Orasi Ilmiah Wisuda Viii Stie Mulia Pratama - 17 Oktober 2009

  • Uploaded by: STIE Mulia Pratama
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Orasi Ilmiah Wisuda Viii Stie Mulia Pratama - 17 Oktober 2009 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,421
  • Pages: 16
UNIVERSITAS BERBASIS RISET KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI 1 Prof. Dr. H. Mukhidin, S.T., M.Pd. 2

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, saya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat, 1. Pimpinan Yayasan Pencerdasan Bangsa dan pengurus. 2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mulia Pratama dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan orasi ilmiah yang berjudul “Universitas Berbasis Riset Kewirausahaan di Perguruan Tinggi” 3. Para guru besar, dosen, para mahasiswa, tata usaha, dan civitas akademika STIE Mulia Pratama 4. Pimpinan Kopertis Wilayah IV dan pimpinan daerah setempat. 5. Para orangtua dan para wisudawan.

Para hadirin yang kami muliakan, Kondisi riil perekonomian Indonesia menurut data Departemen Dalam Negeri 2004 terdiri atas 17.499 pulau yang ada di Indonesia, hanya 7.870 yang bernama. Pulau-pulau yang dimiliki Indonesia itu juga berkurang jumlahnya karena sebelumnya jumlah pulau negara ini mencapai 17.508. Adanya ribuan pulau yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus terintegrasi antara satu pulau dan lainnya, sehingga tidak adanya kesenjangan atau gap antar pulau. Hasil riset sementara menjelaskan bahwa daerah-daerah (di tanah air) yang sejak tahun 1970 smpai atau di luar Jawa dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Wilayah Indonesia bagian timur dulunya daerah tertinggi namun sekarang menunjukkan adanya peningkatan yang terus menerus. Menurut laporan Energy Information Administration (EIA) Januari 2008, disebutkan bahwa total produksi minyak Indonesia rata-rata sebesar 1,1 juta barel per hari, dengan 81% (atau 894.000 barel) adalah minyak mentah (crude oil). Untuk produksi gas alam, Indonesia sanggup memproduksi 97,8 juga kubik. Sebagai informasi, Indonesia masuk dalam daftar ke-9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Sayangnya, hampir 90% dari total produksi (red: gas) tersebut 1 2

Orasi Ilmiah disampaikan pada Wisuda STIE Mulia Pratama VIII pada hari Sabtu, 17 Oktober 2009 Dekan FPTK Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

1

berasal dari 6 MNC, yakni: Total (diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30%), Exxon Mobil (17%), Vico (BP-Eni Joint Venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BritishPetroleum (6%), dan Chevron (4%). Stok gas bumi mencapai 187 trilium kaki kubik atau akan habis dalam waktu 68 tahun dengan tingkat produk per tahun sebesar 2,77 triliun kaki kubik. Cadangan batu bara ada sekitar 18,7 miliar ton lagi atau dengan tingkat produksi 170 juta ton per tahun berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 110 tahun. Sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Potensi sumber daya alam yang ada di wilayah Indonesia sangatlah besar, dimulai dari pertambangan hingga pertanian sangatlah berlimpah. Pada saat ini jumlah wirausahawan yang ada di Indonesia pada tahun 2007 hanya tumbuh 0,18% atau sekitar 400 ribu, jauh dari ideal yang berjumlah 2% dari populasi penduduk sebuah negara. Pendapatan masyarakat Indonesia belum merata, hal ini bisa terlihat dari UMR tiap daerah yang berbeda-beda. Berikut tabel UMR pada tiap wilayah di Indonesia berdasarkan data dari APINDO per 2009.

Propinsi

Kabupaten

Sektor

2010

2009

2008

DKI Jakarta

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

1.069.865

972.604

NAD

Kota Banda Aceh

Otomotif

0

0

1.000.000

Jawa Timur

Kab. Gresik

Perdagangan/Jasa

0

0

803.652

DIY

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

700.000

586.000

Sumatera Selatan

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

824.730

743.000

Sumatera Barat

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

700.000

Sumatera Utara

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

822.205

Riau

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

800.000

Kep. Riau

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

833.000

Jambi

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

724.000

Bangka Belitung

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

813.000

Bengkulu

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

683.528

Lampung

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

678.900

Jawa Barat

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

628.191

568.193

2

Kab. Bogor

Non-Sektor

0

0

873.231

Kota Depok

Non-Sektor

0

0

962.500

Kab. Purwakarta

Non-Sektor

0

0

763.000

Kota Bekasi

Non-Sektor

0

0

994.000

Kab. Bekasi

Non-Sektor

0

0

980.589

Kab. Sumedang

Non-Sektor

0

0

886.000

Kab. Karawang

Non-Sektor

0

0

912.225

Kota Bandung

Non-Sektor

0

0

939.000

Kab. Bandung

Non-Sektor

0

0

895.980

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

917.500

537.000

Kab. Tangerang

Non-Sektor

0

0

953.850

Kota Cilegon

Non-Sektor

0

0

978.400

NAD

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

1.000.000

Bali

Non Kabupaten

Non Sektor

0

760.000

0

Kab. Badung

Non-Sektor

0

0

605.000

Kota Denpasar

Non-Sektor

0

0

800.000

Kab. Gianyar

Non-Sektor

0

0

760.000

Kab. Jembrana

Non-Sektor

0

0

737.500

Kab. Karangasem

Non-Sektor

0

0

712.320

Kab. Klungkung

Non-Sektor

0

0

686.000

Kab. Bangli

Non-Sektor

0

0

685.000

Kab. Tabanan

Non-Sektor

0

0

685.000

Kab. Buleleng

Non-Sektor

0

0

685.000

NTB

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

730.000

NTT

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

650.000

Kalimantan Barat

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

645.000

Kalimantan Selatan

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

825.000

Kalimantan Tengah

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

765.868

Kalimantan Timur

Non Kabupaten

Non Sektor

0

955.000

815.000

Maluku

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

700.000

Banten

3

Maluku Utara

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

700.000

Gorontalo

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

600.000

Sulawesi Tenggara

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

700.000

Sulawesi Tengah

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

670.000

Sulawesi Selatan

Non Kabupaten

Non Sektor

0

905.000

740.520

Sulawesi Barat

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

760.500

Papua

Non Kabupaten

Non Sektor

0

0

1.105.500

Jawa Tengah

Non-Kabupaten

Non-Sektor

0

0

547.000

Kab. Boyolali

Non Sektor

0

718.500

0

Kab. Brebes

Non Sektor

0

575.000

0

Kota Semarang

Non Sektor

0

838.500

0

Kab. Semarang

Non Sektor

0

838.500

0

Kab. Sukoharjo

Non Sektor

0

710.000

0

Kab. Sragen

Non Sektor

0

687.000

0

Kab. Karanganyar

Non Sektor

0

0

719.000

Kab. Wonogiri

Non Sektor

0

650.000

0

Kab. Mojokerto

Non Sektor

0

971.624

0

Kota Malang

Non-Sektor

0

945.373

0

Kota Madiun

Non Sektor

0

645.000

522.750

Kab. Blitar

Non Sektor

0

570.000

0

Kab. Gresik

Non Sektor

0

971.624

0

Kab. Pasuruan

Non Sektor

0

955.000

0

Kab. Sidoarjo

Non Sektor

0

955.000

0

Kab. Malang

Non Sektor

0

954.500

0

Kota Surabaya

Non Sektor

0

948.500

0

Kota Batu

Non Sektor

0

879.000

0

Kota Kediri

Non Sektor

0

856.000

0

Kab. Kediri

Non Sektor

0

825.000

0

Kota Pasuruan

Non Sektor

0

805.000

0

Kab. Tuban

Non Sektor

0

798.000

0

Jawa Timur

4

Kab. Jember

Non Sektor

0

770.000

0

Kota Mojokerto

Non Sektor

0

760.000

0

Kab. Lamongan

Non Sektor

0

760.000

0

Kab. Jombang

Non Sektor

0

752.500

0

Rencana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 – 2014 adalah 6 – 6,1 %, semula direncanakan 6,3 % namun karena krisis keuangan global, pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Perekonomian merevisi rencana tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6 – 6,1 % akan bergerak sesuai dengan rencana apabila seluruh komponen perekonomian termasuk pendidikan berjalan sesuai dengan targetnya masingmasing. Pendidikan dan penyerapan tenaga kerja yang siap pakai akan sangat menunjang pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan di sektor ekonomi diperlukan SDM yang berjiwa wirausaha. Saat ini kondisi Indonesia dalam hal yang SDM wirausaha, pada saat ini jumlah wirausahawan yang ada pada tahun 2007 hanya tumbuh 0,18% atau sekitar 400 ribu, jauh dari ideal yang berjumlah 2% dari populasi penduduk sebuah negara. Untuk meningkatkan dan menumbuhkan SDM yang memiliki kewirausahaan terlebih dahulu kita harus melihat kaitan psikologik dengan demografi dan paedagogi. Seperti ditunjukkan di bawah ini:

5

Hadirin yang kami muliakan, Dari piramida tersebut kita juga harus dapat menghubungkan dengan kaitan antara jenjang pendidikan mulai SD sampai Perguruan Tinggi seperti digambarkan di bawah ini. Dari jenjang tersebut kita dapat melihat pula setelah mereka lulus mereka memperoleh jabatan apa. Pertanyaan selanjutnya, siapakah yang harus menjadi tenaga wirausaha untuk menggerakkan ekonomi mikro. Dari gambar tersebut bahwa yang paling strategis adalah Sarjana Strata I, karena mereka memiliki cakrawala pandang yang relatif masih baru dan dapat dikembangkan menjadi tenaga wirausaha muda. Usahawan ini adalah mereka yang selalu melakukan inovasi, inovasi baru dalam menciptakan produk baru, jasa baru, dan peluang-peluang pasar. Peningkatan wirausaha sebesar 1,9% saja akan mampu

6

menggerakkan ekonomi mikro di seluruh Indonesia. Dengan demikian penduduk pra sejahtera akan dapat ditingkatkan ke level yang lebih tinggi sejahtera pratama dan seterusnya seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

7

Yang menjadi persoalan adalah bagaimana strategi dalam melahirkan wirausaha tersebut. Perguruan tinggi sebagai agen pembaharuan seyogyanya harus mampu menciptakan manusia entrepreneur yang akan mendongkrak perekonomian Indonesia. Strategi penciptaan tenaga wirausaha dalam mencetak SDM yang unggul oleh perguruan tinggi adaah harus dimulai dari perguruan tinggi. Karena perguruan tinggi sebagai inovator atau pembaharu dalam masyarakat. Perguruan tinggi mempunyai tridharma yakni pendidikan, pengabdian masyarakat dan penelitian. Fungsi pendidikan jelas dilakukan oleh perguruan tinggi dalam upaya menghasilkan lulusan SDM yang berkualitas, fungsi pengabdian kepada masyarakat yang merupakan dharma kedua sebagai perwujudan civitas akademika untuk mengabdikan perolehan ilmunya di perguruan tinggi kepada masyarakat. Sehingga apa yang dikajinya selama ini di perguruan tinggi kepada masyarakat. Sehingga apa yang dikajinya selama ini di perguruan tinggi tidak terlalu senggang dengan masyarakat. Dharma yang ketiga, penelitian, semua perguruan dalam mengembangkan ilmunya seyogyanya berbasis kepada riset. Riset ini merupakan ciri khas perguruan tinggi, dengan cara ini, diharapkan terdapat pemahaman tentang universitas, daripada salah pendapat antara logika pemahaman awam dengan logika pasaran kerja, sekaligus menuntut upaya intelektual dan sosial menjadi benteng untuk nilai-nilai bumi/dunia dan tempat berteduh warisan budaya. Oleh sebab itu, universitas perlu diberikan otonomi yang lebih luas, bebas dan berdikari, apalagi untuk menuntut ilmu serta mencari kebenaran, agar ia dapat merencanakan wawasan baru selaras dengan pembangunan masa depan melalui pencarian penyelesaian tertentu berlandaskan kesarjanaan dan ilmu pengetahuan. Balderston mengatakan: The university is … society’s main respository of systematic knowledge and its main contributor to tomorrow’s scientific and humanistic understanding. [ it ] … it designed precisely for that mission … Other types of enterprise and institutions may therefoe need to pay special attention to the university as the archetype of the organization where discovery and transmission are both reasons for existence and the occasion for enduring satisfaction. Karena itu, ia juga harus berupaya memberikan bimbingan kepada pembentukan kepemimpinan masa depan, selain memberi latihan dalam pendidikan tinggi. Menurut Van Ginkel, Rektor United Nation University merangkap United Nations Under-Secretary-Genderal: University autonomy and academia freedom have been granted to universities to be able to antribute in truly innovative ways to the future of society, to best benefit and interest of society. All societies that have forgotten this crucial thruth about universities have ultimately suffereddecline. Institutional anatomy and academic freedom will again be crucial in the preparation of present

8

generations for the ‘new’ world they will live in, appealing to the best of all capacities, including creativity and imagination. Yang anehnya, menurut Ruben, dalam hal kepemimpinan inilah rata-rata universitas memerlukan pertimbangkan dan perbaikan, dia menganggap kepemimpinan sebagai salah satu dari delapan paparan untuk kecemerlangan dalam pendidikan tinggi, dia merumuskan bahwa pendekatan survival-of-the-fittest tidak lagi sesuai, dan satu paradigma baru diperlukan. Hatta: A new paradigm is needed, one that reflects the academy’s core values and competencies relative to discovery, learning, and engagement. Higher education needs a paradigm that raeffirms, for ourselves, the values and benefits of the kinds of educational experiences we have long advocated for others – and one that devotes the attention and resources necessary to effectively those values into practice. Jelas, bahwa satu model universitas dan kepemimpinan baru amat diperlukan. Sedangkan universitas sering didesak supaya mengamalkan budaya korporat dan bergerak menjawab kehendak pasar, malangnya kepemimpinan universitas dikekang dengan berbagai faktor yang tidak langsung dialami oleh pasar dan pemimpin organisasi korporat sebenarnya. Pendapat ini banyak disetujui oleh seorang yang amat berpengalaman dalam mengurus universitas, Presiden Emeritus Cornell University, Frank Rhodes. Berdasarkan pengalaman Jepang sebagai contoh, universitas mulanya mengalami transformasi kepada sebuah institusi yang bebas, termasuk staf akademik yang tidak lagi berfungsi sebagai kepanjangan tangan rakyat. Hal ini dilaporkan sebagai langkah awal ke arah pardigma baru bagi universitas di negara Jepang supaya lebih bersaing, walaupun tahap saingan Jepang sudah tinggi. Perkembangan yang serupa terlaksana di Indonesia baru-baru ini apabila otonomi penuh (dalam istilah Indonesia “Mandiri”) diberikan kepada enam universitas utama, dan diagendakan keseluruhan untuk yang lain menjelang tahun 2010 nanti. Di Australia, menurut satu kajian baru-baru ini: Demands for more entrepreneurial, risk-seeking academic behaviour is often stifled by bureaucratic structures that reinforces status differences and the respective boundaries between management and employess. An obvious strategy in counteracting this situation is the recognition that university leadership is fundamentally different to, but just as critical to competitive sustainability, as is management. That is more attention needs to be paid to the “creation of ideas and the motivation and celebration of people” in universities rather than the current management focus of controlling resources and things.

9

Maka tidak heran banyak negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dilaporkan mengalami perubahan, sekop perubahannya adalah ke arah mendapatkan otonomi yang lebih dalam kerangka pertanggungjawaban baru yang diberikan kepada universitas. Begitu penting dan relevannya isu otonomi kepada pendidikan tinggi dapat dirasakan dengan adanya konferensi meja bundar khas – Insitutional Autonomy in Higher Education – anjuran AUNP barubaru ini pada 13 – 15 Januari di Spanyol. Konferensi tersebut mengakui walaupun soal otonomi ini agak kontroversial pada dekade yang lalu, tetapi sekarang wujud kecenderungan ke arah pelaksanaannya sesuai dengan perjalanan waktu. Baik di EU sendiri juga otonominya sering dikuasai oleh beberapa peraturan, sehingga menghadapkan skopyang benar untuk membuat keputusan dalam mengurus universitas. Umumnya bagi universitas-universitas di ASEAN, keadaannya adalah lebih baik lagi. Oleh karena itu untuk perbandingan, perspektif pengalaman kepemimpinan universitas di Amerika Serikat mungkin dapat dijadikan contoh karena terbukti universitas di negara itu mempunyai record pencapai yang lebih menyeluruh. Seperti pendapat Frank Rhodes dalam buku The Creation of the Future. The sponsorship of American Research universities is distinction. There is no one sponsor, no overseeing ministry, no national plan or government regulation. Decentralised, feistily independent, uncoordinated, pluralistic. American universities have been opportunities. The pattern of state control and centralised funding, so typical of most European universities, is in United States replaced by decentralised system … Rhodes membicarakan hal ini dengan universitas yang mana kerajaan pusat mengawal bukan saja pengurusan kemasukan dan program institusi, tetapi juga perbelanjaan serta penilaian setiap jabatan akademik, kelanjutan dari perancangan, pembiayaan dan kawalan ketat pendidikan tinggi (rigidly planned, budgeted and controlled) oleh Kementerian Pusat. Tambahan juga, menurut satu kajian: Local factors and global dynamics are thus intertwined in new ways requiring fresh approaches to domestic and international policy … Domestic innovation will not be possible without access to international markets; access to international markets will not be possible without domestic technological innovation. Reforms at the national level will require major adjustments in educational systems inherited from models that are anthithecal to the demands of the knowledge economy. Keperluan untuk perubahan amat jelas daripada kajian tersebut, khususnya di negara membangun apabila dirumuskan: The historical origins of the current educational systems in the developing world are not as important as their legacy. The industrialized countries from which these models were copied have over the decades reformed their own systems but the many of the developing countries that

10

adopted the models still continue the classical models now abandoned by their countries of origin. Such developments have not happened in many developying nations where still today much of the research community is isolated from the industrial sector and contributes very little to the country’s innovation. In many cases, the research community is a drain on resources with few return. Sebagai rumusam, K.J. Ratman dalam buku The Scientific Enterprise membahas tentang perkara yang serupa yang mana universitas wajar berubah mengambil perannya sebagai sebuah institusi intensif penyelidikan. Walau bagaimanapun, umumnya hal ini bergantung pada pengaruh dasar yang ditetapkan oleh pihak yang berwajib. Di Jepang, misalnya, pada tahun 2001 usaha bergelar “Hiranuma Plan” telah menunjukkan kesan apabila ia dilancarkan bersama-sama 15 cadangan dasar yang antaranya bertujuan meningkatkan lagi aktivitas perniagaan dari universiti. Lebih dari itu, ia menjalankan keanggotaan 1.000 buah sarikat perniagaan (creating “1.000 Venture Firms Sprung From Universities”, through the strategy of reforming universities and transferring technology from academia to industry) dalam jangka waktu tertentu. Selain daripada itu, sejak pengkorporatan universiti Jepang bermula pada April 2004, Jepang juga turut mendirikan banyak Organisasi Perlesenan Teknologi (Technology Licensing Organization, TLO), dalam usaha memanfaatkan lagi hasil penyelidikan. Sampai sekarang masih terus menggalakkan. Misalnya Juli 2004, sejumlah 41 institusi berikrar sebagai TLO di bawah Law For Promoting UniversityIndustry Technology Transfer (TLO Law). Sedangkan jumlah serikat berasaskan universiti meningkat menjadi 531 pada akhir tahun 2002, mendekati 1.000 serikat seperti yang disasarkan. Bilangan paten yang ditanam, geran paten, perlesenan dan kontrak pilihan juga dilaporkan meningkat hasil dari tindakan kerajaan ini. Tegasnya, TLO didirikan sebagai usaha untuk mengeluarkan negara Jepang dari kemelesetan ekonomi berlandaskan kepada 3 fungsi utama, yaitu: First to discover and evaluate research acievements of university researchers. Second, if some valuable achievements are found, the TLO secures the research achievement by obtaining patent rights for them in order eventually to license them to private enterprises and to receive royalty on the license. Finally, the TLO distributes the money to researchers as research funds. In that TLOs regards research at universities as business opportunities, TLO activities can be considered to be profit making. It is expected that stronger business relations between the private sector and universities will be estabilished through further activating TLOs. Jepang juga mendukung pembentukan serikat yang muncul dari universitas dengan cara memberi subsidi aktiviti R & D.

11

Pengarah National Science Foundation (NSF) di Amerika Serikat, Rita Colwel, melaporkan bahwa ia merupakan hasil desakan yang tinggi terhadap penyelidikan dan pelabuhan R & D. Di masyarakat tentang hal ini, Colwel membayangkan, “Interdisciplinary and integrative research has become synonymous with all things modern and progressive about scientific research”. Beliau membayangkan betapa penghasilan ilmu itu sendiri sudah berubah dan menyebabkan transformasi cara ‘lama’ membuat penyelidikan kepada yang ‘baru’. Sementara cara lama dicirikan sebagai “homogeneus, disciplinary, hierarchical, permanent”, sedangkan yang baru sebagai “heterogenous, interdisciplinary, horizontal, fluid”. Tegas Rhodes, “The silos of the departments will topple as new approaches to be wildering issues are pursued with new vigor by scholar in mind-boggling combinations of once insular and isolated disciplines”. Tambah Wilson, “The ongoing fragmentation of knowledge and resulting chaos in philosophy are not reflections of the real world but artifacts of scholarship”. Ini bermakna diperlukan satu keandalan agar perkembangan yang kreatif dapat berlaku secara spontan sebagai satu budaya berpikir berkelanjutan dalam usaha untuk memperkaya keadaan. Salah satu contoh proses penyelidikan dan cara pengurusannya yang kini mengalami perubahannya sendiri. Model R & D linear, yang agak menonjol pada tahun 1950-an sehingga pertengahan tahun 1970an hasil dari pemulihan Perang Dunia Kedua mengalami peralihan. Ini termasuk dukungan dari perjalanan semula ekonomi sehingga awal tahun 1960-an dan pertumbuhan mendadak industri mikroelektronik (sampai tahun 1970-an). Namun, mulai tahun 1980-an generasi R & D ketiga, keempat dan kelima berasaskan inovasi awal mengambil alih secara berturut-turut dalam masa tiga dekade. Tahap kecanggihan R & D menjadi lebih kompleks memandangkan terdapat unsur-unsur baru yang dikenal pasti di dalamnya. Oleh karena itu, pembicaraan tentang R & D sering mengalami beberapa kekeliruan tentang apakah sebenarnya peralihan yang sedang berlaku. Apa pun, yang jelas inovasi merupakan fokus penting dalam aspek R & D; teknologi membolehkan berbagai aktiviti maya mendukung R & D sementara aspek pengurusan R & D penting untuk membolehkan inovasi ilmu pengetahuan berlaku dengan licin. Sebaliknya, masyarakat dan negara mendapat manfaatnya apabila ide baru hasil dari R & D memasuki pasaran. Ia akan menggantikan konsep pemindahan teknologi ke arah satu sistem inovasi. Kini, kecenderungan R & D generasi yang mutakhir, yakni R & D keempat (R&D4) dan kelima (R&D5), mendekati mekanisme yang dikatakan lebih sesuai dengan alat baru seperti dalam jadwal 4. Fokus R&D5 adalah satu sistem inovasi yang menyeluruh dan berlandaskan usaha sama dalam mendefinisi sejajar ilmu baru. Kaitan mendatar melalui konsorsium, perserikatan, dan rekan kongsi adalah

12

kuat. Jaringan pembelajaran saling bergantung (simbiosis) mencakup manusia dan elektronik akan membawa kepada pendekatan strategi penting. Prestasi bukan saja dinilai berdasarkan modal keuangan, tetapi diukur dari segi aset intelektual dan keupayaan mengaplikasikan ide baru. Penekanan juga diberikan kepada kenjalan dan kepantasan pembangunan. Inovasi teknologi tidak sewajar berturutan tetapi merentasi fungsi. Penjanaan ilmu akan membawa nilai tambah dan ini ada kaitannya dengan pendapat yang diutarakan oleh Savage dan Senge. Kini muncul pula sains dan bukan saja R & D sebagai pasaran baru, termasuk tiga yang utama: IT, bioteknologi, dan nanoteknologi yang mengasaskan inovasi baru. Umumnya, pembangunan sains mempunyai kaitan dengan teknologi dan industri pembuatan yang kokoh. Sumbangannya adalah dari sains kepada teknologi atau teknologi kepada sains ataupun teknologi kepada teknologi. Oleh karena itu, model inovasi yang akan dibangun melalui R & D agak kompleks dan saling berbalas dengan beberapa aspek yang lain. Jadwal 4 : Beberapa Generasi R & D dan cirinya Generasi R&D Strategi Utama

Pertama (1960-an) R&D terasing; seperti menara gading

Kedua (1960–1970-an) Berkaitan dengan perniagaan

Faktor Perubahan

Serendipiti tidak terduga

Saling bergantungan ke arah kerjasam

Prestasi

Perbelanjaan / modal R & D

Perkongsian kos; berkaitan dengan strategis

Ketiga (1980-an) Integrasi teknologi dan perniagaan; sinergi merentas proyek Pengurusan R & D lebih sistematik; pengenalan kepada konsep portofolio Imbangan resiko dan ganjaran

Struktur

Berhierarki; berteraskan fungsi

Organisasi matriks

Saluran sebaran ilmu

Fokus

Pengekalan pelanggan

Pengekalan pelanggan; orientasi pasaran

Kepuasan pelanggan

13

Keempat (awal 1990-an) Integrasi dengan R & D pelanggan; belajar bersama pelanggan

Kelima (sekarang) Sistem inovasi yang total; R & D sebagian dari sistem inovasi

Perubahan pemisahan pantas peringkat global

Dinamik pelbagai/ saling bergantung dan pantas

Modal pelabuhan tidak memberi produktiviti baik Amalan pelbagai dimensi

Keupayaan dan impak intelektual

Kepuasan pelanggan; berintegrasi

Jaringan simbiosis; usaha sama yang kuat dalam R & D Kejayaan pelanggan

kuat

dengan pelanggan Keusahawanan; Pelanggan; model bertaut model sepadu (coupling)

Aset

Teknologi; tolakan teknologi

Proyek; tarik pasaran

Insan

Persaingan berasas sikap “kita-mereka”

Kerjasama proaktif

Usaha sama berstruktur

Proses

Komunikasi terhadap minimum; di bawah kawalan korporat

Berasaskan proyek; di bawah kawalan perniagaan

R&D/ portfolio berhala tuju: dikawal oleh korporat dan perniagaan

Teknologi

Tahap awal; embrionik

Berasaskan data; analisis dan simpati

Berasaskan maklumat

Ilmu pengetahuan; integrasi, jaringan Aspek nilai dan Pekerja ilmu keupayaan pengurusan diberi kendiri penekanan Kitaran Pembelajaran maklum balas merentas dan maklumat sepadan dan yang aliran ilmu berteruskan; pasukan merentas disiplin IT sebagai alat Pemrosesan persaingan ilmu pintar

Penjabarannya, kepada perguruan tinggi misalnya di USM adalah untuk membuat transformasi terhadap cara penyelidikan dilakukan menurut Sistem Inovasi yang diadakan pada Oktober 2004 untuk melihat beberapa aspek pembangunan universitas untuk mendukung pencapaian ke arah universitas penelitian. Ini termasuk aspek (a) keupayaan dan kesanggupan sumber manusia, (b) pembangunan dan pengkomersilan, (c) budaya dan penelitian, dan (d) pembentukan Sistem Informasi perguruan tinggi. Perlu diingatkan, menurut satu kajian di negara berkembang terhadap beberapa isu yang perlu diberi perhatian tentang inovasi, di antaranya: In contrast to advanced developed nations, developing countries lack many of the ingredients needed for innovation. Opportunities are rare, prompting the analogy of an island of innovation opportunities that must be discovered in a large sea of risks. Most developing countries have only limited indigeneous capacity to innovate. As a short-term measure, they can encourage foreign investment and local training. In the medium term, they may license foreign technology. This, however, will leave them paying substansial licensing fees for many years. In addition, heavy dependence on foreign technology will render a country less competitive in an unfavourable global economy. Ini memandang bahwa selain berlakunya pencanangan ilmu pengetahuan, perubahan struktur dan profesional juga berlaku dan memerlukan keadaan yang cukup baik. Juga dengan pekerjaan yang memberatkan kegunaan penyelidikan dan bukan saja penelitian asas (Employers are complaining that new

14

PhDs are trained too narrowly to manage the range of profesional tasks they encounter). Oleh karena itu, usaha untuk mereformasi pendidikan dan program latihan juga perlu dirancang selaras dengan aktivitas merekayasa universitas ini. Ada pihak yang mengatakan bahwa program inovasi bukan hanya mendidik saintis masa depan untuk menjadi pakal dalam kaidah, teknik dan ilmu dalam pilihan bidang masingmasing, tetapi mempunyai kemahiran menyelesaikan masalah besar yang memerlukan pembelajaran, awal pembelajaran yang merentasi bidang. Pada peringkat, satu usaha inovatif ke arah ini dikenal sebagai pendidikan berciri inovatif antara disiplin dan integratif. Contoh yang lebih khusus yang melibatkan budaya antara disiplin/terintegrasi boleh dicontoh seperti California Institute of Technology (CalTech) yang menampilkan interaksi antara asas saintis, juru teknik dengan saintis komputer di kampus. Tidak heran CalTech mempunyai pencapaian yang bagus, dan menjadi pemenang Hadiah Nobel. Satu lagi contoh dapat dilihat di National Institute of Drug Abuse (NIDA) di Amerika Serikat apabila penelitian tentang penggunaan tembakau yang dilakukan bersamasama rekan kerja, walaupun terdapat beberapa rintangan yang belum dapat diselesaikan. USM melalui Pusat Racun Negara (PRN) mungkin dapat dijadikan satu dari rekan kerja ini dalam usaha memperluas jalinan kepakarannya di persada dunia. Malah Russo memetik satu kajian yang menunjukkan bahwa ruang makmal yang merupakan tempat berlakunya interaksi antara disiplin. Ini sesuai dengan perekayasaan USM, penyusunan awal peneliti dilatih membuat kajian wajar juga dipikirkan buat masa depan, seperti pembentukan pelantar penyelidikan berkluster yang telah kita kerjakan tahun lalu. Kanfer pula berpendapat masih banyak yang lebih menyukai mengadakan pertemuan untuk memperkarsakan penyelidikan dan berbagi pengalaman, sayangnya usaha ini terbentur oleh jabatan disiplin tradisional, melainkan pendekatan ini diubah. Jika tidak, keadaannya seolah-olah serupa dengan teguran James Lovelock: This well meaning but narrow minded nanny of an institution ensures that scientist work according to conventional wisdom and not as curiosity or inspiration moves them. Lacking freedom they are in danger of succumbing to a finicky gentility or of becoming, like medieval theologians, the creatures of dogma. Untuk itu, menurut Profesor Karl-Erik Sveiby, dalam penelitian terbaru, iklim usaha sama (collaborative climate) antara peneliti berbagai peringkat umur tidak sama: peringkat usia yang lebih matang akan cepat selesai dengan aktivitas usaha dibanding yang lebih muda. Mereka lebih baik dalam ilmu dan pengalaman, menggunakan ilmu orang lain dan juga hubungan antara satu dengan yang lain. Ini juga merupakan peluang untuk mengamalkan pendekatan transdisiplinari yang lebih baik apabila

15

seseorang itu semakin matang dan berpengalaman. Tambah Sveiby, ini juga berarti para peneliti yang lebih muda memerlukan dorongan dan bantuan ke arah ini, mungkin memerlukan waktu kurang lebih lima tahun. Berasaskan maklumat ini, rancangan yang sesuai boleh dilakukan sewaktu mengajar seperti yang dilakukan oleh University of Southern Queensland (USQ), menawarnya melalui School of Transdiciplinary Graduate Studies and Continuing Education (TransACE). Berdasarkan Graduate Transdiciplinary Studies Program yang ditawarkan, memberikan peluang kepada profesional untuk memperluas khususnya melalui bidang supaya ia bebas mengambil pendidikan yang lazimnya bukan sebagian dari program yang telah disusun sebelumnya. Pelajar boleh memilih dari berbagai bidang untuk membentuk pendidikan yang sesuai dengan minat pribadi dan kerja mereka. Hadirin yang kami muliakan, Akhirnya, Kewirausahaan berbasis riset yang dilakukan perguruan tinggi akan melahirkan model inovasi baru di perguruan tinggi. Melakukan inovasi ilmu pengetahuan sehingga melahirkan ilmu-ilmu baru yang berguna bagi masyarakat dan ilmu itu sendiri. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dapat diberikan pada perguruan tinggi pada semester akhir setelah mahasiswa dibekali mata kuliah bidang studinya dan bidangbidang lain yang memungkinkan mereka dapat berkembang di bidang wirausaha. Demikianlah orasi ilmiah kami yang kami ambil dari berbagai sumber, seperti: Revolusi Pendidikan dalam merekayasa sebuah Universitas karya Dzulkifli Abdul Razak. Dari berbagai sumber lain seperti: http://paparnas.org/berdikari; www.kompas.com; www.metrotv.com; www.apindo.or.id Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

16

Related Documents


More Documents from "putri nuryana"