ini. "Tidak, jika bukan anda seorang pahlawan, lantas siapa lagi." Kata Qian long kemudian. Sesaat setelah itu, beberapa pengawal membawakan Chai Zongxun. Satu-satunya putera Chai Rong, kaisar Dinasti Zhou terdahulu.

Jieji segera mengatur 3000 pasukan dan meminta pengawalnya mengantarkan Chai zongxun dan He Yan serta beberapa Jenderal pemberontak untuk dikirim ke ibukota untuk diadili. Sedang mayat He Shen, diangkut ke ibukota juga. Setelah itu, Jieji melakukan pesta besar-besaran dengan pasukan Qiang di WuWei. Xiping, sebuah kota yang berseberangan dengan WuWei pun segera menyerah. Pemimpin kota Xiping adalah Huan Er yang berasal dari Pasukan Qiang , dia juga diminta ke WuWei untuk pesta bersama. Keesokan harinya... Jieji mengatur pejabat daerah disana, meminta pasukan Qiang untuk kembali ke wilayahnya masing-masing. Namun, Jieji juga berjanji untuk pasukan Qiang, mereka tidak perlu mengirimkan upeti kepada Dinasti Sung selamanya. Kedua belah pihak terus bersahabat. Sementara, pasukan Qiang yang terbunuh dalam perang pemberontakan ini akan mendapat ganjaran setimpal dari Kaisar Sung. Semua pasukan Qiang yang mendengarnya, sangat girang serta bersyukur luar biasa kepadanya. Sebuah surat menyusul ke ibukota. Di Kaifeng... Zhao kuangyin yang mengetahui adik ke 2nya telah berhasil memadamkan pemberontakan, sangat senang. Karena harapan dia berhasil dengan sukses. Dia juga mendapat surat dari adiknya, semua permohonan disini memang tidak berat untuk Dinasti Sung. Dan dia juga berpikir, setelah

ini maka selama Dinasti Sung berkuasa, maka pemberontakan Qiang tidak akan terjadi lagi. Dia menyetujuinya, dan meminta utusan segera menuju WuWei untuk mengumumkan keputusannya lebih lanjut. Setelah itu, dia mendapat kabar sampainya para pemberontak yang tertangkap. He Yan, putera He Shen segera dipenggal kepalanya berikut jenderal-jenderal Sung yang membantunya. Sedang Chai zongxun diluar dugaan malah dibebaskan. Para menteri sangat menyayangkan keputusan kaisar, Perdana menteri Yuan segera memberi saran kepada kaisar. "Yang Mulia, kenapa anda tidak segera membunuh penerus Chai Rong itu?" "Banyak orang tidak mengerti diriku.. Dulu.. Sewaktu aku masih menjadi seorang Jenderal kakeknya, saya sangat disayang oleh Guo Wei. Dia telah menganggap ku sebagai puteranya. Sekarang Keturunan keluarga mereka cuma Chai zongxun yang berusia belia, jika saya membunuhnya,bagaimana saya bisa bertemu Guo Wei di alam sana." kata Zhao seraya meneteskan air mata. Perdana Menteri ini menghela napas panjang seraya mengundurkan diri. Yuan tahu, sebenarnya Zhao adalah orang yang sangat berbudi, dia tidak mampu melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Yuan di satu sisi salut kepadanya, dan di satu sisi lagi menyayangkan keputusannya. Di bebaskannya Chai zongxung terbukti akan sangat merugikan Zhao pada masa yang akan datang. Namun, inilah keputusan bulatnya yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

Chai ditempatkan di Nan Hai, yaitu kota terakhir sebelah selatan China. Namun gelar kebangsawanannya di cabut. Sekarang dia tidak ubahnya rakyat jelata saja. Di Wu Wei... Jieji akan pamit menuju kota raja kembali. Dia diantar oleh pasukan Qiang sebanyak ratusan ribu orang. "Mengantar ribuan li, terakhir akan berpisah juga." katanya kepada Qian Long. Dia diminta kembali ke tanah airnya. Qian Long meminta pamit dengan derai air mata. Dengan segera dia membawa pasukannya pulang. Dari sana masih terdengar suara," Ing Siung..." yang diucapkan berulang-ulang. Jieji segera menuju ke timur beserta 500 pasukan yang dibawanya. Selebihnya, pasukannya dipisahkan kembali ke kota Changan, Wudu, ChengDu, Anding dan HanZhong. Jieji di tengah perjalanan segera memberikan plakat tanda Jenderalnya kepada Yuan FeiDian untuk segera dikembalikan ke Kaisar. Yuan menanyainya. "Anda tidak menuju ke ibukota dahulu?" tanya Yuan. "Tidak. Saya ada sesuatu perlu. Jika jumpa dengan Yang mulia, kabarkanlah. Saya sudah mengerti arti tanda "Sepuluh" itu." Kata Jieji kemudian. "Ada sesuatu pengajaran yang saya ingin meminta petunjuk dari anda,"kata Yuan kemudian. "Saya tentu tidak ada kepandaian yang hebat. Jika ada yang saya tahu,

saya akan memberitahukannya kepadamu." Kata Jieji. "Bagaimana anda bisa menjadi seorang detektif yang sangat hebat?" tanya Yuan. "Saya sendiri tidak merasa hebat, tetapi jika anda ingin tahu. Saya akan mencoba memberitahukannya. Sesuatu hal kecil yang janggal,dimata detektif akan kelihatan sebagai sesuatu hal besar yang sangat luar biasa janggalnya." Kata Jieji. "Ingatlah kata-kata ini, maka anda sudah layak menjadi seorang detektif." Kata Jieji kemudian. "Terima kasih...." Balas Yuan. Kemudian mereka memisahkan diri di perbatasan menuju Kota Changan. Pasukan Yuan bergerak ke timur. Sementara Jieji dan Yunying menuju ke Anding. "Ada sesuatu yang kamu perlu cari disini?" tanya Yunying. "Betul.. Masih ingat hal yang kamu katakan di ruangan penyimpanan pusaka itu?" "Kata "Sepuluh"." kata Yunying. "Iya, itulah. Lihat gunung di bagian utara itu." kata Jieji kemudian seraya menunjuk. "Itu adalah gunung Hua, yang puncaknya tertutup salju setiap tahunnya." Baru berbicara, Yunying segera menyadarinya. "Benar juga, Huruf "Hua" itu kan terdiri dari Huruf "Qi / tujuh" di atas dan huruf " Sepuluh / Pedang " di bawahnya. " kata Yunying kemudian. "Ha Ha... Ternyata kamu ini cepat juga pintarnya yah.." kata Jieji seraya tertawa.

BAB XXIV : Pedang Es Rembulan

"Ada pepatah mengatakan, Dewa yang setiap hari bertemu hantu pun lama-kelamaan menjadi Hantu." kata Yunying tertawa mengejeknya. "Sial, kamu anggap aku ini hantu?" kata Jieji. "Tapi kamu ini hantu baik, toh setiap orang juga akan jadi hantu. Kenapa takut?" kata Yunying seraya tertawa. "Ohya, sejak kapan kamu menyadarinya? Kata tujuh dan sepuluh itu?" tanya Yunying kembali. "Saat kita bertemu dengan Dewa sakti dan Dewi peramal itu disini." Kata Jieji. "Hebat, kamu tidak langsung mencarinya karena tugas negara lebih penting khan?" tanya Yunying. "Tentu, itu sih tidak usah ditanya,anak-anak pun tahu." kata Jieji menyindirnya. Perjalanan terus dilanjutkan Ke kota Anding. Jieji mengambil keputusan untuk berangkat menuju Hua Shan besoknya. Sebenarnya kata "Hua" adalah gabungan antara "Qi / tujuh" dan "She / Sepuluh,sepuluh disini adalah tanda seperti salib yang mengartikannya sebagai lambang Pedang." Sedangkan kata "Shan" artinya gunung jika diubah maka akan menjadi kata "Xian" yang berarti bidadari. Jadi Tujuh bidadari dan pedang adalah kata lengkap dari Hua Shan/ Gunung Hua. Dalam 3 jam perjalanan, Jieji dan Yunying tiba juga di depan kota AnDing. Sesampainya di depan gerbang, saat itu langit telah mulai gelap. Di depan kota terjadi percecokan yang luar biasa ributnya. Jieji sangat suka akan hal-hal seperti itu, dianggapnya inilah "BAU KASUS". Disana tampak beberapa polisi, ditanyainya apa yang sedang terjadi.

Polisi yang melihat perawakannya, serta memakai Kuda berwarna biru ini sadar, pemuda ini bukan sembarang orang. Dia bermaksud memberitahunya apa yang sedang terjadi. "Nenek itu, sekitar beberapa saat yang lalu di rampok di depan gerbang ini. Namun perampok dikejar oleh seseorang, dia berhasil ditangkap. Namun ketika nenek itu menyusul. Mereka berdua mengaku kalau mereka bukanlah pencuri. Si nenek sendiri tidak bisa mengenal kedua pemuda ini. Mana yang menolongnya dan mana yang merampoknya. Kebetulan sekali mereka memakai pakaian yang berwarna agak gelap. Kami sedang memecahkan kasus ini." kata Polisi itu. Jieji yang mendengarnya segera tertawa terbahak-bahak. Lantas dibisikinya petugas polisi itu. Lalu diajaknya Yunying segera mencari penginapan. Yunying yang tidak sabar sedari tadi menegurnya. "Memangnya kamu tahu siapa pelakunya?" "Tidak." "Lalu kenapa bisa-bisanya kamu ketawa?" "Saya tidak tahu siapa diantara mereka yang merampok. Tapi saya tahu caranya untuk mengetahui siapa yang merampok atau yang mengejarnya." kata Jieji. "Bagaimana ? Kamu kan tahu aku ini bodoh, tidak secerdik kamu. Tolong kasih tahu donk..." kata Yunying. "Jika kamu adalah perampok, apa yang kamu lakukan?" "Tentu, lari secepatnya." kata Yunying.

"Bagaimana perasaanmu saat itu?" "Saya akan takut, dan berusaha lari semampuku." kata Yunying. "Lalu kenapa kamu terkejar?" tanya Jieji balik. "Oh...." Segera Yunying sadar. "Aku sudah tahu, saya berlari secepat-cepatnya. Namun ada yang sanggup mengejarku. Dengan begitu, berarti pasti kamu suruh polisi itu untuk memaksa mereka berlari. Siapa yang paling cepat, pasti dialah yang menolong nenek itu. Karena dia sanggup mengejar perampok yang lari dengan sekuat tenaga itu, betul khan??" Kata Yunying. "Ha Ha.. Sudah kubilang kamu ini pintar, tapi kamu tidak percaya." kata Jieji sambil tertawa. Malamnya mereka bermalam di Anding. Kota Anding adalah kota yang cukup dekat dengan HuaShan. Satu hal kenapa Jieji tidak segera menuju ChangAn adalah Kota Anding sebenarnya berarti "Kedamaian di atas". Lukisan 7 bidadari dan puisinya menggambarkan keadaan surga. Karena surga di atas, maka dia berangkat ke Anding. Bukannya ke Changan yang berarti "perdamaian abadi." Mungkin menurut Jieji, kota Anding inilah paling dekat keberadaannya dengan Pedang Es Rembulan. Keesokan harinya... Jieji dan Yunying segera berangkat setelah menyiapkan bekal makanan. Mereka menuju ke arah utara dengan santai. Angin sejuk disini lain sekali, angin gunung yang bertiup seakan bersuara damai. Mereka berdua sangat menikmati angin ini. Tiba-tiba pendengaran sensitif Jieji bekerja. "Ada yang menuju kemari. Sembunyi dahulu." katanya

Jieji dan Yunying memilih tempat di sebelah kanannya. Disana terdapat beberapa pohon yang lebat.Memang tidak lama, terdengar derap kaki kuda yang cukup cepat. Setelah dekat, mereka berdua segera mengenali orang berkuda ini. Dia tak lain adalah putera Yue Fuyan, Yue Liangxu. "Itu calon suamimu telah mencarimu sampai kesini." kata Jieji. "Hush.. Calon suami apa? Dasar gilak." kata Yunying. Sebenarnya dulu,Yue Liangxu bukanlah pemuda yang sok seperti sekarang. Tetapi setelah dia mewarisi jurus tapak penghancur jagad ayahnya, dia berubah. Dari pemuda yang sopan dan tampan menjadi seorang pemuda yang bengis, dan dengki hatinya. Dia merasa tapak penghancur jagad ayahnya yang totalnya 9 tingkat itu tanpa tanding lagi. Merasa dirinya sangat hebat, dia sering memamerkannya walaupun terhadap masalah yang kecil saja. Yunying yang 2 tahun lalu sangat mengagumi kakak seperguruannya ini, tetapi seiring diwarisinya tapak itu ke dia. Sang kakak seperguruan telah berubah, dia malah mulai tidak menyukainya lagi. Karena setiap kali dia bertemu, maka hal yang dibicarakannya tak lain adalah ilmu silatnya itu. Yue Liangxu yang kehilangan jejak mereka, segera menuju ke arah barat. Jieji berdua segera keluar dari tempat persembunyian. "Lihatlah, dia sedang mencari calon istrinya. Sementara calon istrinya malah bersembunyi dengan pria lain." kata Jieji mengejek. "Calon istri kepalamu, sebenarnya cuma dia dan ayahnya yang datang melamarku saja. Saya sendiri belum memutuskan lebih lanjut." kata

Yunying. "Oya? Jadi begitu kejadiannya. Kalau begitu, bagaimana kalau dengan status Pangeran-ku,aku datang ke rumahmu untuk melamar?? Bagaimana?" kata Jieji. "Itu lebih gawat. Kamu terlalu tua untukku, selain itu. Mana mau aku jadi istri kedua orang." kata Yunying. Meskipun mereka bercanda, namun muka Yunying memerah juga. Dia malu terhadap kata-kata candanya. Perjalanan mereka terus dilanjutkan ke utara. Mereka meninggalkan kuda mereka di sebuah pohon yang tertutup rimba. Dengan segera mereka mendaki Hua Shan. Sesampainya di dekat puncak, Jieji cukup terkejut melihat sebuah fenomena disana. Gunung Es, tetapi di sebuah tanjakan dia menemukan Air terjun kecil. Airnya yang mencair mengalir perlahan. "Ada apa?" tanya Yunying. "Coba periksa kesana." kata Jieji seraya menunjuk air terjun kecil. Mereka berdua berjalan ke arah air terjun kecil. "Emang ada yang aneh dengan air terjun itu?" "Lukisan pemandian 7 bidadari, Disini semua gunung tertutup salju. Sepertinya es yang mencair tidak banyak disini." kata Jieji. "Ayok.. Cepat kita cari tempat untuk bisa masuk ke dalam." kata Yunying. Dan ternyata dugaan Jieji sekali ini benar. Di belakang nampak sebuah goa es kecil.

Seraya meminjam pedang Ekor Api, Jieji mencabut sarungnya. Pedang Ekor api mengandung hawa panas, di buatnya lubang goa yang sempit itu menjadi besar dengan hawa panas pedang ini. Hanya beberapa saat, Depan goa itu telah mencair. Mereka berdua masuk ke dalam, namun Jieji memperingatkan Yunying untuk kembali menyimpan pedang itu di dalam sarungnya. Goa ini juga hampir sama dengan goa dimana dia menemukan Pedang Ekor Api. Goa berkelok-kelok dan sangatlah licin. Jieji dan Yunying berusaha untuk setengah jongkok supaya tidak terpeleset akan licinnya es di bawahnya. Sambil memegang tangan Yunying, Jieji meluncur perlahan bersamanya. Setelah sampai di dasar goa ini. Jieji menemukan sebuah lorong. Lorong yang cukup panjang dan lurus. Ketika Yunying mau beranjak terus ke depan. Jieji segera mencegahnya. "Ini aneh, jangan-jangan ada perangkapnya." Dengan tapak, dia menghancurkan sedikit es di bawah kakinya. Es segera digenggam di tangannya. Jieji melemparkan lurus ke arah lorong. Dan benar, ternyata ada perangkap. Ketika es ini meluncur, dari samping kiri keluar panah yang mengikuti es itu. "Kamu bisa lari lebih cepat dari lemparan esku itu?" tanya Jieji. "Tidak... Jadi bagaimana kita lewat?" Jieji berpikir sebentar. "Hm.. Ada cara." Kali ini di hancurkannya lebih banyak es. Lalu

dibagikannya dengan Yunying. "Ayok kita lempar rame-rame." Kata Jieji seraya bercanda. Mereka berdua melemparnya sekuat tenaga. Panah segera muncul tidak hentinya. Begitu es habis, Jieji kembali menghancurkannya lagi. Mereka berdua melempar es dalam waktu lebih dari satu jam. Dan terakhir, panah tidak meluncur lagi. "Kenapa kamu bisa tahu dengan cara seperti ini kita bisa lewat?" tanya Yunying. "Menurutmu, panah disana tersimpan berapa banyak?" "Mana kutahu. Maksudmu, suatu saat bisa habis ya?" kata Yunying kembali. "Pintar," kata Jieji seraya mengusap rambut si nona ini. "Ayok.. Segera berangkat." Mereka berdua segera melewati lorong panjang ini. Diujungnya terdapat sebuah pintu Es, Jieji mendorong pintu ini perlahan. Karena mungkin dirasanya ada perangkap. Namun, setelah pintu di dorong. Tidak terdapat sesuatu, kecuali sebuah tempat dan lorong yang gelap. Dan disana rupanya, kedua belah jurang telah menantinya. "Bagaimana ini? Dengan cara apa kita melewatinya." tanya Yunying. "Pinjam pedangmu itu." Jieji segera membuka sarungnya. Begitu dibuka, daerah gelap itu pun segera terang karena sinar merah pedang ini. Betapa terkejutnya mereka berdua, jalan yang tadinya jurang segera menampakkan setapak yang cukup jelas. "Kamu berani melewatinya?" tanya Jieji.

"Tentu." kata Yunying. "Kalau begitu kamu di belakang, berpeganglah terus kepadaku." "Baik." Pedang di arahkan ke jalan setapak yang muncul tersebut. Dengan perlahan, kaki Jieji mencoba mendarat ke jalanan ilusi itu. Dan benar, jalan ini bisa dipijak layaknya tanah. Dengan berjalan pelan, Jieji yang menggandeng Yunying melewatinya. Tidak sampai setengah jam mereka berhasil mencapai ujungnya. Di ujungnya terdapat sebuah pintu Es. Jieji kembali dengan perlahan mendorongnya. Saat pintu ini terbuka, keduanya terpesona melihatnya. Ruangan Es tampak luar biasa cantiknya akibat sinar matahari yang sedikit tembus. "Rupanya inilah yang dimaksud dengan "Surga dunia" itu. Seperti lukisan 7 bidadari yang mandi, cantik dan berseni sekali namun menyesatkan, terbukti banyak perangkap tadinya di luar." kata Jieji. "mm.. " kata Yunying seraya mengangguk. Jieji melihat ke kiri kanan, disana juga sama. Terdapat rak buku, yang dimana diletakkan sebuah kitab. Buku kitab itu ternyata sama dengan buku kitab yang dipegang Yunying. yaitu "Kitab ilmu memindah Semesta". "Coba keluarkan buku kitab mu itu." Kata Jieji. Setelah diteliti, ternyata keduanya tidak sama. Kepunyaan Yunying adalah kitab Ilmu memindah Semesta dari tingkat 1 sampai ke 5. Sedang buku kitab di rak berisi tingkat 6 sampai 10. Jieji seraya

mengangsurkan kedua kitab ini kepadanya. "Jadi ini untukku?" tanya Yunying. "Tentu, kamu punya awalnya. Mana mungkin kuambil akhirnya." Kata Jieji. "Terima kasih.... " Kata Yunying girang. Cuma ada 1 hal lagi yang membuatnya penasaran. Ketika di Gunung Fuji, saat diambilnya kitab di rak. Muncul cahaya terang. Namun ini juga tidak kunjung muncul. Dia berjalan segera ke arah tengah. Disana memang sepertinya ada tempat memasukkan pedang. Namun, kenapa pedang ini tidak muncul. Jika ada orang yang mencurinya, kenapa kitab ini tidak diambil. Baru berpikir sebentar, Yunying segera mengeluarkan pedang Ekor api dari sarungnya. Dan mendekatkan pedang itu ke arah di tancapkan pedang. Sesaat setelah itu, muncullah sinar terang luar biasa. Sinar ini berwarna biru muda. Sesaat itu, hilangnya sinar biru ini menuju ke arah ditancapkannya pedang. Dan muncullah sesuatu benda berbentuk batang di tengahnya. Yah, inilah Pedang legendaris itu. "Pedang Es Rembulan". Di bawahnya tertulis ukiran kalimat. "Aliran Air membeku, Menguasai dunia persilatan"

BAB XXV : Kembali Ke Hefei Jieji yang melihatnya cukup terkejut. Bagaimana wanita kecil ini punya ide seperti itu? "Bagaimana bisa kamu tahu harus didekatkan?" "Wah, ternyata kali ini saya mampu berpikir mendahuluimu." Kata Yunying sambil tersenyum kecil.

"Wanita itu ibaratnya adalah Yin. Seorang laki-laki itu ibaratnya Yang. Keduanya saling melengkapi. Jadi ketika saya melihat benda aneh yang mirip colokan pedang. Langsung kukeluarkan saja pedang Ekor api ini. Cuma sesederhana ini, kok. Tentu mengingat ruangan sebelumnya, dan halhal sebelum kita masuk, maka bisa kutebak sedikit." sambungnya. "Wah, mungkin cara berpikir ku terlalu rumit. Ternyata pedang bisa muncul dengan cara begini sederhana. Sebelumnya malah kupikir bahwa pedang ini sudah dicuri. Mengingat keadaan di gunung Fuji, aku merasa heran. Kenapa kali ini setelah kitab diambil, sinar itu malah tidak muncul." kata Jieji menjelaskan. "Tidak, ini adalah karya luar biasa besar loh. Jika tidak percaya, aku akan mengembalikan kitab ini ke rak. Dan yang mengambilnya harus aku dari sana, pasti cahaya yang kamu bilang akan muncul." kata Yunying. Seraya berjalan ke arah rak, Yunying meletakkan kembali buku itu. Dan seiring itu, pedang yang nampak menancap itu hilang dari pandangan. Dan diambilnya kembali buku itu dari rak. Ternyata, apa yang dikatakan Yunying terbukti. Sinar biru muda itu kembali muncul, dan sesaat setelah itu. Pedang yang hilang itu muncul kembali. "Hebat... Makin lama rasanya kamu semakin menarik." kata Jieji memujanya. "Untung pedang Ekor api dari gunung Fuji ini kamu yang menemukannya. Jika seorang wanita, maka Cahaya disana tidak akan muncul selamanya." Kata Yunying sambil tertawa kecil. Jieji mengarahkan pandangannya ke pedang tertancap itu. Dengan segera, dia mengangkatnya, serta membuka sarungnya. Ketika terbuka, pedang ini kelihatan sangat indah. Warnanya biru muda dan mengandung hawa dingin luar biasa. Dengan meminjam Pedang Ekor api, Jieji menggabungkan kedua bilah pedang ini. Ternyata tidak muncul reaksi apapun. Jieji terus berpikir, apa rahasia yang terkandung dalam kedua bilah pedang. Setelah itu, Jieji berpikir mungkin kedua bilah pedang ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ilmu pemusnah raga. Yunying yang sedari tadi melihatnya berpikir dengan asyik, lantas mengeluarkan suara juga.

"Apa kita akan keluar dari tempat kita masuk?" "Tentu." Mereka berjalan kembali menuju pintu Es yang tadinya telah terbuka. Namun kedua pedang ini belum dimasukkan ke dalam sarung. Tibalah mereka di ruangan gelap tadi. Sesaat cahaya pedang langsung bereaksi. Jieji bisa merasakan getaran di kedua tangannya. Kemudian dengan pelan, dia menggabungkan kembali kedua pedang. Lantas cahaya nan terang lantas muncul. Sebenarnya ruangan ini dibawahnya adalah jurang nan gelap tadinya. Namun setelah kedua pedang di gabungkan, jurang nan gelap itu terlihat terang dan terlihat beberapa aksara. Ini adalah pesan yang terkandung di dalam 2 bilah pedang ini. Dengan berjalan ke depan, Jieji membacanya. "Selamat kepada pemegang 2 Pedang Legendaris. Saya seorang pandai besi dari Dinasti Tang sangat mempunyai keinginan menciptakan pedang terbaik sepanjang masa. Pedang Ekor Api kubuat dengan mencari batu meteor nan panas yang jatuh ke Utara. Sedang Pedang Es Rembulan kubuat dengan batu meteor yang jatuh disini dengan menggabungkan meteor dan Es nan dingin. Kedua batu meteor berfungsi mempertahankan sifat asli dua pedang ini. Semoga pemilik pedang mampu menggunakannya untuk membela kebenaran dan menegakkan keadilan." Setelah membacanya, Jieji kecewa juga. Dia berpikir bahwa inilah petunjuk untuk mencari asal-usul Ilmu pemusnah raga. Namun, yang didapatinya malah pesan dari pembuat pedang ini saja. Tetapi, Jieji sangat menghargai karya besar pandai besi ini. "Ruangan ini, betul Maha karya sempurna di jagad. Ingin rasanya kubungkus pulang dan kunikmati bersama kenalanku." kata Jieji seraya bercanda. "Mmm..." kata Yunying seraya mengangguk kecil. Dari ruangan ini, mereka berdua akhirnya keluar juga. Herannya, pintu masuk mereka tadi kembali tertutup salju yang membeku kembali. Dengan hal yang sama, mereka keluar dari air terjun kecil. Jieji dan Yunying sangat mengagumi karya nan hebat ini. Setelah beberapa lama mereka menikmati pemandangan gunung Hua yang tertutup salju. Akhirnya mereka turun gunung juga.

"Sekarang kita akan kemana?" tanya Yunying yang telah sampai di lembah gunung Hua. "Saya rasa kamu harus pulang dahulu. Sudah lebih dari 4 bulan kamu meninggalkan Hefei. Sekarang saatnya kamu kembali." "Tidak... Saya tidak akan kembali." kata Yunying. "Tenang saja. Jika ada informasi tentang ibumu. Saya akan mengabarkan padamu pertama." kata Jieji. "Memang saya sungguh mengganggumu yah?" tanya Yunying. "Tentu tidak, saya ingin kamu pulang ke Hefei. Latihlah ilmu kitab memindah semesta dengan baik. Selain itu, saya harus pulang ke Dongyang . Karena ada beberapa hal yang akan saya urus disana." "Kenapa tidak bawa aku sekalian saja?" tanya Nona kecil ini kembali. "Karena apa yang bakal kulakukan disana sama sekali tidak ada hubungannya dengan ibumu." kata Jieji. "Kalau begitu, saya akan mendengarkan kata-katamu." kata Yunying. Jieji mengangsurkan pedang Ekor Api kepadanya. Namun Yunying menolaknya. "Ini adalah hasil jerih payahmu. Seharusnya pedang ini disimpan olehmu saja." kata Yunying. "Tidak, pedang ini kamu simpan saja. Saya tidak memerlukannya, karena saya sudah punya Pedang Es rembulan. Dan tenanglah, karena saya yang membawamu keluar dari Hefei. Maka saya yang akan mengantarmu kembali." Kata Jieji kembali. "Iya.." kata Yunying singkat. Dari kota Anding, mereka segera berangkat ke Hefei. Perjalanan ini cukup jauh, dan tidak terasa memakan waktu selama sebulan. Akhirnya mereka sampai juga di Hefei. Inilah saatnya Jieji akan berpisah dengan Yunying. Yunying yang berjalan dahulu menuju kota dengan pelan. Jieji terus melihatnya. Namun, tiba-tiba si nona berpaling. "Apa kamu akan merindukanku?" tanyanya.

Jieji menatapnya lama dan mengatakan. "Tentu, semoga kita bisa berjumpa kembali tidak lama." katanya. "Dan 1 hal yang harus kamu ingat, jangan sembarang mengeluarkan pedang itu dari sarungnya. Karena saya tidak ingin hal yang diinginkan terjadi padamu." kata Jieji kembali. "Semua pesanmu akan kuingat.." Kata Yunying sambil tersenyum manis. Setelah itu, si nona memacu kudanya menuju ke kota Hefei. Jieji terus menatap si nona ini sampai dia hilang dari pandangannya. Setelah nona ini sampai ke kota Hefei, langsung tidak lama ayahnya sudah menjemputnya. Ini wajar saja, semenjak Yunying keluar dari rumah. Sang ayah sangat mencemaskannya. Semua orang di kota mengenal puteri ke 3 keluarga Wu ini dengan baik, maka dengan cepat informasi kepulangan puterinya telah sampai di telinga Wu Quan. "Nak, kamu ini tampak kurus. Beberapa bulan ini kamu kemana saja?" "Saya mencoba mencari informasi tentang ibu, tetapi hasilnya tetap nihil." kata Yunying. Wu Quan segera mengingat isterinya yang tercinta itu. Setelah menikah dengannya di usia yang sangat muda, Sang istri cuma tinggal di rumah tidak sampai dua tahun. Dan pergi jauh dengan alasan menyelidiki Ilmu pemusnah raga. Namun tak disangkanya, 17 tahun setelahnya dia pulang. Namun kali ini kepulangannya juga tidak berapa lama. Setelah 7 tahun, kembali dia meninggalkan sang suaminya. Wu Quan, seorang bekas penasehat perang yang sangat terkenal di wilayah Timur China. Oleh karena itu, banyak yang bersedia membantunya. Yue Fuyan adalah teman lamanya ketika dia berada dalam pasukan Dinasti Zhou. Keduanya pernah berjanji untuk saling mengikat tali perkawinan antar anak mereka. Setahun yang lalu, mereka pernah membicarakannya. Mengingat keakraban Yunying dan Liangxu semenjak kanak-kanak. Keduanya berinisiatif untuk menjodohkannya. "Cepatlah pulang ke rumah, Nak Liangxu sudah sangat merindukanmu." kata Sang Ayah. Yunying cuma mengangguk pelan, langsung dibawanya kudanya berjalan di depan ayahnya.

Wu Quan yang melihat pedang pendek yang tergantung di pinggang Yunying, merasa aneh. Lalu ditegurnya anaknya, "Benda apa yang kamu bawa dipinggangmu?" Sambil menariknya keluar Yunying mengatakan, "Ini cuma pedang biasa, namun karena cantik. Saya membelinya di kota Kaifeng." Sang ayah tidak bercuriga lebih lanjut, diikutinya si nona ini menuju ke kediamannya. Di Wisma Wu, si nona setelah mengunjungi kakak-kakaknya langsung menuju ke kamarnya sendiri untuk beristirahat. Namun tidak berapa lama, pintunya telah diketuk. "Adik, kamu telah pulang?" tanya suara seorang pria. Yunying tahu, yang memanggilnya adalah kakak seperguruannya. Segera dia bangkit dari tempat tidurnya, dan menuju ke depan kamarnya. Seperti biasa, kakak seperguruannya selalu mengajaknya ke taman kecil. Yaitu taman dimana Jieji pernah melihat mereka berdua ngobrol. "Dik, apa kabarmu? Kenapa meninggalkan rumah tanpa pemberitahuan?" tanya Liangxu. "Saya mau mencari ibuku." katanya pendek. "Kamu keluar kota sebenarnya dengan siapa?" "Sendiri saja." kata Yunying. "Oh? Bukannya kamu keluar kota bersama orang bernama Jieji itu?" tanya Liangxu yang agak gusar. "Ya, memang dia keluar kota bersamaku. Tapi tidak lama, dia beranjak ke utara. Sedang aku ke barat." kata Yunying membohonginya. "Oh, jadi begitu yah? Jika dia ketahuan keluar bersamamu, tidak akan kuampuni dia." katanya. "Kakak, kenapa kamu ini selalu ingin mencari masalah dengan orang lain? padahal orang tidak pernah bersalah padamu."kata Yunying yang sebenarnya membela Jieji. "Kamu tahu, berapa besar cintaku kepadamu. Saya ingin memberikan kebahagiaan terbesar buatmu." kata Liangxu.

Sampai sini, Yunying tidak mau berkomentar banyak lagi dengannya. "Ohya, anak buah ayahku pernah nampak kamu di Luoyang. Kenapa saat itu kamu tidak pulang? Dan mereka melaporkan bahwa ada pesilat hebat yang mengancam mereka. Siapa sebenarnya orang itu?" tanyanya kembali. "Itu adalah Jenderal baru yang diangkat Kaisar, namanya Kawashima Oda." kata Yunying yang tidak sepenuhnya berbohong. "Jadi kamu bersama Jenderal itu? Aku pernah mendengar sepak terjangnya yang luar biasa dari ayah. Saya sangat mengaguminya, dan suatu hari saya juga akan melakukan hal yang lebih hebat dari yang pernah dilakukannya. Akan kuusir Pasukan Liao di Utara dan pasukan Han utara yang menjadi ancaman Sung bertahun-tahun." kata Liangxu dengan penuh kebanggaan. Yunying yang mendengarnya tertawa dalam hati. Dalam pikirannya, kalau dia tahu bahwa Kawashima Oda adalah Jieji. Entah apa yang akan terjadi.

BAB XXVI : Keputusan terakhir Sepak terjang Jieji sebagai Jenderal telah diceritakan Yuan FeiDian kepada Kaisar dan para menteri. Semuanya sangat kagum akan hal yang dilakukannya. Dari cara menempatkan pasukan, tipu muslihatnya tidak ada bandingnya. Kaisar yakin Jieji akan sanggup melakukannya, karena dalam anggapannya. Detektif adalah seorang yang menggabungkan semua petunjuk kecil dan menjadikan gabungan petunjuk itu menjadi Kebenaran. Sedang seorang jenderal cerdik adalah kebalikan dari detektif, memecahkan dan mensamarkan petunjuk dan menyesatkan lawannya. Zhao yakin Jieji sanggup melakukannya, karena itu dia menunjuknya sebagai jenderal besar untuk mengatasi He Shen, Jenderal yang berpengalaman. Surat yang dikirim Jieji ke He Shen juga telah sampai di Ibukota. Setelah membacanya, tidak ada menteri yang tidak tertawa besar. Dan karena surat inilah, WuWei dan Xiping kembali aman. Semua hal mengenai Jieji di ibukota tentu telah sampai di telinga Yue Fuyan, ketua dunia persilatan. Oleh karena itu, Liangxu juga mengetahuinya. Di timur kota Xiapi... Tampak seorang pemuda yang berkuda gagah mendekati batas pantai. Dia sedang menunggu kapal untuk menyeberangi lautan. Di pinggangnya tergantung sebuah pedang pendek yang sarungnya aneh.

Sambil menikmati desiran angin, dia memandang ke arah lautan nan luas itu. Tetapi, tiba-tiba dari arah belakang dirasakannya desiran angin mengoyak. Dengan cepat dia menghindari desiran angin yang menuju ke punggungnya itu. Tampak olehnya sekilas, sebatang anak panah meluncur dari samping. Dia segera menoleh, tetapi tidak ada orang disana. Kembali desiran itu terasa kembali, Dia bergegas menghindari. Kali ini sebatang anak panah melesat dan jatuh di laut. "Siapa? Tunjukkan dirimu?" tanya pemuda ini. "Wahai pemuda, Saya ini Wen Xiang. Datang untuk membalas dendam kematian adikku." terdengar sebuah suara dari arah rimba kecil di depan yang jauhnya sekitar 1/2 li lebih. Pemuda yang masih di atas kuda ini tak lain adalah Jieji. Suara itu didengarnya dengan cermat. Dia tahu, orang yang memanahnya adalah Dewa pemanah. Kemampuan orang ini jauh di atas Wen Dun. Jadi Jieji berkesimpulan, orang bernama Wen Dun yang juga bawahan He Shen yang telah dikirim ke ibukota ini telah meninggal karena dipenggal Zhao kuangyin. Wen Xiang mencarinya kembali untuk balas dendam atas kematian adik kandungnya. "Siuuuutttt...." sekali lagi terdengar suara melesatnya anak panah. Dengan tenang dan mendengarkannya secara cermat, kali ini panah itu bisa di tangkapnya. Namun tanpa disangka, Jieji melihat ujung panah itu mengandung racun. Racun yang tidak asing baginya. Inilah racun pemusnah raga. Jieji yang melihat ini segera gusar. Dipancingnya Wen Xiang untuk berbicara. "Adikmu ini tolol luar biasa, Kamu sebagai kakak seharusnya bangga. Aku pernah menangkapnya dengan mudah. Bagaimana adikmu yang tidak punya kemampuan itu berani melawanku." Kata Jieji keras dan tertawa. "Keparat, hari ini kamu akan membayarnya." Sebelum dilepaskannya panah dari arah rimba. Jieji segera memutar tubuhnya di atas kuda, dengan pengumpulan kekuatan nan kuat. Panah yang ada di tangan Jieji dilemparnya.

Panah itu melesat 2 kali lebih cepat dari Panah yang dilepaskan oleh Wen Xiang. Seiring dengan panah yang telah dilempar, Jieji mengejarnya ke arah rimba. Ditelitinya arah suara Wen Xiang yang muncul tadi, dan benar. Disana Wen Xiang telah terpanah di bahunya dan tembus. "Katakan, dari mana kau dapatkan racun di ujung panahmu itu." kata Jieji. "Kenapa kau harus tahu banyak?" katanya. Baru beberapa saat Wen Xiang berbicara, matanya melek. Tubuhnya kejang-kejang. Inilah ciri awal racun pemusnah raga itu. "Katakan, akan kutolong dirimu..." kata Jieji dengan cepat. "Ha Ha..aa.. Tidaaakkk... Haaarriii... innnii aakkuuu mmaaattii... Taapppii.. kkaauuu tttidakkk akannn hiiiddupp tennnaannngggg..Arrghhh..." Teriaknya dengan megap-megap. Dari 7 lubang utama di wajahnya keluarlah cairan aneh. Segera diingatnya keadaan Xufen 10 tahun yang lalu. Setelah menghisap racun di bahunya, Xufen juga sempat kejang-kejang. Namun, dengan tenaga dalam yang dimilikinya, dia berusaha menahan racun yang bekerja di tubuhnya. Setelah itu, dengan cepat Jieji menggendongnya untuk ke arah timur. Di perjalanan, dia bertemu dengan seorang tua yang wajahnya alim dan gaya berjalannya tenang sekali, dipunggungnya tergantung sebuah kotak yang cukup besar. Namun, ketika dia melihat wajah nona itu, Dia sangat terkejut. "Aku adalah dewa tabib, Chen Shou. Akan kuperiksa nona ini. Sepertinya dia keracunan sampai kepayahan." katanya. Jieji yang mengetahui kalau dia adalah tabib dewa yang sangat terkenal itu segera menurunkan Xufen yang ada di punggungnya. Setelah memakai sarung tangan nan tipis di tangannya. Chen Shou segera memeriksa nadi nona ini. "Gawat, inilah racun paling terkenal di dunia persilatan. Racun pemusnah raga." Jieji yang mendengarnya sangat bingung luar biasa. "Tabib, mohon sembuhkanlah Istriku ini."

"Jadi dia istrimu? Saya akan berusaha semampuku tuan. Tenangkan dirimu dahulu." Kata Chen Shou seraya mengambil peralatan kotak di belakang punggungnya. Setelah memeriksanya, dia mengeluarkan 7 jarum. Semua jarum itu ditusukkannya dengan hati hati di ubun-ubun Xufen. Untuk sejenak, Xufen sudah sadar. Dia mampu berbicara. "Jangan terlalu takut Jie. Aku tidak akan mati dengan begini mudah." kata Xufen. "Iya,"kata Jieji. Sebenarnya Xufen sangat tahu kondisinya saat itu. Dia merasa dirinya itu sudah kritis. Ibarat api lilin yang sedang di hembuskan kencang oleh angin. "Tuan, sekarang adalah kondisi yang paling berbahaya. Saya akan menusuk jarum ke semua nadi tangan dan kakinya. Dan jarum terakhir akan di tusuk ke keningnya." kata Chen Shou. Jieji cukup terkejut. "Tetapi, kali ini saya tidak berani mengambil keputusan terakhir. Karena anda adalah suaminya, jarum terakhir itu harus ditusuk anda sendiri." kata Chen Shou kemudian lagi. "Tetapi, saya tidak tahu caranya. Dan kenapa harus aku, bukannya tabib sendiri mampu?" kata Jieji kembali. "Karena jika salah sedikit saja, maka nona ini akan tewas. Racun itu sudah kukumpulkan di kepalanya. Dan titik terakhir itulah keningnya. Jarum harus ditusuk dalam 1 jam ini. Jika ada kata-kata terakhir yang akan anda ucapkan, saya akan menunggumu." Kata-kata Tabib Chen Shou memang terdengar tidak manusiawi. Tetapi inilah kondisi yang sesungguhnya. Jika dalam 1 jam jarum tidak ditusuk, maka Xufen akan meninggal akibat racun yang telah terkumpul di kepalanya itu bereaksi. Jika ditusuk, dan tidak pas. Maka saat itu Xufen akan tewas langsung. "Tabib, berikanlah kita waktu sedikit saja. Karena kita baru saja menikah semalam. Banyak hal yang belum kita bicarakan." kata Xufen kemudian. Chen Shou mengiyakannya, seraya berjalan ke depan pondok. Dia menunggu kedua pasangan tersebut. Dalam hatinya, dia sangat menyayangkan keputusan Tuhan yang akan memisahkan kedua insan yang saling mencinta ini. Padahal mereka baru saja menikah 1 hari, kenapa cobaan seberat ini lantas telah datang?

Chen Shou cuma memiliki 20 persen keyakinan akan sembuhnya nona itu. Tetapi, mau tidak mau harus dicoba. "Jie, jangan menyalahkan dirimu kalau terakhir kamu tidak sanggup menolongku. Walau hanya dalam 1 tahun ini kita bisa bersama, saya cukup puas. Sungguh, jika saya meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Teruslah hidup untukku, jangan menyia-nyiakan hidupmu. Untuk masalah ini, kamu harus berjanji kepadaku." kata Xufen kepadanya. "Kenapa kamu berbicara seperti itu. Tabib ini adalah tabib paling hebat dari Dinasti Sung yang besar. Dia pasti bisa menolongmu. Setelah itu, kita bisa ke Dongyang. Kita tidak akan terlibat dengan dunia persilatan lagi. Disana, kita akan menjadi pasangan kekasih yang hidup dalam kedamaian abadi." Kata Jieji yang berurai air mata menyaksikan istrinya yang sangat dicintai ini kepayahan. "Berjanjilah kepadaku lebih dahulu." Kata Xufen sambil tersenyum. "Baik... Aku akan berjanji padamu. Apapun yang terjadi, aku akan terus berusaha hidup. Aku tidak akan menyia nyia kan nyawaku." kata Jieji. "Sekarang ada pesan yang harus kuberitahu kepadamu. Sebenarnya aku ini bukanlah anak kandung guru Yuan.." kata Xufen kembali. Jieji cukup terkejut mendengarnya, sebelum dia berbicara. Xufen mendahuluinya. "Saya cuma mendapat petunjuk sedikit saja, orang tuaku mungkin hidup di Dongyang. Aku ingin kamu menguburku disana jika aku tidak mampu hidup. Dengan kemampuanmu, saya rasa tidak susah bagimu untuk menemukan mereka. Katakanlah kepada mereka, Saya tidak berbakti. Belum mampu melayani mereka dengan baik." Kata Xufen kembali. Jieji makin sakit hatinya mendengar apa yang diucapkan Xufen. "Tidak.. Kamu tidak akan mati... Kamu masih punya banyak sekali janji kepadaku.. Kamu bukan tipe orang yang mengingkar janji khan? Kamu harus menepatinya." kata Jieji yang seakan akan kehilangan istrinya ini. "Jika aku meninggal nantinya, carilah wanita yang lebih baik dariku. Menikahlah. Tentu, kisah cinta kita jangan kamu ceritakan kepadanya. Karena pasti kehidupan rumah tangga barumu nantinya tidak akan baik." kata Xufen. "Tidak.. Kamu tidak akan mati, kenapa menceritakan hal-hal yang begitu tidak baik?" tanya Jieji kembali. "Aku ingin kamu memelukku. Walau waktu kita tidak banyak.."kata Xufen kembali.

Jieji langsung menempatkan punggung Xufen di dadanya. Mereka tidak berbicara lebih lanjut. Selang lebih dari setengah jam, Jieji dan Xufen dikejutkan suara Chen Shou. "Waktu kita tidak banyak lagi. Sekaranglah saatnya." Xufen segera duduk bersila kembali. Sebelum menutup mata, dia memesankan sesuatu kepada Jieji. "Aku ingin kamu melatih kungfu. Supaya kelak kamu mampu hidup lebih baik. Semua teori ilmu Jari Dewi pemusnah sudah kamu ingat. Belajarlah dengan baik. Mulailah sesekali meneliti ilmu silat yang baru. Jika kamu suatu hari menjadi jago tingkat atas di dunia persilatan, maka aku sudah sangat tenang. Dan, yang terakhir... Ingatlah semua janjimu kepadaku..." Jieji seraya mengangguk meski dalam hatinya gejolak perasaan itu muncul saling bertabrakan. Setelah bermeditasi sebentar, Jieji mengatakan telah siap pada Chen Shou. Lalu diangsurkannya jarum terakhir itu ke tangan Jieji. Setelah menerimanya, Jieji sudah siap menusukkan jarum itu ke kening Xufen. Dengan sebuah hentakan ringan, jarum itu segera menusuk pas di kening yang lokasinya telah diberitahu oleh Chen Shou. Xufen yang sedari tadi diam, langsung membuka matanya. Jieji berhasil, dia berhasil menusuk pas ke keningnya. Namun tidak berapa lama, Xufen segera memuntahkan darah hitam. Dan langsung, dia jatuh ke belakang. Setelah Chen Shou memeriksanya, dia cuma menggoyangkan kepalanya. Yah, begitulah cara Xufen tewas. Selama 10 tahun terakhir, Jieji sangat menyesalkan dirinya. Dia anggap kematian Xufen adalah karenanya. Dia menjadi orang yang frustasi, tidak ada semangat hidup pada awalnya. Dengan membawa mayat Xufen, dan dipeluknya di bahunya. Dia menuju ke Dongyang. Nahkoda dan penumpang yang melihatnya sangatlah heran. Kenapa Pemuda ini membawa mayat seorang wanita. *****

Teriakan nahkoda membuyarkan lamunan Jieji. Rupanya sedari tadi, kapal telah siap untuk berlabuh ke Dongyang. Jieji segera bangkit, dia menuju ke arah kapal. Dengan membawa kudanya, dia menyewa 1 kapal itu sendiri. Kapal melaju cepat ke Dongyang. Namun tanpa disadari oleh Jieji. Sebenarnya ketika dia berada di rimba kecil, ada beberapa orang yang sedang mengamatinya dari puncak bukit di belakangnya. Tentu, yang mengamatinya adalah jago kungfu kelas tinggi. Jika tidak, tentu Jieji bisa merasakan hawa kehadiran mereka. "Anak muda itu, selain telah membunuh Bao Sanye, muridku. Hari ini malah telah membunuh murid kesayanganku, Wen Xiang." kata seorang berpakaian imam yang tua. "Itu karena ketololan Bao Sanye. selain itu, Kenapa Wen Xiang tidak pernah kamu ajari silat. Melainkan ilmu panah saja, salahmu sendiri." kata Seorang wanita yang berusia sekitar 50 tahun. "Betul, ini adalah hal yang fatal. Pemuda itu cuma berniat balas dendam kematian istrinya, tidak ada niat lain dan kamu juga salah. Bukannya mencegah muridmu, malah kamu diam disini dan melihatnya." kata Seorang lelaki tua yang juga berumur 50 tahun lebih. "Keparat, muridku yang terbunuh. Tentu kamu bisa mengatakan begitu.Kali ini akan kucincang laki-laki muda itu." Katanya seraya hilang dengan cepat. Beberapa saat... "Tidak ada gunanya... Mungkin si tua kali ini akan menemui masalah besar." kata yang wanita. "Betul, dia yang cari masalahnya sendiri. Aku sudah memperingatinya. Tetapi apa betul dia benar-benar hebat?" kata yang lelaki. "Iya, aku pernah 2 kali melihat sepak terjangnya. Yang pertama adalah ketika di Chengdu beberapa tahun lalu. Biksu Tua India yang menguasai tapak buddha Rulai tingkat tujuh saja bukan tandingannya."Kata yang wanita. "Kalau begitu, meski kita bergabung. Pemuda itu jauh lebih unggul?" "Tentu... Tapak berantai adalah tapak tiada 2 di jagad."kata wanita itu kembali. Seraya berkata begitu, keduanya hilang dari bukit.

BAB XXVII : Tewasnya Lelaki tua, Lu Fei Dan

Sebulan kemudian, Di Dongyang... Jieji tinggal di sebuah wisma kecil. Setiap hari dia pergi ke makam Xufen yang letaknya sekitar 1 li saja. Disana dia bercerita mengenai pengalamannya kembali ke China. Hal ini selalu dilakukannya, jika dia pergi dari Dongyang dan kembali lagi kesana. Dia selalu menganggap kalau Xufen bisa mendengarkannya di alam sana. Kadang dia duduk disana sampai sore tiba, kadang juga dia bermalam disana. Suatu pagi... Seperti biasa,Jieji sudah siap berangkat ke makam Xufen. Setelah berjalan beberapa lama, dia hampir tiba di makam istrinya yang tercinta itu. Namun, dari jauh dia merasakan adanya sesuatu hal yang tidak beres. Pagar jimat yang melindungi kuburan Xufen telah hilang. Sejak 10 tahun yang lalu, setelah menggali kuburan buat Xufen. Jieji terus menerus tidur di sana. Namun, suatu hari... Dia merasa heran, sekitar radius 100 kaki dia mendapatkan sebuah hawa aneh. Di tanah tempat Xufen dikuburkan, ada tulisan yang berbunyi : "Anak muda, tidak usah aneh terhadap fenomena ini. Ini adalah pagar pelindung yang kubuat untuk melindungi makam anak muridku tercinta. Betapa tidak bergunanya engkau karena dengan cepat melupakan pesan muridku itu." Jieji yang membacanya ini segera sadar. Dia tidak boleh terbawa perasaannya terlalu dalam. Kata-kata ini menjadi angin sejuk baginya

yang sedang frustasi. Oleh karena itu, dengan segera dia berusaha mempelajari ilmu silat, karena inilah pesan Xufen terakhir untuknya yang bisa segera dilakukannya. Jieji sebelumnya telah tahu, Guru Xufen adalah pasangan Dewa sakti dan Dewi peramal. Mereka berdua sering sekali mengunjungi makam anak muridnya. Ini bisa dilihat Jieji, jejak sepatu selain punya dia ada terbentuk disana di tanah dekat makam istrinya. Hari ini Jieji merasa sangat aneh sekali, kenapa pagar pelindung itu bisa terlepas. Dengan berlari cepat, dia sampai ke makamnya Xufen. Dipandanginya dengan cermat makam istrinya, ternyata tidak ada masalah yang aneh. Untuk sejenak dia bisa bernafas dengan lega. "Aneh... Kenapa pagar pelindung yang dibuat 2 guru itu bisa hilang?" pikir Jieji. Tanpa perlu lama berpikir. Jieji telah tahu penyebabnya, karena dari arah belakang punggungnya terasa hawa kemunculan seseorang. "Tidak disangka Dewa Sakti dan istrinya itu bisa berbuat hal semacam ini disini. Ha Ha... Tapi ilmu mereka jelas masih rendah, orang sepertiku saja sanggup menghancurkan pagar pelindung." Terdengar seorang berujar keras. Segera Jieji menoleh.. Dia mendapatkan seorang tua yang berjubah imam. Wajahnya bengis, jenggot putih menutup lehernya. Rambutnya telah memutih semua. "Siapa anda? Ada perlu apa anda datang kemari?" tanya Jieji. "Membalaskan kematian 2 muridku." katanya pendek. Namun dari sinar matanya terlihat hawa pembunuhan.

"Hanya 2 orang yang pernah kubunuh dengan langsung. Saya rasa orang yang anda maksud tentu si Kura-kura Bao dan Si buta Xiang." Bao dari dahulu disebut Jieji sebagai kura-kura. Sedangkan Xiang, bagi seorang pemanah, dia harus menutup sebelah matanya untuk mengeker. Oleh karena itu, dia menyebut Xiang sebagai orang buta. Betapa gusarnya dia mendengar perkataan pemuda ini. Giginya sampai gemeretak. "Anak muda... Hari ini kita harus bertarung satu hidup satu mati." katanya dengan penuh kemarahan. "Tidak perlu.. Hanya saya yang hidup, dan kamu yang mati." kata Jieji pendek. Percakapan mereka didengar oleh sepasang manusia yang terus berada di ranting pohon besar dari jarak 1 li. "Hari ini, murid saudara seperguruanku akan menemui ajalnya." Kata Seorang tua yang tak lain adalah Dewa sakti. "Panah sudah dilepas, Dia tidak akan hidup lama lagi." Sambung yang wanita. Beralih lagi ke tempat Jieji. "Sebutkan namamu dulu. Aku ingin mencatat nama orang yang pernah kubunuh." kata Orang tua itu. "Namaku Xia Jieji, 10 tahun lalu aku menjadi detektif di Changsha." kata Jieji kemudian. "Jadi kau adalah detektif itu? Dengan begitu kau dan aku telah musuh bebuyutan sejak kau dengan analisismu berhasil menangkap cucu muridku."

Katanya dengan penuh kegusaran. "Betul, tapi juga sebutkan namamu dulu. Saya ingin mengukir namamu di kakus semua rumah di Dongyang. Tentu jika saya sanggup membunuhmu." Kata Jieji dengan senyum penuh arti. Gusarnya orang tua ini tidak kepalang lagi. Sambil berteriak dia berniat melancarkan serangannya. "Namaku Lu Fei Dan, Ingat itu baik-baik supaya nantinya ketika kamu ketemu Raja neraka. Ingat kirim salamku kepadanya." Jurus yang dikeluarkan oleh Fei Dan sama sekali tidak asing bagi Jieji. Inilah tapak Mayapada. Jieji tidak melayaninya secara langsung, dia cuma berusaha menghindari setiap pukulan lawannya. "Lu Ben Dan (maksudnya Lu disini telah diganti menjadi Rusa dan Ben Dan adalah Bodoh), Jurusmu itu cuma sanggup mengusir kucing. Bagaimana kamu bisa bertarung dengan benar." kata Jieji. Memang benar, Pemuda ini sengaja memancing kemarahan lawannya sehingga konsentrasinya pecah. Ini segera terbukti. Tapak Mayapada tingkat 4 segera dilancarkan, Jieji yang telah siap segera berkelit dengan melompat ke ranting pohon. Sejenak, tapak itu telah membelah pohon tempat yang dihinggapi Jieji. Jieji sekilas terlihat terjatuh dari pohon. Lu Fei Dan segera menyusul dengan tapaknya. Jieji yang jatuh dengan posisi jelek itu, segera bersalto. Sebelum tapak Lu sampai. Dari Jari Jieji telah terlihat sinar cemerlang.

Dalam keadaan kaki di atas dan tangan dibawah, dia melancarkan Jurus Jari dewi pemusnah. Hawa pedang yang sangat tajam segera menuju ke arah kepala Lu. Dengan cepat dia mencabut pedang di pinggangnya untuk menangkis. Namun sia-sia. Pedang yang baru dicabutnya itu kontan patah menjadi 2. Dan sisa hawa jari pedang membuatnya terpental jatuh sejauh 20 kaki dan muntah darah. Seraya bangkit dengan gusar, Dia kembali melancarkan tapak mayapadanya. Kali ini dipaksakan dirinya yang terluka itu untuk merapal jurus terakhir tapak mayapada. Jurus terakhir ini sangat dahsyat, daun-daun pohon sekitarnya kontan terpetik dari tangkainya dan berhamburan . Selang beberapa saat, Jieji cuma melihatnya dengan santai namun dia cukup siaga. Dia tahu, lawannya mengerahkan semua tenaganya untuk 1 kali pukulan. Dengan sebuah teriakan, jurus tapak mayapada tertinggi itu sampai. Arah yang diincarnya adalah ulu hati Jieji. Dengan tapak terbalik, Jieji melayaninya. Segera, kedua benturan tapak membahana. Terlihat dengan jelas, Lu lebih unggul. Jieji yang terdesak ke belakang menyeret tanah dengan kakinya. Namun Keunggulan ini tidak lah lama. Ketika tangan kiri Jieji membentuk lingkaran penuh. Lu sungguh sangat terkejut, Tenaga penuhnya ini seakan terhisap. Dengan satu hentakan kecil, Lu terpental jauh... Kali ini dia sudah sangat kepayahan. Namun dipaksakannya untuk berdiri.

"Akan kuampuni kau jika engkau mengatakan asal usul Ilmu pemusnah raga itu." Kata Jieji. "Baik.. Baik.. Akan kukatakan." kata Lu seraya bangkit dan berjalan ke arahnya. Lu berjalan pelan sambil memegang dada. "Ilmu pemusnah raga sebenarnya adalah gabungan semua ilmu terhebat di kolong langit. Para sesepuh dari 5 gunung terbesar di seluruh dunia saling merangkum setiap jenis silat, magis, pusaka, pengetahuan, racun dan lainnya yang merupakan tersakti di seluruh dunia. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak yang menyalah gunakannya. Beberapa sesepuh itu telah tiada, namun yang meneruskannya tak lain adalah para pengikutnya ataupun keturunannya." Dan setelah selesai dia mengucapkan kata-katanya. Dari samping, Lu menggunakan pedang yang patah tadi untuk segera menusuk ke arah Jieji. Sebelum pedang patah itu sampai. Sekilas, nampak cahaya kebiruan yang terang. Begitu cahaya hilang, Lu telah tewas dengan tubuh terbelah di pinggangnya. Jieji yang ada disamping Lu segera mencabut pedang Es Rembulan dari sarungnya. Dan dengan satu bacokan, tubuh Lu telah terbelah menjadi dua. Jieji adalah seorang detektif, dia sangat sulit untuk ditipu lawannya. Tentu dia tahu maksud Lu jalan ke arahnya. Seraya mengucapkan kata-kata, dia ingin membuat lawannya sejenak lengah untuk berpikir. Namun, dugaannya kali ini harus dibayarnya dengan nyawa. Setelah beberapa saat... "Murid lancang membunuh di depan para Guru. Mohon dimaafkan." Jieji berlutut di arah pohon besar yang lumayan jauh itu. Tidak berapa lama, 2 makhluk segera sampai di depannya. Dengan sopan

keduanya membimbingnya berdiri. "Sekarang Xufen bisa beristirahat dengan tenang di alam sana." Kata Wanita tua itu seraya tersenyum senang. "Kamu tidak perlu kemana-kemana dulu untuk 1 tahun ini. Karena petunjuk tentang pemusnah raga akan datang mencarimu. Istriku telah meramalkannya dengan pasti." Kata Lelaki tua yang tak lain adalah Dewa Sakti. "Terima kasih guru..." Kata Jieji seraya memberi hormat. "Boleh kutahu? Tapak berantai tingkat berapa yang baru kamu rapal tadi?" tanya Dewa sakti kemudian. "Tingkat kedua, saya menamainya "Rantai pengisap Naga"." Kata Jieji kemudian. "Hebat. Lu itu bisa kamu kalahkan walau hanya dengan tingkat ke 2 tapak berantaimu." Kata Dewa Sakti memujinya. "Tetapi tapak mayapada yang dikuasai si Lu itu palsu. Tapak asli lebih berbahaya dan sangat sakti. Di dunia ini yang menguasainya cuma Pei Nan Yang." sambung Dewa Sakti. Jieji cukup tertegun mendengarnya. Pei Nan Yang adalah nama sebutan untuk seseorang yang belum pernah ditemuinya. Jieji cuma dengar kalau dalam kitab kamus kungfu Yan Jiao, Jurus ini menempati urutan pertama sejagad, ini tentu karena Yan Jiao belum pernah melihat tapak berantai. Jika tapak berantai dimasukkan disana, entah berapa urutannya... "Jurus Pei Nan Yang yang utama adalah tapak Mayapada, namun ada gosip yang mengatakan kalau tapak mayapada yang asli adalah tapak pemusnah raga. Pei Nan Yang mungkin benar menguasai ilmu yang telah hilang di

jagad tersebut." Kata Dewi Peramal. "Guru, Bisakah kalian memberitahu masalah Ilmu pemusnah raga itu kepadaku?" tanya Jieji yang yakin kedua orang ini pasti mengerti sedikit tentang ilmu aneh itu. "Apa yang dikatakan oleh Lu itu sebelum tewas memang benar adanya. Namun selebihnya saya ingin kamu menyelidikinya dengan pasti." Kata Dewa Sakti. Setelah mengatakan hal ini, Dewa Sakti dan Dewi peramal beranjak untuk segera pergi. "Ingatlah, jangan kemana-mana 1 tahun ini. Tetap disini saja." Seraya berkata begitu, pagar pelindung makam Xufen langsung keluar lagi membungkus. "Terima kasih guru." kata Jieji memberi hormat kepada keduanya yang seraya hilang dari pandangan.

BAB XXVIII : Berkumpul di Dongyang Sudah 4 bulan lewat setelah tewasnya Lu Fei Dan di Dongyang. Di Hefei... Yunying, si nona cantik ini seperti sedang kebingungan. Dia tidak tahu harus duduk atau berdiri. Kadang dia berpikir sambil memegang pipinya. Dia telah berjalan bolak-balik di kamarnya beberapa kali. Namun dengan satu kepastian, segera dia membungkus pakaianpakaiannya. Sepertinya dia ingin pergi jauh. Dengan segera, dia mengambil bungkusan itu untuk dipikulnya. Dari wisma Wu, dengan segera dia menuju ke gerbang utara Hefei. Baru berjalan keluar kota beberapa langkah, dia dihentikan oleh suara

seseorang. "Nona ketiga, mohon untuk segera kembali." Yunying berpaling, dilihatnya seorang pemuda umur 40 tahun lebih. Segera dikenalnya karena tak lain adalah Dong Fu, pelayan keluarga Yue. "Saya ingin pergi, ada sesuatu yang harus kuselesaikan. Katakanlah pada ayahku dan kakak seperguruan. Setelah semua hal itu dirasa baik, secepatnya saya akan kembali." "Tetapi... Tidak sampai sebulan lagi nona akan bertunangan. Mohon jangan pergi, nanti tuan muda akan menyalahkanku." kata Dong Fu. Seraya memberikan sesuatu kertas surat kepada Dong Fu, Yunying berkata kepadanya. "Ini.. Berikan pada kakak seperguruanku. Setelah membacanya, dia tidak akan menyalahkanmu." Setelah mengambilnya dari Yunying, Pelayan ini mengucapkan terima kasih. Dengan membeli kuda, Yunying segera ke arah utara menuju Kota Xiapi. Tempat yang dikunjunginya tidak lain adalah Dongyang. Dengan menumpang kapal dari sana, dia segera berlayar. Tidak sampai setengah bulan. Yunying telah mendarat. Didapatinya Pelabuhan ini sungguh asing. Percakapan orang disana tidak mampu didengarnya, karena inilah bahasa khas Dongyang. Lalu dihampirinya seorang ibu tua yang sedang menjahit jala penangkap ikan. "Bibi, bagaimana jalan ke gunung Fuji?" tanyanya. Namun bibi ini melihatnya, segera heran. Dia tidak mampu membalas apa yang dikatakan Yunying. Namun dia tahu, bahasa yang digunakan orang ini

adalah bahasa China. Segera dia memanggil seorang wanita muda. Wanita muda yang datang ini sangatlah cantik, sepertinya dia juga bukan orang Dongyang. Wanita muda ini datang, dan setelah melihat Yunying dia terkejut. "Saya Yunying, datang dari kota Hefei. Bisakah anda membawakan jalan kepadaku?" tanya Yunying dengan sopan. "Nona... Saya pernah melihatmu. Lantas kenapa anda datang ke gunung Fuji?" tanyanya. "Ada sedikit keperluan, saya ingin bertemu dengan seseorang disana." Kata Yunying. "Saya akan membawakanmu pergi, karena saya sendiri juga tinggal disana. Segera mereka berangkat menuju ke Gunung Fuji. Di tengah perjalanan, Wanita cantik ini memperkenalkan diri. "Namaku Huang XieLing. Saya berasal dari Shandang di China. Nona, ada yang mau kutanyakan." katanya. "Iya, saya akan berusaha menjawabnya." kata Yunying yang juga heran, entah kenapa wanita ini terus memandangnya dengan keheranan. "Guruku mempunyai potret dirimu. Setiap malam dia memandang lukisanmu sambil minum arak. Apa orang yang ingin kamu cari adalah guruku?" tanya wanita muda ini. "Ha? Gurumu? Maksudnya gurumu adalah Xia Jieji yang datang dari China itu?" tanya Yunying agak heran. "Kalau masalah itu saya sendiri kurang tahu. Tetapi yang saya tahu dia bernama keluarga Oda." kata XieLing. Yunying segera berpikir, kenapa Jieji bisa mengangkat seorang wanita

muda ini menjadi muridnya? Namun, segalanya akan terjawab setelah dia sampai disana. Sekitar 2 Li sebelum sampai ke wisma kecil tempat tinggal pemuda bernama Oda. Yunying menikmati pemandangan hutan yang sangat menakjubkan itu. Dengan berkuda perlahan sambil menikmati desiran angin, dia dikejutkan oleh sesuatu hawa. Sekitar beberapa puluh kaki didepannya terdapat hawa aneh yang membungkus. "Ada ada gerangan?" tanya Yunying kepada Xieling. "Ini adalah fenomena yang terus muncul, entah siapa yang membuatnya. Saya sendiri kurang tahu, karena saya baru tinggal 3 bulan bersama guru disini." kata Xieling. Setelah berjalan beberapa saat, Yunying kembali dikejutkan. Ditengahnya, ada makam yang lumayan besar. Dengan segera, dia turun dari kudanya menuju makam tersebut. Yunying terus memandang dengan penuh perhatian di makam. Segera dia lihat tulisan di nisan itu. "Tempat dikuburkannya istri tercinta, Yuan Xufen." Setelah membacanya dia cukup terkejut, rupanya inilah makam wanita yang dirindukan Jieji setiap saat. "Inilah makam istri tercinta dari guruku." kata Xieling. Baru mereka selesai berbicara, nampak pemuda yang segera menyapanya. "Wah, kenapa kalian berdua bisa barengan kemari?" Yunying yang melihat pemuda ini segera girang, karena pemuda ini tidak lain adalah Jieji.

"Apa kabarmu nona kecil? Kamu betul lari dari rumah dan pernikahanmu itu?" kata Jieji seraya menyindirnya. "Hei, ketemu orang setelah sedemikian lama bukannya memberi kata-kata menghibur, malah kamu ejek." kata Yunying. "Ha Ha.. Kenapa kamu datang kemari?" kata Jieji seraya tertawa. "Ada sesuatu hal lumayan penting yang akan kusampaikan kepadamu." kata Yunying. Mereka segera beranjak dari makam menuju ke wisma kecil Jieji. Setelah sampai, rupanya dalam wisma terdapat puluhan orang pelayan juga. Yunying lumayan terkejut, tidak disangkanya Jieji disini malah menjadi seorang saudagar. "Oya, kok kamu bisa menjadi pedagang disini?" tanyanya. "Bukan. Ini adalah bekas anak buah seorang yang tidak kukenal. Ketika mereka melihat diriku di makam sana sepuluh tahun yang lalu. Mereka terus menyebutku adalah Tuan besar. Saya sendiri cukup aneh, namun masalah ini tidak usah kita bahas lebih lanjut. Sekarang, katakanlah kenapa kamu ini datang kemari?" tanya Jieji. "Ada gosip baru yang kudengar dari dunia persilatan. Namun gosip ini cuma sampai di telinga beberapa orang." kata Yunying. "Jangan-jangan pasangan pedang yang kamu pegang itu?" tanya Jieji memotong. "Wah... Kamu kok bisa tahu?" tanya Yunying "Tidak mungkin gosipnya adalah keindahan gunung Fuji ini kan?" tanya Jieji seraya bercanda. "Ha Ha.. Betul, betul .. Setelah mendengarnya dari kakak seperguruanku,

saya langsung beranjak kemari. Oya, sejak kapan kamu menerima murid?" kata Yunying seraya berpaling ke nona muda. "Oh... Dia adalah orang yang datang kemari karena permintaan Dewa Sakti. Saya sendiri mengajarinya kungfu demi membalas dendam kematian keluarganya." kata Jieji. "Jadi begitu yah? Pantes. Mulanya kupikir kamu mendirikan perguruan silat disini." kata Yunying meledeknya. "Lama tidak jumpa. Selain tambah cantik, lidahmu itu juga makin tajam." kata Jieji meledeknya kembali. "Dasar...." Segera Jieji menyiapkan sebuah kamar untuk Yunying. Xieling adalah gadis yang lumayan cerdas. Dia pernah ketemu kedua orang tua dari Dai Shan di tengah jalan menuju ke Bei Hai. Dia berlutut minta diajarkan kungfu untuk membalas kematian keluarganya. Namun, kedua guru ini sudah lama berhenti dari dunia persilatan. Mereka segera memintanya ke Dongyang mencari Jieji. Dalam 3 bulan terakhir, Xieling telah menguasai setengah dari total jurus Ilmu jari Dewi pemusnah. Namun karena penguasaan tenaga dalamnya masih kurang. Maka Jieji belum mau melepasnya untuk kembali ke Shandang untuk membalaskan dendam. Nona ini sangat rajin, meski dia adalah nona keluarga terhormat di Shandang. Namun dia tidak pernah membedakan status, pekerjaan rumah tangga di wisma kecil ini pun dikerjainya. Yunying yang sedari tadi melihat nona ini, juga kagum kepadanya. Dia

terus bertekad hidup untuk membalaskan kematian keluarganya. Jika Yunying adalah dia, dia sendiri tidak yakin mampu menjalaninya. Namun dari hati yang paling dalam, Yunying juga merasa cemburu. Malamnya... Yunying menemukan sebuah siter. Dengan perlahan, dia memetikkan sebuah lagu. Petikan lagunya terasa sangat lembut. Namun dari suaranya terkandung sedikit tenaga dalam penyembuh. Dia memainkan beberapa lagu bernuansa romantis dan penuh kegembiraan. "Nona manis, sedang merindukan kekasih ya?" tanya Jieji yang tiba-tiba muncul di belakangnya. "Ngawur..." Yunying menghentikan petikan kecapinya. Jieji segera beranjak duduk di depannya. "Bagaimana dengan Ilmu kitab memindah semestamu? Kamu telah mempelajarinya sampai bab ke berapa?" tanya Jieji. "Sekarang telah mencapai bab ke VI." "Wah, cepat juga. Hanya 4 bulan lebih kamu sudah menguasai 5 bab dengan baik. Kamu ini tergolong cerdas juga yah." kata Jieji. "Tentu.. " kata Yunying seakan membanggakan diri. Yunying menceritakan pengalamannya dalam 5 bulan terakhir ini saat dia berada di Wisma Wu. Ada beberapa kabar aneh, terutama munculnya pembunuh bayaran yang tidak mampu ditangkap pesilat hebat. Selain itu, juga ada kabar tewasnya pesilat hebat di Dongyang. Dan yang terakhir adalah munculnya kembali Pedang Es Rembulan di Dongyang.

Jieji yang mendengarnya segera berpikir. Dan mengatakan. "Tidak lama lagi, tempat ini akan menjadi ajang pertempuran." "Lalu bagaimana hal yang akan dilakukan olehmu?" tanya Yunying. "Menunggu saja. Emang kamu punya pikiran yang lebih bagus? Kamu jauh-jauh dari Hefei kemari cuma untuk memberitahuku hal ini?" "Iya... " Kata Yunying singkat sambil memandangnya. "Kalau begitu, patah hati donk aku ini. Kupikir karena kamu merindukanku, makanya dengan cepat kamu datang." Kata-kata ini sungguh membuat Yunying tergugah, namun dia tahu Jieji cuma hanya bercanda-canda dengannya. Namun, mau tidak mau dia juga tersenyum malu-malu. "Tuan Oda, ada tamu yang datang mencarimu." Terdengar suara dari pelayan wisma ini. "Tamu? Kenapa ada tamu mencariku disini?" kata Jieji keheranan. Namun, langsung dia keluar menuju ke depan pintu gerbang wisma bersama Yunying. Ketika pintu dibuka. Betapa terkejutnya Jieji dan Yunying. Karena inilah orang yang sungguh dikenalnya, dan disampingya juga nampak seorang yang tidak asing bagi Jieji. "Kakak pertama dan adik ketiga.... "Kata Jieji seraya girang.

BAB XXIX : Tinju Panjang Zhao Kuangyin Rupanya Zhao Kuangyin alias Yang Ying dan Wei Jindu datang sama-sama. Di belakang mereka berdiri 10 orang dengan gagah, yang tak lain adalah pengawal Yang Ying.

Segera Jieji meminta mereka masuk ke ruang tamu. Tetapi sebelum sampai, orang di belakang Yang Ying segera berlutut. Jieji segera menoleh, dan dengan cepat dia menyilakannya berdiri. "Kakak kedua. Maafkan kesalahanku tempo dulu. Aku tidak menyangka kalau He Shen memberontak." Katanya. Dialah Wei Jindu, yang terakhir ditemuinya di depan kantor pejabat DianShui. "Tidak mengapa dik. Ini sama sekali bukanlah kesalahanmu. Kenapa harus berlutut segala? Kita ini adalah saudara angkat yang bagaikan saudara kandung." Kata Jieji sambil memegang bahu adik ke 3 nya. Yang memotong pembicaraan mereka. "Kamu tahu, apa maksud Jindu datang ke ibukota sebelum perang DianShui itu?" "Tentu... Dia mengabarkan kalau Jenderal Kawashima Oda telah berontak kan?" kata Jieji kemudian. "Ha Ha.. Sepertinya orang yang paling mengenal He Shen adalah dirimu." kata Yang seraya tertawa besar. Memang benar, malam sebelum terjadi perang Dianshui. Wei mendapat perintah ayah angkatnya menuju Kaifeng secepatnya juga. Dia menyampaikan surat dari He untuk Zhao / Kaisar. Dalam surat, dilaporkannya bahwa Kawashima Oda telah berontak. He harus memadamkan pemberontakan dengan segera mungkin. Wei yang sampai disana memang bertemu dengan Zhao, dia menceritakan apa yang terjadi disana. Namun, setelah diceritakan bahwa Kawashima Oda adalah Jieji. Wei sangat terkejut, dia tidak menyangka orang yang bertarung 1 jurus dengan cepat itulah kakak keduanya. Tetapi lebih terkejut dia mendengar hal yang sebenarnya, bahwa He Shenlah orang yang memberontak. Mulanya dia tidak langsung percaya. Namun, dia berpikir tidak mungkin kakak pertamanya membohonginya. Setelah meneliti melalui mata-mata kekaisaran, dia sudah yakin. Wei sekitar 5 tahun lalu diangkat He Shen sebagai anak angkatnya. Karena melihat kemampuan orang ini lumayan hebat, dia bermaksud menggunakannya. Selain itu, He Shen juga tahu kalau Wei bersahabat rapat dengan Kaisar. Kalau ada sesuatu, dia mampu memanfaatkan Wei. He Shen yang sejak awal berniat memberontak kepada pemerintah Agung selalu berpura-pura sebagai seorang dermawan di Xi liang. Tujuannya tak

lain tentu untuk memperoleh simpati rakyat dan para pasukan Qiang di Utara WuWei. Di ibukota selama beberapa bulan, Jindu juga telah mendengar kabar kakak keduanya dari Sang kakak pertama. Dia juga tahu pelarian kakak keduanya dan bagaimana dia kembali muncul di dunia persilatan. Jindu sangat mengagumi kakak keduanya tersebut. Dari dalam ruangan keluar seorang nona membawa teh untuk menjamu tamunya. Yang melihat wajah nona ini yang kecantikannya sangatlah khas, wajahnya lebih putih dari orang China ataupun Dongyang pada umumnya. Hidungnya mancung, matanya sangat indah. Dan Yang menanyainya. "Nona, anda bukan orang Dongyang, dan bukan orang China?" "Iya,paman guru. Saya memang berasal dari Shandang. Ibuku adalah asli orang Persia. Oleh karena itu, wajahku agak berbeda dengan layaknya penduduk China ataupun Dongyang." katanya dengan lembut dan sopan. "Paman guru? Emang sejak kapan adik angkatku mengangkat murid?" pikir Yang. "Kakak pertama, Nona ini namanya Huang Xieling. Dia datang kesini karena permintaan guru Xufen, Dewa Sakti dan Dewi peramal. Kedua orang tuanya dan seluruh keluarganya meninggal dibunuh oleh musuh keluarga mereka di Shandang. Aku mengangkatnya sebagai muridku. Karena atas keinginan Dewa sakti, aku mengajarinya ilmu Jari Dewi pemusnah." kata Jieji, "Rupanya begini. Kamu boleh duduk disini." kata Yang seraya menunjukkan tempat di samping Jindu. Si nona kelihatan ragu-ragu. Dia menganggap statusnya tidak setinggi mereka, karena mereka adalah guru dan paman gurunya sendiri. Namun Jieji segera memintanya untuk duduk bersama. Si nona tidak menolak lebih jauh lagi. "Kakak kedua, tidak disangka ilmu kungfumu telah mencapai tingkat yang begitu tinggi. Aku sama sekali bukanlah lawanmu." Kata Jindu seraya memberi hormat kepadanya. Guru Jindu tak lain adalah Biksu tua India yang pernah meminta petunjuk pada Jieji beberapa tahun lalu di Chengdu. Jindu juga menguasai 7 jurus tapak Buddha Rulai, namun gurunya pernah menceritakan tentang pemuda yang bisa menahan tapak buddha itu dengan sangat tenang. Setelah mendengarnya dari Yang, Jindu yakin orang itu adalah kakak keduanya, Xia Jieji.

"Tidak.. Ada beberapa hal aneh dalam diriku yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata, dan aku sedang menyelidikinya." kata Jieji seraya berpaling ke arah Yang. "Betul dik, kamu tidak merasa heran? Setiap kali kamu terluka, hanya dengan beristirahat sebentar kamu sudah sembuh sedia kala. Ini pasti sebelumnya ada tenaga dalam yang terpusat dan tertidur hinggap di tubuhmu. Sekarang kamu mempelajari ilmu silat tingkat tinggi, sehingga dengan cepat tenaga misterimu terpancar keluar. Mungkin sekarang di dunia ini tidak ada lagi orang yang bisa menandingimu." kata Yang memuji adik keduanya. "Mengenai ini saya mempunyai sedikit informasi saja. Itulah sebabnya mengapa saya tinggal disini. Saya rasa kakak pertama juga tahu identitasku yang sebenarnya. Aku bukanlah anak kandung keluarga Xia. Sewaktu ibuku mengandung puteranya, dia sempat keguguran. Namun tak berapa lama, di tengah jalan menuju ke Changsha. Dia menemukan seorang bayi berumur 8 bulan lebih di pinggir sungai ChangJiang. Dan saat itu aku diangkatnya sebagai anak kandung." Kata Jieji. "Apa jangan-jangan kamu orang asli Dongyang?" kata Yunying memotong ketika mereka sedang berpikir. "Betul, saya bisa memastikan kalau saya adalah orang Dongyang asli. Ketika saya menjaga makam Xufen sekitar 10 tahun yang lalu. Ada beberapa orang yang mendekatiku, setelah menatapku mereka mengatakan "Tuan besar". Saya sangat heran dibuatnya. Setelah mengajakku kemari, aku cukup heran karena mereka menyebutku Tuan Oda." kata Jieji. 10 tahun lalu.Jieji yang dijemput beberapa orang, segera masuk ke Wisma kecil ini. Beberapa orang dari mereka bisa berbahasa China dengan lancar. Mereka mengatakan kalau dia sangat mirip dengan bekas tuan besar mereka, meski penampakannya lebih muda banyak. Setelah berpikir beberapa saat, mereka juga tidak mampu mendapatkan apa-apa. Justru saat itu, terdengar suara pertarungan. Jieji dan kedua saudara, serta Yunying dan Xieling segera ingin melihat apa yang sedang terjadi di luar. Namun sebelum mereka beranjak dari tempat duduknya, seorang tua telah masuk dengan luka dalam sambil memegang dada. Dan dia diikuti oleh seorang pemuda lainnya. Pemuda ini berpaling ke arah meja dimana mereka duduk. Meja berbentuk persegi. Di tengahnya, dia melihat seorang duduk tenang dengan kipas di tangan dan berpakaian bangsawan, di belakang lelaki ini berdiri 10 orang yang mirip jagoan sedang mengamatinya dengan serius. Di sisi pertama meja, dia melihat seorang pemuda duduk dengan seorang

gadis cantik yang tidak dikenalnya. Di sisi kedua, dia melihat seorang Pemuda yang dikenalnya duduk dengan seorang wanita yang juga sangat dikenalnya, namun dia heran melihat pakaian wanita ini. Si nona memakai pakaian khas Dongyang. "Keparat!! Berani kali budak berbuat hal semacam ini." teriak pemuda itu, tentu dia adalah Yue Liangxu. Jieji yang melihat seorang tua yang terluka segera gusar. Hawa pembunuhan muncul dari dirinya. Sebelum bergerak, dia didahului oleh seseorang. "Tuan, apa maksud anda bertarung disini? Tidakkah kamu ini mempunyai sopan santun?" tanyanya. Baru selesai berkata, Yue Liangxu segera mengeluarkan tapaknya untuk menghantam pemuda tadi. Kerasnya hantaman membuatnya terbang ke belakang dan menabrak dinding yang kemudian ambruk. Sebelum pemuda yang terluka tadi bangun. Dengan tiba-tiba terasa hawa serangan yang sungguh cepat. Tahu-tahu Yue Liangxu telah terpental. Dia juga menghantam dinding di belakangnya dan ambruk. Pemuda ini menggunakan tinju panjang, yang tak lain adalah Yang Ying alias Zhao Kuangyin. Tinju Zhao sangatlah terkenal di kalangan dunia persilatan. Kekuatannya teramat dahsyat dan yang terhebat adalah kecepatannya. Banyak orang tidak mampu melihat gerakan tangannya. Maka sampai beberapa ratus tahun kemudian dan sampai sekarang, di Shaolin juga masih ada jurus ini. Jurus ini dinamai "Tinju panjang Zhao Kuangyin" Pemuda yang terlempar sebelumnya ke belakang adalah Wei Jindu. Dia sudah beranjak, luka yang di deritanya hanya luka kecil. Sedang Liangxu sangat parah, dia muntah darah. Beberapa giginya copot. "Kalian tidak akan hidup tenang... Adik, sekarang ikut aku pulang ke Hefei." teriak Liangxu. Yunying cuma memandanginya dingin. Dia tidak berkata apapun. Reaksi Yunying dilihat Jieji. Dengan segera dia berkata. "Nona ini bukanlah Yunying, adik seperguruanmu. Karena hari ini kamu mencari masalah disini, sudah seharusnya kamu tidak akan pulang dengan selamat. Jika sekali lagi kau melakukan hal yang sama, maka jangan salahkan diriku. Sekarang kamu pergilah." kata Jieji.

Liangxu yang mendongkol segera beranjak dari kediaman Oda. "Terima kasih kak.." kata Jieji. "Kamu juga mengerti maksudku kenapa aku yang turun tangan?" kata Yang. "Iya, ini juga untuk melindungiku dan wisma ini. Jika tadi saya yang turun tangan, mungkin pemuda itu tidak bisa bangun lagi." kata Jieji. Yang Ying memukul pemuda itu dengan maksud untuk melindungi Jieji, bukannya dia takut Jieji tidak mampu menang melawan dia ataupun ayahnya. Jika dia membiarkan Jieji turun tangan, masalah itu akan lebih ruwet. Mengingat ayah dari pemuda itu adalah ketua dunia persilatan. Terakhir dipikirnya Wisma Oda ini tidak akan aman lagi. Pak tua yang dipukul jatuh sebelumnya, tak lain adalah Pak Tua Zhou, Zhou Rui. Jieji sangat menyayanginya, dia anggap pak tua itu adalah pamannya sendiri. Maka melihat pak tua itu terluka dalam gara-gara Liangxu, Jieji gusar sekali. Setelah Jieji meninggalkan Hefei. Beberapa hari kemudian, Zhou Rui juga mengundurkan diri dari keluarga Wu. Dia menuju ke Utara, dan menyeberang ke Timur. Dia langsung menuju ke Rumah bekas majikannya di Dongyang. Disini dia bertemu dengan Jieji. Ada beberapa hal yang dia ceritakan, ternyata ceritanya juga sama dengan cerita pelayan-pelayan wisma. 30 Tahun lalu sebelum majikannya hilang tanpa bekas. Puluhan orang dari kaum persilatan menuju ke rumahnya. Mereka tinggal sekitar 3 bulan disana. Namun seiring dengan kepergian pesilat. Tuan rumah dan nyonya berangkat menuju ke China, namun sampai sekarang tidak ada lagi berita mengenainya. Tetapi pak tua ini mengatakan kalau yang mengikuti mereka berdua adalah 2 orang. Yang pertama adalah Lan Ie (Bibi Lan) dan yang lainnya adalah Pengawal mereka berdua yang bernama Kyosei. Sampai sekarang, kedua orang itu juga tidaklah kembali. *** "Kamu hebat nona kecil. Mencoba menyamar menjadi orang lain. Ha Ha.. Tipumu itu sangat bagus." kata Jieji. "Apa tujuannya dia tidak mengenal kakak seperguruannya itu?" tanya Wei. Sebelum Yunying menjawab, perkataannya dipotong oleh Yang. "Ini karena gurunya, dia sengaja pura-pura tidak mengenal Liangxu. Tentu supaya Liangxu tidak bisa mengatakannya dengan pasti bahwa adiknya

ada di kediaman Oda. Dengan begini, untuk sementara akan aman. Tentu, ketika kita dalam perjalanan kemari, tidak ada orang yang dirasakan keberadaannya mengikuti kita. Maka daripada itu, kesimpulannya dia cuma mengikuti pak tua Zhou dan mencoba menyerang kemari. Mungkin dipikirnya nona ini ada di dalam." "Betul kak." Kata Jieji. Si nona ini tersenyum. Wajahnya cerah. "Apa yang perlu kukatakan semua sudah di dahului." "Kamu makin lama makin pintar saja." kata Jieji memujinya. "Yah, kalau dewa tinggal bersama hantu. Lama kelamaan kan jadi hantu juga." kata Yunying dengan senyuman manis. Jieji menanyai kakak pertamanya. "Oya, ada apa kakak tiba-tiba menuju Dongyang?" "2 hal." kata Yang pendek. Hal pertama tentu gampang ditebak yaitu Pedang Es Rembulan yang kembali muncul di dunia persilatan. Karena Yang mendapat pesan pendek dari Jieji seiring pasukan mereka kembali dengan kemenangan besar, dia yakin pedang legendaris itu sekarang ada di tangan adik keduanya. Namun hal kedua tidak diketahui Jieji. "Ini mengenai persahabatan negara Sung dengan Klan Sakuraba di Edo. Saya datang sendiri kesini untuk menjalin hubungan dengan mereka dalam bidang perdagangan." Kata Yang. "Kalau begitu kakak datang dengan memakai status utusan Sung kan?" tanya Jieji. "Betul, tidak mungkin dengan status pemimpin negara kita mengunjunginya." Kata Yang Ying kembali.

BAB XXX : Liangxu mendapatkan pembalasan Yang Ying bermaksud ke Edo untuk mencari Kaisar dari Dongyang yang bernama Enyu. Karena tertarik melihat kemajuan perdagangan Dongyang belakangan ini. Dia sendiri bermaksud membina hubungan antar negara melalui kelautan. Kaisar Enyu adalah seorang kaisar yang bijak, dia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat saat itu. Para rakyat hidup dengan

gembira dan mengecap kesejahteraan dalam masa kepemimpinanya yang baru 3 tahun lebih. "Kak, kapan kamu mulai berangkat?" tanya Jieji. "Besok. Saya akan bermalam disini hari ini dan keesokannya saya harus cepat menuju kesana." Kata Yang. Jieji merasa sayang, kakaknya yang baru ditemuinya hari ini besok bakal berangkat jauh. "Bagaimana kalau kita semua ikut?" tanya Jieji kembali. "Tidak dik, kamu tetap saja disini. Karena si Yue itu pasti akan datang lagi. Tanpa kamu, saya rasa sangat susah. Saya juga ingin adik ketiga juga tinggal. Mengenai masalah Kaisar Enyu itu, kamu tidak usah khawatir. Cuma 10 orang pengawal ini ikut, saya tidak akan bermasalah." kata Yang. "Kalau begitu baiklah." Kata Jieji. Esoknya pagi-pagi... Jieji dan Jindu serta 2 wanita cantik di wisma Oda mengantar kepergian Yang Ying. Setelah beberapa saat, Jieji menanyai Jindu. "Dik, apakah gurumu pernah mengajari bagaimana cara melatih tenaga dalam yang baik?" "Pernah. Dulu tenaga dalamku sangat payah. Untuk belajar Tapak Buddha Rulai saya harus melatih tenaga dalam dahulu. Saya memerlukan waktu 6 bulan bermeditasi, setelah dirasa sanggup menerima jurus tapak buddha Rulai, guru baru mengajari." kata Jindu. "Kalau begitu, bisa minta tolong? Jurus Xieling memang sudah lumayan mahir, cuma tenaga dalamnya belum dapat berkembang maksimal. Saya ingin kamu melatihnya." kata Jieji kepada Jindu. "Tentu, nona ini pasti kuajari dengan benar. Saya tidak akan mengecewakan kakak." kata Jindu. Jieji tidak sanggup mengajarinya tenaga dalam dasar. Karena seperti yang di katakannya di bab sebelumnya, tenaga dalamnya sudah sejak awal tersimpan di tubuh. Jadi, Jieji tidak perlu melatih dasar tenaga dalam lagi. Sedang Ilmu Kitab Dewa penyembuh adalah ilmu yang sangat dalam, jika Xieling belajar tanpa punya dasar tenaga dalam. Maka akibatnya bisa fatal. Si Nona yang mendengarnya segera berlutut dan sambil menangis dia berkata.

"Terima kasih Paman guru, saya akan berusaha semampuku." "Paman guru apa? Tidak usah dipikirkan, lain kali panggil kakak saja kepadaku." kata Jindu kepada nona cantik ini seraya memintanya berdiri kembali. Di pelabuhan selatan Gunung Fuji... Liangxu yang terluka terlihat disana. Dari jauh dia melihat 2 orang yang ikut bersamanya ke Dongyang, lantas dengan kepayahan dia memanggil keduanya. "Ada apa tuan muda? Kelihatannya anda terluka dalam." kata keduanya. "Benar... Aku diserang secara tiba-tiba di Wisma Oda. Aku akan membalasnya. Kalian bawa banyak orang segera kesana, akan kita hancurkan wisma itu." Baru berkata begitu, sesaat ada yang menyapa mereka. "Tuan, anda datang dari China bukan? Ada masalah apa anda dengan keluarga Oda di sebelah utara?" tanya seorang lelaki tua. Seorang di antara dua teman Liangxu menjawab,"Benar paman. Tuan muda kami diserang secara diam-diam disana. Sekarang dia terluka parah. Emang ada masalah dengan keluarga Oda itu?" "Keluarga Oda secara turun temurun mempelajari ilmu silat yang tinggi. Anda sebaiknya jangan berurusan dengannya." kata Lelaki tua. Mendengarnya, Liangxu luar biasa marah. Walau kepayahan, dia berusaha menjambak lelaki tua itu. "Jangan berurusan? Kau orang tua tahu apa?" Kata Liangxu seraya marah. Dia melemparkan pria tua ini ke bawah lantai. Semua orang di pelabuhan tidak berani bertindak apa-apa, karena mereka merasa Liangxu adalah jago silat tangguh. Tetapi semuanya kelihatan marah melihat perlakuannya. "Tuan muda, sekarang tuan kembali beristirahat dulu di pondok sana. Setelah tuan muda pulih, kita akan membuat pembalasan." Liangxu bisa diberi pengertian, dia tidak langsung membalasnya melainkan menunggu lukanya sembuh dahulu. Selain itu, dia juga penasaran terhadap orang yang melukainya. Dia berjanji akan membalas penghinaan semalam di Wisma Oda. Sementara di Wisma Oda...

"Kak, kamu tahu tempat yang dirasa aman untuk berlatih tenaga dalam?" tanya Wei. "Tentu. Sekitar belasan Li dari sini ada danau. Pemandangan disana sangat indah dan tenteram. Besok saya akan membawamu beserta Xieling kesana." kata Jieji. Keesokan harinya, mereka berempat berangkat ke Danau yang disebut, nama danau ini adalah Danau Saiko. Tempat ini sangat asri, dan tenang. Ini adalah tempat yang dipilih oleh Jieji supaya Xieling bisa belajar dasar tenaga dalam tanpa gangguan. Mereka memilih sebuah hutan kecil disamping danau. Sementara Jieji dan Yunying meninggalkan mereka berdua disana. Jieji segera beranjak ke sebuah batu besar di bawah pohon yang rindang yang jaraknya sekitar 300 kaki dari tempat Jindu dan Xieling, disini dia mengambil posisi tidur di atas batu besar. "Kamu mengajakku kesini hanya untuk tidur?" tanya Yunying yang melihatnya sesaat setelah dia menutup matanya. "Begitulah, adik ketiga sedang menurunkan ilmu dasar tenaga dalam perguruannya. Tidak baik jika tetap disana." kata Jieji singkat. Akhirnya Yunying tidur juga disampingnya. Batu ini cukup besar, mereka mengambil posisi masing-masing di samping batu. Suara angin berhembus yang tipis, dan suara riakan air danau membuat suasana disana amat tenang. Mereka berdua menikmatinya dengan penuh kesenangan. Namun suasana ini ternyata tidaklah lama. Karena Jieji mendengar derap kaki yang lumayan kencang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat, Jieji langsung mengambil posisi duduk. Dilihatnya ke arah pohon di depannya. Terlihat belasan orang, mereka cukup angker, dipinggang mereka terselip pedang. "Ha Ha... Mao mencari harimau, ternyata ketemu dengan rusa." Suara orang yang tertawa tak lain adalah Yue Liangxu. "Mao menunggu Harimau, tapi yang datang malah anjing rumah tetangga." kata Jieji membalas perkataannya. Bukan main gusarnya Liangxu mendengar kata-kata Jieji. "Budak... Hari ini adalah ajalmu. Jika ada kata-kata terakhir yang mau kau sampaikan. Sekaranglah saatnya.Ha Ha..." kata Liangxu seraya tertawa.

"Anjing, kalau ada tulang yang mao kau dapatkan. Segera kau gonggong tiga kali." kata Jieji kembali. Yunying yang disampingnya tertawa geli. Semua kata-kata kakak seperguruannya bisa dibalikkan dengan mudah oleh Jieji. "Keparat kau... Kau sudah terlalu menghinaku.." teriak Liangxu yang sangat marah. "Anjingku ternyata telah menggonggong, betapa penurutnya dia. Ha Ha.." Jieji tertawa, namun seiring itu, dia tetap mengambil posisi tidur. Yunying merasa heran kenapa Jieji tidur dengan segera. Sesaat dia tahu maksudnya. Dengan berlari kencang ke arah Jieji yang tertidur, Liangxu segera mencabut pedang dipinggang. Dengan sebuah teriakan, dia mulai melompat untuk membacok. Tetapi, sebelum bacokan itu sampai. Ada tenaga yang mendorongnya mundur. Rupanya Yunying yang menghalanginya. "Adik, kenapa kau menghalangiku?" tanya Liangxu kepadanya. Yunying tidak berbicara sepatah katapun kepadanya. Lantas dengan cepat dia mengeluarkan tapak untuk bertarung melawan kakak seperguruannya. Sekitar 10 jurus sudah dikerahkan masing-masing pihak. Melihat jurus wanita ini aneh, segera dia bertanya. "Dik, kapan kau belajar ilmu aneh ini?" tanyanya. Terakhir Yunying menjawabnya, Dia mengeluarkan kata-kata aneh, Liangxu tidak tahu bahasa apa yang diucapkannya. Sedangkan Jieji yang tertidur disana tertawa geli luar biasa. Dia tidak menyangka nona ini akan menggunakan cara seperti itu. Segera Liangxu sadar, wanita ini mungkin bukanlah adik seperguruannya. Lantas dengan serius dia bertarung melawan Yunying.. 20 jurus kemudian, kelihatan Liangxu telah terdesak. Para pengawalnya segera beranjak hendak membantu tuan mudanya. Namun baru berjalan ke depan hendak mencuri serang, mereka dihentikan oleh tenaga dalam yang aneh. Masing-masing di antara mereka terpental ke belakang. Dilihatnya Jieji yang sedang tertidur disana, namun tetap tanpa reaksi.

Mereka berpikir, mungkin ada orang sakti yang di dekat sini. Maka daripada itu, mereka tidak berani bertindak lebih lanjut. Yunying kelihatan lebih unggul dari kakak seperguruannya yang mengeluarkan tapak penghancur jagad. Hawa pertarungan terasa dahsyat mengoyak angin. Suara tapak berlaga dan tapak tertahan terdengar sangat jelas. Liangxu telah menguasai 7 jurus milik ayahnya. Namun dia sangat heran, nona ini dengan mudah sanggup membuatnya terdesak. Dengan sebuah tapak, akhirnya Yunying berhasil membuat Liangxu terpental dan jatuh. Setelah itu Yunying cuma melihatnya sekilas, dan segera berbalik ke arah batu besar. Namun tanpa disangka. Ketika dia berjalan menuju sana, sebuah hawa tapak melejit cepat menuju punggungnya. Si nona terkena pukulan dan melayang ke arah Jieji yang tidur. Dengan terkejut, Jieji segera bangun dan menangkapnya. Ternyata didapatinya nona ini muntah darah, sesaat itu dia pingsan. Betapa gusarnya dia melihat kelicikan Liangxu. Dengan segera dia meletakkan Yunying di batu besar. Dia sendiri berjalan perlahan ke arah mereka. Liangxu yang merasa menang, sangat bangga meski dia menggunakan cara licik. Dia mengatakan,"kenapa nona itu bodoh sekali, dia tidak tahu taktik dunia persilatan. Sekarang dia telah tidur, saatnya kamu ini kita hajar. Ha Ha Ha...." Segera mereka bersiap untuk mengepung Jieji yang tinggal sendirian. Namun tertawanya Liangxu tidak lama. Sesaat itu, mereka merasakan hawa yang sangat dahsyat. Mereka semua merinding. Liangxu yang sedari tadi tertawa segera diam. Langkah Jieji perlahan menuju ke depan. Dia berkata. "Tempo hari, Kakakku mencegah aku turun tangan. Kau tahu kenapa?" tanyanya dengan sorot mata tajam sarat dengan hawa pembunuhan. "Ha Ha.. Itu karena kungfumu tak seberapa." kata Liangxu seraya meyakinkan dirinya, karena dia cukup merinding juga melihat tatapan mata Jieji yang sangat dingin itu.

Liangxu masih mengingat kejadian di Wisma Wu dulu. Dari belakang dia memberikan 1 tapak ringan saja, namun Jieji terpental cukup jauh dan muntah darah. Dikiranya kemampuan pemuda itu hanya sebegini. "Itu karena kalau aku turun tangan, kalian tidak ada yang sanggup menginjak China lagi." Kata Jieji pendek. Mereka yang mendengar kata-kata Jieji itu terasa lucu luar biasa. Yang mengikuti Liangxu ke Dongyang adalah pesilat yang kelasnya lumayan tinggi. Terutama dua orang pengawal ayahnya. Mereka berdua dijuluki pasangan pedang kembar. Nama mereka lumayan terkenal di dunia persilatan. Liangxu merasa kali ini dia berada di atas angin. Dengan segera dia menyuruh orang di sampingnya yang jumlahnya belasan orang untuk menangkap Jieji. Kira-kira tiga langkah hampir sampai di depan Jieji. Mereka tiba-tiba terjatuh dalam posisi tertotok nadi. Semuanya terjatuh dengan posisi tidur. Liangxu yang melihatnya cukup heran, bahkan dia tidak melihat gerak tangan Jieji. Sesaat itu dia sadar, lawan di depannya sangat berbahaya. "Ayok, kita kepung dia." katanya kepada 2 pengawal ayahnya. Masing-masing pengawal itu segera mengeluarkan pedang dari sarung. Sedang Liangxu yang di belakang merapal jurus tapak penghancur jagadnya. Dia berpikir, kalau pertarungan telah seru. Dia akan mencuri serang. Namun dugaannya salah besar. Dua pengawal memang menggunakan pedang menuju ke arah Jieji. Sesaat sebelum pedang mereka membacok. Pedang yang dipegang mereka telah terbabat putus menjadi beberapa bagian. Mereka sangat terkejut melihat apa yang barusan terjadi. Diingat-ingatnya kejadian sekejap itu. Sinar biru muda menyilaukan mata mereka sesaat. Dan setelah itu, kedua pedang mereka tinggal gagangnya saja. Melihat hal ini, mereka berdua bahkan tidak sanggup berdiri. Posisi mereka menjadi berlutut. "Pedang Es Rembulan???" kata Liangxu kepadanya. Dia girang, jika pedang ini bisa direbut dari tangan Jieji. Maka namanya akan segera termahsyur di dunia persilatan. Dengan segera, Liangxu memancing Jieji. "Kalau berani, jangan memakai pedang itu. Kita bertarung secara jantan." "Kamu ingin saya tidak memakai pedang ini karena kamu pikir kemampuanku tidak ada apa-apanya jika saya tidak menggunakan

pedang? Kamu salah besar anak muda. Meski ayahmu yang bertarung melawanku, belum tentu dia mampu menang." kata Jieji seraya memasukkan pedang ke dalam sarungnya. Liangxu tidak tertarik dengan kata-kata Jieji. Dia ingin merebut pedang dari tangan lawannya sesegera mungkin. Langsung Liangxu mengerahkan tapak penghancur jagad tingkat tertinggi yang pernah dipelajarinya. Dengan beranjak cepat, dia hampir sampai. Tapak itu keluar dengan cepat, sementara Jieji masih tenang. Begitu tapak hampir mengenai dadanya. Dengan memutar tubuhnya penuh dan menyeret kakinya kebelakang Jieji melayani tapak anak muda ini dengan tapak terbalik. Ini adalah jurus yang sama ketika dia bertarung melawan Lu, gurunya Bao Sanye. Sesaat itu, Liangxu sangat yakin dia sanggup mengalahkan lawannya karena dilihatnya lawan telah terdesak sambil menyeret kaki ke belakang. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama. Segera Liangxu kehilangan kendali, tenaganya seperti terserap dan hilang. Baru dia menyadarinya, dia telah terpental melayang. "Brukk.." Dia terjatuh ke tanah, setelah berusaha berdiri. Dia sempoyongan, dan menyadari Jieji sudah ada di depannya. Dengan gerakan memutar, Jieji menangkap tangan pemuda ini, dan mengambil ancang-ancang jari. Dikerahkannya jurus Jari dewi pemusnah untuk mematahkan nadi tangan pemuda ini. "Ini adalah pembalasan karena kamu kurang ajar terhadap semua makhluk di dunia ini." Namun gerakan itu tidak berhenti. Segera dia menangkap tangan Liangxu yang lainnya, dan melakukan hal yang serupa. "Ini karena kelicikan kamu terhadap nona itu." katanya. Liangxu menjerit keras, karena saat itu dia tahu. Kungfunya telah dimusnahkan oleh Jieji.

BAB XXXI : Munculnya Kyosei, pelindung keluarga Oda "Keparat... Tunggu pembalasan dari ayahku sesegera mungkin. Kali ini kamu tidak akan hidup dengan tenang lagi." Teriak Liangxu sambil berlutut menahan rasa sakit di kedua tangannya.

Jieji tidak menghiraukannya lebih lanjut. Dia segera menuju ke batu besar tempat nona tadi dibaringkan. Dengan mendudukkan si nona di batu besar, Jieji menggunakan tenaga dalam untuk mengobatinya. Sepasang pedang kembar yang tadi ketakutan sudah sanggup berdiri. Dengan segera berjalan ke arah Tuan muda Yue, mereka membimbingnya berdiri. "Hari ini aku dihina semacam begini, lain kali kau pasti akan dapat pembalasan. Keparat, kamu benar akan mati nantinya." Dampratan pemuda ini sama sekali tidak didengarkan oleh Jieji. Dia sedang mengkonsentrasikan dirinya untuk menyembuhkan Yunying. Sesaat kemudian, si nona telah bangun. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Jieji. Yunying cuma menggelengkan kepalanya. Jieji segera membimbingnya untuk berbaring kembali. Dia segera menuju ke arah pengawal sekitar belasan orang yang dalam posisi tidur dan tertotok nadi. Dengan segera dia membuka simpul totokan. "Kalian segera pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran." Kata Jieji berteriak marah kepada mereka. Dengan tanpa banyak basa-basi, semua segera meninggalkan danau itu. Sepasang pedang kembar membawa pergi Yue Liangxu. "Kali ini baru kulihat kelicikan kakak seperguruanku. Dulunya aku sama sekali tidak percaya." Kata Yunying yang agak melemah. "Sudah, jangan terlalu banyak berbicara. Saya akan membawamu pulang untuk beristirahat." kata Jieji. Segera digendongnya Yunying, dan menuju ke Wisma Oda. Yunying sebenarnya merasa malu digendong Jieji. Tetapi dalam hatinya dia merasa sangat nyaman bersamanya. Tidak seperti kakak seperguruannya Liangxu. Setiap kali dia bertemu dengannya, selalu segala hal yang tidak pentingpun dibanggakannya. Bersama Liangxu, Yunying malah merasa sangat tidak nyaman. Meski Jieji sering bercanda dengannya, namun dia sebenarnya sangat menghormati pria ini. Yunying merasa dalam hati pria ini sangatlah hangat, ada sesuatu ikatan yang membuatnya begitu dekat dengannya. Dia merasa bahwa wanita yang mendapat cintanya pasti adalah wanita yang paling beruntung. Sesaat dia merasa seperti Xufen, wanita yang rela mati deminya. Jieji yang melihatnya tersenyum segera meledeknya.

"Kenapa? Emang enak sekali ya digendong? Seperti waktu anak-anak kamu digendong oleh orang tuamu kan?" "Tidak, kamu ini agak kasar. Apakah kamu menggendong setiap wanita dengan cara begitu?" tanyanya. "Tentu tidak. Hanya untukmu aku berlaku kasar." kata Jieji kembali. "Wah, kok begitu sih? Kamu ini jahat.... " "Tidak, untuk ini saya cuma bercanda,"kata Jieji sambil melihatnya dalamdalam. Yunying yang melihat begitu menjadi salah tingkah. "Maafkan aku... Tidak seharusnya aku membiarkan kamu bertarung melawan si Yue , sehingga membuatmu terluka dalam. Aku yang salah, setelah kamu sembuh nantinya mintalah sesuatu hal kepadaku. Meski harus menerjang badai dan api, aku akan melakukannya untukmu." Kata Jieji kemudian. "Kamu betul baik...." kata Yunying kemudian seraya menutup matanya sambil tersenyum manis. Di Wisma Oda... Jindu dan Xieling sudah ada disana. Mereka sedang menunggu pulangnya Jieji. Mereka berpikir mungkin Jieji dan Yunying keasikan bermain di luar dan belum pulang. Tetapi saat melihat Jieji yang menggendong Yunying, mereka terkejut. Dengan segera Jieji membimbingnya ke kamar untuk beristirahat. "Kak, apa hal yang terjadi?" tanya Wei JinDu. Jieji menceritakan semua hal kepada adik ke 3 nya dan nona Xieling. "Kalau begitu kita harus bersiap-siap dalam sebulan ini." "Betul, saya rasa kali ini akan timbul masalah besar. Semua ini terjadi karena aku." kata Jieji. "Tidak, kakak tidak boleh berbicara seperti itu. Kakak hebat.. Masih sanggup meredam emosi dan tidak membunuh. Ini adalah salah satu kebesaran hati kakak." kata JinDu seraya membungkuk memberi hormat. "Dik, mungkin kali ini kita tidak bisa hidup dengan benar-benar tenang. Pelayan keluarga Oda semuanya juga termasuk pesilat. Sepertinya kali ini kita harus bertarung benar-benar. Karena tidak lama lagi pasti Yue Fuyan akan menuntut balas anaknya."

"Yang sanggup menghentikan Yue Fuyan cuma seorang. Maksudku tentu bukan dengan cara kasar." Kata Wei. "Betul, cuma kakak pertama yang sanggup melakukannya." kata Jieji kemudian. Pertama-tama Jieji tidak turun tangan waktu melawan Yue Liangxu, ini karena dia merasa Yunying sudah sanggup mengatasi pemuda sombong itu. Namun tanpa disangka, Liangxu menggunakan cara licik dan memaksanya untuk bertarung. Pedang Es Rembulan pernah dipakainya sekali, tentu ini akan membawa masalah yang lumayan besar baginya. Perkiraan mereka berdua memang benar adanya. Tidak berapa lama semenjak Liangxu di punahkan kungfunya oleh Jieji. Terdengar kabar bahwa di pelabuhan tampak banyak sekali pesilat yang datang. Jieji sebelumnya telah memindahkan Wisma Oda. Dia membangun rumah yang lebih kecil dekat pelabuhan. Disana dia bisa melihat gerak-gerik orang yang menuju pelabuhan. Tentu tujuan lainnya adalah melindungi makam Xufen. Makam Xufen terletak di sebelah selatan Wisma. Jika para pesilat itu datang, tentu makam Xufen-lah yang harus dilewatinya sebelum sampai ke wisma Oda. "Sepertinya pertempuran akan dimulai." Kata Wei Jindu. "Betul. Tetapi sampai sekarang kakak pertama belum balik." Kata Jieji. Para pesilat memang telah sampai di pelabuhan. Yang datang disana sekitar 30 orang. Tentu yang memimpin pesilat kali ini adalah Yue Fuyan. Disampingnya adalah pengawal sepasang pedang kembar. Selain itu, Yan Jiao si kamus kungfu juga datang. Setelah mengetahui satu-satunya putera kesayangan telah punah kungfunya. Betapa marahnya Yue Fuyan. Dia berniat untuk membalaskan dendam puteranya itu. " Beberapa Li dari sini adalah gunung Fuji. Pemuda itu nampak di sebelah barat gunung Fuji, yaitu Danau Saiko. Selain itu tuan muda mengatakan bahwa orang itu berasal dari keluarga Oda." kata pengawal Yue. "Kalau begitu kita segera kesana." kata Yue. Baru berjalan beberapa Li, Yue berpapasan dengan seorang tua yang aneh, orang ini sengaja menghalangi jalan para pesilat. Rambut pria ini putih semua. Dia memegang tongkat yang lumayan panjang.

"Siapa tuan? Apa maksud anda menghalangi perjalanan kami?" tanya Yue. "Kamu ini keparat. Beraninya kau mengacau disini Yue Fuyan. Ketua dunia persilatan? Kurasa nama itu sangat cocok untuk nama anjingku." Kata orang tua ini dengan sangat kasar. Yue berusaha menenangkan dirinya. "Aku tidak kenal padamu. Kenapa kamu begitu tidak sopan?" tanya Yue. "Tidak kenal? Iya, betul. Kau memang tidak kenal padaku. Tetapi apa yang kau lakukan 31 tahun yang lalu aku tahu dengan pasti." kata Orang tua ini kembali. Betapa marah dan gusarnya Yue mendengar kata-kata pria tua itu. Dia ingat dengan teliti, bagaimana dia menipu gurunya untuk mendapatkan Kitab Tapak penghancur jagad sehingga namanya termahsyur. Dan parahnya dia mengklaim bahwa kungfu itu adalah ciptaannya. Seperti ayah maka begitulah anak, rupanya keduanya adalah orang licik luar biasa. Tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara lebih lama, Yue segera menyerangnya. Yue sangat yakin, jika orang ini dibunuh maka namanya pasti tidak akan tercemar selamanya. Jurus yang dikeluarkan Yue adalah tapak penghancur jagad. Namun jika dibandingkan dengan Yue Liangxu, Jurus Yue Fuyan lebih dahsyat dan mematikan. Tenaganya bahkan 2 kali lipat lebih dahsyat dari anaknya. Si tua sangat gesit, setiap jurus mampu dihindarinya. Dengan tongkat, sesekali dia membalas serangan lawannya. Setelah bertarung 20 jurus lebih, keadaan tampak seimbang. Dengan segera Yue merapal jurus baru. Inilah jurus tapak nya yang ke 5. Desiran angin terasa menusuk dan mengoyak. Pohon bambu disekitarnya tercabik di batang. Si tua sepertinya kalah angin. Apa yang diperbuat Yue jelas dilihat oleh 4 orang di atas bukit yang lumayan tinggi. "Gawat, si tua itu dalam bahaya." kata pemuda yang tak lain adalah Wei Jindu. "Tidak, kita tunggu sebentar dulu." Kata Jieji. Si tua yang sedari tadi menahan hawa tenaga dalam segera menghancurkan tongkat di tangannya.

Rupanya benda yang terkandung di dalamnya adalah sebuah pedang. Pedang ini agak melengkung dan hanya punya 1 sisi tajam. Inilah katana, senjata dari Dongyang. Yue sudah siap untuk membunuh orang tua ini. Dengan 1 gerakan dia melesit menuju ke arah orang tua itu. Namun sepertinya orang tua itu tetap tenang. Begitu hampir sampai, dia membacok dengan kecepatan tinggi. Yue cukup terkejut melihat pedang yang datang itu hampir tiba di mukanya. Seraya berkelit, Yue menghindari pedang itu dan dengan tangan lainnya dia memukul tepat di tulang rusuk orang tua tersebut. Sesaat terlihat orang tua itu muntah darah sambil terpelanting ke belakang. Yue yang melihatnya dalam posisi seperti itu berniat langsung membunuhnya. Dia ambil pedang khas Dongyang itu, dan menuju ke tempat orang tua berada. Dengan satu hentakan dia berniat mencabut nyawa si tua. Pedang telah hampir sampai, si tua segera menggunakan kakinya untuk menghantam tanah. Tenaga dalam si tua ini segera bekerja, pedang yang seharusnya mendarat di perutnya itu segera lepas dari tangan Yue. Yue cukup heran, dia belum pernah mendapati jurus ini. Tetapi dari belakang, Yan Jiao mengatakan." Inilah tendangan mayapada." Yue terkejut mendengarnya. Tidak disangka si tua ini mempelajari jurus yang sebenarnya tidak asing baginya. Seraya bangkit, orang tua itu berkata. "Hari ini adalah penentuan, jika bukan aku mati maka kau lah." katanya. "Aku Kyosei dari Dongyang sangat malu terhadap tuan besar dan nyonya di alam sana. Juga putera majikanku satu-satunya yang tidak mampu kuselamatkan. Ternyata setelah kupelajari tendangan mayapada dan jurus tuan besar dengan baik namun tidak mampu untuk membunuh Yue Fuyan." katanya kemudian dengan lirih. Jieji di atas bukit melihat jurus tersebut. Dia mengenalnya dengan pasti, karena ilmu tendangan ini juga dipelajarinya. Juga orang tua ini menyebut namanya adalah Kyosei, nama yang tidak asing baginya. "Itu adalah jurus tendangan mayapada. Dan dia adalah Kyosei, orang yang menjadi pelindung Wisma Oda. Aku harus menyelamatkannya. Mungkin ada petunjuk jati diriku tertinggal padanya." kata Jieji. "Tidak, kakak tidak usah turun tangan. Biar kutolong orang tua itu saja, jika kali ini kakak muncul akan sangat berbahaya." kata Wei Jindu. Dengan ilmu ringan tubuh, Jindu segera menuju ke tempat si tua itu.

Ilmu Wei tidaklah lemah. Dia adalah salah satu pewaris tapak Buddha Rulai sampai tingkat ke 7. Tenaga dalamnya juga tinggi.Tahu-tahu dia sudah berada di depan orang tua tadi. Dan membimbingnya. Yue yang kedatangan pemuda ini cukup terkejut. Karena dia datang dengan ilmu ringan tubuh yang tinggi, dan tidak dirasakan kehadirannya. Tahu-tahu dia sudah berada di depannya. "Siapa kau?" tanya Yue. "Namaku Wei JinDu dari barat." Kata Wei pendek.

BAB XXXII : Ironis Yue Fuyan tentu belum pernah dengar nama pemuda tersebut. "Menyingkirlah pemuda. Saya tidak menganggap masalah ini penting, tetapi si tua harus mati." kata Yue. "Tidak, si tua ini akan ikut denganku." kata Wei kembali. Sebenarnya diantara 3 bersaudara, Wei adalah yang paling tinggi kesabarannya. Dia tetap mampu tenang walaupun apa hal yang terjadi. Disinilah Wei unggul atas kakak-kakaknya. "Kalau begitu sekalian kamu juga harus mati." kata Yue dengan sombong. "Kalau benar anda bisa membunuhku, maka saya rela..." kata Wei. Segera Wei mengangsurkan Kyosei ke jarak puluhan kaki ke belakang. Yue segera merapal jurus untuk mencoba pemuda yang belum dikenalnya. Wei cuma berdiri tenang. Namun kedua tapaknya telah siaga. "Apa nama jurus itu tuan Yan?" tanya pengawal Yue. "Belum tahu. Pertarungan belum berlangsung jadi tidak bisa kupastikan jurus apa itu." kata Si kamus kungfu, Yan Jiao. Segera sesaat mereka saling berpandangan, hawa pertarungan kembali terasa. Jieji yang di atas bukit bersama Yunying dan Xieling melihat dengan teliti. "Apa menurutmu adik ke 3 mu mampu mengatasi guruku?" tanya Yunying. "Kalau dilihat dari keyakinan adik ke 3, saya rasa pasti bisa. Adik ke 3 tidak pernah melakukan suatu hal yang belum pasti. Kali ini dia mewakiliku menemui Yue untuk menolong Kyosei. Dia pasti punya keyakinan." kata Jieji.

Mereka saling pandang beberapa saat. Yue terus mencari titik lemah pemuda ini, sebab Yue mempunyai prinsip tidak perlu bertarung lama, asal 1 jurus mematikan saja sudah cukup. Dengan hentakan keras, Yue duluan beranjak menuju pemuda tampan ini. Sesegera juga, Wei beranjak dari pijakannya. Kecepatan mereka sangat luar biasa, pesilat biasa susah melihat gerakan mereka. Begitu tapak mereka beradu terdengar dentuman yang keras. Pohon bambu di sekitar sana langsung ambruk. Jindu menyerang dengan pasti, semua tapaknya tidak ada yang sia-sia. Setiap kali tapak itu sampai, maka Yue selalu menahannya dengan cepat karena tidak sempat untuk berkelit. Pertarungan yang sungguh bagus. Sama-sama menggunakan jurus yang mematikan. Tanpa terasa mereka telah bertarung ratusan jurus. "Anak muda, kau hebat... Tetapi sepertinya kamu ini kurang serius." kata Yue Fuyan. "Anda juga, saya rasa anda juga belum mengerahkan kekuatan sesungguhnya." kata JinDu kembali. "Baiklah, kalau begitu kali ini dalam 1 serangan saja kita tentukan. Jika kamu mampu mengalahkanku, si tua itu ikut kamu pergi. Bagaimana?" tanya Yue. "Baik." kata Wei kemudian. Yue membubarkan pesilatnya supaya menyingkir lebih jauh. Sepertinya kali ini dia akan mengeluarkan tapak pamungkasnya. Jindu tetap tenang. Dia membentuk tangannya, seraya menutup mata. Dari samping tubuhnya keluar desiran angin yang luar biasa kuatnya. Yue yang melihatnya cukup terkejut. Namun dia tetap merapal jurus tertingginya, Tapak penghancur jagad tingkat ke 9. Yan Jiao yang menonton segera mengeluarkan suara. "Inilah jurus no 1 terhebat di wilayah barat. Tapak Buddha Rulai." kata Yan kemudian. Semua orang disana yang mendengarnya sangatlah terkejut. Sementara di atas bukit, Jieji mengatakan. "Itu jurus tapak Buddha Rulai tingkat 7." "Jadi ini adalah jurus yang sanggup kamu patahkan dengan tapak berantai tingkat ke 3 mu ?" tanya Yunying. "Betul...." Di bawahnya...

Detik-detik penentuan telah tiba. Kedua aura tenaga sudah saling beradu, membuat desiran angin panas kian menusuk terasa. Pesilat kelas menengah tidak sanggup menahannya, beberapa orang segera menyingkir agak jauh. "Anak muda, sekarang kita mulai. Bagaimana?" tanya Yue. "Baik. Aku sudah siap." kata Wei seraya membuka matanya. Dengan teriakan keras keduanya saling memacu kecepatan. Suara bising luar biasa segera muncul. Ketika tapak mereka hampir beradu, tanah disana terasa bergetar bagai gempa bumi. Suara memecah keras segera terdengar dahsyat. Hawa energi mengerikan terdengar. Di belakang semua pesilat segera menutup telinganya dengan kedua tangannya. Sementara dibukit, Xieling segera menutup telinganya. Sedang Jieji dan Yunying hanya biasa saja melihat. Kedua tapak yang beradu itu cukup lama. Sama-sama sepertinya tidak mau kalah. Yue bermaksud main curang. Diputarnya sebelah tangannya yang lain untuk mencuri serang dari arah samping. Sebelum tapak itu sampai, dari bukit depan terasa sebuah hawa pedang nan dahsyat menuju ke tapaknya Yue. Segera, tapak Yue terasa sangat kesemutan. Dari sini JinDu segera memastikan kemenangan. Yue tampak terpental lumayan jauh kebelakang dan muntah darah. "Siapa itu?" Katanya kemudian. Dengan segera Jieji telah sampai di bawah, namun dia tidak menyapa Yue Fuyan. Karena orang yang dicarinya pertama adalah Kyosei. Kyosei yang menyaksikan pertarungan itu dari arah agak jauh segera terkejut luar biasa. Dia merasa seperti melihat hantu. Dan segera dia berlutut. "Tuan Besar..... Tidak disangka anda masih hidup. Hamba betul tidak berguna, tidak mampu memenuhi pengharapanmu yang terakhir." Kata Kyosei. Segera Jieji memintanya berdiri, dia tidak berpaling ke arah Yue Fuyan. Melainkan menanyai Kyosei. "Saya bukan tuan besarmu. Saya ingin menanyaimu. Apa yang terjadi sejak terakhir kamu mengikuti tuan besar ke China?" Dari arah pesilat yang berdiri segera seseorang bersuara. "Itu adalah hawa pedang tak berwujud namun dahsyat sekali. Jurus ilmu jari Dewi pemusnah."

Semua hadirin disana sangat terkejut, beberapa orang mengenali Jieji. Dengan segera mereka berkata pada Yue. "Dia... Dialah orang yang melukai tuan muda. " Yue yang memandang pemuda itu dengan tatapan gusar ingin membunuhnya. Dia menegur Jieji dengan kasar. Namun, semua teguran itu tidak dihiraukannya. Bahkan Jieji tidak berbalik untuk melihatnya. "Baik tuan. Saya akan menceritakannya." kata Kyosei. Yue yang memandang lawannya tidak siap, segera beranjak cepat ke arah Jieji, tujuannya adalah nyawa Jieji dan pedang yang terselip di pinggangnya itu. Jindu yang masih di depannya terkejut. "AWAS kakak kedua... " Teriaknya. Jieji sebenarnya dari tadi sudah siap, dia tahu Yue akan mencuri serang padanya. Namun sebelum tapak itu sampai, sebuah kekuatan menahannya. Yue melihat dengan sekilas. Itulah tinju. Seorang yang menahan tapaknya itu dengan tinju adalah orang yang berperawakan tinggi 6 kaki, di tangannya memegang kipas, wajahnya sangat agung bak dewa. Lebih terkejut lagi si Yue melihat orang ini. Dia cuma diam terpaku. 10 pengawalnya segera beranjak ke depan mencegatnya. "Kenapa pesilat banyak berdatangan ke Wisma Oda tiga puluh tahun yang lalu?" tanya Jieji. "Tuan muda kecil yang baru berusia 4 bulan saat itu terkena racun yang sangat dahsyat. Karena Tuan besar sangat menyayangi puteranya itu, dia meminta semua pesilat dari semua belahan dunia untuk menolongnya." "Katakanlah lebih lanjut dan jelas," kata Jieji. "Iya, pesilat kebanyakan datang karena mereka mempunyai hubungan keluarga dengan keluarga Oda. Banyak di antaranya pernah ditolong oleh Tuan besar. Mereka merasa berhutang budi. Tujuannya adalah untuk memberikan tenaga dalam kepada tuan muda kecil." Disini Jieji sangatlah terkejut. "Chen Yang, kakaknya tabib dewa Chen Shou pernah langsung memeriksa tuan muda kecil. Setelah menusuk beberapa jarum di tubuh tuan muda kecil. Dia mengangsurkan jarum terakhir pada Tuan besar. Dengan segera tuan besar menusuk ke kening Tuan muda kecil. Sesaat itu, semua pesilat tingkat tinggi langsung memberikan tenaga dalamnya kepada tuan muda kecil."

Jieji mengingat dengan pasti momen ini. "Apa tuan muda kecilmu muntah darah hitam saat ditusukkan jarum ke keningnya?" "Tidak, yang dia muntahkan adalah cairan perak." Jieji yang mendengarnya sangatlah sedih. Rupanya saat dia menusukkan jarum terakhir ke kening Xufen, tusukan itu telah meleset. Sesaat itu, Yunying dan Xieling telah sampai dibawah. Yaitu di tempatnya Jieji. "Setelah itu, tuan muda besar dan nyonya berencana membawa tuan muda kecil ke China. Katanya bahwa dia harus mencari sedikitnya seorang lagi yang punya tenaga dalam nan tinggi untuk menyembuhkan tuan muda kecil. Namun di tengah perjalanan, dia bertemu dengan keparat Yue yang licik. Setelah mengangsurkan tuan muda kecil kepadaku dan Lan Ie. Tuan muda besar memintaku pergi. Namun tidak berapa lama, saya sanggup dikejarnya juga. Yue memukulku dengan satu tapak dan terakhir saya jatuh ke sungai. Dengan usaha tinggi aku mencari sebuah papan besar yang terapung. Kuletakkan tuan muda kecil disana, namun arus sungai sangatlah deras. Aku tenggelam terbawa arus. Saat aku sadar, tuan muda kecil telah hilang." Katanya seraya menangis sesedihnya. Jieji berpaling ke arah Yue dengan kegusaran tinggi. "Nasib, memang nasib. Tuan besar mengatakan jikalau tuan muda kecil selamat, maka selamanya dia akan kebal terhadap racun nomor 1 sejagad itu." kata Kyosei yang menangis sejadi-jadinya. Jieji yang mendengarnya segera merinding dan seakan hilang akal. Ditanyanya orang tua ini kembali. "Apa katamu??? Kamu bilang kalau orang yang terkena racun pemusnah raga akan kebal jika dia terselamatkan?" Segera Jieji berpaling ke arah kamus kungfu YanJiao. Yanjiao yang melihatnya dari jauh mengangguk pelan. Saat itu Jieji seperti seorang yang kehilangan akal. Dia berjalan sempoyongan ke tengah arena pertarungan itu dengan air mata berlinang. "KENAPAAAAAAAAAAA........................." Teriaknya dengan panjang. Hawa tenaga murni Jieji segera keluar bagai tanggul yang jebol.

BAB XXXIII : Dekisaiko Oda, nama asli Jieji.

Pendekar-pendekar disana kecuali Yang Ying dan JinDu. Semua menutup telinganya dan segera mengambil posisi bersila sambil merapatkan kedua tangan. Teriakan Jieji Maha Dahsyat. Lebih hebat teriakan Jieji ini 2 kali lipat dari suara benturan tapak antara JinDu dan Fuyan tadi. Pesilat kelas menengah segera muntah darah dan pingsan karena tidak sanggup menahannya. Yue yang sudah terluka sebelumnya, mengambil posisi bersila untuk menghimpun tenaga dalam mengatasi suara teriakan. Yang Ying terlihat berdiri di belakang pak tua Kyosei dan menutup telinganya sambil mengalirkan energi. Sesaat setelah teriakan mereda, Jieji nampak seperti orang yang linglung. Dengan segera dia muntah darah, dan jatuh terjerembab. Yang dan Jindu segera mendekatinya dengan cepat. Sedang pesilat lainnya masih berada dalam posisi bersila. Mereka mendapatkan Jieji telah jatuh pingsan disana. Segera Jindu membopong Jieji di punggungnya. Diantara para pesilat, tidak ada yang tahu apa maksud Jieji berteriak dengan demikian dahsyat. Yang tahu dengan pasti hanya Yang Ying, JinDu dan Yunying. Yah, memang sangat ironis sekali. Didengar dari apa yang diucapkan Kyosei, mereka sudah memastikan tuan muda kecil adalah Jieji adanya. Sebenarnya Xufen tidak perlu tewas jika dia tidak menghisap racun di bahu Jieji, karena Jieji telah kebal terhadap racun pemusnah raga. Jieji yang menyadari keadaan itu tentu menjadi luar biasa sakit hatinya. Yue Fuyan yang sedari tadi telah berdiri sebenarnya ingin merampas Pedang Es rembulan yang masih tergantung di pinggangnya Jieji. Namun dilihatnya orang yang bersamanya yaitu Yang Ying. Segera dia mengurungkan niatnya dan mengajak para pesilat segera meninggalkan Dongyang. Tetapi dia dihentikan suara seseorang. "Jika kamu masih menghormatiku, jangan sesekali lagi kau cari masalah disini." kata seseorang yang tak lain adalah Yang Ying. Yue sempat melihat sekilas kepadanya, sambil memberi hormat dia berangsur pergi bersama pesilat-pesilat. "Kenapa anda pergi ketua?" tanya para pesilat. Yue cuma diam saja, dia sangat mendongkol. Namun apa daya yang sanggup dilakukannya. Pertama, Dia tidak akan sanggup bertarung dengan

kondisi luka parah. Kedua, JinDu masih dalam keadaan sehat, tidak mungkin dia sanggup menang melawannya lagi. Sedang yang ketiga, dia melihat pemuda yang tingginya 6 kaki itu berada di pihak lawan. Tentu Yue sangat mengenal pemuda ini yang tak lain adalah Zhao Kuangyin atau kaisar Sung Taizu. Namun, dia tidak menceritakannya kepada para pesilat yang ikut bersamanya. "Tenaga dalam pemuda itu sungguh luar biasa, Dia sudah setara dengan Pei Nan Yang." Kata Yan Jiao. Semua pesilat lebih terkejut lagi. Pei Nan Yang adalah sebuah nama yang tentunya tidak asing bagi mereka. Meski di antara mereka semua, yang pernah melihat Pei Nan Yang cuma Yan Jiao seorang saja. Pei Nan Yang adalah seorang pesilat yang masih dalam misteri. Dia berguru pada Lu Fei Dan awalnya. Setelah berhasil, dia melanglang dunia persilatan untuk meningkatkan ilmunya. Dalam 20 tahun dia berkelana, kabarnya dia telah tanpa tanding. Yan Jiao juga tidak begitu mengenal orang ini, namun dia bisa memastikan Pei Nan Yang tinggal di sebelah selatan China di daerah dekat Yunnan. Para pesilat segera berlabuh kembali ke China. Sementara di wisma Oda. Jieji terlihat berbaring di ranjang. Sudah 6 jam lebih, dia masih belum siuman. "Takdir memang sangat menggenaskan. Adikku dipermainkannya sedemikian rupa." kata Yang Ying dengan wajah yang penuh penyesalan. "Betul... Mengapa langit sangat kejam kepada kakak?" Kata Wei seraya menghela nafas panjang. Sedari dibawa pulang, orang yang terus berada di samping Jieji adalah Yunying. Dia mengamatinya dengan sangat teliti, beberapa kali dia terlihat berurai air mata. "Dik, kita pergi keluar dahulu." Kata Yang. "Baik kak... " Barusan berjalan hampir mendekati pintu kamar, Yang berpaling ke arah Yunying dan mengatakan. "Cuma anda seorang saja yang sanggup menghiburnya. Berikanlah kembali dia semangat dan kekuatan. Jangan membiarkannya terus frustasi." Yunying berpaling dan cuma mengangguk pelan. Setelah itu, dia kembali melayangkan pandangan ke arah tempat tidur.

Tanpa terasa, telah 10 jam semenjak Jieji pingsan. Dia mulai kembali siuman, dilihatnya nona kecil yang berada disamping ranjang sedang tertidur, dia membimbingnya dengan pelan. Yunying telah bangun, dilihatnya sorot mata Jieji yang penuh kedukaan yang sangat mendalam. Langsung dengan cepat, dia didekap oleh Jieji. Sambil memeluknya dia berkata. "Maafkan aku Xufen,... Akulah tidak lain adalah penyebab kematianmu. Sekarang kamu telah datang dan menjemputku. Mari kita pergi ke daerah yang nan tenang dan tidak perlu lagi kita terlibat akan hal-hal yang kacau." Yunying memang merasa serba salah karena dipeluk oleh Jieji. Namun Jieji menyangka bahwa dia sedang bermimpi, dia merasa sedang bermimpi bertemu dengan Xufen. "Betul, kita pergi saja menuju tempat nan tenang. Disana kita akan menjadi sepasang dewa-dewi yang bahagia." Kata Yunying sambil menangis. Sebenarnya Yunying tidak ingin menipunya sedemikian rupa, namun karena dia tahu Jieji sedang menganggap dirinya adalah Xufen. Maka daripada itu, dia tidak mau membuyarkan angan-angannya. "Kenapa takdir mempermainkan kita sedemikian?" tanya Jieji sambil meneteskan air matanya. "Jika kita mampu melewatinya, maka kita berdua bisa menjadi orang yang nan tangguh." Kata Yunying. Spontanitas Xufen yang menghisap racun di bahu Jieji adalah tindakannya yang penuh dengan rasa cinta kepada Jieji. Namun, justru hal ini menjadi hal yang sangat fatal. Seperti yang dikatakan Dewa sakti lebih dari 10 tahun yang lalu. Takdir tidaklah bisa dilawan. Oleh karena itu mereka berpangku tangan meski Xufen adalah anak murid kesayangan mereka sendiri. Mereka berpelukan cukup lama, hingga akhirnya Jieji sadar. Dia langsung menolak pelan nona ini. "Maafkan aku... Aku..." Jieji tidak mampu menyelesaikan kata-katanya. Yunying memandanginya dengan penuh kasih. "Tidak apa... Kamu harus tetap tegar yah. Kamu ini seorang lelaki sejati, tidak mungkin kamu tidak mampu menerima takdir dan nasibmu kali ini." Jieji memandanginya dengan penuh pengertian. Dia cuma mengangguk pelan, namun kepahitan sorot matanya tidak hilang. Yunying segera memeluknya kembali. Jieji cuma diam, namun tangannya mengusap rambut si nona.

Setelah beberapa saat, Jieji mengatakan dengan memberikan kepastian. "Tenang saja... Saya cuma terlalu bersedih, nantinya akan kembali baik seperti semula." Yunying yang memeluknya mengangguk pelan. Kemudian, Jieji dan Yunying sama-sama tertidur di ranjang. Tetapi Yunying tertidur dalam posisi duduk di kursi dan kepalanya bersandar di atas dada Jieji. Keesokan harinya... Kyosei yang ikut mereka kembali ke Wisma Oda telah mendengar perihal tentang Jieji yang mirip Tuan besar dari para pelayan yang lain. Kali ini dia yakin kalau Jieji adalah tuan mudanya. Pagi sekali, Kyosei sudah berlutut di depan kamar dimana Jieji tinggal. Disana dia sudah berlutut lebih dari 3 jam. Namun dalam kamar belum ada tanda-tanda orang keluar. "Pak tua, tidak perlu anda berlutut seperti ini. Adikku selamanya tidak akan menyalahkanmu." Kata seseorang yang tak lain adalah Yang Ying. Dia segera membimbingnya untuk berdiri. "Terima kasih tuan." kata Kyosei sambil memberi hormat. Barusan dia mau berpaling ke arah kamar itu. Pintu kamar sudah terbuka dengan pelan. Nampak Jieji beranjak keluar bersama seorang nona. Kyosei segera menghampirinya dan segera berlutut, " Tuan muda, hamba tidak berguna. Semua ini adalah kesalahan hamba seorang yang tidak menjaga anda dengan benar." Kata pak tua ini seraya menangis. Jieji membimbingnya berdiri. "Ini bukanlah kesalahan anda, anda mati-matian melindungi nyawaku ketika masih kecil. Untuk jasa ini saja saya tidak akan mampu membalasnya selama aku hidup." Namun Kyosei menggelengkan kepalanya. Di saat itu, tanpa sengaja dia melihat pedang di samping pinggang nona di belakang tuan mudanya. "Tuan muda, pedang itu...." Kyosei terkejut melihat pedang itu ada di pinggang si nona. "Yah, emang ada yang aneh dari itu?" tanya Jieji. "Itu pedang legendaris di dunia persilatan, pemiliknya tidak lain adalah ayah anda atau tuan besar."

Jieji terkejut mendengar hal ini, tidak disangka Pedang Ekor api adalah pedang milik ayahnya. "Pedang Ekor api di turunkan turun temurun pada keluarga Oda. Si pewaris wisma berhak memilik pedang itu. Sebelum saya dan tuan besar berangkat ke China, pedang itu disimpan oleh Tuan besar di gua pada puncak gunung Fuji." Perihal mengenai pedang ini tidak diketahui banyak pelayan Wisma, sedangkan Kyosei adalah pengawal kepercayaan Sang tuan besar. Beberapa kali tuan besar Oda pernah mengungkit pedang itu di depannya. Jieji semakin jelas, dirinya yang beranjak ke puncak gunung sekitar 9 tahun lalu menemukan pedang dan dua buah kitab ilmu silat. Disini dia yakin bahwa kedua ilmu ini tak lain adalah milik keluarganya sendiri. Apalagi kemarin dia jelas melihat Kyosei mengeluarkan jurus tendangan mayapada. "Tuan besar segera berangkat bersama nyonya, aku dan Lan Ie yang menggendong tuan muda kecil dalam perjalanan menuju ke Hefei. Perjalanan pada awalnya sangat mulus. Tetapi ketika kita sampai di sebuah lembah dekat kota Shouchun. Di samping kiri kanan bukit itu keluarlah keparat Yue." kata Kyosei kemudian. "Jadi dialah orang yang membunuh kedua orang tua ku?" tanya Jieji kemudian. "Mengenai masalah ini saya kurang tahu pasti. Sesaat itu, Yue berteriak. Dia mengancam melepaskan panah jika pedang Ekor api tidak di angsurkan kepadanya sesegera mungkin... Melihat gelagat yang tidak baik, Tuan besar segera memintaku dan Lan Ie membawamu pergi dari sana. Namun baru berjalan beberapa langkah, panah dilepaskan ke arahku dan Bibi lan. Tuan besar yang melihatnya, segera menyapok semua batang anak panah yang secepat kilat itu dengan tendangan. Seraya memintaku segera pergi, tuan besar menjadi tameng bagiku. Dia menyepak semua panah yang datang dengan cepat. Saya yang terus berlari bersama Lan Ie untuk keluar dari lembah itu sempat menoleh, Tuan besar telah terluka. Kulihat sebatang anak panah telah menancap di paha Tuan besar. Saya segera kembali saat itu, namun tuan besar berteriak kepadaku untuk segera pergi. Saya masih mengingat kejadian itu dengan pasti. Tuan berteriak "Pergi, atau kubunuh kau sekarang juga." Aku yang mendengarnya sadar dengan keadaan kita semua. Langsung dengan ilmu meringankan tubuh, segera kutinggalkan lembah. Namun sampai di tengah jalan, bibi Lan meminta untuk berpisah denganku. Tuan muda yang sebelumnya digendong olehnya diangsurkan kepadaku. Bibi Lan ingin mengorbankan dirinya demi keluarga Oda. Sambil memikul sebuah batu, dia berpisah denganku. Dia menuju ke arah utara, sedangkan aku menuju ke selatan. Tetapi sampai sekarang saya

tidak pernah mendengar kabar bibi Lan lagi. Yang anehnya, kenapa Yue bisa tahu bahwa yang kupeluk adalah tuan muda kecil?" "Tidak, dia pasti mengetahui kalau kamu yang menggendongku. Mengenai bibi Lan, saya yakin keadaannya pasti baik pada saat itu. Ini karena bibi lan yang menggendong batu pasti tidak akan bertindak hati-hati. Sedangkan anda yang memelukku membelakangi mereka pasti kelihatan lebih curiga, karena meski kamu berlari. Kamu tetap akan lebih hati-hati dari padanya." kata Jieji. Jieji mengenang kembali kejadian ayahnya. Dia ingin segera menuju ke lembah dekat Shouchun untuk menyelidiki daerah itu sekali lagi. Yang Ying yang melihat reaksi adiknya segera berkata. "Jika Yue terbukti adalah pembunuh orang tuamu maka tentu saya akan berpangku tangan. Semoga adik kedua bisa menyelesaikannya dengan cara dunia persilatan."kata Yang Ying. Jieji melihat ke arah Yang, dia sangat bersyukur akan kata-kata kakak pertamanya. Karena Yue masih tergolong keluarga kerajaan, sebenarnya Jieji tidak ingin merusak hubungan persaudaraan mereka. Namun Yang Ying telah memberikan kepastian itu kepadanya. Hatinya mau tidak mau juga telah lega. "Kakak kedua, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Jindu kepadanya. "Saya sudah baikan banyak, tetapi saat ini saya belum bisa mampu meninggalkan wisma. Dewa sakti memesan kepadaku untuk tetap disini dalam 1 tahun, karena petunjuk tentang pemusnah raga akan datang kepadaku." kata Jieji. Kyosei yang mendengarnya lumayan terkejut. Lantas dia berkata," tuan muda, apakah anda tahu kalau pedang yang terselip di pinggang nona itu adalah Pedang pemusnah raga?" Jieji dan semua yang disana sangatlah terkejut. "Pedang pemusnah raga?" tanya Jieji. "Betul, pedang ini mendapat julukan Pedang pemusnah raga. Sebenarnya pedang ini tidak berada di Gunung Fuji. Melainkan di sebuah tempat yang nan panas di sebelah utara China." Kata Kyosei. Sesaat itu, Jieji segera mengingat lukisan gurun yang ada di balik bajunya. Ternyata petunjuk lukisan bukanlah di balik sedemikian adanya oleh si pelukis. Tetapi mulanya dia merasa begitu. Kalau hanya melihat lukisan dan tidak ada perjumpaan yang kebetulan di Gunung Fuji, mungkin pedang Ekor Api tidak akan ditemukannya selamanya.

"Tuan besar pernah mengatakan bahwa pedang ini oleh leluhurnya didapatkan melalui sebuah pertarungan dahsyat di gurun utara China. Setelah itu, pedang langsung disimpan di atas Gunung Fuji yang asri. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah pergi ke daerah Yunnan, disana saya mendengar kabar bahwa Ilmu pemusnah raga dimiliki seseorang disana." kata Kyosei kemudian. Kyosei mengatakan hal ini karena mengingat racun yang diderita oleh tuan muda kecilnya adalah memakai nama "pemusnah raga". Dia merasa ada hubungannya dengan tuan muda saat itu, makanya dia segera menyelidikinya. Namun hasilnya nihil. Sekarang telah jelas, petunjuk yang lain dari pemusnah raga adalah di sebelah barat daya china. Yaitu daerah Yunnan. "Oya, bisa anda beritahu. Siapa sebenarnya nama tuan muda besar dan tuan muda kecil?" tanya seorang wanita yang tak lain adalah Yunying. Seraya memberi hormat dengan sopan dia berkata. "Tuan besar bernama Hikatsuka Oda, sedang ketika lahir tuan muda kecil diberi nama Dekisaiko Oda. Tuan memilih nama ini karena dia sering bersama nyonya menikmati hari-hari indah di Danau Saiko." Jieji tidak terlalu peduli akan nama aslinya, dia terus berpikir. Dia bermaksud untuk segera menuju ke Yunnan. Namun, dia tidak tahu siapa yang bersedia tinggal di Wisma seiring kepergiannya, karena ini adalah salah satu warisan dari orang tuanya yang harus dijaga. Wei Jindu yang melihat kakak keduanya yang sedang berpikir, segera mengatakan. "Kak... Berangkatlah dengan hati yang tenang. Segala urusan disini biar kuurus saja." Betapa girangnya Jieji mendengar usulan adik ketiganya. Jieji memutuskan untuk segera berangkat keesokan harinya. Yang Ying mengatakan akan pergi bersamanya namun dia akan berpisah dengannya saat telah sampai China.

BAB XXXIV : Pembunuhan Di Wisma Wu Kyosei ingin ikut dengan Jieji. Dia memohon dengan sangat kepada majikan mudanya. Akhirnya dia diluluskan untuk ikut bersama mereka. Jieji meminta Xieling untuk tinggal di wisma bersama JinDu. Tujuan utamanya adalah supaya si nona bisa belajar ilmu kepadanya, selain itu Jieji juga bermaksud mengikat tali persahabatan yang lebih erat antara

JinDu dan Xieling. Karena dilihatnya kedua orang ini cepat akrab. Si nona berbudi luhur dan sopan, selain itu dia juga sangat cantik. Dia merasa Wei JinDu sangat cocok dengannya.Namun setelah dipikir-pikir dia tidak mengatakannya langsung, menurutnya bagusan hubungan mereka terjadi secara alami saja. Keesokan paginya mereka segera sampai di pelabuhan selatan. Dengan menyewa sebuah kapal yang cukup besar, mereka menuju ke China. Dalam perjalanan pulang ke China... Setiap hari Jieji dan Yang Ying asik berbicara tentang kenegaraan. Baik itu keamanan, pertanian, perdagangan, stabilitas ekonomi sampai ke teknologi. Dulu, Jieji sebenarnya adalah seorang sastrawan dan pemikir. Mengenai masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat, dia tahu banyak. Yunying yang duduk disampingnya sangat mengaguminya. Menurutnya pria ini adalah pria paling sempurna di kolong langit. Selain Kungfu tinggi, dia juga adalah seorang yang pintar. Dan terutama yang sangat disukainya adalah hatinya yang sangat hangat, dan penuh perhatian. Jieji sangat senang, karena setelah mengangkat saudara dengan Yang Ying. Dia tidak pernah menikmati waktu yang lama bersamanya. Kali ini di atas kapal yang berlabuh sekitar 1/2 bulan, mereka mempunyai kesempatan yang lama untuk bersama. Pepatah mengatakan tidak ada pesta yang tidak berakhir. Maka setelah 1/2 bulan lebih akhirnya mereka harus berpisah juga. Yang Ying dan 10 pengawalnya segera menuju ke utara, Sedang Jieji dan Yunying serta Kyosei menuju ke selatan. Segera mereka mengambil perjalanan cepat. "Kamu tahu kita akan kemana dahulu?" tanya Jieji pada Yunying. "Tentu, Kamu penasaran dengan lembah itu kan?" Yunying melihatnya sambil tersenyum. Jieji cuma menatapnya sambil tersenyum. 3 Ekor kuda yang membawa majikan mereka masing-masing menuju ke Shouchun. Sekitar 10 Li sebelah timur laut sebelum kota Shouchun. Mereka mendapatkan sebuah lembah yang sangat strategis. Lembah ini jalannya sempit, dan di kiri kanan lembah terdapat bukit yang lumayan tinggi. Panjang lembah ini sekiranya hampir 1 li.

"Disinilah tempatnya, tuan muda." kata Kyosei. Jieji sudah tahu. Dia turun dari kudanya, melihat ke segala arah sambil merenung. "Lembah ini posisinya sangat berbahaya, Si tua Yue itu sangatlah licik. Dia sengaja menunggu ayahmu lewat disini." kata Kyosei kemudian. "Kalau begitu, ayah dan ibuku saat itu tidak akan selamat." kata Jieji kemudian dengan wajah yang sedih setelah meneliti dengan seksama. Jieji adalah seorang ahli ilmu perang. Dia tahu, jika hanya menempatkan 100 pasukan masing-masing di bukit yang berseberangan tersebut. Maka sehebat apapun seseorang, pasti sangat susah lewat. Apalagi kondisi ayahnya saat itu bersama ibunya dan sedang melindungi dirinya. Tanpa terasa, Jieji meneteskan air matanya. Kyosei yang melihat begitu langsung berlutut. "Tuan besar. Gara-gara hamba anda tidak ada kabarnya sampai sekarang. Betapa berdosanya aku...." Katanya kemudian dengan lirih. Namun Jieji segera membimbingnya berdiri, dengan tangan dia mengusapkan air mata orang tua tersebut. "Sudah... Ini bukanlah kesalahan anda. Si tua Yue itu telah menyiapkan perangkap bagi kita sekeluarga pada saat itu. Jadi berhentilah menyalahkan diri anda lebih jauh. "Terima kasih tuan muda....." katanya panjang. Kyosei sangat menghormati tuan mudanya. Dia merasa sangat beruntung karena tuan mudanya adalah orang yang sangat mengagumkan. Selain itu, sikap sopan terhadapnya membuatnya sangat bersemangat untuk melayaninya. "Saya ingin kamu menuju Yunnan terlebih dahulu, bagaimana?" "Kenapa, tuan muda? Ada masalah apa?" tanya Kyosei. "Ini karena saya ada beberapa hal urusan yang harus kukerjakan terlebih dahulu. Saya menuju ke Hefei sekarang, setelah itu saya akan menuju ke Changsha. Kita ketemu di Yunnan saja bagaimana?" Tanya Jieji. Kyosei mau tidak mau juga mengangguk. "Ingat, janganlah terlalu memaksakan diri anda. Jika menemui bahaya, segera lari. Jangan terlalu menuruti perasaan." kata Jieji. "Terima kasih tuan muda, semua pesan anda akan hamba ingat di dalam hati."

Setelah itu, Pak tua ini segera melanjutkan perjalanannya ke arah barat. "Kenapa harus ke Hefei?" tanya Yunying. "Kamu harus pulang terlebih dahulu. Sudah 2 bulan lebih sejak kamu meninggalkan Wisma Wu. Setidaknya pulanglah, dan biarkan ayahmu melihatmu supaya dia tahu kamu dalam keadaan selamat saja." kata Jieji. Mereka segera menuju ke kota Hefei yang jaraknya hanya sekitar 100 Li dari tempat mereka sekarang. Barusan langit beranjak malam, mereka telah sampai di depan gerbang kota Hefei. "Apa kamu akan ikut denganku?" tanya Yunying. "Tidak, saya akan menyewa penginapan dekat rumahmu. Setelah segalanya beres, maka kamu carilah aku disana. Bagaimana?" Yunying mengangguk saja. Di Wisma Wu.... Wu Quan yang melihat puterinya pulang tanpa kurang satu apapun sangatlah senang. Sebenarnya Wu Quan tidak ingin puterinya mengembara di dunia persilatan. Namun dia juga tidak berdaya mencegah puterinya yang satu ini. Wu Quan akan mengadakan pesta untuk menyambut pulangnya Yunying. Namun tidak mungkin dilakukannya hari ini, mengingat sudah lumayan malam. Wu Quan meminta semua pelayan rumahnya untuk menyiapkan masakan untuk hari esok. Keesokan paginya.... Yunying dikejutkan oleh suara seseorang yang sedang berada di depan kamar. Yunying mengenal suara itu, yang tak lain tentunya adalah Liangxu. Dengan segera dia simpan pedang Ekor apinya. Setelah membuka pintu, mereka berdua berjalan barengan menuju ke taman belakang. Liangxu segera menanyainya. "Dik, selama 2 bulan ini kamu kemana saja?" Yunying melihatnya sekilas dan menjawab. "Saya berada di JingZhou ( propinsi Jing ). Disana saya mendengar sedikit kabar tentang ibuku." katanya dengan dingin.

"Jadi bukan kamu yang berada di Dongyang ?" tanya Liangxu kepadanya kembali sambil menatap wajah si nona. Dengan yakin si nona menjawabnya. Karena dia takut juga kakak seperguruannya akan curiga. "Tidak... Ngapain ke Dongyang. Aku dengar kabar dari sesama kaum persilatan bahwa kakak berada di Dongyang. Apakah benar?" Liangxu yang ditanya begitu segera muncul rasa kegusaran di wajahnya. Dia ingat terus penghinaan yang pernah diterimanya disana. "Iya, betul dik. Aku kesana untuk menyelidiki sesuatu. Disana saya bertemu dengan si keparat dan nona yang mirip denganmu. " Kata Liangxu. "Keparat? Siapa itu? Nona yang mirip denganku? Emang ada hal begini?" tanya Yunying dengan pura-pura heran. "Keparat itu adalah orang yang pernah tinggal beberapa saat di Wisma ini. Kamu mungkin masih mengenalnya. Dia yang mempunyai lukisan tentang dirimu. Sedangkan nona di Dongyang itu sangat aneh, meski semua perawakannya mirip denganmu. Namun dia memakai pakaian yang cukup aneh, selain itu ilmu kungfunya juga bukan ilmu kungfu keluarga Yue ataupun Wu." kata Liangxu menjelaskannya. Yunying yang mendengarnya sebenarnya merasa sangat geli. Namun dia berusaha untuk tidak tertawa. "Saya harus membalaskan dendam penghinaan disana. Akan kucabik seluruh tubuh mereka. Dari lelaki yang memegang kipas, pemuda sok hebat,dan si budak itu." Barusan pembicaraannya belum selesai. Yunying merasakan sebuah hawa pukulan melewatinya dan mendarat di wajah Liangxu. Liangxu ditampar seseorang sehingga dia jatuh tersungkur. Setelah berdiri, dia cukup terkejut. Ternyata orang itu adalah ayahnya sendiri. Liangxu sangat heran, kenapa ayahnya ini memukulnya. Dia sangat tidak puas. "Kerjaanmu itu cuma cari masalah saja. Tidak tahu diri. Kukatakan padamu, jangan sampai kau punya pikiran untuk ke Dongyang lagi. Sekarang kau itu sudah cacat. Pemuda itu tidak membunuhmu saja sungguh sangat syukur kau itu...."

Dampratan sang ayah membuatnya betul sakit hati. Biasanya si ayah selalu menuruti apa pemikiran anaknya. Tetapi kali ini, bukan saja tidak ada respon malah ayahnya memukulinya sedemikian rupa. Sebenarnya Yue Fuyan juga sangat malu saat berada di Dongyang, namun apa dayanya. Diingatnya sebelum dia pergi, Kaisar mengultimatum kepadanya supaya tidak mencari masalah lagi disana. "Guru,..." kata Yunying seraya memberi hormat. "Iya... Kamu sudah pulang... Syukurlah... Ayahmu itu sangat merindukanmu setiap saat, selalu dia menulis surat kepadaku untuk mencari dirimu." Kata Yue Fuyan. "Terima kasih guru..." kata Yunying pendek. Setelah itu, Yue Fuyan segera beranjak dari sana. Setelah meminta pamit pada Wu Quan, dia meninggalkan Wisma sendiri. Siangnya.... Yunying sedari tadi cuma berada di kamar saja. Dia mengingat semua kejadian di Dongyang. Dia sangat gembira dan juga sedih. Tanpa terasa, dia mengantuk dan tertidur di dalam kamarnya. Dia telah tertidur selama beberapa jam. Tiba-tiba kali ini dia dikejutkan oleh suara teriakan pelayan Wisma. Seraya bangun, dengan cepat dia menuju ke arah teriakan. Teriakan itu berasal dari kamar halaman belakang. Sesaat sampai disana. Dia melihat pemandangan yang sangat tidak asik untuk dilihat. Di kamar tempat disimpan lukisan itu ada mayat seorang lelaki tua yang berambut putih. Posisi orang tua ini adalah sedang berdiri. Tubuhnya berlumuran darah. Di arah jantungnya terdapat sebatang tombak yang menopang tubuhnya. Segera dikenalnya, orang ini adalah tamu ayahnya, Ding Wen.

BAB XXXV : Kejahatan Sempurna melawan Detektif Termahsyur Sesaat setelah teriakan, Yunying adalah orang pertama yang sampai di ruangan tersebut. Tidak berapa lama, semua penghuni wisma telah sampai di depan pintu kamar yang terbuka ini.

Ding Wen adalah tamu Wu Quan pada hari itu, dia juga adalah pejabat tingkat menengah di kota Shouchun. "Segera panggil polisi kemari... Untuk sementara janganlah ada yang masuk ke dalam." kata Yunying kepada semua orang yang berada di belakangnya. Yunying teringat akan Jieji, jika Jieji melihat pembunuhan di ruangan seperti ini. Maka, dia akan meminta orang lain memanggil polisi. Sedangkan dia langsung menuju ke dalam dengan hati-hati. Tetapi Yunying bukanlah seorang detektif, dia tidak bisa melakukan hal yang biasa dilakukan Jieji. Dia cuma menunggu tibanya para polisi. Sekitar 1/2 jam, para polisi telah tiba di wisma Wu. Han Yin tiba dengan belasan orang polisi lainnya. Dengan segera dia menuju ke tempat yang dimaksudkan. Para pelayan dan semua orang yang berkumpul di depan kamar segera menyamping untuk memberi jalan kepada para polisi. Han Yin bertemu dengan Wu Quan di depan kamar kejadian. "Tuan Wu, anda kenal dengan korban?" tanya Han Yin kepada Wu Quan seraya menunjuk ke arah mayat. "Iya, dia adalah salah satu tamuku hari ini." kata Wu Quan pendek. "Apakah ada orang yang masuk ke dalam kamar ini sebelum kita datang?" tanya Han Yin lagi. "Um... Setahu saya cuma pelayan yang menemukan mayat. Dia pun cuma berada di depan pintu, dan sepertinya belum sempat dia masuk ke dalam." kata Wu Quan kembali. Sesaat setelah itu, para polisi masuk ke dalam kamar. Tetapi polisi yang masuk ke dalam hanya 5 orang, selebihnya mengawasi di luar. Yunying senang ketika dia melihat seorang polisi yang melewatinya. Namun, pemuda ini sama sekali tidak memandangnya sekilas pun. Oleh karena itu, si nona mengerti maksud si pemuda. "Kalau begitu, berarti tidak ada yang mengacak-acak kamar ini setelah mayat ditemukan?" kata Han Yin. Seraya menunjuk, Wu Quan mengatakan. "Itu... Pemuda itulah yang pertama mengacak ruangan ini."

Han Yin yang melihatnya berkata. "Itu asistenku. Dia terbiasa dengan hal seperti ini. Jadi bisa dipastikan, orang pertama yang masuk ke dalam meneliti adalah dia?" "Betul...." kata Wu Quan. Saat itu, langit sudah mencapai malam dan gelap. Orang-orang disana memang bisa melihat polisi yang mondar-mandir di dalam ruangan. Namun, selain Yunying. Tidak ada yang kenal siapa pemuda itu. Pemuda tersebut cukup aneh. Dia berjalan sebentar ke jendela, sebentar ke pintu, sebentar mengamati mayatnya dengan serius. Sebentar dia jongkok memeriksa. Semua hadirin sana merasa sangat geli akan perlakuan pemuda itu. Han Yin segera berjalan ke dalam ruangan. Di dapatinya bahwa darah di tubuh Ding Wen belum membeku sepenuhnya. Jadi bisa dipastikan, dia baru saja terbunuh. Mungkin sekitar 2 jam yang lalu sampai mayat di temukan. Ding Wen berdiri dengan posisi tubuh yang agak miring ke belakang. Selain itu, nampak pot keramik yang lumayan besar telah pecah tidak jauh darinya. Tombak yang menembus langsung ke jantung itu pasti adalah pemilik dari salah satu penghuni wisma. Pemuda dari dalam itu segera mendatangi Han Yin, dengan bisikan dia mengatakan. "Periksa semua alibi penghuni Wisma pada 2 jam yang lalu sampai mayat ditemukan. Selain itu, bawa tangga tinggi. Periksa semua atap di depan, carilah hal yang mencurigakan seperti bekas darah, ataupun jejak kaki. Lakukanlah dengan hati-hati. Setelah kalian keluar dari sini, tutuplah pintu." Pemuda ini telah terbiasa, belasan tahun yang lalu pun dia tidak pernah mengatakan sesuatu kepada Han Yin dengan tidak berbisik seperti ini. Tujuannya tak lain tentu untuk menghindari pembunuh menghilangkan jejak yang tertinggal. Setelah beberapa lama, Han Yin keluar dari ruangan tadi dan meminta semua penghuni wisma berkumpul di depan taman. Dia menanyai semua alibi orang yang berada di Wisma pada saat jam kejadian. Yaitu sekitar jam 4 sampai jam 6 sore karena anak buahnya telah memberi informasi bahwa tidak ada sesuatu yang aneh di atap depan maupun atap kamar tersebut. Setelah menanyai semua penghuni wisma, dia segera mendapatkan. Hanya 2 orang yang tidak punya alibi pada saat jam kejadian. Yaitu Yunying dan Kakak ketiganya, Wu Dian Ya.

Pelayan mengatakan kalau mereka semua berkelompok, kalaupun ada saat mereka sendiri hanya waktu pergi ke kamar mandi. Letak kamar mandi tidak jauh dari tempat mereka berada. Sedangkan letak kamar lukisan adalah halaman belakang. Wisma Wu sangatlah luas, untuk berjalan ke belakang saja memerlukan waktu yang tidak sedikit. Putera-puteri Wu Quan yang lain mempunyai alibi yang cukup sempurna. Putera kedua Wu Quan, Wu Tze. Mengatakan bahwa dia ada di ruangan baca yang tidak ditutup. Sedang depan ruang baca, adalah kamar dapur. Beberapa pelayan memastikan alibinya. Dia juga sempat keluar ke pintu depan, namun sesaat itu dia telah kembali. Alasannya adalah dia berjalan ke taman untuk menikmati suasana setelah membaca buku. Putera pertama Wu Quan, Wu Lang. Mengatakan bahwa dia juga sedang menikmati taman asrinya tersebut. Para pelayan bisa membuktikan alibi Wu Lang. Sedang puteri Wu Quan yang lain yaitu Wu Linying dan Wu Jiaying mengatakan bahwa mereka sedang menyulam di kamar puteri sulung Wu. Mereka tidak beranjak keluar. Pelayan juga dapat membuktikannya, karena mereka sering memanggil pelayan di luar kamar. Sesaat kemudian... Pemuda yang sedari tadi masih di dalam, segera membuka pintunya keluar. Dia berjalan ke arah Han Yin. Wu Quan sempat melihatnya, dia cukup terkejut. Karena dia mengenalnya sebagai seorang yang pernah tinggal di wisma yang bertugas sebagai pelayan tamu. Namun, beberapa saat setelah terjadinya pembunuhan dengan racun di kediamannya. Pemuda ini menghilang. Sekarang dia melihat bahwa pemuda tersebut muncul kembali dalam pakaian kepolisian. Hal ini membuatnya merasa sungguh aneh. Ternyata pemuda itu adalah dari kepolisian pikirnya. Si pemuda hanya diam disana dengan berpangkukan kedua tangannya. "Nona ke 3. Bisa anda beritahukan apa yang anda lakukan di kamarmu pada saat jam kejadian?" tanya Han Yin. "Saat itu saya sedang tidur, saya bangun karena dikejutkan oleh suara seorang pelayan." "Jadi anda sedang tidur? Boleh tanya berapa jam anda tidur?" tanyanya. "Saya tidur setelah lewat tengah hari."

"Jadi anda tidur siang selama itu?" tanya Han Yin. "Betul..." Kata Yunying yang seraya malu. Karena dia tidur hampir 5 jam. Han Yin berpaling ke Wu Dian-ya. "Anda sedang apa di kamar?" "Saya meneliti lukisan." "Anda meniliti lukisan begitu lama?" tanya Han Yin. "Iya, saya sangat suka akan lukisan. Hari ini tiba-tiba di mejaku terdapat sebuah lukisan. Lukisan ini cukup aneh, makanya saya membutuhkan waktu sekitar 3 jam lebih untuk menelitinya." kata Wu Dianya seraya mengeluarkan lukisan tersebut. Lukisan dipentangkan, ternyata gambar dan puisi disini tidaklah asing bagi 3 orang. yaitu Pemuda dari kepolisian, Wu Quan dan puteri ketiganya Wu Yunying. Inilah lukisan gurun yang ada dibalik baju Jieji. Tampak 5 orang pemuda yang menunggangi onta di padang pasir. Di sebelahnya ada puisi yang tidak asing bagi ketiganya juga. Wu Quan yang melihat bahwa lukisan itu ada di kamar putera ketiganya cukup terkejut. Ini juga adalah lukisan pemberian istrinya, Wu Shanniang. Setelah 17 tahun meninggalkan wisma, Nyonya Wu pulang ke rumah. Dia tinggal selama 7 tahun kembali di Wisma. Saat itu, Nyonya Wu memberikan lukisan ini kepada sang suami. Tetapi dia merasa janggal, bagaimana lukisan ini bisa berada di kamar putera ketiganya. "Boleh tahu tombak yang menembus jantung itu punya siapa?" tanya Han. "Itu punyaku yang kusimpan di ruang senjata." kata Wu Dian-ya. "Kalau begitu, anda adalah yang dicurigai." "Tidak, belum tentu. Ruangan senjata bisa dimasuki setiap orang." kata Dian-ya kembali. Han Yin berpikir sejenak. Apa yang dikatakan pemuda ini benarlah adanya. Setelah Han mendapatkan alibi mereka semua dengan pasti, Pemuda yang sedari tadi diam segera mengajak Han Yin ke dalam kamar terjadinya pembunuhan. "Anda mendapatkan sesuatu?"

"Tidak... Ini adalah pembunuhan sempurna. Di ruangan tidak ada jejak kaki. Di jendela juga sama. Selain itu di atap kamar disini juga tidak ada jejak kaki sama sekali. Mengingat posisi tombak, seharusnya pembunuh berada di balok itu. Balok itupun sudah kuteliti, ternyata balok itu sangat bersih tanpa debu.. ." Kata Pemuda ini seraya menunjuk ke atas. "Yang aneh cuma satu hal, yaitu pot keramik yang pecah tidak jauh dari mayat." Katanya kembali. "Kenapa atap di kamar itu sangatlah bersih?" tanyanya. "Ini kan ruangan yang tersimpan lukisan termahsyur, jika di dalam ruangan ini terdapat debu maka angin....." Barusan berkata begitu, pemuda ini segera menyadari sebuah hal. Segera pemuda ini berpikir sebentar dan segera tersenyum. Lalu dibisikinya Han Yin.. Han Yin yang mendengar permintaan pemuda tersebut cukup aneh. Mulamula dia bermaksud menolak. Namun terakhir, mau tidak mau dia juga melaksanakannya. Setelah itu, Han Yin segera menuju ke luar bersama si pemuda. Han Yin yang keluar kamar seolah marah. "Kauuuu... Tiap kali ada kau selalu banyak masalah." "Tidak Pak... Saya cuma berusaha untuk memecahkan kasus. Namun, kali ini saya sudah dapat pembunuhnya. Kenapa anda tidak percaya padaku?" tanya pemuda ini seraya berlutut memohon. "Pergi kauuu... Jangan sesekali lagi kau bikin masalah disini.." kata Han Yin. Namun pemuda ini berjongkok sambil menarik kaki Han Yin. Han Yin segera gusar, dia menyepak pemuda tersebut. Pemuda tadi segera berguling lumayan jauh. Di bibirnya mengalir darah segar. Yunying adalah orang yang sangat heran melihat perlakuan Jieji. Dia tidak mengerti maksud si pemuda dan kepala polisi. Sedang semua orang disana juga cukup heran melihat perwira polisi yang memohon itu. Dengan menyeret kakinya, Pemuda itu segera beranjak ke Han Yin. Namun sebelum sampai, Han Yin menamparnya cukup keras. Pemuda ini langsung oyong.

Semua bisa melihat, bahwa pemuda itu sangat lemah. Han Yin yang tidak mempelajari ilmu silat saja gampang merobohkannya. Semua terlihat sangat geli. "Tuaaaannn.... Saya sudah tahu pelakunya.. Mohon izinkan hamba untuk menangkapnya..." "Keparat.... Kau pergilah.. Saya tidak mahu mendengar ocehan kosongmu itu." kata Han Yin dengan sangat marah. Pemuda itu segera berdiri. Dengan sempoyongan dia menuju ke depan gerbang pintu Wisma Wu. "Tuan Wu, saya rasa pemeriksaan akan dilakukan besok kembali karena waktu sudah sangat malam. Maaf jika ada sesuatu yang tidak mengenakkan hati anda." kata Han Yin namun seiring itu, dia memasukkan sesuatu kertas di tangan Wu Quan. Wu Quan juga memberi hormat. Han Yin segera mengajak polisi itu untuk kembali. **** Pemuda yang tadi sempoyongan segera menuju ke kedai arak. Di pesannya sebuah guci arak yang besar, dan sebuah kendi arak yang kecil. Dia membawanya dan minum dengan mabuk-mabuknya. Dia berjalan di kemalamam kota Hefei. Sambil melantunkan beberapa puisi cinta dan puisi orang patah hati. Dia berjalan sempoyongan. Dia tidak tahu kalau dari tadi ada seseorang yang sedang mengawasinya. Setelah melewati beberapa blok perumahan, dia sampai di ujung tembok kota. Disana terlihat dia berjalan secara sintingnya. Bayangan yang tadi sedang asik menatapnya. Dengan tiba-tiba dan gerakan sangat cepat. Dari belakang, bayangan ini membacokkan goloknya ke arah punggung pemuda mabuk itu. Sekilas tampak pemuda itu segera roboh bergulingan dan berlumuran darah....

BAB XXXVI : Putera pertama Wu Quan, Wu Lang Bayangan hitam ini senang, dia merasa mampu membunuh pemuda mabuk tersebut hanya dengan sekali bacok.

Sesaat itu, dia tertawa besar. "HeHeHaHaHa....." Seraya berjalan mendekat, dia mengambil kendi arak besar yang tidak pecah itu. Dan ingin menuangkan isinya. Namun sebelum kendi arak ini dibalikkan terdengar suara. "Buanglah semua arak sisa yang terdapat di dalam. Kemudian isi dengan darah binatang." Bayangan ini tentu sangatlah terkejut. Dia melihat sekitar, keadaan gelap dan tetap tidak ada orang. Dia merasa orang yang berbicara dengannya adalah orang telungkup di tanah tidak jauh darinya. Pertanyaan di dalam pikirannya ternyata tidak perlu dijawab karena pemuda itu segera telah berdiri. "Pembunuhan di Wisma Wu memang oleh seorang yang sangat ahli..." belum sempat pemuda tersebut menyelesaikan kata-katanya. Di samping, segera muncul beberapa orang. Yang tak lain tentu adalah Han Yin dan beberapa polisi. "Anda ditangkap karena melakukan pembunuhan di Wisma Wu." kata Han Yin. Seiring datangnya Han Yin, Wu Quan dan puterinya Yunying juga telah sampai. Selain itu di belakang mereka terdapat beberapa pesilat. Pesilat ini datang bersama pemuda yang kedua tangannya telah dibalut karena cedera. Tentu pemuda ini adalah Yue Liangxu. Yue Liangxu yang mendengar bahwa di Wisma Wu terjadi pembunuhan, dengan segera meminta beberapa pesilat ikut bersamanya menuju ke sana. Namun, sesampainya dia disana. Han Yin telah pulang bersama petugas lainnya. Wu Quan yang diberikan sebuah kertas kecil tentu segera membacanya sendiri. Dia diminta untuk pergi ke pengadilan. Disana bersama Han dia mengikuti dengan pelan pria mabuk itu. Keadaan telah sangat gelap. Kedatangan Han Yin dan para pesilat segera menyulut obor sehingga terang. Di tengah nampak seorang berpakaian gelap. Dan wajahnya ditutupi kain hitam. "Kenapa? Apa hubunganku dengan pembunuhan?" tanya orang yang menutupi muka tersebut. Suara orang yang menutupi dirinya dengan kain

terdengar asing, karena orang ini sengaja mengubah suaranya dengan agak serak. "Kamu telah terperangkap olehku. Siasatmu membunuh memang sangat ternama. Jika tidak dengan cara ini, kita susah mengetahui siapa pelakunya." kata orang yang dikira mati tadi yang sebenarnya adalah Jieji adanya. Liangxu yang melihat pemuda ini tentu gusar tidak kepalang. Dia mengatakannya kepada Wu Quan. "Dia... Dialah orang yang membuatku kehilangan kungfu paman.. " kata Liangxu. Sesaat Wu Quan hanya melihat kepadanya. Jieji yang berpaling ke arahnya sebentar, segera berpaling balik ke pembunuh. "Petunjuk yang ditinggalkan tak lain hanya pot keramik yang pecah. Pot itu kalau dilihat tentu tak lain adalah Guci arak." "Guci arak apa? Jangan mengada-ada." "Lalu saya bertanya kepadamu, kenapa kau mau membunuhku?" tanya Jieji. Orang itu cuma diam mendengar pertanyaan Jieji. "Anda ingin membunuhku karena ketika di Wisma Wu saya berteriak kalau saya telah tahu pembunuhnya. Bukan begitu?" tanya Jieji kembali. Yunying yang sedari tadi diam berkata. "Anda membunuh Ding Wen. Tujuannya adalah untuk menfitnah kakak ke 3 ku, Wu Dian-ya. Anda sengaja memakai tombak kesayangannya. Juga anda yang meletakkan lukisan itu di kamar kakak ke 3 ku." Jieji segera berpaling ke arah si nona. Dia menggelengkan kepalanya sambil tertunduk. Yunying yang melihatnya tidak tahu apa maksud sesungguhnya. Dia mengira Jieji memintanya untuk tidak berbicara lebih lanjut. Pembunuh itu sempat berpaling ke arah Yunying. Dilihatnya dengan serius nona ini. Dan kemudian dia berkata. "Mana ada hal semacam begini? Jangan mengarang cerita, nona." katanya.

Wu Quan yang diam dari tadi sepertinya tahu siapa orang di balik topeng. Dia kelihatan sangat berduka. "Kejahatan anda mendekati sempurna. Darah di lantai sebenarnya bukanlah darah Ding Wen. Tetapi cuma darah binatang yang kau taruh di dalam kendi. Tujuannya tak lain tentu untuk mengaburkan penyelidikan. Kalau kendi itu tidak anda pecahkan, maka akan terasa sangatlah janggal." kata Jieji. Orang berpakaian gelap ini mengatakan. "Kendi? Apa hubungannya dengan kendi?" tanyanya pura-pura tidak tahu. Tetapi kegelisahannya bisa dilihat semua orang. "Secara singkatnya, maka beginilah aksimu. Saat itu baru tengah hari, kamu tahu Ding Wen yang datang ke rumahmu sebagai tamu. Setelah menunggu di dalam ruang tamu tidak berapa lama. Kamu memanggilnya, dan memintanya untuk ke ruang penyimpanan lukisan. Kamu sengaja menunjuk tempat yang agak membingungkan padanya sehingga Ding Wen yang mencari akan susah menemukan ruang lukisan. Sementara itu, kamu menuju ke ruang senjata dan mengambil tombak. Tengah hari adalah waktu yang sibuk bagi pelayan, sebab nanti malam kabarnya akan diadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan kepulangan nona ke 3 Wu. Oleh karena itu jalan menuju kesana akan lempang dan tidak ada orang. Setelah itu dengan berpura-pura mencarinya kamu masuk ke ruang lukisan dan menunggunya. Sesaat dia masuk ke dalam, kamu memanggilnya dari atas. Saat dia menoleh, kamu melempar tombak itu dari atas, dan saat itulah dia tewas tertombak oleh tombaknya Wu Dian-ya. Dengan gerakan ilmu meringankan tubuh, kamu menginjak tombak itu sekuatnya sehingga tombak itu menancap. " "Ha Ha ... Omong kosong yang besar." Teriak pemuda bermasker hitam. "Jika saya ada di atas balok, dimana jejak kakiku yang tertinggal?" katanya kemudian. "Itu sih gampang, Di kamar ini ada kain kan? Selain itu, kamu tentu membuka sepatumu. Dengan kata lain, keadaanmu di atas adalah sedang telanjang kaki. Setelah kau membunuhnya. Dengan kain itu kamu menghapus semua jejak di balok. Ruangan itu adalah ruangan penyimpanan lukisan termahsyur. Oleh karena itu, Tuan Besar pasti akan meminta pelayannya sering membersihkannya. Jika ada debu di dalam, dan terhembus oleh angin. Maka sedikit banyak pasti bisa mempengaruhi nilai lukisan itu sendiri." Kata Jieji.

Han Yin yang mendengarnya segera berkata. "Tidak disangka kamu terjebak oleh kita. Ketika kamu mendengar bahwa pemuda ini tahu pembunuhnya. Kamu tidak tenang. Dan melihatnya tidak bisa silat, kamu ingin membunuhnya, karena kemungkinan berhasilmu itu banyak." "Jika tidak ada permainan sandiwara dan jebakan seperti ini, pembunuh akan sangat susah tertangkap." kata Jieji dengan menghela napas panjang. Semua orang disana tidak mengerti, kenapa si pemuda menghela nafas panjang. "Kamu punya bukti akulah pelakunya?" tanya orang yang bermasker gelap dan berpakaian gelap itu. "Tidak... Hanya dengan jebakan inilah aku tahu." kata Jieji. "Bodoh. Kalau begitu tidak mungkin kamu bisa menangkapku dan menyeretku ke pengadilan." katanya kembali. "Sebenarnya jika waktu terbunuhnya Ding Wen adalah sekitar 2 jam, maka kamu betul-betul bebas." kata Jieji. Semua yang mendengar lumayan terkejut. "Ha Ha... Kalian para polisi dan detektif juga telah memeriksa kematiannya kan? Bagaimana kamu bisa mengatakan waktu pembunuhan itu tidak pas?" "Wah, kamu sudah lupa.. Tadi setelah merasa membunuhku, kamu mengambil guci arak. Tentu ini untuk membuat trik pembunuhan itu sama. Dengan begitu, kamu tidak akan dicurigai lagi. Seiring kematianku, kau akan terbebas karena polisi pasti mengira pembunuh itu tidak berasal dari Wisma Wu. Mungkin begini aksi yang akan kau lakukan, setelah membuatku terkapar. Kamu bisa menyeretku ke pohon bambu disana dan menyembunyikan mayatku di belakangnya. Setelah itu, dengan muka tanpa dosa kau pulang ke rumah, tentu mengambil guci arak yang telah kosong itu. Kau isi guci arak itu dengan darah binatang yang kau bunuh. Binatang disini juga bisa kau dapatkan di luar kota. Menutupnya dengan kain tebal, dengan begitu darah tidak akan cepat membeku. Lalu kembali lagi kesini sesaat menjelang pagi. Menyiramkan darah itu ke seluruh tubuhku. Jika ada orang yang lewat setelahnya dan menemukan mayatku, pasti darah itu belum membeku sepenuhnya. Dengan begitu kau yang telah berada di wisma Wu tentu bisa mengambil salah satu alasan, ataupun seorang yang bersamamu untuk membuktikan alibimu.

Dengan kata lain, apa yang kau lakukan ke Ding Wen itu, tentu kau lakukan juga kepadaku." Kata Jieji menjelaskan. "Ini tidak bisa menjadi bukti kalau pembunuhnya adalah orang yang sama." kata pria gelap ini. "Benar... Untuk itu saya menjebakmu kesini. Tinggal membuka topengmu, kita semua sudah tahu siapa anda. Jika anda adalah orang dari Wisma Wu. Maka trik tadi itu bisa kau lakukan dengan mudah." kata Jieji kembali. "Semuanya cuma omong kosong...." Teriak pria ini. "Kamu membunuh Ding Wen lewat tengah hari. Setelah tahu dia telah mati, kau menuju ke taman dan menunggu. Kau tahu tuan besar sebelum makan malam akan melihat lukisan terlebih dahulu. Maka satu jam sebelum Tuan besar melihat lukisan. Kau sempat kembali ke kamar itu dengan membawa guci arak. Tetapi kali ini kau menyiram darah itu ke tubuh Ding Wen. Dan memecahkan guci itu dibawahnya. Tujuanmu tentu adalah ada yang datang kesini karena mendengar pecahan guci dalam kamar. Pelayan yang datang ke kamar yang tidak dikunci itu mengatakan mendengar pecahnya sesuatu. Sehingga 1/2 jam sebelum kita masuk, darah itu terlihat barusan hendak membeku. Dengan begitu, polisi membuat kesimpulan kalau Ding Wen baru terbunuh." Kata Jieji kembali. Pembunuh itu berpikir. Jika dia lolos dari pembunuhan sempurna itu. Dia tidak akan lolos dari pembunuhan yang barusan dilakukan itu, dengan segera beranjak dari tempat. Dia berteriak. "Hebat.... Xia Jieji memang seorang detektif mengagumkan." Dengan ringan tubuh, dia bermaksud lari dari arah belakangnya. Yaitu tembok kota. Namun segera dia disusul oleh seorang. Pembunuh sempat melihat ke belakang dan terkejut. Yang mengejarnya adalah Yunying. Dengan ilmu ringan tubuh kitab ilmu memindah semesta, Yunying dengan cepat telah melesat ke depannya. Mereka sempat beradu tapak maupun tendangan. Sesaat kemudian, dari bentrokan jurus kelima. Yunying sanggup melumpuhkannya. Dia jatuh terjerembab dari tempat yang lumayan tinggi.. Sebelum sampai di tanah, Wu Quan segera memapah orang tersebut. Dan meletakkannya di tanah dalam kondisi duduk. Jieji yang dari tadi melihat sangat menyayangkan hal tersebut. Dia sudah tahu kalau siapa sesungguhnya orang yang bertopeng hitam.

Wu Quan yang sedari tadi diam segera berkata. "Anak durhaka. Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?" katanya sambil menangis. Semua orang disana terkejut, kecuali Jieji yang telah tahu siapa dia sesungguhnya. Lebih-lebih lagi Yunying. Dia sama sekali tidak menyangka kalau orang di balik topeng ini adalah kakaknya. Hanya, dia tidak tahu apakah orang ini adalah kakak pertamanya atau kakak keduanya. Lalu diingatnya waktu Jieji menggelengkan kepalanya sambil tertunduk. Jieji telah tahu siapa orang di balik topeng. Yunying sesaat merasa sangat menyesal. Dia juga adalah orang yang menangkap kakaknya, walau tidak disengaja. Han Yin segera membuka cadar hitam pembunuh. Semua mengenalinya, dia adalah putera pertama keluarga Wu. Wu Lang. "Ini karena ayah..... Kenapa kau tidak adil kepadaku? Kau tidak menurunkan ilmu silat kepadaku dengan benar. Selain itu, setiap hari kau cuma memarahiku tidak berguna." kata si anak dengan air mata deras. "Kau salah besar nak. Kamu adalah putera sulungku. Tentu aku berharap kau bisa unggul di atasku dan semua adik-adikmu. Melihat sekilas tadi, aku sudah tahu kamu pelakunya." kata Wu Quan dengan penyesalan dalam. Dia memang sering memarahi dia tidak berguna. Di antara putera-puteranya, Wu Quan paling menyayangi Wu Dian-ya. Selain kemampuan silat, sastra. Dia unggul di antara putera-puteranya Wu Quan. "Kamu tidak akan membunuh Ding Wen dan menfitnah adikmu hanya garagara kasih sayang kan? Ini sungguh sebuah kesalah pahaman besar." kata Jieji seraya jongkok di depannya. Wu Lang yang melihatnya tentu sangat terkejut. Kenapa Jieji bisa tahu kalau dia masih mempunyai hal lain yang terpendam. Sementara Yunying cuma terpaku di sana menyaksikan kalau pembunuhnya adalah kakak pertamanya. Dia tidak menyangka, keadaanya sekarang seperti orang linglung. Dia ikut menyudutkan kakaknya dan terakhir malah dialah yang menangkap kakak pertamanya. "Kenapa kau bisa tahu? Lukisan itu kan?" tanya Wu Lang yang kepayahan. Seraya mengeluarkan lukisan dari dalam bajunya. Dia memperlihatkannya.

Wu Lang yang melihatnya terkejut luar biasa. Dia tidak mengira Jieji juga punya lukisan yang diincarnya dan arti dari lukisan itu tentu diketahui Jieji. "Kamu tahu? Bahkan pedang itu sudah ada disini." kata Jieji lembut kepadanya seraya mengeluarkan pedang di samping pinggangnya. Dengan sekali cabut, pedang itu bersinar biru muda dengan terang luar biasa. Hawa dingin segera muncul. Semua orang yang menyaksikannya tentu sangat kagum akan pedang tersebut, melainkan hanya Liangxu yang gusar. "Kamu sudah mendapatkan petunjuk lukisan itu kan? Ding Wen memancingmu tentu karena pedang semacam ini." "Hanya kamu yang paling mengerti diriku, detektif luar biasa...." kata Wu Lang dengan tersenyum. Kemudian dia diborgol dan dibawa pergi oleh Han Yin. Yunying yang sedari tadi terpaku segera menuju ke arah Jieji dengan perlahan. Setelah sampai di mukanya. Dia memeluknya dan terdengar teriakan tangisannya. Ini lebih mengherankan semua orang yang ada di sana. Wu Quan dan Liangxu adalah orang yang paling terkejut melihat tingkah Yunying.

BAB XXXVII : Pertemuan dengan pesilat Yunying tidak mengatakan sepatah kata apapun. Dalam pelukan Jieji dia cuma menangis deras. Hal ini tentu sudah diperkirakan Jieji. Cuma dia tidak pernah berpikir kalau si nona begitu berani mendekapnya di depan orang banyak. Liangxu sangatlah gusar melihat tingkah Yunying. Kemarahannya telah sampai pada puncak sementara Wu Quan malah terpaku melihat apa yang terjadi. "Budak keparat.... Kamu betul sudah bosan hidup? Setelah kau punahkan kungfuku, kau main gilak terhadap calon istriku. Denganmu aku bersumpah tidak akan hidup selangit." Katanya. Dia segera memerintahkan orang untuk membunuh Jieji di tempat. Namun dia dihalangi Wu Quan yang memberi alasan kalau puterinya sangat dekat dengan Jieji. Sesaat setelah tangisan Yunying reda, Jieji membimbingnya pelan dan menatapnya. "Ini bukanlah kesalahanmu. Jangan menyesali dirimu terlalu dalam."

"Aku baru tahu kenapa kamu menjadi sangat sedih waktu di hutan rimba dekat danau Saiko." Kata Yunying dengan lemah. Liangxu yang mengetahui percakapan mereka segera sadar. Gadis yang ditemuinya saat di Dongyang tak lain adalah adik seperguruannya yang sangat dicintainya. Yunying yang memeluk Jieji tadinya merasa tangannya seperti basah. Dia melihatnya dengan segera, ternyata ada bercak darah. "Kamu terluka?" "Iya, tapi sedikit saja. Aku tidak apa-apa. Setelah aku jatuh tadinya, sengaja kupecahkan kendi kecil di pinggangku sehingga nampak seperti darah yang mengalir karena saat itu sangat gelap." kata Jieji. Yunying segera mengeluarkan sapu tangannya untuk segera melap punggung Jieji. Tingkah mereka berdua tentu sangat aneh. Wu Quan tidak pernah tahu kalau puterinya dengan pemuda ini sangat akrab. "Adik... Rupanya kaulah orang yang berada di Dongyang. Kenapa kau membohongiku?" teriak Liangxu. Yunying memandangnya dengan dingin dan berkata. "Itu karena saya sangat tidak suka dengan perlakuanmu. Kau tahu... Kamu ini terlalu manja, dan bahkan terlalu licik." Liangxu yang dikatakan begitu sangat marah. "Aku tanya kenapa kau membohongiku, tidak hal yang lain." teriaknya kembali. "Itu karena tidak ada urusannya denganmu. Kamu terlalu banyak ikut campur masalah orang lain. Kalau kau pintar dan hebat, maka tidak masalah. Sedang kau ini tolol dan lemah. Bagaimana orang bisa senang terhadapmu. Kau juga terlalu manja, terlalu kurang ajar. Kau tahu berapa banyak orang yang membenci dirimu? Setiap saat malah kau sering membanggakannya." hardik Yunying dengan marah. Sampai sini Liangxu tidak mampu berkata apapun lagi. Dia pergi dalam keadaan yang sangat marah dan masgul. Wu Quan yang sedari tadi mendengar percakapan itu segera menuju ke arah Jieji dan puterinya. "Jadi anda adalah Xia Jieji?"

"Betul tuan besar." kata Jieji dengan sopan. "Jangan memanggilku tuan besar. Dulu aku dan ayahmu termasuk sahabat. Kamu cukup memanggilku paman saja." kata Wu Quan. "Terima kasih paman." Kata Jieji seraya memberi hormat pada orang tua tersebut. Wu Quan merasa pria ini sangat sopan, dia suka kepadanya. "Nak Yunying, sejak kapan kamu berkenalan dengan nak Jieji?" tanya Wu Quan. Yunying yang ditanya segera menjawab. Sambil berjalan pulang ke wisma, Yunying menceritakan pengalamannya kepada ayahnya. Di Wisma Wu... Jieji diminta Wu Quan untuk tinggal di wisma sementara waktu. Dan Jieji tidak menolaknya. Pembicaraan pengalaman Yunying belum selesai semuanya. Oleh karena itu, dia menuju ke ruang tamu bersama Wu Quan dan Jieji. Wu Quan yang mendengar pengalaman Yunying terasa sangat mengagumkan. Dia juga sangat menghormati Jieji yang melindungi puterinya saat keluar rumah. Yunying mengeluarkan pedang di samping pinggangnya untuk ditilik sang ayah. Seraya mencabut, Wu Quan juga terkejut. Pedang ini kebalikan dari pedang Es Rembulan. Warnanya merah menyala. Inilah pedang Ekor api. Setelah menyelesaikan semua pengalamannya bersama Jieji dalam beberapa bulan terakhir. "Ayah, saya ingin ikut bersama kak Jieji ke Yunnan." kata Yunying. Wu Quan berpikir sebentar, sebenarnya dia bukannya tidak mengizinkan sang puteri pergi mencari informasi mengenai ibunya. Tetapi dia berpikir Yunying baru saja pulang dan sekarang akan pergi lagi. Dia sangat menyayanginya. "Paman Wu, kita akan pergi sekitar 1 minggu lagi." Kata Jieji yang tahu maksud hati tuan rumah. Wu Quan lumayan girang. Setidaknya dia masih punya waktu 1 minggu bersama puteri kesayangannya. Wu Shan Niang sebenarnya adalah istri pertama Wu Quan. Dia menikah kepadanya saat usia yang sangat belia. Saat itu, nyonya rumah baru

berumur 15 tahun sedangkan Wu Quan telah berumur 25. Namun tinggal tidak lama, Wu Shanniang hilang dari rumah dan cuma meninggalkan sepucuk surat untuk suaminya yang tercinta. Dia mengatakan akan mencari ilmu peninggalan kakeknya yaitu Ilmu pemusnah raga. Setelah 17 tahun lamanya, Wu Shanniang kembali ke rumah. Kali ini dia tahu kalau Wu Quan yang ditinggalkannya telah menikah dan telah mempunyai 3 putera dan 2 puteri. Namun istri kedua Wu Quan langsung meninggal saat dia melahirkan puteri kecilnya yang bernama Wu Jiaying. Tinggal 3 tahun di Wisma Wu, Wu Shanniang memberinya seorang anak yaitu Wu Yunying. Yunying adalah anak yang mempunyai kakak-kakak yang tidak seibu dengannya. Tetapi para kakaknya tidak menganggap itu sebagai masalah. Mereka juga menyayangi Yunying seperti adik kandungnya sendiri. "Di dengar dari cerita nak Ying, berarti Liangxu adalah orang yang sangat licik dan pedendam." kata Wu Quan seraya menghela nafas. "Betul.. Kak Liangxu telah main licik denganku. Dia tahu dia bukan tandinganku, malah mencuri serang." kata Yunying yang agak kesal. Wu Quan yang mendengar cerita puterinya merasa sangat menyesal. Dia pernah sangat menghormati pemuda ini karena dilihatnya dia mempunyai masa depan yang cemerlang. Oleh karena itu keluarga Yue yang datang melamar puterinya itu sempat disetujuinya, karena melihat si nona dan pemuda itu cukup akrab. Setelah mendengar semua cerita Yunying sampai selesai. Wu Quan bangkit, dia memberi hormat kepada Jieji. Jieji yang melihat orang tua itu memberi hormat padanya langsung salah tingkah. Dia membimbing orang tua ini dengan sangat sopan. "Maafkan aku paman. Dulunya maksud aku datang ke rumah ini cuma menyelidiki. Saya tidak ada maksud yang lain." Kata Jieji seraya memberi hormat. "Tidak apa... Tapi saya sungguh sangat gembira. Selain kamu pintar, ilmu kungfumu pun sangat tinggi, serta berakhlak luhur." Pujinya kepada pemuda tersebut. Sampai disitu, pembicaraan mereka pun berakhir. Jieji dan Yunying segera minta pamit pada Sang orang tua. Setelah itu mereka pergi beristirahat, mengingat waktu juga telah tengah malam. Keesokan harinya...

Jieji telah bangun. Dia duduk di taman sambil menikmati angin pagi yang sejuk, dengan menutup mata dan santai dia menikmati dirinya sendiri. Namun dia dikejutkan oleh seseorang. "Hei... Pagi-pagi sudah melamun.. " Katanya. "Iya, saya sedang melamunkanmu...." kata Jieji pendek namun dengan tersenyum. "Dasar... Malas aku meladenimu." kata gadis yang tak lain tentu Yunying. Tetapi dia seraya duduk di bangku pas di depannya. Sambil bertopang dagu, Yunying mengamatinya yang masih tertutup mata. Yunying mengamatinya dengan asik dan sebentar sebentar juga tersenyum. Jieji yang membuka matanya dan melihat Yunying dalam posisi begitu langsung berkata. "Hei... Emang ada apa? Ada sesuatu di wajahku?" Sambil mengusap wajahnya sendiri. "Tidak.. Saya cuma memandangmu saja kok..." katanya sambil berpaling pura-pura melihat ke bunga di sampingnya. Dalam hati Yunying, dia berpikir. Kalau seorang wanita melihat pria dengan lama, jika tidak ada sesuatu di wajahnya, maka si wanita menyukainya. Saat santai mereka memang termasuk tidaklah banyak. Yunying menikmatinya dengan sangat senang bersama Jieji. "Oya, kamu tidak melatih kungfumu lagi?" tanya Jieji. "Tidak.. Emang ada apa?" "Kamu baru menyelesaikan 5 bab, bab lainnya cepat kamu selesaikan. Kita punya waktu 1 minggu yang senggang." kata Jieji. "Tidak perlu lagi...." kata Yunying seraya melihatnya dengan senyuman penuh makna. "Kenapa? Kamu ini aneh." kata Jieji yang cukup heran. "Itu karena ada kamu. Kamu sanggup melindungiku kan?" kata Yunying pendek. "Wah, tidak juga. Musuh di Yunnan mungkin sangat hebat. Saya tidak yakin sanggup melindungimu." Kata Jieji dengan serius.

"Kalau begitu, kita mati sama-sama saja." kata Yunying kemudian dengan pasti. "Tidak, kamu tidak boleh kubiarkan mati. Oleh karena itu, saya..." Jieji sesaat merasa kata-katanya terlalu aneh, karena dia tidak menganggap Yunying adalah kekasihnya. Yunying yang melihat tingkah Jieji sangat senang. Dia cuma tersenyum manis. Lantas dia berkata. "Iya, saya dengarkan katamu kok. Mulai hari ini saya akan berusaha belajar bab yang lain. Jangan menggerutu begitu donk. Kan cuma bercanda saja..." "Baiklah." kata Jieji seraya tersenyum juga. Mereka kemudian duduk untuk menikmati suasana pagi yang cerah tersebut. Setelah beberapa saat, disana datang beberapa orang. Jieji segera menoleh kepadanya. Dia lah Yue Fuyan bersama Liangxu puteranya, juga beberapa orang diantaranya adalah dari kaum pesilat. Jieji melihat mereka satu persatu. Salah satu diantaranya adalah Pemimpin kuil shaolin, Biksu Wu Jiang. Jieji yang telah menilik mereka satu persatu langsung menghiraukannya. Dia balikkan badannya dan tidak mau menengok sedikitpun pada mereka. Perlakuan Jieji sungguh membuat gusar Yue Fuyan. "Anak muda sombong. Keluarkan pedang Es Rembulan dengan segera." teriaknya. "Kalian masuk rumah orang tanpa memberitahu dahulu. Apa namanya kalau itu bukan kurang ajar?" tanya Jieji kembali. "Yang kurang ajar itu kamu. Kau tahu semua orang di sini adalah senior dunia persilatan." kata Fuyan dengan agak marah. "Dulu MengTzu pernah mengatakan bahwa orang tua yang tidak berguna tidak patut di dengarkan kata-katanya." kata Jieji kembali seraya meledek mereka semua. "Disini ada biksu dari Shaolin, dialah pemimpin Shaolin. Dia datang untuk menegakkan keadilan." Kata Fuyan kembali. "Keadilan? Dulu ujar pepatah tua mengatakan bahwa keadilan adalah segala sesuatu yang tidak berpihak satu sama lainnya. Sekarang kalian seperti rombongan serigala yang mengeroyok seekor domba. Kamu

sebagai ketua dunia persilatan tidakkah malu?" tanya Jieji seraya santai dan tersenyum sinis. "Keparat... Jangan banyak bicara. Serahkan atau kau kubunuh disini." teriak Fuyan yang telah emosi. Yue Fuyan sebenarnya sangat marah terhadap pemuda ini. Tetapi disini banyak jago persilatan yang merupakan anak buahnya atau ketua dari partai terkenal. Mau tidak mau dia berusaha menjaga mukanya. Seraya melihat biksu tua shaolin, Jieji mengatakan kepadanya. "Kamu ini belajar dhamma apa? Terhadap pedang yang hanya punya sedikit keistimewaan saja masih tertarik. Untuk apa kau menyebut terus kata Buddha itu di mulut. Sedang hati kau itu penuh keiblisan." Jieji sebenarnya tidak takut akan orang persilatan. Dia tidak suka untuk bergabung, baginya semuanya rata-rata adalah sampah yang mencari nama saja. Selain itu kebanyakan dari mereka mengatas namakan partai, atas nama leluhur untuk bertindak ekstrim. Partai putih baginya bahkan lebih kurang ajar daripada partai hitam. Partai hitam selalu bekerja dengan terang-terangan. Sedang partai putih mengambil nama partainya, cita-cita luhur dan bertindak sangat ekstrim. Salah satu hal paling tidak disukai Jieji adalah Kemunafikan. Biksu yang ditegur itu sedikit malu, namun dia menjawabnya. "Pedang itu ada hubungan dengan kematian saudara shaolinku selama ratusan tahun yang lalu. Oleh karena itu..." baru menjawab sampai setengah, Jieji segera mendahuluinya. "Orang yang menggerakkan pedang. Bukan pedang itu bergerak sendirinya. Kenapa anda bisa mengatakan sesuatu yang sangat keterlaluan seperti itu. Saudara leluhurmu semuanya telah menjadi abu. Tetapi kau masih berpikir balas dendam. Coba kau cermin dirimu itu dahulu. Baru datang kau cari aku." Jieji sangat pintar, dia adalah seorang detektif yang tidak kehabisan analisis. Semua kata-katanya adalah kata logika. Biksu ketua Shaolin ini bahkan tidak sanggup menjawabnya. Karena sebelum dia menjawab, Jieji telah memotong dia dengan kata yang menyindirnya langsung. Setelah pembicaraan tersebut, Wu Quan segera keluar dengan tergopohgopoh

BAB XXXVIII : Bertarung Melawan Yue Fuyan "Saudara sekalian, kenapa anda datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu?" tanya Wu Quan.

"Nah, ini apa namanya? Masuk ke rumah orang tanpa pemberitahuan adalah pencuri." kata Jieji seraya tertawa. Seorang di belakang mereka sudah tidak tahan lagi mendengar Jieji yang sangat menghina mereka dan tidak memandang mereka. Lantas dia berujar. "Anak kurang ajar. Kau tidak tahu diri. Kepandaian apa yang kau miliki itu?" Jieji segera melihatnya, dia kenal orang yang paruh baya dan memakai baju yang lebar dan tak lain adalah ketua partai laut timur ( Donghai Bai ). "Kepandaianku tidak bisa dibandingkan dengan kau yang jago menipu. Beberapa tahun lalu kau tipu ketua partai pasir putih dan mendapatkan kitab tinju halilintar. Kau yang mendapatkannya sangat girang, kau simpan pusaka itu di bantalmu setiap mau tidur. Dan kau pakai sebagai alat sembahyang. Untuk itu, saya mengalah benar banyak kepadamu tentu untuk kepandaianmu." Kata Jieji kembali. Yunying merasa sangat geli akan kata-kata Jieji barusan. Dia tertawa ringan. Yunying tahu , semua pesilat sudah terobsesi dengan pedang Es rembulan, kalau berbicara dengan jujur atau dengan sopan. Masalah tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu, Jieji sengaja menyindirnya dengan kata-kata tajam yang menyakitkan. Orang toh sama saja, ngomong baik juga salah, dan ngomong jahat juga salah. Jieji yang bersikap terangterangan tentu akan memakai cara menyindir. Ketua partai laut timur yang bernama He MengZeng sangat marah. Dia segera beranjak dengan cepat akan menghajar pemuda ini. "Berhenti... Kita hanya bersilat lidah disini. Kalau kau mau bertarung, carilah batu di depan sana. Pukullah dengan tinju pembunuh semutmu sampai kau rasa puas, dan kembali kesini." kata Jieji menghinanya. Di antara pesilat-pesilat yang mengejarnya 10 tahun yang lalu. He MengZeng juga termasuk di dalamnya. Partai Kunlun, Sungsan, Ermei, Hanxue, Beiming, dan Shaolin. Wajar Jieji sangat marah terhadap mereka. Jika mereka tidak dikejar, mungkin perjalanannya bersama Xufen akan mulus. Apalagi terakhir dia harus kehilangan Xufen di timur kota Xiapi. Yunying yang sedari tadi mendengarkan hanya tersenyum saja. Dia tidak mengatakan suatu hal apa-pun. "Anda seorang pemuda yang baru lahir kemarin. Kenapa berani kau kurang ajar begitu? Selain itu pedang Es rembulan telah menghebohkan jagad selama beberapa ratus tahun lalu dan Xue Yang pernah menggunakan pedang ini untuk membantai para pesilat. Jika anda tidak mau

menyerahkan, maka maaf. Anda mungkin tidak akan selamat." Kata seorang tak lain adalah Wang Gezhuan, ketua partai kunlun. "Bagamana seorang ketua partai kunlun seperti kau itu bisa berbicara kurang ajar seperti itu? Dengarkan baik-baik kau ketua... Sebenarnya Pedang ini adalah pedang Raja Han barat Liu Bang. Sebelum pedang ini menjadi pedang es Rembulan, pedang ini namanya Pedang pembunuh ular karena Liu Bang membunuh ular putih sebelum dia mendirikan Dinasti Han yang jaya. Karena itu seorang pandai besi dinasti Tang sangat tertarik, dia mencurinya dari istana kerajaan. Kemudian di sebuah gunung, dia menemukan batu Es meteor, disanalah dia melebur pedang baja kuat dengan es dan batu meteor. Sehingga pedang yang kuno itu bisa menjadi pedang baru yang memiliki hawa dahsyat. Dan menyimpannya di suatu tempat selama beberapa tahun. Karena sangat tertarik dengan silat dan mengagumi Kaisar Dinasti Tang, pandai besi sengaja menghadiahkannya kepada Tang Daizhong, Li Shemin. Setelah wafatnya Li Shemin beberapa puluh tahun. Wu Zetian adalah pewaris pedang. Namun sebelum dia wafat, pedang ini telah dicuri oleh Dian Mao, kasim istana. Dalam perjalanan melarikan diri, Xue Yang bertemu dengannya. Disana Dian dibunuh Xue. Xue Yang memakai pedang tersebut tidak lebih dari 10 kali. Dia menggemparkan dunia persilatan. Membasmi kejahatan dan menegakkan kebenaran. Setelah hampir pupus jiwanya, dia mengembalikan pedang itu ke tempat asalnya. Jadi boleh dikatakan pemilik pedang semuanya adalah orang termahsyur dan berjiwa besar. Sedang kau, kamu tidak punya kepandaian istimewa yang bisa kau banggakan. Lima tahun lalu ketika mendengar adanya kabar informasi mengenai pedang Es rembulan, kau menangkap nenek tua yang menyebarkan informasi. Kau siksa dia sampai mati walaupun terakhir kau tidak pernah mengetahui informasi pedang dari si nenek. Tindakan kau itu dikutuk langit, dibenci manusia, kebiadaban kau sudah menjagad. Sekarang kau datang demi pedang. Betapa malunya kau itu. Kau pikir tindakanmu tidak ada yang tahu. Langit dan bumi maha mengetahui semua." Yunying yang mendengar penjelasan Jieji yang panjang itu segera menyadari kalau Ilmu kitab Memindah semesta yang didapatkannya adalah milik Xue Yang, seorang pengkelana yang memiliki sifat satria yang besar.

"Anak keparat...... Kau benar telah bosan hidup rupanya." Kata Ketua kunlun tersebut sambil merapal tinjunya. "Pedang Es Rembulan memang disini. Di pinggangku. Jika anda sekalian tidak malu terhadap sesamanya maka rebutlah. Jika anda rasa tidak enak hati, maka maaf saya tidak mengantar anda." Setelah mengatakan hal ini Jieji langsung berteriak. "Pergiiiii...." tetapi kali ini dia menggunakan tenaga dalamnya. Semua orang disana tergoncang juga mendengar teriakan Jieji. Tenaga dalam Jieji sangat dahsyat dan datang dengan tiba-tiba. Beberapa orang di antaranya telah terluka dalam. Beberapa pesilat langsung pergi sambil memegang dada. Diantaranya hanya Yue Fuyan dan Biksu Wu Jiang saja yang tinggal. "Tuan Fuyan, kamu dengan aku punya dendam pribadi. Wajar kau tinggal. Tapi biksu ini siapa? Dia tidak layak berada disini." Jieji sengaja memancing kemarahan si biksu. Tujuannya tentu mempermalukannya karena sebagai imam terkenal, dia malah sangat berambisi mengambil pedang Es Rembulan. Sepertinya kail kali ini termakan juga oleh ikan. Biksu itu segera marah. "Kau begitu kurang ajar. Kali ini yang tua akan memberimu pelajaran." Dengan ancang ancang tapak dia segera menyerang Jieji. Sedang Jieji segera membentuk jari di tangan. Segera dia adukan dengan tapak. Posisi Jieji masih duduk, sedang si Biksu berlari menghampirinya. Benturan kedua energi membuat riakan air kolam bergerak. Sesaat itu, tampak biksu mundur beberapa langkah. Sedang Jieji masih di tempatnya. "Ilmu jari dewi pemusnah?" kata Biksu dengan keheranan. "Betul, sekarang anda boleh pergi. Maaf tidak mengantar... Amitabha." kata Jieji seraya meniru perbuatan biksu shaolin yang biasa dilakukan jika akan pamit. "Amitabha." Lantas biksu Wu jiang segera beranjak dari sana. Di dalam pikirannya sangat kusut sekali. Kata "Amitabha" untuknya tentu memintanya segera meninggalkan tempat itu. Wu Quan yang melihatnya agak keheranan. Sementara Yue Fuyan bermaksud menguji kungfu pemuda tersebut. Dia meneriakinya. "Kalau kau berani, pergilah kita di lapangan. Kita adu kungfu."

"Kau bukan tandinganku. Cuma habis tenagaku kalau bertarung melawanmu. Dan ada sesuatu hal yang harus kutagih padamu. Tetapi tidak hari ini." kata Jieji. "Budak... Kau terlalu keparat." teriak Liangxu yang berada jauh di belakang ayahnya. "Wah, kau ternyata. Kau ini tidak tahu aturan. Sengaja kau pancing ayahmu, tetapi tidak mungkin aku tidak tahu. Betapa durhakanya dirimu itu." Kata Jieji mengejek Liangxu. Yue Fuyan yang sedari tadi sebenarnya sudah tidak sabar. Karena tadi banyak kaum persilatan disana, dia juga merasa malu menindas seorang pemuda yang jauh lebih muda daripadanya. Sekarang tidak ada lagi orang yang bisa menghalanginya. Tanpa banyak bicara dia menuju secara cepat ke arah meja taman yang diduduki oleh Jieji. Dengan tapak penghancur jagad dia menyerang. Jieji segera bangun melayaninya. Setelah beberapa jurus, mereka beralih menuju ke lapangan terbuka. Jieji kali ini menggunakan tendangan untuk melawan Yue Fuyan. Pertempuran seru segera terjadi. Mereka bertarung ratusan jurus di lapangan terbuka itu. Semua penghuni wisma juga menontonnya dengan terkagum-kagum. Setelah beberapa ratus jurus, Wu Quan berniat untuk mencegah mereka. Namun dia tidak mampu. Hawa tenaga dalam sekitar susah membuatnya masuk ke arena bersama mereka berdua. Yue Fuyan terlihat sedang sangat serius. Semua jurusnya mengancam jiwa. Jieji sempat melihatnya, ternyata dia sedang mengincar pedang di pinggangnya. Tetapi Jieji melayaninya dengan tidak begitu serius karena seringnya dia cuma menghindar saja. Hal ini membuat Yue Fuyan lumayan marah padanya. "Anak tak tahu diri. Kamu menganggap remeh diriku..." teriaknya dengan sangat marah. "Sudah kukatakan, kau ini bukan tandinganku. Melawanmu cuma membuatku habis tenaga sia-sia." Kata Jieji. Jieji sengaja memancing kemarahannya. Karena dengan marahnya dia, maka semua jurus yang dikeluarkannya pasti sedikit ngawur dari biasanya. Tindakan Jieji membuahkan hasil. Beberapa jurus kemudian ada seketika tapaknya yang mulai ngawur lewat dari samping. Segera Jieji dari belakang menendang punggungnya dengan jurus tendangan mayapada.

Yue yang ditendang segera berguling ke depan. Dengan marah, dia bangkit. Kali ini dikerahkannya jurus tapak penghancur jagad tingkat ke 8. Hawa pertempuran makin dahsyat. Jieji memberi kedipan pada Yunying. Dengan segera Yunying menuju ke tempat orang yang menonton tersebut. Walaupun jaraknya cukup jauh. Yunying memberitahukan bagi yang berilmu silat rendah segera meninggalkan tempat itu. Yue Fuyan yang tidak sabar segera akan menyelesaikan pertarungan. Setelah pengumpulan tenaga dalamnya selesai, dia melejit dengan kecepatan penuh ke depan. Sementara Jieji di luar dugaan malah diam saja. Hal ini dilihat oleh Liangxu. Dia segera ingin meneriaki ayahnya. Namun tidak keburu. Tapak Yue Fuyan yang dengan kecepatan tinggi telah sampai di depan dada Jieji. Seraya berkelit sambil memutar penuh tubuhnya. Jieji menggunakan tapak terbalik. "Ayah, hati-hati." suara ini baru keluar ketika tapak mereka telah berlaga. Yue Fuyan tidak mengerti maksud dari anaknya. Namun, sesaat itu dia telah mengerti benar.. Tapak memang beradu, dan orang yang kelihatan kalah angin adalah Jieji. Dia menyeret sebelah kaki ke belakang. Setelah mundur sekiranya 40 kaki, keadaan berbalik. Dengan sebuah hentakan, Jieji mementalkan Yue Fuyan. Yue Fuyan yang terbang melayang ke belakang tidak jatuh dengan benar. Dia roboh terguling. Dari mulutnya keluar darah segar. Jurus yang digunakan untuk merobohkan sang anak, sekarang ayahnya pun mendapati hal yang sama. Yue Fuyan segera bangkit, walaupun dia terluka dalam. Tetapi belum sampai dia mengeluarkan jurus, lehernya telah terpampang sesuatu yang dingin luar biasa. Dia sangatlah terkejut. Jieji telah membuka sarung pedang Es rembulan dan sedang mengarahkan ke arah lehernya. Wu Quan dan Yunying yang melihat keadaan itu segera berlari menghampiri Jieji. "Katakan!!! Kau taruh mayat ayah ibuku dimana???" kata Jieji dengan marah luar biasa. "Saya tidak mengerti maksud anda...." kata Yue yang cicing karena pedang telah dekat dengan lehernya.

"30 tahun lalu kau menunggu orang di lembah dekat kota Shouchun. Dimana mayat orang yang kau bunuh itu?" kata Jieji kemudian. "Mereka tidak sempat kubunuh... Aku tidak membohongimu... Sesaat setelah 2 pelayan itu pergi. Ada orang misterius dan memakai topeng. Orang ini menyelamatkan pria dan wanita tersebut. Dia mengatakan tidak perlu melaksanakan aksiku lebih jauh. Dia akan mengatur rencana supaya saya bisa menjadi Ketua dunia persilatan. Cuma itu yang kutahu...." kata Yue Fuyan dengan gugup. Jieji sempat berpikir dengan seksama. Siapakah orang yang menyelamatkan ayah ibunya disana? Dan apa pula tujuannya? Sesaat itu terdengar suara seseorang di belakang Yue. "Anda terlalu sering mencari masalah." kata pria tersebut. Yue segera menengok ke arah belakang. Dia melihat pemuda yang berpakaian sastrawan, roman wajahnya agung. Di tangannya terpegang kipas. Di belakangnya seperti biasa, dia membawa 10 orang pengikut. Yue sangat terkejut. "Saya tidak ingin anda berada lama disini. Segeralah tinggalkan Wisma. Inilah ultimatum. Jika kamu tidak berhenti mencari masalah dengan pemuda itu, maka janganlah kau salahkan saya. Camkan hal itu baik-baik." Disini, yang terkejut melihat kehadiran pemuda berpakaian sastrawan tentu adalah Yue Fuyan, Jieji, Wu Quan dan Yunying. Jieji segera memasukkan kembali pedang Es rembulan ke sarungnya. Sementara Liangxu teringat dendamnya dengan pemuda paruh baya tersebut ketika di Dongyang. Segera dia menuju ke tengah dan mengatakan kepada ayahnya sambil menunjuk. "Ayah, pemuda itu sangatlah kurang ajar... Dia..." Baru berkata begitu. Sang ayah segera menamparnya sampai roboh terguling. Wu Quan yang lumayan dekat dengan daerah pertarungan langsung terburu-buru menuju ke arah pemuda itu. Dengan segera dia berlutut. "Yang Mulia panjang umur, panjang umur , panjang umur." Semua penghuni wisma yang melihat Tuan besar berlutut, maka semua juga melakukan hal yang sama. Liangxu segera mengerti kenapa dia ditampari ayahnya. Dia sama sekali tidak menyangka, orang yang melayangkan tinju ke mukanya saat berada di Wisma Oda adalah Kaisar Sung, Zhao kuangyin.

"Berdirilah semua." kata Yang Ying pendek. "Ingat apa yang kukatakan tadi. Meski kau adalah pamanku. Selama kau tidak melakukan hal yang keterlaluan, saya tidak akan mencari masalah padamu." Kata Yang Ying. "Kau ambil kitab ini, berikan kepada anakmu. Ajari dia dengan benar bagaimana cara mengobati diri. Setelah sembuh, jangan kau ajari dia silat lagi. Biarlah dia belajar sastra saja. Dan semua hal yang kukatakan harus kau ingat." Kata Yang kemudian. Yue Fuyan segera menerima kitab dari Yang sambil berlutut. Setelah memberi hormat dan berterima kasih. Dia segera meninggalkan wisma bersama anaknya. Dia berpikir, telah tiga kali Kaisar berjumpa dengannya di khalayak ramai. Pertama adalah ketika terjadi pembunuhan di Wisma Ma di Changan belasan tahun lalu. Yang kedua adalah baru-baru ini ketika berada di Dongyang. Sekarang di Wisma Wu, dia lagi-lagi ketemu dengan Kaisar Zhao Kuangyin. Pertemuan dengan kaisar selalu membuatnya sial. Jieji sangat girang melihat kakak pertamanya. Dia berjalan beberapa langkah ke depan dan seraya berlutut. "Kakak... Kenapa anda datang lagi? Apa ada urusan yang mendesak?" kata Jieji. Sang kakak segera membimbingnya berdiri. "Adikku, kamu masih ingat. Ketika di Dongyang, saya sempat menjumpai Kaisar Enyu dari Dongyang. Mereka menjual beberapa kapal cepat untuk dipasokkan di China. Sewaktu mengamati kapal cepat tersebut di pantai timur. Aku mendengar adanya pesilat yang mengatakan kalau pedang Es rembulan muncul di Wisma Wu. Oleh karena itu, saya segera menuju kemari." Kata Yang Ying. "Jadi tidak lama lagi kakak akan pergi?" kata Jieji yang merasa sayang kakaknya akan pergi. "Betul... Tapi tenang saja dik. Waktu perjumpaan kita akan sangat banyak. Lakukanlah hal yang pantas kamu lakukan terlebih dahulu. Setelah itu, saya mungkin akan menyusul ke Yunnan. Dan adik tidak usah khawatir dengan wisma Oda. Saya sudah mengutus lumayan banyak orang kesana untuk berjaga. Sementara adik ke 3 tentu akan ikut denganmu ke Yunnan. Kalian akan berjumpa di Changsha kembali, karena saya yakin kamu pasti akan pulang ke rumahmu." kata Yang sambil tersenyum kepadanya.

"Terima kasih kak..Kakak sangat mengerti diriku.." Seru Jieji seraya bergembira. Jieji segera menuju ke arah Wu Quan dengan memberi hormat dia berkata, "Maafkan kelancangan saya paman jika ada kata-kataku yang terdengar sangat kurang ajar tadinya. Itu karena saya tidak ada pilihan dengan kedatangan mereka. Jika saya sopan, maka masalah tidak pernah akan selesai. Oleh karena itu sengaja saya memancing emosi para pesilat." Wu yang melihatnya segera membimbingnya dengan kedua tangan dan tersenyum puas.

BAB XXXIX : 5 Orang bertopeng aneh "Dik.. Ada sesuatu juga yang perlu kusampaikan. Pak tua Zhou mencarimu. Dia menitipkan pesan kepadaku seraya berlinang air mata, kenapa dia malah melupakan sesuatu yang sangat penting. Ketika kamu meninggalkan Dongyang, dia baru sadar dan hendak mengejarmu. Katanya, sewaktu kamu yang masih bayi dan dinaikkan Kyosei di sebuah papan besar sebelum tenggelam. Sebenarnya pak tua Zhou sedang mengejar kalian. Dia diam-diam lari dari Dongyang. Mengetahui sungai sangatlah deras,dia segera melompat dan dengan segera membimbing papan itu sehingga kamu tidak tenggelam. Dia berenang hampir 6 jam sampai Wu Quan dan Xia Rujian yang sedang menyeberang sungai Changjiang menemukan kalian berdua. Mereka berdua menyelamatkan anak bayi tersebut. Namun setelah dilihat kondisi bayi yang aneh dan keracunan. Mereka berdua bersama-sama memberikan tenaga dalamnya kepadamu. Sehingga racun di tubuhmu telah ditawarkan semuanya." Jieji yang mendengarnya dengan teliti segera menuju ke Wu Quan. Dia berlutut sambil memberi hormat. "Jika tidak ada pertolongan paman, niscaya aku masih mempunyai hari ini." Orang tua ini segera membimbingnya berdiri. "Sebenarnya saya juga ingin menceritakannya kepadamu nak Jieji. Iya, hari itu sekitar 30 tahun lalu saya memang menemukanmu bersama orang itu. Tapi saya tidak menyangka dia adalah kepala pelayan rumahku setelah beberapa puluh tahun yang akan datang. Dan tak heran, karena sebenarnya saya yang ingin mengangkatmu sebagai anak dahulu saat itu. Setelah sampai di daratan, Zhou meminta pamit kepada kita semua tetapi dia berusaha meninggalkan anak itu kepada kami, karena dia juga tahu jika

anak itu bersama kami, maka keselamatannya akan lebih terjamin. Setelah beberapa saat kita berkuda... Ibumu karena mengingat dia baru saja keguguran karena perang berbahaya di timur. Akhirnya bersama Xia Rujian, mereka sepakat mengangkatmu sebagai anak mereka, tentu Zhou Rui yang telah pergi itu tidak mengetahuinya. Pantas setelah beberapa puluh tahun dia ke wisma Wu ini menjadi kepala pelayan dengan maksud bisa bertemu denganmu tanpa mengetahui kalau kamu telah menjadi anaknya Xia Rujian." "Kalau begitu mungkin dia mengira kalau salah satu putera anda adalah putera majikannya." Kata Yang. "Begitulah..." kata Wu Quan sambil memberi hormat. "Dik, saya akan pergi sekarang. Tapi tenanglah, perjalananmu kemungkinan bisa mulus karena setidaknya para pesilat di bawah pimpinan Yue tidak akan berani mengejarmu lagi." Kata Yang Ying kemudian. "Betul kak.. Terima kasih..." kata Jieji seraya memberi hormat padanya. Sesaat itu, bersama 10 pengawal. Yangying keluar dari Wisma Wu. Tuan rumah dan semua putera-puterinya dan Jieji mengantarnya keluar. "Nak Jie, tidak seharusnya aku menahanmu sementara ada urusan yang harus kamu selesaikan. Sekarang kamu pergilah bersama Yunying, saya tidak akan menahan lebih lanjut." kata Wu Quan kemudian. "Tidak paman. Saya pernah berjanji untuk tinggal seminggu. Saya tidak akan merubah pikiranku walaupun ada keadaan mendesak. Lagipula dilihat dari masalah kepentingan, saya toh tidak begitu bermasalah." Kata Jieji dengan sopan pada Wu. "Terima kasih nak..." Kata Wu Quan dengan hati senang. Untuk beberapa hari dalam seminggu, tidak ada lagi pengacau di Wisma Wu. Setiap hari Jieji memberi petunjuk kepada Yunying yang melatih kitab Ilmu memindah semesta yang masih dalam tahap ke 6. Yunying sebenarnya termasuk wanita yang sangat cerdas umumnya. Dia cepat menyerap semuanya, sehingga dalam 5 hari saja dan dengan petunjuk dari Jieji, dia telah menguasai jurusnya sampai tahap 8 dengan benar. Kungfu Yunying tidak bisa lagi dipandang dengan enteng. Jika dibanding dengan Lu Fei Dan, mungkin Yunying telah di atasnya. Jieji sangat puas walaupun tinggal 2 jurus lagi yang belum dikuasainya.

Tibalah saat mereka akan meninggalkan Wisma Wu. "Ayah... Saya akan menuruti kata-kata kak Jieji. Jadi tenang saja, saya tidak akan membiarkanmu cemas." Kata Yunying. "Iya... Kalau di jalan ada kesusahan, mintalah petunjuk pada nak Jie." Kata Wu Quan. Mereka berangkat menuju ke Changsha melalui pintu barat kota Hefei. Wu Quan dan semua keluarganya mengantarnya sampai keluar kota. Jieji memakai kuda biasa, sedangkan kuda Bintang birunya diberikan kepada Yunying untuk dipakai. Mereka berkuda dengan lumayan santai karena memang tidak mengejar waktu. Dengan mengambil jalan besar mereka berangkat. Setelah berkuda beberapa lama. Mereka sampai di kota Jiangxia. Perjalanan kali ini bersama Jieji tidak sama dengan perjalanan beberapa bulan lalu. Tetapi kali ini Yunying telah mantap dan yakin. Setelah istirahat semalam, mereka menuju ke kota Changsha. Di tengah perjalanan mereka mendengar kabar pesilat yang lumayan banyak dari partai terkemuka sedang menuju ke kota Changsha. Jieji juga lumayan terkejut mendengar kabar berita tersebut. Dia teringat dengan kasus 11 tahun yang lalu sebelum dia meninggalkan Changsha. Banyak pesilat juga kumpul di depan rumahnya dan memintanya untuk keluar karena mereka mengira kalau Lukisan di kediaman Jenderal besar Ma Han telah dipecahkan artinya oleh Jieji. Inilah hal yang membuat mereka mengejar Jieji dan Xufen. Menurut mereka, lukisan disana ada hubungannya dengan Ilmu pemusnah raga. Meski agak jauh dari Jiangxia. Tetapi jika ditempuh dengan sehari penuh dengan perjalanan kilat, maka mereka akan sampai. Yunying tidak menolak untuk melakukan perjalanan cepat untuk menyusul para pesilat. Dari pagi-pagi mereka berangkat, sorenya telah sampai di sebuah lembah yang telah lumayan dekat dengan kota Changsha. Jieji dan Yunying mengambil langkah yang agak santai kembali. Karena berniat mengistirahatkan kuda mereka sebentar. Jieji memandang sekeliling lembah tersebut. Dia memang pernah melewatinya bersama Xufen pada waktu pelariannya. Tetapi kali ini sungguh aneh.

"Ini aneh sekali.... " kata Jieji. "Memangnya ada apa?" tanya Yunying sambil melihat kesana kemari. "Lembah ini terlalu sunyi...." kata Jieji dengan serius. "Betul... Bahkan tidak ada suara kicauan burung.. Sungguh aneh..." kata Yunying sambil mengerutkan dahinya. Sesaat, Jieji mendengar ada suara yang sangat lemah terdengar dari arah samping. Dia berpaling, disana ada beberapa pohon yang cukup besar. Dengan segera, Jieji turun dari kudanya. Dan menuju ke tempat yang di tuju dan dia diikuti oleh Yunying. Setelah sampai, betapa terkejutnya mereka melihat seorang biksu yang terbaring. "Biksu Wu Jiang, kenapa dengan dirimu?" tanya Jieji. Biksu yang terbaring dan luka dalam dengan beberapa tulang yang patah itu tak lain adalah Biksu pemimpin Shaolin, Wu Jiang. Biksu ini segera melihatnya, "Tuan, hati-hati.. Aku disergap oleh lima orang yang lihai luar biasa." katanya dengan sangat lemah. Dengan segera, Jieji membimbingnya. Dan dengan aliran tenaga dalam, dia berusaha mengobati sang Biksu. Tetapi sang biksu berkata. "Tidak perlu tuan, semua nadiku telah putus. Meski kamu mengalirkan energi, tidak ada gunanya lagi...." kata Sang biksu dengan keadaan yang makin melemah. "Maafkan aku biksu, kelakuan kasarku terhadapmu bukanlah keinginanku. Kamu tahu, aku tidak akan menyerahkan dengan mudah pedang di pinggangku sebelum kutemukan rahasianya." kata Jieji dengan menghela napas. "Aku sudah tahu. Kamu ini putera Xia Rujian yang sangat terkenal dengan kearifannya. Dulu aku tidak percaya... Tetapi Yue Fuyan selalu memintaku maju ke depan untuk beberapa masalah yang sesungguhnya tidak ingin kulakukan. Untuk itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya Tuan...." katanya dengan makin melemah.

"Biksu, jangan berbicara lagi. Akan kubawa kau ke kuil Shaolin.... Disana kamu akan sembuh kembali. Ilmu pelentur otot pasti sanggup menyembuhkanmu." Kata Jieji seraya memapahnya. Namun Sang biksu sepertinya tidak sanggup lagi. Sebelum dia digendong, nafasnya telah putus. Jieji yang melihatnya sangat menyesal, dia menyesalkan tingkahnya waktu Di Wisma Wu. Tetapi bagaimanapun Yue-lah penyebab semuanya. Jieji memang sedih melihat akhir kehidupan biksu. Beberapa hari yang lalu bahkan mereka sempat beradu dan Jieji juga sempat menghinanya. "Jangan kamu salahkan dirimu.... Ini adalah kehendak langit. Kita sebagai manusia harus pasrah saja menerimanya." kata Yunying sambil memandangnya. Sekilas tampak beberapa orang di dekat sana, mereka segera lari. Yunying memang sempat melihat mereka. "Kali ini gawat. Mereka pasti akan mengatakan kalau kamu pembunuh biksu itu." kata Yunying. Jieji segera tersadar. "Benar.. Mereka melihatku yang mendekati Biksu tua sebelum putus nafas. Apalagi mereka tahu kalau aku pernah bermusuhan dengannya di Rumahmu. Sepertinya kali ini kita dalam masalah yang tidak kecil." Jieji dan Yunying segera meninggalkan tempat tersebut. Di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang petani. Dengan memberikannya beberapa tail uang, dia meminta petani segera menguburkan biksu tua tersebut. Dengan langkah kuda cepat mereka bermaksud meninggalkan lembah. Tetapi Jieji yang pikirannya tadi sangat kusut segera menyadari sebuah hal. "Gawat, Ini mungkin akan susah sekali.... " Kata Jieji. "Kenapa? Memang ada hal yang betul menyusahkanmu." Kata Yunying. Baru selesai Yunying berbicara. Segera nampak 5 orang bertopeng aneh dan berpakaian nan gelap di depannya menghadang. Mereka bahkan datang tanpa di sadari Yunying. Hawa pembunuhan 5 orang tersebut nan dahsyat. Angin disekitar sepertinya tidaklah ramah lagi. "Kami sudah menunggumu detektif terkenal." Kata suara seorang pria tua.

"Sudah kuduga... " Kata Jieji dengan tersenyum. "Siapa mereka?" kata Yunying menanyainya. "Seseorang yang tidak ingin kita temui walaupun terpaksa...." Kata Jieji, tetapi pandangannya tidak beralih pada 5 orang tersebut. "Jadi bagaimana? Kita bertarung saja?" tanya Yunying kepadanya. Jieji yang melihat pemandangan tersebut segera mencabut pedang di pinggangnya dan menyerahkan ke Yunying. "Kamu pergi ke Changsha juga secepatnya. Aku akan menyusul." Yunying tentu heran luar biasa. Sepertinya dia enggan untuk meninggalkan Jieji sendirian. "Tidak... Aku tetap akan disini." kata Yunying. "Ada sesuatu yang harus kutagih dengan mereka. Begitu pula mereka kepadaku. Bawalah kedua bilah pedang tersebut. Kamu harus dengarkan kataku dengan baik. Kali ini aku benar serius. Tujulah Changsha, cari adik ketigaku. Kamu tidak usah takut, saya akan pulang kesana dengan selamat." Kata Jieji seraya memandangnya dalam-dalam. Seraya melompat dari kudanya. Jieji segera menuju ke tempat mereka. Yunying sebenarnya tidak ingin meninggalkannya, namun karena dia tahu ini adalah hal yang serius. Dia tidak membantah lebih jauh lagi. Di pacukan kudanya dengan cepat seraya mengambil langkah melingkar untuk menjauhi mereka. Namun belum sampai setengah, tiba-tiba ada yang mengejar. Yunying sempat melihat ke samping. Sebelum pengejar tersebut bertindak lebih jauh. Dia dikejutkan sebuah hawa pedang dahsyat. "Lawanmu itu aku...." Teriak Jieji. Orang tersebut tidak sempat mengelak, dia menerima serangan itu dengan tapaknya. Perbedaan tenaga dan kesiapan terlihat jelas. Orang tersebut langsung terpelanting dan luka dalam. Tetapi dia masih sanggup berdiri dengan benar kemudiannya. "Tidak usah kau kejar nona kecil itu karena tidak ada urusannya dengan kita." kata suara dari seorang wanita tua. "Kalian tidak menungguku setelah sampai Changsha baru mencegatku dalam perjalanan ke Yunnan, karena kalian tahu. Kalian bukan tandinganku dan adik ketigaku kalau kita bergabung. Bukan begitu?" tanya Jieji.

"Betul seorang detektif hebat." Suara memuji dari orang lain yang juga suara wanita tua. Jieji memandang dengan serius ke arah 5 orang. Ternyata didapatinya setidaknya ada 2 wanita diantaranya. Dan suara wanita tersebut ternyata lumayan tua juga. "Lalu tunggu apalagi?" tanya suara seorang pria tua disana. Diantara mereka semua, cuma 1 orang yang tidak mengeluarkan suaranya. Dia hanya diam dan memandang ke Jieji dengan serius. "Kalau begitu, Ayo kita mulai...." kata Jieji seraya maju dengan kedua tapak yang telah siap. Hawa pertempuran disana segera terasa dahsyat luar biasa. Kali ini 5 orang misterius melawan Jieji seorang.

BAB XL : Pertarungan Dahsyat Yunying memacu kudanya dengan luar biasa kencang untuk menuju Changsha. Kuda bintang biru adalah kuda yang mengagumkan. Mengetahui Majikannya sedang berada dalam kesusahan. Dia berlari kencang luar biasanya sambil membawa Yunying. Tanpa terasa telah 4 jam... Yunying akhirnya sampai juga di depan pintu timur Changsha, namun keadaan disana telah gelap. Dia terus memacu kudanya meski ada penjaga yang menghalanginya. Setelah sampai di dalam kota... Yunying segera menanyai pria yang berjualan mie di sana. Setelah mendapat kepastian tempat kediaman Keluarga Xia. Kembali dia memacu kudanya dengan cepat kesana. Baru melewati beberapa belokan, mata Yunying segera tertuju di rumah yang kelihatannya cukup besar dari luar. Di sana dilihatnya dengan jelas kalimat "Rumah kediaman Raja Xia". Dengan segera dia turun dari kuda dan menghampiri penjaga rumah tersebut. 2 penjaga segera menahannya pada awalnya. "Saya ingin bertemu dengan Nyonya rumah dan seorang pemuda bernama Wei JinDu yang tinggal disini. Saya ada urusan mendesak luar biasanya."

Penjaga yang mendengar hal tersebut segera dengan cepat mempersilahkannya masuk. Sesampainya di ruang tamu. Yunying melihat seorang nyonya tua dengan rambut yang telah putih. Tanpa disangka, Nyonya tua ini segera menyapanya dengan hangat. "Nak Xufen, akhirnya kamu kembali juga....... Betapa keluargamu merindukan dirimu... " Kata Nyonya tua ini dengan berlinang air mata. "Tapi... saya..." Belum selesai Yunying melanjutkan kata-katanya. Nyonya itu kembali mengatakan. "Dimana nak Jie? Kabarnya sehat tidak? Saya sudah mendengar kalau dia baik-baik saja belakangan ini dari kepala polisi Han Yin.... Tolong bawa saya ke tempat anakku...." kata orang tua tersebut dengan kegembiraan tiada tara. Justru barusan si nyonya berkata-kata, dari dalam muncul 2 orang. Sepasang... Pemuda tampan dan seorang wanita cantik. Begitu melihat Yunying yang wajahnya sedang masam. Mereka cukup terkejut juga. "Nona Yunying?? Dimana kakak keduaku?" tanya seorang pemuda yang tak lain tentu Wei JinDu. "Kakak ketiga. Kak Jieji menemui masalah di sebelah timur laut dari kota Changsha waktu menuju kemari. Dia bertemu dengan 5 orang misterius yang kelihatannya hebat sekali. Kita harus segera menyelamatkannya.. Ayok cepat kakak ketiga...." kata Yunying yang sebenarnya cemas luar biasa terhadap Jieji yang sedang bertarung melawan 5 orang misterius. "Ha? Anda bukan Xufen?" tanya wanita tua tersebut. "Bukan Bu... Saya adalah puteri dari keluarga Wu. Ayahku adalah Wu Quan dari Hefei. Namaku Wu Yunying." Meski mengenalkan dirinya, namun wajahnya sangat cemas. "Ibu... Saya sekarang akan menuju ke timur laut secepatnya. Sepertinya kakak kedua ku dalam masalah yang tidak kecil.... Sekarang saya harus mohon pamit secepatnya." Kata Wei dengan cukup tergesa-gesa. Nyonya tua tersebut segera meminta mereka menyusul puteranya. Karena dikiranya keadaan sedang tidak menguntungkan putera ke 5 nya. Wei, XieLing dan YunYing segera menyusul ke luar kota dengan cepat. Meski keadaan sudah lumayan malam. Mereka beranjak cepat menyusul Jieji. ***

Sebenarnya apa yang terjadi dengan Jieji? Dia bertarung dengan luar biasa hebatnya pada saat Yunying menuju Changsha. 5 orang tersebut sepertinya tidaklah asing bagi Jieji..... Orang pertama yang bertarung dengan Jieji menggunakan jurus Tapak mayapada. Jieji melayaninya dengan jurus tendangan mayapada. Sedang 4 orang lainnya hanya melihat pertarungan saja. Dalam 10 jurus, Jieji telah berhasil membuatnya lumayan terdesak. Ketika satu tendangan hampir sampai ke mukanya. Jieji dihalangi oleh tendangan yang membuatnya lumayan terkejut. Jurus yang sama, penyerang tersebut menggunakan tendangan mayapada untuk menghalanginya. Sekarang, posisi Jieji telah dikeroyok mereka berdua. Dengan langkah Dao sesekali Jieji menghindar. Sesekali dia menggunakan jurus Ilmu jari dewi pemusnah. Pertarungan dahsyat membuat angin disana terasa mengoyak. Setelah bertarung lumayan lama. Sepertinya seorang pria tua tidak sabar, dia juga ikut mengeroyoknya. Kali ini dia menggunakan pedang. Jurus pedang pria tua tersebut sangat tidak asing bagi Jieji. Jurus inilah juga sama dengan jurus yang dia kuasai. Jurus pedang ayunan dewa. Tetapi jurus ini 5 kali lebih hebat daripada yang mampu dikeluarkan oleh Bao Sanye ketika pertarungan di dekat kota Hefei. Suara pedang mengoyak angin, tapak tertahan, tendangan tertahan sangat fasih disana. Jieji yang bertarung sangat serius dilayani oleh 3 orang bertopeng aneh. Mereka sangat seimbang. Pertarungan tanpa terasa telah memasuki 300 jurus lebih. Langit ketika itu telah malam, hanya berbekal sinar rembulan nan terang mereka melanjutkan pertarungan. Saat tusukan dari Ilmu pedang ayunan dewa tingkat ke 7 melewati samping pinggang kirinya. Tapak mayapada telah siap datang dari samping kanannya. Dengan tapak, Jieji menahan pelan. Penyerang sempat terpental. Namun dia dapat mendarat dengan baik. Namun belum sampai Jieji benar siap, jurus tendangan mayapada datang dari atas. Kali ini dengan kedua tangan bertahan, Jieji menahannya. Benturan terasa sangat dahsyat. Sepertinya sekarang posisi Jieji telah sangat jelek.

Dia dalam posisi terbaring di udara karena menahan tendangan dari atas. Pedang segera dengan cepat membacok ke arah perutnya. Namun sebelum sampai, Jieji menggunakan jurus tendangan mayapada untuk menendang tangan dari si topeng aneh. Pedang sempat terlempar lumayan jauh. Seiring dengan itu, Dengan memutarkan kakinya menendang 1/2 lingkaran, Jieji kembali berdiri dengan baik. "Hebat.... Ha Ha...Kalaupun itu aku, aku tidak dapat melakukannya." terdengar suara seorang pria tua yang menggunakan jurus tendangan mayapada memujinya. "Kenapa 2 orang wanita tua itu hanya melihat saja?" tanya Jieji dengan senyuman. "Ha Ha... Betul... Kalau begitu, kita tidak usah melihat lagi." Kata mereka berdua seraya melakukan rapalan Jurus. Jurus yang dirapal wanita tua ini tidak begitu asing juga. Yang 1 menggunakan golok. Yang 1 lagi menggunakan tinju. Segera, mereka berlima langsung mengeroyok bersamaan. Jurus mereka berlima bervariasi. Kelihatannya Jieji bisa dalam masalah yang besar. Pertarungan segera terjadi dengan sangat dahsyat. 5 orang kelihatan akan lumayan susah untuk Jieji yang hanya sendiri. Jurus semua penyerangnya sangatlah mematikan. Semua jurus mereka mengincar daerah vital dan berbahaya. Setelah melayani mereka puluhan jurus. Jieji mencoba mundur lebih jauh, dan berpikir akan menggunakan serangan jarak jauh karena pertarungan jarak dekat sangatlah tidak menguntungkan baginya. Ternyata kali ini dia berhasil. Ketika semua jurus dihindarinya dengan serius, dengan seraya menyeret kaki, dia mundur. Pengejarnya yang pertama adalah seorang wanita yang menggunakan golok. Ketika dia tinggal 10 langkah hampir sampai. Jieji mengancangkan jarinya. Wanita tersebut terkejut luar biasa. Namun sebelum terkejutnya berhenti. Hawa pedang maha dahsyat telah sampai. Wanita ini hanya mampu menahan dengan goloknya. Tetapi tak ayal, dia segera terseret cepat dan terpelanting ke belakang. Dengan perlahan, dia sanggup berdiri juga. Tetapi dari arah mulut topeng sepertinya mengalir darah segar.

"Hebat... Taktik bertarungmu tidak kalah dengan taktik memimpin pasukanmu." kata wanita tersebut dengan senang. Wanita tua tersebut jelas dipancing Jieji supaya mendekatinya. Karena dia dalam posisi berlari kencang ke arahnya. Jurus jari dewi pemusnah tentu lebih dahsyat dan cepat dari biasanya. "Kita tidak bisa bertarung dengan cara begitu... Ayok, kumpulkan energi kita sama-sama. Layani dia dalam 1 tapak." kata pria tua yang menguasai tendangan mayapada. "Betul.. Kalau kita bertarung jarak jauh tentu akan sangat rugi." kata Wanita yang menggunakan tinju. Dengan cepat, mereka membentuk posisi yang lumayan aneh. 2 wanita di belakang mengalirkan energi melalui tapak ke 2 pria di depannya. Sedang 2 pria di depannya menggunakan tapak untuk mengalirkan energinya ke 1 pria yang paling depan. "Sebenarnya kita terdiri dari 7 orang. Jika 7 orang, mungkin kamu pasti akan kesusahan luar biasa..." kata pria di depan yang tak lain adalah orang yang menggunakan jurus tendangan mayapada. Jieji juga telah siap, kelihatannya dia memutar sebelah tangannya 1 lingkaran penuh. Hawa energi Jieji sangat mantap. Desiran angin disekitarnya membuat orang merinding. "Iya.. Karena 2 orang itu telah masuk ke tanah. Jadi mereka tidak ikut bergabung dengan kalian." Kata Jieji dengan tersenyum. "Ha Ha... Betul.... Lu dan Bao adalah 2 orang tersebut. Sekitar 2 tahun lalu, kita bertujuh seimbang dengan jurus tapak terakhir dari pemusnah raganya Pei Nanyang. Hari ini kita akan membuktikan siapa yang lebih unggul." kata pria bertopeng yang didepan. "Kalau begitu, aku tidak akan memaksimalkan jurusku. Aku akan memotong 2 jurus." kata Jieji. "Sombong... Tetapi sungguh seorang pemberani dan satria..." Kata pria itu sambil memujinya. Jieji yang tadinya akan merapal jurus tapak berantai tingkat ke 5 yang belum pernah dikeluarkannya. Sekarang berniat hanya menggunakan tapak berantai tingkat ke 3 nya. Dia ubah pergerakan tangannya, sambil menutup mata dia menarik nafas dalam-dalam... Sanggupkah Jieji bertahan?

Jurus tapak berantai tingkat 3 memang unggul jauh dari tapak buddha Rulai tingkat 7 yang dikeluarkan oleh guru Jindu, biksu tua dari India. Tetapi kali ini, mereka berlima adalah pesilat kelas tinggi. Jika Biksu tua India ini bertarung 1 lawan 3 orang. Mungkin mereka masih seimbang. Tetapi kali ini Jieji melawan 5 sekaligus. Hawa disana tentu telah pekat dengan hawa kematian. Tanah disana terasa bergetar. Sekilas terdengar suara rumput yang tercabut. Angin berdesir tiada henti... Mereka sempat berhenti untuk memantapkan energi selama 1/2 jam lebih. "Kamu sudah siap detektif?" kata pria tua di depannya. Jieji yang melihatnya segera mengangguk. Kelima orang tersebut duluan maju. Dengan tapak masih lengket di punggung sesama, mereka melesat dengan luar biasa cepat. Dengan sebelah tapak Jieji melesat dengan kecepatan tinggi. Sebelum kedua tapak beradu, Desiran angin yang tadinya terkumpul. Langsung membuyar. Tanah di sana telah retak.. Saat tapak beradu... Dentuman sangat dahsyat. Jika saja ada pesilat biasa di jarak 100 kaki. Mereka pasti akan mati terbantai hawa pertarungan. Lembah itu seperti kiamat ketika tapak kedua pesilat ini beradu. Keadaan masih sangat seimbang. 5 orang mengalirkan energi mereka dengan sangat serius. Sementara Jieji tetap tenang menghadapi 5 aliran energi yang sangat menyesakkan dadanya. Sesaat kemudian... Dengan menarik nafas cukup panjang. Tangan Jieji yang lain seraya membentuk lingkaran penuh. Penyerang ini segera terkejut. Hawa serangan mereka seakan berbalik menuju mereka masing-masing. Hawa tenaga mereka seakan kacau luar biasa. 2 orang wanita tua di belakang langsung muntah darah mendapati hal tersebut. Setelah dirasa pas. Jieji mengalirkan energi nan dahsyat dari tubuhnya. Dengan sebuah hentakan, dentuman besar segera terjadi. Jieji tetap berdiri tegak di tempatnya. Sedang 5 orang terpental sangat jauh. Dan tidak ada diantara mereka yang mampu berdiri dengan baik. "Ha Ha... Tapak mu itu sudah tidak ada 2 nya di jagad. Dengan tingkat 3 saja kita tidak mampu mengalahkanmu. Kamu bahkan lebih menarik

daripada Pei Nanyang." kata orang yang berada paling depan tersebut seraya tertawa besar. Ketika Jieji berniat menghampiri mereka. Seseorang terlihat melemparkan sesuatu di depannya. Segera terlihat asap putih membumbung dengan luar biasa padatnya... Dengan hawa tenaga dalam, Jieji segera mengusir asap tersebut. Ketika asap hilang, kelimanya juga turut menghilang. Jieji merasa aneh, tetapi dia tidak heran luar biasa akan fenomena tersebut karena ada ilmu dari Dongyang yang menggunakan jurus melarikan diri seperti ini. Setelah pertempuran, hawa disana terasa baik kembali. Tanpa terasa, pertempuran tersebut memakan waktu lebih dari 6 jam. Jieji terus berdiri sambil berpikir dalam-dalam. Tetapi dari mulutnya mengalir darah segar.

BAB XLI : Pelarian Yunying dan Wei serta Xieling mengejar dengan cepat, mereka hampir sampai di tujuannya. Setelah melewati beberapa tanjakan mereka dikejutkan suara seorang lelaki berkuda yang menghadang. "Ada apa tuan nan tampan dan nona-nona cantik luar biasa terburu-buru?" tanya pria tersebut. "Kakak kedua???" "Guru...." Yunying yang berada di posisi paling depan, segera girang luar biasa. Dia turun dari kudanya dan memeluk Jieji karena saking senangnya. Sebab tadinya nona ini sangat takut luar biasa akan keselamatannya. "Kamu tidak apa-apa kan?" katanya seraya melihat wajah si pemuda. Dilihatnya dengan teliti wajahnya dan dia mendapatkan bahwa dari samping bibirnya masih ada sisa darah segar. "Tentu tidak. Sudah kukatakan, aku akan menyusul. Untuk apa payah-payah kalian datang kesini." kata Jieji sambil tersenyum. "Nyonya ini saking cemas sama suaminya yang tidak kunjung pulang, tentu dia takut luar biasa. Atau jangan-jangan suaminya malah main gilak sama wanita lain?" kata Wei yang meledeknya. "Takut kalau suaminya lupa kasi uang jajan dan belanjanya?" tanya Jieji seraya bercanda.

Yunying merasa malu. Wajahnya yang merah merona jelas terpantul karena sinar rembulan yang terang. Dia segera melepaskan Jieji yang tadinya dipeluk itu sambil memberikan pedang Es rembulan kembali kepadanya. Percakapan pendek tersebut ditutupi dengan tawa mereka berempat. Dalam perjalanan kembali ke kota Changsha. Jieji menceritakan bagaimana pertarungannya dengan 5 orang misterius. Setelah pertarungan, Jieji sempat beristirahat menghimpun kembali tenaganya selama 1 jam. Setelah itu dia berkuda menuju ke Changsha, tetapi dalam perjalanan pendeknya malah mereka telah menemukannya. "Kalau begitu, kungfu kelima orang tua itu sangatlah tinggi... Aneh, kenapa sama sekali tidak pernah terdengar isu dunia persilatan akan ke 5 orang tersebut." kata Wei. Jieji cuma berpikir dalam-dalam. Sepertinya dia tahu beberapa orang disana adalah orang yang dikenalnya. Namun dia belum yakin sepenuhnya. "Tetapi kamu luar biasa hebatnya... Dengan jurus ketiga tapak berantaimu kamu mampu memukul mundur mereka berlima sekaligus... Hebat..." Kata Yunying yang memujinya sambil tersenyum puas. "Bukankah sudah kubilang, jadi suami kakak keduaku tidak akan rugi selamanya... Bagaimana? Biar saya meminta ibu untuk menjadi mak comblang. Segera kamu nikah saja sesampai di Changsha." Kata JinDu seraya berpaling pada si nona. "Hush... Males aku meladeni kalian..." kata Yunying yang tertunduk malu. Kali ini mereka terus tertawa. Sepertinya dalam pulangnya mereka ke Changsha, mereka sangat bahagia. Juga adalah karena mengingat tadinya mereka sangat cemas. Sekarang mereka telah lega luar biasa karena mendapatkan Jieji tidak apa-apa dan selamat. Jadi percandaan seperti itu akan membawa kebahagiaan yang luar biasa. Di kota Changsha.. Di depan kediaman keluarga raja Xia. Jieji segera berlutut. Dan menantikan sang ibunya keluar. Wei dan Xieling segera memanggil sang nyonya. Setelah nyonya sampai di depan pintu. Dia mengalirkan air mata dengan sangat deras. Perlahan-lahan dia pandangi puteranya yang ke 5 tersebut. Dia berkata. "Nak... Kamu telah pulang akhirnya... Betapa aku ini sangat merindukanmu belasan tahun...Kamu telah tampak sangat berbeda..."

Tentu saja, Jieji yang belasan tahun lalu adalah pemuda yang wajahnya berseri-seri. Sekarang didapatinya sang anak telah berubah banyak. Dia kelihatan sangat dewasa. "Ananda tidak berbakti. Untuk segala hal yang terjadi, ananda meminta maaf kepada ibu...." Kata Jieji yang juga berlinang air mata sambil menyembah orang tersebut. Tetapi sang ibu segera membimbingnya untuk berdiri kembali. Dilihatnya sang Ibu, sangat tua... Rambutnya telah memutih semuanya. Tidak sama dengan keadaan belasan tahun lalu ketika dia meninggalkan rumah. Sinar mata sang Ibu juga telah merem. Sesaat sang ibu langsung memeluknya, tangisannya tidak berhenti. Jieji merasa sangat durhaka. Dia tidak sempat melihat ibunya dalam beberapa tahun ini. Demi mencari tahu Ilmu pemusnah raga, Jieji telah memasuki hampir semua kota di China. Bahkan dia telah sampai ke Pyungyang(Koguryo), Liao, dan Han utara. Tetapi dia tidak pernah singgah ke Changsha. Sesaat, dia sangat menyesali dirinya sendiri. "Bu... Ada yang ingin kukatakan padamu... Xufen telah meninggal.. Dia meninggal karena ananda.. Anandalah yang telah membunuhnya..." kata Jieji.. Kali ini dia menangis sejadi-jadinya. Sang Ibu terkejut juga, kenapa mereka yang sangat baik tersebut bisa saling membunuh? Dan kenapa sang anak malah mengakuinya di depannya. "Kamu sangat mencintai Xufen. Begitu pula Xufen kepadamu. Mana mungkin kamu tega untuk membunuhnya?" tanya sang Ibu yang rada penasaran. Lalu diingatnya kejadian sekitar 11 tahun yang lalu.... Setelah tragedi pembunuhan di wisma Ma di Changan. Jieji dan Xufen sepertinya makin akrab. Dimana ada Jieji, maka Xufen juga berada disana. Kedua keluarga sangat merestui hubungan mereka. Meski Xufen lebih tua dari Jieji 5 tahun, namun mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut. Selama 4 bulan, Jieji dan Xufen sangat menikmati hari-hari mereka. Mereka sering pergi pesiaran di Jiang Nan. Menikmati pemandangan nan indah. Kadang mereka pergi melihat keramaian. Kadang juga ngobrol sampai lupa jam makan dan tidur.

Keduanya sepertinya tidak dapat lagi dipisahkan siapapun. Jieji dan keluarganya telah bermaksud mengambil Xufen menjadi keluarga sendiri. Namun, Xia Rujian belumlah pulang. Mereka harus menunggu keputusan kepala keluarga ini. Karena keluarga Xia adalah keluarga Raja. Dan Xufen diangkat Zhao KuangYin sebagai seorang puteri, maka pernikahan tidak bisa sembarang dilakukan layaknya rakyat biasa. Walaupun begitu Jieji sama sekali tidak pernah menganggapnya menjadi masalah, begitu juga Xufen. Hari-hari bahagia dilewati mereka dengan gembira. Sampai pada suatu hari... "Nyonya, Nyonyaa.... Ada berita gawat..." kata Seorang pengawal keluarga mereka. "Ada apa? Kenapa terburu-buru?" tanya Nyonya Xia. "Pesilat-pesilat telah datang berkumpul di wisma kita. Mereka menuntut supaya Raja keluar karena mereka ada sesuatu yang akan disampaikan." "Kalau begitu, kita pergi melihatnya dahulu." kata Nyonya Xia. Nyonya Xia segera beranjak ke ruang tamu bersama putera-puterinya dengan rasa cemas. Ruang tamu keluarga Xia lumayan luas, tetapi pesilat telah memadatinya. Setelah sampai, dilihatnya ada beberapa orang yang berpakaian persilatan. Disana banyak ketua partai. Yang dikenal oleh nyonya ini hanyalah Yue Fuyan dan Biksu Wu Shou, Adik seperguruan dari kepala biara shaolin. "Ada apa tuan-tuan sekalian datang kemari?" tanya Nyonya Xia. "Dimana Raja Xia? Kabarnya dia telah mendapatkan Kitab ilmu pemusnah raga dan lari dari rumah. Dia pasti berniat melatihnya sendiri."kata Yue Fuyan dengan sinis. "Mengenai itu, saya sendiri tidaklah tahu menahu." kata Nyonya ini dengan sopan. "Alah.... Jangan kau itu banyak omong lagi. Puteramu yang kelima itu telah mendapatkan petunjuk tentang dimana pemusnah raga. Pasti setelah memberitahukan kepada ayahnya, lantas dia pergi diam-diam dan berlatih." kata seseorang yang ternyata adalah ketua partai Kunlun. "Jangan kau menfitnah disini. Kita adalah keluarga raja, jangan sesekali kau bermain gilak. Orang persilatan yang bau seperti kau tidak pantas duduk

lama-lama disini.Silahkan kau pergi." kata seseorang yang ternyata adalah Xia Wenlun, atau putera pertama keluarga Xia. Yue Fuyan segera campur bicara. "Mengenai masalah persilatan, tidak usah kau ikut campur terlalu banyak. Aku juga adalah paman kaisar. Hari ini kedatangan kita adalah untuk meminta keadilan." Jieji yang melihat keadaan makin runyam hanya diam saja. Karena dia tidak berniat untuk ikut campur urusan seperti itu. Tetapi kali ini dia tidak mujur. "Kau... Kau putera kelima keluarga Xia, Xia Jieji kan?" tanya Yue Fuyan seraya menunjuknya. "Betul.. Akulah Xia Jieji." kata Jieji. "Sekarang kau katakan, apa arti dari lukisan tersebut yang kau temukan di wisma Ma di Changan." kata Yue Fuyan. "Aku tidak pernah melihat lukisan itu, saat kalian meniliknya. Aku sedang terluka parah." kata Jieji dengan jujur. "Kalau begitu, nona keluarga Yuan pasti telah tahu artinya. Akan kita seret kau kesana. Lihat apa kau akan berbicara atau tidak." kata Yue Fuyan kembali. Jieji sangat marah mendengar apa yang diucapkannya. Namun dia tidak berdaya. Yue Fuyan yang tidak sabar segera menggunakan ilmu ringan tubuh dan berlari cepat untuk menotok nadinya. Segera Jieji jatuh lemas. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tahu-tahu dia telah dilemparkan Yue ke para pesilat. Xia Wen Lun yang melihatnya segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang Yue. Pertarungan segera terjadi. Tetapi hanya 20 jurus, dia juga telah dikalahkan oleh Yue. Para pesilat segera menggotong Jieji untuk dibawa ke rumah Keluarga Yuan untuk mencari Xufen. Sedangkan Nyonya dan semua putera-puterinya ikut pergi kesana. Tetapi dalam perjalanan yang sekitar hampir 1 Li tersebut, mereka dicegat oleh seorang nona nan cantik.

Tentu nona ini adalah Xufen adanya. Yue telah siap sedari tadi. Diperintahnya orang-orang di sampingnya untuk menjaga Jieji baik-baik dan menyanderanya untuk memaksa si nona berbicara. "Kamu.. Meski kamu adalah puteri terkenal, tetapi saya adalah Ketua persilatan dan saya juga adalah paman kaisar. Sekarang saya menanyaimu, apa arti dari lukisan itu?" tanya Yue. "Kamu.. Meski kamu adalah Ketua persilatan dan juga adalah paman kaisar. Sekarang saya menanyaimu, kenapa kamu begitu tolol? Bahkan lukisan biasa saja kamu menganggapnya adalah barang berharga?" tanya Xufen kembali. Yue segera marah akan tingkah si nona. Dia mau menghajarnya untuk memberinya pelajaran, tetapi dia merasa malu karena dia yang termasuk generasi tua malah mulai mengajak tarung generasi yang lebih muda darinya, apalagi nona nan lembut yang tidak diketahui pasti akan kehebatan ilmu silatnya. "Lepaskan Dia...." Kata Xufen yang terlihat agak marah. "Tidak akan nona..... Kecuali temani kita bersenang-senang sebentar. Bagaimana??" kata pesilat yang lain yang di belakangnya seraya mengejek. Jieji sangat marah mendengar perlakuan mereka, namun apa daya.. Dia bahkan tidak sanggup berdiri dengan benar. Xufen yang maju dengan pelan ke depan bahkan dianggap remeh oleh para pesilat. Setelah dia berada bersampingan dengan Yue Fuyan, dia terkejut mendengar suara seorang memanggilnya. "Nak... Kenapa dengan dirimu? Nak Jieji, ada apa?" tanya seorang tua yang tak lain adalah guru Yuan. "Ayah.... Maafkan anakmu ini membuatmu cemas. Saya tidak apa-apa...." kata Xufen sambil menatap ayahnya dalam-dalam.. Entah apa yang ada di pikiran puterinya tersebut. Yuan juga tidak bisa mengiranya. Jieji yang melihat kekasihnya bertingkah aneh, dia bahkan sangat bingung. Jarak antara Xufen dengan Yue Fuyan sangat dekat. Dengan mengancangkan jarinya, dari ujung telunjuk dan tengahnya segera keluar sinar terang sekejap.

Yue sangat terkejut, dia tidak menyangka nona ini akan menyerangnya. Dia juga terlalu menganggap remeh si nona. Jurus jari dewi pemusnah yang sanggup dikeluarkan Xufen sangat dahsyat. Dia adalah murid Dewa Sakti dan Dewi peramal yang telah menguasai jurus tersebut selama belasan tahun. Hawa pedang nan dahsyat segera membuat Yue Fuyan terpelanting. Dia tidak sanggup lagi bangkit dengan mudah. Meski Yue menguasai jurus tapak penghancur jagad sampai tingkat sembilan. Bahkan dia tidak mampu menahan jurus tersebut dari jarak yang sangat dekat. Dengan muntah darah yang banyak, dia berniat bangkit. Tetapi sekali lagi jari Xufen segera menotok nadinya dan mengarahkan jari ke kepala Ketua dunia persilatan tersebut. "Menurut kalian, siapa lebih penting? Pemuda itu? atau Ketua kalian? Kalau kalian rasa pemuda itu lebih penting, bawalah dia. Kalau tidak maka lepaskan. Maka aku ampuni nyawa orang tidak berguna ini." Kata-kata Xufen sangat menyakitkan Yue. Dia tidak disangka akan diserang orang. Dia berpikir kalau Xufen hanyalah seorang wanita lemah dan tidak berdaya. Tetapi pendugaannya sangat melenceng. Jika saat itu Xufen dan Yue bertarung 1 lawan 1 secara jantan. Belum tentu si tua Yue mampu mengalahkannya. Karena bahkan Xia Rujian mengakui ketangguhan nona tersebut. Para pesilat sepertinya enggan menyerahkan Jieji. Ketika mereka telah lumayan panik. Sinar dari jari tersebut kembali mengambil korban. Dua orang yang memegang Jieji serasa kedua tangannya telah lumpuh. Dengan gerakan nan cepat, Xufen segera maju melesat sambil membawa Jieji dengan ringan tubuhnya. Yuan dan semua keluarga Xia sangat terkejut. Mereka tidaklah tahu kalau Xufen telah mencapai tingkatan Kungfu yang sedemikian tinggi. "Buku ilmu pemusnah raga diambil oleh kami. Kalau berani, kejarlah kami. Jangan kau cari masalah dengan orang yang tidak ada hubungannya dengan kami berdua." kata Xufen seraya terdengar suaranya sambil menghilang dari pandangan. Begitulah kepergian kedua orang tersebut. Dan tragisnya sekarang yang kembali cuma Jieji seorang.

BAB XLII : Saat Beristirahat

"Nak, jelaskanlah perihalnya. Kenapa Xufen terbunuh? Bagaimana dia bisa terbunuh olehmu?" tanya sang Ibu dengan sangat prihatin. Yunying yang tahu sebabnya semua segera menceritakan perihal ini kepada Nyonya tua. Setelah mendengarnya sampai selesai, Si nyonya sangat sedih. Dia terus menangis dan menghela nafas nan panjang. Kenapa puteranya bisa mengalami nasib yang demikian tragis. Walaupun tanpa sengaja Jieji lah penyebab kematian Xufen. Tetapi dari segi bersalah, tentu Jieji adalah orang yang terutama. Apalagi setelah tahu kalau Jieji adalah orang yang telah kebal dengan racun pemusnah raga, tentu sang nyonya hatinya sangat hancur. Dia sangat menyesali keputusan Tuhan membawa pergi Xufen dengan cara begitu. Dia juga sangat salut akan cintanya kepada puteranya kelima ini. "Saya ingin mencari guru Yuan untuk mengakui kesalahanku kepadanya.." Kata Jieji sambil hatinya masgul luar biasa. "Nak, kamu tahu? Guru Yuan telah meninggal sekitar 10 bulan yang lalu..." kata Nyonya tua itu kembali. "Apa? Jadi mertuaku telah meninggal? Ya Tuhan... Kenapa bisa menjadi begini?" kata Jieji seraya sangat menyesal. "Kamu telah menikah dengan Xufen?" tanya Nyonya tua ini seraya terkejut. "Betul bu.... Maafkan ananda tidak memberitahumu." kata Jieji dengan kepala tertunduk. Segera diceritakannya masalah pelariannya kepada mereka. Belasan tahun lalu..... Setelah meninggalkan Changsha.. Jieji dan Xufen segera menuju ke arah utara. Mereka menuju ke kota Xiapi. "Kamu tidak menanyaiku kenapa kita harus ke Xiapi?" tanya Xufen. "Tidak perlu. Kamu tahu apa yang terbaik buat kita berdua kan?" kata Jieji seraya tersenyum. "Kita akan menuju ke Dongyang. Kita menuju ke daerah gunung Fuji." kata Xufen kembali. "Kenapa harus kesana? Apa karena disana akan aman?" tanya Jieji kembali. "Tidak. 5 bulan lalu guruku pernah berpesan kepadaku. Jika tidak ada tempat yang bisa kita pergi. Maka kita harus ke Dongyang." kata Xufen.

"Jadi begitu? Baiklah...." kata Jieji yang tidak menanyainya lebih lanjut. Saat itu, Kaisar Enyu dari Dongyang belum berkuasa. Kedua negara sangat tidak akur. Xufen berpikir, jika hanya mereka berdua yang sampai Dongyang. Mungkin tidak begitu masalah. Jika para pesilat yang jumlahnya banyak pasti para penjaga disana akan sangat protektif. Sehingga mereka akan aman. Inilah pemikiran Xufen. Saat hampir mencapai kota Shouchun. Mereka kembali dihadang banyak pesilat. Ketua dari Beiming, ErMei, DongHai dan banyak partai yang kecil meminta mereka menyerahkan ilmu pemusnah raga. Pertarungan segera terjadi. Meski dalam pertarungan ini Xufen menang mutlak. Tetapi karena Jieji yang mereka incar, maka tak ayal konsentrasi si nona semakin buruk. Beberapa kali dia dan Jieji terkena beberapa pukulan dari pesilat. Keduanya saat itu telah terluka. Namun mereka sanggup juga melarikan diri karena para pesilat lebih parah keadaannya. Lalu di tengah jalan hampir mencapai Xiapi, mereka bertemu dengan Bao Sanye dan beberapa anak buahnya. Kali ini Xufen bekerja extra keras. Beberapa ratus jurus pertarungan mengakibatkan dirinya terluka parah. Meski Bao berhasil di usir bersama dedengkotnya, mereka berdua sepertinya telah keletihan. Segera mereka memacu kuda mereka untuk sampai secepatnya. Di penginapan Xiapi, mereka beristirahat seraya memulihkan diri. "Apa kita akan sampai di Dongyang?" tanya Xufen. "Tentu...." kata Jieji. Tetapi si nona sangat ragu. Dia tidak tahu mengapa kali ini hatinya sangat berdebar-debar. Setelah itu, dia hanya diam saja. Jieji dengan pandangan dalam-dalam memandangnya. "Hidupku sangatlah tidak berguna. Aku bahkan tidak bisa melindungi wanita yang sangat kucintai...." kata Jieji mengungkapkan isi hatinya sambil menghela nafas. Jieji sebenarnya bukanlah tipe orang yang sangat jago dalam percintaan. Belum pernah sekalipun dia mengungkapkan rasa hati yang begitu terang terhadap Xufen. Meski Xufen tahu kalau Jieji sebenarnya sangat mencintainya. Namun, baru kali inilah Jieji mampu mengucapkannya. "Tidak... Janganlah kau berpikiran seperti itu. Setelah sampai di Dongyang, kamu harus pelajari ilmu silat yah. Dengan begitu, gilirannya kamu yang melindungiku nantinya." kata Xufen dengan sangat pengertian kepadanya.

"Saya akan berjanji padamu. Tetapi, maukah .... Maukah sekarang kamu menjadi istriku?" tanya Jieji yang cukup canggung, kata-kata seperti ini sangatlah sukar diucapkannya. Dia juga sangat berniat menikahi nona tersebut. Siang malam dia selalu memikirkannya. Tetapi kali ini diungkapkannya jua. "Kenapa tidak sampai di Dongyang saja?" Kata Xufen yang seraya malu namun hatinya sangat senang. "Tidak... Kita akan mulai hidup baru disana. Jadi sebelum sampai kita bisa menikah dahulu. Ketika kita telah sampai disana, maka kita telah menjadi suami istri." kata Jieji kemudian. Xufen tidak menjawab kata-kata Jieji lebih lanjut. Dia hanya tersenyum manis sekali dengan wajah yang merona dan terakhir dia mengangguk pelan. Mereka berdua segera beranjak dari penginapan menuju ke kuil Dewi Guan Yin. Disana mereka mengikat janji sumpah setia. Jieji bersumpah akan sehidup semati dengannya. Begitu pula Xufen. Meski hidup masih dalam pelarian, mereka sangat senang. Seakan tidak ada sesuatu hal yang memberatkan hati mereka saat itu. Yunying dan Wei serta Xieling dan Nyonya tua yang mendengarnya tentu sambil menggeleng kepala mereka sambil menghela nafas panjang. Yunying dari tadi cuma meneteskan air matanya melihat kesedihan Jieji. Dia tidak sanggup berbuat apapun. Tengah malam... Di depan kamar Jieji. Dia duduk sendirian di bawah tangga. Sambil meneguk arak yang cukup banyak dia memandang bulan yang nan indah. Namun pandangannya kosong. Dari sinar matanya kembali nampak kepahitan yang dalam. "Kenapa? Kamu sedih lagi yah?" tanya seorang nona muda yang menghampirinya sambil duduk berduaan. "Iya...." kata Jieji pendek sambil meneguk arak. Yunying segera bersandar di bahunya. Sambil nyanyi dengan suara kecil, dia berniat menghibur pemuda tersebut. Jieji segera memandangnya, dia memandang nona tersebut yang bersandar di bahunya dalam-dalam. Diingatnya Xufen kembali...

Mereka mengambil posisi tersebut cukup lama sampai Yunying menanyainya. "Kamu belum mau tidur?" "Belum... Kamu tidurlah duluan." kata Jieji. Yunying cuma menggelengkan kepalanya. Dia terbaring di bahu si pemuda sambil menutup matanya. Mereka berdua tertidur dengan posisi seperti itu. Wei yang bangun pagi terkejut juga. Tidak disangkanya kakaknya dan Yunying bisa tertidur dalam posisi seperti itu. Dalam hati Wei dia juga merasa geli, dan terasa senang. Dia merasa jika Xufen bisa digantikan Yunying dalam hati kakak keduanya, maka sungguh baik sekali. Rupanya Nyonya tua juga memandang mereka berdua. Dalam hatinya, dia juga berharap Jieji segera melupakan Xufen untuk kehidupan barunya, karena dilihatnya nona kecil ini sepertinya mencintai putera ke 5nya. Setelah agak siang, Jieji bangun juga. Tetapi dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka nona nan manis ini masih tertidur di pundaknya untuk semalaman. Segera dipanggilnya pelan nona ini. "Hei Pemalas... Bangun donk.." kata Jieji. Yunying segera membuka matanya, namun sepertinya dia masih ngantuk. "Berisik ahh...Aku masih mau tidur...." katanya seraya tidak menghiraukan Jieji. "Nak Jie... Kamu tidak tidur di dalam semalam?" tanya Nyonya tua sambil tersenyum geli. Yunying yang mendengar suara itu segera bangun dengan terkejut. Dia mengucek-ucek matanya. "Bibi...." katanya panjang. Kelakuannya sebenarnya dilihat beberapa orang. Semuanya merasa nona ini menarik sekali. Namun Yunying juga terasa malu. Mereka seraya tertawa.... Setelah mandi dan beres-beres pakaian. Yunying segera keluar dari kamarnya. Namun baru berjalan beberapa tindak dia bertemu dengan Nyonya Xia.

"Nona Yunying, bisa kita berbicara sebentar?" tanya Nyonya Xia. "Tentu.. Tentu... " Katanya dengan cukup canggung. Setelah mempersilahkan Nyonya tua ini masuk. "Bibi... Ada masalah apa? Mengenai semalam itu, saya... saya... Maafkan saya bi..." kata nona ini dengan canggung. Tetapi nyonya tua malah tersenyum melihatnya. Dipandanginya nona ini cukup lama. "Kamu sungguh sangat mirip dengan Xufen. Maukah kamu menceritakan bagaimana awal pertemuanmu dengan nak Jie?" tanya Nyonya Xia. Yunying yang mendengarnya segera mengisahkan cerita mereka berdua. Tetapi ada beberapa kali dia terasa malu menceritakannya. Namun dia tetap menceritakannya kepada Nyonya tua ini. Si Nyonya tertawa terbahak-bahak dan geli. Kali ini wajahnya tidak seperti semalam lagi. Sinar matanya telah hidup kembali. "Bagaimana jika kamu yang menggantikan Xufen dalam hidup nak Jie?" tanya nyonya tua ini dengan tersenyum. "Tetapi... Aku... Aku kan..." Yunying tidak sanggup menyelesaikan katakatanya tetapi wajahnya telah merah sekali. "Sepertinya kamu cukup mencintai puteraku. Berjanjilah, buatlah dia senang. Hidupnya telah susah beberapa tahun. Saya rasa kamu pasti mampu melakukannya. Buatlah dia melupakan Xufen." kata dia kembali. "Saya akan berjanji pada bibi untuk masalah yang pertama..." kata Yunying dengan kepala tertunduk. "Lalu, kenapa dengan Xufen?" tanya Nyonya tua kembali. "Tidak bisa bi.... Kita tidak boleh begitu. Jika kita membuatnya melupakan Xufen, maka Xufen akan benar-benar mati kan?" tanya Yunying dengan mata berkaca-kaca. Nyonya tua segera mengerti apa maksudnya. Dia tersenyum sangat puas melihat pandangan nona kecil ini. "Jadi apa benar nak Yunying tidak akan merasa cemburu sedikitpun?" tanya Nyonya tua ini dengan sangat pengertian.

"Tidak... Justru sebaliknya... Saya sangat mengagumi kak Xufen. Saya merasa selalu ingin menjadi dirinya..." kata Yunying dengan hati yang mantap. Namun pembicaraan selanjutnya terasa sangat hangat bagi mereka berdua. Sampai terasa pintu diketuk... Yunying segera membukakan pintunya. Dilihatnya Jieji berdiri di depan. "Kenapa? Kamu lagi cari perhatian sama ibuku? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Jieji seraya meledeknya. "Tidak.... Mana ada tuh. Jangan berprasangka terlalu banyak." kata Yunying seraya tidak menghiraukannya. "Betul... Ini adalah urusan wanita. Laki-laki silakan keluar, tidak ada tempat bagimu." kata Nyonya Xia kemudian sambil tertawa kecil. "Dasar... Awas kalian.... Kalian berdua telah mengeroyokku sebagai orang luar yah..Masalahnya sebentar lagi nasi akan dingin. Ayok, kita berkumpul. Kasihan adik ketiga yang sedari tadi telah lapar." kata Jieji seraya tertawa kecil juga. "Baik.. Baiklah..." kata Nyonya tua ini dengan tersenyum. Yunying segera membimbing orang tua ini ke ruangan makan. Mereka sangat bergembira karena sekeluarga telah berkumpul. Jarang ada waktu beristirahat yang tenang seperti sekarang. Mereka cukup menikmatinya, apalagi Jieji dan Yunying yang terlibat lumayan banyak masalah.

BAB XLIII : Menuju Koguryo Telah beberapa hari berlalu semenjak kepulangan Jieji ke rumahnya sendiri. Suatu pagi nan cerah... Jieji sedang duduk di taman keluarganya sendiri bersama Yunying. Dengan agak tergesa-gesa seorang pengawal di pintu depan melapor. Ada seorang pria tua yang memakai tongkat dan mengaku berasal dari Dongyang ingin menemuinya. "Kyosei? Kenapa dia kembali?" tanya Jieji sambil keheranan. Tetapi dengan Yunying dia segera beranjak ke pintu depan rumah. Wei dan Xieling yang mengetahuinya juga segera mengikuti Jieji berdua.

Pas di depan pintu masuk... "Tuan muda...." kata seorang pria tua ternyata tentu adalah Kyosei. "Ada hal apa? Kenapa anda balik kembali dari Yunnan?" tanya Jieji yang agak penasaran. "Tuan muda, sesampainya hamba di Yunnan. Hamba berusaha mencari informasi tentang pemusnah raga. Tetapi dari seseorang, hamba mendengar bahwa ada informasi penting di Goryeo (Koguryo). Kabarnya Kaisar Koguryo, Gwangjong mempunyai salinan asli dari Ilmu pemusnah raga." "Betul? Kalau begitu kita tidak usah ke Yunnan lagi. Kita segera berangkat ke Koguryo saja..." Kata Yunying. Jieji cuma berpikir, dia tidak menjawab. "Koguryo adalah sebuah negara yang tadinya bermusuhan dengan daratan tengah. Jika kita sembarang pergi malah akan membawa masalah." kata seseorang di belakangnya yang tak lain adalah Wei Jindu. "Betul dik.. Kalau benar Kaisar itu mempunyai salinan Pemusnah raga yang asli. Maka kita tidak akan begitu mudah untuk mengambilnya disana. Saya pernah pergi ke Koguryo beberapa tahun lalu. Saya pernah mendengar kalau pesilat yang melindungi Kaisar itu sangat hebat luar biasa dan jumlahnya sangatlah banyak." kata Jieji. Koguryo adalah sebuah Dinasti di sebelah timur China. Koguryo yang dikemudian harinya adalah Negara Korea. Di timur laut China memang bisa langsung ke Koguryo melalui jalan darat, selain itu dari timur kota Beihai, jika melakukan perjalanan melalui laut selama 2 hari pun akan sampai ke negara tersebut. Justru pada saat mereka berpikir dalam-dalam. Datang utusan dari Yang Ying yang mengabarkan hal penting ke Jieji. Jieji segera mempersilahkannya. Utusan tersebut memberikannya selembar surat dari Yang. Dengan segera Jieji membacanya. "Adikku sekalian.... Saya telah mendapat informasi dari Beiping. Kabarnya dari timur laut, Han utara berniat bersekutu dengan Koguryo. Maka untuk mengikat persahabatan, saya berniat menikahkan puteri Chonchu dari Koguryo dengan putera pertamaku, Zhao Hongyun. Namun Koguryo tidak akan menyetujuinya jika putera pertamaku tidak langsung kesana.

Adikku sekalian... Memang keadaan mendesak mungkin ada di Yunnan. Tetapi kakak meminta kalian sudi datang ke Ibukota. Pembicaraan tentang masalah ini akan kita lanjutkan disana." Jieji yang membacanya segera girang. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk masuk ke Koguryo apalagi secara terang-terangan ke kediaman Kaisar. Tetapi sekarang dia telah mendapatkan dayanya. Tetapi kemudian hanya Jieji yang cukup penasaran. Dalam hatinya, dia takut juga kalau Gwangjong melakukan siasat. Kali ini jika Jieji dan Jindu menyetujuinya maka mereka akan pergi bersama putra pertama dari kakaknya. Tetapi inilah daya yang paling bagus. Dia merasa sanggup melindungi putera mahkota karena adanya Wei dan Yunying yang kungfunya telah meningkat pesat. "Kalau begitu kita berangkat saja..." kata Yunying kemudian. "Kenapa kamu dari tadi berangkat-berangkat saja?" tanya Jieji dengan senyum kepadanya. "Iya.. Aku kan belum pernah pergi ke Koguryo.. Kabarnya pemandangan disana sangat indah. Dan kebudayaan mereka sangat berbeda dengan orang China daratan.. Jadi saya..." baru bicara sampai setengah Jieji memotongnya kembali. "Rupanya kamu itu maunya main saja..." katanya sambil mendorong pelan kepala nona tersebut seraya bercanda dengannya. "Iya donk... "kata Yunying seraya tersenyum manis. "Betul, Koguryo memang tempat yang indah. Disanalah pada enam tahun yang lalu saya berhasil menciptakan tapak berantai." kata Jieji dengan mengenang kemudian. "Ha? Jadi kamu menciptakan ilmu tapakmu di sana? Ceritakan donk......" kata Yunying dengan agak manja kepadanya. "Tidak bisa. Nanti saja jika ada waktu. Oya, adik. Sekarang kita harus beresberes untuk menuju ke Kaifeng sesegera mungkin." kata Jieji kemudian. Dengan berpamintan dengan Ibunya, Jieji mengatakan kalau di ibukota ada masalah yang lumayan penting. Dia harus segera berangkat juga saat itu. Di Ibukota.... Kaisar telah mengadakan rapat dengan para menterinya. Dia berniat untuk mengirimkan puteranya yang pertama ke Koguryo, karena kaisar Gwangjong berniat melihat putera Sung Taizu dengan mata kepalanya sendiri.

Para menteri banyak yang menolak untuk hal tersebut. Tidak ada satupun yang berpendapat kalau Sung harus mengirim putera kerajaannya kesana walaupun hanya untuk mengadakan hubungan diplomasi sekalipun. Zhao berpikir keras di istananya. Dia merasa adik kedua dan ketiganya pasti sanggup melindungi puteranya sendiri. Dia juga berpikir hanya inilah cara untuk menghentikan aliansi antara Han Utara dengan Koguryo. Jika tidak, maka peperangan bakal terjadi mengingat Han Utara telah mengultimatumkan perang dengan Sung. Jika hanya Han utara maka masalah tidak akan banyak, tetapi jika ditambah Koguryo dan Liao di utara, maka ini sangatlah berbahaya bagi kelangsungan Dinasti. Beberapa hari tanpa kelanjutan keputusan dari Zhao. Suatu sore... Jieji dan saudaranya serta Yunying dan Xieling telah sampai di Kaifeng. Mereka segera menuju ke Istana kekaisaran. Pengawal di istana sangatlah banyak, wajah mereka juga sangat angker. "Tuan, tolong sampaikan kepada Kaisar kalau Jieji dan Wei Jindu telah sampai." Penjaga yang mendengar kata-kata ini merasa sangat aneh dan geli luar biasa. Menurut mereka, bagaimana beberapa orang ini bisa datang untuk menemui kaisar. Mereka tetap menolak beberapa orang tersebut masuk. Justru saat itu, dari dalam lapangan istana yang sangat luas tersebut kelihatan seorang pemuda berjalan keluar. Jieji dan Yunying yang melihatnya segera girang. Orang tersebut tak lain adalah puteranya Yuan ShangPen, Yuan FeiDian. Kaisar terkejut juga mendengar kalau adik-adiknya telah tiba dengan cepat. "Kak..." seru Jieji dan Wei. "Adikku... Maafkan kakakmu ini telah merepotkan kalian datang dari tempat jauh..." kata Yang yang memberi hormat pendek kepada mereka berdua. "Tidak kakak pertama... Urusan kakak tentu urusan kita juga.." kata Wei. Dengan tersenyum, Jieji mengatakan. "Tadinya kita masih ragu harus ke Yunnan atau ke Koguryo. Sebab Kyosei telah menemukan informasi bahwa kabarnya Kaisar Koguryo memiliki

salinan kitab Ilmu pemusnah raga tersebut. Saat kita masih bingung, datang utusan dari kakak. Tentu saja kita langsung menuju kemari." Yang tertawa dengan terbahak-bahak. "Kalau begitu tidak usah lagi adik berdua ke Yunnan dahulu. Kalian temani putera pertamaku untuk segera menuju Koguryo. Karena permintaan itu sejak 2 minggu lalu, tetapi sampai sekarang dari pihak kita juga belum ada yang berangkat." "Baik kak.. Begitu besok pagi, kita akan berangkat bersama ponakan kita." kata Wei kemudian dengan tersenyum. Keesokan harinya... "Adik-adikku.. Kalian harus hati-hati sesampai disana. Jika ada hal yang tidak beres, segeralah lari dan jangan terlalu memaksakan diri." kata Yang dengan serius. "Baik kak..." Kata mereka serentak. "Oya, ada yang mau saya sampaikan.... Kabarnya puteri Chonchu adalah seorang wanita yang sangat cerdas, selain itu dia juga bisa bermain silat. Kalian berdua juga harus cukup hati-hati kepadanya." kata Yang kembali. Kaisar mengantar kepergian mereka berlima bersama 2 orang penerjemah bahasa serta 200 pasukan ke arah timur untuk menyeberang melalui laut ke timur yaitu Dinasti Koguryo. Mereka memakai 5 kapal cepat untuk berlayar. "Apa kamu juga naik kapal dahulu ketika ke Koguryo?" tanya Yunying padanya. "Tidak, saya datang melalui jalan darat. Jalan darat lumayan jauh ke ibukota Koguryo, Pyungyang. Dari kota Xiangping pun harus menempuh waktu sekitar 20 hari." kata Jieji. "Wah... Hatiku berdebar-debar tuh.." kata Yunying seraya tersenyum. Sepertinya dia sangat suka perjalanan kali ini. Tentu saja.. Siapa yang bisa datang ke Koguryo dengan bebas-bebasnya? Koguryo memiliki sifat over protektif terhadap bangsa lain yang datang ke tempat mereka. Mereka lebih suka hidup tanpa tercampur dengan bangsa lain. Kali ini, Jieji berpikir bahwa jika mereka telah sampai di daratan. Pasti akan banyak sekali orang Koguryo yang menyambutnya karena sifat mereka itu. Tetapi, kali ini pemikiran Jieji salah...

Pas 2 hari... Mereka mendarat juga. "Aneh.... Kok tidak ada orang yang menyambut kedatangan kita?" tanya Wei dengan keheranan. "Betul... ini cukup aneh untuk sifat bangsa Koguryo." kata Jieji seraya berpikir. Sepertinya dia telah mendapatkan sesuatu. Sambil tersenyum, dia meminta perjalanan terus dilakukan ke arah timur. Baru berjalan 1/2 Li, mereka disambut oleh beberapa orang. Beberapa orang tersebut memakai baju pejabat khas koguryo. Segera Jieji berhenti, dan turun dari kudanya. "Saya Jenderal Kawashima Oda dari China daratan mengantar putera pertama dari keluarga kerajaan Sung kemari." kata Jieji dengan sopan. Segera penerjemah mengucapkan apa yang dikatakan Jieji. Pejabat tersebut bukannya senang. Mereka kelihatan tidak menghiraukan Jieji, sambil berbalik tubuh mereka melanjutkan perjalanan. Mereka berkuda dengan agung-agungnya. Yunying yang melihat perlakuan mereka segera marah. "Orang Koguryo itu tidak tahu adat.. Pejabat kecil seperti itu saja bisa berlagak-lagak." Tetapi Jieji segera memintanya diam. Dia tahu dengan pasti apa maksud Kaisar Gwangjong yang menyambut mereka dengan cara begitu. Sementara pangeran Sung terlihat tidak acuh saja. Dia hanya diam tanpa mengucapkan kata-kata. Tetapi dalam hatinya dia juga lumayan gusar melihat tingkah pejabat rendahan itu. "Apa maksudnya kakak kedua?" tanya Wei yang ada disampingnya dengan berbisik pelan. "Ini untuk menghina kita. Tenang saja.. Setelah berjumpa dengan Kaisar, saya mempunyai daya upaya tersendiri. Tidak usah khawatir." kata Jieji juga dengan berbisik pelan. Perjalanan terus dilanjutkan... Untuk mencapai ibukota Pyungyang, mereka harus menempuh 2 hari perjalanan juga. Dalam perjalanan, pejabat-pejabat itu juga sangat angkuh luar biasa. Dalam penginapan mereka cuma duduk di 1 meja mereka sendiri yang

lumayan jauh dari meja Jieji dan kawan-kawannya. Dan tidak sekalipun mereka menghiraukan orang Sung. Keesokan harinya, tingkah mereka juga makin menjadi. Ketika meminta mereka berangkat, mereka tidak berbicara sepatah kata pun. Hanya menunjuk ke arah Jieji berlima dengan angkuh sekali, dan segera berbalik seraya melanjutkan perjalanan. Sebenarnya pangeran Sung dan Yunying serta Xieling sangat tidak puas akan perlakuan mereka. Tetapi mereka cuma diam dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah sore, mereka sampai juga di pintu gerbang kota Pyungyang... Sebenarnya Yunying harusnya senang. Tetapi karena mendapatkan perlakuan keterlaluan itu, maka dia malahan jadi marah. Jieji mengamati tingkah si nona, dia tahu mengapa dia marah. "Tidak usah kamu itu marah-marah begitu. Tenang saja. Kuasai kondisi hatimu, jangan terlalu terbeban pada hal eksternal." kata Jieji dengan pengertian kepadanya. Sesaat itu Yunying bisa tersenyum kembali.

BAB XLIV : Puteri Koguryo, Chonchu Jieji dan teman-teman segera meminta 200 pasukan untuk menunggu di tempat peristirahatan tamu negara. Hanya mereka berlima bersama 2 penerjemah saja yang masuk ke dalam istana. Meski telah sore, Kaisar Gwangjong tetap mempersilahkan mereka masuk ke ruangan utama. Istana Koguryo yang di Pyungyang luas sekali, jika di bandingkan dengan istana Kaifeng. Istana Koguryo ini malah jauh lebih besar. Mereka berjalan kaki selama 1/2 jam, akhirnya sampai juga di ruangan utama. Di ruangan ini telah siap banyak pejabat dan menteri. Bahkan disana nampak puteri Chonchu yang duduk dekat permaisuri dan kaisar. Jieji sempat melihat sebentar. Memang benar, kata orang kalau puteri Chonchu sangat cantik luar biasa. Hal itu adalah benar adanya. Namun, pandangannya hanya dingin saja kepada mereka yang baru masuk ruangan. "Maafkan saya tidak menjemput anda." Kata Kaisar dengan tertawa. Seraya memberi hormat mereka memperkenalkan diri.

"Saya Zhao Hongyun dari Sung. Datang kemari atas permintaan ayahanda Kaisar untuk melamar puteri Chonchu." kata Hongyun. Penerjemah segera mengartikan kata-kata pangeran. [ Untuk selanjutnya, maka perkataan mereka semua diterjemahkan langsung. Maka daripada itu, percakapan terlihat seperti biasa saja] Kaisar Gwangjong melihatnya dalam-dalam. Jieji yang melihat gelagat Gwangjong, lantas merasa aneh. Dari sinar matanya sepertinya ada hawa tak sedap. "Saya adalah Jenderal Kawashima Oda yang bertugas mengantar pangeran kemari." lantas kata Jieji memotong tingkah Gwangjong yang janggal itu. "Seorang Jenderal saja mana pantas berkata-kata pada Kaisar kita." Terdengar seseorang dari pihak pejabat yang berkata-kata. Orang ini juga salah satu orang yang menjemput mereka semua. "Pepatah tua mengatakan, tidak berbicara adalah kurang ajar, berbicara terlalu banyak maka lebih kurang ajar, berbicara apa adanya adalah yang terbaik. Lantas mengapa anda mengucapkan kata-kata seperti begitu?" tanya Jieji dengan sopan. "Kamu itu hanya utusan. Apa hakmu berbicara kepada Kaisar kita? Itu yang kutanyakan." katanya kembali tetapi dengan wajah yang kurang senang. Kaisar yang tahu situasi segera menengahi mereka. "Tidak salah orang memperkenalkan diri." katanya pendek. "Bagaimana dengan perjalanan anda kemari? Menyenangkan bukan para tuan-tuan dan nona-nona? " tanyanya kepada mereka semua tetapi sambil tersenyum agak sinis. Zhao Hongyun tidak sanggup menjawab. Tetapi dari sikapnya dia jelas tidak senang. Sekarang Kaisar Koguryo malah meledeknya dengan kata-kata seperti itu. Jieji yang melihat tingkah dari Hongyun segera bersuara. "Tentu Yang Mulia. Kami disambut dengan sangat luar biasa meriah. Meski ketika menang perang di Xi Liang, kami tidak disambut dengan sebegitu meriah seperti yang anda lakukan di sini. Untuk itu, kami sangat berterima kasih pada Yang Mulia." Kata Jieji tanpa berkespresi apapun, tetapi sambil menghormatinya. Yunying senang, dia tahu apa maksud Jieji mengatakan hal tersebut. Mereka tersenyum simpul.

Kaisar kehabisan kata-kata, dia tidak menyangka pemuda ini akan berbicara begini kepadanya. Dia berpikir memperlakukan tamunya dengan sangat tidak ramah akan membuat mereka dongkol, tetapi dia salah menduga. Sementara, kelihatan puteri Chonchu tersenyum melihat tindakan Jieji. "Kalian telah menjaga tamuku dengan baik, oleh karena itu sangat pantas anda sekalian diberi hadiah." kata Kaisar kepada para pejabat yang menjemput mereka. Ulah Kaisar tersebut tentu karena terpaksa, ini dikarenakan dia takut kehilangan gengsinya. Dia berpikir kalau melakukan penyambutan seperti itu akan membuat orang Sung malu. Tetapi malah dia sendiri yang terkena bumerang. 3 Orang pejabat yang menyambut mereka terlihat sangat gusar kepada Jieji. Mereka ingin melampiaskannya. "Yang Mulia, bagaimana seorang bawahan dari negara tidak ternama bisa mengucapkan kata-kata seperti itu?" "Negara kita memang bukanlah yang paling ternama di seluruh pelosok dunia. Orang bijak mengatakan kalau Kehidupan di dunia ini sangatlah luas. Untuk negeri besar seperti Sung tentu hanya sebiji beras di antara lumbung padi. Selain itu, pemandangan disini luar biasa indah. Orangnya ramah, dan sangat sopan. Tentu, bagi kami inilah surga dunia sekarang. Jikapun kita tidak disambut dengan begitu meriah, maka kesenangan telah tiada tara bisa masuk ke Koguryo." kata Jieji. Kali ini dia pun tidak berekspresi apapun, tetapi dia tetap menghormat dengan sopan ke arah 3 pejabat. Ketiga orang hanya bisa mendongkol. Mereka tidak bisa lagi berbicara lebih lanjut. Kata-kata sindiran Jieji tentu tidak ada yang tidak tahu artinya. Kata-kata ini untuk menyindir mereka dengan sangat sopan. Kata-kata Jieji mengenai Negara Sung, tentu adalah untuk menyindir negeri Koguryo yang luasnya sebenarnya tidak seberapa dibandingkan dengan Sung. "Saya rasa sudah hampir gelap. Sekarang kalian kembali ke Wisma dahulu. Besok kita lanjutkan pembicaraan mengenai 2 negara kembali. Pengawal... Antarkan mereka ke Wisma, dan layani mereka dengan istimewa...." kata Kaisar kemudian. Jieji bertujuh segera meninggalkan ruangan istana. Tetapi Kaisar dan menterinya belum beranjak dari sana. "Keparat... Pemuda itu kurang ajar sekali.. Mereka...." tunjuk salah satu pejabat yang ikut menyambut.

Kaisar cuma diam, dia juga lumayan marah dibuatnya. Dia tidak menyangka pemuda tersebut ahli mengucapkan kata-kata. Hanya beberapa kata yang keluar dari mulutnya saja sudah mampu membalikkan keadaan. "Ayahanda.. Pemuda itu bukanlah orang biasa." kata Chonchu kemudian. "Apa? Jadi kamu pernah mengenal dia?" tanya Kaisar. "Tidak... Saya cuma pernah mendengar namanya. Dia bernama asli Xia Jieji, seorang putera dari keluarga Xia, keluarga Raja. Dia jugalah orang yang menentramkan pemberontakan He Shen di Xiping. Selain itu, dia juga adalah detektif yang sangat terkenal di China daratan." kata Chonchu menjelaskan. "He Shen adalah Jenderal yang berpengalaman, kenapa dengan mudah pemuda itu mengalahkannya?" tanya Kaisar kemudian. "Dia menggunakan siasat mundur teratur untuk memancing He Shen. Bertempur selama 2 kali, He Shen terus kalah. Dan kabarnya dia menulis surat untuknya sebelum kematian He Shen. Surat itu mengolok-olok He Shen, karena tua dan sakit serta hati yang masgul. Dia meninggal seketika." kata Chonchu kemudian. Chonchu adalah puteri yang sangat cerdas, dia memiliki beberapa matamata di Daratan China. Untuk segala perubahan, dia tahu jelas. Tetapi hanya 1 yang dia tidak tahu, dia tidak tahu kalau Jieji adalah seorang pesilat yang hebat. "Jadi menurutmu kita tidak boleh bertindak macam-macam dulu?" kata Kaisar. Chonchu tidak menjawab, tetapi dia hanya tersenyum penuh arti. Di Wisma kenegaraan Koguryo... "Kak, akhirnya rasa sakit hati kita sudah agak berkurang." kata Wei. "Iya... Kita tidak bisa marah-marah pada mereka terus-menerus. Karena sama sekali tidaklah ada gunanya. Selain itu, tujuan kita kemari adalah untuk mendamaikan kedua negara. Untuk selanjutnya, kita bertindak lebih hati-hati." Saudaranya dan teman-temannya memberi anggukan kepala. "Apa menurutmu Kaisar itu akan bertindak semberono pada kita,paman?" tanya Hongyun. "Tidak, untuk hari ini kita masih aman." kata Jieji pendek kepadanya.

Malamnya... Setelah beres-beres untuk pergi tidur. Jieji segera berbaring di dalam kamar. Dia tidak langsung tidur. Dipikirkannya sesuatu. Untuk beberapa jam, dia tidak tidur dahulu. Sampai terdengar suara yang nan lembut, gerakan langkah ringan tubuh menuju ke kamar atapnya. Dengan segera, Jieji pura-pura tertidur. Gerakan itu berhenti pas di atap kamar tidurnya. Terdengar suara kecil, genteng atap segera dibuka perlahan. Jieji merasa aneh, siapa yang begitu kurang kerjaan mengintipnya. Tetapi dia tetap pura-pura tertidur saja. Lalu untuk beberapa saat, terdengar suara itu berpindah kembali. Sepertinya pengintip telah siap meninggalkan tempat. Jieji segera bangun, dengan langkah cepat dan tidak bersuara dia berjalan menuju ke pintu, membukanya. Dan berjalan pelan ke depan. Ternyata Wei dan Yunying juga sudah di sana. Mereka juga merasakan hal yang sama. "Kalian tunggu disini, jaga pangeran baik-baik. Saya akan mengejarnya." kata Jieji sambil berbisik. Mereka mengangguk pelan. Langkah dari pengintip ini hebat, ilmu ringan tubuhnya sudah sekelas pesilat tinggi. Arahnya adalah ke istana yang dikunjungi Jieji tadinya. Saat melewati daerah hutan kecil dia terkejut luar biasa, dia melihat bayangan di depannya. "Ada apa kamu tergesa-gesa?" tanya seseorang dengan bahasa Koguryo. Pengintip yang memakai kain hitam di wajah tentu sangat terkejut. Dia melihat ke arah pemuda yang mencegatnya. Karena waktu itu telah sangat malam, dia tidak melihat jelas wajah si pemuda. Dari tapaknya keluar sinar sekejap dan sangat cepat. Pemuda segera menahan tapak itu, dengan segera benturan tenaga dalam jarak jauh terjadi. Pengintip mundur beberapa langkah. "Siapa kamu?" tanyanya. Pemuda itu terkejut, karena suara dari pengintip itu adalah suara seorang wanita muda. Dia berjalan pelan ke depan. Tetapi nona yang berkain hitam di wajah telah siap, dia mengancangkan kedua tapaknya seraya merapalkan jurusnya yang lain.

"Kamu datang berkunjung ke wisma kenegaraan, lantas tanpa membawa hadiah malah dengan tangan kosong kamu pulang. Apa sebabnya?" kata Pemuda itu. Setelah si pemuda berjalan agak dekat, si nona segera terkejut. Dia mengenali pria ini. Dia tidak menyangka bahwa dia akan dicegat disini. Padahal tadinya dia masih mengintipnya. "Orang daratan China mengatakan kalau puteri kaisar Gwangjong, puteri Chonchu adalah seorang pesilat kelas tinggi. Tidak melihatnya maka saya tidak mempercayainya." kata pemuda itu tentunya adalah Jieji dengan senyuman manis. "Ha Ha.... Hebat.. Betul-betul seorang detektif terkenal.." katanya seraya membuka kain hitam di wajahnya. Dialah puteri Chonchu adanya. Wajahnya terlihat sangat cantik walau malam itu rembulan tidaklah begitu terang. "Dengan cara apa kamu bisa tahu kalau saya adalah puteri Chonchu." tanyanya dengan penasaran. "Itu tidak susah. Sebenarnya saya tidak yakin anda adalah puteri, hanya dengan melihat kamu berlari pulang ke istana, dan mendengar suaramu serta mengetahui kungfumu tidak rendah. Maka saya tahu, tetapi saya tidaklah yakin. Tetapi tadinya saya cuma memancing anda, tidak disangka anda malah membuka kain penutup wajah anda sendiri." kata Jieji menjelaskan sambil tersenyum geli. "Ha Ha.. Jadi begitu.. Kamu hebat, aku tertipu mentah-mentah olehmu..." kata Puteri Chonchu mengakuinya dengan tersenyum manis. "Lalu apa maksud puteri datang ke Wisma kenegaraan?" tanya Jieji padanya. "Tidak disangka kamu jago bahasa Koguryo. Selain itu, kamu juga adalah pesilat yang sangat handal sekali." kata Chonchu dengan mengalihkan pembicaraan. "Tidak juga, beberapa tahun lalu saya pernah tinggal selama 8 bulan lebih disini. Saya cuma belajar beberapa percakapan yang umum saja. Mengenai silat, saya cuma belajar beberapa ilmu yang tidak seberapanya. Puteri belum mengatakan apa maksud kedatangan anda di sana.." "Saya datang untuk membunuhmu." Kata Chonchu dengan wajah yang serius. Jieji melihatnya dalam-dalam sambil mengerutkan dahi.

"Lalu kenapa tidak kau bunuh aku waktu mengintip dari atap? Oh.... Janganjangan karena melihatku yang terlalu tampan, puteri jatuh hati dan mengurungkan niat?" kata Jieji yang meledeknya. Puteri Chonchu bukanlah tipe orang yang suka bercanda. Ditanyain begitu, dia sangatlah malu. Kelihatan dia marah sekali. "Oh, maaf.. Kenapa puteri marah-marah begitu? Saya cuma bercanda saja, tidak ada maksud lain." kata Jieji sambil memberi hormat kepadanya. Chonchu kelihatan lebih tenang sekarang. Dia lantas berkata tetapi dengan wajah yang malu. Wajahnya kelihatan sangat cantik dengan kepala yang agak tertunduk malu. "Saya mengagumi anda. Sepak terjang anda di daratan tengah telah kudengar. Hanya itu saja kok, jangan berpikiran bukan-bukan...." "Saya tidak mempunyai kepandaian apapun yang bisa dibanggakan. Ini membuat puteri susah saja jauh-jauh datang kemari." kata Jieji sambil memberi hormat. Tetapi dalam hatinya terasa geli sekali. Dia tidak menyangka puteri Chonchu adalah seorang yang sangat pemalu. "Kalau begitu, sampai jumpa besok saja di aula utama kekaisaran." kata puteri sambil tersenyum kepadanya. Jieji tidak menjawabnya lebih jauh, dia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu, Chonchu dengan ilmu ringan tubuhnya pulang kembali ke istana.

BAB XLV : Aliansi dengan Koguryo Sebenarnya Kaisar Gwangjong bukanlah seorang kaisar yang tidak tahu aturan. Orang-orang Koguryo sangatlah membenci orang China daratan. Disebabkan Kaisar Tang, Tang Taizong Li Shihmin pernah berusaha menyerang Koguryo untuk pertama kalinya. Meski terakhir Tang Taizong tidak pernah sanggup menguasainya, ratusan ribu pasukan Koguryo menjadi tumbal. Perang memang sangat mengerikan dan menjadi trauma bagi orang Koguryo. Setelah wafatnya Li Shihmin beberapa tahun, Koguryo akhirnya juga jatuh, ini disebabkan karena adanya pemberontakan dalam oleh bangsa Silla di bagian selatan dan Pasukan Tang menyerang bagian utara. Peperangan Koguryo sangat kacau. Tetapi setelah beberapa ratus tahun, akhirnya Koguryo bangkit kembali.

Karena disebabkan penyerangan yang sering dilakukan Dinasti Tang, tentu orang Koguryo sangat tidak menyukai bangsa China daratan. Mereka menganggap mereka adalah penjajah. Jieji dan kawan-kawan yang sampai disini sangatlah wajar jika tidak mendapat sambutan hangat. Keesokan harinya... Kaisar dan semua menteri telah sampai di aula utama kekaisaran Koguryo. Perdana Menteri, para Jenderal serta semua pejabat disana menyambut kedatangan pangeran Sung dan pengawal-pengawalnya. Setelah menjalankan kehormatan seperti biasanya. Zhao Hongyun yang ditengah lantas berkata. "Saya pangeran dari Dinasti Sung daratan tengah menjalankan tugas untuk melamar puteri Chonchu. Terima kasih kepada kaisar karena telah memperlakukan kita dengan sangat baik disini." Setelah pembicaraan semalam, Kaisar sepertinya tidak lagi begitu mempermasalahkannya. Kali ini dia telah sanggup berbicara diplomatis. "Baik... Maafkan saya karena telah membuat anda sekalian kecewa pada awalnya. Saya ingin bertanya, dengan cara apa anda yakin kalau Sung sangat layak untuk berdiplomasi dengan kita." "Ini disebabkan karena Han Utara bukanlah teman yang layak untuk bisa hidup berdampingan." kata Hongyun kembali. Perdana menteri segera melihat ke arah Zhao Hongyun, dia berkata. "Berdasarkan apa anda merasa kalau Koguryo tidak boleh bersekutu dengan mereka?" "Ini disebabkan Han utara bukanlah bangsa yang bisa pegang janji.. 3 tahun lalu, mereka mengoyak surat perdamaian dan mengerahkan pasukan ke selatan. Dalam peperangan kacau selama 2 bulan, akhirnya kedua pihak telah menyetujui gencatan senjata. Untuk itu, saya tidak yakin Han utara tidak akan mengulanginya kembali terhadap Koguryo." Semua kata-kata tersebut adalah ajaran Jieji kepada Hongyun. Dia tahu kaisar tentu akan melihat seberapa hebatnya putera Sung yang kelak akan jadi menantunya tersebut. "Han utara berjanji akan mengirimkan upeti kepada kita tiap tahun jika kita membantunya. Bagaimana dengan Sung?" tanya Kaisar kembali.

"Ini bukanlah masalah upeti atau tidak. Mustahil Kaisar yang kaya raya dan memiliki rakyat yang sangat sejahtera teriming akan harta upeti yang tidak seberapa itu. Han utara adalah negara yang cukup berbahaya. Jika Sung sanggup dihancurkan, maka mereka akan menguasai Koguryo kembali. Ayahanda Kaisar semenjak naik tahta tidak pernah melakukan hal seperti itu. Jika Sung berniat menelan Koguryo, tidak mungkin akan meminta ananda berdiplomasi dan mengikat tali perkawinan dengan keluarga Kaisar." Kata Hongyun kembali. Setelah berpikir-pikir, kaisar Koguryo tertarik juga. Dia pikir selama Sung berkuasa, meski kedua negara tidak terlibat perang tetapi tidak sekalipun Sung mencari masalah padanya. Sedang para menteri sepertinya kurang senang. "Kenapa anda bisa mengatakan hal yang belum jelas di masa depan?" tanya Perdana menteri dengan sikap yang kurang senang. "Negara anda sangat jauh letaknya dengan negara Sung. Selain itu, jika kedua negara hidup berdampingan tentu sangat sejahtera. Meski sekarang negara kita adalah terpisah melalui kelautan, jika Koguryo bersedia berdiplomasi, tentu kedua negara akan sangat terbina hubungan kerja samanya. Kami dari Dinasti Sung yang besar tidak akan pernah melanggar tapal batas Koguryo untuk selamanya. Untuk masalah ikatan pernikahan, tentu harus sesuai kesetujuan puteri Chonchu sendiri. Kita dari pihak Sung tidak sekalipun akan memaksa." kata Hongyun kembali dengan tenang dan hormat. "Ha Ha.... Bagus, baguss...Untuk masalah ini izinkan saya berpikir dahulu." kata Kaisar Gwangjong. "Kalian antarkanlah para utusan dari Dinasti Sung besar untuk beristirahat. Pindahkanlah tamu kita ini ke istana Belakang. Layani mereka dengan baik." Setelah memberi hormat, pangeran dan teman-teman segera menuju kembali ke wisma kenegaraan dan segera akan pindah ke istana yang baru. Sementara Kaisar dan para menterinya belum meninggalkan gedung. "Kaisar.... Apa kata-kata mereka bisa dipercaya?" tanya perdana menteri. Kaisar hanya diam, tetapi dia melihat ke arah Chonchu, puterinya. "Untuk masalah tersebut semua diharapkan supaya tenang saja. Zhao kuangyin adalah orang yang istimewa, dia adalah naga sejati di daratan tengah. Tentu semua kata-katanya bisa dipegang." kata Chonchu dengan tersenyum. "Kenapa kamu bisa berkata begitu pula?" tanya sang ayah heran.

"Kalian masih ingat Chai Zongxun, puteranya Chai Rong? Meski dia melakukan pemberontakan, dia dilepas juga oleh Zhao Kuangyin. Ini bukan dikarenakan Zhao termasuk tipe kaisar lemah. Dia sangat berbudi, dia juga adalah seorang Kaisar yang bertanggung-jawab. Jadi untuk sekarang, ananda yakin diplomasi dengan Sung tentu akan jauh lebih baik daripada Han utara." kata Chonchu. "Kamu memang sangat pintar, saya memang ingin melakukan diplomasi dengan Sung. Apalagi tadinya pangeran Sung sangat tangkas memberi jawaban kepada kita tanpa ragu-ragu. Saya rasa tidak akan ada masalah." kata Kaisar kembali dengan tersenyum. Jieji dan pangeran serta teman-temannya telah pindah ke istana baru. Istana ini letaknya 1 li dari aula utama kekaisaran. Kali ini kaisar telah meminta pelayannya melayani mereka dengan sangat istimewa. Mereka tentu sangat senang karena kelakuan kaisar telah berbeda dengan kemarin. "Kakak kedua, apa benar semalam yang datang mengintip itulah Chonchu?" tanya Wei kepada Jieji. Jieji segera menceritakan dengan sangat lengkap tentang pengejarannya. Yunying yang mendengarkannya sepertinya kurang senang. Dia merasa Chonchu menaruh hati pada Jieji, dalam hatinya ada rasa cemburu pada puteri Chonchu. "Kalau begitu kita tentu akan aman saja. Sepertinya puteri Chonchu bukanlah orang sembarangan." kata Wei. "Betul, dia adalah seorang yang sangat cerdas. Mungkin kecerdasan dia setara dengan Xufen. Untuk selanjutnya kalian harus agak hati-hati jika bertemu dengan puteri itu." kata Jieji seraya melihat ke Yunying. Tetapi Yunying hanya tertunduk, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Sorenya... Puteri Chonchu sendiri yang datang menjenguk tamu istimewa kekaisaran Sung itu. Anehnya, bukan pangeran Zhao Hongyun yang dia cari, melainkan adalah Jieji saja. Semua juga merasa aneh dengan tindakannya Chonchu. Apalagi Yunying, sepertinya dia sudah sangat cemburu kepadanya. Mau tidak mau, Jieji juga menyetujui pertemuannya dengan si puteri. Mereka berdua berjalan di taman samping istana. Setelah duduk, puteri berkata kepadanya.

"Bagaimana pelayanan pihak kita? Apakah menyenangkan?" tanyanya sambil tersenyum kepada Jieji. Sambil memberi hormat pelan Jieji berkata. "Tentu, sangat istimewa pelayanan Koguryo kepada kami. Tentu kami sangatlah bergembira." "Bagus kalau begitu. Mengenai masalah kemarin, saya meminta maaf karena telah mengecewakan kalian." kata Puteri itu dengan sangat sopan dan lembut. "Itu bukanlah masalah yang besar. Ini sangatlah wajar mengingat perlakuan dari bangsa China daratan kepada kalian sebelumnya. Wajar saja jika Koguryo membenci bangsa kita." kata Jieji dengan sopan. Suasana terasa sangatlah formal, tidak seperti semalam ketika dia bertemu dengan pria itu di hutan kecil. Untuk mencairkan suasana, Chonchu mencari cara ngobrol seperti biasa. "Oya, bisa anda ceritakan? Kabarnya dahulu anda menghilang, setelah itu anda kembali. Banyak yang mengatakan kalau anda telah tewas. Kenapa bisa begitu?" Jieji sebenarnya enggan menjawab pertanyaan ini, tetapi dia tahu kalau tidak menjawabnya maka seakan tidak menghormati puteri karena mereka hanyalah utusan. Kemudian dia menceritakan keberadaannya selama 10 tahun terakhir. Bagaimana dia sampai di Dongyang, bagaimana dia menyelidiki ilmu pemusnah raga dan terakhir tanpa terasa 10 tahun telah sampai dengan cepatnya. Semua hal diceritakan oleh Jieji kecuali hubungannya dengan Xufen serta Yunying. Puteri Chonchu yang mendengar Jieji menceritakan kisah hidupnya dalam 10 tahun terakhir terpesona. Dia melihat Jieji dengan dalam-dalam, sepertinya dugaan Yunying memang benar, puteri Chonchu menyukai pemuda tersebut. Mereka berbicara selama beberapa jam, terakhir mereka makan samasama di ruang makan istana. Wei, pangeran dan Xieling sangat aneh melihat tingkah puteri Chonchu. Bahkan mereka sendiri tidaklah diajak kesana. Mereka mendengar perihal itu dari pelayan-pelayan istana ketika menanyakan keberadaan Jieji. Sementara itu, Yunying malah ngambek. Sepertinya rasa cemburunya telah sampai di puncak. Dia mau pura-pura untuk menjenguk Jieji di sana, tetapi dirasakan hal tersebut sangatlah tidak dewasa. Dia hanya tidur di ranjang saja, dan tidak mau keluar kamar. Dari mulutnya berkomat kamit.

Setelah malam benar, Jieji akhirnya pulang kembali ke kediamannya. "Kakak kedua.." "Paman..." "Guru..." Sahut mereka bertiga ketika melihat Jieji. Mereka merasa aneh dengan Jieji, kenapa tuan puteri malah mengajaknya berdua saja di sana. Jieji segera menceritakan apa yang mereka ngobrolkan. Dan tanpa terasa cakap-cakap itu memakan waktu lebih dari 5 jam. Dia mengatakan kalau puteri Chonchu memang adalah seorang wanita yang sangat cerdas, dia cepat menangkap kata-kata seseorang. Selain itu dia juga mendalami sastra yang sangat rumit. Meski umurnya baru 23 tahun, dia tidak seperti nona-nona umumnya pada umur tersebut. "Mana si jangkrik?" kata Jieji. Jangkrik disini maksudnya tentu Yunying. Soalnya setiap dia berbicara panjang lebar, pasti ada seseorang yang disampingnya memotong pembicaraan itu tetapi kali ini dia tidak ada. "Kakak kedua... Sepertinya nona itu ngambek karena kamu tidak pulang. Bahkan tadi dia tidak keluar makan tuh." kata Wei seraya tersenyum geli. Jieji segera menjenguk Yunying di kamarnya. Dilihatnya lilin kamarnya telah padam. Jieji mengira bahwa dia telah tidur. Dia berdiri cukup lama di depan pintu. Pelayan-pelayan disana melihatnya juga merasa aneh. Keesokan harinya... Pagi sekali, Puteri Chonchu telah keluar untuk meminta Jieji bareng bersamanya kembali. Kali ini mereka berkeliling kota Pyungyang. Sebenarnya Jieji ingin menolak keinginan puteri tersebut, tetapi dia sendiri tidak mempunyai daya. Oleh karena itu, Jieji cuma melayani puteri tersebut apa adanya. Melihat keramaian kota selama 1 jam, akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di sebuah restoran besar di ibukota itu. "Oya.. Anda belum menceritakan tentang kekasih anda.." kata Puteri Koguryo ini. Jieji cuma diam, dia tidak berniat menjawabnya. Melihat tingkah orang, puteri segera tahu. "Sepertinya nona yang ikut bersamamu itu ngambek." Kata Chonchu. Jieji lumayan terkejut. Bagaimana dia bisa tahu? Tetapi tanpa perlu berpikir, Chonchu telah memotongnya.

"Pelayan mengatakan kalau nona itu tidak keluar makan semalam, selain itu dengan cepat dia juga telah tidur. Dan pelayan memberitahukan bahwa kamu berdiri cukup lama di pintu kamarnya." Kata Chonchu seraya tersenyum. "Benar, saya memang berdiri disana beberapa lama. Hubungan saya dengannya adalah seperti kakak dan adik saja." kata Jieji dengan pendek tanpa mempertunjukkan sedikit pun reaksi di wajahnya. "Tetapi tidak sama pemikiran nona itu kepadamu. Apakah kamu mencintainya?" tanya Chonchu kembali. Jieji tidak mampu menjawabnya, dia tidak tahu bahwa Chonchu akan memberikan pertanyaan yang sebegini bingung. Dia hanya tertunduk tanpa mampu menjawab. "Dari wajah anda, saya tahu. Sedikit banyak kamu sangat mengkhawatirkannya kan? Selain itu, dalam hati anda sepertinya memang lagi bermasalah." Kata Chonchu sambil melihat ke wajah Jieji dengan serius. "Saya rasa memang sedemikian..." kata Jieji pendek sambil berpikir. Memang benar, jika hati Jieji sebelumnya tidak ada Xufen. Sangat mungkin Jieji telah tergila-gila kepada Yunying. Tetapi lain halnya dengan sekarang, gejolak perasaannya sangat susah diungkapkan dengan kata-kata. "Kalau begitu kejarlah dia, jangan membiarkannya sendiri. Maafkan kesalahanku yang terlalu akrab denganmu sehingga menimbulkan kesalah pahaman padanya." Kata Chonchu kemudian. Jieji segera meminta pamit pada puteri tersebut. Jieji sangat canggung menghadapi puteri Chonchu. Dia sepertinya terikat sangat akan kehadiran Chonchu, meski dia tidak mengatakannya. Namun Chonchu sepertinya mengerti bagaimana keadaan hatinya Jieji.

BAB XLVI : Buku Kisah Ilmu Pemusnah Raga Setelah mengetahui Jieji kembali keluar dengan Puteri Chonchu. Di depan kamar Yunying pas di tangga, dia duduk terbengong-bengong. Dari dalam mulutnya terdengar dia berkata-kata. "Kurang ajar, Sialan... Lelaki tidak bertanggung-jawab..." kemudian kembali terdengar. "Kalau ketemu nantinya, akan kujambak rambutnya dan kuseret pulang ke Hefei... Ha Ha..." katanya kepada diri sendiri.

Sesaat kemudian terdengar suara seorang pria. "Siapa yang kurang ajar?" Yunying segera terkejut luar biasa. Dia lihat ke arah datangnya suara. Pemuda yang menyapanya adalah Jieji adanya. Langsung dia berpaling pura-pura tidak melihatnya. Jieji segera menuju ke arah si nona berpaling, kali ini katanya. "Siapa yang sialan?" katanya meledek nona tersebut. Tetapi si nona sama sekali tidak bereaksi, dia palingkan wajahnya ke arah berlawanan. "Lelaki tak bertanggung-jawab? Kamu mau jambak rambut siapa sambil kau bawa ke Hefei? Siapa yang beruntung sekali?" kata Jieji kembali meledeknya. Namun Yunying hanya duduk diam tak bersuara dengan wajah yang kelihatan sedang marah-marahnya. Kemudian terakhir dia tundukkan kepalanya untuk tidak melihat kemana-kemana lagi. Jieji cukup bingung juga dibuat si nona yang sedang ngambek ini. Sejenak dia hanya duduk di sebelah Yunying. Tetapi tidak lama, dia telah mendapatkan sebuah akal. Segera dia menuju ke kamar pintu Yunying, dia buka pintunya lebar-lebar. Setelah itu dia menuju ke arah lemari. Kembali lemari itu dia buka dengan lebar, tetapi tidak menutupnya kembali. Dia melakukan hal yang sama untuk jendela, laci, serta semua taplak yang menutupi meja atau tempat vas bunga. Yunying sempat berpaling sebentar ke belakang karena suara dibukanya banyak barang di dalam cukup mengganggunya, Dan dia melihat hal yang sangat aneh. Bagian dalam ruangannya telah di acak-acak Jieji yang seakan sedang mencari sesuatu barang. Setelah membukanya, Jieji menutup kembali semuanya. Dengan cepat, dia buka lagi semuanya. Keadaan terlihat sama kembali, semua barang yang bisa dibuka di ruangan itu kembali terbuka. Yunying sudah tidak tahan melihat perlakuan pemuda itu. Saat si pemuda menutup kembali semua barang di kamarnya kecuali pintu. Yunying segera beranjak ke dalam. "Apa yang kau cari itu????" katanya dengan sedikit lantang dan dalam keadaan marah.

Jieji segera melihatnya dengan dalam-dalam. Setelah beberapa lama, dia tersenyum. "Tentu... Suaramu itu..." Yunying segera tertawa geli..... Mereka berdua tertawa keras di dalam kamar itu. Tidak disangkanya Jieji akan menggunakan cara tersebut untuk membuatnya bersuara kembali karena cemburu butanya. "Dasar bodoh. Kenapa malah kamu yang marah-marah jadinya?" kata Jieji setelah suasana kembali cair. "Tidak, habis kamu tidak pulang sih dan terus-terusan dengan puteri itu...." kata Yunying sambil tertunduk malu. "Janganlah kamu berpikiran seperti itu, Ying. Kamu pikir saya sangat suka ngobrol tanpa tahu waktu dengan puteri itu? Saya bukanlah orang demikian, kamu juga tahu tujuan kita kemari adalah apa. Mana mungkin saya bertindak begitu lancang." kata Jieji kembali dengan sangat pengertian kepadanya. "Iya, saya memang bersalah. Sebenarnya saya..... Saya cemburu ..... cemburu buta terhadapnya." sahut Yunying. Sebenarnya Yunying cukup susah mengucapkan kata-kata seperti ini, tetapi baginya mau tidak mau harus mengatakannya. Jieji yang melihatnya segera datang dengan pelan, dia peluk nona ini dengan perlahan. "Saya sangat menghargai adanya dirimu. Adanya dirimu telah membuatku cukup kaya tanpa kekurangan apapun. Percayalah kepadaku..." kata Jieji pelan kepadanya. Sebenarnya Jieji juga sangat menyayangi Yunying, dia tidak menganggapnya sebagai Xufen lagi. Dia merasa sudah saatnya dia berpikiran hidup baru seperti keinginan terakhir Xufen kepadanya. Kali ini dia merasa harus memanfaatkan kebersamaan mereka dengan baik. Kemudian Yunying membalas pelukan pemuda itu. Mereka saling berpelukan selama beberapa lama. Yunying sangat senang, dia tutup matanya dan menikmati saat-saat berada dalam pelukan pria yang dicintainya itu. "Ayok..." kata Jieji kembali. "Pergi kemana?" tanya Yunying. "Tentu berkeliling kota... Kamu sangat suka pada awalnya kan? Tujuanmu tak lain kan melihat pemandangan serta kebudayaan Koguryo. Selain itu,

sepertinya kamu sudah tidak makan dari semalam...." kata Jieji kembali sambil tersenyum. Yunying hanya menganggukkan kepalanya pelan sambil tersenyum manis sekali. Waktu itu sudah siang, mereka berjalan berkeliling kota sambil berpegangan tangan. Mereka duduk di rumah makan, serta berkeliling ke luar kota untuk menikmati pemandangan khas Koguryo. Sampai sore menjelang malam, mereka barulah kembali ke istana. Wei yang pertama melihat mereka berdua pulang. Dia senang karena si nona tidaklah ngambek lagi. Dan dari wajahnya nampak keceriaan yang sangat. Dia segera meledek mereka berdua. "Wah, suami istri akhirnya pulang juga. Bagaimana dengan pemandangan kota Koguryo?" "Ha Ha.. Bisa saja kamu dik.. Saya hanya menemani nyonya rumahku berjalan-jalan saja." kata Jieji seraya bercanda. Yunying tertunduk malu. Dia malu terhadap kata-kata canda mereka dan juga terhadap dirinya sendiri yang bersikap sangat tidak dewasa, dalam hatinya dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. "Oya kak, apa kamu akan menyelidiki buku itu?" tanya Wei kembali kepadanya dengan berbisik pelan. "Betul.. Saya harus mencari tahu di istana, pasti ada yang tahu keberadaan buku itu. Malam ini cukup aku dan Yunying yang menyelidiki. Dik, kamu tolong lindungi pangeran." Kata Jieji dengan pasti. "Baik kak, serahkan kepadaku saja." kata Wei sambil tersenyum. Tengah malam... Tampak dua bayangan melesat dengan ringan tubuh yang sangat tinggi. Tujuannya adalah atap kamar tidur Kaisar Gwangjong. Dengan cepat, mereka telah sampai di atap kamar tidur Kaisar dengan tanpa suara. "Apa kamu yakin kalau buku itu ada disini?" kata seorang wanita yang tentunya adalah Yunying. "Hm..." Jieji hanya mengangguk saja. "Lalu bagaimana kita masuk mengambilnya?"

"Saya belum menemukan caranya. Kita harus menilik kelakuan Kaisar itu terlebih dahulu. Hari ini mungkin kita bukan datang untuk mencuri." kata Jieji. Dibukanya atap genteng di atas kamar Kaisar dengan sangat perlahan. Dia mengintip ke dalam ruangan. Kaisar Gwangjong memang belumlah tidur. Dia duduk di meja tulisnya dalam kamar. Dia menulis beberapa aksara Koguryo di atas putihnya kertas. Sepertinya itulah kaligrafi. Jieji berpaling sebentar ke seluruh ruangan. Dilihatnya dengan cermat, apakah ada buku yang mereka cari itu, tetapi judul buku yang dilihatnya hanya dalam aksara Koguryo. Setelah mencapai sudut mati, Jieji menutup kembali gentengnya dan beralih ke sudut lainnya. Dibukanya kembali genteng dari arah lain untuk melihat keberadaan buku itu. Dari sudut, dia sempat melihat adanya buku aneh yang memiliki judul aksara China. Dari jauh dia hanya bisa mengkonsenterasikan mata untuk membaca judul buku tersebut. Untuk sesaat Jieji terkejut. Karena dia bisa membaca dengan lumayan jelas bahwa itulah buku yang berjudul "Kisah Ilmu Pemusnah Raga". Dengan segera dia mengajak Yunying pulang ke kediaman mereka. Disana telah berkumpul Pangeran Hongyun, Wei dan Xieling. "Jadi buku itu betul ada di ruangan kamar tidur kaisar? Jadi bagaimana kita bisa mencurinya?" tanya Wei kepadanya. Berpikir sebentar, Jieji kemudian berkata. "Saya ada sebuah akal." Kata Jieji. Lalu dibisikinya mereka bagaimana caranya yang terbaik untuk mencuri buku itu. Keesokan harinya sore... Jieji dan Yunying keluar kota. Mereka kembali menikmati pemandangan yang indah dan khas dari negeri Koguryo. Sementara itu. Pangeran, Wei dan Xieling segera meminta bertemu dengan puteri Chonchu. Mereka mengatakan kalau pangeran ingin mengajaknya ngobrol-ngobrol. Dengan membawa penerjemah, mereka mengajak puteri Chonchu untuk berbicara di paviliun danau kecil dekat taman. Ngobrol-ngobrol mereka memang terasa agak kaku. Sebenarnya puteri Chonchu adalah orang yang dingin, maka tidak heran Jieji sangat canggung menghadapinya. Bahkan terhadap Jieji yang dikaguminya saja dia lumayan dingin, apalagi terhadap orang yang tidak begitu dikenalnya seperti mereka.

Pembicaraan dengan puteri Chonchu adalah salah satu taktik untuk membuatnya tetap tinggal di daerah sana. Karena malam ini Jieji telah bertekad untuk mencuri buku tersebut. Ketika mendekati malam... Terlihat kembali 2 orang yang memakai pakaian nan hitam telah siap di atap kamar tidur kaisar. Jieji membuka genteng atap kembali, dilihatnya kaisar Gwangjong tidak berada di dalam ruangan. "Saya akan mencoba masuk ke dalam, kamu disini saja sekalian melihat keadaaan yah." kata Jieji sambil mengambil sebuah peralatan yang berupa benang halus dari dalam saku bajunya. Yunying hanya mengangguk. Dengan cepat, Jieji ke arah belakang kamar tidur. Dia memasang alat yang dipegangnya dengan perlahan di lubang kecil jendela. Sekali tarik dengan ringan, jendela telah terbuka. Dengan perlahan dia mulai mau masuk. Tetapi kali ini dia terkejut, di lantai seperti ada sesuatu alat yang lumayan di kenalnya. Itulah keamanan ruangan tidur kaisar. Ruangan ini terdiri dari papan yang cukup besar. Di bawahnya tergantung tali halus yang menggantungkan banyak lonceng. Jika ada yang menginjaknya dengan pelan saja, maka lonceng akan segera berbunyi. Tombol utamanya berada di depan ruangan masuk. Dia juga tidak sanggup mencapainya. Setelah berpikir beberapa lama sambil menilik ruangan itu, dia mendapat akal yang mendadak. Meski akal ini cukup berbahaya, tetapi dia yakin bisa berhasil. Di sebelah jendela, ada sebuat pot keramik yang cukup besar. Dia membawanya dan langsung kembali menuju ke atap. Yunying yang melihat Jieji datang sambil membawa pot tentu heran luar biasa. Kenapa pemuda ini yang masuk ke dalam mencuri Buku malah keluar sambil mengambil pot. Jieji segera membisikinya pelan. Sesaat itu, Yunying segera mengangguk dan mengatakan telah mengerti. Dia menuju melalui atap depan ke lapangan di bawahnya dengan gerakan ringan tubuh yang biasa-biasa saja. Setelah Yunying hampir sampai ke bawah , dengan sebuah lemparan luar biasa hebat, Jieji melempar pot itu. Pot jatuh sekiranya 200 kaki lebih dari atap ruangan kamar istana dan pecah. Tentu para penjaga sangat terkejut. Mereka segera beranjak ke arah pot yang pecah, mereka sempat melihat bayangan hitam melewati di depan pot yang pecah itu. Penjaga dengan cepat telah sampai ke tempat pot pecah. Berbarangen itu, segera suara lonceng dalam kamar kaisar berbunyi. Dengan cepat dan

takut,semua penjaga segera kembali. Mereka membuka pintu ruangan kaisar, dan segera menilik dengan cermat, ternyata tidak ada orang disana. Semua jendela kamar dan pintu belakang telah tertutup. Jieji menggunakan tipu "memancing harimau turun gunung". Bukannya dia takut tidak mampu melawan belasan orang serdadu yang berjaga, tetapi dia tidak mau mencari masalah. Kaisar segera tahu bahwa ruangannya telah kemasukan orang. Dia beranjak cepat ke dalam sana. Setelah meneliti barang-barangnya, dia telah tahu benda apa yang hilang. Tetapi di tempat benda yang hilang tersebut terlihat sebuah kertas yang bertuliskan aksara Koguryo. "Saya datang meminjam buku. Saya akan mengembalikannya jika sudah tidak diperlukan lagi." Kaisar hanya terbengong-bengong. Dia tidak menyalahkan para penjaganya, karena dia tahu benar bahwa orang yang mencuri buku itu bukanlah orang sembarangan. Jieji dengan gerakan luar biasa cepat menuju ke arah luar kota. Tadinya dia membisiki Yunying untuk berpisah dengannya dahulu. Yunying mengambil arah selatan kota, sedang Jieji mengambil arah barat kota untuk keluar. Tentu Jieji yang kabur akan dilakukan dengan terang-terangan dan berharap ketahuan oleh penjaga, sehingga penjaga kota bisa memastikan bahwa pencuri telah lari ke luar kota. Tetapi lain halnya dengan Yunying, dia memintanya untuk diam-diam dan gesit tanpa ketahuan dan segera keluar kota. Setelah itu rencananya Jieji akan ketemu dengan Yunying di arah timur kota tempat mereka keluar tadinya dan kembali masuk ke kota dengan wajah yang tidak berdosa.

BAB XLVII : Tokoh No 1 Dunia Persilatan Ketika Jieji sedang mendekati hutan dimana dia pernah bergebrak sebentar melawan Chonchu. Dia merasakan hal yang sangat aneh. Dari arah belakangnya, sepertinya ada yang sedang mengejar. Hawa tenaga dahsyat sedang menuju ke punggungnya. Dia sempat berpaling sambil terus berlari kencang. Dilihatnya sekilas orang yang mengejarnya. Orang ini berpakaian putih, gerakannya luar biasa cepat. Tanpa banyak bicara, Jieji segera meninggalkan tempat itu dengan kecepatan yang segera dinaikkan. Ilmu ringan tubuh Jieji sudah sangat luar biasa. Kecepatannya di dunia mungkin sudah tidak ada bandingnya lagi. Dan orang yang sanggup mengejarnya pun sudah sangat sedikit dan hampir tidak ada.

Jieji cukup terkejut, pengejar yang mengejar tersebut hampir sejajar ilmu ringan tubuhnya dengannya. Meski terpaut 100 kaki, mereka berdua segera melesat dengan cepat. Tanpa terasa pengejaran sepanjang 5 Li telah dilakukan. Sampailah mereka ke sungai kecil. Jieji segera berbalik dan berhenti sambil menunggu sampainya pengejar. Sesaat kemudian, pengejarnya juga telah mendarat. Jieji memandangnya dengan dalam-dalam. Orang ini mempunyai tinggi hampir 6 kaki, sedikit lebih tinggi darinya. Penampakan wajahnya lumayan jelas, karena rembulan malam ini tidak tertutup mega. Dilihatnya kembali wajah orang tersebut, mungkin umurnya sekitar 60 tahun lebih. Nafas pengejar tersebut biasa-biasa saja. Ini bisa dikatakan bahwa pengejarnya mempunyai tenaga dalam yang setara dengannya. Sedang si pengejar lebih merasa aneh, dia tidak menyangka orang yang berpakaian gelap dan menutup wajahnya ini sangat hebat. Selama ini dia merasa bahwa di dunia ini dia sudah tanpa tanding. Tentu ini sungguh adalah hal yang sangat mengherankan. "Ada apa anda terburu-buru keluar dari gerbang kota?" tanya orang tua tersebut. "Wah, anda betul hebat. Saya merasa yang sanggup mengejarku di dunia ini sudah tidak ada lagi. Ternyata hari ini ketemu dengan anda, Lau Chienpei." kata Jieji dengan serius seraya mengalihkan pembicaraan. Orang tua ini terkejut ketika mendengar suara Jieji. Dia berpikir orang di depannya paling tua hanya berusia 40 tahun. Tetapi kungfunya telah begitu hebat. Dia sangat heran dan penasaran, ingin sekali dia mencoba kungfu pemuda tersebut. "Betul... Bagaimana kalau kita bertanding?" kata orang tua ini segera kepadanya. "Anda jauh lebih tua dariku, mana mungkin saya bisa menjadi tandingan anda?" tanya Jieji dengan sopan. "Ha Ha Ha.... Kungfu tidak melihat usia. Kemajuan yang mengagumkan tentulah sangat layak. Anda hanya berusia palingan 30 tahun lebih. Umurku 1 kali lipat darimu, tetapi kungfumu mungkin sudah 1 kali dariku." katanya dengan tertawa keras. "Tidak... Lau Chienpei terlalu merendah. Dengan kata-kata seperti ini, saya sudah sangat tidak nyaman. Mohon Lau Chienpei menyebut nama besar anda, supaya dari pihak muda merasa tidak kurang ajar." kata Jieji seraya memberi hormat padanya.

"Namaku Zeng Qianhao... Orang-orang dunia persilatan memanggilku Pei Nan Yang...." Kata orang tua tersebut seraya tertawa. Jieji sangat terkejut. Pei Nan yang adalah sebuah nama yang merupakan gosip dari dunia persilatan saja, hampir tidak pernah ada orang yang bertemu dengannya. Kali ini dia dapat bertemu langsung. Tentu hal ini sangat menyenangkan Jieji, dia sangat ingin mencoba kungfunya dari dulu. Apakah benar kalau Pei Nan Yang itu sangatlah sakti. "Tidak disangka Lau Chienpei adalah tokoh dunia persilatan yang paling terkenal itu..." kata Jieji sambil menghormat dalam kepadanya. "Nama saya adalah Dekisaiko Oda dari Dongyang." katanya kembali. Qianhao yang mendengar keluarga Oda sempat terheran sebentar. "Dekisaiko Oda? Jadi anda punya hubungan dengan Hikatsuka Oda dari Dongyang itu?" tanya Qianhao dengan agak keheranan. "Tentu.. Dia adalah ayahku...." Kata Jieji kemudian. "Ha Ha Ha Ha........" Zeng Qianhao tertawa dengan deras. Tetapi tertawanya ini di iringin dengan tenaga dalam. Jieji hanya tenang saja melihat tingkah orang tua tersebut. "Kalau begitu inilah yang namanya teman lama. Dia pernah menjadi sahabatku selama berpuluh tahun. Tidak disangka malah aku bertemu dengan anaknya disini." kata orang tua ini dengan girang. "Ada sesuatu hal yang ingin kusampaikan pada anda..." kata Jieji dengan serius. "Hm... Ada hal apa?" tanya Qianhao kembali. "Saya adalah orang yang membunuh guru anda, Lu Fei Dan dan Bao Sanye adik seperguruan Lau Chienpei." kata Jieji mengakuinya. "Ha Ha Ha.... Hebat...Hebat... Pemuda yang jujur sangatlah kusukai. Mengenai guruku, itu adalah hal yang sudah lama sekali. Sekitar hampir 40 tahun yang lalu kami telah putus hubungan gara-gara guruku itu mau membunuhku. Selain itu, anda juga tahu. Bao Sanye adalah adik seperguruanku yang menuruti guruku. Jadi sejak lama mereka berdua tidak punya hubungan lagi denganku." kata Qianhao sambil tertawa keras kembali. Jieji yang sedari tadi menutup mukanya segera membuka kain di wajahnya. Pei Nanyang yang melihatnya tentulah sangat terkejut. Wajah temannya, Hikatsuka Oda terpampang jelas.

"Hari ini saya sangatlah bergembira. Tidak disangka benar apa yang anda ucapkan itu. Anda sungguh mirip teman lamaku itu...." Katanya kembali dengan ekspresi luar biasa gembira. Selang beberapa saat, orang tua yang tadinya dengan wajah girang. Sekarang telah berubah menjadi serius. "Bagaimana jika kita mencoba kungfu sebentar?" "Sungguh sangat memalukan. Tetapi jika Lau Chienpei ingin mencoba beberapa jurus. Yang muda hanya bisa menerima petunjuk itu dengan senang hati." kata Jieji seraya tersenyum. Sesaat itu... Hawa pertarungan telah membungkus. Jieji juga sepertinya tidak sabar, dia sangat bergembira bertemu dengan lawan setaranya. Dengan gerakan cepat luar biasa, Jieji segera menyerang dengan tendangan. Tendangan yang melesat sangat cepat ke arah dadanya dengan mudah ditangkis Qianhao. Sesaat itu, Qianhao mengeluarkan tapak untuk mengambil tempat yang terbuka di arah rusuk Jieji. Dengan langkah Dao, dia menghindar. Tapak yang mengenai tempat kosong segera di sapu ke arah Jieji yang menghindar. Dengan gerakan menarik sebelah kakinya ke belakang, kaki lain Jieji kembali menggunakan jurus tendangan mayapada. Benturan segera terjadi. Tapak tangan melawan tapak kaki. Keduanya terpental beberapa langkah ke belakang. "Hebat anak muda... Tendangan mayapadamu jelas lebih hebat daripada yang sanggup dikeluarkan teman lamaku itu." kata Qianhao sambil tersenyum. "Terima kasih Lau Chienpei telah mengalah." kata Jieji dengan sopan. Kali ini Jieji mengubah jurus tendangannya. Dia datang dengan tendangan yang menyapu. Ketika hampir sampai, telapak tangan Qianhao segera keluar sinar sekejap. Sapuan tendangan kembali berlaga dengan tapak. Benturan ini dahsyat, air sungai di sekitar segera bergelombang dahsyat. Jieji terlihat terpental ke belakang sambil melayang, tetapi Qianhao hanya berdiri tegak. Saat Jieji hampir mendarat, Qianhao kembali datang dengan tapaknya dengan cepat. Sebelum sampai, dia melihat sinar sekejap yang datang luar biasa cepat padanya. Qianhao sangatlah terkejut. Segera dia mengubah haluan tapaknya untuk menahan jurus yang datang sangat cepat itu. Kembali suara benturan tenaga dalam terjadi. Kali ini terlihat Qianhao-lah yang terpental mundur beberapa langkah ke belakang.

Setelah sanggup berdiri dengan baik akibat dorongan tenaga dalam. Qianhao tertawa. "Ha Ha ... Kita betul seimbang. Tidak disangka kamu juga menguasai jurus ilmu jari dewi pemusnah.. Anak muda, kamu itu makin lama makin menarik..." kata Qianhao yang senang. Sesaat ketika kata-katanya selesai diucapkan. Kembali dia rapal tapaknya, kali ini tapaknya sangat berbeda dengan tapak sebelumnya. Tapak ini sangat terkenal di dunia persilatan, yaitu tapak mayapada. Jieji yang melihatnya segera mengubah suasana pertarungan. Dia patahkan sebuah ranting pohon yang pendek di sebelahnya. Dia tidak memakai pedang yang di pinggangnya, karena dirasa sangatlah tidak adil bagi Qianhao. Ketika keduanya telah siap. Qianhao segera melesat cepat.... Tapak Mayapada telah mengancam dengan luar biasa cepat. Jieji yang melihatnya, segera mengeluarkan jurus pedang ayunan dewa tingkat ke enam. Dia memakai ranting yang menusuk ke arah tapak. Ketika ranting hampir sampai ke tapak terbuka, jurus Jieji segera berbelok mengancam ke tenggorokan Qianhao. Dengan segera tapak yang sempat keluar itu dia tarik untuk melindungi tenggorokannya. Tusukan ranting pas mengenai tapaknya. Benturan tenaga dalam pun segera terjadi. Ranting yang dipakai Jieji segera koyak menjadi beberapa ratus bagian kecil. Ketika hampir sampai tubuh Jieji ke tapak Qianhao, dia mengerahkan tapaknya yang paling dahsyat. Seraya berputar tubuh, dia juga memutar lengannya satu lingkaran penuh. Dan segera mengarahkan ke tapak Qianhao. Tapak berantai tingkat 1 melawan Tapak mayapada tingkat 1 Qianhao. Benturan kali ini sangatlah dahsyat. Riakan air sungai makin menjadi. Tanah seakan bergetar sebentar ketika kedua tapak itu bertemu.. Hasil pertarungan segera tampak jelas. Jieji cuma bersalto ringan ke belakang. Sementara Qianhao terdorong ke belakang lumayan jauh sambil menyeret kakinya. "Hebat... Saya telah tahu kalau anda tidak mungkin hanya menguasai beberapa ilmu kungfu saja sudah demikian hebat. Tidak disangka jurus yang telah hilang di jagad persilatan itu masih dikuasai olehmu. Ilmu pemusnah raga... Ha Ha..." tertawa Qianhao dengan deras. "Ilmu pemusnah raga? Saya tidak tahu artinya. Ini hanya tapak berantai

ciptaanku dengan menggabungkan semua jurus yang pernah kupelajari..." Kata Jieji tentu dengan keheranan luar biasa sekali. Kenapa Qianhao bisa mengatakan kalau jurusnya adalah Ilmu pemusnah raga? "Ilmu ciptaanmu? Sangat heran... Jurus Ilmu pemusnah raga adalah sesungguhnya gabungan dari beberapa ilmu hebat di dunia persilatan. Kamu datang ke istana tentu ingin mencuri buku kisah ilmu itu kan?" tanya Qianhao kembali. "Betul Lau Chienpei. Beberapa tahun lalu di Koguryo, atas petunjuk seseorang dalam suatu mimpi. Dia memintaku untuk menggabungkan semua jurus yang kupelajari menurut semua inti semesta, yaitu Air, tanah, angin dan api. Sehingga saya menciptakan jurus tapak yang lima tingkat itu." kata Jieji dengan jujur kepadanya. "Apa? Jadi jurus itu adalah jurus ciptaanmu sendiri? Hebat nak... Saya sangat menyalutimu. Apa nama jurus tapak yang kamu ciptakan itu? Setelah pulang, lihatlah dengan jelas buku yang kamu curi itu. Pasti kamu bisa mengerti dengan baik apa maksud saya itu..." kata Qianhao kembali dengan tersenyum. "Jadi begitu? Saya telah penasaran terhadap ilmu itu selama beberapa tahun lamanya. Ini adalah tapak berantai. Tidak disangka inilah jurus yang hampir sama dengan jurus dalam Ilmu pemusnah raga..." Kata Jieji dengan agak keheranan. "Tapak berantai? Hebat nak... Ini adalah tapak yang sangat cocok antara nama dan jurusnya." kata Qianhao dengan puas. "Oya Lau Chienpei, bisa anda ceritakan kenapa tapak mayapadamu sangat berbeda dengan orang yang menguasainya itu? Disini tapakmu 10 kali lebih hebat dan cepat dari tapak yang biasa dikeluarkan." tanya Jieji kemudian. "Sama sepertimu, sebenarnya saya menggabungkan tiga ilmu tapak ke dalam tapak mayapada. Sehingga jurus ini bisa dikatakan tapak pemusnah raga." kata Qianhao. Saat selesai pembicaraan, keduanya mendengarkan langkah ilmu ringan tubuh yang dari jauh mendekati ke tempat mereka. Qianhao segera meminta pamit pada Jieji. Dia memberi hormat kepadanya dengan sangat sopan. Jieji juga membalasnya dengan sangat sopan juga. Sesaat itu, dengan ilmu ringan tubuh tingkat tinggi segera ditinggalkannya sungai kecil itu. Beberapa saat...

Jieji segera tahu siapa yang sedang mendekati tempat itu. Suara ringan tubuh yang sangat dikenalnya. Kemudian suara itu perlahan lenyap bersamaan dengan turunnya seorang wanita cantik. "Ha Ha... Kamu menungguku tentu sudah tidak sabar." kata Jieji seraya tertawa. "Tentu... Apa yang terjadi? Saya merasakan adanya hawa pertarungan disini tadinya, sekarang kok jadi lenyap???" kata wanita ini ternyata adalah Yunying adanya dengan agak keheranan. Dia datang sambil membawa buntalan yang berisi baju mereka berdua. "Saya akan menceritakannya begitu sampai di istana." kata Jieji kemudian sambil mengambil buntalan di tangan Yunying. Lalu dengan cepat, mereka mengganti baju mereka dan segera menuju ke timur kota untuk masuk kembali ke istana.

BAB XLVIII : Pemuda aneh asal Dongyang Di dekat kota Pyungyang. Pintu Timur... Dengan mengambil langkah yang pelan dan santai, mereka pura-pura memasuki kota. Penjagaan kota memang telah diperketat dengan sangat cermat bagi yang ingin meninggalkan atau memasuki istana. Karena mereka berdua jelas dilihat oleh penjaga ketika keluar dari kota Timur, maka dengan sekembalinya mereka berdua, Penjaga hanya mengizinkan mereka berdua masuk tanpa bercuriga. Jieji dan Yunying yang masuk ke dalam kota segera menuju ke kediaman mereka di belakang istana. Disana telah terdapat 3 orang yang lainnya yaitu Pangeran Hongyun, Wei dan Xieling. Setelah mendengar bahwa pencuri telah kabur dari istana, Pangeran bertiga segera minta pamit pada Chonchu. Jieji sengaja meminta kepada teman-temannya untuk menyibukkan Chonchu. Karena di dalam istana, Jieji tahu yang berilmu tinggi hanya dia seorang. Oleh karena itu, selain menyibukkan dia maka akan sangat susah mengendap ke istana untuk mencuri. Tetapi Jieji dan teman-temannya sama sekali tidak tahu kalau Chonchu juga mengetahuinya. Setelah mereka duduk dan tenang sejenak. JinDu mulai menanyai kakak keduanya dengan suara pelan. "Kakak kedua.. Apa yang kamu dapatkan?"

Seraya mengeluarkan buku di balik bajunya, dia memapangkannya di meja. Buku itu tertulis sangat jelas " Buku Kisah Ilmu Pemusnah Raga ". "Kamu belum menceritakan bagaimana kamu bisa bertarung hebat di sungai kecil itu." Tanya Yunying kepadanya dengan mengerutkan dahinya. "Betul.. Mungkin lebih perlu jika kuceritakan hal itu kepada kalian terlebih dahulu." kata Jieji kemudian. Wei dan Xieling serta pangeran agak terheran. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Jieji yang pulangnya agak telat dari waktu yang diperkirakan. Namun dengan segera, Jieji menceritakan bagaimana pertemuan dia dengan tokoh no 1 dunia persilatan itu dan bagaimana dia dengannya bergebrak sebentar. "Wah.. Hebatt.... Bahkan Pei Nanyang saja sanggup kamu kalahkan. Tidak sia-sia aku mengagumimu sangat." Kata Yunying sambil tersenyum bangga pada Jieji. "Tidak juga... Qianhao lebih hebat tenaga dalamnya dibanding diriku. Saya cuma untung-untungan menang melawannya. Ini cuma disebabkan karena adanya ilmu tapak berantai. Jika tidak, selamanya pun tidak sanggup ku desak dia..." kata Jieji sambil tersenyum. "Kalau begitu, memang benar gosip itu adanya? Pei Nanyang betul-betul orang yang hebat .." kata Wei Jindu. "Betul... Dalam pertarungan tersebut, saya juga mutlak kalah padanya jika tidak kukerahkan tapak berantai. Dia benar manusia hebat luar biasa." kata Jieji yang memuji Qianhao, Pei Nanyang. "Ohyah.. Saya benar penasaran, kamu tidak pernah menceritakan bagaimana kamu bisa menciptakan tapakmu yang sangat hebat itu?" kata Yunying yang memandangnya sambil mengerutkan dahinya. Jieji memandangnya dengan sekilas. "Lain kali sajalah...." katanya dengan membuang mukanya. "Tidak... Tidak bisa... Tempo lalu kamu sudah mengatakan untuk lain kali.. Sekarang lain kali lagii...Masak mau kamu kujambak pulang ke Hefei terlebih dahulu baru mau kamu ceritakan? Atau jangan-jangan kamu mau aku dah jadi nenek-nenek dulu baru kamu ceritakan kepadaku???" Kata Yunying seraya bercanda dengannya tetapi dengan setengah niat memaksanya. Mereka hanya tertawa saja melihat tingkah kedua orang tersebut.

"Baik.. Baik.. Lagian waktu kita masih panjang, saya akan menceritakannya..." Kata Jieji kemudian dengan wajah kesal sambil memandang si nona. Tetapi Yunying hanya tertawa geli saja sambil memandangnya. *** 6 Tahun lalu. Kota Ye Chen... Jieji seperti biasa.. Dia berjalan menelurusuri wilayah satu kota ke kota lainnya dengan berharap bahwa dia bisa menemukan sisa petunjuk tentang Ilmu no 1 sejagad itu. Setelah tiba di kota Ye. Dia mendengar gosip di kota bahwa para pesilat dari daratan tengah sedang menuju ke utara padang pasir. Ada gosip baru yang menyatakan kalau ilmu itu "ada" di tanah tua Mongolia. Jieji yang sebenarnya tidak ada kerjaan lain tentu tidak bermasalah jika dia menyusul ke Mongolia. Dengan segera, dia melarikan kudanya ke kota tujuan lain dan memasuki wilayah Han Utara. Setelah melewati kota YiChou, Jieji telah siap menuju ke utara. Dari sana dengan jarak sekitar 100 li ke utara, maka tanah tua Mongolia bisa dicapai. Namun, dalam perjalanannya yang hanya beberapa Li. Dia dicegat oleh seseorang. "Siapa anda? Mengapa menghalangi jalanku?" tanya Jieji sopan kepadanya. Tetapi orang ini hanya diam seribu bahasa sambil memandangnya beberapa saat. Jieji melihat perawakan orang tersebut. Umurnya palingan hanya 20 tahunan. Tingginya hanya 5 kaki lebih. Wajahnya sangatlah tampan, tetapi di pipi kanannya terdapat sebuah goresan yang lumayan panjang. Wajahnya sangat khas yaitu wajah khas orang Dongyang, begitu pula pakaiannya yang tidak mirip pakaian orang daratan tengah. Di tangan orang terpegang pedang panjang dengan sarung dan sedang berpangku tangan. "Serahkan pedang di pinggangmu jika tidak ingin terjadi apa-apa dengan dirimu..." kata orang tersebut dengan mata yang sangat dingin. Jieji segera sadar. Orang di depannya bukanlah sembarang orang. Segera hawa pembunuhan muncul dengan berdesir dan merindingkan bulu kuduk. Penyerang tanpa banyak bicara karena melihat reaksi Jieji yang enggan menyerahkan pedang, lalu dengan segera dia mencabut pedangnya.

Pedang penyerang tidak lain tentu adalah pedang panjang dengan 1 sisi tajam, Katana. Pemuda aneh ini lari ke arahnya dengan kedua tangan siap di arah pegangan pedang. Gerakan pemuda itu sangatlah cepat. Jieji segera terkejut, dia segera melompat dengan ilmu ringan tubuh menjauhi kudanya dan melompat tinggi melewati pemuda itu. Sambil mencabut pedang di pinggang, Jieji segera mengeluarkan jurus pedang ayunan dewa. Tetapi jurus ini sepertinya dengan mudah ditahan penyerang. Dalam beberapa gerakan kelihatan Jieji sangat terdesak. Beberapa goresan telah jelas tertampak di tubuhnya. Jurus pedang ayunan dewa sepertinya bukan tandingan jurus pedang pemuda aneh tersebut. Mereka sempat bergebrak puluhan jurus. Jurus pemuda ini aneh dan sangat mengancam. Sementara Jieji hanya bisa menahan dan menghindar tanpa ada celah untuk menyerang baginya... Dalam satu ketika, jurus pedang pemuda itu makin mengancam. Dengan satu gerakan nan dahsyat, dia mengeluarkan hawa nan tajam yang keluar dari katana. Jieji yang melihatnya, hanya bisa menahan hawa pedang dengan pedang Ekor api. Namun tak ayal, Jieji terseret ke belakang dengan sedikit luka dalam. Lalu dengan gerakan yang teramat cepat sebelum Jieji siap benar kembali, pemuda ini loncat sangat tinggi. Dengan jurus membelah, dia segera membacok ke bawah... Yang diincarnya kali ini tentu batok kepala Jieji. Jieji sangatlah terkejut, dalam posisi ini dia serba salah. Mundur memang bisa, tetapi jika jurus membelah itu diubah menjadi membacok ke samping, maka riwayatnya pasti tamat ketika itu. Sepertinya kali ini dia tidak punya pilihan lain... Dengan gerakan pasti sambil menarik nafas, pedang yang datang sangat cepat itu segera dikepit dengan kedua tapak tangannya. Hawa di sekitar radius 5 kaki segera tidaklah ramah. Tanah di bawah kakinya yang agak berpasir itu segera membelah membentuk lingkaran besar karena hawa penyerangan yang datang dari atas itu sangat dahsyat. Dengan mengerahkan semua kekuatannya, si penyerang terus menekan. Sementara dari hidung dan bibir Jieji telah mengalir darah segar. Dalam keadaan serba bingung seperti itu, segera Jieji mendapat akal dadakan. Tidak dipedulinya lagi bacokan itu walaupun gerakan kali ini sangatlah berbahaya. Dengan seluruh tenaganya Jieji menyampingkan pedang yang sedang dikepitnya itu. Tidak dipedulikan bacokan itu mengenai dadanya.

Dengan gerakan memutar dan bersalto. Jieji mengerahkan tendangan mayapada untuk menghantam perut si penyerang. "Dhuakk...." Suara tertendang sangat jelas. Sementara bacokan pedang juga sama mengarah ke bahu Jieji sampai ke perutnya. Dalam keadaan itu, keduanya jatuh terbaring. Jieji masih sanggup berdiri, karena luka itu hanyalah goresan. Sementara penyerang bangun dengan memegang perutnya yang tanpa perlindungan tadi di tendang dengan jurus maha dahsyat. Penyerang tadinya segera muntah darah sangat banyak. Resiko kali ini dimenangkan oleh Jieji meski di tubuhnya juga terdapat sebuah goresan panjang. *** Yunying yang mendengarkannya dengan asik segera mendekati Jieji. Dia membuka bajunya dengan perlahan dan mengintip ke dalam.. Goresan itu masih terlihat lumayan jelas di sebelah kiri bahu pemuda itu dan turun sampai dekat perutnya. Sesaat Yunying merasa tidak enak hati juga. "Apa masih sakit?" tanya Yunying sambil mengerutkan dahinya. Jieji mendorong pelan kepala si nona sambil bercanda dengannya. "Kalau masih terasa sakit sampai sekarang berarti suamimu ini bukan lagi manusia..." Mereka segera tertawa geli mendengar kata-kata Jieji. "Kalau kamu ketemu sekarang.. Hajari dia sampai babak belur.. Bagaimana?" tanya Yunying kembali. "Tidak perlu.. Jangan-jangan kungfu orang itu malah telah lebih tinggi dariku saat ini." kata Jieji sambil berpikir, diingatnya jurus kungfu pemuda itu yang sama sekali tidak ada celah. "Jadi kalau begitu berarti kakak kedua sama sekali bukan tandingan si pemuda aneh saat itu?" kata Wei Jindu. "Betul.... Saat itu saya sama sekali bukanlah tandingannya meski di tanganku tergenggam pedang Ekor Api.." Kata Jieji seraya mengenangnya kembali kejadian itu. *** Jieji yang melihat penyerang sempat roboh, dengan segera dia menuju ke kudanya. Sambil memacu cepat, dia mengarahkan tujuannya yang tadinya

adalah ke utara dan menuju ke arah timur. Penyerang yang tidak puas segera merapal jurus barunya. Dengan tarikan nafas panjang yang di dengar Jieji dengan jelas walau terpaut puluhan kaki. Sebuah sinar terang berbentuk sabit segera keluar dengan luar biasa cepat. Kuda yang dinaiki oleh Jieji adalah kuda bintang biru. Kuda tersebut tahu bahwa bahaya segera mendekat. Meski dalam keadaan lari yang luar biasa kencang, dia bisa menghindari hawa pedang sabit yang sangat menusuk itu. Jieji sambil memegang dada segera mengikuti pergerakan kudanya yang menyamping menghindari hawa pedang. Hawa pedang yang lolos sempat bertemu dengan pohon kecil di samping mereka yang jaraknya sudah seratus kaki. Segera terdengar suara pohon terbacok yang sangat keras. Pohon langsung terbelah dua di tengah... Sungguh hebat jurus ini, meski jurus ayunan pedang dewa tidak mampu melakukannya. Dengan cepat, Jieji dan kudanya segera melaju. Segera dilihatnya tangan yang memegang dadanya. Darah sungguh banyak mengalir. Sesungguhnya arah Jieji adalah wilayah utara, yaitu tanah tua Mongolia. Dengan sangat sadar, Jieji tahu kalau si penyerang akan mencarinya kembali jika dia menuju ke tanah tua Mongolia. Oleh karena itu dia segera menuju ke tanah Koguryo. Yang letaknya juga tidak begitu jauh lagi dari posisinya. Dalam 5 jam, Jieji telah sampai di perbatasan antara Han utara dengan Koguryo. Penjaga disana memang sangat brutal terhadap orang luar. Mereka tidak suka orang China daratan yang sampai disana. Belasan serdadu yang melihat seorang pemuda berkuda dengan cepat ke arah mereka. Dengan segera mereka berniat untuk mencegatnya, tetapi Kuda bintang biru segera melesat dengan melompat sangat tinggi melewati para penjaga. Para penjaga hanya bisa keheranan, tetapi mereka tetap mengejar dengan cepat ke arah perginya orang tersebut bersama kuda yang lihai itu.

BAB XLIX : Inti dari Ilmu dahsyat, Tapak Berantai Jieji segera memacu kudanya tanpa tujuan jelas. Baginya yang terpenting adalah menghindar dari bahaya duluan. Selama 2 jam dari perbatasan Koguryo, dia terus memacu kudanya ke arah timur. Beberapa saat kemudian, maka sampailah dia di sebuah danau kecil dekat hutan.

Jieji segera turun dari kuda gagahnya,dan membuka bajunya yang telah berlumuran darah yang banyak. Lukisan Xufen dan 5 orang di gurun yang selalu bersamanya memang terkena bercak darah yang tidak sedikit. Jieji sepertinya lebih mementingkan lukisan itu daripada tubuhnya yang tergores pedang. Segera dia bersihkan lukisan itu dengan hati-hati. Bahan dari lukisan bukanlah kertas biasa. Kertas itu berasal dari daerah Persia yang sangat terkenal dan tidak gampang basah. Setelah membersihkan lukisan itu, Jieji cukup puas juga. Karena hanya sedikit bagian yang lusuh seperti terkena air, tetapi tidak sempat merusak lukisan tersebut. Setelah itu dia baru mengobati dirinya sendiri dengan mengoyak lengan bajunya dan membalut luka goresan yang cukup panjang, sementara beberapa goresan kecil tidak berarti apa-apa baginya. Selang beberapa jam kemudian, dia hanya bersemedi untuk mengobati luka dalamnya. Setelah selesai, Jieji merasa aneh juga. Dia sampai di sebuah tempat yang tidak ada penghuninya. Dia memperhatikan sekeliling, disana terlihat pohon-pohon yang besarnya luar biasa, danau kecil di samping dengan air terjun yang kecil di hulu. Dia beranjak dari tempatnya sambil menunggang kuda untuk memeriksa sekeliling. Saat itu langit hampir gelap, dan matahari mulai tenggelam. Tanpa sadar, dia pun sudah mulai kelaparan. Diperhatikan buah-buah di pohon yang menjulang tinggi itu. Namun dia sama sekali tidak mengenal buah apa yang terdapat pada pohon. Dengan ilmu ringan tubuh, segera dipetiknya beberapa biji buah dari pohon yang menjulang tinggi. Kemudian diperhatikan kembali buah berwarna orange tersebut. Di China daratan, dia tidak pernah melihat buah semacam ini. Buah tersebut mirip jeruk, namun lebih besar. Besarnya sekitar besar buah melon. Karena tidak ada makanan yang bisa dimakannya, maka Jieji segera mengupas buah ini. Dengan lahap dia memakan habis 3 biji buah "Aneh" itu. Karena tidak ada tempat pergi, sementara waktu telah lumayan malam. Jieji segera mencari tempat yang lumayan baik dan bisa keluar dari hutan untuk bermalam. Tetapi setelah dikelilinginya daerah tersebut, dia kembali merasa aneh. Karena tidak sanggup keluar dari tempat ini, seakan-akan dia selalu kembali ke danau kecil. Namun Jieji tidak ambil pusing mendapati fenomena ini, karena

dianggapnya waktu telah malam, maka daripada itu susah untuk keluar dari wilayah yang mirip hutan tersebut. Dengan tidak berargumentasi lebih lanjut, dia mencari goa kecil atau tempat yang layak untuk bermalam disana. Setelah beberapa saat, dia mendapati sebuah goa yang lumayan layak untuk di tempati. Karena tidak ada penerangan, maka dicabutnya pedang Ekor api dari sarungnya. Sinar merah menyala segera tampak. Goa ini panjangnya memang tidak seberapa, tetapi cukup luas untuk di tinggalinya. Segera di periksa dengan jelas apakah di goa ini terdapat binatang beracun atau tidak. Jieji berjalan beberapa tindak ke depan. Sesaat dia memandang sekeliling dinding. Tetapi langsung dia terkejut. Di dinding terdapat beberapa ukiran bahasa China, Dan juga terdapat banyak ukiran bentuk manusia yang berlatih kungfu. Ukiran sebenarnya tidaklah diukir dengan senjata tajam biasa. Tetapi diukir dengan sebuah benda yang berwarna biru muda terang. Pedang Ekor api yang mendekat ke dinding membuat ukiran aksara dan gambar menjadi terang berkelap-kelip. Jieji yang melihatnya sangat terkejut mendapati fenomena semacam ini. Dan juga karena jurus kungfu di dinding sangat jelas dan sangatlah di kenalnya. Jurus kungfu itu tidak lain adalah jurus Ilmu Jari dewi pemusnah ciptaan Dewa sakti. Dia periksa dengan teliti, jurus ini terdiri dari 6 bagian. Semua jurus yang pernah dihapalkan Xufen kepadanya tentu terukir di dinding itu. Setelah mengamati sambil terkagum-kagum, Jieji segera menuju ke bagian yang agak dalam. Dinding disini lebih aneh. Masih sama dengan dinding yang di depan, tetapi jurus ilmu yang diukir di dinding kali ini tidak di kenalnya. Tetapi tidak begitu asing baginya. Jurus di dinding sangat bertolak belakang dengan jurus yang dikuasainya juga yaitu "Ilmu dewa penyembuh tenaga dalam". Ilmu ini terbalik karena mengajarkan cara membuyarkan tenaga dalam. Sedang ilmu dewa penyembuh adalah mengajarkan bagaimana cara untuk meningkatkan tenaga dalam. Jieji merasa aneh, entah siapa yang menciptakan kungfu yang sama sekali tidak perlu dipelajari itu. Dengan tidak melihat jurus kungfu "Aneh" ini lebih lanjut, dia menoleh ke belakang. Dia mencoba untuk melihat apakah di dinding juga ada goresan serupa. Ternyata apa yang dikiranya jitu. Di situ tertulis jelas beberapa aksara China yang besar. Lalu dengan pelan-pelan dia membaca aksara tersebut.

"Inilah gua misteri. Berpuluh-puluh tahun saya telah memecahkannya. Jurus Ilmu Jari Dewi pemusnah adalah layak untuk melengkapi jurus yang terakhir dari semua jurus yang ada. Dewa sakti mengira saya tidak tahu bagaimana cara memahami jurusnya. Ternyata dia salah besar. Ha Ha Ha....." Di bawah dinding terukir "Ilmu dewa harus dipelajari bagi siapapun yang melihat jurusnya." Jieji yang membacanya tentu heran. Dia berpikir mungkin orang yang mengukir jurus adalah orang yang bertantangan dengan Dewa Sakti, gurunya Yuan Xufen. Tetapi disini sama sekali tidak tertulis siapa nama orang yang mengukirnya. Jieji tetap penasaran. Kembali dilihatnya jurus "Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam" yang sempat diungkit di dinding itu. Dia meneliti dengan cermat, bagaimana perbedaan kedua Ilmu dewa itu. Saat dia berkonsentrasi dan memikirkan tentang perbedaan keduanya, tiba-tiba dia merasa sangat pusing. Kepalanya seakan-akan bergoyang sangat cepat. Pandangannya sangat kacau. Tanpa tersadar, dia segera jatuh tak sadarkan dirinya disana. Beberapa saat... Jieji sepertinya telah bangun. Tetapi keadaannya sangat lemah. Dia mengusahakan dirinya untuk berdiri semampunya. Dilihatnya sekeliling daerah sana. Namun gelap sekali. Seteleh beberapa saat sampai dia mampu melihat sekeliling, dia berusaha berjalan. Jieji sangat heran, diusahakannya dirinya untuk mengingat kejadian sejak tadi sebelum dia roboh. Untuk sekilas, semua ukiran di dinding tentang "Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam" terbayang dengan jelas. Tetapi hal tersebut malah membuatnya makin pusing. Dia tidak mampu menguasai dirinya untuk beberapa saat. Sampai terdengar sebuah suara. "Kamu mengingat jurus di dinding itu?" Jieji segera terheran-heran sambil melihat sekeliling. Ditelitinya tempat itu, dan dilihatnya bahwa selain gelap gulita maka tidak ada sesuatu yang bisa dilihatnya lagi... Tetapi suara itu telah menolongnya dan membuatnya kembali ke alam sadar. Kepalanya yang tadinya sempat bergoyang-goyang, sekarang telah baikan kembali. "Siapa? Mohon petunjuk Lau Chienpei kenapa saya bisa sampai ke tempat ini?" tanya Jieji yang memperkirakan suara orang itu termasuk suara orang yang jauh lebih tua darinya.

"Lau Chienpei??? Ha Ha Ha............" terdengar suara orang tersebut tertawa sangat panjang. Jieji heran, kenapa orang yang dipanggil tetua malah tertawa besar. "Jadi bukan lau chienpei lantas apa yang perlu kupanggil kepada anda?" "Saya ini adalah leluhurmu... Bagaimana kamu bisa memanggilku Lau Chienpei?" suara orang itu muncul kembali. Kali ini Jieji lebih heran, dia cuma berpikir tanpa mengeluarkan suaranya lagi. "Kamu memang pantas menjadi penerus keluarga Oda. Tetapi kungfumu sekarang sangatlah jelek....." "Mohon petunjuk kakek tua untukku. Saya sadar kalau kungfu saya memang masih jelek sekali." Kata Jieji sambil mengambil gerakan memberi hormat. "Semua ilmu yang kamu pelajari memang ilmu kelas tinggi yang jarang ada orang yang bisa menguasainya dengan cermat. Apakah kamu tidak pernah berpikir untuk menggabungkan semua energi di dalam tubuhmu menjadi satu?" kata suara itu dengan perlahan tetapi berwibawa. Jieji bisa menangkap apa maksud perkataan orang tua itu. Dia berpikir keras. Setiap dia mengeluarkan salah satu jurus yang pernah dipelajarinya, dia selalu merasa tidak cukup kuat. Sekarang orang tua itu menganjurkan menggabungkan semua hawa energi menjadi satu dan mengeluarkannya dengan sama-sama. Tetapi ada hal yang tidak di mengerti oleh Jieji. "Kakek tua.... Bagaimana cara menggabungkan semua jurus itu menjadi satu? Mohon berilah sedikit petunjuk kepada cucumu ini....." kata Jieji dengan sopan. "Semua unsur di dunia saling melengkapi. Unsur air, bumi, angin dan api adalah perpaduan semua materi yang ada di dunia. Semoga kamu dapat mengertikan artinya itu.......Pikirkanlah baik-baik..........." kata suara itu dengan cermat dan terakhir hilang. "Tetapi.... Kakek tua...." Jieji terus berteriak. Tetapi suara itu tidak muncul lagi sama sekali. Untuk sesaat, tiba-tiba kepalanya merasa sangatlah pusing. Dia kembali terjerembab dan jatuh.

Jieji merasa seperti kehilangan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Dan akhirnya dia tertidur dengan pulas sekali. Ketika kedua matanya dibuka kembali. Jieji segera bangun dan berdiri. Waktu telah pagi... Matahari telah ayal-ayalan. Suara air terjun terdengar lumayan jelas. Lalu dilihatnya sekeliling kembali, ternyata dia telah kembali ke goa kecil. Pedang Ekor api masih terjatuh di tanah. Rupanya dia sedang bermimpi pikirnya.Tetapi mimpinya itu sangatlah jelas. Untuk sesaat dia kembali memikirkan tentang perkataan orang tua itu sambil berjalan keluar untuk mencuci muka. Ketika dia berjalan keluar, lantas dibenaknya terdapat sesuatu hal. Segera sambil berlari kecil dia menuju ke danau kecil. Dilihatnya air danau itu, dari air danau terpantul cahaya matahari, dan karena dasar danau dangkal maka dia mampu melihat bebatuan dan tanah di bawahnya. Sekilas dia kembali berpikir... Kemudian dirasakannya hembusan angin yang sepoi-sepoi. Saat itu tiba-tiba dia berteriak kegirangan. Sepertinya Jieji telah mengerti apa perkataan orang tua dalam mimpinya tersebut. Semua jurus yang dipelajari memang benar adanya terdiri dari 4 unsur utama dari alam semesta. Air, tanah, Angin dan Api adalah 4 unsur yang saling bertolak belakang dan terakhir 4 unsur menjadi saling melengkapi. Air dan Api adalah 2 buah unsur yang sama sekali tidak selaras, begitu juga Angin dan tanah yang diibaratkan langit dan bumi yang tidak mempunyai keselarasan. Tetapi jika keempat unsur tersebut digabungkan maka yang tercipta adalah materi. Dalam kitab ilmu kuno tentang mistik menyatakan seorang manusia terdiri dari 4 unsur yaitu air, api, tanah dan angin. Air dalam diri manusia tentu dimaksudkan air yang diminum, kelenjar, serta lain-lainnya. Api adalah darah, darah mengatur semua unsur dalam tubuh untuk dibawanya karena darah menjadi alat utama untuk menggerakkan pompa jantung. Tanah diibaratkan sebagai daging manusia. Sedangkan angin adalah tulang manusia. Semua unsur bertolak belakang ada di dalam manusia dan hebatnya unsurunsur itu tidaklah bertolak belakang satu sama lain ketika digabungkan sehingga manusia bisa hidup dengan baik. Jieji girang mendapati sesuatu hal yang tidak lain tentunya adalah inti ilmu sejati dengan menggabungkan semua jurus yang pernah dipelajarinya. Dan sungguh kebetulan sekali kalau 4 unsur utama juga terdapat pada 4 jurus yang dipelajarinya dengan cermat.

Jurus Ilmu penyembuh tenaga dalam adalah jenis air, karena memberi manfaat menyembuhkan diri. Jurus tendangan Mayapada adalah jurus yang seperti tanah karena kokohnya tendangan itu. Jurus Langkah Dao tentu adalah jurus yang diibaratkan dengan gerakan angin yang tanpa dapat dilihat tetapi membawa manfaat. Sedang jurus Ilmu jari dewi pemusnah sangat dahsyat, keluarnya tenaga dalam jurus itu seperti api yang menjilat. Dari sini dia mendapati ilham untuk kembali memahami semua energi di atas dan menciptakan sebuah kungfu yang baru. Jieji hidup disana selama 1 bulan untuk menggabungkan semua jurusnya. Dan sungguh kemajuan yang sangat luar biasa. Dalam 1/2 bulan saja dia telah berhasil menciptakan 4 tingkatan tenaga dalam tapak berantai. Setiap tingkatan dalam jurusnya semakin tinggi maka semakin dahsyat. Perputaran 4 energi sekaligus memang menghasilkan energi baru yang mengagumkan. Jurus tapak berantai yang pertama adalah jurus yang diambil dari energi "Air". Air memang kelihatan lemah, tetapi perputarannya terhadap benda jelas paling dahsyat dibanding dengan materi lain. Tapak berantai kedua mengandalkan energi "Tanah". Tanah yang penuh gravitasi menyerap segala sesuatu yang jatuh padanya. Tetapi tanah tetap kokoh tak terjatuhkan adanya. Tapak berantai tingkat ketiga mengandalkan energi "Angin". Setiap jurus yang datang padanya akan mampu dibalikkan seperti kuasa angin yang mengikuti suhu udara. Semakin panas energi datang maka angin yang lebih dingin akan berhembus berbalik ke daerah yang panas dimana energi itu datang. Tapak berantai tingkat keempat diambil berdasarkan energi "Api". Api membakar semua materi yang ada. Tetapi api disini tentu maksudnya adalah sinar matahari yang terus menembus dan tidak ada yang bisa menghalanginya. Serangan tingkat empat tapak berantai teramat dahsyat. Sedangkan tapak berantai tingkat lima adalah gabungan semua jurus dari 4 energi tapak. Jadi bisa dikatakan kalau tapak berantai tingkat lima adalah penggabungan 2 kali energi dari semua unsur. Karena dalam kitab mistik kuno menyatakan kalau 4 unsur yang digabung akan menjadi unsur "Emas/Logam".

BAB L : 5 Sesepuh Tua

Mereka sangat asyik mendengar cerita Jieji tentang pertualangannya yang barusan diceritakan. Mereka sangat mengagumi pertualangan ilmunya yang baru setengah bulan saja sudah dipahaminya dengan betul. "Kalau begitu, tapak berantai tingkat lima betul tanpa tanding yah?" tanya Yunying sambil tersenyum padanya. "Tidak juga.. Di dunia ini tidak ada istilah tanpa tanding. Di atas langit pasti ada langit lagi..." kata Jieji sambil berpikir. "Tapi cerdasnya kakak sampai bisa berpikir kalau semua jurus yang telah dipelajari kakak mengandung 4 unsur utama pembentuk jagad." kata Wei yang memuji kakak keduanya. "Tidak juga dik... Kamu tahu? Jurus tapak Buddha Rulai-mu juga mengandung unsur "API" yang membara kan? Selain itu, jika adik juga berhasil mendalami ilmu lainnya yang mempunyai unsur yang berbeda dan kesemua ilmu mempunyai tingkatan yang sama maka adik bisa menciptakan jurus yang baru juga." tanya Jieji sambil memandangnya. "Betul kak... Kalau dipikirkan, jurus tapak Buddha Rulai memang paling dominan mengandung unsur api. Kalau menciptakan jurus yang baru mungkin aku tidak secerdas itu kak..." kata Wei sambil mengangguk dan tersenyum. "Yang saya heran adalah kenapa Pei Nanyang yang sempat bergebrak denganmu mengatakan kalau Tapakmu adalah Ilmu Pemusnah raga?" tanya Yunying kembali kepadanya. Jieji berpikir sebentar, kemudian seraya menunjuk ke meja, dia berkata. "Jawabannya pasti ada di sana...." Buku yang telah diletakkan di meja itu segera diperhatikan mereka semua. Sambil berjalan ke depan, Yunying meraih buku yang berjudul "Kisah Ilmu Pemusnah Raga" tersebut. "Biar saya yang bacakan yah...." kata Yunying sambil tersenyum. *** Akhir zaman menjelang runtuhnya Dinasti Tang, Kaisar Ai Di... Saya adalah seorang pelayan yang melayani 5 orang dahsyat itu di lembah Gunung Hua, karena tiada kerjaan setelah pelayanan, saya menulis buku tersebut. Di dunia terdapat 5 manusia mengagumkan dan menggemparkan dunia persilatan. 5 orang itu tak lain adalah Dewa Semesta, Dewa Sakti, Dewa Ajaib, Dewa

Manusia dan Dewa Bumi. Mereka berusaha untuk menciptakan Ilmu baru yang akan menggemparkan seluruh jagad raya. Dengan menggabungkan semua inti ilmu dari semua ilmu ciptaan mereka masing-masing. Semua ilmu mengandung unsur dari semua unsur di jagad raya yang kesemuanya adalah saling bertolak-belakang. Seperti Yin dan Yang, kesemuanya bisa bercampur dan saling melengkapi satu sama lainnya. Ke 5 orang tersebut kabarnya pernah menjadi murid dari Maha Guru Xuan Wu dari Tanah tua Mongolia. Dewa Semesta adalah seorang pendekar yang berasal dari wilayah Si Zhuan, menempati JinBing Shan (Gunung JinBing). Dewa semesta mempunyai sifat yang sangat aneh, dia menciptakan jurus Tinju Semesta dan beberapa jurus yang mendukungnya yang dipelajari dari Guru-nya Jiang Xing yaitu Langkah Dao, Ilmu perpudaran alam semesta, dan Ilmu 8 Ba kwa pelindung. Yang kedua adalah Dewa Sakti, cucu murid dari Xue Yang yang pernah menggemparkan jagad persilatan. Dia menciptakan jurus Ilmu Jari Dewi pemusnah, dan belajar beberapa ilmu hebat peninggalan Xue Yang (kakek gurunya) yaitu Ilmu Memindah semesta. Selain itu Dewa sakti adalah orang yang paling pintar diantara 5 orang maha hebat, dia menguasai Lingkaran ajaib serta Ilmu tujuh bintang formasi dewa. Dia sering tampak di Gunung Dai dan Gunung Hua. Dewa Ajaib, seorang pendekar yang mempunyai sifat konyol luar biasa. Ilmu kungfunya adalah yang paling rendah di antara semuanya. Dia menciptakan Ilmu Pedang ayunan dewa dan Ilmu Golok Belibis jatuh. Dia pernah berguru kepada Han Dongming yang berasal dari wilayah Tibet. Disana dia mempelajari beberapa ilmu pengobatan dan pembedahan. Dewa ajaib mengambil daerah Gunung Heng selatan, daerah JiangNan. Dewa Manusia berasal dari Wilayah Dongyang, jauh letaknya dari negeri China daratan. Dewa Manusia yang paling hebat ilmu kungfunya di antara semua orang. Dialah orang yang menciptakan paling banyak ilmu hebat; Tendangan Mayapada, Ilmu Penyembuh tenaga dalam, Ilmu pembuyar tenaga dalam, dan Jurus tendangan matahari. Dikabarkan dalam pertarungan hebat di utara tanah tua Mongolia, Dewa Manusia keluar sebagai pemenang dan menjadi pemilik asli dari Pedang Ekor Api dan terakhir dinamakan sebagai Pedang Pemusnah Raga. Dia tinggal di Gunung Fu Tze ( Fuji ) di Dongyang. Dewa Bumi dikabarkan sebagai orang yang paling licik di antara mereka semua. Dia menciptakan Ilmu racun Pemusnah raga dan Ilmu Pedang bulan sabit. Dia juga meneliti semua racun paling hebat di seluruh dunia. Kabarnya dia tinggal di Gunung Qi, utara kota ChengDu.

*** "Jadi leluhurmu yang kamu ceritakan dalam mimpi itu adalah Dewa Manusia adanya??" tanya Yunying. "Mungkin saja, tetapi belum bisa kupastikan...." kata Jieji sambil berpikir dan mengelus dagunya. "Kalau begitu apa mungkin leluhurku dan leluhur keluarga Xia adalah sama, si Dewa ajaib itu, soalnya ilmu pedang keluarga Xia dan ilmu golok keluarga Wu diciptakan oleh orang yang sangat konyol itu?" kata Yunying sambil tertawa geli. "Mungkin juga, tetapi seiring perkembangan zaman mungkin juga ilmu itu telah di wariskan ke orang lain mengingat kejadian di buku adalah kejadian sekitar 70 tahun lalu." kata Jieji. "Pantas dewa sakti sangat awet muda yah.. Mungkin dia mendapatkan obat "Chang Shen Bu Lao.. Padahal umurnya paling sedikit sudah 100 tahun lebih." kata Yunying. Jieji yang mendengarnya cuma tersenyum. "Racun pemusnah raga ternyata diciptakan oleh Dewa Bumi. Tetapi ini sangat aneh. Sekarang racun itu kembali muncul, atau jangan-jangan orang itu masih hidup di dunia...." tanya Wei Jindu. "Tidak bisa dipastikan juga... Mungkin sesekali kita harus ke Gunung Qi untuk meneliti. Tempo lalu ketika kita menempatkan pasukan Sung di bawah Gunung Qi, tidak ada terdapat tanda-tanda aneh." Kata Jieji yang berpikir keras. Nona Xie Ling yang dari tadi mendengarkan mendadak berlutut di depan Jieji sambil menangis. "Guru.... Mungkin orang yang guru temui di YiChou adalah orang yang membunuh seluruh keluargaku." "Apa? Apakah kamu yakin?" tanya Jieji kepadanya. "Saya memang tidak melihat dengan jelas penampakan orang itu, karena saya diminta pura-pura mati oleh ibu ketika dia membantai seluruh keluargaku. Orang itu sepertinya menguasai jurus Ilmu pedang bulan sabit. Meski banyak orang di samping, saya cuma mengenali Zhang Lufu yang sangat membenci keluarga kita. Tetapi mereka tanpa turun tangan menyaksikan keluargaku yang dibantai sambil tertawa besar oleh orang yang dimaksudkan....." katanya sambil menangis makin menjadi.

"Hm.... Jika ada kesempatan untuk bertemu dengannya, aku akan menanyainya dengan pasti. Kamu tidak perlu menangis terlalu bersedih dahulu, jika memang benar dia yang membunuh keluargamu maka saya pasti akan memintakan keadilan untukmu..." kata Jieji dengan pengertian sambil membimbing berdiri si nona cantik. Mereka yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas... "Oya paman, kalau begitu Dewa semesta mungkin adalah orang yang mengajari kungfu pada Ayahanda kaisar?" tanya Hongyun kepada Jieji. "Betul, mungkin dialah orangnya. Saya pernah mendengar Xufen yang mengatakan kalau Dewa Sakti gurunya sangat akrab dengan seorang imam Dao yang umurnya sudah sangat lanjut. Kakak pernah belajar ilmu Langkah Dao dan tinju semesta yang terakhir disempurnakan menjadi tinju panjang Zhao Kuang-yin. Bisa dikatakan mungkin Dewa semesta adalah guru dari kakak pertama..." Kata Jieji. "Kalau benar cerita di buku, maka Dewa Bumi adalah orang yang sangat laknat. Semua ilmu kungfunya yang diciptakan malah membawa bencana yang lumayan besar di dunia persilatan sampai sekarang." kata Yunying. "Betul... Kamu coba lanjutkan lagi Ying..." kata Jieji kemudian kepadanya. *** 5 Orang tersebut berjanji untuk bertemu di lembah gunung Hua. Di sana mereka berjanji untuk menciptakan jurus paling hebat sedunia. Semua jurus mereka dipadukan dan diteliti semua orang guna mencocokkannya sehingga menjadi 8 unsur pembentuk semua "kekosongan" dan "keadaan". Tanpa terasa, waktu telah memasuki tahun ke 3. Semua ilmu dari kesemuanya hampir berhasil disatukan. Tetapi.... Pada hari terakhir, Dewa Sakti terlihat marah luar biasa kepada Dewa Bumi dan Dewa Manusia. Dia mengatakan tidak akan meleburkan jurus Ilmu Jari dewi pemusnah lagi. Dengan tanpa alasan jelas dia meninggalkan mereka semua. Dan terakhir diikuti oleh Dewa Semesta. Sementara 3 orang lainnya hanya terbengong-bengong. Alasan itu terakhir diketahui olehku. Dewa Bumi ingin menambahkan tenaga dalam racun di dalamnya. Tenaga dalam racun akan dibawa oleh tenaga dalam Jari Dewi Pemusnah. Disini Dewa Sakti segera marah luar biasa, dia menganggap bahwa jurus ciptaan mereka adalah ilmu yang lurus. Tanpa racunpun ilmu ini bisa menjadi yang paling sakti.

Sementara Dewa manusia ngotot untuk menambahkan ilmu Dewa pembuyar tenaga dalam yang asal-usulnya tidaklah diketahui. Dewa Sakti menganggap jika jurus pembuyar ditambahkan maka akan mengacaukan pelatihan. Semua orang yang berlatih akan kehilangan kendali mereka masing-masing. Bisa dikatakan proyek tentang ilmu 8 unsur tersebut menjadi terbengkalai gara-gara tidak adanya kesatuan hati masing-masing. *** "Jadi buku telah habis isinya?" tanya Jieji yang agak heran. "Betul..." Kata Yunying seraya memperlihatkan bagian belakang buku yang ternyata isinya kosong. "Mungkin ini hanya semacam buku harian dari seorang yang melayani mereka selama 3 tahun lamanya." kata Wei. "Mungkin juga begitu...." kata Jieji sambil berpikir. "Jadi 8 unsur yang dimaksud itu apa ya? Jurusmu kan hanya 4 unsur. Kenapa bisa ada 8 unsur?" tanya Yunying yang agak penasaran terhadap isi buku itu. Jieji telah tahu sesuatu yang dimaksud dari arti buku itu. "Betul... 4 unsur utama ditunjang dengan 4 unsur pendukung. Jadi terdapat 8 unsur utama. Jika jurus itu diciptakan maka setiap jurusnya akan sempurna jadinya." kata Jieji. "8 Unsur itu apa lagi yah selain Air, Angin, Tanah, dan Api?" tanya Yunying sambil mengerutkan dahinya. "4 Unsur pendukung lainnya adalah Matahari, Rembulan, Cahaya dan kegelapan..." kata Jieji kemudian. "Betul juga kak... 4 unsur itu adalah pendukung di antara semuanya." kata Wei. "Jadi dilihat dari semua jurus di atas, kamu bisa tahu kalau mana di antara 4 unsur pendukung itu?" tanya Yunying yang agak heran. "Tidak susah. Matahari bisa diibaratkan dengan jurus Tendangan matahari yang belum pernah kulihat. Sedangkan Rembulan tentunya adalah Ilmu pedang bulan sabit ciptaan Dewa Bumi. Kalau Cahaya bisa dikatakan dengan ilmu Tinju Semestanya Dewa Semesta dan kakak pertama, soalnya kecepatan jurus itu tidak mampu dilihat manusia lagi seperti cahaya adanya. Sedangkan kegelapan masih menjadi tanda tanya bagiku, mungkin

saja saat itu Dewa Bumi ingin menganjurkan Racun pemusnah raga dan Dewa Manusia menganjurkan Ilmu pembuyar tenaga dalam mengingat keduanya memang berbau "Kegelapan".." kata Jieji memberikan penjelasannya. "Hebat... Kamu bisa tahu dengan begitu jelas begitu mendengarnya sekali saja khan?" kata Yunying sambil tersenyum kepadanya. "Tidak juga... Ini disebabkan dengan adanya ilmu 4 unsur di dalam diriku. Maka tidak susah bagiku untuk mengertikannya." kata Jieji sambil memandang Yunying. "Kalau begitu tidaklah heran Pei Nanyang menganggap ilmu dari dalam dirimu adalah Ilmu pemusnah raga soalnya Ilmu itu tidaklah sempat disempurnakan. Dan bahkan di lembah Hua dulu Dewa Sakti mengaku kalau jurusmu itu adalah jurus tanpa tanding karena usaha mereka dilanjutkan olehmu yang tanpa sengaja." kata Yunying. "Betul..." Kata Jieji sambil mengangguk dan tersenyum kepadanya.

BAB LI : Tewasnya Xia WenLun Percakapan mereka hanya sampai disini. Seiring, mereka segera kembali ke kamar masing-masing. Keesokan Harinya... Kaisar Gwangjong mempersilahkan tamu agungnya untuk bertemu dengannya untuk berdiplomasi kembali. Seperti biasa, di ruangan utama kekaisaran telah sampai semua Menteri maupun Jenderal besar. "Hari ini saya akan mengumumkan sesuatu pada kalian semua..." Kata Kaisar Gwangjong. Semua Menteri dan Jenderal memberi hormat dengan sopan ke arah singgasana. "Saya memutuskan untuk tidak beraliansi dengan Han Utara. Dengan Sung, kita akan hidup rukun untuk selamanya....." kata Gwangjong dengan gembira. "Terima kasih Kaisar..." kata Pangeran Hongyun bersamaan dengan Jieji berempat sambil memberi hormat.

Seraya menunjuk ke arah Jieji, Gwangjong berkata sambil tersenyum penuh arti kepadanya. "Anda melaksanakan tugas anda dengan sangat baik sekali." Penerjemah segera menerjemahkan kata-kata Kaisar Gwangjong kepadanya. Tetapi Jieji membalas dengan berbahasa Koguryo dengan sopan. "Persahabatan kedua negara akan kekal selamanya. Untuk itu Yang Mulia tidak perlu berkhawatir akan segala hal yang menyangkut dengan militer Sung yang akan tidak menguntungkan...." "Ha Ha Ha.... Memang benar kata-kata puteriku Chonchu, kamu orang yang punya 1000 kemampuan luar biasa...." kata Gwangjong seraya memujinya. Jieji membalas pujian itu dengan membungkukkan badan sambil memberi hormat dengan sangat sopan sekali. Wei, Yunying dan Xieling tidak mengerti apa ucapan yang dibicarakan Gwangjong kepada Jieji kecuali 2 penerjemah tentunya. Sedangkan Chonchu tersenyum manis sekali kepadanya. "Mengenai pernikahan antar dua negara tidak bisa kita putuskan dengan tiba-tiba seperti itu. Jika Chonchu telah siap, maka kami akan setuju melaksanakan pernikahan di Daratan tengah..." kata Gwangjong dengan sopan pula. "Sungguh terima kasih atas pengertian Kaisar..." kata Jieji kembali. Justru saat itu, mendadak datang seorang utusan yang merupakan matamata Koguryo di Han utara. "Yang Mulia, saya mendapat kabar pasti. Han utara telah bersekutu dengan Liao, dan sekarang dengan Sung telah terlibat beberapa peperangan kecil..." katanya. Jieji segera terkejut, dia tidak menyangka kalau Han utara telah bersekutu dengan bangsa yang paling ganas yaitu Liao. "Betul informasi itu? Lalu berapa jumlah pasukan total gabungan kedua negara itu?" tanya Gwangjong kepada utusan yang merupakan matamatanya di Han utara. "Hamba bisa memastikannya. Jumlah pasukan kira-kira 300 ribu infanteri dan 20,000 pasukan berkuda yang dipimpin oleh Liu MuShun, paman dari Raja Liu Jiyuan telah mulai mengambil daerah pertempuran di utara Kota Ye." kata Utusan tersebut. Sambil meminta mata-matanya undur diri, Gwangjong berkata kepada Jieji.

"Mungkin secepatnya anda sekalian harus kembali ke daratan tengah. Sepertinya keadaan sangat tidak menguntungkan kalian..." Jieji segera memberi hormat, dan meminta pengunduran diri dari Kaisar Gwangjong. Dia mengatakan harus kembali sekarang juga ke China daratan untuk terjun ke medan perang tersebut. Beberapa saat setelah pamitnya Jieji dan kawan-kawannya... Dari dalam ruangan di belakang singgasana Kaisar, segera keluar seorang yang tinggi besar dan lumayan tua. Orang itu tak lain adalah Zeng Qianhao atau Pei Nanyang. "Hanya dia yang mungkin bisa menghalau pasukan Han Utara..." kata Qianhao dalam bahasa Koguryo kepada Gwangjong. "Kenapa begitu kakak?" tanya Gwangjong. Ternyata Zeng Qianhao adalah kakak kandungnya Gwangjong. "Iya ayah... Kudengar kabar kalau dalam pasukan Han utara terdapat 2 pesilat yang luar biasa hebatnya. Mereka di bawah pimpinan Liu MuShun. Jika Jieji tidak kembali kesana, mungkin pasukan Sung akan dibantai mereka berdua..." kata Chonchu tetapi sambil memandang ke arah Pei Nanyang, dan bukan Kaisar Gwangjong. "Iya puteriku... Hanya pemuda itu yang sanggup menghalau kedua pesilat gila itu..." kata Pei Nanyang sambil melihat ke Chonchu. Sebenarnya apa hal yang terjadi? Pei Nanyang dan Chonchu adalah ayah dan anak. Tetapi ini akan dikisahkan selanjutnya. Sepamitnya Jieji... Pangeran Zhao Hongyun, Yunying, Wei JinDu dan Huang Xieling menanyainya apa hal yang terjadi sebenarnya karena mereka tidak mengerti apa yang diucapkan Jieji dan Gwangjong. Segera Jieji menjelaskan perihal penyerangan Han utara ke China daratan. Mereka yang mengetahuinya sangat terkejut dan dengan segera berangkat pulang hari dan saat itu juga. Jieji sebelum menuju ke pelabuhan sempat mengembalikan buku yang dicuri di ruangan kamar tidur kaisar. Dia tetap menuliskan pesan disana kembali. Isi pesan hanya pesan yang pendek yaitu "Terima Kasih". Perjalanan kilat melalui kelautan segera dilaksanakan mereka. Dengan mengambil jalan laut kembali mereka sampai dalam 3 hari ke Daratan China. Sebab perjalanan darat mereka dipaksakan dengan perjalanan kilat. Dari Timur kota Bei Hai, Jieji segera menuju ke arah Kaifeng yang terletak di barat laut.

Sesampainya di Istana, segera mereka menemui Kaisar Sung Taizu. "Kakak pertama..." kata Jieji memberi hormat kepada sang kakak. "Adik sekalian.. Kalian telah kembali. Bagaimana aliansi dengan Koguryo?" tanya Zhao Kuangyin yang agak heran karena kembalinya mereka dengan tergesa-gesa. "Kaisar Gwangjong telah sepakat membina hubungan yang kekal dengan Sung. Disana saya mendengar kalau pasukan Han utara telah bergerak mendekati tapal wilayah Sung." kata Jieji seraya menjelaskan aliansi mereka dengan Koguryo. Zhao Kuangyin yang mendengarnya tentu sangat bergembira. Dia tidak perlu lagi menguatirkan serangan Koguryo yang menuju ke timur China. "Betul.. Han utara telah mengultimatumkan perang dengan kita. Xia Wenlun dan Ma Jinglu telah berhasil memenangkan beberapa pertempuran kecil." Kata Zhao seraya menjelaskan pertempuran itu. "Kakak pertamaku memang selamanya adalah Jenderal yang hebat..." kata Jieji memuji Xia Wenlun yang merupakan Kakak pertamanya di keluarga Xia. "Jadi adik kembali karena mencemaskan pertempuran itu?" tanya Zhao kuangyin kepadanya. "Betul kak, bagaimanapun saya merasa sangat tidak enak perasaanku...." Kata Jieji sambil mengerutkan dahinya dan berpikir keras. "Kalau begitu, kamu boleh kesana untuk melihat-lihat kan?" tanya Zhao yang melihat reaksi adik keduanya. "Terima kasih kak... Besok pagi setelah beristirahat kita akan berangkat ke perbatasan Utara kota Ye." kata Jieji sambil memandang dalam-dalam Zhao. "Baik.. Saya juga akan ikut denganmu kesana.." Kata Zhao kuangyin. Jarak antara Kaifeng dengan kota Ye tidaklah jauh. Jika ditempuh dengan perjalanan kilat, maka tidak sampai sehari bisa sampai. Zhao merasa aneh akan kelakuan adik keduanya yang biasanya sangat tenang. Tetapi kali ini dia merasa ada sesuatu hal yang dikhawatirkan adik keduanya. "Kakak pertama... Apa kakak akan ke sana dengan status "Kaisar Sung" ?" tanya Wei JinDu.

"Tentu dik... Banyak Jenderal dan panglima yang mengenalku. Tidak mungkin saya datang kesana dengan status Yang Ying kan?" kata Zhao dengan tersenyum. Keesokan harinya pagi-pagi sekali.... Mereka berangkat menuju kota Ye untuk menyaksikan pertempuran langsung dengan seksama. Zhao, Jieji, Wei, Yunying dan Xieling disertai 10 pengawal utama Zhao serta 1000 pasukan berkuda mengambil perjalanan kilat luar biasa. Belum sampai sore, mereka telah mendekati kota Ye. Tetapi di daerah ini mereka nampak pemandangan aneh. Banyak penduduk kota yang telah mengungsi dari kota Ye. Jieji segera turun dari kuda bintang birunya untuk menanyai penduduk itu mengapa mereka sekalian mengungsi, padahal kota Ye dalam keadaan cukup aman sebab pertempuran tidaklah berada di dalam kota melainkan 100 Li arah utara kota Ye yang menjadi perbatasan kedua negara. "Ini disebabkan sepertinya kota Ye tidak akan bertahan lebih lama lagi..." kata seorang tua yang memapah istrinya yang lumayan tua. "Kenapa begitu pak tua?" tanya Jieji yang sangat heran. Dia tahu bahwa Xia Wenlun telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik dan beberapa kali sanggup mengusir pasukan Han utara. "Ini karena Jenderal besar Xia Wenlun telah tewas. Sedangkan pembantunya luka parah dan sampai sekarang tidak mampu beranjak dari ranjang." kata Pak Tua tersebut. "Apa?????" tanya Jieji yang sangat terkejut. "Ini betul tuan... Kabarnya Jenderal Wenlun telah terbunuh kemarin sore di daerah perbatasan. Pasukan yang dibawanya 500 orang semua tewas. Tetapi yang kembali hanyalah Jenderal pembantu Ma Jinglu, itupun kabarnya kedua tangannya telah tertebas dan terdapat banyak goresan di seluruh tubuhnya. Mungkin dia tidak akan bertahan lebih lama lagi." kata nenek tua yang dipapah orang tua tersebut. Jieji segera terkejut luar biasa. Tetapi dia masih sanggup mengontrol dirinya. Dengan cepat dia kembali ke arah Zhao dan menjelaskan perihal yang dikatakan kedua orang tua itu. Zhao tentu sangatlah terkejut mendengar pernyataan tersebut. Dia tahu Xia Wenlun dan Ma Jinglu setidaknya adalah pesilat yang tidak gampang dijatuhkan. Selain itu mereka juga termasuk Jenderal pilihan yang sangat cerdas, tidak mungkin mereka melakukan hal semberono. Mendengar kata-kata orang tua itu, maka dengan segera mereka memaksakan kembali kecepatan perjalanan memasuki kota Ye.

Jieji segera memacukan kudanya dengan cepat luar biasa menuju ke Kota Ye dengan meninggalkan Zhao dan semua teman-temannya di belakang. Dalam hatinya, dia merasa sangat tidak enak mendapati pernyataan orang tua itu. Tidak sampai 2 jam, dia sampai di bawah selatan pintu kota Ye yang dijaga ketat. Tentu para penjaga menghalanginya untuk masuk. Tetapi dengan ilmu ringan tubuh tinggi, Jieji segera meloncat cepat ke tembok kota yang tingginya lebih dari 40 kaki itu. Penjaga dengan cepat berniat menghentikannya. Tetapi, tanpa bergebrak dan hanya menginjak sebentar tembok kota tempat pasukan berjaga. Jieji segera lolos dengan mendarat turun ke kota bagian dalam. Penjaga gerbang dalam yang terdiri dari 50 orang lebih segera mengejarnya. Tetapi tidaklah mungkin bagi penjaga biasa untuk mengejarnya. Dia berlari dengan kecepatan tinggi begitu sampai di bawah kota. Tentu tujuannya adalah kediaman Jenderal. Dengan tidak memperdulikan apapun lagi, Jieji segera menuju ke ruangan jenderal Ma Jinglu. Sesampainya di depan kamar... Dilihatnya keadaan dalam kamar, Ma Jinglu terbaring dengan kedua lengan yang telah buntung. Di samping sepertinya ada beberapa jenderal yang pangkatnya lebih rendah. Selain itu masih terdapat tabib kemiliteran. Jenderal lain yang melihat Jieji segera menghunuskan pedang seraya memintanya untuk tidak mendekat. Tetapi tanpa ancang-ancang dan gerakan cepat, para Jenderal telah tertotok nadi olehnya. Dan dengan segera dia jongkok di depan pembaringan Ma Jinglu. "Jenderal Ma... Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya Jieji yang sangat masgul melihat keadaan Jenderal Ma Jinglu. "Tuan....... Tuan siapa??" tanya Ma sambil kesakitan sangat dan terpatahpatah. "Saya adalah adik ke 5 dari Jenderal besar Xia Wenlun. Namaku Xia Jieji. Sebenarnya apa yang terjadi?" kata Jieji sambil memegang dada Ma seraya mengalirkan energi penyembuh untuk menghilangkan rasa sakitnya. "Kakak anda... Jenderal besar Xia Wenlun telah tewas....." kata Ma sambil menangis deras. Kedua kaki Jieji segera melemas, dari jongkok segera dia jatuh terduduk.. "Kenapa? kenapa bisa begitu???" tanya Jieji yang sangat penasaran.

"Kami berencana melakukan penyelidikan daerah peperangan.... Kami hanya membawa 500 pasukan ke arah timur laut perbatasan Sung dengan Han utara. Tetapi di tengah jalan, kami dicegat oleh 2 orang aneh. Yang 1 memegang kecapi di tangan dan yang kedua memegang pedang 1 sisi tajam. Tanpa banyak bicara mereka segera mengayunkan senjata masingmasing dan membantai kita semua." Kata Ma yang merasa agak baikan setelah energi Jieji telah tersalur lumayan banyak kepadanya. "Apa pipi pemuda pemegang pedang 1 sisi tajam itu ada goresan yang cukup panjang??" tanya Jieji. "Betul.. Dialah orangnya... Tidak sampai 1/2 jam, kita semua telah terbantai. Jenderal besar Xia Wenlun masih sempat bergebrak beberapa jurus dengan mereka berdua. Saya yang telah kehilangan kedua lengan segera diminta oleh Jenderal meninggalkan wilayah itu. Sambil memandang ke belakang, saya melihat kedua orang itu membunuh Jenderal. Bahkan dengan kejam pemuda pemegang pedang membacok ke arah kepala Jenderal besar. Saya sangat malu sekali tidak mampu berbuat apa pun dan kembali dengan cara begitu....." kata Ma yang mengenang kejadian kemarin sambil menangis deras. "Keparat!!!! Pemuda itu terlalu keterlaluan... Kakak pertama.... Saya berjanji akan membalaskan rasa sakit hatimu itu..." kata Jieji yang sangat gusar seraya menangis deras. Xia Wenlun semasa hidupnya sangat menyayangi Jieji. Jika ada kesenangan, dia selalu memberikannya kepada adik ke 5 nya itu terlebih dahulu. Salah satu contohnya adalah ketika Xia Rujian memintanya melamar puteri Yuan Xufen, dia rela meminta adik ke 5-nya untuk pergi menggantikannya. Dia juga tahu kalau Puteri Yuan Xufen adalah seorang yang sangat cantik luar biasa dan sangat pintar. Jika adik kelimanya bisa mendapati hatinya, pasti akan sangat bahagia. Dia selalu memberikan hal yang terbaik kepada adik ke 5 nya. Selain itu, Xia Wenlun adalah orang yang mati-matian membelanya ketika pesilat belasan tahun datang ke rumahnya untuk mengacau. Meski Wenlun bukan tandingan Yue Fuyan, mengetahui kalau Wenlun selalu membelanya tentu dia sangat kagum pada kakak pertamanya itu. Sekarang kakak pertamanya telah tiada dan tewas dengan sangat menggenaskan... Jieji yang mengenangnya tentu sangat sakit hati. Apalagi orang yang membunuh kakak pertamanya adalah orang yang pernah bergebrak secara kejam dengannya di utara YiChou beberapa tahun yang lalu.

BAB LII : Berperang dengan Han Utara

Sementara itu Zhao Kuangyin, JinDu, Yunying dan Xieling telah sampai di kamar Jenderal Ma. Mereka melihat Jieji yang terduduk itu segera sadar. Apa kata-kata orang tua di luar kota adalah benar adanya. Para Jenderal disana segera di bebaskan totokan nadinya oleh Zhao. Melihat Zhao, para Jenderal segera terkejut. Mereka segera berlutut dan semuanya meminta maaf karena tidak menjemput Kaisar Sung Taizu dari jauh. Ma yang terbaring, ingin bangkit tetapi Jieji segera mencegahnya. "Semuanya berdiri... Tidak perlu terlalu banyak basa-basi disini." kata Zhao pendek kepada mereka semua. Yunying segera mendekati Jieji yang terduduk tadinya dan berkata. "Jangan terlalu sedih yah... Kamu harus membalaskan dendam kakak pertamamu.." Jieji memandang Yunying sebentar. Dari mata nona mengalirkan udara sejuk baginya. Lalu dengan segera dia berdiri.Jieji memandang sekeliling sambil berkata. "Kakakku dibunuh oleh orang yang sempat bergebrak denganku di Utara Kota YiChou. Saya akan membuat perhitungan dengannya. Dan kabarnya masih ada sisa 1 temannya lagi yang menggunakan Kecapi sebagai senjata pembunuh." "Kecapi? Apakah dengan suara dia mampu bergebrak?" Tanya Yunying. "Mungkin juga. Lewat suara, tenaga dalam bisa disampaikan. Saya pernah mendengar guru mengatakan itu kepadaku." kata Wei JinDu. Ma yang terbaring dengan susah tadi segera berkata. "Betul, Yang Mulia dan tuan-tuan sekalian... Ketika pemuda itu membantai pasukan kami, orang berkecapi itu sedang memainkan alat musiknya itu seperti sedang menikmati pembunuhan....." kata Ma mengenang kejadian itu. "Kecapinya dimainkan bukanlah untuk menikmati pembunuhan. Pasti ada sesuatu rahasia yang membuat mereka sangat gampang membantai pasukan Sung yang berjumlah 500 orang dalam waktu yang hanya 1/2 jam." kata Jieji seraya berpikir. "Sepertinya kita semua harus turun tangan. Setidaknya 2 pesilat itu harus di basmi dahulu." kata Zhao sambil berpikir. "Tidak kakak pertama... Kamu tidak perlu turun tangan. Biar saya bersama kakak kedua saja." kata Wei JinDu. Jieji memandang kedua saudaranya dan mengangguk pelan pada Zhao. Zhao mengerti, posisinya disana adalah sebagai Pemimpin negara. Dia tidak bisa ikut pertarungan dengan 2 pesilat itu secara terang-terangan.

Selain berbahaya, seorang Kaisar mau tidak mau harus menjaga wibawanya. Zhao dengan segera mengambil alih kepemimpinan pasukan dari tangan Xia Wenlun yang telah tewas. Pasukan yang mengetahuinya tentu sangat gembira, telah puluhan tahun dan ada yang belum pernah menyaksikan bagaimana Zhao Kuangyin, SungTaizu memimpin pasukan Elite sejak peperangan sekitar beberapa puluh tahun lalu. Saat itu juga, segera Zhao mengumpulkan semua pasukan dalam kota di lapangan terbuka. Pasukan dalam kota lumayan banyak karena beberapa pasukan dari wilayah lain ikut dikumpulkan. Setelah mengecek jumlah pasukan, Zhao mendapatkan adanya lebih dari 30 ribu pasukan dalam kota Ye. Dia mengatur semua pasukan untuk berjaga di sekitar pintu gerbang dan di atas tembok kota. Penjagaan terketat haruslah pintu utara dimana pasukan Han utara akan sampai. Disana dia menempatkan 10 pengawalnya untuk bersiaga dan saling gantian berjaga. Sedang Zhao dan Jieji serta teman-temannya menempati ruangan kediaman Jenderal. "Kak...Sepertinya besok pertempuran akan dimulai..." kata Jieji. "Betul, besok pasti pasukan Han utara akan menerjang kota Ye ini. Adikadik sekalian, apa kalian telah siap?" tanya Zhao Kuangyin. Semuanya mengangguk memberi kepastian... Keesokan harinya pagi-pagi sekali... Dari mata-mata yang disebar, mereka mendapatkan informasi kalau posisi pasukan Han utara jaraknya 30 Li arah Utara dari gerbang Utara kota Ye. Pasukan Han utara telah mendirikan kubu sepanjang 3 Li untuk menempatkan pasukannya. Sekarang mereka sedang menuju ke kota Ye. Mungkin sekitar 3 jam lagi mereka akan sampai. Dengan segera bersiap. Zhao Kuangyin, Jieji, Yunying, Wei Jindu, dan Xieling menuju ke utara kota Ye dan menempati diri bersama beberapa pasukan di atas tembok kota. Setelah 2 jam lebih siaga di atas tembok kota. Mereka bisa melihat adanya debu yang mengepul tinggi. Debu yang mengepul tinggi bisa menjadi bukti kalau pasukan yang dibawa Han Utara tidaklah sedikit. Saat itu sedang mendung-mendungnya menjelang hujan. "Sepertinya langit tidak begitu berpihak kepada kita." kata Zhao sambil memandang ke atas. Sinar matahari sangat minim, udara lumayan sejuk.

"Betul kak. Kondisi pasukan Han utara pasti bagus di udara yang begitu. Jika saja hari ini cerah dan panas luar biasa, mungkin kita bisa menyerang mereka yang selagi mundur karena kelelahan dan kecapaian." kata Jieji. Jieji tahu keinginan Zhao yang ingin membuat pasukan Han utara kehilangan moral dahulu kemudian baru menerjangnya. Tetapi langit hari ini tidak menguntungkan mereka karena pasukan akan lebih susah capek daripada biasanya. Derap pasukan berkuda dengan cepat telah terdengar meski pasukan Han utara masih jauh. Jieji segera berdiri di atas tembok kota memandang kejauhan. Dari jauh segera tampak pasukan yang demikian garang. Cara berlari mereka sangat mengesankan. Pasukan teratur dengan sangat rapi. Senjata berkilau-kilau meski sinar matahari tidak begitu terang. "Dialah Liu MuShun...." kata seorang Jenderal seraya menunjuk ke arah tengah pasukan. Walau masih lumayan jauh, mereka bisa melihat seorang Jenderal di tengah yang memakai kuda putih. Di wajahnya terdapat kumis dan jenggot yang lumayan lebat. Di depan pasukan Han utara terdapat lumayan banyak orang yang berpakaian biasa. Pasukan Han utara sedang menawan mereka semua di depan, tentu tujuannya adalah pasukan Sung tidak bisa melepaskan anak panah kepada rakyat yang tidak berdosa. "Jenderal yang di atas... Segeralah menyerah, maka kujamin Ye tidak akan kuratakan dengan tanah." teriak Liu MuShun. Zhao segera berteriak membalasnya. "Han utara sangat kejam. Bahkan rakyat jelata pun tidak kalian ampuni. Kalau berani berperanglah dengan jantan...." "Ha Ha Ha.... " terdengar tawa Liu Mushun sambil mengangkat tangannya. Jenderal di belakangnya segera membawa kepala seorang manusia. Kepala itu tidak lagi utuh seperti biasa. Di tengah batok kepala telah hancur segaris sampai hidungnya. Sungguh menggenaskan. Jieji yang melihatnya tentu luar biasa gusar. Dia gertakkan giginya. Segera dia meminjam tombak dari pasukan yang di belakangnya. Dengan berputar di atas pijakan tembok kota yang lebarnya hanya 2 kaki itu dia berniat melemparkan tombak di tangannya dengan kekuatan penuh. Pasukan Han utara yang melihat tindakan Jieji tentu merasa aneh, mereka tertawa geli. Bagaimana orang itu mampu melemparkan tombak yang jaraknya masih 1/2 Li dengan mereka.

Tetapi tertawanya mereka tidaklah lama, karena dengan kecepatan yang sangat luar biasa tombak telah melaju ke arah Jenderal Liu Mushun. Tentu Liu MuShun sangatlah terkejut mendapati sebatang tombak yang melesat melebihi kecepatan anak panah ke arahnya. Sebelum terkejutnya berhenti, sebuah sinar pedang mematahkan tombak itu menjadi 2 bagian. Karena kecepatan tombak tidak berhenti dengan begitu saja, maka sebelah tombak sempat menghantam pasukan di samping. Sekitar 20 orang langsung roboh terkena hawa tenaga dalam yang belum habis itu. Sedangkan 1 bagian dari tombak yang memiliki sisi tajam segera tertancap di tanah dengan sangat dalam. "Ha Ha Ha...Hebat... Siapa kau?" Kata pemuda yang menggunakan 1 sisi pedang yang tajam itu seraya menunjuk ke atas. Jieji mengenali orang itu. Memang benar, dialah orang yang ingin merampas pedang Ekor api saat di Yi Chou beberapa tahun lalu. "Katakan... Kau yang membunuh Xia Wen Lun? Kaukah juga yang membunuh seluruh keluarga Huang di Shandang itu?" tanya Jieji seraya menunjuk kepadanya. "Betul.. Akulah orangnya... " kata Pemuda itu dengan tertawa deras. Tetapi pemuda itu tidak asing dengan Jieji yang diatas. "Dengan begitu, sudah cukup bagiku untuk mencabut nyawamu..." kata Jieji dengan sangat dingin dan segera hawa pembunuhannya muncul merindingkan bulu kuduk pasukan Sung yang berada tidak jauh dengannya. Pemuda itu yang memandang ke atas akhirnya mengenali juga siapa orang yang berbicara dengannya itu. "Ha Ha Ha... Kau pernah kupecundangi di Utara YiChou. Aku mengira kau sudah mati. Sekarang Tuhan memberikanku kesempatan untuk mencabut nyawamu dan mendapatkan pedang Ekor api... Hari ini aku Manabu Hirai akan membantaimu seperti orang ini." katanya dengan sangat bangga seraya menunjuk ke arah kepalanya Xia Wenlun. Ketika semua orang sedang berkonsentrasi melihat ke arah pasukan Han utara... Di tembok kota Ye segera kedatangan seseorang dengan ringan tubuh yang luar biasa hebat. Zhao, Wei, Yunying dan Xieling terkejut. Karena sebelum mereka mengetahui pasti hawa yang datang. Dia telah berdiri dengan tegak di atas tembok kota. Sekarang pemandangan kota Ye sangat luar biasa. Jieji berdiri cukup jauh di sebelah kiri. Sedangkan pemuda yang sekiranya paruh baya itu berdiri tidak jauh juga di sebelah kanan.

Jieji mengenali orang tersebut sedang Zhao, Jindu, Yunying dan Xieling serta semua pasukan merasa sangat aneh. Orang itu melihat Jieji sambil tersenyum penuh arti. "Aku tidak akan melewatkan pertarungan dahsyat...." kata pemuda paruh baya itu. "Terima kasih Tuan Qianhao... " Kata Jieji dengan sopan. Semua orang di atas kota segera terkejut melihat orang paruh baya tersebut yang ternyata adalah Pei Nanyang, Zeng Qianhao adanya. Qianhao sempat memberi hormat dengan sopan ke arah Zhao Kuangyin. Rasa hormat itu kembali dibalas oleh Zhao. *** Sebelah timur Kota Ye, di bukit Han. Tertampak 2 orang tua yang sangat berkharisma. 1 Laki-laki dan 1 lagi perempuan adanya. Pakaian mereka serba putih, begitu pula rambut di kepala mereka yang telah memutih semua. "Saudara seperguruanku selalu mengangkat banyak murid-murid." kata Orang tua yang ternyata adalah Dewa Sakti sambil tersenyum geli. "Ha Ha... Betul, walau dia tidur dan bermimpi pun tidak pernah sadar kalau semua murid-muridnya akan tewas di bantai oleh 1 orang saja." kata yang wanita yang tentunya adalah Dewi Peramal. "Memang... Saudara seperguruanku itu licik luar biasa dan sangat berambisi. Sampai sekarang dia masih berpikir untuk menggabungkan kembali semua jurus itu.. Kasihan dia..." kata Dewa Sakti seraya menggelengkan kepalanya. "Betul... Keputusanmu untuk tidak mengangkat Jieji sebagai murid adalah keputusan terbaik sekitar belasan tahun lalu." kata Dewi Peramal sambil tersenyum. "Betul katamu.... Jika kejadian hari ini telah lewat, tentu dia-lah orang yang terutama yang akan menyalahkan diriku atas segala kejadian..." kata Dewa Sakti. "Dulu.. Dewa Bumi dan Dewa Manusia bertukar kungfu satu sama lain setelah kepergianku. Kali ini tidak disangka 2 murid Dewa bumi telah menguasai 2 jenis kungfu mereka yang terdahsyat." kata Dewa Sakti kembali sambil menunjuk ke arah pasukan Han utara. "Tetapi bagaimana dengan Ilmu Jari Dewi Pemusnah-mu? Apakah mereka sempat bertukar satu sama lain?" tanya Dewi Peramal.

"Tidak... Jurusku diteliti ulang oleh Dewa manusia sebelum meninggal. Memang benar dia telah mendapatkan semua jurus dan inti Ilmu jari Dewi pemusnah. Tetapi jurus itu tidak sempat di wariskannya ke orang lain." kata Dewa Sakti. "Jadi kamu ingin turun sendiri kesana untuk melihat pertempuran itu?" tanya Dewi peramal. "Tidak perlu.. Jika kita telah mengetahui hasilnya, untuk apa dilihat lagi kan?" kata Dewa sakti seraya tersenyum.

BAB LIII : Pertarungan hebat di bawah kota Ye Jenderal Liu Mushun segera memerintahkan pasukannya menggiring rakyat jelata maju ke depan pintu utara kota Ye. Zhao yang menyaksikannya segera gusar tidak dibuat. "Keparat!!! Binatang kalian semua...Jangan lepaskan panah!!!" teriak Zhao sambil menunjuk ke arah Liu Mushun. Sedang terlihat Liu hanya tertawa keras. Sekarang batas pasukan depan Han utara tidaklah jauh lagi. Hanya tinggal 1/4 Li mereka akan sampai di gerbang kota. Jieji yang melihatnya segera menggunakan ringan tubuhnya dan meminjam pijakan tembok kota untuk melayang dengan santai ke bawah. Dengan secepat lesatan anak panah, Jieji menuju ke pasukan depan tempat banyak rakyat jelata digiring. Dengan sekali tendang, Jieji menjatuhkan puluhan orang pasukan Han utara di depannya. "Kalian cepat masuk ke dalam kota." Kata Jieji segera. Zhao segera meminta orang-orangnya untuk membukakan pintu kota jika rakyat jelata itu telah lari mendekati gerbang kota. Tanpa sengaja, Jieji melihat seorang yang berlari di sampingnya. Jieji mengenalnya sangat. Dialah Yue Liangxu. Tentu Jieji sangat terkejut, tetapi sebelum terkejutnya berhenti. Ayunan pedang dan tusukan tombak telah dekat. Dengan segera dia menghindari ayunan pedang di arah perut, dan menangkap tombak yang menusuk. Dengan sedikit teriakan, penusuk segera terpental ke belakang dan menghantam beberapa pasukan di belakangnya dan langsung roboh. Kemudian beberapa pasukan depan segera menyerang Jieji. Jieji dengan tenang menghindar dan sesekali dia

merobohkan pasukan penyerang disana. Dia tidak melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Jieji sebetulnya sadar akan tindakannya ketika dia turun dari atas tembok kota. Dia tahu jika rombongan telah sampai di depan pintu gerbang yang dibuka, maka pasukan Han utara segera melancarkan serangannya. Diketika itu, dia sempat melihat ke atas tembok kota sambil memandang ke arah Wei JinDu. Wei yang melihatnya segera mengerti maksud kakak keduanya. Dan benar... Ketika rombongan rakyat telah hampir sampai, pintu segera dipentangkan lumayan lebar. Manabu Hirai yang diatas kudanya segera beraksi... Dengan loncatan cukup tinggi, dia mengambil daerah samping dari posisi Jieji. Namun Jieji sengaja tidak mencegatnya. Kemudian sambil berlari cepat, Manabu hampir sampai di depan gerbang. Tetapi dia dikejutkan sesuatu hawa dari atas kepalanya. Dengan segera dia menghindar sambil berguling ke depan. Jurus tapak Buddha Rulai Wei Jindu segera menghantam tanah dengan sangat keras. Manabu tidak apa-apa. Tetapi dilihatnya penyerangnya tersebut, dengan segera dia mencabut pedang untuk melayani Wei. Xieling yang melihat dari atas tembok kota tentu sangat penasaran terhadap pembunuh keluarganya ini. Dengan segera, dia menggunakan ilmu ringan tubuh untuk membantu Wei mengeroyok Manabu. "Kembalikan nyawa seluruh keluargaku...." teriak Xieling dengan penasaran padanya. Pertarungan Wei, Xieling dan Manabu sangatlah menarik. Mereka menjadi bahan tontonan asyik bagi pasukan Han utara dan pasukan Sung yang di atas tembok kota. Pertarungan bahu membahu Wei Dan Xieling sangat cocok, mereka setimpal melayani Manabu. Xieling telah lumayan mahir menggunakan jurus Ilmu jari dewi Pemusnah walau dalam keadaan emosi tinggi. Tetapi lawannya kali ini bukanlah lawan yang biasa. Beberapa kali dia sempat terdesak, sedang Wei selalu siap di belakangnya untuk membantunya. "Kamu jangan terlalu bernafsu menyerang... Santai saja.." kata Wei kepada Xieling. XieLing segera mengangguk mendengar nasihat dari Wei kepadanya. Wei tahu emosi nona ini telah meluap karena mendapati pembunuh keluarganya ada disini.

Sesaat jurus Ilmu jari Xieling kelihatan lebih lancar daripada ketika dia masih emosi, sedang Wei terus mendukungnya dari arah belakang. Manabu bukanlah pendekar biasa, setiap jurus Jari Xieling mampu di tahannya dengan baik. Sesekali dia bahkan menyerang mengancam nona itu. Wei juga merasa lawannya kali ini bukan lawan yang biasa. Dia juga terkejut akan kemampuan bertarung orang Dongyang tersebut. Sesaat, dia merasa tidak heran kalau kakak keduanya pernah dipecundanginya sampai begitu parah. Beberapa saat melayani kedua orang penyerang tersebut, Manabu sepertinya tidak tahan lagi. Dia tidak ingin membuang energinya sia-sia. Maka dengan segera dirapallah jurus Pedang Ilmu bulan sabitnya. Jieji yang sedang melayani pasukan Han utara sempat melihat keadaan di belakangnya sebentar. "Adik ketiga dan Xieling berhati-hatilah..... Itulah jurus pedang Bulan sabit..." Kata Jieji berteriak untuk mengingatkan mereka berdua karena melihat Manabu mulai merapal jurus dahsyatnya. Setelah itu, Jieji kembali sibuk melayani para pasukan yang mengepungnya sendiri. Wei segera merapal jurus tapak Buddha Rulainya yang ketujuh untuk melayani jurus pedang Manabu. Dengan sebuah hentakan keras, Pedang katana Manabu segera bersinar terang. Muncullah sebuah hawa bulan sabit yang dahsyat dan suara mengoyak anginnya bisa di dengar siapa saja. Wei tidak menghantamkan jurus tapak buddha Rulainya. Melainkan dia hanya membentuk energi pelindung untuk melindungi dirinya dan Xieling yang dibelakangnya. Ketika telah mantap betul, Xieling mengalirkan energi lewat jarinya ke arah punggung Wei. Sesaat kemudian...Benturan teramat dahsyat segera terjadi... Segera kelihatan Wei dan Xieling di bawah angin. Jurus pedang Bulan sabit sempat mengoyak melewati baju dan celana Wei. Sedang Xieling di belakangnya terus memperkuat energi membantu Wei yang di belakang dengan jari tetap pada punggung Wei. Melihat kesempatan yang sangat susah diincar... Dengan segera, seorang meluncur ke depan dengan cepat nan pasti. Orang ini sedang mengincar Wei yang sedang menahan energi pedang Bulan sabit. Dia berniat mencuranginya yang sedang menahan jurus. Gerakannya sungguh cepat, tahu-tahu dia telah berada di atasnya. Wei sempat melihat ke atas. Dilihatnya di tangan penyerang sedang tergenggam kecapi yang siap dipetikkan. Sebelum jarinya menggesek tali kecapi, tiba tiba dia dikejutkan oleh sebuah hawa yang dahsyat. Sebelum penyerang sempat terkejut, dia telah tertendang jatuh lumayan jauh. Namun dia masih dapat berdiri. Luka dalam di tubuhnya tidak seberapa.

Lalu dengan penasaran dilihatnya orang yang menyerangnya dengan tibatiba itu. Ternyata seorang nona yang sangat cantik... Tentu Nona ini tak lain adalah Yunying adanya. "Kamu curang..." Kata Pemuda itu yang memegang kecapi sambil menunjuk ke arah Yunying. "Kamu licik.. Kalau bukan kamu duluan, tidak mungkin aku menggunakan cara begitu..." kata Yunying melayani kata-katanya. Tanpa banyak bicara dengan mencabut pedang di pinggangnya Yunying segera membacok dengan energi Ilmu memindah semestanya ke arah Manabu. Karuan Manabu sangat terkejut, tetapi pemuda pemegang kecapi segera beralih ke samping Manabu. Dengan hentakan tenaga dalam, dia memetikkan kecapinya sekali. Hawa benturan tenaga dalam segera terjadi. Pertemuan tenaga dalam yang baru ini sempat menghentikan pertarungan tersebut. Ilmu pedang bulan sabit segera ditarik oleh Manabu. Begitu pulak Wei yang menarik kembali tenaga dalamnya. Kali ini mereka bertiga melawan dua orang dari Han utara. "Ha Ha Ha.... Kalian bertiga.. Ingatlah nama kita dua bersaudara. Namaku Fei Shan dari Nan Hai. Kali ini kalian akan mati tak memiliki kuburan jika kita berdua bergabung..." kata Orang yang memegang kecapi yang ternyata bernama Fei Shan. Mereka bertiga segera mengambil ancang-ancang siap. Sedangkan Fei Shan terlihat sangat serius. Dia petikkan kecapinya dengan nada kosong dan perlahan. Zhao dan Pei Nanyang diatas sangat terkejut. Sementara Jieji sangat mengenal jurus itu, Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam. Tidak disangkanya Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam bisa disampaikan melalui suara kecapi. Wei, Yunying dan Xieling sangatlah terkejut. Nada-nada itu sangat mengganggu pemikiran mereka. Semua tenaga dalam seakan sedang terkikis. Sedangkan Manabu sepertinya telah siap merapal jurus pedang bulan sabitnya untuk diarahkan ke tiga orang yang sedang terguncang. Sementara Jieji terkejut melihat mereka semua dalam kondisi yang cukup berbahaya. Ketika tombak panjang yang jumlahnya belasan batang datang. Dengan segera Jieji menendang sampai patah semuanya. Dengan mengangkat tombak dengan kakinya, Jieji menendang dengan kekuatan penuh ke arah Fei Shan. Fei Shan tahu dia tidak mampu berbalik lagi. Dia hanya pasrah. Tetapi dengan segera berbalik, Manabu ternyata membacok tombak itu dengan

pedangnya. Tombak memang tidak sempat mengenai Fei Shan tetapi patah akibat jurus dari Ilmu pedang bulan sabit. Bulan sabit yang keluar dan sempat memotong tombak langsung menuju ke arah pasukan Han utara. Tanpa sempat berkedip, sekitar 50 orang yang dekat dengan hawa pedang semuanya terpotong tubuhnya menjadi dua. Manabu sangat gusar mendapati hal tersebut. Jurusnya mengenai ke orang sendiri. Jieji segera melompat dengan ilmu ringan tubuh yang cepat ke arah Wei bertiga. Suara kecapi memang terus berkumandang. Sementara Yunying dan Xieling sepertinya seperti orang linglung. Sedangkan Wei sedang mengkonsenterasikan dirinya untuk tidak terpengaruh lebih lanjut. Jieji yang melihat keadaan keduanya segera meraih sebelah tangan Yunying dan Xieling dengan kedua tangannya. Dengan gerakan berputar, dia melemparkan keduanya ke atas tembok kota. "Hebat....." kata Pei Nanyang yang memujinya sambil bertepuk tangan. Yunying dan Xieling segera mendarat di atas tembok kota. Keadaan mereka telah lumayan membaik. Saat Jieji berusaha melakukan hal yang sama untuk JinDu. Manabu tidak memberikannya kesempatan kembali. Dengan sebuah hentakan jurus pedang bulan sabit, kembali sinar terang keluar bersama hawa dahsyat dari pedang. "Awas kak Jie..............." teriak Yunying dari atas yang sangat cemas akan keadaan Jieji yang di bawah kota. "Gawatt....Adik kedua dalam bahaya...." kata Zhao kuangyin dari atas yang seraya ingin melompat ke bawah. Tetapi dia dihentikan oleh Pei Nanyang. "Yang Mulia tidak usah takut... Dia pasti mempunyai upaya tersendiri..." Kata Qianhao yang sangat yakin akan Jieji. Sementara Jieji sedang berputar untuk melemparkan adik ketiganya ke atas tembok kota. Ketika lemparan telah dilakukan, hawa pedang nan tajam juga telah sampai. Jieji langsung menyeret kakinya ke belakang dan mundur dengan cepat untuk menahan jurus pedang bulan sabit itu. Kecepatan pedang memang luar biasa, sedang gerakan Jieji untuk menahan tentu tidaklah memadai mengingat posisinya sangat jelek. Hawa menusuk segera mendekat ke arah dada Jieji.. Dengan sebuah tarikan nafas yang panjang. Sebelah tangan Jieji segera membentuk lingkaran penuh.

Hawa pedang yang hampir sampai dilihat siapapun pasti mengenai dirinya. Tetapi hawa bulan sabit itu tiba-tiba melenceng ke arah atas mengikuti putaran tangannya. Sasaran telah berubah, kali ini hawa bulan sabit segera mengenai tembok kota. Dan terdengan benturan yang lumayan dahsyat. Zhao dan semua orang dari tembok kota melihat ke arah bawah. Di tembok terlihat jelas terbacok bentuk pedang yang lumayan panjang. "Tapak berantai benar luar biasa... Ha Ha Ha........" Kata Qianhao yang menyaksikannya dari atas tembok kota. Dia sangat mengingat jurus tersebut. Jurus yang sama yang digunakan untuk mementalkannya ketika pertarungan antara dirinya dengan Jieji di sungai kecil, Koguryo. Jieji yang masih menyeret kaki ke belakang segera mengancangkan jarinya dengan pasti. Dia mengarahkan jari ke arah Fei Shan yang masih memetik kecapi. Segera hawa pedang dahsyat mengarah ke arah Fei Shan. Fei Shan yang melihatnya tentu sangat terkejut, dia petikkan kecapinya dengan tenaga dalam penuh. Hawa suara kecapi segera berbenturan dengan hawa pedang Ilmu jari dewi pemusnah. Benturan segera terjadi dengan dahsyat. Tanah di sekitar segera bergetar. Hanya sekejap, kemenangan segera tampak. Fei Shan terlihat terlempar lumayan jauh dari tempatnya bersama kecapinya. Dari mulutnya keluar darah segar yang banyak. Dia terluka cukup parah oleh jurus Jieji. Manabu yang melihat jurus jari yang hebat itu tidak sempat membantu saudara seperguruannya. Dia merasa sangat heran. Sekitar 6 tahun lalu dia pernah bergebrak dengan Jieji. Saat itu dia menang mutlak terhadapnya. Mengapa sekarang kungfunya yang telah tinggi banyak malah tidak di atas Jieji. "Kakak... Kita gabungkan jurus kita untuk melayaninya.." kata Manabu kepada kakak seperguruannya, Fei Shan. Manabu yang dalam keadaan emosi yang cukup tinggi mengangguk. Mereka ingin menyelesaikan pertarungan tersebut dengan segera.

BAB LIV : Tapak Berantai tingkat Empat Segera dengan cepat, hawa pertarungan dahsyat membungkus. Mereka berdua segera mengumpulkan energi guna 1 gebrakan. Jieji yang melihat mereka sangat serius, malah tenang saja tanpa mengambil posisi apapun. Tentu teman-temannya yang di atas tembok kota sangat terkejut melihat Jieji yang sama sekali tidak siap. "Kau menganggap remeh kita berdua???" tanya Fei Shan dengan lumayan marah.

Jieji tidak membalas perkataan Fei Shan tetapi dia hanya tersenyum sambil melihatnya. Pengumpulan tenaga semakin hebat. Para pasukan langsung mundur untuk tidak mengambil resiko yang terlalu dalam. Manabu dan Fei Shan termasuk pesilat kelas yang sangat tinggi. Bergabungnya mereka berdua tentu sangat tidak menguntungkan Jieji yang hanya sendiri saja. Sementara itu, Pei Nanyang yang melihat ketidak siapan Jieji lantas tertawa besar. "Ha Ha Ha..................." Tingkah Pei Nanyang juga dianggap sangat aneh oleh Zhao, Yunying, Wei dan Xieling yang telah berada di atas tembok kota. Semua Jenderal terkejut melihat keadaan Jieji. Dia sepertinya tidak ingin bertarung. Bahkan sama sekali Jieji tidak berkuda-kuda. Dia tetap berdiri tegak saja. Sebelum mereka berdua sampai pada puncak pengerahan tenaga dalam. Tiba-tiba dari arah belakang terlihat pasukan yang mendekati mereka. Kepulan udara semakin tinggi, mereka memutuskan untuk meneliti dahulu siapa yang datang. Oleh karena itu, tenaga dalam yang dari tadi telah dikumpulkan, segera mereka simpan balik. Dari kejauhan, semua nampak dengan jelas. Pasukan yang sampai adalah pasukan berkuda. Beberapa saat kemudian, tampak jelas penunggang kuda yang paling depan. Orang itu telah berusia sangat lanjut. Rambut dan kumis maupun jenggotnya sangat panjang. Tetapi kesemua helai bulu disana telah memutih. Fei Shan dan Manabu sangat girang luar biasa mendapati kedatangan orang tua itu. Dengan segera mereka berlutut. "Guru......" kata mereka sambil memberi hormat. Orang tua itu segera turun dari kudanya. Sementara itu pasukan yang berada di belakangnya juga telah sampai. Pasukan itu dikenal oleh Zhao Kuangyin di atas kota, itulah Pasukan Liao. Yang langsung dipimpin oleh Raja Liao, Yeli Xian. Orang tua itu beranjak dengan pelan ke depan. Hawa pembunuhannya terasa sangat kental. Sambil membimbing muridnya berdiri dia bertanya kepada Jieji dengan mata yang sangat sadis. "Kau Xia Jieji? Kau telah berguru dengan Dewa Sakti???" tanyanya seakan marah.

"Betul.. Namaku Xia Jieji. Saya tidak seberuntung itu untuk menjadi murid dewa Sakti." Kata Jieji memandangnya sambil tersenyum simpul. "Ha Ha Ha................." teriak Orang tua itu. Namun segera tenaga dalamnya keluar dengan hebat. Beberapa pasukan di belakangnya telah jatuh terjerembab dan muntah darah. Sedang Jieji hanya berdiri biasa tanpa bereaksi apapun. Tidak kelihatan dia menahan energi teriakan orang tua itu. "Hei, Dewa kakus...... Apa kabarmu?" teriak seseorang dari atas tembok kota. Orang tua itu segera mengangkat kepalanya ke atas tembok kota. Dia melihat seorang pemuda paruh baya yang berdiri dengan gagah di atas tembok kota. "Keparat kau!!!!! Beraninya kau menghinaku sedemikian rupa....." teriak orang tua itu. Orang yang menghinanya adalah Pei Nanyang adanya. "Beberapa puluh tahun yang lalu, kau sebagai guru dari Lu Fei Dan tidak becus. Karena takut ilmu kungfuku melebihimu. Kau suruh muridmu yang tolol itu untuk membunuhku. Tetapi langit maha adil. Sampai sekarang aku masih hidup dengan sangat baik. Tentu jasa itu harus kubalas kepadamu...." kata Pei Nanyang seraya tertawa besar. "Hari ini aku tidak akan bertindak tangan denganmu.... Hari ini aku datang untuk membalaskan kematian muridku dan cucu muridku serta cucu muda muridku itu..." kata si Orang tua. Jieji yang mendengarnya segera tahu, Orang itulah dewa bumi yang pernah di ungkit dalam buku Kisah Ilmu Pemusnah Raga. "Ha Ha Ha.... Memang benar.... Muridmu itu tolol biasa, tetapi jika ada seorang guru yang menerima murid tolol. Maka gurunya itu adalah orang luar biasa tolol di kolong langit...." kata Jieji seraya tertawa menghinanya. Jieji memang sangat membenci orang ini yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Tentu karena dialah pencipta Racun pemusnah raga. Dewa Bumi segera naik pitam. Dia berniat mencuri serang dengan mengambil jarum perak yang berisi racun pemusnah raga. Tetapi Jieji tetap santai saja dan tidak melakukan ancang-ancang bertahan ataupun menghindar. "Dewa Kakus.... Tidak ada gunanya.. Dahulu kau cipta racun itu,kau juga tahu kelemahan utamanya adalah apa kan???" tanya Pei Nanyang.

Jieji yang mendengarnya tentu tersenyum geli. "Kelemahannya? Ha Ha ... Belum ada orang yang sempat hidup dari racun pemusnah raga. Di antara 253 orang yang kuracuni ataupun di racuni oleh murid-muridku. Tidak ada satupun yang masih hidup sampai sekarang..." kata Dewa Bumi dengan sangat senang. "Tidak Dewa Kakus. Kau masih ingat, racun yang dilemparkan olehmu ke Hikatsuka Oda dan mengenai puteranya yang masih bayi?" tanya Pei Nanyang. Dengan segera, Dewa bumi mengerti. Dia tahu Jieji-lah orang pertama yang hidup dari keganasan racun itu. "Ha Ha Ha....... Kalau begitu tidak perlu kuracuni. Aku tidak percaya kungfu pemuda yang baru berusia 30 tahun lebih ini sangat hebat.... Dan tidak kusangka dia adalah cucu dari saudara seperguruanku..." kata Dewa Bumi. "Betul... Dia tidak lain adalah cucu dari Dewa Manusia, teman lamamu itu...Kutanya kau, bagaimana kungfumu dibanding denganku?" tanya Pei Nanyang kembali kepadanya. "Kalau dibanding denganmu mungkin aku bukan tandinganmu. Selain itu 2 muridku ada disini. Jika mereka mengeroyokmu bersamaku mungkin kita akan seimbang." kata Dewa Bumi. "Hm..... Tetapi kungfu pemuda itu jauh di atasku...." kata Pei Nanyang seraya menunjuk ke arah Jieji. Tentu Dewa bumi dan kedua muridnya sangat tidak percaya. Terlebih lagi Manabu, dia pernah mempercundangi Jieji sekitar 6 tahun lalu. Dia tahu kungfu Jieji tidak seberapa. "Ha Ha ... Kalau begitu boleh kita coba saja..." kata Dewa bumi dengan segera melesat luar biasa cepat ke arah Jieji. Jieji tentu melihat dengan jelas gerakan Dewa Bumi yang tidak bisa dilihat mata orang biasa. Dia mengeluarkan tapak untuk menghantam ke dada Jieji. Tetapi dengan sangat gesit, Jieji mengelak ke samping. Saat lewat, Jieji segera mengeluarkan jurus tendangan mayapada untuk menghantam punggung Dewa Bumi. Meski Dewa bumi telah tua, dia sanggup memutar cepat tubuhnya. Dan dengan tapak yang tadi telah menghantam tempat kosong segera dia adukan dengan tendangan yang sangat cepat itu. Suara bergelegar segera muncul... Jieji tetap tenang saja di tempat. Sedangkan Dewa bumi sempat mundur 2 langkah ke belakang.

"Ha Ha Ha.. Hebat... Tidak disangka di dunia ini telah muncul pesilat yang sangat luar biasa. Pantas murid-muridku tidak mampu melawanmu seorang..." kata Dewa Bumi. Sambil mundur perlahan, Dewa bumi memberikan kedipan kepada kedua muridnya. Kedua muridnya segera mengangguk pelan. Jieji sudah tahu apa maksud dewa bumi. Mereka ingin menggabungkan serangan untuk melayani dia yang sendiri. "Ayok!!!! " teriak Dewa bumi seraya mengancangkan tapak untuk merapal tapak Mayapada tingkat tertingginya. Kedua muridnya telah siap benar. Karena energinya tadi masih sempat terkumpul, kembali mereka mengeluarkan energinya kembali. Manabu sedang berposisi kedua tangannya menggenggam pedang katana. Sedang Kakak seperguruannya, Fei Shan sedang memegang kecapinya dengan posisi satu kaki menahan tanah dan kakinya yang lain dilipat untuk meletakkan kecapi. Hawa angin disana segera berhembus mengelilingi ke 3 orang yang mengumpulkan energi. Sementara seperti tadi, Jieji tidak melakukan persiapan apapun. "Apa yang sedang dipikirkannya sih?" tanya Yunying yang sangat cemas sambil mengerutkan dahinya. "Tidak usah takut nona. Dalam hatinya sangat tenang. Sangatlah cocok untuk melayani kehebatan 3 orang itu yang mempunyai tenaga dalam sangat dahsyat." kata Qianhao menghibur nona ini. Zhao dan Wei serta Xieling daritadi tetap memperhatikan Jieji. Mereka juga bingung, kenapa Jieji hanya diam saja dan tidak bertindak apa-apa. Untuk selang waktu yang lumayan lama, Dewa bumi dan kedua muridnya mengumpulkan tenaga dalam. Sedang Jieji hanya tersenyum manis melihat tingkah mereka. Hawa pertarungan disana betul tidak lagi ramah. Tadinya hanya angin yang berdesir kencang. Sekarang sapuan angin telah membawa pasir yang terbang tinggi ke atas. Desiran angin terlihat jelas di sekitar daerah ketiganya. "Anak muda... Kau masih punya impian yang belum terwujudkan? Katakanlah sekarang.... Ha Ha ..." kata Dewa bumi sambil tertawa. "Tidak ada.. Kalaupun ada susah bagimu untuk melaksanakannya..." kata Jieji pendek dan tersenyum. "Lalu apa itu?" tanya Dewa Bumi.

"Kalau ketemu kakekku di alam sana. Jadilah orang yang baik-baik bersamanya. Janganlah berpikiran untuk menciptakan jurus-jurus yang aneh lagi.." kata Jieji. Maksud Jieji tentu untuk dirinya. Kalau Dewa bumi kalah dan tewas dalam 1 gebrakan tersebut maka dialah yang akan pergi menemui kakeknya, Dewa Manusia. Dewa bumi sangat marah mendapati pernyataan Jieji. Dengan segera dia berteriak. "Anak muda keparat!!! Tidak tahu diri!!!! Ayok!! Kita serang bersama." Pengumpulan energi pasti itu telah memuncak. Inilah saatnya energi tersebut dilontarkan melalui jurus. Dewa bumi siap mengantarkan energi melalui tapak, Manabu siap melontarkan Jurus sabetan pedang sabit. Sedangkan Fei Shan telah siap memetikkan kecapinya dengan 1 gerakan pamungkas. Jieji yang melihatnya segera membentuk lingkaran melalui kedua tangannya. Dan mempertemukan kedua tapak di tengah dada. Sementara matanya tetap tertutup. Hawa serangan telah melesat keluar dengan dahsyat sekali mengarah ke Jieji. Lesatan tenaga dalam membuat tanah yang dilewatinya terkelupas dan bergetar seperti gempa bumi. Ketika tenaga luar biasa hebat itu hampir mengenai Jieji yang sedang menutup matanya, Energi itu seakan berputar di sekeliling tubuhnya tanpa melukainya. Hal itu tentu membuat 3 orang penyerang sangat terkejut. Bukan saja mereka melihat energi hanya membentur tempat kosong. Namun energi milik mereka seakan menjadi milik Jieji karena kelihatan energi itu malah membaur dengan dirinya. "Dewa bumi itu dalam keadaan yang sangat berbahaya..." kata Pei Nanyang yang di atas tembok kota. Jieji yang sedari tadi menutup matanya, segera membuka matanya. Energi hebat yang membludak sekarang ada di samping tubuhnya. Dengan gerakan memutar kedua tangannya yang tadinya menutup dengan gerakan 1 lingkaran penuh. Hawa energi yang tadinya tidak ramah menjadi mulai buyar. Dengan mengancangkan tapak, Jieji segera mendorong keras dengan menggunakan energi mereka yang telah keluar tadi. Tiga orang yang bertarung melawannya sangat terkejut. Kali ini yang berbalik bukan saja tenaga mereka sendiri, tetapi yang mendorong tenaga dalam mereka berbalik adalah tenaga dalam Jieji.

Segera terdengar dentuman tenaga dalam dahsyat. Ini hanya permulaannya saja. Ketika belum sampai siap benarnya ketiga orang itu, hawa tapak yang luar biasa banyak segera terarah di depan mereka. Dewa Bumi yang melihatnya segera merapal jurus tapak mayapada tingkat terakhir untuk menahan puluhan tapak yang datang dengan sangat dahsyat. Tetapi tidak ayal, beberapa tapak mengenai dada, muka, perut dan tulang rusuknya. Fei Shan paling parah, tidak ada 1 tapakpun yang sanggup ditahannya. Dia terbang melayang jauh dan kehilangan keseimbangan seperti layangan putus, karena saat itu dia telah tewas. Sedangkan Manabu berusaha keras menahan tapak yang jumlahnya sangat banyak di depannya dengan gerakan pedang cepat. Tetapi barusan dia sanggup mengeliminasi 3 atau 4 tapak, pedang katana-nya segera patah menjadi 5 bagian. Tidak ayal dia juga terkena tapak yang maha hebat itu di bagian wajah, dada dan perutnya. Dia terpelanting beberapa puluh kaki dan tidak sanggup untuk bangun lagi, nafasnya sudah hampir putus. "Hebattttt....... " Teriak orang-orang di atas tembok kota Ye yang menyaksikan pertarungan itu. Dewa bumi yang segera bangun dengan luka dalam yang sangat parah segera menggendong anak muridnya, Manabu yang dilihatnya masih bernafas itu. Dengan segera dia berteriak kepada pasukan yang letaknya tidak jauh dari sana. "Serang..... Bunuh pemuda di tengah itu!!!!!" Pasukan segera beranjak maju dengan sangat cepat untuk menyerang Jieji. Tetapi Jieji hanya tenang. Dengan sekali menghembuskan nafas, tidak ada orang yang bisa mendekatinya sama sekali. Hawa sisa tenaga tapak berantai tingkat 4 masih mengelilingi tubuhnya.

BAB LV : Tewasnya Dewa Bumi Dewa bumi sambil menggendong Manabu segera meninggalkan tempat itu dengan ringan tubuh. Meski terluka dalam, sepertinya Dewa bumi masih sanggup bertahan. Mereka berdua telah menjauh dari Jieji hampir mencapai 1/2 Li. Jieji yang melihatnya kabur tidak memberikan kemudahan baginya. Kebetulan di tanah ada sebatang tombak patah dengan ujung tajam yang tadinya sempat dipotong Manabu. Dengan gerakan kaki yang menghempaskan tanah kuat, tombak itu segera melayang setinggi pinggang. Dengan menghembuskan nafas panjang, Jieji menendangnya dengan sangat kuat.

Tombak patah pada bagian yang tajam segera melesat melebihi kecepatan anak panah beberapa kali dan seakan mengejar dua orang yang kabur itu. Dewa Bumi yang sedang menggendong Manabu di punggungnya segera terkejut, karena dia merasakan hawa tusukan yang sangat dahsyat dan sangat dekat di belakang punggungnya. Tidak ayal sebelum dia mengumpukan seluruh energi untuk bertahan, tombak tajam itu telah menembus tubuh Manabu dan ujung tombak sempat menusuk cukup dalam di bahu Dewa Bumi. Dewa Bumi tiada pilihan lain selain mengerahkan tenaga dalamnya yang tersisa untuk memblokir dahsyatnya tusukan tombak. Manabu yang sangat lemah terkena tusukan tombak maka dia langsung tewas di pundak Dewa Bumi. "Laknatttt Kau !!!!" Teriak Dewa Bumi dari kejauhan yang suaranya lumayan jelas terdengar. Jieji hanya memandangnya dingin, tidak sepertinya dia gembira atas kejadian itu. Xieling yang menyaksikan di atas tembok kota, segera berlutut ke arah barat daya yaitu dimana kota Shandang berada. Dia mendoakan ayah ibunya kembali, karena dendamnya telah terbalaskan. Hanya tinggal seorang pejabat kecil yang bermarga Zhang saja yang perlu ditagih kembali hutang itu. Sesaat itu, Jieji berpaling ke arah pasukan Liao yang berada tidak jauh dengannya. "Raja Yelu.... Kenapa anda melanggar janji dengan Sung? Ketika kedua negara mengadakan perjanjian, anda berkata bahwa akan bekerja sama dengan Sung membasmi Han utara. Mengapa begitu cepat anda itu berubah pikiran?" tanya Jieji kepada YeLu Xian, Raja negeri Liao. Tentu kata-kata ini hanya untuk memecah belah aliansi antara Han utara dan Liao. Setelah mendengar kata-kata Jieji, Liu MuShun memandang dengan tajam ke arah YeLu Xian. "Jangan kau dengarkan kata-kata dari pemuda itu...." Teriak Yelu Xian yang agak gusar sambil memandang ke arah Jieji. "Lalu saya menanyaimu, kenapa anda tidak menggerakkan pasukan anda sekarang? Karena begitu pasukan Han utara telah bergebrak dengan Sung, kau akan memimpin angkatan perangmu balik untuk merebut ibukota Han Utara. Begitu kan??" tanya Jieji dengan tersenyum. Rasa curiga Liu Mushun makin menjadi. Dia berteriak dengan sangat keras ke arah YeLu Xian.

"Raja Yelu...... Bagaimana kau bisa kurang ajar seperti itu?? Saya mengerti maksudmu sebagai Raja Liao. Tidak mungkin kau akan hidup terpencil di arah utara saja kan??" tanya Liu sambil gusar kepadanya. Ketika mereka saling menuduh, pasukan mereka sedikit banyak juga ikut kacau. Melihat keadaan sedemikian rupa, Jieji segera mengangkat tangannya tinggi. Zhao dan Jenderal di atas tembok kota mengerti sinyal tersebut. Dengan segera Zhao memberi perintah. "Pasukan! Serang!!!... " Beberapa kali dentuman meriam segera terdengar dari arah dalam kota Ye. Segera dari pintu utara kota dipentangkan, suara pasukan yang masih bermoral tinggi itu mebludak sangat membahana seiring majunya pasukan Sung dengan gagahnya. Dengan segera, Zhao Kuangyin yang tadinya di tembok kota segera meloncat ke bawah dengan ilmu ringan tubuh dan turun pas di atas kudanya yang telah disiapkan oleh pasukannya. Zhao memacu kudanya sangat cepat ke arah Liu MuShun dan diikuti pasukan berkudanya yang berjumlah 10 ribu orang untuk bergebrak langsung. Liu MuShun yang melihat keadaan tidak begitu menguntungkan baginya karena 2 pengawal yang diandalkannya telah tewas, dengan segera meminta pasukannya untuk berperang mati-matian. YeLu Xian yang melihat keadaan kalut itu, lalu berniat maju bersama pasukan Liao untuk berperang mati-matian juga. Apa mau dikata, ketika dia baru berniat beranjak, sebuah lemparan tombak yang tiba-tiba dengan cepat telah tepat menembus jantungnya dari depan. YeLu Xian langsung tewas di atas kudanya. Pelempar tombak tak lain adalah Jieji adanya. Pasukan Liao segera kalut karena mendapati Raja mereka telah tewas. Mereka segera kabur tanpa mempedulikan peperangan itu lagi. Sementara dengan sangat cepat, Jieji menuju ke arah pengawal Jenderal yang sedari tadi memegang kepala Xia Wenlun yang telah buntung. Dengan sekali menendang, pengawal jenderal segera roboh dari kuda. Kepala kakak pertamanya direbut dan dengan segera dipegang dengan kedua tangan. Jieji yang memandangnya tentu sangat hancur hatinya mendapatkan kembali kepala kakak pertamanya yang tidak lagi utuh sepenuhnya. Pasukan Sung yang hebat menyerbu bagaikan aliran air pada tanggul yang jebol. Pasukan Han utara tidak sanggup menahan gempuran dahsyat itu karena sepertinya Pasukan Sung sangatlah beringas dan bersemangat.

Dengan memacu kudanya sangat cepat, Zhao telah sampai di depan Jenderal Liu Mushun. Sebelum dia sanggup bertindak, pedang Zhao yang di tangannya menebas kepala Jenderal itu. Para pasukan yang tadinya masih berniat untuk bertempur jadi kehilangan semangat. Dengan segera, mereka beranjak kabur. Sebagian besar pasukan mereka rusak berat karena posisi mereka sangat jelek ketika kabur. Senjata serta pakaian perang pasukan Liao dan Han utara di buang di tengah jalan Pengejaran yang seru dilakukan sepanjang 100 Li ke arah utara. Banyak pasukan Liao maupun Han utara yang tertawan hidup-hidup. Yang tewas juga tidak terhitung banyaknya. Mayat saling susun tindih. Setelah para pasukan Han utara kembali ke kota Yichou, mereka menutup pintu gerbang kota secara rapat. Zhao memerintahkan pasukannya untuk mundur perlahan dan hati-hati menuju ke perbatasan. Setelah menempati perbatasan utara Ye yang telah ditinggal kosong oleh pasukan Han utara dan Liao. Zhao kembali bersama sisa pasukannya ke kota Ye dengan kemenangan besar. Pasukan Han utara maupun Liao yang tertawan jumlahnya hampir 1 laksa. Jumlah itu lumayan banyak. "Dik, bagaimana dengan tawanan pasukan Han utara dan Liao?" tanya Zhao kepadanya yang lumayan bimbang menghadapi perkara tersebut. Jieji memandang kakak pertamanya dan senyum dengan penuh arti. "Pasukan kedua belah pihak seharusnya dibebaskan pulang kembali ke tanah air. Tetapi sebelum itu, berikanlah mereka kemudahan. Buatlah mereka semua senang sehingga mereka bersimpati pada kakak. Dengan begitu, sedikit banyak pasukan mereka akan mempunyai hati yang tidak lurus lagi dengan majikan mereka." "Bagaimana jika pasukan Han utara ataupun Liao yang ingin tinggal disini?" Tanya kakak pertamanya kembali. "Tidak.. Itu tidak bisa dilakukan dan terlalu beresiko.. Jika pasukan Han utara atau Liao yang telah di tawan kita jadikan pasukan Sung. Itu lebih berbahaya karena jika mereka masih mempunyai kemantapan hati dengan raja mereka, maka selanjutnya hal itu sama sekali tidak menguntungkan Sung. Untuk menghindari resiko lebih lanjut bagusan kita lepaskan mereka semua saja." "Ha Ha... Betul... Ditahan disini pun tidak ada gunanya sama sekali...." kata Zhao yang memuji akal adik keduanya. Jieji tidak mengusulkan kepada kakak pertamanya untuk membantai seluruh tawanan karena diingatnya hal itu malah makin mengancam

kelangsungan Dinasti. Karena pasukan yang terbantai tentu masih mempunyai keluarga di Han utara. Jika suatu hari Sung berhasil menyatukan Han utara, maka tentu kekacauan dalam negeri pasti lebih sering terbit. Setelah itu, Zhao mengajak semua tawanan ke tanah lapang kota. Para tawanan tentu sangatlah takut, karena mereka mengira pasti Sung sudah siap membantai mereka. "Kalian pasukan dari Han utara dan Liao. Sebenarnya dengan kita sama sekali tidak perlu adanya permusuhan yang berarti. Mengingat Kaisar kalian sangat rakus dan tidak bisa menepati janji, maka semua yang dilakukan Kaisar kalian tidak ada hubungannya dengan kalian sama sekali. Saya sebagai Kaisar dinasti Sung menghormati kalian para prajurit Han utara maupun Liao. Marilah kita bersulang bersama-sama sebagai insan yang hidup sekolong langit." Tentu apa yang dikatakan Zhao disambut sangat meriah oleh tawanan perang itu. Mereka sangat bersyukur, semuanya berlutut di tanah lapang dan memuji keputusan Kaisar Sung tersebut. Setelah itu, Zhao bahkan menjamu pasukan Han utara dan Liao dengan sangat teliti. Mereka dibiarkan kembali ke negara mereka masing-masing dan bahkan Zhao memberi mereka bekal makanan ataupun kuda. Tidak ada pasukan yang tidak bersyukur atas keputusan Zhao tersebut. Mereka berlutut di tengah tanah lapang sambil berteriak. "Panjang umur Yang mulia......." Sementara itu, Dewa bumi yang menggendong Manabu yang telah tewas segera menuju ke arah utara YiChou, dia kembali ke perkemahan Liao disana. Dewa Bumi memang sangat sakit hati mendapati Manabu murid tercinta dan terpintarnya itu tewas. Dia berjanji dan menyumpahi Jieji akan melakukan pembalasan dendam. Luka dalam yang dideritanya sangat parah. Dia berusaha untuk menyembuhkan dirinya kembali dengan tenaga dalamnya. Setelah lewat 3 jam, dia mendengar ada langkah yang mendekati ke kemahnya dengan lumayan pelan. Sesaat itu Dewa bumi segera membuka matanya. Di dapatinya seorang pemuda yang tampan telah berdiri di depannya. "Kenapa kau tidak ikut diriku menyerang pemuda bernama Jieji itu?" tanya Dewa Bumi. "Karena meski kita semua bergabung, belum tentu dapat mengalahkannya. Aku tidak akan melakukan hal yang sia-sia." kata pemuda tampan itu dengan santai.

"Bukannya kau yang pengecut? Beraninya kau bilang hal sebegitu?" kata Dewa bumi yang agak gusar karena dirinya yang dipercundangi sedemikian rupa tadinya. "Ha Ha...... Tentu tidak sebegitu.. Akan kuberitahukan alasannya kepadamu..." kata Pemuda itu dengan tertawa besar dan sangat senang hatinya. Tetapi dari sinar matanya seperti mengandung pembunuhan. Dewa bumi yang melihatnya segera merinding bulu kuduknya. Dia merasakan adanya hal yang sama sekali tidak beres. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan sangat penasaran. "Akan kau tahu sendiri......" kata pemuda itu dengan cepat beralih ke belakang Dewa bumi. Dengan tapak yang cepat dia segera menempelkannya di tengkuk Dewa Bumi. "Kauuuuuu....... Keparaaaattttt..... Murid laknattttttt......." teriak Dewa bumi dengan sangat penasaran. Pemuda itu kelihatan tertawa sangat besar. Tenaga dalam yang dihimpun dewa bumi sebelumnya sepertinya telah buyar seluruhnya dihisap pemuda tampan itu. "Kau ingin tahu alasannya guru?" tanya pemuda itu. "Kaauuu....." kata Dewa bumi sambil menengok ke arah pemuda itu. "Karena kau tidak pantas. Kupinjam tenagamu untuk kelak dapat membalaskan dendammu itu. Untuk itu pergilah kau temui sobat lamamu di neraka." katanya kembali. Dewa bumi yang tenaganya telah terhisap terasa sangat kesakitan di seluruh tubuhnya. Untuk selang beberapa saat, Dewa bumi telah terkapar. Semua energi miliknya telah habis dihisap. "Dulu Dewa manusia mengatakan jurus yang paling hebatnya selain tendangan matahari adalah jurus ini. Lalu kenapa kau ajarin kepada muridmuridmu ilmu tersebut? Kau terlalu tolol.... Ha Ha Ha....." kata Pemuda itu sambil tertawa keras. "Kauu...." kata Dewa bumi yang lemah sekali sambil menunjuk kepadanya. Sesaat itu, Dewa bumi roboh. Dia tewas di perkemahan Liao. Sedang pemuda itu sangat senang karena bisa mendapatkan energi maha dahsyat milik gurunya sendiri.

Setelah itu, terlihat tirai perkemahan Liao dibuka beberapa orang. Dan ketika masuk terlihat jelas 5 orang. "Kamu sudah menyelesaikannya?" tanya orang yang masuk. Orang tersebut lumayan tua, suaranya serak dan sangat berwibawa. "Betul... Dewa ini telah kujadikan Dewa Bumi beneran..." katanya dengan sangat dingin. "Ha Ha.... Bagus... Tanpa dia kita pun bisa berhasil..." "Sekarang apa yang kita lakukan?" tanya si pemuda tampan. "Tentu... Kita fitnah dan kambing hitamkan orang itu." kata Seorang tua lainnya. Sedang terlihat seorang wanita tua hanya tertunduk lesu. Dia tidak berkata apa-apa. "Kau tidak bisa begitu. Inilah hal seharusnya yang akan diterimanya." kata Pemuda tua lainnya yang melihat reaksi perempuan tua itu. "Sekarang kita harus meninggalkan tempat ini.." kata pemuda tua kembali. "Lalu bagaimana dengan ayahmu?" terlihat seorang wanita tua yang lain bersuara kepada pemuda tampan tadi. Wanita tua ini telah berumur 50 an, tetapi kelihatannya dia masih sangat cantik. Bekas wajah seindah bunganya masih tersisa kepadanya. Pemuda tampan memberi hormat kepada Wanita tua itu dan berkata. "Mengenai hal tersebut tentu secepatnya akan kuselesaikan...." "Bagus.... Bagus.... Kelak jika kau jadi menantuku tentu aku sangat bergembira.. Kau adalah tipe orang yang pemberani dan berani mengambil resiko.." kata wanita tua itu memuji si pemuda tampan dengan puas. Pemuda tampan itu tersenyum sangat puas, di matanya mengandung sinar pembunuhan yang sangat mengerikan...

BAB LVI : Sang Puisi Dewa Kemenangan pasukan Sung atas Han utara dan Liao disambut hangat oleh seluruh penduduk di seluruh negeri. Kaisar Sung Taizu memberikan banyak hadiah pada tentaranya yang ikut dengannya berperang kali ini. Terakhir, Kaisar memberikan anugerah gelar bagi Xia Jieji, adik keduanya dengan gelar tanpa jabatan yang disebut sebagai "Pahlawan dari Selatan". Di Ibukota... Setelah kemenangan besar, Zhao kembali ke Ibukota bersama 2 saudara

dan teman-temannya. Mereka hanya tinggal 2 hari di sana. Kepala Xia WenLun telah dijahit dengan seksama kembali ke tubuhnya yang ditemukan di tempat yang dikatakan oleh Jenderal Ma. Setelah itu Zhao sendiri yang mengantarkan kedua adiknya yang memiliki kesibukan tersendiri ke luar kota sebelah selatan Kaifeng. "Adik kedua, apa yang kamu pesankan telah kulaksanakan..." kata Zhao kepada Jieji. "Terima kasih kak.." kata Jieji sambil menunduk lesu. "Kemarin telah kuutus lumayan banyak pasukan untuk mengawal jenazah Xia Wenlun ke Dongyang. Keluargamu pasti sedang menantikannya disana." kata Zhao sambil menghela nafas. "Ha? Sejak kapan kamu mengirim keluargamu ke Dongyang?" tanya Yunying yang terkesan heran. Jieji memandangnya, setelah itu dia berkata. "Ketika kita kembali ke Changsha, saya sempat menulis surat untuk di antarkan orang ke ibukota. Kamu masih ingat tentang biksu Wu Jiang?" "Oh... Iya...." kata Yunying. "Betul kakak kedua... Sepertinya cukup berbahaya bagi keluarga Xia yang di Changsha. Soalnya mereka pasti mengiramu yang telah membunuh biksu Wu Jiang. Dan pasti dengan berbagai alasan lagi mereka akan mengacau di rumahmu." kata Wei Jindu menimpali. "Oiya Dik... Utusanku tadi melaporkan. Sekitar 15 hari lalu, ada beberapa pesilat yang sempat bertarung dengan seorang yang aneh dan bertopeng. Dengan sekali bergebrak, mereka telah jatuh hampir putus nafas di depan rumahmu yang di Changsha." kata Zhao kepada Jieji. "Apa?" tanya Jieji yang agak keheranan. Mereka semua juga ikut keheranan. Kedatangan para pesilat pastilah mencari Jieji untuk menuntut balas dendam atas kematian Biksu kepala Shaolin, Wu Jiang. Tetapi Jieji mendengar para pesilat itu telah dirobohkan oleh orang yang tidak dikenal. Hal ini tentu membuat mereka semua heran. Tetapi Jieji berpikir keras, dia berpikir siapa yang sedang melindungi keluarganya. Sekilas di dalam pikirannya hanya terdapat 1 orang. "Oya dik.. Kamu ingin pulang ke Dongyang?" tanya Zhao. "Tentu... Saya harus ikut perkabungan atas meninggalnya kakak pertamaku." kata Jieji. "Kalau begitu aku ikut denganmu yah?" kata Yunying.

"Kakak pertama, kakak kedua, saya harus pulang dahulu ke Barat untuk menemui guruku. Mengingat sudah lama sekali saya tidak pulang." kata Wei Jindu sambil berpaling pada Xieling. Jindu ingin Xieling ikut bersamanya kesana. Xieling hanya mengangguk pelan. Dendam keluarga nya telah terbalaskan, selain itu Zhao telah berjanji padanya untuk meneliti dosa pejabat bermarga Zhang di Shandang yang pernah diceritakannya. Jika pejabat itu terbukti bersalah dalam kasus keluarga Xieling, maka pejabat itu harus dihukum mati. Xieling tidak mengambil masalah itu penting jika bisa diselesaikan dengan hukum. "Betul... Kita semua punya kesibukan masing-masing. Selamat jalan adikadikku." Kata Zhao dengan tersenyum kepada kedua adiknya. Setelah mereka memohon pamit, maka Jieji dan Yunying menuju ke arah timur, sedang Jindu dan Xieling mengambil arah selatan untuk terus ke arah barat. *** Dalam 3 hari, Jieji dan Yunying hampir sampai di pantai timur Xiapi untuk berlayar ke Dongyang. Tetapi di tengah jalan, di arah lembah terakhir dari gunung Dai. Secara samar mereka mendengar ada orang yang sedang membacakan puisi indah. Jieji mendengar dengan sangat cermat. Orang yang berpuisi itu sepertinya memiliki tenaga dalam yang tinggi, karena suara yang dibawakannya ikut bersama tenaga dalam yang sangat lembut sekali. Para pendengar pasti bisa terpesona akan suara dan arti puisi tersebut. Jieji dan Yunying tidak jadi melanjutkan perjalanannya dahulu karena mereka ingin menemui orang yang sedang berpuisi itu. Mereka hanya duduk di atas kuda untuk menantikan. "Hebat yah... Orang yang berpuisi itu masih dalam jarak yang cukup jauh. Yang terdengar hanya suaranya yang sangat bergema hebat." kata Yunying sambil tersenyum terpesona. Sedang Jieji tidak menjawabnya. Di bibirnya tersungging senyuman. Setelah beberapa lama, maka dari jauh nampak seorang tua yang berpakaian serba putih dan memegang tongkat. Langkahnya sangat pelan dan gagah, tidak sepertinya orang tua itu kelelahan. Jieji yang melihatnya segera turun dari kudanya untuk menghampiri orang tua tersebut. Setelah benar dekat. Jieji menyapanya dengan sangat manis.

"Pak tua... Apa kabarmu?" Orang tua yang melihat wajah Jieji sangat terkejut. "Kamu... Tidak disangka setelah belasan tahun kita bisa bertemu kembali." kata Orang tua itu dengan senang dan agak terkejut. "Betul....." Kata Jieji sambil memberi hormat kepadanya. "Belasan tahun lalu, pernah saya memberikan peringatan kepadamu. Sepertinya itu malah sia-sia sekali...." kata Orang tua itu dengan wajah yang sangat sedih. Sementara itu Yunying maju ke depan untuk menanyai Jieji siapa orang tua tersebut. Tetapi Jieji tidak menjawabnya. "Saya telah mengerti puisi yang anda ucapkan saat berada dekat dengan kota XuDu. Terima kasih banyak kepada anda pak tua." kata Jieji yang seraya menitikkan air matanya sambil sangat sedih. "Takdir.... Takdir... " kata Orang tua itu sambil menunjuk langit dengan wajah yang teramat sedih sekali. Setelah itu, orang tua itu berpaling kepada Yunying yang ada di belakang Jieji. Di luar dugaan orang tua itu tersenyum sangat cerah dan sempat berpuisi. "Bunga indah tiada layu... Senyum surga selalu membuktikan janji... Tiada akhir yang susah... Tiada perlu bersusah.." Puisi untuk Yunying sepertinya sangat bagus. Untuknya mungkin tidak akan ada kesusahan yang berarti dalam hidupnya. Setelah itu orang tua itu meminta pamit kepada Jieji dan Yunying. Maka dengan langkah yang lumayan cepat dia telah berada lumayan jauh di belakang Jieji. Jieji berpaling dan melihatnya berjalan cepat hanya bisa pasrah meratapinya. Ada sesuatu hal di sinar matanya yang terkandung kepahitan belasan tahun silam. Tetapi baru berjalan lumayan jauh, Orang tua itu kembali berpuisi dengan cukup keras dan penuh tenaga dalam kuat. "1 Bintang utara telah lenyap... Raja tanpa sebuah tiang lurus... 4 Bintang selatan berkelap-kelip... Berkumpul dan ditabrak Bintang juga... Semuanya seperti binatang Fu Yi...

Tiada kesempatan... Tiada kesempatan... Tiada kesempatan...." Jieji yang mendengarnya kali ini sangat luar biasa terkejut. Diingatnya dengan jelas ketika pelariannya dengan Xufen. Orang tua tersebut mengucapkan puisi yang sangat tidak menentramkan hatinya seperti sekarang. Jieji berpikir sangat keras. Sepertinya kali ini seperti belasan tahun silam, dia tidak pernah mendapatkan jawabannya sampai telah terjadinya hal tersebut. Dia hanya diam terpaku. Sebenarnya arti dari puisi itu tidak susah diterjemahkan. Ketika orang tua itu membacakannya, Jieji telah mendapatkan separuh artinya. Tetapi dia hanya bisa menduga tanpa mampu berhipotesa lanjut. **[1 Bintang utara telah lenyap tidak diketahui artinya oleh Jieji. Raja tanpa tiang lurus artinya : Kata "Wang/Raja" yang hilang garis lurus yang artinya "Tiga". 4 Bintang selatan masih sangat kabur dan belum dimengerti. Tetapi binatang Fu Yi sangat jelas diketahui Jieji. Itu artinya Orang tidak akan panjang umur.]** Yunying yang melihatnya tentu sangat heran. Ada apa gerangan dengan Jieji? Setelah membiarkan Jieji terpaku lumayan lama. Yunying akhirnya juga berani menanyainya. "Siapa orang tua itu?" "Dia adalah adik seperguruan dari Dewi Peramal. Julukannya adalah Sang Puisi dewa, nama aslinya tiada orang yang mengetahuinya...." kata Jieji. "Kamu mengerti apa maksudnya tidak?" kata Yunying dengan sedikit keheranan. "Tidak... Jika saya mampu mengerti, mungkin saya tidak akan kehilangan Xufen belasan tahun lalu..." kata Jieji yang teringat kembali kejadian itu. Di matanya terlihat goresan kesedihan lampau." "Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Yunying yang juga merasa tidak enak hati melihat Jieji yang terpaku sedemikian rupa. Jieji memutuskan untuk menceritakan hal tersebut kepada Yunying. *** Belasan tahun silam... Ketika Jieji dan Xufen bermaksud untuk lari ke Dongyang. Mereka bertemu dengan orang tua tersebut pada saat ingin melewati kota XuDu.

Seperti kali ini, Jieji dan Xufen pun merasa keheranan ketika mendengar ada suara orang berpuisi dengan tenaga dalam nan lembut. Mereka berdua memutuskan untuk menyapanya. Tetapi ketika melihat wajah Xufen dan Jieji. Orang tua itu tiba-tiba sangat berduka sekali. Dia menangis sangat deras seakan mampu melihat hal yang akan datang. Jieji dan Xufen yang heran segera menanyainya. "Pak tua... Ada hal apa sebenarnya? Siapa sesungguhnya anda?" tanya Xufen kepadanya dengan rasa hormat tinggi. "Saya adalah Puisi dewa... Saya ingin memberikan peringatan kepada kalian berdua. Tetapi....." katanya dengan nada yang sangat pelan. Xufen terkejut. Orang di depannya adalah peramal yang hebat seperti Ibu gurunya, Dewi Peramal. Dia juga pernah mendengar Dewi peramal yang mengungkit kalau adik seperguruannya sering memberitahukan perihal ramalannya melalui puisi yang lumayan susah dimengerti. Jieji dan Xufen juga terpaku di sana. Tetapi orang tua itu segera berpuisi. Puisi yang keluar dengan suara yang sangat lembut. "Malang melintang melewati daratan... Terakhir hanya sanggup mendekati.. Masuk dengan sendiri... Dia seperti ikan kecil tiada berdaya.. Tetapi Ikan berubah menjadi naga pada akhirnya..." Puisi itu memang kedengarannya cukup tidak baik bagi mereka berdua. Tetapi mereka memutuskan tetap pergi. Setelah memohon pamit seperti di atas, orang tua itu berangkat meninggalkan mereka. Tetapi dia tetap bersuara sambil tangannya menunjuk ke langit. "Tiada keadilan??? Dimana keadilan??? Takdir adalah Keadilan....." Setelah itu, orang tua tersebut menghilang tanpa bekas. *** "Jadi artinya baru bisa dimengerti mudah yah ketika kamu telah mendapatkan kenyataannya..." kata Yunying sambil menghela nafas panjang. Jieji hanya mengangguk pelan. [Malang melintang melewati daratan tentu seperti keadaan mereka berdua yang sedang dikejar musuh. Terakhir hanya sanggup mendekati artinya mereka tidak akan sampai di tujuan. Masuk dengan sendiri artinya hanya 1 orang yang berhasil melewati rintangan. Dia seperti ikan tiada berdaya

tentu artinya setelah kematian Xufen, Jieji seperti seekor ikan kecil yang tiada punya kuasa seperti halnya ikan sedang berada di daratan. Berubah menjadi naga tentu maksudnya adalah Jieji suatu hari pasti menjadi "Naga".] Sayang sekali takdir memang mengharuskan sebegitu. Tiada upaya untuk melawannya. Jikapun mereka mengerti maksudnya dengan jelas, maka hal tersebut belum tentu mudah di lewatinya. Perjalanan kembali dilanjutkan oleh Jieji dan Yunying, meski dalam hati mereka terdapat sebuah ganjalan.

BAB LVII : Menuju Panggung Batu 1000 Cermin Dalam perjalanan Yunying selalu menghibur Jieji yang sedikitnya teringat kembali kepada Xufen. Yunying memang sangat hebat dalam menghiburnya, kadang dia bertingkah agak gilak sambil bercanda. Ada kadangnya dia menghiburnya dengan hati yang sangat hangat. Setelah itu, Jieji memang terlihat dapat tersenyum kembali dengan melupakan kejadian tempo dulu. Yunying terlihat seperti seorang ibu yang penuh kasih melayani anaknya sendiri. Hidup Jieji terasa kembali "Hidup" setelah mengenal gadis ceria ini. Mereka telah sampai juga di Dongyang pada akhirnya. Semua keluarga Xia sangat sedih mendapati kematian Xia Wenlun, seorang pria yang sangat bertanggung jawab dalam melayani negara. Kaisar bahkan terakhir memberinya gelar kematian Jenderal Besar pengaman negara. Hari-hari selanjutnya juga sanggup dilewati Jieji dan keluarganya dengan gembira kembali. Tanpa terasa telah 8 bulan sejak kejadian tewasnya Xia Wenlun. Di sebelah selatan Gunung Fuji... Setiap hari, Jieji dan Yunying selalu mengunjungi makam Xufen. Mereka berdua kadang duduk sampai malam tiba dan sering Jieji memberikan petunjuk kepada Yunying tentang Kitab Ilmu Semesta yang belum berhasil dipelajarinya. Selang 8 bulan, akhirnya Yunying telah menguasai semua Kitab Ilmu semesta dengan mantap. Pada suatu hari... Seperti biasa Jieji dan Yunying tetap duduk di gubuk yang lumayan kecil dekat makam. Dari arah kejauhan, mereka merasakan adanya derap kaki yang lumayan cepat ke arah gubuk.

Setelah dilihat ternyata adalah Kyosei, pengawal dari ayahnya sendiri Hikatsuka Oda. "Ada apa anda begitu tergesa-gesa?" tanya Jieji kepadanya karena terlihat dia lumayan terburu-buru. Kyosei adalah pengawal kepercayaan ayahnya yang sering sekali melanglang China daratan. Setiap kali dia pulang, pasti sedikit banyak membawa informasi yang lumayan penting. "Tuan Muda... Saya menemukan sebuah informasi.." katanya dengan hormat kepada Jieji. "Lalu apa itu Tuan?" tanya Yunying memotong yang seraya tersenyum. Untuk masalah gosip ataupun berita, Yunying sangat suka mendengarnya. "Di barat dari wilayah Xi Zhuan, saya mendengar adanya sebuah tempat. Tempat itu dinamakan sebagai panggung batu 1000 cermin." kata Kyosei kemudian. "Panggung batu 1000 cermin? Kenapa saya tidak pernah tahu hal itu?" tanya Jieji dengan agak penasaran karena dia juga sering melewati daerah Xi Zhuan sejak 10 tahun lalu. "Lalu apa manfaatnya kalau boleh tahu?" tanya Yunying yang lumayan penasaran. "Panggung batu ini hanya setiap bulan purnama akan menampilkan fenomena yang lumayan gaib. Kabar beberapa tetua dari penduduk sana mengatakan bagi manusia yang ingin menemui orang yang telah mati. Dan berdoa dengan khusuk sekali, maka roh orang tersebut akan muncul di cermin. Beberapa orang mengatakan bahkan bisa berbicara langsung dengan roh tersebut." kata Kyosei menjelaskan. Jieji lumayan heran tetapi dia tetap diam saja. Dalam hatinya langsung mendapatkan sesuatu ganjalan. Yunying yang melihat sikapnya langsung tersenyum manis. Sementara Kyosei bermaksud mengajak tuan mudanya kesana untuk melihat-lihat. Mana tahu dia sanggup bertemu dengan majikannya sendiri jika majikannya telah meninggal. Jika tidak, maka dalam hatinya pasti sangat lega. "Kalau begitu kita harus menuju kesana sesegera. Semoga gosip itu adalah benar adanya." kata Jieji dengan agak bersemangat kemudian. Yunying tetap memandangnya dengan tersenyum penuh arti. Dia tahu, jika benar ada tempat seperti itu, tentu yang pertama yang akan ditemuinya adalah wanita yang telah berada lama di dalam hatinya itu. Anehnya, Yunying sama sekali tidak cemburu. Tentu bukan karena Xufen

telah tiada, maka daripada itu dia tidak cemburu. Di dalam hatinya, dia merasa adanya ikatan dengan gadis yang telah tiada dan tidak pernah ditemuinya itu. Dengan cepat Jieji dan Yunying serta Kyosei minta pamit pada seluruh keluarga Xia yang tinggal di Kediaman keluarga Oda tersebut. *** Di Wilayah barat dari Xi Zhang (Tibet) 7 bulan yang lalu... Wei Jindu telah sampai ke Xi Zhang bersama Xieling. Mereka disambut oleh guru Jindu, Biksu Ba Dao yang pernah bergebrak dengan Jieji di Xi zhuan beberapa tahun yang lalu. Selama 7 bulan juga mereka tinggal di sana. Biksu Ba Dao tidak mengambil masalah adanya seorang wanita/ Xieling yang tinggal di biaranya di bawah gunung Xima Laya( Mount Everest ) karena berbeda dengan adat biara di China daratan yang melarang seorang wanita yang tinggal di biara khusus laki-laki saja. Ba Dao memungut Jindu dari kekacauan yang pernah terjadi pada saat perang menyatukan Sung di sebelah barat wilayah Gui Yang. Jindu kehilangan keluarganya dalam perang tersebut kecuali kakak perempuannya yang sekarang telah menjadi istri pejabat kota Guiyang. Ba Dao amat menyayangi Jindu, pemuda yang amat tampan, selain itu dia sangat berbakat, berbakti, lembut dan nan sabar. Semua muridnya tidak pernah diturunkan Ilmu terdahsyatnya Tapak Buddha Rulai sampai tingkat 7 kecuali Jindu. Meski timbul rasa yang kurang sreg dan cemburu antara semua murid, tetapi mereka juga tidak berdaya. Di antaranya, penguasa tapak itu yang tertinggi di bawah Jindu adalah kakak seperguruannya yang pertama adalah Zhu Xiang, yang merupakan cucu asli dari Zhu Zhen yaitu Kaisar Dinasti Liang akhir. Zhu Xiang menguasai 5 tingkatan tapak Buddha Rulai, tenaga dalamnya jauh lebih tinggi dari Jindu. Tetapi mengenai jurus, Jindu unggul 2 jurus darinya. Zhu Xiang termasuk seorang yang memiliki bakat, tetapi ambisinya terlalu tinggi. Sampai sekarang dia berniat untuk membangkitkan kembali Dinasti Liang yang dulunya runtuh di tangan kaisar Zhu Zhen. Ba Dao memang mengetahui ambisinya, setiap hari dia hanya membimbing murid pertamanya untuk mampu melupakan kejayaan keluarganya sendiri dengan mengajarkan dhamma tingkat tinggi kepadanya. Biksu Ba Dao semenjak remaja adalah seorang biksu di Biara Wu Xiang. Beberapa tahun belajar dhamma disana, dia ingin beranjak ke Shaolin untuk mendalami ilmu dan kungfu. Tetapi di tengah jalan dia bertemu dengan seorang biksu yang lumayan tua, pakaian biksu sangat berbeda dengan pakaian biksu China daratan.

Biksu tua itu yang melihat penampakan Ba Dao, segera mengangkatnya sebagai murid dan membawanya langsung ke India ke Vihara Veluvanaa. Disana selama 20 tahun, Ba Dao mendalami tapak Buddha Rulai hingga tingkat ke 7 di bawah arahan biksu tua India itu. Sebelum biksu itu wafat, Dia pernah berpesan kepadanya untuk mencari sutra tapak buddha Rulai tingkat terakhir yang kabarnya berada di China daratan. Oleh karena itu sering terlihat Ba Dao mengembara di China daratan. Di China daratan dia berteman dengan beberapa jago kungfu kawakan seperti Dewa Semesta, Dewa Sakti dan Dewi peramal serta Puisi Dewa yang sangat terkenal itu. Ba Dao mendirikan biara sendiri di sebelah timur dari India tepat pada wilayah Xi Zhang di bawah lembah gunung Himalaya yang tertutup salju. Kembali kepada Jindu dan Xieling... Setiap hari Jindu dan Xieling terlihat sering melatih kungfu dan memantapkan tenaga dalam. Keduanya terlihat sangat cocok satu sama lainnya, Ba Dao juga bermaksud untuk memperikat hubungan keduanya. Sepertinya pemikiran Ba Dao juga hampir sama dengan Jieji. Tetapi keputusannya, Ba Dao juga mengambil langkah yang sama seperti yang pernah di lakukan Jieji. Menurutnya sangat bagus jika segala sesuatu dibiarkan secara alami saja. Suatu hari... Seperti biasa, Jindu dan Xieling terlihat santai sambil duduk di Batu dekat sungai lereng gunung Himalaya. "Bagaimana dengan kungfumu sekarang?" tanya Wei kepada Xie Ling. "Sudah lumayan bagus kak Jindu..." kata Xieling. "Bagus... Sepertinya tidak lama lagi kita akan ke Dongyang, Bagaimana?" kata Wei sambil tersenyum. "Baik.. Sudah lama saya tidak menjumpai guru dan Yunying..." kata Xieling sambil membalas senyumannya. "Baiklah, kalau begitu besok kita minta pamit pada guru terlebih dahulu. Perjalanan memang cukup jauh sekali. Mungkin dalam 2 bulan kita bisa sampai di Dongyang..." kata Jindu. Keesokan harinya di dalam kamar Biksu Tua Ba Dao. Wei Jindu dan Xieling memberi hormat untuk minta pamit kepada Ba Dao. Ba Dao memang menyetujui mereka yang ingin menuju ke Dongyang. Tetapi kali ini dia berbisiki untuk memesankan sesuatu hal yang lumayan penting kepadanya.

"Nak... Kamu tahu? Tapak Buddha Rulai tingkat tertinggi bukan tingkat 7." kata Ba Dao kepadanya sambil berbisik agak pelan. "Apa? Jadi masih ada jurus yang lainnya lagi?" tanya Wei yang agak heran. "Betul.. Dahulu guruku sebelum wafat mengatakan kepadaku untuk mencari Sutra Tapak buddha tingkat ke 8 di China daratan. Tetapi sudah 20 tahun lebih berlalu, namun tidak dapat kutemukan..." kata Ba Dao mengenang dengan perasaan yang bercampur aduk. :"Guru.... Kenapa sutra tapak buddha Rulai tingkat 8 bisa sampai ke China daratan? Bukankah jurus ini asli dari daerah barat?" tanya Wei kepada Ba Dao. "Ini bisa kuceritakan karena saya berharap kamu juga mampu menemukannya dan mengambilnya untuk disimpan kembali ke biara kita." kata Ba Dao mengenang kembali pesan gurunya sendiri. Sekitar 400 tahun lalu, Yang Jian seorang bhiksu dari daratan China mengembara ke India untuk mempelajari Ilmu Tapak Buddha Rulai tersebut. Saat itu Biksu kepala biara Jiang Dang, Fu To menerimanya sebagai seorang murid. Yang Jian sangatlah berbakat, dia mampu mempelajari semua jurus tapak Buddha Rulai hanya dalam jangka 10 tahun. Setelah itu, dia mengundurkan diri sebagai biksu disana. Dia kembali ke daratan China dan memimpin pasukan untuk menaklukkan perang antara Dinasti Utara dan selatan di China. Dalam 5 tahun, dia berhasil menyatukan China dan menjadi Kaisar pertama dinasti Sui dengan gelar Kaisar Wen Di. Tetapi Yang Jian bukanlah seorang yang bijaksana dalam memerintah kerajaan. Setelah dia menjadi Kaisar Sui, dia terlalu semena-mena. Rakyat banyak yang membencinya, pajak dipungut dengan biaya sangat tinggi dan setiap 2 bulan rakyat di wajibkan membayar pajak itu. Hingga suatu hari... Biksu Fu To dari India yang merupakan gurunya Yang Jian mengunjunginya untuk mampu menyadarkannya atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Fu To datang untuk memberikan ajaran dhamma kepadanya untuk saling mengasihi sesamanya. Bukannya Yang Jian bertobat atas kesalahan-kesalahannya, dia gusar luar biasa. Di dalam Istananya, dia bertarung habis-habisan melawan Fu To. Akhirnya Fu To tewas di tangannya yang kalah di jurus terakhir. Sepak terjang Yang Jian makin menjadi, dia memerintahkan 1000 pasukannya untuk langsung menuju ke Biara Jiang Dang dan memerintahkan untuk meratakan biara tersebut. Tidak lama telah terdengar kabar kalau Biara itu telah habis dibakar tak

bersisa. Tetapi Yang Jian yang sayang dengan kitab tapak Buddha Rulai segera membuat replikanya. 8 Jurus tapak Buddha Rulai masing-masing di bagi menjadi 8 buku sutra. Ke 8 buku tersebut di simpannya di dalam Istana. Beberapa puluh tahun setelah wafatnya Kaisar Sui, Yang Jian. Kembali pergantian singgasana terjadi. Li Yuan naik tahta menjadi Kaisar pertama Dinasti Tang. Hanya memerintah 8 tahun, dia digantikan oleh Tang Taizong, Li Shih Min. Li Shih Minlah orang pertama yang menemukan 7 jilid buku di dalam tanah dari kolong dapur Istana. Saat itu, Agama Buddha menyebar dengan sangat cepat di seluruh daratan China. Adik angkat Li Shih Min yang merupakan seorang biksu dari China daratan, Tang Shanzang bermaksud ke India untuk mengambil salinan kitab suci asli agama Buddha. Li Shih Min menitipinya ke 7 Jilid buku tersebut untuk dikembalikan. Alhasil, Tang Shanzang berhasil sampai disana dan menitipinya di vihara Veluvana. Namun, dalam catatan sejarah vihara Veluvana. Jurus tersebut ternyata memiliki 8 tingkatan. Kabarnya salah satu sutra lagi mungkin masih tertinggal di dalam Istana. Beberapa kali saya pernah menjumpai Zhao Kuangyin bersama Dewa Semesta gurunya sendiri. Kami di izinkan untuk mencari. Tetapi alhasil tetap kosong adanya. Oleh karena itu, sekarang saya ingin kamu mengemban tugas berat ini. Saya pernah menanyai Puisi Dewa tentang hal tersebut. Namun dia memberi beberapa petunjuk yang cukup membingungkan. Saya ingin dia lebih menjelaskan petunjuk keberadaan Sutra jurus itu, tetapi karena itu adalah masalah takdir. Dia tidak berani menceritakannya lebih jauh. Kamu harus mengingat dengan baik puisi yang diberikan padaku tersebut karena dalam puisi terkandung daerah tempat di simpannya sutra kitab itu. "Hati tulus nan Indah... Di ujung naga dia terpendam... Terbawa aliran menuju ke hulu... Apakah aliran bisa mencapai puncak? Takdir mengiyakannya..." Mungkin di China daratan nantinya kamu bisa meminta petunjuk dari kakak keduamu yang sangat pintar. Semoga kelak kamu berjodoh dengan Ilmu yang telah hilang dari jagad persilatan selama 400 tahun." Jelas Ba Dao sambil tersenyum kepada Jindu. Wei Jindu memberi hormat kepada Sang gurunya dalam-dalam. Dia berjanji semua pesannya tidak akan dilupakan.

Wei dan Xieling memulai kembali petualangannya. Dari daerah Xi Zhang, mereka langsung menuju ke arah timur untuk kembali ke China daratan.

Bab LVIII : Dewa Ajaib Jieji, Yunying dan Kyosei kali ini bertualang kembali ke China daratan untuk menuju ke Panggung batu 1000 cermin di Propinsi Xi Zhuan, sebelah barat dari negeri China. Dalam perjalanan, mereka bertiga mendengar banyak sekali gosip dunia persilatan dalam 7 bulan terakhir ini. Salah satunya yang paling heran adalah tewasnya Dewa bumi, gosip dunia persilatan kali ini adalah mengenai tewasnya orang tua itu di tangan pemuda dari Dongyang. Para insan dunia persilatan hanya mendapat kabar bahwa yang membunuh Dewa bumi adalah keturunan terakhir dari keluarga Oda. Selain itu kabarnya keturunan keluarga Oda pernah membunuh Biksu kepala Shaolin, Wu Jiang. Oleh karena itu, semua insan dunia persilatan diharapkan hati-hati jika bertemu dengannya. "Apa mungkin dewa bumi tewas saat itu?" tanya Yunying yang juga penasaran akan hal tersebut. Jieji berpikir sambil mengusap bibir, "Tidak mungkin, hanya tusukan ke bahu dengan kekuatan tidak seberapa itu tidak mungkin sanggup membunuhnya. Mungkin hanya gosip saja, atau......." kata Jieji dengan tidak melanjutkan lagi kata-katanya. "Atau apa?? Bikin penasaran saja kamu ini...." kata Yunying yang memang kelihatan agak penasaran kepadanya. "Entahlah... Tetapi yang bisa kupastikan dia tidak mati saat tusukan tombak itu telah sampai ke bahunya. Buktinya dia masih bisa lari sambil menggendong anak muridnya lagi." kata Jieji kembali yang berwajah purapura kesal sambil melihat Yunying. Yunying yang melihatnya hanya tersenyum geli kepadanya. Ada juga gosip baru dari dunia persilatan mengenai munculnya kembali racun pemusnah raga. Tetapi kabarnya racun ini memiliki sifat ganas yang baru, kabarnya orang tidak langsung tewas begitu terkena racun. Tetapi akan menjadi gila dahulu dan sembarang menyerang orang dengan gigitan. Ini sangat berbahaya.

"Kalau ada hal seperti itu, mungkin sangat riskan sekali. Saya pikir seiring tewasnya Dewa Bumi maka racun itu juga punah...." kata Yunying seraya berpikir. "Tidak... Saya sedang memikirkan 5 orang yang pernah bertarung dengan saya di dekat kota Changsha itu.." kata Jieji kepadanya. "Iyahhh.... Betulll..... Pasti mereka...." kata Yunying yang agak girang karena tahu sebabnya. "Semoga saja tidak begitu......." kata Jieji seraya berpikir keras. Mimik wajahnya segera tampak sangat jelek. Dia tidak berharap 5 orang itulah pencipta racun baru tersebut. "Kenapaaa? Kamu ini kok misterius sekali sih?" tanya Yunying yang balik kembali penasaran. "Tidak apa...." Jawab Jieji dengan tidak bermaksud berargumen lebih lanjut. Perjalanan terus dilanjutkan, tanpa terasa telah 1 bulan mereka melanjutkan perjalanan. Akhirnya mereka telah dekat dengan kota Shangyong. Sebelah barat dari kota Wanshia. Jieji, Yunying dan Kyosei berjalan lumayan pelan di dekat rimba yang sekitar kiri kanannya terdapat jurang yang lumayan terjal. Samar-samar mereka mampu mendengar suara pertarungan yang cukup jauh. "Ada yang sedang bertarung hebat di depan..." kata Jieji. "Iya.. Sepertinya hawa itu bisa kurasakan meski sangat lembut saja..." kata Yunying yang berkonsentrasi di depan rimba yang lebat itu. "Kalau begitu bagaimana tuan muda? Apa kita pergi kesana segera?" tanya Kyosei yang sedari tadi hanya diam. "Tentu...." kata Jieji. Mereka kemudian turun dari kudanya masing-masing. Setelah menambatkan kuda di pohon, dengan segera ketiganya berlari ke arah suara pertarungan itu. Setelah hampir dekat, mereka tidak langsung memunculkan diri terlebih dahulu. Melainkan hanya sembunyi sambil melihat apa yang sedang terjadi. Di daerah yang lumayan lapang dari rimba mereka melihat 3 orang sedang mengeroyok seorang pemuda paruh baya dan seorang pemuda paruh baya lainnya hanya diam menyaksikan. Ketiga orang yang sedang mengeroyok pemuda paruh baya itu sangat dikenal Jieji dan Yunying.

Ketiganya adalah He Mengzeng(ketua partai Laut timur), Wang Gezhuan (ketua partai Kunlun) dan Lu Ji (ketua partai Sungsan). Pemuda paruh baya yang sedang dikeroyok tidak dikenal Jieji bertiga. Pertarungan lumayan dahsyat disana. Ketiganya sepertinya seimbang melawan pemuda paruh baya tersebut. Sedang di samping, terlihat Yue Fuyan hanya diam dan senyum licik sambil mengawasi. "Guruku itu kurang ajar sekali..." kata Yunying kepada Jieji sambil berbisik pelan. "Betul... Dia hanya diam seperti raja yang mengawasi budaknya bergulat. Sepertinya orang yang dikeroyok bakal menemui bahaya." kata Jieji sambil memandang ke arah Yue Fuyan. Pertarungan terus berlanjut. Nampak jelas pemuda paruh baya itu menggunakan tongkat, dia menyapu ke sana kemari. Tiga orang lainnya sepertinya tidak mampu mendekatinya. "Cepat katakan..... Dimana baju legendaris itu?" tanya Yue Fuyan dari arah jauh. "Keparat!! Sudah kukatakan, tidak pernah aku melihat barang seperti itu....." kata pemuda paruh baya itu dengan marah sambil bertarung menghadapi ketiga ketua dari partai itu. Lalu ketika jurus pedang ketua Sungsan, Luji hampir mengenai tubuhnya. Dengan gesit, dia mengelak dan dengan tongkat dia bermaksud menghantamkan kepadanya. Tetapi, He Mengzeng telah sampai duluan dengan tinju halilintarnya dari arah belakang punggungnya. Tongkat diputar balik dengan setengah lingkaran, lalu dengan gerakan cepat luar biasa tongkat langsung menggebuk wajah He.He terlempar jauh dengan keras. "Hebat.... Itu jurus pedang ayunan dewa yang di rapal ke tongkat." kata Jieji dengan tersenyum. Melihat He jatuh terjerembab, keduanya tidak memberi waktu kepada pemuda paruh baya untuk bernafas sejenak. Dengan merapal jurus tingkat tinggi, mereka langsung menyerang dengan buas. Sepertinya pemuda paruh baya itu bakal menemui kesulitan tinggi. Meski kungfunya lumayan tinggi, tetapi menghadapi dua jurus yang cukup termahsyur sekaligus, dia cukup kewalahan. Saat jurus pedang mengoyak angin yang dahsyat di depan mata. Dia bermaksud mengayunkan tongkat untuk menghantam dari samping. Ketika tongkat dan pedang berlaga, terlihat jelas tongkat berputar cepat penuh 1 lingkaran dengan lembut dan seakan tiada tenaga. Sedang tangan pemuda

paruh baya sepertinya tidak menggenggam tongkatnya lagi. Namun, dia mengancangkan tendangan. "Itu salah satu jurus dalam jurus pedang golok belibis jatuh." kata Yunying sambil girang. Tetapi sebelum tendangan dikeluarkan, dari arah belakang punggung pemuda paruh baya itu segera tersengat dengan luar biasa sakit. Dia jatuh terjerembab ke depan dengan berguling beberapa kali. Orang yang menyerang dari belakang tak lain adalah Yue Fuyan. "Licik.. Orang rendahan... " Kata Jieji sambil marah. Yue Fuyan yang menjatuhkan pemuda paruh baya itu langusng tertawa keras, seakan hal yang dilakukannya sangatlah benar. "Keparat!! Kau binatang rendahan...." teriak pemuda paruh baya itu. "Gan Ze.... Kau tahu 5 benda keramat di dunia itu? Kau bersama dengan gurumu demikian lama, tidak mungkin kau tidak tahu itu kan? Dimana gurumu menaruh Baju pusaka sakti itu? Katakanlah, jika tidak kau tidak akan hidup lebih lama...." kata Yue Fuyan. "Kau pikir tidak ada yang tahu tindakanmu itu? Bangsat! Kau lebih licik dari seekor Anjing piaraanku di rumah." kata Gan Ze mendampratnya. Yue segera marah, dengan gerakan amat cepat dia menendang perut Gan Ze yang masih berbaring. "Dhuakkk....." Terlihat Gan Ze terseret sambil muntah darah yang banyak dan menabrak pohon di belakangnya. Sepertinya pemuda paruh baya ini pingsan langsung. "Bagaimana? Kita harus menolongnya tidak?" tanya Yunying yang agak cemas. "Betul..." kata Jieji seraya bangkit. Tetapi sebelum dia memunculkan diri, dia merasa hawa dahsyat lain dari arah depan yang cukup jauh telah terasa. "Tunggu dulu... " Kata Jieji yang melarang Yunying untuk jalan ke depan. Yue Fuyan-lah orang yang juga merasakan hawa dahsyat itu muncul dengan cepat ke arah tempat pertarungan . Dia diam sambil mengawasi ke depan. Selang beberapa saat, terlihat dari jauh seorang tua yang berpakaian putih

dengan jenggot dan kumis yang sangat panjang nan putih. Dia berlari dengan tindakan yang sangat lucu. Larinya orang tua itu sepertinya sebentar-bentar menggoyang pantat dan menunggingkannya. Tetapi kecepatannya termasuk tinggi. Yue yang melihatnya cukup terkejut. Selang tidak lama, orang tua itu telah sampai. "Siapa anda?" tanya Yue sambil mengerutkan dahinya. "Keparat.... Kau ini mau cari mati? Aku kakekmu saja tidak kau kenal?" tanyanya sembari marah kepada Yue. "Maaf.. Tapi kakekku telah tewas dalam peperangan sekitar 80 tahun yang lalu..." kata Yue yang menyindirnya. "Kurang ajar......" kata Orang tua itu sambil menunjuk dengan sikap yang marah kepada Yue. Sedang 3 ketua partai lainnya langsung tertawa dengan sangat keras menghina orang tua tersebut. "Siapa sih orang tua itu? Kelihatannya lucu sekali dan sedikit bodoh." kata Yunying sambil tersenyum geli ke arah kakek tua itu. "Itu mungkin adalah leluhurmu..." kata Jieji sambil tersenyum geli kepada Yunying. Sesaat, Yunying sepertinya mengerti apa ucapan Jieji. Orang tua itu mungkin adalah Dewa Ajaib. Seorang pendekar tua yang kabarnya konyol luar biasa. Tetapi apa benar dia juga tolol??? Sebelum ketiga ketua partai itu tutup mulut akibat rasa tawanya, tiba-tiba mereka masing-masing merasakan sesuatu yang panas di pipi mereka. Dengan tak ayal, ketiganya jatuh terguling, di bibir mereka mengalir darah segar. Yue Fuyan yang melihatnya segera terkejut. Dia tidak menyangka kecepatan kakek konyol ini bisa meningkat sangat tajam dalam keadaan yang sesaat itu. Tanpa terasa Yue juga merinding dan diam seribu bahasa. "Kau... Ketua dunia persilatan.... Menurutku lebih cocok kau jadi ketua rumah duka di Kaifeng...." Katanya dengan tingkah yang seperti anak kecil sambil menunjuk ke Yue. Yue sangat marah mendengar hinaan itu.

"Siapa kau kakek keparat?" "Aku yang kau cari-cari kan? Begitu ketemu, kau tidak ingat? Apa kau itu pura-pura?" tanyanya sambil sangat marah. "Jadi kau..... Dewa ajaib?" kata Yue yang terpaku. "Betul... Ha Ha..... Sekarang kau tahu rasa. Akan kugoreng dagingmu untuk kujadikan penelitian..." kata Dewa Ajaib sambil menjilat-jilat kan lidahnya. Yunying yang melihatnya begitu, tentu sangat geli sambil tertawa. Yue melihat angin tidak berpihak kepadanya sama sekali. Dia bermaksud untuk lari, dengan gerakan pura-pura melihat ke belakang. Dia mengambil langkah seribu. Di luar dugaan, orang tua ini tidak mengejarnya. Tetapi dengan gerakan cepat, dia menuju ke arah Gan Ze. Dengan mengeluarkan 7 batang jarum perak panjang. Dia menusuk dengan sangat cepat dan teliti ke tubuhnya. Sesaat, sepertinya Gan Ze telah bangun. "Guru...... Maafkan aku merepotkanmu...." kata Gan dengan rasa tidak enak hati. "Tidak apa... Hush... Kau pulang dahulu... Aku.. Aku...." Katanya terbatabata, dan dengan gerakan cepat sekali dia menuju ke arah semak. Entah tindakan apa yang dilakukan orang tua itu. Tetapi dengan segera, semua sudah tahu penyebabnya. Suara perut yang berbunyi dengan kentut yang sangat keras terdengar. Jieji, Yunying dan Kyosei sangat geli melihatnya. Mereka tahu benar, kenapa dalam buku Kisah Ilmu pemusnah raga disebutkan Dewa Ajaib adalah orang yang konyol luar biasa. Dengan sikap Dewa Ajaib, ketiga ketua partai segera meninggalkan tempat tadinya dengan luka dalam yang lumayan parah. Setelah beberapa saat, Dewa ajaib telah lega. Dia menuju ke arah muridnya, Gan Ze. "Guru, kenapa mereka semua mengincar baju pusaka itu?" tanyanya kepada Dewa Ajaib sambil berlutut. Tetapi Dewa ajaib tidak segera menjawabnya. "Keluar kalian... Kucing, tikus dan .... Dan apa yah???" katanya yang tadi berteriak, tetapi sekarang dia malah berpikir. Tindakan orang tua tersebut segera menggelikan Jieji bertiga yang sedari tadi bersembunyi.

Ketiganya segera keluar dari pohon besar tempat mereka bersembunyi tadinya. Dewa ajaib yang melihat mereka bertiga segera seperti gusar dan menunjuk. "Kau... Kau juga mengincar baju itu?" tanya orang tua itu. "Tentu tidak.. Saya cuma lewat disini saja..." kata Jiejie merendah sambil tersenyum. Dewa ajaib dengan gerakan cepat, langsung ke depan Jieji. Dia berdiri mengawasi Jieji lumayan lama. Saat itu tak sengaja matanya beralih ke arah pinggangnya. Dia karuan terkejut melihat benda yang terselip di pinggang Jieji. "Pedang...... Ha Ha...." katanya tertawa sangat ceria. "Betul...... Anda pernah melihat pedang ini?" tanya Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Tidak... Sama sekali tidak...." Katanya dengan sikap urak-urakan sambil memandang sekeliling. Dengan tanpa sengaja kembali, dia memandang adanya pedang yang terselip kembali di belakang Jieji. Dilihatnya dengan seksama, tetapi dia tidak berani mendekati. Saat dia menengadahkan kepalanya. Dia melihat seorang wanita berbaju putih yang sangat cantik. "Wah.. Wanita cantik... Tidak disangka pedang ini juga ada padamu??" katanya heran dan girang. "Betul... Apa Tetua mengenalinya?" tanya Yunying kepadanya. Di luar dugaan, orang tua ini malah marah-marah. "Keparat!! Binatang.... Adoooo...." katanya sambil memegang kepalanya dengan tingkah seperti anak-anak. Jieji yang melihatnya segera mengetahui sebabnya. "Betul... Pedang inilah yang akan kalian rebutkan dalam pertarungan berpuluh tahun yang lalu di utara Mongolia kan?" tanyanya. Dewa Ajaib segera melihatnya dengan dalam-dalam. Sesaat itu, terlihat senyuman di bibirnya.

BAB LIX : Pertemuan Tiga Tetua sakti

"Kamu pintar sekali seperti Dewa Sakti..." kata Dewa Ajaib dengan senang. Tetapi senangnya hanya terlihat sebentar, kemudian dia gusar kembali. "Jangan-jangan kau itu muridnya Dewa Sakti..." katanya dengan tidak senang. "Tentu bukan kok..." kata Jieji yang tersenyum geli melihat tingkahnya. "Baguslah kalau begitu..." Katanya dengan wajah tersenyum kembali. Reaksi Dewa Ajaib dianggap sangat aneh oleh mereka semua, karena terlihat sebentar dia marah, sebentar lagi tertawa, sebentar senyum manis, sebentar ngambek. "Kakek... Saya ada pertanyaan kepadamu..." tanya Yunying kepadanya tibatiba. "Kakek? Aku ini masih kakak seperguruanmu. Mana bisa kamu panggil aku kakek?" katanya dengan wajah tidak senang. Yunying sangat geli melihat tingkahnya, tetapi dia tetap melayaninya. "Kakak seperguruanku hanya 1 orang, dan dia adalah anak dari Yue Fuyan itu." "Ha? Kurang ajar. Kalau begitu, kalian guru dan murid mengeroyokku?" katanya dengan wajah yang langsung gusar. "Bukan begitu kek..." kata Yunying yang serba salah. Tetapi belum sampai siapnya Yunying, Dewa ajaib mengambil ancangancang untuk menyerangnya. Maksud Dewa ajaib sendiri tentu ingin melihat bagaimana kemampuan gadis cantik tersebut. Dengan gerakan cukup cepat, dia mengancangkan tapak untuk menghantam ke arah bahu si nona ini. Yunying yang melihatnya, segera beranjak mundur cepat sambil tangannya merapal jurus Ilmu memindah semesta. Tapak berlaga dengan keras dan dahsyat. Dalam 30 jurus, Yunying terlihat seimbang dengan Dewa Ajaib. Lalu dengan cepat, Dewa Ajaib menarik diri. Kali ini dia kembali gusar tanpa dibuat, sambil menunjuk ke Yunying dia berteriak. "Bangsat Dewa Sakti...... Dia mengangkat kamu sebagai murid...." "Bukan kek... Saya bukan murid Dewa Sakti kok..." kata Yunying yang agak heran.

Tetapi Dewa Ajaib segera mendekatinya. Dia pandang wajah nona ini kembali dengan serius. "Dulu kudengar Dewa sakti pernah mengangkat 1 murid saja. Murid itu kabarnya sangat pintar, berbakat, dan sangat cantik. Dia hanya mengajarinya Ilmu jari dewi pemusnah. Kenapa malah kamu bisa menguasai jurus Ilmu Memindah semesta?" tanyanya dengan heran. "Itu...." kata Yunying. Jieji yang dari tadi hanya tersenyum segera beranjak kesana. Dia menceritakan beberapa garis besar kejadian yang sesungguhnya kepada Dewa Ajaib. Setelah mendengarnya, Dewa Ajaib langsung tersenyum manis penuh arti kepada Jieji. Jieji yang melihat mimik wajahnya segera mengerti apa maksudnya. "Tuan, mana mungkin saya ini sanggup melayanimu dalam pertarungan." katanya dengan ramah. "Tidak..... Tidak...... Hari ini mau kucoba kembali kemampuan Ilmu jari dewi pemusnah yang dulunya sanggup mengalahkanku dalam 5 jurus. Dan garagara itu aku kalah tanpa sempat bergebrak dengan 3 dewa lainnya. Huh......" Jelas Dewa Ajaib sambil mendongkol. Barusan menyelesaikan kata-katanya, dari arah depan segera terdengar suara gaib yang sangat sakti. "Ha Ha..... Dewa Ajaib... Apa kabarmu? Kabarnya makin lama kamu itu makin gilak. Saudara tuamu datang untuk menengokmu....." Semua yang disana heran akan suara hebat menggema itu. Tetapi lain halnya dengan Dewa Ajaib. Meski dia marah, tetapi dia tidak mengeluarkan kata-kata untuk berargumen. "Siapa itu?" tanya Yunying kepada Dewa Ajaib. Dewa Ajaib hanya diam tidak menjawab. "Ada 3 orang yang datang kemari... Ke semuanya mempunyai ilmu ringan tubuh yang sangat sakti..." kata Jieji sambil tersenyum manis. "Ha? Jadi siapa mereka?" tanya Yunying. "Kamu akan segera tahu..." kata Jieji kembali kepadanya. Memang benar, selang beberapa saat segera muncul 3 orang. Dua orang diantara tiga sangatlah dikenal Jieji dan Yunying.

Ketiga orang tersebut memang sudah sangatlah tua. Tetapi dari wajah mereka, tidak tampak seperti kakek dan nenek. Melainkan seperti pemuda pemudi yang mengecat rambut mereka menjadi putih. Wajah ketiganya sangat merah merona, seperti Dewa dan Dewi yang turun ke bumi. Sementara Dewa ajaib yang melihatnya segera berpaling, dia pura-pura tidak melihat ketiga orang tersebut. Ketiganya segera turun melayang dari udara ke bawah dengan sangat santai. Jieji dan Yunying yang melihatnya segera memberi hormat kepada mereka dengan sangat sopan. "Apa kabar guru berdua??" 2 Orang tersebut tentu adalah Dewa Sakti dan Dewi Peramal, mereka berdua juga memberi hormat pendek kepada Jieji dan Yunying yang disana. Sedang seorang lagi kelihatan sangat aneh. Dia berpakaian serba putih, wajahnya tidak kalah agungnya dengan Dewa Sakti, di pinggangnya terselip sebuah alat musik khas timur yang lumayan di kenal Jieji. Alat musik itu seperti seruling dari daratan tengah, hanya bentuknya lebih lebar dan sangatlah pendek. Sedari turun dia terus mengelus jenggot putihnya yang panjang ke pinggang sambil tersenyum melihat ke arah Jieji. Jieji dan Yunying heran melihat tindakannya. Sedang Dewi peramal sendiri terus mengamati Yunying dengan wajah yang sangat welas asih. "Adik... Kenapa kamu ngambek lagi? Melihat kakakmu kenapa tidak beri hormat atau ngomong-ngomong kek tuk senangin hati kita berdua..." kata Dewa Sakti sambil tersenyum sangat manis kepadanya. "Kau!!!!....." katanya sambil menunjuk. Setelah itu, dia berpaling kembali ke arah lain dengan pura-pura tidak melihat. Dewa Sakti segera berpaling ke arah Jieji dan menanyainya. "Kamu tahu mengapa Dewa Ajaib itu marah?" "Tentu...." Jawab Jieji dengan tersenyum pulak sambil memberi hormat kepadanya. Dewa Ajaib yang mendengarkan segera berpaling ke arah Jieji. Dia membentak sambil marah. "Kau tahu apa anak muda? Cepat kau katakan!! Jika tidak kau akan kucabik dan kutusuk dengan jarum 1000 nadi." "Ha Ha......" Dewa Sakti tertawa sangat keras.

"Betul... Anda marah karena mungkin dulunya ada perjanjian mengenai cara waris dari ilmu kungfu terhebat dari masing-masing 5 Dewa kan?" Kata Jieji kepadanya. "Ha? Kenapa kau bisa tahu?" kata Dewa Ajaib dengan sangat heran kepadanya. "Hanya anda sendiri yang mengganggap ilmu kungfu anda tidak ada apaapanya di antara mereka semua. Tetapi dalam ilmu pengobatan, anda tidak ada tandingannya bagi 4 Dewa lainnya." Kata Jieji sembari memujinya. Dewa Ajaib yang sedari tadi marah besar langsung tersenyum sangat senang. Dia sangat bahagia dipuji oleh Jieji. "Tapi....." katanya dengan kerut dahi kembali. "Tidak masalah.... Anda menganggap kungfu anda tidak ada ahli warisnya yang hebat lagi di dunia persilatan. Tetapi mengenai ilmu pengobatanmu itu tiada duanya sungguh...Selain itu di antara 5 Dewa tentu kesemuanya mempunyai kemampuan yang berbeda masing-masingnya kan?" kata Jieji kembali. Dewa Ajaib kembali sangat senang setelah mendengarnya. "Betul.... Dewa Manusia memang telah meninggal berpuluh tahun yang lalu. Tetapi sekarang sainganku juga tidak banyak lagi. Setelah 2 orang ini, masih ada lagi Dewa Bumi....." kata Dewa Ajaib yang tidak mengetahui tentang telah tewasnya Dewa Bumi. Jieji segera mengetahui orang tua yang lainnya yang bersama Dewa Sakti dan Dewi Peramal itu. Tentu dia adalah tak lain Dewa Semesta, guru silatnya Zhao Kuangyin, Sung Taizu. Jieji segera memberi hormat dalam-dalam kepadanya. Dewa Semesta yang melihatnya juga membalas dengan senyuman manis. "Ada apa sebenarnya? Kenapa sangat kau hormati pemuda itu? Emang apa yang hebat darinya?" tanya Dewa Ajaib dengan heran kepada mereka. "Dia adalah cucu satu-satunya dari Dewa Manusia.." Kata Dewa Semesta sembari menunjuk ke arah Jieji. Dewa Ajaib yang melihatnya segera gusar, tetapi selain gusar dia juga terlihat sangat senang. Jieji tentu bisa menebak dengan pasti apa yang ada di dalam otak orang tua ini. Dengan memberi hormat kepadanya dia berkata. "Tetua.... Tidak mungkin aku yang masih muda ini sanggup menerima pelajaran dari anda..."

"Apa? Kamu cucu asli darinya.... Ilmu apa yang telah diturunkan si tua itu kepadamu?" kata Dewa Ajaib yang kelihatan mulai marah kembali. Sebelum Jieji menjawab, Dewa Sakti memotongnya. "Ha Ha...... Mana bisa kau itu bertarung dengannya... Kamu masih ingat, berapa hebat kemampuan Dewa Bumi dulu?" "Tentu... Dia lumayan hebat di antara kalian berempat, selain Dewa Manusia tidak ada yang sanggup mengalahkannya." jawab Dewa Ajaib. "Kalau begitu, bagaimana kungfu Dewa Bumi sekarang?" tanya Dewa Sakti kembali. "Mungkin sudah sangat hebat. Aku dengar dia telah melatih Ilmu Pembuyar tenaga dalam dan tendangan mayapadanya si Tua itu dengan sangat lihai. Sekarang tidak mungkin aku melawannya." kata Dewa Ajaib sembari agak malu. "Baik... Baik.... Tetapi si tua itu tidak ada bandingnya dengan pemuda ini..." kata Dewa Sakti sambil menunjuk ke arah Jieji dengan tersenyum. "Apa katamu?????" tanya Dewa Ajaib yang heran luar biasa. "Ha Ha... Betul... Di utara Kota Ye, dia bertarung hebat dengan Dewa Bumi dan 2 muridnya. Hasilnya, dengan ilmu pamungkas ketiga orang itu bahkan tidak mampu menyentuh pemuda ini sehelai rambut pun.." Kata Dewa Sakti kemudian. Dewa Ajaib hanya terheran-heran saja. Dia tidak percaya kemampuan Jieji sangatlah tinggi. "Tetapi Dewa Bumi telah tewas...." kata Dewa Semesta dengan tenang. "Apa? Jadi dia dibunuh oleh pemuda ini?" tanya Dewa Ajaib kemudian. "Bukan... Dia masih sangat sehat ketika meninggalkan daerah Ye...." kata Dewa Semesta sambil melirik ke arah Jieji. Jieji yang melihatnya segera memberi hormat. "Tetua, boleh anda katakan siapa yang membunuhnya? Meski gosip dunia persilatan mengatakan pembunuhnya adalah diriku. Tetua pasti tahu sedikit banyak hal tersebut." kata Jieji kepada Dewa Semesta. Dewa Semesta hanya diam saja tidak menjawabnya. "Itu akan kau ketahui sendiri nantinya." Kata Dewa Sakti yang melihat tindakan Dewa Semesta.

"Boleh saya tanya kenapa anda berdua datang kemari?" tanya Dewa Ajaib kepada Dewa Sakti dan Dewa Semesta. "Ini menyangkut kehidupan yang akan datang. Kau tahu ada 5 Benda sakti di dunia ini?" tanya Dewa Sakti kepadanya. "Kehidupan yang akan datang? Mengenai itu barang pusaka tentu saya sangatlah tahu..." Kata Dewa Ajaib. "Sekarang kedatangan kita berdua untuk meminjam Jubah saktimu dan 2 bilah pedang." kata Dewa Sakti seraya melirik ke arah Jieji. Jieji yang melihatnya segera mengerti. Dia mengangguk. "Coba kau jelaskan dahulu.... " Kata Dewa Ajaib. "Baiklah... Beberapa bulan lalu, saya melihat fenomena langit. Ada sedikit perubahan yang sama sekali tidak menguntungkan. Hal yang bisa saya pastikan adalah adanya beberapa orang yang sedang menembus batas langit untuk mengubah semesta..." kata Dewa Sakti. Jieji dan Yunying serta Kyosei terkejut mendengarnya. Begitu pula Dewa Ajaib. "Memangnya ada masalah apa dengan itu?" tanya Dewa Ajaib. "Tentu ada.... Bintang naga sepertinya telah dirubah oleh seseorang yang mampu bertindak gaib. Selain itu, sepertinya ada yang sedang menciptakan sebuah ilmu terlarang di jagad." kata Dewa Sakti kembali. "Apa katamu? Yang benar? Kalau begitu sangat berbahaya...." Kata Dewa Ajaib. "Betul... Dahulu, Huang Yuzong(kakek dari Huang Shanniang(istri dari Wu Quan, atau ibu dari Yunying))-lah orang yang meneliti ilmu tersebut. Ilmu itu sangat dahsyat dan sangat sesat. Sebagian kaum persilatan menyebutnya adalah Ilmu pemusnah raga tetapi tentu sangat lain sekali. Kita mau tidak mau harus menghentikannya untuk jiwa yang damai di seluruh negeri meski kita tidak lagi terlibat di dunia persilatan." kata Dewa Sakti menjelaskannya. Yunying yang mendengarnya tentu sangat terkejut. Tidak disangka kakek tua luar-nya adalah tetua sesat. "Betul.. Sewaktu muda, kita berlima bertarung melawan Huang Yuzong. Alhasil, dalam jurus terakhir dia tewas dibunuh oleh Dewa Manusia. Tetapi itu pun untung-untungan kita saja karena dia kerurupan pada akhirnya. Mengenai masalah itu, kita semua terluka sangat parah sehingga dalam waktu 10 tahun baru bisa pulih." kata Dewa Ajaib mengenang.

"Betul.. Mengingat hal itu, saya tentu masih merinding..." kata Dewa Sakti. "Dewa Ajaib... Kita ingin meminjam Jubah saktimu dengan sesegera mungkin karena perlu kita bangun altar 7 tingkat formasi dewa untuk menghancurkan fenomena gaib Bintang kaisar." kata Dewa Semesta segera. Jieji segera melihat Dewa Semesta. Di wajahnya seperti terlihat kecemasan, dia takut sesuatu telah terjadi pada kakak pertamanya. Tetapi sebelum dia menjawab, Dewa semesta memotongnya. "Tidak usah kamu takut... Tidak ada sesuatu yang terjadi pada anak muridku untuk sementara..." Katanya dengan wajah tersenyum kepada Jieji. "Baiklah.. Kalau begitu saya ikut dengan kalian saja. Kita kembali dahulu ke Gunung Heng, disana saya ambil itu jubah." kata Dewa Ajaib kemudian. Meski tindakan Dewa Ajaib urak-urakan, tetapi terhadap hal serius dia tidak pernah main-main. "Baik.... " kata Dewa Sakti sambil mengangguk. Tetapi Yunying yang sedari tadi diam segera menanyai Dewa Ajaib.

BAB LX : Nenek Du Dari Tanah Hei Longjiang "Kakek... Boleh kutanya bagaimana jurus ciptaanmu bisa sampai ke keluarga Xia dan Wu?" Dewa ajaib memandangnya sebentar. Kelihatannya dia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan nona cantik ini. Dia tertunduk agak malu dengan wajah yang lumayan mendongkol. "Ha Ha.... Kamu mau mendengar ceritanya?" tanya Dewa Sakti kepada Yunying karena dia melihat Dewa Ajaib enggan untuk menceritakannya. Yunying tersenyum sambil mengangguk kepada orang tua ini. "Sebenarnya kakekmu dan ayah dari Xia Rujian adalah saudara angkat dari Dewa Ajaib..." Baru Dewa Sakti menceritakan. Dewa Ajaib segera memotong perkataannya sambil marah-marah. "Dua saudara angkatku itu tidak dapat dipercaya..... Sialan......" Teriaknya, tetapi dia bergegas menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan tidak mau berbicara lebih lanjut.

Dewa Sakti hanya tertawa saja mendengar marahnya Dewa Ajaib dan sikap kekanak-kanakannya. Setelah itu dia melihat ke arah Jieji sambil tersenyum. Jieji kembali mengerti apa maksud Dewa Sakti. "Hm.... Kalau begitu, berarti Jurus pedang ayunan dewa dan Golok belibis jatuh diciptakan kalian bertiga. Jadi dengan begitu, mereka juga mendapat salinannya... Begitu kan?" tanya Jieji yang berpikir sambil memegang dagunya. Bukan main marahnya Dewa Ajaib mendengar kata-kata Jieji barusan. Dia yang sedari tadi menutup mulutnya langsung berteriak. Sementara itu maksud Jieji tentu untuk memancingnya, tidak susah ternyata untuk memancing Dewa Ajaib yang sifatnya seperti kanak-kanak itu. "Keparat!!! Mereka mencuri salinan ilmu yang kucipta selama 10 tahun dengan memeras otak luar biasa sulit. Bangsat!!!" Dewa Sakti dan Dewa Semesta karuan tertawa luar biasa. Mereka mengerti kata-kata Jieji tadinya hanya untuk memancingnya berbicara jujur. Karena kata-kata Dewa Ajaib, semua menjadi tertawa deras. "Kedua saudara angkatku itu tidak berbudi. Masing-masing mencuri satu kitab saat aku tidak ada di gunung Heng, kemudian mereka diam-diam mempelajarinya. Saat aku tahu kitabku dicuri, aku mencari mereka. Eh... Keduanya ternyata telah meninggal karena sakit. Kurang Ajar!!!!" teriak Dewa Ajaib yang tidak puas. Semua yang disana memang tertawa lucu mendengar apa yang di uraikan Dewa Ajaib, hanya sang murid saja yang tidak berani tertawa seperti mereka berenam. "Dewa Ajaib... Kamu sudah siap ikut dengan kita?" tanya Dewa Semesta kemudian. "Tentu... Secepatnya lebih bagus." kata Dewa Ajaib yang amarahnya kontan reda. Jieji yang melihat mereka sudah siap untuk berangkat segera mengeluarkan pedang yang terselip di pinggangnya dan memberikan kepada Dewa Sakti. Tindakan Jieji juga diikuti oleh Yunying yang melihatnya. Dewa Sakti menerima kedua bilah pedang tersebut seraya mengucapkan terima kasih. "Setelah semuanya beres, kedua bilah pedang ini akan kukembalikan padamu." Kata Dewa Sakti sambil tersenyum. Jieji dan Yunying memberi hormat kepada Dewa Sakti.

"Kita harus cepat menuju ke Gunung Heng, setelah itu kita menuju ke Gunung Dai." kata Dewi Peramal. Sebenarnya diantara 5 benda sakti, 2 di antaranya telah dimiliki oleh Dewa Semesta dan Dewa Sakti yaitu Plat 8 Ba Gua Semesta dan Sabuk Naga Sejati. Kegunaan Plat 8 Ba Gua semesta adalah untuk mengubah fenomena alam. Sedangkan Sabuk Naga Sejati adalah semacam sabuk yang berfungsi untuk memperdalam Ilmu meringankan tubuh. Sabuk ini sangat hebat dan sakti, bagi seorang pemula dan tidak jago bersilat jika memakai sabuk tersebut, maka ilmu ringan tubuhnya akan diperoleh langsung tanpa melatihnya. "Kamu akan ikut?" tanya Dewa Sakti kepada Jieji. "Tidak guru... Di Xi Zhuan saya masih ada sesuatu masalah yang harus ku selesaikan..." kata Jieji. Dewa Sakti dan Dewi peramal hanya tersenyum manis kepadanya. Setelah semua hal dirasain telah beres, maka kelima orang tersebut minta pamit pada Jieji dan kawan-kawan. Jieji bertiga memandang mereka yang beranjak dari sana sampai tidak nampak lagi bayangannya. "Apa kita akan melanjutkan perjalanan?" tanya Yunying. Jieji melihatnya sebentar dan mendorong pelan kepalanya. "Tentu, memang mau kita bermalam disini?" Yunying hanya tersenyum manis kepadanya. Keesokan harinya... Mereka telah sampai di hulu sungai Yang Tze yang terletak di timur dari kota ChengDu, Xi Zhuan. Tidak seperti biasanya, kali ini di sana hadir lumayan banyak pesilat. Jieji bertiga cukup bingung melihatnya, kenapa daerah yang telah termasuk terpencil tersebut banyak di datangi pesilat. Kyosei segera pergi menanyai apa hal yang sedang terjadi sebenarnya disana. Jieji dan Yunying hanya duduk tidak beranjak dari kuda mereka. Sedang beberapa saat kelihatan Kyosei telah kembali ke arah Jieji. "Ada hal apa?" tanya Jieji kepada Kyosei. "Para pesilat semua ingin pergi ke panggung batu 1000 cermin karena di sana kabarnya ada harta Dinasti Tang yang tersembunyi." jawab Kyosei kepada majikan mudanya.

"Hm...." Jieji tidak menjawab lebih lanjut. "Apa kita akan pergi juga?" tanya Yunying. "Tentu... Tidak mungkin kita mundur hanya karena hal seperti itu..." kata Jieji seraya tersenyum. Penyeberangan sungai Chang Jiang di sana terhambat karena terlalu sedikitnya kapal mengingat daerah tersebut sangat jarang dikunjungi orang daratan tengah secara gerombolan. Menunggu selama 5 jam, akhirnya Jieji dan temannya berhasil juga mendapat kapal. Sementara di antara pesilat yang naik, ternyata ada beberapa orang yang mengangkut peti ataupun beberapa barang yang lumayan besar. Maksud para pesilat itu mungkin jika harta Dinasti Tang ditemukan, maka peti itu bisa di isi barang berharga. Di kapal yang lumayan besar, Jieji bermaksud berlayar bersama puluhan orang dari dunia Jianghu. Tetapi sebelum kapalnya berlayar jauh. Dari arah daratan terdengar teriakan seseorang pemuda. "Berhenti........ Berhenti....... Berhenti.........!!!" Semua orang yang di atas perahu segera menengok ke arah pemuda yang berteriak dari daratan tersebut. "Ada hal apa?" tanya nahkoda kapal yang melihatnya berteriak berulangulang. Seraya menunjuk ke arah kapal. Dia berteriak. "Di kapal ada pembunuh berdarah dingin...... Saya datang dengan maksud membalas dendam...." Jieji yang melihatnya segera heran. Jangan-jangan pembunuh yang dimaksud adalah dia. Mengingat namanya yang sudah buruk di dunia persilatan. Tetapi sebelum Jieji hendak beranjak maju, dari arah belakang muncul seorang nenek tua yang sambil berjalan perlahan ke depan. Perawakan nenek tua itu tidak besar, dia bongkok dengan tubuh yang kecil. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan dan bengis. "Ha Ha... Tidak disangka kau mengejarku sampai disini..." teriak nenek tua itu seraya terkekeh-kekeh. Orang yang berada di daratan tersebut segera mematahkan beberapa kayu dermaga yang sengaja di pancangkan tersebut.

Dengan menendang semua tongkat sampai ke sungai ke arah kapal, dia langsung menggunakan ilmu ringan tubuh untuk menginjak kayu yang telah terapung di atas sungai. "Mustahil dia mampu melakukannya...." kata Yunying yang agak heran mengingat jarak mereka yang telah terpaut lebih dari 100 kaki. Sedangkan Jieji hanya melihatnya sambil tersenyum. "Oya, itu nenek kenapa asyik memandangku saja dari tadi? Sampai radarada aku takut dibuatnya..." kata Yunying yang merasa risih. "Apa benar?" tanya Jieji dengan heran ke arah nenek yang telah berada di depannya. Yunying memandang Jieji sambil mengangguk pelan. Ilmu ringan tubuh orang yang berada di daratan tadinya tidaklah rendah. Dia menginjak dengan sangat pas semua kayu yang telah terapung tersebut. Dan tanpa terasa dia hanya terpaut sekitar 10 kaki saja dengan kapal. Semua melihat gaya orang tersebut, tetapi ketika dia hampir sampai... Sesaat dia tiba-tiba kehilangan keseimbangannya. Dengan tak ayal, dia mengeluarkan sesuatu benda di balik bajunya yang ternyata adalah cemeti dan menghujamkannya keras ke arah kayu penyangga di belakang kapal tersebut. Dengan sekali menghentak, dia bermaksud loncat tinggi ke kapal. Tetapi nenek tua itu tidak memberikannya kesempatan. Dia mengeluarkan sesuatu benda yang ternyata adalah senjata rahasia dari balik bajunya. Namun sebelum sempat dia melempar, tangannya tiba-tiba dipegang lumayan keras oleh seseorang. Nenek itu langsung terkejut. Dia berpaling ke arah orang yang memegang tangannya. Ternyata adalah seorang pemuda yang hanya berusia paling 30 tahunan. Pemuda itu tak lain tentu adalah Jieji adanya. Dan tidak berapa lama, orang yang di bawah tadi telah mendarat di atas kapal. Jieji juga melepaskan tangan nenek tua yang tampak gusar karena ulahnya. "Terima kasih Daxia...." kata orang itu dengan hormat dan sopan kepada Jieji. Jieji membalas hormat kepadanya. Dilihatnya pemuda itu tidaklah tua, palingan seumur dengannya saja.

"Kau nenek busuk.... Kau menculik banyak gadis cantik, kemudian kau manfaatkan mereka , terakhir malah kau membunuh mereka. Sekarang kau mau lari, tidak semudah itu...." katanya sambil menunjuk pada nenek itu. "Apa?? Kau nenek Du dari Heilong Jiang?" Para pesilat sangat heran. Nenek Du adalah seorang pesilat yang kungfunya sangat tinggi. Semua pesilat rada ketakutan mendengar nama besarnya yang muncul dalam 2 tahun terakhir. Tindakannya yang paling kejam di dunia persilatan kabarnya adalah menculik semua gadis cantik di desa maupun kota. "Ha Ha... Betul.. Akulah orangnya. Kali ini kalian akan tahu rasa akan kehebatanku." Katanya sambil pamer, dia melihat ke arah Jieji. Jieji hanya melihatnya dingin. Tidak seperti pesilat lain yang langsung gugup, Jieji memandangnya dengan mata yang penuh hawa dingin luar biasa. Si nenek terlihat lumayan gugup akhirnya. Dia tidak menyangka adanya orang yang tidak takut kepadanya, melainkan berani memandangnya dengan penuh hawa "pembunuhan". Yunying yang di belakangnya segera menanyai Jieji. "Kenapa nenek ini menculik para gadis? Apa maunya sebenarnya?" Pemuda yang tadinya segera menjawab. "Dia menculik gadis baik-baik. Kabarnya dia membawanya pulang ke Heilong Jiang. Disana gadis itu di garap oleh anak buahnya selama berbulan-bulan. Sebelum melahirkan, dia akan mengorek isi janin dari para gadis itu dengan pisau sampai gadis itu mati. Janin yang belum jadi itu akan diperjual belikan yang kabarnya bisa membuat orang awet muda karenanya..." Yunying memang tidak tahu menahu soal tersebut. Dengan polos dia bertanya pada Jieji. "Digarap itu sebenarnya apa sih?" Semua orang di kapal tertawa besar sekali melihat kepolosan gadis cantik tersebut. Sementara Jieji hanya memegang jidatnya dan menggoyang kepalanya perlahan, kemudian dia meminta Yunying untuk diam saja. Nenek itu yang melihat sikap polos Yunying segera terkekeh-kekeh, dari sorot matanya mengandung sinar pembunuhan kepada gadis tersebut. Tentu si nenek ingin korban berikutnya adalah Yunying.

"Kalau begitu, teman-temanmu di kapal ini pasti tidaklah sedikit...." kata Pemuda itu kepada si nenek. Memang benar perkiraan pemuda itu, di antara puluhan pesilat. 8 Orang segera berjalan ke arah si nenek sambil tertawa besar. Sedang si nenek hanya memandang ke arah Yunying dengan penuh hawa pembunuhan yang mengerikan. "Huh... Seharusnya aku tahu dari awal. Jika tanpa anak buah, bagaimana kau bisa culik gadis yang lumayan banyak...." katanya sambil tersenyum pahit. "Kali ini kau gawat pemuda...." kata salah seorang di antara 8 orang kepada pemuda tersebut. Pemuda itu memang terlihat lumayan gugup. Dia tidak menyangka komplotan si nenek masih banyak di sana. Dia tidak yakin sanggup selamat dari kapal yang berlabuh lumayan jauh. Jieji yang sedari tadi diam segera berbicara. "Rupanya begitu... Tujuanmu sebenarnya hanya gadis kecil ini, kau purapura naik kapal bersama kami. Setelah di tengah sungai, kau akan menculik gadis ini dengan diam-diam..." "Ha Ha... Pemuda hebat..." teriak si nenek dengan tertawa. "Tetapi nyawamu juga tidak akan lama lagi mengingat kau juga telah turut campur urusanku disini." Jieji hanya tertunduk dengan wajah penuh senyuman dan menggelengkan kepalanya. Kemudian terdengar suara yang lumayan berisik, sepertinya ada yang menyeret peti di sana dengan lumayan kasar. Sesaat itu terlihat 4 orang yang menyeret dua buah peti yang lumayan besar. Ukurannya tidak lebih kecil dari peti mati umumnya ke arah nenek Du. Jieji yang melihatnya segera tahu apa isinya nantinya. "Jadi itu adalah peti dimana bisa kau sembunyikan orang? Berarti pasti peti itu berisi dua gadis?" tanya pemuda itu. "Tidak... Isinya hanya 1 orang...." kata Jieji yang memandang pemuda itu dengan senyum penuh arti. "Ha Ha... Kau pintar sekali nak...." kata si nenek kepadanya. Sementara itu, pemuda tersebut malah heran dibuatnya.

"Jangan-jangan...." katanya sambil memandang ke arah Yunying. Jieji yang melihatnya segera mengangguk pelan. "Dia menarik peti itu untuk memasukkan seorang gadis lagi ke dalam." kata Jieji. "Ha Ha... Betul... Selain ini, yang itu isinya juga seorang gadis yang sangat cantik. Kecantikannya tidak kalah dengan gadis ini, tetapi kungfunya juga sangat tinggi...." kata si nenek sambil tersenyum menyeramkan. Jieji sepertinya bisa menebak siapa di dalam peti itu. Tetapi dia hanya mengira-ngira tanpa bisa memastikan. "Para pesilat yang masih ingin hidup.... Segera loncat ke sungai, atau tidak ada 1 pun yang bisa lolos lagi..." teriak salah seorang di antara 12 orang pengawal Nenek Du. Pesilat-pesilat yang di sana langsung tanpa banyak bicara segera meloncat mencebur ke dalam sungai Chang Jiang untuk menyelamatkan diri. Sekarang di atas kapal hanya tinggal Jieji, Yunying, Kyosei dan pemuda itu dengan Nenek Du dan 12 orang pengawalnya. "Kau mau bunuh diri atau bertarung?" kata si nenek. Pemuda itu segera berancang-ancang untuk menyerang si nenek. "Ha Ha.. Tidak tahu diri..." Sesaat itu, si nenek yang sedari tadi bersiap segera melemparkan bubuk yang mirip bedak ke arah Jieji dan Yunying yang tidak terpaut jauh. Bubuk putih itu langsung melesat sangat kencang ke arah mereka bertiga. Jieji yang melihatnya segera terkejut, dengan tangan yang menggenggam Yunying dan Kyosei. Dia menarik diri dengan cepat sambil menyeret kaki ke arah belakang. Bubuk memang tidak sempat mengenai mereka bertiga. Tetapi sepertinya Yunying dan Kyosei mulai bergoyang-goyang karena sempat menghirup bau bedak melalui hidung. Tanpa sadar, keduanya seperti lemas dan terkulai. Sementara itu, Jieji malah tidak mengapa-mengapa. Si Nenek kontan terkejut. "Ha Ha.. Tidak disangka disini juga ada pesilat kelas tinggi. Tetapi tidak akan ada gunanya...." Katanya dengan mata berbinar-binar penuh hawa pembunuhan.

Jieji yang melihat tindakan nenek itu kontan gusar. Di matanya segera terkandung hawa pembunuhan. Angin sungai sepertinya mulai bertiup kencang mengelilingi tubuhnya. Hawa tenaga dalam dahsyat segera membungkus.

BAB LXI : Wang Sungyu, Pewaris Tendangan Matahari Nenek Du terkejut melihat fenomena di depannya. Dia tidak menyangka pesilat di depannya ternyata bukanlah pesilat yang lemah. "Kau....." tunjuknya sambil sedikit gugup. "Kau tidak bisa dibiarkan hidup lebih lama. Semakin lama hidupmu, maka semakin banyak orang yang kau celakakan." kata Jieji dengan sangat serius kepadanya. 12 Orang pengawal berniat maju dengan sama-sama untuk mengeroyok pemuda yang berada di belakang nenek Du. Nenek Du yang melihat keadaan Jieji, segera bergaya sangat aneh. Tangannya menghempas ke kanan dan ke kiri ataupun ke atas. Mulutnya seakan berkomat kamit sesuatu. Dia mengeluarkan ilmu pamungkasnya karena dia tahu, dengan kungfu biasa tidak akan sanggup melawan Jieji yang kungfunya jauh di atasnya. Jieji hanya diam dan memandangnya dengan sangat serius. Di ketika itu, langsung langit terlihat agak gelap. Mulut si nenek terus berkomat-kamit, dia menghempas tangannya ke segala arah. Sepertinya perubahan cuaca tiba-tiba itu akibat tindakan nenek tua itu. 12 Orang pengawal sudah bergebrak dengan si pemuda yang berdiri di ujung kapal. Jurus pemuda itu tidaklah sangat asing bagi Jieji, hanya Jieji tidak tahu jurus apa yang di rapalnya. Si Pemuda juga menggunakan tendangan, tendangannya terlihat sekilas lambat dan tidak bertenaga sama sekali. Tetapi... Ketika tendangan hampir mengenai seseorang di depan. Seseorang lain berniat menolongnya, namun tanpa di ketahui tendangan ke depan itu malah menghantam orang di belakangnya. Jurus tendangan yang sangat hebat, sekelas tendangan mayapadanya Jieji. "Jurus tendangan matahari?" kata Si nenek yang heran. Jieji juga heran. Tidak disangka jurus tendangan matahari yang pasti telah hilang seiring meninggalnya Dewa manusia kembali muncul di jagad

persilatan. Jieji juga kagum akan jurus ciptaan kakeknya. Berbeda dengan tendangan mayapada yang keras dan cepat. Tendangan matahari justru sekilas malah terlihat lambat, tetapi hampir tiada celah. Luar Biasa... Tanpa terasa di antara 12 orang, 6 orang sudah di jatuhkannya. Bahkan 4 orang tercebur ke sungai nan deras. Si nenek yang tahu keadaannya semakin tidak menguntungkan segera menuju cepat maju ke arah Jieji sambil mencabut sesuatu barang dari dalam bajunya. Jieji sempat melihat sekilas, benda yang di cabutnya adalah pisau yang sangat pendek. Tidak disangka, nenek reyot ini gerakannya malah cukup cepat. Ketika hampir sampai kedua pisau itu ke dadanya, Jieji menghindar dengan gesit seraya mengancangkan tendangan ke arah rusuk si nenek. Nenek yang melihatnya, segera berguling di udara dengan cepat sambil memutar kedua tangannya. Posisinya sekarang cukup bagus, dia berputar di udara lumayan cepat dengan memutar kedua pisaunya. Jieji yang melihat keadaan itu, segera mundur 3 langkah ke belakang sambil mengancangkan jarinya untuk di arahkan ke nenek Du yang sedang berputar cepat ke arahnya. Sesaat, sinar cemerlang segera muncul. Dari arah jari Jieji segera keluar hawa pedang nan dahsyat. Dan benturan segera terjadi... Nenek Du segera terpental jatuh di kapal cukup jauh. Sementara Jieji hanya diam dan tidak bergerak. Nenek Du memang masih sanggup bangun, tetapi dari mulutnya segera muntah darah segar. "Keparat!!! Ilmu jari dewi Pemusnah?" "Betul..." kata Jieji mengangguk. "Kau!!!! Kau pembunuh Dewa Bumi????" teriaknya sangat keras dengan penasaran. "Tidak... Dewa Bumi memang pernah ku kalahkan di utara Kota Ye. Tetapi bukan aku yang membunuhnya." kata Jieji dengan dingin. "Bangsat!!!! Hari ini akan kubalas dendam atas terbunuhnya suamiku...." teriak nenek Du.

Sementara pemuda itu sangatlah terkejut. Dia tidak menyangka pemuda di depannya itu tak lain adalah "Pahlawan dari Selatan" sekaligus Pewaris satu-satunya keluarga Oda di Dongyang. Nenek Du segera melempar beberapa barang aneh ke udara sambil berkomat-kamit. Sesaat itu, hujan segera turun. Angin terhempas makin deras. Kapal terasa goyang sangat cepat. Hempasan air hujan dan air dari sungai ke arah Kyosei dan Yunying membuat mereka berdua tersadar akan bius, mereka berdua langsung bangun. Sambil memegang kepala mereka yang masih pusing, mereka melihat keanehan fenomena tersebut. Jieji hanya diam sambil mengawasi ke arah Nenek Du. "Pemuda keparat..... Hari ini kita adu nyawa!!!" Dengan cepat, fenomena itu seakan menyatu dengan Nenek Du yang berdiri sambil merapal jurus hebat. Sekali lagi terlihat dia berkomat-kamit membaca mantera dengan keras sambil melihat ke arah belakang. Pengawal dari Nenek Du yang sedari tadi bertarung segera menarik diri ke arahnya untuk berkumpul. Semuanya mengambil sikap yang sama untuk berkomat-kamit keras. Sepertinya si nenek bermaksud menyerangnya secara gaib. Ketika di rasa siap, si nenek menunjuk ke arah Jieji sambil terus berkomat kamit. Sepertinya inilah serangan kegelapan. Jieji yang hanya berdiri disana segera menyadarinya. Di sekililingnya tidak terlihat apapun, selain kegelapan. "Ha Ha... Kali ini selamat tinggal pemuda.... Istrimu itu yang tolol akan kusiksa dengan sangat hebat...." Terdengar teriakan si nenek Du yang yakin jurus kegelapannya telah berhasil. Di ketika itu, ke 12 orang pengawal segera mengeluarkan senjata pedang pendek. 4 Orang lainnya juga ikut bertarung kembali karena telah keluar dari sungai nan deras. Dengan gerakan cepat 12 orang segera menyerang Jieji yang sedang diterpa kuasa "kegelapan". Sementara itu, Yunying yang tidak terpengaruh kegelapan segera meneriakinya. "Awas Kak Jiee........"

Jieji sebenarnya tahu apa maksud serangan kegelapan ini. Dia hanya diam dan menantikan serangan hebat lainnya yang datang. Ketika suara pedang yang mengoyak angin menuju ke arahnya. Dia berusaha menghindari semuanya dengan hanya mengandalkan perasaannya. Dengan gerakan Dao yang nan lembut, Jieji berputar seraya menghindari bacokan ataupun tusukan pedang dari 12 Pengawal Nenek Du. Dalam puluhan jurus, terlihat Jieji memang agak kepayahan menghindari hawa pedang yang datang sangat rapat tanpa bisa membalasnya. "Tidak ada gunanya... Aku mau lihat seberapa lama kau sanggup bertahan anak muda.. Ha Ha...." teriak si nenek yang melihat keadaan jelek dari Jieji. Tetapi sebelum tawanya berhenti. Dia terkejut luar biasa. Sebuah sinar pedang tajam kembali menuju ke arahnya. "Blammmmm...." Tanpa ayal, si nenek langsung terpental sangat jauh menabrak tiang kayu kapal sampai patah. Dia terjerembab dalam posisi yang sangat jelek. "Bodoh... Saya sengaja memancingmu untuk berbicara supaya tahu posisimu..." kata Jieji dengan dingin. Fenomena gelap dan angin keras telah hilang seiring jatuhnya nenek Du. Nenek Du sekarang sangat kepayahan, dia muntah darah yang sangat banyak. Dia sudah tidak sanggup untuk berdiri dengan benar lagi. Sedang ke 12 pengawal yang sedang mengeroyoknya malah semakin buas. Ke dua belas orang itu langsung membacok dari atas ke bawah ke arah Jieji. Jieji yang melihatnya segera merapal tapaknya setengah lingkaran sambil mundur teratur dengan sangat cepat. 12 Orang yang kesemuanya tadi mempunyai sasaran Jieji seorang, entah kenapa pedang yang datang membacok kepadanya semua mengenai ke sasaran lain. Sepertinya ke 12 orang itu malah saling membacok. Keadaan sungguh sangat mengerikan. Pedang pendek nan tajam ada yang membelah leher, kepala, tubuh ataupun tangan. Ketika mereka semua turun dari udara, kedapatan 10 orang telah tewas. Sedang 2 orang masing-masing buntung tangan. Darah membanjiri kapal seperti telaga saja. Banyak daging serta bentuk tubuh yang tidak utuh lagi jatuh ke kapal. Yunying yang masih pusing kepalanya melihat keadaan ini segera muntah.

Sementara itu, Jieji telah sampai kepadanya sambil mengelus punggungnya dengan lembut. "Maaf... Jangan dilihat lagi..." katanya dengan penuh perhatian kepadanya. Yunying hanya mengangguk pelan seraya berputar ke belakang. Pemuda yang melihat keadaan, segera memuji Jieji. "Hebat.. Benar benar seorang pahlawan yang hebat!!" "Nenek Du... Kekejamanmu tiada tandingan di jagad yang damai seperti sekarang. Tidak ada yang bisa kukatakan lagi kepadamu. Jumpailah Dewa Bumi di neraka sana." Kata Jieji dengan sangat dingin kepadanya. Dengan gerakan yang sangat cepat, Jieji menuju ke arahnya. Ketika itu, nenek Du segera membacok dengan pedang pendek yang masih tergenggam. Tetapi dengan gerakan pergelangan yang berputar, Jieji segera mengayunkan telapaknya mengikuti arah pedang pendek. Alhasil, keadaan nenek tua itu sama seperti Bao Sanye. Pedang pendek langsung berbalik menggores urat lehernya. "Ilmu pedang ayunan Dewa?.........." katanya dengan lirih sambil rebah ke bawah. Saat inilah nenek Du telah tewas. Kedua pengawalnya yang telah buntung tangan melihat kedaaan disana segera bunuh diri dengan melompat dari kapal. Nahkoda kapal terlihat sangat pucat mendapati kenyataan di depannya. Tetapi Jieji berjalan ke arahnya sambil menghiburnya. Dikeluarkannya beberapa tail perak kepadanya untuk memintanya membersihkan kembali kapalnya supaya dia tetap mampu berusaha kembali. Pemuda yang sedari tadi mengamati, segera menghampiri Jieji sambil memberi hormat. "Terima kasih Nan Ying Siung...." "Ini hanya sebutan yang tidak pantas untukku. Namaku adalah Jieji. Boleh tahu siapa nama besar anda tuan?" tanya Jieji dengan sangat ramah kepadanya. "Namaku Wang Sungyu. Jadi anda benar adalah Detektif dari Changsha itu?" tanyanya kepada Jieji dengan sangat girang. "Betul.. " kata Jieji sambil memberi hormat kepadanya.

"Terima kasih hari ini anda menolongku untuk lolos dari maut....Dari dulu saya sangat menghormati anda." katanya dengan sangat senang. Jieji memberi hormat sopan kepadanya. "Ohya Saudara Wang, Bole saya tahu ilmu tendanganmu dari mana dipelajari?" tanya Jieji yang cukup penasaran akan Ilmu tendangan ciptaan Kakeknya itu. "Ilmu tendanganku di turunkan oleh ayahku yang telah meninggal 7 tahun yang lalu. Nama ayahku adalah Wang Yanzheng." "Jadi anda adalah keturunan dari Dinasti Min?" kata Jieji yang agak heran. "Betul... Ayahku terakhir membaurkan pasukan dengan Kaisar Sung Taizu yang sekarang." katanya sambil tersenyum manis. Dinasti Min disebut juga Dinasti Yin sebelum mereka menggabungkan pasukan dengan pasukan Zhou Akhir yang terakhir menjadi Sung. Dinasti Min/Yin bukanlah Dinasti yang kuat, selain itu Wang Yanzheng bukanlah tipe seorang yang suka akan kekuasaan. Dia menawarkan diri untuk bergabung dengan Zhou Akhir. "Jadi kakak kandung anda adalah Wang Sunghao, raja dari HanZhong? Dengan begitu berarti ayahmu juga sahabat ayahku Wu Quan." Kata Yunying yang sedari tadi diam mengamatinya saja. "Betul Nyonya Xia...." kata Sungyu. Tentu kata-katanya segera memalukan Yunying. Sungyu tidak tahu jika Yunying bukanlah istrinya Jieji. Hanya dia sempat mendengar kata-kata dari Nenek Du tadinya. Sambil memberi hormat ke arah Jieji. Sungyu mengatakan. "Kakekku Wang Yanxi dulu pernah akrab dengan Dewa manusia, kakeknya Xia Daxia. Dia yang menurunkan Ilmu tendangan matahari secara langsung kepada kakekku. Kemudian kakekku menurunkan langsung kepada Ayah, dan terakhir kita 3 orang putera semuanya mempelajari jurus tendangan matahari." "Jadi begitu..." kata Jieji kemudian sambil tersenyum manis. Setelah itu, dia berjalan ke arah peti nenek Du dan pengawalnya yang masih berada di sudut kapal bersama Sungyu, Yunying dan Kyosei. Dengan kedua tangan, Jieji membuka dan mendorong perlahan tutupnya. Ketika melihat ke dalam, Jieji cukup terkejut. Sedang Yunying tentu sangat

terkejut. Karena orang di dalamnya cukup di kenal mereka. Wanita secantik rembulan yang bersinar terang sedang tidur dengan sangat pulas di dalamnya. Wanita di dalam peti itu tak lain adalah Puteri Koguryo, Chonchu adanya. Kenapa nona nan cantik ini bisa berada dalam peti? Lalu bagaimana dia yang sangat jago bersilat dan sangat pintar bisa ditangkap dengan mudah oleh nenek Du yang kemampuan sebenarnya tidaklah seberapa. Sungyu yang melihatnya tentu juga terkejut. Dia tidak menyangka Nenek Du akan menangkap Nona secantik ini untuk di jadikan tumbal. Desiran darah dalam dirinya seakan naik dengan sangat tinggi. "Keparat nenek itu. Gadis secantik ini pun tidak di ampuninya. Nenek itu dari dulu memang mencari gadis secantik bunga untuk dijadikan korbannya." kata Sungyu sambil menghela nafas panjang akibat emosi sesaatnya itu. Yunying yang melihatnya segera menggodanya. "Jangan-jangan kau menyukai puteri ini?" "Ha? Tidak.. bagaimana kamu bisa berpendapat demikian?" tanya Sungyu yang heran kepadanya. "Tentu.. Begitu melihatnya, kamu langsung emosi tak karuan kan? Tidak usah berbohong... Tetapi bagus juga jika kamu mampu menggaetnya..." kata Yunying dengan senyum geli. "Tapi..... Jadi dia adalah seorang puteri? Boleh saya tahu dia puteri dari keluarga kerajaan mana?" tanya Sungyu yang terlihat memiliki maksud dengan Chonchu yang sedang tertidur sangat manis. Sementara itu, Jieji hanya memandang Yunying dengan samping matanya. Yunying yang melihatnya langsung tersenyum geli. Maksud Yunying tentu tidak susah di tebak. Jika Chonchu menyukai pemuda bernama Sungyu ini, maka setidaknya dia tidak ada saingan dalam cintanya karena Chonchu sangat mengagumi Jieji. "Dia puteri dari Kaisar Gwangjong dari negeri Koguryo...." kata Yunying. "Pantas saja... Saya pernah dengar kabar, katanya Puteri Chonchu sangat pintar dan kecantikannya tiada 2 nya." kata Sungyu seraya berpikir. "Bagus... Kalau begitu, cepat kau belajar bahasa Koguryo dari kakakku Jieji. Setelah itu, kamu melamarnya saja..." kata Yunying dengan geli. Sementara itu, Jieji segera memotong.

"Hush.... Cepat kau angkat dia dahulu...." Yunying yang mengerti sikap Jieji segera membopong tubuh Chonchu yang sedang tertidur. Di letakkannya dalam posisi bersila. Yunying yang berada di belakangnya segera menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung Chonchu seraya mengeluarkan energi untuk menyadarkan Chonchu yang sedang terbius. Selang beberapa saat, sepertinya Chonchu telah sadar dan siuman. "Kau tidak apa?" kata Jieji dalam bahasa Koguryo menanyainya. Chonchu yang telah siuman segera terkejut. Dia tidak menyangka Jieji ada disini, dan dia juga tidak tahu menahu kenapa dia bisa berada di atas kapal yang sedang berlayar.

BAB LXII : Fenomena Aneh Panggung Batu 1000 Cermin "Aku tidak apa-apa..." kata Chonchu sambil memegang kepala dan menggoyangkan perlahan karena rasa pusing masih bergelut di kepalanya. Sikap Chonchu yang sangat manis tentu sangat mendesirkan darah Sungyu yang melihatnya dengan sangat cermat. Wajar saja, sebenarnya Chonchu sangatlah cantik adanya. Yunying yang melihat keadaan Sungyu kembali menggodanya. "Nah, Bagaimana tawaranku yang tadi?" Sungyu yang mendengarnya tentu karuan terkejut. Dia hanya diam dan tertunduk malu. "Hush... Jangan banyak berbicara aneh..." kata Jieji. "Puteri... Bagaimana kamu bisa sampai di China daratan dan sempat ditangkap oleh Nenek Du?" Chonchu yang mendengar pertanyaan Jieji lantas sedikit heran. "Nenek Du maksudnya nenek Du dari Hei Longjiang yang sangat kejam itu?" "Betul...." kata Jieji. "Jadi saya di tangkap olehnya? Kamulah orang yang menolongku?" tanyanya kepada Jieji dengan tatapan penuh arti.

Yunying yang melihat tindakan Chonchu segera cemburu. Tetapi dia hanya diam dan menunduk. Jieji sempat melihat perubahan wajah Yunying yang tiba-tiba itu segera berkata. "Bukan... Yang menolongmu adalah pemuda ini..." katanya sambil menunjuk ke arah Sungyu. Chonchu langsung melihat ke arah Sungyu. Dia memberi hormat dengan sangat sopan kepadanya. "Terima kasih atas pertolongan tuan....." katanya dengan bahasa China. Tentu Jieji, Yunying dan Sungyu sangat terkejut. Bahasa Chinanya sangatlah fasih, dan tidak kelihatan Chonchu dalam proses belajar bahasa Daratan tengah. Setidaknya Chonchu sudah sangat jago dalam bahasa China layaknya orang Daratan tengah umumnya. Sungyu langsung memberi hormat kepadanya dengan pelan. Lantas berkata. "Bukan... Yang menolong anda adalah Xia Yingsiung...." Segera dia menceritakan kejadian di atas kapal yang sedang berlayar melewati sungai Changjiang tersebut. Chonchu segera berpaling ke arah Jieji. Sepertinya dia mengerti maksud Jieji mengatakan hal tersebut. Dia hanya tersenyum manis kepadanya tanpa bertanya lebih lanjut kembali. "Lalu kenapa puteri bisa keluar dari Koguryo? Apa anda masih mengingatnya?" tanya Jieji kembali kepadanya. Chonchu melihatnya dengan tersenyum. "Sebenarnya aku datang ke daratan tengah untuk mencari ayah dan ibuku...." "Ha? Apakah Kaisar Gwangjong dan permaisuri datang ke daratan tengah?" tanya Jieji yang sangat heran adanya. "Bukan... Ayah dan Ibuku sebenarnya tinggal di daerah Yunnan...." kata Chonchu sambil tersenyum penuh arti padanya. Jieji langsung heran. Tetapi dia masih mampu berpikir jernih. "Jangan-jangan ayahmu sesungguhnya adalah..........." Chonchu hanya tersenyum manis tanpa menjawabnya lebih lanjut lagi. Jieji telah mengetahuinya karena dia kembali mengingat dengan benar

kejadian-kejadian ketika berada di Koguryo. Zeng Qianhao atau Pei Nanyang-lah ayah dari Chonchu sebenarnya. "Jadi bagaimana kamu bisa jatuh ke tangan nenek Du?" tanya Jieji. "Itu karena....." kata Chonchu seraya berpikir kejadiannya. Sekitar 1 bulan lalu, Chonchu berniat mencari ayah dan ibunya yang di daratan tengah. Ketika dia melewati kota Jiangling, dia sempat menginap semalam disana. Pada waktu malam tiba, dia mendengar adanya suara di atas atap genteng penginapannya. Lalu dengan mencabut pedangnya, dia berjalan keluar untuk melihat situasi. Sesampainya dia di depan taman penginapan, dia sempat melihat seorang pemuda tampan muda yang memakai baju sastrawan. "Siapa anda?" tanya Chonchu. Tetapi si pemuda tidak menjawabnya lebih lanjut. Dia hanya memandang puteri Chonchu dengan sikap dingin, dari sorot matanya seperti bukanlah orang yang ingin berkawan dengannya. Chonchu yang melihatnya, segera mengancangkan jurus untuk menyerang pemuda tampan itu. Tetapi baru bergerak 2 langkah ke depan. Dia seperti telah kehilangan tenaganya dan terjerembab. Di lihatnya sekilas si pemuda tampan berjalan ke arahnya bersama dengan belasan orang. Setelah itu, dia tidak sadarkan diri lagi. "Jadi saya ditangkap oleh nenek Du? Syukurlah kalian disini menyelamatkanku. Jika tidak saya tidak tahu apa yang akan terjadi padaku selanjutnya." katanya dengan sangat hormat kepada Jieji dan Sungyu. Yunying yang diam di belakang segera menanyai Chonchu. "Kak Chonchu, apa sebenarnya hal yang dilakukan Nenek Du terhadap gadis-gadis itu selain membunuhnya sih? Dan apa pulak maksud menggarap gadis muda?" Yunying yang menanyai Chonchu tentu sangat tidak tahu apa arti sesungguhnya dari keinginan Nenek Du. Namun Chonchu sangat tahu artinya dengan jelas. Chonchu sekilas terlihat sangatlah malu. Wajahnya tertunduk tidak sanggup berbicara. Jieji yang melihatnya segera menariknya. Dia membisiki sesuatu di telinga Yunying. Yunying sebenarnya bukanlah gadis yang bodoh, hanya dia tidak tahu

sebenarnya maksud dari Nenek Du mengingat sejak usia sangat muda dia telah di tinggalin ibunya. Dan tidak mungkin ayahnya Wu Quan menjelaskan hal seperti itu kepadanya. Yunying yang mendengar kata-kata Jieji segera kaget. "Apa? Jadi gadis cantik itu dikeroyok oleh semua pemuda yang tadinya 12 orang sampai hamil dahulu? Baru janinnya di korek untuk dijual belikan?" Semua orang tertawa mendengar kata-kata polos Yunying. Tetapi Yunying sebaliknya malah malu adanya. Dia tidak mampu berujar kata-kata lagi karena dia baru mengerti apa maksud sesungguhnya dari Nenek Du. "Sudah.. Sudah... Jangan kau bicara lagi..." kata Jieji yang tersenyum geli kepadanya. Sungyu segera menghampiri Jieji. "Da Xia, apa perjalanan anda selanjutnya?" tanyanya. "Saya akan menuju panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan..." kata Jieji kepadanya. Chonchu yang mendengarnya segera bertanya. "Apa boleh saya juga ikut denganmu?" "Tidak ada masalah sama sekali... Tetapi bukankah kamu ingin mencari ayah dan ibumu di Yunnan?" tanya Jieji. "Selatan dari Xi Zhuan juga adalah Yunnan. Setelah ke panggung batu, saya akan menuju ke Yunnan." kata Chonchu. "Baiklah.. Bagaimana dengan Saudara Wang?" tanya Jieji kepada Sungyu. "Mumpung saya juga tiada kerjaan, saya juga akan ikut..." katanya. Sementara itu, Yunying sepertinya tidak begitu senang. Tetapi sikapnya tidak dia tunjukkan. 2 Jam berlayar, mereka hampir sampai di daratan. Jieji hanya duduk di ujung kapal sendirian, di belakangnya berdiri Kyosei dengan sangat setia. Sedangkan Yunying mengambil samping kapal sambil bertopang dagu melamun melihat sungai Changjiang yang luas itu selang beberapa lama. Lalu di belakangnya tiba-tiba muncul seorang. "Apa kabarnya anda?" tanya orang yang tak lain adalah Chonchu adanya.

"Baik kak... Lalu kabar anda sendiri bagaimana?" tanya Yunying yang cukup terkejut juga. "Baik saja tentunya.Bagaimana pertualanganmu belakangan dengan Xia Daxia?" tanya Chonchu kepadanya. "Biasa saja kak... Tidak ada yang istimewa...." jawab Yunying pendek. Chonchu segera mengerti sikap nona cantik di depannya. Dia hanya tersenyum manis dan geli kepadanya. Yunying yang melihatnya segera mengerutkan dahinya. "Ada masalah apa sih kak Chonchu?" "Tidak... Sepertinya kamu sangat menyukai dia kan?" tanya Chonchu. "Ah... Tidak... Siapa yang bilang..." kata Yunying acuh tidak acuh kepadanya, tetapi wajahnya segera kelihatan memerah. Chonchu segera tertawa deras. "Kalau begitu, kenapa menampakku langsung kamu terlihat sangat cemburu?" tanya Chonchu kepada Yunying. "Siapa bilang aku cemburu..." jawab Yunying dengan muka yang memerah karena isi hatinya bisa di tebak Chonchu. "Dengarkanlah... Saya memang mengagumi pemuda itu, tetapi dia dan aku tidak ada hubungan apa-apa yang lainnya. Saya rasa kamu mengerti maksud saya. Ketika di Koguryo, saya pernah menanyainya beberapa hal mengenaimu. Dan saya yakin di dalam hatinya sudah ada dirimu. Lantas kenapa kamu bisa cemburu kepadaku?" tanya Chonchu yang tersenyum geli. "Apa Benar kak? Kamu tidak membohongiku?" tanya Yunying dengan polos kepadanya. "Tentu tidak... " kata Chonchu dengan manis kepadanya. Selanjutnya mereka sanggup ngobrol dengan akrab layaknya kakak dan adik. Tanpa terasa telah waktunya mendarat... Panggung batu 1000 cermin tidaklah jauh lagi. Sekitar beberapa puluh li, maka panggung tersebut telah sampai. Perjalanan tidak sanggup dilanjutkan dengan memakai kuda, karena pegunungan disini sangatlah terjal adanya.

Mereka berlima segera berjalan kaki menyusuri setapak kecil dari pegunungan yang sangat licin. Sungyu memang sangat pintar memperlakukan wanita. Dia perlakukan Chonchu dengan sangat baik sepanjang perjalanan. Tidak seperti Jieji yang hanya jago membuat analisis serta jago kungfu. Sebaliknya dia susah menunjukkan rasa kehangatan meski kepada orang yang disayangi sekalipun. Yunying yang melihat keakraban Chonchu dengan Sungyu segera membisiki Jieji. "Lihat... Itu orang romantis sekali, tidak seperti dirimu...." Jieji hanya memandang wajahnya sambil kesal. "Kamu mau kugendong? Biar tampak lebih romantis dari mereka...." "Tidak..... Huh.. Kakiku belum pincang dan mataku belum buta.... Digendongmu tentu sangat merugikanku...." katanya dengan geli kepadanya. Mereka berdua akhirnya tertawa dengan deras. Dari arah Jauh, mereka melihat ke bawah tanah lapang. Segera tampak 5 Batu yang menjulang tinggi. Sedang sepertinya banyak sekali orang yang berada di sana. "Ternyata pesilat-pesilat telah sampai juga disana...." kata Jieji. "Apa kita harus menggabungkan diri dengan mereka?" tanya Yunying. "Kenapa tidak?" kata Jieji sambil tersenyum. Jieji berlima segera datang kesana sambil menggabungkan diri mereka dengan para pesilat. Terdengar suara lumayan berisik yang keluar dari para mulut pesilat. "Ayok kita gali saja.... Kita lihat apa harta pusaka ada di bawah batu batu itu?" Kemudian terlihat seorang berteriak kepada semua pesilat. "Baik...." kata mereka secara serentak. Sedang Jieji hanya diam saja melihat tingkah mereka. Mereka berlima mengambil jarak yang lumayan jauh kemudian dari para pesilat untuk menengok. Kerja para pesilat sepertinya sangat rajin, mereka giat untuk menggali ke 5 buah batu yang letaknya seumpama lingkaran besar.

"Sepertinya itu batu ada yang janggal yah?" tanya Yunying. "Betul... Batu itu sepertinya kurang 2 biji...." kata Chonchu yang ikut meneliti dari tempat tinggi. "Kyosei... Fenomena yang kamu dengar itu apa saja?" tanya Jieji kepada Kyosei kemudian. "Kabarnya semua batu bisa berkelap-kelip ketika bulan purnama pas. Sedangkan semua penduduk sekitar mengatakan batu itu bersifat magis sebab batu bisa memanggil roh orang yang telah meninggal..." kata Kyosei menjelaskan. Waktu itu sudah hampir gelap, rembulan cukup besar dan bersinar lumayan terang. Jieji hanya berpikir sambil diam dan mengamati ke arah pesilat. Sepertinya dia kembali mendapatkan sesuatu. "Gawat!!!" teriak Jieji. Tetapi barusan dia berkata, para pesilat telah merasa heran adanya. Penggalian memang sudah lumayan dalam. Batu menjulang tinggi seakan berubah posisinya saling berputar menghasilkan desiran angin yang kuat. Para pesilat yang takut akan fenomena tersebut hendak naik dari lubang tengah di antara 5 batu. Sebelum mereka sampai ke atas, mereka sangatlah terkejut. 5 Batu segera bersinar terang. Saat itu segera muncul sinar yang terang sekali dari arah 5 batu menuju ke arah tengah. Bentuk sinar terlihat sangat jelas, yaitu banyak aksara orang yang berlatih kungfu segera muncul. Pesilat yang melihatnya selain heran langsung berniat mempelajarinya. Jieji yang melihatnya segera meminta Yunying, Kyosei, Sungyu, dan Chonchu untuk berpaling supaya tidak melihat aksara gambar orang berlatih kungfu tersebut. Dengan segera, Jieji berlari ke depan untuk menyelamatkan para pesilat yang disana. Tetapi telah terlambat, semuanya seperti telah kesurupan. Dengan mencabut senjata dari pinggang, semua pesilat seakan saling bunuh disana. Jieji yang melihat fenomena tersebut berniat untuk menghentikannya. Tetapi apa dayanya, semua pesilat telah kesurupan sangat luar biasa. Beberapa di antara mereka telah tewas dengan sadis. Dengan segera dia mengeluarkan jurus Ilmu jari dewi pemusnah untuk menotok nadi para pesilat yang masih hidup.

"Gawat...." kata Jieji seraya mengancangkan tapak berantainya. Dia melayang di tengah sambil menggunakan jurus tapak berantai tingkat ketiga untuk memutar semua batu itu dengan tenaga dalam. Pergeseran batu terdengar sangatlah jelas oleh semua orang. Batu tergeser membalik 360 derajat. Sesaat, para pesilat yang masih hidup segera sadar. Mereka melihat sekeliling dan sungguh terkejut. Tadinya jumlah pesilat telah mencapai sekitar 50 orang. Sekarang yang terselamatkan tidak lebih dari 10 orang. Karena tidak tahu diri mereka kesurupan, mereka berpikir orang yang membunuh semua pesilat adalah Jieji adanya. "Keparat!!! Kenapa kau bunuh semua pesilat? Kau mau mengangkangi harta benda Dinasti Tang." Jieji hanya melihat mereka tanpa berargumen. Dia tahu tidak ada gunanya memberi alasan kepada mereka yang tidak tahu menahu. Sedang teman-temannya segera turun dari bukit kecil ke arah 5 batu tersebut. "Apa kau bilang? Jelas-jelas kalian kesurupan dan di tolong pemuda ini. Kalian tidak tahu budi malah sembarang menfitnah." kata Yunying yang gusar. "Tidak ada gunanya... Mereka tentu tidak tahu hal yang sebenarnya..." kata Jieji dengan pengertian kepada Yunying. "Oya? Kenapa kamu bisa tahu hal yang aneh yang akan muncul dari 5 Batu?" tanya Chonchu heran kepada Jieji. "Saya pernah mengalaminya di Koguryo beberapa tahun lalu. Semua kejadian hampir mirip. Oleh karena itu saya meneriaki kalian untuk tidak melihat lagi lebih jauh... Yang tadi adalah fenomena Ilmu pembuyar tenaga dalam. Ilmu tersebut terlalu dahsyat untuk di pelajari orang yang tenaga dalamnya rendah, maka daripada itu mereka semua pasti kesurupan." kata Jieji seraya berjalan untuk mengamati batu-batu tersebut sambil berpikir. Setelah beberapa lama, senyum segera tampak dari bibir Jieji.

BAB LXIII : Pertemuan Kembali Di Alam Kegelapan Dengan segera dia membalikkan kembali batu yang tadinya telah bergeser. Tetapi yang dia balikkan hanya 2 batu, tidak kelimanya sekaligus. Batu besar dibiarkan berhadapan satu sama lain, tetapi tentu hanya 2 buah saja, yang lainnya dibiarkan tetap terbalik.

Setelah itu, fenomena sinar terang kembali muncul. Tetapi dengan cepat kembali Jieji memutarnya kembali. Dia ulang beberapa kali pemutaran batu untuk mencocokkannya. Ketika pemutaran yang ketiga kalinya, Batu tidak memunculkan sinar terang lagi. Melainkan timbul fenomena baru, kegelapan langsung muncul dengan segera. Jieji yang melihatnya segera tersenyum manis. Dia masih ingat dengan pasti keadaan tersebut, selain itu kata-kata Kyosei memberikannya sedikit inspirasi. "Ying dan Kyosei... Kalian konsentrasikanlah masing-masing terhadap orang yang ingin kalian cari sesegera mungkin..." Kata Jieji. Yunying dan Kyosei yang mendengar suara Jieji walaupun tidak bisa melihat dengan jelas karena kegelapan, segera mengiyakannya. Seraya mengambil posisi meditasi, Yunying mengingat ibunya sedangkan Kyosei mengingat Hikatsuka Oda. Sedang Jieji tentu menutup matanya untuk mengingat istrinya tercinta, Yuan Xufen. Pengkonsentrasian mereka lumayan lama... Sepertinya Yunying dan Kyosei gagal, karena mereka tidak merasakan adanya apapun selain kegelapan. Melainkan Jieji sangat aneh, dirinya seakan sedang melayang terbang di kegelapan nan pekat, kemudian di dalam hatinya seperti ada yang sedang memanggil padanya. "Jie....... Jie......." Suara yang sangat dikenal Jieji. Suara yang telah memabukkannya belasan tahun. Suara yang memberikan semangat dalam hatinya. Suara yang bahkan bisa membuat setiap mimpinya menjadi sangat indah. Suara yang membuat hidupnya kembali berarti. "Xufen....... Kaukah itu?" kata Jieji dengan lirih. "Betul Jie.... Aku telah datang...." kata suara itu. Jieji segera berpaling ke segala arah untuk mencarinya. Dia lari dengan cepat ke arah suara tersebut. Jalan di depan seakan tiada ujung. Dia terus berlari kencang untuk mengejar tetapi dia sama sekali tidak mendapati istrinya. "Xufen..... Dimana kau adanya??" Teriaknya. Setelah beberapa saat, suara itu muncul kembali. "Aku hanya di sampingmu... Kenapa kau kejar aku tanpa tujuan?" tanya suara itu.

Jieji telah banjir air mata di wajahnya. Dia seperti orang yang telah kehilangan akal. "Tetapi kenapa aku tidak mampu melihatmu? Kenapa??? Tunjukkanlah dirimu...." teriak Jieji. Dia menengok ke kiri dan kanannya untuk mencari Xufen sambil meraba dalam kegelapan. Tetapi rabaan itu sama sekali tidak mengenai sesuatu. Sesaat itu, segera di samping kiri Jieji muncul cahaya yang lumayan terang yang membuat matanya sangatlah silau karena tadinya sangat gelap. Jieji sempat menutup matanya yang kesilauan akan cahaya tersebut. Lalu ketika dia membuka matanya dengan perlahan. Dia melihat sesuatu... Dia melihat seorang gadis yang berpakaian putih yang sangat dekat dengan jarak paling 1 kaki saja. Wajahnya tentu sangat tidak asing baginya, wajahnya yang sangat terang. Wajah yang paling ingin dilihatnya selang belasan tahun. Lirih? Tidak juga... Senang? Juga tidak... Sedih? Sama sekali tidak... Gembira? Tentu tidak... "Kamu telah munculll.... Akhirnya kamu telah muncul untuk melihatku..." teriak Jieji yang dengan perasaan yang sangat bercampur aduk. Xufen terlihat seperti dulu, terlihat seperti saat dia meninggalkannya belasan tahun lalu. Dia bahkan tidak berubah sama sekali. Sinar matanya sangatlah terang. Bagaikan matahari yang menyinari dunia. Bagaikan Maha Cahaya yang memberikan sinarnya tanpa pamrih ke seluruh jagad. Pandangan Xufen kepadanya dipenuhi dengan kasih yang luar biasa... Kasih yang Maha sempurna, seakan tiada hal yang meragukan, tiada hal yang mencemaskan. Sedangkan pandangan Jieji kepadanya sangat lirih, dia menangis dengan sangat deras. Perasaan bahagianya tertampak jelas karena masih bisa melihat istrinya yang tercinta itu datang kepadanya. Mereka hanya terpaku, keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun. Sebenarnya banyak hal yang ingin dikatakan Jieji langsung kepadanya. Tetapi entah kenapa ketika berjumpa dengan Xufen, Jieji seakan telah lupa segalanya. Dia tidak tahu apa yang ingin dibicarakan kepadanya. Rindu? Cinta? Rasa sakit hati? Semuanya tercampur di dalamnya.

Karena sangat girang mendapati Xufen di depannya, Jieji tidak melihat adanya 2 orang di belakang Xufen. Sesaat itu, suara tersebut menegurnya. "Kau anak tidak berguna...." kata suara itu. Jieji yang hanya terpaku pada Xufen tadinya segera terkejut. Dia segera melihat ke arah suara yang muncul. Seseorang yang dilihatnya adalah seseorang yang cukup dikenalnya. Seorang tua yang berpakaian putih... Sangat kontras sekali keadaan disana. Kegelapan yang nan pekat dengan orang tua yang berpakaian serba putih. Jieji juga sempat melihat ke samping orang tua tersebut, seorang tua yang lainnya juga ikut berada disana. Orang tua ini tidak dikenali oleh Jieji. Dia juga berpakaian serba putih adanya. Dari wajahnya tampak keagungan yang tinggi dengan jenggot putih yang lumayan panjang. Tetapi dia hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Dia memandang Jieji dengan tersenyum penuh arti. "Paman Yuan???" Kata Jieji yang agak heran setelah berpaling ke arah orang tua yang dikenalnya itu. Tetapi si orang tua segera gusar. "Kau sudah menikahi puteriku. Tetapi hari ini kau memanggilku Paman? Kurang ajar....." Jieji segera terkejut. Dia langsung berlutut dan memberi hormat kepadanya. "Maafkan aku ayah mertua...." Yuan segera membimbingnya berdiri. Saat dia memegang tangan Jieji. Jieji merasakan hal yang cukup aneh. Tangan orang tua itu dingin, sangat dingin sekali. "Tidak perlu terkejut nak. Kita hidup di alam tersebut dengan sangat senang. Lupakanlah masa lalumu. Jadilah orang yang berguna, jangan terus hidup tanpa melangkahkan kakimu ke depan." kata Yuan dengan pengertian kepadanya. Orang tua yang tadinya tidak bersuara, segera datang menghampiri Jieji. "Kamu sangat hebat... Aku sangat gembira mendapati kenyataan itu sekarang...." katanya dengan tersenyum sangat gembira kepadanya. Sesaat kemudian setelah berpikir, Jieji segera terkejut. Dia mengenali suara orang tua ini, sama seperti suara orang tua yang pernah memanggilnya saat dia pingsan di dalam gua di negeri Koguryo.

"Kakek tua?????" tanya Jieji dengan sangat heran. "Betul...... Akulah Dewa manusia....." katanya sambil tersenyum sangat manis. "Kakek..... Tidak disangka kamu juga ada disini?" kata Jieji yang sangat gembira mendapati Dewa Manusia ternyata juga disana. "Sekarang kamu telah menjadi pendekar tanpa tanding sejagad. Sebagai kakekmu saya sangat bangga sekali. Tidak disangka kamu mampu mewarisi kemampuan kakek...." katanya. "Tidak kek... Semua bisa terjadi hanya karena adanya petunjuk kakek...." kata Jieji merendah memberi hormat kepadanya. Dewa Manusia berpaling ke arah Xufen. "Kamu sangat hebat nak. Demi kamu, cucuku telah mampu menjadi seorang yang sangat hebat dan menjadi manusia sejati. Saya bangga kepadamu...." "Tidak kek... Semua hal melainkan adalah usaha ketekunan dan kepintarannya. Saya mana sanggup membuatnya menjadi begitu." Kata Xufen seraya tersenyum sangat manis. "Tetapi ingatlah... Musuh di depanmu masih sangatlah banyak, semuanya sedang mengincarmu...." kata Dewa Manusia. Jieji mengiyakan. "Jadi kamu juga tahu musuhmu yang sesungguhnya sekarang?" tanya Dewa Manusia yang cukup heran. "Iya... Saya bisa menebak lebih dari 5 bagian...." kata Jieji. "Ha Ha Ha....... Kamu betul pantas menjadi cucuku tetapi kamu harus ingat. Keluarga kita, keluarga Oda adalah keluarga yang mementingkan kebenaran di atas segalanya. Ingatlah hal itu baik-baik karena tidak ada sesuatu yang ingin kupesankan kepadamu lagi selain ini....." kata Dewa Manusia kemudian. Jieji memberi hormat kepadanya. Dia berjanji pesan kakeknya akan diingat selamanya. Setelah itu, Dewa manusia mengajak Yuan untuk meninggalkan tempat tersebut. "Tetapi kek.... Kenapa begitu cepat perginya?"

Dewa Manusia dan Yuan hanya tertawa keras seraya berjalan membelakanginya. Hanya berselang sesaat, keduanya telah ditelan kegelapan. Keduanya tentu ingin memberikan kesempatan kepada mereka berdua yang tidak berjumpa sekian lamanya. Setelah keduanya lenyap, Jieji tetap melihat kepergian mereka dengan bengong. Beberapa saat kemudian, Xufen berjalan menghampirinya. Jieji memandangnya kembali dengan sinar mata yang sangat hangat. Lalu dengan segera dia memeluknya, dia mendekapnya dengan lumayan erat. Tetapi yang dirasakan Jieji sama seperti ketika ayah mertuanya memegang tangannya. Dingin.... Sangat dingin sekali.... Xufen hanya memeluknya dengan penuh kasih dalam beberapa saat. "Maafkan aku.... Aku tidak berguna sama sekali.... Seharusnya kamu sama sekali tidak perlu mati. Aku dan kamu telah dipermainkan sedemikian rupa." kata Jieji kemudian dengan suara lirih. Kedua matanya segera tumpah air mata yang deras. Xufen segera memalingkan pandangannya ke mata Jieji. Dia usap perlahan air matanya, tangan yang mengusap wajahnya terasa sangatlah dingin. "Bukanlah kesalahanmu sama sekali. Inilah takdir... Takdirlah yang memisahkan kita.... Jangan sedih lagi yah..." kata Xufen dengan pengertian kepadanya. "Tetapi.... Saya tidak ingin meninggalkan tempat ini lagi selamanya....Aku ingin tetap disini bersamamu, melayanimu, mencintaimu...." Kata Jieji dengan berurai air mata kepadanya. "Tidak bisa.... Inilah pertemuan kita yang pertama, dan juga yang terakhir kalinya." kata Xufen sambil tersenyum sangat manis kepadanya. "Kenapa? Kenapa bisa begitu? Saya akan tinggal disini, setiap hari saya akan datang kepadamu..... Apa kamu tidak suka akan kedatanganku?" tanya Jieji kepadanya dengan heran. "Tidak.. Tentu bukan begitu.. Kamu tahu kan, kita ini dari dunia yang berbeda. Jika saya terlalu sering mendekatimu, hawa Yin dalam tubuhku bisa buyar. Begitu pula dirimu, hawa Yang dalam tubuhmu bisa kacau. Selain itu...." kata Xufen yang mulai menangis. Jieji mengerti sebabnya. Dia tahu, manusia dan roh tidak mungkin bisa bersatu. Sebab dalam beberapa ajaran Dao yang menembus gaib

mengatakan jika setan terlalu sering bertemu manusia, maka setan akan "mati" dan begitu pula dengan manusia. "Lalu apa ada cara lain untuk menemuimu lagi?" tanya Jieji yang agak penasaran. "Tentu tidak... Kamu tahu.... Memunculkan diriku saja memerlukan banyak sekali tenaga." kata Xufen dengan pengertian kepadanya. "Apakah selamanya saya tidak mampu lagi bertemu denganmu?" kata Jieji dengan lirih. Xufen hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak menjawabnya lebih lanjut, melainkan langsung merebahkan dirinya di pelukan pemuda tersebut. Mereka berdua sangat menikmati kebersamaan ini. Mereka tidak berbicara apapun sama sekali, hanya diam terpaku disana sambil berpelukan. Sesekali Jieji mencium rambutnya yang harum dan mengelusnya dengan perlahan. Selang beberapa lama, Xufen menanyainya kembali. "Bagaimana dengan orang tua-ku? Apakah kamu sudah tahu hal sesungguhnya?" Jieji hanya mengangguk. Dia bisa memastikan hampir sebagian besar hal itu. "Jadi.... Apakah kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti yang kamu ucapkan pada Dewa Manusia?" tanya Xufen dengan mengerutkan dahinya. "Saya tidak tahu....." kata Jieji sambil menghela nafas panjang. "Untukku... Demiku dan gadis itu... Janganlah mengambil langkah terakhir jika tidak terpaksa.. Bagaimana?" tanya Xufen memberi saran kepadanya. Jieji yang mendengar dengan cermat kata-kata Xufen segera mengiyakan. "Aku berjanji kepadamu.. " katanya. Xufen segera bergembira, dia memeluk Jieji dengan sangat erat. "Ohya, bagaimana kelanjutanmu dengan gadis itu?" tanyanya kemudian. Jieji hanya diam tidak mampu menjawab.

"Nikahilah dia... Jangan pernah menyesal, jangan pernah mengingat kejadian yang lampau. Dia memang ditakdirkan untukmu sebagai penggantiku...." kata Xufen dengan hati yang senang. "Untuk masalah ini, izinkanlah aku berpikir dahulu." kata Jieji. Tetapi Xufen langsung menggelengkan kepalanya. "Jangan... Jangan buat gadis lain menderita. Bahagiakanlah dia... Aku sangat tulus. Jangan hanya karena diriku, kamu terus menyiksa dirimu. Berjanjilah kepadaku untuk hal ini...." kata Xufen yang seakan merengek kepadanya. Jieji hanya diam saja sedemikian lama. Tetapi Xufen memandang matanya terus tanpa mengucapkan kata-kata. Selang beberapa lama, Jieji akhirnya juga mengiyakan. "Aku berjanji kepadamu. Aku tidak akan menyia-nyiakannya sama seperti kamu." kata Jieji dengan penuh pengertian kepadanya. "Ingatlah... Kamu adalah lelaki sejati, jangan terpaku sangat lama akan masa lalumu. Kamu seharusnya mencari kebahagiaan yang telah kamu tinggalkan dalam waktu yang sangat lama. Cobalah berjalan ke depan, janganlah melihat ke belakang terus menerus." kata Xufen kepadanya. Jieji mengangguk pelan kepadanya sambil tersenyum. Setelah itu, mereka berdua memilih duduk berduaan. Jieji memeluk Xufen dari belakang. Mereka tidaklah lagi berbicara banyak, melainkan hanya menikmati kesenangan karena mampu bertemu lagi setelah sekian lama. Keduanya menutup matanya menikmati kenangan akan rasa rindu yang telah menggantungi hati masing-masing selama belasan tahun. Sementara itu..... Di luar, Yunying dan Kyosei telah keluar dari rancangan batu 1000 cermin. Mereka melihat ke arah Jieji yang masih berdiri. Tetapi kedua matanya telah tertutup, tidak sedikitpun mereka melihatnya beranjak. Dia diam seribu bahasa seperti sedang ketiduran. "Tuan muda pasti telah bertemu dengan istrinya..." kata Kyosei sambil tersenyum. "Betul... Semoga saja pertemuan itu menyenangkannya yah..." Kata Yunying dengan wajah tersenyum sambil memandang ke arah Jieji. Jieji masih tertutup matanya. Rohnya sebenarnya sedang berada di alam lain.

Setelah cukup lama... Akhirnya Xufen berbicara kepadanya. "Aku akan pergi...." Jieji segera terkejut, dia mempererat pelukannya. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi.... Aku..." katanya dengan lirih kemudian. "Kamu tidak bisa begitu. Banyak hal yang harus kamu lakukan lagi. Ingatlah... Janganlah kamu kembali lagi kesini kecuali nantinya kamu telah meninggal..." kata Xufen dengan pengertian kepadanya. Jieji hanya mengiyakannya pelan dengan hati yang sangat perih. "Janganlah terus terpaku kepadaku. Wanita yang pantas kamu cintai ada di depanmu. Kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersatu Jie......" kata Xufen kemudian. "Izinkanlah diriku bersamamu sebentar lagi.... Hanya sebentar...." kata Jieji yang sedikit memaksanya. "Tidak bisa.... Sepertinya hawa dalam tubuhku mulai sangat kacau. Jika terlalu lama, aku akan kehilangan banyak dan bahkan bisa lenyap selamanya. Mungkin selanjutnya aku tidak bisa...." kata Xufen yang terlihat mulai melemah. Jieji yang melihatnya segera melepaskan genggamannya. Dengan perlahan dia membimbingnya berdiri. "Baiklah..." kata Jieji sambil mengangguk. Tetapi air matanya kembali sangat deras mengalir. "Bodoh... Jangan begitu terus lagi yah... Saya akan pergi... Semoga kamu berhasil dan menjadi orang yang sangat berguna nantinya. Aku sangat bangga kepadamu di alam baka... Dan terakhir, ingatlah semua janjimu kepadaku tadinya." Kata Xufen dengan tersenyum sangat manis kepadanya. Jieji hanya terpaku bengong tanpa bisa berucap kata-kata lagi. Sesaat, dia melihat Xufen berjalan membelakanginya. Dia bermaksud dengan segera mengejar istrinya tersebut. "Jangan beranjak lagi... Ingatlah semua janjimu kepadaku. Aku sangat mencintaimu." Kata Xufen yang seraya berbalik melihatnya sambil menangis deras.

"Kenapa???" tanya Jieji. Dalam hatinya dia tentu tidak ingin melepaskan istrinya tercinta pergi selama-lamanya. Tetapi dalam pikirannya, dia sadar sekali. Tidak mungkin baginya lagi untuk bisa bersama-sama dengannya. Akhirnya Jieji hanya mengangguk pelan. Dia tidak beranjak maju lagi, dia hanya terpaku. Xufen yang melihatnya, segera tersenyum manis. Perlahan, dia membalikkan badan dan berjalan. Setelah itu, Xufen telah lenyap dalam kegelapan nan pekat. Jieji hanya terpaku. Hatinya bercampur aduk dengan hebat. Setelah beberapa saat berpikir keras akhirnya dia berteriak keras. "Aku bersumpah kepadamu.... Semua janjiku kepadamu akan kutepati sama seperti cintaku yang tidak pernah layu kepadamu...." Sekarang hati Jieji telah baikan setelah teriakannya di ruang gelap ini. Hatinya berbunga-bunga seindah fajar menerangi bumi di pagi hari. Dengan segera, dirinya terasa melayang. Jieji tahu, dirinya akan kembali ke tubuh asalnya. Roh yang telah keluar dalam dirinya segera kembali terbang dengan pesat. Tidak berapa lama, Jieji yang tadinya berdiri di tengah batu 1000 cermin segera membuka matanya. Dia menegakkan kepalanya memandang ke atas sambil menarik nafas panjang. Dari bibirnya menungging senyuman yang sangat bahagia...

BAB LXIV : Pernikahan Mereka yang melihat Jieji berdiri lumayan lama dalam keadaan yang mirip tidur, segera menghampirinya karena melihat Jieji sudah mulai bergerak. Yunying-lah orang pertama yang beranjak ke tempatnya. Dia segera menanyainya. "Bagaimana? Sudah ketemu dengan kak Xufen?" Jieji melihatnya dengan dalam-dalam sambil menyunggingkan bibirnya. Dia hanya mengangguk perlahan tanpa menjawab. Sementara Kyosei segera bertanya kepada Jieji. "Tuan muda, saya tidak mendapatkan fenomena apapun? Kenapa begitu? Apakah...??" Jieji beralih pandangan ke arah Kyosei. "Memang benar. Saya sudah tahu dari awal jika ayahku masih hidup adanya..." tetapi pandangan matanya malah terlihat lumayan sayu.

Kyosei yang melihat tuan mudanya memandang dengan cara begitu segera terkejut. "Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyanya kemudian. "Tidak... Saya hanya mampu mengiranya sedemikian rupa. Tetapi hal yang bisa saya pastikan adalah ayah masih hidup dengan baik di dunia ini...." "Jika begitu, ibuku tentu masih hidup di dunia ini dong??" tanya Yunying yang seraya memotongnya. "Betul...." kata Jieji. "Syukurlah... Dengan begitu, maka masih ada kesempatan bagiku untuk bertemu dengannya." kata Yunying dengan girang. Sementara itu Jieji malah tidak berpikir demikian. Ingin sekali dia mengatakan tidak perlu berharap terlalu banyak kepadanya. Namun karena melihat kegirangan si gadis, dia tidak jadi mengatakan kepadanya. Dia hanya diam membisu. Sementara itu, Chonchu sepertinya bisa menebak beberapa bagian isi hati Jieji dari melihat wajahnya saja. Langsung dia beralih menanyainya. "Bagaimana perjumpaanmu?" "Bagus... Sungguh baik sekali..." Kata Jieji yang melihat Chonchu sambil tersenyum. "Baguslah jika begitu... Pasti banyak pesan yang dia nyatakan kepada kamu kan?" tanya Chonchu penuh arti kepadanya. "Betul... Ada beberapa yang masih menggaung di hatiku sampai sekarang..." kata Jieji dengan tersenyum. Chonchu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Yunying. Dia tersenyum kepadanya. Jieji yang melihat tingkah Chonchu segera mengetahui. Dia tahu Chonchu mengerti bagaimana cara perjumpaannya, bagaimana kira-kira percakapannya dengan istrinya. "Kalau begitu, kamu harus melaksanakan dahulu yang pertama janji itu kan?" tanya Chonchu kemudian dengan tersenyum manis penuh arti. "Tidak tahu... Tetapi mungkin pesan itulah yang paling mudah kujalankan saat ini..." Jawab Jieji yang tahu Chonchu mengetahui isi hatinya.

"Semua wanita di dunia ini pemikirannya pasti sama kepada orang yang dicintainya. Jadi tidaklah perlu merasa heran adanya kenapa aku bisa mengetahuinya...." kata Chonchu. Jieji mengagumi gadis ini. Dia memujinya tinggi sekali. Sementara itu, Yunying malah merasa heran. Dia segera bertanya kepadanya. "Ada apa sih? Maksud kalian itu apa?" "Tidak apa-apa... Nanti kamu akan mengerti dengan sendirinya..." kata Jieji sambil tersenyum. Wang Sungyu yang sedari tadi diam segera maju menanyai Jieji. "Xia Daxia.... Jadi anda akan pulang kembali? Atau bagaimana?" "Tentu... Kita akan pulang ke Dongyang." Jawab Jieji. "Kalau begitu, kita berpisah disini sajalah..." kata Chonchu kemudian kepadanya. Wang Sungyu ingin sekali ikut dengan Chonchu ke Yunnan. Tetapi tidak berani dia mengatakan kepada gadis tersebut. Dari wajahnya terlihat dia berpikir namun sambil ragu. Jieji yang melihat tindakan pemuda ini segera menghampiri Chonchu dan Sungyu. "Saya rasa bagus sekali jika Saudara Wang mengantar Chonchu ke Yunnan. Bagaimana menurutmu puteri?" tanya Jieji. "Saya tidak masalah, tetapi sangat tidak enak hati merepotkan kak Sungyu..." Sungyu sepertinya terlihat agak malu. Dia tidak berani berkata apapun pada si gadis tetapi dia berterima kasih atas tindakan Jieji yang sepertinya membuka jalan kepadanya. "Tidak juga... Di perjalanan tambah seorang kan lebih aman daripada hanya sendiri." kata Jieji kemudian sambil berjalan ke arah pesilat tadinya yang telah tertotok nadi. Dengan gerakan cepat, nadi para pesilat yang tertotok segera terbuka. Chonchu mengangguk sambil tersenyum kepadanya. Sedangkan Sungyu memberi hormat kepada Jieji dan berterima kasih. Para pesilat yang masih hidup itu, segera lari dan tidak mempedulikan Jieji dan kawan-kawannya disana.

Wang Sungyu dan Chonchu segera memberi hormat kepada Jieji dan kawan-kawannya sambil meminta pamit. Disinilah mereka berpisah... Dari tempat panggung batu 1000 cermin, Wang Sungyu dan Chonchu mengambil ke arah selatan. Sedangkan Jieji dan Yunying serta Kyosei segera berangkat menuju ke timur ke arah datangnya mereka. 2 Hari kemudian... Jieji dan kawan-kawan telah sampai ke kota Xiangyang. Sepertinya Jieji setelah pertemuan dengan Xufen mulai sedikit berubah, setidaknya adalah pandangan dia terhadap Yunying adanya. Dia ingin menjalankan pesan Xufen kepadanya, tetapi seperti biasa. Dia tidak mampu mengucapkannya dengan jujur kepadanya. Pagi hari yang cukup cerah... Jieji dan Yunying berjalan ke samping kota. Mereka memutuskan mencari makan untuk sarapan. Setelah berjalan melewati beberapa blok, mereka memutuskan untuk makan mie yang berada di samping tembok kota. Tetapi ketika hampir dekat kesana. Jieji dan Yunying melihat sepansang muda-mudi yang tampan dan cantik adanya. Tanpa melihat terlalu lama, Jieji dan Yunying segera mengenali kedua orang tersebut. "Adik ketiga? Xieling???" tanya Jieji yang penuh kegembiraan. Ternyata kedua orang yang sedari tadi telah duduk di warung makan segera menyapanya dengan sangat girang pula. "Kakak kedua... Apa kabarmu? Kenapa bisa sampai kesini?" tanya Wei yang agak heran mendapati Jieji. "Baik..." kata Jieji yang langsung menceritakan perjalanannya kepada Wei dan Xieling yang disana. Wei yang mendengarnya menghela nafas panjang saja. Tetapi dengan segera dia menanyai Jieji. "Guruku di Xizhang, guru Ba Dao sebenarnya menitipkan beberapa pesan kepadaku..." katanya seraya menceritakan kejadiannya beberapa bulan terdahulu. Jieji mendengarnya dengan seksama. Dia terlihat tertarik akan puisi yang sempat disampaikan puisi dewa kepada Ba Dao.

"Hati tulus nan Indah... Di ujung naga dia terpendam... Terbawa aliran menuju ke hulu... Apakah aliran bisa mencapai puncak? Takdir mengiyakannya..." Jieji asyik berpikir 5 baris bait dari puisi tersebut. Sepertinya dia mendapatkan sesuatu bagian arti puisi tersebut. "Bagaimana? Kamu sudah tahu artinya?" tanya Yunying yang agak penasaran melihat cara berpikir Jieji yang kadang tersenyum, kadang mengerutkan dahinya. "Sedikit..." Jawab Jieji yang tersenyum. "Lalu apa itu kak? Apakah ada sedikit petunjuk mengenai keberadaan sutra?" tanya Wei. "Jika kita pisahkan baris pertama dan baris kelima, maka artinya orang yang berhati tulus adanya yang mampu mendapatkan sutra tersebut. Baris kedua menyatakan di ujung naga, kamu juga tahu arti naga adalah Kaisar. Kaisar disini tentu maksudnya adalah Yang jian, Kaisar Dinasti Sui yang menyembunyikan benda itu. Sedang maksud menuju ke hulu, sangat bertolak belakang adanya. Sebab air selalu menuju ke hilir dan bukan hulu. Jika kita bandingkan dengan baris keempat, maka juga sama adanya. Aliran air seharusnya dari puncak mengalir ke bawah. Dan bukan aliran air itu bisa mencapai puncak adanya." kata Jieji menjelaskan dengan tersenyum. "Apa sih maksudnya? Kok makin lama makin rumit?" tanya Yunying yang agak heran. Jieji hanya tersenyum penuh arti. Sepertinya kali ini dia telah mendapatkan semua arti yang diberikan Sang puisi dewa. "Kamu masih ingat? Pada saat menyeberangi sungai Changjiang menuju ke panggung batu? Kita bertemu siapa disana?" tanya Jieji penuh arti kepada Yunying. "Tentu... Si Nenek Du dari Heilong Jiang itu kan?" kata Yunying. "Nah, lantas hubungkanlah dengan puisi yang di atas..." kata Jieji melirik sambil tersenyum ke Jindu. JinDu yang sedari tadi berpikir lantas tiba-tiba girang. "Apakah sutra itu ada di tanah utara Hei Longjiang? Kakak kedua hebat, hanya membaca puisi sebentar sudah mengerti cara pemecahannya."

Hei Longjiang sebenarnya artinya adalah Sungai Naga kegelapan. Dalam sastra kuno sering disebutkan bahwa Kaisar yang telah kehilangan pamor dan kekuasaannya akan di masukkan ke sungai naga kegelapan. Bahwa Heilong Jiang diberi nama sedemikian rupa tentu artinya bahwa Kaisar yang telah jatuh dari Dinastinya akan digusur ke tanah kegelapan yang nan tandus. Perumpamaan ini tentu diberlakukan kepada Kaisar Dinasti Sui, Yang jian yang artinya naga telah sampai ke ekor. Atau telah kehilangan derajat kekaisarannya. "Tidak juga... Ini dikarenakan pertemuan kita dengan nenek Du yang berasal dari Hei Longjiang. Jika tidak, maka tidak akan begitu cepat saya mampu mengerti arti puisi tersebut." kata Jieji. "Lalu dari baris lainnya sebenarnya apa?" tanya Yunying memotong. "Baris yang ketiga dan keempat memang terlihat sangatlah aneh, karena keduanya saling berlawanan adanya. Tetapi harus diingat, disana sama sekali tidak disebutkan adanya "Air". Jadi tentu bisa dikatakan selain air yang tidak mampu naik ke tempat tinggi, maka ada unsur lain adanya selain itu..." kata Jieji sambil tersenyum. Wei Jindu yang mendengarkan kata-kata Jieji segera girang. Dia telah mendapatkan arti seluruhnya dari baris puisi tersebut. "Betul... Selain air, unsur yang bisa naik ke puncaknya sesuka hati adalah angin adanya. Kabar yang pernah kudengar, di daerah nan tandus sering muncul angin dahsyat sekali. Jadi maksud dari baris ketiga dan keempat harus kita teliti kesana terlebih dahulu untuk mendapatkan sutra?" "Ha Ha... Betul... " Jawab Jieji sambil tersenyum dengan girang kepadanya. "Kalau begitu, apakah kakak akan ikut bersama kita kesana?" tanya Wei kepadanya. "Tidak bisa dik... Ada sesuatu hal lagi yang harus kukerjakan. Setelah berhasil disana, carilah aku di Wisma Wu di kota Hefei..." kata Jieji kemudian. Yunying yang melihatnya segera heran. "Hei... Kenapa harus ke Hefei? Apa kamu akan menyeretku pulang kesana?" "Tentu tidak gadis bodoh... Ada masalah yang harus kurundingkan dengan ayahmu. Sebenarnya tadinya tidak jadi, tetapi setelah berpikir harus juga aku pergi kesana. Memang sebagai tamu tidak boleh aku kunjungi rumahmu?" tanya Jieji sambil mengerutkan dahi. "Tentu saja boleh... Rumahku selalu terbuka untukmu..." katanya girang.

"Tentu boleh... Rumahku tentu terbuka besar luas untuk suamiku tercinta..." kata Wei yang mengikuti kata-kata si gadis sambil tersenyum geli kepadanya. "Hush....." Lantas mereka tertawa deras... Keesokan harinya pas, mereka kembali berpisah adanya. Jieji meminta Wei untuk menemuinya di Hefei. Kenapa Jieji tidak langsung pulang ke Dongyang? Melainkan meminta Wei untuk menuju ke Hefei setelah perjalanannya ke Hei Longjiang? Selain itu, Jieji juga telah menulis sebuah surat untuk langsung di antarkan ke Ibukota, Kaifeng kepada Kakak pertamanya. Jieji meminta Kyosei untuk mengantarkannya sendiri, jika pekerjaannya telah selesai. Kyosei juga diminta menuju ke Wisma Wu. Yunying yang melihat tindakan Jieji yang serba aneh tentu heran sekali adanya. Dia berulang kali menanyai Jieji, tetapi tidak sekalipun Jieji menjawabnya. Jieji hanya memintanya sabar adanya. Tetapi memang dasar gadis kecil, dia terus mendesaknya untuk memberitahukan maksud sesungguhnya Jieji. "Tunggu saja... Begitu sampai ke Hefei kamu akan tahu sendirinya kok...." kata Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Memang ada apa? Kok misterius sekali... Kasih tahu sekarang dong.... Aku sudah penasaran sekali... " Katanya memohon kepada Jieji. "Nanti saja ahh.... Nantinya kamu sudah tahu malah tidak enak.. Ini kejutan!!! Selain itu kamu harus pulang kan? Jika tidak nantinya orang tuamu malah menganggap aku menculikmu pergi..." Kata Jieji yang terlihat muncul keringat dingin. Dia tidak mampu mengatakan hal sesungguhnya kepada si gadis. Karena tujuannya ke He Fei tentu meminta izin restu dari Wu Quan untuk menikahi si gadis. Tentu dia yang terus menerus di desak Yunying yang tidak tahu apa-apa malah merasa kaget dan hatinya makin berdebar adanya. Lalu tanpa berargumentasi lebih lanjut, Jieji segera mengambil perjalanan cepat ke arah timur. Dalam 5 hari, akhirnya Jieji dan Yunying telah sampai ke Hefei... Wu Quan sangat girang mendapati puterinya kembali juga ke rumah dalam jangka waktu yang telah hampir 1 tahun adanya. Wu Quan asyik mendengar kisah pengalamannya dengan Jieji selama hampir 1 tahun. Lantas dengan segera dia membuka perjamuan makan malam untuk kembalinya sang puteri dan Jieji.

"Nak Jieji... Terima kasih telah melindungi puteriku dengan sangat baik adanya. Apakah dalam perjalanan ada informasi mengenai istriku?" tanya Wu Quan kepadanya. "Tidak apa-apa paman, memang sudah seharusnya hal tersebut kulakukan. Belum ada titik terangnya sampai sekarang. Tetapi hal yang pasti adalah bibi masih hidup adanya di dunia..." kata Jieji. "Baguslah jika begitu. Dengan begitu, masih ada kesempatan untuk menemuinya." kata Wu Quan dengan sinar mata yang terlihat agak pahit. Di luar dugaan saat perjamuan dilakukan, Jieji tiba-tiba berlutut ke orang tua tersebut. Semua orang yang melihatnya tentu sangat heran, terlebih lagi Yunying. Orang tua ini segera membimbingnya untuk berdiri sambil menanyainya. Tetapi Jieji yang melakukan hal spontan tersebut langsung bungkam, dia seakan sulit mengatakan bahwa dia akan memperistri Yunying kepadanya. Wu Quan sepertinya bisa menebak isi hati Jieji yang terlihat agak malu. Lantas dia tertawa keras seakan berpaling ke arah Yunying. Jieji hanya melihat ke arah orang tua tersebut, sambil mengangguk pelan. Orang tua ini segera memandangnya penuh arti. Setelah beberapa lama, dia mengangguk pelan sambil tersenyum manis. Jieji tentu girang, tidak disangka sang orang tua sangat mengertikan dirinya. Tanpa melalui katakata, ternyata Wu Quan telah menyetujui pernikahan puterinya tersebut. "Lalu kapan?" tanya Wu Quan kepadanya. "Terserah kepada paman adanya. Untuk masalah waktu tidak perlu terlalu mendesak." kata Jieji. Yunying dan kakak-kakaknya tentu tidak mengerti sama sekali arti pembicaraan ayah mereka dengan Jieji. Tetapi mereka tidak ingin menanyai dan memotong pembicaraan sang ayah lebih lanjut. "Baik ... Baik ... Kamu tinggal disini saja terlebih dahulu selama 3 bulan. Bagaimana?" Kata Wu Quan sambil tersenyum manis kepadanya. "Baik paman. Terima kasih..." kata Jieji dengan sopan dan penuh hormat kepadanya. Setelah selesainya perjamuan... Yunying terlihat luar biasa penasaran. Dia tidak mampu menahannya lebih lanjut. Dengan menarik lengan bajunya Jieji, dia menuju cepat ke arah taman rumahnya.

"Ada apa sih? Kok sampai sekarang tidak kamu mau beritahukan hal sesungguhnya? Kamu dari tadi membicarakan hal apa sih dengan ayah?"tanya dengan luar biasa penasaran. "Uhmm... Sebenarnya..." kata Jieji yang tertunduk. Yunying yang melihat ekspresi Jieji yang lain daripada lain tentu merasa agak heran. Di dalam hatinya dia bisa menebak sekitar 3 bagian hal itu. Lalu dengan langsung dia terlihat tertunduk malu akan angan-angannya. Jieji yang melihatnya melamun sedemikian rupa lantas berkata langsung kepadanya. "Ying.... Kamu tahu, terhadap urusan sebegitu sebenarnya saya tidak mampu berkemampuan...." kata Jieji yang memancingnya saja. Dia tidak bisa menyebutkan hal pernikahan secara langsung. "Jadi? Apa benar hal itu?" tanyanya sambil malu. Jieji mengangguk saja, tetapi setelah itu dia datang ke arah Yunying dan memegang kedua tangannya. "Bisakah kamu percayakan kehidupanmu kepadaku?" tanya Jieji dengan penuh pengertian kepadanya. Yunying yang tadinya sangat malu langsung menganggukkan kepalanya perlahan dan mendekapnya. Di wajahnya tentu terbit senyuman yang sungguh indah, seindah cahaya matahari pagi. Hari-hari selanjutnya dilewati Jieji dan Yunying dengan bahagia. Selang waktu 3 bulan, memang benar Jieji menikahi Yunying di kediaman Wu. Sedangkan tamu yang di undang sama sekali tidaklah banyak. Keluarga Xia dan Oda yang telah menetap di Dongyang tanpa kecuali semuanya datang ke Wisma Wu. Meski Yunying adalah puteri terakhir dari keluarga mereka, tetapi kali ini dia-lah orang pertama dari keluarganya yang menikah dahulu. Wei dan Xieling yang telah kembali dari perjalanan ke Heilong Jiang juga ikut bergabung. Bahkan kakak pertama Jieji dan Jindu, Zhao kuangyin juga hadir disana. Pesta tidak dibuat sampai luar biasa meriah dan megah. Pesta dibuat cukup seadanya saja mengingat permintaan Jieji yang tidak ingin terlalu berlebihan. Karena nama persilatan Jieji telah rusak adanya, maka dia menikahi Yunying dengan status Jenderal besar Kawashima Oda. Hal tersebut tentu untuk melindungi keluarga Wu dari kejaran para Pesilat. Setelah pernikahan, Jieji membawa Yunying untuk pulang ke Dongyang. Mereka berdua bersama puluhan penghuni lainnya serta keluarga Xia yang di Changsha hidup rukun di sebelah selatan Gunung Fuji...

BAB LXV : Tiga Tahun Kemudian *** 3 Tahun kemudian. Tahun 976, Musim panas... Di puncak pegunungan Dai / ThaiShan... Dewa Sakti, Dewi Peramal, Dewa Semesta dan Dewa Ajaib kembali berkumpul merundingkan masalah yang pernah mereka selesaikan 3 tahun yang lalu. Tetapi kali ini sangatlah berbeda. Keempat orang Maha sakti tersebut memandang langit yang penuh dengan bintang. Wajah mereka berempat terlihat penuh kecemasan sangat. Sepertinya sesuatu yang sangat tidak baik akanlah terjadi. "Kali ini mungkin tidak bisa kita hentikan lagi..." Kata Dewa Sakti. "Apa benar? Bagaimana sekali lagi kita coba?" tanya Dewi Peramal yang terlihat sangat cemas. Dewa Semesta hanya menggelengkan kepalanya. "Ini takdir... Muridku pernah kuberitahukan... Semoga dia bisa selamat dari kekacauan kali ini...." Dewa Ajaib yang mengetahui sedikit masalah tersebut langsung menanyai Dewa Semesta. "Kakak... Apa ada cara untuk lolos dari bahaya? Kita masih bisa meminjam kedua bilah pedang itu. Disini kita kembali melakukan penyembahan langit seperti yang kita lakukan tiga tahun lalu..." "Tidak ada gunanya Dik... Sepertinya semua kita serahkan saja ke takdir. Semoga nantinya 3 orang yang kita harapkan bisa mengubahnya." kata Dewa Semesta yang penuh rasa duka. "Sebentar lagi sepertinya kita sudah boleh menuju ke Dongyang..." Kata Dewi peramal. Terdengar suara 3 orang lainnya mengiyakan. Setelah itu, keempat orang yang berdiri di puncak Gunung Dai hanya bisa menghela nafas panjang... *** Dongyang... Tiga tahun pernikahan antara Jieji dan Yunying membawa rasa damai yang luar biasa di Dongyang. Sepertinya mereka tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Bahkan Yunying telah memberikan seorang putera kepada Jieji. Jieji tentu bahagia tak terkira karena telah menjadi seorang ayah. Dia

bahkan sanggup untuk lupa makan seharian karena melihat putera kesayangannya lahir dengan sangat sehat. Putera Jieji diberi nama China, Xia JienFei. Nama khusus yang diberikan oleh Yunying yang diambil dari arti pertemuan mereka berdua di kota Hefei. Jien artinya pertemuan, sedangkan Fei diambil dari kata terakhir kota He Fei. Sedangkan dalam bahasa Dongyang, putera mereka diberi nama Kawashima Oda, sebuah nama karangan Jieji sendiri yang akhirnya menjadi nama puteranya. Keluarga Oda tanpa terasa telah memperluas pengaruhnya di selatan Gunung Fuji. Jieji bahkan mendirikan perguruan untuk mengajarkan silat kepada rakyat jelata asal Dongyang. Dia tidak pernah membeda-bedakan status dalam pengajaran silatnya. Semua orang yang ingin belajar haruslah melatih dasar kungfu terlebih dahulu. Wisma Oda yang dulunya hanya kecil, sekarang justru telah diperluas. Halamannya bahkan telah sampai ke makam Xufen, istri pertamanya. Jadi bisa dikatakan makam Xufen telah menjadi rumahnya sendiri yang terletak di sebelah kiri gerbang depan pas Wisma besarnya. [Wisma Oda asli berada di selatan Gunung Fuji, dan sampai sekarang Wisma itu tetap ada adanya meski kelihatan tidak terawat. Dan di pekarangan depan gerbang masuk, ada papan peringatan makam seorang wanita. Pengarang hanya mengambil fiksinya saja, dan tentu saja makam seorang wanita disana bukanlah Xufen adanya.] Hari menyenangkan Jieji dan Yunying terus berlanjut sampai suatu ketika... Seperti biasa... Setiap pagi-pagi Jieji dan Yunying selalu melakukan hal pertamanya yaitu menjenguk makam Xufen pas di depan rumah mereka sendiri. Barusan saja mereka hendak bersembahyang, mereka berdua agak terkejut karena mendengar suara orang yang agak kepayahan dari arah belakang mereka berdua. Sebenarnya suara orang tersebut tidaklah keras, namun karena pendengaran Jieji dan Yunying di atas manusia biasa. Mereka segera mendapati suara itu. Lalu dengan segera diajaknya Yunying menuju ke arah suara. Dengan gerakan cepat dan sambil berlari pesat, akhirnya Jieji dan Yunying sampai juga ke tempat dimana datangnya suara. Begitu melihatnya, Jieji dan Yunying sangatlah kaget luar biasa mendapati seseorang yang sangat dikenal mereka sedang rebah di bawah pohon. "Kakak pertama????" Teriak Jieji karena mendapati orang tersebut tidak lain adalah Zhao Kuangyin, Kaisar Sung Taizu adanya.

"Adikk..... Syukurrlah.. Akhirnya aku bisa sampai juga di tempatmu...." kata Zhao yang terlihat sangatlah kepayahan. Tanpa berbicara lebih banyak, Jieji segera mengangkat Zhao dengan cepat dan melesat kencang ke Wismanya sendiri. "Cepat panggil tabib!!!" Teriak Jieji begitu dia sampai di Wisma. Penghuni Wisma Oda semuanya heran, tetapi dengan sesegera mungkin mereka memanggilkan tabib untuknya. Zhao terlihat terluka dalam sangat parah. Di seluruh wajah dan pakaiannya telah membekas darah yang luar biasa banyaknya meski telah kering. Jieji yang melihat keadaan kakak pertamanya tentu sangatlah masgul. Selang beberapa saat tabib yang dipanggil segera datang untuk memeriksa Zhao. Terlihat Jieji berjalan hilir mudik di depan kamar karena tabib masih memeriksa Zhao. "Bagaimana keadaannya?" tanya Jieji yang melihat tabib yang telah keluar dari kamar. "Tuan Oda... Sepertinya nasib pendekar di dalam kamar sudah di ujung tanduk. Hanya bisa berharap munculnya keajaiban." kata tabib itu dengan menggelengkan kepalanya. "Apa katamu??? Tabib... Mohon carilah cara untuk mengobatinya.. Sebenarnya apa hal yang terjadi padanya?" tanya Jieji dengan sangat cemas luar biasanya. "Pendekar di dalam selain terluka dalam, di tubuhnya masih terdapat 7 jenis racun yang aneh. Jika dia tidak mempunyai tenaga dalam yang tinggi mungkin belasan hari yang lalu dia telah tewas." kata Tabib memberi penjelasan. "Jadi apakah ada cara yang lain untuk menyelamatkannya? Apakah ada obat yang bisa membuatnya pulih?" tanya Jieji kemudian. Tabib hanya menggelengkan kepalanya perlahan sambil berjalan pergi. Tetapi belum sampai tabib itu meninggalkan tempat, tiba-tiba dia berbalik ke arah Jieji dan berkata. "Mungkin tabib Dewa Chen Shou bisa menyelamatkannya..." Jieji hanya mengangguk perlahan. Tetapi dia segera meminta para pelayan keluarga Oda untuk mencari Chen Shou, tabib dewa. Setelah itu Jieji hanya diam seribu bahasa tidak mampu berucap kata-kata. Di dalam hatinya dia sungguh sangat masgul. Beberapa kali dia terlihat menghela nafas panjang.

Yunying yang disana segera menghiburnya karena melihat keadaan Jieji yang serba susah. "Jangan terlalu berkhawatir. Nasib kakak pertama tentu akan sangat bagus sekali. Dia tidak akan meninggalkan kita dengan cara begitu.." kata Yunying dengan pengertian kepadanya. Jieji mengangguk perlahan. Lantas dia segera masuk ke kamar kakak pertamanya. "Kakak pertama? Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Jieji dengan wajah penuh duka. Dan tanpa terasa air matanya telah mengalir. "Tidak apa dik... Saya masih baik-baik saja..." kata Zhao pendek dengan kepayahan. Jieji bermaksud mengalirkan tenaga dalamnya kepada sang kakak. Tetapi dia khawatir sekali, sebab takutnya peredaran tenaga dalam dapat membuat jalan darah semakin tidak teratur mengingat kondisi Zhao memang sudah sangat kepayahan adanya. "Dik... Ada yang perlu saya sampaikan kepadamu..." kata Zhao sambil melihat wajah Jieji. "Bagusan kakak istirahat dahulu... Setelah sembuh, baru berbicaralah kepadaku..." kata Jieji dengan susah. "Tidak... Ini adalah hal yang sangat penting. Kamu dengarkanlah baik-baik. Di Istana telah terjadi bahaya. Penyerang yang menyerangku jumlahnya sekitar 20 orang lebih. 15 orang adalah pendekar hebat yang bertarung dengan formasi aneh. Setahuku mereka menamakan diri mereka 15 pengawal sakti. Sedangkan 5 orang lainnya semua berpakaian gelap dan menutup muka mereka dengan topeng. Selain itu terlihat 1 orang yang hanya berdiri tanpa mengucapkan katakata, orang itu juga bertopeng adanya. Sepertinya dialah pemimpin mereka. Adik... Kamu harus hati-hati, kemungkinan mereka akan datang kemari mengincarmu..." Jelas Zhao meski agak kepayahan. Sebelum Jieji menjawab. Pintu kamar Zhao segera di dobrak seseorang dengan sangat keras. Jieji segera berpaling, dia terkejut dan berbareng girang adanya karena mendapati 4 orang tua telah masuk. Orang tua yang mendobrak pintu segera menuju ke arah Zhao, dia berteriak. "Tidak tahu gelagat.... Kau tahu sebentar lagi akan mati tidak?? Masih berbicara panjang lebar?"

Jieji segera melihatnya dengan wajah yang agak kesal. Orang ini tidak lain adalah Dewa Ajaib yang urak-urakan itu. Dengan segera, Jieji menuju ke arah Dewa Sakti bertiga. Dia memberi hormat dengan sopan. "Para Guru sekalian, apakah anda mempunyai cara menyelamatkan kakak pertama?" tanyanya. Mereka hanya diam sambil tersenyum adanya. Sedangkan Dewa Semesta segera menuju ke arah Zhao. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan welas asih kepada Zhao. "Tidak guru...." jawab Zhao sambil tersenyum. "Akhirnya kamu bisa melewatinya. Saya bangga kepadamu..." kata Dewa Semesta dengan tersenyum sangat manis kepada Zhao. Yunying yang di luar tadinya juga telah masuk ke dalam kamar mengikuti 4 orang sakti ini. "Apakah guru sekalian telah bertemu Tabib Dewa?" tanya Yunying kepada mereka. Dewi Peramal hanya melihatnya dengan tersenyum penuh arti. Yunying tentu heran adanya. Tetapi sebelum dia bertanya lebih lanjut, Dewi peramal berkata. "Ini.. Dia lah gurunya dari Tabib dewa. Sepertinya Zhao kuangyin tidak akan ada masalah lagi..." kata Dewi peramal. Jieji dan Yunying tentu sangatlah senang adanya. Mereka baru tahu kalau Dewa Ajaib, orang yang urak-urakan tersebut adalah gurunya Chen Shou, Tabib Dewa. *** Di Xi Zhang / Tibet... Wei JinDu tiga tahun yang lalu telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan sangat baik sekali di Hei Longjiang. Sesuai dengan petunjuk yang diberikan Jieji kepadanya di Kota Xiang yang. Dia telah berhasil mendapatkan salinan buku dari jurus ke 8 tapak Buddha Rulai. Seperti kata Jieji adanya, salinan kitab itu pasti ada di sebuah tempat yang dimana terdapat putaran angin yang menuju ke atas. Setelah meneliti dengan baik selama 1 bulan. Wei dan Xieling akhirnya menemukannya pas di tanah sebuah gundukan pasir yang tinggi.

Gundukan pasir yang tinggi tersebut seperti gua pada gunung adanya. Tetapi yang berbeda hanya gundukan itu memiliki banyak lubang. Setelah menelitinya dengan baik benar, ternyata setiap hari pas jam 12 siang dimana matahari pas di kepala. Angin selalu bertiup berdesir dengan kencang dan seakan akan berputar di tengah gua pasir. Dengan segera mereka menggali tepat pada putaran angin. Hanya sekitar dalamnya 10 kaki, Wei telah mendapatkan sebuah buku dengan judul "Sutra kedelapan Tapak Buddha Rulai". Tetapi sutra tersebut sangat aneh. Kertasnya sangat tebal seperti halnya kulit, namun yang lebih heran adalah sutra tersebut tidak berisi kata-kata melainkan hanya kertas yang kosong. Setelah itu, mereka berdua membawanya kepada Jieji di Hefei. Jieji melihat kertas semacam itu lantas tersenyum. Dia mengajak Wei dan Xieling ke arah kolam depan wisma Wu. Dengan tanpa ragu Jieji menceburkannya ke dalam air. Wei dan Xieling yang melihatnya tentu luar biasa terkejut. Tetapi... Ketika Jieji mengangkatnya kembali dari air. Dia membuka buku tersebut, dan benarlah adanya. Tulisan segera nampak sangat jelas disana. "Kenapa kakak kedua bisa tahu kalau perlu di celupkan ke air terlebih dahulu?" tanya Wei yang heran. "Tidak susah.. Masih ingat puisi yang diberikan Sang dewa puisi?" tanya Jieji dengan senyuman penuh arti. "Tentu..." jawab Jindu. "Namamu dan Nama Xieling yang lengkap...." kata Jieji. "Oh... Jadi begitu...." kata Wei tertawa keras dan girang adanya. "Betul... Setiap puisi yang diberikan puisi dewa adalah refleksi orangnya. Kabarnya guru Ba Dao adalah seorang yang sangat sabar dan tenang bagaikan air yang mengalir. Jadi yang kurang tentu hanya Ba Dao seorang saja..." Kata Jieji sambil tersenyum puas kepadanya. Nama Wei JinDu ( Artinya adalah Emas dan Tanah ). Sedangkan Huang Xieling yang di ambil hanya marganya yaitu Huang / Kuning yaitu refleksi dari "Api", Api disini tentu apinya- Cahaya matahari yang berwarna kuning. Sedangkan masalah "Angin" dalam puisi telah dijelaskan Jieji ketika di Xiangyang. Yang perlu dilihat terakhir adalah takdir mengiyakannya yang juga bisa

diartikan dunia mengiyakannya. Dengan adanya "Dunia mengiyakan", maka makhluk hidup terbentuk di dunia. Dunia terbentuk tentu oleh 4 unsur utama yang menjadi "Emas". Semuanya telah ada dalam nama mereka berdua kecuali "AIR". Oleh karena itu, Jieji segera mencelupkannya kepada air untuk menyempurnakan semuanya. Wei dan Xieling sangat senang karena mendapati kepintaran Jieji yang dengan mudah mampu mengartikan semua arti puisi dan membuka misteri buku tersebut. Tapak Buddha Rulai tingkat kedelapan langsung diwariskan oleh Ba Dao kepada Wei Jindu sesampainya dia di Xizhang. Dan tentunya tidak begitu susah untuk dipelajari oleh Wei yang memang sangat berbakat terhadap ilmu silat. Dalam 3 tahun, kemajuan kungfu Wei sangat mempesona. Tingkat ke delapan dari tapak Buddha Rulai sangatlah dahsyat. Jurus ini bisa dikatakan tiada tandingannya lagi jika didalami dengan sungguh sungguh. Dan anehnya jurus tapak Buddha Rulai tingkat kedelapan sangat mirip dengan Tapak berantai tingkat keempatnya Xia Jieji karena sama-sama menghasilkan ribuan serangan hebat yang datang sekaligus adanya. Rasa pilih kasih dari Guru Ba Dao sepertinya mulai akan mengundang bahaya kepadanya sendiri. Zhu Xiang, murid pertama dari Ba Dao jelas adalah orang yang sangat tidak senang adanya. Dia merencanakan pembunuhan terhadap Ba Dao, selain itu dia juga berkeinginan merebut semua kitab sutra yang belum dipelajarinya. Tetapi karena mengingat kungfu Wei sudah jauh di atasnya, dia tidak berani bertindak semberono terlebih dahulu. Dia masih bertindak sesuai gelagat sambil menunggu adanya kesempatan. Suatu hari... Xieling sepertinya kurang betah tinggal di Xi Zhang, dia ingin mengajak Wei ke Dongyang untuk mencari Jieji dan Yunying. Lantas dia berkata kepada Wei. "Kak Wei... Sudah lama sekali kita tidak punya kabar dari guru dan Yunying. Apakah sebaiknya kita mengunjungi mereka?" "Baik... Nanti saya akan meminta perkenan guru. Sudah lama kita tidak berjumpa dengan kakak kedua. Semoga saja mereka hidup bahagia di Dongyang." kata Wei sambil tersenyum mengingat kakak keduanya. Wei dan Xieling segera meminta perkenan gurunya, Ba Dao untuk pergi ke Dongyang mencari Jieji. Ba Dao sepertinya tidak begitu mengizinkan

kepergian Wei kali ini, tetapi karena dia sangat menyayangi JinDu, dan selain itu dia juga tahu Wei telah tinggal 3 tahun di Xi zhang pasti akan merindukan kakak kedua dan kakak pertamanya. Terakhir dia memberikan izin meski dengan berat hati... Ba Dao tidak tahu kalau kepergian JinDu dan Xieling kali ini akan menjadi yang terakhir kalinya. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk bertemu lagi satu sama lain.

BAB LXVI : Penyempurnaan Ilmu Silat Dari Empat Dewa Dongyang... Tiga hari kemudian setelah kedatangan Zhao Kuangyin yang terkena racun dan terluka parah di Wisma Oda. Jieji tetap cemas menyaksikan kakak pertamanya yang belum kunjung sembuh. Sementara Dewa Ajaib selama 24 jam penuh terus berada di kamar Zhao untuk mengobati luka dalam dan racun yang di tubuhnya. Luka dalam Zhao kuangyin memang termasuk sangatlah parah. Jika tabib biasa, selamanya tidak akan sanggup mengobatinya. Tetapi yang mengobatinya kali ini adalah Dewa Ajaib, gurunya Chen Shou. Tentu seharusnya tidak ada masalah yang berarti lagi. Jieji, Yunying, Dewa Sakti, Dewa Semesta dan Dewi Peramal sejak pagi terus duduk di depan taman tepat pada kamar dimana Zhao dan Dewa Ajaib berada. "Seharusnya tidak ada lagi masalah yang berarti..." kata Dewa Sakti kepada semuanya. "Semoga saja begitu...." kata Jieji yang masih terlihat cemas. "Kamu tahu kira-kira siapa yang menyerangnya?" tanya Dewa Semesta kepada Jieji. "Mmm.." Jieji mengangguk. "Memang siapa yang menyerang kakak pertama? Apakah orangnya juga sangat hebat?" tanya Yunying. "Orang yang pernah mencegat kalian di perjalanan menuju Changsha serta dedengkotnya. Mereka betul tidak bisa dipandang remeh..." kata Dewi peramal sambil menengadahkan kepalanya. "Kalau begitu, kak Jie.. Bagaimana kita kembali ke Daratan tengah, Kaifeng. Kita akan menentukan nasib dengan mereka.." kata Yunying.

Jieji hanya diam saja, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Yunying yang mengajaknya ikut ke Kaifeng. Dalam hatinya terasa masgul sekali, dia sama sekali tidak berharap 5 orang yang mereka jumpai di Changsha adalah pelakunya. Karena dia tahu dengan sangat pasti, orang yang dimaksud tentu memiliki hubungan erat dengannya dan Yunying. Karena daripada semua hal itu, dia segera menanyai Dewa Sakti. "Guru... Apakah perkiraanku adalah benar adanya?" tanya Jieji yang terlihat mengerutkan dahinya ke arah Dewa Sakti. Dewa Sakti hanya diam saja memandangnya dalam-dalam tanpa menjawab apapun. Selang berapa lama, Jieji hanya menghela nafas yang panjang karena mengerti apa maksud dari diamnya Dewa Sakti. Yunying yang melihatnya tentu heran, tetapi dia tidak ingin menanyai Jieji lebih lanjut. Selama kehidupan dia dalam 3 tahun tersebut, terasa bahwa makin lama dia makin memahami Jieji adanya. Jika Jieji terlihat diam dan berpikir keras, maka masalah yang ditemuinya bukanlah masalah yang gampang. Dia hanya diam sambil melihat ke arah suaminya dengan tersenyum manis. "Kabarnya kungfumu telah maju sangat pesat?" tanya Dewa Semesta yang melihat ke arah Jieji setelah diam beberapa lama. "Tidak juga Tetua...." kata Jieji memberi hormat kepadanya. "Ha Ha.... Betul... Kabarnya kamu telah menyempurkan beberapa jurus yang dulunya diciptakan oleh kita berempat." kata Dewa Sakti sambil tertawa keras. "Untuk beberapa ilmu, memang ada yang telah kutambah demi penyaluran tenaga dalam yang tinggi." kata Jieji. Memang benar, jika tenaga dalam yang telah terlalu tinggi dan jurus tidak mampu mengimbanginya maka haruslah dicari penyaluran yang pas betul. Oleh karena itu, dalam setiap Ilmu yang dipelajari Jieji, dia berusaha memaksimalkan semua Ilmu itu dengan menciptakan jurus baru dari Ilmuilmu tersebut. Ilmu yang diciptakan para Dewa sebenarnya adalah ilmu yang telah sangat sakti. Untuk menguasainya secara sempurna semua, haruslah memperkuat tenaga dalam sehingga sampai batas maksimum. Sehingga tenaga dalam pemakai haruslah dapat sejalur dengan jurus yang dikeluarkan. Dulunya sebelum menciptakan tapak berantai dengan menggabungkan semua aliran tenaga dalam semua Ilmu. Dia sering mendapatkan bahwa setiap jurus yang dikeluarkan tidaklah maksimal dan memadai, karena tenaga dalamnya tidak mampu dimaksimalkan dengan jurus sakti tersebut.

Lain halnya dengan sekarang, semua Ilmu itu berkembang dengan sangat pesat mengingat tenaga dalam Jieji telah maju pesat karena Tenaga dalam tapak berantai yang sakti telah membaur dalam dirinya. "Hebat......" kata Dewa Semesta dengan bertepuk tangan sambil memujinya. Jieji memberi hormat dalam-dalam kepada orang tua tersebut. Barusan dia menyelesaikan hormatnya, dari dalam kamar Zhao segera terdengar pintu didobrak. Dewa Ajaib segera keluar dengan lari cepat ke arah Jieji. "Apa?? Kamu menambah jurus pedang ayunan Dewa? Coba kamu jelaskan bagaimana kamu menambahnya?" Rupanya Dewa Ajaib mendengar apa percakapan mereka. Dengan tidak tahan karena mendengar adanya tambahan jurus baru dari 7 Jurus pedang ayunan Dewa, dia segera lari keluar untuk mendengar percakapan mereka. "Bagaimana kakak pertamaku?" tanya Jieji yang agak heran adanya melihat Dewa Ajaib telah keluar dari kamar Zhao. Dewa Ajaib hanya diam, di wajahnya tampak senyuman menggoda. "Bagaimana?? Cepat beritahukan dahulu. Kenapa tetua dengan cepat keluar dari sana?" tanya Jieji yang seraya berdiri dan mulai berjalan ke arah kamar. Tetapi dengan tiba-tiba dia dicegat Dewa Ajaib. "Katakan dulu... Kamu menambah berapa jurus pedang itu?" tanya Dewa Ajaib. "Dua...." Jawab Jieji pendek. Tetapi di luar dugaan, Dewa Ajaib segera berlutut kepadanya. Tentu Jieji terkejut tidak terkira. Wajah Dewa Ajaib seperti anak-anak yang ingin meminta sesuatu. "Tetua... Berdiri dahulu... Akan saya beritahukan dengan segera...." "Terima aku sebagai muridmu dahulu, ajarkan aku 2 jurus yang lain. Aku akan menyelamatkan Zhao kuangyin. Bagaimana? Pertaruhan yang adil bukan? "tanya Dewa Ajaib penuh harap dengan berlutut. Jieji tentu sangat heran melihatnya. Jurus pedang ayunan dewa adalah ciptaannya, sekarang dia malah ingin belajar darinya. "Baik ... Baik ... Tapi kumohon tolonglah kakak pertamaku dahulu..."

Sementara itu Dewa Semesta dan Dewa Sakti segera tertawa keras. "Nah... Ini janjimu kan. Apa yang dijanjikan seorang lelaki tentu pantang dilanggar, bukan begitu?" tanya Dewa Ajaib. "Aku akan mengajarimu, tetapi tolong tetua berdiri dahulu. Dan mengenai masalah murid, tentu itu tidak mungkin. Sangat tidak mungkin...." kata Jieji dengan kesal kepadanya. Setelah selesai Jieji menyelesaikan kata-katanya. Terlihat Zhao kuangyin telah keluar dari kamarnya dengan langkah yang telah bagus dan mantap, tidak terlihat dia sedang terluka sangat parah. Jieji yang melihatnya tentu sangatlah gembira. "Ha Ha... Kamu tertipu olehku juga kan? Jangan kira aku ini tolol..." teriak Dewa Ajaib yang berhasil akan siasatnya memancing Jieji untuk mengajari 2 jurus baru ilmu ciptaannya sendiri. Lantas mereka semua tertawa keras adanya. Ilmu pedang ayunan dewa ciptaan Dewa Ajaib terdiri dari 7 tingkat. Semuanya sebenarnya telah termasuk jurus yang sangat hebat. Tetapi Jieji menambah 2 jurus adanya di dalam. 2 Jurus itu tak lain adalah Ayunan Dewa musim semi dan Ayunan Dewa musim gugur. Dua jurus ini tak lain adalah hanya bisa dipelajari dan dimantapkan orang yang mempunyai tenaga dalam yang sudah sangat tinggi. Kedua jurus mengutamakan serangan maha dahsyat, tidak seperti 7 jurus lainnya yang sering terlihat banyaknya perubahan serangan. Selain itu, Jieji juga menambahkan 1 jurus dalam Ilmu Jari dewi Pemusnah yang tadinya hanya 6 tingkatan saja. Jurus Ilmu Jari dewi pemusnah 1 jurus terakhir juga adalah jurus yang Maha Sakti. Tenaga dalam yang keluar dari Jari dipertajam, dan jurus ini bahkan bisa membunuh dengan tusukan maha tajam seperti layaknya tajamnya pedang. Dan yang paling berbahaya adalah jarak serangannya yang sangat jauh. Dia mendapat ilham setelah melihat Ilmu Pedang bulan sabit-nya Dewa Bumi. Selain itu, Langkah Dao-nya Dewa Semesta juga ditambah 1 jurus. Jurus yang diciptakan Jieji dari langkah Dao yang terakhir adalah untuk memantapkan gerakan Tapak berantainya dan mendukungnya sehingga menjadi sangat kokoh adanya. Terutama untuk jurus ke 2, 4 dan 5 dari Tapak berantai. Sedangkan Ilmu Tendangan Mayapada Jieji disempurnakan adanya. Dia menyempurnakan jurus tendangan mayapada dan meleburnya dengan tendangan matahari yang pernah dilihatnya sendiri ketika Wang Sungyu mengeluarkannya dalam pertarungan di sungai Changjiang 3 tahun yang

lalu. Jieji sangatlah tertarik akan Jurus tendangan matahari yang tanpa celah adanya. Jurus tendangan mayapada baru ini tertampak paling jelas di antara semua jurus yang ditambahkan. Tendangan yang disempurnakan terlihat sangatlah kokoh, bahkan jika pilar yang kokoh dan sangat keras sekalipun jika ditendang akan patah menjadi dua. Dalam 3 tahun belakangan, kungfu Jieji juga maju pesatnya sama seperti Wei JinDu adanya yang telah mematapkan jurus ke 8 tapak Buddha Rulai. Keesokan harinya pagi-pagi... Zhao telah terlihat sangat sehat adanya. Dia bahkan sanggup berjalan seperti biasa lagi seperti orang yang tidak terluka dalam adanya. Dewa Ajaib melakukan tugasnya dengan sangat berhasil. Oleh karena itu sesuai janjinya, Jieji mengajari dewa Ajaib 2 jurus lainnya dari Ilmu pedang ayunan dewa. Zhao berjalan ke arah taman, tetapi dia langsung disapa oleh Jieji. "Kakak pertama? Kamu sudah sehat dan baikan?" tanya Jieji yang puas melihat keadaan kakak pertamanya yang barusan 3 hari ditangani Dewa Ajaib. "Tidak apa-apa lagi Adik kedua... Saya merasa sangat baikan... Dewa Ajaib benar adalah Tabib luar biasa sekolong langit meski tenaga dalamku belumlah pulih sepenuhnya..." Tutur Zhao dengan tersenyum sangat puas. "Betul, tidak disangka orang tua aneh seperti dia mampu melakukan hal sebaik ini. " kata Jieji dengan tersenyum puas pula. "Ohya kakak pertama, Memang di istana telah terjadi sesuatu hal yang hebat?" tanya Jieji kembali setelah beberapa saat. "Betul... Hal ini sangatlah serius, sepertinya tidak lama lagi kita harus kembali ke Kaifeng." Kata Zhao yang berubah menjadi sangat serius adanya. "Memang bagaimana hal sesungguhnya yang terjadi?" tanya Jieji sambil mengerutkan dahinya. Zhao mulai bercerita kepada Jieji... *** Sebulan yang lalu... Istana kaisar di Kaifeng...

Zhao terlihat duduk dengan santai sendirian di taman istananya. Sambil meneguk teh, dia menikmati keindahan taman. Zhao sangat senang hatinya setiap menikmati keindahan taman Istana sehabis melaksanakan tugas negaranya. Tidak berapa lama, terlihat adiknya Zhao kuangyi datang menemuinya disana. "Kakanda kaisar... Saya membawa arak istimewa dari wilayah utara... Mari kita minum bersama..." katanya sambil tersenyum. Zhao sebenarnya bukanlah tipe orang yang sangat mencintai arak. Tetapi karena arak dari Wilayah utara sangat terkenal, dia ingin mencicipinya lagi karena teringat akan dirinya sewaktu muda dia tinggal di daerah utara padang pasir. Zhao Kuangyi menuangkan arak yang cukup penuh di cawan keduanya. Seraya memberi hormat, Kuangyi langsung meneguk arak itu sampai habis. Zhao hanya tersenyum melihat tingkahnya. Tanpa bercuriga, Zhao kuangyin juga meneguk habis semua arak susu kuda dari padang pasir itu. Disana, selang beberapa saat Kuangyi segera menanyainya. "Ada sesuatu yang harus kukatakan kepada Huang Siung/kakanda kaisar..." "Ada apa? Apa ada hal yang penting adanya?" tanya Zhao kuangyin yang lumayan heran melihat keseriusan Kuangyi, adiknya. "Bagaimana jika kita beraliansi dengan pasukan Liao?" Zhao kuangyin yang mendengarnya segera tidak senang, perubahan di wajahnya segera tertampak. "Kamu tahu dik... Pasukan Liao sangatlah kejam, mereka belum beradab seperti kita sekarang. Beraliansi sepertinya tidak akan ada gunanya. Selain itu, kamu masih ingat? Peperangan setahun yang lalu, mereka menindak pasukan tawanan kita dengan sangat ganas. Dan juga mereka bahkan sembarang membunuh rakyat jelata yang tidak berdosa? Kenapa kamu selalu..........." Barusan Zhao kuangyin ingin menyelesaikan kata-katanya, dia menyadari sesuatu yang telah terjadi dengan dirinya sendiri. "Ada apa Huangsiung?" tanya Zhao kuangyi. "Tidak apa... Mungkin terlalu capek adanya..." Kata Zhao kuangyin yang memegang kepalanya yang telah terasa pusing. Dia belum bercuriga terhadap arak yang diberikan oleh adiknya sendiri. Zhao kuangyin terus memegang kepalanya dengan mata yang tertutup. Lalu ketika dia sempat membuka matanya, dia sangat terkejut. Karena disana telah hadir puluhan orang. Jumlahnya mungkin sekitar 20

orang lebih. Tetapi dia segera tahu, kedatangan mereka bukanlah untuk hal yang baik adanya. "Bagaimana Yang Mulia? Apakah arak itu rasanya sangat bagus? Sampai baru minum seteguk saja sudah mulai mabuk?" tanya seorang pria yang bertopeng. "Kalian....." Teriak Zhao kuangyin yang segera sadar sesuatu yang terjadi padanya adalah akibat ulah adiknya sendiri. Dengan segera, Zhao menutup matanya sendiri. Dia menarik nafas panjang untuk mencegah penyaluran racun itu dengan tenaga dalam. "Itu adalah Racun bubuk 7 serangga. Tidak mungkin kau bisa sanggup menahannya.." kata Pria itu kembali. Zhao kuangyin hanya diam tanpa berjawab apapun padanya. Dia sedangn mengkonsentrasikan dirinya untuk menghalau racun itu bekerja lebih lama. Pria itu segera beranjak ke arahnya. "Kakak... Dahulu kamu mengkudeta Zhou. Apakah kamu sudi memberikan kekuasaan negara kepadaku?" tanya Zhao kuangyi. Zhao kuangyin hanya diam seribu bahasa. Dia tidak menjawabnya. "Kalau begitu, kita kurung dia sahaja. Dengan begitu, sama saja kan? Kekuasaan tetap di pegang olehmu." kata pemuda itu. Zhao Kuangyin selama berekspedisi ke wilayah lain, Adiknya Zhao kuangyi adalah orang yang terus memegang jabatan tertinggi jika dia tidak ada di Istana. Maka daripada itu, usul pemuda itu cukup masuk akal bagi Zhao kuangyi. Dia mengangguk pelan kepadanya. Pemuda itu segera mendekati Zhao kuangyin yang masih bermeditasi menghalau racun. Dengan tangannya, dia hendak mengangkatnya bangun. Tetapi tanpa disadarinya... Zhao kuangyin yang masih menutup matanya segera melancarkan serangan terkuatnya ke arah dada pemuda itu. "Dhuakkk!!!" Suara tertinju sangatlah jelas terdengar. Pemuda itu segera terlempar sangat jauh dengan pesat.Semua orang disana sangatlah terkejut adanya. Mereka sama sekali tidak menyangka Zhao kuangyin yang telah terkena racun malah masih begitu hebat. Dengan segera, tertampak 15 orang di depan Zhao Kuangyin dan seraya mengurungnya. Sementara itu Zhao kuangyi telah beranjak mundur dari tempatnya.

"Hebat... Kamu masih bisa melancarkan serangan setelah terkena racun bubuk 7 serangga." Terdengar suara seorang pria disana. Lima belas orang itu memperkenalkan diri sebagai 15 Pengawal sakti. Zhao hanya diam di tengah dengan mata yang masih tertutup adanya. Dia berpikir inilah saatnya menentukan hidup-matinya. Lima belas pengawal sakti segera melancarkan serangan sekaligus. Serangan lima belas pengawal terlihat sangatlah aneh, sementara itu Zhao kuangyin hanya menghindar semua serangan dengan Langkah Dao. Dia tidak mampu untuk membalasnya lagi karena jika menggunakan tenaga dalam sekali saja seperti tadi, maka akan sangat berbahaya bagi penyebaran racun 7 bubuk dalam dirinya. Zhao kuangyin bukanlah pesilat yang lemah sama sekali. Meski dirinya terkena racun, masih dengan lumayan mudah baginya untuk menghindari semua serangan dari 15 pengawal sakti itu. Semua orang disana sangat heran dan terkagum-kagum akan kemampuan asli dari Zhao kuangyin. Tetapi 5 orang yang bertopeng aneh segera maju untuk mengeroyoknya juga karena melihat Zhao masih lumayan kuat. Zhao kuangyin sangatlah terkejut, dia mendapatkan jurus yang sangat dikenalnya. Jurus pedang ayunan dewa, tendangan mayapada dan ilmu golok belibis jatuh adalah 3 Ilmu yang sedang dikerahkan ketiga penyerangnya. Dengan menyeret kakinya cepat, Zhao kuangyin bermaksud untuk lari dari tempat pertarungan. Tetapi tanpa disadarinya, dari arah belakang dia telah terkena sebuah tinju yang cukup kuat adanya. Dia terlempar ke depan cukup jauh... Setelah berdiri dia mendapati dirinya muntah darah hitam. *** Jieji mendengarnya dengan sangat serius. Dalam pemikirannya, dia mendapati sesuatu. "Jadi kakak yakin Zhao Kuangyi mengkhianati kakak adanya?" "Betul... Sepertinya dia ditekan oleh beberapa orang tersebut..." kata Zhao yang terlihat mengerutkan dahinya. Dalam pemikiran Jieji, dia membayangkan Zhao Kuangyi yang pernah berbincang langsung dengannya beberapa kali. Dia merasa Zhao Kuangyi bukanlah seorang yang takut akan ancaman, selain itu Kuangyi juga tipe pemimpin yang sangat hebat dan tidak kalah dari Zhao kuangyin, kakaknya sendiri. Lalu kenapa dia bisa menuruti kata-kata pendekar-pendekar tersebut.

Jika ingin melakukan kudeta, mungkin ini juga merupakan salah satu caranya... Ataukah?......

BAB LXVII : Kembali Ke China Daratan Jieji berpikir tanpa mampu mengerti maksud sebenarnya dari Zhao kuangyi. Apakah memang benar Kuangyi telah tunduk dengan 5 pendekar dan kawan-kawannya yang pernah bertarung melawannya di dekat kota Changsha. Semuanya masih menjadi pertanyaan dalam hatinya. "Kak... Saya harus pulang ke China daratan untuk melihat-lihat keadaan sebentar."Kata Jieji. "Jadi maksud adik, adik tidak bersamaku pulang tetapi hanya sendirian?" tanya Zhao yang agak heran. Dalam hatinya dia berpikir, kesehatannya memang belumlah pulih sepenuhnya. Tetapi membiarkan adik keduanya pergi sendiri tentu cukup berbahaya. "Betul kak... Tiada jalan lain... Aku harus menyelidikinya dengan pasti terlebih dahulu sebenarnya apa hal yang terjadi." kata Jieji kemudian. "Tetapi....." Zhao hanya berpikir dalam-dalam. "Tidak usah kuatir kak.. Saya masih mampu menjaga diri dengan baik.. Tanpa mengetahui maksud sesungguhnya dari Kuangyi, kita tidak mampu bertindak dengan pasti.." kata Jieji. Zhao tidak menjawabnya lagi, tetapi dalam hatinya dia merasa apa yang dikatakan adik keduanya adalah hal yang benar adanya. Tanpa adanya kebenaran sesungguhnya dari kejadian tersebut, siapapun pasti susah bertindak apalagi Zhao kuangyi adalah adik kandungnya sendiri. Setelah berpikir beberapa lama, Zhao kembali menanyainya. "Dik... Kamu tahu apa hal yang terjadi dari dunia persilatan belakangan ini?" "Beberapa hal bisa kutebak.. Tentu yang ingin kakak pertama katakan adalah nama-ku yang dipakai orang untuk melakukan hal yang jahat?" kata Jieji. Zhao sangat terkejut, dia tidak mengira adik keduanya bisa menebak dengan begitu benar. Memang benar, selang 3 tahun "hilang-nya" Xia Jieji dari dunia persilatan. Banyak sekali gosip telah beredar seiring kematian beberapa tokoh dunia persilatan. "Kamu tahu? Yue Fuyan telah tewas?" tanya Zhao kemudian kepadanya.

Jieji hanya diam saja, dia berpikir keras. Dia tahu pasti, tentu kematian Ketua Dunia persilatan itu juga ditimpakan kepadanya. Setelah beberapa saat, dia menjawab kakak pertamanya kembali. "Mengenai masalah ketua dunia persilatan, saya benar tidaklah tahu adanya. Apa kakak melihat ciri-ciri kematian Yue Fuyan?" tanya Jieji. "Betul... Saya sempat melihatnya karena saya tidak berada jauh dari tempat kejadian waktu itu, luka goresan di tubuhnya ada empat. Tetapi yang paling mematikan adalah di urat lehernya. Selain itu, di tubuhnya sama sekali tidak terdapat racun ataupun luka dalam lainnya." tutur Zhao. "Kalau begitu, dia tidak dibunuh dengan pedang..." kata Jieji kemudian sambil tersenyum kepada kakak pertamanya. "Ha? Bagaimana kamu bisa tahu? Aku memang sempat bercuriga adanya, tetapi aku tidak pernah mendapatkan buktinya..." kata Zhao. "Tidak susah kak.. Goresan pedang itu tujuannya adalah menfitnahku, tentu jurus yang dipakai untuk menggores urat lehernya adalah Jurus pedang ayunan Dewa. Semua insan dunia persilatan tahu kalau "Xia Jieji" menguasai dengan baik Ilmu pedang ayunan dewa. Otomatis maka semua kesalahan akan ditimpakan kepadaku... Mengenai dia tidak dibunuh dengan pedang, tentu aku tahu benar. Pedang ayunan dewa tidak akan mampu membunuh Yue Fuyan yang menguasai 9 tingkatan tapak penghancur jagad..." Zhao sangat senang mendengar penjelasan adik keduanya. Dia tidak pernah mengira dengan hanya berbincang, Jieji telah tahu seperti halnya dia melihat kejadian itu sendiri. "Kak, besok pagi-pagi saya akan berangkat. Aku akan menunggumu di Kaifeng, bagaimana?" tanya Jieji. Zhao tersenyum sambil mengangguk pelan kepadanya. Jieji langsung mencari istrinya, Yunying untuk mengatakan kepadanya akan kepergiannya ke China daratan kembali. Tetapi kali ini, Jieji tidak akan membawa Yunying. Tentu alasan Jieji adalah keselamatan Yunying yang barusan melahirkan puteranya sekitar lima bulan lalu. Selain itu, Jieji juga ingin Yunying tinggal untuk menjaga puteranya dan sekaligus menjaga Wisma Oda. Yunying menyatakan kesediaannya tetap di Dongyang bersama keluarga Xia yang tinggal disana, dia memberikan Pedang Ekor Api kepada suaminya untuk berjaga-jaga akan kemungkinan yang buruk. Jieji menerimanya dengan senang hati. Keesokan paginya...

Dewa Semesta dan Dewa Sakti serta Dewi peramal minta pamit juga pada mereka semua, mereka ikut Jieji ke China daratan. Tetapi bukan dengan tujuan yang sama dengan Jieji adanya. Mereka bertiga yang telah mendapatkan Zhao kuangyin sehat adanya lantas pulang kembali ke "gunung" mereka masing-masing. Sementara itu Dewa Ajaib menyatakan suka tinggal di Dongyang karena masih dalam tahap mempelajari ilmu pedang ayunan dewa. Dalam perjalanan menuju ke China daratan... Dewa Sakti bertiga duduk di dalam kapal, sementara Jieji duduk di ujung depan sambil meneguk guci arak yang kecil. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu di ujung kapal. Dewa Sakti segera menghampirinya. "Kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?" tanya Dewa Sakti yang melihat Jieji termenung seorang diri. "Tidak tahu... Kakek pernah juga menanyaiku hal yang serupa.. Ternyata dengan kekerasan hati tidak mudah melakukan sesuatu... "Ha Ha.... Benar... Benar... Lantas apa jawabanmu kepada kakekmu?" tanya Dewa Sakti penuh arti kepadanya. Jieji melihat orang tua ini dengan dalam-dalam. Tidak berapa lama, lantas dia juga tertawa terbahak-bahak diikuti oleh Dewa Sakti. Dewa Sakti adalah seorang yang sangatlah pintar adanya, kepintarannya tentu tidak dibawah Jieji adanya. Dia sengaja memberikan pertanyaan dengan tujuan memberikan jawaban kepadanya. Jieji pernah berjanji pada kakeknya sendiri, dia ingat benar... Begitu pula janjinya yang pernah diungkapkan kepada Xufen. Oleh karena itu, dalam hatinya lantas terbit sebuah jawaban yang pasti yaitu -Jika terpaksa, maka dia baru akan ambil tindakan-. Seperti biasa, perjalanan dari Dongyang menuju ke China daratan perlu waktu 15 hari. Setelah lima belas hari... Mereka berempat lantas berpisah menuju ke daerah masing-masing. Dewa Sakti dan Dewi peramal tentu sangat dekat dengan Gunung Dai, sedangkan Dewa Semesta menuju ke arah barat ke Gunung Jin Bing. Jieji hanya diam beberapa saat di sana untuk mengawasi kesibukan pelabuhan sambil berpikir. Setelah satu jam lamanya, dia segera mengambil arah barat juga tetapi tidak ke utara. Dalam perjalanannya yang baru lima jam... Jieji kali ini tidak memakai kuda bintang birunya tetapi memakai kuda biasa saja, tentu karena tujuannya ke China daratan adalah untuk menyelidik, dia tidak ingin ketahuan oleh kaum persilatan bahwa dia adalah "Xia Jieji".

Selain itu, dia memilih berpakaian sastrawan sejak keluar dari Dongyang. Di tangannya sengaja dia pegang sebuah kipas layaknya seorang sastrawan. Sebelum sampai di kota Chen Liu, Jieji melihat ada sesuatu hal yang aneh di depannya.. Di daerah yang masih tergolong hutan terlihat lumayan banyak pengemis yang berpakaian compang-camping. Di tangan setiap pengemis terpegang sebuah tongkat, mereka berjalan dengan gagah secara berkelompok ke arahnya. Dia melihat mereka dengan sambil berpikir, para pengemis itu bukanlah orang sembarangan. Setidaknya dalam langkah bisa membuktikan mereka adalah jago silat juga. Apalagi orang yang memimpin mereka, seorang paruh baya yang memiliki kharisma yang lumayan tinggi di wajahnya. Cara berjalan orang ini tidaklah aneh seperti orang biasa layaknya, tentu hal tersebut adalah berlaku untuk orang biasa yang melihatnya. Tetapi Jieji tidak melihatnya begitu, dia merasa orang di tengah itu memiliki Nei-kung(tenaga dalam) yang cukup tinggi. Suara hembusan nafasnya terdengar cukup bertenaga. Selain itu gerakan kakinya yang mantap membuktikan bahwa pengemis di tengah memiliki kekuatan tubuh yang hebat. Setelah mereka hampir berpapasan. Pemuda paruh baya yang berada di tengah itu segera memandang Jieji. Pandangan mata mereka berdua bertemu, selang beberapa saat orang di tengah segera tersenyum kepadanya sambil mengangguk pelan. Senyum ini juga dibalas oleh Jieji sambil mengangguk. Jieji menghentikan kudanya sambil berpikir. Tetapi belum sampai mereka lewat semuanya, Jieji merasakan adanya hawa orang yang mendekati tempat tersebut. Dia berpura-pura tidak tahu akan adanya hawa tersebut, tetapi orang tua di tengah segera berhenti. Sepertinya dia menantikan orang yang datang dengan ringan tubuh. Selang beberapa saat, seorang tampak berlari ke arah mereka. Jieji berpaling ke belakang untuk melihat orang yang datang itu. Juga seorang pengemis adanya, pengemis yang datang juga lumayan tua. Mungkin umurnya sekitar 50-an, jenggot dan kumis menutupi hampir separuh wajahnya. "Tetua Wu... Ada kabar yang datang tiba-tiba dari Beihai..." Pemuda paruh bayu ternyata bermarga Wu pikir Jieji. Tetapi untuk apa dia datang dengan cara tergesa-gesa seperti itu. "Ada apa tetua Han?" tanya tetua Wu kepada orang yang baru datang tersebut.

Tetapi para pengemis di belakang segera melihat ke arah Jieji. Jieji yang melihat pandangan mereka segerombolan segera mengerti, lantas dengan menarik tali kudanya, dia berniat meninggalkan tempat tersebut. Tidak ada yang tahu, jika bisikan ringan sekalipun bisa di dengar Jieji dengan jelas adanya dalam jarak sekitar 50 kaki "Tetua Wu... Kabarnya pasukan Liao akan melewati tapal batas Sung sesegera mungkin..." "Apa? Kamu yakin akan informasimu?" "Betul... Tidak salah lagi. Tetua Chen dan tetua Lu sudah berada di kota Ye untuk menunggu ketua." "Kalau begitu, kita harus secepatnya mengejar kesana. Mengenai masalah timur, sepertinya tidak perlu kita kerjakan terlebih dahulu." kata tetua Wu dengan segera. Di ajaknya para pengikutnya yang terdiri dari belasan orang untuk segera mengambil arah utara. Jieji diam dan berpikir, dia mendengar dengan jelas kedua orang tetua berbicara. Hanya dia heran, dari manakah "pengemis berkungfu" ini berasal. Diam-diam dia berniat mengikuti mereka untuk menuju ke kota Ye. Tetapi dipikirkannya tujuan dia yang sebenarnya adalah untuk menuju ke Kaifeng. Lantas Jieji tetap melanjutkan perjalanannya ke Chenliu terlebih dahulu. Dia memacu kudanya lantas dengan kecepatan tinggi menuju ke kota Chenliu. Jieji tidak segera mengambil jalan menuju Kaifeng, tak lain adalah untuk mengecoh pasukan Istana. Jieji tahu dengan pasti, jika ada yang berniat mengikutinya maka mereka akan menunggu di pelabuhan timur Xiapi. Jika mereka mendapatkan orang yang persis ciri-cirinya dengannya dan sedang mengambil perjalanan ke utara, maka orang itu tentu tidak lain adalah dia. Maka dia segera mengambil ke arah barat terlebih dahulu. Dan diam-diam baru menuju ke utara. Tidak sampai malam, dia telah tiba di kota Chenliu.. Jieji menyewa sebuah kamar yang biasa saja di penginapan besar yang cukup ramai. Dia merasa penginapan yang biasanya ramai pasti banyak juga gosip dunia persilatan. Meski Jieji tidak pernah tertarik akan gosip begituan, tetapi kali ini dia bertujuan untuk menyelidik. Maka mau tidak mau dia juga ingin mendengar sedikit petunjuk akan sesuatu hal di istana dan ada tidaknya berhubungan dengan dunia persilatan. Sementara itu Pedang ekor apinya tidak digantungkan di pinggang, melainkan dia bungkus bersama buntalan pakaiannya. Karena pedang Ekor api bukanlah jenis pedang panjang, maka setelah dirapikan bahkan tidak tampak adanya Jieji sedang membawa pedang.

Sekitar jam 8 malam, Jieji telah keluar dari kamarnya yang lantai kedua gedung belakang untuk mencari makan di depannya yang merupakan restoran. Apa yang di tebak Jieji benar adanya. Penginapan yang luas tersebut memiliki sebuah restoran yang luas juga. Disana terlihat lumayan banyak orang dari kaum persilatan yang sedang duduk sambil minum arak dan mengobrol lumayan keras. Dia memilih sebuah tempat yang agak sudut dekat tangga. Disana dia duduk seorang diri sambil mencuri dengar. "Kak Feng... Kabarnya setan pembantai kembali mengambil mangsa.. Kali ini adalah tetua partai Hua Shan, Mo LieTze. Dia juga sama dibantai dengan ilmu pedang ayunan dewa sebulan lalu. Luka mematikannya adalah tepat segaris di leher. Sebenarnya apa hal yang diinginkannya?" tanya seorang pemuda yang berpakaian warna emas juga dengan ikat kepala emas. "Betul... Jika ketemu, kita akan habisi dia... Setelah membunuh biksu Wujiang, dia membantai pengkhianat Liao, Dewa Bumi untuk bersekutu dengan mereka. Setelah itu, sepak terjangnya makin menjadi. Dia membantai saudara seperguruan kita 6 nyawa di Panggung batu 1000 cermin. Baru 2 bulan lalu, dia kembali beraksi di Huiji dengan membunuh ketua dunia persilatan. Sekarang kemudian terdengar hal terbunuhnya tetua partai Hua Shan... Dia tidak dapat diampuni..." kata seorang lainnya yang juga berpakaian sama dengan gusar. Suara kedua orang tersebut sebenarnya tidaklah benar-benar besar. Namun Jieji bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Dalam pikirannya. "Setan pembantai... Mengerikan sekali julukan baruku itu..." pikirnya dengan geli juga. Jieji juga berpikir, apa yang dikatakan mereka berdua adalah sangat tidak beralasan adanya. Tidak mungkin seorang sanggup mencapai wilayah Hua Shan dari Huiji dalam jangka waktu sebulan. Karena jarak antara Huiji ke Hua Shan sangatlah jauh adanya. Lain halnya jika dia memakai kuda bintang biru. Tetapi sungguh tidak masuk akal benar-benar. Tetapi Jieji tidak ingin berargumentasi lebih lanjut, karena semenjak di Dongyang dia sendiri juga telah tahu bagaimana kira-kira dirinya bakal di fitnah kaum persilatan. Jieji mencoba mencari informasi lainnya di meja lainnya, dia mengkonsentrasikan apa yang sedang dibicarakan orang lainnya. "Lie Hui... Lie Hui.... Sungguh cantiknya engkau bagai bidadari..." terdengar seseorang yang berkata kepada temannya. "Lie Hui meski adalah wanita dari rumah bordir Yuen Hua, tetapi kecantikannya betul tanpa tanding. Seumur hidup jika ada pria yang bisa

mendapatkan hatinya maka dia adalah lelaki yang paling beruntung...." kata lainnya. Jieji muak sekali mendengar apa hal yang sedang di ucapkan mereka berdua. Ternyata keduanya adalah penggemar wanita di rumah bordir Yuen Hua. Tentu dia tersenyum sangat geli sekali. Sesekali terlihat dia menggelengkan kepalanya. Sekali lagi dia mencoba mendengar pembicaraan dari meja lainnya. Dia mendapatkan adanya 2 orang yang duduk di meja, tepatnya di belakang 2 orang penggemar wanita rumah bordir tersebut, seorang pemuda dan pemudi. Jieji menyapu ke arah mereka sambil pura-pura minum arak dan makan. Dilihatnya si pria, pemuda yang tergolong tampan dan berpakaian sastrawan, umurnya paling hanya 20 tahun. Sedangkan si wanita terlihat cantik dengan wajahnya yang putih, si nona juga tergolong muda jika dilihat dari penampilannya. Jieji juga bermaksud mendengar apa yang mereka bicarakan. "Racun pemusnah raga... Racun yang sungguh kejam... Tiga orang saudara seperguruan kita dibunuh 10 tahun yang lalu oleh racun tersebut.. Sekarang malah kabarnya Xia Jieji telah menyempurnakan racun ini. Dia mengurangi dahsyatnya racun, tetapi memperbahaya cara penularannya. Ini justru lebih mengerikan daripada racun yang sebelumnya." kata yang pria. "Betul Sesiung(Kakak seperguruan)... Hanya gosip dunia persilatan sepertinya sangat menjelek-jelekkan Xia Jieji. Sebenarnya hal ini ada atau tidak, kita belum bisa memastikannya..." kata yang wanita dengan pengertian. "Apa yang adik bilang cocok dengan pemikiranku. Mengenai Xia Jieji, sebenarnya jarang sekali ada orang yang melihatnya. Kita memang benar tidak bisa mengambil kesimpulan seperti itu langsung..." kata yang lelaki. Jieji yang mendengar percakapan kedua orang tersebut, merasa terharu. Tidak disangkanya ada yang masih bisa melihat kebenaran, setidaknya mereka tidak percaya langsung terhadap hal yang belumlah pasti adanya. Ketika Jieji sedang berpikir, wajahnya sebentar terlihat mengerutkan dahinya, sebentar terlihat tersenyum manis, sebentar terlihat dia kesal, sebentar terlihat dia tersenyum geli adanya. Tetapi tidak disangkanya sama sekali ada seorang pria umur 30 tahunan yang duduk sendiri dan berseberangan meja dengannya melihat semua tingkah Jieji...

BAB LXVIII : Ketua Perkumpulan Pengemis, Yuan Jielung Jieji juga merasakan adanya pandangan "khusus" dari seseorang kepadanya kemudian. Dia hanya pura-pura tidak tahu. Tetapi dia tahu dengan pasti, orang yang berseberangan meja dengannya bukanlah lelaki biasa. Setelah beberapa saatnya makan dan minum, Jieji berniat keluar dari restoran untuk menuju kembali ke kamarnya. Dia berjalan pelan-pelan layaknya dia tidak tahu apa-apa. Dengan tenaga dalam tinggi, dia menyimpan semua tenaga dalamnya supaya tidak terlihat mencurigakan oleh orang yang sedang duduk dengan sebuah kaki di atas kursi tersebut. Tetapi baru berjalan melewati taman belakang penginapan, dia sudah tahu bahwa dia sedang diikuti. Lalu, dengan berbalik badan Jieji melihat pria tersebut. Mereka bertatapan tanpa berbicara banyak hal. Keadaan belakang yang sunyi menambah keangkeran pandangan keduanya. Lantas tidak berapa lama, pemuda itu segera bersuara. "Siapa anda? Sangat mengagumkan sekali kemampuan anda...." katanya dengan sopan dan penuh hormat. Jieji memandangnya, pakaian orang ini tidaklah bagus bahkan terlihat telah luntur. Beberapa bagian pakaiannya sepertinya telah koyak. Wajahnya cakap dan gagah. Gaya dan kharismanya tinggi dengan tinggi tubuh hampir 6 kaki. Dadanya bidang dan tangannya panjang hampir mencapai lututnya. "Saya hanya seorang sastrawan yang kebetulan tinggal di penginapan ini...." kata Jieji merendah sambil memberi hormat. "Ha Ha........" Pemuda itu hanya tertawa mendengar jawaban Jieji. Tetapi Jieji tersenyum melihat tindakan orang tersebut. "Margaku Yuan. Namaku Jielung." katanya memperkenalkan dirinya. Jieji berpikir cukup aneh, setidaknya adalah nama depannya sama dengannya. Lalu dengan berbohong Jieji menjawabnya. "Margaku Zhang, orang-orang memanggilku FeiRung..." "Tidak disangka kemampuan tuan Zhang sangatlah luar biasa..." kata Jielung dengan tersenyum kepadanya. "Tidak... Aku tidak mengerti apa yang anda maksudkan.." kata Jieji kemudian dengan berpura-pura tidak tahu.

Tetapi apa yang dilakukannya tidak luput dari pandangan Yuan. Yuan mampu melihat kemampuan Jieji adalah sangat tinggi. Dia berpikir mungkin mereka berdua adalah sekelas dalam hal silat. Karena dia tahu orang yang mampu mendengar dengan baik suara yang jauhnya 50 kaki lebih dengan jelas meski adanya keributan, maka orang tersebut adalah orang yang kungfunya sangat tinggi. "Ha Ha... Sesekali kita akan ngobrol-ngobrol sambil minum arak, bagaimana saudara Zhang?" tanyanya. "Tentu...." kata Jieji kepadanya. "Aku masih ada urusan yang maha penting adanya. Lain kali aku ingin mencoba kungfu saudara Zhang juga..." katanya sambil memberi hormat dalam-dalam kepadanya. Jieji juga melakukan hal yang sama. Tidak berapa lama, di tempat itu segera hadir seorang pengemis. Sambil memberi hormat ke arah Jielung, dia berkata. "Yuan Pangcu (Ketua Yuan)... Kita akan berangkat malam ini juga?" "Betul.. Secepatnya paling bagus..." kata Jielung, setelah itu dia memandang ke arah Jieji. "Saudara Zhang... Ingat janjimu kepadaku....." katanya sambil tersenyum. Jieji membalasnya dengan tersenyum manis sambil mengangguk. Dia sedang berpikir seiring perginya ketua Yuan. Di dunia ini banyak hal yang aneh adanya, tetapi dia belum pernah tahu adanya Ketua dari perkumpulan pengemis. Lalu apa pula sebenarnya yang menjadi tujuan perkumpulan pengemis itu? Keesokan harinya... Jieji kembali bersiap untuk meninggalkan Kaifeng. Dari sini dia berniat menuju ke kota Puyang. Kota besar yang paling dekat dengan kaifeng. Dia memacu kudanya ke arah utara dari Chenliu. Kota Puyang sebenarnya telah lumayan dekat dengan kota Chenliu. Paling hanya dalam 4 jam dia bisa sampai kesana. Tetapi kali ini Jieji kembali meningkatkan kewaspadaannya, dia tidak ingin dirinya diketahui oleh orang lain dari dunia persilatan lagi. Perjumpaan dengan Yuan Jielung semalam adalah hal yang sangat khusus baginya. Dia juga tahu, Jielung memiliki kepandaian yang tinggi. Tidak pernah disangkanya, selama 3 tahun dia mengasingkan diri dari dunia persilatan China daratan, disana telah muncul lumayan banyak jago silat. Perjalanan yang seharusnya 4 jam, tidak ditempuh Jieji dengan cepat. Melainkan dia sengaja berlambat-lambat. Dia berniat memakai waktu

sekitar 8 jam untuk sampai, karena jika dia terlihat memacu kudanya cepat maka akan lebih mencurigakan bagi orang yang melihatnya. Sambil menikmati pemandangan sawah dan tanah lapang yang luas, sesekali Jieji berpuisi sambil membuka kipasnya di atas kuda. Puisi yang dibacakannya adalah puisi Hui Zhong dan Tang Tufu. Beberapa petani disana yang melihatnya tentu heran, tetapi tanpa mempedulikan semuanya dia terus bersajak meski dalam hati dia merasa sangatlah konyol. Ketika dia melewati sebuah lembah... Dia mendengar dengan samar suara pertarungan. Suara pedang berlaga sangat jelas adanya. Dengan segera, Jieji berniat melihat apa yang sedang terjadi. Sambil memacu kudanya lumayan cepat ke arah utara, dia telah sampai ke daerah pertarungan. Tanpa turun dari kuda, Jieji melihat pertarungan tersebut dari depan bukit. Di arahkanlah pandangannya ke tanah lapang pas di bawahnya. Dia mengenal 2 orang yang sedang bertarung di tengah tanah lapang. 2 Orang tersebut tak lain adalah pemuda pemudi yang dia temui di penginapan semalam. Sedangkan lawannya terdiri dari 30 orang lebih yang berpakaian putih semua, tetapi di wajahnya mereka memakai topeng yang lumayan aneh. "Kalian tidak akan sempat pulang ke Luoyang... Partai Giok utara telah musnah..." Kedua orang yang mendengarnya segera gusar. Mereka melancarkan serangan yang lebih berbahaya ke arah lawan mereka yang sedang mengepung mereka. Sementara itu, Jieji hanya memandang dengan serius ke arah 30 orang lebih yang memakai pakaian aneh tersebut. Jurus pedang dari partai Giok utara tidak dapat dipandang remeh. Jurus pedangnya cukup mematikan. Sedangkan kedua orang tersebut terlihat lumayan lihai mengeluarkan jurus partai mereka. Hanya berselang beberapa lama, terlihat 5 orang telah roboh dengan luka bacokan. Tetapi seperti tidak mau memberikan kesempatan, mereka malah makin gencar menyerang. Kali ini penyerang yang terdiri dari 20 orang lebih membuas. Jurus mereka kelihatan langsung meningkat. Jieji yang di atas melihat dengan pasti, jurus pedang yang baru di keluarkan pasukan aneh itu adalah jurus pertama pedang ayunan dewa. Mereka semua melakukannya secara serentak. Jieji merasa kedua orang itu pasti segera dalam bahaya besar. Kedua orang dari partai Giok utara sebenarnya bukan lagi pesilat kelas menengah, tetapi karena banyaknya keroyokan dari pihak lawan. Sepertinya mereka mulai terdesak.

Dalam sebuah kesempatan, wanita cantik yang berwajah putih itu terlihat kewalahan, dia tertendang lawannya dan jatuh. Sementara orang yang lain segera menotok nadinya. Sesaat si wanita tidak mampu lagi bergerak. Sementara itu, pria yang bertarung terlihat gusar. "Lepaskan adik seperguruanku...." teriaknya sambil melancarkan jurus baru. Jurus barunya tersebut sangat hebat. Jieji bahkan terkagum melihat jurus pedang ini, sepertinya jurus pedang pemuda adalah jurus pedang yang tertinggi dari partai mereka. Semua jurus mengancam penyerangnya dengan sangat cepat, ketika bacokan pemuda hampir sampai di kepala penyerangnya. Seseorang terdengar berteriak... "Hentikan!!! Jika tidak, kubunuh adik seperguruanmu...." kata orang yang segera menawannya dengan pedang di leher. Pemuda segera terkejut, jurus yang sempat dikeluarkannya langsung disimpannya balik. Tetapi tidak ayal, dengan cepat dia mendapat sebuah tendangan dari arah belakang dan jatuh tersungkur ke depan sambil muntah darah. "Tendangan mayapada? Kalian dedengkotnya Xia Jieji?" tanya pemuda yang jatuh dengan luka lumayan parah. "Betul.... Ha Ha... Sekarang aku ingin kalian memilih... Siapa yang harus mati di antara kalian berdua?" tanya orang dengan topeng aneh yang di tengah. Pemuda itu segera menghela nafas panjang. "Tentu saja aku.... Lepaskan adik seperguruanku...." katanya. Tetapi adik seperguruannya segera berteriak. "Mau bunuh, bunuh saja... Hidup bukan bisa dijadikan alat jual beli bagi orang hina...." Jieji sangat kagum mendengar suara wanita kecil itu yang membahana seakan tidak takut akan kematian. Di dalam hatinya dia sangat kagum. "Majikan kita Xia Jieji tidak ingin pasangan pemuda pemudi yang hidup bahagia, karena melihat keakraban kalian berdua. Kita beri kalian kesempatan, segera kalian tentukan siapa yang harus mati." kata seorang yang lainnya. "Keparat!!" Damprat si lelaki muda. Dia ingin berdiri untuk bertarung kembali, tetapi luka dalamnya malah membuatnya jatuh tersungkur. Dengan segera, seorang bertopeng menotok jalan darahnya.

"Baik... Baiklah... Kalau begitu, kubunuh saja yang perempuan.. Jika kamu berkemampuan carilah Xia Jieji, majikan kita di Dongyang. Disana kamu bisa membalas dendam kematian adik seperguruanmu..." kata Seorang bertopeng yang sedang menawan nona cantik tersebut. Orang bertopeng telah siap dengan pedang di tangannya yang sedang mengarah ke lehernya. Dengan gerakan cepat, si topeng berniat memutuskan urat leher si gadis dengan jurus pedang ayunan Dewa. Tetapi.... Sebelum pedang sempat menggores, si topeng segera merasakan hal yang sangat aneh adanya, yaitu tangannya yang memegang pedang seperti sangat ringan. Sebelum dia merasa kesakitan, dia sempat melihat sebelah tangannya yang memegang pedang itu telah buntung melayang sekepalanya. Dalam sesaat, dari lengan yang buntung segera memuncratkan darah yang sungguh banyak ke wajah si nona. Si nona karuan sangat terkejut, hampir saja dia pingsan melihat keanehan di depannya. "Siapa???" Semua orang segera berpaling untuk mencari siapa yang melukai temannya. Mata mereka semua menyapu ke segala arah tempat tersebut. Lalu Mereka melihat dengan sekilas ke tempat tinggi yang jauhnya telah 200 kaki itu. Seakan tidak percaya melihat hal barusan, mereka sangat terkejut. Sebab tidak ada seorang pun disana yang merasakan adanya hawa penyerangan datang. Tahu-tahu tangan temannya telah buntung. Sesaat mereka merasakan kengerian yang sangat. Jieji-lah orang yang membuntungkan tangan orang yang menawan nona cantik tersebut dengan jurus baru dari Ilmu Jari dewi pemusnah. Seakan bukan sedang berada dalam keadaan pertarungan, dia memacu kudanya lambat untuk menuju ke arah pasukan bertopeng aneh. "Kau!!!...." teriak mereka. "Betul... Akulah pelakunya..." kata Jieji pendek. "Siapa kau sebenarnya??" tanya seorang di antara mereka. "Akulah orang yang akan datang membunuh Xia Jieji. Katakan dimana dia sesungguhnya?" tanya Jieji. "Dia ada di Dongyang.... Kau carilah disana..." terdengar teriakan keras dari mereka.

"Sekarang aku tiada kerjaan, lagian dendam kesumatku telah lumayan tinggi pada Xia Jieji. Maka sekarang kalianlah orang yang akan kubantai..." kata Jieji seraya menakut-nakuti mereka semua. Apa yang dikatakan Jieji sepertinya membuahkan hasil, semuanya terlihat cicing juga. "Jangan takut... Dia hanya sendiri.. Kita keroyok dia.. Ayok cepat!!!" terdengar seseorang yang berteriak karena merasa tidak bisa bertindak apapun lagi selain bertempur mati-matian. Dengan tanpa berancang lebih lanjut, penyerang segera mengepungnya. Sementara itu, Jieji hanya duduk diam di kudanya tanpa bergerak. Semua penyerang ingin mengambil kesempatan jeleknya posisi Jieji. Dengan serentak dan tanpa aba-aba mereka langsung menyerang dengan pedang dan menikam ke arahnya. Suara pedang mengoyak angin terdengar sangatlah jelas. Inilah ilmu pedang ayunan dewa yang termahsyur itu. Tetapi sebelum pedang mereka sanggup melukai Jieji, sekitar 30 orang sepertinya telah jatuh melayang dengan cepat ke tanah. Beberapa bahkan terpelanting seperti sedang di banting oleh sebuah tenaga yang sungguh aneh. Setelah bangun dengan cepat, beberapa orang di antara mereka mendapati jejak kaki pas di dada, karena baju mereka putih. Semuanya segera heran, dengan luka dalam yang tidak ringan mereka bermaksud menyerangnya kembali. Tetapi kali ini mereka mendapati hal yang sama... Belum sempat mereka melihat tendangan bekerja, mereka telah terpental semuanya. Pemuda dan pemudi yang disana tentu lebihlah heran. Gerakan Jieji bisa dilihat samar oleh mereka berdua. Gerakan tendangan yang sangat cepat luar biasa sedang menendang 1 lingkaran penuh di atas kuda. Tidak berapa lama, dilihatnya kesemua penyerang jatuh kembali ke tanah. "Kalian pergilah, katakan pada Xia Jieji kalau aku Zhang Feirung mencarinya...." kata Jieji dengan datar dan tawar. Semua penyerang tahu mereka tidaklah mampu bertarung lagi, sebab sebelum serangan mereka betul kena malah mereka semua telah roboh. Dengan tiada berkata lebih banyak, semuanya segera meninggalkan tempat tersebut dengan berlari kencang. Jurus tendangan yang dikeluarkan Jieji tentu adalah tendangan mayapadanya yang baru dengan menggabungkan kecepatan tendangan mayapada dan kesempurnaan tendangan matahari. Sungguh sebuah tendangan luar biasa yang tidak bisa dipandang remeh pesilat kelas tinggi sekalipun.

Dengan segera, Jieji turun dari kuda dan membuka totokan nadi si pemuda. Sambil mengalirkan energi, dia mengobati pria tersebut. Energi dewa penyembuh tenaga dalam segera masuk dengan cepat dan mengobati si pemuda. Pemuda kali ini lebih heran, dia tidak menyangka orang di depannya adalah orang yang sangat luar biasa. Tenaga dalamnya mungkin sudah 20 kali lipat atau 30 kali lipat di atasnya. Hanya berselang sesaat, wajahnya kembali memerah. Ini tandanya si pemuda telah baikan dan telah pulih dari luka dalamnya.Dengan segera dia memberi hormat kepada Jieji. "Terima kasih atas pertolongan anda, Tuan Zhang...." "Tidak perlu... Cepatlah kamu membuka totokan nadi adik seperguruanmu...." kata Jieji dengan tersenyum. Si nona cantik segera tersenyum manis kepadanya, dia tahu Jieji adalah pemuda sopan. Jieji tidak segera membuka totokan nadinya adalah karena gadis itu adalah seorang yang tidak dikenal. Jika Jieji sengaja membuka totokannya terlebih dahulu, maka bagi seorang wanita yang tidak dikenal tentu akan sangat rugi adanya. Sebab bersentuhan bagi orang yang tidak dikenal tentu merugikan para wanita. Dengan segera, pemuda itu menghampiri adik seperguruannya dan membuka totokan nadinya. "Terima kasih pendekar Zhang..." katanya dengan lembut dan sopan. Jieji hanya merangkapkan kedua tangan sambil memberi hormat pelan kepadanya. Setelah itu, pemuda tampan segera memberi hormat kepada Jieji sambil berkata. "Namaku adalah Chang Guizhuang. Aku adalah murid ke 4 dari partai Giok utara di Luoyang... Ini adalah adik seperguruanku, Yu Xincai." Jieji juga membalasnya dengan sopan. Dia tidak pernah tahu adanya partai Giok utara dari Luoyang, tetapi mengetahui keduanya yang teramat sopan maka Jieji cukup senang juga. Setidaknya partai Giok utara lumayan hebat dalam mendidik murid partai mereka. Karena Yu Xincai terkena percikan darah yang lumayan banyak di wajah, dia segera meminta pamit pada kakak seperguruannya dan Jieji untuk pergi membersihkan mukanya. Selang beberapa saat, Jieji segera menanyai Guizhuang. "Bagaimana perjalanan saudara-saudari sekalian, kalian ingin menuju kemana?" tanya Jieji. "Kami berniat ke Puyang, untuk dilanjutkan langsung ke kota Ye..." kata Guizhuang dengan sopan.

"Ooo?? Memang ada sesuatu yang terjadi di kota itu?" tanya Jieji yang agak heran. "Betul... Anda pasti bukan berasal dari daratan tengah adanya.. Gosip menggemparkan tentu tidaklah di ketahui pendekar Zhang..." "Betul... Saya berasal dari Wilayah Edo di Dongyang...." kata Jieji sambil memberi hormat. "Dongyang? Jadi anda pernah bertemu dengan Xia Jieji atau pewaris satusatunya dari keluarga Oda?" tanya Chang. "Keluarga Oda sama sekali tidak pernah kudengar disana. Apalagi anda mengatakan kalau Xia Jieji berada disana, tentu sangat mustahil karena beberapa kali saya sempat meneliti di daerah gunung Fuji...." kata Jieji yang berbohong. "Dan apa hal yang sedang terjadi sebenarnya di kota Ye?" tanya Jieji seraya mengalihkan pembicaraannya. "Pasukan Liao kabarnya akan beraliansi dengan Sung. Mereka berniat memposisikan 5 laksa pasukan di perbatasan kota Ye." kata Chang. "Liao? Aneh sekali... Lalu bagaimana dengan Han utara?" tanya Jieji yang sangat heran adanya. Setahunya, 3 tahun lalu Han utara beraliansi dengan Liao. Letak negara Han utara adalah pas di tengah antara Liao di utara dan Sung di selatan. Lalu bagaimana Liao bisa dengan mudah melewati Han utara? Ini menjadi pertanyaan yang sangat aneh baginya. "Ini hanya kabar saja yang belum bisa dipastikan. Kabar tersebut mengatakan kalau Liu Jiyuan telah ditawan oleh Yelu Xian dari Liao. Sebenarnya semenjak 1 1/2 tahun lalu, Negara han utara seharusnya telah musnah adanya." kata Chang. Bagai geledek di siang hari Jieji mendengarnya. Dia tahu dengan jelas, pada pertempuran 3 tahun lalu Yelu Xian telah tewas dibunuhnya. Lalu kenapa Yelu Xian, raja Liao itu kedapatan masih hidup dan sedang mengancam Sung adanya. Tentu hal tersebut menjadi seribu pertanyaan bagi Jieji.

BAB LXIX : Kasus Di Kota Puyang "Benarkah? Aneh sekali.... Sungguh aneh...." kata Jieji sambil mengerutkan dahinya sambil menggelengkan kepalanya. "Apa yang pendekar Zhang rasakan aneh adanya?" tanya Chang. "Mengenai Yelu Xian... Tiga tahun yang lalu saya pernah mendengar bahwa dia telah tewas pada pertempuran kacau di bawah kota Ye." kata Jieji.

"Apa benar adanya? Kalau mengenai hal tersebut, saya tidak pernah mengetahuinya sama sekali. Tetapi yang bisa dipastikan, Yelu Xian masih hidup adanya. Perkumpulan KaiBang adalah perkumpulan pertama yang menginginkan kepalanya..." kata Chang. "KaiBang (Partai pengemis)? Apa itu??" kata Jieji yang heran, tetapi dia bisa berpikir dengan jernih. Mungkin orang yang semalam ditemuinya adalah ketua perkumpulan pengemis. Jieji tidak tahu kalau pengemis-pengemis tersebut telah mendirikan perguruan silat. Pantas mereka setidaknya memiliki Neikung yang lumayan tinggi. "Benar... KaiBang adalah sebuah partai yang didirikan oleh Yuan Jielung lebih setahun yang lalu. Tujuan utama KaiBang adalah mengusir bangsa utara, yaitu Liao. Dalam 1 tahun, Yuan Jielung melakukan hal yang sangat menggemparkan dunia persilatan. Sering terlihat dia membela kebenaran, menindas pengacau dan membela yang lemah. Selain itu, kabarnya kungfu Yuan Jielung sangatlah tinggi, belum ada yang bisa memastikan sehebat apa dirinya sesungguhnya." kata Chang menjelaskan. "Lalu bagaimana muridnya bisa bertambah begitu banyak dengan kurun waktu yang hanya sekitar satu tahun.." kata Jieji yang agak heran. "Kabarnya dulu Yuan Jielung adalah seorang yang sangat kaya raya, dia meletakkan semua kekayaannya dan mendirikan perkumpulan pengemis. Semua hartanya dia sumbangkan pada pengemis, sehingga banyak pengemis yang berdatangan kepadanya untuk menjadi anak buahnya. Dengan cepat, namanya telah menghebohkan dunia persilatan. Beberapa tetua yang mengikutinya sesungguhnya adalah pesilat kelas tinggi sebelumnya. Hanya hal ini yang kuketahui pendekar Zhang..." tutur Chang menjelaskan kepadanya. Jieji hanya diam sambil berpikir keras. Tidak disangkanya pertemuan dia dengan para pengemis kemarin telah terjawab adanya. Jika cita-cita mereka adalah mengusir Liao, maka tentu cita-cita ini sangatlah mulia adanya. Sepertinya, Yu Xincai telah siap membersihkan wajahnya yang berlepotan darah tadinya. Dengan segera mereka mengajak Jieji untuk meninggalkan tempat itu. "Pendekar Zhang, anda juga menuju Puyang? Bagaimana jika kita mengambil perjalanan sama-sama?" tanya Chang. Jieji tentu mengangguk kepadanya. Dengan adanya 2 orang tersebut yang bersamanya, dia tidak perlu merasa berhati-hati terlalu banyak lagi. Setidaknya, bagi orang biasa yang belum pernah melihatnya pasti tidak akan mengenali dirinya. Perjalanan kembali dilanjutkan...

Selang 3 jam kemudian, mereka telah sampai di kota Puyang. Sebuah kota yang luar biasa ramainya. Populasi kota tersebut tidak kalah dengan kota Ye. Mungkin sekitar 300 ribu lebih penduduk yang menduduki kota besar ini. Ketika mereka berkuda dengan pelan masuk ke kota. Mereka segera melihat keramaian yang sangat. Banyak khalayak sedang berkumpul dan sesekali berteriak sangat keras. Jieji sebenarnya sangat suka akan hal tersebut, Baginya ini adalah salah satu "pengasahan otaknya" karena ini adalah bau kasus. Bau yang tidak pernah lagi diciumnya sejak tiga tahun yang lalu. Dia segera menghampiri khalayak ramai tersebut. Terdengar seorang pria yang berumur sekitar 40 tahunan berteriak dengan sangat marah. "Kalian... Ibu dan anak... Ikut aku ke pengadilan.. Kalian telah mencuri uangku..." "Tidak tuan.. Apa yang kukatakan sangat jelas adanya. Uang itu ditemukan anakku di jalan saat pagi. Uang itu hanya dipakai anakku untuk membeli 1 kilo daging adanya." kata seorang ibu yang umurnya juga sekitar 40 tahunan sambil menangis. Sementara itu, anaknya yang hanya berumur sekitar 7 tahun terlihat menangis tersedu-sedu. Jieji segera turun dari kudanya. Dia hampiri seorang nenek tua yang juga berada disana. "Nek, sebenarnya apa hal yang sedang terjadi?" tanya Jieji. Si nenek melihat Jieji, dia terlihat sungguh terkejut adanya. Sepertinya nenek ini mengenali Jieji. Dilihatnya dengan sangat cermat sekali lagi, mungkin juga bukan orang yang dikenalinya. Sebab orang tersebut tidaklah semuda ini, orang ini hanya sekitar 30 tahun. Sesaat dia terlihat bengong. "Nek... Ada hal apa?" tanya Jieji yang lumayan heran melihat tingkah nenek yang diam saja. "Tidak.... Tidak..." kata nenek tersebut sambil menggelengkan kepalanya. "Ibu di tengah mengatakan anaknya menemukan buntalan uang di pagi hari yang masih gelap. Uang itu berada dalam kantung kain yang lumayan besar adanya. Setelah itu, si anak segera membelikan daging 1 kilo dengan 1/2 tail dari kantung tersebut. Begitu pulang, si ibu segera memarahinya. Dia mengatakan darimana si anak mendapati duit yang sangat banyak karena jumlahnya telah ribuan tail. Ibunya berpikir bahwa si anak mencurinya karena keluarganya yang hanya dua orang tersebut sangatlah miskin adanya. Mereka bahkan hanya memakan daging dalam jangka waktu setahun sekali saja.

Setelah beberapa lama, si anak juga mengaku akhirnya dan mengatakan bahwa uang tersebut dia dapat di depan restoran ini. Ibunya segera menyeret anaknya kemari untuk mengembalikan duit itu, mereka berdua duduk selama beberapa jam sampai tuan ini lewat yang kelihatan sedang mencari uangnya. Si ibu langsung memberikan duit tersebut kepadanya. Tetapi bukannya tuan ini berterima kasih, dia malah menuntut ibu tersebut. Katanya duitnya telah kurang 1000 tail perak dari sana. Dia meminta si ibu miskin segera mengembalikannya...." Jelas nenek tua tersebut. Jieji hanya diam saja sambil berpikir. Tanpa perlu waktu yang lama, dia telah mendapatkan jawabannya. Tetapi dia tidak ingin menyelesaikannya karena dia tahu posisinya sekarang. "Sungguh keterlaluan orang tersebut. Tidak tahu terima kasih...." kata Chang yang mendengarkan dengan sambil marah. Jieji yang mendengarnya segera tersenyum. Dia segera mendatangi Chang. Dengan berbisik pelan padanya beberapa lama. Lantas terlihat Chang mengangguk sambil tersenyum ceria adanya. Chang langsung menghampiri kerumunan di tengah. Dilihatnya si ibu telah menangis tersedu sedu sambil memeluk anaknya. Bukannya pemuda itu merasa kasihan, tetapi malah makin mengancam adanya. Lantas dengan pura-pura berjalan sempoyongan ke tengah, Chang segera merebut kantung uang dari tangan pemuda. Pemuda itu segera terkejut, dengan marah dia berniat merebutnya kembali. "Keparat!!! Orang muda sinting!!!" teriaknya sambil gusar. Tetapi bukannya Chang diam, dia malah bertambah marah adanya. "Kau Keparat!!!! Bagaimana kau berani mencuri duitku?" "Mencuri??? Jelas sekali kau terlihat merebut kantung itu dari tanganku... Kau mengatakan aku mencuri???" teriak pemuda itu kembali. "Kau bilang bahwa kantung itu milikmu... Kau ada bukti? Coba kutanya kau adanya, berapa jumlah uang di dalamnya? Kamu harus jawab dengan jujur...." tanya Chang. Pemuda itu tanpa ragu-ragu menjawab. "3099 1/2 tail.. Karena 1/2 tail telah dipakai anak ini..." katanya sambil menunjuk si anak yang sedang menangis. Dengan segera, Chang mengeluarkan semua isi duit itu. Duit segera jatuh di lantai dan pas di tengah kerumunan orang. Dengan berjongkok, dia segera menghitungnya. Ternyata jumlahnya adalah kurang 1000 tail adanya. Semua khalayak juga ikut menghitungnya.

"Nah..." kata Chang. "Kau mengatakan kalau duitmu jumlahnya 3099 1/2 tail. Tetapi disini hanya 2099 1/2 tail, jadi ini bukan karungmu, karung uangmu jatuh di tempat lain. Kau pergilah cari di tempat lain.... Uang ini adalah pemberian Yang kuasa di langit untuk seorang ibu dan anaknya yang sangat miskin... Bukankah begitu semua??" kata Chang sambil memberikan buntalan uang kepada Ibu dan anaknya. Perkataan Chang langsung disambut meriah oleh semua orang yang disana. Semuanya bertepuk tangan sambil tertawa puas. Sementara itu, Jieji yang melihatnya tersenyum puas. "Kau!!!!" Tunjuk pemuda itu sambil geram. "Kalau begitu, kita pergi ke pengadilan... Bagaimana?" tanya Chang dengan senyuman penuh arti. Pemuda itu telah tahu kalau dia dijebak dengan sangat mudah. Semua kata-katanya telah dikatakan dengan sangat jelas dan terdengar dengan jelas pula oleh semua orang disana. Jikapun sampai di pengadilan, maka hakim juga tidak akan mengatakan uang itu adalah miliknya. Sebab jumlah yang dikatakannya sangatlah melenceng adanya. Dia hanya mendongkol dan marah besar sambil meninggalkan tempat tersebut. Semua khalayak tentu bertepuk tangan sangat meriah dan sangat mengagumi Chang. Sedangkan ibu dan anak berniat mengembalikan duit kepadanya. Oleh Chang, dia tolak dengan mengatakan sambil tersenyum. "Uang ini adalah pemberian Thien/Langit kepada anda berdua..." Kedua orang segera memberi hormat dan berterima kasih dengan sangat dalam kepadanya. Chang segera membimbing mereka berdua berdiri. Sementara itu Chang segera menuju ke arah Jieji. Dia memberi hormat dengan sangat dalam. "Tidak disangka pendekar adalah orang yang sangat pintar adanya...." katanya sambil memuji Jieji tinggi. Jieji membalas hormat itu, dan tersenyum sangat manis. Sementara itu nenek yang menyapanya tadi, segera menuju ke arahnya. "Tuan... Anda mirip sekali dengan seseorang..." katanya dengan suara agak parau. Jieji segera berpaling. Dia memandang si nenek dalam-dalam, dari sinar matanya Jieji mendapatkan sesuatu. Sesuatu kerinduan yang dalam... Dengan tanpa bertanya kepada si nenek. Jieji menariknya ke arah lain menjauhi Chang dan adik seperguruannya.

"Nek... Nanti setelah aku tidak dalam tugasku, aku akan mencarimu kembali...." kata Jieji yang setengah yakin akan perkiraannya. Si nenek memandangnya sambil mengangguk pelan. Jieji berpikir mungkin dia adalah Lan Ie(bibi Lan). Orang yang bersama Kyosei yang melindunginya saat pertarungan di lembah ShouChun sekitar 30 tahun lebih lalu. Tetapi Jieji sangat yakin akan tugasnya. Dia tidak berani berterus terang terlebih dahulu kepada nenek tua tersebut. "Aku masih tinggal di Dongyang, tempat tinggal anda 30 tahun lebih lalu..." kata Jieji kemudian. Si nenek seakan tersambar geledek... Tidak disangkanya orang yang di rindukannya selama puluhan tahun benar adanya ada disini. "Jadi???" tanyanya. Jieji hanya mengangguk pelan. Dia meminta kepada nenek tersebut untuk menuju ke Dongyang saja karena Kyosei juga ada disana sekarang. Nenek tentu girang bukan kepalang. "Aku adalah Dekisaiko Oda.. Orang yang anda lindungi mati-matian...." kata Jieji menjelaskan dengan terharu. "Tidak disangka tuan muda kecil telah dewasa.... Kamu sangat mirip dengan tuan besar..." kata si nenek dengan suara yang parau. "Betul nek... Sekarang saya minta anda tidak menceritakan akan pertemuan kita kepada siapapun terlebih dahulu. Segeralah kembali ke wisma Oda, dan carilah Kyosei disana... Saya masih ada tugas yang maha penting disini..." kata Jieji kemudian. Si nenek tersenyum sangat girang sambil menganggukkan kepalanya. Lalu setelah berpisah, Jieji segera menuju ke arah Chang. "Bagaimana saudara Chang? Anda ingin menginap terlebih dahulu disini?" tanya Jieji. "Betul... Tetapi ada sesuatu hal yang penting yang akan kukerjakan disini..." kata Chang sambil melirik ke arah adik seperguruannya. Xincai segera tersenyum sambil mengangguk pelan. Chang segera mengajak Jieji mencari tempat yang agak aman dan tidak banyaknya orang disana. Sambil memberi hormat, dia berkata. "Pendekar Zhang, sebenarnya ada sesuatu hal yang masih kurahasiakan..." katanya. Jieji hanya mengangguk pelan.

"Sebenarnya guruku meminta kita berdua untuk menyusul ke Puyang karena adanya rapat dari Kaibang disini. Guru meminta kita berdua untuk menghadirinya, dan menggabungkan diri dengan pasukan Kaibang untuk melawan Liao...." kata Chang. Chang yakin Jieji bukanlah orang jahat, maka daripada itu dia menceritakannya kepadanya. Jieji mengangguk pelan kembali dan berkata. "Saudara Chang ingin aku juga ikut di dalam pasukan Kaibang disana?" "Betul... Dengan adanya pendekar Zhang, pasti tidak akan susah untuk memberikan beberapa petunjuk..." kata Chang seraya tersenyum manis. Chang tahu Jieji bukanlah orang sembarangan, selain kungfu tinggi. Jieji juga sangatlah pintar adanya. "Baik... Untuk malam ini, aku akan ikut anda hadir disana... Bagaimana?" kata Jieji kemudian. Chang dan adik seperguruannya segera tersenyum manis sambil mengangguk. Tengah malamnya... Terdengar beberapa kali tentengan suara besi yang di adukan ke tiang. Ini adalah tanda ronda jaga malam yang ketat di kota besar Puyang. Tampak sekilas tiga bayangan sedang beranjak cepat dengan ilmu ringan tubuh yang tinggi menuju ke arah sebuah kuil tua yang telah rusak di pinggiran kota Puyang. Tiga orang tersebut adalah Jieji, Chang dan Xincai. Dengan ilmu ringan tubuh, mereka melesat ke kuil tua. Tetapi sebelum sampai di gerbang depan kuil tersebut, mereka segera dihadang beberapa orang. Jieji sempat melihat sekilas ke arah mereka meski sangat gelap. Dia melihat dengan pasti, mereka adalah pengemis yang terdiri dari 5 orang. "Aku Chang Guizhuang dari partai giok putih ingin masuk ke dalam..." kata Chang dengan suara pelan. "Sandinya?" tanya pengemis di tengah. "Kepala beralaskan air sungai...." kata Chang pendek. Dengan segera, kelimanya mengajak mereka untuk masuk ke dalam. Chang berjalan mengikuti kelima pengemis itu. Dan diikuti oleh adik seperguruannya. Jieji berjalan paling belakang di antara mereka semua. Sesampainya mereka disana, Jieji melihat ruangan telah lumayan terang benderang. Di antara mereka, terlihat 2 tetua yang pernah ditemuinya di

hutan dekat kota Chenliu. Tetapi, sepertinya kedua orang tersebut tidak mengenalinya. Di dalam ruangan, terdapat banyak pengemis. Mungkin jumlahnya sekitar 20 orang lebih. Sepertinya mereka sedang menantikan dengan siaga. Ketika mereka masuk, pengemis tersebut segera berdiri dan memberi hormat dengan sangat sopan. Jieji terkejut juga, tidak disangkanya para pengemis tersebut sudah sangat sopan. Tidak seperti pengemis-pengemis biasa adanya yang terlihat sangat menyeramkan tingkah lakunya. "Selamat datang... Maaf merepotkan anda yang datang jauh-jauh kemari..." kata Orang di tengah yang adalah tetua Wu. Chang membalas sambil memberi hormat dalam kepadanya. Mereka di persilahkan untuk duduk di lantai yang sudah dilapisi jerami yang lumayan tebal. Jieji hanya mengikuti mereka dari belakang. Para pengemis tidak tahu siapa Jieji, mereka berpikir mungkin dia juga adalah salah seorang murid dari partai Giok utara. Oleh karena itu, mereka tidak menanyainya sama sekali. Meski pengemis terlihat sangat sederhana, tetapi mereka juga minum arak yang lumayan terkenal. Jieji yang mengawasi ke arah mereka tentu menggelengkan kepalanya. Tetapi sebelum dia bosan, dia telah ditawari arak oleh orang yang disampingnya. "Tuan... Cobalah arak kita.. Inilah arak pengemis... Enaknya luar biasa..." katanya sambil terkekeh-kekeh. Karena tiada kerjaan, Jieji segera menerimanya. Dia meminum sedikit untuk mencoba rasanya. Jieji lumayan terkejut, tidak disangkanya arak pengemis malah begitu lezat adanya. Sebelum dia meminum tegukan ketiga, kelihatan ada seseorang yang sedang terburu-buru masuk ke dalam. "Ketua telah datang... Ketua telah datang.... " Katanya dengan suara yang tidak keras. Segera, dengan berdiri para pengemis itu telah berbaris sangat rapi. Sementara itu, Jieji segera mengikuti barisan tersebut sambil berdiri menunggu ketua partai pengemis. Tidak berapa lama, Jieji telah merasakan hawa kehadiran seseorang yang mendekati depan pintu kuil tua ini. Hawa yang cukup dikenalinya, sebuah hawa petarung tingkat tinggi. Setiap langkahnya bahkan bisa dirasakan Jieji yang cermat. Langkah yang hebat, seperti langkah yang dirasakannya 2 hari lalu di penginapan Chenliu. Tanpa berapa lama, seorang pemuda segera masuk dari pintu luar. Pemuda itu tidak lain tentunya adalah Yuan Jielung adanya. Sifat gagahnya memang terlihat sangat mempesona, di tangannya terpegang sebuah tongkat tipis yang lumayan panjang.

"Ketua....." kata mereka secara serentak.

BAB LXX : Pertarungan Hebat di Perbatasan Sung-Han Utara "Yah... Silakan..." Kata Yuan pendek kepada mereka. Jieji hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin dirinya ketahuan dahulu oleh pimpinan Kaibang. Tetapi seiring masuknya Yuan, di belakangnya juga ikut 2 orang. Sepasang pemuda-pemudi. Dan hebatnya, kedua orang tersebut sangat dikenal oleh Jieji. Jieji tidak ingin menyapa mereka terlebih dahulu, sebab dia harus mendengar apa yang sedang terjadi dengan adanya rapat Kaibang yang kelihatan cukup serius. Kedua pemuda-pemudi terlihat cukup serius, mereka juga diam saja dan tidak bergerak. Jieji berpakaian sastrawan yang tidak begitu mencolok. Keduanya memang sempat melirik ke arahnya, tetapi pandangan keduanya hanya lewat dan tidak berhenti padanya. Cukup untung karena di dalam ruangan telah terdapat sekitar 30 orang pengemis bersamanya. Tetua Wu disana segera berjalan ke arah Yuan, dia memberi hormat dengan sangat sopan. Yuan juga melakukan hal yang sama, dia membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat ke orang tua tersebut. "Ketua... Informasi mengatakan tidak lama lagi Liao akan memasuki batas tapal utara Sung. Selain itu, kabarnya Zhao kuangyi adik kaisar Sung Taizu akan menyambut mereka semua." "Betul... Hal ini juga telah kudengar... Mengenai masalah yang cukup serius seperti ini, kita tidak dapat berpangku tangan adanya... Tetua Wu, bagaimana penyelidikan kamu di timur?" tanya Yuan. "Belum ada juga informasi.. Sekarang kapal yang berlabuh dari Dongyang ke China juga cukup banyak. Untuk mencari orang yang ketua bilang tidaklah mudah. Tetapi beberapa saudara-saudara kita belum menemukan informasi berarti di pelabuhan..." kata Tetua Wu. Barusan tetua Wu menyelesaikan pembicaraannya, disana segera muncul seorang pengemis yang berlutut dengan segera ke arah Yuan. "Ketua.... Mengenai masalah timur janganlah dipandang remeh... Menurutku seorang Xia Jieji lebih berbahaya dari 10,000 pasukan Liao.." Semua orang melihat ke arah pengemis yang sedang berbicara. Pengemis ini juga adalah salah satu tetua yang posisinya cukup tinggi, setidaknya

tetua tersebut setingkat dengan posisi tetua Wu. Yuan yang mendengarnya segera membimbingnya berdiri. "Memang apa yang tetua Liang katakan benar adanya. Tetapi sekarang musuh telah di depan mata, bagaimanapun kita harus mengutamakan hal yang besar terlebih dahulu...." kata Yuan dengan pengertian kepadanya. Tetapi tetua Liang yang mendengarnya segera menangis tersedu-sedu. "Ketua....... Xia Jieji telah membunuh semua keluargaku 3 tahun lalu. Untuk itu aku sangat penasaran adanya... Maaf sekali ketua, hamba akan berusaha mengesampingkan dendam pribadi dan melaksanakan kepentingan negara terlebih dahulu." "Hm... Baik... Kamu kembalilah terlebih dahulu..." kata Yuan dengan menghela nafas. Jieji berpikir sambil menunduk. Dia merasa dirinya disini cukup berbahaya adanya, tetapi orang yang bakal melindungi dirinya mungkin adalah sepasang pemuda-pemudi yang baru datang tadi. Setidaknya hal yang mengherankan dirinya adalah terbukanya sayap yang luar biasa lebar dari nama pembunuh "Xia Jieji". Dia tidak tahu apakah Yuan juga merasa begitu atau tidak. "Jadi maksud ketua kita harus menempati posisi garis depan dan memecah belah pasukan Liao terlebih dahulu?" tanya tetua Wu kembali kepada Yuan. "Tentu.. Hanya inilah caranya... Di dalam pasukan Liao terdapat beberapa jago kungfu yang hebat. Ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Mungkin akan sangat berbahaya....." kata Yuan sambil berpikir. "Tetapi inilah tugas kita sebagai bangsa Sung. Kita tidak bisa melihat rakyat jelata yang dibantai sesuka hatinya oleh Liao...." kata tetua Wu. Dari sinar matanya langsung terlihat kegusaran yang tinggi luar biasa. Dahulu, tetua Wu adalah seorang bos dari biro keamanan Xianya. Xianya terletak di utara kota Nanpi, yaitu kota Xumu. Ketika peperangan setahun yang lalu, pasukan Liao sempat masuk ke perbatasan utara Nanpi. Seluruh keluarganya tewas dibantai oleh pasukan Liao. Oleh karena itu, dia masuk partai pengemis tentu tujuannya adalah membalaskan dendam keluarganya kepada bangsa beringas Liao. "Betul... Yelu Xian kabarnya adalah pemimpin yang hebat, selain jago berperang dia juga adalah seorang jago kungfu tingkat tinggi. Semua saudara disini diharapkan berhati-hati jika bertemu dengannya. Aku tidak ingin lagi saudara kita yang berkorban sia-sia ketika menghadapi pasukan Liao...." kata Yuan dengan nada berwibawa. Semua pengemis segera memberi hormat dengan sangat sopan dan hikmad kepadanya.

"Ketua... Saudara Kaibang kita telah berjumlah 800 orang lebih totalnya dan sudah berkumpul di utara Kota Ye... Jadi kita kapan akan berangkat kesana?" tanya Wu. "Besok pagi kita harus berangkat semuanya. Tidak boleh ada yang lalai. Pencarkanlah orang-orang kita dari seluruh daerah. Buat 10 kelompok kecil untuk menuju ke kota Ye." kata Yuan kemudian. "Baik... " jawab pengemis itu secara serentak. "Saudara Chang dan saudari Yu... Bagaimana menurut anda berdua?" tanya Yuan sambil memandang ke arah mereka berdua. "Baik... Semua hal kita akan menuruti ketua saja...." kata Chang sambil tersenyum. Yuan Jielung membalas senyuman Chang sambil memberi hormat pendek. Setelah itu, Yuan segera mengambil langkah membelakangi, sepertinya dia akan berangkat pergi. Tetapi suara seseorang segera mengatakan sesuatu kepadanya. "Apa menurut kakak seperguruan, Xia Jieji-lah penyebab semua hal tersebut?" tanya seorang wanita yang tadinya datang bersamanya. "Tidak tahu... Itu belum bisa kupastikan... Guru juga sangat menghormati pria ini adanya. Setidaknya dalam pertarungan utara kota Ye yang menjadi fitnahan baginya dan pembunuhan pesilat di panggung batu 1000 cermin 3 tahun lalu tidaklah dilakukannya karena kalian berdua juga berada di sana kan?" kata Yuan dengan bijaksana. "Betul... " jawab mereka berdua. 2 Orang tersebut tak lain tentunya adalah Chonchu dan Wang Sungyu. Mereka ikut Yuan datang kali ini ke utara. Dan tak disangka, ternyata Yuan adalah murid dari Pei Nan Yang alias Zeng Qianhao. Teka-teki dalam hati Jieji telah terjawab adanya. Kehebatan Yuan yang luar biasa tentunya adalah karena didikan Zeng Qianhao. Jieji tersenyum puas melihatnya. "Lalu kita akan menuju kemana kak sekarang?" tanya Chonchu. "Kita akan menginap di penginapan Puyang saja..." kata Yuan pendek seraya meninggalkan kuil tua. Suara pengemis yang serentak mengiringi kepergian Yuan. "Ketua harap jaga diri......"

Begitulah terdengar suara dari mereka semua. Chang, Yu dan Jieji juga segera meninggal tempat itu. Jieji lumayan senang karena Yuan tidak mendapatinya disana. Setidaknya identitas dirinya belumlah bocor, karena disana telah hadir Chonchu bersama dengan Wang Sungyu, kedua orang yang sangat dikenalnya. Keesokan harinya... Jieji, Chang dan Yu Xincai segera berangkat ke arah kota Ye. Jieji yang mendengar Zhao kuangyi berada di kota Ye tentu membatalkan niatnya ke ibukota Kaifeng. Setidaknya di Ye, Jieji pasti akan mencarinya untuk membincangkan masalah kakak pertamanya. Perjalanan mereka sepertinya kali ini lumayan mulus. Tetapi perjalanan istimewa kali ini sangatlah aneh. Ternyata banyak pesilat juga ingin melihat "keramaian" tersebut. Perjalanan mereka yang pendek tersebut bahkan mengalami beberapa pertemuan dengan lumayan banyak pesilat. Setidaknya dalam "pasukan" pesilat. Beberapa orang dari partai terkenal seperti Shaolin, Kunlun, Khongtong, Heng Shan, Hua Shan, Beiming, Hanxue, dan BeiYu(Giok utara) juga ikut. Entah apa saja tujuan mereka, tetapi kali ini pertemuan para pesilat pasti ada hubungan dengan "Jieji" dan "Liao". Hanya selang 5 jam perjalanan, mereka telah sampai di kota Ye. Sebuah kota terakhir yang berbatasan dengan Han utara. Kota ini sepertinya telah seram adanya, banyak penduduk telah mengungsi karena mendengar pasukan Liao akan masuk. Sedang pasukan kerajaan tertampak angker di dalam. Para pesilat yang datang kesana sepertinya tidak mendapat halangan. Karena mereka semua rata-rata menyampaikan maksud untuk balas dendam kepada "Jieji" dan Liao. Jieji dan kedua temannya juga ikut masuk ke dalam tanpa halangan. Tetapi Jieji belum melihat adanya pengemis yang berada disana. Sesaat, dia merasa aneh... Zhao kuangyi mempersilakan mereka masuk dengan sangat sopan. Zhao kuangyi berdiri di atas kota selatan, sementara para pesilat juga berdiri di bawah kota selatan bagian dalam. Di atas, kuangyi menyambut mereka dengan sopan. "Pangeran kuangyi... Kami disini ingin menanyaimu... Apa maksudnya anda beraliansi dengan Liao yang ganas itu.. Hal itu benar mencelakakan banyak rakyat Sung yang tidak berdosa..." teriak seseorang yang tiada lain adalah Ketua perguruan Hua Shan. "Mengenai masalah tersebut, Huangsiung(kakanda kaisar)-lah yang memutuskannya. Saya tidak dapat berbuat banyak..." kata kuangyi di atas tembok kota.

Jieji yang melihat dan mendengarnya tentu lumayan gusar. Selain dirinya yang difitnah kaum persilatan, ternyata kakak angkatnya juga mengalami hal yang sama. Entah apa maksud semuanya, Jieji juga sangat heran adanya mendengar kuangyi mengatakan hal seperti ini. Kuangyi terasa sangat berbeda, dia terasa sangat kejam dan ganas. Tetapi Jieji tahu gelagat, oleh karena itu dia diam saja. "Katakan dimana Sung Taizu??? Kami sangat tidak puas akan hal ini..... Selain itu, kami juga akan mencari Xia Jieji dalam pasukan Liao.. Pangeran tidak akan menghentikan langkah kami kan?" tanya Ketua Huashan kembali. Ketua Huashan bernama Yang Xiu. Julukannya adalah "Yi Jien Bu Bai", yang artinya 1 pedang tanpa tanding. Ilmu kungfu pedangnya kabarnya adalah tanpa tanding adanya. Jurus pedang dari leluhurnya kabarnya sangatlah sakti sehingga dia mendapat julukan 1 pedang tanpa tanding. Oleh karena itu, dia berani berbicara langsung dengan pangeran tanpa basa-basi. Selain itu, tetua Huashan Muo LieTze adalah paman gurunya. Tentu dia sangat marah dan ingin mencabik Xia Jieji. "Seperti perjanjian Sung dengan para pesilat terdahulu. Untuk masalah dunia persilatan, maka saya akan berpangku tangan dan membiarkan para pesilat untuk menindaknya sesuai aturan persilatan." kata kuangyi sambil tersenyum. Tentu kata-katanya mendapat sambutan yang luar biasa meriah dari para pesilat. Mereka berbahagia akan keputusan Zhao kuangyi. "Bantai Setan pembantai!!!!" teriak mereka berulang-ulang. Jieji hanya diam saja tanpa mampu berkata-kata. Sekalipun banyak hal yang ingin dikatakannya, tentu tidak mungkin di saat begitu. Dia hanya menghela nafas beberapa kali. Chang yang dibelakangnya segera menyapanya. "Pendekar Zhang, Apa anda tahu dimana ketua Yuan? Sepertinya mereka sama sekali tidak terlihat. Tiada 1 pengemis pun disini...." kata Chang yang agak heran. "Betul... Ini sangat aneh..." kata Jieji sambil memegang dagunya sambil berpikir. Sesaat kemudian, sepertinya dia terkejut juga. Dia ingin segera meninggalkan tempat tersebut, mungkin dirasanya ada hal yang cukup janggal di dalamnya. "Saudara Chang dan saudari Yu, saya harus pergi menyelidiki terlebih dahulu...." kata Jieji sambil memberi hormat. Keduanya langsung mengiyakan. Dengan cepat, Jieji mencari lubang kosong dari ramainya pesilat untuk meloloskan diri.

Sementara itu, Chang terlihat tersenyum sangat sinis atas kepergian Jieji. Entah apa yang sedang bergelut dalam pikirannya saat itu. Jieji dengan licin menerobos semua orang persilatan, setelah sampai dia di tembok utara kota Ye yang gerbangnya tertutup. Dengan segera, dia meloncat pesat tinggi ke atas. Para penjaga sangat terkejut mendapati seorang pesilat hebat yang sedang menerobos utara kota Ye. Tetapi sebelum mereka menghalanginya dari atas tembok kota, Jieji telah hilang bagaikan setan. Di dalam pikiran Jieji terdapat sesuatu hal yang janggal mengenai partai pengemis tersebut. Mengapa di dalam kota Ye, tidak terdapat barang 1 pengemis pun. Ini adalah hal kecil yang terasa luar biasa aneh baginya. Dengan ringan tubuh, Jieji bermaksud menuju ke arah pasukan Liao untuk meneliti.... 2 jam kemudian... Jieji telah sampai di perbatasan pertama pasukan Sung. Dia meneliti dengan baik-baik di tanah datar yang gersang tersebut. Dia sempat melihat beberapa jejak kaki yang datangnya bergerombolan dari selatan ke arah utara. Hal tersebut membawa Jieji untuk mengikuti jejak kaki yang tertinggal. Selang beberapa Li kemudian, disana segera terdengar suara pertarungan yang hebat. Dengan gerakan cepat, dia menuju ke arah suara pertarungan. Jieji kali ini tidak muncul terlebih dahulu, dia bermaksud meneliti siapa yang sedang bertarung hebat di sana. Dari arah semak yang lumayan tinggi, sambil berjongkok dia mengamati pertarungan. Pertarungan yang telah mirip dengan pertempuran, nampak tetua Wu dan Han sedang melayani banyaknya "pasukan" berpakaian putih dan bertopeng aneh. Ketiga orang yang di tengah sangat dikenal Jieji. Rupanya apa yang dikiranya betul adanya. Para pengemis telah bertarung hebat dengan pesilat aneh yang diceritakan oleh Zhao kuangyin ketika berada di Dongyang. 15 orang sepertinya sedang menghimpit Chonchu dan Wang Sungyu. Sedangkan Yuan Jielung di tengah sedang bertarung hebat melawan 5 pesilat. 5 pesilat tersebut adalah pesilat bertopeng aneh dan berpakaian hitam. Kelima orang ini juga pernah bertarung melawannya. Jieji tidak berniat keluar dahulu. Dia ingin melihat bagaimana berlangsungnya pertarungan. 15 orang yang dikatakan Zhao adalah 15 pengawal sakti. Ke 15 orang sedang membuat formasi untuk mengurung Chonchu dan Sungyu yang berada di tengah. Mereka semua sedang membentuk formasi aneh.

Di antara ke 15 orang memang terlihat angker. Tetapi ternyata 2 orang diantaranya adalah wanita cantik sekali. Sedangkan 10 orang terlihat pemuda berbadan tegap dan sangat angker. 3 orang lainnya adalah wanita tua. Kesemuanya tidak dikenali oleh Jieji. "Serahkan nyawa kalian.... Kalian tidak akan lolos lagi.. " terdengar seorang pria berkata. Sementara itu, Chonchu dan Sungyu hanya diam. Keduanya siap dengan ancang-ancang jurus. Chonchu mengancangkan tapak, sedangkan Sungyu telah siap dengan jurus tendangannya. Dengan segera, mereka berlima belas langsung berpindah posisi satu sama lain. Gerakan mereka pertama-tama terlihat biasa saja. Tetapi.... Lama kelamaan, gerakan mereka sangat cepat. Perubahan posisi seperti itu sangat dikenal oleh Jieji. Inilah 8 diagram untuk mengunci lawan. 8 Diagram Dao. 8 Diagram Dao terdiri dari 8 pintu keluar masuk. yaitu pintu hidup, mati, luka, tewas, hancur, selamat, aman dan terkurung. Ternyata apa yang dikatakan Zhao kuangyin sungguh benar adanya. Tetapi kenapa harus 15 orang saja? Jika tambah seorang yang mengisi ruang 16 posisi dari 8 diagram. Mungkin lawan tidak akan mampu bertindak lagi. Jieji berpikir sesaat akan posisi mereka yang ditengah. Tanpa lama berpikir, dia telah melihat jawabannya. Semua penyerang menggunakan pedang. Jika hanya 8 Diagram, maka ruang lolos masih banyak. Dan formasi seperti ini tidaklah begitu membahayakan. Tetapi jika dikali 2 yaitu jadi 16 ruang. Tentu hanya perlu 1 ruang untuk meninggalkan tempat karena format ini terdiri dari 15 orang yang melakukannya. Tetapi inilah hal yang khas dari formasi tersebut. Formasi ini memancing lawan untuk "masuk" ke arah formasi yang dikiranya aman. Tetapi jika semua orang disini menguasai Ilmu pedang ayunan dewa, maka orang yang di tengah pasti sulit untuk lolos lagi mengingat ilmu pedang ayunan dewa sangat sering berubah arah pedangnya. Jieji kembali cemas terhadap Chonchu dan Sungyu yang di tengah meski mereka cukup berkungfu tinggi. Saat dia sedang berpikir, di arah lain terdengar suara yang sangat hebat. Yuan Jielung sedang bertarung hebat dengan ke 5 pendekar. Suara tapak berlaga dan tapak tertahan sangat jelas. Pertarungan yang sangat luar biasa, bahkan Jieji sangat mengagumi kemampuan ketua kaibang tersebut. Jurus Yuan kadang lemah, kadang kuat, kadang terlihat gabungan kedua jurus yang bersamaan.

Sepertinya jurus Yuan adalah jurus tapak pemusnah raga yang sangat terkenal itu, tetapi disini terlihat agak lain. Ketika penyerang menggunakan jurus tendangan mayapada untuk menghantam ke arah Yuan, dengan tenang dia bertahan dan meminjam tenaga untuk mundur. Tetapi penyerang lain tidak memberinya kesempatan. Jurus tapak yang sangat dikenalnya segera di arahkan dari arah belakang. Dengan berputar penuh, Yuan yang terjepit segera merapal tapaknya cepat dan diadukan langsung ke tapak mayapada penyerang tersebut. Kali ini, jurus Yuan sangat hebat. Dahsyat bagaikan gelombang. Sesaat menyentuh tapak, terdengar dia berteriak tertahan. Suara dan hembusan keras tenaga dalam terasa. Orang yang menahannya segera terpental sangat jauh. Dia sempat terjatuh terjungkal beberapa kaki. Penyerang sepertinya tidak mampu lagi berdiri dengan baik. Di bibirnya mengalir darah segar yang banyak. "Jurus yang hebat pemuda... Apa nama jurus tersebut??" tanya seorang pemuda yang tadinya menggunakan jurus tendangan mayapada. "Inilah 18 tapak Naga mendekam..." kata Yuan dengan dingin. "Ha Ha... Ternyata beberapa tahun ini, telah banyak muncul jago silat.... Sepertinya kita yang tua tidak lagi berguna...." teriak seseorang dengan tertawa keras. Suara seseorang yang sangat dikenal Jieji... Dulunya Jieji pernah mencurigai dirinyalah orang yang dibalik topeng. Tidak disangka kali ini benar adanya... Pemuda tua yang tidak pernah bersuara padanya adalah orang yang sangat-sangatlah dikenalnya. Pemuda tua yang hanya diam pada saat pertarungan antara dia dengan kawan-kawannya sekitar 4 tahun lalu di timur kota Changsha. Perasaan Jieji yang mendengar suara tersebut langsung bercampur aduk sangat hebat sekali.

BAB LXXI : Identitas Lima Pendekar Bertopeng Aneh Ingin sekali Jieji keluar untuk bersua dengan pria bertopeng yang sedang tertawa keras tadinya, tetapi selalu diurungkan niatnya. Dia tidak ingin memunculkan dirinya karena dia tahu sesuatu yang berbahaya bakal terjadi nantinya padanya. Bukannya dia sendiri takut akan hal yang berbahaya. Tetapi baginya dengan memunculkan diri di hadapan mereka semua, maka masalah akan tambah ruwet nantinya. Sebenarnya apa hal yang ada di benaknya? Mungkin sebentar lagi akan terlihat bagaimana perkiraannya menjadi kenyataan.

Wang Sungyu dan Chonchu yang sedang terkepung di tengah sangat kebingungan, keduanya tidak tahu lagi bagaimana cara menyerang yang paling baik. Mereka hanya berupaya mempertahankan diri mereka. Sedangkan Jielung sedang berusaha sangat keras di antara kepungan 5 pendekar hebat. Para tetua kaibang bersama dengan saudara-saudara mereka juga sedang berusaha keras menghadapi "Pasukan Bertopeng aneh". Keadaan sepertinya sama sekali tidaklah menguntungkan bagi pasukan Kaibang. Dengan aba-aba menyerang, kelima belas pengawal sakti segera beranjak sangat cepat. Sekilas... Nampak sebatang pedang yang cepat sedang menuju ke arah Chonchu. Chonchu yang melihatnya sangat terkejut, dia berusaha untuk mengelak. Tetapi... Seperti perkiraan Jieji adanya, jurus pedang salah satu dari 15 pengawal sakti yang berkelebat adalah Jurus pedang ayunan dewa. Mengikuti gerakan Chonchu, jurus pedang itu dengan cepat mengancamnya. Sambil berputar ke depan, dia berniat untuk menghempaskan tapak ke arah dada penyerangnya. Tetapi baru saja dia merapal tapaknya, dia telah di hentikan kelebat pedang dari samping. Sungguh sebuah kerja sama yang sangat bagus. Sedangkan Wang Sungyu juga mengalami hal yang sama dengan Chonchu di tengah. "Kalian tidak akan mampu bertahan lama... Dengan menghindar maka sudah sama saja dengan mengantarkan nyawa kalian... Ha Ha..." kata seorang di antara 15 pengawal sakti. Bagi yang tidak mengeluarkan jurus, mereka hanya berputar selingkaran mengepung. Tujuan mereka sangat jelas adanya, yaitu untuk mencari "celah" dari hindaran pihak bertahan. Formasi yang sangat kuat adanya... Formasi seperti ini telah diperkirakan Jieji yang melihatnya dari tempat yang jauh. Sementara itu, Yuan Jielung kembali dikepung oleh 5 orang pendekar. Pria tua yang tadinya terhempas jauh akibat pukulannya telah kembali bangkit untuk mengepungnya. Pertarungan Yuan sebenarnya sangatlah seru. Ketua kaibang betul-betul adalah jago zaman ini, kelima pendekar yang dulunya pernah bertarung melawan Jieji sebenarnya telah maju pesat kungfu dan

tenaga dalamnya. Tetapi menghadapi Yuan Jielung sebenarnya lebih sulit jika dibandingkan melawan Jieji saat pertarungan hebat di timur kota Changsha. Jieji hanya diuntungkan karena dia memiliki tapak berantai. Suara pertarungan membahana segera terdengar. Yuan di satu kesempatan sempat menarik kakinya mundur cepat, tetapi para penyerang tidak memberinya kesempatan. Tujuan Yuan tentu adalah untuk memecah format 15 pengawal sakti. Dia ingin menerjang mereka dengan tapak mautnya. Tetapi sepertinya dia juga sendiri tidak pernah mempunyai kesempatan. Jieji yang melihatnya tentu sangat cemas terhadap mereka berdua. Kali ini dia tidak lagi memikirkan akibatnya. Segera dia mengeluarkan sebatang pedang dari buntalan kain yang berada di bahunya, serta seperangkat alat yang mirip bulu manusia. Entah apa maksud Jieji mengeluarkan benda tersebut. Dengan cepat, dia menerjang ke arah Chonchu dan Wang Sungyu... Chonchu tidak punya pilihan ketika dia beranjak menghindari 2 kelebat pedang yang datang bersamaan. Tanpa disadarinya, dia telah terperangkap ke pintu yang paling tidak boleh dimasuki dalam format 8 diagram Dao, yaitu pintu "Mati". Dengan segera dia mendapati banyak kelebat sinar pedang telah mengancamnya dari 8 penjuru. Puteri koguryo ini sangat bingung karena mendapati belasan sabetan telah datang sangat dekat padanya. Sesaat, dia menutup matanya untuk pasrah karena mendapati dirinya bakal "dicincang" hingga tubuh tercerai-berai. Tetapi... Ketika penyerang berpikir bahwa diri mereka berhasil... Saat itu juga, segera muncul sekelebat sinar merah menyala yang sangat terang. Penyerang sempat menutup mata mereka masing-masing karena "silaunya" cahaya yang datang. Suara seperti sesuatu yang pecah terdengar sangat keras dan pada saat yang bersamaan. Penyerang yang memiliki sasaran Chonchu tidaklah berhenti. Tetapi... Pedang mereka semua sepertinya tidak mengenai Chonchu, baik itu bacokan atau tusukan. Semuanya mengenai tempat yang kosong. Chonchu yang terheran segera membuka kedua matanya, begitu pula Sungyu segera berpaling ke arah seseorang yang datang. Kemudian dengan terkejut girang tak terkatakan mereka melihat orang yang menolong mereka tersebut. Sedangkan ke 15 pengawal sakti sangat heran sekali. Di antara 12 orang yang memegang pedang tadinya, semua pedang di tangan telah buntung menjadi dua bagian. Oleh karena itu, semua pedang berkelebat tersebut tidak mengenai Chonchu.

Yuan Jielung dan 5 orang pendekar segera menghentikan pertarungan dan melihat ke arah Jieji yang telah sampai. Yuan Jielung mengenal pria ini, pria yang pernah bertatap muka dengannya di penginapan kota Chenliu. "Saudara Zhang??" tanyanya ke arah Jieji. Jieji hanya memberi hormat sambil merapatkan kedua tangan dan membungkukkan tubuhnya. Hal ini juga diikuti ketua Kaibang. Sementara itu, semua anggota Kaibang dan para pasukan aneh juga melakukan hal yang sama, mereka langsung menghentikan pertarungan dan menuju ke belakang dari 5 pendekar bertopeng aneh. Sementara itu, anggota Kaibang juga beranjak ke arah Yuan Jielung dan berdiri baris rapi di belakangnya. "Siapa kau??" tanya seorang dari salah satu 15 pengawal sakti kepadanya. Jieji sengaja memakai bulu sebagai kumis dan jenggotnya sehingga mereka tentu tidak mengenali Jieji adanya dengan sekali melihat. Tetapi seorang yang bertanya segera sadar saat dia melihat sesuatu pedang "aneh" yang sedang di pegangnya. Pedang yang merah membara, seakan terasa jilatan apinya pada dirinya. Tentu pedang ini tidak lain adalah pedang Ekor api yang sangat terkenal di dunia persilatan. Jieji tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dengan segera dia berbalik ke arah 5 pendekar. "Akulah Hikatsuka Oda...." kata Jieji dengan serius sambil memandang ke arah mereka. Sementara itu, di antara 5 orang tadinya yang mendengar apa yang dikatakan Jieji. Tertampak seorang yang melihat ke seseorang di sampingnya. Jieji yang melihatnya segera menggelengkan kepalanya. Dari wajahnya timbul penyesalan yang sangat dalam. Hatinya berdebar-debar, dan sangatlah sakit hatinya. Tentu ini adalah pancingan untuk "mencari" Hikatsuka Oda, apakah benar dia berada dalam pasukan pakaian hitam itu atau tidak. Kali ini melihat reaksi salah seorang pemakai topeng aneh, dia segera mengerti semuanya. Bukan saja ayahnya Xia Rujian, bahkan ayah kandungnya Hikatsuka Oda dan Ibunya juga berada di pasukan tersebut. "Ha Ha.... Ternyata kau itu tidak berkurang kepintarannya..." kata seseorang di tengah. Seseorang yang tiada lain pemakai tendangan mayapada tadinya. Sementara tadinya seseorang yang melihat ke arahnya segera

menundukkan kepalanya. Dengan segera pula, seorang yang berbicara ini melepas topeng anehnya. Wajah yang tidak pernah di kenalinya.... Wajah yang tidak asing baginya... Segera terpampang bagai mimpi yang tiada berkesudahan. Wajah orang tersebut memang sedikit mirip dengan dirinya. Meski wajah pria tersebut kelihatan lebih tua. "Ayah......" kata Jieji dengan mata yang sayu sambil melihat ke arahnya. "Bagus... Bagus... Ha Ha....." kata Hikatsuka sambil tertawa. "Anakku...." kata seseorang disampingnya seraya melepaskan topengnya. Terlihat seorang wanita tua yang telah berusia 50 tahun lebih. Orang inilah yang "terpancing" oleh siasat sederhana Jieji. Jieji sempat melihat dalamdalam ke arah Ibunya. Ibu yang melahirkannya. Tetapi kenapa sang Ibu dan Ayah malah sangat kejam terhadapnya? Apakah ada sesuatu hal yang sangat beralasan yang tersembunyi di dalamnya. Jieji ingin berpikir, tetapi saat dia mulai... Dia merasa sangat ketakutan dan tidak tenteram adanya. Oleh karena itu, dia tidak bertindak apapun selain hanya melihat ibunya dengan mata yang penuh kasih beberapa lama. Tetapi setelah itu, Jieji memalingkan wajahnya ke arah seseorang di sana. Seseorang yang sempat memuji kungfu Yuan Jielung tadinya. "Ayah...." kata Jieji kembali, tetapi matanya terlihat sangat sayu. "Ha Ha Ha........" terdengar suara tawa pria tua tersebut. Pria tua ini segera melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Hikatsuka Oda. Dengan segera, dia melepas topeng aneh yang dikenakan. Memang benar, dialah Xia Rujian. Ayah yang mengasihinya dan menjaganya selama 20 tahun.Entah apa maksud semua hal tersebut. Tetapi satu hal yang dipikirkan Jieji sekarang, dia tidak akan mundur selangkah pun. Jiwa kebenarannya semakin membara di dalam dirinya. Jieji kembali berpaling ke arah seseorang lagi. Seseorang yang tadinya terluka dalam karena mendapat sebuah tapak maut dari Yuan Jielung. "Raja Yelu... Apa kabarnya... Kamu masih sehat adanya...." kata Jieji sambil tersenyum menatap ke arahnya.

Pemuda tua itu tidak menjawab perkataan Jieji, tetapi dia hanya melepas topengnya sendiri. Memang benar, wajah seorang yang pernah dibunuhnya sekitar 4 tahun lalu di pertempuran hebat di bawah kota Ye. "Kamu bisa menebak seseorang lagi?" tanya Xia Rujian tersenyum sambil melihat ke arah seseorang yang topengnya belum dilepas. "Dialah orang yang sangat penting bagi kedua istriku...." kata Jieji sambil memandang ke arahnya. "Ha Ha........ Betul... Betul... Tidak kusangka, aku mempunyai dua puteri yang nan cantik. Keduanya malah dinikahi orang yang menjadi musuhku dalam belasan tahun terakhir. Ha Ha.... Menarik sekali....." Dengan segera, dia juga membuka topengnya. Terpampang wajah Yunying dan Xufen disana, wajah yang mirip. Tetapi kali ini, wajah yang terlihat tersebut telah termakan usia adanya. Rambutnya agak memutih, tetapi kecantikannya betul masih tersisa di wajah yang tiada asing baginya. Yuan Jielung yang tidak mengenal Jieji segera sadar. Pemuda yang bermarga Zhang yang ditemuinya beberapa hari lalu ternyata adalah Xia Jieji, orang yang paling diincarnya. Tetapi disini dia kembali mendapat teka-teki. Kenapa mereka yang tadinya datang dengan nama "Xia Jieji" sekarang malah terlihat bermusuhan dengannya. "Kenapa? Kenapa kau tidak membiarkan puterimu untuk selamat adanya sampai ke Dongyang belasan tahun lalu...." kata Jieji ke arah Wu Shanniang. "Itu adalah sebuah hal yang sampai sekarang tersisa rasa sakit hatiku... Tetapi, kaulah penyebabnya... Semua adalah gara-gara kau..." kata Wu Shanniang sambil marah menatapinya. "Aku? Jadi benar kau pelempar senjata rahasia itu ke arahku?" tanya Jieji yang heran. "Betul... Akulah orangnya... " kata Wu Shanniang pendek. Teringat kembalinya sebuah lemparan jarum perak ke arahnya belasan tahun yang lalu. Wu Shanniang yang bersama Hikatsuka Oda saat itu tentu tahu kalau Xia Jieji telah kebal racun pemusnah raga. Tetapi apa yang diperkirakan manusia, tidak mampu di perhitungkan dengan langit. "Ternyata semua hal adalah untuk menakut-nakuti Xufen. Supaya Xufen bisa bersama kembali denganmu jika aku mampu diselamatkan. Tentu kamu akan muncul dengan pura-pura mengenyahkan Racun pemusnah

raga dalam diriku. Setelah itu, kamu akan mengajak kita berdua untuk ikut dalam pasukanmu. Bukankah begitu, Ibu mertua?? Tetapi...." kata Jieji yang terlihat sedih karena hal sesungguhnya telah diketahui. Wu Shanniang hanya diam tiada menjawabnya. Karena apa maksudnya saat itu telah diketahui Jieji dengan sangat jelas. Pasukan mereka pasti berniat mengambil Jieji dan Xufen sebagai salah satu anggot di antara mereka. Selain keduanya sangat pintar, dan tentu sangat berguna dalam pengembangan proyek rahasia mereka. Xufen juga menguasai Ilmu jari dewi pemusnah. Ilmu jari yang sangat diperlukan untuk melengkapi semua jurus untuk membentuk "Ilmu pemusnah raga". Tetapi takdir sepertinya tidak menginginkan hal tersebut terjadi. "Anakku... Jadi kamu memutuskan tetap melawan kita semua?" tanya Xia Rujian yang melihat suasana sedang dingin. Jieji melihat ke arah ayahnya. Dia diam beberapa saat untuk memandangi ayahnya dalam-dalam. "Betul..." katanya pendek. Mendengar apa yang diucapkan Jieji, kelima orang langsung tertawa sangat keras. "Nah.... Sudah kutebak kan?" Hikatsuka Odalah orang yang memotong suara tertawa. "Betul... Kalau begitu, sepertinya hubungan ayah dan anak kita bakal putus sampai disini saja... Kelak jika bertemu, kita telah menjadi musuh bebuyutan... Bagaimana?" kata Xia Rujian kembali kepadanya. "Ananda tidak berbakti... Tidak mampu melayani orang tua dengan baik... Inilah kesalahan yang sangat fatal bagi seorang manusia...." Kata Jieji sambil berlutut. Dengan gerakan cepat, dia menyembah ke arah 4 orang yang berdiri tersebut dengan sangat hikmad. Dia sempat melakukannya 3 kali. Setelah itu, Jieji berdiri. Sinar matanya terlihat merah menyala dan penuh dengan hawa pertarungan. "Tetapi.... Kebenaran bagiku di atas segalanya....." Keempat orang tersebut segera tersenyum sangat puas melihatnya. "Apa tujuan kalian yang sebenarnya?" tanya Jieji kembali.

"Kamu telah tahu dengan sangat baik, bukankah begitu?" tanya Hikatsuka kepadanya. Jieji bisa menebak sebagian besar akan kebenaran di balik semuanya. Tetapi dia tahu dengan benar, meski meminta mereka menyebut "alasan". Adalah sesuatu yang tidak mungkin adanya. Oleh karena itu, dia tidak berkata lagi lebih lanjut.... "Tetapi untuk apa?" tanya Jieji dengan heran ke arah mereka. "Ha Ha Ha......" Hanya terdengar keempatnya tertawa dengan sangat keras. Disini Jieji telah tahu, mereka tidak akan memberitahukan hal yang sebenarnya ke dia. Oleh karena itu, Jieji segera menaikkan hawa pertarungannya. Tenaga dalamnya segera dikasih bekerja. Desiran pasir yang hebat segera menyelimuti dirinya. Dari matanya segera terlihat tatapan yang haus pertarungan. Sedangkan di bibirnya segera tersungging senyuman manis. Sebelum pertarungan dimulai, dari jauh telah terdengar langkah kaki yang sangat banyak jumlahnya menuju ke arah mereka semua. Sedangkan ke 5 orang yang berada di depannya segera tersenyum sangat puas. Dengan segera, terlihat Yelu Xian mengangkat tangannya tinggi sekali. Pasukan aneh di belakang langsung bubar dengan sangat cepat. Sedangkan 5 pendekar segera melepas pakaian mereka semua. Sekarang 5 pendekar tersebut memakai baju biasa, semua bajunya telah mulai dibakar. "Jadi ini adalah perangkap yang anda semuanya siapkan untukku?" kata Jieji sambil tersenyum ke arah mereka. Terlihat Ibu dari Jieji segera mengerutkan dahinya sambil memandang puteranya dalam-dalam. Maksud dari sang Ibu tentu diketahui oleh Jieji. Dia juga melakukan hal yang sama, memandang mata ibunya dalam-dalam. Sesaat, terlihat Jieji menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Kamu tahu siapa yang sedang mendatangi?" kata Xia Rujian. "Tentu... Kalian meminta para pesilat untuk menagih hutang kepada "Xia Jieji". Bukan begitu?" kata Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Ha Ha.... Cerdas sekali...." terlihat Xia Rujian tertawa keras sambil memegang jenggotnya. "Tetapi.... Kalian tidak akan berhasil.. Kamu mengharapkanku untuk membantai mereka semua, supaya apa yang kalian lakukan akan beres dan tiada

tercegah?" kata Jieji seraya tersenyum. "15 pembunuhan tetua partai besar, 22 keluarga pejabat, serta 107 pesilat ditambah sesepuh persilatan Dewa Bumi dan Biksu Wujiang. Sepertinya kamu kali ini dalam masalah yang tiada kecil..." kata Hikatsuka Oda. "Hmmm.... Hanya karena aku tidak tunduk tentu tidak akan mendapat sangsi seperti itu. Ada sesuatu yang kalian simpan dalam hati... Kenapa tidak katakan saja dengan jujur?" tanya Jieji seraya tersenyum. "Masalah itu akan kamu ketahui sendirinya. Masalah benci sepertinya tidak mungkin, tetapi hanya kamulah orang yang bisa menghentikan langkah pesilat..." kata Hikatsuka Oda kembali dengan tersenyum. "Aku mengerti..." kata Jieji kembali juga dengan tersenyum. Jieji tahu dengan benar, sekarang dia menjadi "alat" untuk membantai para pesilat. Untuk ketua dan tetua hebat dari beberapa partai terkenal, mungkin 5 orang tersebut tidak mudah melenyapkannya. Tetapi dengan adanya Xia Jieji, mungkin perjalanan mereka akan mulus. Tadinya Jieji juga sempat berkata bahwa tujuan mereka tidak akan berhasil. Apakah memang semua hal bisa terjadi seperti yang telah diperkirakannya? Suara pesilat yang mendatangi dengan langkah lari telah terasa sekali. Jarak mereka hanya sekitar 1 li saja untuk sampai. Sementara itu, Chonchu dan Wang Sungyu segera menghampiri Jieji. "Kak Jieji... Lari saja.. Disini kita Kaibang yang akan bertanggung jawab..." kata Chonchu dengan pengertian kepadanya. "Tidak... Aku tidak akan lari...." Kata Jieji kepadanya sambil tersenyum. "Ohya? bagaimana dengan hubungan kalian berdua?" katanya kembali sambil melirik ke arah Sungyu. Chonchu hanya tersenyum sangat manis. Tetapi Sungyu juga terlihat malu sambil menunduk. Jieji yang melihat perlakuan mereka segera tertawa besar, tiada terlihat baginya bahwa dia cemas karena bakal menghadapi bahaya besar. Di wajahnya, tetap tertampak sinar cemerlang seakan tiada masalah. "Kalian berdua... Sungguh aku tidak mempunyai waktu untuk mengundang kalian ke Dongyang. Jika sempat, sesekalilah menuju kesana. Saya telah mempunyai seorang putera sekitar 5 bulan lalu..." kata Jieji dengan wajah yang senang. "Jadi? Kakak telah mempunyai seorang putera dari dik Yunying?" tanya Chonchu yang tersenyum sangat ceria juga.

Sedangkan mereka berlima yang melihat tingkah Jieji, hanya menggelengkan kepala. Mereka sangat salut akan pendirian Jieji yang teguh tak tergoyahkan meski masalah besar bakal datang kepadanya. Dari arah jauh... Telah terdengar suara yang membahana bagaikan langit sedang runtuh. Suara yang sangat jelas sekali.... "Bantai Setan Pembantai......" Tiga buah kata terdengar terus bergema di lembah datar yang luas itu.

BAB LXXII : Pertarungan Dahsyat Tiga Babak "Apakah kamu merasa takut?" tanya Chonchu kepada Jieji. Jieji melihatnya sambil tersenyum beberapa saat, kemudian dia berkata. "Tidak...." "Kita berdua akan mendukung apa yang anda lakukan...." kata Sungyu seraya berjalan ke arahnya dengan tersenyum. Jieji memandangnya beberapa saat, dia hanya mengangguk pelan. Setelah itu, dia berjalan ke arah Sungyu mendekatinya. Terlihat Jieji membisikkan sesuatu hal kepadanya. Sungyu yang mendengar bisikan sesekali mengangguk pelan. Lalu dia berjalan ke arah tengah tanah lapang sambil berdiri tenang menghadap ke arah para pesilat yang akan datang kesana. Beberapa saat kemudian telah terlihat rombongan pesilat dari arah yang cukup jauh sedang berlari mendatangi. Kepulan asap bahkan terlihat lumayan jelas menggumpal ke atas. Kelihatannya semua pesilat yang berada di bawah kota Ye tadinya mendekati tanah lapang sambil berteriak keras. "Bantai Setan Pembantai!!!" Akhirnya tidak beberapa lama, sampailah para pesilat itu. Yang terasa aneh oleh Jieji adalah orang yang memimpin para pesilat tersebut. Orang yang cukup dikenalinya. Seorang pemuda tampan yang pernah bermusuhan dengannya selama beberapa tahun lamanya. Pemuda tampan yang pernah dipunahkan ilmu kungfunya olehnya. Tentu pemuda tersebut adalah Yue Liangxu adanya, putera tunggal dari Yue Fuyan. Tetapi kelihatannya Liangxu disini agak berbeda dengan Liangxu yang sebelumnya yang pernah dikenalnya.

Tatapan Liangxu kepadanya terasa sangatlah "khas". Hawa pembunuhan dari kedua matanya bersinar sangat terang saat menatapnya. Tidak seperti dahulu, tatapan matanya yang penuh cemburu dulunya telah hilang. Tetapi digantikan dengan tatapan buas penuh nafsu membunuh keluar darinya. Jieji hanya merasa mungkin karena gosip mengatakan Yue Fuyan dibunuhnya, maka daripada itu Yue Liangxu datang untuk membalas dendam. Ternyata apa yang dipikirkan Jieji kali ini melenceng sekali adanya. "Yang di tengah dan berpakaian sastrawan itulah Xia Jieji....." kata Yue Liangxu seraya menunjuk ke Jieji sambil tersenyum sinis. Langsung dan secara spontan, para pesilat yang berkedudukan tinggi melangkahkan kakinya ke arah Jieji. Terlihat yang maju terdepan adalah Yang Xiu, Ketua HuaShan yang dengan julukan "Yi Jien Bu Bai". "Kaukah Xia Jieji?" tanyanya. Seraya menarik kumis dan jenggot buatannya, Jieji mengakuinya. "Betul.. Akulah orangnya..." "Kalau begitu janganlah salahkan aku yang tua mengeroyok yang muda..." katanya kembali. "Silakanlah lakukan ketua Huashan...." kata Jieji menatapnya sambil tersenyum. Di Lembah datar yang luas telah dipenuhi luar biasa banyak pesilat. Mungkin jumlahnya telah mencapai hampir 300 orang jika ditambah dengan pasukan Kaibang. Namun, Jieji tidak terlihat gentar adanya. Dia tetap tenang dan sesekali memberi senyuman manis ke arah pesilat. "Ketua..... Biarkan kami menyelesaikannya juga...." kata seseorang yang ternyata adalah tetua Liang dari Kaibang, tetapi dia diikuti oleh Tetua Han dan tetua Wu. Yuan Jielung hanya diam, dia tidak sanggup berkata banyak. Sambil berpikir keras, dia menganggukkan kepalanya pelan. Sedangkan Chonchu dan Sungyu segera mendekati Yuan Jielung. "Kakak... Kamu sudah tahu hampir sebahagian besar kebenarannya. Kenapa kamu tidak mencegahnya?" tanya Chonchu yang agak heran. "Ini tidak bisa kulakukan... Tetapi tenanglah dik, akan kucari upaya menguntungkan dia..." kata Yuan sambil berbisik ke arah Chonchu. Tentu Chonchu yang mendengarnya segera tersenyum. Yuan Jielung bukannya tidak mau membantu terang-terangan kepada Jieji. Hanya dia merasa akan cukup rumit masalahnya jika Kaibang membantu

"Jieji". Oleh karena itu, dia hanya diam dan berpangku tangan. Tetapi dia mendapat sedikit ide bagus untuk keselamatan Jieji adanya. Tanpa banyak bicara, Ketua Beiming, Hanxue, Hengshan, Shaolin, Kunlun, Khongtong, Donghai, BeiYu telah maju serentak. Sementara itu temannya Jieji, Chang hanya diam saja sambil tersenyum sinis kepadanya. Tentu hal ini tidaklah diketahui Jieji. Sebenarnya dari dulu Chang juga adalah salah satu orang dari pasukan bertopeng. Dialah pengkhianat dari partai BeiYu yang memberikan Informasi supaya para pesilat menuju ke tanah lapang tersebut. Tentu adik seperguruannya, Yu Xincai tiada mengetahui hal tersebut. Dia hanya diam terpaku karena mendapati orang yang menyelamatkan nyawanya beberapa hari lalu adalah "Xia Jieji". Sesaat dia merasa kalau Xia Jieji-lah orang yang memainkan sandiwara pertarungan antara dia dan kakak seperguruannya dengan pasukan bertopeng aneh di dekat kota Ye. "Tuan muda... Kenapa anda begitu kejam? Apa maksud anda membunuh seluruh pesilat kawakan?" tanya seseorang dari partai Shaolin. Jieji melihat ke arahnya, dia tidak berkata apa-apa. Sesaat penyesalan penghinaan terhadap Biksu Wu Jiang termuncul dalam benaknya. Dia menatap biksu Shaolin tersebut dengan penuh perasaan. Ketua pengganti partai Shaolin adalah Biksu Wu Huan. Kata Wu Huan adalah artinya tiada membalas. Huan diambil dari kata "Huan Shou" yang artinya membalas. "Aku tidak mengerti sesungguhnya terhadap apa yang anda katakan sesungguhnya. Tetapi aku sendiri tiada penjelasan mengenai tewasnya Biksu Wu Jiang. Hanya satu hal yang bisa kupastikan, Biksu tua Wu Jiang tidak dibunuh olehku..." kata Jieji dengan mantap. "Alaaa... Banyak alasan kau itu... Kamu tahu tiada tempat lari lagi bagimu... Oleh karena itu kau mengatakan hal seperti itu? Kutanya sekali padamu, dimana kesombonganmu dulunya? Ha Ha..." tanya ketua partai laut timur, He MengZheng tetapi dia langsung melihat ke arah pedang yang masih terpegang oleh Jieji adanya. "Hm... Jika seekor burung elang terbang ribuan Li, Burung biasa mana mungkin bisa tahu maksudnya?" tanya Jieji seraya tersenyum kepadanya. "Kau!!! Kau pernah menghinaku di Wisma Wu. Kau harus menerima pembalasan sekarang..." teriak seorang pria paruh baya yang ternyata adalah Ketua partai kunlun, Wang Ge Zhuan. "Oh? Rupanya anda masih hidup dengan baik sekali adanya ketua Wang." kata Jieji sambil tersenyum kepadanya. Tidak seperti dulunya, Jieji yang berada di Wisma Wu selalu menghina setiap orang yang datang kepadanya. Hal itu tidak dilakukannya lagi

mengingat namanya sekarang telah jelek luar biasa. Jika memancing lagi emosi para pesilat di sana, maka akan terasa lebih runyam nantinya. Oleh karena itu, Jieji berusaha sabar. Menurutnya kali ini hanya perlu dilakukan pertarungan saja, tetapi tidak lagi dia ingin bersilat lidah. "Kita maju bersama saja.. Kita cincang Xia Jieji... Bagaimana?" tanya Wang Gezhuan seraya mengangkat sebelah tangannya tinggi. Kata-kata ketua Kunlun segera di sambut sangat meriah oleh para pesilat disana. Semuanya langsung mengeluarkan senjata mereka masing-masing dari sarung. Sedangkan Jieji sama sekali tidak terlihat gentar adanya. Setidaknya jumlah pesilat disini hampir 300 orang adanya. Selain itu, beberapa di antara mereka adalah pesilat kelas tinggi. Namun hal ini tidak membuatnya gentar, karena dia tahu nantinya pasti akan terjadi sesuatu hal. Dia terus tersenyum saja tanpa melakukan apapun. Sementara itu, Yuan Jielung segera datang ke tengah menengahi. "Kita berasal dari perguruan putih, tidak mungkin kita mengeroyok seorang pemuda yang nyawanya telah di ujung tanduk... Bagaimana pertarungan kita tentukan melalui duel satu lawan satu saja?" teriak Yuan ke arah pesilat. Yuan sangatlah berkharisma, kata-katanya terkesan sangat agung. Beberapa pesilat di belakang diam saja dan tiada bertindak apa-apa. Sedangkan ketua perguruan Hua Shan segera mengangguk. "Betul apa yang dikatakan ketua Yuan... Jika kita mengeroyoknya, bagaimana wajah kita selanjutnya di dunia persilatan?" Mereka berdua mendapat sambutan yang baik dari para pesilat terhadap keputusan tersebut. "Tetapi pertarungan 1 lawan 1 akan memakan waktu yang cukup lama..." kata Wang Gezhuan kemudian. "Lalu apa usul anda?" tanya Yuan Jielung kemudian. "Kita bergabung saja... Tentukan dalam 3 babak.. Bagaimana?" katanya kembali. "Baik.. Itu ide yang bagus... Bagaimana pendekar Xia?" tanya Yuan yang melihat ke arah Jieji. Jieji tahu dengan benar, sebenarnya Yuan Jielung sedang membantunya. Dia tentu mengangguk sambil tersenyum manis. "Baiklah, Kita-kita ketua HuaShan, Kunlun, Kongtong, Donghai, Hanxue adalah orang-orang pertama yang menjajalnya. Bagaimana?" tanya Wang Gezhuan sambil tersenyum girang.

"Baik... Bagaimana dengan anda?" tanya ketua Huashan kepada Jieji. Seraya melebarkan kedua tangannya, Jieji berkata. "Tidak masalah....." Dengan segera, semua pesilat dari pihak lain segera memisahkan diri. Sedangkan yang tertinggal hanyalah 5 ketua perguruan silat. Yang Xiu, Wang Gezhuan, Hung Shuguang, He Mengzheng, dan Ren Suiyan segera mendekati Jieji. Mereka hanya terpisah sekiranya 20 kaki. "Anak muda... Kali ini kita tidak akan bermain-main.. Oleh karena itu, cobalah serius...." kata Yang Xiu kepadanya sambil mencabut pedangnya dari sarung. Sementara itu, Wang Gezhuan telah siap dengan pedang di tangan juga. Hung Shuguang mengancangkan tapaknya, sedang He MengZheng juga telah siap dengan tinju halilintarnya. Ren sendiri memilih menggunakan tendangan untuk bertanding. Segera, hawa pertarungan terasa menggumpal dari dua sisi. Jieji juga melakukan hal yang sama, kali ini dia tidak bermain-main juga. Di wajahnya segera tertampak keseriusan yang sangat. Dengan gerakan cepat, orang yang menyerangnya pertama adalah Yang Xiu. Pedang cepat segera menuju ke arah lehernya. Ketika saat yang sangat berbahaya, terlihat Jieji mengambil posisi kayang untuk menghindari tusukan pedang cepat itu. Wang yang melihat posisi Jieji yang jelek segera membacok dari arah udara cepat ke perut Jieji. "Sepertinya Wang dalam masalah..." kata Hikatsuka Oda yang melihat gerakan awal Jieji yang terlihat sangat jelek. Memang benar perkiraannya. Jurus yang sama yang pernah "diterima" Hikatsuka Oda. Jieji terlihat dengan gerakan menendang ke arah tangan Wang. Tendangan Jieji sangat keras dan kokoh. Meski sebenarnya posisinya tidak bagus, namun dengan gabungan tendangan, Wang terkejut luar biasa. Sebelum dia melihat apa yang terjadi. Tahu-tahu dia telah tertendang tangannya yang memegang pedang, pedang terlempar puluhan kaki ke depan. Sebelum tangannya terasa kesemutan akibat tendangan, dengan gerakan amat cepat, sapuan tendangan kembali tiba, tetapi kali ini di mukanya. Wang segera tertendang keras ke belakang dan jatuh berguling. Dengan sangat cepat, lima orang telah roboh seorang. Sedangkan Hung dan He langsung menjepit ke Jieji yang posisinya kurang bagus tadinya. Hung segera mengancangkan tapak dari posisi samping. Sedangkan He Mengzheng merapal tinju halilintarnya untuk mengeroyoknya dari

belakang. Posisi Jieji sekarang masih melayang di udara. Dia tetap tenang menyaksikan kedua jurus hebat sedang di arahkan ke arahnya. Sambil berputar cepat, dia kembali menendang. Kali ini sasarannya adalah orang yang maju terdepan ke arahnya. Hung-lah orang yang telah datang cepat dengan tapak. Tetapi dengan gerakan yang sama cepat, Hung juga telah terbanting luar biasa cepat ke belakang. Dia telah tertendang di muka juga. Sedangkan setelah menyelesaikan Hung, Jieji langsung menendang dengan ekor kakinya membelakangi ke arah He Mengzheng. Kali ini Tendangan mayapada melawan tinju halilintar. Kerasnya suara berlaga segera terdengar. He terlihat mundur pesat sambil menyeret kakinya. Setelah benar sampai berhenti, dia mendapati dirinya telah luka dalam dan muntah darah. Kemudian dengan gerakan menendang melingkarkan kakinya penuh, Jieji telah mendarat dengan baik. Luar biasa.... "Hebat.... Ha Ha....." teriak Yang Xiu yang melihat gerakan awal Jieji yang sangat bagus. Sedangkan Yuan Jielung, Chonchu dan Sungyu tersenyum sangat puas ke arah Jieji. Hal ini juga diikuti oleh 5 pendekar. Mereka bertepuk tangan sambil tertawa. Sekarang hanya tinggal 2 pendekar lagi, yaitu Yang Xiu dan Ren Suiyan. Keduanya terlihat amat serius. Dengan gerakan yang gagal tadinya, Yang Xiu kembali menyerang dengan jurus yang sama. Jurus yang sama ke arah leher Jieji. Sedangkan Ren terlihat berlari penuh ke arah belakang Jieji sambil mengayunkan tendangan cepat. Jieji sepertinya bakal dalam masalah, 2 buah jurus yang hebat dan cepat sedang mengarah padanya. Melihat itu, Jieji segera berputar ke belakang. Dan melayani tendangan Ren terlebih dahulu dengan sebuah tendangan. Tendangan Jieji kali ini sangat hebat. Inilah gabungan tendangan mayapada dan tendangan matahari. Semua orang yang melihat pertarungan bisa melihat apa hal yang sedang dilakukan oleh Jieji. Gerakan tendangan Jieji terlihat amat lemah dan lambat. Bahkan seorang pemuda tiada berkungfu pun mampu melakukan apa yang dilakukan Jieji. Gerakan tendangan yang lemah telah menuju ke arah Ren.

Tetapi Ren yang melihatnya sungguh sangat terkejut. Selain 5 pendekar, Yuan Jielung-lah orang yang melihat jelas apa yang dilakukan Jieji adanya. Tendangannya bukan-lah lambat, tetapi telah terlalu cepat. Sehingga dengan mata manusia biasa, orang tidak mampu melihatnya jelas. Sebelum nampak tendangan mengarah di tubuh Ren, hanya suara terdengar jelas. Tahu-tahu, Ren juga telah mengalami hal yang sama. Dia tertendang 3 kali, yaitu di wajah, dada dan pahanya. Dia terseret serta terpental ke belakang dengan pesat sambil muntah darah. Sedangkan hawa pedang dari Yang Xiu telah terasa sangat jelas di belakang tengkuknya. Jieji yang membelakangi Yang Xiu segera mengancangkan jarinya dari bahunya. Ketika pedang Yang Xiu hampir sampai ke tengkuk, dia sangat terkejut. Sinar cemerlang yang sesaat telah menuju ke arahnya mengingat posisi Yang sendiri masih beranjak pesat menusuk ke arah Jieji. Suara pertemuan tenaga dalam segera terdengar dahsyat. Kemudian... Dengan menyeret kaki, terlihat ketua Huashan mundur hebat dan pesat ke belakang. Dia juga mengalami luka dalam setelah gerakan kakinya berhenti. "Hebat!!" Puji ketua HuaShan, Yang Xiu kepadanya. Dengan begitu, telah jelas. Lima orang pertama yang mengeroyoknya semua dikalahkan dengan amat mudah. "Tidak disangka kungfumu telah maju pesat...." kata Xia Rujian kepada Jieji. Jieji hanya melihat ayahnya sambil mengangguk pelan. "Sekarang adalah giliran kita... " kata tetua Wu sambil menuju ke arah Jieji. Orang yang mengikuti ketua Wu adalah ketua Han, dan Liang. Ketiganya berasal dari Kaibang. Ketiganya mempunyai alasan kuat untuk bertanding. Yang mengikuti 3 orang tetua kaibang adalah ketua pengganti Shaolin, Biksu Wu Huan. Ketua perguruan Giok Utara Yu Thien, ayahnya Yu Xincai. Sementara itu ketua perguruan kecil sepertinya tiada berniat bertarung lagi karena mendapati orang sehebat Yang Xiu saja kalah dalam satu jurus. "Baiklah... Kita mulai lagi..." kata Biksu Wu Huan memimpin. Biksu Wu Huan sebenarnya adalah tadinya tetua kuil Shaolin. Kungfunya jauh lebih tinggi dari Biksu Wu Jiang. Wu Huan tidak pernah ingin terlibat lagi dengan dunia persilatan, tetapi kali ini dia melakukannya dengan terpaksa. Karena adik seperguruannya, Biksu Wu Jiang telah terbunuh oleh

"Xia Jieji". Oleh karena itu, dengan mengesampingkan niat menyendirinya, dia kembali terlibat akan dunia persilatan. Jurus dari Biksu Wu Huan yang paling terkenal adalah Ilmu jari Jing Gangnya yang hebat. Selain itu dia menguasai total 36 jurus dari 72 jurus Jing Gang, Ilmu terdahsyatnya kuil Shaolin. Jadi bisa dikatakan Biksu Wu Huan telah sangat hebat ilmu kungfunya. Jieji yang melihat pertarungan kedua tersebut merasa cemas juga. Setidaknya, jika dia mampu melewati rintangan ini. Maka rintangan terakhir tentu dari kelima pendekar dan 15 pengawal sakti yang masih berada disana. Dia terlihat berpikir keras, kenapa sampai sekarang bantuan yang diharapkannya belumlah datang. Sementara itu, tanpa gerakan kuda-kuda awal. Biksu Wu Huan telah menyerangnya secara dahsyat. Dia mengancangkan tapak untuk menyerang Jieji yang masih berpikir. Gerakan Biksu Wu Huan sungguh luar biasa cepat, tahu-tahu dia telah berada sangat dekat dengan Jieji. Jieji yang melihatnya segera terkejut, dia mengayunkan kakinya ke belakang dengan sangat cepat dan menyeret kaki. Biksu Wu Huan terlihat segera mengubah jurusnya dengan mengancangkan jari untuk menyerang. Sesaat Jieji segera melayaninya dengan membentuk tapak. Tenaga dalam segera beradu... Suara pertemuan kedua tenaga dalam amat dahsyat. Tanah di sekitar terasa bergoyang sebentar. Hasil dapat dilihat... Jieji yang masih menyeret kakinya ke belakang segera berputar cepat sekali. Sementara Biksu Wu Huan telah berdiri dengan tegak. Saat dia mendarat, tanah di sekitar langsung retak. Sepertinya kali ini Jieji telah mengalami luka dalam akibat serangan tibatiba Biksu Wu Huan. Di bibirnya tersungging senyuman manis dan mengalir darah segar. "Biksu Wu Huan benar sakti adanya...." kata Jieji pendek. Chonchu dan Sungyu-lah kedua orang yang terlihat sangat cemas mendapati keadaan Jieji yang terluka dalam. Sementara Yuan Jielung yang melihatnya segera terkejut. Rupanya selain Biksu Wu Huan menguasai Jari Jing Gang dan 36 jurus Jing Gang. Tenaga dalam pembentuk jurus adalah tenaga dalam Yu Jing Jing (Ilmu pelentur Otot). Sungguh sebuah penyempurnaan silat yang tinggi. Yuan sebenarnya juga mempelajari Yu Jing Jing sebagai pembentuk tenaga dalamnya. Selain itu, Jurus 18 tapak naga mendekamnya adalah gabungan tiga buah tapak (Tapak pemusnah raga) dan Buku susunan formasi I Ching. Jurus baru tersebut diciptakan oleh Pei Nanyang dan Yuan Jielung setelah meneliti selama 2 tahun lamanya.

Sesaat, dia merasa cemas juga melihat keadaan Jieji yang sedang bertarung itu. "Biksu Wu Huan memang hebat...." kata Hikatsuka Oda kepada rekanrekannya. Sedang Ibu Jieji terlihat sangat cemas melihat anaknya yang dalam posisi kurang menguntungkan ini. Di hatinya segera terasa berdetak keras mendapati kenyataan luka dalam puteranya tersebut. Tetapi Jieji malah terlihat biasa saja. Dia terlihat menutup matanya. Dengan menarik nafasnya dalam-dalam seraya memutar sebelah tangannya satu lingkaran penuh. Kemudian terdengar dia menghembuskan kembali nafasnya yang tertahan. Sesaat itu, jalan darahnya telah kembali teratur. Dia membuka matanya sambil tersenyum ke arah Wu Huan. Biksu Wu Huan yang melihatnya tentu sangat kagum akan kemampuan lawannya tersebut. Sambil merapatkan kedua tangannya di dada, dia memuji. "Benar-benar hebat......."

BAB LXXIII : Pertarungan Babak Kedua Jieji merapatkan kedua tapaknya dan memberi hormat kepada Wu Huan. Tetapi setelah bersikap begitu, kali ini Jieji-lah yang bermaksud menyerang duluan. Dia langsung melakukan kuda-kuda menyamping ke arah Wu Huan. Sedangkan 3 tetua Kaibang dan Yu Thien terlihat berdiri rapi di belakang Wu Huan. Maksud mereka tentu untuk membantu Wu Huan, jika Wu Huan telah dikalahkan Jieji. Maka kesempatan babak ke II tersebut telah musnah bagi keempat pendekar lainnya. Tatapan Jieji telah terlihat serius kembali. "Biksu... Hati-hati lah...." kata Jieji kemudian. Begitu menutup mulutnya, Jieji telah maju pesat ke arahnya. Wu Huan sangat terkejut, gerakan Jieji sangat cepat. Bahkan hampir 2 kali kecepatannya yang melaju ke arahnya daripada serangan pertamanya tadi. Saat dia berniat untuk membentuk tapak, tendangan maha cepat telah sampai. Biksu Wu Huan yang ingin menghindar saja tidak punya kesempatan, terpaksa dia menahan tendangan dahsyat itu dengan lengannya. Suara beradu tenaga dalam luar biasa keras....

Wu Huan terlihat mundur dua langkah dari tempatnya. Sementara itu 3 tetua Kaibang mengarahkan tapak ke arah pundak Wu Huan diikuti oleh Yu Thien dengan tujuan menahan gelombang tenaga dalam yang masih bersisa. Tetapi, Jieji yang melihat tendangan pertamanya telah berhasil langsung merapal tendangan kedua. Namun Biksu Wu Huan telah siap adanya, dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam Yi Jingjing untuk menahan tendangan hebat tersebut. Tapak para pesilat yang masih mengalirkan tenaga dalam di pundak Wu Huan juga ikut serta membantu. Tendangan kali ini berlaga dengan tapaknya Biksu Wu Huan. Getaran yang ditimbulkan kali ini Maha dahsyat. Suara seperti sesuatu benda meledak sangat fasih. Sesaat, terlihat Jieji-lah orang yang kalah. Dia menyeret kakinya sebelah untuk mundur sambil menggores tanah. Lawannya langsung tidak memberinya kesempatan. Biksu Wu Huan langsung beranjak maju cepat dan diikuti 4 kawannya. Kali ini Wu Huan mengerahkan jari Jing Gang untuk mengejar. Semua orang yang menyaksikan pertarungan terasa berhati debar-debar. Wu Huan ternyata adalah seorang pesilat yang luar biasa tinggi kemampuannya. Yuan, Chonchu dan Sungyu sangatlah terkejut karena mendapati tenaga dalam Jieji jelas kalah dibanding gabungan tenaga dalam 5 orang itu. Sedangkan Ibu Jieji yang melihat "bahaya" sedang mengancam puteranya, dengan segera berteriak. "Awas... Hati-hati....." Jieji yang menyeret kaki ke belakang sempat melihat ke arah ibunya. Dilihatnya sorot mata ibunya yang sendu dan juga terasa pahit. Sebelum dia sempat menyadari, Jari Jing Gang dari Biksu Wu Huan telah sangat dekat ke arahnya. Dengan merapal tapak, sekilas nampak cahaya keluar. Jieji masih menggunakan tapak untuk menyatukan ke arah jari Jing gangnya Biksu Wu Huan. Sama seperti pergebrakan pertama tadinya, tetapi kali ini Jieji berbeda. Saat tapak telah menyentuh jari Jing Gang, Jieji membentuk tangannya yang lain dengan gerakan setengah lingkaran. Suara beradu masih terdengar keras, jari dan tapak masih tetap menyatu. Sedangkan Wu Huan terlihat sangat serius, dia mengubah kembali jurusnya. Dengan jari Jing Gang tahap terakhir dia bermaksud untuk mengalahkan lawannya langsung.

Jieji merasakan hawa tenaga dalam dahsyat telah masuk melalui tapaknya sampai ke lengan. Jika hawa tenaga dalam tersebut menuju ke jantung, maka dia akan terluka dalam yang parah. Sesaat terlihat dia menarik nafas dan menghembuskan dengan cepat... Hawa tenaga Jinggang seakan telah kembali berbalik. Kali ini Biksu Wu Huan-lah yang dalam keadaan payah sepertinya. Sebab tanpa disadarinya, tenaga dalamnya telah dibalikkan. Inilah jurus tapak berantai tingkat I. Semua orang yang melihatnya segera sangat terkejut, mereka tidak menyangka dengan mudah Jieji mampu membalikkan tenaga dalam nan dahsyat itu dengan sekali hembusan nafas. Tanah disekitar terlihat retak, sedang angin disana terasa berdesir amat hebat. Belum sempat biksu Wu Huan kalah dalam laga tenaga dalam, sepertinya Yu Thien tidak memberikan kesempatan bagi Jieji. Langsung secara cepat, dia telah berada di belakangnya sambil memegang pedang. Dengan berteriak, dia maju untuk menusuk punggung Jieji. Jieji yang melihatnya spontan terkejut, jika saat ini dia menarik tenaga dalamnya. Maka dia pasti mengalami luka parah yang hebat. Dia sepertinya hanya diam saja menyaksikan tusukan pedang itu datang. Sementara itu, Wu Huan yang tadinya telah kalah hawa. Sekarang meningkatkan energi untuk mengepungnya dari arah depan. Hawa energi yang tadinya sempat mengarah kepadanya, sekarang telah berbalik. Jieji merasakan dengan pasti, tenaga dalam Wu Huan telah bekerja sampai di lengannya kembali. Posisinya sekarang telah sangat jelek adanya. Sama seperti ikan yang telah berada di daratan. Yang mencemaskan Jieji disana hanya 4 orang adanya. Yuan Jielung, Wang Sungyu, Chonchu dan Ibunya. Sepertinya kali ini Jieji dalam masalah yang besar sekali... *** Dongyang... Yunying yang mengantarkan suaminya pergi sampai ke pelabuhan sekitar hampir sebulan yang lalu tetap merasa cemas. Setiap hari sepertinya dia tidak mempunyai nafsu makan yang baik maupun tidur. Zhao kuangyin yang melihat keadaannya, segera mencarinya untuk berbincang-bincang.

"Ada apa adik? Kamu mencemaskan adik keduaku?" "Betul kakak pertama....." kata Yunying yang mengerutkan dahinya. "Tenanglah... Kungfu adik kedua telah sangat tinggi adanya. Belum ada manusia yang sebanding dengannya sekarang. Kamu tenang saja...." kata Zhao. Tetapi dalam hatinya, dia juga merasa sangat bimbang adanya. Yunying hanya mengangguk pelan, tetapi dalam hatinya dia merasa sungguh tidak enak. "Bagaimana kita menyusulnya?" tanya Yunying setelah diam beberapa saat. "Baik.... Kita pergi sekarang juga.... Bagaimana dik?" tanya Zhao yang sepertinya tiada begitu bersabar. Sebenarnya keadaan Zhao kuangyin sekarang telah lumayan baikan. Tenaga dalamnya telah pulih lebih dari 5 bagian. Dewa Ajaib yang tinggal disana setiap hari memeriksanya dan mengobatinya. Maka daripada itu, Zhao tiada berniat untuk memulihkan semua kondisinya mengingat adiknya pasti tidak "baik" di China daratan. "Kalau begitu, kita harus mengajak Dewa Ajaib sekalian... Bagaimana kak?" tanya Yunying. "Baik.. Dengan adanya dia, maka kita setidaknya bakal aman-aman saja...." kata Zhao kemudian. Mereka segera berangkat ke pelabuhan hari itu juga untuk menuju ke China daratan. Dewa Ajaib tentu setuju saja, mengingat dia mulai merasa bosan di Dongyang. Tentu karena dia tidak mampu berbahasa Dongyang, maka orang yang dia sanggup ajak berbincang hanya dari keluarga Oda saja. Sementara itu, semua urusan keluarga di Dongyang diserahkan kepada Kyosei. *** Kembali ke tempat Jieji... Tusukan pedang dari Yu Thien telah sangat dekat sekali, hanya sekitar 1 kaki saja telah menyentuh pundaknya Jieji. Dia cukup merasa girang, karena sepertinya kali ini serangannya bakal berhasil. Tetapi... Ketika pedang telah berada sangat dekat.Sinar merah menyala segera tampak bersinar sangat terang.

Ketua partai Giok utara amat terkejut, karena dia tahu sinar pedang merah membara tersebut adalah dari pedang Ekor api yang masih terselip di pinggang Jieji tadinya. Sementara itu, semua orang melihat jelas apa yang sedang dilakukan Jieji. Sebelah tangannya menahan Jari Jing gang biksu Wu Huan. Sedang sebelah tangannya mencabut pedang sakti itu dari pinggang. Dengan gerakan mengayunkan tangannya, pedang ekor api berputar penuh beberapa kali di udara. Babatan pedang dari ekor api segera mengambil tumbal. Pedang yang dipegang ketua Partai Giok utara terbabat tiga kali. Sehingga pedang panjang yang dipegangnya telah menjadi 4 bagian. Pedang Ekor api yang tadinya berputar, segera menancap ke tanah pas di belakang kaki kanan Jieji. Lalu, sebelum sempat ketua Yu terkejut, sebuah tendangan telah mengarah ke perutnya. "Dhuakkk!!!" Dia terlempar sangat jauh, dan berguling beberapa kali ke belakang. Dia tidak mampu lagi berdiri, luka dalamnya tidaklah ringan. "Ayah....." teriak Yu Xincai sambil menuju ke arah ayahnya yang terluka dalam. Sementara itu, terlihat 5 pendekar bertepuk tangan hebat. "Hebat.... Ilmu pedang ayunan dewa yang disempurnakan...." kata Xia Rujian sambil tersenyum sangat puas. Inilah jurus ayunan pedang dewa Musim semi. Jurus ciptaan Jieji yang menyempurnakan jurus pedang ayunan dewa. Sementara itu, Jieji sepertinya telah terluka dalam. Hawa tenaga Jinggang telah masuk sampai ke dada kanannya. Dia segera memuntahkan darah segar. Hal ini terjadi karena dia telah membagi tenaga dalamnya menjadi 2 jalur. Jalur pertama menahan serangan tenaga dalam, sedangkan jalur kedua adalah menyerang Yu Thien. Sedangkan ketiga tetua Kaibang yang melihat situasi telah merugikan Jieji, segera beranjak maju. Serangan mereka bertiga juga mengambil posisi yang sama seperti yang dilakukan Yu Thien. Yuan yang melihat gerakan Jieji segera berpikir keras. Ada sesuatu yang berada di benaknya beberapa saat berpikir. "Gawat!!!!" teriak Yuan Jielung.

Entah apa maksudnya berkata begitu. Sebenarnya dia sedang melindungi ketiga tetua ataukah Jieji? Hal ini segera dapat dilihat semua khalayak disana. Serangan ketiga tetua disalurkan melalui tongkat pendek. Tongkat yang terbuat dari bambu tersebut adalah ciri khas para pendekar Kaibang. Ketiganya datang dengan jurus yang baru. Tetua Wu datang dengan tusukan, Tetua Liang datang dengan samberan ke arah kaki kanannya. Sedangkan Tetua Han memilih membacok dari atas kepalanya. Posisi ketiga tetua memang sangat bagus. Sebab posisi penyerangan seperti itu sangat rapat adanya. Tiga senjata mengarah ke arah yang tidak sama. Yang satu dari atas ke bawah, sedang yang satu menyerang bawah, dan yang lainnya menyerang di tengah. Jieji sangat sadar akan posisi buruknya sekarang. Sebenarnya dia mempunyai sesuatu ide dari saat dia menghadapi Yu Thien. Tetapi jika dia menggunakan Idenya tersebut, maka lawannya akan tewas dengan mengerikan. Oleh karena itu, dia tidak berniat melakukannya. Dengan tendangan, dia mengangkat pedang Ekor api yang masih tertancap di tanah. Sesaat, pedang ekor api segera berputar dari atas kebawah. Ketika pedang ekor api telah setinggi dengan tangannya, dia memutarkannya kembali. Jurus yang sama dengan jurus yang digunakan untuk menghadapi Yu Thien. Namun, tetua kaibang bukanlah orang sembarangan. Mereka bertiga melihat dengan jelas bagaimana Yu Thien dikalahkan, maka mereka segera mengubah jurus masing masing. Jurus yang sama juga, hanya bergantian orang yang merapalnya. Pedang ayunan dewa musim semi kembali bekerja, tetapi kali ini pedang berada di tangan majikannya. Tetua Wu, Han dan Liang masih tetap merapat dengan jurus hebat. Tetapi... Ayunan pedang yang cepat dan dahsyat telah mengarah ke arah mereka bertiga. Tanpa sadar, mereka hanya mampu menahan pedang yang datangnya sekilas menyabet ringan tersebut. Ketika mereka masih terkejut akan sinar pedang, hantaman kaki telah sampai ke dada masing-masing ketiga tetua. Tetapi, hantaman kali ini telah terasa lebih ringan dibanding yang tadinya. Ini wajar saja, sebab kekuatan Jieji ke tendangan telah terbagi menjadi tiga. Sedangkan Yu Thien menerima sepenuhnya kekuatan tendangan Jieji. Ketiganya terlihat terdorong mundur juga jauh. Namun luka dalam mereka

tidaklah sedalam Ketua partai giok utara. Kali ini, Jieji mengalami masalah yang sangat gawat. Dia kembali muntah darah yang banyak. Tetapi dengan segera dia mengubah posisinya, Dia menyeret kaki ke belakang dengan sangat cepat... Hanya Yue Liangxu-lah orang yang terkejut melihat tindakan Jieji. Sedangkan para pesilat, ada yang mencemaskan Jieji. Ada pula yang merasa girang karena terlihat Jieji telah kalah hawa dengan Wu Huan. Ketiga tetua tidak berniat lagi melakukan penyerangan, meski mereka bertiga mampu melakukannya. Pertarungan babak kedua bakal ditentukan sekarang. Sepertinya kali ini Jieji terlihat dalam masalah, kejaran biksu Wu Huan sangat pesat. Sedang Jieji berada dalam posisi menyeret kakinya sebelah ke belakang. Saat Wu Huan mengira dirinya bakal menang, dia terkejut luar biasa. Jieji yang menyeret kaki segera menancapkan pedangnya di tanah. Kemudian dengan cepat, dia merapal tangannya penuh 1 lingkaran. Wu Huan sangat terkejut, tenaga dalam kirimannya seakan telah hilang semuanya. Tenaga dalamnya seakan terhisap oleh Jieji. Saat dia merasa aneh, sebuah hentakan tenaga dalam dahsyat telah sampai padanya. Tanpa mampu berpikir, dia telah terpental sangat pesat ke belakang. Biksu Wu Huan sungguh hebat, dia masih sanggup menyeret kakinya ke belakang meski terkena hantaman tenaga dalam dahsyat dari Jieji. Tetapi sesaat dia berhenti, dia merasakan sesuatu yang aneh. Dengan gerakan mual, dia segera muntah darah. Inilah jurus kedua tapak berantai : "Rantai penghisap Naga" Wu Huan yang melihat ke arah Jieji, sungguh kagum. Dia berpikir sesaat, kemudian dia berkata. "Aku telah kalah...... Anda sungguh mengagumkan....." Sedangkan Yu Thien yang telah bangun, menyaksikan bagaimana cara Jieji mengalahkan Wu Huan. Dia segera beranjak maju dan memberi hormat kepadanya. "Sungguh anda amat mulia adanya....."

Hal ini tentu sangat dirasa terkejut oleh semua orang yang disana. Selain Yuan, 3 tetua kaibang, 5 pendekar dan Yue Liangxu, tiada orang yang mengerti apa maksud perkataan ketua Giok utara. Sesaat itu, tetua kaibang 3 orang juga memberi hormat yang serupa padanya. Sedangkan Jieji membalas hormat mereka sambil tersenyum sangat manis. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Jika Jieji langsung mengerahkan tapak berantai tingkat keduanya, dia tidak akan terluka dalam sedemikian. Tetapi kali ini dia tidak melakukannya secara langsung karena jika tapak berantai tingkat 2 dipindahkan ke belakang. Maka hantaman tenaga dalam luar biasa tersebut akan mengarah ke Yu Thien dan 3 tetua. Tentu mereka tidak akan sanggup menahan tenaga dalam Jing Gang-nya biksu Wu Huan. Mereka berempat berpikir sama. Jika saja Jieji melakukannya, maka ke empat orang tersebut pastilah "tewas". Oleh karena itu, mereka berempat menghormati sikap lawan bebuyutannya tersebut. "Hebat!!! Kamu masih memikirkan apa tujuanmu itu?" tanya Xia Rujian seraya tertawa kepadanya. "Betul.... Tadi sudah kukatakan kan? Aku tidak akan membiarkan kalian berhasil..." kata Jieji sambil tersenyum padanya. Setelah itu, Jieji berjalan ke arah tancapan pedang ekor apinya. Dia sempat melihat ke bawah untuk mencabut kembali pedangnya. Tetapi... Tanah tempat tertancap pedang sepertinya sedang bergetar kecil. Jieji yang melihatnya segera tersenyum sangat manis. Sedangkan 5 pendekar dan 15 pengawal sakti telah tahu apa maksud getaran tanah itu. Para pesilat tentu sangat heran, tetapi mereka tahu "gempa" ini menandakan banyaknya orang yang sedang menuju ke sana dari arah utara. Apakah "bantuan" yang dimaksud Jieji telah sampai? Lalu apa arti senyuman Jieji sesungguhnya? Jika terasa pasukan yang datang dari arah utara, tentu pasukan yang datang pasti adalah dari "Liao" ataupun "Han utara". Lantas mendapati bahaya seperti ini, masakah Jieji mampu tersenyum? Di benaknya tentu ada sesuatu hal yang masih misteri...

"Kamu tahu apa artinya? Kenapa kamu tersenyum saja?" tanya Xia Rujian ke arah Jieji. "Tentu... Aku tahu dengan sangat pasti...." kata Jieji. "Lalu apa maksudnya?" tanya Hikatsuka Oda. "Ternyata apa impian anda sekalian bakal menjadi kenyataan... Tetapi........" Kata Jieji sambil tersenyum sangat manis kepada kedua "Ayah-nya". "Kamu pergilah......" kata Ibunya sendiri yang mencemaskannya. "Tidak bu.... Tidak akan... Aku tidak akan meninggalkan tempat tersebut selangkahpun sampai pasukan yang datang itu kabur semuanya...." kata Jieji sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Para pesilat tentu heran luar biasa. Mereka segera merasa takut. Sepertinya mereka juga merasakan hal yang sama. Semua tahu bahwa pasukan yang mendekati itu adalah pasukan "bukan Sung". Oleh karena itu, mereka segera bersiap menantikan pasukan tersebut dengan was-was adanya. Kepulan asap telah sangat tinggi di udara dan seakan menyentuh langit. Pasukan yang datang terasa sekali derap kaki kudanya. Sedangkan Yelu Xian telah beranjak ke depan untuk menantikan. Akankah semua pesilat disini bakal terbantai oleh pasukan ganas dari Liao? Semuanya masih menjadi teka-teki bagi semua orang disana. Kecuali tentunya oleh Xia Jieji yang terus tersenyum saja. Di benaknya, dia telah mendapati sesuatu hal yang pasti....

BAB LXXIV : Pertarungan Dahsyat Dadakan Ketika pasukan terlihat dekat... Semua pesilat mampu melihat "pasukan" yang datang adanya, tiada lain... Sebab bendera di sana telah terpampang sebuah tulisan dengan sangat jelas yaitu : "Liao" Mendapati hal ini, para pesilat banyak yang terdengar memaki dengan sangat marah ke arah Jieji. "Keparat kau!!! Rupanya inilah perangkap yang kau buat untuk kita semua!!!" Semua pesilat yang tiada tahu hal sebenarnya langsung marah tiada karuan. Suasana disana telah lumayan kalut, karena mereka tahu. Pasukan Liao yang datang jumlahnya mungkin 5 laksa (50 Ribu) lebih.

Tentu jika pasukan Liao menyerang, maka kemungkinan "musnah"-nya pesilat sudah diambang mata. Tetapi hal yang aneh adalah Jieji masih tersenyum sangat manis mendapati kenyataan ini. Dari wajahnya terpancar seakan tiada masalah baginya walaupun dikepung puluhan ribu prajurit ditambah dengan ratusan pesilat yang disana. Semua mata pesilat sekarang telah tertuju pada Jieji adanya. Hal ini tentu lebih membangkitkan amarah mereka semua karena Jieji malah terlihat senyum-senyum saja. Mereka semua berpendapat sama bahwa pasukan Liao yang datang adalah suruhan Jieji untuk membantai mereka. Hal ini tiada berlaku bagi beberapa orang saja dari kaum dunia persilatan seperti Yuan Jielung, Chonchu dan Wang Sungyu adanya. Selain itu 15 pengawal sakti dan 5 pendekar serta Yue Liangxu dan Chang Gui Zhuang tentu tiada berpikiran seperti para pesilat tersebut. Namun, melihat gaya Jieji yang tiada takut. Mereka mau tidak mau salut juga. Pasukan Liao yang datang segera bersiap rapi dari arah utara-nya para pesilat di sana. Mereka sepertinya hanya menunggu komando dari Yelu Xian saja untuk bergebrak. Tetapi mimpi semacam apapun, pasukan Liao tidak pernah tahu bagaimana akhir yang bakal mereka terima sebentar lagi. "Sekarang... Apa kamu menyetujui permintaan kita?" tanya Hikatsuka Oda kepada Jieji. Jieji hanya berpaling melihatnya dan tanpa berkata apapun, senyum kepuasan di wajahnya masih tidak berakhir. "Apa kamu masih berpikir mampu lolos dari sini?" tanya Xia Rujian dengan mata serius ke arahnya. Jieji terlihat menggelengkan kepalanya. "Mengenai apa permintaan kalian... Sudah sangat jelas sekali... Belasan tahun yang lalu sekalipun aku berada disini... Aku dan Xufen juga tidak akan menyetujui permintaan kalian semua...." kata Jieji. "Bagus.... Bagus.... Kamu adalah pria sejati...." kata Hikatsuka Oda memujinya. "Kita belum selesaikan pertarungan babak ketiga... Bagaimana bisa kalian pastikan kemenangan terlebih dahulu?" tanya Jieji kepada ayahnya. "Ha Ha.... Betul... Betul.... Sepertinya kali ini kita harus menentukan lewat pertarungan terlebih dahulu... Bagaimana?" tanya Xia Rujian kembali.

"Baik... Sepertinya aku sendiri tiada pilihan...." kata Jieji. Jieji telah berniat maju ke depan. Tetapi 15 pengawal sakti segera mengepungnya sebelum dia beranjak. "Kali ini kita 20 orang mengeroyok 1 orang... Menurutmu ini adil atau tidak?" tanya Xia Rujian. "Dari dahulu, sebuah kata "Keadilan" tiada lebih dari arti sebuah "balas dendam"... Ha Ha...." kata Jieji dengan tertawa puas. "Kamu tidak usah lanjutkan lagi pertarungan kali ini... Ikutlah kita saja.. Bagaimana?" tanya Ibunya ke arahnya. Jieji menatap dalam ke ibunya beberapa saat, namun dia hanya menggelengkan kepalanya perlahan. Setelah itu, Jieji segera melihat ke arah Wang Sungyu. Wang Sungyu yang melihat tatapan mata Jieji, segera mengerti maksudnya. Dia berjalan ke arah Yuan Jielung dan terlihat membisikkan sesuatu di telinganya. Yuan yang serius mendengarnya hanya sesekali menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Sepertinya pertarungan tidak akan bisa lagi dihentikan. Babak ketiga tentu adalah babak yang paling menggetarkan jantung dari semua babak yang telah dijalani Jieji. Tetapi dia tetap terlihat tenang saja. Sepertinya 15 pengawal sakti telah berganti pedang. Di antara 12 orang yang telah "patah" pedangnya akibat samberan pedang ekor api, segera menggantikan pedang dari "pasukan berjubah putih" yang telah kabur terlebih dahulu. "Kalian tidak perlu lagi lanjutkan pertarungan!!!!" teriak Wang Ge Zhuan yang berada disana. Semua mata tertuju kepada Wang. "Kenapa?" "Ada hal apa?" Semua pesilat sangat heran akan tindakan ketua partai Kunlun tersebut. Dengan gaya mentereng, dia langsung berjalan ke arah 5 pendekar. "Kalian semua sama saja... Kalian dan Xia Jieji adalah sekelompok.. Tidak perlu kau semua mainkan lagi sandiwara tersebut.... Kau pikir aku tidak tahu? Ha???" tanyanya sambil marah-marah.

Tetapi baru dia tutup mulut, dia merasakan sesuatu hawa yang terasa di tengkuknya. Saat dia baru hendak terkejut, sebuah hawa pembuyar tenaga dalam telah bekerja. Dari Tan Thien-nya (Pusat Tenaga Dalam Manusia) segera terasa buyar semua tenaganya. Semua orang disana segera melihat ke arah Wang. Di belakangnya berdiri seorang pemuda berusia 20-an dan tampan sedang merapatkan cakarnya ke tengkuknya. Jieji yang berdiri tidak jauh segera terkejut. Dia sempat berpikir tidak lama, kemudian dia melihat ke arah Wang. Sesaat, wajah tersenyumnya tadi segera berubah hebat. Dengan amarah yang meluap, dia menerjang ke arah pemuda itu yang tak lain tentunya Yue Liangxu. 15 pengawal sakti adalah semua orang yang paling terkejut. Sebab tadinya Jieji sedang dikepung oleh mereka. Tetapi saat mereka sempat menoleh ke tengah, Jieji telah "hilang". Saat mereka memandang ke arah lain, mereka telah melihat jelas bahwa Jieji sedang merapal tendangannya ke arah atas. Yue Liangxu yang "keasikan" menghisap tenaga dalam ketua partai Kunlun tentu tidak menyadari sebuah hawa hebat sedang menuju ke arah pelipisnya. Saat dia baru merasakan hawa hebat yang muncul, dia telah terpental sangat jauh. Dia terseret dan berguling dengan posisi yang sangat buruk adanya. Ketika dia bangun, semua orang mampu melihat bagaimana gayanya. Tendangan Maha cepat dan hebat dari Jieji bahkan tidak sanggup melukainya secara parah. Yang sangat terkejut disini tentu adalah Biksu Wu Huan. Dia tidak pernah tahu bahwa Yue Liangxu kungfunya telah lebih tinggi darinya. Tetapi dia mampu melihat dengan jelas, Jieji yang datang secara pesat tadinya sepertinya tiada main-main. Serangan ke arah biksu Wu Huan tadinya bahkan tidak lebih cepat dari gerakannya sekarang. Sesaat, Wu Huan segera mengerti. Saat bertarung dengan Jieji, dia telah mengalah sungguh banyak. Sebenarnya apa tindakan Jieji sungguh mengherankan banyak orang. Kenapa sepertinya Jieji sangat membencinya dan ingin memusnahkannya langsung tanpa banyak bicara. Tiada seorang pun yang mengerti apa yang sedang dipikirkannya.

Kalau saingan cinta tentu tidak mungkin, sebab Yunying sekarang telah menjadi istrinya yang sah. Ini tentu menimbulkan pertanyaan yang sangat aneh bagi para pesilat disana. Sebab mereka tahu dulunya, puteri ke tiga keluarga Wu hampir dinikahkan dengan Yue Liangxu. Tetapi sekarang mereka juga tahu kalau Xia Jieji-lah orang yang beruntung yang telah menikah nona nan cantik tersebut. Jieji yang telah menendang Liangxu, tidak memberinya kesempatan. Dengan gerakan super cepat, dia segera menuju ke arah Liangxu. Liangxu sepertinya telah mampu berdiri. Dia melihat Jieji sedang beranjak cepat, segera merapal jurus tapak penghancur jagadnya untuk melayani Jieji. Tetapi... Ketika tapaknya yang bertenaga luar biasa dahsyat hendak sampai ke dada Jieji. Dia merasakan hal yang aneh, Jieji telah "hilang". Tapak dahsyatnya hanya membentur tempat kosong. Saat dia berusaha melihat dimana Jieji. Ternyata Jieji telah berada di belakangnya... Tetapi sebelum sempat dia menoleh, dia telah terkejut dan merinding. Jieji kembali mengerahkan tendangan mayapada terdahsyatnya untuk mengarahkannya ke tulang rusuk anak muda tersebut dari belakang. Karuan 5 pendekar segera terkejut luar biasa, mereka mengejar dengan cepat ke arah Jieji. Tetapi telah terlambat. Inilah tendangan terakhir Jieji yang sanggup merobohkan pilar terkeras sekalipun. Tendangan yang terlihat lambat... Tendangan yang terlihat tiada tenaga... Tetapi sebelum orang-orang disana melihat bagaimana Jieji melukainya, Liangxu telah terpental jauh ke depan sambil berguling dan muntah darah. Kali ini baru dia mendapat luka dalam yang sangat parah. Beberapa tulang rusuknya bahkan patah. 5 Pendekar yang beranjak ke arahnya segera dilayani Jieji dengan cepat. Kali ini dia merapal Jurus Ilmu jari dewi Pemusnahnya. Dengan gerakan sangat cepat, Satu-satu jari di arahkan ke 5 orang yang pesat ke arahnya. Sesaat, jarinya bersinar sungguh terang sekali... 5 pendekar karuan sangat terkejut... Mereka masing-masing mencabut senjata masing-masing untuk menahan "hawa jari" yang mengarah pada mereka masing-masing.

Tetapi, jurus Jieji tiada ampun kali ini. Meski terlihat mereka masih mampu menahan, tetapi kelimanya kontan luka dalam. Melihat mereka semua sedang terpental ke belakang akibat dorongan tenaga dalam nan dahsyat. Jieji langsung maju dengan sangat pesat kembali. Yang diincarnya masih Yue Liangxu. Dengan melompat tinggi, Jieji segera mengeluarkan pedang Ekor api yang tadinya telah disarungkan. Seraya membacok keras, Jieji sepertinya tiada memberi ampun kepada Yue Liangxu. Sepertinya inilah akhir riwayat pemuda tampan ini. Pedang yang bersinar luar biasa terang telah menyilaukan mata Yue Liangxu yang masih terbaring. Semua orang yang sedang melihat Jieji pesat melayang di udara mampu mengira-ngira nasib pemuda tampan tersebut. Tetapi ketika pedang hanya terpaut beberapa inchi di depan dadanya... Dengan tiba-tiba, Jieji merasakan tenaga dalam yang luar biasa "panas" sedang menuju ke arahnya. Sinar terang yang datang bisa dilihat semua orang tanpa terkecuali. Tenaga dalam yang sangat dikenalnya sedang mengarah kepadanya... Jieji yang merasakannya, segera membuang pedang ekor apinya. Tetapi dia merapal tangannya rapat sambil mengerahkan 100 persen tenaganya untuk memutarkan tangannya selingkaran penuh. Memang benar... Jurus yang sedang mengarah padanya adalah jurus yang hebat luar biasa di zaman ini. Inilah jurus tapak Buddha Rulai tingkat ke delapan... Sesaat, cahaya yang datang tadinya langsung redup. Tetapi digantikan ribuan tapak mengarah kepadanya. Dengan menghembuskan nafasnya kuat, Jieji melayani "ribuan tapak" itu. Benturan teramat cepat dan dahsyat segera terjadi. Inilah benturan tenaga dalam paling dahsyat dari semua benturan tenaga dalam yang pernah dilakukan oleh Jieji. Tanah langsung bergetar dahsyat, dan retak dalam sekali. Sedangkan Yue Liangxu sepertinya telah "terkubur". Suara tenaga dahsyat itu "memaksa" para pesilat yang tidak jauh segera merapal tenaga dalam untuk menahan benturan yang meski masih jauh letaknya dengan mereka.

Hebatnya, untuk para pesilat kelas menengah dan kelas bawah. Semuanya telah terluka dalam parah. Saat mereka berusaha melihat apa yang sedang terjadi. Telah terlihat seseorang berdiri di bawah sambil memegang dadanya. Dari bibirnya, telah mengalir darah segar yang cukup banyak. Sedang Jieji terlihat bersalto lumayan ringan dan indah ke belakang. "Luar biasa sekali...." kata orang yang di bawahnya. Orang yang menggunakan jurus tapak Buddha Rulai untuk bertarung sekejap melawan Jieji. "Kamu sudah datang??" tanya Xia Rujian seraya girang ke arahnya. "Betul..." Jieji yang telah mendarat tepat di tempat "dibuangnya" pedang ekor api, segera mencabutnya terlebih dahulu dan menyimpannya di dalam sarung. Tetapi, dia melihat ke arah "penyerang" dadakan itu. Seorang pemuda paruh baya. Di matanya tampak sinar pembunuhan yang hebat. "Siapa kau?" tanya Jieji yang agak heran kepadanya. "Namaku Zhu Xiang, dari arah barat...." katanya dengan tersenyum sinis. "Jadi kau ada hubungannya dengan Wei Jin Du?" tanya Jieji kembali. Seraya berjalan untuk mengangkat Yue Liangxu, dia berkata. "Betul.... Dia adalah adik seperguruanku..." Tetapi kali ini, matanya tampak sinar kecemburuan dan dengki yang sangat dalam. "Lalu dimana dia sekarang?" tanya Jieji. Zhu Xiang tiada menjawabnya. Tetapi dengan langsung dia memapah Yue Liangxu ke arah pasukan Liao. Dengan segera, dia meminta pasukan Liao untuk mengantarkannya kembali. "Kau ada dendam apa dengan pemuda itu? Ha?" tanya Zhu Xiang sangat marah kepada Jieji. Semua orang cukup terkejut melihat datangnya Zhu Xiang yang sangat hebat. Meski dia baru mempelajari jurus ke delapan tapak Buddha Rulai, namun tenaga dalamnya sungguh tinggi.

"Dia adalah anak bangsat... Dialah orang yang menfitnahku dalam beberapa tahun terakhir. Kau kira aku tidak tahu? Aku pernah mengampuninya, tetapi tindakannya kali ini lebih biadab." kata Jieji yang marah kemudian. "Katakan kepadanya, jangan sempat ketemu denganku lagi. Kali ini adalah yang kedua kalinya aku mengampuni nyawanya. Sebab kau sendiri masih jauh kelas dibawahku, kamu tidak akan mampu melindunginya. Kalian pergilah... Bawa pasukan Liao semuanya pergi sebelum aku berubah pikiran...." Kali ini tatapan mata Jieji sungguh telah sangat serius, sepertinya hawa pembunuhannya muncul kembali karena tindakan Yue Liangxu yang telah dimengertikannya sesaat. Zhu Xiang yang mendengarkannya segera kalah gertak. Tetapi dia masih mampu bersikap semampunya. Dia berjalan ke arah 5 pendekar sambil mentereng. "Tidak akan.... Pasukan Liao yang telah keluar dari sarang mana mungkin pulang dengan tangan hampa?" Kata YeLu Xian dengan marah. Semua pesilat segera menyadari sekarang. Pasukan Liao sama sekali tiada hubungannya dengan Jieji. Oleh karena itu, semuanya hanya diam saja. "Boleh kutahu, jurus tapak berantai tingkat berapa yang kamu keluarkan untuk menghadapi ku tadinya?" tanya Zhu Xiang yang agak penasaran, karena jurus yang dikerahkannya adalah tahap akhir dari Tapak buddha rulai, namun belum mampu menjatuhkannya. Dan bahkan tiada mampu melukainya sedikit pun. "Itu tingkat ketiga...." kata Jieji. Sesaat, 5 pendekar langsung heran adanya. 3 tahun lalu, mereka sempat bertanding hebat dengan Jieji. Meski terakhir mereka kalah dengan tingkat ketiga, tetapi tapak berantai tingkat ketiga Jieji saat itu masih jauh dibandingkan sekarang. "Lalu bagaimana kau bisa mengalahkannya dengan begitu mudah?" tanya Xia Rujian yang mulai heran. "Sebab.... Aku kali ini mengeluarkan semua tenaga dalamku untuk melayaninya..." kata Jieji sambil tersenyum ke arah ayahnya. Semua orang yang mendengarnya segera berdecak kagum. Ternyata kemampuan bertanding Jieji yang ditunjukkannya dalam 2 babak pertama jelas hanya menggunakan sebagian dari tenaga saja. Tetapi tidak seluruhnya.

Tenaga dalam Jieji dalam 3 tahun ini telah maju sangat pesat. Tentu hal ini tiada diketahui oleh siapapun disana. Oleh karena itu, jurus ketiga tapak berantainya telah mampu berkibar hebat di dunia persilatan. Boleh dikatakan, hanya kali inilah Jieji mengeluarkan tenaga dalamnya 100 persen dalam pertarungan. Sejauh ini, dia tidak pernah melakukannya. Tentunya hanya berlaku saat dia telah menguasai tapak berantai. Saat mereka sedang "gosip", mereka merasakan adanya suara kembali yang datang. Sama seperti suara yang pertama, saat pasukan Liao telah datang. Tanah di bawah segera bergetar hebat kembali. Tetapi kali ini, arahnya berlawanan dengan yang pertama. Karena suara pasukan yang datang berasal dari "Selatan". Para pesilat segera mampu bergembira kembali. Mereka berpikir pasukan Sung telah datang untuk membantu mereka. Apakah pemikiran polos seperti itu benar berlaku? Sekarang Zhu Xiang, 5 pendekar dan 15 pengawal sakti terlihat sangat senang adanya. Sedang Jieji segera tersenyum cerah. Yuan sendiri juga telah bersiaga bersama Chonchu dan Wang Sungyu. Mereka terlihat tersenyum puas juga. Sebenarnya apa hal yang sedang di benak mereka masing-masing? Lalu dalam pikiran mereka, manakah yang terbukti benar adanya. Jelas... Pasukan Sung yang datang pasti dipimpin oleh Zhao Kuangyi adanya. Lalu apa maksud dari pasukan Sung yang datang ini? Penyelamatan... Atau pembantaian besar-besaran bakal terjadi... atau pula yang terjadi malah kedamaian? Semua telah menunggu dengan hati yang cemas adanya.

BAB LXXV : Pertempuran Hebat Saat itu, langit telah mulai mendung. Bahkan desiran angin dingin terasa lumayan "menggigit" orang-orang yang disana walaupun masih musim panas mendekati musim gugur. Ditambah lagi goncangan lemah dari tanah dan suara derap kaki kuda membuat para pesilat sedikitnya merinding. Jieji berdiri di posisi tengah dengan hanya diam dan memandang ke arah selatan. Sementara Yuan, Chonchu dan Sungyu segera berjalan ke arahnya.

Pasukan Liao dan semua kawan-kawannya sangat bergembira karena Zhao kuangyi hampir sampai. Semuanya merasa hari ini adalah hari kemenangan terbesar sepanjang sejarah mereka. Karena Pesilat yang menjadi halangan serta batu sandungan bagi mereka akan lenyap secepatnya. Memang benar adanya... Ketika benar dekat dan terpaut sekiranya 1/2 li, mereka telah melihat bendera besar luar biasa. Kebanyakan bendera di samping terlihat sebuah huruf saja yaitu "Sung". Sedangkan bendera di tengah yang berwarna kuning dan lumayan besar berkibar, bertuliskan "Raja Yi Chou, Zhao Kuangyi". Kontan semua orang girang sekali mendapatinya... Hanya dalam otak mereka masing-masing berbeda persepsi. Semua orang Liao mengira Zhao kuangyi akan membantu Liao memusnahkan para pesilat. Sedangkan dalam pemikiran pesilat adalah Zhao kuangyi membantu pesilat untuk menyingkirkan Liao. Dua pendapat dalam pikiran masing-masing yang saling antagonis. "Apa benar apa dugaaan anda kak Jie?" tanya Chonchu yang agak heran kemudian karena melihat pasukan Sung yang telah dekat sekali. "Aku punya keyakinan lebih dari 8 bagian..." Kata Jieji dengan tersenyum kepadanya. Yuan melihat ke arah Jieji dan mengangguk pelan saja. Sesaat, dia segera memimpin pasukan Kaibangnya untuk berkumpul dan berbaris rapi untuk menantikan kedatangan Raja YiChou tersebut. Desiran angin dingin makin deras saja, sepertinya tidak lama lagi akan turun hujan. Apakah hujan kali ini membawa berkah? Tentu sebentar lagi akan kelihatan hal sebenarnya. Dari jauh, orang-orang telah melihat penunggang kuda putih di tengah sedang mendatangi dengan gerakan biasa-biasa saja. "Itu Raja Yi Chou, Zhao Kuangyi....." teriak para pesilat dengan gembira. Memang benar... Penunggang kuda putih tak lain adalah Zhao Kuangyi adanya. Saat dia sampai, 5 pendekar dan Zhu Xiang tidak bertindak apapun. Tetapi kesemuanya tersenyum manis sekali. Di dalam pemikiran mereka, mereka telah mendapati sesuatu sehingga semuanya menjadi sangat girang karenanya.

Sementara itu, 15 pengawal sakti segera beranjak dari tempat mereka dan menghadap ke arah Zhao kuangyi. Saat mereka benar dekat, kesemuanya berlutut. "Selamat datang Raja Yi Chou...." kata mereka semua serentak. "Baik... Berdirilah semua..." kata Zhao kuangyi. Sepertinya Zhao kuangyi juga tidak membawa pasukan yang sedikit. Dari arah selatan, lembah tersebut telah penuh oleh pasukan yang gagah. Bahkan di lembah yang agak berkelok, pasukan mereka seperti ular yang mengikuti lintasan saja. Mungkin jumlah pasukan Sung di atas 5 laksa juga. Yang gawatnya sekarang, para pesilat terkepung di tengah ratusan ribu prajurit adanya. Dimana Liao berada di utara, dan Sung berada di sebelah selatan. Setelah menjalankan adat kerajaan, Zhao Kuangyi segera menengok ke arah Jieji. "Bagaimana keadaanmu dik? Kamu sehat?" tanya Zhao sambil tersenyum kepadanya. "Baik... Atas pertanyaan anda raja, tidak mungkin aku berani mengapamengapa..." kata Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Bagaimana dengan keadaan kakakku di Dongyang?" Jieji hanya diam saja, dia tidak mau menjawab pertanyaan Zhao Kuangyi adanya. Sebab semua pesilat tentu tahu kakak dari Zhao kuangyi adalah Sung Taizu, Zhao Kuangyin. Hal ini segera disadari oleh Zhao kuangyi, dia tertawa sangat keras melihat tindakan Jieji. Sementara itu, Jieji hanya tersenyum melihatnya. Saat semua merasa aneh dengan perkataan Zhao kepada Jieji. Saat itu terasa langit telah menumpahkan air hujan yang lumayan deras. Lembah datar yang luas tersebut telah basah... Saat semua sedang merasa heran, Zhao kuangyi segera memberi aba-aba dengan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Gerakannya yang dilihat oleh Yelu Xian, segera dia juga memberi aba-aba untuk menyerang. Baru kali ini, semua pesilat sangat terkejut... Posisi mereka sedang "terkepung". Jika kedua pasukan melakukan penyerangan, maka semuanya pasti akan tewas. Para pesilat segera ketakutan luar biasa melihat hal tersebut, sepertinya

mereka tiada berdaya lagi. Ternyata pasukan Sung juga mengincar nyawa mereka semua. Tetapi sebagai pesilat, prinsip mereka sekarang adalah bertempur matimatian. Pasukan Sung telah menuju cepat bagaikan gelombang lautan yang ganas ke arah mereka dari arah selatan ke utara. Sedangkan pasukan Liao mengambil posisi kebalikannya, Liao juga melakukan hal yang sama dengan pasukan Sung. Sungguh hebat getaran tanah akibat kedua pasukan yang datang dengan cepat sekali. Hujan semakin deras saja kelihatannya. Sedangkan di arah tengah... Jieji tertawa keras melihat hal tersebut. Zhao sebenarnya asyik memperhatikan gerak-gerik Jieji. Melihat Jieji yang seperti "gila" tentu membuatnya heran. Tetapi, sesaat... Dia telah tahu maksud Jieji yang sesungguhnya. Tidak disangkanya, dari semua orang disana. Hanya Jieji seorang saja yang mengerti apa maksud sebenarnya dari serangannya kali ini. Langsung, dia bertepuk tangan dengan sangat meriah. Kontan pasukan Sung yang melihat mereka berdua, langsung heran luar biasa. Tetapi mereka tetap melanjutkan pertempuran itu. Para pesilat yang sedikitnya mengalami luka dalam, langsung menerjang ke arah pasukan Liao terlebih dahulu. Mereka tidak lagi berpikir untuk bertarung melawan Sung adanya. Hal ini tentu telah diperkirakan oleh Zhao kuangyi sendiri. Hal ini jugalah yang akan membawa kemenangan luar biasa besar bagi pasukan Sung. Terjangan para pesilat ke arah Liao memang benar hebat. Karena semua pesilat berpikir bahwa mereka tidak mampu lari lagi, maka semangat bertempur mereka langsung melonjak tinggi sekali. Yuan Jielung-lah orang yang bertarung di depan dengan sangat hebat sambil memimpin pasukan Kaibang untuk bergebrak mati-matian. Kemampuan Yuan sangat luar biasa, dia sering terlihat mengeluarkan tapak hebatnya untuk melayani pasukan Liao yang datang terdekat kepadanya. Tanpa terasa hanya beberapa saat. Yuan Jielung telah membunuh 50 orang lebih dengan jurus saktinya. Karena melihat keadaan bakal runyam, kelima pendekar dan Zhu Xiang langsung mengeroyoknya dengan hebat. Kali ini, Yuan tidak lagi melakukan pertempuran dengan pasukan Liao, tetapi dia melayani 6 lawannya sekaligus.

Chonchu dan Sungyu segera membantu Yuan untuk bertarung melawan 6 orang hebat ini. Pasukan Sung memang belum sempat bergebrak melawan para pesilat. Terjangan mereka telah sangat dekat sekali dengan "pasukan ekor" para pesilat. Maksud pasukan ekor adalah pasukan terakhir dan pasukan belakang tadinya, sebab pasukan depan mereka adalah pasukan yang sedang bertempur hebat dengan pasukan Liao. Pasukan ekor pesilat segera maju untuk bertarung mati-matian dengan pasukan Sung yang telah hampir sampai. Tetapi... Ketika hanya berjarak puluhan kaki, pasukan Sung sepertinya memisahkan diri. Pasukan sayap kiri segera mengambil arah melingkar dari sebelah kiri. Sedang pasukan sayap kanan segera mengambil arah melingkar dari sebelah kanan. Gerakan pasukan Sung telah dimengerti Jieji adanya sebelum mereka datang. Yuan Jielung terlihat tersenyum puas, sebab apa yang dibisikkan Sungyu kepadanya telah jelas sekali. Tetapi 5 pendekar yang melihatnya, langsung girang. Mereka berpikir bahwa gerakan melingkar itu akan sampai ujungnya yaitu di tengah pasukan pesilat. "Kali ini pesilat akan kehilangan nama mereka masing-masing disini..." kata Zhu Xiang yang terlihat girang mendapati pergerakan pasukan Sung. Kelimanya segera tersenyum melihat gerakan pasukan Sung itu. Tetapi mereka salah besar... Ketika gerakan melingkar pasukan Sung terasa janggal karena terlalu luas oleh keenam orang itu, maka semuanya telah terlambat sekali. Sebab ujung dari pasukan sayap kiri dan kanan tidak mengambil arah tengah pesilat untuk memecahkannya, melainkan yang terlihat adalah mengambil posisi tengah dari pasukan Liao. Tidak disangka oleh mereka semua, ternyata Zhao kuangyi mengkhianati Liao. Dengan gerakan bagai tukang jagal binatang, pasukan Sung menghantam luar biasa cepat dan dahsyat pada pasukan tengah Liao yang tidak tahu bakal diserang dan dihantam sedemikian rupa. Melihat kemenangan sudah tidak mungkin diraih, kesemuanya berniat langsung menawan Zhao Kuangyi yang masih di tengah dan duduk di atas

kudanya dengan mentereng di posisi pasukan tengah dari Sung. Tetapi, saat mereka menoleh... Mereka melihat jelas Jieji telah siap dengan pedang ekor api yang sedang tergenggam sambil mengawasi dengan garang. Sedangkan di belakangnya berdiri 15 pengawal sakti yang telah siap dengan pedang dan siaga adanya. Mau tidak mau, mereka segera mengambil langkah seribu karena mereka tidak tahu bakal diserang sedemikian rupa oleh Sung. Pekerjaan dan pengkhianatan Zhao kuangyi yang luar biasa hebat... Memang benar... Pasukan Liao segera terlihat rusak parah hanya dalam sekejap mata saja... Pasukan depan telah diterjang oleh para pesilat tadinya. Pasukan tengah mereka dilabrak dengan hebat oleh Sung dari 2 arah. Yang hebatnya, ketika pasukan Sung telah bertemu di tengah, mereka langsung membagi pasukan menjadi 2 kembali. Yaitu pasukan sayap kiri segera mengambil posisi menghadap ke arah para pesilat untuk membantai pasukan Liao. Dengan begitu, pasukan Liao disini telah terkepung hebat. Sedangkan pasukan sayap kanan dari tengah segera membelah ke kanan untuk melabrak pasukan belakang Liao. Pasukan Liao yang melihat kehancuran mereka dalam sekejap saja, segera lari tunggang-langgang tanpa memikirkan akibatnya lagi. Tiada pasukan Liao yang masih memiliki keinginan untuk bertempur. Hujan yang lebat kali ini telah membawa kehancuran luar biasa parahnya bagi para pasukan Liao adanya. Pengejaran yang dilakukan pasukan sayap kanan sangatlah seru adanya. Pasukan Liao yang tiada pemimpin telah menjadi berantakan sekali cara kaburnya. Semua orang hanya memikirkan bagaimana cara selamat pulang ke negeri Liao. Mereka tidak berpikir hal lain lagi selain ini. Sedangkan Jieji hanya terlihat lesu sambil memandang ke arah pasukan Liao yang dibantai habis-habisan oleh Sung. Dia tidak menyangkanya sama sekali kalau pasukan Sung akan bergebrak luar biasa hebat dan dahsyatnya dalam melakukan peperangan dengan Liao. Dia memikirkan tentang "bantuan" yang telah sampai ini. Tetapi baginya... Taktik yang hebat, tetapi sangatlah kejam adanya. Zhao kuangyi terlihat tersenyum penuh makna melihat kehancuran pasukan Liao yang dalam waktu sesaat saja. Pengejaran dilakukan beberapa puluh Li... Banyak sekali mayat pasukan Liao yang berserakan di sepanjang jalan akibat terjangan pasukan Sung yang hebat.

Dalam peperangan kali ini, Liao benar kehilangan pasukan yang luar biasa banyak karena yang benar mampu kembali hanya sekitar 200 orang lebih saja. Itupun kesemuanya rata-rata mengalami cedera baik itu ringan ataupun parah. Zhao kuangyi tidak pernah tahu, serangan kali inilah yang membangkitkan "dendam" sampai ratusan tahun lamanya. Selama Sung berkuasa, maka Liao selalu mengancamnya dari arah utara... Zhao kuangyi segera mengumpulkan pasukannya kembali. Dia mendapati kemenangan yang luar biasa besar. Banyak sekali dia dapati ransum dan alat senjata yang sangat banyak yang ditinggalkan oleh pasukan Liao. Para pesilat disana sangatlah bersyukur akan kejadian yang disebabkan oleh Zhao kuangyi. Kesemuanya terlihat banyak yang berlutut sambil menangis untuk memuji kebijaksanaanya. Sedangkan Jieji hanya terlihat menggelengkan kepalanya sambil timbul penyesalan yang dalam. Tidak disangkanya, kuangyi bakal menggunakan siasat sedemikian rupa untuk menarik simpati para pesilat disana. Ternyata aksi Zhao kuangyi tidak sampai disini... "Para pesilat yang budiman... Sebagai raja dari negeri Sung yang besar, aku tidak akan membiarkan Liao yang kejam menginjak tanah kita lagi untuk selamanya. Mengenai kakanda kaisar, saya pasti akan melawannya secara terang-terangan jika kakanda kaisar masih berpikir ingin bersekutu dengan Liao..." kata kuangyi dengan tegas. Tentu apa kata Zhao kuangyi adalah untuk menarik simpati yang hebat dari semua orang disana. Mereka juga tahu, para pesilat adalah "Gudangnya" Gosip. Jika mereka tahu apa tindakan kuangyi, tentu mereka akan sangat bersyukur. Dan semua rakyat tidak lama lagi akan tahu "simpati"nya. Siasat yang tidak salah, namun sangat licik adanya. Sesaat itu, dia berpaling ke arah Jieji. "Adik... Bagaimana menurutmu keputusanku?" tanyanya dengan tersenyum. "Itu cukup baik... Untuk semua orang tentu cukup baik.. Hanya tidak baik untuk seseorang..." kata Jieji kemudian dengan agak marah.

"Ha Ha... Betul.. Betul.. Untuk itu, saya mengundang kamu dan orang di Dongyang itu untuk datang 3 bulan kemudian ke Kaifeng... Bagaimana?" tanya Zhao kuangyi. "Baik... Meski harus mati, aku akan mengawal dia untuk datang..." kata Jieji dengan tegas. Apa yang dikatakan mereka berdua tentu tiada orang yang mampu mengerti maksudnya. "Dik.. Kamu tahu? Kenapa kamu tidak bisa membunuhku?" tanyanya kembali. "Betul... Hal ini tidak mungkin kulakukan... Keadilan akan kutagih kembali 3 bulan kemudian sesuai dengan janjimu kepadaku sekarang..." kata Jieji. Tentu, bagi Jieji yang sangat menghormati kakak pertamanya. Dia tidak akan mampu berturun tangan untuk membunuh adik kandungnya. Sedangkan Jieji sekarang mengerti dengan pasti apa maksud dari kuangyi. Ternyata kuangyi mengincar "tahta" kerajaan Sung. Dia tidak lagi mampu berbicara apapun karena menurutnya untuk masalah seperti ini, hanya kakak pertamanya yang mampu memutuskan lebih lanjut. "Jadi, sekarang kamu mau kemana dik?" tanya kuangyi kembali. "Aku akan pulang ke Dongyang kembali..." "Bagus... Kamu bawalah ini...." kata Kuangyi seraya mengangkat tangannya tinggi. Saat itu juga, terlihat seorang serdadu sedang menggiring seekor kuda yang "aneh". Sesaat sampainya kuda, semua yang melihatnya sangat kagum sekali. Kuda ini tingginya hampir 6 kaki, bulunya berwarna kuning kemerahan. Bentuk badannya sangatlah gagah adanya, sedangkan hembusan nafas kuda sangatlah bertenaga. "Apa maksudmu?" tanya Jieji yang terlihat agak marah. "Tidak apa dik... Ini cuma untuk buah kalam sebagai tanda penghormatanku kepadamu. Segeralah pakai untuk menuju ke Dongyang." kata Zhao kemudian, tetapi sorot matanya kemudian telah berubah sangat pengertian sekali. "Baiklah kalau begitu..." kata Jieji kemudian.

Zhao kuangyi segera mengajak pasukannya untuk kembali ke kota Ye. Namun sebelum dia beranjak, dia sempat membalikkan badannya dan berkata beberapa patah kata. "Para pesilat... Mengenai terbunuhnya keluarga kalian sebenarnya sama sekali tiada hubungannya dengan Xia Jieji, melainkan adalah tindakan orang-orang dari Liao untuk memfitnahnya sehingga terjadi kejadian hari ini. Oleh karena itu, saya berharap kepada semua orang untuk tidak mengejarnya lagi...." teriak Zhao membahana. Semua pesilat terlihat setuju juga dengan apa yang dikatakan Zhao Kuangyi, karena mereka sendiri telah melihat dengan lumayan jelas bagaimana sepak terjang Jieji tadinya. Semua malah berdecak kagum akan kemampuannya yang dahsyat, sepertinya rasa "permusuhan" mereka semua telah mereda kepada Jieji. Saat berpamitan dengan 15 pengawal sakti, terlihat seorang wanita cantik luar biasa dari mereka memberi hormat kepadanya dengan sangat sopan sekali. Semua orang yang melihatnya cukup heran adanya. Tetapi Jieji juga melakukan hal yang serupa, dia membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat kepada gadis itu. "Namaku Lie Xian... Anda benar seorang yang luar biasa di zaman ini..." katanya memuji. "Terima kasih...." kata Jieji seraya memberi hormat kepadanya. Ketika para pesilat ingin berpamitan satu sama lain, mereka semua memberi hormat ke arah Jieji yang tentu dibalasnya dengan sangat sopan pula. Biksu Wu Huan terlihat menuju ke arahnya untuk pamitan. "Tuan muda... Anda sungguh luar biasa... Yang tua mungkin telah salah paham terhadap anda beberapa lama. Oleh karena itu, Yang tua meminta maaf sebesar besarnya..." Jieji membalasnya dengan sangat sopan. "Biksu tua, maaf tadinya hamba telah bertindak lancang. Mengenai biksu Wu Jiang tidak pernah ada suatu kata dusta pun sesungguhnya dari apa yang kukatakan...." kata Jieji yang terlihat menyesal. Wu Huan segera memberi hormat kepadanya. "Tuan muda, jika ada waktu.. Kunjungilah kuil Shaolin.. Sebagai tuan rumah, kita akan menyambut anda dengan sangat baik...." katanya kemudian. "Pasti biksu tua..." kata Jieji kembali.

Beberapa lama setelah para pesilat berpamitan, lembah itu telah "kosong" penghuninya karena semua pesilat juga telah meninggalkan tempat tersebut kecuali Yuan, Chonchu dan Sungyu. Terlihat mereka bertiga berjalan ke arah Jieji. "Hebat kak Jie... Kamu mampu mengiranya dengan tepat.. Kenapa bisa begitu?" tanya Sungyu ke arah Jieji. "Itu tidaklah susah. Dari dulu aku telah mengenal Zhao kuangyi. Sifatnya bahkan lebih keras dari kakaknya sendiri. Selain itu, rasa keadilannya juga sangat tinggi... Maka daripada itu, aku mengambil kesimpulan kejadian tersebut..." kata Jieji. "Hebat.... Ha Ha... " Kata Yuan Jielung memujinya. "Ini adalah kakak seperguruanku... "kata Chonchu kemudian memperkenalkannya. "Tetapi kita pernah bertemu sebelumnya..." kata Jieji yang menceritakan kejadian penginapan Chenliu kepadanya. Tentu mereka tertawa puas. "Oya? Boleh saya tanyakan kepada anda?" tanya Jieji kepada Yuan Jielung. "Tentu..." kata Yuan seraya tersenyum kepadanya. "Apa tujuan anda mendirikan Kaibang? Inilah pertanyaan yang masih berada di benakku sampai sekarang...." kata Jieji agak penasaran. "Ha Ha... Tujuan utamaku adalah mengusir bangsa Liao. Dulu aku memang hidup di selatan dengan waktu yang lumayan lama. Tetapi menyaksikan kekejaman pasukan Liao, aku berniat untuk membela kebenaran...." kata Yuan dengan tertawa puas. "Hebat... Anda benar sungguh mengagumkan.. " Kata Jieji memberi hormat kepadanya. Hormatnya Jieji dibalas dengan baik juga oleh Yuan. Sebelum mereka sempat berkata, Chonchu segera menghampiri Jieji. "Kamu tahu... Kakak seperguruanku itu siapa?" tanya Chonchu seraya tersenyum penuh arti. Hal ini tentu diikuti oleh Yuan dan Sungyu adanya. Chonchu sekarang ingin mencoba kepandaian Jieji dalam menebak. Jieji segera tersenyum sambil melihat ke arah Yuan. Dia pandangi pemuda ini dengan serius...

Dari tatapan Yuan, wajahnya, keagungannya semua sangat mantap. Jieji merasa bahwa identitas Yuan tentu adalah orang yang mulia adanya. "Siapa?" tanya Chonchu kembali dengan tersenyum. "Jangan-jangan?... " tanya Jieji dengan heran. "Ha Ha.... Sepertinya dia hampir mampu menebaknya... Apa yang ada dalam pikiran anda sekarang pendekar Xia?" tanya Yuan. "Kamu pasti salah seorang raja antara negeri Jing Nan, Tang selatan ataupun Han selatan?" tanya Jieji sambil mengerutkan dahinya. "Ha Ha... Betul.. Betul... Akulah Kaisar terakhir Tang Selatan, Li Yu...." Kata Yuan Jielung kemudian. Heran... Sungguh heran... Bagaimana kaisar Tang Selatan, Li Yu bisa menjadi murid pertama dari Zeng Qianhao? Dan paling aneh adalah Kaisar Tang Selatan bisa menjadi Ketua perkumpulan pengemis.... Semuanya masih dalam misteri...

BAB LXXVI : Naga Yang Kembali "Oh? Jadi bagaimana anda bisa menjadi ketua perkumpulan pengemis? Sungguh aneh sekali..." kata Jieji bertanya kepada Li Yu. Semua hanya melihat Jieji dengan tersenyum. Li Yu sendiri bahkan tidak begitu berniat menjawabnya. Dia hanya terlihat tertawa keras kemudiannya. Jieji tidak pernah tahu dalam 3 tahun yang lalu tersebut, hal yang paling membuatnya dibenci tentu adalah gosip yang mengatakan kalau Dewa Bumi adalah mata-mata dari Sung ke pihak Liao yang dibunuh oleh Jieji. Semua orang dari Sung, kaum persilatan sungguh menyalahkan Jieji adanya karena menjadi pengkhianat Sung yang berpihak kepada Liao. Tujuan Yuan Jielung/Li Yu mendirikan partai pengemis tentunya adalah untuk memblokir serangan dari arah utara (Liao) ke daratan China. Kaisar Tang selatan tersebut merasa dirinya cukup sanggup untuk mengalahkan "Xia Jieji" jika dia terbukti adalah penjahat terbesar yang menjadi ancaman Sung. Tetapi sekarang keadaannya telah berbeda 180 derajat, sebab Xia Jieji yang dikiranya adalah musuh utamanya malah merupakan teman sejati mereka. Tentu ketika ditanya Jieji, mereka tidak mampu menjawabnya dengan jelas kepadanya. "Kak Jie,... Lalu apa rencanamu sekarang? Apa kamu akan pulang ke Dongyang?" tanya Chonchu kemudian.

"Mungkin belum perlu aku pulang ke Dongyang sekarang. Sebab Zhao Kuangyi berjanji akan bertemu dengan kita semua 3 bulan kemudian di Kaifeng. Masih ada 1 bulan lebih waktu luang untukku...." kata Jieji sambil berpikir. "Oya saudara Jie, mendengar apa yang kamu bicarakan tadinya dengan 4 pendekar bertopeng. Berarti benar bahwa mereka adalah "ayah" dan "ibu" anda sendiri? Tetapi sungguh mengherankan sekali. Sebenarnya apa tujuan mereka kepadamu?" tanya Li Yu sambil berkerut dahi. "Benar... Mereka berempat tak lain adalah Xia Rujian, Hikatsuka Oda, Ibu kandungku sendiri dan Ibu mertuaku, Wu Shanniang." kata Jieji sambil berpikir keras. Tiba-tiba di dalam pemikirannya dia merasa ada hal yang sungguh janggal. "Oya saudara Yuan, kamu masih ingat bagaimana saat kukeluarkan Jurus Ilmu jari dewi pemusnah tadinya sewaktu bertarung melawan 5 orang itu?" tanya Jieji dengan penasaran ke arah Yuan. "Betul... Masih ku ingat jelas.. Jurusmu yang pertama dari jarimu adalah mengenai ibu mertuamu. Sepertinya dialah orang yang terluka paling parah." kata Yuan mengenang pertarungan tadi yang sekejap tersebut. Jieji langsung terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa orang yang terdepan adalah Wu Shanniang. Saat itu, dia telah sangat marah pada Yue Liangxu. Tujuan utamanya adalah "memusnahkannya". Dia tidak sempat melihat bagaimana luka dalam yang diderita oleh Ibu mertuanya sendiri. Tentu ketika dia mengerahkan jurus maha hebat itu, dia tidak pernah tahu bagaimana akibatnya nantinya. "Benar... Apa yang saudara Yuan katakan itu sangatlah benar adanya. Ketika jurus keduaku telah ku rapal. Aku melihat ibu kandungku sesaat, sehingga energi untuk keempat orang lainnya tidak ku maksimalkan. Mungkin mereka hanya luka dalam yang tidak parah. Tetapi aku sekarang tiada yakin dengan Wu Shanniang..." kata Jieji sambil menghela nafas panjang. "Ini bukanlah salahmu kak Jie... " kata Chonchu kemudian kepadanya. "Betul... Ini tiada hubungannya dengan anda pendekar Xia..." kata Sungyu kepadanya. Apakah kekhawatiran dalam hati Jieji itu akan menjadi kenyataan? *** 50 Li arah utara daerah Yi Chou, perkemahan Liao... "Keparat.... Zhao kuangyi tidak menepati janjinya... Saya akan datang sendiri untuk membunuhnya...." teriak seorang yang agak tua yang tidak lain adalah Yelu Xian. "Huh... Kau yakin sanggup membunuhnya?" tanya seorang disamping yang tak lain adalah Hikatsuka Oda. "Keparat... Ini sangat memalukan bangsa Liao kita.. Kau hidup sebagai orang Liao, bagaimana kau bisa berkata begitu? Ha???" tanya Yelu Xian dengan sangat marah.

"Ha Ha... Kau tahu? Marah tiada pernah menyelesaikan masalah. Sepertinya kita harus mengulang semua rencana kita kembali...." kata Hikatsuka kemudian. Aneh!!! Kenapa Yelu Xian mengatakan kalau Hikatsuka Oda adalah "orang Liao?" "Kalian tahu? Dalam pertempuran kali ini, bukan saja prajurit kita yang mati terbunuh sungguh banyak sekali. Tetapi, Wu Shanniang terluka sangat parah... Sepertinya tangan kirinya tidak mampu digunakan lagi...."kata Xia Rujian. "Sialan... Ini gara-gara kau.. Kau didik anakmu dengan luar biasa hebat...." tutur Yelu Xian kemudian dengan sangat marah kepadanya. "Ha Ha... Ini tidak bisa disalahkan semua kepadaku... Dahulu telah kukatakan untuk membunuhnya di timur kota Xiapi. Tetapi tidak mau didengarkan olehmu..." tutur Xia Rujian. "Itu tidak bisa disalahkan semua kepadanya. Tentu dikarenakan tanpa sengaja malah puteri kandungnya sendiri terbunuh disana..." tutur Hikatsuka Oda kemudian. Heran.... Tidak disangka kalau Yuan Xufen adalah puterinya Yelu Xian sendiri dari hasil hubungannya dengan Wu Shanniang. Rupanya Yunying dan Xufen adalah saudara yang tidak seayah. "Sekarang bagaimana keadaan Liangxu?" tanya Hikatsuka Oda kemudian. "Sepertinya luka dalamnya sangat parah, mungkin dalam 3 bulan dia baru bisa sembuh. Chen Yang sedang mengobatinya..." kata Yelu Xian sambil menggoyangkan kepalanya. "Hanya dialah orang yang bisa menjadi harapan kita untuk mengalahkan anakmu itu..." kata Zhu Xiang kemudian yang sedari tadi diam ke arah Hikatsuka. "Betul.. Hanya dialah.. Sekarang kamu telah datang kemari.. Tentu ini adalah hadiah kita yang terbesar.. Ha Ha... Kali ini Jieji tidak akan lolos lagi..." kata Hikatsuka kemudian. Ada seorang disamping mereka semua, seorang wanita yang diam seribu bahasa tanpa mengucapkan apapun. Sepertinya dia merasa cemas dengan perkataan mereka semua. Dia terlihat sering mengerutkan dahinya. "Oya, Bagaimana dengan Zhao Kuangyin?" tanya Xia Rujian. "Sepertinya dia masih berada di Dongyang. Dia bukanlah orang yang kita cemaskan sama sekali..." kata Yelu Xian. Tetapi Hikatsuka tidak berpikiran demikian... Diingatnya kembali bagaimana pertarungan dengannya di dalam istana. *** Saat itu di taman istana...

Zhao kuangyin memang rebah ke tanah akibat pukulan hebat dari "Ibunya" Xia Jieji. Semua yang melihatnya tentu bakal mengira Zhao akan tumbang. Tetapi... Ketika dia berdiri sambil muntah darah hitam, dia masih terlihat cukup sehat. Wajahnya masih belum berubah banyak. Dari sinar matanya mengandung hawa petarung sejati. 15 pengawal sakti tidak memberinya kesempatan untuk berdiri lebih lama. Dengan segera, mereka mengepungnya kembali. Tetapi sebelum benar mereka siap adanya, Tinju Zhao sepertinya bekerja kembali dengan sangat cepat. Semua orang memang belum sempat merasakan hawa energi Zhao keluar, terlihat 4 orang dari anggota 15 pengawal sakti telah jatuh tersungkur dan tiada sadar diri lagi. 5 Pendekar yang melihat kejadian tersebut segera tidak bermain-main. Mereka melancarkan jurus hebat untuk menjatuhkannya. Tetapi... Saat jurus mereka hampir sampai, Zhao mengerahkan energi untuk merubah serangan. Dari tinju, dia mengubahnya menjadi cakar. Cakar Zhao sungguh cepat, setara dengan tinjunya itu. Tendangan Hikatsuka Oda yang duluan sampai sepertinya melenceng ke arah teman-temannya. Dalam 10 jurus, terlihat Zhao memang kepayahan. Tetapi semua jurus mereka masih sanggup di balikkan dengan hebat olehnya. Kelima orang ini sangatlah terkagum oleh kemampuan Zhao yang telah teracun hebat itu. Selain itu, luka dalam Zhao juga tidak ringan. Dalam satu kesempatan, Zhao mengadu nasibnya.. Tendangan mayapada memang sampai kembali ke arahnya. Terlihat Zhao menarik nafas panjang untuk menerima serangan itu mentah-mentah. Semua orang disana sangat terkejut. Mereka mengira Zhao kali ini akanlah tewas mengingat kondisinya yang telah payah sekali. Tetapi ketika tendangan itu benar sampai, Zhao menarik diri dan menerima serangan itu. Dengan gerakan Dao tingkat tinggi, dia meminjam tendangan Hikatsuka untuk melayang mundur dengan sangat cepat. Zhao kuangyin mundur dengan sangat pesat. Ringan tubuhnya kali ini adalah 10 kali lebih hebat dari ilmu ringan tubuh yang sanggup dikeluarkannya karena telah meminjam tendangan hebat dari Hikatsuka Oda. Semua orang disana segera mengejar ke arah Zhao yang melayang pesat tersebut. Zhao melayang melewati batas istana belakang. Kemudian dia sanggup turun dengan mudah. Dengan sisa tenaganya, dia berlari cepat untuk mencari kuda yang bisa membawanya pergi jauh. Setelah lari kencang selama beberapa saat... Sungguh nasib bagus, sebab disana terlihat adanya beberapa ekor kuda yang ditinggalkan pedagang di belakang istana. Dengan tanpa banyak bicara, dia "mencuri" kuda itu dan memacunya ke arah timur kota Kaifeng.

*** Hikatsuka Oda yang mengingat kejadian itu sangatlah kagum sekali. Dia tidak menyangka racun hebat 7 bubuk bunga tidak mampu menjatuhkan Zhao kuangyin. Sesaat dia merasa gentar juga. "Lalu bagaimana dengan 15 pengawal sakti itu?" tanya Yelu Xian. "Mereka memang hebat, tetapi hanya saat mereka 15 orang saja. Mereka juga bukanlah duri dalam daging." kata Xia Rujian. "Baiklah, kalau begitu setelah 3 bulan kemudian, aku akan menggabungkan 7 tingkatan energi di tubuh Liangxu. Saat itu, dialah alat untuk melaksanakan rencana terbesar kita..." kata Zhu Xiang kemudian. "Ha Ha... Betul.. Betul.. Dengan begitu, kita tidak usah takut lagi rencana besar kita tidak terlaksana... Saat itu, meski Xia Jieji ada 5 orang. Dia tidak sanggup berbuat apa-apa lagi..." kata Yelu Xian kembali dengan girang. Sedangkan di tanah perkemahan itu, terlihat seorang biksu tua yang sedang kepayahan dan merebahkan dirinya. Biksu tua ini sepertinya hanya menunggu ajal menjemput saja. Tetapi tiada disangkanya, dia masih berguna untuk mereka semua meski dirinya telah kepayahan luar biasa. *** Di daerah barat kota Xiapi... Dari jauh terlihat tiga orang yang berkuda cepat menuju ke kota lainnya. Kota yang dituju tak lain adalah kota Chenliu adanya. Tiga orang tersebut adalah seorang wanita cantik dengan kuda bintang birunya, di pinggangnya terselip sebuah pedang pendek yang agak aneh. Sedangkan 2 orang lainnya adalah pria paruh baya dengan pria yang tua sekali. Tentu ketiga orang ini adalah Zhao Kuangyin, Yunying dan Dewa Ajaib. Ketiganya sepertinya sangat sibuk. Mereka terus memacu kudanya dengan sangat cepat sekali. Mereka telah berkuda selama 3 jam sampai dengan... Ketika mendekati sebuah tikungan yang cukup curam, mereka bertemu dengan sekelompok orang. Sekelompok orang tersebut sepertinya sedang menghadang di jalan. Orang tersebut berpakaian compang-camping, dengan tongkat bambu di tangan mereka masing-masing. Yunying dan dewa ajaib yang melihatnya sungguh heran. Mereka tentu tidak tahu mereka adalah kelompok pengemis. "Para tuan-tuan.. Ada apa gerangan dengan kalian semua?" tanya Yunying yang agak heran. Dia tidak menyangka bahwa pengemis bukannya meminta-minta di dalam kota, tetapi malah terlihat di luar kota yang agak sepi tersebut. Entah apa tujuan mereka semua.

Tetapi pengemis tersebut tidak menjawabnya, mereka hanya berbisik-bisik pelan saja sambil mengamati dengan penuh kecurigaan ke arah Yunying. Pandangan mereka sepertinya tidak lagi bersahabat. Kemudian, dari arah sekelompok pengemis segera muncul seseorang yang wajahnya agak pucat, tingginya hampir 6 kaki juga. Dia terlihat sangat tua dengan penampilan seperti ini. "Nona... Boleh saya tahu dimana pemilik kuda yang anda tunggangi ini?" tanyanya kemudian. "Pemilik kuda ini? Tentu saya sendiri... Memangnya ada hal apa?" tanya Yunying. Mendengar apa jawaban Yunying, semua pengemis yang jumlahnya sekitar 20 orang lebih segera mengepungnya. Dan dalam sesaat saja, pergerakan mereka telah mengepung habis nyonya muda nan cantik tersebut. Sedangkan Zhao kuangyin segera turun dari kudanya. Sambil memberi hormat dia berkata. "Kuda ini adalah milik suami dari nyonya tersebut. Memangnya ada masalah apa dengan hal tersebut...." kata Zhao yang juga lumayan heran dibuatnya. "Jadi dia-lah istri si "Setan pembantai"? Sepertinya langit memberi kita kesempatan untuk membalas dendam... Ha Ha......." kata tetua yang paling depan tersebut. "Setan pembantai? Maksud anda apa?" tanya Dewa Ajaib yang turun dari kudanya dengan agak keheranan. "Kau tidak tahu? Kau pura-pura tidak tahu... Dia telah membunuh banyak bangsa Sung, selain itu dunia persilatan telah kacau tidak karuan dibuatnya. Dia pengkhianat Sung dan berbelot ke Liao... Ini tidak bisa dimaafkan. Kalian semua akan kita sandera untuk memancingnya keluar..." kata Tetua tadi dengan marah. "Hei.... Tidak tahu aturan kau itu yah? Memang siapa kau? Orang sok hebat seperti kau mana pantas berbicara begitu kepada kita?" damprat dewa ajaib dengan marah menjadi-jadi kemudian. Tetapi para-para orang Kaibang sepertinya tidak memberi mereka kesempatan. Mereka segera mengancangkan tongkat untuk menyerang, sebab tadinya posisi mereka telah terkepung dengan ketat. Mereka bertiga tidak terlihat cemas adanya, bahkan dewa ajaib yang marah tadinya langsung tersenyum sangat menggoda ke arah mereka semua. Tentu hal ini sangat mengherankan semua anggota Kaibang. "Sudah mau mati malah tersenyum, sudah gilak kau itu..." kata Tetua Kaibang meledeknya. Dewa Ajaib yang dikatakan hal semacam ini tentu sangat tidak puas. Dengan segera, dia berpaling ke arah Zhao dan Yunying dengan wajah yang penuh senyum arti. Mereka berdua melihat tingkah Dewa Ajaib segera mengangguk. Dengan langkah aneh, Dewa Ajaib segera menuju ke tengah. Sedang para pengeroyok yang melihatnya juga segera membentuk formasi aneh untuk mengelilinginya seorang saja.

Dewa Ajaib tidak pernah melihat formasi semacam ini, tetapi ada sedikit hal yang dikenalnya sangat. Inilah formasi I-Ching. Formasi 8 arah yang berdasarkan bentuk cangkang kura-kura tua. Sepertinya mereka bakal menyerang secara kompak untuk menjatuhkan dewa Ajaib. Dengan tanpa aba-aba panjang, semua pengeroyoknya segera menyerang ke arah dewa ajaib. Sungguh sebuah formasi yang hebat... Formasi yang terlihat tidak ada lagi celah. Formasi ini sangat cocok mengepung seorang saja. Sepertinya dewa ajaib bisa dalam masalah yang tidak kecil. Tongkat para pengemis itu bergerak sesuai dengan perubahan formasi I-ching. Semua jurusnya padat dan bertenaga dalam tinggi. Sedangkan dewa ajaib yang melihat hal ini sempat bingung, sepertinya dia tidak mampu berkelit dengan cepat lagi. Karena betapapun hebatnya dia berkelit, pasti ada ruang yang janggal kemudian. Dalam beberapa puluh jurus, terlihat Dewa ajaib telah menerima 3-4 pukulan ke arah kakinya. Lalu dengan sangat marah, dia menarik tongkat salah seorang pengemis. Dengan sekali hentak, pengemis itu telah terlempar lumayan jauh. Dengan tongkat itu, segera dia rapal jurus yang "diajari" oleh Jieji. Jurus pedang ayunan dewa musim semi. Kelebat tongkat dari Dewa Ajaib sungguh hebat, meski dia baru belajar beberapa minggu. Tetapi jurusnya ini tidak gampang dipandang remeh. Ayunan Pedang ini tidak melawan jurus tongkat mereka, tetapi malah mengikutinya dengan gerakan yang amat cepat. Semua orang yang melihatnya sangat terkagum-kagum. Sebelum tongkat terlihat menyerang orang depan, orang di belakangya telah roboh. Tetapi ketika penyerang dari depan mengeluarkan jurus hebat ke arahnya, dia tidak berkelit. Tetapi mengikuti arah serangan, tongkat-nya dewa ajaib berbalik kembali. Dalam 10 jurus kemudian, terlihat belasan pengemis telah jatuh akibat pukulan tongkat. Jika saja tongkat diganti dengan pedang, mungkin pengemis itu tidak akan hidup lebih lama lagi jika terserang. Dewa Ajaib sangat bergembira, tidak disangka ilmu penyempurnaan Jieji sangat hebat ketika bertarung dalam pengeroyokan musuh. Sewaktu menciptakan ilmu ini, Dewa Ajaib merasa sangat sempurna adanya. Hanya 1 hal yang tidak terpikirkan olehnya yaitu jika yang menyerangnya adalah banyak orang, maka ilmu pedang ayunan dewanya yang 7 tingkat memiliki kelemahan yang banyak. Sekarang hal ini telah teratasi akibat ciptaan 2 jurus baru tersebut. Tetapi sebelum dia girang lama, dia merasakan hawa tapak yang dahsyat luar biasa sedang menuju ke arahnya. Dewa ajaib tentu sangat terkejut... Dengan mengancangkan tapaknya cepat, dia melayani tapak dahsyat dengan sebuah hentakan. Ketika kedua tapaknya bertemu... Sinar kilat cepat dan benturan hebat segera terjadi. Terlihat penyerang mundur hampir 10 kaki akibat benturan tenaga dalam yang dalam sekejap itu.

Dewa Ajaib meski tidak apa-apa terakhir, tetapi dia juga sangat terkejut. Inilah jurus tapak mayapada yang disempurnakan. Dewa Ajaib pernah melihat tapak seperti itu beberapa puluh tahun yang lalu. Tetapi dia tidak menyangka ada juga pengemis yang menguasai ilmu ini. "Tapak pemusnah raga?" tanyanya heran kemudian. Penyerangnya tak lain adalah tetua di tengah tadi. "Bukan... Inilah jurus kedua dari 18 tapak naga mendekam milik Kaibang... Siapa sesungguhnya anda?" tanya tetua itu. "Ha Ha... Hebat... Hebat... Tidak disangka si tua Pei Nanyang itu melakukan hal yang hebat.. Dia malah mengangkat seorang pengemis untuk menjadi muridnya. Tidak tahu malu dia itu..." kata Dewa Ajaib sambil tertawa keras. Tetapi, para pasukan Kaibang sangat tidak senang mendengarnya. Apalagi tetua di tengah itu. Dengan marah dia menghampiri dewa ajaib. "Dia itu kakek guruku... Beraninya kau!!!!" "Kakek guru? Ha Ha.... Ini lebih lucu lagi.. Kau dengannya tiada banyak perbedaan umur. Tetapi dia mengangkatmu sebagai cucu muridnya... Lain halnya dengan diriku, jika kau kuangkat sebagai cucu murid, mungkin masih sangat pantas... Sungguh lucu sekali...." kata Dewa Ajaib sambil terpingkal-pingkal Para pengemis Kaibang sepertinya tidak tahan lagi mendengar ejekan dari Orang tua aneh ini, mereka lantas telah siap untuk menyerang kembali. Tetapi, sebelum mereka melancarkan jurus. Mereka dengan tiba-tiba melihat seorang pemuda paruh baya telah berdiri di tengah. Entah kapan pemuda ini datang, siapapun belum sempat melihatnya. Tetapi dia telah berada di depan Dewa Ajaib... "Kau......" kata Dewa Ajaib dengan sangat girang. Sedangkan Zhao kuangyin dan Yunying yang melihat orang tersebut juga sangatlah girang. Dengan berjalan ke arah tengah, Zhao memberi hormat kepadanya. "Tuan Qianhao... Apa kabarnya?" tanyanya. "Yang mulia tiada perlu sungkan...." kata Zhen Qianhao membalas hormat itu. Tentu semua partai pengemis kontan terkejut luar biasa. Mereka tahu bahwa kakek guru mereka telah sampai di tengah arena pertarungan tadinya. Tetapi hal yang paling tidak disangka mereka adalah Sung Taizu juga berada disana. Tetua ditengah sangatlah malu, dia tidak menyangka bahwa kakek gurunya sendiri adalah teman baik mereka semua. Dengan segera, dia maju dan memberi hormat. "Maafkan kita semua kakek guru...."

"Sudah... Tidak apa-apa... Segera pimpin anggotamu untuk menuju ke kota Ye saja." kata Pei Nan Yang. Mendengar apa kata Qianhao, mereka semua segera bubar. Tetapi bersama Zeng Qianhao, mereka berniat melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda sesaat itu. "Yang Mulia, jadi benar adanya anda tidak berada di Kaifeng?" tanya Qianhao dengan hormat ke arah Zhao. "Betul..." kata Zhao yang seraya menceritakan pengalamannya, bagaimana dia diracuni dan bagaimana dia bisa sampai ke Dongyang kemudian. Zeng Qianhao mendengarnya dengan sangat cermat, beberapa kali dia menghela nafas panjangnya. "Tuan... Apakah kamu mendengar bagaimana gosip dunia persilatan kemudian dalam 3 tahun ini?" tanya Yunying ke arahnya. "Iyah... Sepertinya hal ini tidak menguntungkan Xia Jieji, aku sedang dalam perjalanan menuju ke kota Ye. Tetapi tidak disangka bertemu dengan kalian disini. Sepertinya kali ini lumayan gawat untuknya. Selain itu... Saya juga akan mencairkan sebuah masalah disana..." Kata Pei Nanyang yang kemudian. Mereka dengan cepat melanjutkan perjalanan sebelum malam adanya menjemput.

BAB LXXVII : Gurun Tua Mongolia Kembali kepada Jieji... Setelah berpamitan dengan Yuan Jielung dan kawan-kawan di perbatasan kota Ye. Dia segera berniat untuk mengambil arah utara. Entah apa maksudnya, tetapi di dalam hatinya dia berniat mencari sesuatu yang telah tertunda beberapa tahun yang lalu disana. Dalam perjalanan yang hanya sekitar 1 jam ke arah utara, tiba-tiba dia teringat akan sesuatu hal. Hal yang dirasakannya memang sepertinya penting. Tetapi karena hal ini tidaklah begitu memusingkan dirinya. Maka dia segera melanjutkan perjalanannya pula ke arah utara tanpa menghiraukan benda yang sempat tertinggal tadinya itu. Jieji tidak tahu, benda ini meski kelihatan tidaklah penting. Tetapi benda ini jugalah yang akan menentukan hubungan dirinya dengan keluarganya. Di daerah perbatasan tempat terjadinya pertarungan... Di sana tertampak seorang pemuda yang keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan berjalan cepat, dia menuju ke arah sesuatu yang sempat dijatuhkan oleh Jieji saat pertarungannya tadinya. Dia segera jongkok untuk mengambil benda tersebut yang tak lain adalah kipas yang dipakai Jieji untuk menyamar sebagai seorang sastrawan. Terlihat pemuda itu tersenyum sangat sinis dan penuh kemenangan saat dia mengambil kipas tersebut, di dalam pemikirannya terdapat beberapa hal yang tidak mengasikkan tentunya.

Sepuluh hari kemudian di tanah tua Mongolia... Jieji telah sampai disana. Sepertinya dia sedang mengamati sesuatu hal yang dirasakannya sangat penting. Tentu hal ini adalah menyangkut asal-usul benda yang masih terselip di pinggangnya sendiri. Pedang ekor api... Kenapa pedang ini disebut sebagai pedang pemusnah raga? Dan kenapa para "Dewa" memperebutkan benda tersebut, dan bukannya pedang Es rembulan. Hal ini cukup menjadi pertanyaannya selama beberapa tahun yang belum terjawab. Mumpung waktu Jieji masih banyak, dia berniat memecahkan misteri yang masih tertanam di hatinya. Gurun pada siang hari memang panas sangat luar biasa. Dengan berpakaian yang cukup tertutup, Jieji berniat mencari desa terdekat terlebih dahulu untuk mencari informasi tentang daerah gurun tua ini. Setelah sekitar 5 jam dia berkeliling daerah gurun, akhirnya dia menemukan sebuah tempat yang terdapat banyak perkemahan. Orang-orang di gurun bersifat nomaden. "Rumah" mereka biasanya dibangun dekat aliran air ataupun sungai kecil guna bisa menghidupi diri disana. Jieji dari jauh melihat pemandangan yang cukup luar biasa yang belum pernah dilihatnya langsung. Barisan perkemahan disini sangat mirip dengan barisan perkemahan di perbatasan layaknya ketika kedua negara sedang melakukan peperangan. Dengan terkagum-kagum akan perkemahan yang lumayan luas itu, dia berkuda pelan mendekatinya. Orang-orang yang tinggal di daerah dekat aliran sungai tersebut segera memandang ke arahnya.Melihat Jieji datang berkuda sendirian, mereka segera keluar sambil membawa senjata mereka masing-masing untuk menghadangnya. Jieji yang melihat hal aneh ini, segera turun dari kuda dan memberi hormat ke arah mereka. "Ada apa para tuan-tuan begitu terkejut melihatku?" "Siapa kau... Apa maksudnya datang ke daerah kita?" tanya seorang yang di tengah setelah serius mengamatinya beberapa saat. "Tidak ada apa-apa... Saya hanya ingin meminta air untuk diriku sendiri dan kudaku... Selain itu, sepertinya malam mulai mendekati. Bisakah saya meminjam tempat untuk beristirahat malam ini?" tanya Jieji kemudian. "Tidak bisa... Kau lanjutkan saja perjalananmu itu secepatnya. Masih sekitar 10 li dari sini sebelah barat. Kau bisa temukan penginapan, disana kau bisa beristirahat.." katanya dengan sangat kasar. Orang di tengah ini sepertinya usianya hanya sekitar 30 tahun-an. Mukanya berewokan dan suaranya juga sangat kasar. Jieji hanya memandang ke arahnya dengan serius.

Tetapi saat mereka berdua berbincang, hal ini telah mengundang lumayan banyak penduduk disana untuk mendekati Jieji. Mereka memandang ke arah Jieji dengan cukup heran. Mereka merasa kenapa pemuda dari daratan tengah bisa sampai ke sana? Tidak berapa lama sebelum Jieji ingin meninggalkan tempat itu. Dia disapa oleh seseorang. Jieji segera melihat ke arah orang tersebut, dan segera turun dari kuda kembali. Dia datang memberi hormat kepadanya dengan sopan. "Tuan... Anda benar dari daratan tengah? Apa maksud anda datang ke tempat ini?" tanyanya. Orang yang berbicara kepada Jieji adalah seorang tua yang berpakaian cukup aneh. Selain itu, di tangannya memegang sebuah tongkat yang cukup besar. Dia cukup terlihat berkharisma adanya. "Pak Tua.. Namaku Jieji dari daratan tengah. Tujuanku kemari adalah untuk mengamati pemandangan gurun yang nan indah ini saja. Tidak ada maksud lain..." kata Jieji berbohong kepadanya. "Ha Ha... Orang bilang daratan tengah adalah daerah yang nan subur dengan pemandangan yang luar biasa indah dan sangat cocok untuk ditinggali, tetapi tidak disangka di daratan tengah juga ada orang yang seaneh anda yang jauh-jauh kemari hanya untuk melihat pemandangan..." katanya sambil tertawa keras. Hal ini diikuti oleh beberapa orang di belakang pak tua tersebut. Tetapi Jieji hanya tersenyum simpul sambil memberi hormat. Dia merasa orang tua ini adalah orang yang mempunyai pengaruh lumayan besar dari semua orang disana. Lantas kembali dia memberi hormat. "Pak tua, bisakah aku tinggal beberapa saat disini? Karena kudaku juga telah capek sepertinya. Mungkin perjalananku tidak bisa dilanjutkan lagi..." kata Jieji dengan sopan kepada orang tua tersebut. "Baiklah kalau begitu.. Kamu boleh tinggal disini. Tetapi hanya untuk beberapa hari saja. Sebab...." katanya dengan mengerutkan dahinya kembali. "Tenang saja pak tua... Saya tidak akan berani merepotkan anda terlalu lama... Begitu besok pagi, aku akan melanjutkan kembali perjalananku..." kata Jieji memberi hormat kepadanya. Pak tua kemudian menganggukkan kepalanya dengan pelan. Setelah itu, dia meminta beberapa orang dibelakangnya untuk menyediakan sebuah tempat untuknya. Sebuah perkemahan yang tidaklah besar, tapi sudah sangat cukup untuk bisa ditinggali oleh Jieji sendiri. Saat sore... Jieji berjalan sendiri untuk menikmati pemandangan daerah itu. Di sebelah barat perkemahan terdapat sungai kecil yang alirannya tidak deras. Selain itu, terlihat adanya padang rumput yang lumayan luas disana terbentang.

Sungguh sebuah pemandangan yang jarang dilihatnya. Dia bernafas lega juga melihat semua pemandangan itu. Sambil duduk di sebuah batu kecil. Jieji mulai berpikir. Dia ingin menanyakan hal mengenai pedang kepada orang tua itu, tetapi dia belum mendapatkan daya yang sempurna. Apalagi pedang ekor api bukanlah sebuah pedang sembarangan, maka dalam mengungkapkannya dia juga ingin sangat berhati-hati sekali. Tetapi tidak lama sebelum dia berpikir keras. Seseorang mendekatinya. Dari langkah saja, Jieji telah tahu siapa yang sedang datang tanpa melihatnya. Karena langkah tersebut diikuti dengan suara tongkat yang lembut terasa adanya. Sambil berdiri dan berbalik menghadap kepadanya, Jieji memberi hormat. "Pak tua...." "Hm...." Kata orang tua itu seraya duduk mengambil batu di sampingnya. "Kamu tahu nak? Kenapa tadi banyak orang yang mencegatmu di tengah jalan?" tanya orang tua itu. "Tidak tahu pak tua...." "Kamu tahu? Kita sebagai bangsa nomaden selalu saja tidak pernah akur satu sama lain. Oleh karena itu, kita selalu mencurigai orang sendiri daripada orang lainnya..." kata pak tua itu dengan mengerutkan dahinya. "Benarkah? Jadi memang benar ada musuh dari desa tersebut yang benar akan datang suatu saat nantinya?" tanya Jieji. "Ha Ha... Kamu sangat cerdas nak... Saya mendengar kalau banyak orang daratan tengah yang cerdas. Ternyata benarlah adanya.." kata orang tua ini sambil tertawa. Jieji hanya memberi hormat kepadanya pendek. "Di daerah kita... Suku sendiri saja saling berebut tanah. Entah sampai kapan semua suku kita ini bisa akur dan membina hubungan baik sesamanya..." kata pak tua sambil menghela nafasnya. "Ini pasti juga ada sebabnya kan? Selain itu, jika bangsa Mongolia bersatu padu. Mungkin bangsa lainnya tidak akan mampu meremehkan bangsa mongol lagi..." kata Jieji memberi kesimpulan. "Betul nak.. Mungkin suatu hari akan sampai nantinya. Tetapi hal yang kita bicarakan sesungguhnya bukanlah ini.. Nak, namaku Agula. Saya adalah kepala desa disini sejak 50 tahun yang lalu. Suku kita dinamakan suku Jiamojin. Penduduk disini mungkin telah sekitar 1000 orang lebih. Tetapi suku kita selalu mendapat ancaman dari arah utara, yaitu suku Mibao. Dalam 5 tahun terakhir, kita sudah mengalami perang beberapa kali.”

Sebelum Pak tua menceritakan lebih lanjut, Jieji memotongnya. “Jadi karena inilah aku dicurigai ketika pertama kali datang kemari?” “Ha Ha.. Betul.. Oleh karena itu nak, kami meminta maaf kepadamu.” “Tidak apa-apa pak tua..” kata Jieji pendek. “Hm.... Aku kira beberapa hari lagi mungkin akan terjadi lagi pertempuran satu sama lainnya karena sejak 5 hari yang lalu, suku Mibao telah mengirimkan surat tantangan perang. Sampai kapan bisa damai kembali?” kata pak tua itu dengan sungguh sungguh. Jieji yang mendengar apa hal yang dikatakan pak tua Akula, hanya bisa menghela nafas panjang. Kemudian terlihat mereka berdua hanya duduk melihat pemandangan matahari terbenam yang sungguh indah adanya. Malam harinya... Jieji diundang kepala desa Akula untuk menghadiri rapat persidangan mereka. Tetapi dengan diundangnya Jieji, maka banyak pihak juga yang tidak senang adanya. Bagaimanapun mereka menganggap bahwa Jieji kemungkinan adalah mata-mata dari suku lainnya untuk mencari informasi. Tetapi sepertinya Akula tidak menganggapnya begitu. Dia melayani Jieji dengan sangat baik. Dia diberikan status “duduk” yang cukup tinggi. Selain itu, Jieji mendapat gelas emas untuk susu arak kuda yang terkenal. Sepertinya pak tua merasa dia ada “jodoh” dengan Jieji. Sehingga dia sangat menghormati pemuda ini. Suasana dalam ruangan rapat yang hanya berbekal tenda yang tidak terlalu besar tersebut cukup tegang. Sepertinya para "jenderal" tidak sabar lagi semuanya. “Kepala desa... Tidak usah kita banyak berbicara terlalu banyak dengan suku Mibao lagi. Besok akan saya pimpin pasukan melewati hutan misteri untuk berhadapan langsung dengan mereka semua sambil menunggu pasukan dari Mibao tiba." tutur seorang pemuda yang sempat menghalangi Jieji di depan tenda perkumpulan suku mereka tadinya. Jieji berpikir mungkin orang inilah termasuk "Jenderal" dari desa mereka. Tetapi bagaimanapun peperangan langsung berhadapan sungguh tidaklah manjur, sebab bagaimanapun korban yang berjatuhan akan banyak sekali. Jieji hanya duduk sambil mengusap dagunya sambil berpikir. Dia tidak sanggup memberikan komentar apapun karena dia sama sekali tidak tahu lokasi strategis di daerah itu yang baik. Tetapi dia juga ingin sekali menolong orang tua itu. "Baiklah... Bersamamu akan diangkat asisten 3 orang. Selain itu kamu bisa membawa 200 orang pasukan dari sini." kata Pak tua itu dengan perasaan yang masih bercampur aduk. "Saya ingin ikut juga...." teriak seseorang dari arah samping. Semua segera melihat orang tersebut. Perawakan orang ini tidaklah tinggi, dari sinar matanya nampak kepercayaan diri yang tinggi. Selain itu, tubuh pemuda ini agak kekar dan kasar.

"Tidak bisa Jing Hu, kamu disini untuk melindungi desa ini. Melindungi rakyat yang masih di bawah umur dan wanita bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, aku mengangkatmu untuk berposisi di dalam bukannya di luar..." kata Pak Akula dengan pengertian kepadanya. "Tetapi dalam peperangan beberapa tahun ini, aku tidak pernah berada di garis depan. Untuk hal ini aku cukup malu adanya...." kata Jing Hu dengan tunduk. "Tidak bisa kamu katakan hal semacam ini. Tanpa desa ini, suku kita Jiamojin tidak mungkin ada. Kamu sangat kuharapkan karena tiada orang lain lagi yang sanggup menjaga desa ini..." kata Pak tua kembali. Terlihat pemuda bernama Jing Hu ini hanya menyilangkan tangannya ke dada. Ternyata inilah cara bangsa mongol memberi hormat. Namun, dari wajahnya masih tertampak rasa tidak senang dan mendongkol. Semua hal telah diputuskan. Oleh karena itu, rapat hari ini telah selesai adanya. Tinggal persiapan untuk peperangan saja. Dalam ruangan, Jieji terakhir berjalan keluar sambil meminta pamit kepada kepala suku atau kepala desa ini. Kepala desa hanya menganggukkan kepalanya pelan saja sambil memandang ke arah Jieji yang terus keluar meninggalkan ruangan. Setelah keluar, dia langsung memilih tempat yang tadi sorenya sempat dia duduk. Yaitu di arah aliran sungai kecil dan duduk di batu sambil menenteng guci arak yang cukup besar. Sambil menikmati pemandangan malam dia meneguknya dengan sangat nikmat seperti sedang dahaga saja. Desiran angin malam sepertinya makin dingin saja. Tetapi hal ini sama sekali tidak menghalangi Jieji untuk menikmatinya. Dia duduk telah sekitar 2 jam disana. Sampai kembali dari arah belakang ada suara yang mendekatinya. Suara yang tentu tidak asing. Suara yang tadi sore dirasakannya. Langsung saja suara itu berhenti di tempat pas di sampingnya. Sambil duduk dia memandang ke arah Jieji yang terus-terusan meneguk guci arak itu. Tentu orang ini adalah Pak tua Akula yang juga menenteng seguci arak kecil di tangannya. "Kamu belum tidur nak?" tanyanya. "Belum pak... Aku telah terbiasa tidur tidak pada waktunya...." kata Jieji. "Ha Ha... Betul... Semua orang tentu punya masalah tersendiri yang susah diungkapkan..." "Betul.... Betul.... Hidup memang begini..." kata Jieji sambil meneguk arak di guci yang telah hampir habis. "Kamu sudah berkeluarga nak?" tanya Akula. "Tentu... Aku berasal dari wilayah timur, Dongyang. Disana aku telah mempunyai seorang isteri yang cantik dan seorang anak yang masih bayi...."

"Ha Ha... Tetapi anehnya kenapa kamu tidak membawa mereka kemari sekalian?" "Tidak pak.. Saya tidak mungkin membawa mereka ke tempat tersebut mengingat gurun bukanlah tempat bermain yang bagus..." kata Jieji dalam keadaan setengah mabuknya. "Betul... Sesekali mungkin aku akan mencoba menikmati pemandangan daratan tengah. Jika perdamaian telah baik disini. Aku akan ikut cucuku untuk ke daratan tengah saja.." "Wah, ternyata anda juga telah punya seorang cucu? Apakah cucumu berada di daratan tengah sekarang?" "Betul... Dia berada disana. Tadinya ingin kujodohkan dengan anda. Tetapi karena tahu nak Jieji telah mempunyai pedamping, tentu tidak akan kulakukan lagi... Ha Ha..." Jieji yang melihat tingkah orang tua ini juga agak heran. Kenapa orang tua ini yang belum mengenalinya lantas berani menjodohkan cucunya dengannya. Lantas dengan mengalihkan pembicaraan Jieji berkata sendiri. "Orang-orang mengatakan gurun adalah tempat yang seperti surga adanya...." kata Jieji sambil menatap langit yang penuh bintang. Sepertinya langit di gurun sungguh berbeda dengan langit China daratan. Langit disini sangat penuh bintang adanya. Bagaikan sorga tiada beroda kaki. Suasana malam di gurun memang sungguh luar biasa sekali. Tentu Jieji yang lumayan puitis melihatnya segera mengucapkan kata-kata seperti itu. "Siang berkepanjangan dan tiada akhir dengan Malam abadi dan damai berkelanjutan...." sambungnya kembali sambil meneguk arak di guci. Orang tua ini yang melihat tingkah Jieji yang terkesan aneh segera mengaguminya. Dia merasa bahwa Jieji bukanlah orang sembarangan. Selain itu, dari pinggangnya yang terus terselip sebuah "pedang aneh" lantas memberinya perkiraan bahwa Jieji adalah seorang pesilat. Setidaknya mungkin ilmu silat Jieji juga telah lumayan tinggi adanya. Mereka berdua duduk sampai pagi adanya di tempat itu. Sesekali mereka menceritakan tentang kehidupan mereka sendiri. Pak tua mengatakan bahwa dia mempunyai seorang cucu perempuan yang juga bisa silat. Kata Pak tua, cucunya melayani kerajaan. Dan merupakan pasukan khusus dalam kerajaan. Sementara Jieji menceritakan tentang keluarganya yang di Dongyang. Mereka berdua sering terlihat tertawa senang sambil meneguk arak. Keesokan harinya... Jieji tetap 1 malam tiada tidur. Dia hanya duduk disana, di dekat aliran sungai. Sementara itu pak tua akula telah pulang ke tendanya menjelang pagi benar. Sebenarnya malam di gurun sungguh sangatlah berbeda dengan siang hari disana. Malam di gurun sungguh sangat dingin. Dinginnya malam di gurun tidak jauh berbeda dengan dinginnya daerah gunung Fuji pada malam hari. Jieji adalah seorang yang mempunyai tenaga dalam yang tinggi, jadi mengenai masalah cuaca tentu tidak sanggup membuatnya tidak berkutik. Sementara orang-orang di perkemahan yang mengetahui Jieji tidak tidur semalaman juga merasa heran.

Bukan saja karena dia tidak tidur, melainkan dia duduk sendiri tanpa alas dan tiada pakai baju yang sangat tebal. Paginya, orang-orang yang melihatnya sungguh terkejut. Sebab dari wajahnya, tiada tampak rasa mengantuk ataupun lelah. Semua orang di daerah itu terkagum-kagum melihatnya. Pak tua Akula segera mengantar kepergian Jenderalnya bersama 200 orang prajurit ke arah utara menuju ke arah hutan misteri. Setelah semua dirasanya beres, dia kembali mencari Jieji. "Nak Jieji, apa kamu sungguh akan pergi hari ini?" tanya pak Akula kepadanya. "Tidak pak... Saya tidak akan pergi dengan begitu saja..." kata Jieji menatapnya serius. "Loh? Memang ada masalah apa Nak Jieji?" tanya Akula sambil keheranan kepadanya. "Mengenai suku Mibao.. Aku tidak akan berpangku tangan..." kata Jieji. "Bagaimana menurut pandangan anda sendiri?" "Pasukan Jiamojin mungkin saja sulit mencapai kemenangan..." tutur Jieji pendek. "Kenapa??" "Itu tidak usah diherankan dahulu... Pasukan Jiamojin baru saja berangkat sekarang ke sana. Lalu pak Akula pernah berpikir bahwa bagaimana jika pasukan Mibao terlebih dahulu telah menempatkan pasukan di hutan misteri itu?" tanya Jieji. "Ha Ha.. Memang.. Jika hutan misteri itu adalah hutan biasa, maka mungkin kita bisa takut. Tetapi hutan misteri bukanlah hutan biasa. Disana dikabarkan oleh nenek moyang bahwa leluhur kita suku nomaden berada disana dan terus menunggu hutan tersebut. Oleh karena itu, semua orang mongol tidak berani bertindak kurang ajar disana seperti membunuh...." tutur Akula menjelaskannya. "Jadi begitu?" kata Jieji sambil berpikir. "Tetapi lebih bagus jika aku menyusul saja kesana..." katanya kembali. "Jadi nak Jieji...." kata Akula dengan wajah yang senang. "Betul.. Tidak mungkin aku berpangku tangan. Tenanglah pak Tua, aku akan berusaha mendamaikan suku Mibao supaya peperangan serta jatuh darah masih bisa dihindari..." jelas Jieji dengan senyuman kepadanya. Pak tua Akula hanya melihatnya sambil tersenyum sangat manis ke arahnya. Tidak disangkanya Jieji juga berniat membantunya terhadap masalah peperangan kali ini.

BAB LXXVIII : Guo Lei, Pendekar Aneh dari Suku Mibao Sekitar 10 Li arah utara dari perkemahan Jiamojin...

Wilayah yang "aneh" sudah terpampang di mata seorang pemuda yang menunggang kuda kuning kemerahan. Meski hanya sendirian, dari wajah pemuda ini terus tertampak berseri-seri. Dan dari sinar matanya seakan tertampak cahaya yang lembut tetapi membara. Dengan santai dia menunggang kuda bermaksud melewati daerah tersebut. Daerah yang nan asri cukup menganehkan sebab bagaimanapun daerah ini masih termasuk daerah gurun. Suara burung berkicau menghangatkan suasana. Selain itu, masih terdapat suara riakan air yang hampir jelas terdengar. Suasana hutan "aneh" sungguh sangat indah bagaikan surga saja. Pohon-pohon menjulang tinggi layaknya hutan di daerah selatan China daratan. Sebentarbentar tercium bau wangi yang harum yang berasal entah darimananya. Sambil memegang sebuah kain yang sepertinya adalah peta. Pemuda tersebut berjalan untuk melintasi daerah hutan belantara. Peta yang digenggam adalah peta untuk bisa keluar dari hutan yang cukup rumit ini. Sebelum dia meninggalkan perkemahan Jiamojin, dia diberikan selembar kain peta oleh kepala suku disana. Pemuda juga dipesan supaya lebih berhati-hati karena banyaknya jalan yang bisa memerangkapkan dirinya. Tentu pemuda yang berada di daerah aneh ini tiada lain adalah Xia Jieji adanya. Terlihat dia duduk di kuda gagahnya sambil berpikir keras akan daerah asri tersebut. Hal yang paling membingungkannya adalah terdapatnya tanah subur yang luasnya mungkin telah mencapai 5 Li persegi di daerah nan tandus. Peta yang digenggamnya seakan membuatnya teringat akan sesuatu hal. Sesuatu hal yang sungguh tiada asing baginya. Sambil mengamati dengan serius, Jieji mendapatkan sebuah ide dari pemikirannya. Peta yang dipegangnya dan terlukis indah membuatnya teringat akan sebuah formasi ilmu silat yang baru-baru dilihatnya sendiri. Yah, inilah formasi dari jurus pedang 15 pengawal sakti kerajaan. Sungguh aneh adanya, apakah memang 15 pengawal sakti mendapat ide menciptakan formasi tersebut dari hutan misteri? Ataukah ada sesuatu hal yang masih terpendam di dalamnya? Tetapi niat Jieji kali ini bukanlah untuk memecahkannya, namun untuk segera keluar dari hutan misteri. Oleh karena itu, dia hanya menelusuri peta dan tidak mengambil pusing akan hal lainnya. Seperti biasa, formasi 8 diagram Dao terdiri dari 8 pintu utama. Kesemua pintu tersebut banyak yang menyesatkan, banyak juga yang meminta "orang" untuk kembali ke "asal". Perubahan di dalamnya terus berubah setiap waktu dan tiada bisa dihapal dengan mudah. Tentu Jieji yang memandang daerah tersebut membuatnya berdecak kagum. Bagaimanapun formasi adalah formasi. Di dalamnya tiada terkandung hal licik layaknya manusia. Dengan berbekal peta pemberian Akula, Jieji telah sanggup keluar dari tempat yang lumayan aneh ini. Dalam sekitar 1 jam saja, Jieji kembali telah melihat sinar yang sangat terang di depannya. Tentu sinar ini adalah akibat pantulan cahaya matahari nan panas ke gurun yang menimbulkan

fenomena cukup terang. Padahal dalam hutan, sinar matahari masih tidak mampu masuk semuanya sehingga wilayah hutan misteri cukup gelap adanya. Seraya keluar, Jieji telah melihat hal yang cukup aneh. Di depannya tidak jauh, dia merasakan sebuah hawa yang cukup di kenalnya. Hawa yang dimaksudkan tentu adalah hawa peperangan. Hanya Jenderal berpengalaman ataupun seorang pendekar hebat yang mampu merasakan hawa semacam ini. Meski menurutnya mungkin dari tempatnya ke arah utara masih sekitar 2 li lebih, namun dia telah mampu merasakannya dengan sangat baik. Dengan tanpa berpikir lebih lanjut, dia segera memacu kudanya kencang ke arah dirasakannya "hawa" peperangan itu. Tanpa perlu lama berkuda, dia telah sampai di sebuah tebing yang cukup tandus. Ujung tebing tiada lain adalah ujung yang buntu, tetapi di bawahnya adalah jurang yang cukup tinggi. Dari atas sebelum melihat saja, Jieji telah yakin bahwa kedua pihak pasukan telah "bertemu" satu sama lainnya. Dan apa yang diperkirakannya adalah benar. Dia melihat ke bawah dari ujung tebing tersebut. Kedua belah pihak pasukan meski berjumlah tiada banyak, tetapi kedua pihak telah sangat siap adanya. Pasukan terlihat sedang saling berhadapan. Di depan para pasukan terlihat jenderal yang semalam menyatakan akan memimpin pasukan Jiamojin. Sedang di pihak lainnya, terlihat bahwa jenderal lain juga maju. Keduanya sepertinya telah terlibat dengan perbincangan yang cukup serius. Namun, Jieji tidak ingin keluar terlebih dahulu. Sebab dia ingin mendengar apa hal yang sedang diperdebatkan mereka berdua. "Kau.... Telah lebih dari beberapa puluh tahun, kita tidak akan menyerahkan daerah hutan misteri kepadamu. Tetapi kenapa kau begitu memaksa?" tanya jenderal dari pihak Jiamojin. "Tu Bao... Bagaimanapun peperangan kali ini tidak bisa dihindari. Kau tahu, wilayah hutan masih termasuk wilayah kita. Bagaimana kau bisa tidak menyetujui pembagian setengah wilayah hutan saja?" "Kepala suku kita semenjak beberapa puluh tahun yang lalu telah menyatakan hal ini, jadi tiada perlu lagi kalian memaksa. Jika kalian menang, maka daerah ini bisa menjadi milik kalian. Kita suku Jiamojin tidak perlu lagi mempertahankannya selama suku kita telah musnah." Kata Tu Bao dengan gagahnya. Apa yang dikatakan Tu Bao ternyata mengundang reaksi tawa dari pasukan suku Mibao. Semuanya menganggap Tu Bao adalah sedang bercanda adanya. "Jadi cucu kepala suku kalian tidak bisa kau lindungi? Ha?" tanya jenderal pasukan Mibao. Tetapi sambil mengangkat tangan, dia memerintah pasukannya untuk membawa keluar seseorang. Terlihat dengan cukup jelas, beberapa pasukan dari pihak Mibao menggiring seorang gadis kecil. Gadis kecil berada di atas kuda dengan tangan dan kakinya terikat kencang dengan tali di

pelana kuda. Sambil di giring ke depan dengan perlahan, terlihat gadis tersebut tidak mampu bersuara karena sepertinya nadi bicaranya telah tertotok. Jieji yang dari atas melihat si gadis tentu terkejut. Gadis kecil cantik ini pernah ditemuinya beberapa hari yang lalu saja. Yaitu saat terjadinya pertempuran antara pasukan Liao dengan pasukan Sung di utara kota Ye. Gadis cantik ini tiada lain yang bernama Lie Xian yang sempat memujinya saat pertarungan hebatnya di perbatasan utara kota Ye. Lie Xian juga adalah seorang wanita yang berada dalam pasukan 15 pengawal sakti. Jadi apa yang dikatakan Akula sangat tepat bahwa cucunya adalah salah seorang dari pasukan khusus kerajaan tadinya. Tetapi ada hal yang aneh, kenapa gadis bernama Lie Xian tersebut bisa ditangkap dan tertotok nadinya tiada berdaya oleh suku Mibao yang berada di utara suku Jiamojin sukunya sendiri. Selain itu, gadis cantik tersebut mempunyai kungfu yang tidak rendah dan tidak bisa dipandang remeh begitu saja. Namun, kenapa bisa di tangkap dengan mudah dan tak berkutik. Semua pasukan dari pihak Jiamojin tentu terkejut tiada kepalang. Mereka melihat cucu dari kepala suku mereka yang sedang terikat tiada berdaya di atas kuda. Sepertinya moral pertempuran mereka segera merosot drastis karena melihat hal tersebut. Jenderal Tu Bao yang sangat berpengalaman di medan perang juga terlihat terguncang melihat Lie Xian berada di bawah ancaman pasukan Mibao. Dia tahu dengan pasti, kepala suku Jiamojin, Akula amat menyayangi cucu satu-satunya tersebut. Dia juga tahu tentunya suku Mibao pasti memanfaatkan kejadian ini untuk mengancamnya dan setidaknya meminta mereka menyerah atas semuanya. Tetapi apa yang diperkirakan Tu Bao salah sekali. "Apa maumu Da Wu?" tanya Tu Bao. "Ha Ha.... Sekarang kau sudah tidak mampu berkata lebih banyak lagi. Permintaanku tidaklah susah. Dan juga sederhana saja...." katanya "Katakan keparat Da Wu.... Jangan kau terlalu banyak berbasa basi...." teriak Tu Bao dengan sangat marah. Jenderal Da Wu dari suku Mibao hanya tersenyum sangat sinis sambil mengangkat sebelah tangannya kembali. Entah kali ini apa maksudnya lagi. Segera, dari pihak musuh suku Jiamojin keluar seorang laki-laki yang kurus tinggi. Pemuda ini tidak berkuda, tetapi hanya berjalan kaki adanya. Di pinggangnya terselip sebuah pedang besar dan panjang tetapi tidak disarungkan. Pedang yang cukup aneh untuk seorang pendekar. Tetapi pedang tersebut cukup berat sepertinya. Karena pemuda tersebut sepertinya sedang menyeret kakinya sambil berjalan ke depan. "Apa maumu Da Wu????" tanya Tu Bao yang agak keheranan melihat seorang pemuda telah keluar dari pasukan Mibao.

"Sekarang... Ada hal yang harus benar diselesaikan. Perkenalkanlah, pemuda tersebut namanya Guo Lei. Dia berasal dari wilayah Jinyang. Dia termasuk seorang pesilat hebat juga. Selain itu...." tutur Da Wu. Tetapi sebelum dia melanjutkan, dia telah dipotong oleh Tu Bao. "Kita ini para lelaki.. Tidak perlu kau itu terlalu banyak basa-basinya. Sekarang katakan apa maumu...." "Ha Ha.... Betul jenderal mongol sejati. Baiklah....." kata Da Wu sambil tertawa sangat keras. Setelah tertawanya telah benar berhenti, dia kembali melanjutkan. "Di antara para pasukanku. Banyak jumlah korban yang telah jatuh di tangan pendekar kalian. Sekarang, keinginanku mudah saja. Yang merasa telah membunuh para jenderal kita segera maju untuk bertarung melawan Guo Lei. Jika ada yang bisa hidup, maka nona Lie Xian akan kulepaskan...." Tentu kata-kata Da Wu membuat semangat para pasukan Jiamojin bangkit kembali karena tadinya melihat Lie Xian ditawan yang membuat moral pasukan mereka merosot. Bagaimana dia yang hanya seorang saja mampu bertarung melawan banyaknya jenderal yang lumayan hebat dari Jiamojin. "Kau tidak bercanda Da Wu?" tanya Tu Bao sambil kelihatan senang. "Tentu tidak... Yang merasa pernah membunuh jenderal kita saja yang maju. Tetapi orang lain yang tidak pernah bertarung hebat dengan kita di harapkan mundur...." tutur Da Wu dari Mibao. Mendengar apa yang dituturkan Da Wu, semua pasukan Jiamojin kembali sangat bersemangat. Pendekar dari tanah Mongolia memang keras dan memegang janjinya, jadi mereka merasa dengan mengalahkan orang bernama Guo Lei. Maka nona Lie Xian telah sanggup di tolong keluar. Jieji yang melihatnya dari atas tiada merasa heran. Dia tahu dengan pasti apa maksud jenderal Da Wu adanya. Dia hanya tersenyum melihat semua hal itu, tetapi dalam hatinya dia merasa cukup bimbang juga. Sesaat, dia melihat ke arah Guo Lei yang dingin dan tiada berperasaan tersebut sepertinya. Dia memandang ke arahnya dengan serius sekali. "Baiklah, sekarang tiada perlu lagi banyak cakap. Aku pahlawan dari Jiamojin, Heng Biu melayanimu." Dari arah pasukan Jiamojin telah muncul seorang yang kelihatannya cukup gagah. Perawakannya cukup tinggi dan tubuhnya cukup tegap seperti sebuah pilar yang kokoh saja. "Baik... Kau boleh bertarung...." kata Da Wu dengan sinis ke arahnya. Jenderal Heng Biu segera keluar dari daerah pertahanan Jiamojin menuju ke arah tengah "arena" pertarungan. Sambil menyandang tombak pendek, dia berkuda dengan gagah dan telah sampai sambil memandang serius ke arah lawannya. Sedangkan Guo Lei juga berjalan ke arah arena. Tetapi dia berjalan dengan cara menyeret kakinya sebab pedang berat itu telah menggesek ke tanah. Orang-orang yang melihat Guo Lei berjalan tentu heran, beberapa bahkan menertawainya. Sepertinya Guo Lei seperti orang yang pincang sebab pedang masih terlalu berat untuk

tubuhnya yang kurus kering itu. Tetapi Jieji yang melihatnya tentu tiada berpikiran demikian. Dia merasa cukup aneh melihat gaya dan gerakan Guo Lei. Jika dia benar lemah, mana mungkin dia berani bertarung hanya seorang diri saja. Tentu orang bernama Guo Lei tidak bisa dipandang remeh. Sedangkan Heng Biu terlihat cukup heran melihat lawannya. Dengan segera dia bersuara. "Mana kudamu?" "Aku tidak bisa berkuda...." jawab Guo Lei. Semua pasukan Jiamojin tentu tertawa terpingkal-pingkal mendengar kata-kata dari Guo Lei. Semua orang tahu bahwa "kuda" bagi bangsa Mongolia adalah "nyawanya". Mendengar Guo Lei tidak bisa berkuda tentu banyak orang yang terkesan menghinanya. Tetapi hal ini malah membuat darah dalam diri Guo Lei segera berdesir hebat. Sinar matanya kali ini telah penuh dengan hawa pembunuhan. Heng Biu di tengah tersebut memang tiada menertawainya, tetapi dengan melihat sinar mata Guo Lei. Dia juga merasa gentar adanya. "Kau maju dululah karena kau tidak berkuda...." kata Heng Biu untuk memberinya kesempatan. "Tidak perlu... Kau maju saja..." kata Guo Lei dengan nada rendah. Sebenarnya Heng Biu termasuk seorang satria, dia tidak ingin memanfaatkan kesempatan dengan mencuri serang terlebih dahulu. Tetapi karena Guo Lei memintanya menyerang dahulu, dia tidak berkata apa-apa lagi. Kali ini kelihatan Guo Lei telah serius untuk menyerangnya. Sementara itu, Lie Xian yang tertutup mulutnya terlihat mengerutkan dahinya dan sesekali dengan sangat kepayahan dia berusaha untuk menggelengkan kepalanya. Tentu ini adalah peringatan darinya untuk tidak bertarung. Namun sayang sekali, tiada seorangpun dari pasukan Jiamojin yang melihat tingkah cucu kepala desa mereka. Dengan ancang-ancang menyerang seraya teriak sangat keras. Heng Biu segera melancarkan serangan dengan berkuda sangat cepat ke arah Guo Lei. Detik pertama yang cukup mendebarkan. Semua tahu, jika Heng Biu berhasil dalam serangan pertamanya. Maka selanjutnya mungkin telah sangat mudah. Tetapi... Arah berkuda Heng Biu memang tiada salah, kecepatannya memang hebat dan gaya ancangancang tusukannya memang sekilas terlihat sangat mematikan. Saat dia masih terpaut 10 kaki di depan Guo Lei, dia cukup heran. Sebab terlihat Guo Lei masih diam saja meski jarak itu telah sangat dekat sekali. Sementara itu Jieji yang melihat di atas tebing segera sangat terkejut. Dia langsung berteriak. "Awasss!!!!!"

Tetapi seperti yang diperkirakan Jieji adanya. Saat kuda telah sangat dekat, tiada yang melihat bagaimana Guo Lei menghindari tusukan tombak pendek dari Heng Biu. Tiada orang yang melihat bagaimana Guo Lei melawan serangan musuhnya. Tahu-tahu mereka semua menutup mata karena silaunya sebuah benda yang telah terangkat. Silau dari sebuah benda yang mirip besi mulus yang terpancar karena bias sinar matahari. Ketika pasukan Jiamojin dan pasukan Mibao menutup mata karena "silau"nya sebuah cahaya yang datangnya entah darimana. Mereka mendengar suara bacokan. Suara bacokan yang sungguh sangat fasih terdengar. Saat mereka membuka kembali mata mereka. Mereka melihat pemandangan yang sungguh tiada mengasikkan adanya. Pemandangan yang membuat orang memuntahkan makanannya saat sedang makan. Ternyata tubuh dan kuda dari Jenderal Heng Biu telah terbelah dua... Darah masih muncrat dengan deras dari kuda dan tubuh Heng Biu yang terbelah dua pas di kepalanya. Muncratan darah membasahi semua tubuh dari Guo Lei layaknya dia sedang mandi hujan sahaja. Sementara itu, Guo Lei malah terlihat tersenyum sangat sinis mendapati hal ini. Dia seperti setan yang sedang haus-haus akan darah manusia. Sungguh mengerikan!!! Sementara itu, terlihat Da Wu sangat girang mendapati hal ini. Terbalik dengan Tu Bao yang sangat merinding melihat kecepatan dan jurus hebat dari musuhnya. "Sekarang siapa lagi?" tanya Da Wu dengan sinis. "Aku Heng Bu dari Jiamojin, adiknya Heng Biu akan membalaskan dendamnya....." teriak seseorang dari pasukan Jiamojin. Sepertinya Heng Bu telah sangat marah mendapati saudaranya tewas terbantai dengan mengerikan oleh "setan" tersebut. Dia tiada berpikir akibatnya lagi sebab emosi telah menggelayutinya sampai ke puncak. Jenderal Tu Bao berniat mencegahnya, sebab dia tahu. Kemampuan sang kakak saja jauh lebih tinggi dari adik. Mana mungkin adiknya Heng Bu mampu mengalahkan "setan" ini. Namun, sepertinya dia tidak mampu mencegahnya barang sekalipun. Sebab Heng Bu telah maju di tengah arena pertarungan dengan cepat. "Aku bersumpah.... Tidak kau mati berarti aku...." teriak Heng Bu dengan tidak bermacammacam lagi. Dengan segera terlihat otaknya masih lumayan jernih bekerja. Dia tidak menyerang dari depan seperti almahum kakaknya sendiri. Melainkan berusaha memperbaiki jarak dengan pendekar aneh tersebut. Dia melarikan kudanya berkeliling lingkaran penuh mengepung Guo Lei dengan cepat. Sementara itu, Guo Lei tetap tersenyum sangat sinis. Darah di tubuhnya masih terus menetes dan belumlah kering. Sesekali dia bahkan menjilati amis darah dari kuda dan Heng Biu sambil memandang ke arah Heng Bu. Karuan karena hal ini, sang adik kontan marah luar biasa. Dia segera mengeluarkan busur panah yang masih terselip di punggung. Dengan menyelipkan tombak di pinggang. Heng Bu langsung memanah ke arah Guo Lei.

"Siuttt.... Siutt...." Terdengar suara anak panah mengoyak angin sangat jelas. Tetapi sepertinya "setan" bernama Guo Lei sungguh hebat. Dia terlihat sangat tenang meski anak panah mengancamnya. Kembali dengan gerakan yang tiada terlihat dan silau. Anak panah terlihat telah terbelah dua. Dua batang anak panah yang meluncur sekaligus sepertinya tiada berarti baginya. Jieji yang melihat keadaan dari atas tebing segera berkhawatir. Karena hanya dialah orang yang sanggup menyaksikan bagaimana kelebat pedang nan cepat itu bekerja. Sesaat, Jieji juga merasa sangat kagum akannya. Tetapi bagaimana pun Guo Lei adalah seorang setan yang berdarah dingin. Tentu dia tetap mencemaskan Heng Bu yang sebenarnya nyawanya seperti telur yang telah berada di ujung tanduk. Kembali lesatan anak panah mengoyak angin terdengar. Karena tiada mampu melukai Guo Lei, Heng Bu bermaksud untuk memanah secara tiga batang sekaligus. Tiga batang anak panah yang sangat cepat telah mengarah ke arah kepala, dada, dan paha kanan Guo Lei. Heng Bu yang merasa sedang di atas angin karena dia mengambil serangan jarak jauh cukup girang. Tetapi... Tiga batang anak panah memang mengarah ke arah 3 sudut mati dari Guo Lei. Namun dengan sangat cepat dan sigap, Guo Lei segera mundur beberapa langkah ke belakang. Entah apa maksudnya... Tetapi ketika anak panah betul dekat, dia menangkap ke semua anak panah dengan luar biasa cepat. Alhasil, ketiganya berhasil di tangkap sangat mudah oleh Guo Lei. Pasukan Mibao yang melihat keberhasilan Guo Lei segera bersorak sangat bergembira. Sedang pasukan Jiamojin sangat terguncang menyaksikannya. Tetapi tanpa membuat lawannya menunggu lama. Guo Lei melemparkan ketiga anak panah ke udara. Sesaat itu, sinar terang kembali muncul luar biasa hebatnya. Silau kali ini dirasakan bagi kedua belah pihak sangat menggigit mata mereka. Namun, Heng Bu malah terlihat sebaliknya. Dia terkejut menyaksikan hal tersebut. Sesaat dia tahu apa hal yang sedang di alami kakaknya menjelang detik-detik kematian sang kakak tercintanya. Dia terlihat telah pasrah sekali. "Jleb... Jleb... Jleb..." Suara tiga kali benda yang masuk ke daging sangatlah jelas terdengar. Ketika kembali orang-orang membuka mata. Mereka sangat terkejut kembali. Meski kali ini tiada se-ngeri apa yang dialami oleh Heng Biu. Namun, cukup membuat hati para pasukan Jiamojin terguncang.

Tiga batang anak panah-nya menancap di kedua bahunya dan sebatang pas di perut Heng Bu. Darah segera mengucur dengan deras sekali. Heng Bu terlihat telah terjatuh dari kudanya sambil pasrah mendapati ajalnya yang telah mendekat. Sesaat ketika matanya telah mulai mampu melihat, dia melihat hal yang membuatnya seakan bermimpi sangat buruk. Sebab, Guo Lei telah berdiri di depannya sambil mengancungkan senjatanya tinggi siap membacok. Sepertinya Heng Bu bakal menemui ajalnya disini. Dengan gerakan tanpa perasaan dan sungguh dingin, dia membacokkan ke arah Heng Bu yang sedang terlentang tiada bergerak. Sinar silau kembali muncul seperti tadinya. Semua pasukan dari Jiamojin sungguh telah sangat ketakutan melihat sikap darah dingin penyerang tersebut. Beberapa dari mereka bahkan menangis tiada berani melihatnya. Ketika pedang berat telah dekat dengan tubuhnya. Seakan-akan terdengar suara benda keras yang membentur. Suara kali ini tentu tidak sama dengan suara yang seharusnya terdengar. Suara kali ini bahkan seperti suara bertemunya kedua baja. "Klangggg....." Kerasnya suara tersebut mendengungkan telinga para pasukan di kedua belah pihak. Sementara Heng Bu telah membuka matanya. Dia melihat fenomena aneh. Dia yang telah merasa dirinya telah tewas entah kenapa masih terasa sakitnya anak panah masih menggelayuti dirinya. Sempat-sempatnya dia memegang wajahnya sendiri. Ternyata dia tidak tewas. Wajahnya bahkan masih baik-baik saja. Dia melirik ke arah Guo Lei yang tadinya membacok. Namun sekarang, pedang beratnya tidak ada lagi di tangannya sendiri. Entah kenapa pedang berat itu telah terlepas dari tangan Guo Lei. Sedang pandangan matanya sedang di arahkan ke arah tebing tinggi yang jauhnya hampir 1/4 Li dari tempatnya. Semua pasukan dari kedua belah pihak sungguh terkejut adanya. Mereka melihat Guo Lei telah "kehilangan" senjatanya. Beberapa bahkan melirik ke samping. Mereka menemukan senjata ampuh milik Guo telah tertancap jauh sekitar 50 kaki dari tempat yang seharusnya. Tentu tanpa menduga-duga, mereka sangat terkejut. "Siapa Kau!!!!" teriak Guo Lei ke arah atas. Pandangan mereka segera mengarah ke arah Jieji yang masih duduk di atas kudanya dengan gagah. Tetapi dari arah tangannya, telah terancang sebuah jari. Memang benar... Penyerang dadakan itu adalah Jieji adanya, dan jurus yang digunakan tentu tiada lain adalah jurus Ilmu jari dewi Pemusnah.

BAB LXXIX : Pedang Bumi Berpendar Tanpa menjawab pertanyaan Guo Lei lebih lanjut, Jieji turun dari kuda sambil berjalan pelan ke arah tengah arena pertempuran. Semua orang dari pasukan Jiamojin maupun Mibao yang melihatnya cukup merasa aneh, karena mereka sama sekali tidak tahu bahwa penyerang yang menggunakan satu jurus untuk menghalangi Guo Lei adalah pemuda ini. Sementara itu, Guo Lei melihat dengan sangat serius ke arah Jieji yang datang dengan tenang. "Siapa kau? Mengapa kau halangi aku?" Jieji memandang cukup serius ke arahnya. Dan tidak berapa lama dia menjawab. "Namaku Dekisaiko Oda dari Dongyang." Jawab Jieji. "Ha Ha... Ternyata orang Dongyang. Kali ini kamu telah mencampuri urusan besar ku disini. Jadi jangan harap kau bisa lolos meski kau menguasai Ilmu Jari dewi pemusnah dengan baik." tutur Guo Lei sambil memandang dingin ke arah Jieji. Setelah itu, dia berjalan pelan untuk memungut pedang beratnya yang terpisah cukup jauh dari sana. Sementara itu, Lie Xian terlihat sungguh senang tiada karuan mendapati Jieji telah berada disana. Dari sinar matanya terpampang sebuah sinar kebahagiaan. Dia tidak menyangka "pahlawan" dalam hatinya-lah yang telah datang kesana untuk menghentikan pemuda berdarah dingin tersebut. Meski disandera, dia merasa sungguh senang mendapati hal ini. Jieji yang berjalan tenang akhirnya telah sampai juga ke arah Heng Bu tergeletak. Tanpa menjawab pertanyaan Guo Lei, dia segera menotok jalan darah Heng Bu untuk mencegah darah yang mengalir deras akibat menancapnya tiga buah panah. Seraya berpaling ke arah Tu Bao, Jieji memberikan tanda dengan menganggukkan kepala pelan. Dengan mudah, Tu Bao mengerti apa maksud Jieji. Dia meminta 5 orang dari pasukannya untuk mengangkut jenderalnya. Lalu dengan gerakan cekatan dan tanpa banyak bicara, 5 orang tersebut telah mulai datang dan mengangkut jenderal Heng Bu yang kepayahan. Dan dengan cepat pula mereka berniat meninggalkan "arena" pertarungan. Tetapi sepertinya bagi Guo ini adalah sebuah penghinaan baginya karena mangsa yang seharusnya di"telannya" malah di selamatkan oleh orang yang tiada ternama. Dia langsung marah luar biasa ketika melihat 5 orang pasukan dari Jiamojin sedang mengangkut Heng Bu yang telah kepayahan meninggalkan tempat itu. "Keparat!!!!" Setelah suara teriakannya keluar, Guo telah maju dengan sangat cepat ke arah 5 orang yang mengangkut Heng tadinya. Dengan pesat, dia seperti seekor singa yang mengincar mangsanya yang tiada berdaya dan sedang membelakanginya. Dengan bacokan cepat dari arah atas, dia berniat melenyapkan ke 6 orang tersebut sekaligus. Memang luar biasa, ternyata kecepatan si Guo lumayan hebat meski di tangannya masih terpegang sebuah pedang besar dan berat.

Bacokan Guo tentu adalah bacokan kelas pesilat yang sangat tinggi. Karena bagi pesilat biasa saja, tidak mungkin sanggup mengangkat pedang yang beratnya mungkin telah hampir 20 kati. Tetapi baginya, pedang tersebut yang berat tidak bermasalah sama sekali. Semua orang bisa melihat apa yang sedang di lakukan oleh Guo. Semua orang bahkan terlihat bernafas tertahan menyaksikan ke 6 orang tersebut akan dibantai lagi seperti Jenderal dari Jiamojin, Heng Biu tadinya. Tetapi... Sekali lagi dia dihalangi. Dia dihalangi oleh sinar yang sekilas berwarna merah yang mengancam pundaknya. Dengan berbalik luar biasa cepat, dia "menampar" sinar hawa pedang itu dengan pedang beratnya. Tentu kembali suara berlaganya "baja" kembali terdengar. Tetapi kali ini sangat aneh, sebab hawa pedang yang keluar dari jari Jieji membalik ke arahnya sendiri. Jarak antara Jieji dan Guo Lei sebenarnya tidaklah jauh sekali. Menyaksikan senjata hendak makan tuan, Jieji tetap tenang. Dia tunggu hawa pedang itu telah sangat dekat kepadanya. Lalu dengan kibasan tangan pelan, hawa pedang itu meluncur pesat ke belakang seakan hanya membentur angin. Hawa pedang yang melesat dari arah samping bahu Jieji telah membentur ke arah tebing tadinya dimana dia berada. Semua orang yang menyaksikan tingkah Jieji sungguh heran, hawa pedang berbenturan keras dengan tebing itu dan sesaat seperti timbul ledakan keras. Tanah disana bahkan sempat goyang sebentar ketika ledakan terjadi. Semua pasukan dari kedua belah pihak sangat kagum akan kemampuan dua pendekar tersebut. Sementara itu, Guo yang tahu jurus lawannya sanggup di tahan dengan demikian mudah dan mangsanya telah kabur tentu marah luar biasa. Kali ini dia menatap ke arah Jieji dengan hawa pembunuhan yang luar biasa tingginya. Hawa pembunuhan dalam diri Guo kali ini berdesir sangat luar biasa. Pasir disekitar tempat berdirinya terasa tidaklah ramah lagi. Desiran angin seakan sedang mengelilingi tubuhnya. Jieji hanya melihatnya sambil diam. Dalam hatinya, dia juga berpikir lumayan keras. Dia tidak pernah menyangka masih ada seorang pendekar yang begitu hebat dari tanah tua Mongolia. "Kau... Apa maumu sebenarnya? Kenapa kau campuri urusanku disini? Ha?" tanyanya dengan sangat marah. "Sebab telah kujanji dengan kepala suku Jiamojin. Aku akan melindungi mereka semua keluar dari sini...." kata Jieji datar. "Kau pikir kau sanggup? Ha? Ha Ha....." "Belum dicoba tentu tidak tahu...." jawab Jieji sambil tersenyum.

"Meskipun Pei Nanyang tidak akan berkata begitu sombong terhadapku.... Kau? kau itu siapa? Dulu aku pernah menggemparkan Dongyang sendirian. Saat itu kau masih dimana? Ha?" tanyanya dengan angkuh sekali. "Mengenai itu, aku tidak perlu tahu sama sekali sebenarnya. Lagian tiada urusan bagiku untuk mengetahui apa yang kau lakukan dahulu kala. Sebab apa yang kau bilang itu bisa saja kau karang-karang.... Orang bijak mengatakan banyak berkata-kata adalah orang yang bodoh membantah..." jawab Jieji sambil tersenyum sangat geli melihatnya. Tindakan Jieji membuatnya marah luar biasa. Kali ini sepertinya Guo Lei tidak sanggup lagi bertahan akan apa yang telah dikatakan Jieji. Semua kata-katanya seakan menusuk langsung ke hatinya. Dia terlihat sangat gusar, wajahnya yang kurus pucat telah memerah. Sebelah tangannya terlihat telah bergetar sangat hebat. "Kau telah keterlaluan sekali... Baiklah, sepertinya kau tidak akan puas jika belum tergeletak berlumuran darah... Kau sepertinya hanya anak kecil dari negeri sebelah, ingusmu bahkan belum kau hapus bersih... Bagiku sekarang kau seperti telur di ujung tanduk....Ha Ha...." katanya seolah menghina. "Tidak usah anda terlalu banyak bercakap meninggikan diri. Temanmu tidak akan pernah menghormati apa yang anda katakan. Dan musuhmu tentu tidak akan percaya terhadap omongan yang bau busuk yang keluar dari mulutmu itu...." jawab Jieji dengan tenang dan tanpa emosi sedikitpun, melainkan dia tersenyum sangat manis. Tetapi dalam hati Jieji, dia tahu lawannya kali ini bukanlah lawan gampangan. Dia tetap serius untuk berhati-hati akan serangan mendadak lawannya. Pasukan Jiamojin yang mendengar omongan Jieji yang keluar dari mulutnya tentu sangat kagum. Mereka tidak menyangka semua kata-kata Guo mampu dibalikkan mudah oleh pemuda ini. Sesaat, terlihat mereka bersorak gembira. "Keparat!!! Apa yang kau katakan itu tiada gunanya lagi. Baiklah... Kali ini aku rasa tiada perlu lagi berkata banyak...." tutur Guo sambil menyiapkan pedangnya untuk menyerang. Kembali terlihat dia mengangkat pedangnya tinggi terlebih dahulu sebelum menyerang. Dengan di angkatnya pedang besarnya tinggi, sinar kemilau nan silau segera tertampak. Sebenarnya apa yang dilakukan Guo tentu telah terlihat jelas oleh Jieji tadinya di puncak tebing. Namun, tentu apa yang dilakukan Guo tiada orang di sana yang mengetahui hal sebenarnya. Jieji yang melihat sinar kemilau sepertinya tidak begitu terganggu. Melainkan dia mengeluarkan sebuah sapu tangan untuk menutup matanya. Sapu tangan berwarna hitam telah mengikat kedua matanya sendiri. Guo yang melihatnya tentu sangat marah, dia merasa Jieji sedang menghinanya. Lalu tanpa berkata banyak lagi, dan sambil datang dengan emosi tinggi dia membacok. Bacokan yang sama dilakukan olehnya ketika bertarung melawan Heng Biu tadinya. Bacokan pedang nan kuat dan keras dirasakan oleh Jieji yang sedang menutup matanya. Dia tahu dengan sangat pedang sedang mengarah ke kepalanya.

Dengan sedikit gerakan memutar ke kiri, Jieji menghindari ayunan pedang. Dan kemudian dengan bersalto setengah tidur, kembali dia layangkan tendangan dahsyatnya ke pedang yang telah lewat di sampingnya dengan kaki kanannya. Melihat keadaan begitu, Guo tentu sangat terkejut. Dia tidak menyangka pedang mampu dihindari dengan mudah oleh Jieji apalagi pedangnya tertendang jatuh terseret. Tetapi sebelum dia benar terkejut, sebuah "tamparan" kaki kiri ke muka telah dirasakannya. Guo terlihat terjatuh sambil menyeret mukanya ke pasir dengan sangat pesat. Sepertinya menurut Jieji, Guo telah terjatuh dan terluka dalam yang lumayan parah. Tetapi dengan sangat gesit, dia telah berdiri kembali sambil memegang pipinya. Kali ini Guo kena sendiri, dia tidak menyangka pemuda yang berusia jauh di bawahnya dengan mudah mengalahkannya. Kontan dia marah luar biasa. Setelah dia periksa, ternyata 2 gigi bagian belakangnya telah putus. Jieji terlihat telah membuka kembali sapu tangan hitam dari wajahnya. Sekarang kedua matanya tidak tertutup lagi. Tujuannya tentu supaya dia tidak terganggu akan silau cahaya dari pedang besar tersebut, dan tujuannya tentu bukan untuk menghina pendekar marga Guo ini. Pasukan Jiamojin yang tidak melihat gerakan Jieji dan Guo tentu tahu bahwa Guo telah "kalah" dalam jurus gerakan yang sangat cepat. Sedangkan dari pasukan Mibao, sepertinya tiada yang percaya apa yang sedang dilihatnya. Guo yang tadinya sombong merasa dia harus serius. Kali ini dia melihat ke arah Jenderal Da Wu dari suku Mibao. Dia memberikan kode untuk menyiapkan sesuatu. Tanpa perlu waktu yang lama. Dari arah pasukan terlihat seorang maju cepat ke arahnya dan berlutut tepat di bawahnya. Prajurit tersebut membawa sebuah kotak, sepertinya dalam kotak pasti terdapat sesuatu benda. Sesuatu benda yang cukup pendek adanya. Mungkin adalah senjata, tetapi mungkin juga adalah sebuah benda yang akan dipakainya dalam pertarungan. Semua orang mengawasi dengan sangat perhatian pada benda yang akan dikeluarkan Guo tersebut. Dengan sebelah tangan, Guo terlihat membuka kotak besi itu. Sebelah tangannya segera menggenggam sesuatu. Saat "sesuatu" benda itu diambil dari kotak... Semua yang melihatnya sungguh sangat terkejut. Sebab benda tersebut adalah sebilah pedang pendek bergagang perak juga yang seperti sedang terselip di pinggang Jieji adanya. Namun disini yang berbeda adalah pedang ini berwarna ungu membara. Berbeda dengan pedang yang dipegang Jieji adanya yang berwarna merah menyala. Yang sungguh terkejut melihatnya tentu adalah Jieji. Dia tidak menyangka bahwa pedang pendek "aneh" di dunia ternyata masih ada yang berwarna ungu keperakan. Tetapi apa unsur yang terkandung di dalamnya tentu belum di ketahui oleh Jieji. Setahunya, pedang ekor api berwarna merah terkandung unsur api yang panas. Sedangkan pedang Es rembulan terkandung hawa dingin es. Sekarang di depannya terpampang sebilah pedang yang berwarna ungu menyala. Baginya keadaan ini sungguh sangat aneh. Ketika mengangkatnya, terlihat Guo tetap agak kepayahan seperti dia mengangkat pedang beratnya itu. Tetapi bagaimanapun pedang pendek tersebut tentu lebih ringan dari pedang nan berat yang sempat dipakai Guo tadinya.

Hanya melihat sesaat, Jieji telah tahu apa energi yang terkandung di dalamnya. Tentu tiada lain adalah energi tanah yang berat. Rupanya pedang berwarna ungu inilah yang mewakili unsur tanah. Tetapi kenapa tidak pernah disebutkan ahli pandai besi bahwa dia masih menciptakan pedang lainnya yang tergolong unsur lain ketika masih berada di gua es Hua Shan saat dia bersama Yunying mendapatkan pedang Es rembulan. Inilah hal yang menjadi pertanyaan yang baru bagi Jieji. Guo sepertinya telah siap kembali untuk menyerang. Kali ini sifatnya telah sangat gagah kelihatannya dengan pedang berwarna ungu menyala. Semua pasukan Jiamojin bahkan gentar mendapati hal ini. Sedang pasukan Mibao tentu sangatlah senang. Jieji mengancangkan dirinya untuk berhadapan langsung kali ini. Seraya mencabut pedang di pinggangnya, dia mengarahkan arah pedang lurus ke arah Guo. Tentu pedang Jieji ini juga mengundang decak kagum luar biasa. Mereka tidak menyangka bahwa pedang dalam legenda telah dimiliki oleh Jieji. Tanpa sadar menyaksikan fenomena tersebut, Tu Bao menggumam. "Ini pedang dalam legenda... Pedang pemusnah raga pendiri tanah mongol...." Jieji yang mendengarnya tentu cukup heran. Tetapi dia merasa masih punya waktu panjang dengan Jenderal itu untuk menanyainya. Kali ini, dia tetap serius menghadap ke arah Guo. Sementara itu, Guo juga sangat senang mendapati pedang di pinggang pemuda ini adalah pedang Ekor api. Sebilah pedang yang juga diincarnya dengan sangat harap. "Ha Ha... Tidak kusangka pedang ekor api yang telah menghilang kembali muncul. Dulunya aku tidak pernah mempercayai apa kata Manabu Hirai bahwa ada seorang pemuda pemegang pedang tersebut. Tetapi sekarang barulah aku benar percaya...." tutur Guo. "Manabu? Kau temannya?" tanya Jieji sambil mengerutkan dahinya. "Dia adalah musuhku. Dalam bertarung 10 kali, tidak pernah dia sekalipun menang melawanku. Dan bekas goresan di wajahnya juga akulah penyebabnya, bahkan bekas goresan di seluruh tubuhnya juga akulah orang yang melakukannya...." kata Guo dengan riang dan angkuh. "Tidak heran, karena dia bukanlah pendekar yang hebat. Dia hanya pendekar kelas teri...." Kata-kata Jieji tentu bertujuan menjatuhkan kesombongannya. Karena Guo terlihat sangat bangga mampu mempercundangi Manabu yang kungfunya telah sangat tinggi. Kali ini dia telah gusar kembali di jawab Jieji. "Kau......" tunjuknya dengan menggertakkan giginya. "Tetapi Manabu telah tewas di perbatasan kota Ye sekitar hampir 4 tahun yang lalu...." jawab Jieji datar. Tetapi sambil berpikir, dia merasa mungkin saja Manabu berupaya merebut pedang Ekor api adalah untuk menandingi pedang ungunya Guo. Oleh karena itu, Manabu pernah

ingin membunuhnya saat perjalanannya ke arah utara beberapa tahun yang lalu demi sebilah pedang ekor api. "Betul... Dia dibunuh oleh Xia Jieji ketika dalam pertempuran kacau itu...." tutur Guo yang sama sekali tidak tahu bahwa Xia Jieji telah berada di depannya. "Sepertinya omongan yang terlalu banyak tidak berguna. Kali ini aku akan serius..... Kau hatihatilah jika masih ingin melihat matahari esok..." tutur Guo kembali seraya melakukan kudakuda. Jieji yang melihat kuda-kuda Guo tentu merasa cukup heran juga. Sebab kuda-kuda inilah kuda-kuda khas ilmu pedang Dongyang. Jieji tetap pada posisinya saja, dia mengancungkan pedangnya lurus sambil berdiri menyamping. Desiran angin tenaga dalam telah terasa lumayan kental. Hawa tenaga dalam menyesakkan dada tentu terasa bagi semua pasukan yang berada disana. Tanpa banyak bicara, Guo langsung saja mengayunkan pedang pendek nan "berat" ke arah Jieji yang masih berdiri menyamping. Melihatnya, Jieji langsung mengayunkan pedangnya berputar selingkaran secara indah beberapa kali ke arah Guo. Namun, posisi Jieji masih tetap menyamping adanya. Pedang berat bertemu dengan pedang merah membara. Suara pedang berlaga sangat kental terasa dan sangat mendesing keras di telinga orang yang mendengarnya. Sinar kemilau kedua pedang sungguh terang adanya. Mereka tidak menyangka mampu menyaksikan pertarungan yang sungguh indah sekali. Jieji mengerahkan jurus pedang ayunan dewa musim gugurnya. Jurus pedang tertinggi yang disempurnakannya untuk melayani pedang cepat dan berkualitas sangat tinggi dari Guo. Kecepatan Guo kontan naik luar biasa ketika dia memegang pedang ungu. Sebab, keseharian Guo dia selalu membawa pedang berat untuk berlatih. Kali ini, dia memakai pedang yang jauh lebih ringan. Tentu hal ini sungguh menguntungkannya. Bacokan pedang Guo jauh lebih cepat dari bacokan pedang Jieji adanya. Jenderal Tu Bao yang melihat gerakan Jieji tentu sangat cemas. Tetapi Jieji sepertinya tetap tenang menghadapi jurus penyerangnya. Memang benar adanya, sepertinya Jieji telah kalah angin. Dia kalah kecepatan dengan ayunan pedangnya Guo. Setiap jurus Guo kelihatan datang mengancam, sedangkan Jieji hanya bisa menghindari ataupun menangkisnya saja tanpa ada peluang untuk membalas. Jieji tentu kagum akan kecepatan pedang lawannya, namun untuk masalah ini dia sangat berhati-hati sekali. Sebab jika terkena satu bacokan saja, akan sangat merugikannya. Dia telah bertarung sangat serius adanya. Ketika pedang menusuk cepat terasa di arah ulu hatinya Jieji, dia kontan cepat menarik kakinya untuk mundur. Lesatan pedang kali ini luar biasa mengancam. Sebab jika terlambat selangkah saja, sepertinya pedang akan menusuk ke arah jantungnya dan akan tewas seketika.Keadaan berbahaya tersebut bagi orang yang melihatnya tentu tidak sanggup bernafas dengan baik.

Tetapi sepertinya Jieji telah mempunyai sebuah ide yang cukup bagus. Saat pedang hampir sampai, sepertinya dia langsung dengan gerakan Dao dan mengkayangkan dirinya dengan sempurna seraya menancapkan pedang Ekor api di pasir. Namun, lesatan pedang yang telah cepat luar biasa segera mengoyak sedikit bajunya dan pas di arah dada sebelah kirinya. Posisi mereka sekarang sangat luar biasa... Guo berada di atas seperti sedang melayang, sedangkan Jieji menopang tubuhnya dengan tancapan pedang Ekor api pas di punggung. Guo yang melayang di atas merasa dirinya cukup berbahaya kali ini. Sebab dia tahu jika penyerang menggunakan kaki, maka sasarannya mungkin kali ini adalah perutnya. Namun, dia mempunyai perhitungan tersendiri. Dia telah siap membacokkan pedang ke bawahnya jika Jieji menggunakan kakinya untuk menendang ke atas. Tentu apa yang dipikirkan Guo sangat diketahui Jieji saat itu... Dengan mengambil resiko "kehilangan". Jieji tidak menyerang, melainkan berputar cepat ke arah kiri sambil meninggalkan pedang ekor apinya yang sedang tertancap di tanah. Beberapa kali terlihat Jieji berputar menghindari arah pedang yang sanggup di bacokkan Guo. Saat dia mendarat baik, dia telah terpisah cukup jauh. Mungkin telah sekitar 30 kaki dari daerah tertancapnya pedang Ekor api. Tentu hal ini dilihat oleh Guo. Sifatnya yang tamak segera mengundang dia untuk "mengambil" pedang Ekor api yang masih tertancap adanya di tanah. "Ha Ha.... Ternyata begitu mudah aku mendapatkan pedang ini...." teriaknya dengan sangat gembira dengan sebelah tangannya memegang pedang Ekor Api. Jieji hanya melihatnya sambil tersenyum. Dia tidak berkuatir segala, karena dia merasa untuk merebut pedang dari tangan Guo tentu tidak begitu susah baginya. Sementara itu, Guo sangat senang tentunya. Tetapi kesenangannya tidaklah lama, dia merasa sangat aneh ketika dia memegang pedang Ekor api ini. Sepertinya pedang Ekor api merasa "berontak" dan bergetar sangat hebat di tangannya. Rasa panas menyengat segera menggelayuti dirinya. Sungguh hal yang sangat aneh sekali... Kenapa Guo tidak sanggup memegang pedang Ekor api? "Lepaskan pedang itu... Pedang itu bukan untuk orang yang bertangan kotor sepertimu...." teriak Jenderal Tu Bao yang melihatnya. Jieji tentu heran, selama dia memegang pedang Ekor Api. Tidak pernah terjadi hal yang begituan. Sesaat dia berpikir lumayan keras. Tetapi Guo Lei yang mendapati hal tersebut segera melempar pedang Ekor api ke arah pasukan Mibao. Prajurit disana segera memungut pedang ekor api untuk dimasukkan ke dalam kotak yang tadinya diperuntukkan untuk pedang berwarna ungu milik Guo. Pedang Ekor api tidak lagi berontak. Sekarang Guo terlihat tersenyum sangat puas kembali. Dia merasa kali ini dialah orang yang telah menang melawan Jieji. Namun, dalam dirinya hawa pembunuhan masih terasa sangat

fasih di sinar matanya. Sepertinya meski dia mampu merebut pedang Ekor api, dia tidak akan mengampuni orang bernama Dekisaiko Oda tersebut. Dengan segera, kembali dia mengancangkan jurusnya. Sementara itu, melihat kesiapan Guo Lei. Jieji malah hanya tersenyum saja dengan diam. Dia tidak bersiap untuk menyerang. Bahkan tidak terlihat dia sedang berniat bertahan. Posisinya semua terbuka sekarang seakan pasrah. Sikapnya sangat santai luar biasa. "Ternyata kau telah siap mati.... Ha Ha Ha....." Guo sangat senang melihat sikap Jieji yang tiada melakukan gerakan perlawanan. Dia sama sekali tidak tahu, kali ini dia telah dalam keadaan yang cukup gawat. Dengan tanpa banyak bicara lagi, dia berlari cepat ke arah Jieji dengan kedua tangan siap membacok. Kecepatannya kali ini sengaja di tingkatkan dua kali lipat dari serangan pertamanya tadi. Sepertinya kali ini, Guo berniat menghempas satu jurus mematikan untuk melawan Jieji yang tiada berdaya. Hal ini sangat mengejutkan pasukan Jiamojin. Terlebih lagi Lie Xian yang masih disandera, tanpa sadar dia segera meneteskan air matanya ke pipi melihat "kepasrahan" Jieji. Ketika beranjaknya Guo dari tempatnya, Jieji telah menutup matanya rapi dan tapaknya seakan dipertemukan. Inilah ancang-ancang tingkat keempat dari tapak berantai. Sepertinya mungkin Guo Lei dalam masalah yang besar. Seperti kilat menyambar, bacokan pedang ungu telah sampai di kepalanya dengan sangat cepat. Pedang nan keras itu segera menghantam kepala Jieji dengan sangat keras. Tetapi... Di saat pedang pendek berwarna ungu telah seinchi saja di kepala Jieji. Pedang seakan menghantam sesuatu yang bahkan lebih keras dari pedang itu sendiri. Pedang ungu yang masih terpegang di tangan Guo segera terpental sangat tinggi ke atas. Guo tentu sangat terkejut mendapati hal ini. Sebisanya, dia segera mundur untuk menyeret kakinya cepat. Karena dia merasa hal yang "aneh" segera akan muncul. Tentu perkiraannya kali ini sangatlah benar adanya. Tetapi semuanya telah terlambat sekali. Ketika dia merasa telah berhasil mundur, justru saat itu dia melihat sinar api yang kecil yang sangat luar biasa banyaknya sedang terpampang di matanya. Dengan terkejut, dia berusaha untuk menghindari saja sambil mundur. Tiada keinginan baginya untuk menahan energi yang luar biasa banyak itu. Namun, ketika dia telah siap benar untuk "kabur". Semua api kecil itu telah berubah menjadi tapak yang sangat banyak sekali. Dengan nekad dan tiada jalan lagi untuk kabur, Guo langsung melayani tapak yang jumlahnya ribuan itu dengan tapaknya sendiri. Suara tapak berlaga sangat keras dan fasih terdengar disana. Beberapa pasukan depan kedua belah pihak bahkan telah muntah darah mendapati hawa tenaga yang sangat menyesakkan itu.

Namun seperti Manabu, Dewa Bumi dan Fei Shan. Kali ini Guo Lei menerima beberapa tapak itu tepat di dada, muka, dan perutnya. Suara dentuman dahsyat segera terdengar luar biasa keras. Guo terhempas jauh melayang seperti layang-layang yang telah putus. Keadaannya sekarang tidak jauh berbeda dengan Manabu yang menerima jurus keempat tapak berantai. Dia terjatuh hampir tidak sadarkan diri lagi di tengah tanah pasir yang jaraknya terpaut sekitar 50 kaki dari tempat Jieji berada. Luka dalamnya sangatlah parah luar biasa. Meski dia memulihkan dirinya selama 10 tahun pun, dia tidak akan lagi sanggup untuk bertarung sebaik sekarang. Sepertinya riwayat pertarungan pendekar berdarah sangat dingin ini telah habis disini. Prajurit Jiamojin yang melihatnya segera girang tidak kepalang, sedangkan Lie Xian segera menangis bahagia menyaksikan kemampuan luar biasanya Xia Jieji. Sementara itu, hawa energi Jieji masih sangat dahsyat berputar di seluruh tubuhnya. Dengan sebelah tangan, dia menarik dengan menggunakan energi dahsyatnya ke arah prajurit yang masih memegang kotak berisi pedang Ekor api. Sedangkan tangan lainnya segera dia arahkan ke arah pedang ungu yang telah tertancap cukup jauh. Dengan mudah, kedua benda ini di tarik seperti Jieji sedang menggunakan tali untuk menariknya dari tempat jauh. Posisi Jieji sekarang telah menggenggam dua pedang dahsyat tersebut. Tetapi dia kembali merasa aneh. Kenapa pedang dari pendekar bermarga Guo ini justru tidaklah berat seperti pedang saat digenggamnya. Jieji malah merasakan pedang ini sangat ringan adanya. Entah apa rahasia di baliknya. "Lepaskanlah nona itu... Maka semua orang dari pasukan Mibao akan pulang dengan selamat ke desa... Bagaimana...." teriak Jieji ke arah Da Wu, sang jenderal dari suku Mibao. Da Wu sepertinya tiada pilihan lain. Sebab mereka merasa Guo Lei yang begitu hebat saja tidak mampu mengalahkan pemuda ini. Apalagi sekarang Guo telah terluka parah dan dalam keadaan setengah mati. Persyaratan ini segera disanggupi oleh Da Wu sambil menghela nafas panjang. Sisa tenaga dalam Jieji masih terasa mendesir. Melihat kalau suku Mibao telah setuju melepaskan cucu dari pak tua Akula. Jieji segera menariknya dengan tenaga dalam seperti ketika dia menarik dua bilah pedang dahsyat itu. Sesaat, Lie Xian telah melayang mendekatinya. Nona cantik yang melayang tersebut tersenyum sangat senang melihat tindakan Jieji. Tidak berapa lama... Si nona cantik segera turun di hadapannya. Dengan gerakan cepat, Jieji segera membuka totokan nadi darah Lie Xian. Tetapi, dengan cepat pula si nona cantik segera berlutut menyembah Jieji. "Terima kasih pertolongan anda kepadaku, pendekar Xia...." Dengan cepat, Jieji membimbingnya berdiri dengan sangat sopan terhadapnya. Lie Xian sangat puas mendapati kenyataan ini.

Sementara itu, sepertinya Guo Lei mengatakan sesuatu dengan sangat pelan. Jieji yang mampu mendengarnya, segera berjalan ke arahnya yang sedang terlentang tiada berdaya. "Jadi... Kau inilah pendekar Xia? Xia Jieji?" tanyanya dengan kepayahan. "Betul... Dekisaiko Oda adalah Xia Jieji, Xia Jieji juga adalah Dekisaiko Oda..." jawab dia datar. "Ha Ha... Tidak kusangka... Akhirnya aku juga mengalami nasib yang sama dengan Manabu. Keduanya takluk di tanganmu...." "Bertobatlah... Jadilah orang biasa saja kelak jika kau sembuh kemudian..." tutur Jieji dengan serius ke arahnya. Lalu sambil berjalan balik, Jieji berniat meninggalkannya. Tetapi, Guo Lei segera memanggilnya kembali. "Pendekar Xia, jagalah pedang Bumi berpendar itu dengan baik. Berjanjilah kepadaku...." Jieji cukup terkejut. Rupanya nama pedang ini adalah pedang Bumi berpendar. Jika memang benar ada pedang semacam ini, tentu pedang yang satunya lagi yaitu pedang yang bersifat unsur langit/udara pasti ada adanya di dunia. Seraya berpaling menghadap ke arah Guo yang kepayahan, Jieji hanya mengangguk perlahan sambil tersenyum.

BAB LXXX : Xue Hung, Wanita Tua Nan Sakti Puncak Gunung Tai... Seperti biasanya, kedua orang tua yang sering nampak di puncak tersebut setiap hari hanya menikmati perbintangan di angkasa yang nan indah. Meski keduanya yang telah berhenti sepenuhnya dari dunia persilatan tetapi mereka tetap saja asyik melihat perubahan dunia ini dan pemerintahan. Namun setiap mereka mulai serius melihat, acap kali nampak rasa kuatir dan gelisah. Tetapi keduanya juga sepertinya jarang punya daya yang bagus untuk menghadapinya. Kali ini tentunya masih tetap sama saja. Keduanya bahkan pernah berpikiran bahwa lebih bagus jika mereka tidak mengetahui takdir langit, daripada setelah mengerti dan mengetahui dengan yakin tetapi tiada cara yang bagus untuk sanggup melawannya. "Bintang pahlawan melawan bintang naga kegelapan. Bintang kaisar melawan bintang naga ungu. Menarik sekali... Menarik...." kata Dewa Sakti sambil tersenyum sangat manis. "Hm... Ini adalah babak baru yang tidak pernah sanggup kita perkirakan sebelumnya." tutur Dewi peramal. "Hm.. Betul.. Ini jagad mulai aneh sekali.. Semoga kelanjutan kegelapan akan berakhir sama sekali..."

"Tidak mungkin... Kamu juga tahu? Jagad akan berubah dari saat ke saat. Kedamaian hanya soal waktu saja. Tidak lama lagi mungkin orang akan angkat senjata..."tutur Dewi peramal. "Menurutku tidak begitu selalu.. Sung akan bertahan lama.. Dan runtuhnya Sung pun mungkin akan karena bangsa lain kecuali Han..." Kata Dewa Sakti. Sebuah kata yang kurang masuk akal sesungguhnya. Maksud Dewa sakti mungkin adalah serbuan dari Liao-lah yang akan meruntuhkan kelangsungan Sung. Tetapi bukanlah karena pemberontakan dari dalam negara yang akan "memutuskan" nadi kerajaan Sung. "Mmm..." Dewi Peramal terlihat mengangguk perlahan. Tetapi kemudian dia melanjutkan lagi sambil menunjuk. "Bagaimana menurutmu bintang naga kegelapan itu?" Dewa sakti segera mengarahkan pandangannya ke arah yang di tunjuk oleh Dewi peramal. Sebuah bintang perak berkilap dengan kehitaman di pinggiran dan sesekali memancarkan aura "kegelapan". Bintang yang terkesan angker itu masih bergantungan dengan "angkuh" di langit. Tetapi bintang tersebut bersebelahan dengan bintang "Pahlawan". Bintang pahlawan yang memiliki 4 warna di sekeliling. Keempat warna seakan sangat kokoh melindunginya. Bintang yang terlihat sangatlah indah, bintang tersebut memberi rasa nyaman bagi para pengamatnya. Dewa Sakti dan Dewi peramal yang melihatnya tentu tersenyum sangat puas beberapa lama sambil mengamatinya. "Dulu kamu tidak pernah ingin melanjutkan lagi proyek mengenai pemusnah raga. Sekarang di langit telah terlihat jelas..." "Betul, satu Dewa dan satunya lagi Iblis... Peperangan keduanya tidak akan lama lagi..." jawab Dewa Sakti. "Ilmu pemusnah raga memiliki 2 kontras energi. Yang satu adalah pihak kebenaran, yang lainnya pihak kejahatan. Entah siapa yang bakal menang terakhir..." tutur Dewi peramal sambil menghela nafas. "Betul... Dulu sudah kutahu dengan sangat baik adanya. Saat Dewa Manusia menganjurkan Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam, saat itu juga aku terang-terangan menolaknya. Begitu pula tindakan dewa Bumi sendiri yang sangat mengecewakanku sungguh...." jelas Dewa Sakti seraya mengehela nafas panjang. "Tetapi untunglah... Jika kau sangat ingin menciptakan ilmu itu, maka dunia telah kacau sejak 50 puluh tahun yang lalu...." Dewa Sakti hanya menganggukkan kepalanya sambil menghela nafas kembali. *** Dikisahkan Xia Jieji kembali... Setelah peperangan yang tidak sempat membuat jatuh korban banyak. Kedua belah pihak telah berjanji untuk damai kembali. Suku Mibao yang telah kehilangan "pendekar" hebatnya tidak

berani lagi untuk berbicara peperangan kembali. Sedangkan Suku Jiamojin sendiri lebih mengutamakan kedamaian daripada luas tanah di utara yang tiada seberapa saja itu. Oleh karena itu, kedua belah pihak berjanji untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun. Perjanjian telah di tanda tangani kedua belah pihak pas 3 hari setelah pertarungan antara Jieji dengan Guo Lei di arah utara Hutan Misteri. Semua rakyat suku Jiamojin sungguh bersyukur, karena mereka telah mampu hidup tanpa lagi sesuatu kekhawatiran penyerangan dan peperangan. Pesta dibuat lumayan besar di desa Jiamojin. Sedangkan Jieji diagungkan oleh para rakyat dan para pasukan di sana. Mereka amat menghormati pemuda yang hanya berusia 30 tahun lebih tersebut. Terlebih lagi Akula, kepala desa ini sungguh sangat bersyukur. Sebab tujuan utama dari suku Mibao menurunkan Guo Lei untuk melakukan pertarungan 1 lawan 1 adalah untuk melenyapkan semua "jenderal" hebat dari kubu mereka. Jika semua jenderal hebat telah tiada, maka suku Jiamojin telah tiada berarti apa-apa lagi. Dan untuk menguasai ke "selatan", suku Mibao telah tiada halangan lagi. Tetapi mereka sama sekali tidak pernah mengira bahwa di desa Jiamojin ada seorang "pendekar" hebat. Di suatu sore... Seperti biasa, Jieji hanya duduk saja di dekat aliran sungai. Sebenarnya dia ingin pamit kepada Akula karena dirasanya cukup sia-sia dan tiada petunjuk pedang pemusnah raga sampai sejauh ini. Dengan berpikir beberapa saat, dia merasa inilah saatnya untuk pamitan dengan Akula, sang "penguasa" Jiamojin. Dia memutuskan bahwa besok dia akan pulang kembali ke China daratan untuk segera menuju Dongyang kembali. Tetapi... Ketika dia masih duduk dengan cukup tenang disana. Dia dihampiri dua orang. Kedua orang yang tentu telah dikenalinya. Sepertinya keduanya datang untuk berbincang dengannya. "Kak Jieji.." Sapa suara seorang wanita yang lembut. Tentu orang tersebut tiada lain adalah Lie Xian, cucu dari pak tua Akula. "Hm..." "Pak tua..." kata Jieji sambil memberi hormat pelan kepada orang tua ini. "Nak Jieji... Semua kisahmu di utara kota Ye telah diceritakan cucuku kepadaku. Sungguh aku tidak tahu bahwa pendekar nomor 1 di dunia ada di desa kita. Sungguh aku terlalu tersanjung mendapatinya..." kata Akula sambil memberi hormat gaya "mongolia" kepadanya. "Ini kata-kata terlalu berat untuk ku terima. Jieji hanya seorang pemuda biasa, dia masih muda dan tiada kelebihan terlalu banyak untuk dipamerkan...Sungguh malu sekali..." jawab Jieji dengan sopan dan sangat merendah sekali. "Ha Ha... Jika bukan anda seorang pahlawan sejati, siapa lagi?"

"Betul kak... Kamu betul-betul luar biasa sekali. Meski 15 pasukan pengawal kerajaan tentu bukanlah tandinganmu sama sekali... Tetapi kakak hebat, sungguh merendah sekali.." kata Lie xian menyambung. "Tidak.. Untuk masalah ini kita tidak perlu melanjutkannya lagi.. Saya memohon kepada anda sekalian, sebab semakin lama aku merasa semakin tiada pantas lagi..." kata Jieji. "Betul... Betul seorang pahlawan... Tetapi Xian juga menceritakan sedikitnya tujuan kamu kesini..." Kata Akula dengan cukup serius. Jieji yang melihatnya lumayan terkejut. Tetapi kali ini, dia tidak berusaha menyembunyikannya lagi. "Betul.. Sebenarnya aku ingin menanyai jenderal Tu Bao mengenai pedang ini..." kata Jieji seraya mencabut pedang ekor api dari sarungnya. Akula melihatnya dengan serius. Dia meminjam pedang ekor api dari tangan Jieji. Tanpa ragu tentu Jieji memberikan kepadanya seraya mengangsurkan. Ketika Akula memegang pedang tersebut, dia terkagum. Sambil mengamatinya dengan serius, dia berkata. "Ini adalah perwujudan dari matahari nan panas seperti di gurun..." jawab Akula. "Ha? Masak sih? Jadi apa pedang ini ada hubungannya dengan wilayah gurun?" tanya Jieji yang agak penasaran. "Betul... Ini bukanlah rasa "Api". Bukanlah panas Api, melainkan panas dari cahaya matahari. Untuk masalah ini, aku mempunyai beberapa petunjuk..." kata Akula seraya melihat dengan serius ke arah pedang. "Kakek... Jangan berbelit-belit dong.. Katakan saja.." kata Lie Xian seraya tersenyum. "Baik.. Baik.. Mengenai pedang tersebut, dalam kitab nan kuno dari negeri kita menyebutkan bahwa harus menyembah pada matahari yang nan suci. Keajaiban akan muncul ketika penyembahan dilakukan. Garis terbentang antara dewa dan manusia. Iblis tidak bisa mendekat barang sekalipun." Jieji yang mendengarnya segera berpikir. Pedang ekor api? Kenapa pedang ini disebut pedang ekor api? Kenapa pula pedang ini malah terakhir disebut pedang pemusnah raga? Sungguh adalah aneh sekali baginya. Menurutnya, pemusnah raga adalah kata arti gabungan semua unsur yang setara dan seimbang. Sehingga menciptakan unsur baru yang jauh lebih kuat dari unsur-unsur lainnya. Dia memang mendapatkan sesuatu, tetapi karena tanpa analisis yang kuat, dia tidak berani memberikan kesimpulan. "Lalu apa maksud dari puisi pendek di atas pak?" tanya Jieji kembali.

"Mengenai masalah tersebut sungguh orang tua tak berguna tidak tahu artinya...." kata Pak akula seraya menghela nafas panjang. Jieji terlihat cukup kecewa, tetapi baginya dia masih punya sedikit harapan. Setidaknya puisi tua Mongolia pasti ada petunjuknya. "Tetapi... Aku baru ingat sesuatu hal..." kata Akula kembali dengan tersenyum tiba-tiba. Jieji yang melihat perubahan wajahnya tentu cukup senang. Dia berpikir, Pak tua Akula pasti punya sedikitnya petunjuk untuk hal yang ingin di ketahuinya dengan benar. "Kamu masih ingat hutan misteri??" "Tentu..." "Dari sana, sebelum bertemu dengan pintu utama. Segera menuju ke arah barat. Dari arah barat terus saja sekitar 20 li. Kamu akan bertemu dengan sebuah perumahan yang cukup asri. Di sana juga terdapat beberapa pohon rindang di gurun. Carilah orang yang bernama Xue Hung." "Xue Hung? Dia adalah seorang nona?" tanya Jieji dengan aneh. "Ha Ha... Kamu pergi saja ke sana dahulu untuk melihat-lihat. Tetapi ada 1 hal, orang tersebut tidak sembarang menemui orang lain. Dan...." kata Akula sambil mengerutkan dahinya. "Dan apa pak?" tanya Jieji dengan agak heran. "Kungfunya... Kungfunya mungkin sudah tanpa tanding. Kamu harus hati-hati benar terhadapnya." jawab Akula dengan serius. Jieji sangat terkejut mendengarnya. Dia tentu tidak pernah mengira masih ada pendekar yang luar biasa lagi selain Guo Lei di gurun berpasir nan tandus. Dan apa pula tujuan pendekar hebat itu menyendiri? Tentu semua masih menjadi misteri yang tidak bisa terjawab. "Jadi apakah orang bernama Xue Hung itu adalah orang satu-satunya yang mengetahui rahasia pedang pemusnah raga?" tanya Jieji kembali. "Mungkin hanya dia yang mengetahuinya dengan pasti. Tetapi kamu harus tahu, dulu Dewa Manusia-lah orang yang pernah bertemu dengannya. Namun kabarnya dewa manusia kalah hanya dalam 3 jurus kepadanya." Kata-kata pak tua Akula tentu sangat membuatnya terkejut luar biasa. Setahu dia, Dewa manusia tidak tertandingi pada zamannya. Jika ada yang bisa membuatnya kalah dalam 3 jurus, mungkin orang ini bukan lagi manusia adanya. Sesaat Jieji langsung merinding. Kemampuan kakeknya saja sudah sangat hebat. Tetapi dia kalah dalam 3 jurus oleh orang bernama Xue Hung, tetapi keinginan bertarung dalam dirinya langsung memuncak. Ingin sekali dia mencoba kemampuan orang bernama Xue Hung. "Kalau begitu, besok aku harus berangkat..." kata Jieji dengan tersenyum.

"Aku ingin ikut denganmu.... " jawab Lie Xian dengan agak malu sambil memandang ke arah Jieji. Jieji hanya diam, tetapi dia memalingkan wajahnya ke arah Akula. Akula yang melihatnya tentu tersenyum. "Tergantung nak Jieji saja semuanya..." lalu orang tua ini berkata. Jieji menganggukkan kepalanya perlahan. Keesokan harinya pagi benar sebelum matahari terbit dengan sempurna... Jieji mulai berangkat ke arah utara bersama nona Lie Xian. Pak Akula mengantarnya ke arah utara sampai 3 li lebih. Perjalanan kali ini lebih mulus tentunya, sebab matahari yang nan panas masih belum berayal di langit. Selain itu, hawa "dingin" dari gurun masih terasa sedikit dan belum lenyap adanya. Tentu keadaan cuaca ini sungguh mirip dengan keadaan cuaca nan pagi di daerah Jiang nan. "Kak Jieji... Apa perjalanan akan kita cepatkan?" tanya Lie Xian yang telah meninggalkan daerah Jiamojin dan sedang menuju ke arah hutan misteri. "Tidak perlu... Pelan saja.. Orang toh lumayan dekat, dan kita tiada mengejar waktu.." jawab Jieji. "Oya kak... Bagaimana keadaan keluargamu di Dongyang?" tanya Lie Xian. "Mereka baik saja.. Dan dalam 3 bulan ini aku akan membawa istriku ke daratan tengah.." "Apa karena janji dengan pangeran kuangyi?" "Betul..." jawab Jieji dengan mengangguk tetapi sambil berpikir. "Apa kakak rasa semua akan beres nantinya?" tanya Lie Xian yang mengetahui maksud dari Zhao kuangyi. "Tidak tahu... Aku sebagai adik, tentu masalah tersebut tergantung pada kakak angkatku. Lagian aku sebagai rakyat biasa tidak bagus mencampuri urusan pemerintahan..." jawab Jieji. "Kakak sungguh orang bijaksana di zaman ini..." Lie Xian langsung memujinya sambil tersenyum. "Oya... Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam 15 pasukan pengawal istana?" tanya Jieji yang agak heran setelah berkuda pelan beberapa lama. Lie Xian yang mendengarnya segera tersenyum manis. "Kakak tahu... Guruku adalah Jenderal Mu Fan. Dialah orang yang memasukkan aku dalam formasi 15 pasukan." "Mu Fan? Dia adalah jenderal ternama dari Dinasti Zhou sebelumnya?" Mu Fan adalah seorang jenderal yang telah pensiun sejak naiknya Sung Taizu, Zhao kuangyin

menjadi kaisar dinasti pertama Sung. Kabarnya Mu Fan memiliki kungfu yang cukup termahsyur dan tidak bisa dipandang ringan di dunia persilatan. "Betul.. Dialah orangnya. Dia mengajariku banyak ilmu silat. Selain itu, di antara para muridnya akulah orang yang paling berbakat. Jadi dia merekomendasikanku ke dalam pasukan itu..." jawab Lie Xian mengenang. "Hm... Lalu bagaimana yang kamu ketahui mengenai formasi 8 diagram Dao?" tanya Jieji. Lie Xian tentu heran. Dia tahu bahwa formasi "pengurung" dari 15 pasukan adalah formasi 8 diagram Dao, tetapi dia sama sekali tidak tahu bahwa Jieji mengetahuinya dengan sangat jelas. "Betul.. Formasi pengurung ini diciptakan oleh guruku sendiri dan para pendekar dunia persilatan. Formasi tersebut juga sangat diminati oleh 5 orang pendekar Liao itu. Sehingga mereka-lah dalam 5 tahun tersebut mengajari semua orang 5 tingkatan pedang ayunan dewa. Sehingga terakhir formasi tersebut menjadi sangatlah kokoh adanya." kata Lie Xian menjelaskan tanpa ragu. "Wah... Memang benar, formasi ini adalah formasi tanpa celah. Mungkin di dunia tiada lagi kungfu yang sanggup memecahkan formasi 8 diagaram Dao kalian." kata Jieji memuji. "Tetapi anda yang tanpa tanding pasti mampu melakukannya kan?" tanya Lie xian dengan tersenyum. "Tidak juga... Di dunia tiada istilah tanpa tanding sesungguhnya. Beberapa kali aku juga nyaris menemui bahaya. Tetapi kepercayaan diri seseoranglah yang membuat seseorang menjadi kuat..." kata Jieji. "Apa betul begitu kak?" tanya Lie xian kembali. "Betul.. Sesungguhnya betul begitu... Oya, dik Xian. Kamu sekarang berumur berapa?" "Tahun ini pas 23 tahun. Memang ada apa?" "Tidak apa-apa..." jawab Jieji. Tanpa terasa, mereka telah sampai ke pintu masuk Hutan misteri. Lalu sesuai dengan petunjuk pak tua Akula, Jieji dan Lie xian segera mengambil arah barat. Semua petunjuk pak tua Akula sungguh cocok dengan keadaan alam disana dan tidak berubah. Sesaat Jieji lumayan kagum pada orang tua itu. "Dik Xian, kamu orang asli dari tanah tua mongolia?" tanya Jieji kemudian dengan mengajaknya berbincang kembali. "Tidak juga.. Sebenarnya ayah dan ibuku tidak tahu rimbanya kemana. Sejak kecil, aku diangkat oleh Pak Akula menjadi cucunya. Setelah beberapa tahun tinggal di Mongolia, suatu saat, aku diangkat anak oleh seorang pemusik hebat dari wilayah Nanyang. Disana aku juga diajari beberapa alat musik olehnya." "Jadi maksudmu, pemusik itu namanya Lie Maoxin?"

"Betul.. Tidak disangka kakak juga tahu namanya... Sejak itu, aku sering pulang balik daerah Nanyang, Kaifeng dan desa Jiamojin bersama kakak angkatku." tutur Lie Xian mengenang. Jieji cukup kagum terhadap nona cantik ini. Tidak disangkanya kehidupan nona Lie Xian juga termasuk pahit. Sejak kecil harus kehilangan kasih sayang orang tuanya. Dan kesana-kesini untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuknya kelak. "Kakakmu? Maksudmu kakakmu juga orang yang dalam 15 pasukan tersebut?" tanya Jieji kembali. "Betul... Nama kakakku Lie Hui, dia tinggal di Chenliu. Kamu pernah juga melihatnya kan?" Jieji segera berpikir. Lie Hui? Seorang gadis di samping Lie Xian saat pertarungan hebatnya di utara kota Ye yang kecantikannya memang tidak kalah dengan Lie Xian. Jangan-jangan dia adalah gadis dari rumah bordir Yuen Hua. Sebab dia pernah mendengar dari 2 orang di penginapan Chen liu yang mengungkit namanya. Tetapi tentu Jieji tidak berani menanyai Lie Xian, apakah benar atau tidak kakak angkatnya adalah seorang wanita penghibur. Namun bagaimanapun Jieji tentu heran, bagaimana seorang wanita penghibur hebat dalam kungfunya? Tetapi hebat dalam musik tentu adalah hal yang sangat wajar. Meski Jieji bukanlah tipe lelaki yang suka ke rumah bordir, namun seluk beluk rumah bordir tentu diketahuinya dengan sangat jelas adanya. Wanita penghibur disana ada 3 tipe. Tipe pertama adalah memanjakan para pengunjung dengan tarian dan musik. Tipe kedua adalah memanjakan pengunjung dengan menemani minum arak. Sedang tipe ketiga tentu adalah memanjakan tamunya dengan "tubuh". Bagaimanapun Jieji tidak akan berani menanyai Lie Xian. Oleh karena itu, selanjutnya dia diam dan tiada bersuara saja. Tidak berapa lama... Di depan gurun yang tandus tersebut telah menampakkan secercah kesuburan. Pohon-pohon yang kecil sudah tertampak dari arah yang lumayan jauh. Jieji dan Lie Xian yang melihatnya tentu segera girang sekali. Mereka segera memacu kudanya lebih cepat untuk segera sampai. Dari agak jauh, mereka telah melihat sebuah gubuk yang kecil. Di sekeliling gubuk terdapat pohon yang rindang. Luas daerah tersebut tidaklah kecil juga nampaknya. Mungkin hampir 1 Li persegi. Sebuah fenomena yang cukup aneh juga, karena di daerah tandus masih terdapat sumber aliran air. Bahkan disampingnya terlihat air terjun yang tidak tinggi dan mengalir deras ke aliran di samping. Daerah ini bisa dikatakan daerah "hutan misteri" mini. Daerah yang merupakan surga di neraka kehausan.

Setelah benar dekat... Jieji dan Lie xian segera menambatkan kudanya di salah sebuah pohon besar. Udara disini sungguh berbeda dengan udara di luaran. Udara terasa sungguh sejuk karena tadinya sangatlah panas menyengat. Jieji sesaat menarik nafas panjang untuk menikmatinya. Setelah itu, dia berjalan perlahan mendekati gubuk yang tersusun cukup rapi. Tetapi sebelum dia benar sampai... Sebuah suara tenaga dalam hebat luar biasa telah muncul. "Seorang pahlawan zaman ini telah datang... Kenapa tidak segera masuk?" Suara seorang wanita muda??? Suara yang keluar adalah suara yang hebat adanya. Suara yang jauh lebih sakti dari semua suara yang pernah di dengar Jieji. Bahkan gaungan suara 1000 Li-nya Dewa Sakti bukanlah apa-apa jika dibandingkan suara orang ini. "Pahlawan adalah sebutan bagi seorang yang hebat sepanjang masa. Bagaimana orang yang masih muda dan tiada berpengalaman bisa disebut dengan gelar yang demikian tinggi?" tutur Jieji dengan sangat sopan. "Ha Ha Ha..........." terdengar suara seorang wanita muda yang tertawa cukup hebat. Setelah tawanya mereda dia berkata. "Masuklah...." Pintu gubuk yang tadinya tertutup telah terbuka sangat pelan. Dan tidak berapa lama, pintu telah terbuka penuh. Jieji melihatnya sambil tersenyum manis, lalu dia berjalan pelan mendekati diikuti oleh Lie Xian. Ketika dia telah sampai tepat pada daun pintu yang telah terbuka lebar. Dia memandang ke dalam dengan serius adanya. Sesaat, dia terkejut luar biasa... Seorang wanita yang berambut putih... Seorang wanita tua yang mirip dengan seseorang yang pernah dilihatnya langsung... Wanita yang sungguh mirip dengan Dewi peramal... Rambutnya memutih semua, namun pandangan matanya sungguh sangat bersinar terang. Dan di wajahnya tiada nampak keriput sama sekali. Di bibirnya tersungging senyuman yang sungguh manis luar biasa layaknya seorang gadis yang sangat cantik. Lie Xian yang melihatnya tentu sangat terkejut dan terkagum tiada habis-habisnya.

BAB LXXXI : Perbincangan Dengan Xue Hung "Kamu tahu? Sudah berapa lama aku menunggumu disini?" tanya Xue Hung, sang wanita tua langsung ketika menatap Jieji dengan tersenyum.

"Ha? Anda menungguku? Memang ada masalah apa sehingga diriku yang tiada berguna membuat tetua menungguku?" tanya Jieji yang agak heran. "Ha Ha Ha..............." Xue Hung terlihat tertawa sangat senang seperti layaknya seorang gadis kecil tiada henti-hentinya. Tentu tingkah "aneh" tetua tersebut mengundang rasa heran luar biasa bagi Jieji maupun Lie Xian yang berada disana. Entah apa maksud sesungguhnya dari Xue Hung mengatakan hal tersebut. Tidak berapa lama, Lie Xian segera menanyainya. "Tetua Xue... Boleh tidak kutahu berapa umur anda sesungguhnya sekarang?" "Hm.... Aku lahir sekitar 30 tahun setelah wafatnya Kaisar wanita dari Dinasti Tang..." Jawab Xue Hung. Hal ini segera mengejutkan keduanya. Seakan tidak percaya mereka terheran-heran sekali. Kaisar Wanita dinasti Tang adalah Wu Zetian. Dan 30 tahun setelah wafatnya Wu Zetian adalah sekitar tahun 730-an. Sedangkan sekarang adalah akhir dari tahun 900-an. Berarti wanita tua bernama Xue Hung ini paling tidak umurnya telah 240 tahun ke atas. "Tidak mungkin....." kata Lie Xian yang agak heran. "Ha Ha....... Itu mungkin saja. Bahkan kedua cucu keponakan muridku masih tetap ada di dunia. Lalu apa yang heran dari semua itu?" tanya Xue Hung. "Betul... Seharusnya kedua cucu keponakan murid tetua adalah dua tetua dunia persilatan juga yang telah sangat tua adanya." Jawab Jieji sambil tersenyum. "Betul... Betul.... Kamu tahu, ketika murid kakak kandungku mengangkat murid lelaki yang hanya berumur 5 tahun satu-satunya. Saat itu umurku sudah 50-an." kata Xue Hung. Xue Hung tentu adalah adik kandung dari Xue Yang, seorang pendekar yang mempunyai sifat keadilan yang sungguh tinggi adanya. Pendekar yang menyandang pedang Es rembulan dan mengharumkan dunia persilatan beberapa lama. Berarti disini umur Dewa Sakti paling tidak juga telah mencapai 190-an. Sungguh hebat adanya. "Kalau begitu... Sungguh aneh sekali ada kejadian begitu di dunia..." kata Lie Xian dengan mengerutkan dahinya. "Itu tidaklah heran sama sekali. Hidup menurut jalan Dao akan membuat seseorang panjang umur." tutur Xue Hung sambil menengadahkan kepalanya dan menghela nafas panjang. "Apa yang masih tetua risaukan?" tanya Jieji kemudian setelah beberapa saat. "Hanya 1 hal saja. Kamu tahu? Aku hidup hanya dengan 2 tujuan..." tutur Xue Hung sambil memandang ke arah Jieji dengan sangat serius.

"2 hal? Tentu kedua hal tersebut adalah hal yang luar biasa pentingnya..." kata Jieji seraya mengerutkan dahinya. "Betul... Hal pertama mungkin sangat penting. Tetapi hal kedua, sungguh aku benci akan hal ini. Tetapi inilah takdir yang harus kujalankan pada akhirnya..." Jawab Xue Hung sambil menghela nafas kembali, tetapi kali ini dari wajahnya segera nampak ketuaan yang sangat. Sepertinya ada hal yang betul-betul mencemaskannya. "Hm... Setidaknya hidup tetua masih ada tujuan. Sedangkan aku...." kata Jieji dengan mengerutkan dahinya. Ini adalah pancingan yang sengaja dibuat oleh Jieji. Tentu baginya, tetua pasti tahu apa maksud kedatangannya disini. Namun bagaimanapun dia tiada berani mengatakannya terus terang terlebih dahulu. Oleh karena itu, dia menggunakan "pancingan" dari kata-katanya. Tentu apa yang dikatakan Jieji sangat diketahui oleh Xue Hung. Mendengarnya, Tetua tersebut langsung tertawa sangat keras. "Ha Ha Ha..........................." "Betul... betul... Kamu ingin menanyaiku sesuatu. Aku hampir lupa karena menceritakan hal yang tidak berguna seperti ini...." tutur Xue Hung. "Mohon maaf tetua... Tetapi masih banyak hal yang perlu kuketahui adanya..." kata Jieji sambil memberi hormat sangat dalam kepadanya. Xue Hung memandangnya beberapa saat. Kemudian dia berkata. "Kamu tahu... Di langit pada malam hari... Telah muncul 4 bintang yang sangat kontras satu sama lainnya sekarang?" tanya Xue Hung. "Tentu tidak tahu... Mengenai masalah perbintangan sama sekali tidak kuketahui sama sekali.." jawab Jieji dengan jujur. "Hm...." angguk Xue Hung dengan tersenyum. "Sekitar ratusan tahun yang lalu, bintang tersebut juga pernah muncul. Hanya bintang saat itu hanya ada 2 biji. Yang pertama adalah bintang "pahlawan" dan yang kedua adalah bintang "kegelapan". Keduanya hampir mirip dengan keadaan sekarang." "Jadi maksud anda adalah tetua Xue Yang-lah salah satu dari bintang tersebut?" tanya Jieji. "Betul.. Kamu cerdas dan pandai... Bintang kali ini juga sama adanya. Bintang pahlawan tiada lain adalah untuk dirimu. Sedangkan bintang kegelapan....." kata Xue Hung sambil mengerutkan dahinya. "Siapa lagi tetua ? Siapa lagi yang menyandang bintang kegelapan itu?" tanya Lie Xian memotong.

"Ha Ha.............." Xue Hung tertawa sangat panjang. Setelah itu, dia memandang ke arah Jieji sambil tersenyum penuh arti. "Hm... Bintang satunya lagi mungkin adalah diperuntukkan bagi Yue Liangxu...." jawab Jieji dengan datar. Xue Hung cukup terkejut. Dia tidak tahu bahwa Jieji sudah mampu mengiranya sebahagian besar. Dan lantas dia tentu tertawa saja. "Betul... Dialah orangnya. Dan kamu juga tahu seharusnya. Bintang kegelapan ratusan tahun yang lalu berakibat fatal bagi bintang pahlawan." jawab Xue Hung kembali. Jieji berpikir beberapa saat. Setelah itu, dia menjawab kembali. " Jadi bintang tetua Xue Yang-lah yang kalah akhirnya oleh tetua sesat yang merupakan kakek tua luar dari kedua istriku... Hm...." jawabnya sambil menggoyangkan kepalanya. Seakan tidak percaya, Xue Hung terkejut dan kagum luar biasa. Berarti analisis dalam otaknya sebagian telah menuju ke kebenaran sejati yang sungguh ingin diketahuinya. "Betul... Dahulu, Huang Yuzong melakukan hal yang sangat licik. Dia meminta dukun tua dari tanah Mongolia untuk mengubah takdir langit sedemikian rupa. Kamu tahu tujuannya?" tanya Xue hung kembali pada Jieji. "Hm..." "Di dunia, seseorang yang berambisi pada awalnya adalah melatih silatnya hingga tingkat tinggi. Setelah itu, dia pasti akan berupaya menjadi ketua dunia persilatan. Namun setelah mencapainya dia tidak pernah puas. Dia ingin menjadi pejabat kerajaan. Setelah juga mencapainya, dia tidak akan puas kembali. Terakhir dia berupaya menjadi kaisar sejati. Setelah menjadi naga di bawah langit, maka dia ingin hidup abadi dan kekal sejati... Inilah lingkaran kehidupan manusia yang ambisius...." terang Jieji sambil berpikir. "Berarti sebahagian besar kamu telah mampu menebaknya. Betul... Hal itulah yang akan dilakukan oleh Huang Yuzong. Sedangkan ketika kakak kandungku mengetahuinya, dia segera berniat menghentikan Yuzong. Tetapi, dalam pertarungan 5 kali. Yuzong tidak pernah berhasil mengalahkan Xue Yang. Namun, setiap kali kakak kandungku selalu melepaskannya dan memintanya bertobat. Tetapi...." tutur Xue Hung sambil menghela nafas panjang. "Berarti benar apa yang kukira. Tidak mungkin Huang Yuzong yang belum menyelesaikan ilmu silat tertingginya mampu mengalahkan Xue Yang yang telah kesohor di dunia persilatan." jawab Jieji sambil menggoyangkan kepalanya. "Betul... Saat itu, kakak kandungku mengalami sebuah masalah besar. Dia dikeroyok pendekar dunia persilatan yang jumlahnya banyak sekali. Hal ini terjadi setelah pertarungan hebat terakhirnya melawan Huang Yuzong di puncak gunung Sung. Yuzong yang tidak puas telah menfitnah kakakku. Alhasil, setelah terluka lumayan parah dalam pertarungan. Dia juga masih harus melawan banyaknya pendekar dunia persilatan. Terakhir, setelah dia kembali ke Hua Shan. Dia datang ke daerah gurun ini..." jelas Xue Hung.

"Jadi Huang Yuzong setelah kematian Xue Yang lalu menyempurnakan ilmunya, terakhir malah ilmu itu malah menyesatkan dirinya sendiri?" tanya Jieji. "Betul... Kamu tahu... Jika ilmu dari 4 unsur-mu satu saja lebih bersifat "membunuh" maka kamu telah berubah menjadi setan juga?" tanya Xue Hung kepadanya dengan tatapan penuh arti. "Apa yang tetua katakan benar adanya. Aku hanyalah orang yang sangat beruntung sekali..." jawab Jieji sambil berpikirdan terlihat sungguh puas adanya mendapati hal yang diterangkan oleh tetua Xue Hung. Sesaat itu, Pemikirannya langsung melayang. Tapak berantai ciptaannya sendiri adalah gabungan 4 jurus yang setara adanya. Di antara keempat jurus yang paling mematikan dan menghasilkan serangan mengerikan hanyalah "Ilmu jari dewi pemusnah dan tendangan mayapada." Kedua Ilmu ini dipadu dengan kedua ilmu yang bersifat jauh lebih tenang, sehingga keempatnya mampu saling melengkapi. Jieji berpikir, jika saja ilmu langkah Dao-nya diganti dengan ilmu lain yang bersifat "menyerang" maka dia juga telah berubah menjadi seorang pendekar sadis seperti layaknya Yuzong. "Betul... Inilah yang menjadi kekhawatiranku setelah bertahun-tahun. Dewa Sakti tidak pernah ingin menyelesaikan gabungan ilmu terakhir karena dia tahu dengan sangat benar. Jurus Ilmu jari dewi pemusnahnya lah yang akan "memusnahkan" keturunan manusia di jagad. Tetapi sekarang..." kata Xue Hung menjelaskan, namun setelah itu dari tatapan matanya terlihat sayu sekali. Jieji yang terus menatap orang tua, dan langsung terlihat sikap sayunya langsung terkejut luar biasa. "Jadi Zhu Xiang?????" tanya dengan terkejut dan heran luar biasa. "Betul... Ini adalah hal yang sungguh gawat adanya...." jawab Xue Hung yang telah tahu bahwa Jieji telah mengetahuinya. Dahulu, jurus Ilmu jari dari Dewa Saktilah yang sepadan dan terkuat untuk membawa semua energi. Jieji yang menguasai ilmu tersebut dan menguasai tapak berantai tentu sangat tahu. Sebab dari jurus tapak berantainya sendiri, semua energi "diangkut" oleh Ilmu jari dewi pemusnah. Sekarang Zhu xiang, seorang penguasa Ilmu tapak buddha Rulai yang mempunyai unsur yang sama pasti akan mampu menyelesaikan proyek yang telah tertunda beberapa puluh tahun itu. Tentu hal ini membuatnya sangat terkejut sekali. "Berarti pertarungan aku dengan Liangxu hanya menunggu waktu saja..." jawab Jieji yang serasa menyesal. Xue hung yang melihat sikap Jieji segera menasehatinya. "Ini adalah takdir. Kamu kecewa benar kan? Dua kali kamu tidak sanggup membunuhnya

hanya karena hatimu yang masih berbelas kasihan. Kamu sungguh mirip kakak kandungku..." katanya sambil memandang ke Jieji dengan senyuman penuh arti. "Aku adalah seorang lelaki biasa saja. Mana mungkin sanggup ku bandingkan diriku dengan tetua Xue Yang..." jawab Jieji memberi hormat kepadanya. "Ha Ha..... Kamu tidak tahu... Dari bintang pahlawan tentu akan turun kembali ke bintang pahlawan sendiri. Jadi bagiku, kamu adalah kakak kandungku...." kata Xue Hung dengan sangat gembira. "Tidak... Tidak... Ini adalah hal yang sungguh kurang ajar sekali. Hal laknat seperti itu niscaya Jieji berani menerimanya...." kata Jieji dengan menggelengkan kepalanya dan menghormat dengan penuh kepada Xue Hung. "Baiklah... Kamu tahu.. Apa tujuan kakekmu datang kesini sekitar hampir 35 tahun yang lalu?" tanya Xue Hung kemudian seraya mengganti topik pembicaraan. Hal ini tentu sangat ingin diketahui oleh Jieji. Dia sebenarnya tidak berani bertanya dahulu, namun tuan rumah sudah memberikannya sebuah kata-kata yang ingin diketahuinya. Tentu dia terlihat mengangguk kepalanya perlahan. "Dia datang kepadaku untuk 2 hal...." kata Xue Hung seraya menunjukkan jarinya ke angka dua. "Dua? Sungguh aneh sekali..." kata Jieji seraya berpikir. "Yang pertama adalah menyangkut dirimu. Yang kedua justru menyangkut sesuatu dari dirimu sekarang..." kata Xue Hung seraya tersenyum penuh arti. Dia ingin Jieji yang menebaknya langsung. Seraya berpikir, dia mengatakan. "Hal yang pertama mungkin bisa kutebak. Tetapi belum bisa kupastikan. Dan hal yang kedua, katanya seraya mengangkat pedang Ekor apinya dari samping pinggang kirinya. Sedangkan pedang bumi berpendar ada pada sebelah kanan pinggangnya sendiri. "Ha Ha... Betul.. Betul.. Dia ingin mengetahui rahasia tentang pedang itu.. Lalu aku memberinya sebuah taruhan." jawab Xue Hung. "Jadi??? Tiga jurus itu??" tanya Jieji dengan terkejut. "Betul.. Kurasa kamu sudah tahu adanya. Aku menantangnya dalam 3 jurus. Jika aku sanggup mengalahkannya dalam 2 jurus, maka kedua hal itu tidak akan kuceritakan." kata Xue Hung. "Jadi kakekku ternyata berhasil?? Dia sanggup kalah dalam 3 jurus?" tanya Jieji dengan senang sekali. "Ha Ha... Betul.. Sungguh aneh.. Sikap kakekmu yang telah kepayahan saat itu juga mengatakan hal yang mirip dengan keadaan sekarang...." tutur Xue Hung kembali dengan sangat senang.

"Berarti tetua telah mengatakan hal sesungguhnya kepada kakekku?" tanya Jieji dengan keheranan. "Betul.. Tentu telah kuungkapkan semuanya." kata Xue Hung sambil mengangguk kepalanya perlahan. "Lalu apa boleh kutahu hal sesungguhnya dari apa yang tetua bicarakan dengan kakekku saat itu?" tanya Jieji kembali. Xue Hung hanya diam, di wajahnya nampak sebuah pertanyaan yang penuh arti. Sedang dari sinar matanya terlihat sungguh aneh. Jieji yang melihatnya segera tahu. "Baiklah... Tetapi tidak ingin ku langkahi tetua sendiri..." jawabnya dengan tersenyum pula. Lie Xian yang disampingnya tentu tidak tahu apa maksud sesungguhnya dari Xue Hung dan Jieji. Dia hanya diam dan terheran-heran. Xue Hung segera tanpa ancang-ancang dan aba-aba langsung menyerangnya dengan sungguh cepat. Kecepatan yang tiada taranya lagi bagi pendekar dunia persilatan. Kecepatan yang tidak pernah dilihat oleh Jieji sendiri. Tanpa terasa, tapak hebat telah hampir mendarat di perutnya. Dan desakan tenaga dalam nan sakti telah mendarat di perut Jieji. Tetapi... Sebelum Jieji sempat kesakitan dan mundur, dia menghembuskan nafas dengan sangat cepat dan membentuk tangannya selingkaran penuh keduanya. Ketika kedua tapaknya di rangkapkan ke arah tapak tetua Xue Hung. Getaran luar biasa hebat terasa. Tetapi yang anehnya, kedua tenaga dalam tiada merusak. Hanya sekitar tangan keduanya saja terjadi benturan luar biasa hebat. Sehingga gubuk kecil milik Xue Hung malah tiada apa-apa. Bahkan Lie Xian yang berdiri di belakang Jieji malah tidak merasakan adanya getaran tenaga dalam hebat. Ketika melihat jurusnya gagal, Xue Hung kembali melancarkan jurus lain untuk mengimbanginya. Dia putar tapaknya selingkaran penuh. Tentu hal ini sangat mengejutkan Jieji. Ini adalah jurus yang dikuasainya sendiri. Sebuah jurus nan hebat yang diciptakannya. Melihat perubahan itu, Jieji kembali mengganti jurusnya. Dia melakukan hal yang sama. Seraya memutarkan tubuhnya penuh juga. Jieji melayani tapak Xue Hung yang terlihat lemah adanya. Benturan tapak kemudian terjadi kembali. Namun sekali ini juga sama, tiada adanya rasa "merusak" dari tapak keduanya.

Lie Xian yang melihatnya tentu heran. Dia tidak pernah tahu bahwa kedua tapak yang bertemu itu jika di gabungkan untuk menghantam sebuah bukit. Bukit tersebut pasti telah hancur berkeping keping. Tetapi tapak kedua pendekar tersebut sepertinya hanya tapak biasa tanpa tenaga dalam. Beberapa jurus mereka mengganti, akhirnya keduanya memutuskan untuk mengeluarkan tenaga penuh. Dengan sebelah tapak masih berlaga satu sama lainnya, Jieji langsung menarik nafas terdalamnya. Begitu pula hal ini dilakukan oleh Xue Hung. Sama-sama terlihat memutar tapaknya penuh satu lingkaran. Energi keempat unsur dari tubuh Jieji seperti air bah yang datang akibat tanggul jebol menyerang melalui tapak. Namun Jieji juga merasakan hal yang sama telah terjadi dari diri Xue Hung. Empat buah energi yang sama juga mengalir dan tertahan di tapak keduanya yang telah saling berpadu tadinya. Beberapa saat, terlihat Jieji dan Xue Hung telah melayang dari daratan setinggi 1 kaki. Di wajah keduanya terlihat sinar mata yang penuh arti, dan keduanya juga menyunggingkan senyuman. Saat ini, keduanya langsung mengubah perubahan energi mereka. Delapan energi yang telah berpadu di tengah tapak langsung tertarik masing-masing kembali. Mungkin pertarungan akan berhenti disini... Tetapi dengan tiba-tiba... Empat energi yang kembali langsung membawa energi 4 unsur kembali untuk bertemu di tengah kembali. Inilah tapak berantai tingkat kelima yang dikeluarkan kedua belah pihak. Saat kedua 4 energi kembali bertemu. Tenaga dalam telah memudar ke 8 arah di sekitar tubuh mereka. Energi yang terlihat biasa saja dan tiada mengoyak. Bahkan Lie xian yang di belakang terasa energi hembusan angin sepoisepoi yang menyembuhkan terasa. Ketika 8 energi berpendar, kedua pendekar segera terlihat terpental ke belakang dengan sangat ringan. Keduanya mampu mendarat dengan sangat baik adanya. Setelah keduanya berdiri saling menatap sambil tersenyum. Xue hung segera berkata. "Ha Ha Ha..... Tidak disangka masih ada orang yang mampu bertanding dan setingkat denganku..." tertawa keras Xue Hung mendapati hal tersebut. "Betul.. Hari ini sungguh aku sangat puas sekali adanya tetua..." kata Jieji dengan tersenyum juga sangat manis. "Tetapi apa yang kalian lakukan sih sebenarnya? Kenapa aku tidak merasakan hawa pertempuran dahsyat dari kalian berdua?" tanya Lie xian yang tentunya sudah sangat heran mendapati energi mereka bahkan biasa-biasa saja. Sebab menurutnya, dia juga mampu melakukan hal yang dilakukan mereka berdua.

"Tidak.. Bukan begitu nak... Kamu tahu, di tengah aliran tenaga dalam kita berdua. Daya rusaknya telah tiada 2 di jagad lagi..." terang Xue Hung dengan tersenyum sangat manis kepadanya. "Betul... Ini sengaja kita lakukan. Karena jika benar kita mengarahkannya ke arah lain. Maka hutan kecil ini betul akan menjadi gurun kembali...." kata Jieji kemudian. "Ha Ha Ha... Betul.. Tidak salah..." Xue hung tertawa deras sekali. "Tetapi apa yang ingin kamu ketahui tentu akan kujelaskan..." Jieji melihat tingkah orang tua tersebut tentu girang. Semua misteri hatinya mungkin akan terpecahkan sekarang juga. "Kamu tahu.. Permintaan kakekmu yang pertama itu apa?"tanya Xue Hung. "Sesuatu yang menyangkut diriku sendiri. Tetapi saya benar tidak tahu adanya..." jawab Jieji jujur. "Kamu yang masih berumur beberapa bulan terkena racun yang ditebarkan oleh dewa Bumi. Dia memintaku untuk menyembuhkan dirimu saat itu. Tetapi, aku telah tinggal nan jauh dari sini. Makanya hal yang bisa kulakukan adalah meminta 7 muridku untuk pergi ke Dongyang." tutur Xue Hung. Jieji sangat terkejut. Dia tidak menyangka tenaga dalam yang telah "dimiliki"nya sejak kecil adalah tenaga dalam 7 murid dari Xue Hung sendiri. Tentu dia sangat gembira tiada tara, tetapi dari matanya segera mengalir air mata. Dia segera memberi hormat kepada Xue Hung. "Jika tiada tetua dan kakekku, niscaya aku tidak mungkin hidup sampai sekarang..." "Tidak juga.. Ini adalah takdirku sendiri. Takdir 7 muridku, serta dewa manusia dan ayahmu...." katanya mengenang. "Lalu tetua?" tanya Jieji kemudian. Namun Xue Hung segera memotongnya. "Setelah kamu telah benar hampir sembuh, Hikatsuka membawamu ke daratan tengah. Tujuannya adalah mencari dua orang saja. Salah satu di antaranya baginya telah cukup..." "Jadi salah satu di antara keduanya tentu Xia Rujian dan Wu Quan. Ayahku dan mertuaku sendiri?" "Betul... Mereka berdua-lah. Saat itu, hikatsuka Oda dan Xia Rujian serta Wu Quan adalah teman baik. Dia sangat membutuhkan salah satu di antara kedua orang itu." jawab Xue Hung. "Tetapi kenapa begitu? Jangan-jangan semua ini adalah sandiwara??" tanya Jieji dengan keheranan kembali.

"Betul.. Inilah sandiwara terbesar yang dibuat oleh Dewa Bumi... Dia ingin Hikatsuka melengkapi ilmu pemusnah raga karena saat itu dia menguasai Tendangan mayapada. Meski dewa Bumi sendiri pernah mempelajari ilmu itu, namun ilmu yang diberikan kakekmu tidaklah lengkap kepadanya. Ilmu tendangan mayapada sungguh tidak setara untuk jurus Dewa Bumi yang lain. Sehingga dia marah luar biasa mendapatinya. Terakhir dia melakukan sandiwara tersebut." kata Xue Hung menerangkan. Jadi dulu ayah dari Jieji, Hikatsuka dan ibunya telah diincar untuk bergabung dengan Dewa Bumi. Tetapi sungguh heran sekali adanya, kenapa Hikatsuka mau saja menjadi pengikut dewa Bumi. Xue hung yang melihat perasaan campur aduk Jieji segera berkata. "Ilmu yang hebat... Tentu siapapun ingin menguasainya. Namun mereka semua telah salah jalan. Semuanya telah digelayuti "iblis" di hati mereka masing-masing..." "Jadi??? Jangan-jangan??" tanya Jieji dengan keheranan kembali. "Betul... Yang mampu menguasai ilmu tersebut hanya beberapa orang yang telah ditakdirkan. Kamu tahu, selain kamu. Zhao kuangyin, kuangyi dan Yue Liangxu-lah ketiga orang lainnya. Mereka-lah yang sanggup menguasai ilmu tersebut lagi..." tutur Xue Hung. "Jadi karena ilmu yang tiada seberapa ini saja? Mereka rela meninggalkan keluarga. Rela mengkhianati diri sendiri kemudian hidup dengan terkurung selamanya?" kata Jieji dengan nada yang sangat menyesal. "Hm... " Xue Hung terlihat menganggukkan kepalanya perlahan. "Lalu, bagaimana dengan pedang ini?" tanya Jieji kemudian seraya mengangkat pedang ekor apinya. "Ha Ha... Pedang ini dinamakan pedang pemusnah raga? Kamu mau tahu kisahnya?" tanya Xue Hung kembali. Jieji menganggukkan kepalanya perlahan. "Akan kuceritakan seluk beluknya saja. Karena ada sesuatu yang ingin dan harus kamu ketahui dengan sendirinya. Baiklah... Kamu tahu,... Kisah pedang tersebut?" "Sama sekali tiada petunjuk bagiku..." jawab Jieji. "Baik.. Kamu tahu siapa pencipta Ilmu pemusnah raga pertama kali di dunia..." Seraya berpikir, Jieji menggelengkan kepalanya perlahan. "Ilmu pemusnah raga diciptakan pertama kali oleh Shi Huang Ti, Qin She Huang...." kata Xue Hung. Tentu hal ini sangat terkejut bagi Jieji yang mendengarnya. Dia tidak pernah tahu kalau Ilmu tersebut telah ada sejak seribu tahun yang lalu. Dia terbengong mendengarnya.

"Qin She huang menciptakan ilmu ini untuk menjadi yang terbaik sepanjang masa. Mengingat ilmu perang, strategi dan taktiknya telah sangat luar biasa di zamannya. Dia tidak pernah puas, sebab ilmu kungfunya yang telah sangat tinggi itu malah bisa ditandingi beberapa orang di zamannya. 7 tahun menjelang wafatnya, dia telah berhasil menyempurnakan ilmu tersebut. Namun dia telah berubah sangat drastis. Dia menjadi penguasa lalim, dia menjadi teror bagi masyarakan China saat itu...." "Jadi dialah manusia sesat pertama sejak Ilmu pemusnah raga beredar..??" tanya Jieji heran. "Betul.. Dialah orang pertama... Dia selalu menyandang sebuah pedang pendek sambil melakukan pembantaian para manusia tidak berdosa..." kata Xue Hung kembali. Jieji segera melihat ke pedangnya. Pedang Ekor api yang sebenarnya pernah mengambil banyak rakyat yang tiada berdosa tersebut. "Tetapi saat itu, wujud pedang memang bukan sedemikian. Sekitar 10 tahun setelah wafatnya Qin She huang. Xiang Yu-lah pemegang pedang tersebut. Dia juga telah berubah menjadi iblis sepanjang masa. Meski sifat kepahlawanannya telah menggetarkan dunia, tetapi sifat iblis dalam dirinya juga tidak kalah...." tutur Xue Hung. "Pantas sekali jika pedang ini sangat kontras dengan pedang Es rembulan..." jawab Jieji kemudian. "Betul.. betul... Pedang es rembulan adalah pedang raja Han barat. Pertandingan kedua pedang akhirnya dimenangkan oleh Liu Bang. Ini juga adalah takdir adanya..." jawab Xue Hung. "Lalu bagaimana dengan "perubahan" pedang ekor api?" "Pedang tersebut semenjak ratusan tahun lalu dinamakan pedang pemusnah raga, karena pedang ekor api sebenarnya adalah pemilik penguasa Ilmu pemusnah raga. Seorang pandai besi dari Dinasti Tang yang mengetahui riwayat pedang, segera menempa Pedang di Hutan misteri. Dia mengangkut batu meteor di utara dan dengan pedang pemusnah raga, dia meleburnya kembali. Sifat batu meteor nan panas adalah sifat yang cocok untuk menguasai sifat "iblis" dari pedang tersebut. Sehingga pedang yang tercipta kemudian telah kehilangan rasa "iblis"-nya." tutur Xue Hung menjelaskan. "Jadi ketika Guo Lei....???" tanya Jieji dengan mengerutkan dahinya. "Seorang yang mempunyai sifat kelicikan dan dengki tidak mampu memakai pedang tersebut. Hal itu berlaku untuk pedang lainnya.... Hanya seorang pahlawan dan orang yang mempunyai jiwa kebenaran tinggi yang sanggup memakainya. Bahkan untuk orang-orang ini, pedang akan mampu dimaksimalkan penggunaannya." tutur Xue Hung kembali. "Jadi begitu...??" kata Jieji seraya berpikir kemudian. "Untuk itu, sebenarnya kakekmu menanyaiku mengenai pedang pemusnah raga itu. Mereka kabarnya bertanding hebat di gurun untuk menjadi pemilik pedang. Namun, sesuai dengan apa

yang kamu ketahui. Dewa manusia berhasil... Dia menjadi pemilik pedang asalkan mampu mendapatinya di hutan misteri....Oleh karena itu..." jelas Xue hung. Tetapi sebelum selesai, dia dipotong oleh Jieji. "Dia datang mencarimu untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari pedang di hutan itu?" "Betul.. Pedang ini dibawa oleh pandai besi itu untuk diletakkan di dalam hutan misteri sehingga bagi orang mongolia, pedang ini adalah leluhur mereka. Tetapi mereka tidak pernah tahu bahwa pedang telah dibawa pergi oleh Dewa manusia beberapa puluh tahun lalu." jawab Xue Hung sambil tersenyum manis. Jieji sekarang hanya diam saja. Dia tidak menanyainya lagi beberapa saat tetapi hanya berpikir saja. "Lalu bagaimana dengan pedang bumi berpendar?" tanya Lie Xian yang memecah keheningan. "Betul.. Rahasia dari pedang masih ada di hutan misteri..." kata Xue Hung kembali dengan tersenyum. Jieji segera menatap pandangan mata orang tua ini. Sesaat, dia juga tersenyum sangat manis.

BAB LXXXII : Hutan Misteri "Nak, ada hal yang masih perlu kuberitahu sebelum kepergianmu...." tutur Xue Hung setelah sedemikian lamanya mereka saling bertatapan. "Silakan tetua... Yang muda memohon petunjuk kepada anda." kata Jieji seraya memberi hormat ke arahnya. "Ada sesuatu lagi.. Yaitu mengenai tapak berantai-mu tingkat 5 tadinya... Kamu tahu efek samping sesungguhnya daripada jurus mematikan tersebut?" tanya Xue Hung dengan pengertian kepadanya. "Tentu tetua... Pemaksaan tenaga yang berlebihan bahkan bisa membuat hal yang malah tidak baik adanya. Untuk hal ini cukup lama telah kusadari..." jawab Jieji. "Betul... Oleh karena itu, sebelum benar terdesak. Janganlah kamu mengeluarkannya karena lebih banyak bahayanya daripada hal yang baik..." tutur Xue Hung kemudian. Jieji terlihat mengangguk perlahan sambil memberikan hormatnya. "Tetua... Apa jalan ke dalam hutan misteri tidak gampang dicapai?"tanya Lie Xian yang sedari tadi diam dan memperhatikan kemudian. "Tidak juga.. Untuk hal ini bisa dibilang tidaklah sulit benar. Mengingat kalian berdua cukup menguasai 8 Diagram Dao. Dan ada sebuah petunjuk yang akan kuberikan kepada kalian berdua." jelas Xue Hung.

Jieji dan Lie Xian terlihat menganggukkan kepalanya. "8 Diagram dalam Hutan misteri terdapat pintu "terkurung". Hanya pintu itu-lah yang tidak boleh dimasuki. Sebab jika sempat masuk ke dalam. Maka kalian akan susah keluar lagi seumur hidup. Tetapi perubahan disana sangat fasih, untuk itu aku mau kalian betul hati-hati dan cermat terhadapnya. Selain itu..." "Selain itu apa tetua Xue?" tanya Jieji yang agak heran. "Nanti kamu pasti akan tahu betul setelah sampai disana..." jawab Xue Hung tanpa lagi berkata banyak. Namun dia tetap terlihat tersenyum puas akan kedatangan Jieji. Jieji berdua segera minta pamit untuk meninggalkan ruangan. Dia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang dalam kepada orang tua yang nan lihai ini. Setelah mereka berdua telah benar jauh adanya dari wilayah hutan kecil. Xue Hung terlihat menggumam beberapa kalimat. "Takdir... Kamu telah kutunggu lebih dari 30 tahun, kakak.... Sekarang tidak lama lagi mungkin akulah yang akan mengikuti jejakmu... Empat unsur, 6 tahun.. Langit kembali bersinar setelah kegelapan..." Kata-kata gumamam yang terasa cukup aneh. Disini Xue Hung menganggap Jieji adalah "Xue Yang". Selain itu, empat unsur dan enam tahun. Entah apa maksud dari perkataan Xue Hung. Namun setelah ini, dia kembali terlihat menggumam. "Hanya 3 bulan lagi. Tiga bulan hidupku akan berakhir nantinya..." Di bibirnya terlihat senyuman yang pahit sangat dan terlihat mengalir darah segar, kemudian di wajahnya terpampang wajah yang telah sangat tua adanya. Sinar matanya telah sayu... Ternyata pertandingan tadinya dengan Jieji telah menghabiskan cukup banyak tenaga-nya. Dia telah mengalami luka dalam yang tidak ringan sama sekali. Namun dalam hatinya, dia tidak merasa sakit karena dirinya sesungguhnya "kalah". Tetapi ada sesuatu di dalam hatinya yang terlihat seperti misteri yang tiada berujung. Beberapa jam kemudian. Di depan gerbang masuk Hutan misteri... Di sini telah terlihat 2 orang yang masih tetap menunggang kuda. Seekor kuda yang biasa saja dan seekor lagi kuda gagah yang sedang membawa majikannya. Kedua orang ini adalah Jieji dan Lie Xian yang telah sampai pas di depan pintu masuk hutan misteri. Pemuda terlihat hanya diam saja sambil mengamati ke depan. Tetapi di dalam hatinya telah terasa beberapa hal yang terasa cukup janggal. "Apa kita masuk sekarang kak?" tanya Lie Xian yang melihat Jieji hanya diam saja.

"Baik..." Mereka berdua segera menambatkan kudanya di depan pintu gerbang hutan tersebut. Lalu dengan berjalan kaki, mereka berdua memasuki pintu utama yang merupakan gerbang dari hutan misteri. Perjalanan awal memang sepertinya tidak begitu menyulitkan bagi keduanya. Terutama Lie Xian yang berasal dari suku Jiamojin. Beberapa kali dia telah melewati pintu 8 diagram tersebut, selain itu dia juga adalah pengawal sakti kerajaan yang menguasai betul formasi tersebut. Meski Jieji tidak betul hafal, namun dalam kitab sastra yang pernah dipelajarinya dahulu juga ada memuat teori singkat dari formasi 8 diagram cangkang kura-kura ini. Dia juga tidak terlihat betul cemas akan keadaan sekarang. Dia tetap tenang-tenang saja. Pintu masuk yang akan dilalui kali ini adalah pintu "hidup" terlebih dahulu. Setelah melewati pintu hidup, maka akan mencari pintu "aman" dan terakhir adalah pintu "selamat". Tiga buah pintu sederhana yang gampang dicari dalam formasi Dao. Tentu mereka merasa tidak akan menyulitkan adanya mendapati formasi tersebut. Tetapi... Ketika mereka telah melewati pintu kedua "aman". Hal kemudian terasa sangatlah janggal adanya. Pintu-pintu yang tadinya terlihat hanya "diam" sekarang terlihat bergetar dan seakanakan sedang berputar. Tentu keduanya terlihat heran mendapatinya. Namun sebisanya Jieji mengkonsentrasikan diri terhadap putaran pintu "selamat". Putaran pintu memang terlihat biasa saja dan lambat, dengan segera Jieji berniat untuk mencapai pintu tersebut. Oleh karena itu, dengan mengambil cara setengah berlari dia mendekati pintu "selamat" ini. Tetapi... Ketika dia telah hampir dekat dengan pintu berputar. Matanya yang terus mengikuti pintu segera berhenti di sebuah tempat. Kali ini dia langsung terkejut luar biasa. Di tempat tersebut terlihat 2 orang wanita yang seperti kembar. Dua orang wanita yang memakai baju nan putih dan sangatlah cantik. Dua orang wanita ini jugalah yang terdapat di dalam hatinya beberapa lama. Sementara itu, Lie Xian yang mengikuti putaran pintu "selamat" segera berhenti juga. Dia merasa aneh melihat tingkah Jieji yang hanya diam saja dan memandang lurus. Sepertinya dia merasa Jieji telah ter-ilusi. Karena dalam formasi 8 diagram Dao terdapat formasi ilusi bau wewangian bunga. Karena melihat Jieji tidak melakukan apapun, dia juga sendiri telah terlengah. Sebab pandangan konsentrasinya juga telah buyar.

Sekarang gawat sekali adanya... Keduanya sudah tidak tahu dimana pintu "selamat" yang telah berputar hebat tersebut. Jieji yang melihat kedua wanita tersebut masih belum "sadar". Dalam pandangannya dia melihat kedua wanita tersebut sedang tersenyum sangat manis kepadanya. Kedua orang ini tentu adalah Xufen dan Yunying. Tetapi tidak perlu waktu yang benar lama. Jieji telah tersadar karena dia merasa Yunying tidak mungkin ada disini. Jieji tahu bahwa Yunying masih ada di Dongyang. Jadi wanita yang dilihatnya adalah pantulan dari ilusinya sendiri. Sesaat, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan cukup keras. Sambil menarik nafas, dia menghimpun tenaga dalamnya menuju ke ubun-ubun sambil menutup mata. Lie Xian yang melihat tingkah Jieji, cukup heran juga. Tetapi dia tahu benar bahwa Jieji sedang "melawan" ilusi dalam hatinya sendiri. Tidak berapa lama kemudian, Jieji telah membuka matanya. Ilusi di depannya telah hilang dan lenyap tak berbekas. Dilihatnya pintu masih tetap berputar searah jarum jam. Segera dia berpaling melihat ke Lie Xian. "Maafkan aku dik Xian. Sepertinya "ilusi" kali ini telah mengalahkanku..." "Tidak... Kamu pasti akan sanggup mencari pintu "selamat" itu... Aku sangat yakin kepadamu..." jawab Lie Xian sambil tersenyum kepadanya. Jieji mengangguk perlahan saja. Dia langsung memperhatikan sekeliling. Sekeliling dari dirinya sekarang terdapat 8 pintu utama, semua pintu terlihat sedang berputar hebat. Sebentar terlihat berhenti, sebentar lagi terlihat jelas memutar berlawanan arah. Mereka berdua sekarang seperti berada di tengah kipas angin yang sedang berputar. "Ini tidak bisa mudah di tebak. Mungkin kita bisa pilih salah satu pintu, karena bagaimanapun pintu tersebut akan membawa kita ke jalan keluar. Hanya kemungkinannya adalah sekitar setengah saja... Bagaimana kak Jie?" tanya Lie Xian setelah mengamati sekitarnya dengan cermat. "Betul... Tiada cara lain lagi. Jika kita masih bisa mengulangnya kembali. Mungkin ilusi sudah bisa diatasi olehku..." kata Jieji sambil berpikir. Karena 8 pintu masing-masing terdiri dari 4 pintu "baik" dan 4 pintu "buruk". Maka menurut Jieji tidak ada salahnya jika mereka hanya melakukan cara mencoba-coba saja. Yang mereka paling tidak ingin untuk masuk sekarang adalah pintu "terkurung". Sedangkan pintu bahaya lainnya mungkin dirasa masih bisa diatasi oleh mereka berdua. "Menurutmu pintu mana yang seharusnya kita masuk pertama?" tanya Jieji.

"Paling dekat saja bagaimana?" tanya Lie Xian kemudian. "Baiklah..." Mereka memutuskan untuk memasuki dahulu pintu yang pas di depan mereka. Dengan untung-untungan mencoba tidak ada salahnya. Lalu dengan enteng keduanya melangkahkan kaki. Sesaat, pintu terdepan yang di "kejarnya" berhenti mendadak. Seperti tuan rumah yang sedang mengundang kedua orang tersebut untuk masuk ke dalam. Namun, keduanya tetap terlihat hati-hati saat mereka telah mencapai ke dalam pintu tersebut. Tetapi... Tiba-tiba Jieji telah mendapat ide dadakan. "Tunggu dulu...." "Ada apa kak Jieji?" "Kita melangkah keluar dahulu...." kata Jieji. Keduanya yang sempat masuk pintu terdepan segera beranjak untuk keluar kembali. Entah apa maksud Jieji. Tetapi ketika mereka telah sampai ke tengah kembali. Dengan cepat, dia mengeluarkan 2 bilah pedang di pinggangnya masing masing. "Memang kenapa dengan pedang itu?" tanya Lie Xian. Kali ini, dia tidak menjawab pertanyaan si nona. Tetapi segera dia rapatkan kedua bilah pedang dan menyilangkannya di tengah perutnya. Dengan segera, dia berjalan ke arah pintu depan. Jieji terlihat sangat serius dengan keadaannya sekarang. Sambil berjalan sangat pelan dia telah mendekati pintu. Tetapi pintu pertama terlihat tidak memunculkan reaksi apa-apun. Seraya berjalan kembali ke arah belakang, Jieji kemudian mencoba pintu kedua. Ketika Jieji berjalan ke arah belakang, pintu kembali berputar pelan. Namun saat dia berjalan ke depan, pintu terlihat diam kembali. Seperti yang pertama kali, pedang tetap di biarkan menyilang sambil di arahkan ke depan. Dia tetap berjalan sungguh pelan ke depan. Apa yang dilakukan Jieji sungguh mengherankan Lie Xian. Tetapi bagi dia, dia tahu bahwa si pemuda pasti punya akal yang lebih bagus daripada mencoba-coba saja. Kembali terlihat Jieji berjalan mundur lagi. Sepertinya pintu kedua juga tidak memberikan reaksi apapun. Begitulah sampai dia mendapati pintu ke enam. Pedang masih tetap menyilang dan di arahkan ke depan. Dia tetap berjalan seperti biasa. Tetapi, kali ini sungguh sangat berbeda.

Kedua bilah pedang seakan bergetar sungguh sangat hebat. Bahkan Jieji hampir tidak sanggup memegangnya. Dengan cepat, dia memasukkan kembali pedang ke dalam sarungnya terlebih dahulu. Dan berjalan pelan ke belakang. "Dik.. Kamu terus awasi pintu ini.. Aku akan mencoba 2 pintu terakhir...." kata Jieji sambil membelakangi Lie Xian. "Baik kak...." jawab Lie Xian dengan tersenyum. Jieji kembali melakukan hal yang sama untuk pintu yang lain. Tetapi pada pintu kedua yang lainnya tiada bereaksi lagi sama sekali. Dengan membalikkan badan, Jieji terlihat tersenyum. "Pintu tadi itulah pintu "Selamat"...." "Um...." jawab Lie Xian sambil tersenyum kepadanya. Jieji masih ingat keadaan "bergetarnya" pedang Ekor api dan es rembulan. Mungkin baginya inilah hal yang akan membawanya menuju ke "asal-usul" kedua pedang tersebut. Apalagi pedang Ekor api jelas "bernyawa" dan tentu bisa tahu "rumah"-nya sendiri. Tetapi Lie Xian langsung menanyainya. "Bagaimana jika itu adalah pintu "terkurung"?" tanyanya heran. Jieji membalikkan badannya dan tersenyum. "Siapa peduli itu adalah pintu "terkurung"? Karena pintu yang akan kita masuk sesungguhnya adalah pintu terkurung..." "Ha? Kenapa?" tanya Lie Xian yang sesungguhnya sangat heran. Tetapi dalam pemikiran Jieji, dia punya sesuatu hal yang sudah diperhitungkan dengan masakmasak adanya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Aku betul tidak mengerti..." tanya si nona kepada Jieji. "Kamu tahu? Pintu "selamat" artinya keluar dari hutan. Sedangkan jika aku keluar dari hutan, pasti sulit lagi untuk mengetahui asal-usul benda yang akan kucari. Dik Lie Xian, mungkin kamu diam disini lebih bagus. Aku saja yang masuk bagaimana?" tanya Jieji dengan mantap. "Tidak.. Karena aku datang denganmu. Tidak mungkin aku hanya menunggu..." jawab Lie Xian. "Walaupun resikonya kita tak bisa keluar lagi selamanya? Pertaruhan yang terlalu besar untukmu...." kata Jieji sambil menggoyangkan kepalanya. Namun, Lie Xian terlihat menggoyangkan kepalanya. Jieji hanya menatapnya saja dan tiada bersuara. Si nona sangat menghormati Jieji. Dia juga sangat yakin kepadanya. Oleh karena itu, dia merasa pasti "pahlawan" dalam hatinya ini bisa membawanya keluar dengan selamat dari sini. Dan tanpa ragu tentu dia mau saja mengikuti Jieji. "Tetapi... Tidak mungkin ketua Xue Hung membohongi kita kan?" tanyanya dengan mengerutkan dahinya.

"Tidak... Tetua tidak mungkin membohongi kita. Tetapi mungkin ada beberapa hal yang berupa misteri yang masih tersembunyi disini.." kata Jieji seraya menunjuk ke pintu keenam tersebut dengan tersenyum sangat manis. "Baiklah... Kita jelajahi saja kak..." kata Lie Xian dengan tersenyum puas. Mereka berdua lalu berjalan dengan pelan ke depan ke arah pintu ke-enam tersebut. Tidak perlu terlalu lama mereka berjalan, di depan segera terasa hawa "aneh". Hawa yang sudah biasa di alami mereka berdua. Ini adalah hawa pertempuran. Sepertinya hawa pertempuran tersebut tidaklah kalah dengan pertempuran antara kedua belah pihak prajurit yang berjumlah laksaan. Segera, Lie Xian sangat terheran dibuatnya. "Eh? Kenapa ada banyak prajurit disini? Sungguh aneh sekali......" Sementara itu, Jieji hanya menatap ke depan dengan sangat serius. Suasana hutan sepertinya telah hampir sampai ke ujung. Tetapi yang anehnya adalah mereka berdua merasa sangat "dingin". Entah darimana bisa terasa hawa yang demikian. Tetapi tanpa banyak berargumen, keduanya pun melangkahkan kakinya ke depan. Memang benar, suasana hutan yang tadinya lumayan asri telah hampir lewat. Tetapi kali ini digantikan dengan lembah yang mirip dengan gunung Es. Sekilas tampak lembah tersebut tidaklah besar. Mungkin daerah ini hanya tidak sampai luas 1 li persegi saja. Keduanya bahkan tidak tahu bahwa daerah inilah daerah "tengah" dari wilayah hutan misteri. *** Di wilayah selatan China, lebih dari 1 bulan yang lalu... Wei Jindu dan Xie Ling memang kembali lagi ke daratan tengah setelah tiga tahun berada di wilayah barat, Xi zhang. Keduanya terus-terusan terlihat akrab bagaikan sepasang kekasih yang tiada terpisahkan adanya. Wei memutuskan untuk mengunjungi kakak perempuannya setelah beberapa tahun tiada berjumpa. Oleh karena itu, perjalanan mereka mengambil daerah tenggara terlebih dahulu. Jika saja Wei dan Xie Ling mengambil daerah timur langsung, kemungkinan besar mereka akan bertemu dengan para pesilat yang bertujuan membantai "setan pembantai". Namun sayangnya Wei dan Xie ling kali ini tidak sempat melihat pertarungan besarnya Xia Jieji. Dalam perjalanannya setelah mengunjungi kakak perempuannya yang di Gui Yang. Mereka kembali melanjutkan lagi. Mereka berdua kali ini bermaksud pergi ke Hefei. Sebab menurut Wei lebih bagus mengunjungi mertua kakak pertamanya terlebih dahulu barusan mengunjungi Xia Jieji yang di Dongyang. Bagaimanapun tentu Jieji dan Yunying pasti akan sering balik kembali kesana mengingat kedua pasangan tersebut pasti akan mengunjungi "ayah"-nya. Di dalam kota Hefei... Wei dan Xie ling terlihat berkuda santai untuk menuju "wisma Wu". Keduanya sungguh sangat menikmati perjalanan kali ini.

Tetapi sebelum mereka benar sampai di wisma. Mereka melihat lumayan banyak kawanan pesilat disana, tindakan mereka terlihat cukup serius dan agak terburu-buru. Sepertinya mereka berdua merasa akan terjadi sesuatu hal di dunia persilatan. Lalu dengan segera, Wei bermaksud menanyai para pesilat yang berada di sana. Dia mencari seseorang yang lebih senior di antara mereka. Pemuda paruh baya di tengah dan yang memelihara kumis juga jenggot tipis-lah yang ditanyai oleh Wei. "Tuan... Ada masalah apa sehingga membuat anda sekalian begitu terburu-buru?" Wei membungkuk perlahan dan memberi hormat dengan sopan. Seorang pemuda paruh baya yang di tanyai tersebut segera menoleh. "Siapa anda?" tanyanya sambil memberi hormat ringan pula. "Aku Wei Jindu yang berasal dari wilayah barat." "Oh... Pantas anda tidak tahu... Anda rupanya berasal dari wilayah barat. Sebenarnya beberapa tahun ini muncul seorang pesilat hebat yang dijuluki dengan nama "Setan pembantai." Kali ini tugas kita semua pesilat adalah menyelesaikan dendam keluarga masing-masing kepadanya. Kabarnya dia ada di utara sekarang, kami hendak menyusulnya." jawabnya. "Benarkah?... Ketua, boleh tahu siapa nama anda?" "Namaku Yang Xiu.. Aku adalah pemimpin mereka sekarang. Sebab tadinya aku masih berada di Hua Shan. Namun karena mendengar tewasnya Yue Fuyan di Huiji, kali ini aku bermaksud melayatnya dan mengumpulkan anggota disini." jawab Yang Xiu dengan merendah. "Jadi anda adalah ketua Hua Shan yang sungguh terkenal itu. Terimalah hormat hamba. Maafkan karena tiada tahu permasalahannya." kata Wei dengan merendah dan sopan. Namun si "Yi Jian Bu Bai" segera membimbingnya berdiri. "Ketua Yang. Boleh kutahu? Apa Yue Fuyan juga tewas dibunuh oleh Setan pembantai?" tanyanya. "Mungkin saja. Kali ini kemungkinannya sangat besar. Kamu tahu nak, ketika sebelum dia dibunuh. Dia selalu dikirimi beberapa surat ancaman. Surat ancaman sendiri dilihat sendiri olehku. Disana tertulis nama jelas "Xia Jieji" dari Dongyang datang untuk meminta nyawamu." Barusan Yue Fuyan menjelaskan sampai setengah, tiba-tiba Wei sungguh merasa sangat heran sekali. "Apa? Xia Jieji??? Sungguh aneh sekali...." jawabnya dengan setengah tiada percaya. "Betul... Dialah orangnya... Tetapi dilihat dari mayat ketua Yue, memang kemungkinan besar dialah pelakunya." tutur Yang Xiu sambil menghela nafas panjang. "Kenapa anda bisa mengatakan hal ini ketua Yang?"

"Luka goresan di tubuhnya. Goresan pedang yang hanya bisa ditimbulkan pedang sakti Ekor api ataupun Es rembulan... Goresan itu terlihat sangat jelas dan dalam sekali adanya. Tetapi ini hanyalah sebuah analisis yang tiada memiliki kesimpulan yang pasti. Oleh karena itu..." "Oleh karena itu anda sekalian hendak berangkat untuk menyaksikannya? Maaf ketua Yang, aku telah mengganggu perjalanan anda disini... Sungguh beribu maaf...." tutur Wei dengan sopan dan memberi hormat dalam kepadanya. "Tiada mengapa nak.. Sekarang kita harus berangkat secepatnya.. Mohon maaf jika terlihat terburu-buru. Kali lain mungkin aku akan menjadi tuan rumah yang baik bagi anda berdua.." jawab Yang pula dengan sangat sopan. Para pesilat segera meninggalkan tempat mereka. Sementara Wei dan Xie ling sungguh bingung adanya. Mereka berdua tiada tahu bagaimana jalan terbaik. Apakah mereka harus menuju ke Dongyang dahulu atau pergi ke kota Ye. Tetapi mereka berdua setelah berpikir beberapa lama akhirnya memutuskan untuk pergi ke kediaman Wu terlebih dahulu. *** Kembali ke Hutan Misteri... Lie Xian yang terus berada di belakang Jieji sekarang telah merasa sungguh lemah. Hal ini terjadi karena perubahan hawa yang dahsyat sekaligus. Tadinya hawa asri masih terasa begitu fasih, sekarang semuanya telah berubah. Udara disini telah terasa sangat dingin sekali. Bahkan dinginnya udara di tengah "hutan Misteri" tiada kalah dengan dinginnya udara di puncak gunung Hua Shan ketika malam hari. Keanehan apa yang sebenarnya ada di dalam hutan misteri tersebut? Jieji yang sedari tadi melihat ke daerah tengah tentu merasa cukup aneh. Dilihatnya di "bawah" dari tempatnya sekarang. Disana terlihat jelas seperti "benteng" kokoh sedang mengelilingi sebuah altar. Tetapi dengan cukup jelas pandangannya mampu menangkap beberapa orang yang terlihat bersila disana. Angin dingin deras makin fasih terasa. Segera, dia membalikkan badannya terlebih dahulu. Dengan cepat, Jieji menotok aliran darah Lie Xian. Dan memberikannya energi untuk menahan hawa "dingin" luar biasa ini. Tidak berapa lama setelah mengalirkan energinya ke Lie Xian, Jieji telah bangkit. Dia bermaksud untuk segera ke tengah "altar" yang terlihat lumayan luas dari atas. Altar di tengah ini terlihat cukup "angker". Di samping 1 lingkaran penuh terlihat tembok batu yang cukup tinggi mengelilingi posisi mereka. Dia hitung posisi batu tersebut yang jumlahnya adalah 7 batu besar mirip tembok. Altar batu disini sungguh mirip dengan Panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan. "Dik... Kamu tunggu disini terlebih dahulu... Saya akan memeriksa di sana..." kata Jieji.

"Baik kak..." Jawab Lie Xian pendek seraya mengumpulkan energi guna mengusir hawa dingin. Tanpa banyak bicara lagi, dia segera menggunakan ilmu ringan tubuh untuk menuruni bukit yang cukup tinggi adanya tersebut. Meski terasa licin, tetapi dia masih sanggup menguasai dirinya sendiri dengan sangat baik disana. Untuk orang semacam dia, mungkin masalah tidak akan benar berbahaya. Tetapi jika pesilat biasa yang sampai disana dan hendak menuruni bukit mungkin sudah jatuh tewas sebab bukit licin tersebut cukup tinggi adanya. Tanpa perlu lama, Jieji telah berdiri di dasar es yang empuk. Dia segera memandang ke depan. Tetapi beberapa orang kali ini telah terlihat cukup jelas baginya. Semuanya tidak bergerak sama sekali. Di tengah terlihat seorang tua yang tiada bergeming, posisinya tetap dalam bersila dengan kedua tangan merapat setinggi perut. Sedangkan di belakang terlihat jelas sekali ada 7 orang yang mengambil posisi yang sama dengannya. Dan yang paling aneh, posisi di tengah sama sekali tiada orang yang mengisi. Tetapi yang berada paling belakang, dia melihat dengan jelas bahwa ada juga seorang yang tua. Posisinya juga sama bersila. Dari jauh, dia mengamati posisi orang tua di tengah tersebut. Sesaat... Jieji langsung terkejut seperti melihat hantu. Walau jaraknya masih sungguh jauh dengan orang di tengah. Tetapi dia mengerti sekali posisi tapak orang di tengah yang berada di paling belakang. Ini adalah posisi jurus terakhir dari Ilmu tapak berantai. Inilah posisi tapak berantai / tapak pemusnah raga tingkat kelima. Kali ini dia tentu sangat heran tiada akhir mendapatinya. Dengan berjalan cukup pelan mengawasi, Jieji melihat ke depan dengan sangat serius. Dia sedang berpikir sesuatu dalam pemikirannya. Ada beberapa hal yang janggal yang sedang di dapatinya saat ini. Yang pertama tentu ke 9 orang tersebut sama sekali tiada bergeming. Seakan ke sembilan orang tersebut tidak menyadari kedatangannya. Namun melihat semua dari jauh, Jieji tetap cukup siaga dan sigap untuk menghadapi semua kemungkinan buruk. Sambil menarik nafas dan menahan di dada untuk memproteksi dirinya. Dia berjalan cukup santai ke depan. Menurutnya jika ada yang sanggup hidup dalam udara nan dingin tersebut, maka mereka adalah orang-orang yang tersakti sepanjang zaman. Ketika dia telah benar sungguh dekat dengan orang terdepan yang berada di tengah. Dia langsung terkejut seperti disambar oleh halilintar.

Orang yang bersila di tengah dengan gaya yang cukup mentereng. Seorang tua yang pernah di temuinya dengan jelas. Seorang tua yang berada di dalam hatinya beberapa waktu yang lama. Seakan tidak percaya, Jieji menatapnya dengan sangat serius sekali beberapa lama. Langsung dengan gerakan spontan, Jieji segera berlutut di tengah dan memanggilnya dengan sungguh sangat sopan. "Kakek???"

BAB LXXXIII : Li Zhu, Kaisar Terakhir Dinasti Tang Sungguh sebuah keanehan... Di depannya terlihat seorang tua yang telah berkumis dan jenggot putih sedang bermeditasi dengan sangat serius dan hikhmad adanya. Meski dipanggil, orang tua ini sama sekali tidak menyahutinya. Tentu tidak perlu waktu lama, Jieji telah tahu. Kakeknya Dewa manusia telah meninggal beberapa puluh tahun. Tidak mungkin kakeknya masih mampu menyahutinya. Beberapa perjumpaan dengan kakeknya sendiri telah menyadarkannya bahwa sebenarnya orang di tengah ini tiada lain hanyalah mayat kakeknya. Dengan spontan, Jieji langsung mengalirkan air mata yang cukup deras. Dia membungkukkan dirinya "Bai Gui/menyembah" kepada kakeknya 3 kali dengan sangat hormat dan pelan. "Kakek.. Tidak di sangka setelah meninggalnya dirimu, anda bahkan tiada memiliki tempat yang layak untuk dikuburkan. Sungguh diriku tiada berguna sekali..." tuturnya sambil menangis sejadijadinya. Setelah itu, dengan cepat dia berdiri dan berjalan mendekati kakeknya. Dia memandang wajah kakeknya yang sama sekali tidak berubah. Sepertinya hawa dingin disinilah yang membuat mayat kakeknya tiada mengapa-mengapa. Wajah sang kakek terlihat tetap berseri saja dan merona meski rohnya telah meninggalkan tubuh beberapa puluh tahun lalu. Sesaat, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Yaitu arah pas di belakang mayat kakeknya. Disini juga terlihat 7 orang pendekar yang tetap pada posisinya tiada bergerak juga. Sepertinya memang benar kalau ke 7 orang tersebut juga sudah tiada di dunia. Semuanya tetap memiliki wajah yang cukup berseri seakan masih sedang hidup dengan baik. Dengan perlahan, Jieji memandang ke semua orang itu. Sepertinya kontak batin dalam dirinya telah terjadi. Dia merasa cukup mengenal ketujuh orang ini juga. Meski hanya perasaan, dia tetap sangat menghormati ke 7 orang yang sama sekali

tidak dikenalinya ini. Dia bungkukkan tubuhnya perlahan untuk menghormat ke arah 7 pendekar juga. Sesaat, dia langsung memalingkan wajah ke pendekar terakhir yang tadinya sedang mengambil posisi terakhir dari jurus ke 5 tapak berantainya. Dengan serius, Jieji berjalan menghampirinya. Tetapi ketika dia mulai mendekat, dia merasakan sesuatu hal yang aneh dalam hatinya. Sepertinya orang di depan ini sangat dikenalinya sangat. Tetapi dari wajah dan perawakan tubuhnya, dia tidak pernah mengingat orang tersebut. Dengan hormat juga, Jieji memberikan sembahan kepadanya. Dia pandangi dengan sangat serius sambil sesekali berpikir dalam-dalam. Tetapi apa dayanya, dia tidak memiliki petunjuk sama sekali kemudian. Seraya bangkit dan berjalan ke arah tengah. Jieji mendapati sesuatu hal yang cukup aneh. Di tengah altar, ataupun pas di tengah panggung batu yang 7 buah tersebut. Disana terlihat adanya 4 tancapan sesuatu yang mirip dengan tancapan pedang. Dia berjongkok untuk memeriksanya dengan sangat teliti. Empat buah ruang kosong untuk tancapan pedang membentuk 4 arah yaitu Utara, selatan, timur dan barat. Dan bahkan di bawahnya tertulis aksara empat arah mata angin tersebut. Hanya saja pedang yang seharusnya berada di sana tiada nampak sama sekali. Dengan ide dadakan, Jieji bermaksud untuk menancapkan pedang di pinggangnya. Dia telah menarik pedang dari sarungnya sendiri. Tetapi, sebelum dia mencolokkan pedang. Dia di sapa oleh Lie Xian yang telah berhasil mengusir hawa dingin di dalam tubuhnya. Si nona juga telah turun sampai ke panggung altar tersebut. "Kak Jieji... Kamu yakin pedangmu akan di colokkan disana?" tanyanya dengan agak heran dan merasa cemas. "Tentu... Tiada salahnya jika kita mencobanya." "Apa kakak sendiri punya keyakinan?" "Tidak juga... Tetapi dari arah mata angin. Seharusnya pedang Ekor api di tancapkan ke arah utara. Sedangkan pedang bumi berpendar...." katanya seraya berpikir. "Betul... Pedang ekor api adalah pedang milik gurun. Seharusnya dia ada di sebelah utara. Namun bagaimana dengan pedang es rembulan dan pedang bumi berpendar yang telah dimiliki oleh kakak?" tanya Lie xian sambil mengerutkan dahinya. Jieji tidak menjawab apapun. Dia berusaha untuk mengingat-ingat akan kejadian yang pernah di alaminya. Dua unsur lainnya lagi ada menurutnya tanah dan langit. Dua bilah pedang yang memiliki unsur yang sama seperti manusia. Dengan berpikir, Jieji mengamati kembali pedang ekor apinya dengan serius. Dia memikirkan keadaan Guo Lei beberapa waktu lalu. Ketika dia mengangkat pedang bumi berpendar. Kenapa pedang tersebut terasa sangat berat olehnya. Dan kenapa juga ketika dia mengangkat

pedang Ekor api, kenapa pula Guo tidak mampu melawan hawa panas pedang yang menjalarinya. Terutama pedang bumi berpendarnya tersebut yang terasa aneh. Dia kembali mengingat keadaan Guo Lei. Kenapa dia memegang pedang yang besar dan berat, serta pedang berat seakan ingin menyerap cahaya dan memantulkannya. Tidak berapa lama... Dia terlihat melompat kegirangan seperti anak kecil. Dia telah mendapati sesuatu dari maksud altar dan hubungannya dengan pedang. "Ada apa kak Jieji?" tanya Lie Xian yang heran mendapati tingkah Jieji yang tiba-tiba bersorak gembira itu. "Ini... Pedang ini... Sama sekali bukanlah 4 unsur utama. Telah lama aku berjalan di jalan yang sangat sesat..." katanya sambil bergembira. "Jadi????" "Betul.. Pedang-pedang adalah unsur pendukung sama seperti halnya manusia yang menggunakan senjata. Senjata mendukung manusia. Oleh karena itu..." terang Jieji. "Jadi benar... Pedang ekor api seharusnyalah pedang yang ber-unsurkan matahari?" tanya Lie Xian. "Benar dik... Pedang ekor api lambang "matahari". Es rembulan tiada di herankan lagi tentunya adalah "rembulan". Pedang bumi berpendar seharusnya adalah pedang "kegelapan" dan pedang terakhir sudah pasti pedang "cahaya"." jawab Jieji dengan yakin. "Lalu bagaimana susunan pedang sendiri disini?" tanya Lie Xian seraya menunjuk ke arah tengah. "Sebenarnya juga tidak susah adanya. Kamu tahu... Pei Yang (matahari utara), Nan Yue (bulan selatan), Xi Hei(kegelapan barat) dan Dong Guang(cahaya timur)?" tanya Jieji kepadanya sambil tersenyum. "Itu adalah fabel tentang 4 binatang mistik kuno... Apa ada hubungannya dengan ini kak?" tanya Lie Xian. "Tentu... Kamu tahu? Naga api di utara menghasilkan Cahaya. Sedangkan Burung hong selatan terbit di malam yang temaram?" Terlihat Lie Xian mengangguk perlahan. Tetapi dia belum mengetahui apa maksudnya dari altar tersebut. "Ini ibaratnya 4 unsur pendukung lainnya yang mendukung unsur utama. 2 unsur pendukung mendukung 2 unsur lainnya. Jadi bisa dikatakan matahari menghasilkan cahaya terang siang. Sedangkan bulan menghasilkan kegelapan malam."

"Dan sekarang kamu bandingkan dengan formasi disini... Semua telah terlihat jelas..." kata Jieji sambil menunjuk ke bawah. Betul adanya... Lie Xian yang melihat ke arah itu sungguh sangat jelas sekali. Naga api (pedang ekor api)/matahari di sebelah utara dan menjadi matahari. Sebab matahari terbit dari timur. Maka daerah timur tentu adalah pedang "cahaya". Sedangkan daerah selatan yang seharusnya diisi Burung Hong temaram(pedang es rembulan). Dan karena malam muncul disebabkan tenggelamnya matahari, maka di sebelah barat tentu akan diisi dengan pedang bumi berpendar yang seharusnya adalah pedang ber-unsur "kegelapan". Dengan duduk berjongkok, Jieji segera menancapkan pedang Ekor apinya langsung. Arah utara colokan segera "menerima" pedang Ekor api. Tidak perlu lama, pedang tersebut telah hilang. Lie Xian yang melihatnya tentu sangat terkejut. Pedang ekor api telah "ditelan" altar. Tetapi Jieji telah mengerti fenomena tersebut. Tanpa perlu lama, sepertinya daerah nan "dingin" tersebut telah berubah menjadi tempat yang cukup asri dengan sangat cepat. Perubahan yang sungguh aneh sekali karena dalam waktu sekejap, rasa dingin telah "hilang" entah kemana. Kali ini digantikan oleh suasana asri seperti daerah tersebut telah menjadi daerah hutan biasa. Jieji tentu tersenyum sangat senang mendapatinya. Kali ini dia kemudian berjalan ke arah barat dimana juga telah siap dicolokkan pedang bumi berpendar. Tanpa lama berpikir lagi, dia segera melakukannya. Setelah pedang bumi berpendar di colokkan. Hal yang sama juga telah terjadi. Pedang telah "hilang" dan lenyap tak berbekas. Namun, saat itu juga. Suasana kegelapan mulai nampak. Tempat yang tadinya cukup terang telah terlihat cukup gelap. Namun tidak berimbang dengan kegelapan malam yang pekat. Keadaan disana sesaat seperti pada waktu menjelang malam. Fenomena ini sangat memuaskan Jieji yang sedari tadi hanya jongkok saja. Kemudian dengan segera dia memberi hormat ke arah semua pendekar. "Pendekar-pendekar kesohor sekalian... Jika hamba mempunyai kesempatan kembali kesini. Maka pedang Es rembulan-ku yang berada di Dongyang akan kutancapkan juga disini..." tutur Jieji. Tetapi sebelum dirinya sempat berdiri dari posisinya. Dia telah merasakan sesuatu hawa yang "baru". Hawa tadinya adalah hawa "peperangan" di sekitar. Sekarang hawa yang baru tersebut yang mendekatinya adalah hawa "iblis". Hawa iblis yang terasa sangat fasih sekali, sungguh hawa iblis kali ini sangat pekat adanya. Tentu dia sendiri tiada menyangka ada seseorang lagi yang telah berada di sini untuk menantikannya. Dengan berdiri cepat, dia arahkan pandangannya ke arah timur. Sebab dari arah sanalah hawa tersebut dirasakannya muncul.

Lie Xian yang melihat ke arah Jieji tentu sangat heran mendapati tingkahnya. Tetapi tidak perlu waktu yang lama, dia segera telah mengerti kenapa dengan tindakan aneh-nya tiba-tiba itu. Tidak berapa lama sambil mengamati dengan serius ke arah bukit tinggi, disana telah muncul seseorang. Seseorang yang terlihat disini juga cukup tua adanya. Pakaian yang dipakai adalah pakaian zaman dinasti Tang. Sepertinya inilah pakaian seorang kaisar pada zaman dinasti Tang. Jieji yang memandangnya dari arah jauh juga lumayan terkejut. Seorang aneh lainnya telah hadir dengan sikap gagah dan hawa pembunuhannya juga terasa sangatlah kental adanya. Sepertinya kali ini akan menjadi sebuah pertarungan baru baginya. Pandangan mata keduanya sudah sangat serius sekali satu sama lainnya... Tanpa perlu waktu yang lama, pemuda paruh baya tersebut telah menyapanya. "Kau sudah kunantikan cukup lama di sini...." "Aku tahu... Tetapi masalahnya kamu telah salah pintu. Seharusnya kamu mencegat kita di pintu yang lainnya. Bukan begitu?" tanya Jieji sambil berteriak ke arahnya. "Ha Ha Ha................ Kamu ini sungguh menarik... Cucu dewa manusia....." katanya sambil menunjuk ke Jieji. "Betul... Akulah orangnya... Berapa lama kamu sudah berada disini?" tanya Jieji kemudian. "Mungkin sudah 70 tahun lebih. Tetapi aku juga kurang yakin...." katanya sambil terlihat menggelengkan kepalanya. "Penantian yang cukup lama? Bukankah begitu? Lalu apa maksudmu yang kali ini?" tanya Jieji dengan wajah yang tersenyum penuh arti. Pemuda paruh baya tersebut tiada menjawab pertanyaan Jieji lebih jauh lagi. Melainkan dengan ilmu ringan tubuh tingkat tinggi, dia segera turun dari bukit yang cukup tinggi. Dan tentunya tanpa perlu waktu yang cukup lama, dia telah sampai sungguh dekat dengan tempat posisinya berdiri Jieji. "Namaku Li Zhu... Sebelum mereka meninggal, aku sudah berada di sini..." kata pemuda paruh baya itu sambil menunjuk ke arah mayat 9 orang yang telah membeku. "Jadi kaulah kaisar terakhir dinasti Tang yang dikabarkan hilang di saat-saat kekacauan?" tanya Jieji kepadanya dengan serius. Kaisar terakhir Dinasti Tang yang bergelar kaisar Tang Ai Di dikabarkan telah tewas pada saat terjadinya perebutan dinasti baru. Dengan turunnya kaisar Ai Di dari singgasana, maka saat itu telah terjadi perang saudara beberapa puluh tahun. Runtuhnya dinasti Tang juga-lah yang membuat negara terpencar menjadi 5 Dinasti dan 10 kerajaan. Jadi bisa disimpulkan umur

orang paruh baya tersebut telah menjadi 100-an ke atas. Sebab waktu kaisar Ai Di menghilang, umurnya sudah 50 tahun lebih. Tetapi yang paling aneh lagi adalah sebuah hal. Kaisar Ai Di tersebut meski sudah sangat lanjut usia, tetapi di wajahnya tidak nampak sebuah ketuaan. Berbeda dengan Dewa Sakti, dewi peramal maupun Xue Hung. Wajah ketiga tetua sebenarnya telah bisa disebut cukup muda. Namun berbeda dengan Li Zhu, wajahnya terlihat cukup biasa. Sinar mata ketuaannya memang tampak jelas. Hanya yang aneh adalah rambutnya masih tetap hitam bagai orang yang umurnya hanya 40 tahunan. Sepertinya dia melatih ilmu iblis tingkat tinggi sehingga membuat dirinya telah berubah sedemikian rupa. "Betul... Akulah orangnya. Sebenarnya aku menunggu seseorang yang tiada kunjung datang disini. Setelah kulakukan penelitian di luar. Ternyata orang tersebut telah meninggal cukup lama. Tidak disangka makin tua aku makin tolol... Ha Ha Ha..........." "Betul... Orang yang seharusnya kamu tunggu tentu adalah Huang Yuzong. Bukan begitu? Tetapi dia telah tewas semenjak beberapa ratus tahun yang lalu. Kamu bahkan tiada tahu bahwa dia telah terbunuh akibat kerasukan ilmu iblisnya." jawab Jieji. "Betul... Ini dikarenakan aku hanya disini saat itu untuk melatih Ilmu hebat. Ternyata apa-apa keputusanku tentu tidak salah..." katanya sambil tersenyum dingin. "Sekarang aku telah datang kembali. Saat itu kau di tunggu. Sekarang kau menungguku. Tentu sungguh impas bukan?" tanya Jieji kembali dengan tersenyum penuh arti. "Ha Ha Ha.................. Aku sangat puas dengan kata-katamu. Ternyata kamu juga tahu kalau kamulah reinkarnasi dari Xue Yang." tunjuknya ke arah orang tua yang tadinya telah membeku disana. Posisi tangan orang tua tersebut membentuk ilmu tapak berantai tingkat kelima. Lie Xian-lah yang paling terkejut mendengarnya. Dia tidak pernah menyangka Xia Jieji adalah reinkarnasi dari Xue Yang. Pendekar gagah yang namanya juga lumayan buruk di dunia persilatan. Tetapi jika di tilik dengan benar, sebenarnya Xue Yang adalah pendekar pemberani dan mempunyai sifat kebenaran yang sangat tinggi. Bagaimanapun tindak-tanduk Xue Yang di dunia persilatan sungguh sangat mirip dengan tindakan Jieji. Sepertinya Jieji yang terlahir kembali dari Xue Yang juga memiliki nasib yang sedikit banyak sama. "Lalu tentu kamu sudah tahu dengan sangat pasti tentang 4 pedang itu?"tanya Li Zhu. "Betul... Oleh karena itu, disekitar tempat altar di bangun 7 bangunan batu Misteri. Tujuannya adalah mempertahankan kembali sifat asli keadaan saat itu. Bukan begitu?" tanya Jieji. "Ha Ha... Betul.. betul... Kamu tahu? Beberapa puluh tahun lalu, ada beberapa orang yang sering keluar masuk tempat ini. Salah satunya adalah itu, dan itu lagi..." katanya seraya menunjuk ke arah Dewa Manusia, dan seorang pria tua yang juga bermeditasi. Pria itu berada di sebelah kiri urutan kedua. Pria tua yang telah kehilangan Jiwanya, tetapi raganya masih sangat bagus adanya.

"Dewa Manusia atau kakekku sudah sangat jelas sekali. Dia kemari untuk membawa pedang ekor api. Sedangkan pedang es rembulan sebelum wafatnya Xue Yang, dia telah menaruhnya kembali ke gunung Hua Shan. Pedang bumi berpendar seharusnya adalah milikmu, bukan begitu?" tanya Jieji dengan senyuman sangat manis kepadanya. Li Zhu memandangnya dengan seperti di serang beribu pertanyaan. Dia sangat kagum akan Jieji. Sesaat dia tertawa sungguh keras. "Ha Ha Ha..................." "Tidak disangka Xue Yang yang dulunya juga sangat pintar. Sekarang sifatnya jelas turun kepada dirimu...." "Mengenai masalah ini tentu aku tiada tahu menahu. Dan satu hal lagi. Pedang terakhir... Apa kamu juga mengincarnya?" "Betul... Tetapi pedang terakhir juga tiada kuperlukan lagi." jawab Li Zhu sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Jadi begitu? Karena itu hanya diriku sendirilah yang kamu nantikan disini. Sebab dengan colokan pedang terakhir, kamu merasa tidak pernah kamu perlukan lagi barang yang akan muncul? Bukan begitu?" tanya Jieji. "Betul... Barang terakhir yang akan muncul adalah peta harta karun dinasti Tang. Harta leluhurku juga yang kabarnya berada di hutan misteri ini." kata Li Zhu sambil menengadah. "Jadi apa yang kuduga dari dahulu sungguh benar sekali..." kata Jieji sambil menghela nafas panjang. "Di dunia ini, ada 4 hal yang membuat orang sungguh ingin mencapainya. Hidup panjang umur, ilmu tinggi, kekayaan dan kekuasaan... Jadi begitu rupanya..." "Benar... apa yang kamu katakan sungguh benar adanya. Tetapi aku di sini untuk 1 hal saja sedemikian lama..." kata Li Zhu. "1 hal yang membuat semua orang dari dunia persilatan ingin mengincarnya. Kungfu tertinggi. Memang sudah kewajiban semua pesilat sejak masuk ke dunia persilatan...." jawab Jieji dengan tenang. "Betul... Karena itu, dengan bertaruh kita akan mencapainya bagaimana?" tanya Li Zhu kemudian. "Terserah apa maumu...." jawab Jieji dengan tenang. "Kamu tahu... Altar ini telah dibangun Shi huang Ti sejak lebih seribu tahun yang lalu. Disini bahkan guru besar Da Mo pendiri kuil shaolin pernah tinggal beberapa saat. Disini juga 2 orang luar biasa tersebut menyempurnakan ilmu masing-masing. Sehingga...." "Sehingga inilah disebut sebagai "Ilmu pemusnah raga" sesungguhnya? Bukan begitu?" tanya Jieji dengan tersenyum.

"Ha Ha.... Betul sekali.... Kamu tahu lagi? Oleh karena itu di dunia persilatan sering dikatakan sebuah gosip. "Pemusnah Raga" sebenarnya bukan untuk hal ilmu kungfu saja. Melainkan untuk segala jenis ilmu di dunia. Selain itu, pemusnah raga juga bisa termasuk senjata 4 bilah pedang itu. Karena keempat bilah pedanglah yang menjadi kunci untuk membuka harta sesungguhnya." kata Li Zhu dengan tersenyum puas. "Itu sebelum aku menjadi pendekar telah pernah kudengar. Tetapi taruhan kali ini memang sungguh besar sekali." jawab Jieji dengan serius. "Kamu takut? Bagaimana pun kita akan bertanding 1 lawan 1 disini. Lalu yang menanglah yang akan menjadi pemiliknya. Bagaimana?" tanya Li Zhu dengan serius pula. "Oleh karena itu bisa dikatakan aku tiada pilihan...." kata Jieji kemudian dengan serius. Tetapi dia langsung membalikkan badannya ke arah Lie Xian. Membisikinya beberapa kalimat, kemudian dia telah siap adanya untuk bertanding dengan orang "sesat" tersebut. Lie Xian tiada upaya lain selain menyingkir saja. Dia langsung naik ke bukit atas untuk memperhatikan pertandingan 2 pendekar no 1 sejagad ini. Sebab baginya jika terlalu dekat, maka dirinyalah yang akan sangat berbahaya. "Kita kesana, bagaimana?" tanya Li Zhu sambil menunjuk. Arah jari Li Zhu adalah arah pinggiran selatan. Tujuannya tentu sangat diketahui Jieji. Dia tidak ingin panggung menjadi rusak hanya karena pertarungan dahsyat mereka berdua saja. Sebelum benar mulai... Pandangan Li Zhu terlihat kosong. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. *** 70 tahun yang lalu... Di tempat yang tepatnya di tengah hutan misteri. Saat Li Zhu telah mengundurkan diri sebagai kaisar terakhir Dinasti Tang. Dia segera menuju ke hutan misteri. Keadaan dulunya juga tidak cukup berbeda dengan keadaan sekarang. Hanya saja, mayat 8 orang lainnya tiada sama sekali. Sedang mayat 1 orang lagi sedang berdiri juga tepat di depannya. Dialah, Xue Yang yang menjelang akhir-akhir hidupnya. "Karena kamu masih termasuk sanak keluarga jauhku. Aku memintamu untuk segera meninggalkan tempat ini.. " kata Xue Yang. "Tidak bisa... Bagaimanapun kamu termasuk kakek tua guru. Tetapi aku telah terlanjur, tidak ada gunanya aku berhenti disini..." kata Li Zhu.

"Dulu sebenarnya saat Dewa Bumi mengangkatmu sebagai murid. Akulah memang orang yang sangat melarangnya. Bagaimanapun cucu muridku itu telah sangat bandel...." tutur Xue Yang sambil menggoyangkan kepalanya. "Kita buat taruhan bagaimana?" tanya Li Zhu. "Kamu ingin aku di tengah altar seraya bersila mengeluarkan tapak terakhir ilmu pemusnah ragaku?" tanya Xue Yang. "Betul... Hanya inilah cara untuk mencegah altar lenyap dari muka dunia. Dan tentunya jika aku menang..." kata Li Zhu pendek. "Baik... Kali ini pertaruhan yang cukup besar..." jawab Xue Yang dengan pelan. Sebenarnya Li Zhu sangat tahu kondisi keadaan Xue Yang saat itu. Setelah pertarungan terakhir melawan Yu Zong. Dia tidak pernah kunjung sembuh lagi dari derita luka tenaga dalamnya. Setelah itu, Xue malah harus berhadapan dengan ribuan para prajurit dinasti Tang dan para pesilat yang jumlahnya juga ribuan orang mengejarnya untuk menebus nyawa. Jika saja dia mempunyai waktu sebentar beristirahat saat luka dalam. Maka kemampuannya tidak akan menurun seperti itu. Mengingat juga sebenarnya Xue saat itu telah berumur 170 tahun lebih. Menurutnya kali ini mungkin adalah ajal sesungguhnya. Pertarungan memang benar terjadi. Dalam jurus yang telah masuk ke jurus 2000-an , Xue telah sangat kewalahan. Dia telah tidak sanggup lagi untuk bertarung lebih lanjut. Oleh karena itu, dia menyerah. Dalam ratusan pertarungan yang pernah dilakukannya. Untuk kali inilah dia menyerah. Bahkan dia menyerah kepada orang yang jauh lebih muda darinya. Disini, dia memutuskan untuk bersila untuk mengeluarkan tapak pemusnah raganya tingkat kelima. Tujuannya adalah membawa 4 unsur utama dari dirinya supaya dia tetap mampu mempertahankan sifat 7 panggung batu di sekitarnya. Disinilah Xue Yang tewas. Oleh karena itu, hawa peperangan disini telah terasa sangat jelas. Panggung batu memiliki tujuan mempertahankan sifat asli dari semua unsur. Sewaktu Jieji mendekati daerah tersebut, dia merasakan hawa peperangan. Hawa tersebut tiada lain adalah hawa energi Xue Yang yang terakhir. Hebatnya hawa tersebut tiada berubah dan bertahan hingga puluhan tahun lamanya. *** "Bagaimana? Apa kita masih harus menunggu?" tanya Jieji kemudian yang membuyarkan lamunannya. "Tidak usah.. Sekarang saja..." jawabnya. Keduanya berdiri tegak saling memandang. Tidak tampak bahkan keduanya sedang berancangancang menyerang.

Hawa di tubuh masing-masing segera berpendar bagaikan angin topan kecil yang bersemelir terus menerus. Siapa pun yang disana telah merasa bahwa keduanya tidaklah main-main. Hawa pertarungan yang mengerikan segera terasa mengikuti desiran angin. Pandangan mereka berdua sungguh adalah sama adanya. Keduanya sungguh sangat yakin akan diri mereka sendiri. Lalu tanpa aba-aba lagi lebih lanjut, Li Zhu langsung menyerang dengan sangat cepat. Kecepatan Li Zhu disini sungguh tidak kalah dengan kecepatan Xue Hung, tetua nan sakti itu. Dengan cepat, Jieji melayaninya. Tapak Li Zhu segera membentur tapak Jieji. Dentuman tentu sangat dahsyat. Es yang setengah cair itu menyembur selingkaran penuh ke semua sisi. Ketika dentuman terjadi, terlihat Jieji dan Li Zhu mundur beberapa langkah ke belakang. Tetapi dengan memutar tubuhnya, Li Zhu segera melancarkan jurus barunya. Jurus yang penuh dengan hawa iblis. Jurus yang cukup dikenali Jieji tentunya. Inilah tapak pemusnah raga, sebuah tapak 4 unsur yang sama dengan jurus yang dimilikinya. Tetapi disini, jurus Li Zhu sungguh ganas. Jurus yang terbentuk dari 4 unsur yang membunuh. Sepertinya Jieji bakal menemui masalah. Dengan mengancangkan tendangan terkuatnya, Jieji melayani tapak pemusnah raganya Li Zhu. Ketika tendangan Jieji hampir sampai, dia memutar tubuhnya di udara. Li Zhu yang melihat tingkah Jieji tentu sangat heran dan terkejut. Tetapi bagaimanapun dia sanggup menguasai dirinya sedemikian rupa. Dengan menarik tenaga kebelakang. Dia siap untuk bertahan dan mengambil kesempatan. Ternyata apa perkiraan Li Zhu yang sudah sangat berpengalaman tentu sangat betul adanya. Tendangan luar biasa Jieji terlihat sangat jelas sedang mendarat di mukanya. Keputusan untuk menarik tapaknya sendiri sangat baik. Dentuman segera terjadi dahsyat ketika tendangan ekor Jieji mendarat di kedua lengan Li Zhu yang sedang menutupi mukanya. Kedua pendekar kembali terlihat mundur akibat pentalan tenaga dalam masing-masing. Tetapi karena tahu posisi Jieji sekarang tentunya telah lebih jelek sebab belum sempatnya dia mendarat, Li Zhu langsung mengambil keuntungan. Dengan gerakan nan cepat, dia menyerang ke arah perut Jieji yang cukup terbuka itu. Namun bagaimanapun seorang pendekar, dia tentu tahu bagaimana jalan untuk meloloskan diri dari saat yang berbahaya sekalipun. Jieji telah cukup makan asam garam pertarungan, dia tahu jika tidak dilawan, maka akan parah akibatnya. Ataupun bertahan sekalipun tentu tiada berguna baginya karena posisinya telah jelek. Tetapi dengan cepat, Jieji mengancangkan jarinya. Hawa pedang tertajam dan tingkat tertingginya segera keluar melesat untuk menghantam Li Zhu. Melihatnya, Li Zhu karuan sibuk. Dia menghembuskan nafas keras. Ilmu yang seharusnya di daratkan ke perut Jieji telah diubah. Energi menyerang tadinya di ganti menjadi energi bertahan. Dengan mengayunkan tapaknya setengah lingkaran, Hawa pedang ilmu jari pemusnah itu melewati samping bahunya.

Meski kali ini resikonya Li Zhu terluka ringan. Tentu ini lebih baik daripada menerimanya mentah-mentah. "Kamu sungguh sepadan denganku.... Tetapi... Ini hanya permulaan saja... Kali ini, Aku tiada main-main lagi... Oleh karena itu berhati-hatilah...." Kata Li Zhu kemudian, tetapi kali ini memang terlihat sikap seriusnya. Pandangan matanya telah berubah. Dia sepertinya telah kerasukan hawa pembunuhan. Desiran angin di samping tubuhnya kali ini telah tiada sama dengan yang pertama kali. Bagi orang biasa yang melihatnya tentu sangat merinding. Sepertinya inilah ilmu sesat dari "pemusnah raga". Dan tiada disangka, di dunia yang menguasainya hanya tinggal Li Zhu seorang saja sesudah Huang Yuzong.

BAB LXXXIV : Pertarungan "Dewa" Dengan "Iblis" Jieji hanya diam dan melihatnya saja. Hawa iblis yang kental kembali keluar dari tubuh Li Zhu. Tetapi yang mengherankan, dia sama sekali tiada gentar. Sinar matanya timbul semacam rasa percaya diri yang sungguh tinggi. Di atas kertas, sebenarnya jelas bahwa Li Zhu unggul sangat banyak jika dibandingkan dengannya. Li telah menguasai jurus dan ilmunya jauh lebih lama dari Jieji. Dan tenaga dalamnya jelas telah lebih tinggi. Namun hal tersebut jelas tiada membuatnya gentar. Kalau dalam pertarungan tersebut dia kalah, maka dia-lah orang yang akan duduk di tengah altar untuk menyumbangkan "hidup"-nya. Sebab dengan 1 tenaga dalam nan dahsyat lagi sepertinya pintu panggung 7 batu akan terbuka. Tetapi karena pedang terakhir tiada kunjung ditemukan. Maka harta keempat yaitu kekuasaan tidak akan nampak disana. Li Zhu telah siap sekali adanya. Dia terlihat telah mengancangkan tapaknya ke arah Jieji. Hanya tinggal ancang-ancang dari kaki untuk melesat ke depan saja. Sementara itu, Jieji juga telah mengancangkan diri untuk bertahan. Dia juga telah siap berkudakuda menyamping. Kuda-kuda yang dipasang Jieji adalah kuda-kuda ilmu langkah ringan Dao. Li Zhu yang melihat kesiapan Jieji sedemikian rupa langsung tersenyum penuh arti. Dari sinar matanya, hawa mengerikan itu tidaklah hilang. Melainkan tersenyumnya Li Zhu membuat orang merasa merinding. Dengan gerakan cepat, dia mengancangkan tinjunya. Sesaat, dari tinju telah keluar sebuah cahaya yang terang sekali. Li Zhu memulai serangan jarak jauh karena sepertinya dia mempunyai perhitungan yang cukup matang adanya. Sinar sekejap yang cepat segera mengarah ke arah Jieji. Pemuda ini yang melihatnya tentu cukup terkejut. Dia tidak menyangka hempasan tenaga dalam lawannya telah sangat tinggi. Dengan memutar tubuh, dia berkelit ke samping dengan kecepatan luar biasa tinggi.

Tetapi Li Zhu yang melihat posisi Jieji, segera maju dengan sangat cepat pula. Kali ini dia hempaskan ilmu tapak pemusnah raga tingkat ketiganya untuk menyerang. Titik tubuh yang diincarnya kali ini adalah dadanya. Sebab posisi Jieji yang sedang berkelit ke samping tentu terbuka posisi dadanya mengingat tangannya telah berada di belakang. Hempasan kali ini jauh lebih hebat dari hempasan yang pertama kali di keluarkannya. Kali ini, sifat "membunuh" tapak jauh lebih terasa daripada pertarungan pertamanya tadi. Jieji yang merasakan datangnya tapak cepat, segera menghimpun tenaga dan menyalurkannya keluar dari tan thien. Segera tenaga 4 unsur dari tubuhnya keluar dengan sangat mantap. Dengan cepat, dia juga melayani tapak lawannya. Posisi setengah tidur bagi Jieji bukanlah masalah yang terlalu besar. Tapak segera beradu dengan hebat sekali. Hempasan es yang hampir mencair di sekitar segera membuyar belasan arah. Sementara itu, tanah terlihat bergetar sesaat dengan hebat ketika kedua tapak telah bertemu satu sama lainnya. Lie Xian yang di atas segera terkejut mendapati posisi jeleknya Jieji di bawah. Meski terlihat dia masih bisa mengimbangi lawannya, namun jika lawan mengganti jurus. Maka akan gawat sekali. Apa yang dilihat dan diperkirakan oleh Lie Xian tentu sangat diketahui oleh Li Zhu. Sesaat, nampak dia tersenyum ganas. Sementara Jieji yang melihatnya tentu sangat mengerti keadaannya sekarang. Jika saja lawan menyerang kembali dengan tapak hebat dari sebelah tangannya yang lain. Dia akan sulit lari dan terpaksa menerimanya bulat-bulat. Tetapi... Jieji yang berada di posisi tersebut tentu sangat tahu sekali. Lalu dengan tarikan nafas panjang. Tapak Li Zhu telah membuatnya terseret. Tentu hal ini sangat menyenangkan Li Zhu. Dia berpikir Jieji telah kalah hawa saat itu. Terlihat dengan sangat jelas bahwa Jieji menyeret sebelah kaki ke belakang. Posisi setengah tidurnya kali ini telah berubah. Dia terlihat sedang mundur dengan tenaga dalam "menerima". Inilah tapak berantai tingkat kedua. Lie Xian masih mengingat jurus sakti tersebut. Sebab dalam pertarungannya di utara perbatasan kota Ye. Dia melihat jelas bahwa Jieji juga "menerima" hantaman tenaga dalam Biksu Wu Huan. Kali ini, dia kembali terlihat lega. Sepertinya dia merasa bahwa Jieji mampu melawan Li Zhu, si tua sesat ini. Tetapi mana mungkin jurus kedua tapak berantai berlaku untuk iblis yang demikian sakti. Li Zhu terus datang menekan ke depan. Sementara itu, Jieji malah terlihat telah kewalahan. Memang jurus tapak kedua tapak berantainya-lah yang sedang bekerja kali ini. Tetapi, hawa tenaga empat unsur dari Li Zhu tidak kunjung berhenti.

Tidak seperti biasa, jurus yang dihantamkan Li Zhu tentu penuh dengan tenaga dalam dahsyat. Untuk membuatnya benar berhenti akan susah sekali. Oleh karena itu, Jieji telah terdesak adanya. Dan bukan sedang mendesak lawannya. Seretan kaki ke tanah tentu tidak akan bekerja lagi karena sekarang posisi Jieji telah di tembok bukit. Punggungnya telah menahan bukit yang sangat keras itu. Tetapi sepertinya Li Zhu sama sekali tiada memberinya kesempatan. Dia tetap datang menekan dengan keras. Tidak perlu waktu lama, dinding bukit telah retak akibat hempasan tenaga dalam yang sungguh dahsyat darinya. Dengan tiada mempedulikan akhir dari lawannya. Li Zhu telah kerasukan iblisnya. Dia terus menekan dengan hebat. Jieji yang berada dalam posisi kurang menguntungkan ini terpaksa main untung-untungan saja kali ini. Sebab dia tidak mungkin menahan energi hebat ini terlalu lama lagi. Dengan tiba-tiba, dia menghembuskan nafasnya keluar. Dinding di belakang segera hancur berantakan. Sepertinya jalan "terkurung" tersebut telah terbuka. Lie Xian yang melihatnya tentu sangat terkejut. Sebab dari belakang punggung Jieji, terlihat hutan "hijau" kembali. Jadi jalan keluar telah nampak karena tadinya mereka berada dalam posisi pintu "terkurung". Hal inilah yang tidak pernah sanggup diperkirakan oleh Xue Hung. Dia berpikir dengan memberi petunjuk pintu "selamat", maka Jieji akan bertemu dengan Li Zhu yang menunggunya disana. Tetapi di luar dugaannya, Jieji malah "membandel" dan memilih masuk ke pintu terkurung dari formasi 8 diagram Dao. Sekarang formasi terkurung telah tiada lagi berguna bagi siapapun. Karena pintu tersebut telah hancur adanya. Jieji masih dalam posisi yang jelek. Meski di belakangnya telah nampak jalan keluar dari hutan misteri. Tetapi dia tidak ingin lagi menyeret kakinya sebab dia tahu tiada gunanya bagi si iblis sesat yang kungfunya telah sedemikian tinggi. Dengan gerakan memutar sebelah tangan lainnya. Dia kembali menghembuskan nafasnya. Li Zhu yang merasa telah "menang", kali ini cukup terkejut. Sebab tadinya energi Jieji yang hanya menerima, sekarang telah mulai melakukan perlawanan. Tenaga 4 unsur dari tubuh Jieji telah sampai ke tapaknya saat itu juga. Tetapi sebelum keterjutannya hilang. Dengan mengambil resiko, Jieji menendang ke muka Li Zhu dengan ilmu tendangan mayapadanya. Dia terlihat terlempar lumayan jauh adanya. Sebelum pas benar Li Zhu sanggup berdiri dari tempatnya, sebuah hawa pedang nan dahsyat telah menyerangnya. Kali ini, dia tetap masih merasa sanggup membelokkan energi nan dahsyat Jieji. Dia tetap melakukan hal yang serupa yaitu menghempaskan tapaknya 1 lingkaran penuh.

Apa yang diperkirakannya memang benar, sinar pedang kembali mengambil posisi bahunya dan hanya numpang lewat. Tetapi dia tidak pernah mengira bahwa jurus demikian sungguh mudah dirapal oleh Jieji. Jurus pertama yang telah "lewat" sebenarnya adalah jurus ilmu jari dewi pemusnah tingkat ketiga saja. Yang kedua dan datang menyusul kali ini bukanlah jurus biasa. Melainkan jurus penyempurnaan Jieji yang dilatihnya cukup lama di Dongyang. Hawa pedang nan dahsyat yang sungguh hebat telah mengarah ke Li Zhu kali ini. Dia melihatnya tentu sangat terkejut. Dia tidak menyangka adanya jurus Ilmu jari dewi pemusnah yang sedemikian hebatnya. Karena tadinya yakin penyerangan Jieji telah berakhir. Dia tidak cukup sigap. Kali ini dia hanya sanggup mengambil posisi bertahan dan memperkuat energinya sedemikian rupa. Hantaman jurus terakhir Ilmu jari dewi pemusnah sungguh dahsyat. Jika saja orang biasa yang menerimanya, maka kedua tangan dan tubuhnya pasti telah tertembus hawa energi ini. Tetapi lain halnya dengan Li Zhu yang menguasai Ilmu pemusnah raga dengan benar. Hawa pedang memang telah sampai di kedua lengannya. Benturan hebat segera terjadi. Tetapi sinar ilmu jari dewi pemusnah terlihat buyar ke segala arah setelah menyentuh lengannya Li Zhu. Terlihat sangat jelas, hawa pedang kecil itu sempat menuju ke bukit-bukit. Dan bahkan dua lainnya telah menghantam ke 2 panggung batu. Sesaat, kedua batu sepertinya pecah. Panggung batu yang menahan energinya saja jebol. Terlebih dari Li Zhu yang menahannya dengan tenaga dalam. Saat itu juga, Li Zhu telah terlihat mengawasi Jieji dengan sangat marah sekali. Hawa pembunuhannya telah muncul dengan dahsyat kembali. Sepertinya dia sudah tidak akan memaafkan lawannya kali ini. Di bibirnya terlihat mengalir darah segar. Tetapi hal ini juga berlaku untuk Jieji. Jieji telah terluka dalam saat dia menahan tapak dahsyatnya Li Zhu tadinya. Apalagi dengan spontan dia menendang Li Zhu mundur, hawa tenaga dalam lawannya jelas telah bekerja hebat di tubuhnya. Keduanya diam dan saling mengawasi beberapa saat. Li Zhu kembali bersuara terlihat. "Jurus ilmu jari dewi pemusnahmu memang sudah sangat hebat. Tidak kusangka kamu menguasai dan membentuk energi baru itu dengan sangat mantap...." "Tetapi tidak se-mengerikan ilmu tapak pemusnah ragamu...." jawab Jieji pendek dan serius. "Baiklah... Kali ini kita lanjutkan lagi... Tetapi aku ini orangnya bukan tipe suka main-main. Kali ini akan ku tentukan dengan satu jurus mematikan saja..." kata Li Zhu kemudian.

Dengan segera, dia membentuk tapaknya penuh satu lingkaran. Ini-lah jurus tertinggi tapak pemusnah raga. Jurus yang sungguh telah sangat mematikan. Hawa di tubuhnya kali ini seperti telah terserap ke dua tapaknya. Melihat si lawan, Jieji tentu tiada akan bermain main juga. Dia melakukan hal yang sama. Sesaat, terlihat dia memejamkan matanya disana. Dengan menarik nafas yang panjang dan menahannya di dada. Dia membentuk tapaknya di arah perut dan saling bersilangan. Jurus tertinggi yang dikeluarkan oleh sama-sama pihak. Jurus pemusnah raga tingkat kelima melawan tapak berantai tingkat kelima. Dewa melawan Iblis... Entah siapa yang akan keluar sebagai pemenang kali ini. Sementara itu, melihat ancang-ancang hebat dari kedua pesilat. Lie Xian segera menutup telinganya dan siap dalam posisi meditasi. Dia merasa tentu kali ini kedua pesilat no 1 tersebut tidak akan mengurangi lagi tenaga dalamnya. Hal ini tentu akan membawa dia dalam masalah yang tiada kecil jika dia berayal-ayalan. *** Kota Ye, utara dari China... Disini terlihat adanya 4 orang yang sedang berjalan dengan cukup tenang di dalam kota yang nan ramai tersebut. Mereka berupaya untuk menanyai para pesilat yang sudah kembali dari utara perbatasan. Tentu tidaklah benar sulit mencari para pendekar yang telah pulang dari arah utara. Dari sini, mereka mengetahui tentang pertarungan hebat Jieji di perbatasan. Bagaimana dia bertarung, bagaimana pula dia membersihkan dirinya dari "fitnahan" terhadap dirinya di dunia persilatan. Dahulu, semenjak tiga tahun yang lalu. Sebenarnya Jieji dipanggil dengan nama "Setan pembantai". Karena telah tahu bahwa Jieji tiada berdosa, para pesilat malah memberikannya sebuah julukan baru. Julukan baru yang memang kurang enak di dengar dan kurang pas. "Dewa Pembantai telah membuktikan dirinya tiada bersalah. Tetapi dia berjanji akan menemui seseorang tiga bulan kemudian setelah dia pulang ke daerah Dongyang." terang seorang pesilat kepada mereka berempat. "Dewa Pembantai? Nama yang sungguh jelek sekali yah.." kata Yunying yang seakan tertawa geli juga mendengar bahwa suami tercintanya mendapat julukan begitu. "Tetapi syukurlah, adik telah tiada mengapa-mengapa..." kata seorang pemuda paruh baya yang tentunya adalah Zhao Kuangyin.

"Betul... Melawan mereka mungkin bukan hal yang sungguh sulit baginya." kata pemuda paruh baya lainnya dengan tersenyum puas juga. Tetapi seorang tua yang lain sepertinya tiada puas. "Dasar si pemuda bodoh itu... Dia malah sekarang telah setara dengan kita-kita ini..." katanya dengan setengah ngambek. "Pemuda bodoh?" tanya Yunying yang agak heran. "Ha Ha... Dia bahkan jauh lebih pintar dari 10 turunan leluhurmu..." jawab Pei Nanyang. Setelah mendengar komentar Qian hao, mau tidak mau juga Dewa Ajaib hanya diam saja. Tetapi dia terlihat menggerutu. Tidak berapa lama... Dari sana segera muncul kawanan pengemis yang mendekati mereka berempat. Dengan segera, kesemuanya memberi hormat dalam kepada orang yang di tengah. Orang yang di tengah tentu tak lain adalah Zeng Qianhao. Kesemuanya tentu mengenal Pei Nanyang. Dan bagaimanapun Pei adalah guru dari ketua mereka semua. Tentu mereka sangat menghormati orang paruh baya tersebut. "Ada apa kalian kesini?" tanya Qianhao ke arah seseorang yang ternyata adalah tetua Wu. "Kami mendapatkan orang yang dicurigai di sini. Sekarang orang yang ketua bilang ada di kuil Miao. Apakah kita akan menuju kesana?" tanya ketua Wu dengan hormat ke arahnya. "Dimana muridku ketua kalian? Apakah dia juga bersama-sama dengan kalian semua?" tanya Zeng Qianhao. "Tidak guru ketua... Ketua telah berada di Jinyang. Disana dia merundingkan masalah negara dengan 7 tetua lainnya." jawab tetua Wu. "Lalu apa hal yang kalian rasa mencurigakan dari orang yang kalian buntuti?" tanya Zeng yang agak heran. "Mereka kedapatan sedang diam-diam mengikuti para pesilat ketika berada di kota Chenliu. Entah apa maksudnya. Sekarang mereka berdua sepertinya telah beristirahat di dalamnya. Bagaimana guru ketua?" tanya Wu kemudian. "Baiklah... Tiada salah jika kita kesana dahulu untuk melihat-lihat." kata Pei Nanyang seraya melihat ke arah Zhao kuangyin. Tentu Zhao terlihat menganggukkan kepalanya perlahan. Di depan kuil Miao dari sebelah sudut kota timur laut Ye... Kelima orang segera menuju dengan sangat pelan kesana dan diam-diam. Dari arah yang lumayan jauh, kelimanya mengawasi dengan cermat ke dalam. Tetapi segera terdengar suara seorang pria sedang berbincang-bincang. Lawan bicaranya tiada lain adalah seorang perempuan yang muda. Sebab suara keduanya tentu tiada kecil. Mereka sesekali terdengar tertawa cukup keras.

Zhao Kuangyin dan Yunying yang mendengar suara 2 orang tersebut tentu sangat girang. Karena keduanya adalah orang yang mereka kenali dengan baik adanya. "Kita ke dalam saja..." kata Zhao sambil melihat ke arah Zeng. "Anda mengenalnya Yang mulia?" tanya Zeng agak heran. "Betul...." jawab Zhao pendek sambil tersenyum manis. Saat itu, mereka berlima segera menuju ke kuil yang lumayan tua tersebut. Tetapi orang di dalam bukanlah orang sembarangan. Mereka telah merasakan hawa hadirnya orang-orang di sana. Lalu tanpa duluan dijemput, mereka segera keluar untuk melihat keadaan. "Adik ketiga.... Nona Xieling... Ternyata anda berdua di sini..." kata Zhao sambil tersenyum puas sekali. Tentu hal ini juga sangat mengejutkan keduanya. Mereka berdua tiada pernah tahu bahwa mereka bisa menjumpai kakak pertamanya disini. Dengan segera dan cepat, keduanya berlutut dan menyembah Zhao. Dengan pelan dia membimbing mereka berdua berdiri. "Adik ketiga... bagaimana dengan kabarmu belakangan ini?" tanya Zhao dengan sungguh gembira. "Tentu baik sekali kakak pertama...." jawab Wei. Tetapi dengan segera dia memalingkan wajahnya ke arah Yunying. "Wah... Kakak ipar kedua... Kabarnya kamu telah melahirkan seorang putera di Dongyang? Apakah benar adanya?" tanya Wei yang sangat gembira mendapatinya. "Iyah.. Jangan-jangan kamu ini...." kata Yunying sambil mengerutkan dahinya. "Betul... Kami tahu karena sempat mengunjungi Wisma Wu. Tuan Wu-lah orang yang mengatakannya kepada kita berdua..." jawab Wei dengan senang kemudian. Sementara itu, Huang Xie ling segera menyapa Yunying. "Nyonya guru... Bagaimana kabarmu? Anda terlihat telah sangat pintar yah..." "Nyonya guru? Sebutan aneh.. Jangan kamu panggil diriku begitu... Risih sekali..." kata Yunying yang sepertinya agak malu. Terlihat dengan jelas mereka langsung tertawa keras sekali. Beberapa saat, Wei kembali menanyai kakak pertamanya. "Kak... Kamu tahu dimana kakak kedua berada sekarang?" "Tidak.. Jangan-jangan kamu mempunyai petunjuknya..?" tanya Zhao yang agak heran.

"Kamu tahu kak? Teman sekampungku dulu sempat kutemui barusan saja. Dia mengatakan melihat seorang pemuda gagah dan memakai pedang berwarna merah menyala di arah utara gurun." terang Wei. "Jadi... Jadi adik kedua ada di gurun tua utara?" tanya Zhao yang agak heran. "Betul... Ini bisa kupastikan sebagian besar. Apalagi Zhao Kuangyi kabarnya memberinya kuda kuning kemerahan. Jadi bisa kupastikan kakak kedua ada disana sekarang..." kata Wei dengan riang. "Kelanjutannya akan ku ceritakan dalam perjalanan saja, bagaimana?" tanya Wei kemudian. "Kalau begitu, kita harus menyusulnya." kata Zeng kemudian. "Betul....." jawab mereka serentak. Yunying yang di tengah terus berpikir. Dia sepertinya kurang tenang kali ini. Bagaimana pun dia tidak tahu apa hal yang sedang dipikirkan suaminya. Sesaat, dia merasa sangat cemas sekali akan keadaan Jieji disana. *** Kecemasan Yunying tentu cukup beralasan. Meski dia tidak pernah tahu sekarang Jieji sedang melakukan apa hal. Dia tidak pernah tahu, pertarungan terhebat sang suami sepanjang hidupnya telah dimulai. Rapalan tapak kedua belah pihak telah mencapai puncaknya. Sepertinya kali ini kedua pihak juga telah siap akan jurus terakhir mereka masing-masing. Dengan tanpa lagi banyak bicara, kali ini Jieji-lah yang menyerang terlebih dahulu. Tapak yang masih bersilangan tadinya langsung di ganti posisinya. Panas-nya energi tapak segera keluar membara. Li Zhu segera terkejut merasakannya. Dia tidak pernah tahu bahwa kekuatan Jieji telah mencapai tahap yang sedemikian tinggi. Dengan tapak yang sama, dia melayani kekuatan luar biasa tersebut. Ketika kedua tapak telah bertemu, hantaman tenaga dalam dahsyat segera meluber. Energi nan dahsyat segera membuyar ke delapan arah. Tanah bergetar hebat dan retaknya cukup dalam. Es yang belum mencair sepenuhnya sepertinya malah terangkat sungguh tinggi. Daerah yang telah lumayan asri tersebut telah dihujani es yang cukup banyak. Bahkan keadaan lebih mirip sedang hujan deras disana. Beberapa saat kemudian, tapak yang berlaga terlihat mental. Hawa energi segera buyar ke seluruh arah dengan dahsyat sekali. Lalu, keduanya terlihat mundur sambil menyeret kakinya beberapa langkah ke belakang. Li Zhu yang melihat "kesempatan" telah muncul. Dengan segera menyerang hebat lagi. Kali ini, kesempatan menyerangnya akan dimaksimalkan tentunya. Dia telah melesat sungguh cepat ke arah Jieji.

Jieji tetap diam dan memandangnya dengan sangat serius sekali. Ketika tapak Li Zhu telah benar sampai, terlihat dia mengelak melewatinya dengan gerakan pasti. Gerakan Dao yang telah membaur dengan tingkat kelima tapak berantai tentu sangat hebat. Kecepatan dan ketepatan mengelaknya sungguh dimaksimalkan dan digunakan dengan sungguh baik oleh Jieji adanya. Saat tapak benar telah lewat, dia memalingkan tubuhnya dan menendang dengan kekuatan terakhir dari jurus gabungan tendangan mayapada dan tendangan matahari dengan Ilmu kelima tapak berantai. Kontan Li Zhu yang di belakang langsung terkejut sangat luar biasa. Dengan berbalik, dia melayani tendangan nan keras dan cepat tersebut. Benturan kembali terjadi... Tetap terlihat dengan sangat jelas bahwa benturan kali ini juga masih sehebat benturan tapak tadinya. Li Zhu kali ini telah sadar benar. Kesalahan terbesarnya sepanjang hayatnya telah tampak disini. Dia terlihat mundur hebat sambil menyeret kakinya. Dari bibirnya telah mengalir darah segar yang cukup banyak. Tetapi sebelum dia siap benar kembali... Langkah cepat yang telah terasa di depan sungguh membuatnya mati langkah dan sangat bingung sekali. Sesaat, dilihatnya Jieji telah "membagi" dirinya menjadi 4 orang. Keempatnya sedang mengancangkan jari ke arahnya. Tentu ketika melihatnya, dia sangat terkejut. Tadinya, dia masih sanggup menghadapi 1 jurus ilmu jari dewi pemusnah. Tetapi kali ini, dengan 4 unsur dalam tubuh. Jieji terlihat membagi dirinya menjadi 4 orang dan mengeluarkan tenaga dalam yang nan dahsyat. Sesaat... Cahaya nan terang telah keluar dari jarinya. Ilmu jari tingkat tertinggi dan dipadu dengan hawa tapak berantai tingkat kelima. Kali ini, Li Zhu benar berada dalam masalah yang sungguh besar sekali. Tanpa ingin berpikir lagi. Dia hanya berusaha memaksimalkan tapak pemusnah raganya tingkat terakhir guna melindungi diri saja. Sebab menghindar tentu tidak akan ada gunanya. Karena jika 1 jurus jari saja mengenainya, maka semua harapannya telah sia-sia sekali. Sepertinya Jieji juga tidak memberi pengampunan lagi pada orang tua tersebut. Hawa pedang nan dahsyat telah keluar. Kedahsyatan hawa pedang kali ini sekitar 10 kali lipat dari yang pertama. Benturan hebat segera terjadi... Li Zhu tiada berdaya, dia hanya menerima serangan bertubi-tubi dari Jieji adanya. Empat sinar terang benderang sekaligus mengarah kepadanya membuatnya benar terseret dan membanting tubuh ke belakang. Kondisi Li Zhu sekarang telah kepayahan. Dia tidak lagi layak untuk bertarung kali ini.

Dalam posisi tidur, dia mengeluarkan suara yang cukup jelas. Sementara itu, Jieji terlihat cukup kepayahan juga karena tenaga dalam yang terlalu dipaksakannya cukup untuk membuatnya luka dalam yang parah. Sambil memegang dadanya dan perlahan menuju ke depan dengan sempoyongan. Jieji berusaha mendengar apa yang akan di katakan oleh Li Zhu. "Takdir... Takdir... Tidak disangka jurusku itu... Tiada apa-apanya...." terdengar Li Zhu menggumam. "Tidak juga... Anda betul membuatku kepayahan sungguh... Tanpa jurus terakhir ini, aku tidak akan sanggup melukai anda..." jawab Jieji. Tetapi tidak berapa lama, langsung terlihat dia memuntahkan darah segar yang cukup banyak dan terjatuh duduk di samping Li Zhu. Lie Xian yang dari atas melihat kondisi Jieji, segera datang cepat untuk menghampirinya. "Kamu tahu... Kamulah benar pemenangnya... Dengan lenyapnya aku, semoga kau bisa membimbing dunia ini untuk menjadi baik kembali..." tutur Li Zhu yang kepayahan sangat. Tetapi Jieji hanya terlihat menganggukkan kepalanya perlahan. Dengan segera, dia menghimpun Ilmu dewa penyembuh tenaga dalamnya untuk bermeditasi dan memulihkan diri. Keadaan lingkungan disana meski temaram, namun suasana telah tenang kembali setelah pertarungan 2 manusia terkuat di dunia. "Kamu lihatlah kesana... " kata Li Zhu yang telah sangat melemah sambil menunjuk. Arah yang ditunjuknya adalah panggung batu. "Memang ada masalah apa dengan itu?" tanya Jieji yang sedang setengah bermeditasi mengobati luka dalamnya. "Disana... Kamu carilah petunjuknya. Kamu pasti mampu, sebab Xue Yang adalah orang yang paling pintar dan pantas menjadi lawanku...." tutur Li Zhu. "Terima kasih....." jawab Jieji sambil tersenyum manis. "Dewa melawan Iblis... Tentu tiada kesempatan bagi Iblis. Dan hal yang tidak kusangka sama sekali. Ternyata tapak terakhirmu sungguh berbeda dengan yang kupelajari. Kamu menggunakannya hanya untuk melengkapi 4 unsur yang lain. Sedangkan aku memusatkannya semua ke tapak. Itulah kegagalanku... Ha Ha...." katanya dengan sangat lemah sekali. Dan terlihat beberapa saat, dia muntah darah sangat banyak. Saat Jieji berupaya bangkit untuk melihat keadaan Li Zhu. Dia telah mendapati orang tua ini telah tewas.

BAB LXXXV : Perjumpaan Di Dunia Lain Dia terlihat menghela nafasnya panjang mendapati tewasnya Li Zhu. Pertarungan kali ini yang hanya sesaat telah membuatnya sadar betul. Bahwa masih banyak pendekar hebat di dunia yang hidup "menyendiri". Sekarang, di dalam pikiran pemuda ini telah bergelut lumayan

banyak masalah. Dia sendiri terlihat amat bersyukur akan keadaannya sekarang. Tidak disangkanya juga bahwa terakhir dia menang dalam jurus yang terakhir. "Kak Jieji... Bagaimana luka dalammu?" tanya Lie Xian yang melihat keadaannya sedemikian parah. "Hm... Luka dalamku memang sungguh parah kali ini... Mungkin perlu 1 bulan lebih untuk menyembuhkan diri..." jawab Jieji dengan nada pelan. "Tetapi kelihatannya tadi kakak hanya sehat-sehat saja... Kenapa sekarang tiba-tiba terluka dalam?" tanya Lie Xian yang agak heran, sebab jurus tapak pemusnah raga tingkat 5-nya Li Zhu tidak sempat terlihat melukainya barang sedikitpun. "Tidak juga... Sebenarnya tadi tapak berantai tingkat kelima-ku lah yang membuatku terluka dalam sangat parah..." "Aneh? Sungguh aneh...." kata Lie Xian kembali dengan mengerutkan dahinya. Dia tidak pernah tahu bahwa ada jurus Maha sakti yang terakhir malah melukai majikannya sendiri. Jieji tentu sadar benar akan keadaannya sekarang. Dia tahu, tidak memaksakan tenaga dalam yang setinggi demikian, maka dia tidak pernah akan sanggup menang dalam pertaruhan tersebut. "Tidak juga Dik... Kamu tahu? Tapak berantai-ku lah yang terlalu kupaksakan. Jurus tadi hanya adalah jurus terakhir yang sifatnya untung-untungan. Jika saja Ilmu jari dewi pemusnah keempat sempat dihindarinya. Maka yang tewas seharusnya sudah diriku..." jawab Jieji sambil menghela nafas. Sesaat, Lie Xian juga terkejut. Dia tidak sangka bahwa Li Zhu telah demikian hebat. Tetapi terakhir dia tahu bahwa orang tua tersebut hanyalah salah perhitungan. Salah perhitungan di saat terakhir yang membuatnya kehilangan jiwanya. Hidup orang tua ini memang di penuhi dendam yang cukup tinggi, selain itu sifat rakus di dalam dirinyalah yang membuat dirinya benar-benar "kalah". "Adik.. Aku akan bermeditasi disini sebentar untuk memulihkan tenaga-ku. Setelah itu, kita bisa pulang dahulu ke desa Jiamojin. Bagaimana?" tanya Jieji. "Baik kak.. Semua terserah padamu saja..." kata Lie Xian sambil tersenyum. Saat itu juga, Jieji telah menutup matanya sendiri. Dengan tarikan nafas panjang, dia segera mengumpulkannya di dada untuk memperlancar kembali peredaran darahnya yang masih terasa sangat menggebu-gebu. Lie Xian segera bangkit, dia berjalan ke arah "lubang" yang tiada sengaja dibuat oleh Li Zhu dan Jieji dalam pertarungan tadinya. Lubang yang cukup besar terlihat. Sedang sinar matahari tertembus sedikit di dalam mengingat daerah "terkurung" tersebut telah temaram. Saat dia benar mendekatinya, dia sangatlah terkejut. Dia melihat dengan benar bahwa daerah "terkurung" tempat dirinya berada memang benar

adalah daerah yang terpisah dari semua pintu. Sekarang dirinya merasa bahwa dia sedang berada di sebuah daerah yang "ditutupi" oleh benda seperti 1/2 lingkaran raksasa. Dia memandang ke arah sekitarnya, dan merasa sungguh sangat heran. Daerah terkurung tidak disangkanya benar-benar adalah sebuah tempat yang terkurung dari dunia luar. Dia mengamatinya dengan sungguh sangat kagum sekali. Perancang daerah "tengah" tersebut tentunya bukanlah orang sembarangan. Setidaknya, teknologi disini jelas jauh lebih "maju" daripada luaran. Tanpa terhenti-henti, dia mengaguminya dan sesaat tersenyum puas. Bagaimanapun dia merasa bangga dia "pernah" berada disini adanya. Tetapi sebelum rasa heran dan kagumnya habis... Lie Xian kembali merasakan sesuatu yang janggal di pundaknya. Dia merasa adanya sesuatu tenaga yang cukup aneh. Hawa pertarungan tadinya telah kembali muncul. Tentu hal ini sangat membangkitkan rasa herannya. Sesaat dia merasa gemetar sekali. Dari dahinya muncul keringat dingin. Dia merasa mungkin Li Zhu, si orang tua belum tewas adanya. Karena "hawa" disini yang terasa adalah hawa-nya si orang tua tersebut. Dengan perlahan, dia berusaha membalikkan badannya dan dalam keadaan yang cukup ketakutan. Dia memandang langsung ke arah "tewasnya" Li Zhu tadinya. Dan yang sungguh mengherankan. Mayatnya masih tergeletak seperti tadinya dan tidak bergerak sama sekali. Tetapi kenapa hawa petarung-nya masih tertinggal di sana. Sesaat, dia memandang ke arah Jieji. Namun, pemuda tersebut tetap merapatkan tangan di dada dan sambil menutup mata. Entah apa gerangan hal yang sedang terjadi disana. Saat dia mulai berkonsentrasi akan hawa energi Li Zhu. Dia terlihat kembali sungguh heran sekali. "Tidak perlu takut, Dik... Li Zhu telah tewas. Sekarang yang tersisa adalah 4 unsur tubuhnya..." jawab Jieji dengan nada pelan tetapi masih tertutup kedua matanya. "Kenapa bisa begitu kak? Sangat aneh???" tanya Lie Xian yang agak penasaran sambil berjalan ke arah Jieji yang sedang bersila rapi. "Sepertinya dia tidak melanggar janjinya sendiri. Meski dia adalah seorang pendekar yang kerasukan. Tetapi pada akhirnya, dia telah membebaskan dirinya...." jawab Jieji. Memang benar, keempat unsur dari dalam tubuh Li Zhu yang masih hangat langsung berpendar keluar. Keempat unsur segera terasa menuju ke arah altar Panggung batu. Sesaat, terjadilah pembauran yang hebat di sana. Memang keadaan sama sekali tiada terlihat, tetapi bagi seorang pesilat. Hawa energi telah terasa menggumpal di tengah dan bergelut hebat. Jieji yang juga merasakannya, segera berdiri dengan pelan seraya menghentikan penghimpunan tenaga dalamnya terlebih dahulu. Lalu dengan perlahan, dia berjalan ke arah panggung batu. Dan tiada perlu waktu yang lama, Jieji telah berada di depan panggung bersama Lie Xian yang berada di belakangnya. "Kenapa bisa begitu?" tanya Lie Xian dengan perasaan yang aneh.

"Sebentar lagi.. Pintu panggung batu akan terbuka..." jawab Jieji sambil melihat ke arah tengah. Memang benar... Tiada lama, fenomena baru muncul seketika. Seperti biasa, panggung batu tersebut memunculkan kembali fenomena serupa. Kali ini masih terlihat seperti yang dahulu adanya. Yaitu ketika Jieji berada di Koguryo, ataupun ketika dia berada di panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan. Kegelapan langsung terpampang di mata kedua orang tersebut. Meski Jieji dan Lie Xian terpaut tidak jauh, tetapi Lie Xian bahkan tidak mampu melihat dengan jelas sebenarnya Jieji berada di mana. Mereka berada di dalam ruangan gelap yang tiada berujung sama sekali. Tetapi tanpa perlu waktu yang lama, di depan keduanya telah muncul cukup banyak orang. Semuanya adalah berpakaian serba putih juga. Jieji mengenal dua orang di antara mereka semua dengan baik. Keduanya tentu adalah kakeknya sendiri serta Li Zhu yang baru saja tewas tadinya. Sementara itu, Lie Xian tentu melihatnya dengan terbengong-bengong karena dia tidak pernah mendapati kenyataan semacam ini. Dengan cepat, Jieji terlihat berlutut ke tengah. Meski keadaan kondisi tubuhnya masih sangat lemah. Tetapi gaya berlututnya sama sekali tidak terlihat jelas bahwa dia sedang terluka dalam. "Kakek... Tidak disangka, aku masih bisa menjumpaimu disini..." jawab Jieji sambil menengadah dengan sikap sopan dan girang. Dewa Manusia yang telah menjadi roh tersebut membimbingnya berdiri dengan pelan. Di wajah sang kakek terlihat welas asih dan sinar kegirangan. "Kamu tidak apa-apa, cucuku?" tanyanya. "Tidak kek... Istirahat beberapa lama juga tentu akan sembuh nantinya..." jawab Jieji sambil tersenyum girang kepadanya. Dewa Manusia yang melihat keadaan cucunya yang masih cukup baikan, segera berpaling ke arah belakang. Dia melihat seorang pria yang tua adanya. Pria yang tadinya bersila dalam posisi menggunakan tapak pemusnah raga tingkat kelima. Pria tersebut tentunya adalah Xue Yang adanya. Sambil berjalan ke depan dan terlihat sedang tersenyum, dia mendatangi Jieji. Sikap dari dirinya dan sang kakek, tentu telah membuatnya tahu benar. Lalu dengan sopan, dia membungkuk pelan. "Tetua Xue... Bagaimana kabarmu?" tanya Jieji kepadanya. "Baik Nak... Keadaan dirimu sekarang terlalu kamu paksakan. Tetapi jika bukan begitu, maka kamu-lah orang yang telah berada disini bersama kita-kita..." katanya dengan penuh pengertian.

"Betul... Saya hanya berusaha semaksimal mungkin saja..." Sementara itu, Li Zhu yang baru saja "bergabung" dengan mereka segera berkata kepadanya. "Maafkanlah aku... Setelah seberapa lama tersesat, aku baru tahu bahwa segala sesuatu yang kukejar tiada gunanya sungguh sama sekali..." katanya dengan hormat yang dalam ke arah Jieji. "Tidak mengapa tetua Li. Saya sangat mengerti keadaanmu saat itu..." jawab Jieji juga dengan sopan kepadanya. "Terima kasih.." Li Zhu terlihat telah tersenyum puas juga karena dia merasa bagaimanapun Jieji tentu telah memaafkannya. Tidak berapa lama, Jieji segera berpaling ke arah Xue Yang. Lalu dia menanyainya. "Tetua... Ada sesuatu hal yang benar ingin ku ketahui..." "Hm... Saya sudah tahu benar apa yang ada dalam pikiranmu sekarang..." kata Xue Yang dengan tersenyum penuh arti kepadanya. "Betul... Tentunya adalah mengenai asal-usul pedang sebenarnya... Dan apa hubungannya dengan tempat ini..." tanya Jieji yang cukup terlihat penasaran. "Ketika masih hidup... Aku tinggal lumayan lama disini. Boleh dikatakan selama puluhan tahun aku ingin memecahkan formasi panggung altar tersebut. Tetapi tidak kusangka, setelah diriku tiada di dunia. Aku baru mengerti sesungguhnya..." "Jadi memang benar... Pepatah kuno selalu mengatakan, Misteri kehidupan hanya bisa dipecahkan jika kita telah mati...." jawab Jieji dengan menghela nafas panjang. "Betul Nak... Tempat ini dibangun tiada lain adalah oleh Qin She Huang. Dialah pendiri tempat tersebut. Tetapi dia sungguh takut sekali akan adanya orang-orang dari China daratan yang menuju kemari....." kata Xue Yang dengan mantap. "Jadi oleh karena itu, dia sengaja memerintahkan rakyat jelata membangun tembok raksasa. Tujuan utamanya mungkin mengusir bangsa nomaden mendekati China daratan. Tetapi tidak disangka..." jawab Jieji. "Betul... Ha Ha.... Betul sekali.... Saat itu, di China daratan telah muncul banyak jagoan yang berkungfu tinggi. Salah satunya adalah Xiang Heng, atau kakeknya Xiang Yu. Tujuan utamanya yang licik tersebut tentu baru kuketahui sejak aku telah tewas. Hm... Kamu tahu dengan benar... Bangsa Mongol sampai sekarang masih tercerai-berai. Alasan untuk membangun tembok raksasa dan mengusir bangsa Mongol tentu sangat tiada masuk akal. Bukan begitu?" tanya Xue Yang seraya tersenyum.

Jieji yang masih berpikir kelihatannya tadi segera menjawabnya. "Betul sekali... Telah 1000 tahun yang lampau. Dan bangsa Mongol tiada bersatu adanya. Untuk itu, sudah jelas sekali ketakutan Kaisar pertama tersebut telah berlebihan. Dan jangan-jangan dia...." "Dia selalu takut ada orang yang melampaui dirinya. Oleh karena itu, dia bangun panggung tersebut. Tujuannya adalah menyimpan semua harta bendanya, ilmu dan segalanya disini. Dan memberikan gosip ke rakyat bahwa bangsa utara adalah bangsa yang sangat biadab dan melarang rakyat china daratan untuk menginjakkan kakinya disini. Tetapi... Jika seorang yang tahu benar apa maksud-nya, maka semua hal telah gagal." "Jadi memang benar adanya. Keempat pedang semuanya berhubungan dengan Qin She Huang?" tanya Jieji kembali. "Betul sekali..." jawab Xue Yang seraya berpaling ke belakang. Dia berpaling ke arah seorang yang juga terlihat lumayan tua. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ke arah seseorang yang lainnya juga. Keduanya segera maju dan memberi hormat pendek ke arah Jieji. "Mereka berdua-lah penempa pedang meteor. Keempat pedang dilebur oleh mereka..." kata Xue Yang. "Betul tuan... Pedang ekor api dan pedang Es rembulan ditempa olehku..." jawab seseorang yang maju terdepan tersebut. Jieji yang melihatnya segera memberi hormat dengan sangat sopan sekali. "Dia bernama Tang Wu.. Sedangkan seorang lagi adalah adik kandungnya Tang Wen..." kata Xue Yang sambil memperkenalkan keduanya kepada Jieji. Tang Wen yang masih diam segera mengatakan sesuatu kepadanya. "Pedang bumi berpendar dan pedang Cahaya berkumpul adalah 2 pedang yang ditempa olehku..." jawabnya dengan sopan. "Begitulah Nak... Pedang bumi berpendar adalah pedang dari Han Xin. Sedangkan pedang Cahaya adalah pedang dari Han Kung Wu." "Jadi begitu? Pedang Cahaya berkumpul betul masih berada di dunia?" tanya Jieji yang agak heran. "Tidak..." jawab Xue Yang pendek sambil menggelengkan kepalanya. Tentu hal ini membuat Jieji heran sekali. Tetapi tanpa perlu lama, dia sudah tahu penyebabnya. "Jangan-jangan pedang itu sudah berada disini??" tanyanya kemudian.

"Ha Ha.... Betul sekali... Pedang tersebut belum pernah muncul di dunia, karena sejak awal telah berada disini..." jawab Xue Yang dengan mantap. "Pedang bumi berpendar adalah sebuah pedang dari "pengkhianat" Han. Pedang tersebut mengandung unsur kegelapan. Meski Han Xin sangat pandai dalam bersiasat dan memerintah, kungfunya juga bisa dikatakan setingkat dengan Liu Bang. Namun sayang sekali, pedang tersebut juga-lah yang melenyapkan nyawa pengkhianat. Sehingga darah Han Xin yang penuh dengan dendam tersisa... Oleh karena itu..." "Pedang tersebut dinamakan pedang kegelapan?" tanya Jieji memotong kata-kata Xue Yang sambil tersenyum. "Iya... Begitulah... Pedang tersebut diturunkan partai Zong Dui. Dan Guo Lei-lah pendekar terakhir yang menerima pedang tersebut. Tetapi sekarang telah hilang. Sedangkan pedang Cahaya, pedang tersebut setelah dimiliki Han Kung Wu. Turun temurun oleh Dinasti Han diperoleh setiap Kaisar Dinasti Han. Setelah Cao Cao masuk ke istana Han sekitar 700 tahun lebih, pedang tersebut menjadi miliknya yang sah. Tetapi dalam kekacauan Chang Ban Qiao, Zhao Tzelung-lah pemegang pedang tersebut. Saat Sima Yan naik tahta menjadi Kaisar Jin, pedang tersebut telah berada di Istana kekaisaran. Tuan Tang Wen disini..." katanya seraya menunjuk. "Jadi Tetua Tang-lah orang yang mengambil pedang dari Istana kemudian menempanya dengan batu meteor Cahaya?" tanya Jieji. "Betul... Saat itu, setelah pedang selesai. Aku ingin menunjukkannya ke kakak-ku. Tetapi..." jawabnya pelan sambil menarik nafas panjang. "Jadi pedang direbut oleh Huang Yuzong saat itu?" tanya Jieji yang agak heran. "Betul... Pedang direbut olehnya. Dia segera datang kemari. Memasukkan colokan pedang... Oleh karena itu..." kata Xue Yang dengan menggelengkan kepalanya. "Jangan-jangan... Saat itu-lah ilmu kungfu pemusnah raga yang telah lenyap ratusan tahun kemudian meraja rela kembali?" tanya Jieji dengan agak heran kemudian. "Betul... Sebenarnya banyak jenis kungfu yang muncul dari fenomena ini. Tetapi dasar Huang si tua itu, dia tidak pernah mempelajari jurus lain yang lebih berguna. Tetapi malah dia orang yang memunculkan kembali ilmu terlarang tersebut." kata Xue Yang. "Hm.... Jadi begitu... Berarti Ilmu pemusnah raga-nya Qin She huang tentu sangat hebat sekali...." kata Jieji kemudian. Li Zhu yang sedari tadi diam segera ikut berbicara. "Kamu tahu? Ilmu itu sesat 10 kali lebih mengerikan daripada ilmu yang telah kupelajari..." Jieji melihat ke arahnya sambil menggelengkan kepalanya saja. Xue Yang segera mengangkat pembicaraan kembali. "Takdir "pahlawan"... Kamu tahu bagaimana kamu bisa ditakdirkan sama denganku?"

"Tidak tetua... Ini juga hal yang teramat janggal yang belum bisa kupecahkan.." jawab Jieji dengan jujur kepadanya. "Ini karena...." kata Xue Yang sambil melirik ke arah Dewa Manusia. "Betul... Kamu tahu cucuku... Saat itu, aku pernah membawamu kemari. Ketika umurmu baru 1 bulan lebih saja. Dengan anakku dan menantuku tentunya. Tetapi tidak kusangka...." kata Dewa Manusia sambil terputus. Jieji yang melihatnya tentu sungguh heran sekali. Tingkah kakeknya tidak bisa dipahaminya dengan benar. Tetapi kembali Xue Yang menjelaskan hal tersebut kepadanya. "Dia tidak pernah menyangka... Hawa peperangan disini akibat ilmu pemusnah ragaku tingkat terakhir sebagian malah menyatu denganmu. Saat itu, peta perbintangan telah kacau... Sesungguhnya bintang pahlawanku sebenarnya telah sirna sama sekali. Tetapi pada malam kamu datang kemari, bintang pahlawan kembali telah muncul di langit meski masih terlihat remang-remang saja..." kata Xue Yang. Jieji yang mendengarnya tentu telah mengerti. Kesusahan sang kakek yang sebenarnya amat menyayanginya. Langsung dia berpaling ke arah orang tua tersebut. "Ini tiada hubungan sama sekali denganmu kek... Kakek tahu, sebenarnya inilah takdirku. Akulah yang harus menerimanya sendiri..." jawab Jieji dengan pengertian kepadanya. Sesaat, senyum tampak di wajah kakeknya. Meski senyuman disini terasa cukup pahit sekali. "Betul sekali..." jawab Xue Yang sambil tersenyum. Dewa Manusia tentu tidak ingin bahwa cucunya sendiri yang dia sayangi mengalami takdir yang sedemikian keras. Tetapi dia yakin, bagaimanapun Jieji pasti sanggup melewatinya. Di hatinya, dia tetap telah lega sekali. Cucu yang sekarang berdiri di depannya tentu telah membuatnya sangat bangga. Kekhawatirannya telah berubah menjadi senyuman indah bahagia. "Kek, ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu dengan mendetail..." kata Jieji setelah sekian lamanya. Dewa Manusia telah mengerti hati sang cucu. Dia mengangguk dengan perlahan. "Cucuku... Kamu ingin menanyai sebenarnya apa yang terjadi dengan ayahmu itu kan?" "Betul... Aku ingin mengetahuinya dengan jelas...." jawab Jieji dengan perasaan bercampur aduk hebat. "Ini karena mereka telah kerasukan iblis hebat. Kamu tahu? Sebenarnya raja Yelu, ayahmu, Xia Rujian adalah saudara angkat?" tanya Dewa Manusia dengan mengerutkan dahinya.

Tentu hal ini membuat Jieji bagaikan disambar geledek. Dia tidak pernah tahu bahwa mereka semua adalah saudara angkat. Tentu hubungan mereka akan lebih kuat daripada hubunganhubungan lainnya. "Sebenarnya sejak kedatangan Hikatsuka kemari, dia telah kerasukan. Saat itu juga, sebenarnya dia tidak mampu lagi memegang pedang Ekor api. Dirinya telah hilang entah kemana. Ayahmu itu yang telah mengetahui asal-usul tempat tersebut, mengajak para saudara angkatnya untuk meneliti kembali Ilmu pemusnah raga... Tetapi...." Kata Dewa Manusia dengan pelan dan perasaan yang juga bercampur aduk. "Tetapi Dewa Bumi tahu bahwa mereka semua ingin meneliti kembali ilmu dahsyat tersebut. Lalu dengan licik, dia membuat mereka untuk bergabung... Bukan begitu kek?" tanya Jieji. "Betul... Sungguh beginilah kejadiannya. Saat itu, dia mencari siasat. Dia sengaja melemparkan jarum ke arahmu yang masih bayi. Saat itu, umurmu baru hampir 5 bulan. Tetapi mendapati hal tersebut, ibumu sungguh sangat panik. Begitu pula Hikatsuka. Mereka berdua menggendongmu mencariku di goa abadi. Saat itu juga, aku langsung berangkat mencari Xue Hung. Karena hanya dia-lah orang yang kukenal dan mampu mengobatimu..." tutur Dewa Manusia. "Jadi begitu adanya... Tetapi tetua Xue Hung mengutus 7 orang muridnya untuk mengobatiku dengan menyalurkan tenaga dalam." jawab Jieji. "Betul... Kelima orang tersebut bahkan telah berada disini..." kata Dewa Manusia. Jieji segera mengarahkan pandangannya ke 5 orang yang sama sekali tiada dikenalnya. Terlihat kesemuanya sedang tersenyum manis dan puas melihat Jieji. Dengan tiada banyak berkata-kata, Pemuda tersebut berlutut dan menyembah kesemuanya dengan air mata yang menitik. "Hamba bukan seorang yang anda semua kenali. Tetapi dengan jauh-jauh, para tetua mengunjungiku dan mengobati-ku. Untuk masalah ini, seumur hidupku tentu sudah banyak berhutang budi...." Tetapi kelimanya segera maju serentak dan membimbingnya berdiri kembali. Dari wajah mereka, senyumannya masih terasa sangat hangat. "Betul... Saat itu, dan selanjutnya telah kamu ketahui dengan baik. Tetapi mengenai mengapa mereka semua membencimu, masih ada lagi alasannya. Bagaimanapun sesungguhnya Xia Rujian sejak awal memang telah berencana melakukan hal besar terhadapmu. Tetapi...." kata Dewa Manusia. "Jadi memang benar sekali? Apa perkiraanku sudah menjadi kenyataan...." Kata Jieji sambil menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya. "Betul cucuku... Tetapi takdirmu benar belumlah habis. Untuk 3 bulan mendatang aku ingin kamu berhati-hati

benar. Janganlah terlalu bertindak mengikuti kata hati. Karena kebenaran masih ada di atas segalanya..." kata Dewa Manusia dengan pengertian kepadanya. Jieji terlihat tersenyum cukup puas mendapati sikap kakeknya. Dia segera menganggukkan kepalanya. "Kek.. Boleh kutahu? Bagaimana kamu bisa meninggal disini?" tanya Jieji kembali dengan agak heran. Dewa Manusia tersenyum juga mendengar apa pertanyaan cucunya. Tetapi, dari sebelah seorang segera berjalan kepadanya pelan ke depan. Jieji yang melihatnya maju, tentu sudah tahu maksudnya. Li Zhu-lah orang yang maju mendekati Jieji tersebut. Tetapi sebelum dia berkata-kata, dia telah dipotong dahulu oleh Dewa Manusia. "Aku kalah dengannya disini...." katanya dengan wajah tersenyum puas. "Begitu pula kita semua..." kata 5 orang tetua yang merupakan penolong Jieji ketika masih kecil saat dia masih berada di Dongyang. Jadi semua telah jelas sekali. Li Zhu membuat taruhan besar terhadap pendekar-pendekar disini. Dia ingin membuka pintu tersebut kembali. Jadi menurutnya selain pedang, maka unsur manusia hebat juga penting. Oleh karena itu, dia "memaksa" pesilat yang kalah padanya untuk menggabungkan unsur tenaga dalam disini. Tetapi bagaimanapun setelah kematian seseorang, tentu semua rasa dendamnya telah lenyap. Jadi terhadap masalah inipun Jieji tentu mengerti dengan baik. "Sepertinya kita telah boleh meninggalkan tempat tersebut..." tutur Xue Yang. Semuanya terlihat mengangguk saja dan tersenyum. Tetapi bagaimanapun terlihat Jieji tidak ingin merelakan perjumpaan singkat dengan tetua hebat tersebut. Namun dia sendiri sadar sekali, manusia dan roh tentu ada batasnya. Oleh karena itu, dia tidak menahan mereka semua lebih lanjut lagi. Tetapi, dia mengambil sikap berlutut segera. Dan terlihat dia menyembah beberapa kali. Begitulah perjumpaan mereka semua yang singkat sekali adanya... Seaat... Fenomena gelap langsung "hilang" entah kemana. Tetapi dengan tiba-tiba digantikan daerah panggung telah tertampak kembali. Namun yang aneh, panggung yang tadinya temaran telah digantikan sesuatu cahaya yang nan terang. Sepertinya tiba-tiba daerah itu menjadi "siang". Saat Jieji berupaya melihat sekeliling, dia terkejut luar biasa. Mayat-mayat para tetua yang melakukan meditasi telah hilang entah kemana. Dan yang hebatnya, ketika dia memutarkan tubuhnya melihat ke belakang. Disana terlihat jelas, bahwa mayatnya Li Zhu juga telah "raib" entah kemana. Sesaat, dia langsung merasa heran luar biasa dan kaget.

BAB LXXXVI : Fenomena Panggung Hutan Misteri Keanehan yang tertampak jelas masih bekerja dengan baik sekali. Terutama adalah hawa "peperangan" yang tadinya terbentuk akibat tenaga dalam 4 unsur Xue Yang serta tenaga dalam 4 unsur baru dari Li Zhu sendiri berbaur dengan hawa pendekar lainnya, namun hawa tersebut dirasa sedang berpendar. Dan kemudian semua energi terasa jelas masuk ke tengah altar dimana disamping altar tersebut adalah posisi colokan pedang. "Aneh sekali kak.. Kenapa bisa terjadi hal sedemikian?" tanya Lie Xian yang merasa sangat kaget. "Pintu tidak lama lagi akan terbuka..." jawab Jieji sambil memandang bengong ke tengah altar. "Bagaimana bisa? Ada beberapa hal yang sungguh tidak kumengerti..." tanya Lie Xian kembali. "Hm... Untuk beberapa hal sebenarnya aku sudah tahu artinya... Panggung ini beserta misteri yang terdapat di dalamnya." kata Jieji sambil berpikir. "Tetapi yang paling aneh adalah mayat-mayat tersebut. Kenapa semuanya tiba-tiba menghilang tiada berjejak?" "Ini karena semuanya telah berbaur. Panggung tersebut sebenarnya di bangun Oleh Qin She huang dengan tiada tujuan untuk membukanya lagi. Sebab semua harta kekayaannya terdapat disini..." jawab Jieji. "Tetapi yang aneh adalah kenapa dia sengaja memberikan "kunci" untuk membukanya kembali?" Dengan berpaling pelan ke arah Lie Xian, dia terlihat tersenyum. "Kamu tahu? Bagaimana jika kamu mempunyai harta tiada ternilai di dunia. Dan jika kamu telah tiada nantinya, apakah kamu berharap bahwa ada penerusmu yang mengetahuinya?" Mendengar apa kata-kata Jieji, Lie Xian segera tersadar. Sesaat dia terlihat kegirangan. "Betul... Bagaimanapun seseorang yang menyembunyikan harta tak ternilai dan tidak ingin di ketahui orang. Maka yang penasaran pertama adalah orang tersebut. Bukan begitu?" "Betul... Kamu cerdas... Begitu pula Kaisar Qin. Dia menyembunyikan harta tersebut, di samping dia takut diketahui. Di samping itu pula dia merasa penasaran. Dia ingin ada yang bisa memecahkan misteri disini. Tetapi justru hal inilah yang akan mendebarkannya. Ini seperti sebuah permainan saja...." jawab Jieji dengan menghela nafas. "Tetapi kak... Perjumpaan kita dengan tetua tadinya ada beberapa hal yang kurang kumengerti adanya. Jadi bisakah saya menanyaimu?" tanya Lie Xian kepadanya dengan tersenyum. Pemuda hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kepadanya pula.

"Mengenai para tetua yang bermeditasi tersebut, ada hal yang dirasa sungguh janggal sekali. Dan begitu pula halnya pedang bumi berpendar milik Guo Lei. Selain itu, kenapa pedang yang dimasukkin langsung bisa hilang begitu saja?" tanya Lie Xian. Pertanyaan yang memang cukup aneh sebab para tetua sendiri belum menyinggungnya ke sana tadinya. Tetapi si nona yakin bahwa pemuda tersebut telah tahu dengan lumayan banyak. Seraya mengelus dagunya, Jieji menjawab pertanyaan Lie Xian. "Mengenai permeditasian para tetua, ini adalah keinginan Li Zhu. Meski kungfunya telah tinggi sekali. Tetapi dia masih membutuhkan 4 unsur pelengkap lainnya. Setahuku 4 unsur utama jika digabungkan dengan 4 unsur pelengkap, maka kedahsyatannya sudah tiada tanding lagi. Oleh karena itu, dia sengaja meminta para tetua untuk mengantarkan nyawa sebagai pertaruhan permainan besar." jawab Jieji dengan berpikir. "Jadi begitu? Lalu Huang Yuzong... Apa yang terjadi pada dirinya?" "Huang pernah kemari. Dan tentunya mungkin saat itu kedatangannya adalah yang pertama setelah ratusan tahun. Saat itu, dia datang sambil membawa pedang cahaya berkumpul. Dialah yang pertama kalinya memasukkan pedang." jawab Jieji. "Lalu saat itu, yang muncul adalah ilmu silat tertinggi?" tanya Lie Xian yang telah terlihat rasa penasarannya. "Betul... Seperti kata-kata tetua Xue. Dia datang kemari dan mempelajari Ilmu pemusnah raganya- Qin She Huang. Saat itu, dia telah menjadi seorang "iblis"." "Tetapi.... Bukankah tetua Xue malah mengalahkannya?" tanya Lie Xian kembali. "Betul... Bagaimanapun 8 unsur akan sulit dicerna pertama-tama. Mengingat tetua Xue telah berpengalaman di dunia persilatan. Maka dalam 5 pertarungan hebat, Huang terus kalah. Bukan karena kemampuan Huang di bawah kemampuan tetua Xue sendiri. Tetapi tetua Xue memiliki jiwa kebenaran dan kemampuan bertarung di atas segalanya. Setelah merasa tetap kalah, Huang melakukan cara kotor. Dalam pertarungan kelimanya, dia tidak datang sendirian. Melainkan berkumpul dengan para pesilat serta anak buah Li Zhu, prajurit Dinasti Tang untuk mengeroyoknya yang hanya sendirian." "Jadi begitu? Berarti memang benar. Aku merasa Li Zhu dan Huang pasti sekelompok..." kata Lie Xian. "Memang benar. Tadinya mereka adalah dua orang yang menginginkan kematian tetua Xue. Tetapi setelah bekerja-sama, dia merasa Huang mungkin telah mengkhianatinya. Oleh karena itu, dia malah datang kesini sendirian guna mempelajari jurus hebat tersebut. Tetapi dia membutuhkan pedang bumi berpendar. Namun saat itu, Guo Lei telah tiada mampu ditemukannya. Meski Guo sendiri tentu adalah cucu muridnya sendiri. Lalu..." jelas Jieji.

Namun penjelasan Jieji yang sampai setengah tersebut langsung dipotong Lie Xian. "Dia memutuskan untuk menunggumu disini?" "Betul...." jawab Jieji sambil tersenyum manis kepadanya. Tetapi setelah itu, dia melanjutinya kembali. "Memang sia-sia saja dia menantiku. Tetapi pada awalnya, dia hanya tahu kalau pedang Ekor api yang tercolok disini telah dibawa pergi oleh kakekku, Dewa Manusia. Dan tentunya kakekku bisa menjadi korban disana pun karena Li Zhu."jawab Jieji sambil menghela nafas. "Betul juga.. Jadi begitulah adanya yah? Tetapi apa ilmu Li Zhu sendiri juga adalah Ilmu sejati dari pemusnah raga? Apa dia berhasil menggabungkan 4 unsur tambahan lainnya?" tanya Lie Xian. "Tidak..." jawab si pemuda sambil menggelengkan kepalanya. "Ilmu pemusnah raga dari Li Zhu sebenarnya sudah tiada tandingannya lagi sungguh. Makanya kukatakan bahwa kemenanganku sesungguhnya hanya untung-untungan. Dia juga menguasai 4 unsur utama sepertiku. Lalu 4 unsur tambahan lainnya akan muncul jika dia mendapatkan salah satu pedang lagi sebab pedang cahaya sudah berada disini." jawab Jieji. "Tetapi... Ada sesuatu lagi... Lalu Huang? Kenapa dia bisa mendapatkan 4 unsur tambahan lainnya meski dia hanya memiliki 1 pedang saja? Inilah hal yang aneh...." "Ha Ha...... Sebenarnya 4 unsur utama yang muncul di sana adalah 4 ilmu rahasia jagad. Tetapi sebelumnya Huang telah menguasai 4 unsur utama. Jadi ketika dia mencolokkan pedang pertama, ada juga hawa peperangan yang telah berada di sini sejak lama sekali. Hawa 8 tenaga unsur menyatu dengan altar. Sehingga ilmu mengerikan tersebut kembali muncul." tutur Jieji. "Jadi... Jangan-jangan???" tanya Lie Xian yang sungguh heran. "Betul... Hawa peperangan yang pertama tentu disebabkan bahwa mayat Kaisar pertama Qin-lah yang berada disini. Dengan terbaurnya 8 unsur tenaga asli dari Ilmu pemusnah raga. Tentu yang muncul disana juga ilmu silat terhebat. Tetapi dia tidak pernah menyangka, ilmu yang muncul adalah ilmu 4 unsur utama tanpa 4 unsur tambahan, oleh karena setelah mempelajarinya dia telah masuk ke jalan yang sungguh sesat." jawab Jieji sambil mengarahkan jarinya ke altar. "Dan pedang ekor api... Hm... Sungguh heran sekali, kenapa pedang Ekor api tidak sempat di lihat oleh Huang yang telah berada disini? Bukankah pedang tersebut belum dimiliki oleh Dewa Manusia saat itu?" tanya Lie Xian. Memang sungguh pertanyaan yang sangat bagus sekali. Bagaimana mungkin Huang Yuzong tidak pernah mencolokkan pedang Ekor api padahal saat itu seharusnya pedang tersebut masih berada di altar dengan baik?

Sambil melihat ke arahnya dengan tersenyum, Jieji kembali menjawab. "Mengenai pedang tersebut, mungkin telah dibawa pergi oleh seseorang sebelumnya. Oleh karena itu, Huang tidak pernah mengetahui adanya. Tetapi setelah dia tewas oleh kelima orang "Dewa", orang tersebut kembali menaruhnya kesini..." "Jadi orang tersebut tentunya tiada lain adalah......." tutur Lie Xian. "Mungkin dia adalah tetua Xue Hung. Dia adalah seorang ahli peramal yang hebat, dan tentunya dia tahu sekali jika pedang Ekor api telah berada disini juga. Maka 4 unsur tambahan jurus pemusnah raga akan juga ikut tampil dengan jelas disini. Oleh karena itu, dia telah menyingkirkan pedang ke tempat aman terlebih dahulu..." "Tetapi aneh juga... Bagaimana pula dengan pedang es rembulan sendiri? Kenapa dia tidak bisa mendapatkannya?" tanya Lie Xian kembali. Jieji yang berpikir segera mengingat kembali gua es di Gunung Hua. Dia segera sadar kenapa Huang tidak pernah ingin mencarinya. Sebab bagaimanapun dia tahu lokasinya, dia tidak pernah akan mendapatkannya. Sesaat, dia telah mengerti semuanya. "Lokasi Gua pedang es rembulan sesungguhnya adalah gunung Hua Shan. Gua tersebut adalah gua nan dingin dan terbentuk oleh es abadi. Dan tanpa pedang Ekor api, gua tidak gampang dimasuki siapapun juga walaupun ilmu silatnya sangat hebat." jawab Jieji. "Jadi begitu? Tentunya ketika Tetua Xue Yang masuk ke sana pun pasti dia membawa pedang Ekor api. Setelah itu, dia meletakkan pedang Es rembulan ke sana. Dengan begitu telah jelas adanya, pasti tetua Xue Hung-lah orang terakhir sebagai pemilik pedang sebelum Dewa Manusia?" tutur Lie Xian. "Betul....." jawab Jieji pendek dengan tersenyum manis kepadanya. "Dan sekarang, pedang yang tercolok kesana telah 3 batang. Jadi fenomena apa yang akan muncul?" tanya Lie Xian. Barusan mereka menutup mulut masing-masing. Fenomena cahaya tadinya yang bersinar sungguh terang, sekarang telah berkumpul ke arah altar. Sedangkan daerah di sekelilingnya malah telah sangat gelap. Kecuali altar di sana yang jelas bersinar sungguh sangat terang. Mereka berdua memandangnya sambil terkagum luar biasa. Pemandangan seperti ini tiada pernah bisa diperlihatkan di luaran. Sungguh sebuah hal yang menakjubkan sekali. Tetapi setelah cahaya tersebut berkumpul... Seakan seperti sinar, para cahaya menembakkan sinar ke arah panggung 7 batu. Sesaat, disana segera muncul tulisan yang sungguh luar biasa banyaknya. Panggung batu yang hitam terlihat bersinar terang dengan tulisan aksara China yang lumayan besar.

"Bagi manusia yang luar biasa... Inilah ukiran cahaya dari Kungfu terhebat sepanjang masa. Setelah mempelajarinya, harap putarkan-lah batu sesuai posisi Yin-Yang. Dengan begitu, keabadian Hutan misteri bisa terjaga selama-lamanya." Setelah membacanya, sinar tersebut seakan berpendar. Dan kembali berkumpul dengan cepat sekali. Batu panggung terlihat yang terujung segera berputar sampai ke belakang. Cahaya segera menembak cepat dan telah membentuk sesuatu tulisan yang baru disana. Tulisan tentunya adalah mengenai ilmu kungfu pemusnah raganya Qin She Huang. Sekarang posisi 6 panggung batu telah menjadi sebuah kitab yang sungguh besar adanya. Jieji memandang dengan cermat ke arah panggung batu itu satu persatu. Dan membacanya dengan perlahan. Sesaat... Dia merasa sungguh terkejut. Ilmu yang muncul disini adalah ilmu terlarang di jagad. Dan yang hebatnya adalah ilmu tersebut lengkap sekali. Sebab selain 4 unsur utama, juga terdapat pengolahan tenaga dalam ilmu 4 unsur tambahan lainnya. Tetapi... Dia langsung merasa ilmu tersebut sungguh sangatlah "sesat". Dengan tiada menghapalnya lebih lanjut, dia kembali berjalan ke tengah. Sementara itu, Lie Xian melihatnya sungguh terbengong-bengong dan tampak dia memandang ke arah tulisan dengan pandangan yang kosong sama sekali. Kemudian dia terlihat menggumam dengan anehnya. "Ilmu yang sesat luar biasa... Tetapi ilmu ini terlalu hebat..." Lie Xian sepertinya mengalami hal yang cukup sama dengan Jieji. Tetapi karena dia membaca dengan cermat, tenaga dalam di tubuhnya sungguh bekerja tiada teratur. Inilah ciri-ciri seorang yang akan kesurupan. Melihat tingkah Lie Xian, Jieji sungguh terkejut. Lalu dengan langkah cepat sekali, dia menuju ke salah satu panggung batu. Dan dengan mengerahkan tenaga dalam, dia memindahkan batu tersebut. Tak berapa lama, batu panggung berhasil di pindahkan. Fenomena tulisan telah hilang sama sekali di panggung tujuh batu tersebut. Cahaya yang tadinya sempat berpendar sekarang malah berkumpul kembali ke tengah. Lie Xian segera sadar seakan dia telah bermimpi hebat sekali tadinya. Sesaat dia terkejut, dan merasa ngeri juga. "Terima kasih kak Jie... Tadi aku hampir saja kesurupan..." tuturnya dengan cukup senang.

"Betul.. Hati-hati dik... Ilmu ini bukan bisa dipelajari oleh orang biasa saja. Dan terlalu mengerikan betul..." jawab Jieji sambil menghela nafas. Tetapi cahaya yang tadinya sempat berkumpul ke tengah, kali ini kemudian memunculkan kembali fenomena aneh... Cahaya langsung kembali bersinar terang dan memantul ke arah 7 panggung batu. Sekarang seperti keadaan yang pertama. Namun, pantulan sinar memunculkan sesuatu aksara huruf dan gambar manusia yang berlatih kungfu. Tetapi kali ini sungguh telah berbeda. Tadinya terdapat 6 panggung batu yang bersinar terang pada saat terlihatnya Ilmu pemusnah raga yang lengkap, sekarang malah yang tertampak hanya sinar terang di 5 panggung batu saja. Lie Xian yang melihatnya segera menunduk, sebab dia takut akan terjadi lagi fenomena ilmu sesat seperti tadinya. Sementara itu, Jieji sangat gembira melihat ilmu latihan ukiran tersebut. Ilmu tersebut cukup dikenalinya. Ilmu yang muncul disini adalah Ilmu penyembuhan tenaga dalam Jing Gang-nya Shaolin. Tetapi disini, terlihat 9 tingkatan tenaga dalam. Ilmu yang sudah hilang di jagad. Bahkan sampai sekarang, Shaolin hanya memiliki 7 tingkatan tenaga dalam Jing Gang tersebut. Dan hebatnya, Biksu Wu Huan kabarnya hanya menguasai 2 tingkatan tenaga dalam Jing Gang saja. Tetapi ilmu kungfu dan tenaga dalamnya sungguh telah sangat tinggi sekali. Dia segera memanggil Lie Xian. "Dik Xian, kamu lihatlah ke arah panggung batu. Disini bukan-lah ilmu sesat yang muncul melainkan latihan tenaga dalam tingkat tinggi." Lie Xian yang menunduk segera mengarahkan pandangannya ke arah panggung batu sambil tersenyum malu. Memang benar, ini adalah Ilmu yang dibawa oleh Ta Mo, sang Boddhi Dharma. Beberapa isu menyebutkan bahwa Ta Mo adalah pendiri kuil Shaolin yang sesungguhnya. Setelah dia wafat, ada juga beberapa orang yang melihatnya berjalan ke arah utara. Oleh karena itu, disebutkan bahwa mayat Boddhidharma tidak berada di makamnya sendiri. Melainkan dia berjalan ke utara. Jieji yang melihatnya tentu cukup senang. Tidak disangka bahwa latihan pengembangan tenaga dalam terdapat disini. Dengan cepat, dia berusaha untuk menghafalnya. Sementara itu, Lie Xian yang melihat ke arah panggung sungguh takjub. Tetapi ketika dia ingin menghafal jurus hebat tersebut, tiba-tiba dalam otaknya segera bercampur ratusan hal yang menganggunya. Dan setiap dia mengulanginya, dia merasakan hal yang sama. Oleh karena itu, dia tidak lagi ingin melihat ilmu hebat tersebut. Melainkan hanya diam dan melihat keseriusan Jieji saja. Pandangan Jieji ke arah panggung batu sangat terkonsentrasi. Tenaga dalam tubuhnya langsung bekerja hebat untuk mengobati luka dalamnya. Semua aliran darahnya yang belum lancar tadinya segera bekerja menyembuhkan. Tentu dia sangat senang mendapatinya, tidak disangkanya Ta Mo, sang Boddhi dharma telah memberikan "petunjuk" kepadanya.

Terlihat, sebentar-bentar si pemuda menarik nafasnya. Dan terlihat juga dia melingkarkan tangannya 1 lingkaran penuh sambil menghembuskan nafasnya. Hal ini membuatnya sungguh sangat girang sekali, sebab Ilmu dari Jing Gang memang sangat menyembuhkan dirinya yang telah terluka dalam yang parah. Tanpa perlu waktu yang lama, semua tingkatan ilmu Jing-gang telah dipelajari oleh Jieji dengan benar. Berbeda dengan jurus Jing-Gang, latihan tenaga dalam disini membutuhkan tingkatan tenaga dalam yang sangat tinggi. Sementara itu, Jieji yang menguasai 5 tingkatan energi tapak berantai tentu mampu menguasainya dengan cukup mudah. Meski dasar tenaga dalam Jing-Gang belum dipelajarinya, namun sudah cukup sekali Ilmu tersebut baginya untuk menyembuhkan diri dan meningkatkan tenaga dalamnya. Setelah dirasa cukup benar dalam pengolahan tenaga dalamnya kembali. Jieji berpaling ke arah Lie Xian. "Bagaimana Dik?" tanyanya sambil tersenyum. "Sepertinya ilmu ini sungguh sangat tinggi, aku belum mampu mempelajarinya." jawab Lie Xian dengan tersenyum. "Aku akan mengubah kembali batu tersebut. Bagaimana?" tanya Jieji kembali. "Baik kak...." kata Lie xian seraya menganggukkan kepalanya pelan. Dia melangkahkan kakinya ke arah batu. Yang diincarnya kali ini adalah batu berposisi di samping batu yang telah digesernya. Dengan gerakan cepat, dia merapal tenaga dalam barunya. Batu yang tadinya terasa cukup berat, sekarang terasa jauh lebih ringan. Tentu hal ini membuatnya cukup girang. Tetapi Jieji tidak pernah tahu. Penyembuhan yang terlalu cepat tersebut telah membawanya ke dalam kondisi yang tidak begitu baik. Efek samping ilmu tapak berantai tingkat kelima tidak lama lagi akan tampak padanya. Sesaat, ketika batu kembali di geser ke arah terbalik. Cahaya yang memantul tadinya kembali bersatu ke tengah altar. Dan seperti yang tadinya. Cahaya tentu kembali berbalik untuk memantul lagi. Kali ini terlihat pemantulan telah berlangsung. Dan tanpa perlu waktu yang lama kembali, di batu yang hanya terdapat 4 buah kembali disinari cahaya aksara China. Jieji dan Lie Xian cukup terkejut melihat fenomena kali ini. Yang muncul di sini adalah sebuah Ilmu silat. Ilmu silat pedang. Dan terlihat adanya orangorang yang berlatih. Semua aksara dan ukiran cahaya terlihat sungguh hidup. Seakan di sana adalah seorang pendekar yang sedang memantapkan jurus hebat. Ukiran gambar tersebut terlihat seorang memegang pedang dengan tangan kanan. Jurus yang dirapalnya adalah jurus yang sama sekali belum pernah dilihat Jieji maupun Lie Xian.

Memandangnya beberapa lama, Jieji telah merasa sangat heran sekali. Namun hal ini juga berlaku untuk Lie Xian. Mengingat Lie Xian sendiri menguasai 7 tingkatan pedang ayunan dewa, selain itu juga dia pernah mempelajari beberapa jurus pedang dari partai Hua Shan. Jurus di dinding batu sungguh bukanlah jurus yang hebat. Jurus tersebut terlihat sungguh banyak kelemahannya, bahkan jurus-jurus tiada mengandung sifat pertarungan. Dan yang lebih heran kecepatan pedang justru seperti tiada berarti meski untuk melawan pesilat biasa saja. Hal yang tentunya membuat mereka sangat heran disini adalah jurus pedang yang terlihat lemah tersebut malahan bisa terukir di dinding. Hal ini tentu membuat mereka berdua tidak habis pikir ada kejadian aneh seperti itu. "Ini jurus pedang yang tiada berguna sama sekali..." kata Lie Xian dengan kecewa. "Betul... Sepertinya jurus pedang malah amburadul dan sungguh tiada bertenaga. Kecepatannya malah sangat jelek sekali..." jawab Jieji. Tetapi dia juga tertarik untuk menghapalnya, sebab jurus pedang ini tiada rumit baginya. Bahkan teori pedang ini tidak begitu susah untuk di hapalnya. Jurus "aneh dan lemah" tersebut terdiri dari 8 tingkatan. Kesemuanya tiada tampak sungguh menarik. Dan juga tiada sulit untuk dilatih jika diinginkan. Jieji menatapnya cukup lama juga dan tiada banyak berkata-kata. Dia berusaha untuk menghapalnya meski jurus seperti ini mungkin tiada gunanya. "Baiklah... Bagaimana jika kita menggesernya kembali?" tanya Jieji setelah dia selesai menghapal semua jurus disini. "Baik kak... Entah apa lagi yang akan muncul selanjutnya yah?" tanya Lie Xian. "Hm... Kalau begitu kita lanjutkan saja dan melihatnya." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya. Dengan cepat, dia melangkah kembali ke batu. Batu ketiga yang berada di samping batu yang telah digesernya kali ini adalah sasarannya. Dengan hentakan tenaga dalam, dia merapatkan tangannya ke batu. Sesaat, pergesaran segera terjadi. Tetapi kali ini cukup dia terasa heran. Karena batu tersebut sangat berat. Meski tenaga dalamnya telah pulih lebih dari 5 bagian, tetapi batu besar yang ini memang terasa sungguh lain. Pergeseran batu terasa masuk knot, dan berjalan kembali, sesaat terasa masuk knot. Dan seterusnya. Saat telah mencapai knot terakhir, mereka berdua heran mendapatinya. Sebab cahaya disana seperti biasa saja. Tiada ada sesuatu yang sungguh sangat aneh daripadanya. Sepertinya pergesaran batu kali ini tiada memunculkan hal apapun. "Apa salah kak?" tanya Lie Xian. Jieji telah berpikir sebelum Lie Xian menanyainya, sesaat dia menghapal pergeseran pintu YinYang. Tetapi dia heran juga sebab apa yang di hapalnya sungguh sangat betul. Tetapi sebelum dia mulai berpikir lebih keras...

Keduanya tiba-tiba merasa sangat aneh. Pijakan kaki ke tanah terasa telah bergetar pelan. Namun, makin lama getaran semakin terasa keras. Bahkan keadaan sekarang adalah mirip dengan gempa bumi. Hal ini mengejutkan keduanya. Mereka berpikir kenapa ada fenomena semacam ini. Pergetaran tanah membuat es yang hampir cair semuanya menguap. Dan tanah di bawah semakin terasa hangat. Sepertinya kali ini, tanah tempat mereka berdua seakan tengah naik. Barusan mereka ingin melihat ke bawah, cahaya silau segera tampak luar biasa terang. Hal ini membuat Jieji dan Lie Xian menutup kedua matanya. Bahkan cahaya kali ini sungguh menerangi tempat tersebut. Seakan cahaya tersebut ingin masuk ke dalam mata mereka yang tertutup. Karena sungguh masih sangat terang, keduanya tidak ingin membuka matanya dahulu. Mereka hanya merasakan getaran tanah yang masih tetap kuat. Selang beberapa saat kemudian... Getaran tanah makin melambat. Sedangkan cahaya yang muncul telah mulai redup kembali. Kali ini di gantikan dengan sesuatu benda berpijak yang telah terasa cukup tinggi. Sepertinya tempat tersebut telah naik beberapa kaki dari tempat semula. Ketika keduanya telah mulai membuka mata mereka masing-masing. Mata keduanya langsung membelalak. Mereka mendapati sesuatu hal yang luar biasa janggal. Tanah di sekitarnya memang telah tiada sama dengan yang pertama. Tadinya adalah tanah es yang terdapat sedikit rerumputan dan tanah basah. Tetapi... Semua keadaan ini telah "hilang". Dan digantikan sebuah tanah lapang yang berwarna emas. Sebuah tanah yang luasnya sekitar 1 Li. Semua keadaan tanah adalah emas. Jieji langsung berjongkok ke bawah. Dia memegang tanah berwarna emas tersebut. Sesaat, terlihat dia mengetokkan tangannya ke arah tanah tempat dia berpijak. Langsung dia terkejut tiada karuan. Karena tempat berpijaknya kali ini adalah emas sungguhan. Sungguh tiada terbayangkan, tanah dengan luas 1 Li yang dibuat dengan emas sungguhan. Berapa nilai sesungguhnya dari tanah tersebut. Emas saja telah mahal, apalagi nilai teknologi dan nilai keindahannya. Sungguh tempat "terkurung" ini adalah surga sesungguhnya. Jieji dan Lie Xian melihatnya seolah tiada percaya. Bahkan keduanya merasa seperti sedang bermimpi. Lie Xian bahkan terlihat mencubit-cubit tangannya sendiri. Dia merasa tidak mungkin ada hal semacam ini di dunia. "Ini adalah harta sesungguhnya dari Dinasti Qin. Sungguh luar biasa sekali..." tutur Jieji sambil tersenyum. "Luar biasa... Baru kali ini melihat hal semacam ini..." tutur Lie Xian seakan tidak mempercayai kenyataan tersebut. "Kita akan lanjutkan lagi pemutaran batu tersebut. Bagaimana Dik?" tanya Jieji kembali setelah beberapa saat.

Lie Xian hanya mengangguk saja, sikap "terpana"-nya memang belum berakhir. Tidak disangkanya di dunia masih ada hal semacam ini. Dengan cepat kembali, Jieji berjalan ke arah batu lainnya. Batu yang di tujunya kali ini adalah batu yang sempat "jebol" karena ilmu jari dewi pemusnahnya saat pertarungan dirinya melawan Li Zhu tadinya. Dia juga berupaya menggesernya kembali seperti yang lainnya. Batu kali ini tiada berat lagi, hanya seperti biasa. Pergeseran sungguh terasa jauh lebih ringan dari ketika dia membuka harta karun emas ini. Tetapi... Setelah dia menggesernya sampai penuh ke belakang. Tiada sesuatu juga yang muncul adanya. Mereka berdua bahkan menunggu cukup lama. Tetapi tiada hal yang "baru" akan pergeseran batu tersebut. "Apa mungkin sudah kurusak akibat jurus Ilmu jari dewi pemusnah?" tutur Jieji dengan agak penasaran. "Mungkin juga kak... Sepertinya kali ini kita harus mencoba batu sebelahnya lagi. Dan kebetulan batu tersebut juga adalah batu yang telah jebol. Jika tidak ditemukan lagi reaksi, mungkin batu telah rusak..." kata Lie Xian. Jieji terlihat mengangguk pelan kepadanya. Lalu dia berjalan ke arah batu ke enam. Batu yang juga dirusaknya tadi dalam pertarungan hebatnya. Kembali dia menggesernya. Batu ini juga terasa sama dengan batu yang kelima tadinya. Tiada rasa berat sama sekali. Merasakan hal ini, Jieji telah tahu. Kemungkinan batu tersebut telah rusak adanya. Memang benar, kembali mereka berdua mendapati hal yang sama. Batu memang telah digeser hingga membelakangi panggung. Tetapi setelah menunggunya sekian lama, batu tiada memunculkan lagi fenomena aneh lainnya. "Memang benar sekali... Sepertinya benar rusak..." kata Jieji seraya menggelengkan kepalanya. "Masih ada batu terakhir kak...." kata Lie Xian dengan tersenyum kepadanya. "Benar...." Jawab Jieji. "Tetapi.... Mungkin batu ini tidak akan muncul fenomena lagi..."sambungnya. "Kenapa kak??" tanya Lie Xian dengan mengerutkan dahinya. "Pedang es rembulan... Belum sempat kucolokkan di sana..." jawab Jieji sambil menunjuk ke arah colokan pedang terakhir itu. Tetapi dia tetap menjalankan niatnya, dia terlihat berjalan santai ke arah batu ke-7. Perlahan dia menggeserkan batu tersebut. Dan seperti biasa, batu telah berada membelakangi posisi panggung.

Mereka tetap menunggu seperti tadinya. Tetapi memang benar perkiraan Jieji. Panggung batu tiada memunculkan lagi fenomena aneh. Tetapi kali ini cahaya yang masih berkumpul di tengah segera menyorot panggung kembali dengan pesat. Penyorotan cahaya yang berkilauan kali ini di sebabkan oleh cahaya emas yang memantul dari tanah tempat mereka berpijak. Keduanya segera menutup mata kembali karena silaunya cahaya tentu sangat mengganggu mata. Panggung batu yang di sinari oleh cahaya seakan bergetar. Hal ini di rasakan oleh Jieji dan Lie Xian meski mereka menutup mata mereka masing-masing. Fenomena ini sungguh tiada berjalan lama. Hanya beberapa saat, sepertinya cahaya telah berpendar. Cahaya menembak ke seluruh arah dan seakan telah membuyar. Karena itu, mata mereka telah kembali merasa baikan. Langsung dengan cepat, keduanya membuka mata mereka masing-masing. Fenomena yang tertampak di mata mereka sungguh membuat mereka terkejut sekali lagi. Kali ini, di antara 7 batu. Hanya tinggal 1 buah batu yang terakhir di geser oleh Jieji adanya. Dan yang paling di herankan adalah semua 6 batu tadinya telah kembali balik lagi posisinya. Sepertinya inilah "buku" yang ukurannya sangat besar. Setelah dibaca, maka "buku" tersebut tertutup kembali. Namun, hal ini tidak berlaku bagi batu ke 7, karena pedang es rembulan belum sempat di colokkan. "Jangan-jangan batu terakhir adalah...." tutur Lie Xian sambil mengerutkan dahinya. "Betul... Kemungkinannya adalah batu yang memunculkan "kekuasaan"...." tutur Jieji sambil menghela nafasnya. "Jadi betul? Batu rusak adalah batu yang mengajarkan cara hidup awet muda dan tidak mati?" tanya Lie Xian. "Mungkin juga..." jawab Jieji kemudian. Mereka segera melihat ke tanah lapang emas tersebut sambil kagum tiada hentinya. Terlihat keduanya sering menarik nafas dan mengeluarkannya dengan lega. Keduanya menikmati dengan sangat baik tempat nan langka ini. Setelah beberapa saat merasa kagum akan tempat tersebut. Jieji kembali memulai percakapannya. "Dik Lie Xian, sepertinya kita sudah boleh keluar dari sini? Bagaimana?" tanya Jieji. "Baik kak...." jawabnya mantap sambil tersenyum. Jieji langsung menuju ke batu terakhir yang sempat di gesernya. Dengan tenaga dalam, kembali dia memutarnya balik. Sekarang posisi panggung telah seperti semula kembali. Hanya yang lain adalah hawa peperangan dan mayat telah raib.

Jieji langsung berjalan ke arah lubang yang telah terbuka itu. Dia berjalan di depan diikuti oleh Lie Xian. Lie yang memandangnya beberapa saat kemudian dari arah belakang kontan merasa terkejut luar biasa. "Kak... Berhenti dulu...." "Ada apa?" tanya Jieji yang agak heran. "Jangan berbalik...." kata Lie Xian. Lie memintanya tetap pada posisinya dan membelakanginya. Dia berjalan ke depan. Dengan tatapan mata serius dia memandang ke arah atas. Dia memandang rambut si pemuda. Tadinya, pemuda sedang menyamar sebagai seorang sastrawan. Oleh karena itu, rambutnya diikat ke atas. Tetapi dia cukup merasa aneh akan rambutnya kali ini. "Ada apa dik?" tanya Jieji yang telah merasa cukup heran. "Rambutmu kak.... Rambutmu banyak memutih..." tutur Lie Xian dengan terkejut. Sesaat, pemuda segera melepaskan ikal rambutnya. Rambut segera terurai sampai ke bahunya. Dengan segera, dia mengambil beberapa tumpukan rambutnya. Sesaat... Dia langsung terkejut. Memang benar, rambut Jieji telah memutih. Bahkan rambutnya yang seharusnya hitam tersebut telah berubah warna agak keabuan. Melihat hal ini, pemuda tersebut hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Apa yang terjadi sesungguhnya kak??" tanya si nona dengan heran. "Tapak berantai-ku yang terlalu di maksimalkan..." jawab Jieji. "Tetapi... Apa benar inilah efek samping yang seperti dikatakan tetua Xue Hung?" tanya Lie Xian. "Betul.... Inilah... Dan yang paling membuatnya menjadi begini adalah pemulihan kondisiku..." kata Jieji seraya berpikir. Dia ingat ketika dia telah mempelajari Ilmu tenaga dalam Jing-Gang. Memang benar sesaat dia sembuh kemudian. Namun hawa tenaga dalamnya yang telah melebihi batas kondisi tenaga dalam di tubuhnya tidak mampu menerimanya. Sehingga terlihat dia telah menjadi tua. "Tetapi tidak menjadi masalah bagiku... Sepertinya masih akan terjadi beberapa kali lagi hal semacam ini..." tutur Jieji sambil tersenyum manis kepadanya. Lie Xian hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas. Keduanya terlihat telah keluar. Dan tentu dengan mudah mereka mampu mencapai pintu "selamat" hutan misteri.

Setelah 1 jam mereka meninggalkan hutan misteri. Di panggung batu, ruangan "terkurung"... Disini terlihat lumayan banyak orang. Orang-orang yang berpakaian pendekar. Beberapa diantaranya telah cukup paruh baya. Semuanya terlihat sedang bergembira karena telah sampai di tempat tersebut. Dan hebatnya, seorang terlihat sedang memegang pedang "aneh". Pedang yang cukup dikenal adanya. Dan tentunya pedang tersebut tiada lain adalah pedang Es rembulan. Sungguh aneh sekali... Kenapa pedang yang tadinya terselip di pinggang Yunying malah bisa sampai di tempat tersebut. Dan di pegang oleh seorang laki-laki dengan perawakan cukup tinggi. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman yang sungguh susah untuk di mengerti. Terlihat 5 orang pemuda totalnya. Seorangnya adalah pemuda tampan. sedang 4 orang lainnya adalah pemuda paruh baya. Kelimanya sepertinya telah siap untuk mencolokkan pedang. Tentu kelima orang tersebut telah dikenal dengan sangat baik. Yue Liangxu, Hikatsuka, Yelu Xian, Xia Rujian dan Zhu Xiang adalah kelima orang tersebut. Sepertinya mereka telah mendapatkan pedang Es rembulan. Entah bagaimana nasib sesungguhnya dari Yunying dan Zhao kuangyin serta teman-temannya di daratan China. Sungguh aneh sekali... "Kamu tahu... Colokan pedang sebenarnya bukan untuk 4 pedang unsur tambahan saja..." kata Hikatsuka kepada rekan-rekannya. "Apa sesungguhnya maksudnya adik kedua?" tanya Yelu Xian kepadanya. "Hm... Dulu ayahku pernah mengatakan, pedang yang memiliki 4 unsur saling bertolak belakang dan saling melengkapi bisa di colokkan disini... Tetapi mengingat pedang yang kita ketahui hanya adalah 4 pedang. Namun kesemuanya telah di colokkan anakku itu. Sepertinya kali ini kita betul akan berhasil.... Ha Ha...." tutur Hikatsuka. "Jadi begitu... Kakak kedua memang hebat. Rencana penipuanmu juga berjalan sungguh mulus sekali..." tutur Xia Rujian sambil tersenyum. "Memang benar adanya... Hebat... Bahkan seorang Zhao kuangyin yang pintar serta Pei Nanyang bisa mudah ditipu oleh siasatmu..." tutur Zhu Xiang kemudian. "Apa kita harus berdiri dan diam menunggu disini saja?" tanya Yue Liangxu yang memotong pembicaraan mereka. Sepertinya pemuda bermarga Yue tersebut telah sembuh akibat pertarungan dadakannya dengan Jieji. Di matanya, bahkan sinar buas luar biasa telah muncul. Kali ini sepertinya dia telah kerasukan sebelum mempelajari ilmu hebat. Sungguh gawat sekali adanya.

BAB LXXXVII : Kesalahpahaman Terbesar

Dengan tiada berkata-kata lagi, lima orang segera menuju ke panggung. Pemuda yang memegang pedang es rembulan tiada lain adalah Xia Rujian. Dengan tanpa banyak komentar, dia mencabut pedang dari sarungnya segera. Sesaat, mereka telah melihat sinar biru gemerlapan disana. Tetapi ketika dia siap untuk mencolokkan pedang, tubuhnya telah terasa sangat dingin secara tiba-tiba. Bahkan sepertinya hawa dingin pedang telah merasukinya dengan cepat. 4 Orang lainnya yang melihat perubahan tersebut yang tiba-tiba, segera menuju kepadanya dan mengalirkan tenaga dalam masing-masing untuknya. Sepertinya memang benar adanya. Pedang es rembulan telah "menolak" pemegang pedang kali ini. Sebab dalam dirinya terdapat sifat rakus dan dengki yang cukup dalam. Tetapi, keempat pesilat lainnya adalah pesilat kelas kakap, dengan mengalirkan energi nan hangat sesegera. Maka Xia Rujian sepertinya tiada mengalami masalah apapun lagi. Dengan wajah yang tersenyum puas, segera dia mencolokkan pedang ke tempat yang terakhir. Begitu pedang di colokkan... Fenomena sinar kembali muncul. Bagaimanapun Hikatsuka pernah mendengar secara lisan melalui Dewa Manusia bagaimana pintu tersebut seharusnya dibuka. Selain itu, fenomena disini seratus persen sama dengan fenomena yang sama dengan apa yang terjadi pada Jieji. Pintu cahaya pertama adalah tulisan mengenai bagaimana cara memutar pintu seharusnya. Sedangkan ketika pintu kedua terbuka. Keempatnya tentu sangat girang mendapatinya. Sebab yang muncul disini tentunya adalah Ilmu Pemusnah raga Asli. Tetapi lain halnya dengan Yue Liangxu. "Ilmu ini dangkal... Tidak ada gunanya..." tuturnya sambil tersenyum sangat sinis. Entah apa maksud dari Pemuda tampan tersebut, tetapi keempat orang lainnya langsung merasa sangat heran. "Kenapa kau mengatakan ilmu seperti ini tiada gunanya?" tanya Xia Rujian dengan heran. "Orang bilang Qin Shehuang sangat hebat. Tetapi melihat buah kalam silatnya di dinding, aku merasa ingin muntah. Dia cuma seekor lalat kacangan." jawab Yue. Tetapi dari sinar matanya telah terlihat hal yang sungguh aneh. Sepertinya sifat liar luar biasanya langsung terpampang di sinar matanya. Pemuda yang dulunya hanya merasa iri dan benci terhadap sesamanya, sekarang betul telah berubah luar biasa banyaknya. Sinar mata si pemuda bukanlah sinar mata seorang manusia lagi, melainkan sinar mata Iblis. Sungguh sangat mengerikan... "Ha Ha..... Kenapa kau bisa menilainya dengan begitu?" tanya Hikatsuka yang tadinya juga sangat terpana melihat ukiran ilmu kungfu tersebut. "Tiada lain... Dulu kita semua berpikir dan meneliti dengan sangat baik. Tetapi 4 unsur pembantu disini dipaksakan untuk menyatu. Bagaimana bisa bertarung dengan

orang? Pantas Kaisar Qin menjadi seorang pecundang saja... Ha Ha....." tutur Liangxu dengan keyakinan tinggi. Sebenarnya apa perkiraan Liangxu disini bukanlah mengada-ngada. Dengan menggabungkan semua unsur menjadi 1 jurus adalah kebodohan yang luar biasa. Dan inilah yang terjadi pada diri Li Zhu. Kenapa dia bisa kalah dalam jurus terakhir pada Jieji, meski melalui kungfu, tenaga dalam serta pengalaman. Jelas bahwa Li jauh lebih unggul dari Jieji. Tetapi hanya melihat ukiran pelatihan kungfu di dinding, Liangxu telah melihatnya sungguh sangat jelas. Dengan begitu, kemampuan berpikir Liangxu telah jelas jauh lebih maju daripada mereka semua. "Betul juga... Jadi begitu... Lalu apa ilmu ini harus kita pelajari juga?" tanya Yelu Xian kemudian kepada mereka semua. "Tentu... Harus dipelajari, setidaknya menjadi referensi pengembangan ilmu silat." jawab Yue liangxu kepadanya sambil tersenyum. "Lukamu sungguh telah sembuh?" tanya Hikatsuka kemudian kepadanya. "Hampir 7 bagian tenaga dalamku telah pulih. Tetapi kita masih membutuhkan pertolongan seseorang..." jawab pemuda tampan ini dengan tersenyum sangat buas. "Wah... Jadi kamu betul ingin mencari Xue Hung?" tanya Zhu Xiang kemudian kepadanya dengan agak heran. "Betul... Dialah penyumbang terbesar yang akan kita dapatkan..." tutur Yue. "Ha Ha... Kamu sungguh telah pintar luar biasa. Tidak disangka, ternyata kamu telah berubah sungguh banyak sekali..." tutur Hikatsuka kemudian kepadanya sambil tersenyum. Yue Liangxu hanya mengangguk pelan. Diingatnya kembali, ketika tenaga dalamnya telah pulih akibat ilmu pemberian Zhao kuangyin untuk mengobati nadinya yang telah diputusin oleh Jieji. Saat itu, dia kedatangan 5 orang pendekar. Mereka semua mengajaknya untuk menuju gunung Qi. Disinilah bersama dewa Bumi, Manabu, Fei Shan dan 5 pendekar lainnya membuka Jagad kembali. Jagad "iblis" hanya bisa dimiliki oleh seorang yang penuh dendam dengan orang yang menyandang bintang "Pahlawan". Karena rasa dendam dan ke irian-nya telah sangat membludak. Mereka berlima memutuskan memilih Yue Liangxu. Tentu tujuannya adalah mengangkat kembali Ilmu yang telah hilang di jagad setelah beberapa ratus tahun kemudian. Dahulu, Huang Yuzong memang adalah "iblis" setelah mempelajari ilmu 4 unsur utama dan di gabungkan dengan Ilmu 4 unsur nya sendiri. Sehingga iblis saat itu tidak jadi melainkan benar

gagal total. Tetapi sekarang telah berbeda sungguh. Semua jurus turunan Dewa Bumi, Hikatsuka, Xia Rujian, Zhu Xiang benar diteliti dengan sangat baik sekali. Bahkan setiap jurus hebat disini tidak dikuasai semua oleh Yue Liangxu, melainkan beberapa jurus saja guna mengimbanginya. Saat ini, Yue telah mempelajari 4 unsur utama dan 4 unsur pelengkap lainnya dari semua jurus. Kesemua jurusnya bahkan adalah jurus menyerang, mungkin hal inilah yang membuatnya menjadi kejam dan tidak mirip seorang manusia lagi. Jurus pedang ayunan dewa 7 tingkatan (angin), Tinju mayapada 5 tingkat (tanah), Ilmu Dewa penyembuh tenaga dalam (air), Tapak buddha tingkat ke 7 (api) adalah unsur pembentuk 4 unsur utamanya. Sedangkan, Jurus Ilmu pembuyar tenaga dalam (kegelapan), Ilmu Golok belibis jatuh(cahaya), Ilmu Pedang bulan sabit(rembulan), Tapak penghancur jagad(matahari) adalah pembentuk 4 unsur tambahan lainnya. Sekarang Yue Liangxu dalam tahap pengembangan tenaga dalamnya sendiri. Tetapi karena hanya baru menguasainya. Yue tidaklah sehebat Jieji adanya. Tetapi jika 8 unsur tersebut benar dimantapkan dalam jangka waktu 5 tahun dan secara serius. Mungkin saat itu, Jieji bukan lagi tandingannya. Bahkan tidak ada setengah kemampuannya Yue. Oleh karena itu, cara tercepat baginya adalah mencari "penyumbang" tenaga dalam guna mempermantap ilmu "iblis"-nya Yue Liangxu. Ternyata tanpa perlu waktu yang lama, ke-empatnya telah menghafal jurus-jurus di dinding. Mereka memutuskan untuk membaginya menjadi 4 tahapan dan dihapal oleh masing-masing orang guna dicocokkan kembali. Entah kenapa, keempat orang tersebut terlihat sungguh sangat tergesa-gesa melakukannya. Tetapi yang jelas, pasti ada sesuatu hal yang benar harus di usahakan secepatnya. Mereka berlima juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Jieji. Menggeser formasi batu sesuai dengan formasi Yin-Yang. Fenomena apapun memang sungguh sama adanya dengan apa yang terjadi dengan Jieji. Yang tidak mirip sama sekali adalah ketika dia menggeser pintu ke empat. Tadinya wilayah tersebut telah menjadi emas, dan tentunya tiada reaksi sama sekali adanya ketika mereka menggeser pintu keempat tersebut. Dengan cepat pula, terlihat mereka menggeser batu kelima dan keenam. Karena batu telah rusak, maka reaksi apapun tentu tiada terjadi disini. Tetapi... Ketika mereka telah menggeser pintu ketujuh. Fenomena gaib kali ini muncul dengan segera. Dan daerah itu telah menjadi sungguh sangat gelap. Tentu hal ini membuat kelimanya cukup heran. Sebenarnya apa hal yang benar terjadi disini?

Tetapi menunggu beberapa lama pun... Disini tiada tampak hal yang baik adanya. Kegelapan terus berlanjut dengan jangka waktu yang telah hampir 1 jam. "Tidak bisa begitu... Kita harus keluar cepat...." tutur Hikatsuka kemudian. "Tetapi bagaimana caranya?" tanya Yelu Xian yang telah cukup heran. "Biar kulakukan saja.... Kalian bersemedi-lah..." jawab Yue Liangxu yang melihat keadaan. Sesaat, dia menggabungkan tapak. Meski tempat ini gelap, tetapi desiran angin segera terasa hebat sekali. Keempatnya menuruti apa perkataan Yue Liangxu. Dengan mengambil posisi bersila, mereka menghimpun tenaga dalam. Tetapi Yue Liangxu tanpa banyak bicara lagi, segera menyilangkan tapaknya ke depan. Dengan sangat cepat, energinya terasa telah berpendar ke delapan arah. Tanah langsung telah bergetar sangat kuat. Kerasnya sesuatu suara segera muncul. Dan diikuti oleh dentuman lainnya. Tetapi hebatnya, ilmu yang dikeluarkan oleh Yue tidak melukai teman-temannya sendiri. Dan ketika benar suara bergetar telah reda. Fenomena kegelapan tiada tampak lagi. Dengan cepat, cahaya telah muncul dan cukup menerangi tempat gelap tadinya. Keempatnya yang merasakan bahwa fenomena telah hilang, segera membuka matanya. Diantara 4 orang ini, tiada orang yang tiada terbelalak menyaksikan pemadangan di depan mereka. Mereka berempat bahkan terbengong-bengong melihat ke kiri-kanan, bawah, atas. Sungguh sebuah pemandangan yang telah lain sekali. Atap pintu terkurung sepertinya telah hancur berantakan menyebar ke seluruh penjuru. Sedangkan emas di bawahnya telah muncul retakan yang cukup dalam. Dan panggung batu... Semua panggung batu telah hancur adanya. Dan tiada tersisa sama sekali. Disini yang tersisa tiada lain adalah senyuman sinis pemuda tampan tersebut. Tidak disangka, kungfu Yue telah maju luar biasa pesat. Dengan masuknya unsur "Api" dari 7 tingkatan tapak Buddha Rulai. Kungfu si Yue telah maju sangat pesat, apalagi tenaga dalam dirinya adalah tenaga dalam beberapa pesilat kelas tinggi. Pembauran membuat dirinya telah sangat sakti, mungkin dia telah bisa menjadi selawan dan setingkat dengan Jieji sekarang. Dan hebatnya adalah, daya rusak sepertinya tidak sehebat apa yang seharusnya dialami. Ini menandai bahwa Yue telah mampu merapatkan energinya, sehingga kerusakan yang tiada perlu dan pembuangan tenaga dalam sia-sia setidaknya tidak lagi di alaminya. Sungguh sebuah kemajuan kungfu yang terlalu pesat... "Ha Ha... Tidak disangka kamu telah melebihi batas yang kita perhitungkan..." tutur Hikatsuka dengan tertawa sangat girang. "Tetapi.... Panggung batu itu...." tutur Yelu Xian dengan heran.

"Kenapa? Ilmu tenaga dalam Jing-gang tidak ada gunanya jika dipelajari oleh kita semua. Kalian ingat, penggabungan tenaga dalam telah seimbang, untuk apa memperumit dengan menambah sesuatu yang baru dan hebat yang sebenarnya tidak kita perlukan..." kata Yue dengan cermat. "Betul.. Betul... Analisa-mu hebat..." jawab Xia Rujian. "Bagaimana dengan jurus pedang?" tanya Zhu Xiang kemudian. "Jurus itu tiada gunanya sama sekali. Dan terlihat seperti permainan konyol saja..." tutur Yue Liangxu. Bagaimanapun, sesungguhnya panggung batu telah hancur. Tiada lagi misteri di Hutan misteri sekarang. Semuanya telah dihancurkan oleh Yue Liangxu. Sepertinya dia merasa bahwa tidak ada lagi sesuatu yang pantas didapati lagi disini. Oleh karena itu, dia menghancurkannya. Sebenarnya ada hal yang sesungguhnya hebat dan masih terdapat disini. Terutama adalah Jurus pedang tersebut. Dan bahkan Jieji tidak mengerti sungguh jurus pedang yang lemah tersebut nampaknya. Tetapi disini, jurus pedang adalah ilmu pedang yang tiada tandingannya lagi. "Apa kita akan keluar sekarang?" tanya Yelu Xian setelah beberapa saat. "Tentu... Kita tidak bisa berlama-lama disini... Berbahaya..." jawab Yue Liangxu dengan tersenyum. Dan disinilah kelima pendekar meninggalkan tempat terkurung dari hutan nan aneh tersebut. Tiada orang yang betul mengetahui sesuatu yang telah terjadi ketika mereka semua meninggalkan hutan misteri. 4 Unsur pedang yang telah menyatu di dalam altar segera memunculkan sinar warna keemasan yang sungguh sangat terang. Dan dengan pesat pula, sinar "emas" seperti ditembakkan altar menuju ke arah barat. [Hutan misteri dinamakan Qi Lin, ketika Qin Shehuang mendirikan tempat ini. Dia pernah menyusun sebuah teknologi yang terhebat sepanjang masa. Cahaya "emas" tandanya adalah cahaya matahari. Sesuai yang kita ketahui, matahari terbit dari timur. Tetapi sinar emas menuju ke barat. Berarti adalah terbalik. Kalimat Qi Lin jika dibalik akan menjadi "Lin Qi", sebuah tempat ternama dari wilayah Persia.] *** Kembali ke tempat Jieji... Dia dan Lie Xian telah berhasil keluar dari hutan misteri. Dan juga mereka berdua bahkan telah sampai di Desa Jiamojin dengan mengambil arah selatan. Kepala desa, Akula yang keluar sendiri menyambut mereka berdua.

"Nak Jieji dan Xian... Kalian telah kembali...." tutur Akula dengan tersenyum puas karena mendapati mereka berdua tiada apa-apa. Tetapi karena tadinya jauh, sekarang telah benar dekat. Dia cukup terkejut melihat Jieji. Rambut pemuda tetap terurai sebahu, tetapi sepertinya pemuda telah berubah agak tua. Bahkan penampakan rambutnya telah mirip orang yang telah berumur hampir 50 tahunan. Hanya wajahnya yang masih bersinar terang dan tiada berubah. "Apa yang terjadi nak Jieji?" tanya Akula yang sungguh heran mendapatinya. "Ada beberapa hal yang tidak enak kutemui disana..." jawab Jieji seraya turun dari kudanya. Mereka bertiga bersama para penduduk segera menuju ke tenda besar. Disana mereka berdua menceritakan pertemuan mereka dengan Xue Hung, dan bagaimana mereka sampai ke hutan misteri, dan mendapatkan banyak keanehan luar biasa. Serta bagaimana pemuda bertarung dengan Li Zhu, kaisar terakhir Dinasti Tang. "Hm... Sungguh sebuah pengalaman yang bagus sekali meski baru 20 hari lebih kalian meninggalkan Jiamojin..." tutur Akula. Tetapi hal ini sungguh sangat mengherankan keduanya pula. "Apa?" teriak mereka berdua secara bersamaan. "Ada yang salah? Bukankah telah 20 hari lebih lamanya. Tepatnya 23 hari semenjak kalian meninggalkan Jiamojin.." tutur Akula yang heran sekali juga. Keduanya langsung terbengong tiada terkira. Bagaimana mungkin perjalanannya yang hanya hampir tiga hari saja bisa disebut lebih dari 20 lebih lamanya. Sungguh aneh sekali... "Pak Akula... Hari ini tanggal berapa?" tanya Jieji langsung kepadanya. "Bulan 10 tanggal 6... Memang ada yang salah?" tanya Akula kemudian dengan heran. Sesaat keduanya tentu sangat terkejut sekali. Mereka berdua tahu dengan benar bahwa pada bulan 9 tanggal 13 mereka meninggalkan suku Jiamojin. Kenapa pula dengan sangat tiba-tiba waktu berjalan dengan sangat cepat sekali. Jieji berpikir keras... Kemudian dalam pemikirannya dia teringat oleh Li Zhu. Seorang pemuda tua yang tidak nampak ketuaannya sama sekali. Dan dia ingat dengan benar daerah "terkurung" Hutan misteri. "Jangan-jangan daerah terkurung itu...." tutur Jieji sambil melihat ke arah Lie Xian. Lie Xian tiada habis berpikir, tetapi dia yakin akan apa yang dikatakan Jieji. "Memang benar... Sepertinya ada perbedaan waktu di daerah panggung batu itu..." tutur Jieji sambil menghela nafasnya.

"Apakah ada hal seperti itu di dunia?" tanya Akula tentunya dengan sangat heran. "Mungkin juga mengingat daerah terkurung sebenarnya adalah daerah yang benar-benar tertutup dari dunia luar..." jawab Jieji sambil berpikir. Tetapi tidak lama, dia telah terkejut. Dia kembali mengingat janjinya dengan Zhao Kuangyi. "Gawat.... Aku harus kembali ke Dongyang sesegera mungkin..." sambungnya. "Tetapi... Nak Jieji.. 2 hari lalu, ada beberapa orang yang katanya datang dari Dongyang dan mencari pemuda bernama Dekisaiko Oda... Apa nak Jieji mengenalnya?" tanya Akula kemudian. "Apa? Heran sekali..... Pak tua... Bagaimana perawakan orang yang mencari Dekisaiko Oda?" tanya Jieji kembali dengan sangat terkejut. "Tepatnya ada 3 Pria dan seorang nona cantik serta 2 wanita tua...." kata Akula. "Apa mereka mengenalkan diri mereka masing-masing?" tanya Jieji. "Tidak... Mereka memang tamuku... Tetapi sepertinya mereka cukup terburu-buru...." jawab Akula kembali. "Apa di pinggang wanita cantik terselip pedang yang mirip Pedang Ekor api? Apakah orang yang datang adalah seorang paruh baya dan seorang lagi seorang tua yang berambut putih dan tingkahnya kocak?" tanya Jieji kemudian. "Mengenai wanita cantik memang tiada kuketahui membawa pedang seperti itu, tetapi sepertinya wanita itu sangatlah marah luar biasa. Sedang ada seorang paruh baya yang wajahnya agung. Seorang paruh baya lainnya adalah sepertinya seorang pesilat. Sedangkan seorang tua seperti yang Nak Jieji bilang, dia sangat ribut dan kami bahkan kewalahan menghadapinya."jawab Akula dengan heran. Jieji berpikir sesaat, dia tidak mengajukan pertanyaan dahulu kemudian pada Pak Akula. Dia berpikir kenapa nona cantik tersebut terlihat marah-marah. Entah apa hal yang sesungguhnya sedang terjadi. "Tetapi 2 wanita paruh tua sepertinya 1 orang telah kehilangan sebelah tangan kirinya." tutur Akula kemudian. Sesaat... Jieji langsung merinding tidak dibuat. Keringat dingin-nya langsung mengalir cukup deras mendengar hal tersebut. "Lalu apa pak tua mengatakan pada mereka kalau aku menyelipkan pedang itu di pinggangku? Mereka pasti menanyai tentang ciri-ciriku..." tanya Jieji kemudian dengan mengerutkan dahinya.

"Ada... Tetapi aku mengatakan kalau pemuda seperti itu telah menuju ke perumahan asri di sana. Tepatnya di barat hutan misteri." kata Pak Akula kembali. "Memangnya benar adalah istri kak Jieji dan teman-temannya disana?" tanya Lie Xian kepadanya yang melihat tingkahnya yang agak heran. "Mungkin..." jawab Jieji sambil menghela nafasnya. Di dalam hatinya, segera berkecamuk hal yang sungguh tiada teratur lagi. Sedang dalam pemikirannya, sepertinya dia tidak lagi tenang adanya. Dengan cepat, dia meninggalkan tempat tersebut dengan mencari kudanya guna menyusul mereka semua dan menuju ke arah utara. Melihat tingkah aneh Jieji, Pak Akula segera meminta cucunya, Lie Xian supaya ikut dengannya untuk melihat keadaan. Lie tidak keberatan, dia segera menyusul si pemuda untuk keluar. Tetapi... Ketika kuda belum lama meninggalkan Jiamojin. Dia telah merasakan adanya beberapa orang dari arah utara yang mendekatinya. Jieji cukup terkejut. Sebab dia tahu dengan pasti beberapa orang yang akan datang tersebut. Dia terakhir hanya menunggu sambil memandang terus ke arah datangnya beberapa orang ini. Di belakangnya, terlihat Lie Xian yang telah menyusulnya. Karena melihat Jieji hanya diam dan melihat ke depan dengan serius, dia juga tidak berkata apapun tetapi hanya diam juga untuk melihat keadaan. Memang benar... Beberapa orang yang datang kali ini adalah berkuda. Di paling depan, segera telah tertampak seorang wanita cantik yang menunggang kuda yang tingginya hampir 6 kaki. Kecepatan kuda sepertinya mengalahkan kuda-kuda yang lainnya. Jieji girang mendapati wanita cantik tersebut. Tetapi lain halnya dengan wanita cantik tersebut, sepertinya dari wajahnya muncul sesuatu yang tidak pernah dilihatnya. Meski masih terpaut sekitar 1/2 Li, Jieji bisa merasakan ada sesuatu hal yang betul tidak beres. Dia hanya diam, senyum di wajahnya telah hilang. Tetapi digantikan dengan wajah yang sangat serius. Tanpa perlu waktu lama... Wanita tersebut telah sampai, dengan segera dia turun dari kudanya. Wanita yang sungguh dicintainya. Wanita yang telah mewarnai hidupnya sejak perjumpaan dengannya hampir 5 tahun itu telah berada tidak jauh darinya. Tetapi, wajah wanita cantik sepertinya telah buram. Senyum hangat di wajahnya sepertinya telah raib entah kemana.

Dan dengan tiba-tiba tanpa peringatan. Wanita ini menyerangnya cepat. Tentu hal ini membuat Jieji sungguh sangat terkejut sekali. Kungfu wanita cantik sebenarnya cukup tinggi, dan terlihat disini dia tidak main-main. Maka dengan cepat, tapak telah menuju ke arah ulu hati Jieji. Dengan cepat, dia berkelit dengan hebat di atas kudanya sambil bersalto ke depan. Ketika dia betul telah turun, pemuda langsung meneriakinya. "Ada apa denganmu Ying? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan sangat heran. "Kau bunuh seluruh keluarga Wu... Kau juga telah menyebabkan ibuku kehilangan sebelah tangannya. Denganmu aku menjadi musuh bebuyutan...." teriak Yunying kembali dengan menggertakkan giginya. Tetapi dari matanya segera mengalir air mata yang deras. "Apa? Jadi Ayah telah tewas?" tanya Jieji yang sangat heran. "Kau-lah pelakunya. Kau masih pura-pura..." bentak Yunying dengan sangat marah. "Sungguh Ying... Tidak pernah kulakukan hal seperti itu... Aku difitnah...." jawab Jieji dengan sangat serius dan dalam keadaan yang sungguh mengherankannya. "Fitnah???" teriak Yunying seraya mengeluarkan sesuatu. Dan dengan cepat, dia lemparkan ke tanah gersang. Jieji hanya melihatnya. Dia telah tahu benda apa yang dilemparkan oleh istrinya yang tercinta. Sebuah kipas... Kipas yang terus dipegangnya saat pertarungan hebatnya di perbatasan utara kota Ye. Tetapi dia menghilangkan kipas saat pertarungan hebat itu. Sesaat, Jieji hanya bengong saja. Dia belum mampu berkata banyak. "Lalu kau juga yang membuat ibuku kehilangan sebelah tangannya. Apa itu benar?" tanya Yunying kembali kepadanya dengan sangat murka. Jieji hanya diam saja. Di wajahnya terlihat dia tiada punya cara untuk membela dirinya sendiri. "Kau telah kerasukan iblis. Setelah membunuh Yue Fuyan di kota Huiji, kau datang membunuh ayahku di Wisma Wu. Sekarang aku menanyaimu, apa itu kerjaanmu?" tanya wanita cantik tersebut kemudian. "Mengenai hilangnya kipas bisa kujelaskan, aku benar kehilangan benda itu di utara kota Ye pas di perbatasan. Dan mengenai sebelah tangan ibumu, memang benar akulah pelakunya... Tetapi mengenai hal yang lainnya benar fitnah...." tutur Jieji dengan membela dirinya. Tetapi meski hatinya sungguh kacau, dia sempat melihat kipas-nya sendiri. Dia jongkok memungut benda tersebut. Kemudian melihatnya dengan sangat cermat. Inilah kipas yang

sempat ditulisi puisi olehnya. Dan memang benar sekali, kipas disini adalah miliknya dan tidak bisa ditiru siapapun. "Ying... Kamu merasa aneh? Kamu pikir, mana mungkin jika aku membunuh Ayahmu dan sengaja menjatuhkan kipas?" tanya Jieji dengan pengertian. "Lalu bagaimana kamu bisa menjatuhkannya di utara kota Ye pas perbatasan? Bukankah kau menang dengan sangat gemilang disana..." teriak Yunying. Memang benar apa perkataan Yunying. Tidak mungkin bagi Jieji sengaja menjatuhkannya di wisma Wu di Hefei. Tetapi juga tidak mungkin baginya seharusnya menjatuhkan kipas di utara Kota Ye tersebut. Jadi disini telah terjadi hal yang sejalan dan membawa tiada jalan keluar bagi keduanya. Lie Xian segera maju karena melihat mereka berdua yang sepertinya sedang bertengkar. "Kak Yunying... Kipas memang dijatuhkan oleh Kak Jieji di pertarungan itu. Aku memang melihatnya..." tutur Lie Xian untuk membela Jieji. Karena dia tahu sifat pemuda ini sesungguhnya bagaimana, maka dia tahu Jieji bukanlah pelakunya. Tetapi hal ini bukannya menyenangkan Yunying. Malah dia tambah marah. "Kau dan wanita ini... Ada hubungan apa???" "Tiada hubungan apapun aku dengannya. Kenapa kamu bisa berubah menjadi begitu Ying?" tanya Jieji yang sangat heran. Tetapi sebelum mereka melanjutkan lebih lanjut, sepertinya orang-orang yang tadinya ikut dengan Yunying telah sampai. Jieji melihat kesemuanya. Dan semuanya bahkan sangat dikenalinya. Sesaat, dia telah mengerti semuanya. Dia arahkan pandangannya ke arah ibunya sendiri. Beberapa kali dia terlihat menggelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang. Sedang sang Ibu sepertinya sangat tiada kuasa melihat putranya. Dia tentu tahu, apa yang terjadi padanya sekarang adalah akibat fitnahan mereka saja. Sang ibu berpaling ke belakang dan seakan tiada melihatnya. Seaat kemudian, dia memalingkan wajahnya ke arah sang kakak pertamanya. "Kakak pertama...... Aku....." jawab Jieji dengan pelan. "Adik kedua... Apa benar kamulah pelakunya?" tanya Zhao kuangyin dengan serius kepadanya. "Tidak benar kak... Memang hal yang kuakui adalah aku telah menyebabkan putusnya lengan ibu mertuaku, sedang hal yang lain tidak pernah kulakukan...." jawab Jieji.

"Ini telah cukup...." Jawab Zhao sambil tersenyum kepadanya. Zhao adalah orang yang sangat tahu akan masalah sesungguhnya, dia tahu bahwa Jieji tidak akan pernah membohonginya. Jadi kali ini juga dia yakin akan adik keduanya. Sementara itu, Wu Shanniang segera turun dari kudanya dan menghampiri Yunying. Memang benar... Wu Shanniang telah kehilangan sebelah tangannya. Baju yang dipakai Wu Shanniang saja telah terlihat sangat jelas bahwa dia telah tiada berlengan. "Ayok kita pergi saja...." katanya pelan kepada Yunying. "Tidak.... Sebelum semua jelas...Aku tidak akan mengampuninya..." tutur Yunying yang masih emosi tinggi. "Sudahlah Nak... Sudah kukatakan untuk tidak mencari masalah lagi dengannya..." tutur Wu Shanniang dengan sangat pengertian kepadanya. Karena melihat bagaimana diri Wu Shanniang disana, dan perlakuannya pada Yunying maka dia tidak tega untuk berteriak dan marah-marah kepada ibu mertuanya. Karena bagaimanapun dia tahu, bahwa Yunying telah terjatuh dalam perangkap mereka saja. Oleh karena itu, Jieji diam seribu bahasa. Yunying sepertinya bisa dikasih tahu oleh ibu-nya sendiri. "Aku akan mengikutimu bu... Kita pergi ke Hefei dahulu untuk berkabung..." katanya sambil menangis deras sekali. Sesaat, dia kembali "dendam" dengan Jieji. Dia memandang Jieji dengan sangat marah sekali. Melihat hal tersebut, Jieji tidak bisa melakukan hal lain selain menggelengkan kepalanya saja dan terlihat menghela nafas panjang dan seakan tiada percaya hal barusan yang terjadi ini. Tetapi, Ibu Jieji juga sepertinya segera menuju ke arah Wu Shanniang. Mereka memutuskan untuk pergi. "Kau ingat!!! Setelah perkabungan, akan kucari dirimu... Persiapkanlah dirimu baik-baik...." kata Yunying seraya membentaknya. Jieji yang melihat tingkah istri yang sangat dicintainya segera merasa sakit sekali hatinya. Dia hanya diam dan memandang kepergian istrinya. Tetapi... Sebelum benar mereka menggeprak kudanya. Terlihat Jieji langsung sadar akan sebuah hal. Dia segera berteriak ke arah Yunying. "Dimana kamu taruh pedang es rembulan????" "Pedang sudah kuserahkan ke ibuku...." jawab Yunying seraya berteriak juga. "Apa??? Kauuuu!!!...." teriak Jieji yang terlihat sangat marah sekali sambil menunjuk ke arahnya.

"Kenapa??? Sebilah pedang pun tidak akan kau serahkan??? Tidak lama lagi nyawamu akan kutagih......." teriak Yunying yang kembali marah luar biasa. "Kau telah melakukan sebuah hal yang tidak bisa di terima langit....." kata Jieji sambil menghela nafas yang panjang. Jieji telah tahu dengan sangat pasti. Jika pedang diserahkan kepada mereka. Maka pintu pemusnah raga di Hutan misteri akan terbuka kembali. Dan jika semua pendekar disana menguasai ilmu ini, maka dunia sungguh sangat gawat sekali. Beberapa kali dia terlihat menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya dan terlihat penyesalannya telah timbul dengan hebat sambil mengawasi kepergian istrinya yang tercinta.

BAB LXXXVIII : Jurus Pedang nan Aneh "Adik... Kamu tidak apa-apa?" terdengar Zhao kuangyin menyapa kembali setelah beberapa lamanya. Sambil memandang ke arah Zhao, dia menggelengkan kepalanya saja perlahan. "Dik... Ada apa dengan rambutmu? Kenapa kau berubah sungguh banyak?" tanya Zhao kepadanya karena cukup heran melihat perawakan adik keduanya. Meski Zhao jauh lebih tua darinya, tetapi rambut kaisar Sung Taizu ini tidaklah se-"putih" rambutnya Jieji. Bahkan disini bisa terlihat jelas bahwa Jieji telah tampak lebih tua darinya. Tentu hal ini sungguh mengherankan Zhao yang hanya sekitar 2 bulan tidak bertemu dengannya. Lalu, sambil mengambil beberapa helai rambut dari kepalanya. Dia menjawab. "Ini disebabkan pemaksaan kekuatanku yang terlalu maksimal, sehingga berubah jadi begini..." "Jadi? Kamu bertarung dengan musuh hebat dalam beberapa hari ini?" tanya Zhao yang agak heran kepadanya. "Betul kak...." jawab Jieji pendek sambil tersenyum pahit kepadanya. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi sesungguhnya?" Tanya Zeng Qianhao alias Pei Nanyang setelah sedemikian lamanya hanya diam mendengarkan. "Ini mungkin bukan kejadian biasa saja... Kalian sebenarnya ketemu dengan Wu Shanniang dimana?" tanya Jieji yang agak heran. "Di utara Kota Ji ketika kita akan menuju kemari sekitar 1/2 bulan yang lalu." jawab Zhao kuangyin. Setelah itu, terlihat Jieji berpikir sambil mengelus dagunya. Sesaat, dia merasa ada hal yang cukup janggal di dalamnya.

"Hm... Tetapi... Siapa yang memberitahu kakak dan Tuan Zeng bahwa aku ada disini?" tanya Jieji setelah diam beberapa saat. "Adik ketiga... Di kota Ye, dia mendengar bahwa kamu sedang berada di utara gurun tua dari beberapa pesilat yang sempat melihatmu..." jawab Zhao. "Adik ketiga? Jadi dia berada dimana sekarang kak?" tanya Jieji yang terlihat terkejut berbareng girang. Wajar saja, sejak pertemuan mereka lebih dari tiga tahun lalu di Wisma Wu. Jieji tidak pernah melihat adik angkatnya lagi, terlebih dia juga jarang ada kabarnya. "Adik ketiga sekarang berada di kota Shandang. Kabarnya guru silatnya Ba Dao telah ada disana. Dia meminta izin denganku untuk berpisah dahulu. Setelah itu, dia akan datang kemari bersama guru Ba Dao..." jawab Zhao, setelah itu dia menjelaskan bagaimana Wei Jindu dan Xieling yang berada di Xizhang itu kembali mendaratkan kakinya ke daratan China. Di ceritakannya juga bahwa dia pernah mengunjungi Wu Quan yang masih hidup itu di Hefei. Beserta semua pertemuannya dengan para pesilat secara lengkap kepada adik keduanya. "Apa???" tanya Jieji yang terlihat sungguh terkejut sekali. Dalam hati pemuda tersebut telah terbit sejumlah pertanyaan yang cukup mengherankannya. Terkejutnya Jieji tentu mengherankan Pei Nanyang dan Zhao kuangyin yang berada disana. "Ada apa dik?"tanya Zhao kemudian dengan sangat heran. "Apa dia hanya pergi sendiri bersama Xieling?" tanya Jieji kembali dengan wajah yang sangat penasaran sekali. "Betul... Mereka pergi berdua. Tetapi 2 hari yang lalu, Dewa Ajaib kuminta untuk menyusul adik ketiga." jawab Zhao yang terlihat sangat heran. "Gawat!!! Kita telah tertipu mentah-mentah..." jawab Jieji dengan nada yang sangat menyesal. "Kenapa begitu?" tanya Pei Nanyang yang juga terlihat sangat heran. "Ini mudah saja dan sangat wajar sekali. Kalian tahu? Kakak seperguruan dari adik ketiga, Zhu Xiang telah muncul di perbatasan utara kota Ye. Bahkan aku sempat bergebrak 1 jurus dengannya. Dia bersama dengan 5 pendekar lainnya, sepertinya dia juga sekelompok dengan mereka." jawab Jieji. Tetapi belum sempat dia melanjutkan, dia dipotong oleh kakak pertamanya. "Jadi Zhu Xiang juga muncul disana? Apa dia sehebat apa yang pernah diberitakan dunia persilatan?" tanya Zhao yang langsung terlihat penasarannya. "Betul... Dia memang hebat. Selain itu dia menguasai 8 jurus tapak Buddha Rulai. Tetapi yang sangat mengkhawatirkanku bukanlah hal ini...." jawab Jieji sambil menggelengkan kepalanya.

Wajahnya terlihat sebuah penyesalan kembali, di hatinya bahkan muncul ribuan hal yang membuatnya untuk sulit bernafas dengan lega. "Jadi? Maksudmu adalah Ba Dao sesungguhnya tidak ada di kota Shandang? Ini hanya sebuah pancingan untuk menyingkirkannya dari kita?" tanya Pei Nanyang yang sepertinya telah mengerti beberapa garis besar pikiran Jieji. "Betul...." jawab Jieji. "Jangan-jangan maksudmu dik..." Kelihatan langsung Zhao kuangyin juga sangat penasaran sekali. "Betul kak... Kamu tahu? Tadi kakak mengatakan bahwa adik ketiga sempat mengunjungi Ayahku? Tentu hal ini sangat berbeda sekali masalah waktu tentang tewasnya ayahku(Wu Quan) di kediaman Wu." jawab Jieji sambil menghela nafas panjangnya. "Hm....Jadi begitu? Tidak kusangka... Wu Shanniang-lah orang yang merencanakannya dengan masak-masak."jawab Zhao dengan menghela nafas panjang juga. Ternyata apa yang dipikirkan Jieji tentu telah benar sekali. Jika Wei Jindu tidak "disingkirkan", maka sandiwara Wu Shanniang tidak akan berhasil. Mengingat Wei sendiri telah pernah berjumpa dengan Wu Quan yang masih hidup dengan baik sekali. Dan yang paling hebatnya, saat Wu Quan bertemu dengan Wei Jindu, Jieji sedang berada bersama anggota Kaibang di kota Puyang. Jarak antara kota Hefei dengan Puyang adalah hampir 400 li jauhnya. Jadi sungguh tidak mungkin sanggup ditempuh dalam waktu tidak sampai 1 hari. Dan kembali lagi dalam waktu yang cepat. Sebab keesokan harinya setelah pertemuan Kaibang adalah saat pertarungan Jieji dengan pesilat di utara perbatasan kota Ye. Semua rencana Hikatsuka Oda tentu sangatlah matang dan dipikirkannya dengan seksama. Jika saja Wei ada di sana saat mereka bertemu dengan Wu Shanniang. Maka Wei adalah saksi hidup bahwa Jieji tidak ada di tempat. "Kalau begitu, mereka memanfaatkan kelemahan hatimu. Sepertinya lawanmu bukanlah orang sembarangan..." tutur Zhao kuangyin yang telah mengerti beberapa garis besar hal ini. "Betul... Kamu tahu kak? Lima orang bertopeng yang menyerangmu itu siapa?" tanya Jieji dengan mata yang sayu. Zhao yang melihat wajah adik keduanya, dia sempat menangkap beberapa hal. Tetapi karena kurang yakin, dia terlihat menggelengkan kepalanya. "Kesemuanya bahkan punya hubungan denganku. Ayahku, Xia Rujian. Ayah kandungku Hikatsuka Oda dan Ibu kandungku. Wu Shanniang dan Raja Yelu Xian. Raja Yelu Xian sepertinya adalah kekasih lama dari Wu Shanniang. Aku sangat khawatir memikirkan bahwa Raja Yelu adalah ayah kandung dari Xufen." jawab Jieji yang terlihat

mengalirkan air matanya. Hatinya sebenarnya sudah sangat sakit sekali karena istrinya, Yunying yang telah menfitnahnya sedemikian rupa. Sekarang menceritakan tentang orang terdekatnya, tentu hal ini sangat menyiksa hati Jieji yang sebenarnya sungguh lemah. Bagai disambar petir Zhao kuangyin mendengarnya. Dia tidak pernah mengetahui lima pendekar yang sempat mengeroyoknya di Istana Kaifeng adalah kesemuanya orang yang dikenalnya. Bahkan Xia Rujian adalah pembantu utamanya dalam perang menggabungkan negeri China. Tetapi, di wajahnya terlihat seakan hal yang tidak dipercaya muncul. Dia berdiri dengan kaki yang terasa gemetaran. "Raja Yelu Xian benar tidak tewas dalam pertempuran kacau di utara kota Ye lebih dari 3 tahun lalu?" tanya Zeng yang juga sangat penasaran. "Betul... Kalian tahu kalau Raja Yelu dari keluarga Singa utara menguasai kungfu yang lumayan hebat. Meski tidak ada yang mengetahui seberapa hebat Yelu Xian. Tidak mungkin dia tidak menguasai kungfu sama sekali dan terbunuh dengan begitu mudah..." jawab Jieji sambil menghela nafasnya. Keduanya berdiri seakan tiada percaya. Tetapi tidak lama, baik Zhao dan Zeng telah mengetahui beberapa garis besar kejadian. Mereka berdua terlihat mengingat kembali kejadian pertempuran 3 tahun yang lalu antara Sung melawan Liao. "Oya dik... Apa adik ketiga tidak berada dalam keadaan bahaya?" tanya Zhao kemudian dengan terkejut setelah berpikir beberapa lama. Dia merasa telah melupakan Wei Jindu yang mungkin dalam bahaya dan telah terpancing ke kota Shandang. Jieji menatap kakak pertamanya dengan tersenyum pula. "Tidak kak... Tenang saja. Adik ketiga disana tidak ada sesuatu bahaya apapun. Hanya saja..." Setelah menutup mulutnya, dia terlihat sedang mengerutkan dahinya dan berpikir keras kembali. "Hanya apa adik kedua? Memang ada masalah lagi padanya disana?" tanya Zhao kembali. "Tidak... Aku sedang memikirkan Zhu Xiang. Dulu aku pernah mendengar bahwa Ba Dao tidak menurunkan ilmu silat tertinggi kepadanya. Dan dia bahkan hanya diturunkan tidak lebih dari 5 jurus tapak Buddha Rulai, mengingat jurus kelima keatas adalah bagi orang yang memiliki kesadaran akan kebenaran yang tinggi saja layak mempelajarinya. Dan...." tutur Jieji. "Dan kamu mengatakan bahwa dia merapal tapak ke 8 dari Jurus tapak buddha Rulai ketika menghadapimu di perbatasan?" tanya Zeng seraya memotong pembicaraan. "Betul... Inilah hal yang sungguh mengherankanku...." jawab Jieji.

"Dengan begitu, berarti Ba Dao mungkin sudah tiada di dunia lagi. Karena tidak mungkin Ba Dao sendiri yang mengajarinya Ilmu tersebut..." tutur Zhao yang segera menghela nafas panjang, karena dia telah mengerti kekhawatiran adik keduanya tadi. "Mungkin... Dan 1 hal yang pasti... Saat ini, mungkin lawan-lawanku sudah ada di Panggung pada Hutan misteri." tutur Jieji. Kali ini dia terlihat sungguh susah, hatinya bergejolak dengan hebat kembali. Wajahnya telah kelihatan sangat tua, sinar matanya bahkan telah muncul sebuah penyesalan yang sangat kentara. Lie Xian sedari tadi hanya diam saja. Dia menyaksikan serta mendengar semua pembicaraan para pendekar disini. Tetapi, kali ini dia juga telah campur bicara. "Kakak Jieji.. Apa mungkin mereka telah ada disana? Bagaimana jika kita menyusul mereka sekarang? Mungkin masih sempat...." "Betul... Kita masih sempat. Tetapi......" tutur Jieji kembali. Tetapi dia terlihat mengerutkan dahinya. "Ada apa dik?" tanya Zhao kuangyin yang tentu cukup heran. Dia merasa masih sanggup menghadapi mereka semua. Karena disini ada Jieji, dan Pei Nanyang. Selain itu, kungfu dan tenaga dalamnya sendiri telah hampir sembuh semuanya. "Kita tidak akan sanggup melawan mereka. Sepertinya kepergian kita pasti sia-sia saja selain mengantarkan nyawa...." tutur Jieji kemudian. "Tidak mungkin... Apakah para pendekar disana sungguh sangat hebat?" tanya Pei Nanyang yang seakan tidak percaya. Sedang Zhao terlihat sungguh terkejut mendengar apa kata-kata Jieji tersebut. Dia tahu, jika mereka bertiga bergabung, Kungfu lawan sehebat apapun sudah tiada masalah lagi. Tetapi Jieji disini berpikir sungguh sangat lain. "Hm..."terlihat Jieji menganggukkan kepalanya. "Kalian tahu? Yue Liangxu seorang saja meski kita bertiga menghadapinya sekarang. Tentu tiada kemungkinan untuk menang..." Penuturan Jieji sangat mengejutkan Zhao, Pei dan Lie Xian disana. Terlebih lagi Pei dan Zhao. Mereka tidak pernah berjumpa lagi dengan pemuda yang telah kehilangan kungfu dan tenaga dalamnya tersebut. Mereka berdua tentu merasa tidak mungkin ada hal seperti itu di dunia. Sungguh sangat mengherankan bagi keduanya... "Tetapi jika Pendekar Yuan(maksudnya Li Yu, ketua Kaibang), Adik ketiga, serta Dewa Ajaib ada disini maka kemungkinan menang kita telah sangat besar...." tutur Jieji sambil menengadahkan kepalanya. "Tidak mungkin... Bagaimana Yue Liangxu sebegitu kuat?" tanya Zhao kuangyin yang merasa terheran. "Betul... Kakak tahu? Dia dikarunia Bintang kegelapan Huang Yuzong. Dia-lah orang yang sanggup

menguasai Ilmu pemusnah raga sejati. Sekarang, Zhu Xiang telah bergabung dengan mereka. Maka Ilmu terakhir yang dipadukan telah lengkap semuanya. Meski mungkin Yue Liangxu sekarang belum menguasainya dengan benar... Aku telah yakin bahwa diriku telah jauh dibawahnya. Selain itu... Aku juga telah terluka dalam yang cukup parah saat melawan Li Zhu di hutan Misteri." tutur Jieji menjelaskannya. "Li Zhu?" tanya Pei Nanyang pendek. Li Zhu adalah paman guru dari Zeng Qianhao jika diurutkan hubungannya dengan Dewa Bumi dan Lu FeiDan, guru silat Zeng sendiri. "Maksudmu Li Zhu, Kaisar terakhir Dinasti Tang? Heran sekali..." tanya Zhao kuangyin. "Betul... Dia-lah orangnya. Dia telah menguasai 4 unsur utama tenaga dalam dari Ilmu pemusnah raga. Baik kungfu dan tenaga dalamnya lebih tinggi dariku. Aku hanya menang untung-untungan darinya...." tutur Jieji yang langsung menjelaskan pertarungannya dengan Li. Dan segala kejadian fenomena panggung juga diceritakannya kepada mereka berdua. "Tidak disangka di dunia masih ada hal semacam ini... Sungguh hebat..." kata Zeng Qianhao sambil tersenyum. "Data dan catatan rahasian kerajaan memang ada juga mengungkit tentang harta karun Dinasti Qin. Tidak disangka memang benar ada di gurun tua utara hutan misteri..." tutur Zhao kuangyin. Kemudian terlihat keempat orang tersebut hanya diam dan semuanya sedang berpikir. Sebenarnya langkah selanjutnya apa yang baik untuk dijalankan. Setelah lumayan lama, Zhao kembali buka suara. "Lalu bagaimana dengan adik ipar(maksudnya Yunying). Bukankah dia berada dalam bahaya sekarang?" tanya Zhao dengan mengerutkan dahinya. Jieji hanya diam beberapa saat. Dan tiada menjawab pertanyaan dari kakak pertamanya. Sementara itu, Zeng Qianhao sepertinya telah memiliki beberapa ide. Tetapi karena dia cukup ragu, dia tidak ingin mengatakannya terlebih dahulu. "Kita tidak bisa pergi menolongnya. Tidak ada gunanya sungguh..." tutur Jieji sambil melihat ke arah Pei. Pei sungguh terkejut, dia tidak menyangka Jieji telah membaca apa yang sedang ada dalam pikirannya. Sejenak, dia kagum luar biasa akan pemuda ini. "Betul... Sepertinya apa yang kita harapkan akan sia-sia saja..." tutur Zhao kemudian. "Yunying sekarang telah salah paham terhadapku. Meski kita pergi kesana, kita tidak akan sanggup memintanya mengikuti kita. Dia adalah sandera yang sangat berguna bagi mereka untuk menundukkanku..."Tutur Jieji.

"Betul... Jika begitu maka bahaya tidak lama lagi akan terbit. Hmph...." kata Zhao seraya menghela nafas panjangnya. "Jadi benar? Usaha mereka selain Pedang Es rembulan adalah menyandera Yunying? Sepertinya masalah kali ini sangat besar. Aku akan berusaha menghubungi muridku supaya mengikuti kita. Setidaknya masih bisa berjaga-jaga...." tutur Pei Nanyang. Terlihat mereka berdua menganggukkan kepalanya. Mereka tidak bersuara lagi satu sama lain. Sambil berdiri beberapa lama, mereka menghadap ke arah utara. Setelah itu, mereka kembali ke desa Jiamojin. Malamnya... Terlihat Jieji duduk di kemahnya seorang diri. Di tangannya terlihat dia sedang memegang Pit(pena China), dan terlihat disana dia sedang menggoreskan sesuatu aksara di sana. Dengan cekatan, dan cepat dia menulis sambil sesekali terlihat menghela nafas panjang. Tidak berapa lama, kertas yang tadinya putih kosong sekarang telah penuh dengan tulisan. Setelah menunggunya betul kering, dia memasukkan satu kertas di satu kantung. Dan terlihat total kantong yang membungkus kertas ada 3 buah. Setelah menyelesaikan sesuatu yang dikiranya sangat penting. Dia membawa guci arak dan berjalan keluar untuk menikmati indahnya pemandangan malam gurun. Di dekat sungai kecil, si pemuda terlihat meneguk araknya dengan lahap. Beberapa kali terlihat dia membacakan beberapa puisi. Lalu, diambilnya sebuah tongkat yang tidak panjang. Seperti sinting, dia merapal jurus pedang ayunan dewa untuk menari bersama puisi yang sedang dibacakannya dengan hikhmad. Tindakan Jieji yang aneh tentu mengundang Pei Nanyang dan Zhao kuangyin yang hampir telah beristirahat tersebut keluar untuk melihat keadaan. Mendapati tindakan Jieji, mereka berdua segera heran melihatnya sedang berlatih kungfu di dekat aliran sungai Desa Jiamojin pada tengah malam buta. Jieji sedang merapal jurus pedang ayunan dewa-nya yang tertinggi. Ilmu pedang ayunan dewa musim semi dan musim gugur terlihat sungguh indah diperagakannya. Kedua jurus pedang yang terlihat sangat sering berubah satu sama lainnya sangat mengagumkan Pei maupun Zhao yang melihatnya. Sering terlihat bahwa Jieji sedang melemparkan dan mengayunkan tongkatnya ke depan. Lalu sambil "menari" dia menangkap pelan tongkat berputar 1 lingkaran tersebut. Saat ditangkapnya tongkat yang tadinya berada di udara, kembali terlihat dia telah melingkarkannya lagi ke belakang. Sedang dari mulutnya dia menghafal beberapa puisi tua. Puisi yang menceritakan kisah kepahlawanan dan kesatriaan seorang lelaki sejati terdengar jelas dan empuk. Tetapi... Ketika dia hampir menyelesaikan jurusnya yang terakhir. Dia mengalami sesuatu hal yang sangatlah luar biasa. Tangan kanannya tadi adalah sedang memegang tongkat. Ketika dia melemparkannya ke atas, dia mengganti tangan untuk memegang guci araknya yang sedang dipegang. Lalu dengan tangan kiri, Jieji bermaksud menghempaskan tongkat ke tanah. Ini adalah jurus terakhir pedang ayunan dewa, Ilmu pedang ayunan dewa Musim gugur.

Namun, baru saja dia menangkap tongkat dengan tangan kirinya. Dia terkejut seperti disambar petir. Tadinya, dia hendak menghempaskan jurus itu ke tanah. Tetapi entah kenapa dirinya yang berada di udara langsung merasakan sebuah hal yang sangat aneh sekali. Ini membuatnya terjatuh cukup keras ke tanah. Zhao dan Pei yang melihatnya sungguh sangat terkejut. Mereka berdua berpikir bahwa Jieji telah terluka dalam karena salah berlatih. Lalu, dengan cepat keduanya langsung menghampirinya. "Kau tak apa Dik?" tanya Zhao. Jieji yang tadinya tidur di tanah, langsung mengambil posisi duduk. Pertanyaan Zhao tidak dijawabnya. Melainkan dia terpikir sesuatu. Sesuatu yang sangat menganggunya. Dari wajahnya tertampak senyuman masam. Zhao dan Pei terlihat cukup cemas mendapati tingkah Jieji tersebut. Mereka berpikir bahwa ada sesuatu yang telah terjadi dengan perkembangan tenaga dalam Jieji yang belum-lah sembuh benar. Tetapi seperti tidak melihat orang lain berada di sana. Jieji langsung berdiri. Dia berjalan ke arah tongkat yang berada di tanah. Dengan sedikit gerakan mengayun kakinya ke atas, tongkat langsung terlempar. Tentu hal ini membuat mereka berdua kembali sangat bingung sekali. Mereka berpikir apakah Jieji benar telah tersadar, ataukah dia sedang bermimpi akan sebuah hal. Tetapi... Tanpa perlu waktu yang cukup lama. Mereka telah terkejut kembali. Tetapi keterkejutan kali ini bukanlah keterkejutan yang sama seperti yang tadi. Keterkejutan kali ini disertai dengan rasa kagum yang luar biasa. Tongkat yang terlempar ke atas tersebut segera dipegang dengan tangan kirinya. Dengan ayunan yang sangat cepat, dia memperagakan sebuah jurus yang baru. Jurus pedang yang sangat luar biasa hebat terlihat. Kecepatan pedang sangat luar biasa, bahkan Ilmu pedang Ayunan Dewa-nya tadi sungguh tiada apa-apa di banding jurus pedang ini. Jurus pedang yang terlihat sungguh sangat sederhana. Tetapi di dalam-nya terdapat sungguh banyak inti ilmu. Kali ini dia tidak lagi menghafal-kan puisinya. Melainkan hanya berkonsenterasi terhadap Ilmu baru tersebut. Pemutaran tongkat sungguh sangat luar biasa. Dan kecepatan tongkat seakan "melindungi" tuannya dari semua sisi. Serta penyerangan Tongkat sangat rapat sekali terlihat. Suara tongkat mengoyak udara sangat fasih dan tenaga dalam hebat segera bekerja disini. Berbeda dengan pedang Ayunan Dewa yang terlihat lembut. Jurus pedang ini bahkan terlihat sangat kuat dan menjangkau ke seluruh sisi. Sungguh perubahan yang sangat luar biasa. Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada Jieji? Ketika dia berniat menghantamkan jurus terakhir ayunan dewa musim gugur, dia teringat sesuatu. Sesuatu hal langsung bekerja sungguh cepat di otaknya. Diingatnya, jurus pedang yang terukir di dinding panggung batu yang terlihat sungguh sangat lemah.

Sekarang dia telah tersadar, jurus pedang tersebut tidak dilatih dengan tangan kanan melainkan sebaliknya. Rata-rata semua pesilat memakai pedang di tangan kanannya. Jika arah pedang dari tangan kanan menuju kepadanya, maka semua jurus pedang sanggup dipatahkan oleh jurus "lemah" tersebut. Dan hal inilah yang membuat Jieji jatuh terjerembab saat dia merapal jurus terakhir Ayunan dewa-nya. Dia tidak pernah menyangka jurus ciptaannya yang telah tanpa celah tersebut langsung sanggup dipatahkan dengan mudah sekali oleh Jurus "aneh" nan lemah ini. Dan hal inilah yang membuatnya sungguh tersadar akan kekeliruannya. Pei dan Zhao belum pernah melihat jurus pedang yang sebegitu. Oleh karena itu, keduanya sungguh sangat kagum berbareng heran. Mengapa pemuda ini bisa menguasai jurus yang sangat tidak masuk akal ini. Keduanya kemudian hanya diam saja menyaksikan rapalan jurus pedang dari Jieji. Memang terlihat ada beberapa masalah yang penting disini. Jieji tidak pernah melatih tangan kirinya untuk berlatih pedang. Oleh karena itu, jurus-nya terlihat cukup lambat meski kecepatan pedang adalah sekitar 10 kali lipat dari sekarang. Namun setelah mendapati hal ini, dia kecewa berbareng sangat girang. Kekecewaannya tentu sangat jelas, dia berpikir bahwa Ilmu pedang ayunan dewanya yang telah ditambah telah tiada tanding di jagad. Tetapi jurus yang diukir di dinding yang dikiranya lemah malah sangat luar biasa hebatnya. Kegirangannya tentu sudah jelas sekali, sebab bagaimanapun jurus nan hebat tersebut dia dapat dengan tiada sengaja. Ingatan Jieji sangat baik. Semua ukiran di dinding sangat diingatnya satu persatu meski Ilmu ini pada mulanya dianggap sangat lemah. Tanpa berapa lama, 8 tingkatan Ilmu "aneh" telah di rapalnya dengan baik melalui tangan kirinya. "Adik... Jurus apa yang sesungguhnya kamu rapal? Kenapa sangat aneh dan tiada hubungannya dengan Ilmu pedang ayunan Dewa?" tanya Zhao kepadanya kemudian setelah dia betul menyelesaikan semua jurus pedang nan hebat ini. "Aku tidak tahu nama jurusnya. Kamu masih ingat kak? Fenomena panggung Hutan misteri yang kuceritakan mengenai jurus pedang itu?" tanya Jieji kepadanya. "Iya... Jangan-jangan....??" "Betul... Inilah jurus pedang itu...." jawab Jieji sambil tersenyum. "Hebat.... Sungguh sangat hebat.... Tidak disangka jurus seperti ini masih ada di dunia...." tutur Pei sambil terheran dan sangat kagum.

"Betul... Ini juga sangat mengherankanku. Mengingat aku belum pandai menggunakan pedang dengan tangan kiri, maka kelemahan jurus sungguh masih sangat banyak..."tutur Jieji pula dengan tersenyum. Keduanya tentu kontan terkejut tiada percaya. Mereka berdua berpikir bahwa sebelumnya Jieji telah menguasai pedang dengan menggunakan tangan kiri. Tetapi kata-kata pemuda tentu membuat mereka tidak percaya. Jika jurus pedang dimantapkan dengan tangan kiri beberapa tahun lamanya, mungkin pengguna jurus benar tiada tandingannya lagi. Lalu terlihat keduanya menggelengkan kepala sambil menghela nafas. "Entah siapa pencipta jurus pedang ini..." Tutur Zhao kuangyin. "Entah... Tetapi pencipta jurus pedang mungkin pendekar yang telah tiada tandingannya lagi di dunia...." tutur Jieji sambil menghela nafasnya. "Ohya dik... Ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu dan hampir saja terlupa..." Tutur Zhao yang berubah cukup serius. Jieji mengerutkan dahinya. Dia tidak mampu menebak apa yang bakal di sampaikan kakak pertamanya itu. Terlihat juga dia menatap kakak pertamanya dengan cukup serius. "Tetua Xue Hung memintaku menyampaikan pesan. Katanya jika menemui bahaya, pergilah ke arah barat sampai dunia terujung...." tutur Zhao kepadanya. Jieji hanya terlihat menganggukkan kepalanya pelan. Sepertinya dia mengerti akan kesusahan Tetua Xue Hung yang memikirkannya. Bagaimanapun dalam diri si pemuda, dia telah mengerti beberapa hal dari sesuatu yang bakal terjadi nantinya. "Lalu esoknya kita harus kemana?" tanya Pei Nanyang. "Kita kembali ke China daratan untuk menunggu saja, bagaimana kakak pertama?" tanya Jieji seraya melihat ke arah Zhao. "Baik... Hanya sekitar 1 bulan lagi Kuangyi akan bertemu denganku di Ibukota..." tutur Zhao sambil menengadah. *** Kota Shandang... Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Wei Jindu? Ketika mendengar bahwa gurunya, Ba Dao telah sampai ke kota Shandang dari para pesilat di daerah sebelum gurun. Dengan cepat dia segera menyusul gurunya terlebih dahulu, tujuannya adalah untuk mengajak sang guru untuk ikut serta ke utara. Hatinya tentu cukup senang dan terasa sangat tenang jika gurunya juga ikut membantu kakak pertamanya yang telah "tersingkir" dari Ibukota kerajaan.

Dalam 5 hari saja, dia telah sampai ke kota Shandang. Xieling seperti pulang kampung halamannya sendiri. Beberapa kali terlihat dia mengalirkan air matanya. Sebab dia keluar sebatang kara dari sini telah beberapa tahun. Terakhir dia juga kembali. Tetapi Wei Jindu memang sangat baik dalam memperlakukannya. Dia sanggup menghibur gadis cantik tersebut dengan kesabaran yang cukup tinggi. Mereka langsung berusaha mencari kabar dari Ba Dao, tetapi setelah tinggal selama 6 hari lamanya tidak didapati kabar tentang guru Ba Dao dari arah barat sama sekali. Hal ini sangat membuat mereka berdua sangat pensaran. Tetapi kedatangan mereka berdua ternyata telah diuntit oleh beberapa orang sejak mereka sampai ke Shandang. Keduanya tentu tahu dengan sangat baik, selain penguntit berkungfu yang cukup tinggi. Namun mereka juga terlihat sangat waspada. Suatu sore hari ke 6... Dengan menunggang kuda, keduanya berjalan cukup pelan sambil menyadari bahwa ada penguntit yang sedang mengikuti mereka berdua. "Sepertinya ada sesuatu hal yang sedang dicari mereka." kata Jindu sambil berbisik pelan kepada Xieling. "Betul... Kali ini dari arah tengah kota, mereka telah mengikuti kita sekitar 1 jam. Apa sebaiknya kita menyapanya kak?" tanya Xieling juga dengan berbisik pelan. "Baik.. Begitu saja...." kata Wei yang segera turun dari kudanya dan menghadap ke arah belakang. Penguntit yang melihat tingkah Wei, langsung sangat terkejut. Mereka pura-pura berpaling ke arah lain dan ada yang pura-pura jongkok di tepi jalan. Wei yang melihat tindakan mereka segera mengenali orang-orang tersebut, sebab dari perawakan mereka. Mereka adalah para pengemis. Wei juga berpikir mereka adalah orang dari Kaibang. Dengan berjalan gagah ke depan, Wei segera menyapa salah satu pengemis yang paling dekat dengannya. "Tuan... Ada apa kalian semua mengikutiku?" tanyanya dengan sopan. "Tidak... Kami tidak mengikuti anda..." kata pengemis yang segera berbohong. Namun melihat keadaan tidak menguntungkannya. Seorang pengemis dari arah samping segera menyerang Wei. Wei yang merasakan hawa kelebat tongkat, langsung menarik kaki mundur dengan cepat menghindari kelebat tongkat. Begitu melihat tingkah dari salah satu temannya. Para pengemis segera maju serentak untuk menyerangnya juga.

Jurus tongkat para pengemis bukanlah jurus rendah. Serangan kompak dari tongkat para pengemis sungguh sangat luar biasa kelihatannya. Sementara itu, Wei hanya terlihat menghindar saja. Tiada niat baginya untuk bertarung, karena dia tahu bahwa para pengemis tersebut di bawah pimpinan muridnya Zeng Qianhao, Pei Nanyang yang beberapa hari bertemu dengannya. Telah ratusan jurus dikeluarkan oleh para pengemis. Namun hebatnya Wei tidak tersentuh sama sekali. Dia hanya menghindar semua jurus dengan sangat tenang sekali. Tetapi sebelum dia menghindar kembali dari jurus para pengemis. Dia merasakan sesuatu hal yang aneh. Hawa tenaga dalam hebat telah mendekat di area pertarungan mereka. Dan dirasakan dengan pasti. Orang yang datang adalah pesilat kelas tinggi dengan ilmu ringan tubuh yang sungguh hebat sekali. Sesaat, Wei cukup merasa heran. Tentu pesilat kelas tinggi tidak perlu waktu lama untuk sampai kesini. Dan hanya beberapa saat saja, dia telah terlihat turun dari salah satu atap rumah penduduk kota Shandang ini. Melihat seorang pemuda turun dari atap sebuah rumah, para pengemis kontan terkejut mendapatinya. Semuanya terlihat menghentikan serangan dan langsung berlutut ke arahnya. "Ketua......" teriak mereka dengan serentak. "Silakan berdiri..." tutur pemuda yang berusia sekitar 30 tahunan ini. Wei yang melihat seorang pendekar hebat datang tentu merasa cukup girang. Karena dia telah tahu bahwa pemuda ini tak lain adalah Ketua Kaibang, Yuan Jielung yang namanya telah menggetarkan dunia persilatan. Selain itu, dia tahu Yuan adalah anak murid dari Pei Nanyang satu-satunya. Dengan tanpa banyak bicara, dia memberi hormat ringan ke arah Yuan. Hormat dari Wei segera disambut oleh Yuan juga. "Siapa anda?" tanya Yuan. "Namaku Wei Jindu dari arah Xi Zhang..." tutur Wei dengan sangat sopan. "Barat? Anak buahku melaporkan bahwa anda datang dari negeri Liao?" tanya Yuan yang terlihat cukup penasaran. "Betul... Tadinya aku berada di utara menuju gurun, tetapi ada sesuatu hal yang membuatku kemari." tutur Wei dengan jujur kepadanya. "Tidak ketua.... Mungkin dia adalah mata-mata dari Liao. Tangkap dahulu saja baru diadili..." kata seorang pengemis yang berjenggot panjang. "Tetua Huo... Dia bukanlah pemuda yang kita cari..."tutur Yuan Jielung. "Tetapi... Dia sangat mirip. Ketua bilang pemuda itu tampan dan sangat tinggi ilmu kungfunya..." tutur tetua Huo yang agak penasaran.

"Yue Liangxu pernah kujumpai. Dan dia bukanlah orang itu..." tutur Yuan sambil tersenyum. Tetapi sebelum dia benar tutup mulut, terdengar seseorang memanggil dengan tenaga dalam yang sangat tinggi. Suara orang tua terdengar sangat jelas. Tetapi tenaga dalam orang tua ini tidaklah kalah dengan Wei maupun Yuan. Wei yang mengenal suara tersebut segera girang tidak kepalang. Sementara itu, Yuan malah merasa sangat heran. Dia tidak menyangka orang tua yang bakal sampai tersebut sungguh hebat.

BAB LXXXIX : Sun Shulie, Pemuda Tangguh Dari Persia "Dewa Ajaib?" teriak Wei dan Xieling bersamaan. Dewa Ajaib dengan gerakan yang sangat cepat dan tidak mudah untuk dilihat secara jelas oleh para pasukan Kaibang disana, telah turun dari udara dan mendarat tepat di depan pemudapemudi tersebut. "Anak-anakku... Ha Ha......" teriak Dewa Ajaib juga dengan cukup girang. Semua pendekar Kaibang cukup aneh melihat kedatangan seorang tua yang tingkahnya cukup mengherankan mereka semua. Sementara Yuan malah kelihatan cukup bengong. Dia mengetahui adanya 5 pendekar sakti di seluruh jagad. Tapi, melihat Dewa Ajaib yang berpenampakan agak konyol. Dia sendiri tentu tidak percaya seluruhnya bahwa dia-lah termasuk 5 jago yang tinggal di pegunungan agung. Dewa Ajaib memang Dewa Ajaib. Sikap girang yang ditunjukkan pada Wei dan Xieling tidak berlangsung lama. Karena begitu dia memalingkan wajahnya ke arah Yuan, dia telah berubah drastis. Kemarahan di wajahnya sungguh terlihat cukup angker saat dia melihat ke arah Yuan. Kemudian kakek konyol ini berjalan dengan pelan ke arah para pendekar Kaibang. Dengan tatapan mata yang sungguh angker dia melihat mereka satu persatu. Kumis dan jenggot putihnya bahkan terlihat berdiri. Yuan yang melihat tingkah kakek ini segera datang menyapa ke arahnya cukup sopan. "Anda Dewa Ajaib yang sangat terkenal itu?" Dewa Ajaib segera memalingkan wajah ke arah Yuan Jielung alias Li Yu. Tatapan matanya masih cukup marah. Tetapi kali ini, Dewa ajaib tanpa banyak berkata-kata lagi langsung mengancangkan tapak guna menyerangnya. Tentu Yuan yang tidak siap sama sekali, segera terkejut. Dengan gerakan yang sangat cepat juga, dia menahan tapak dari Dewa Ajaib dengan sikunya. Sebab menahan dengan tapak tentu membuatnya tidak cukup waktu karena tapak dari Dewa ajaib telah sangat dekat. Hawa benturan energi segera terasa hebat disana. Benturan singkat membuat keduanya terpental beberapa langkah ke belakang.

Wei dan Xieling tentu terkejut melihat tingkah Dewa Ajaib. Mereka tidak menyangka orang tua "aneh" ini menyerang Yuan yang jelas adalah Ketua Kaibang. Benturan pertama memang belum terlihat siapa yang lebih unggul. Oleh karena itu, Dewa ajaib tentu tidak segera berhenti. Tetua Huo yang sedari tadi hanya memegang tongkat bambunya hanya terbengong melihat pertarungan singkat tersebut. Tetapi matanya yang masih melihat ke depan, sesaat melihat sebuah bayangan dan hembusan angin yang cukup sepoi. Ketika dia telah benar sadar, dia telah "kehilangan" tongkat di tangannya. Barusan dia hendak mencari dimana tongkat yang masih dipegangnya itu, dia telah merasakan hawa pertempuran di depannya. Gerakan nan cepat Dewa Ajaib tidak disangka semuanya. Tetapi 1 hal yang pasti, Dewa ajaib tidak bermain-main kali ini. Dengan ilmu pedang ayunan dewa, Dewa ajaib masih tidak puas. Dia terus merangsek ke depan untuk menyerang Yuan Jielung. Melihat gerakan ayunan pedang dewa yang termasyur sedang mengarah padanya, Yuan tentu tidak bermain-main. Dia melayani jurus hebat Dewa Ajaib itu dengan tapak terkenalnya. Pertarungan keduanya sungguh sangat mengagumkan bagi semua yang melihatnya. Yuan terus mengelak semua ayunan tongkat yang mengarah kepadanya. Dia tidak menahan 1 pukulan tongkat Dewa Ajaib pun. Sebab menurutnya tongkat itu sama saja dengan pedang yang tidak mampu ditangkis. Dewa Ajaib yang melihat lawan di depannya sangat tangguh tidak menyia-nyiakan kesempatan emas. Dengan gerakan sangat cepat, dia telah merapal jurus pedang ayunan dewa Musim seminya Jieji. Sesaat, Yuan sungguh terkejut. Dia tidak menyangka orang tua ini juga telah menguasai Ilmu pedang yang sangat jarang mampu dilihat. Sekarang, di depannya telah terayun beberapa puluh tongkat yang terlihat sungguh sangat tiada teratur yang sedang menyerangnya. Dengan gerakan yang sangat pasti, Yuan menghubungkan kedua tapak di dadanya. Dalam satu gerakan pukulan tongkat yang sangat cepat, Yuan segera mengubah tapaknya. Terdengarlah hentakan suara dari dalam yang keluar dengan dahsyat. Melihat kejadian begitu, Dewa Ajaib segera menarik pukulan tongkatnya dan menggantikan dengan tapak penuh tenaga dalam ke arah Yuan. Yuan tentu melayani jurus tersebut dengan tenang saja. Segera, tapak beradu dahsyat. Lantai pijakan Yuan terlihat retak dengan pelan. Sungguh luar biasa kemampuan Dewa Ajaib. Tetapi, lebih hebat pula kemampuan lawannya Yuan Jielung. Sebab, tenaga dalam milik Dewa Ajaib bagi siapapun yang melihatnya tentu sangat tahu. Yuan telah memindahkan energi tenaga dalamnya Dewa Ajaib ke tanah. Wei adalah orang yang paling terkejut. Dia tahu dengan sangat, bahwa Dewa Ajaib sekarang telah berada di bawah angin. Yuan yang melihat tingkah orang tua ini dan menyadari bagaimana keadaannya, segera menghentakkan tenaga dalamnya dengan ringan ke depan.

Sedangkan Dewa Ajaib yang masih berada di udara segera terpental ringan ke belakang sambil bersalto. Seturunnya Dewa Ajaib ke tanah dan berpijak dengan baik. Dia terlihat girang luar biasa. "Tidak disangka si tua Pei itu hebat sekali. Bahkan muridnya pun tidak mampu ku lawan... Ha Ha........" Mendengar kata-kata Dewa Ajaib yang agak urakan tersebut membuat para murid Kaibang marah. Sedangkan Yuan terlihat tersenyum cukup manis kepadanya. "Tidak berani aku yang masih muda melawan anda yang telah kesohor di jagad..." tutur Yuan dengan sangat sopan kepadanya. "Huh.... Satu Yuan Jielung, satu Pei Nanyang, satu Xia Jieji. Semuanya jauh lebih muda dariku. Tetapi satupun tidak mampu kulawan...." tutur Dewa Ajaib sambil mendongkol dan terlihat uring-uringan. Semua orang disana tertawa saja mendengar apa unek-unek dari Dewa Ajaib tersebut. Wei yang masih tersenyum, segera mendekati Dewa Ajaib yang kelihatan masih mendongkol. "Tuan Dewa Ajaib... Kenapa kamu ada disini?" tanya Wei yang agak heran. Dewa Ajaib yang ditanya begitu tentu baru tersadar. Dia baru ingat akan tugasnya. "Menurut penuturan kakak pertamamu kamu harus hati-hati." tutur Dewa Ajaib kemudian. "Betul.. Untuk masalah itu, baru saja kusadari beberapa jam yang lalu." kata Wei juga sambil mengerutkan dahinya. "Jadi benar... Ini adalah siasat untuk memancing harimau turun gunung..." kata Dewa Ajaib dengan mengerutkan dahinya. "Kalau begitu, kita harus pulang secepatnya. Kita tuju saja wilayah gurun kembali..." kata Xieling yang sedari tadi hanya mendengarkan saja. "Betul.... Secepatnya adalah paling bagus. Mungkin kakak kedua telah disana menunggu kita..." tutur Wei dengan menganggukkan kepalanya. Dewa Ajaib segera berpaling ke arah Yuan. "Anak muda... Gurumu bersama kami di gurun. Apa ada niatmu untuk mengikuti kita juga kesana?" Sambil memberi hormat, Yuan menjawabnya. "Aku masih punya tugas yang maha penting disini. Mengenai masalah guru, tolong sampaikan saja kabar baik dariku saja." Dewa Ajaib segera menganggukkan kepalanya pelan sambil tersenyum. *** Di puncak Gunung Hua...

Dewa Sakti dan Dewi Peramal telah jauh hari berada di tempat tersebut. Keduanya memang tiada kerjaan yang lain lagi selain melihat fenomena perbintangan seperti biasanya. Namun, kali ini keduanya telah dikejutkan sebuah benda aneh di langit. Sinar pesat berwarna emas telah terbang sangat cepat ke arah barat. Tentunya sinar emas ini adalah sinar yang datang dari panggung hutan misteri yang telah dihancurkan oleh Yue Liangxu. "Ini gawat....." tutur Dewi Peramal. Dewa Sakti menjawabnya setelah beberapa lama. "Sepertinya kita harus segera menyusul. Iblis tidak lama lagi akan muncul..." "Apa kamu telah siap sepenuhnya?" tanya Dewi Peramal dengan wajah mengerutkan dahi ke arah Dewa Sakti. Dewa Sakti memandang istrinya dengan tersenyum puas. "Untuk itulah kita hidup sampai begini tua." Mendengar apa perkataan sang suami, Dewi peramal mengangguk juga dengan pelan. Wajahnya yang tadinya sangat serius berubah menjadi sangat tenang dengan senyum aneh yang tiada dapat terlukiskan dengan kata-kata. Kedua orang tua sakti tersebut akhirnya meninggalkan gunung Hua yang asri tersebut dengan cepat. Sepertinya sesuatu telah terjadi bakalan. Keduanya tidak seperti biasa karena biasanya mereka selalu berada dalam kekhawatiran yang besar jika melihat hal seperti ini. Namun diluar dugaan, keduanya malah terlihat tersenyum sangat puas. *** Di wilayah barat, Persia. Seorang pemuda yang berusia sekitar 30 tahunan duduk dengan santai sekali di dekat sebuah hutan yang sangat terasa hawa misterinya. Air sungai dangkal yang mengalir dengan pelan di sampingnya selalu dinikmatinya setiap malam. Malam hari ini tidak nampak bintang ataupun rembulan. Langit sangatlah kelabu. Meski begitu, dia tetap menikmati kesendiriannya yang telah belasan tahun "menunggu" sesuatu disini. Namun, hari ini terdapat sebuah perbedaan dari tingkah lakunya. Dirinya yang selalu tidur di batu besar sangat terkejut ketika dia melihat sinar emas yang sangat berkilauan sedang "jatuh" menimpanya. Sinar emas yang sungguh cemerlang dan entah dari mana telah memaksanya untuk menutup matanya. Sesaat, dia mendengar suara berbenturan yang sangat keras disana. Bahkan dari arah barat hutan dimana dia duduk segera terasa perpendaran energi yang sangat dahsyat. Hal ini memaksanya untuk berdiri. Dengan segera dia memandang ke arah barat. Tetapi, tiada

sesuatu yang sungguh berubah dari hutan yang luasnya telah mencapai ratusan Li dan kelihatan menutup langit ini. Dia hanya terbengong menyaksikan hal tersebut beberapa saat. Kemudian, terdengar dia mengeluarkan suara. "Xia Jieji.... Dulu kau menolongku, meski terakhir kau tidak pernah tahu kenapa keluargamu sendiri bahkan memusuhimu. Mungkin inilah takdirmu yang hidup di bawah naungan bintang "Pahlawan". Kakak seperguruan, kali ini kamu tidak perlu terlalu berkhawatir terlalu banyak. Mungkin saat inilah aku akan kembali..." Pemuda yang mempunyai tinggi badan sekitar 6 kaki terlihat sangat kokoh. Di tangannya terlihat dia memegang sebuah pedang yang panjang yang berukiran Naga di sarungnya. Dengan segera, dia memandang ke arah timur. Di wajahnya terlihat senyuman yang puas. *** Hutan misteri, altar panggung batu... Xia Jieji yang tidak bisa tidur setiap hari, akhirnya memutuskan untuk menuju ke panggung tersebut untuk melihat dan mengamati sesuatu yang sungguh sangat ditakutkannya. Sebenarnya, tanpa melihat dengan jelaspun apa yang dikiranya telah sangat betul sekali. Namun, karena di hatinya terdapat luar biasa banyak ganjalan. Akhirnya dia tetap memutuskan untuk segera menuju kemari untuk meneliti ulang apa yang telah diyakininya selama beberapa hari. Dia hanya terlihat menggoyangkan kepalanya melihat "kehancuran" panggung batu tersebut. Apa yang diperkirakannya sungguh telah terbukti. Terlihat dia menghela nafas-nya panjang beberapa kali disana. Kantong yang terdiri dari 3 buah yang ditulisinya beberapa hari yang lalu segera dibukanya kembali. Sambil mengeluarkan sesuatu kertas, dia kembali menggambar sesuatu disini. Wajah dan kerutan di dahinya terlihat sangat jelas. Sepertinya kali ini dia telah mempunyai perhitungan tersendiri yang cukup gawat tentunya bagi dia maupun teman-temannya termasuk keluarganya sendiri. Setelah dirasanya semua telah selesai. Dia memasukkan setiap kertas di tempat yang sama juga. Dia kembali menjahit semua kantong tersebut. Sepertinya barang-barang tersebut akan menjadi pesan terakhirnya kepada orang-orang yang dikenalinya. Oleh karena itu kegundahan hatinya membuat dia sangat cemas. Sementara itu... Di perkemahan pasukan Liao. Yue Liangxu dan kawan-kawannya telah pulang kesana karena mendapati benda "berharga" berupa salinan Ilmu pemusnah raganya Qin Shehuang. "Apa yang akan kita lakukan terlebih dahulu?" tanya Xia Rujian kepada mereka semua.

"Kalian pelajari terlebih dahulu ilmu kungfu di dalam salinan kalian. Setelah lumayan mahir, kita baru bergebrak." tutur Yue Liangxu. "Lalu bagaimana dengan dirimu?" tanya Yelu Xian yang agak heran ke arahnya. "Ilmu kungfu ini..." tunjuk Yue ke arah salinan Pemusnah raga. "Tidak cukup untuk membunuh semut...." katanya kemudian dengan sangat angkuh. Setelah itu, Yue berjalan keluar kemah tanpa mempedulikan yang lainnya. Tentu hal ini membuat empat orang lainnya yaitu Xia Rujian, Hikatsuka, Yelu Xian dan Zhu Xiang sangat mendongkol. "Anak itu terlalu keterlaluan...." tutur Yelu Xian setelah beberapa lama. "Betul... Baru kungfunya maju pesat saja sudah begitu sok..." tutur Zhu Xiang menambahkan. "Dia telah lupa siapa yang membuatnya jadi begitu hebat?" teriak Xia Rujian kemudian dengan agak marah. "Sudahlah... Tidak perlu kalian marah-marah. Sebaiknya kita cocokkan semua salinan, supaya cepat kita mampu mempelajarinya." kata Hikatsuka untuk menengahi kesemuanya. "Jika saja kakak pertama masih hidup, maka kita tidak akan dihina begitu oleh anak kecil itu..." kata Yelu Xian kembali dengan sangat marah. "Betul....." tutur Xia Rujian kemudian. "Tetapi semua gara-gara kau...." teriak Yelu Xian ke arah Xia Rujian. Xia Rujian yang melihat saudara angkatnya marah, hanya diam. Diingatnya kembali kasus kematian kakak angkat pertama dari mereka bertiga. Kasus yang telah sungguh lama sekali, dan telah hampir 20 tahun lamanya. Diingatnya kembali pada hari itu, hujan deras yang membasahi daerah Hebei. Di saat itulah, kakak pertamanya dipancung kepala oleh Chai Rong, Kaisar Dinasti Zhou. "Jika bukan kau yang melindungi anak baikmu, dia tidak punya hari ini...." teriak Yelu Xian setelah beberapa saat kepadanya. Xia Rujian yang dituding begitu oleh kakak angkat keduanya tentu tidak puas sekali. "Kau telah membuatku kehilangan putera pertamaku. Meski rencana kita akhirnya cukup berhasil. Tetapi sekarang, apa yang kita dapatkan?" teriak Xia Rujian juga yang terlihat marah sambil menuding ke arah Yelu Xian. "Sudahlah... Setelah kita mempelajari ilmu ini, berapa banyakpun anakku itu bukan tandingan kita lagi..." tutur Hikatsuka menengahi pembicaraan mereka. Meski keduanya masing-masing terlihat saling mendongkol, namun keduanya tidak lagi banyak berkata-kata. Sambil membelakangi, mereka berdua tidak lagi berkata-kata.

Sampai disini, semuanya tidak lagi berargumen kata lebih banyak. Melainkan semuanya bersiap untuk mempelajari ilmu pemusnah raga salinan dari panggung batu. Desa Jiamojin... Zhao kuangyin yang melihat adik keduanya hidup terus dalam keadaan yang cemas, juga merasa tidak enak setiap harinya. Zhao tahu dengan pasti, adik keduanya yang biasanya sangat tenang kali ini tentu mendapat masalah yang sungguh tiada kecil. Terlihat dia sering duduk sendirian di kemahnya untuk berpikir juga. Jika benar apa yang ditakutkan adik keduanya adalah kenyataan. Maka tentu hal tersebut bukanlah masalah yang kecil. Tetapi mengingat persaudaraannya yang telah cukup lama, Zhao terlihat sering menghela nafasnya. Memang benar, nasib Xia Jieji yang kelihatan cukup bagus tentu meng-iri-kan orang lain. Tetapi dibareng nasib baiknya, dia juga memiliki banyak hal yang sangat susah untuk dipecahkannya sendiri. Saat Zhao sedang duduk sambil memeras otaknya, dia merasakan sebuah hawa kehadiran seseorang disana. Sesaat, dia segera berdiri di tempatnya untuk menantikan seseorang yang akan masuk. "Kau telah merenung cukup lama, apa yang kau dapatkan?" Terdengar dengan jelas suara orang tua yang menyapanya. Suara tersebut hanya berada di depan kemahnya saja, orang itu tidaklah masuk ke dalam untuk bersua kepadanya. Zhao mengenali suara orang tua ini. Orang tua yang pernah mendidiknya beberapa tahun lamanya. Orang tua yang mengajarinya dengan sangat tekun setiap hari tanpa henti. Dengan segera, dia berlutut di kemahnya. "Guru.... Maafkan muridmu yang tiada berguna ini. Sungguh belum kudapatkan hal yang sepastinya mampu kulaksanakan. Muridmu hanya menunggu keputusan dari guru." jawab Zhao sambil menjurah ke arah luar kemah. "Ha Ha..... Ikutilah arus yang mengalir anakku. Kamu tahu beberapa puluh tahun yang lalu, kamu juga mestinya telah tahu dengan pasti bahwa kamu akan kehilangannya. Kenapa harus berebut sesuatu yang dari dulunya bukan milikmu itu?" jawab Orang tua itu dengan nada yang bijaksana. "Murid mengerti sekali..... Tetapi..........." tutur Zhao sambil menghela nafasnya. "Mengenai adik keduamu... Masalah yang terjadi hendaknya ikuti saja sesuai dengan alam. Kamu masih banyak kepentingan yang menunggumu untuk melaksanakannya. Jika hanya setengah jalan seperti ini, bagaimana kamu berhak menyandang bintang naga ungu?" tutur Orang tua itu dengan penuh semangat. Mendengar kata-kata sang guru, Zhao hanya diam saja. Dia terlihat berpikir sangat serius.

"Untuk masalah lawan, mungkin kamu masih bisa menghadapinya. Dan sepertinya adik seperguruanmu juga telah datang kemari. Selain itu, Ilmu tinju semesta-mu cukup hebat. Dan kamu juga adalah salah satunya pewaris Tapak legendaris Dewa Lao. Setahuku, Tapak ini masih jauh diatas kemampuan tapak pemusnah raganya Qin She huang itu. Lalu apa yang perlu kamu khawatirkan lagi?" tutur Orang tua itu kembali. Tapak legendaris Dewa Lao. Sebuah Ilmu perpaduan dari inti ilmu alam semesta. Lalu kenapa Zhao Kuangyin bisa mempelajari Ilmu hebat ini? Dilihat saat dia keracunan payah di istana Kaifeng, memang Zhao memiliki pegangan ilmu yang sangat tinggi. Racun 7 bubuk bunga adalah racun yang sama hebatnya dengan racun pemusnah raga. Tetapi, Zhao masih sanggup meloloskan diri dari kepungan musuh-musuh hebatnya. Apa yang dikhawatirkan Xia Rujian beserta Hikatsuka adalah kenyataan yang tidak bisa disangkal. Sampai sekarang, kemampuan asli dari Zhao kuangyin belum ada yang mengetahuinya bahkan sekalipun oleh Xia Jieji. Zhao terlihat menjurah ke arah depan kemahnya dengan sangat hikhmad. "Murid akan melaksanakannya dengan ketelitian yang sangat cermat. Harap guru mampu berjaga diri baik. Terima kasih atas kedatangan guru kesini...." tutur Zhao sambil tersenyum. Sesaat, suara orang tua tersebut tidak lagi terdengar. Namun, Zhao masih terlihat berlutut untuk mengantarkan sang guru yang telah raib entah kemana. Zhao yang telah bertemu dengan gurunya membuat perasaannya jauh lebih baik kembali. Sekarang, dia telah cukup mantap untuk menerima segala hal yang paling buruk sekalipun. Pemikirannya yang kusut telah berubah jernih dari keadaan sebelumnya. Keesokan harinya... Jieji telah kembali dari altar panggung batu di hutan misteri. Sekembalinya dia dari hutan misteri telah membuatnya mendapati banyak ilham. Hatinya sekarang telah berubah, setidaknya dia tidak ingin lagi terlalu terikat akan "masa depan" yang ditakutkannya. Dia merasa telah mempunyai sesuatu ide yang bisa dikatakan sangat nekad. Pei Nanyang dan Zhao kuangyin sejak pagi-pagi telah menunggunya di depan perkemahan suku Jiamojin. Begitu melihat Jieji datang, Zhao duluan menyapanya. "Adik kedua... Kamu telah siap?" Jieji melihat ke arah kakak pertamanya sambil menganggukkan kepalanya dengan tenang saja. "Kamu baru kembali dari hutan? Apa yang kamu dapatkan?" tanya Pei dengan mengerutkan dahinya. "Apa yang kita perkirakan sangat benar. Panggung telah hancur, mereka telah bertindak cepat." tutur Jieji sambil melihat ke arah Zeng.

"Jadi yang kita lakukan selain menunggu adalah tiada cara lagi?" tutur Zhao sambil melihat ke arah adik keduanya. "Betul... Kita kirim surat saja ke adik ketiga yang berada di Shandang untuk menyusul kita ke Kaifeng. Bagaimana kakak pertama?" tanya Jieji. "Bagus. Hanya inilah caranya." kata Zhao menjawab adik keduanya. "Aku akan mengikuti kalian juga ke Kaifeng. Bagaimana?" tutur Pei Nanyang kemudian. Keduanya terlihat menganggukkan kepalanya pelan. Tiga bulan kemudian... Di sebuah desa dari arah tenggara kota Chengdu... Seorang pemuda nampak disana berkuda sambil meneteng pedang panjang dibahunya. Pedang yang terbuat dari besi biasa tersebut nampaknya cukup berat. Namun, dia hanya santai-santai saja seperti sedang mengangkat pedang biasa. Dia terus menikmati dirinya sendiri dengan sangat santai sekali. Sampai dia telah tiba di hulu sungai Changjiang. Dia dikejutkan banyaknya orang-orang berkumpul disana. Sambil terus mengamati, dia menjalankan kudanya cukup santai. Disana, banyak imam yang memakai pakaian cukup aneh sedang menggiring seorang nona yang diikatnya ke rakit yang terbuat dari bambu. Hal ini memancing perhatiannya untuk melihat apa hal yang sedang terjadi. Segera, si pemuda turun dari kudanya untuk melihat keadaan. "Apa yang sedang terjadi?" tanya ke arah seorang kakek yang terlihat sangat cemas dan sedang melihat ke arah tengah keramaian. "Ini adalah saat pernikahan Dewa Sungai. Nona di tengah adalah nona dari desa Cheng yang tercantik. Dia akan ditenggelamkan ke tengah sungai untuk dijadikan istrinya." tutur kakek tua itu kepadanya. "Dewa Sungai? Memang ada hal semacam itu?" tanya pemuda ini heran. Hal tersebut membuat pemuda ini sangat bingung, bagaimana mungkin di zaman yang telah cukup maju masih ada hal-hal begituan yang tidak masuk akal sama sekali. Kata-kata Pemuda tersebut terdengar oleh ibu tua yang berada tidak jauh darinya. "Kau tidak boleh berkata-kata seperti itu... Semenjak 5 tahun lalu, kita selalu saja menenggelamkan seorang gadis cantik. Dan sampai sekarang tiada lagi banjir yang mencelakakan desa kami yang dekat dengan hulu sungai." Pemuda yang mendengar kata-kata ibu tua itu cukup terkejut. Dan segera dia melihat ke arah rakit yang telah di siapkan. Para imam terlihat sedang membacakan beberapa mantera sambil menjurah ke arah sungai.

Si nona cantik yang sedang terikat terlihat menangis sejadi-jadinya. Sementara itu, para imam tetap tidak mempedulikan keadaan si nona. Malah mereka kelihatan telah siap untuk "melemparkan" nona cantik itu ke sungai untuk dijadikan "istri" dewa sungai. Saat mereka hampir melakukan aksinya, terlihat seorang pemuda yang berlari sambil berteriak keras ke arah mereka. "Ie Ie..........." teriak seorang pemuda dengan suara panjang yang pilu sekali. Kontan semua khalayak disana tertuju ke arahnya yang sedang berlari kencang. Si pemuda yang baru sampai tersebut segera dicegat oleh beberapa imam laki-laki yang terlihat cukup tegap. Sementara itu, si nona yang sedang berbaring di rakit segera berusaha untuk melihat ke arah pemuda yang datang tersebut. "Wanqi..... Kamu telah datang akhirnya...." katanya dengan nada suara yang parau karena habis menangis sejadi-jadinya. Senyum di wajah nona cantik tersebut terlihat. "Lepaskan!!!!" teriak pemuda yang bernama Wanqi tersebut dengan berusaha untuk melepaskan genggaman para imam itu. Tetapi, sebelum dia berhasil melepaskan cengkraman para imam, dia telah ditinju dengan sangat keras oleh seorang imam yang berada di tengah itu. "Kalian keparat!!!! Gara-gara tidak mampu keluarga Xiang melunasi utang, kalian menangkap puterinya untuk dijadikan santapan Dewa Sungai. Semua hanya alasan kalian belaka....." teriak Wanqi yang telah berdiri habis ditinju oleh salah seorang imam. Para penduduk yang mendengar apa yang dikatakan Wanqi tentu cukup terkejut, mereka sama sekali tidak pernah tahu bahwa si nona cantik dan keluarganya telah berhutang uang pada para imam tersebut. Sementara itu, pemimpin dari para Imam segera datang mendekati Wanqi yang terlihat memegang pipinya yang kesakitan. "Kau adalah kekasihnya?" tanyanya ke arah Wanqi. Pemimpin dari para Imam adalah seorang wanita yang muda, wajahnya cukup lumayan cantik. "Betul... Jika kau tenggelamkan dia, maka kalian tidak akan hidup dengan tenang...." teriak Wanqi yang sangat marah sekali. "Kalau begitu, maka sekarang kau juga harus mengikutinya supaya tiada ancaman di masa yang akan datang..." jawab seorang dari para imam dengan sinis. Mendengar apa yang dikatakan oleh imam tersebut, si nona cantik bernama Ie Ie tersebut segera menyahut. "Kak Wanqi... Janganlah pedulikan diriku. Kamu pergi saja. Anggap kita tidak pernah berjodoh....." kata nona Ie Ie dengan lirih kepadanya.

"Tidak adik.... Aku akan menolongmu meski nyawaku taruhannya...." jawab Wanqi dengan sangat pasti. Di wajahnya tiada nampak rasa takut sedikitpun. Hal ini langsung mengundang para imam untuk bertindak. Tanpa mempedulikan apa ocehan mereka berdua lagi, mereka langsung menangkap pemuda bernama Wanqi tersebut untuk turut dilemparkan ke dalam sungai. Meski si pemuda memberontak, namun bagaimanapun dirinya sendiri yang tidak berkungfu tentu tidak mampu menghalangi imam yang cukup banyak disana. Pemuda yang memegang pedang panjang tersebut melihat semua hal yang terjadi disini. Dia diam, dan sesaat dia melayangkan lamunannya ke kejadian belasan tahun yang lalu. Di dalam pikirannya, dia mendengar sesuatu hal yang terus berdengung tanpa henti. "Kamu lukislah dia......." "Siapa dia sesungguhnya? Kenapa kamu hanya membawa mayatnya?" "Dia adalah istriku... Tidak ada orang lain yang mampu lagi melukisnya selain dirimu..." "Akan kuusahakan sebaik-baiknya." "Anggaplah semua budiku yang dahulu telah lunas semuanya...." "Tidak mungkin......" Semua pembicaraannya dengan seseorang yang sangat dihormatinya segera diingatnya. Sampai dia terkejut kemudian ketika dia mendengar sebuah hal. Wanqi telah siap untuk dilemparkan. Ie Ie yang telah kelihatan sangat lemah segera berteriak. "Sampai jumpa di kehidupan mendatang kak Wanqi...." Melainkan tiada takut, Wanqi yang digotong empat orang tersebut terlihat tersenyum sangat manis kepadanya. Di wajahnya terlihat mengalir air mata kesedihan yang sangat dalam. "Lemparkan!!!" teriak pemimpin imam yang berupa wanita muda yang cantik tersebut. Keempat anggotanya segera melaksanakan tugasnya. Wanqi telah dilempar ke arah sungai yang deras sekali. Semua yang melihatnya tentu sangat cemas dan terkejut. Bahkan banyak diantaranya yang memalingkan wajahnya tidak berani melihat. Air sungai Changjiang tentu sangat deras mengingat kondisi musim gugur yang telah banyak hujan. Dan bagi siapapun yang terlempar ke dalam pasti tidak pernah lagi punya kesempatan "hidup". Tetapi... Ketika Wanqi hanya sekitar 1 kaki mendekati air sungai yang deras. Dia terkejut oleh sesuatu benda yang telah berada di punggungnya. Sebuah benda yang panjang dan mirip penopang di punggungnya. Semua khalayak disana dan para imam tentu sangatlah terkejut melihat pemandangan di depan mereka. Pemuda yang sedari tadi memegang pedang panjang telah berada dekat sekali dengan aliran sungai. Tangan kanannya sedang membentangkan pedang panjang yang sedang menopang tubuh Wanqi. Pemimpin imam yang melihat tindakan pemuda tersebut langsung meneriakinya. "Siapa kau.. Apa urusanmu disini?"

"Aku hanya seorang penduduk di barat yang lewat..." tutur pemuda tersebut. "Kalau begitu, ini bukanlah urusanmu. Pergi kau...." teriak nona pemimpin para imam itu. "Aku datang dengan niat meramaikan pernikahan dewa sungai... Jadi tidak mungkin bagimu untuk mengusirku...." jawab pemuda itu seraya menurunkan Wanqi ke tempat tanah datar di samping sungai deras. "Terima kasih pendekar...." kata Wanqi dengan sangat hormat kepadanya. "Bagus... Kalau begitu, kamu boleh saksikan saja...." kata pemimpin imam tersebut. "Baiklah..." tutur Pemuda yang memegang pedang panjang itu dengan tersenyum. Tetapi barusan saja si pemuda menutup mulut, dia telah bergerak sungguh sangat cepat sekali. Tiada orang yang tahu kemana si pemuda pergi, namun hanya dalam sekejap dia telah balik ke tempatnya yaitu pas di depannya Wanqi. Pemimpin imam yang juga menyaksikan "hilang"-nya si pemuda tentu sangat terkejut. Selain itu, semua orang disana tiada yang tidak terkejut menyaksikan apa yang telah dilakukan si pemuda pemegang pedang panjang ini. Sekarang, dari pedang panjang yang dipegang pemuda telah tertidur seorang wanita tua yang merupakan anggota imam tersebut. Lalu, tanpa banyak berkata dia segera melemparkan ibu tua tersebut ke sungai yang deras. Hal ini tentu membuat semua orang sangat terkejut sekali. Tetapi lain halnya dengan pemuda tersebut, dia tetap diam saja menyaksikan bagaimana ibu tua anggota para imam itu tercebur ke sungai yang sangat deras itu. Pemuda segera mendekati tempat terceburnya wanita tua itu, dan langsung mengambil posisi jongkok untuk memeriksa dimana ibu tua yang telah tercebur ke sungai itu. Suara ocehan dari para penduduk segera terdengar fasih disana. Sementara itu, para imam hanya diam saja dan seakan tidak percaya hal yang telah terjadi tersebut. "Nenek tua itu tidak keluar lagi... Sepertinya kita perlu orang lain untuk membawanya keluar dari sana...." kata pemuda itu sambil berbalik melihat ke arah para imam. Para imam yang mendengar kata-kata pemuda tersebut kontan terkejut luar biasa. Tetapi kali ini tiada jauh berbeda. Di saat mereka belum sempat melihat apa yang terjadi, kali ini di pedang panjang si pemuda telah terangkut dua orang pria tegap yang tadinya salah satunya adalah orang yang menghajar Wanqi. Dan belum sempat mereka terkejut, keduanya telah merasakan aliran air yang sangat dingin membasahi serta menenggelamkan keduanya. Sementara itu, si pemuda segera berjongkok juga untuk melihat apa yang terjadi di sungai tersebut. Penduduk yang melihat tingkah si pemuda, tentu merasa sangat ngeri sekali. Beberapa di antaranya bahkan hampir pingsan melihat kelakuan pemuda tersebut. Namun, dengan tanpa reaksi di wajahnya, dia segera memalingkan wajahnya kembali ke arah para imam.

"Kedua orang itu tidak kembali juga. Sepertinya kali ini harus kita utus pemimpinnya untuk memanggil mereka balik..." tuturnya dengan nada datar yang penuh hawa pembunuhan. Nona pemimpin yang cukup cantik ini karuan terkejut luar biasa sekali. Namun, dia mampu menguasai dirinya. Segera dengan cepat, dia melemparkan sesuatu benda dari bajunya ke udara dan sambil berkomat kamit dengan cepat. Perubahan cuaca segera terjadi. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nenek Du dari tanah Heilongjiang di tempat yang tidak jauh dari tempat ini. Pemuda pemegang pedang panjang itu santai saja. Tetapi semua penduduk sungguh ketakutan menyaksikan tingkah pemimpin imam dan keadaan cuaca yang berubah sangat drastis dalam tempo yang singkat. "Kau telah membuat Dewa sungai marah!!!!" teriak beberapa penduduk yang menyaksikan kejadian ini. Nona di tengah yang berkomat kamit itu segera menunjuk cepat ke arah pemuda pemegang pedang panjang itu. Pemuda itu langsung merasakan hal yang sama yang pernah dirasakan Jieji. Keadaan langsung gelap gulita sekali baginya. Tetapi... Sebelum nona itu menjalankan aksinya lebih lanjut, dia telah sangat terkejut kemudian. Dirinya telah tertotok nadi dan sedang dalam keadaan tidur juga. Hebatnya, cuaca yang berubah sangat drastis tersebut telah kembali tenang. Para penduduk yang melihat ke depan kontan sangat terkejut luar biasa. Pemimpin imam telah berada tersandar dan tidur di atas pedang pemuda yang sedang membentangkannya. "Ampunilah aku....." teriak si nona cantik tersebut yang telah mendekati ajal. Sedang si pemuda yang mendengar apa kata-kata nona cantik tiada menghiraukannya sama sekali. Dia langsung melemparkan si nona cantik pemimpin imam ke sungai yang sangat deras. Berbareng, dia menghentakkan pedang ke arah jatuhnya si nona cantik ke sungai. "Nasibmu tergantung kepada Thien...." jawabnya tanpa terlihat ekspresi apapun. Pemimpin imam yang tercebur ke sungai telah hilang di telan arus yang sangat deras. Siapapun tidak mampu melihat apakah pemimpin tersebut selamat atau telah terbawa arus dan telah tewas tenggelam. "Nona cantik dikawinkan kepada Dewa Sungai. Hal itu benar sekali adanya." kata pemuda pemegang pedang panjang tersebut sambil menghela nafas. Setelah itu, dia langsung mengarahkan pandangannya ke arah para imam yang lainnya. Melihat tingkah dari pemuda, semuanya kontan berlutut minta ampun kepadanya. Pemuda tanpa menghiraukan segera menuju ke arah Wanqi. "Kau tolonglah kekasihmu dahulu... Minta para pejabat di kota Chengdu untuk menyelesaikan masalah ini." katanya sambil mengeluarkan sesuatu benda dari kantong bajunya. Sepertinya

apa yang dikeluarkannya adalah sebuah plat. Plat yang berbentuk persegi dan tertulis sebuah kata yaitu "Sun". "Terima kasih pendekar... Budimu tidak mampu kubalas selama hidupku sungguh..." katanya sambil menangis. "Kau jagalah kekasihmu baik-baik saja. Mengenai budi, kau lupakan saja...." kata pemuda pemegang pedang panjang itu seraya berjalan ke kudanya. Tetapi dia dihentikan oleh penduduk disana. "Kamu tidak boleh pergi......" Si pemuda heran melihat tingkah para penduduk tersebut. "Kenapa?" "Dewa sungai akan marah. Penduduk kita yang tinggal di daerah sungai akan musnah seluruhnya....." teriak mereka. "Ha Ha............" terlihat pemuda pemegang pedang panjang itu sambil tertawa keras. Tetapi dengan segera, dia mengambil buntalan yang sedang digantung di kudanya, mengeluarkan sesuatu kertas yang cukup besar serta sebuah pena. Semua orang melihatnya segera heran melihat tingkahnya. Namun si pemuda segera mencari batu besar untuk membentangkan kertas tersebut. Dan dengan gerakan tangan yang sangat cepat dia menggambar sesuatu. Semua penduduk tidak tahu apa yang dilakukannya, tetapi mereka hanya melihat saja tanpa berkomentar. Dalam sesaat saja, pemuda itu telah menyelesaikan gambarnya. Sementara itu, Wanqi dan Ie Ie kekasihnya telah berlutut di depannya. "Terima kasih pendekar....." tutur mereka berdua sambil menjurah kepadanya. Pemuda segera membantu membimbing keduanya berdiri dan seraya menyerahkan kertas gambarnya kepada Wanqi. "Apa ini pendekar?" tanya Wanqi. "Ini adalah gambar cara membedah sungai dan cara mengalirkan aliran sungai yang deras itu. Buatlah semuanya sesuai petunjuk yang kuberikan maka tiada lagi pernikahan Dewa Sungai yang selanjutnya." tuturnya dengan tersenyum ke arah keduanya. Langsung saja, dia berjalan ke kudanya. Tanpa banyak bicara, dia segera menaiki kudanya dan meninggalkan tempat tersebut. Tetapi, Wanqi terlihat berteriak ke arahnya. "Siapa nama pendekar besar???" "Sun Shulie..." Jawabnya pendek dan cukup keras sambil meninggalkan tempat itu.

BAB XC : KESIMPULAN

Siapakah sesungguhnya Sun Shulie tersebut? Dia datang sendirian saja ke daratan tengah, dan untuk mencari Xie Jieji yang pernah dikaguminya sebagai manusia yang luar biasa menurutnya. Sun Shulie berjumpa dengan Jieji dan kawan-kawannya di dalam kota Ye. Ternyata misteri yang terkandung selama ini terkuak juga akhirnya. Sun bernama asli Ming Ta. Seorang putera bangsawan dari Ming Jue. Ming Jue sendiri adalah kepala pasukan perbekalan di bawah komando Chai Rong, Kaisar dinasti Zhou akhir. Dan dari sinilah sebenarnya awal terkuaknya misteri kenapa "keluarga" Jieji sangat membencinya. Kasus pertama Jieji yang dipecahkannya adalah ketika dia masih berumur 14 tahun saja, yaitu 1 tahun sebelum wafatnya Chai Rong. Fu Xi, Xia Rujian, Hikatsuka Oda, dan Yeluxian sebenarnya adalah saudara angkat yang sangat kental rasa persahabatan pada awalnya. Xia Rujian, seorang kepala komandan pasukan Chai Rong saat itu telah berniat untuk mengkudeta kekuasaan Zhou akhir. Dengan bantuan dari kakak angkat pertamanya, Fu Xi. Mereka berniat mengambil kelangsungan kekuasaan dinasti Zhou akhir. Saat itu, yang paling berkuasa dan mempunyai pengaruh terbesar adalah Ming Jue, ayah dari Ming Ta (Sun Shulie). Namun dengan taktik yang maha sempurna dari Hikatsuka Oda, mereka berniat mencelakakan Chai Rong dan menimpakan kesalahan pada keluarga Ming. Tetapi... Ketika Ming Jue telah di hukum mati oleh Chai Rong, karena dicurigai membubuhkan racun pada tentara, sebab Ming sendiri adalah kepala pasukan perbekalan yang terkenal sangat arif dan pandai. Keluarga Ming Jue yang tinggal Ming Ta seorang saja dikejar untuk dibunuh, dan dalam perjalanan. Jieji yang muda bertemu dengan Ming Ta dan menjadi sahabat yang sangat rapat. Jieji yang lebih tua 1 tahun darinya saat itu, mengajarkan banyak hal yang luar biasa kepadanya. Sehingga kekaguman pemuda tersebut tiada batas kepadanya walaupun usianya saat itu sangat belia adanya.

BAB XCI : KESIMPULAN Dengan hanya berbekal keberanian dan inteligen tinggi, Xia Jieji yang muda berhadapan langsung dengan para pemimpin hebat dari pasukan Dinasti Zhou akhir. Dia hanya sendiri membawa putera terakhir Ming Jue, untuk memberikan keadilan kepadanya. Kasus I Xia Jieji akhirnya selesai setelah masih adanya hal yang janggal atas racun pada perbekalan tentara. Fu Xi yang merasa dirinya telah aman ternyata masih mengantongi bubuk racun itu sendiri. Setelah diadakan pemeriksaan, Fu terbukti dan mengakui semua perbuatannya. Xia Rujian sendiri telah menasehati Jieji berulang-ulang di depan para panglima pasukan Zhou akhir untuk tiada mengungkitnya. Tetapi hal ini malah membuat darah semangat mudanya semakin tinggi.

Di akhir kasus itu, Chai Rong yang sangat keras kepala bermaksud untuk melenyapkan Ming Ta yang karena rasa malunya telah salah membuat keputusan, tetapi sesegera kabut tebal memenuhi ruangan istana. Ming Ta ditolong oleh seseorang yang tiada sempat diketahui siapapun di ruangan itu. Ternyata yang menolongnya adalah orang misterius bernama Dewa Lao. Pembubaran menteri maupun jenderal di Istana membuat mereka merasa was-was dan sungguh tiada perasaan enak. Zhao kuangyin adalah orang yang tiada senang atas keputusan "salah"-nya Chai Rong yang telah menghukum mati Ming Jue. Tetapi, setelah terkuaknya misteri pembunuhan para tentara. Bukan saja Chai Rong tiada mengaku, tetapi malah karena rasa malunya masih berniat membunuh keturunan terakhir dari Ming Jue sendiri. Sejak kejadian di istana, Zhao terlihat sangat bersahabat rapat dengan Jieji yang umurnya masih jauh dibawahnya. Mereka memutuskan untuk mengangkat saudara 2 bulan setelah kejadian tersebut. Ming Ta terakhir juga adalah murid dari Dewa Lao, guru kedua dari Zhao kuangyin setelah Dewa Semesta. Dewa Lao adalah orang yang sangat aneh perangai dan sifatnya. Tiada orang yang pernah bertemu dengan dirinya secara langsung. Termasuk Zhao dan Ming sendiri sekalipun. Mereka sampai sekarang hanya pernah mendengar suara nya saja. Dewa Lao sendiri mempunyai beberapa ilmu yang hebat, dia mengklaim bahwa dirinya yang menciptakan jurus tapak Dewa Lao yang maha sempurna. Zhao mempelajari dengan lengkap semua ilmunya, meski tenaga dalamnya belum begitu kuat. Tetapi dirinya telah termasuk salah satu jago kelas no. 1 sejagad. Oleh karena itu, maka tiada heran Hikatsuka cemas agak berlebihan ketika mereka tidak sanggup menahan seorang Zhao yang telah keracunan bubuk 7 bunga.

BAB XCII : KESIMPULAN Zhao Kuangyi, adik dari Zhao kuangyin sendiri telah menganggap bahwa dirinya telah tiada tandingan dalam kerajaan milik kakaknya. Meski banyak pejabat dan menteri yang masih setia kepada sang Kakak, tetapi sepertinya Kuangyi sangat yakin bahwa dia mampu meneruskan usaha kakaknya tersebut. Apa yang diduga Jieji telah menjadi kenyataan, setelah berada dalam istana dan menguasai pemerintahan yang belum di serahkan langsung oleh Zhao kuangyin. Kuangyi melakukan gebrakan pertamanya yaitu " membunuh Chai Zongxun" / putera Chai Rong satu-satunya yang saat itu telah berumur 18 tahun. Nan hai (sebuah kota terakhir di selatan) sesaat menjadi tanah pertumpahan darah yang hebat. Chai Zongxun mengumpulkan prajurit yang telah berjumlah 20 ribu orang. Chai bermaksud melanjutkan usaha ayahnya yang telah di kudeta oleh Zhao kuangyin. Dia memiliki beberapa panglima yang bisa diandalkan yang masih setia pada ayahnya sendiri. Dengan berbekal 5 ribu prajurit saja, Zhao kuangyi mengutus Fei Rung yang merupakan jenderal kepercayaannya. Dan dalam 5 kali pertempuran dalam 1 bulan. Fei berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Semua panglima pemberontak tiada di beri ampun. Dan Chai Zongxun sendiri binasa dengan melompat dari tembok kota Nan Hai.

Istri Chai Zongxun yang masih mengandung bayi 6 bulan turut di bantai. Bahkan pembantu serta semua orang yang menjadi tamu Chai juga tiada habis dibantai oleh Kuangyi. Jumlah orang yang tiada berdosa dan dibantai mencapai hingga 200 orang. Di utara yang nan jauh, Kuangyin sang kakak hanya bisa menghela nafasnya menyaksikan apa yang dikerjakan adiknya. Tetapi yang hebatnya, Zhao kuangyi mengatas namakan Zhao kuangyin dalam bertindak. Jieji yang telah tinggal cukup lama bersama kawan-kawannya berniat melakukan perjalanan kembali sendiri. Dia juga berjanji kepada kakaknya akan menemuinya kembali dalam 2 bulan yang akan datang. Tiada orang yang bisa menebak apa yang akan dilakukan Jieji, melainkan hanya Sun Shulie seorang saja yang tahu dengan pasti apa yang akan dilakukan oleh Jieji.

BAB XCIII : KESIMPULAN Jieji telah sampai di Hefei. Hal pertama yang diselidikinya tentu adalah kediaman Wu Quan. Dilihatnya daerah yang dulunya merupakan Wisma terkenal Wu Quan itu telah tinggal kenangan. Bekas kebakaran belum sepenuhnya di bersihkan. Dari sini, Jieji menanyai warga yang tinggal dekat dengan daerah sana. Setelah menyelidiki belasan hari, akhirnya dia mendapati sesuatu bukti bahwa dia bukanlah pelaku pembunuhan sekeluarga Wu. Tetapi saat dia berniat kembali ke utara, dia dihadang oleh beberapa orang yang jago silat. Kesemuanya berpakaian pasukan Sung. Ini sungguh sangat menganehkan Jieji sendiri. Di antaranya, ada 6 orang yang diduga berkungfu yang cukup tinggi. Kesemuanya memegang tombak. Tetapi, dengan berbekal sebatang ranting saja Jieji berhasil "mengusir" para penyerangnya dengan Ilmu pedang tangan kirinya yang maha sakti tersebut. Sementara itu, di Ibukota. Zhao kuangyin, Wei Jindu dan Sun Shulie serta Dewa Ajaib telah sampai di bawah istana kota Kaifeng. Zhao yang berniat menunggu adik keduanya namun belum kunjung kembali. Maka akhirnya dia memutuskan untuk ke Kaifeng terlebih dahulu. Di sini, terjadi perdebatan yang luar biasa antara kakak beradik tersebut. Yang didebatkan adalah pemerintahan yang tirani dan bijaksana. Zhao kuangyin berniat membujuk adiknya sendiri. Tetapi menurut adiknya, dia lebih memilih tirani daripada pemerintahan yang lain. Kuangyin menyerah setelah 17 menterinya bunuh diri dengan melompat dari kota Kaifeng. Terakhir orang yang melompat ke bawah adalah Yuan ShangPen, atau perdana menterinya yang sangat bijaksana tersebut. Oleh karena itu, Zhao yang kelihatan telah putus asa langsung saja menyerahkan cap kekuasaan dinasti Sung kepada adiknya dan memberitahukan kepada Dunia bahwa dia telah sakit berat. Zhao kuangyi akhirnya naik tahta menggantikan kakaknya menjadi kaisar dengan gelar Sung Taizong. Seluruh keluarga Zhao kuangyin di serahkan kepadanya tanpa kekurangan apapun. Zhao kuangyin memindahkan seluruh keluarganya ke Dongyang (Wisma Oda) untuk sementara waktu. Setelah lewat 1 bulan, Zhao kuangyin dan kawan-kawannya telah berniat pergi ke Dongyang. Tetapi setelah mendekati kota Nanpi. Dia dihadang oleh beberapa pesilat tangguh.

BAB XCIV : KESIMPULAN

Zhao dan kawan-kawan sama juga dengan Jieji sendiri. Mereka berhasil mengusir para penyerangnya. Para penyerang bukanlah pesilat kaum rendah, namun pesilat yang tergolong tinggi ilmunya. Kelihatannya dari pakaian serta perawakan, Zhao dan Sun Shulie bisa menebak bahwa mereka semua berasal dari wilayah Persia. Tetapi tiada yang tahu maksud datangnya para penyerang tersebut. Isu akan turun tahta-nya Zhao kuangyin sungguh membuat Jieji cukup kebingungan. Dia sendiri masih berada di Luo Yang saat itu. Tetapi hal yang janggal juga masih ada baginya, yaitu adanya isu lain. Isu tersebut mengatakan bahwa sinar "emas" yang merupakan sesuatu yang luar biasa telah sampai di Iran(persia). Sebuah negeri di barat yang nun jauh sekali. Sesaat, diingatnya pesan dari pada Xue hung yang memintanya ke daerah barat untuk meninjau sesuatu disana. Tetapi, Jieji lebih mengutamakan untuk berkumpul kembali terlebih dahulu dengan para teman-temannya di kota Ye. Oleh karena itu, siang malam dia melanjutkan perjalanan kembali ke kota Ye. Xia Rujian, Hikatsuka Oda, Yelu Xian dan Zhu Xiang telah berhasil melatih ilmu pemusnah raganya Qin Shih Huang. Meski tenaga dalam mereka belum sekuat untuk mendalami secara penuh. Namun keempat pendekar tersebut telah sangat berbahaya bagi Jieji dan kawankawannya. Ditambah lagi dengan seorang Yue Liangxu yang telah sangat tinggi kungfunya, maka mereka berlima telah termasuk jago yang tiada tandingan di kolong langit. Kelima pendekar mengirim surat tantangan untuk bertarung kepada Zhao kuangyin dan kawankawannya pada bulan pertama hari Imlek, yaitu 15 hari setelah surat tantangan dikirimkan. Pei Nanyang serta Yuan Jielung yang mendengar tantangan tersebut juga berniat ikut ke daerah utara Bei Ping. Surat tantangan mereka berlima sengaja di gembar gemborkan dengan sangat luas. Entah apa maksud kelima pendekar dari Liao tersebut, tetapi tentu setiap langkah mereka tiada-lah hal yang benar baik. Imlek penanggalan China, hari pertama. Pendekar dari daratan tengah yaitu Zhao kuangyin, Wei Jindu, Sun Shulie, Yuan Jielung, Pei Nanyang, Huang Xieling serta Dewa Ajaib telah sampai di daerah tersebut. Namun mereka dikejutkan dengan banyaknya para pendekar dunia persilatan yang telah berada disana untuk menyaksikan pertarungan lima pendekar daratan tengah melawan lima pendekar dari Liao tersebut.

BAB XCV : Pendekar-Pendekar Aneh dari Persia "Kalian sudah datang?" seru Xia Rujian dari atas tembok kota Bei Ping yang megah tersebut. Sesaat, semua pendekar yang berkumpul sepertinya membuka jalan untuk orang yang baru datang tersebut. Di antara orang yang baru saja sampai tersebut, oleh para pesilat. Mereka hanya mengenal Yuan Jielung seorang yang merupakan ketua Kaibang yang kesohor itu. Zhao kuangyin berjalan paling depan diikuti oleh Pei Nan yang dan Yuan Jielung. Sedangkan Sun Shulie alias Ming Ta beserta Wei Jindu, Xie Ling dan Dewa Ajaib mengikuti dari belakang.

Zhao menatap tajam keatas saja. Sebelum dia hendak berkata, dia dipotong kembali oleh suara Rujian kembali. "Dimana anakku? Kenapa dia tidak datang bersama dengan kalian?" Kata Xia Rujian dengan senyuman penuh arti. Zhao hanya bungkam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Xia Rujian. Tetapi sesaat, dia melihat beberapa orang telah muncul disamping Xia Rujian. Adalah Yue Liangxu, Ye Luxian, Zhu Xiang, Hikatsuka Oda dan istrinya juga Wu Shan Niang telah berada di sana. "Dimana kakak ipar?" tanya Wei Jindu sambil melihat ke atas, ke sekeliling tembok kota Bei Ping tersebut. Maksud Wei sendiri adalah Yunying. Istri dari Xia Jieji. Wu Shanniang segera menarik Yunying keluar. Sepertinya Yunying sedang di totok oleh mereka semua. Entah apa maksud yang terkandung, tetapi sudah jelas bahwa Yunying kali ini tentu dijadikan perisai/tameng mereka semua. "Licik!!!!" teriak Sun Shulie dengan marah. Zhao hanya melihat ke arah Yunying yang kelihatannya tiada semarah saat berada di gurun pasir. Wajahnya terlihat murung dan seakan dirinya menganggap bahwa dirinya sendiri tiada punya harapan hidup lagi. "Oh? Kalian sengaja menyimpan Jieji?" Tanya Hikatsuka dengan senyuman yang sulit di mengerti. Zhao mengangkat tangannya untuk mencegah orang berkata lebih lanjut. Dia bermaksud memainkan sandiwara. "Adik kedua telah menuju ke arah utara..." Jawab Zhao kuangyin. "Utara?" kata Xia Rujian sambil keheranan. Sesaat, dia pandang ke arah Hikatsuka. "Jangan-jangan???" kata Yue Liangxu yang cukup terkejut juga. "Pasti dia menyerang tangsi Liao kita...." teriak Ye Luxian yang terkejut. Wajahnya langsung membiru. Tetapi Hikatsuka tiada berpandangan begitu, sesaat. Dia mengeluarkan jarinya untuk menghitung-hitung. Tiada berapa lama, dia tertawa sangat jenaka. Tentu sikapnya sangat mengherankan siapa pun yang berada di sana. Teman-temannya lantas heran saja. Sebenarnya Zhao kuangyin sedang berbohong untuk menipu, setidaknya hal tersebut bisa membuat goncang hati para lawannya yang sedang berada di atas. Dan jika benar saja Jieji sampai di tangsi tentara Liao, tentu mereka berlima mau tidak mau harus "pulang" dan tiada berani bertarung lagi meski hanya karena 1 kalimat yang keluar dari mulut Zhao kuangyin. Akan tetapi, di antara mereka semua. Masih terdapat seorang Hikatsuka Oda yang sangat jago menghitung dan sungguh orang yang termasuk sangat pintar adanya. "Kenapa kau tertawa?" tanya Yue Liangxu setelah tertawanya Hikatsuka Oda mereda.

"Dia ingin menipu kita..." Tunjuk Hikatsuka ke arah Zhao kuangyin. "Jieji 15 hari yang lalu masih berada di Luo Yang. Dan sehebat apapun anakku itu, dia tidak akan sanggup sampai ke tangsi kita dalam waktu yang hanya 15 hari. Meski dia memiliki 1 bulan pun, mungkin belum akan sempat sampai ke Heilong Jiang. Oleh karena itu aku tertawa...." jawab Hikatsuka dengan keyakinan tinggi. Mendengar penjelasan Hikatsuka, semua pendekar disana lantas bertepuk tangan kagum. Zhao yang dibawah telah tahu bahwa rahasianya terbongkar. Mau tidak mau dia harus berhadapan dengan mereka secara langsung. "Sekarang ada daya upaya apa lagi yang meski kamu lakukan?" tanya Hikatsuka ke arah Zhao kuangyin. Zhao hanya diam saja, dia menatap ke atas dengan tajam ke arah mereka. Sedang Dewa Ajaib yang berada di belakang sebenarnya telah tidak sabar lagi. Segera saja dia unjuk gigi. Dengan kecepatan yang luar biasa tinggi, dia mendaki tembok kota Bei ping. Dewa ajaib bukanlah pendekar kacangan, kecepatannya sebenarnya tidak kalah dibanding dengan 5 orang pendekar di atas. Namun kelihatannya para pendekar di sana sama sekali tidak ambil pusing. Mereka benar menunggu Dewa Ajaib untuk sampai disana. Tetapi... Sebelum Dewa ajaib menginjak tembok kota, Zhu Xiang telah datang secepat kilat ke tempat yang seharusnya dewa ajaib akan sampai sambil merapal tapaknya untuk diarahkan ke bawah. Melihat hal tersebut, Wei Jindu kontan terkejut. Dia mengenal jurus yang akan dikeluarkan Zhu Xiang, kakak seperguruannya itu. Inilah jurus ke 6 dari Tapak Buddha Rulai yang hebat tersebut. "Awas Dewa Ajaib!!!!" teriak Wei. Dengan adanya suara dari Wei, Sun Shulie segera melepaskan pedang besar yang dipikulnya. Lalu dengan kecepatan yang sangat tinggi, dia menyusul ke arah Dewa Ajaib. Dan memang benar, tapak Zhu Xiang segera menuju ke arah dada dari Dewa Ajaib. Sebuah hawa tapak yang luar biasa keras telah mendekati ke arah dada dari Dewa Ajaib. Dewa Ajaib sendiri tidak pernah tahu bahwa di dunia masih ada jurus yang demikian hebat untuk melakukan penyerangan dari atas kebawah. Sepertinya dia telah kelihatan pasrah saja di samping terkejut, tetapi dia tetap mengarahkan tapak untuk melawan jurusnya Zhu Xiang. Posisi Dewa Ajaib sungguh sangat riskan. Jika dia terpental akibat laga tenaga dalamnya melalui tapak dengan Zhu Xiang, maka dia pasti tewas karena terjatuh dengan kondisi kepala menghantam tanah mengingat jarak posisinya dengan tanah masih sangatlah tinggi. Semua hadirin disana tentu sangat terkejut melihat hal tersebut. Bahkan ada beberapa yang menutup mukanya karena sangat terkejut untuk menyaksikan seorang tua bakal jatuh dengan otak berhamburan di tanah. Sesaat, terdengarlah suara tapak berlaga yang sangat dahsyat. Dan memang benar, posisi Dewa ajaib tentu akan terjatuh dengan kepala menghadap ke bawah. Tenaga dalam yang beradu tadinya membuat Zhu Xiang terpental 4 langkah kebelakang. Tetapi, Dewa Ajaib malah semakin melesat menuju ke tanah.

Hanya 10 kaki sebelum Dewa Ajaib jatuh ke tanah, dia merasakan adanya tenaga dalam yang berputar hebat di pundaknya. Dewa Ajaib sempat berputar tiga kali kemudian dia dilemparkan seseorang dan mendarat ke tanah dengan baik sekali. Dewa ajaib mengalami luka dalam yang cukup serius, terlihat dia memuntahkan darah yang tidak sedikit. Tetapi memang dasar orang tua konyol, dia terlihat tersenyum geli ke arah penolongnya. Semua hadirin yang melihat tindakan pemuda berusia 30 tahunan menjadi sangat kagum. Bagaimana dia mampu menahan berat seorang yang jatuh dari ketinggian 40 kaki dengan sangat tenang. Tetapi, kelima pendekar beserta Wu Shanniang dan ibunya Jieji sangat terkejut. Mereka tidak menyangka adanya pendekar hebat lagi di kubu lawan. "Sungguh mata tiada terbuka... Ha Ha....." terdengar tawa Hikatsuka Oda. "Siapa kau?" tanya Yue Liangxu dengan tajam ke bawah ke arah Sun Shulie. "Dia adalah Sun Shulie alias Ming Ta. Putera terakhir dari keluarga Ming." jawab Xia Rujian. Xia Rujian memang mengenal tampang pemuda tersebut. Selain itu, sebenarnya Liao juga mempunyai mata-mata yang cukup banyak di daerah daratan tengah. Maka tiada heran, Xia Rujian telah mengenal pemuda berusia 30 tahunan tersebut. "Kalau begitu, denganmu kita juga punya dendam meski kau sendiri tiada pernah tahu..." kata Ye luxian sambil menunjuk ke arahnya. Sun hanya menatap tajam ke atas tanpa berkata-kata, di matanya tersirat banyak arti yang mendalam sambil melihat ke arah Yelu Xian. "Lalu bagaimana pertarungan ini? Apa kalian hanya mengirim surat tantangan kepada kita dengan cara sia-sia belaka seperti ini?" tanya Zhao kuangyin kemudian memecahkan keheningan sementara di lapangan tembok kota itu. "Bagus... Kelihatannya kalian telah tiada sabar... Sebenarnya hari ini berniat memancing kepiting, tetapi yang dapat hanya ikan kecil saja..." kata Xia Rujian dengan sangat angkuh. "Kalian berlima pilihlah... Kita bertarung dalam 1000 jurus. Jika ada yang sanggup menang 3 babak duluan, maka sandera ini menjadi milik kalian..." kata Xia Rujian seraya mengarah kan telunjuk ke arah Yunying. "Hm......" Zhao dan kawan-kawan sepertinya tiada berkata banyak. Sepertinya bagi mereka semua, tiada masalah. Sun Shulie sudah tahu apa maksud kelima pendekar tersebut mengajukan tantangan silat yang kelihatannya menguntungkan mereka. Tetapi dia merasa adanya hal yang cukup janggal juga. Sambil tersenyum pahit dia memandang ke atas tanpa berkata apapun. "Kamu tidak menanyainya kalau kalah bagaimana?" tanya Dewa Ajaib yang agak heran. "Tidak perlu ditanya, kalau kalah tentu semua kita akan jadi abu..." jawab Sun Shulie dengan tenang tanpa berekspresi.

Pei Nanyang dan Yuan Jielung tentu mengiyakan saja. "Jieji tidak datang, aku rasa kalian tiada punya peluang untuk menang..." kata Yelu Xian. "Meski dia datang dan disini pun, tidak akan mengubah semuanya... Bukan begitu? Adik seperguruan?" kata Yue Liangxu kemudian dengan sinis sambil memandang ke arah Yunying. Sementara itu, Yunying hanya memalingkan wajahnya untuk tidak melihat ke arahnya. "Karena kalian adalah tamu, maka kalian boleh memilih siapa yang akan menjadi lawan kalian? Bagaimana?" teriak Ye Luxian ke arah bawah. "Bagus..." jawab Zhao kuangyin. Entah apa yang menjadi penyebab kelima orang tersebut sangat yakin mampu menang akan pendekar Sung. Tetapi mungkin saja disebabkan karena mereka sangat yakin akan kemampuan mereka sendiri ataukah ada sesuatu hal yang lainnya? Zhao kuangyin dan kawan-kawan segera berunding. Tidak perlu waktu yang lama mereka telah bersepakat. "Adik ipar harus ditolong mau tidak mau. Sekarang adik kedua belum sampai juga. Kita harus membuat keputusan sendiri..." kata Zhao kuangyin. "Baik... Aku akan melayani Zhu Xiang.." jawab Wei Jindu. "Kalau begitu berikanlah lawanku Hikatsuka.." kata Pei Nanyang. "Sekarang tinggal Xia Rujian, Yelu Xian dan Yue liangxu. Aku rasa lebih bagus aku bergebrak dengan Yue Liangxu.." Kata Zhao kuangyin. "Kalau begitu Xia Rujian akan bertarung denganku." kata Yuan Jielung kemudian. "Dengan begitu lawanku tentu adalah Yelu Xian." kata Sun Shulie kemudian. Zhao kemudian berteriak ke atas dengan menentukan siapa yang bertarung dengan siapa saja. "Mereka membuat kita seperti boneka saja... Kita sepertinya harus menuruti permintaan mereka, terutama dalam penentuan babak." tutur Sun Shulie sambil tersenyum melihat ke atas. Zhao, dan Pei Nanyang setuju dengan apa yang diucapkan oleh Sun Shulie. Dan memang benar apa perkiraan Sun Shulie, mereka mengajukan babak pertarungan. Semua babak pertarungan sungguh merugikan pihak Zhao kuangyin. Karena babak pertama pertarungan dimulai antara Wei Jindu dan Zhu Xiang. Sedangkan babak kedua dilanjutkan dengan Sun Shulie melawan Yelu Xian, dan babak ketiga Zhao kuangyin dengan Yue Liangxu. Babak keempat dilanjutkan Pei Nanyang melawan Hikatsuka Oda, serta babak kelima Yuan Jielung melawan Xia Rujian.

Disini telah terlihat hal yang sungguh merugikan pihak Zhao kuangyin. Wei Jindu boleh dikatakan sebagai pendekar yang terlemah di antara semuanya. Tetapi dia mendapat lawan tangguh di babak I. Sedang babak kedua, lawan tiada mengetahui seberapa hebat Sun Shulie, maka menurut pandangan mereka bahwa 1 orang Yelu Xian telah sanggup mengatasi Sun Shulie. Dan babak ketiga adalah babak yang paling merugikan Zhao kuangyin dan kawankawannya. Semua tahu bahwa Yue Liangxu-lah pendekar tertangguh, tetapi dia-lah yang kemudian akan menjadi penentuan kemenangan mereka. Pei Nanyang dan Yuan Jielung adalah 2 orang pendekar yang dianggap paling hebat di antara mereka semua. Tetapi mereka tentunya sengaja untuk mengatur pertandingan mereka berdua adalah yang ke 4 dan ke 5. Jika babak 1,2 dan 3 telah di menangkan, maka tiada gunanya untuk bertarung lebih lanjut lagi pikir mereka. Yuan terlebih lagi, sebab mereka pernah mengeroyoknya berlima namun hasilnya Yuan masih tetap tangguh dengan jurus 18 tapak naga mendekamnya. Semua pesilat yang hadir tentunya merasa sangat beruntung sekali sebab mereka bisa menyaksikan kehebatan pertarungan antar pendekar no 1 sejagad itu. *** Dimanakah Xia Jieji berada sebenarnya saat pendekar Liao mulai menantang pendekar dari Cung Tu(dataran China). Setelah perjalanannya ke Hefei, dia sangat yakin bahwa Wu Quan dan sekeluarganya masih hidup dengan sangat baik di suatu tempat. 15 hari sebelum terjadinya pertandingan silat di bawah Kota Beiping... Bertemunya dia dengan pendekar dari Persia membuatnya yakin bahwa Wu sekeluarga sekarang ada di kuil Shaolin. Melalui perantara biksu tinggi Wu Huan dari kuil Shaolin, Jieji berangkat dari Luo Yang menuju ke Sung San(Mt. Sung/ Gunung Sung) ke biara ternama Shaolin tersebut. Biksu Wu Huan yang semenjak dahulu cukup kagum akan sikap kepahlawanan Jieji, dari perjalanan kota Luo Yang, mereka banyak berbicara banyak mengenai ilmu kungfu. Sampai banyak hal juga dibicarakan. Mendekati bawah kaki gunung Sung, sepertinya Jieji memperlambat laju kudanya. Wu Huan yang melihat ke arah Jieji, segera menanyainya. "Pendekar Xia sepertinya sangat mencemaskan keluarga Wu?" tanya Wu Huan yang melihat kondisi Jieji yang sepertinya sering mengerutkan dahinya sepanjang perjalanan itu. "Betul... Dengan masih hidupnya keluarga Wu, maka kebenaran akan jelas semuanya. Tetapi adalah hal lain lagi yang membuatku masih cemas benar ..." tutur Jieji dengan perasaan yang masih bercampur aduk. "Maksud pendekar adalah bahwa Wu Shanniang yang menjadi ibu daripada istri anda? Anda takut bahwa masalah baru akan datang lagi?" tanya Wu Huan kembali. "Betul... Itulah masalah yang utamanya. Tetapi jika Yunying sendiri melihat bahwa ayahnya masih hidup dengan baik, entah bagaimana jadinya? Dan satu hal lagi yang betul mengganggu pikiranku selama ini.." tutur Jieji dengan terus terang.

"Biksu dilarang untuk berpikiran kotor. Maka daripada itu, ada beberapa pendapat saja yang perlu kusampaikan kepada anda. Yunying mungkin hanyalah sandera yang paling berguna nantinya kelak..." tutur Wu Huan kembali. "Betul perkataan Maha biksu.. Tidak peduli bagaimana jadinya, aku tidak akan menyerah untuk mengungkapkan kebohongan tersebut. Aku sudah punya daya upaya tersendiri, hanya saja......." jelas Jieji sambil mengerutkan dahinya kembali. "Lakukanlah apa yang paling penting menurut anda. Buddha selalu berada di dalam hati orang yang bekerja sesuai dengan kebenaran. Entah apapun keputusannya, pasti adalah yang terbaik adanya." jawab Wu Huan kembali. Jieji tersenyum melihat ke arah Wu Huan. Tidak berapa lama, Jieji mengungkit apa yang dilihatnya ketika di panggung batu utara Mongolia, Hutan misteri. Sambil mengeluarkan sesuatu dari kantung baju, Jieji memperlihatkan sebuah buku. Dia memberikannya kepada biksu Wu Huan yang berada di atas kuda. Wu mengambilnya dengan cermat, dia melihat ke arah buku yang sampul sebelah kirinya tertulis kitab Ilmu Jing Gang. Wu yang melihat sampulnya saja langsung terkejut luar biasa. Keringat dingin di dahinya segera membasahi seluruh mukanya. "Kenapa kitab ini? Kenapa??" tanya Wu Huan sambil megap-megap. Wu tahu betul bahwa ilmu tertinggi Shaolin adalah Ilmu Jing Gang. Dia yang melihat buku dengan sampul judul Ilmu Jing Gang tentu membuat sangat terkejut. "Tidak mengapa Biksu... Buku ini kutulis dengan sendirinya, kemudian akan kuserahkan ke Shaolin. Sungguh suatu kebetulan yang bagus aku bertemu denganmu..." tutur Jieji sambil tersenyum. Wu Huan sungguh bingung sambil melihat ke arah Jieji. Dia ingin berkata, tetapi dari mulutnya sepertinya tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. "Buku ini kusalin karena melihat fenomena panggung batu di hutan misteri. Kabarnya Shaolin hanya mempunyai 7 tingkatan ilmu tersebut, namun di panggung batu terpampang 9 tingkatan tenaga dalam Jing Gang-nya Shaolin. Bagaimanapun ini kungfu berasal dari Shaolin, maka menurutku adalah pantas jika di kembalikan saja..." tutur Jieji kembali dengan tersenyum. Wu Huan yang mendengar penjelasan Jieji, segera merapatkan kedua tangannya beranjali memberi hormat ke arah Jieji. "Sungguh anda adalah orang yang bijak sekali. Semoga buddha memberkati anda." tutur Wu Huan yang kelihatannya sungguh sangat girang sekali. Jieji berkong-ciu (merapatkan kedua tangan dengan menggenggam) untuk memberi hormat ke arah Wu Huan kembali. Mereka terus melakukan perjalanan. Sampai sekitar 1 jam kemudian, mereka telah mendekati biara Shaolin yang ternama tersebut. Tetapi, sebelum benar sampai. Jieji telah merasakan sesuatu yang cukup mengherankan. Dia segera berhenti di tengah jalan. Sambil menatap tajam ke atas.

Wu Huan yang melihat tingkah Jieji, segera mengatur kudanya untuk mendekati Jieji kembali. "Ada apa pendekar muda? Apa sesuatu telah terjadi?" tanya Wu yang cukup heran melihat tingkah Jieji. "Di atas sepertinya sedang berkobar perang..." tutur Jieji sambil menutup matanya untuk berkonsentrasi. Tidak berapa lama, Jieji membuka matanya. "Kuil Shaolin sepertinya sedang di serang..." kata Jieji sambil menunjuk ke atas. Wu Huan sangat bingung mendengar apa yang dikatakan Jieji. Kuil Shaolin memang nampak, tetapi dia sendiri tahu masih sangat jauh sekali kuil itu. Mata biasa memang sanggup memandang ke arah kuil. Tetapi besarnya kuil yang nan jauh itu masih tidak sebesar sebutir beras jika dibandingkan. Mungkin hampir mencapai 2 li. "Kita harus cepat!" tutur Jieji dengan segera menggerakan tali kudanya untuk mendaki gunung Sung. Wu Huan yang tiada mengerti apa-apa segera menyusul Jieji dengan cepat juga. Tidak sampai 1/2 jam, Jieji telah berada di depan pintu gerbang kuil Shaolin bersama Wu Huan. Wu adalah orang yang paling terkejut, dia melihat pintu gerbang Shaolin telah hancur di dobrak. Dari agak jauh dia melihat ke dalam, sekitar 20 orang para biarawan sepertinya telah tergeletak bersimbah darah. Jieji segera turun dari kudanya dan melaju pesat ke depan diikuti oleh Biksu tua Wu Huan ini. Hanya sekejap, mereka telah berada di lapangan yang cukup luas. Sekitar 20 orang segera dilihat sebentar oleh mereka berdua. "Ini ilmu tombak persia itu?" tutur Wu Huan sambil mengerutkan dahinya setelah melihat mayat para biarawan tersebut mempunyai luka yang sama di leher tenggorokan masingmasing. "Mereka telah tewas..." tutur Jieji sambil memandang tajam ke dalam. Tetapi dia sendiri tidak ayal, maka segera pendekar ini bergegas masuk ke dalam. Dari arah lapangan, mungkin masih sekitar 2 li lagi baru sampai ke balai utama. Dari balai utama terdengar suara pertarungan, sehingga mereka langsung saja menuju ke sana. Di dalam balai utama yang luas tersebut, telah berjatuhan cukup banyak korban. Banyak biarawan yang tidak berdosa tersebut telah hampir memenuhi seluruh ruangan. Sementara itu sepertinya tiang penglari dari kuil pun telah terbacok, tertusuk banyak senjata tajam. Ruangan yang bersih tersebut telah menjadi sungai darah yang telah mengering. Di sini tampak 2 orang perempuan sedang memegang golok. Seorang biksu tua sedang merapatkan kedua tangannya dengan cukup bersiaga. Sementara di belakang mereka, tertampak seorang yang tua dengan rambut yang hampir memutih sedang tiada berdaya sambil memegang dadanya sendiri.

Sedang dari arah depan, terlihat 8 orang yang bersenjatakan tombak panjang. 8 orang pemuda tersebut sepertinya sedang menatap tajam ke dalam. Tiada lama, 8 pemuda segera menyerang serempak ke arah Biksu yang di tengah tersebut. Biksu yang melihatnya, segera beranjak maju dengan tapak yang sudah di siagakannya. Sedang kedua wanita muda juga segera melakukan perlawanan. Kedua wanita muda sepertinya menggunakan ilmu golok keluarga Wu, dengan cukup tangkas mereka menahan ilmu tombak yang hanya mengincar leher mereka berdua. Hanya dalam beberapa puluh jurus, sepertinya kedua wanita tersebut telah kecapaian. Sebab bagaimanapun mereka bertarung, golok sangat susah melawan senjata tombak yang panjang itu. Golok adalah senjata yang panjangnya sungguh tiada memadai untuk melawan tombak. Selain itu, sepertinya tombak orang tidak dikenal ini jauh lebih cepat pergerakannya daripada orang yang mengejar Wu Huan sampai ke Luo Yang beberapa hari yang lalu. Si Biksu tua sepertinya juga mengalami hal yang sama. Dia hanya terlihat menghindar dan sesekali dia menepis tombak yang sangat cepat gerakannya itu. Kedua gadis sementara terlihat sudah sangat lelah sekali. Mereka berdua sepertinya telah menyerahi nasib kepada langit saja. Tetapi... Pada saat yang benar genting, pendekar tak dikenal sekalian sepertinya membalikkan badan ke arah pintu besar balai utama tersebut. Hanya berselang sesaat, mereka memutar tombak dengan sangat cepat sekali ke depan. Secara serempak, kedelapan orang tersebut sepertinya ingin menepis sesuatu hawa yang datang sangat cepat dan keras itu. Namun sebelum tombak hampir di arahkan ke "benda" yang datang itu. Kesemuanya seakan berbalik arah ke samping. Tanpa tahu di antara 6 orang telah tertampar mulut masing-masingnya. Dan dengan cepat pula mereka berenam terpental menabrak tiang penglari kuil tersebut, lantas jatuh dan bergulingan ke lantai. Sementara itu, dua orang lainnya berhasil mematahkan serangan aneh yang hampir tiada berwujud ini. Hanya terdengar suara. "Krakkk!!" Suara yang lumayan keras. Kedua orang yang beruntung ini adalah kedua yang berada paling jauh dari enam orang sebelumnya. Mereka terkaget sebentar ketika melihat benda yang telah menjatuhkan keenam teman mereka sekaligus. Hanya bambu yang sudah terkoyak tersebutlah yang mengarah ke arah mereka sesungguhnya. Keduanya langsung berkeringat dingin mendapatinya. Mereka sempat memandang sesamanya dan sempat memandang sekeliling. Dilihat ke arah bawah pijakan lantai di depan mereka. Benda yang merupakan bambu yang terkoyak itulah yang seakan membentuk sebuah tulisan aksara China. Lalu dengan mengamati dengan cermat, maka ke enam bambu yang telah terkoyak tersebut tertulis tulisan "ENYAH" (Kuen). Keenam orang yang terluka dalam itu telah berangsur berdiri. Mereka juga terheran menatap ke arah pintu yang hanya terlihat cahaya yang agak terang. Tetapi tidak sanggup melihat siapapun sedang berada di sana. "Siapa kau? Keluar tampakkan dirimu..." Demikianlah para pendekar tersebut berteriak.

Tetapi tidak berapa lama, mereka telah merasakan hawa kehadiran seseorang yang sedang berjalan dengan cukup pelan memasuki ruangan balai utama itu. Seorang yang lumayan tinggi besar sedang berjalan dengan sangat berwibawa ke dalam. Kontan 8 orang yang melihatnya cukup terkejut. Mereka melihat seorang yang lumayan tua dengan rambut putih yang berurai, di tangan kirinya tergenggam kipas pendek. Sementara itu tangan kanan orang yang datang tersebut hanya membelakangi dirinya sendiri. "Siapa kau?" teriak salah satu dari ke 8 pendekar tersebut. Namun orang yang datang tersebut tiada menghiraukannya. Dia berjalan dengan pelan ke depan untuk melihat keadaan. Sementara itu, mereka semua juga melihat ke arah orang yang datang bersama pendekar aneh tersebut. Seorang biksu tua yang mempunyai wajah yang penuh welas asih. Biksu di ruangan tengah yang telah melihat Biksu tersebut segera mengambil jalan melingkar untuk mendekati biksu tua tersebut. "Paman guru Wu Huan... Maafkan diriku yang tiada mampu ini...." katanya sambil menangis di depan biksu Wu huan tersebut. Wu Quan dan kedua puterinya yang melihat ke arah Jieji cukup heran juga. Mereka sepertinya mengenalinya sebagai Jieji. Tetapi kenapa dia bisa berubah begitu dahsyat. Rambut pemuda yang hanya berusia 30 tahunan ini telah hampir memutih semua. Bahkan warna hitam sebelumnya telah berubah menjadi agak keabuan. "Nak Jieji???" kata Wu Quan yang sepertinya telah terluka dalam parah. Jieji hanya memandang sekilas dan tiada lama ke arah ayah mertuanya. "Ayah mertua... Cukup susah membiarkanmu sendirian disini. Ini adalah kesalahanku..." Kata Jieji sambil mengakui. "Kau!!!" teriak salah seorang pendekar di antara 8 orang tersebut. Jieji langsung melihat dalam ke arah orang yang berteriak tersebut. Di pandangnya pendekar tersebut cukup lama, kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah yang lainnya. Pakaian para pendekar sungguh aneh dan berbeda dengan kaum persilatan umumnya. Pakaian mereka tidak mirip dengan pakaian para jago yang telah mengeroyoknya sendirian di kota Luo Yang tersebut. Tetapi dari sini, Jieji mengambil kesimpulan bahwa ke delapannya adalah pendekar dari Persia karena perawakan orang Persia jelas jauh beda. Orang Persia lebih tinggi bentuk tubuhnya dan kulit mereka pun rada putih dengan hidung yang agak mancung. Sesaat, dia teringat akan murid perempuannya, Huang Xieling. "Ada apa kalian semua datang kemari?" tanya Jieji sambil menatap dalam ke arah mereka satu persatu. "Mereka ingin kita mengeluarkan kitab Jing-gang dan kitab 72 teknik tenaga dalam Shaolin." jawab biksu yang lumayan tua yang telah berada di depan biksu Wu Huan tersebut.

Kitab Jing-gang pernah "hilang" dua ratus tahun yang lalu. Lalu tetua Shaolin yang bernama Hui Guan sempat membawanya pulang kembali ke Shaolin, namun Kitab Jinggang-nya Shaolin dari Hui Guan hanya 7 tingkat. Sungguh beruntung Jieji mendapati seluruh ilmu dari kitab tersebut di hutan misteri, Mongolia. Sedang ilmu 72 teknik tenaga dalam adalah pelatihan tenaga dalam dasar untuk melanjuti Ilmu tingkat tinggi Shaolin. Sebenarnya kedua Ilmu sakti tersebut harus dibarengi latihannya. Beruntung sekali Jieji sanggup cukup mudah menguasai Ilmu Jing-gang secara lengkap karena di dalam tubuhnya telah terdapat tenaga dalam hawa murni yang luar biasa dahsyatnya. "Ini pertanda tidak baik... Kita tunggu sampai pendekar balai timur sampai, sementara itu kita bisa undur waktu..." tutur pendekar yang ditengah tersebut kepada kawannya sambil berbisik setelah melihat keadaan. "Pendekar balai timur? Katakan kenapa banyak sekali orang persia mengacau disini?" jawab Jieji yang jelas mendengar bisikan sekelompok pendekar itu. Ke 8 kontan terkejut, mereka memandang sambil melotot ke arah Jieji yang hanya sendirian itu. "Hm... Apa kata-kata kita telah diketahuinya. Jadi tunggu apa lagi?" kata seorang lainnya sambil bersiaga dengan tombak di tangannya. Sementara ke enam orang lainnya langsung "mencari" tombak masing-masing yang tadinya terpental mengikuti tuannya yang di"tampar" bambu kecil yang lentur itu untuk bersiaga kembali. Ke-delapan orang tersebut sepertinya telah siaga dengan benar dan terlihat sangat serius sekali menatap ke arah tengah dimana Jieji berada dengan tenang. Maka mau tidak mau bagi mereka, ini adalah pertarungan hidup mati karena mengetahui musuh di depan mereka bukanlah orang sembarangan. Lalu, tanpa banyak berkata lagi. Mereka berkeliling dengan kecepatan tinggi, sepertinya sedang membentuk formasi. Lalu dengan cepat ke-4 orang langsung menyerang ke arah tengah dengan tombak yang di tusukkan sangat keras dan cepat. Tentu incaran mereka tiada lain adalah tenggorokan lawannya. Kecepatan tombak kali ini jauh lebih cepat daripada ketika pertarungan barusan tersebut. Namun Jieji hanya diam-diam saja sambil menunggu saat yang tepat. Wu Quan dan kedua puterinya Wu Linying dan Wu Jiaying kontan berteriak karena terkejut. "Awas!!!!" Tetapi Jieji hanya diam saja tanpa menunjukkan reaksi apapun. Maka, saat tombak hanya sekira seinci di depan tenggorokannya. Mendadak keempat orang tersebut kehilangan sesuatu. Keempat orang tersebut kontan keheranan. Di dalam ruangan, tiada orang yang mampu melihat apa yang sedang di lakukan Jieji. Bahkan Wu Huan dan Wu Quan hanya melihat Jieji mengibaskan lengan kirinya sebentar. Lalu timbul suara yang cukup berisik menghantam ke tanah.

"Trangggg...." beberapa kali. Tiada berapa lama, pendekar-pendekar merasa tangan kesemuanya kesemutan sangat. Dan ketika mereka melihat ke depan, mereka sudah tahu bahwa 4 tombak itu telah berada di lantai. "Setan...." kata-kata yang terdengar keluar dari bibir masing-masing. Ke empatnya langsung megap-megap dengan mulut yang tenganga terbuka lebar dan mata yang menyiratkan bahwa adanya "ketidakpercayaan" melihat apa yang sedang terjadi di depan mereka. Namun sebelum mereka benar sadar. Sesaat saja, keempatnya langsung terpental dengan luka dalam di dada mereka. Keempat orang yang berada di depan tersebut yang mengelilingi Jieji segera terpelanting dan tiada lagi tenaga untuk benar bangkit. Tetapi Jieji tidak benar ingin melakukan pembunuhan. Maka meski keempatnya sepertinya sudah "tewas" namun sebenarnya keempatnya telah pingsan tak sadarkan diri. Sedang keempat kawan mereka yang di belakang ingin mengambil kesempatan. Jika mereka melihat Jieji beranjak menghindar, maka keempat orang di belakang akan maju menyerang seraya mengepung. Namun, sebelum mereka semua benar bergerak. Maka kawan-kawan mereka telah jatuh tidak sadarkan diri. Mereka hanya sanggup menganga membuka mulut tanpa mengetahui apa yang telah terjadi. Sebenarnya apa hal yang sedang di lakukan Jieji? Inilah kedahsyatan ilmu pedang tangan kiri Jieji yang baru dilatihnya tiada lama tersebut. Ketika Wu Quan dan Wu Huan melihat dia mengibaskan lengannya. Maka Kipas itu telah bergerak 1 lingkaran penuh dengan kecepatan yang sangat luar biasa yang tidak mampu dipandang mata orang awam maupun pesilat kelas tinggi sekalipun. Kipas "menampar" tangan keempat penyerangnya. Kemudian dengan gerakan yang tiada terlihat, kipas juga "menampar" dada keempat orang yang mengelilinginya itu. Jadi perputaran tenaga Ilmu pedang tangan kiri ini hanya 2 kali dikerahkan saja. "Enyah-lah... Tetapi setiap orang harus meninggalkan lengan kanannya disini..." tutur Jieji dengan sangat dingin dan berwibawa. Tentu keempat orang lainnya sungguh sangat terkejut. Jika saja Jieji menginginkan "lengan kanan" mereka semua. Maka apa bedanya mereka dengan orang cacat? Mengingat ilmu tombak adalah ilmu yang mengandalkan 2 buah tangan untuk bergerak secara flexibel dan dinamis itu. "Amitabha... San Cai.. San Cai..." tutur Biksu Wu Huan ke arah tengah seraya menengahi. "Pendekar disini meski jahat, tetapi apa bedanya kita para kaum biarawan dengan mereka jika..." Namun, sebelum biksu Wu Huan benar ingin melanjutkan kembali. Jieji telah merasakan sesuatu hawa yang sangat kuat sedang mendatangi arah tengah biara. Lalu Jieji memberi kode ke arah Wu Huan yang juga sama merasakan datangnya pesilat hebat ke arah mereka tersebut.

Sesaat, angin disana telah terasa tidak ramah lagi. Perputaran angin di dalam seakan telah "terhisap" oleh sesuatu hawa ke depan pintu balai utama ruangan Kuil Shaolin tersebut. Siapapun tahu bahwa di luar ada seorang yang hebat mendatangi dengan gerakan tenaga dalam nan tinggi. "Ha Ha.... Pendekar balai timur telah sampai..." kata keempat orang tersebut dengan kegirangan sangat. Sebenarnya kemampuan ke delapan pesilat sudah bukan kemampuan pendekar biasa. Kemampuan ilmu senjata mereka tiada satupun kalah dengan kemampuan ketua partai Hua Shan, Yang Xiu dalam memainkan senjata. Bedanya Yang Xiu ahli pedang, namun mereka berlapan adalah ahli tombak. Pendekar balai timur diyakini mereka berdelapan adalah pendekar yang sungguh hebat yang ikut dalam gerakan menyerbu Shaolin. Entah partai apa dalam pertarungan untuk memperebutkan kitab ternama perguruan Shaolin. Tetapi para pendekar yang datang dari Persia tersebut tentu tiada bermaksud baik adanya. Sementara itu, Jieji hanya diam dan melihat tajam ke depan ruangan balai utama itu sambil menyunggingkan senyuman yang sulit dilukiskan oleh kata-kata apapun.

BAB XCVI : Puteri Persia Yang Jago Silat Gerakan ringan tubuh orang tidak dikenal tersebut memang sungguh tinggi. Jieji tanpa melihat pun tahu bahwa orang yang bakal datang tersebut kemampuannya bakal tidak di bawah ukuran orang biasa. Mungkin kemampuan tenaga dalamnya sudah tidak di bawah kakak angkatnya, Zhao kuangyin. Atau bahkan lebih daripada itu. Tiada lama, maka telah tiba juga seseorang di depan pintu itu. Siapapun tahu dari gerakan orang tersebut adalah ilmu meringankan tubuh yang lihai. Tetapi, siapapun tidak tahu bahwa orang yang datang tersebut ternyata adalah seorang wanita. Yah... Wanita cantik... Jieji sempat terkejut melihat tampang pendekar yang datang tersebut. Wanita yang datang tiada lain mungkin hanya seorang nona saja, umurnya mungkin hanya belasan atau paling tua 20-an saja. Wajahnya putih bersih dan sungguh mulus sekali. Perawakannya cukup tinggi. Dan jika dibandingkan dengan Yunying, maka wanita muda tersebut termasuk jauh lebih tinggi daripadanya. Pakaian wanita tersebut terbuka di daerah pusarnya, dan inilah pakaian wanita khusus Persia. Selain itu, pakaian wanita tersebut juga menonjolkan lekuk tubuhnya yang cukup aduhai. Wanita "hebat" tersebut hanya berjalan perlahan ke depan. Dia menyapu seluruh isi ruangan disana. Perlahan tapi pasti, dilihatnya 2 orang biksu tua yang saling berdekatan. Dan 4 orang murid dari partainya sendiri juga seperti linglung mendapatinya telah sampai. Sesaat dia memalingkan matanya ke arah kanan, dilihatnya 2 wanita muda beserta seorang tua yang telah kepayahan. Sedangkan 4 orang temannya sendiri telah terkapar tidak berdaya. Kemudian sinar matanya tidak berhenti di sana saja, lantas bergerak ke arah seorang pemuda yang kelihatannya

cukup tua baginya. Seorang pemuda yang hanya berdiri santai dengan wajah yang sungguh terang serta bibir yang tersungging manis melihatnya. "Kau...? Kau yang melakukannya?" tanyanya dengan nada yang terkesan marah. Wajah si nona yang cantik itu seketika berubah menjadi merah padam. Sepertinya dia sungguh marah mendapati keempat "temannya" terkapar di lantai tiada berdaya. Dengan mengangguk pelan dan tanpa menghilangkan senyuman di bibirnya, pemuda ini mengangguk pelan. Sementara itu, keempat pendekar yang masih melongo itu langsung menuju ke arah wanita cantik tersebut dengan megap-megap dan terbata-bata. Sambil berlutut seperti minta ampun. Mereka menyembah nona yang cantik tersebut terlebih dahulu. "Dia.... Dia yang mengacau disini...." tutur seorang di antaranya. Bersamaan dengan perkataan pendekar yang berlutut di bawah kakinya, langsung segera nona tersebut mengarahkan sinar matanya yang tajam ke arah Jieji. Nona ini menatapnya dengan cukup dingin dan kelihatannya serius sekali. Tidak lama, di depan pintu telah kedatangan beberapa wanita yang menutup mukanya dengan selembar kain. Pakaian mereka juga tiada jauh berbeda dengan nona cantik tersebut. Jieji melirik ke arah mereka. Yang terdepan dua orang sepertinya memegang siter yang bentuknya cukup aneh. Agak berbeda dengan alat musik Cung Tu(China daratan) yang biasanya ditidurkan. Selain itu siter dari Persia sepertinya memakai 3 tali senar saja. Wu Huan yang sedari tadi hanya melihat, segera maju mendekati nona tersebut. "Ada apa gerangan anda sekalian menginginkan kitab perguruan Shaolin?" tanyanya dengan sopan. Tetapi nona cantik ini bukannya menjawab, langsung saja dia berniat menyerang dengan cepat ke arah biksu tua Wu Huan. Biksu tua Wu Huan yang sebenarnya cukup siaga, langsung saja memasang kuda-kuda untuk mundur atau bertahan. Hanya yang anehnya, nona cantik ini memasang tinju di tangan dan bukanlah tapak. Tetapi pergerakan nona cantik yang hanya sesaat saja, dilihat oleh Jieji yang sebenarnya telah siaga benar. Wu tiada sanggup bertahan atas serbuan tinju nona cantik, ini disebabkan karena tinjunya memang sudah sekelas tinju panjangnya Zhao kuangyin yang sangat terkenal itu. Dan hanya beberapa saat tinju hampir mengenai ke dada Wu Huan, seseorang dirasakannya sangat cepat sedang mengarah ke dia. Lalu tanpa membiarkan tinjunya mengenai Wu. Segera dia menarik diri dengan sungguh cepat pula ke arah belakang. Rupanya si nona cantik sempat mundur 3 langkah dari tempatnya semula. Saat dia mendarat dengan benar, dia telah melihat seorang pemuda sedang berdiri di samping biksu tua itu. Dengan melotot dia memandang pemuda tersebut.

"Siapa kau sesungguhnya?" tanyanya yang cukup terkejut akan "kecepatan" langkah Jieji yang sungguh siaga benar. "Orang-orang di China daratan ini memanggilku Xia Jieji." tutur pemuda ini dengan tenang. "Xia Jieji????" teriak 4 orang yang sedang berlutut tersebut ke arahnya. "Hm... Pantas saja pengawalku tidak sanggup melawanmu seorang..." tutur nona cantik ini sambil tersenyum. Senyuman khas nona cantik ini sungguh menggoda hati. Jika saja disana ada pria muda, maka tidak mustahil terpikat kepadanya. Dan sepertinya dalam dirinya juga tercium bau harum yang cukup menggoda para lelaki. Dan untung saja pria disana selain Jieji dan Wu Quan, semuanya adalah biksu. "Katakan siapa anda sesungguhnya? Dan apa maksud sebenarnya banyak pendekar persia datang ke Daratan China?" tutur Jieji kepadanya. "Aku adalah putri partai Bunga senja dari Persia. Dan... Untuk mengapa kita kemari, tanyakan saja pada dewa akherat saja nantinya." tutur puteri ini dengan cukup sombong dan mata berbinar seakan ingin melahap orang di depannya. Jieji yang melihat sinar matanya, hanya menggelengkan kepalanya perlahan sambil menghela nafas. "Apa maksudmu menggelengkan kepala? Kau pikir kau adalah pendekar hebat di China daratan lantas kau merasa tiada yang sanggup menandingimu." kata wanita itu dengan nada yang terkesan kesal. "Aku sangat menyayangkan dirimu. Kau adalah wanita yang cantik, kenapa di sinar matamu yang ada hanya sinar mata pembunuh? Pulanglah ke Persia saja, maka kau kuberi kesempatan. Bagaimana?" tutur Jieji dengan nada perlahan. Maksud Jieji adalah dia tidak ingin adanya jatuh korban. Apalagi di depannya adalah seorang wanita. Baginya wanita sama sekali tidak pantas untuk maju di muka dan berkelahi dengan pria secara mati-matian. Menurutnya nona persia ini masih berada di bawah tingkatannya. Karena seorang wanita yang jago silat umumnya suka memamerkan kemampuannya, maka daripada itu Jieji mengambil kesimpulan meski wanita ini jago. Tetapi dari hawa tadinya pertama kali datang, tentu itu adalah seluruh kemampuannya. Berbeda dengan seorang pria yang sangat jago tingkatan silatnya, semakin jago maka semakin seorang pria tidak ingin menonjolkannya. Semakin jago maka semakin banyak merendahkan ilmu silatnya pada pertama kali. Namun kata-kata Jieji bukannya membuatnya senang. Malah kata-katanya membangkitkan emosinya secara menjadi-jadi. "Kau!!! Di Persia tidak ada orang yang berani menghinaku begitu rupa. Sudah 82 pendekar hebat kukalahkan. Tetapi kau itu siapa? Ha???" katanya membentak sampai membelalakkan matanya dengan nada yang tinggi.

Jelas wanita ini sudah marah luar biasa. Tetapi Jieji tidak menanggapinya lebih lanjut lagi, sepertinya hanya kekuatan ototlah yang sanggup meredam emosi wanita cantik tersebut. "Tetapi dia adalah Xia Jieji.... Nona harus hati-hati benar, kalau terjadi sesuatu maka...." tutur seorang diantaranya. Tetapi sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, si nona telah terlanjur sangat marah. Maka dengan kaki yang menyepak ke belakang, si nona langsung saja mengarahkan telapak kakinya ke muka anak buahnya. "Dukkk..." Lantas suara cukup keras terdengar memenuhi ruangan balai utama yang telah senyap itu. Pendekar yang berlutut tadinya jelas tertampak tersepak cukup jauh ke belakang dengan bergulingan beberapa kali. Sepertinya emosi nona ini terasa tidak beres, mungkin juga si nona masih termasuk baru saja dewasa. Keinginannya tidak sanggup dihalangi seseorang siapapun. Tetapi anak buahnya yang tersepak ke belakang itu hanya merintih saja. Si nona rupanya tiada berniat membunuhnya. Namun karena benar mencemaskan puteri satu-satunya dari ketua partai mereka. Yang lain juga ikut memberi nasehat. "Sebelum puteri meninggalkan Persia, guru berpesan untuk selalu bersabar. Hanya 4 orang yang dimana nona harus dilarang bertemu. Yang pertama adalah Xia Jieji ini, yang kedua Sun Shulie alias Ming Ta. Yue Liangxu dan Zhao kuangyin adalah orang ketiga dan keempat itu. Mohon puteri jaga diri..." tutur mereka sambung menyambung. "Hm...." Nona cantik ini merem dengan nada yang sudah marah sekali. Namun karena ketiga orang lain itu, dia tidak melanjutkan lagi aksinya lebih lanjut. Tetapi dia kontan dan dengan cepat langsung menuju ke arah Jieji. Kali ini tetap di pasangnya tinju, tinju yang kecepatannya mungkin 2 kali lipat lebih cepat daripada ketika dia menyerang Wu Huan. Jieji melihat dengan pasti bahwa tinju ini meski cepat, tetapi terdapat banyak kelemahan. Maka ketika tinju hampir mengenai mukanya. Dia segera menyeret kaki ke samping. Tinju itu lewat di mukanya yang hanya beberapa inchi saja. Tetapi dengan cepat dan lihai, sepertinya puteri ini mengubah bentuk tinju menjadi tamparan. Sesaat dan sangat cepat, Jieji cukup terkejut. Namun, dia masih berdaya cepat juga. Dengan lembut dia menunduk. Tamparan si puteri langsung hanya mengenai beberapa helai rambut Jieji yang terurai itu. Tetapi kemampuan puteri cantik ini tiada berhenti di sini. Maka dengan tangan yang lain dia rapalkan tapak. Sambil membelakangi, si nona ingin menyerang ke arah dada Jieji yang cukup terbuka. Dengan langkah Tao, cepat Jieji melangkah mengelilingi si nona cantik dan sampai di belakang punggungnya. Si puteri memang bukan jago kacangan. Merasakan lawan sudah berada di belakang, puteri ini diam-diam tersenyum. Segera dia mengeluarkan ekor kaki untuk menyerang pas di dada pemuda ini kemudian.

Karuan Jieji terkejut. Dia tidak menyangka bahwa ada jurus yang serba aneh seperti itu. Sepertinya jurus ini adalah tarian seorang wanita dari arah utara yang pernah di lihatnya. Jurus yang sebenarnya hanya sederhana seperti ini tiada keistimewaan apapun. Tetapi, jika "ditarikan" seorang yang jago kungfu dan wanita yang cantik, maka sudah lengkap jurus tersebut. Sebenarnya Jieji tidak berniat untuk "berlaga" dengannya. Namun apa daya, jika tersepak maka cukup membuatnya luka dalam juga mengingat tendangan si nona sepertinya tidak memberi ampun layaknya yang di kerahkannya pertama kali pada anak buahnya. Maka tidak ayal, dengan menarik nafas panjang. Jieji mengumpulkan hawa dari bawah perutnya dengan sangat cepat sekali. Inilah jurus pertama tapak berantai-nya. Setelah membentuk 1 lingkaran penuh pada tangan kanannya. Maka tangan kiri segera di arahkan ke tapak kaki si puteri. "Blam!!!" Suara berlaganya dua buah tenaga dalam segera terasa. Angin yang cukup menusuk segera mengarah secara melingkar. Puteri yang tidak pernah tahu bahwa lawan bakal menyerang dengan gerakan yang teramat cepat tersebut tentu terkejut. Maka tidak ayal lagi, dia terlempar ke depan cukup cepat dan sempat menabrak ke arah tiang penglari kuil tersebut. Wu Quan dan kedua puterinya adalah orang yang tertawa melihat tingkah si nona cantik tersebut yang cukup lucu memang. Si nona sempat menabrak dan jatuh dalam keadaan lucu. Maka setelah bangkit, dia marah luar biasa sekali. Melainkan Jieji tidak menertawainya. Dia malah berkata. "Sudahlah... Kamu pulang saja. Kamu masih jauh di bawahku." katanya dengan nada yang ringan. Meski puteri ini sungguh berkungfu tinggi, tetapi tentunya dia tidak mau menerima "penghinaan" dari kata-kata Jieji barusan. Tetapi sebelum dia marah dan ingin berkata-kata. Jieji kembali memotongnya. "Itu adalah jurus tapak berantai tingkat pertamaku. Dan hanya kugunakan tenaga tidak sampai 5 bagian. Tapak berantaiku terdiri dari 5 tingkatan, maka setiap tingkatan energi selalu sekali lebih kuat daripada yang lainnya. Tidak ada gunanya kamu menghamburkan waktu disini." tutur Jieji kembali dengan nada yang welas. "Itu belum tentu..." tutur puteri yang cantik nan manja itu kembali. Lalu dengan cepat dia bergerak ke arah penggiringnya dan segera dia mengambil siter dari tangannya. Langsung saja dan tanpa banyak bicara, dia memeluk siter itu sambil bersila. Sesaat, segera dipetikkan siter itu dengan nada yang cepat seakan mengoyak.

Jieji langsung terkejut.. Tidak disangkanya, setelah tewasnya Dewa bumi dan Fei Shan. Maka masih ada yang bisa "jurus Ilmu pembuyar tenaga dalam" ini. Dengan segera, Jieji merapalkan jurusnya. Dia "menghisap" biksu Wu Huan dan biksu tua lainnya untuk mundur sekaligus ke arah ayah mertuanya. Dengan sekali memutar lengan kembali, tangan kelima orang itu segera lekat satu sama lainnya. Kecapi tiada berhenti, tetapi masih tetap berkumandang hebat. Dan makin lama maka semakin menjadi. Tentu ini membuat 5 orang teman Jieji segera merinding merasakan tenaga dalam mereka membuyar. Tetapi hanya tidak lama, mereka kemudian merasakan energi sejuk mulai memasuki tubuh mereka masing-masing. Rupanya Jieji telah "memasokkan" energi yang cukup deras ke punggung biksu tua Wu Huan. Energi Jieji memang sangat deras dan kuat. Maka energi hawa murni yang seharusnya membuyar itu telah "tertarik" kembali. Sementara si puteri yang cantik itu tersenyum sangat ngeri mendapati Jieji tiada berdaya seperti itu. Tetapi dia lupa akan sebuah hal. "Kalian tunggu apalagi, segera gerakkan tombak. Bunuh saja semuanya..." tuturnya dengan nada yang dingin dan penuh hawa pembunuhan. Ketiga orang yang lain segera mengambil tombak yang telah diletakkan di lantai itu. Namun sebelum ketiganya benar ingin melaksanakan tugas dari puteri itu. Sebuah sinar yang memerah segera tertampak terang luar biasa memenuhi ruangan. Puteri yang mengamati ketiga orangnya untuk bekerja segera terkejut sangat luar biasa. Dan tentu tidak ayal lagi, dia terpelanting dan jatuh ke belakang dengan muntah darah yang banyak. Ada sebungkus barang yang jatuh dari tubuh puteri tersebut dan tanpa di sadari siapapun kecuali Jieji. Bungkusan tersebut berwarna kuning tua, dan di dalamnya sepertinya terdapat beberapa barang juga. Jurus yang menjatuhkannya adalah Ilmu jari dewi pemusnah ciptaan Dewa Sakti itu. Tetapi jelas Jieji tidak ingin membunuhnya. Maka dia telah memberi wanita cantik itu 2 kali kesempatan hidup. "Lekas kalian bawa puteri kalian untuk enyah dari China daratan sekarang juga. Jangan sampai dia bertemu denganku lagi nantinya..." tutur Jieji seraya marah dan berdiri setelah siap menyalurkan energi ke punggung biksu Wu Huan. Ketiga orang lainnya ini segera lari dengan cepat ke depan, diikuti oleh semua anggotanya yang meski ada yang telah kepayahan sekali. Dan tentunya tidak lama, kuil Shaolin tersebut telah tenteram kembali. Wu Quan dan ketiga puterinya segera di angsurkan ke samping. Karena ketiganya tadi telah mendapat saluran energi dahsyat Jieji, maka ketiganya segera bermeditasi kembali untuk menghimpun tenaga dalam mengobati diri. Biksu Wu Huan mendekati Jieji sambil memberi hormat yang mendalam. Dan segera di balas oleh Jieji kembali.

"Adalah tuan pendekar yang menolong kita-kita semua. Sehingga jerih payah 400 tahun Shaolin ini tidak habis di tanganku..." tuturnya kemudian dengan mengalir air mata. "Tidak... Anda jugalah yang menolong keluargaku. Maka sangat sepantasnya budi ini harus kubalas sampai tuntas.." tutur Jieji dengan nada merendah juga kepada Wu Huan. "Tuan juga telah membawa kembali kitab Jing Gang Shaolin. Budi ini tidak mampu yang tua ini membalasnya seumur hidup..." "Ini adalah kebetulan saja. Selain itu, kitab Jing-gang adalah milik Shaolin secara mutlak. Maka setelah mendapatinya, aku rasa harus dikembalikan ke asalnya." "Shaolin dengan anda telah berhutang sungguh banyak sekali.... Sifat welas dari anda juga sangat kukagumi." Jieji membalasnya dengan perlahan dan mendalam. Namun segera dia berjalan ke arah "benda" yang jatuh dari tubuh puteri cantik itu. Maka dengan segera, dia buka untuk dilihat isinya. Di dalam bungkusan terdapat sebuah buku yang tidak kalah tebalnya dengan buku Jing-gang yang telah ditulis kembali oleh Jieji. Ternyata buku itu memang ditulis dalam aksara China. Dan tertulis sungguh jelas di bagian sampul depannya. "Kitab Pelenturan Energi". Jieji yang melihatnya sungguh terkejut. Lalu dengan pelan dia buka isinya. Di sini tergambar latihan melenturkan tubuh untuk menyerap energi dari Surya dan rembulan. Wu Huan yang hanya berdiri di sampingnya juga terkejut melihat isi kitab tersebut. "Ini kitab cukup mirip dengan kitab Yu Jingjing-nya (Kitab pelentur Otot) Shaolin. Dan kitab ini sepertinya pernah kudengar..." tutur Wu Huan yang sambil berpikir keras. Sementara itu, Jieji membalikkan halaman-halaman buku itu sambil menghela nafas. Dia tidak pernah tahu bahwa posisi "aneh" seperti itu adalah posisi yang hebat dalam mengumpulkan energi. Latihan 1 tahun dengan bimbingan buku adalah sehebat latihan 10 tahun daripada orang yang betul menekuninya. Sungguh buku yang teramat luar biasa. Wu Huan yang sedari tadi berpikir, segera melangkah dengan tergesa-gesa masuk kedalam. Sepertinya dia mencari sesuatu benda. Sementara itu, Jieji hanya diam saja. Dia mengamati dengan benar "posisi" kungfu yang sungguh luar biasa tersebut. Kungfu hebat yang ditulis terasa sungguh lembut bagaikan angin siang yang sepoi-sepoi rasanya. Tidak berapa lama, Wu Huan telah keluar dari sebuah tempat di belakang balai utama Shaolin tersebut. Sambil membawa sebuah buku, dia keluar tergopohgopoh. Dengan cepat dia menunjukkan isi buku tersebut. "Ini adalah kitab pelentur energi milik Liu Zheng Ta She (Pendeta besar Liu Zheng)." tutur Wu Huan. Jieji terkejut mendengarnya.

"Liu Zheng adalah seorang Pendeta dari India juga, dia terlebih dahulu mendukung Dinasti Liang (502-557). Sepuluh tahun setelah Liu Zheng, maka Bodhidharma sampai ke daratan China. Liu Zheng terkenal dengan cara sesatnya menyelesaikan masalah. Beberapa orang masih meyakini bahwa Liu Zheng adalah jago kawakan. Saat itu, Bodhidharma masih belum tandingannya. Tetapi melalui meditasi tinggi, guru besar kami Ta Mo(Bodhidharma) akhirnya mencapai kesempurnaan. Dan... Di buku ini juga dituturkan bahwa Ilmu Dahsyat Kitab Pelentur Energi belum ada tandingannya saat itu." tutur Wu Huan dengan nada yang sangat serius. Wu kembali melanjutkan apa yang tertera di bukunya. Buku yang merupakan buku sejarah dari Shaolin sepertinya. "Liu Zheng hidup di kuil Jetavana (India) sejak kecil. Dia sangat berbakat dalam banyak hal; kungfu, kepintaran, keagamaan ataupun menyusun siasat. Tetapi di usianya yang ke 30, dia melarikan diri dari kuil sambil membawa kitab ini ke arah timur. Di sana, dia mendukung Raja dinasti Liang. Dinasti Liang hampir di ambang kehancuran saat itu sebelum datangnya Bodhidharma. Sampai saat Liu Zheng tewas membakar diri, buku ini telah hilang. Namun sekarang bisa kedapatan orang-orang Persia itu." "Aneh....." kata Jieji dengan pendek dan seperti sedang berpikir keras. "Dimana letak keanehannya?" tanya Wu Huan dengan nada yang terkejut pula. "Maksudku adalah buku ini. Sepertinya orang persia itu ingin merebut kitab hebat dari seluruh daratan. Kitab ini pasti didapatkannya dari India. Dan yang kuherankan adalah tujuannya..." tutur Jieji tidak lama. Kemudian dia sudah teringat sesuatu. "Ilmu pemusnah raga lagi???" tutur Jieji kemudian. Wu Huan juga terkejut mendengar apa yang dikatakan Jieji. "Benar...Pasti karena semua kitab itu, maka mereka semua ingin menciptakan Ilmu baru yang lebih hebat lagi.... Kapan dunia bakal damai...." tutur Wu Huan seraya menghela nafas. "Sepertinya ini buku tiada bermanfaat lagi..." tutur Jieji dengan menghela nafas pula. "Kalau begitu, jika tuan ada kesana. Kembalikan saja..." tutur Wu Huan kembali sambil tersenyum. Jieji membalas senyuman Biksu tua ini seraya mengiyakannya. Demikianlah selama 3 hari Jieji berada di Shaolin, sambil menunggu sembuhnya ayah mertuanya, Wu Quan. Maka banyak kesempatan lowong juga dia untuk melatih konsentrasi dirinya. Beberapa saat terlihat Jieji melatih pernafasannya kembali. Dan pada malamnya, dia tidak pernah tidur di Shaolin, melainkan turun dari gunung untuk membeli arak dan minum sampai saban sinting. Acapkali dia tertidur di kedai arak sekitar 10 li dari kaki pegunungan Sung. Tiga hari kemudian.. Pada pagi hari yang hujan salju itu.

Jieji kembali memeriksa nadi Wu Quan. Sesaat, dia merasa girang juga. Karena saluran energinya telah hampir membuat orang tua ini pulih. "Nak Jieji... Dimana puteriku Yunying?" tanya orang tua ini kemudian. "Dia sedang bersama ibunya..." jawab Jieji datar saja. Tetapi dari raut wajahnya nampak sesuatu perubahan. "Jadi istriku, Shanniang sudah ditemukan? Dimana dia berada sekarang?" tanya orang tua ini dengan nada yang memelas. "Sesudah ayah sehat, maka kita akan menuju ke sana." jawab Jieji sambil tersenyum manis kepadanya. "Tetapi mengenai kondisi kesehatanku, aku rasa sudah cukup pulih untuk melanjutkan perjalanan." jawab Wu Quan dengan cukup bersemangat. Jieji berpikir sebentar. Dia merasa memang seharusnya "salahpaham" antara dia dan Yunying harus di selesaikan secepatnya. Maka dia mengangguk saja. "Tetapi sekarang adalah musim dingin. Apa ayah tidak merasa keberatan melanjutkan perjalanan dengan kondisi seperti ini?" tanya Jieji kepadanya. "Tidak masalah... Kondisiku sudah 8 bagian sembuh benar. Kita harus segera berangkat besoknya." tutur Wu Quan seraya tersenyum. Jieji hanya mengangguk perlahan. Dia tidak pernah memberitahukan bahwa Wu Shanniang sebenarnya telah berada di pihak lawannya. Serta Yunying telah mengalami masalah salam paham yang cukup ruwet bagi dirinya sendiri. Dia menunggu sampai ketiga orang ini telah berkumpul kembali, baru membicarakan masalah tersebut lebih lanjut. Tetapi sebelum Jieji keluar dari ruangan, dia telah mendapati adanya beberapa langkah kaki mendekati kamar. Segera dia membuka pintu ruangan kamar dari Wu Quan. Lalu segera dilihatnya 10 pendekar yang setia mengikuti Zhao kuangyin kemanapun dia pergi. Sesaat, Jieji terkejut juga. Dia berpikir apakah kakak angkatnya telah mengalami masalah. "Ada apa kalian semua kemari?" tanya Jieji yang dengan keheranan. "Tuan... Anda diharapkan kembali ke kota Beiping secepatnya." tutur Huang Xu, pemimpin dari 10 pendekar tersebut. "Apakah terjadi sesuatu di garis depan?" tanya Jieji kemudian yang agaknya mencemaskan kawan-kawannya yang disana. "Betul... Sekitar seminggu lalu, Pendekar dari Liao telah menantang pertarungan di bawah kota Beiping

pada imlek mendatang. Yang Mulia mengirimkan kuda cepat untuk memberitahu kami yang berada di kota Pu Yang untuk mencari anda..." Apa yang dikatakan mereka sungguh membuat Jieji terkejut. Pendekar Liao telah menantang pendekar China daratan untuk bertarung? Sungguh hebat. Tentu Jieji tidak ayal lagi segera pamitan dengan ayah mertuanya. Dia meminta 10 orang pendekar hebat tersebut untuk mengawal ayah mertuanya serta kedua puterinya ke kota Beiping. Dengan meminta pamit pada Biksu senior Wu Huan, Jieji segera mengencangkan kuda Bintang birunya. Dia hanya memiliki waktu selama 1 minggu untuk sampai. *** Di bawah tembok kota Bei Ping... Di hadapan pendekar dari dunia persilatan. Pendekar Liao sudah berdiri di bawah kota dengan rapi. Terlihat Xia Rujian, Hikatsuka Oda, Yelu Xian dan Yue Liangxu. Sementara itu, Zhu Xiang telah berdiri berhadapan dengan Wei Jindu. Di belakangnya telah berdiri Zhao kuangyin, Pei Nanyang, Yuan Jielung, Sun Shulie serta Huang Xieling. Sementara itu, Dewa Ajaib malah duduk di tanah sambil menyaksikan. "Dimana guru?" tanya Wei kepada kakak seperguruannya. "Sudah mati beberapa bulan yang lalu..." tutur Zhu Xiang dengan perlahan saja. "Apa?" teriak Wei yang kaget. "Gurumu Ba Dao telah kukirim ke surga. Disana dia akan memimpin setan-setan berkotbah.. Ha Ha......." tutur Yue Liangxu di belakang. Kata-kata Yue segera membangkitkan emosi pemuda yang sangat sabar tersebut. "Setelah memberikan "energi" dahsyatnya, guru telah terbang ke langit." tutur Zhu Xiang kemudian dengan nada sinis. "Adik ketiga, jangan kamu dengar apa kata-kata mereka dahulu. Tenangkan pikiranmu..." teriak Zhao dari belakang. Dan segera, lamunan Wei akan gurunya telah musnah. Dia tahu benar, kakak seperguruannya bukanlah lawan biasa. Mau tidak mau dia harus berkonsentrasi dengan penuh. Maka daripada itu, dia segera membentuk tapaknya di tengah dada. Sesaat, angin kencang segera meliputi tubuhnya. "Kurang... Tenagamu kurang adik seperguruan..." tutur Zhu Xiang yang sesaat meningkatkan energinya. Sapuan telah meliputi tubuh mereka berdua. Angin kencang di tanah datar telah membuat pasir dan tanah ringan berterbangan meliputi keduanya. Bagaikan angin topan kecil, tubuh mereka segera terlilit oleh hawa energi yang tidak tampak tersebut.

Sementara,pendekar-pendekar dari dunia persilatan sungguh terkejut menyaksikan hawa aneh dari keduanya. Hawa yang terasa sama dahsyatnya, tetapi pada hawa tenaga dalam Zhu Xiang terasa lain, seakan terasa sangat buas sekali. "Adik seperguruan... Pikirkanlah, jika kamu mati dalam pertarungan ini. Maka tiada yang membalas dendam guru lagi..." tutur Zhu Xiang dengan nada yang sangat sok dan tinggi hati. Sementara itu, Wei Jindu telah siap benar dengan tapaknya. Kata-kata kakak seperguruannya ternyata sama sekali tidak menggoyahkannya. Lalu dengan cepat dan bertenaga penuh, Wei segera memainkan tapaknya pertama. Tapak Buddha Rulai bukanlah jurus biasa. Semua jurusnya adalah selalu menyerang ke posisi yang sungguh benar. Jurus demi jurus dari tapak Budha Rulai selalu datang untuk mengancam dan tiada cara mengelak. Meski lawan ingin mengelak, maka waktu yang diperlukan adalah sangat sedikit dan sungguh beresiko. Zhu Xiang sendiri memahami Ilmu tersebut, dan tentunya dia segera datang untuk menahan serangan dari Wei Jindu. Sesaat angin yang tadinya terasa berkumpul, segera mengoyak ke segala sisi. Ilmu keduanya memang sudah sangat setara. Dan tanpa terasa telah 50 jurus keduanya melaksanakannya dengan sungguh bagus sekali. "Dalam 50 jurus pertama kamu sudah kelihatan kalah hawa tenaga dalammu. Bagaimana kau bisa bertarung lagi adik seperguruan? Menyerahlah...." tutur Zhu Xiang dengan keyakinan penuh. Sementara itu, Wei malah merasa terdesak juga sebenarnya. Tenaga dalamnya tidaklah sejago Zhu Xiang. Tetapi inilah medan pertarungan, dia harus mengeluarkan semua kepandaiannya untuk bertarung mati-matian. Konsentrasi hampir semua orang selalu tertuju menyaksikan pertandingan yang bagus tersebut. Sementara itu, Zhao Kuangyin yang berdiri dengan berkonsentrasi penuh. Tanpa disadarinya telah di pegang dengan keras oleh seseorang dari belakang. Hal ini sungguh membuat semua orang terkejut. Karena yang datang adalah orang yang sakti, maka tiada yang merasakannya. Apalagi dari pihak Zhao, semuanya sedang berkonsentrasi di depan. Ketika semua mata tertuju ke belakang, mereka sangat terkejut mendapati seorang tua sedang mencakar bahu Zhao kuangyin. Zhao yang telah terasa bahwa bahunya tiba-tiba lemas segera berbalik. Dilihatnya seorang yang sangat dikenalinya. "Guru???" tanyanya. Memang benar, yang datang adalah tiada lain Dewa Semesta. Di sampingnya adalah Dewa Sakti dan Dewi Peramal. Dewa Semesta segera mengalihkan pandangannya ke Dewa Sakti. Dewa Sakti yang segera mengerti segera mengiyakan. Tanpa terasa, cengkraman dari Dewa Semesta makin lama makin keras. Sehingga memaksanya menjadi duduk bersila. Dewa Sakti yang melihatnya segera dengan cepat bersila di depannya. Di tempelkanlah tapak sebelah tangannya ke dada si pemuda. Sementara itu Dewa Semesta langsung mengerahkan seluruh tenaga untuk menghantam ke Punggung Zhao.

Sesaat, tentu Zhao sangat terkejut. Dia segera merasakan hawa energi yang kuat luar biasa telah masuk ke dalam tubuhnya. "Guru... Paman guru... Apa yang terjadi?" tanyanya dengan heran. "Ini adalah hadiah dari kita berdua... Dengan kemampuan tenaga dalammu, tidak mungkin kamu sanggup melawan Yue Liangxu." Tutur Dewa Sakti di depannya sambil tersenyum. "Tetapi.... Tetapi..." tutur Zhao terbata-bata. Dia segera merasakan hawa dahsyat dari dalam tubuhnya segera "merangkul" energi baru yang memasuki tubuhnya. Para pendekar China daratan tentu sangat terkejut melihat pengorbanan dua orang tua ini. Tetapi maksud mereka berdua adalah sangat mulia adanya. Maka dari pada itu, mereka hanya menghela nafas saja. Sementara itu, di pihak Liao. Tentu semua pendekar terkejut karena melihat Dewa Semesta dan Dewa Sakti sedang mengalirkan hawa murni mereka ke dalam tubuh Zhao. Tentu hal ini sungguh merugikan mereka. Tetapi Yue Liangxu berpendapatan lain. "Tidak ada gunanya.... Perhatikan pertarungan saja..." tuturnya dengan sinis menatap ke arah Zhao kuangyin. Yue sepertinya punya keyakinan sendiri akan kemampuannya. Menurutnya, barisan Zhao mungkin semua adalah katak dalam tempurung baginya. Lalu tanpa menghiraukan, segera dia melihat pertandingan Wei Jindu melawan Zhu Xiang dengan santai seakan tiada terjadi sesuatu hal.

BAB XCVII : Pertarungan Luar Biasa Di ujung barat yang nun jauh... Persia... Sebuah negara yang berbentuk kerajaan monarki. Negara Persia adalah sebuah negara yang tadinya di bawah pemerintahan China daratan. Persia "diserang" oleh Kaisar dari Dinasti Tang, Li Shih Min. Oleh karena itu, budaya dan bahasa rakyat Persia telah mengalami percampuran dengan bangsa setempat. Semua orang di Persia mempunyai 2 buah nama, dimana nama asli adalah nama bernada Persia. Sedang nama kedua adalah nama panggilan yang bermakna tersendiri, serta dipanggil dalam nada suara pelapalan China daratan. Persia membebaskan diri dari China daratan setelah berakhirnya kekuasaan Dinasti Tang di daratan tengah. Sekarang, negara Persia tidak ubahnya seperti negara yang telah dikuasai pemimpin setempat mereka sendiri. Salah satu budaya dari daratan tengah yang masih melekat sampai saat itu adalah budaya "rimba"-nya dari daratan tengah. Siapa yang paling kuat, maka siapa yang berkuasa. Oleh karena itu, baik suku ataupun perkumpulan tertentu selalu "mencari" ilmu yang hebat di seluruh kolong negeri untuk memantapkan diri mereka sendiri disana. Ada 2 perkumpulan / partai yang sangat kesohor di Persia yaitu "Partai Bunga Senja" dan Partai "Surga Menari". Partai Bunga senja adalah sebuah partai yang bisa dikatakan "sesat" jika partai tersebut berada

di daratan China. Ketua perkumpulan partai bernama Huo Xiang. Huo Xiang adalah seorang yang bersifat sangat spontan. Kungfu Huo adalah diyakini tertinggi di Persia mengalahkan semua pesaingnya. Ketua ini diberi julukan "Huo Wang" yang artinya Raja Kera. Ilmu yang paling utama dari partainya adalah Ilmu Tinju Kera. Maka tiada heran, sang puteri-nya yang telah bertemu dengan Jieji di Kuil Shaolin juga adalah peyakin ilmu silat tersebut. Meski kemampuan puterinya sendiri tidak sampai 5 bagian kemampuan Huo Xiang, namun sudah cukup menakutkan dan menggetarkan siapapun yang bertemu dengannya. Selain Ilmu tinju keranya, maka dia juga meyakini Ilmu tombak pengejar nyawa, dan Ilmu Dewa pembuyar tenaga dalam. Sedangkan Partai yang lainnya, Partai Surga menari adalah sebuah partai yang terletak di sebelah selatan dari Persia. Partai ini berdekatan dengan laut di sebelah selatan. Semua pesilat partai adalah orang yang sangat cinta kedamaian. Letak partai adalah di sebuah kota kecil bernama An Yi (kesetiaan akan kedamaian). Disini, para nelayan yang melaut semuanya "berkungfu". Ketua partai Surga Menari tiada yang tahu siapa orangnya, dan acapkali partai Surga menari tidak begitu suka bergaul dengan dunia luar. Mereka bekerja, belajar, serta melakukan kegiatan mereka secara berkelompok. Ilmu yang diyakini oleh nelayan-nelayan sekitar adalah Ilmu "menghindar". Ilmu yang terlihat biasa saja, tetapi cukup dahsyat. Semua penduduk di sana menggunakan dayung sebagai senjata, serta dayung sebagai alat mencari makan dengan melaut setiap harinya. Di paviliun megah keluarga Huo, Partai Bunga Senja... Suatu senja yang sebenarnya sangat damai, dengan tiupan angin sepoi-sepoi yang cukup berasa tropis meski sebenarnya di daratan China sedang turun salju yang dingin. Disini terlihat seorang yang sedang berlipat tangan di perutnya sambil menyaksikan keindahan kolam senja yang cukup asri itu. Sesekali dia terlihat menyaksikan ke bawah kolam dengan cukup serius melihat ikan-ikan yang bercorak banyak. Orang yang berdiri adalah seorang tua dengan kumis yang lebat serta jenggot yang sampai ke bagian dadanya. Orang tua ini tingginya sekitar 6 kaki lebih, dengan kulit putih dan hidung yang mancung. Tidak lama, keasrian tempat itu ternyata "dirusak" karena kedatangan beberapa orang dengan berjalan sangat cepat serta tergopoh-gopoh ke paviliun tempat orang tua tersebut berdiri. Orang tua yang sedari tadi diam, segera berbalik untuk melihat siapa yang datang saja. "Ada apa?" tanyanya dengan penuh kharismatik dan spontan. "Ketua.... Ada surat merpati yang baru saja sampai... " tutur seorang yang pendek, tingginya tidak sampai 5 kaki. Wajahnya terlihat cukup bengis, jidatnya tak berambut serta besar. Dan cara berdirinya juga bongkok. Sesaat, orang yang datang tersebut terasa sangat menganehkan. "Surat dari Daratan China?" "Betul... Dan disini ada 2 buah..." jawab orang pendek tersebut. Orang tua yang tinggi itu segera membungkuk sedikit, lalu di ambilnya 2 kertas yang tadinya dipegang seorang pendek tersebut. Dengan cepat, dia segera membuka kertas pertama yang dilipat itu dengan sekali hentakan yang ringan.

Hanya diperlukan sebentar saja, wajah orang tua tersebut segera berubah dahsyat. "Keparat!!!!! Pendekar China daratan itu keterlaluan!!!!" teriaknya dengan sangat marah luar biasa. "Ada apa ketua?" tanya seorang pendek tersebut. "Puteriku telah gagal di China daratan. Bahkan kitab Ilmu pelentur energi telah hilang. Xia Jieji..... Sebegini kurang ajarnya kau sama keluargaku? Ha??" teriaknya dengan marah sangat. Sekilas gaya orang tua tersebut sungguh mirip dengan gaya puterinya yang memaksa untuk bertarung di Kuil Shaolin belasan hari yang lalu. "Apa kita akan kesana menyusul tuan puteri?" tanya orang pendek itu kembali. "Tidak... Tidak bisa... Tetapi, bagaimanapun dendam ini harus dibalas...." teriaknya sambil menggertakkan gigi. "Tetapi partai Surga menari itu...." tuturnya. "Betul... Kita tidak bisa pergi dahulu... Jika aku pergi, sepertinya partai yang "pura-pura" diam itu akan menyerbu kemari." katanya dengan kesal tanpa berdaya. "Kalau begitu, kita harus memancing mereka kemari.." "Oh? Bagaimana caranya?" tanya Huo yang sepertinya penasaran. "Hm... Di luar bagian barat, sudah ada berita bahwa sinar "emas" telah sampai kemari. Dan pesilatpesilat dari daratan China sudah beberapa datang kemari untuk mencari sesuatu disini. Lalu, kita tunggu saja di sini. Jika ada pesilat dari China, kita cari usul identitasnya. Dan setelah dapat, kita bisa "mengundang" Xia Jieji kemari. Bagaimana?" tutur seorang pendek tersebut. "Tetapi bagaimana cara kita mencari informasi. Dengan gampang tiada mungkin orang akan memberitahukan identitasnya. Dan cara bagaimana pula kita mengambil jalan untuk memanggil keparat Xia itu kemari?" tanya Huo yang belum mengerti apa kata-kata orang pendek itu. "Tidak usah ketua khawatir. Hamba akan mengaturnya. Kita bisa mengirim surat ke China daratan, dan menceritakan bahwa sudah banyak sekali pesilat-pesilat itu berada di tangan kita. Kita bisa mengancamnya untuk datang. Dan jika pun gagal, maka hamba ada rencana tersendiri yang lainnya dengan tanpa pergi, dia akan datang sendirinya." tutur orang pendek ini dengan gaya yang sinis sekali. "Ha Ha Ha.... Betul-betul penasehatku yang hebat, Fu Sha." teriaknya dengan girang layaknya anak kecil.

"Hamba yakin akan berhasil baik tentunya. Mengingat dengan marga Xia itu, aku masih mendendam atas kematian ayahku belasan tahun silam..." tuturnya dengan nada yang sengit juga dan mata yang agak memerah menyala-nyala penuh dengan nafsu membunuh. Sesaat, Huo Xiang sang ketua kembali mengambil kertas surat merpati yang lainnya. Juga dibukakan olehnya dengan cepat untuk melihat isi dari pada surat yang lainnya itu. Setelah membacanya, kontan orang tua ini tertawa terbahak-bahak. Sepertinya sesuatu tulisan dari surat tersebut telah membuatnya sangat gembira. Fu Sha segera menanyainya apa yang terjadi. "Ada apa ketua?" "Ini surat dari Yue Liangxu dari Liao. Dia ingin kita membawa orang dari Persia untuk menyerang China bagian barat. Jika kita berhasil, maka Liao akan memberikan kita luas daerah seperempat China dan buku Ilmu Pemusnah raga 4 unsur-nya. Dan kita tidak perlu lagi hidup panas-panas disini..." tutur Huo Xiang. "Selama ini, kita tidak pernah bermain dalam politik dan peperangan. Kita tidak bisa yakin akan kemenangan, daerah barat China adalah daerah yang sangat susah kita telurusuri. Karena dari arah Tibet, 300 Li lebih hanya adalah daratan tinggi. Lantas mengapa ketua tertawa keras melihat proposal untuk menyerang daratan tengah?" tanya Fu Sha yang sedikit penasaran. "Anak itu... Dia tidak tahu apa-apa... Pasukan kita hanya sekitar 2000 orang. Dan menyerang daratan China yang terdiri dari pegunungan tinggi bukan hal yang mudah. Selain itu, jika musuh menjaga tempat penting. Maka pasukanku yang hanya 2000 orang bagaimana bertahan? Oleh karena Liao hendak menelan China bagian timur laut ke ibukota. Maka dia memintaku untuk menyerang ke timur dan menuju ke Si Zhuan. Dia ingin kita juga "habis" disana. Anak ini sungguh licik sekali... Ha ha ha ha..." tutur Huo Xiang menjelaskan dengan diakhiri oleh tertawanya yang licik. "Betul juga... Dengan begitu, dia merasa sanggup memecahkan konsentrasi Dinasti Sung. Serta di lain hal dia sanggup berperang ganas di utara. Dan yang terakhir adalah dia sudah tidak khawatir lagi ke arah barat (Persia) jika dia telah berhasil. Sungguh orang yang penuh muslihat..." tutur Fu Sha. "Tetapi tidak akan kujalankan. Partai kita bukanlah partai besar. Meski terhebat dan ternama di seluruh Persia, tetapi murid kita tidak banyak. Selain itu, perjalanan ke China daratan akan memakan waktu 2 bulan jika tercepat. Oleh karena itu, tidak perlu kita ikuti usulnya Yue itu... Dan yang terpenting adalah Ilmu pemusnah raga yang akan kuciptakan itu. Hanya tinggal 2 Ilmu saja yang setara dengan Ilmu-ku yang sekarang. Jadi tidak akan sulit bagiku mencari Ilmu lain selain Ilmu pelentur energi dan Kitab Jing-gangnya Shaolin." jelas Huo Xiang. "Betul tuanku.... Anda memang seorang yang pintar dalam mengambil situasi...." tutur Fu Sha sambil tersenyum kepadanya. ***

Sementara itu di bawah tembok kota Beiping... Wei tetap masih melayani kakak seperguruannya yang hampir bertarung sampai jurus ke 100. Wei memang telah kelihatan lemah menghadapi setiap pukulan telapak lawan. Meski konsentrasinya masih lumayan tinggi, tetapi dia tidak yakin sanggup bertahan lebih dari 20 jurus lagi. Semua pendekar yang menyaksikan sungguh sangat kagum akan kemampuan pemuda tampan ini. Meski siapapun tahu dia sedang terdesak, tetapi niat bertarungnya masih sangat memuncak. Tiba di jurus ke 100, Wei segera melancarkan tapak Buddha tingkat ke tujuhnya dengan mantap dan bertenaga kuat ke arah kakak seperguruannya. Zhu Xiang yang melihatnya, segera menarik diri dengan cepat sekali ke belakang. Wei tidak ambil pusing, maka di kejarnya kakak seperguruannya untuk tetap siaga melancarkan serangan ke 101-nya. Pengejaran terjadi hampir 1/2 Li, tetapi Zhu Xiang sepertinya masih tetap saja menarik kakinya. Sementara itu, tapak Wei masih tetap bertenaga besar tanpa kurang sedikitpun. Yue Liangxu melihat pergerakan Zhu Xiang, dia sendiri langsung girang dan terdengar tawanya. Karena diyakininya babak pertama ini akan di menangkan oleh Zhu dari Liao. Dan memang benar. Setelah menarik diri, Zhu langsung terlihat berputar setengah lingkaran di daerah yang cukup luas itu. Lalu dengan tapak kanan dia "akhirnya" melayani tapak adik seperguruannya itu. "Gawat!!!" teriak Sun Shulie alias Ming Ta mendapati gerakan "aneh" dari lawannya. Dan memang benar, Tapak itu memang sempat melekat, tetapi... Ketika itu, Zhu langsung memutar pergelangan tangan kiri membentuk lingkaran. Dan tidak ayal lagi, Wei segera terlempar ke belakang dengan sangat cepat. Sambil menyeret kaki, dia memuntahkan darah segar yang cukup banyak dari bibirnya. Sementara itu, Zhu Xiang tetap "mengejar" dengan menyiagakan kedua tapaknya. Maka ketika telah benar dekat, Zhu segera mengubah kembali gaya serangannya. Kali ini, ribuan tapak segera menghantam ke semua sisi dari depannya pandangan Jindu. Hawa energi disana tentu telah jelas berkumpul menyerbu ke arah Wei Jindu yang jelas telah terdesak tersebut. Semua orang yang melihat tentu sangat terkejut. Beberapa pesilat telah siap untuk menutup telinga dan menghimpun tenaga dalam lewat perut dengan secepatnya. Terlebih lagi dari pihak Zhao, semuanya takut terjadi sesuatu dengan Wei. Wei yang melihatnya segera merapal tapak buddha tingkat ke delapan untuk mengeliminasi jurus pemusnah raga tingkat empat Zhu Xiang yang datang bagai air bah dahsyat. Segera saja, tapak buddha tingkat 8 yang dirapal secara mendadak dari Wei langsung bersentuhan dengan "ribuan" tapak lawan. Jurus yang hasilnya seketika mirip tersebut saling "berlaga". Beberapa puluh tapak langsung di eliminasi oleh jurus 8 tapak buddhanya sendiri. Tetapi, tenaga dalam Wei jelas jauh kurang kuat. Hanya sebentar saja, dia telah tidak sanggup. Maka terakhir, hawa energi lawan membuatnya terpental kedua kalinya ke belakang dengan

muntah darah kembali. Dia jatuh tersungkur serta terpelanting dan akhirnya tertidur. Luka dalamnya Wei kali ini betul parah. Lebih gawat dari luka dalamnya Dewa Ajaib yang terkena tapak buddha Rulai tingkat ke enam Zhu Xiang. Menyaksikan lawan telah tiada berdaya, pihak Liao segera bersorak sorai gembira. Sementara itu, Huang Xieling adalah orang yang pertama yang mendekati Wei yang telah terkapar. Dia segera berlari cepat ke arah Wei yang telah dalam keadaan tidur di tanah tersebut. "Kamu tidak apa-apa kak Wei?" tanyanya dengan nada yang sangat mencemaskan setelah melihat Wei yang kepayahan. "Tidak.....Aku masih sanggupp...." jawab Wei dengan nada yang susah. Sesaat, dia dibopong oleh Huang Xieling ke tempat Zhao berada. Zhao masih tetap mendapati saluran "energi" dahsyat dari Dewa Sakti dan Dewa Semesta. Dia meski cemas pertama-tama, tetapi mendapati adik ketiganya masih berdaya. Mau tidak mau hatinya juga telah lega setengah. Oleh karena itu, dia segera menutup matanya untuk mengimbangkan energi pemberian dua tetua sakti tersebut. "Pertarungan pertama telah dimenangkan oleh kita seperti yang di duga..." tutur Xia Rujian dengan bangga. "Pertarungan bagus tetapi tidak seimbang." tutur Yue dengan nada dingin saja. Kata-kata Yue ini membuat semua orang melihatnya. Tentu maksud Yue adalah "menghina" kubunya sendiri yang main "licik" untuk menghadapi lawan. Yue meski sombong luar biasa, tetapi dia merasa main hina seperti itu tentu tidak membanggakan. Kata-kata ini juga secara tidak sengaja meredam rasa kebanggaan yang sama sekali tidak pantas di tuturkan Xia Rujian. Sebab siapapun tahu bahwa Wei Jindu adalah orang terlemah di antara orang yang akan dihadapi di medan pertarungan itu. Yeluxian segera siap untuk datang ke arena tengah. Sementara itu, Sun Shulie hanya berbalik untuk melihat Wei yang telah dibopong Huang ke "pasukan" Sung. Dia berbalik tidak melihat ke Yelu xian. Tentu ini segera membuat darahnya panas seketika. Dia sangat mendongkol karena melihat calon lawannya sama sekali tidak melihat padanya bahkan hanya sebelah mata. Melihat gelagat Sun Shulie alias Ming Ta yang sangat tenang dan acuh tak acuh. Yue kembali membuka suara. "Sepertinya perhitunganmu meleset. Betul meleset.... Pertarungan keempat sepertinya akan terjadi..." tutur Yue liangxu dengan sinis ke arah Hikatsuka. "Hm... Itu belum tentu... Sun Shulie hanya seorang pemuda dari Persia. Namanya saja tidak pernah kita dengar, mana mungkin seorang Yelu Xian tidak sanggup melawannya?" tutur Hikatsuka. "Tidak... Menurutku, Sun adalah yang paling jago di antara mereka semua. Dan tentunya sebelum Zhao

kuangyin diberi tenaga dalam oleh Dewa Sakti dan Dewa Semesta...." tutur Yue sambil melihat tajam ke arah Sun sambil menunjuk. Hikatsuka tentu kontan terkejut. Jika pertarungan kedua dimenangkan oleh Sun. Tentu pertarungan keempat akan terjadi. Apakah di antara mereka ada yang sanggup mengalahkan jurus 18 telapak naga mendekam yang sangat kesohor itu. Keduanya adalah pesilat tertinggi di partai Kai Bang. Tentu ini membuatnya keringat dingin. Tetapi bagaimanapun, dia berusaha menenangkan dirinya. Ye Luxian yang sepertinya telah tiada sabar, dia segera berteriak. "Kau mau bertarung atau tidak? Kalau tidak, babak kedua ini tidak perlu kau selesaikan." tutur Yelu Xian dengan marah. Sun hanya menatapnya sebentar, lalu dia berbalik kembali. Sesaat, dia merapal jurus jarinya untuk menotok nadi Wei yang masih kacau akibat tenaga dalam hebat yang terhempas ke tubuhnya. Lalu dengan tangan yang lain dia arahkan ke dada si pemuda tersebut. Sesaat, energi Zhu Xiang yang masih berkobar hebat di tubuh Wei buyar ke empat penjuru. Energi Zhu yang merusak itu segera menyebar hangat dan lembut ke sekitarnya. Dengan begitu, Wei sudah mampu meredam energi itu sendiri. Oleh karena itu, Sun bangkit kembali dan berbalik seraya mengarahkan pandangannya ke Yelu Xian. Apa yang dilakukan Sun secara cepat itu tentu membuat mereka sangat terkejut. Dan kecuali seorang Yue Liangxu tentunya. "Kau telah memberikan energimu sebagian kepada temanmu. Apa kau yakin bisa bertanding lagi?" tutur Yelu Xian seperti mengejek ke arahnya. "Sebenarnya bertarung denganmu tidak usah menggunakan seluruh kemampuanku." tutur Sun membalas dengan tersenyum simpul. Sun mengerti dengan benar. Kemampuan lawan memang belum diketahuinya pasti. Tetapi dengan membuatnya marah. Maka tenaga dalam lawan akan sedikitnya kacau. Dan telah terbukti kemudian. Yelu Xian segera marah besar. Tanpa ancang-ancang mulai bertarung, segera dia lancarkan tapak pemusnah raganya untuk menghadapi Sun Shulie. Pertarungan yang secara mendadak itu tentu segera memicu perhatian semua orang ke arah tengah. Sun Shulie bertarung pelan tapi pasti saja. Untuk melayani Yelu Xian, dia bahkan belum mengeluarkan kemampuannya sendiri. Setiap tapak dahsyat dari Yelu, segera di hindarinya. Jika ada tapak yang telah mati langkah, dia sesekali menyerang dengan tapak, tinju ataupun cakar. Jurus Sun terlihat sungguh berantakan sekali jika bagi yang melihatnya. Tetapi sesungguhnya jurus Sun malah terlihat gampang. Menghindar yah menghindarlah, menyerang yah menyerang. Bertahan yah bertahan. Prinsip orang yang tidak memiliki kungfu untuk bertarung. Siapapun yang menyaksikan tentu heran akan kemampuan pria tersebut. Tapak Yelu xian makin lama makin ganas. Sepertinya dia telah menuruti emosi-nya sendiri. Dan tanpa berpikir apapun, dia hanya tahu menyerang. Dengan gaya menyerang, dia acap kali

bertahan. Sementara itu, Sun hanya terlihat santai tetap dan seakan tiada siaga. Siapapun tidak tahu apa maksud Sun. Tetapi Sun adalah seorang pengamat yang sangat lihai, dia tidak ingin menghamburkan energi tingkat tinggi ke sesuatu yang tidak berguna. Hanya Yue Liangxu, Pei Nanyang dan Yuan Jielung yang melihat dengan pasti apa yang dilakukan Sun. Sun hanya berprinsip menyerang sekali secara dahsyat dan tidak membabi buta. Seperti seorang seniman yang hanya bekerja sekali dan tidak untuk dua kalinya. Seperti seorang pelukis hebat yang melukis Maha karyanya 1 kali saja. Tidak pernah melakukan sesuatu untuk ke- 2 kalinya. Sebaliknya Yelu sepertinya makin lama malah makin tidak sabar. Dia terus melancarkan serangan meski beberapa kali dia terlihat sia-sia. Pertarungan telah memasuki jurus ke 100 lebih. Tetapi Yelu hanya terus menyerang tanpa pernah memperhitungkan kapan energinya bakal habis, sementara itu Sun malah sebaliknya. Dia teruskan "permainannya", dia meneruskan "perjudian" itu sambil tutup mata. "Sepertinya Sun itu akan menjadi musuh tangguh kita di kemudian hari." tutur Yue sambil melihat serius ke arahnya tanpa mengedipkan mata. Dia melihat jelas sekali apa keinginan Sun disini. Sun harus menyerang sekali saja, dan sekali itu tiada rugi. Hanya akan ada kemenangan. "Raja Yelu.... Berhati-hatilah... Lawan sepertinya menantimu dengan mencari kelemahan dirimu." teriak Xia Rujian ke arahnya. Yelu Xian yang mendengar apa kata-kata Xia Rujian adik angkatnya dan segera sadar. Langsung saja dia menarik diri. Dia telah tahu apa maksud Sun melayaninya dengan mainmain. Sesaat, dia melihat ke arah Yue Liangxu. Dan tidak berapa lama, dia kembali merapal jurusnya dalam-dalam. Konsentrasi Yelu Xian langsung saja menjadi penuh. Dan sekali lagi, dia menyerang dahsyat, tetapi disini ketenangannya telah tampak jelas. Setiap jurusnya sudah betul-betul mantap sekali. Sun adalah pendekar yang sangat aneh. Kali ini lawan telah "tenang" untuk bertarung dengannya. Setiap jurus lawan telah makin dahsyat dan pasti. Bagaikan tanggul yang jebol aliran tenaga Yelu Xian seperti hendak "memakannya". Tetapi apa yang dilakukan oleh Sun Shulie? Dia hanya menghindar saja. Tidak pernah sekalipun dari belasan jurus yang datang dahsyat itu di tahannya. Dia menghindar dengan sangat pasti. Semua tapak Yelu Xian selalu mengarah ke angin. Tiada 1 jurus pun yang mengenai dirinya, bahkan tidak sejurus pun yang mengenai ke arah rambutnya. Tentu hal ini membuat semua pesilat disana sangat kagum. Semua orang tahu bahwa Sun Shulie mempunyai jurus "menghindar" yang sangat sakti. Bahkan pukulan tapak Ilmu pemusnah raga Qin Shih Huang pun belum sanggup menyentuhnya sedikit pun. Tetapi Ilmu pemusnah raga tentu bukanlah Ilmu kacangan. Ilmu ini diyakini sangat sakti di jagad persilatan. Meski semua orang tahu bahwa Sun Shulie mengincar kesempatan "kosong"-nya pertahanan Yelu. Tetapi hingga beratus jurus pun, Ilmu tersebut belum menunjukkan kelemahannya.

"Kau main-main saja? Ha???" teriak Yeluxian yang telah tiada sabar sekali setelah melayaninya puluhan jurus dan sangat sia-sia. Sesaat, nafas Yelu pun sudah cukup susah. Dia telah kelihatan cukup lelah. "Ilmu pemusnah raga dan jurus-jurusnya sangat termahsyur. Sehingga tiada seorangpun yang benar sanggup mengambil kesempatan menyerang." tutur Sun Shulie sambil tersenyum. "Baiklah. Kita tingkatkan energi untuk menyerang saja. Jika kau terus menghindar, maka meski menang bagaimana kau bisa bangga? Apakah semua orang Sung begitu?" tutur Yelu Xian dengan sinis dan cukup kasar sambil melihat ke arah pesilat Sung yang di sebelah depannya. Maksud Yelu xian tentu adalah sengaja mengumbar hawa amarah-nya pesilat disana. Untuk memanasi Sun Shulie sekaligus dan kawan-kawannya bahwa semua orang Sung adalah tipe orang yang mengambil kesempatan seperti Sun Shulie. "Baik.. Baik.. Raja Yelu... Jika aku menghindar sedikit saja, maka aku kalah dalam pertarungan ini..." tutur Sun Shulie sambil berteriak keras untuk di dengar semua orang. Semua sorak-sorai pesilat Sung lantas memenuhi tanah lapang itu. Tetapi, dari arah Zhao dan kawan-kawannya semua menyesali apa yang dikatakan Sun Shulie. Mereka tidak menyangka bahwa Sun juga ikut "terpancing" akan kata-kata Yelu Xian yang licik itu. Tetapi Sun tetap tenang saja dan tersenyum tiada hentinya. Tentu dia telah mendapat perhitungan tersendiri meski kawan-kawannya tentu sangat mencemaskan "pertarungan" babak ke II-nya tersebut. "Baik... Ini adalah kata-kata seorang satria dari Sung..." tutur Yelu Xian memuji sambil menunjuk ke arah Sun. Di dalam hatinya dia sangat girang sekali. Ternyata lawan telah tertipu akan kata-katanya yang hanya diucapkan secara spontan itu. Maka, secara langsung tak ayal segera di tingkatkan energinya sendiri. Lalu seperti Zhu Xiang tadinya, dia merapal jurus keempat pemusnah raga itu. Kali ini dia menggerakkan lengannya 1 putaran penuh. Sun yang melihatnya, segera tersenyum sangat puas. Langsung saja, dia telah melesat sungguh sangat cepat ke depan. Inilah kesempatannya!!! Inilah yang ditunggu oleh Sun Shulie alias Ming Ta. Dan kontan saja, Yelu Xian yang melihat ke depan telah kehilangan Sun. Dia sangat terkejut, dan segera merapal tapak pemusnah raganya yang keempat itu ke depan. Namun sebelum ribuan energi berpendar, dia telah melihat Sun di depan matanya. Sangat dekat sekali. Hanya batas sebatang hidung saja antara dia dan Sun Shulie. Tentu dia segera terkejut, dia segera menarik diri ke belakang seperti yang dilakukan oleh Zhu Xiang tadinya. Dengan maksud menjaga jarak, Yelu akan melancarkan energinya yang telah terkumpul itu. Tetapi sebelum tapak itu mengarah ke depan, dia telah di kejar Sun.

Kali ini, Yelu Xian sepertinya gawat sekali. Dia menarik mundur kakinya sambil merapal jurus. Tetapi sebelum tangannya betul di arahkan ke depan. Dia terhantam sebuat tapak yang Maha dahsyat ke dadanya. Lalu dengan menyeret kaki cepat dan akhirnya terpelanting Yelu Xian menerima jurus tapak yang hebat dari Sun Shulie. Keadaan Yelu Xian tidak ubah keadaan Wei ketika pertama kali jatuh terjerembab. Ratusan hawa energi segera membuat dirinya muntah darah yang sangat banyak. "Hebat!!!" teriak Yue Liangxu sambil bertepuk tangan. "Kau membelanya?" tanya Xia Rujian yang agak heran. "Bukan membelanya. Ini adalah kumpulan taktik, kungfu, seni, serta waktu yang sempit. Ini adalah maha karya. Ha Ha....." kata Yue Liangxu seraya bertepuk tangan kembali. "Apa nama jurusmu itu?" tanya Yue kembali setelah tawanya mereda. "Ini adalah tapak dewa Lao tingkat kedua..." tutur Sun seraya tersenyum menatap tajam ke arah Yue Liangxu. "Hebat!!! Kungfu yang hebat... Seharusnya kau lah yang bertarung melawanku." tutur Yue liangxu. "Kakak seperguruanku juga menguasai Tapak dewa Lao dengan lengkap. Kau tentu mendapat lawan yang seimbang." tutur Sun Shulie kembali dengan tersenyum. "Benarkah? Ha Ha..... Ini menjadi pertarungan yang sangat seru..." tutur Yue Liangxu dengan sangat senang mendapat seorang petarung hebat. Sebenarnya Yue berharap lawannya disini adalah Xia Jieji, apa mau pemuda ini "hilang" entah kemana. Kali ini tentu membuatnya sangat senang ada pesilat jago lainnya juga yang akan bertarung dengannya nantinya. "Kita sepertinya tidak akan menang kalau begitu. Meski kau mengalahkan Zhao, di antara kita berdua tiada keyakinan menghadapi pendekar Kaibang itu. Sungguh telah salah perhitungan..." tutur Xia Rujian kepada Hikatsuka. "Yang kita harapkan sebenarnya adalah Yue Liangxu. Satu Yue Liangxu mungkin imbang berlima dengan mereka. Tetapi ini adalah pertarungan babak.. Benar gawat..." tutur Hikatsuka yang seakan bingung menghadapi hal ini. "Tidak perlu takut... Kita bisa main licik kali kan?" tutur Wu Shanniang yang sedari tadi diam saja. "Betul.. Pasukan kita sebanyak 50 ribu telah di sembunyikan di dalam kota. Jika ada hal yang tiada beres. Kita bisa menyerbu mereka habis-habisan." tutur Xia Rujian sambil menenangkan dirinya sendiri. "Toh tujuan kita adalah memusnahkan dulu para pesilat, dengan begitu tiada susah lagi bagi kita untuk berjaya nantinya..." tutur Hikatsuka sambil melihat ke arah Yue Liangxu.

"Zhao memang harus dulu disingkirkan. Dia tidak boleh hidup kali ini. Aku akan bertarung dengan sangat serius." tutur Yue Liangxu dengan menatap tajam ke arahnya Zhao kuangyin. Sementara itu, Zhao telah siap menerima energi dari kedua tetua pesilat nan hebat itu. Kali ini dia hanya berusaha mengimbangkan kembali energi "baru" yang dahsyat itu. Sesekali dia menarik nafas dalam, dan sesaat dia telah "bangun" dan berdiri dengan benar. Dewa Semesta dan Dewa Sakti pun terlihat sudah kecapaian sangat setelah memberikan energi mereka yang 50 tahun terpendam itu untuk murid dan keponakan muridnya Zhao kuangyin. Zhao segera menghadap ke arah gurunya, dan kontan terlihat dia berlutut. "Sungguh apa tindakan guru dan paman guru hari ini sangat memalukanku..." tutur Zhao menyembah sambil berlinang air mata kepada kedua tetua pesilat itu." Dewa Semesta dan Dewa Sakti segera mengangkatnya dan membimbingnya untuk berdiri. "Dari tenaga dalamku dan tenaga dalam adik seperguruanku ini telah 8 bagian. Mungkin belum cukup untuk meyakinkan tapak Dewa Lao-mu yang tingkat tertinggi. Tetapi dalam ratusan jurus mungkin kamu bisa bertahan sampai ada kesempatan yang datang." tutur Dewa Semesta seraya tersenyum. Dari wajahnya telah terlihat sinar ketua-an. Setelah memberikan energi-nya yang dahsyat 8 bagian. Sepertinya Dewa Sakti dan Dewa Semesta sangat kelelahan. "Akan datang penolong jika kamu sanggup mengimbanginya 200 jurus. Kamu harus bertarung dengan sangat benar kali ini." tutur Dewi Peramal dengan tersenyum kepadanya. Zhao mengangguk pelan ke arah Dewi peramal dengan sangat hormat. "Kita akan pergi. Pertarungan sehebat itu tidak sanggup lagi kita saksikan disini. Muridku, kamu berjuanglah kali ini dengan benar." tutur Dewa Semesta. Namun tidak lama, ketiga tetua persilatan ini segera mengayunkan langkah untuk "meninggalkan" tembok kota Bei Ping tersebut. Semua orang sangat heran mendapati bahwa ketiga tetua persilatan yang sangat sakti tersebut telah meninggalkan tempat pertarungan dengan tiada ingin melihat kelanjutannya. Tetapi, Zhao kembali berlutut. Dia menyembah ketiganya dengan segera. Secara hormat dia melakukannya tiga kali sampai ketiganya telah beranjak dan tiada terlihat lagi. "Kamu sudah siap?" tutur suara seseorang yang memecahkan keheningan. Semua orang segera melihat ke arah suara yang berkobar itu. Zhao segera berdiri. Dia berjalan tenang ke arah lapangan tengah. Dan tiada berapa lama, dia telah berhadapan dengan Yue Liangxu.

"Bagaimana pun kamu adalah kakak sepupuku. Karena kamu masih memanggil ayahku dengan sebutan paman. Oleh karena itu, aku akan mengalah 3 jurus kepadamu. Bagaimana?" tutur Yue Liangxu dengan tersenyum ke arah Zhao kuangyin. "Ini bukanlah hal yang bagus. Aku jauh lebih tua darimu. Tidak pantas kamu mengalah untukku. Dan kita adalah para pesilat, bukanlah umur yang menentukan pantas atau tidaknya melainkan adalah kungfu." tutur Zhao dengan sopan kepadanya. Maksud Yue tentu diketahui Zhao secara pasti, lalu Yue menduga jangan-jangan Zhao akan mengatakan bahwa dia lah yang merelakan 3 jurus untuknya. Tetapi kata-kata Zhao sungguh telah membuatnya sadar bahwa "Naga" di tengah ini bukanlah naga palsu. Apa kata-katanya adalah kata-kata seorang yang berwibawa sangat tinggi sekali. Medan pertarungan tiada jauh berbeda dengan medan peperangan. Apa kata-kata seorang yang bertarung tentu didengar ratusan bahkan ribuan orang. Jika kata-kata tidak di tepati, maka sama saja bukanlah seorang satria lagi dalam melanjutkan pertandingan. "Ha Ha............... Aku sangat berterima kasih kepadamu. Kamulah yang memberikan kepadaku kitab membersihkan otot yang membuatku pulih tenaga dalam kembali. Bagaimanapun ini adalah medan pertarungan. Siapa yang jago maka dialah yang menang. Aku rasa tiada lagi cukup katakata untuk membuktikan. Marilah!!!" tutur Yue yang langsung saja berancang-ancang menyerang. Zhao menatapnya dengan diam dan sangat berkonsentrasi tinggi. Dia betulkan posisi kudakuda menyampingnya. Sebelah tangan dia membentuk tinju, sebelah tangan lagi dia membentuk tapak. Langsung saja, Yue telah menyerang. Gerakannya sangat dahsyat kecepatannya. Jarang ada pesilat yang sanggup melihat gerakannya secara pasti lagi. Hanya beberapa orang hebat yang sanggup mengetahui apa yang dilakukan oleh Yue Liangxu. Dia berlari sambil membentuk tapak di atas kepalanya. Zhao yang melihatnya, segera ikut maju juga. Sikap kedua tangannya tidak berubah sama sekali. Ketika saat tersebut telah sangat dekat, Yue telah membentuk sebuah tapaknya untuk menghantam tapak-nya Zhao yang telah di siagakan. Dan... Langsung saja benturan hebat terjadi. Laga tenaga dalam keduanya langsung saja membentuk lingkaran yang sangat besar yang mengguncangkan tanah di sekitarnya. Angin "panas" dari arah tengah segera menyapu pasir-pasir disana hingga berterbangan. Beberapa pesilat biasa langsung kontan terdorong hebat oleh energi keduanya yang memudar itu. Jurus pertama dari masing-masing pihak ternyata masih sama kuatnya. Kemudian tentu dilanjutkan oleh jurus keduanya. Zhao yang tadinya memasang tinju segera mengarahkannya secara panjang ke arah pipi-nya Yue Liangxu. Yue yang melihatnya segera terkejut, dengan

cepat dia menghindar ke bawah. Bersamaan itu, yue segera mengarahkan tapaknya ke arah perutnya Zhao yang terbuka tersebut. Lalu melihat bahaya yang sungguh riskan di depan mata, Zhao memutar kakinya seraya bersalto ke arah depan dengan sangat cepat. Mendapati tapaknya membentur daerah kosong. Yue tidak menyerah. Dengan berbalik cepat, dia segera membentuk tapaknya setengah lingkaran. Kontan sebuah energi maha dahsyat segera dilontarkan ke arah Zhao kuangyin yang masih dalam keadaan melayang itu. Zhao yang melihatnya, segera menghembuskan nafas panjang sambil mengarahkan tapaknya ke arah datang energi nan dahsyat itu. Energi Yue Liangxu yang dahsyat segera berbenturan. Zhao seperti sedang memutar tangannya dengan cepat sekali. Dan langsung tenaga dalam Yue yang sakti itu berputar di sekitar tangannya. Zhao menggunakan jurus yang hebatnya untuk mengeliminasi tenaga dalam Yue Liangxu. Energi Yue segera berputar satu lingkaran bagai gasing yang berputar mencabik tersebut. Dengan memanfaatkan tenaga dalam Yue, Zhao bersalto ringan tepat di tanah. Yue yang melihat energinya sia-sia, langsung saja beranjak untuk menyerang kembali. Tetapi dengan sangat cepat pula, energi Yue yang belum habis di tangan Zhao segera di lemparkan olehnya untuk menyerang tuannya sendiri. Yue yang melihatnya segera mengibaskan lengannya dengan tenang. Energi-nya sendiri yang hendak senjata makan tuan tersebut kontan melesat mengikuti kibasan lengannya dan mengarah ke tanah dataran yang cukup luas di samping. Kontan saja sisa energinya Yue langsung seperti meledakkan tanah yang gersang itu. Seperti ada yang menanam bahan peledak disana. Semua pesilat yang melihatnya hanya bisa melongo menyaksikan apa yang dilakukan oleh Yue Liangxu yang sangat sakti itu. Tetapi Yue tidak berhenti sampai disini, dia langsung menyerang sangat cepat ke arah Zhao. Zhao kuangyin kemudian melayaninya dengan sangat dahsyat pula. Sesekali terlihat dia mengayunkan tinju panjang-nya yang hebat itu. Sesekali dia memainkan tapak Dewa Lao-nya yang termahsyur tersebut. Sungguh sebuah pertandingan yang sangat luar biasa. Tenaga dalam keduanya sangat setara sekali. Seakan keduanya sedang "latihan" tetapi keduanya memainkan jurus yang sungguh sangat mematikan. Suasana medan pertarungan sangat asik di dengar dan di saksikan oleh siapa saja. Tanpa terasa telah hampir 200 jurus dimainkan oleh keduanya pula. Baik Zhao dan Yue keduanya telah bernafas memburu. Tetapi keyakinan keduanya untuk bertarung masih sangat baik sekali. Yue yang bertarung hebat sungguh tidak menyangka bahwa masih ada orang yang sanggup melawan Ilmu pemusnah raganya yang sejauh ini telah dikerahkan hingga tingkat ke enam.

Yue mempunyai 8 unsur energi dimana terdiri dari 4 unsur utama dan 4 unsur pendukung. Oleh karena itu, Ilmu pemusnah raganya terdiri dari 8 tingkatan energi yang sangat dahsyat. Di satu kesempatan kemudian, Yue tidak ingin berlelah tarung lagi. Meski dia hanya menggunakan 8 bagian kemampuannya. Namun belum sanggup menjatuhkan seorang Zhao kuangyin. Ini cukup mengherankannya. Sementara itu, Zhao sebenarnya telah cukup lelah. Dia tidak menyangka adik-nya tersebut sangat jago luar biasa. Kemampuan sesungguhnya mungkin melebihi kemampuan adik angkat keduanya Xia Jieji. Tetapi bagaimanapun dia harus meyakinkan pertarungan ini sebaikbaiknya. Setidaknya dia tidak ingin mengecewakan kedua tetua sakti yang salah satunya adalah guru silatnya tersebut. Yue yang terakhir kelihatan tiada sabar lagi segera mengganti jurus tarungnya. Dengan cepat dan tepat dia tidak ingin mengumpul energinya lagi. Sekali, dia menghantam luar biasa keras ke arah Zhao kembali. Tetapi kali ini lain sekali, Ilmu pemusnah raganya yang tingkat ketujuh segera di kasi berkerja. Dan dengan satu dorongan tenaga dalam hebat, dia bermaksud memusnahkan Zhao kuangyin disana. Hawa tenaga dalam Yue yang bekerja kali ini hanya lurus dan sangat cepat. Targetnya tentu adalah Zhao kuangyin. Zhao melihatnya segera merapal langkah Dao tertingginya. Dia bermaksud untuk menghindar ke samping kanan dengan sangat cepat. Dan memang benar, energi Yue kelihatannya terbuang sangat sia-sia. Tetapi dengan cepat pula, Yue segera maju ke arah belakang Zhao yang terbuka tersebut. Dan yang anehnya, energi Yue yang seharusnya terbuang sia-sia itu segera berbelok mengarah ke arah depan Zhao kembali. Sepertinya energi Yue sedang "mengincar" mangsanya yang telah lolos tersebut. Tentu ini sangat mencemaskan kubu Sung. "Awas!!!!!" terdengar teriakan mereka dengan wajah yang sangat cemas sekali. Siapapun yang melihat tentu akan tahu bahwa kali ini Zhao pasti celaka. Sebab di satu sisi dia melayani energi Yue yang membelok tersebut ke arah depannya. Sementara itu Yue telah hampir berada di belakangnya. Zhao punya inisiatif untuk menghindar lagi. Karena dengan menghindar, mungkin Yue akan terkena sendiri serangannya dari arah depannya Yue. Tetapi perhitungan Zhao meleset. Yue memang melesat ke arah Zhao, tetapi dia hanya dalam gerakan kecepatan biasa saja. Tetapi energi Yue melesat 2 kali lebih cepat dari energi yang sempat di hindarkan oleh Zhao tadinya. Mau tidak mau, Zhao tiada pilihan lagi. Kali ini dia merapal tapak dewa Lao tingkat kelimanya untuk melayani energi Yue. Di lain halnya, dia hanya merasa pasrah sebab Yue tentu akan menyerangnya dari belakang. Dengan dua tapak, Zhao segera menghadang energi yang melesat sangat cepat itu. Dan benturan sesaat langsung saja terjadi. Baru saja kedua energi terbentur, tanah pijakan Zhao telah retak dan hancur seluruhnya. Energi Yue yang tidak tampak oleh kasat mata itu seperti membentuk sebuah bola yang sungguh "berat" sekali menekan kepadanya.

Yue menunggu kesempatan tersebut. Gerakan tadinya yang lamban segera di percepat. Kontan Zhao kuangyin yang merasakan dari arah belakang, sangat terkejut sekali. Tanpa terasa keringat dingin membasahi dahinya. Sementara bola energi Yue dari depan terus menekan hebat kepadanya. Yue yang telah sampai ke belakang punggung Zhao tentu sangat girang. Dia kali ini memanfaatkan kesempatan untuk menyerang Zhao dengan 1 tapak saja. Karena dengan 1 jurus saja Zhao pasti sudah hidup segan mati tak mau. Dan dengan pesat pula Yue merapal tapaknya secara luar biasa keras ke arah punggung Zhao yang terbuka tiada pertahanan lagi. Tetapi... Tapak hebat si pemuda tampan tersebut sepertinya bersentuhan dengan sesuatu. Sesuatu yang mirip tapak juga. Dan ternyata memang benar, tapak seorang pemuda yang lain telah "sampai". Energi yang dirasakan Yue kali ini sungguh berbeda. Sehingga dengan hentakan penuh, Yue "dipaksa" mundur 10 langkah ke belakang. Lalu tanpa banyak bicara, orang yang lain tersebut melekatkan tapak ke punggung-nya Zhao kuangyin. Bola energi Yue yang sedang "dilayani" itu kontan musnah ke beberapa arah. Semua orang dari kubu Sung lantas bergembira sangat melihat orang yang datang tersebut. Sementara itu, Yue Liangxu langsung saja menatapnya dengan sangat dingin. "Kalian bertarung dengan hebat, kenapa aku tertinggal di belakang." tutur pemuda tersebut. Zhao segera berpaling ke arahnya. Lantas sangat girang dia berteriak. "Adik kedua!!!!"

BAB XCVIII : Jurus Terakhir Sesampainya Jieji di sana membuat semua para pesilat tanpa kecuali melihat ke arahnya. Dari kubu Zhao kuangyin, semuanya lantas bergembira. Semuanya kontan lantas mendekatinya. Sedang dari pihak para pesilat dari Liao justru sebaliknya. Yue Liangxu segera menarik diri untuk kembali ke pihaknya sendiri. Sorot mata pesilat Liao tampak tajam melihat kehadirannya. Para pesilat daratan China yang mengambil tempat yang cukup jauh kontan berdesas-desus. Sebab lumayan banyak yang mengenal pria tersebut yang dijuluki mereka sebagai Dewa pembantai. "Adik kedua... " tutur Zhao dengan sangat bergembira sekali. Dilihatnya sang adik yang tiada berubah sedikitpun semenjak beberapa bulan lalu meninggalkan kubu mereka. "Kakak pertama, mohon maaf atas keterlambatannya." tutur Jieji seraya merangkap kedua tangannya memberi hormat. Setelah itu, dia mengeluarkan sesuatu di kantong bajunya. Sambil berpesan berbisik pelan kepada Zhao. Dia memberikannya sambil tersenyum pula.

Zhao hanya mengerutkan dahinya saja beberapa lama sambil menatap adik keduanya itu, maka kemudian akhirnya dia mengangguk saja. Tetapi kerutan dahi yang "dibuatnya" tersebut tidak sirna sama sekali. Dia berpikir apa hal yang sedang dipikirkan adik keduanya tersebut. "Bisakah kamu berjanji kepadaku." tutur Jieji melihat ke arah Zhao kuangyin. Dia hanya terlihat mengangguk saja dengan pelan sambil menghela nafasnya. "Kamu telah balik..." tutur Sun sendiri sambil tersenyum puas kepadanya. Jieji berpaling ke arah Ming Ta, dia terlihat mengangguk pelan sambil tersenyum pula kepadanya. "Dengan kembalinya anda, maka kubu kita telah seimbang melawan para pesilat Liao tersebut." kata Pei Nanyang kepadanya. "Hm..." terlihat Jieji sambil menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu, dia berpaling ke belakang. Sambil mendongkakkan kepalanya, dia melihat ke atas tembok kota Beiping. Yang dilihatnya tentu tiada lain adalah istrinya yang tercinta, Yunying. Yunying juga melihatnya. Tetapi tatapan nyonya Xia tersebut tiada kegembiraan apapun. Dia menatap ke arah Jieji dengan tatapan yang mirip tatapan kosong saja. Sedangkan Wu Shanniang, Sang ibu berada di belakangnya sangat dekat sambil menodongkan pedang ke arah leher Yunying. Jieji menatapnya cukup lama sambil mengerutkan dahinya, di dalam pikirannya berkecamuk lumayan banyak hal. Sampai dia tersadar setelah Yue Liangxu mengeluarkan suaranya. "Saudara Xia, akhirnya anda sampai juga setelah perjalanan yang cukup melelahkan sepertinya. Sungguh menyusahkan anda." tutur Yue Liangxu sambil tersenyum kepadanya. "Saudara Yue, cukup merepotkan anda untuk memikirkanku... Maka daripada itu aku menyampaikan terima kasihku." tutur Jieji dengan sikap sopan kepadanya. Para pesilat yang mendengar apa kata 2 pemuda tersebut sangatlah heran. Sebagian besar di antara mereka sangat yakin bahwa Jieji dan Yue Liangxu adalah musuh mendarah daging. Beberapa kabar di dunia persilatan bahkan menyebutkan bahwa Yue dan Jieji telah berebut 1 wanita yang cantik luar biasa. Wanita cantik yang di atas tembok kota Beiping itu sehingga membuat keduanya seperti musuh turun temurun. Tetapi apa kata sambutan keduanya tersebut membuat tiada orang di sana yang tiada merasa heran. Sebenarnya keduanya mengatakan hal tersebut hanya guna berbasa basi. Yue merasa orang yang sanggup menandinginya hanya seorang Xia Jieji saja di masa sekarang. Oleh karena itu, dia hanya melampiaskan kegembiraannya saja karena akhirnya dia bertemu dengan lawan yang setimpal. Jieji tentu menyadari sepenuhnya apa maksud perkataan pemuda tampan tersebut. Yelu Xian segera memotong keduanya. "Kau!!! Kau adalah pesilat dari daerah Tongyang (Jepang), maka pada pertandingan ini tidak perlu kau lakukan. Segera kau menyingkir!!!"

"Raja Yelu... Apakabarnya anda?" teriak Jieji seraya tertawa mendengar perkataannya. "Kau ketawa apa? Apa ada yang lucu???" teriaknya dengan spontan. Hikatsuka Oda yang tepat berada di belakang Yelu Xian lantas menggelengkan kepalanya. Tidak disangka seorang raja Yelu, kakak angkatnya itu begitu berangasan dan tiada berpikir sebelum bicara. "Tentu hal yang lucu luar biasa banyak sekali, maka daripada itu aku tertawa..." tutur Jieji tanpa menghentikan tawanya itu. "Hari ini adalah pertarungan antara pendekar Liao dengan......" barusan dia berbicara saja, dia telah terkejut. Rupanya dia menyadari sebuah hal. Dia lantas sangat malu luar biasa. Dan tiada melanjutkan apa perkataannya lagi. Memang benar, jika hari ini adalah pertarungan antara pendekar Liao dengan China daratan. Maka yang berdiri di pihaknya mungkin hanya dia sendiri. Sedang Zhu Xiang, Xia Rujian, Hikatsuka, ataupun Yue Liangxu bukanlah orang Liao. Mana mungkin ini bisa disebut pertarungan antara Liao melawan China daratan. Yue Liangxu tiada mempedulikan hal seperti ini, dia hanya ingin bertanding dengan lawan setimpalnya. "Tidak peduli orang Liao, India, China daratan ataupun Tongyang. Asalkan berdiri di pihak kita, maka lawan kita adalah pihak yang berseberangan." "Para pendekar dari dunia persilatan... Jika kalian masih mempunyai rasa kebangsaan kalian, maka berdirilah di pihak sana..." teriak Yue Liangxu seraya menyambung sambil menunjuk ke arah Zhao kuangyin. "Apa dia sudah gila?" tutur Xia Rujian ke arah Hikatsuka yang sedang berdiri di sebelahnya. "Anak ini terlalu yakin akan kemampuannya. Aku juga tidak berani memberikan kesimpulan dahulu..." tutur Hikatsuka Oda sambil mengerutkan dahinya dan memandang ke arah Yue Liangxu dengan tajam. Sementara itu, semua pesilat yang tadinya berdiri di samping segera beranjak ke belakangnya "pasukan" Zhao kuangyin. Mereka adalah orang asli Han, tentu tiada orang yang berpikir untuk ikut dengan pasukan Liao di seberangnya. "Jadi pertarungan babak sepertinya tidak usah kita lanjutkan lagi. Hari ini adalah penentuan nasib pendekar. Siapa yang hidup dia menjadi raja, yang mati maka siaplah untuk menggali kuburan sendiri." tutur Yue Liangxu. Jieji yang mendengar apa kata Yue segera beranjak maju ke depan. Wibawa pendekar Jieji memang sangat tinggi. Dengan berjalan tenang ke depan, banyak yang merasa kagum kepadanya. Dia tidak berbicara banyak melainkan hanya melihat terus ke arah tembok kota Beiping. Sepertinya dia hanya memikirkan keselamatan Yunying terlebih dahulu. Sesaat, di sisirnya tembok atas kota Beiping yang megah tersebut. Dilihatnya Yunying yang hanya beberapa kaki

telah mendekati pinggiran tembok kota itu. Wanita cantik ini tetap memandangnya tanpa menggeserkan bola matanya. Namun Yunying masih terlihat sangat dingin saja kepadanya seperti saat pertemuan sebelumnya. Tentu Yunying tiada pernah tahu bahwa ayahnya Wu Quan masih hidup dengan sangat baik-baik saja di suatu tempat. Bahkan keluarganya juga tiada mengapa-mengapa. Ini hal memang ingin di ungkapkannya. Tetapi setelah berpikir, Jieji tiada jadi untuk memberitahukan hal tersebut. Di dalam hatinya telah mendapat sebuah kepastian, maka tiada gunanya untuk memberitahu dia sekarang menurutnya. Dan di samping Wu Shanniang yang berada di belakang Yunying terlihat ibunya sendiri. Dengan tatapan yang penuh kasih dia melihat sang putranya itu. Tiada lepas pandangan sang ibu kepadanya. Jieji juga melakukan hal yang serupa, dia melihat ibunya sendiri. Banyak hal yang ingin dikatakan kedua belah pihak. Tetapi keduanya seperti sedang berbicara dalam keadaan diam. Sang ibu beberapa kali menggangguk pelan kepadanya. Tetapi di balas oleh Jieji dengan menggelengkan kepalanya sambil menghela nafasnya. "Saudara Xia, bagaimana? Kita akan bertarung sekarang juga?" tutur Yue. Kata-kata Yue membuyarkan pandangannya ke atas tembok kota. "Kenapa tidak?" tutur Jieji sambil memasang kuda-kuda menyamping. Sambil mengarahkan kipas di tangan ke arah Yue. "Lantas kenapa tidak kita mulai saja?" tutur Yue sambil dengan pesat menuju ke arah Jieji. Jieji yang melihatnya segera saja mengganti tangan kiri untuk memegang kipasnya. Maka dengan cepat juga dan tanpa berjalan, Jieji menyapok kipas yang masih tertutup ke arah Yue Liangxu. "Kipas? Apa itu bisa melukai orang?" tutur Yue Liangxu yang telah mendekat kepadanya dengan sangat cepat itu. Sesaat, kipas yang seharusnya di arah muka Yue, segera berubah arah. Yue segera terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa di dunia masih ada jurus begituan. Yue memang sedang melindungi muka dengan sebelah tapaknya. Tetapi ketika tapak hampir beradu dengan kipas, kipas langsung tiba-tiba menurun. Kali ini sasaran adalah titik Tan tien( titik tenaga dalam yang berada 3 jari di bawah pusar). Ini adalah titik fatal setiap manusia. Jika pertahanan Tan tien terbuka, maka semua pesilat tinggi pasti dahulu melindungi titik tersebut. Memang titik Tan tien tidak langsung mematikan. Tetapi jika lawan telah menyerang dan kena. Maka pemulihan tenaga dalam jelas telah terhambat. Ini adalah pertarungan tingkat luar biasa tinggi. Mungkin ribuan jurus bakal di jalani. Jika dalam 1 jurus Yue telah terserang titik Tan tien, maka dia telah tiada berdaya lagi untuk jurus yang lainnya.

Yue bukanlah seorang pesilat kacangan. Meski terkejut, dia segera mengumpulkan energi tinggi untuk melindunginya. Sedang kedua tapak yang telah penuh tenaga dalam segera di lontarkan ke arah Jieji. "Plok!!!" Jelas terlihat bahwa Yue Liangxu terkena serangan pas sekali di Tan tien. Tetapi dia tidak membiarkannya. Kedua tapak dengan jurus pemusnah raga tingkat ke 5 segera saja di arahkan ke arah dada Jieji. Setelah merasa mengenai lawannya, dia berniat mengelak. Dan setelah mengeluarkan langkah Tao untuk menghindar kesamping, Jieji kembali memutar kipas dengan luar biasa cepat untuk "menampar" ke arah pipi lawannya. Tetapi, ketika baru berjalan setengah. Kipas terpaksa harus di tariknya. Sebab pukulan tapak Yue yang semula sasarannya adalah dada Jieji. Segera di putar haluan. Kali ini tapak Yue satu mengarah ke arah kepala, dan satunya lagi berarah ke arah Tan tien Jieji juga. Karuan, dengan melempar kipas ke belakang, dia menarik nafas panjang. Maka dengan arah tapak yang sama, Jieji melayaninya. Benturan langsung saja terjadi. Hawa tenaga dalam berbentuk lingkaran muncul dari keempat tapak yang saling berlaga tersebut. Hawa panas segera membuyar, dan para pesilat terpaksa mengumpulkan tenaga untuk menahannya sebisa rupa. Terlihat, dengan menyeret kaki mundur Jieji sepertinya kalah dalam adu tenaga dalam tersebut. "Sungguh hebat ilmu kipas anda itu...." tutur Yue seraya memuji ke arah Jieji. "Terlalu memuji... Tenaga dalam saudara Yue belum ada tandingannya sejagad." tutur Jieji melihat dengan tajam ke arahnya. Jieji telah mengalami luka dalam dalam pertarungan 3 jurus yang sangat cepat itu. Para pendekar yang melihat seraya melongo dan tiada percaya melihat apa yang sedang terjadi. Beberapa di antara mereka yang ilmu silatnya hanya golongan menengah, hanya sanggup melihat jurus ketiga dua pendekar luar biasa sejagad ini. Yaitu ketika kedua tapak bertemu. Bahkan cukup banyak di antara mereka merasa bahwa mereka berdua hanya memainkan 1 atau 1 1/2 jurus saja. "Sungguh luar biasa ilmu yang dikeluarkan lewat kipas itu... Entah darimana anakku mempelajarinya..." tutur Hikatsuka yang agak bingung tersebut. "Dalam membengkokkan setiap jurus senjata. Ilmu pedang ayunan dewa belum ada tandingannya. Tetapi jika di bandingkan dengan jurus anakku itu, memang seperti cahaya kunang-kunang melawan rembulan." kata Xia Rujian menyambungnya sambil menghela nafas.

"Hari ini betul-betul telah membuka mata... Jurus senjata terampuh...." tutur Zhu Xiang sambil tersenyum. "Saudara Xia, jurus pertamamu tadi sungguh luar biasa sekali. Itu ilmu setan apa yang telah kau pelajari..." tutur Yue yang juga melihat jelas bahwa sebenarnya bukan Jieji sedang menyerangnya. Tetapi dia sendiri yang datang untuk "menyerahkan diri" untuk di serang dengan kipas tersebut. Yue memang terluka dalam juga. Tetapi Yue ada seorang pesilat no. 1 sekarang. Tenaga dalamnya yang laksana ombak menderu tidak mungkin bisa di pendam dengan mudah oleh 1 jurus saja. Jika benar Jieji mengeluarkan semua tenaga dalamnya dalam jurus tadi, mungkin Yue akan terkapar tiada berdaya. Tetapi karena sangat singkatnya waktu dan kecepatan Yue yang luar biasa. Maka nafas paling panjang dan cepat untuk mengerahkan tenaga dalam penuh pun tidak sanggup mengimbangi kecepatan Yue liangxu yang sedang menyerang itu. "Itu Ilmu pedang surga membelah..." tutur Sun Shulie yang berada di belakang. Sun mengenal ilmu pedang ini. Entah dimana pernah dilihatnya, tetapi dia yakin itulah Ilmu pedang yang belum ada tandingannya sampai sekarang. Di antara pesilat yang berdiri menyaksikan, adalah seorang yang berdiri sambil terkejut luar biasa. Meski dia tidak pernah melihat Ilmu pedang yang luar biasa tersebut. Tetapi mendengar saja, dia langsung gemetaran. Pesilat di sampingnya segera menanyainya. "Tuan kamus kungfu. Apa pernah mendengar Ilmu seperti itu?" tutur pesilat di sampingnya. "Ilmu itu ciptaan seorang menteri pertahanan masa dinasti Jin. Kabar mengenai Ilmu pedang tersebut kukira adalah gosip belaka saja. Tetapi ternyata memang benar..." tutur Kamus kungfu sambil menggelengkan kepalanya. Bahkan seorang Jieji tidak pernah mendengar nama Ilmu pedang tersebut. Dia tentu sangat terkejut. Jieji tahu bahwa Ilmu pedang terhebat sepanjang masa adalah Ilmu pedang ciptaan Yang Chuyan, seorang menteri pertahanan dari dinasti Jin. Sekitar 600 tahun dari zamannya sekarang. Tetapi tidak disangkanya Ilmu pedang tersebut adalah warisan dari China daratan asli. "Hm... Luar biasa saudara Xia... Tetapi ilmu pedang saja sepertinya tiada cukup untuk membendungku." tutur Yue sambil tersenyum ke arahnya. Jieji mengerti dengan tepat apa perkataan Yue Liangxu tersebut. Meski dia mengganti senjata ke pedang. Namun dengan tenaga dalam nan kuat, Yue masih sanggup mengatasinya. Oleh karena itu, sambil tersenyum dia melemparkan kipasnya ke belakang. Kali ini dia sendiri menarik nafas yang kuat. Dengan melingkarkan tapaknya setengah lingkaran, jelas tanah di kakinya segera terlihat bergetar, desiran angin telah memenuhi dirinya. Hawa tenaga dalam yang panas sedang berdesir kuat. Yue yang melihatnya segera tersenyum puas. Dia meniru apa tindakan Jieji. Maka tenaga dalamnya langsung saja bekerja. Kedua belah pihak mengeluarkan jurus yang sama, tetapi ilmu yang sangat berbeda. Tenaga dalam Yue liangxu sekiranya telah setengah kali lipat di atas

tenaga dalam Jieji. Energi yang dihasilkan pemuda tampan ini sungguh mengoyak. Jika ada pesilat yang berada dekat kepadanya. Maka tidak mustahil nyawanya terancam sangat. Tanpa menunggu lama, Jieji langsung menyerang. Dia melaju pesat lurus ke arah Yue liangxu. Yue yang melihatnya segera melakukan hal yang sama pula. Dia terus melaju dengan kedua tapak telah siap menghantam. Tetapi telah setengah jalan, Jieji segera mengubah arah. Dia bergerak melingkar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Yue yang kehilangan "buruannya" yang sedang berada di depan matanya itu kontan terkejut. Dia berbalik untuk melihat apa yang terjadi. Jieji yang tadinya hendak beradu jurus, sekarang telah melompat tinggi ke arah tembok kota. Tetapi... Niatnya telah di ketahui sebelum-sebelumnya. Hikatsuka, Xia Rujian, Zhu Xiang, Yelu Xian yang tadinya berada di belakang Yue tentu telah tahu bahwa Jieji akan memainkan sandiwara di pertarungan itu. Karena tujuannya yang pertama dan terpenting adalah menyelamatkan istrinya yang tercinta itu. Wu Shanniang adalah orang yang pertama terkejut. Tahu-tahu dia telah berada di depan dalam jarak yang hanya 10 kaki. Dia berniat untuk mendekatkan pedang ke arah leher puterinya. Tetapi berbareng, dia pun merasa girang luar biasa. Karena 4 orang lainnya telah terlihat bayangannya ikut mengejar Jieji dari belakang dengan tapak yang telah siap untuk menyerangnya. Jieji cukup terkejut ketika dia merasakan hawa angin yang mengoyak tersebut dengan luar biasa hebat di punggungnya. Dia tidak menyangka bahwa lawan akan senekad tersebut. Meski kelimanya masih berada di udara, semuanya mengambil resiko yang sungguh hebat. Jika salah satu di antara mereka yang terkena jurus, maka nyawa pun menjadi taruhannya. Sebab tembok kota tersebut sungguh sangat tinggi. Jatuh dari atas jika tidak mati maka setidaknya patah tulang dan menjadi cacat seumur hidup. "Awas!!!!" teriak orang-orang dari arah para pesilat tersebut. Mereka mengira bahwa Jieji tidak tahu bahwa banyak lawan sedang membokongnya. Namun dengan gerakan yang sungguh cepat, dia membalikkan badan. Seraya membalikkan badan, dia langsung mengirim tapak berantai tingkat keempat yang luar biasa hebat tersebut. Dengan berbaliknya Jieji, maka bukanlah para pesilat itu pertama kali melihat mukanya. Tetapi yang terlihat adalah ribuan tapak sedang mengarah kepada mereka. Kontan keempatnya sangat terkejut. Namun karena keempatnya telah siap, maka sama-sama mereka menggunakan ilmu yang sama. Empat tapak pemusnah raga tingkat keempat melawan satu tapak berantai tingkat keempat. Benturan di udara tersebut sungguh sangat dahsyat. Keempat pendekar Liao terlihat terpental sedikit saja ke belakang dalam gerakan yang masih melayang. Sedang Jieji terpental dengan pesat. Meski sedang melayang, Hikatsuka tahu apa yang sedang dilakukan Jieji. Dia meminjam

tenaga lawan untuk memesatkan dirinya ke arah yang sama sambil membalikkan diri. Inilah salah satu tipu daya silat dari Jieji. Tetapi... Ketika hanya tinggal 2 kaki mendekat ke Yunying. Dia telah melihat bayangan seorang yang sangat cepat dan telah tiba di depannya. Bayangan orang tersebut tiba-tiba menjulur menyerang ke arahnya. Jieji masih siap penuh dan berkonsenterasi sangat. Maka ketika dia melihat hal tersebut, dia segera menjulurkan tapaknya untuk melayani. Benturan kedua segera terjadi dalam jarak yang tiada sampai 3 detik saja. Tetapi benturan kali ini sungguh lain. Tenaga dalam luar biasa lawan "memaksanya" mundur terpental. Dan tentunya kali ini pasti Jieji tidak berniat pinjam tenaga lawan lagi. Terlihat dia terpental kembali ke arah kubunya sendiri. Maka, dengan memutar diri seperti gasing dia turun dengan benar. Sementara itu 4 pendekar Liao yang lain telah melakukan hal yang sama. Mereka mengambil gerakan ilmu pemusnah raga tingkat kedua untuk menyerap dan membuyarkan energi lawan tadinya. Orang yang menghalangi Jieji tentu tiada lain adalah Yue Liangxu. Dia segera turun dari atas dengan gerakan yang ringan bagaikan bulu. "Saudara Xia. Kau bermain curang kali ini... Tetapi kesempatan tiada 2 kali..." tuturnya sambil tersenyum. "Hm..." tutur Jieji sambil tersenyum. Kemudian dia melihat ke atas lagi. Dia menatap Yunying dengan mata yang sayu beberapa lama. Yunying yang sebenarnya memang di sandera oleh ibu kandungnya sendiri. Meski dia masih mendendam sangat kepada suaminya itu, tetapi melihat suaminya tanpa peduli nyawa untuk menolongnya, hatinya sesaat telah luluh. Dia melihat ke arah suaminya dengan hati yang bercampur aduk. "Saudara Xia, apa masih ada niat kau itu untuk bertarung?" tutur Yue Liangxu yang melihat kegamangan hati Xia Jieji. Jieji tidak menjawab Yue. Dia tetap melihat ke arah Yunying. Menatapnya sungguh sangat lama. Sehingga hal ini membuat orang merasa cukup heran. Suasana di bawah kota terasa sepi luar biasa dan tiada orang berani untuk membuka suara. Beberapa kali, Jieji terlihat menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Karena suasana kota yang amat sepi tersebut maka nafas Jieji di dengar oleh siapa saja disana. Semua menyayangkan keterlambatan yang hanya entah sesaat yang luar biasa itu saja di kacaukan oleh Yue Liangxu. "Kau dengar? Sekali lagi kau datang maka aku tidak peduli lagi puteriku ini hidup atau tidak!!!!" tutur Wu Shanniang membuka suara. Suasana yang tadinya sepi tentu menggemakan suara Nyonya Wu atau Nyonya Yelu tersebut.

Jieji kemudian terlihat berpaling ke arah Zhao. Dia mengangguk memberi tanda kepada kakak pertamanya tersebut. Kakak pertamanya mengikuti anjuran apa yang telah di bisikkan adik keduanya itu. Dia segera membuka sebuah buntalan. Dia ingat betul apa kata adik keduanya. "Setelah benar bahwa kelihatan aku memberi tanda. Bukalah kain yang pertama. Disana akan ada cara yang benar yang akan bisa dilaksanakan. Setelah benar semua berjalan baik, kalian pergilah terlebih dahulu. Aku akan menyusul kemudian. Meski berbahaya, tetapi adik punya cara untuk meloloskan diri. Di kain kedua yang berwarna hijau harus dibuka setelah benar sampai ke daerah Sung kita. Kain ketiga yang berwarna putih hendaknya dibuka 3 bulan setelahnya. Pasukan Liao semua sekitar 5 laksa serdadu telah berada di dalam kota Beiping menunggu menyerang saja setelah aku kalah dalam pertandingan ini. Kakak pertama harus benar menjalankan apa yang tertera disana." Inilah isi perkataan Jieji tadinya. Segera, Zhao membuka kain pertama yang berwarna merah tersebut. Kain yang mirip dompet itu dikoyak Zhao karena dijahit dengan rapi. Dia mendapatkan sebuah kertas, disini tertulis dengan sangat jelas maksud Jieji. Sesaat, Zhao melihat ke arah Jieji dengan keadaan yang cukup membingungkan. Tetapi Jieji terlihat hanya mengangguk saja. Zhao langsung terlihat sangat berduka menghadap ke arah Jieji yang terlihat juga cukup berduka, tetapi pemuda ini telah jauh hari memantapkan dirinya. Maka dia hanya terlihat menarik nafas dalam sekali saja. "Kalian sedang mainkan permainan apa lagi??" teriak Yelu Xian yang sepertinya tidak mengerti apa yang dilakukan kubu Sung tersebut. "Kau tahu apa yang sedang di mainkan anak kita itu?" tanya Xia Rujian. "Segera jaga Yunying dengan benar saja. Wanita itu adalah tujuan anak itu. Maka dengan menjaganya baik, kita tidak usah takut..." tutur Hikatsuka memberi perintah ke Wu Shanniang sambil berteriak ke atas. "Betul... Selama dia berada di tangan kita, kita tidak perlu terlalu berkhawatir." tutur Wu Shanniang dengan keyakinan tinggi. "Kakak pertama... Apa yang kukerjakan benar telah kuperhitungkan dengan sangat baik sekali. Maka daripada itu, kumohon benar kakak pertama sanggup melaksanakannya." tutur Jieji sambil berlutut dan menyembahnya. Sebelum Zhao keluar dari kubu Sung untuk membimbingnya berdiri. Jieji telah berdiri membelakanginya. Zhao tahu, adik keduanya adalah Ying Jie di masa sekarang. Apa di dalam otaknya tiada orang biasa sanggup mengerti. Mendengar bahwa dia bakal selamat saja, maka dia berjanji kepada adik keduanya akan melaksanakan dengan benar. Jieji terlihat tersenyum puas meski membelakangi kakak pertamanya itu. Dia langsung melihat ke arah Yunying kembali. Tidak berapa lama dia berteriak.

"Aku tidak sanggup mendapatkannya.... Tidak sanggup aku melindungi-mu..... Maka tiada harap orang lain bisa mengancamku..... Lebih baik musnahkanlah bersama debu....." Tutur Jieji. Apa yang dikatakan Jieji terdengar oleh semua orang disana. Semua orang lantas heran luar biasa. Hanya Zhao seorang yang mengerti apa maksud Jieji. Yunying yang mendengar suara Jieji yang gagah tentu merasa sangat heran. Dia tadinya merasa bahwa sang suami masih sangat mencintai dirinya, oleh karena itu dengan semua kemampuan dia masih berniat menolongnya. Tetapi kali ini mendengar tuturan Jieji yang sangat menusuk itu tentu membuat dirinya sangat heran. Dia merasa di dadanya tersesak sebuah benda yang tiada tahu apa itu. Seakan tiada percaya dia tetap melihat Jieji. Tetapi sebaliknya, Jieji tidak melihat istrinya lagi. Dia menatap tajam ke depan. Di lain hal, Zhao kuangyin segera meminta para pesilat Kai Bang mengangsurkan Wei Jindu untuk cepat menuju ke selatan. Huang Xieling diminta oleh Zhao tetap tinggal. Sedang dengan cepat, dia membisiki Pei Nanyang alias Zeng Qianhao serta ketua Kaibang, Yuan Jielung. Semua kata-kata Zhao segera hendak di laksanakan keduanya. Kedua orang luar biasa tersebut segera maju melangkah lima tindak ke depan. Pas berada di belakang Xia Jieji. "Saudara Yue... Mari lakukan pertarungan sehebat-hebatnya." tutur Jieji dengan bengis ke arah Yue Liangxu. Bukannya merasa ngeri, Yue malah tertawa terbahak-bahak. Dia sangat senang kali ini karena melihat perubah sikap lawannya. Jieji tidak mau mengulur waktu lagi. Dia segera membentuk tangan bersilangan di arah pusarnya. Dengan cepat, energinya meluber luar biasa. "Itu tapak berantai tingkat kelima!!!" teriak Hikatsuka. "Sepertinya anakmu itu kali ini tiada tanggung lagi menggunakan tenaga nya.." tutur Yelu Xian dengan tatapan mata tajam ke arah Jieji. Melihat keadaan, Zhao kuangyin segera mengangsurkan pesilat untuk menyingkir agak menjauh. Sebab tapak berantai tingkat kelima bukanlah ilmu biasa. Siapa yang berada dekat akan berbahaya sekali jiwanya. Hawa yang dikumpulkan Jieji memang tiada tanggung kali ini. Jauh lebih dahsyat daripada ketika dia bertarung melawan Li Zhu, kaisar terakhir Dinasti Tang. Sebab tenaga dalam Jieji telah maju sungguh pesat setelah dia mendapat intisari tenaga dalam dari Ilmu no. 1 Shaolin, Ilmu Jing-gang. Yue telah siap juga, dia berniat sama seperti Jieji. Yaitu mengerah tapak pemusnah raga tingkat kedelapannya karena tapak inilah jurus tertinggi setelah menggabungkan 4 unsur utama dan empat unsur pendukung. Dia membentuk tangannya secara aneh. Seperti bentuk bulan sabit dan sesekali membentuk lingkaran penuh. Tenaga dalam Yue segera bekerja sangat dahsyat sekali. Tenaga dalam no.1 yang pernah di kerahkan pesilat dalam jangka waktu ratusan tahun.

*** Sebelah tenggara dari arah pertarungan, sebuah bukit tandus... Dewa Sakti, dewi peramal dan dewa semesta belum meninggalkan tempat pertarungan. "Ini menjadi pertarungan no.1 sepertinya. Tidak sia-sia setelah kita memberikan tenaga dalam kepada Zhao, dan tidak meninggalkan tempat ini dahulu." tutur Dewa sakti sambil melihat ke arah Dewa semesta. Dewa semesta segera menganggukkan kepalanya. "Setelah ini, masa sulit selama 3 tahun pun akan terjadi... Haiya......." tutur dewi peramal sambil menghela nafas. "Tetapi takdir kali ini mungkin akan berubah." tutur Dewa Sakti kepada istrinya. "Kenapa begitu?" tanya keduanya agak heran. "Menurutku mungkin bukan 3 tahun. Atau bisa 4 tahun. Atau bisa kadang cepat? Hm...." tutur Dewa Sakti sambil mengelus jenggotnya yang putih itu. "Kita hanya sebagai penonton. Hidup kita sepertinya tidak lama lagi. Entah kapan bisa melihat pertarungan luar biasa seperti ini lagi?" tutur Dewa semesta sambil tersenyum. Seakan menertawakan suara desiran angin yang cukup menderu disana. *** "Ayolah!!!!!" teriak Jieji membahana. Tetapi berbareng tindakan Jieji melesat. Yuan Jielung serta Zeng Qianhao dengan gerakan luar biasa cepat berbalik memutar 360 derajat dengan beberapa kali ke belakang. Keduanya sangat kompak bagaikan cermin. Tapak keduanya segera di arahkan menghantam ke tanah. Yue yang sedang berkonsentrasi ke depan kontan sangat terkejut. Tidak disangkanya 2 orang luar biasa mengeluarkan Ilmu tersaktinya secara berbareng. Ilmu telapak 18 naga mendekam langsung saja bekerja sangat dahsyat. Tanah di sekitar sana kontan membelah dan getarannya di rasakan siapa saja tanpa kecuali. Seperti gempa tingkat luar biasa tinggi kedua energi orang langsung menggulung tanah. Jieji yang melaju pesat ke depan dengan tapak berantai tingkat kelima diikuti gelombang energi dahsyat luar biasa di belakangnya. Namun dengan tidak lama, Yue tidak mengambil pusing lagi. Dia ikuti gerakan Jieji melaju ke depan. Betapa beraninya Yue Liangxu!!! Dia menghadapi 3 tenaga dalam yang luar biasa sakti. Tetapi dia sepertinya tidak takut sedikitpun. Malah terlihat menikmatinya. Yue mengira bahwa 3 energi dahsyat itu akan mengincarnya. Tetapi dugaannya kali ini luar biasa salah sekali.

Sementara itu, Zhu Xiang, Raja Yelu, Xia Rujian, dan Hikatsuka saat itu justru segera naik ke atas tembok kota, mencegah Yunying sekali lagi di tolong oleh Jieji. Memang Jieji telah dekat sekali kepadanya. Tetapi begitu dia hendak menghantam kedua tapak ke depan. Energi 18 tapak naga mendekam segera naik dari tanah dengan kecepatan luar biasa pula. Kontan tanah yang berpasir itu segera membumbung tinggi ke arah Yue. Di ikuti dengan gelombang "naga" yang dahsyat yang memutar serta membelit. Sesaat, hujan pasir di depan Yue pun terjadilah. Sesungguhnya jurus Yue adalah untuk "Jieji". Tetapi hantaman miliknya justru mengenai tenaga dalam Yuan Jielung dan Pei Nanyang. Sesaat, dia merasa sangat heran. Dan tentu saja. Lantas apa yang sedang dilakukan oleh Jieji sesungguhnya??? Ketika benturan ketiga tenaga dalam terjadi... Tanah di sekitar depan kaki Yue yang terpaut 10 kaki itu kontan membelah membentuk celah yang luar biasa dalamnya. Benar seperti gempa bukan buatan. Energi kedua pendekar Kaibang telah dihalau dengan sangat sempurna oleh Yue. Namun hujan pasir masih saja terjadi, sehingga Yue tidak sanggup melihat keadaan di sampingnya. Hanya beberapa saat setelah hujan pasir, Yue telah merasakan sebuah energi. Tidak... Tidak... Tidak sebuah energi dahsyat. Melainkan empat! Dia segera memutar kepalanya ke arah atas. Dan dia heran luar biasa kali ini. Yue mendapati Jieji telah berubah menjadi empat orang. Empat orang yang sama sekali jelas dan bukanlah bayangan. Semuanya sedang menunjukkan jari ke arah Yue Liangxu. Sebelum Yue terkejutnya sirna, sebuah energi merah yang luar biasa dahsyat telah menuju ke arahnya dari atas. "Awas!!!!!" teriak pendekar Liao yang melihat apa yang sedang dilakukan oleh Jieji. Yue benar telah siap. Kata-kata "awas" sepertinya tidak berguna baginya. Segera dia menyilangkan tapak untuk menahan hawa Ilmu jari dewi pemusnah yang hebat luar biasa itu. Benturan pertama segera terjadi. Yue sanggup mengeliminasi energi Jieji dengan sempurna sekali. Menyusul energi kedua datang bersamaan dengan energi ketiga. Kali ini, Yue cukup repot, sebab tekanan energi Jieji menjadi dua kali lebih dahsyat. Tetapi sepertinya ini juga tidak menyulitkannya. Asalkan tetap mengeliminasi dengan konsentrasi tinggi, dia pasti sanggup membuyarkan energi dahsyat itu. Ketika ditunggu, serangan keempat Jieji tidak pernah sampai. Sebab tiada tahu-tahu, lantas telah dikeluarkan oleh Jieji. Tetapi sasarannya kali ini bukanlah Yue Liangxu. Melainkan 2 orang yang berdiri berdempetan di atas tembok kota itu. Tentu sesiapa yang berada di atas tembok kota kontan sangat terkejut.

Mereka hanya sanggup melihat datangnya energi dahsyat itu sebelum sanggup menghadangnya. Dan benar, energinya Jieji yang disalurkan lewat Ilmu jari dewi pemusnah itu mengarah ke Yunying dan Wu Shanniang yang tepat di belakangnya. Inilah rupanya Jurus terakhir yang dikeluarkan Jieji dengan seluruh kemampuannya. Dan bukannya Jurus ini di peruntukkan Yue Liangxu, melainkan untuk istri tercintanya sendiri.

BAB XCVIX : Tewasnya Pahlawan? Seakan tidak percaya dengan kedua bola mata yang berasal dari kepalanya sendiri, Yunying tidak bisa berbuat banyak. Bahkan jika dia pernah berpikir Jieji suaminya bertindak dengan terlampau "keji" seperti ini. Maka tentunya dia pasti bersedih hati sekali. Paling tidak dia akan menangis sampai tiga hari tiga malam. Tetapi Ilmu terakhir dari tapak berantai bukanlah ilmu yang bisa ditunda. Panah sudah dilepaskan pemiliknya... Maka kontan sebuah energi yang maha dahsyat yang belum pernah di keluarkan siapapun di jagad persilatan dewasa ini telah mengancam dua orang yang sedang berdiri berhimpitan. Wu Shanniang saat itu nalarnya paling jernih. Dia berpikir meski menodong pedang ke arah Yunying bukanlah jalan keluar lagi saat itu. Maka tanpa banyak bicara dia hanya mengerahkan semua energi dari bawah perutnya untuk bertahan sebisa mungkin. Jika dia ingin lari pun saat itu, maka kondisi yang akan diterimanya pasti telah lebih gawat daripada "bertahan" saja. Sebab bagaimanapun, energi Xia Jieji sungguh sangat cepat telah menghampirinya dari depan. Yelu Xian tentu sangat terkejut ketika menyaksikan bahwa "istrinya" terancam bahaya yang luar biasa besarnya. Kontan dengan cepat sekali, dia bergerak ke arah Wu Shanniang seraya menghimpun tenaga dalam guna bertahan sebisa mungkin. Xia Rujian, Zhu Xiang juga adalah 2 orang yang bergerak bersamaan untuk membantu Wu Shanniang saat itu. Tetapi... Sebelum energi Jieji hampir mengenai Yunying. Hawa pedang yang lebarnya mungkin hampir 2 kaki itu telah "membelah". Semua pesilat yang menyaksikan tindakan Jieji itu kontan sangat terkejut. Terlebih lagi pendekar Liao yang berada di atas tembok kota. Hawa pedang itu telah "membagi" diri menjadi 5 bagian. Terlihat kelima energi menuju ke sasaran dengan sangat pas. Bagian pertama masih tetap menuju ke arah Yunying. Bagian kedua langsung mengarah ke Xia Rujian. Bagian ketiga mengarah ke Zhu Xiang.

Bagian keempat mengarah ke Yelu Xian. Sedang bagian kelima mengarah ke Hikatsuka Oda. Langsung saja dengan sungguh cepat. Terlihat kelima orang terpental dan menabrak keras ke belakang. Bahkan terlihat semuanya "jatuh" ke dalam tembok kota Beiping. Yue Liangxu sangat terkejut. Dirinya yang sedang mengeliminasi energi Jieji itu kontan tergoncang. Dia tidak pernah tahu ataupun mengira bahwa kali ini lawannya tersebut telah sangat nekat sekali. Ketika pesilat dari Sung melihat "hasil" dari jurus terakhir Jieji langsung saja ingin menyerang ke depan. Tetapi Zhao kuangyin segera mengangkat tangannya tinggi guna menghentikan langkah pesilat disana. Zhao tahu bahwa energi yang terbelah tersebut tidaklah sedahsyat 1 energi lagi. Maka kelima orang yang terlempar ke belakang tentu tidak akan tewas dengan cara begitu. Memang, terlihat orang yang terlempar ke belakang adalah Zhu Xiang, Yelu Xian, Xia Rujian, Hikatsuka Oda dan Wu Shanniang. Yunying malah sebaliknya. Ketika energi Jieji telah hampir menyentuhnya. Seketika energi Jieji langsung membuyar sambil menarik. Wu Shanniang berbeda, dia telah mengumpulkan energi untuk bertahan. Maka akibat berlaganya dua buah tenaga dalam, dan energi Wu Shanniang sama sekali bukanlah tandingan Jieji. Maka dengan sendirinya dia telah terpental ke belakang. Yunying tertarik ke depan dan dengan tubuh yang telah lemas "tertarik" jatuh dari tembok kota Beiping. Dengan melayang, Jieji segera menariknya dengan cepat dan memeluk isteri tercintanya. Yue Liangxu yang "masih" mengeliminasi energi Jieji langsung saja berpaling. Menghadapi bahwa semua rencana-nya telah gagal. Maka dia segera emosi. Dan tidak ayal lagi, energi ilmu jari dewi pemusnah yang belum di eliminasinya sampai sempurna segera "membakar" tubuhnya dengan sangat hebat. Jieji melayang turun dengan santai seperti kapas. Tetapi ketika dia telah beranjak ke tanah. Dia melihat bahwa Yunying sepertinya telah putus nafas. Tubuhnya telah lemah seperti selembar daun yang telah layu yang tertiup angin musim gugur. Namun hal tersebut tidak membuatnya putus asa. Dengan segera dia mendudukkan isterinya dalam keadaan bersila. Dan dengan sekali hentakan tenaga dalam. Jieji mengarahkan tapaknya pelan dan pasti ke arah kepala isterinya tersebut. Kontan saja, udara di sampingnya terserap oleh energi Jieji mengarah ke ubun-ubun kepala Yunying dengan sangat cepat.

Yue yang melihat kondisi tersebut kontan sangat marah. Tetapi sebelum dia bertindak, dia telah memuntahkan darah segar. Ini terlihat bahwa dari organ tubuhnya telah terluka dalam. Semua pesilat yang menyaksikan keadaan "luar biasa" tersebut telah bergerak untuk menghampiri Jieji yang berada pas di bawah kota. Namun dari arah belakang mereka dikejutkan oleh suara seseorang. "Nak Jieji??? Kau sudah gila???" Semua pesilat dari arah Sung segera berpaling ke belakang. Seorang tua yang umurnya sekira 60-an telah muncul. Jenggot dan kumis yang tipis yang telah memutih segera maju ke depan dengan alis mata yang berkerut. Orang tua ini tiada lain adalah Wu Quan. Sementara itu, semua pesilat Liao yang tadinya terlempar ke dalam kota telah bergerak sangat cepat keluar dari dalam. Sekarang, kondisi telah berbalik. Posisi Jieji tepat di bawah kota. Sedang kelima orang yang tadinya terpental ke belakang telah maju dari dalam kota untuk "mengepungnya". Seakan tidak mendengar apa-apa. Jieji tetap berkonsentrasi penuh untuk menyalurkan hawa murni terbaiknya yang telah dipelajari bertahun-tahun kepada isterinya yang masih dalam kondisi sangat kritis itu. "Anakku... Kau sepertinya hampir tamat hari ini..." tutur Hikatsuka Oda. Hikatsuka memang menahan energi Jieji yang datangnya tiba-tiba itu. Tetapi ketika semua temannya beranjak menolong Wu Shanniang. Melainkan dia sendiri tidak. Oleh karena itu, maka luka dalamnya adalah yang paling ringan. Sedangkan Yeluxian, Zhu Xiang, Xia Rujian mengalami luka dalam yang serius. Ini di karenakan mereka sedang berkonsentrasi menuju ke arah Wu Shanniang. Tahu-tahu energi Jieji yang membelah itu "menyerang" dari arah samping. Tentu ketiga orang tersebut sama sekali tidaklah siap. Namun ketiganya telah memahiri ilmu no 1 sejagad. Luka dalam meski parah, tetapi belum sempat membuat mereka bertiga tiada berdaya. "Shanniang???" teriak Wu Quan kembali heran ketika dia melihat isterinya yang dirindukannya tiap pagi dan malam itu keluar dari dalam kota. Wu Shanniang sekilas melihat ke arah Wu Quan, kemudian dia berpaling kembali. Nyonya Wu tersebut sengaja untuk tidak melihat suaminya tersebut. Tetapi yang hebatnya, Wu Shanniang sama sekali tidak tampak reaksi perubahan di wajahnya. Dia seakan-akan tidak pernah mengenali orang yang menyapanya tersebut. "Shanniang!" teriak Wu Quan kembali sambil bergerak ke depan.

Tetapi dia dirintangi oleh Zhao kuangyin. Sambil menatap mata orang tua tersebut rapat-rapat. Zhao menggeleng beberapa kali. Meski Wu Quan amat rindu terhadap isterinya yang sangat dicintainya. Namun gelengan kepala Zhao kuangyin memberi suatu maksud. Entah apapun, maka dengan sendirinya dia tidak bertanya lebih lanjut lagi. Tetapi orang tua ini memberi hormat dalam kepadanya sambil bergerak ke belakang lagi. Yue Liangxu yang melihat kondisi luar biasa dari Jieji tentu berniat sekali untuk mengambil kesempatan. "Entah apapun.... Entah apapun siasat yang kau mainkan, tetapi hari ini kau pasti berakhir disini." tutur Yue kepada Jieji yang dengan segera saja "melayang" melewati lubang yang besar sekali akibat laga energi dia dengan kedua tetua Kaibang, Yuan Jielung dan Pei Nanyang. Dengan sangat cepat, dia telah melaju ke arah punggung Jieji yang masih berkonsentrasi menyalurkan energi. Sekali dengan tapak yang keras, punggung Jieji telah dihantam. Energi yang di berikan kepada Yunying tadinya, kontan terserap kembali melalui tubuh Jieji dan mengarah ke tapak Yue Liangxu. "Ha Ha Ha............" Terdengar Yue Liangxu sedang berteriak kemenangan. Sedangkan para pendekar Liao yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Terkecuali Hikatsuka Oda dan tentunya isterinya sendiri. "Wah.... Saudara Xia, tidak disangka bahwa setelah mengerahkan ilmumu yang paling hebat. Ternyata simpanan energi kamu masih ada 5 bagian lebih... Saudara Xia betul seorang pendekar luar biasa zaman ini... " tutur Yue kembali kembali di tutupi tawanya. Hikatsuka menatap dengan dalam ke arah Jieji yang membelakanginya tersebut. Dia mengerutkan dahinya dan bermaksud berpikir jernih. Dia merasa ada sesuatu hal yang sedang menganggunya. Dia berpikir bahwa Jieji tidak mungkin melakukan hal yang sebodoh seperti sekarang. Dan jikapun dia melakukannya, apa mungkin karena untuk orang yang sangat disayanginya? Atau mungkin dia berpikir bahwa dia telah melukainya dengan sangat parah, maka dengan nyawalah dia baru bisa menebusnya. Beberapa pemikiran sedang mengganggunya terus menerus. Sementara itu, Ibunya tentu sangat tidak rela melihat apa yang sedang dilakukan Yue Liangxu terhadapnya. Hampir saja dia maju untuk menyerang Yue Liangxu. Tetapi Hikatsuka sangat cekatan. Dia telah melihat perubahan wajah isterinya tersebut, tentu dia menghalanginya dengan cepat. Dilihatnya isterinya sendiri dalam-dalam. Wajahnya sungguh buram, air matanya telah berkumpul di kelopak matanya.

Jika saat itu, nyonya Oda tersebut mengedipkan matanya saja. Maka air matanya kontan menitik keluar. Kembali ditatapnya isteri yang telah hidup bersamanya hampir 40 tahun tersebut. Dan dengan tiba-tiba dia teringat sebuah hal. Dia segera berpaling ke samping. Baru saja dia bermaksud memperingatkan Yue Liangxu. Namun betul sudah terlambat. Zhao kuangyin, Sun Shulie telah bergerak cepat ke arah Yue Liangxu yang sedang menyerap energi Jieji yang membuyar dengan luar biasa hebat itu. Yue yang melihat ke arah datangnya lawan tersebut, langsung merapal 1 tapak lainnya yang menganggur itu ke arah depan. Kontan "energi" dari Jieji yang tadinya terserap ke tubuhnya di keluarkan langsung. Seraya dia berteriak. "Ini energi dari saudara kalian yang hebat luar biasa itu!!!" Memang hebat. Energi Jieji yang telah terserap Yue Liangxu itu mengarah ke arah Zhao dan Sun yang tidak begitu siap. Menyaksikannya. Keduanya langsung merapal tapak Dewa Lao tingkat ketiga untuk bertahan. "Bonggg!!!" Suara berlaganya energi jarak jauh terdengar sangat jelas. Baik Zhao maupun Sun Shulie keduanya terpental ke belakang dengan menyeret kaki. Keduanya mengalami luka dalam yang sungguh sangat cepat. Zhao dan Sun Shulie sedang melakukan apa yang sedang ditulis Jieji di lembaran kertas yang diberikan oleh Jieji sebelum pertarungan tadinya. Keduanya belum mengerti jelas bahwa apa yang sebenarnya di rencanakan oleh Jieji, namun saat darurat seperti itu tentu tiada sulitnya untuk mencoba meski taruhannya adalah luka dalam. Yue yang telah mengirim energi Jieji ke arah Zhao kuangyin dan Sun Shulie tersebut kembali ingin merapal "Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam". Tetapi, dia kontan sangat terkejut kali ini. Di saat "lubang" waktu yang sesaat itu, telah dimanfaatkan Jieji dengan sangat cepat sekali. Dia pertama merasakan bahwa ruangan "kosong" tersebut telah diisi Jieji dengan sangat cepat. Jieji mengirim jurus Ilmu jari dewi pemusnah lewat punggungnya ke semua nadi utamanya Yue. Kontan Yue ingin berteriak saja sudah tidak mampu seketika. Karena cepatnya jurus hebat Jieji, dia tidak sempat untuk merapal energi membuat pertahanan.

Dan kemudian Jieji telah "datang" kembali. Dengan jurus yang hampir sama, Jieji menyerap energi dari Yue Liangxu. Setelah terhisap-nya energi Yue, Jieji kembali mengirim energi milik musuh bebuyutannya ke arah Yunying. Yue Liangxu tentu tidak bisa tidak terkejut. Energinya bagai air bah yang luar biasa dahsyat dan dirasakan oleh Jieji. Dengan mengambil resiko sungguh besar, Jieji "menarik" energi-nya Yue dan memindahkannya ke tubuh Yunying. Ini adalah Inti ilmu memindah semesta. Ilmu memindah semesta adalah sebuah ilmu yang sungguh indah. Gerakan tenaga dalam dari dalam tubuh sangat susah diprediksi siapapun. Sebab energi yang terkumpul sifatnya merapat dan bukan menyebar. Sungguh mirip ilmu ini dengan ilmu dewa pembuyar tenaga dalam. Bedanya adalah Ilmu memindah semesta hanya bisa dilakukan ketika lawan telah tiada berdaya. Yue telah tertotok semua nadi utamanya, maka Ilmu tersebut sungguh sangat bermanfaat saat ini. Mengingat kedua ilmu tersebut (jari dewi pemusnah dan Memindah semesta) adalah milik Dewa Sakti, maka sungguh tepat orang menjulukinya sebagai Dewa yang sangat pintar dan teliti terhadap segala hal. Ilmu memindah semesta meski adalah milik Yunying. Namun semenjak 3 tahun lalu, Jieji banyak membaca-nya untuk "mengajari" Yunying dalam meyakini ilmu tersebut. Semua pendekar dari Liao tidak tahu bahwa bukanlah energi Jieji lagi yang terhisap sekarang. Melainkan adalah Yue Liangxu yang sedang terserap hawa murninya dengan sangat cepat. Hikatsuka melihat ke arah Yue Liangxu yang masih tetap tegak menempelkan tapaknya ke punggung puteranya. Posisi Yue Liangxu adalah membelakangi mereka semua. Jadi sebenarnya apa yang sedang terjadi, tiada yang tahu perubahannya. Hikatsuka sempat terkejut tadinya karena dia berpikir ketika Yue menyerap energi Jieji, maka pendekar dari Sung akan segera datang untuk membokongnya. Dan menyaksikan Zhao dan Sun telah terdorong mundur, maka hatinya sesaat lega. Oleh karena itu, dia tidak tahu juga apa yang sedang terjadi pada Yue Liangxu. Zhao kuangyin yang berdiri pada posisi tersebut segera tersenyum girang. Dan bahkan beberapa orang dari pihak Sung yang memiliki kungfu tinggi telah tahu apa yang sedang di lakukan oleh Jieji. Mereka tidak bergerak sedikitpun. "Masih ada pesan terakhir. Kita harus tinggalkan tempat ini sesegera setelah Yunying telah siuman atau setidaknya telah berada dalam kondisi yang lebih baik. Semuanya betul seperti perkiraannya. Dia betul-betul adalah seorang manusia luar biasa zaman ini...." tutur Sun Shulie kepada Zhao kuangyin yang dilanjutkan dengan anggukan pelannya. Yue Liangxu kali ini benar-benar telah gawat luar biasa. Dia tidak pernah menyangka bahwa kali ini dia tertimpa bencana besar. Entah siapa kali ini yang akan menyelamatkannya.

Energi dalam tubuhnya telah membuyar sekiranya tinggal 2 bagian saja yang tersisa. Sedang Jieji tidak pernah sekalipun "mengambil" energi Yue untuk disimpannya. Melainkan dia memberikannya semua kepada Yunying yang sedang dalam posisi bersila itu. Yue sekarang telah insaf. Dia tahu nyawanya betul telah di ujung tanduk. Hanya dalam sesaat saja sekitar 7 bagian tenaga dalam murninya telah terserap. Dia kontan menutup matanya saja dan tidak lagi memikirkan apa yang akan terjadi kelak. Tetapi... Sepertinya "permainan" hebat ini telah di ganggu seorang. Dengan sangat cepat, Yue yang sedang berada pada posisi berdiri tersebut telah terpental sangat jauh. Kontan tiada orang yang tidak terkejut melihatnya. Bahkan orang yang memakai tendangan untuk mengusir Yue Liangxu tersebut juga berkeringat dingin seakan tidak percaya. Dia memang menggunakan semua kemampuannya untuk menyerang tulang rusuk Yue Liangxu. Tetapi tidak disangkanya, Yue benar "lemah" sekali. Sekali serang, orang terhebat di dunia persilatan telah terpental puluhan kaki ke samping dengan luka parah. Semua mata kontan melihat ke arah penyerangnya tidak terkecuali Jieji. Maka hanya seorang Yunying saja yang tidak melihat ke arahnya. Dilihatnya orang tua yang sangat di kasihinya telah berdiri terbengong-bengong sambil menatap ke arah terkaparnya Yue Liangxu. "Niang / Ibu ?" tutur Jieji sambil mengerutkan dahinya. Penyerang tadi tiada lain adalah Ibunya Xia Jieji. Lalu dia beranjak dari tempatnya dan melihat puteranya. Dia juga sangat terkejut. Puteranya bukan saja tidak cedera. Malah kondisinya masih sangat baik sekali. Tanpa meninggalkan tapak di atas ubun-ubun Yunying, Jieji berkata kepada ibunya. "Sungguh ibu sangat menyayangiku. Meski mati beratus kali pun aku ... aku..." tutur Jieji terbata-bata. Hatinya memang sangat gembira mendapati bahwa ibunya masih sangat peduli padanya. Boleh dikatakan perjumpaan dengan ibunya sampai sekarang tidaklah 10 kali. Namun melihat ibunya yang tiada tahu kondisi menyerang Yue, maka dia teramat senang sekali. Yelu Xian, Zhu Xiang adalah kedua orang yang pertama kali menghampiri Yue. Ketika mereka memerika kondisi Yue. Keduanya sangat terkejut sekali. Sebab semua nadi utamanya telah di totok. Dan langsung saja keduanya mengerahkan energinya dan menotok keras ke arah 5 nadi utama Yue Liangxu. Tentu hal ini telah membuatnya sanggup berdiri lagi dengan benar. "Kau!!!!" teriaknya ke arah Jieji dengan nada yang sangat geram. Dia memang telah lolos dari maut yang sangat membahayakan. Hanya saja dia tidak pernah mengira bahwa orang yang "menolongnya" adalah Hwa Yueling / isteri Hikatsuka Oda.

Jieji menatap ke arah Yue Liangxu sambil tersenyum penuh arti kepadanya. "Ada apa? Kenapa bisa begitu?" tutur Yelu Xian yang agaknya heran benar. "Dia telah menyerap energiku. Hm....." tutur Yue kemudian dengan lemah. "Bagaimana bisa??" tutur mereka semua seakan tidak percaya. Semuanya kontan melihat ke arah Jieji. Kemudian tidak lama, Jieji telah merasakan pentalan lemah energi Yue dan energi dirinya yang telah diberikan ke Yunying. Sesaat, dia menarik kembali semua energi yang telah meluber itu ke dalam dirinya. Sambil tersenyum, dia menghempaskan ringan Yunying yang bersila itu ke arah Huang Xieling yang berdiri dengan cemas dari tadi. Xieling yang dari tadi telah siap dan menerima perintah dari Zhao kuangyin, segera saja menangkap Yunying dengan lembut dan membiarkannya berdiri . Tetapi Yunying masih sangat lemah. Nafasnya telah teratur, kondisinya memang seperti orang yang masih tertidur. "Sekarang kita pergi...." tutur Zhao kuangyin sambil menghadap ke belakang. "Apa?" teriak Zeng Qianhao. Sun Shulie juga mengerutkan alisnya, begitu pula Yuan Jielung serta semua pesilat Sung disana. Zhao kuangyin langsung saja berangkat tanpa menoleh ke belakang lagi. "Tetapi...." tutur Sun Shulie kepadanya. "Tidak akan ada masalah..." tutur Zhao kuangyin dengan tegas dan tidak melihat ke belakang lagi. Semua pesilat beranjak dari sana dan sesekali mereka memperhatikan Jieji yang berdiri tegak membelakangi. Dia sepertinya tidak mengalami masalah sedikitpun. "Jadi? Jadi????" tutur Ibu Jieji dengan lemah. Dia tidak pernah menyangka bahwa puteranya adalah dalam kondisi di atas angin. Sehingga dia-lah yang terakhir mengacaukan apa-apa yang berada di sana. Sementara itu, Yue liangxu justru orang yang bergembira atas semua hal itu. Dia tetap diam saja. Zhu Xiang terlihat memegangnya dengan hati-hati. "Kalian tidak bisa pergi!!!!" teriak Yelu Xian ke arah para pesilat. Namun Zhao yang mendengarnya tersebut malah mengencangkan langkah. Hal ini diikuti oleh semua orang. "Pasukan!!!!" teriak Yelu Xian.

Kontan saja, semua pasukan bersembunyi dari dalam kota telah keluar semuanya. Tetapi menyaksikan pemandangan luar biasa di depan mereka, kontan mereka terkejut. Bagaimana tidak??? Hanya berjarak 30 kaki dari tembok kota terdapat sebuah kawah besar yang dalam secara lurus yang panjangnya mungkin 100 kaki. Ini adalah fenomena yang terjadi akibat pertarungan 1 jurus antara Yue Liangxu dan Pei Nanyang serta Yuan Jielung. Para pasukan ingin maju, tetapi jika mereka maju dari arah kiri. Maka pesilat tentu akan bergerak ke arah kanan. Begitu pun sebaliknya. Jika para prajurit yang kungfunya hanya biasa-biasa saja, mana mungkin sanggup mengejar pesilat yang jumlahnya cukup banyak dari arah yang berlawanan. Ini sungguh membingungkan mereka. Hikatsuka Oda mengangkat tangannya tinggi sambil berteriak. "Tidak usah kejar... Kalian bukan lawan mereka!!!" "Kenapa begitu?" tutur Yelu Xian yang heran. "Kau juga yang menyembunyikan pasukan dalam kota. Kau juga-lah yang meminta tidak mengejar? Apa maksudnya?" tutur Yelu Xian. "Ada 3 hal janggal. Yang pertama anak ini." tutur Hikatsuka sambil menunjuk ke arah Jieji. Ini diikuti dengan senyuman pemuda tersebut. "Yang kedua, semua sudah direncanakan dia. Termasuk kawah besar di depan itu. Dan yang ketiga...." tutur Hikatsuka yang belum menyelesaikan kata-katanya. Lantas dipotong saja oleh Jieji yang berada disana dengan berdiri tenang tersebut. "Pasukan Zhao kuangyi. Pasukan Sung belum pernah menunjukkan diri. Jika kalian mengejar, maka takutnya ada pasukan yang disembunyikan. Begitu bukan? Ayah??" Hikatsuka lantas mengangguk. "Hari ini kita semua jatuh di tanganmu. Jika hari ini Liao telah musnah, maka semua jasa adalah milikmu seorang, anakku..." Jieji menggelengkan kepalanya. "Hari ini justru adalah hari kematianku...." Semua orang disana sangat terkejut mendengar apa kata-kata Jieji. Kungfunya telah tinggi no. 1 sekarang, ditambah energi Yue maka Jieji sudah tiada tandingan sekolong langit lagi. Meski semua pendekar mengerebut maju. Maka untuk melarikan diri, tentu Jieji masih sanggup. Ibunya melihat ke arahnya dengan sangat heran. "Kamu bisa lari anakku. Kenapa tidak lari?" tuturnya ke arah Jieji.

Tetapi tidak lama, Jieji telah memuntahkan darah segar segera. Ini terbukti tenaga dalamnya telah sangat kacau. Sesaat, dia terduduk dalam kondisi yang sangat payah sekali. "Ini karena 8 unsur tenaga dalamku telah mengerubut 4 unsur utama tenaga dalammu. Saudara Xia sepertinya tidak akan punya waktu yang lama lagi. Bukan begitu?" tutur Yue Liangxu dengan tersenyum puas. "Apa?" tutur Xia Rujian. "Jadi begitu?" tutur Yelu Xian. "Ha Ha......... Sepertinya memang benar kamu datang untuk mengantarkan nyawa hari ini..." tutur Zhu Xiang yang sangat puas melihat kondisi Xia Jieji. Sedang Jieji malah tertawa melemah. "Aku tidak pernah sanggup memikirkan cara yang lebih bagus daripada ini..." Hikatsuka menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. "Tidak disangka dari awal sampai akhir adalah sebuah tipu muslihatmu yang besar. Apa kamu pernah memikirkan kondisi Yue Liangxu sebelumnya?" "Pernah...... Aku berpikir aku bisa saja membunuhnya tadi. Tetapi tidak akan kulakukan..." tutur Jieji yang sedang melemah untuk menjawab pertanyaan ayahnya sendiri. "Kenapa?" tanya Yue memotong. "Karena aku tidak pernah melakukan hal sekotor itu..." jawab Jieji ke arah Yue sambil tersenyum. "Sekarang nyawamu benar telah terancam. Bagaimana kamu akan bertindak selanjutnya? Apa kau masih punya harapan?" tutur Yue kembali kepadanya. "Selembar nyawa seperti selembar surat hutang. Kapanpun akan ditagih kembali oleh pemiliknya. Kenapa harus dikhawatirkan? Harapan? Itu juga kenapa harus dikhawatirkan?" jawab Jieji dengan lemah. Yue Liangxu menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. "Jadi kamu akan terus bertarung saja? Terus bertarung selamanya jika kamu masih hidup?" tutur Xia Rujian sambil berjalan ke arahnya. "Semenjak kecil, aku sudah sangat menyukai penyelidikan. Penyelidikan sama asyiknya dengan pertarungan. Jika dalam pertarungan tiada unsur penyelidikan, maka pertarungan sama saja dengan boneka yang setiap hari menangis mencari pembuat-nya." tutur Jieji kembali.

"Jadi kamu bertarung hanya untuk kepercayaan-mu bahwa kamu bisa menang?" tutur Xia Rujian yang agaknya penasaran. "Tidak.... Aku bertarung karena.... Hanya karena....." tutur Jieji yang melemah dan terakhir dia tidak sadarkan diri lagi. Semua melihatnya sambil menghela nafas panjang. "Meski dia adalah lawan kita yang terhebat. Tidak disangka bahwa dia akan jatuh dengan cara begini..." tutur Zhu Xiang sambil menghela nafas panjangnya tiada henti. "Ini adalah saat tepat membalas kematian puteriku, Yuan Xufen. Serta saudara seperjuangan kita yang telah dicelakainya..." tutur Wu Shanniang. Wu Shanniang telah mencabut pedangnya. Dia juga berada tiada jauh dari tempat Jieji yang sedang tidak sadarkan diri itu. Maka dengan sekali kelebat pedangnya dia langsung memenggal kepala pemuda tersebut.

BAB C : Gadis Kecil Nan Cantik Dan Ceria Zhao kuangyin dan kawan-kawan sepersilatan mengambil jalan memotong dari kiri guna mencapai kota Shandang. Karena dalam pesan surat Jieji, dia meminta kakak pertamanya untuk menuju ke arah kiri saja dan langsung memotong ke daerah Shandang. Perjalanan dari kota Beiping ke Shandang tidak sedekat dari kota Ye ke Beiping. Bahkan 2 kali lebih jauh adanya. Hampir 300 li perjalanan untuk mencapai kota tersebut. "Adik Shulie... Menurutmu apa mungkin ada yang mengejar kita?" tutur Zhao kemudian setelah mereka telah terpisah hampir 10 li dari tembok kota Beiping. Sun Shulie beserta semua pesilat menghentikan langkah mereka sesegera. Dengan beranjak cepat ke tempat tertinggi yaitu sebuah bukit di sebelah timurnya, Sun Shulie mencoba untuk memandang ke arah timur laut. Dia menatap dengan cukup lama juga dari tempatnya berada. Setelah memastikan, kemudian dia turun ke bawah lagi. "Tidak ada kakak seperguruan. Sepertinya pasukan Liao tidak mengejar kita." tutur dia sambil memberi hormat. "Kalau begitu, sepertinya kita telah benar aman. Bagaimana kita buka kain kedua ini?" tutur Zhao kepada rekan-rekannya. Dewa ajaib yang berada di sana tentu telah sangat penasaran akan isi di dalam kain itu. Dia hendak berteriak untuk meminta Zhao membukanya. Tetapi dia merasa sungguh kekanakkanakan tindakannya itu. Malah terlihat dia berjalan hilir mudik di tempat tersebut dan sesekali ingin berbicara.

"Pendekar Yang... Apa isi di dalam surat pertama jika boleh kita mengetahuinya?" tutur Zeng Qianhao kemudian setelah penasaran beberapa lama. Baik Zeng dan Yuan keduanya di pesan melalui surat kain pertama tersebut untuk menggunakan tingkat tertinggi ilmu keduanya untuk menghantam ke tanah kemudian menuju ke sasarannya yaitu Yue Liangxu. Tetapi keduanya memang benar masih bingung. Maka Zhao kuangyin segera mengeluarkan sesuatu di balik bajunya, dan memberikannya kepada Zeng Qianhao. Dengan hormat, Zeng Qianhao menerima surat kain tersebut dan membukanya serta membacanya dengan teliti sekali. Setelah membacanya, Zeng sambil menghela nafas tiada putusnya dan memandang ke arah timur laut. Yuan Jielung kemudian meminta kepada gurunya untuk membaca surat tersebut. Yuan juga melakukan hal yang sama dengan Zeng Qian hao. "Sungguh pendekar Xia adalah orang hebat masa sekarang. Tiada manusia sejagad lagi yang sanggup memperkirakan apa yang terjadi 2 bulan atau 3 bulan kemudian. Tetapi surat kain ini benar di tulis dan dijahit rapi semenjak 3 bulan lalu. Semua yang ditulis disini betul adalah kejadian di bawah tembok kota Beiping semenjak kehadiran Xia Jieji disana. Jadi boleh dikatakan dia adalah Xiao Zhuge Liang." (Zhuge Liang kecil. Seorang ahli strategis, tata negara, filosofi, politik, muslihat No. 1 sejagad yang hidup di zaman 3 kerajaan (221 - 260 M)). Tutur Yuan Jielung setelah membaca suratnya. Dia memberikan kepada para pesilat di belakangnya untuk diperlihatkan surat kain pertama Jieji tersebut. Semuanya tidak berhenti menghela nafas panjang setelah membacanya. "Bagaimana? Apa kita akan membukanya?" tutur Dewa ajaib yang sudah benar tidak sabar untuk mengetahui isi surat kain kedua tersebut. "Tidak... Aku rasa tidak perlu. Kita harus sampai ke kota Shandang terlebih dahulu. Sebab menurut pesan dari kata-kata terakhir di surat adalah "setelah kita sampai di daerah kita sendiri." Ini bisa dimaksudkan bahwa setelah kita sampai ke kota Shandang. Bagaimana?" tutur Zeng Qianhao. Zeng adalah pendekar yang paling di segani oleh semua pesilat. Bahkan dewa ajaib tidak mampu berbuat banyak. Zhao merasa apa alasan Zeng adalah baik. Maka daripada itu dia meminta perjalanan kembali di lanjutkan. Tiga hari kemudian... Kota Shandang... Para pesilat telah sampai di sana. Di depan gerbang kota, mereka berjalan berendeng memasuki kota tersebut. Tetapi para pesilat yang berjalan santai tersebut telah dikejutkan suara terompet yang membahana dari dalam kota. "Siapa?" Teriak mereka dengan bersamaan.

"Sepertinya itu Zhao kuangyi." Tutur Sun Shulie sambil membisik ke arah Zhao kuangyin. Zhao kuangyin heran sesaat. Bagaimana mungkin Zhao kuangyi bisa sampai disana? Kenapa Zhao kuangyi adiknya bisa meninggalkan ibukota dan pergi ke wilayah ratusan li jauhnya? Sesaat, memang benar. Terlihat seorang pemuda yang berusia sekitar 40 tahunan keluar dengan berkuda tenang saja. Di belakangnya nampak pasukan yang jumlahnya hanya sekitar 100 orang saja. Dia segera menghampiri kumpulan para pesilat tersebut. "Pendekar Yang... Apa kabarnya anda?" tutur Zhao kuangyi sambil tetap di atas kuda memandangnya dengan tersenyum. (Pendekar Yang maksudnya Yang Ying (nama samaran Zhao kuangyin). Tidak mungkin bagi dia untuk menyebut Zhao kuangyin ataupun kata "kakak" saja. Mengingat banyak pendekar dari dunia persilatan yang tidak tahu menahu mengenai cara Zhao kuangyin melepaskan tahtanya.) Di luar dugaan, Zhao kuangyin ternyata sama sekali tidak gusar ataupun marah. Dia memberi hormat dengan dalam. "Hamba Yang ying mendapat kehormatan Kaisar Sung Gaozu untuk menjemput tentunya merasa sangat malu...." "Tidak perlu terlalu banyak basa basi. Sekarang telah di sediakan tempat untuk anda sekalian...." tutur Zhao kuangyi dengan sangat bergembira kepada para pesilat di sana. "Hormat Yang Mulia...." tutur mereka semua serentak sambil berlutut. Tetapi Zhao kuangyi dengan cepat sekali meminta mereka semua berdiri. "Ada apa sebenarnya? Kenapa Zhao kuangyi bisa berada disini? Sungguh heran sekali..." tutur Sun Shulie sambil berbisik kepada kakak seperguruannya itu. "Tidak tahu... Sepertinya dia tidak bermaksud jahat. Kita ikuti dahulu kemauannya." tutur Zhao kuangyin juga seraya berbisik. "Aku mendapat pesan dari pahlawan selatan. Dia memintaku secara pribadi agar kemari untuk menjemput saudara-saudara sekalian. Maka daripada itu, silahkanlah anda berkemah sejauh 5 li sebelah utara. Telah kusiapkan tempat yang baik disana bagi pendekar seperjuangan..." tutur Zhao kuangyi dengan suara yang keras. "Apa? Jadi benar bahwa adik kedua telah menjumpai kuangyi terlebih dahulu?" tutur Zhao kuangyin yang merasa agak heran. "Jadi benar... Mungkin maksud adik kedua adalah kita harus membantu-nya terlebih dahulu. Mengingat musuh kita adalah sama yaitu Liao. Kakak seperguruan dengarkan dan ikuti nasehatnya saja

terlebih dahulu. Setelah sampai, maka kita buka kembali surat kain kedua. Di sana pasti ada sesuatu yang akan jelas adanya." tutur Sun Shulie sambil berbisik dengan pelan. Dari pembicaraan Sun dan Zhao, mereka menggunakan suara perut dengan nada yang rendah. Maka bisa di sebut berbisik, tetapi mereka berdua menggunakan tenaga dalam tingkat tinggi. Jadi untuk pendengar yang masih mempunyai kemampuan dangkal, maka tiada yang tahu maksud keduanya yang berbicara pelan hampir tidak dapat di dengar. Zhao kuangyin segera berbalik ke arah para pesilat. Dia memberi hormat dengan dalam kepada mereka. Kemudian kesemuanya melakukan hal yang sama pula. Lalu, Zhao berkata pelan kepada mereka. "Bagi para pesilat yang merasa ingin tinggal, anda boleh ikut denganku. Sedangkan para pesilat yang tidak ingin tinggal maka silahkanlah anda kembali ke wilayah masing-masing. Mungkin kata-kataku terasa tidak sopan. Namun, kita..." tutur Zhao sambil melihat ke arah Yuan, Zeng, Sun, dan semua orang yang berada di sampingnya. "Akan terus menuju ke perkemahan utara tersebut." Kata-kata Zhao yang menghormat dalam tersebut dipahami setiap pesilat disana. Maka beberapa orang dari sana seperti partai besar Hua Shan, Kunlun, Kongtong, Giok utara serta beberapa partai persilatan segera beranjak. Tetapi hebatnya, para ketua dari partai-partai tersebut memerintahkan sekitar 30 orang tiap partai untuk tinggal bersama Zhao kuangyin dan kawan-kawannya. Zhao cukup girang mendapati "bantuan" dari pihak persilatan tersebut. Dia membungkuk pelan ke arah para ketua partai sambil memberi hormat. "Tidak perlu... Ini adalah tugas kita sebagai pendekar dunia persilatan untuk membela negara dari ancaman Liao yang ganas tersebut." tutur Yang Xiu ketua Hua Shan kemudian sambil membalas hormat Zhao kuangyin. Zhao kuangyi meminta orang di sampingnya untuk menyerahkan sesuatu buat Zhao kuangyin. Zhao kuangyin lantas menerimanya. Ternyata ini adalah sebuah plat. Plat tanda "panglima". Bahkan disana tertulis "Panglima pengaman utara". Sebuah gelar dan jabatan baginya. Zhao kuangyin tidak berbicara banyak, dia memberi hormat dalam dan berlutut untuk menerima "pangkat dan jabatan" barunya itu. "Aku merasa tuan Yang pasti sanggup menjalankan tugas dari Yang Mulia..." tutur seorang pemuda di samping Zhao kuangyi kepadanya dengan hormat. "Baik.... Terima kasih yang mulia..." tutur Zhao kuangyin. Kemudian, para pesilat langsung memberi hormat kepada Zhao kuangyin serta kuangyi dengan dalam. Mereka telah berniat meninggalkan tempat tersebut. Hanya ketua partai saja dan beberapa belasan pengikut mereka yang ikut pulang ke "kandang" masing-masing. Sedangkan lainnya diperintahkan ketua mereka masing-masing untuk tinggal disana.

Zhao dengan cepat membawa kawan-kawan persilatannya untuk menempati "pos" baru mereka. Mereka beranjak dengan cepat. Sementara itu, Zhao kuangyi tetap duduk di atas kudanya dengan tegak dan memperhatikan seberlalu kakak kandungnya itu. "Xia Jieji... Xia Jieji... Kamu betul-betul adalah pahlawan luar biasa. Tetapi... Apakah kakak sendiri tidak menyangka? Apakah dia masih bisa hidup?" tutur Kuangyi sambil menghela nafas panjang tiada henti sambil membelokkan arah kudanya ke dalam kota kembali. Zhao kuangyi ingat dengan pasti. Sekitar 3 hari lalu, dia "kedatangan" Xia Jieji di Kaifeng. Dengan cepat, Jieji memberi pesan kepadanya. "Aku mungkin tiada waktu lagi. Mungkin inilah pertarungan terakhir bagiku. Mohonlah kakak untuk menepati pesan terakhirku. Seluruh orang Tongyang(Jepang) di wisma Oda telah kuperintahkan supaya menuju ke dua kota yaitu Ye dan Nanpi untuk menjaga. Jumlah mereka adalah sekitar 400 orang dan kubagikan di kedua kota tersebut. Dua kota ini selain Shandang adalah 2 kota yang bisa terancam serang dari pihak Liao. Oleh karena itu, kumohon kakak bisa menyembunyikan pasukan di kedua sisi gunung utara kota Ye dan Nanpi. Dengan begitu, aku mati tiada penasaran nantinya. Pasukan pesilat dari tembok kota Beiping akan kuatur supaya menuju Shandang. Kakak tenang saja..." tutur Xia Jieji. "Lalu kenapa tidak sekalian kusembunyikan pasukan di utara Shandang?" tutur Kuangyi yang agaknya heran. "Tidak.. Pasukan Liao tidak akan berani mengejar. Karena Shandang adalah basis perkumpulan pengemis. Selain itu, Shandang adalah daerah serangan "mati". Jika mereka berhasil merebut Shandang pun, maka untuk kembali perjalanan sangat jauh. Untuk membelanya tentu sangat susah." tutur Jieji. Kuangyi kagum akan pengamatan Jieji. Kota Shandang benar terletak jauh ke kota terakhirnya Liao. Jadi untuk membelanya benar adalah sulit mengingat perbekalan, dan jarak yang cukup jauh. Semua kata-kata Jieji diingatnya dalam sanubarinya. Kuangyi yang mendapati keadaan Jieji saat itu langsung berjanji menaati semua pesannya dengan betul. *** 3 Minggu setelah pertarungan di kota Bei Ping... Gunung Hua... Sebuah gunung nan luas yang berada di utara daratan tengah. Luas serta keindahan gunung Hua sungguh menakjubkan. Sehingga legenda kuno sering mengatakan bahwa gunung Hua adalah tempat berdiamnya para Dewa-dewi yang turun ke dunia. Di sini juga terdapat sebuah perguruan silat Hua Shan yang sangat terkenal sejak ratusan tahun lalu.

Di bukit sebelah barat daya, terlihat dengan jelas seorang nona kecil yang berkuda dengan tenang. Seorang nona yang berpakaian aneh menurut orang dataran tengah. Sebuah baju panjang yang lebar dengan warna putih yang dihiasi bunga sungguh sangat cocok sekali dengan keindahan gunung tersebut. Wajah si nona kecil sungguh sangat putih. Seputih salju yang setiap tahunnya menyelimuti daerah gunung. Wajahnya juga sangat berseri dan seakan tiada masalah baginya meski cuaca di gunung sangat dingin. Nona kecil ini sedang menaiki kuda yang besar. Otot paha kuda tersebut mungkin sebesar pelukan nona tersebut. Warna kuda sungguh menarik perhatian semua orang jika ada yang memperhatikannya. Kuda tersebut berwarna agak biru. Dari bulu-bulunya muncul warna merah menyala yang seakan sedang "membakar". Kuda ini tiada lain adalah kuda Bintang biru. "Lan Xing, Lan Xing... Tunjukkanlah... Tunjukkanlah...." terdengar nona kecil ini sedang menyanyi. (Lan Xing artinya adalah bintang biru) Pegunungan ini sungguh sepi dari pengunjung di saat dingin seperti ini. Maka suara nyanyian nona kecil ini hanya terdengar oleh dirinya sendiri saja. Tetapi meski ada yang mendengar apa yang dinyanyikannya, tentu dia tidak merasa malu atau semacamnya. Dia sangatlah ceria adanya dan seakan tiada sesuatu yang mampu menyulitkannya. Nona kecil terlihat bergerak ke arah barat dengan gerakan kuda yang pelan saja. Di belakang punggungnya seperti ada sebuah kipas yang tergantung di ikat tali pita pakaiannya. Sedang di pinggangnya terselip sebilang pedang panjang yang terukir huruf "Qing Kung" ( Pedang Hijau ). Dan sarung pedang juga terukir huruf "Hau Han" (satria). Kegembiraan nona kecil sepertinya tidaklah bertahan lama disana. Karena sudah beberapa pasang mata sedang mengamatinya dengan serius. Beberapa orang sepertinya sedang bersembunyi menantikan kedatangan nona ini. Tetapi nona kecil nan cantik tersebut sepertinya tidak mengacuhkannya. Dia bukanlah tipe orang yang takut akan orang yang menguntitnya. Perlahan, dia kembali menyanyi. "Lan Xing... Lan Xing... Tunjukkanlah orang yang sedang bersembunyi..." tutur nona ini cukup keras. Suara nona kecil yang sungguh merdu tersebut memecahkan suara deru angin yang semakin dingin. Tentu apa kata-kata nona kecil tiada lain adalah untuk meminta orang yang bersembunyi itu keluar. Tidak berapa lama setelah nyanyian nona kecil berhenti, Kontan saja, para pengintai langsung tertawa terbahak-bahak. Sambil keluar mereka berendeng. Dilihatnya ada 8 orang pria yang memakai baju tebal sambil memegang senjata telah terpisah tidak jauh darinya. Dipandangnya semua pendekar aneh tersebut satu persatu.

Ada yang memegang golok, pedang, tombak, tombak cagak, dan toya. Kesemuanya terlihat adalah pesilat yang kungfunya tidak rendah. Setelah beberapa saat, nona kecil mendengar salah satu dari kedelapan orang menyapanya. "Nona kecil.... Kenapa kau lewati tempat ini?" tutur seorang pemuda yang berjenggot tipis sambil memandang buas kepadanya. Tetapi nona kecil tiada lain hanya menatapnya dengan tetap tersenyum tenang saja. "Tuan besar... Kenapa kau halangi tempat ini?" jawab nona kecil tersebut seakan tidak tahu bahaya sedang mengintainya. "Kakak... Aku duluan melihatnya, maka nona kecil ini adalah milikku. Jangan kau berpikiran macam-macam..." tutur seorang yang berada di sampingnya. Pemuda yang jauh lebih muda darinya yang sedang memegang golok di tangan kanan. "Huh!!! Apa mau kau jadikan istrimu nona kecil ini?" tutur jenggot tipis sambil menjawabnya. Keduanya langsung terdengar berdebat langsung dengan saling gusar. Sementara itu, nona kecil malah terlihat tersenyum geli sambil menutup mulutnya. Keadaan nona kecil kali ini tentu sangat manis, dan siapapun tidak merasa bahwa tindakan nona kecil kali ini adalah benar. Sebab, bahaya besar tentu sedang mengintainya. Tatapan buas manusia disana tentu bukan berakibat baik padanya. Jika ada nona biasa yang melihat perawakan 8 orang tersebut saja, tentu kalau tidak ketakutan setengah mati maka akan berusaha lari secepatnya dari sana. Tetapi nona kecil bukan saja tidak takut, melainkan masih bisa tertawa bergembira. "Keparat!!! Hentikan perdebatan.. Kita atur gadis kecil ini dulu..." tutur seorang lainnya yang memegang toya. Sepertinya orang ini adalah pemimpin mereka. Karena terlihat wibawa-nya cukup besar. Begitu dia membentak, maka keduanya diam sambil uring-uringan dan beranjak ke belakang. Orang yang berteriak ini sepertinya botak. Dia memakai topi kecil di kepalanya sehingga dari samping dan belakang kepala terlihat rambut berdirinya yang sangat tipis. Tidak lama, dia beranjak maju mendekati si nona kecil tersebut dan menyapanya. "Nona kecil... Kamu tidak perlu bertarung dengan kita. Ikut saja... Aku menjamin ayah dan ibumu akan bangga kepada kita-kita jika terakhir kita-kita mengawinimu seorang. He He...." tutur si botak itu sambil memandang penuh nafsu kepadanya. Tetapi herannya nona kecil ini sama sekali tidak terganggu akan tatapan dan kata-kata yang cukup menghina seorang gadis kecil. "Lantas siapa kalian? Jika telah pulang, aku akan memberitahu kepada ayah ibuku bahwa aku bertemu dengan para satria di tengah jalan kali ini.." "Ha Ha..... Bagus... Bagus... Kita-kita adalah para hantu dari gunung Hua. Julukan kita adalah....." baru si botak ingin mengatakan lebih lanjut, dia telah di potong oleh gadis kecil. "8 Hantu penjaga neraka di surga indah?"

(Maksud dari 8 hantu penjaga neraka di surga indah adalah 8 kawanan penjahat dari neraka yang menjaga Hua Shan yang nan indah) Kedelapannya sempat bengong sesaat mendengar kata-kata gadis kecil tersebut. Sambil menatap sesamanya beberapa saat, kedelapannya kontan tertawa besar. "8 Hantu seperti kalian tidak punya kemampuan khusus. Niu Hu adalah pemimpinnya. Bersenjata toya, kelemahannya ada di kaki kanan. Itu karena ketika dia berselingkuh, kaki kanannya di patahkan isterinya sendiri. Qiang Ru adalah wakil Niu Hu, bersenjata tombak cagak. Kelemahannya ada di tulang rusuknya sebab pernah patah di tinju seorang tua. Hu Rung adalah pemberi informasi, dia memakai golok di tangan kirinya. Kelemahannya adalah paling takut pada serangga terbang. Dan...." baru saja nona kecil ingin mengatakan lebih lanjut. Si Botak karuan marah besar. "Siapa kau?" "Aku bernama Yumei." Jawab nona kecil ini dengan tersenyum. Dan lantas dia diam kembali. "Yumei... Yumei... Giok yang cantik... Benar sepotong giok yang cantik. Dan apa urusan kau dengan kita-kita semua? Bagaimana kau bisa tahu banyak?" tutur si botak lagi. Semua teman-temannya cukup bingung mendapati kenyataan di depan mereka. Mereka saling pandang. "Hm... Orang tua yang meninju patah tulang rusuk Qiang Ru adalah... Hm... Adalah... Apa siapa yah?" tutur nona kecil ini sambil berpikir. "Nona ini meski cantik luar biasa tetapi idiot. Sayang sekali...." tutur Qiang Ru dan diikuti dengan gelak tawa mereka semua. "Sayang... Sepotong giok yang cantik akan berubah menjadi sampah yang diludahi setiap orang..." tutur seorang yang lainnya dengan sinis dan lantas tertawa menghina. Si botak tidak berpikir demikian, dia sudah marah mendengar nona membeberkan beberapa cacatnya. "Serang saja. Kita ikat dan peristri dia. Biar dia tahu bagaimana akhirnya jika bertemu dengan kita semua. Yang Xiu, ketua Hua Shan saja tidak berani mengatakan pada kita hal semacam yang dituturkan kau!" tutur si botak dengan marah. "Oh yah.... Betul... Betul... Yang Xiu... Sekarang aku ingat!!! Dia-lah orangnya yang pernah meninju patah tulang rusukmu..." tutur nona kecil ini melihat ke arah pemuda di samping si botak sambil tertawa girang.

Si botak tidak tahan lagi, dia langsung menerjang secepatnya. Gerakan si botak memang cukup cepat untuk ukuran pesilat. Terlebih lagi dia berada di atas salju. Tetapi hanya berkisar beberapa kaki dari nona kecil ini. Dia kontan terhantam dengan sangat keras di dadanya. Dengan terpental ke belakang secara pesat sambil terduduk dan muntah darah sesaat, si botak tersebut telah berakhir riwayatnya. Kontan 7 orang yang bersamanya sangat terkejut berbareng sangat gusar. Mereka melihat dengan jelas bahwa yang mementalkan pemimpin mereka itu adalah kuda yang sedang di naiki nona cantik tersebut. Langsung ketujuh orang tersebut maju mengerubutinya. Kemampuan silat ketujuhnya tidak sebaik si botak. Tetapi karena telah nekat, mereka berkerubut maju saja tanpa memikirkan apa lagi. Ingin rasanya mereka menangkap gadis tersebut dan menghinanya secara beramai-ramai. Tetapi... Ketika ketujuh orang tersebut datang mengeroyoknya telah dekat. Mereka hanya melihat sinar hijau yang sangat terang saja. Sungguh sangat kontras warna hijau dengan keadaan salju putih disana. Tetapi keadaan salju putih yang luar biasa luas tersebut telah ternoda oleh beberapa barang yang terjatuh. Warna putih yang sungguh luar biasa terang telah ternoda warna merah. Warna merah darah... Begitu ketujuhnya terjatuh dan terjerembab. Mereka telah kesakitan luar biasa. Dilihatnya di tanah bersalju itu untuk melihat apa yang terjadi. Dan lantas dengan kaget, ketujuhnya seakan merasa rohnya telah terbang. Sebab 7 pasang pergelangan tangan mereka telah terpotong oleh sebuah senjata tajam yang sangat hebat. Hanya Qiang Ru dan 1 pemuda lainnya saja yang tidak pingsan menyaksikan kejadian tersebut. Qiang Ru menatap ke arah nona kecil ini dengan sangat ketakutan. "Kalian telah menangkap 17 nona dari daerah di dekat pegunungan Hua dalam 1 tahun terakhir. Kesemuanya telah kalian bunuh setelah kalian melampiaskan nafsu kepada mereka. Sekarang kalian telah mendapat pelajaran." tutur nona ini dengan dingin. "Kita mengakui kesalahan.. Mohon pendekar wanita mengampuni..." tutur Qiang Ru dengan memohon. Qiang Ru dan pemuda lainnya sambil khe thou (menyembah) terus menerus di depan nona kecil ini. "Aku tidak akan membunuh karena orang lain tiada berdaya. Kalian pergilah, bawa mereka semua." tutur Nona kecil seraya menjalankan kudanya ke depan. "Ini... Kuda... Kuda... Bintang biru!!!!" teriak seorang pemuda di samping Qiang Ru sambil terbata-bata. Qiang Ru kontan terkejut. "Ini adalah kuda-nya Pahlawan selatan. Kenapa berada padamu???" tutur Qiang Ru seakan tidak percaya.

Yumei, gadis kecil ini tidak menjawabnya. Dia tetap menjalankan kudanya dengan pelan melewati dari samping. "Kau!!! Kau bermarga Wu? Kaukah Wu Yunying?? Salah satu dari 3 wanita tercantik di kolong langit????" tutur Qiang Ru seakan tidak percaya. Gadis kecil tidak menjawab sama sekali pertanyaan Qiang Ru. Melainkan dia tetap menatap ke depan saja, menoleh pun tidak. Dia tetap diam seribu bahasa. Kemudian setelah gadis kecil berkuda terpisah 20 kaki dari mereka. Dengan cepat, Qiang Ru telah merubah warna wajahnya. Dari warna ketakutan segera muncul wajah liciknya. Maka dengan segera dia mengeluarkan senjata rahasia dari balik mulutnya dan memuntahkan ke arah Nona kecil di depannya. (Orang sering bilang bahwa "penjudi" yang telah haus berjudi. Tangan kaki di potong sekalipun tetap akan berjudi. Begitu-lah keadaan Qiang Ru yang ingin membokong Yumei dari arah belakang. Tanpa sepasang tanganpun dia tetap memakai mulutnya) Qiang Ru tentu sangat girang sebab lawan sekarang sedang "terbuka" daerah serangan punggungnya. Tetapi, kegirangan di wajahnya betul terus dan untuk selamanya. Sebab sebelum senjata rahasianya menyentuh punggung gadis kecil ini. Dia telah tewas sambil berlutut. Wajahnya terlihat kegirangan yang luar biasa sambil menatap ke langit. Nona kecil ini sempat berpaling dengan samping matanya ke belakang. Tangannya membentuk dua jari yang di arahkan dari samping pinggangnya ke belakang. Ternyata saat itu, kontan saja sinar merah telah menembuh ke ulu hati Qiang Ru. "Ilmu... Ilmu... Jari... Dewi... Pemusnah.....???" tutur pemuda lainnya yang tetap berlutut sambil terbata-bata dan gemetar ketakutan. "Aku lupa memberitahu.. Aku bermarga Xia, bukan Wu...." tutur nona kecil ini dengan suara kecil dan terbawa angin yang menderu hebat itu. Sesaat kemudian setelah lumayan jauh, kembali terdengar nona kecil ini menyanyi kembali dengan suaranya yang merdu sekali sambil berlalu. *** Di perkemahan utara kota Shandang... Zhao kuangyi telah mengatur sebuah tempat yang cukup bagus dan strategis bagi Zhao kuangyin dan kawan-kawannya. Bahkan dia sengaja menempatkan 1000 pasukan di sana dan dipimpin oleh kakak kandungnya sendiri. Tempat perkemahan cukup asri dengan sebelah selatan adalah sungai kecil yang mengalir. Dan sebelah barat laut cukup dekat dengan hutan kecil. Disini, acapkali Zhao sengaja menyembunyikan 200 orang pasukan di hutan kecil dan meronda secara bergantian dalam 24 jam.

Zhao kuangyin dengan cepat mengatur apa pesan Jieji di kain surat kedua. Isi kain surat kedua cukup sederhana saja. Yaitu jieji meminta kepada kakak pertamanya untuk mendukung Zhao kuangyi mengusir Liao. Dan pesan kedua adalah menjaga Yunying dengan baik. Yunying masih "tertidur" saja setelah 3 minggu. Sepertinya dia dalam kondisi mati suri. Semua nadi dalam tubuhnya telah di periksa dewa ajaib. Dan dewa ajaib mengklaim bahwa Yunying telah sehat sekali. Tetapi hanya tunggu waktu yang baik saja untuk dirinya siuman. Kekhawatiran pihak Sung telah lepas setengah. Tetapi bagaimanapun, Zhao dan kawan-kawan masih sangatlah berkhawatir akan keadaan Xia Jieji. Tidak pernah ada kabar berita dari Liao bahwa Xia Jieji telah tewas. Maka daripada itu, mereka berpikir bahwa mungkin Jieji masih berada di suatu tempat dalam keadaan hidup. Zhao beberapa kali bahkan mengirim mata-mata ke Liao untuk mendengarkan apa yang terjadi di tembok kota Beiping tersebut. Namun, dalam 3 minggu telah dikirim belasan orang matamata. Herannya, tiada seorang pun yang kembali. Ini telah mencemaskannya siang malam. "Aku merasa aneh sekali. Kenapa tiada kabar berita dari Liao." tutur Zhao kuangyin kepada kawan-kawannya di kemah besar dalam satu kesempatan. "Tidak perlu kakak seperguruan merasa khawatir. Pasti tidak terjadi apa-apa hal." tutur Sun Shulie mencoba menenangkannya. "Betul.. Pendekar Xia adalah orang jenius di zaman ini. Maka kesulitan kecil belum tentu berarti apaapa baginya." tutur Pei Nanyang seraya menghibur Zhao. Dalam 3 minggu, mereka melihat Zhao sungguh tiada nafsu makan dan tidur. Acap kali, dia terlihat meneguk arak sendirian di tengah malam buta. Dan tidak jarang terlihat dia tidak tidur dalam kemah, melainkan jalan-jalan saja sekitar wilayah perkemahan. Justru ketika mereka membicarakan hal ini. Telah datang seorang yang memberikan kabar. Zhao segera dengan cepat menyilakannya masuk. "Panglima... Mata-mata kita telah kembali... Tetapi...." tutur seorang dengan berlutut di depan kemah. "Tetapi apa??" tutur Zhao kuangyin dengan cepat. "Mereka kembali dengan kondisi telinga telah terbabat putus...." tutur utusan pembawa berita itu sambil terlihat ketakutan. Zhao kuangyin yang mendengarnya lantas geram. Dia beranjak cepat maju ke depan. Ketika dia telah sampai di depan kemahnya sendiri. Telah nampak belasan orang yang berbalut kain putih yang kemerahan langsung berlutut di depannya. "Panglima... Maafkan kita... " tutur mereka serentak.

Zhao dengan cepat membimbing mereka berdiri. "Apa yang terjadi sebenarnya??" tutur Zhao kuangyin dengan kaget. "Kami mendengar kabar dari dalam kota Beiping. Kabar tentang pendekar Xia tidak pernah kita dapati. Hanya saja... Hanya saja kabarnya Hikatsuka Oda telah meninggalkan Liao. Selain itu... Selain itu..." "Selain itu apa kejadian lainnya?" tutur Zhao yang terlihat tidak sabar lagi. Salah satu utusan di belakang segera mengangkat sebuah kotak. Sebuah kotak yang cukup besar. Kotak itu cukup aneh meski bentuknya hanya kotak biasa. "Kami tertangkap semua. Kemudian Yelu Xian... Yeluxian ingin kita mengembalikan kotak ini kepada panglima..." tutur utusan itu sambil menangis. Zhao heran kenapa utusan itu menangis dan dengan segera mengambil kotak itu. Dengan cepat pula, dia masuk ke dalam kemahnya. Lalu di letakkan di atas meja besarnya. Di atas kotak telah terdapat sebuah kertas yang sengaja di tempelkan. Terlihat dengan sangat jelas tulisan di atas kotak itu. "Naga yang mati... Ini hadiah untuk anda... Selamat menikmati...." Zhao yang melihatnya kontan lemas lututnya. Dahinya langsung berkeringat dingin. Tangannya sungguh gemetaran. Sun yang di sebelahnya segera membimbingnya untuk berdiri dengan benar. Sementara itu, di dalam kemah memang terdapat dewa ajaib. Dewa ini adalah seorang yang sifatnya selalu ingin tahu. Dia tidak mengerti apa tulisan yang tertulis disana meski telah di bacanya berulang-ulang. Dengan segera saja, dia beranjak maju dan membuka kotak besi tersebut. Tetapi, kotak besi tersebut sungguh susah terbuka. Sepertinya sedang terkunci. Pei Nanyang yang melihat kotak tersebut langsung memeras otak. Dia sedang memikirkan sesuatu. kotak seperti ini pernah dilihatnya. Tetapi dimana? Dia lantas terus berpikir saja. Namun Dewa ajaib sepertinya tidak tahan lagi. Dia langsung membuka "paksa" kotak tersebut. Dengan tenaga dalamnya dia mencoba mencungkilnya ke atas dengan jari-jarinya. Maka ketika kotak tersebut hampir terbuka, dan bersamaan terdengar suara gesekan. Dewa ajaib kontan mundur karena terkejut. Begitu pula Zhao kuangyin, Sun Shulie, Pei Nanyang. Mereka beranjak 5 langkah ke belakang. Suara gesekan besi ternyata tidaklah berhenti, melainkan muncul kembali suara "baru". Suara "Ssshhh" sungguh terdengar cukup memekik telinga. Saat itu juga, Pei Nanyang teringat sesuatu. Langsung dia meneriaki semuanya.

"Awas!!!! Itu bisa meledak!!!" tuturnya seraya ingin keluar bersama mereka semua. Pei, Dewa Ajaib, Zhao kuangyin dan Sun Shulie memang masih berada di dalam kemah. Sedangkan Wei Jindu bersama Huang Xieling memang sedang berpergian untuk meninjau lokasi utara kota Shandang tersebut. Mereka berempat dengan sangat cepat ingin keluar. Namun, ketika mereka telah mendekati pintu luar kemah. Langsung saja mereka teringat sesuatu secara serempak. Ternyata Yunying yang masih tidak sadarkan diri masih terbaring di ujung kemah tersebut. Kontan tak ayal, kesemuanya langsung kembali menuju ke tempat tidur Yunying yang berada di sudut. Namun semua sudah terlambat. Dan ledakan dahsyat di dalam kemah segera saja terjadi. Bahkan utusan yang tadinya di depan itu segera terlempar kebelakang puluhan kaki. Wajah mereka terbakar ledakan dengan sangat mengerikan. Dan belasan orang tersebut telah tewas seketika. Tetapi... Di dalam kemah justru sebaliknya. Hawa mendesir di dalam kemah terasa luar biasa hebatnya. Zhao kuangyin, Sun Shulie, Pei Nanyang, dan Dewa Ajaib memang berdiri di dekat ranjang tempat Yunying mati suri itu. Tetapi keempatnya merasakan hawa yang luar biasa dahsyat di belakangnya. Hawa mendesir yang mirip sekali dengan hawa petarungnya Xia Jieji. Kontan keempatnya segera bermandi keringat. Hawa "hebat" itu seakan membungkus keempat orang sehingga keempatnya bukan saja terluka ringan, tetapi malah sedikit cedera pun tidak. Keempatnya yang merasakan fenomena hebat langsung berpaling ke belakang. Mereka melihat seorang wanita dengan wajah yang cantik dan terang berada di belakang mereka. Entah kegembiraan atau terkejut mereka menyaksikan hal tersebut. Wanita yang di belakang mereka tiada lain benar adalah Yunying. Wanita cantik tersebut telah terbangun dari tidurnya yang hampir 1 bulan tersebut. Wanita cantik ini seakan telah terlahir kembali.

BAB CI : Pria Bertopeng Aneh Semua orang yang melihatnya terkejut tidak karuan. "Bagaimana mungkin???" tutur Dewa ajaib yang heran luar biasa. Zhao, Pei Nanyang, berikut Sun Shulie memang berdiri seakan tiada percaya bahwa Yunyinglah orang yang menyelamatkan mereka semua. "Tetapi... tetapi... " tutur Dewa ajaib seakan tiada percaya mendapati Yunying yang tersadar telah penuh oleh hawa energi Xia Jieji dan Yue Liangxu. Tentu keadaan seperti ini tidak mungkin bagi Dewa ajaib yang merupakan tabib no. 1 sejagad sekarang. Yunying hanya diam saja sambil mengamati ke depan dengan kosong. Setelah beberapa lama, dia berkata.

"Mengapa? Mengapa kamu ingin membunuhku?" tuturnya berulang-ulang dengan pelan-pelan dan tatapan kosong. Zhao berempat terkejut juga mendengar apa kata-kata Yunying. Tetapi keempatnya juga tidak menjawab pertanyaan Yunying yang memang sudah diketahui maksudnya. Yunying sepertinya masih berada dalam alam bawah sadar. Yang teringat dia hanyalah saat terakhir ketika Xia Jieji menghantamkan jurus terakhirnya ke arahnya sendiri. Keempat orang ini diam saja seribu bahasa mendengar ungkapan yang terus menerus keluar dari bibir wanita nan cantik tersebut. Tetapi ini tiada berlangsung lama. Karena dengan tiba-tiba, kedua mata wanita cantik tersebut meredup. Dan dengan pelan pula, dia terbaring kembali ke ranjang kecil itu. Zhao yang melihat kondisi Yunying segera menghampirinya. "Kenapa? Bagaimana bisa terjadi lagi?" tuturnya. "Tidak... Dia tidak apa-apa..." tutur Dewa Ajaib kemudian setelah dia meraba nadi pergelangan wanita cantik tersebut. Zhao berpikir sebentar kemudian dia terasa cukup heran. "Kenapa ketika dia mati suri pertama kalinya, kamu tidak sanggup mengetahui ada energi yang begitu besar bersembunyi dalam dirinya?" tuturnya kepada Dewa ajaib. "Itu karena energi-nya adalah energi asli dari Pemusnah raga. Bisa disimpan dan bisa diledakkan setiap saat. Tadinya tertidur seiring "tidur" -nya majikannya. Maka daripada itu, ketika Yunying terbangun sisa energinya langsung meluap hebat. Untunglah, dengan begitu kita semua tertolong dari ledakan itu." tutur Sun Shulie dari sebelahnya. "Betul... Itu maksudku. Sebenarnya jika kita meraba nadi Xia Jieji ataupun Yue Liangxu tentunya juga sama saja keadaannya." tutur Dewa ajaib sambil menggoyangkan kepalanya. "Jika begitu, Yunying sekarang telah tergolong pendekar nomor 1? Tenaga dalamnya sudah tiada tandingannya sejagad..." tutur Zhao kuangyin sambil menghela nafasnya yang panjang. "Semua sudah di rencanakan pendekar Xia. Jika begitu... Jika begitu..." tutur Pei Nanyang seketika saat dia menyadari sesuatu di dalam benaknya sendiri. "Jadi, maksud anda..." tutur Zhao kepadanya sambil terkejut. "Tidak mungkin. Tidak begitu...." tutur Sun Shulie sambil menggoyangkan kepalanya. Kata-kata mereka memang cukup membingungkan. Apalagi untuk Dewa Ajaib. Tentu kata-kata yang terputus putus tersebut segera memancing keingintahuan-nya.

"Mengapa ngomong terputus seperti ini???" tuturnya seperti dalam keadaan yang tidak sabar. "Tidak mungkin... Sdr Xia tidak akan ada apa-apa... Tenang saja kakak seperguruan. Kekhawatiranmu betul berlebihan." tutur Sun kepadanya dengan perlahan. "Kenapa begitu? Bagaimana kamu bisa begitu yakin dik?" tutur Zhao kuangyin kepadanya. "Ini karena... Jika Xia Jieji telah tewas, maka tidak mungkin mereka tidak menunjukkan asli kepala -nya di kotak tersebut. Melainkan hanya sengaja untuk di bom sampai hancur biar kita tidak bisa mengenalinya...." tutur Pei Nanyang. "Betul kak... Jika mereka langsung saja mengirim kepala saudara Xia, maka itu sangatlah bermanfaat, yaitu membuat moral kita menjadi hancur dan merosot. Tetapi itu tidak dilakukannya, sebab menurutku saudara Xia pasti tidaklah mengalami celaka. Apakah kamu tidak akan bertaruh ketika kamu sudah tahu bahwa kamu adalah pemenangnya?" tutur Sun Shulie kembali kepadanya. Apa kata-kata para pendekar Sung disini memang sangatlah beralasan. Jika XIa Jieji telah tewas. Maka mereka tidak perlu lagi mengirim BOM kotak besi tersebut. Melainkan hanya sebuah kotak biasa saja dengan berisi kepalanya Xia Jieji. Maka hal ini tentu akan membuat pasukan Sung telah merosot moralnya. Namun sengaja diperbuat kotak BOM yang tujuannya adalah untuk menghancurkan mereka semua. Sedang baik dari semua pendekar Sung, tiada seorang pun yang mampu menandingi Yue Liangxu jika benar Xia Jieji telah tewas. Mengapa harus bercapai lelah mengirim kotak BOM tersebut kepada mereka? "Semoga saja analisa kalian benar tepat... Semoga..." tutur Zhao kuangyin sambil menatap ke atas tenda sambil menghela nafas berkali-kali. Namun Sun Shulie segera berjalan melihat pecahan kotak tersebut yang telah berantakan. Ternyata di dalam kotak sepertinya tiada isinya. Sebab menurut perkiraan mereka pertama kali, mungkin itulah kotak untuk mengisi "kepala" orang. Tetapi setelah di cek, ternyata tiada benda yang mirip organ kepala manusia yang berserakan. Sesaat, Sun memberi tanda kepada Zhao yang menyatakan bahwa tiada terjadi apapun. "Kita perlu menunggu sekitar 2 bulan lebih lagi untuk membuka bungkusan ini." tutur Zhao kemudian sambil mengeluarkan benda pemberian adik angkat kedua kepadanya. "Hm..." Mereka semua serentak mengiyakan. *** Perjalanan gadis cantik ke barat Nada suara seorang gadis kecil yang sangat merdu selalu mengiring perjalanannya kemana saja. Suara nan merdu darinya ketika di dengar setiap orang, maka orang tersebut terasa sangat bergembira. Nyanyian nona cantik tersebut selalu membuat orang yang mendengarnya terasa

bersemangat. Sebab bukan suaranya saja yang terasa sangat merdu, tetapi kelembutan suara tersebut seakan membuat setiap pendengarnya berada dalam alam ilusi yang sangat indah sekali. Gadis kecil dengan kuda bintang biru masih berkuda dengan perlahan saja. Masih Xia Yumeilah penunggang kuda tersebut. Dia selalu mengencangkan kudanya setiap menemui jalan yang bagus dan lempang, sementara dia akan berkuda perlahan ketika sampai di suatu tempat yang perjalanannya cukup payah, ataupun tempat yang cukup menarik hatinya. Tidak pernah ingin baginya melewati saat yang cukup bergembira dengan menikmati pemandangan yang sungguh bagus tersebut. "Kakak kelima memintaku untuk mengambil kuda bintang biru ini untuk sementara ketika dia berada di utara kota Shandang menuju Ji. Memang terasa aneh. Tetapi jika dia tidak bertemu denganku, mungkin kuda ini akan dibiarkan saja, toh kuda bintang biru pasti akan kembali kepada kakak kelima." Beberapa pikiran sedang mengganggu gadis kecil tersebut. Tetapi dia tetap berusaha ceria saja. "Dan kakak kelima hanya berkata kepadaku untuk pergi ke barat. Entah apa maksudnya... Yang terpenting pasti kakak kelima akan menyusulku kesana. Dia telah berjanji kepadaku, tidak mungkin akan mengingkarinya." pikir gadis tersebut kembali sambil tersenyum-senyum. Sesaat, kembali dia melanjutkan nyanyiannya lagi. Pada suatu hari... 30 li sebelum kota Xi ping, atau lebih dari 200 li sebelah barat pegunungan Hua Shan. Tanah di sini telah terasa cukup tandus. Cuaca pun sudah terasa cukup panas. Sebab daerah ini cukup dekat dengan daerah gurun tua Mongolia di arah utara. Gadis ini memang dalam keadaan cukup santai, nyanyiannya cukup terdengar sejak siang tadi sampai sekarang. Wajahnya yang ayu tersebut telah bermandikan beberapa butiran keringat mengingat udara di sana telah berubah panas. Tetapi ketika dia berkuda melewati sebuah tanjakan menyamping, dia dikejutkan ada seorang pria yang berpakaian hitam sedang berdiri seakan menunggunya. Lantas, Yumei langsung berhenti dan melihat ke depan. Melihat seorang pria yang sedang menantikannya. Jaraknya dengan pria tersebut tidaklah dekat. Hampir 10 tombak lebih. Seorang pria yang menampilkan sisi kharismatik di kedua bola matanya yang bersinar terang. Wajahnya terasa sungguh tidak asing bagi Yumei sendiri ketika dia telah datang cukup dekat. Tanpa perlu lama, Xia Yumei segera turun dari kuda bintang birunya. "Kakak kelima????" teriaknya sungguh sangat bahagia dan senang mendapati seorang pemuda yang sedang bersilang tangan itu menghalangi jalannya. Sementara itu, di sampingnya. Kuda bintang biru segera meloncat berjingkrak-jingkrak ketika dia melihat orang yang berada di depannya tersebut.

Tetapi, pria tersebut tidaklah menyahutinya. "Kamu.... Kamu..." tutur Yumei sambil melangkah ke depan. Yumei cukup heran, kenapa kakaknya sendiri tidak mengenalnya. Oleh karena itu, dia berjalan lebih dekat lagi. Ketika hanya terpaku 2 tombak jarak mereka berdua. Pemuda tersebut melihat dengan tajam kepadanya. Dia melihat seorang gadis kecil yang cantik sedang memakai baju khas Tongyang. Berkaus kaki putih dan memakai sandal dari kayu. Ini bukanlah hal yang luar biasa yang pernah dilihatnya. Tetapi ketika matanya sedang diayunkan ke arah pinggang si gadis kecil, dia kontan terkejut. "Kau... Kau berasal dari Tongyang? Darimana pedang itu kau dapatkan gadis kecil?" tuturnya ke arah Yumei. Baru setelah pria ini mengeluarkan suara, Yumei menyadari. Orang ini meski mirip dengan kakak kelimanya. Tetapi pria paruh baya tersebut bukanlah Xia Jieji. Mengingat perjumpaan dengan kakak kelima beberapa minggu lalu, dia telah melihat perawakan-nya sejak terakhir meninggalkan Tongyang. Xia Jieji memang telah berubah, banyak hal dialaminya dalam perjalanan kembali ke China daratan setelah 3 tahun "mendekam" di lembah Gunung Fuji, Wisma Oda. Yumei tidak menjawab orang paruh baya tersebut, melainkan dia sapu seluruh perawakan orang tersebut dengan bola matanya yang seakan-akan menari-nari. "Aku menanyaimu. Darimana pedang ini berasal nona kecil?" tutur orang paruh baya tersebut kembali kepadanya. Baru sekarang, Yumei tersadar dari angan-nya. "Ini pedang diberikan seseorang kepadaku..." tuturnya. "Ha Ha Ha.............." Pemuda paruh baya tersebut tidak berkata apa-apa selain tertawa panjang saja. "Kenapa anda tertawa tetua?" tutur gadis kecil tersebut setelah melihat orang di depannya terus-terusan tertawa tiada henti-hentinya. Sesaat kemudian, pemuda paruh baya tersebut menghentikan tawanya. Dia kembali melihat ke arah gadis kecil tersebut. Tetapi sorot matanya telah berbeda. Sorot mata pemuda tersebut terkandung semacam firasat pembunuhan. Yumei memang juga beradu pandang kepadanya. Melihat orang paruh baya ini memandangnya dengan cara begitu. Dia malah tidak takut, dia terus memandangnya saja. "Gadis kecil... Kamu memiliki pedang satria, pedang tersebut hanya dimiliki keluarga kerajaan Tongyang. Kalau begitu, tentunya kamu adalah gadis dari istana Edo. Dengan Kaisar Enyu, apa hubunganmu?" tutur pemuda tersebut.

"Oh.. Maksud anda pedang ini?" tutur Yumei seraya mencabut-nya dari pinggangnya. Dia tidak melepas sarung pedang tersebut. "Pedang ini diberikan Kaisar Enyu kepada seseorang. Tetapi orang tersebut menghadiahkannya kepadaku." tuturnya. "Pantas saja. Tidak mungkin Kaisar Enyu berani memberikannya kepadamu. Kamu ini gadis kecil, tidak cocok dengan pedang tersebut. Pedang ini adalah pedang Ksatria sejati." tuturnya kemudian. "Anda menginginkan pedang tersebut?" tutur Yumei kembali kepadanya. Pemuda paruh baya tidak menjawab pertanyaan Yumei. Namun dari sinar matanya, Yumei sudah mampu menebak keinginan pemuda paruh baya tersebut. Lalu dia berkata. "Kalau mau pedang ini, nah kuberikan saja." tutur Yumei seakan acuh tak acuh sambil membalikkan gagang pedang ke arahnya. Kontan pemuda paruh baya tersebut terheran luar biasa melihat tingkah gadis kecil tersebut. "Kamu ini adalah adik kecilnya Xia Jieji. Keberanianmu juga tidak di bawahnya." tutur pemuda paruh baya tersebut setelah menghela nafas. Tidak berapa lama, dia kemudian tertawa panjang lagi. "Sungguh mengherankan anda ini. Kenapa dari tadi hanya tertawa saja?" tutur Yumei kembali dengan alis berkerut. "4 Benda pusaka Tongyang. Utara : Tombak naga menebas (tonbo-giri), Selatan : Pedang ksatria, Timur : Tombak Otegine dan Barat : Tombak Nihongo..." tutur pemuda paruh baya tersebut dan sebelum dia berkata lebih, Yumei melanjutkannya. "Ini diibaratkan 3 san-kong menunjang seorang Kaisar." (3 san-kong adalah istilah. Maksudnya adalah 3 orang kepercayaan Kaisar yang memiliki kekuasaan paling tinggi yaitu Perdana menteri, Jenderal besar, dan Penasehat Kaisar). "Betul.. Betul... Dahulu, ayahku dan aku tidak pernah mendapatkan pedang tersebut. Melainkan Xia Jieji-lah orang yang bisa menerimanya." tutur pemuda paruh baya tersebut sambil menggoyangkan kepalanya. "Pedang ini meski tajam luar biasa dan unik. Tetapi tidak memiliki keistimewaan lainnya. Dan penuh hasrat membunuh, oleh karena itu aku tidak berniat memilikinya. Maka daripada itu, ada orang yang betul menginginkannya, bagaimana tidak kuberikan?" tutur Yumei sambil tersenyum mengawasi pemuda paruh baya tersebut. "Hm...." Waktu terdahulu, ada yang pernah kunasehati untuk membunuhmu. Tetapi orang tersebut terlalu lemah, tidak berani turun tangan. Maka hari ini kebetulan nasibmu sangat sial berjumpa denganku. Mau atau tidak, hari ini yang tidak boleh lewat selain pedangmu, tentu juga dirimu." tutur pemuda paruh baya tersebut dengan mata menyala-nyala.

Sebenarnya, maksud Yumei untuk menyerahkan pedang karena dia tahu benar bahwa orang di depannya bukan orang sembarangan. Dengan kekerasan, gadis kecil ini tidak yakin akan menang melawannya. Maka daripada itu, dia berniat menyerahkan pedang ksatria kepadanya. Tetapi begitu mendengar, apa kata-kata pria di depannya, dia tidak akan berbanyak bicara lagi. Hanya diperlukan bertarung saja untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Melihat beberapa lama kearah Yumei, pemuda paruh baya tersebut mencoba memalingkan bola matanya ke arah belakangnya. Dilihatlah kuda bintang biru itu diam dan melihat lurus ke arahnya. Sepertinya kuda bintang biru juga sedang mengancamnya di sana. "Kuda bintang biru. Pantas saja aku tidak melihatmu ketika seharusnya kamu berada di Beiping. Pantas saja..." tuturnya kemudian. "Anda adalah Hikatsuka Oda. Ayah dari kakak kelimaku. Kenapa kalian ayah dan anak sungguh berbeda sifatnya?" tutur Yumei melihat ke arah matanya kembali. "Betul... Tidak disangka berkat didikan anakku, kamu betul telah terlatih. Pantas kamu berani turun ke dunia persilatan meski umurmu masih sangat hijau." tutur orang ini yang ternyata adalah Hikatsuka Oda adanya. Kenapa Hikatsuka Oda bisa berada ribuan li jauhnya dari perkemahan Liao di arah timur laut? Hal tersebut memang cukup mengherankan. "Kalau begitu, ada yang perlu kutanyakan." tutur Yumei kemudian. "Kamu ingin bertanya dimanakah anakku itu?" tanya Hikatsuka kepadanya. Yumei tidak menjawab, dia menganggukkan kepalanya pelan. "Dia tidak mati, dia sedang menuju ke arah barat. Tetapi...." tutur Hikatsuka. "Tetapi aku tidak akan hidup, paman ingin mengatakan ini kepadaku?" tutur Yumei kepadanya. "Bukan... Memang kamu tidak bisa hidup lebih lama lagi. Bukan karena kakak kelimamu. Tetapi ada sesuatu hal yang sejak dahulu harus kukerjakan. Ternyata hari ini kesempatan itulah yang datang mencariku." tutur Hikatsuka Oda kepadanya dengan tajam. "Apa paman tidak malu? Membunuhku yang gadis kecil tersebut?" tutur Yumei sambil tertawa geli ke arahnya. "Kamu memang benar mirip sekali dengan ibumu. Ajal di depan mata, tapi bukan saja takut. Tetapi malah bisa bercanda ria. Bagus... Bagus..." Kata Hikatsuka seraya tertawa memujinya. Yumei tidak mengambil pusing apa kata-kata Hikatsuka. Dia merasa ibunya memang-lah seorang wanita pemberani. Istri Xia Rujian tersebut memang terkenal sifat keberaniannya. Tidak pernah dia tidak mengikuti Xia Rujian pergi berperang dalam masa dekade 30 tahunan lalu. Dia selalu mendampingi suaminya tersebut kemanapun perginya. Perkiraan Yumei kali ini

memang betul salah besar. Dia mengira bahwa Hikatsuka memaksudkan isteri Xia Rujian. Tetapi sesungguhnya bukanlah hal ini yang sedang dikatakan Hikatsuka Oda. "Maafkanlah aku nona kecil. Kalau suatu hari, aku telah berada di akherat. Maka disanalah aku meminta maaf kepadamu." tutur Hikatsuka seraya merapal tapaknya. Sementara itu, Yumei juga telah siap. Dia mau tidak mau haruslah sangat serius. Meski tiada keyakinan sanggup menang, tetapi jika sanggup bertahan saja. Maka dia berniat mencari kesempatan sesekali untuk membalas ataupun melarikan diri. Hikatsuka langsung saja menerjang dengan hawa energi tinggi untuk di hantamkan ke arah gadis kecil tersebut. Tetapi... Ketika dia telah berada dekat dengan gadis kecil, dia merasa ada yang aneh. Sebuah energi yang tidak lemah mengikutinya dari belakang. Kontan, dia membalikkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Matanya langsung melihat sebuah tapak yang besar. Sebuah hawa tapak yang dahsyat sedang mengancam punggungnya. Dan tidak perlu menunggu lama, Hikatsuka langsung berbalik melayani tapak yang datang tersebut terlebih dahulu dengan sebelah tapak. sedang tapak yang lainnya tetap mengancam Yumei yang berada di depannya. "Blarr...." Tapak kedua berlaga menghasilkan perpendaran energi yang hebat. Hikatsuka Oda berhasil mengeliminasi jurus yang datang dari belakangnya tersebut. Tetapi karena dahsyatnya tenaga dalam lawan di belakang, dia kembali menarik energi dari depan untuk melindungi dirinya sendiri. Dengan posisi punggung yang telah terbuka, sebenarnya bisa saja Yumei mencuri serang kepadanya. Namun gadis kecil ini tidak melakukannya. Dia memang telah mencabut pedang ksatria dari tangannya. Tetapi dia tidak sempat membacokkan ke arah Hikatsuka yang tadinya sedang mengancamnya. Hikatsuka terdorong 2 langkah ke belakang. Sesaat, dia menyapu seluruh penjuru arah untuk melihat siapa yang sedang membokongnya. Tetapi dia belum mampu melihat siapa yang membokongnya tersebut. Namun tidak perlu lama, suara di depan segera memanggil. "Tidak disangka penasehat nomor 1 Liao bisa bergebrak hebat dengan seorang gadis kecil yang tidak ternama sama sekali." Dan tidak lama, suara lain berkumandang kembali. "Kalau terdengar di dunia persilatan, bagaimana jadinya?"

Hikatsuka langsung melihat setelah mendengar arah suara itu muncul. Di depannya dan di atas gunung pasir kecil nampaklah 4 orang yang sedang berdiri mengawasi. "Siapa kalian???" tutur Hikatsuka Oda yang agak heran. Sebenarnya jurus tapak tadi adalah jurus yang sangat dahsyat. Bagaimana mungkin dia yang terpaut hampir 1/2 Li tersebut bisa diserang dan begitu tepat. Dan siapa penyerang di antara keempat orang tersebut tidaklah diketahuinya. Keempat pendekar dari atas gunung segera saja seperti berlari menuju ke bawah. Keempatnya memiliki ilmu ringan tubuh yang sakti. Tidak perlu lama, keempatnya telah muncul di hadapannya. "Rupa-rupanya ketiga tetua dunia persilatan." tutur Hikatsuka Oda sambil tertawa. Yumei yang dari arah belakang segera melihat ke arah mereka berdiri. Dia mengenal ketiganya. Tetapi 1 orang lagi terlihat memakai topeng. Sebuah topeng yang aneh. "Kakek guru, nenek guru..." tutur Yumei sambil memberi hormat kepada mereka. Tiga orang tersebut kontan tertawa saja. Memang benar, ketiganya tiada lain adalah Dewa Sakti, Dewa Semesta, dan Dewi Peramal. Hanya seorang yang memakai topeng yang tidak di kenalnya. Tetapi karena mereka datang bersama-sama. Yumei juga memberi hormat dengan dalam kepadanya. Dia memanggilnya tetua saja karena memang tidak mengenalnya. "Kalian berdua telah kehabisan tenaga dalam saat pertarungan silat di tembok kota Beiping. Dan kamu, Dewi peramal. Kungfu-mu hanya biasa-biasa saja. Bagaimana berani kalian menunjukkan diri kepadaku?" tutur Hikatsuka kemudian. "Tidak.. Tidak.. Yang menyerangmu tadinya bukanlah kita bertiga. Melainkan orang inilah." tutur Dewa Semesta kepadanya. Hikatsuka memalingkan wajahnya ke arah yang ditunjukkan Dewa Semesta. Dia melihat perawakan orang tersebut. Tingginya juga seimbang Dewa Semesta maupun Dewa Sakti. Dia memakai topeng "hantu" dari barat yang cukup menakutkan. Rambutnya putih dan agak cepak. "Hm... Jurus yang hebat. Tidak disangka ada jurus yang sanggup dipancarkan dalam jarak 1/2 li(200 meter) selain Ilmu jari dewi pemusnah. Hebat... Hebat..." tutur Hikatsuka Oda sambil tersenyum. "Jurus ini pernah kau lihat beberapa minggu lalu juga. Masa kau sudah lupa?" tutur Dewa Sakti kepadanya sambil membalas senyumannya. "Oh??" tutur Hikatsuka sambil terkejut. Kembali dia melihat ke arah si topeng dengan serius. Tiada berapa lama kemudian, dia tertawa keras sekali. Tidak lama, dia berjalan membelakangi

dan dengan langkah biasa dia berlalu. Tetapi sama sekali dia tidak berpaling lagi namun ketawanya tiada berhenti. Hikatsuka memang pergi dari lokasi tersebut. Dan hebatnya, si topeng ataupun Dewa Sakti dan Dewa Semesta tidak mengejarnya. Yumei memang seorang gadis yang pintar. Dia bisa menebak beberapa hal disini. Dia ingin menanyakan kepada kakek gurunya. Tetapi karena dia merasa cukup keterlaluan, dia tidak berkata apa-apa lagi. Melainkan dia segera memberi hormat. "Kamu segeralah menuju ke barat. Semoga perjalananmu mengenakkan." tutur Dewi Peramal saja. Melainkan ketiga orang tersebut tidak menyahutinya apapun. Yumei ingin berterima kasih kepada si topeng tersebut, dia berusaha untuk memanggilnya. "Tetua... Terima kasih atas bantuannya..." Namun, si topeng sama sekali tidak berkata apapun. Dia berjalan perlahan ke depan saja. Seiring dengan angin yang bertiup cukup sepoi, si topeng telah menghilang. Yumei yang melihatnya kontan terkejut. Dia tidak menyangka ada ilmu yang bisa membuat orang menghilang bagai di telan bumi. Dia memang masih melihat Dewa Sakti, Semesta dan Dewi peramal sedang berlalu. Tetapi si topeng sama sekali tidak pernah mengeluarkan energinya dan mampu menghilang sebegitu cepat. Meski Xia Jieji belumlah mampu melakukannya.

BAB CII : Kasus Pembunuhan Di Persia Dua tahun kemudian... Iran / Persia... (Negara Iran dahulu disebut Persia. Sebenarnya daerah Persia sekarang telah terbagi menjadi 7 negara. Salah satunya adalah Iran di masa sekarang. Dalam sejarah China. Tang Taizong sempat menguasai sebagian dari Persia ketika melakukan penyerangan ke barat.) Semenjak 200 tahun lebih, budaya di Persia telah berbaur dengan daratan tengah. Meski agama dan budaya Persia saat itu mayoritas adalah Muslim. Beberapa rumah di sana banyak yang mirip dengan perumahan daratan tengah. Sebelah selatan dari wilayah Persia, kota Pelabuhan... Sebuah rumah penginapan yang tidak kecil terlihat rapi. Penginapan berikut restoran tersebut memiliki lebih dari 20 meja, dan di lantai atas terdapat sekitar 10 ruangan untuk menginap. Sejak 10 tahun lalu, daerah ini cukup ramai dikunjungi. Baik penduduk asli ataupun penduduk dari luar daerah semuanya berbaur satu sama lainnya.

Pas di sudut ruangan restoran yang tidak seberapa mewah ini terlihat seorang pemuda. Dengan rambut memutih yang agak lusuh, pakaian tidak teratur rapi. Dia sedang meneguk arak yang berasal dari guci dengan sinting. Sementara itu, di ruangan telah cukup banyak orang. Sekitar 12 meja telah di duduki setiap orang. Baik itu terdiri dari 2 orang ataupun lebih membuat suasana di sana telah sibuk. "Nona... Mie daging 3 porsi dan arak... Cepatan.." teriak seorang dari meja luar. "Iya..." Mendengar apa kata-kata dari tamunya. Nona tersebut dengan cepat membawakan pesanannya. Tetapi baru saja dia meletakkan 3 porsi mie dan arak, tamu yang lain telah berteriak kembali. Sungguh dia sangat sibuk. Meski begitu, nona ini sangat menikmatinya. Dia mengangkat dengan teliti pesanan tamu-tamunya dan menghapal semuanya dengan cekatan dan tidak pernah salah sekalipun banyak teriakan dari meja-meja yang berlainan. Suara ramai sekali tidaklah membuatnya lupa atau salah memberikan pesanan makanannya. Tidak berapa lama... Beberapa orang yang telah masuk ke kedai makanan dan arak. Kali ini sangatlah jarang dijumpai manusia seperti begituan. Mereka adalah pasukan pesilat dari daratan China. Pakaian mereka, senjata mereka langsung bisa diketahui oleh siapapun jika orang tersebut pernah berada di daratan tengah. Tamu "istimewa" ini sepertinya cukup buru-buru. "Pelayan.... Sediakan makanan!!!" teriak seorang dari mereka setelah mengambil tempat duduk. Tempat yang diambil beberapa orang adalah dekat jendela luar. Tidak satupun yang berkonsentrasi terhadap apa yang akan dikerjakan di rumah makan ini. Melainkan kesemuanya seperti hanya melihat keluar melalui jendela yang cukup besar tersebut. "Tuan-tuan... Ingin pesan apa anda sekalian?" Tutur suara seorang gadis yang membuat mereka semua melihat ke arahnya. Tamu dari daratan China ini jumlahnya sekitar 5 orang. Kesemuanya tergolong memiliki perawakan yang jelek. Ada yang botak, berewokan, gemuk luar biasa. "Makanan!!! Kau tidak dengar???" teriak salah seorang yang perawakannya botak dan gendut luar biasa itu. "Kita memiliki Mie... Apa itu saja yang perlu kubawa?" tutur nona ini sambil tersenyum melihat ke arah mereka. Si botak dan gendut langsung melihat ke arah gadis kecil. Dia tersenyum mesum melihat gadis kecil ini. Dilihatnya si gadis dari ujung rambut sampai ke kakinya. Si botak ini tanpa sadar mengiler melihat gadis pelayan tersebut ternyata cantik sekali.

"Kau berasal dari daratan tengah??" tutur seorang yang berewok dari samping. "Tidak... Aku terlahir disini. Tuan sekalian, biar kubawa dahulu pesanan kalian." tutur gadis ini sambil hendak berlalu. Tetapi baru saja dia berjalan membelakangi 2 tindak. Dia dihalangi seseorang. Orang ini gerakannya cepat sekali, karena desiran angin adalah berasal dari arah belakangnya. Nona berusaha untuk melihat siapa yang menghalanginya, ternyata apa yang dilihat di depannya hanya sebuah bentuk tubuh yang besar sekali. Dia mengangkat kepalanya. Dilihatnya si gendut dan botak telah berada di depannya. Pandangan mata si gendut sangat mesum. Sepertinya ingin sekali menelannya bulat-bulat. "Tuan.. Maaf tuan.. Harap minta jalan..." tutur Nona sambil merendahkan kepalanya. Melihat tingkah si gendut, semua teman-temannya tertawa saja. "Nona.. Siapa namamu? Bagaimana kutawarkan kerja di rumahku saja? Berapa gaji ditawarkan pemilik kedai? Aku membayarmu 100 kali lipat? Bagaimana?" tutur si gendut kepadanya. "Hamba hanya seorang pelayan. Hanya berharap dapat makan dan minum saja, tidak mengharapkan banyak." tutur Nona kecil ini sambil menunduk. "Ha Ha......... Kamu dengar kakak pertama? Dia setuju ikut denganku..." Seorang dari meja tersebut berdiri. "Kamu ikuti saja dia. Dijamin tidak akan merugikanmu. Kalau adik ketigaku sudah tertarik melihat seorang wanita. Tidak ada lagi yang sanggup menghentikannya..." tutur seorang yang berwajah berewok. Umurnya mungkin 50 tahunan. Mendengar adanya keributan, pemilik kedai yang tadinya sedang menghitung-hitung uang di kasir segera saja datang kesana. "Tuan sekalian... Mau pesan apa? Biar aku yang bawakan saja..." tutur pemilik kedai tersebut. Si botak yang mendengar apa kata-kata pemilik kedai, kontan gusar. Dengan cepat, dia mengangkat tubuhnya dan membantingkannya keras ke lantai. "Brukkk!!!!" "Kau jangan campuri urusanku...." tutur si botak dengan marah. Pemilik kedai bukanlah seorang yang kuat. Umurnya telah mencapai 50 tahun lebih. Dibanting keras seperti itu tentu membuatnya telah susah berdiri. Sepertinya beberapa tulang belakangnya telah patah.

Dengan cepat, si botak hendak memeluk nona di belakangnya dengan kedua tangannya. Tetapi dengan cekatan, nona segera beranjak ke samping. Terakhir si botak hanya memeluk angin. Tetapi ini tidak membuatnya marah. "Ha Ha... Ternyata nona cantik ini sungguh cerdik juga." tuturnya sambil tertawa. Melihat si botak tertawa, teman-teman semejanya juga tertawa besar. Apa yang dilakukan mereka, tidak luput dari penglihatan seorang pemuda di ujung restoran tersebut. Meski wajahnya telah kehilangan sinarnya, dia juga beranjak bangun. Dengan langkah yang serampangan, dia berjalan mendekati meja kelima orang tersebut. Si botak memang bukanlah pesilat biasa. Ada yang berjalan mendekatinya tentu di rasakan dengan pasti. Sesaat, dia berbalik. "Ada apa denganmu?" tutur si botak yang melihat pemuda yang berambut putih berjalan mendekati dengan langkah sempoyongan. Tetapi melihat tiada lama, si botak kontan tertawa besar. "Ini jurus mabuk dari barat. Rupanya benar ada jurus begitu. Kalian lihatlah..." tuturnya menghina dan tertawa besar. Tetapi si pemuda tiada berkata apa apa. Tangan kanannya masih tetap meneguk arak dengan perlahan saja. Matanya tidak pernah memandang orang yang "besar" ini. Cukup lama juga diperlukan untuk berjalan ke tempatnya mengingat langkah si pemuda lebih banyak menyamping ke kiri dan sebentar menyamping ke kanan. Ternyata melihat kelakuan pemuda tersebut, siapapun disana tertawa. Tentunya terkecuali pemilik kedai yang telah pingsan akibat lemparan keras si gendut botak ini. Bahkan si nona pelayan tertawa kecil melihat kelakuannya yang sinting. "Kau... Lepaskanlah gadis itu..." tutur pemuda tua ini. "Ha Ha...." kontan si botak tertawa beberapa lama. "Kau mau seperti pemilik kedai?" tutur si botak dan gendut. "Baik.. Baiklah.. Aku mau.. Tetapi jika aku masih bisa bangkit, kau serahkan gadis itu kepadaku. Bagaimana?" tutur pemuda tua dengan sinting-sinting akibat arak. "Baik.. Baik... Kita lihat!!!" tutur si botak yang segera menangkap baju pemuda tua yang lusuh ini. Dengan gerakan secepat kilat, dia segera membantingnya ke lantai dengan keras. Lebih keras dari ketika dia menghantam pemilik kedai itu. Kontan lantai tersebut retak sedikit akibat kerasnya lemparan si botak gendut.

Semua orang di dalam ruangan terkejut melihat tingkah si botak. Semuanya tahu bahwa orang tua yang dibanting itu pasti telah tewas. "Ha Ha.... Sudah 2 bulan lebih tidak membunuh. Kali ini yang kubunuh malah seorang tua tak berguna, seorang tua yang mencari mati...." tutur si botak gendut dengan tertawa gembira. "Orang mengatakan di selatan pelabuhan persia, banyak sekali petarung tangguh. Ternyata hanya gosip bualan belaka.. Phuii..." tutur pemuda berewok yang duduk di kursi samping sambil meludah ke tanah. Ini adalah hal yang sangat menghina. Beberapa orang di dalam kedai kontan marah melihat perlakuannya. Tetapi tidak ada seorang pun yang berani mencampuri urusan di sana. Maka mereka hanya diam saja. "Ayok.. Ikut dengan kita..." tutur si botak seraya ingin mendekap nona cantik di sampingnya. Tetapi, suara seseorang menghentikannya. "Aku belum mati... Bagaimana bisa kau bawa nona itu?" tutur pemuda tua sambil memegang tangan nona cantik. "Kau???" teriak si botak gendut dengan terkejut luar biasa. Bagaimana tidak? Si botak gendut terkejut karena bukan saja lawannya itu dengan cepat sanggup berdiri. Dan dengan cepat pula, nona cantik tersebut telah di tarik di sampingnya. "Siapa kau sebenarnya?" "Aku adalah seorang pemabuk. Tidak lebih dari itu." tutur pemuda tua tanpa melihatnya. Si botak kontan gusar. "Aku adalah Bao Sanye dari daratan tengah. Kau berani main gilak denganku?" Pemuda tua yang mendengar apa kata-kata si botak langsung membuka suara. "Bao si kura-kura? Bukankah dia sudah tewas? 5 atau 4 tahun. Eh, mungkin sudah 7 tahun lalu dia sudah jadi hantu. Apa... Jangan-jangan aku sudah di akherat?" tutur pemuda tua seraya menghitung-hitung dengan jarinya. Kelakuannya masih tetap seperti seorang pemabuk. Tingkah pemuda tua kontan membuatnya gusar tidak kepalang. Segera di angkat tangannya untuk menghantam kepala pemuda tua ini. Tetapi ketika baru saja dia mengangkat tangan, rasa dingin telah menempel ke lehernya. Botak langsung menghentikan tangannya untuk menghantam ke bawah. Dilihatnya pelan ke arah lehernya. Ternyata sebilah pedang telah menggores sedikit di urat lehernya. Langsung saja si botak gendut ketakutan. Dilihatnya siapa pemegang pedang tersebut.

Ternyata nona kecil tadi yang mengangkat pedang ke arah lehernya. Semuanya kontan heran luar biasa. Semua tahu bahwa si nona tiada bersenjata. Dan mengapa dari tadi nona kecil yang diam ini telah mempunyai pedang ditangannya. Setelah ditilik oleh teman si botak. Mereka tahu bahwa salah satu temannya telah kehilangan senjatanya. "Kalian tahu bahwa di sebelah selatan, semuanya adalah jago silat. Kenapa berani mencampuri urusan disini?" tutur pemuda tua itu. "Maaf..... Maaf.... " tutur si gendut botak sambil ketakutan. "Apa maksud kalian kemari?" tutur nona kecil ini kepadanya. Karena sedang ditodongkan senjata ke titik "mati-nya". Mau tidak mau, si botak menyahut. "Kami baru saja sampai melalui pelabuhan dari arah timur, daratan tengah."tuturnya. "Ha? Aku tidak percaya. Kau berani berbohong? " tutur gadis cantik ini sambil menggores perlahan pedang tersebut ke lehernya. Darah segar segera saja mengalir. Kontan teman-temannya botak terkejut. Mereka berdiri dengan cepat. "Tahan!!!" teriak nona kecil tersebut ke arah mereka. Kesemuanya kontan tidak bergerak. "Apa maksud kalian kemari?" tutur nona kecil menanyai mereka lagi. Si botak gendut pertama bungkam. Tetapi melihat kenekatan nona kecil. Dia bersuara. "Kita semua berasal dari Bao Jiazuang. Disana kita... Kita..." "Aku menanyaimu kenapa kau dan teman-temanmu kemari. Bukan menanyaimu darimana kau berasal..." tutur Nona kecil yang kelihatan marah. "Baik.. Baik.. Kita diusir oleh seseorang. Sehingga tiada tempat bagi kita semua di daratan China lagi." tutur si botak gendut sambil ketakutan. "Oh? Kabarnya pendekar di Bao Jiazuang semuanya jagoan. Kenapa bisa kalian terusir?" tutur pemuda tua ini dengan wajah yang agak heran. "Ini karena seorang wanita. Yah, seorang wanita. Dalam semalam saja dia menjatuhkan Bao Jiazuang. Kita berlima terusir malam itu, sebab tiada yang sanggup bertarung meski 1 jurus dengannya." Jawab Bao gendut. "Lalu apa hubunganmu dengan Bao Sanye?" tanya pemuda tua kembali.

"Dia sebenarnya adalah kakak ketigaku. Karena sudah tewas, aku mendapat posisi ketiga." tutur Bao gendut. "Jadi begitu?" tutur pemuda tua ini seraya berpikir. Tetapi dia tidak sanggup berpikir jernih. Arak yang diteguknya memang terlalu banyak. Di mejanya terlihat ada belasan guci ukuran sedang yang telah kosong. "Di daratan China muncul pendekar wanita hebat? Sejak kapan kemunculannya. Lalu pasti kalian semua berbuat jahat, makanya pantas sekali pendekar wanita itu menghabisi kalian." tutur nona kecil kembali menanyai mereka. "Kemunculan pendekar wanita tersebut telah setahun lalu. Tiada orang yang pernah melihat wajahnya seperti apa. Sebab kemanapun dia memakai topeng. Hanya ada gosip sebelumnya yang mengatakan bahwa pendekar wanita ini memakai pakaian serba putih..." tutur Bao gendut kembali. "Lalu bagaimana dengan pasukan Liao?" tanya nona kecil. "Pasukan Liao? Pasukan Liao dan Sung telah berperang dalam 2 tahun terakhir. Kemenangan total belum dipastikan." tuturnya. "Baik.. Kalian boleh pergi..." tutur si nona seraya melemparkan pedang itu ke arah kayu jendela. Lemparan nona kecil memang tidaklah keras. Melainkan santai saja. Tetapi pedang seperti tertancap ke lumpur lunak, bukan ke kayu samping jendela itu. Kesemuanya melihat gerakan lemparan pedang yang penuh tenaga dalam tersebut kontan terkejut. Terutama kelima pendekar dari rumah kediaman Bao. Mereka langsung saja beranjak cepat berlari. Tetapi mereka dihentikan oleh suara seseorang. "Bagaimana dengan pendekar Sung dan pendekar Liao?" tutur pemuda tua kembali kepada mereka. "Pendekar Sung masih dipimpin oleh Jenderal Yang bersama Sun Shulie. Mereka menggabungkan diri dengan Kaybang. Sedangkan pendekar Liao, Yue Liangxu kabarnya telah tewas.." tutur seorang berewok yang merupakan pemimpin/ ketua mereka semua. "Apa? Yue Liangxu tewas?" tutur pemuda tua yang merasa sungguh heran. "Itu hanya kabar saja dan mungkin hanya gosip..." tuturnya kembali. "Lalu bagaimana dengan Wei Jindu dari Sung? Kaybang masih dipimpin Yuan Jielung?" tanya Pemuda tua ini kembali. "Wei Jindu tidak pernah ku dengar. Sedangkan Kaybang masih dipimpin oleh Yuan Jielung, pendekar besar Yuan."

"Baiklah... Kalian pergilah..." tutur pemuda tua tersebut seraya meneguk araknya. Kelimanya segera beranjak cepat keluar. Ketika telah keluar dari penginapan itu. Seorang lainnya yang tadinya kehilangan pedang tersebut segera mengajukan sesuatu. "Kakak pertama. Kenapa kita tidak melawan. Mungkin kita bisa menang?" "Menang? Pernahkah kau merasa heran? Adik ketiga hanya dikalahkan 1 jurus saja. Nona kecil tadi mencuri pedangmu, tetapi tidak pernah kita berlima merasakannya barang sedikitpun. Bagaimana kita bisa melawan manusia yang mirip hantu itu?" tutur kakak pertama mereka. Kelimanya tiada beragumen lebih lanjut setelah kakak pertama mereka memberi alasan dan dengan segera saja mengambil langkah seribu. Setelah semua agak beres. Semua tamu-tamu kembali duduk di kursi masing-masing. Tetapi keadaan telah berubah, tadinya suara ramai-ramai masih terdengar. Sekarang keadaan telah sepi betul. Tentunya mereka semua cukup takut, dan tidak disangkanya bahwa kedua orang tersebut memiliki ilmu silat yang tinggi. Beberapa yang sebelumnya bahkan meneriaki nona pelayan merasa sungguh ketakutan karena nona kecil juga adalah seorang jago kungfu hebat. "Kakak kelima... Kamu sengaja ingin menanyai mereka keadaan di China daratan kan? Kenapa tidak saja kembali kak?" tutur nona kecil yang tiada lain tentunya adalah Yumei. "Tidak.. Aku tidak bisa kembali lagi. Jika aku kembali maka..." tutur pemuda tua tersebut tiada lain tentu adalah Xia Jieji. "Kakak kelima sudah merahasiakan kepadaku dalam 1 tahun terakhir. Kenapa tidak mengatakannya saja?" tutur Yumei kepadanya. "Hm....." Xia Jieji tidak menjawabnya. Tetapi dia mengalirkan air matanya. Dia merasa sangat sedih ketika dia mengingat kembali saat terakhir dia pergi dari tembok kota Beiping itu. Yumei membiarkannya beberapa saat dalam keadaan diam saja. Dan terakhir dia mengeluarkan suara lagi. "Kakak kelima... Ada sesuatu yang benar mengganjal di hatimu? Kenapa tidak menceritakannya?" "Hm...." Jieji hanya berpikir saja. Arak membuat dirinya pusing, kepalanya terasa sakit luar biasa. Tetapi justru saat seperti inilah yang membuat seorang pemabuk berani berterus terang. Dia berusaha untuk tidak mengatakannya. Terakhir karena di desak Yumei kembali. Dia menjawabnya. "Dahulu ketika diriku masih bayi, aku bisa hidup berkat seluruh pengorbanan 7 tetua dan setengah nyawa dari Kyosei dan Lan Ie. Ketika diriku telah mulai dewasa, aku bisa hidup kembali berkat pengorbanan seluruh nyawa

Xufen dan separuh usaha kakekku. Sekarang, setelah begini. Aku bisa hidup karena pengorbanan nyawa ibuku,separuh nyawa ayahku, pengorbanan kamu dan tetua Zeng. Apakah hidupku ini hanya menyusahkan orang lain saja?" tuturnya dengan lirih. Yumei yang mendengarnya tentu terkejut. Saat Jieji masih bayi, dan setelah kepergian Xufen. Memang Yumei telah mendengar semua ceritanya ketika dia telah beranjak dewasa di Tongyang. Tetapi tidak pernah sekalipun adik kecil Jieji tersebut menanyainya secara langsung. Mendengar bahwa ibunya telah mengorbankan nyawa untuk Jieji, tentu Yumei hanya terdiam saja. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya sekarang serba susah, karena sering sekali pertanyaan inilah yang selalu ditanyakan kepadanya setahun terakhir. Sekarang dia tahu bahwa kakak kelimanya tidak ingin menceritakan hal tersebut karena tiada lain hanya mengoyak kembali luka hatinya. "Kalau begitu, kita tidak usah kembali kakak kelima. Bagaimana? Kita disini saja hidup seperti ketika setahun lalu kita sampai disini." tutur Yumei untuk mengganti topik pembicaraan. "Hm..." tutur Jieji dengan menganggukkan kepalanya pelan saja. Dia langsung berjalan menaiki tangga menuju ke dalam penginapan. Yumei terdiam terpaku. Dia berpikir sejak hampir 2 tahun lalu kedatangannya ke Persia. Dia telah menjumpai banyak hal yang unik sekali. Dia masih teringat bagaimana saat dia menolong Xia Jieji, kakak kelimanya serta Pei Nanyang alias Zeng Qianhao dari cengkraman Huo Xiang. Angannya tertembus ke saat 2 tahun lalu dia sampai di Persia. Dia berjumpa dengan si topeng kembali disini. Si topeng sendiri setelah didesak, dan memberitahu bahwa Xia Jieji telah dikurung di lantai bawah penjara besi. Tetapi di dalam hatinya dia merasa ada hal yang janggal sekali. Kakak kelima yang dikenalnya dahulu tidaklah sama lagi. Sepertinya kakak kelimanya kali ini telah kehilangan jiwanya. Rasa putus asanya sangat tinggi, kekecewaan di dalam dirinya memuncak. Tidak seperti dahulu, kakak kelimanya yang penuh rasa percaya diri tersebut sepertinya telah hilang. Baru dia hendak beranjak, kemudian dia dikejutkan oleh suara seseorang. "Tuan muda Ping... Tuan muda Ping..." Yumei berbalik untuk melihat orang yang datang dengan tergesa-gesa tersebut. Seorang yang cukup tua dengan pakaian pelayan segera masuk ke dalam. Lantas, seorang yang duduk di sana segera berdiri. Seorang pemuda dengan usia 20 tahunan cukup terkejut melihat kedatangan pelayan rumahnya. Pelayan ini langsung saja menghadap kepadanya. Sambil berlutut dia menangis. "Ada apa pak tua Shan?"tuturnya sambil membimbingnya berdiri.

"Tuan besar.... Tuan besar......" tuturnya terbata-bata. Perubahan muka pemuda tersebut tertampak pucat. "Ada apa dengan ayah?" "Dia telah meninggal. Dia tewas dibunuh...." tutur pelayan itu sambil menangis sejadi-jadinya. Baru saja mendengar suara pelayan tersebut, sepertinya seorang dari atas kemudian beranjak turun dengan langkah yang cukup cepat menuruni tangga. Yumei segera melihat keatas. Sesaat, dia tersenyum sangat girang. "Kakak kelima?" "Hm...." tutur Jieji yang kelihatan telah cukup bersemangat. Setelah bertahun-tahun, dia tidak pernah menjumpai kasus pembunuhan lagi. Ternyata kali ini, disini telah terdengar adanya pembunuhan. Hal tersebut kontan membuatnya bersemangat. Mengikuti Tuan muda Lu Ping, Xia Jieji dan Yumei segera menuju ke kediaman keluarga Lu. Keluarga Lu termasuk keluarga yang cukup kaya. Dia tinggal belasan Li ke utara dari tempat penginapan tempat Xia Jieji dan Yumei tinggal. Saat mereka sampai, polisi memang telah sampai. Xia Jieji berjalan menyamping untuk melihat kondisi jenajah yang katanya telah tewas. "Dia sudah meninggal sekitar 3 jam yang lalu." tutur polisi yang di tengah kepada atasannya. "Kalau begitu, coba kumpulkanlah semua orang di rumah ini untuk ditanyai alibi masingmasing." tutur kepala polisi. Xia Jieji segera menerobos untuk sampai di pintu kamar tempat terbunuhnya orang tersebut. Dilihatnya posisi jenajah adalah menyamping. Kakinya menghadap ke samping dekat pintu. Sebuah pedang panjang langsung menembus perutnya. Bisa di katakan orang ini mati kehilangan darah. Xia Jieji mencoba masuk ke dalam. Tetapi baru beranjak empat langkah, dia di tarik seorang polisi. "Siapa kau? Kenapa kau masuk ke dalam?" tutur polisi ini kepadanya. "Aku adalah salah satu saksi kasus. Dia adalah kakakku..." tutur seorang gadis dari belakang polisi. "Saksi?" tutur kepala polisi yang sedang berdiri menghadapnya.

"Betul... Aku bisa menjadi saksi bahwa Tuan muda Lu Ping tidak bersalah jika ditanyai alibinya. Sebab 3 jam yang lalu dia sudah berada di penginapan tempat aku bekerja..." tutur Yumei kepada kepala polisi. Sebelum polisi lain hendak menghalangi Xia Jieji, dia telah melompat sekali dengan ilmu ringan tubuh ke atas. Sambil menjinjit, Jieji memandang daerah palang loteng yang berabu tersebut. Dia melihat adanya sesuatu di sana selain jejak sepatunya sendiri. Maka sebelum polisi memintanya untuk turun, dia sudah meloncat ke bawah. Belum lagi polisi ingin menghalanginya, Jieji sudah berada di depan kamar. Melihat kegesitan Jieji, para polisi menjadi bingung. Tetapi karena Jieji telah berada di depan kamar, para polisi hanya diam saja. "Mintalah alibi semua orang di rumah." tutur kepala polisi setelah terlihatnya para keluarga, pelayan telah berkumpul di depan kamar. Yumei berjalan mendekati kakak kelimanya. "Bagaimana kakak kelima?" tuturnya sambil tersenyum. "Aku sudah tahu siapa pembunuhnya. Sekitar 8 bagian pasti adalah orang itu...." tuturnya sambil tersenyum.

BAB CIII : Kecerdasan Luar Biasa Seorang Gadis Kecil Tetapi baru saja Jieji selesai berkata-kata, dengan tiba-tiba dia merasa tubuhnya bergoyang hebat. Isi perutnya seakan memanas luar biasa dan ingin dikeluarkan. Hawa panas dari dalam perutnya telah termuntah keluar sesaat kemudian. Kedua kakinya juga tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya, lantas dengan muntah darah hebat dia rebah di lantai tepat samping pintu depan. Kontan siapapun yang melihatnya terkejut karena pemuda tua tersebut terlihat muntah darah tiba-tiba dan jatuh tidak sadarkan diri secara langsung. Melihat keadaan, para polisi kontan menghampiri pemuda berambut putih tersebut. Sebelum para polisi benar ingin menyentuhnya, Yumei segera membopongnya. "Maaf.. Kepala polisi.. Jika anda ingin mendapatkan informasi, aku hanya berada di sana saja." tutur Yumei kepadanya sambil menunjuk taman kecil di depan ruangan kamar tersebut. Kepala polisi mengangguk perlahan. "Kamu bawalah dia untuk mengaso terlebih dahulu." Sebenarnya Yumei tidak terkejut lagi melihat kondisi Jieji. Tenaga dalamnya sepertinya telah sangat kacau semenjak kepergiannya dari tembok kota Beiping 2 tahun lalu. Meski hanya sedikit gerakan tenaga dalam dikeluarkan, Jieji telah mengalami kondisi payah sekali.

Siapapun disana tiada yang tahu seluk beluknya selain Yumei. Beberapa kali dalam 1 tahun terakhir dia sering menyaksikan Jieji mengalami peristiwa demikian. Lalu, dia hanya mengangkatnya saja secara perlahan untuk direbahkan di taman kecil untuk beristirahat sejenak. Yumei memeriksa kondisi nadi Jieji dengan segera. Tidak lama dia telah tahu bahwa karena hanya 2 lompatan dengan menggunakan tenaga dalam hebat tadinya, Jieji kembali diserang oleh tenaga 4 unsur tambahannya Yue Liangxu ketika dia menyerap energinya di tembok kota Beiping. Jieji seperti dalam keadaan tiada sadar. Sebenarnya alam bawah sadarnya seperti sedang terbang indah. Dia bisa merasakan dan mendengar suara-suara ataupun hembusan angin yang cukup sepoi di siang nan terik tersebut. Dia merasa sungguh nyaman untuk beberapa saat sampai dia kemudian merasa ngeri. Keadaan di sampingnya seakan telah gelap gulita. Dia merasakan dirinya sedang rebah di sebuah tanah yang sungguh gelap. Hawa kematian di daerah sekitar sudah sangat mendekatinya. Dalam keadaan yang cukup lama, dia merasakan dirinya sedang terbaring. Dan ketika suatu saat dia berusaha bangkit, lalu dirasakannya sebuah hawa yang dahsyat sedang menuju ke tengkuknya yang membuat dirinya cukup terkejut. Keadaan seperti sekarang adalah sebuah keadaan seperti seseorang sedang mimpi buruk. Namun, mimpi buruk tersebut bukanlah pertama kali dialaminya. Mungkin sudah puluhan kali sejak 2 tahun terakhir. Namun kali ini mimpi tersebut kembali datang menggeluti seluruh tubuh dan jiwanya. Belum rasa terkejutnya sirna akibat hawa dingin di tengkuk. Dia telah merasa dirinya telah terbang tinggi, dan tak lama kemudian dia merasa telah turun kembali. "Kau!!!! Kau!!!!" Terdengar suara teriakan serak seorang wanita yang telah berumur. Dengan posisi bertiduran, Jieji berusaha membuka matanya. Dilihatnya kondisi tembok kota Beiping yang sedang siang-siangnya. Disana telah terdapat 6 orang. 2 diantaranya sedang dalam posisi duduk bersila. Sedangkan seorang wanita paruh baya sedang dilihatnya dalam kondisi terlungkup. Wanita ini jugalah yang tadinya berteriak dua buah kata "Kau". "Maafkan aku, suamiku... Di dekat tempat ini juga aku pernah kehilangan puteraku. Sekarang, dia hanya satu-satunya. Aku... Aku...." tutur wanita di sampingnya. Jieji berusaha menoleh meski dirinya dalam posisi terlungkup. Dilihatnya seorang wanita tua yang adalah ibunya sendiri. Di tangan kanannya sedang dipegang sebuah golok. Sedang tangan kirinya sedang merapal tinju.

"Yueling... Berhenti... Kembali!!!!" teriak Hikatsuka Oda dengan menatap tajam ke arahnya. "Maafkan aku... Suamiku... Aku akan kembali hanya setelah memastikan keselamatannya..." tutur Yueling sambil berlinang air mata ke arah tembok kota. Hikatsuka diam saja setelah isterinya mengatakan hal tersebut. Dia melihat ke arah isterinya dengan wajah yang sungguh sukar dilukiskan. Hatinya terasa berdebar debar, entah itu rasa terkejut, mendongkol, marah, ataupun kasihan. Atau semacamnya. Dia terlihat tiada mampu bersuara saja, dan kakinya pun terasa gemetaran. "Tidak ada gunanya... Xia Jieji telah habis meski dia mampu lolos dari sini..." tutur Yue Liangxu yang sambil menutup mata dan mengumpulkan energinya yang telah terserap hampir habis tadinya. Semua pendekar di sana tahu benar apa maksud kata dari Yue Liangxu. Jieji meyakini ilmu tapak berantai yang hanya terdiri dari 4 unsur utama : Air, Tanah, Angin dan Api. Sedangkan energi yang disalurkan melalui tubuhnya tadi ke tubuh Yunying adalah tambahan 4 energi unsur tambahan : Cahaya, kegelapan, matahari dan rembulan. Sekarang 4 energi unsur tambahan telah bergelut hebat dalam tubuhnya. Asalkan Xia Jieji menggunakan sedikit tenaga dalam saja, maka ketika imbal balik tenaga tersebut tidak seimbang, maka 4 unsur tambahan lain dari energi Yue Liangxu akan berbalik menyerangnya sendiri. Meski dia mampu lolos dari tembok kota, tetapi untuk berjaya kembali pasti sudah barang tiada mungkin. Karena dengan adanya 4 unsur tambahan, maka selamanya Jieji tidak mampu menggunakan tenaga dalamnya lagi. Begitulah maksud Yue Liangxu. Tetapi disini, ada orang yang berpendapat lain. "Adik... Cepat bunuh anakmu itu. Hanya kamu yang masih tiada terluka dalam. Kamu pasti sanggup melakukannya." tutur seorang yang sedang bersemedi juga yang tiada lain adalah Yelu Xian. Hikatsuka tentu tahu bahwa orang yang dipanggil Yelu Xian adalah dirinya. Namun seperti tadinya, dia hanya diam dan gemetaran melihat tingkah isterinya tersebut. Dari dahinya mengalir keringat dingin, dia hanya memandang ke depan. Sedang Hwa Yueling telah bergerak lebih lanjut, dengan sebuah siulan darinya. Kuda peliharaannya sendiri telah mendekat cepat sehabis keluar dari tembok kota. Dengan tiada banyak bicara, dia mengangkat tubuh Jieji lantas dilemparkan ke pelana kuda tersebut. "Ibu......." tutur Jieji dengan lirih sambil menatap ke matanya. Hwa Yueling melihat seberapa lama ke arahnya, sambil meneteskan air mata, dia memukul pantat kuda untuk menyuruh kudanya berlari ke arah selatan.

Melihat bahwa Hikatsuka masih diam, Zhu Xiang yang tergolong terluka dalam tiada berapa parah langsung mengambil inisiatif tersendiri. Dengan loncatan cepat, dia langsung menghampiri Hwa Yueling. Bersama dia, diikuti pula Xia Rujian. Xia Rujian meski terluka dalam, tetapi dia merasa bahwa Zhu Xiang dan dirinya masih sanggup menghadapi Hwa Yueling meski Yueling masih dalam kondisi segar bugar. Dan tanpa banyak bicara, keduanya lantas melancarkan tenaga dalam tinggi untuk menghentikan Yueling terlebih dahulu dan kemudian baru mencari urusan dengan Xia Jieji yang telah kepayahan tersebut. Beberapa puluh jurus memang telah dimainkan ketiga pihak. Tetapi karena ketiganya terasa masih seimbang. Maka Zhu Xiang mengambil inisiatif yang keji, tanpa banyak bicara dia merapal jurus tapak Buddha tingkat kedelapan. Meski terluka dalam yang cukup parah, Zhu Xiang mengadu nasib dengan sangat berani. Hikatsuka yang menyaksikan bahwa isterinya sedang "dikeroyok" oleh rekannya langsung berniat mendekati daerah pertarungan tersebut. Tetapi kembali dia mendengar teriakan dari Yelu Xian kembali. "Adik.... Kau sudah lupa dengan janji sehidup semati kita dahulu? Kakak pertama telah tewas, kau berjanji apa saat itu? Hah???" Berbareng tutupnya suara dari mulut Yelu Xian. Dia mendengar sesuatu suara berkumandang keras dari arah depannya. Langsung saja di arahkannya kembali kepalanya yang tadinya sedang melihat ke arah belakang. Hwa Yueling / isterinya sendiri sedang dalam kondisi melayang ke arah selatan. Sesaat, dilihatnya bersamaan dengan melayangnya sang isteri. Darah juga bertetesan dari atas ke bawah. Keadaan ini membuatnya sungguh sangat terkejut. Lalu tanpa menghiraukan apaapa hal lagi, dengan cepat Hikatsuka melayang dengan ilmu ringan tubuhnya ke arah selatan untuk menjemput isterinya. Jieji sempat berpaling sesaat ke belakang dari pelana kudanya. Dilihatnya sang ibu sedang terlempar hebat ke arahnya yang sedang berkuda cepat meninggalkan tembok kota tersebut. "Ibu!!!!!!!!!!!" Teriakan keras tersebut membuat semua orang di wisma Lu terkejut. Lalu bersamaan dengan teriakan sebuah kata "ibu". Jieji terbangun dari "alam mimpi"-nya. Kepala polisi, penghuni wisma juga sangat terkejut sebab teriakan Xia Jieji bukan teriakan orang biasa. Melainkan teriakan pilu yang amat panjang. Jieji akhirnya sadar kembali. Dengan mata yang agak buram karena air mata, dia melihat ke arah sekeliling. Ternyata dia telah "kembali" ke wisma Lu yang tadinya sempat tidak sadarkan diri beberapa saat.

"Kakak kelima... Kamu tidak apa-apa?" Jieji melihat ke arah sampingnya, suara seorang wanita kecil tersebut hanya dijawabnya dengan menggelengkan kepalanya perlahan. "Bagaimana perkembangan kasus?" tanya Jieji sambil melihat ke arah Yumei. "Pembunuhnya sudah tertangkap..." tutur Yumei sambil tersenyum manis. "Apa?" "Betul.. Pembunuhnya sudah mengakui perbuatannya." tutur Yumei kembali ke arahnya sambil tertawa kecil. "Jangan-jangan... Kamu-lah orang yang menangkapnya?" tutur Jieji yang agak heran melihat senyuman cilik di wajah nona cantik tersebut. Yumei tidak menjawabnya. Melainkan kepala polisi di samping yang datang kepadanya. "Betul... Pendekar... Nona pendekar ini telah mengungkapkan kasus pembunuhan tersebut dengan sangat baik. Terima kasih atas niat kedua pendekar untuk datang kemari." tuturnya kembali. Jieji memang agak heran. Tetapi tiada berapa lama berpikir, dia tersenyum. "Kamu dengan tindakan keras menindaknya kan?" "Bagaimana kakak kelima bisa tahu? Jangan-jangan kakak tadinya masih sadar?" Tutur Yumei yang agak heran. Tetapi tanpa perlu berpikir lama, dia sudah tahu penyebab kenapa Jieji mengetahuinya. "Pantas saja... Kakak kelima heran kenapa kepala polisi menyebut kita sebagai seorang pendekar kan? Padahal dilihat darimana, aku tidak mirip pendekar melainkan seorang pelayan saja? Begitu maksud kakak kelima?" tutur Yumei kepadanya sambil agak jengkel. Nona kecil ini memang sungguh termasuk sangat pintar. Bahkan kepintarannya saat dia masih balita saja sudah diakui oleh Yuan Xufen. Di masa kecil, saat Yumei hanya berumur 3 tahun lebih. *** Saat itu, Jieji masih belum kehilangan Xufen. Saat itulah termasuk dalam 3 bulan kesenangannya dengan isteri pertamanya tersebut. Mereka berdua terlihat sering berpergian ke Jiangnan menikmati keindahan alamnya. Bahkan keduanya bisa duduk di pesanggrahan ujung gunung Heng selatan seharian.

Keindahan khas persanggrahan adalah sanggup melihat matahari terbit dan matahari terbenam dengan sangat indah. Selain itu, di saat tiada berkabut maka daerah tersebut telah menggantung sebuah jembatan yang seakan memisahkan "langit" dan "bumi". Di saat hujan, tempat tersebut seperti sebuah lokasi yang bisa langsung merasakan "surga" di dunia. Sebab yang terlihat disini adalah awan-awan yang berlewatan di sisi orang disana. Beberapa puisi dari Dinasti Sui ataupun Tang sering menyebut keindahan asri tempat ini. Namun setiap mereka pulang, Yumei cilik selalu menanyai kakak kelimanya tentang keindahan "Thien Xia Ti Yi Jiang Shan" tersebut. ("Thien Xia Ti Yi Jiang Shan" artinya Negara No. 1 di jagad. Kata-kata untuk "Jiangnan" tersebut yang meliputi 12 kota pernah disebut oleh Liu Bei dari kisah tiga kerajaan, San Guo Chih Yen) Suatu hari, ketika Jieji baru saja pulang. Dia diikuti Xufen untuk menjumpai ibunya (isterinya Xia Rujian). Dan seperti biasa, Yumei cilik telah berada di ruangan tamu. Saat itu, umurnya hanya 3 tahun lewat saja. Melihat kepulangan kakak kelimanya, dia tentu sangat senang. Sambil menenteng bola kecil, dia berlari kecil ke arah Jieji. "Kakak kelima, apa mainan yang kamu bawa kepadaku kali ini?" "Ini..." tutur Jieji sambil tersenyum sangat manis kepadanya sambil mengeluarkan sebuah bola kecil. "Aku sudah punya sebiji. Kenapa memberiku lagi?" tutur Yumei cilik tersebut dengan wajah yang kurang senang ke arahnya. Xufen yang melihat adik kecil Jieji yang kelihatan kurang senang, segera mengeluarkan benda lainnya dari kantung bajunya. Ternyata barang yang dikeluarkan Xufen adalah sebuah kain halus yang terbuat dari sutera dengan sedikit motif kotak dan agak keabu-abuan warnanya. Yumei yang melihatnya, segera mengambilnya dari tangan Xufen. Tetapi tidak berhenti sampai sini, setelah melihatnya beberapa saat. Dia kembali memberikan komentarnya. "Kak Xufen sungguh baik... Apakah kakak merelakan kain sutera nan cantik ini kepadaku? Padahal seharusnya kan kain ini akan dibuatkan baju untuk kakak kelima kan?" tutur Yumei yang merasa heran dengan alis yang berkerut memandangnya. Yuan Xufen adalah seorang gadis yang cerdas luar biasa. Mendengar apa yang sedang dibicarakan, dia mau tidak mau terkejut juga. "Bagaimana adik kecil bisa tahu bahwa kain ini bakal dibuat untuk jadi baju, dan bagaimana pula adik kecil bisa tahu bahwa baju tersebut adalah untuk kakak kelimamu?" tutur Xufen yang mukanya kontan memerah.

Xufen memang membeli kain sutera ini di salah satu kota ternama di daerah Jiang-nan untuk membuatkan baju kepada orang yang dicintainya. Tetapi nona kecil yang hanya berumur 3 tahun sudah mampu mengatakan isi hati Xufen dengan sangat baik. Jieji yang mendengarnya tentu terkejut juga, selain rasa kejut dia juga sangat mengagumi adik kecilnya itu. Lantas dengan tersenyum puas, dia tetap memandang ke arah gadis cilik. "Ini tidak susah... Kain sutera ini tentu bukan untukku, karena aku belum bisa menyulam. Lantas kakak Xufen tentu membelinya di Jiangling. Sebab Jiangling terkenal dengan sutera bagus, sebab aliran sungai dari hulu Chengdu akan mampu mencapai Jiangling. Selain itu, kain sutera terlihat bermotif yang agak muda. Tidak mungkin untuk ayah kakak sendiri kan?" tutur Yumei memberi alasan. (Chengdu adalah daerah barat, terkenal dengan sutera no. 1 di seluruh daratan China. Aliran sungai Yang Tzekiang / Chang Jiang daerah hulunya adalah Chengdu, tentu bagi penduduk Chengdu untuk mengantarkan ke daratan tengah maka pelayaran-lah yang diperlukan. Sungguh kebetulan, Jiangling adalah kota pelabuhan pertama sampai dari Chengdu dan yang masih terbesar di seluruh daratan China dari daerah hulu sungai di Chengdu.) "Dan... Kabarnya kakak hanya mempunyai 2 saudara wanita lainnya. Tentu sutera terbagus tersebut yang bermotif kelakian tidak akan diberikan kepada mereka kan?" tutur Yumei sambil tersenyum sangat manis kepadanya seraya mengembalikan sutera bagus tersebut ke arah Xufen. "Apa kamu tidak mengingkannya lagi?" tutur Xufen yang agak heran mendapati bahwa sutera tersebut dikembalikan. "Tidak kak... Aku benar tidak membutuhkannya." tuturnya sambil tersenyum manis, kemudian dengan ceria sambil memegang bola kecil gadis cilik meninggalkan ruangan utama. Mengawasi kepergian gadis cilik, sambil menghela nafas panjang Xufen mengatakan. "Anak ini... Jelas bakal jauh lebih cerdas dari padaku suatu hari nantinya..." Jieji hanya tersenyum saja melihat kelakuan adik kecilnya tadi, kemudian dia memandang ke arah Xufen penuh arti. "Jika sudah besar, ingin sekali kuwariskan kemampuanku yang tiada seberapa itu kepadanya. Entah dia mau atau tidak?" sambung Xufen sambil tersenyum. "Kita lihat saja nantinya...." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya. Karena beberapa kata-kata Xufen inilah, Jieji mewariskan Ilmu Jari Dewi Pemusnah kepada adik kecilnya itu. Dalam 3 tahun kehidupan di Tongyang, Jieji memberikan wejangan yang sangat tekun kepada Yumei. Sedangkan dalam ilmu pedang, jelas bahwa Yumei adalah berasal dari keluarga Xia, maka dia mendapatkan warisan ilmu pedang ayunan dewa. Karena rasa sayangnya kepada adik kecilnya, Jieji bahkan mengajari 2 tambahan jurus dari Ilmu pedang ayunan dewa.

Hal ini tentu membuat Yumei telah menjadi seorang pesilat yang ulung di dunia persilatan yang tidak bisa dipandang remeh. *** "Tentu bukan begitu maksudku... Apa benar Lu Ping itu melawan ketika dia tidak punya jalan lain lagi?" tanya Jieji untuk memecah rasa dongkol adik kecilnya. Sebelum Yumei menjawab, kepala polisi menyahut. "Tadi pendekar wanita telah memancingnya dengan beberapa kalimat saja. Lantas seakan tiada percaya, Lu Ping seakan tiada percaya ingin beranjak. Lu Ping sebenarnya adalah seorang jagoan dari utara. Tetapi dalam 1 jurus saja, pendekar wanita berhasil menghentikannya." "Meski kakak kelima tadinya mabuk, tetapi masih ingat dengan jernih apa kata-kata Lu Ping kan?" tutur Yumei sambil tersenyum menggoda ke arahnya. Jieji mengangguk saja. Dia kemudian tersenyum setelah mengingat kembali kejadian di rumah makan. "Lu Ping hanya datang sendirian. Tadinya dia meminta mie daging 3 mangkok dan sungguh sangat mengherankanku. Ternyata setelah di tunggu demikian lama pasti tamunya tidaklah datang. Setelah turun dari tangga tadinya, sempat kulihat bahwa 3 mangkok mie telah habis dilahapnya. Dari sinilah aku menebak tepat bahwa pembunuhnya kemungkinan besar adalah Lu Ping." tutur Jieji sambil berpikir. "Betul... Tidak mungkin seorang yang seberapa lapar pun tidak akan meminta pesanan sekaligus 3 mangkok. Ini namanya kejanggalan yang berakibat fatal." tutur Yumei tanpa melepaskan senyum di wajahnya. "Tadinya pendekar wanita juga berkata hal yang sama. Pendekar wanita hanya menanyai apakah dia pernah datang ke rumah makan tersebut. Tetapi Lu Ping menjawab "tidak pernah". Dari sinilah pendekar wanita menjalankan aksinya lebih lanjut." tutur kepala polisi menyambung. "Dengan kata lain, tidak mungkin seseorang yang belum pernah masuk ke rumah makan lantas meminta porsi yang sungguh aneh baginya yang seorang diri saja. Tidak akan aneh jika dia sengaja memesan berlebih jika orangnya royal, tetapi yang anehnya adalah dia menghabisi ketiga mangkok mie untuk membuat alibi bahwa dia telah lama sekali disana... Sebuah tipu yang bagus jika tidak ada orang yang betul melihatnya." tutur Jieji sambil tersenyum. "Ketika kutanya hal tersebut kepadanya. Dia kontan terkejut bermandikan keringat, jadi bisa kupastikan bahwa dialah pelakunya. Dengan kutakut-takuti sedikit lagi kupikir bisa membuatnya mentalnya jatuh. Dan ternyata benar." tutur gadis kecil tersebut. "Untunglah tadinya pendekar wanita sengaja memancingnya dengan berkata-kata bahwa di atas atap penuh debu, kenapa ada beberapa jejak kaki serta terbukanya jendela kecil di atas." tutur kepala polisi melanjutkannya.

"Itu adalah analisis untung-untungan. Sebenarnya aku juga tidak yakin bahwa dia benar pernah berada di atas." tutur Yumei sambil berpikir pikir. "Tidak adik kecil... Itu bukan untung-untungan...." tutur Jieji sambil melihat ke arahnya dengan senyuman menggoda. Yumei melihat sekilas ke arah kakak kelimanya. Dia lantas cukup bingung mendengar penuturan kakak kelimanya itu. Dengan cepat, dia kembali berpikir. Jieji sengaja membiarkan adik kecilnya itu berpikir dahulu oleh karena itu, dia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Begitu pula kepala polisi, dia juga segera memeras otak mendengar kata-kata Jieji. Tiada lama, Yumei terlihat berteriak tertahan. "Aduh..." Jieji yang melihat tingkah adik kecil yang kelihatan cukup polos lantas tertawa terbahak-bahak. "Benar... Aku sudah tahu... Jika tidak melalui jendela tentu jejak kaki di bawah akan jelas karena sudah jelas bahwa tiang penyangga sangat kotor oleh debu. Kenapa tiba-tiba aku bisa begitu bodoh dan tidak pernah terpikir?" tutur Yumei dengan alis mata yang berkerut. "Betul.. Betul...." tutur Kepala polisi sambil tersenyum hangat. "Oyah kepala polisi. Belum kuketahui siapa nama anda?" tutur Jieji kepadanya. "Namaku Shan thong, tiada tahu nama pendekar besar. Sungguh maaf..." tutur Kepala polisi tersebut sambil memberi hormat kepadanya. Jieji memberi hormat kepadanya. "Namaku Zhang Ji. Dia adalah adik kecilku, namanya Zhang Mei.." Kepala polisi Shan Thong memberi hormat kembali kepadanya dan dilanjutkan ke arah Yumei. "Sungguh terima kasih atas semua kejadian yang merepotkan kedua pendekar besar...." "Jika ada lagi kasus hebat, tolong hubungi kita saja di rumah makan selatan "An Hao"..." tutur Yumei sambil tersenyum kepadanya. "Tidak berani merepotkan ketenangan kedua pendekar... Terima kasih sekali lagi..." tutur Kepala polisi itu kemudian dengan memberi hormat dan meminta pamit. Jieji yang sedari tadi sudah berdiri bersama Yumei juga melakukan hal sama. Mereka bersamasama meninggalkan wisma Lu setelah kasus tersebut telah selesai. Dalam perjalanan pulang setelah berpisahan dengan para polisi, Yumei membisiki Jieji. "Lu Ping ternyata penguasa tombak pengejar nyawa. Tidak disangka antek-antek Huo Xiang sangat banyak disini..."

"Tidak heran... Dari dahulu, Huo itu sudah ingin menelan daerah selatan. Bahkan..." tutur Jieji. "Bahkan kaisar Persia sepertinya sudah berada di bawah perintahnya dalam setahun terakhir. Sungguh hebat dan alot orang ini..." tutur Yumei sambil menghela nafas panjang. "Kita usahakan jangan bergebrak dengannya disini..." "Apa kakak kelima bisa takut juga kepadanya?" "Tidak... Aku mengkhawatirkan keselamatanmu disini..." sahut Jieji kemudian dengan memandangnya. "Tidak mengapa... Seorang pesilat yang terlahir di dunia persilatan, bahaya apapun sudah menjadi kewajiban pertemuannya." tutur Yumei sambil memandangnya dengan serius pula. "Tidak... Sementara kita diam saja disini. Setahun terakhir aku telah merepotkanmu. Bahkan adik kecil rela menjadi pelayan sebuah rumah makan saja untuk mendapatkan makan dan minum-nya kakak. Sungguh sangat memalukan..." tutur Jieji menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. "Tidak... Bukan begitu kakak kelima. Bagaimanapun sementara kita akan lebih aman di daerah selatan ini kan? Setidaknya dari kejaran orang utara. Kita tinggal dahulu seperti biasa disini. Jika ada perubahan, maka untuk menghindar pun masih sanggup..." tutur Yumei. Jieji hanya mengangguk pelan kepadanya sambil menghela nafas panjangnya. Dia kembali memandang adik kecilnya yang sangat kuat mentalnya itu. Sambil menghela nafas panjang tiada putusnya, mereka berdua kembali ke penginapan atau rumah makan An Hao.

BAB CIV : Menuju Ke Lin Qi Bagian Utara dari Persia... Kediaman Raja kera / Huo Wang ataupun Huo Xiang, Partai Bunga Senja... Dengan mentereng dan agung-agungan terlihat seorang pria yang berambut putih sudah duduk disana. Di kursi kebesaran yang mirip singgasana, terdengar tawa yang sungguh sangat ngeri adanya. Tawa pria tua tersebut tidak begitu cepat berhenti, bahkan sudah beberapa saat suara balai utama partai masih "ditarikan" suara tawa licik orang tua itu. Beberapa saat kemudian, segera terlihat datangnya seseorang yang berjalan tenang menuju balai utama. "Ayah...." Terdengar sebuah suara kemudian memecahkan suara tawa pria tua tersebut. "Ha Ha.... Puteriku yang cantik dan manis... Kemarilah..."

Gadis usia 20 tahunan yang terlihat berpostur cukup tinggi dan cantik dengan kulit putih yang halus, serta hidung yang mancung segera beranjak ke dalam ruangan dengan langkah perlahan dan sekilas terlihat cukup menggairahkan. Pakaian yang dipakai gadis cantik tiada lain masih pakaian yang terbuka pusarnya, sedang bagian atas hanya terlihat memakai selendang yang cukup tipis untuk menutupi aurat tubuhnya. "Ayah... Kenapa terus-terusan tertawa saja sejak siang tadi?" tutur puteri Huo Xiang ini dengan agak keheranan. "Thing-er (Nak Thing)... Kaisar Persia ternyata orang yang bodoh luar biasa. Jika dari dahulu kutahu, pasti ketawaku ini sudah sejak dahulu kulakukan." kata Huo Xiang menjawab pertanyaan puterinya itu. "Jadi ayah sudah berhasil?" tutur puterinya tersebut yang kelihatan rasa senangnya sesaat berbareng terkejut. "Betul... Betul..." tutur Huo Xiang dengan senyuman liciknya kembali. "Lalu dimana Kaisar tolol yang dikatakan ayah itu sekarang?" "Dia sudah kukurung di dalam penjara bawah tanah kita. Dan lihatlah ini..." tutur Huo Xiang sambil mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Benda yang dikeluarkan Huo Xiang tiada lain adalah sebuah Cap atau stempel. Benda yang terbuat dari emas asli dan bertahtakan 7 batu mustika tersebut segera dijemput puterinya. Sesaat, Dia tentu terkejut. Benda yang dipegangnya adalah stempel asli kerajaan Persia. Sambil terkagum-kagum dia melihat benda seperti itu. Lantas, tiada lama mengamati, dia pun tertawa sendiri. Huo Xiang yang melihat puterinya tertawa, juga melanjutkan tawa liciknya kembali. Tetapi kesenangan keduanya sebenarnya tidaklah lama... Sebab langsung saja terdengar langkah suara berpuluh orang disana yang mendekati ruang balai utama. Huo Xiang kontan melihat ke arah pintu dan Thing-thing langsung saja menoleh ke belakang. Beberapa puluh orang langsung berlutut. "Hormat kepada Ketua....." Gerakan kesemuanya dilakukan dengan sangat rapi dan serentak. "Baik.. Berdirilah.. Apa penasehatku sudah pulang?" tutur Huo Xiang dengan tersenyum ke arah mereka semua.

Fu Sha, seorang yang memiliki postur tubuh pendek dan jidat besar segera berjalan dari arah pintu untuk masuk ke dalam. Segera dia memandang ke arah tempat duduk-nya ketua Partai bunga senja itu. Di wajahnya terlihat garis yang cukup mendalam. Tetapi sinar matanya terlihat sedang menyinarkan perasaan yang ngeri. Sepertinya telah terjadi sesuatu hal. "Bagaimana perjalananmu kali ini ke Sung?" tutur Huo Xiang kepadanya. "Apakah rencana kita berhasil?" tutur Thing-thing juga seraya menanyainya. Fu Sha terlihat memberi hormat perlahan. "Ketua... Perjalanan kali ini ke Sung membawa berita yang cukup bagus." "Jadi Zhao kuang-yi bersedia berserikat dengan kita? Ataukah Liao yang jadi berserikat dengan kita?" tanya Huo Xiang. "Hm... Kedua pihak baik Liao ataupun Sung bersedia untuk berserikat. Liao bahkan menyambutku dengan sangat baik sekali." tutur Fu Sha dengan riang. "Lalu bagaimana dengan Sung menyambutmu? Bukankah dahulu China daratan sempat "mengasingkan" dirimu kemari?" tanya Huo Xiang kembali seraya bangkit dari kursinya. "Tidak terjadi hal apa-apa pun. Sung juga sama menyambutku dengan baik. Yang Ying yang menjadi jenderal perbatasan juga sangat menghormati kita. Hanya saja...." Kata-kata Fu Sha tidaklah dilanjutkan lagi. Sepertinya dia enggan memberitahukan lanjutannya. Huo Xiang yang melihat penasehatnya diam, kontan segera emosi. "Hanya saja apa???"teriaknya dengan keras. "Hanya saja..." tutur Fu Sha kembali dengan menggelengkan kepala. Dia berbalik ke arah para murid lainnya yang sedang berlutut menghadap ke arah Huo Xiang itu. Maksud Fu Sha adalah meminta para murid-murid lainnya untuk mengatakannya. "Kamu... Katakan... " tutur Huo Xiang seraya menunjuk salah satu murid perguruannya itu. Sambil ketakutan, orang yang ditunjuk segera menyampaikan kata-katanya. "Semua pendekar di Sung... Yang Ying, Dewa Ajaib, Yuan Jielung serta orang-orang dari Kai Bang sangat menghormati anda. Hanya saja..." kembali murid perguruan tersebut diam tanpa berani melanjutkan. "Katakan!!!! Atau kubunuh kau!!!" teriak Huo Xiang dengan sangat marah kepada salah satu muridnya itu.

"Baik.... Hanya saja Sun Shulie yang mengatakan bahwa Ketua orang yang licik, dan tiada berguna juga tidak perlu ditakutkan. Kelak ketua... ketua.... Ketua akan mati oleh orang yang rendahan saja...." tuturnya memberanikan diri. Mendengar penuturan anak buah sekaligus muridnya itu, lantas Huo Xiang marah besar. "Kau!!! Kau sudah melakukan hal yang murtad!!! Pengawal!!! Bawa keluar dan penggal kepalanya!!!" tutur Fu Sha yang sedari tadi diam menyaksikan itu. Fu Sha adalah orang yang licik luar biasa. Dia tahu bahwa dengan mengatakan kabar seperti ini kepada Huo Xiang, tentu dia bahkan marah luar biasa ketika mendengarnya. Maka dengan licik, dia "melemparkan" kesalahan tersebut ke anak buahnya sendiri. Tanpa peduli teriakan muridnya, Huo Xiang masih tetap marah luar biasa. "Sun Shulie... Sun Shulie... Akan kubuktikan kalau aku akan menyerang China daratan..." Tuturnya berulang-ulang. Sementara itu, wajah puteri Thing-thing terlihat memerah. Dia sedang mengingat sebuah hal. Sebuah hal yang sudah lama sekali, sekiranya telah 5 tahun yang lalu. Dia tidak mempedulikan marahnya sang Ayah. Malah terlihat dia tidak berani melihat ke depan, melainkan hanya melihat ke bawah lantai. "Ketua... Harap jangan terlalu emosi lagi. Aku mempunyai sebuah berita yang cukup bagus juga selain itu ada sebuah kabar yang kurang mengenakkan di dengar." tutur Fu Sha kemudian kepadanya. "Nah... Apa itu?Coba kau katakan yang tidak enak didengarkan dahulu." tutur Huo Xiang sambil melihat kepadanya. "Di daratan China kali ini, perjalananku kembali terhambat sedikit..." "Apa? Siapa yang sanggup menghalangi 20 orang terbaik muridku yang kukirim bersamamu?" tutur Huo Xiang seakan tiada percaya. "Kita dirintangi oleh seorang wanita bertopeng aneh..." "Wanita bertopeng aneh?" jawab Huo Xiang dan puterinya secara serempak. "Betul... Wanita ini sangatlah sakti. Kemampuannya mungkin setingkat dengan ketua.." tutur Fu Sha yang kembali mengingat kejadian itu. "Apa benar di daratan China ada seorang wanita bertopeng yang sangat lihai?" tanya Huo Xiang kembali kepadanya. "Tiada orang yang tahu nama sesungguhnya. Tetapi baru bergebrak 3 jurus, 20 orang pendekar kita sudah dikalahkannya. Namun anehnya dia tidak melakukan pembunuhan." tutur Fu Sha. "Lantas apa hal yang ingin kau katakan dari sini?"

"Dia menanyaiku keberadaan Xia Jieji.. Hanya itu..." jawab Fu Sha. "Tentunya kamu tidak memberitahunya kan?" tanya Huo Xiang sambil tersenyum penuh arti. "Tidak mungkin kukatakan. Sebab kita pun tidak tahu dimana dia berada... Hanya ini hal yang ingin kusampaikan kepada ketua." tutur Fu Sha sambil tersenyum. Melihat cara senyumnya Fu Sha, Huo Xiang mengira bakal ada berita bagus. Langsung saja dia menanyakannya. "Baiklah... Sekarang apa hal bagus lainnya yang ingin kau katakan?" "Sinar emas itu... Kabar dari daerah China daratan mengatakan bahwa Xia Jieji ingin mencari itu dan tentunya sudah diketahui ketua di hari-hari sebelumnya. Tetapi ketua pasti tidak tahu bahwa sebenarnya Xia Jieji dari jauh hari sudah berada di sini, di Persia..." tutur Fu Sha. Huo Xiang terlihat cukup kaget mendengar berita dari Fu Sha. "Jangan-jangan???" "Betul... Orang yang kita tawan sekitar 2 tahun lalu tiada lain benar adalah Xia Jieji..." jawab Fu Sha. Huo Xiang seakan tiada percaya kata-kata dari Fu Sha, penasehat andalannya itu. Dia segera mengingat kembali kejadian 2 tahun lalu. *** Jieji berkuda dengan cepat, tujuannya tiada lain benar Persia. Sebuah tempat yang disarankan oleh Xue Hung kepadanya jika di daratan China dia mengalami masalah. Tetapi dia tertangkap ketika hampir mencapai wilayah perbatasan Iran dengan India oleh Thing-thing. Sungguh beruntung, saat Jieji bergebrak beberapa jurus dengan nona cantik itu, ruangan aula utama Shaolin tidaklah terang. Bagaimana rupa Xia Jieji yang sesungguhnya tidaklah dilihat dengan benar olehnya. Meski begitu, Jieji dijebloskan di dalam penjara bawah tanahnya Huo Xiang. Di dalam penjara, Jieji mengalami berbagai siksaan selama 7 bulan lebih. Sampai suatu hari... Suara terbukanya pintu penjara terdengar. Di dalamnya terdapat 2 orang pria yang masing masing sedang terikat kedua tangannya di borgol besi. Seluruh ruangan adalah terbuat dari besi baja yang sangat alot dan kuat. Disinilah Huo Xiang mengurung kedua pendekar hebat di China daratan. Di sisi kiri terlihat Jieji sedang kepayahan, wajahnya penuh memar dan bibirnya terlihat berdarah. Rambut memutihnya terurai seiring dengan tunduknya kepalanya. Sedangkan di sebelah kanan terlihat seorang pemuda tua yang umurnya 60-an sedang mengerahkan tenaga di kedua tangannya yang juga terborgol. Wajah pemuda tua tersebut telah putih, tenaganya seakan telah habis. Kedua kakinya acapkali terlihat gemetaran.

"Tidak ada gunanya..." terdengar suara seorang wanita yang lembut dan merdu. Seorang pria tua lainnya selain Jieji hanya memandang sekilas ke arah wanita muda tersebut. Lantas dengan berpaling muka dia tidak melihatnya lagi. "Nona cantik!!! Kapan-kapan kau layani kita berdua dong... Terkurung di tempat sesepi ini sungguh sangat membuatku bosan sekali... Apalagi sepertinya sudah 7 bulan aku tidak bermain-main wanita. Sungguh membosankanku...." Suara nada yang terkesan sangat menghina segera mengalihkan pandangan nona cantik tersebut ke arah pemuda yang berbicara. Pandangan mata nona cantik kontan berubah menjadi memerah. Sinar matanya seakan terlihat menyala memerah di dalam keadaan penjara yang cukup gelap itu. Pembuka suara tiada lain adalah Jieji. Tujuannya tiada lain adalah untuk menghindarkan orang tua tersebut berbuat masalah lebih lanjut terhadap nona cantik nan keji ini. Dengan cepat, si nona beranjak ke tempat Jieji. Lantas ditamparkan tangannya ke pipi Jieji dengan sangat keras. Suara tamparan benar membuat semua orang bakal merinding jika mendengarnya. Melainkan Jieji, dengan bibir yang berdarah banyak dia masih bisa mencandai Thing-thing. "Nona... Kau bersudi bermain denganku? Hebat sekali permainan nona cantik ini. Dia memilih untuk memainkan tangannya terlebih dahulu untuk sekedar hitung-hitung pemanasan." tutur Jieji kembali kepadanya dengan amat kasar. Kali ini, Thing-thing bukannya marah. Dia melihat tajam ke arah tatapan mata Jieji. Setelah beberapa lama, dia kemudian terlihat berpikir. Angannya tertembus ke beberapa waktu lalu. Ketika dia sedang bergebrak dengan Jieji di ruangan balai utama Shaolin. Diingatnya semua tindakan satria dari seorang Jieji. Kata-katanya yang terkesan bijaksana teringat olehnya. Apakah mungkin orang di depannya betul adalah Xia Jieji. Beberapa pertanyaan sepertinya sedang menggeluti pikirannya. Beberapa saat kemudian, terlihat kembali dia memandang Jieji. Dia sedang berpikir, tidak mungkin bahwa orang di depannya adalah Xia Jieji yang terkenal di dunia persilatan tersebut. Jelas tindakan pemuda di depannya sangatlah berbeda 180 derajat dengan orang yang benarbenar pernah dijumpainya. Mengenai wajah, Thing-thing juga hanya melihatnya sekilas saja. "Kalau kau bukan Xia Jieji. Maka besok adalah kematianmu. Hari ini adalah hari terakhir aku menjumpaimu..." tutur Thing-thing dengan tatapan mata yang buas sekali kepadanya. Sementara itu, Jieji memang sedang memandangnya. Tanpa getar sedikitpun, pemuda ini malah tersenyum tertawa secara jenaka.

"Kau masih bisa tertawa?" tutur Thing-thing yang marah secara langsung. "Belum melihat maut sepertinya kau tidak akan senang..." Kata-kata itu ditutup dengan melangkahnya kaki si nona cantik ke depannya. Jieji memang heran dengan tindakan si nona tersebut. Dan tidak berapa lama, rasa heran Jieji makin menjadi. Sebab Thing-thing segera memeluknya. Tentu hal ini sangat mengejutkan siapapun di dalam ruangan tersebut. Orang tua di sampingnya tidak tahu apa hal yang sedang terjadi. Dia merasa bahwa ini adalah mimpi yang luar biasa hebatnya. Beberapa bulan, Jieji benar disiksa secara terus menerus oleh Thing-thing. Tetapi dengan berusaha membelanya, orang tua sering juga mengucapkan kata-kata yang tidak selayaknya kepada nona cantik itu dan ini berakibat beberapa pukulan serta tamparan di mukanya. Maka daripada itu, kali ini melihat nona nan keji memeluk pemuda tersebut kontan membuatnya luar biasanya heran. Jieji sedang berputar otaknya merasakan Thing-thing yang sedang memeluknya. Darah pemudanya kontan berdesir hebat dibuatnya. Tetapi tanpa perlu waktu lama, Jieji sudah mampu menguasai dirinya. "Ha Ha.... Akhirnya nona cantik ini telah jatuh ke tanganku. Apa kubilang kan? Aku sudah bertaruh denganmu, bukan begitu orang tua bermarga Zeng? Kalau begitu sudah barang tentu diriku yang menang. Malam ini aku akan menikmati tidur dengan gadis secantik peri di langit tingkat ketujuh...." tutur Jieji sambil tertawa terbahak-bahak. Thing-thing ternyata tidak berhenti sampai disini. Segera dia membuka pakaian pemuda di depannya. Dengan gerakan yang masih tetap memeluk, dia melekatkan bibirnya ke bahu si pemuda. Jieji sudah bisa mengira apa maksud dari nona cantik tersebut. Dan tidak mungkin kalau Thing-thing dengan mudah jatuh cinta kepadanya. Kata-kata terakhir dari Jieji adalah sengaja di katakan dengan kasar kembali. Tujuannya tentu bakal dilihat sebentar lagi. Sedangkan tujuan Thing-thing tiada lain adalah untuk memancing Xia Jieji. Jieji yang pintar tentu sudah mengira sebahagian besar maksud nona cantik ini. Oleh karena itu dengan mengucapkan kata-kata kasar, Jieji tentu berusaha menipu melanjutkan permainan sandiwaranya itu. Dengan terkejut berbareng sakit, Jieji terdengar berteriak sangat keras. Suara yang aneh yang belum pernah terdengar mengikuti teriakan pilunya Xia Jieji. Hanya sebentar saja, dilihatnya ke arah nona cantik yang telah mundur beberapa langkah ke belakang. Sambil kesakitan, Jieji kembali memaki. Beberapa sumpah serapah keluar dari pemuda untuk menghina nona cantik itu kembali. Dengan gerakan meludah, Thing-thing sepertinya membuang sesuatu benda dari mulutnya. Yang mengerikan adalah mulut nona cantik ini telah penuh darah yang berwarna merah.

Orang tua yang berada di sebelahnya Jieji tiada lain adalah Zeng Qianhao alias Pei Nanyang. Dia juga tertangkap oleh dedengkotnya Huo Xiang ketika dia sampai di Persia. Sebenarnya Pei adalah jago kelas wahid yang luar biasa tingkatan kungfunya. Meski Huo Xiang bertarung satu lawan satu, dia sendiri tiada keyakinan untuk menang akan jurus 18 telapak naga mendekamnya. Pei tertangkap dengan cara liciknya Huo Xiang yaitu menaburkan racun di hulu sungai tempat Pei minum untuk melepas dahaga dari perjalanan panjangnya menuju ke Persia. Pei Nanyang terkejut melihat benda yang diludahkan oleh Thing-thing ke lantai kotor tersebut. Ternyata adalah sepotong daging kecil dari bahunya Xia Jieji. Sesaat, dia tahu dengan benar. Tidak mungkin bahwa nona kejam luar biasa tersebut tanpa alasan lantas sudah tunduk. Dia hanya terlihat menghela nafas panjang. "Kau juga mau merasakannya? Orang tua tidak berguna....." tutur Thing-thing dengan wajah yang menyeramkan. Tatapan mata ganasnya sudah mengarah ke arah Pei Nanyang. "Tidak perlu... Masih sebagian dari sebelah sini yang belum kamu gigit... Ayok.. Gigitlah!!!" teriak Xia Jieji yang sedang kesakitan luar biasa tersebut ke arahnya. Thing-thing tidak menghiraukan Xia Jieji. Melainkan dia tetap memandang ke arah Pei Nanyang. "Besok adalah hari kematianku. Lepaskanlah pemuda yang tiada hubungan apapun ini. Bagaimana nona pendekar?" tutur Pei Nanyang yang seakan melemah. "Kamu sudah tiada berguna. Tenaga dalammu semua telah terhisap oleh ayahku. Aku menginginkan kematian dia karena sudah terlalu menghinaku. Jika dia tidak mati, apa kata orang nantinya." "Tidak... Tidak akan terjadi apa-apa. Aku menjaminnya..." jawab Pei. "Kalau aku sudah keluar dari sini. Akan kukatakan ke seluruh penduduk Persia bahwa aku sudah meniduri wanita no. 1 di Partai Bunga Senja, namanya Huo Thing-thing. Dan ini adalah buktinya." tutur Xia Jieji dengan melihat ke arah bahunya yang tergigit olehnya tadi sambil tertawa terbahak-bahak kembali. Thing-thing yang mendengarnya kali ini tiada marah. Tentu dengan tiada marah, maka Thingthing jauh lebih ganas dari ketika dia meluapkan emosi sesaatnya itu. Pandangannya seakan tersenyum mengerikan kepada Jieji. Tetapi dasar Jieji tidak pernah gentar akan pandangan seperti itu. Baginya dipandang oleh seorang nona ganas tentu tidak semengerikan daripada pandangan manusia no. 1 kesaktiannya sejagad yaitu Yue Liangxu. Lantas seakan tetap tertawa dia melanjutkan memaki. "Kalau kau bunuh aku, maka semua penduduk neraka dan Dewa neraka akan kuberitahu. Aku sudah meniduri wanita secantik bunga dari Partai bunga senja ini..." "Kalau begitu...." tutur Thing-thing dengan tersenyum sambil mencabut sebilah pisau dari pinggangnya. "Akan kupotong dahulu lidahmu.. Biar di nerakapun kau tidak bisa memberitahu orang lain..."

Sambil berkata-kata, Thing-thing maju selangkah demi selangkah. Matanya terkandung kebuasannya binatang. Senyum di wajahnya sungguh sangatlah mengerikan. Pei Nanyang kontan sangat terkejut ketika melihat aksi Thing-thing. Dia ingin memaki kembali. Tetapi sebelum dia melakukannya. Dia mendengar suara pilu para pemuda penjaga penjara bawah tanah itu. Kontan mengurungkan niatnya, dia bermaksud keluar dari pintu baja. Namun sungguh sial nasib Thing-thing. Sebelum dia mampu menoleh melihat apa yang terjadi, sebuah sinar hijau terang telah dilihatnya. Bersamaan dengan redupnya cahaya hijau, di lehernya telah terasa hawa dingin yang menakutkan. Dengan menoleh ke arah pembawa pedang, dia terkejut. Seorang gadis muda yang cantiknya tidak kalah dengannya sedang menawankan pedang ke arahnya. Jieji dari dalam melihat jenis pedang tersebut kontan bergembira. Dia ingin berteriak, tetapi setelah dipikir-pikir dia mengurungkan niatnya. Dengan berjalan mundur, terlihat Thing-thing tidak mampu bergerak. Dia hanya mengangkat kedua tangannya sambil melihat ke ujung pedang yang sangat dekat dengan lehernya itu. "Wah.... Ada nona cantik yang lainnya juga. Hari ini betul beruntung sekali diriku!!!!" teriak Jieji kemudian setelah melihat siapa yang datang tersebut. Nona kecil langsung melihat ke arah Xia Jieji. Meski kata-katanya sungguh aneh untuk kakak kelimanya, tetapi Yumei sungguh tahu bahwa sebenarnya orang di depannya tiada lain tentu kakak kelimanya. Menurutnya, kakak kelimanya itu sedang bermain sandiwara. Lantas dia mengikutinya. "Siapa kau? Sungguh jorok mulutmu itu...." tutur Yumei dengan nada berpura-pura marah. Sedang Jieji hanya menggelengkan kepalanya dengan keras kesamping untuk memberi tanda kepadanya. Tindakan Jieji dilihat jelas maksudnya oleh Yumei yang sangat cerdas itu. Lantas dengan tangan kirinya, dia segera menghantamkan tapak yang tidak keras ke arah tengkuknya Thingthing. Segera saja, Thing-thing melorot kebawah dan tidak sadarkan diri. Inilah cara Xia Jieji dan Pei Nanyang melarikan diri dari ketatnya penjara bawah tanah Huo Xiang. *** "Benarkah orang di penjara adalah Xia Jieji?" tutur Thing-thing setelah mengingat kembali semua kejadian itu. "Benar... Dialah orangnya..." tutur Fu Sha seraya mengangguk.

"Tetapi aneh sekali... Tidak mungkin ketika kukerahkan Ilmu dewa pembuyar tenaga dalam, tidak ada reaksi tenaga dalam yang keluar dari tubuhnya." Huo Xiang berkata sambil mengingat kembali. "Itu karena tenaga dalam Xia Jieji telah berbaur dengan tenaga dalam Yue Liangxu. Seperti yang kita ketahui, Ilmu pemusnah raga adalah gabungan unsur tenaga dalam. Baru-baru ini ketika berada di Sung, aku mendengar banyak pesilat yang mengatakan bahwa Xia Jieji telah tidak mampu berjaya lagi. Itulah alasannya...." sahut Fu Sha memberi jawaban kepada Huo Xiang. "Jadi begitu? Kalau begitu kitalah yang melepaskan harimau kembali ke gunung..." tutur Thing-thing yang terlihat kecewa. "Tidak.. Harimau kali ini bisa kita tangkap kembali.." tutur Fu Sha dengan wajah yang tersenyum ngeri. Fu Sha segera menuju ke arah Huo Xiang, lantas dengan berbisik pelan dia mengatakan sesuatu di telinganya. Berbareng munculnya kata-kata dari mulut Fu Sha, Huo Xiang kontan tertawa terbahak-bahak. Meski si puteri tidak tahu apa maksud sang ayah, tetapi melihat bahwa ayahnya sangat senang. Maka dia juga ikut senang karena dia tahu tipu dari Fu Sha kali ini memang cukup brilian. Di sebelah selatan... Dua hari setelah selesainya kasus di kediaman Lu. Jieji pagi-pagi telah berdiri di sebuah tanah datar sebelah selatan. Dia terlihat sedang menyiramkan arak di tangannya ke tanah. Tiada lama, terlihat dia berlutut untuk menyembah sebuah papan kuburan. Sebuah nama yang terukir secara dalam dan jelas. "Pendekar besar Yun-nan, Zeng Qianhao Pei Nanyang" "Adalah kesalahanku... Perginya tetua adalah kesalahanku... Sudah berselang 1 tahun lamanya, semua janjiku kepada tetua masih belum sanggup kulaksanakan..." Selesai berkata-kata, dari wajahnya terlihat tetesan air mata. "Kakak kelima..." terdengar suara seorang wanita nan merdu. Rupanya Yumei juga telah berada di sana. Dengan berpaling, Jieji memberikan senyuman kepadanya. Melihat Jieji tersenyum, nona cantik ini juga melemparkan senyuman manis kepadanya. "Ada apa? Sepertinya kakak kelima punya sesuatu yang hendak dikatakan?" tanya Yumei sambil mengerutkan dahinya. Jieji tidak menjawabnya terlebih dahulu. Dia tetap tersenyum kepadanya beberapa saat. Melihat senyuman di wajahnya yang telah terang kembali, Yumei lantas menanyainya balik.

"Hari ini adalah 1 tahun tepat hari perginya tetua no. 1 di dunia persilatan China daratan. Kenapa kakak kelima terlihat begitu optimis?" Sambil menggelengkan kepalanya, Jieji menjawab pertanyaan adik kecilnya. "Bukan begitu... Hari ini sudah kuputuskan. Aku tidak akan hidup dengan cara begini rupa lagi..." Mendengar apa perkataan Jieji, Yumei merasa girang. Tetapi dalam girangnya, dia juga terasa heran. "Maksud kakak kelima?" tanyanya kembali dengan mengerutkan dahinya. "Sebelum tetua Pei menghembuskan nafasnya penghabisan. Dia memberiku salinan 18 telapak naga mendekam. Ini adalah menjadi tugas serta kewajibanku." tutur Jieji kepadanya. "Tetapi bukankah di daratan China, pendekar besar Yuan telah menguasainya dengan sangat sempurna?" tutur Yumei yang agak heran. "Bukan begitu... Ilmu 18 telapak naga mendekam pemberian lisan tetua Pei lebih lengkap. Dan ada beberapa perubahan jurus terakhirnya. Aku akan menyampaikannya secara lisan kepada pendekar Yuan begitu kita sampai China daratan..." tutur Jieji sambil tersenyum kepada adik kecilnya. Mendengar penjelasan Jieji, Yumei kontan girang tidak kepalang. Dia sangat senang mendengar perkataan Jieji yang sepertinya ingin kembali ke daratan tengah. "Lalu kapan kita berangkat?" tanya dengan penuh semangat. "Kita tidak kembali ke China daratan terlebih dahulu..." jawab Jieji sambil tersenyum. "Jadi? Jadi... Kita akan menuju ke arah barat?" tanya Yumei yang kontan bergembira. Jieji mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia angkat kepalanya ke langit. "Aku akan mencoba mencari sinar emas itu. Kabarnya hanya sinar emas itu-lah yang sanggup menolongiku meski sebenarnya aku tidak yakin. Kita sudah sampai kesini. Mustahil kita pergi begitu saja dan kembali, bukan begitu adik kecil?" "Tetapi apa kakak kelima sudah tahu lokasi sesungguhnya dari daerah barat?" "Sebahagian saja... Konon, Qin Shih Huang pernah membuat makam wanita paling dicintainya disini. Yaitu di arah barat, namanya Lin Qi..." "Lin Qi? Kenapa tidak pernah kudengar?" tanya Yumei kembali. "Lin Qi adalah kebalikan dari Qi Lin (hutan misteri) di daerah Mongolia kuno. Disitulah mayat Qin Shih Huang sebenarnya di temukan. Jadi di sebelah barat, kita hanya perlu mencari tempat yang mirip dengan daerah hutan misteri-nya Mongolia kuno." tutur Jieji sambil tersenyum optimis. Melihat kakak kelimanya telah bisa bergembira tentu adalah barang yang sangat bergembira baginya. Selama 1 tahun terakhir, dia berharap kakak kelimanya

BAB CV : Identitas Pendekar Wanita Pemakai Topeng Daratan tengah... Sebelah utara dari kota Shandang... Perkemahan besar dari Jenderal Besar Yang Ying... Dari sebuah meja yang besar dan panjang, telah terpampang sebentuk kain yang panjang. Setelah ditilik dengan jelas, maka kain yang lebar panjang tersebut tiada lain adalah peta bumi daerah utara. Seorang pemuda tua dengan rambut yang mulai memutih sedang mengamatinya dengan sangat serius bersamaan dengan adanya seorang pemuda berusia 30 tahunan juga ikut menyaksikannya. Beberapa kali terlihat pemuda tua mengelus jenggotnya yang indah dan sepanjang dada itu. Mata pemuda tua tajam bagaikan elang yang hendak menyantap mangsanya. Dari sisa guratan wajahnya, terlihat kharisma yang luar biasa tersisa. "Kakak seperguruan... Bagaimanakah peta tersebut menurut kamu?" tutur seorang pemuda berusia 30 tahunan di sampingnya. "Hm...." Pemuda tua hanya mendehem sekali. Matanya masih tetap serius melihatnya. Tidak berapa lama kemudian, dia menyahut. "Peta belum tentu adalah benar sepenuhnya. Tetapi dengan adanya peta tersebut, maka kita ada keyakinan menang dalam perang kali ini." "Setiap letak pasukan Liao ataupun Han utara disini terlihat sangat jelas. Sepertinya memang Langit sedang berpihak kepada kita." tutur pemuda yang lebih muda yang tiada lain tentunya adalah Sun Shulie alias Ming Ta. "Kabarnya Chang GuiZhuang-lah orang yang mendapatkan peta tersebut dari wilayah Han utara. Hanya saja orang bermarga Chang tiada pernah kita kenal, melainkan kabarnya dia adalah murid dari teman pendekar Yuan. Menurutmu bisa kita percaya seluruhnya dik?" tutur Yang Ying alias Zhao kuang yin. "Chang asli orang partai Giok utara. Karena dulunya ketua partai bersahabat rapat dengan Yuan Jielung, maka ketua partai Giok utara meminta muridnya untuk diam-diam menyusup ke perkemahan Liao atau Han utara." jelas Sun Shulie. "Hm...." kembali Yang Ying tidak menutur balik semua penjelasannya Sun. "Jika saja ada adik kedua, maka kesulitan menebak hal seperti sekarang tidak akan pernah terjadi..." Yang Ying terlihat menghela nafas panjangnya. Kemudian, dia mendongkakkan kepalanya ke atas tenda perkemahan yang lumayan luas itu.

"Dalam lapangan peperangan, tiada hal yang berbeda sama sekali dalam 2 tahun terakhir. Hanya saja ada beberapa hal yang masih betul menjadi misteri bagi kedua belah pihak. Baik itu pihak kita maupun pihak Liao." "Betul adik seperguruan. Kita disini kehilangan adik kedua, adik ketiga dan tetua Zeng yang tiada kabar beritanya. Sedangkan Liao sepertinya kehilangan Hikatsuka, Zhu Xiang, dan Yue Liangxu." tambah Yang Ying. "Kemana mereka semua betul tiada yang tahu. Meski dalam zona peperangan, banyak jago telah menghilang. Tetapi dalam dunia persilatan malah muncul banyak jagoan yang luar biasa. Sungguh sangat mengherankan..." sahut Sun Shulie alias Ming Ta sambil berpikir-pikir. Yang Ying menatap adik seperguruannya cukup lama. Kemudian sambil menyimpan kembali peta bumi daerah utara yang tadinya terpampang di meja, dia menjawab. "Yang paling aneh adalah munculnya pendekar wanita bertopeng. Memang tiada orang yang tahu seberapa hebatnya ia. Tetapi sepak terjangnya betul-betul sangat luar biasa. Jika dia punya niat membantu kita, alangkah baiknya dik..." "Sungguh aneh ada hal sedemikian. Kenapa pendekar wanita itu baru muncul dalam 1 tahun terakhir? Jika dia demikian hebatnya, kenapa tidak sejak dahulu saja dia muncul. Aneh....." jawab Sun Shulie. "Ada yang ingin kutanyakan kepadamu dik..." tutur Yang Ying kemudian kepada Sun Shulie. Sepertinya wajah kakak seperguruannya itu cukup serius melihatnya. "Kakak seperguruan ingin menanyaiku tentang wanita muda itu? Kenapa dia terus menginginkan jiwaku? Betul begitu?" tutur Sun sambil tersenyum. "Betul... Kamu belum pernah menjelaskan kepadaku perihalnya..." sahut Yang Ying. "Wanita itu tiada lain adalah seorang imam jahat yang pernah kulemparkan ke sungai Changjiang. Itu pun ada sebabnya, dahulu dia melakukan ritual dewa sungai. Wanita cantik selalu dilemparkan ke sungai untuk menjadi isterinya dengan alasan bahwa dewa sungai harus di sembahyangi setiap tahunnya." tutur Sun Shulie seraya mengingat kejadian sekitar lebih dari 2 tahun lalu itu. "Ha? Memang ada hal sedemikian? Sungguh aneh......" "Betul... Aku membebaskan totokan nadi tan zhongnya ketika kulemparkan ke sungai. Tujuanku adalah melihat apakah dia pantas atau tidaknya untuk mati karena dosanya. Ternyata dia malah tiada apa-apa..." tutur Sun sambil tersenyum. "Dengan begitu, pantas saja dia selalu mencarimu. Tetapi yang herannya adalah kamu tidak membunuhnya? Apa jangan-jangan????" kata Yang Ying sambil terkejut dan tersenyum. Sun Shulie menatap kakak seperguruannya dengan sambil tersenyum pula. Dia hanya menggelengkan kepalanya saja untuk pertanyaan kakak seperguruannya kali ini. ***

Sebelah barat dari kota Yong-an, daerah timur dari propinsi Yi-Chou... (Kota Yong-an adalah sebuah kota yang terletak sekira 200 li lebih sebelah timur dari kota Cheng-du) Di daerah pegunungan yang cukup lebat hutannya, telah menanti beberapa orang yang berpakaian aneh sekali. Di atas kepala orang-orang tersebut terlihat memakai sorban, dari hidung ke mulut ditutupi dengan kain pendek. Sedang pakaian mereka semua adalah berwarna putih terang, dan terbuka sebelah kanan bahunya sampai ke daerah rusuk. Sepertinya pakaian dari orang-orang tersebut tiada lain adalah pakaian khas dari India. Mereka berjumlah hampir 20 orang, dan sedang mengintai di pohon yang cukup tinggi. Dari postur tubuh, dan tindakan mereka yang hati-hati. Sepertinya mereka bukanlah lawan yang mudah untuk diajak bertarung. Namun, kesemuanya seperti sedang menantikan orang. Kesemuanya sedang bernafas sangat pelan, dan tiada seorang pun yang berani bergerak sembarangan meski hanya untuk melap keringat sekalipun. Sekitar tengah hari lewat... Sepertinya apa hal yang ditunggu mereka akan membuahkan hasil. Sebab dari jauh, sudah terdengar suara derap kaki kuda yang tergolong tidaklah cepat larinya kuda itu. Seseorang terlihat dari jauh mendatangi daerah yang sudah ditunggu mereka sejak pagi tadinya. Orang yang mendekati tempat tersebut ternyata berperawakan cukup aneh. Dia naik di atas kuda berbulu putih, pakaiannya serba putih. Di pinggangnya terselip sebuah tongkat yang sangat indah. Yang membuat orang merasa merinding melihat perawakan orang tersebut adalah topengnya. Dia memakai topeng yang sangat menyeramkan, berwarna putih terang dengan hiasan berwarna merah di sekitar mulut topeng itu. Dengan mengangkat tangannya pelan, seorang dari atas pohon lebat segera memberi aba-aba. Semua orang di dekat tempatnya, segera mengangguk perlahan sambil menahan nafas. Kuda putih bersama penunggangnya telah sampai di daerah tanah yang tepat di bawah beberapa pohon lebat yang mengelilinginya. Lantas bersamaan dengan suara teriakan keras. Semua orang yang telah menunggu di atas pohon, segera saja turun. Hebatnya, kesemuanya seakan merapal sebuah tapak yang hebat untuk di arahkan ke penunggang kuda putih itu. Segera saja, cahaya terang telah melingkupi semua wilayah di hutan. Suara ledakan dari tapak hebat mereka semua sepertinya berbuah hasil dengan cukup baik. Ini terbukti ketika cahaya terang berwarna emas itu telah meredup kembali. Di tanah berumputan terlihat sebuah benda besar yang telah berserakan dan bau amis darah sungguh terasa di penciuman setiap orang.

Para penyerang ternyata terdiri dari 17 orang. Kesemuanya lantas melihat ke arah sasaran mereka. Begitu mereka sudah mencari sesuatu di tanah yang bercampur cairan berwarna merah darah. Tiada seorang pun yang tiada kaget melihatnya. Kontan tanpa banyak bicara, ke- 17 orang langsung melihat ke atas ataupun ke samping secara cepat. "Apa yang kalian cari?" Terdengar suara seorang wanita yang merdu. Tetapi ke-17 orang seakan tiada percaya sepertinya menjadi orang yang linglung. Mereka berpaling ke satu sama lainnya. Ada yang berpaling dengan teliti melihat setiap sudut yang bisa di jadikan tempat persembunyian. "Setan........" Terdengar suara seseorang di antara 17 orang yang kelihatan cukup gemetaran. "Aku berada di belakangmu...." Kembali suara itu terdengar. Lantas tanpa aba-aba, kesemuanya kontan berpaling ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Gerakan para pendekar bukanlah gerakan normal, kesemuanya adalah pesilat yang tangguh sekali. Tetapi meski gerakan mereka sangat cepat, tetapi terlihat disini tiada satupun yang bisa menangkap dari mana suara itu berasal. Bersamaan dengan berpalingnya mereka, lantas tanah tempat penuh darah langsung bergetar hebat sekali. Tetapi sayangnya, sebelum mereka yang mengelilingi tempat tersebut hendak berbalik ke belakang. Kesemuanya lantas telah terpental oleh sebuah hawa energi yang luar biasa dahsyat ke depan. Sungguh indah jika dilihat secara serentak. Kesemua pendekar melayang ke segala arah, karena tadinya mereka sempat berkumpul mengelilingi tanah yang penuh darah tersebut. Kesudahannya, ada yang menabrak pohon hingga tumbang. Ada pula yang terpental sungguh jauh ke belakang. Singkatnya, kesemuanya telah terluka dalam sangat parah. "Siapa kalian? Kenapa semuanya menguasai tapak buddha? Kalian berasal dari India?" tutur si topeng yang tadinya ternyata muncul dari dalam tanah. Bajunya yang serba putih telah cukup menyeramkan jadinya. Bercak darah yang berbau amis telah memenuhi hampir semua pakaiannya. Tetapi tiada orang yang menjawab pertanyaan wanita tersebut, melainkan semuanya melakukan hal yang sama secara serentak. Mereka mencabut sesuatu benda yang panjangnya hanya 4 inchi dari dalam kantung celana.

Lantas dengan cepat pula, kesemuanya menggunakan benda yang tipis dan kecil itu untuk di arahkan ke leher masing-masing. Dengan secepat kilat juga, kesemuanya lantas roboh. Kontan terkejut, si topeng berniat menghentikannya. Namun sudah terlambat, tiada satu pun orang yang mampu di cegahnya. Saat dia menuju untuk melihat satu persatu, kesemuanya telah tidak bernyawa. Luka di leher kesemuanya sungguh panjang dan dalam, darah bercucuran dengan deras sekali seakan disemprotkan. Tetapi si topeng tiada menyerah, dia berusaha membuka 1 per satu topeng dari 17 pendekar aneh tersebut. Ternyata memang benar perkiraannya, sebab kesemuanya memiliki wajah yang cukup asing. Sepertinya mereka semua adalah benar berasal dari India. Si topeng yang terdiam menyaksikannya, beberapa saat terlihat menunduk dan berpikir saja. "Sungguh aneh? Kenapa banyak pendekar India, Persia yang sampai kemari? Apa tujuan mereka sesungguhnya? Betul adalah hal yang sangat aneh sekali..." Begitulah si topeng berpikir tiada habis. Namun, tiada lama terlihat dia membuka topengnya. Sebuah wajah yang cantik luar biasa terpampang segera seiring terbukanya topeng yang menyeramkan tersebut. Keanggunan dan kecerahan wajahnya tiada berubah sama sekali. Matanya yang sungguh indah seakan membuat dunia menjadi surga bagi siapapun yang menatapnya. Ternyata wanita yang bertopeng selama 1 tahun terakhir tiada lain adalah Wu Yunying, isterinya Xia Jieji. Kemudian terlihat dia tetap berjalan ke arah barat meski kuda putihnya telah mati dengan tubuh berserakan. Berjalan beberapa saat, Yunying terlihat kembali berpikir. Tetapi apa yang dipikirkannya kali ini tidaklah sama dengan tadinya. "Dimanakah dia sesungguhnya? Sampai sekarang di daratan China betul belum ada kabar beritanya. Betul aneh... Apakah terjadi sesuatu dengannya? Hm.... Tidak mungkin... Tidak mungkin... Tetapi..." Semua perkataan dalam lubuk hatinya seakan membuat bibir yang mungilnya terasa menggemaskan karena apa yang sedang dipikirkannya itu hendak dikeluarkan melalui bibirnya. *** Kembali ke Persia... Sebelah barat laut dari daerah selatan tempat tinggal Jieji dan Yumei semenjak 1 tahun yang lalu. "Kakak kelima... Apakah benar terletak di sebelah sini?" tutur Yumei yang sudah 5 hari menempuh perjalanan bersama Jieji.

Jieji yang mendengar perkataan Yumei tidak langsung menjawabnya. Tetapi dia menunjuk dengan jarinya ke depan. "Lihatlah disana adik kecil..." Yumei berpaling ke sebelah barat, yaitu arah yang ditunjukkan oleh Jieji. Mereka berdua berada di tebing yang cukup curam ke bawah. Arah yang ditunjukkan Jieji seakan-akan terlihat sebuah hawa. Sebuah hawa yang seakan-akan berwarna ungu keluar dari daerah hutan yang sungguh lebat luar biasa itu. "Apa benar? Apakah terlihat sama dengan hutan misteri?" tanya Yumei kemudian kepadanya. Jieji menggelengkan kepalanya. "Daerah hutan misteri di Mongolia kuno jelas terlihat berbeda karena tiada hawa ungu. Mungkin juga hawa ungu disini adalah hawa yang melindungi daerah di hutan sana. Karena di Tongyang dulunya juga ada hawa semacam ini di makamnya Xufen." "Kalau begitu, marilah kita melihatnya..." tutur Yumei sambil tersenyum. Jieji langsung melarikan kudanya diikuti oleh Yumei dengan cukup cepat mencari daerah turunan. Tetapi setelah dikelilingi beberapa saat, tiada tempat yang bisa lagi dilewati dengan berkuda. Oleh karena itu, keduanya tentu turun dari kuda masing-masing. Sambil berjalan kaki, keduanya berniat menyusuri tempat tersebut. Perlu waktu sekitar 4 jam lebih juga untuk mendekati tempat yang tadinya ditunjuk oleh Jieji. Sekarang, keduanya sudah berada di tanah perhutanan yang luasnya sungguh luar biasa. Jelas sangat berbeda dengan keadaan hutan misteri yang hutannya tidak seberapa lebat itu. Hawa disana telah terasa cukup dingin, selain itu bisa dikatakan cukup menyeramkan. Meski hari sedang siang-siangnya sekitar jam 2-an. Tetapi matahari yang nan terik tidak mampu menembus wilayah hutan yang lebat itu. Keadaan disana sedang temaram-temaramnya. "Ssssttt!!!! Sepertinya ada orang di depan sana" Tutur Yumei pada Jieji. Jieji hanya mengangguk dengan pelan. Dengan tidak menarik atau menghembuskan nafas secara kencang, keduanya berjalan sungguh pelan dan hati-hati. Tidak lama, keduanya mencoba berlindung di sebuah pohon yang cukup besar dan tinggi. Dengan mengintip, keduanya melihat ke sebuah tanah rerumputan yang lapang. Di tengah, terlihat pemandangan yang cukup aneh dan belum pernah di saksikan Jieji maupun Yumei. Sebuah benda besar yang terbuat dari batu dan berbentuk persegi termpampang kokoh sekali. Sementara itu, sepertinya dari 8 penjuru angin batu besar terdapat batu persegi yang lebih kecil yang tentu jumlahnya adalah 8 sesuai arah mata angin.

Yang cukup aneh lagi adalah di sekitar tanah rerumputan terdapat 18 benda berbentuk kotak kecil terbuat dari batu sebesar segenggam tangan yang bentuknya satu sama lainnya adalah tidak sama. Sebuah pemandangan yang kurang masuk akal bagi siapapun yang melihatnya. Di bawah ini adalah gambar sederhana diagram tersebut. [ kotak batu kotak batu kotak batu kotak batu Batu besar kotak batu kotak batu kotak batu kotak batu Selain itu, terdapat 18 buah batu segenggam tangan yang mengelilingi semua kotak batu ] Lalu Jieji segera melihat ke samping ujung. Ternyata di sana memang telah berkumpul lumayan banyak orang, mungkin jumlahnya hampir 20 orang lebih. Dari pembawaan mereka, jelas adalah para pesilat. Rata-rata kesemuanya menyandang senjata di pinggangnya, baik pedang, golok ataupun toya pendek, cemeti dan lainnya. Semuanya terlihat sedang berbicara satu sama lainnya dengan suara yang lumayan pelan dan serius. "Benda ini belum pernah dilihat siapa saja. Sungguh sebuah format yang aneh sekali." "Bagaimana jika kita mencobanya?" "Betul... Tidak mungkin setelah sampai disini, kita tidak melakukan apapun..." tutur suara mereka satu persatu. Tetapi semuanya tidak mengeluarkan suara yang keras. Yang mampu mendengarnya dengan baik adalah Yumei saja. Dia tahu bahwa Jieji tidak mampu mengeluarkan pendengaran istimewanya lagi. Maka dengan berbisik sungguh pelan. Yumei memberitahu apa yang dikatakan mereka kepada kakak kelimanya. Tidak lama, seorang pesilat yang berperawakan tinggi dan kurus telah muncul ke arah batu besar. Dia diikuti 3 orang yang lainnya. "Hm... Batu ini sungguh aneh... Tetapi sungguh besar kemungkinan adalah tempat masuk dari Lin Qi." tutur pendekar yang tinggi kurus tersebut. "Kita coba saja. Di samping terdapat batu yang bisa diisi ke kotak 8 mengelilingi batu besar. Tetapi kesemuanya mempunyai corak yang cukup aneh. Lalu dimana harus dimasukkan?" "Sepertinya benda seperti begini pernah kulihat. Tetapi tidak kuyakinkan sepenuhnya." Tutur seorang yang bersuara cukup bijaksana. Orang ini berperawakan tinggi, matanya bagai burung elang. Dia memiliki kumis yang panjang serta jenggot yang indah.

Jieji yang mendengar seseorang berbicara, langsung saja menoleh. Dia mengenali pria yang barusan berbicara itu yang tiada lain adalah Kamus Kungfu, Yan Jiao. "Lalu format apakah sesungguhnya ini?" tutur seorang yang lainnya yang berada di sampingnya. "Ini adalah format 9 8 dari Iblis sejagad di zaman kuno. Namun tidak kuyakinkan sepenuhnya." sahut Yan Jiao. Jieji yang mendengar bisikan Yumei, segera memutar otak. Dia mengingat kembali sesuatu benda yang pernah dilihatnya di Koguryo. Sebuah buku kuno tentang Iblis sejagad. Dia menutup matanya sambil berkonsentrasi untuk mengingat. Dalam pikirannya terbersit sesuatu hal yang sudah dilupakannya sejak lama. Yumei yang melihat ke arah Jieji yang sedang berkonsentrasi, lalu tersenyum manis. Tidak lama kemudian, dia menanyai kakak kelimanya dengan cukup pelan. "Kakak kelima... Pernahkah kamu melihat hal seperti ini?" Jieji lantas membuka matanya. Dengan berkata pelan, Jieji menjawabnya. "Ini tiada lain benar adalah format dari Iblis sejagad. Atau bisa disebut sebagai 72 Iblis dengan kerajaannya." Yumei segera tidak habis pikir mendengar kata-kata kakak kelimanya. Kembali dia menanyainya. "Aneh... Sungguh aneh... Kenapa diagram disini dibuat sesuai kerajaan iblis yang terdiri dari 72 mahkluk itu?" "Inipun betul tidak kuketahui. Tetapi untuk membukanya, aku tahu caranya. Hanya saja, tidak mungkin kita keluar untuk memberikan mereka jalan keluar. Kita tunggu saja disini... Oya adik kecil, kamu tahu bagaimana cara memasukkan batu yang berjumlah 18 biji itu ke 8 kotak di samping?" tutur Jieji seraya menanyainya dengan suara yang masih sangat pelan. Yumei mengangguk pelan sambil tersenyum manis sekali. Jieji yang melihat tingkah adik kecilnya, kontan tersenyum manis juga. Ternyata Yumei memang seorang gadis yang sangatlah cerdas, dengan melihat sekali saja. Dia sudah mampu memecahkan arti dari format yang sesungguhnya membingungkan sekali itu. Kembali, keduanya melihat ke arah para pesilat tadinya. Pemuda tinggi kurus telah terlihat mengambil sebuah batu kecil di samping luar. Dilihatnya dengan cukup serius bentuk batu itu. Ternyata di sini tergambar sebuah Ular dengan kepala dua. Lalu dengan berjalan perlahan, dia memasukkan ke kotak batu yang cukup besar itu. Dengan letaknya batu pertama, tiada sesuatu yang sungguh berbeda. Lantas, dengan mengambil batu lainnya dia mencoba memasukkan lagi ke kotak lainnya yang totalnya berjumlah 8.

Ketika dia telah berhasil meletakkan kotak batu segenggam tangan itu ke kotak terakhir. Sebuah fenomena yang menggetarkan hati setiap orang segera muncul. Hawa ungu yang disekitarnya seakan berkumpul dengan luar biasa cepat ke pemuda tinggi kurus itu. Kesemua pesilat, Jieji dan Yumei yang menyaksikannya sungguh terasa merinding bulu kuduknya. Sementara itu, pria kurus tinggi tadinya terlihat mematung. Kedua mulutnya ternganga keluar. Kakinya dan seluruh tubuhnya bergemetaran dengan sangat hebat luar biasa. Melihat penampakan seperti itu, para pesilat di sampingnya yang cukup jauh langsung beranjak untuk menolongnya. Tetapi malah kamus kungfu, Yan Jiao segera berteriak keras untuk menghalangi. "Jangan kalian dekati dia!!! Ini racun pemusnah raga!!!" Mendengar apa teriakan Yan Jiao, kesemua pesilat lainnya tentu terkejut sangat luar biasa. Tiada perlu waktu lama. Orang yang terhisap hawa ungu tersebut langsung roboh. Tubuhnya meski masih gemetaran, matanya melotot, dari 7 lubang inderanya keluar darah dengan perlahan. Darah berwarna merah biru segera telah membasahi semua wajah dan muka pria itu. Para pesilat yang berada disana juga merinding tidak karuan melihat temannya yang telah di ambang kematian. Bahkan beberapa sampai terlihat menutup mukanya karena ngeri menyaksikan. Dengan sebuah teriakan terputus, pria tinggi kurus telah tiada bernyawa. Tetapi fenomena ini tidak berhenti sampai begini rupa. Dengan tewasnya si pria, hawa ungu kembali berpendar ke seluruh penjuru dan kembali membungkus. Jieji tentu menyaksikan dengan sangat jelas kesemuanya. Sesaat, di wajahnya terlihat kemurungan. Beberapa kali, terdengar dia menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Yumei menyaksikan sikap kakak kelimanya, menanyainya. "Betulkah ini racun terhebat di jagad persilatan? Racun pemusnah raga itu?" Jieji menganggukkan kepalanya pelan sambil menatap lurus. Sesaat, pemandangan di tengah lantas telah berubah kembali. Tanah di tengah seakan berbalik sekali dengan berputar. Getaran di sekitar tiada keras, melainkan lemah. Bersamaan dengan sinar ungu terang, pemandangan di tengah telah berbeda. Ketika sinar ungu terlihat memancarkan sinar, para pesilat berusaha untuk menutup matanya. Bahkan terang-nya sinar setan itu, Jieji yang berdiri cukup jauh juga menutup mata dengan tangan bajunya. Namun kejadian sinar itu hanya berlangsung sungguh sesaat saja. Tidak lama, keadaan disana telah biasa kembali. Tetapi yang anehnya adalah mayat pria tinggi kurus telah menghilang dari sana.

Semua pesilat yang melihatnya, kontan terkejut luar biasa. Tidak sedikit dari mereka berkeringat dingin menyaksikan pemandangan di depannya. Jieji juga tidak habis pikir bagaimana mayat pria itu bisa hilang. Tetapi sambil tersenyum, Yumei membisikinya. "Tadi aku melihat tanah terbuka dengan sangat cepat sekali ketika sinar ungu muncul. Pria itu telah "ditelan" tanah di tengah." Jieji melihat Yumei sambil tersenyum dan mengangguk. Sebenarnya semenjak Jieji tidak mampu lagi mengeluarkan energinya sedikitpun karena imbal balik energi itu bisa melukainya secara parah, maka tidak pernah dia ingin berusaha melihat apa yang sedang terjadi. Jika dalam bertarung, Jieji mengeluarkan tenaga dalam tanpa imbal balik, maka dia masih bisa bertahan. Tetapi adalah hal yang sangat mustahil jika bertarung dengan seseorang yang cukup jago, bagaimanapun dia harus melayani lawannya lebih dari sejurus. Oleh karena itu, imbal balik energi harus dilakukannya. Singkatnya, Jika bertarung Jieji sanggup mengalahkan lawannya dengan tenaga dalam sekali nafas tanpa menarik kembali maka dia tidak akan terjadi apa-apa hal. Hal ini disadarinya ketika dia menerima siksaan dari Thing-thing dari partai bunga senja di penjara bawah tanah partainya. Memang tidak pernah dia mengerahkan tenaga dalam untuk menahan siksaan selama 7 bulan itu. Tetapi ketika si nona muda yang sadis telah menghentikan kegiatan siksaannya. Dengan sekali hembusan tenaga dalam, Jieji telah pulih 50 persen. Maka meski dia sering disiksa setidaknya dalam seminggu sekali, dia masih bisa tahan. "Tuan Yan Jiao, apakah anda mempunyai solusi untuk membukanya?" tutur seorang pesilat setelah lama mereka terpaku. "Disini kita tidak mempunyai petunjuk sama sekali. Tetapi jika kita menuju ke barat terujung, maka mungkin buku 72 iblis bisa kita dapatkan..." tutur Yan Jiao menjawab sambil memegang kumis indahnya itu. "Baiklah... Jika begitu, kita pergi saja dari sini. Bagaimana? Kita ke barat dahulu..." jawab seorang pesilat yang tidak dikenal tersebut. Kesemuanya langsung mengiyakan. Mereka langsung saja beranjak dari tempat nan aneh ini. Cukup lama, sengaja Jieji dan Yumei membiarkan mereka benar pergi jauh terlebih dahulu. Baru Jieji membuka suara. "Ketika Xue Hung, sesepuh tua dari Mongolia kuno memberitahuku bahwa aku harus ke sebelah barat terujung. Sekarang benar telah kumengerti." Yumei yang mendengar kakak kelimanya, segera menanyainya. "Maksud kakak kelima ada hubungan dengan buku 72 iblis? Kalau begitu, kita harus ke sana. Bagaimana?"

Sambil tertawa geli, Jieji menjawab pertanyaan adik kecilnya. "Buku 72 iblis belum tentu ada di sebelah barat terujung. Maksud Xue Hung telah kuketahui dengan mendetail. Ini adalah maksud bahwa format disini menggunakan format 72 iblis. Tetapi, bukankah aku telah kebal racun pemusnah raga? Beberapa kali kucoba tentu tidak akan membuatku kehilangan jiwa..." Yumei yang mendengar penjelasan kakak kelimanya, segera saja tertawa geli juga sambil mengangguk.

BAB CVI : "Sinar Emas" Lalu, seraya berjalan ke arah tengah format batu 72 Iblis. Dia mengamatinya terlebih dahulu. Cukup lama, Jieji berdiri mematung saja sambil melihat sebuah batu besar yang ukurannya mungkin 3 pelukan orang dewasa. Terlihat sesaat dia telah serius benar. Sambil mengelus ke bibirnya sendiri, kedua bola matanya bergerak cukup lama. Pemikirannya saat itu juga telah berputar hebat sekali. Yumei yang berada di belakang, hanya berdiri mematung saja mengikuti gayanya. Dia tidak berani bertanya dahulu meski di dalam hatinya dia ingin sekali menanyainya. "Aneh sekali, kenapa batu berbentuk kotak segenggam tangan bisa balik lagi ke posisinya?" tutur Jieji sambil tetap melihat ke depan yaitu arah batu besar di tengah. "Tadi ketika sinar ungu muncul, sepertinya di dalam tanah telah terjadi pergeseran hebat. Dan yang luar biasanya adalah kotak batu semuanya kembali ke tempatnya masing-masing setelah pria kurus tinggi itu gagal." tutur Yumei. Jieji terlihat mengangguk pelan saja membelakangi Yumei. Namun tetap dia mengkonsentrasikan dirinya untuk melihat ke arah batu besar. Tidak lama kemudian setelah melihat dengan serius, akhirnya Jieji berpaling kepada adik kecilnya sambil menanyainya. "Kamu tahu apa yang terdapat dalam batu besar ini? Apakah menurutmu ada hal yang janggal adik kecil?" Yumei menatapnya dengan serius, namun terlihat dia menggelengkan kepalanya saja. "Menurutku, mungkin disini adalah tempat dikuburnya wanita yang paling dicintai Qin Shihhuang seumur hidupnya." Sahut Jieji sambil tersenyum tawar saja. Dari pembicaraan kata-kata Jieji, Yumei bisa menangkap maksudnya beberapa bagian. Oleh karena itu, dia menyahutinya. "Kakak kelima merasa tidak enak karena telah mengganggu tempat peristirahatannya orang yang paling disayangi oleh Qin Shih huang?" tutur Yumei sambil serius tetap melihatnya. Jieji segera berpaling kembali ke arah batu besar, lalu terdengar suara helaan nafasnya.

Yumei adalah seorang gadis yang sangat cerdas, dia tahu bahwa inilah kuburan orang yang paling di sayangi oleh Kaisar Qin yang paling kejam dan sadis luar biasa itu selama hidupnya. Begitu pula Jieji, bagaimanapun jika banyak orang yang berkumpul di tempat dimakamkannya Xu Fen. Dia tentunya tidak akan senang. Tetapi dasar si gadis cerdas luar biasa ini selalu saja mempunyai akal. "Kakak kelima tahu kenapa disini dibuat format 72 iblis?" tuturnya sambil tersenyum menggoda kepadanya. Xia Jieji yang masih galau sedikit hatinya, lantas menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Qin Shih huang bukanlah manusia biasa. Oleh karena kepandaiannya yang luar biasa, dia telah menciptakan Ilmu yang sungguh sangat rumit yaitu Ilmu pemusnah raga. Lantas, kenapa dia membuat format 72 iblis ini?" Sesaat, tuturan kata-kata Yumei menyadarkannya. Lantas sesegera, Jieji berpaling ke arahnya. Dia terlihat menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas. Yumei terlihat mengangguk pelan sambil tersenyum. "Betul kata-katamu adik kecil. Qin Shih huang tentu tiada ingin ada orang yang mengganggu makam orang yang dicintainya itu untuk selamanya. Tetapi dia sengaja membuat formatnya. Tentu menurut dia, hanya untuk orang yang pantas yang bisa membuka formatnya kembali. Bukan begitu adik kecil?" jawab Jieji sambil melihatnya terkagum-kagum. Yumei tiada menjawab lagi kali ini. Senyum di wajahnya sama sekali tidak terlepas. Dia terlihat menggangguk pelan sambil mengeluarkan suara gumaman. Tanpa ragu lagi, kemudian Jieji mengambil langkah keluar dari format. Dengan gerakan pelan saja, dia mengamati 18 buah batu sebesar genggaman tangan itu. Sambil mengambilnya, Jieji melihat batu kotak di tangannya sambil berpikir pula. Kotak batu di tangannya adalah bergambar manusia berkepala dua. Sedang kedua manusia yang tergambar wajahnya sangat jelek bagaikan iblis. Dicoba untuk diremasnya batu berbentuk kotak tersebut. Tetapi yang anehnya, dirasakan batu memiliki energi untuk melawan. Kontan terheran-heran Jieji segera mengurangi kekuatan remasan tangannya. Kemudian dia berpaling ke arah Yumei dengan sambil tersenyum. Yumei yang melihat sikap Jieji, lantas tersenyum. "Apa kakak kelima ingin meminjam pedangku untuk membaginya?" Jieji sambil tersenyum, menggeleng perlahan. "Bukan, batu ini bukan batu biasa. Meski bisa membelahnya, maka batu menjadi tiada fungsi lagi sama sekali." "Aneh... Apa betul batu itu mempunyai kekuatan tersembunyi?" tanya Yumei sambil mengerutkan dahi. Jieji tersenyum beberapa lama kembali, dia mengamati adik kecilnya. "Sepertinya batu kotak tiada orang lain yang sanggup membukanya kecuali dirimu adik kecil.."

Mendengar perkataan Jieji, Yumei seakan tiada percaya. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Betul adik kecil... Sekarang ada sesuatu yang mesti kuberikan kepadamu. Kamu segeralah duduk bersila." sahut Jieji kepadanya. Yumei memang kali ini tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh kakak kelimanya. Tetapi sambil menurutinya, dia segera mengambil posisi bersila. "Ingat dengan baik-baik adik kecil. Waktu kita memang tiada banyak. Mengenai hal ini kuharap adik kecil sanggup serius untuk menanganinya." Yumei terlihat menganggukkan kepalanya perlahan, tetapi dia telah menutup matanya untuk berkonsentrasi. "Air tidak pernah mengalir dari tempat rendah ke tinggi. Sifat air adalah lunak dan sangat lunak. Perlahan-lahan air menetes, dari tempat tinggi meski volume air sangat kecil. Lamalama tiada tempat yang tidak pernah tidak mampu ditelusurinya......" Begitulah Jieji memberikan lafalan melalui mulutnya. Semuanya dikatakan dengan sangat pelan dan per kata dengan sangat jelas sekali. Yumei mendengarnya segera mengalami hal yang luar biasa. Tenaga dalam dari pusat tan-tien nya seakan bergolak. Meski dalam konsentrasi tinggi, Yumei juga heran ketika dia mendapati dirinya seperti sedang disiram oleh tenaga dalam yang pelan dan padat berisi itu. "Tariklah nafas pelan dan tertahan dalam 3 hitungan. 3 hitungan kemudian, alirkanlah energi yang meluber seperti air yang pelan namun menghancurkan..." tutur Jieji kembali. Berulang-ulang dia memberikan lafalannya selama 3 kali pula. Setelah dia benar selesai, dia meminta Yumei untuk membuka matanya saja. Sambil tersenyum melihat ke arah Yumei, Jieji menanyainya. "Bagaimana rasanya adik kecil?" Yumei yang baru saja terheran, sambil membuka matanya dia menanyai kakak kelimanya. "Ini adalah latihan tenaga dalam. Entah untuk apa ilmu ini kakak kelima berikan kepadaku di saat genting seperti sekarang?" "Hm..." Jieji hanya terlihat mengangguk pelan saja. Lantas dia meminta Yumei kembali menutup kedua matanya. Kali ini dia memberikan lafalan lagi. Lafalan kali ini lebih rumit dari lafalan tadinya. Dia meminta Yumei untuk benar mengingatnya dengan baik. Bagaimanapun untuk orang yang nan cerdas, lafalan sebegitu tiada sempat merumitkannya. Seraya mengingat dan melafalnya dalam otaknya, gadis kecil cantik tersebut kembali mendapatkan sebuah ilmu baru lagi. Tenaga dalamnya seakan melonjak hebat keluar laksana tanggul jebol.

Tetapi ketika Yumei sendiri merasa bahwa ancaman kehilangan tenaga dalam terjadi, Jieji kembali membimbingnya melalui lafalan baru lagi. Demikianlah seterusnya. Yumei diminta mengingat lafalan baru lagi sampai yang keempat kalinya. Akhirnya dalam 2 jam kemudian, apa-apa hal yang perlu dilafalkannya sudah dilaksanakan dengan sungguh baik sekali. "Bagaimana adik kecil?" tutur Jieji kemudian setelah Yumei membuka kedua matanya. Yumei terbangun dengan tubuh yang terasa sangatlah fit. Sepertinya dia seakan telah tertidur bertahun-tahun. Ketika dirinya bangun, rasa capek ataupun apa-apa hal menghambat segalanya sirna. Semangatnya sungguh terbang ke langit tingkat ketujuh. "Aneh sekali kakak kelima. Lafalan kakak kelima tadi membuatku seakan menjadi orang baru. Tidak disangka..." Tutur Yumei sambil melihat ke arah 2 tapaknya yang sedikit memerah. "Hm... Sekarang cobalah pegang batu ini..." tutur Jieji kepadanya sambil tersenyum seraya menyerahkan kotak batu bergambar manusia jelek berkepala 2 itu. Yumei menjemput batu itu dengan kedua tangannya. Dia juga melihat bentuk batu yang terkesan aneh ini. "Sekarang, ingatlah lafalanku. Bersamaan dengan adanya tenaga dalam yang keluar. Isikanlah ke batu yang kamu pegang, adik kecil.." kata Jieji. Yumei mengangguk yang telah menyatakan siap. Sambil serius, kembali dia menutup kedua matanya. Jieji langsung saja melafalkan kembali lafalan barunya itu. Yumei yang mendengar setiap kata lafalan Jieji kontan terasa perubahan luar biasa. Tenaga dalamnya seakan sedang membakar keluar hebat. Jieji juga melihat bagaimana perubahan energinya, langsung memintanya segera menyalurkan ke batu yang di pegangnya. Segera, dengan cepat energi Yumei yang masuk ke dalam kotak batu kecil itu membuatnya terpecah menjadi 8 bagian. Jieji girang mendapati hal ini, tetapi Yumei malah terkejut luar biasa. "Ini sudah menjadi 8 bagian." tutur Jieji sambil tersenyum untuk meminta kembali batu yang telah terpecah menjadi 8 bagian tersebut. Lantas dengan cekatan, dia berjalan mendekati 8 batu tempat diisikan batu kecil yang berdiri kokoh. Sambil memasukkan 1/8 bagian ke 8 arah batu, dia terlihat tersenyum saja. "Setiap batu dari 18 batu kotak segenggam tangan dibuat menjadi 8 bagian. Jadi totalnya adalah 144 batu kecil yang masing-masing hanya 1/8 bagian. Masing-masing semua kakak kelima masukkan ke 8 bagian kotak berdiri itu. Jadi tentunya ke

18 kotak batu segenggam tangan telah terdapat masing-masing 1/8 dari 18 kotak batu kecil kan? Tetapi yang anehnya, bagaimana kakak kelima tahu bahwa akulah yang sanggup memecahkan batu dengan tenaga dalam?" tanya Yumei panjang lebar kepadanya. [ Demikianlah penjelasannya : 18 batu segenggam tangan dibagi menjadi 8 bagian masing-masingnya. Jumlahnya adalah 144 keping batu yang tidak sempurna lagi. Kemudian setiap batu dari 18 bagian masing-masing (144 batu) diisi ke 8 kotak batu yang berhadapan dengan 8 penjuru mata angin. Jika semua dilakukan, maka dalam 1 kotak yang berdiri akan berisi 18 batu yang lain bentuk gambar semuanya, tetapi yang ada hanya 1/8 bagian kotak batu yang terbagi saja dari setiap batu.] Jieji terlihat tertawa kecil. "Tadi aku memberikan kepadamu lafalan Tapak berantai, atau Ilmu telapak pemusnah raga. Tetapi yang lain dari punyaku adalah Aku memberikan sebagian dari Ilmu Shaolin Jing-gang yang pertama tadinya. Setelah itu, aku memberikan kepadamu lafalan Ilmu tendangan Mayapada tetapi hanya penguasaan tenaga dalam saja, dan Gerakan langkah ringan Tao adalah ketika kamu menutup matamu untuk ketiga kalinya. Tetapi yang keempat adalah penyempurnaan dari Ilmu jari dewi pemusnah, yaitu satu jurus lainnya. Aku memintamu menggabungkan kesemuanya sehingga menjadi jurus tapak berantai yang baru. Jika adik kecil rajin melatihnya, maka perkembangan kung-fu mu akan pesat luar biasa." tutur Jieji dengan sabar dan panjang sambil tersenyum manis. Bukan mainnya kaget Yumei mendengarnya. Di dalam dirinya terbesit rasa senang bukan main. Dia lantas tersenyum sangat ceria menyahuti Jieji. "Kakak kelima sungguh sangat baik padaku..." Jieji hanya menggelengkan kepalanya beberapa saat. "Sebenarnya, semenjak setahun yang lalu aku berniat memintamu mempelajarinya. Tetapi melihat setiap hari kamu terlalu sibuk, dan keadaan disana masih cukup aman, maka tidak pernah kuungkit padamu adik kecil. Sekarang, sepertinya inilah saat yang tepat sekali." Yumei mengangguk dengan penuh semangat sekali. Lantas dengan cepat, dia mengambil batu yang lainnya kembali. Lalu dengan sekali hembusan tenaga dalamnya, dia mengalirkan energinya. Kontan batu di tangannya terpecah 8 bagian, dan dengan cepat juga dia menyerahkan kepada Jieji. Jieji tanpa ayal, langsung memasukkan dan menyusunnya sampai begitu pas sekali ke kotak yang sengaja untuk dimuatkan batu tersebut. Begitu sampai batu yang ke-144 diletakkan... Hawa ungu yang menggantung cukup tinggi, terlihat menuju perlahan ke arah tengah batu besar. Yumei yang melihatnya tentu sangat girang, setidaknya fenomena seperti demikian tidaklah sama dengan ketika si kurus tinggi melakukannya tadinya.

Sementara itu, sambil menegakkan kepalanya ke arah batu besar. Jieji terlihat sangat serius memandanginya. Tidak perlu waktu yang lama, maka batu besar telah diselimuti sepenuhnya oleh hawa ungu yang lama kelamaan berubah menjadi sangat pekat. Kemudian, hawa ungu telah menutupi semua batu paling tengah itu. Sehingga di depannya, Jieji dapat melihat bahwa sebuah bentuk batu besar telah hilang, melainkan berubah menjadi sebuah hawa energi yang berwarna ungu berdesir hebat. Setelah ditunggu-tunggu, sepertinya tidak ada lagi fenomena baru yang bakal muncul sedemikian lamanya. Hawa ungu tetap saja mendesir menggulung batu besar itu. "Kakak kelima... Apakah bisa membahayakan hal di depan itu?" tutur Yumei yang merasa tidak tenang hatinya menyaksikan fenomena yang sebenarnya sungguh tidak enak dilihat. Jieji tidak menjawabnya. Melainkan dia mencoba berjalan mendekati. Yumei yang melihat tingkah Jieji lantas beranjak maju juga mengikutinya. Tetapi dia dihentikan oleh gerakan tangan Jieji yang memintanya berhenti bergerak. Jieji telah terpaut sekitar 1 kaki saja dengan hawa ungu yang luar biasa aneh tersebut. Namun, dia tidak merasakan apa-apa hal setelah cukup lama berdiri mematung di depan batu itu. "Kakak kelima, apa kamu sudah benar yakin?" Teriak Yumei yang cukup terkejut. Jika saja Jieji gagal disini, maka nyawa adalah taruhannya. "Hanya ini saja caranya adik kecil. Aku harus mencobanya." tutur Jieji sambil membalikkan badannya menatap Yumei dengan tersenyum. Yumei tahu benar, bagaimanapun dia tidak sanggup mencegah kehendak kakak kelimanya itu. Lantas dengan hati berdegup kencang, dia berusaha menganggukkan kepalanya perlahan saja. Tetapi dari wajahnya tertampak buram, dahinya berkerut hebat serta bibirnya seperti bergetargetar. Dengan bermain taruhan, Jieji akhirnya menempelkan tangannya ke hawa ungu membungkus itu. Begitu telapak tangannya telah menyentuh hawa ungu yang sedang berdesir. Kontan saja, semua hawa ungu terserap ke dalam tubuhnya. Yumei amat terkejut sekali menyaksikannya. Dia berniat maju ke depan, tetapi kembali Jieji mengangkat sebelah tangannya. "Adik kecil... Janganlah maju meski ada apapun hal yang terjadi padaku. Sepertinya ada orang yang sedang menuju kemari. Berhati-hatilah....." Tutur Jieji dengan suara yang serius sekali. Memang benar... Karena Yumei tidak berkonsentrasi ke daerah sekitar sana. Dia tidak mendapati adanya suara

langkah kaki yang sudah semakin mendekat. Hatinya yang kacau menyaksikan keadaan kakak kelimanya membuatnya tidak sempat lagi memikirkan hal di sekitarnya. Sekarang mendapatkan peringatan dari kakak kelimanya, dia sudah insaf. Dia merasakan sekitar puluhan pasang kaki sedang mendekati daerah mereka. Oleh karena itu, sambil berbalik ke arah suara derap kaki, dia memandang serius untuk menunggu saja. Sementara itu, hawa ungu di sekitar tubuh Jieji segera pecah. Digantikan dengan sinar emas yang melingkupi seluruh tubuhnya. Yumei yang memandang membelakanginya, serasa heran sekali. Sebab tadinya daerah tengah tersebut adalah di tutupi oleh hutan yang cukup lebat sehingga cahaya matahari sukar tembus. Tetapi melihat di belakangnya telah terbit sebuah cahaya emas terang, mau tidak mau dia pun terkejut. Namun sebelum dia sempat berpaling, dia telah mendapati mendekatnya cukup banyak orang disana. "Ha Ha Ha..............................." Suara tawa panjang yang merindingkan bulu kuduk pertama kali sampai sebelum sempat terlihat orangnya. Suara ini dikenal dengan baik oleh Jieji yang cukup bingung mengatasi sinar emas yang sedang melingkupi seluruh tubuhnya itu. Yumei melainkan telah siap, dia mencabut pedang satria dan telah bersiap benar. Orang yang bersuara tertawa keras tiada lain adalah Huo Xiang, ketua partai bunga senja itu. Jieji dan Yumei sudah melihat bahwa dia-lah orang yang pertama sampai di daerah format 72 batu iblis ini. Tetapi, tidak lama dia diikuti belasan orang, kesemuanya rata-rata berpakaian sama. Yaitu pakaian warna hijau tua, dan mengikat kain berwarna hijau pula di kepalanya. Senjata yang dipakai semuanya adalah tombak panjang yang berwarna coklat tua dengan rumbai berwarna hijau tua juga. Sangat kontras pakaian mereka dengan tombak yang dipegang, sehingga membuat "pasukan" dari Partai bunga senja terlihat angker. Yang membuat Jieji maupun Yumei terkejut adalah beberapa orang di samping yang tidak memakai baju hijau tua, kesemuanya yang terdiri dari 3 orang dikenal baik oleh Jieji. "Apa kabar saudara Jieji?" terlihat seorang yang berpakaian hitam pekat dan berjalan ke arah tengah. Jieji mengenalinya, yang tiada lain adalah Zhu Xiang. Atau kakak seperguruannya Wei Jindu. Tetapi cukup tidak habis pikir baginya, kenapa pendekar dari Tibet ini bisa bersama dengan Huo Xiang, ketua partai bunga senja. "Sungguh baik sekali..." jawab Jieji datar. Tetapi bersamaan dengan jawabannya Jieji. Sinar emas di samping tubuhnya bergolak hebat sekali. Siapapun di sekitarnya yang menyaksikan, cukup kaget. Semua tahu bahwa "sinar emas" telah didapati oleh Jieji.

Dengan segera pula, sinar emas terlihat menuju ke pusat tan-thiennya. Kontan sambil terkejut, Jieji berniat menahan laju sinar aneh itu. Tetapi bagaimanapun saking cepatnya sinar, dia tidak sanggup melakukannya. Dan begitu sinar emas "merasuki" dirinya. Jieji terlihat gemetar hebat. Seluruh tubuhnya seakan terasa hendak meledak. Tenaga dalamnya sangat kacau membuyar. Tetapi, tenaga dalam Jieji bukannya membuyar keluar, melainkan unsur energinya seakan sedang "memecah" satu sama lainnya. "Benar dia adalah Xia Jieji. Menyesal dahulu tidak kubunuh secepatnya." tutur Huo Xiang yang melihat ke arah Xia Jieji yang sepertinya sangat kesakitan itu. Seorang di sampingnya adalah wanita cantik, segera menyahutinya. "Mereka hanya 2 orang saja, selain itu sepertinya Xia Jieji tidak sanggup lagi bertarung dengan kondisi seperti demikian. Maka hanya perlu 1 nona ini yang bisa kita bereskan." tutur nona bernama Thing-thing itu dengan sorot mata penuh pembunuhan melihat ke arah Yumei. Tetapi Yumei malah tidak menyahutinya, dia hanya terlihat memasang kuda-kuda Ilmu pedang ayunan dewa sambil menyamping. "Kau ingin bertarung dengan siapa?" tutur Huo Xiang sambil tersenyum kepada Yumei karena melihatnya telah siap sekali untuk menyerang. "Monyet bukan tandinganku, suruh yang wanita untuk bertarung denganku." tutur Yumei dengan dingin ke depan. Huo Xiang yang dimaki "monyet" tentu sangat gusar. Tetapi karena dia dimarahi oleh seorang wanita kecil saja, tidak mungkin dia meladeninya adu mulut. Bagaimanapun jika dia marah, maka wibawanya di depan para murid serta Zhu Xiang akan menurun. Oleh karena itu, dia hanya tersenyum saja tanpa menjawab. Yumei yang melihat gaya ketua partai bunga senja, tentu dia tahu bagaimana hal yang sedang dipikirkannya. Lantas, sekali lagi dia memaki dengan suara ringan. "Aku lupa... Monyet biasanya telah dihajar sekali. Tentu dia akan mencari cara untuk membalasnya. Ini adalah dendam monyet bunga senja." Mendengar sekali lagi makian dari mulut nona cilik, mau tidak mau dia telah marah luar biasa. "Kau belum pernah dikuliti monyet?" teriaknya sambil berteriak marah. Melainkan tiada ngeri, Yumei malah tertawa keras mendengarnya. "Lancang mulut kau itu!!!! Kenapa kau tertawa????" teriak Huo Xiang kembali dengan tidak kalah kerasnya. Sambil menghentikan tawanya. Yumei membalas perkataannya. "Betul.. Betul..

Tidak kusangka julukan raja kera telah berubah menjadi raja monyet. Ini diakui oleh ketua partai bunga senja sendirinya." Semua murid di sampingnya, kontan mendongkol sangat hebat. Beberapa di antaranya bahkan telah maju untuk menghajar gadis yang dinilai sangat kurang ajar itu. Tetapi sebelum mereka bergerak 3 langkah ke depan. Kelima orang tersebut kontan terpental hebat ke belakang sambil muntah darah. Semua sempat terkejut melihat terlemparnya 5 orang yang tadinya ingin maju untuk menghajar Yumei. Kelimanya yang melayang menabrak pohon, tiada satu lagi yang sanggup berdiri dengan baik. Dan setelah ditilik, kelimanya ternyata telah tewas. Huo Xiang-lah sendiri yang membunuh muridnya sendiri yang dinilainya lancang bergerak sesuka hatinya. Sikap Huo Xiang memang sangat kejam dan sangat angkuh luar biasa. Melihat muridnya alias anak buahnya bergerak mendahuluinya, tentu dia sangat marah luar biasa. Dengan satu gerakan, dia telah membunuh kesemuanya. Berbareng itu, di tengah terlihat Jieji telah berteriak sangat keras. Tubuhnya bergetar sangat hebat sekali. Yumei adalah orang pertama yang sangat terkejut mendapatinya. Kontan dengan cepat sekali, dia bergerak mendekati Jieji. Dilihatnya Jieji telah muntah darah sangat banyak, kondisinya sangat lemah sekali. Tidak lama dia telah "tertidur". Yumei yang melihat keadaan kakak kelimanya tentu tidak bisa tenang sama sekali. "Nona kecil... Menyerah saja... Dengan demikian kita semua akan mengampunimu.." tutur Thing-thing yang melihat kondisi pihak lawannya yang semakin tidak menguntungkan. Melainkan tiada takut, nona kecil ini berdiri. Dia tetap siap dengan pedangnya. "Hm.... Tidak disangka adik didikan Xia Jieji juga sama sepertinya. Xia Jieji... Xia Jieji... Kamu betul orang luar biasa sekolong langit...." tutur Zhu Xiang yang melihat sikap nona kecil cantik ini. Sebelum pihak partai bunga senja maju untuk mengerubuti Yumei, Terdengar kembali derap kaki yang lain mendekati dengan cepat. Pihak bunga senja telah tahu bahwa lumayan banyak pendekar yang akan sampai di sana. Dengan tenang tetap menatap ke arah Yumei, kesemuanya tidak mempedulikannya. "Tidak ada satu pun orang yang bisa hidup keluar dari sini." Huo Xiang terlihat sangat percaya diri sambil mengucapkan kata-katanya. Bagaimanapun, dia sangat yakin dengan latihan tenaga dalamnya yang sudah 30 tahun lebih itu, di tambah tenaga dalam nan dahsyatnya Pei Nanyang alias Zeng Qianhao. Maka tiada orang lagi di Persia yang sanggup menandinginya.

Menurutnya, sekarang dengan tidak sanggupnya Jieji mengeluarkan tenaga dalamnya. Maka tandingan setimpalnya adalah Yue Liangxu dan Zhao Kuangyin saja. Tetapi keduanya jelas tidak berada disini. Apalagi Yue Liangxu tentu berada di pihaknya. Hal dalam pikirannya semua membuat dia tersenyum sangat sinis memandang ke tengah sambil menengadah.

BAB CVII : Gadis Kecil Ber-Nyali Harimau Tiada lama, sudah bermunculan kembali lumayan banyak orang di sana. Semuanya tentu adalah para pesilat. Dari cara berjalan yang cukup lincah, mereka setidaknya memiliki pegangan yang cukup hebat. Rupa-rupanya, yang datang kali ini ternyata adalah pesilat-pesilat yang sebelumnya telah beranjak pergi meninggalkan format panggung 72 iblis. Tidak seperti Huo Xiang dan kawan-kawannya. Para pesilat daratan China ini tidak dipimpin oleh seorang ketua. Entah apa maksud dan tujuan mereka semua kemari. Yang jelas, semuanya juga ingin membuka format 72 iblis di tengah itu. "Betul kata-kata anda tuan Yan Jiao. Ternyata tempat ini sudah banyak orangnya..." tutur seorang pesilat yang maju paling depan. Tinggi pesilat adalah sekitar 6 kaki lebih. Tubuhnya terlihat berotot kasar, dengan rambut gondrong. Matanya menonjol ke dalam membuat perawakannya angker. Sementara itu, Yan Jiao yang "dipanggil" oleh pria ini, malah tidak menjawab. Dia hanya melihat ke arah orang di tengah. Orang yang cukup dikenalnya sedang terbaring tidak sadarkan diri. Yan Jiao memang cukup heran mendapati hal seperti demikian, Jieji yang diketahuinya adalah pesilat no.1 di daratan China. Bagaimana mungkin dia bisa terbaring tiada sadarkan diri? Apakah benar dia telah kalah dalam pertandingan yang sebentar? Sebab bagaimanapun mereka hanya meninggalkan tempat itu sekiranya 3 jam saja. Sesaat, dia melihat ke arah nona kecil di depannya yang berdiri dengan pedang istimewa dan telah siap. Tetapi ketika dipandangnya nona kecil ini agak lama, dia cukup terkejut. Perubahan wajah Yan Jiao dilihat oleh Yumei, yang segera menanyainya. "Kenapa tuan memandangku dengan begitu aneh? Dan sepertinya tuan terkejut?" Yan Jiao hanya diam. Di alisnya terlihat kerutan. Lantas dia maju untuk melihat dengan dalam dan menanyai Yumei. "Nona kecil... Berapa umurmu tahun ini? Boleh kutahu namamu siapa?" Pertanyaan Yan Jiao memang mengundang rasa geli semua orang. Bagaimanapun Yan termasuk senior dunia persilatan, jika dia maju menanyai seorang gadis dengan menanyainya nama dan umur maka sungguh mengherankan sekali. Jika saat itu, Yan lebih muda 50 tahun mungkin adalah hal yang wajar. Sebab nona kecil ini memang sangat sedap jika dipandang karena wajahnya yang cantik serta bersinar terang.

Melainkan Yumei bukannya merasa risih. Dia tetap menjawabnya dengan sopan pula. "Namaku Yumei, umurku tahun ini adalah 19 tahun lebih..." Yan Jiao seraya menghitung jarinya seberapa lama. Kemudian dia menjawab. "Maafkan aku nona kecil. Kamu terasa mirip anak kenalan lamaku. Tetapi nama dan umurmu jelas beda..." Yumei yang mendengar jawaban Yan Jiao, segera menanyainya kembali. "Anda merasa bahwa aku mirip sekali dengan anak kenalan tuan. Kalau begitu tentu aku bukanlah orang dimaksud. Dari cara menghitung jari tuan, pasti gadis kecil itu sudah jauh tahun tidak pernah berjumpa lagi dengan anda. Selain itu, orang yang memiliki wajah yang mirip kan cukup banyak." Yan Jiao terkejut kagum. Dia lantas dengan penasaran menanyainya lagi. "Dari mana kamu tahu bahwa cara menghitung jariku adalah cara menghitung berapa tahun aku tidak berjumpa dengannya. Bukan menghitung umur kamu?" "Jika hanya umur saja, tidak perlu anda menghitungnya dengan jari kan. Sebab dilihat dari penampilanku, setidaknya bisa anda tebak bahwa umurku adalah berapa. Bukankah tadi ketika anda menanyaiku tentu sudah tahu bahwa umurku tentu tiada jauh beda dengan umur anak dari kenalan anda." jawab Yumei dengan tersenyum. Perkataan Yumei yang lancar dan tegas mengundang rasa kagum semua orang di sana tentunya dari kaum persilatan China daratan saja. Dan yang mengakui kemampuan serta kepintaran Yumei dari pihak Bunga senja hanya seorang Zhu Xiang saja. Dia terlihat tersenyum melipat tangan sambil mengangguk perlahan. Yan Jiao sambil menggelengkan kepalanya, lantas mengatakan. "Aku lupa... Mungkin sudah terlalu tua diriku ini... Teman lamaku tidak mempunyai anak perempuan." Kontan, kata-kata Yan membuat semua orang dari partai bunga senja tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tetapi Yumei sambil marah melihat ke arah pesilat Persia, dia membentak. "Apa ada yang lucu? Apa anak laki-laki ketika kecil tidak mirip dengan anak perempuan?" Tuturan Yumei memang cukup masuk akal. Ketika anak kecil di daratan China saat itu, cukup susah dibedakan. Karena pakaian anak laki-laki dan anak perempuan cukup sama. Selain itu, anak laki-laki kecil tetap memelihara rambut seperti layaknya anak perempuan. Pesilat Persia yang mendengar makian keras Yumei, lantas menggertakkan gigi mereka. Sepertinya semua pesilat Persia tidak akan membiarkan Yumei meninggalkan tempat ini. Semua pesilat Persia takut gegabah maju, karena teman-teman mereka tadinya telah tewas dihajar 1 pukulan oleh ketua mereka disebabkan dinilai terlalu kurang ajar, lantas hanya bisa merasa geram saja mendongkol hebat.

Dengan diamnya semua pesilat beberapa saat. Kembali telah terbit sebuah suara. "Kalian sampah dari daratan China jangan harap bisa keluar hidup-hidup dari sini...." Tutur seorang kemudian dari arah belakang Huo Xiang. Setiap pesilat melihat ke arahnya. Orang yang berbicara adalah orang yang pendek. Tingginya hanya sekitar 5 kaki saja, jidatnya besar. Matanya menonjol ke dalam dengan dagu yang berbentuk petak. Orang ini sangat jelek jika dilihat. Huo Xiang tidak bersuara, melainkan dia hanya diam saja sambil melihat buas tetap ke arah Yumei. Sepertinya Yumei betul kali ini dalam masalah besar. Ketua partai bunga senja ini bahkan tiada menggeser bola matanya dari arah Yumei. Puterinya, Thing-thing mengerti dengan baik maksud ayahnya itu. Melihat sikap ayahnya, lantas dia beranjak maju ke depan ayahnya. "Ayo nona bau kencur tidak tahu malu... Mari kita selesaikan sekarang..." Sambil menutup suaranya, dia mengambil tombak panjang yang sepertinya telah di siapkan seseorang dari belakangnya. "Memeluk pria ber-istri dan tidak dikenal, mengambil kesempatan dalam kesempitan itulah hal yang memalukan betul..." Jawab Yumei dengan tertawa sinis kepadanya. Mendengar hinaan Yumei yang tepat ke sasaran ini membuatnya kontan marah betul. Hawa panas telah menyebar dengan sangat cepat ke kepalanya. Tangannya bergetar, matanya terkandung sinar buas menatap gadis di depannya. Lalu tanpa banyak bicara lagi, Thing-thing wanita no.1 dari partai Bunga senja langsung menyerang lurus dengan tombak panjangnya. Yumei yang melihat tombak hampir mendekatinya itu segera bergerak dua langkah ke samping dengan langkah sangat gemulai sekali. Lantas meluruskan pedang ke depan, Yumei menyerang pula. Sinar hijau muda yang cukup menyilaukan mata segera terlihat. Suara pedang mengoyak udara sangatlah jelas terdengar di sana. Thing-thing yang melihat perubahan gerakan lawannya, segera mengganti jurus. Tombak yang tadinya hanya digunakan menusuk, sekarang di sambarkannya dengan tangan kiri ke luar. Tetapi Yumei yang merasakan sambaran tombak mendadak, segera berputar tubuh 180 derajat. Yan Jiao melihat pertandingan silat dua nona yang cantik ini, merasa kagum. Terlebih lagi dari gerakan mereka memang sangatlah gemulai. Bahkan keduanya bersilat jika dilihat oleh pesilat biasa, maka mereka mengira keduanya sedang menari. Yumei melakukan gerakan berputar setengah tubuhnya itu memang terlihat sangat beresiko. Bagaimana tidak, dalam posisi menyamping dia memutar tubuh. Maka pertahanan punggungnya lantas terbuka.

Hal ini tentunya tidak di sia-siakan oleh Thing-thing yang termasuk jago persilatan itu. Dengan gerakan menarik tombak, dia menusuk dengan keras ke arah punggung nona kecil yang cerdas ini. Tetapi... Ketika Yumei belum memutarkan penuh tubuhnya, sinar merah telah terbit. Yan Jiao, Zhu Xiang dan Huo Xiang yang melihatnya tentu terkejut. Huo adalah orang yang paling cemas, ketika Yumei terlihat sengaja memperlihatkan daerah pertahanan "kosong" pada tubuhnya. Dia sudah tahu bahwa musuh bukanlah orang bodoh yang membiarkan tubuhnya tanpa pertahanan diserang. Tetapi ketika di sadarinya, telah terlambat. Sebab gerakan nona kecil ini adalah gerakan yang cepat sekali. Mata biasa susah melihat gerakan memutar sederhananya itu. Dan benar apa yang dikira oleh mereka bertiga. Sinar merah yang keluar tiada lain adalah jurus Ilmu jari pemusnah yang sangat termahsyur itu. Thing-thing pernah mendapat "hadiah" jurus ini dari Jieji ketika dia dan dedengkotnya mengacau di Shaolin. Kali ini dengan sikap kaget yang sama, mau tidak mau dia "memakan" hadiah itu kembali. Tetapi bedanya adalah, kali ini dia sanggup memutar tombaknya untuk bertahan. Sinar merah sempat melukai tangan kirinya dengan keras. Lantas, dengan terpental nona bunga senja ini terdengar berteriak tertahan. Ketika nona ini hampir menabrak pohon, dia tertahan oleh seseorang dengan gerakan yang ringan dan gemulai menangkapnya. Dengan berputar cukup indah, dia kembali meletakkan gadis kejam itu mendarat tepat di sampingnya. "Kamu tidak apa-apa?" tutur penolong Thing-thing yang tiada lain tentu adalah Huo Xiang, sang ayahnya sendiri. Dengan mengelus pergelangan tangannya, terlihat Thing-thing geram menatap ke depan. Rupanya tulang pergelangan tangan nona cantik kejam ini telah retak. Sebenarnya gerakan tombak dari Thing-thing adalah gerakan yang luar biasa hebat. Tetapi dalam setahun terakhir, dengan meneliti gerakan tombak tersebut. Jieji telah memberitahu Yumei beberapa kali. Ilmu tombak pengejar nyawa tiada lain adalah Ilmu yang mencari lubang kelemahan lawannya untuk bergerak menyantapnya. Tetapi, dengan gerakan jurus "menipu" akhirnya Yumei malah menang. Jika berbicara bertarung mati-matian dalam ratusan jurus, mungkin Yumei tadinya dalam bahaya. Tetapi dia yakin akan kemampuannya sendiri, selain itu dia sedang menggenggam pedang tajam yang hebat. Maka peluang menangnya telah lebih besar. "Kau bukan tandingan gadis kecil itu." tutur seorang di samping mereka berdua. Semua orang menoleh kepadanya ketika dia berbicara. "Kalau begitu betul aku akan turun tangan." tutur Huo Xiang membalas dengan cepat.

"Kau adalah ketua partai bunga senja. Mana pantas kau bertarung dengan seorang gadis kecil ? Apa kau tahu malu?" tutur seorang pria besar tadinya yang berasal dari pihak persilatan China daratan. Mendengar kata-kata pesilat kekar, Huo Xiang lantas tertawa terbahak-bahak. Yan Jiao lantas menangkap beberapa bagian maksud ketua keji ini. "Sudahlah... Pantas atau tidaknya, kita tiada seorang pun yang bisa keluar dari sini hiduphidup." Huo Xiang lantas menghentikan tawanya. Dia tatap orang yang berbicara yang adalah Yan Jiao. "Dahulu kabarnya kau adalah sahabat sejati dari Ketua partai Surga menari. Tetapi dia dimana sekarang? Kenapa semenjak perginya Sun Shulie, orang itu tiada pernah muncul lagi?" Yan Jiao tidak menjawab pertanyaan ketua partai bunga senja, melainkan dia menatap ke arah Yumei. Lalu sambil tersenyum kecewa, dia mengatakan. "Nona kecil... Usiamu masih sangatlah belia. Kenapa dengan berani kamu telah mengganggu ketenangan hati ketua partai bunga senja?" Yumei hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Bukanlah kita yang mencari masalah, tetapi masalah selalu datang mencari kita. Apa mau ketimbang habis nyawa secara sia-sia, maka lebih baik kita berusaha melawannya." "Aku akan menebus satu nyawa dengan nona ini, bagaimana ketua partai?" tutur Yan Jiao yang secara tiba-tiba memberi hormat dalam ke ketua partai, Huo Xiang. Huo Xiang memang terlihat terkejut. Tetapi dia masih bisa menahan dirinya mendengar permintaan Yan Jiao. Namun, yang tidak habis pikir bagi para pesilat adalah bahwa Yan Jiao ternyata malah meminta pengampunan 1 nyawa untuk gadis kecil cantik itu. Tiada yang tahu maksud sesungguhnya dari Kamus Kungfu, Yan Jiao. Mendengar permohonan ampunan nyawa untuknya, Yumei bukannya girang. Lantas dengan wajah yang berubah kurang senang, dia menegur. "Jika anda berpikir bahwa dia akan melepaskan dengan mengganti nyawa anda denganku. Maka anda terlalu naif, tuan kamus kungfu." Yan Jiao berpaling kepadanya. Tetapi sebelum dia sempat berkata-kata, dia dipotong oleh Yumei. "Kita tiada 1 orang pun yang sanggup menghindar dari bencana ini. Lantas, nyawa anda sudah dimilikinya. Berdasarkan apa anda memohon ampun bagiku?" Yan Jiao yang mendengar penuturan Yumei yang jelas, segera menggelengkan kepalanya perlahan sambil menghela nafas panjang. Tuturnya dalam gumamam kecil. "Induk harimau tiada pernah melahirkan anak anjing...." "Raja monyet... Apa yang kau tunggu lagi? Keluarkanlah gaya monyet kencing di perutmu yang terkenal itu..." Tutur Yumei yang segera mengubah sikapnya menjadi gusar.

Huo Xiang yang mendengar makian yang keras dari Yumei, si gadis cantik ini kontan saja melaju sangat cepat ke depan. Tanpa teriakan aba-aba, dia menyerang dengan tapak hebat. Jurus pertama Huo adalah hanya mencoba kemampuan sesungguhnya nona kecil ini. Lantas dengan gerakan mundur dua langkah, Yumei menyiapkan tapaknya untuk sengaja di adukan ke depan. Segera saja, kedua tenaga dalam beradu sebentar saja tetapi suara kedua tapak berlaga terdengar keras. Satu gerakan mudah saja membuat Yumei menyeret kaki ke belakang sekiranya 10 langkah. Setelah dia berdiri dengan benar, semua melihat ke arah Yumei yang terpental akibat tenaga dalam Raja kera itu. Darah telah mengalir perlahan dari bibir nona cantik ini. "Sungguh tapak yang hebat..." tutur Yumei menatap ke depan. "Jurus tapak mayapada rupanya juga dikuasai oleh anda..." Tutur Yan Jiao sambil menatap ke arah Huo Xiang. "Aku lupa memberitahumu. Sekitar 10 tahun lalu, Dewa Bumi pernah tinggal disini selama 2 bulan." tutur Huo Xiang membanggakan dirinya. Yan Jiao hanya menghela nafasnya mendengarkan. Tetapi Yumei yang telah terluka dalam bukannya merasa insyaf, makin lama dia makin menjadi. "Ilmu tapak mayapada tidak ada apa-apanya. Buktinya ketika bertarung dengan kakak kelimaku, dia (Dewa Bumi maksudnya) tidak menang 1/3 jurus dari kakak kelimaku." Ketika pertandingan beberapa tahun lalu, memang benar adalah Dewa Bumi, Manabu Hirai dan Fei Shan bertiga mengeroyok satu orang Jieji. Tetapi ketiganya sanggup dilumpuhkan oleh Jieji dengan jurus tapak berantai tingkat keempat. "Kau mengatakan tapak mayapada tiada apa-apanya, tetapi kenapa kau bisa kalah dalam 1 jurus?" tutur Huo Xiang dengan sinis kepadanya. "Itu karena kau licik, bedebah ***** . Nona kecil ini memaki dengan sangat hebat. Layaknya dia adalah seorang lelaki yang tiada malu mengucapkan sumpah serapah yang sangat terdengar kurang ajar sekali. Mendengar makian Yumei, Huo langsung tidak tanggung lagi. Dia maju dengan cepat seraya berteriak. "Mulut nona ini sungguh busuk sekali!!!" Kali ini dengan jurus tamparan, dia berniat menampar pipi gadis cantik yang dinilainya sangat kurang ajar itu. Gerakan kali ini adalah sangat cepat, lebih cepat sekitar 3 kali dari gerakan pertamanya tadi. Semua pesilat sangat terkejut melihat gerakan nan cepat dari ketua partai bunga senja ini. Sepertinya kali ini, Huo Xiang ingin membunuhnya dengan sesegera mungkin.

Adalah Yan Jiao yang terkejut tiada kepalang. Dia kontan berteriak keras dengan panjang. "Hati-hati!!!!" Entah ada ikatan batin apa antara Yan dan Yumei, sepertinya dia merasa sangat cemas mendapati Yumei dalam bahaya. Adalah Yumei melainkan tiada takut. Dia bergerak dengan gerakan sangat cepat juga ke arah kanan. Tetapi semua gerakan Yumei benar telah diperhatikan oleh Huo Xiang ketua partai ini. Ketika terlihat gerakan Yumei telah benar menyamping dari sebelah kirinya, dia segera melancarkan tapak yang tadinya belum disiagakan. Semua melihat Yumei sekarang dalam bahaya besar. Ketika tapak terlihat hampir menyentuh dadanya. Dengan gerakan mundur selangkah sangat cepat, nona kecil ini bergerak melingkar membelakangi Huo Xiang. Kali ini Huo Xiang insaf. Dia tidak pernah menyangka bahwa nona cerdik ini bisa melakukan hal seperti demikian. Dengan arah membelakangi, Yumei segera merapal jurus pedang ayunan dewa. Tetapi, Ilmu ini dirapalkan lewat pedang ksatria nan tajam yang sedang dipegangnya. Dengan berbalik sangat cepat, Huo lantas menggabungkan tapaknya merapat untuk menangkap pedangnya gadis kecil. "Tap!!!" Pedang benar tergenggam sangat baik oleh kedua telapak Huo yang menyerempeti samping pedang. Tetapi, ketika pedang digerakkan dalam gerakan nan cepat ini, pedang memang hanya terlihat menusuk cepat. Adalah ketika pedang sudah menyerempet di telapak tangannya, sebuah sinar merah terlihat muncul mendadak. Terkejut tidak karuan Huo Xiang melihatnya. Dia tidak mampu berbuat banyak lagi selain "angkat kaki". Tetapi ini masih dipenuhi resiko yang sungguh sangatlah besar. Jika dia terlambat saja mengatasi "sinar merah" itu maka resikonya terluka dalam bisa-bisa dengan parah. Jika kali ini Huo Xiang kalah dan terluka dalam, maka martabatnya sebagai manusia kesaktian no.1 di Persia akan punah. Apalagi dia dikalahkan gadis kecil yang namanya sungguh sama sekali tidak pernah terdengar dimanapun. Dan tidak pernah disangkanya, bahwa gadis kecil ini dari tadi hanya memancing kemarahannya saja. Karena kemarahannya yang sesaat, kali ini dia merasa masuk dalam perangkap gadis cerdik itu. Kontan tanpa aba-aba, ketua partai bunga senja ini bergerak mundur karena melihat bahaya sedang mengintainya.

Sebuah sinar merah mengikuti secepat gerakan mundurnya ketua partai bunga senja. Sebuah ide dadakan lantas muncul dalam otak ketua partai bunga senja ini. Dia merasa hanya inilah cara untuk mengatasi bahaya di depannya. Lantas dengan gerakan memutar tapaknya selingkaran penuh. Energi hawa pedang nan dahsyat sepertinya berhasil dibelokkan dengan baik sekali. Hawa pedang dibelokkan tepat di sebelah kirinya yang adalah sebuah pohon besar dengan batang yang sangat kokoh. Lantas terdengar suara terpecahnya kayu yang keras. Sesaat kemudian, tanah serasa bergetar sekali. Huo Xiang tetap menatap ke depan dengan sinar mata buas. Tetapi dari bibirnya, juga mengalirkan darah segar. Terlihat bahwa Huo terluka dalam, dan dia masih bisa berdiri dengan baik maka tergolong luka dalam organ tubuhnya tergolong biasa saja. *** Di sebelah hutan nan lebat itu, sekitar 1/4 Li (100 meter) dari tempat pertarungan... Di sana telah berdiri 4 orang yang mematung sambil menyaksikan pertarungan. Nafas keempat orang ini sangat teratur dan ringan sekali. Sehingga jika mereka berdiri lebih dekat pun tiada orang yang sesungguhnya bisa merasakan kehadiran mereka lagi. Disini telah terlihat bahwa keempat orang tiada lain adalah manusia yang mempunyai kemampuan luar biasa. "Puterimu benar-benar seorang yang memiliki tekad keras seperti besi..." tutur seorang tua yang tiada lain adalah Dewa Sakti. Seorang pemuda tua berwajah alim dan terang dengan rambut yang pendek putih terlihat sedang menggenggam sesuatu. Sesuatu tiada lain adalah topeng yang berwarna putih corak kehitaman. Dia tetap menatap ke depan saja tanpa menjawab. Matanya tetap dingin saja seperti es. Orang ini termasuk manusia yang cukup langka. "1 Bintang utara telah lenyap... Raja tanpa sebuah tiang lurus... 4 Bintang selatan berkelap-kelip... Berkumpul dan ditabrak Bintang juga... Semuanya seperti binatang Fu Yi... Tiada kesempatan... Tiada kesempatan... Tiada kesempatan...." Suara seorang wanita terdengar membacakan puisi ini dengan lambat. (Puisi ini tiada lain adalah puisi yang pernah dibacakan oleh Sang Puisi Dewa ketika bertemu dengan Jieji di pantai Timur Xiapi sekitar 5 tahun lalu. "Puisi ini memang telah benar 1/2-nya. Tetapi setengahnya mungkin tiada gunanya lagi..." Jawab orang yang tidak dikenal tersebut membuka suara akhirnya. "Mengapa begitu?" tutur Dewa semesta sambil terkejut mendengar penuturan orang ini.

"Yue Liangxu telah tewas. Ini sudah diluar dugaan perhitungan langit. Bagaimanapun mungkin hal di atas bisa tidak sesuai kenyataan lagi." tutur Dewi Peramal yang terlihat menghitung jarinya. "Hm... Dengan tewasnya Yue Liangxu, maka "bintang iblis" tentu akan digantikan pembunuhnya. 3 tahun lalu kita mengira bahwa Xia Jieji-lah orang yang membunuhnya. Tetapi di saat terakhir, dia tidak melakukannya. Sungguh persis seperti kakek guru Xue Yang...." Tutur Dewa Sakti. Orang di tengah itu terlihat menggelengkan kepalanya. Dia memandang terus ke tengah arena pertarungan antara Huo dengan Yumei. "1 bintang utara telah lenyap artinya bahwa Manabu yang merupakan putera kedua dari Hikatsuka Oda atau adik kandung Xia Jieji sendiri tewas. Berselang itu, kata raja tanpa tiang lurus (Dari kata "Wang" / Raja jadi 3 (Shan)). Dalam 3 tahun, akan tewas berturut-turut 4 orang yang ada hubungannya dengan bintang pahlawan." tutur Dewa Sakti kembali. "Tetapi yang tidak sesuai dengan perkiraan langit adalah setelah tewasnya Hwa Yuemei, maka yang menyusul di tahun berikutnya di bulan tanggal yang sama justru Yue Liangxu. Ini aneh sekali...." Jawab Dewi peramal seraya melihat ke arah Dewa Sakti. "Yang paling aneh, perkiraan kita adalah Zeng Qianhao. Tetapi semuanya salah besar." tutur Dewa semesta sambil tersenyum. "Sebab setelah 1 minggu tepat gugurnya Zeng Qianhao satu tahun lalu, Yue mengalami nasib yang sama sepertinya...." tutur Dewi Peramal kembali. "Sudahlah... Sang puisi dewa pun tidak selalu benar. Keadaan alam selalu berubah-rubah. Kita sebagai manusia hanya bisa mengamatinya tanpa bercampur tangan saja." tutur orang di tengah. Semuanya lantas mengangguk saja sambil tersenyum. Sesaat, pandangan keempatnya segera mengalih ke tengah arena kembali.

BAB CVIII : Tewasnya Hikatsuka Oda "Tipuan yang bagus sekali gadis kecil...." Tutur Huo Xiang sambil tersenyum. Kali ini dia tidak terlihat marah. Bagaimanapun ditipu oleh seorang gadis kecil memang sangatlah memalukan, apalagi yang tertipu adalah ketua partai bunga senja yang termahsyur sekali di Persia itu. Tetapi dengan marahnya karena tertipu, malah dengan otomatis akan menurunkan wibawanya. Oleh karena itu ketua partai bunga senja hanya tersenyum saja kali ini. Yan Jiao yang menyaksikan gerakan terakhir dari Huo Xiang yang menahan Ilmu jari dewi pemusnah segera berkomentar. "Tidak disangka bahwa di Persia juga telah beredar Ilmu pemusnah raga."

Huo menatap sebentar ke arah Yan Jiao, lantas dia tersenyum sambil menjawab. "Ilmu pemusnah raga-ku tiada lain adalah hadiah dari Saudara Zhu. Dia membawa salinan Ilmu ini setengah tahun yang lalu." Yan Jiao cukup terkejut mendengarnya. "Jadi benar bahwa salinan ilmu ditukarkan?" Huo Xiang kontan tertawa keras mendengar perkataan Yan Jiao. Yumei yang dari tadi mendengar saja, segera berkata-kata. "Tidak disangka dengan diberikannya salinan kitab, Binatang pemanjat pohon ini rela mengerahkan pasukan menggempur daratan China sebelah timur." Tetapi kali ini mendengar perkataan Yumei, Huo Xiang tidaklah marah lagi. Dia hanya diam. Dia tahu bahwa gadis cerdik ini hanya ingin memancing kemarahannya. Semakin dia marah, maka jurusnya akan semakin kacau. Semakin kacaunya jurus, maka semakin tidak menguntungkan dirinya. Atas gerakan jurus pertama tadinya, dia telah sadar sepenuhnya. Jika bertarung dengan Huo, Yumei tentu sama sekali bukanlah tandingannya. Tetapi dengan menfaatkan situasi ketua partai bunga senja yang agak tergoncang, maka dia sempat melukainya meski tiada seberapa luka dalam itu dideritanya. "Kau tidak perlu berkata banyak lagi, sebab tupai tidak akan jatuh ke lubang yang sama." jawab Huo Xiang seraya senyum penuh keyakinan. "Betul-betul binatang pemanjat pohon(maksudnya tupai karena diakui oleh Huo Xiang sendiri..." tutur Yumei menjawabnya dengan sinis. Tetapi Huo tetap tidak marah. Dia menganggap seakan tiada sesuatu terjadi. Melainkan anak buahnya tiada satupun yang tidak gusar mendapati kelakuan gadis kecil ini. "Nona kecil... Aku akan berurusan denganmu lagi nantinya. Harap sabar saja dan diam disana. Sebab bagaimanapun kau memancing kemarahanku, tidak akan pernah berhasil..." tutur Huo Xiang sambil tersenyum. Melihat tipuan untuk memancing kemarahan ketua partai bunga senja itu gagal. Maka dia hanya terlihat menghela nafas. Sesaat, terlihat dia berpaling ke belakang sebentar saja. Dia melihat kakak kelimanya yang terpaut sekira 30 kaki dengannya tetap terbaring tiada sadarkan diri seperti semula. Yumei berniat mendekatinya, tetapi karena dia harus was-was selalu, maka tidak di lakukannya. Tidak ada seorang pun yang menyadari perubahan dari diri Jieji, sebab semuanya sedang tegang menghadapi segala kemungkinan di depannya. Yumei kembali bersiap-siap kali ini. Keringat dingin terlihat menetes dari dahinya turun. Bagaimanapun ini kali, dia tidak yakin lagi bahwa dia sanggup bertarung dengan ketua partai bunga senja itu. "Kamu ingin bunuh diri saja atau bertarung sampai titik darah penghabisan?" tutur Huo Xiang yang melihat sikap dari Yumei, si nona kecil itu.

Yumei sambil tersenyum menjawabnya. "Kalau begitu, untuk apa kuda-kuda Ilmu pedang ayunan dewa ini kupasang?" Huo Xiang tertawa terbahak-bahak mendengar tuturan gadis kecil itu. Sementara itu, semua pesilat dari daratan China terlihat menggelengkan kepalanya. Kali ini, Yumei tidak lagi menunggu Huo untuk menyerangnya. Langsung saja, terlihat dia berlari cepat sambil mengarahkan tusukan pedang ke depan. Huo Xiang yang melihatnya segera menarik sebatang tombak dari arah para muridnya berdiri. Di genggamnya dengan sangat cekatan dan menyerang pula ke depan dengan tusukan. Bicara kemampuan bertarung, pengalaman, tenaga dalam tiada satupun Yumei sanggup menang melawan Huo Xiang. Tindakan kali ini dari dia tiada lain adalah tindakan untuk mencari mati. Baginya lebih bagus tewas daripada harus menerima hinaan dari Partai bunga senja. Tetapi tanpa bertarung sampai titik darah penghabisan, dia tetap tiada puas. Gerakan tombak Huo memang sangatlah hebat. Lebih cepat, keras dan cekatan dari puterinya itu. Yumei melayani-nya sampai sekitar 10 jurus lebih. Sampai dia merasa telah benar terdesak. Meski Ilmu pedang ayunan dewa-nya dirapalkan sampai 2 jurus terakhir; Ilmu pedang ayunan dewa musim semi dan musim gugur. Tetapi ternyata kedua jurus ini pun cukup mudah dipatahkan oleh ketua partai bunga senja. Di saat satu kesempatan, tombak meliuk dari Huo hampir mengenai dirinya. Melihat gerakan tombak, semua pesilat ada yang terkejut dan semua orang dari partai bunga tentu kegirangan melihat terdesaknya si gadis. Dengan pedang mengarah ke pegangan tombak, Yumei kembali merapal Ilmu pedang ayunan dewa musim gugur. Pedang berputar 1 lingkaran penuh, sedangkan tubuh Yumei bergerak ke belakang. Huo yang melihat adanya kesempatan, segera memutar tombak untuk menghempaskan pedang. Dengan gerakan cepat, Huo segera merapal tapak pemusnah raganya sambil mendekat sangat cepat. Yumei yang melihatnya kontan sangat terkejut. Kali ini dia telah serba salah, posisi mundurnya memang sangat jelek, apalagi dia dikejar cukup cepat oleh Huo Xiang. Dengan cepat, dia berniat merapal Ilmu jari dewi pemusnahnya dengan untung-untungan. Sebab bagaimanapun Huo Xiang menguasai Ilmu pemusnah raga, maka untuk mementalkan hawa pedang jari memang tiada susah baginya. Di saat yang sangat berbahaya bagi Yumei itulah, Huo merasa terkejut... Sebab tahu-tahunya di sebelah sampingnya dia "kedatangan" sesuatu hawa penyerang yang dahsyat. Maka dengan tidak mengejar ke depan, dia mengarahkan tapak yang seharusnya mendarat di tubuh gadis di depan ke arah sampingnya. Tapak terlihat berlaga dengan sesuatu benda yang sempat menghasilkan perpendaran energi ke segala arah. Sungguh dahsyat bertemunya 2 energi dahsyat itu sesaat.

Sehingga terlihat para pesilat dari daratan tengah maupun persia mengambil sikap bertahan dan terdorong oleh energi perpendaran yang dahsyat itu. Hanya seorang Zhu Xiang yang tiada mengapa saja dan tetap berdiri dengan tegak. Sikap tenangnya tiada lain karena tingkatan tenaga dalamnya memang sangat tinggi. Tetapi yang anehnya, Zhu malah terkejut sekali melihat siapa penolong gadis kecil itu. Huo memang tidak mengenal siapa yang menggunakan jurus menahan tapaknya, tetapi penyerangnya menggunakan tendangan. Sedangkan Yan Jiao yang sempat terdorong ke belakang, melihat dengan serius ke depan. Dia kemudian berkata. "Ilmu tendangan mayapada?" Begitu selesai berkata, dia melihat ke orang itu. Dan dia juga terkejut. Setelah keterkejutannya berhenti, dia sempat menoleh ke arah panggung 72 format iblis itu. Dilihatnya pemuda masih terbaring tiada sadarkan diri. Yang menolong Yumei tiada lain adalah seorang pemuda paruh baya yang mirip sekali dengan Jieji. Yang berbeda adalah pemuda ini memelihara kumis dan jenggot. Matanya bersinar sangat terang, tubuhnya kokoh seperti tidak dimakan usia. "Hikatsuka Oda?" tutur Zhu Xiang dengan nada yang sepertinya tidak percaya. Huo Xiang dan semua pesilat disana terkejut. Terlebih-lebih lagi Yumei. Dia tidak percaya orang yang menolongnya tiada lain adalah orang yang pernah ingin membunuhnya 2 tahun lalu di dekat kota Tianshui. "Paman? Kenapa?" tutur Yumei dengan nada tidak percaya. Hikatsuka tetap melihat ke depan. Dia tidak menyahuti Yumei sedikitpun. "Jadi kaulah Hikatsuka Oda dari Tongyang? Kabarnya kau adalah ayah dari Xia Jieji. Apakah benar?" tutur Huo Xiang sambil menatapnya serius. "Betul.. Akulah Hikatsuka... Dia memang puteraku..." jawabnya pendek tetap menatap serius ke arah Huo Xiang. "Kenapa kau menolongnya?" tutur seorang di samping nya. Hikatsuka yang mendengar suara itu, segera mengalihkan pandangan kepadanya. Sambil tersenyum, dia menjawabnya. "Aku punya janji tiada tertulis dan tiada melalui lisan untuk menolong anak ini." Yang menanyainya tentu adalah Zhu Xiang. Dia merasa heran mendengar kata-kata Hikatsuka Oda itu. Tetapi kemudian dia lantas menanyainya. "Apakah benar? Puteramu di selamatkan olehmu? Bukankah kakak keduamu memintamu untuk mengejarnya 2 tahun lalu saat dia pergi dari tembok kota Beiping?"

Hikatsuka yang mendengarnya lantas tetap tersenyum. "Jika tidak, dari dulu aku sudah kembali..." Mendengar kata-kata Hikatsuka, Zhu terlihat menggelengkan kepalanya saja. "Baiklah, meski Hikatsuka disini pun tiada gunanya. Kau yakin sanggup menang?" tutur Huo Xiang kepadanya. "Aku tidak ada keyakinan. Tetapi semenjak diriku berada disini, maka untuk hal yang lain tidak pernah kuambil peduli lagi." sahut Hikatsuka melihat ke arah Huo sambil serius. Yumei terkejut juga melihat tiba-tiba musuhnya itu malah membantunya. Entah apa maksud ayahnya Jieji, tetapi dilihat dari cara bicaranya, sepertinya orang paruh baya ini memang sedang memihak kepadanya. Hikatsuka terlihat berjalan perlahan. Setelah beberapa langkah menyamping, terlihat dia memungut pedang ksatria yang terjatuh akibat hempasan tombak-nya Huo Xiang. Setelah memungutnya, dia beralih pandangan ke Yumei. Dengan melemparkannya perlahan ke arah gadis dia berkata. "Pedang ini harus disimpan baik-baik... Pemilik pedang adalah seorang satria yang dihormati oleh Kaisar Tongyang. Jangan sekali lagi kau menghilangkannya." Setelah berkata-kata, Hikatsuka langsung berbalik. Dia melihat tajam ke arah Huo Xiang. Yumei memberi hormat kepada Hikatsuka secara dalam. "Terima kasih... Paman...." Di dalam hatinya dia merasa terharu meski banyak pertanyaan sedang menggaungi hatinya, tetapi melihat cara orang di depannya tentu membuatnya kagum. Secara mendadak, Hikatsuka telah meningkatkan energinya. Ini bisa dilihat dari desiran angin yang telah mengumpuli seluruh tubuhnya. Huo Xiang yang melihatnya tentu kegirangan. Dia merasa hari ini mendapat lawan tangguh di depannya. Secara tak ayal, dia juga melakukan hal yang sama. Pesilat yang melihat gaya mereka mengumpulkan energi, banyak yang beranjak menjauh. Desiran angin makin lama telah makin kuat. Hawa disana segera saja berubah menjadi tidak ramah. "Kamu juga menguasai pemusnah raga... Kamu betul tandinganku..." tutur Huo Xiang yang melihat ke arah Hikatsuka secara tajam. "Ilmu pemusnah raga-mu jauh lebih hebat daripada punyaku. Tidak disangka benar bahwa Pei Nanyang telah tewas di tanganmu..." jawab Hikatsuka Oda. Mendengar keterangan Hikatsuka, Huo tentu tertawa kegirangan. "Kenapa tidak kita mulai saja?" tutur Hikatsuka. Dengan cepat, dia mengambil kuda-kuda menyamping.

Huo yang melihat kesigapan Hikatsuka, langsung saja melesat cepat ke depan. Dia ancangkan sebelah tapaknya ke depan dengan senyuman sinis. Melainkan Hikatsuka, dia ternyata tidak memasang tapak. Malah dia maju dengan tendangannya. Tapak dan tendangan segera beradu dahsyat. Sungguh sebuah pertarungan yang mengerikan. Kedua pihak menggunakan ilmu pamungkas masing-masing. Satunya dengan telapak dan satunya menggunakan tendangan. Sesaat saja, puluhan jurus telah terlewati... Tetapi keduanya masih tetap berimbang, sama-sama masih ngotot untuk bertarung. Adalah sekitar jurus 80-an, Hikatsuka baru terlihat lelah. Sementara itu, Huo Xiang masih tetap kuat. Nafsu bertarungnya masih-lah sangat tinggi sekali. Sapuan tendangan mayapada-nya Hikatsuka makin lama terlihat makin lemah. Hikatsuka meski menguasai Ilmu pemusnah raga, tetapi dia memilih tidak menggunakan tapak. Karena lebih dari separuh hidupnya, dia selalu bertarung menggunakan kedua kakinya. Oleh karena itu, setiap jurusnya dirapalkan melalui tendangan. Yumei yang melihat sikap terdesaknya Hikatsuka, segera ingin merapal jurus Jari dewi pemusnah untuk mencari kesempatan melukai Huo Xiang. Tetapi dari sikap Yumei, Hikatsuka sempat melihatnya. Oleh karena itu, dia berteriak ke arahnya. "Jangan kau gunakan cara licik!!" Mendengar teriakan Hikatsuka, akhirnya Yumei menghentikan rapalan jarinya. Dia hanya melihat ke depan dengan cemas saja. Dengan bertarung lebih dari 20 jurus kemudian, Hikatsuka telah terdesak sangat. Gaya kakinya telah berubah jalur kebanyakan. Lalu memanfaatkan suatu kesempatan, Huo menyerang ke arah rusuk Hikatsuka yang terbuka setelah jurus tendangannya terlihat ngawur. Benturan keras segera saja terjadi. Suara patahnya tulang akhirnya mengakhiri pertarungan dahsyat itu. Dengan tubuh bagai layangan terlepas, akhirnya dia menabrak batu besar di tengah. Tabrakan itu cukup keras yang mengakibatkan batu besar sebesar 3 pelukan orang dewasa menjadi remuk. Saat itu, Hikatsuka jatuh terjerembab dengan luka dalam yang sungguh sangat parah. Semua pesilat di pihak Huo segera bergembira luar biasa, hanya seorang Zhu Xiang yang terlihat menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. Sementara itu para pesilat yang merasa "harapan" hidup mereka telah sirna, lantas menggelengkan kepala dengan sikap putus asa.

Yumei yang melihatnya kontan terkejut luar biasa, dia segera menuju ke arah batu besar yang telah remuk itu dengan sikap yang khawatir luar biasa. Dia segera menjatuhkan dirinya melihat keadaan Hikatsuka. Dia mendapati bahwa beberapa tulang rusuk orang paruh baya ini telah remuk. Maka dengan mengalirkan air mata, dia melihat dengan rasa iba. "Kenapa paman? Kenapa???" teriaknya dengan menangis sejadi-jadinya. "Aku... Berhutang... Selembar... Nyawa padanya...." Tutur Hikatsuka Oda yang terlihat sangat lemah sekali. "Siapa? Siapa yang paman maksud?" tutur Yumei dengan spontan dan cepat. "Jika... Kau belum.. Muncul... Kapan lagi kau???" tutur Hikatsuka Oda yang sepertinya makin melemah. Saat Yumei ingin menanyainya lagi. Dia mendapati orang paruh baya ini telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kontan menangis deras, Yumei menggelengkan kepalanya beberapa kali. Zhu Xiang yang melihat kawan seperjuangannya tewas dengan cara demikian tentu membuat hatinya teriris-iris. Tetapi bagaimanapun memang kawan seperjuangannya ini mengambil keputusan terakhirnya yang tidak bisa diganggu siapa saja. "Kamu dahulu telah mengambil keputusan mengikuti Dewa Bumi, tujuanmu adalah Ilmu nan sakti itu. Tetapi berkat puteramu sendiri, kamu mengingkari janji setiamu sendiri. Hikatsuka, pergilah dengan tenang..." tutur Zhu Xiang sambil mendongkakkan kepalanya ke langit. Batu yang remuk tadinya tidak ada yang tahu apa yang terjadi kepadanya. Ternyata setelah beberapa saat, mereka merasakan sesuatu yang aneh. Hawa di belakang batu remuk seakan mengambang tinggi. Sesegera, semua orang melihat ke arah hawa itu muncul. Hawa tiada lain muncul dari tubuhnya Xia Jieji yang sedang tidur terlentang. Sebuah hawa ungu yang pekat muncul dari dalam tubuhnya. Dan terasa mengumpul ke tengah membungkus. Semua pesilat daratan China yang tahu bahwa hawa ungu ini mempunyai unsur racun pemusnah raga segera bergerak menghindar ke belakang. Beberapa pesilat dari Persia juga melakukan hal yang sama. Tiada orang yang ingin mengalami nasib serupa dengan pemuda kurus tinggi tadinya. Hanya Yumei seorang saja yang masih berlutut di depan mayatnya Hikatsuka. Dia tidak mempedulikan sama sekali apa yang sedang terjadi. Hawa ungu ini kembali membungkus batu remuk itu. Sama seperti tadinya, hawa ungu mendesir kembali setelah membungkus semua batu besar itu. Huo Xiang yang melihat fenomena ini juga tidak merasa takut. Dia berjalan ke depan sambil melihat ke arah gadis kecil.

Tetapi kali ini, dia tidak berjalan tanpa persiapan. Melainkan telah siap sebuah jurus yang disiapkan tentunya untuk gadis kecil itu. Perlahan, Huo berjalan. Hanya berselang 5 tindak, dia segera menarik nafas dalam. Dengan satu telapak dia bermaksud mencabut nyawa gadis kecil itu. Yan yang melihatnya sangat terkejut, dia sempat berteriak sangat terkejut. Tetapi Yumei sepertinya tidak ingin melawannya lagi. Meski dia dalam posisi berlutut dan melihat ke bawah tanah, dia tahu bahwa energi yang hampir sampai di kepalanya adalah energinya "raja kera" itu untuk mencabut nyawanya. Siapapun tahu bahwa jurus Huo itu pasti akan mengenai batok kepala gadis kecil. Banyak orang yang menutup matanya ngeri menyaksikan gadis kecil cantik akan kehilangan nyawanya dengan batok kepala yang hancur. Huo telah yakin sekali tapaknya yang penuh energi itu akan mengambil nyawa lawan di depannya. Tetapi di saat dia sudah yakin sekali bahwa tapaknya mengenai kepala lawan. Dia merasa heran sekali. Sebab tahu-tahu tapaknya melainkan mengenai tempat yang kosong saja. Sebuah hawa nan lembut sepertinya menarik gadis kecil ini untuk bergerak ke belakang sungguh cepat dan membuatnya berdiri dengan sangat baik sekali. Sebelum gadis ini keheranan sangat, dia sempat melihat ke arah depannya. Terlihat seorang pemuda dengan rambut putih yang pendek dengan baju serba putih sedang mengamati ke arah depan. Sedang di belakangnya, dia sempat menoleh. Kesemuanya adalah orang yang sudah tua dan berpakaian serba putih. Salah satunya adalah wanita. Yan Jiao yang melihat kedatangan 4 orang disini, tentu sangat terkejut. Terlebih lagi seorang pemuda gagah dan kokoh yang berdiri paling depan itu. Dia lantas tidak mampu berkata-kata, wajahnya dipenuhi ratusan bahkan ribuan pertanyaan. Huo yang melihat pemandangan di depannya, mau tidak mau juga cukup terkejut. Sebab ketika nona cantik itu di tarik dengan tenaga dalam mantap, dia bahkan tidak merasakannya. Zhu Xiang mengenal 3 orang di belakang itu, tetapi tidak dengan orang yang berdiri paling depan. Lantas berjalan ke depan, dia membisiki Huo. "3 orang di belakang adalah tetua dunia persilatan. Dewa Semesta, Dewa Sakti dan Dewi Peramal. Sedang yang di depan tidak kuketahui...." Huo terlihat mengangguk pelan saja. Lantas melihat ke arah orang yang paling depan dia menanyainya. "Siapa anda?" Orang terdepan itu menjawab dengan pelan saja. "Kita pernah bertemu 5 kali dan inilah yang keenam. Tetapi kamu belum mengenalku..."

Huo yang mendengar suara orang tua ini kontan terkejut. Dia mengerutkan dahinya. "Kau tetua dari partai surga menari????" "Terserah apa yang akan kau bilang. Tujuanku adalah meminta kalian semua meninggalkan tempat ini." tuturnya dengan dingin. "Kau tidak bisa sesuka hatimu..." jawab Huo pendek. Tetapi dimatanya terlihat sikap jerih juga menatap pria di depannya itu. "Ini adalah taman peristirahatan Puteri Han Ming. Kau adalah ketua bunga senja. Kau tahu betul ini adalah larangan kau berada disini?" tuturnya. "Tujuanku kemari karena ingin menumpas semua orang yang berada disini karena telah menganggu tempat istirahat leluhur kita..." jawab Huo Xiang. Mendengar apa kata Huo yang licin, pemuda tua ini malah tertawa terbahak bahak. Suaranya menggaung sangat tinggi.Beberapa pesilat disana terlihat tergoncang mendengar suara nan hebat yang muncul. "Akhirnya kau mengaku bahwa kita bersama berasal dari 1 leluhur. Kau tahu apa arti partai Bunga senja?" tutur pemuda tua kembali kepadanya. Mendengar apa kata-katanya, Huo hanya terlihat menggelengkan kepalanya. "Dahulu leluhurmu diminta menjaga "bunga senja". Bahkan kau sendiri tidak tahu arti "bunga senja"." jawab pemuda tua sambil menggelengkan kepalanya. "Bunga senja artinya sinar emas." tutur suara seseorang yang berada di belakang. Suara pemuda yang tidaklah asing di dengar semua orang disana. Pemuda itu tadinya berada di daerah yang paling belakang. Sekarang dia sepertinya telah berdiri dengan baik. Suaranya bahkan tidak kelihatan bahwa dia sedang menderita ataupun apa. Semua orang berbalik melihat. Sementara itu, para pesilat dari Persia maupun China daratan hanya diperlukan melihat ke samping. Yumei yang berbalik langsung menatap ke arah datangnya suara, tentu sangatlah kegirangan sekali. Pemuda yang berbicara tiada lain adalah Jieji adanya. Dia telah berdiri kokoh. Tetapi kali ini dia tampak sungguh berbeda. Terutama adalah rambutnya yang sebenarnya telah memutih, sekarang telah berubah menjadi hitam kembali. Nafasnya teratur dan matanya penuh dengan sinar cerah. Yumei yang kegirangan, segera beranjak ke arah Jieji. "Kakak kelima, kau tidak apa-apa?" tanyanya saking gembira. Jieji hanya mengangguk perlahan. Lantas dia melihat ke arah depannya. Di depannya terlihat berbaring seorang pemuda paruh baya yang telah putus nafas itu. Dengan gerakan langkah perlahan dia tetap menatap ke arah bawah. Dari bola matanya telah

terlihat mengalir air mata. "Ayah......." Tuturnya sambil berlutut. Kemudian dia memberi hormat sebanyak 3 kali dengan sangat hikmad. "Paman meninggal gara-gara menolongku...." tutur Yumei yang berjalan ke depan sambil menangis. Jieji hanya diam saja sambil menatap ke arah ayahnya. "Tidak... Dia merasa berhutang budi karena 2 tahun lalu aku tidak membunuhnya. Maka daripada itu, dia membalasnya dengan sedemikian rupa.." tutur pemuda tua di tengah itu. Mendengar pernyataan dari orang tua. Yumei baru menyadarinya. Meski dia tahu bahwa orang tua inilah yang menyelamatkannya, tetapi gara-gara pemuda tua ini tidak mencari masalah lebih lanjut dengannya. Maka Hikatsuka membalas kebaikannya dengan bertarung mati-matian untuk menyelamatkannya. Menyadari hal ini, Yumei kembali menangis deras. Jieji yang hanya melihat ke ayahnya, segera membopong mayat sang ayahnya ke pinggir yang agak jauh. Dia melakukannya dengan amat hormat. Setelah benar di letakkan, dia mengamati ke arah Huo Xiang. "Tidak ada seorang pun dari partai bunga senja yang boleh kembali hidup dari sini....." Tuturnya dengan nada yang marah. Di matanya terlihat sinar pembunuhan dahsyat. Kedua tangannya mengepal dengan keras. Hawa di sekitar tubuhnya mengumpul seiring desiran angin yang memutar hebat.

BAB CIX : Xia Jieji Kontra Huo Xiang Sikap Jieji yang terlihat marah dan pandangan mata yang dingin melihat ke arah Huo dan kawan-kawannya tentu membuat mereka tergetar hatinya. Mereka tidak menyangka setelah dia bangun, maka tenaga dalamnya bukan saja bisa digunakan. Bahkan Zhu Xiang yang pernah melihat dan merasakan bagaimana energi Jieji tentu merasa keder. Kali ini setelah dirinya berdiri dengan benar, bukan saja hawa energinya setingkat saat pertarungannya melawan Yue Liangxu di tembok kota Beiping 2 tahun lalu. Melainkan dia merasakan energi lawannya lebih hebat lagi. Sesaat, hanya Zhu Xiang yang merasa tergoncang hatinya menyaksikan lawan di depannya ternyata telah jauh di atasnya. Jieji yang "emosi" sebab kematian ayahnya sepertinya tidak ambil peduli lagi atas segala hal. Apakah pesilat Persia semuanya bakal dibantainya disini? ***

Nun Jauh di arah Timur... Perbatasan kota Chengdu, Sizhuan... Yunying melanjutkan perjalanannya... Dia ingin menuju ke arah barat. Beberapa gosip menyatakan bahwa banyaknya pendekar daratan tengah telah menuju ke Persia. Di dalam hatinya dia berharap bahwa sang suaminya memang benar berada di sana. Tetapi banyak hal pula yang dipikirkannya. Salah satunya adalah mengapa Jieji tidak pulang ke daratan China. Setidaknya baginya dia adalah seorang lelaki yang bersifat setia terhadap janji-janjinya. Dia merasa bahwa Jieji tentu tidak ingin melihat kakak pertamanya kesusahan menghadapi pasukan Liao yang ganas itu. Tetapi setelah diingat-ingat, dia malah terlihat cukup putus-asa. Justru karena sifatnya, maka tidak mungkin Jieji akan berpangku tangan saja terhadap kesusahan orang yang betul dikhawatirkannya yaitu Zhao kuangyin yang sebagai kakak pertamanya. Dari sini dia merasa bahwa harapan hidup suaminya kembali sirna. Tetapi nyonya Xia ini tidaklah menangis. Dia hanya mengerutkan dahinya sambil berpikir berkeliling kota Chengdu yang lumayan luas itu. Seraya berjalan, dia mengingat kembali kejadian 2 tahun lalu di bawah tembok kota Beiping. Dia mengingat bagaimana Jieji dengan keji ingin membunuhnya dengan jurus tapak berantai tingkat terakhir. Tetapi mendengar bahwa setelah suaminya melukainya dengan parah, malah dia memberikan energinya untuk membuat dia bertahan hidup. Sesaat, dia juga merasa aneh saat-saat tersebut. Namun setelah di rasakannya sendiri dengan pasti, dia berpikir bahwa selain energi-nya. Jieji bahkan memberikannya salinan kitab Ilmu tapak berantai kepadanya dalam pesan terakhir yang dikhususkan untuknya. Justru pesan terakhir dari suaminya yang sungguh sangat mengkhawatirkannya. Dia tahu bahwa sang suami selalu merencanakan sesuatu hal secermat-cermatnya. Termasuk kepergiannya kali ini tentulah sudah direncanakannya sangat matang. Entahpun dia kembali dengan selamat atau tidak. Beberapa pikiran yang cukup rumit sedang menari-nari di otaknya. Bagaimanapun dalam hatinya, dia ingin langsung menanyai Jieji sebenarnya apa maksud dari keseluruhan tindakannya di bawah kota Beiping itu 2 tahun yang lalu. Dari sinilah, Yunying memulai perjalanannya setelah 1 tahun lamanya bergiat berlatih silat yang lebih dalam lagi di Tongyang. Tenaga dalam pemberian Jieji dan Yue Liangxu keduanya mengandung unsur pemusnah raga. Seperti yang telah diberitahukan sebelumnya, unsur tenaga dalam pemusnah raga adalah pembelahan energi. Setiap belahan energi masing-masing dikuatkan sehingga membuat Ilmu termahsyur itu termasuk Ilmu yang tanpa tanding sejagad. Tahapan tenaga dalam Ilmu pemusnah raga cepat berkembang tentunya disebabkan tiada lain karena pemakai sendiri memiliki 4 energi yang berbeda. Dan setiap saat pula, 4 energi selalu berkembang setiap saatnya. Apalagi Yue Liangxu, selain memiliki 4 energi mendukung tenaga dalamnya. Dia masih memiliki 4 energi pendukung 4 unsur utama. Sehingga dalam waktu selang beberapa tahun saja Ilmunya telah meningkat sungguh pesat sekali.

Yunying yang telah memiliki tenaga dalam hebat itu tentu tidak susah untuk mempelajarinya perbagian sebab pembelahan tenaga dalam(teknik tersusah) telah ada pada dirinya. Jadi di daratan China saat sekarang, Yunying telah termasuk seorang jago no.1 dan jarang bisa dibandingi lagi meski oleh Zhao kuangyin sekalipun. Sikap cemas dan rasa susah telah tertampak dari wajahnya saat dia berkeliling dalam kota. Beberapa orang yang melihat gadis yang cantik luar biasa melewati mereka, banyak yang menolehkan pandangan kepadanya. Tetapi Yunying malah tidak melihat mereka satu persatu. Perjalanan yang terlihat membingungkan acap kali membawanya ke salah arah. Hingga dia berjalan sampai sebuah sudut kota yang cukup sepi. "Nona manis..." terdengar suara seorang pria yang memanggilnya tiba-tiba. Tetapi Yunying masih memikirkan banyak hal di otaknya. Tidak sedikitpun dia menggubris panggilan orang tersebut. Dia malah berjalan dengan gerakan biasa saja tanpa menoleh. Tetapi pemanggil yang memanggilnya segera memanggilnya kembali dengan agak keras. "Nona manis...." Yunying kali ini mendengar seruan dari seorang pemuda. Tetapi dengan kepala yang masih agak tertunduk, dia berjalan saja tanpa menghiraukan. Baginya, dia sudah menjadi seorang nyonya, dan bahkan telah mempunyai seorang putera. Mana mungkin ada yang memanggilnya nona lagi. Tetapi hal semacam ini tentu tidak pernah diketahui siapapun, mengingat usia Yunying memang masih tergolong muda. Paling saat ini dia hanya berusia sekitar 24 tahun saja. Tentu panggilan nona masih sangat wajar untuknya. Tetapi dengan tanpa menggubris, dia berjalan terus. Pemuda yang memanggilnya sepertinya kehilangan kesabaran. Dengan berjalan perlahan, dia menguntit Yunying. Tetapi Yunying benar tahu bahwa dia sedang diikuti. Oleh karena itu, dia berjalan tetap ke depan tanpa menggubris dan seakan tidak merasa diikuti. Setelah berjalan cukup jauh di sudut kota itu... Si penguntit dirasa sepertinya bukanlah orang biasa. Gerakannya teramat ringan sekali. Untung saja Yunying adalah pesilat yang sungguh luar biasa tinggi kungfunya. Dia mampu merasakan setiap gerakan penguntit itu. Penguntit bergerak meski menginjak tanah, tetapi untuk mendengar suara langkah sudah hampir tidak mungkin. Oleh karena itu, Yunying hanya mengkonsentrasikan gerakan tubuhnya yang tersapu angin. Tidak berapa lama, sampailah dia juga di sebuah lorong yang agak kecil. Lorong di depannya adalah buntu adanya. Akhirnya disini Yunying berhenti juga. Dia menoleh ke arah belakang untuk melihat siapa yang menguntitnya. Tetapi baru saja dia menoleh, dia melihat serbuk putih telah mengenai mukanya.

Serbuk putih yang mengenai mukanya yang putih dan halus itu tidak berlangsung lama. Sebab pandangannya yang sebelumnya adalah serba putih, sekarang telah terasa sungguh gelap. Tanpa terasa olehnya, dia telah kehilangan kesadarannya. Dan jatuh terjerembab. *** Persia... Di panggung format 72 Iblis... "Kalian pergilah." seru pemuda tua itu yang menyaksikan kemarahan Jieji telah menjadi-jadi. Mendengar seruan pemuda tua di tengah, Huo Xiang malah sepertinya tidak ingin pergi. Meski beberapa pengikutnya telah mulai ketakutan dengan sikap menterengnya Xia Jieji. Huo berjalan ke tengah. Dia tetap memegang tombak dengan sikap angkuh dia berjalan ke depan. Jieji masih belum mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia masih tetap "melekatkan" pandangan matanya dalam-dalam ke arah Huo. Melihat Huo telah siap juga, Yumei yang berada tidak jauh dari Jieji. Segera berseru. "Kakak kelima. Tangkap pedang..." Bersamaan dengan tutupnya suara Yumei. Pedang ksatria yang masih di tangannya dia lemparkan ke arah Jieji. Melihat Yumei beraksi, Huo cukup terkejut juga. Jika pedang nan tajam itu dipegang oleh Xia Jieji. Maka dia tentunya makin menjadi. Oleh karena itu, tentunya dia berniat benar untuk menghalanginya. Bagaimanapun caranya, dia tidak akan membiarkan Jieji memakai pedang nan tajam itu untuk bertarung dengannya. Tentu pertandingan ini tidak akan adil sama sekali. Lantas saat pedang sedang melayang ke arah Jieji, Huo dengan gerakan cepat luar biasa lantas ingin merebut pedang hebat itu. Jieji tentu melihat gerakan lawannya secara pasti. Dia tahu benar bahwa lawan sekarang bertujuan merebut pedang-nya. Dengan ancang-ancang, dia segera mengayunkan kakinya untuk mengambil pedangnya sendiri. Semua pendekar siapapun yang melihat keduanya bergerak demi 1 pedang, tentu terkejut. Sebab kecepatan keduanya sungguh luar biasa. Tetapi gerakan awalnya Huo adalah menusuk ke arah pedang dengan tombaknya. Dia tahu dengan benar bahwa Jieji tentu tidak akan membiarkan pedang direbut begitu mudah olehnya. Namun begitu pula Xia Jieji, dia berpikir bahwa Huo yang ingin merebutnya tentu akan mencari cara menyerangnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, dia berlari ke arah pedang juga dengan persiapan yang baik. Pedang terlihat melayang setinggi dada ke arah tengah. Jieji yang melihat pedang cukup jauh untuk dijangkau. Sedangkan tombak tentu akan lebih mudah menjangkaunya karena lebih panjang segera menyusun siasat pertarungan.

Ketika Huo Xiang merasa telah di atas angin dalam merebut pedang. Dia melihat sebuah sinar terang. Kontan dengan terkejut, dia segera mengelakkan tombaknya dan menghujamkannya ke tanah. Sinar terang berwarna merah segera menuju ke dirinya. Tetapi karena Huo mempunyai jam terbang yang tinggi selain dari tenaga dalamnya yang hebat, dia masih bisa bertindak cukup tangkas. Dengan memutar tapaknya 1 lingkaran penuh, sinar merah segera melenceng melalui bahunya. Ilmu ini tiada lain tentu adalah tapak pemusnah raga tingkat pertama. Jieji-lah orang yang sering melakukan gerakan tapak ini beberapa kali. Sinar merah memang telah tidak membahayakan dirinya, tetapi sebelum benar dia melihat ke depan untuk mencari Xia Jieji, dia telah merasakan sinar lainnya telah menuju dirinya. Kali ini yang datang bukanlah sinar merah. Melainkan sinar kehijauan yang terang. Tiada lain sinar kehijauan adalah berasal dari pedang ksatria yang sedang dibacokkan ke arahnya dari atas. Huo yang melihatnya tentu keringat dingin. Semua pesilat Persia yang melihat gerakan Jieji turun dari atas seraya membacok ke bawah tentu meneriak keras memberikan peringatan kepadanya. Dengan cekatan, ketua partai bunga senja itu memutarkan tombaknya cepat ke atas kepalanya. Inilah gerakan ilmu tombak pengejar nyawa tingkat terakhir. Dengan gerakan biasa saja, Huo merasa tidak mungkin sanggup melawan jurus yang dihempaskan dahsyat ke bawah itu. Pusaran angin yang cepat segera membentuk benteng pertahanan dari bawah. Suara berlaga senjata terdengar jelas. Jieji yang menghempaskan pedang ke bawah, kemudian dengan cepat terlihat bersalto ke belakang. Setelah turun, dia terlihat menyeret kaki sekitar 10 kaki ke belakang. Hal ini sempat heran dilihat semua pesilat. Hanya beberapa orang seperti pemuda tua, Dewa Sakti dan Dewa Semesta yang mengerti apa yang dilakukan oleh Jieji. Huo yang melihat gerakan Jieji, segera tertawa terbahak-bahak. "Kamu tahu kalau jurus ini akan bisa mencelakai nyawamu, oleh karena itu kau mengorbankan pedangmu kepadaku.." Jieji hanya melihat ke depan. Di bibirnya segera timbul senyum. Tetapi senyumnya tiada lama. Sesegera dia telah serius kembali. Sambil berteriak keras dia maju. "Kalau begitu, sekarang aku minta kembali pedangku." Huo masih memutarkan tombaknya dengan cepat. Sementara pedang-nya Jieji masih berputar terus mengikuti gerakan tombak 1 lingkaran penuh. Melihat gerakan Jieji menuju ke arahnya, dia kontan menghempaskan pedang ke arah Jieji dengan sangat cepat.

Pedang terlihat berbalik menyerang ke arah Jieji. Semua pesilat kontan terkejut melihat kemampuan Huo membalikkan pedang. Jieji sepertinya salah langkah kali ini. Dia tahu bahwa di belakangnya tiada lain adalah Yumei yang masih berdiri tegak. Jika pedang tidak ditangkapnya, maka pedang kontan akan menuju ke arah adik kecilnya itu. Tetapi bagaimanapun Jieji bukanlah pendekar sembarangan. Jurus Huo Xiang yang sedemikian licik itu tentu belum sanggup benar menyulitkannya. Pedang memang melesat sungguh cepat ke arahnya. Arah tiada lain dari tubuhnya adalah ulu hatinya. Dengan memutar sangat pas, Jieji yang membelakangi Huo segera menangkap pedangnya dengan tangan kirinya. Huo sudah bisa menebak sebahagian besar tindakan lawannya itu. Maka melihat punggung lawan sudah terbuka. Tentu tidak sukar baginya untuk melancarkan serangan. Tanpa ayal, Huo segera menusukkan tombak ke depan dengan berputar kencang untuk mengoyak. Yumei adalah orang yang paling cemas menyaksikan serangan lawan yang diarahkan sungguh tepat dan cepat ke arah kakak kelimanya. Dia-lah orang pertama yang berteriak kaget. "Awas!!!!" Jieji dalam posisi jelek itu bukannya merasa gelisah. Tetapi malah terlihat dia tersenyum saja. Pedang yang dipegang di tangan kirinya segera di putarkan arahnya melebar ke luar. Karena ujung tombak sudah sangat dekat, Huo terlihat terkejut. Bagaimanapun pedang lawannya itu sangatlah tajam. Jika di laga ke pedang, maka ujung tombak tentu akan putus. Kekhawatiran Huo ternyata tidaklah sia-sia. Memang benar, gerakan awal jurus pedang no.1 sejagad telah membuahkan hasil. Tombaknya Huo seperti sengaja di tusukkan pas ke bagian tajam pedang. Dengan putus menjadi 3 bagian, tombak masih meluncur dengan cepat ke depan. Sehingga bagian besi dari tombak telah terkoyak seperti kayu yang menghantam pedang tajam. Sesaat itu, Huo merasa terkejut sekali. Sehingga dengan gerakan menarik. Dia terlihat menarik tombaknya untuk mengarah maju lagi. Alhasil, tombaknya memang berhasil di selamatkan. Tetapi ketika Huo baru saja ingin melihat ke depan. Sebuah benda nan dingin telah mengarah cukup dekat dengan bola mata sebelah kirinya. "Ilmu pedang Surga membelah benar belum ada tandingannya sejagad dalam hal ilmu senjata." tutur Orang tua di tengah itu sambil menghela nafas. Huo yang merasa dirinya sedang di ancam dalam keadaan yang sungguh gawat merasa keder. Kakinya gemetaran sekali melihat pedang yang jaraknya hanya sekitar seinchi di bola mata kirinya itu. "Ini kah Ilmu pedang surga membelah? Bagaimanakah kau bisa menguasainya?" Tutur ketua partai bunga senja ini. Tetapi dia segera melihat ke arah pemuda tua itu.

Pemuda tua yang melihat Huo memandangnya itu. Segera menjawabnya. "Mengenai ilmu ini, bahkan diriku hanya menguasai 5 jurus. Tetapi pemuda di depanmu telah menguasai 8 gerakan perubahannya." Huo Xiang seakan tidak percaya mendengarnya. Dia pernah dipecudangi orang tua di tengah itu ketika bertanding senjata sekitar 5 tahun yang lalu. Mendengar bahwa Jieji telah menguasainya lengkap, dia bahkan seakan tidak percaya. Rasa takut telah menyelimuti dirinya seluruhnya. Nyawanya kali ini sepertinya telah berada di ujung tanduk. "Kumohon lepaskanlah ayahku....." Kemudian terdengar seorang berteriak keras. Suara tersebut membuat semua orang melihat ke arahnya. Nona muda yang berteriak tadi terlihat rasa ibanya melihat ke arah Jieji. Jieji yang melihatnya, segera menanyainya. "Apakah dia juga melepaskan ayahku tadinya?" Nona ini yang dijawab sedemikian rupa hanya diam seribu bahasa. Dia tidak mampu menjawab pertanyaan Jieji. Tetapi dari matanya segera mengalir air mata. Kemudian dia berteriak kembali. "Kamu tahu? Bagaimanapun dia termasuk ayah mertua temanmu...." Thing-thing meneriakinya kali ini dengan suara keras kembali. Jieji cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan nona ini. Tetapi tanpa perlu berpikir lama dia sudah cukup mengetahui seluk beluknya. Ternyata hubungan Sun Shulie dan Thing-thing sepertinya tidak sampai tahap biasa saja. Yang mengherankan baginya, Sun tidak pernah menceritakan kepadanya bahwa dia telah mempunyai seorang isteri disini. Lantas dengan menoleh ke arah pemuda tua, Jieji memandangnya. Pemuda tua itu menganggukkan kepalanya perlahan kepadanya. Sebenarnya apa yang terjadi antara Sun Shulie dan Thing-thing? Jieji memang sebenarnya belum berniat membunuh ketua partai bunga senja itu. Tetapi tadinya hanya dia emosi tidak karuan. Lantas melepaskan pedang, dia berkata kepadanya. "1 tahun lagi kita bertanding. Yakinkanlah ilmu pemusnah ragamu sedemikian rupa. Barulah kita bertanding kembali. Tempatnya tiada lain adalah disini..." Sambil berkata, dia berbalik. Huo Xiang seakan tiada percaya kemudian terlihat hanya melongo berdiri diam disana. Tidak ada sepatah katapun yang bisa diucapkannya. Sampai Thing-thing kemudian mendekatinya. Huo kemudian terlihat menggumam beberapa kata secara berulang-ulang. "Kenapa dia tidak membunuhku?" Melainkan Thing-thing dan Zhu Xiang, mereka mengajak semua pendekar Persia dari partai bunga senja itu segera meninggalkan tempat itu sesegera mungkin.

Jieji hanya berjalan membelakangi dengan pelan ke arah mayat ayahnya yang disana. Dia segera berlutut, dan terlihat menyembah beberapa kali kembali. Yumei terlihat mendekatinya. Dengan mengalir air mata, dia berlutut ikut menyembah almarhum Hikatsuka Oda. Pemuda tua di tengah segera berjalan ke arah Jieji yang sedang berlutut. Dia diikuti oleh Dewa Sakti, Dewi peramal dan Dewa semesta. "Untung kamu tidak bertarung lebih lama...." Sahutnya kepada Jieji. Jieji hanya tidak menjawabnya. Dia tetap menunduk ke bawah saja. Yumei yang mendengarnya cukup terkejut akan kata-kata pemuda tua itu. Dia melihat ke arahnya. Lantas dia ingin menanyainya. Tetapi orang tua ini memberikan tanda kepadanya untuk tidak bersuara. Yan Jiao adalah orang yang berjalan ke arah pemuda tua itu. Segera dia memberi hormat dengan sangat dalam kepada pemuda tua. Pemuda tua terlihat membalas hormat pula. "Sudah lama kita tidak bertemu, saudaraku..." tutur pemuda tua sambil tersenyum kepadanya. "Kakak betul sama seperti dahulu. Tidak berubah engkau. Sebagai adik tiap hari aku merindukan kakak yang nan jauh disana...." Tutur Yan Jiao sambil menghela nafas. Pemuda tua itu terlihat mengangguk pelan saja. Jieji telah berdiri. Dia kembali membopong ayahnya di pundak. "Hari ini untung sekali aku tertolong berkat Ilmu pedang surga membelah. Sebenarnya tadinya..." tuturnya sambil melihat ke arah pemuda tua. "Aku tahu dengan betul. Kamu tidak mampu lagi menggunakan tapak berantaimu. Jika saja tadi Huo menggunakan Ilmu pemusnah raga, mungkin kali ini kamu gawat sekali. Tetapi bagaimanapun aku sangat salut kepada anda..." sahut pemuda tua. Jieji hanya mengangguk pelan saja. Dia segera berlalu bersama mayat ayahandanya di pundaknya. Dia berjalan cukup tenang saja. Yumei adalah orang yang mengikutinya dari belakang. Setelah cukup jauh, Dewa Sakti segera menanyai orang tua itu. "Kenapa dengan tapak berantainya? Apa memang benar ada masalah?" Pemuda tua itu menggelengkan kepalanya. Sambil menghela nafas dia menjawab. "Dia betul seorang satria sejati. Tidak memanfaatkan kesempatan meski seharusnya dia membalas dendam." "Jadi benar bahwa sinar emas itu bukannya menolongnya?" tanya Dewa semesta yang sangat terkejut.

"Tadi setelah dirinya bangun, energinya mulai sirna. Jika dia tidak menggunakannya maka akan ketahuan bahwa energinya sebenarnya sedang membuyar. Jika saja pertarungan dilanjutkan lebih lama, maka dia tentu mengalami rugi yang sangat besar. Tetapi menyadari keadaannya sendiri, maka kukatakan dia adalah seorang satria sejati karena tidak membunuh Huo Xiang." tutur pemuda tua sambil tersenyum melihat ke arah tadinya berlalu Xia Jieji. Ketiga tetua lainnya lantas tersenyum mendapati hal ini. Mereka sangat mengagumi Jieji. Dan janji 1 tahun untuk bertarung kembali tentu akan memompa semangat Xia Jieji untuk melatih Ilmu baru lagi yang bisa mengimbangi Ilmu pemusnah raga itu karena bagaimanapun energi kumpulan 4 unsur utama Jieji telah membuyar seluruhnya. Sebelah selatan 10 Li dari panggung format 72 iblis... Sebuah panggung dari kayu telah didirikan dengan baik. Disana terlihat seorang pemuda paruh baya yang telah tiada bernyawa berbaring. Sedang pemuda yang jauh lebih muda sepertinya sedang menyiapkan kayu yang berapi ujungnya. Di belakangnya berdiri seorang nona cantik manis. Tetapi keduanya seperti baru saja menangis. Mata keduanya cukup buram. Keduanya melakukan hal yang sama yaitu memandang ke depan saja. Tidak lama, pemuda terlihat melemparkan api ke tengah. Cukup cepat, api telah berkobar besar. Pemuda yang tiada lain adalah Jieji hanya diam saja menatap ke depan. Matanya tertimbun banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya. Salah satunya adalah Mengapa ayahnya meninggalkannya dengan cara sedemikian rupa. Dialah yang tanpa sengaja "memaksa" ayahnya meninggalkan "kampung halamannya". Terakhir mengakibatkan dia tewas dengan cara begitu. Jieji yang berdiri melayangkan ingatannya. Ingatannya secepat kilat seperti tertembus ke saat 2 tahun lalu. Ayahnya memang mengejarnya sesaat dia meninggalkan kota Beiping. Kuda yang dibawa Jieji ternyata tidaklah secepat kuda bintang biru. Meski dia duluan pergi sesaat, tetapi karena gerakan ringan tubuh Hikatsuka telah mencapai tingkat tinggi. Dia akhirnya sanggup mengejarnya juga. Adalah sekitar 70 li arah utara kota Shandang. Dia berhasil di cegat oleh Hikatsuka. Jieji masih terbaring lemah di atas kuda. Dia yang melihat ayahnya datang, maka sambil terlungkup dia melihat ke arah ayahnya dengan tersenyum. "Kembalilah ayah.. Bersama diriku..." Hikatsuka yang berdiri di depannya hanya diam saja. Melihat ayahnya diam, Jieji kembali menanyainya. "Apa betul bahwa Manabu adalah adik kandungku?"

Hikatsuka hanya terlihat menarik nafas panjang. Dia tidak menjawab pertanyaan sang anak. Sesaat, melihat gerakan Hikatsuka yang pendek itu, dia sudah mampu menebaknya. Tanpa terasa dia meneteskan air matanya. "Aku membunuh adik kandungku sendiri...." Hikatsuka hanya memandangnya. Tidak lama dia berkata. "Adikmu semenjak lahir, sudah di didik oleh Dewa Bumi. Kemampuannya memang mengagumkan." "Jadi benar.... Mereka semua membenciku karena selain pernah membuat kakak angkat pertama ayah merenggut nyawa. Maka Manabu yang seharusnya memiliki Bintang Iblis malah kubunuh juga? Selain itu, masih banyak gara-gara campur tanganku maka usaha kalian semua gagal? Bukan begitu ayah?"tanyanya dengan suara parau kepada ayahnya. Hikatsuka tiada menjawabnya sepatah katapun. Jieji yang melihat sikap sang ayah, segera tahu apa yang ditebaknya selama ini memang telah benar. "Selain itu, memang benar dulunya Yelu Xian dan Wu Shanniang masih bisa memaafkan aku jika aku berada di pihak mereka. Tetapi karena tidak maunya diriku mengikuti mereka, maka mereka semakin membenciku." tutur Jieji lanjut lagi. Hikatsuka tidak menjawabnya juga. Kali ini dia tidak memandang ke arah Jieji, melainkan ke hamparan tanah yang luas itu. "Ayah..... Kamu harus membunuhku. Bawalah kepalaku ke Liao. Dengan begitu, ayah masih bisa kembali ke sana..." tutur Jieji kembali. Tetapi Hikatsuka segera berbalik kepadanya. "Kamu pergilah... Aku tidak akan membunuh puteraku sendiri. Jika ibumu tahu keadaanmu, pasti dia juga tidak akan pergi dengan tenang..." tuturnya sambil mendongkakkan kepalanya ke atas. Perlahan dari bola matanya terlihat berlinang air mata yang cukup deras. Melihat keadaan sedemikian. Jieji juga ikut menangis deras. Tetapi dia tetap memacu kudanya perlahan dengan posisi terlungkup. Begitu langkah kuda telah cukup menjauh. Jieji sempat memberikan kata-kata terakhir kepada ayahnya. "Aku tidak akan kembali ke daratan tengah lagi mengingat jika kembali maka akan menyulitkanmu sebagai orangtuaku."

BAB CX : Pendekar No. 1 Sejagad

Tiba-tiba tuturan suara seseorang membuyarkan lamunannya. "Apa yang akan anda rencanakan?" Api masih berkobar hebat membakar jenazah Hikatsuka Oda. Sementara itu, Jieji yang tadinya hanya melihat ke depan segera berbalik. Dia melihat adanya 5 orang di sana. Empat di antaranya adalah orang tua berpakaian putih, sedangkan 1 orang lagi pemuda paruh baya. "Aku tidak tahu..." jawab Jieji dengan pendek. "Apa kamu tahu bahwa dirimu sedang dalam keadaan yang cukup berbahaya?" tanya Dewa Sakti dengan mengerutkan dahinya. Jieji melihat dalam ke arah orang tua ini. Lantas tiada berapa lama dia menjawabnya. "Mengenai tenaga dalamku yang sedang membuyar perlahan tentu saja kuketahui." Yumei yang mendengarnya, segera melihat ke arah Jieji. Dia sangat heran. Sebab tiada pernah dia merasakan adanya "bocoran" tenaga dalam Jieji sebab dia kelihatan biasa saja. Dewa Sakti menggelengkan kepalanya. Lalu orang tua lainnya segera menuturkan kata-kata. "Tapak berantai tidak bisa kau gunakan lagi selamanya. Kecuali jika semua tenaga dalammu dilenyapkan dahulu. Baru berlatih dari awal lagi. Tetapi..." Jieji menjawabnya sambil tersenyum. "Mungkin memang riwayat tapak berantai sampai disini saja. Dan itupun tidak pernah kukhawatirkan. Selain itu, tapak berantai sudah hampir menyerap jiwaku ke dalamnya." Orang tua tadi tersenyum puas. Dia mengangguk dengan pelan. Dewa Sakti memang cukup penasaran akan Jieji. Dia tidak pernah bisa menebak apa yang di dalam otaknya Jieji. Ingin sekali dia menanyainya banyak hal, selain itu dia juga ingin mengetahui bagaimana caranya menepati janji bertarung dengan Huo Xiang 1 tahun lagi jika dia yakin bahwa tapak berantainya tidak sanggup lagi dipakai. Bagaimana caranya bisa menang dalam pertandingan 1 tahun lagi? Tetapi Jieji yang menatap ke arah Dewa Sakti sekilas sudah tahu apa yang dikhawatirkannya terutama karena dari wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Tapak berantai bukanlah ilmu no. 1 sejagad. Dan bukanlah tidak mungkin tiada ilmu yang sanggup mengalahkan Ilmu pemusnah raga." tutur Jieji ke arah Dewa Sakti. Dewa Sakti kontan terkejut melihat ke arah Jieji. Sesaat, dia merasa sangat kagum kepadanya. Sebab 1/2 dari isi hatinya sudah dijawab oleh Jieji tanpa menanyainya apapun. Dewa Semesta juga mengalami hal yang sama sebenarnya. Mendengar tuturan Xia Jieji, dia menanyainya kembali. "Ilmu pemusnah raga sebenarnya adalah belahan 4 unsur, dan mengapa kungfu ini cepat sekali majunya karena 4 bagian saling melengkapi 1 sama lainnya. Apakah mungkin ada kungfu lain yang bisa mengimbanginya?"

Mendengar pertanyaan Dewa Semesta, segera Jieji melihat ke arah orang tua sambil tersenyum. Orang tua di tengah tersebut melihat perubahan wajah Jieji, dia juga ikut tersenyum. "Ilmu telapak Dewa Lao kabarnya adalah Ilmu yang sanggup mengalahkan Ilmu pemusnah raga. Lalu kenapa tiada Ilmu lain lagi bisa sanggup mengalahkannya?" tanya Jieji kepada orang tua di tengah. Orang tua ini kontan tertawa keras mendengar tuturan Jieji. Dia terlihat bertepuk tangan berapa kali. Dewa Sakti dan Dewa Semesta serta Dewi peramal merasa aneh juga melihat tingkah orang tua ini. Melainkan Jieji saja yang tahu apa maksudnya. "Anda adalah Dewa Lao yang termahsyur juga merupakan guru dari kakak pertamaku serta Sdr. Sun Shulie. Selain itu, anda juga adalah ketua partai Surga menari." Orang tua itu segera berhenti tertawa. Dia melihat dalam ke arah Jieji. Tidak berapa lama, dia menanyainya. "Berdasarkan apa anda mengatakan aku-lah Dewa Lao itu?" "Adik kecil, Yumei pernah menceritakan bahwa adanya seorang bertopeng aneh yang menyelamatkannya dari kejaran Ayahku. Katanya, jurus orang bertopeng adalah tapak yang memiliki jangkauan yang sangat jauh dan bertenaga besar. Selain itu, melihat gelagat Huo Xiang dan Tuan Yan Jiao ini. Aku sudah mampu menebaknya." jawab Jieji. Orang tua ini lantas tertawa lagi. Dia berkata. "Sungguh kamu ini pintar sekali." Dewa Sakti, semesta dan dewi peramal tersenyum melihat sikapnya. Tetapi dengan tiba-tiba kemudian Jieji berlutut kepadanya. Orang tua ini terkejut juga melihat sikap Jieji. "Anda pernah memberi informasi kepada adik kecilku yang ingin menolongku saat diriku disekap di penjara bawah tanah Partai Bunga senja. Bagaimanapun ini adalah sebuah budi yang cukup dalam bagiku..." Dan adalah berkat pertolongan anda yang membuatku bisa hidup sampai sekarang... tutur Jieji menyembahnya 2 kali. Tetapi orang tua ini membimbingnya berdiri. Dia menatap mata Jieji dengan lama sekali. Begitu pula Jieji melakukan hal yang sama. Lalu dia menggandeng tangan Jieji seraya menjauh. Mereka berjalan sekitar hampir 100 meter dari tempat itu. Orang-orang di sana cukup heran melihat sikap orang tua dan Jieji yang berjalan menjauh. Tetapi karena mereka merasa ada pembicaraan yang patut dibicarakan keduanya. Mereka hanya diam dan menunggu saja.

Di sebuah tanah yang agak luas dan cukup jauh dari tempat tadinya. Dia bertanya dengan pelan. "Apa yang anda rencanakan sebenarnya?" "Tetua. Memang tidak banyak hal yang kurencanakan itu. Tetapi aku akan meninggalkan tempat ini dahulu. Kemudian mencari tempat yang tenang untuk memikirkannya kembali masak-masak." tutur Jieji. "Kau ingin menciptakan Ilmu baru lagi? Apa kau yakin bisa berhasil hanya dalam 1 tahun?" tanya Dewa Lao sambil mengerutkan dahinya. Jieji menggelengkan kepalanya saja. "Untuk tujuan-mu sebenarnya bukanlah sesuatu yang sangat gampang. Mengingat waktu yang terlalu pendek, selain itu apa ada sesuatu yang menurutmu bisa mengalahkan raja kera itu?" "Aku tidak berniat menggabungkan lagi energi di dalam tubuhku. Sebab bagaimanapun gabungan energi adalah sangat tanggung sekali. Meski dapat kulakukan, tetapi aku sudah tertinggal jauh dari Huo Xiang yang dalam 1 tahun pasti akan maju pesat berkat Ilmu pemusnah raga." tutur Jieji. Sambil menghela nafas mendengarkan, Dewa Lao akhirnya menjawabnya. "Tapak berantai sampai tingkatan empat memang bukanlah Ilmu no. 1. Tetapi memaksanya hingga jurus terakhir akan tiada menguntungkan pemakainya. Semakin dipakai semakin menyesatkan dan membahayakan diri sendiri. Ini sudah kuketahui sejak dahulu..." "Maka daripada itu tetua tidak pernah mempelajari Ilmu pemusnah raga kan?" tanya Jieji. Dewa Lao mengangguk pelan. "Ada sesuatu yang ingin kutukarkan dengan anda. Bagaimana menurutmu?" Jieji tersenyum mendengar kata-kata Dewa Lao. "Anda ingin menukarkan tapak dewa lao anda dengan 3 perubahan tingkatan pedang surga membelah?" Dewa Lao lantas tersenyum kaget mendengarnya. Tetapi sebelum dia mengiyakan. Jieji memberi komentar kepadanya lagi. "Mengenai Ilmu pedang surga membelah. Sebenarnya Ilmu ini adalah Ilmu warisan dari Partai Surga menari kan? Kalau begitu, 3 tingkatan lainnya tentu akan kuberikan kepada anda tanpa perlu menukarkan apapun." Dewa Lao lantas tersenyum girang. Dia tidak menyangka Jieji juga adalah seorang yang bersifat budiman luar biasa. Kemudian dia mengarahkan tatapannya ke langit. "Ilmu pedang surga membelah adalah ciptaan leluhur partai Surga menari, Yan Chuyan. Setelah berhenti sebagai menteri pertahanan, dia datang kemari untuk menjabat sebagai tetua. Ratusan tahun telah berlalu, dan sungguh sangat disayangkan terakhir disini malah hanya terdapat 5 tingkatannya saja."

Jieji mengangguk pelan. "Mengenai Ilmu pedang dahsyat itu, akan kuminta adik kecil memberikannya kepada-mu." Dewa Lao cukup terkejut mendengarnya. Lantas dia menanyainya. "Heran... Adik kecil-mu mempunyai salinannya? Aneh... Aneh... Lalu kenapa tidak dipelajarinya Ilmu pedang itu?" Jieji menggelengkan kepalanya. "Waktu dirinya baru berumur 6 tahun. Tangan kirinya pernah cedera parah. Sehingga untuk memakai pedang menggunakan tangan kiri sungguh menghambat pergerakannya. Aku pernah membimbingnya untuk berlatih setahun terakhir, tetapi selain tidak maju saja maka terakhir malah menyulitkan gerakan tangan kirinya." Dewa Lao hanya mengangguk pelan saja. Tetapi tidak lama, dia mengeluarkan sesuatu benda dari saku bajunya. Sepertinya benda yang dikeluarkan adalah sebuah buku. Langsung dia angsurkan buku itu kepada Jieji. Jieji memang tidak berani menerimanya terlebih dahulu. Dia melihat sampul buku yang bertuliskan "Kitab 10.000 langkah Dewa". Jieji yang melihatnya cukup terkejut. "Ini adalah buku kitab ilmu menghindar yang terkenal dari partai Surga menari?" Dewa Lao mengangguk pelan saja. Tetapi sambil tersenyum dia berkata. "Meski Ilmu ini bukanlah gerakan penyerangan, tetapi untuk melatih langkah dasar bertarung adalah sungguh sangat baik." Jieji yang melihatnya tentu girang juga. Sebab bagaimanapun Ilmu menghindari partai surga menari sangat-lah hebat. Dia tahu bahwa bagaimanapun Ilmu langkah ini jauh di atas Ilmu langkah ringan Tao-nya. Perlahan dia menjemput buku itu sambil tersenyum. "Terima kasih tetua..." "Kamu akan pamitan?" tanya Dewa Lao kembali. Jieji mengangguk pelan kepadanya. Lalu dia berkata. "Tetua, tolong jagalah adik kecilku. Minta-lah kepadanya untuk pulang ke Daratan tengah saja. Sedikitnya dia masih bisa membantu kakak pertama. Karena selain Ilmu silat, dia juga adalah orang cerdik nan pandai. Dia sangat dibutuhkan disana." Dewa Lao menyatakan kesanggupannya. Dia terlihat mengangguk. "Aku berjanji akan membawanya sampai ke Shandang dengan aman." Jieji memberi hormat kepadanya dalam-dalam. Sesaat, dia bergerak menjauhi ketua partai surga menari ini. Dewa Lao menatapnya cukup lama sampai berangsur dia menghilang. Sedangkan Yumei yang terpaut cukup jauh bisa melihat bahwa kakak kelimanya bergerak

untuk meninggalkan tempat itu. Lalu, dia segera berlari ke arah Dewa Lao. Sesampainya dia di tempat berdiri Dewa Lao, lantas nona kecil ini menanyainya. "Kakak kelima hendak kemana?" "Dia berniat menyepi sendiri saja. Dia memintaku untuk mengantarkanmu pulang ke daratan tengah." jawab Dewa Lao sambil menatap nona kecil. Tetapi Yumei segera berlinang air mata. Dia melihat ke arah tempat Jieji beranjak meninggalkan tempat mereka. Tetapi dia tidak mengejarnya. Lantas cukup heran orang tua ini mendapati tingkah nona kecil, dia kemudian menanyainya. "Kenapa kamu tidak mengejarnya?" Yumei sambil menggunakan tangan melap air mata yang jatuh di pipinya menjawab. "Apa yang diputuskan kakak kelimaku tidak bisa kuganggu sedikitpun. Itu adalah haknya." Dewa Lao menatapnya sambil tersenyum. Di hatinya dia terasa sangat lega dan aman. Lalu sambil tersenyum dia menatap ke depan. *** Chengdu, Daratan China... Yunying yang merasa dirinya tertidur sesaat itu kemudian terkejut. Dia sepertinya sedang merasa dirinya bergoncang beberapa kali. Tempat dia membuka mata gelap sekali. Karena mempunyai pegangan yang cukup baik, dia bisa merasa tenang. Bubuk putih yang dilemparkan kepadanya oleh seorang pemuda adalah obat bius. Namun untuk membuatnya benar terbius bukanlah hal yang mudah sekali. Apalagi jelas sekarang bahwa Yunying telah memiliki tingkatan tenaga dalam yang tinggi. Mungkin dirinya yang tertidur tidak-lah sampai beberapa menit. Dia memasang telinganya dengan sangat peka mendengar suara di sekitarnya. Tanpa perlu waktu yang lama, dia sudah mengetahui dirinya sekarang berada di mana. Yunying tahu bahwa dia sendiri sedang "diangkut" dengan sebuah peti kayu. Dan terdengar olehnya suara ringkikan kuda yang kecil serta goncangan tentu akibat peti kayu adalah di tarik kuda di jalanan yang tidak begitu bagus. "Aku ingin melihat permainan apa yang sedang kalian mainkan itu." pikirnya. Lantas dia kembali memakai kedua telinganya untuk mendengarkan dengan cermat. Cukup lama juga perjalanan sepertinya. Sudah lebih dari sejam semenjak Yunying siuman. Tetapi belum juga kereta kuda yang dibawa orang ini berhenti. Sebenarnya Yunying juga tidak begitu sabar lagi. Namun karena dia ingin melihat apa hal yang terjadi, maka dia berusaha untuk mendiamkannya terlebih dahulu. Selang sejam lebih kemudian... Sepertinya kereta kuda telah berhenti. Jalanan terakhir ini sudah cukup bagus, terbukti goncangan kereta kuda sepertinya sudah tidak separah tadinya lagi.

Samar-samar kemudian dia mendengar suara orang turun dari kereta kuda. Tidak lama, dia mendengar ketukan kayu yang sebenarnya tidaklah dekat. Sepertinya orang yang membawanya sedang mengetuk pintu. Suara "kriek" terdengar cukup jelas bagi Yunying. "Aku sudah membawa seorang wanita nan cantik. Cepat masukkan peti ke dalam terlebih dahulu." Sementara itu, terdengar suara seorang yang lainnya. "Kamu sudah membawa yang ke-8 bulan ini. Tetapi semuanya bukan orang yang digambar. Bagaimana kau itu?" suara orang ini agak serak, mungkin dia adalah orang yang cukup tua. Dan dari nadanya sepertinya dia kurang senang. "Kali ini lain tuan... Kali ini lain... Nona ini cantik luar biasa. Kecantikannya tidak kalah dengan puteri Koguryo dan Wu Yunying dari Tongyang." tuturnya sambil terkekeh-kekeh. "Memang kau pernah lihat Puteri Chonchu dan Wu Yunying?" tutur pemuda yang bersuara serak itu dengan marah sekali. "Tidak pernah sih... Kalau tidak percaya coba anda masukkan dahulu peti ini." tutur pemuda itu. Suara ini kemudian dilanjutkan dengan suara derap kaki beberapa orang. Sepertinya disana juga telah terdapat beberapa orang yang lainnya. Yunying yang pura-pura tidak sadarkan diri itu telah merasa bahwa dirinya yang berada dalam kotak telah diseret. Tidak lama kemudian, dia merasa dirinya bergoyang pelan-pelan. Dia tahu bahwa dirinya sekarang sedang "diangkut" bersamaan dengan peti kayu itu. Lalu dengan sabar, dia menunggunya. Sepertinya, saat dia "melayang" itu cukup lama juga. Orang yang membawanya mungkin adalah sekitar 4 orang menurutnya sebab dia bisa merasakan keseimbangan di setiap sisi peti kayu berbentuk persegi panjang itu. "Setelah beberapa lama aku belum diturunkan, berarti rumah orang ini pasti tidaklah kecil." Yunying menganggapnya begitu. Tetapi baru saja dia beranggapan begituan, dia merasa dirinya seperti sedang "jatuh" dengan cukup perlahan. Tidak lama kemudian dia tahu benar bahwa dirinya telah berada di tanah. Keadaan masih cukup sunyi. Yunying cukup heran mendapatinya. Tetapi dia tetap belum mau keluar. Lantas kali ini, dia segera menutup matanya. Jika ada orang yang membuka peti, maka dia tidak ingin ketahuan bahwa dirinya telah sadar.

Perlu waktu yang cukup lama juga, sampai terakhir dia mendengar langkah yang mendekati peti. Dan langkah disini terasa cukup berat serta bukan hanya sepasang langkah saja yang didapatinya. Tetapi terdapat mungkin belasan langkah. Yunying tidak ingin ambil pusing untuk menghitungnya. Lantas dengan pura-pura masih terbius, dia diam saja. Bahkan nafasnya sengaja diteraturkan lemah. "Kriettt......." Terdengar suara peti terbuka. Sesaat, suasana cahaya yang gelap luar biasa itu telah terang sekali. Yunying memang terkejut mendapatinya, tetapi dia masih berusaha tenang saja. "Nona ini cantik sekali memang." "Betul kak... Dia sungguh sangat luar biasa." "Kalian sudah tidak bisa memilikinya lagi. Sebab Huang Zi adalah anggotaku, dia yang menangkapnya maka adalah milikku." Sesaat suara disana kemudian gaduh. "Apa katamu?" "Kalau begitu, setelah menjadi milikmu beberapa lama. Maka pinjamkanlah dia kepadaku beberapa hari. Bagaimana?" "Pinjamkan juga kepadaku tentunya setelah kamu merasa bosan kakak kedua." "Kau telah membunuh 15 gadis cantik setelah kau kencani. Tidak tidak... Kali ini giliranku...." teriak suara seorang pemuda. Begitulah kegaduhan mereka. Tiada seorangpun yang sepertinya mau kalah satu sama lainnya dalam merebut Yunying yang pura-pura terbius itu. Tetapi Yunying yang mendengarnya sebenarnya sangatlah marah. Dia ingin bangun dan menyelesaikan kesemuanya. Tetapi karena tadinya dia mendengar bahwa ada seorang potret wanita cantik. Dia tidak ingin melakukannya lagi, tetapi tetap berpura-pura tidur. Suasana gaduh disana cukup lama. Yunying yang mendengar suara gaduh yang kasar itu kemudian juga sama marahnya. Dia berpikir. "Jika hari ini tidak mampu kuselesaikan kalian semua, maka jangan panggil diriku Wu Yunying. Akan kubalas semua kejahatan kalian 1 persatu." Tetapi tidak lama kemudian, terdengar suara seseorang memecahkan kegaduhan itu. "Diam!!!!" Semua orang disini kontan diam tiada bersuara. Lantas mereka menyebut. "Kakak pertama...."

Orang ini sedang berjalan mendekati ke arah Yunying. Yunying merasakannya sangat jelas. Sesaat, dia berdiri mematung cukup lama di atas peti itu. Yunying merasa heran sekali, mengapa orang di atasnya berdiri tetap tiada bersuara saja. Dia tentu tahu bahwa orang yang barusan datang itu sedang memperhatikannya. Tetapi, lantas dia terdengar bersuara. "Betul.... Inilah dia... Inilah wanita yang kita cari-cari itu...." "Apa? Kakak pertama yakin tidak salah????" tutur kesemuanya. Tetapi dari nada mereka memang tidak puas. "Tidak salah lagi. Nah, kalian lihatlah ini....." tutur orang yang bersuara cukup serak. Sepertinya dia sedang meletakkan sesuatu di atas meja yang tidak jauh dari sana. Kesemua orang terdengar langkah menjauh untuk mendekati meja di samping itu. "Astaga....." "Tetapi.... Tidak bisa... Darahku telah berdesir hebat melihat gadis itu. Tidak bisa tidak kulampiaskan." "Betul... Apa kata kakak kedua benar...." Mendengar apa perkataan semua saudaranya, terdengar dia marah luar biasa. Suara gaduh kemudian muncul lagi. Hingga suara seorang lainnya yang membuatnya menjadi sepi kembali. "Tetapi... Mumpung dia masih tidur, bagaimana kita lampiaskan dulu. Kemudian baru kita serahkan kepada majikan. Bagaimana? Dia pasti tidak tahu...." Semua yang di sana lantas tertawa terkekeh-kekeh mendengar usul suara tersebut. "Benar!!! Obat bius dari Xi Zhang ini terkenal hebat. Kita berikan dia lagi, selang 3 hari kemudian dia pasti tertidur pulas. Lantas hari ini kita bisa menikmatinya beramai ramai." Suara orang ini kemudian membuat kesemuanya beranjak dari meja dan mendekati peti dimana Yunying berada. Yunying telah merasakan kehadiran mereka semua yang sedang mendekat. Tetapi dia tidak takut, kali ini dia telah mempunyai rencana. Mereka semua telah berkeliling di peti mengamati Yunying. Yunying merasakannya dengan pasti. Melihat seorang wanita luar biasa cantiknya ketiduran tiada bangun tentu membuat mereka semua yang adalah lelaki normal berpikiran sangat kotor. Kesemuanya lantas mendekati dengan wajahnya. Hanya berselang beberapa inchi kemudian...

Tiba-tiba kesemuanya terpental hebat ke belakang. Beberapa bahkan menabrak meja dan kursi, serta tembok dan tiang. Kesemua orang itu langsung berdiri dengan sangat heran sekali. Dilihatnya wajah mereka masing-masing seakan tidak percaya. Mereka kembali mendekat ke peti. Tetapi di lihatnya si nona masih tertidur sangat pulas. Tiada tanda-tanda bahwa dirinya telah bangun. "Kakak kedua. Wajahmu ada tamparan...." Orang yang dipanggil ini segera memegang pipinya. Lantas kesemuanya juga merasakan hal yang sama. Wajah mereka memang terasa sama. Setelah ditilik, kesemuanya memiliki 4 garis tebal dari jari tangan. Lantas dengan ketakutan mereka memandang sekeliling. Tetapi tiada orang yang tampak. Kesemuanya kontan gemetar mendapatinya. Di saat mereka sedang kebingungan. Mereka kemudian merasakan kehadiran seseorang. Sebenarnya pesilat disini bukanlah pesilat golongan biasa lagi. Mereka cukup memiliki tenaga dalam yang tinggi. Mendapati sesuatu hal yang berubah, mereka sudah tahu. Lantas kesemuanya memalingkan wajah ke arah terjadinya "perubahan" itu. Mereka kesemuanya melihat wanita berwajah putih dan berpakaian serba putih telah berdiri. Lalu beberapa sampai bibirnya gemetar menyahut. "Setan... Ada setan wanita..." "Ngaco. Mana mungkin siang bolong ada hantu wanita." jawab seorang lainnya. "Ini sudah sore. Wajar saja hantu mulai keluar..." Yunying memang telah berdiri dengan wajahnya yang penuh kegusaran sedang melihat ke arah para pemuda di depannya. Dia melihat bahwa jumlah mereka adalah 8 orang. Kesemuanya rata-rata memiliki wajah yang jelek dan bentuk yang aneh. Ada yang pendek luar biasa, atau kurus dan tinggi sekali. Tetapi wajah mereka rata-rata adalah runcing keluar seperti siluman. "Kalian tidak ada satupun yang bisa hidup keluar dari sini. Sekarang kalian katakanlah siapa yang memerintah kalian untuk menangkap gadis-gadis cantik?" tuturnya dengan amarah meluap-luap. Tetapi kesemuanya kelihatan tidaklah takut. Melainkan mereka tertawa terkekeh-kekeh dan dengan senyuman mesum beranjak mendekatinya. Melihat lawan tidak tahu diri, Yunying segera beranjak sungguh cepat ke depan. Dia mengambil lawan yang tertinggi dahulu. Dengan segera dia menyerangnya dengan tapak. Pertarungan dahsyat pun terjadi. Suara tadinya yang sempat gaduh akibat adu mulut, sekarang gaduh akibat pertarungan tingkat tinggi. Sinar emas sesekali berkelebat hebat membuat ruangan itu terang sesaat. Hanya sesaat kemudian ruangan tersebut tiba-tiba runtuh dengan diikuti perpendaran energi yang luar biasa sakti.

Ruangan ini tiada lain seperti ruangan tamu yang terpisah satu sama lainnya. Seluruh tiang penglari di sana telah patah dan hancur berantakan. Adalah melainkan hanya seorang wanita berpakaian putih saja yang berdiri dengan benar. Sedang kesemuanya telah berbaring. Beberapa bahkan telah kehilangan nyawanya dalam pertarungan singkat tetapi luar biasa dahsyat itu. Wanita itu tiada lain tentunya adalah Yunying. Dia tidak terlihat mengalami sedikit cedera pun. Wajahnya masih sesegar semula. Matanya tetap tajam dan memerah mengamati kesemua orang yang sudah dikalahkannya. Melihat seorang yang sedang kepayahan, nyonya ini mendekatinya. "Siapa yang menyuruh kalian? Dari mana kalian ini semua belajar tapak buddha Rulai?" Tetapi orang yang kepayahan ini tidak menjawabnya. Sepertinya dia telah tidak sanggup berkata-kata meski hanya sepatah katapun. Lantas tiada lama, terlihat orang ini telah putus nafasnya. Kembali Yunying melihat ke arah orang lain yang bertubuh tinggi kurus. Dia kembali bertanya. "Siapa yang menyuruh kalian?" Si tinggi kurus ini sepertinya juga susah sekali menjawab pertanyaannya. Lantas dia menanyainya balik dengan kepayahan. "Mustahil jurus tapak buddha Rulai tingkat ke- 8 kami dikalahkan dalam 5 jurus saja. Siapakah kau? Dan benarkah kamu menguasai Ilmu pemusnah raga?" "Kalian adalah manusia bejat. Tidak pantas lagi kalian ini hidup lama. Semakin lama maka semakin banyak nyawa gadis tak berdosa lenyap di tangan kalian. Tadinya ingin kukurangi tenaga tetapi melihat bagaimana cara kalian, maka sungguh benar kelakuanku itu." Yunying memang masih marah. Di dalam hatinya, dia berpikir kenapa kaum wanita selalu ditindas dan dihina saja. Hal ini tentu membuat dirinya sungguh tidak puas. "Yang menyuruh kita adalah... Adalah... Tuan HHHheeeiii..." Baru saja dia berkata, dia telah kehilangan nafas. Orang tinggi kurus kali ini juga mengalami nasib serupa dengan saudara-saudaranya. Yunying mendengar sebuah kata "hei". Tetapi dia tidak bisa mengerti artinya. Sebuah huruf "hei" tentu bukanlah nama marga sebab di daratan China tiada pernah ada marga begituan. Dia hanya menatap kosong ke depan, setelah berpikir lama dia pun tidak mendapat jawabannya. Tidak lama kemudian, Yunying menyapu seluruh kamar yang telah roboh itu. Dia berjalan mendekati sesuatu yang dilihat oleh mereka semua tadinya di sebuah meja. Tetapi meja sejak awal sudah rontok akibat pertarungan sesaat itu. Ditiliknya dengan teliti ke arah meja yang telah jadi rongsokan kayu. Ternyata ada sebuah kain panjang berwarna putih. Tetapi sekarang sepertinya tertindih rongsokan kayu dari atap. Ditendangnya kayu dengan kuat. Kayu kontan melayang pesat beberapa puluh kaki jauhnya. Lantas sambil berjongkok, dia meraih kain putih. Lalu diamatinya sebentar.

Sungguh membuat dirinya terkejut mendapati bahwa di kain putih ini terdapat lukisan dirinya. Tetapi.... Tidak... Ini bukanlah potret dirinya. Melainkan potretnya Yuan Xufen. Dia mengamatinya cukup lama sambil berpikir keras. Bagaimanapun dia memutar otaknya dia tidak sanggup untuk mendapatkan jawabannya. Lantas dipikirkannya apakah mungkin Xia Jieji mencari dirinya dengan cara beginian. Tetapi sungguh mustahil, sebab tidak mungkin bahwa suaminya akan memerintahkan orangorang bejat ini untuk mencari dirinya. Di otaknya terselubung sungguh sangat banyak hal.

BAB CXI : Wanita Bertopeng Yang Keracunan Hebat "Bagaimana harus kucari dia lagi? Sama sekali tiada petunjuk sama sekali yang membuatku sungguh susah sekali..." Dia terus berpikir keras. Sampai ketika sudah terdengar langkah yang cukup dekat. Yunying memang sedang tidak memperhatikan sisi lain selain "dirinya" sendiri. Tetapi berkat mantapnya energi yang dimiliki olehnya, maka gerakan yang cukup cepat mendatangi tentu terasa olehnya. Lantas dengan mengalihkan pandangan ke samping, dia sembari menunggu saja orang yang bakalan datang ke sana. Terasa derap langkah kaki memang cukup banyak. Mungkin belasan orang sampai menurutnya. Sesaat... Memang benar. Beberapa belas orang dengan golok terhunus telah sampai di Wisma yang luas luar biasa itu. Ketika mereka melihat seorang nona cantik dengan pakaian serba putih sedang berdiri tegak menghadap ke arah mereka. Kesemua orang itu tentu terkejut luar biasa. Apalagi panorama di belakang nona ini sungguh membuat orang tergoncang hatinya. Yunying berdiri dengan sangat anggun, dengan kecantikannya yang luar biasa tentu adalah seperti Dewi di langit tingkat ketujuh, tetapi yang mengherankan kesemuanya tiada lain adalah rongsokan bangunan yang hancur berantakan tepat sekitar 5 langkah di belakangnya. "Kau!!! Kau telah membunuh ketua dan para tetua..." Yunying menatap orang yang berbicara itu. Tetapi dia tidak membalasnya, wajahnya tidak menampakkan adanya perubahan sesuatu. Tetapi dengan tajam, dia diam membisu menatap ke depan. "Bagaimana? Kita bunuh saja?" teriak yang lainnya sambil mengancungkan goloknya ke depan. "Maju!!!!" kemudian terdengar orang lainnya berteriak keras. Kesemua orang serentak yang terdiri dari 19 orang itu maju untuk mengerebut ke depan.

Yunying yang tadinya diam-diam saja, segera maju beranjak pesat ke depan. Dia siagakan tapak kirinya untuk menghantam ke depan. Sesaat, sinar gemerlap tampak sesaat saja seperti kilat menyambar. Suara yang cukup gaduh tadinya tidaklah terdengar lagi. Melainkan hanya terdengar suara derap kaki pelan yang berjalan keluar dari wisma. Selang sesaat, tentunya wanita nan sakti inilah yang berjalan keluar dari Wisma besar. Sesampainya di depan, dia tidak melihat pintu tertutup. Tetapi terbuka besar dan tiada penjaga lagi. Saat dia melangkah ke depan pintu, dia sempat berbalik mendongkakkan kepalanya ke atas. Wajah yang nan dingin miliknya segera berubah menjadi terkejut ketika dia membaca adanya 3 huruf aksara papan besar di depannya. "Wisma Sembilan Keanehan." ( Jiu Qi Zhuang ) Yunying yang terkejut melihat nama Wisma segera berputar otaknya. Dia tahu dengan pasti, ketua dari Rumah Jiu Qi Zhuang adalah teman dari ayahnya. Hari-hari di saat dirinya masih remaja belia. Sang ayah pernah mengungkit bahwa ketua wisma adalah orang dermawan dari wilayah Chengdu. Tetapi melihat kelakuan semua penghuni wisma, tentu dia merasa sangatlah heran. Dia ingat-ingat dengan cermat kembali. Ayahnya pernah mengatakan bahwa Wisma Jiu Qi adalah salah satu cabang partai Jiu Qi di India. Partai ini memiliki 3 unggulan markas di daratan China yaitu Wisma Jiu Qi - Wei Ming (sebelah barat Chengdu), gudang persenjataan Jiu Qi -, Yunnan dan pelatihan militer Jiu Qi Xu Du. (Wisma Jiu Qi adalah tempat banyaknya berkumpul sastrawan hebat. Gudang persenjataannya adalah sebenarnya tempat pelatihan bagi para ahli senjata untuk membuat senjata, memperdalam aura senjata silat dan lainnya. Disebut sebagai gudang persenjataan karena semua ahli pembuat senjata disini menyumbangkan karya no. 1 -nya untuk partai Jiu Qi. Sedangkan pelatihan militer Jiu Qi adalah tempat para prajurit Istana yang sukarela belajar cara teknik berperang.) Sekarang Yunying tahu bahwa partai dari teman ayahnya telah di bantainya dalam 1 sore saja. Tentu dia merasa sungguh tiada enak hati, tetapi bagaimanapun duduk perkara sudah jelas sekali. Orang misterius mencarinya, tetapi kesemuanya bahkan ingin bertindak kejam dan laknat terhadapnya. Sebagai seorang wanita baik-baik tentu tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi padanya. Tetapi menyesal pun bisa dibilang sebagai hal yang aneh. Lantas dengan tersenyum pahit dia menuju ke arah barat kota. *** Persia... Dengan mengambil arah barat, Jieji masih berjalan kaki. Dia telah berjalan 3 li lebih meninggalkan tempat dimana ayahnya di kremasi tadinya. Di benaknya telah timbul sesuatu hal semenjak tadinya dia berbicara dengan Dewa Lao.

"Dahulu puteri Han Ming dikuburkan oleh Ying Zheng alias Qin Shih-huang di Persia. Tujuannya tiada lain karena rasa benci kehilangan cinta-nya. Puteri Han Ming amat mencintai Pangeran negeri Tan. Tetapi Ying Zheng malah sebaliknya amat mencintai Han Ming. Maka atas perihal bertepuk sebelah tangannya cinta Ying Zheng, dia menguburkan puteri ini jauh ke barat supaya jadi hantupun keduanya tidak sanggup bertemu." Begitulah hal yang sedang berada di dalam otaknya. Terlihat dia menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Pembuyaran energi di dalam dirinya masih tetap berlanjut. Tetapi karena Jieji tidak bertarung, maka pembuyaran energi keluar hanya sedikit saja. Bagaikan pohon besar yang sedang terkikis pelan oleh bacokan tukang kayu saja. "Tetapi atas dasar apa dia membuat format "sinar emas" itu? Apa hubungannya dengan hutan misteri di utara? Dan yang paling aneh adalah mengapa Ying Zheng tidak saja dikuburkan disini? Melainkan dia bermeditasi menunggu orang untuk memecahkan format hutan misteri di gurun tua?" Pemikiran Jieji sedang menari hebat. Dia tidak sanggup menebak keinginannya Qin Shihhuang. Tentu dari sikap Ying Zheng yang sangat pandai itu pasti ada sebabnya. Yang menjadi pertanyaan besar baginya adalah sinar emas di dalam tubuhnya. Dari Tantien, Jieji merasakan sebuah hawa bergejolak sangat luar biasa hebatnya. Tetapi yang lebih hebatnya adalah tenaga dalam miliknya dan milik Yue Liangxu tidak sanggup "dimasukkan" ke tantien yang telah terisi sinar emas itu. Setelah berpikir cukup lama, Jieji hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela nafas. Baru kali ini dia mengalami jalan yang buntu. Sebab, bagaimanapun susahnya sebuah teka-teki ataupun kasus yang sengaja dibuat rumit tidak begitu menyulitkannya. Namun, hal ini sungguh betul bisa membuat dirinya menjadi "gila". Lalu sambil berjalan terus, dia mendapat sebuah ide. Dari sifat energi-nya yang tidak bisa menyatu dia teringat sebuah Ilmu. Ilmu yang pernah dikembalikannya ke India. "Aku akan mencoba-coba menempuh perjalanan ke India terlebih dahulu. Dahulu guru besar Shaolin, Ta Mo berasal dari negeri ini. Dan dia-lah yang menciptakan ilmu silat tingkat tertinggi. Aku yakin pasti pemecahan hal aneh dalam diriku bisa diselesaikan." Tetapi baru saja dia berpikir sampai disini, dia telah terkejut menyaksikan pemandangan di depannya. Meski cukup jauh, Jieji bisa melihat sesuatu benda sedang menunggunya. Ketika dia arahkan konsentrasi matanya di padang rumput nan luas di depannya, dia melihat sesuatu yang membuatnya girang luar biasa. Lantas dengan berlari, dia mendekati "benda" itu. Tentu tiada lain "benda" yang menunggunya adalah sebuah binatang besar, tingginya kepalanya hampir mencapai 7 kaki, punggungnya hampir mencapai tinggi 6 kaki. Bulu-nya berwarna terang merah darah dan biru. Ototnya sungguh terlihat kuat. Dari jauh, siapapun yang melihatnya pasti tahu "benda" di depannya bukanlah "benda" sembarangan. "Kuda bintang biru!!!" Lantas Jieji sambil tertawa mendekati.

Begitu pula sang kuda yang sepertinya bisa menebak isi hati majikannya. Dia mengikik sekali dengan keras dengan mengangkat kedua kaki depannya seakan sungguh bergembira. Bintang biru telah menunggu cukup lama disana, semenjak Jieji meninggalkan tempat dimana kawan-kawannya berada tadinya. "Sungguh menyusahkan dirimu. Sudah setahun kamu hidup disini. Bagaimana keadaanmu?" Mendengar kata-kata majikannya, dia lantas mengikik keras sekali. Dengan gerakan yang memutarkan kepala, dia segera berlaju pesat ke arah timur. Kuda bintang biru sempat di tinggalkan Yumei setelah menyelamatkan Jieji dari penjara bawah tanahnya partai Bunga senja. Tentu tiada lain maksudnya kuda ini sangat langka. Jika dalam saat persembunyian, kuda diketahui oleh lawan tentu akan berbahaya bagi Jieji maupun Yumei. Oleh karena itu, dia meninggalkannya disini. Di padang rumput nan luas. "Bagaimana? Ini adalah daratan kelahiranmu. Apakah sudah cukup waktu 1 tahun bagimu bernostalgia disini? Karena sepertinya aku bakal betul mengandalkanmu seterusnya...." tutur Jieji sambil tersenyum. Kuda bintang biru adalah sebuah kuda yang menantikan Jieji saat dia berada di daerah Xiliang. Yaitu saat dimana pertama kalinya dia merasakan kejanggalan tindakan He Shen untuk memberontak. Sang kuda menanti Jieji dengan gagah di daerah barat Wu Wei sekitar belasan tahun yang lalu. Pertama-tama Jieji memang sempat duduk di atas kuda yang nan gagah ini. Tetapi, sang kuda malah meringkik-ringkik secara dahsyat. Tetapi saat itu, Jieji telah menguasai tenaga dalam-nya dengan mantap. Maka di atas kuda, Jieji memasang tenaga dalamnya untuk di salurkan ke kuda. Selang 6 jam kemudian, Jieji betul bisa menaklukkan sang kuda yang akhirnya sepertinya sang kuda telah memilih majikannya tersebut. Tanpa terasa pula, sang kuda telah menjadi temannya selama belasan tahun. Yang anehnya, Jieji selalu menghormati kuda ini seperti kawannya sendiri. Begitu pula sang kuda memperlakukan majikannya seperti seorang bawahan setia menghamba kepada atasannya. Kuda masih tetap berlari kencang ke depan. Mendengar perkataan Jieji, terlihat dia seperti menganggukkan kepalanya ke depan beberapa kali. Lantas sambil tertawa terbahak-bahak Jieji melarikan kudanya. Dia tahu bahwa dengan laju demikian kencang, paling dalam 20 hari dia pasti bisa sampai ke tujuannya. Dua bulan kemudian... Jieji memang telah sampai ke India jauh hari dihitung dari sekarang. Tempat yang ditujunya tiada lain adalah Vihara / Kuil Jetavana. Sebuah kuil yang pernah dikunjunginya ketika waktu sekitar 2 tahun yang lalu saat dia menuju ke Persia. Pemandangan daerah kuil memang masih sama seperti 2 tahun yang lalu. Kuil tetap tidak dihuni seorang pun, dan kuil besar ini sebenarnya telah tiada berpenghuni sama seperti ketika dia datang 2 tahun yang lalu.

Saat 2 tahun yang lalu, sepertinya memang orang-orang dari partai bunga senja tidak membunuh saat mengambil kitab Pelenturan Energi. Adalah buktinya tiada bekas pertarungan apapun. Dengan kepintarannya, Jieji tahu bahwa Thing-thing dan dedengkotnya sebenarnya mengambil kitab dari bawah tanah kuil. Maka tentu Jieji yang menghormati usaha leluhur kuil, juga mengembalikannya ke sana, ke tempat dimana Thing-thing mencurinya. Menurutnya saat itu, tidak mungkin lagi orang partai bunga senja akan kembali kemari mengingat kitab telah dihilangkannya di Shaolin. Dengan trik kecurigaan tempat kejadian, maka tempat yang sebenarnya dirasa paling berbahaya malah terasa paling aman. Disini, Jieji memang telah tinggal selama 1 bulan lebih lamanya. Dengan tekun, dia tetap menghapal per-bab dari Ilmu dahsyat ini. Tetapi dia tiada menemukan jalan apapun untuk menetralisir energi yang membuyar itu. Hingga hari ini-lah. Yaitu 60 hari semenjak kedatangannya kemari. Saat hari mendekati senja... Jieji masih tekun melatih energinya serupa dengan orang-orangan yang tergambar di buku. Pembludakan energi terasa di tantien-nya tetapi tidaklah energi pada luar tantien (energi miliknya dan energi-nya Yue Liangxu yang terserap olehnya). Pembuyaran energi tetap saja terjadi, bahkan ketika berlatih malah terasa energi semakin cepat terkikis. Saat dirinya keasyikan berlatih. Dia merasakan hawa hadirnya manusia. Kiranya mungkin masih 1 li jauhnya dari tempat latihannya yaitu hutan kecil di samping kuil Jetavana. Yang hebatnya, dia tahu bahwa semua orang yang datang adalah pesilat tinggi. Kesemuanya seakan sedang datang dengan ilmu ringan tubuh yang sangat tinggi pula. Sedang juga di rasakannya hal yang cukup janggal adalah di antara "gerombolan energi hebat" di belakang. Maka terdapat hawa kecil yang hanya secuil saja yang berada di depan sedang mendekati tempatnya. Menurutnya, mungkin orang yang di depan tiada lain sedang dikejar hebat oleh "gerombolan" orang di belakang. Segera saja dia menghentikan sikap meditasi "aneh-nya" sesuai buku pelenturan energi. Lantas kemudian dengan berdiri mematung, Jieji melihat ke arah datangnya para pesilat kelas tinggi. Tetapi sebelum benar mereka semua sampai. Jieji sudah tahu para pesilat tadinya di belakang mengejar sepertinya telah berhasil. Sesaat, pertarungan di depannya telah berkobar. Tenaga menggumpal yang hebat sedang mengeroyok secuil tenaga kecil dirasakannya dengan sangat pasti. Oleh karena itu, dengan gaya berlari kencang Jieji segera mendekati daerah pertarungan yang sekitar hampir 100 meter itu. Tetapi ketika dia benar sampai. Dia melihat seorang dengan pakaian serba putih telah melayang pesat terkena sebuah tapak dari lawannya.

Sesaat, Jieji juga terkejut. Memang dia yang melihat orang terpental itu sedang dihajar dengan sebuah Ilmu tapak yang tidaklah asing baginya sama sekali. Itu adalah tapak buddha Rulai dari India. Manusia yang terpental dilihatnya sekilas. Pakaiannya serba putih dengan topeng yang bercorak cukup aneh tetap dipakai olehnya. Dari sini, Jieji tahu bahwa orang berpakaian putih tiada lain adalah sedang dikejar oleh mereka semua. Pengejarnya terdiri dari 4 orang. Semuanya berwajah angker. Dengan pakaian putih yang terbuka bahu dan sebelah dadanya. Semua pengejarnya bukanlah orang daratan China melainkan seperti biksu dari Kuil-kuil India. Orang berpakaian putih itu meski terkena tapak dahsyat sekali, tetapi dia masih bisa berdiri kemudiannya. Namun dengan berdirinya ia, dilihat bahwa gaya berjalan ke depannya pun sudah sempoyongan. Ini disebabkan orang tersebut telah terluka dalam cukup parah. Tetapi sepertinya keempat orang pengeroyok tidak memberi saat untuk bernafas lebih lama baginya. Di antara keempat orang, tiga orang sudah kembali menyerangnya. Sedangkan 1 orang lainnya sedang berdiri melihat ke arah Jieji. Tentu keempat orang ini juga sudah tahu bahwa adanya lawan mendekati saat mereka bertarung dadakan dengan orang berpakaian serba putih. Jieji sama sekali tidak melihat ke arah orang yang memandangnya itu. Melainkan dia berdiri seakan cemas melihat bagaimana orang berpakaian serba putih itu menahan serangan kali ini. Tetapi ketika ketiga orang mendekat, orang berpakaian serba putih ini sama sekali tidak bergerak untuk melawan. Melainkan sepertinya dia terjatuh kembali. Tetapi ketiga penyerang walaupun melihat bahwa orang di depan telah terjatuh, tetap siap mengayunkan tapak untuk menghajarnya. Di saat yang sangat berbahaya itu... Ketiga orang yang tadinya maju, tidak sempat melihat ke samping. Lantas kesemuanya hanya tahu terpental. Seperti seseorang yang berdiri lantas ditabrak dengan hebat oleh kuda dari arah samping. Ketiga orang itu terpental hebat ke samping. Kesemuanya mengalami muntah darah hebat sebab mereka tahu bahwa penyerang kali ini menyerang ke arah rusuk mereka yang terbuka akibat lengan mereka yang sudah menuju ke depan. Ketiga orang yang terkena jurus hebat sepertinya memang terluka dalam, tetapi kesemuanya bahkan bisa berdiri kembali. Sepertinya penyerang ini bukanlah penyerang biasa. Jieji mengetahui bahwa setidaknya kemampuan orang-orang ini tidaklah di bawah Huo Thing-thing yang terkena jurus yang sama sekitar 2 tahun lalu. Namun, berbeda sekali kali ini. Kesemuanya masih sanggup berdiri dan menatap dengan melotot ke arahnya. Sedangkan 1 orang lainnya yang tadinya tidak menyerang sebenarnya ingin melihat bagaimana tindakan Jieji. Jika ada sesuatu yang tidak menguntungkan pihaknya, dia berniat untuk menolong. Tetapi adalah hal yang tidak disangkanya bahwa jurus yang dikeluarkan Jieji sangat cepat. Meski hendak menghindar pun tidak akan sanggup sama sekali. Apalagi untuk menghalangi jurus hebat itu. Lantas dia menatap seakan tiada percaya dengan hal yang dilihatnya saja.

Salah satu di antara ketiga orang, segera menanyainya. "Kenapa kau campuri urusan kita?" Jieji hanya menatap sambil tersenyum kepadanya. Kemudian orang kedua di sampingnya menanyainya kembali. "Kau sudah bosan hidup? Urusan Partai Jiu Qi pun berani kau usik?" Jieji memalingkan kepala ke sebelah, ke arah orang yang berbicara itu. Dia kemudian menjawab. "Aku bukanlah orang yang suka melihat cara kalian. Jika berani kenapa bukan 1 lawan 1? Ilmu kalian sudah cukup hebat. Tapak buddha Rulai bisa dikatakan Ilmu no. 1 disini. Tetapi terhadap orang yang kepayahan saja kalian berusaha mengeroyoknya." Ditegur begitu, tentu keempat orang ini tiada senang sama sekali. Lantas seorang menyahutinya. "Peduli apa dengan tingkah kita? Apa urusannya dengan kau..." Jieji tidak berniat menjawabnya. Lantas tersenyum, dia maju saja ke depan. Ke arah orang berpakaian serba putih itu. Keempat orang sepertinya tersenyum simpul yang kecil sambil saling memandang. Tidak lama, Jieji telah sampai ke arah orang berpakaian putih. Lantas dengan berjongkok, dia memegang pergelangan tangan orang itu. Dia berusaha untuk meraba nadi-nya. Di rasakan nadi orang ini sudah sangat lemah sekali. Dia hanya beruntung tidak tewas akibat pukulan tapak dari penyerang tadinya. Sambil menghela nafas, Jieji lantas berdiri saja dan memandang ke arah keempat orang itu berdiri. Tetapi... Lantas keempatnya sangat keheranan mendapati Jieji. Kesemuanya sempat saling memandang. "Tidak mungkin. Tadi dia menyentuh kulit tangannya. Tetapi dia tidak apa-apa...." Seseorang di samping segera menjawab. "Jangan-jangan racun pemusnah raga sudah tidak ampuh lagi..." Jieji yang mendengar percakapan mereka lantas terkejut luar biasa. Kembali dia melihat ke arah orang serba putih ini. Lantas sekali lagi dia jongkok, sambil meraba pergelangan tangan lainnya. Setelah sesaat, dia terkejut luar biasa. Nadi orang ini di sebelah pergelangan tangan kanannya berdetak sungguh sangat kencang. Sedang sebelah pergelangan lagi tadinya malah berdenyut amat lemah. Tiada lain inilah tanda bahwa korban benar terkena racun terdahsyat sepanjang zaman itu. Racun pemusnah raga diketahui setiap insan persilatan sebagai racun terampuh. Meski hanya menyentuh kulit saja, maka pori-pori terkecil pun bisa menyerap racun sehingga menyebabkan korban terkena racun ini. Setelah memahami tindakan keempat orang di depan, sesaat Jieji marah luar biasa. Sambil mencabut sebatang tongkat yang sengaja di selipkan ke pinggangnya dia berdiri.

"Kalian menggunakan cara yang licik benar. Setelah lawan kalian terkena racun, baru kalian menyerangnya." Keempatnya tertawa besar. "Itu tiada lain sebab orang ini sungguh sakti sekali. Bertarung 1 lawan 1 pasti kita bukan tandingannya. Selain itu, dalam semalaman dia berhasil membunuh 60 murid lebih dari partai Jiu Qi. Lantas dengan menaruh racun di makanannya kita baru bisa mengalahkannya." Sesaat, Jieji berpikir. Apakah betul orang berpakaian serba putih tiada lain adalah pendekar wanita hebat yang muncul di dunia persilatan belakangan ini? Lantas tanpa banyak bicara. Jieji langsung menerjang bagaikan harimau kelaparan yang memangsa mangsanya. Keempat sempat terkejut melihat gerakan yang tiba-tiba melesat ke arah mereka. Dengan berlari sambil mengarahkan tongkat ke dada lawan, dia mengancangkan tusukan ke arah dada orang yang belum terluka tenaga dalam itu. "Cari mati!!!" tutur orang dengan wajah angker melihatnya mendatangi. Dia segera merapal tapak untuk dihantamkan ke tongkat. Karena melihat gaya berlari lawan di depan, dia berpikir bahwa lawan bukanlah pesilat yang hebat. Tetapi ketika betul tapak hampir mengenai ke ujung tongkat tumpul itu. Tiba-tiba dia merasakan sakit di pipinya. Entah bagaimana caranya, tetapi orang di tengah itu terasa terpental hebat akibat tusukan tongkat itu. Gerakan awal tongkat memang adalah dada lawan. Tetapi dengan gerakan tiba-tiba, arah tongkat yang menusuk telah meminta sasaran pipi lawan. Ketiga orang di samping yang melihat temannya terpental segera datang mengeroyoknya. Terlihat 2 orang mengambil langkah ke arah punggung Jieji yang terbuka. Sedang 1 orang lagi terlihat menghadapi Jieji dari depan. Kesemuanya lantas merapal tapaknya untuk segera diarahkan ke depan masing-masing. Sesaat, sinar kuning keemasan terbit. Ini tiada lain adalah ancang-ancang jurus tapak buddha Rulai. Jieji melihat dengan sangat jelas. Dia segera meloncat tidak tinggi. Tongkat segera seakan di bantaikan ke depan. Dia mengangkat tongkat-nya sungguh tinggi ke belakang dengan tangan kiri untuk kemudian di hantamkan ke depan. Tetapi yang hebatnya, 1 orang yang menyerang dari belakang segera terasa sakit sekali kepalanya. Dia terkapar sebelum tapak yang seharusnya diarahkan ke punggung lawan sampai. Lalu dengan gerakan yang sangat indah, sambil maju melayang Jieji kembali menghantamkan tongkat ke arah kepala penyerang dari depan. Penyerang dari depan sungguh tahu bahwa lawan sekarang sedang menghantamkan tongkat keras itu ke kepalanya. Lantas membentuk sebelah tapak, dia segera ingin menahan pukulan dahsyat itu. Tetapi sekali lagi, tapak belum sempat ditahan olehnya. Tahu-tahu tongkat telah menyamping menghantam telinganya. Penyerang ini juga terlihat terlempar cukup jauh sekali sambil menyeret pipi ke tanah rerumputan pendek.

Hanya tinggal seorang saja yang masih menyerang cepat dari arah belakang. Jieji memang telah turun ke tanah. Dia merasakan hawa tapak menusuk sedang mengarah ke punggungnya. Ketika tapak hampir sampai, dia mengelak dengan melangkah ringan saja ke samping. Tapak terasa lewat dengan sangat pelan dan tiada menyentuhnya sama sekali meski jarak antara tapak dan tulang rusuk sebelah kirinya itu adalah tidak sampai seinchi. Tetapi ketika tapak telah lewat selengan. Orang di samping juga terpental hebat muntah darah ke belakang. Sungguh sial orang ini sebab dia melewati daerah pertahanan sebelah kiri-nya Jieji. Justru Jieji sedang memegang tongkat dengan tangan kiri. Maka muka orang ini-lah yang sedang bergerak cepat malah menghantam ujung tongkat yang tidak bergerak. Tetapi ini adalah semua gerakan dari Ilmu pedang surga membelah itu. Dengan memadukan Ilmu pedang surga membelah dan gerakan ilmu menghindar dari Partai Surga menari. Maka semua gerakan jurus malah tambah berbahaya. Jika saja tadinya Jieji memegang pedang, maka semua lawannya tentu sudah tiada bernyawa. Dan yang hebatnya adalah Jieji bergerak leluasa dengan Ilmu pedang surga membelah. Seakan Jieji tidak menyerang, melainkan bertahan. Seakan dia tidak bertahan tetapi menyerang. Atau bisa dikatakan dia diam saja. Sungguh sebuah Ilmu pedang yang nan rumit tetapi sangat sederhana luar biasa. Jieji dalam 2 bulan sudah memahami 1/2 dari seluruh gerakan 10.000 langkah dewa dari buku kitab pemberian Dewa Lao. Keempat orang yang terlempar sudah mampu berdiri lagi. Tetapi kondisi mereka benar tiada jauh berbeda dengan orang berpakaian serba putih itu. Lantas mereka berniat beranjak segera pergi dari sana. Jieji yang melihatnya sama sekali tiada berniat untuk menahan mereka. Baginya betul tiada gunanya sama sekali lagi untuk membunuh. Akhir-akhir ini Jieji memang mengalami hal sulit yang sungguh banyak. Dia memutuskan tidak akan sembarangan membunuh lagi mengingat dalam diri manusia kadang terdapat banyak hal yang susah dipecahkan dalam bentuk kata-kata. Membunuh atau dibunuh seperti sebuah permainan sandiwara yang suatu hari haruslah berakhir.Dan untuk memahami manusia secara seutuhnya memang adalah hal yang sangat susah. Jieji segera membopong orang misterius ini, sambil berjalan pelan dia menuju ke arah Kuil. Sedangkan kesemua pesilat India itu sudah kabur. Jieji menaruhnya di atas jerami di dalam kuil yang tiada berpenghuni itu. Kemudian, sekali lagi dia meraba nadi orang ini. Jieji tahu bahwa dia adalah seorang wanita. Oleh karena itu, dia bertindak tetap sopan. Tetapi karena tahu bahwa dia terkena racun paling dahsyat. Jieji juga berpikir untuk menolongnya. Lalu tanpa banyak bicara, dia segera menuju ke arah belakang dari Kuil. Banyak lemari serta barang-barang yang masih terlihat utuh adanya. Dia mencari perlaci di lemari yang agak besar untuk menemukan sesuatu benda. Setelah mencari lumayan lama, dia akhirnya menemukan sesuatu yang dicarinya itu. Tiada lain tentunya adalah jarum perak untuk menawarkan racun pemusnah raga.

Dia segera bergerak ke arah wanita bertopeng itu di letakkan tadinya. Dia melihatnya dengan degup jantung yang lumayan keras sewaktu mendekatinya. Dia berharap bahwa nafas dari wanita bertopeng ini masih belum putus. Segera saja, dia meraba nadinya. Tetapi masih tetap tidak berubah sama sekali. Nadi sebelah lengannya adalah detakan ringan sekali, sedang sebelahnya detakan nadi kencang. Segera Jieji tersenyum lega mendapatinya. Dia tahu dengan benar bahwa untuk menawarkan racun ini adalah hanya ada 1 cara. Yaitu menusuk jarum perak ke kening korban. Jika tepat, maka korban akan memuntahkan cairan berwarna perak dari mulutnya.Tetapi kali ini Jieji sungguh berbeda dengan saat sekitar 16 tahun lalu. Saat dia menusuk jarum ke arah kening Xufen. Hatinya tidaklah semantap sekarang. Apalagi dia tidak mengenal wanita bertopeng ini, maka 1/2 perasaan dilemanya sudah terlepas. Setidaknya dihatinya betul tidak ada ganjalan yang sungguh bisa membuatnya salah langkah. Lantas dengan tangan pelan, dia berniat menarik topeng dari wanita untuk mencari nadi di keningnya. Tetapi kemudian dia teringat akan sesuatu hal. Hari sebenarnya sudah sangat senja, sebentar lagi akan gelap. Oleh karena itu, sebelum Jieji benar ingin membuka topengnya. Dia segera berjalan ke arah samping dan menyalakan api terlebih dahulu. Melalui dua buah tongkat kayu panjang, dia berdirikan di arah wajah nona bertopeng. Kali ini dia merasa telah siap. Di tangan kirinya, dia memegang jarum perak. Sedang tangan kanan dia hendak menarik topeng untuk mencari titik kening nona. Tetapi saat tangannya baru mengenai topeng. Tiba-tiba, tangannya ditepis dengan keras sekali.

BAB CXII : Senja Abadi , Malam Sesaat Mendapat tepisan tangan dari wanita bertopeng membuat Jieji segera terkejut. Sebab yang lihainya adalah tepisan tangan dari wanita ini tetap sangat keras meski dia sudah terluka dalam dan teracun parah. Dan Jieji mau tidak mau salut terhadap tindakan tiba-tiba darinya. Lantas, Jieji mengatakan sesuatu padanya. "Kamu terkena racun terdahsyat zaman ini, racun pemusnah raga. Oleh karena itu, aku akan berupaya mengeluarkan racun itu sekarang juga. Janganlah kamu terkejut..." Wanita bertopeng ini tidak menyahuti Jieji sama sekali. Samar-samar Jieji bisa melihat bola matanya dari balik topeng itu. Dia mengamati Jieji dengan pandangan yang bengong saja beberapa lama. Jieji yang melihat tindakannya, segera tersenyum. Lantas kembali dia menutur. "Hanya ini saja cara untuk mengeluarkan racun itu dari dalam tubuhmu." Sembari berkata-kata, Jieji segera mengancangkan kembali jarum perak itu. Tetapi wanita bertopeng tidaklah menyahutinya sama sekali. Dia terlihat menarik topeng ke bawah.

Jieji juga heran kenapa tidak dilepas saja topengnya. Tetapi karena saat itu adalah saat yang cukup genting, maka dia tidak menanyainya. Topeng memang telah melorot tetapi hanya sebatas sejari di atas alisnya. Sehingga kening dari wanita bertopeng ini sudah bisa dilihat secara jelas. Dengan sebelah jari kanan, Jieji mencoba meraba nadi di keningnya. Cukup lama juga Jieji mencari nadi di kening wanita ini. Karena keadaan cukup gelap, maka tiada cara lain. Jieji hanya berusaha merasakan detakan pelan dari nadi keningnya. Tidak lama, dia sudah mendapatinya. Segeralah terbit senyum di wajahnya. Meski wanita di depan ini belum dikenalnya, tetapi karena dia merasa tugasnya kali ini cukup berat, maka tanpa terasa keringat telah membasahi wajahnya. Terlihat Jieji cukup tegang juga karena bagaimanapun dia pernah salah melakukannya. Sedang wanita bertopeng setelah melorotkan topengnya, sepertinya tidak bergerak sama sekali. Namun, Jieji bisa mendengar suara nafasnya yang pelan muncul dari balik topeng. "Ini adalah penentuan hidup mati wanita ini. Tetapi jika aku tidak tegas, maka lebih gawat lagi sebab dia akan tewas karena keracunan." Begitulah pemikirannya. Tidak lama, Jieji yang berusaha mengendalikan dirinya terasa siap sepenuhnya. Dia tidak mengingat lagi saat-saat ketika dia menusukkan jarum tersebut dan gagal. Dengan mata yang tajam memandang ke kening wanita bertopeng, sesaat dia melaksanakan aksinya. Jarum yang dipakai untuk ditusuk di tangan kiri langsung saja mengarah ke nadi kening. Dan secara tepat terasa sebab darah di nadi itu segera muncrat keluar sekira setetes. "Tidak disangka untuk menusuk nadipun harus kukeluarkan kemampuan ilmu pedang..." tutur Jieji sambil tertawa keras. Lalu dia melihat ke arah si topeng. Dia langsung menarik kembali ke atas topengnya untuk membetulkan posisinya. Sesaat kemudian. Si topeng merasa mual sekali. Dari dalam perutnya seperti bergoncang hebat sebuah energi hendak keluar. Lalu dengan cepat, dia menarik topeng sambil membelakangi Jieji. Lantas terdengar suara muntahnya sekali. Jieji melihat tindakannya juga merasa sangat was-was. Ingin sekali dia melihat apa yang dimuntahkan wanita bertopeng itu. Tetapi mengetahui bahwa si topeng tidak ingin memperlihatkan wajahnya, maka segera dia urungkan niatnya. Dia tetap duduk di jerami sambil di belakangi oleh si topeng. Setelah memuntahkan sesuatu dari isi perutnya, rupanya si topeng segera berbalik kepadanya. Dari balik lubang mata, dia memandangi Jieji cukup lama sekali. Jieji merasa kikuk dipandangi seorang wanita seperti begini. Lantas untuk mengalihkan pandangan wanita itu, dia berpura-pura melihat ke arah belakang tempat tadinya dimuntahkan sesuatu oleh si topeng.

Sungguh girang Jieji mendapatinya. Karena dilihatnya jelas sekali bahwa yang termuntah olehnya adalah cairan perak. Dan ternyata cukup banyak sekali. Mungkin hampir 1 mangkok penuh cairan itu jika tadinya dia memuntahkannya. Tetapi pandangan wanita ini sama sekali tiada berubah. Dia tetap memandang ke arah Jieji sambil tidak bersuara. Melainkan pandangannya malah terasa sangat aneh bagi Jieji. Sesaat, bahkan dirinya merasa sungguh merinding mendapatinya. "Sudah keluar racun di dalam tubuhmu. Tetapi kali ini harus di alirkan tenaga dalam lagi untuk membuatmu bisa bertahan hidup." Tetapi kata-kata Jieji sama sekali tidak dijawabnya. Dia tetap memandang serius saja ke depan. Lantas, segera Jieji menuju ke arah belakang punggungnya. Dia berpikir sesuatu hal saat dia sampai di belakang punggung wanita ini. "Tenaga dalam di dalam tubuhku memang masih tinggi dan cukup untuk mengalirkannya ke semua organnya.. Tetapi jika kusalurkan kesemuanya, maka diriku sudah kehilangan tenaga dalam lagi." Dia berpikir sesaat. Tetapi si topeng sepertinya tidak berbalik sama sekali. Dia tetap melihat ke depan saja tanpa menjawab ataupun bergerak. Jieji sempat berpikir lama juga. Sampai kemudian terlihat dia tersenyum puas. "Tenaga dalam di dalam tubuhku meski tinggi, tetapi sama saja tidak mampu kunetralisir. Dan lama kelamaan juga akan habis terkikis. Lebih baik kusalurkan kepada orang yang membutuhkannya." Dengan gaya yang mantap, dia sudah duduk bersila. Dan terdengar suara Jieji yang menarik nafas dalam-dalam seiring dilekatkan tapaknya ke punggung wanita bertopeng ini. Hawa di dalam ruangan segera terasa menggumpal hebat sekali. Desiran angin di luar yang terasa dingin seakan tertarik masuk ke dalam ruangan. Jieji kali ini tiada tanggung-tanggung mengobati wanita bertopeng yang tidak dikenalnya. Dia salurkan seluruh energi dirinya dan energi hasil penyerapan dari Yue Liangxu yang sesungguhnya masih membludak. Cukup lama kemudian... Jieji sudah berhenti mengalirkan energinya. Dan saat itu telah tengah malam buta. Maka bisa dikatakan dia telah mengalirkan energinya sampai 5 jam lebih. Pemuda bermandikan keringat di seluruh tubuhnya. Begitu pula wanita bertopeng itu. Tetapi masa kritis telah lewat seluruhnya. Hasil akhirnya adalah wanita itu tentu bertambah kuat 2 kali dari sebelumnya. Sedangkan Jieji malah telah kehilangan semua energi dari dalam tubuhnya. Entah pantas atau tidak bagi Jieji yang mengeluarkan semua kepandaiannya kepada orang yang tidak dikenalnya itu. Tetapi dari dalam hatinya, dia berpikir bahwa suatu saat energi akan habis juga karena sudah lebih dari sebulan dia tidak menemukan cara untuk menetralisirnya. Terlihat Jieji kelelahan sekali. Sedang wanita bertopeng sudah bernafas sangatlah teratur. Energinya sudah terkumpul dengan baik sekali.

Sesaat, wanita itu berbalik tubuh untuk melihat ke arah Jieji. Dia tetap menatapnya seperti caranya tadi. Tanpa bergerak dan tanpa berkata apa-apa. Sedang Jieji yang kepayahan segera bersandar di sebelah tembok itu. Sambil terasa nafasnya yang terengah-engah, dia memberikan komentar. "Sekarang semua sudah beres." Wanita itu tidak menyahuti Jieji karena dia tidak berani mengeluarkan suaranya. Sesungguhnya ingin sekali dia bertanya banyak hal kepadanya. Dan disini juga dia merasakan banyak hal yang sangat janggal baginya. Kontan dengan cepat, wanita bertopeng itu meraih pergelangan tangannya Jieji. Sesaat, dia seakan terkejut mendapatinya. Sedang Jieji tetap tersenyum saja melihat ke arahnya. "Aku telah kehilangan semua tenaga dalamku. Tetapi lebih bagus jika seorang bisa hidup karena energiku itu." Wanita itu yang menatap ke arah Jieji hanya menggelengkan kepalanya. Dia mendapat ide dadakan kemudian. Sambil menunjuk ke arah mulutnya, dia kemudian melambaikan tangannya perlahan. Dari sini Jieji bisa mengetahui maksudnya. Tidak disangka bahwa wanita bertopeng ini adalah seorang yang bisu dan tidak bisa berbicara. Jieji hanya menggangguk perlahan saja sambil menghela nafas. Kemudian dia berkata kepadanya lagi. "Aku pernah mendengar bahwa di daratan tengah telah muncul pesilat wanita yang hebat sekali. Tidak disangka memang benar. Meski teracun, kamu masih bisa melawan lawanlawanmu. Jika digantikan ke diriku, kurasa tidak akan mampu." Wanita itu tetap menatap ke Jieji saja tanpa berkata ataupun menunjuk sesuatu. "Kau telah membunuh banyak orang dari partai Jiu Qi, sepertinya mereka bakal datang lagi." kemudian Jieji berkata-kata. Tetapi wanita itu segera berdiri. Dia memandang ke arah sekitarnya cukup lama. Lantas tanpa berbalik lagi, dia melangkah keluar meninggalkannya sendirian. Jieji cukup heran mendapati tingkahnya itu. Tetapi dasar dia merasa dirinya juga adalah orang yang cukup aneh. Maka tindakan dari wanita itu tidaklah digubris kembali olehnya sama sekali. Dengan tersenyum saja, Jieji melihat ke arah perginya wanita itu. Wanita itu sebenarnya bukanlah pergi karena apa-apa hal. Tetapi dia sudah tidak tahan lagi. Sebenarnya semenjak tadi, air mata telah mengalir dari matanya. Dia tidak ingin suara isak tangisnya terdengar oleh Jieji. Maka kemudian dia melangkah keluar.

Sekilas memang tindakannya sangat tidak sopan. Bukan saja Jieji menolongnya, tetapi karena menolongnya dia bahkan kehilangan pegangannya sendiri. Bukan saja tidak berterima kasih, menyahut apapun tidak. Maka tentu tindakannya adalah bukan tindakan yang benar. Tetapi Jieji sama sekali tidak merasa menyesal ataupun tidak enak hati apapun. Dia yang kelelahan, lantas saja tertidur di jerami itu. Wanita bertopeng tidaklah meninggalkan Kuil. Melainkan dari tempat yang tiada jauh, dia terus mengamati ke arah ruangan tadinya. Topeng memang sudah tidak lagi dikenakan. Air mata masih tetap mengalir hebat, bibirnya terlihat gemetaran bukan karena dinginnya cuaca di luaran. Cukup lama dia telah berdiri di sana tanpa berucap sepatah katapun. Beberapa jam kemudian... Hari telah memasuki dini hari sekitar jam 3-an. Jieji yang keasyikan tertidur merasa terbangun oleh sesuatu hal. Adanya suara binatang yang cukup keras di daerah telinganya. Suara itu tiada lain adalah cicitan tikus. Lantas dengan mata yang kelelahan, dia melihat ke tikus yang bentuknya cukup kecil itu sedang mencari sesuatu di jerami dekat kepalanya. Suara cicitan tikus sepertinya tidaklah sekali saja. Melainkan terdengar beberapa kali secara simpang siur membuat ruangan itu terasa berisik sekali. Dia segera berdiri... Memang api di tongkat belumlah terbakar habis sepenuhnya. Oleh karena itu, dia sempat mengangkat sebatang tongkat untuk meneliti kenapa disini banyak sekali tikus. Ditelurusurinya suara itu kemudian. Ternyata di bawah jeraminya dia merasakan sesuatu hal. Oleh karena itu, sembari memindahkan semua jerami. Dia melihat sesuatu batu yang sepertinya sudah bobol. Sepertinya para tikus itu keluar dari lubang sekecil bata itu. Lalu dengan batang tongkat berapi, dia melihat dengan cermat. Di sana bahkan dirasakannya angin yang berhembus pelan. Jieji cukup heran mendapatinya. Segera dengan cepat dia berjalan keluar dari ruangan. Dengan masih tongkat berapi di tangan, kemudian dia mencari asal lubang itu. Kuil Jetavana bukanlah kuil yang kecil. Kabarnya dahulu sang buddha gautama pernah tinggal beberapa lama disini. Muridnya telah mencapai seribu lebih. Di dinding sebelah tempat tidurnya Jieji tadi. Dia melihat dan meneliti tembok itu. Ternyata disini tidaklah terdapat sesuatu lubang yang seharusnya berada disini. Sebab dia telah merasakan angin masuk dari luar. Sesaat, Jieji juga heran... Kemudian dia berjalan pelan ke ruangannya kembali. Dia merasa adanya hal yang janggal. Jika tembok itu tidak tembus ke sebelah, maka tentu aliran angin pelan tiada lain berasal dari dalam tanah. Apakah di kuil ini juga ada ruangan bawah tanah lainnya?

Jieji yang penasaran tentu tidak membuatnya berhenti sampai disini. Kemudian sambil berjongkok, dia mengamatinya sekali lagi. Tembok bata itu sepertinya cukup tebal. Tetapi di bawahnya telah terdapat sebuah lubang. Bagi Jieji lebih bagus dari sini saja mencari jalan keluar angin itu daripada mengelilingi Kuil. Maka dari pada itu, dia mengambil sebuah tongkat lagi. Dia ketuk perlahan. Tetapi dinding masih kokoh. Sepertinya hanya 1 bata yang menghasilkan lubang kecil ini yang telah termakan waktu. Segera, dia mengetukkannya dengan cukup keras. Lantas sebuah bata sepertinya telah terlepas. Jieji kegirangan mendapati hal ini. Lalu dengan tongkat berapi di tangan, dia berusaha melihat ke arah lubang tadinya dengan mendekatkan api.Sepertinya masih sangatlah gelap terlihat dari luar. Kemudian dengan jalan yang sama dia kembali mencobanya. Dengan mengetuk bata lainnya dengan cukup keras. Sebenarnya bata disini bukanlah bata yang lunak. Hanya karena tadinya telah berlubang, maka dengan mudah Jieji sanggup mengetoknya hingga jebol. Usahanya dilakukan hingga 8 kali. Kali ini telah terbentuk sebuah lubang yang cukup untuk dimuati oleh seorang manusia meski haruslah menelungkup. Tetapi Jieji tidak ingin menghancurkan kesemuanya. Baginya tentu ruangan bawah tanah ini adalah karya usaha leluhur kuil. Maka setelah mendapati bahwa dirinya bisa lewat saja, dia telah senang sekali. Jieji tidak pernah tahu bahwa ada seseorang yang mengamati semua tingkahnya. Seseorang yang tadinya berada di dalam ruangan ini ternyata tidaklah meninggalkannya. Setelah menelungkup, Jieji mengambil sebuah tongkat di samping kakinya. Dengan gaya seperti seekor cecak, Jieji cukup hati hati merangkak ke depan. Satu... Dua... Tiga... Begitulah usahanya untuk merangkak melewati celah batu itu. Sepertinya terdapat sebuah lorong di sana. Tetapi begitu hitungan keempat... Dia sangatlah terkejut... Sebab pegangannya pada lorong telah habis. Dia berniat menuruni lorong yang gelap luar biasa itu. Tetapi karena di depannya adalah sungguh gelap. Dia tidak berani mengambil resiko. Lalu dengan tongkat berapi dia menyinari ke depan untuk mencari turunan. Tidak lah sulit baginya untuk menemukannya. Sepertinya di bawahnya telah terlihat sebuah tanah yang cukup baginya untuk pijakan. Dengan loncatan ringan, Jieji berhasil mendarat dengan baik. Sebab pula tidaklah tinggi jaraknya. Palingan adalah hanya 5 kaki (1,5 meter) saja. Setelah dirinya terasa cukup baik mendarat, dia segera memakai tongkat berapi untuk menyinari sekelilingnya. Tetapi masih cukup gelap.

Jieji jongkok sebentar untuk meneliti kembali. Dia kembali mendapatkan tangga turunan dari arah sampingnya. Tetapi tangga turunan ini cukup heran baginya. Tiada lain karena tangga disini tidaklah mirip dengan tangga biasa. Sepertinya tangga terbuat dari kayu. Lantas susunan tiap tingkatnya cukup berantakan. Jieji merasa dia telah sampai pada tahap ini, maka sungguh hal yang aneh jika dia kembali. Oleh karena itu, dengan taruhan dia menuruninya dengan langkah yang pasti. Di sini Jieji sangatlah berhati-hati. Ada 2 hal yang membuatnya sungguh haruslah hati-hati. Pertama, dia telah kehilangan semua energinya sehingga jika terjatuh saja maka riwayatnya akan terkubur disini. Dan yang kedua adalah tempat ini sungguh gelap sekali dan baginya tentu tiada penghuninya sama sekali. 1 langkah yang salah saja bisa mengambil jiwanya. Tidak lama kemudian, dia memang telah berhasil. Sehingga dia telah menginjak tanah yang cukup luas sekali. Segera dia mengarahkan api untuk mencari disekitarnya. Menurutnya karena gelap, maka lebih bagus adalah mencari dinding dahulu. Dari dinding menelurusuri semua tempat adalah ide yang terbagus. Dia telah mendapati dengan mudah sebab dinding itu adalah persis di tempat dimana tadinya dia masuk. Setelah berjalan sekira 10 langkah, dia segera girang sekali. Sebab dilihatnya di dinding ada sebuah bentuk obor. Langsung saja tentunya dia menyalakannya. 1 Obor ternyata telah berapi. Kontan dia berjalan menelurusuri dinding lagi. Setelah berbelas langkah kemudian, dia mendapati sebuah obor lagi. Bagaimanapun Jieji disini cukup heran. Sebab ruangan ini adalah sebuah ruangan berbentuk bulat. Dia memandang ke sekelilingnya. Meski obor telah hidup, tetapi hanya jalan setapak yang dilaluinyalah yang tertampak jelas. Oleh karena itu, kemudian dia berjalan mengelilingi lagi. Setiap dirinya menjumpai obor, dia berusaha menghidupkannya. Sampai tanpa terasa dia telah menghidupkan belasan buah. Di depannya sekarang telah tertampak obor pertama yang tadinya dihidupkan. Dia segera girang. Karena jarak sudah terpaut sekitar 1 obor lagi. Maka dengan gerakan agak cepat, segera dia nyalakan kembali obor yang "terakhir" itu. Dan Bersamaan hidupnya obor terakhir... Sesuatu hal yang aneh telah terjadi kemudiannya... Sebab dia melihat sebuah cahaya di tengah juga ikut hidup. Diikuti puluhan obor kecil di tengah juga mengalami hal yang serupa. Selain itu, di empat arah juga telah terbit sebuah sinar yang terang akibat terbitnya api obor. Empat sinar terang itu bukanlah obor biasa. Melainkan adalah obor ukuran yang besar sekali. Total obor besar adalah jumlahnya 5 buah, yaitu 4 buah sesuai arah mata angin dan sebuah

adalah di tengahnya. Obor inilah yang membuat ruangan tadinya gelap gulita menjadi "siang" hari. Melihat pemandangan di depannya, Jieji sangat terkejut sekali. Sebab di arah 4 mata angin telah terlihat 4 buah patung besar yang sangatlah angker wajahnya. Jieji mengenal patung 4 raksasa tersebut. Tiada lain 4 patung adalah 4 raja langit. Keempatnya adalah manusia yang sesungguhnya pernah hidup di India di zaman kuno. Keempatnya bahkan adalah raja dari India yang telah di dewa-kan. (Mengenai 4 patung ini adalah patung dari 4 raja langit yang dipuja-puja di kuil maupun vihara. Keempatnya adalah Virupaksa, Virudakka, Dhratarata, dan Vessavala) Tetapi yang membuatnya sungguh tertarik selain 4 patung raksasa adalah patung di tengah yang juga tersinar obor secara cemerlang. Jarak memang masih cukup jauh sekali ke tengah. Tetapi karena sudah terangnya tempat ini, Jieji segera mengambil langkah lari ringan ke arah patung di tengah. Hebatnya patung di tengah sepertinya di kelilingi puluhan patung dalam 4 lapis. Dia segera tercenggang ketika hampir mencapai patung yang mengelilingi ini. Karena patung disini bukanlah patung manusia biasa. Melainkan seperti patung siluman. Jieji yang sesungguhnya sangat pintar setelah melihat hal ini, segera berputar otak. Dia melihat beberapa patung itu dengan alis berkerut. Sesaat saja, dia sudah mengerti maksudnya. 4 Lapis dari patung yang mengelilingi adalah terdiri dari 18 patung. Sehingga total disini adalah menjadi 72 patung kecil setinggi orang biasa. Sedang patung di tengah adalah seperti seorang tua yang memegang tongkat di tangan kanannya. Sedang tangan kirinya menjepit sambil memegang sesuatu benda yang mirip dengan buku. Jieji tahu bahwa dia sedang berada di antara patung-patung iblis / siluman. Format seperti demikian juga sama seperti format 72 iblis. "Orang di tengah tiada lain adalah Su Le Man. Sebuah tokoh dari dunia barat zaman kuno. Di buku kuno menyebut bahwa dia bisa mengendalikan iblis dan siluman." (Su Le Man tiada lain adalah nama Raja Solomon, atau disebut sebagai Nabi Sulaiman dari Israel kuno) Jieji berjalan dengan tenang dan perlahan mengamati sekitarnya. Akhirnya dia telah sampai tepat di depan patung Raja Solomon itu. Dia mengamati dengan mata tanpa berkedip. Ukiran patung memperlihatkan seorang tua dengan jenggot dan kumis yang panjang. Dengan tangan kanan memegang sebuah tongkat panjang dan terlihat ukiran batu-batu permata dengan jelas. Di tangan kiri terlihat dia memegang sebuah buku. Buku yang bukanlah diukir melainkan adalah buku asli. Jieji cukup tertarik, oleh karena itu. Sambil memberi hormat dalam ke arah orang tua ukiran beberapa lama. Dia segera mengambil buku itu.

Buku yang ukurannya tidaklah tebal segera sudah berada di tangannya. Dia melihat sampul buku yang bertuliskan "Kerajaan Iblis". Jieji cukup tercenggang juga melihat judul sampul. Judul sampul seperti demikian pernah dilihatnya tatkala dia berada di daratan tengah. Buku ini tiada lain adalah buku yang menceritakan 72 iblis dan tuannya. Maka dengan tertarik, Jieji membuka buku itu. Dan membacanya perlahan. Jieji tidak perlu waktu yang lama untuk membaca kesemuanya. Dia mengingat dengan cukup jelas kata-perkatanya. Dia lantas berpikir sebentar. "Di buku tertulis bahwa kerajaan iblis juga terdapat tingkatan seperti biasanya dalam kerajaan manusia. Ada 8 tingkatan disini yaitu; Raja, perdana menteri, jenderal, Guru negara, penasehat, pangeran, puteri, dan putera mahkota. Sepertinya buku hebat ini memang bukanlah khayalan biasa saja. Sebab semua ilmu pengetahuan sampai sekarang semuanya ada hubungannya dengan kerajaan Iblis disini." Sambil berpikir keasyikan terlihat Jieji tersenyum dan menghela nafasnya beberapa kali. "Sebab kebenaran dan kejahatan di dunia ini seperti dewa di sekeliling dan iblis di tengah. Bahkan sampai sekarang tiada yang tahu bagaimana cara membedakan keduanya. Bagaimanapun keduanya benar adalah eksis di dunia dan berjalan bersamaan..." Setelah berpikir sejenak, Jieji kembali meletakkan buku itu. Dia segera melihat ke arah lain untuk meneliti sejenak. Sebenarnya Jieji cukup merasa heran juga. Kuil Jetavana ini memiliki 2 buah ruangan bawah tanah. Yang pertama adalah di belakang dan yang kedua justru ada di depan. Format disini tidak tahu baginya di buat untuk apa. Sebab sungguh aneh baginya, bagaimanapun semua hal yang berhubungan dengan iblis tentu seharusnya tidak ada di kuil suci ini. Lantas dengan tidak perlu dirinya berargumen lanjut, dia melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi ketika dia berusaha untuk mencari tempat masuknya tadi, dia kembali kebingungan. Sebab tadinya ruangan ini memang gelap luar biasa. Sehingga hal ini membuatnya menelurusuri kembali dinding tembok itu. Sampai dia berjalan ke arah patung raksasanya salah satu 4 Raja langit. Dia mendongkakkan kepalanya dan sangat terkejut mendapatinya. Sebab di dada patung itu terbit sebuah sinar kecil yang tertulis aksara China. Sebuah huruf "Sesaat" segera dilihatnya sangat jelas. Jieji yang mendapatinya entah merasa senang ataupun heran. Dia mengamati patung itu cukup lama. Sampai dia mendapat sebuah ide. Dia segera berlari kembali ke arah patung lainnya. Terdapat pula hal yang sama ketika dia mendongkakkan kepalanya. Di sana tertulis sebuah huruf aksara China juga yaitu "Malam". Dengan bergerak kembali memutar searah. Dia bermaksud berhenti juga di patung raksasa lainnya. Setelah dirinya merasa pas di depan patung lainnya. Dia mendongkakkan kepalanya kembali. Kali ini dilihatnya adalah huruf "Abadi".

Dengan senang dan girang, dia kembali berlari searah lagi. Kali ini di patung terakhir dia mendapat sebuah aksara lagi kemudiannya. Yaitu "Senja". Jieji tercengang membaca kesemuanya, apalagi saat dia menggabungkan semua kata-katanya. Yang tentu maksud kesemuanya adalah seperti begini. "Sesaat malam, abadi senja." Atau bisa dibalikkan menjadi "Senja, Abadi, Malam , Sesaat" Jieji berpikir keras kemudian. Dia berpikir bahwa adalah hal yang tiada mungkin. Sebab justru adalah hal yang ada tiada lain bukannya "Senja abadi dan malam sesaat. Melainkan adalah "Senja sesaat dan malam abadi" -lah yang betul. Ketika Jieji menghapal kembali semua tulisan itu. Dia tidak merasakan hal yang janggal. Tetapi dari dirinya telah muncul sebuah sinar terang berwarna emas. Sesaat, ini hal membuatnya terkejut. Dia segera melihat ke arah bawah. Ternyata dari arah tantiennya telah terbit sinar emas yang sangat terang menyilaukan matanya. Tetapi selang sesaat, dia segera terkejut kembali. Sebab sinar itu kembali merosot ke asal. Dia tidak habis pikir bagaimana mungkin hal seperti demikian bisalah terjadi pada dirinya. Sesaat, dia mulai mengingat lafalan 4 huruf sederhana itu kembali. Dan sekali lagi dia terkejut. Sebab sinar emas dari dalam dirinya seperti ingin bergolak hebat. Saat inilah Jieji telah mengerti seluruhnya. "Bunga senja adalah sinar emas. Senja sesaat, malam abadi itu lafalan yang betul. Tetapi justru disini didapati Senja abadi dan malam sesaat. Ini adalah maksud sinar emas dalam diriku itu. Energi pelenturan yang kupelajari baru-baru ini juga mengungkit cara menyerap sinar surya dan rembulan. Jadi tambahan kata-kata Senja abadi malam sesaat, ataupun senja sesaat malam abadi sungguh masuk akal. Jika tidak kubalikkan (Senja abadi, malam sesaat) maka rapalan Pelenturan energi adalah metode tingkat tinggi dalam menyerap energi matahari. Sedang jika kubalikkan, maka artinya adalah cara menyerap energi rembulan. Sungguh tidak heran... Melainkan adalah cara dan metodeku telah salah seluruhnya." Tutur Jieji dalam hati sambil tersenyum kecewa sekali mendapatinya. "Sekarang aku harus memilih... Senja abadi malam sesaat ataupun sebaliknya. Dengan begitu latihan tenaga dalamku tidak akan terhambat." Jieji yang melatih pelenturan energi tidak pernah tahu bahwa metodenya telah salah benar. Sehingga tenaga dalam dalam dirinya tidaklah pernah berkembang. Sebab dia mencoba keduanya secara sekaligus baik itu ketika matahari sedang eksis ataupun rembulan sedang santai di langit. Maka daripada itu bisa dikatakan hasil latihan selama puluhan hari telah sia-sia sekali. Tetapi bagaimanapun Jieji tidak pernah putus asa. Dia segera membentuk sikap meditasi aneh itu. Kali ini dia mencoba 1 metode saja. Dia menyerap unsur matahari yang sebenarnya adalah dalam khayalannya. Matahari tidaklah perlu untuk muncul ketika melatih ilmu tersebut. Jieji

tidak pernah memilih metoda penyerapan energi rembulan karena di dalam dirinya telah terdapat "sinar emas". Maka Sinar emas baginya tidak akan mampu di seimbangkan dengan rembulan yang muncul di saat gelap. Sepertinya kali ini latihan Jieji baru betul. Sebab baru saja dia berpikir matahari yang panas membara itu. Energi di tantiennya segera mengumpul hebat. Sinar terang luar biasa telah muncul. Sebuah sinar yang jauh lebih terang dari sinar obor di sana segera memancarkan kelap kelip yang luar biasanya. Sekitar 1 jam lebih Jieji membentuk format tubuhnya sesuai rapalan tingkat 1 ilmu pelentur energi. Setelah dirasanya selesai, kemudian dia berbalik dan mendaratkan dirinya kembali. Dia sangatlah senang mendapati perkembangan dirinya kali ini. Jieji juga terkejut merasakan bahwa sesungguhnya "sinar emas" di dalam dirinya tiada lain adalah gumpalan tenaga dalam tertinggi. Tinggal bagaimana cara membangunkannya saja tentu adalah menjadi tugasnya supaya pertarungan 1 tahun lagi dengan Huo Xiang bisa dilakukannya dengan baik.

BAB CXIII : Naga, Phoenix, Harimau Dan Kuda Kali ini, wajah Jieji telah memancarkan sinar terangnya kembali. Sinar emas dari tantiennya belumlah buyar sepenuhnya. Dia merasakan gumpalan energi yang terbit bergetar sesaat sesuai dengan nafasnya sendiri. "Tingkat I sudah kulalui dengan sangat baik, tetapi jalan masih cukup panjang mengingat masih harus kuselesaikan 8 tingkatan lagi. Setelah latihan kesemuanya selesai, baru kupikir bagaimana cara untuk menandingi Huo Xiang." Di dalam hatinya, Jieji menyadari sebuah hal. Meski dia sanggup mengendalikan "sinar emas" di dalam dirinya. Tetapi jika dia tidak punya pegangan jurus yang baik, maka sama saja dia bakal gagal dalam pertarungan beberapa bulan lagi. Maka daripada itu, setelah latihan tenaga dalam tingkat tingginya telah selesai. Dia berniat untuk mencari jurus baru lagi yang kira-kira bisa menandingi Ilmu pemusnah raganya. Merasakan jalan yang masih sangat panjang baginya. Jieji malah terasa tertantang olehnya. Maka daripada itu, dengan tetap tersenyum Jieji melangkah untuk mencari jalan keluar. Dia berjalan mengamati sekeliling lagi. Karena tadinya adalah sangat gelap, maka dia sudah tidak tahu secara pasti dari mana dia masuk tadinya. Tetapi dia tiba-tiba mendapat sebuah akal yang dikiranya cukup baik. Lantas dia merapatkan kedua tapaknya sekaligus dan menarik nafas dalam serta menahannya. Setelah hitungan ketiga, dia melepaskan seluruh hawa murni dari tarikan nafas melalui tubuhnya ke sekeliling. Hawa membuyar bagaikan angin berhembus hebat di sekeliling dan memecah dengan gulungan pelan. Lalu dengan secepatnya, dia menutup matanya untuk merasakan angin yang dihasilkan dari tenaga dalam itu akan menuju kemana.

Sesaat kemudian, dia sudah tahu dari sudut bagian atas mana dia datang tadinya. Sebabnya adalah hawa panas tubuh Jieji yang dihasilkan dari tenaga dalam tentu akan menguap. Dan uapan hawa panas yang berjumpa dengan hawa dingin di luar kuil yang masuk ke dalam tentu akan membuatnya berdesir pelan sekali. Dari sinilah Jieji mendapati bahwa daerah masuknya angin luar tentunya adalah tepat dimana saat dia datang. Sebenarnya daerah ini bukanlah daerah yang mutlak tertutup dengan luar. Hanya karena "lubang" yang dibuat oleh Jieji cukup besar. Tentu saja angin di sana yang masuk adalah yang paling kuat. Maka daripada itu, tentu desiran yang timbul akibat gelombang panas dan dingin itu bisa terjadi lebih hebat. Sambil mengamat ke atas, Jieji sudah sadar bahwa tadinya dia masuk dari sebuah patung raksasa salah satu 4 raja langit. Lalu, dia berjalan sekiranya 20 langkah sambil mengamati patung itu. "Patung tempat aku masuk adalah patung raksasa yang berlambangkan "Senja". Tiada lain patung ini adalah patung Raja Virudakkha atau Raja langit bagian selatan..." Begitu mengingat kata "selatan", Jieji segera menghela nafas panjang. Nama julukan Jieji tiada lain adalah "Pahlawan Selatan". Jadi dia masuk dari patung raksasa Virudhaka, raja selatan tentunya cukup kebetulan. Atau benarkah langit memang telah mengaturnya sedemikian rupa? Jieji bukanlah seorang yang bersifat terpaku akan takdir langit. Baginya keadaan langit dan takdir setiap orang bisa berubah. Bukankah dia yang dulunya tidak berniat mempelajari silat, tetapi sekarang seperti seorang yang memohon-mohon untuk belajar silat luar biasa tinggi. Entah itu karena terpaksa ataupun keharusan serta kewajibannya. Dia tidak berniat untuk memikirkannya lebih lanjut. Baginya memang realistis juga tidak selamanya adalah pilihan terbaik dalam hidup, sebab beberapa kali dia menjumpai bahwa kadang "realistis" itu hanya terpaut kain setipis benang saja dengan "kebohongan". Melakukan sesuatu kejahatan lebih bagus daripada orang yang tiap hari mengatakan kebenaran. Sebab jika kebenaran benar dilihat dari 1 sudut saja, maka kebenaran itu bahkan lebih kejam dari kejahatan terjahat. Banyak yang melakukan kebenaran atas dasar rasa keadilan. Tetapi keadilan tentu tidaklah dipahami sebetulnya sehingga ada yang menganggapnya sebagai kebenaran sejati. Sungguh sebuah hal yang sulit dipahami oleh Jieji sampai saat ini. Lalu dia mendongkakkan kepalanya kembali ke atas, ke patung Virudakka yang tangan kirinya memegang pedang. Sedang tangan kanannya memegang tombak panjang. "Apakah bisa tangan kiri menebas bersamaan tombak menusuk?" Dia berpikir sambil melihat dengan cermat ke patung ini. Beberapa saat, dia tersenyum saja. Tetapi dari senyumnya terlihat sikap kekecewaan. "Kebenaran dan Kejahatan berjalan bersamaan. Atau Kejahatan mendahului Kebenaran. Begitu pula sebaliknya. Hal seperti ini bukanlah cocok dipikirkan olehku." Kembali dia berpaling ke format 72 iblis di tengah itu. Lantas dia tersenyum saja mendapatinya. Setelah mengamati patung di depannya, Jieji tahu bahwa dia tadinya turun dengan "tangga" yang berasal dari rumbai baju kebesaran sang dewa selatan itu. Lantas, dengan loncatan memijak kembali dia "terbang" pesat ke arah bahu raja selatan. Dia berhasil mendarat dengan cukup baik di patung itu. Lantas dia berpaling mencari lubang masuknya sendiri. Sesaat, dia cukup terkejut.

Karena lubang masuk tadinya adalah Mulut dari patung raksasa ini. Tidak disangkanya bahwa lorong yang tadinya berasal dari depan kuil pasti ada koneksi-nya ke lantai 2 Kuil. Jieji menyadari dari tikus yang masuk itu. Tidak mungkin bahwa tikus bisa dengan mudah memanjat daerah yang telah sangat tinggi itu. Lantas dengan rasa yang masih tentu cukup penasaran, Jieji berniat memeriksanya. Tetapi kembali dilihat ke atas olehnya. Daerah itu tetap gelap saja. Maka daripada itu, Jieji mengurungkan niatnya untuk sementara. Dia berniat untuk memeriksanya ketika pagi datang sebab dia sudah mengira bahwa tembok kuil pasti ada hubungannya ke lantai 2 kuil. Dan yang menjadi penghubungnya malah tiada lain adalah patung dewa Virudakkha ini. Lantas dengan gaya merangkak kembali seperti saat dia masuk, dengan pelan dia melakukannya kembali. Hanya sekitar 4 kali dia menarik dengan tangan sambil menelungkup. Jieji telah kembali ke depan kuil. Setelah dia sampai kembali ke kuil. Sempat dia membersihkan diri dengan menepuk pakaiannya yang kotor oleh debu. Tetapi.. Ketika dia melihat ke arah samping, dia terkejut sekali. Sebabnya adalah adanya seorang yang sedang dalam posisi tidur menyamping terlihat. Orang ini berpakaian serba putih, dan dari arah membelakangi Jieji bisa melihat dia menggantungkan topeng di wajahnya. Tentu orang ini tiada lain adalah wanita bertopeng yang misterius baginya itu. Sesaat, melihat gaya tidurnya Jieji cukup heran juga. Terlebih lagi, dia mengira wanita ini telah pergi, tetapi malah balik kembali. Sesaat, dia merasa apakah terjadi sesuatu pada dirinya sehingga dia balik? Dengan pikiran penuh pertanyaan, Jieji melangkah maju dengan perlahan ke arahnya. Tetapi ketika dirinya telah sampai dan dekat, dia tidak melihat adanya reaksi dari wanita tersebut. Maka daripada itu, segera Jieji memegang pergelangan tangannya. Rasa heran bercampur terkejutnya tadi telah hilang sepenuhnya ketika dia mendapati bahwa ternyata si topeng masih sehat saja. Denyut nadinya teratur dan bahkan sangat kuat untuk ukuran pesilat. Lantas sambil tersenyum, dia kembali mengambil daerah jeraminya sendiri. Dan tidak lama, dia telah tertidur cukup pulas. Wanita bertopeng itu sebenarnya tidaklah tidur ketika dia telah sampai karena melihat Jieji merangkak dengan samar di daerah yang tidak jauh dari sana. Bahkan sebenarnya dia mengikuti Jieji dengan perlahan. Dia melihat bagaimana Jieji menyalakan 1 per satu obor di bawah tanah. Dan melihat semua gerakannya dari atas dengan seksama tanpa diketahuinya. Adalah ketika Jieji telah berlatih Ilmu pelenturan energi, maka wanita itu juga dengan perlahan meninggalkan tempat itu dan kembali kemari untuk beristirahat. Keesokan Harinya... Cukup pagi Jieji telah terbangun. Dia segera melihat ke tempat tidurnya wanita bertopeng itu. Tetapi dia cukup terkejut, sebab wanita itu telah "hilang". Lantas dia sempat menyapu ruangan itu beberapa saat. Dilihatnya di daerah tempat tidurnya si topeng, sepertinya dia melihat sesuatu benda.

Lantas dengan langkah yang biasa, dia menuju ke sana. Dilihatnya dengan teliti sebuah benda yang tergolong aneh. Lantas, dia memungutnya untuk dilihat. Adalah sebuah tongkat pendek yang bertaburkan 7 mustika. Sebuah benda aneh yang belum pernah dilihatnya serta berharga sungguh tinggi. "Kenapa wanita itu meninggalkannya? Aneh sekali... Untuk dirinya sendiri yang tergolong pesilat yang luar biasa hebat seperti sekarang mana mungkin begitu ceroboh meninggalkannya?" Begitulah pemikiran Jieji. Tetapi sebelum dia ingin berpikir lebih lanjut, dia telah melihat melalui pintu kuil yang tidak tertutup itu. Di arahkan pandangannya ke sana dan terlihat seseorang berpakaian serba putih telah mendekat. Lantas sambil tersenyum, Jieji berdiri. "Rupanya dia bukannya meninggalkan benda ini. Berarti dia tidak membawanya." Dengan berjalan pelan ke depan sambil memegang tongkat aneh itu, dia menyambut wanita itu. Wanita bertopeng di tangan kirinya seperti memegang sesuatu benda. Benda putih yang membungkus tersebut tiada diketahui oleh Jieji adalah barang apa. Lantas ketika dia telah mendekat, Jieji mengangsurkan tongkat itu kepadanya. Tetapi wanita bertopeng terlihat menggelengkan kepalanya saja. "Ini adalah barangmu. Kuletakkan dahulu disini, nanti baru kamu ambil.." Si topeng terlihat mengangguk perlahan saja. Sesaat, sambil berjalan ke arah altar kecil di tengah dia meletakkan bungkusan putih itu kesana. Jieji yang mengikutinya cukup heran. Lantas ketika dia membuka kain putih, Jieji telah tersenyum. Rupanya di kain putih yang membungkus itu terdapat 2 buah mangkok putih. Tidak usah melihatnya Jieji sudah tahu apa benda di mangkok itu. Lantas terlihat si topeng mengangsurkan mangkok yang terasa berbau wangi makanan. Jieji mengambil mangkok yang masih cukup panas itu sambil tersenyum. "Kamu pergi membeli makanan?" Si topeng terlihat menganggukkan kepalanya. Lantas dia memungut sebuah tongkat, kemudian menuliskan di tanah. "Aku tadi pagi-pagi sempat ke desa untuk membeli mie daging." Jieji yang melihatnya menulis, lantas menjawab. "Bagaimana kamu bisa pergi sebegitu cepat dan kembali begitu cepat?" Jieji tahu bahwa desa terdekat ke timur adalah sekitar 20 li. Bahwa dia bisa pergi dan pulang secepat itu tentu sangat mengherankannya. Apalagi terlihat bahwa mangkok masih demikian panas, tentu pasti mie adalah baru dibelinya. Lantas si topeng menulis kembali. "Kuda..." Jieji yang melihat tulisannya lantas teringat. Bahwa kuda bintang biru memang berada tidak jauh dari sana. Mengenai bagaimana wanita ini bisa menaiki kuda itu dengan begitu mudah tentu tidaklah diketahuinya. Sebab wanita bertopeng memang tiada lain adalah Yunying. Kuda bintang biru tentu mengenal nyonya majikannya itu. Hanya seorang Jieji yang tidak pernah berpikir kesana.

Jieji memang sudah kelaparan pagi ini. Tiada lain karena semalaman dia berlatih, selain itu juga sudah lama sekali dia tidak menikmati makanan seperti yang di sediakan si topeng, melainkan dia hanya memakan buah-buahan yang tumbuh tidak jauh dari kuil setiap harinya semenjak 2 bulan kedatangannya kemari. Lantas dengan lahap, Jieji memakan mie yang dirasakannya sangat enak. Sambil tersenyum, Jieji sesekali melihatnya. "Bagaimana dengan dirimu? Apakah kamu sudah makan?" tanya Jieji kemudian yang sadar akan si topeng. Dia membeli 2 mangkok, tentu 1 adalah untuk dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa makan dengan bertopeng seperti demikian? Oleh karena itu, Jieji lantas terkejut. Dia merasa tidak enak, dia juga ingin menyingkir dari tempat itu jika wanita itu ingin makan mie sambil membuka topengnya. Si topeng mengangguk saja beberapa kali mendengar apa kata-kata Jieji. Kemudian dia menulis kembali. "Di kedai tadinya aku sudah makan..." "Lantas kenapa kamu memberiku 2 mangkok? Apakah kamu yakin aku sangat kelaparan?" tanya Jieji dengan heran kepadanya. Sebenarnya Yunying yang hidup selama 3 tahun dengan Jieji pada saat damai-damai di Tongyang tentu mengenal sedikit banyak sifat Jieji. Dia tahu bahwa jika suaminya malam telah berlatih silat, maka paginya dia selalu makan dengan lahap. Dan selalu makan dengan porsi 2 kali. Yunying juga selalu memasak mie kepadanya jika malamnya dia belajar silat dengan tekun. Mie adalah salah teman hidup Jieji cukup lama, dia memang sangat mendoyankan mie daging. Adalah Jieji cukup terkejut juga mendapati tindakan wanita bertopeng. Lantas Yunying yang dibalik topeng tentu terkejut. Dia tidak menyangka kali ini dia-lah yang terjebak dengan sendirinya sebab sifatnya sendiri kemudian akan membongkar jati dirinya. Tetapi Jieji sama sekali tidak berpikiran seperti wanita ini. Dia tidak pernah tahu, bahkan tidak pernah yakin bahwa Yunying telah berubah menjadi seorang pesilat nan tangguh. Sebenarnya, ketika lewat 2 tahun yang lalu. Dia memang mewariskan tapak berantai melalui bungkusan terakhir wasiatnya. Di wasiat tertulis bahwa dia mewariskan semua jurus tapak dan semua buku silat itu telah disimpan di suatu tempat. Tetapi orang yang seharusnya dia wariskan ilmu itu adalah kepada Wei Jindu, adik angkatnya sendiri. Mengenai masalah Yunying yang mempelajari jurus hebat ini, tentu tidak pernah disangkanya dan bahkan mimpi pun tidak pernah diketahuinya. Yunying kali ini serba salah. Dia yang mengerti sifat suaminya tentu akan melakukan hal yang sama, tetapi disini dia tidak boleh ketahuan bahwa dirinya semalaman mengamati Jieji di ruang bawah tanah itu dan tahu sedang berlatih silat. Dalam hatinya, dia sangatlah gelisah. Entah bagaimana caranya untuk menjawab Jieji. Lalu diambilkannya tongkat untuk menulis lagi. Kali ini dengan sembarangan saja dan berani-beranian, dia menggores huruf lagi di tanah. "Adik kandungku selalu makan yang banyak setiap paginya. Aku menyiapkan sarapannya beberapa ratus kali dalam 4 tahun terakhir..." Jieji hanya mengangguk pelan saja mendengarkan jawabannya. Lalu sambil tersenyum, dia kemudian menanyai wanita ini.

"Siapa nama anda? Darimana anda berasal?" Yunying yang mendengarnya segera menulis. "Aku berasal dari Koguryo. Namaku adalah sebuah nama yang jelek sekali jika di katakan..." Yunying menulis demikian karena tempat yang diimpikannya adalah Koguryo. Dia sangat menyenangi tempat ini. Lantas tanpa pernah terlintas di pikirannya, dia menulis "Koguryo" itu. Lalu di samping tulisan Koguryo. Kembali wanita bertopeng ini menulis. "Siapa nama anda?" Jieji lantas tersenyum saja. Dia menjawabnya. "Namaku Xia Jieji dari daratan tengah." Yunying yang mendengar kata-katanya, lantas pura-pura kegirangan. Dia dengan gerakan cepat, menulis beberapa kata-kata lagi. "Di Koguryo, aku pernah mendengar nama besar anda. Anda adalah detektif terhebat. Dari dulu aku sangat mengagumi anda..." Setelah menulis selesai, Yunying menganggukkan kepalanya beberapa kali tanda bahwa dia kegirangan. Sedang Jieji hanya menggelengkan kepalanya saja. Setelah itu, sambil menghela nafas Jieji menanyainya kembali. "Apakah anda berasal dari daerah Kui Yau?" Yunying segera menganggukkan kepalanya. Dia pernah mendengar cerita dari Jieji bahwa banyaknya pendekar hebat di daerah ini. Kui Yau adalah sebuah tempat yang pernah dikunjungi Jieji belasan tahun yang lalu. Disini dia memantapkan tapak berantai yang baru dikuasainya, dan juga disinilah dia belajar bahasa Koguryo. Tetapi menggangguk seperti demikian kemudian menimbulkan keresahannya kembali. Bagaimana jika dia mengajakku bercakap bahasa koguryo nantinya? Entah bagaimana caranya supaya diriku bisa menjawabnya. Keringat dingin kemudian membasahi mukanya. Tetapi Jieji tidak menanyai pertanyaan di dalam hati Yunying, karena bagaimanapun pertanyaan semacam demikian tidak pernah terlintas di benaknya sekalipun. "Kalau boleh tahu apa tujuan anda ke Persia?" tanya Jieji dengan wajah agak heran. Yunying mengamati Jieji beberapa lama ketika dia menulis kalimat ini. Lantas dengan menggoreskan kembali tongkat di tangan. Dia menulis. "Aku ingin mencari pencuri ulung di sana..." Jieji membaca perkata yang ditulisnya. Lantas dia berpikir dengan serius. Semakin Jieji berpikir serius, Yunying malah semakin tidak tenang. Jantungnya berdetak keras sekali. Bukan karena jawaban itu adalah jawaban sembarangan. Yunying ke Persia tiada lain tentu mencari dirinya. Lantas dia mengubahnya menjadi "pencuri ulung" karena meski seharusnya dia sangat marah dan ingin menanyainya kenapa dia bertindak sangat keras 2 tahun yang lalu ketika dia bertemu dengan Jieji kali ini. Malah terakhir dia bukan saja tidak marah, melainkan cinta di dalam hatinya malah berkobar hebat. Mendapat perlakuan

Jieji yang sangat menyenangkannya tentu membuat amarah-nya seakan terbang ke langit dan hilang tak berbekas. Maka daripada itu sengaja Yunying menuliskan "pencuri ulung" tentu maksudnya adalah pencuri hati terbaik. Sebabnya tentu saja dengan mudah dan tanpa disadarinya, Jieji telah mencuri hatinya kembali. "Aku pernah mendengar bahwa di Persia tengah, telah muncul seorang pencuri hebat sekali. Dia selalu mengirim berita akan mencuri sesuatu dan selalu meninggalkan sebuah surat ketika benda itu telah berhasil dicurinya. Jangan-jangan yang kamu cari adalah dia?" tutur Jieji sambil berkata-kata. Yunying yang mendengar kata-kata Jieji, lantas girang luar biasa. Dia terlihat menganggukkan kepalanya beberapa kali. Meski rasa girang itu tidak ditunjukkan, tetapi di balik topengnya dia segera lega. Tadinya dia mengira bahwa Jieji sudah bisa menebak sebahagian besar isi hatinya, tetapi karena kata-kata seperti demikian malah yang muncul dari bibirnya. Tentu rasa curiganya kepada Jieji yang mengetahui siapa dirinya telah terhapus seluruhnya. "Kak Jieji... Kak Jieji.. Dari dulu sampai sekarang kamu belum bisa mengerti hati wanita. Ternyata kau tidak berubah sedikitpun..." Tetapi dengan tidak mengertinya ia, maka Yunying adalah orang yang paling senang. Sesaat, sepertinya dia ingin sekali tertawa keluar. Sebab dia merasa sudah mampu membohongi manusia tercerdas yang pernah dikenalnya. Bahkan manusia tercerdas kali ini menjadi "bulan-bulanan" olehnya. Kemudian, Yunying kembali menuliskan sesuatu di tanah. "Masih ada 1 mangkok mie lagi. Habiskan saja..." Setelah selesai menulis, Yunying segera menganggukkan kepala kepadanya. Lantas dia hendak berlalu ke depan. Jieji tersenyum saja. Tetapi dia segera menggapai mangkok mie yang lainnya. Lantas kemudian dia terlihat memakan 1 mangkok mie yang lainnya. Yunying berjalan ke depan. Sebenarnya dia ingin sekali tertawa keras dan berkata. "Tertipu... Tertipu.." Tetapi dia belum ingin menunjukkan identitasnya terlebih dahulu. Semenjak dia telah menemukan Jieji, maka dia tidak ingin meninggalkannya sendirian. Yunying memutuskan untuk mengikutinya kemanapun meski dia harus bersandiwara "membisu". Yunying telah pergi pagi-pagi tadinya. Dia melakukan hal yang pertama adalah mandi dan mengganti pakaiannya terlebih dahulu ke desa kecil terdekat. Sebabnya adalah pakaian putihnya benar cukup kotor karena tadi malam dia juga ikut merangkak ke lorong gelap itu. Jika paginya Jieji menyadari bahwa pakaian wanita itu kotor, maka Jieji bisa mencurigainya ikut masuk ke lorong. Dan tentunya setelah itu, memang niat Yunying adalah membeli makan untuk suaminya itu. Setelah selesai memakan mie, Jieji sempat beristirahat sebentar dahulu. Tetapi dalam istirahatnya, dia sudah merasa cukup penasaran terhadap lorong yang menuju ke tangga atas yang ditemukannya semalam. Lalu dengan perut yang masih penuh, dia segera bangun. Mengenai adanya lantai 2 di kuil ini, Jieji memang sudah tahu semenjak kedatangannya kemari. Tetapi mendapati adanya patung raksasa bagian mulut masih ada tangga menuju ke atas, Jieji tentu penasaran bukan main.

Karena sekarang langit sudah terang, maka menurutnya pasti lebih gampang mencari lorong tersembunyi itu. Apakah memang ada sesuatu yang disembunyikan disana? Sambil menaiki tangga, Jieji baru menyadari sebuah hal. Sebab bangunan ini mempunyai batu yang sangat tebal. Mungkin menurutnya batu yang sangat tebal tidak sepenuhnya adalah batu padat, melainkan di dalamnya pasti ada celah. Oleh karena itu, dia terus berjalan mendekati tempat dimana tadinya dia berbaring untuk tidur. Tidak perlu waktu yang lama, Jieji sudah mendapati tempatnya berbaring adalah pas di lantai 2 itu. Di tembok tidak terdapat sesuatu hal yang aneh sama sekali. Tetapi di sana sepertinya pernah di gantungkan sesuatu. Dinding terlihat lebih putih daripada sekelilingnya. Dan "dinding putih" itu seperti tercetak sebuah benda yang menyerupai lukisan. Lukisan yang seharusnya cukup besar setidaknya pernah di gantung lama di sana. Lantas dengan ketokan, Jieji mencoba mencari tahu apakah benar di dalam dinding adalah kosong adanya. Segera saja dia mendapatkan dan tahu bahwa di dalam dinding seharusnya pasti ada sesuatu yang di sembunyikan. Jieji sesaat berpikir bahwa dia hendak menghancurkan dinding itu. Tetapi baginya ini adalah ruang rahasia kuil suci. Bagaimanapun pasti ada jalan untuk tembus ke dalam tanpa harus menghancurkannya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk memegang benda apa saja di sana. Mungkin menurutnya pasti ada sesuatu yang bisa membuka dinding itu. Ruangan ini adalah tiada lain sebuah ruangan yang cukup luas. Sinar matahari mampu tembus ke dalam. Disini terlihat ada beberapa lemari yang sudah usang dan berdebu kotor sekali. Dia mencoba membuka rak-rak disana dari lemari untuk mencari tahu mungkin saja ada petunjuk sesuatu di dalam. Sudah 3 buah lemari yang dia buka kesemuanya. Tetapi di dalam adalah tiada isi alias hanya kosong. Adalah ketika dia membuka sebuah lemari yang tingginya 7 kaki lebih. Pada bagian sepinggangnya, dia telah menarik laci yang lumayan besar keluar. Sesaat... Jieji terkejut luar biasa. Sebab laci ini tidak mirip dengan tempat penyimpanan sesuatu. Melainkan sebuah peta kayu dengan 4 gambar binatang yang sangat aneh menurutnya. Dia melihat dengan seksama betul terhadap peta bumi yang merupakan peta 4 daratan. Di utara dia melihat peta mongolia kuno, dan di sana terdapat binatang burung berapi yang berwarna merah. Sedangkan di selatan terlihat sebuah gambar harimau putih bercahaya. Tiada lain peta selatan adalah peta daerah Jiangnan. Di sebelah barat tentu adalah gambar peta India. Yang digambarkan binatang sebagai lambangnya adalah Sebuah naga berwarna biru. Sedangkan di bagian timur adalah peta 2 negara yaitu Tongyang, dan Koguryo. Disini terlihat gambar binatang kuda emas yang berwarna kuning menyala. Tetapi dari semua peta kayu ini, sepertinya 4 binatang yang tergambar adalah berada dalam 1 bulatan. Bulatan ini sepertinya memiliki pegas yang bisa diputar. Jieji sangat girang mendapatinya. Sebab dia nilai ini pasti jalan untuk tembus ke ruang rahasia.

Bersamaan dia mendapati hal aneh ini, dia terasa sebuah hawa di belakangnya yang sudah sangat dekat padanya. Jieji tahu bahwa hawa ini tiada lain adalah hawa energinya wanita bertopeng itu. Oleh karena itu, sambil terus meneliti dia tidak menghiraukan datangnya wanita bertopeng. "Burung berapi warna merah di utara Harimau putih bercahaya di selatan Naga biru di barat Sedangkan Kuda emas berada di timur?" Wanita bertopeng itu kini berada di sampingnya, di tangannya seperti terpegang kain berwarna biru tua. Yang dia pegang bersama dengan 2 tangannya, dia juga ikut serius melihat ke arah format peta aneh ini. "Apa kamu pernah melihat barang seperti demikian?" Tanya Jieji melihatnya sambil menunjuk ke peta. Wanita bertopeng menggelengkan kepalanya saja. "Ini adalah cara untuk membuka pintu rahasia gedung. Tetapi aku tidak bisa membukanya dengan begitu mudah. Apa perlu kucoba-coba?" tanya Jieji kembali kepadanya. Wanita bertopeng terlihat menggelengkan kepalanya. Lantas dia beranjak ke lemari berdebu di depan, atau bagian atas dari format aneh ini. Dia menuliskan dua buah kata "Ci Koan". Atau artinya adalah perangkap. Jieji lantas tersenyum kepadanya. "Betul.. Mungkin jika salah 1 tindak saja, maka perangkap setidaknya akan menghampiri... Bagaimanapun kupikir lebih bagus memikir saja..." Lantas wanita ini menuliskan 2 buah kata lagi. "Jie Ji..." Jieji lantas tersenyum sangat kegirangan. Yunying menuliskan bahwa dia yang bernama Jieji yang artinya pemikiran pesat, pasti ada cara untuk membukanya. Maka lebih baik daripada mencoba-coba, dia meminta Jieji untuk menggunakan akalnya. "Burung berapi warna merah di utara Harimau putih bercahaya di selatan Naga biru di barat Sedangkan Kuda emas berada di timur?" Terdengar kembali Jieji membaca kata-kata ini dengan perlahan. Sambil membaca, Jieji sedang memutar otaknya dengan sangat hebat. Dia berpikir bahwa pasti ada sesuatu tentang bait kata-kata ini. Dia mendapati sesuatu kemudian. Matahari di sebelah timur, tenggelamnya akan di sebelah barat. Kemudian apa pula utara dan selatan? Wanita bertopeng ini sebenarnya terus saja tersenyum melihat ke Jieji. Tentu dari balik topeng, Jieji sama sekali tidak tahu. Dia mengamati Jieji yang sedang serius-seriusnya sambil tersenyum manis. Sebab biasanya, dia tidak izinkan melihatnya begitu lama saat dirinya berpikir. Karena menurut Jieji, pandangan Yunying yang melekat terus bisa membuyarkan konsentrasinya.

Sekarang Yunying memakai topeng, dan melihat terus ke arah Jieji. Tentu Jieji tidak begitu menyadarinya sama sekali. "Long Feng (Naga Phoenix) adalah 2 buah simbol yang bertolak belakang. Seorang lelaki sejati diumpamakan sebagai Naga, sedang wanita hebat diibaratkan sebagai Phoenix. Keduanya jika dihubungkan dengan matahari maka bisa ada artinya. Yaitu Naga merah dan Phoenix Biru. Tetapi bagaimana pula dengan kuda dan harimau di utara dan selatan? Sungguh membingungkanku..." Setelah berpikir, Jieji tidak mendapatkan jawabannya. Lantas dia berpaling ke arah wanita bertopeng. Melihatnya mengambil kain berwarna biru, lantas Jieji menanyainya. Yunying segera membentangkan kain itu. Kain yang berwarna biru tiada lain adalah sebuah baju. Sambil menunjuk ke arah pakaian Jieji, dia menganggukkan kepalanya. Jieji melihat ke bajunya sendiri. Ternyata sudah kotor sekali, disebabkan semalaman dia merangkak melewati lorong yang kotor penuh debu itu. Jieji lantas mengerti. Dia menerima baju pemberian wanita bertopeng sambil menghanturkan terima kasihnya. Tetapi baru saja dia mengambil baju dari wanita bertopeng. Dia segera terkejut luar biasa. Dia amati baju sesekian lamanya sambil mengerutkan dahi. Adalah Yunying yang merasa sangat heran mendapati tingkah Jieji. Apakah ada sesuatu hal yang tidak beres dengan baju pembelian dia tadinya di sebuah desa? Lantas sambil tersenyum girang, dia melihat ke arah wanita bertopeng. "Aku sungguh bodoh sekali. Sungguh bodoh...." Yunying agak heran mendapati tingkah Jieji. Tetapi segera dia mengerti bahwa setidaknya Jieji pasti sudah mengerti sesuatu tentang peta di depannya. "Peta ini seharusnya adalah milik Vihara Jetavana sejak dahulu kala. Mongolia kuno adalah sebuah tempat yang tandus. Aku salah mengira semuanya. 3 Binatang aneh ini sudah ada jawabannya. Jadi 1 lagi tentu tidak perlu lagi kita sambungkan melainkan akan terpasang sendirinya." Lantas dengan girang, dia memutar format pertama. Naga biru di barat segera saja dia putarkan ke timur. Alhasil, maka Naga biru sekarang sudah berada di posisi timur. Sedangkan kuda emas berada di sebelah barat. Dengan memutar yang kedua kalinya dia memilih daerah barat - Kuda emas segera di pindahkan ke utara. Dengan begitu, Burung berapi telah berada di barat. Sedangkan Kuda emas berada di utara. Sekali lagi, dia memutarkan Burung berapi dari arah barat menuju ke selatan. Dengan begitu posisi burung berapi sudah berada di selatan. Harimau putih berganti posisi menjadi ke barat. Secara keseluruhan bisa dilihat bahwa di timur - Naga biru, selatan - Phoenix/burung berapi, Barat - Harimau putih dan di sebelah utara adalah Kuda emas. Segera saja terdengar suara "krek" perlahan dan bersambung terus menerus. Jieji segera berpaling ke arah pintu yang seharusnya terbuka itu. Lantas saja, Jieji kegirangan. Memang pintu telah terbuka perlahan-lahan. Suara "krek" tiada lama pun berhenti seiring dengan terbukanya pintu telah mencapai penuh 1 daun pintu. Jieji segera melangkahkan kakinya berniat kesana. Tetapi, Yunying segera menarik lengan bajunya.

Dia segera melihat ke arah wanita bertopeng. Dia menganggukkan kepalanya perlahan sambil menunjuk ke peta. Jieji yang melihatnya segera tertawa. "Betul.. Betul.. Tong Nan Xi Bei adalah arti dari Timur, Selatan, Barat dan Utara. Keempat arah mata angin ini bersifat universal. Jadi setiap lafalan tentu dimulai dari timur dahulu. Dan mengapa Naga biru ada di timur, jawabannya tiada lain adalah di timur terdapat lautan luas yang berwarna biru. Dan mengapa harus naga maka tiada lain tidak ada binantang yang bisa hidup di laut di antara 4 itu, itulah yang pertama. Kenapa Phoenix itu ada di selatan, aku memang tidak mampu menjawabnya karena seharusnya ada di utara..." Tutur Jieji yang belum lengkap lantas wanita itu memotongnya. Dia menggelengkan kepalanya beberapa saat. Sambil tertawa melihat tingkahnya, kemudian Jieji menjawab kembali. "Bukan sesuai peta aku menjawab pertanyaan ini. Peta menurutku adalah sebuah tipuan dan jebakan saja. Sebab bagaimanapun seharusnya burung berapi ada di utara kan. Yang membuka pintu tiada lain adalah huruf tiap huruf yang kusambungkan. Tong Nan Xi Bei menjadi Long Feng Hu Ma..." Sesaat, Yunying memang tidak mengerti arti yang terasa rumit sekali baginya. Lantas dia menggelengkan kepalanya lagi tanda bahwa dirinya tidak mengerti sama sekali. Jieji dengan tersenyum kemudian menjawabnya. "Dahulu aku pernah mendengar bahwa di India terdiri dari 4 kasta. Yaitu Pendeta, Ksatria, Pedagang dan Budak. Tetapi di buku kuno India, ada tertulis bahwa manusia sesungguhnya adalah sama saja satu sama lainnya. Yang membedakan adalah status nasib saja dan karma perbuatan di masa lampaunya. Maka daripada itu aku mencocokkan saja setiap kasta itu, karena hal ini yang kuingat saat tadinya mengambil baju biru darimu. Adalah aku tahu bahwa naga biru adalah sebutan bagi Pendeta kuno India. Sedangkan Ksatria diibaratkan sebagai lambang matahari merah. Maka disini aku bisa menghubungkannya sebagai Long Feng Hu Ma. Mengenai Harimau putih tentu klas-nya adalah lebih tinggi daripada Kuda saja. Oleh karena itu bisa dianggap Harimau putih adalah pedagang. Sedangkan Kuda emas tiada lain adalah budak. Tetapi dari sini kudapatkan bahwa yang membangun ruang bawah tanah tiada lain bukanlah Sidharta Gautama. Sebab dia-lah yang mencetuskan tiada perbedaan kelas dan kasta pada sistem kehidupan India saat itu. Tetapi teka-teki tetaplah teka-teki. Tidak diharuskan bahwa setiap teka-teki ada batasannya dalam menjebak." Tutur Jieji panjang lebar sambil tersenyum kepadanya. Yunying lantas menganggukkan kepalanya beberapa kali kepadanya. Dengan mengertinya wanita bertopeng akan teka-teki ini, Jieji bermaksud untuk mencari sesuatu di dalam. Apakah memang benar ruang rahasia yang ditemukannya semalam ruang masuknya adalah seharusnya melalui peta aneh ini? Atau memang di sana masih terdapat sesuatu hal lagi? Lantas dengan hati penasaran dan deg-degan Jieji berjalan ke dalam diikuti oleh wanita bertopeng.

BAB CXIV : Yue Liangxu Masih Hidup !?

Dari jauh, Jieji sudah melihat ke ruangan tembok. Ternyata lumayan gelap dia mendapatinya. Mungkin juga sinar matahari memang tidaklah tembus ke dalam. Pakaian pemberian wanita bertopeng yang tadinya di tangan segera diletakkan di atas rak lemari. Kemudian dia beranjak ke bawah untuk mencari kayu api di lantai pertama dahulu. Karena menurutnya barang seperti itu pasti berguna. Terutama daerah misterius ini memang terlihat cukup gelap dari luar. Sesaat, Jieji sudah berbalik dengan 2 buah tongkat di tangannya. Lantas sambil tersenyum, dia memberikan kepada wanita bertopeng. Dan wanita bertopeng lantas mengangguk perlahan sambil menerimanya. Dengan menyalakan tongkat api terlebih dahulu, keduanya kontan beranjak untuk memasuki ruangan gelap di depan. Lorong memang terasa gelap benar. Selain itu, bahkan tercium bau yang tidak sedap sama sekali. Boleh dikatakan terasa adanya bau bangkai. Jieji cukup heran, karena semalam dia tidak mendapati bau seperti ini. Tetapi dalam pikirannya mungkin saja bau bangkai adalah tiada lain bau bangkai tikus saja. Maka dia tidak begitu mempedulikannya selanjutnya. Lorong aneh ini seakan "berputar". Jieji yang berjalan di depan sudah tahu bawah sepertinya lorong rahasia lantai 2 tiada lain adalah persis susunannya dengan lorong di lantai bawah tanah yang melingkar. Dia menyinari ruangan yang cukup gelap ini dari atas dan sesekali ke bawah. Sepertinya lorong memang tidaklah tinggi dan termasuk cukup sempit juga. Adalah ketika mereka berdua berjalan sekitar 2 menit-an. Mereka kemudian menemukan 2 bangkai tikus. Sepertinya kedua ekor tikus baru saja mati tidak lama. Sehingga bau bangkai masih lumayan menusuk. Dengan berjalan perlahan terus, keduanya tetap siaga terhadap segala kemungkinan. Tentu kemungkinan disini yang paling bahaya tentu adalah perangkap. Kemudian setelah berjalan cukup lama, di suatu tikungan melingkar. Keduanya tiba-tiba terkejut mendapati sesuatu di depan. Sesuatu benda yang tergolong cukup menyeramkan adanya telah terpampang di bawah. Jieji segera menggunakan tongkat berapinya untuk menyinar ke bawah. Maka disini terlihat 4 susunan kerangka. Setelah ditilik dengan baik, maka Jieji sudah tahu kerangka tersebut tiada lain adalah kerangka manusia. Sedangkan wanita bertopeng yang melihatnya, segera terkejut. Dia mendekatkan dirinya dengan pemuda di depan. Sambil mendekat membelakangi pemuda, sesekali dia melihat ke depan dengan menjulurkan kepalanya. "Apakah kau takut?" Dengan segera, wanita bertopeng menganggukkan kepalanya. Kepalanya membentur bahu Jieji beberapa kali. "Tidak usah takut. Kesemuanya mungkin sudah lama sekali berada disini." Seraya berbicara, Jieji berjalan untuk jongkok melihat ke kerangka manusia pertama. Mendapati kerangka manusia pertama ini, Jieji segera heran. Sebabnya adalah... Kerangka manusia ini dari tengkorak kepala sampai ke kaki seakan bukanlah berwarna putih. Melainkan berwarna perak berkelip akibat sinar api dari tongkatnya. Jieji telah tahu dengan baik cara matinya orang ini.

"Dia mati karena racun pemusnah raga. Mayatnya sepertinya telah lama sekali membusuk. Dan hebatnya, setelah menjadi kerangka pun, racunnya tidaklah lenyap." Sesudah agak mantapnya pendirian wanita bertopeng, dia juga ikut jalan ke depan untuk memeriksa. Dia terlihat mengangguk beberapa kali saja mendengar analisis Jieji. Setelah melihat jelas, Jieji kemudian memindahkan diri ke kerangka lainnya. Dia juga terkejut mendapati kerangka ini. Karena cara matinya juga adalah persis sama. Dan bisa dikatakan semua kerangka ini memiliki nasib yang sama, kesemuanya empat orang adalah tewas akibat racun pemusnah raga. Lantas setelah berdiri, pemuda cukup heran juga. Kenapa mereka semuanya bisa tewas disini apalagi teracun hebat pula? Sedang sepertinya tidak ada bekas pertarungan sama sekali disini. "Kemungkinan besar pasti mereka terkena perangkap racun. Kamu harus hati-hati." tutur Jieji dengan serius kepada wanita bertopeng itu. Sementara itu, wanita bertopeng malah terlihat menggelengkan kepalanya. Melihat tingkah wanita bertopeng, Jieji segera tertawa keras. "Betul.. Betul.. Racun pemusnah raga sepertinya tidak lagi berlaku untuk kita berdua..." Lantas sambil berdiri, dia segera mencari dinding sekitar mayat. Apakah memang ada yang aneh? Atau dia juga mencoba melihat ke langit-langit yang memanglah tidak tinggi itu. Sepertinya memang tidak ada sesuatu hal yang janggal. Setelah itu, dia mencoba berjalan perlahan kembali ke depan. Hanya sekitar beberapa kaki dari tempat posisinya tadi. Jieji kembali terkejut. Sebab dilihatnya ada sesuatu lubang di dinding yang tersinar oleh tongkat berapinya. Meski tidak terang, Jieji tahu benar bahwa lubang disinarinya dari jauh itu pasti terkandung sesuatu benda. Lantas dengan mendekati sambil hati-hati, Jieji melihat ke arah lubang kosong di dinding. Dan setelah ditilik, ternyata di sana terdapat sebuah buku. Buku yang berwarna biru tua. Dan di sampul buku tertulis "Ilmu pelenturan Energi". Setelah melihatnya, Jieji sangat terkejut sekali. Dia mengambilnya dengan tangan yang cukup gemetar. Setelah benar benda itu di tangannya. Jieji kembali terkejut dengan segera. Dia merasakan sesuatu rasa dingin di telapaknya. Oleh karena itu, dengan tangan yang lainnya dia mengambil buku. Dan dilihat kembali ke tangannya. Ternyata telah penuh cairan perak. "Racun pemusnah raga?" Tanpa perlu berpikir lama, Jieji sudah tahu secara keseluruhannya. "Racun ini sengaja di taruh ke kitab, sehingga membuat orang yang mengambilnya akan terkena racun hebat. Mengenai kematian orang-orang di belakang sana, sudah pasti kesemuanya telah mencoba mengambil buku." Yunying mengangguk perlahan mendengar perkataan Jieji. Jieji segera membuka halaman pertama dari buku yang tertulis judul "Ilmu pelenturan energi". Dia buka perlahan. Ternyata buku ini bukanlah buku kitab yang sama dengan buku di balik bajunya mengenai cara

latihan tenaga dalam tingkat tinggi. Melainkan sepertinya buku ini ditulis oleh seseorang. Mungkin juga seseorang yang mengenal latihan buku Ilmu pelenturan energi. "Wahai pengambil buku... Jika anda sempat membaca bait pertama. Maka anda tergolong manusia dahsyat yang kebal akan racun pemusnah raga. Aku pendeta Liu Zheng sengaja membuat format aneh untuk menjebak orang-orang yang sama rakusnya dengan diriku. Untuk mencari buku Ilmu pelenturan energi, maka datanglah ke dapur kuil. Setelah itu, anda akan menemukan letak susunan yang sesuai dengan peta yang sudah dibuka tadinya saat anda masuk kemari. Lakukanlah sesuai format, maka anda akan mendapatkan buku kitab." Jieji membacanya sampai sini. Lantas dia berpikir. "Ruang bawah tanah bagian belakang tempat penyimpanan kitab memang terletak tidak jauh dari dapur. Sepertinya ketika orang partai bunga senja mencuri kitab, mereka telah merusak format itu dan membuka pintu rahasia dengan paksa." Berpikir sesaat, Jieji kembali membaca buku itu. "Mengenai cara pelatihan, anda haruslah memilih di antara salah satu. Tidak ada yang mampu mempelajari buku secara lengkap. Buku kitab pelenturan energi terdiri dari 18 tingkatan dengan dibagi 9 tingkatan Yang, dan 9 tingkatan Yin. Disini aku memilih "Yin". Setelah melatihnya selama 11 tahun, di jagad tiada orang yang mampu menandingiku lagi." Jieji berpikir kembali saat dia membaca sampai bait tersebut. "Liu Zheng mempelajari 9 tingkatan Yin. Terakhir dia dikalahkan oleh Guru besar Ta Mo yang mendalami 9 tingkatan pelenturan energi Yang serta 72 jurus Jing-gang. Dari sini, kemudian guru besar Ta Mo menciptakan pengolahan tenaga dalam Jing-gang dan Yu Jingjing. Berarti asal usul kungfu dan tenaga dalam adalah berasal dari Ilmu pelenturan energi." Dia terlihat menghela nafasnya yang panjang. Yunying di belakang yang melihatnya diam saja, segera mendekatinya. Dia ayunkan tongkat berapi seperti ingin menulis sesuatu kembali. "Apakah Ilmu pelentur energi adalah ilmu yang ingin kamu latih?" Jieji mengangguk pelan saja. "Kamu terkenal sebagai seorang yang menguasai tapak berantai. Kenapa harus mempelajari Ilmu lainnya lagi?" Jieji segera tersenyum. "Aku ada janji pertarungan beberapa bulan lagi dengan ketua partai bunga senja, Huo Xiang di Persia." Seraya berkata, Jieji menceritakan beberapa garis besar kenapa dia tidak mampu memakai tenaga dalamnya. Bagaimana tenaga dalam yang dibentuk menjadi 4 unsur itu telah menyatu, terakhir malah terkikis seiring waktu dan terakhir dia memberikan energi yang sedang terkikis kepada dia untuk menyelamatkan hidupnya dari ancaman racun terdahsyat, racun pemusnah raga. Wanita bertopeng terlihat menghela nafas panjang. Dia kemudian menulis lagi. "Kalau begitu, kamu harus lebih giat berlatih lagi."

Jieji mengangguk pelan saja setelah melihat dia menggores kayu berapinya di tempat kosong. Kemudian dia meneruskan untuk membaca lagi. "Dalam setiap inti Ilmu, selalu dibagi 9 tingkatan karena cakra manusia yang mengandung unsur tenaga dalam terdiri dari 9 buah. Mengisi kesemuanya dan membalikkan kesemuanya juga adalah jalan terbaik dalam melatih ilmu silat. Dari 9 buah inilah, bisa diciptakan hingga berpuluh. Sembilan energi diubah menjadi 18 gerakan, 18 gerakan dasar diubah menjadi 36 gerakan lebih rumit. Dari 36 gerakan diubah menjadi 72 gerakan kesempurnaan. Jika tangan pertama memainkan 72 jenis silat dan tangan kedua memainkannya secara terbalik maka terdapat 144 jurus yang jauh lebih rumit dan tiada tanding." Membaca sampai disini. Kembali Jieji teringat sesuatu. Dia segera tersenyum saja. Mengenai format 72 iblis dan 144 batu kecil sudah dimengertinya. Sekarang dia sudah mempunyai pegangan dalam menciptakan jurus baru lagi. Setidaknya dia sudah tahu dalam 144 gerakan bakal muncul dari 9 tingkatan energi awal. Maka kesempurnaan jurus sudah terbayang di depan matanya. Tetapi bagaimanapun angan dan lamunan serta pemikiran sesaat tidak adalah gunanya jika tidak diimbangkan latihan yang tekun. Terlihat buku memang ditulis sampai disini saja. Lantas, Jieji segera mengembalikannya ke tempat awal. Dengan mengoyak sedikit lengan baju, dia segera membersihkan cairan perak yang menempel di telapak tangan tadinya. Setelah di rasa beres, dia segera membakar lengan baju terkoyak itu bersama cairan perak yang terhapus dari telapak tangan tadinya. "Sepertinya memang benar bahwa racun pemusnah raga sudah ada sejak dahulu kala. Dewa bumi hanya mengubah racun pemusnah raga menjadi jarum perak, supaya ketika dia menyerang lawan maka dirinya tidak berada dalam bahaya." tutur Jieji kemudian. Memang bisa dikatakan Dewa bumi adalah pencipta racun ganas, racun pemusnah raga. Sebenarnya racun pemusnah raga bisa berupa cairan ataupun udara ganas. Yang hebatnya adalah bagaimana caranya Dewa bumi itu mengolah salah satu di antara udara, ataupun cairan perak menjadi sesuatu yang lebih kental dan tidak berbahaya jika dipegangnya sendiri. Jieji hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menghela nafas saja. Lantas dengan mengajak wanita bertopeng dia berniat keluar dari lorong. Tetapi dia menggunakan jalan ke depan. Jieji tahu bahwa ruangan ini adalah melingkar, jika dia balik maka dia tidak temukan apa hal yang di depannya lagi. Maka dia dan Yunying segera berjalan ke depan saja. Tetapi disini sudah tidak terdapat keanehan lainnya lagi. Keduanya pun tidak lama kemudian keluar dari lorong misterius tadinya. Lantas Jieji segera mendorong balik peta di rak itu. Seiring dorongan, maka pintu secara otomatis tertutup kembali. Wanita bertopeng segera menanyainya. Dia tetap menuliskan tulisan ke laci besar yang berdebu itu. "Kamu ingin berlatih silat lagi?"

Jieji melihatnya sambil tersenyum. "Betul.. Semalam aku telah menyelesaikan 1 tingkatan. Masih ada 8 tingkatan lagi yang tersisa." Wanita bertopeng terlihat mengangguk perlahan. Kembali dia menulis. "Aku akan keluar sekaligus mencari makanan siang terlebih dahulu. Kamu gantilah pakaian yang bersih. Di belakang sepertinya ada sumber air yang cocok bagimu untuk mandi." Jieji tersenyum kepadanya, dia terlihat mengangguk perlahan sambil mengambil baju biru yang tadinya sempat diletakkan di atas rak lemari sebelum memasuki lorong. *** Persia tengah... Di sebuah kota yang bernama "An Lu / Jalan damai". Kota ini diberi nama demikian karena kota inilah yang menghubungkan perbatasan antara partai bunga senja di utara dan partai surga menari di sebelah selatan. Dinamakan demikian oleh seorang sastrawan dari India karena dia merasa sangat jemu menyaksikan pertikaian antara partai di utara dengan partai di selatan. Tetapi nama hanya-lah sebuah nama. Justru kota ini malah lebih banyak terlihat pertengkaran. Pertengkaran ataupun perkelahian penduduk malah kadang dirasa sangat tidak diperlukan sama sekali adanya. Di sebuah sudut selatan kota... Suara ramai kali ini kembali telah terdengar. Biasanya keramaian seperti demikian selalu membawa banyak orang untuk melihatnya. Di sudut ini, mungkin sudah sekitar lebih dari 100 orang penduduk ikut meramaikan sesuatu. "Dan dengan satu gerakan..........." terdengar suara seorang pria yang berteriak sangatlah keras. "Energinya terhisap!!!!!" kembali suara terdengar berteriak. Juga suara itu tiada lain masih suara seorang pemuda. Pemuda yang berumur sekitar belasan saja dengan wajah yang ceria sedang berteriak mengundang orang untuk melihatnya ramai-ramai. Setelah teriakannya selesai. Lantas terdengar semua orang beramai-ramai bertepuk tangan. "Eh...... Yang parahnya, para pendekar dari Liao bahkan tidak tahu bahwa Xia Jieji-lah yang sedang menghisap energinya Yue Liangxu. Kesemuanya bahkan tergirang tidak terkira ketika melihat Xia Jieji tidak berdaya. Padahal semua adalah kura-kura dalam tempurung. Ha Ha............" Begitulah teriakan seorang pemuda itu yang menceritakan kejadian pertarungan hebat di bawah tembok kota Beiping lebih dari dua tahun itu. Pemuda usia belasan tahun sama sekali tidak tahu bahwa bahaya sudah mengintainya sejak tadi. Adalah seorang pemuda berpakaian sastrawan yang sangatlah tampan sedang melihat dengan

tajam ke arahnya. Pemuda ini tergolong cukup muda, umurnya mungkin di bawah 30 tahun. Dia memakai baju serba putih dan menggunakan kipas di tangannya. Sedang di sampingnya juga berdiri seorang pemuda yang memelihara kumis tebal. Tingginya seimbang dengan pemuda berpakaian sastrawan dan dari matanya juga terkandung sesuatu misteri. "Apa perlu kita bunuh saja?" tanya seorang pemuda berkumis yang sepertinya gusar kepada pemuda berpakaian sastrawan. "Tidak perlu. Dia hanya seorang tukang bual. Kita harus menuju ke utara secepatnya." Pemuda berkumis tebal lantas mengangguk pelan saja. Dari sebelah selatan kota An Lu, kelihatan keduanya bergerak sambil berjalan pelan. Sedangkan pemuda berusia belasan tahun itu sempat menengok ke arah keduanya. Kemudian dia terlihat tersenyum sinis melihat kedua orang ini. *** Markas besar partai bunga senja... Di balairung utama partai. Banyak terlihat gadis yang berpakaian cukup minim yang sedang berdiri mematung setelah mereka menyelesaikan tugas mereka sebagai penjemput tamu. Dan di salah satu sisi sebelah kanan telah terlihat 2 orang pemuda yang tadinya sempat berada di kota Anlu, perbatasan antara partai utara dan selatan. Mereka berdua duduk dengan tenang tanpa bersuara apapun. Sambil sesekali terlihat menikmati teh di dalam cangkir. Mereka hanya menatap ke depan tanpa mengalihkan pandangan mereka sedikitpun. Dari sudut pandang mata saja, bisa terlihat apakah orang ini punya pegangan atau tidak. Keduanya bahkan tidak melirik ke tempat lain yang penuh dengan wanita yang berpakaian menggiurkan meski mereka adalah 2 orang pemuda. Sudah 2 jam berlalu mereka berdua duduk dengan tenang. Dan tanpa terasa, hari pun sudah menjelang sore. Barulah terdengar langkah suara seseorang yang mendekati balairung. Langkah yang cukup ringan terasa bagi siapapun yang sanggup mendengarnya. Dari jauh, kedua orang ini sudah tahu bahwa yang sedang berjalan kemari tiada lain tentu seorang wanita. Keduanya segera berdiri untuk menantikan di depan pintu. Dan ternyata tidak salah. Yang masuk ke sana adalah seorang wanita cantik dengan wajah putih. Bibirnya memerah bak buah delima. Wanita cantik juga cukup tinggi semampai dengan pakaian yang cukup mirip dengan pakaian wanita-wanita di sana. Adalah sudah tidak aneh bagi orang persia menyaksikan pakaian sedemikian. Bahkan mereka menganggap pakaian seperti demikian memanglah pakaian wanita yang sakral. "Hormat kepada kedua pendekar..." tutur wanita ini dengan gaya menghormat kepada kedua orang di balairung.

Keduanya tanpa bersuara, membalas hormat ringan. Begitu mereka menyelesaikan sikap hormat. Keduanya telah merasakan seseorang juga telah sampai ke kursi balairung "istana"-nya partai bunga senja. Seseorang memang sudah tergolong jago luar biasa di zaman ini. Keduanya belum sempat merasakan penuh kehadirannya, tetapi sudah melihatnya duduk disana. Tentu membuat keduanya cukup terkejut juga. "Hormat kepada ketua partai..." tutur keduanya juga memberi hormat kepadanya. Sedang, sepertinya ketua partai hanya merapatkan kedua tangannya. Lantas tanpa bersuara, dia tersenyum. Sikapnya yang agung-agungan sebenarnya bisa membuat tetamu siapapun yang tidak senang. Tetapi tidaklah keduanya yang sudah termasuk ahli dalam dunia persilatan. Melihat sikap yang terasa kurang sopan itu, keduanya malah sepertinya tiada marah. "Silahkan duduk..." tutur wanita cantik itu dan dia sendiri pun lantas bergerak ke arah kursi kebesaran partai. "Kalian berdua telah dalam perjalanan sungguh jauh kemari. Sungguh melelahkan keduanya." tutur ketua partai alias Huo Xiang tentunya dengan tersenyum ramah. Sepertinya memang adat Persia cukup berbeda dengan orang daratan tengah. Kedua orang mungkin sudah menyadarinya. Biasanya di daratan tengah, sikap hormat adalah terpenting yang harus ditunjukkan tuan rumah. Tetapi adat persia malah terlihat sebaliknya. "Aku mendapat kabar bahwa ketua akan bertarung dengan Xia Jieji dalam beberapa bulan lagi. Sehingga kita berdua datang kemari untuk meramaikan suasana." tutur pemuda berkumis tebal itu sambil tersenyum. "Betul... Sekitar 9 bulan lebih lagi maka adalah saat pertarunganku dengan Xia Jieji. Kalian berdua telah sampai kemari, maka bantuan kalian benar sangat kuharapkan saat pertarungan itu. Dan sungguh sebuah hal yang sangat melelahkan bagi anda berdua. Terutama anda sendiri, Raja Yelu..." tutur Huo Xiang sambil memberi hormat di atas kursi kebesaran. Sambil tersenyum, orang ini menjawab. "Di utara, memang kita sudah mengalami bahaya. Zhao kuangyin, Yuan Jielung dan Sun Shulie bukanlah pendekar yang mudah dihadapi. Selain itu, di kota Nanpi, Ye, dan Kaifeng. Banyak pendekar dari Tongyang dan Kaipang sedang menjaga ketat dan sesekali melakukan penyerangan bergerilya. Sekarang sudah 3 bulan kita hanya menutup benteng kota tanpa bertempur." Orang ini lantas tertawa keras mendengar perkataan Yelu Xian. "Raja Yelu tidak perlu terlalu berkhawatir. Partai Jiu Qi telah cukup untuk mengacau wilayah timur-nya daratan tengah. Bersama mereka, para muridku yang berjumlah 1000 orang lebih

sudah berada di Tibet. Kesemuanya dipimpin oleh penasehatku, Fu Sha. Dengan satu gerakan, kesemuanya akan menyerang ke Chengdu." "Jadi keponakanku yang memimpinnya? Sungguh bagus sekali.." tutur Yelu Xian sambil tersenyum riang. "Mumpung kalian berdua telah sampai, akan kukenalkan seseorang." jawab Huo Xiang sambil mengangkat tangannya tinggi. Wanita pelayan yang berdiri di samping segera bubar. Beberapa lama kemudian. Terlihat sebuah tandu yang diangkat oleh wanita-wanita tadinya telah masuk ke ruangan utama. Yelu Xian maupun pemuda tampan di samping tidaklah mengenal orang yang ditandu masuk. Bagaimana mungkin seseorang sanggup mengenalnya. Sebab sepertinya orang yang masuk ditandu berpakaian lengkap seperti seorang Jenderal. Dan hebatnya dia memakai tutup kepala dari besi kokoh. Pembawaannya terlihat cukup angker sekali dengan besi baja yang mengkilap. Tetapi sepertinya orang tidaklah bergerak sama sekali. Keduanya cukup heran melihat orang berpakaian serba baju besi tidak mengeluarkan suara apapun. "Perkenalkanlah.. Ini adalah ketua dari partai Jiu Qi." tutur Huo Xiang sambil menyilakan tangannya ke depan. Baru setelah Huo Xiang mengenalkan orang ini. Dia baru berbicara. "Aku mendengar Yue Liangxu adalah pendekar no.1 sejagad. Melihat saja aku tidak percaya." Pemuda tampan segera melihat ke arah baju besi. Lantas sambil tersenyum, dia menjawab. "Kungfu anda berasal dari India. Kabarnya kau telah menguasai kedelepan jurus tapak buddha Rulai dengan lengkap. Maka kau bukan tandinganku sama sekali." Sebenarnya mendengar perkataan yang sangat menusuk itu. Ketua partai Jiu Qi seharusnya marah luar biasa. Tetapi dia hanya tertawa keras mendengar tuturan kata-kata Yue Liangxu. Benarkah Yue Liangxu tidak tewas? Lalu kenapa ada gosip daratan tengah yang menyatakan orang nan hebat itu telah tiada? Dan yang anehnya adalah Dewa Sakti, Dewa Semesta, Dewi Peramal dan Dewa Lao telah menyatakan Yue sebenarnya telah tewas. Lalu bagaimana disini terdapat Yue Liangxu yang lain? *** Empat bulan kemudian... Kuil Jetavana... Matahari telah terbit di sebelah timur. Sedangkan terlihat seorang pemuda masih sangat santai dan menutup matanya dalam kondisi tidur-tiduran. Penarikan nafasnya terlihat sedang-sedang saja. Sambil menikmati suasana yang cukup damai, pemuda kadang tersenyum sendiri. Tetapi, suasana damai itu tidak berlanjut meski sudah 2 jam berlalu saat dirinya bangun. Sebab dia segera merasakan hawa tajam menusuk sedang mengarah ke dadanya. Penyerang menggunakan tongkat yang menghantam ke bawah. Arah yang diincar adalah

dadanya. Kecepatan penyerang sungguh telah sangat tinggi sekali. Bahkan jauh lebih tinggi kecepatan penyerang daripada kecepatan dirinya sendiri. Tetapi... Dengan sedikit tarikan nafas, pemuda melayang ke samping. Tongkat benar menghantam tanah dengan sangat keras sekali. Sehingga menyebabkan lantai itu retak radius 5 kaki. Tetapi pemuda dalam keadaan melayang masih tenang sekali. Gagalnya serangan tongkat, tidak membuatnya berhenti. Penyerang segera menggunakan kakinya untuk menendang. Tetapi kali ini juga terlihat bahwa penyerang sama tiada main-main. Tendangan dahsyat segera menuju ke rusuk pemuda. Tetapi... Dengan santai kemudian, pemuda mengarahkan tapak tak bertenaga ke arah tendangan. Suara berbenturan antara tendangan dan tapak segera beradu hebat. Hasil perbenturan adalah Pemuda sudah berdiri dengan baik. Demikian penyerang juga terlihat melangkahkan kakinya ke belakang satu tindak. "Benar hebat jurusmu itu. Hampir saja aku kehilangan jiwa..." tutur pemuda sambil tertawa keras. Pemuda tiada lain adalah Jieji tentunya. Sedang penyerang adalah seorang bertopeng. Wanita bertopeng yang dirasakan Jieji masih misterius. Dia terlihat mengangguk beberapa kali. Dan sesekali menggoyangkan kepalanya. Jieji memang bingung dibuatnya. Sudah beberapa kali dia melakukan hal itu dalam 4 bulan terakhir. Wanita bertopeng ini memang bisu menurutnya, maka Jieji selalu melayaninya dengan sikap sabar luar biasa. Begitupula si wanita, dia selalu berusaha membimbing dan melindunginya dalam saat berlatih kungfunya. Jieji merasa dia sangat beruntung menjumpai pendekar wanita di depannya. Sebab dia merasa sangat terlindungi dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu juga, biasanya wanita bertopeng selalu menyiapkan apa-apa yang diperlukannya setiap hari. Tetapi Jieji selalu teringat Yunying setiap malamnya kembali. Dia mengingat sang istri yang rajin menemaninya berbicara, mendengar keluhannya serta mengajaknya saat berbagi kesenangan. Sebenarnya dia juga merasa iba terhadap wanita bertopeng. Dia, yang bisu melanglang buana dan jagad persilatan tanpa teman seorangpun. Tetapi, Jieji juga berpikir. Kungfu dan tenaga dalam wanita ini boleh dikatakan tanpa tandingnya sekarang. Mengacau wisma dan partai Jiu Qi bukanlah kemudahan sembarangan. Meski dulunya dia masih berkungfu tinggi sekalipun, maka sepak terjangnya diyakini masih kalah oleh wanita bertopeng ini. Sedang Yunying alias wanita bertopeng sebenarnya cukup girang. Mendapati kungfu suaminya telah maju sangat pesat dalam 4 bulan terakhir membuatnya merasa pengorbanannya betul tidak sia-sia. Tetapi berbicara pengorbanan, bukankah dia adalah istrinya. Maka sudah sangat pantas seorang isteri menemani suaminya dengan tekun. Masalahnya, dia sendiri tidak tahu apa hal yang sedang dipikirkan pemuda.

"Tadi... Aku telah mengerahkan 80 persen kemampuan. Kamu masih mudah mengelaknya." tulis wanita dengan menggunakan tongkat ke lantai. "Aku memang sudah menyempurnakan 9 tingkatan tenaga dalam Yang Ilmu pelenturan energi. Hanya saja sudah 3 hari berlalu, aku belum mampu menemukan jurus yang pas untuk tenaga dalam tingkat tinggi ini." tutur Jieji sambil berpikir. "Dalam setiap jurus. Tentu ada beberapa yang sudah mahir dan tanpa celah sedikitpun. Seperti jurus pedang surga membelah yang kamu ceritakan." "Betul... Jurus pedang memang sudah sangatlah hebat dan tanpa tanding. Tetapi..." tutur Jieji. Sesaat, dia berpikir tentang sesuatu hal. "Memang benar. Jurus pedang hebat. Tetapi masih belum bisa menandingi Ilmu pemusnah raga kan?" tulis Yunying kembali. Jieji hanya mengangguk perlahan. Dia berpikir tentang Ilmu 18 telapak naga mendekam. Dia memang sudah menghapal semua lisan tentang 18 jurus tapak hebat ini. Tetapi ketika dia berpikir Ilmu pemusnah raga, dia jadi ragu. Ternyata apa yang dipikirkan Jieji juga adalah sama hal nya dengan wanita bertopeng. Kali ini dia menulis panjang lebar. "Ilmu tapak berantai adalah gabungan 4 unsur tenaga dalam. Sebenarnya untuk membentuk lagi, mungkin masih bisa. Tetapi waktu sudah tidak memungkinkan. Adalah tinggal 5 bulan lagi. Maka kenapa tidak mencoba saja meneliti 18 telapak naga mendekamnya tetua Pei Nanyang? Sebab tiada Ilmu hebat lagi yang bisa menadingi tapak pemusnah raga-nya Qin Shih huang selain Jurus hebat ciptaan 2 orang termahsyur di dunia persilatan daratan tengah." Jieji tersenyum manis melihat tulisan itu. Dia sangat menyadari kondisinya sekarang. 18 telapak naga mendekam adalah pilihan satu-satunya. Mau tidak mau dia yang pernah menguasai tapak berantai tentu tahu kekuatan tapak dan setiap jurusnya. Jika 18 telapak naga mendekam bisa disempurnakannya dan bisa buat mengalahkan Ilmu paling termahsyur sejagad maka bukan saja dunia bakal gempar. Tetapi Jieji tentu adalah pencipta jurus pertama yang sanggup mematahkan mitos dunia persilatan tentang "pemusnah raga" adalah no. 1 setiap hal. Dia mengingat kembali semua lafalan tetua Pei Nanyang alias Zeng Qianhao yang pernah dibacakan kepadanya saat di penjara bawah tanah serta saat dirinya telah keluar. Diingatnya, Zeng Qianhao memberikan lisanan jurus terakhir yang sudah disempurnakannya sendiri di Persia. Karena berpikir keras, dia segera duduk dalam posisi bersila. Matanya ditutup dan diingatnya kembali semua lafalan dari awal ke akhir. Sesaat... Jieji terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa jurus ini sudah sangatlah mantap sepenuhnya. Zeng Qianhao telah memperkirakan segala kemungkinan dalam menghadapi lawannya dari segala sisi. Boleh dikatakan jurus 18 telapak naga mendekam belum ada tandingan dalam setiap jurusnya yang dikategorikan "menyerang".

"Penyerangan senjata paling efektif adalah Ilmu pedang surga membelah. Tiada lain karena ilmu pedang bisa menjangkau seluruh sisi di saat bersamaan. Sedangkan tapak lebih terbatas geraknya, tetapi jurus 18 telapak naga mendekam memang sudah benar sempurna. Tidak ada lagi lubang yang bisa memperbaiki kelemahan, tiada lain karena jurus itu tiada punya kelemahan sama sekali seperti jurus pedang surga membelah." Memikir sampai disini, Jieji menghela nafas panjang. Yunying memang sedang asyik-asyiknya memperhatikan Jieji. Adalah ketika saat dia berpikir serius, maka Yunying semakin senang melihatnya. Dia mengangankan kembali ke saat dimana dia dan suaminya itu hidup tenang dan damai. Memikirkan puteranya yang sangat disayangkannya, tetapi dia tidak dapat menemuinya sekarang. Jieji berpaling ke arah wanita bertopeng sesegera. "Aku sudah meneliti. Sepertinya telapak 18 naga mendekam memang sudah sesempurna. Tetapi dari sini aku sudah mendapatkan sesuatu hal." Yunying sadar dari lamunannya setelah mendengar suara Jieji. Terlihat dia mengangguk perlahan. Kembali dia menulis. "Telapak 18 naga mendekam adalah gabungan 3 tapak termahsyur pertamanya. Banyak yang menyatakan tapak Pei adalah tapak pemusnah raga. Maka itu sangatlah keliru sebab jurus telapak berasal dari 1 kali tenaga dalam saja tidak seperti pemusnah raga yang mengandalkan 4 kekuatan unsur utama. Ilmu telapak disempurnakan pertama kalinya oleh Pei Nanyang dan Yuan Jielung dengan menambahkan pelatihan Ilmu pelentur otot dan formasi I-ching untuk perubahan jurus. Lalu kenapa kau tidak menambahkan 2 format kembali yang seharusnya bisa menguatkan dan menyeimbangkan jurus telapak?" Ketika Yunying menggoresnya sampai akhir. Jieji terasa terbangun dari mimpi panjang yang tidak berkesudahan. Dia kemudian menyadari sebuah hal. Sebuah hal yang sebenarnya tidaklah rumit sama sekali, tetapi tidak pernah dipikirkannya selama ini. Lantas sambil tertawa terbahak-bahak, dia menjawabnya. "Benar... Benar... Dalam ilmu telapak sesungguhnya adalah ada 5 hal yang utama. Kecepatan, gerakan perubahan jurus, kekuatan, Perubahan tenaga dalam dari setiap jurus dan format urutan setiap telapak." Yunying langsung mengangguk hebat dan terlihat dirinya girang. "Dalam 18 telapak naga mendekam; formasi I-ching digunakan sebagai langkah kaki. Disini aku bisa mengubahnya menjadi langkah khas menghindar atau 10.000 gerakan langkah dewa. Sedang dari kekuatan bisa kugantikan tenaga tapak mayapada menjadi Ilmu Jing-gangnya Shaolin. Mengenai gerakan perubahan jurus bisa kuambil inisiatif dari Jurus pedang surgawi membelah yang tanpa tanding itu. Mengenai Perubahan tenaga dalam, bukankah aku telah mempunyai 9 tingkatan tenaga dalam Matahari dari Ilmu pelenturan energi. Dan terakhir format urutan setiap tapak bisa kutiru dari 72 format iblis/silumannya Raja Solomon...." tutur Jieji sambil senang luar biasanya.

Meski jalan masih panjang. Tetapi apakah dalam 5 bulan, Jieji sudah bisa menguasai Ilmu yang kedengarannya pasti rumit sekali itu jika digabungkan satu persatu-nya menjadi sempurna.

BAB CXV : Kisah Cinta Sun Shulie Daratan tengah... 20 li sebelah utara Kota Shandang... Pasukan Sung semenjak 2 tahun terakhir sudah menetapkan sekitar 20 buah pos penjagaan di setiap sisi jalan besar. Sedangkan di hutan kecil, pasukan Sung menempatkan 5 pos utama. Setiap pos terdiri dari 500 pasukan darurat untuk memberi kabar. Zhao kuangyin atau Jenderal besar Yang Ying-lah yang telah mengaturnya dengan luar biasa baik. Pasukan gabungan antara Han utara dan Liao tidak sanggup memasuki wilayah utara kota Shandang. Meski pertempuran telah berlangsung hingga puluhan kali baik itu perang besar ataupun perang kecil, tetapi koalisi dari pasukan Liao dan Han utara kebanyakan mengalami kekalahan meski adalah kekalahan kecil. Dengan mampu-nya Jenderal besar Yang Ying menghalau penyerangan suku ganas Liao ataupun Han utara dalam 2 tahun terakhir, maka nama-nya sudah menjadi buah bibir bagi setiap masyarakat daratan China. Baik para sastrawan, cendekiawan sering sekali membicarakan nama besarnya. Dan beberapa puisi tentang perjuangan kepahlawanannya menggema hebat. Tetapi jarang sekali ada orang yang tahu benar bahwa Yang Ying adalah Zhao kuangyin yang telah turun tahta. Di sebuah perkemahan di tengah pos-pos kecil. Telah terlihat lumayan banyak orang berkumpul. Kesemuanya duduk di kursi pendek sepertinya sedang membicarakan sesuatu hal. Dilihat dari cara berpakaian, sepertinya semuanya adalah pesilat-pesilat. Adalah di tengah ruangan, telah terlihat seorang berpakaian biasa berwarna ungu kehitaman sedang duduk. Orang ini memelihara kumis dan jenggot pendek. Wajahnya nan alimnya bisa dikatakan sangatlah agung. Dengan sinar mata yang tajam, orang ini terlihat seperti dewa saja. "Kakak seperguruan. Memang benar informasi yang telah kuterima. Saudara Xia akan bertarung dengan Huo Xiang dalam beberapa bulan ini." tutur seorang di sampingnya tiada lain tentu Sun Shulie. Orang di tengah mengangguk perlahan saja. Di wajahnya terlihat senyuman yang puas. "Jika adik kedua benar bertanding silat, maka aku yakin dalam pertarungan tidak mungkin dirinya akan kalah." Sun Shulie mengangguk perlahan. Lantas dia menjawab. "Kemampuan si tua Huo Xiang adalah sekitar seimbang denganku beberapa tahun yang lalu. Tidak mungkin saudara Xia tidak sanggup mengalahkannya."

Pendekar yang berada di kursi samping, segera terlihat berdiri. Di pinggangnya terselip sebatang tongkat berwarna hijau. Dia merapatkan kedua tangannya untuk memberi hormat. "Mengenai pertarungan sepertinya tidak perlu jenderal besar terlalu mengkhawatirkannya." Yang Ying alias Zhao kuangyin mengangguk pelan saja ke arah pemuda yang bernama Yuan Jielung itu. "Bagaimana dengan kabar Wei Jindu? Apakah pendekar kita yang tersebar di pelosok daratan tengah mendapat sesuatu?" tanya Zhao dengan melihat ke arah Yuan Jie Lung. Yuan menggelengkan kepalanya saja. Terdengar Zhao kuangyin menghela nafas pendek sekali. Dia cukup heran mendapati kenapa Wei Jindu tidak pernah kembali sejak kepergiannya 2 tahun yang lalu. Adalah hal yang cukup aneh baginya. Terakhir dia sendiri mendengar bahwa Wei bertujuan menyusul Pei Nanyang ke barat dan bertujuan mencari Xia Jieji atau kakak angkat keduanya. Zhao sebenarnya berat melepaskan Wei yang termasuk jago tangguh di pihaknya. Tetapi karena semenjak kepergian Pei ke barat beberapa bulan, tetapi belum ada kabarnya. Terakhir dia mengizinkan Wei untuk pergi menyelidiki hal ini. Tidak lama kemudian... Pendekar-pendekar daratan tengah yang sakti ini telah merasakan hadirnya beberapa orang. Dirasakan dari desiran perlahan tetapi pasti, mereka tahu adanya 2 orang yang termasuk jago sedang mendekati kemah dengan gerakan ringan tubuh yang hebat. Adalah Yang Ying dan Sun Shulie-lah orang yang berjalan ke depan kemah. Mereka berdua adalah orang yang girang mendapati "hawa" manusia yang bakal sampai itu. Sepertinya keduanya memang mengenal dengan baik orang yang datang. Sekejap saja, mereka telah sampai di depan perkemahan. Begitu pula diikuti oleh Yuan JieLung yang berada dibelakang mereka berdua. Di dalam kemah, memang terdapat banyak juga pesilat dari Kaibang. Tetapi mereka cukup heran karena tidak mendapati adanya orang yang datang. Melihat ketua mereka beranjak ke depan, mereka semua mengikutinya. Memang benar. Sekira 1/2 Li, mereka sudah mendapatkan 2 orang yang berpakaian putih sedang beranjak mendekati. Yang Ying dan Sun Shulie adalah kedua orang yang bergembira. Sebab yang datang kemari tiada lain adalah gurunya sendiri, Dewa Lao. "Guru!!!" teriak mereka sambil berlutut di depan kemah besar. Memang benar, dengan cepat orang ini telah mendarat. Di sampingnya tiada lain adalah seorang wanita muda yang cantik. Dewa Lao masih tetap memakai topeng di wajahnya.

Memang sungguh aneh adanya. Yumei pernah menanyainya kenapa dia tidak membiarkan wajahnya terlihat saja? Dan kenapa sejak dia menginjakkan kaki ke China daratan, dia terus saja memakai topeng anehnya. Semuanya masih terasa misteri bagi setiap orang. Dan tentunya Zhao Kuangyin dan Sun Shulie juga tidak pernah tahu mengapa sang guru selalu saja memakai topengnya. Tetapi orang tua ini tidak pernah menjawab pertanyaan Yumei yang sering di ulang-ulangnya. "Berdirilah murid-muridku..." Keduanya langsung berdiri. Di wajah mereka tampak senyum girang tak terkatakan. "Guru... Anda sudah balik dari Persia?" tanya Zhao kuangyin segera kepadanya. "Betul... Aku mengawal gadis kecil ini kemari?" tutur Dewa Lao sambil menunjuk ke gadis kecil yang terlihat imut dan cantik. Adalah keduanya kontan terkejut mendengar perkataan sang guru. Tidak disangka guru mereka yang sebenarnya selalu bersikap nan dingin dan tidak peduli banyak hal malah bisa mengawal gadis yang mungkin hanya berusia belasan tahun. Disini tiada orang yang mengenali Yumei. Zhao segera mengawasi dengan sorot mata penuh keheranan ketika melihat Yumei. Seorang gadis kecil yang paling hanya berumur 20 tahun-an. Dan lantas mengapa sang guru bisa mengawal gadis itu dari jauh-jauh ke utara Kota Shandang? Zhao kuangyin memang pernah ke Tongyang - Wisma Oda, tetapi itu sudah lewat 7 tahun yang lalu. Yumei yang dikenal saat itu baru saja menjelang remaja. Tentu setelah melihat gadis kecil, dia tidak pernah tahu bahwa gadis kecil ini tiada lain adalah adik terkecil dari adik angkat keduanya. "Guru... Siapa gadis kecil ini?" tutur Sun Shulie yang juga tentu heran sekali mendapatinya.Bagaimana mungkin gurunya dari jauh-jauh (Persia) kembali ke daratan tengah karena hanya ingin membawa gadis kecil kemari. Pertanyaan seperti inilah yang muncul di otak kedua-nya. Tetapi ketika Sun Shulie tanpa sengaja menoleh ke arah pinggang gadis kecil, dia terkejut luar biasa. Pinggang nona tergantung sebilah pedang dengan ukiran huruf yang cukup kecil tetapi mentereng. Ukiran itu terlihat jelas sekali yaitu "Pedang Hijau / Qin Kung". "Pedang ksatria?" tutur Sun Shulie dengan wajah seakan tiada percaya. Zhao kuangyin yang mendengar kata-kata Sun, kontan terkejut. Dia segera melihat ke arah pinggang nona kecil. Lantas, segera dia bertanya dengan alis yang berkerut. "Kamu Xia Yumei? Adik kecil dari adik angkat keduaku?" Yumei lantas tersenyum. Dia memberi hormat dengan pelan sambil menundukkan kepalanya. "Betul... Dia adalah Xia Yumei. Pendekar Xia sendiri-lah yang memintaku untuk mengawalnya selamat sampai disini." tutur Dewa Lao kepada kedua muridnya.

Semua orang di belakang Zhao segera tersenyum lega. Mendapati bahwa Xia Jieji tidak mengapa-ngapa tentu membuat mereka semua bahagia. Sejak kepergian Jieji dari kota Beiping 2 1/2 tahun yang lalu membuat mereka cukup cemas satu sama lainnya. "Tidak pulang-nya" Xia Jieji juga membuat mereka memperkirakan bahwa "Sang Pahlawan" telah tiada. Tetapi, sekarang mendengar kata-kata Dewa Lao, mereka tentu senang sekali. "Guru... Ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan..." tutur Zhao kuangyin kemudian sambil memberi hormat dalam. "Yang ingin kau ketahui, sudah kuketahui sebelum sampainya diriku kemari. Kau ingin menanya keadaan pendekar Xia?" tanya Dewa Lao. Zhao lantas mengangguk pelan saja. "Dalam beberapa bulan lagi. Xia Jieji sudah mengajak Huo Xiang untuk bertarung hidup mati. Tepatnya di arah barat kota Lin Qi, hutan format 72 iblis." Zhao menatap ke arah Sun sambil keheranan. Begitu pula Sun Shulie adanya. Mereka tidak habis berpikir bagaimana Xia Jieji mengajaknya bertarung bukan pada saat mereka bertemu, tetapi justru memintanya 1 tahun yang akan datang? Dewa Lao segera beranjak untuk meninggalkan kemah besar. Dia berjalan ke arah ujung pos yang tiada orang. Dewa Lao memang termasuk orang yang aneh, sikapnya jarang sekali bisa ditebak siapapun. Dengan meninggalkan diri dari perkemahan, kesemuanya merasa heran juga. Karena dia tidak berbicara sepatah kata apapun sama sekali. Zhao dan Sun yang melihat gurunya bertingkah cukup aneh. Tetapi keduanya seperti bisa menebak isi hati sang guru.Menurut mereka, guru mereka sendiri tidak ingin ada yang mendengar percakapan mereka kemudian. Maka mereka memilih tempat yang cukup jauh dari kerumunan orang. Yang mengikuti mereka adalah hanya Yumei. Setelah sampai di tempat yang terasa kosong dan aman. Dewa Lao berbalik kembali.Tetapi dia menanyai Yumei dan bukannya kedua muridnya itu. "Kenapa kau juga mengikuti kami?" "Apa yang tetua ingin bicarakan sudah kuketahui semuanya. Dan bukankah aku juga berada di sana saat itu? Lantas kenapa aku tidak boleh mendengarkannya?" tutur Yumei sambil tersenyum kepadanya. Zhao maupun Sun segera menggelengkan kepalanya. Keduanya menghela nafas panjang mendengar jawaban Yumei yang pendek tetapi jelas sekali itu. Keduanya tahu benar bahwa gadis kecil adalah orang nan pintar. Tetapi Dewa Lao malah tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Yumei. Sebenarnya dia hanya ingin menguji gadis kecil ini dan membuktikannya kepada kedua muridnya betapa pintarnya ia.

Dan dengan segera pula, Orang tua menceritakan jalan cerita bagaimana Xia Jieji pertama sampai ke Persia. Bagaimana kondisinya pertama-tama saat dia tidak mampu menggunakan tenaga dalamnya, bagaimana dia kemudian tertangkap oleh Huo Thing-thing yang cukup mengenalnya. Dan terakhir diceritakan bagaimana Yumei menyelamatkannya beserta Zeng Qianhao. Sampai terakhir bagaimana Zeng wafat dan pertarungan antara Xia Jieji dan Huo Xiang di hutan Lin Qi, format 72 iblis - Persia barat. Mereka mendengarkannya sambil sesekali terdengar helaan nafas panjang. Seakan tidak percaya kesemuanya. Lantas kembali Zhao Kuangyin menanyai gurunya. "Adik ipar kedua kabarnya sudah meninggalkan Tongyang 2 tahun yang lalu. Dan sampai sekarang..." Sebelum diselesaikan kata-katanya, Dewa Lao hanya mengangkat sebelah tangannya. Zhao segera mengerti maksud gurunya begitu pula Sun. Yumei yang mengetahui bahwa kakak ipar kelimanya tidak ada kabarnya kontan cemas luar biasa. Dia segera melihat ke arah Dewa Lao. "Apa yang terjadi dengan Wu Shao(kakak ipar kelima)?" Dewa Lao hanya melihatnya beberapa saat. Kemudian dia menjawab. "Dia tidak apa-apa. Bahkan sangat baik sekali..." Tetapi Yumei mana mau percaya kata-kata demikian. Dia sepertinya langsung penasaran sekali. Dia tahu bahwa Dewa Lao pasti bisa memberikan jawaban yang puas. Lantas dengan semangat dan hati berdebar-debar dia kembali menanyainya. Zhao merasa tidak enak hati. Dia-lah yang menanyakan hal ini terlebih dahulu. Sekilas, Zhao terlihat serba salah. Tetapi Dewa Lao tahu apa yang dipikirkan muridnya. Lantas dia segera berkata. "Malam ini... Aku akan menunjukkannya..." tutur Dewa Lao sambil menghela nafas. Sementara itu, Yumei terlihat girang. Dia tahu bahwa tetua ini pasti punya cara untuk menenangkan hatinya. Lantas dia terlihat senyum-senyum sendiri saja. Lantas, Zhao meminta pamit bersama Sun Shulie. Keduanya segera mengabarkan bahwa tanda perkabungan bagi partai Kaybang. Kesemua murid terlebih lagi Yuan Jielung seakan tidak percaya. Tidak disangka oleh mereka bahwa Pei yang melemah akibat hilangnya tenaga dalam, malah tewas kemudian karena tidak tahan akan siksaan kejam yang berlangsung selama 7 bulan oleh Huo Thing-thing. Kesemuanya ingin balas dendam terhadap partai bunga senja. "Ketua!!! Balaskanlah dendam tetua Zeng..." teriak seorang pemuda yang dipanggil tetua Wu. Dia menangis sambil berlutut mengerungngerung. Sedangkan Yuan Jielung hanya terlihat berlutut ke arah barat. Dia menyembah beberapa kali. Dengan air mata berlinang, kemudian dia berkata.

"Tugas negara jauh lebih penting dari segalanya. Jika kita ramai-ramai ke Persia guna membalas dendam. Apa guru bisa tenang di alam baka sana..." Beberapa tetua dan pendekar kaibang yang melihat ketua mereka sedang berlutut menyembah. Semuanya juga mengikuti dengan gaya yang hikhmad. Dari pipi setiap pendekar Kaibang telah turun air mata dan isakan tangis terdengar di seluruh perkemahan. "Kita hanya bisa berharap pendekar besar Xia membalaskan dendam guru. Oleh karena itu, sungguh kuminta para tetua jangan mengungkit tentang balas dendam terlebih dahulu, sebab bagaimanapun kita tidak bisa meninggalkan tempat ini sesuka hati kita... Tugas negara bagai gunung tinggi yang menimpa di bahu kita sebagai seorang lelaki sejati." tutur Yuan dengan suara yang tegas. Para tetua Kaibang dan murid-murid kaibang meski menangis mereka mengiyakannya dengan suara keras. Dilihat dari sini, keputusan ketua dari Kaibang sungguh sangatlah bijaksana. Zhao yang mendengar kata-kata Yuan, langsung memberi hormat sangat dalam kepadanya. Zhao sangat mengagumi keputusan yang bukan berdasarkan emosi sesaat dari ketua Kaibang, Yuan Jielung. Oleh karena itu, Zhao merasa sungguh sangat menghormatinya sejak saat itu. Malamnya... Rembulan tidak begitu bersinar terang. Tetapi digantikan cukup banyak bintang. Hanya sekitar 2 li dari tempat pos penjagaan. Sudah berdiri 4 orang pria dan seorang wanita. Angin malam di tanah lapang yang cukup luas benar terasa dinginnya. Tiada lain adalah Dewa Lao, Zhao Kuangyin, Sun Shulie, Yuan Jielung dan Xia Yumei berlima sedang menegakkan kepalanya ke arah barat. Kesemuanya sedang melihat ke atas untuk mengamati bintang-bintang yang cukup banyak terlihat berkelap-kelip. Dewa Lao segera menunjuk ke arah bintang yang bersinar terang di sebelah langit bagian barat. Sesegera, kesemuanya mengamati ke jari-nya. "Amatilah bintang itu seperti kamu mengamati mata lawan ketika akan bertarung." tutur Dewa Lao kepada keseluruhan orang di sana. Kesemua orang juga melakukan hal yang sama dengan melihat ke bintang yang ditunjuk. Tidak berapa lama... Yumei seperti berteriak. Dia melihat bintang seakan memancarkan sinar keemasan di sampingnya. Samar-samar dia merasakan hawa yang cukup membuatnya tenang dan bersemangat. "Dapat!!!" Dewa Lao kontan tertawa mendengar teriakannya. "Tetapi...." Yumei yang mendengar sebuah kata pendek "tetapi" , segera mengerutkan alisnya memandang ke arah Dewa Lao.

"Tetapi apa???" tanyanya dengan heran. "Itu adalah bintang kakak ipar kelimamu...." tutur Dewa Lao sambil mengamat ke arah nona kecil. "Itu bintang kakak ipar kelima? Lantas dimana kakak kelimaku?" tanyanya dengan cukup penasaran. Dewa Lao tertawa keras. Lantas dia berkata. "Baik... Baik..." Zhao, Sun dan Yuan penasaran juga. Mereka melihat ke arah bintang yang lumayan jauh dari bintang-nya Yunying. Mereka semua mendapati di sana terdapat 3 bintang yang berkelap kelip. Tetapi setelah diamati, kesemua orang ini heran. 3 Bintang memang berkelap kelip besar, tetapi yang satunya seperti mengandung hawa ungu yang membuat mereka seakan merasa "gelap" dan merinding setelah mengamatinya dengan serius. "Itu adalah bintang iblis dan di sebelahnya, bintang Huo Xiang. Dan yang agak di ujung adalah bintangnya Ketua partai Jiu Qi." tutur Dewa Lao. "Bintang iblis????" Kesemuanya seakan tidak percaya. "Yue Liangxu benar masih hidup? Dan dia ada di sebelah barat Persia?" tanya Zhao yang seakan tersambar geledek. Dewa Lao tidak menjawabnya. Dia hanya diam sambil menegakkan kepalanya. Sepertinya dia tidak berniat menjawab pertanyaan dari muridnya. Dia terlihat menghela nafas panjang sambil sesekali membetulkan letak topeng di wajah. Sementara itu, Yumei sepertinya tidak begitu peduli akan "bintang Iblis". Dia penasaran ingin menanyai Dewa Lao sesungguhnya dimana bintang kakak kelimanya. Dewa Lao sudah tahu bahwa si nona sedang mengamati wajahnya cukup lama, tetapi gadis kecil tidak berani memotong perkataan Zhao kuangyin. "Kamu tidak usah takut..." tutur Dewa Lao yang seakan mengancangkan jarinya ke bintang Yunying. Setelah tidak lama, dia membaca mantera. Hebatnya... Sepertinya dari samping bintang Yunying telah muncul sebuah bintang lainnya. Bintang itu sepertinya "bersembunyi" di belakang bintang-nya Yunying yang berwarna keemasan. Bintang yang ditunjuk itu juga memancarkan sinar emas dan telah terlihat berkobar indah sekali. "Itu!!!" teriak Yunying dengan girang. "Bintang pahlawan kakak kelimamu tidak gampang dilihat dengan mata kosong. Oleh karena itu aku membaca mantera dengan Ilmu pembuyar langit. Tetapi hanya sebentar saja "dia"

terlihat." tutur Dewa Lao. Yumei tersenyum girang sekali. Dia tidak menyangka orang tua ini ternyata benar menepati janjinya. "Jadi benar bahwa adik kedua bersama dengan adik ipar?" tanya Zhao yang cukup heran ke arah gurunya. Dewa Lao hanya mengangguk perlahan. Sesaat, dia berpaling ke arah Yuan Jielung. Yuan yang melihat Dewa Lao melihatnya, dia memberi hormat pelan. "Zeng Qianhao meski sudah wafat. Tetapi dia meninggalkan sesuatu untukmu..." tutur Dewa Lao sambil melihat ke arah Yumei. Yumei segera mengerti. Dia merogoh kantong bajunya sesegera. Lantas terlihat sebuah benda yang berupa kain putih. Dia angsurkan benda ini ke Yuan Jielung. Yuan heran mendapati gadis kecil sedang memberikan sesuatu kepadanya. Tetapi dengan hormat dan kedua telapak, dia menerima benda itu. "Di dalam kain tertulis ilmu penyempurnaan jurus ke 18 dari telapak 18 naga mendekam. Xia Jieji sudah menitip ini jauh hari kepada Yumei. Kamu pelajarilah dengan betul, dan mengenai tugasmu yang berat sepertinya perlu waktu beberapa tahun lagi..." tutur Dewa Lao kepadanya. Mereka semua tentu heran. Kata-kata Dewa Lao yang sungguh mengherankan adalah "beberapa tahun lagi". Tetapi kesemuanya memang tidak berani menanyainya. Terakhir Yuan mengangguk pelan saja. Dia menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya ke arah Dewa Lao. Dewa Lao langsung saja berjalan menjauh. Yumei yang melihatnya bertingkah aneh lagi sekali, lantas meneriakinya. "Tetua... Kamu hendak kemana??" Dewa Lao tidak berbalik. Dia berjalan tetap tanpa bersuara. Dan anehnya, dengan sekali gerakan berlari orang belum sempat melihat dirinya. Lantas sudah menghilang ditelan gelapnya malam. Mengenai tindakan aneh Dewa Lao memang sudah tidak diherankan oleh Zhao maupun Sun Shulie. Tetapi disini Yuan dan Yumei yang melihatnya tentu berkerut alis keheranan saja. "Sungguh benar Ilmu Dewa Lao tiada tandingan lagi. Dia bisa pergi dan datang sesuka hatinya...." tutur Yuan Jielung sambil menghela nafas mengamat ke depan. Sun Shulie segera melihat ke arah Yumei. Dia berkerut alis dan terlihat keasyikan memandang gadis kecil yang cantik ini. Yumei tentu tahu bahwa dia sedang dipandangi dengan cara "khusus". Tetapi, dia juga tahu mengapa Sun memandangnya dengan cara begituan. Lantas dia sengaja berjalan ke arah lain dan bukan pulang ke kemah.

Zhao heran mendapati Yumei berjalan sendiri dan terlihat aneh. Tetapi Sun Shulie dengan wajah tersenyum segera mengangguk pelan kepadanya. Sesaat, Zhao terlihat mengerti maksudnya. Sun segera mengikuti Yumei. Dia ingin menanyainya cukup banyak hal tentang keadaan di Persia. Adalah Yumei sudah tahu maksud dari Sun sendiri, dia tahu setidaknya pria ini pasti ingin menanyainya tentang keadaan "isterinya" itu. Dengan wajah tersenyum geli, Yumei berjalan pelan ke arah sebuah pohon. Setelah dirinya sampai, dia segera berpaling. "Kakak ingin menanyaiku keadaan isteri kakak yang disana bukan?" Sun terkejut mendengar ujaran Yumei. Tetapi dia masih bisa menenangkan hatinya. Yumei lantas berubah serius. Dia berkata kembali. "Aku boleh menanyai kakak duluan?" Sun terlihat mengangguk pelan. Di wajahnya terlihat penyesalan yang cukup dalam. Sinar matanya terlihat sayu kemudian. Mungkin dia mengerti apa hal yang ingin ditanyanya. "Apa benar bahwa kakak memperisterinya? Bagaimana bisa???" tanya Yumei dengan nada yang agak kesal dan terlihat cukup marah. Sun Shulie terlihat menggelengkan kepalanya. Beberapa saat, sepertinya dia memikirkan sesuatu hal. Dengan kepala yang menunduk melihat ke tanah, dia berusaha menjawab nona kecil. "Dahulu... Aku melakukan sebuah kesalahan fatal...." Yumei terkejut mendengar kata-katanya. Apa mungkin memperisteri Huo Thing-thing adalah hal yang benar salah? Begitulah dia berpikir. Tetapi ketika memikirkan keganasan gadis cantik, dia merasa apa yang disesalkan Sun mungkin cukup masuk akal. "Dia telah menipuku dan guru. Baik Huo Xiang maupun Huo Thing-thing keduanya adalah orang yang benar membuatku insyaf." Mendengar tuturan Sun Shulie. Yumei segera mengangguk perlahan. Dia sepertinya mendapat sedikit ilham dari kata-kata Sun. "Pasti karena ilmu silat atau perdamaian yang tidak masuk akal terasa terakhir. Bukan begitu?" Tanya Yumei sambil menebak-nebak. Sun Shulie terkejut. Dia tidak menyangka benar ada seorang wanita kecil yang secerdas demikian. Apa yang dipikirkannya benar telah diucapkan oleh Yumei, si gadis cilik nan pintar ini. Lalu, sambil menghela nafas kembali. Sun mengamat ke arah langit. Dia berkata. "Dahulu... Xia Jieji mempunyai isteri pertama yang sangat cerdas luar biasa, Yuan Xufen. Setelah dipikirpikir, mungkin kamu-lah orang yang setara kepandaiannya dengannya." Yumei tersenyum manis mendengar pernyataannya. Tetapi mendengar tentang Yuan Xufen, terlihat kemudian matanya sayu. Dia menghela nafas yang panjang.

Bagaimanapun Yumei tentu sudah tidak mengingat Xufen lagi, sebab ketika itu dia masih sangat kecil. Dan perjumpaan dengan Xufen tidaklah benar banyak, tetapi ketika dewasa dan bisa memahami masalah. Dia merasa sedih juga kalau kakak kelimanya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Tetapi, sekarang Yumei sudah bisa lega sebab "Tuhan" ternyata menganugerahkan kakak kelimanya seorang wanita yang baik juga tiada lain tentu adalah Wu Yunying yang juga mempunyai hubungan darah dengan Yuan Xufen. "Apa benar bahwa kakak Sun pernah menikahi Huo Thing-thing?" tanya Yumei kemudian. Sun tidak menganggukkan kepalanya. Dia menjawab pelan. "Dahulu, Huo Thing-thing tidak sama dengan yang sekarang. Huo Thing-thing sebenarnya bukanlah orang dari partai bunga senja awalnya." Yumei terkejut mendengar pernyataan Sun yang terasa aneh. Lantas dengan berani dia bertanya kembali. "Apa benar dahulu gadis itu tidaklah tinggal bersama ayahnya?" Sun mengangguk pelan. Dia melanjutkan ceritanya. "Huo Thing-thing adalah orang dari partai Jiu Qi pada awalnya." "Jiu Qi/ Sembilan keanehan?" Yumei betul tidak tahu adanya partai ini. Dia tentu heran mendengarnya. "Partai Jiu Qi adalah sebuah partai yang sungguh misterius. Pusatnya adalah di India atau Tibet. Tidak ada orang yang sesungguhnya tahu. Pertama saat aku menjumpai Huo Thingthing, sifatnya juga tidak seperti begituan." jawab Sun Shulie. Yumei mengangguk pelan saja. Dia menatap serius ke arah Sun Shulie menunggunya melanjutkan cerita kisah cintanya itu. "Dulu, dari bayi sampai usianya ke 17 dia berada di partai Jiu Qi. Tetapi saat usianya yang ke 17, Huo Xiang memintanya pulang untuk membantunya. Saat itulah sifatnya total berubah." tutur Sun Shulie. "Dia berubah? Jadi dahulu dia adalah wanita yang lembut dan tidaklah seperti demikian?" Tanya Yumei dengan penasaran kepadanya. "Betul... Aku mengenalnya karena dulu guru memintaku ke partai Jiu Qi. Disana aku pernah berlatih silat sederhana mereka selama setahun lebih...." tutur Sun. Yumei yang mendengarnya tentu terlihat bersemangat. Bagaimanapun dia adalah seorang gadis kecil. Tentang masalah seperti demikian tentu membuatnya semangat mendengarnya dan benar ingin mengetahuinya. Lantas dengan berani dia menanyai Sun. "Jadi kakak Sun jatuh cinta kepadanya waktu lawatan kakak kesana?" Sun Shulie mengangguk. Dari wajahnya sepertinya terlihat sikap malu-malunya. Tetapi bagaimanapun, dia tetap memberanikan dirinya.

"Benar... Aku jatuh cinta kepadanya. Dia sering mengajakku bercerita banyak. Apapun yang dibicarakan bukanlah silat, meski dia termasuk orang yang cukup jago kungfu disana. Dalam setahun, aku dan dia telah berjanji mengikat hubungan cinta lebih dalam. Tetapi...." Terdengar dengan segera suara helaan nafas Sun. Dia segera menatap ke langit. Yumei terlihat berpikir. Dia berpikir seakan dirinya adalah Sun dan Thing-thing. Dia berpikir bagaimana Sun bisa menyesal terakhir, tetapi Yumei tahu benar bahwa sisa cinta di dalam hatinya tidaklah terhapus sama sekali. "Huo Xiang benar membawanya ke partai bunga senja. Dan dalam setahun kemudian kita tetap saja membina hubungan baik seperti saat berada di partai Jiu Qi. Saat itu, aku merasa cukup siap untuk melamarnya. Aku meminta guru sebagai orang penengah untuk bersamaku pergi ke partai Bunga senja. Dan diluar dugaan, guru menyanggupi permintaanku. Dia berkata bahwa jika saja ada ikatan keluarga antara kedua partai, maka sepertinya kedua partai bakal hidup damai kembali...." Dari sini, Yumei sudah mengetahui hampir keseluruhan hal yang tersembunyi di belakang. Lantas saja, dia menanyai Sun Shulie. "Jadi benar.... Setelah Huo Thing-thing pulang ke partai bunga senja, dia telah terobsesi. Cintanya.... Cintanya...." Gadis kecil sepertinya tidak berani berbicara lebih lanjut. Tetapi Sun segera memberikan pernyataannya. "Ternyata perkawinan yang akan berlangsung beberapa bulan lagi hanya rekayasa Huo Xiang. Aku memang sempat bersembahyang menyembah langit dan bumi dengannya. Tetapi dengan cara licik, Huo Thing-thing mencuri kitab 10.000 langkah Dewa." tutur Sun dengan sangat menyesal. Yumei memang merasa sangat heran mendengar pernyataan terakhir dari Sun Shulie. Lantas dengan segera, dia menanyainya. "Benarkah? Tetapi... Tetapi sepertinya baik Huo Xiang maupun puterinya. Tidak ada satupun yang menguasainya." Sun terlihat tersenyum kepada Yumei. Kemudian dia berkata. "Untung saja... Untung saja buku itu dicuri oleh pencuri ulung no. 1." "Pencuri ulung no. 1? Dengan begitu berarti dia mengembalikan kepadamu?" tanya Yumei yang heran. "Tidak.. Dia mengembalikan buku kepada guru. Saat itu, aku merasa sangat malu sekali kepada guru. Lantas aku beranjak pergi dan tinggal cukup lama di arah timur hutan Lin Qi." tutur Sun. "Oh.... Rupanya begitu..." tutur Yumei sambil tersenyum kepadanya.

"Benar... Setelah 2 bulan aku meninggalkan Partai Surga menari. Guru akhirnya mencariku, dia memintaku terus tinggal disana saja untuk mengamati sinar emas. Jika suatu hari sudah kedapatan "sinar emas", maka aku diminta pergi ke daratan tengah." jelas Sun. Sekarang Yumei sudah mengerti kesemuanya. Lantas dia berkata. "Apa kakak Sun ingin menanyaiku. Apakah kakak kelima akan membahayakan Huo Thingthing?" Sun terlihat tersenyum manis kepadanya. Dia mengangguk perlahan. "Tidak akan... Tenang saja kak Sun.. Kakak kelima tahu benar bahwa dia adalah isterinya kakak Sun. Tentu kakak kelima tidak akan menyulitkannya sama sekali..." Mendengar pernyataan Yumei, sesaat Sun Shulie tersenyum manis. Dia mengangguk perlahan saja. *** India, Kuil Jetavana... Sudah 6 hari berlalu sejak Xia Jieji berusaha meneliti jurus 18 telapak naga mendekam. Jieji selalu diam saja saat dia meneliti kesemua jurus itu. Dan tidak pernah dia peragakan sekalipun. Dia mengingat semua gerakan yang cukup rumit itu satu persatu. Tetapi dalam 6 hari ini. Jieji tidak pernah terlihat mempercepat latihannya. Dia bahkan cukup santai di saat hari-hari latihannya. Dia juga makan tepat pada waktunya, tidur juga begitu. Sesekali terlihat dia istirahat seperti biasa. Yunying yang menemaninya memang cukup penasaran juga. Ingin sekali dia menanyai perkembangan jurus yang dilatih. Tetapi melihat dia cukup santai, maka dia merasa suaminya yang nan cerdas dan punya perhitungan luar biasa hebat tentu mempunyai cara yang lebih bagus daripada dirinya. Adalah di suatu siang. Jieji tetap dalam kondisi meditasi saja. Dia dengan tenang mengingat jurus pertama, kedua dan seterusnya. Tidak pernah dia melewatkan bagaimana gerakan keseluruhan dari setiap jurus. Dia ingin menyisipkan satu persatu dari gerakan langkah, format, kecepatan dan perubahan itu. Ketika dirinya sudah benar berkonsentrasi penuh. Dia merasakan hadirnya beberapa orang yang mendekati kuil. Dari jauh saja, dia sudah tahu orang-orang yang datang bergerak cukup lambat dengan langkah perlahan tetapi mantap. Ini adalah langkah para pesilat unggul. Dengan segera dia membuka kedua matanya. Lantas berdiri. Tetapi dia sudah melihat wanita bertopeng telah siaga dan menatap keluar. Dia langsung beranjak mendekati wanita bertopeng. Di dekat telinganya dia berbisik sangat pelan. "Ini bukanlah orang yang menguasai tapak buddha Rulai yang datang membalaskan dendam. Tetapi langkah ini terasa lebih ringan, dengan begitu kemampuan mereka jelas masih di bawah orang partai Jiu Qi." tutur Jieji dengan suara yang sangat pelan nyaris tidak terdengar.

Yunying segera berbalik dengan perlahan. Dia terlihat mengangguk perlahan saja. Tetapi dengan lantas, dia berjalan ke depan. Jieji ingin mencegahnya, tetapi tidak keburu. Lantas dengan langkah yang sama, dia beranjak mengikuti wanita bertopeng untuk menuju ke depan.

BAB CXVI : Pencuri Ulung Beraksi Dengan langkah yang tenang dan gemulai, wanita bertopeng segera mendekati arah "hawa" yang datang. Adalah sekitar 1 li lebih, wanita bertopeng telah berdiri di samping bukit kuil. Bersamaan itu, diikuti oleh Jieji dari belakang. Dari atas bukit telah terlihat cukup banyak orang yang sedang berjalan pelan saja sambil mengawasi sekeliling dengan hati-hati. Orang-orang adalah berpakaian pemburu, wajah mereka pun terlihat merah jambu sedang mata mereka sipit sekali. Disini telah terdapat 30 orang lebih dan masing-masing terlihat membawa busur sebuah yang digantungkan ke punggung. Jieji kembali berbisik kepada wanita bertopeng. "Kamu mengenal mereka semua?" Jieji merasa jika bukan lawan, maka kemungkinan adalah kawan dari wanita bertopeng ini. Lantas dia mengajukan pertanyaan tersebut. Wanita bertopeng alias Yunying terlihat menggoyangkan kepalanya tanda mengangguk dua kali. Adalah ketika beberapa orang dari pemburu sempat melihat ke atas. Mereka mengenali dengan segera orang yang sedang berdiri melihat ke bawah. Lantas dengan seperti kegirangan, mereka segera menaiki bukit yang tidak curam itu. Dan sekira telah terpaut 20 kaki dengan Yunying, kesemuanya berlutut. Wanita bertopeng ini hanya menggerakkan tangan meminta mereka berdiri. Para pemburu tidak pernah tahu bahwa wanita bertopeng adalah "orang bisu". Lantas Jieji yang menuturkan kata-katanya. "Kalian semua berdirilah..." Adalah salah satu pemburu yang berada di tengah, tubuhnya terlihat kokoh dan tinggi besar. Dengan segera, dia berdiri dan berjalan pelan ke depan. Dia memberi hormat dengan teramat mendalam. "Terima kasih pendekar besar..." Yunying hanya terlihat menganggukkan kepalanya pelan saja. Tetapi Jieji tidak mengerti maksudnya. Lantas dia bertanya. "Apa pendekar wanita ini pernah menolong anda sekalian?" Pemuda di tengah tadi segera memberi hormat kepada Jieji. Dia bertutur. "Hal ini sudah terjadi sekitar setengah tahun yang lalu. Pendekar wanita ini menolong kita-kita semua dari keroyokan orang-orang partai Jiu Qi. Hampir saja desa kita lenyap, dan untung sekali ada pendekar wanita yang menolong."

Yunying hanya menggelengkan kepalanya pelan saja. Dia tidak bisa bersuara sama sekali. Maka daripada itu, dia juga merasa kikuk. Tetapi disini, Jieji memang membantunya. "Lantas mengapa anda kesemua datang kemari?" "Itu disebabkan karena desa kita sudah kita pindahkan semenjak adanya perampokan partai Jiu Qi. Kita sudah tinggal di India utara beberapa bulan lalu. Dan ketika mendengar bahwa partai Jiu Qi ingin balas dendam, maka dalam 3 bulan kita sudah mencari berkeliling untuk memberi informasi kepada pendekar wanita." tutur pemburu itu. Yunying terlihat menganggukkan kepalanya pelan. Sedangkan Jieji berterima kasih kepada para pemburu itu. Dia meminta mereka kesemuanya hati-hati benar dalam perjalanan pulang mereka. Dengan berterima kasih secara dalam sekali lagi, kesemua pemburu segera meninggalkan halaman bukit Kuil Jetavana. Tidak lama kemudian, Jieji memberi komentar kepada wanita bertopeng. "Sepertinya kita tidak bisa tinggal lama lagi disini." Yunying yang berpaling menghadapnya segera mengangkat kedua bahunya, tanda bahwa dia tidak mengerti. Sambil tersenyum, Jieji menjawabnya. "Kamu tahu mengapa dalam 4 bulan terakhir sepertinya tidak ada orang partai Jiu Qi yang datang menuntut balas kepadamu?" Tentu ini pertanyaan tidak pernah diketahui oleh Yunying. Lantas dia terlihat menggelengkan kepalanya. "Ketua partai Jiu Qi mungkin sekarang adalah orang yang paling menginginkan nyawamu. Tetapi berbekal dia sendiri, mungkin sepertinya dia merasa kurang kuat. Dia sedang menyusun kekuatan untuk kemudian menyerang kita berdua. Hal ini baru kusadari saat bertemu dengan pemburu tadinya yang diselamatkan olehmu." jelas Jieji kepadanya. Yunying terlihat ingin menulis. Tetapi sebelum sempat dia mencari kayu. Dia kemudian dipotong oleh kata-kata Jieji. "Adalah Huo Xiang mungkin orang yang mengincar diriku. Sungguh mustahil dia yang mempunyai banyak anak buah tidak tahu kalau kita berdua tinggal disini. Oleh karena itu, lebih bagus kita tinggalkan saja tempat ini. Bagaimana?" Yunying yang mendengar penjelasan Jieji, merasa cukup masuk akal juga. Huo Xiang pertamatama tentu tidak tahu bahwa energi Jieji terkikis saat bertarung melawannya. Oleh karena itu, tentunya dia merasa masih keder mendapati kemampuan sesungguhnya Xia Jieji. Dia tidak pernah mencari urusan dengannya disebabkan karena dirinya yang merasa mungkin belum sanggup mengalahkan Xia Jieji yang sesungguhnya kemampuannya jauh sekali di bawahnya sekarang. Karena keputusan Xia Jieji, maka wanita bertopeng juga membenarkan keadaan mereka berdua. Yunying merasa bukan karena dia tidak sanggup menghadapi lawannya yang banyak. Tetapi jika Kuil Jetavana nantinya bakal ada gangguan, tentu ini membuat Jieji susah melanjutkan latihan jurus-jurusnya. Dengan alasan ini, keduanya langsung segera bersiap-siap untuk "pindah".

Anlu... Daerah tengah Persia... Sudah sebulan lewat semenjak Jieji dan Yunying meninggalkan Jetavana. Keduanya memilih daerah tengah karena sepertinya daerah ini memang paling bagus untuk "bersembunyi" sementara. Huo memang mempunyai cukup banyak anak buah disini. Oleh karena itu, Jieji meminta kepada wanita bertopeng untuk menyamar ke samaran yang lain. Akhirnya Yunying memutuskan untuk memakai kerudung seperti layaknya orang Persia kebanyakan yang menganut muslim. Yunying tidak pernah keberatan, meski pakaiannya yang baru ini memang kelihatan bola matanya. Sedangkan Jieji memilih memakai baju khas Persia untuk pakaian prianya dan memakai kumis serta jenggot palsu. Dia merasa hal demikian sedikit banyak mampu mengelabui orang-orang partai bunga senja sesementara waktu. Keduanya tinggal di sebuah penginapan kecil. Adalah di suatu pagi... Jieji mengajak Yunying keluar untuk menikmati suasana pagi di sana. Latihan jurus yang berkelanjutan membuat dirinya kadang tidak betah juga karena pemikirannya otomatis akan terasa kusut cukup lama. Ketika keduanya berjalan ke sudut kota Selatan. Seperti hari-hari sebelumnya. Disana masih terdengar seseorang pria muda yang berteriak mengagungkan "pahlawan dari selatan". "Yue Liangxu sama sekali tidak tahu......" begitulah tuturan yang mirip persis dengan tuturannya yang terdengar beberapa bulan lalu. Tetapi saking pandainya orang ini bercerita. Penduduk disana tiap hari juga meramaikan suasana. Dan bahkan setelah cerita bagian ini selesai. Kembali pemuda belia berkisah tentang kisah detektifnya "Pahlawan Selatan". Beberapa hal disini tentu ditambahkannya dengan karangan sendiri. Tetapi hebatnya, kesemuanya mendengar dengan sambil duduk dan serius. Jieji memang sempat mendengarnya beberapa saat. Tetapi karena dirinya merasa geli, dia beranjak dari tempat dimana pemuda belia itu berada. Di samping tempat orang muda ini membual. Jieji tertarik sekali melihat toko yang menjual lukisan. Sebuah toko yang cukup besar dan terlihat bersih dan asri mengundang dirinya seakan ingin memasukinya. Sebenarnya Jieji adalah termasuk seorang sastrawan yang sangat mengagumi karya-karya besar orang zaman dahulu. Melihat bahwa toko ini menjual cukup banyak lukisan. Maka dengan segera, dia mengajak Yunying untuk masuk menilik toko. Disini terlihat seorang yang cukup tua yang kelihatan adalah penjaga toko. Dia menyambut kedatangan kedua pembelinya dengan cukup ramah. Jieji menilik setiap lukisan gambar ataupun kaligrafi dengan cermat. Semuanya rata-rata adalah kaligrafi maupun lukisan yang cukup terkenal. Dan adalah ketika dia masuk ke bagian dalam toko tempat penjualan kaligrafi mahal. Dia segera terkejut luar biasa.

Di samping sebuah kaligrafi cantik karya Tang Tefu, dia menemukan sebuah tulisan yang membuatnya cukup merinding setelah membacanya. "Membalas dendam tiada tujuan Kehidupan pahit menari bersamaku Meninjau seluruh pelosok mencari keadilan Dahan pohon Sakura kuamati 4 musim Menyalahkan segala manusia di dunia Ternyata diri sendiri penyebab segala dunia berputar 10 Tahun tiada akhir yang berkelanjutan......" Adalah puisi ini yang membuatnya sungguh terpaku sekali mendapatinya. Sebab puisi ini adalah tiada lain puisi yang dibuatnya sendiri. Dan puisi ini-lah yang dituliskannya di papan peringatan makam isteri tercintanya. (Arti puisi di atas adalah bahwa dirinya mencari pembalasan dendam untuk isteri tercintanya dengan mencari arti dari "pemusnah raga" selama 10 tahun lebih. Yang terakhir dicarinya sampai kemanapun, hasilnya sia-sia sekali. Sebab yang menyebabkan Xufen meninggal tiada lain adalah dirinya sendiri) Ternyata disini bukan saja Jieji yang keheranan dan merasa sungguh aneh. Tetapi Yunying juga merasa sangat janggal sekali. Setelah benar membacanya, dia merasa kaligrafi di sini sungguh sangat mirip dengan tulisan tangan Xia Jieji. Hanya Xia Jieji-lah orang yang tahu benar bahwa ini tulisan bukanlah tulisan akibat goresan kuas dari tangannya. Sesaat, kemudian Jieji memandang ke sebelah kiri. Ternyata disini juga ada sebuah kaligrafi. Kaligrafi disini sungguh membuatnya terkejut sekali lagi. Dia kembali heran luar biasa. Kakinya terasa gemetaran dan bahkan kedua tangannya merasa seperti tidak kuat membaca tulisan demi tulisan yang digoreskan. Beginilah bunyinya : "Meniti sebuah jembatan... Kehidupan surga duniawi tanpa tanding Angan-angan tertembus belasan tahun Air mata terbagi seperti aliran sungai Mendapatkan awan putih bersinar keberuntungan Hanya sekali berharap tiada penyesalan...." Ini adalah puisi karangannya sendiri juga. Adalah puisi ini dikarangnya ketika dia berada di Tongyang. Saat dia memulai kehidupan baru dengan isteri keduanya. Meski puisi ini beberapa kali dilafalkan lewat mulutnya. Tetapi yang pernah mendengarnya di dunia tiada lain hanya seorang saja, yaitu isteri keduanya Wu Yunying. (Puisi inilah yang membuatnya berusaha untuk memulai hidup baru dengan Yunying dan memutuskan mencintai Yunying secara penuh tanpa penyesalan terhadap keadaan belasan tahun silamnya. Di puisi ini tertulis nama "Yun"(awan) dan "Ying"(beruntung) adalah namanya Yunying. Sedangkan air mata terbagi(fen-> kata terakhir dari "Xufen") adalah maksudnya cintanya sudah terbagi ke Yunying).

Tetapi disini sudah terasa hal yang sangat janggal sekali baginya. Dia merasa apakah Yunyinglah yang sengaja membuat puisi ini. Dan anehnya malah dijual ke toko lukisan terkenal di Persia. Yunying yang berada disini adalah orang yang paling terkejut mendapatinya. Dia seakan tidak mampu berbicara dan berkeringat dingin sekali. Dia merasa sedang "difitnah" besar-besaran oleh seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya mungkin. Entah apa tujuan dari orang ini, yang jelas tentunya tidak baik. Jieji yang terpaku demikian lama, sempat berpikir beberapa saat. Dia segera menuju ke arah pak tua. Kemudian dia menanyainya. "2 Kaligrafi ini sebenarnya siapa yang menulisnya?" Pak tua memandang sesaat ke arah yang ditunjuk Jieji, dia lantas memberi jawaban. "Adalah seorang wanita yang cantik luar biasa di kolong langit yang datang menjualnya." Terkejut dan heran Jieji semakin menjadi. Dia merasa apakah demikianlah caranya Yunying mencari dirinya? Atau mungkin Yunying merasa ingin membalas dendam kepadanya? Sesaat, wajah Jieji terlihat memerah. Tetapi membuat dan menjual puisi di papan peringatan Xufen memang sangat keterlaluan dan membuatnya dongkol. Jika saja yang dijual hanya puisi karangannya yang terakhir mungkin Jieji tidak akan nampak semarah demikian. Yunying disini adalah orang yang paling serba salah sekali. Dia lantas berpikir sangat hebat. Tentu dia tidak ingin difitnah sedemikian rupa oleh orang yang paling dicintainya. Masalah kali ini memang terasa ruwet sekali baginya. Dia sebenarnya ingin sekali berteriak. "Bukan aku yang menjualnya!!!!" Tetapi ini adalah hal yang tidak mungkin. Untung, secara sesaat dia mendapat ide. Lantas dia keluarkan sesuatu di kantung bajunya. Dan menyerahkan kepada pak tua. Ternyata adalah sebuah lukisan yang sekira beberapa bulan sudah disimpannya. Dia memberikan ke pak tua. Ternyata itulah lukisan yang didapatnya dari Wisma Jiu Qi. Lukisan ini sempat diambil dan disimpannya. Namun kali ini dia memperlihatkan kepada pak tua. Jieji yang melihatnya juga terkejut. Dia merasa aneh kenapa wanita bertopeng bisa menyimpan lukisan isteri pertamanya, Yuan Xufen. Pak tua meniliknya sebentar saja. Lantas dia menjawab ke arah Yunying. "Benar... Dialah orangnya yang menjualnya kemari kaligrafi itu." Yunying kali ini merasa sungguh aneh sekali. Dia berpikir keras, apakah mungkin Yuan Xufen masih hidup? Atau... Ada orang yang berwajah sama lagi dengannya. Tetapi bagaimana dia bisa tahu kehidupan Xia Jieji, Yuan Xufen dan Wu Yunying? Sementara itu, Jieji segera berjalan ke arah Yunying. Dia segera menanyainya. "Darimana kamu mendapatkan lukisan?"

Yunying segera menjawab. Dia menulis ke arah meja tempat pak tua berada. "Wisma Jiu Qi..." Jieji kontan tersenyum saja manis mendapati apa yang ditulis oleh Yunying. Dia lantas mengeluarkan uang untuk membeli kaligrafi tentunya adalah kaligrafi karangannya sendiri itu. Yunying memang heran mendapati tingkah Jieji yang dirasakannya cukup aneh. Dia sudah melihat senyuman di wajah pemuda. Entah apa maksudnya, tetapi untuk sementara dia tidak berani bertanya lebih banyak. Mereka berdua berjalan keluar dari toko dengan perasaan yang bercampur aduk. Yunying sangat cemas dan khawatir bahwa suaminya ini mungkin sudah salah paham terhadapnya. Tetapi yang mengherankannya adalah setelah dia melihat senyuman dari wajah Jieji. Dia sungguh bingung kali ini dan tidak sanggup menebak hal yang ada di otaknya. **************************************************************************** *** (Berikut adalah tulisan yang tiada berbaca, dan dikarang sendiri oleh pengetik. Pengetik mengubah bentuk tulisan menjadi Italic / miring adalah karena hanya imajinasi pengetik yang sama sekali tidak sesuai dengan buku aslinya) Setelah sampai di depan toko penjual lukisan. Yunying yang memang sudah penasaran luar biasa itu segera menanyainya. Dia menulis ke arah lengan pemuda dengan jari telunjuknya. "Apa yang terjadi?" Jieji masih tersenyum. Dia melihat ke arah mata Yunying, lantas berkata perlahan. Dia mencoba menjelaskan duduk perkaranya dari awal sampai akhir apa maksud dia terkejut di toko tadinya. Tentu dari hal ini, Yunying sudah mengerti semuanya. Tetapi karena dia "memerankan" orang lain, tentu dia harus berpura-pura terlebih dahulu untuk tidak mengetahui duduk persoalannya. Lantas setelah benar selesai pemuda menerangkan keseluruhan masalah. Yunying kembali menulis sesuatu di lengan pemuda dengan jarinya tentunya. "Apa benar menurutmu ini adalah perbuatan isteri kamu?" Yunying tentu ingin menanyai hal ini sedari tadi. Karena tidak mampunya dia mengeluarkan suara. Maka setelah adanya "kesempatan" seperti sekarang, tentu dia segera menanyainya. Tetapi Jieji tersenyum manis. Di wajahnya tidak tampak seakan marah sedikitpun. "Adalah dirikulah yang mengecewakan isteriku sendiri. Jika dirinya marah, sudah sewajarnya. Dan.... Disini aku yakin sekali ini bukanlah perbuatannya. Sebab dari tingkatan emosinya, Yunying bukanlah orang yang bisa bertindak demikian." Mendengar kata-kata Jieji, perasaan bersalah dalam dirinya telah hilang setengahnya. Dari balik kain tebal yang menutupi wajah, sebenarnya Yunying telah tersenyum sangat manis. Lantas dengan menggerakkan jarinya lagi, wanita ini menulis kembali. "Lalu menurutmu siapa pelakunya?"

Jieji menjawabnya kembali. "Kamu mendapat lukisan itu dari wisma Jiu Qi di Chengdu bukan? Jadi menurutku mungkin karena orang Jiu Qi-lah pelakunya. Tetapi ini hanya kemungkinan. Selain itu, masih banyak kemungkinan lainnya." Dengan mencoba menulis kembali. Yunying sebenarnya ingin mengetes hati pujaan hatinya itu. "Jadi kemungkinan isterimu masih ada..." "Tidak...." terdengar kontan Jieji menyela-nya. "Aku mengenal pembawaan Yunying dengan baik. Meski kadang-kadang dia bersifat kekanakkanakan tetapi untuk masalah ini aku berani bertaruh bukanlah perbuatannya sama sekali...." tutur Jieji sambil tersenyum. Di dalam hati Yunying telah lega sepenuhnya. Sebenarnya dia benar mengerti bagaimana sifat dan hati suaminya. Dia tahu jika suaminya mengatakan 1 maka seterusnya adalah 1. Bukanlah seorang yang plin-plan adanya, dan mendapat jawaban terakhir dari pemuda. Tentu Yunying sangat senang sekali meski dia tidak menunjukkannya. Apa hal yang dilakukan mereka berdua setelah keluar dari toko ternyata diawasi oleh sepasang mata yang terlihat liar. Atau terlihat sinis mendapati keduanya sedang berbicara dengan cara begituan. Tetapi baik Yunying maupun Jieji, keduanya tidak pernah tahu bahwa mereka dipandang dengan cara demikian. Mereka berdua kembali ke penginapan dengan segera. Sebab bagaimanapun keduanya tidak ingin dilihat khalayak ramai secara lama. Keesokan harinya... Seisi kota An lu pagi-pagi sudah gempar sekali... Banyak terdengar suara teriakan dan suara desas-desus orang di jalanan kota yang tidak seberapa luas itu. Oleh karena merasa cukup aneh, kembali Jieji dan Yunying keluar dari penginapan untuk mendengar apa hal yang sebenarnya terjadi? Sesampainya mereka keluar. Jieji segera bertanya kepada orang terdekat yang sepertinya tahu sedikit masalah. Disebabkan keduanya terlihat sedang berbicara sangat serius sekali. "Saudara... Kenapa kota tiba-tiba bisa gempar seperti demikian?" Orang ini menengok ke arah Jieji yang menanyainya. Dan lantas dia menjawab. "Anda pasti bukan berasal dari kota ini?" Jieji mengangguk perlahan. Kemudian dia menjawab. "Kita berasal dari wilayah selatan..." "Oh.. Begitu... Kalian tahu dalam setahun belakangan sudah muncul seorang pencuri ulung. Kabarnya pencuri ini telah mencuri di kediaman pejabat An lu tetapi adalah sekitar 4 bulan yang lalu.

Yang hebatnya, dia selalu mengirim surat pemberitahuan bahwa dia akan mencuri..." tutur orang ini dengan nada serius. Jieji yang mendengarnya segera berbalik melihat ke arah Yunying. Dia segera menanyainya. "Kamu jauh-jauh datang kemari untuk mencari pencuri itu?" Yunying terlihat menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Apa benar dia pernah mencuri sesuatu darimu?" tanya Jieji dengan alis berkerut kemudian. Yunying dengan sembarang tentu mengangguk beberapa kali. Jieji telah mengerti pokok permasalahannya kenapa wanita bertopeng ingin mencarinya. Lantas dia berbalik lagi ke arah orang yang berbicara. Kembali dia menanyainya tetapi dengan tersenyum. "Hari ini kota gempar luar biasa. Tentu ada surat lain bahwa si pencuri ulung akan mencuri lagi bukan begitu?" "Betul... Kali ini di Wisma Fan di Anlu ini. Pencuri memberi kabar akan mencuri sebuah lukisan terkenal dari zaman dinasti Tang. Dan dia memberi surat ancaman pencurian itu di depan gerbang Wisma. Dan bahkan setiap rumah di kota mendapat sebuah surat darinya." tutur-nya seraya memperlihatkan surat yang ditulis di sebuah kertas kecil. Jieji segera meminta kertas itu dan membacanya. Tanpa perlu waktu yang lama, kembali Jieji sangat terkejut. Beginilah isi dari surat pencuri ulung itu : "Kepada Xia Jieji yang manis dan kukagumi bertahun-tahun... Engkau pahlawan dan detektif kokoh tak tergoyahkan bagaikan Gunung Tai Tiga hari lagi kutantang dirimu Datanglah ke Wisma Fan sebelah barat kota Anlu Pas tengah malam tiada berembun aku akan mencuri "Lukisan Dunia No. 1 Heng Shan selatan" dari Dinasti Tang. Salam manis, Pencuri Ulung No. 1" (Dari Ilham keindahan Heng Shan selatan yang pernah diungkit di bab sebelumnya, pengetik menyamakan lukisan itu dengan lukisan 2 buah jembatan dalam kondisi cerah. Dan di antara kedua jembatan terdapat masing-masing persanggrahan yang dulunya sempat menjadi tempat Xia Jieji dan Yuan Xufen menjalin kisah asmaranya yang pendek. Pengetik mengambil ilham lukisan karena daerah ini akan diceritakan pada bab yang masih cukup jauh ke depan) Setelah sesaat dia membacanya, kembali Jieji tersenyum. Dahulu, kasus yang dijumpainya bukanlah sesuatu yang sengaja dibuat menjadi tantangan baginya. Sebab bagaimanapun kasus yang dijumpainya adalah kebetulan maupun permintaan tolong dari kepala polisi Han Yin dan orang-orang lainnya. Tetapi hari ini... Adalah pencuri no. 1 di jagad yang menantangnya. Jieji memang pernah tahu adanya pencuri no. 1 itu. Lokasi operasinya adalah di Tongyang pada 3 tahun masa damainya atau sekitar 6 tahun lalu.

Pencuri di Tongyang memang selalu meninggalkan pesan pencurian dan berlalu juga dengan pesan pencurian setelah barang berhasil dicuri. Tetapi setelah gagal di Tongyang, Jieji tidak pernah tahu mengapa sekarang dia muncul di Persia. Dan dia juga berpikir janggal karena apakah mungkin pencuri disini sama dengan pencuri yang mencoba mencuri 3 pusaka kerajaan Tongyang? "Kita tunggu dengan santai saja selama 3 hari." tutur Jieji seraya melihat ke arah Yunying. Terlihat Yunying menganggukkan kepalanya secara pelan sambil tersenyum. Tetapi nyonya Xia ini meminta Jieji mengeluarkan tapak tangannya dan segera menulis sesuatu di sana. "Tengah malam tiada berembun? Maksudnya?" Jieji melihatnya beberapa lama. Lantas dengan tertawa dia menjawabnya. "Kita tidak pergi ke Wisma Fan pada saat malam. Tetapi pada pagi-pagi hari." Yunying menganggukkan kepalanya perlahan. Keduanya terlihat balik lagi ke penginapan. Dalam 2 hari kemudian, Jieji tidak pernah mengungkit tentang pencuri itu. Sementara, Jieji dalam 2 hari juga mempelajari dan menyisipkan Ilmu lain ke jurus 18 telapak naga mendekam. Dia tidak pernah memikirkan tantangan dari Pencuri no. 1 sedikitpun. Adalah di hari ketiga sungguh pagi sekali. Yunying sudah mengetuk pintu dimana Jieji tinggal di penginapan yang sama. Tanpa perlu waktu lama, pemuda sudah membukakan pintu. "Kita pergi sekitar jam-jam 9-an." tutur Jieji seraya tersenyum. Tetapi Yunying sungguh bingung. Dia segera ingin bertanya kepada pemuda. Banyak hal yang ingin ditanyakan sebenarnya kepadanya. Contohnya adalah kenapa dia bisa berlatih dengan tenang tanpa memikirkan tantangan pencuri ulung no. 1. Tanpa menjawab, Jieji melangkahkan kaki dari kamarnya. Dia tetap melakukan hal seperti biasa. Dia mengajak Yunying untuk santai dan pergi bersarapan seperti pagi-pagi sebelumnya. Yunying hanya menurut saja tanpa banyak menanyainya. Adalah ketika mereka telah sampai di barat dari kota Anlu. Di kediaman marga Fan sudah cukup banyak orang yang berdiri menantikan di depan gerbang. Tujuan orang-orang ini tentu adalah kebanyakan ingin melihat "Xia Jieji" ataupun "Pencuri ulung". Semua sudah tahu bahwa sang pencuri mengirim surat tantangan kepada dirinya. Tentu nama "Pahlawan Selatan" sudah cukup menggema karena "bualan" dari pemuda belia yang setiap harinya mengumbar kisah kepahlawannya di sebelah kota selatan. Dengan memilih sebuah kios kecil yang menjual mie daging. Keduanya duduk disana dengan santai. Sambil sesekali Jieji maupun Yunying melihat ke Wisma yang tergolong luas, mereka menikmati sarapan. Tidak lama kemudian... Dari jauh sudah kelihatan cukup banyak orang yang berpakaian seragam yang sama satu

sama lainnya. Jieji yang melihat sebentar ke arah mereka, segera tahu bahwa seragam itu tiada lain adalah seragam para polisi Persia. "Mereka memanggil polisi untuk menghentikan Pencuri ulung juga." tutur Jieji kepada Yunying dengan suara yang pelan sekali. Sepelan apapun suara Jieji, sudah barang tentu tiada yang sanggup mendengarnya lagi kecuali Yunying yang mempunyai tingkat tenaga dalam luar biasa tinggi. Lantas, dengan menulis di telapak tangan pemuda. Yunying menanyainya. "Kenapa para polisi pagi sekali datang?" Jieji tersenyum kepadanya. Lantas dengan dingin dia berkata. "Tengah malam tiada berembun. Adalah 2 buah kontradiksi kata-kata. Seperti kita ketahui, malam tidak mungkin tiada embun..." Yunying yang mendengar penjelasan dengan suara pelan pemuda segera sadar. Lantas dengan semangat, kembali dia menggoreskan kuku dari jari telunjuk ke tapak pemuda lagi. "Berarti dia mencuri di jam 12 pas. Tentu adalah siang...." Jieji tersenyum puas mendapati si wanita ternyata mengerti. "Tetapi para polisi tidak pernah tahu bahwa dia bakal mencuri di jam 12 siang. Oleh karena itu, kedatangan mereka sepagi ini adalah untuk mencari celah yang bisa dilewati pencuri. Begitulah kira-kira. Jika mereka sadari bahwa pencuri akan mencuri di saat siang, tidak mungkin sekarang baru mereka mulai menyelidiki tempat kejadian." Yunying mengangguk perlahan saja. Jieji sambil sambil santai tetap meneguk sedikit arak dan makan makanan lezat terlebih dahulu. Tujuannya tentu tiada lain adalah untuk melewatkan waktu yang tinggal 2 jam lebih itu. Adalah saat siang hampir mencapai tengah hari... Bangku yang di duduk mereka berdua ternyata telah kosong. Melainkan digantikan dengan 2 bayangan sudah duduk di atas atap ruangan penyimpanan lukisan, Wisma Fan. Keduanya terlihat tetap santai saja sambil menyembunyikan diri di antara sebuah sisi gedung yang mirip desainnya dengan cerobong asap. Oleh karena posisi agak tertutup, maka tiada orang dibawah yang bisa tahu bahwa ada orang yang berada di atas atap bersembunyi. "Ini adalah ruangan penyimpanan lukisan. Di bawah terdapat banyak perangkap. Aku ingin tahu bagaimana pencuri no. 1 sanggup menembusnya." tutur Jieji dengan suara perlahan sekali sambil tersenyum manis. Dia menunggu sambil melihat melalui lubang kecil yang dibuat dengan tenaga dalam untuk memantau ke bawah. Disini juga, Jieji sudah sanggup melihat lukisan yang sangat besar. Dan dibawahnya terlihat sekilas benang yang jumlahnya banyak sekali. Ini adalah perangkap yang sudah dibuat polisi sebelumnya. Dari segala sisi, sepertinya tidak ada cara untuk meloloskan diri.

(Perangkap yang dipasang disini cukup mirip dengan perangkap yang dipasang di ruangan tidur Kaisar Gwangjong, koguryo. Asalkan ada orang yang menyentuh benang, maka perangkap akan memerangkapi seseorang di dalam. Ataupun bisa juga dengan adanya pemberitahuan melalui suara. Di ruangan Kaisar Gwangjong, Jieji pernah mendapati bahwa ketika ruangan dipijak. Maka suara lonceng bergema satu sama lainnya tiada berhenti. Tetapi disini Jieji tidak tahu bagaimana cara kerjanya, apakah benar sama atau berlainan) Yunying yang mengetahui bahwa di ruangan tersebut tedapat cukup banyak perangkap segera mengiyakan. Sepertinya para polisi yang sudah sampai di sana sebelumnya telah bubar. Kesemuanya sedang memasang perangkap di dalam ruangan. Apa benar perangkap hebat itu bisa menangkap pencuri no. 1 ? Di tempat yang agak jauh... Terlihat rombongan polisi yang jumlahnya lebih dari 50 orang, telah mengelilingi ruangan. Mereka dengan tenang mengawasi ruangan depan maupun belakang serta samping ruangan kamar tempat penyimpanan lukisan. Mereka semua berusaha berbicara pelan. Adalah seorang yang berpakaian petugas kepolisian yang cukup berbeda dengan kesemuanya segera berkata. "Aku merasa memang benar pencuri akan datang tidak pada tengah malam. Makanya aku meminta kalian menjaga di siang hari." Semua polisi disana cukup terkejut mendengar kata-kata pemimpinnya. Ternyata pemimpinnya adalah seorang wanita yang cantik. Tetapi semua memang tahu bahwa wanita ini tiada lain adalah kepala pasukan polisi disini. "Kenapa begitu?" "Tengah malam tiada berembun. Tengah malam adalah jam 12 pas yang menandakan pergantian hari. Tiada berembun tentu adalah siang hari. Ini adalah kata-kata yang berkontradiksi satu sama lainnya." Tetapi baru saja wanita berkata selesai. Di ruangan sepertinya terbit sesuatu suara yang tidak sewajarnya. Yang terdengar disini tiada lain adalah suara petasan yang keras sekali. Dan hebatnya adalah beruntun terjadi suara petasan. Sekilas terdengar seperti saat-saat Imlek. Saat seperti para masyarakat merayakan hari pertama penanggalan lunar kalender China. Tentu para polisi di segala sisi segera beranjak cepat ke ruangan penyimpanan lukisan. Mereka mendekati dengan hati yang sangat berdebar-debar. Dan ketika kesemuanya membuka pintu. Mereka sangat terkejut. Asap memang masih terasa samar-samar membumbung keluar dari ruangan setelah pintu terbuka. Tetapi lukisan di dalam ruangan sudah hilang... Mereka semua seakan terpaku melongo menyaksikan tempat yang digantungkan lukisan sebelumnya itu.

Begitu pula Jieji dan Yunying yang sebelumnya berada di atas atap. Mereka memang mendengar suara ledakan petasan hebat. Tentu keduanya segera melihat ke bawah, untuk melihat apa hal yang sebenarnya sedang terjadi. Tetapi tiada lain mereka berdua hanya melihat asap yang mengepul luar biasa banyaknya. Dan ketika asap reda. Keduanya sangat terkejut, sebab lukisan telah hilang dari tempatnya. Bahkan kedua manusia sakti ini sama sekali tidak merasa adanya gerakan dari ruangan bawah yang mencurigakan. Bagaimana sesungguhnya lukisan terkenal itu dicuri dengan sangat mudah sekali?

BAB CXVII : Wanita Yang Terlalu Banyak Berbicara Sebenarnya suara ledakan petasan tadinya bukan saja mengundang para polisi untuk segera hadir ke ruangan penyimpanan lukisan. Ternyata orang bermarga Fan pemilik Wisma, Fan Hanzhu dan penghuni wisma pun segera menuju kesana. Dengan terheran-heran, mereka mendekati tempat penyimpanan lukisan. Segera terdengar pemilik Wisma berteriak keras seakan tidak percaya mendapati bahwa lukisannya telah raib dengan begitu cepat. Dan anehnya, bukan saja pemilik dan penghuni wisma yang berdatangan. Dari depan pintu gerbang juga telah menerobos banyak orang. Sepertinya penduduk yang mendengar suara petasan dari luar segera ikut masuk. Sifat orang dari Kota Anlu memang cukup terasa aneh. Kalau ada sesuatu hal, mereka maunya saja mendekati dan mencari tahu apa hal yang terjadi. Maka daripada itu, dalam waktu yang hanya sebentar saja. Tempat sekitar ruangan penyimpanan Lukisan telah penuh oleh banyak orang. Mungkin jumlahnya lebih dari 100 orang yang memuat pekarangan depan itu. Melihat hal demikian, kepala polisi wanita itu segera saja meminta anak buahnya untuk "mengamankan" lokasi kejadian sambil menghentikan orang untuk masuk ke dalam ruangan tempat lukisan itu raib. Terlihat kesemua polisi telah siaga untuk berjaga dengan angker dan pedang di tangan mengancam siapa saja yang mendekat. "Tuan Fan... Lukisan itu sudah hilang. Apakah memang di ruangan ini yang hilang hanya lukisan yang diincar oleh pencuri ulung. Bisakah anda datang masuk untuk memeriksanya?" tutur Kepala polisi wanita segera kepada Fan Hanzhu. Pemilik Wisma yang masih dalam keadaan "tergoncang" segera masuk ke dalam. Air mukanya memang sudah berubah pucat pasi sedari tadi. Bagaimana tidak? Karena lukisan ini adalah lukisan terbaiknya yang sudah dikoleksi keluarganya selama puluhan tahun. Tetapi, mendengar tuturan Kepala polisi wanita. Dia segera masuk ke dalam untuk memeriksa sekali lagi. Akhirnya dia mengkonfirmasi kepada kepala polisi bahwa di antara 20 lukisan lebih, hanya lukisan berjudul "Lukisan Dunia No. 1 Heng Shan selatan" saja yang tidak berada di tempatnya.

Jieji dan Yunying tentu segera mengambil kesempatan karena melihat sudah banyak sekali khalayak disana. Dari atap, keduanya turun melalui bagian halaman belakang. Sesudah itu, keduanya langsung saja "berbaur" dengan orang-orang yang sudah cukup ramai. Dan keduanya sekalian sesekali menjulurkan kepala untuk mengamat ke dalam. Kepala polisi wanita yang dilihat oleh Jieji dari agak dekat ini sudah segera dikenalinya. Jieji sama sekali tidak percaya bahwa wanita ini bisa menjadi kepala polisi di Kota Anlu. Dia mengajak Yunying di belakangnya dan segera datang ke tengah untuk menyapanya. "Nona Lie Hui... Apa kabarnya anda?" tanya Jieji yang sudah hampir mendekatinya. Lie Hui adalah kakak perempuan dari Lie Xian. Baik keduanya adalah anggota 15 pengawal sakti yang mengawal Zhao Kuangyi, kaisar dari daratan tengah. Tetapi anehnya, kenapa kali ini dia bisa muncul disini. Kepala polisi wanita segera memalingkan wajah ke arah suara yang terdengar memanggilnya. Tetapi wanita ini tidak mengenal pria di depannya. Dia terheran dan berkerut alis. Tetapi Jieji segera mendekatinya. Karena merasa bahwa pemimpin mereka mengenal pria yang datang. Maka pengawalnya tidak bertindak dengan kekerasan. Mereka membiarkan Jieji untuk mendekat saja. Setelah tidak lama memperhatikan, Lie Hui segera mengenal pria di depannya itu. Tetapi dengan wajah yang penuh keheranan, dia segera bertanya. "Kabar santer tentang pendekar memang pernah kudengar belakangan di Persia. Tidak disangka benar anda telah berada di sini...." Jieji memberi hormat kepadanya sambil tersenyum. Kemudian dengan perlahan, dia menjawab di dekat telinganya. "Aku ditantang oleh pencuri no. 1 maka daripada itu aku datang kemari melihat-lihat...." Lie Hui segera tersenyum girang. Dia segera mengajak Jieji untuk melihat ke dalam. Yunying memang sempat ditahan ketika dia berjalan dari arah belakangnya Jieji. Tentu pakaian Yunying yang hanya kelihatan bola matanya saja segera membawa para polisi curiga kepadanya. Meski memang di Persia, pakaian seperti ini memang sudah tidak aneh. Namun, karena dia datang mendekat, tentu cukup dicurigai para polisi di sana. Melihat keadaan demikian, Jieji berkata kepada kepala polisi. "Dia adalah temanku." Lie Hui segera mengizinkan wanita ini masuk ke dalam ruangan. Begitu sudah sampai ke dalam, Lie Hui langsung memalingkan wajahnya kesana dan kemari seperti ingin mencari sesuatu. Jieji yang melihat tingkah wanita cantik ini, segera memanggilnya. "Tidak perlu anda mencari pesan itu... Karena sedang digantungkan di tengah ruangan..." Lie Hui segera berbalik untuk melihat ke tengah ruangan. Sesaat, dia menengadahkan kepalanya ke atas.

Dan benar saja... Terlihat selembar kertas ukuran yang tidak begitu besar telah tergantung. Di sana terlihat sangat jelas tulisan dalam aksara China. "Terima kasih atas lukisan... Kali ini akulah pemenangnya..." Lie Hui segera terperanjat mendapati tulisan pesan bahwa pencurian telah berhasil dilakukan. "Bagaimana? Bagaimana dia bisa masuk kemari dan dengan mudah mencuri tanpa diketahui siapapun?" Jieji tidak menjawab pertanyaan Lie Hui. Melainkan dengan kerutan alis yang dalam, dia melihat ke arah lukisan yang seharusnya memang digantungkan di sana. Di sana hanya berupa dinding kosong dan berwarna lebih putih dari tembok di sampingnya. Ini membuktikan bahwa sebenarnya lukisan sudah digantung dalam waktu yang cukup lama, mungkin sudah belasan atau puluhan tahun. Sedangkan benang-benang yang jumlahnya sangat banyak dan setipis rambut masih samar terlihat olehnya di daerah sekeliling tembok. Dan tidak ada yang aneh dengan perangkap yang telah dipasangkan. Sebab benang tidaklah rusak dan di lantai tidak nampak sesuatu yang mencurigakan. Lantas, dia berpaling ke arah Lie Hui, kembali dia menanyainya. "Perangkap itu... Coba kamu periksa, apakah memang ada putus benangnya? Sebab jika hanya dilihat menggunakan mata biasa saja, susah ditentukan..." Lie Hui segera meminta anak buahnya untuk memeriksa dengan teliti. Dan mereka dianjurkan supaya hati-hati. Sebab jika salah sedikit saja, maka hasilnya akan fatal. "Aku telah menanamkan perangkap paku. Dan paku sudah kulumuri racun pelemah tubuh. Jika dia beranjak ke sana untuk mencuri, maka paku akan jatuh dari atas dan jumlahnya sangat banyak. Tentu pencuri itu akan kelemasan dan pingsan jika paku menancap ke tubuh. Seharusnya dia tidak bisa lolos." Baru saja Lie Hui berkata-kata. Anak buahnya sudah melapor. "Tidak ada sesuatu yang aneh dengan benang-benang di sana..." Jieji hanya mendengarkan kata-kata polisi itu dalam waktu sebentar saja. Lantas dia sudah berjongkok untuk menyelidik. Yang dia selidiki tentu adalah bekas letusan petasan. Kertaskertas hasil ledakan mercon sepertinya tidak ada hal yang benar mencurigakannya. Hanya dia tahu bahwa petasan itu diledakkan dengan cara bagaimana. Sebab di dinding belakang tembok ada dipasang dupa. Dan di tembok ini yang menghadap ke pintu luar terlihat adalah sebuah altar pemujaan. Jieji melihat dengan jelas bahwa di sana ada sebuah patung yang dipuja oleh pemilik Wisma Fan. Patung yang tidak begitu besar bentuknya adalah patung Dewa Guan (Guan Yu). Mungkin dupa inilah yang menjadi pencetus ledakan mercon-mercon yang jumlahnya luar biasa banyak itu. Suara-suara orang di depan sebenarnya sudah cukup berisik sekali dari tadinya. Tetapi suarasuara orang sama sekali tidaklah menurunkan konsentrasi dan pemikirian terpusat dari Jieji.

Dia segera menyelidik setiap sudut ruangan yang bisa dipakai untuk melarikan diri dan bukannya untuk masuk. Lie Hui yang melihat tindakan Jieji beberapa lama. Lantas dia meminta anak buahnya untuk melihat ke atap. Apakah benar ada bekas pencuri itu lari atau tidak. Tetapi mereka segera dihentikan oleh Jieji. "Tidak perlu. Sebab sedari tadi aku berada di atap, tetapi tidak kudapati seseorang yang mencurigakan keluar...." Para polisi segera heran mendengar penuturan pemuda. Salah satu di antaranya segera menegurnya dengan wajah yang tidak senang. "Jika kau ada di atap maka kau-lah orang yang paling mencurigakan." Mendengar tuturan polisi yang cukup keras dan tegas. Semua orang yang berada di luar ruangan segera membenarkan. Dan terang saja, suara ribut-ribut kembali muncul. Sementara itu, mendengar apa kata-kata Jieji. Pemilik Wisma yang bernama lengkap Fan Hanzhu, segera datang masuk ke dalam ruangan. Dia memaki dan mendamprat Jieji dengan marah luar biasa. Mereka merasa kata-kata polisi itu memang sangat masuk akal sekali. Untuk apa dia berada di atas atap sedemikian lamanya. Adalah Lie Hui orang yang segera menegur kesemuanya. Dengan sikap yang seperti marah dia berkata. "Wajar saja... Dia adalah pendekar tanpa tanding dan detektif ternama "Pahlawan Selatan". Lantas atas dasar apa kalian mencurigainya?" Semua khalayak yang mendengar bahwa Xia Jieji sudah berada disini lantas saja terkejut. Beberapa di antaranya seakan tidak percaya melihat pemuda yang setiap hari kisah kepahlawanannya diceritakan itu ada disini, dan di depan mata mereka kesemuanya. Mereka mengarahkan bola matanya masing-masing untuk menatapnya. Tinggi pemuda dilihat adalah hampir 6 kaki. Pembawaannya tenang, wajahnya alim, matanya bersinar terang dan bagian mulutnya dihiasi oleh kumis dan jenggot pendek. Setiap orang yang melihatnya segera terasa kagum kepadanya. Di antara semua penduduk yang datang di sini, kesemuanya adalah orang yang pernah mendengar kisah "bualan" pemuda belia di sebelah selatan kota. Lantas dengan segera saja, suara desas-desus kembali terbit. Tetapi mendengar ujar Lie Hui, Jieji malah menghela nafas panjang. Selama ini, tujuannya tentu dirinya tidak ingin diketahui siapapun. Supaya dia bisa berlatih dan merasa aman tanpa diketahui orang. Dan di antara penduduk kota Anlu yang berada di sini, sangat mustahil tidak ada yang termasuk anggota-nya Huo Xiang, partai bunga senja. Lantas, segera saja Jieji menyelidik lagi ke tempat lain. Bagian yang mencurigakan baginya adalah palang tiang penyangga ruangan, jendela atau apapun. Sesekali, terlihat dia dengan ringan tubuh meloncat ke atas. Sebentar terlihat dia bergelantungan ke tiang penyangga lainnya untuk memeriksa. Hebatnya... Debu memang mengepul di sana dan tidak ada jejak kaki sama sekali.

Jadi bisa dipastikan pencuri tidak pernah menginjak tempat-tempat yang dicurigainya ini. Dengan kepala yang melihat ke kiri dan kanan. Dia mendapati bahwa ruangan yang menggunakan dasar tembok beton, tidak ada yang rusak disana. Dan tidak lama, dia turun kembali dan memeriksa jendela. Dibukanya dan dilihat ke arah taman. Ternyata sama sekali tidak ada hal yang mencurigakan sedikitpun meski dia berdiri cukup lama untuk mengamati. Ini adalah salah satu pencurian sempurna sekali, dan tidak meninggalkan jejak apapun. Tentu tantangan yang dimaksud oleh pencuri no. 1 tiada lain adalah kesemuanya hal tersebut. Dia diajak untuk memeras otak oleh pencuri no. 1, Apakah dia mampu memecahkan kasus yang terlihat sangat sulit itu. Sudah cukup lama, Jieji hanya berpikir sambil mengelus bibirnya. Sementara itu, Lie Hui seperti bertindak untuk membantunya. Dia meminta kesemua anak buahnya untuk memeriksa luar ruangan. Apakah ada jejak kaki atau hal yang mencurigakan atau semacamnya. Tetapi tidak lama kemudian, hasilnya tetap nihil sama sekali. Polisi sangat bingung sekali mendapati semua hal disini. Bagaimana orang yang jelas ada dan mencuri, bisa hilang mengikuti gumpalan asap yang keluar? Sungguh tidak masuk di akal sama sekali. Apa pemikiran polisi memang juga sedang dipikirkan oleh Jieji. Dia betul sudah tidak tahu bagaimana caranya pencuri ulung meloloskan diri. Sesaat.. Dia memikirkan sesuatu hal. Dia memikirkan dahulu bagaimana dia membongkar kasus hilang-nya 3 tombak termahsyur yang merupakan pusaka kerajaan Tongyang. Setelah diteliti, rupanya memang ketiga tombak diikatkan ke petasan yang meluncur. Memang diperlukan sungguh banyak petasan untuk meluncurkan sebatang tombak. Tetapi hal yang tidak pernah dipikirkan oleh orang lain maka dilakukan oleh pencuri ulung. "Kenapa dia selalu saja menggunakan petasan? Dan apa ada hubungan petasan kali ini dengan pencurian lukisan? Memang lukisan seperti itu bisa saja dicurinya tanpa untuk menghimbau jika dia mau. Kenapa justru dirinya menantang bahaya? Apakah hanya untuk menunjukkan kepadaku bahwa aku bukanlah tandingannya?" Berbagai pemikiran lantas teringat dan seakan memusing bagai angin topan di kepalanya. Diingatnya kembali ratusan buah petasan luncur memang diluncurkan langsung menuju ke pohon lebat luar biasa. Di malam kegelapan, tiada yang tahu bahwa masing-masing tombak sedang "bersarang" di ranting pohon bagian atas. Karena gelapnya malam, maka tombak panjang yang menancap disangka adalah ranting tebal. Dia pikirkan dengan cermat dahulu bagaimana cara-nya mencuri. Sesaat kemudian... Dia tiba-tiba terkejut tiada karuan. Air keringat dingin kontan membasahi pipi pemuda. Sepertinya setelah mengingat kejadian tempo dahulu, dia sudah mendapatkan sebuah ilham.

"Kenapa tiba-tiba aku bisa begitu tolol? Ha Ha Ha......" tuturnya dalam hati sendiri dengan gaya menggelengkan kepalanya seakan menyesali diri sendiri. Lantas, Dia segera tersenyum manis. Dia memandang lurus saja ke arah pintu depan sambil berlipat tangan. Adalah Yunying yang menyaksikan dirinya dari awal sampai sekarang, pun cukup bingung pertama-tama. Dia hanya diam saja dan sepertinya sama sekali tidak bergerak dari tempatnya sejak dia memasuki ruangan. Dia selalu memalingkan pandangannya ke arah dimana Jieji berada setiap saat. Semua tindakan pemuda memang selalu saja dilihatnya, tidak sekalipun matanya berpindah ke tempat lain. "Mungkin inilah kasus yang paling rumit yang pernah didapati suamiku selama ini..." Begitulah tuturan yang terus menerus bergaung di dalam hatimya. Karena terus berpikir keadaan Jieji, maka sesekali terdengar helaan nafas pendek dan nyaris tak terdengar darinya. Dia berpikir, bagaimana mungkin dia bisa mengerti kasus ini sedangkan suaminya yang luar biasa pintar itu sepertinya sangat kesulitan. Tetapi melihat suaminya bisa tersenyum kembali sesaat, tentu dia juga ikut girang. Dia tahu bahwa pemuda sudah mendapatkan sesuatu cara untuk mengungkapkan kasus hilangnya lukisan di sini. Lie Hui tidak kalah sibuknya. Dia terus berpikir bagaimana caranya pencuri itu lolos. Setelah benar-benar mendapat sebuah ilham. Dia segera menanyai pemilik Wisma Fan Hanzhu. "Apa benar disini tidak ada pintu atau lorong rahasia?" Fan Hanzhu yang mendengar pertanyaan Lie Hui, kepala polisi kota Anlu segera menjawab. "Tidak... Setahuku memang dari dahulu, leluhurku hanya mewariskan ruangan penyimpanan lukisan kepadaku. Tetapi tidak pernah menitipkan pesan bahwa ada sesuatu yang janggal disini, apalagi pintu rahasia segala..." Lie Hui yang mendengarnya segera mengangguk pelan. Tetapi dia tidak berhenti sampai disini. Lantas dia memerintahkan anggotanya untuk memeriksa lantai. Apakah benar ada sesuatu yang aneh dengan tegel tempat mereka berpijak. Kesemua polisi yang berjumlah hampir 20 orang di kamar, segera melaksanakan instruksi Lie Hui. Tetapi yang anehnya, Jieji tidak ikut untuk memeriksa lantai lagi. Dia terus saja tersenyum sambil mengawasi lukisan lainnya. Memang dia tidak berani untuk "menyentuh" lukisan lain yang tiada hubungan dengan pencurian. Namun, dia hanya berjalan saja membaca puisi dan menikmati lukisan lainnya yang jumlahnya mungkin mencapai 2o buah itu. Yunying yang merasa aneh, segera mendekatinya. Lantas dia bertanya, seperti biasa, dia menggoreskan kata-kata lewat kuku jari ke lengan pemuda. "Apa yang kamu lakukan?" Jieji mengamatinya sebentar. Lantas dia berkata dengan suara yang sangat pelan sekali dan bibirnya menempel ke telinga wanita. Karena memang pakaian Yunying adalah seperti jilbab, maka Jieji yakin bahwa dengan begini maka lebih gampang memberitahuinya. "Sayang sekali jika lukisan terkenal di sini yang tidak bisa dinikmati di luar kusia-siakan. Mumpung sudah kemari, maka kuamati dan kuhapal-hapal dahulu."

Jawaban Jieji yang seperti demikian tentu sangat membingungkan Yunying. Sebab dia adalah detektif, tugasnya tentu adalah untuk mengungkapkan kasus pencurian disini. Tetapi malah dia menjadi sangat santai untuk menikmati lukisan. Tetapi Jieji yang masih menempelkan bibir ke telinga Yunying saat itu, segera seperti terkejut. Sebab dia sepertinya mencium sesuatu wangi. Sesuatu wangi yang tentunya pernah dicium sebelumnya. Dia segera melihat ke arah-nya. Pandangan matanya sungguh heran terlihat kemudian kepada Yunying. Sedangkan Yunying malah terkejut luar biasa. Menyaksikan suaminya memandangnya seperti demikian tentu membuatnya serba salah sekali. Hatinya sudah bergoncang keras, sebab dia pikir apakah Jieji sudah mengenalnya? "Gawat!! Gawat!!!" Begitulah pikirannya saat ini. Tetapi kembali Jieji mendapatkan sesuatu hal lagi. Di dalam otaknya, kemudian dia berpikir kembali. "Dia tidak mungkin adalah Yunying. Matanya memang mirip, tetapi.... Dari gerak gerik, ketinggian tubuh, dan sikapnya jelas berbeda semuanya." Karena tidak yakin akan dirinya sendiri, langsung dia melihat dari atas ke bawah semua tubuh wanita untuk memastikan kembali. Di sisirnya pandangan lewat kedua bola mata dari ujung rambut dan sampai ke ujung kaki wanita ini. Menyaksikan cara Jieji melihatnya, dia tentu sangat malu. Apalagi khalayak masih ramai di depan pintu. Tanpa banyak bicara, dan seperti marah pada wajahnya. Dia segera menulis sesuatu lagi di lengan pemuda. "Kau tidak sopan...." Memang tindakan keduanya yang terlihat aneh, terlebih lagi tindakan tidak sopannya Xia Jieji mengundang desas-desus yang tidak begitu baik dari khalayak di luar ruangan. Menyaksikan Jieji memandang wanita secara tidak karuan, tentu mengundang pertanyaan yang cukup banyak di antara banyak orang di depan. Jieji yang melihat cara menulis wanita yang cepat, tentu sudah tahu bahwa wanita ini sedang marah. Lantas dengan menghormat perlahan, dia bertutur dengan suara pelan. "Maafkan aku... Tadi aku teringat seseorang, tetapi sepertinya itu hanya anganku saja...." Yunying yang melihat pemuda lantas berubah sangat sopan. Hatinya cukup lega kembali. "Untung saja tidak ketahuan. Aku sudah mengganjal sepatuku sejak lama ketika di Kuil Jetavana. Kali ini memang sudah terlihat betul bergunanya tindakan-ku itu. Setidaknya si bodoh ini sudah ketipu..." Dengan berbalik memandang ke tempat kosong, dia sebenarnya telah tersenyum geli. Tetapi senyumannya yang terlihat lewat bola matanya yang mengecil itu tentu tidak akan diperlihatkan pada siapapun tidak terkecuali suaminya, Xia Jieji.

Sedangkan pemuda, dengan gaya acuh tak acuh langsung menolehkan pandangan ke lukisan yang lainnya. "Lantai di bawah ini sepertinya kosong..." terdengar seorang polisi yang ikut memeriksa lantai yang tadinya diperintahkan oleh kepala polisi, Lie Hui. Segera, Jieji memalingkan kepalanya ke lantai itu sebentar. Kemudian, lantas dia tersenyum kembali. Sorot matanya menampilkan rasa girang luar biasa. Terlebih lagi rasa girangya kepala polisi Lie Hui. Dia segera menegaskan dengan suara tinggi. "Cepat buka lantai dan cari apakah di dalam ada lorong rahasia?" Semua polisi yang mendengarkan, beberapa di antaranya langsung bergerak cepat. Mereka mencari alat untuk menghancurkan sebuah tegel yang sepertinya cukup mencurigakan itu. Berbareng dengan memerintahkan semua polisi, Lie Hui sendiri langsung kembali memerintahkan polisi yang "nganggur" untuk "mengusir" penduduk yang sudah sembarangan masuk ke Wisma Fan. Jieji yang melihat semua tindakan polisi lewat samping matanya, tetap saja tersenyum. Sepertinya dia sudah mendapatkan sesuatu hal yang menjadi pemecahan masalahnya. Para polisi dengan tegas dan sangat tangkas menyelesaikan masalah tersebut. Kesemuanya langsung saja memakai senjata tajam guna "mengusir" para penduduk yang lainnya. Penduduk kota Anlu yang tadinya berkumpul di depan ruangan penyimpanan lukisan dibuat keder juga. Mau tidak mau kesemuanya lantas beranjak kaki dengan dongkol dan rasa sesal. Lie yang sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, segera berpaling ke arah Jieji. Dia berkata. "Sepertinya memang ada lorong rahasia disini. Penduduk harus kita ungsikan terlebih dahulu karena jika benar kita para polisi masuk ke lorong rahasia. Maka ditakutkan akan terjadi perampokan atau penjarahan lukisan di ruangan ini..." Jieji mengangguk pelan, dan sambil tersenyum dia menjawab. "Betul.. Ini adalah hal yang paling baik...." Lie Hui merasa senang karena Jieji juga mendukung apa yang dilakukannya. Penduduk yang jumlahnya hampir 100 orang memang sudah dikeluarkan lewat pintu gerbang Wisma. Para polisi yang sudah siap dengan peralatan-peralatan untuk menggali segera melaksanakan tugasnya masing masing. Lie Hui yang merasa pasti disini ada ruangan rahasia, segera menuju ke arah pemilik Wisma yang bernama Fan Hanzhu. Dia menanyainya. "Tuan Fan... Kita akan mulai membuka sesuatu yang mungkin adalah ruang rahasia. Menurut anda tentunya lukisan yang hilang akan lebih berharga dari pada sebuah tegel yang sudah kita mulai rusakkan kan?" Fan Hanzhu yang mendengar pernyataan Kepala polisi ini, segera mengangguk. Dia memberikan komentarnya. "Betul.. Lukisan memang jauh lebih berharga daripada segalanya. Dan jika disini ditemukan

ruang rahasia, maka alangkah baiknya karena anda-lah orang yang membantu menemukan kembali usaha leluhurku yang sudah "hilang"..." Lie Hui langsung tersenyum. Begitu dia berbalik kepala ke arah "lubang" tegel. Dia segera girang. Karena sepertinya tegel memang mengandung sesuatu keanehan. Setelah di hancurkan, maka terlihat sebuah besi di bawahnya. Sebuah besi yang seakan memiliki pegangan kontan terlihat. "Kepala polisi.... Sepertinya pegangan bisa kita buka... Mohon berikan perintah lebih lanjut." lapor seorang perwira polisi yang merupakan bawahannya. Lie Hui segera berpaling ke arah Jieji. Melihat cara memandang wanita, dia tahu bahwa Lie ingin meminta nasehat kepadanya. Apakah akan memulai atau tidak? Jieji girang, dia tersenyum puas dan mengangguk perlahan kepadanya. Lie segera meminta anak buahnya untuk mengangkat pintu besi yang kecil yang muncul akibat tegel yang sengaja dipecahkan. Paling ukurannya hanya 5 kaki kali 5 kaki. Sementara itu, Yunying yang melihat adanya "pintu masuk baru". Segera menuju ke arah Jieji kembali. Sepertinya dia menuliskan sesuatu di lengan pemuda kembali lewat jarinya. "Benarkah pencuri kabur lewat dari sana? Ada yang sangat janggal..." Jieji memandang ke arahnya sebentar. Dia hanya tersenyum mengangguk saja tanpa menjawabnya. Melihat tingkah pemuda, Yunying langsung berpikir. Dia merasakan ada sesuatu hal yang sangatlah janggal sekali. Sementara, Lie Hui malah sepertinya sangat sibuk. Dia segera menuju ke arah Fan Hanzhu kembali. Dia menanyainya. "Apakah Tuan Fan ingin ikut kita menyelidik di bawah?" Fan Hanzhu tentu kegirangan jika dia diizinkan untuk pergi bersama para polisi menyelidiki ruang rahasia itu. Dia mengangguk sambil tersenyum. Lantas Lie Hui memerintahkan lebih banyak orang untuk segera mengangkat pegangan pintu besi dimana kemungkinan besar adalah terdapat lorong rahasia. Dan benar saja... Pegangan pintu besi memang cukup berat. Dengan tambahan 2 orang untuk mengangkat, maka pintu besi yang cukup berkarat itu segera terbuka perlahan. Suara yang cukup berisik langsung muncul akibat gesekan engsel besi yang sepertinya sudah lama sekali tidak pernah terbuka. Kontan kesemuanya girang... Sebab memang sepertinya ada sebuah tangga dari pintu besi berkarat yang sudah terbuka itu. Memang keadaan di dalam cukup gelap sekali. Lie Hui segera girang, dia memerintahkan para pengawal mengambil 5 batang tongkat berapi yang bisa digunakan sebagai cahaya penerangan di dalam lorong gelap di bawah kakinya. Para polisi dengan tangkas melaksanakan tugas mereka.

Jieji masih tetap tersenyum. Wajah tersenyumnya masih belum-lah berubah dari tadinya. Dia berjalan beranjak ke daerah lorong rahasia nan gelap itu. Di belakanganya diikuti oleh Yunying. Melihat pemuda sudah datang mendekat, Lie segera tersenyum. Dia segera meminta sesuatu kepada pemuda yang gagah itu. "Aku ingin memohon sesuatu hal kepada pendekar besar...." Jieji mengangguk. Dia segera berkata. "Anda ingin aku berjalan di depan? Karena apa hal di dalam memang tidak diketahui siapa pun?" Lie Hui dengan wajah yang penuh kegirangan lantas mengangguk. Jieji mengangguk kepadanya perlahan. Sementara itu, Yunying yang dibelakang sepertinya merasa gelisah. Dia kembali datang kepada Jieji. Di panggilnya pemuda dengan cara menepuk punggungnya perlahan. Jieji berbalik untuk melihatnya kembali. Lantas dia berkata. "Tidak apa-apa... Kamu ikut di belakangku saja." Mau tidak mau, Yunying hanya mengangguk perlahan. Sebenarnya dia memiliki sesuatu ide. Tetapi mungkin saja idenya sudah ada dalam pikiran pemuda menurutnya. Oleh karena itu, dia diam kembali dan dengan was-was mengawasi ke lubang bawah tanah. Tidak lama kemudian, tongkat berapi sudah siap di tempat. Jieji diminta memegang sebuah sebagai penunjuk jalan. Sedangkan Lie Hui berada di tengah bersama Fan Hanzhu. Para polisi yang jumlahnya sekitar 10 orang akan mengikuti dari belakang. Segera saja, Jieji-lah orang pertama yang turun lewat tangga. Memang sepertinya turunan tangga tidaklah sebegitu tinggi. Paling hanya 10 kaki saja sudah mencapai dasar. Dengan memegang sebuah tongkat berapi, Jieji maju paling depan. Dia mengamati sekeliling dengan teliti. Yunying adalah orang kedua yang mengikutinya dari belakang. Dan sepertinya lorong itu yang tingginya 10 kaki hanya memiliki lebar ruang yang cukup sempit. Paling hanya sekitar 3 kaki saja lebar lorong yang nan gelap ke depan itu. Para polisi yang jumlahnya sekitar 30 orang lagi diminta untuk berjaga tetap di ruangan penyimpanan lukisan. Dan adalah penghuni wisma yang jumlahnya sekitar 20 orang juga tetap berada di depan ruangan penyimpanan lukisan sambil was-was mengawasi. Sudah sekitar beberapa puluh meter mereka berjalan ke depan dari lorong bawah tanah yang gelap. Lie Hui mengawal Fan Hanzhu adalah berada di belakang Yunying. Sesekali Fan yang juga memegang sebuah tongkat berapi lantas saja menyinari sekeliling dengan was was. Dia merasa heran ketika mendapati lantai disini memang cukup berpasir. Dilihatnya dengan teliti dan dia mendapatkan bahwa pasir disini sepertinya berwarna hitam tentu karena lorong ini sangat gelap sekali. Tetapi, ketika dia sudah menyinari sekitarnya dengan sikap was-was. Dia sangat terkejut sekali. Sebab di tanah, dia melihat sesuatu benda. Sesuatu benda yang boleh dikatakan cukup menakutkan bagi siapapun. Kontan saja, dia berteriak sekali. Pegangan tongkat berapi sempat jatuh ke tanah. Lantas begitu pegangan tongkat di tangannya langsung terjatuh ke tanah.

Semua polisi sangat terkejut mendapati tingkah Fan. Mereka tidak habis pikir kenapa orang tua paruh baya ini bisa terkejut luar biasa. Tetapi.... Ketika pegangan tongkat Fan sudah jatuh ke tanah. Mereka segera mendapatkan sesuatu yang rasanya sangat aneh. Sebab sepertinya, api dari tongkat mengundang sesuatu hal yang terkira sangat aneh. Suara desis yang cukup tinggi segera muncul diikuti oleh asap yang dengan cepat memenuhi ruangan. Adalah Lie Hui orang yang paling terkejut mendapatinya. Dia segera berteriak untuk mundur. Dan meminta semua orang untuk segera menahan nafas. Sebab tiada orang yang tahu apakah memang asap adalah asap beracun atau apapun. Mendengar teriakan Lie Hui, semua orang merasa kaget luar biasa. Kontan pegangan tongkat berapi dari siapapun jatuh ke lantai. Sebab kesemuanya tentu berharap bisa menyelamatkan diri dari sini. Mereka segera berlari untuk menuju ke tempat masuk tadinya. Sepertinya asap yang timbul disini tiada lain adalah asap dari mesiu. Semua orang yang sempat mencium sebentar tentu merasa kaget. Jangan-jangan disini terdapat perangkap untuk menghancurkan siapa saja di dalam ruangan rahasia. Sementara itu... Di dalam ruangan penyimpanan lukisan... Kesemua orang memang merasa sangat cemas, sambil menunggu dengan hati yang cukup deg-degan. Tetapi... Kemudian mereka kesemuanya mendengar suara letusan petasan yang sambung menyambung. Mendengar hal ini kembali... Para polisi kontan sangatlah terkejut. Kesemuanya kontan cepat menangkap sesungguhnya darimana suara itu berasal. Para penghuni wisma yang berada di sana juga terkejut tidak karuan sama hal nya dengan mereka semua. Tetapi salah satu di antara mereka yang cukup sensitif pendengarannya segera berseru. "Dari arah belakang taman suara itu muncul!!!!" Mendengar tuturan salah satu penghuni Wisma, Kesemua polisi dengan sikap yang sangat gugup segera saja mendekati taman yang dibicarakan. Letak taman memang tidaklah dekat. Mungkin jaraknya hampir 1/2 li dari wilayah taman yang cukup luas milik keluarga Fan. Para polisi hanya ditinggal sekitar 5 orang untuk menjaga ruangan penyimpanan lukisan. Selebihnya semua menuju ke lokasi taman bersama semua penghuni wisma. Karena hilangnya lukisan tadinya adalah dimulai dari ledakan mercon. Maka ketika mendapati suara mercon lainnya, kesemua polisi kontan bergerak cepat. Mereka merasa jangan sampai terdahului oleh pencuri ulung untuk kedua kalinya kembali.

Tetapi ketika mereka semua telah sampai di taman. Kesemuanya mendengar ledakan mercon memang masih belum berhenti. Adalah di sebuah air terjun mini, ledakan mercon beruntun itu muncul. Asap memang sudah terlihat membumbung dari lubang yang hanya bisa dimuat 1 manusia jika merangkak. Dan... Ketika ledakan mercon sudah berhenti. Kesemuanya segera saja siap dengan pedang di tangan sambil menyorot tajam ke arah "gua" di belakang air terjun mini. Tetapi... Tidak lama kemudian... Betapa terkejutnya kesemuanya secara serentak. Sebab mereka memang melihat adanya manusia keluar dari goa itu. Tetapi, mereka mengenal orang pertama yang sudah keluar sambil merangkak dari sana. Tiada lain adalah pemilik Wisma, Fan Hanzhu sendiri dengan terbatuk-batuk. Dia diikuti oleh para polisi lainnya. Dan wajah mereka kehitaman akibat asap yang mengepul itu. Di dalam ruangan penyimpanan lukisan... Di sana terdapat beberapa orang yang berpakaian polisi. Sepertinya kesemuanya sudah tergeletak. Mungkin dilihat dari gaya nafasnya yang teratur, sudah bisa diketahui bahwa kesemuanya yang berjumlah 5 orang hanya tertidur ataupun pingsan tiada sadarkan diri. Sebuah tangan yang terlihat lembut sedang memegang sesuatu di dinding. Dengan cepat, sepertinya dia terlihat mencabut sesuatu. Dan tanpa perlu waktu lama, "sesuatu" benda sudah berada di tangan kirinya. Kemudian orang ini segera jongkok. Di tangannya sudah terdapat sebuah belati. Terlihat dengan gerakan yang tangkas juga, dia menyayat sebuah benang. Benang memang sudah putus dibuatnya lewat gerakan tangan yang sangat cepat sekali. Dengan seiring putusnya benang, maka sesuatu benda yang berupa kertas sepertinya langsung tertarik atau terkatrol turun di tengah ruangan. Di wajahnya terdapat sebuah kegirangan luar biasa. Lantas dengan sebelah tangan yang memegang sesuatu mirip gulungan kain putih panjang, dia hendak beranjak keluar dari ruangan. Tetapi... Suara seseorang pria menghentikannya dengan segera. "Tipu muslihat yang sangat bagus...." Orang yang hendak berlalu tadinya, sangat terkejut sekali mendengar suara pria ini. Karena dia sangat mengenalnya. Dia tidak berpaling ke belakang sama sekali, melainkan hanya diam di tempatnya. Lantas dia berseru. "Sungguh Xia Jieji adalah seorang detektif terbaik di zaman ini... Ha Ha......" "Tidak... Aku hampir saja ketipu olehmu... Nona Lie Hui... Eh, bukan... Tepatnya adalah Pencuri ulung no. 1 ....." Tutur seorang pemuda dengan senyuman khasnya.

"Bagaimana kau bisa tahu akulah pelakunya?" tutur wanita ini. "Karena kau terlalu banyak berbicara...." tutur Jieji kembali sambil tersenyum kepadanya.

BAB CXVIII : Delapan Belas Telapak Penakluk Naga "Oh yah? Bagaimana maksudnya dengan terlalu banyak berbicara?" tanya Lie Hui sambil berbalik badan ke arah Jieji dengan wajahnya yang tersenyum. "Kau terlalu banyak berkata-kata. Saat itulah aku mulai curiga padamu. Terutama adalah saat tadinya kamu meminta anak buahmu untuk menghancurkan tegel..." tutur Jieji sambil tersenyum pula. Lie Hui terkaget sebentar. Lantas sambil tersenyum kembali, dia bertanya kepada pemuda. "Betul... Tidak mungkin pencuri kabur dari sana... Karena tegel sebelumnya masih sangat bagus. Lalu kamu hanya menungguku saja untuk mengikuti-ku memainkan sandiwara panjang ini?" Jieji tersenyum manis sambil mengangguk. Sementara itu, Yunying sebenarnya sudah menyadari hal ini sebelum-sebelumnya. Dia tadinya sempat berusaha memberitahu Jieji tentang kejanggalan tegel yang bagus itu. Mana mungkin pencuri bisa kabur lewat sana. Dan menurutnya, di bawah pasti ada perangkap untuk memerangkapkan dirinya. Tetapi, tadinya Jieji sama sekali tidak menjawabnya. Tentu, sekarang Yunying sudah tahu betul apa maksud suaminya yaitu hanya mengikuti Kepala polisi Lie Hui alias pencuri ulung memainkan sandiwara di atas panggung kekonyolan. Yunying tersenyum sambil menghadap ke arah pencuri ulung. Tetapi senyumannya itu tidak berlangsung lama. Sebab, di arah samping atas sepertinya dia sempat melihat sesuatu. Sebuah kain nan putih yang diikat benang sedang berputar karena dihembusi angin sepoi yang masuk ke ruangan penyimpana lukisan ini. Lantas, dia segera berpaling untuk melihat. Kain nan putih ini cukup panjang. Dan herannya, dia sepertinya melihat beberapa goresan kaligrafi di sana. Lalu, dengan loncatan ringan dia mencabut kain putih yang cukup panjang dan lebar itu. Sesaat... Dia sudah turun ke bawah lantai. Tetapi baru saja dia membaca tulisan ini secara cepat, langsung terkejutnya tiada karuan. Lie Hui atau pencuri ulung yang melihat tindakan Yunying, segera tersenyum. "Lantas... Kau akan menggiringku ke penjara?" tanya Lie Hui seraya memalingkan wajahnya ke Jieji.

Jieji menggeleng perlahan. Dia berkata. "Kau tahu bahwa lukisan itu palsu sama sekali. Oleh karena itu, aku hanya diajak untuk tantangan seperti demikian. Dan... Satu hal lagi, kau tahu sejak awal bahwa keluarga Fan memiliki lorong rahasia ini. Maka daripada itu, lokasi yang kau ingin untuk beradu kepintaran denganku adalah sungguh tepat disini." Lie Hui kembali tersenyum. Dia menjawab perkataan Jieji. "Betul... Lalu bagaimana kau tahu bahwa lukisan yang kuambil adalah lukisan palsu?" "Sebab... Seorang ahli lukisan tentu tidak akan menyembunyikan lukisan di tempat yang seperti demikian. Apakah kau tahu? Asap dupa bisa membuat nilai lukisan menjadi berkurang. Dan terlalu banyaknya debu di palang tiang penyangga bisa merusak nilai lukisan juga. Mungkin hanya Fan Hanzhu-lah orang yang sama sekali tidak tahu bagaimana cara memelihara lukisan demi lukisan terkenal... Dan... Lukisan asli itu aku tahu berada dimana sekarang...." Mendengar tuturan Jieji, Lie Hui tertawa terbahak-bahak. Cukup lama pula dia baru menghentikan tawanya. "Lalu bagaimana kau tahu aku bermain tipu muslihat di dalam lorong rahasia?" Sambil tersenyum, Jieji menjawabnya. "Tentu... Dari awal, telah kukatakan bahwa aku sudah curiga padamu. Lalu ketika kau menginginkanku berjalan di depan lorong. Segera sudah kuketahui maksudmu. Untuk menipuku, lantas kau pasang segalanya. Termasuk ular palsu yang sengaja kau lemparkan di kaki pemilik Wisma. Dan..." "Begitu tongkat api jatuh. Lantas aku sengaja berteriak. Dan herannya, sempat kutahu bahwa kau dan wanita di belakangmu menyusul ke depan dan bukannya ke belakang. Kenapa bisa kau sampai disini dengan begitu cepat?" tutur Lie Hui memotong perkataan Jieji, dan menanyainya. Kali ini, Jieji tertawa terbahak-bahak mendengar tuturan Lie Hui. "Memang benar... Aku sengaja membiarkan diriku-lah yang sepertinya terpancing akan muslihatmu. Kau memasang sesuatu benda yang mirip manusia di depan lorong gelap. Lantas ketika diriku mengira orang di depan adalah pencuri ulung, kau ingin diriku terpancing sampai depan kolam air terjun di taman. Dan kau bisa melaksanakan lebih lanjut tipu-mu. Dan karena mengira dirimu telah berhasil mengecohku. Maka kau sengaja balik melalui ruang rahasia tempat masuk tadinya. Begitu kau keluar, kau langsung melemparkan bubuk untuk "menidurkan" para polisi yang berjaga."

Seakan tidak percaya, Lie Hui alias pencuri ulung menggelengkan kepalanya. Lantas dengan wajah yang sangat heran, dia menanyai Jieji kembali. "Kenapa kau bisa tahu sesungguhnya lukisan masih di dalam ruangan?" "Hm.... Itu tidak susah. Aku sebenarnya sempat berpikir keras. Tetapi kutahu bahwa kau selalu menggunakan petasan untuk beraksi. Jika tidak pernah kuketahui bagaimana caranya engkau memainkan siasat seperti saat di Tongyang beberapa tahun lalu, maka sungguh tiada heran aku sudah terpancing siasatmu." tutur Jieji yang berubah serius. Lie Hui yang melihat perubahan air muka Jieji, segera serius pula. Dia menanyainya kembali. "Lalu bagaimana caranya kau bisa sampai kesini sebegitu cepat?" Jieji tidak menjawabnya. Tetapi dia menunjuk ke salah satu polisi yang tertidur itu. Lie Hui yang sudah penasaran segera berjongkok untuk memeriksa polisi yang sudah ditidurkan oleh dia tadinya. Dia memeriksa pergelangan nadi polisi ini. Dan segera saja, dia sudah terkejut luar biasa. "Bagaimana mungkin?" "Aku dan wanita di belakangku segera menuju ke depan. Tidak perlu sampai menunggu petasan pertama berbunyi, sesungguhnya aku sudah berada di luar. Kamu memasang hal yang mencurigakan lainnya lagi selain orang-orangan palsu yang berisi ratusan petasan mercon. Yaitu di depan taman, kamu sengaja meninggalkan jejak sepatu hitam atau mesiu yang menuju keluar dari gerbang belakang. Tetapi, aku sama sekali tiada tertarik. Maka, dengan langkah yang cepat aku dan wanita di belakangku sebenarnya sudah di sini menunggumu keluar dari lubang rahasia." jelas Jieji kepadanya. "Jadi aku-lah orang yang sudah dibulan-bulani oleh kau. Kupikir siasatku berhasil ternyata malah menjadi malapetaka buat diriku sendiri. Tidak disangka kau dan dia sudah berada disini cukup lama. Dan tidak heran bahwa lima polisi ini sebenarnya sudah tertotok nadi geraknya sebelum kutidurkan lewat bubuk." Tutur Lie Hui sambil menghela nafas panjang. "Kau pergilah, tetapi lukisanmu harus ditinggalkan...." tutur Jieji kemudian kepadanya. "Ada satu pertanyaan lagi sebelum diriku pergi. Bagaimana kau tahu bahwa sebenarnya lukisan masih di ruangan ini?" tanya Lie Hui yang seakan tidak sabar. Mendengar pertanyaan pencuri ulung, Jieji tertawa terbahak-bahak cukup lama. Lantas dia kembali menjawab pertanyaan pencuri ulung. "Sebenarnya jika kau bukanlah kepala polisi, maka trikmu yang sederhana itu sudah ketahuan. Tetapi kali ini kau menyamar sebagai kepala polisi, maka trikmu sudah hampir sempurna. Dengan memerintahkan kepada para polisi untuk segera mengepung tempat lukisan yang hilang dengan dalih itu adalah Tempat kejadian perkara, maka kau bisa bertindak lebih jauh. Tetapi sayang sekali memang...." "Kenapa di sayangkan? Apa ada hal yang aneh?" tanya Lie Hui dengan gaya yang semakin penasaran.

"Benar... Yang paling aneh adalah diriku dan wanita ini masih berada di atas atap. Tetapi tidak kudapati gerakan seseorang pun di dalam. Jadi tentu bisa kupastikan sebenarnya lukisan masih berada di dalam, hanya saja sengaja "dihilangkan" dengan sesuatu cara." tutur Jieji menjawab rasa penasaran Lie Hui. "Jadi kau sudah tahu sejak saat kau mulai berjalan melihat lukisan lain dan membacanya satu persatu? Berarti aku benar sudah ketipu olehmu sejak awal..." tutur Lie Hui kembali. Jieji menganggukkan kepalanya perlahan. "Dan di tengah ruangan tempat digantungkan pesan tadinya kau menulis sesuatu lagi. Dan tentunya melalui benda yang berupa kain putih yang cukup tebal yang kau hiasi di lukisan terkenal itu sehingga lukisan seakan hilang. Setiap tindakanmu yang terakhir sudah kulihat jelas sekali..." "Betul... Tanpa mendekatpun aku sudah bisa mengambil lukisan terkenal itu. Kau sudah tahu bahwa aku menyayat benang untuk membuka kembali lukisan yang hilang dan seiring putusnya benang yang sudah kuberi tanda. Maka lukisan seakan terkatrol, terakhir aku sudah siap mendapatkannya." tutur Lie Hui sambil menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya apakah kau memang adalah Lie Hui adanya?" tanya Jieji yang mengerutkan alisnya. Sebab dia merasa ada sebuah pertanyaan lagi yang rasanya sangat janggal. Tiada lain adalah mengapa pencuri ulung juga adalah Lie Hui yang merupakan salah satu wanita malam di rumah bordir Yuen Hua sekaligus adalah anggota dari 15 pengawal saktinya Zhao Kuangyi. Lie Hui tersenyum sangat manis. Kemudian dia berkata. "Bukan.. Aku bukanlah Lie Hui..." Sesaat, dia membuka sesuatu benda yang mirip kulit tipis dari dagunya. Dengan gerakan yang cekatan, dia sudah membuka semua kulit yang menempel di seluruh wajahnya itu. Tetapi.... Begitu melihat asli wajah pencuri ulung. Luar biasa terkejutnya Jieji dan orang dibelakangnya yang tentunya adalah Yunying. Adalah orang yang sungguh dikenali Jieji sedang terpampang di sini. Dia melihatnya.... Dia tiada lain adalah Yunying. Eh, mungkin juga adalah Yuan Xufen. Dengan diam tanpa bergeming, Jieji memandangnya dengan sangat serius dan mendalam melalui kedua bola matanya yang keheranan itu. Lantas terdengar suara gumaman yang keluar dari bibir Jieji. "Tidak mungkin... Xufen???" Pencuri ulung segera berjalan pelan mendekatinya. Adalah Yunying orang yang paling terkejut mendapatinya. Dia ingin segera menghalangi Jieji, tetapi... Dia tidak bisa bertindak apapun. Sepertinya kali ini, kaki dan tangannya gemetaran. Bahkan untuk beranjak dari tempatnya saja dia tidak mampu.

Pencuri ulung kali ini berubah menjadi Yuan Xufen ataupun Wu Yunying. Bahkan suaranya juga berubah menjadi suara isterinya Xia Jieji, suara Yunying adanya. Kali ini dia sudah sangat dekat dengan pemuda. Dan dengan satu gerakan, dia memeluknya. Jieji merasa seakan sedang melihat hantu. Eh, tidak... Bukan saja hantu yang sedang dilihatnya. Pikirannya bergolak hebat, darah di tubuhnya berdesir luar biasa kencangnya. Yunying yang mendapati bahwa Jieji sedang dipeluk orang yang persis dengan dirinya ataupun Xufen segera saja bertindak. Dia hampir membuka pakaian yang menyelimuti seluruh kepalanya itu. Adalah di saat dia memandang ke depan, dia melihat Yuan Xufen atau Wu Yunying palsu itu seakan tersenyum sinis kepadanya. Tentu Jieji yang dipeluk dari depan, tidak mungkin bisa melihat apa yang sedang dilakukan oleh wanita ini. Dan apa maksud dari wanita atau pencuri ulung, tiada yang tahu. Yunying memang sudah marah. Apalagi di tangannya terpegang sesuatu kain putih yang bertuliskan sesuatu. Sesuatu yang tadinya telah membuatnya sangat terkejut. Lalu dia ingin bergerak ke depan. Tetapi... Pencuri ulung itu segera melepaskan Jieji. Lantas dia terlihat menunduk sebentar. Hanya perlu waktu yang sangat singkat. Keduanya kembali terkejut. "Orang ini............."Tutur Jieji seakan tidak percaya dan melongo. Mereka melihat bahwa pencuri telah berubah muka lagi. Wajah yang ini juga tiada lain adalah wajah dari Lie Hui. Tetapi di tangan kirinya dia sudah memegang sesuatu benda. Sesuatu benda yang mirip kulit wajah manusia itu segera dia angsurkan ke arah Yunying. "Ini... Nah... Tidak usah lagi kau susah-susah menyamar. Aku pinjami ini..." tutur Lie Hui sambil tertawa terbahak-bahak. Adalah Jieji orang yang paling terkejut. Dia ingin menghalangi tindakan pencuri ulung. Tetapi atas dasar apa? Dia tahu bahwa jika saja wanita bertopeng setiap hari memakai topeng kulit, tentu akan membuatnya serba susah mengingat wanita bertopeng tentu akan mengikuti kemanapun dia pergi. Apakah pantas bahwa wanita bertopeng berubah menjadi Yunying ataupun Yuan Xufen sungguh membingungkan Jieji. Lantas dia melihat ke arah pencuri ulung. Dan benar saja, Yunying menerima kulit itu dari tangannya Pencuri ulung. Wanita ini tahu benar bahwa identitasnya tentu sudah diketahui oleh pencuri ulung. Apapun yang dilakukannya sekarang adalah sedang membantunya dan bukannya membuatnya merasa serba salah.

Jika Yunying tidak memakai topeng kulit pun, sudah jelas wajahnya adalah milik dirinya sendiri. Dia berpikir, pencuri ulung tentu membantunya supaya tidak usah lagi memakai kerudung dan menutupi kain hampir di seluruh tubuhnya. Sesaat, dia merasa girang juga. Dia menerima sambil menganggukkan kepala dan memberi hormat kepada pencuri ulung. "Aku sudah mencuri sesuatu darimu. Sekarang aku sudah mengembalikannya." tutur pencuri ulung kepadanya. Kontan, Yunying tentu sangat heran sekali. Bagaimana dia bisa tahu bahwa sebenarnya semua hal yang dikarangnya bisa diketahui sangat detail oleh pencuri ulung. Dan di tangannya memang sudah terpegang sesuatu yang tadinya di gantungkan di tengah ruangan. Dia memang sangat girang sebenarnya, sebab pencuri ulung itu kali ini benar-benar membantunya. Semua hal "kebohongan" dirinya tentu akan menjadi hal yang benar adanya. Tulisan di kain putih yang menutupi Lukisan sehingga menjadi "hilang" itu tiada lain berbunyi. "Xi Shi memang sungguh luar biasa...." (Xi Shi adalah seorang wanita yang merupakan selir salah seorang raja di zaman Chun Chiu (musim semi dan musim gugur). Dimaksudkan Xi Shi adalah seorang wanita yang kecantikannya luar biasa sekali. Sehingga katanya ikan akan lupa akan cara berenang jika melihatnya lewat. Dan Xi Shi selain adalah wanita no. 1 kecantikannya, maka sifat merusaknya juga no. 1. Ini diibaratkan Yunying yang sangat cantik, tetapi kemampuannya menghancurkan juga sejalan dengan kecantikannya itu) Tadinya, dia sangat takut jika saja Jieji ingin melihat apa pesan yang tertulis disana. Tetapi kali ini sepertinya pencuri ulung sangat membantunya, tentu dia sangat girang sekali. **************************************************************************** Kali ini tulisan dari buku cersil kembali sudah bisa dibaca... Terima kasih atas perhatian para pembaca disini. **************************************************************************** "Lalu memang benar bahwa pemuda belia di sebelah selatan kota juga adalah dirimu? Dan penjual kaligrafi yang kukarang disana itu juga adalah kamu yang menyamar dengan kulit wajah isteriku?" tanya Jieji ke arah pencuri ulung. Pencuri ulung yang berwajahkan Lie Hui segera berbalik. Lantas tersenyum dia berkata. "Betul.. Akulah orangnya..." Pemuda sudah mengerti seluk beluk segalanya. Mengapa dia melakukan semua hal yang terasa memang sangat keterlaluan itu. Tiada lain adalah "memancing" Jieji untuk bertanding dengannya disini. "Kalau begitu... Kau juga adalah orang dari partai Jiu Qi?" tanya Jieji kembali. Pencuri ulung hanya tersenyum kepadanya. Dia kemudian menjawabnya. "Cepat lambat kau akan tahu dengan sendirinya." Lalu sambil merogoh kantung baju sendiri, pencuri ulung memberikan sesuatu ke Jieji.

Jieji menerima sebuah benda kemudian dari tangan pencuri ulung. Sebuah benda yang adalah kunci berwarna perak terlihat. Dia tidak tahu kunci sebenarnya untuk apa. Tetapi berbareng itu, pencuri ulung kemudian menyerahkan lukisan yang sudah digulung itu di tangan kanannya kepada Jieji. Sepertinya kali ini pencuri sudah ingin pergi dari wisma. "Pergilah ke sebelah barat daya kota Lin Qi. Kamu akan menemukan sebuah gubuk. Di sana kau akan berlatih dengan aman sekali." tutur pencuri ulung kemudian. "Lantas kenapa kau berikan kepadaku?" tanya Jieji yang agak keheranan. "Itu karena aku sudah kalah mutlak padamu.. Maka harus kutebus... Dan aku akan sering mengunjungi kau disana..." tutur pencuri ulung sambil memberi hormat. Jieji hanya mengangguk perlahan sambil membalas hormat juga. Dia merasa karena pencuri ulung tadinya telah mengungkapkan identitasnya di depan orang banyak. Maka hatinya merasa kurang enak dan lantas memberikan sebuah tempat tinggal aman untuk dirinya sesementara waktu. Tetapi baru saja dia berkata sampai disini. Sepertinya para polisi dan penghuni wisma betul sudah dekat di depan pintu. Mereka yang tidak mendapatkan apa-apa di kolam air terjun mini, segera datang ke ruang penyimpanan lukisan. Kesemuanya yang melihat tiga orang berdiri dengan mentereng, salah satunya adalah kepala polisi. Tentu hal ini mengundang rasa terkejut kesemuanya. Mereka sudah bisa mengira bahwa diantara 3 orang, salah satunya tentu adalah pencuri ulung terkenal itu. Namun, sepertinya pencuri ulung tidak-lah mengelak sama sekali. Menyaksikan banyak sekali orang. Dia lantas berkata dengan lantang. "Kalian semua bodoh... Aku yang merupakan pencuri ulung saja kalian tidak tahu..." habis berkata-kata, dia tertawa terbahak-bahak. Adalah Jieji dan Yunying yang mengerti benar maksud pencuri ulung. Mereka tidak menyangka ternyata pencuri ulung tidak bermain "curang". Jika saja dia menyebutnya secara terbalik, maka Jieji dan Yunying tentunya akan dicurigai mengingat gulungan lukisan sekarang sedang berada di tangan Xia Jieji. Lantas pencuri ulung segera dengan cepat melemparkan sesuatu ke lantai. Dan dalam hitungan yang sangat kecil jarak waktu asap kembali mengepul dengan sungguh sangat cepat, dia menghilang seiring dengan asap yang sudah menipis. Segera, Jiejie berteriak keras sambil menunjuk. "Dia kabur melalui arah sana. Cepat kejar!!!" Kesemua orang yang melihat arah jari pemuda segera mengejar dengan sangat seru. Apalagi para polisi, tentunya tidak ada seorang pun yang ingin pencuri ulung yang menyamar sebagai atasan mereka lolos begitu saja. Jieji dan Yunying berjalan pelan keluar kamar setelah mereka berdua melakukan sesuatu hal. Lukisan memang sudah tergantung dengan baik kembali di tempat sebelumnya. Dengan sedikit trik yang sama, Jieji melakukannya seperti tadinya sudah dilakukan pencuri ulung. Yaitu

mengkatrolkan kembali benang dan menyisipkan lukisan di tengah benang. Alhasil, lukisan itu tergantung balik di tempat tanpa harus mengganggu benang halus yang jumlahnya luar biasa banyak di depan lukisan. Lantas terdengar Jieji berkata cukup keras ketika sudah beranjak lebih dari 10 langkah dari ruangan. "Terima kasih......" Adalah kedua orang ini tahu benar bahwa pencuri belumlah meninggalkan ruangan, melainkan hanya bergelantungan. Pencuri sedang girang dan tersenyum di atas palang penyangga ruangan penyimpanan lukisan melihat Jieji yang membantunya. Dan dengan sekali berkelebat, dia melayang keluar setelah Jieji dan Yunying telah berjalan cukup jauh meninggalkan tempat. Jieji dan Yunying memang sudah sampai di tengah kota Anlu. Di tangan wanita, terpegang sesuatu benda yaitu kain berwarna putih dengan sedikit tulisan. Jieji segera menanyainya. "Apakah benar ini benda yang dicurinya darimu?" Yunying mengangguk pelan. Tetapi pegangannya dipererat. Melihat tindakan wanita, Jieji hanya tersenyum saja. Kembali dia menanyai wanita. "Apakah kamu akan memakai topeng kulit dari pencuri ulung itu?" Yunying lantas melihatnya sebentar. Dia beranjak mendekati sambil terlihat dia menulis sesuatu. "Apakah boleh?" Jieji dengan tersenyum langsung menjawabnya. "Itu adalah hadiah dari pencuri ulung kepadamu. Bagaimana bisa aku melarangnya?" Terlihat wanita ini menganggukkan kepalanya 2 kali dan matanya terlihat mengecil sebentar. Tentu dia girang mendengar pernyataan pemuda. Lantas keduanya mengambil arah gerbang barat kota Anlu guna keluar menuju ke tempat yang dikatakan oleh pencuri ulung itu. Selanjutnya, Yunying tentu tidak perlu untuk memakai topeng kulit itu. Karena wajah aslinya sudah bisa ditunjukkan kepada Jieji. Tentu Jieji yang melihatnya adalah menganggap bahwa wanita ini bukanlah salah satu di antara kedua isterinya. Maka disini, tentu Yunying girang sekali dan tidak perlu berpakaian yang terlalu susah menurutnya. Tidak perlu waktu yang lama, sekitar 2 hari-an... Keduanya telah sampai di gubuk yang dikatakan oleh pencuri ulung... Letak gubuk memang cukup strategis. Yaitu hanya jarak 10 li saja ke kota Lin Qi. Sedangkan keduanya sempat terheran di awal ketika mereka sampai. Sebab gubuk itu lumayan asri dan bersih. Pepohonan tampak mengelilingi gubuk yang sebenarnya tidaklah terlalu kecil. Selain itu... Gubuk sama sekali tidaklah dikunci. Dengan dorongan yang sangat lemah, pintu segera terbuka. Lalu, Jieji tetap menyimpan kunci itu. Dengan rajin, pertama-tama dia dan Yunying membereskan kamar terlebih dahulu. Dilihatnya, gubuk memiliki 3 buah kamar yang juga tidaklah kecil.

"Ini tempat memang sangat cocok untuk tempat latihanku..." tutur Jieji kepada Yunying kemudian sambil tersenyum. Mereka sudah tiga hari berada disini. Tiga hari dijalani Jieji dengan cukup keras dalam latihan tenaga dalamnya serta pemikiran setiap jurus dan perubahan dari Ilmu telapak dari 18 naga mendekam. Yunying segera menulis di meja tempat keduanya duduk. Dengan berdiri menghampiri, dia menggoreskan sesuatu. "Waktumu hanya tinggal 4 bulan lagi. Apa kamu ada keyakinan?" Jieji menatap wanita yang sudah berwajah isterinya, Wu Yunying cukup lama. Lantas dia tersenyum. "Aku tidak tahu... Mungkin saja aku sanggup atau tidak melainkan harus dicoba. Aku sudah mendapatkannya sampai 72 gerakan perubahan jurus. Kali ini tugasku hanya memangkasnya menjadi lebih mendetail." Yunying yang mendengarnya kontan girang. Dia tersenyum manis sekali. Lantas dia menggoreskan sesuatu lagi di meja. "Jadi benar kamu sudah menemukan cara kerja setiap jurus? Sekarang hanya menggabungkannya?" Jieji tersenyum kepadanya. Lantas dia mengangguk. "Berarti waktu sekitar 4 bulan cukup untukmu...." "Tidak... Waktuku tidak sampai 4 bulan. Tetapi hanya sekitar 3 bulan lebih saja. Semoga saja bisa kulalukan dengan baik. Dari Ilmu tingkatan tenaga dalam Jing-gang sudah kukomplikasikan dengan gerakan pengeluaran tenaga dalam setiap jurus. Dari gerakan langkah pun sudah kukuasai mantap benar setiap gerakan dari 72 jurus itu. Mengenai kecepatan, adalah hal yang cukup susah mengingat jurus pedang surga membelah hanya "mengizinkan" pemakai memakai 1 tangan, yaitu tangan kiri saja...." Tetapi baru pemuda berkata sampai disini. Yunying menyambung kata-kata Jieji. "Kalau begitu, sebelah tangan di gunakan menyerang. Sebelah lagi harus siap untuk bertahan dan melakukan perubahan jurus." "Betul katamu... Aku memang sudah berpikir sampai di sana. Hanya saja aku akan menggunakan jurus paling berbahaya dari setiap gerakan menyerang untuk menyempurnakan dan memangkas setiap gerakan perubahan yang tidak perlu. Yaitu dari 72 jurus akan kubagi setiap jurus menjadi 1/2-nya yaitu 36 jurus. Tetapi setelah kupikir 36 jurus masih cukup rumit, maka aku mengubahnya kembali menjadi 18 jurus kembali. Tetapi kesemuanya masih dalam pemikiranku, belum benar kudapati cara secara keseluruhan dan daya yang sempurna itu." tutur Jieji sambil tersenyum. Yunying terlihat tersenyum beberapa saat secara manis kepadanya. Jieji yang melihatnya sebenarnya sangat susah. Tetapi melihat kegembiraan wanita yang menggunakan topeng kulit sangat kegirangan, dia tentu tidak ingin mengusik kegembiraannya.

Sebenarnya Jieji cukup susah juga mengahadapi "Yunying" ini. Karena setiap melihatnya, dia merasa sangat rindu akan isterinya yang mungkin sedang berada di Tongyang. Tetapi karena merasa gadis sangat senang, lantas dia berusaha benar untuk tidak terlalu mengingat isterinya. Sebab bagaimanapun akan menghambat cara latihannya. Maka daripada itu, Jieji selalu berusaha bersikap sewajarnya saja jika wanita ini berada di sampingnya. Tetapi sepertinya Yunying memang sangat memahaminya. Dia tidak pernah sembarang mengganggu pemuda ketika dia sedang berpikir atau berlatih. Dia selalu menunggu sampai sudah selesainya Jieji melaksanakan apa hal yang patut dilakukan. Baru dia menemuinya, entah untuk memberikan makanan ataupun mengajaknya ngomong. Yunying yang keasyikan mendengar cerita pemuda. Segera menggoreskan sesuatu tulisan kembali ke meja. Tetapi kali ini dia memakai sedikit air di cawan. "18 telapak naga mendekam..." Yunying menulisnya dan sesaat terlihat dia berpikir sambil menopangkan kedua pipi lewat telapak tangan yang disandarkan di meja. Jieji memang cukup heran mendapati tingkah wanita ini. Lantas dia bertanya. "Apa ada yang heran dengan nama ilmu yang kamu tulis?" Yunying segera mengalihkan bola matanya menatap ke Jieji. Dia menulis kembali di meja. "Jika ilmu telapakmu sudah disempurnakan. Akan diberikan nama apa yah?" Jieji lantas tertawa terbahak-bahak mendengar tuturan Yunying. Dia menjawabnya. "Yah.. Masih tetap Ilmu telapak 18 naga mendekam. Memang ada yang aneh?" Tetapi Yunying terlihat menggelengkan kepalanya. Dia segera menyapu dengan kain lengan bajunya di salah satu huruf dari jurus dahsyat ini. Dan dia menuliskan sebuah huruf yang baru. Dari sebuah kata "mendekam" yang dihapus, dia ubah menjadi "menaklukkan". Jadi 5 huruf aksara itu sekarang bertuliskan "Xian Lung She Ba Zang / 18 telapak penakluk naga."

BAB CXIX : Wisma Naga Emas, Tempat Tinggal Ketua Partai Jiu Qi Jieji melihat tulisan itu cukup lama juga. Lalu kemudian dia berkomentar. "Tidak... Bagaimana kau bisa berpikir sampai menamakan jurus? Kata "menaklukkan" tidak begitu enak di dengar..." Yunying terlihat semakin gencar. Dia menghapus semua aksara di meja, kemudian dia menulis lagi. "Apa ada hal yang tidak begitu baik dari kata menaklukkan?"

"Tentu... Jurus ini sebelumnya adalah jurus 18 telapak naga mendekam. Jika kita menghilangkan sebuah kata mendekam dan diubah menjadi menaklukkan, maka sungguh sangat tidak baik bagi para pendekar Kaybang(maksudnya Pei dan Yuan) yang telah menciptakan jurus-jurus dahsyat ini..." jelas Jieji dengan serius kepadanya. Terakhir, dengan agak terkejut Yunying menganggukkan kepalanya juga karena dia merasa apa tuturan Jieji memang sangat benar dan beralasan. Jika sengaja diubah menjadi kata "menaklukkan" tentu berarti maksudnya jurus tapak ini seakan memaksudkan bahwa "jurus baru" menaklukkan "jurus yang lama". Dan jika saja sampai terdengar oleh orang-orang dari dunia persilatan akan nama jurus ini, tentu mereka akan memaksudkan bahwa jurus baru ini dibuat atau diciptakan untuk menaklukkan jurus yang lama. Meski sebenarnya maksud Yunying adalah jurus baru ini bakal menaklukkan ilmu pemusnah raga yang sudah menjadi "naga" semenjak ribuan tahun silam. Oleh karena itu, dia sendiri tidak lagi berkomentar banyak. Lantas dia meminta pamit pada pemuda. Berselang seminggu kemudian... Jieji sudah memantapkan perubahan setiap posisi jurus baru. Kali ini tinggal tugas terakhir yang harus dilakukannya. Dan tugas terakhir melainkan adalah tugas yang paling rumit. Yaitu menyusun setiap jurus baru sehingga dari 1 tingkatan ke tingkatan di atasnya akan bertambah daya serangnya, juga mengatur dengan sangat cermat setiap perubahan jurus. Meski hanya 18 jurus saja, dia merasa cukup rumit. Sebab tidak ada orang yang benar bisa membantunya. Dia berpikir, jika saja ada Yuan Jielung alias Li Yu atau Pei Nanyang alias Zeng Qianhao disini. Tentu dia tidak perlu lagi untuk memeras otaknya sekeras ini. Tetapi inilah "tantangan" seorang pahlawan. Dia harus menjalaninya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Apakah dia sanggup atau tidak hanya akan terlihat saat pertarungannya dengan Ketua partai bunga senja dalam waktu dekat ini. Suatu saat, Di saat dirinya sedang keasyikan berlatih... Dia mendapati sebuah langkah lama, tetapi terkesan baru. Sebab langkah yang mendekati ruang latihannya adalah langkah dari wanita bertopeng. Hanya saja kali ini terasa lebih berat dari biasanya. Mendapati hal yang cukup janggal dia segera membuka mata, berdiri dan segera beranjak mendekati pintu. Pemuda merasa khawatir, jangan-jangan terjadi sesuatu padanya. Sebab langkah yang lebih berat dari biasanya bisa juga berarti seseorang mengalami cedera ataupun terluka tenaga dalam. Tetapi bagaimana mungkin ada orang di dunia yang sanggup mencederai wanita bertopeng alias Yunying. Memang dia menyeret sebelah kakinya mendatangi ruangan dimana Jieji berlatih. Dari tempat yang cukup jauh, pemuda sudah melihat gaya-nya yang seakan menyeret sebuah benda yang kelihatannya cukup berat. Lantas, dengan beranjak ke depan. Jieji berniat membantunya.

Tetapi, begitu mendekat. Pemuda juga sempat terkejut melihat benda yang sedang diseret oleh "Yunying". Adalah sebuah benda yang sepertinya terbuat dari besi dan sangat berat. Yang aneh disini adalah bentuknya. Benda berat memang kelihatan seperti pedang. Tetapi "pedang" aneh ini seakan berbentuk rantai yang menyambung dengan ujung yang runcing. Pemuda segera meminta pedang berat ini dari Yunying. Dia sempat memegang sebentar, tetapi alangkah terkejutnya ia. Sebab memang benda menyerupai pedang adalah sangat berat sekali. "Darimana kau dapatkan benda ini?" tanya Jieji yang merasa heran sekali. Yunying mengeluarkan sesuatu benda dari kantong bajunya. Lantas dia menunjukkan kepada Jieji. Adalah sebuah kunci berwarna perak yang pernah diberikan oleh Pencuri ulung kepadanya. Lantas, wanita ini menunjuk ke arah samping dari gubuk. "Disana aku mendapatkannya..." tutur wanita bertopeng ini dengan suara "aneh". Jieji adalah sangat terkejut menyaksikan wanita ini bisa berbicara. Tetapi wanita ini berbicara bukan dengan mulutnya. Dia terheran-heran sambil melihat "Yunying". Tetapi Yunying segera mengeluarkan benda dari kantong bajunya kembali. Kali ini sepertinya dia mengeluarkan 2 buah benda. Sebuah buku terlihat beserta sebuah topeng kulit lagi berada di tangannya. "Kau berbicara sesuai petunjuk buku?" tanya Jieji kemudian. "Betul... Tetapi suara yang keluar lewat tenaga dalam memang terasa sangat berat." tutur Yunying sambil tersenyum kepadanya. "Pencuri ulung itu sudah mempersiapkan ini dari awal. Sungguh heran sekali...." tutur Jieji sambil mengerutkan alis. Sementara itu, Yunying yang sebelah tangannya memegang topeng kulit. Berniat memasangkan topeng kulit ke wajah pemuda. "Nah... Cobalah..." Jieji masih terheran-heran. Tetapi karena dia merasa pencuri ulung bermaksud untuk menebus kekalahannya, maka dia berusaha mengikuti "permainan" dari sang pencuri. Tanpa menolak, pemuda segera memakai benda yang berupa kulit wajah. Dan tanpa perlu waktu yang lama. Jieji telah berganti wajah. Namun disini... Orang yang memasangkannya adalah orang yang paling terkejut. Sebab wajah di topeng ini dikenalinya. Dia hanya termangu-mangu mendapatinya. Adalah Jieji cukup heran mendapti perubahan di wajah Yunying. Lantas dia menanyainya. "Ada apa dengan wajahku? Apakah kau mengenalinya?" Yunying yang terkaget menyaksikan pemandangan di depan segera berusaha bersikap sewajarnya.

"Tidak.... Kamu berubah menjadi pria yang tampan sekali...." "Jadi wajah sebelumnya dariku adalah sangat jelek?" tanya Jieji seraya mengerutkan alis kepadanya. "Tidak.. Bukan itu maksudku..." tutur Yunying sambil melihat ke bawah. Sepertinya dia kurang berani melihat wajah barunya Xia Jieji. Tetapi pemuda memang sepertinya bersikap sangat penasaran pula. Dia ingin melihat wajahnya sendiri adalah sekarang sudah seperti bagaimana. Lantas dengan langkah cepat, dia mencari empang di sebelah selatan gubuk tempat tinggalnya. Sesaat... Setelah melihat ke wajah baru-nya. Jieji juga sangat terkejut. Sebab wajah topeng kulit ini juga sangat dikenalinya. Dia sampai gemetar mendapati wajah barunya itu. "Kau mengenali pria ini?" tanya Yunying kepadanya dengan wajah pura-pura heran. "Betul... Aku mengenalinya. Dia dulunya adalah musuh utamaku, Yue Liangxu..." tutur Jieji dengan tersenyum kepada wanita. "Sementara kau bisa memakai topeng ini. Karena tiada orang yang betul bisa mengenalimu. Mungkin akan aman mengingat sebenarnya Yue Liangxu adalah pendekar dari negeri Liao yang letaknya jauh sekali dari sini..." tutur Yunying kembali dengan suara tenaga dalam lewat perut. Jieji hanya mengangguk pelan saja... Dia berpikir, apa kerjaan pencuri ulung memang sungguh berguna baginya. Tetapi baginya memakai topeng kulit berwajahkan Yue Liangxu memang sangat merisihkan. Tetapi asalkan dia tidak melihat dirinya sendiri, maka baginya bukan masalah. Jieji mendapatkan sebuah hal yang aneh sekali, karena topeng kulit bukannya saja sangat pas melainkan juga sungguh nyaman dipakainya. Sesaat, dia berpikir tentang kepandaian pencuri ulung. Dia benar menyaluti kemampuannya menukar wajah demi wajah. Lantas dia melihat kembali pedang yang sangat berat itu. Dengan sebuah tarikan nafas, pemuda mengangkat pedang itu. Pedang tumpul dan berat sekali dengan ujung yang sangat runcing. Sesaat, dia berpikir tentang jurus pedang surga membelah. Memang menurutnya pedang sangat cocok untuk memainkan jurus pedang tangan kiri itu. Hanya saja kenapa bisa dibuat sampai sebegini berat? Rahasia pedang tangan kiri sebenarnya adalah dengan penyerangan terpusat ke "tusukan". Tidak ada jurus menyabet atau membelah seperti nama jurus itu. Sebab setiap jurus pedang tangan kiri sepertinya diakhiri dengan menusuk dan menusuk saja. Ilmu pedang surga membelah memang sungguh sakti mengingat ilmu pedang ketika menyerang selalu memancing lawan untuk mematahkan, terakhir malah serangan lawan menjadi senjata makan tuan. Dan setiap ilmu bertahan dari jurus pedang, sepertinya selalu "meminta" lawan untuk menghancurkan diri sendiri. Sesaat... Jieji sangat kagum luar biasa. Memang pedang di depannya sangat cocok sekali untuk

bertarung singkat mengingat pedang yang kokoh dan berat sangatlah memadai akan setiap jurus pedang yang terdiri dari 8 tingkatan. "Pencuri ulung benar adalah orang yang pintar sejagad. Dia sudah memperkirakan kesemuanya..." tutur Jieji sambil menghela nafas melihat ke Yunying. Tetapi baru saja Jieji menyelesaikan kata-katanya. Dia mendengar seruan seseorang. "Pencuri ulung? Sungguh sebuah pujian yang teramat tinggi...." Suara seseorang ini sungguh mirip atau persis dengan suara yang dikenalnya. Lantas dengan berpaling cepat ke arah terbitnya suara, Jieji melihat dengan wajah yang cukup heran. Adalah di sebuah pohon besar, seorang pemuda paruh baya muncul dari sana. Orang ini tiada lain adalah orang yang sungguh dikenali Jieji ataupun Yunying. Lantas sambil berteriak tertahan, pemuda terlihat girang sekali. "Ayah????" Tetapi dia hanya menyebut kata-kata ini karena spontanitasnya. Ketika pikirannya sudah mulai bekerja. Lantas dia memandang ke depan dengan wajah yang tidak senang. Memang benar, pemuda paruh baya yang keluar dari belakang pohon besar tiada lain adalah "Hikatsuka Oda". Mendengar seruan tiba-tiba dari Jieji, "Hikatsuka Oda" lantas tertawa keras sekali. Tetapi suaranya sudah berubah lagi menjadi suara seorang wanita. "Kau... Apa tidak capek setiap hari berubah menjadi orang lain?" tanya Jieji dengan nada yang kurang senang. Tetapi pemuda ini segera tertawa terbahak-bahak. Suara pemuda malah terkesan sangat janggal, sebab suara yang muncul adalah suara seorang wanita yang juga dikenal oleh keduanya. Adalah tentunya suara Lie Hui yang muncul kali ini. Dia beranjak ke depan sambil menunduk. Dan ketika dia sudah melihat ke depan, wajahnya telah berubah lagi. Kali ini adalah wajah Lie Hui telah muncul. Siapa lagi kalau bukan pencuri ulung yang telah sampai disana? "Aku sudah mengatakan kalau aku akan mengunjungimu..." tuturnya sambil tersenyum. Lantas dengan gaya mentereng dia masuk ke dalam gubuk. Jieji dan Yunying hanya terheran mengikutinya. Entah apa maksud pencuri ulung muncul kali ini. Tetapi dia sudah duduk di meja, diikuti oleh Jieji dan Yunying kemudiannya. "Apa kabarnya anda tuan Yue Liangxu?" tanyanya kemudian dengan wajah bersenyum ceria. Jieji hanya menggerutu saja. Dia tidak menjawabnya. Tetapi Yunying yang berada di sampingnya segera menuturkan kata-kata. "Terima kasih atas buku anda. Sekarang aku sudah bisa berbicara dengan bebas..." Pencuri ulung melihat wanita itu sebentar. Lantas dengan tersenyum dia berkata. "Itu adalah dasar ilmu mengganti suara. Dengan begitu maka kau tidak perlu dengan bercapai lelah menuliskan kata-kata di meja atau di lengan pemuda ini..."

Yunying hanya terlihat mengangguk pelan saja. Sedang Jieji segera bertanya kepadanya. "Apa maksud saudara kemari? Apakah ada sesuatu hal yang perlu dibicarakan?" Lie Hui palsu ini tertawa terbahak-bahak. Lantas setelah tertawanya berhenti dia berkata. "Benar... Anda adalah seorang detektif terkenal, jadi kita adalah bersifat kontradiksi satu sama lainnya seperti penjahat dan polisi. Jadi anda merasa bahwa keduanya tidak pantas duduk bersama? Begitu?" Mendapat jawaban itu, Jieji berpikir sebentar. Dia kemudian merasa cukup keterlaluan juga kata-katanya tadi. Lantas kemudian, dia berkata. "Tidak.. Bukan begitu.. Dengan datangnya anda kemari. Tentu ada sesuatu hal yang perlu dibicarakan?" Pencuri ulung segera tersenyum. Lantas tidak lama, dia telah berubah serius. Dia menuturkan kata-katanya. "Betul... Anda sudah tahu bahwa pertarungan anda dengan Huo sudah sangat dekat. Kau yakin bisa menang?" Jieji menjawabnya dengan sangat jujur. "Melawan seorang Huo Xiang bagiku bukan lagi masalah yang sangat besar. Hanya saja orang disekelilingnya..." Mendapat jawaban Jieji, tentu mau tidak mau pencuri ulung terkejut juga. Apa yang perlu disampaikan kepadanya sebelum dia datang menurutnya adalah informasi berharga. Tetapi detektif hebat ini sudah mengiranya 8 bagian adalah betul. Lantas kemudian dia heran sambil menanyainya. "Darimana kau bisa tahu bahwa Huo akan bermain curang?" Jieji tersenyum kepadanya. Dia lantas memberikan jawaban. "Huo tidak pernah tahu bahwa sesungguhnya tenaga dalamku sudah tidak bisa digunakan sebelumnya. Lantas mengira-ngira tentu dia tahu bahwa dirinya bukanlah tandinganku sama sekali. Tentu kali ini dia akan mengajak orang untuk bekerja sama yang maksudnya adalah bisa mengalahkanku meski main keroyokan. Aku memberinya waktu 1 tahun tiada lain bermaksud memberiku waktu 1 tahun untuk berlatih. Dia tidak pernah menyadarinya, maka kali ini tentu dia tidak akan datang secara sendirian..." Lie Hui palsu ini kontan terheran-heran. Lantas dia kembali menanyainya. "Kamu tahu siapa yang dia undang untuk bertarung melawanmu?" "Aku benar tidak tahu... Tetapi Zhu Xiang sudah ada di pihak mereka sejak awal. Dan sepertinya ketua partai Jiu Qi seharusnya juga bersama di pihak mereka. Hanya itu yang kutahu..." tutur Jieji sambil menengadahkan kepalanya. Yunying sangat heran sekali. Tetapi setelah mendengar semua tuturan Jieji, dia sudah mengerti segalanya. Tidak mungkin si tua Huo Xiang akan bertarung 1 lawan 1 secara jantan dengannya. "Dewa Lao sudah tidak berada di sini. Dia tidak bisa membantumu. Lantas bagaimana kamu punya keyakinan untuk menang?" tanya Lie Hui kembali kepadanya.

"Betul... Jika saja Dewa Lao ada dipihakku mungkin hasilnya akan seimbang atau kita lebih kuat." tutur Jieji kepadanya. Mendengar tuturan pemuda, Lie Hui tertawa terbahak-bahak sekali lagi. Lantas kemudian dia berkata dengan wajah yang masih tersenyum geli. "Bagaimana jika partai bunga senja memiliki seorang Yue Liangxu?" "Sudah pasti kita seperti burung biasa melawan burung phoenix.. Tetapi apakah benar Yue Liangxu benar hidup? Kabar dunia persilatan tengah mengatakan bahwa dia sudah tewas. Entah benar atau tidak kabar itu." tanya Jieji kepadanya. "Tidak perlu kamu terlalu takut. Meski benar Yue Liangxu hidup dengan baik, di pihakmu kan ada Xi Shi...." tutur Lie Hui dengan gaya menggoda melihat ke arah Yunying. "Xi Shi?" tanya Jieji yang sangat heran. "Maksudku tentu wanita ini... Dia sangat cantik tetapi kecantikannya benar seimbang dengan daya rusaknya." tutur Lie Hui sambil tertawa besar. Jieji memandang sebentar ke arah Yunying yang sedang tertunduk. Dia mengerti memang wanita ini sangat hebat. Sepak terjang wanita nan hebat sudah diketahuinya dan sekarang tenaga dalam miliknya sudah disalurkan kepadanya. Maka Jieji yakin bahwa wanita ini mempunyai kungfu no. 1 sejagad. Jika dia bisa bertarung melawan Yue Liangxu pun, maka Huo Xiang, bersama ketua partai Jiu Qi dan Zhu Xiang adalah 3 lawan yang harus bertarung melawan Jieji yang hanya sendirian. "Bagaimana dengan perkembangan jurusmu sendiri saat ini?" tanya Lie Hui kembali kepadanya. "Aku sudah menyelesaikan kesemuanya. Hanya saja belum bisa kupastikan bisa melawan ketiga orang itu atau tidak..." tutur Jieji sambil tersenyum. Mendengar suara keyakinan dari Jieji, Lie Hui lantas bertepuk tangan keras. "Betul.. Aku sudah tahu bahwa kau yakin bisa menandingi Huo Xiang. Hanya kedua orang lainnya masih jadi masalah bagimu kan? Aku mempunyai sebuah ide..." Jieji menatap dengan cukup heran kepadanya. Lantas dia bertanya. "Ide apa yang sudah didapati saudara disini?" "Sekarang kau pergi mengacau dahulu ke Partai Jiu Qi di India. Sementara aku akan mengirim surat ke Huo Xiang mengatakan bahwa pertandingan di batalkan. Lantas setelah selesai kamu mengacau, tentunya ketua partai Jiu Qi sudah tidak menjadi masalah lagi mengingat dia pasti "pulang kampung". Dan mengenai Zhu Xiang, sebarkanlah gosip bahwa Zhu berniat membangun kembali Dinasti Liang dengan merebut pasukannya Huo yaitu pasukan istana Persia. Tentu desas-desus tentang Zhu harus dilakukan dengan sangat baik dan membuat Huo si tolol itu curiga, dengan begitu Huo sendiri telah kehilangan pegangannya yang berarti. Saat itulah kau ajak dia bertarung. Dalam 2 bulan semua taktik sepertinya bisa diselesaikan..."

Yunying adalah orang yang paling girang. Dia tahu bahwa rencana itu tidak begitu sulit dilaksanakan sama sekali. Huo adalah orang yang berangasan dan pencuriga, untuk melaksanakan ide hebat dari Pencuri ulung tentu bukan masalah yang besar. Tetapi... "Tidak...." tutur Jieji yang segera menyela. "Ini bukan sikapku sebagai seorang laki-laki. Bagaimanapun sekitar setahun lalu, memang aku melepaskan Huo Xiang. Tetapi itu karena sebelumnya dia tidak tahu keadaan diriku. Dan saat itu juga, aku sudah berjanji akan bertarung 1 lawan 1 setahun kemudian. Jika dia ingin bermain curang sekalipun tetap kulayani..." "Betul seorang pria sejati... " tutur Pencuri ulung sambil menghela nafas. Jieji tahu dengan benar bahwa pencuri ulung memang sedang membantunya. Dia tahu benar untuk melaksanakan taktik dan muslihat yang dituturkan adalah sungguh sangat gampang. Dia bisa menghancurkan seluruh partai Jiu Qi bersama wanita bertopeng dengan tidak sulit, mengingat keadaannya sekarang dan Yunying memang sudah termasuk pasangan no. 1 yang kungfunya sudah tidak ada tandingannya. Dan memancing Huo Xiang memang bukanlah hal yang sulit sama sekali, karena menurutnya pria paruh baya itu memang sangat jarang menggunakan otaknya. "Tetapi medan pertarungan benar adalah penuh muslihat dari awal sampai akhir..." tutur Yunying yang memandang ke arah Jieji. Tetapi Jieji menggelengkan kepalanya. "Memang benar apa yang dituturkanmu. Tetapi aku menolak untuk menggunakan cara yang terlalu rumit itu meski akan sangat memadai sekali. Pertarungan ini akan kulakukan dengan baik meski aku harus bertanding dalam keadaan yang sesungguhnya tidak wajar." "Aneh... Seharusnya kamu tahu keadilan sudah tidak berpihak pada dirimu. Kenapa tetap saja kau jalani tanpa mencari jalan keluar lainnya?" tanya Pencuri ulung yang sepertinya cukup penasaran. "Dahulu... Ketika aku benar mengira bahwa isteri pertamaku, Yuan Xufen tewas gara-gara racun pemusnah raga. Aku berkeliling seluruh dunia untuk mencari arti "pemusnah raga" dan pencipta racun itu. Disini, aku membunuh banyak orang yang berkaitan dengan racun. Tetapi saat aku menyadari bahwa sebenarnya aku-lah penyebab utama kematiannya, aku sudah berubah sangat banyak sekali. Tidak pernah kupikirkan lagi untuk melenyapkan nyawa sesama manusia. Bukan karena diriku sudah melemah. Sebab menurutku kebenaran akan sebuah hal kadang sangat samar sekali. Apakah benar sesuatu kebaikan atau kejahatan adalah murni berasal dari hati manusia? Sampai sekarangpun aku belum bisa tahu segalanya. Manusia jahat mempunyai sisi baik yang tersembunyi di dalam hati, begitu pula manusia baik juga memiliki sifat jahat yang tersembunyi di dalam hatinya. Balas dendam kadangpun adalah sebuah hal yang sangat konyol sebab tiada yang tahu benar apa yang dimaksudkan dengan "keadilan" itu sendiri.." Mendengar tuturan panjang dan lebar dari Jieji. Pencuri ulung dan Yunying hanya bisa diam

saja sambil menghela nafas. Mereka berdua hanya diam saja dan terus berpikir, sedangkan Jieji hanya menengadahkan kepalanya ke atas. Dia mengaso sebentar untuk merelaksasikan pikirannya. Lie Hui alias pencuri ulung kemudian menuturkan sesuatu kembali kepadanya. "Di China daratan - pasukan sung, Liao - perbatasan, India - Kuil jetavana, Veluvana, Tibet Kuil Mao Shu serta Persia - Partai bunga senja, Partai surga mennari aku memiliki banyak anggota yang selalu memata-matai tindakan setiap orang dan partai. Dari sini aku sudah tahu bahwa sebenarnya sudah banyak sekali pendekar hebat berada di pihak Persia. Maka daripada itu, aku sendiri datang mengabarimu..." Jieji yang mendengar tuturan Lie Hui alias pencuri ulung. Lantas terlihat memberi hormat dengan sangat pelan kepadanya. "Sungguh ribuan terima kasihku atas adanya saudara disini. Tetapi... Dengan berkatanya saudara seperti demikian, sudah jelas bahwa saudara adalah orang yang berasal dari Partai Jiu Qi kan?" tanya Jieji dengan tersenyum kepadanya. Lie Hui memang agak heran. Lantas dengan berkerut dahi, dia menanyainya kembali. "Bagaimana kamu bisa mengira bahwa aku berasal dari partai itu?" Lantas Jieji tentu tersenyum. Dia menjelaskan kepada pencuri ulung. "Kau tadi mengatakan bahwa sudah ada mata-matamu di China daratan, Liao, Tibet, India, dan 2 partai di Persia. Lantas mengapa kau bisa tahu bahwa Ketua partai Jiu Qi juga ada di Persia, bukannya di partai Jiu Qi? Memang ini bukanlah pernyataan yang betul mutlak. Tetapi anda tidak mengatakan bahwa anda punya mata-mata di partai Jiu Qi tentu hal ini karena anda sendiri berasal dari sana, bukan begitu?" Pencuri ulung segera tertawa. Lantas dia menjawab. "1/2nya memang benar. Tapi 1/2nya lagi betul salah. Aku benar adalah salah satu tetua dari Partai Jiu Qi." Yunying yang sudah mendengar tuturan pencuri ulung, segera menanyainya. "Lantas apa maksud ketua Jiu Qi ingin menangkap nona yang mirip dengan Yuan Xufen?" "Yang ingin menangkap nona yang mirip dengan Yuan Xufen ataupun Wu Yunying sebenarnya bukan adalah ketua partai Jiu Qi. Dari sini aku memang tidak tahu benar siapa orangnya. Beberapa bulan yang lalu, orang ini datang sebagai "Yue Liangxu" ke partai bunga senja..." tutur Lie Hui dengan wajah yang sangat serius. "Apa? Dia datang sebagai Yue Liangxu? Jangan-jangan belum tentu benar dia adalah Yue Liangxu yang tadinya anda ceritakan. Dia datang ke partai bunga senja?" tanya Jieji yang sangat merasa aneh. "Betul... Dia memang datang dengan muka yang seperti anda sekarang. Dari sana, aku sangat tertarik dan membuat 1 lembar wajahnya itu. Tetapi bagaimana jika benar orang yang datang adalah Yue Liangxu? Ada sesuatu hal yang janggal lagi. Kau tahu? Ketua partai Jiu Qi juga salah seorang yang ahli menyamar sama sepertiku. Aku pernah mendengar bahwa Yue sudah tewas sekitar 2 tahun

yang lalu. Adalah di saat anda sudah meninggalkan Beiping 2 tahun kemudian. Tetapi sesungguhnya kabar kematian Yue memang sangatlah janggal sekali dan sampai sekarang belum sanggup kupecahkan..." (Disini, pencuri ulung juga menceritakan secara detail pertemuannya di sebelah selatan kota Anlu. Dia bertemu dengan seorang "Yue Liangxu" dan seorang pria lainnya lagi yang bersamanya dan bagaimana pencuri ulung mengikuti mereka dengan menyamar sebagai seorang dayang partai hingga dia melihat serta mendengar segala pembicaraan mereka di dalam balairung istana partai bunga senja) jelas Pencuri ulung sambil mengerutkan alisnya tanda dia sedang berpikir keras. "Lalu seorang lagi yang bersama Yue Liangxu adalah siapa?" tanya Jieji yang agak heran kemudian. "Yelu Xian....." jawab pencuri ulung dengan singkat saja. "Berarti benar... Orang yang datang bukanlah Yelu Xian ataupun Yue Liangxu yang asli..." tutur Jieji. "Tetapi... Mata-mataku melaporkan bahwa Yelu Xian sudah tidak ada di perkemahan Liao..." tutur Pencuri ulung dengan kelihatan agak bersemangat. "Hm... Yelu Xian tidak mungkin meninggalkan Liao dengan cara seperti demikian. Mungkin saja kedua orang ada hubungannya dengan Liao. Tetapi disini aku yakin sekali bahwa Yue Liangxu bukanlah Yue Liangxu asli dan Yelu Xian bukan juga Yelu Xian asli." tutur Jieji sambil tersenyum. "Maksud anda adalah, Yeluxian di Liao juga sudah menyamar? Dan kenapa Yelu Xian palsu kemari tentu adalah untuk membicarakan tentang pertarungan saja dan pertempuran di timur daratan China?" tanya pencuri ulung kemudian. "Betul.. Kalau begitu memang benar adanya. Huo Xiang malah telah menjadi biji catur mereka semua..." tutur Jieji sambil tersenyum manis. Mendengar tuturan pemuda, pencuri ulung sangatlah terkejut. Jieji betul tidak berada di sana saat itu. Tetapi dia bisa tahu dengan secara mendetail segala hal hanya mendengar cerita saja. Sesaat, dia kagum kepadanya. Namun, segera dia mengajukan permohonan kepada pemuda lagi. "Bagaimana kalau besok kita pagi-pagi berangkat untuk menyelidik ke dalam partai bunga senja?" "Apa yang kau katakan itu adalah hal serius?" tanya Yunying kepadanya secara spontan. Jieji yang mendengar kata "menyelidik" tentu sangat senang sekali. Dia segera mengiyakannya. Tetapi kembali Yunying mencegahnya. "Kamu harus berlatih lagi..." Jieji menggelengkan kepalanya. Lantas dia berkata. "Semua jurus gerakan 18 telapak naga mendekam sudah ada di otakku. Untuk

memantapkannya 1 tahap demi tahap adalah tergantung waktu dan jam terbang pertarungan. Lantas tidak ada gunanya lagi jika aku berdiam disini sekalipun..." Pencuri ulung segera tersenyum. Segera saja, dia mengeluarkan banyak alat dari balik bajunya. Sampai keduanya pun heran. Bagaimana mungkin orang ini selalu membawa sedemikian banyaknya peralatan sambil berjalan-jalan. Keduanya hanya lantas terlihat menggelengkan kepalanya. *** 2 Minggu kemudian... Tiga orang sudah sampai di utara wilayah Persia. Seperti yang diketahui, wilayah utara dari daerah Persia adalah seluruhnya daerah kekuasaan Partai bunga senja. Raja dari Persia sekarang sudah di bawah naungan Partai bunga senja. Segala keputusan diputuskan oleh Thing-thing yang merupakan puteri dari Huo Xiang. Sementara itu, dalam beberapa bulan terakhir, Huo memang sangat rajin berlatih Ilmu pemusnah raga. Mereka bertiga mendengar cukup banyak gosip tentang "dunia persilatan utara" itu. Tiada orang yang tiada tahu bahwa sekarang Huo sedang mengurung diri memperdalam ilmu-nya. Mengenai kabar 2 orang (Yue Liangxu dan Yelu Xian) yang berada di Persia memang sangat jarang sekali diketahui orang. Melalui penyelidikan demi penyelidikan memang mereka mendapati bahwa kedua orang ini sempat berada di Partai dan tinggal dalam jangka waktu yang tidaklah lama. Sekarang, dimana keduanya berada tidak pernah diketahui orang-orang di sana. Adalah ketiga orang yang nampak berjalan terlunta-lunta di sebuah sudut kota utara yang sangat sepi sekali. Ketiganya adalah 2 orang kakek reyot dan seorang nenek peot. Cara berjalan mereka memang sudah sangat kepayahan, sehingga acap kali terlihat mereka saling membantu satu sama lainnya. Tentu ketiga orang ini adalah dalam penyamaran. Adalah Jieji dan Yunying yang tiada habis pikir mengapa harus berpakaian yang terlihat bongkok dan jalan pun terasa sangat susah sekali. "Bagaimana? Sepertinya kabar tentang Yue Liangxu dan Yelu Xian sudah tidak terdengar lagi... Apakah kita harus pergi dengan cara demikian?" tanya seorang nenek peot dengan suara tenaga dalam yang sangat kecil dan nyaris tidak terdengar. "Kalau tidak ada kabar mengenai keduanya. Bisa kita cari ketua partai Jiu Qi dahulu." tutur Kakek reyot yang matanya buta sebelah. Ini adalah penyamaran baru dari pencuri ulung itu. Lantas mendengar tuturan kakek ini, seorang kakek lainnya menanyainya. "Kau tahu dimana ketua partai Jiu Qi berada?" "Tentu...." jawabnya dengan suara yang sangat pelan. Tetapi kakek ini segera tertawa terkekehkekeh melihat ke arah nenek peot. Nenek peot ini lantas mengerutkan alisnya tanda bahwa dia tidak mengerti maksudnya. 2 Hari kemudian... Di Wisma Naga emas, sebelah barat 20 li dari Partai bunga senja...

Seorang nona manis telah duduk di kursi. Wajahnya sungguh sangat manis dengan mata berbentuk bulat indah dan pipinya terlihat cukup tembem serta merona merah. Tetapi dari lingkar wajah, semua bisa melihat bahwa nona ini adalah orang yang sangat cantik meski kelihatan cukup "berisi". Seorang pria paruh baya sedang berdiri di sampingnya, wajahnya penuh rasa mesum sambil sepertinya sedang menunggu sesuatu melihat ke arah pintu luar. Beberapa lama kemudian... Di ruangan yang tadinya hanya terdiri dari 2 orang. Segera masuk beberapa orang yang baru. Kesemuanya memakai baju berwarna kuning emas. Sepertinya ini adalah seragam yang dipakai oleh setiap orang di wisma ini. Lantas kesemuanya telah berbaris sangat rapi di kiri dan kanan dengan segera saja. Dan Kesemua orang seperti sedang menunggu seseorang yang bakal sampai kemari. Kelihatan bahwa para "pengawal" ini cukup angker dengan golok siap di tangan kiri yang sengaja diberdirikan. Sesaat kemudian... Suara langkah sudah bisa dirasakan bergetar hebat di tanah kemudiannya. Sebuah langkah yang terasa sangat berat diikuti langkah dari belakang juga sama beratnya. Terasa juga dua pasang kaki yang cukup ringan berada di belakang orang yang berjalan sangat berat itu. Mereka kesemua yang terdiri dari 3 orang telah mulai memasuki ruangan. Ketiga orang ini yang ditengah adalah sebuah baju besi yang tidak kelihatan bentuk tubuh bergerak. Inilah yang tadinya membuat tanah seakan bergetar akan langkah-langkahnya. Sedangkan 2 orang di belakang adalah seorang pemuda berwajah agung sedang berpakaian sastrawan tetapi di tangannya terlihat sedang memegang kipas yang cukup besar juga. Di samping pria berkharisma itu, terlihat seorang pemuda paruh baya yang lain. Nona cantik yang terlihat cukup berisi di pipi itu segera memandang ketiga orang yang baru saja masuk. Sesaat, dia sangat terkejut sekali. Dia sempat memandang ke arah pemuda paruh baya yang sedang bersenyum mesum tadinya. Tetapi senyuman mesum-nya juga telah berubah sekarang menjadi sangat kaget sekali menyaksikan arah kiri dari si baju besi. Tiada lain karena orang ini sangat dikenalinya sendiri.

BAB CXX : Pagoda Wisma Naga Emas Porak Poranda Pemuda sebelah kiri yang masuk ini sungguh dikenali oleh pria yang tadinya bersenyum mesum itu. Dan nona berpipi yang agak tembem juga mengenal orang ini dengan sangat baik. Karena tiada lain orang ini adalah "Pahlawan dari Selatan" alias Xia Jieji. Nona berpipi temben tentu adalah Yunying yang sedang menyamar itu. Melihat "Xia Jieji" yang sedang mentereng membuatnya berkeringat dingin kontan. Disini... Memang pemuda paruh baya yang bersenyum mesum tiada lain adalah pencuri ulung. Dia sempat terkaget luar biasa juga ketika melihat orang yang masuk adalah Jieji. Tetapi dia tahu dengan baik, bahwa orang itu sedang menyamar menjadi "Pahlawan Selatan".

Oleh karena itu, dengan segera dia telah dapat mengontrol dirinya dengan baik. Lantas wajahnya kembali berubah mesum. Dia berjalan mendekati ke arah 3 orang yang berdiri mentereng. Lantas dia berkata. "Tuan-tuan sekalian... Apakah memang benar nona disini adalah nona yang kalian cari?" Adalah Pahlawan dari selatan itu yang maju untuk mendekati gadis yang menunduk diam dan kelihatan takut. Dengan sebelah tangan yang memegang kipas, dia mengangkat dagu nona berpipi temben. Lantas dia tersenyum menggoda ke arah nona. "Dia bukan orang yang kita cari. Tetapi, sangat mirip sekali kecuali kedua pipinya..." tutur "Xia Jieji" palsu itu. Tetapi adalah hal yang sangat mengherankan sekali. Jieji disini bersuara seperti suara aslinya. Adalah pencuri ulung yang tahu dengan benar. Orang ini sedang mengganti suaranya supaya persis. Yunying yang mendengar perkataan pemuda, memang sudah tahu dengan benar bahwa suara orang memang cukup mirip dengan suara suaminya. Yang berbeda hanya adalah cara logat berbicara. Yunying berpikir cermat "Orang ini berbicara dengan suara yang cukup lembut tetapi terasa menjijikkan. Tidak sama dengan Xia Jieji asli yang berbicara dengan gaya dan logatnya yang seakan sok hebat." "Jadi benar dia mirip dengan Yuan Xufen?" kemudian terdengar tuturan suara yang muncul dari balik baju besi yang sedang berdiri dengan kokoh. "Jieji" palsu segera berbalik ke arahnya. Dia mengangguk pelan saja. Tetapi, dia langsung memberi tanda kepada pengawal di samping. Pengawal sepertinya mengerti, mereka langsung maju mendekati wanita berpipi tembem itu. Sementara, pencuri ulung yang berwajahkan pemuda paruh baya yang kelihatan mesum segera beranjak maju. "Benarkan tuan-tuan sekalian..Anda semua berniat menyimpannya bukan? Sekarang aku menuntut imbalan...." Sepertinya disini, pencuri ulung menyamar jadi germo yang mencari wanita-wanita. Sudah bukan rahasia lagi kalau ketua partai Jiu Qi mencari wanita cantik di seluruh jagad untuk diperiksa wajahnya. Jika sudah benar adalah mirip Yuan Xufen, maka mereka akan membawanya untuk "disimpan". Tidak ada yang tahu bahwa sudah berapa wanita yang mereka "simpan". Disini memang ada hal yang sangat aneh, sebab entah apa tujuan dari mereka, yang jelas tentunya sudah tidak baik. Pria yang berwajah Xia Jieji segera mengangkat tangannya tinggi. Lantas pengawal dari belakangnya segera maju. Mereka mempersembahkan cukup banyak uang emas kepadanya. "Kau sudah boleh pergi..." tuturnya kemudian. Tetapi pencuri ulung segera berkata kepadanya. "Nona ini meski mirip dengan wanita di lukisan anda. Tetapi sayangnya... Sayangnya...."

"Sayangnya apa?" tanya seorang pemuda paruh baya dengan suara kasar yang berada di samping kanannya orang berbaju besi. Dia adalah orang yang berpenampakan sama dengan Yelu Xian. "Sayangnya dia bisu..." tutur pencuri ulung dengan menunduk dan sepertinya sangat ketakutan. "Apa katamu????" tutur Yelu Xian yang seakan berwajah marah. "Betul.. Dia bisu..." tutur pencuri ulung dengan wajah yang terlihat amat ketakutan sekali. Sementara, "Jieji" palsu itu segera menengahi. "Tidak mengapa... Bawa masuk saja sekalian dengan dia. Jika tidak cocok, maka baru saja bertindak." Yelu Xian hanya mengangguk perlahan saja. Di sorot matanya memang masih tampak kemarahan yang tidaklah sirna. Lalu sambil ketakutan, pencuri ulung berjalan ke belakang dengan kepala menunduk. Dan memang benar... Sepertinya mereka segera keluar dari ruangan ini. Wisma Naga emas memang bukan wisma yang kecil. Besarnya mungkin jauh lebih luas dari Wisma Sembilan Keanehan di Wilayah barat kota Chengdu. Mereka berjalan cukup lama juga, melewati gang pergang. Tetapi pengawal yang berpakaian emas yang jumlahnya mungkin 20 orang lebih juga ikut mengawal "Yunying" ke arah yang dituju. Wisma Naga Emas memang seperti istana para pangeran layaknya. Karena berjalan beberapa tindak, lantas mereka bertemu dengan pengawal. Dan berjalan beberapa tindak kemudian, mereka langsung ketemu dengan dayang. Mungkin penghuni disini jumlahnya lebih dari ratusan orang. Perlu waktu sekitar 1/2 jam kemudian, mereka akhirnya telah sampai. Di depan ruangan sama sekali tidak terlihat pengawal yang berjaga. Dan ruangan pun sepertinya terpisah dengan ruangan-ruangan lain yang saling sambung-menyambung itu. Tempat ini meski dilihat dari luar sudah bisa dipastikan sangat luas. Mungkin hanya ruangan ini saja sudah mencapai lebar 100 kaki lebih. Dari dalam, sepertinya sudah ada manusia yang menunggu. Dia hanya memanggil pelan. "Masuk saja..." Mendengar tuturan seorang pemuda. Para pengawal segera membukakan pintu yang cukup luas dan tinggi. Bersamaan dengan terbukanya pintu, 20 pengawal segera mengawal mereka berdua masuk. Disini, yang heran tiada lain adalah ketiga orang yaitu si baju besi, "Xia Jieji" dan Yelu Xian malah tidak menampakkan diri. Lantas pencuri ulung sambil menyorot ke depan bisa melihat jelas. Sebuah bayangan memang terpampang di tirai yang cukup tebal. Dan kemungkinan besar orang ini adalah seorang pria karena mendengar suaranya yang bukan seakan-akan dibuat.

Pencuri ulung adalah orang yang sangat jago mendengar suara setiap orang, dan kemudian dia berusaha untuk menirunya. Bagaimanapun dia tahu bahwa orang di depannya memang sedang "mengganti" suara. Tetapi dari nadanya memang dia adalah pria. "Kau mengatakan bahwa wanita ini adalah bisu?" tanyanya kemudian kepada pencuri ulung. Mendapat pertanyaan seperti ini tentu membuatnya terkejut. Bagaimana mungkin pria ini bisa tahu percakapan dia dengan "Xia Jieji" tadinya. Lantas dengan berkeringat dingin, dia menjawab. "Betul.. Meski dia adalah seorang wanita bisu. Tetapi katanya dia cukup mirip dengan gadis yang kita cari." tutur suara itu kembali. "Benar sekali. Oleh karena itu, disini aku hanya ingin menerjemahkan apa kata-kata wanita ini..." tutur pencuri ulung kembali. "Apakah kau sehat-sehat saja wanita cantik?" tanya suara dari balik tirai itu. Yunying tentu tahu bahwa suara pria ini sedang menyapanya. Lantas dia menganggukkan kepalanya perlahan. Tetapi dia arahkan mukanya ke germo dan bukannya ke arah tirai. "Dia berkata dia baik-baik saja..." tutur germo alias pencuri ulung untuk menerjemahkan sikap wanita ini. "Dia tidak ada masalah dengan kesehatannya?" tanya suara dari balik tirai. "Tidak ada... Dia betul sangat sehat..." jawab pencuri ulung karena melihat gaya tangan wanita tembem. "Kalau begitu... Pengawal!!! Tangkap kedua orang ini............" teriaknya dengan keras dan seakan dari nadanya terasa kemarahan yang tinggi sekali. Adalah pencuri ulung sangat terkejut. Lantas dengan gaya penasaran, dia menanyai pria yang di balik tirai. "Kenapa? Kenapa kita harus ditangkap?" "Ha Ha... Kau bisa menipu banyak orang. Bagaimana kau bisa menipu diriku? Adik seperguruan?" tutur suara itu kembali dan terdengar dia masih tertawa terbahak-bahak. Para pengawal sudah beranjak mendekati mereka berdua sambil menyiapkan golok. Pencuri ulung memang tidak habis pikir, kenapa penyamarannya bisa terbongkar. Sesaat, dia terkejut kemudian. Dia sudah tahu kenapa tadinya orang itu menanyai kesehatan wanita berpipi tembem. "Seharusnya kau tahu. Orang yang menyimpan tenaga dalamnya akan terasa lebih lemah gerakannya dari orang biasa. Ketika kutanyai wanita ini sehat atau tidak, kenapa dia bisa menjawab bahwa dia baik-baik saja?" tanyanya ke arah pencuri ulung.

"Hm... Kau pikir bisa menangkap diriku?" tutur pencuri ulung sambil tersenyum kepadanya. Kali ini dia sudah membuka topeng kulit pria paruh baya yang sudah melekat di wajahnya. Sekarang, wajahnya yang terpampang tiada lain adalah Lie Hui, wanita cantik. Sedangkan pemuda yang di balik tirai segera maju sambil menyingkap tirai itu. Sudah terlihat disini adalah seorang pemuda paruh baya. Di wajahnya terhias kumis dan jenggot yang cukup lebat. Pencuri ulung tentu mengenal orang ini dengan baik dan tiada lain dia memang adalah Ketua partai Jiu Qi. "Kau memang tidak mudah ditangkap mengingat kau memiliki banyak tipu muslihatnya. Tetapi gadis ini tentu mudah saja bagiku untuk menangkapnya." tutur pemuda yang tiada lain adalah ketua partai Jiu Qi. Yang anehnya sekarang, dari balik tirai kembali muncul 2 orang. Dua orang yang tadinya memang sudah berada di ruangan sebelumnya. Kedua orang ini adalah Xia Jieji serta Yelu Xian. "Jadi kau sudah tahu sejak awal kakak seperguruan? Eh.. Tepatnya putra kaisar dari Tang akhir, Lie Fei." tutur pencuri ulung sambil tersenyum sinis ke arah ketua partai Jiu Qi. (Kaisar terakhir dari Dinasti Tang akhir(Later Tang) adalah Li Zhu yang bergelar kaisar Ai Di. Kaisar Ai Di digosipkan teracun tewas akibat perbuatan Zhu Wen atau leluhur dari Zhu Xiang dari Dinasti Liang akhir. Tetapi Ai Di memang tidak tewas, karena semenjak hari yang mengabarkan dirinya telah tewas diracuni oleh Zhu Wen. Tetapi malah Ai Di bersembunyi di Hutan misteri Mongolia kuno. Terakhir, dia kalah dalam pertarungan hebatnya dengan Xia Jieji yang harus di bayarnya dengan nyawa) Mendengar tuturan adik seperguruannya, orang yang memakai baju besi segera tertawa besar. Suaranya yang keras membuktikan bahwa tenaga dalamnya memang sangat tinggi sekali. Dan ruangan tempatnya berada sempat terlihat bergetar sebentar. "Adik seperguruan... Dahulu, guru hanya menurunkan 3 ilmu keanehan kepadaku. Tetapi kamu justru dituruni sampai 8 keanehan. Ini membuktikan bahwa memang guru lebih menyayangi dirimu dari pada diriku. Sekarang, aku sudah menguasai kesembilan dari keanehan itu sendiri. Lantas, kamu benar sudah tidak berguna untukku..." Tutur ketua partai Jiu Qi, tetapi dia bertindak aneh kembali. Dia menutup wajahnya kembali dengan tutup kepala besi kemudian. Partai Jiu Qi (sembilan keanehan) memiliki 9 kemampuan khusus. Kesemuanya kemampuan khusus itu tiada lain adalah mencakup kungfu, sastra, militer, penyamaran, kecepatan, tipumuslihat, kemampuan berkarya, Menciptakan senjata, dan sifat dermawan. Disebut 9 keanehan karena di antara kesemua kemampuan adalah tiada wajarnya jika diteliti oleh orang lain. Tetapi kesemuanya justru adalah keahlian yang wajib dimiliki oleh "Ketua" partai Jiu Qi. Siapa yang memiliki kemampuan yang terbanyak maka dia-lah orang yang berhak menjadi ketua di partai. Setelah dipikir-pikir, malah Partai ini memang sungguh "aneh". "Kakak seperguruan... Sebenarnya partai Jiu Qi dibangun di saat kekacauan yang bersilih ganti di China daratan. Tugas utama partai Jiu Qi sangat mulia yaitu membantu "Naga sejati" membangun negara.

Tetapi, setelah dirimu menjabat. Kau telah mengganti 2 di antara 9 keanehan itu. Kau adalah murid yang laknat, lantas berdasarkan apa kau bisa mengajakku berdebat tentang hal partai?" "Apa maksudmu?" tutur si Baju besi yang terlihat cukup marah dari nada suaranya. "Kau telah mengganti dua yaitu Kungfu dan sastra..." "Kungfu dan sastra?" tanya baju besi kembali. "Betul... Kungfu kau ganti menjadi gemar paras elok. Dan sastra kau ganti menjadi perampokan dan pemerkosaan. Lantas disini apa pantas kau berbicara tentang partai dan perguruan kita?" tutur Pencuri ulung dengan nada yang sangat sinis ke arahnya. Mendengar perkataan pencuri ulung, sebenarnya terlihat betapa marahnya ketua partai Jiu Qi ini. Dia ingin sekali menghabisi adik seperguruannya yang telah sangat lancang. Lantas kemudian dia kembali bertutur. "Kau mengatakan kemampuan kungfu telah kuubah, dengan begitu berarti bahwa kungfu-mu sudah sangat tinggi dan mengatakan kalau kungfu-ku tiada apa-apanya. Bukan begitu adik seperguruan?" "Betul.. Itulah maksudku..." tutur pencuri ulung dengan tertawa. Tetapi dengan gaya tertawanya, sepertinya sesuatu benda telah terlepas dari bajunya. Dengan segera, Ketua partai Jiu Qi yang bernama Lie Fei berteriak. "Awas!!! Itu bom asap!!!" Tentu saja ketua ini bersikap sangat waspada. Mengingat jika saja bom asap ditaburi racun, maka cukup gawat juga kesemua orang di dalam ruangan ini. Dengan sangat cepat, dia kemudian menghancurkan atap dari ruangan itu. Sementara, kesemua orang sepertinya cukup panik. Tentu-nya terkecuali 3 orang lainnya yaitu Lie Fei, "Xia Jieji" dan Yelu Xian. Sepertinya ketiga orang ini segera menerjang lewat atap dengan ilmu yang sangat tinggi. Dengan sesegera, ketiganya sudah berada di atas atap. Dan ketiganya seperti sedang menyapu seluruh empat penjuru dengan mata mereka masing-masing. "Itu dia...." teriak "Xia Jieji" palsu dengan menunjuk. Lantas Lie Fei, ketua partai Jiu Qi dan Yelu Xian sempat menengok ke arah yang ditunjuk. Kelihatan 3 orang sedang berlari dengan ringan tubuh. Yang aneh bagi mereka adalah orang terakhir yang lari belakangan. Adalah seorang pemuda yang berpakaian keemasan dengan memegang golok di tangan. Sepertinya pemuda ini juga menyamar menjadi salah seorang "anggota" mereka. "Mereka rupanya terdiri dari 3 orang...." tutur Lie Fei dengan baju besi berat yang masih tetap dipakainya. "Terjang!!!" teriak Yelu Xian dengan segera. Ketiga orang dari atap segera turun dan maju ke depan dengan ilmu ringan tubuh yang tidak kalah tingginya dari mereka bertiga.

Pengejaran pun sudah dilakukan oleh ketiganya. Adalah di satu sudut dari Wisma ini. Terlihat di depan adalah terdapat pagoda pemujaan yang sungguh sangat luas adanya. Tetapi di belakang pagoda sepertinya telah menunggu seseorang. Dia berdiri dengan sangat agung sambil menantikan ketiga orang yang kabur itu menuju ke tempatnya. "Di depan terdapat hawa yang sangat dahsyat...." tutur pemuda berpakaian emas dan memegang golok dalam keadaan berlari kencang. Tiada lain tentunya pemuda ini adalah Xia Jieji asli adanya. Dia sudah sejak awal berada di ruangan. Dengan sedikit penyamaran sebagai pengawal partai, sebenarnya dia juga ikut dalam aksi yang dipimpin pencuri ulung kali ini. Kedua orang temannya segera berhenti saja karena bukan Jieji seorang saja yang merasakan adanya keanehan di depan. Mereka berdua tahu, kali ini tentu kesemuanya harus diselesaikan lewat pertarungan. Jieji sudah merasakan bahwa hawa di depan itu yang masih berjarak sekitar 1/2 li bukan hawa manusia sembarangan. Lawan terhebat yang pernah ditemuinya tentu adalah Yue Liangxu. Tetapi Yue tidak pernah sekalipun menggunakan semua kemampuannya ketika mereka bertarung. Namun, orang di depan ini sungguh berbeda. Dari jauh saja, mereka bertiga memang sudah merasakan bahwa lawan di depan bukan orang yang mudah dihadapi. "Pendekar di depan... Tunjukkanlah dirimu...." tutur Pencuri ulung sambil menggunakan tenaga dalam tinggi untuk memanggil ke arah pagoda. Sementara itu, ketiga pengejar juga sudah sampai. Ketiganya berdiri mentereng menghadap ke arah Jieji bertiga. Jarak mereka terpaut juga tidak begitu jauh paling 30 kaki saja. Dengan tanpa bersuara diikuti angin santai yang berhembus. Seseorang sudah sampai juga disana. Sekarang terlihat 3 orang di belakang, dan 1 orang di depan sudah menantikan. Adalah Jieji dan Yunying yang cukup merasa terkejut melihat pemandangan di depan mereka. Seorang tua berdiri dengan rambut terurai memutih. Wajahnya sekilas terlihat agung. Dia memegang tongkat di sebelah kiri tangannya dan di sebelah tangan kanan sepertinya memegang sebuah bola kristal. Matanya bersorotkan sebuah sinar memerah sarat dengan pembunuhan. "Tetua.... Mereka bertiga adalah penyusup... Entah apa tujuannya, tetapi wanita berpakaian ungu itu adalah adik seperguruanku..." tutur si baju besi sambil memberi hormat ke depan. Orang tua ini tersenyum mengangguk saja. Lantas tidak berapa lama, dia berkata. "Apa tujuan kalian bertiga kemari?" "Kami hanya datang untuk meminjam kakus. Setelah selesai, kita bertiga akan meninggalkan tempat ini. Apa ada yang aneh?" tutur Lie Hui alias pencuri ulung. "Kakus? Bukankah kakus ada di belakang rumah? Kenapa kalian malah beranjak ke depan?" tutur orang tua ini yang sempat bergaya cukup aneh. Dia mengerutkan alisnya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sebenarnya tindakan orang tua ini memang terasa sangat aneh betul. Hanya Jieji yang mengerti apa maksud perkataannya. Dia berkata kepada kedua temannya dengan pelan. "Orang tua ini bukan orang sembarangan. Hawa di tubuhnya juga mengandung hawa pemusnah raga.."

Jieji tahu benar. Dahulu ketika dia bertarung hebat melawan Li Zhu di hutan misteri mongolia. Dia juga merasakan hawa yang sama antara orang tua ini dengan Li Zhu, Kaisar Ai Di dari Dinasti Tang. Terlihat Yunying dan Lie Hui mengangguk perlahan saja. Lantas Lie Hui dengan berani menjawab kepada orang tua. "Di belakang kakus itu sudah dipakai oleh ketiga teman kita di belakang ini. Sekarang setelah membuang hajat, lantas kita ingin meninggalkan tempat." "Oh? Jadi begitu?" tutur orang tua ini. Lantas dia mengayunkan tangannya pelan ke depan. Tetapi... Berbareng ayunan dan lambaian tangannya ke depan. Segera muncul hawa luar biasa dahsyat berwarna unguh kehitaman yang sangat kencang mengancam Lie Hui. Tentu Jieji dan Yunying segera terkejut luar biasa. Adalah Jieji sangat tanggap adanya, dengan mengayun tangannya juga. Hawa yang datang secepat kilat itu telah buyar. Dan alhasil, hawa pembuyaran itu segera meretakkan tanah di sekitar mereka radius 30 kaki lebih. "Hebat anak muda.... Jurus 18 telapak naga mendekam milik Pei Nanyang alias Zeng Qianhao betul jurus hebat." tutur orang tua ini sambil tersenyum ke arah Jieji. Jieji memandang lurus ke depan. Dia merasakan hawa energi yang telah membuat tangannya kesemutan itu memang dahsyat sekali. Ini adalah cara menyerang dari Ilmu pemusnah raga. Dan kemampuan orang tua ini jelas tidak di bawah Li Zhu pikirnya. Tadinya Jieji menggunakan jurus ketujuh dari Ilmu 18 telapak naga mendekam. Dia memindahkan energi dahsyat itu ke tanah dan mengakibatkan tanah sudah retak hebat sekali. "Tetapi jurus tingkat kedua pemusnah raga anda juga tidak kalah hebatnya..." tutur Jieji membalas dirinya tentu sambil tersenyum. Orang tua ini tertawa terbahak-bahak. Lantas dia mengatakan. "Tidak disangka ketua partai pengemis, Yuan Jielung juga berada disini. Ini akan menjadi sebuah pertarungan yang sungguh mengasyikkan..." Orang tua mengira Jieji adalah Yuan Jielung adanya. Tentu perkiraan orang tua membuat Jieji tidak kalah senangnya. Tetapi dia tidak menunjukkan kesenangan di hatinya itu. Tentu lebih bagus orang mengiranya adalah Yuan Jielung ketimbang orang tahu dia adalah Xia Jieji sendiri menurut pemuda ini. "Kita kepung mereka semua, aku ingin tahu seorang Yuan Jielung bisa berbuat apa?" tutur "Xia Jieji" palsu itu sambil menunjuk ke depan. "Kau pergi dahulu... Aku akan melindungimu..." tutur Jieji pelan kepada Lie Hui alias pencuri ulung. Jieji tahu bahwa dia adalah yang paling lemah diantara mereka bertiga. "Tetapi......" tutur pencuri ulung sambil mengerutkan alis. "Kita berdua tidak akan ada apa-apanya disini... Tenang saja..." tutur pemuda kembali.

Yunying mengiyakan dengan mengangguk kepalanya perlahan. Memang benar, pencuri ulung segera melepaskan bom asap sekali ini lagi. Dengan bersamaan dengan bom asap. Ketiga orang di belakang dan seorang kakek di depan terlihat mundur 10 langkah. Pencuri ulung dengan ilmu meringankan tubuh hebat, segera beranjak ke samping. Tetapi... Jieji merasakan sebuah hawa yang dahsyat yang segera mengikuti pergerakan Lie Hui itu. Dengan tidak ayal, dia segera melayang secepat kilat juga untuk melindunginya. Sementara itu, ketiga orang yang tadinya di belakang sepertinya juga mengejar seorang Lie Hui yang ingin kabur. Ketiganya merasakan hal yang sama yaitu sebuah energi seakan meninggalkan tempat dari tanah tempatnya berpijak. Dengan teriakan hebat, Jieji segera memutar lengan kananya setelah merasakan hawa hebat itu berada di sampingnya. Orang tua tidak mengejarnya. Tetapi dia merapal sebuah jurus penyerangan jarak jauh untuk "melumpuhkan" pencuri ulung yang mencoba kabur. Dengan gerakan sangat cepat dan kuat, gelombang energi yang menyerang itu segera dipentalkan ke arah penyerangnya. Dan sesaat kemudian, terdengar ledakan dahsyat. Karena kepulan asap masih hebat, tidak ada yang tahu suara ledakan itu terjadi karena hal apa. Namun dari arah belakang punggung, Jieji sudah merasakan tiga buah tapak yang segera di arahkan ke sasarannya. Memang benar kali ini cukup gawat bagi pemuda. Karena baru saja dia mengeliminasi energi kakek tua. Ketiga orang lainnya sudah menyerangnya secara dahsyat. Sungguh sangat kontras sekali. Asap memang sudah menyebar kemana-mana. Dan di tempat lapangan luas itu tidak ada orang yang bisa melihat satu sama lainnya lagi. Kesemua orang yang menyerang maupun bertahan hanya seperti bertarung dalam keadaan tutup mata. Adalah di saat yang terasa sangat berbahaya sekali bagi Jieji. Dia merasakan adanya "hawa lain" yang membelakangi dirinya. "Hawa baru" ini membantunya dengan menahan energi ketiga orang yang tadinya sempat mengancam dari arah punggungnya. Siapa lagi orang yang datang terakhir ini selain Yunying. Tiga buah tapak lawan, segera membentur energi yang dahsyat dengan segera. Disini, kelima orang memang sedang melayang di antara kepulan asap yang sangat pekat itu. Begitu energi saling bergebrak, sungguh hebat sekali keadaan disana.Karena seakan terjadi gempa yang sangat dahsyat dengan sesegera. Jieji dan Yunying memang sedang melayang turun. Tetapi sebelum benar dia turun. Dia sudah merasakan sebuah hawa di bawah kakinya. Sepertinya orang tua tadinya segera beranjak untuk menantikannya turun. Jieji segera terkejut. Tetapi dia segera merapal jurus ke tendangannya. Orang tua memang benar sudah pas berada di bawah tempat turunnya Jieji. Dia sudah menyiapkan tapak untuk menghantam ke atas. Jieji segera merapal jurus tendangannya yang sudah lama dipelajarinya. Segera saja, beribu tendangan segera di arahkan ke bawah. Tetapi Yunying yang berada di sampingnya juga tidak kalah sigapnya. Mengetahui bahwa orang tua bukanlah lawan yang mudah dihadapi. Segera dia merapal tapak untuk di arahkan ke bawah.

Kali ini... Benturan energi dahsyat kembali terjadi untuk sekali lagi. Hasilnya Jieji memang menggunakan tendangan mayapada dan tendangan matahari untuk melayani tapak lawan. Pertahanan orang tua memang sangat hebat sekali, sebab beribu tendangan yang dikeluarkan dalam sekejap sepertinya bisa ditahan dengan sempurna sekali. Tetapi ketika hantaman tapak lain yang menyusul itu telah membuat orang tua terpental. Ini bisa dilihat dari suara gesekan kaki yang hebat merusak tanah di sekitar. Sungguh sibuk sekali Jieji dan Yunying kali ini. Sebab ketika baru saja mereka mendarat, ketiga energi kembali datang secara bersamaan di asap tebal. Merasakan hal demikian, Jieji membisiki Yunying dengan cepat. "Gunakan semua kemampuan, buyarkan energi melalui tanah..." Yunying mengerti maksud Jieji dengan sangat baik. Dengan cepat pula, dia menarik nafas dan menghempaskan ke tanah tempat mereka berpijak. Apa yang dilakukan Yunying segera diikuti oleh Jieji. Keduanya merapal jurus terbaik mereka masing masing untuk di arahkan ke tanah mereka berpijak. Ketika hantaman telah menuju ke tanah. Gempa luar biasa telah muncul. Kali ini gempa jauh lebih dahsyat 10 kali dari hantaman sebelumnya. Energi membuyar dahsyat segera saja terjadi. Adalah ketiga orang dan orang tua sekarang malah sibuk luar biasa. Mereka segera mundur cepat seakan "dikejar" oleh energi yang membuyar hebat ke seluruh penjuru. Keempatnya seperti sibuk mengeliminasi energi yang sangat dahsyat. Keempatnya sempat tidak percaya ada hal sedemikian di dunia. Sebab gempa ini selain dahsyat, juga membawa suara terpecah atau runtuhnya sesuatu di sekitar sana. Dan silih berganti terdengar saling menyahut suara yang cukup aneh itu. Tidak berapa lama, asap sudah membuyar pula. Adalah keempat orang berdiri dengan tegak terlihat. Masing-masing seperti terpisah satu lingkaran penuh yang jaraknya hampir 1/2 li masing-masing. Ketika mata mereka sudah bisa melihat sekitarnya, alangkah terkejut keempat orang ini. Di tengah memang terdapat sebuah lubang berbentuk lingkaran yang cukup besar. Tanah berpijak sudah menjadi retak bagai sesuatu benda besar jatuh. Dan... Semua pagoda di sana sudah runtuh dan rata dengan tanah. "Ini.... Tidak mungkin...." tutur pemuda berwajahkan "Xia Jieji" itu sambil melongo. Dari hidung dan bibirnya telah terlihat darah mengalir yang belum berhenti. Ini adalah bukti bahwa pemuda telah terluka dalam. Tetapi bukan saja pemuda menyerupai Xia Jieji yang demikian saja. Yelu Xian juga mengalami hal yang sama, dan si topeng besi juga tahu bahwa dirinya terluka dalam cukup parah. Sedang orang tua itu sempat melihat sekelilingnya, dia memang tidak mengapa-ngapa. Tetapi keringat dingin segera mengucur dari dahinya ke bawah. Jieji dan Yunying yang memanfaatkan pentalan energi dahsyat ke tanah, sudah lenyap tak berbekas. Tidak ada orang disana yang tahu mereka lari kemana. Tetapi yang jelas itu bisa terjadi karena keempat orang ini tidak lagi sempat untuk merasakan hawa manusia karena sibuknya mereka mengeliminasi energi yang menuju ke arah masing-masing.

"Wanita itu adalah orang yang sama dengan orang yang menghancurkan Wisma Jiu Qi kita, serta yang memporak porandakan Partai Jiu Qi kita yang berada di Tibet serta India." tutur orang tua itu sambil menengadahkan kepalanya. Ketiga orang ini segera berkumpul satu sama lainnya. Jarak mereka terpisah memang sudah sangat jauh sekali satu sama lain. Sekarang ketiga orang ini kembali mendekati. Sementara itu, para pengawal dari Wisma Naga emas yang mendengar ledakan sudah mulai berkumpul di daerah tempat pemujaan pagoda leluhur. Jumlah mereka mungkin hampir 100 orang. Tetapi kesemuanya seakan tidak percaya dan melongo menyaksikan pemandangan di depan mereka. "Jika saja Yuan Jielung bergabung bersama gadis hebat itu, maka kita dalam kesusahan tinggi." Tutur "Xia Jieji" itu kepada orang tua. "Oleh karena itu, kau harus cepat berlatih tapak buddha Rulai tingkat kesembilan. Dengan begitu, meski keduanya bergabung bersama Xia Jieji sekalipun mereka tidak ada apa-apanya." tutur orang tua. Tetapi Yelu Xian segera menyambung perkataannya. "Bukan saja mereka bertiga. Meski bersama Zhao Kuangyin, Dewa Lao dan Sun Shulie mengeroyokmu seorangpun. Mereka bukanlah tandingan kita." Dia menuturkan sampai disini, kemudian terlihat mereka berempat segera tertawa terbahakbahak. *** Jieji dan Yunying beserta pencuri ulung memang sudah kembali ke gubuk di sebelah barat daya kota Anlu seminggu setelah kejadian di Wisma Naga Emas. Mereka bertiga sepertinya duduk sambil berunding. "Kamu tahu siapa orang tua itu?" tanya Jieji ke arah pencuri ulung. "Dia adalah seorang tetua dari dunia persilatan. Dahulu dia sudah menghilang sangat lama, tidak disangka bahwa dia ada di Wisma naga emas." jawab pencuri ulung dengan mengerutkan alisnya. "Tetua dunia persilatan?" tanya Yunying kemudian yang cukup heran. Dia tahu bahwa orang tua bukan orang yang sama sekali mudah dihadapi. "Betul... Dan dia mempunyai hubungan juga denganmu. Sekitar hampir 40 tahun yang lalu..." tutur pencuri ulung dengan melihat ke Jieji. Jieji memandangnya dengan cukup heran. Dia segera berpikir. Sekitar 40 tahun yang lalu adalah dirinya mungkin belum lahir. Tetapi ketika orang ini mengatakan bahwa dia mempunyai hubungan dengannya, tentu dia tahu adalah mungkin waktu dia masih balita. Lantas dia menanyainya. "Lantas ada hubungan apa aku dengannya?" "Nyawa...." jawab pencuri ulung sambil tersenyum kepadanya.

Sesaat... Jieji terkejut luar biasa. Kemudian dia berusaha mengendalikan dirinya dahulu, dan segera berpikir. Dia tahu bahwa ketika dirinya masih bayi, dia terkena racun pemusnah raga. Lantas dari sini dia berpikir. Dan tanpa perlu waktu lama, dia sudah mengingat sesuatu. Dia mengingat kembali perkataan Kyosei, bawahan sekaligus kepercayaan ayahnya itu. Dia segera terkejut ketika sepertinya mendapati sesuatu. "Dia ... Seorang tabib sakti?" Pencuri ulung menganggukkan kepalanya. "Sungguh aneh memang. Dahulu Chen Yang memang adalah seorang tabib sakti sekaligus adalah adik kandung Chen Shou, Dewa Tabib. Tetapi dia sekarang menguasai Ilmu pemusnah dengan cukup baik, maka sangat diherankan." "Dia memiliki hubungan baik dengan ayahku. Tentu menurutku selain dia adalah murid Dewa Ajaib, maka dia pasti ada hubungannya dengan Dewa Bumi..." tutur Jieji. "Betul perkataan saudara Xia. Sekarang masalah sepertinya makin rumit... Entah apa maksud partai Jiu Qi mencari wanita yang persis wajahnya dengan Yuan Xufen. Dan yang terlebih aneh lagi, entah apa maksud kesemua orang itu. Yang jelas seperti yang saudara Xia katakan, mereka sepertinya sedang memanfaatkan Huo Xiang. Tetapi apa tujuan mereka pula." kata pencuri ulung sambil berpikir keras. "Penyelidikan kita memang juga membuahkan hasil. Setidaknya kita tahu bahwa mereka terdiri dari 4 orang." tutur Jieji kemudian. "Bagaimana menurutmu? Jika mereka di tambahkan seorang Huo Xiang. Apa kalian berdua memiliki keyakinan menang?" tanya pencuri ulung kepada mereka. "Tidak tahu... Tetapi jika bertarung dengan benar saat itu. Kita semua paling seimbang. Jika ditambahkan Huo Xiang di pihak mereka, kita tidak memiliki keyakinan sama sekali..." tutur Jieji seraya berpikir. Adalah ketika mereka sedang memeras otak dengan sangat tajam satu sama lainnya. Mereka dikejutkan oleh suara seseorang. "Bagaimana kalau bersama kita berdua?" Suara orang sangat agung dan berkharisma. Hebatnya orang-orang yang datang ini sama sekali tidak diketahui mereka kesemuanya. Lantas dengan mengalihkan pandangan ke depan pintu. Ketiga orang ini girang luar biasa sekali.

BAB CXXI : Tapak Buddha Rulai Tingkat Kesembilan !? Dua orang pemuda masuk ke dalam gubuk. Kedua orang ini dikenal oleh mereka bertiga pula. Disini, Jieji sangat girang sekali mendapati orang paruh baya yang tingginya 6 kaki, wajahnya bersinar terang agung, matanya tajam bagai rajawali dan senyum di wajahnya sungguh sangat ceria.

"Kakak pertama? Bagaimana kau bisa sampai di sini?" teriak Jieji 1/2 heran mendapati Zhao Kuangyin berada disini, di Persia. Sedangkan di samping Zhao kuangyin terlihat seorang pemuda gagah lainnya. Wajahnya berbentuk petak dan terlihat kharisma luar biasa juga muncul dari dirinya, tubuhnya kokoh dan cara berdirinya sungguh sangat terlihat agung. Dia tidak lain adalah Yuan Jielung, ketua perkumpulan pengemis. Tetapi bagaimana keduanya bisa sampai disini memang cukup mengherankan kesemuanya. Pencuri ulung memang mengenali mereka berdua, meski keduanya tentu hanya mengenalinya sebagai Lie Hui saja. Adalah Yunying orang yang paling terkejut. Dia tidak tahu harus ngomong apa, jika saja Zhao kuangyin memanggilnya "adik ipar" atau semacamnya yang bisa mengkaitkan dirinya sebagai isteri Xia Jieji. Entah apa yang harus dilakukannya. Jieji segera menyilakan kesemuanya duduk di meja yang memang cukup besar itu. Setelah tamu baru ini sudah duduk dengan benar, Zhao bertutur dengan wajah yang penuh kegembiraan. "Adik kedua... Sungguh dirimu betul hidup dengan sangat baik disini. Kakak pertama sungguh merindukanmu." "Kakak pertama, apakah anda tidak berada di perbatasan untuk mengusir Liao atau Han utara lagi? Kenapa kau bisa tiba bersama pendekar Yuan?" tutur Jieji yang agak heran, dia menatap Yuan Jielung sebentar. Yuan memberi hormat secara mendalam kepadanya. Kemudian, Jieji juga bersikap sangat hormat kepada ketua perkumpulan pengemis dari daratan tengah ini. "Daratan tengah sudah aman sentosa. Liao sudah berjanji melakukan gencatan senjata." tutur Zhao sambil tersenyum kepadanya. "Ha? Kenapa bisa Liao berubah pikiran untuk tidak lagi berperang dengan Sung lebih lanjut?" tanya Jieji yang agak heran. "Betul... Han utara sudah kalah habis-habisan. Pasukan Sung sudah berhasil menyerang ke Taiyuan (Ibukota Han Utara) dan telah merebutnya. Terakhir Raja Liu Jiyuan juga sudah bertekuk lutut kepada Sung." tutur Zhao kemudian. "Benarkah? Sungguh baik sekali jika begitu... Berarti memang benar bahwa Liao sudah kehilangan pengaruhnya, dan Yue Liangxu benar sudah tewas?" tanya Jieji kembali ke kakak pertamanya. "Betul... Melalui taktik-nya Yumei, Sung berhasil menggebrak Ibukota Taiyuan hanya dalam 3 minggu. Han utara menyerah, sedangkan Liao yang dipimpin oleh Yelu Xian sudah mundur kembali ke wilayah mereka." tutur Zhao kuangyin masih dengan wajah yang penuh kegembiraan. "Yumei? Adik kecilku-lah yang mengatur penyerangan ke Han utara?tanya Jieji dengan agak heran.

"Betul.. Dengan taktik mundur dari utara Shandang, Han utara mengejar kita. Kita sempat melepas kota Shandang yang sudah diungsikan penduduknya, semuanya adalah hampir sama dengan taktik adik kedua ketika berperang melawan He Shen belasan tahun yang lalu dan diulang oleh Yumei. Tetapi berbareng dari kota Ye, pasukan Sung yang dipimpin Zhao Kuangyi menyerang ke Taiyuan. Bersama anggota pengemis dan prajurit Tongyang dari kediaman oda yang dipimpin Kyosei. Dalam 3 minggu saja, ibukota Han utara, Taiyuan bisa dipukul jatuh. Saat Taiyuan sedang digempur, pasukan yang dipimpin Liu Ji-yuan sebenarnya berada di kota Shandang. Menerima kabar Taiyuan sedang dalam bahaya hebat, Liu langsung melepas kota dan pulang hendak menolong ibukota. Tetapi dalam perjalanan pulang, kita dan para pasukan menggempurnya hebat dan terakhir sanggup menangkap Liu Jiyuan." tutur Zhao kuangyin panjang lebar untuk menceritakan keadaan peperangan di garis depan utara dari tapal batas Sung. "Liu tentu tidak pernah menyangka bahwa serangannya kali ini ke Sung malah berakibat fatal. Tetapi apakah kakak pertama tahu kenapa Liao yang merupakan koalisi dari Han utara tidak membantunya sama sekali?" tanya Jieji kembali. "Jangan-jangan benar bahwa Yelu Xian ada disini?" tutur Zhao yang langsung keheranan. Tetapi Jieji segera menjawabnya. "Disini memang telah terdapat banyak hal yang janggal." Kemudian pemuda menceritakan semua kisahnya ketika menyelidik Wisma Naga Emas, disana dia mendapati Yelu Xian. Hanya betul ini adalah Yelu Xian asli atau tidak, tiada yang bisa tahu. Mereka segera berpikir satu sama lainnya. Lantas Zhao kembali bertutur kepada adik angkatnya. "Sungguh aneh? Mereka menginginkan Yuan Xufen? Apakah benar mereka tidak tahu bahwa Yuan Xufen sudah tiada 20 tahun yang lalu?" "Memang hal ini betul membuatku pusing. Aku tidak bisa mendapatkan ide kenapa mereka masih mengejar Xufen?" tutur Jieji sambil terlihat nada-nya marah. Pencuri ulung yang tadinya hanya diam-diam saja kemudian berkata. "Yuan Xufen adalah seorang wanita yang luar biasa cantik sejagad. Dari dahulu, selain nona ini terkenal di Changsha. Dia juga sudah terkenal di Tibet dan India." Jieji melongo ke arah pencuri ulung. Dia lantas mengerutkan alisnya sambil menanyainya. "Apa jangan-jangan mereka sama sekali tidak tahu bahwa Yuan Xufen sudah meninggal. Dan tentu kabar tentang meninggalnya ia, tidak diketahui oleh mereka semua sehingga membuat mereka ingin mencarinya lagi?" Tetapi mendengar kata-kata Jieji, pencuri ulung segera tertawa hebat. Cara tertawanya membuat kesemua orang cukup heran. "Xia Jieji... Kenapa tiba-tiba kau bisa berubah menjadi setolol ini? Bahkan aku yang tinggal di Persia saja dahulu sudah mendapat kabar tentang meninggalnya Yuan Xufen. Bagaimana mungkin mereka, Partai Jiu Qi yang tersebar ke seluruh negeri anggotanya tidak tahu hal sedemikian."

Kata-kata Pencuri ulung bagaikan siraman air dingin memenuhi kepalanya sesegera. Dia lantas bertutur. "Dengan begitu... Kemungkinan orang yang ingin mencari "Yuan Xufen" adalah orang yang maniak?" "Anggap saja begitu dahulu..." tutur pencuri ulung sambil tersenyum kepadanya. Zhao melihat cara keduanya berbicara. Sesaat, dia melihat ke arah Lie Hui. Dia merasa mengenal wanita cantik ini. Dia berpikir sesaatnya kemudian. Tentu Zhao masih mengenalnya sebagai salah satu orang di antara 15 pasukan pengawal adik kandungnya. "Pendekar Lie Hui, mengapa anda bisa sampai kesini?" Lie Hui alias pencuri ulung segera tertawa terbahak-bahak mendengar Zhao kuangyin memanggilnya Lie Hui. Jieji segera menyelanya dan dia berkata kepada kakak pertamanya. "Dia adalah pencuri ulung yang terkenal itu... Dia sedang merubah wajahnya..." tutur Jieji kepada kakak pertamanya. Zhao kuangyin dan Yuan Jielung cukup kaget melihat "nona palsu" ini. Sebab mereka tidak menemukan kejanggalan sama sekali di wajahnya yang merupakan penyamaran. Adalah Yunying yang dari tadi terlihat "takut" jika saja Zhao kuangyin memanggilnya. Oleh karena itu, dia tetap menunduk saja. Lantas, memang benar Zhao memang memandang ke arahnya. Yunying tidak berani melihat ke arah Zhao. Dengan begitu, dia tetap menunduk saja. "Jangan-jangan adik ipar ini juga????" tanyanya seakan tidak percaya. Jieji tersenyum saja kepadanya. Dia memperkenalkan wanita ini yang dikenalnya sebagai wanita bertopeng yang pernah muncul di daratan China. Zhao segera berpikir hebat mendengar penuturan adik angkatnya itu. Dia dan Sun Shulie pernah membahas tentang wanita bertopeng yang memiliki Ilmu silat hebat ini ketika mereka berada di utara kota Shandang. Saat itu, mereka berdua memang mengiranya adalah Yunying karena kemampuan Yunying sejak tidak sadarkan diri setelah Jieji meninggalkan Beiping memang sudah luar biasa. Sekarang di depannya, dia memang melihat wanita cantik yang berwajahkan adik iparnya kontan juga heran. Sesaat, dia berpaling ke arah Jieji. Dia sedang berpikir sebenarnya adik keduanya sedang memikirkan apa. Tidak mungkin bahwa Jieji yang meminta pencuri ulung untuk mengganti wajah wanita bertopeng ini. Lantas dia memang tidak berniat menanyainya terlebih dahulu karena masih ada masalah lain yang kiranya lebih penting. "Adik kedua... Kamu tahu siapa yang menunjukkan tempat ini kepada kita?" tanya Zhao kemudian sambil melihat ke arah Jieji. "Sepertinya adalah Dewa Lao yang menunjukkan tempat ini sehingga kakak pertama dan pendekar Yuan kemari.." kata Jieji sambil memandang ke arah kakak pertamanya. Zhao tersenyum puas saja mendengar pernyataan adik keduanya. Yuan Jielung alias Li Yu segera bertutur sambil tersenyum. "Betul sekali...

Tetua Lao berkata bahwa kalian disini mengalami kesulitan. Adalah juga tetua Lao yang menunjukkan bahwa para pendekar sekalian pasti berada disini. Kita sudah sampai kemari seminggu yang lalu, tetapi karena tidak kelihatan orang di gubuk. Kita berjalan ke kota Lin Qi untuk menyelidik. Tetapi hasilnya adalah nihil sehingga kita berdua langsung balik kemari. Tetapi karena merasakan adanya orang, maka dengan gerakan ringan kita melihat siapa saja orang di dalam..." Jieji tersenyum kepada Yuan. Tetapi kemudiannya, dia menunduk sambil menghela nafas. Yuan Jielung yang melihat tindakan Jieji segera saja menghela nafas. Dia tahu benar apa maksud Xia Jieji yang bertindak demikian. Adalah karena Jieji kembali berpikir tentang Zeng Qianhao, guru Yuan sendiri. Pencuri ulung segera memberikan komentar kemudian. "Dengan adanya kedua pendekar disini, maka sudah sangat baik. Pertarungan anda yang tinggal 1 bulan lagi sepertinya tidak ada masalah yang berarti." Jieji tersenyum saja. Lantas dia berpaling ke arah kakak pertamanya. Dia menanyainya. "Kakak pertama... Apakah ada kabar Yunying dari Tongyang?" Zhao yang mendengar kata-kata ini, tidak bisa menjawabnya. Dia berpikir keras, apakah harus mengatakan bahwa Yunying "hilang" dari wisma Oda sudah beberapa tahun lalu. Dia sejenak bingung sendiri. Jieji adalah orang yang pintar. Melihat kakak pertamanya sepertinya tidak begitu mau menjawabnya, dia sudah menebak beberapa hal. "Apakah sesuatu terjadi kepadanya??" "Tidak.. Dia di sampingmu saja....." tutur Yunying dalam hati yang melihat ke arah Jieji. Dia tersenyum dengan wajahnya, tetapi kemudian dia terlihat menundukkan kepalanya. "Tidak... Adik ipar tidak ada apa-apa... Hanya saja, kita belum menemukan jejaknya..." tutur Zhao kuangyin dengan berhela nafas. Jieji yang mendengar penuturan kakak pertamanya lantas terlihat sibuk. Dia berpikir dengan keras, kenapa Yunying ingin meninggalkan Tongyang Wisma Oda. Dia berpikir saat terakhir dia bertemu dengan Yunying lagi. Wajah isterinya memang bukanlah senyuman yang terlihat. Tetapi adalah keanehan yang sungguh susah diukir dengan kata-kata. Selain itu, Jieji juga berpikir saat Yunying sedang meninggalkannya di padang pasir Mongolia kuno. Isterinya itu memang pergi dalam keadaan yang marah. Sekarang mendapati keterangan bahwa isterinya tidak ada di Tongyang tentu membuatnya cukup bingung. "Tetapi selain adik ipar yang hilang, adik ketiga juga sama. Dia "menghilang" sudah cukup lama sekali..." tutur Zhao kemudian yang membuyarkan keheningan. Jieji memandang kakak pertamanya dengan wajah yang sangat heran. Dia tidak habis pikir juga, dimana Wei Jindu sekarang berada.

"Terakhir, dia pergi ke barat untuk mencari tetua Pei yang sudah beberapa bulan tidak ada kabarnya. Dia pergi bersama Huang Xieling dan sampai sekarang tidak pernah lagi ada kabar beritanya." tutur Zhao sambil menghela nafasnya. Jieji kali ini "dipaksa" untuk memainkan otaknya. Apakah mungkin Wei kembali ke Tibet bersama Huang Xieling? Tetapi tentu dalam jangka waktu yang 2 tahun lebih itu seharusnya sudah ada kabar beritanya. Tetapi kenapa sampai sekarang bahkan bayangannya saja tidak pernah memberikan kabar. "Kakak pertama... Apakah hal yang terjadi ketika kamu memberikan Ilmu tapak berantai kepadanya?" tanya Jieji kepada kakak pertamanya Zhao kuangyin. Zhao lantas mengingat kembali. Jieji memang memberikan salinan kitab tapak berantai kepada Zhao kuangyin yang untuk kemudiannya diserahkan kepada Wei Jindu. Semua hal ini adalah ditulis Jieji sebagai wasiatnya kepada Zhao untuk menjalankan pesan ketiga dari kantong emas. Wasiat Jieji yang ketiga adalah meminta Zhao Kuangyin menyerahkan salinan kitab tapak berantai yang sudah ditulisnya kepada Wei Jindu. Selain itu, Jieji juga meminta Zhao untuk tidak menceritakan banyak hal kepada Yunying. Sebab Jieji sudah mengira bahwa dengan kepergian dirinya ke tembok kota Beiping, maka dia harus menebus dengan nyawanya disana. Jieji lebih memilih isterinya, Wu Yunying membencinya daripada tahu hal yang sebenarnya yaitu semua hal yang rumit itu dilakukan untuk tiada lain hanya untuk menolongnya. Jika saja Yunying tahu dirinya telah tiada, dan tahu kesemuanya adalah dilakukan deminya, tentu Yunying akan mengalami rasa penyesalan sepanjang hidupnya. Melainkan jika Yunying marah, tentu dia tidak akan menjadi frustasi menurut pemuda. Setelah lama,memang Yunying akan menyadarinya. Tetapi lebih bagus semua telah berjalan baik baru Yunying menyadari hal ini lebih baik. Daripada langsung tahu keadaan sebenarnya dari Jieji. Tetapi justru hal perkiraan Jieji benar berbeda sekali. Dia sekarang malah hidup dengan baik tanpa kekurangan sesuatu apapun. "Memang buku salinan itu sempat kuberikan kepada adik ketiga. Tetapi... Di luar dugaan, dia menolaknya. Dia mengatakan lebih bagus berikan saja kepada kakak ipar..." tutur Zhao menjelaskan. Jieji yang mendengar kata-kata ini bagai disambar geledek. Dia tidak habis pikir bahwa buku salinan kitabnya ternyata diberikan kepada Yunying. Di dalam hatinya dia sepertinya mendapati sesuatu hal yang membuatnya sekarang tidak begitu tenang jadinya. "Jadi apa benar Yunying mempelajari ilmu dari salinan tapak berantai?" tanya Jieji dengan cukup penasaran kemudian. "Itulah hal yang tidak kita ketahui. Yang jelas setelah buku itu dikembalikan, adik ipar hanya terlihat menyimpannya saja. Mengenai ilmu tapak dipelajarinya atau tidak, itu tidaklah kuketahui. Memang ada masalah jika benar dipelajari ilmu tapak itu?" tanya Zhao yang segera heran.

"Ada kejanggalan... Jika Yunying betul mempelajarinya, aku takut sesuatu terjadi kepadanya." tutur Jieji. Kesemuanya kontan terkejut mendengar tuturan Jieji. Seakan tidak percaya kesemuanya melihat dengan serius ke arah Jieji. Terlebih lagi Yunying asli ini yang duduk hanya terpaut 3 kaki darinya. Wanita nan cantik ini tidak begitu mengerti maksud dari pada Jieji. "Sebenarnya formula dari ilmu tapak berantai memang sudah kuganti. Tapak berantai yang kusalin tidak sama dengan yang kupelajari. Sebagai mana contoh dari tapak berantai ku adalah bersifat normal dalam semua ilmu 4 unsur yang terdapat di dalamnya. Dahulu, Li Zhu pernah menyusun tapak pemusnah raga menjadi berat di kekuatan. Sedangkan dari formula tapak itu, aku menyusunnya menjadi bersifat menghancurkan." tutur Jieji kemudian. "Lantas apa masalahnya?" tanya Zhao yang cukup heran. "Nah... Disini, sifat adik ketiga adalah penyabar yang luar biasa. Meski dia menggunakan tapak berantai yang kusalin, maka dia tentu tidak akan sembarangan merusak dengan tenaga dalamnya. Jika saja Yunying yang mempelajari, takutnya... Takutnya dia berubah menjadi setan penghancur..." tutur Jieji sambil menghela nafas. "Jadi memang benar kenapa ilmu ini disebut ilmu pemusnah raga adalah betul sekali. Sebab ketika seorang yang telah mempelajarinya, seakan raganya sudah bukan miliknya lagi. Hanya batinnya dan tenaga dalam dirinya yang betul mengontrol dirinya sepenuhnya?" tanya Zhao kuangyin kepada Jieji. "Betul... Oleh karena itu, ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ilmu ini berbahaya." tutur Jieji. Jieji memang tidak pernah tahu bagaimana hasil dari tapak berantai salinan baru itu. Adalah Yunying yang tahu dengan benar. Ilmu barunya ini memang sangat sejalan dengan Ilmu semestanya, hanya saja dia juga pernah berpikir bahwa daya rusaknya sudah kelewatan hebat. Apalagi sekarang tenaga dalamnya jelas sangat tinggi bagaikan tanggul yang jebol. "Semua jurus yang penting adalah daya rusaknya, kenapa justru dikhawatirkan?" tanya pencuri ulung dengan agak penasaran. "Memang benar... Tetapi sifat isteriku tidak sama dengan Wei Jindu. Sifat isteriku kadang-kadang bisa menjadi seorang pemarah yang berbahaya. Dahulu, aku telah menyalurkan tenaga dalamku beserta tenaga dalam Yue Liangxu kepadanya. Jika dia benar mempelajari Ilmu tapak berantai salinanku, kutakut betul akan gawat sekali." tutur Jieji sambil menghela nafas. Sekarang pencuri ulung telah mengerti. Dia segera tersenyum puas. Dia berpikir bahwa tuturan main-mainnya yaitu "Xi-Shi" betul-betul menjadi kenyataan, mengingat daya rusak wanita cantik ini memang betul luar biasa.

Yunying yang mendengar tuturan Jieji, tentu mendongkol hebat. Dia tidak begitu puas mendengar bahwa dia dikatakan seorang pemarah yang berbahaya. "Tetapi... Guru mengatakan bahwa adik ipar masih hidup dengan baik. Adik kedua tidak usah khawatir..." tutur Zhao kemudian sambil menepuk pelan pundak Jieji dan tersenyum. "Betul... Kita juga melihat bahwa sebenarnya isteri pendekar Xia berada di barat, di daerah sini juga." tutur Yuan dengan tersenyum kepadanya. Jieji heran mendengar kata-kata terakhir dari Yuan. Lantas dia menanyainya. "Maksudnya?" "Kita pernah melihat bintang pendekar di utara kota Shandang. Inipun karena paksaan dari nona kecil Yumei. Dewa Lao terakhir mengabulkannya, kita melihat bahwa bintang isteri pendekar bersinar terang sekali dan di belakang bintang isteri pendekar malah muncul bintang pendekar Xia yang juga sama terangnya. Dewa Lao mengatakan bahwa kalian sama berada di satu tempat." tutur Yuan dengan polos kepada Jieji. Mendengar hal ini, Jieji hanya menjawab pelan saja. "Jadi begitu?" Kemudian dengan cepat, dia mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Yunying sekarang sangat takut. Dia tidak berani memandang Jieji, tangannya yang dikepalkan terasa basah akibat berkeringat dingin. Sebab semua kata-kata mereka-lah yang tidak sengaja membongkar identitasnya. Tetapi Jieji disini sama sekali tidak melihatnya. Dia memandang kakak pertamanya, kemudian dia bertutur. "Pertarungan dengan Huo Xiang bakalan tidak lama lagi. Dan Huo telah menguasai pemusnah raga seharusnya sudah cukup mantap. Dengan begitu hal yang dikhawatirkan disini sekarang sudah berkurang banyak. Kita disini terdiri dari 5 orang, begitu juga dari pihak mereka 5 orang." "Partai bunga senja bukanlah partai yang bisa kita anggap remeh, mereka sudah menguasai pemerintahan. Selain itu, di daerah tibet. Mereka telah menyiapkan pasukan untuk menyerang ke kota Chengdu. Ini adalah sebuah hal yang betul harus diperhatikan juga." tutur Lie Hui kemudian kepada mereka. "Tetapi... Dalam perjalanan kemari, kita sama sekali tidak melihat adanya pasukan yang sudah terbentuk. Heran sekali..." tutur Zhao kuangyin menjawab Lie Hui. "Itu tidaklah heran. Sebab mereka semua sekarang pasti ada di puncak pegunungan Kunlun. Ketika kalian lewat, tentu tidak pernah menyadari bahwa adanya cukup banyak orang di atas pegunungan." sahut Lie Hui. Zhao kuangyin tersenyum kepadanya. Lantas dia berkata. "Aku sudah mengutus Wang Pangchi, Shi Soxing, Wang Zhenzhong dan Yang Guangyi berempat untuk menyelidiki sisa perjalanan kita dari daerah Tibet. Sedangkan Lu Xuqing, Chu

Zhaobu, Pang Mei bertiga memeriksa sisa perjalanan kita dari India. Dan Shen Yileng, Mi Xin, Tian Zhongjing memeriksa sisa perjalanan kita di daerah persia." Nama-nama orang yang disebut oleh Zhao Kuangyin tiada lain adalah ke-10 orang pengawalnya yang juga memiliki ilmu silat yang tinggi. Ke-10 pengawalnya juga adalah jenderal kepercayaan yang sudah mengikutinya lebih dari 30 tahun. Sisa perjalanan yang dimaksudkan oleh Zhao kuangyin adalah apakah benar ada orang yang mengikuti mereka atau tidak sampai disini. Zhao adalah orang yang sungguh teliti, dia tidak ingin ada yang tahu apa yang sedang dilakukannya. "Sungguh orang mengatakan bahwa Sung Taizu adalah orang yang sangat cermat sekali. Tidak melihatnya maka aku tiada percaya." tutur Pencuri ulung diikuti oleh tertawanya. Zhao terlihat tersenyum saja. "Aku rasa sebaiknya kita pun beristirahat dahulu. Sebab sepertinya sudah lumayan sore." tutur pencuri ulung sambil berdiri dan terlihat dia merenggangkan badannya. "Baiklah..." tutur Jieji. Dia segera akan mengatur tempat tinggal untuk kedua orang ini. Tetapi Zhao menolaknya, dia berkata. "Sebenarnya ketika kita sampai disini, sempat juga membersihkan sebuah rumah kecil tepatnya 2 li saja dari sini." Jieji heran juga. Lantas Zhao kembali menyambung. "Aku mengutus 3 orang pengawalku untuk membersihkan tempat tinggal itu sehingga sudah layak ditinggali. Dari sini kesana hanya 2 li arah ke barat saja dik. Tenang saja... Dan besoknya aku akan kemari lagi..." Tempat tinggal yang disebut oleh Zhao kuangyin tiada lain adalah tempat tinggal Sun Shulie dahulunya. Dia merasa lebih baik dirinya tinggal disana sementara waktu sambil menunggu waktu 1 bulan lagi. Jieji lantas memberi hormat kepada keduanya. Sepertinya kedua orang ini bergerak dengan pelan saja ke depan. Sampai keduanya sudah hilang dari pandangan, Jieji baru beranjak kembali. Dia tidak kembali ke kamarnya. Melainkan dia terlihat sedang menunggu seseorang di kamar lainnya. Siapa lagi yang ditunggu oleh pemuda ini selain seorang wanita. Seorang wanita yang banyak pertanyaan yang harus di tanyakannya secara langsung. Tetapi wanita ini sepertinya "tidak berani" pulang. Sejak Jieji mengantarkan kakak pertama dan ketua kaibang ke depan, dia tidak terlihat batang hidungnya lagi. Entah kemana wanita ini tibatiba menghilang. Sudah lewat 3 jam... Akhirnya pemuda yang menunggu ini juga mendapatkan hasil. Dia merasakan seorang yang telah ditunggunya itu sudah balik ke kamar pula. Memang tindakannya tentu dinilai tidak sopan oleh sesiapapun karena menunggu di kamar seorang wanita memang tidaklah pantas. Tetapi dia sudah tahu sebagian besar hal ini semenjak perbicangan tadinya. Oleh karena itu, sebelum wanita membuka pintu untuk masuk. Pemuda mendahuluinya dulu.

Dia membuka perlahan daun pintu kamar sebelah kirinya... Wanita ini memang masih terlihat sama dengan wajah sebelumnya. Di tangan wanita terpegang sebuah mangkok yang sedang tertutup. Dengan kedua tangannya, dia berjalan perlahan ke depan. Dan tiba-tiba saja, dia berlutut. Kepala wanita ini menunduk dan tak berani memandang pria pujaannya. "Seharusnya aku sudah tahu bahwa....." tutur Jieji sambil menengadahkan kepalanya dan menghela nafas panjang. Wanita memang masih belum berani menengadahkan kepalanya untuk melihat. Dia terlihat berlinangkan air mata. "Kamu berdirilah... " tutur Jieji sambil membimbingnya. "Tidak pernah sekalipun aku menyalahkan dirimu..." Kemudian pemuda melihat dalam ke mata isterinya. "Aku.. Aku...." wanita ini hanya bisa mengucapkan beberapa kata saja. "Sudahlah... Kau pergi membeli mie kesukaanku lagi? Kita duduk berdua saja dan kongsi kita makan habis. Bagaimana?" tutur Jieji sambil menghapus air mata yang turun dari matanya. Lantas sambil tersenyum, Yunying menganggukkan kepalanya. Tadinya Yunying mengira bahwa Jieji akan marah kepadanya. Lantas dia segera menuju ke kota Lin Qi untuk membeli makanan kesukaannya seraya menyenangkan hatinya. Tetapi perkiraannya kali memang salah. Jieji bukan saja tidak marah, tetapi dalam hatinya dia merasa sangat iba sekali. "Aku tidak mampu melindungi isteriku... Sebagai kepala keluarga, maka semua itu adalah kesalahanku..." tutur Jieji sambil meminta maaf kepadanya. Tetapi Yunying menggelengkan kepalanya. Tangisannya belumlah berhenti. Lantas dengan lirih, dia berkata. "Dahulu memang semua adalah kesalahanku. Aku terjebak oleh fitnah palsu dari ibuku tentang dirimu. Aku menyadari semuanya adalah ketika diriku sudah di Tongyang. Ternyata ayahku jauh hari sudah berada di sana dengan selamat. Selain itu, kakak-kakakku juga berada di sana dengan keadaan selamat. Kemudian mereka menceritakan tentang dirimu, tentang sepak terjangmu yang menyelamatkan mereka di Shaolin. Saat itu, aku benar telah mengerti." Jieji menghela nafas ketika teringat akan kejadian tempo dulu. Mie yang baru saja disantapnya beberapa kali, ditinggalkannya. Dia segera duduk di sebelah isterinya dan sambil merangkul sang isteri untuk menyandar ke bahunya. Dia berkata. "Itu adalah soal lalu, tidak usah diungkit lagi. Bukankah aku hidup dengan sangat baik disini?" "Tetapi... Kenapa kamu begitu nekatnya? Aku tidak habis pikir tentang semua hal yang dilakukan olehmu..." Yunying menolaknya sebentar, dia memandang ke mata suaminya.

Jieji terlihat menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas. "Aku tidak ada cara lain lagi. Sebenarnya di tembok kota Beiping, aku ingin menyelamatkanmu, tetapi dayaku sangat lemah. Maka daripada itu, aku hanya memikirkan cara terakhir yang akhirnya melukai dirimu. Ini adalah dosaku yang tidak bisa diampuni. Tadi kukatakan bahwa seharusnya aku melindungi, tetapi malah aku menyakitimu." Yunying memandangnya dengan cukup lama. Lantas dia berkata. "Ini adalah keputusanmu. Dan sebagai isterimu, tentu aku harus dan wajib untuk menerimanya. Meski saat itu aku mati, dan mengetahui niatmu betul adalah untuk menyelamatkanku, aku pun sangat rela." Pemuda yang mendengar kata-kata yang pilu dari isterinya, terlihat mendekapnya kembali. Dia tidak berkata apa apa hingga waktu yang lama. "Dahulu... Aku telah mencelakai kakak-mu. Sekarang setelah kejadian itu, aku berjanji. Meski seberapa sulitpun atau harus sampai kehilangan nyawa, aku tidak akan melukaimu lagi." "Hush.. Ngomong jangan yang tidak-tidak. Baik-baik kenapa harus bilang menanggung nyawa atau apa. Kenapa kamu tidak menanyaiku bagaimana aku bisa dari Tongyang yang jauh sampai disini?" Tutur Yunying yang terlihat sifat manjanya kembali. Yunying memang orang yang sangat jago dalam mengubah situasi. Dia tahu, jika pembicaraan pilu ini dilanjutkan maka tidak akan ada habisnya. Dia tahu betul bahwa sang suami memang benar menyayanginya dengan segenap hati. Lantas, dengan mengalihkan pembicaraan ke arah yang hangat dia berusaha untuk "menghidupkan" hati suaminya itu. "Betul... Adalah hal ini yang sejak daritadi ingin kutanyakan..." tanya Jieji ke arahnya dengan wajah yang cukup heran dan terlihat penasaran. Memang taktik Yunying adalah taktik hebat. Dia mengerti suaminya dengan sangat baik. Hidup 3 tahun bersamanya di Tongyang sedikit banyak sudah membuatnya sangat memahaminya. Asalkan ada sesuatu yang bisa membuatnya merasa "heran" dan ingin berpikir. Maka sang suami sepertinya tidak mempedulikan hal yang lain terlebih dahulu. Yunying tertawa kecil karena selain melihat wajah suaminya yang berubah itu juga karena dia merasa bahwa "taktik kecilnya" ini telah berhasil. "Tadi... Kakak pertama memang mengatakan bahwa adik ketiga tidak ingin buku salinan tapak berantai-mu. Semua itu adalah hal yang benar. Kakak pertama sempat meneliti buku salinanmu beberapa saat di utara kota Shandang sebelum aku balik ke Tongyang. Tetapi setelah dia meneliti beberapa lama, dia mengatakan bahwa diriku-lah orang yang paling cocok mempelajarinya." "Sebab karena tenaga dalammu sudah sangat tinggi. Dan jika tidak diimbangi oleh Ilmu yang lebih dahsyat maka menjadi sia-sia saja. Begitu kata kakak pertama kan?" tanya Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Betul... Lantas dia memang menyerahkan kepada adik ketiga. Tetapi meminta adik ketiga untuk membuat salinannya 1 buku lagi. Dengan begitu, adik ketiga mendapat 1 buku dan diriku juga mendapat 1 buku dan dia mengharapkan kita berdua bisa mempelajari Ilmu peninggalanmu. Tetapi di luar dugaan, adik ketiga malah tidak ingin mempelajarinya. Dia berkata, bahwa dia ingin mencari lagi salinan kitab tapak buddha rulai tingkat kesembilan.

Karena tetua Pei belum pernah ada kabarnya, adik ketiga meminta pamit untuk mencarinya. Dia memang pergi bersama Huang Xieling." tutur Yunying panjang lebar. "Kalau begitu, tapak buddha Rulai tingkat sembilan memang adalah alasan yang dikarang adik ketiga saja?" tutur Jieji sambil menggelengkan kepalanya. "Tetapi... Tidak.... Ketika aku menyerang partai Jiu Qi di India, aku mendengar salah seorang anggota partai yang hampir mati itu. Dia berkata sambil mengancam kepadaku, bahwa tapak buddha Rulai tingkat kesembilan sedang dipelajari oleh seseorang. Jika saja orang itu sudah berlatih sampai mantap, maka saat itulah ajalku... Begitulah tuturannya." jawab Yunying sambil terlihat berpikir keras. "Memang benar ada hal seperti demikian di partai Jiu Qi? Aneh sekali... Terutama ketika kamu mengatakan bahwa rata-rata tetua dari partai Jiu Qi bisa ilmu silat tapak buddha Rulai. Ini sangat aneh sekali... Apalagi sekarang muncul kata-kata bahwa tapak buddha Rulai tingkat kesembilan benar berada di dunia?" tanya Jieji. "Betul.... Aku yakin tapak buddha Rulai tingkat kesembilan memang benar adanya berada di dunia. Hanya saja, sekarang siapa yang mempelajarinya betul tidak kutahu." tutur Yunying sambil menunjukkan wajah yang agak keheranan. "Tetapi kesemuanya benar ada hubungannya dengan partai Jiu Qi. Kita tidak bisa lagi menyelidikinya sebab kita sudah ketahuan." jawab Jieji dengan tersenyum tawar kepadanya. Yunying hanya mengangguk pelan saja sambil tersenyum. Dia memeluk kembali suaminya sambil menutup matany

BAB CXXII : Tertangkapnya Pencuri Ulung Tetapi baru saja sebentar wanita nan cantik ini memeluk suaminya, dia kembali bangkit. Sepertinya dia menyadari sebuah hal. Dan kemudian dia berkata. "Apakah kamu juga akan berhasil menolongku jika kamu tahu diriku-lah yang teracun pemusnah raga itu di depan Kuil Jetavana?" Jieji tersenyum geli. Lantas dia berkata. "Aku juga berpikir demikian. Jika saja kamu tidak menyamar, mungkin akan susah bagiku untuk menolongmu..." "Dengan begitu, awal kebohongan memang bukanlah dikehendakiku. Kak Jie tidak bisa menyalahkanku..." Yunying tersenyum geli juga. Jieji mengangguk pelan saja. Tetapi Yunying kemudian bertutur lagi. "Kak Jie... Apakah pernah kamu sadari rasa menyesal karena memberikan seluruh tenaga dalammu, tentunya maksudku kepada "wanita bertopeng"?"

"Tidak... Saat itu, memang aku juga sempat berpikir demikian. Tetapi... Tenaga dalamku tidak bisa kuhentikan kikisannya sampai sedemikian lama maka lebih bagus kuberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Begitulah apa yang ada di dalam hatiku." jawab Jieji dengan tenang saja. "Kak Jie masih ingat tentang ramalan Sang Puisi dewa mengenai diriku?"tanya Yunying. "Dia mengatakan beberapa kata-kata yang maksud utamanya tentu dirimu tidak akan menerima kesusahan yang berarti, sebab kamu bisa mendapat rezeki baik dari setiap musibah." tutur Jieji yang mengingat kembali keadaan pertarungannya di kota Beiping. Saat itu, Yunying memang diambang kematian, tetapi setelah lewat. Yunying malah mendapat bantuan yang sungguh sangat banyak secara tidak langsung dari Yue Liangxu dan Xia Jieji. Dan setelah dirinya bertualang, dia menemukan banyak hal juga yang cukup baik untuk dirinya sendiri. Terakhir, dia bertemu dengan Jieji yang tidak mengenalinya malah ternyata menyalurkan tenaga dalam luar biasa hebat kepadanya. "Tetapi yang kupikirkan sekarang bukan itu saja. Melainkan...." jawab Yunying dengan berkerutkan alisnya. Jieji mengangguk pelan saja. Dia menarik nafas panjang sebentar. Kemudian dia berkata. "Sang Puisi dewa pernah memberikan beberapa kata-kata yang sungguh sangat tidak mengenakkan hatiku cukup lama saat itu. Sebenarnya setelah bertarung melawan Huo Xiang, aku ingin kembali ke daratan tengah. Tetapi..." "Rupanya kak Jie juga menyadarinya?"tanya Yunying sambil keheranan. "Betul... 1 Bintang utara telah lenyap... Raja tanpa sebuah tiang lurus... 4 Bintang selatan berkelap-kelip... Berkumpul dan ditabrak Bintang juga... Semuanya seperti binatang Fu Yi... Tiada kesempatan... Tiada kesempatan... Tiada kesempatan.... Di puisinya ini sudah terdapat 3 hal yang benar. Dan ada hal keempat yang masih kurasa cukup janggal lagi. Aku sudah tahu arti dari ketiganya dengan baik. Hanya yang keempat yang meragukan serta yang kelima masih samar sekali. Kalimat 1 bintang utara yang lenyap adalah tewasnya Manabu Hirai, adik kandungku sendiri dibunuh olehku. 4 Bintang selatan berkelap-kelip artinya dalam 4 tahun kemudian akan menyusul orang-orang lainnya. Bintang pertama yang menjadi korban adalah ibu kandungku. Yang kedua adalah Pei Nanyang alias tetua Zeng. Tetapi ini sangat kuherankan, karena tewasnya tetua Pei adalah sekitar seminggu setelah peringatan 1 tahun kematian Ibu-ku. Perkiraan waktu disini tidak begitu cocok. Bintang yang ketiga adalah mengenai ayah kandungku sendiri, Hikatsuka. Dia telah menyusul untuk yang ketiga kalinya. Dan yang keempat benar masih samar. Tetapi aku mempunyai firasat yang tidak baik..."

Tutur Jieji sambil menghela nafas panjangnya. Wajahnya terlihat buram, sinar matanya terlihat sayu saat dia mengenang kembali segala hal. Yunying diam saja melihat suaminya dalam keadaan yang sepertinya cukup kacau hatinya. Dia biarkan beberapa saat dahulu. Kemudian dia mulai menanyainya kembali. "Apakah ada lagi yang kelima setelah keempat?" Jieji menatap isterinya dengan dalam. Lalu dia berkata. "Berkumpul 4 bintang selatan dan ditabrak bintang juga. Itu adalah kata-kata yang mempunyai dua arti. Yang pertama adalah bahwa aku-lah orang yang "menabrak" mereka semua. Yang kedua adalah mempunyai maksud bahwa bintang-bintang itu saling "membunuh". Ini sangat membingungkanku. Tetapi, setelah dipikir-pikir. Hal ini terasa janggal." "Seharusnya adalah dalam 5 tahun, akan terjadi 5 kali keadaan yang sama." tutur Yunying. Jieji terkejut mendengar perkataan isterinya. Dia tidak ingin berpikir lebih lanjut dahulu, lantas segera dia menanyainya. "Mengapa demikian?" Yunying hanya melihat dalam kepadanya. Dia tidak ingin menjawabnya. Sepertinya di dalam hatinya dia mendapat sebuah kejanggalan juga. Dia ingin Jieji berpikir dengan serius, supaya apa-apa hal yang di dalam hatinya bukanlah hal yang benar diharapkannya. Melihat wajah isterinya yang terlihat agak buram dan terasa perubahan wajahnya yang tibatiba. Dia tahu bahwa Yunying tidak bisa menjawabnya karena sesuatu hal. Lantas Jieji segera melihat ke meja, dia elus bibirnya pelan sambil berpikir. Hal seperti demikian memang sudah menjadi kesehari-harian Jieji bersama Yunying selama 3 tahun di Tongyang. Yunying memang sering menjadikan pertanyaan untuk menjawab dengan pertanyaan dalam beberapa hal dalam menjawab suaminya, meski pertanyaan itu tidak harus melalui kata-kata. Begitu juga Jieji yang sering melakukannya kepada sang isteri. "Jangan-jangan? Arti bintang yang ditabrak itu? Bisa saja artinya bahwa bukan aku-lah penyebab semuanya? Ini hal yang kau pikirkan?" tutur Jieji. "Betul...." Jawab Yunying kemudian sambil tersenyum. "Aku merasa bahwa kata-kata ditabrak bintang artinya bukan berarti kamulah orang yang melenyapkan mereka semua. Bisa juga artinya...." "Artinya seseorang-lah yang melakukan kesemua itu dari awal-nya hingga akhir? Begitu?" tutur Jieji. "Mungkin saja.... " tutur Yunying kembali sambil tersenyum. "Jika benar ada orang yang seperti kita pikirkan, maka sungguh sangat tepat kalau kita harus menyelidiki diam-diam tentang partai Jiu Qi lagi." kata Jieji. "Kenapa kita tidak mencobanya sekali lagi?"

Jieji menatap isterinya sambil berkerut dahi. Kemudian dia menjawabnya. "Memang kamu punya cara yang paling baik? Kita sudah ketahuan sekali, lantas bagaimana sebaiknya untuk menyusup kesana kembali tentunya tanpa ketahuan siapapun?" "Justru karena kita sudah ketahuan, maka kemungkinan mereka berpikir kita akan datang kembali sangat sedikit. Kakak Jie juga tahu bahwa dalam pertarungan itu, kita tidak menang. Kita sebagai pihak yang melarikan diri." tutur Yunying kemudian. "Betul... Lantas..." Jieji hanya berkata pendek, namun dia disusul Yunying kembali. "Kita harus mencari tahu 3 hal. Yang pertama adalah siapa sebenarnya orang yang menyamar dirimu dan juga Yelu Xian. Kedua, kita harus mencari tahu apa tujuan mereka menginginkan wanita yang mirip kak Xufen ataupun diriku. Ketiga..." jawab Yunying. Tetapi Jieji memotongnya sebelum dia berkata lebih lanjut. Pemuda ini sambil tersenyum berkata kepadanya. "Orang yang mempelajari tingkat kesembilan tapak buddha Rulai... Kau makin hari makin pintar saja." Yunying hanya mengangguk saja. Lantas dia tersenyum. Wajahnya yang nan elok itu sebentar berkerut, sebentar tersenyum manis membuat diri Jieji yang sebenarnya sudah sangat merindukannya merasa sangat puas sekali. "Bagaimana dengan putera kita di Tongyang?" tanya Jieji kepadanya. "Nak Fei baik-baik saja. Dia dijaga dengan baik oleh Dewa Ajaib, semua paman-pamannya serta ayahku. Aku rasa tiada masalah baginya." tutur Yunying. "Menyusahkan mereka semua saja..." tutur Jieji sambil menghela nafas. "Tidak juga... Mereka sangat menyayangi putera kita. Sebenarnya aku juga berat meninggalkannya, tetapi...." tutur Yunying yang terlihat meneteskan air matanya. Dengan pelan dan lembut, pemuda menghapus air mata yang turun di pipi wanita cantik ini. Lantas kemudian dia berkata. "Kita harus cepat menyelesaikan masalah di sini. Lantas bersama-sama kita pulang, bagaimana?" Yunying tersenyum manis sambil mengangguk pelan saja. Setelah beberapa saat, dia kembali bertutur. "Makanlah lagi... Mie-nya sudah dingin." Jieji mendengar kata-kata isterinya dengan baik. Sesekali, dia bahkan menyuapi isterinya. Mereka berdua memang cukup bahagia disini beberapa lamanya. Setelah benar menghabiskan 1 mangkok mie, keduanya lantas duduk berdampingan. Mereka hanya duduk sambil menutup mata sedemikian lamanya. Dan tanpa terasa bahkan sang malam pun telah lewat dan digantikan dengan pagi.

Keduanya terlelap lama dalam keadaan duduk di kursi pada meja kamar tidur. Sampai keduanya merasakan ada orang yang mengetuk pintu depan ruangan dengan tergopohgopoh. "Siapa itu? Sepertinya ada beberapa orang di depan..." tutur Jieji yang segera bangun dari tidurnya. "Betul... Sekiranya yang betul adalah 5 orang." tutur Yunying sambil tersenyum kepadanya. Yunying meski tertidur, dia juga tahu adanya langkah yang tidak wajar itu sedang mendatangi. Oleh kerena itu, dia langsung bangun dengan cepat. Mereka berdua segera beranjak dari kamar. Tujuan mereka tentu di ruangan tamu kecil yang tadinya sempat dibuat sebagai tempat berbincang-bincang. Dari ruangan tamu ini maka di depannya adalah pintu yang sedang diketok. Adalah Jieji sendiri yang membuka pintu. Di sampingnya, sang isteri juga ikut berdiri untuk melihat apa yang telah terjadi. "Ada apa?" tutur Jieji yang keheranan melihat pengetuk pintu itu. Sebab dia mengenali ke- 5 orang ini dengan cukup baik. Kelima orang di depan ini adalah kelima pengawal di antara 10 pengawalnya Zhao Kuangyin. Melihat mereka berlima datang dengan langkah yang sebenarnya tidak begitu baik terasa, maka Jieji merasa heran. "Yang Mulia sedang dikepung pasukan Persia di 10 Li sebelah selatan hutan Lin Qi, selain itu kelima saudara kita juga sedang bertarung hebat bersama-sama Pendekar besar Yuan. Disana terlihat Huo Xiang, ketua partai bunga senja bersama seorang kakek tua, orang berpakaian baju besi dan seorang yang mirip dengan anda." tutur salah seorang yang berjenggot putih, namanya tiada lain adalah Shen Yi Leng. Mendengar kata-kata pendekar ini, Jieji dan Yunying kontan terkejut. Mereka segera tanpa bersiap-siap lebih lanjut mengambil langkah cepat. Jieji memanggil kuda bintang birunya. Kuda "ajaib" ini sudah segera muncul dengan cepat. Dan diduduki olehnya bersama Yunying. Mereka memaju pesat ke arah yang disebutkan oleh Shen Yi Leng itu. Dengan kecepatan kuda yang tinggi, keduanya seperti mengambil ke arah barat daya. Adalah Lie Hui alias pencuri ulung yang tidak tahu apa-apa segera keluar ruangan juga karena mendengar suara yang cukup keras tadinya. Dia hanya sempat melihat ke 5 pendekar yang cukup asing dan tidak dikenalinya. Kelima pendekar hanya berdiri di depan pintu tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Cukup lama juga, Lie Hui hanya terheran-heran saja mengamati kelima orang ini. Lantas dia bertanya. "Ada apa yang terjadi?" Kelimanya langsung membalikkan tubuh. Mereka memandang Lie Hui alias pencuri ulung dengan wajah yang sangat aneh terasa. Kelimanya memang tersenyum ganas melihat ke arahnya. Lie Hui yang tidak tahu apa-apa tentu merasa keder juga dan dalam hatinya dia telah

mendapati sesuatu. Setelah sanggup menguasai dirinya, dia telah tersenyum. "Kakak seperguruan... Tidak disangka kalian main licik dengan cara begitu murah..." Di antara 5 orang, terlihat seorang menganggukkan kepalanya. Shen Yileng yang tadinya mengabari berita ke Jieji segera tertawa terbahak-bahak beberapa lama. "Ayok.. Ikut diriku adik seperguruan..." Dikisahkan Jieji dan Yunying yang berangkat dengan kuda bintang biru. Dalam perjalanan yang cepat, Jieji telah hampir mencapai daerah yang dimaksud. Tadinya hatinya betul tergoncang mendengar perkataan Shen Yileng. Apalagi dia tahu bahwa orang tua bernama Chen Yang itu sakti sekali, ditambah pasukan Persia, tentu kakak pertamanya akan mengalami kesulitan. Tetapi setelah dia bisa mengontrol pikirannya dengan baik. Dia segera mendapati sebuah kejanggalan. Kontan saja, dia berkeringat dingin hebat setelah sepertinya menyadari sesuatu... "Balik!!!" teriak Jieji sambil memutarkan kuda dengan cepat. Yunying memang sangat heran mendapati tingkah Jieji. Dia tidak tahu apa maksud sang suami yang bertingkah sangat aneh. "Ada apa??? Kau tidak jadi menolong kakak pertama?" "Gawat!!! Ini siasat memancing harimau turun gunung!!!" Yunying segera saja diam. Dia kembali mengingat kata-kata Shen Yileng tadinya. Dia mencari ada apa dengan kata-katanya yang tidak beres sehingga di sadari suaminya itu. Lantas, dia juga mengalami hal yang serupa. Kontan, dia sendiri juga sangat terkejut. Yunying tahu benar, orang yang ditinggali oleh mereka tiada lain adalah Pencuri ulung. Dengan memancing mereka berdua keluar, maka untuk melakukan urusan jelas jauh lebih mudah. "Betul... Tidak mungkin Shen Yileng dan orang-orangnya tahu bahwa adanya "Ketua" partai meski hanya melihatnya. Dan selain itu, dia berkata bahwa ada orang yang mirip dengan dirimu disana. Tentu jika mereka adalah pengawal kakak pertama, tentunya pasukan Persia dan pendekar disana tidak mungkin begitu mudah membiarkan mangsanya lolos sehingga kemari memberikan berita." "Betul... Jika mereka berempat muncul. Lantas 1 orang mengambil 1 lawan saja sudah cukup membuat kedua orang lagi bisa mengejar kelimanya sehingga tidak mampu memberikan kabar kepadaku. Aku benar tolol, tertipu muslihat yang sebegitu mudah..." tutur Jieji menyesali. "Tidak.. Ini bukan muslihat yang mudah. Sepertinya memang ada yang janggal dengan orang partai Jiu

Qi dan Bunga senja. Tidak mungkin mereka bisa begitu mengenal dirimu, dan dengan mudah memancing-mu keluar." tutur Yunying. Apa kata-kata Yunying memang beralasan. Jieji memang sangat menyayangi kakak pertamanya. Mendengar bahwa kakak pertamanya dalam bahaya tentu segera membuatnya tidak tenang. Ini adalah siasat yang cukup bagus yang dilakukan oleh orang-orang Partai Jiu Qi. Dalam waktu beberapa saat saja, mereka telah mendekati kembali ke gubuk. Dilihatnya pintu depan terbuka lebar dari arah jauh. Jieji lantas turun, dengan ringan tubuhnya dia mengejar pesat ke depan. Pemuda segera beranjak pelan dan setelah mendekati pintu. Dengan hati-hati, bersama Yunying dia masuk ke dalam. Jieji yang tertipu sekali, tentu tidak akan tertipu untuk kedua kalinya. Dia merasa harus hatihati sekali, jangan-jangan di ruangan ini telah disiapkan perangkap. Dan benar saja... Ketika kakinya menginjak sebuah kayu yang berbunyi pelan. Dia menyadari sesuatu yang aneh sesegera. Yunying yang sedang berada di belakangnya, sudah tahu apa maksud suara yang keluar pelan dan menggesek. Lantas dengan cepat dia berteriak. "Awas kak Jie... Kita harus keluar dari sini sesegera mungkin." Jieji yang mendengar peringatan isterinya, segera beranjak mundur pesat sambil menggandeng tangan kiri isterinya. Mereka berdua melayang pesat ke belakang dengan perasaan was-was sekali. Dan belum saja gerakan mereka betul berhenti... Suara ledakan luar biasa telah terdengar diikuti dengan robohnya gubuk itu dengan sangat hebat. Sungguh untung saja keduanya telah menjauh dari gubuk, jika cukup dekat maka setidaknya cukup berbahaya. Daya ledakan kali ini jauh lebih hebat daripada ketika ledakan terjadi di perkemahan Sung sekitar hampir 3 tahun yang lalu itu. Gubuk telah rata dengan tanah dengan cepat sekali, sedangkan terlihat api sedang membakar pelan di gubuk. Sambil melongo, Jieji melihat ke depan seakan tidak percaya. "Ini adalah perangkap yang sama dengan perangkap yang dipersiapkan Liao untuk menghancurkan kakak pertama bersama pendekar lainnya." tutur Yunying sambil berjalan pelan ke depan. Jieji melihat dengan agak khawatir ke arah gubuk. Dia takut juga apakah pencuri ulung sudah keluar atau belum dari ruangan ini. Tetapi, kemudian dia berpikir tidak mungkin bahwa pencuri ulung masih di dalam gubuk itu. Dan segera pemuda beranjak ke depan. "Kak Jie ingin melihat apakah di dalamnya masih terdapat pencuri ulung?" tanya Yunying.

Jieji sambil berjalan pelan ke depan menjawabnya. "Tidak mungkin dia masih di dalam. Jika orang-orang itu ingin membunuhnya, maka tidak perlu susah untuk menyembunyikan mayat-nya terlebih dahulu baru tunggu sampai ruangan itu meledak. Seharusnya jika mereka menginginkan kematian pencuri ulung, tentu mayatnya sudah kita temukan ketika kita masuk tadi." "Betul... Jika mayatnya ada di ruangan depan, maka kita mau tidak mau lebih mudah dipancing masuk ke dalam. Bukan begitu?" tutur Yunying membalas. Memang benar perkiraan keduanya.... Meski Jieji dan Yunying berjalan untuk meneliti kembali daerah yang telah menjadi abu itu, mereka tidak mendapatkan mayat ataupun kejanggalan lainnya. "Bagaimana dengan kitab Ilmu pelenturan energimu?" tanya Yunying sesaat kemudian karena sadar jika saja kitab itu masih di dalam tentunya akan ikut lebur juga. Tetapi Jieji tersenyum kepadanya. "Kitab tidak kubawa lagi semenjak kita keluar dari Jetavana. Aku menyimpannya di ruangan tempat terdapatnya racun pemusnah raga." Yunying hanya mengangguk pelan saja mendengar tuturan dari suaminya. "Kita hanya menemukan ini di reruntuhan dan rongsokan gubuk." Tutur Jieji yang segera jongkok untuk mengambil sebuah pedang berat. Pedang sama yang pernah diseret oleh Yunying untuk diteliti oleh Jieji di hari-hari sebelumnya. Lantas dengan memikul pedang berat. Mereka berdua segera beranjak dari tempat. Tempat yang dituju tentu adalah "rumah Sun Shulie" yang sekarang adalah tempat tinggal Zhao kuangyin dan Yuan Jielung. Sesampainya disana, mereka segera menceritakan tentang tipu muslihat orang-orang aneh yang menyamar sebagai kelima pengawal dari Zhao. Dituturkan semua oleh Jieji bagaimana dia telah berangkat dan kembali lagi. Juga semua perangkap yang dipakai untuk menjebak dirinya bersama Yunying. Zhao dan Yuan akhirnya mengetahui seluruh masalah, termasuk bahwa wanita di depannya ini adalah tiada lain Yunying. "Adik kedua, tadi aku baru mendapat kabar baru...." sahut Zhao kuangyin setelah mereka sejenak diam. Jieji hanya melihat ke arah kakak pertamanya beberapa lama. Lantas Zhao menjawab tatapan matanya dengan segera. "Sekitar 8 bagian, aku sudah tahu kenapa mereka ingin mencari "Yuan Xufen" berdasarkan lukisan itu." tutur Zhao. Jieji terkejut juga. Tentu hal ini adalah hal yang paling ingin diketahuinya sekarang. Lantas dengan bibir yang gemetar, dia menanyainya pelan. "Apa mereka benar ada dendam dengan Xufen?"

Zhao mengangguk pelan. "Dahulu, kabarnya tabib sakti Chen Yang pernah dilukai hebat oleh Yuan Xufen. Xufen melukai sebelah mata dari tabib sakti itu karena hanya tabib ingin wajah Xufen..." "Apa???" tanya Jieji yang heran dengan segera. "Betul... Tabib sakti ini selain pandai dalam ilmu ketabiban, dia juga sangat suka mempelajari raut wajah seseorang." tutur Zhao Kuangyin. "Berarti pantas saja dia mendapat pelajaran. Tetapi yang heran, seharusnya dia sudah tahu bahwa Yuan Xufen sudah tiada. Mengapa malah mencari orang yang berwajah yang sama dengannya kembali?" tanya Jieji. "Betul... Ini hal baru saja kudengar beberapa saat yang lalu. Ini pun dikabarkan oleh Shen Yileng tentunya orang asli-nya yang cukup mengenal keluarga Yuan. Dia mengatakan bahwa wajah dari Yuan Xufen adalah sangat khusus sekali. Dari pelipis, kening, raut wajah, hidung, bibir dan pipi adalah hal yang masih biasa yang juga dimiliki oleh setiap wanita yang cantik. Tetapi adalah bola matanya yang merupakan hal yang sangat berbeda. Xufen memiliki bola mata yang sungguh sangat indah sekali." tutur Zhao kuangyin. "Betul... Aku merasa memang demikian. Perbedaan antara Yunying dan Yuan Xufen memang terlihat dari bola mata mereka. Meski keduanya sangat mirip, tetapi dari sinar mata jelas bahwa Xufen memiliki sinar mata yang sangat khusus sekali jika kita memandangnya dengan waktu yang lama." tutur Jieji sambil berpikir. Sesekali dia melihat ke arah Yunying untuk memastikan ingatannya. Zhao tersenyum, kemudian dia berkata. "Shen Yileng adalah seorang nelayan dari daerah Jing. Dia adalah orang yang terakhir yang tergabung dalam anggota 10 pengawalku. Ia hidup cukup lama di daerah selatan sebagai seorang ahli informasi. Dahulu memang dia merasa informasi sedemikian memang bukanlah informasi khusus, oleh karena tadinya sempat kita bertutur tentang Partai Jiu Qi mencari orang yang mirip dengan Yuan Xufen, maka dia mengatakannya semua kepadaku." Jieji mengangguk pelan. Lantas Zhao kembali melanjutkan perkataannya. "Chen Yang pernah dibutakan matanya sebelah oleh Yuan Xufen. Sebab katanya, ketika umur 17 tahun. Yuan Xufen suatu saat berpiknik bersama keluarganya di danau Dongting. Di sanalah tabib Chen Yang bertemu dengan Yuan Xufen. Karena sangat tertarik akan wajah dan bola matanya yang jernih menakjubkan. Dia memutuskan untuk membunuh gadis itu dengan tujuan mencuri wajahnya dan bola matanya." Jieji yang terdengar kata kakak pertamanya segera terkejut luar biasa. Begitu pula Yunying, dengan segera kelihatan mereka berdua menahan amarah. "Tetapi karena saat itu, Xufen sudah menguasai Ilmu jari dewi pemusnah dengan lihai. Maka Xufen yang dalam bahaya itu segera mengarahkan jarinya ke sebelah mata lawannya. Alhasil, memang Chen Yang saat itu masih bukanlah pesilat unggul. Dia terakhir jatuh ke danau

Dongting dengan sebelah matanya yang telah buta. Sampai sekaranglah baru terdengar kembali kabarnya." tutur Zhao sambil menghela nafas. Jieji diam saja, dia berpikir tentang kesemua tuturan kakak pertamanya. Yunying melainkan tidak berpikir, dia melampiaskan amarahnya dengan cukup hebat mendamprat. "Orang tua tidak tahu diri, bangkotan!!! Mana ada orang yang mau dibunuh dan diambil wajahnya serta bola matanya demi ide konyol!!!" Mereka semua diam saja mendengar omelan Yunying yang panjang lebar itu. Lantas kemudian Jieji-lah yang menghentikannya. "Sudahlah... Jika bertemu baru buat perhitungan masih bisa bukan?" Yunying menggeser dirinya ke sebelah, lantas agak malu dia menundukkan kepalanya. "Oya adik kedua.. Selain kabar ini, aku juga mempunyai kabar baru akibat selidikan orangorang sekitarku..." tutur Zhao kepada Jieji dengan wajah yang agak serius. "Kabar tentang pencuri ulung?" tanya Jieji. Zhao segera tersenyum, kemudian dia melanjutkan kata-katanya kembali. "Lie Hui benar adalah pencuri ulung, dan pencuri ulung adalah sesungguhnya Lie Hui. Kamu tahu masalah ini?" Jieji mengerutkan dahinya. Dia menggelengkan kepalanya beberapa saat. Zhao melanjutkan kembali kata-katanya. "Ternyata Lie Hui dan Lie Xian memang adalah saudara sekandung. Dan bahkan Lie Xian sendiri tidak pernah tahu bahwa kakaknya itu ternyata adalah pencuri ulung. Lie Hui disini mungkin adalah orang yang hidup sama dengan masa diriku..." Jieji sekali lagi terkejut. Dia berpikir tentang Lie Hui yang juga adalah pelacur di rumah bordir. Apakah benar nona ini betul adalah orang yang sudah tua? Palingan usianya hampir mencapai 60 tahun? Tetapi berpikir tentang ketua partai Jiu Qi memanggilnya dengan sebutan adik seperguruan. Maka mungkin saja segala hal di atas adalah benar. "Tetapi... Kabar santer menyebutkan begini... Sekitar 40 tahun yang lalu, di rumah bordir Yuen Hua ada seorang wanita cantik luar biasa yang bernama Lie Hui juga. Mengenai kecantikan wanita ini, memang aku tidak pernah menyaksikannya. Hanya saja Wang Pangchi salah satu jenderal kepercayaanku pernah menceritakannya begini. "Lie Hui dari rumah bordir Yuen Hua menamai puterinya dengan nama yang sama dengan dirinya yaitu Lie Hui juga. Bukankah itu sangat aneh?"" "Benar... Jika begitu, memang keduanya yang pastinya adalah ada hubungan dengan partai Jiu Qi..." tutur Jieji.

"Betul adik kedua... Bukankah kau ingin pergi menolongnya?" tanya Zhao kepadanya. Jieji mengangguk. Dan dia berkata. "Sebenarnya jika dipikir-pikir, tidak mungkin aku tidak menolongnya. Beberapa kali juga dia pernah menolongku meski katanya adalah bayaran atas kalahnya dia dalam adu siasat." "Dengan begitu kita harus pergi ke partai Jiu Qi?" tanya Yuan Jielung. Jieji menatapnya sambil tersenyum, lantas dia menjawab kepada ketua Kaibang ini. "Tidak... Lie Hui tidak mungkin disekap di Wisma naga emas..." "Jadi?" tanya Zhao maupun Yuan dengan agak heran. "Kemungkinan dia sekarang ada di partai Bunga senja. Sebab Partai Bunga senja memiliki anggota lebih banyak untuk menjaga tahanan dan Partai bunga senja memiliki penjara rahasia yang penjagaannya ketat sekali. Selain itu, mereka pasti tidak akan membiarkan orang yang merupakan perkumpulannya untuk disekap di "rumahnya" sendiri." tutur Jieji. "Betul kata-kata adik kedua. Dengan begitu, kita hanya perlu sekali saja ke sana untuk menyelidik. Adik kedua pernah disekap di penjara rahasia itu, tentu adik kedua paling tahu apakah di sana ada penjagaan yang ketat atau tidak." tutur Zhao. Lantas dia disambung oleh Jielung, ketua kaibang. "Betul, jika penjagaan di sana lebih hebat dari biasanya. Sudah barang tentu bahwa Nona Lie Hui memang berada di sana." Yunying yang mendengar perkataan "sederhana" dari mereka, segera menyela. "Tidak... Bukankah bisa saja mereka tidak memperketat penjagaan di sana seolah tiada terjadi apa-apa, dan seolah Lie Hui memang tidak disekap di sana... Atau bisa saja...." Jieji tersenyum mendengar Yunying yang bertutur dalam perasaan yang terlihat khawatir. Lantas dia sambil tertawa ringan menjawabnya. "Betul katamu... Jika saja tidak ada orang di Partai Jiu Qi yang mengenalku dengan baik. Maka taktikku kali ini tidak bisa dilaksanakan. Tetapi lain halnya ada orang yang benar mengenaliku disana. Tentu saja, mereka akan mencari cara yang paling efektif." "Dengan begitu maksudmu adalah apa yang bisa dipikirkan olehku pasti terpikir juga oleh mereka?" tanya Yunying dengan wajah yang agak menggerutu. Jieji tertawa besar mendengar tuturan Yunying. Tetapi dia tetap membalasnya dengan pelan. "Memang cara berpikir begitu adalah benar dan harus juga diperhatikan seksama. Kalau aku adalah mereka, maka aku akan memperketat 2 tempat penjagaan. Yaitu di Partai Bunga senja dan Wisma Naga emas."

Zhao langsung memotong perkataan Jieji dengan perasaan yang tidak sabar. "Betul... Jika kita berpencar, maka kekuatan kita sudah berkurang... Apa ada daya yang terbagus dari adik kedua?" Sambil tersenyum, Jieji menjelaskan taktiknya. "Kita lawan cara berpikir mereka dengan cara begini. Lawan tentu tidak akan membiarkan tangkapannya lolos dengan begitu mudah. Mereka pasti tahu bahwa aku akan segera menolong Nona Lie Hui. Jika saja mereka tidak melakukan penjagaan ketat, tentu mereka lebih banyak kehilangan daripada mendapatkan. Dan satu hal yang pasti, mereka terdiri dari 4 orang pesilat yang berkemampuan hebat sejagad. Jika kita ingin menerobos pun, pasti lebih bagus dihalangi daripada dibiarkan. Dengan begitu, mereka masih bisa menahan kita semua. Tentunya bukan hanya mereka berempat orang saja." "Pasukan Raja Persia sudah tunduk di bawah perintah Huo Xiang, dengan begitu di partai-nya pasti terdapat ratusan pengawal yang hebat juga. Kita tidak mudah menerobos masuk ke dalam. Meski bisa masuk sekalipun, keluar akan susah..." tutur Zhao yang sepertinya berpikir hebat. Jieji tersenyum kepada kakak pertamanya, lantas dia menjawabnya. "Tidak... Tadi aku mengatakan bahwa akan menggunakan tipu melawan tipu mereka. Tentu disini maksudku adalah kita gunakan taktik yang sama, yaitu memancing harimau turun gunung." "Jadi... Maksudmu kita pura-pura menyerang ke Wisma Naga emas dahulu untuk menyelamatkan Lie Hui yang memang tidak berada di sana? Lantas baru kita cari cara lain untuk menyelamatkan Lie yang ada di partai Bunga senja?" tutur Yunying dengan bersemangat. Jieji tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan isterinya. Lantas dengan wajah kegirangan, dia berkata begitu. "Tepat! Kita minta 4 orang pengawal kakak pertama untuk cukup mengacau Wisma naga emas saja. Tentunya adalah harus ketika malam benar tiba, kita minta ke 4 orang berpakaian hitam dengan penutup muka. Dengan begini, tiada orang lagi yang tahu sebenarnya siapa 4 orang yang menyerang Wisma Naga emas. Lalu... Kita berempat menunggu apakah informasi cepat atau tidak telah sampai ke telinga orangorang Partai bunga senja. Dan jika melihat adanya orang-orang berkungfu tinggi telah terpancing keluar maka langsung kita berempat menyerang ke partai bunga senja untuk menyelamatkan tawanan tentunya setelah adanya konfirmasi dari pihak kita sendiri." "Betul!!!" Zhao berteriak kegirangan. "Dengan begitu, maka keempat orang hebat itu pasti berada di salah satu tempat antara Wisma naga Emas atau partai Bunga senja. Tetapi... Bagaimana jika Wisma naga emas benar adalah tempat keempat pendekar itu berada? Bukankah nantinya keempat pengawal bisa dalam masalah besar?" tanya Yuan kepada Jieji.

"Untuk kata-kata pendekar Yuan, aku berani menjaminnya seratus persen tidak akan terjadi. Bahwa tidak mungkin Lie Hui ada di Wisma Naga emas bisa kita coba dengan cara cukup sederhana saja. Kita bisa minta Shen Yileng asli untuk pura-pura pergi ke Wisma Naga emas. Dengan bertingkah sedikit, langsung maju tanpa berkata banyak dan masuk melalui gerbang depan. Tentu saja bisa tahu apakah Shen Yileng "palsu" sebelumnya pernah pulang ke Wisma naga emas bukan?" tutur Jieji sambil tersenyum. "Betul... Ini adalah cara yang sederhana yang dirasa cukup baik. Jika Shen tidak dihalangi, maka kemungkinan besar adalah orang partai Jiu Qi sudah mengenalnya sebagai "Shen Yileng" yang palsu. Tetapi, bagaimana jika mereka memasangkan perangkap untuk Shen Yileng?" tanya Zhao kuangyin dengan rada kacau. "Tidak... Bagi mereka adalah ikan besar lebih baik terpancing daripada ikan yang kecil. Mereka sudah memasangkan perangkap di Partai Bunga senja dan Wisma Naga emas. Terutama adalah Wisma Naga emas, bukankah jika benar Lie Hui tidak berada disana. Maka usaha kita betul sia-sia? Dan sepertinya bahan peledak yang kedua pasti akan terjadi lagi di Wisma Naga emas." Jelas Jieji sambil tersenyum. "Betul... Tidak mungkin juga Huo Xiang yang kabarnya telah mendirikan gedung balairung istana Persia dengan baik di Partai Bunga senja, lantas akan hancur lebur akibat ledakan dari bahan peledak." tutur Zhao yang segera memanggil salah seorang pengawalnya. Setelah sampai, dia memberi perintah rahasia. Dan orang ini minta pamit dengan segera melaksanakan apa pesan Zhao Kuangyin. "Jika sebuah tipu muslihat benar dijelaskan terlebih dahulu, maka kesemuanya malah menjadi bahan yang sudah tidak menarik sama sekali." tutur Yunying sambil melihat geli ke arah suaminya dengan samping matanya. Jieji hanya menggelengkan kepalanya saja sambil tersenyum tawar kepada isterinya itu.

BAB CXXIII : Operasi Penyelamatan Pencuri Ulung Markas Besar Partai Bunga Senja... Enam orang terlihat duduk di dalam balairung istana buatan Ketua partai ini. Keenam orang tersebut terlihat sedang serius memikirkan sesuatu. Dilihat dari potongan orang, terdapat 4 orang lelaki, seorang yang memakai baju besi lengkap dan seorang wanita cantik. "Jadi menurutmu mereka tidak akan datang kemari?" tutur seorang pemuda paruh baya yang memiliki jenggot lebat. Dia ini tak lain adalah "Yelu Xian".

"Benar.... Kalian tidak usah khawatir. Meski mereka menyerang pun untuk menyelamatkan tawanan, tentu yang diserang adalah wisma naga emas dahulu." jawab Huo Xiang membalas perkataannya. "Perkataan ketua partai benar sekali. Kita sudah menyiapkan banyak perangkap di sana. Niscaya mereka bisa keluar hidup-hidup." sahut suara seorang pria lain yang dilihat adalah sebuah baju besi kokoh yang sedang duduk. "Tetapi.........." sahut pria yang menyamar sebagai Xia Jieji dengan agak terkejut. "Sudahlah nak..." tutur orang tua berjenggot putih menghentikan komentarnya. "Kita sudah merencanakan ini baik-baik, bagaimana bisa kita merubahnya kembali?" "Benar...." sahut "Xia Jieji" itu kepada orang tua. Namun, dia kembali melanjutkan katakatanya. "Kalian betul tidak mengenalnya, karena itu kalian kurang waspada. Aku tidak yakin bisa membohonginya dengan begitu mudah." Hanya 2 orang disini yang mengerti bagaimana cara Jieji menyusun rencana-nya dengan cermat. Mereka berdua juga-lah tahu bahwa Xia Jieji bukanlah manusia yang sembarangan. Oleh karena itu, keduanya tampak ngotot untuk meminta memperumit penjagaan sebab mereka merasa penjagaan memang masih banyak "lubang kosong". Tetapi keempat orang lainnya tidak berpendapat sama dengan kedua pria ini. Mereka meyakinkan sebaik-baiknya apa yang sudah direncanakan mereka dari hari sebelumnya. Pembicaraan yang cukup lama disini adalah tentang tawanan yang baru saja beberapa hari mereka tangkap yaitu Pencuri ulung. "Wisma Naga emas sudah penuh dengan peledak hebat. Jika mereka sudah mulai menyerang, maka kita ledakkan saja kesemuanya. Tiada orang yang bisa lolos dari sana." sahut Orang tua kepadanya kembali. "Bagaimana dengan tetua partai Jiu Qi dan anggotanya, apakah kalian juga berminat mengubur mereka hidup-hidup?" tanya Huo Xiang ke arah Baju besi. Tetapi, baju besi hanya tertawa terbahak-bahak beberapa saat. Yang menjawabnya adalah orang tua di samping yang duduk tepat di sampingnya. "Tidak... Kita berpura-pura dahulu untuk bertarung. Jika mereka menyerang tentu akan menjatuhkan siapa saja yang menghalangi. Jika anggota kita yang terbunuh oleh mereka maka tiada masalah. Tetapi bagi anggota yang masih hidup harus berusaha melarikan diri ke tempat yang aman. Sedangkan tentara penjaga sel, sudah menyediakan lubang perlindungan yang dalam untuk bersembunyi sementara waktu jika mereka sampai dan peledak sudah diaktifkan." Huo tertawa terbahak-bahak, dia menyetujui dengan benar rencana orang tua ini. Tertawanya Huo diikuti oleh 3 orang lainnya secara beberapa lama. Tetapi kedua orang di samping ujung kursi tidak berpikiran demikian. Terutama pemuda yang menyamar sebagai Xia Jieji itu. Dia terlihat memikirkan sesuatu sambil memegang bibirnya cukup lama. Rasa tertawa tidak ada

sama sekali di wajahnya. Kerutan di wajah yang berlebihan membuktikan rasa kekhawatirannya yang melebih-lebih. "Sudahlah... Jika begitu, kita bubar saja. Sebab malam ini kita tetap akan berjaga dengan sebaik-baiknya." sahut Huo Xiang yang membubarkan "rapat" tersebut. Sudah lebih dari sejam, ruangan tadinya yang menjadi ruangan berdiskusi itu telah hening sama sekali. Sekarang ruangan yang dipenuhi 6 orang itu hanya tinggal seorang pemuda yang sedang asyik-nya memikirkan sesuatu hal. Dia duduk sambil berkerut dahi, sikapnya ini belum berubah sama sekali dari tadinya. Tetapi dia tiba-tiba dikejutkan suara seseorang yang diikuti tepukan ringan di bahunya. Pemuda menoleh secara spontan ke arah penepuk. Dilihatnya adalah seorang wanita cantik. Wanita yang tinggi semampai dengan pakaian yang cukup aduhai, senyum di wajahnya seakan bisa membuat lelaki normal goyah imannya. Tetapi lain dengan pemuda ini, dia hanya tersenyum tawar sebentar. Lantas terlihat dia kembali berpikir. Si Nona yang menyaksikan sikap pemuda, dia menanyainya dengan segera. "Apa menurutmu rencana ayah dan para tetua tidak bisa diikuti?" Pemuda hanya melihat ke arah wanita cantik. Terlihat sambil menghela nafas dia mengangguk. "Kamu terlalu berkhawatir segala. Meski Xia Jieji itu pintar dan cerdik, tetapi dia juga manusia." tutur wanita cantik sambil tersenyum. "Tidak... Di sini, terlihat sudah banyak kesalahan. Menganggap remeh lawan adalah sebuah hal yang sangat disayangkan akhirnya." jawab Pemuda. "Tidak... Dalam hal ini, kakak mungkin salah paham. Bukankah kungfu kakak sudah sangat luar biasa tinggi. Kenapa harus takut kepada 4 orang itu meski mereka menyerang kemari?" tanya wanita ini kembali kepadanya seraya meyakinkannya. "Bukan masalah ini yang benar kukhawatirkan. Jika saja mereka memancing kita, itu sangatlah berbahaya. Jika kita berenam di pisahkan tentu inilah hal yang sangat kutakutkan." tutur "Xia Jieji" palsu ini. Wanita cantik tertawa saja terbahak-bahak. Melihat kelakuan wanita ini, pemuda lantas berkerut dahi. Wanita ini kemudian menjelaskan kepadanya. "Bagaimana kita bisa dipisahkan? Mereka hanya 4 orang yang menguasai kungfu hebat. Selain Zhao kuangyin dan Xia Jieji. Aku merasa kedua orang lainnya tidak begitu perlu kita takutkan." "Mengenai kata-kata ini, memang separuhnya benar. Zhao kuangyin ilmu silatnya memang teristimewa jika kita nilai, tetapi justru kulihat Yuan Jielung ataupun Xia Jieji tidak bisa dipandang remeh sama sekali. Dan... wanita misterius itu lagi. Mereka bukan lawan yang mudah dihadapi sama sekali." tutur orang ini.

"Betul.. Jadi ingin kamu meminta kepada ayah untuk menanam bahan peledak disini? Seperti yang telah dilakukan di Wisma Naga emas?" tanya wanita ini kepadanya. "Bukan juga... Sesuai rencana, kita bergerak setelah mendengar letusan hebat dari arah barat. Anggota kita sambung menyambung sudah ditempatkan di sepanjang jalur lebih dari 10 li ke barat. Mereka akan mengabarkan jika benar terjadi ledakan, kita akan segera berangkat ke sana bukan? Justru itulah hal yang kukhawatirkan." sahut pemuda dengan serius kepada wanita. "Kakak mengkhawatirkan bahwa ketika ledakan terjadi, mereka juga akan menyerang kemari? Jika mereka memisah diri, tentu setelah mendengar ledakan di wisma, mereka tentu akan menuju kesana. Oleh karena itu, rencana kita kurasa sudah cukup baik. Begitu kita menuju kesana, tentu aku merasa mereka tinggal 2 orang saja. Untuk mengeroyoknya, kita berenam pasti sanggup. Tidak usahlah kakak terlalu berkhawatir." tutur Wanita cantik yang bernama Huo Thing-thing ini panjang dan lebar. Apa kata-kata wanita ini memang adalah kata-kata yang cukup beralasan. Mereka telah menyusun taktik begini dari awal. Di Wisma naga emas, akan ada 5 orang yang didandani mirip dengan keempat pendekar yaitu Huo Xiang, Baju besi, Chen Yang, "Yelu Xian" dan "Xia Jieji". Kelima-nya telah diperintah harus berkelahi sambil mundur teratur. Jika sudah ada peluang, maka salah satu di antara mereka harus memancing keempat pendekar (Jieji dan kawan-kawan) untuk diledakkan dalam sel Wisma Naga emas. Jika mereka memisahkan diri, yaitu 2 orang ke wisma naga emas dan 2 orang lagi ke partai bunga senja. Tentu menurut mereka, jika ledakan benar terjadi di wisma naga emas, maka keempat pendekar dari partai bunga senja akan menyusul untuk "membinasakan" dua orang lainnya. Rencana serta taktik sudah disusun dengan sebaik-baiknya dari awal. Tetapi jika harus diganti lagi tentu selain makan waktu, dan memikirkan rencana yang lebih bagus dari ini mungkin tidaklah mudah sama sekali. Tetapi kata-kata Thing-thing tidak benar bisa membuat hatinya lega. Dia kembali bertutur. "Xia Jieji adalah manusia luar biasa pandai, aku tidak yakin kita bisa menipunya dengan cara begituan. Tetapi karena rencana sudah dibuat, aku merasa sebaiknya kuikuti saja maunya mereka semua." Wanita cantik ini lantas tersenyum. Dia berikan sebelah telapak tangannya untuk menarik pemuda ini berdiri. Keduanya lantas meninggalkan ruangan. *** 3 Hari setelahnya... Adalah malam tahun baru Imlek. Hari dimana kawasan kota penuh penduduk, meski ada yang merayakannya dan ada pula yang tidak, tetapi suasana di sini cukuplah ramai. Banyak anakanak memainkan petasan serta ada yang bercanda ria. Pemuda-pemudi berpasangan acap kali nampak di kota yang tiada kecil itu, banyak juga yang memadu asmara di sana menikmati keindahan malamnya kota.

Jieji dan kawan-kawan sedari tadi memang sudah bersiap-siap. Mereka memilih sebuah tempat dari arah timurnya kota Huai, dimana kota tempat partai bunga senja berada. Sebuah kedai arak bekas yang sudah tidak terbuka sejak lama sedang di tempati oleh keempat orang. Keempat orang ini sengaja menunggu waktu telah gelap supaya keempatnya bisa mulai melakukan aksinya. "Di kota pasti terdapat banyak penjagaan yang ketat. Lantas bagaimana kita menerobos masuk ke kota terlebih dahulu?" tanya Yunying kepada mereka bertiga. "Itu tidaklah susah. Aku sudah mengaturnya dengan sangat baik sekali." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Betul perkataan adik ipar. Bagaimana caranya kita menyusup ke dalam kota terlebih dahulu?" tanya Zhao kuangyin yang seakan merasa bingung mendapati keyakinan adik keduanya. "Kita tidak perlu menyusup ke dalam kota. Kalian tahu bahwa penjagaan yang ketat di setiap pos sepanjang 10 li ke barat?" tanya Jieji. "Betul... Di sana terlihat penjaga partai bunga senja yang di setiap pos jumlahnya ada sekitar 10 orang." sahut Yuan Jielung kepadanya. "Itu akan kita lihat nantinya... Sulap yang terjadi di tahun baru akan menjadi sulap yang luar biasa..." tutur Jieji dengan tertawa dan wajah yang penuh keyakinan. Lantas dia berkata melihat ke arah kakak pertamanya. Dia meminta kakak pertamanya untuk ikut dengannya terlebih dahulu. Kedua orang lainnya yaitu Yuan Jielung dan Yunying cukup heran. Tetapi mereka merasa bahwa Jieji pasti mempunyai pesan yang penting kepada Zhao Kuangyin, oleh karena itu keduanya mengawasi kepergian keduanya dengan perasaan yang cukup was-was pula. Setelah keduanya berjalan kaki hampir 1 Li, mereka berdua akhirnya berhenti. "Ada apa adik kedua?" tanya Zhao kuangyin dengan wajah yang agak keheranan kepadanya. Jieji menyerahkan sesuatu kepadanya. Sesuatu benda yang terlihat agak keemasan. Sepertinya benda ini tak lain adalah kain yang berwarna keemasan. Zhao cukup heran mendapatinya. Dahulu, sekitar 3 tahun lalu. Dia juga pernah menerima barang yang sama dari Jieji, adik angkat keduanya. Tetapi, saat itu Jieji tidak punya pilihan lagi selain "mati", dan dia meninggalkan wasiatnya kepada sang kakak pertama untuk mengaturnya sedemikian rupa. Tetapi kali ini, kembali Jieji memberikan sesuatu benda yang mirip dengan benda 3 tahun lalu itu. Dia kontan terkejut. "Ini... Ada apa lagi adik kedua?" tanya Zhao kuangyin dengan wajah yang tidak percaya. Sambil tersenyum, Jieji menjawabnya. "Ini adalah sesuatu yang akan dilaksanakan kalian. Kakak pertama pasti bisa melakukannya dengan mudah."

"Tetapi... Dahulu... 3 tahun yang lalu...." baru saja Zhao berkata sampai disini, Jieji menghentikannya. "Aku kali ini tidak ingin lagi mati. Aku mempunyai daya yang sudah sangat baik sekali. Benda ini kumohon kepada kakak pertama untuk membukanya ketika aku berkata, "Yuan Lai She Ni Men / Ternyata kalian". Mohon dilaksanakanlah sebaik-baiknya." tutur Jieji yang berubah menjadi serius. "Tidak bisa.. Ini.. Kamu harus berjanji kepadaku dahulu adik kedua." tutur Zhao dengan berubah serius pula. "Tenang saja kakak. Aku menjamin, aku akan pulang dengan selamat tanpa kurang sesuatu apapun. Di dalam Cin Lung (Kantong emas) telah kuberikan tipu untuk mengerjakan sesuatu hal dan tipu meloloskan diri. Kita berempat dan pencuri ulung tidak akan kurang satu apapun. Kakak pertama... Percayalah padaku, perhitunganku kali ini tidak mungkin meleset sama sekali." sahut Jieji. Zhao hanya menghela nafas panjang, meski hatinya benar khawatir. Dia mengangguk perlahan dan berjanji akan melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Zhao sudah memberikan wewenang penuh kepada adik keduanya dalam operasi penyelamatan pencuri ulung. Adalah Jieji juga orang yang meminta kakak pertamanya, Yuan Jielung dan Yunying untuk mempercayakan hal ini sepenuh kepadanya. Di partai Bunga senja... Ke-enam pendekar yang hebat telah duduk di atas temboknya partai bunga senja. Partai bunga senja memang benar telah direnovasi sedemikian rupa sehingga dalam kota Huai, terdapat "kota" Bunga senja juga. Mereka sepertinya bersembunyi di bawah tirai yang tebal. Keenamnya seperti berkonsentrasi untuk merasakan siapa saja yang datang. Dari gerak langkah, keenamnya bisa tahu benar bahwa orang yang berjalan di bawahnya termasuk seorang pesilat ataupun bukan. Di "kota" bunga senja, penjagaan memang betul ketat. Partai bunga senja sendiri tidak pernah melarang rakyat jelatanya untuk jalan-jalan di daerah sana, tentunya untuk tidak menimbulkan kecurigaan kepada Jieji dan kawan-kawannya sehingga mereka merasa tawanan betul berada di sini. Di dalamnya pada setiap sudut partai, penjagaan sangatlah ketat. Tidak ada yang tahu sesungguhnya ada penjaga yang banyak sekali di partai selain orang dalam. Dari luar sekalipun, tidak terlihatnya banyak penjaga malang-melintang dari sana seakan sedang dalam keadaan biasa saja. Biasanya penduduk daerah daratan tengah merayakan saat-saat terakhir lewat tahun. Tentu diikuti dengan suara mercon yang luar biasa berisiknya. Banyak orang biasanya berteriakteriak "Gung Xi Fa Chai." Dan ketika satu orang bertemu dengan orang lainnya, mereka juga akan mengucapkan kata "Gung Xi/ Selamat". Selain tradisi di daratan tengah, maka rakyat yang telah berbaur dengan penduduk datangan biasanya juga mengikuti adat ini guna meramaikan acara tahun baru. Adalah di saat detik detik terakhir akan terjadi-nya pergantian tahun... Suara hampir tidak terdengar ketika orang-orang mencoba untuk tenang dan menghirup nafas terakhirnya di tahun ini. Tetapi...

Segera, suara mercon yang menggelegar terjadi dengan dahsyat. Suara ini tiada lain adalah muncul di sebelah barat dari posisi kota Huai. Kontan, bukannya para penduduk merasa takut atau lain hal. Mereka juga ikut meramaikan suara mercon menggelegar itu dengan suara teriakan yang cukup dahsyat juga, sebab dari anak-anak, remaja dan sampai ke orang tua kebanyakannya berteriak-teriak gembira sekali. Suara kegembiraan dari para rakyat ternyata tidaklah membangkitkan kegembiraan enam orang yang berada di atas tembok "kota" bunga senja. Mereka segera bangkit dan mengawasi sesamanya dengan keheran-heranan. "Itu tanda ledakan dari arah barat!!!" teriak orang tua bernama Chen Yang ini dengan gembira sekali. "Betul...." jawab Huo Xiang yang tidak kalah gembiranya. "Ayok!!! Segera kita ke barat, cepat!!!" teriak si Baju besi. Orang yang pertama turun dari tembok kota dengan kecepatan luar biasa melesat ke arah barat. Rupa-rupanya di sebelah barat, telah di siapkan kuda yang mampu berlari kencang. Dia disusul oleh 4 orang lainnya dengan segera. Keempat orang juga bergerak sangat pesat sekali dengan "mencari" kuda yang telah disiapkan dengan sangat baik. Di sini... Hanya seorang pemuda saja yang tidak ikut. Dia melompat ke arah dalam malah dari tembok tinggi partai. Dia tidak mengikuti gerakan kesemua orang itu. Dengan gerakan berlari cepat, dia ingin menuju ke arah sel / penjara bunga senja. Apa yang dilakukan pemuda, memang sudah diketahui pendekar-pendekar lainnya meski mereka sedang menuju ke arah barat dengan gerakan pasti nan cepat. Adalah seorang wanita yang kemudian berbalik dengan cepat memutar arah kudanya, dia terlihat berteriak. "Aku akan melihatnya!" Keempat orang ini tidak mempedulikan gadis itu. Mereka tetap melanjutkan perjalanannya dengan cepat. Pemuda yang memakai wajah "Xia Jieji" itu, hampir sampai di daerah yang dituju. Gerakan cepat dari kedua kakinya sungguh di luar dugaan. Bahkan para penjaga tidak pernah tahu, bahwa dirinya lewat di samping mereka yang kebanyakan adalah kaum pesilat. Kesemuanya hanya merasakan angin ringan yang berhembus saja. Dia bergerak sangat cepat, menelusuri gang demi gang yang cukup sempit yang terlihat pengawalnya sedang diam memandang ke depan. Karena kecepatan serta pengaturan langkahnya yang sudah sempurna, tiada yang tahu bahwa ada pemuda luar biasa ilmu ringan tubuhnya telah lewat di sampingnya. Adalah ketika dia sudah mencapai sebuah tanah lapang. Dia segera keheranan, sebab dia sudah berhenti dari gerakannya total. Tetapi, dia melihat pemandangan yang kurang begitu meyakinkannya. Sebab tidak ada seorang pengawal pun bergerak memandangnya. Segera, dia terkejut luar biasa sekali. Sebab dia sudah merasakan beberapa hawa yang muncul dari sampingnya. Dia segera menoleh cepat sekali. Dilihatnya ada 4 orang yang sedang berdiri diam mengawasinya. Tentu keringat dingin segera membasahi dahinya. Dia tidak percaya bagaimana keempatnya

bisa masuk demikian cepat. Bahkan dia sudah tahu pokok permasalahannya dengan baik, yaitu ketika para pengawal yang meyakini ilmu silat itu telah tertotok nadi geraknya kesemuanya. Pantas saja kesemuanya segera tidak mampu bergerak bukannya karena mereka tidak mampu mengetahui adanya orang yang lewat di sampingnya. "Xia Jieji?" Memang benar, siapa lagi kalau keempat orang itu bukanlah Xia Jieji dan kawan-kawannya. Jieji memandangnya sambil tersenyum saja. "Siapa kau? Kenapa selalu saja menyamar sebagai suamiku?" tanya Yunying ke arahnya dengan wajah yang agak heran dan tidak senang. Orang ini terkejut. Dia segera melihat ke arah orang yang berbicara. Ternyata seorang wanita cantik. Dia sudah tahu kembali pokok permasalahan yang lainnya, yaitu bahwa ternyata selama ini wanita bertopeng tiada lain adalah Wu Yunying yang sama sekali tidaklah perlu menyamar lagi, sebab wajahnya toh begituan. "Ternyata kau adalah Wu Yunying... Kalian menyusup masuk demikian mudahnya, benar-benar orang yang hebat." tutur "Xia Jieji" palsu ini sambil menggelengkan kepalanya. "Lalu bagaimana kau bisa tahu bahwa kita sudah ada di sini? Kau juga tidak kalah hebatnya. Tetapi sepertinya empat orang lainnya adalah orang tolol.." tutur Jieji sambil tersenyum geli kepadanya. "Empat orang?" tanya "Xia Jieji" ini. "Betul.. 1 orang adalah wanita, dia sedang menuju kemari." tutur Zhao kuangyin melihatnya sambil tersenyum. Tetapi ketika orang ini melihat ke arahnya, tertimbul sebuah dendam dari matanya. Dia melihat Zhao dengan wajah yang agak buas. Sepertinya pemuda ini menyimpan sebuah dendam dengannya. "Kau adalah Yue Liangxu bukan? Untuk apa kau menutup wajahmu dan menggantikannya dengan wajahku?" tanya Jieji. Orang ini mendengar kata-kata Jieji, dia membuka wajahnya dengan sesegera. Memang benar sekali, wajahnya terlihat wajah Yue Liangxu. Dia memang tidak berubah dari dulu, tetap sama. Sambil tersenyum, dia berkata kepada Jieji. "Bagaimana saudara Xia bisa begitu cepat kemari? Sungguh aneh, aku tiap malam memikirkan taktikmu itu." "Aku tidak bisa memberitahumu secara detail, waktuku tidaklah banyak. Kau ingin bertarung?" tanya Jieji kepadanya. Tiga orang di belakang Jieji sepertinya akan ikut membantu. Tetapi Jieji malah menghentikannya, dia mengangkat sebelah tangannya. Justru saat itu, wanita lainnya telah

sampai. Wanita yang bernama Huo Thing-thing telah mendarat dengan ilmu ringan tubuhnya yang mantap. "Ternyata kalian..." tutur Jieji agak keras. Zhao yang mendengarnya segera tahu. Dia berjalan ke arah belakang dengan pelan, merogoh kantong bajunya dan membuka dengan cepat bungkusan emas. Hanya beberapa kata-kata yang tidak panjang serta rumit ditulis di atas kertas berwarna putih, lantas Zhao terkejut kegirangan mendapati apa tulisan itu. Sesaat, dia memandang adik keduanya dengan sangat kagum. "Ayok.. Kalian ikutlah aku.." tutur Zhao kepada keduanya. Tetapi Yunying menyatakan tetap tinggal. Dia merasa agak heran mendengar tuturan Zhao Kuangyin. Dia ingin membantah, tetapi dia dihentikan segera. "Tidak bisa.. Kamu ikutlah kakak pertama dahulu. Banyak hal yang harus dikerjakan oleh kalian." tutur Jieji dengan serius. Melihat keseriusan Jieji, Yunying diam sebentar. Lantas dia menganggukkan kepalanya. Dia segera bergerak ke arah Zhao. Ketiganya mengambil gerakan mundur ke arah sebuah gerbang besi yang kecil. Tetapi niat mereka bertiga kemudian dihalangi dengan segera. Baik Yue Liangxu dan Thing-thing segera bergerak cepat untuk mendahului mereka. Tetapi baru sebentar saja, mereka berdua telah dihalangi oleh seseorang. Rupa-rupanya Jieji telah sampai di depan untuk menghalangi dengan gerakan yang jauh lebih cepat. Jieji menyiapkan rapalan jurus siaga menantikan keduanya. Pertarungan tentu langsung saja terjadi dengan cepat. Jieji bertarung dengan serius menghadapi keduanya. Dengan gerakan bertahan sambil menyerang dia beradu dengan kedua orang ini. Tetapi dalam 5 jurus saja, Jieji sudah merasa cukup aneh. Dia merasa kedua lawannya ini masih beberapa kelas di bawahnya. Terutama adalah Yue Liangxu ini, kemampuannya kali ini sungguh mengherankan Jieji. Hanya dua kali hentakan tenaga dalam dan sekali perputaran tangan dalam jurus keenam, keduanya terpental oleh energi ringannya Jieji. Meski keduanya tidak dijatuhkan, tetapi dari pertarungan singkat ini Jieji tahu benar ada sesuatu hal yang janggal. "Aneh... Saudara Yue... Sepertinya kungfumu tidak lebih baik dari ketika pertarungan 3 tahun yang lalu.." tutur Jieji yang merasa cukup bingung mendapati kemampuan Yue Liangxu di depannya ini. "Itu karena aku belum mengeluarkan kepandaianku.." tutur Yue Liangxu dengan tersenyum. Tetapi baru saja dia berkata sampai disini, telah terasa hawa mendekat dengan cukup cepat. Jieji segera berpaling lurus ke arah depan. Dengan pesat sekali, dia telah mendapati sampainya 2 orang yang sakti. Dia melihat 2 orang yang turun dari langit dan mendarat cepat dengan mantap sekali. Kedua orang ini adalah seorang tua yang merupakan tabib sakti, Chen Yang dengan ketua partai bunga senja, Huo Xiang.

Zhao, Yuan Jielung dan Yunying sudah meninggalkan tempat ini. Mereka beranjak ke belakang, sepertinya Jieji sedang memberikan "perintah" kepada mereka untuk melaksanakan sesuatu. "Dimana ketiga orang yang lainnya?" tanya Chen Yang sesegera saat dia mendarat. Yue Liangxu segera menjawabnya. "Mereka sedang menyelamatkan tawanan." "Jadi hanya tinggal dirimu seorang di sini? Betapa yakinnya dirimu akan kemampuanmu sekarang?" tanya Chen Yang yang agak heran menatapi Jieji. Jieji membalas perkataan orang tua. "Tentu... Jika tidak tentunya bukan aku sendiri saja yang berjaga di sini." Mendengar perkataan Jieji, kesemua orang disini agak heran. Mereka heran bagaimana kemampuannya yang sesungguhnya. Kabar dunia persilatan daratan tengah memang pernah "mengibarkan" nama Xia Jieji yang selangit. Tetapi, beberapa tahun belakangan sepak terjang Xia Jieji memang tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Huo Xiang memang merasa aneh sejak awal sampai sekarang. Adalah tentunya dia memang sempat "menyekap" Jieji di penjaranya. Saat itu, dia tahu bahwa pemuda tidak mempunyai kungfu yang tinggi, bahkan energi dalam dirinya sama sekali tidak terasa layaknya manusia biasa saja. Oleh karena hal ini, Huo selalu mengira dia salah tangkap orang. Tetapi, merasakan kehebatan lawannya saat setahun lalu ketika mereka bertarung sebentar di hutan Lin Qi, dia sendiri tidak pernah habis pikir apa maksud tujuan Jieji "melenyapkan" ilmunya dan rela menjadi tawanan-nya dalam jangka waktu 8 bulan. Sekarang, disini telah berdiri Xia Jieji yang asli dan sedang penuh keyakinan menjawab mereka berempat. Tentu mereka benar tahu bahwa Jieji tidak pernah sembarangan dan bermain api di saat yang cukup berbahaya seperti sekarang. Merasakan bahwa lawan memang masih susah ditaksir kemampuannya, maka mereka berempat tidak berani maju sedikitpun mendahului yang lainnya. "Hm... Aku menanyaimu, apa benar kau sudah menikah dengan wanita bernama Yuan Xufen?" tanya Chen Yang sambil menunjuk kepada Jieji dengan tongkatnya. Tersenyum, pemuda yang ditanyainya ini menjawab. "Aku rasa pertanyaan sebodoh ini tidak perlu di jawab. Dahulu, kabarnya kamu mempunyai dendam dengan isteriku. Dia telah membutakan sebelah matamu, kau ingin mencarinya balas dendam?" "Betul... Mataku ini..." tutur Chen Yang sambil mengorek biji mata sebelah kirinya. Dengan mudah, dia mengeluarkannya dan meletakkan di telapak tangan. Lantas sambil membentak dia melihat ke arah Jieji. Raut wajahnya berubah sangat bengis sekali memandang pemuda. "Ini-lah hasil perbuatan isterimu!!!"

Jieji tersenyum sinis kepadanya. "Sayang sekali isteriku tidak membunuhmu dahulu. Kau menginginkan wajah dan bola matanya. Ini adalah hal yang sungguh biadab, apakah ada orang yang hidup rela memberikan wajah dan kedua bola matanya?" "Yuan Xufen adalah benar puteri dari Yelu Xian. Dia sendiri-lah yang memintaku untuk membunuh puterinya." tutur Chen Yang kepada Jieji. Mendengar perkataan Chen, Jieji bagai di sambar oleh geledek. Dia tidak percaya apa perkataan Chen. Lantas sambil menggeleng dia berkata pula. "Itu tidak mungkin...." "Huh... Yuan Xufen adalah puteri haram dari Yelu Xian dan Wu Shanniang. Saat itu, aku memang berniat melihat Yuan Xufen sendiri dengan mata kepalaku sendiri. Kabarnya dia adalah seorang wanita yang sangat cantik. Aku menginginkan wajahnya untuk diteliti pertama-tama. Tetapi setelah benar melihatnya, aku sangat tertarik akan kedua bola matanya itu." sahut Chen Yang mengisahkan. "Jadi benar kalau Yuan Xufen ternyata sudah melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga Yelu Xian sendiri yang merupakan ayah kandungnya saja menginginkan nyawanya." tutur Jieji sambil menghela nafas. Xufen selalu ingin tahu siapa orang tua kandungnya dari pertama-tama. Jika saja Xufen disini dan tahu bahwa ayah kandungnya sendiri bahkan menginginkan nyawanya tentu sangat membuatnya kecewa. Hati Jieji memang panas sekali mendengar perkataan Chen Yang. Dan pemuda ini sepertinya tahu betul bahwa apa tujuan Yelu Xian begitu sadis terhadap puteri kandungnya sendiri. "Separuh betul dan separuh salah besar." jawab Chen Yang. "Kalau begitu memang benar perkiraanku. Dia menginginkan Ilmu hebat itu, apapun dikorbankannya. Lantas apa kata-kata dari ibunya sendiri?" tutur Jieji menanyai orang tua ini. Orang tua tertawa sebentar. Kemudian dia menjawabnya. "Betul... Saat itu, Wu Shanniang tidak ada di Liao. Dia sudah menikah dengan Wu Quan. Jadi dia tidak tahu masalah ini." Menghela nafas, Jieji memandang serius ke arah Chen Yang. "Aku memang tidak pernah memberikan salinan kitab itu kepada Yelu Xian sebab diriku sudah kalah akibat pertarungan 2 jurus saja dengan Yuan Xufen. Sungguh tidak kusangka ternyata Yuan Xufen adalah murid Dewa Sakti." sahut Chen Yang kepada Jieji. "Jika begitu, adalah benar bahwa kau juga bersama Li Zhu di hutan misterinya Mongolia kuno. Kalian mempelajari ilmu itu sama-sama? Atau memang benar kau sudah memiliki salinan ilmu itu sebelumnya?" tanya Jieji kepadanya.

"Ha Ha..... Kau sungguh pintar. Aku tidak pernah mempelajari kitab itu meski ada di tanganku sebelumnya. Jika tidak, mana mungkin aku akan kalah kepadanya. Darimana kau tahu bahwa aku mempunyai salinan kitab Ilmu pemusnah raga?" tanya Chen Yang tiba-tiba karena merasa cukup heran. "Kunci untuk membuka panggung batu adalah 4 pedang. Dua buah pedang sudah dipegang olehku. Sebilah pedang dipegang oleh Guo Lei, dan sebilah pedang lagi sudah dimiliki Huang Yu Zong. Jadi berarti saat Huang membuka panggung batu, tentunya kau dan Li Zhu juga di sana bukan?" tanya Jieji. Mendengar pernyataan Jieji, Chen Yang tertawa terbahak-bahak cukup lama sekali. Dia menanyai Jieji setelah sekian lamanya. "Sungguh pintar... Kau tahu berdasarkan kunci membuka panggung adalah pedang. Tetapi masih kurang seorang lagi yang bersama kita itu." "Oya? Kurang ataupun lebih untuk apa dipermasalahkan sama sekali. Sebab aku merasa tidak tertarik akan hal yang berhubungan dengan Ilmu pemusnah raga." jawab Jieji sambil tersenyum kepadanya. "Ilmu itu terang adalah ilmu no. 1 sejagad. Kau memiliki tapak berantai dan kemampuanmu telah menguasai dunia persilatan sejak lama. Kenapa kau bilang Ilmu-mu sendiri bukanlah ilmu yang sama sekali tidak membuatmu tertarik?" tanya Chen yang agak penasaran kepada pemuda. "Sebab Tapak berantai ataupun Ilmu pemusnah raga bukanlah ilmu yang cocok dilatih manusia. Setelah dipikir-pikir, aku merasa Ilmu ini bukanlah ilmu yang perlu dibuat mengejutkan." jawab Jieji. Tadinya Chen Yang memang penasaran ingin menanyainya. Tetapi mendengar jawaban Jieji, dia berubah menjadi terpesona. Dia menyahut. "Kalau begitu, kau anggap Ilmu-ku dan Ilmu-mu bukanlah ilmu yang perlu dibuat takut?" "Benar sekali... Orang yang melatihnya pertama-tama akan merasa semangatnya naik ke langit. Semakin dilatih maka ilmu ini semakin maju pesat. Karena pembagian unsur dalam diri manusia membuat unsur pemecahnya mendukung satu sama lainnya. Sehingga perpaduan itu menghasilkan tenaga dalam yang hebat. Tetapi, jika orang melatihnya terlalu lama. Maka ilmu ini sesuai dengan namanya. "Pemusnah raga" tentu maksudnya raga sendiri bakal hancur jika tidak dihentikan. Oleh karena itu, aku mengatakan kepadamu bahwa sehebat apapun dirimu, tetapi tidak sanggup memuaskan dirimu. Nyawamu tidak akan lama lagi bertahan." jelas Jieji kepada Chen Yang. "Kenapa begitu? Bukankah 4 unsur saling mendukung membuat semuanya seimbang dan bukankah dalam kitab Tao yang mengajarkan panjang umur adalah membuat keempat unsur tubuh manusia seimbang?" tanya Chen Yang yang agak penasaran kembali. Dia tahu benar bahwa Xia Jieji adalah orang yang menguasai Ilmu ini secara mendetail. Setiap harinya Chen memang benar melatih tenaga dalamnya supaya menjadi kuat kian harinya. Dia tidak merasakan kejanggalan apa-apa tentang ilmu yang telah dipelajarinya ini.

"Aku mengatakan bahwa itu adalah ilmuku. Bukan ilmu yang kau pelajari itu." jawab Jieji pendek saja kepadanya. Sementara itu, Yue Liangxu segera menghampiri orang tua bernama Chen Yang. Dia membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat, Chen terkejut juga. Dia melihat serius ke arah Jieji. "Kau ingin mengulur waktu?" Huo Xiang tertawa terbahak-bahak mendengar teriakan Chen Yang. Dia ikut menuturkan katakata. "Dia berharap setelah melepaskan tawanan, maka dia baru akan beraksi. Jangan beri kesempatan kepada mereka." Chen Yang mengangguk. Dia telah menyiapkan rapalan jurus telapaknya siap-siap. Tindakan Chen diikuti oleh Huo Xiang dan Yue Liangxu. Sedangkan Huo Thing-thing hanya bertindak waspada saja. Dia memasang kuda-kuda untuk bertahan. Jieji diam saja. Memang rencananya dari awal adalah untuk memancing lawan berkata-kata. Membuat lawannya penasaran untuk menanyainya dan sementara kawan-kawannya akan berhasil melepaskan tawanan Lie Hui dan seseorang lainnya lagi. Melihat kesiapan lawannya, Jieji juga telah memasang kuda-kuda menyamping. Wajahnya terlihat sangat serius memandang ke depan. Beberapa saat, sikap mereka berempat hanya diam saja. Semuanya saling mengawasi sesamanya. Jieji memutarkan bola matanya dengan serius ke arah tiga orang yang sedang serius sekali melihatnya. Dia merasa jika salah satu orang yang bergerak saja, maka dia baru akan memutuskan apakah akan bertahan ataupun menyerang tergantung dari sikap lawannya itu. Tetapi sikap ketiganya memang betul rapat baik pertahanan maupun penyerangan. Mereka melihat betul-betul berkonsentrasi ke arah Jieji. Ketiga orang ini mengincar titik lemah lawan dalam menyerang. Jika ada kesempatan saja dan ada ruang yang berbahaya maka mereka bertiga akan "memasukinya". Cukup lama posisi mereka hanya saling memandang saja dengan serius satu sama lainnya. Adalah seorang yang akhirnya tidak sabar. Dari arah belakang ketiga orang, segera muncul sebuah hawa penyerang yang cukup dahsyat. Sebuah benda terasa telah dilemparkan dengan sangat cepat mengarah ke arah Jieji. Jieji tanpa melihatnya pun sudah tahu benar. Benda yang dilemparkan pesat ke arahnya adalah sebuah benda tajam sebab dia merasakan tusukan tenaga dalam yang masih lemah sedang mengarah ke mukanya, apakah itu adalah belati atau benda semacamnya. Dia sudah tidak ada keinginan untuk melihatnya. Oleh karena itu, dia segera menarik mundur dirinya sambil berkelit ke samping kanan. Kesempatan telah datang... Melihat Jieji telah berada dalam posisi yang tidak sepenuhnya bagus, ketiga orang ini segera menyerang pesat ke depan. Bukannya Jieji tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh mereka bertiga sekaligus secara cepat sekali. Dia tahu bahwa jika tadinya dia tidak menarik diri ke belakang, maka hawa serangan ketiga orang akan sangat berbahaya tentunya sebab jarak yang cukup dekat.

Dengan gaya berkelit ke samping, Jieji segera memutarkan dirinya sepenuhnya. Memang posisi membelakangi arah serangan adalah sangat berbahaya. Sama berbahayanya dengan mendirikan tangsi membelakangi sungai. Tetapi tidak mungkin Xia Jieji tidak tahu bahwa dirinya berada dalam keadaan yang cukup berbahaya seperti sekarang. Tetapi ketiga lawannya tentu sangat girang mendapati lubang penyerangan yang sudah "dibuka" oleh Huo thing-thing akibat lemparan belatinya dengan cepat dan tangkas itu. Jieji segera berbalik kembali dalam posisinya yang telah semula kembali. Tetapi dengan berbaliknya tubuhnya, dia segera mengancangkan jari menotok ke depan 3 kali. Alhasil, terasa hawa pedang dahsyat keluar dari jari telunjuk pemuda. Sebuah hawa penyerangan yang sangatlah dahsyat sekali mengarah ke titik berbahaya tiga orang yang menyerangnya itu. Huo merasakan hawa pedang tanpa wujud sedang mengincar tenggorokannya, Yue Liangxu merasakan hawa pedang mengincar bagian bahu kirinya, sedangkan Chen Yang merasakan hawa pedang nan tajam mengarah ke mata kanannya. Ketiga penyerang yang maju bersamaan ini menggunakan tangan kanan untuk menyerang. Merasakan hawa pedang yang sampai berada di arah berlawanan, Yue Liangxu segera menarik tapak untuk bertahan ke bahu kiri. Tetapi gerakan maju-nya Yue telah terlalu cepat. Sehingga meski tapaknya sempat menahan hawa energi pedang jari, dia juga terseret beberapa langkah ke belakang. Sedangkan Huo Xiang yang merasakan bahwa hawa pedang sedang mengancam tenggorokannya, segera menarik tapak untuk bertahan seperti yang dilakukan oleh Yue Liangxu. Tapak memang berhasil menahan hawa jari pedang dengan sempurna, tetapi karena cukup takut bahwa Jieji akan melancarkan serangan kedua, dia berhenti dengan segera. Sedang hawa pedang dari jari Jieji yang mengincar bola mata kanan-nya Chen Yang juga berhasil di tangkis secara sempurna oleh Chen. Dengan satu kibasan tangan, hawa pedang nan hebat berhasil dialihkan ke belakang. Chen tetap berniat maju ke depan dengan kecepatan yang sama sekali tidak dikurangi untuk menyerang. Jieji memang sudah kembali ke ancang-ancang awalnya dan melihat serangannya sudah cukup membuahkan hasil. Dia menerjang ke arah Chen Yang yang sudah cukup dekat dengannya. Tanpa banyak bicara, kali ini pemuda merapalkan tapak lurus ke arah tapak orang tua yang datang dengan pesat itu.

BAB CXXIV : Penyelamatan Berhasil Gemilang Meski Jieji sedang mengarahkan tapak lurus ke arah telapak Chen Yang, dia tidak segera menahan laju tapak lawannya. Melainkan ketika tapak sudah sangat dekat, dia terlihat mengubah arah serangannya. Arah serangan yang seharusnya adalah setinggi dada, diubah pergerakannya menjadi agak ke atas. Arah yang diincar Jieji sekarang adalah muka lawannya. Chen Yang terkejut, dia tidak menyangka bahwa perubahan jurus lawannya sebegitu cepat. Jika dia tidak menahan telapak yang menuju mukanya tentu akan membuatnya terluka dalam bersama Jieji. Dia tahu bahwa telapak lawannya yang lebih berbahaya karena mengenai mukanya jika sampai daripada telapak dirinya yang mengancam dada lawan. Orang tua ini tidak berani mengambil resiko, dia akhirnya menghentikan kecepatannya yang sudah sangat dekat itu dan menarik sebelah tangannya untuk kemudian bertahan.

Chen lebih rela bertahan menerima serangan lawannya daripada harus menderita kerugian bersama Jieji. Sedangkan Jieji tidak berpikiran demikian, dia mempunyai perhitungan matang akan serangan tadinya. Dan melihat Chen Yang sudah membatalkan "pengejaran" melainkan sedang membendung dirinya dengan tenaga dalam, tentu membuat Jieji girang. Dia segera menyerang hebat ke arah orang tua. Jieji tahu benar bagaimana cara kerja Ilmu pemusnah raga yang dimainkan oleh orang di depannya. Dia tahu setiap gerakan menyerang maupun bertahan dengan sangat baik, karena dia sendiri juga menguasai Ilmu yang persis dengan ilmu pemusnah raga dengan baik sekali. Segera, dia mengerahkan Ilmu delapan belas telapak naga mendekam untuk menghantam ke depan. Jurus yang Jieji mainkan kali ini adalah jurus ke-10, hasilnya telapak sebelah kanan Jieji di hantamkan dengan keras ke depan. Chen Yang girang melihat lemahnya serangan lawan di depannya, dia segera merapal energi dari bawah Tan Tien-nya untuk "menarik" energi lawan. Ini tiada lain adalah Ilmu pemusnah raga ataupun tapak berantai tingkat kedua yang sedang diperagakan. Mustahil Jieji yang menguasai ilmu ini tidak tahu cara bekerjanya. Jika telapaknya benar di hantamkan ke arah Chen, maka tentunya Chen akan membiarkan energi lawan datang terlebih dahulu dan terakhir pelan-pelan mengurasnya dan membalikkan kembali energi itu. Tetapi... Ketika orang tua yakin usahanya berhasil, dia sangat terkejut kemudiannya. Sebab telapak nan hebat Jieji memang sampai ke lengannya yang sedang bertahan. Tetapi sungguh sebentar saja, dia sudah menarik kembali telapaknya yang membentur perlahan sehingga seperti pegas yang tertarik kembali ke posisi semulanya. Energi tenaga dalam langsung membuyar hebat sekali. Chen terlihat menarik diri untuk menahan energi yang spontan dan cukup membahayakan itu. Tetapi Jieji melihat pergerakan orang tua ini kontan gembira meski dia tidak menunjukkan di wajahnya. Dengan mengancangkan jari mengarah ke depan, energi "merah" terang segera keluar mengejar. Berbareng dengan ini, Jieji juga ikut mengejar pesat terhadap mundur-nya orang tua ini. Chen baru sekarang menyadari kesalahannya, sebab dia belum sepenuhnya mengeliminasi energi 18 telapak naga mendekam itu. Lantas sudah dikejar oleh hawa Ilmu jari dewi pemusnah, dan belum lagi Jieji yang maju menerjang dengan sangat hebat ke depan. Melihat Chen sudah dalam keadaan yang sangat berbahaya. Segera saja Huo Xiang dan Yue Liangxu mengejar ke depan untuk melindungi orang tua ini. Mereka siaga dengan sangat cepat terutama untuk menghalangi energi Ilmu jari dewi pemusnah. Tidak pernah kepikiran bagi mereka cara untuk menghalangi gerakan Jieji yang sedang menyerang ke depan. Ilmu jari dewi pemusnah yang dikerahkan kali ini bukanlah ilmu yang penuh tenaga dalam hebat. Melainkan hanya tipu silat untuk memancing kedua orang lainnya untuk maju. Memang benar... Energi jari pedang sudah berhasil dieliminasi dengan cukup mudah oleh kedua orang hebat ini. Begitu pula Chen sendiri, energi 18 telapak naga mendekam yang menyerang sebentar itu sudah berhasil dipunahkan energinya. Ketika mereka sudah siap menghadapi pengejaran Jieji,

mereka kemudian sangat terkejut. Sebab Jieji sudah sangat dekat dan hanya terpaku sekiranya 3 kaki saja di depan mereka semua. Ketiga orang ini segera menyerang cepat untuk bertahan. Sebab untuk bertahan sepertinya tidaklah mungkin lagi mengingat jarak mereka sudah sangat dekat. Mereka kesemuanya mengambil resiko menyerang untuk bertahan. Melihat ketiganya sudah siap menyerang, Jieji merapatkan kedua tapaknya di dada dengan cepat menarik nafas dan memutar dirinya sepenuhnya. Sebenarnya melihat gerakan Jieji yang tergolong sangat aneh ini, memang sangat mengherankan kesemuanya karena gerakan silat seperti ini tidaklah terdapat dari Ilmu tapak berantai. Dan ketiganya juga tidak pernah punya keinginan untuk mencari tahu jurus apa yang sedang dikerahkan pemuda yang sedang mereka keroyoknya ini. Jieji memang mengarahkan tapaknya ke depan, tetapi sebelum benar berbenturan dengan telapak lawan. Kedua telapak tangan Jieji seakan berubah menjadi serangan yang sangat aneh sekali. Tidak ada benturan energi secara langsung terjadi. Ketiga orang ini heran sekali sebab mereka bukanlah melihat dua telapak yang mengarah kepada mereka. Melainkan beberapa puluh buah yang datang secara bersamaan. Entah ini ilusi atau adalah benaran, tidak ada yang benar berani mencobanya. Tadinya ketiganya sedang menyerang untuk bertahan. Tetapi melihat keadaan di depan, membuat mereka segera menarik diri dengan sempurna guna bertahan sepenuhnya. Tidak ada lagi keinginan untuk membuyarkan energi lawannya di depan yang sedang menyerang sangat hebat sekali. Serangan telapak tangan Jieji yang jumlahnya puluhan itu segera ditahan oleh mereka bertiga sesegera kemudian dengan gerakan yang sangat cepat. Yang herannya adalah semua telapak yang menuju ke titik berbahaya tubuh mereka adalah telapak asli dan bukanlah ilusi kesemuanya. Suara benturan telapak menyerang dan bertahan terdengar sangat jelas sekali. Ketiga orang ini mengambil gerakan mundur seraya menahan telapak tenaga dalam hebat Jieji. "Plak.... Plak... Plak..." suara yang bergantian terdengar dalam jangka waktu yang sangat singkat sekali. Ketiganya memang sangat sibuk bertahan. Jika orang biasa yang melihatnya tentu tidak percaya sebab mereka tentu sama sekali tidak melihat telapak yang sudah sangat cepat dan seakan berjumlah sangat banyak sekali. Memang benar, jika dihitung adalah jumlah telapak yang menyerang mereka secara bersamaan adalah jumlahnya 72 buah. Ini adalah gabungan Ilmu telapak 18 naga mendekam dengan gerakan menyerang Ilmu pedang surga membelah, langkah 10.000 Dewa, Dan tenaga dalam Jing-gang. Sedangkan tenaga dalam yang mengirimnya adalah Ilmu pelenturan energi Yang yang baru saja dikuasai Jieji tidak berapa lama. Ketika mereka merasa telah berhasil mengeliminasi energi dahsyat di depan, ketiganya kembali terkejut. Karena sepertinya sama sekali Jieji tidak pernah memberikan kesempatan kepada mereka. Dia kerahkan seluruh kemampuannya untuk menyerang jarak jauh. Menggunakan cara sama, dia memutar diri kebelakang sambil merapatkan tapaknya. Ketika benar sudah mantap benar dan perputaran tubuhnya sudah pas, dia mengarahkan kembali kedua telapak guna menyerang ke depan kembali.

Kali ini, jurus Jieji tidak main-main. Sebab ketika dia berbalik, sinar emas muncul sangat terang. Diikuti teriakan hebat dan gerakan cepat. Energi tak terlihat mata itu segera membantai ke depan. Ini adalah serangan jarak jauh jurus ke 18 dari 18 telapak naga mendekam yang sudah disempurnakannya. Kontan saja, tanah retak hebat saat dilewati energi yang menyerang ke depan. Ketiga orang lawannya tidak sempat lagi untuk mengelak, sebab mereka tidak tahu daya serangan luasan-nya adalah sampai dimana. Jika menghindar secara sembarangan pun bukan daya yang paling bagus, sebab jangan-jangan hawa energi tak tertampak itu akan menyerang hebat karena mereka tentunya tidak akan memiliki pertahanan sempurna jika menghindar saja. Dengan nasib-nasiban, mereka segera mengerahkan kemampuan terbaik mereka untuk menyerang ke depan pula. Tipu silat yang dimainkan Jieji adalah sangat sempurna sekali. Sebab dalam ilmu 18 telapak naga mendekam sangat lengkap segala cara menyerang, bertahan, menyerang untuk bertahan ataupun tipu tanpa penyerangan. Dan Jieji adalah seorang yang luas pengetahuannya dan cerdik, tentu ilmu ini sangat cocok dimainkan olehnya yang sangat tanggap akan situasi sependek mungkin. Ketiga pendekar yang merupakan lawannya segera berupaya sebaiknya untuk bertahan. Meski Jieji memiliki jurus aneh yang nan hebat, tetapi untuk menjatuhkan ketiganya dalam satu kali serangan bukanlah hal yang mungkin sekali. Dalam beberapa jurus yang sudah dilakukan kedua belah pihak, tertampak bahwa meski ketiganya adalah pendekar hebat penguasa Ilmu pemusnah raga tetapi justru mereka semua "dipaksa" untuk bertahan sebaik mungkin. Dan dilihat dari pertarungan, tentu maksud Jieji untuk "menaklukkan" Ilmu pemusnah raga telah tercapai dengan baik sekali. Dengan menggabungkan energi secara cepat sekali, baik Chen Yang, Yue Liangxu ataupun Huo Xiang ketiganya sedang sangat sibuk menahan jurus yang datang bagai air bah, bak hempasan ombak terkeras. Ketiga orang ini sesungguhnya adalah manusia pilihan dalam bertarung. Kemampuan mereka boleh dibilang sudah tidak ada tandingannya lagi. Menghadapi Jieji seorang memang cukup membuat mereka sibuk. Terlihat dari hawa perpendaran yang sudah terjadi di depan mata mereka masing-masing. Hawa "Naga" dari 18 telapak naga mendekam memang masih terus bergelut hebat di depan maupun samping tubuh mereka semua yang sedang diserang oleh energi itu. Tanah pijakan ketiganya meretak hebat dan bersamaan dengan suara yang muncul merindingkan bulu kuduk. Melihat hal demikian, Jieji tidak tinggal diam. Dengan pesat, sekali lagi dia mengincar ke depan. Kali ini dia tidak lagi mengincar ketiganya secara langsung. Tetapi hanya seorang saja, seorang paruh baya yang berkumis serta jenggot hitam yang kelihatannya masih asyik mengeliminasi energi 18 telapak naga mendekam. Dengan gerakan kaki, dia pertama tiba menghantam dada orang yang tiada lain tentu Huo Xiang. Melihat ayahnya dalam keadaan berbahaya tidak membuat Huo Thing-thing terkejut sampai tidak mampu bergerak, dia segera menyusul ke depan guna menahan Jieji. Tetapi belum dia merasakan bagaimana cara kerja Ilmu lawannya, dia sudah terpental dan jatuh bergulingan.

Huo Thing-thing "mendarat" jelek dan segera muntah darah. Jieji memang merapal jurus tapak untuk di arahkan ke arahnya, tetapi pemuda ini sama sekali tiada berniat membunuh gadis kejam tersebut. Sikap gerakan kaki Jieji tadinya sempat berhenti sampai setengah karena "mengacau-nya" Huo Thing-thing, tetapi kali ini dengan gerakan yang sama dia menendang kembali. Tentu melihat gerakan pemuda, ketiga orang ini sangat terkejut sekali. Belum lagi hawa didepannya berhasil dibuyarkan, tetapi malah datang lagi hawa yang lainnya. Terutama tentu Huo Xiang adalah orang yang paling terkejut melihatnya. Jieji memang hanya sengaja mengerahkan tendangan untuk melawan Huo Xiang, karena tiada lain inilah "balas dendam" terhadap ayahnya, Hikatsuka Oda yang tewas sekitar 1 tahun yang lalu oleh Huo Xiang. Sekarang niatnya benar telah tercapai. Gabungan tendangan matahari dan tendangan mayapada segera melemparkan Huo Xiang dengan pesat ke belakang dan menabrak tembok lorong. Tembok lorong yang kuat itu pun sepertinya ambruk seketika diterjang oleh tubuh Huo Xiang akibat hasil tendangan maha dahsyat dari Jieji. Huo sepertinya telah terluka demikian parah. Ini karena energi 18 telapak naga mendekam yang masih tersisa yang belum berhasil dibuyarkan, sekarang ditambahkan oleh energi tendangan yang hebat. Dia kali ini telah terlihat susah bangun. Sementara itu, sepertinya baik Yue Liangxu dan Chen Yang telah berhasil dengan baik sekali membuyarkan energi hebat yang tersisa itu. Mereka segera membuang nafas keluar dengan baik sekali. Ini adalah bukti bahwa keduanya tiada mengapa-mengapa. Meski di dahi mereka keringat terus bercucuran, tetapi menerima kenyataan bahwa mereka telah berhasil sebelum Jieji menyerang kembali tentu membuat mereka girang. Menurut mereka, jika saja Jieji kembali menyerang tentu membuat mereka dalam keadaan yang cukup gawat. Senyum cerah terlihat sebentar di bibir kedua orang ini. Tetapi Jieji segera menyahut mereka. "Aku hanya menyerang 1 orang..." Terkejut tiada terkira baik Chen maupun Yue Liangxu mendengar perkataan pemuda. Mereka saling menengok beberapa saat, tetapi segera juga mereka sudah tahu pokok permasalahannya. Jieji berpaling ke arah Huo yang perlahan mencoba berdiri itu. Di sampingnya, Huo Thingthing telah berdiri untuk mengangkat ayahnya. Meski terpelanting cukup hebat, ternyata luka dalam Thing-thing tidaklah seberapa hebat jika dibandingkan ayahnya. Dia hanya diam dan menatap marah ke arah Jieji. Jieji memandangnya sekilas, lantas kembali dia berkata. "Aku tidak akan membunuhnya. Cukup balas dendam atas kematian ayahku disini saja. Melihat dirinya yang kepayahan, maka pertarungan di Lin Qi kubatalkan saja." Huo Xiang yang dibimbing oleh puterinya sudah segera berbangkit. Di hidung dan bibirnya mengucur darah segar. Organ tubuh-nya sempat tergoncang hebat tadinya akibat 2 serangan tenaga dalam yang dahsyat. Dia tetap mampu berbicara meski terlihat agak kepayahan. "Ilmu setan apakah yang kau keluarkan itu?" Mendengar kata-kata Huo, tentu kedua orang lainnya Chen Yang dan Yue Liangxu juga ingin tahu. Mereka berdua sebenarnya tidak percaya adanya ilmu yang sanggup mengalahkan mereka dengan hanya sekejap saja. Meski keduanya tahu benar bahwa mereka tidak diberi "kesempatan" untuk menyerang. Tetapi serangan tadinya memang betul hebat.

Sebelum Jieji benar menjawab pertanyaan Huo Xiang, dia disusul oleh suara seseorang. Suara wanita yang lembut menggoda telinga setiap pria segera menyahut. "Itu Ilmu 18 telapak penakluk naga!" Tentu keempat orang segera berpaling ke arah suara yang menyahut. Keempat orang mengenali wanita ini, yang tiada lain tentu Wu Yunying atau isterinya Xia Jieji. Sedangkan Jieji hanya berpaling ke arah Yunying sambil menggelengkan kepalanya saja. "18 telapak penakluk naga?" tanya Chen Yang heran. Sementara itu, Yue Liangxu segera menutur. "Ilmu telapakmu memang mirip dengan ilmu telapak 18 naga mendekam. Tetapi jelas jurusnya lebih beragam variasinya, tidak disangka saudara Xia telah menciptakan ilmu jurus yang jauh lebih hebat dari Ilmu pemusnah raga." Jieji yang mendengar pernyataan Yue, menjawabnya dengan datar. "Tidak. Sebenarnya ilmu ini kucipta hanya khusus menaklukkan ilmu pemusnah raga saja. Tiada suatu yang khusus yang perlu dibuat takut." Sekarang, di tempat ini telah muncul kembali 3 orang. Ketiga orang ini muncul dari arah belakang. Ketiganya juga berdiri mentereng menghadap ke depan. Tiada lainnya adalah Zhao Kuangyin, Yuan Jielung dan pencuri ulung alias Lie Hui telah sampai disana. "Hm... Tidak disangka misi penyelamatan orangmu benar berhasil. Kita terlalu meremehkanmu." tutur Chen Yang sambil menatap tajam ke arah Jieji. Jieji tersenyum sambil menjawabnya. "Kamu tentu tidak tahu bahwa ledakan itu hanya suara belaka saja." Chen memandang ke depan, dia memandang ke arah mata Jieji beberapa lama. Kemudian dia tertawa besar sekali. Melihat gelagat orang tua, tentu semua orang merasa aneh sekali. Hanya seorang Jieji yang masih tetap tersenyum ke depan. Dia tahu persis bagaimana pikiran dan perasaan orang tua ini. Lalu dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Betul.. Suara itu pertama kita dengar adalah persis suara ledakan. Tetapi ketika kita telah sampai ke pos penjagaan, aku baru betul menyadarinya. Betul-betul kesalahan bodoh..." tutur Chen Yang yang masih tertawa dengan suara kekecewaannya. "Sebab pos penjagaan disanalah yang kuledakkan pertama-tama. Sebenarnya wisma naga emas dan orang-orang disana sudah tertidur dengan keasyikannya. Sangat disayangkan betul jika kalian tidak sempat melihat pemandangan disana." tutur Jieji. Orang-orang dari pihak lawan segera terkejut. Mulut mereka menganga mendengar perkataan Jieji yang seakan tidak percaya semua halnya. Huo yang kepayahan segera menanyai Jieji. "Bagaimana caranya kau..." Tetapi baru berkata, dia sudah muntah darah kembali. Thing-thing adalah orang yang paling terkejut melihat kondisi ayahnya itu.

"Itu mudah saja. Meski ini adalah cara kotor, tetapi jika tidak dilaksanakan sebaik-baiknya maka tidak akan ada saat sekarang." tutur Jieji. Tetapi Yunying dari sebelahnya segera menyela. Dia berkata. "Tidak... Ini bukan cara yang kotor. Mereka orang yang mulai duluan kan? Kita menaruh bubuk obat tidur di sumur semalam." Sebenarnya main racun terhadap sumber air memang bukanlah tindakan seorang satria. Tetapi karena mungkin tiada cara yang paling bagus maka inilah yang terpikirkan oleh mereka semua. Pertama-tama memang Jieji tidak begitu menyukai cara sedemikian, tetapi karena dia merasa tipu semacam ini memang memadai maka dia juga tidak menentangnya terlalu keras. Tipu meracuni sumber air ini adalah datang dari Yunying, tentu mendengar suaminya mengatakan bahwa adalah cara kotor, tentu dia tidak begitu puas maka daripada itu dia-lah orang yang pertama menyela. "Obat tidur? Mengapa dari tadi pagi tidak ada yang tertidur sama sekali?" tanya Huo Thingthing segera yang merasa aneh. "Betul... Itu obat tidur memang benar ditaruh ke sumur. Tetapi sudah dibungkus kulit kambing beberapa lapisnya, sehingga ketika siang baru air terkontaminasi oleh obat." tutur Jieji. Mendengar perkataan Jieji, Chen kembali tertawa. Dia terlihat tertawa sangat kecewa, tentunya karena terlalu meremehkan tindakan lawan yang sangat berbahaya itu sebenarnya. "Sebenarnya, semenjak sore... Orang-orang di wisma naga emas yang telah tertidur itu telah terganti orangnya. Adalah partai surga menari yang berpura-pura menjadi anggota Partai Jiu Qi, dengan begitu kiriman berita dari kedua belah pihak tetap berlanjut. Maka daripada itu rencana ini baru bisa dimaksimalkan seluruhnya. Kita tahu bahwa orang yang menyamar sebagai Shen Yileng benar sudah tidak pulang ke Wisma naga emas, maka kita yakin sekali bahwa orang yang menangkap pencuri ulung tentu benar mengurungnya disini." jelas Jieji. Chen segera berpaling ke arah Yue Liangxu, dia berkata. "Sungguh benar perkiraanmu, kita kali ini kalah telak." Zhao Kuangyin segera beranjak ke depan, dia menuding dengan kipas di tangannya ke arah Huo Xiang. "Kau sudah mengirimkan pasukanmu untuk menyerang daratan tengah. Sekarang akan kupinjam kepalamu untuk meminta mereka semua mundur." Mendengar tuturan Zhao, Thing-thing terkejut kelabakan. Dia segera menghunus pedang untuk menahan laju jalan Zhao. Tetapi Jieji menghentikan gerakan Zhao sesegera. Dia berkata lurus menghadap ke arah Huo Xiang. "Kita bukan hanya menolong seorang pencuri ulung kali ini. Tetapi ada seorang lainnya lagi. Dialah orang yang bisa membuat pasukan persia mundur."

Zhao menatap ke arah adik keduanya sekilas. Kemudian terakhir dia beranjak mundur. "Kau!!! Jangan-jangan..." sahut Huo Xiang seakan tiada percaya mendengar perkataan Jieji barusan. Sebelum mereka berniat untuk melanjutkan kata-kata. Segera terasa hawa cukup banyak orang yang datang mengelilingi mereka kesemuanya. Mungkin jumlah orang yang dirasa dari derap kaki sudah mencapai ratusan orang. Meski cukup jauh, tetapi kesemua orang ini merasakannya dengan baik sekali. "Raja Persia sudah dibebaskan oleh mereka. Sepertinya kali ini kau sudah dalam masalah besar." tutur Chen Yang yang melihat ke arah Huo Xiang. "Betul... Kalian pergilah sesegera mungkin dan sedapat-dapatnya. Aku tidak akan menghalangi kalian semua." jawab Jieji dengan serius. Zhao kuangyin dan Yuan Jielung serta Wu Yunying seakan tidak percaya apa kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Jieji. Mereka tidak percaya bahwa dengan gampang Jieji berniat melepaskan mereka semua. Terlebih lagi rasa terkejut Huo, Thing-thing, Chen Yang dan Yue Liangxu. Sebenarnya tidak mungkin bagi mereka bahwa Jieji akan melepaskan kesemuanya seperti saat sekarang. Tetapi mendengar perkataan Jieji, mereka semua tentu tahu bahwa pemuda ini tidak bermain-main dengan kata-katanya barusan. Keempat orang yang sepertinya mendapat "kesempatan" tentu tidak ingin menyia-nyiakannya. Lantas sambil beranjak, mereka berniat meninggalkan tempat. Tetapi pasukan kerajaan keburu sampai. Mereka sudah mengepung rapat di arah tengah. Bahkan beberapa pasukan pemanah sudah berada di atas atap mengeker posisi keempat orang yang beranjak meninggalkan. "Jika kalian bisa kabur, maka langit tidak menghendaki kalian mati." tutur Jieji kembali ke arah mereka. Mereka memang berbalik setelah mendengar kata-kata Jieji. Tetapi baru saja mereka berniat ambil langkah seribu, kali ini di antara pasukan yang siaga sepertinya telah terlihat "membukanya" jalan dari rapatnya pasukan istana. Di antara kumpulan pasukan, muncul seseorang dengan kursi yang diangkat. Seseorang yang berwajah putih dengan kumis panjang, mata yang sayu segera muncul. Dia memakai baju putih yang sepertinya cukup ternoda darah dan noda tanah. Dialah raja dari Persia. Dia menunjuk ke depan dengan gusarnya sambil berteriak. "Tangkap Huo Xiang dan seluruh dedengkotnya!!!" Mendengar perkataan Raja, semua pasukan segera maju mengepung dengan sangat bersemangat. Di antara keempat orang ini, sebenarnya hanya 2 orang saja yang sanggup bertarung dengan baik. Baik Huo Xiang maupun Huo Thing-thing telah terluka dalam. Segera saja baku hantam terjadi dengan hebat. Kedua pendekar ini memang bukan sulit sekali meredam pasukan istana, mereka berdua mengeluarkan jurus untuk mengusir penghalang mereka. Arah yang dituju adalah tembok tinggi dari penjara. Dan saat mereka sudah hampir tiba di tembok, terasa ledakan dan cahaya nan terang terlihat.

Begitu redanya cahaya sekejap, asap segera mengepul sangat hebat mengepung tempat itu. Rupanya penolong dari keempat orang sudah datang. Tiada lain orang yang melepaskan bom asap adalah ketua Partai Jiu Qi yang selalu memakai baju besi. Jieji dan kawan-kawan bisa merasakan bagaimana orang ini bergerak dan pergi dari sana dengan sekejap. Tetapi baik dia dan kawan-kawan tidak mengejar kesemua orang itu. Mereka hanya diam ditempat dan bertindak seakan tidak terjadi sesuatu. Ketika asap sudah reda sepenuhnya, adalah Yuan Jielung yang berjalan ke arah Jieji. Dia segera bertanya kepadanya dengan heran. "Pendekar Xia, bagaimana mungkin kamu bisa melepaskan Huo Xiang? Dia sudah membunuh ayah anda dan guruku." Sambil menatap lekat ke bola mata Yuan, Jieji menjawabnya. "Huo Xiang tidak akan berumur panjang lagi. Seluruh nadinya memang sudah putus, meski dia bisa hidup tentu itu adalah karunia Tuhan kepadanya." Yuan Jielung hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas. Sementara itu, Zhao Kuangyin segera maju ke arah Jieji. Dia menanyainya juga. "Selama Huo dan kawan-kawannya masih hidup, dia adalah ancaman bagi kita semua serta keamanan wilayah daratan tengah. Kenapa tidak saja adik kedua menghabisinya sekaligus?" Jieji menatap ke arah kakak pertamanya. Sambil tersenyum tawar dia menjawab. "Ada 2 hal kenapa aku tidak membunuhnya. Yang pertama adalah tidak mungkin bagiku mengambil kesempatan saat dirinya sudah terluka parah. Dan yang kedua, aku merasa bahwa Yue Liangxu itu adalah palsu." Mendengar tuturan Jieji, Zhao terkejut. Begitu pula Yunying, Lie Hui dan Yuan Jielung. Mereka segera mengerutkan dahi mereka sambil memandang serius ke arah Jieji. "Memang benar, kamu sungguh hebat. Yue Liangxu itu kurasa adalah orang yang palsu. Sebab jika dia adalah Yue Liangxu kenapa harus menekan suaranya sedemikian rupa, itu juga adalah salah satu ilmu mengubah suara dari partai Jiu Qi. Aku memang merasa cukup heran juga." jelas Lie Hui. Jieji menatapnya sambil tersenyum. Dia kemudian berkata. "Jika kita perhatikan seksama seperti perkataanmu tadinya memang adalah kenyataan. Yue Liangxu di sini tadinya bukan orang aslinya. Tadi juga kutahu karena aku bertarung sesaat dengannya, dan anehnya jurus-jurusnya tiada satupun ada sangkut pautnya dengan pemusnah raga. Selain itu, jurus miliknya memang cukup mirip dengan sesuatu ilmu yang kukenal." Yunying yang merasa heran segera menanyai suaminya. "Betul... Aku merasa dari gerakan kakak seperguruanku memang terasa rada janggal. Aku mengenal Yue semenjak kecil. Dan dari setiap gerakan biasa saja aku sudah cukup merasa janggal." Jieji mengangguk pelan ke arah Yunying. Dia lantas berkata. "Semoga saja pemikiranku bukan kenyataan." Memang berdasarkan kata-kata Jieji terasa cukup aneh bagi keempat temannya. Tetapi karena Jieji sering berkata hal "aneh" seperti demikian, maka mereka tidak mengambilnya betul di hati.

Raja Persia akhirnya menyahuti mereka semua yang sepertinya sedang serius untuk membahas sesuatu hal. "Terima kasih atas pertolongan pendekar..." Jieji dan teman-temannya berpaling. Mereka memberi hormat dengan dalam juga ke arah Raja Persia ini. Setelah kejadian, Wisma bunga senja telah "disita" oleh Raja Persia. Banyak anggota dari partai bunga senja melarikan diri setelah tahu bahwa Huo telah "jatuh". Beberapa memang ada yang tertangkap serta dihukum mati oleh Raja. Sementara itu... Setelah mengetahui bahwa Jieji adalah "Pahlawan Selatan" di daratan tengah, serta Zhao Kuangyin adalah mantan Kaisar Sung, Sung Taizu tentu membuat Raja Persia sangat girang sekali. Raja dari Persia ini menjamu mereka beberapa kali dalam pesta. Dia secara pribadi menghanturkan terima kasih atas usaha mereka yang menyelamatkan dirinya dari cengkraman Ketua partai bunga senja yang sangat haus akan ambisi. Jieji meminta Raja untuk mengirimkan beberapa mata-mata khusus untuk mengetahui gerakan partai Jiu Qi setelah jatuhnya Partai bunga senja, tentu hal ini segera disetujui oleh Raja. Mereka kesemuanya menempati ruangan khusus tamu istana kerajaan Persia.

BAB CXXV : Perseteruan Keluarga Li Dan Zhu Di sebuah ruangan yang cukup besar... Penanggalan imlek hari kedua, atau hanya beberapa jam setelah raja Persia menjamu mereka semua sampai larut malamnya. Rasa bahagia-nya raja Persia tidak terkatakan, sebab karena dia justru diselamatkan pada hari saklar para rakyat daratan tengah. "Adik kedua berpikir akan meninggalkan Persia? Tetapi kapan?" tanya Zhao kuangyin yang duduk di tengah meja berbentuk persegi. "Setelah kita benar mendapat informasi akan kematiannya Huo Xiang. Kita akan berangkat pulang." jawab Jieji sambil tersenyum kepada kakak pertamanya. Di ruangan, terdiri dari beberapa orang yang sedang duduk serta berbincang dengan keadaan yang cukup tegang dan serius. Kesemua orang disini tentu adalah teman-temannya Xia Jieji yang semalam baru saja melakukan aksi hebat di partai Bunga senja. Ketika mereka mendengar jawaban pendek Jieji, mereka cukup terkejut dan seakan tidak percaya saja. Zhao yang mendengar perkataan adik keduanya, segera bertanya dengan raut wajah yang agak mengherankan. "Huo Xiang mati? Bagaimana caranya dia bisa mati?" Jieji hanya tersenyum saja, dia menoleh ke arah pencuri ulung. Matanya yang terlihat bersinar cerah tentu mengandung sesuatu maksud. Pencuri ulung alias Lie Hui memang memandang ke arah Jieji, dia tidak habis pikir kenapa orang ini bisa memandangnya sambil tersenyum. Dia ikut bertanya kepada pemuda. "Ini memang hal yang janggal, kenapa anda bisa mengatakan bahwa Huo Xiang bisa mati tanpa sebab?"

"Tidak... Bukan tiada sebab. Aku ingin menanyai anda, selama seminggu anda dikurung lantas apa saja pembicaraan kakak seperguruanmu alias ketua partai Jiu Qi kepadamu?" Lie Hui agak heran. Lantas dia kembali mengingat-ingat. Raut wajah penuh keheranan kepada dirinya sendiri menghiasi wajah yang manis darinya. Dia terlihat berpikir beberapa lama saatnya, tetapi kemudian Jieji berkata lagi kepadanya. "Dia meminta sesuatu benda penting darimu, tetapi setelah beberapa saat dia juga tidak sanggup menemukannya lewat pembicaraan. Sekarang kamu sedang berpikir apakah ada hal yang janggal dari sana bukan?" Lie Hui terkejut sekali mendengar perkataan Jieji barusan, dia tidak menyangka sama sekali kata-kata demikian bisa keluar dari mulut pemuda. Sesaat, sesungguhnya dia sangat heran. Tetapi setelah otaknya telah bekerja semestinya, dia kemudian menanyai Jieji dengan serius. "Dia menginginkan-ku untuk menyerahkan pedang tanda ketua kepadanya. Tetapi dalam seminggu aku tidak pernah menjawabnya sama sekali." "Jangan-jangan... Pedang itu adalah pedang berat?" tanya Yunying menyambung rasa heran dirinya sendiri dan kata-kata Lie Hui barusan. Jieji memandang ke arah isterinya yang nan cantik itu, lantas dia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Itu pedang bukanlah menjadi kunci kematian Huo Xiang. Jelas Huo Xiang tidak pernah berpikir untuk mendapatkan pedang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Tetapi dari pedang, tentu ada hubungannya dengan partai Jiu Qi. Partai Jiu Qi selama ini adalah berada di bawah bayang-bayang partai Bunga senja. Sekarang Huo Xiang sudah tidak menjadi orang yang berguna lagi bagi mereka, tentu orang pertama yang akan disingkirkan mereka adalah seorang Huo Xiang." Mendengar perkataan Jieji kembali, lantas pencuri ulung memberikan komentarnya. "Betul perkataan anda, aku merasa memang benar partai Jiu Qi berada di bawah komando Huo Xiang. Tetapi bagaimana kamu bisa yakin orang partai Jiu Qi yang akan membunuhnya?" "Tidak... Maksudku adalah "menyingkirkan" bukan membunuhnya." jawab Jieji sambil tersenyum kepada kesemuanya. "Aku sudah tahu..." jawab Zhao kuangyin, lantas dia berkata kembali. "Partai Jiu Qi sudah tamat riwayatnya di sini, di Persia. Adik kedua ingin mendengar kabar kematian Huo Xiang, karena dia sendirinya mempunyai musuh yang sangat banyak sekali disini. Lantas jika partai Jiu Qi tidak lagi mendukungnya, tentu mereka akan meninggalkan orang tua reyot yang tidak berguna. Saat itu mungkin Huo berada dalam bahaya besar." "Tepat 9 bagiannya kakak pertama..." tutur Jieji sambil tersenyum puas ke arah Zhao Kuangyin. "Mereka meninggalkannya bukan saja dirasa tidak berguna, tetapi membawa seorang yang tidak berguna tentu harus membuat mereka melindunginya bukan? Dan itu bukanlah tugas yang mudah." sahut Jieji.

"Dengan begitu, maka mereka tentu berpikir kita akan mengejar mereka dalam pelarian. Selain itu juga pasukan kerajaan sedang mencari-cari mereka di saat yang bersamaan. Dengan bersama Huo Xiang yang terluka dalam parah maka kemungkinan lolos akan sangat sedikit. Bukan begitu pendekar Xia?" tutur Yuan Jielung ke arah Jieji dengan senyuman kegembiraannya. "Tepat sekali..." jawab Jieji sambil tersenyum ke arah Yuan Jielung. Zhao menengadahkan kepalanya. Dia terlihat tersenyum beberapa saat, lantas dia berkata. "Perkataan adik seperguruan Sun memang benar sekali. Huo akan mati di tangan orang yang rendah saja." Kesemua orang yang mendengar peryataan terakhir dari Zhao, segera tersenyum lebar. Sebab perkataan yang penuh emosi sekira satu tahun yang lalu dari Sun, ternyata hampir telah terbukti juga sekarang. Yunying segera berpandang ke arah suaminya, dia ingin menanyainya sesuatu yang tertunda sejak semalam. Melihat kesemuanya sudah hadir, dirasa adalah hal yang sangat tepat sekali jika hal ini dikatakan dan ditanyakannya. Lantas dia membuka mulut. "Kak Jie mengatakan bahwa "Semoga perkiraanku bukanlah kenyataan.." ketika kita berada di partai bunga senja. Lantas apa maksudnya semua itu?" Jieji melirik ke arah isterinya. Lantas dia menggelengkan kepalanya saja. Mendengar kembali Yunying mengungkit masalah ini, Zhao juga segera menanyai adik keduanya itu. Tetapi sepertinya Jieji enggan berkata banyak kata akan masalah ini sampai kemudian pencuri ulung tiba-tiba menanyainya dengan pertanyaan yang cukup aneh. Cukup aneh dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal yang sedang dibahas oleh mereka semua itu. "Kamu bisa menjelaskan kisah saat dirimu masih kecil sampai beranjak dewasa?" Ini pertanyaan memang cukup membingungkan apalagi keluar dari mulut pencuri ulung. Kesemuanya memang segera tertarik mendengar perkataan pencuri ulung di samping juga merasa sangat heran sekali mendengar perkataan nona cantik ini. Jieji menatapnya dengan tajam, matanya terlihat berubah warna seketika. Bukanlah sinar kemarahan ataupun kesedihan. Tetapi sinar matanya mengandung sebuah arti yang sangat sulit dipahami. Atau bisa dikatakan saat ini adalah sinar matanya penuh dengan rasa pertanyaan. Yunying segera menengahi mereka berdua, dia juga menyahut hal yang hampir serupa kemudiannya. "Kamu pernah menceritakan kisah kehidupanmu setelah usiamu diatas 20 tahun, tetapi tidak pernah aku mendengar kisah kanak-kanakmu sampai beranjak dewasa." Jieji yang tadinya menatap tajam ke arah pencuri ulung, segera memaling wajahnya ke arah isterinya. Lalu dia berkata. "Mengenai masa kecilku bukanlah hal yang ingin kubicarakan, seperti saat di Tongyang kamu sering menanyaiku. Aku sudah males sekali mengingatnya kembali."

Yunying nampak kesal saja dengan pernyataan suaminya. Tetapi pencuri ulung lantas tersenyum sambil berkata kembali. "Aku tahu sekira 7 bagian dari kehidupanmu itu." Jieji terkejut, dia melihat ke arah pencuri ulung sambil menggaruk-garuk kepalanya seakan tiada percaya. Wajahnya berubah kembali menjadi seperti agak pucat pasi. Dia melihat dengan sorot mata yang agak tidak percaya. Zhao kuangyin dan Yuan Jielung cukup heran mendapati tingkah pemuda. Tetapi kemudian Zhao menanyainya lagi. "Benar adik kedua... Aku pernah mendengar kamu sangat rajin mempelajari banyak hal. Dari ilmu perang, taktik, tipu muslihat, dan penyelidikan. Kamu setiap hari membacanya dan menjadikannya sebagai teman hidupmu sejak lama sekali. Tetapi aku juga belum pernah mendengar bagaimana kamu bisa berkembang hebat hanya mengandalkan buku-buku saja?" Jieji menghela nafas panjangnya. Sepertinya baginya bukan hal yang mudah sekali membicarakan kisah perjalanan hidupnya dari umur sekira 8 tahun sampai usianya yang ke 18. Dia ingin berbicara, tetapi mulutnya seakan tertutup rapat, hatinya seperti ditahan oleh sebuah batu besar sekali, sementara otaknya seakan sedang melayang-layang beberapa lamanya. Sementara itu, keadaan di sana telah terasa sangat hening cukup lama. Bahkan suara nafas kesemuanya bisa dirasakan kesetiap orang yang sedang dia mengamati ke arah Jieji. Akhirnya, pencuri ulung memecah kehingan dengan suaranya. "Ini ada hubungannya benar dengan kata-katamu yaitu "Semoga perkiraanku bukanlah kenyataan.."" Jieji menatapnya beberapa saat dengan pandangan yang dalam sekali. Lantas tiba-tiba dia tertawa keras. Mendengar tawa Jieji, tentu kesemuanya sangatlah heran sekali. Tetapi Yunying dengan wajah menggerutu kemudian mengejeknya. "Kamu makin lama makin mirip Chen Yang." Jieji memandang ke arah isterinya tetap dengan tertawa, lantas dia menggelengkan saja kepalanya. Sebenarnya apa tindakan Jieji yang aneh adalah tidak luput dari pengamatan pencuri ulung. Hanya pencuri lihai ini yang mengetahui seluk beluk masalah, lantas dia tetap tersenyum saja beberapa saat. Tibalah waktu akhirnya Jieji menghentikan tawanya. Tetapi di wajahnya terlihat kesedihan yang bukan dibuat-buat. Dia berusaha membuka mulutnya, lantas dia mengatakan beberapa hal dengan suara parau. "Ketika usiaku masih sangat muda. Aku ingat... Diriku berteman dengan seseorang, dia mengajariku banyak hal tentang hal yang janggal di dunia. Aku berteman selama 10 tahun dengannya." Yunying segera menanyainya dengan wajah penasaran. "Temanmu itu wanita atau pria?" Pertanyaan Yunying yang spontan tentu membuat orang merasa geli, tetapi ini adalah naluri seorang wanita yang tentunya telah bersuami. Melihat tingkah suaminya yang tidak mau menceritakan kisah kecilnya, sudah membuatnya cukup curiga. Dan mendengar bahwa dia berteman akrab selama 10 tahun dengan seseorang, tentu membuatnya berpikiran negatif

duluan. Ini adalah sifat seorang wanita pada umumnya. Sebelum Jieji menjawab, pencuri ulung sudah tertawa terbahak-bahak. Dia menuturkan katakatanya. "Temannya adalah seorang yang sudah tua, jauh lebih tua darinya dan seorang pria." Jieji menganggukkan kepalanya. Lantas dia melanjutkan kata-katanya kembali. "Temanku bermarga Huang. Dan dia adalah..." "Pamanmu dan yang bernama Huang itulah yang dimaksud." tutur pencuri ulung, ke arah Yunying yang terlihat penasaran. "Dia? Dia pamanku yang kabarnya sudah tidak pernah terdengar lagi. Huang Qian?" tanya Yunying yang agak heran. "Huang Qian adalah seorang seniman hebat, selain dirinya juga jago memecahkan kasus. Dia mengarang 7 buah karya maha hebat sepanjang hidup dan meninggal di usianya yang ke 41s saja. Diakah orangnya adik kedua?" tanya Zhao kepada Jieji. Jieji menganggukkan kepalanya. Sambil menghela nafas dia melanjutkan. "Saudara Huang adalah seorang pria yang paling hebat. Aku sangat mengagumi kemampuannya. Ketika memecahkan kasus di Hebei pertama kalinya, aku yang masih berumur 8 tahun sangat terpesona. Lalu disana aku bersumpah bahwa suatu saat aku akan mengikuti jejak dirinya. Meski saat usia itu, aku pernah "dipaksa" oleh ayahku, Xia Rujian mempelajari ilmu pedang ayunan dewa. Tetapi tidak pernah sekalipun aku menurutinya. Sepanjang hidupku dari usia 4 tahun sampai 8 tahun, aku sangat tertarik akan kisah kepahlawanan, sastra, ilmu perang dan ilmu tipu muslihat." "Lalu anda berteman baik dengannya meski saat itu usia kalian berbeda sangat jauh. Dia sendiri sangat mengagumi dirimu ketika kamu memecahkan kasus hanya pada usia 11 tahun saja meski saat itu dialah yang membantu anda dari awal hingga akhir. Tentunya ini bukan termasuk sebagai kasus pertama yang anda pecahkan sendirian." jawab Lie Hui sambil tersenyum puas ke arah Jieji. Jieji terkejut sekali. Dia memandang seakan tidak percaya ke arah wanita ini. Dia tidak tahu bagaimana caranya pencuri ulung sangat mengenal dirinya meski saat dia masih berusia sangatlah belia. "Itu adalah kasus hilangnya batu giok di perjalanan pengawalan." jawab Zhao Kuangyin sambil menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya. "Dan hal yang paling penting adalah, saat itu bangsawan sendiri-lah yang sengaja "menghilangkan" batu giok. Dia berharap mendapat sejumlah besar uang ganti rugi atas pengawalan batu giok sebesar sebuah kepala itu dari biro pengawalan Wei. Aku masih ingat kasus itu." tutur Zhao kuangyin yang seraya mengingatnya dengan baik. "Tetapi hal yang terpenting di sini bukanlah mengenai hilangnya batu giok itu. Namun hasilnya, hasilnya adalah bangsawan Zhu dipenggal kepalanya atas perbuatannya yang telah membunuh 27 orang pengawalan dari biro pengawalan Wei di Hebei. Semua tindakan main gilaknya ketahuan karena dirinya telah terbongkar kejahatannya oleh seorang pemuda belia

yang hanya berumur 11 tahun saja." tutur Lie Hui sambil menatap Zhao Kuangyin dengan serius. Zhao terkejut juga. Dia hendak berkata-kata, tetapi dia dipotong kembali oleh pencuri ulung. "Anda-lah orang yang melaksanakan eksekusi itu. Anda masih ingat hari-hari itu?" Zhao menatap tajam ke depan ke arah pencuri ulung. Beberapa lama kemudian, dia menganggukkan kepalanya. Lie Hui kembali melanjutkan kata-katanya. "Keluarga kerajaan Zhu dan Li adalah dua buah keluarga yang telah bermusuhan sejak ratusan tahun yang lalu. Inilah permusuhan yang dimulai semenjak zaman ini. Zhu Wen adalah Kaisar dinasti Liang akhir, tetapi dia haus akan ambisinya sehingga dia meracuni Kaisar Aidi dari Tang, Li Zhu. Meski Li Zhu pura-pura tewas, tetapi dari sini bisa dilihat bahwa keluarga dari kaisar terakhir Tang tentu tidak puas sama sekali. Puteranya Li Zhu yang bernama Li Sen berhasil melarikan diri dibawa oleh pelayan dan dayangnya saat baru berusia 5 bulan saja. Li Sen bertekad membalas dendam setelah usianya beranjak dewasa. Dia mendirikan Biro pengawalan Wei, dan mengubah marga menjadi marga Wei di Hebei. Saat itu, dia sengaja untuk menerima batu giok dari keluarga Zhu meski dia sudah tahu bahwa keluarga Zhu bakal main curang dalam hal ini. Dan benar saja, bangsawan Zhu akhirnya "diselesaikan" dengan pengeksekusian yang akhirnya berbuntut panjang. Zhu Lung memiliki seorang putera yang namanya adalah Zhu Xiang. Meski saat kecilnya dia dirawat di Tibet, tetapi setelah dewasa dan mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya dia berusaha membalas dendam...." "Yaitu membunuh seluruh keluarga Wei yang pernah tinggal di Hebei. Zhu Xiang saat itu hanya berusia 20 tahun dan dia hanya menguasai 3 jurus telapak buddha Rulai. Yang tertinggal atas kesemuanya yang dibantai adalah seorang putera dan satu puterinya. Zhu Xiang masih belum puas, dia berniat mengejar sampai ujung daratan untuk menemukan kedua orang ini yang masih berusia sekitar 6 dan 7 tahun saja. Tetapi, akhirnya anak-anak keluarga Wei ditolong olehku." jawab Zhao Kuangyin dengan tegas. Jieji memandang ke arah kakak pertamanya seakan tidak percaya kata-katanya. Bagai disambar geledek dia melihat ke wajah kakak pertamanya yang terasa kekecewaannya. "Aku hanya dijadikan bidak catur oleh perseteruan keluarga mereka. Keluarga Wei atau Li memanfaatkan diriku untuk membunuh kepala keluarga Zhu meski ini adalah perintah dari Chai Rong. Lantas ketika aku berhasil menyelamatkan kedua pasangan putera puteri ini di tengah kekacauan perang. Aku memberikan seorang yang wanita kepada Zhuo Lu, bangsawan di Guiyang yang isterinya menginginkan seorang anak perempuan. Sedang yang lelaki kuberikan kepada guru besar dari Tibet yang sangat senang melihat kelakuan anak kecil yang hanya berusia 6 tahun itu." Zhao kuangyin berkata sambil menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat sangat tua sekali ketika dia mengingat kembali peristiwa yang sudah sangat lama sekali itu. "Apakah kakak pertama tahu bahwa adik ketiga-lah orang yang kakak selamatkan itu? Kapan kakak pertama mengetahuinya?" tanya Jieji kepada Zhao.

"Saat setelah aku tahu bahwa Ba Dao ternyata adalah orang yang pernah datang kepadaku di saat kekacauan perang di barat Gui Yang. Guru besar ini pernah mengunjungiku kembali di Istana bersama guruku, Dewa Semesta tetapi itu sudah lewat belasan tahun setelahnya." tutur Zhao kuangyin. "Dengan begitu, berarti kakak pertama tidak pernah tahu bahwa ketika kakak pertama mengangkat saudara dengan adik ketiga saat itu adalah sesungguhnya orang yang pernah diselamatkan oleh kakak pertama?" tanya Jieji lagi. "Betul... Aku tidak pernah mengiranya demikian. Adik ketiga adalah orang yang ramah dan penuh rasa kebenaran yang tinggi. Jadi saat itu, aku tidak pernah menghubungkan kasus lainnya untuk mengangkat saudara dengannya." jawab Zhao dengan pasti. "Tetapi... Apa yang anda pikirkan ternyata tidak sama dengan yang dipikirkan oleh orang lainnya. Saat itu, pasukan pemberontak bermarga Han sedang melewati barat kota Guiyang..." tutur Lie Hui sambil mengerutkan alisnya. Mendengar tuturan Lie Hui, Jieji tersenyum sinis kepadanya. Dia berkata dengan suara pelan nyaris tidak terdengar, "Zaman apa wanita ini lahir sebenarnya???" "Benar sekali... Kita mempunyai susunan kekuatan yang sama. Jika tidak bermain ilmu perang yang baik, maka kita akan kalah. Sebenarnya saat itu, aku tahu bahwa keluarga Wei sedang dibantai oleh seorang pemuda kecil. Jika aku menolongnya mungkin bukan hal yang susah sekali, tetapi...." jawab Zhao sambil menghela nafas. Dia kemudian menyesalkan dirinya sambil membanting kaki sekali ke tanah dengan keras. Air matanya terlihat turun perlahan, dan dia mendongkakkan kepalanya ke atas langit-langit ruangan. "Tetapi... Bagaimanapun kakak pertama tidak bisa dikatakan sepenuhnya bersalah kepada adik ketiga. Kakak pertama tahu bahwa jika dengan munculnya dirimu, maka itu akan terasa gawat sekali bagi pasukan yang kakak pertama pimpin saat itu. Urusan negara sangatlah mendesak, jika saja dalam malam persembunyian kakak memunculkan diri maka akan terasa tiada beruntungnya bagi pasukan dinasti Zhou akhir." tutur Jieji menghiburnya. Zhao menatap serius ke arah Jieji. Dia tidak begitu percaya apa kata-kata Jieji barusan, lantas dia menanyainya. "Bagaimana adik kedua tahu saat itu adalah malam sangat gelap?" "Itu tidak susah, jika saja Zhu Xiang yang mengenal sepasang putera puteri keluarga Wei, tentu dia tidak akan membiarkan yang lelaki hidup berdampingan damai dengannya selama hampir 20 tahun lamanya. Jika bukan malam terjadi pembantaian, mungkin dari dulu adik ketiga tidak pernah lagi hidup. Dan guru besar Ba Dao mungkin pernah menyadari hal ini tentunya, tetapi karena dia tidak ingin pembunuhan turun-temurun itu berlanjut, maka dia memutuskan memungut adik ketiga menjadi muridnya. Di samping itu, sang guru juga bisa mengawasi setiap saat muridnya itu dengan baik. Dan dari sini bisa dikatakan bahwa guru Ba Dao tentu tidak akan mewariskan jurus yang lebih dalam lagi kepada Zhu Xiang yang niatnya untuk membantai musuh

keluarganya masih begitu tinggi disamping keinginannya untuk mendirikan kembali dinasti Liang yang telah runtuh di tangan kakeknya." jawab Jieji sambil menjelaskannya dengan panjang lebar. Zhao kuangyin hanya menghela nafas saja sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Yuan Jielung yang melihat keadaan hati Zhao yang sebenarnya merasa serba salah, segera berkata kepadanya. "Benar perkataan pendekar Xia, sesungguhnya anda sendiri bukanlah orang yang pantas disalahkan. Seharusnya pendekar Wei sendiri setelah benar tahu, dia juga tidak akan begitu mudahnya menyalahkan anda yang telah menjadi saudara angkat dengannya hampir 20 tahun lamanya." Mendengar tuturan dari Yuan Jielung alias Li Yu, sebenarnya Zhao kuangyin malah bertambah ragu hatinya. Dia mendapat sesuatu dari tindakan Wei yang "tidak pulang" lagi kepadanya semenjak 2 tahun lewat. Dia melihat ke arah adik keduanya. Dan dengan berani mantan Kaisar Sung ini menanyainya. "Menurut adik kedua apa mungkin orang yang menyamar sebagai Yue Liangxu adalah adik ketiga?" Jieji menatap ke arah Zhao Kuangyin dengan serius beberapa lama. Wajahnya tidak berubah dan terasa dingin, tatapannya lurus terarah ke mata kakak pertamanya. Yuan Jielung yang melihat suasana yang tiba-tiba hening seketika menyatakan sesuatu. "Tidak bisa dipastikan juga. Tetapi aku sempat melihat sikapnya Yue Liangxu palsu itu ketika melihat anda. Kelihatannya di dalam dirinya menyimpan sesuatu kebencian mendalam sehingga dari sinar matanya terlihat kebuasan meski hanya sesaat." "Hanya ketika kalian bertemu lagi nantinya, baru bisa kita pancing dengan berkata-kata kepada Yue Liangxu itu. Bagaimana?" tutur pencuri ulung kemudian dengan tersenyum. Mereka bertiga segera mengangguk saja menurut. Sebab menebak saja bukanlah jalan keluar terbaik karena dengan tebakan meski jitu, tetapi tetap kelihatannya tidak begitu berguna di saat seperti sekarang. Ketiganya yang sedang membahas masalah ini, segera mengabaikannya untuk beberapa lama. Suasana menjadi hening, suara nafas sesamanya terdengar pelan tetapi teratur satu sama lainnya. Jieji terlihat memandang kosong ke arah meja, Zhao kuangyin juga melakukan hal yang sama dengan adik keduanya. Yuan Jielung menatap langit-langit dengan serius, sebenarnya pemikiran mereka bertiga sedang melayang-layang ke alam nan jauh. Yunying hanya berdiri di samping Jieji sambil menatapnya, dia tidak tersenyum ataupun merasa sedih. Dia menatap suaminya dengan pandangan kosong saja. Pencuri ulung yang sedang duduk memandang ketiga pemuda sambil tersenyum saja. Meski perkataannya tadi benar bisa membuat mereka tidak membahas sesuatu yang masih belum berupa kenyataan, tetapi kekhawatiran hati ketiga pemuda tersebut memang tidaklah hilang seluruhnya. Kemudian, dia telah mendapatkan sesuatu akal untuk memecahkan keheningan yang telah berlangsung beberapa saat lamanya itu. Dia berpaling ke arah Jieji dan kemudian menanyainya mengalihkan ketegangan pihak mereka. "Bagaimana ceritanya kamu dengan orang bermarga Huang yang merupakan paman dari isterimu sendiri?"

Jieji melihatnya sekilas. Kali ini dia mengubah posisi duduknya, kedua tangannya segera dihimpitkan rapat di dada yang menopang di meja. Dia terlihat mengingat sesuatu setelah beberapa lama, kemudian dia berpaling ke arah Lie Hui, dan menanyainya. "Aku ingin kamu menceritakan tentang masalah Yuan Xufen semenjak dia lahir, bagaimana? Dan terlihat kamu sendiri juga tertarik akan cerita saudaraku yang bernama Huang Qian." Pencuri ulung tertawa terkekeh mendengar perkataan Jieji. Dia segera berseru kepadanya. "Bagaimana kau bisa yakin sekali bahwa aku pantas bertukar informasi denganmu? Sangat aneh?" "Kau pasti tahu sesuatu tentang masalah Wu Shanniang, Ibu mertuaku. Dan melihat ketertarikanmu terhadap Huang Qian, aku bisa menebak lima bagian dari sini." jawab Jieji dengan tersenyum. Lie Hui lantas berubah menjadi serius. Dia memandang pemuda ini beberapa lama-nya dengan wajah yang seakan tidak percaya. "Bagaimana kau bisa tahu aku mempunyai informasi tentang Yuan Xufen sekiranya 40 tahun lalu?" "Aku yakin kau pasti tahu sedikit banyak. Kenapa dia dibenci oleh ayahnya, Yelu Xian tentu bisa kutebak dan kutahu dengan pasti. Tetapi aku ingin kamu mengisahkan riwayat hidupnya." tanya Jieji kepada Lie Hui. "Betul... Aku mendapat sedikit saja tentang hal itu. Tetapi kamu yakin sekali bahwa aku mempunyai informan yang bisa memberitahukan kepadaku. Bukan begitu?" tutur Lie Hui. Zhao kuangyin melihat keduanya serius membicarakan hal tersebut, juga mengikuti pembicaraan mereka berdua. "Kita semua tahu benar bahwa isteri pertama dari Yelu Xian benar adalah Huang Shanniang. Tetapi, ada sedikit masalah tentang kaburnya Shanniang dari Liao, dan terakhir dinikahi oleh Wu Quan. Yang anehnya adalah, tidak pernah Wu tahu bahwa sebenarnya gadis yang dinikahinya sebenarnya sudah mempunyai seorang puteri. Yelu Xian mungkin marah mendapati isteri-nya kabur dari Liao, dan malah menikah dengan pejabat Sung. Tentu saja ini membuatnya yang emosional segera tidak ingin lagi membesarkan puteri mereka. Yang anehnya adalah, kenapa puteri ini bisa sampai ke Changsha dan diasuh oleh guru besar Yuan?" "Betul... Semua kata-kata anda benar beralasan. Tetapi ada sedikit unsur dendam yang terdapat di sana. Yuan Xufen sengaja dititipkan ke keluarga Yuan, karena disini pendidikan serta kemewahan jelas sudah terpenuhi. Dan poin terpenting justeru tidak mungkin Yelu Xian orang yang menitipkan bayi ini ke keluarga Yuan. Melainkan...." jelas Lie Hui sambil memandang ke arah Jieji. Bola matanya terlihat mengecil, kerutan di alis terlihat dengan nyata-nyatanya. "Maksudmu, seorang pemuda yang selalu memanggul arak di pinggangnya, setiap hari menyanyi di jalan dan menertawakan rembulan?" tanya Jieji dengan penuh semangat.

Wajah Lie Hui segera cerah luar biasa mendengar perkataan Jieji. Dia gembira sekali karena Jieji benar sedang mengikuti "permainan" kata-katanya dengan serius. Dengan sangat baik, Jieji mengungkapkan semua hal yang tersimpan ini. "Siapa yang dimaksud? Apa ada pria seperti itu?" tanya Yunying yang penasaran sekali, sebab bagaimanapun Yuan Xufen adalah kakak kandung seibu namun tidak seayah dengannya. Mendengar cerita keluarga-nya sendiri tentu dia sangat berminta sekali. "Dia adalah pamanmu, Huang Qian. Huang adalah seorang lelaki yang pintar luar biasa. Di kolong langit, kemampuannya menganalisis sesuatu tidak ada bandingnya lagi. Seorang sastrawan, pemabuk, seniman hebat dan ahli strategi terbaik yang pernah hidup dalam jangka waktu 500 tahun ini-lah yang membawa puteri keluarga Yelu untuk dititipkan ke keluarga Yuan. Saat itu, Yelu Xian memang benar marah sekali. Dia memerintahkan orang untuk membunuh saja puterinya meski baru berusia 11 bulan. Ini disebabkan isterinya sendiri lari dari rumah dan kembali ke China daratan. Tetapi Huang Qian rela menukar bayi itu dengan 2 buah benda yang sangat luar biasa sejagad kepada Yelu Xian." "Benar... Dua buah benda itu adalah, penawar racun pemusnah raga dan Lukisan Heng Shan selatan yang sangat termahsyur."tutur Jieji. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lie Hui agak heran. "Hal ini pernah diceritakan temanku, Huang kepadaku. Dia menipu seorang raja dari utara katanya dengan menaruh air seni kuda yang dicampur teh dari wilayah barat. Dia mengatakan bahwa ini adalah penawar racun pemusnah raga. Serta selembar kain lukisan asli pemandangan Heng Shan selatan yang diberikan kepadanya. Tetapi heran sekali, kenapa Yelu Xian malah dengan mudah melepaskan puterinya yang masih bayi hanya karena 2 benda ini, aku juga tidak begitu mengerti." tutur Jieji sambil terlihat berpikir. "Benar sekali... Tetapi lukisan itu kemudian telah diberikan kepada Wu Shanniang yang pulang ke Liao. Dan terakhir dia membawanya ke keluarga Wu, di wisma Wu di Hefei." tutur Lie Hui sambil melihat ke arah Yunying. "Tetapi ... Aku tidak pernah sekalipun melihat lukisan itu.." tutur Yunying dengan heran sekali. "Tidak... Kamu sudah tahu lukisan yang mana tetapi tidak ada seorang pun yang tahu bahwa penutup papan kamar ayahmu adalah lukisan itu. Maka daripada itu aku mengatakan bahwa aku pernah tahu lukisan asli itu berada dimana." jelas Jieji kepada Yunying. "Wu Shanniang memang aneh sekali, terlebih lagi suaminya Yelu Xian. Wu melahirkan puterinya dan dibimbing baik oleh guru besar Yuan, tetapi berkat ajaran Huang Qian maka nona kecil bernama Xufen itu berkembang dengan sangat baik baik dalam silat dan otak. Huang Qian memiliki 2 orang teman baik selama hidupnya. Dia adalah Yuan dan Dewa Sakti. Berkat ajaran Dewa Sakti, Yuan Xufen menjadi seorang ahli silat. Dan yang anehnya, Dewa

Sakti tidak pernah memberitahu kepada Yuan bahwa dia mengajari puterinya Ilmu silat terbaiknya. Beberapa tahun setelahnya, setelah si nona kecil beranjak remaja. Dia telah berubah menjadi seorang dewi nan cantik dan sangat luar biasa anggun-nya. Kepintarannya membuatnya menjadi seorang wanita teguh dan kokoh, kecantikannya seakan membuat jantung pria berhenti berdetak ketika melihatnya lewat. Dan, ketika dia bertamasya dengan keluarganya di danau Dongting, kalian sudah tahu penyebab Chen Yang terluka sebelah matanya dan terakhir membuatnya menjadi buta. Chen Yang memang berhasil kembali dari kematiannya. Tetapi setelah dia menemukan bahwa Yuan Xufen jauh hari telah tewas, dia sudah mulai melampiaskan amarahnya secara tidak karuan. Dengan dukungan partai Jiu Qi, dia berbuat semena-mena. Beberapa kali dia mengorek keluar mata indah seorang wanita cantik dan membunuhnya. Tindakannya sangat kejam luar biasa sekali sehingga membuat negeri cukup gempar. Dan, terakhir dengan alasan yang sama dia menjalankan niatnya dengan agak halus. Dari desa ke desa, anak buahnya selalu mencari wanita cantik. Dengan dalih yang aneh, dia melaksanakan hal yang tidak kalah kejamnya. Tentunya adalah yang dimaksud adalah pernikahan Dewa Sungai itu." jelas pencuri ulung panjang lebar. Tetapi kata-kata terakhir itu ditujukan kepada Zhao Kuangyin. Jelas Zhao tertarik mendengar kata-kata Lie Hui, segera dia melanjutkan. "Benar... Adik seperguruan Sun pernah mengatakan bahwa gadis itu ditenggelamkannya di sungai Changjiang di daerah propinsi Chengdu. Tetapi gadis itu tidaklah tewas, melainkan sekarang dia sering mencari Sun untuk katanya membalas dendam. Berarti wanita itu adalah anak buahnya Chen juga?" "Betul kakak pertama. Kelihatan banyak sekali benang yang sebenarnya adalah saling berhubungan, semuanya sekarang telah cukup jelas." tutur Jieji sambil tersenyum. Pencuri ulung terlihat mengangguk sekali, lantas kembali dia bercerita. "Benar sekali perkiraaan kalian semuanya. Wanita itu bernama Tu Yiyen, dia lahir di tanah Heilongjiang dan merupakan puteri dari nenek Tu." Jieji tidak begitu tertarik akan cerita kali ini. Tetapi dia tetap mendengarkan juga dengan baik. "Nenek Tu sangat dendam terhadap Huang Shanniang sebenarnya. Beberapa kali Dewa bumi terpergok olehnya ingin bertindak macam-macam terhadap Huang Shanniang. Dia-lah orang yang memanasi hati Yelu Xian untuk membunuh sendiri puteri kandungnya. Namun benar nasib berkata lain, Yuan Xufen tetap hidup dengan baik sampai dengan usianya yang ke 26. Sayang sekali..." tutur pencuri ulung sambil menghela nafasnya panjang. "Kamu ingin tahu hal mengenai Huang Qian lebih mendalam? Atau bisa dipastikan kamu ingin tahu bagaimana caranya ayahmu meninggal dan ibumu menghilang, bukan begitu?" tanya Jieji kepada Pencuri ulung alias Lie Hui.

Lie Hui terpana mendengar perkataan pemuda, seakan tidak percaya dan menggosok matanya kencang dia melihat ke arah Jieji. "Tidak... Maksudku adalah Bagaimana cara-nya ayahmu menghilang dan ibumu meninggal. Itu maksudku." tutur Jieji membalikkan kata-kata kembali kepadanya.

BAB CXXVI : Jurus Jari Nan Sakti "Bagaimana kau tahu aku adalah puterinya?" tanya Lie Hui dengan wajah yang sangatlah keheranan mendapati Jieji mengetahui siapa jati dirinya sesungguhnya. Pemuda yang ditanya segera tersenyum puas. "Tadinya hanya aku mengira-ngira saja. Huang Qian memang pernah berkata sekali padaku. Dia mengatakan dia ada hubungan dalam terhadap seorang wanita yang sangat aneh dari partai Jiu Qi. Mengetahui kalau kau tahu tentang sedikit permasalahan sekitar beberapa tahun yang lalu itu aku bisa menebak sebagian besar. Dan dari kata-kata anda inilah, aku yakin benar bahwa tentunya kamu adalah puterinya sahabat lamaku itu." Lie Hui menganggukkan kepalanya pelan. "Ayahmu, atau sahabatku Huang Qian adalah orang yang tidak suka dengan nama. Dia rela memecahkan kasus melalui perantara orang lain. Baginya, kasus atau teka-teki adalah "Hidup"-nya. Beberapa kali saat dia hidup dengan tenang, dia tidak pernah bisa "tenang" sesungguhnya. Oleh karena itu, dengan seluruh keberanian dia terlibat terhadap kasus keluarga Meng di Yun-nan." "Kasus keluarga Meng?" tanya Lie Hui dengan sangat heran. "Huang Qian namanya meski tidak terkenal, tetapi aku pernah mendengarnya sekali. Sekali saja. Yaitu ketika dia berhasil meyakinkan hakim bahwa adanya persengketaan kedua keluarga Li dan Zhu. Namun, semenjak itu aku tidak pernah lagi mendengar namanya." sahut Zhao Kuangyin menengahi. "Kakak Huang memang tidak menyukai nama, baginya dengan berkibarnya namanya dengan baik, maka dia lebih-lebih tidak akan hidup dengan tenang karena takut orang mencarinya balas dendam gara-gara analisisnya yang memojokkan pelaku kejahatan. Mengenai kasus pembunuhan tujuh turunan terhadap keluarga Meng memang pernah didengar oleh siapa orang saja di selatan. Huang, kabarnya terbunuh karena hampir berhasil menyibak kasus itu. Tetapi, aku pernah sekali ke Yun-nan untuk memastikan. Namun, petunjuk bahwa Huang pernah ke sana memang sangatlah samar sekali. Oleh karena itu, aku tidak yakin bahwa saudaraku Huang Qian tidak ada lagi di dunia." tutur Jieji mengenang. "Jadi? Ayahku memang benar masih hidup?" tanya Lie Hui dengan terlihat sikap senangnya. "Bagaimana ketika kita balik ke China daratan, kita pergi ke Yunnan untuk memeriksa sekali lagi?" tanya Jieji sambil tersenyum kepada semuanya.

"Baik... Tetapi bagaimana dengan kematian ibuku? Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?" tanya Lie Hui kembali kepada Jieji yang di wajahnya masih tersisa rasa penasaran. "Huang sendiri pernah bercerita padaku sedikit. Dia mengatakan hidupnya telah hancur luluh, sebab orang yang sangat dicintainya telah meninggal gara-gara dirinya. Huang pernah terlihat olehku mengantongi sebuah sulaman sapu tangan yang bertuliskan sebuah kata yaitu "Hui". Dia sering melamun melihat sapu tangan itu ketika waktu sedang senggang-senggangnya. Jadi aku yakin wanita yang dimaksud tentu adalah ibumu. Dan mengenai bagaimana caranya ibumu meninggal, aku sungguh tiada tahu." jawab Jieji. Lie Hui terlihat menunduk, di wajahnya nampak sebuah kesedihan yang bukan dibuat-buat. Lie Hui ditinggalkan oleh ibunya semenjak usia belasan tahun di partai Jiu Qi. Ibunya seorang wanita yang tegar dan kuat. Meski dia hidup di rumah bordir Yuen Hua, tetapi tidak ada seorang pun yang berhasil untuk memikatnya terkecuali Huang Qian. Lie Hui tadinya sempat cukup senang karena mengetahui mungkin Jieji tahu kisah hidup ibunya, tetapi mendengar pernyataan kali ini, dia tentu tidak begitu puas. Lalu, dia-lah terlihat sangat antusias untuk meninggalkan Persia untuk mencari ayah kandungnya jika masih hidup. Karena hanya inilah pengharapannya yang terakhir untuk mencari orang yang dekat dengannya. "Yang Mulia tiba!" Tiba-tiba terdengar suara beberapa orang yang berteriak di depan ruangan. Xia Jieji tersenyum ketika dia mendengar suara dayang-dayang yang berteriak cukup keras. "Sepertinya pesta lagi-lagi menunggu kita..." "Kita hanya bisa menghadiri pesta yang dibuat meski tidak kita nikmati. Karena itu, mau tidak mau kita harus mengikutinya sampai benar ada informasi yang kita butuhkan." sahut Zhao Kuangyin membalas senyuman Jieji. Kesemua teman-temannya mengiyakan pernyataan Zhao kuangyin, mantan Kaisar Sung ini. Balairung Istana Persia... Seperti kemarin, Kaisar Persia sepertinya sangat bergembira. Mereka kesemuanya diundang untuk menikmati perjamuan yang meriah sekali. Ruangan pesta memang cukup besar, sebesar ruangan rapat kaisar Persia. Biasanya pesta selalu dimulai dengan perjamuan dahulu, kemudian baru disajikan dengan tarian khas Persia. Adalah ketika para wanita muda menarikan tarian yang cukup indah dan menarik. Jieji sudah minum lebih dari 3 gentong arak. Karena tidak ada yang benar bisa dinikmatinya dalam pesta, maka arak-lah yang jadi tumbalnya. Dia sudah mulai cukup mabuk ketika tarian itu di bawakan. Sedang Yunying terlihat cukup jengkel melihat kelakuan Jieji yang tidak henti-hentinya meneguk arak dengan lahap. Tetapi bagaimanapun, dia tahu bahwa biasanya suami-nya itu tidak pernah tertarik akan keramaian yang sedang disajikan. Memang terlihat beberapa kali, wanita cantik luar biasa ini berupaya menghentikan tegukan arak Jieji. Tetapi, dia tidak mampu membendung kelakuan suaminya itu meski untuk sekejap saja.

Dan suatu ketika, seperti kemarin juga. Beberapa penari sudah berpencar dari tarian mereka untuk menuangkan arak bagi tamu. Wanita penari biasanya memiliki penutup muka, dan hanya kedua bola matanya yang kelihatan. Ketika kemarin, pada saat-saat seperti ini Jieji biasanya menolak. Tetapi hari ini, pemuda bersikap lain. Biasanya dia sangat sopan sekali terhadap wanita dimanapun, kapanpun juga. Meski pada saat dia mabuk arak, biasanya Jieji sanggup mengontrol dirinya sedemikian rupa. Dia segera mengangkat cawan dengan kedua tangannya sambil tersenyum mabuk ke arah penari yang semakin mendekatinya. Penari dengan tinggi tubuh cukup semampai dan warna kulit putih serta bertubuh sangat bagus. Pakaian wanita Persia memang pernah disebutkan terlihat cukup vulgar. Jika saja adalah lelaki normal, maka jarang sekali ada yang sanggup menahan diri untuk melihat ke tubuh wanita yang berpakaian sedemikian. Apalagi untuk penduduk daratan tengah yang merasa cukup tabu untuk hal sedemikian. Sikap Jieji bukan tidak dilihat oleh siapapun. Termasuk kakak angkatnya juga merasa heran. Tidak pernah dia melihat Jieji dalam keadaan demikian. Yuan Jielung dan Lie Hui juga merasa heran bahwa Jieji yang sekarang terlihat hidung belang sekali jika diamati. Yunying sangat marah sekali melihat perubahan suaminya yang tiba-tiba dalam sekejap. Sedangkan Kaisar Persia yang melihat tingkah Jieji malah tertawa terbahak-bahak. Penari menundukkan kepalanya sambil menuangkan cawan arak dengan sikap yang sangat lembut dan penuh kewanitaan. Jieji memandang lurus ke arah wanita bertutup muka dengan wajah yang serius sekali. Arak memang hampir tertuang penuh, ketika kesemua orang tiba-tiba sangat terkejut. Karena dengan kecepatan yang sangat luar biasa, mereka melihat sebuah sinar terang sekejap. Hasilnya, adalah yang paling tidak di sangka semua orang. Cairan merah terlihat telah muncrat ke meja tempat duduk pemuda sebelumnya. Sedang di bahu pemuda, terlihat sebilah pisau tertancap cukup dalam sekali. Wanita penari adalah orang yang menancapkan pisau yang disimpan di balik perutnya. Anehnya, Jieji tidak menghindar meski dia memiliki ilmu silat yang tinggi. Apakah benar rasa mabuk terlebih menguasainya sehingga dia tidak mampu lagi bergerak sedikitpun? Yunying dan Zhao kuangyin adalah 2 orang yang pertama sampai untuk melihat keadaan Jieji yang berlumuran darah di daerah baju sebelah kirinya. Wanita penari yang menusukkan pisau segera berteriak kegirangan. "Akhirnya dendam telah terbalaskan!!!" Begitulah suara wanita ini dengan antusias sekali berulang-ulang. Tetapi tawa kegirangannya tidak berlangsung lama, karena di hentikan oleh sebuah suara. Suara yang sangat dikenal oleh wanita ini tentunya. "Betul... Sepertinya dendam-mu benar telah terbalaskan." Wanita yang tadinya berteriak kegirangan ini segera menoleh cepat ke arah pemuda yang tadinya sempat terlungkup di meja. Tentu dengan wajah yang sangat terkejut seakan tidak percaya dia menggelengkan kepalanya.

Sedangkan Zhao Kuangyin segera melihat keadaan adik keduanya dengan wajah yang penuh cemas. "Kau tidak apa-apa?" Jieji melihat ke arah kakak pertamanya sambil tersenyum pelan. Yunying sangat cemas terlihat karena melihat banyaknya darah yang mengucur dari bahu Jieji. "Kenapa kamu tidak menghindar?" Jieji tidak menjawab pertanyaan isterinya. Melainkan dia berdiri dengan pelan sambil menatap ke arah wanita penari itu. "Tangkap wanita itu!!!" Sesegera terdengar suara teriakan orang yang di tengah balairung yang tentu tiada lain adalah Kaisar Persia. Tetapi ketika para pengawal yang telah siap sedia dia depan pintu utama beranjak masuk. Mereka dihentikan oleh sebuah suara. "Jangan bergerak terlebih dahulu." Para pengawal terlihat diam di tempatnya. Orang yang berteriak tiada lain adalah pemuda yang berpakaian putih dan berlumuran darah. Pemuda ini mengangkat tangannya sebelah. "Tidak disangka bahwa ayahmu sudah meninggal." Tutur pemuda dan melihat ke arah penari itu. Wanita penari itu segera membuka tudung wajahnya segera. Wajah di sana adalah wajah seorang wanita yang cantik. Namun sinar matanya sangat buas memandang ke arah pemuda yang terluka ini. Mereka semua terkejut ketika melihat wanita cantik di depan yang tadi baru saja gagal dalam pembunuhan gelap adalah puteri dari Partai bunga senja, Huo Thing-thing. "Aku bersumpah akan membalas dendam selama diriku hidup!" teriak wanita ini dengan marah sekali. Jieji menggelengkan kepalanya menatap dengan wajah penyesalan. "Seharusnya bukan aku yang kau cari. Oh... Aku tahu, berarti orang yang membunuh ayahmu sudah kau selesaikan bukan begitu?" Wanita ini meski marah, tetapi mendengar tuturan Jieji maka dia terkejut juga. "Bagaimana kau bisa tahu?" "Ayahmu dibunuh oleh orang rendahan saja. Dengan kemampuanmu, seharusnya kau sudah bisa membalas dendam. Dan seharusnya kau bukan mencariku untuk balas dendam terlebih dahulu." sahut Jieji. Sekali lagi, Huo Thing-thing terlihat sangat terkejut. Dia tidak percaya bahwa apa-apa hal sudah diketahui oleh Jieji sejak awal. "Kau tahu karena adanya pencuri ulung ini, Lie Hui?" Jieji menggelengkan kepalanya. "Kamu salah.

Aku dan ayahmu punya dendam sedalam lautan. Aku tidak membunuhnya 2 hari yang lalu bukannya aku merasa tidak sanggup. Karena dengan upaya sebaik-baiknya, aku tidak ingin hal seperti hal ini terjadi di kemudian harinya. Tetapi sepertinya apa usahaku adalah sia-sia belaka." Pemuda terlihat menghela nafas panjang ketika dia selesai mengucapkan kata-katanya. "Aku menanyaimu kenapa kau bisa tahu hal ini? Kenapa kau bisa tahu kalau aku pura-pura menari saja? Dan sikapmu itu, kau memang sengaja memancingku." tanya Thing-thing dengan wajah penuh kemarahan di satu sisi, dan di sisi lainnya penuh rasa penasaran. "Hm... Kau salah lagi sekali. Aku tidak pernah bermaksud menghindar tadinya. Tetapi yang sangat kuherankan adalah tusukan pisaumu tidak bisa mengenai titik mematikan dari tubuhku. Oh... Aku tahu. Kau pasti berpikir aku akan menghindar, tetapi karena kecepatanmu tidak secepat daya hindarku, maka kau mengambil sikap untung-untungan dan berharap aku menghindar ke arah kiri dan tentu tusukan pisaumu saat itu akan mengenai batok kepalaku. Bukan begitu, puteri Thing-thing?" Thing-thing terlihat mendengus sekali dengan marah. Dia menatap ke arah Jieji. "Dari mana kau bisa tahu aku ini bukan seorang penari." Sepertinya Jieji dari tadi menghindari pertanyaan tersebut. Sudah ketiga kalinya, wanita cantik tetapi kejam ini mengajukan pertanyaan yang sama. Namun, akhirnya Jieji menjawab juga. "Meski kamu adalah jago penari, tetapi untuk seorang pesilat tangguh masih bisa terlihat jejaknya meski dia sanggup menyimpan tenaga dalamnya sedemikian rupa. Gaya gesekan sepatumu lain dari penari lainnya. Seorang pesilat biasanya memiliki keseimbangan yang jauh lebih baik dari seorang penari biasa saja. Ini hal pertama." "Hm... Lalu ada hal lainnya? Dan mengapa kau tidak menghindar meski sepertinya kamu memiliki kesempatan karena sejak awal kau sudah tahu aku ada di sini?" "Hal yang kedua adalah, hal yang bisa kupastikan dengan sangat baik. Yaitu bau-mu, bau tubuhmu." tutur Jieji sambil menatapnya serius. "Kau seperti binatang pencium. Pantas aku kalah denganmu." sahut wanita ini dengan senyuman mengejek. Yunying sangat marah karena pernyataan wanita partai bunga senja ini. Memang Yunying pernah tahu bagaimana Jieji disiksa oleh wanita kejam ini di penjara partai. Dan bagaimana perlakuan wanita sadis ini kepada suaminya. Dan sejak awal, dia sudah tidak suka dengan tingkah wanita ini. Dia beranjak maju dan berniat untuk buat perhitungan dengan Thing-thing. Tetapi dia segera dihalangi oleh Jieji. Pemuda terlihat menghalangi dengan sebelah tangannya. "Kau salah. Bau tubuhmu pernah kucium sekali. Bukan berarti bahwa ada yang khusus dengan bau tubuhmu. Aku cuma berniat memastikan makanya dengan sengaja tadinya aku berpurapura mabuk dan bertingkah gila. Meski aku tidak memastikannya, kau pasti mencari cara untuk membunuhku juga, bukan begitu?" tanya Jieji.

"Sekarang aku sudah jatuh ke tangan kalian. Mau bunuh atau apa terserah kalian." sahut Thingthing dengan marah dan menunjuk ke arah Jieji dan kawan-kawannya. "Bagaimana jika kuberi kau kesempatan sekali lagi?" tanya Jieji kepadanya sambil tersenyum. Semua orang sangat terkejut mendengar kata-kata Jieji ini. Yunying dan Zhao kuangyin segera menuju ke depan guna menghalangi. Tentu kata-kata Jieji tidak saja membuat kawankawannya cemas, tetapi Thing-thing terlebih-lebih lagi, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Pahlawan selatan. "Aku tidak pernah mengingkari kata-kata yang pernah kuucapkan." tutur Jieji sambil tersenyum serius kepadanya. "Kau!" teriak wanita ini sambil menunjuk dan tidak percaya. Dengan cepat, Jieji mencabut pisau yang tadinya masih menusuk dalam di bahu. Darah tentu kontan muncrat keluar seiring dicabutnya pisau. Dia lemparkan ringan ke arah Thing-thing. Dengan sangat mudah, wanita ini menjemput pisau yang dilempar itu. Sekarang sebelah tangan Thing-thing telah tergenggam pisau yang belepotan darah. Dia segera beranjak maju ke depan dengan pisau tergenggam kuat di tangannya. Yunying dan Zhao kuangyin segera saja maju untuk menghalangi tindakan wanita "gila" ini. Tetapi sekali lagi, Jieji menghalangi pergerakan mereka. Dia maju tegap ke depan sambil melihat ke arah kakak pertamanya. "Tidak apa-apa." begitulah sahutnya pelan sambil beranjak maju. Sekarang jarak antara Jieji dan Thing-thing telah dekat sekali. Dia mengamat serius ke arah pemuda yang sepertinya sama sekali tidak takut apapun. Dengan cukup bingung, dia menanyainya. "Kenapa? Kenapa kau bisa bertindak demikian?" "Ini adalah permusuhan antara aku dengan kau. Jika kau merasa bisa melampiaskan amarahmu yang konyol itu, maka aku akan rela dibunuh olehmu." tutur Jieji dengan serius dan tegas. Mendengar tuturan Jieji, Thing-thing terlihat serba salah. Dia memang sudah mengangkat pisaunya untuk diarahkan ke dada Jieji, tepat di sebelah kiri dada pemuda yaitu arah jantungnya. "Dan satu hal lagi. Kau tidak usah takut sama sekali, karena aku meminta kepada saudaraku, teman-temanku untuk tidak pernah membalas dendam kepadamu. Setelah membunuhku, kau bisa pergi dengan tenang." sahut Jieji dengan tegas. Yunying, Zhao kuangyin, Yuan Jielung dan Lie Hui telah terlihat sangat cemas. Tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan pemuda. Kenapa Jieji nekad ingin menyerahkan nyawanya kepada wanita sadis itu. Jika dihitung-hitung, maka bisa dikatakan bahwa sebenarnya dendam ini sangat layak dibalaskan Jieji karena Huo Xiang-lah orang yang membunuh Hikatsuka Oda.

Dan Huo Xiang juga-lah orang penyebab kematian tetua Kaibang serta tetua dunia persilatan Zeng Qian hao alias Pei Nanyang. Pisau yang dipegang oleh Thing-thing terlihat bergetar kuat ketika Jieji mengucapkan kata-kata terakhir itu. Amarah di matanya seakan sengaja dikuatkan supaya dia sanggup menusukkan pisau yang di tangannya dengan sekali hentakan tangan ke depan saja. Ruangan yang tadinya hiruk pikuk akibat suara-suara dan musik-musik telah berubah jauh berbeda. Sekarang sudah sangat hening sekali. Meski sebatang jarum yang jatuh ke lantai pun dapat terdengar. Suara nafas pelan beberapa orang terdengar jelas, suara nafas tegang beberapa orang juga dapat terdengar. Sedangkan hanya terdengar sebuah suara nafas yang memburu, suara nafas seorang wanita yang "menguasai" ruangan itu. Cukup lama kondisi dan keadaan itu berlangsung, sampai sebuah suara tiba-tiba mengacaukan keadaan. Sebuah suara besi yang berlaga cukup keras terdengar di lantai, dan diikuti dengan suara derap langkah kencang berlari meninggalkan balairung itu. Semua orang bingung melihat hal demikian, tetapi hanya Jieji yang diam di tempat mengawasi kepergian wanita itu sambil menghela nafas. Wanita cantik dan sadis ini tidak sanggup bertindak karena kecamuk hatinya yang sangat susah diukirkan lewat kata-kata. Maka demikianlah hal dendam antara Xia Jieji dan Partai bunga senja telah selesai. Di hari kemudiannya, Huo Thing-thing tidak pernah lagi mengungkit sebuah kata "balas dendam" demi ayahnya lagi. Seperti yang dikatakan oleh Jieji, setelah mereka mendapat informasi kematian Huo Xiang maka mereka akan meninggalkan Persia. Yaitu sehari kemudian setelah kejadian pembunuhan gelap Thing-thing, mereka kesemuanya meminta pamit kepada Raja Persia dan menuju ke selatan. Dalam perjalanan... Yunying tersenyum manis sepanjang harinya. Sebab apa yang diperkirakan dan membuatnya jengkel kemarin adalah pikiran-pikiran yang tidak-tidak saja. Sebenarnya dia sangat yakin terhadap suaminya, tetapi kadang hal yang bisa mengakibatkan cemburu ataupun kesal sangatlah susah dibendung oleh seorang wanita, meski Yunying adalah wanita yang sudah termasuk luar biasa. "Apa yang kau pikirkan? Sepertinya kamu dari tadi hanya tersenyum saja. Melihatmu saja aku merasa cukup aneh." kata Jieji membuyarkan lamunannya. Mereka berdua duduk di satu kereta kuda. Sedangkan Lie Hui, Yuan Jielung dan Zhao kuangyin duduk di kereta kuda yang lainnya. Yunying tidak menjawabnya sama sekali. Dia hanya terlihat mengerutkan dahinya sebentar dan sambil tersenyum manis ke arah suaminya. "Nah.. Kamu mulai aneh. Tetapi sepertinya aku bisa menebak isi hatimu." jawab Jieji sambil tersenyum menggoda kepadanya. "Kamu pertama kesal karena sikapku, tetapi karena sikap jantanku kemarin membuatmu sangat bangga, bukan begitu?"

"Tidak tahu malu!!!" teriak Yunying sambil tertawa malu. Warna wajahnya terlihat memerah dengan sekejap, sebab tebakan Jieji sangat tepat. Biasanya seorang wanita kalau isi hatinya diketahui dengan baik oleh seorang pria, maka tentu dia merasa malu meski oleh orang terdekatnya sekalipun. "Oh.. Bagaimana kau tahu bahwa Huo Thing-thing tidak akan menusukkan pisau ke jantungmu? Saat itu aku takut sekali, tetapi setelah dipikir aku tahu sedikit maksud hatimu." Jieji tertawa terbahak-bahak mendengar tuturan Yunying. Setelah tertawa beberapa lama, Jieji menyahuti pertanyaan Yunying. "Kamu tahu.. Wanita itu sangat tinggi hatinya dan sikap egoisnya sangatlah luar biasa. Jika aku takut, mungkin dia makin berani. Tetapi dengan begini, semua hal selesai dengan baik. Dan ini adalah hal yang sangat kuharapkan benar." Yunying mendekat ke arah Jieji, sambil meletakkan kepalanya ke bahu pemuda dia menutup matanya dengan tersenyum manis sekali. Perjalanan dilanjutkan dengan lancar saja. Arah yang dituju mereka adalah daerah selatan dan mencari pelabuhan. Sepertinya perjalanan kali ini sengaja tidak dilakukan lewat darat, melainkan lewat lautan. Dari arah Persia selatan, jika berlayar cepat maka dalam seminggu mereka bisa mencapai India. Dan dari India timur mereka berencana untuk berlayar dan menuju ke arah Yun-nan. Sebulan kemudian... Yun-nan, daerah selatan dari daratan tengah. Atau lebih tepat barat daya dari daerah daratan tengah. Sebuah daerah yang cukup subur, dengan penduduk lebih dari 5 laksa jiwa dan suhu yang jelas lebih tinggi dari daratan tengah. Yun-nan adalah tempat dengan hasil pertanian bagus setiap tahunnya. Tiga orang yang berkuda terlihat jelas memasuki kota Yun-nan lewat pintu barat. Seorang pemuda yang duduk di sebuah kuda khusus terlihat melaju pelan. Cukup menarik perhatian bagi siapa saja melihat pemuda ini. Dengan berpakaian sastrawan dan berwajah sangat tampan dan muda dia terlihat santai. Sedangkan di belakangnya terlihat 2 orang wanita cantik. Yang satu berwajah sangat putih dan warna wajah agak memerah merona, seorang wanita yang sangat cantik sekali. Sedang di sampingnya juga seorang wanita cantik. Dengan melihat sekilas saja, semua penduduk kota tahu benar bahwa ketiga orang ini bukanlah orang dari daerah Yun-nan, sebab cara berpakaian penduduk Yun-nan agak lain dari penduduk daratan tengah lainnya. Ketiganya terlihat menuju ke salah sebuah penginapan dengan santai. "Kenapa kau ngotot memakai wajah ini?" tanya wanita nan cantik heran kemudian setelah mereka masuk ke penginapan. Wanita ini adalah Yunying tentunya. Pemuda tertawa saja, tetapi tidak menjawab. "Ini karena dia tidak ingin dikenali seorang." jawab wanita cantik lainnya sambil tersenyum. Wanita ini tiada lain adalah Lie Hui.

"Jadi kemungkinan paman-ku ada di kota ini? Memang wajahmu sekarang dengan wajahmu ketika kecil tiada berbeda?" tanya Yunying yang sepertinya sangat tidak setuju melihat penampilan Jieji. Dengan membuka topeng kulit, Jieji tertawa sekali lagi. "Bukan begitu. Aku jelas berbeda wajah ketika kecil dengan sekarang. Yang kuinginkan adalah aku tidak ingin ada yang tahu hubunganku dengan ayahku yang memiliki wajah yang cukup mirip denganku." Diterangkan demikian, akhirnya Yunying mengerti juga. Tetapi dia masih ngotot. "Apakah ayahmu pernah kemari? Atau ada masalah kamu menggunakan wajahmu yang asli? Kamu sungguh aneh." "Bukan begitu maksudku. Aku tidak takut dikenali saja oleh siapapun. Buktinya jika aku tidak ingin dikenali, maka kuda bintang biru bisa saja kupinjam ke kakak pertama ketika dia dan Ketua Yuan pulang ke Shandang. Ada hal lain lagi yang tidak bisa kuceritakan sekarang." tutur Jieji sambil tersenyum. Yunying hanya menggelengkan kepalanya saja. Sementara itu, Lie Hui meminta pamit kepada mereka berdua sebab katanya dia ingin menyelidiki sesuatu di kota. Jieji telah berjanji untuk membantu nona ini tentunya dengan tujuan bahwa dia juga ingin sekali mendengar kabar tentang Huang Qian, sahabat tua-nya itu yang telah tidak pernah terdengar kabarnya lebih dari 20 tahun. "Darimana kamu akan memulai penyelidikan?" tanya Yunying kemudian setelah beberapa lama. "Aku tidak tahu. Tetapi aku harus mencari penyebab dendam turunan keluarga Meng dahulu. Mungkin dari sini kita mulai." jawab Jieji sambil tersenyum. "Tetapi petunjuknya cukup sedikit, bukan begitu?" tanya Yunying kembali. "Tidak juga. Jika petunjuk sedikit, maka akan kucari cara lainnya." "Bagaimana? Kamu tidak pernah mengatakan sesuatu kepadaku secara jelas. Kamu takut aku jadi mata-mata?" tanya Yunying yang kesal dan tersenyum geli kemudiannya. "Bukan begitu. Aku tidak yakin ini bakal berhasil." jawab Jieji sambil mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Yunying segera tertarik melihat sebuah benda yang dikeluarkan Jieji dari balik bajunya yang tiada lain adalah sebuah lukisan. Lukisan yang digulung sedemikian rupa yang cukup kecil yang entah kapan dimiliki oleh Jieji. Pemuda membuka gulungan pendek lukisan itu dengan wajah tersenyum. Yunying melihatnya terkejut. Adalah sebuah gambar wajah seseorang terpampang di sana. Orang yang sekiranya umur 40-an dengan kumis dan jenggot yang tipis terlihat. "Jadi dia adalah pamanku, Huang Qian?" Jieji menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Benar. Kamu pintar..."

"Kamu ingin menyelidiki dari sini mulainya?" tanya Yunying mengerutkan dahi. "Betul... Pencuri ulung sekarang mencari bahan untuk membuat wajah. Kita bisa mengunjungi wisma Meng di sini dan memakai wajah saudara Huang Qian untuk mengunjungi mereka. Jika ada yang bisa mengenali wajah ini, maka kemungkinan bahwa pamanmu atau sahabat dekatku itu pernah kemari." jelas Jieji. "Pintar..." jawab Yunying pendek sambil tersenyum. Tidak lama kemudian, pencuri ulung alias Lie Hui sudah kembali. Di tangannya dia membawa sebuah buntalan, dan tersenyum lebar dia memasuki ruangan kamar penginapan. "Kamu sudah dapat petunjuknya?" tanya Jieji yang melihat perubahan mimik Lie. Lie Hui mengangguk pelan. Lantas dia berkata. "Begini... Aku memberi 10 tael emas kepada seorang tua yang sepertinya tahu sedikit hal. Dia berkata sekitar 40 tahun yang lalu, dia pernah melihat wajah seorang pemuda yang mirip dengan lukisan. Dan dia berkata, dia hanya tinggal 3 hari di kuil Zhu Fu. Saat itu, orang tua ini adalah seorang pelayan di kuil itu yang mengurus sembahyang. Tetapi orang di lukisan itu tidak pernah mengungkit apapun mengenai kasus, melainkan dia selalu menikmati sejarah kuil itu. Dan hanya itu saja." "Aneh..." tutur Jieji sambil berpikir. "Apa ada yang aneh dengan tindakan orang itu? Kamu pikir orang tua itu berbohong?" tanya Lie Hui. "Tidak juga. Melihat sifat ayahmu, tidak mungkin dia membiarkan kasus itu begitu saja di hadapannya. Sepertinya kuil Zhu Fu juga harus kita kunjungi selain wisma Meng." jelas Jieji. "Sekarang sudah malam, bagaimana jika besok pagi kita beranjak menuju ke kedua tempat itu?" tanya Yunying. "Sudah pasti, karena ada sesuatu yang harus diselesaikan nona Lie Hui malam ini juga." tutur Jieji sambil tersenyum. Lie Hui membalas senyuman Jieji sambil mengeluarkan buntalan tas kecilnya untuk memulai melakukan sesuatu. Keesokan harinya... Pagi sekali, ketiganya telah berangkat dari penginapan. Arah yang dituju ketiganya adalah Kuil yang disebut di atas itu. Namun, penampilan pemuda kali ini sudah agak lain. Dia merubah wajah dirinya menjadi wajah Huang Qian atau sahabat lamanya itu, mengganti bajunya dengan baju yang hampir mirip dengan baju yang sering dikenakan orang ini. Tetapi rupa-rupanya bukan Jieji saja yang mengubah wajahnya, melainkan Yunying dan Lie Hui juga mengganti

wajah. Kedua orang ini lebih aneh karena mengubah diri mereka menjadi kakek dan nenek. Entah apa maksud semuanya, tetapi ini adalah akal dari Jieji sendiri. Tidak jauh dari Kuil Zhu Fu, ketiga orang ini berjalan cukup pelan seakan mereka termasuk orang tua yang berjalan saja sudah cukup kepayahan. Daerah kuil ini sepertinya jarang ada orang, dan cukup sepi juga meski saat itu termasuk sudah pagi. Tetapi ketiga orang yang mendekati kuil itu terkejut juga ketika mereka melihat pemandangan luar biasa di depan sesegera. Di depan Kuil yang sepertinya kurang terurus dari jauh terlihat adanya seorang bertopeng emas dan berpakaian kuning keemasan sudah siap siaga untuk menantikan sesuatu. "Hati-hati.." bisik Jieji yang berpenampilan Huang Qian dengan suara yang sangat pelan sekali. Ketiga orang yang tadinya bermaksud masuk ke kuil, akhirnya berpura-pura mengambil daerah samping jalan untuk menuju ke arah kanan. Tetapi, baru saja mereka mengalihkan pandangan ke samping. Baik Jieji maupun Yunying segera merasakan gerakan orang dari kejauhan yang cepat sekali menyusul. Merasakan bahaya. Dan tahu bahwa mereka bertiga adalah orang yang diincar mengakibatkan mereka mau tidak mau membongkarkan identitas mereka dengan cepat. Langkah orang yang mendekat bukanlah langkah pesilat biasa. Langkah pesilat yang sangat tangguh terasa mendekat. Adalah nenek yang tadinya sangat kepayahan segera berpaling cepat ke samping. Dia arahkan tapak dengan cepat ke arah orang yang mengejar. Sungguh sangat cepat pergerakan orang berpakaian emas. Sebab tanpa di sangka sekalipun, tapak yang dihantam nenek ini yang sudah sangat cepat masih bisa berlaga dengan tapak lawannya. Sesegera saja hawa penyerangan menyebar ke seluruh penjuru dengan hasil penyerang berpakaian keemasan terpental belasan langkah ke belakang. Sementara itu nenek malah tiada apa-apa dan berdiri tegak saja sambil memandang ke depan. Jieji melihat ke depan, dia menyadari bahwa pukulan nenek itu alias Yunying memang bukanlah pukulan sembarangan lagi. Tetapi Yunying hanya bisa membuatnya terpental tanpa terluka tenaga dalam karena posisinya yang jelek tentu membuatnya sadar bahwa penyerang itu bukanlah orang biasa. Nenek terlihat segera ingin beranjak cepat ke depan. Tetapi penyerang berpakaian emas segera merapal jarinya ke depan. Sesaat... Jieji terkejut juga, sebab jurus demikian cukup mirip dengan rapalan jurus yang biasa dikeluarkannya. "Awas!!!" teriak Jieji tertahan. Nenek yang maju itu terkejut juga sebab dia memang melihat bahwa orang berpakaian keemasan sedang mengarahkan jarinya ke depan. Tidak ada sesuatu perubahan seperti terlihat sinar seperti Ilmu jari dewi pemusnah, tetapi dari arah depan Yunying merasakan sesuatu benda nan tajam sedang mengancam jiwanya.

Lalu, dengan tarikan nafas panjang dan cepat. Yunying mundur dan melingkarkan tapaknya 1 lingkaran penuh. Alhasil hawa pedang tak berwujud yang keluar dari jari itu berhasil di pentalkan. Jieji sangat mengkhawatirkan keselamatan Yunying yang berpenampilan nenek itu, dan segera mungkin dia beranjak maju ke arah Yunying. Hawa jari pedang ini bukan hawa jari pedang biasa, karena selain tak berwujud maka hawa pedang ini jauh lebih tajam dan cepat dari hawa jari pedang Ilmu jari dewi pemusnah tingkat tertinggi. Jieji telah sampai ke tempat posisi berdiri nenek dan hawa jari pedang sepertinya telah berhasil dibelokkan sedemikian rupa. Tetapi hawa pedang segera mengambil tumbal yaitu sebuah tiang bangunan segera roboh akibat hawa jari yang kuat itu. Tetapi ketika ketiganya berusaha melihat ke arah penyerang yang berpakaian emas itu, dia sudah menghilang tanpa jejak sama sekali. "Ini sungguh berbahaya." tutur Jieji ke arah Yunying. Yunying setuju, dia menganggukkan kepalanya sambil menatap serius ke arah tangan kanannya. Lima goresan tipis yang mengeluarkan bercak darah sudah terjejak jelas di lengannya yang sangat mulus itu.

BAB CXXVII : Upaya Pembunuhan Terhadap Keluarga Meng Pemuda segera mengeluarkan sebuah sapu tangan untuk melap dan membalut darah yang keluar meski hanya sedikit saja. "Ilmu jari yang aneh dan belum pernah terlihat maupun terdengar di dunia persilatan." kata Lie Hui sesegera yang berpenampilan kakek. Jieji kembali membenarkan pernyataan. "Betul, benar-benar di luar sangka bahwa ada yang menguasai Ilmu jari sedemikian hebat. Benar-benar membuka mata." "Jika dia tadinya menyerang dalam keadaan tiba-tiba, maka kita berada dalam bahaya besar." tutur Yunying mengingat. "Lawan di daerah gelap, sedangkan kita terang-terangan. Sepertinya penyamaran di sini sudah tidak begitu dibutuhkan lagi." sahut Lie Hui. "Tidak juga. Mungkin saja orang itu hanya kebetulan menyerang karena kita mendekati kuil. Atau bisa saja karena samaran dari Kak Jie yang menarik perhatiannya." tutur Yunying sambil melihat ke arah Jieji. Tetapi disini Jieji tidak menyahut perkataan mereka berdua. Dia hanya diam saja dan berpikir. Sesekali terlihat dia menggesekkan jarinya pelan ke bibirnya dan mengelus dagunya. Dan karena melihat Jieji sedang serius berpikir saja, keduanya tidak lagi mengeluarkan suara apa-

apa lagi. Sampai kemudian terdengar pemuda akhirnya berkata-kata. "Kita harus ke kuil Zhu Fu di depan sekarang juga." "Apa? Bagaimana jika penyerang masih bersembunyi di sana?" tanya Yunying yang agak heran. "Tidak.." tutur Jieji sambil tersenyum. "Dia merasa hawa jari pedangnya yang sangat sakti itu saja bisa dibelokkan oleh seorang nenek. Tentu dia tidak akan berani lagi kembali ke kuil. Untuk hal ini, aku sangat yakin sekali." Lie Hui membenarkan pernyataan Jieji. Mereka kemudian beranjak cepat ke depan kuil untuk memeriksa. Kali ini ketiganya bukan lagi berjalan kepayahan, mereka menggunakan lari cepat untuk menuju ke depan. Kuil Zhu Fu sebenarnya didirikan untuk menghormati seorang pahlawan perang zaman tiga kerajaan, Zhuge Khung-ming. Atas dasar sifat welas asihnya terhadap penduduk Nan-Zhong maka para penduduk mendirikan kuil untuk disembahyangi selama 4 musim. Kuil cukup luas di pelatarannya dan meski saat sedang pagi, tetapi keangkeran tempat ini memang cukup terasa. Kuil sepertinya sudah tidak pernah lagi dihuni selama belasan tahun ataupun lebih. Bau pengap sangat menyengat sekali di sini. Di tengah kuil terlihat sebuah patung yang sedang duduk. Wajah patung terlihat sangat agung dan berwibawa dengan pakaian imam. Kumis dan jenggot pendek menghias wajah patung. Di tangan kanannya terpegang sebuah kipas bulu burung. Ini adalah patung dari Zhuge Khungming alias Zhuge Liang. Jieji memberi hormat pelan ke arah patung, dan kemudian segera dia menyelidik ruangan. Dinding ruangan meski terlihat cukup rapuh, tetapi di sana terpahat beberapa sejarah bangsa Nan-zhong. Terlihat juga beberapa gambar-gambar terukir jenderal besar Ma Wan dari Han. Di samping belakang terukir gambar-gambar peperangan pemberontakan Nan Zhong yang dipimpin oleh Meng Huo melawan pasukan Shu-Han. Jieji mengamati semuanya dengan sangat serius, tidak pernah sekalipun dia mengeluarkan suara apapun. Di dalam hatinya, dia sedang membayangkan dirinya adalah Huang Qian. Kenapa saudaranya itu hanya melihat ke arah ukiran-ukiran dan mempelajari sejarah di sini. Bukannya mencari petunjuk kasus. Apakah benar bahwa ada sesuatu hal yang tertinggal di sini yang bisa mencari petunjuk tentang kasus pembunuhan keluarga Meng tujuh turunan. Sudah lebih dari 1 jam, Jieji hanya beranjak sebentar kemari dan kesana. Tidak ada sesuatu petunjuk sepertinya didapatkan sama sekali. "Saudaraku Huang Qian, apa maksudmu sebenarnya kemari?" tutur Jieji kemudian seperti menggumam. "Sepertinya lebih bagus jika kita mengunjungi wisma Meng dahulu." sahut Yunying memberi saran. Jieji terlihat menganggukkan kepalanya. "Kalian tidak perlu lagi berpakaian seperti seorang kakek ataupun nenek. Kita kunjungi mereka layaknya penduduk biasa dari daratan tengah saja."

Kemudian dari kuil Zhu Fu, ketiganya segera berangkat. Wisma Meng terletak di utara kota Yun-nan. Ketiganya berangkat dengan berjalan kaki secara biasa meski mereka bertiga cukup was-was terhadap keadaan sekitar. Sebab bagaimanapun penyerang yang tadinya sempat bentrok sesaat bukanlah manusia sembarangan. Oleh karena itu, diperlukan sikap ekstra hatihati untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Kota Yunnan bukanlah kota yang makmur penduduknya karena terlihat cukup banyak penduduk miskin. Ini bisa dilihat dari cukup banyak pengemis-pengemis yang meminta-minta di jalan. Selain itu, pakaian penduduk-penduduk juga seadanya saja dan membuktikan bahwa mereka bukan-lah dari keluarga yang berkecukupan. Hanya diperlukan waktu sekira 15 menit, mereka sudah sampai di tempat yang ingin dituju. Wisma Meng... Di depan Wisma terlihat adanya 4 penjaga yang siaga dengan tombak di tangan. Keempatnya layaknya seperti dewa penjaga pintu dengan muka yang angker. Mereka mengawasi dengan mata yang mendelik dan was-was setiap saat terhadap siapapun yang lewat. "Sepertinya telah terjadi sesuatu." tutur Yunying yang telah kembali berpenampilan seperti biasa. Tadinya mereka bertiga sempat lewat di depan gerbang dan menyaksikan bagaimana para pengawal itu memandang mereka dengan tatapan mata bengis. "Tidak... Jika telah terjadi sesuatu, maka keempat pengawal sudah bukan di gerbang." tutur Jieji. "Benar juga. Sepertinya keluarga Meng sangat takut akan ancaman kembali terjadi. Saat ini, informasi menyebutkan bahwa keluarga Meng dipimpin oleh orang yang bernama Meng Yangchu." tutur Lie Hui dengan pelan. "Meng Yang-chu? Meng Yang-chu?.... "Mimpi" "Matahari" "Keluar"?" tutur Jieji yang agak heran. "Nama yang tidak bagus sama sekali. Bermimpi matahari terbit jika kita analogikan nama pemimpin wisma. Sungguh aneh..." "Betul.. Biasanya orang tua memberi nama kepada putra ataupun putrinya dengan nama yang bermakna. Dengan sebuah kata "mimpi", maka nama ini terasa sangat tidak bagus." jawab Yunying. "Tidak usah kita peduli terlebih dahulu. Kita tidak mempunyai jalan selain menyelidik ke keluarga Meng. Nona Lie Hui, aku meminta anda supaya kembali dahulu ke penginapan." tutur Jieji serius ke arah pencuri ulung. "Anda ingin mencari informasi ke dalam?" tanya Lie kemudian. "Betul... Cukup aku dan Yunying saja untuk melihat-lihat ke dalam." tutur Jieji. Lie Hui terlihat mengangguk pelan. "Aku akan kembali sesuai dengan anjuran anda. Tetapi aku berniat mencari informasi lainnya,

terutama untuk kasus pembunuhan rentetan keluarga Meng yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu. Jieji dan Yunying memang tetap berada di salah satu sudut luar Wisma Meng untuk menunggu terjadinya sesuatu perubahan sebelum mereka berdua berniat menyelinap ke dalam. Sudah lebih dari dua jam, kemudian mereka mendapati sesuatu. Adanya deretan kereta-kereta kemudian berhenti di depan gerbang. Deretan kereta yang jumlahnya mungkin 10 buah lebih cukup mengherankan Jieji maupun Yunying. Bentuk deretan tersebut adalah kotak berwarna hitam, dan besarnya sekiranya adalah sebesar kotak upeti yang sering sekali terlihat di ibukota pada musim semi awal. Adalah ketika para raja wilayah ataupun raja luar wilayah yang mempersembahkan upeti berupa perhiasan ataupun barang antik lainnya kepada Kaisar setiap tahun. Kotak tersebut memang benar persis sekali jika diamati dari luar. Di Wisma Meng tidaklah terdapat Kaisar sebagaimana jika dipikirkan. Tetapi atas dasar apa orang ini mengantarkan kotak besar yang sepertinya berisi sesuatu ke Wisma? Jieji memang sudah tidak tahan rasa penasarannya. Ini terbukti beberapa kali dia menjulurkan kepala lewat sebatang pohon Ek yang besar untuk melihat keadaan. Dia pasang telinganya dengan cukup baik untuk mendengar pembicaraan mereka. "Tuan Meng memang telah memesannya. Mungkin dia lupa memberitahu kepada kalian!" terdengar seorang pengawal kereta berteriak kemudian. Tadinya suara mereka lumayan pelan saja, dan hampir bisa dikatakan tidak dapat terdengar. Tetapi kali ini, suara pengawal kereta membludak karena terlihat dia marah sekali. Untuk saja percekcokan tidak berlangsung lama karena sepertinya suara cek-cok dihentikan oleh sebuah suara. Suara yang terdengar cukup berat dan serak bisa membuktikan bahwa usia orang memang cukup tinggi. Selain itu, Jieji juga merasakan bahwa orang tua yang bakal keluar ini bukanlah orang biasa. Sebab teriakannya juga mengandung semacam hawa tenaga dalam yang kuat. Jieji dan Yunying keduanya segera menjulurkan kepala sekali lagi untuk melihat ke gerbang. Mereka berdua berdiri lebih dari 20 langkah di samping gerbang dan bersembunyi di sebuah pohon besar. Memang adalah seorang tua, umurnya mungkin sudah 60-an ke atas. Wajahnya memang tidak terlihat begitu jelas karena jarak pandang yang jauh. Tetapi rambutnya sudah putih, wajahnya dihiasi jenggot dan kumis panjang. Orang tua berpakaian pendeta dan terlihat cukup agung dari sikapnya. "Tetua Gao, maafkan kami. Tetapi pengawal kereta selalu ingin mendesak kalau Tuan besar sudah memesan kereta-kereta." jawab salah seorang pengawal yang tadinya angker namun sekarang berubah menjadi sopan. Orang tua terdengar berbicara dengan lembut. "Ini adalah kesalahanku. Tuan besar memang sudah memesan kereta tadi pagi sekali tetapi karena ini tugasku untuk memberitahukan kalian. Namun disini aku lupa. Maafkan aku.." "Orang tua itu mencurigakan..." tutur Yunying kepada Jieji dengan sangat pelan.

"Tidak juga." jawab Jieji pendek. "Kenapa tidak? Dia adalah seorang pesilat tangguh, apa mungkin pesan dari Tuan besar Meng bisa dilupakannya?" tanya Yunying. "Tidak... Bukan begitu, yang kamu bicarakan adalah sebuah kemungkinan saja. Tetapi kalau aku melihat orang tua itu, memang bukanlah seperti yang kau kira." sahut Jieji dengan suara pelan. "Dia kemungkinan adalah orang yang menghalangi kita di kuil. Karena dia menunggu sejak pagi, maka pesan tuan besar tidak dihiraukannya. Dan aku merasa dia baru saja sampai barusan." tutur Yunying dengan alis yang berkerut. "Pintar... Tetapi ini hanya kemungkinan. Dan satu hal lagi, kau masih ingat orang berpakaian emas dan bertutup muka? Lihatlah kembali ke arah orang tua." sahut Jieji dengan serius ke depan. "Oh.... Betul, orang tua ini berperawakan besar sekali. Selain itu, dia hanya menutup muka saja tadi di kuil. Mana mungkin rambut putihnya tidak terlihat? Jika dia mengubah bentuk rambut memang wajar saja. Makanya kamu sebut kemungkinan?" "Pintar... Selain itu, bentuk tubuhnya yang menjadi perhatian. Orang besar tidak mungkin bisa membuat tubuhnya menciut. Tetapi jika orang tua ini tidak bertubuh besar, maka para pengawal cukup akan curiga dan mengungkitnya saat ini karena melihat perawakannya yang beda. Dan bagaimanapun, sepertinya penyelidikan kita bisa dimulai dari orang tua ini." jawab Jieji dengan pelan dan tersenyum. "Ayok kita pergi." tutur Yunying seraya membalikkan badan. Tetapi ketika mereka baru saja beranjak 3 langkah ke belakang. Keduanya terkejut dengan cepat. Sebab mereka sudah merasakan hadirnya sebuah hawa dan tenang di belakang keduanya. Baik Jieji maupun Yunying segera menoleh. Mereka kemudian melihat orang tua itu telah sampai. Dengan cara bagaimana dan seperti apa, tiada yang tahu benar. Sebab tahu-tahunya orang tua sudah berdiri agung sambil memegang jenggotnya. Wajah orang tua terlihat tersenyum melihat keduanya. "Hebat..." tuturnya dengan seraya memuji. "Tidak... Anda lebih hebat. Kita bahkan tidak tahu sejak kapan tetua bisa sampai di sini dan berdiri dengan agung." jawab Jieji. Orang tua ini tertawa terbahak-bahak. Sedang Jieji dan Yunying terlihat tersenyum saja. "Aku tidak tahu apa maksud kalian. Tetapi diam-diam dan bersembunyi bukanlah tindakan seorang ksatria. Siapa kalian berdua?"

"Tidak perlu di tanya siapa mereka berdua." tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang lembut dari arah kejauhan. Tentu suara semacam demikian mengundang ketiganya langsung menoleh. Soerang wanita yang berpakaian biru muda terlihat berjalan secara pelan dan anggun ke arah mereka bertiga. Wanita yang terlihat berkulit sangat putih dan mulus. Wajahnya dari kejauhan saja sudah bisa dipastikan sangatlah cantik. Ketiganya terlihat bergembira meski kegembiraan ketiganya tentu saja tidak sama. "Puteri Chonchu?" teriak Jieji seakan tidak percaya. Yunying juga berteriak dengan suara yang sama. Tetapi orang tua ini yang keheranan karena melihat keduanya mengenal wanita itu hanya bisa bengong saja. Yang datang kemari memang betul adalah puteri Chonchu, puteri Koguryo yang terkenal itu. Dan merupakan hanya satu-satunya puteri kandung dari Pei Nanyang alias Zeng Qianhao. "Tetua Gao... Mereka berdua adalah teman-temanku." tutur Chonchu kepada orang tua itu sambil tersenyum manis. "Mereka?" tanya orang tua sambil menunjuk ke arah Jieji dan Yunying. "Betul... Yang pria adalah orang yang terkenal dengan julukan "Pahlawan Selatan", sedang yang wanita adalah isterinya, Wu Yunying." jawab Chonchu sambil tersenyum ke arah keduanya. Orang tua terlihat terkejut sebentar, tetapi dia masih bisa menguasai dirinya sedemikian rupa. Sesaat, wajahnya tersenyum riang. "Dengan adanya kedua pendekar, maka yang tua ini sepertinya tidak perlu terlalu bersusahpayah lagi." Jieji agak heran mendengar pernyataan orang tua. Lantas dia menanyainya. "Bagaimana anda tahu bahwa kita mempunyai tujuan ke Wisma Meng?" "Orang tua kemarin, yang diberi beberapa peser uang oleh teman anda bukan? Kemarin benar aku tidak tahu siapa orangnya bahwa ada yang mencari informasi tentang Wisma Meng, tetapi dengan adanya kedatangan anda berdua hari ini maka aku bisa memastikannya." tutur orang tua sambil memberi hormat. Jieji terlihat tersenyum girang mendengar pernyataan orang tua ini. Jelas orang tua di depannya bukanlah manusia sembarangan. Meski usianya mungkin sudar termasuk ujur, tetapi daya berpikirnya malah tidak melambat. "Dia adalah pengasuh diriku sejak kecil." tutur Chonchu sambil memberi hormat ke arah orang tua. "Nona terlalu membesarkan. Aku hanya menjaga anda selama 4 tahun saja semenjak nona kecil lahir." jawab orang tua dengan membalas hormat Chonchu. Ternyata Chonchu adalah seorang wanita yang lumayan dikenal di Yun-nan. Orang tua ini

mengaku bernama Gao JianShen. Gao, Jian, Shen tiga buah huruf disini bisa berarti "Tinggi", "Bertemu", "Dewa". "Nama yang aneh lagi?" tutur Yunying spontan ketika dia mendengar nama orang tua di depan. Baik Chonchu maupun orang tua tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Yunying. "Nama disini adalah sebuah analogi. Aku tidak yakin bahwa nama-nama seperti Meng Yangchu dan Gao Jianshen adalah nama yang asli." tutur Jieji seraya berpikir. "Betul sekali anak muda. Tidak heran anda disebut sebagai detektif terkenal. Di daerah pedalaman sebelah barat daya, semua orang memiliki 2 buah nama. Nama asli hanya bisa dan boleh disebutkan sekali seumur hidup. Yaitu ketika seseorang sudah mencapai ajal." tutur Orang tua. "Pantas saja..." Jieji terlihat tersenyum. Mereka berdua segera diajak oleh Chonchu dan orang tua bermarga Gao ini untuk masuk ke dalam. Jieji dan Yunying menempati ruangan khusus untuk tamu. Perlu diketahui, Wisma Meng bukanlah wisma yang asli luas sekali. Melainkan hanya sekitar palingan 3 petak tanah saja. Meski pelataran tergolong luas, tetapi ternyata rumah mereka malah termasuk sempit. Sebab disini pengawal terlalu banyak jumlahnya. Jieji dan Yunying sempat berkeliling sebentar di sana untuk beberapa saat mengamati. "Sepertinya keamanan wisma memang bagus sekali." tutur Yunying sambil berjalan pelan di samping Jieji. "Betul.. Pengamanan terlihat ketat karena wisma yang jaraknya tidak luas. Aku sudah menghitung pengawal yang dari tadi silih berganti kesana dan kemari. Jumlahnya pas 50 orang. Dan seharusnya keluarga Meng memiliki 100 orang pengawal yang bisa digantikan secara silih berganti setiap pagi dan malam kemudian." Yunying menganggukkan kepalanya saja. Mereka baru saja kemudian beranjak beberapa tindak ke depan. Lalu terdengar suara pengawal yang memanggil keduanya. "Kasus keluarga Meng harus kita selidiki sampai tuntas. Hampir 30 tahun yang lalu kabarnya semua keluarga Meng terbantai habis, kecuali para pelayan ataupun pengawal. Tidak ada seorangpun tahu bagaimana mereka bisa selamat, tetapi semua tahu bahwa para pelayan maupun pengawal dalam keadaan pingsan. Kita hanya mempunyai petunjuk berikut saja." tutur Jieji sambil mengingat-ingat apa yang pernah dikatakan oleh Huang Qian kepadanya beberapa puluh tahun yang lalu. Di dalam ruangan utama Wisma Meng, sudah terlihat 3 orang yang sedang duduk. Seorang duduk di arah atas tangga yang jumlahnya mungkin 5 petak saja. Sedang di kiri dan kanannya terlihat seorang tua tadi dan Chonchu duduk dengan wajah riang menantikan kedua orang. "Hormat kepada pemilik Wisma." tutur Jieji dengan sopan. Jieji sempat melihat ke arah pemilik Wisma yang memiliki nama "aneh". Orang yang tergolong

tinggi besar, dengan wajah berangasan. Mata bulat dan alis yang tebal. Di wajahnya terhias jenggot dan kumis yang berewokan. Sepertinya pemilik Wisma adalah orang yang tetap menjaga ciri khas Yun-nan. Zeng Qianhao memang terlihat berperawakan demikian, tinggi besar dan terlihat sekilas menakutkan tetapi bedanya adalah kumis dan jenggot Zeng tidaklah serampangan seperti pemilik Wisma. Meng Yangchu sesegera mempersilahkan keduanya duduk di kursi sebelah Chonchu. Lantas dengan tiada berbasa-basi, dia mengeluarkan suara "guntur"nya. "Aku pernah mendengar nama besar anda di daratan tengah. Sungguh hal yang baik jika anda mengunjungiku. Bisa saya tahu apa maksud anda datang kemari dengan sejujurnya?" Perkataan tuan rumah memang langsung ke sasaran tanpa bertele-tele. Mungkin ini juga salah satu ciri khas orang Yun-nan yang sepertinya tidak banyak bicara jika tidak perlu. "Benar... Tujuanku datang kemari hanya demi seseorang sebenarnya." jawab Jieji juga langsung ke sasaran dan tidak banyak bertele-tele kemudian. "Hmm? Lantas siapa yang anda cari? Apa ada hubungannya dengan wisma?" tanya tuan rumah. Wajah tuan rumah terasa cukup aneh ketika mendengar pernyataan Jieji barusan. "Sejujurnya, aku juga tidak akan banyak berbasa-basi lagi. Temanku, atau tepatnya adalah paman dari wanita yang duduk di sampingku. Dia pernah datang kemari hampir 30 tahun yang lalu. Dia-lah orang yang sedang kucari." jawab Jieji. Tuan rumah terlihat berpikir beberapa saat. Dia amati keseriusan wajah pemuda dengan serius juga. Lantas dia terdengar tertawa. "Betul... Orang yang ingin kau cari mungkin adalah seorang detektif usia 40-an pada saat itu. Bukankah dia?" "Hm... Kabarnya banyak detektif ataupun polisi yang tidak sanggup menyelesaikan kasus yang dimaksud. Memang benar perkataan pendekar, banyak juga orang-orang itu hilang tak berbekas." tutur tuan rumah sambil menengadahkan kepalanya ke atas mengenang. "Ada satu hal saja yang ingin saya tanyakan." "Apa itu?" "Mengenai wisma... Dimanakah sesungguhnya wisma berada sejak terjadi pembantaian puluhan tahun lalu itu?" tanya Jieji dengan serius. Tuan rumah memandangnya sesegera. Wajahnya segera berubah. Entah ekspresi apa yang sedang ditunjukkan. Tetapi dengan segera, wajah tuan rumah segera berubah dahsyat. Dia tertawa sangat keras tiba-tiba. "Wisma Meng terdahulu letaknya adalah sebelah selatan kota. Di sebelah barat terletak banyak

rumput dan di sebelah timur terdapat air terjun kecil. Anda sepertinya sangat tertarik akan misteri-misteri. Datanglah ke sana untuk menyelidik jika anda inginkan." "Terima kasih." jawab Jieji pendek saja. Pembicaraan selanjutnya memang tidak lagi mengenakkan sama sekali. Dan hanya tinggal beberapa hal yang kurang penting saja yang bisa dijadikan informasi berharga dalam penyelidikan. Oleh karena itu, Jieji dan Yunying segera meminta pamit. Mereka dikawani oleh Chonchu ke kamar mereka. "Puteri Chonchu... Bagaimana menurutmu pemilik wisma, Meng Yangchu?" tanya Jieji ketika mereka berjalan mendekati kamar. "Tuan besar Meng adalah seorang yang sangat keras. Itu wajar saja. Sebab di usianya yang barusan 16 tahun, dia telah kehilangan seluruh keluarganya. Dia untungnya terselematkan karena ayahku." tutur Chonchu sesaat. Tetapi tiba-tiba dia merasakan pedih di hatinya. Jieji mengerti maksud Chonchu. Kabar meninggalnya Pei nanyang tentu sudah sampai di telinga nona ini. Tetapi kemudian pemuda berkata kepadanya. "Orang yang menyebabkan kematian tetua Zeng juga sudah tewas." Chonchu memandang Jieji agak heran. Dia lantas bertanya. "Bagaimana si tua Huo itu tewasnya?" Jieji menceritakan singkat saja kejadian tempo waktu beberapa bulan yang lalu. Selesai mereka bercerita satu sama lainnya. Akhirnya ketiganya juga telah berada di dalam ruangan kamar. "Lalu bagaimana kakak Chonchu bisa ke Yun-nan? Dan dimana kak Sungyu?" tanya Yunying kepada Chonchu. "Kak Sungyu sekarang sedang membela negara. Dia sebenarnya ingin ikut, tetapi aku menghalanginya. Dikarenakan masalah utara, Liao pun belum beres." jawab Chonchu dengan tersenyum simpul. "Anda diminta orang tua bermarga Gao untuk menyelidik secara diam-diam juga rupanya." Chonchu memandang Jieji dengan heran. Lantas dia terdengar tertawa sekali. Seraya mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, dia memberikan kepada pemuda. Jieji mengambilnya dengan sigap dan memampangkan sesuatu benda. Ternyata adalah sebuah kain terlihat. Kain itu dengan segera saja dipampangkan di meja. Rupanya adalah sebuah surat yang berisi tinta merah. Tinta ini mungkin saja dibuat dari darah sesungguhnya. Tetapi surat ini berisi pesan yang sangat pendek tetapi sangat mengancam. "Aku akan mengirim keluarga Meng kembali. Pembantaian untuk 30 tahun yang lalu..."

"Sepertinya hal ini makin lama makin serius saja. Aku ingin bertanya kepadamu sesuatu hal." tutur Jieji yang kelihatan tertarik dengan surat pemberitahuan atau surat ancaman. "Katakan saja." "Gao Jianshen adalah seorang pendekar hebat. Lalu kamu tahu darimana kekuatan tenaga dalamnya di dapat?" tanya Jieji. "Wajar saja. Sebenarnya ayahku pernah mengajarinya kungfu meski sudah lama sekali. Dan terakhir ketika kakak seperguruan (Yuan Jielung) dan Ayah berada di Yunnan. Mereka bertigalah orang yang sering merundingkan jurus-jurus kungfu." "Jadi begitu?" tutur Jieji sambil berpikir. "Kalau begitu memang kemungkinan yang satu juga telah musnah sama sekali." sahut Yunying. Jieji membenarkan pernyataan Yunying. Chonchu yang sangat pandai itu segera tersenyum dan berkata. "Kalian sempat mencurigai Gao JianShen? Memang ada sesuatu yang telah terjadi?" Jieji tertawa mendengar perkataan Chonchu. Dan sekali ini, Yunying yang menceritakan semua pertemuan mereka dengan pendekar tangguh yang misterius itu. Sambil mengeluarkan lengannya, Yunying juga melepaskan kain sapu tangan yang masih mengikat luka ringan di lengannya. Chonchu sepertinya memandang dengan cukup tertarik. Wajahnya terlihat aneh dan mengerutkan dahi beberapa saat. "Sepertinya puteri mendapat sesuatu petunjuk dari luka isteriku?" tanya Jieji. "Betul sekali... Aku ingin berkata bahwa bekas luka lima goresan di tangan Yunying juga sama. Sama dengan luka goresan di semua leher keluarga Meng yang tewas terbantai."tutur Chonchu. Bukan main terkejutnya Jieji dan Yunying mendengar perkataan Chonchu barusan. "Tetapi, banyak sekali dugaan. Penduduk sekitar tidak pernah ingin menjawabnya kepada orang luar tentang hal yang terjadi di Yunnan saat itu. Tetapi ayahku pernah tahu dan mengatakan bahwa mereka dibunuh dengan jurus yang sama. Namun, penduduk Yunnan mengatakan bahwa mereka dibunuh oleh mayat hidup. Bekas di leher semua korban adalah bekas cakaran mayat hidup." sahut Chonchu dengan wajah yang serius. Jieji menangkap perkataan Chonchu dengan tersenyum saja. Sedangkan Yunying malah bertingkah aneh sekali. "Tidak mungkin... Jangan-jangan benar ada mayat hidup? Mereka benar dibunuh mayat hidup?" teriaknya dengan wajah gelisah. Jieji yang melihat ke arah Yunying segera tertawa lebar. Begitu pula Chonchu melakukan hal yang sama.

"Tidak disangka setelah kau telah menjadi seorang pesilat luar biasa sezaman ini, malah bisa ditakutkan oleh cerita semacam demikian." Wajar saja, sebenarnya hari sudah gelap juga. Karena mendengar tentang hal berbau "hantu", Yunying terlihat cukup gemetaran. "Tidak!! Yang kukhawatirkan adalah rumah ini. Bukankah disini terjadi pembantaian keluarga Meng? Ini cukup menakutkan!" teriak Yunying kembali. "Tidak... Salah... Bukankah tadinya pemilik Wisma berkata bahwa pembantaian bukan dilakukan di rumah ini? Dasar kau.." tutur Jieji sambil tersenyum. Baru sekarang terlihat pikiran Yunying jernih kembali. "Betul juga... Jika benar bahwa banyak orang terbunuh disini, yang paling pertama ditakuti tentu pemilik wisma. Untunglah..." seru Yunying dengan lega sekali. Sekali lagi keduanya tertawa melihat kepolosan nyonya Xia yang memang sesungguhnya tidak rasional. "Betul... Sekarang aku sudah tahu sebuah hal. Mereka benar dibunuh dengan Ilmu jari. Dan hebatnya adalah Ilmu jari sakti itu bisa dikeluarkan dari jarak yang cukup jauh tetapi mematikan. Malah sekilas terasa aneh sebab bisa saja ilmu itu memakan korban dengan cara memilih secara tepat." tutur Jieji sambil berpikir. Dia sedang berpikir beberapa kemungkinan saja yang bisa terjadi. "Tidak ada ditemukan dendam antara keluarga Meng dengan pelaku kejahatan. Ini sangat diherankan. Kenapa kasus seperti demikian tidak meninggalkan jejak sama sekali?" tutur Chonchu juga sambil berpikir. "Betul... Kalau benar perkiraan kita. Maka sesungguhnya pamanmu kemungkinannya sangat kecil masih hidup di dunia." tutur Jieji dengan menghela nafas ke arah Yunying. "Tidak... Aku tidak percaya. Kamu bilang pamanku sangat pandai meski kungfunya jelek. Dia pasti bisa menjaga dirinya dengan baik sekali." sahut Yunying dengan lantang. "Betul sekali. Sepertinya kita harus ke Wisma Meng dahulu itu. Mungkin saja jejak akan ada di sana." tutur Chonchu. "Bukan mungkin, tetapi pasti." tutur Jieji sambil tersenyum. Yunying melongo melihat Jieji yang kelihatan telah cerah wajahnya. Sementara itu, Chonchu juga tersenyum.

"Betul... Jika tidak ada, maka bisa kita suruh dia datang. Bukan begitu?" "Satu hal lagi puteri... Apa benda berderet berbentuk kotak yang baru saja diterima oleh pihak Wisma tadi siang?" Chonchu tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya. "Itu adalah bahan peledak." "Wah... Sepertinya kondisi psikologi pemilik Wisma sudah bermasalah. Dia ingin meledakkan mayat hidup jika datang kepadanya?" jawab Jieji sambil tersenyum geli. *** Selatan kota Yun-nan... Sepertinya apa yang dideskripsikan Meng Yangchu memang tidaklah salah sama sekali. Jieji sudah melihat pepohonan dan air terjun yang dikatakan pemilik wisma. Memang di sebelah kirinya terlihat sebuah bangunan tua yang bertembok cukup tinggi. "Kau ingin menelusurinya di saat malam begini? Apa kau tidak takut?" tanya Yunying dengan sangat gelisah. Sepertinya wanita ini ketakutan akan cerita mengenai mayat hidup. Tetapi sebaliknya Jieji tersenyum dan tertawa sebentar tanpa menjawab pertanyaannya. "Ayok!" seru Jieji pelan sambil meraih tangan Yunying. Dia sudah melompat ke dalam tembok dalam. Dengan cepat sekali, mereka berdua sudah sampai di balairung utama. Balairung yang gelap dan angker luar biasa telah terpampang. Menyelidiki sesuatu di saat begini memang bukanlah hal yang benar bisa bermanfaat. Jika saja ada api yang dihidupkan saat seperti demikian, maka sangat berbahaya sekali. Karena lawan lebih bisa melihat dimana mereka berada. Oleh karena itu, Jieji tetap tiada penerangan bermaksud menelusuri wisma tua. *** Wisma Meng (kecil)... Seperti biasanya. Tuan Meng sudah tidak bisa tidur semenjak adanya pemberitahuan ancaman pembunuhan keluarganya. Tuan Meng memang memiliki 3 orang putera dan 1 orang puteri. Kesemuanya adalah jago silat juga rupanya. Tetapi mereka juga ikut berkhawatir akan sesuatu hal yang bakal terjadi pada keluarga mereka. Baik Meng Yangchu dan keempat orang anaknya tidak lagi bisa tidur tenang. Sudah berbulan-bulan semenjak pemberitahuan dilakukan, tetapi belum adanya tanda-tanda dari pembunuh sama sekali. Hari ini, bulan purnama sungguh sangat indah. Angin terasa berhembus sepoi-sepoi dan tiada tanda bakal terjadinya perubahan cuaca. Wisma tetap terang benderang semenjak berbulan-bulan lalu ketika pemberitahuan pembunuhan sudah disebarkan. Kepala keluarga Meng Yangchu sudah duduk di ruangan utama dengan wajah yang tidak begitu tenang. Dia terlihat sebentar berjalan kesini dan kesana. Sudah lebih dari 3 jam dia melakukannya dan setiap malam juga dilakukan hal yang serupa. Biasanya setelah dia berjalan sampai tengah malam, dia akan pergi tidur. Tetapi hari ini lain

dari pada lain. Sebelum benar tengah malam, sepertinya dia menangkap sesuatu bayangan di dinding belakangnya. Bayangan yang sepertinya memakai baju emas sedang terlihat. Dengan kerudung tutup muka yang berwarna emas pula. Tidak bisa disangkal lagi, orang inilah yang telah menyerang Jieji dan Yunying serta pencuri ulung di depan kuil Zhu Fu. "Kau mau apa?" teriak Meng Yangchu dengan kalap ketika melihat seorang aneh di ruangannya. Orang ini tidak berbicara sedikitpun. Tetapi dia mengangkat tangannya. Jarinya terlihat ditunjukkan ke arah Meng Yangchu. Sepertinya keadaan Meng sedang dalam gawat-gawatnya. Tetapi sebelum Meng Yangchu menjadi korban orang tersebut. Tiba-tiba saja sinar terang benderang mengalahkan terangnya ruangan. Adalah sinar merah luar biasa terang dan pesat kemudiannya menghantam orang berbaju emas tersebut. Orang misterius terlihat terpental sungguh pesat ke belakang dan menghantam dinding ruangan hingga roboh. "Sepertinya kamu telah terkena pancingan." tutur sebuah suara dari arah depan pintu besar itu.

BAB CXXVIII : Kasus Misterius Keluarga Meng Dengan langkah yang cukup pelan, sepertinya terasa langkah kaki beberapa orang yang memasuki ruangan. Meski di depan terasa cukup gelap, tetapi di dalam ruangan sesungguhnya adalah terang benderang. Suara langkah beberapa orang ini juga diikuti suara langkah yang cukup ramai yang ikut menyusul. Setelah orang yang sampai tersebut melangkahkan kakinya, maka seorang pria kemudian berjalan ke depan dengan cukup was-was. Terlihat sebelah tapaknya sedang disiagakan untuk bertahan. Tembok yang berjarak sekitar 30 kaki lebih darinya itu memang sudah runtuh akibat terjangan tubuh seseorang yang menghantam. Pemuda yang datang di sini tentu tiada lain adalah Jieji. Di belakangnya terdapat 2 orang wanita muda dan seorang pria tua. Jieji berhati-hati benar sambil mengawasi tajam ke arah orang yang menabrak dinding itu. Tetapi meski langkahnya sudah dilakukan sebanyak belasan kali ke depan, namun orang yang berpakaian emas itu sama sekali tiada bergerak. "Jangan-jangan dia telah tewas?" tutur pria tua di belakang kepada orang di sekeliling. Suasana di dalam ruangan memang terasa menyesakkan nafas setiap orang. Meski di luar memang sudah siaga cukup banyak pengawal yang siap untuk bertarung mati-matian, tetapi menyaksikan penyerang yang roboh dan diam tak berkutik membuat semua orang was-was. Terlebih lagi pemuda yang berniat untuk mendekatinya. Tetapi... Ketika benar Jieji telah sampai di sana, yaitu di tempat robohnya orang yang terhantam jurus

Ilmu jari dewi pemusnah. Dia kontan terkejut tidak terkira. Dia terlihat mengangkat "orang" yang berpakaian emas itu dengan sangat mudah. Dan terlihat segera dia melemparkan tubuhnya ke tengah ruangan yang bersinar terang benderang itu. Tindakan Jieji juga sangat mengejutkan siapa saja. Tidak disangka bahwa ternyata "orang" yang dilempar ternyata adalah orang-orangan yang terbuat dari kain yang berisi cukup banyak batu sehingga terasa berat. Kondisi ruangan sekarang telah "menghasilkan" sebuah lubang selain pintu masuk. Langsung saja, Jieji berjalan seraya melompat ringan untuk menuju ke halaman samping dari lubang. Dia berjongkok sebentar untuk mengamati. Gerakannya segera diikuti oleh Yunying dan Chonchu. Chonchu meminjam sebuah kayu berapi dari para pengawal untuk ikut ke arah Jieji. Dia tahu benar bahwa sedang apa Xia Jieji melakukan tindakannya itu sekarang. Benar Jieji sedang memeriksa jejak langkah dari orang yang dirasanya melarikan diri. Tetapi jika ada pendekar yang sanggup lari dari ruangan tersebut tanpa diketahui-nya, maka kemampuan pendekar itu sudah sangat tinggi sekali. Mungkin sekarang sudah sekelas Dewa Lao, Zhao Kuangyin ataupun Wu Yunying. Apakah memang benar ada pendekar hebat yang bersembunyi di sini? Sungguh cukup mengherankannya. Jieji meminta kayu berapi dari tangan Chonchu, kemudian dia segera saja memeriksa lapangan tanah di samping ruangan tersebut. Perlu diketahui, lapangan di sini memang tidaklah luas. Tetapi lapangan di sini justru terasa gersang dan jika saja ada orang berjalan di sana, maka tidak mungkin jejak kaki tidak tertinggal sama sekali disana. "Benar-benar luar biasa sekali. Ini hal yang sangat menarik..." tutur Jieji sambil tersenyum melihat ke arah tanah. Perlu diketahui, di sini hanya terdapat hamparan tanah dan di sekelilingnya sudah tidak terdapat gedung. Maka jika orang tersebut melarikan diripun, pasti dia akan meloncat ke atap ruangan terjadinya upaya pembunuhan terhadap Meng Yangchu. Tetapi hebatnya, Jieji dan kawan-kawannya yang adalah pesilat tangguh sama sekali tidak pernah merasakan adanya langkah yang melewati atap sama sekali. Chonchu, Yunying dan orang tua bermarga Gao tentu mengerti apa maksud Xia Jieji yang berkata demikian. Karena mereka sendiri juga melihat tiada jejak kaki sama sekali disana, dan tidak ada yang merasakan adanya orang yang kabur dari lokasi. Lantas sambil menghela nafas, Jieji masuk kembali ke ruangan. "Dimana pembunuhnya???" teriak Meng Yangchu seraya berteriak ketika dia melihat Jieji masuk. Tetapi tidak pernah Jieji menjawab pertanyaannya, karena dia sendiri sedang berpikir keras. Jika hanya sebuah boneka, maka tidak mungkin boneka bisa menunjuk ke arah Meng Yangchu dengan jarinya seakan-akan hendak membunuhnya saat itu. Namun, jika adalah manusia. Mana mungkin bisa lolos tanpa jejak sama sekali. "Izinkan kita untuk berpikir dahulu." tutur Chonchu ke arah Meng Yangchu meski kelihatan bahwa tuan rumah tidaklah sabar sama sekali.

Tetapi sebelum tuan rumah bersuara, mereka semua telah dikejutkan suara pelayan wanita yang berteriak. Karena teriakan pelayan wanita terasa histeris dan mengundang kengerian. Kesemua orang di ruangan langsung saja beranjak. Kesemuanya baik pengawal ataupun penghuni segera menuju ke arah suara. Jieji dan Yunying adalah 2 orang pesilat tangguh luar biasa di sini. Mereka berdualah yang pertama sampai di lokasi tempat pelayan itu berteriak. Keduanya terkejut ketika melihat sesuatu. Dan sangat wajar kalau pelayan berteriak. Sebab di ruangan kamar tidur yang tidak seberapa besar itu telah terlihat pemandangan yang sangat tidak sedap dipandang siapapun. Di kursi yang bisa bersandar atau tepatnya kursi santai telah terlihat seorang duduk di sana dengan wajah yang sangat mengerikan. Darah terlihat masih mengalir deras dari tubuh orang tersebut. Yunying yang memang tidak biasa melihat pemandangan demikian tentu merasa ngeri. Dia langsung saja beranjak ke belakang punggung suaminya itu tanpa berani menatap lama-lama lagi. Tidak berapa lama. Chonchu dan orang tua serta kepala keluarga alias Meng Yangchu juga telah sampai. Kontan saja terdengar teriakan ngeri seseorang di belakang. "Anakku!!!!" Meng segera saja masuk dengan sangat cepat untuk beranjak ke depan. Memang benar, orang yang tergeletak itu adalah seorang pria. Wajahnya terlihat sangat menakutkan sekali, selain itu mata dan mulutnya tidaklah tertutup sama sekali. Darah yang terus mengalir membuat pemandangan terasa sangat menjijikkan. Jieji memang telah berada di depan mayat tersebut, mayat tuan muda keluarga Meng. Dia melihat dengan jelas bahwa darah masih membanjir deras dari leher. Segera pemuda mengeluarkan sapu tangannya untuk melap bersih darah yang belum kunjung berhenti. Maka terlihatlah bahwa ada 5 bekas goresan yang cukup dalam. Luka seperti demikian memang bisa dibuat melalui cakar seseorang yang sangat kuat. Memang sepertinya pemuda berusia 20 tahunan ini tewas karena luka di leher tersebut. Meng Yangchu alias tuan rumah terlihat berteriak keras sambil mengusir Jieji dengan marah sekali. "Kau bilang bisa melindungi keluargaku. Sekarang kau lihat!!! Apa yang kau perbuat????" Jieji diam saja, dia tidak menjawab makian tuan rumah itu. Tetapi dia beranjak dari tempat dan mengajak Yunying serta Chonchu untuk keluar dari ruangan. Karena sikap tuan rumah yang sangat kasar inilah membuat Jieji sudah tidak ingin tinggal lebih lama di Wisma Meng. Mereka bertiga segera keluar dari Wisma dan berniat berjalan untuk mencari tempat berteduh sementara. Meski saat itu telah tengah malam, tetapi ketiganya tidak cukup susah untuk mencari penginapan. "Bagaimana menurutmu kasus demikian?" tanya Yunying yang melihat Jieji sedari tadi diam saja sejak keluar dari Wisma.

"Kasus seperti demikian sebenarnya bukan hal yang sangat aneh." tutur Chonchu sambil tersenyum. Jieji melihat ke arah puteri koguryo yang sangat pintar tersebut sambil tersenyum juga. "Benar... Yang membuat kasus rumit tiada lain hanyalah tiada petunjuk sama sekali. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada keluarga Meng generasi sebelumnya, bahkan bagaimana cara mereka semuanya tewas kita juga tidak pernah tahu." "Bagaimana jika besok kita lanjutkan penyelidikan saja ke kota. Aku yakin pasti masih banyak orang yang tahu benar kasus yang sudah hampir 30 tahun lalu itu terjadi." tutur Yunying kepada Jieji. Pemuda terlihat menganggukkan kepalanya saja. Esoknya pagi-pagi... Jieji telah bangun dan telah keluar dari penginapan. Dia berkeliling seluruh kota Yun-nan demi mencari informasi. Dia baru kembali sekitar tengah hari dan dalam keadaan yang cukup lesu kelihatannya. Yunying menyambutnya dari dalam kamar ketika melihat suaminya pulang. "Bagaimana?" tanyanya. Jieji menghela nafas panjang sekali. Lantas dia menjawab. "Terlalu sedikit orang yang tahu akan kasus itu. Para penduduk yang tua hanya tahu bahwa keluarga Meng dibantai habis-habisan di 1 malam itu. Meng Yang-chu hanya seorang yang hidup saja setelah pembantaian itu karena dia berada di luar saat itu. Tidak ada yang tahu dimana Meng Yangchu berada saat itu." Yunying berpikir sebentar. Lantas dia memberikan komentarnya. "Aku merasa mencurigai seseorang kembali." Jieji menatap kedua bola mata isterinya. Wajah pemuda memang terlihat tidak begitu tertarik akan komentar isterinya. Lantas sambil tersenyum, dia menjawab isterinya. "Kamu mengatakan kamu mencurigai Meng Yangchu bukan?" Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum manis. "Benar... Dia termasuk seseorang yang pantas dicurigai. Ada 2 hal yang membuatku tidak begitu percaya kepadanya. Tetapi tanpa berita penting tentang kasus sekitar 30 tahun lalu, kita tidak bisa berbuat apa-apa." jawab Jieji. "Kak Jie ingin mengatakan hal pertama adalah bahwa dia terlihat cukup aneh. Dan hal yang kedua adalah sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu?" tanya Yunying. Jieji mengangguk. "Betul sekali. Tetapi kecurigaan tidak selalu bisa terbukti. Tampaknya kita hanya bisa menunggu puteri pulang dahulu."

Tidak berapa lama... Memang sudah terdengar langkah menaiki tangga dari bawah. Penginapan tempat Jieji menginap sesungguhnya adalah lantai dua. Maka dengan suara derekan papan tangga membuat Jieji segera menunggu was-was sebab dia tahu bahwa orang yang datang ini siapa. Tetapi di belakang suara langkah terdengar langkah lainnya yang mengikuti juga. Pintu terbuka... Jieji melihat Chonchu yang masuk dengan senyum wajahnya yang khas dan diikuti oleh seorang wanita cantik pula. Wanita cantik yang tentu sudah dikenal mereka berdua, yaitu Lie Hui. "Kamu mendapatkan sesuatu?" tanya Jieji ke arah Chonchu. "Tidak... Tetapi orang di belakangku sepertinya mempunyai sesuatu yang sangat menarik." tutur Chonchu sambil tersenyum aneh kepada Jieji. Memang adalah Lie Hui orang di belakang Chonchu, dia terlihat tersenyum juga melihat mereka. "Aku mendapatkan sesuatu hal." "Oh?" terlihat Jieji terkejut sebentar sambil menatap serius ke arah pencuri ulung itu. "Setelah sehari aku berpisahan, lagi-lagi aku menemukan petunjuk kasus yang sangat diinginkan tentunya olehmu." sahut Lie Hui. "Lanjutkan..." tutur Jieji pendek. "Tepatnya 29 tahun yang lalu. Di sini, di Yunnan terjadi kegemparan luar biasa di suatu pagi. Keluarga Meng memang habis dibantai dalam malam itu. Semua orang yang tewas hanyalah orang yang berhubungan darah dengan keluarga Meng. Sedangkan semua pelayan ataupun pengawal tiada mengapa-ngapa. Sungguh sangat mengherankan awalnya. Nah... Kesemuanya memiliki luka goresan yang sama di leher atau bisa dikatakan kesemuanya mati dengan cara yang sama yaitu putusnya pembuluh darah di leher." "Itu sudah kuketahui..." tutur Jieji yang agak jengkel ke arah Lie Hui. Tetapi sambil tersenyum, Lie melanjutkan ceritanya. "Banyak orang yang mengatakan bahwa keluarga Wang adalah musuh besar keluarga Meng. Maka mereka sempat kesemuanya di interogasi oleh polisi, tetapi hasilnya tetap nihil. Kesemua anggota keluarga Wang memiliki alibi yang sangat baik karena malam itu adalah malam perayaan sembahyang bulan, maka keluarga Wang membuat pesta meriah sampai pagi hari. Dan yang herannya adalah bahwa 3 hari setelah kejadian pembunuhan keluarga Meng, maka kepala keluarga Wang juga tewas dengan cara yang berbeda. Kepala keluarga Wang dibunuh dengan sangat kejam, tubuhnya dipotong-potong hingga berpuluh bagian. Dan kesemua bagian tubuhnya terpencar di kamar tidurnya." Jieji melonjak kegirangan setelah mendengar kabar dari Lie Hui.

"Orang tewas dibunuh dengan cara mengerikan, tetapi malah kau terlihat girang sekali." tutur Yunying dengan wajah yang agak kesal. "Tidak... Bukan begitu... Teruskanlah nona Lie Hui..." tutur Jieji kembali. Terlihat semangat dan darahnya seakan melonjak mengikuti sikapnya tersebut. "Sebenarnya atas kematian kepala keluarga Wang, Meng Yangchu muda adalah orang yang paling dicurigai. Banyak warga mengatakan bahwa Meng sangat dendam terhadap keluarga Wang dan mengirim orang untuk membunuhnya." sahut Lie Hui. "Aku sudah tahu lanjutannya. Tentu Meng tidak pernah terbukti bersalah sama sekali. Dan dari sinilah, sahabatku atau ayahmu menjadi sangat tertarik. Dan aku sudah tahu kenapa sahabatku mencari informasi ke kuil Zhu Fu." tutur Jieji sambil tertawa besar. Lie Hui terheran melihat Jieji. Tetapi meski Jieji sudah tahu garis besarnya, dia masih tetap melanjutkannya. "Meng mengaku bahwa malam itu dia keluar untuk mencari angin, yaitu di sebelah tenggara kota. Dia disana sampai pagi kemudian saat terjadinya pembunuhan keluarganya sendiri. Dan Meng juga mengaku bahwa saat kejadian pembunuhan kepala keluarga Wang, dia sendiri sedang beristirahat di kamarnya. Hanya seorang yang bisa membuktikan alibi Meng." "Tentu orang tua yang bermarga Gao." jawab Jieji. "Bagaimana kau bisa tahu???" tanya Lie Hui. "Tentu... Biasanya pencuri adalah orang yang mencari sesuatu untuk dilihat apakah berharga atau tidak. Tetapi detektif sudah bisa tahu apa isi sesuatu sebelum membuka dan melihatnya." jawab Chonchu sambil tersenyum geli ke Lie Hui. Lie Hui hanya menggelengkan kepalanya saja. "Aku harus ke Kuil Zhu Fu sekali lagi. Sepertinya ada sesuatu yang masih belum kuselidiki di sana." sahut Jieji dengan serius. "Kita ikut saja semua bagaimana? Dengan begitu, kita bisa saling menjaga. Bagaimana?" sahut Yunying. Kesemua teman-teman Jieji menganggukkan kepalanya. Kuil Zhufu memang seperti semalam. Berbau agak pengap dengan keadaan yang tidak teratur. Jieji melihat ke bawah lantai ketika dia masuk ke dalam kuil. Jejak kaki memang masih jejak kaki yang sama seperti kemarin sebelumnya. Hanya jejak kaki dia dan Yunying yang masih tertinggal jelas di sana. Sedang jejak kaki lainnya adalah sudah sangat kabur dan kecil. Kemungkinan adalah anak-anak yang bermain-main di kuil entah beberapa minggu yang lewat atau beberapa bulan.

"Kamu tidak mencurigai orang yang menyerang kita? Jangan-jangan dia masih ada di sekitar." tutur Yunying sambil masuk ke dalam bersama. Jieji tersenyum tipis melalui bibirnya, dia tidak menjawab pertanyaan Yunying. Lantas segera saja terlihat dia melompat ke patung. Ketiga orang yang bersamanya terkejut melihat tindakan Jieji. Namun ketiganya tidak bertindak apapun selain mengawasi dengan was-was sekeliling. Jieji sudah sampai di patung tersebut. Patung perdana menteri Shu-Han terlihat berwajah yang bijaksana serta agung. Dia segera saja jongkok untuk memeriksa patung dengan sangat cermat. Hanya perlu waktu sebentar, dia terlihat tersenyum sendiri. Dengan jari tangan, sepertinya dia berniat mengangkat patung yang beratnya mungkin ratusan kilo itu. Untuk berat patung seperti demikian tidak pernah menyusahkan Xia Jieji yang memiliki tenaga dalam nan kuat itu. Maka dengan sekali teriakan kecil, patung sudah terangkat tinggi dengan satu tangannya. Teman-teman pemuda segera beranjak cepat ke depan. Karena mereka semua tahu Jieji sedang mencari sesuatu benda yang sedang terletak di bawah patung. Ketika kesemuanya telah mendekat, tiada orang yang tidak terkejut melihat rancangan patung tersebut. Tempat duduk patung terlihat memiliki lubang persegi. Dan di lubang berbentuk persegi sepertinya terlihat sebuah kotak kayu yang sangat bagus. Pencuri ulung berniat segera mengambil kotak tersebut, tetapi dengan segera dia dihentikan oleh Jieji. "Jangan.. Biarkanlah isteriku yang mengambilnya." Lie Hui dan Chonchu cukup heran. Yunying adalah isterinya sendiri dan jika saja kotak mengandung sesuatu bahaya maka Yunying tentunya orang yang paling terancam. Tetapi ketika semuanya sadar bahwa Yunying adalah orang yang memiliki kemampuan paling tinggi, maka bisa dimengerti kenapa Jieji meminta isterinya yang mengambil kotak itu. Yunying dengan wajah serius segera mengangkat kotak itu dengan cukup pelan dan meletakkannya di atas meja kecil di belakang. Jieji sudah meletakkan kembali patung batu itu dan melompat sekali untuk turun. Dia amati kotak dengan sangat teliti. Dia membalikkan dengan pelan kotak tersebut untuk melihat dengan dekat. "Apa isi kotak itu?" tanya Lie Hui sambil tersenyum geli kepada Jieji. "Seharusnya adalah kitab kungfu. Atau mungkin saja ilmu perang dari Zhuge Kungming." tutur nya sambil tersenyum geli juga membalas Lie Hui. Pertanyaan Lie Hui kepadanya adalah sebenarnya untuk meledeknya tentang kata-kata Chonchu kemarin. Jika dia adalah detektif tentu dia tahu apa isi kotak tersebut daripada pencuri.

Maka dengan sangat hati-hati, Jieji mengangkat penutup kotak persegi. Sudah beberapa saat penutup kotak di angkat, tetapi tidak terdapat sesuatu reaksi apapun. Maka dengan cepat, Jieji mengayunkan tangannya. Kotak sudah terbuka dengan sekejap dan hebatnya adalah tidak ada yang tidak terkejut melihat sesuatu dalam kotak tersebut. Kotak itu terdapat sebuah lembaran buku yang pertama yang bertuliskan. "Tingkat sembilan Tapak Buddha Rulai." Jieji tertawa keras ketika melihat benda tersebut. Tertawanya Jieji tentu mengherankan mereka semua. Chonchu segera menanyainya. "Kenapa anda tertawa?" "Kitab itu isinya kosong." jawab Jieji pendek. "Tidak mungkin.." tutur Yunying. "Lihatlah kalau tidak percaya." sahut Lie Hui yang ingin memegang kitab. Tetapi Jieji kembali mencegahnya. "Biar aku saja." Memang kitab segera diambil Jieji dari kotak kayu itu. Dan sepertinya perkiraan Jieji sebelumnya adalah benar. Terlihat cairan perak yang cukup banyak melekat di dasar kotak. "Racun pemusnah raga lagi??" teriak Yunying. Cukup benar Jieji melarang pencuri ulung yang dua kali yang hendak memegang kotak. Ternyata apa perkiraan Jieji sebelumnya untuk meminta Yunying mengambil kotak memang tepat sekali. Memang racun itu sengaja di taruh seseorang untuk membahayakan pemegangnya. Tetapi kali kedua, Jieji salah besar... Kitab memang benar ada di tangan. Tetapi kitab berisi tulisan pelatihan setelah dibuka olehnya. Kitab itu tidaklah kosong sama sekali. Jieji membacanya sebentar dan terlihat menghela nafas. "Orang mengatakan tapak buddha Rulai adalah jurus yang bersih dan sakti. Tetapi aku melihat cara melatih tapak buddha tingkat kesembilan disini sudah bertentangan dengan ajaran ilmu kungfu." Yunying berniat melihatnya, dia terlihat meminta kitab dari tangan Jieji. Tetapi Jieji tidak memberikannya. Lantas pemuda berkata. "Melihat halaman pertama, aku sudah merasa berdebar-debar. Halaman pertama ternyata memuat pelatihan tapak buddha tingkat ke delapan. Dan turun sampai tingkat pertama. Dan melihat halaman terakhir, aku tahu bahwa baru di ajarkan cara membalikkan nadi serta pelatihan salah terhadap syaraf otak. Siapapun yang melatihnya akan menjadi sangat hebat, tetapi sudah tidak berakal. Sungguh kungfu yang berbahaya sekali." Mereka tertegun mendengar perkataan Jieji. Cukup lama mereka berempat terpaku tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Bagaimana kalau kita lenyapkan saja?" tanya Yunying kemudian. "Tidak... Kita bukanlah pencipta jurus itu. Untuk memusnahkannya aku rasa sangat tidak baik. Ini adalah karya orang yang belajar ilmu ke arah sesat, meski membahayakan tetapi racun pemusnah raga disini tentu cukup berbahaya juga. Mungkin lebih bagus kita meletakkannya kembali saja." tutur Jieji ke arah kesemuanya. Benar Jieji mengangkat kembali patung di tengah dan menyimpannya balik. Lantas dia beranjak dari Kuil bersama teman-temannya. Tidak lama kemudian dari sana, masih di kuil yang sama... Terlihat seorang berpakaian keemasan sudah memasuki ruangan. Dia berjalan dengan santai ke arah patung di tengah. Dia amati patung tanpa bersuara apapun juga. Tetapi tidak lama kemudian telah terdengar sebuah suara memecah keheningan. "Seharusnya aku sudah tahu bahwa anda sedang berada di sini mengamati..." Orang berpakaian keemasan segera memalingkan wajahnya dengan cepat. Wajahnya seperti semalam sebelumnya. Tertutup oleh kain berwarna keemasan. Matanya menyorotkan sesuatu perasaan yang aneh. Tetapi kali ini dia tidak menyerang sama sekali seperti halnya kemarin. Dia hanya terlihat diam saja sambil mengamati dengan was-was. "Aku tahu benar bahwa pelaku kehebohan di wisma Meng semalam bukanlah ulahmu." tutur suara itu kemudian. Memang adalah keempat orang yang tadinya sempat masuk itu yang kembali kemudian. Tetapi sikap ketiga orang lainnya cukup was-was melihat ke depan. Kesemuanya juga tahu kelihaian ilmu jari pedang tanpa bentuk dari lawan berpakaian emas ini. Tetapi melainkan pemuda sepertinya tidak takut, dia berjalan tenang saja dan berhenti setelah jarak cukup memadai satu sama lainnya. "Oh? Kamu tidak menjawabku... Kamu pasti tahu sesuatu hal tentang Meng Yangchu? Bisa kau ceritakan itu kepadaku?" tanya Jieji. Orang ini tidak menyahut sama sekali. Tetapi dia bergerak merogoh kantung bajunya untuk mengeluarkan sesuatu benda. Sesuatu benda yang terlihat adalah kertas kecil dan kemudian terlihat dia melempar dengan tenang ke arah Jieji. Pelempar memiliki energi yang tidak bisa dipandang remeh karena kertas yang tadinya dilipat sekali itu bisa melayang pesat ke arah Jieji. Setelah menangkapnya, Jieji membuka kertas tersebut. Dia melihat sebentar dan membaca sesuatu di sana. Kemudian, dia mendongkakkan kepalanya untuk menatap orang bertopeng. "Sungguh sebuah hal yang patut diceritakan. Aku akan menyelidikinya sebaik mungkin, anda boleh pergi tanpa kekurangan sesuatu apapun." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya. Tetapi setelah mendengar perkataan Jieji, orang ini malah diam tidak bergerak. Dia pangkukan tangannya dan berdiri tegak saja.

Melihat tingkahnya, Jieji tersenyum. Lantas dia berkata. "Ini adalah rumah anda, seharusnya yang pergi adalah kita. Selamat berjumpa kembali..." Jieji berjalan mundur untuk mengawasi orang tersebut dan para temannya mendahului sambil berwaspada pula. "Siapa dia sesungguhnya?" tanya Yunying setelah beberapa lama mereka meninggalkan kuil. "Aku tidak tahu. Tetapi kemampuan silatnya betul tinggi." jawab Jieji. "Betul. Selain itu sepertinya orang itu aneh. Dan bagaimana kamu bisa yakin bukan dia orang yang mengacau menggunakan boneka semalam di wisma?" tanya Yunying yang terlihat penasaran. "Sikapnya... Dari sikapnya aku tahu orang ini bertindak terus terang. Boneka itu cukup aneh sebenarnya jika hanya untuk menakuti. Dan jika sasarannya benar adalah putera keluarga Meng, dia tidak usah menggunakan boneka segala. Dan beberapa hal yang masih terasa kabur sekali jika diingatingat. Aku betul tidak mampu berpikir sampai di sana. Benar kasus yang rumit...." tutur Jieji sambil tersenyum kecewa. Mereka bertiga berjalan meninggalkan tempat itu dan sepertinya beranjak balik menuju penginapan. Chonchu adalah orang yang hadir pertama di penginapan. Dia lantas beranjak dan menanyai Jieji. "Kamu sudah tahu pelakunya. Kenapa malah berkata hal yang begitu kabur kembali?" Jieji tersenyum melihat cara bicara puteri koguryo itu. Lantas dia menjawab. "Puteri... Anda tahu bahwa ada beberapa orang yang mengikuti kita sewaktu kembali dari kuil. Aku tidak tahu siapa mereka. Tetapi..." "Oh??" terlihat Chonchu tersentak kegirangan. Jieji tersenyum kembali karena melihat Chonchu sudah mengerti beberapa titik balik kasus. Keesokan harinya... Pagi-pagi sekali jalanan di kota Yunnan yang tidak lebar itu dipenuh sesak. Tidak seperti biasanya hari ini. Jalan yang demikian ramai di kota-kota daratan tengah biasanya hanya bisa dijumpai di beberapa kota saja seperti Kaifeng, Changsha, Xiangyang, Changan dan Luo Yang. Selebihnya kota pelabuhan biasanya juga memunculkan pemandangan sedemikian. Jieji memang tidur dengan pulas malam sebelumnya karena terasa cukup lelah setelah malam sebelumnya tidak tidur sama sekali. Dia terkejut ketika kota sudah mulai dipenuhi suara-suara desas desus meski suara tersebut tidaklah keras. Melihat hal demikian, dia segera bangun dan berpakaian rapi. Tidak sempat lagi dirinya untuk membasuh muka sekalipun. Dia beranjak turun dengan cepat. Yunying memang sekamar dengannya, dia tahu bahwa Jieji dengan cepat telah turun untuk melihat keadaan yang ramai. Tetapi dia sama sekali tidak sempat menanyainya.

Mengikuti keramaian orang, Jieji segera beranjak untuk mencari tahu hal apa yang terjadi. Keributan benar terjadi di arah utara kota Yunnan. Dia berhenti sejenak saat dia mendengar suara gempar teriakan seseorang dari arah Wisma Meng. Segera, dia meloncat cukup tinggi dan mendarat di atap untuk melihat keadaan sekitar yang sesungguhnya sudah ramai sekali. Dari arah kejauhan, dia sempat melihat sebuah "lingkaran" yang sengaja di buat oleh manusia. "Lingkaran" itu cukup luas karena orang-orang yang berkumpul di sampingnya. Di tengah malah terlihat pemandangan yang aneh. Adanya seseorang dengan tombak panjang sedang mengayuh ke sana kemari dengan cepat dan ganas. Sedang di sekitar-nya yaitu tanah tempat berpijak terlihat banyak orang yang terlungkup sambil bersimbah darah. "Sungguh aneh? Penduduk malah sangat tertarik akan hal demikian?" tutur Jieji dalam hatinya. Dengan sekali lompatan pesat, dia menuju ke arah orang yang mengamuk itu. Setelah sampai, di tangan pemuda telah terpegang sebuah pedang pendek. Dia berancangancang ke depan sambil mengawasi dengan tajam dan serius. Rupa-rupanya salah seorang di belakang pemuda telah berteriak terkejut ketika pemuda sampai. Karena pedang yang dipegangnya telah beralih tuan dengan sekejap saja. Jieji meluruskan pedang ke depan dengan wajah yang serius memandang. Dilihatnya seorang paruh baya yang berambut riap-riap memiliki wajah yang kengerian. Tinggi tubuhnya adalah tujuh kaki dengan wajah yang dipenuhi oleh berewokan. "Tuan besar... Tidak disangka hanya dalam semalaman saja, anda sudah berubah demikian." tutur Jieji. Orang yang disapa segera berbalik arah ke samping yaitu segaris dengan tempat berdirinya Xia Jieji. Tetapi tanpa banyak berkata, orang bermarga Meng segera menyerangnya dengan hebat. Jieji sudah menyiapkan diri sedemikian baik dan dia tahu bahwa sepertinya orang bermarga Meng ini telah kehilangan akal sehatnya. Tombak di arahkan ke arah jantung pemuda dengan cepat. Gerakan tombak Meng Yangchu benar tidak bisa dipandang remeh. Meski Jieji tidak pernah melihat gerakan tombak sedemikian, tetapi dia tahu bahwa sesungguhnya pemilik wisma bukanlah seorang jago tombak melainkan seorang yang jago menggunakan pedang panjang. Pedang pendek sudah di tangan Jieji sedari tadi. Dan dengan sekali berkebat, sepertinya telah terlihat pedang pendek mengambil tumbal. Memang Jieji hanya mengarahkan pedang ke arah pergelangan tangan Meng. Dan terlihat di sini, Meng Yangchu-lah orang yang "mencari" sisi tajam pedang. Tetapi meski tergores, sepertinya Meng sama sekali tidak menghiraukannya Dia malah datang semakin ganas. Penduduk yang jarang sekali melihat pertarungan sedemikian, semuanya kontan bersorak gembira sekali. Sepertinya para penduduk tidak menghiraukan bahaya sama sekali saat itu, malah kesemuanya terliha sangat bergembira. Jieji tidak pernah memberi kesempatan kepada Meng Yangchu. Setiap serangan Meng justru membawa luka bagi dirinya sendiri. Jieji hanya mengarahkan pedang tepat ke daerah kosong pertahanan lawan. Dan tidak pernah sekalipun pemuda berniat melenyapkan nyawa kepala keluarga ini.

Sudah puluhan jurus dilakukan keduanya, dan puluhan luka juga lah terdapat di tubuh Meng yang sangat kokoh itu. Dalam satu ancang-ancang penyerangan Meng, Jieji akhirnya berniat menghentikan raksasa gila yang sedang mengamuk ini. Dengan sebuah tapak, Jieji menghantam ke depan sementara itu pedang di tangan kirinya telah di selip ke belakang. Meng terlihat terhantam perutnya dengan keras. Dan membungkuk dengan segera serta memuntahkan darah segar sebentar. Memang cukup alot juga tubuh pemilik Wisma tersebut, meski luka sudah berdarah cukup hebat dan pukulan di perut tersebut memang tidak dikerahkan maksimal tenaga Jieji. Namun belum bisa membuatnya betul "tunduk". Dan akhirnya dengan sebuah serangan jari, Jieji baru dapat "menundukkannya". Nadi gerak raksasa tertotok dan terlihat dirinya tumbang ke tanah. Nafasnya ngegosan lagi terdengar keras dan terbukti bahwa raksasa tersebut meski tumbang namun belumlah takluk. Jieji terlihat segera jongkok. Dan membisikkan sesuatu di telinga Meng. "Ini adalah karma masa lampau-mu. Seharusnya memang kaulah orang yang menderita seperti sekarang." Meng Yangchu segera menatapnya dengan sangat marah sekali. Wajahnya terlihat memerah sesegera dan matanya terlihat berapi-api setelah dia mendengar tuturan Jieji barusan.

BAB CXXIX : Kasus Terungkap ; Dua Orang Pendekar Misterius Di Ta-Li "Racun ilusi itu... Sebuah barang yang masih baru dan tidak pernah muncul sekalipun di dunia persilatan." tibatiba terdengar suara seseorang di antara kerumunan. Orang yang baru saja berbicara adalah seorang wanita, dia segera terlihat berjalan ke depan. Jieji memalingkan wajahnya sambil berjongkok. Dia tersenyum kemudian berkata. "Tidak... Bukan barang yang benar baru. Setidaknya puluhan tahun yang lalu sudah muncul." Wanita yang ditanggapi begitu, langsung tersenyum. Dia adalah Lie Hui yang sudah mengikuti Jieji dari belakang tadinya. "Racun sedemikian memang tidak berbau dan bahkan tidak bisa dirasakan sama sekali. Memang hebat si tua ini sanggup berjaya puluhan tahun karenanya." Jieji berbalik kembali ke arah bawah. Dia masih melihat Meng Yangchu marah besar meskipun dia tidak sanggup berkata sesuatu apapun dari mulutnya. "Kamu-lah orang yang membunuh keluarga-mu sendiri dalam kasus keluarga Meng. Juga kamu-lah orang yang membunuh kepala keluarga Wang." Jieji menegaskan dengan serius ke arah Meng. Semua penduduk di sekitar sana banyak yang terlihat terkejut mendengarnya.

Meng masih saja mengeram dalam keadaan marah. Tidak sekalipun dia menanggapi perkataan pemuda. Lalu Jieji kembali melanjutkan. "Dia masih ter-ilusi akibat racunnya sendiri. Sepertinya kita hanya bisa menunggu dahulu." Dia berkata sambil berdiri mantap, kemudian meminta orang di sekitar untuk membelenggunya dan memanggil polisi setempat. Para penduduk memang sebenarnya segan juga mengikat "raksasa" tersebut, karena raksasa ini sebenarnya cukup disegani oleh seluruh penduduk kota Yun-nan. Tetapi karena melihatnya telah membunuh beberapa orang di depan rumahnya sendiri, maka kesemuanya menjadi berani karena Meng telah terbukti membunuh. Hanya diperlukan sekejap saja bagi para penduduk untuk menyiapkan tali, mengikatnya sehingga dia tidak berdaya sama sekali. Meski Meng sedang dalam keadaan tertotok nadi, tetapi jika tidak diikat keras, maka ketika di bawa ke pengadilan akan terasa bermasalah juga. Maka daripada itu, Jieji meminta para penduduk supaya mengikatnya terlebih dahulu. Khalayak ramai ini cukup tegang menyaksikan kejadian ini, oleh karena itu suara mereka hanya terdengar sungguh pelan satu sama lainnya. "Apa yang terjadi?" tanya suara seseorang dari arah belakang. Jieji menoleh kepadanya sambil tersenyum. "Tidak... Kamu ikuti saja semuanya. Nanti baru akan kuceritakan." Orang yang datang adalah Yunying. Dia telah beres membasuh mukanya dan ikut menyusul juga kemudian. Di belakangnya terlihat Chonchu, puteri koguryo. Para polisi kemudian telah berdatangan. Mereka sigap dan segera bersiaga mengepung Meng yang terikat sambil berlutut. Sementara seseorang yang memakai baju seragam yang agak berbeda dari anggotanya maju ke depan untuk menanyai Jieji. Dia terlihat berwajah bidang, umurnya yang terlihat dari wajahnya mungkin 40-an atau hampir 50 tahun. Memiliki kumis tipis dan berpandangan licik. "Dia telah membunuh?" "Saksi-nya adalah seluruh warga di sini." jawab Jieji pendek saja. Kepala polisi terlihat mengangguk pelan saja. Dia segera berbalik ke arah penduduk sekitar guna menanyai mereka. Jieji melihatnya dengan tatapan yang sinis sekali. Tetapi pengamatan pemuda segera dilihat oleh isterinya sendiri, yang lantas datang untuk menanyainya. "Kenapa kamu menatap dengan cara begitu ke kepala polisi?" Sambil berbisik, Jieji berkata kepada Yunying. "Hm... Ada 3 hal..." "3 hal?" "Betul.. Hal pertama, kepala polisi itu tolol.

Hal kedua, kepala polisi itu korup. Hal ketiga, kepala polisi akan mencari masalah." Baru saja Jieji menutup mulutnya, dia segera di datangi kepala polisi. Sambil melepaskan pedang dari sarung dia menuding Jieji. "Kau! Kau penyebab semuanya???" Kontan saja banyak penduduk yang terkejut. Lantas Yunying dan Chonchu juga cukup terkejut begitupun Lie Hui. Tetapi Jieji malah tertawa tenang. "Tadi baru saja kukatakan. Tolol karena tidak bisa melihat suasana. Korup karena ada sesuatu hal besar, tetapi dibiarkannya. Dan akan mencari masalah, dan tentu saja ketika baru saja dia meloloskan pedang dari sarung-nya kemudian di arahkan tepat ke arahku." Yunying melihatnya dengan tersenyum. Dia tidak menyangka Jieji sangat pintar membaca isi hati kepala polisi itu meski hanya sekali dia berbicara dengannya. "Betul... Aku-lah orang yang membunuh semua orang di sini." jawab Jieji pendek kemudian. Kontan jawaban Jieji membuat semua orang sangat terkejut. Kesemua penduduk tahu bagaimana jalan cerita Meng Yangchu yang baru saja berhasil ditaklukkan. Tetapi mengaku kesalahan membunuh adalah hukumannya sangat berat. Namun, Jieji terlihat tenang saja. Sedangkan teman-temannya juga merasa aneh kenapa pemuda bisa mengatakan hal demikian. "Nah... Kalau begitu, ikutlah kita ke kantor polisi. Kasus ini akan di serahkan ke pengadilan Zi Tong." tutur Kepala polisi dengan gaya angkuh. "Tunggu dulu..." jawab Jieji sambil mengangkat sebelah tangannya. "Terima kasih kepala polisi." pemuda itu kembali bertutur sambil tersenyum sangat manis kepadanya. Kepala polisi merasa heran kenapa orang tersebut bertingkah aneh di depannya. Dia tidak berusaha untuk menebak apa yang sedang berada di otak pemuda. Lantas dengan memberi tanda, polisi yang jumlahnya 20 orang lebih mengepung Jieji dan kawan-kawannya. Sementara melihat kelakuan kepala polisi, Jieji hanya tersenyum menggelengkan kepalanya. Apakah ada orang yang sanggup meredam kesaktian bertarung Jieji dan Yunying di sini? Memang tindakan seperti demikian memang sangatlah bodoh sekali jika dipikir-pikir. "Kepala polisi. Anda ditangkap karena dituduh melakukan tindak kejahatan dengan Meng Yangchu. Karier polisimu sudah tamat betul." tutur Jieji sambil tertawa. Tidak sedikitpun kekhawatiran tampak di wajah Jieji, dia tetap tertawa seakan sedang berada di tempat yang tidak ada orang-nya. "Serang!" terdengar kepala polisi berteriak sekali. Ingin sekali dia musnahkan pemuda beserta teman-temannya disini.

Banyak orang di sana tentunya berpikiran bahwa 4 orang di sini. 3 orang wanita dan seorang pria bakal menjadi daging cincang. Mereka kesemuanya sedang dikepung rapat oleh 20 orang lebih. Namun, ternyata hasilnya di luar dugaan mereka sama sekali. Karena tidak ada yang benar tahu bagaimana "proses" tersebut terjadi. Kesemuanya hanya melihat hasil akhir-nya saja. Lebih dari dua puluh orang polisi terpental bergulingan ke belakang membentuk lingkaran yang jauh lebih besar. Dijatuhkan oleh sesuatu tenaga "setan" yang betul tidak tampak mata. Semelir angin lembut memancar benar terasa sekali. Kepala polisi di sini memang tidak-lah terpental sama sekali. Tetapi pedang di tangannya terasa bergetar ketika melihat "hasil" dari Maha karya setan tak berwujud tersebut. Jieji berjalan ke samping. Dilihatnya sebuah kipas yang sedang dipegang oleh seorang pemuda yang mungkin adalah sastrawan. "Aku meminjam sebentar kipas anda." tuturnya sambil tersenyum. Pemuda yang usianya sekitar belasan tahun atau hampir 20 hanya memandangnya melongo ketika Jieji mengambil kipas dari tangannya. Lantas dia berjalan ke tengah sambil berkata-kata layaknya seorang sastrawan. "Kasus keluarga Meng beberapa puluh tahun yang lalu sudah terpecahkan. Pembunuhnya adalah tiada lain Meng Yangchu sendiri. Bagaimana cara pembunuhan terjadi tentu sebenarnya adalah masih misteri sekali. Tetapi... Baru saja teman kita...." tunjuk Jieji dengan kipas ke arah Meng. Suara desas-desus penduduk yang tadinya masih terdengar, sekarang sudah berubah menjadi kondisi serius. Tiada suatu suara-pun selain milik pemuda berjuluk "Pahlawan Selatan" pada saat tersebut. "......mengakuinya dengan sangat baik. Dan dia dilindungi oleh kepala polisi yang tangannya sepertinya sangat gemetaran sekarang. Cara pembunuhan bukanlah sesuatu yang aneh sebenarnya. Meng yang sekarang sedang ber-ilusi hebat. Adalah karena dia terkena racun... Eh, mungkin semacam obat yang di dapatinya entah dari mana. Aku baru tahu ketika mendengar kabar bahwa Penguasa cakar setan adalah tepatnya tuan besar Meng yang bernama Meng Zulu atau ayahnya tuan besar Meng Yangchu sekarang. Benar sekali, Meng Zulu sebenarnya adalah orang yang membunuh keluarganya sendiri akibat obat "hebat" dari Meng Yangchu. Membuatnya kehilangan akal sehat dan membantai keluarganya sendiri. Sebenarnya... Ada beberapa hal yang benar mengherankan saat itu. Yaitu bahwa hanya keluarga Meng-lah yang mati dibantai. Sedangkan orang-orang yang di luar hubungan keluarga-nya malah baikbaik saja tidak mengapa."

"Obat tidur??" sahut Lie Hui tiba-tiba memecah suara Jieji. Jieji menoleh ke arah Lie Hui. Dia tunjukkan kipas ke arah wanita. "Tepat! Tidak.... Salah juga...." tutur Jieji secara serentak dan cepat. Dia segera berbalik. "Aku sudah meneliti...." lanjut pemuda. "Ke rumah keluarga Meng terdahulu yang sudah tiada berpenghuni kecuali setan penasaran. Bentuk rumah di sana mengingatkan kepadaku sebuah hal. Rumah di sana terbagi menjadi 4 penjuru mata angin dan tengah. Sungguh sangat masuk akal sekali jika hanya rumah "tengah" tempat terjadinya pembantaian karena seisi keluarga Meng tinggal di sana. Dengan kata lain, kasus-nya adalah sedemikian rupa... Meng Yangchu memberi obat "ilusi" kepada seluruh keluarga-nya. Sedangkan dia sengaja keluar untuk "mencari angin" bersama Gao Jianshen. Ketika obat ilusi itu sudah bekerja, maka kepala keluarga Meng Zulu sudah mulai membantai seperti yang sedang dilakukan oleh Meng Yangchu sekarang. Dia adalah penguasa ilmu cakar yang menyerang leher lawan. Malam pembantaian saat itu terjadi hebat... Kenapa hanya keluarga Meng saja yang terbantai tetapi tidak orang disekitar sungguh mudah dipahami. Sebab ketika suara seseorang yang mendekati ajal tentu didengar oleh semua orang di balai tengah Wisma Meng. Satu persatu kehilangan nyawa dengan cara yang sama karena mereka mendekati balai utama tempat Meng Zulu berada. Kemudian, teman kita...." tunjuk Jieji kemudian ke arah Meng Yangchu kembali. "Pulang ke rumah untuk melihat hasil kerjanya. Hasil Maha karyanya yang sangat hebat. Tentu, saat itu ketika dia pulang... Malam sudah gelap sekali meski ruangan itu terang. Kemudian ketika menyaksikannya... Dia tentu berteriak demikian...." Chonchu sangat tertarik melihat Jieji bercerita. Mendengar sampai di sini, dia melanjutkannya. "Panggil Polisi cepat... Panggil polisi!!!" "Tepat sekali, puteri...." tutur Jieji sambil tersenyum. Dia segera berbalik ke arah kepala polisi. "Dia memanggilmu saat itu. Tepatnya Gao yang memanggilmu saat itu." Kepala polisi menatap serius ke arah Jieji. "Polisi ini datang ke Wisma Meng dengan sesegera. Lantas membuktikan bahwa adanya pembunuhan hebat di sana. Dengan membuat alibi kuat, Meng Yangchu muda saat itu lolos dan tidak pernah disangka bahwa Meng Yangchu-lah orang yang membunuh keluarga-nya sendiri dengan sedikit taktik obat ilusi." tutur Yunying melanjutkan. Jieji tertawa mendengar tuturan Yunying. Sepertinya saat itu terlihat sungguh cukup menakjubkan. Jieji dan kawan-kawannya seakan

sedang memainkan sebuah sandiwara di atas panggung yang berdarah. Memang cara demikian sungguh cukup aneh jika dilihat, tetapi memang benar sekali bahwa tuturan kesemuanya mulai masuk akal. "Membuat luka yang sama memang tidak susah sama sekali. Dengan cakar, dia membunuh ayah kandungnya sendiri yang sudah lemah akibat reaksi obat ilusi yang berlebihan. Tepatnya lemah setelah bertindak "terlalu bersemangat"! " "Kata-katamu tidak beralasan! Meng Yangchu sangat berbakti kepada ayahnya. Semua penduduk Yun-nan mengetahuinya. Jelas kata-kata anda tidak masuk akal..." terdengar teriakan kepala polisi yang tergoncang akibat penuturan analisis-nya Jieji. Jieji kemudian menatapnya. Wajahnya sayu beberapa saat, dia berkata seperti seorang yang kerongkongannya kering. "Tadinya, aku sengaja memancingmu. Aku tidak tahu siapa pembantu pelaku ketika kasus puluhan tahun lalu itu terjadi. Tetapi dengan kata-kata anda tadinya, aku yakin anda-lah orang yang terlibat." "Kau memancingku? Kau punya bukti bahwa aku-lah orang yang membantu Meng, tentunya seperti yang kau katakan tadinya?" sambil marah dia memelototi Jieji. Jieji menggelengkan kepalanya sambil tersenyum menatap tanah. "Nah... Kau tidak punya bukti sama sekali bukan? Bagaimana kau bisa menuduhku terlibat?" tanya kepala polisi itu dengan marah. Jieji menatapnya dengan serius. Lantas dia berkata. "Aku menggelengkan kepalaku, bukannya bahwa tiada bukti yang kudapatkan. Anda salah besar. Maksudku tadinya adalah terlalu banyak bukti yang mengarah kepadamu. Membuktikan bahwa kau dan Meng Yangchu bersekongkol satu sama lainnya." Kepala polisi terkejut sekali. Wajahnya jelas terlihat membiru sebentar. "Kasus kembali terjadi beberapa hari kemudian saat itu. Kepala keluarga Wang mati dengan cara yang sangat mengerikan. Tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa puluh bagian. Saat itu, yang memeriksa kasus ini, juga anda bukan?" tutur Jieji menanyainya. Kali ini kepala polisi diam, dan terlihat berpikir beberapa saat sebelum menjawab. Dia tidak berani mengatakan secara sembarang dahulu. Tetapi saat sunyi ini kemudian menjadi "pecah" sesegera. Terdengar suara Jieji berteriak keras sekali. "Kepala Polisi!!!! Apa yang kau pikirkan?!?" Kepala polisi terkejut juga. Sebenarnya dia sendiri sedang tenggelam dalam lamunan tentang kejadian kasus. Dia segera berpikir mencari celah untuk mengelak. Dia segera menjawab. "Aku orang yang menyelidikinya..."

"Lantas kenapa kau perlu waktu yang lama untuk berpikir apakah kau bukan orang yang menangani kasus itu? Jawab Aku kepala Polisi!" tutur Jieji semakin keras. "Aku...." baru saja kepala polisi hendak berpikir untuk berbicara, tetapi malah Jieji melanjutkannya. "Kau sedang berpikir begini. Ini adalah hal yang ingin kau katakan : "Kasus itu sudah lewat puluhan tahun yang lalu jadi aku tidak begitu mengingatnya lagi." Bukankah hal sedemikian yang ingin kau katakan? Aku menanyaimu, selama 30 tahun, kasus mutilasi orang di Yun-nan ada berapa? Ha?" teriak Jieji makin sengit kepadanya. Kepala polisi tidak sanggup berkata-kata sama sekali. Dia terlihat menundukkan kepalanya. Sungguh hebat sekali pemandangan disini. Sesungguhnya dia-lah orang yang pantas menanyai tersangka dengan cara demikian. Tetapi kali ini berbeda, belum pernah terjadi sepanjang hidupnya "diinterogasi" oleh orang yang ingin ditangkapnya. "Hanya sekali saja. Dan hanya sekali itulah anda menangani-nya. Dan hanya sekali juga kasus itu terjadi di sini." tutur Jieji sambil melunak. "Kau sudah mendapat sogokan..." Jieji terlihat menarik Meng Yangchu yang sudah terikat itu. Dia menyeretnya melewati teman-temannya, dan sekali sampai di samping kepala polisi tersebut. Terlihat cukup payah juga Xia Jieji menarik raksasa bermarga Meng ini. Dia terlihat menyeretkan kakinya dengan kepayahan dan nafas yang tersengal-sengal. Memang sudah diketahui bahwa Meng adalah orang yang mungkin paling "berat" dibandingkan dengan semua penduduk Yun-nan. Adalah sebuah kesempatan bagi kepala polisi saat itu. Melihat lawan "bicara-nya" sedang kepayahan di sampingnya. Segera saja dia mengambil kesempatan. Dia mengeluarkan sesuatu benda dari balik baju-nya untuk segera ditusukkan ke arah pemuda. Jarak mereka hanya paling 1 kaki saja saat tersebut. Dengan curang dia ingin mencelakai Jieji yang terlihat sedang serius menarik Meng. Tetapi seharusnya ketika sesuatu benda menancap ke pinggang pemuda, namun hasilnya di luar dugaan. Sebab sepertinya sesuatu benda yang dipegang oleh Kepala polisi langsung lepas begitu saja. Tangannya terasa nyeri sesaat itu dan terkejut-nya segera terjadi tidak buatan. Sebab beberapa jarinya sudah terputus dengan sangat cepat akibat ayunan tangan menusuknya. Darah menyemprot cepat ke arah pinggang pemuda yang seharusnya dia celakai beberapa saat dan menetes ke tanah hebat sekali. Sedang kepala polisi terdengar berteriak kesakitan luar biasa. Semua khalayak kontan merasa ngeri sekali melihat keadaan kepala polisi. Tidak ada yang tahu bahwa bagaimana cara Jieji mencelakainya. Yang jelas kesemua tahu bahwa ada "sesuatu" yang sedang dilakukan Jieji dengan gerakan secepat kilat. "Kau melihatnya dik?" tanya Chonchu yang tahu bahwa Jieji telah melakukan sesuatu.

Yunying berbalik ke arah Chonchu. Dia tersenyum sesaat. "Itu adalah jurus pedang surgawi membelah. Kipas terasa berat tadinya, sepertinya sastrawan tadinya juga sastrawan mengagumkan." "Kipas mengandung besi tajam di setiap sisinya. Itu adalah termasuk senjata juga." tutur Lie Hui ke arah Chonchu. Chonchu menganggukkan kepalanya. Jieji memang bertindak cepat ketika sesuatu benda yang terasa tajam sedang mengancam pinggangnya. Kepala polisi ini ingin mencelakai pemuda yang terlihat sedang serius terhadap "barang" tepat di bawah kakinya. Namun, dia tidak pernah sekalipun menyangka bahwa Jieji sedang memainkan sebuah sandiwara saja. Pemandangan di sana cukup mengerikan, penduduk yang menyaksikan hasil dari gerakan 1 kali ini membuat mereka menggigil. Tiga jari :jempol, telunjuk dan jari tengah sudah terbabat putus di tanah. Sedangkan darah seperti menjadi kuah dari daging "pendek" tersebut. "Kenapa tidak kau akui saja? Akui saja bahwa dirimu, hakim, dan pejabat setempat juga terlibat akan kasus demikian." tutur Jieji melembut melihat ke arah kepala polisi. "Omong kosong!!!" teriak kepala polisi yang sedang menahan sakit yang merambat ke seluruh tangan kanan-nya. "Ayo-lah... Kau juga tidak akan lolos. Yun-nan memiliki hukum membunuh berarti mendapat hukuman mati. Kau tidak melakukannya, kenapa harus kau takut dihukum mati?" tutur Jieji kepadanya. Kepala polisi meski kesakitan, tetapi dia tertarik mendengar perkataan Jieji. Namun, karena kepala polisi ini cukup takut dan merasa sangat susah mengakui kesalahan yang telah diperbuat ini diam saja. Dia memandang ke bawah tanpa berani berkata apapun. Jieji memandangnya cukup lama tanpa berkata apapun juga. Kedua alisnya berkerut sambil menunggu pengakuan kepala polisi ini. Tetapi karena tidak kunjungnya polisi memberikan kesaksian di depan orang banyak. Dia kembali melanjutkan lagi. "Aku merasa secepatnya ada orang yang sanggup memberikan informasi kasus tersebut ke Tali. Apa ada yang bersedia meminta pejabat Tali kemari?" tanya Jieji kepada khalayak ramai. Pernyataan Jieji banyak ternyata disambut ramai oleh beberapa pihak. Banyak orang yang terlihat dari kaum persilatan Yun-nan bersedia melakukannya. Jieji berterima kasih kepada mereka secara satu persatu. "Bagaimana? Kita hanya menunggu?" tanya Yunying kemudian setelah dia maju ke depan. "Tentu... Kamu punya cara yang lebih baik?" tanya Jieji kepada isterinya kembali. "Pengadilan dan pejabat di Yun-nan sudah pasti tidak akan menerima kasus tersebut setelah mereka mengetahui kepala polisi mereka gagal total. Dan keputusan kepala polisi tadinya

dengan memberikan kasus ke pengadilan lebih tinggi di Zi Tong sudah mengandung maksud tertentu." sahut Chonchu dari belakang Yunying. Jieji mengangguk pelan, lantas dia menambahkan kata-katanya. "Pengadilan di Zi tong ternyata juga mengambil andil dari kasus puluhan tahun di sini. Mereka tidak menyeret kita ke Tali karena di sana tidak ada orang-orang mereka. Sedang di Zi Tong yang jelas lebih jauh tentu mempunyai antek-antek dari Meng Yangchu sendiri." "Bagaimana kau bisa tahu bahwa Meng-lah orang yang membunuh keluarga-nya sendiri? Aku tidak mendapat petunjuk cara berjalannya otakmu." tanya Lie Hui segera ketika Jieji baru saja menyelesaikan kata-katanya. "Wajar saja anda tidak mengetahuinya." jawab Jieji sambil tersenyum. "Sebab saat kematian putera keluarga Meng, kamu tidak berada di sana." Yunying yang mendengar tuturan Jieji, kontan bersemangat. Terlihat sekali bahwa dia ingin mengungkapkan semuanya. Lantas dengan cepat mendahului suaminya, dia berkata. "Benar sekali. Sebenarnya putera Meng Yangchu juga tewas karena akibat cakar setan. Semuanya juga berawal dari obat ilusi yang ditebarkan oleh Meng Yangchu. Malam itu, kita sudah berunding dengan pengurus rumah Gao untuk memancing orang berpakaian emas. Semua arahan kak Jieji sebenarnya sudah sangat baik sekali dan tanpa celah... Lalu ada beberapa hal yang kuherankan sesaat itu." "Hal yang kamu herankan inilah yang menjadi awal titik kasus Meng Yangchu. Tidak ada jejak kaki sama sekali di lapangan terbuka dan tidak ada rasa sedikitpun gerakan orang berpakaian emas di atap adalah kejanggalan yang luar biasa. Saat kemarahan Meng meluap ketika menyaksikan kematian putera-nya, saat itu juga aku sudah tahu pelakunya adalah Meng Yangchu sendiri..." sahut Jieji. "Masuk akal... Saat itu, aku juga telah mencurigai Meng Yangchu. Dia membuat perangkap seolah orang berpakaian emas ingin membunuhnya. Padalah tujuannya hari itu adalah melenyapkan puteranya sendiri. Mungkin puteranya mengetahui sedikit banyak rahasia dirinya. Dan juga saat itu dia ingin membunuhnya. Adalah sungguh kebetulan aku sudah berada di sana beberapa hari sebelumnya." sambung Chonchu sambil berpikir. "Dia membuat sedikit trik dengan memanfaatkan kita tentunya... Ketika kita telah pergi untuk menyelidik wisma Meng yang lama. Chonchu seharusnya menyiapkan perangkap yang baik untuk orang berpakaian emas. Disinilah, saat yang baik bagi Meng sendiri untuk menghabisi puteranya sendiri. Setelah benar dia melakukannya, lantas dia berbalik ke kamarnya sendiri. Hebatnya tiada saksi ataupun bukti yang menguatkan kalau Meng sebelumnya ada di kamar puteranya. Karena jurus cakar hebat itu saja yang bisa dijadikan petunjuk, namun cukup sedikit informasi bahwa Menglah orang yang membunuh puteranya." sahut Jieji. "Oleh karena itu, kamu tidak mengatakan bagaimana cara pembunuhan kepada khalayak ramai seperti sekarang?" tanya Yunying.

Jieji menganggukkan kepalanya saja. Dan kembali dia berkata. "Meng Yangchu membunuh keluarganya sendiri adalah sebuah kasus yang cukup aneh dan jarang sekali terjadi di seluruh daratan tengah. Yangchu muda saat itu mengalami kejadian yang sama persis dengan kejadian puteranya. Dia maupun puteranya telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilihat. Hebatnya, Meng Yangchu-lah yang menjadi "hakim" terhadap keluarganya sendiri." "Perkataanmu sungguh membingungkan..." tutur Yunying kepadanya. Jieji melihat isterinya, sambil tersenyum dia mengeluarkan sesuatu benda dari dalam bajunya. Sebuah kertas putih terlihat tergores tinta hitam di sana. Dia memberikan kepada isterinya untuk dibaca. "Pelaku pembunuhan dari awal hingga akhir hanya seorang Meng Yangchu. Aku memberimu tempo hingga tengah malam. Jika tidak, aku akan bertindak." Begitulah bunyinya tulisan dari surat tersebut. "Ini berasal dari orang berpakaian keemasan?" tanya Yunying segera. Jieji mengangguk. "Sepertinya orang yang tahu kasus dari awal hingga akhir hanya dia-lah seorang saja." "Tetapi anehnya orang itu tidaklah membunuh Meng dari hari-hari sebelumnya. Ini sangat aneh bukan?" tanya Chonchu yang tidak bisa mengira apa hal yang sebenarnya terjadi. "Kemungkinan saja... Kemungkinan adalah orang yang mempunyai alasan kuat yang tidak akan melakukan hal pembunuhan." tutur Jieji sambil melihat ke arah Lie Hui. Melihat Jieji menatapnya secara langsung, membuat Lie Hui sendiri juga berpikir. Dengan cepat, dia telah menanggapi kata-kata Jieji. "Jangan-jangan......" "Kemungkinan..." jawab Jieji kemudian dengan pendek. "Lokasi Ta-li cukup dekat dengan kota Yun-nan sekarang, seharusnya tidak lama lagi pengadil akan sampai." tutur Chonchu. Jieji tidak menjawab lagi perkataan temannya. Dia hanya berdiri diam mengawasi ke arah Meng Yangchu. Meng memang masih terlihat kepayahan karena terikat tali yang beberapa lapis tersebut. "Kita harus pergi..." tutur Jieji kemudiannya. "Tetapi kasus ini..." jawab Yunying dengan terkejut ketika Jieji baru saja menyelesaikan katakatanya. "Ada orang yang lebih rela menunggunya daripada kita sendiri." tutur Jieji sambil tersenyum saja. Dia berjalan membelakangi Meng yang sedang berlutut di tanah itu. Kemudian diikuti oleh

teman-temannya. Khalayak memang cukup merasa aneh bahwa orang-orang ini dengan cepat ingin meninggalkan tempat. Ketika melewati sastrawan tadinya, Jieji memberikan kembali kipasnya. "Sebuah benda yang cocok untuk membela diri..." tutur Jieji kepadanya sambil tersenyum. Sedangkan sastrawan itu terlihat tersenyum malu. Mereka kemudian berjalan keluar kota melalui utara. Ketika sudah tidak ada penghuni di sana. Yunying baru menanyainya kembali. "Kamu ini aneh sekali...." "Tidak..." tutur Jieji memberi komentar. "Orang berpakaian emas itu bisa mengatur segala hal. Tenang saja..." Lie Hui berdiri berbalik dan diam di tempat. Ingin sekali dia kembali kelihatannya. Tetapi Jieji berkata kepadanya. "Dia bukanlah ayahmu...." Lie menoleh sebentar ke arah Jieji. Dia terlihat menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli saja. "Apa yang hendak kamu lakukan sekarang?" tanyanya. "Membasuh muka tentunya terlebih dahulu...." tutur Jieji pendek sambil tertawa kecil. 3 Hari kemudiannya... Ta-Li, Nan Zhao... Sebuah negeri kerajaan yang luasnya tidaklah seberapa saja dengan penduduk yang jumlahnya juga tidak seberapa banyak. Kerajaan Tali pernah membuat gempar seluruh daratan tengah sekitar 200 tahun yang lalu yaitu mereka sempat menyerang dan menklaim Chengdu pada masa kacau di akhir dinasti Tang. Lalu kerajaan Tali sempat surut kembali ke Yunnan dan terakhir berjaya kembali pada tahun 930-an. Kerajaan Tali era baru didirikan oleh Duan Siping yang menjabat sebagai kaisar Tali yang pertama. Sudah berkuasanya 3 Kaisar Tali hingga sekarang dan Kerajaan Tali benar berada di bawah kekuasaan Sung utara. Namun kerajaan Tali adalah kerajaan yang memiliki hak kuasa penuh terhadap masalah intern mereka sendiri. Di sebuah penginapan berikut restoran mewah sedang terlihat kacau. Banyak penduduk di sana sedang berkumpul seperti hendak menyaksikan keramaian yang tidak dibuat-buat. "Kita bertaruh!!!" "100 gelas!!!" Pemandangan yang cukup aneh jika dilihat. Dari dalam restoran terlihat 2 orang yang berpenampakan jelas gagah. Umur keduanya sekitar 30-an. Tinggi keduanya mungkin hampir mencapai 7 kaki dengan wajah yang bidang serta memelihara jenggot. Keduanya hampir terlihat sebagai kembaran jika hanya orang-orang melihat sekilas. Tetapi kejadian semacam demikian bukanlah pertama kalinya terjadi. Sudah puluhan kali sejak sebulan terakhir. Tidak ada orang yang mengenal keduanya, tetapi keduanya diyakini sebagai orang yang memiliki banyak uang serta berkungfu tinggi.

Setiap harinya, bahkan keduanya sanggup menghabiskan 100 kendi arak dengan hanya berdua saja dan ribuan gelas telah dilalui mereka berdua tanpa merasa mabuk sedikitpun. Tawa mereka menggaungi ruangan yang terlihat mewah tersebut. "Mengapa banyak sekali orang royal di sini? Aneh..." tutur seorang wanita yang duduk bersama seorang pria di sebuah sudut ruangan restoran. "Mereka adalah peminum yang luar biasa handal." tutur seorang pria yang duduk bersebrangan dengan wanita. "Sastrawan kaya, hakim yang selalu membeli mutiara, dan sekarang 2 orang gilak yang tahu minum setiap harinya saja. Mungkin mereka memerlukan 50 tael emas setiap hari kalau dilihat dari cara minum mereka itu." tutur wanita yang terlihat agak kesal. Pemuda tersenyum sesaat. Dia melanjutkan dengan pelan. "Keduanya mempunyai tingkatan kungfu yang tinggi sekali." "Tidak mungkin? Dilihat darimana keduanya terlihat hanya orang biasa saja." tanya wanita. "Orang yang hebat adalah orang yang sanggup menyimpan tenaga dalamnya dengan sangat baik sehingga kelihatan dari cara ataupun gaya tidak bisa diketahui meski oleh seorang yang ahli." tutur lelaki. Wanita itu hanya duduk saja sambil sesekali mengambil sumpit untuk makan di sana. Sedangkan yang pria hanya duduk membelakangi kedua orang "gilak" tersebut sambil makan makanan ringan. "Kasus itu... Kamu ingin menyelidikinya?" tanya wanita itu tiba-tiba. "Kita sudah diminta seseorang yang tidak kita ketahui sama sekali. Sepertinya di sini pun kita tiada kerjaan, kenapa tidak coba-coba saja untuk melatih otak?" tanya yang lelaki sambil tertawa ringan. Wanita itu tersenyum sambil memegang pipinya. "Setelah di sini benar selesai, kita menuju ke Tongyang terlebih dahulu. Bagaimana menurutmu?" Pemuda melihat kedua bola mata wanita, sambil tersenyum dia mengangguk. Ruangan restoran memang terasa ribut sekali dengan perbincangan keduanya yang keras. Meski demikian kedua orang kemudian tidak merasa terganggu sama sekali. Hingga sekitar beberapa saat kemudian, "suara" lain telah muncul. Suara langkah tergopoh-gopoh masuk ke restoran bisa di dengar siapa saja. "Berita!!! Berita!!!!" teriaknya sepanjang jalan dan terdengar membahana. Biasanya hal sedemikian sangatlah diminati oleh pemuda yang duduk di pojok, dan dengan segera dia bangun saja dan melihat ke arah orang yang berlari masuk itu.

Orang yang berlari masuk adalah seorang pemuda, berusia sekitar 20-an dan terlihat energik sekali. Sedangkan 2 orang yang sedang minum dengan cara "hebat" itu segera memalingkan wajahnya. Satu di antaranya terlihat marah dan sambil berjalan mendekati pembawa berita. Dia mengangkatnya hanya dengan sebelah tangan. "Berita apa!?" teriaknya. Orang yang diangkat segera pucat sekali wajahnya. Dia gemetaran sambil hendak berkata. "Meng...." "Meng? Yang jelas!!!" teriaknya kembali. "Saudara Wang... Letakkan dia terlebih dahulu." teriak seorang peminum yang tidak beranjak dari tempatnya. Orang bermarga Wang yang tinggi besar sempat menoleh sebentar, dan mengangguk. Dia segera menurunkan pemuda pembawa "berita" yang sepertinya telah mengacaukan kesenangan kedua peminum barusan. Cukup perlu waktu yang lama juga sehingga pembawa berita tersebut menghilangkan rasa terkejutnya. Kemudian dia mulai berkata. "Aku tidak tahu kalau kedua pahlawan berada di sini. Aku sungguh telah salah besar." Peminum di depan yang bermarga Wang terlihat tertawa keras beberapa lama, lantas dia berkata. "Pahlawan? Sungguh kata-kata yang hancur berantakan. Ada kabar berita apa yang kau dapatkan?" tanyanya segera. "Tentang kepala keluarga Meng, Meng Yangchu telah lolos dari penjara kemarin malam. Dia sepertinya di bantu oleh beberapa orang, kesemuanya adalah jago silat tingkat tinggi... Ini adalah berita yang hendak kusampaikan..." tutur orang ini sambil merendahkan kepalanya. Peminum bermarga Wang tadinya memang masih tersenyum, tetapi sekarang wajahnya telah berubah. Dia melihat ke arah temannya yang masih berdiri sambil mengangguk pelan. Wajah keduanya terlihat segera serius menanggapi berita barusan. "Kita harus pergi sekarang juga saudara Jia." Orang di ruangan tengah yang masih memegang kendi arak segera mengangguk. Keduanya berlari cepat sekali dan melompat hebat menelurusuri pintu depan yang terbuka lebar itu. Dan hanya sesaat saja kesemua orang yang berada di sana merasa heran sebab keduanya telah "raib". Meski keduanya memiliki bentuk badan besar tinggi, tetapi kelincahan mereka berdua patut mendapat ancungan jempol. "Kamu tahu siapa dia?" tanya seorang wanita cantik di pojok yang tentunya adalah Yunying kepada Jieji. Jieji menatap sekilas ke pintu depan, lantas dia mengangkat bahunya pelan sambil menggelengkan kepalanya.

BAB CXXX : Cao Bin, Perdana Menteri Sung Istana kekaisaran Ta-Li... Ruangan rapat utama terlihat telah dipenuhi banyak menteri-menteri yang berpakaian seragam warna merah. Sepertinya disini terlihat wajah masing-masing yang terasa menegangkan. Kaisar Ta-Li sedang duduk di kursi kemegahan, memiliki wajah bidang yang tenang dan agung. Di lehernya terlihat terikat rantai yang terbuat dari mutiara dan ujungnya berbentuk giok kehijauan. Umur Kaisar Ta-Li sepertinya hanya 20-an atau 30 tahun saja. Sungguh kontras wajah Kaisar dibandingkan dengan wajah para menteri-nya yang terlihat pucat pasi dan tidak tenang. "Yang Mulia, kasus keluarga Meng semakin lama semakin terasa aneh sekali. Jebolnya penjara kekaisaran kita sungguh sangatlah mengkhawatirkan. Mohon segera Yang Mulia membuat keputusan melakukan pengejaran." Yang berbicara di sini sepertinya seorang pejabat tinggi kekaisaran, dia berdiri di sebelah depan kanan. Jika diurutkan, biasanya orang yang berhak berbicara di sini adalah termasuk Perdana Menteri , Penasehat ataupun seorang guru kekaisaran. "Penasehat Dong... Berapakah perwira kita yang tewas?" Kaisar muda segera bertanya dengan wajah yang tenang sama sekali. Tidak nampak ketegangan di wajah pemuda agung cukup muda tersebut. "Jumlahnya pas 43 orang termasuk 2 orang dayang istana yang kebetulan lewat saja." jawab orang di depan, yang ternyata adalah Penasehat kekaisaran Ta-Li. "Hmph......." Kaisar Ta-Li hanya berdengus sekali. Wajahnya yang tenang tadinya telah berubah, kedua matanya terlihat merah karena amarahnya yang meluap sesaat. "Yang Mulia... Pesilat yang menolong Meng Yangchu terdiri dari 6 orang. Mereka menerobos dengan ganas dan membunuh siapapun yang menghalangi tanpa terkecuali. Ini tidak bisa dibiarkan..."tutur Penasehat Dong kemudian. "Adakah orang kita yang mengenal keenam orang itu? Dan adakah tanda-tanda atau ciri-ciri keenam orang tersebut?" Kaisar Ta-Li bertanya. "Keenam orang dikenali 3 orang saja. Dan sungguh sangat kebetulan bahwa orang yang mengenali ketiga orang adalah orang yang berasal dari sekampung dengan pesilat-pesilat itu."tutur Penasehat kembali kepada Kaisar dengan cara yang penuh hormat. "Kalau begitu, sebarkanlah seluruh perintah ke seluruh negeri. Aku akan menulis surat untuk Kaisar Sung meminta mereka ikut dalam penangkapan Meng serta teman-temannya. Rapat dibubarkan sampai di sini saja!"Kaisar segera beranjak naik singgasana-nya untuk berjalan ke belakang. Tetapi sepertinya Penasehat Dong menghalanginya dengan berkata-kata. "Tiga orang adalah pesilat yang sangat handal sekali. Yang Mulia tentu pernah mendengar nama Pahlawan Selatan bukan?"

Kaisar Ta-Li menoleh dengan wajah yang terkejut. "Maksudmu tiga orang, salah satunya adalah Xia Jieji?" "Begitulah Yang Mulia..." "Bawa masuk orang yang melihat Xia Jieji segera sekarang juga!"Kaisar segera memerintahkan seraya berteriak. Tanpa perlu waktu yang lama, dengan tergopoh-gopoh seorang dayang yang agak tua segera masuk. Dia menjalankan adat sebagaimana dilakukan oleh hamba-nya terhadap Kaisar. "Tidak perlu terlalu banyak basa-basi. Sekarang katakanlah semua dengan jelas..." Tanya kaisar sambil menunjuk dayang-nya yang sedang berlutut. "Yang Mulia.. Hamba dahulu berasal dari Changsha di propinsi Jing selatan. Hamba pernah melihat ketiga orang yang semalam menyerang penjara istana kekaisaran..." "Lanjutkan!" tutur Kaisar seperti sedang semangat atau seperti sedang ketakutan atau semacamnya. "Ketiga orang ini diyakini adalah Xia Jieji, Yuan Xufen, dan Xia Rujian. Hamba berani memastikan ketiganya adalah benar mereka..." Sahut dayang kaisar Tali dengan yakin sekali. Sementara itu, penasehat segera mengeluarkan sebuah kertas dari balik lengan bajunya. Kertas gulung yang berukuran tidak kecil segera di sodorkan ke arah Kaisar. Kaisar sempat membukanya sebentar dan melihat. "Hmph?" Kaisar terlihat marah. Dia berjalan ke belakang cepat tanpa memberi perintah apapun lagi. Ruangan belakang istana kekaisaran... Rapat sudah bubar karena kaisar Ta-li, Duan Jing membubarkannya dengan cara tidak terhormat. Sepertinya Kaisar merasa terpukul akibat "lawan-nya" bukanlah manusia sembarangan. Dia terlihat diam saja dan berpikir dengan wajah yang masam sekali. Cukup lama sepertinya Kaisar Tali tenggelam dalam pemikirannya yang dalam. Sampai sebuah suara yang memanggilnya pun tidak diketahuinya. Adalah sampai panggilan kedua, dia baru saja menyadarinya. "Masuk..." Di depan ruangan belakang terlihat dua orang "raksasa" melangkah dengan tenang. Sesampai di dalam, mereka berdua berlutut memberi hormat. "Kalian berdua termasuk kakak seperguruanku. Jangan sesekali lagi berlutut menyembah seperti demikian." Tetapi keduanya berdiri juga setelah memberi hormat sekali lagi. "Kabar yang kita dapat di kota menyatakan bahwa Meng Yangchu sudah lolos." Tutur orang yang di sebelah kiri. "Betul kakak seperguruan Wang. Mereka membunuh banyak anggota pasukan kekaisaran kita."

"Empat puluh tiga orang dibunuh dalam sekejap. Kecuali kita bertiga apa ada orang di Ta-Li sanggup melakukannya?"tanya Wang dengan terkejut sebentar. Kaisar Duan Jing segera mengeluarkan sesuatu benda yang sedari tadi disimpannya di balik lengan bajunya kepada orang bermarga Wang tersebut. Wang menerimanya dengan hormat, dan dengan cepat dia membukanya. Sedangkan saudara perguruannya yang bermarga Jia melakukan hal yang sama. Dia menjulurkan kepalanya ke samping untuk melihat. Digulungan kertas ternyata terpampang wajah tiga orang. Wajah pertama adalah orang yang berwajah agung, umurnya sekitar 50-an mungkin, wajahnya dihiasi kumis dan jenggot. Di tengah tergambar seorang pemuda berwajah tenang, umurnya 30-an dengan alis yang agak tinggi dan wajah yang agak lebar. Sedangkan di sebelah kanan terlihat gambar seorang wanita cantik, hanya dengan melihat lukisan saja sudah bisa diyakinkan bahwa wanita ini adalah wanita yang cantik luar biasa jika benar hidup. "Kakak Wang, lihatlah. Kedua orang ini bukankah?" teriak Jia sambil tidak percaya. "Kedua orang terlihat di restoran Qian Li Xiang barusan saja." tutur Wang melihat ke arah Kaisar Duan Jing. "Benarkah saudara seperguruan Jia Shan?" Tanya Duan seakan tidak percaya. Wang membenarkan pernyataan Jia untuk meyakinkan kaisar Duan. "Kalau begitu, kita berdua segera kembali ke sana untuk meringkus keduanya..." Wang berkata seraya berangkat. Dia diikuti oleh Jia Shan cepat. Sedangkan Kaisar Duan segera masuk ke dalam kamar, sepertinya dia sangat tertarik dengan kejadian ini. *** Restoran dan Penginapan Qian Li Xiang... Sudah sejam berlalu sejak kedua orang peminum meninggalkan restoran ini. Keramaian memang masih terasa meski kedua "gentong arak" sudah pergi. Meja makan di sudut yang tadinya diduduki sepasang pemuda dan pemudi sudah kosong. Sekarang ketiga orang berdiri di depan pintu masuk sambil was-was untuk melihat sekeliling. Para penonton ataupun penghuni penginapan sepertinya bergembira kembali karena mereka merasa bisa menyaksikan tontonan yang hebat kembali. Tetapi kali ini dua orang terlihat sangat serius menyapu ruangan dengan keempat bola mata mereka. Sedangkan orang di tengah yang terlihat berwajah agung dan tenang juga melakukan hal yang sama. Tidak lama, ketiganya melangkah ke dalam karena "buruan" mereka sepertinya telah "hilang". Ketiganya beranjak ke kasir restoran sekaligus penginapan. Wang terlihat meletakkan 1 tael emas ke arah kasir yang agaknya sudah berumur. "Katakanlah, dimana sepasang pemuda pemudi yang tadinya sempat duduk di sana." katanya sambil menunjuk ke arah tadinya Jieji dan Yunying duduk. Kasir yang menerima uang 1 tael emas segera tersenyum, dia menengok ke atas sambil menunjuk. "Keduanya tinggal di atas, di kamar sebelah sana. Sepertinya keduanya adalah sepasang suami-isteri."

Kaisar Duan Jing, Wang Xin, dan Jia Shan segera melihat ke atas. Pandangan mereka tajam ke arah yang ditunjuk kasir. Segera saja, ketiganya beranjak dari sana dan menaiki tangga dengan perlahan. *** Sementara itu, di ruangan yang di tunjuk pemuda berprofesi kasir restoran dan penginapan Qian Li Xiang... "Hari yang membosankan..." Tutur seorang pemuda. "Selain kasus, tidak ada yang membuatmu betul terhibur..." Suara seorang wanita lembut menimpal. "Petunjuk-nya sama sekali tidak ada, bagaimana bisa kita memecahkan kasus? Dan yang anehnya adalah permintaan yang ditulis di kertas. "Hanya menulis, tunggulah 3 hari kemudian."" "Hanya orang yang tolol saja yang percaya." Lalu terdengar tawa seorang wanita. "Hmph... Kenapa harus tiga hari? Dan tiga hari telah berlalu, sekarang sudah hari keempat. Aneh sekali..." Tutur pemuda. "Ada orang..." tutur seorang wanita segera dengan suara yang lembut sekali. Lelaki segera mengangguk pelan mengerti. Ketiga orang yang barusan naik sudah sampai di depan kamar yang ditunjuk. Ketiganya melihat sesama-nya dengan wajah yang tegang. Orang di samping, berwajah bidang yang bermarga Wang segera saja mendorong atau bisa dikatakan mendobraknya dengan keras. Pintu kayu yang cukup kuat pun terbelah akibat tenaga dalam keras yang keluar dari tangannya. Seiring pintu dihancurkan, ketiganya dengan siaga menyolong masuk saja ke dalam. Lantas dengan cepat, ketiganya melongo. Dalam ruangan kosong melompong membuat mereka tidak percaya benar pada kasir di bawah tadi. Tetapi ketika melihat jendela yang mengarah ke jalanan terbuka, ketiganya juga segera melihat keluar lewat jendela. Terlihat dengan sekejap adanya 2 bayangan yang meloncati atap dengan gerakan ringan tubuh hebat. "Kejar!" Teriak Duan Jing segera. Kedua temannya segera mengikuti perkataan adik seperguruannya. Dengan cara yang sama dan gaya melompat yang hampir mirip ketiganya mengejar. Kejar mengejar sepertinya terlihat sangatlah seru sekali. Pengejaran sudah dilakukan sampai keluar kota dengan cepat ke arah timur. Dalam waktu yang cukup lama, ketiganya sudah mengejar hebat. Tetapi sepertinya kecepatan lawan di depan bukan kecepatan manusia umum, dan terlihat semakin terpisah-nya mereka bertiga dengan buruan mereka yang terdiri dari 2 orang di depan.

"Sepertinya tiga orang itulah akan mencari masalah...." Tutur Jieji kepada Yunying sambil berpegangan tangan dan berlari hebat. Sesekali mereka melompat dengan tenang saja ketika menjumpai batu-batu yang tinggi. "Kenapa tidak saja kita berhenti? Dan tanyakan ada perihal apa?" Tanya Yunying dengan wajah yang agak heran. "Sepertinya ketiga orang di belakang pada awalnya tidak mengenal kita. Tetapi setelah pulang, mereka kembali balik. Mungkin juga ada permohonan kasus, atau ada hubungannya dengan kertas di balik bajuku?" tanya Jieji kepada Yunying dengan heran. Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum. "Kita bisa saja lari, karena belum sama sekali kita kerahkan kesemua kemampuan kita. Tetapi lawan yang mengejar tentu masih setidaknya 1 tingkat di bawah kita berdua." "Betul, mereka mengejar dengan kecepatan maksimum mereka. Toh, kita tidak terkejar. Ayo, kita berhenti saja." Tutur Jieji. Selesai kata-kata Jieji dilepaskan, mereka mendarat dengan mudah dan menoleh ke belakang. Tak lama kemudiannya, ketiganya juga telah sampai. Mereka mendarat dengan mudah sekali seperti halnya Jieji dan Yunying. "Siapa anda sekalian?" tanya Jieji melihat ke arah ketiganya secara bergantian. "Xia Jieji, Pahlawan Selatan-kah disini?" tanya Wang melihat secara serius. Jieji tersenyum mengangguk pelan. "Dan tentunya dia adalah Yuan Xufen?" tanya Jia yang berada di sampingnya. "Yuan Xufen? Bukan dia bukan bermarga Yuan." Tutur Jieji. "Hmph... Wajahnya sama dengan yang dilukisan, jika bukan Yuan Xufen siapa lagi?" tanya Duan Jing menatap lurus dan serius. "Aku adalah adik perempuannya, namaku Yunying." jawab Yunying dengan pandangan yang tajam pula. "Oh yah? Kalian berdua ada maksud apa di Ta-Li?" tanya Jia yang terlihat cukup pintar. Wajahnya tersenyum khas dan penuh pertanyaan. "Kita hanya jalan-jalan saja di sini. Tidak ada maksud lain?" tutur Jieji. "Tidak ada maksud lain? Menyelamatkan Meng Yangchu yang kriminal negara kau bilang hanya jalan-jalan?" tanya Wang yang sepertinya agak tidak sabaran. "Meng Yangchu? Bukankah dia ada di penjara Ta-Li?" tanya Jieji yang agak heran.

"Betul... Semalam sebelum tengah malam, dia memang benar berada di sana." jawab Duan Jing dengan wajah kemerah-merahan. "Dia meloloskan diri? Jadi kalian bertiga mencurigai kita berdua? Bukan begitu?" tanya Jieji sambil tersenyum. "Bukan mencurigai. Lihatlah ini!" teriak Duan sambil melempar kertas gambaran tadinya ke arah Jieji dengan sikap yang agak marah. Sepertinya kaisar Ta-li benar bukan seorang pesilat yang gampang diremehkan siapa saja. Dengan uluran tangan membentuk lemparan gulungan sepertinya mengandung tenaga dalam yang kuat. Bahkan Jieji perlu beranjak 1 langkah ke belakang mencari posisi untuk menangkap gulungan kertas. Dan baru saja ditangkap, sepertinya energi membuyar terasa mengelilingi dan membuyar segera. Jika pesilat biasa yang berusaha menangkap lukisan, sepertinya telah terpental dan dalam bahaya besar. Tetapi Jieji menangkapnya dengan cukup tenang, dia membuka gulungan lukisan dengan wajah yang segera terkejut. "Jadi benar ada orang yang melihat kita berdua?" "Seorang dayang istana. Mereka melihat anda berdua bersama seorang tua yang dikenalinya, sedangkan 3 orang lainnya betul tidak dikenal olehnya sama sekali." Sahut Duan Jing. "Wajar sekali kita berdua dicurigai kalau begitu. Semalam tengah malam, kita berdua berada di penginapan saja tidak kemana-kemana. Banyak orang yang bisa membuktikan alibi kita berdua." Sahut Yunying dengan tersenyum. "Oh? Maksudmu orang-orang penginapan bisa membantu anda berdua meyakinkan alibi?" tanya Duan Jing mengerutkan dahinya. "Betul sekali..." jawab Yunying. Jieji memandang ke lukisan saja, dia tidak menjawab apapun. Ketika dia benar sedang melamun, tidak dirasakannya hawa kehadiran seseorang. Tepat dari sebelah kanan-nya telah terlihat seseorang sedang berjalan pelan. Hanya Yunying yang tahu bahwa adanya seorang sedang berjalan pelan tetapi ringan sekali. Dia telah memandang ke arah orang itu. Orang yang datang ini tertawa terbahak-bahak segera. Jieji yang baru saja menyadari adanya orang, segera berpaling. Dilihatnya sekilas kemudian telah membuat dirinya terkejut. Orang yang datang memiliki tinggi 5 kaki lebih saja, dan bisa dikatakan cukup pendek untuk orang daratan tengah. Mungkin tingginya hanya sekitar tinggi orang Tongyang umumnya. Berpenampakan sangat berkharisma dari wajah, agung dan sangat tenang sekali. Di kepala orang, terhias sebuah kain layaknya seorang sastrawan mulia. Tangannya sedang dikepalkan ke arah belakang punggung. Di wajah terlihat kumis panjang dan jenggot yang pendek. Jieji sangat mengenali orang tersebut. "Perdana Menteri Cao?" teriaknya dengan wajah seakan tidak percaya.

Orang "pendek" ini kemudian membungkuk hormat. Wajah dan matanya sangat ramah. Jieji segera membalas hormat orang tersebut. "Diakah Cao Bin yang namanya sangat termahsyur itu?" tanya Yunying berbisik kepada Jieji. Jieji hanya memandang sebentar ke mata isterinya dan mengangguk pelan. Sementara itu, ketiga orang di arah depan Jieji segera membungkuk memberi hormat. Yang hebatnya, ketiganya segera menutur perkataan yang sama. "Guru...." Bukan main terkejut Jieji mendapati perkataan ketiga orang, dia melongo sambil memandang ketiganya. *** Alkisah, Cao Bin adalah menteri yang telah mengabdi kepada 3 Kaisar: Kaisar Zhou akhir, Chai Rong, Kaisar Sung Taizu, Zhao Kuangyin. Dan Sung Taizong, Zhao Kuangyi sekarang. Namanya memang sangatlah terkenal tetapi sifat dan pembawaannya tidaklah seiring tingginya Kemahsyuran nama-nya. Dia bertindak sangatlah rendah hati setiap saat, tidak pernah menonjolkan diri-nya meski dia adalah orang yang sangat pintar. Dunia berani mengatakan bahwa kepintaran Cao Bin sudah tidak ada tandingannya lagi pada zaman itu. Tahun ke-5 periode Xiande pada masa akhir Dinasti Zhou, Kaisar Shizong (Chai Rong) meminta Cao Bin untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke kerajaan Wuyue. Wuyue mencoba memberinya banyak hadiah pada berbagai kesempatan, tetapi Cao Bin selalu menolak. Saat perjalanan pulang, setelah naik ke kapal, Wuyue tanpa sepengetahuan Cao Bin meninggalkan sejumlah besar emas, perak dan berbagai permata di atas kapal sebagai hadiah untuknya. Setelah kembali ke istana, Cao Bin menyerahkan seluruh harta tersebut kepada istana. Kaisar sangat tersentuh dengan sikapnya tersebut dan mengembalikan seluruh hadiah kepadanya. Cao Bin tidak ada pilihan kecuali menerima penghargaan kaisar. Setelah menerima hadiah dari kaisar, ia membagikan seluruhnya kepada kerabat dan kawan-kawannya. Dalam peperangan menyatukan Sung, dia pernah ditugaskan untuk menguasai Shu Akhir dan Tang Selatan. Dan dalam peperangan yang berhasil gemilang, apalagi dalam Shu akhir. Semua menteri dan jenderal yang ikut mengambil kekayaan Kerajaan Shu akhir yang sangat makmur. Kesemuanya pulang membawa emas, cita, giok dan segala kemewahan ke kampung halaman. Tetapi lain halnya dengan Cao Bin seorang, dia pergi membawa pakaian dan buku-bukunya. Dan dia pulang tanpa membawa lebih lagi barang-nya daripada pakaian dan buku-bukunya. Sung Taizu, Zhao Kuangyin pernah menanyainya suatu saat. "Dahulu, ketika aku masih Jenderal terbaik di Zhou akhir. Kenapa hanya anda sendiri saja yang tidak pernah sekalipun mengunjungi-ku sementara kesemua menteri dari pangkat atas ke bawah tiada seorangpun yang tidak bertindak demikian seperti hal-nya anda?" Cao Bin memberi hormat dengan sangat hikmad, lantas dia menjawab. "Pada saat itu, aku adalah seorang menteri yang sangat dekat dengan Kaisar Zhou dan aku juga sama dekatnya dengan perdana menteri-nya. Saya memusatkan untuk memberi perhatian penuh terhadap tugas dan kewajiban, mana mungkin saat itu aku berani berteman dekat dengan Yang Mulia?" Karena jawabannya yang sangat jujur, Zhao Kuangyin sangatlah menghormati Menterinya

yang satu ini. Setelah kejadian itu, baik Cao maupun Zhao memiliki hati dan ikatan batin yang sudah terikat satu sama lainnya. Yang terakhir menolong Zhao Kuangyin lolos dari maut beserta Xia Jieji juga-lah Cao Bin. *** "Budi anda sungguh sedalam lautan. Tidak mungkin aku tidak membalasnya seumur hidupku." Tutur Jieji tiba-tiba kepada Cao Bin yang sedang menyapa murid-muridnya. Cao melihat ke arah Jieji. Dia tersenyum. "Tidak... Hari itu kalian berdua cukup memiliki kemampuan untuk lari. Lantas mengapa anda menceritakan kembali hal masa lalu itu?" "Dengan adanya anda, maka masalah menjadi sangat praktis. Melarikan diri tidak akan menyelesaikan masalah selamanya." jawab Jieji tersenyum. "Sayang-nya Tuan Yuan harus menebus nyawa-nya sendiri. Seumur hidup, inilah hal yang kusesalkan saja." Jawab Cao Bin sambil memandang langit. Jieji cukup lama memandang ke depan saja, tatapannya sayu. Dia mengingat kembali dirinya dan kakak angkatnya yang sedang terkepung hebat di tembok kota Kaifeng. "Lalu bagaimana masalah kita?" tiba-tiba Duan Jing menanyai Jieji. Jieji telah sadar dari lamunan-nya kembali. Dia melihat ke arah Duan sambil tersenyum hangat. "Anda ingin memakai kekerasan atau cara damai, aku siap melayani." Cao Bin tertawa mendengar tuturan Jieji. Dia menjawab dengan agung. "Sudah lama sekali, aku mendengar kehebatan tarung Xia Jieji. Tetapi belum pernah sekalipun aku beradu dengannya. Ilmu pemusnah raga kabarnya tiada tandingan, adalah penyesalan seumur hidup bagi seorang pesilat tinggi tidak pernah menjajalinya." "Kalau begitu, Mohon maaf Tuan Cao. Anda salah alamat kali ini?" Sahut Jieji sambil tersenyum. Mata Cao tiba-tiba melotot, dia melihat Jieji dengan heran. "Jika anda hanya ingin bertarung melawan Ilmu pemusnah raga, maka isteriku rela menjajali kemampuan anda." Tutur Jieji. Cao Bin segera menoleh ke arah Yunying. Dilihatnya dengan wajah yang seakan tidak percaya. Seorang wanita cantik tetapi memiliki kemampuan dahsyat. Tanpa perlu waktu yang lama untuk berpikir, dia segera berkata. "Anda-lah wanita bertopeng misterius itu? Yang dalam 1 malam saja bisa mengacaukan setiap cabang partai Jiu Qi?" Yunying menatapnya sambil tersenyum. Lantas mengangguk pelan.

"Kalau begitu, bagaimana kita mulai saja?" Tanya Cao melihat ke arah Yunying. Sementara itu, Yunying sudah bersiaga. Kuda-kuda kedua kakinya terlihat menyamping sebentar. Dia melangkah ke samping dua tindak untuk mencari posisi penyerangan. Cao juga melakukan hal yang hampir sama, dia menatap dengan tatapan tajam setiap gerakan yang paling sederhana sekalipun. Jieji sudah beranjak dari sana, dia mundur sekitar 30 kaki ke belakang untuk memberi jarak pertarungan. Tetapi ketiga murid Cao Bin sepertinya juga ingin menjajali kemampuan pemuda berjuluk "Pahlawan Selatan" tersebut. Mereka menatap tajam ke arah Jieji. Sementara itu, Jieji tersenyum saja. Dia sendiri juga membentuk kuda-kuda yang kelihatannya adalah bertahan. Ketiga orang, Duan Jing, Wang Xin, Jia Shan sudah membentuk kuda-kuda menyerang dari awal. Tangan mereka terlihat membentuk jari untuk menyerang. Jari telunjuk disiapkan mereka dekat wajah ketiga-nya. Jieji menatap satu persatu dengan wajah yang cukup terkejut. Sepertinya lawannya adalah pemakai jurus jari, tetapi yang jelas dia tahu bahwa kemampuan ketiganya tidak pernah terdengar di dunia persilatan dan membuatnya sungguh merasa was-was. "Xia Jieji menguasai Ilmu jari dewi pemusnah dengan sangat baik. Murid-muridku berhatihatilah." tutur Cao Bin dari arah samping memperingatkan. Ketiga muridnya terdengar menjawab pendek serentak saja mendengar peringatan dari gurunya. Jieji segera menyerang ke depan terlebih dahulu untuk membuka suasana pertarungan. Dia tahu benar bahwa ketiga lawan di depannya bukan termasuk lawan yang enteng. Oleh karena itu, dia telah siap merapalkan tapaknya. Tapak segera dihantamkan cepat ke arah Wang Xin yang terlihat agak ke depan. Wang sesaat menunjukkan jarinya ke telapak Jieji yang terbuka lebar. Suara dentuman tenaga dalam segera terdengar sekali. Wang terlihat di bawah angin segera, dia menyeret kaki ke belakang guna "mengusir" tenaga dalam yang masih terasa hebat menolaknya. Sementara Wang telah memainkan Jurus pertamanya, Jia Shan dan Duan Jing ikut menyerang serentak. Gerakan awal keduanya adalah sama. Jari Jia Shan segera dimainkan ke arah leher Jieji, sedangkan Duan Jing segera mengincar rusuk kanan Jieji yang terbuka. Melihat keadaan yang cukup berbahaya, Jieji mengangkat sebelah kaki-nya ke arah luar. Tujuan-nya tiada lain adalah menepis lengan Duan dari samping yang jarinya sedang menuju ke arah rusuknya. Tindakan Jieji berhasil gemilang, Jari Duan yang seharusnya mengarah ke rusuk, langsung menyerang ke tempat kosong. Ketika Duan sempat terkejut, dia dihantam pada punggungnya oleh kaki Jieji yang belum turun dari udara. Dalam pertarungan 1 jurus, terlihat Duan telah tertolak mundur ke belakang dan mengalami luka dalam namun tidaklah parah sama sekali. Tetapi bahaya tidak sampai disini saja, sebab Jia sudah menyerang hampir mengenai sasaran. Jari yang memiliki hawa penyerangan sangat kuat sudah menusuk ke arah leher pemuda, tetapi... Dengan kenekatan, sepertinya pemuda juga melakukan totokan jari ke arah leher lawan-nya. Sebenarnya, di dalam hati... Jia sudah merasa cukup senang karena meski lawannya sanggup mematahkan jurus kedua saudara seperguruannya, namun hanya miliknya-lah yang akan

mencapai sasaran. Tetapi melihat lawan melakukan gerakan jari menotok ke leher, jelas membuatnya sangat terkejut sesaat. Dengan tanpa tawar menawar, Jia menahan gempuran jari Jieji dengan sebelah tangannya lagi sambil membentuk telapak. Disini, terlihat hal yang sangat aneh sekali. Sebenarnya dilihat siapapun, semua tahu bahwa Jia sudah berhasil mengenai sasarannya melalui jari tangan kanannya. Tetapi, entah apa yang sedang dilakukan oleh Jieji pada saat "waktu" yang sangat sempit, yang membuat serangan Jia justru tertarik ke belakang. Jarinya mengenai ke arah kosong seiring dengan mundurnya dirinya. Jia menarik kakinya ke belakang dan mundur beberapa puluh tindak. Ternyata, serangan jari Jieji sudah mengenai tapak lawan terlebih dahulunya. Sehingga tenaga dalam Jieji lebih dulu bekerja menolak daripada sampainya serangan Jia ke leher pemuda. "Ini adalah jurus pedang yang dirapalkan ke jari." sahut Jia sambil tersenyum manis kepada Jieji. Jieji mengangguk pelan. "Betul. Jurus tadi adalah salah satu dari ratusan gerakan jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah." Ketiga lawannya kontan heran sesaat. Semuanya tahu ada-nya jurus tersebut hanya dalam legenda, tetapi Jieji mempelajari-nya dengan sangat baik. Jika dilihat sesaat, semua orang berpikir bahwa Jieji "mencari mati". Dengan menelan bulatbulat serangan lawan, dia hendak beradu nyawa. Tetapi justru ini-lah keunikan jurus pedang tangan kiri yang tanpa tanding itu. Lawan memiliki lengan yang tentunya berniat bertahan karena serangan dadakan, jadi mau tidak mau lawan yang sebenarnya unggul itu terdorong mundur. Semua gerakan serta pelafalan dari Jurus pedang surgawi membelah sebenarnya adalah trik hebat dalam pertarungan. Jia tertawa terbahak-bahak melihat jurusnya malah sia-sia. Dia berkata dengan puas. "Ilmu pedang yang dirapalkan jari anda hebat sekali. Jika tadinya aku tidak bertahan, maka seranganku pasti mengenai sasaran. Dan setidaknya sekarang baik aku dan dirimu tidak bisa berdiri lagi. Ilmu pedang yang memanfaatkan dan memaksakan naluri pesilat untuk bertahan memang luar biasa." "Betul... Jika adalah seorang biasa, malah jurus demikian kelihatannya tidak berlaku." tutur Jieji sambil tersenyum memegang bibirnya. Sementara Jieji berbicara, ketiga lawan di depannya saling melihat dan saling menganggukkan kepalanya. Ketiganya terlihat kembali bersiaga, kaki mereka sudah berkuda-kuda menyamping dan ketiganya terlihat sangat seragam merapal jari kanannya kembali. Baru hendak mereka beranjak, keempat pendekar tersebut dihentikan oleh sebuah suara. Langsung, keempat menoleh ke samping. Sepertinya pertarungan Yunying dan Cao Bin sudah dimulai. Setidaknya sudah belasan jurus mungkin berdua menjalani-nya.

Suara tapak berlaga dan bertahan membuat keempat orang ini menghentikan pertarungan untuk sementara. Yunying dan Cao Bin sudah bertarung sambil melayang di tebing yang terlihat curam. Keduanya seakan sedang "memanjat" tebing sementara keempat telapak sepertinya saling bertahan maupun menyerang. Pertarungan yang sangat bagus dan jarang sekali terlihat di dunia persilatan, kecepatan yang sesaat bagaikan kecepatan kilat yang menyambar. Cao Bin adalah penguasa kungfu telapak, dan entah jurus apa yang sebenarnya sedang diperagakannya. Meski terlihat tidak asing, tetapi perubahan jurusnya mengundang decak kagum juga bagi siapapun yang melihatnya. Sedangkan Yunying tidak melayani-nya dengan tapak berantai dahulu, dia selalu menggunakan jurus dalam Ilmu memindah semestanya yang terdiri dari 10 tingkatan itu. Dengan berbekal tenaga dalam yang tanpa tanding, sepertinya Ilmu memindah semesta terlihat cukup unggul di atas kemampuan sebenarnya Cao Bin. "Pertarungan yang luar biasa mematikan!" teriak Duan melihat gerakan kedua orang tersebut. "Wanita itu sungguh sangat luar biasa. Kemampuannya mungkin beberapa tingkat di atas kita." tutur Wang ke arah Jia dengan wajah yang serius. Jia terlihat mengelus jenggotnya, dia mengangguk membenarkan pernyataan saudara seperguruannya. Sedangkan Jieji melihat kedua petarung itu dengan senyuman manis. Dia sangat yakin bahwa Yunying pasti sanggup mengalahkan Cao Bin dalam adu jurus tersebut. Di satu kesempatan, kelihatan jurus Cao Bin semakin liar. Medan pertarungan mereka telah berubah, yaitu di samping tebing yang terdiri dari rumput setinggi pinggang. Yunying melayani-nya dengan tetap serius tanpa banyak berpikir. Disini kelihatan bahwa wanita lebih sering bertahan dan memanfaatkan serangan balik. Sudah ratusan jurus kemudian mereka melakoninya satu sama lain, tetapi tidak kelihatan bahwa kedua manusia ini lelah. Lantas Jieji berpaling ke arah Duan, Jia dan Wang bertiga. Ketiganya segera beradu pandang dengan Jieji. "Apa kita hanya melihatnya saja? Meski hanya 1 jurus, tetapi tidak tentu jurus lainnya kita bakal kalah." sahut Wang yang terlihat kurang sabaran. Jieji tersenyum. Dia merapatkan kedua tapaknya ke dada. Hawa pertarungannya segera muncul dahsyat. Duan, Wang dan Jia segera saja menarik kaki mereka bersamaan. Ketiganya sangat kompak kelihatannya, dan langsung saja mereka dahulu melakukan penyerangan. Jari dari sebelah tangan mereka semua di tunjukkan ke Jieji. Ketiganya berniat menyerang 3 daerah berbahaya dari tubuh lawannya. Jia menyerang ke arah leher, terlihat dia menunjukkan serangan ke leher lawan meski masih terpaut puluhan kaki. Duan mengancang ke arah jantung lawan, sedangkan Wang ke arah rusuk kanan lawan.

Seperti ancang-ancang jurus Ilmu jari dewi pemusnah, ketiganya menyerang serentak dan kali ini terlihat serangan mereka tentunya adalah serangannya jarak jauh. Jieji dengan sabar merapatkan kedua tangannya, sampai ketika hawa jari lawan sudah keluar. Terasa 3 buah "pedang" tak berwujud sedang menyerang-nya. Dan dengan sebuah teriakan pendek, tanah di sekeliling pemuda retak sebentar. Hawa angin berdesir segera saja mengelilinginya mantap. Serangan ketiga lawan memang sebenarnya adalah pas ke titik mematikan Jieji. Tetapi sebelum benar ketiga "pedang" itu sampai, sepertinya daya tolak dari energi telah memancar sambil bergulung dengan sangat baik sekali. Hasilnya, hawa jari pedang ketiganya berdesir mengikuti gelombang energi Jieji yang berputar. Dengan berputarnya energi lawan, ternyata Jieji "ikut" gerakan putaran itu selama 1 kali. Lawan terkejut melihat serangan mereka kesemuanya betul gagal dalam satu kali hentakan tenaga dalam kuat. Lebih lagi kesemuanya terkejut ketika Jieji sudah berputar penuh sekali. Sebab seiring baliknya dirinya ke arah depan, kedua tapak juga sudah di arahkan ke depan. Hawa bergulung tadinya, beserta energi lawan di balikkan bagaikan naga menggeliat. Disusul oleh teriakan sekali Jieji, hawa energi meluber mengarah ke ketiga dengan waktu sesaat. Melihat bahaya di depan mata, ketiganya segera beranjak mundur dengan sikap bertahan semampu mereka. Jieji tidak pernah betul serius mengerahkan energinya, dia hanya mengeluarkan tidak sampai 1/2 kemampuan sesungguhnya. Meski terlihat gelombangnya amat "liar" itu dikarekan kehebatan dari 18 telapak naga mendekam yang disempurnakan-nya tersebut. Tanah di sekitar mundur-nya mereka sempat terkelupas bagaikan tikus tanah raksasa yang sedang menggali. Terlihat kemudiannya untuk membuyarkan energi Jieji sesaat tadinya cukup memakan tenaga dan waktu bagi ketiganya. Sekarang jarak mereka sudah terpisah ratusan kaki, upaya mereka memang berhasil dengan sangat baik meski ketiganya terlihat bermandi keringat. "Jurus yang hebat sekali. Belum pernah sekalipun ku dengar adanya jurus sedemikian." puji Duan Jing dari arah yang jauh sekali. Jieji membalas memberi hormat. Tetapi sepertinya dia tidak begitu tertarik omong, dia segera memalingkan wajahnya ke arah pertarungan Yunying dan Cao Bin. Pertarungan kedua-nya seperti telah memasuki tingkat akhir. Keduanya siaga benar sambil mengambil jarak puluhan kaki satu sama lainnya. Sepertinya kedua orang di sini juga akan mengambil 1 kali serangan saja. Jieji yang melihat kondisi demikian, segera berkata kepada isteri yang sangat di sayanginya itu. "Jangan terlalu terburu-buru, ingatlah ini bukan pertarungan hidup mati." Yunying menoleh sebentar ke arah Jieji, dia tersenyum manis dan mengangguk. Cukup lama keduanya berpikir akan menyerang terlebih dahulu disini, tetapi menyerang terlebih dahulu dalam jarak sedemikian jauh, memang bukanlah hal yang bagus. Hanya pesilat handal yang sanggup berpikir ke sana, jika jarak penyerangan dekat maka yang menyerang sepertinya bakal lebih unggul. Sedangkan jika jarak penyerangan cukup jauh, justru bagi penyerang malah akan lebih beresiko dari pihak yang bertahan. Di sini, sepertinya Cao Bin malah lebih menguntungkan. Maka Jieji memperingatkan isterinya dengan baik-baik. Dia tahu bahwa ketiga muridnya menguasai ilmu jari tak berwujud dalam

penyerangan jarak jauh tentu gurunya juga memiliki kemampuan yang sama, sedangkan Yunying justru tidak pernah menguasai jurus demikian. Adapun serangan jarak jauh Yunying hanya berdasarkan gerakan tenaga dalamnya saja, jadi untuk menyerang jarak jauh memang terasa sangat jelek. Yunying bukannya tidak tahu keadaan yang memberatkan dirinya, dia terlihat maju pelan-pelan ke depan. Tetapi Cao Bin justeru sebaliknya, dia mengamati seluruh titik tubuh mematikan lawannya sambil mengancangkan jarinya. Kejar-mengejar ala kucing dan tikus terlihat cukup menegangkan di samping terlihat agak lucu. Tetapi... Dengan tiba-tiba sepertinya Cao Bin telah melihat "lubang" pertahanan lawan yang sesaat lemah. Yaitu ketika Yunying sempat melangkah ke depan sambil menyamping. Gerakan mata yang bergeser sedikit yang membuat sudut pandang-nya agak tergeser segera dimanfaatkan oleh Cao Bin. Cao Bin adalah seorang pesilat yang sangat teliti sekali, jika diubah ke Jieji sekalipun, dia tidak pernah tahu ada kasus sedemikian dalam gerakan menyerang. Hawa jari yang padat tenaga dalam segera melaju kencang ke arah Yunying sesegera. Yunying memang tahu bahwa langkah-nya yang belum sempat menginjak tanah lantas sudah di"matikan" oleh lawannya. Dengan gerakan menyeret kaki, dia terlihat menarik nafas panjang sekali. Jurus lawan memang tidak-lah berwujud, lebih kuat 10 kali daripada jurus ketiga muridnya tadi. Jieji yang melihat gerakan serangan demikian, kontan merasa cemas. Sambil menarik kaki ke belakang, Yunying melingkarkan kedua telapaknya penuh ke depan. Hawa jari lawan terasa berbelok dengan segera, dan gerakan kali ini dari Yunying memang sungguh sangat sempurna. Setelah benar dirinya merasa sudah tidak dalam bahaya, Yunying merapalkan tapaknya maju ke depan. Tetapi, dia segera dihalangi oleh seruan Jieji. "Berhentilah..." Dia mengikuti perkataan Jieji dan sambil berjalan pelan, Yunying menuju kembali ke arah Jieji. Jieji menatap ke arah Cao Bin. "Jurus jari anda betul hebat..." Cao Bin yang terpaut cukup jauh merapatkan kedua tangannya dengan hormat, dia membungkuk sedikit. "Ternyata manusia dengan kemampuan no. 1 sejagad justru seorang wanita." Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum malu mendengar perkataan Cao Bin yang memuji kemampuannya. "Tidak... Kemampuan anda juga sangatlah mengagumkan. Boleh aku mengetahui, jurus jari anda tadinya bernama apa?" tanya Jieji dengan sopan. Sambil berjalan ke depan, Cao tersenyum. "Aku memberi-nya nama Ilmu jari Dewa Selatan." sahut Cao Bin.

"Kalau begitu, anda-lah pencipta jurus yang sedemikian hebat ini?" tanya Jieji terkejut sebentar. "Tidak juga... Dahulu, aku pernah melatih 3 landasan dari jurus Jing-gang. Aku mendapat ide dari jurus jari Jing-gang yang sangat terkenal itu." sahut Cao Bin merendah. Jieji mengangguk, dan terlihat menghela nafas sekali. "Lalu, jurus tuan yang demikian hebat tadinya sempat kulihat sebentar. Anda juga menguasai tenaga dalam Jing-gang dengan sangat baik." tutur Cao Bin dengan wajah menyelidik. "Betul... Aku secara tidak sengaja mendapatkan Ilmu tenaga dalam Jing-gang di Mongolia kuno." jawab Jieji sambil tersenyum. "Jadi legenda itu benar ada-nya..." terlihat Cao berkata pendek sambil menghela nafas. Kemudian, dia melirik kembali ke arah Jieji. Dia kemudian bertanya kepadanya. "Lantas jurus telapak yang sanggup dengan mudahnya mengeliminasi jurus jari ketiga muridku? 18 telapak naga mendekam milik tetua Pei? Eh... Sepertinya tidak mirip, terlihat jauh lebih bertenaga dan berbahaya sekali." "Tidak... Itu adalah jurus 18 telapak penakluk naga.." sahut Yunying sambil tersenyum ke arah Jieji. Senyuman khas yang terlihat rada mengejek. "18 telapak penakluk naga? 18 telapak penakluk naga? Sungguh sebuah nama yang sangat bagus sekali." sahut Cao Bin dengan wajah yang cerah sekali. "Nama ini adalah pemberian isteriku. Maafkan dirinya yang suka menggoda dan bermainmain. Sebenarnya Naga di sini yang kumaksud adalah "Ilmu pemusnah raga"." Jawab Jieji sambil merendah. "Betul... Sepertinya Ilmu pemusnah raga betul bisa ditaklukkan oleh jurus-mu tadi. Aku meneliti cukup lama bersama dengan kakak seperguruanku. Sepertinya memang benar sekali bahwa tentu ada jurus yang sanggup menaklukkan-nya." sahut Cao Bin sambil terlihat berpikir. "Kakak seperguruan dari Tuan Cao? Boleh kutahu siapa?" tanya Jieji yang terlihat cukup tertarik dengan segera. Cao tersenyum kepada Jieji. Dia tidak menyahutinya. Saat tersebut, terdengar derap kaki kuda yang mendatangi medan yang menjadi ajang pertarung hebat sesaat itu. Lantas kesemuanya menoleh saja. Dari arah padang rumput yang luas tersebut kemudian sudah terlihat 3 orang berkuda dan sebuah kuda yang sengaja di tarik dari arah belakang ketiganya. Kesemuanya memakai seragam kerajaan dengan gagah terlihat memacukan kudanya cepat. Cao Bin sudah beranjak dari tempatnya cukup cepat. Dia tidak ingin para jenderal tersebut memacukan kudanya sampai ke depannya. Lantas tidak lama, ketiga orang jenderal telah

sampai. Meski jarak cukup jauh, Jieji dan Yunying mendengar dengan baik sekali apa perkataan ketiga orang jenderal di sini. Setelah sapa menyapa ala Jenderal dengan Perdana Menteri, yang satu-nya yang terlihat berada di tengah mengatakan. "Perdana Menteri... Sekarang Jin sudah berhasil berserikat dengan kita. Mereka berjanji akan menyerang Liao dari dalam, sedangkan kita bisa menyerang mereka dari luar." "Baiklah... Aku akan kembali menemui Yang Mulia." sahut Cao Bin dengan pendek saja. Para Jenderal sudah menyiapkan kuda "kosong" yang sengaja diberikan untuk Cao Bin. Cao memberi hormat sekali saja kepada Jieji dan Yunying. Dia tidak sempat berkata apapun kemudiannya. Pemberian hormat Cao memang betul di balas baik oleh Jieji dan Yunying. Sedangkan ketiga muridnya terlihat berlutut menyembah sekali untuk memberi tanda pengantaran bagi guru mereka. "Apa ibukota terjadi sesuatu?" tanya Yunying kepada Jieji. "Tidak... Sepertinya Zhao Kuangyi berserikat dengan bangsa Jin untuk menyingkirkan Liao." tutur Jieji sambil menghela nafas. "Kenapa?" tanya Yunying tiba-tiba. "Bangsa Jin dan bangsa Liao sebenarnya adalah bangsa nomaden dari utara. Sifat kedua bangsa itu istimewa dan sama saja. Jika Jin berhasil mengusir Liao, tentu imbalannya kadang justru lebih mahal." tutur Jieji sambil tersenyum tawar. "Betul juga... Jika dengan usaha kita bangsa Sung, mengusir Liao. Tentu yang menikmati usaha kita adalah bangsa kita sendiri. Tetapi jika yang mengusir Liao adalah Jin, maka kelangsungan negeri Sung justeru terasa berbahaya." jawab Yunying yang terlihat berpikir. "Kamu benar sekali..." jawab Jieji pendek. Duan Jing selaku Kaisar dari Ta-Li segera beranjak mendekati Jieji dan Yunying. Lantas dengan sopan dia berkata. "Memang benar sepertinya anda berdua bukanlah pelaku penerobos penjara. Aku sangat yakin dengan itu! Tetapi..." Jieji memandangnya sambil tersenyum, dia lantas menjawab. "Kasus bobolnya penjara Ta-Li sudah meluas sepertinya, mau tidak mau aku dan isteriku yang menjadi tersangka sementara harus di tahan. Begitu maksud Yang Mulia bukan?" Duan Jing terkejut mendengar kata-kata Jieji. Sepertinya Jieji memiliki lampu yang mampu menerangi hati-nya dan membaca huruf demi huruf dalam hatinya dengan sangat baik sekali. "Bagaimana anda tahu bahwa aku adalah Kaisar Ta-Li?" tanya Duan kemudian dengan agak heran.

Jieji tertawa lebar mendengar pertanyaan Duan Jing tersebut. Dia lantas berkata. "Ada 5 hal dan sederhana saja. Yang pertama. Jika anda bukan Kaisar, maka kemungkinannya adalah seorang pejabat tinggi istana. Yang kedua. Aku mendengar bahwa Kaisar Ta-li berumur sekitar 30 tahunan dengan wajah yang bidang dan agung. Ternyata ini benar sekali. Yang ketiga. Kedua teman anda ini, menghabiskan cukup banyak emas di restoran terkenal di Ta-Li. Bayaran untuk minum mereka berdua memang di luar jangkauan orang biasa. Kutebak bahwa keduanya adalah pejabat tinggi kerajaan. Yang Keempat. Giok dan rantai yang terkalung di leher Yang Mulia, sepertinya hanya keluarga kerajaan yang sanggup memilikinya. Bukan begitu? Kelima, anda mengakuinya sendiri baru saja bukan?" Duan Jing melihat Jieji seakan tidak percaya beberapa saat. Lantas dia tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan meriah. "Orang mengatakan bahwa dalam kemampuan berpikir, Xia Jieji memang no. 1 selangit." Jieji menerima pujian tersebut sambil menghormat dalam. "Lantas apa tujuan anda berdua datang kemari? Sungguh aneh kalau dipikir waktu kejadiannya?" tanya Kaisar Ta-li kepada Jieji. "Kebetulan, kita baru saja dari Persia menuju Yun-nan melalui India dengan kapal laut. Sedangkan disini, tujuanku memang selain transit memang ada hal lain tetapi tiada hubungannya dengan Meng Yangchu." jawab Jieji dengan tenang. "Baik... Aku mempercayai kalian berdua. Tetapi..." sahut Yang Mulia Kaisar Ta-li tersebut. "Baiklah..." tutur Jieji yang sepertinya bisa mengerti dengan mudah isi hati Kaisar Ta-Li ini. Dia berbalik ke arah Yunying. Tetapi Yunying sepertinya tidak puas. Dia segera berkata kepada suaminya. "Mereka bukan tandingan kita berdua. Untuk apa harus mengikuti mereka? Dan kamu juga sudah tahu bahwa siapa dalang-nya bukan? Partai Jiu Qi lagi... Partai Jiu Qi...." Terlihat Yunying memang sedang kesal, dia merasa bahwa yang menyamar mereka tentu adalah orang-orang Partai Jiu Qi. Namun, Jieji segera mendiamkannya. Dia menarik tangannya lembut untuk berjalan ke depan sambil tersenyum manis kepadanya. Kurungan sementara Istana Ta-Li... "Kenapa kamu dengan mudah mengikutinya ke tempat demikian?" tanya Yunying segera ketika sipir penjara keluar. "Kita keluarpun semudah kita masuk. Untuk apa dikhawatirkan?" tutur Jieji dengan tersenyum. "Ayo.. Sini... Duduklah..." tutur Jieji sambil menunjuk ke jerami.

Tetapi Yunying sepertinya masih marah, dia tidak menyahuti Jieji. Kembali Jieji berkata. "Aku tahu siapa dalang-nya. Meng memang sudah keluar dan bebas, tetapi lebih bagus kita di dalam karena lebih banyak informasi yang bisa kita dapatkan di sini daripada diluar." Yunying tertarik mendengar perkataan Jieji. Dia segera mendekat, wajahnya yang tadi merah segera berubah menjadi agak penasaran. "Bagaimana mungkin?" "Ha Ha... Betul tidak mungkin. Tetapi dalam kasus yang kuterima itu, lebih bagus kita di dalam daripada di luar. Perkembangan dunia luar semakin membingungkan, di dalam setidaknya hanya informasi penting saja yang kita terima. Dengan begitu, otak akan lebih jernih..." Yunying mengangguk saja sambil tersenyum manis. "Seharusnya pencuri ulung juga ikut dengan kita di sini..." Keduanya duduk berdampingan sambil menikmati malam romantis meski di kurungan alias penjara.

BAB CXXXI : Pemuda Misterius Nan Sakti Cukup lama juga hingga sepertinya terdengar sebuah langkah pelan pada kurungan pelaku pidana di Istana Ta-Li. Langkah yang terasa kencang, menyapu udara secara pelan segera dirasakan 2 orang yang tadinya duduk berdekatan. Keduanya dengan spontan berdiri meski tadinya telah tertidur cukup pulas. Lantas pemuda segera berjalan pelan, senyum di bibirnya terlihat menungging. Gerakan kaki orang yang bakal sampai tidak lama itu sudah diketahui baik oleh Jieji maupun Yunying. Gerakan ringan tubuh tidak dangkal dari seorang yang jago mengendap-endap. Siapa lagi kalau orang itu adalah pencuri ulung yang sangat terkenal licin itu. "Kau datang juga akhirnya..." terdengar Jieji tertawa cukup pelan sekali ketika melihat ke depan meski terhalang terali besi yang cukup kuat. Benar adalah Lie Hui orang tersebut, dia memandang Jieji sambil tersenyum. "Aku akan menolong kalian berdua keluar." Jieji segera menggelengkan kepalanya. Sambil tersenyum kembali, dia menyahuti pencuri ulung. "Kita berdua rela dikurung disini. Dan sepertinya kedatanganmu membawa sebuah informasi. Eh, tidak.. Mungkin beberapa informasi. Mari, silahkan masuk..." Dengan gerakan santai, terdengar Jieji menarik nafas sekali dan kedua tangannya telah digenggamkan di terali besi yang tebal. Dan sekali tarikan, terali besi satu sisi itu akhirnya dipindahkan Jieji ke samping tembok. Berat terali besi mungkin sudah ratusan kati, tetapi dengan mudah pemuda telah memindahkannya. Lie Hui tidak terlalu heran lagi melihat hal semacam demikian, apalagi dia tahu pemuda di depannya adalah termasuk salah seorang pesilat no. 1 sejagad. Lantas sambil tertawa aneh, dia

melangkah ke dalam. Dan Jieji segera mengembalikan terali besi kembali ke tempatnya semula. "Betul... Aku membawa beberapa informasi yang kelihatannya sangatlah berharga untukmu." jawab Lie Hui ke arah Jieji dengan serius setelah beberapa lama diam. " "Tunggulah tiga hari..." Sebuah pesan yang cukup aneh, dan sampai hari keempat ini belum kita pecahkan." tutur Yunying. "Bukan.. Bukan.. "Teng Shan Thien Hou" / Tunggulah tiga hari kemudian!" sahut Jieji yang kelihatan serius menatap isterinya. "Bukannnya sama saja?" Yunying segera kelihatan tidak senang akan kata-kata Jieji. "Tidak... Ini bukan menyuruh kita menunggu tiga hari. Tetapi sepertinya ini adalah sebuah petunjuk aneh." jawab pemuda. "Sepertinya begitu..." Sambung Lie Hui. Lantas dia kembali berkata. "Mengenai siapa penolong Meng Yangchu dari penjara, sepertinya sudah kamu ketahui orangnya. Lantas apa benar ada hubungan Meng yang lolos dari penjara adalah 3 hari?" "Tidak... Sepertinya bukan begitu. Kata-kata tunggu tiga hari kemudian, bisa saja banyak sekali kemungkinan-nya. Mungkin Meng yang lolos dari penjara pada hari ketiga adalah kebetulan saja."Jawab Yunying yang ikut berpikir masalah yang benar kelihatan rumit ini. Jieji hanya diam, dia memejamkan matanya beberapa lama. Dia mendengar setiap tuturan kedua wanita ini dengan mata tertutup yang sangat serius sekali. "Meng Yang Chu, Teng Shan Thien Hou.... Benar sebuah hal yang membingungkan. Apa benar keduanya ada hubungannya? Pusing memikirkannya..." Yunying terakhir menggumam dengan wajah yang penuh gerutu-an. Tetapi mendengar kata-kata Yunying, sepertinya ada orang yang tersentak kaget. Pemuda-lah yang tiba-tiba membuka matanya terkejut. "Kau coba ulangi lagi kata-katamu!" "Meng Yang Chu, Teng Shan Thien Hou..." Yunying mengulangnya bahkan sampai ke-3 kali. Jieji terlihat serius, sambil berdiri dan menatap tanah dia berkata-kata secara pelan. ""Meng Yang Chu Shien"/ Mimpi Matahari muncul" [ Seharusnya kata-kata Chu biasanya diikuti dengan "Shien" yaitu Chu Shien yang berarti muncul keluar, dalam kata matahari (Yang) biasanya diartikan sebagai matahari terbit. Teng Shan Thien Hou / Tunggulah tiga hari kemudian... Digabung dan diurutkan secara terbalik bisa menjadi "Hou Shien, Thien Chu, Shan Yang, Teng Meng..."

Ketika Jieji selesai bergumam, alangkah terkejutnya baik Yunying maupun Lie Hui. Mendengar dia mengurutkan kata per-kata yang sepertinya tidak berarti banyak. Namun, mereka terkejut karena pemikiran Jieji yang bisa menjadi berbalik begitu. Kata Hou Shien = Belakangan muncul; Thien Chu = Langit keluar; Shan Yang = Tiga Matahari; Teng Meng = Menanti Mimpi. "Tetapi kata-kata barusan sepertinya malah makin membingungkan." sahut Yunying. "Betul... Memang sepertinya mempunyai arti tersendiri, tetapi malah makin rumit jika dibalikkan." jawab Lie Hui. Jieji menghela nafas panjang sekali. Dia menatap langit sambil berkecewa. "Salahku... Terlalu yakin..." Jieji menyahut sesuatu sambil tersenyum hambar. "Jadi kamu sudah tahu maksudnya?" tanya Yunying dengan terkejut sekali. Jieji menggelengkan kepalanya. Dia tidak menjawab. Tetapi dia melihat ke arah Lie Hui, sambil menanyainya. "Apa informasi yang kamu dapatkan sehingga tengah malam seperti demikian baru datang?" Lie Hui tersenyum sebentar. Lantas dia berkata. "Telah 4 hari aku mencari informasi di Ta-Li. Sepertinya cukup banyak hal juga yang telah kuketahui. Aku tahu ada beberapa hal yang bisa membuatmu cukup terkejut jika mendengarnya." Jieji mengangguk perlahan mendengar perkataan Lie Hui. Lantas Lie Hui kembali bercerita. "Banyak penduduk yang cukup tua mengetahui bahwa Duan Jing atau Kaisar Ta-Li sekarang bukanlah seorang kaisar yang asli. Apakah kamu mengetahuinya?" tanya Lie Hui. Jieji terkejut sebentar, begitupula Yunying. Mereka baru saja mengenal Duan Jing dari pertarungan tadi sore. Sekarang mendengar perkataan Lie Hui, keduanya bertanya-tanya kepadanya. Lie Hui sambil tersenyum, melanjutkan ceritanya. "Duan Jing adalah keponakan dari Kaisar Ta-Li terdahulu, Duan Siping. Duan Siping mempunyai seorang putera saja. Putra satu-satunya ini kudengar adalah anak pungut sebab Kaisar Duan Siping tidak mempunyai seorang anak laki-laki. Putranya sangat menyukai hal yang berbau misteri, seorang jago silat hebat. Tetapi tidak pernah mau mengurus pemerintahan, kerjanya hanya keluar jalan-jalan saja dan tidak pernah peduli akan urusan pemerintahan sama sekalipun. Beberapa orang yang tinggal cukup lama di Ta-Li mengatakan bahwa kematian Duan Siping adalah akibat ulah puteranya sendiri. Duan Siping meninggal karena kecewa akan putranya yang satu ini...." "Sebentar... Ada yang tahu siapa nama-nya?" tanya Jieji spontan. Lie Hui menggelengkan kepalanya. Sedangkan Yunying mulai mengejek suaminya ini. "Sepertinya putera mahkota Ta-Li terdahulu sangat mirip seseorang."

Jieji memandangnya sesaat. Kemudian dia menghela nafas. Yunying terkejut melihat tingkah Jieji. Dia tidak menyangka bahwa ejekannya benar tepat di hati pemuda. Apalagi kata-kata terakhir dari Lie Hui tadinya yang mengatakan bahwa Duan Siping, sang kaisar meninggal kecewa karena puteranya. Dengan begitu, jelas bahwa sebenarnya Yunying sangat tidak enak hati, sebab tanpa sengaja sebenarnya Hikatsuka Oda dan isterinya juga tewas akibat puteranya sendiri. Sebenarnya Yunying mengejek putera mahkota tersebut karena dirasa memiliki sifat yang tiada jauh berbeda dengan Jieji, apalagi dia menyukai misteri kehidupan serta silat yang tinggi. Tetapi kesalahpahaman sebentar seperti demikian tentu tidaklah berakibat panjang. Yunying memang menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat sangat cemberut sukar dilukiskan. Tetapi dengan segera Jieji berkata. "Memang orang itu mirip denganku. Tetapi kata-katamu memang benar beralasan, aku tidak menyalahkanmu..." Yunying ingin menyahut, tetapi Jieji segera tersenyum pelan kepadanya. Dia segera memalingkan wajahnya ke Lie Hui. Lie segera melanjutkan apa yang harus diceritakannya. "Beberapa tahun setelahnya, sepertinya Ta-Li semakin suram. Duan Siping meninggal dan kerajaan Ta-Li tidaklah diurus siapapun. Korupsi mulai meraja-rela, kejahatan semakin tinggi hingga...." "Munculnya keponakan Duan Siping, Duan Jing yang mengontrol pemerintahan.." sahut Jieji. "Sebahagian betul..." jawab Lie Hui sambil tersenyum. Lantas dia melanjutkan. "Putera mahkota sempat pulang, dia menyerahkan kuasanya kepada Duan Jing secara penuh. Lantas di malam pertama dia kembali, saat itu juga dia telah menghilang hingga sekarang. Tidak pernah lagi ditemukan jejaknya sampai kini. Ini sudah terjadi hampir 10 tahun yang lalu." "Dengan begitu, putera mahkota kemungkinan besar masih hidup. Umurnya mungkin sekarang sekitar 40-an. Lalu kenapa kamu menceritakannya?" tanya Jieji yang terlihat heran. Lie Hui tertawa sebentar, kemudian dia melanjutkan. "Putra mahkota Ta-Li sangat tinggi silatnya. Meski tidak ada orang yang menyatakan seberapa hebatnya ia. Tetapi dia menguasai Ilmu jari tanpa wujud yang sangat hebat." Jieji terkejut dan segera melihat ke arah Yunying. "Jangan-jangan yang menyerang kita di kuil Zhu fu adalah putera mahkota Ta-Li?" "Kalau itu, mungkin masih susah ditebak. Tetapi, apa kamu tahu bahwa ketika kita bertiga menyamar sebagai kakek dan nenek? Orang yang menyerang kita sebenarnya adalah seorang wanita?" tanya Lie Hui kepada Jieji. "Seorang wanita? Bagaimana mungkin?" tanya Yunying yang heran. "Aku sudah menebaknya dari awal. Postur tubuhnya kecil, dan dari gerakannya yang terlihat sebentar hampir bisa kupastikan adalah seorang wanita? Lantas apa kamu mengenal wanita itu?" tanya Jieji.

Lie Hui mengangguk pelan. "Wanita itu tiada lain adalah seorang wanita yang cukup berpengaruh di kerajaan Ta-Li ini." "Dengan begitu, sudah pasti adalah seorang putri Duan Siping." Jieji menjawabnya. Lie Hui tersenyum manis. Lantas dia melanjutkan kembali. "Sejak berada di Chengdu, aku pernah mendengar sastrawan memuji kecantikan 3 bidadari di dunia. Yang pertama adalah orang yang berdiri di sini bersama kita...." Yunying terlihat malu mendengar kata-kata Lie Hui. Tetapi dia tersenyum segera. "Jika kak Xufen masih hidup, dia tentu masuk ke dalamnya bukan?" Lie Hui tersenyum mendengar perkataan polos Yunying. "Yang kedua, tentu puteri Koguryo, Chonchu yang terkenal itu. Dan yang ketiga, adalah puteri Nan An dari Ta-Li." "Puteri Nan-An dari Ta-Li? Aku pernah mendengarnya. Tetapi tidak pernah kuketahui bahwa dia seorang ahli silat." sahut Jieji. Lie Hui mengangguk. Dengan wajah serius sekali kemudian dia melanjutkan. "Betul... Jarang sekali ada informasi seperti demikian. Tetapi informasi yang paling sulit adalah hubungan antara putera mahkota Tali terdahulu dengan puteri Nan An tersebut. Ada kabar burung menyebutkan bahwa putera mahkota-lah orang yang mengajari silat kepada puteri Nanan." Jieji terkejut mendengar perkataan Lie Hui. "Jika saja yang mencegat kita betul adalah puteri Nan-an. Lantas seberapa hebatnya putera mahkota Ta-Li itu?" Yunying yang mendengar kata-kata Jieji yang beralasan juga terkejut. Sesaat, dia pandang ke luka gores di punggung tangannya yang sudah halus sekali beberapa saat. Hawa jari pedang yang sangat hebat menyerangnya saat itu. Dia memang berhasil membelokkan kekuatan sakti tiada berwujud itu, tetapi jika saja lawannya menyerang secara cepat berturut-turut, maka nyawa sendiri betul jadi taruhannya. "Nah, sekarang akan kuceritakan hubungan Meng Yangchu dengan putera mahkota Ta-Li itu." tutur Lie Hui sambil tersenyum. "Meng Yangchu memang sangat menyukai ilmu silat. Dia pernah berteman baik dengan putera mahkota Ta-Li. Tetapi dengan alasan yang tidak begitu jelas, sepertinya Meng Yangchu tibatiba bermusuhan dengannya. Tiada yang tahu apa yang terjadi, tetapi Meng sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu benda miliknya yang telah dicuri oleh putera mahkota Tali. Gosip mengenai hal ini, tidak susah di dengar dari pihak awam di kota ini...." "Buku kitab tingkat 9 dari Tapak buddha Rulai. Mungkin itu maksudnya." sahut Jieji. "Tetapi... Tidak tampak bahwa putera mahkota sangat menginginkannya bukan? Jika tidak, tidaklah mungkin dia menabur racun pemusnah raga di buku." sahut Yunying.

Jieji menampiknya. "Aku rasa, yang menabur racun bukanlah putera mahkota...." Lie Hui tersenyum. "Betul... Batas Kuil Zhufu sepertinya adalah batas yang dibuat oleh Meng Yangchu. Dia menginginkan putera mahkota yang mengambil kitab itu. Dan membuatnya teracun tewas seketika. Begitu maksudmu?" Jieji tersenyum penuh arti. "Putra mahkota itu, siapapun dia. Adalah orang yang baik hati...." "Jadi, dia menghalangi kita untuk masuk saat itu karena jika kita mengambil buku maka kita akan tewas? Tetapi anehnya kenapa dia tidak melenyapkannya saja?" tanya Yunying. "Melenyapkan? Bagaimana jika buku itu adalah ditulis oleh seseorang yang dihormatinya sangat?" tanya Jieji. Yunying dan Lie Hui mengasah otak untuk berpikir. Sesaat, Lie duluan terkejut. Wajahnya terlihat terang. "Kamu juga tidak pernah ingin melenyapkannya bukan? Jadi dari awal kamu sudah tahu bahwa putra mahkota dan puteri NanAn-lah kedua orang yang serius menjaga peninggalan seseorang yang sangat berharga?" "Betul... Tetapi, tentunya.... Aku tidak pernah tahu siapa yang menjaganya. Putra mahkota maupun puteri NanAn tidak pernah tahu hal sedemikian saat kita bertiga hampir sampai di kuil Zhufu. Melihat ada 3 orang tua reyot berkungfu tinggi ingin masuk ke Kuil Zhu Fu, maka mereka berupaya menghalangi. Jika kedua orang itu tahu bahwa kita bertiga adalah orang yang menyamar kakek dan nenek, maka kemungkinan besar mereka tidak menghalangi." sahut Jieji. "Betul... Rupanya begitu..." tutur Lie Hui sambil tertawa. Yunying menanyai Jieji setelah suasana agak reda. "Apa maksud dari 8 huruf yang kamu baca itu?" Jieji melihat isterinya sambil tersenyum. "Tunggulah beberapa lama lagi, aku akan menceritakannya..." Yunying dan Lie Hui agak penasaran mendengar perkataan Jieji terakhir ini, tetapi keduanya tidak berani menanyainya. [ Sebenarnya pesan aneh yang tadi diceritakan mereka semua. "Meng Yang Chu Shien, Teng Shan Thien Hou" dimaksudkan bahwa Meng Yangchu ini bukanlah orang aslinya, melainkan orang yang menyamar sebagai dia. Seperti yang dikatakan oleh Jieji secara terbalik tadinya : "Hou Shien = Belakangan muncul; Thien Chu = Langit keluar; Shan Yang = Tiga Matahari; Teng Meng = Menanti Mimpi". Jika dari kalimat di atas dikeluarkan nama Meng Yang Chu, maka jadinya menjadi "Hou, Shien, Thien, Shan, Teng / Belakangan, muncul, langit, tiga,

menanti." Tetapi dari kalimat di atas jelas sekali bagi Jieji bahwa kata "Hou" bisa dibaca sebagai "Kera", "Shien" selain kata muncul juga bisa diartikan "Dewa". Kata "Thien" tidak diubah yang di artikan sebagai Langit. "Shan" selain kata Tiga, juga bisa diartikan sebagai Gunung. Dan Teng yang artinya menanti. Jika diurutkan semuanya maka menjadi "Hou Shien Thien Shan Teng / "Kera Dewa Langit Gunung Menanti". Ada seseorang di lubuk hati Jieji yang diketahui benar bahwa orang ini dijuluki sebagai "Kera Dewa Langit Gunung Teng". Maka daripada itu, Jieji cukup menyesal tidak memperhatikan kasus Meng Yangchu lebih serius. Sepertinya memang kasus Meng Yangchu bukanlah kasus sembarang gampang saja. Tetapi, ada sesuatu di sini yang ada kaitan dengan seluruh puisi-nya Sang Puisi Dewa. Penulis informasi serta kode rumit ini tentu tujuannya bukan untuk membongkar identitas Meng Yang Chu saja. Hal inilah yang terakhir membuat Jieji sangat menyesal seumur hidupnya ketika sudah mengetahuinya. Perhatikan kembali kata-kata "Meng Yang Chu Shien, Teng Shan Thien Hou". Sebenarnya adalah hal yang sangat sederhana dari pesan tersebut. Pembawa pesan memberitahu Jieji dengan benar bahwa sebenarnya hal yang paling utama tidak terletak pada Meng Yang Chu. Dengan mengangkat kembali kata "Meng, Chu, Teng, Thien" maka yang tertinggal hanyalah "Yang, Shien, Shan, Hou". Jika dianalogikan dan disusun perhuruf maka bisa diartikan 4 hari kemudian "Yang" pergi ke "alam mimpi". [ 4 hari lagi karena Hou Thien artinya Besok, dan Shan Teng = penantian 3 hari. Tidak perlu lagi dijelaskan mengenai alam mimpi, tetapi sayangnya Jieji tidak pernah menyadarinya ] *** Di persimpangan daerah Sizhuan, dekat dengan kota Zitong... Tepat di sebuah perbukitan selatan, terlihat dua orang pemuda sedang berjaga satu sama lainnya. Sepertinya daerah ini sudah menjadi daerah pembantaian secara besar-besaran. Mayat cukup banyak bergelimpangan, jumlahnya mungkin hampir mencapai 100 orang jika dilihat. Langit yang mendung ketika itu sudah malam, tetapi suara pertarungan sengit terdengar luar biasa-nya. Sudah lebih dari beberapa jam pertarungan berlangsung dengan sangat gencarnya. Dua orang pemuda melawan musuh yang jumlahnya cukup banyak, kemampuan mereka berdua memang sudah tertinggi di jagad sekarang. Meski keduanya mengalami keletihan sangat, namun semangat mereka tetap masih berkobar dengan hebatnya. "Maju serentak!" teriak seseorang yang masih duduk di atas kudanya. Wajahnya sengaja terlihat ditutupi topeng aneh dan bercadar. Di samping orang ini, terlihat seorang pemuda berpakaian serba putih. Di tangannya terpegang kipas, dan dengan tenang dia mengawas tajam ke arah dua orang yang diserang tersebut. "Kita harus turun tangan. Anak buah seperti mereka kurang berguna menghadapi 2 orang ini." sahut pemakai topeng kepada pemuda berpakaian serba putih. "Tunggu dulu... Jumlah kita masih banyak sekali. Semua-nya rata-rata menguasai tapak buddha rulai hingga tingkat ke enam. Meski harus dikorbankan, sangat pantas sekali... Karena kita mendapat ikan yang sangat besar di sini..." jawab pemuda berpakaian serba putih dengan dingin.

Orang yang duduk di atas kuda tidak menjawab apa-apa, melainkan dia hanya melihat saja ke depan. Pertarungan yang tidak adil tersebut sudah berlangsung selama 7 jam sebenarnya. Ketika kedua pemuda yang berkuda melewati daerah tersebut, mereka telah disergap hebat oleh beberapa pesilat yang tangguh. Kemudian makin lama, jumlah mereka semakin banyak dan bertambah. Hingga kedatangan kedua orang aneh tersebut, waktu sudah malam sekali. Tetapi dasarnya, orang yang dikeroyok hanyalah 2 orang. Meski setangguh apapun, sepertinya keadaan sulit sudah menanti dengan sangat serius. Pengeroyok makin gencar dan girang menyaksikan lawannya sudah mulai terdesak. "Pendekar Yuan.. Sebaiknya kamu pergi dahulu. Baliklah ke Yun-nan secepatnya..." Sahut seorang pemuda yang berkumis serta jenggot tipis di suatu kesempatan. Dia tiada lain adalah Zhao Kuangyin. "Tidak... Anda saja yang pergi. Aku masih sanggup menahan mereka kesemua." jawab pemuda berbadan kokoh dan berwajah agung. Dia adalah ketua Kaibang, Yuan Jielung. Keduanya bermandi keringat dengan hebat. Nafas mereka terdengar sudah ngengosan. "Jumlah mereka masih cukup banyak. Jika terus bertambah, niscaya kita berdua akan tewas disini. Anda pergi dahulu pendekar Yuan, kabarilah adik keduaku. Minta dia berhati-hati sangat." Zhao kuangyin hanya bisa mengatakan sampai disini, sebab 5 orang dari 4 arah serangan sudah datang untuk menyergapnya kembali. Keduanya bertarung sangat serius, meski konsentrasi kadang terpecah. Tetapi keduanya mempunyai prinsip yang sama, yaitu berjuang hingga titik darah penghabisan. "Sepertinya aku duluanlah yang turun tangan..." sahut seorang yang bercadar di samping pemuda berpakaian putih. Dia kelihatan tidak begitu sabar lagi akan menyerang. Tanpa menghiraukan jawaban dari temannya, segera dia melompat pesat untuk menyerang. Kecepatan lompatan orang ini sungguh sangatlah dahsyat. Hanya beberapa orang saja yang memiliki ilmu ringan tubuh sehebat demikian di jagad sebenarnya. Dia turun bagaikan kapas, 20 kaki di depan Zhao maupun Yuan. Seiring turunnya orang, lantas dia membuka topeng aneh serta cadar yang menghiasi mukanya. Zhao dan Yuan yang sepertinya mendapat waktu istirahat sejenak, kemudian terkejut berbareng melihat orang di depan mereka berdua. Mereka berdua tahu bahwa si topeng lah orang yang memerintah mereka kesemuanya. Namun, mengenai wajahnya tentu membuat keduanya terkejut dan terlihat saling melihat satu sama lainnya. "Ternyata raja Yelu dari Liao berada di sini." tutur Zhao sambil tersenyum. Orang ini tiada lain benar adalah Yelu Xian, si singa dari utara. Dia tidak begitu berubah penampilannya sejak terlihat di tembok kota Beiping beberapa tahun lalu. Tetapi dari sinar matanya, kedua tahu bahwa lawan di depan tidaklah gampang. Di tambah seorang pemuda memakai kipas yang cukup dikenali mereka berdua, serta dedengkotnya yang jumlahnya masih sekitar 30 orang sekarang. "Zhao kuangyin.... Serahkanlah nyawamu!" teriak Yelu Xian tanpa banyak berbasa-basi lagi. Dia ingin segera

menyelesaikan pertarungan demikian. Tetapi tentunya, dia duluan memerintahkan anak buahnya menyerang terlebih dahulu. Tujuannya adalah tentu seperti biasanya, mencari kesempatan di saat paling bagus. Yelu tahu sekali bahwa Zhao kuangyin adalah pesilat yang sangat tinggi kemampuannya. Sekarang Zhao sudah sekelas Yue Liangxu pada beberapa tahun yang lalu. Di sampingnya malah terlihat Yuan Jielung, ketua kaibang yang sangat gagah dan termahsyur ini. Tentu dia berpikir akan mencari keuntungan saja di saat yang sempit. Zhao yang sudah mendapat kesempatan sangat bagus untuk beristirahat barang sejenak, tentu cukup bergembira. Dengan tarikan nafas panjang dan membuyarkan energi tadinya, dia menghimpun kembali energi baru melalui tapak. Kali ini dia duluan menyerang. Melihat kepesatan tubuh Zhao ke depan, Yuan juga mengikutinya. Penyerang yang masih kurang berpengalaman, tentu terkejut melihat Zhao maupun Yuan yang duluan memulai penyerangan. Sebenarnya sejak beberapa jam lalu, dari mulai awal hingga akhir. Zhao maupun Yuan hanya terlihat bertahan akibat serangan mendadak. Sekarang keduanya telah beranjak untuk menyerang. Tapak Dewa Lao memang bukanlah ilmu tapak omong kosong. Kekuatan, kecepatan dan ketenangan bersatu di dalamnya. Dengan cepat, sudah mengambil 3 orang korban yang berdiri terdepan. Kesemuanya terpental dan tewas akibat 1 tarikan nafas tenaga dalam Zhao Kuangyin. Yuan Jielung juga sama lihainya, dia memainkan tapak yang sangat keras dan tangguh terlihat. Yelu Xian dari tadi hanya mengincar seorang saja. Dia melihat semua pergerakan Zhao kuangyin. Meski sangat maksimal daerah pertahanannya, tetapi bagaimanapun setiap gerakan pasti mempunyai kelemahannya. Di satu kesempatan, dengan segera Yelu Xian "terbang" ke arah Zhao kuangyin untuk menyerangnya secara mendadak. Zhao sebenarnya sudah tahu benar bahwa alasan Yelu Xian tidak menyerang, tentu akan mencari "lubang" pertahanan yang terbuka akibat serangan. Dengan cepat pula, Zhao mengimbangi jurus tapak yang datang kepadanya dengan pesat. Dengan sebelah tangan dan setengah membungkuk, Zhao melayani tapak Yelu Xian. Sungguh keras sepertinya benturan tapak kedua senior dunia persilatan ini. Zhao memiliki kelemahan yang terbuka cukup lebar. Untuk menarik nafas melayani Yelu Xian pun dia tidak memiliki kesempatan lagi. Akibatnya, dia terdorong mundur pesat ke belakang. Ketika benar telah berhenti pergerakannya, dia merasakan mual dan memuntahkan darah segar cukup banyak. Yelu Xian main licik dengan sangat pandai. Tetapi meski hanya 1/2 tarikan nafas Zhao Kuangyin pun membuatnya terpental cukup jauh. Di bibirnya juga terlihat darah mengalir perlahan. Yelu memang terluka dalam, tetapi dibanding Zhao kuangyin. Maka lukanya tidak seberapa. Yuan Jielung terkejut, dia menarik diri dari para penyerang dan menghampiri Zhao kuangyin yang dalam posisi jongkok. "Anda tidak apa-apa?" tanya Yuan yang terkejut melihat kondisi Zhao. Sambil berbisik pelan, Zhao menyahutinya. "Ada racun di telapak kanannya tadi... Beberapa organ dalam tubuhku sudah terluka dalam."

Yuan Jielung terkejut. Dia memalingkan wajah ke arah Yelu Xian dengan marah. "Dimana obat penawar? Tidak disangka raja utara yang terkenal pemberani itu tiada lebih dari seorang licik rendahan." Yelu Xian tersenyum sinis sekali melihat sikap Yuan yang terkejut itu. Dia menggelengkan kepalanya. "Menang secara licik adalah taktik dalam pertarungan.... Tetapi sungguh kusalut Zhao kuangyin, tidak tewas akibat benturan tapak pemusnah raga tingkat ketigaku di tambah cincin berisi jarum beracun." Zhao tidak menyahutinya, dia diam sambil menatap tanah. Nafasnya tetap teratur setiap saatnya. Ini menandakan meski racun sudah berkumpul menyerang organ dalamnya, tetapi untuk mencapai titik kematian masihlah terlalu jauh. *** Ta-Li, keesokan paginya... Kurungan yang betul mirip penjara tidaklah bersinar terang. Sebab selain sebuah lubang angin, maka tiada tempat lagi dimana cahaya matahari bisa masuk. Jieji sudah bangun sejak tadinya, dia tidak tertidur lelap. Sementara itu Yunying yang di sampingnya, terlihat baru saja bangun. Dia melihat ke arah Jieji yang duduk menatap dinding. "Kamu tidak bisa tidur?" tanya Yunying kepadanya. Jieji berbalik, dia tersenyum sebentar. "Tidak... Dari semalam aku tidak tidur..." "Kenapa? Bukankah tiada kasus lagi? Kamu sudah mengerti dari arti perkataan pesan itu? Kalau begitu, kita sudah bisa keluar... Bagaimana?" tanya Yunying yang kelihatan tidak senang akan tempat demikian. Jieji mengangguk saja, dia tidak menjawab beberapa lama. Sampai dia mendengar adanya suara kerekan pintu besi di bagian atas. Sepertinya ada seseorang yang sedang berjalan pelan menuruni tangga beton. Dari gerak langkah, Jieji tahu bahwa orang ini pasti seorang wanita. Gaya berjalannya lembut menerpa angin, gerakannya tidak berat juga tidak ringan. Namun, sepertinya gerakan orang mantap ke depan. Pemuda dan isterinya tahu bahwa orang demikian adalah seorang berilmu tinggi yang sedang menyembunyikan tenaga dalamnya. "Kau tidak perlu berbasa-basi." Jieji kemudian bertutur sambil tertawa. Orang ini meski masih puluhan kaki, Jieji sudah tahu bahwa orang yang datang bukanlah Lie Hui, pencuri ulung itu. Adalah memang seseorang benar sampai ke sana. Tetapi dia tidak bisa dilihat sebagai seorang wanita ataupun laki-laki. Yang datang tiada lain adalah seorang berpakaian emas dan menutup wajahnya dengan cadar keemasan. Jieji dan Yunying terkejut sebentar, tetapi kemudian keduanya sudah bisa mengendalikan diri mereka.

"Puteri Nan-an... Selamat pagi..." sahut Jieji sambil memberi hormat pendek kepadanya. Orang yang disahut, diam saja. Dia menatap ke depan dengan serius. Kedua bola matanya terlihat melotot sebentar melihat ke arah Jieji dan Yunying bergantian. Suasana hening berlangsung cukup lama, sampai orang tersebut tertawa sebentar. Suaranya betul adalah suara seorang wanita, seorang wanita muda. "Kau sudah tahu siapa diriku?" tanya wanita ini. "Pembicaraan semalam diriku dengan Lie Hui serta isteriku sudah kamu dengar semuanya bukan?" tanya Jieji berbalik. Wanita ini cukup terkejut mendengar kata-kata Jieji. Sedangkan Yunying menatap Jieji dengan cukup heran. Dia tahu mana mungkin semalam ada yang mendengar pembicaraan mereka. Sungguh sangat aneh jika dipikir. Dan jikapun ada yang mendengarnya, maka tentu Yunying pasti tahu sebab ketika si orang pergi, pasti di rasakannya. "Sungguh detektif hebat...." jawab wanita bercadar. Jieji menggeleng dan tersenyum. "Tidak... Bukankah kamu sendiri yang mengakuinya barusan." "Hm... Berarti benar aku terjebak akal bulus sederhanamu saja. Aku tidak yakin bahwa kamu bisa tahu semalam aku bersembunyi mendengar apa kata-kata dan omongan kalian." sahut wanita bercadar. "Hanya dua peluang saja dimana kita-kita pesilat tidak mengetahui bahwa kamu mencuri dengar." tutur Jieji sambil tersenyum manis ke arah wanita bercadar. Wanita bercadar tersentak sebentar. Dia terlihat tertarik dari kedua bola matanya yang terlihat terang binar. "Oya? Coba kamu katakan." Sambil tetap tersenyum, pemuda memberikan penjelasannya. "Pertama, ada alat tertentu di ruangan ini. Misalnya adalah sebuah pipa yang dirancang secara panjang. Oleh karena itu, di tempat yang jaraknya 1 li sekalipun dapat di dengar. Biasanya alat tersebut dipasang di kurungan badan intelijen. Tujuannya tentu sederhana, mengetahui pembicaraan dari para tersangka yang tidak menyadari bahwa dia sedang dicuri dengar. Kedua, orang yang mendengarnya jelas mempunyai kemampuan luar biasa dan jauh di atas orang yang mencuri dengar." Mendengar perkataan Jieji sampai di sini, wanita bercadar itu tertawa keras sekali. Sepertinya dia terlihat sangat bergembira. Cukup lama suara wanita muda ini kemudian baru mereda. "Engkau betul mirip seseorang..." Wanita itu berkata sambil berlalu. Dia meninggalkan Yunying yang masih terbengong, sementara Jieji tetap tersenyum saja.

"Mengapa wanita ini datang kemari?" tanya Yunying setelah orang bercadar telah beranjak. "Dia ingin meminta kita pergi." jawab Jieji pendek. "Lalu anehnya, kenapa dia tidak mengatakan sendiri kepadamu?" tanya Yunying kembali. "Tidak seberapa aneh. Ada 2 pertanyaan juga di dalam hatiku, pertanyaan pertama memang gampang di jawab. Tidak perlu diberitahupun, dia merasa aku sudah mengetahui arti tersembunyi pesan yang kita dapat. Yang kedua betul masih mengganjal dalam hatiku hingga sekarang." jawab Jieji sambil membuka terali besi dengan mudahnya. Dia melangkah keluar seakan tidak terjadi apa-apa. Dilihatnya, ternyata penjaga kurungan sementara kesemuanya terlihat sedang tertidur pulas. "Sepertinya wanita tadi tidak berada di pihak lawan." sahut Yunying sambil tersenyum. Jieji tidak menjawab pertanyaan isterinya lagi. Dia hanya mengangguk pelan terus melangkah keluar. *** Utara kota Ta-Li, sekitar 50 Li dari sebuah tanjakan luas... Pemandangan indah nan damai di sana sungguh menggoyang hati siapapun menikmatinya cukup lama. Tanah persawahan terbentang sungguh luas seakan menyatu dengan langit. Suara kicauan burung pagi terdengar sangat hangat dan berirama menari di hati pendengarnya. Luas tanah hamparan hijau disini mungkin lebih dari 20 Li persegi. Di tengahnya terdapat sebuah rumah bertingkat dua yang berukuran biasa saja, terlihat cukup terurus dan terlihat damai. Hanya sekitar beberapa puluh kaki di pintu gerbang kecil, tertanam 2 buah pohon yang tingginya menjulang dan hampir mencapai langit terlihat. Dua pohon yang sepertinya sengaja di tanam secara horizontal menghadap depan gapura rumah. Disini terlihat seseorang tidurtiduran di atas kain kulit yang diikat dengan tali kencang di kedua belah batang pohon. Seorang pemudalah yang sedang tidur-tiduran di sana. Umur pemuda terlihat mungkin hanya 30 tahun saja. Wajahnya tenang dan berkharisma, rambutnya diikatkan ke atas membuat wajahnya terlihat berkharisma sekali. Sambil memegang sebuah buku yang cukup tebal, dia membaca dengan cukup serius. "Tuan muda..." Sahut suara seorang tua yang membuyarkan konsentrasinya ke buku sambil menghampirinya dengan tenang. "Ada apa? Kamu ingin memintaku meninggalkan tempat ini?" tanya pemuda yang tidur-tiduran dengan tidak acuh. "Tadi sudah kubunuh 4 orang pendekar di sini. Hamba kira mereka pasti datang kembali." tutur seorang tua. Orang tua disini tiada lain adalah Gao JianShen, pengawal Meng Yangchu sebelumnya. Daerah utara beberapa puluh kaki dari rumput pendek memang terlihat cukup kacau, ada yang terkoyak serta sebahagian terlihat tetesan darah cukup banyak di daerah ini.

"Perampok biasa saja. Untuk apa ditakutkan?" sahut pemuda ini acuh tidak acuh tanpa melihat ke arah Gao. "Hamba merasa mereka bukanlah perampok biasa... Hamba sangat yakin, terutama kesemuanya seperti menguasai jurus tapak buddha Rulai." jawab Gao dengan sungguh-sungguh. "Pak tua Gao... Mengapa terlihat anda sangat berkhawatir segala?" tanya pria ini seraya bangkit. Terlihat dia tidak begitu senang. "Hamba... Hamba takut dapat mengganggu ketenangan tuan muda..." sahut Gao sambil terkejut, dia tidak berani menatap orang muda yang kelihatan sangat berpengaruh tersebut. Tetapi pria, hanya menatap ke langit. Dia angsurkan bukunya ke samping sebentar sambil terdengar menghela nafas. "Takdir langit susah diketahui. Sepertinya pesan itu tidak berguna sama sekali." Gao Jianshen yang melihat tingkah tuan muda-nya, tidak mengerti. Tetapi dia tidak berani menanyainya apapun. "Sudahlah, kamu pergi dahulu. Jaga di utara wisma dan jangan biarkan mereka masuk saja. Sepertinya diagram Pa Kwa tidak berguna bagi begundal-begundal seperti mereka." tutur pemuda sambil mengambil bukunya kembali untuk dibaca. Gao kali ini tidak berani membantah perkataan pemuda lagi. Dia mengangsurkan dirinya ke dalam wisma sebentar. Setelah dia keluar, dia telah membawa sebatang pedang panjang. Sambil memberi hormat dalam, dia menuruti perintah tuan mudanya. "Berhati-hatilah..." sahut pemuda yang masih tetap menatap bukunya dengan serius. Gao terlihat tersenyum riang karena merasakan bahwa majikannya ini mengkhawatirkan dirinya. Dia menjawab pendek dan memberi hormat. Kemudian berjalan ke arah utara sambil was-was. Di dalam pikirannya dia merasa sedikit aneh dengan tindakan tuan mudanya ini. "Tuan muda sepertinya tidak peduli akan nyawanya sendiri. Sungguh aneh sekali, meski dia tahu bahwa lawan yang bakal datang kemampuannya sungguh tinggi. Enam pesilat tadinya, bukan datang dengan tujuan membunuh. Karena hanya mendesak akan masuk dan menjarah wisma yang kelihatan bagus, karena menurut mereka pasti ada harta tersimpan di dalamnya. Setelah empat orang kubunuh, pasti pimpinan mereka bakal sampai saat kedua orang menyampaikan pesan..." Begitulah pemikiran Gao Jianshen tersebut sambil was-was berjalan melewati diagram Pa Kwa yang terjelma dari rumput tinggi serta susunan batu besar saja. Tetapi baru berjalan beberapa puluh kaki ke depan, dia tergembira sesaat. Dia melihat seorang wanita sedang menuju ke tempatnya. Dengan berjalan kaki di dampingi kuda yang berwarna merah tua, wanita muda ini menyapanya. "Pak tua... Apa kabarnya?"

Gao Jianshen gembira tidak kepalang. Dia berjalan cepat menuju ke arah nona yang sangat cantik terlihat. Setelah dekat, dia gembira sekali. Nona di depannya, berpostur sedang dan semampai. Wajahnya cerah dan putih, kedua bola matanya terlihat indah. Hidungnya mancung, disertai dengan bibir tipis yang sangat menggoda hati. Nona ini bukanlah nona sembarang, wajahnya terlihat sangatlah cantik dan agung sekali. Dia memakai baju berwarna biru tua, dengan pisau tersarung yang terbelit di pinggang. "Baik nona... Tetapi sekarang sepertinya kedatangan nona cukup bermanfaat.." sahut orang tua dengan wajah yang berubah serius. "Ada perihal apa? Bagaimana dengan kakak seperguruanku?" terkejut juga nona cantik ini melihat wajah Gao yang berubah cepat. Gao dengan tangkas menceritakan apa yang sedang terjadi sebenarnya. Dia memberikan semua keterangan seperlunya kepada nona cantik tersebut. "Begitulah kira-kira... Dan tuan muda sepertinya tidak peduli akan segala urusan demikian." Nona cantik terlihat berpikir sebentar. Kepalanya tunduk mengamati rumput di kakinya beberapa saat. Tetapi belum sempat dia mengangkat kepalanya, dia sudah merasakan hawa yang mendatangi tempat tersebut. Gao juga merasakan hal yang sama, mereka segera melihat sambil menggerakkan tubuh mereka cepat. "Sepertinya kali ini keadaan bisa runyam." tutur Gao Jianshen yang terlihat mengerutkan alisnya. Nona cantik tersenyum penuh arti memandang ke depan. Tidak kelihatan dirinya takut atau merasa khawatir terhadap sesuatu hal apapun. Benar saja... Perkiraan buruk menjadi kenyataan. Setelah enam pendekar tadinya yang sempat datang kemari, maka 2 orang berhasil meloloskan diri. Dua orang ini tentu melapor secepatnya ke markas mereka. Tidak perlu waktu 3 jam, cukup banyak orang terasa sudah hadir di sana. Tetapi di antara belasan orang yang datang, sepertinya hanya 3 orang yang berdiri mentereng di sana. Mungkin ketiga orang ini adalah termasuk pimpinan menyerbu ke tanah damai tersebut. Tiga orang memang tidaklah dikenali baik oleh Gao maupun nona nan cantik ini. Seorang tua berambut putih dan terlihat gagah berdiri di tengah. Di samping kirinya adalah seorang paruh baya dengan kumis yang panjang menghias. Sedangkan di samping kanannya adalah seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cukup cantik meski di usianya yang memasuki uzur. Nona cantik menyenter matanya ke segala arah memandang kesemuanya. Memang tidak satupun orang dikenalinya. Tetapi ketika dia berhenti melihat ke arah wanita usia paruh baya, dia terlihat heran meski tidak begitu di tunjukkan melalui wajahnya. "Orang ini mirip dengan seseorang..." Begitulah pemikirannya saat itu. "Nona, anda dari mana kemari tadinya?" tanya Gao dengan berbisik sambil berjalan ke depan. "Ta-Li."

"Dengan begitu kemungkinan mereka bukan dari Ta-Li. Jika tidak, tidak mungkin saat sampainya nona cukup bersamaan dengan mereka dan nona sama sekali tidak pernah merasakan kehadiran mereka sedikitpun." jawab Gao. Nona cantik ini hanya mengangguk saja. Dia kembali menatap ke arah lawan di depannya. "Orang tua itulah yang membunuh saudara kita..." tiba-tiba terdengar teriakan seseorang sambil menunjuk ke arah Gao Jianshen. Gao mengenali orang ini, dialah yang lolos tadinya dari pertarungan hebat sekitar beberapa jam yang lalu. "Orang tua ini bernama Gao Jianshen. Dia adalah seekor anjing keluarga Meng. Herannya, kenapa dia bisa disini?" tanya Orang yang tidak kalah tuanya dengan Gao yang berdiri di tengah. Wajahnya terlihat bengis, semua kata-katanya sungguh merindingkan bulu kuduk orang. "Bukan... Dia bukan anjing keluarga Meng. Dia hanya mata-mata saja." jawab orang paruh baya di sampingnya. Gao tidak tersinggung meski dimaki dalam kata-kata yang kasar. Dia menatap depan seakan tidak pernah terpengaruh sedikitpun. "Orang tua, katakanlah siapa orang yang memintamu memata-matai Meng Yangchu, maka kau kubebaskan sekarang bersama nona cilik nan cantik ini." tutur orang tua dengan tersenyum sinis. Gao tidak pernah menjawab pertanyaan lawannya. Gao memiliki sikap yang sesungguhnya cukup keras kepala dari dahulu. Dia tidak pernah menjawab pertanyaan orang yang dirasakannya tidaklah perlu dijawab sama sekali. Tetapi nona cantik di sampingnya berpikiran lain, dia akhirnya mengejek orang tua di depannya. "Hai orang tua... Kamu sendiri jelas lebih tua, kenapa kamu malah memanggilnya orang tua? Oya, aku sudah lupa. Ternyata sebelah matamu buta itu mempengaruhi penglihatanmu terhadap jagad. Maklum...." Bukan main marahnya orang tua di depan. Kumisnya sempat berdiri sesaat, mukanya memerah dan matanya melotot melihat nona cantik ini. Dia ingin sekali langsung turun tangan untuk membunuh nona cantik yang kelihatannya betul kurang ajar. Gao Jianshen sangatlah berkhawatir terhadap ejekan kata-kata nona cantik ini, dia mengerutkan alisnya memandang nona. "Semua hal hari ini, adalah Gao tua ini penyebabnya. Janganlah mencari orang lain yang tidak ada hubungannya." Orang tua buta sebelah matanya tentu adalah Chen Yang. Dia kali ini memimpin "pasukan" dengan tujuan menghabisi Gao. Dia tidak tahu menahu siapa yang sesungguhnya bertempat tinggal disini. Menurutnya, dengan kemampuan kedua temannya yaitu Xia Rujian dan Wu Shanniang tentu sudah bisa menghabisi seorang Gao. Di sini tidak disangkanya malah muncul seorang gadis yang sekiranya berumur 20-an saja berani mengejeknya sedemikian parah.

Dengan akal yang masih cukup sehat, Chen Yang tidak menyerangnya dahulu. Sebab diketahui jika ada seorang nona kecil saja berani berbicara begitu kurang ajar, maka setidaknya dia memiliki pegangan yang cukup baik. Tetapi wanita paruh baya di sampingnya segera maju ke depan. Sambil menatap buas ke arah nona cantik, dia berkata. "Biarkan nona cantik ini bermain-main sejenak denganku. Akan kutunjukkan sebenarnya seberapa bahaya kita bertiga." Setelah selesai Wu Shanniang berkata-kata, dia melaju pesat ke arah nona cantik. Dengan ancang-ancang tamparan segera dia melesat cepat untuk menampar nona cantik yang dinilainya sangat kurang ajar. Nona cantik ini tidaklah terlihat takut sebab gerakan lawan yang cepat sekali. Dia menarik kakinya ke belakang dengan cepat sekali satu langkah. Dan dengan ancang-ancang jari dia hendak menyerang ke depan. Tetapi... Tamparan Wu Shanniang bukanlah jurus mudah. Dia mengalirkan energi berbahaya pemusnah raga tingkat tinggi di dalamnya. Meski terlihat dia enggan memperkuat serangan, tetapi jelas bahwa tamparan tangan Wu Shanniang berniat mengambil jiwa lawannya secara langsung. Hanya sejenak saja pergerakan Nyonya Wu atau Nyonya Yelu ini. Mungkin hanya seperti kedipan mata biasa, telapak tamparannya telah menuju ke wajah nona cantik. "Plak!" Suara tamparan terdengar sangat jelas sekali. Wu Shanniang yang bergerak menampar tidak pernah merasa heran sebab dia tahu lawannya telah terserang. Namun, seumur hidupnya dia tidak pernah seheran sekarang. Tangannya terasa pegal, kesemutan dan gemetar. Dia memang menampar sesuatu benda yang tidaklah keras. Tetapi sama sekali bukan wajah nona cantik ini. Kesemua pendekar di sana tiada yang tidak merasa heran melihat serangan Wu Shanniang sebenarnya gagal total. Yang ditamparnya adalah sebuah sandal, sandal terbuat dari kulit dan ternyata adalah berasal dari sebelah kanan kaki seseorang.

BAB CXXXII : Pendekar Yang Tiada Tandingan? Nona cantik sangat bergembira ketika dia melihat sebuah sandal sudah jatuh ke tanah dan dalam keadaan robek kepalanya akibat tamparan tangan Wu Shanniang. "Siapa? Hanya orang licik saja yang bermain sembunyi-sembunyi!" terdengar salah satu anak buah Chen Yang berteriak keras ke depan. Tetapi, seiring suaranya berhenti. Seperti sesuatu benda kontan menamparnya kuat. Orang ini sialnya terpental jauh sekali dan dengan sebelah wajahnya menyeret rumput. Beberapa giginya bahkan tercopot keluar diikuti dengan teriakan dan muntah darah hebat.

Chen Yang dan kawan-kawannya sangatlah terkejut melihat pemandangan yang luar biasa terjadi dalam saat sekejap. Ternyata yang mementalkan orang berteriak itu juga adalah sebelah sandal lainnya. Hanya Chen, Wu dan Xia Rujian tiga orang dari pihak lawan yang tahu dari mana sesungguhnya sandal itu berasal. Dari jarak hampir 200 kaki, mereka melihat dua buah pohon yang menjulang sangat tinggi. Mereka bertiga tahu bahwa di sana terdapat seorang yang sangat tinggi kemampuan silatnya. Tentu tanpa banyak berkata-kata, ketiganya beranjak pesat ke depan bagaikan kilat. Bahkan Gao maupun nona cantik tidak berhasil mencegah ketiganya. Dan tanpa perlu waktu yang lama pula, ketiganya telah sampai di hadapan pemuda yang sedang tidur-tiduran santai sambil membaca sebuah buku tebal. Tahu bahwa ketiganya sampai, pemuda sama sekali tidak bergerak. Melainkan tetap serius membaca buku yang dipegang sejak tadinya. Ketiga orang ini tiada yang tidak terkejut sama sekali. Orang di depannya mungkin hanya seorang pemuda yang berusia 30-an. Wajahnya sangat tenang luar biasa, agung dan terlihat sangat santai. Rambut diikat ke belakang dan agak berwarna hitam kecoklatan. Dia memakai jubah panjang musim semi yang berwarna merah gelap. Tapak kakinya sekarang sedang telanjang sebab kedua sandalnya jelas sudah "terbang" jauh sekali. Tidak lama, Gao dan nona cantik telah sampai. Gao segera beranjak ke depan dengan wajah yang penuh penyesalan menyampaikan maafnya kepada pemuda. "Maafkan aku tuan muda... Aku tidak sanggup menghalangi mereka semua." "Sudahlah.. Tidak perlu terlalu merendah pak tua Gao.. Ini bukanlah kesalahan anda..." Gao Jianshen terlihat sekilas memberi hormat dalam kepadanya. Segera orang ini memandang ke arah nona cantik sambil tersenyum. "Adik Zi... Kamu tidak apa-apa?" "Tidak... Terima kasih atas perhatian kakak... kakak seperguruan..." nona cantik ini tertunduk sambil tersenyum malu. Pemuda langsung melihat ke arah wanita paruh baya yang adalah Wu Shanniang. Dia mengerutkan dahinya sebentar, kemudian berkata dengan pelan dan agung. "Dahulu... Kamu berupaya mendapatkan ilmu pemusnah raga, tetapi setelah mendapatkannya ternyata malah tidak ada gunanya. Kamu mengorbankan Yuan Xufen, puterimu sendiri. Terakhir meninggalkan keluarga dan menjadi pengkhianat bagi bangsamu sejak kamu ikuti Liao. Sekarang semua ilmumu ibarat hanya sebatas sandal saja. Betul sangat di sayangkan seluruh upayamu berpuluh tahun...." Wu Shanniang tentu sangat tersinggung sekali. Dia diam dan menunduk tanpa bisa menjawab sebab dia tahu bahwa lawan yang berusia muda sekali ini bukanlah orang biasa-biasa. Sementara itu, Chen Yang segera ingin menanyainya. Namun keburu si pemuda duluan mengajukan beberapa kata-kata kepadanya dengan sinis. "Kamu... Seorang tabib hebat, sayangnya terobsesi sedemikian parahnya. Kamu ingin merebut kedua bola mata Yuan Xufen. Tuhan Maha adil, dan terakhir anda harus kehilangan sebelah mata saja. Sungguh sangat menguntungkan dirimu.

Dan kamu, Xia Rujian... Kamu adalah seorang jenderal hebat semasa Dinasti Zhou akhir sampai pengabdianmu kepada Sung. Namun, kamu tetap serakah. Menginginkan segala hal, dan mengatakan bahwa kesemuanya adalah demi balas dendam terhadap kakak angkat pertamamu. Betapa memalukannya dirimu..." Xia Rujian tidak sanggup berkata-kata apapun. Sebab apa hal yang sekarang berada di hatinya, disebutkan dengan baik oleh pemuda ini. "Beberapa hari ini aku cukup sibuk membaca buku-ku. Dan setiap lembaran kubuka, maka setiap saat juga kunantikan orang yang harus kutemui. Sayang, orang yang ingin kutemui bukanlah kalian semua. Aku meminta kalian untuk enyahlah segera." Tutur pemuda yang terlihat sedikit sombong dan membuka kembali bukunya. "Huh!!! Hanya sepasang sandal. Menakuti siapa?" Bentak Chen Yang sebentar. Pemuda yang terasa tidak nyaman akan bentakan barusan, segera menoleh. Anehnya, dia tidaklah marah. Melainkan tersenyum, dan berkata. "Aku lupa sesuatu hal... 23 tahun yang lalu anda masih seorang tabib. Di danau Dong Ting, kamu nyaris terbunuh oleh Yuan Xufen. Kamu tahu, setelah jatuh ke danau apa yang pertama dilakukan Yuan Xufen?" Sebenarnya, mengenang kembali kejadian yang cukup tragis bagi Chen Yang memang membuatnya marah. Namun, dia tetap menahan emosinya sedemikian baik. Chen tidak menjawab, karena bagaimanapun dia tahu bahwa pemuda pasti akan melanjutkan kata-katanya. "Yuan Xufen segera meminta orang lain di sekitar sana terutama nelayan yang jago berenang untuk menolongmu. Dan setelah kamu diangkat, kamu masih pingsan. Yuan Xufen memberikan pertolongan dengan membalut luka di matamu, namun terakhir gadis itu menyesal luar biasa karena ternyata matamu sudah tidak dapat ditolong. Dia mengeluarkan 5 tael emas meminta nelayan danau itu untuk menjagamu sampai dirimu siuman..." tutur Pemuda sambil menatap langit untuk mengenang. "Omong kosong!" teriak Chen Yang dengan marah sekali. Matanya yang sudah buta memang masih berada di tempatnya, namun sinar hitam layaknya dimiliki setiap manusia sudah menghilang menjadi putih keabu-abuan. "Saat itu? Orang sepertimu baru berumur berapa??? Kau tahu apa??" teriak Chen Yang kembali. Pemuda menggelengkan kepalanya. "Saat itu, aku berusia 25 tahun." Kontan, orang di sekitar melongo. Melihat seakan tidak percaya terhadap manusia di depan mereka semua. "Dan di sana, aku berkenalan dengan Yuan Xufen karena sangat tertarik melihat kemampuan jurus jarinya yang hebat." tutur pemuda itu kembali dengan mata setengah tertutup.

"Kau sudah berumur 46 tahun sekarang. Tidak disangka, di dunia ini ada ilmu untuk meremajakan wajah." sahut Xia Rujian. Pemuda segera menggelengkan kepalanya. "Tidak... Hidup sesuai dengan alam, sesuai aliran sungai mengalir. Akan terus membuat orang kembali muda." "Kakak seperguan... Jangan meladeni mereka kesemua. Suruh saja mereka pergi." sahut wanita cantik di sebelahnya segera. Pemuda melihat sebentar ke arah wanita cantik ini, lantas menyahut. "Mereka akan pergi dengan sendirinya." "Apa hal yang meyakinkanmu kita bakal pergi sendiri?" tanya Chen dengan wajah yang agak sinis. Mendengar perkataan Chen Yang, pemuda tadi segera tertawa terbahak-bahak. Tawanya cukup lama dan terdengar sangat tenang. "Sesungguhnya siapa dirimu? Hidup terpencil di tempat seperti demikian apa enaknya?" tanya Xia Rujian. Pertanyaan siapa dirinya memang sudah lama menggaung di setiap hati pesilat di sini. Mungkin cukup bodoh jika pemuda ini menjawabnya, dia hidup di tempat "rahasia" yang sebenarnya jarang dikunjungi orang. Tentu dia tidak ingin mengungkapkan identitasnya kepada siapun apalagi orang-orang di depan yang sepertinya bakal mencari masalah dengannya. "Aku terlahir dengan nama yang sama dengan salah satu putra-mu. Tetapi tidak pernah kupakai nama itu hingga sekarang. Ketika masih anak kecil, orang-orang memanggilku xiao lung. Tetapi beranjak remaja... Orang-orang di sekeliling memanggilku Duan Taizi..." Sungguh semua orang terkejut tidak terkira. Keringat dingin membasahi wajah semua pesilat yang datang tersebut. Beberapa bahkan saling pandang memandang tidak percaya dengan perkataan yang baru diucapkan pemuda barusan. [*Taizi adalah putra mahkota. Jelas orang yang sedang bergaya duduk santai tiada lain adalah putera mahkota dari Tali] "Sayang... Harimau tidak selalu melahirkan anak harimau..." tutur Chen Yang. Sebenarnya tujuan Chen adalah membuat marah orang di depannya. Dia memaksudkan Duan Siping yang terkenal kemampuan memimpinnya sehingga sanggup mendirikan kekaisaran TaLi. Tetapi penerusnya, yang berada di sini hanya bisa duduk dan menertawakan angin dalam kesepian. Kata-kata seperti demikian memang adalah dengan tujuan mengejek betul. Chen tidak takut kepada orang ini karena dia sangat yakin akan kekuatannya sendiri. Dia banding Wu Shanniang yang terkena 1 jurus sandal tadinya, sebenarnya kemampuan Chen masih jauh di atas Wu. Maka daripada itu, dia sangatlah yakin tidak begitu bermasalah menghadapi orang ini.

Wanita cantik dan Gao terlihat marah sekali. Terutama Gao yang langsung memerah wajahnya padam sambil gemertak gigi. Namun, anehnya putera mahkota-lah yang menenangkan kedua temannya dengan kata-kata. "Betul sekali... Chen bersaudara adalah tabib terkenal di segala jagad. Sayang... Yang tua masih seorang manusia luar biasa, tetapi yang muda malah sudah hidup di kolong seperti anjing yang main sembunyi saja... Oh... Dan sesekali membawa pengawal berjumlah selaksa untuk mengeroyok orang lemah." Chen diam sampai disini. Dia berusaha tidak mendongkol dan memunculkan kemarahannya keluar. Karena jika terlihat kemarahannya, maka kali ini dia betul kalah dalam adu kata-kata. Tetapi, pemuda yang sedang duduk tersebut sekiranya menunjuk lantas bertanya. "Dimanakah Meng Yangchu berada? Kenapa tidak pernah kutampak?" Chen Yang tersenyum sebentar. Wajahnya terlihat bengis. "Aku mendengar bahwa dahulu anda sempat mengangkat saudara dengan Meng Yangchu. Bersumpah saling setia... Tapi nyatanya, anda melanggar sumpah anda sendiri. Ingin merebut kitab tingkatan kesembilan tapak Buddha Rulai. Karena tidak kesampaian, maka inilah hal yang membuatmu sembunyi di sini. Bukankah begitu Yang Mulia Duan?" Pemuda tidak pernah terlihat marah meski kata-kata sedemikian memang sangatlah pedas. Dia menjawabnya dengan tenang sekali. "Meng Yangchu... Saudaraku itu sudah mati lama. Aku rasa tidak perlu diungkit-ungkit lagi." "Dan kabarnya andalah orang yang berada di lokasi kejadian terbunuhnya keluarga Meng Yangchu?" tanya Chen kembali dengan wajah menyelidik. "Benar sekali... Dan aku-lah orang yang membunuh semua keluarga Meng sekitar 30 tahun yang lalu..." Tanpa ayal, kesemua orang terkejut. Termasuk baik Gao Jianshen dan wanita cantik di sampingnya. "Tidak mungkin!" teriak Chen Yang seakan tidak percaya. "Luka di leher mereka semua... Akibat jurus lima jari pedang yang keluar dari tanganku. Aku membantai mereka semua yang berjumlah 15 orang, semuanya berdarah keluarga Meng..." jawabnya kalem. "Kau!!! Menguasai jurus setan itu?" teriak Chen yang tidak percaya. "Sebentar... Sepertinya pendengar yang sudah berada di sini sejak tadi haruslah keluar!" teriak Taizi dengan tenang tetapi menggaungkan tenaga dalam tingkat tinggi. Tenaga dalam Taizi tidaklah merusak, tetapi seperti angin semelir ringan yang mengalir. Dengan heran semua orang berpaling ke kiri kanan, mencari benarkah ada orang yang bersembunyi dan mencuri dengar. Lantas saja, seorang berjalan pelan ke depan. Tubuhnya

tinggi besar dan berewokan. Dia tiada lain adalah "Meng Yangchu". Memang aneh, tidak seharusnya "dia" tidak hadir di sini. Sebab orang ini memanglah sekomplotan dengan Chen dan kawan-kawannya. Dia keluar sambil tertawa besar. Langkahnya besar dan tegap sekali. "Bukan kau yang kumaksud kan!" tutur Taizi Tali itu dengan wajah yang kurang senang. Kontan kesemuanya terkejut langsung. Terutama Chen Yang yang maha hebat itu. Dia tidak pernah merasakan adanya orang yang datang kesini. Tentu hal ini membuatnya sangatlah heran tetapi pemuda di depannya tahu benar bahwa ada orang yang sudah berada di sana sejak tadinya. Tidak lama kemudian, terlihat dari arah rumput bagian barat yang menjulang tinggi. Seseorang mungkin, berjalan dari arah rumput yang cukup tinggi. Ujung kepalanya terlihat dan dia datang bersama seorang yang sepertinya wanita. Sebab pemuda terlihat lebih tinggi sedikit dari wanita yang rambutnya terkibas panjang ke samping. Setelah mereka keluar dari "hutan" rumput itu, kesemua orang terkejut. Sebab kesemuanya orang di sini mengenal siapa yang datang. Dialah Xia Jieji dan Yunying. Sambil tersenyum, keduanya berjalan menghampiri ke arah Duan Taizi. "Sungguh hebat sekali. Anda bisa tahu meski kita berdua hanya bernafas ikut gerakan angin. Bukan begitu? Pemuda sastrawan yang pura-pura bodoh." sahut Jieji sambil tersenyum memberi hormat. Yunying heran. Dia pandangi pemuda itu sekali lagi. Wajahnya memang pernah terlihat, tetapi dimana dilihatnya dia sudah tidak ingat. "Kau sudah tahu aku sastrawan yang menyaksikan Meng Yangchu tertangkap? Bagaimana kau bisa mengatakan aku berpura-pura bodoh?" tanya putera mahkota dengan tersenyum pula. "Karena kau... Menyandang besi berat dan mengipaskannya berkali-kali. Penduduk Yun-nan yang hadir kesana tidak ada yang membawa senjata apapun. Tentu, maksudmu adalah ingin memberikan kipas kepadaku untuk memberi pelajaran pada kepala polisi itu." jawab Jieji. Sesaat, Jieji menoleh ke arah Xia Rujian dan Wu Shanniang. Dia memberi hormat layaknya seorang anak kepada keduanya. Sedangkan Yunying, yang merasa sedikit trauma akan hal terdahulu terasa menunduk tidak berani memandang Wu Shanniang ibunya sendiri. Chen dari tadi memandang putra mahkota, sedangkan setelah kemunculan Yunying dan Jieji. Putra mahkota malah sering melihat wajah isterinya Xia Jieji. Dia tatap dengan tatapan dalam dan sambil berkali-kali menghela nafas. Chen yang merasa tidak sabar, ingin tahu kejadian sekitar 30 tahun yang lalu itu segera membuka suara. "Kau menunggu kesemuanya keluar untuk baru kemudian melanjutkan ceritamu?"

"Hampir lupa tuan Chen..." sahut putera mahkota tersenyum. "Aku memang membunuh kesemua anggota keluarga Meng. Meng Yangchu sengaja kuminta untuk keluar kota saat itu. Dan tentunya bersama Gao Jianshen, ini... Seseorang mengirimkan peti berisi sesuatu yang hebat sekali saat itu. Dalam perjalanan Chengdu menuju Yunnan, aku mendengar berita yang sangat hebat luar biasa. Yaitu... Dewa Bumi hendak memusnahkan seluruh orang Yun-nan..." "Karena cucu muridnya mengkhianatinya bukan?" tanya Jieji dengan tersenyum. "Betul sekali... Zeng Qianhao menjadi murid Lu Feidan, melarikan diri. Ini adalah pengkhianatan besarbesaran karena Zeng adalah murid yang menguasai secara lengkap tapak mayapada yang dikatakan sangat hebat itu. Tentu dengan tanpa ayal, Dewa bumi "mengirimkan" sesuatu kepada keluarga Meng. Satusatunya keluarga yang berhubungan darah dengan Zeng Qianhao yang masih hidup baik di Yunnan. Merasakan firasat buruk, aku meminta Gao yang ikut denganku melindungi Meng Yangchu terlebih dahulu. Akhirnya Gao, berhasil sampai dan mengamankan Meng Yangchu keluar kota beberapa hari. Tanpa sepengetahuan Meng bahwa keluarganya bakal dibantai habis-habisan. Lantas... Dengan berkuda cepat, aku menuju ke Jinping Shan. Mencari Dewa Bumi, tetapi tidak kedapatan jejaknya. Dan setelah itu, aku pulang ke Yunnan cepat pula. Namun, segalanya akhirnya terlambat. Keluarga Meng telah terkena racun pemusnah raga yang masih dalam proses pengembangannya dan ditambah obat ilusi Racun pemusnah raga saat itu belum seganas beberapa puluh tahun kemudian. Atau mungkin, Dewa bumi mengubah formulanya. Membuat racun tidak begitu ganas, tetapi penularannya luar biasa hebat. Dia ingin memusnahkan seluruh penduduk kota Yunnan..." "Kejam sekali...." sahut wanita cantik di sebelah pemuda. "Dengan begitu, pekerjaannya dianggap selesai benar. Tetapi, tidak pernah disangkanya. Aku sampai, dan membunuh kesemuanya terlebih dahulu. Aku masih mengingat malam itu dengan sangat baik..." tutur Duan Taizi. "Hm... Kau sudah membunuh seluruh keluarga saudaramu." tutur Chen Yang dengan sinis. Duan Taizi menatapnya dengan serius. Matanya yang tajam sekejap membuat takut dan gemetar Chen Yang sesaat. Lantas, pemuda itu kembali mengubah "wajahnya". Dia kembali terlihat lembut. "Sampai saat kematiannya... Adik Meng tidak pernah tahu bahwa akulah orang yang menjagal keluarganya sendiri." Beberapa orang heran. Meng Yangchu masih berdiri di sini, kenapa dikatakan bahwa sudah mati? Sungguh cukup aneh. Perhatian beberapa orang sempat menajam menatap Meng Yangchu palsu tersebut.

"Pantas saja kau berdiam, bersembunyi, bertapa karena takut akan kutukan langit kepadamu." Chen kembali mengejeknya. "Anda salah tuan. Bukan karena membunuh orang yang hanya jumlahnya belasan lantas membuatku menyesal benar." jawab Duan Taizi sambil tersenyum simpul. "Lantas... Kepala keluarga Wang yang tidak bersalah sama sekali itu. Dibantai oleh seseorang yang sedang berdiri baik disini." sahut pemuda sambil menatap ke arah Meng Yangchu palsu. Meng malah tersenyum sangat besar. Dia kemudian berkata. "Aku sudah berhasil menipu kitab-mu..." "Tujuanmu sejak awal memang kitab. Sangat disayangkan aku baru menyadari beberapa tahun yang lalu." tutur pemuda. Semua perkataan keduanya membuat Jieji terkejut. Dia berkeringat dingin seakan tidak percaya. "Betul... Akulah orang yang sengaja menyamarkan Meng Yangchu yang asli dengan kepala keluarga Wang. Aku melakukan mutilasi terhadap dirinya, sehingga meski keluarga Wang pun susah mengenalinya." jawab Meng Yangchu dengan tenang. "Aku tidak pernah tahu sampai beberapa tahun lamanya. Meski sekalipun aku tahu, tidak layak aku mencurigai saudara angkatku satu-satunya. Dari sanalah aku tertipu mentah-mentah olehmu." tutur Taizi dengan wajah serius. "Benar sekali... Meng Yangchu saudaramu kubius, kutukar wajahnya dengan wajah kepala keluarga Wang yang hari sebelumnya saat itu telah kulenyapkan. Dan pada malam berpetir dan hujan deras, aku memotong seluruh tubuh Meng Yangchu asli dan melanjutkan hidup Meng sendiri. Saat itu, andalah orang yang terbodoh karena frustasi terhadap masalah keluarga Meng. Berjanji sendiri, berpergian mencari Dewa Bumi yang sebenarnya sudah berada di Heilong Jiang. Inilah kesempatanku satu-satunya." sahut pemuda berbadan besar luar biasa itu. "Sahabatku... Kau menipu semua orang di dunia dengan begitu mudah..." tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda dari arah samping kanan Duan Taizi menyahut. Semua sesaat memandang ke arah suara tersebut diperdengarkan. Mata pemuda yang berbicara sangat sayu, nafasnya memburu sebentar dan beberapa kali dia menggelengkan kepalanya. Dia tiada lain adalah Xia Jieji yang berdiri dengan tubuh sedikit gemetar. Meng Yangchu yang berada di sini melihatnya dengan tatapan lama. Lantas kemudiannya dia gusar. "Kau!! Kau sudah menuduhku sedemikian rupa. Lantas mengatakanku adalah sahabatmu kembali? Apa maksudmu Tuan Xia?" "Aku benar-benar bersalah terhadap kasus keluarga Meng. Perkiraanku benar salah besar. Tidak disangka kamu berada dibelakangnya, sahabatku. Pantas saja sangat susah orang untuk

mencarimu sebab kamu sudah hidup sebagai orang lain selama 30 tahun lamanya." sahut Jieji dengan mata yang tiba-tiba melinangkan air mata kesedihan. "Dia adalah salah satu detektif terbaik sepanjang zaman. Maka daripada itu, beberapa kelemahan kejahatan sudah ditutupinya dengan begitu mudah." tutur Taizi sambil melihat ke arah Meng. Meng melihat dengan dalam ke arah mantan putra mahkota Tali ini mendalam. Cukup lama juga, terakhir dia tertawa terbahak-bahak. "Tidak perlu lagi sepertinya kusembunyikan jati diri asliku." Sambil berkata-kata, Meng membuka topeng wajahnya. Dia buka bajunya yang sebenarnya kebanyakan terdiri dari bantalan kapas, melepas sepatu yang membuatnya tambah tinggi. Dan tanpa perlu waktu yang lama, dia sudah berubah. Meng yang besar, tinggi, dan kokoh berubah menjadi seorang kurus, bermuka bulat, matanya bulat. Tangan "Meng" cukup panjang meski dengan lengan yang agak kurus. Dia terlihat cukup berkharisma di wajahnya pada saat-saat tuanya. "Saudara Huang, kamu sudah menipu dunia sebegitu lama. Hilangnya Huang Qian tidak disangka malah memunculkan 2 orang yang baru." tutur Xia Jieji pertama sambil menggelengkan kepala. "Dua orang baru?" tanya Yunying yang cukup tanggap akan kata-kata suaminya barusan. Sebelum Jieji menjawab pertanyaan isterinya, kemudian putera mahkota segera mendahuluinya. "Betul sekali... Tidak disangka kamu betul tahu meski berdasarkan analisis untung-untungan. Huang Qian yang dahulu lenyap, digantikan oleh Meng Yangchu dan Ketua partai Jiu Qi. Bukan begitu?" Yunying terkejut. Dia melongo melihat kiri kanan. Di kiri dia melihat wajah suaminya yang tersungging bibirnya. Begitu pula, di arah kanannya dia melihat putra mahkota sambil menyunggingkan senyumnya. "Memang... Analisis tebak-tebakan seperti demikian justru sering dilakoni oleh seorang detektif. Bukan begitu saudara Huang? Ini hal adalah hal yang sering sekali diajari olehmu." sahut Jieji melihat ke arah Huang Qian. Huang, tersenyum sambil melihat sekeliling. Dan kemudian, dia berhenti ke arah Duan Taizi. "Sejak kapan kau sudah betul menyadari aku bukanlah Meng Yangchu yang asli?" Pemuda yang ditanya, segera menggeleng kepalanya perlahan. "Sejak beberapa hari yang lalu saja. Dahulu, karena sangat kupercayai saudaraku Meng Yangchu, maka daripada itu tidak pernah sekalipun aku curiga ataupun kesal karena dia merebut kitab satu-satunya peninggalan ayahku. Tetapi, lama kelamaan aku sudah merasa mulai janggal. Terutama karena selain mencuri kitab, kamu juga sering sekali melakukan tindakan gelap di belakang. Kasus tewasnya Ma Fongpao di Jiangling, Kasus pencurian emas 10,000 tael keluarga Wang di Hanzhong, hingga kasus utara yang sangat terkenal di kalangan sendiri : Pembunuhan Yue Liangxu..."

Xia Jieji melihat dengan berkerut alis ke arah Duan Taizi, dia bermaksud mengeluarkan suara. Tetapi putra mahkota kembali melanjutkan perkataannya. "Sebenarnya semua hal adalah sangat gampang dan tidak rumit. Adalah anda yang berdiri di belakang semua kejadian sehingga sangat terlihat rumit. Tujuan anda tentunya mengaburkan semua penyelidikan pihak yang ingin tahu maupun pihak berwajib. Hebatnya adalah, semua petugas kepolisian dari Yunnan hingga Zitong, Chengdu adalah orang-orang partai Jiu Qi. Dan ada hal yang betul kusalut kepadamu, Gao Jianshen tidak pernah menyadari bahwa kamu adalah Meng palsu meski berada disampingmu puluhan tahun." "Tidak semua hal memang kulakukan." jawab Huang Qian pendek saja membalas perkataan pemuda. "Setelah meyakinkan bahwa tiada orang yang mengetahui anda adalah Huang Qian. Anda mulai bertindak biasa sampai 5 tahun mendatang. Sampai suatu saat, ketika kita duduk berdua. Anda berniat meminjamkan kitab tingkatan kesembilan jurus tapak buddha Rulai kepadaku. Karena persaudaraan, maka aku meminjamkannya kepadamu. Dan selang 2 hari kemudian sesuai janji anda. Kitab dikembalikan kepadaku dengan baik sekali. Saat itu, tidak pernah aku merasa curiga kalau kitab sudah disalin oleh anda. Tepatnya selain disalin, kitab itu juga diubah tulisannya..." tutur putra mahkota sambil menegandah. "Dengan begitu, pantangan membaca buku dari ayahmu sudah diabaikan olehmu. Kamu tidak termasuk orang yang berbakti karena diam-diam malah mempelajarinya." tutur Huang Qian terlihat sinis. Namun orang yang disindir, menggelengkan kepalanya. "Kitab itu, sudah kupelajari jauh hari... Jauh hari sebelum kita berkenalan saudaraku..." Huang terlihat terkejut. Baginya, putra mahkota Tali adalah orang yang jujur, pintar, bijaksana. Namun, masih banyak hal yang masih menjadi misteri baginya meski sudah berkawan maupun berlawan dengannya selama kurun waktu hampir 30 tahun lamanya. Huang yang mendengar pernyataannya, segera menatap tajam. "Lantas kenapa tidak mempelajarinya sendiri? Bukankah ilmu kungfu no.1 sudah kamu ketahui sejak awal? Tapak buddha Rulai tingkat sembilan." "Aku yakin kamu juga pernah membacanya sebab kamu adalah seorang pesilat yang menguasai tapak buddha Rulai hingga tingkat kedelapan. Tentu tingkat kesembilan tidak pernah terabaikan seharusnya." sahut Duan Taizi. "Betul sekali... Setelah kubaca, beberapa kali kulatih. Tingkat kedelapan sudah kudapatkan jauh hari sebelumnya karena mengetahui rahasia Yang Jian, kaisar dinasti Sui. Aku mendapatkannya berkat kerja sama dengan Dewa Bumi di Heilong Jiang. Anehnya, tingkat kesembilan malah tidak sanggup kupahami." jawab Huang Qian dengan wajah yang kurang puas. "Itu karena, kamu tidak terlahir di daerah India. Kamu tidak terlahir untuk membaca kata-kata perhuruf. Mengganti aksara India ke bahasa daratan tengah. Mengutip hal yang perlu dan membuang hal yang tidak perlu." jawab pemuda dengan datar.

"Apa??" teriak Huang seakan tidak percaya. "Rahasia kitab sudah kukatakan kepadamu. Sayang sekali memang... Karena buku aslinya sudah dilenyapkan oleh anda. Meski anda mengingat perhuruf kembali. Tidak ada kertas asli yang bisa dicelupkan ke air, maka tindakan anda sia-sia. Tapak buddha tingkat kesembilan sudah menjadi mimpi.. Mimpi yang tiada berkesudahan..." tutur Duan Taizi sambil menghela nafas. Huang berdiri terpaku seakan tidak percaya kata-kata barusan dari Duan Taizi. "Oya... Aku lupa memberitahumu... Pemuda yang kamu pinjam lihat kitab asli tersebut. Akhirnya memang menguasai kitab tapak buddha rulai tingkat kesembilan. Namun, hasilnya... Nyawanya sudah terancam. 17 organ dalamnya sudah rusak total ketika pertama kali dipelajari. Selang setahun, 34 organ utama dalam tubuh akan mengalami kelumpuhan. Dan setahun pas kemudian, dia akan kehilangan penglihatan, pendengaran, rasa serta segalanya. Dan hidupnya hanya menjadi beban selama 7 tahun yang membuatnya tewas menggenaskan kemudian." tutur Duan Taizi kemudian dengan panjang lebar. Mendengar perkataannya, Huang tidak percaya sama sekali. Dia meneriak keras "Omong kosong!". Di sampingnya pria berusia 30-an, terkejut tiada terkira. Dia memandang putera mahkota seakan tidak percaya sama sekali. Wajahnya pucat bagaikan kertas sesaat, matanya mengecil, alisnya mengerut luar biasa. Dia menanyai pemuda dengan segera. "Dengan begitu... Adik angkatku sudah tidak punya harapan hidup?" Pemuda yang duduk, segera melihat ke arah Xia Jieji. Dia tersenyum simpul sambil menjawabnya. "Dia masih hidup dengan baik. Masih cukup banyak waktu baginya... Cukup banyak..." Jieji bagai disambar geledek. Dia memiliki sesuatu pemikiran yang sampai sekarang tidaklah berani diutarakannya. Dia berniat menanyai putra mahkota, tetapi lantas dia urungkan niatnya terlebih dahulu. Sebab dia ingin tahu apa hal sebenarnya yang terjadi kemudiannya. "Setelah mengembalikan kitab kepadaku. Diam-diam anda menaruh racun pemusnah raga di balik kitab. Ini hal baru kuketahui setelah salah seorang murid anda yang tamak keracunan, tewas seketika di kuil Zhu Fu. Sungguh, saat itu aku tidak pernah percaya apa yang sudah anda lakukan. Tepatnya, dilakukan oleh saudaraku yang difitnah meski dirinya sudah di alam baka." tutur Duan mengenang. "Inilah kelemahan manusia... Kau sudah tahu bahwa aku bukan Meng Yangchu yang asli. Tetapi tidak pernah sekalipun dirimu turun tangan." jawab Huang. Pemuda, segera berdiri. Dia berjalan pelan dengan gaya yang terlihat sangat berkharisma. Jongkok dan mengambil benda yang tadinya sudah dibuang oleh Huang Qian. Tiada lain

tentunya adalah wajah Meng Yangchu asli. Kulitnya di rendam obat, dijemur sebulan penuh sehingga meski melekat sudah puluhan tahun di wajah Huang, tidaklah rusak. "Adalah karena ini saja... Karena ini, aku tidak pernah turun tangan kepadamu." Wajah Duan Taizi segera berubah, dia berubah ganas dengan cepat sekali. Tadinya, wajahnya sangat tenang sekali bagaikan orang yang hidup dengan bahagia. Kali ini, dia berubah menjadi singa kelaparan yang siap melahap mangsanya. Huang Qian yang melihat keadaan, segera beranjak mundur tiga empat langkah. Sementara itu, Chen Yang berdiri di depan dengan angkuh. Di sampingnya ikut Xia Rujian. "Anakku... Hari ini adalah urusan kita. Aku rasa kamu tidak pernah akan ikut campur barang sekalipun bukan?" "Puteriku... Apa yang dilakukan oleh suamimu tentu juga bakal dilakukan olehmu bukan?" tanya Wu Shanniang ke arah Yunying. Apa maksud perkataan Xia Rujian dan Wu Shanniang sangatlah jelas sekali. Jika Duan Taizi hanya sendirian, mustahil mereka berempat yang merupakan jago kelas tinggi tidak sanggup melawannya. Jika dibantu Xia Jieji dan Wu Yunying, jelas sekali mereka sudah di bawah angin. Xia Jieji maupun Wu Yunying tidak pernah menjawab. Mereka melihat ke depan dengan mata yang tajam. Duan Taizi segera dihampiri kedua temannya. Satunya adalah wanita cantik dan Gao Jianshen. Keduanya terlihat telah siaga bertarung. Tetapi, Duan malah mengangkat sebelah tangannya. Maksud darinya adalah menahan wanita dan orang tua untuk bergebrak. Tentu keduanya sangatlah heran. Meski keduanya tahu bahwa Duan Taizi adalah pesilat hebat. Namun keduanya tidak pernah tahu kemampuannya adalah sampai dimana. Wanita cantik tersebut sangat heran. Dia tahu bahwa ilmu kungfunya adalah dipelajari dari pemuda selama 10 tahun lebih. Namun, seberapa dalam kemampuan bertarungnya sangatlah jarang pernah terlihat olehnya sendiri. "Empat orang mengeroyok seorang. Apakah tidak malu kalian?" teriak wanita cantik dengan agak marah. Namun, Yunying telah berjalan ke depan diikuti Jieji. Mereka berdua menarik wanita cantik itu dan Gao Jianshen ke belakang. "Tidak usah takut..." sahut Jieji kepada Gao Jianshen dengan wajah tersenyum. Begitupula Yunying menenangkan wanita ini. Duan Taizi telah terlihat serius. Berbeda dengan keempat lawan di depannya, kesemuanya sedang mengerahkan tenaga dalam pemusnah raga. Sebaliknya Duan sama sekali tidak terlihat mengerahkan tenaga dalamnya, melainkan dia menarik sebuah pedang dari samping pohonnya yang tergantung. Pedangnya tidaklah tajam dan berbahaya seperti pedang biasa. Tetapi pedang terlihat agak panjang sedikit namun keras. Dia pegang di tangan kanannya dengan menunjuk ke depan.

"Cari mati! Kau melawan kita berempat dengan pedang jelek itu?" tanya Chen Yang sambil tertawa. "Untuk ukuran pesilat seperti kalian, hanya pedang sedemikianlah yang pantas." jawab Duan Taizi. Jieji berempat sudah mundur jauhnya 30 kaki. Mereka melihat ke depan dengan serius. Gao dan wanita cantik terlihat cukup cemas, wajah mereka berubah dan terlihat seakan takut. Jieji tersenyum sebentar melihat ketenangan Duan Taizi, dan dia tahu bahwa pemuda tersebut bukanlah manusia sembarangan yang menerima tantangan lawan yang semuanya menguasai Ilmu pemusnah raga. *** Daerah Sizhuan... Ketenangan tempat tersebut yang biasanya selama setahun yang luar biasa damai telah berubah semenjak kemarin. Saat tempat tersebut dilewati oleh 2 pesilat jago sejagad. Mayat bergelimpangan, darah mengalir bagaikan sungai. Bau amis tercium tajam luar biasa. Jumlah jasad mungkin sudah ratusan orang. Namun, orang yang hidup disini ternyata hanyalah 3 orang saja. Dua orang berdiri terpaku di salah satu jurang bukit yang dalam. Sedangkan seorang sedang berjongkok, melihat ke bawah dengan cemas. Wajahnya terlihat putih dan air mata dari pipinya masih terlihat mengalir. Dia adalah seorang gadis yang umurnya hanya 20 saja. Cantik terlihat dengan pakaian sederhana namun sangat pas. Orang yang berdiri salah satunya adalah Yuan Jielung, dan di sampingnya adalah salah satu pendekar no. 1 sejagad juga, Dewa Lao. Wajahnya tidak begitu berubah. Dia berjalan pelan ke arah gadis cantik, membimbingnya berdiri dengan perlahan. "Sudahlah... Mungkin betul ini adalah takdir. Muridku tidak sempat kuselamatkan, sangatlah disayangkan." Berkata sampai disini, wajah gadis kembali murung. Dia terlihat menangis kembali, tetapi kali ini lebih parah dari sebelumnya. Yuan menundukkan kepalanya, wajahnya sangat menyesal sekali. Dia juga terlihat meneteskan air matanya. "Ayah! Kita harus mencari kakak kelima secepatnya. Mintalah dia balaskan dendam kakak pertama..." teriak gadis kecil yang adalah Yumei, adik terkecil dari Xia Jieji dari keluarga Xia. Yumei memanggil Dewa Lao dengan sebutan ayah? Kedengarannya memang cukup aneh. Yuan memang terkejut, dia tidak mempercayai bahwa Dewa Lao ternyata mempunyai seorang puteri yang cantik. Namun, karena saat ini bukanlah saat yang tepat. Maka dia tidak berniat menanyainya. Dewa Lao mengangguk pelan. Dia menatap ke arah selatan sambil berkata. "Tali tidak begitu jauh dari sini. Satu hari satu malam dengan kecepatan kuda tinggi, maka kita bisa sampai." Yuan diminta secara langsung oleh Dewa Lao. "Tuan Yuan... Bisakah anda membawa berita buruk ini ke ibukota? Katakanlah bahwa Jenderal Yang telah

jatuh ke dalam jurang dalam pertarungan hebat selama sehari semalam. Nasibnya tidak diketahui sama sekali, dan... Dia jatuh ke jurang bersama-sama dengan Wei Jindu." Yuan memberi hormat dengan dalam. Dia akan mengundurkan dirinya tetapi hatinya masih terasa cemas sangat. "Tidak usah khawatir... Aku akan mengurus hal di selatan dengan baik." sahut Dewa Lao memastikan dengan suaranya yang agung. *** Hutan kecil Pa kwa... Pengumpulan energi dari empat orang sepertinya telah selesai. Energi berdesir dan terasa panas mengoyak dirasakan siapa saja. Seperti tadinya, Duan Taizi belum sempat mengubah arah pedang yang runcing yang ditunjukkan ke Chen Yang. Dia melihat serius saja dan sepertinya tidak akan mengambil langkah menyerang terlebih dahulu. Mereka berempat memang cukup heran melihat pose lawannya yang tidak bergerak namun sinar matanya tajam ke depan. Tangan kirinya terlihat di arahkan ke belakang, sementara dengan mengancangkan pedang menyamping ke arah empat orang. Pemandangan disini memang sangatlah bagus. Pesilat-pesilat hebat sudah mulai akan bertarung satu sama lainnya. Penonton sepertinya sedang hampir tidak sempat bernafas melihat keseriusan hawa pertarungan di depan mereka masing-masing. Akankah seorang putera mahkota sanggup seorang diri menghadapi semua lawan-lawannya yang ganas itu? Dengan satu teriakan hebat, sepertinya ada pihak yang betul sudah tidak sabar menanti. Tentu pihak Chen yang memulai serangan terlebih dahulu. Dalam ilmu kungfu pemusnah raga yang termahsyur, sebenarnya hanya 3 tingkatan yang mengajarkan menyerang. Sedang dua tingkatan pertama selain bertahan, dan mengelak tiada berupa serangan berbahaya apapun. Tentu mengambil inisiatif menyerang, keempatnya mengerahkan tingkatan ketiga dari Ilmu pemusnah raga. Dengan majunya keempat orang, maka pertarungan betul sudah dimulai. Keempat orang, mempunyai kecepatan yang luar biasa tinggi. Chen memang jauh lebih unggul daripada ketiga orang temannya. Dia tidak ingin menyerang dahulu mendahului temantemannya. Maka daripada itu, dia tidak menggunakan kemampuan sesungguhnya saat ini. Duan Taizi tahu benar, bahwa gerakan menyerang keempat orang di depannya adalah sangat cepat. Pedang memang sudah diarahkan ke depan tadinya. Dan diluar dugaan siapapun yang melihatnya....

Duan Taizi tidaklah menyerang ataupun bertahan... Dia meletakkan sambil menancapkan pedang ke tanah. Sedangkan tangan kirinya yang tadinya sengaja disampingkan ke belakang telah ditunjuk maju ke depan. Jarinya di arahkan ke arah empat orang penyerangnya secara langsung. Lawan tidak pernah mengira apa yang sedang dilakukan oleh Duan Taizi. Sedangkan Jieji yang melihat gerakan awal Duan yang jelek, malah merasa terkejut kagum. Baik Chen Yang, Wu Shanniang, Xia Rujian dan Huang Qian. Keempat orang tiada tahu apa yang sedang dilakukan lawannya. Mereka telah menghantam dengan tapak kuat. Namun berbareng terkejut, keempatnya terlontar mundur ke belakang dengan sangat pesat sekali. Tiada yang tahu apa yang sedang terjadi dengan keempat orang, namun terlihat jelas bahwa keempat orang terdorong oleh suatu tenaga yang tiada tampak oleh mata. Keempat orang bukanlah pesilat tingkat rendahan. Mereka mengetahui sangat baik bagaimana lawan "melukai" mereka dengan hebat sekali. Dan setelah turun, keempat orang melihat ke arah tangan masing-masing. Darah sedang mengalir meski sepertinya adalah luka goresan belaka. Lima goresan yang cukup dalam membuat mereka terkejut sesaat. "Jurus jari setan seperti demikian memang pernah kudengar. Namun, kali ini menyaksikannya baru percaya." tutur Chen Yang melihat ke arah temannya. Namun, belum sempat keempatnya saling tanya jawab. Di depan mereka masing-masing telah terasa hawa kehadiran yang sangat cepat sekali. Keempatnya mau tidak mau sangatlah terkejut luar biasa. Pedang yang tadinya tertancap di tanah sudah tidak berada di tempatnya lagi. Duan Taizi kali ini memulai penyerangan sebelum lawannya betul siap. Arah pedang segera diarahkan ke Wu Shanniang. Lawan terlemah diantara keempat orang tersebut. Gerakan pedang Duan Taizi memang sangat jelek, sepertinya dia tidak pernah menguasai ilmu pedang. Meski kecepatannya sangat tinggi sekali, namun gaya menyerangnya betul sangatlah terbuka sekali membuat lawannya yang melihat gerakannya segera meremehkannya. Jieji mengenal lafalan dari gerakan Duan Taizi dengan baik. Meski agak sama, namun sepertinya gerakan seperti itu adalah gerakan yang cukup berbeda dengan gerakan yang dipelajarinya. Wu Shanniang melihat lawan sedang mengincar tenggorokannya segera mencabut golok dari belakang pinggangnya. Dengan jurus golok, dia melayani tusukan pedang lawannya. Tetapi belum saja golok menyentuh pedang, pedang sudah berbelok sangat cepat. Kali ini incarannya adalah Huang Qian. Huang yang tidak pernah tahu bahwa jurus pedang seperti demikian ternyata sangatlah berbahaya itu, tidak siaga. Arah pedang adalah dadanya yang terlihat sangat terbuka tanpa pertahanan. Chen Yang melihat Huang dalam saat yang berbahaya, segera mengibaskan tangannya sekali. Dari arah lengan bajunya terdapat sebilah belati yang disabetkan langsung ke Duan Taizi. Namun, serangan pedang Duan Taizi yang sudah hampir mengenai dada Huang Qian telah berubah arah. Pedang tidak ditarik, melainkan jalur pergerakannya bagaikan air ombak yang mengalir dahsyat.

Segera pedang mengambil korban dengan sangat cepat. Tusukan itu memang mengarah ke arah belati penuh tenaga dalam dari Chen Yang. Dan sesaat kelihatan bahwa tusukan pedang kalah hawanya. Tetapi ternyata pedang yang terlempar akibat tenaga dalam Chen Yang tidak berhenti dan telah mengincar Xia Rujian meski sedang terlepas. Pergerakan awal pedang yang sangat bagus sekali walaupun gayanya sesungguhnya sangat kacau luar biasa. Pedang "terbang" ke arah bahu Xia Rujian dengan hebat. Sebelum sempat dia bertindak, dia bertahan cepat. Mengerahkan tenaga dalamnya untuk memblokir pesatnya pedang yang terakhir terhantam ke tangannya. Suara "krek" terdengar cukup jelas bagi siapapun disana pertanda tulang tangan orang sudah patah seiring terlihat "terbangnya" pemilik tangan menyeret tanah berumput. Chen Yang, Huang Qian dan Wu Shanniang melihat Xia Rujian telah menjadi korban pertama langsung gusar berbarengan. Mereka menghantam tapak ke arah Duan Taizi bersamaan. Namun, seiring kibasan tangannya ketiga orang kembali terpental sekali lagi. Ini adalah jurus jari yang luar biasa hebat itu. Wanita cantik dan Gao sangat bergembira melihat pertarungan pemuda yang pertama disangka jauh dibawah kemampuan mereka berempat yang ternyata malah di atas angin sedemikian lamanya. "Yang menyerang kita di kuil Zhu Fu bukanlah dia. Tetapi..." sahut Yunying tersenyum melihat ke arah Jieji. Jieji telah serius melihat ke arah Xia Rujian, dia berniat maju melihat luka dalam ayahnya. Namun, dia dihalangi oleh Yunying. "Aku rasa dia tidak mengapa, hanya patah tulang di tangan saja." Jieji menatap Yunying sesaat, kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah pertarungan luar biasa kembali. Ketiga lawan terpental sebentar dan terlihat terdesak hebat. Duan Taizi tidak pernah memberikan kesempatan, sebab kali ini sebelum mereka benar berhenti akibat seretan tenaga dalamnya. Dia mengarahkan kembali jari ke depan. Dan terlihat dia kibaskan sekali lagi. Kali ini, sangat berbeda. Tadinya adalah hawa pedang tidak berwujud yang muncul dari setiap jarinya. Namun, kali ini suara desiran kuat mengikuti pedang tak berwujud tersebut. Kontan saja, ketiga orang mengumpulkan energi satu tarikan nafas. Ketiganya menggunakan kemampuan terbaik mereka, Ilmu pemusnah raga tingkat kelima untuk memblokir serangan "setan" tidak berwujud itu. Suara keras terdengar akibat teriakan hebat ketiga orang. Menggunakan jurus yang sama, terlihat ketiganya bakal di atas angin. Tapak tiga pasang di arahkan ke depan, tempat melajunya jurus jari nan sakti tersebut. Namun, sepertinya hasilnya cukup mengejutkan. Desiran suara jari pedang tak berwujud sudah berhenti penuh. Ketiganya sempat girang sesaat melihat ke depan. Tetapi tidak perlu waktu satu kedipan mata, ketiganya terkejut luar biasa. Sebab terdengar suara seseorang dari belakang menyahut mereka. "Pemusnah raga memang hebat, namun pertahanan berlipatnya jelas tidak ada."

Ketiganya mendengar suara yang sama, kontan berpaling. Yang mereka lihat adalah pedang dan jari yang sangat dekat dengan wajah ketiganya. Mungkin hanya terpaut 1 kaki dari ujung pedang maupun jari. Arah pedang sedang diarahkan ke arah Chen Yang. Sedangkan arah jari terlihat di arahkan ke Huang Qian dan Wu Shanniang.

BAB CXXXIII : Lembah Naga Terbang Istana kerajaan Sung, Kaifeng... Sudah banyak sekali pejabat yang berkumpul di ruangan. Kesemuanya berbaris dengan amat rapi merapat ke kiri maupun ke kanan. Jenis pejabat dari arah luar jika dilihat, yang berbaris di sebelah kiri adalah pejabat berpakaian formal militer. Sedangkan di sebelah kanan adalah pejabat berpakaian formal sipil. Muka kesemua memang sedang serius-seriusnya. Sepertinya ada sesuatu yang betul mengkhawatirkan ke semuanya. Seorang pemuda berumur sekitar 40-an sedang duduk santai di singgasana tengah. Berpakaian warna keemasan dengan topi berwarna emas. Siapa lagi jika bukan Zhao Kuangyi, Kaisar Sung Taizong tersebut. Ruangan terasa sangat pengap. Bukan pengap karena panasnya hawa musim panas yang baru menjelang. Tetapi karena sesuatu perbincangan istimewa yang terjadi di ruangan. Kaisar yang melihat pemandangan yang terasa serius sekali serta keheningan yang terasa sangat pekat, segera membuka suaranya. "Menurut pejabat militer, sebahagian besar ingin berserikat dengan Jin. Sedangkan pejabat sipil malah berpikir sebaliknya. Pejabat Yan... Bagaimana menurutmu?" Orang yang dipanggil adalah berasal dari pejabat sipil kerajaan. Dia maju setindak tanpa mengurangi rasa hormatnya. Lantas dia menjawab dengan pelan. "Yang Mulia... Jin tidak ada bedanya dengan Liao. Mereka hidup di perbatasan sebelah timur laut dari Liao. Sebenarnya luas daerah Jin hanya sekitar 50 li persegi saja. Sangat jauh dibanding Liao yang berada di sebelah selatan Jin. Meski tawaran negara kita kepadanya sangatlah baik, tetapi hamba masih yakin bahwa Jenderal negara kita sendiri masih sanggup mengatasi Liao." Seorang pejabat dari seberang segera maju. Dia memberi hormat dengan pelan sebelum pejabat Yan menyelesaikan kata-katanya. "Keputusan Yang Mulia mana mungkin bisa diganggu gugat. Yang Mulia telah meminta utusan kita pergi ratusan li. Dan kembali dengan baik bersama utusan Jin. Hamba mohon Yang Mulia tidak menarik kembali kata-kata Yang Mulia." Zhao dari tadi mendengar pendapat berlainan dari kedua pejabatnya dari divisi Wen(sipil) dan Wu(militer). Meski dirinya telah bersepakat untuk bersekutu 2 minggu lalu. Namun mendengar alasan para pejabat yang menyatakan sifat kedua suku nomaden itu pada dasarnya adalah sama, membuatnya menjadi ragu-ragu benar. Dia tidak menjawab atau berkata-kata lagi. Dengan tenang dan agung, dia bangkit dari kursi singgasana-nya. Dan lalu menuju ke belakang.

Meski sikap Kaisar terlihat agak aneh, namun tiada orang yang sanggup mencegahnya. Mereka hanya melotot kebingungan melihat Zhao kuangyi berjalan pelan ke belakang. "Sepertinya hanya PM. Cao yang sanggup memberikan Yang Mulia keyakinan.." Tutur pejabat bermarga Yan tadi sambil menghadap langit. Zhao Kuangyi sebenarnya bukanlah termasuk seorang yang pebimbang. Dia adalah seorang yang sangat ideal menjadi seorang Kaisar sejati. Sifatnya yang spontan membedakan dia dengan kakak kandungnya, Zhao Kuangyin. Kuangyi terlahir dan tumbuh dalam situasi yang keras. Sekeras Zhao kuangyin adanya. Namun Zhao Kuangyin, Sung Taizu sangat berhutang budi terhadap banyak orang yang betul mendukungnya. Oleh karena itu, tindakan tegas jarang sekali bisa diambil oleh sang kakak layaknya seorang adik. Sehabis rapat yang "tidak usai" itu. Zhao kuangyi menuju ke kebun belakang dari istana. Dia terlihat bimbang sambil berkali-kali menghela nafas panjang. "Xia Jieji... Apa keputusan yang bakal kamu ambil jika berada di posisiku? Wilayah utara jika berhasil ditaklukkan, maka setengahnya sudah menjadi milik Jin. Apakah Jin juga akan berlaku seperti Liao nantinya?" "Xia Jieji bukanlah seorang dewa." tutur suara seseorang yang kemudian membuatnya berpaling ke arah orang tersebut. Seorang wanita yang terlihat sangat anggun sekali. Umur wanita palingan hanya 20-an. Dengan pakaian resmi kerajaan dan topi phoenix yang sangat cantik berdiri menatapnya dengan bola mata yang gemilang. Wanita tersebut tersenyum sambil memberi hormat pelan. "Yelu Xiuke dan Yelu Xiezhen. Kedua kakak beradik tersebut telah mengocar kacirkan pasukan pelindung Nan-pi. Tidak lama lagi... Mungkin Kaifeng bisa dipindahkan akibat ulah kedua jenderal dari pasukan Liao." tutur Zhao Kuangyi sambil menghela nafas. Wanita tersebut tiada lain adalah permaisuri. Dia terlihat berduka menatap Kuangyi. Tetapi, tidak lama dia mengeluarkan suaranya. "Yang Mulia tidaklah perlu terlalu berkhawatir. Hamba mempunyai cara dan daya yang sangat bagus sekali meski tanpa Xia Jieji." Zhao Kuangyi terkejut sebentar sambil menatap ke permaisuri-nya yang sepertinya sangat cerdas dan memiliki banyak akal. "Hamba sudah mengatur dengan sangat baik sekali. Sudah kususupkan 3 orang pembunuh terhandal ke dalam kemah musuh di utara." Sahut sang permaisuri. Zhao Kuangyi mau tidak mau terkejut mendengar perkataan permaisurinya sendiri. Dia memandang melongo cukup lama ke arah sang wanita no. 1 di daratan China tersebut. "Tiga pendekar? Siapa mereka?" Tanya Zhao kuangyi seraya tidak percaya sama sekali. Dia terlihat bergembira.

Permaisuri tersebut memberikan keterangan kepada-nya, tetapi tidak secara langsung. "Ketiga orang ini adalah sahabat kakekku yang sudah tidak pernah berjumpa lagi satu sama lainnya. Tidak ada yang tahu nama asli mereka sesungguhnya, bahkan kakekku sekalipun. Ketiganya bersaudara dan selalu bertindak bersama-sama. Tidak pernah ada kata GAGAL dalam upaya pembunuhan yang dirancang oleh mereka bertiga. Hanya saja, sifat mereka sangat aneh..." "Masih ada orang sedemikian di jagad tersebut? Kalau mereka masih hidup, tentu umur mereka sudah di atas 80. Apakah mereka sanggup bertindak leluasa? Dan mengapa dikatakan bahwa tingkah ketiganya sangat aneh?" tanya Zhao Kuangyi yang terlihat cukup menggebu-gebu. "Ketiganya mengambil tebusan yang "aneh". Ketiganya tidak pernah menginginkan uang ataupun harta. Biasanya dengan meletakkan 10 butir biji semangka dan di bawahnya terselip nama orang serta petunjuk mencari. Maka orang tersebut dijamin akan "hilang" dalam 10 hari semenjak kesepuluh butir biji semangka hilang dari tempatnya. Dan biasanya akan mendapat balasan apa yang mereka minta..." "Sebentar... Dari penuturan-mu, maka 10 butir biji semangka sudah diambil beserta suratnya. Lalu apa surat balasan mereka?" tanya Zhao Kuangyi memotong. "Mereka menginginkan nyawa putera mahkota Duan dari Ta Li. Tetapi mereka memberi kita waktu 45 hari." tutur Permaisuri dengan serius. "Putra mahkota Ta Li? Bukankah Ta Li belum pernah mengangkat putera mahkota sebelumnya?" tanya Zhao kuangyi dengan heran. Permaisuri tersenyum manis mendengar tuturan Kaisar. "Betul sekali. Maksud mereka tiada lain adalah putera mahkota Ta Li sebelumnya. Dan hanya 1 orang yang mengenalnya dari kerajaan kita." "Maksudmu adalah Cao Bin?" tanya Zhao. Permaisuri menganggukkan kepalanya sambil memberi hormat mendalam. "Cao Bin punya seorang kakak seperguruan. Kabarnya adalah mantan putera mahkota Ta Li. Permaisuriku... Tidak disangka semuanya sudah diatur olehmu sedemikian rupa. Sepertinya kekhawatiranku sudah teratasi benar olehmu." sahut Zhao Kuangyi setengah berteriak girang. Tidak ada seorangpun yang sesungguhnya tahu bahwa sebenarnya pelaksanaan pembunuhan oleh 3 orang misterius terhadap 2 jenderal besar Liao tidak pernah terlaksana. *** Kembali kepada pertarungan Putera mahkota Duan dengan 4 pendekar hebat Liao. Diancam sedemikian rupa tentu membuat ketiganya tidak percaya sama sekali. Ketiga pendekar yang melatih ilmu hebat sedemikian lamanya tidak yakin akan pergerakan yang sudah mematikan langkah ketiga orang dengan sangat cepat.

"Aku tidak akan membunuh. Tetapi jika ada yang ingin pergi dari sini, harap tinggalkan sebelah lengan saja." tutur putera mahkota Duan dengan wajah yang sangat serius. Mau tidak mau, keempat-nya tentu sangat terkejut. Xia Rujian memang masih berbaring dan terlihat kepayahan sambil memegang sebelah tangan, namun mendengar tutur kata-kata dari Duan, dia mau tidak mau terkejut juga. Jari maupun pedang sedang diarahkan kepada titik mematikan dari wajah masing-masing. Yaitu arah sebelah mata. Jika mata ditusuk dalam jarak sebegitu dekat, maka tidak mustahil selain biji mata yang hancur maka gerakan tenaga dalam tentu akan mencapai otak belakang. Tentu siapa dari sini tidak akan hidup lagi jika jurus dikerahkan. Tanpa terasa, keempat orang: Chen Yang, Huang Qian, Xia Rujian dan Wu Shanniang berkeringat dingin. "Kenapa diam? Kalau begitu akan kulakukan segera." Begitu dia menutup mulutnya. Pedang yang sedang diarahkan ke Chen Yang tadinya segera dia putar pelan, namun sangat cepat sekali. Yang dituju sasarannya tiada lain adalah seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping. Entah karena dendam atau ada masalah lain, mengapa Putra mahkota Duan malah ingin melepas jiwa lawan yang jelas terlemah di antara mereka semua. Pedang membacok cepat sekali ke arah lengan Wu Shanniang. Wu, yang melihatnya tentu kepalang terkejut. Dia berteriak keras tertahan sebelum pedangnya sampai membuntungi lengan Wu. Tetapi... Permainan ini dikacaukan oleh seseorang dengan gerak silat yang sangat cepat sekali. Belum sempat pedang yang tidak tajam tersebut di bacokkan ke lengan. Seperti ditahan oleh tenaga maha dahsyat dan pedang tidak dapat membacok ke bawah lagi. Hawa terasa dari arah bawah ke atas, dan berasal dari tapak terbuka yang putih bersih. Sebuah bentuk tangan seorang wanita yang lembut. Duan Taizi segera menoleh pelan sambil menerbitkan senyuman kepada penolong Wu Shanniang. Dia adalah seorang wanita cantik luar biasa. Wajahnya terlihat memerah karena amarah yang terbit sesaat. "Lepaskan dia!" Terdengar wanita berteriak sekali. Duan yang melihat gaya garang wanita cantik tiada lain adalah Yunying, malah tidak takut. Dia memandang tertarik ke arah orang di belakang wanita cantik. Dia adalah Xia Jieji yang juga ikut menyusul mendekati. Wajah pemuda terbit senyum seperti Duan. Matanya terlihat berbinar sesaat ketika pandangan mereka bertubrukan. Wu Shanniang yang terkejut tadinya merasa rohnya telah terbang ke langit tingkat tujuh, sama sekali tidak dinyanya bahwa puterinya sendiri bakal menolongnya. Setelah beberapa saat, dia telah sadar bahwa bahaya terlihat sudah lewat. "Kau sengaja membacok pedang ke arahnya bukan?" tanya Jieji sambil berwajah senyum. Duan tidak langsung menjawab pertanyaan Jieji. Dia memandang sambil tersenyum saja kepadanya. Yunying yang melihat ke arah Jieji dan Duan Taizi sesaat merasa heran sekali. Keduanya

lempar senyum dengan alis yang sedikit ditekukkan. Yunying bukanlah termasuk orang yang pikirannya lamban. Demi mendengar perkataan sang suami, sesaat dia mengerti juga pokok permasalahannya. Rupanya Duan sengaja memancing keduanya untuk "menolong". Hanya Wu Shanniang dan Huang Qian yang sebenarnya memiliki hubungan dekat dengan mereka berdua. Dengan hendak mencelakai Wu, maka kemungkinan keduanya bakal datang menolong. Entah apa maksud dari putera mahkota negeri Tayli terdahulu itu. "Kalian pergilah." sahut Duan Taizi segera melempar wajah ke arah Chen Yang bertiga yang berdiri di dekatnya. Chen mau tidak mau terkejut mendengar perkataan Duan Taizi. Tetapi, jika tidak pergi. Maka mereka hanya mengantar nyawa saja jika terus berdiri. Namun, mendengar lawan memberinya satu jalan hidup. Ketiganya memang terasa bingung sesaat, namun segera saja mereka berempat kabur dengan cepat. Huang Qian terlihat mengangkat Xia Rujian yang tadinya duduk dengan perlahan, tanpa banyak berkata mereka serentak bergegas meninggalkan tempat nan asri tersebut. Xia Rujian yang dibopong Huang sempat berbalik melihat ke arah Jieji. Dia melihat Jieji melihatnya dengan tatapan alis berkerut. Karena tatapan demikian, Xia Rujian akhirnya memalingkan wajahnya ke depan lagi tanpa berbicara sepatah kata apapun. Begitu keempatnya meninggalkan tempat, tentu membuat semua pengawal-pengawal juga melakukan hal yang sama. Sekarang hanya tinggal 5 orang yang berada di sana. Kesemuanya terpaku sebentar setelah menyaksikan segerombolan orang pergi. "Kita akan meninggalkan tempat ini?" tanya Yunying tiba-tiba kepada Xia Jieji. Jieji melihatnya sesaat, lantas berpaling ke arah Duan Taizi. Dia melihatnya dengan tatapan mata serius. "Ada yang hendak kutanyakan." Duan, yang melihat keseriusan Jieji malah tersenyum saja. Dia menjawab perlahan. "Silakan." "Mengenai kitab Tapak Buddha Rulai tingkat kesembilan. Engkau sudah menggantinya sejak pertama bukan?" tanpa basa basi, Jieji menanyainya. Duan yang mendengar perkataan Jieji, terlihat terkejut sebentar. Lantas wajahnya berubah tersenyum. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak dengan sangat senang sekali. Tenaga dalam dirinya tanpa sadar mengalir membahana seiring suaranya. Gao Jianshen ataupun wanita cantik disebelahnya terkejut mendapati hal demikian. Mereka tahu bahwa putera mahkota Tayli tersebut sangat tinggi ilmu silat dan tenaga dalamnya, namun melihat sikap tertawa yang tidak sengaja mengeluarkan tenaga dalam saja bisa sebegini dahsyat, tentu keduanya seakan tidak percaya. Jieji juga sedemikiannya, dia melihat ke depan. Meski tenaga dalam sedemikian tidak mengganggu dirinya terlebih lagi Yunying, namun dia merasa salut juga kemampuan tingkatan tenaga dalam orang.

"Betul sekali... Kitab tapak buddha Rulai tingkatan sembilan sebenarnya sudah hilang sejak awal di jagad." jawab Duan dengan tenang. "Tetapi... Bukankah engkau memberikannya untuk pinjam lihat Meng Yangchu yang terakhir adalah pamanku, Huang Qian?" tanya Yunying yang agak heran. Duan memandangnya dengan tersenyum. "Betul... Intisari dari kitab tapak buddha Rulai tingkatan kesembilan sebenarnya adalah latihan mendalam tentang tenaga dalam. Buku sudah terbakar semenjak ayahku wafat. Tetapi tingkatan kesembilan sudah kupelajari dengan sangat baik waktu itu." Sementara Duan bercerita, Jieji berpikir keras. Kemajuan pemikiran Jieji memang luar biasa. Duan baru bercerita sampai di sini, Jieji sudah berhasil menyelami apa yang bakal diceritakannya kemudian. "Tiada yang hebat betul dari tapak buddha tingkatan kesembilan, tetapi saudara angkatku itu sangat tertarik kepada buku itu. Dengan tingkat kepintaran saudaraku, aku tidak yakin bahwa dia mampu mempelajarinya dalam waktu beberapa hari saja. Maka daripada mengecewakannya dengan mengatakan bahwa kitab sudah terbakar, aku membuat salinannya dengan meniru tulisan tangan ayahku. Tetapi, kesemuanya sudah kuubah menjadi lebih sederhana. Aku menulis disana bahwa hanya menguasai dari tingkat 1 hingga 8, baru bisa memantapkan energi guna mempelajari tingkat selanjutnya. Terang tapak buddha memang tidak pernah menguasai cara membalikkan nadi seperti yang kutulis. Tetapi setiap serangan tapak buddha membutuhkan ketenangan hati, dan justru setelah memantapkan 8 jurus, maka jurus kesembilan jika benar dibalikkan maka kekuatan jurus tersebut benar tidak berada di bawah kemampuan jurus ke sembilan yang aslinya." "Tunggu... Apa efeknya jika benar dipelajari oleh seorang yang betul melatih tapak buddha tingkat pertama hingga kedelapan..." baru Jieji hendak bertanya. Duan sudah menyambungnya. "Jika ada orang sedemikian, dia mempunyai 2 pilihan takdir." sahut Duan sambil mengangkat jarinya. Jieji terkejut juga. Biasanya 2 pilihan tentu 1 baik dan 1 buruk. Mengingat siapa yang berkemampuan mempelajarinya tersebut, tentu tanpa terasa dia berkeringat dingin. "Yang pertama, jika dia sanggup menguasai dirinya. Maka dia terang telah mengerti apa yang kutulis. Yang kedua... Meski dia bertambah kuat, tetapi nyawanya betul di ujung tanduk. Sama seperti keadaan anda dan atau bisa lebih parah, seperti ketika setelah anda mengalahkan Li Zhu beberapa tahun yang lalu." tutur Duan dengan serius. Jieji terkejut sebentar. Dia membayangi kembali masa lalu yang sudah lewat sekitar 6 tahun lalu. Saat itu, Jieji terlalu memaksakan tenaga tapak berantainya. Memang benar terakhir dia unggul

atas Li Zhu di jurus terakhir. Alhasil, bukan saja dirinya yang terlalu memaksakan dirinya sesaat segera "memakan" usianya dengan pesat. "Tapak berantai... Jurus yang hebat dan dahsyat sekali. Meski mirip ilmu pemusnah raga, latihan awalnya terlihat sama. Tetapi pada latihan akhir, kedua ilmu cenderung berbeda sekali. Namun, ilmu ini bisa dikatakan sesat." sahut Duan dengan memalingkan wajah ke samping. Jieji menyadari apa perkataan dari Duan memang benar sekali. Tenaga dalam orang yang berlatih memang sangat kuat jika mendalami ilmu tersebut, namun karena 4 unsur selalu bertambah kuat setiap harinya. Maka lama kelamaan bukan saja meluber energi itu. Dan jika raga tidak tahan akan kemampuan tenaga dalam yang terus bertambah setiap saat, maka kebalikannya malah akan mengancam jiwa sendiri. Disebut Ilmu pemusnah raga awalnya karena pencipta Ilmu (Qin Shi Huang Di) sudah menyadari akibatnya. Artinya Ilmu ini bakal memusnahkan raga sendiri lama kelamaan. Membayangkan bahwa orang yang melatih tapak buddha tingkat sembilan secara terbalik nadi, Jieji kembali berkeringat dingin. Tetapi, Yunying yang mendengar tuturan keduanya tentu tidak senang. Dia menghadap ke Jieji, dengan menarik pelan lengan baju pemuda, dia bertanya dengan berkerut kening. "Kalau begitu, tapak berantai yang dipelajari olehku benar berbahaya?" Jieji tersenyum mendengar pertanyaan isterinya. "Tentu tidak. Karena sudah mendapat pelajaran sebegini, aku sudah tahu benar bahwa ada beberapa kekurangan dalam Ilmu yang kucipta sendiri itu. Dengan sengaja setiap jurus baru yang kuciptakan selalu menghasilkan daya serangan meluber tentunya adalah mencegah hal sedemikian." Yunying kurang puas mendengar jawaban Jieji. Meski kungfu barunya itu lihai luar biasa ditambah tenaga dalam pemberian Jieji dan Yue Liangxu, sebenarnya kemampuan Yunying sudah tiada tandingan sejagad jika benar dalam adu tenaga dalam. Lantas segera dia menanyainya kembali. "Kalau begitu, aku harus bertarung setiap saat. Tidak boleh membiarkan energinya terus meluber? Dan tentunya lama kelamaan jika diriku tidak bertarung maka akan berubah menjadi nenek tua sebelum umurnya?" dengan terlihat kesal dia memandang ke Jieji. Kesemua orang tertawa melihat cara berbicara dan kepolosan Yunying. Jieji tersenyum sangat riang demi mendengar perkataan Yunying. Lantas dia menjawabnya begini. "Ketika kamu benar melepaskan Qi ke seluruh tubuh. Apa pernah dirasakan bahwa energi meluber keluar dan penarikan nafas kedua menimbulkan ledakan energi yang lebih dahsyat?" Yunying sering sekali melakukan gerakan awal pernafasan yang merupakan gerak awal setiap tingkatan Ilmu tapak berantai. Dia segera menjawab dengan menggelengkan kepalanya. "Itu karena 4 unsur hanya sekali berjalan dan tidak saling bertindih. Kemajuan tenaga dalam sebegini memang agak lamban. Tetapi justru tidak membahayakan." tutur Jieji sambil menepuk pundaknya ramah. Yunying girang. Rupanya sejak awal Jieji memang sudah memperhitungkan efek bahaya Ilmu yang dilatihnya tersebut. Oleh karena itu, dia menciptakan kembali ilmu baru dengan daya

tekanan yang berkurang dahsyat namun justru tidak menimbulkan efek bagi pemakai sama sekali. "Wei Jindu sekarang sudah berubah. Seharusnya kau sudah benar tahu?" tanya Duan tiba-tiba kepada Jieji. Ini adalah pertanyaan paling tidak suka didengar oleh Jieji. Tetapi mendengar Duan menanyainya begitu, dia berpaling sambil menghela nafas panjangnya. "Sekarang... Meski tidak pernah kau berikan salinan kitab tapak berantai. Toh, benar dia mendapatkannya. Sudah dia dapatkan sejak awal." Duan bercerita sambil menggelengkan kepala. Yunying tidak mengerti dengan jelas perkataan Duan. Dia terlihat berkerut kening. Namun, Jieji mengerti apa perkataan orang. "Aku harus bertemu dengannya secepatnya." "Kalau begitu, pergilah secepatnya." sahut Duan dengan pendek dan serius. Jieji baru saja mau memberi hormat sambil memutar badan. Tiba-tiba putera mahkota berkata kembali. "Untuk anda pendekar Xia... Sesungguhnya harus agak berhati-hati dalam perjalanan-mu kali ini..." Jieji sempat berpaling sebentar, dia mengangguk pelan sambil mengucapkan sepatah kata terima kasih. Duan dan 2 orang temannya memandang lurus ke depan beberapa saat. Sampai kemudian mantan putera mahkota segera melirik ke arah gadis di sampingnya. "Sepertinya kamu harus mengikutinya." Gadis itu tersenyum manis. Kecantikannya memang luar biasa apalagi tersenyum seperti demikian. Dia memberi hormat pendek. "Aku akan berusaha semaksimal mungkin melindungi mereka." Duan mengangguk pelan dan berbalik sambil berjalan ke belakang dengan tenang saja. Sementara itu, si gadis sepertinya sudah beranjak berjalan mengikuti ke arah perginya Jieji dan isterinya, Wu Yunying. "Meng Yangchu... Saudaraku... Tidak disangka bahwa kamu sudah pergi puluhan tahun lalu. Tetapi tidak pernah kusadari sama sekali." sahut Duan yang terlihat mengangkat kendi arak yang berada di meja belakang pohon. "Tuanku... Kenapa anda tidak membunuh Huang?" tutur Gao menanyainya. Selang cukup lama juga, akhirnya Duan berbicara. "Huang Qian... Orang yang pintar luar biasa. Dia sudah menyamar menjadi 2 orang dalam 1 saat. Dan dirinya

sendiri malah dianggap telah mati. Aku benar salut kepadanya." Sambil melirik sebentar ke arah Gao, Duan melanjutkan kembali. "Huang akan terkena akibat dari ulahnya sendiri. Setidaknya sekarang sudah ada 1 orang yang betul-betul menginginkan nyawanya." Duan berkata sambil tersenyum hambar saja. "Tetapi.. Tuan muda.. Sepertinya Xia Jieji tidak menyadari bahwa..." sahut Gao dengan agak bersemangat. "Dia mungkin tidak menyadarinya, hanya saja..." tutur Duan sambil mengerut keningnya. Jieji yang beranjak pergi bersama Yunying menuju ke arah utara. Yunying asyik menghujani Jieji dengan berbagai pertanyaan yang sulit dimengertinya. "Kamu tahu? Sebenarnya saat kukatakan pada Lie Hui bahwa Meng Yangchu bukanlah ayahnya. Maka saat itu sebenarnya sudah kutahu bahwa dia adalah pamanmu." jawab Jieji. "Loh? Bukankah kalau dia adalah pamanku berarti dia adalah ayahnya Lie Hui?" tanya Yunying terus menerus karena tidak sabaran. "Tidak.. Sebenarnya Lie Hui bukanlah puterinya." jawab Jieji sambil tersenyum. "Benar!! Lie Hui bukanlah puterinya. Tetapi adalah isterinya!" teriak suara merdu seorang wanita. Mendengar adanya teriakan semacam demikian, membuat Jieji dan Yunying berpaling ke arah sumber suara yang muncul. Mereka kemudian melihat seorang wanita cantik dengan wajah bersih terang, langsing semampai mendatangi. "Pendekar Xia, bagaimana perjalananmu kali ini kalau kuikuti?" tanyanya seraya bercanda tertawa. Jieji menatapnya agak bengong. Kemudian dia tersenyum. "Puteri Nan-an Duan Yenphing bersedia berjalan bersama kita. Tentu adalah sebuah kehormatan." Gadis cantik ini tertawa kembali. Dia mengangguk pelan sambil berjalan ke depan. "Jadi Lie Hui itu isterinya pamanku?" tanya Yunying tidak begitu menggubris kedatangan puteri Tali tersebut. "Betul sekali. Sesungguhnya dia bukanlah puterinya. Sahabatku itu seorang yang sangat pintar luar biasa, tidak disangka dengan "matinya" dirinya. Dia mengubah dirinya menjadi 2 orang lain yang pernah hidup di dunia. Sungguh luar biasa sekali kalau dipikir-pikir. "Jadi... Meng Yangchu dan Lie Fei, Ketua partai Jiu Qi juga adalah dia?" tanya Yunying.

Jieji mengangguk pelan saja. Kemudian dengan suara sayu dia berkata kepada Yunying. "Jika suatu saat, aku sangat yakin akan apa yang kupikirkan dalam 1 kasus. Maka sebutlah "Yunnan Meng Yangchu", maka aku akan sangat berterima kasih kepadamu." Dua hari kemudian... Di jalanan pendek dan agak sukar terlihat 3 orang sedang memacu kudanya ke depan dengan agak hati-hati. Daerah jalanan pegunungan Sizhuan memang sulit untuk dijalani. Jalan sempit, jurang di samping acap kali menanti. Dan beberapa daerah disini memang terlihat pegunungan yang tinggi mengapit. "Ini adalah daerah yang sungguh berbahaya." sahut suara seorang pria datar. "Mengapa kamu pilih jalan ini?" tanya suara seorang wanita di belakangnya. "Ini adalah lembah naga terbang." sahut pemuda sambil meluruskan pandangan ke depan. "Sebelah barat berseberangan dengan Xiaguo. Dahulu Cao-Cao pernah menyerang kemari, tetapi dia tertipu habis-habisan oleh Zhuge Kungming karena memanfaatkan situasi medan perang yang sangat berbahaya." jawab wanita di belakang. "Sebentar... Lihat ke depan!" teriak pemuda yang agak terkejut. Segera, dia turun dari kudanya. Meloncat ke depan dengan ringan tubuh yang sangat luar biasa. Kedua orang di belakangnya tiada lain adalah Yunying dan gadis yang merupakan puteri kerajaan Tali. Keduanya, melihat gerakan Jieji yang maju ke depan secara pesat. Tanpa ayal, juga mengikutinya. Ilmu ringan tubuh kedua wanita tersebut tidaklah rendah, bahkan bisa dikatakan sangatlah bagus. Melewati 3 belokan, akhirnya kedua wanita berhenti karena melihat pria tersebut sudah jongkok untuk memeriksa. "Darah!" sahut pria tersebut terkejut. Dia berjalan cepat kesana dan kemari. Melihat cukup banyak darah yang belepotan meski sudah luntur karena hujan semalam. Terakhir darah yang cukup banyak disana mengantarkannya ke sebuah jurang yang terlihat dalam. Sebab tidak bisa terlihat dasar dari tempatnya berdiri. Pria ini termangu-mangu sambil berpikir kemudian. Dia tidak lain tentu Jieji. Melihat ke bawah jurang dan mengerutkan keningnya. Sebenarnya, Jieji tidak pernah tahu benar pesan yang diberikan oleh putera mahkota Duan. Sesuai pesan dari Duan, sesungguhnya artinya adalah bahwa Zhao kuangyin mendapat bahaya. Meski saat itu, Jieji betul menyadarinya. Maka kesempatan untuk menolong Zhao sudah tidak ada lagi. "Menurutmu, ada yang jatuh ke jurang?" tanya Yunying kemudian sambil menoleh ke dalam. "Aku akan turun..." jawab Jieji dengan datar. Keduanya terkejut mendengar perkataan Jieji. Saat ini, sebenarnya cukup cerah. Dan dasar dari jurang saja tidak bisa terlihat oleh mata mereka. Tentu mereka tahu bahwa jurang tersebut

sangatlah dalam sekali. Mungkin ribuan kaki untuk sampai ke dasarnya. Mendengar Jieji ingin turun, keduanya tentu heran luar biasa. Jieji melirik ke arah kedua wanita tersebut. "Kalian memiliki pisau?" Puteri Nan-an segera merogoh kantung bajunya. Dengan segera dia mengeluarkan pisau pendek yang tidak sampai 1 kaki panjangnya. Namun, terlihat pisau sangatlah indah genggamannya. Sepertinya pisau tersebut bukanlah pisau biasa-biasa. Jieji segera membuka sarung dengan segera. Kilatan cahaya pisau segera muncul. "Kalian berdua bisa membantuku?" tanya Jieji dengan serius. Tanpa perlu lama, keduanya sudah mengiyakan. Jieji meminta keduanya menuju ke arah timur. Sekitar 30 li dari sana, terdapat sebuah desa. Mereka berdua diminta membeli tali sebanyak-banyaknya. Dalam 2 jam, keduanya akhirnya kembali dan membawa tali sepanjang yang diperlukan. Jieji segera mengikatkan tali tersebut kepohon besar yang terdekat. Sambil ujung tali diikatkan ke batu yang agak besar. Dia melemparkannya ke bawah jurang. Alhasil, ketiga orang cukup bengong ketika batu besar yang telah dilemparkan tersebut tidak mencapai dasar meski panjang tali yang mereka bawa sudah hampir mencapai ratusan kaki. Dari atas, Jieji menarik ulur sebentar tali tersebut. Sehingga dia ingin tahu apakah sesungguhnya batu yang dilempar tersebut telah mencapai dasar jurang atau tidak. Mendapati jurang teramat dalam, mau tidak mau Jieji juga terkejut. "Kali ini aku harus turun untuk melihat. Kalian berdua jagalah di atas saja." sahut Jieji kemudian. Meminjam pisau dari puteri Nan-an sebenarnya sejak awal sudah diketahui Jieji manfaatnya. Dia yakin bahwa tali terpanjang sekalipun tidak akan sanggup untuk mencapai dasar. "Hati-hati..." sahut Yunying kepadanya dengan serius. Jieji hanya mengangguk pelan saja. Namun, segera dia bekerja cepat. Dengan meloncat ke bawah sambil memegang tali, Jieji telah menuruni dengan pesat. Diperlukan waktu yang lama juga ketika dia sudah mendapati batu yang memang sedang mengambang di udara. Sebab panjang tali benar tidak sanggup mencapai dasar jurang. Tetapi Jieji yang sedang berada di antara langit dan bumi, cukup girang. Karena sekarang jarak sampai ke dasar jurang sudah benar tidaklah jauh lagi. Dari sini, dia mampu melihat bahwa dasar jurang sepertinya ditumbuhi pohon yang sangat lebat sekali. Segera, dia mengeluarkan pisau yang tadinya diselip ke ikat pinggangnya. Dengan sebelah tangan mencengkram dinding batu tebing. Sebelahnya dia tusukkan pisau ke dalam. Jieji menjadikan pisau kecil nan kuat dan tajam tersebut untuk menjadi pegangan saja. Sementara, kakinya dengan sangat lincah menuruni tebing yang curam sekali itu. Dalam waktu sekitar setengah jam kemudian, Jieji sudah turun ke bawah. Dia loncat ke salah satu ranting pohon yang cukup besar tersebut. Memandang ke bawah bahwa di bawahnya

adalah tanah yang tidak seberapa tingginya dari pohon. Sekali lagi dia meloncat turun ke bawah. Jieji memandang sekitarnya. Jurang yang dalam tersebut ternyata di bawahnya terdapat pemandangan yang sungguh asri. Cahaya matahari seperti mengintip di antara daun-daun pepohonan yang menjulang tinggi. Tetapi, Jieji bukan datang untuk menikmati pemandangan. Dia segera bekerja cepat. Memeriksa setiap sudut yang dikiranya penting. Luas daerah jurang tersebut mungkin sekitar 1 li persegi. Tidak ada tanda-tanda darah dimana-mana, Jieji sebenarnya sangat lega mendapati hal demikian. Setidaknya jika ada orang yang jatuh ke jurang maka dipastikan belumlah tewas. Untuk memastikan, acap kali dia meloncat ke atas pohon, dan dari atas dia memeriksa semua pepohonan dengan sangat teliti. "Sepertinya tidak ada orang yang jatuh kesini." Jieji berpikir sejenak sambil berjalan ke depan. Namun, ketika dia sampai ke tebing seberang. Dia agak terkejut. Sebab ketika dia menoleh ke atas ranting, dia mendapati sesuatu benda. Sebuah kain berwarna ungu keemasan terlihat melambai di antara ranting pohon yang cukup lebat. Sepertinya, Jieji mengenali benda tersebut. Maka dengan pesat, dia meloncat kembali ke atas dan meraih kain berwarna ungu itu. Ketika turun, dia mengamati sebentar benda ini. Langsung saja, wajahnya terlihat buram. Dia berpikir dengan sangat pesat kemudiannya sambil memejamkan matanya. Kerutan kening di dahinya membuatnya terlihat sangat sayu. "Kakak pertama sempat berada di sini. Tetapi dia jatuh dengan siapa?" "Tidak mungkin...." "Jika dia jatuh ke sini bersama dengan adik ketiga... Maka...." Sesaat, dia tersadar. Tangannya memang sedang memegang sebuah kain berwarna ungu keemasan. Senyumannya tampak di bibirnya dengan segera. Sepertinya dia sudah tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi di dalam jurang tersebut pada saat itu. Dengan cekatan, Jieji mengikatkan kain berwarna ungu keemasan di pinggangnya. Sekali loncat dalam 1 tarikan nafas, tubuh Jieji segera mencelat tinggi di tebing seberang. Dan dengan bantuan tangan, Jieji memanjat pelan sambil mengamati tebing. Mendapati batu tebing terlihat bekas cakar yang cukup dalam, membuatnya tersenyum bahagia. Memang, tebing seberang lebih landai jika dibandingkan dengan tebing tempat dia turun tadinya. Sesudah menyaksikan apa yang perlu dilihatnya, Jieji segera meloncat turun dengan meminjam pijakan tebing. Dengan bergerak terakhir kalinya, dia sudah meyakini benar sesungguhnya analisisnya tadi. Dan karena sudah tidak ada lagi yang perlu dicari di dasar jurang. Jieji kembali mendatangi ke arah dimana dirinya turun tadinya. Dengan melihat ke atas cukup lama, dia menarik nafasnya dalam-dalam sekali. Dan sekali dirinya terlihat berjongkok pelan, dan sekali lagi dirinya "terbang" meluncur ke atas dengan sangat pesat sekali.

Sebenarnya benda berupa kain berwarna ungu keemasan tiada lain adalah pusaka luar biasa di jagad. Benda ini adalah Sabuk naga sejati. Sabuk yang dipakai untuk melatih ilmu ringan tubuh. Bagi pemakai meski hanya orang biasa, namun dalam meloncat biasa tidak layaknya orang tersebut seperti telah menjadi seorang pesilat. Sepertinya pusaka tersebut benar telah dimiliki oleh Zhao Kuangyin. Jieji seperti terbang ketika mendaki jurang yang teramat dalam tersebut. Tenaga dalamnya sudah tergolong sangat dahsyat, ilmu ringan tubuh yang diperolehnya dari ilmu 10,000 langkah dewa saja sudah demikian sakti, kali ini dia memakai sabuk, maka dirinya sama sekali tiada kesusahan. Tidak lama kemudian, dia sudah meloncat ke atas dengan bantuan tali yang diikat ke batu tadinya. Namun, sesudah dia sampai ke atas. Dia sangat terkejut. Karena Yunying dan puteri Nan-an sudah tidak berada di sana. Jieji sempat menengok ke kanan dan ke kiri. Dia melihat adanya sebuah kain putih yang terpotong dan sepertinya diletakkan di atas batu yang sebesar genggaman tangan. Sambil meraihnya, Jieji membaca sebentar. "Kita menuju ke Tongyang. Ada kabar yang katanya cukup berbahaya. Segeralah menyusul..." Mendapati tulisan Yunying di kain bajunya tersebut, Jieji cukup bingung. Dia berpikir sebentar dengan serius. Namun, karena dirinya cukup kacau dan pikirannya kurang bisa berkonsentrasi, maka Jieji tidak mendapat jawaban yang pasti hanya berdasarkan surat tersebut.

BAB CXXXIV : Tiga Setan Kunlun - Tewasnya Zui Wang Di sebuah perempatan, sebelah selatan kota Zi tong... Terdapat lima orang yang sedang berdiskusi tentang sesuatu yang cukup serius. Empat pria terlihat berdiri kokoh, sementara seorang gadis kecil berdiri paling samping. "Jadi benar kakak kelima sedang menuju ke utara? Kita kehilangan jejaknya sekarang. Bagaimana ayah?" tanya seorang gadis kecil kepada orang paruh baya yang berambut pendek putih. "Anak muridku sekarang tiada masalah. Aku rasa sebaiknya kita pulang saja ke perkemahan segera." jawab orang tua yang tentunya adalah Dewa Lao. "Tetapi... Sungguh rumit sekali apa yang telah terjadi selama ini. Lie Hui yang dikira saudara Xia adalah puteri dari Huang Qian. Sekarang ternyata adalah isterinya sendiri. Apakah benar Lie Hui sedang mengincar nyawa Huang Qian?" tanya pria yang berdiri gagah di samping Dewa Lao. Senyum tersungging di wajah seseorang yang berdiri tepat di depan pria tadinya yang adalah ketua partai Kaibang, Yuan Jielung.

"Lie Hui, seorang wanita yang memiliki 1000 keanehan. Xia Jieji mungkin tidak pernah tahu pada awalnya bahwa wanita tersebut adalah isterinya Huang Qian. Demikian juga diriku yang tertipu mentah-mentah oleh taktik detektif no. 1 (maksudnya Huang) sejagad itu." "Namun segalanya betul berjalan dengan lancar dan sangat baik sekali akhirnya. Kasus Meng Yangchu dan keluarganya betul membuat dunia ini kacau sekali." jawab Dewa Lao menengadah. "Tidak ayah... Ini bukan hal yang memusingkan sekali. Dengan singkat kita bisa merincikannya begini. Huang Qian, meninggalkan Lie Hui demi sesuatu hal. Terakhir diketahui adalah Ilmu silat tingkat tinggi. Dia rela merubah dirinya menjadi 2 orang yaitu Meng Yangchu dan Lie Fei. Demi cita-citanya, tentunya dia sudah bersekongkol benar dengan Yelu Xian dan dedengkotnya. Namun, ada satu yang benar tidak kumengerti. Seharusnya mereka semua memiliki pemimpin..." sahut Yumei dengan wajah yang kusut seakan sedang menyelidiki sesuatu yang sangat rumit. Baru berkata sampai di sini. Putera mahkota Duan langsung tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan gadis kecil yang sangat pintar ini. "Benar sekali... Benar sekali... Kepintaran anda benar beberapa kali lipat di atasku dan bahkan sudah di atas Xia Jieji...." Pujian putera mahkota membuat Yumei si gadis kecil tersenyum malu-malu. "Tahukah kalian... Mereka semua adalah orang yang memiliki kemampuan dan derajat yang tidak rendah di dunia. Jika tidak diperintah oleh seseorang, mana mungkin bisa satu sama lainnya mempunyai citacita yang seakan sama? Kata-kata nona kecil masuk akal sekali. Tolong lanjutkan..." Yumei yang masih tersenyum, kembali melanjutkan. "Pertama-tama mungkin adalah Dewa Bumi yang merupakan sesepuh dunia persilatan yang memiliki pengalaman yang sangat kaya. Namun, lama kelamaan sepertinya orang-orang tersebut tidak begitu menyukai gaya kepemimpinannya. Karena itu, mereka "mengadakan" pertarungan antara kakak kelimaku dengan Dewa Bumi dan berharap Dewa itu bisa terbunuh oleh kakak kelima. Namun, segalanya tidak berjalan lancar ketika kakak kelimaku tidak membunuhnya. Tetapi dia juga tewas akhirnya oleh Yue Liangxu, yang sesungguhnya betul ada orang yang sedang bermain di belakang layar. Lama kelamaan, mereka berkomplot dengan Huo Xiang di barat untuk menguasai daratan tengah. Sesungguhnya Huo tidak lain dan tidak lebih hanyalah biji catur mereka. Meng Yangchu di selatan, mungkin menunggu waktu untuk melahap Ta-Li yang besar tersebut. Dia merencanakan sesuatu tentang "obat ilusi" yang seharusnya diberikan kepada putera mahkota dan membunuhnya. Setelah 1 halangan tersebut hilang, maka dia berniat mencaplok Ta-Li...." Putera mahkota sangat kagum akan penjelasan Yumei semenjak tadinya. Sesungguhnya, apa yang ada dalam pikirannya beberapa bulan lalu sudah dibeberkan oleh Yumei secara jelas sekali.

"Tentu mengganti Kaisar Duan dengan dirinya(Huang Qian). Dia bisa bertindak mengancam daratan tengah dari beberapa arah. Tetapi, anda(putera mahkota) sudah mengetahuinya dan duluan menjalankan siasat anda. Mungkin karena kematian puteranya, anda betul sadar bahwa sesungguhnya Huang-lah orang yang bermain di belakang layar dari awalnya." Putera mahkota tertawa mendengar penjelasan nona kecil ini. Lantas dia menjawab. "Betul sekali, apa yang kulakukan jelas terucap seperti anda benar berada bersamaku saat itu." "Huang sengaja memancing kakak kelimaku. Dan terakhir benar dia masuk ke dalam jebakan. Semua yang diketahui kakak kelima ku pada awalnya adalah hal yang samar samar dan kabur luar biasa. Yang mengira bahwa pelaku pembunuhan sebenarnya adalah anda sendiri. Namun, anda sudah menyiapkan sejak awal pencegahannya. Anda mempunyai hubungan erat dengan partai Jiu Qi, dan juga tentunya dengan wanita bernama Lie Hui itu. Karena itu, anda tidak pernah membunuh Huang Qian bukan?" "Kamu sudah tahu semuanya. Benar-benar ajaib... Dahulu... 30 tahun yang lalu muncul seorang Yuan Xufen yang cerdasnya tiada tandingan. Sekarang... Kamu layak sekali menggantikannya." tutur putera mahkota Tuan dengan bernafas lega sekali. "Lie Hui tiada lain adalah benar adik kandungku. Sifatnya luar biasa aneh. Dia memiliki seorang puteri yang bernama Lie Xian. Demi balas dendam karena Huang meninggalkannya, dia berusaha dengan banyak sekali cara-cara. Saat pertama kali Huang menginjak Yun-nan, aku tidaklah tahu menahu masalahnya. Oleh karena itu, kudiamkan saja. Ketika kuketahui bahwa adik kandungku mencarinya untuk balas dendam, aku membantunya. Namun, saat itu Huang sudah hilang tanpa jejak. Sungguh, Huang bukanlah lawan yang enak untuk ditantang." "Dengan begitu, jelas sekali dia mencari kakak kelimaku untuk memanfaatkan otaknya. Namun, dia tidak mendapatkan apa-apa. Bukan begitu, paman Gao Jianshen? Atau bisa kusebut Lie Hui?" tanya Yumei sambil tersenyum. Seorang pemuda paruh baya yang berdiri tepat putera mahkota tertawa terbahak-bahak. Suaranya lama kelamaan berubah meninggi seperti suara seorang perempuan. "Kamu pintar sekali nak. Gao sudah berangkat ke arah lembah naga terbang sejak kemarinkemarin. Akulah orang yang menyamar sebagai dirinya. Lalu apa kamu tahu kenapa aku mendampingi kakak kandungku?" "Dengan begitu, dialah memberi kalian informasi bahwa Zhao Kuangyin aman-aman saja? Oleh karena itu, kalian tidak memaksa kakak kelimaku untuk segera menuju ke sana, bukan begitu? Untuk itu, aku benar tidaklah tahu." jawab Yumei dengan menunduk malu-malu. Sejak tadi, baik Dewa Lao maupun Yuan Jielung sangat kagum akan keterangan Yumei yang sangat luar biasa. "Saudara Guo, anda memiliki seorang puteri yang sangat pintar. Sungguh luar biasa sekali dia mendapat pendidikan." tutur Tuan dengan memberi hormat ke arah Dewa Lao.

Dewa Lao tersenyum saja, lantas dia memberikan keterangan. "Saudara Lie... Aku rasa tidak perlu kusembunyikan lagi identitas anda. Benarkah 3 bersaudara setan Kun tidak pernah mencari masalah denganmu lagi?" "Mereka selalu bertindak ketika tiada orang sama sekali di sekitar mangsanya. Selama puluhan tahun, sungguh memalukan sekali. Aku terpaksa meminta orang berada di sampingku. Tetapi, sekarang sepertinya semuanya sudah lain sekali." jawab Tuan alias Lie. "Jangan-jangan sudah ada target baru mereka?" tanya Dewa Lao dengan agak heran. "Betul sekali... Begini, aku mendapat kabar yang kurang pasti. Kabarnya 3 setan itu mendapat tawaran untuk membunuh Zhao Kuangyi dan digantikan dengan Zhao Kuangyin. Namun, sepertinya selama Zhao Kuangyin belum tewas. Maka Zhao Kuangyi akan aman-aman dari serangan 3 orang brutal itu. Dahulu... Nyawaku ditawarkan dengan 7 turunan keluarga Meng. Sampai sekarang aku masih hidup sehat sekali. Ini adalah kegagalan yang pertama bagi mereka..." "Tetapi.. Bukankah Dewa Bumi sudah tewas? Perjanjian lama itu seharusnya sudah dihapus?" tanya Yumei tiba-tiba menengahi. Duan melihat dengan terkejut kagum ke arah Yumei. "Anda juga tahu bahwa Dewa Bumilah orangnya? Tentunya karena Dewa Bumi sendiri takut aku bakal mencarinya. Sejak awal dia sudah berniat membinasakan keluarga Meng karena tetua Pei Nanyang, namun begitu kesempatan bahwa ketiga orang tersebut meminta nyawa seluruh keluarga Meng, tentu dilaksanakan sekaligus oleh Dewa Bumi dengan mudah sekali." "Dengan begitu, ketiga orang tersebut main tawar menawar dengan imbalan yang layak sekali. 7 turunan keluarga Meng diganti nyawa putera mahkota TaLi. Itu karena mereka tidak pernah tahu bahwa anda adalah pesilat yang luar biasa handal." tutur Yumei dengan wajah penasaran. "Kamu benar sekali. Namun, aku nyaris tewas saat itu. Aku bertarung lebih dari 100 jurus dengan mereka bertiga. Hingga saat aku benar terdesak, seseorang menolongku. Mereka memiliki etika dalam membunuh yaitu tidak ada seseorangpun di samping target mereka, baru mereka akan melakukan pembunuhan gelap tersebut." sahut Tuan berpikir. "Kalau begitu, kakak kelima betul dalam keadaan bahaya?" tanya Yumei seraya berteriak. Kesemua orang kurang mengerti maksud Yumei. "Ayah! Seharusnya transaksi untuk membunuh Zhao Kuangyin diganti Zhao Kuangyi itu dibuat oleh seseorang yang sangat membenci kakak pertama(Zhao Kuangyin) bukan? Lantas, aku sama sekali tidak yakin kalau tidak ada orang lain yang melakukan transaksi untuk membunuh kakak kelima juga. Bukan begitu?" "Perkataanmu sungguh masuk akal. Namun sampai saat ini..." Tuan melihat ke arah Lie Hui atau Gao Jianshen.

"Tidak ada informasi pertukaran tentang nyawa Xia Jieji. Aku mendapat informasi terbaru bahwa kedua jenderal besar Liao akan ditukar kepalanya dengan kakak pertama(Putera makota Tuan) baru-baru ini." jawab Lie Hui. "Wei Jindu membenci Zhao Kuangyin sedalam lautan. Zhao Kuangyi ingin melenyapkan nyawa kedua jenderal besar Yelu dari Liao karena serangannya yang sering gagal ke utara. Lalu siapa saja orang yang mengincar kepala pendekar Xia?" tanya Yuan Jielung. "Tentu salah satunya adalah Yelu Xian atau Wu Shanniang? Mereka berdua bukankah sangat membenci kakak kelimaku?" teriak Yumei dengan sangat cemas. "Kalau begitu. Kita harus susul dia secepatnya. Seharusnya dia masih berada di lembah naga terbang atau sudah jauh dari sana." tutur Tuan dengan sesegera. *** Xia Jieji masih berdiri tegap di lembah naga terbang yang sangat sunyi sekarang. Deru angin masih terdengar hebat di telinga dan suara rumput menebas angin juga terdengar merinding. "Hm.. Seharusnya aku juga pulang ke Tongyang saja." demikianlah pikiran Xia Jieji. Tidak ada seekor kuda pun disana. Jalanan susah membuat Jieji berpikir akan melalui mana terlebih dahulu. "Puteri Nan-an tahu jalanan di sini dengan baik karena dia adalah orang Ta-Li. Sekarang akan kuikuti saja jejak kuda mereka yang tertinggal." Dengan mengikuti jejak kaki kuda, Xia Jieji melangkah cepat berlari untuk menyusul. Sekira 10 Li ke arah barat, Jieji akhirnya menemukan desa. Desa tersebut tidak bisa dikatakan kecil, karena ini adalah penyeberangan terakhir menuju daerah kerajaan Sung. Jieji menengadah di depan gapura pintu masuk desa yang terlihat asri dan permai tersebut. "Desa keluarga Yang" terpampang jelas. Jalanan di desa tidaklah kecil, bahkan cukup lebar. Di samping terlihat beberapa kedai yang menjual makanan. Jieji segera menghampiri salah satunya seraya bertanya. "Paman, apakah anda melihat 2 orang wanita cantik luar biasa yang lewat? Salah satunya membawa kuda yang berwarna biru merah terang?" Orang yang ditanya berumur sekitar 60 tahunan. Dia menjawab tidak. Jieji makin penasaran. Lantas dia berjalan ke dalam desa, lantas menanyai beberapa orang disana. Namun, tiada satupun yang mengetahui adanya lewat 2 orang wanita cantik. Jieji dengan cepat berjalan keluar desa, dan mengamati kembali jejak kaki kuda. Yang diamati tiada lain adalah jejak kaki kuda bintang biru yang besar dan mendalam, tanda bahwa kuda tersebut kokoh dan gagah. Dia mendapati beberapa jejak keluar desa dengan langkah pendek atau kuda sedang dijalankan dalam keadaan lambat. "Kenapa tidak ada yang melihat bahwa Yunying maupun puteri Nan-an melewati desa? Janganjangan???" terdengar Jieji menggumam pelan. Lantas dia mengamati tajam ke depan ke arah semak yang cukup lebat. Setelah selesai membeli beberapa bekal, dia menanyai seorang bibi yang berdagang di sana. "Apa nama tempat di depan bi?"

"Di jalanan depan terbagi 2 arah. ke arah utara dan timur. Arah utara dinamakan jalan Emas berbagi. Sedang ke arah timur dinamakan jalan kebersamaan yang runtuh." jawab bibi itu sambil tersenyum. "Jalan Emas berbagi pernah kulewati beberapa tahun yang lalu, dari jalan itu akan tembus ke Chang-an beberapa ratus li jauhnya. Bagaimana jalan kebersamaan yang runtuh itu?" tanya Jieji kembali. "Jalanan itu lebarnya 3 tombak dan luas. Di samping kiri kanan terdapat gunung yang tinggi. Anda akan sampai ke Jiangling melalui 5 desa dalam 2 malam." jawab bibi tersebut. Jieji mengucapkan terima kasih kepada bibi itu. Dan beranjak meninggalkan tempat setelah membeli seekor kuda cepat. "Aku sudah tertipu oleh seseorang. Tidak... Beberapa orang tepatnya. Aku harus lebih hatihati." Demikianlah pikir Jieji. Dia memacu kudanya dengan kencang ke arah timur. Tetapi baru lebih dari 3 li saja. Jieji merasa aneh sekali. "Jejak kaki itu hilang di jalanan demikian. Di depan adalah tebing tinggi dengan sampingnya adalah gunung. Tempat seperti demikian sungguh sangat berbahaya." Dengan duduk di atas kuda, Jieji memandang sekeliling. Sinar matahari sore sepertinya masih cukup menyengat. "Ini bukanlah jalan yang harus kulewati sekarang." Lantas dia turun dari kuda, dan berjalan pelan ke belakang kembali. Tetapi, ada sesuatu yang sepertinya menggodanya ketika dia mengamati tebing di depan sana yang jauhnya tidak seberapa. Jauh memandang, dia melihat aliran sungai Changjiang yang sejuk dan sangat sedap dipandang. Pandangannya terhenti di sebuah rumah yang kecil tepat di bawah kakinya. Lalu, seraya menambatkan kuda Jieji segera meloncat turun untuk mengamati. Sekarang, Jieji memiliki sabuk maha sakti yang sedang melekat di pinggangnya. Maka sekali loncat, Jieji bagaikan terbang atau bagaikan anak panah yang melesat dari busur. Dalam menyelidik kali ini, Jieji berusaha ekstra hati-hati sekali. Dia usahakan mengikuti pergerakan angin tanpa melawan ketika hendak turun. Dia mendarat tepat di sebuah pohon yang besar. Dengan mengamati sekeliling sebentar, akhirnya Jieji melompat turun santai tepat pada depan gerbang rumah yang tidaklah kecil tersebut. Di samping, aliran sungai sedang mengalir perlahan dengan air terjun kecil di belakangnya. Kembali Jieji mengamati dengan sangat serius ke depan. Pintu terlihat cukup bersih, daerah ini sangatlah asri sekali dengan hembusan angin sepoi-sepoi. Ketika hendak melangkah ke depan, dia mendapati sesuatu. Suara nafas seseorang dari dalam yang terdengar sangat perlahan di rasakannya. Karena mendapati suara nafas demikian, Jieji tertegun hebat. "Orang di dalam rumah adalah tokoh maha sakti. Dia menyembunyikan dirinya entah dengan tujuan apa. Sepertinya bukan hal yang baik sama sekali." Namun, Jieji tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Dia selalu bernafas mengikuti hembusan angin yang pelan.

Pemuda ini terpaku sungguh lama di sana. Mungkin sudah 2 jam lebih, namun masih tidaklah bergerak sama sekali. "Aku tidak bisa pergi sekarang. Sepertinya begitu aku bergerak sedikit saja, orang di dalam rumah bakal menyerang. Namun, jika aku berdiri terus menerus, bukanlah cara yang paling baik." Jieji berpikir keras. Demikianlah kira-kira dimana pesilat maha tangguh bertemu satu sama lainnya. Satu gerakan saja bisa berakibat fatal sekali. Orang yang berada di dalam rumah mungkin sangat menyadari kesalahannya, kenapa tidak langsung saja menyerang orang di luar tadinya. Namun, memberi kesempatan sampai mangsanya mengetahui dirinya di dalam. Jieji tidak kehabisan akal, dengan perlahan sekali tangannya bergerak mengambil sebuah roti yang tadinya dibeli di desa. Dengan mengikuti gerakan angin, Jieji sudah bersiap-siap. Denga sebuah sentilan ringan, roti mencelat dengan kecepatan tinggi ke arah pintu rumah. Tetapi... Sebelum benar roti tersebut sampai ke pintu, kedua pintu sudah terbuka lebar. Seiring sebuah sinar terang keluar bersama terbukanya daun pintu. Jika Jieji bukanlah seorang pesilat berpengalaman, mungkin dia bakal tewas dengan satu gerakan tadinya. Energi maha dahsyat yang keluar segera mengincar ulu hatinya tanpa segansegan. Secepat gerakan lawan, Jieji menepis sinar putih gemilang yang menuju ke arah dadanya dengan tangan kanannya. Seiring gerakan lengan, sinar putih gemilang menuju ke arah aliran sungai kecil yang sesegera menimbulkan ledakan. Tetapi gerakan demikian tidaklah sampai berhenti. Ketika Jieji baru saja menepis serangan sinar, lantas beberapa sinar lainnya ikut dari belakang dengan kecepatan yang tinggi pula. Jieji menyadari bahwa lawan pasti akan bertindak lebih jauh. Sebab, dia tahu benar lawannya tentu sudah tahu dengan pasti bahwa jurus pertama yang datang tidak akan sanggup membunuhnya. Dengan mencabut kipas dari pinggang, Jieji segera menyapok dengan gerakan pelan seperti menari. Sinar cemerlang tiada satu pun yang tidak berhasil di sampok oleh kipas yang hanya berukuran 1 kaki tersebut. "Tidak disangka Xia Jieji menguasai ilmu pedang sesat yang tiada tandingan itu!" terdengar suara berteriak keluar dari dalam rumah seiring dengan mencelatnya seseorang dengan pesat sekali. Jieji terkejut sekali. Dalam 3 jurus yang luar biasa cepat, dia sudah kalah cepat betul-betul. Tidak ada minat Jieji menjawab pertanyaan penyerangnya sama sekali. Langsung saja gerakan kipasnya di arahkan ke arah suara yang muncul tadinya. Kipas di arahkan cukup tinggi karena Jieji mengincar arah suara yang berasal dari mulut penyerangnya. Tetapi penyerangnya bukanlah orang sembarangan. Gerakan kipas meski tidak diperhatikannya dengan betul, tetapi dia merasakan ujung kipas sedang mencucuk tenggorokannya. Dalam keadaan mencelat ke depan, dia memutar badannya sekali dan mengarahkan kakinya menampar rusuk tangan kiri Jieji yang sedang di arahkan kedepan.

Dengan gerakan secepat kilat, Jieji melayani serangan lawan. Dia meloncat sambil tiduran di udara untuk menghindari "tamparan" kaki lawannya yang sangat kuat dan cepat. Namun, gerakan tangan Jieji tidak berhenti karena di serang. Tusukan dari ujung kipas di ubah menjadi tamparan ke arah yang sama. Alhasil, lawan yang tidak tahu menahu adanya jurus nekad sedemikian "tertampar" secara cepat di mukanya. Sementara itu, kaki lawan yang sebenarnya sedang di arahkan meninggi tidak sempat mencapai tubuh Xia Jieji. Dengan ayunan kaki menyepak keluar, Jieji berdiri dengan tegak kembali dengan kipas di tangannya. Sementara lawan terlihat terseret 20 kaki lebih ke belakang. Tamparan kipas memang tidaklah sekuat tenaga tusukan tadinya. Namun, lawan memang sungguh seorang pesilat luar biasa. Bukan saja tidak terluka, namun sepertinya dia tidak apa-apa. Jieji memandang ke arah lawan dengan serius. Seorang pria tua dengan umur diatas 60 tahun. Wajahnya bengis dengan tinggi tubuh hanya 5 kaki lebih saja. "Gerakan yang sungguh luar biasa..." puji pria tua ini dengan wajah bengis dan tertawa terkekeh-kekeh. "Anda benar luar biasa... Siapa sesungguhnya tetua?" tanya Jieji sambil tersenyum namun dia tetap serius dan berkonsentrasi. "Aku pernah mendengar kelihaian ilmu silatmu. Ternyata hanya sebegini saja? Kedua saudaraku bakal menyusul kemari. Kau tidak akan hidup lama." tutur si tua dengan bersemangat. "Hm... Kita tiada permusuhan, kenapa anda bertindak sangat kejam?" tanya Jieji yang agak heran. "Ada yang meminta nyawamu. Cukup itu saja." jawab pria tua. "Wah... Lalu apa tebusan yang anda dapat karena membunuhku? Kedua saudara anda seharusnya sedang menunggu di bukit sana." jawab Jieji sambil menunjuk. "Baiklah... Karena kamu akan tewas disini. Aku akan mengatakannya... Kita 3 setan Kunlun. Namaku Zui Wang(mengejar harapan), mungkin kamu belum pernah mendengarnya. Nyawa Xia Jieji ditukar dengan 7 pemimpin barisan utama pasukan Sung. Setimpal bukan?" tutur pria tua. "Anda sekalian terlalu menghargaiku..." tutur Jieji segera merapal jurus dengan kedua telapak tangannya. "Ilmu tapak pemusnah raga sudah kita ketahui kelemahannya. Tiada gunanya jika kamu menggunakannya melawan kita bertiga." jawab si tua Zui Wang seraya tenang saja. Tetapi Jieji segera menerjang luar biasa secepat kilat. Dengan tangan kiri memegang kipas, sedang tangan kanan diancangkan ke depan. Karena kecepatan luar biasa-nya, membuat si tua terkejut sebentar. Belum sempat dia bertahan, kipas telah menuju ke mukanya dengan sangat cepat sekali.

"Plok!" terdengar kipas menampar sekali lagi ke arah muka Zui Wang. Sebelum dia terkejut, tapak Jieji menghantam ke ulu hati lawannya dengan cepat. Namun, kali ini gerakan Jieji lambat dan keras. Lawan tidak pernah mengira bahwa Jieji sanggup melepaskan jurus di saat dirinya "mundur" karena tertampar kekuatan kipas. Ini adalah salah satu serangan jarak jauh 18 telapak penakluk naga-nya. Pria tua ini terlihat terdorong belasan kaki ke belakang. Namun, ketika dia memeriksa kondisi tubuhnya. Dia tidak merasakan dirinya terluka dalam atau apapun. "Jurus pedang-mu memang hebat anak muda. Ilmu pedang surgawi tingkat berapa yang kamu perlihatkan kepadaku?" tanya Zui Wang. "Ini adalah tingkat kelima. Aku belum mendapatkan orang yang sungguh-sungguh sampai membuatku mengerahkan jurus kelima." jawab Jieji sambil menggelengkan kepalanya. Si tua terkejut sekali. Bukan saja dia terkejut karena dirinya tidak sanggup menahan gerakan jurus pedang yang disalurkan lewat kipas yang teramat aneh itu. Tetapi dia merasakan keanehan di wajahnya, serasa siraman air hangat tiba-tiba turun dari pipinya. Ketika dia memeriksa maka dia terkejut luar biasa. Karena ini adalah darah yang mengucur dengan sangat deras. "Tidak mungkin!!! Kertas di kipasmu mana mungkin bisa melukaiku. Bambu biasa???" teriaknya terkejut. Namun, dia hanya sanggup berteriak sampai demikian saja. Langsung, Zui Wang roboh bersimbah darah di wajahnya. "Ternyata...." tuturnya dengan lirih. "Telapakmu lebih ber... berbahaya.... Itu... bukan... Tapak pemusnah...." baru saja dia berbicara sampai demikian. Si tua sudah tewas dengan mata membelalak. Sinar matanya bukan saja mengerikan tetapi terlihat sinar yang seakan sangat menakutkan dirinya sendiri. 18 telapak penakluk naga Xia Jieji sebenarnya adalah sama kuatnya setiap jurus. Semua jurus dari tingkat ke tingkat adalah saling melengkapi tiada satu pun jurus yang lebih kuat dari jurus lainnya. Baik itu berupa serangan jarak jauh maupun dekat, kesemuanya adalah sama berbahayanya. Berbeda dengan 18 telapak naga mendekam-nya Yuan Jielung maupun Pei Nanyang, dimana jurus terakhir-lah yang paling kuat yaitu jurus ke 18. Tadinya, Jieji memainkan jurus ke 10 dari total 18 jurusnya. "Aku tidak berniat membunuh anda. Jika kedua saudaramu tiba, maka saat itu akulah yang berbaring di tempatmu." sahut Jieji sambil menunduk sebentar. Langsung, dia beranjak ke dalam rumah sesegera. Jieji tidak pernah tahu, bahwa dengan membunuh Zui Wang si orang tua, bakal bermasalah yang berbuntut sangat panjang dalam kehidupannya. "Siapa di dalam?" teriak Jieji dengan keras. Namun tidak ada jawaban sama sekali, tetapi tarikan nafas seseorang benar di rasakannya saat dia sudah berada di dalam rumah.

Dia segera mengamati sekeliling sambil berhati-hati. Ditiliknya kamar belakang rumah yang terbuka sedikit itu. Lewat cahaya matahari yang tembus ke jendela. Jieji terkejut karena melihat seorang wanita yang setengah terbuka baju di arah dadanya. Dengan was-was sekali, Jieji berjalan pelan ke depan. Alangkah terkejutnya ketika dia mengetahui siapa wanita yang berada di ranjang tersebut. Seorang wanita yang dengan matanya terbuka melotot ke arahnya, wanita berwajah putih sekali dengan hidung mancung. Jieji tahu benar bahwa wanita di ranjang tersebut paling tidak sedang tertutuk nadinya. Maka dengan gerakan tangan ringan, dia melepas tutukan di nadi utama di ubun-ubun. Wanita tersebut langsung duduk dengan wajah menunduk malu sambil membetulkan pakaiannya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Jieji ke arah nona tersebut. Dia tidak lain adalah Huo Thingthing, puterinya Huo Xiang. Sambil berwajah yang kusam sekali, dia menggelengkan kepalanya saja. "Kamu mengenal siapa pria tua itu?" tanya Jieji kembali. Huo Thing-thing kelihatan marah, dia segera berteriak. "Dia... Dia... Dimana dia?" "Dia sudah kubunuh..." jawab Jieji pendek. Thing-thing melongo melihat ke arah Jieji seakan tidak percaya. "Dia itu salah satu setan kunlun. Dia termuda diantara kedua saudaranya, namanya Zui Wang." "Berarti kedua saudaranya tentunya lebih tinggi silat darinya?" tanya Jieji sambil mengerut kening. "Aku pernah melihat mereka bertiga ketika mereka bertamu ke rumahku. Tetapi, bedebah Zui Wang sudah dari dulu tertarik kepadaku. Aku dicegat di tengah jalan olehnya...." baru sampai di sini si nona kelihatan enggan menceritakannya. "Sudahlah... Kita harus pergi secepatnya sebelum kedua saudaranya menuju kemari." tutur Jieji seraya bergerak cepat menuju ke arah belakang rumah. "Anda tidak mencurigaiku? Tidak mencurigaiku hendak mencelakakanmu?" tanya Huo Thingthing dengan wajah yang seakan-akan tidak percaya menatap ke arah punggung si pemuda. Jieji hanya menjawab tanpa membalik. "Sewaktu di Persia, bukankah kau sendiri yang tidak ingin membunuhku? Lantas dengan alasan apa aku mencurigaimu akan bertindak?" Huo Thing-thing tersenyum kagum kepada musuh lamanya tersebut. Dia langsung bergerak mengikuti Jieji dengan cepat. BAB CXXXV

Beberapa saat kemudian... Sesuai perkiraan Xia Jieji, kedua teman dari orang tua yang terbunuh sudah sampai. Mereka berdiri terpaku menghadap ke arah mayat yang menyeramkan tersebut. Wajah keduanya sangat dingin, namun sinar matanya sama sekali tidak. Membara seperti api, seperti arang terbakar yang sedang ditiup oleh angin deras. "Pelakunya benar adalah Xia Jieji?" Tanya seorang tua, berpakaian hitam pekat dengan jenggot dan kumis putih. "Adik ketiga... Sudah lebih 1/2 abad kita bersama bertiga-tiga. Hari ini kau bernasib sial, dan tewas di tangan seorang anak muda berbau kencur. Bagaimana mungkin kita tidak membalas dendam?" sahut seorang yang ditanyai dengan wajah memerah langsung. Terlihat orang tua ini menggertakkan giginya dan seluruh tubuhnya bergetar. Pandangannya menyaratkan kebencian mendalam begitu dia berkata-kata. "Lalu, bagaimana sesungguhnya cara adik ketiga tewas?" tanya seorang tua yang lain. Dengan segera, orang tua disebelahnya berjongkok, memeriksa tubuhnya dan wajah yang terkoyak akibat gesekan senjata tajam beberapa saat lamanya. Sambil berpikir, dia menjawab. "Adik ketiga... Dia tewas bukan karena luka gores di wajahnya. Luka gores di pipi sampai bibir memang dalam, tetapi ini adalah siasat salah satu jurus pedang setan : Membuat lawan terluka / terkejut supaya lawan lengah sesaat. Dan akibatnya, pukulan keras luar biasa ke arah tulang rusuk sebelah kirinya. Hantaman inilah yang mengenai jantung dan mengakibatkannya tewas dalam sekejap..." "Kakak pertama... Apakah ilmu pemusnah raga atau tapak berantai-nya Xia Jieji yang melenyapkan nyawa adik ketiga?" tanya orang kedua yang tentunya adalah sebagai saudara kedua. "Bukan... Xia Jieji tidak menggunakan Ilmu tapak berantai-nya. Entah ilmu setan apa lagi yang digunakan. Jika hanya ilmu pemusnah raga, maka tidak mungkin adik ketiga bisa tewas dalam sejurus saja." jawab orang tertua. "Satu jurus? Bagaimana kakak bisa tahu?"tanya orang kedua ini dengan heran. "Satu pukulan yang mematikan saja bagi Xia Jieji sudah sangat cukup karena langsung mengenai jantung. Tidak ada bekas luka lain selain luka di pipi, ini pertanda bahwa sebenarnya dalam 2 gerakan atau 1 jurus saja adik ketiga sudah tewas. Sepertinya orang bernama Xia Jieji itu sangat menarik sekali..." jawab orang tua ini sambil tertawa terkekeh-kekeh. Sementara mendengar suara tertawa, orang tua lainnya marah. "Jika tahu kita akan kehilangan adik ketiga di sini, maka kita tidak pernah menyanggupi pertukaran pembunuhan terhadap ketujuh pemimpin barisan utama pasukan Sung yang sama sekali tidak bermanfaat bagi kita bertiga!" "Hm,... Xia Jieji tidak akan kita biarkan lolos. Kita akan memulai pengejaran sebentar lagi. Aku tidak

yakin dengan Ilmu ringan tubuhku, otakku dan daya menganalisa milikku bisa kalah dari Xia Jieji." "Tidak! Kenapa kakak pertama tidak menjawab dengan benar pertanyaanku tadinya???" Orang ini terlihat marah luar biasa melihat ketenangan kakak pertamanya yang seakan tidak peduli masalah berat tersebut. "Salah sekali adik kedua... Kematian adik ketiga adalah salah dari dirinya sendiri. Sudah kita bilang sebelumnya bukan? Untuk melepaskan saja wanita yang diincarnya, puterinya Huo Xiang itu. Tetapi dia tidak mendengar perkataan kita sama sekali. Dan sekarang... Tidak ada lagi yang sanggup kita katakan, selain membalas dendam adik ketiga. Hanya itu!" Sahut orang tua terlihat tenang. "Baik... Sekarang kita berangkat, mungkin masih bisa mengejar karena sepertinya kita berdua hanya ketinggalan tidak lebih dari setengah jam." Orang itu mengangguk sekali. Namun seiring anggukkan kepalanya, dia segera meloncat tinggi ke sebuah pohon di belakang tubuhnya. Sambil mengucapkan beberapa patah kata, dia meloncat lagi ke atas tebing. "Adik kedua, kalau bisa kita jangan berpisahan. Sepertinya Xia Jieji yang kita ketahui berdasarkan informasi sudah jauh beda sekali kemampuan silatnya. Aku takut ada perangkap! Seseorang sepertinya sedang menjaring ikan!" Hanya beberapa loncatan yang luar biasa, sepertinya orang tua tertua sudah sampai di jalan setapak, menunggu adik keduanya yang cukup lama juga yang kemudian akhirnya sampai di puncak dimana jalan yang tadinya hampir di lewati Xia Jieji. "Apa mereka berdua bakal ke Tongyang?" tanya adik kedua bermarga Zui kepada kakak pertamanya. "Tidak..." tutur orang tua ini sambil tersenyum penuh arti. "Tidak? Bukankah isterinya, Wu Yunying sudah kita pancing bersama seorang wanita cantik ke arah timur?" tanyanya dengan keheranan. "Xia Jieji... Bukanlah sama sekali orang yang bodoh. Mereka tidak akan menuju timur, karena dia tahu benar bahwa kita berdua akan mengejarnya ke sana. Jalan yang dia ambil adalah..." berkata sambil membalik badan, orang tua ini menunjuk ke desa. Desa Yang yang tadinya di lewati Jieji. "Tidak mungkin! Apakah mereka mengambil jalan utara?" "Betul sekali adik kedua... Dari arah menuju Desa Yang, mereka akan mengambil utara. Menuju Han Zhong, dan langsung ke Chang-an. Dari Chang-an lah mereka bakal menuju timur. Melewati 4 kota besar : Luo Yang, Chen liu, Hubei, dan Beihai. Dari Beihai mereka akan menuju Tongyang melalui kapal laut."

"Tidak mungkin!" "Percayalah adik kedua... Akan kubuktikan penuturanku di sepanjang perjalanan. Ikan besar tangkapan kita tidak bakal lolos." sahutnya sambil tertawa keras. *** "Menurut kak Jieji... Apakah cukup aman kita menggunakan arah utara?" tanya Huo Thingthing tidak begitu jauh dari lokasi kedua orang tua bermarga Zui. Terlihat Jieji maupun Huo Thing-thing sedang menuju ke arah utara melalui jalan emas berbagi. Keduanya duduk di atas punggung kuda yang dijalankan cukup kencang melewati jalanan yang datar dan bagus tersebut. "Aku betul tidak tahu... Aku merasa beberapa hal yang cukup aneh. Apakah mereka bisa tertipu demikian mudah? Tetapi, di Mianzhu nantinya kita sudah tahu apakah mereka menyusul kita atau tidak?" sahut Jieji. Dalam pemikirannya, dia justru berharap adanya 2 hal atau 2 jalan jika disebut. Dia berharap bahwa kedua orang tua bermarga Zui akan mengejarnya ke arah utara atau ke arah kembali ke Desa Yang. Jika keduanya mengejar ke arah timur, inilah yang membuatnya serba susah. Karena jalan ini sudah pasti dilewati isterinya dan puteri Nan-an dari Ta li. "Jadi... Kak Jieji juga akan kembali ke Tongyang?" tanya Thing-thing kemudian. "Aku akan menuju ke Shandang dahulu dari Luo Yang. Menitipkan kamu ke adik Sun. Setelah itu mengambil jalan ke timur melalui Chen Liu menuju ke Beihai, dari sanalah aku akan menuju Tongyang. Sepertinya inilah jalan yang paling baik." jawab Jieji. Huo Thing-thing tidak begitu tahu benar jalanan daratan tengah. Oleh karena itu dia percaya penuh kepada Jieji saja. Kemudian terlihat dia tidak begitu banyak bertanya lagi. "Sekitar malam atau langit sudah gelap nantinya. Seharusnya kita bisa sampai ke kota Mianzhu." tutur Jieji sambil memacukan kudanya cepat. Seperti yang diperkirakan, ketika malam benar tiba. Langit sudah gelap, dan Jieji serta Thingthing telah sampai di gerbang kota Mianzhu. Kota penuh sejarah dari awal dinasti Han, sampai dinasti Sung sekarang. Angin malam sepertinya saat ini tidaklah ramah, tidak lama lagi mungkin akan turun hujan deras. Ketika keduanya sampai ke dalam kota, mereka merasa ada hal yang terasa janggal. Sebab jalanan besar dipadati banyak orang meski saat ini sudah gelap. Lampu-lampu di sepanjang kota terlihat sangat terang. Seperti biasa, Jieji sangat tertarik melihat keramaian semacam demikian. Sepasang mata setiap orang seperti tertarik melihat ke dalam sebuah rumah yang besar dan luas meski terlihat dari luar. Suara desas-desus di sekitar terdengar sangat jelas sekali. Dasar Jieji sangat suka akan hal

demikian, maka dia memasang telinganya dengan baik-baik. Mendengarkan apa yang sedang dibicarakan penduduk beramai-ramai tersebut. Dari apa yang telah terdengar, Jieji mengambil kesimpulan bahwa di rumah sudah terjadi kasus. Rumah yang tergantung papan besar bertuliskan "Tong Thian Zhuang / Wisma langit dingin" Wisma langit dingin adalah sebuah wisma yang dihadiahkan oleh Zhao Kuangyin buat Zhao Xieshan, seorang famili dari keluarga kaisar Sung. Zhao Xieshan berumur sekitar 70-an, dan merupakan pensiunan menteri kehakiman semasa dinasti Zhou akhir dan awal Sung. Dia mendapat gelar kehormatan "Keadilan timbangan" karena rasa keadilannya yang sangat tinggi. Rumah besar tersebut adalah pemberian Sung Taizu, Zhao kuangyin untuk membalas jasa-jasa secara sipil maupun militer dalam era kepemimpinannya belasan tahun lamanya di bagian barat daratan tengah. Jieji termenung sebentar mendengar perkataan para penduduk. Lantas dia bertanya kepada salah seorang pemuda yang berdiri di samping rumah. "Saudara... Apa yang sedang terjadi?" "Tuan Zhao mengalami musibah. Dia dibunuh baru saja." "Tuan Zhao? Maksud anda Zhao Xieshan sang "Keadilan timbangan" yang sangat terkenal itu???" tanya Jieji dengan terkejut. "Bukan... Yang terbunuh adalah putera pertamanya, Zhao Jianya." Jieji terkejut mendengarnya. Ingin segera dia masuk ke dalam untuk melihat situasi. Tetapi berpikir bahwa dirinya cukup berbahaya, dan jika saja kedua orang tua bermarga Zui itu mengejar kemari, maka dirinya sulit lolos. Pemuda segera melihat ke arah Huo Thing-thing sebentar. Dia melihat wanita tersebut diam sambil terbengong-bengong. Lalu dengan segera dia menaiki kudanya dan bergerak cepat ke arah dalam kota. Meski gerakannya terlihat pasti dan tenang, dia sama sekali tidaklah setenang kelihatannya. Seakanakan keringat dingin membasahi wajahnya, gaya duduknya sama sekali tidaklah santai. Pikirannya sedang memikirkan 1 hal yang terpusat dan membuatnya sungguh merasa cemas. "Ada apa kakak Jieji?" tanya Thing-thing yang melihat perubahan tingkah laku dan wajah pemuda. "Tidak apa-apa. Kita cari penginapan terlebih dahulu." jawab Jieji pendek seadanya saja. Setelah sampai di salah satu penginapan, Jieji hanya meminta Thing-thing tidak keluar dari sana. Karena sifat ingin tahu dan penasaran yang berlimpah ini, dia segera menuju ke tempat kejadian setelah berpamitan. Thing-thing tidak banyak menanyakan kemana perginya Xia Jieji. Tetapi sedikit banyak dia sudah tahu maksud kepergiannya kali ini. Thing-thing hanya terlihat tersenyum bangga saja melihat pemuda beranjak meninggalkannya.

Dengan berlari kecil, Jieji kembali menghampiri Wisma Langit Dingin. Kumpulan orang-orang sama sekali belum reda. Bahkan sepertinya lebih banyak daripada tadinya. Tetapi ada sesuatu hal yang berubah, yaitu sudah terdapat tandu berwarna coklat tua. Beberapa penjaga sudah berdiri di samping tandu. Biasanya hal sedemikian adalah karena sudah sampainya kepala polisi daerah ataupun seorang bangsawan dan bisa juga seorang kepala kehakiman. Dari wajah, Jieji terlihat cukup heran. Dia berpikir apakah kasusnya sudah berakhir? Apa betul hakim ataupun polisi telah datang untuk memberikan keputusan apakah tersangka bakal ditahan atau tidak? Sesaat, pemuda terlihat memandang sekeliling. Luas wisma tersebut tidaklah kalah dengan Wisma Wu yang terdapat di kota Hefei / tempat tinggal Wu Quan. Luasnya mungkin sebesar 5 hektare lebih beserta pekarangannya jika dilihat dari luar. Dengan beranjak pelan, Jieji mencari tempat untuk bersembunyi nantinya. Hingga terakhir dia sampai ke sebuah pohon besar yang terdapat di dalam pekarangan wisma. Tanpa banyak berpikir, Jieji meloncat ringan dan mendarat di salah satu batang pohon yang terbesar. Dia segera mengamati situasi di tengah lapangan. Memang benar sudah banyak sekali orang-orang yang berkumpul di sini. Di tengah terlihat seseorang berlutut dan ditemani seseorang yang merupakan anak kecil. Sedang di samping yang tidak begitu jauh, terlihat dua orang yang duduk diam, salah satunya adalah seorang wanita karena dilihat dari bentuk rambutnya yang terurai. Seseorang yang sedang berlutut terlihat menangis dan suara tangisannya makin lama makin memilukan. Jieji sanggup mendengar semua percakapan secara jelas karena kemampuan tenaga dalamnya yang sudah sangat luar biasa. Meski sesungguhnya cukup jauh tempat dia berada dengan kerumunan orang-orang. "Bukan tuan... Kami ayah dan anak sama sekali tidak melakukannya. Percayalah kepada kami..." terdengar teriakan seorang paruh baya, berumur sekitar 50-an secara berulang-ulang. "Sudah ayah... Mereka-mereka adalah para budak setan. Mereka sengaja untuk menindas kita lantaran kita bukan orang kaya yang sanggup membayar hakim." terdengar suara anak kecil yang tegas dan berani. Seiring selesainya si anak kecil berkata-kata. Terlihat dia disepak oleh seseorang dari samping. Tenaga sepakan ini bukanlah tenaga main-main. Anak kecil tersebut terlihat terlempar, terseret cukup jauh. Sesaat, suasana terlihat gempar karena anak kecil tersebut terlihat jatuh terjerembab dan muntah darah. Dia tidak sanggup bangun kelihatannya sebab ditendang dengan tenaga yang cukup kuat. Jieji yang melihatnya dari atas pohon terdengar menghela nafas sambil menggelengkan kepala. "Masih adakah pengadilan seperti demikian? Menindak orang tanpa membeberkan kesalahannya?" Tiba-tiba suara bergema cukup kuat di antara hiruk pikuk orang-orang yang ada kelihatan terkejut, marah, atau merasa senang. Suara yang memecah tersebut membuat orang-orang memperhatikan dari mana suara itu berasal. Tiada lain adalah 2 orang yang duduk dekat dengan mereka kesemuanya. Memang kedatangan kedua orang ini sudah diketahui semua orang disana sebelum-sebelumnya.

Dua orang tersebut terlihat compang camping sekali. Yang 1 adalah pria dan yang lainnya mungkin adalah wanita. Karena teriakan tersebut bersumber dari mereka, dan suara yang dikeluarkan adalah suara seorang wanita. Maka bisa dipastikan salah satu dari orang berpakaian compang-camping tersebut benarlah seorang wanita. Kedua orang tersebut sebelumnya sama sekali tidaklah dipandang orang-orang yang berada di sana karena penampilan mereka berdua yang sebenarnya tidaklah begitu sedap dipandang. Seorang pemuda berwajah yang tidak jelas terlihat sebab seluruh rambut kelihatan menutup seluruh wajahnya. Sedang yang perempuan, berpakaian keabu-abuan juga sama saja, yaitu seluruh wajahnya seperti tertutup rambut tebal dan terlihat selalu menunduk saja. "Oh? Jadi kalian berdua jago? Kalau begitu turun tangan saja?" tanya pesilat yang menendang anak kecil tadinya sampai muntah darah. Jieji melihat semua kejadian tersebut dengan rada terkejut. Lantas dia menanyai dirinya sendiri. "Wanita itu tidak berbicara lewat mulutnya. Itu adalah suara perut dan kelihatan memiliki tenaga dalam cukup tinggi. Sedangkan yang laki-laki terlihat membisu. Apakah?" Dia berpikir hanya sesaat saja, kemudian tersenyum manis. "Ini bukanlah hal yang pantas dan harus kupikirkan..." Tetapi baru saja dia ingin melihat ke depan, dia merasakan hawa kehadiran seseorang di pohon tempatnya berada dari arah belakang. Jieji melihat ke bawah sambil memutar, dan dia mendapati adalah Thing-thing adanya. Sambil tersenyum dia menjemput Thing-thing yang loncat ringan ke pohon. Wanita ini mengambil batang pohon lainnya untuk berpijak dan melihat ke arah keramaian sesegera. "Bukan demikian... Kau bernama Lin Kuangye yang berasal dari partai Yi Jian?" tanya wanita itu kemudian, tetapi dia tetap menunduk saja. "Namaku benar Lin Kuangye. Dan aku sekarang telah menjadi ketua partai Yi Jian." jawab pemuda ini dengan angkuh. Orangnya memakai baju lebar, kumis dan janggut menghiasi wajahnya. Umurnya mungkin sekitar 40 saja. Dengan sebilah pedang terselip di pinggang membuatnya terlihat angker. "Partai Yi Jian terdahulu kabarnya mengutamakan kesatriaan. Sayangnya sekarang malah berubah total. Kalau begitu, tentunya ada sesuatu yang terjadi dengan kepala perkumpulan itu. Bukan begitu?" jawab wanita tersebut dengan acuh tak acuh. Ketua partai hanya terlihat diam saja, meski dari pembawaannya terlihat dia sedang marah. Tutur kata wanita yang lembut memancing pesilat lainnya yang berada di sana segera berkatakata. "Mengenai tendanganmu terhadap anak kecil tadinya memang kamu yang bersalah." Pemuda bermarga Lin tersebut diam saja. Dia tidak berkata apa-apa. Tetapi temannya yang baru saja berbicara tadinya segera menuju ke arah anak kecil tersebut. Dia berjalan tenang saja dan membimbing anak yang sudah terluka parah untuk duduk. Dengan sekali hentakan tenaga dalam lewat telapak, dia mengobati anak kecil tersebut dengan sungguh-sungguh. Semua pesilat yang berada di sana dan pemilik wisma berdiri menantikan pengobatan seperlunya lewat energi tenaga dalam untuk anak kecil tersebut.

Tidak berapa lama, seseorang yang berada di tengah keramaian berkata demikian. "Setelah anak kecil tersebut benar sadar, maka kami pihak berwajib yang menahannya." Tetapi kata-kata demikian ternyata malah tidak menenangkan semua pesilat yang berada di sana. Dengan marah beberapa orang terlihat maju ke depan sambil berteriak. "Kalian yang menahannya? Lantas bagaimana dengan rahasia harta karun itu?" "Oh? Aku tahu! Berarti kalian... Pihak kerajaanlah yang ingin mendapatkan harta karun itu???" "Benar! Kalau begitu... Kalian para pengawal serta polisi atau segala nenekmu!!!! Jangan meninggalkan tempat ini sebelum semua jelas kebenarannya!" Jieji dan Thing-thing yang berada di atas pohon merasa janggal. Thing-thing yang terlihat ingin tahu, segera menanyai Jieji. "Apa mereka bentrok gara-gara harta karun?" Jieji diam saja, tidak menjawab perkataan Thing-thing. Lalu terlihat seorang pesilat, botak tinggi dan besar. Berjalan ke arah anak kecil tadinya. Dengan sorot nada marah, dia berbisik ke arah anak kecil. "Wilayah puncak pegunungan Wuling Yuan. Dengan cara apa kita pergi? Beritahu, maka aku jamin keselamatan kalian ayah anak." Kata-kata orang botak tersebut sangat jelas sekali di dengar oleh Jieji. Meski dalam keadaan berbisik, namun kemampuan pemuda memang sudah ratusan kali lipat mungkin di atas pesilatpesilat di sana. Semua pesilat melihat si botak menanyai anak kecil tersebut, namun tidak ada yang tahu persis kata-kata yang disebutkan olehnya. Jieji memang terkejut sekali mendengar perkataan si botak. Dia lantas segera berpikir keras. "Wu Lingyuan? Itu adalah daerah pegunungan yang dekat dengan kota Changsha. Kalau dipikir-pikir? Tidak mungkin... Aku berkali-kali berada di sana. Saat dahulu aku pesiar, beberapa kali pun pernah berpegian kesana. Bermain catur, belajar sastra atau berdiskusi segala hal-hal yang unik dengan para tetua desa di sana. Mana mungkin wilayah seperti demikian terdapat harta karun??? Dan......" Tiba-tiba saja Jieji terkejut bukan main. Lantas terlihat dia mengeluarkan telapak tangannya, menggambarkan sesuatu di sana. Mengoceh pelan dan berbisik sendiri. Thing-thing yang melihat tingkah laku Jieji pertama merasa heran. Tetapi lama-lama tindakannya membuat dirinya tersenyum manis menatap pemuda. Di dalam hatinya dia berpikir. "Xia Jieji... Dia selalu berpikir terus terhadap sebuah masalah yang masih samar-samar dan terakhir sanggup menyusun kembali segala masalah menjadi satu kesatuan. Dari sini, tidak mungkin ada orang yang sanggup menandinginya dari cara berpikirnya." Khalayak di sini telah terlihat tidak begitu sabar. Mereka sudah main teriak-teriak terhadap orang yang mengobati anak kecil tersebut. "Marga Yang? Kau itu main-main atau bodoh?" "Kau sengaja memperlambat pengobatannya?"

Sebelum benar-benar terjadi keributan, akhirnya pemuda yang mengobat anak kecil tersebut telah terlihat menarik kembali kedua tangannya. Sedangkan anak kecil tersebut telah sadar kembali. Sang Ayah yang sedang berlutut tersebut menatap puteranya dengan hati yang iba. Namun, dia tidak sanggup bergerak sama sekali karena pesilat-pesilat tersebut terlihat mengancam dirinya. "Tuan Zhao... Kami akan membawa ayah dan anak tersebut ke pengadilan sesegera. Dan kami akan memberikan tanggung jawab yang baik terhadap pembunuh putera anda." Jawab seorang yang berpakaian dinas merah yang tiada lain adalah kepala polisi daerah kota Mianzhu. Zhao Xieshan hanya menghela nafas panjang saja. Wajah tuanya terlihat begitu kusam sebab baru saja dia menangis tersedu-sedu karena kehilangan puteranya sendiri. Tetapi kata-kata kepala polisi ini tentu saja mengundang kemarahan para pesilat di sana. "Tidak akan!!! Jangan berharap kalian para polisi bisa keluar dari sini dengan membawa kedua orang ini." Si botak tadinya duduk di samping anak kecil. Tetapi dia langsung berdiri, lalu berjalan menghampiri penindak hukum tersebut. "Ini adalah masalah Jianghu(dunia persilatan). Hanya kita-kita saja, orang dunia persilatan berhak mengurusnya." Suaranya mirip guntur, dan sangat tegas. Sungguh sangat berbeda ketika dia berbisik pelan tadinya. Kata-kata si botak mendapat tanggapan yang cukup meriah dari para pesilat. Dan terlihat satu orang terlihat juga berjalan keluar yang ternyata seorang biksu. Dia mengatupkan kedua tangannya sambil memberi hormat kepada khalayak. "Amitabha... Masalah hari ini memang haruslah di selesaikan. Begini saja, apakah bagus jika anak kecil ini mengatakan dimana sesungguhnya letak tempat harta karun bagi dunia itu?" Tentu semua pesilat mengiyakan apa yang dikatakan biksu tersebut. "Betul sekali apa kata Biksu besar Mao Shu..." terdengar teriakan beramai-ramai bagai lebah yang mendengung-dengungkan telinga. Tetapi kepala polisi terlihat marah. Dia berjalan ke depan mendekati biksu tersebut. Lantas dia menunjuk sambil marah-marah. "Kalian! Aku datang kemari karena terjadi pembunuhan terhadap pejabat dari kerajaan. Aku menanyai kau!" tunjuk kepala polisi sambil marah ke arah biksu yang berdiri dekat dengannya. "Kau seorang biksu. Seharusnya tidak memikirkan kekayaan. Tetapi, masih berani kau mempunyai muka untuk berdebat tentang kekayaan harta negara?" Biksu yang dituding itu pun diam seribu bahasa. Keributan pun hampir terjadi di sana. Sampai tiba-tiba ada suara seseorang yang memecahkan suara ribut-ribut tersebut. Suara kali ini juga sama dengan tadinya. Suara wanita yang terduduk serta melihat ke arah lantai tadinya. "Hanya berdasarkan anak kecil ini memiliki sebuah sutra peta. Kalian sudah menganggapnya mengetahui semua hal. Sungguh memalukannya kalian semua pernah terlahir sebagai pesilat."

Kata-kata menghina kembali keluar dari wanita berbaju abu dan compang camping tersebut membuat semua pesilat-pesilat berhenti gaduh. Lantas mereka semua mengamat ke arah wanita ini. "Bagaimana jika aku mengajukan cara menyelesaikan masalah tersebut?" tanya wanita tersebut dengan tetap terlihat tidak bergerak. Sebenarnya baik para pesilat maupun polisi yang berada di sana ingin mengetahui cara penyelesaian yang paling baik. Jika terus bergaduh, lantas terjadi pertumpahan darah. Sebenarnya pesilat-pesilat lebih rugi. Karena jika dipikir-pikir, mereka membunuh orang-orang pemerintahan, maka niscaya hidup setelahnya tidak akan baik lagi. Meski belajar silat, tetapi nyali mereka sama saja dengan nol. Jieji yang berada di atas mengetahui apa yang dipikirkan para pesilat tersebut. Dia terdengar mendengus pelan sambil tersenyum sinis saja. "Begini saja... Aku ada pengajuan cara paling bagus dan adil. Dan penyelesaian selanjutnya bakal memuaskan masing-masing pihak." sahut wanita itu kembali. Tentu mereka sempat girang sebentar, baik dari pihak kepolisian maupun pihak pesilat. "Kalian sama-sama berniat membawa anak kecil dan orang tua di sebelah sana. Apakah kalian ada menanyai mereka mau atau tidak?" Tentu pesilat yang mendengar kata-kata mereka geram. Mereka berpikir telah ada cara dan penyelesaian yang bagus. Tetapi ternyata sepertinya di undur-undur waktu berharga mereka semua. Tetapi sebelum ada yang berbuka suara, wanita ini kembali melanjutkan. "Anak kecil itu tidak berdaya. Kalian para polisi juga akan menangkapnya bukan? Lalu begini saja, karena kita sama-sama hidup di dunia yang penuh kecamuk. Bagaimana jika dari pesilat di ajukan seorang dan demikian halnya dari pihak polisi diajukan seorang. Kemudian kedua orang ini bertarung melawan anak kecil tersebut. Siapa yang duluan menjatuhkan anak kecil itu, maka anak kecil itu ikut siapa? Bukankah adil?" Ini bukanlah keadilan sama sekali jika dipikir-pikir. Kepala polisi dan para bawahannya adalah orang pertama yang tidak setuju. Sebab kepala polisi beserta anak buahnya bukanlah seorang pesilat ulung. Mereka tentunya tidak akan berhasil membawa pulang anak kecil tersebut. Merekalah orang yang dirugikan benar. Tetapi kali ini sama seperti sebelumnya, sebelum kepala polisi menjawab "menolak". Wanita kembali berkata-kata kepadanya. "Tetapi para polisilah orang pertama yang akan bertarung. Dalam 5 gerakan jika para polisi tidak sanggup menjatuhkan anak kecil, maka para pesilat sudah boleh maju. Dan arenanya adalah seluruh luas lantai pekarangan tersebut." Kepala polisi terdiam sejenak begitu juga para pesilat. Dia sedang berpikir. Anak kecil memang bukanlah lawannya. Tetapi dalam 5 gerakan dia mempunyai keyakinan tinggi untuk membuat anak kecil itu tidak mampu bergerak. Kali ini pesilat-pesilat di sana malah terlihat bimbang. Namun, jika tidak ada penyelesaian, maka pertikaian di sini tidak akan berakhir. Akhirnya kedua pihak mengajukan seseorang.

"Sebentar... Jika saja anak kecil itu sanggup mengalahkan kedua pihak di sini. Lantas bagaimana?" tanya wanita itu kembali. Suara pertanyaan yang terlihat bodoh membuat semua pesilat-pesilat tertawa bebas mendengar kekonyolan tersebut. "Jika saja anak kecil itu sanggup menghadapi seseorang dari orang yang diajukan kami, maka dia pantas untuk meninggalkan tempat ini tanpa diganggu." Wanita itu terlihat menganggukkan kepalanya pelan dengan terus menatap lantai. Kepala polisi mengajukan asistennya untuk bertarung. Dia adalah seorang pemuda berumur 30an, memakai baju dinas, menyelipkan pedang panjang di pinggangnya. Anak kecil tadinya sudah dibimbing naik. Sepertinya dia agak bingung menghadapi situasi demikian. Tetapi ini menyangkut hidup mati dirinya dan ayahnya. Mau tidak mau dia harus berani. lantas dia bergerak pelan ke depan sampai sudah dekat wanita yang tidak bergerak itu. Dia terlihat mengucapkan terima kasih untuknya sambil membungkuk dan tersenyum. Tetapi wanita ini menghadangnya. "Kamu akan bertarung, tetapi apa senjatamu?" Anak kecil tersenyum, dia memandang ke kiri dan ke kanan. Sebelum dia ingin meminjam sebuah senjata. Pemuda yang diam dan membisu ini mengangkat tangannya dan memberikannya sebuah pedang. Anak kecil ini terkejut sesaat, sebab gagang pedang itu sudah dekat dengan wajahnya ketika dia ingin berpaling kemudian ke arah wanita. Dia melihat seorang pemuda yang berpakaian sangat compang camping, duduk tenang menghadap ke lantai. Wajahnya tidaklah jelas sama sekali, tetapi di dekat tempat duduknya terlihat adanya sebuah kecapi. Dengan tersenyum manis, anak kecil menjemput gagang pedang dan menghanturkan terima kasih kepada pemuda. Tetapi dia sendiri kemudian terkejut bukan main, sebab gerakan pemuda sangatlah aneh. Dari jari-jari tangan yang tadinya kuat itu terlihat melemah seakan tidak ada tenaga sama sekali darinya. "Jangan takut..." sahut pemuda itu yang bersuara perut yang sangat serak. Anak kecil ini kemudian memberi hormat sekali. Lantas dengan pedang yang tadinya di berikan. Dia berniat maju. Tetapi ketika dia melihat pedang yang dipegangnya, dia sangatlah terkejut. Sebab pedang terlihat berkarat tiada karuan. Penutup pedang juga bahkan sangat kotor akan karat. Dia berniat mencabut pedang, tetapi usaha anak kecil ini sia-sia saja. Dia berpaling ke arah wanita itu, tetapi wanita hanya mengangguk pelan-pelan saja. Hal ini membuatnya sungguh bingung. "Bertarunglah sesuai gerakan pedang. Bertarunglah sesuai gerakan hati. Maka kamu akan menang..." Sahut pemuda dengan suara serak. Anak kecil yang tadinya bimbang luar biasa ini telah mendapatkan keberaniannya kembali. Dia terlihat sudah siaga benar. "Lingkaran" dibuat sedemikian rupa dengan jarak tempat yang lumayan luas. Polisi berpakaian dinas merah sudah mengeluarkan pedang dari sarungnya. Dia arahkan ke arah kepala anak kecil seraya mengancam. Sedangkan anak kecil ini, tanpa membuka sarung pedang menyilangkan pedang untuk bertahan.

"Anakku... Hati-hati!!!!" terdengar teriakan orang tua yang merupakan ayahnya sendiri. Tetapi anak kecil ini tidak menyahut sama sekali. Dia sudah sangat serius sekali. Dengan satu hentakan keras, polisi duluan menyerang ke arah anak kecil. Dia membacokkan pedang keras ke arah pinggul anak kecil. Sesungguhnya gerakan polisi itu adalah gerakan nekat. Jika saja dia menghadapi ahli pedang, maka posisi jeleknya tentu akan membuatnya di serang demikian mudah. Tetapi... Menghadapi anak kecil? Mana mungkin anak kecil mempunyai nyali untuk menyerangnya di saat serangannya juga datang. Namun, apa yang menjadi perkiraan polisi ini jauh berbeda dengan pikiran anak kecil tersebut. Karena bacokan lawan termasuk rendah, anak kecil terlihat melaju sambil menelungkup untuk melancarkan tusukan ke arah atas yaitu daerah kemaluan polisi. Sungguh tidak ternyanya oleh para pesilat dan polisi itu. Anak kecil yang kelihatannya tidak memiliki kemampuan apa-apa itu sanggup menggunakan gerakan pedang demikian hebat. Untuk orang biasa. Maka gerakan anak kecil tentu harus di hindari. Sebab serangan awalnya bukan saja gagal. Untuk menarik dan menggantikan ke bacokan bawah tentu sangat beresiko sebab gerakan maju dan kencang si anak kecil tidak bisa diperkirakan. Jangan-jangan sebelum bacokan sampai ke lawan, maka tusukan lawan sudah mengambil alat vitalnya. Untuk mengganti jurus bacokan ke jurus tusukan, maka waktu yang diperlukan sungguh sangat tipis. Hanya seorang yang tinggi ilmu pedangnya yang sanggup melakukan hal demikian. Kepala polisi dengan refleks segera berguling salto ke belakang. Tidak pernah dia tahu hasil akan pertarungan demikian lagi. Dan dia tidak berniat untuk mengetahuinya sama sekali. Sebab... Sesudah salto 1/2 tubuhnya tidak begitu berhasil. Dalam posisi terbaring, anak kecil sudah melekatkan pedang ke arah lehernya. Sungguh tidak dinyanya, bahwa anak kecil ini menang dalam 2 gerakan. Kepala polisi yang melihat kegagalan asistennya bukannya marah. Dia hanya menggeleng kepala dan menghela nafas tanda kecewa saja. "Babak pertama dimenangkan anak kecil barusan. Sedang babak kedua akan dimulai. Pesilatpesilat, kalian boleh memilih siapa yang akan bertanding." sahut wanita misterius itu. Para pesilat-pesilat mengajukan seseorang di antara mereka yang bermarga Yang. Seorang pesilat berumur paruh baya yang tadinya menolong anak kecil itu dengan memberikan sumbangan tenaga dalam ketika anak kecil itu tiada sadarkan diri. Tetapi, orang ini kemudian menolak keras. Dia terdengar berkata. "Aku akan meninggalkan tempat ini. Kalian saja yang bertarung." sahut orang bermarga Yang yang tiada lain adalah Yang Xiu, ketua partai Hua Shan itu. Jawaban darinya membuat pesilat kembali bergaduh. Semua pesilat disini merasa bahwa anak kecil tadi hanya menang karena nasib saja. Bukanlah dengan kemampuan. Tetapi, cukup jauh dari sana. Ada seseorang yang berpikiran sangat lain. "Anak kecil itu... Nasibnya benar mujur yah?" tanya Thing-thing di atas pohon.

"Tidak... Itu bukanlah kemujuran. Melainkan ilmu pedang luar biasa..." sahut Jieji melihat ke arah Thing-thing sambil tersenyum. "Tidak mungkin. Aku tidak melihat adanya hal yang istimewa dari ilmu pedang kacau anak kecil tadi." jawab Thing-thing yang heran. "Itu salah satu jurus di antara 9 gerakan kesinambungan Ilmu pedang tingkat pertama surgawi membelah..." sahut Jieji kalem. Thing-thing terkejut. "Gerakan kesinambungan ilmu pedang surgawi membelah tingkat pertama adalah dari geraskan tusukan, bacokan(horizontal), membelah(vertikal) yang terbagi menjadi 3 gerakan kecil lainnya. Anak kecil itu tadinya hanya mengeluarkan 1/3 jurus tingkat pertama Ilmu pedang yang dikatakan ilmu pedang setan itu. Tetapi anehnya dia mengenggam pedangnya dengan tangan kanan dan bukan di tangan kiri." sahut Jieji sambil tersenyum masam. Jieji merasa-rasa. Dia selalu menggenggam pedang terbalik dari biasanya untuk merapal jurus pedang surgawi membelah. Sedangkan anak kecil ini sanggup menggunakan tangan kanan untuk merapal gerakan pedang yang sama. Ini membuatnya merasa kemampuannya dalam berpedang jelas kalah dengan anak kecil itu. Karena tidak ada yang mengajukan diri. Maka tentunya ketua partai Yi Jianlah yang maju mengajukan dirinya. Sebab yang ditanding adalah jurus pedang, maka seorang ketua dari partai pedanglah yang akan menghadapinya. Partai Yi Jian adalah partai turunan yang sudah bercokol ratusan tahun di dunia persilatan. Wilayah kekuasaan partai Yi Jian adalah dekat ke arah Tali. Dahulu, masyarakat pengembara dari Tali selalu ingin menguasai utara yaitu daerah Xi Zhuan daratan tengah. Tetapi Liao Thaisun, tetua yang mendirikan partai Yi Jian selalu membela negera dengan mengumpulkan pahlawan gagah untuk memberantas pasukan kecil dari negeri Tali. Sekarang penerusnya yang ke-11, Lim Kuangye malah mengajukan dirinya untuk bertarung dengan anak kecil dan berharap mendapat harta karun segala. Ini hal sangat mencoreng muka para leluhur partai Yi Jian tersebut. Partai Yi Jian yang berarti partai "Hujan pedang" sangat terkenal di daerah barat. Karena rapatnya gerakan pedang akibat dari jurusnya, maka leluhur partai menamakan dirinya "Partai Hujan pedang". Lim sudah maju sambil memutar-mutar pedangnya. Gerakan pedangnya memang indah. Terlebih lagi sudah malam, dan obor-obor api malah menambah keangkeran jurus pedang yang hanya terlihat kelebat bayangannya saja. Lim memang sengaja pamer, memperlihatkan bahwa apa yang dipelajarinya tidak di bawah ketua partai Hua Shan, Yang Xiu. Semua khalayak dari pesilat kontan bertepuk tangan ramai menyaksikan gerakan pedang yang indah namun penuh maut tersebut. Huo Thing-thing adalah salah satu orang yang cemas melihat gerakan pedang orang bermarga Lim. Dia bertanya saja kepada Jieji. "Aku melihat bahwa bocah itu tidak mempunyai kemampuan untuk menghancurkan jurus pedang demikian. Bagaimana kakak Jieji?"

Jieji melihat ke arah Thing-thing sambil tersenyum. "Jika bocah itu menguasai jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah, maka tidak akan ada masalah. Masalahnya adalah apa dia benar menguasai ilmu pedang rumit luar biasa itu?" "Apa jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah sangat rumit?" tanya Thing-thing yang terlihat tidak sabar. Dia merasa jika dia harus bertarung dengan orang marga Lim tersebut, belum tentu dia penuh keyakinan bisa menang. "Ilmu pedang tingkat kedua namanya "Gerakan pedang memayung seluruh surga". Sesuai jurusnya, Ilmu pedang ini khusus untuk menghadapi ratusan serangan yang mengancam meski terhadap senjata yang tidak tampak mata sekalipun." Jieji menjawab tenang saja meski dia mencemaskan nyawa bocah itu. Bocah terlihat cukup bingung sesaat melihat pameran gaya pedang lawan. Tetapi dengan wajah serius, dia mengganti pegangan pedang dari tangan kanan ke tangan kiri. Berdiri menyamping sambil mengacungkan pedang menusuk ke arah leher lawan. Jieji yang melihat perubahan gerakan bocah, segera tersenyum manis.

BAB CXXXVI : Rahasia Sesungguhnya Racun Pemusnah Raga 200 li lebih, Sebelah timur kota Luo Yang... Cuaca terlihat agak mendung pada malam harinya dan angin terasa bertiup tidak kencang. Di sebuah hamparan tanah yang luas. Tanah luas yang sekelilingnya di tumbuhi pohon-pohon pendek ini terlihat sangatlah asri. Tengah daerah ini terlihat sebuah panggung yang tingginya 2 kaki lebih, berbentuk persegi, di sekeliling panggung persegi terlihat terdapat 4 buah obor besar yang menerangi panggung seakan terlihat siang hari di sananya. Dan masing-masing segi terlihat besi tinggi yang terlihat menggantungkan selembar bendera yang sedang tertiup angin sepoi-sepoi. Lembar bendera yang cukup lebar ini terlihat tulisan yang besar yakni "Pertandingan Silat Sedunia". Di sekitar panggung terlihat cukup banyak manusia-manusia yang berpakaian perang lengkap. Terdiri dari 3 baris utama dan masing-masing terlihat memegang pedang panjang di pinggang. Dan di setiap sepuluh langkah terlihat sebuah obor besar berapi yang terpacak. Sedangkan di tengah panggung cukup menarik perhatian bagi siapapun yang melihatnya karena disini terlihat 3 orang manusia. Dua orang adalah pria dan seorang lagi wanita. Pria pertama memakai baju dinas kerajaan yang terlihat lebar dengan topi berwarna perak. Sedangkan Pria kedua memakai baju "agung" kekaisaran berwarna emas dan memakai topi tinggi yang juga berwarna keemasan. Sedangkan di samping, terlihat seorang wanita cantik yang berpakaian anggun panjang. "Yang Mulia... Harap Yang Mulia segera kembali ke perkemahan. Berada di sini sungguh tidak begitu menguntungkan Yang Mulia..." sahut seseorang dengan sikap yang menghormat kepadanya. Orang ini adalah Perdana Menteri dari kerajaan Sung, Cao Bin.

Orang yang berada di tengah, segera berbalik ke arahnya. Dia tersenyum sebentar, lantas menjawab perlahan. "Tidak apa-apa... Kamu terlalu mengkhawatirkan diriku..." Cao Bin selalu sangat sabar melayani semua orang pada umumnya. Lantas dia bertutur. "Pesilat-pesilat Liao kabarnya berada di daratan tengah. Oleh karena itu..." Zhao Kuangyi memotong pembicaraan Cao Bin dengan mengangkat sebelah tangannya. "Benar pesilat-pesilat Liao sedang berada di daerah daratan tengah. Tetapi dengan kawalan pasukan yang jumlahnya 5 laksa. Serta kawalan pendekar-pendekar tangguh yang baru saja kudapatkan tidak berapa lama. Dan dengan dirimu di sini... Apa yang kukhawatirkan?" Jawab Zhao Kuangyi sambil tersenyum. "Benar sekali... Anda terlalu berkhawatir. Aku dan Yang Mulia sudah sependapat. Kita harus hadir lebih cepat, untuk membuktikan bahwa kita-kita orang dari pemerintahan sangat menghargai pesilat-pesilat dari seluruh daratan tengah dengan bertujuan untuk membela negara. Memang kita lebih cepat 10 hari dari hari perayaan, tetapi di sini Yang mulia sendirilah yang akan menyambut pesilatpesilat dan mengenali satu sama lainnya dengan kita semua." tutur siapa lagi jika bukan Permaisurinya Sung Taizong. Cao Bin tidak berkata lebih banyak lagi mendengar perkataan Permaisuri. Segera, dia berniat mengganti ke topik lainnya. "Yang Mulia bertujuan untuk menyingkirkan kedua jenderal besar dari Liao. Aku merasa kenapa tidak kita panggil saja Xia Jieji untuk melaksanakan tugas demikian? Yang Mulia bisa memberinya gelar tinggi dan jabatan seorang Raja menggantikan Xia Rujian, maka mau tidak mau dia harus membalas jasa negara kepadanya. Selain itu, kakak seperguruanku juga bisa melakukannya bersama hamba. Selain itu, Jin telah berserikat dengan kita sekarang, kita bisa meminta Jin untuk menyerang Liao bersamaan dengan 3 serangan pasukan daerah kita kerahkan secara bersama sama. Dengan begitu, bukankah jauh lebih menguntungkan?" Cao Bin mengeluarkan ide cemerlangnya kali ini. Sesungguhnya perkataannya memang sangatlah masuk di akal bagi siapapun. Tidak ada guna sesungguhnya sama sekali mengadakan Lomba persilatan dan saling bertarung seperti demikian untuk mencari jago nomor 1 daratan tengah. Tetapi ternyata Zhao Kuangyi memiliki perhitungan lain. Sung Taizong berpikir sebentar sambil menutup matanya menengadah ke langit. Dia berpikir sungguh-sungguh akan perkataan Cao. Tidak lama kemudian, dia menjawab dengan mata yang sayu seiring helaan nafasnya. "Ada penyebab aku melakukan perlombaan persilatan seperti demikian..." tuturnya seiring suaranya yang melemah. "Kita-kita orang-orang pemerintahan sudah cukup jauh terpisah dengan para pendekar dunia persilatan. Semenjak berlakunya sistem rimba-nya persilatan dan sistim hukum pemerintahan. Maka banyak rakyat yang terasa tidak puas sama sekali. Dengan adanya perlombaan persilatan, aku ingin mengangkat seorang ketua dunia persilatan kembali. Memberinya gelar tinggi sebagai pejabat pemerintahan, dengan begitu aku merasa kekompakan antara rakyat-rakyat

jelata, pendekar-pendekar dunia persilatan dan kita-kita akan semakin kuat. Ini adalah penyebab pertama. "Yang kedua, memang benar sekali aku ingin mencari pendekar tangguh untuk melenyapkan kedua Jenderal besar Liao. Mengenai Xia Jieji, dia memiliki sifat yang sangatlah aneh. Dia bertindak sesuai hati dan pemikirannya jauh dari jangkauan orang biasa. Yang sanggup mengontrol dirinya di dunia hanya 1 orang saja. Dialah Zhao Kuangyin atau kakak kandungku sendiri. Mengenai Kakak seperguruanmu, memang dia sanggup untuk membereskan kedua jenderal Liao. Tetapi jangan lupa, kita sudah berjanji dengan 3 setan Kunlun untuk membereskannya. Dia memiliki informan yang cukup banyak di seluruh negeri, tentu dia tidak akan datang menemuiku. Mengenai dirimu, aku merasa kamu terlalu berharga melebihi 2 orang Jenderal besar Liao tersebut... Mengenai kekejaman Liao yang sudah keterlaluan... Kamu juga melihat sendiri bukan? Penduduk kota Shandang, Ye, Nanpi, Pingyuan bagaikan bertemu dengan setan ketika melihat pasukan Liao. Mereka menginginkan saat-saat yang damai kembali. Meski sekarang Liao sudah menarik pasukannya pulang ke negeri mereka dan menjaga ketat setiap tempat kekuasaan mereka. Namun, suatu saat mereka pasti kembali menuju ke selatan. Rakyat-rakyat tidak berdosa ditindas, dirampok, dijarah, diperkosa, disiksa, dan dibunuh seakan nyawa tidak ada harganya. Dengan ini, semua kemarahan rakyat dan pendekar-pendekar sudah tertuju kepada Liao. Di sini, aku membangun panggung demikian dan membagi undangan kepada para pendekar dengan tujuan untuk mendukung Sung mencapai kemakmuran dengan menyingkirkan pasukan biadab Liao itu. Ini adalah alasan ketiga aku mendirikan panggung yang meski terlihat konyol ini..." sahut Zhao Kuangyi dibarengi dengan menunjuk ke sekitarnya. "Mengenai Jin, anda sendiri juga benar tahu. Mereka bersikap sama saja dengan Liao. Mereka sangatlah sok dan memandang rendah kesemua bangsa lain. Suatu hari, mungkin Jin juga akan menjadi "Liao" yang baru. Mengenai hal ini, tidak mungkin aku tidaklah tahu-menahu sama sekali... Aku hanya dihadapkan sesuatu yang namanya "tiada pilihan" maka daripada itu, mau saja aku diminta berserikat dengan Jin yang sementara bisa menyingkirkan Liao dari arah barat..." Cao Bin memuji kebijaksanaan Sung Taizong yang menjelaskan segera perihal. Namun, dia tetap tidak tenang. Dia merasa, apakah betul ada pendekar hebat lagi yang sanggup datang kepada mereka untuk membela negara? Lantas dengan helaan nafas pendek, dia menatap ke langit yang nan gelap. *** Selatan nan jauh, mungkin ribuan li jaraknya dari tempat berdirinya Zhao kuangyi dan pasukan-pasukannya. Daerah Jiangnan(selatan sungai), tepatnya adalah sebuah tanjakan terakhir puncak gunung Heng selatan bagian timur. Langit memang sangat gelap karena saat itu sudah beranjak ke jam 7 malam lewat. Di sebuah persanggrahan yang dipisah melalui sebuah jembatan yang panjang telah berkabut cukup tebal. Tetapi di tengah persanggrahan yang memiliki belasan nama ini terlihat sebuah obor kecil tepat di meja yang cukup besar. Persanggrahan demikian memang sangat unik sekali, sebab terletak di tanjakan yang sangat sulit didaki oleh orang-orang biasa. Keindahan dan ketentraman Heng Shan selatan memang tidak tampak karena di sekitar sana sudah gelap dan berkabut tebal. Bahkan misteri kabut yang menari sungguh terasa sangat menyesatkan.

Di tempat yang tiada orang bakal kesana pada saat demikian, terlihat 2 orang yang berdiri cukup jauh satu sama lainnya. Seseorang yang berdiri dekat obor kecil adalah seorang wanita paruh baya. Dengan wajah yang tenang dia mengamati goresan-goresan yang terdapat di meja besar persanggrahan. "Tempat ini dinamakan "Persanggrahan balas budi" pada awalnya. Di namakan oleh seorang gadis yang sangat berbakti kepada ibunya. Dia rela loncat dari jurang ini kebawah demi menuntut pembebasan ibunya dari ayah tirinya yang biadab. Dan sejak saat itu, tidak pernah lagi terdengar kabar gadis tersebut. Namun, namanya menggelegarkan langit dan membuat ayah tirinya sadar kasih sayang mereka berdua hingga memutuskan untuk mencintai kembali ibunya dengan segenap hati. Ini kisah terdengar pada awal dinasti Han atau sudah 1000 tahun yang lalu. Kemudian setelah beberapa ratus tahun yang akan datang. Yang Chuyan kehilangan isterinya yang terbunuh akibat dirinya dalam pertarungan terakhir di sini juga. Dia mendekam hampir 1 tahun lamanya. Dan memberi nama "Persanggrahan Perpisahan Menyakitkan". Dia mengutuk semua pasangan yang pernah datang kemari untuk berasmara memandang keindahan. Tetapi, sebelum datangnya Yang Chuyan kemari, persanggrahan ini selalu meninggalkan luka bekas yang tiada henti-hentinya sampai sekarang..." Orang yang menutur demikian adalah wanita cantik yang berumur paruh baya. Sebelah lengannya seperti telah hilang. Ini terlihat jelas ketika angin menyapu seluruh pakaiannya, dan pakaian di sebelah lengannya sudah tidak berisi sama sekali. Dia adalah Wu Shanniang. Dia menuturkan kesemuanya kepada seorang. Seseorang juga yang merupakan wanita. Dia berdiri membelakangi Wu Shanniang dengan diam-diam saja. "Apakah kamu sudah mengerti arti musik yang sedang mengalun-alun disini?" tanya Wu shanniang kemudian kepadanya. Tidak lama, wanita ini menjawab dengan suara yang sangat lembut sekali. "Tidak... Terlalu banyak kejanggalan. Untuk membuka tempat rahasia di sini bukanlah hal yang sangat gampang. Tetapi... Anehnya, bocah kecil bermarga Bao sanggup melihat fenomena yang katanya ilmu pedang tingkat tinggi. Setelah ditiru-tiru gerakan Bao, ternyata itu bukanlah ilmu pedang hebat sama sekali. Bahkan kekonyolan terlihat jelas ketika dia memperlihatkan gerakan menyerang pedang itu." "Kalau tidak bisa menemukannya, kita masih bisa kembali kemari. Memang musik yang mengalun di sini terdengar sangat aneh sekali. Ada suara musik gesek, tiup dan gong keras yang tiada henti-hentinya. Selain itu, juga fenomena yang hanya bisa dilihat oleh Bao kecil juga merupakan hal yang janggal sekali. Untuk memecahkan kesemuanya, perlu waktu yang sungguh sangat lama sepertinya. Besoknya pagi-pagi, kita berdua segera berangkat ke utara. Dalam 2 hari, kita sudah bisa menjumpai kekasihmu yang sudah kamu nanti-nantikan." sahut Wu Shanniang. Wanita masih tetap membelakangi Wu shanniang. Dia tidak begitu peduli perkataan Wu. Tetapi dia bertutur ke hal lainnya. "Xia Jieji telah mencelakaiku...

Tidak lama lagi, aku akan membalaskan dendamku kepadanya. Aku akan menyelesaikan satu demi satu hal 2 bulan kemudiannya." "Tidak perlu... Bukankah kamu sudah mengatur 5 penyerangan yang datang bersamaan menghadapi dirinya? Dengan begitu, dia tidak akan berkutik lagi sama sekali..." sahut Wu Shanniang yang terlihat heran sebentar. "Kunci terletak pada diriku... Aku yang akan menancapkan belati penuh kebencian ini ke dadanya, menembus jantungnya. Itulah harapanku sampai hari ini sejak aku tertidur sedemikian lamanya." sahut wanita berpakaian putih sambil menengadah ke langit. Suara yang dikeluarin oleh wanita meski lembut, tetapi terasa bergetar karena penuh dengan kebencian luar biasa. Entah dimana Xia Jieji menyinggung perasaan wanita yang memiliki suara yang demikian lembut. Sampai-sampai wanita yang diperkirakan masih gadis umur 20-an ini begitu benci terhadapnya. "Benar sekali... Akalmu memang sangat luar biasa... Jauh lebih mematikan daripada Huang Qian, kakak kandungku. Pasukan kerajaan atau pemerintahan, Para pendekar dunia persilatan, Pesilat bermarga Zui yang terdiri dari 3 orang, dirimu... Dan 1 lagi, kita akan mengusahakan terciptanya pada 2 hari kemudian. Tepatnya di perbatasan sebelah timur kota Jiangling..." tutur Wu Shanniang sambil tersenyum kegirangan. Tetapi gadis ini tidak tersenyum. Masih tetap diam tak bergerak seperti semula. Sikapnya terlihat dingin sekali bagi Wu Shanniang meski dia hanya bisa melihat punggungnya. Seakan gadis ini tidak mempunyai ingatan ataupun perasaan apa-apa, berdiri tetap tidak bergerak sama sekali. *** Dikisahkan Dewa Lao sudah berpisahan dengan Duan Taizi di Tali... Keduanya berpikir untuk mengambil jalan masing-masing secara terpisah. Duan mengambil daerah timur laut dari posisi mereka menuju ke Changan. Sedangkan Dewa Lao, Yumei mengambil sebelah timur untuk segera menyusul jalan yang diambil oleh Xia Jieji. Dalam perjalanan, Yumei adalah orang yang kelihatan tidak begitu tenang. Tentu saja, sebab dikabarkan 3 tetua bermarga Zui memiliki kemampuan yang sangat luar biasa. Sedangkan Xia Jieji dinilainya belum begitu tahu pokok permasalahannya. "Ayah... Sebenarnya kemampuan ketiga tetua bermarga Zui itu bagaimana menurut ayah?" tanya Yumei tiba-tiba memperlambat laju kudanya. Mereka sedang melewati tanjakan datar menuju ke desa Yang sekitar puluhan Li lagi. Dewa Lao tidak segera menjawab. Dia memandang ke arah langit sambil berkuda lamban. "Tiga orang tetua bermarga Zui... Yang pertama namanya Zui Shen(Mengejar Dewa), orang luar biasa di zaman sekarang. Baik penampilan, emosi serta wibawanya terkontrol baik sekali. Kemampuan yang paling utamanya

adalah 3 hal. Ilmu ringan tubuh, Serangan jarak dekat tiada bercelah dan cara berpikirnya yang masih no. 1 sesungguhnya. Dia sudah hilang lama sekali semenjak terakhir terdengar kabarnya di Xiangyang. Terakhir terdengar kabar burungnya adalah orang yang membunuh utusan jenderal Han dari Xi'an (Changan) di sungai Changjiang adalah dia sekiranya 18 tahun yang lalu. Tetapi tidak ada yang bisa mengkonfirmasinya dengan benar karena kabarnya utusan itu terbunuh oleh kaki tangan Bao ketiga(Bao Sanye - yang sudah terbunuh oleh Xia Jieji). Sedangkan orang yang kedua bernama Zui Mung (Mengejar mimpi), memiliki sifat emosi yang labil dan sering marah-marah tidak karuan. Kemampuan silatnya sesungguhnya biasa saja. Tetapi dia amat lihai dengan serangan segala jenis senjata di dunia. Dia pernah mempelajari Ilmu senjata yang beratus macam di seluruh dunia selama 30 tahun di partai Jiu Qi. Mendengar kabar dunia persilatan, dia menguasai "Ilmu pedang Neraka Menyatu" sebanyak 8 tingkatan yang merupakan lawan dari "Ilmu pedang surga(surgawi) Membelah" ciptaan leluhur partai-ku. Dia pernah muncul di dunia persilatan belakangan, dan kabarnya dia merupakan salah satu dedengkot pasukan Liao. Mengenai tetua yang ketiga. Namanya adalah Zui Wang. Gemar minum dan paras elok. Mengenai kabar daratan tengah sesungguhnya tentang penangkapan wanita cantik, malah kupikir adalah kerjaan dia. Tetapi... Entah benar atau tidak kabarnya... Yang jelas orang ketiga ini menguasai Ilmu silat senjata rahasia dari segala jagad. Dia amat jago dalam hal melemparkan senjata rahasia baik itu beracun ataupun tidak. Dia adalah master serangan gelap yang belum ada bandingnya sejak dunia persilatan tercipta." "Dengan begitu, pantas saja ketiganya sangatlah berbahaya satu sama lainnya. Ketiganya selalu bersilat saling mendukung satu sama lain. Jika benar kakak kelima bertemu dengan mereka, sungguh sangat berbahaya sekali."tutur Yumei sambil mengamati ayahnya, dewa Lao. Tetapi dia melihat hal yang cukup aneh dari garis mata serta wajahnya. Lantas dia bertanya segera. "Ada sesuatu yang ayah sembunyikan?" Dewa Lao melihat ke arah Yumei sebentar, dia lantas menghela nafas panjang. "Takdir kakak kelima-mu itu luar biasa sekali. Tidak disangka, apa yang kita lakukan selama bertahun-tahun juga tidak sanggup membendung segala kejadian langit yang seharusnya tidak pernah terjadi..." Pernyataan samar-samar dari Dewa Lao, membuat Yumei agak penasaran. Dengan segera menghentikan kuda tunggangannya. Dia mengamati wajah ayahnya sendiri seberapa lama tanpa berani berkata-kata. Dewa Lao segera melanjutkan perkataannya. "Racun pemusnah raga atau obat pemusnah raga... Sesungguhnya tidak benar-benar diketahui artinya." Yumei segera heran. Kenapa Dewa Lao segera mengalihkan topik pembicaraannya. Lantas dia menanyai ayahnya kembali. "Sebenarnya ayah tahu asal usul dari racun pemusnah raga? Mengapa di makam puteri Han Ming dari Koguryo memunculkan fenomena racun pemusnah raga yang aneh? Hal ini belum bisa dijawab oleh kakak kelimaku... Ayah tentu sudah tahu apa sesungguhnya yang terjadi???"

Dewa Lao menatap langit sungguh lama sekali tanpa menjawab. Dia terdengar hanya menghela nafas saja. Tetapi sebelum Yumei kembali menanyainya, Dewa Lao langsung membuka perkataan. "Ayahmu ini sesungguhnya berasal dari Partai Surga Menari. Tetua terakhir dari semua tetua yang tersisa di partai. Aku jugalah yang melaksanakan tugas sebagai ketua semenjak diriku pensiun dari hiruk-pikuknya kekacauan dunia. Sebagai ketua baru... Aku dititipi pesan begini: Puteri Han Ming dari Koguryo adalah cinta sejatinya Kaisar Qin Shih Huang, sekiranya 1000 tahun yang lalu. Dia menjadi sangat ekstrim pada saat masa remajanya ketika dia ditolak mentah-mentah oleh puteri itu. Disinilah sesungguhnya segala penyebab masalah terjadi... Hal yang utama adalah Puteri Han Ming tidaklah pernah mencintai Ying Zheng(nama asli Kaisar Qin). Dia selalu mencintai putera mahkota negara Tan. Mengenai cinta segitiga semacam demikian, sesungguhnya tidak perlu dibahas lagi. Mengenai Ying Zheng mencari rahasia obat panjang umur dan keabadian juga tidaklah perlu kita bahas lagi. Yang teramat penting... 2 tahun Menjelang ajal Ying Zheng, dia selalu merindukan puteri Han Ming yang sudah dikuburkan jauh ke barat. Lantas suatu hari... Dia mendapat informasi begini dari seorang dukun barat. Di gunung terakhir daerah barat dan merupakan sumber segala jenis racun di dunia terdapat obat panjang umur itu. Selengkapnya diceritakan detailnya yaitu cara menggunakan racun sehingga menjadi obat. Racun yang terserap di tubuh segera membuat penderitanya tewas dalam sekejap dan penularannya sangat berbahaya. Sebab jantung memompa darah dan terkontaminasi ke seluruh tubuh. Melalui nafas sekalipun bisa tertular akan kerja racun demikian. Mendengar sampai hal demikian, sepertinya Ying zheng segera menuju ke arah barat. Melaksanakan praktek pertamanya di Lin Qi yang mengakibatkan tindakannya sama sekali tidaklah berhasil karena Puteri Han Ming sudah meninggal puluhan tahun lamanya. Mayatnya sudah tinggal tulang belulang. Tetapi... Dengan sebuah jarum yang ditusuk ke arah kening menembus dengan tenaga dalam tinggi bisa membuat penderita sembuh. Tetapi dia harus tidur selama 20 tahun mungkin tanpa sadarkan diri dan rohnya sudah mengambang diantara langit dan bumi. Penderita bisa hidup kembali, tetapi kehilangan memori otaknya kesemuanya. Penyembuhan seperti demikian adalah untuk "menghidupkan kembali orang yang mati". Disini... Yang terpenting adalah cara menaruh mayatnya. Racun di tubuh membuat tubuh awet karena tidak ada serangga ataupun sesuatu yang bisa merusak tubuh aslinya sebab keganasan racun malah membuat penderita bertahan akan bentuk fisik meski jiwanya sudah tiada. Sedangkan ada juga cara penyembuhan jika terkena racun tersebut yang lainnya. Satu hal yang lainnya kamu pasti sudah tahu bukan? Ini sesungguhnya rahasia di luar dunia dan merupakan rahasia partai surga menari. Menepis segala kebohongan santer serta gosip yang tidak menentu tentang racun pemusnah raga."

Ditutur sampai bagian ini, Yumei terkejut luar biasa. Dia tidak pernah percaya apa perkataan ayahnya sendiri. Hanya 1 hal yang di benak gadis kecil ini ketika ayahnya menyebut demikian. Yaitu tentang sesuatu di daerah Tongyang, Wisma Oda. "Tidak mungkin! Jika ayah tahu... Apa orang lain tidak pernah tahu????" teriak Yumei sambil tidak percaya. Matanya terasa basah akibat linangan air matanya sesegera mungkin. Dewa Lao menghela nafas saja. "Ini adalah rahasia langit yang tidak boleh diungkapkan sesungguhnya. Tetapi... Semua nasi sudah menjadi bubur..." Yumei masih berteriak dengan nada tidak percaya sama sekali. "Bagaimana mereka bisa??? Ini tidak mungkin!!!" "Kau tahu anakku? Kakak kelimamu mungkin pernah bercerita begini kepadamu: Bagi orang yang keracunan pemusnah raga, dia harus hati-hati diamankan. Kemudian mayatnya dibakar karena racun ini hanya bisa dinetralisir oleh api yang panas luar biasa. Ini adalah cerita dari zaman ke zaman sampai terakhir cerita demikian berlaku bagi seorang tetua dunia persilatan, Dewa Bumi. Beberapa orang sesungguhnya pernah terkena racun demikian dan tewas secara segera. Jika matahari tidak pernah menyinari tubuhnya hingga panas dalam tubuh mengakibatkan mayat rusak sampai tulang, maka mayat tidak akan pernah "bangkit" lagi. Lima organ dalam tubuh manusia tidak akan pernah rusak selama mayat berada di tempat yang dingin dan tidak terkena cahaya matahari...." Yumei berteriak keras mendengar tuturan ayahnya sendiri, Dewa Lao. "Hentikan!!!" Sambil menangis sedih dia menutup daun telinganya tidak ingin mendengar. Yumei adalah gadis yang luar biasa pintar. Diterangkan 1 hal, dia sanggup mengerti 10 hal. Dia sudah tahu sesungguhnya apa yang sedang terjadi. "Kamu sungguh mirip ibumu..." Dewa Lao bertutur lemah sambil tersenyum pahit melihat wajah puterinya yang lembut itu terlihat sedih sekali. Wajahnya kelihatan sangat masgul meski sesungguhnya dia sangat memuji kemampuan berpikir puterinya yang sanggup mengerti segala pokok permasalahan dalam waktu yang hanya sekejap saja. *** Sementara itu, hujan sudah mulai turun deras di Wisma langit dingin milik Zhao Xieshan. Obor api terlihat ditutup dengan payung besar supaya tidak basah dan daerah di sana tetap terlihat terang benderang seperti tadinya sebelum hujan deras turun. Keadaan masih seperti semula, Para pesilat masih dengan sabar berdiri menanti. Kesemuanya sedang was-was terhadap sekeliling. Ini terbukti sudah banyak di antara mereka mengeluarkan pedang ataupun senjata lainnya dari gagang, pinggang atau punggung mereka. Polisi juga demikian halnya, mereka saling siaga dan menanti melihat serius ke arah tengah "lingkaran" tempat bertarung. Sedangkan Keluarga Zhao masih terlihat sedih, hujan yang turun deras tidak merubah suasana hati mereka yang sedang kehilangan orang yang mereka cintai.

Bocah kecil sedang terlihat mengarahkan pedangnya melalui tangan kiri ke depan , terlihat serius. Lin masih dengan gerakan tangan memutar pedang terlihat serius sambil sesekali tersenyum sinis. Melihat pose aneh dari bocah, Lin lantas menganggap remeh. Karena dilihatnya banyak sekali titik kelemahan yang bisa dijebol oleh ilmu pedangnya yang kelihatan sangat buas itu. Dengan segera, Lin maju terlebih dahulu. Dia menyerang dengan gerakan cepat, tetapi tidak begitu membahayakan. Dia hanya menggunakan tidak sampai setengah kemampuan silat sesungguhnya untuk mengetes kemampuan bocah. Dengan berjalan cepat dia mengayunkan pedangnya guna membacok ke depan beberapa kali. Bocah kecil memang terlihat canggung menerima serangan demikian. Ini terlihat dari dirinya yang segera beranjak mundur meski pedang bersarung masih di arahkan menunjuk ke depan. Sekira belasan tindak kemudian, bocah terlihat nekat kemudiannya. Karena dia sudah merasakan punggungnya panas sebentar. Tidak menolehpun dia mengetahui bahwa obor api yang sedang menyala sudah berada beberapa inchi di punggungnya. Dengan nasib-nasiban dia menyerang menusuk ke arah mata lawannya. "Ini adalah gerakan tiruan dari Ilmu pedang surgawi membelah. Sama sekali sepertinya bocah kecil tidak pernah mempelajari ilmu pedang..." sahut Jieji yang mengerti melihat tingkah bocah. Huo Thing-thing yang berada di sebelahnya kaget sebentar. Dia memang terlihat mencemaskan bocah kecil itu. Lantas dia mengujar. "Jangan biarkan bocah kecil itu dicelakai...." Jieji hanya diam saja sambil melihat ke gerakan bocah dari arah jauh. Dia tidak menjawab perkataan Thing-thing. Melihat tusukan melaju kencang ke arah mata. Mau tidak mau Lin juga terkejut. Dia segera menarik nafas bertahan untuk menghentikan langkahnya terlebih dahulu. Lantas dengan serangan yang pasti, dia putar pedang untuk menangkis serangan bocah. Ketika pedang hampir berlaga... Gerakan bocah berganti, dari tusukan sederhana ke arah mata lawan terlihat segera menurun segera. Lin terkejut bukan main melihat gerakan yang berubah cepat itu. Tetapi Lin adalah pesilat unggul dari partai Yijian. Kemampuan dari leluhurnya sungguh dipelajarinya dengan benar dan sangat baik. Ketika pertama saat sebelum pertarungan, Lin memang melihat banyak sekali celah mematikan lawan. Tetapi setelah benar bertarung, Lin sama sekali tidak melihat daerah serangan yang terbuka sama sekali. Gerakan bocah seperti gerakan menusuk ke tanah tanpa menarik kembali serangan tusukan ke mata Lin tadinya. Semua orang di sana sangat kagum akan gerakan demikian, karena dinilai gerak pedang seperti ini sungguh sangat sulit untuk ditahan. Bisa saja dengan menyabet jika dipikir-pikir. Tetapi apakah dijamin jurus demikian tidak akan berubah lagi?

Lin tidak mau ambil resiko walaupun pedang lawan masih dalam sarung. Dia segera menghentak kencang ke depan dengan pedang yang diayunkan keras. Dalam gerakan pertama, sebenarnya Lin sudah kalah. Jika saja bocah bergerak dengan bebas bagaikan pesilat unggul, dia benar sudah mati langkah. Tetapi sepertinya si Bocah benar bukanlah seorang yang mendapat pengajaran dari ahli pedang. Serangan Lin segera saja mematahkan gerak laju pedang bocah, dia terlempar jauh akibat perpendaran tenaga dalam yang keluar dari pedang Lim. "Aku menang!" teriak Lin sambil kegirangan. Sesungguhnya sifat sedemikian sungguh sangat memuakkan siapa saja yang mendengarnya. Menang melawan seorang bocah yang kelihatannya bukan seorang pesilat bukanlah sesuatu yang membanggakan. Tetapi Lim, yang sudah nekat serta menyadari sebentar lagi dia bakal mendapatkan sesuatu yang diinginkan atas diri bocah, maka dia tidak mempedulikan hal "rendah" seperti demikian meski dia berada di antara ratusan pasang mata. Pihak kepolisian terlihat kesal atas sikap Lim. Memang mereka sudah kalah dalam pertaruhan ini. Sembari menyaksikan sikap ketua partai Yijian tersebut, membuat mereka merasa sungguh jengkel. Sedangkan pihak keluarga Zhao sama sekali tidak begitu terpengaruh akan keadaan demikian. Lin masih dalam suasana gembira-gembira. Dia berjalan mendekati bocah yang sedang terkapar. Suara tertawa besar dia dan para pesilat tiada berhenti dan masih menggaung-gaung memenuhi lapangan. Dengan berjalannya Lin kuangye ke depan si bocah, dia bermaksud mengangkat tubuhnya dan membawanya ikut serta bersama para pendekar lainnya. Bocah memang sedang terlentang dan sepertinya tidak berdaya lagi akibat hempasan energi Lim. Tetapi... Ketika tangannya hendak mencekram leher baju bocah, dia merasa dikejutkan oleh sesuatu benda. Sesuatu benda yang membuat semua orang disana terkejut luar biasa. Samar-samar, gerakan pedang yang sedang bersarung segera memakan korban dengan begitu cepatnya. Alhasil... Lin terlihat terlempar ke belakang dengan gaya yang sangat jelek luar biasa. Sebuah tusukan mematikan mengarah ke arah lehernya yang memaksanya terpental jauh ke belakang. Ketua partai Yijian ini terlihat terdorong dan muntah darah hebat sekali akibat serangan tak terduga tersebut. Dia mendarat dengan punggung menghantam lantai yang cukup keras. Siapa lagi jika bukan bocah tadinya yang mencuri serang dengan hebat. "Hebat sekali bocah kecil itu!" teriak kecil Thing-thing dari atas pohon terdengar. Sedangkan Jieji juga tersenyum sungging dibuat gerakan tiba-tiba dari bocah. "Tetapi... Dia tidaklah tewas... Jika tadi pedang Lin digantikan dengan pedang bocah, maka ketua Partai Yijian sudah tewas di tangan seorang bocah..."

Thing-thing heran mendengar perkataan Jieji. "Leher adalah titik mematikan setiap manusia. Dengan tongkat saja bisa mematikan!" "Tidak... Ketua partai Yijian, Lin Kuangye sempat membendung diri dengan tenaga dalam. Meski saat itu hanya sekejap saja..." jawab Jieji. Semua orang memang sangat terkejut! Apa yang dipikirkan Thing-thing, juga dipikirkan oleh setiap orang di sini. Yang tentunya juga adalah pesilat. Hanya 2 orang saja di seluruh lapangan ini benar memperhatikan bahwa Lin masih sanggup membendung dirinya dengan energi tingkat tertinggi. Dialah Xia Jieji dan seorang pemuda yang sedari tadi hanya duduk menunduk, memegang kecapi dekat kakinya. Lin memang terluka dalam parah. Dia segera bersalto ringan dan memandang ke depan dengan mata yang melotot marah. Sesegera, dia ayunkan pedang dengan kecepatan tinggi. Kelebat pedang yang dihasilkan oleh gerakan pedangnya memang luar biasa bagus. Kemarahan dan setan sudah menguasainya secara penuh sekarang. Tetapi, tindakan Lin sama sekali tidak dihargai oleh kawan-kawan mereka sebangsa persilatan pun. Para polisi berteriak meminta pertarungan dihentikan saja begitupula keluarga Zhao. Tetapi, Lin Kuangye tidak mempedulikan suara di sekitarnya. Dia tetap datang mengancam dengan pedang yang masih berkelebat hebat. Lin merasa dia telah mendapat malu yang luar biasa hebatnya. Dirinya seorang ketua partai besar harus bertekuk lutut dalam 1 jurus melawan jurus pedang yang tidak diketahui asal usulnya. Parahnya, dia kalah dalam sejurus saja. "Tidak tahu malu!" teriak suara seorang pria yang serak. Yang tiada lain berasal dari pria misterius yang memegang kecapi. Lin tahu benar bahwa kedua orang misterius bukanlah orang sembarangan. Dia tidak ingin mengusik mereka berdua. Dilihat dari nada berbicara yang tetap menunduk saja, sudah diketahui bahwa keduanya bukanlah orang biasa. Tetapi dia sendiri tidak mengusik keduanya. Maka keduanya merasa tidak perlu ikut campur masalah demikian. Yang paling mencemaskan bocah disini, adalah setidaknya ada 3 orang. Ayah si bocah, Thingthing dan gadis yang tetap menunduk tersebut. Bocah sudah siap melayani serangan dari Lin kali ini. Dia masih memegang pedang dengan tangan kiri. Serangan Lin sepertinya menggunakan seluruh kemampuannya. Kali ini dia menganggap bocah sebagai pesilat ulung, tidak mengetesnya lagi. Dia mengeluarkan segenap kekuatannya untuk "memusnahkan" si bocah. Gerakan kaki Lin memang tidak bisa dipandang enteng, semua orang sebenarnya salut akan lihainya dia bermain pedang. Hanya sekali beranjak, dia sudah sampai di depan bocah. Bocah yang mengalami hal demikian menjadi terkejut! Dia tidak pernah tahu di dunia ada semacam gerakan secepat demikiannya. Baru dia berniat untuk menusuk ke depan pedangnya. Lim sudah datang untuk menebas. "Gawat! Kacau!" teriak Jieji sebentar. Tetapi daripada itu, kedua tangannya bekerja.

Hampir semua orang tidak berani melihat ke depan. Bacokan Lin tentunya sudah bekerja dan seharusnya batok kepala bocah pasti terbelah oleh tebasan pedangnya yang melaju dari arah atas ke bawah. Hampir semua orang juga berteriak ke-ngerian, ketika terdengar bacokan pedang keras menghantam lantai yang mengakibatkan suara retak lantai keras. Hasil sebuah bacokan membuat semua orang terkejut. Tetapi hasil terkejut semua orang sesungguhnya datang belakangan, sebab Lin adalah orang pertama yang terkejut dahulu akan gagalnya serangan. Dia merasa Bocah seperti tertarik ke belakang sedikit sambil bersalto ringan. Kali ini gegerlah semua orang saat melihat Bocah melayang salto ke belakang. Lin memang tidak puas mendapati hal sedemikian. Lantas dengan gerakan pedang menusuk ke depan, dia segera mengincar mangsanya di punggung. Tetapi.... Bocah yang tadinya tidak memiliki kemampuan apapun. Sekarang terlihat menjadi pesilat yang hebat. Tubuhnya yang melayang sekali kembali ke posisi awalnya, namun dia masih tetap terlungkup. Seperti di seret oleh sebuah energi maha dahsyat, bocah melaju kencang ke depan sambil menusukkan pedang bersarung ke arah tulang kaki Lin. Untuk yang kedua kalinya dalam 1 serangan, Lin kembali terkejut. Tetapi sebenarnya bukan dia saja yang terkejut di sini. Sebab semua orang yang melihat gaya berpedang Bocah membuat semua orang kagum luar biasa. Lin segera mengubah posisi tusukan pedang ke depan menjadi tusukan pedang ke bawah. Bocah yang terlungkup menyerang ke depan tersebut di serang ke arah punggungnya yang jelas terbuka. Lin mengerahkan seluruh kemampuannya untuk bertarung kali ini. Dia berniat langsung membinasakan bocah saja karena di anggapnya "banyak tingkah". Tetapi perkiraannya sungguh luar biasa salah kali ini. Dia memang sedang melihat bocah menyerang ke arahnya dekat tulang kakinya. Tetapi niatnya kali ini tidak kesampaian, sebab sebelum tusukan pedangnya melukai bocah. Kakinya telah tertusuk luar biasa cepatnya yang akhirnya membuatnya melangkah ke belakang beberapa kaki jauhnya. Tidak puas, bocah masih tetap menyerang ke depan. Kali ini... Bocah mengayunkan pedang dan menusuk ke depan sambil "terbang". Arah yang di incar adalah tulang rusuk sebelah kanan Lin. Lin yang mendalami ilmu pedang "hujan pedang" terlihat berniat bertahan. Apa mau, serangan bocah yang seharusnya kena di tulang rusuk sebelah kanan Lin, kembali berputar arah. Kali ini tusukan pertama sudah masuk mengenai perut Lin yang terbuka. Meski ini adalah tusukan ringan, tetapi Lin juga berniat menahan laju pedang bersarung meski sudah mengenai perut. Tetapi... Baru saja dia berniat menepiskan pedang bocah, gerakan pedang sudah berubah. Kali ini serangan tusukan kembali mengarah ke pipinya. Dua tamparan ke pipi membuatnya terkejut luar biasa. Tetapi belum sempat dia menepis tamparan pedang di pipi, ketika dia berniat mengangkat tangannya... Sebuah serangan baru kembali dimainkan, kali ini sasarannya adalah di tepat jantungnya.

Biasanya seorang pesilat sangat umum melindungi titik berbahaya di tubuhnya. Lin juga demikian, dia bergerak cepat hendak bertahan. Tetapi pedang bersarung itu sudah teramat cepat dan sekarang sudah mendarat tepat di jantungnya. Bocah terlihat tidak serius ingin melenyapkan nyawanya. Ketika bendungan pedang berupa kelebat hendak menahan pedang. Justru saat itu, tusukan pedang bocah menolak lawan bermarga Lin ini hingga dia terpental jauh menyeret kaki ke belakang. Bayangkan saja jika pedang bersarung itu diganti ke pedang asli. Lin seharusnya sudah 3 kali kehilangan nyawanya. Menyaksikan apa yang sedang terjadi, semuanya bertepuk tangan sangat meriah. Baik para pesilat ataupun polisi semuanya merasa lega sekali. Tidak mereka sangka bahwa bocah sekecil demikian sudah memiliki ilmu pedang yang luar biasa. "Bagus!!!!" Semuanya berteriak memuji ke arah bocah. Tetapi bocah adalah orang yang sangat bingung. Dia merasa sangat janggal kali ini, dia menatap ke arah lantai tiada bergerak. Hanya 1 orang di lapangan demikian besar saja tahu apa yang sedang terjadi dari tadinya. Seorang berpakaian compang-camping, yang sedari tadi sedang melihat ke lantai. Dia menunjuk jauh ke arah sebuah pohon tinggi yang lebat sekali daun dan tangkainya. Dengan suara serak dia memuji. "Sungguh luar biasa sekali... Di dunia masih terdapat ilmu pedang demikian..." Dari atas pohon, Jieji melihat jelas orang yang menunjuknya. Dan dari suara, Jieji mendapat bahwa orang ini sedang berbicara kepadanya dengan suara energi. Jieji dari tadi memang sedang memainkan kedua tangannya. Tangan kanan-nya terlihat sedang menggenggam bocah sambil mengayun beberapa kali. Sedang tangan kiri-nya bermain menggenggam tangan kiri bocah yang memegang pedang. Thing-thing di atas pohon memang merasa tindakan Jieji aneh sekali sejak dia berteriak sekali tadinya. Namun dia terus melihat ke arah bocah kemudiannya. Dia pun heran secara tiba-tiba sebab bocah di tengah lapangan tiba-tiba menjadi seorang jago ilmu pedang. Tunjukan jari seorang pria misterius "memaksa" semua orang di lapangan untuk melihat ke arah pohon lebat yang jauhnya ratusan kaki dari tempat mereka semua berada. Merasa ada sesuatu hal yang aneh, para pendekar persilatan yang terutama memiliki busur dan anak panah, segera memasang kuda-kuda untuk memanah ke pohon yang ditunjuk. Para pendekar di sini yang menguasai ilmu panah, terdiri dari 3 orang. Mereka memanah ke arah ranting dan tangkai pohon besar itu. Tiga kali terdengar busur direntangkan dan anak panah dilepas. Seiring lepasnya panah pesat, seiring itu juga terdengar tiga kali sapokan sesuatu dari atas pohon. Jieji merasa tidak mungkin lagi bersembunyi seperti demikian. Lantas dia turun bersama Thing-thing dengan gerakan ringan tubuh tinggi. Tidak lama, dia sudah berada dekat dengan khalayak di sana.

Jieji hanya tertarik melihat dengan dekat seseorang. Seseorang pria misterius yang sedari tadi tidak melihat ke arah mana-mana selain ke lantai. "Saudara juga tidak kalah hebatnya. Hanya anda sendiri saja yang tahu bahwa yang tadinya adalah gerakan dari ilmu pedang..." tutur Jieji memuji dengan tersenyum kepadanya. Tetapi pria misterius tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menunduk dan terdengar suara senyumannya. Seiring keluarnya suara Jieji, wanita di samping pria ini terlihat bertindak aneh. Gerakan tubuhnya yang hampir tidak nampak, dilihat oleh Jieji. Dia segera memandang wanita ini. Tetapi, dia tetap menundukkan kepalanya namun tubuhnya terlihat bergoncang dan gemetaran beberapa saat. Jieji segera berbalik badan ke arah khalayak ramai, tetapi dia tidak berkata sepatah katapun kepada kesemuanya. Kesemua orang sepertinya terlihat bingung memperhatikan seorang pemuda dengan tinggi badan sekitar 6 kaki. Memakai pakaian seorang sastrawan, dengan kipas sepanjang 20 inchi di tangan kirinya bergerak dengan tenang. Tiada orang yang berniat menanyai siapa dirinya di sini. Jieji berjalan pelan saja seakan di sana tiada orangnya. Lantas dia menghampiri ke arah bocah kecil. "Siapa namamu adik kecil? Ilmu pedangmu memang luar biasa..." Bocah yang merasa bahwa orang di depannya tentu bukanlah orang jahat. Lantas dia menjawab sopan. "Namaku Bao Guozhun. Terima kasih..." Jieji segera beranjak ke tempat orang tua yang dikatakan adalah ayahnya Bao. Langkah demi langkah ditempuhnya dengan mantap dan ketika dia mendekati Bao tua. 3 Pesilat yang menjaganya berniat menyerangnya, tetapi kesemuanya tidak begitu yakin akan kemampuan lawan di depannya. Dengan menotok titik darah Bao tua yang sudah dikunci oleh ketiganya tadi, Jieji membimbing orang tua tersebut berdiri. Bao tua berniat mengucapkan terima kasih, tetapi Jieji segera menggandeng tangannya. Ketiga orang pesilat tentu tidak terima akan tindakan Jieji yang dirasakan sangat kurang ajar itu. Demi melihat terbukanya serangan sebab punggung lawan sudah terbuka untuk di serang dari belakang. Ketiganya tanpa basa basi langsung saja menyerang hebat ke depan. Tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana kejadian selanjutnya. Sebab hanya terdengar suara 3 kali tepukan. Jieji masih saja membelakangi mereka kesemua. Kipas di tangannya memang terlihat memutar sekali satu lingkaran. Alhasil, Ketiga pendekar ini menjadi sangat malu sebab pedang dan golok di tangan mereka sudah "terbang" dan mendarat baik di atap balairung utama ruangan Wisma Langit dingin. Suara atap berlaga dengan senjata terdengar sesaat saja. Tentu semua orang begitu tercenggang melihat hasil satu gerakan orang yang diamati dengan sangat serius oleh kesemua orang disini. Jieji tetap menggandeng Bao tua ke arah Bao kecil. Lantas setelah sampai, dia berkata kepada

kesemua orang di tengah. "Aku memenangkan pertarungan. Jadi akulah yang berhak membawa mereka berdua pergi." Kesemua orang di sini terlihat diam saja, sebab 1 gerakan lawan saja sudah membuat ketiga orang merasa tidak dapat berkutik. Ketua partai Yijian adalah orang yang paling mendapat malu di sini. Namanya di dunia persilatan sungguh terancam kali ini. Oleh karena itu, di antara kesemua orang di sini maka dialah yang paling berniat untuk bertarung lagi. Melihat seorang pemuda berumur 30-an sebenarnya dia tidaklah gentar. Tetapi dia merasakan sesuatu yang masih sangat janggal akan serangannya tadinya ketika melawan Bao kecil. Tetapi jika berhenti di sini, tentu membuat dia membawa penasarannya kemanapun dia pergi. Dia sedang berpikir keras, dan tidak melihat ke arah sekelilingnya lagi. Sampai suatu saat, sebuah suara betul mengagetkannya. "Tidak ada gunanya kamu pikirkan. Kamu betul jauh di bawahku. Sebab serangan-serangan pedangmu, dari pohon sebelah sana. Akulah yang mengeliminasinya..." tutur suara pemuda sambil tersenyum kepadanya. Lin terkejut luar biasa... Pedang di tangannya langsung jatuh ke lantai. Dia mengamati ke arah Bao kecil. Yang kemudian Bao kecil berkata. "Betul paman... Aku bukanlah seorang pesilat dan tidak pernah sekalipun belajar. Jadi semua gaya silatku tadinya berkat bantuan paman ini..." Semua orang di tengah tercenggang. Bagaimana dari jarak ratusan kaki pemuda bisa mengontrol gerakan tubuh dan gerakan pedangnya. Tidak ada orang lagi yang berniat menanyai lebih lanjut. Semuanya diam seribu bahasa tidak menjawab. Disini, tidak ada orang yang tahu sesungguhnya siapa pemuda sesungguhnya. Hanya 2 orang selain Thing-thing di sini yang mengenal Xia Jieji. Bao kecil sudah beranjak dari tempatnya, dia berniat memberikan pedang kembali kepada pemuda misterius yang menunduk. Tetapi kelihatan bahwa pemuda misterius tidak berniat mengambilnya lagi. Dia menunjuk ke arah Xia Jieji dengan tetap diam. Bao kecil mengerti apa maksud orang, lantas dia memberikan pedang bersarung kepada Jieji sambil berkata bahwa pedang diberikan kepadanya. Jieji mengamati sebentar pedang pendek ini... Panjangnya hanya sekitar lebih sedikit dari 2 kaki termasuk gagangnya. Sedikit lebih pendek dari pedang Es rembulan ataupun pedang Ekor api. Gagang dan sarung pedang sangat kotor sekali dan berkarat kesemuanya. Lebar badan pedang termasuk sarung adalah 2 inchi. Dia mengamatinya sebentar, dan melihat ke arah pemuda misterius. Lantas dia berterima kasih sambil memberi hormat kepadanya. Pemuda misterius hanya diam saja tidak menyahut. Thing-thing agak heran mendapati Jieji memberi hormat kepada pemuda misterius itu. Dia ikut melihat pedang yang "aneh" ini juga. Namun, dia tidak berniat menanyainya banyak hal. Lantas dengan menggandeng Bao kecil, dia hendak keluar dari Wisma. Jieji yang melihat

Thing-thing beranjak segera tersenyum, dia juga ikut gadis segera keluar dari Wisma bersama Bao tua. Sementara itu, semua khalayak diam tidak berani berkata banyak sampai Jieji dan kawankawannya meninggalkan tempat cukup lama. Baru setelah itu, semuanya saling menyalahkan 1 sama lainnya kenapa membiarkan mereka pergi begitu saja. Biasanya memang pendekar persilatan yang suka main kerubut selalu berpikir demikian. Di saat melawan musuh tangguh, tidak ada seorang pun yang berani maju duluan. "Kalau begitu kita ikuti saja mereka..." Suara gaduh itu membuat kedua orang misterius tertawa sinis beberapa saat. Lantas seiring suara tertawa biasa, keduanya tiba-tiba sudah hilang ditelan angin. Kedua orang misterius ini memang membawa rasa yang kurang sedap terhadap pendekarpendekar persilatan di sini. Sebab ketika keduanya sampaipun, tiada yang tahu benar bagaimana caranya. Sekarang keduanya pergi, tidak ada yang tahu juga bagaimana keduanya meninggalkan tempat. Jieji dan kawan-kawan hanya perlu waktu sesaat saja sudah sampai ke penginapan. Sesudah kesemuanya mengganti baju. Keempat orang ini berkumpul di dalam kamar. Bao tua dan Bao kecil segera berlutut memberi hormat karena hari ini pemuda tersebut telah menolong mereka berdua. "Tidak perlu terlalu berbasa-basi..." sahut Jieji sambil membimbing keduanya berdiri dan meminta mereka berdua duduk di kursi. Jieji mengamati ke arah Bao kecil, dia menanyainya segera. "Saudara kecil... Bagaimana kamu bisa memperagakan Ilmu pedang yang terlihat sangat aneh itu? Dan dimana sesungguhnya saudara kecil mempelajarinya?" Bao kecil yang merasa bahwa Jieji menolongnya dengan segenap hati, lantas saja jujur berkata. "Ilmu pedang ini diperlihatkan kepadaku oleh seseorang ibu yang umurnya mungkin 50 tahunan dan seorang kakak cantik . Tetapi yang membawaku kesana adalah seorang kakak cantik yang kecantikannya luar biasa. Aku berada di Puncak gunung Heng Shan selatan saat itu." Jieji berpikir sesaat mendengar perkataan Bao kecil. Sambil bercanda, dia menunjuk ke arah Huo Thing-thing. "Kakak cantik yang adik kecil maksud itu seperti apa? Kecantikannya jika dibanding dengan kakak ini bagaimana?" Thing-thing segera merasa malu ketika Jieji menanyai Bao kecil dengan cara demikian. Bao segera melihat ke arah Thing-thing yang malu menunduk. Lantas dia berkata. "Kakak itu... Pembawaannya memang tidak setinggi kakak ini... Mungkin tingginya hampir seimbang dengan ayah saja. Pakaiannya putih, wajahnya putih bagaikan salju. Suaranya sangatlah lembut, Matanya indah sekali. Hidungnya tidak semancung kakak di sini. Tetapi...

Jika dibandingkan, maka kakak di sana... Lebih... Lebih cantik..." tutur Bao sambil terlihat malu. Jieji terkejut mendengar perkataan Bao. Dia hanya mengira-ngira awalnya mungkin Yunying. "Apa mungkin Wu Yunying?" tanya Thing-thing sesegera kepada Jieji. Jieji berpikir tidak mungkin, sambil tersenyum tawar dia bertanya. "Sudah berapa lama kejadiannya?" "Sekitar 6 bulan lalu." jawab Bao kecil. "1/2 tahun lalu, aku dan Yunying masih berada di daerah barat." tutur Jieji sambil melihat ke arah Thing-thing. Bao segera mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Terlihat sebuah gulungan kain yang basah oleh air hujan tadinya. "Ini adalah barang pemberian kakak yang cantik itu... Dia berkata, untuk memberikannya kepada seseorang yang menolongku di saat kesusahan nantinya." Jieji menjemput dengan kedua tangannya. Lantas dia buka segera gulungan kain putih itu. Dengan begitu, terlihatlah sebuah lukisan yang sangat indah. Tetapi... Lukisan yang terlihat indah ini bukannya membuat Jieji gembira atau berperasaan lain, dia segera terkejut luar biasa sekali mendapatinya. Tetapi rasa terkejutnya ini segera sirna digantikan rasa penasaran yang berlebihan. Dia menggunakan jari tangannya meraba ke kain beberapa lama. Lantas dia berdiri tegak menatap ke atap langit ruangan dan tertawa cukup keras. 137 BAB CXXXVII

Related Documents

Kaisar
November 2019 38
Pahlawan Nas.docx
December 2019 40
Hari Pahlawan
May 2020 24

More Documents from "Noor Rezky Fitriani"