Menjadi Pahlawan sebelum Dijadikan Pahlawan Jika kita ditanya tentang pahlawan, kira-kira apa yang akan kita jawab? Jika pertanyaan tersebut ditanyakan kepada adik-adik kita yang masih duduk di sekolah dasar, pasti mereka dengan segera menyebutkan nama-nama pahlawan yang ada di negeri ini. Membahas hal ini, mengingatkan saya pada pameran design instalasi yang digelar teman-teman kita dari komunikasi di penghujung 2008 lalu. Dengan banyak cara mereka menggambarkan apa yang dimaksud dengan pahlawan. Mulai dari superhero yang menjadi ’pahlawan’ bagi generasi milenium ketiga saat ini, para pejuang lingkungan, guru, para pemberantas koruptor dan diri kita sendirilah pahlawan itu. Ada lagi satu yang menarik dari yang ditampilkan dalam pameran itu. Sebuah karya dari dosen komunikasi, Mas Iga, demikian mahasiswa memanggilnya. Dia menggambarkan sosok pahlawan dalam designya berupa pecahan uang dengan gambar pahlawan di dalamnya. Ternyata pahlawan ini tidak berdaya di tangan koruptor, dan dia membutuhkan pahlawan lainnya agar ia benar-benar menjadi pahlawan. Adakah dari pahlawan-pahlawan itu yang masih hidup hingga kini? Sebagian besar dari mereka –jika tidak ingin dikatakan semuanya – hanya meninggalkan nama saja. Jikapun masih ada diantara mereka yang masih hidup hingga saat ini, tidaklah ia dianggap sebagai orang yang pantas disebut sebagai pahlawan. Ambillah contoh seperti para pemberantas koruptor di KPK. Bukanlah title sebagai pahlawan yang mereka dapatkan, tetapi ancaman dan teror yang mereka peroleh. Mahasiswa yang mencoba jujur dalam ujian juga tak mendapatkan title kepahlawanan. Yang mereka dapatkan tidak lain hanyalah isolasi dari komunitas karena tidak mau memberikan jawaban ketika ujian. Atau contoh yang lebih kecil dari itu semua, para tukang sampah yang membersihkan berton-ton sampah yang ada di metropolis ini, adakah mereka mendapatkan title kepahlawanan? Pahlawan, bukanlah sesuatu yang ditunggu karena ia adalah sesuatu yang harus direbut oleh setiap kita. Ia juga bukanlah sebuah title dan simbol semata, karena pada dasarnya ia adalah bukti pengabdian anak adam di dunia ini. Mental seorang pahlawan bukanlah mental meminta agar ia disebut demikian. Mental seorang pahlawan adalah mental memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada orang-orang disekitarnya. Karena mental seperti inilah seseorang menjadi pahlawan sebelum ia dijadikan pahlawan. Ibarat sebuah benda, ia menjadikan dirinya berguna sebelum dianggap berguna oleh yang lain. Tapi sayangnya, mental memberi (manfaat) ini kian langka kita temukan, yang banyak adalah mental meminta. Mental meminta tidak hanya menimpa mereka yang tidak berpunya, yang sudah mempunyai harta melimpah pun tidak luput dari mental ini. Korupsi, itulah bukti betapa mereka adalah orang yang diserang mental meminta sangat akut. Berapapun banyaknya pahlawan di negeri ini, jika mereka hanya kumpulan jasadjasad yang terbujur kaku di tempat peristirahatan terakhir maka, hal itu tidak akan membuat kemajuan yang berarti bagi negeri ini. Yang kita butuhkan sekarang adalah pahlawanpahlawan yang berjalan di pasar-pasar, sawah-sawah, sekolah-sekolah, kampus-kampus, hingga perkantoran, baik swasta maupun pemerintah. Apakah pahlawan itu kamu?